22
IR PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK D BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang dan Rumusan Masalah Fenomena korupsi di Indonesia hingga saat ini belum lenyap. Fenomena korupsi pun tidak hanya terbatas pada sektor publik yang melibatkan pejabat negara, pejabat daerah, aparat sipil negara, dan BUMN, tetapi fenomena korupsi juga sudah banyak terjadi di sektor swasta. Padahal bentuk - bentuk korupsi di sektor swasta hampir sama konsep dengan korupsi di sektor publik dimana ada perbuatan suap, penyalahgunaan kewenangan, mencari keuntungan untuk kepentingan pribadi menggunakan nama perusahaan, kolusi, mempublikasi rahasia dagang perusahaan kepada kompetitor, dan lain - lain. Namun, penegakan hukum pidana korupsi masih terbatas di sektor publik karena definisi korupsi di Indonesia secara legalitas formal terkungkung pada korupsi sektor publik. Limitasi definisi korupsi di Indonesia yaitu terkait dengan kerugian keuangan negara dan dilakukan oleh pejabat publik. Limitasi itulah yang menjadi salah satu faktor hingga saat ini pemberantasan tindak pidana korupsi tidak bisa menjangkau sektor swasta. Hal tersebut diutarakan oleh Dadang Trisasongko, selaku Sekretaris Jenderal Transparency Indonesia (TI) yang menyampaikan materi pada talk show anti korupsi di FEB UGM pada 3 November 2018, bahwa "korupsi sudah marak di sektor swasta dimana 80 % kasus korupsi yang ditangani Komisi

D BAB I PENDAHULUAN

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: D BAB I PENDAHULUAN

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

D

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang dan Rumusan Masalah

Fenomena korupsi di Indonesia hingga saat ini belum lenyap. Fenomena

korupsi pun tidak hanya terbatas pada sektor publik yang melibatkan pejabat

negara, pejabat daerah, aparat sipil negara, dan BUMN, tetapi fenomena korupsi

juga sudah banyak terjadi di sektor swasta. Padahal bentuk - bentuk korupsi di

sektor swasta hampir sama konsep dengan korupsi di sektor publik dimana ada

perbuatan suap, penyalahgunaan kewenangan, mencari keuntungan untuk

kepentingan pribadi menggunakan nama perusahaan, kolusi, mempublikasi

rahasia dagang perusahaan kepada kompetitor, dan lain - lain. Namun, penegakan

hukum pidana korupsi masih terbatas di sektor publik karena definisi korupsi di

Indonesia secara legalitas formal terkungkung pada korupsi sektor publik.

Limitasi definisi korupsi di Indonesia yaitu terkait dengan kerugian keuangan

negara dan dilakukan oleh pejabat publik. Limitasi itulah yang menjadi salah satu

faktor hingga saat ini pemberantasan tindak pidana korupsi tidak bisa menjangkau

sektor swasta.

Hal tersebut diutarakan oleh Dadang Trisasongko, selaku Sekretaris

Jenderal Transparency Indonesia (TI) yang menyampaikan materi pada talk show

anti korupsi di FEB UGM pada 3 November 2018, bahwa "korupsi sudah marak

di sektor swasta dimana 80 % kasus korupsi yang ditangani Komisi

Page 2: D BAB I PENDAHULUAN

2

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

Pemberantasan Korupsi (KPK) melibatkan sektor swasta".1 Berdasarkan data di

KPK, "sejak 2004-2019 tercatat tindak pidana korupsi berdasarkan jabatan

terdapat 297 pelaku korupsi berasal dari sektor swasta".2 Hal yang sama juga

dapat diihat berdasarkan data dari Action Brief yang dipublikasi oleh KPK bahwa

ditahun 2001 - 2015 pelaku korupsi dari pihak swasta adalah 670 pelaku.3 Pada

umumnya pihak swasta melakukan korupsi karena kepentingan bisnis seperti

kekhawatiran tidak mendapatkan tender proyek atau takut kalah bersaing dengan

kompetitor yang lain sehingga pada akhirnya melakukan perbuatan korupsi berupa

suap. Oleh karena itu, perlu sekali untuk melakukan penegakan hukum pidana

korupsi di sektor swasta karena mayoritas kasus korupsi juga melibatkan pihak

swasta.

Pada sektor swasta, penyelewengan dana perusahaan lebih dikenal dengan

istilah fraud daripada korupsi.4 Menurut Budi Santoso, "istilah korupsi merupakan

salah satu dari 60-an jenis fraud yang dikenal dalam audit investigasi di sektor

swasta".5 Dalam prakteknya, apabila terdapat temuan tersebut pihak swasta lebih

memilih untuk menyelesaikan di internal dan tidak mempublikasi dengan

pertimbangan untuk menjaga kredibilitasnya. Budi Santoso juga menyampaikan

1 Dikutip dari https://ugm.ac.id/id/berita/17356-ancaman-korupsi-di-sektor-swasta

diakses pada 26 September 2020. 2"Cegah Korupsi Sektor Swasta Harus Lakukan Terobosan dikutip dari Berita KPK

yang dapat diakses melalui link https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/1621-cegah-korupsi-

sektor-swasta-harus-lakukan-terobosan"

3 https://acch.kpk.go.id/id/artikel/paper/upaya-kpk-menangani-korupsi-di-sektor-

swasta diakses pada 26 September 2020

4"Korupsi di Sektor Swasta Lebih Gila, Kompas. com dikutip dari

https://nasional.kompas.com/read/2018/02/01/07304001/korupsi-di-sektor-swasta-lebih-

gila?page=all diakses pada 26 September 2020"

5 Ibid.

Page 3: D BAB I PENDAHULUAN

3

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

bahwa "hingga saat ini belum ada kasus korupsi yang terjadi di sektor swasta yang

di proses hukum".6

Dampak korupsi sektor swasta pada perusahaan adalah membuat beban

pengeluaran perusahaan semakin tinggi karena ada pengeluaran yang seharusnya

tidak perlu menjadi ada atau pengeluaran yang tidak sesuai dengan nominal yang

seharusnya. Hal tersebut jelas merugikan sekali bagi perusahaan karena ada

pengeluaran yang terlalu besar mengakibatkan keuntungan perusahaan berkurang

dan ini berkorelasi dengan produk yang dihasilkan yang pastinya akan

menurunkan kualitas atau layanan guna menekan pengeluaran. Korupsi inilah

yang menyebabkan terjadinya inefisiensi perusahaan.

Fenomena korupsi di sektor swasta ini juga berdampak pada kestabilan

ekonomi negara karena terjadinya inefisiensi dan menjadi pertumbuhan

pembangunan menjadi terhambat. Selain itu, negara juga kehilangan kepercayaan

publik dalam melakukan investasi di bidang ekonomi karena penggerak ekonomi

adalah sektor swasta. Dampak pada ketidakstabilan ekonomi juga dikarenakan ada

persaingan usaha yang tidak sehat berupa monopoli usaha bagi yang dapat

menguasai sehingga tidak memberikan peluang pihak lain untuk berkembang.

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh korupsi di sektor swasta baik bagi

negara, masyarakat, dan perusahaan dapat menjadi landasan urgensi penegakan

hukum pidana korupsi disektor swasta. Dampak negatif diatas haruslah di hindari

dengan adanya kepastian hukum mengenai regulasi yang mengatur korupsi di

sektor swasta dan pemberian kewenangan pada penegak hukum untuk melakukan

6 Ibid.

Page 4: D BAB I PENDAHULUAN

4

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

penindakan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi di sektor swasta. Regulasi

yang mengkriminalisasi korupsi disektor swasta di atur dalam United Nations

Conventions Against Corruption, yang selanjutnya disebut UNCAC.

UNCAC diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai konvensi

perserikatan bangsa-bangsa menentang korupsi. UNCAC merupakan perwujudan

dari semangat 137 negara peserta konvensi untuk memutuskan mata rantai korupsi

yang merugikan banyak pihak ini. UNCAC merupakan wujud kepastian hukum

yang selanjutnya dijadikan panduan dalam memerangi korupsi di dunia

Internasional oleh negara peserta konferensi. Negara peserta konferensi seperti

Indonesia telah meratfikasi UNCAC"melalui Undang - Undang Nomor 7 Tahun

2006 Tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption, 2003

(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003)."Dengan

diratifikasinya UNCAC tersebut berkonsekuensi bahwa negara harus menjalankan

ketentuan - ketentuan yang ada dalam UNCAC.

UNCAC tersebut terdiri dari pembukaan dan 71 pasal. Salah satu pasal

yang terkait dengan penelitian ini adalah tentang pengaturan korupsi di sektor

swasta yang diatur dalam Pasal 12 UNCAC. Beberapa bentuk delik korupsi di

sektor swasta yang diatur dalam Pasal 12 UNCAC antara lain :

1. Penyuapan;

2. Memperkaya diri sendiri secara tidak sah (illicite nrichment);

3. Penggelapan kekayaan;

4. Perdagangan pengaruh.

Namun, ketentuan pasal 12 UNCAC tersebut sifatnya"bersifat non-

mandatory atau tidak ada kesepakatan di antara negara-negara peserta konvensi

untuk menyatakan tindakan tersebut sebagai tindak pidana karena sifat non-

Page 5: D BAB I PENDAHULUAN

5

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

mandatory itulah hingga kini Indonesia belum memiliki aturan yang jelas

mengenai pemberantasan korupsi di sektor swasta."Delik - delik korupsi di sektor

swasta sebagaimana diatur dalam UNCAC tersebut hingga saat ini belum

memiliki kekuatan hukum mengikat. Bagi para penegak hukum delik - delik

tersebut belum dapat digunakan sebagai dasar penegakan hukum tindak pidana

korupsi di sektor swasta. Oleh karena itu, saat ini ada upaya untuk memasukkan

ketentuan tersebut dalam RUU KUHP.

Hingga saat ini KPK hanya dapat berupaya melakukan pencegahan

munculnya tindak pidana korupsi di sektor swasta melalui beberapa kegiatan yang

antara lain dengan meningkatkan transparansi keuangan, bekerja sama dengan

Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan pengawasan lalu lintas keuangan

perusahaan. Dengan demikian, KPK hingga saat ini hanya bisa melakukan

pencegahan korupsi di sektor swasta dan belum dapat melakukan penegakan

hukum bila terjadi korupsi disektor swasta.

Kasus - kasus korupsi dalam kegiatan bisnis di sektor privat/swasta di

Indonesia masih belum ada. Namun, kasus korupsi swasta yang dijadikan sebagai

pembanding dalam penelitian ini adalah kasus korupsi swasta di Singapura. Kasus

korupsi swasta yang ada di Singapura tersebut tidak melibatkan pejabat negara,

tetapi dikategorikan sebagai korupsi oleh CPIB (Corrupt Practices Investigation

Bureau's)."Salah satu contoh yang bisa dilihat dalam A Practical Anti-Corruption

Guide for Business in Singapore (PACT) yang diunggah di situs CPIB adalah

kasus penjual ikan dan tukang"masak."

"Si penjual ikan, bernama Tau Ee Tiong selaku pemilik Wealthy Seafood

Product and Enterprise secara pribadi mendekati setiap koki kepala dan

Page 6: D BAB I PENDAHULUAN

6

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

berjanji kepada mereka komisi sebagai imbalan karena bantuan untuk

Wealthy Seafood. Banyak dari koki ini berasal dari restoran dan hotel

China terkenal di Singapura. Koki-koki ini terkenal dan mapan, dan

memiliki wewenang untuk membuat keputusan tentang pilihan pemasok

untuk restoran masing-masing. Dalam investigasi CPIB mulai Februari

2006 dan Agustus 2009, Tay disebut telah memberikan suap kepada 19

koki mulai dari SGD 200 dan SGD 24.000. Tay akan mendekati para

koki ini dan menjanjikan komisi kepada mereka berdasarkan persentase

dari total nilai produk makanan laut yang dibeli. Para koki akan

menerima uang tunai dari Tay setiap dua hingga tiga bulan. Sebagai

imbalannya, mereka akan terus menempatkan pesanan makanan laut

mereka dari perusahaan Tay.Akhirnya, Tay Ee Tiong didakwa dengan

223 tuduhan korupsi dan dijatuhi hukuman penjara 18 bulan pada

September 2011 karena memberikan suap hampir SGD 1 juta. Koki yang

terlibat juga dihukum karena menerima suap secara korup dari Tay dan

menerima hukuman masing-masing.7""

Contoh kasus korupsi sektor swasta di Singapura itu memberikan suatu

petunjuk bahwa dimungkinkan dilakukannya penegakan hukum tindak pidana

korupsi di sektor swasta. Akan tetapi, hal yang terlebih dahulu harus dilakukan

adalah mengupayakan delik korupsi sektor swasta diundangkan dalam hukum

positif sehingga ada kepastian hukum. Perlu kiranya untuk diteliti bentuk delik -

delik korupsi di sektor swasta dan peluang penegakan hukumnya.

"Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan tersebut,"

maka dapat ditarik isu hukum mengenai peluang digunakannya delik - delik

korupsi dalam kegiatan bisnis di sektor swasta. Untuk menjawab isu hukum

tersebut selanjutnya dijabarkan dalam 2 (dua) rumusan masalah sebagai berikut :

a. Apakah perbuatan suap di sektor swasta dapat dikualifikasikan

sebagai tindak pidana korupsi ?

7 Dikutip dari"https://www.cpib.gov.sg/sites/cpibv2/files/publication-

documents/PACT%20A%20Practical%20Anti-

Corruption%20Guide%20For%20Businesses%20in%20Singapore%20%282018%29.pdf" yang

diakses pada 26 September 2020

Page 7: D BAB I PENDAHULUAN

7

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

b. Apa saja yang dapat diadopsi dari ketentuan Pasal 21 UNCAC

dalam hukum positif Indonesia ?

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mencari solusi dan jawaban atas

permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi bentuk - bentuk delik korupsi disektor swasta;

b. Menganalisa pengaturan Pasal 21 UNCAC dalam hukum positif

Indonesia.

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memberikan kontribusi gagasan pada ilmu pengetahuan

di bidang akademik dan solusi atas permasalahan yang ada di masyarakat. Dari

kedua manfaat penelitian tersebut dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori

yaitu manfaat akademis dan praktis."Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai

berikut :"

a. Manfaat akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

pada pengembangan ilmu pengetahuan khusus terkait dengan

pengembangan hukum pidana korupsi di Indonesia. Walaupun penelitian

mengenai pidana korupsi sudah banyak dikaji, tetapi isu mengenai korupsi

di sektor swasta belum ada yang melakukan penelitian. Oleh karena itu,

hasil penelitian ini dapat menjadi pustaka acuan dalam kajian dalam

Page 8: D BAB I PENDAHULUAN

8

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

pengembangan hukum pidana korupsi, khususnya tertkait dengan topik

korupsi di sektor swasta, di masa yang akan datang.

b. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan menjadi solusi atas

permasalahan dimasyarakat mengenai bagaimana pengaturan hukum

pidana korupsi dalam kegiatan bisnis di sektor swasta dalam konteks

Indonesia karena arah pengembangan hukum pidana korupsi dalam

UNCAC hendak menyentuh perbuatan korupsi di sektor swasta.

1.4. Tinjauan Pustaka

1.4.1. Konsep Tindak Pidana Korupsi

Korupsi merupakan suatu perbuatan yang memiliki beragam makna dan

delik. Menurut Revisond Bawsir meyebutkan bahwa "korupsi dapat didefinisikan

dengan berbagai cara".8 Revisond Bawsir sebagaimana mengutip pendapat

Mochtar Lubis dan James Scott menjabarkan bahwa " definisi korupsi mengerucut

pada 2 (dua) hal yaitu (1) penyelahgunaan kekuasaan oleh para pejabat atau

aparatur negara dan (2) pengutamaan kepentingan pribadi daripada kepentingan

masyarakat oleh pejabat atau aparatur negara".9 Dari kedua definisi yang

dijabarkan diatas menunjukkan bahwa perbuatan korupsi dengan kata lain

merupakan suatu perbuatan tidak amanah yang hanya dapat dikategorikan tindak

pidana apabila dilakukan oleh pejabat atau aparatur negara. Perbuatan tidak

amanah adalah perbuatan dimana pejabat atau aparat negara tersebut tidak

8"Revrisond Bawsir, Dinamika Korupsi di Indonesia Dalam perspektif struktural,

Jurnal Universitas Paramadina, Volume 2, Nomor 1, September 2002, h. 25."

9"Mochtar Lubis dan James C. Scott, Bunga Rampai Korupsi, LP3ES, Jakarta, 1985

dikutip dari Revrisond Bawsir, Op. Cit, h. 25."

Page 9: D BAB I PENDAHULUAN

9

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

menepati janjinya sebagai pelayan masyarakat, tetapi lebih mengutamakan

kepentingan pribadinya dengan jalan penyalahgunaan kekuasaan.

Korelasi antara korupsi dengan kekuasaan banyak dilihami dari pendapat

Lord Acton10 yang menyebutkan bahwa "power tends to corrupt, absolute power

corrupts absolutely".11 Adapun terjemahan bebasnya adalah kekuasaan itu

cenderung korup, Kekuasaan absolut korup seratus persen. Dalil yang

disampaikan Lord Acton tersebut merupakan surat kepada Uskup Mandell

Creighton.12 Dari dalil yang diungkapkan oleh Lord Acton tersebut korupsi

cenderung terjadi pada pihak yang berada di lingkaran kekuasaan. Kekuasaan ini

banyak di interpretasikan sebagai kekuasaan politik. Oleh karena itu, kajian

mengenai korupsi banyak di relasikan dengan kekuasaan politik dan negara.

Pemahaman korupsi banyak terjadi di lingkungan kekuasaan politik atau

negara juga tidak bisa terlepas dari sejarah korupsi di Indonesia yang terjadi sejak

masa order lama, orde baru, dan hingga saat ini. Persoalan korupsi tidak hilang

dan masih banyak terjadi seperti pepatah "patah tumbuh hilang berganti, mati satu

tumbuh seribu". Bila dilihat dari terminologinya kekuasaan dalam bahasa Inggris

disebut power. Bryan A. Garner dalam Black's Law Dictionary mendefinisikan

"power is (1) The ability to act or not act, (2) Dominance, control, or influence

over another; control over one's subordinates, (3) The legal right or authorization

10 Lord Acton (1834 - 1902) merupakan sejarawan katolik terkemuka di Italia.

11"Suraji, Sejarah Panjang Korupsi di Indonesia dan Upaya Pemberantasannya, Jurnal

Kebijakan dan Administrasi Publik, Volume 12, Nomor 2, November 2008, h. 137."

12 https://medanbisnisdaily.com/news/read/2014/05/16/95575/lord-acton-mochtar-

lubis-dan-rahudman-harahap/

Page 10: D BAB I PENDAHULUAN

10

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

to act or not act".13 Dalam konteks hukum privat, "power is a power is the

capacity to change a legal relationship".14 Dari definisi yang dikemukakan oleh

Bryan A. Garner mendeskripsikan bahwa kekuasaan adalah suatu kemampuan

untuk melakukan sesuatu hal. Kekuasaan tersebut tidak diberikan limitasi yang

artinya dapat kekuasaan itu ada diberbagai sektor kehidupan. Kekuasaan itu

memberikan otorisasi atau legal standing untuk mempengaruhi pihak yang

memiliki kedudukan sub ordinat dari yang memiliki kekuasaan. Oleh karena itu,

dapat dipastikan kekuasaan tersebut juga ada di sektor swasta. Apabila di sektor

swasta juga terdapat kekuasaan, maka akan berkorelasi dengan adanya korupsi

juga menyitir dalil Lord Acton.

Pandangan bahwa korupsi hanya dapat terjadi pada kekuasaan politik atau

negara diadopsi sebagai konsep korupsi yang saat ini ada dalam"Undang -

Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo

Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Pertama Undang -

Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi,"yang selanjutnya disebut UU TIPIKOR. Dalam UU

TIPIKOR,"perbuatan korupsi bila ditinjau secara legalis formil dirumuskan dalam

30 bentuk tindak pidana yang selanjutnya dapat dikelompokkan dalam 7 jenis

yaitu (1) kerugian keuangan negara, (2) suap penyelenggara negara, (3)

gratifikasi, (4) penggelapan dalam jabatan, (5) pemerasan, (6) perbuatan curang,

dan (7) konflik kepentingan dalam pengadaan." Delik korupsi yang dapat terjadi

13 Bryan A. Garner, Black's Law Dictionary,8th Edition, Thomson West, 2004, p.

3708

14 Ibid.

Page 11: D BAB I PENDAHULUAN

11

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

di sektor swasta berdasarkan UNCAC adalah"tindakan memperkaya diri sendiri

secara tidak sah (illicit enrichment- kekayaan yang diperoleh dari cara tidak

wajar), penggelapan kekayaan di sektor swasta, penyuapan di sektor swasta, dan

perdagangan pengaruh."

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep korupsi yang hanya

dapat terjadi dilingkungan kekuasaan politik atau negara diadopsi oleh UU

TIPIKOR. Namun, berdasarkan definisi kekuasan dari Bryan A. Garner ternyata

tidak membatasi ruang lingkup kekuasaan tersebut sehingga kekuasaan juga ada

di sektor swasta. Hal itu menunjukkan bahwa kekuasaan disektor swasta juga

berpotensi untuk terjadinya korupsi menyitir pendapat Lord Acton.

1.4.2. Keberlakukan UNCAC 2003

Sikap dunia Internasional yang mengkualifikasikan perbuatan korupsi

sebagai suatu kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang dapat dilakukan

lintas negara baik pelaku, aliran dana, dan dampaknya. Untuk mengatasi hal

tersebut, PBB (Perserikatan Bangsa - Bangsa) berinisiatif untuk membuat

pedoman pemberantasan anti korupsi yang dapat berlaku global. Pada konvensi

PBB Anti korupsi yang diselenggarakan di Merida, Mexico pada 18 Desember

2003 telah ditandatangani United Nations Conventions Against Corruption

(UNCAC). UNCAC meliputi"serangkaian panduan dalam melaksanakan

pemberantasan korupsi, meliputi upaya pencegahan, perumusan jenis-jenis

kejahatan yang termasuk korupsi, proses penegakan hukum, ketentuan kerjasama

Page 12: D BAB I PENDAHULUAN

12

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

internasional serta mekanisme pemulihan aset terutama yang bersifat lintas

negara.15

UNCAC atau konvensi PBB tentang anti korupsi tersebut telah menjadi

bagian dari hukum positif Indonesia dengan diratifikasinya melalui UU 7/006.

Konsekuensinya adalah Indonesia diwajibkan untuk mengimplementasikan

ketentuan yang diatur dalam UNCAC. Adapun beberapa poin yang harus di

implementasikan dari konsekuensi pengensahan UNCAC di Indonesia adalah

sebagai berikut :

a. Memperkuat upaya pencegahan korupsi di sektor swasta;

b. Peningkatan transparansi badan hukum dan perikatan lainnya;

c. Penetapan jangka waktu yang wajar bagi mantan pejabat publik

yang hendak bekerja di sektor swasta;

d. Pengembangan pedoman anti korupsi di sektor swasta yang sesuai

dengan standar internasional.

Namun, dalam perkembangannya masih banyak catatan dimana UNCAC

hingga tahun 2018 sebanyak 45 rekomendasi UNCAC belum diatur dalam suatu

regulasi Indonesia untuk mendukung pemberantasan korupsi.16 Nampaknya

pemerintah dan DPR masih ragu - ragu dalam mengimplementasikan UNCAC

yang sudah di ratifikasi melalui UU 7/2006. Eddy O.S Hiariej dalam artikelnya

yang berjudul United Nations Convention Against Corruption Dalam Sistem

15 Komisi Pemberantasan Korupsi RI, Komitmen Indonesia Pada United Nations

Convention Against Corruption (UNCAC) Dan G20 Anti-Corruption Working Group (ACWG)

Tahun 2012-2018, Jakarta, 2018, h. 10.

16 Dikutip dari https://kompas.id/baca/polhuk/2018/11/28/implementasi-rekomendasi-

uncac-butuh-regulasi/ yang diakses pada 23 Oktober 2020.

Page 13: D BAB I PENDAHULUAN

13

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

hukum indonesia secara tegas menyatakan bahwa UNCAC dapat serta merta

diimplementasikan sebagai instrumen pemberantasan korupsi dengan 7 (tujuh) dasar

argumentasi yaitu :

a. Korupsi sebagai kejahatan internasional sehingga berlaku asas

universal;

b. Telah dilakukan ratifikasi UNCAC melalui UU 7/2006 yeng

menunjukkan bahwa Indonesia telah mempertimbangkan dari

banyak hal untuk mengimplementasikannya;

c. Ratifikasi tersebut berlaku self executing treaty, artinya dapat serta

merta diberlakukan sebagai hukum positif;

d. Ratifikasi tersebut berkonsekuensi dengan asas pacta sunt servanda;

e. UNCAC sebagai bagian dari hukum internasional menjadi

pelengkap dari hukup pidana korupsi nasional;

f. Berlaku asas civitas maxima secara tegas menyatakan bahwa hanya

ada satu sistem hukum universal yang dianut oleh semua bangsa di

dunia dan harus dihormati serta dilaksanakan;

g. Korupsi sebagai kejahatan internasional menjadi satu bagian dalam

upaya pemberantasannya baik dihukum internasional dan hukum

nasional.17

17 Eddy O.S. Hiariej, United Nations Convention Against Corruption Dalam Sistem

Hukum Indonesia, Mimbar Hukum, Volume 31 Nomor 1, Tahun 2019, h. 123 - 124.

Page 14: D BAB I PENDAHULUAN

14

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

1.5. Metode Penelitian

Metode penelitian memiliki peran yang penting yaitu sebagai pedoman dan

cara kerja dalam melaksanakan penelitian. Dengan adanya suatu metode

penelitian, maka penelitian ini akan memiliki suatu dasar yang tepat dalam

melakukan analisa bahan hukum. Metode penelitian ini berkaitan erat dengan cara

untuk menjawab permasalahan secara sistematis dan logis. Dalam penelitian ini

akan menggunakan metode penelitian hukum.

1.5.1. Tipe Penelitian

Menurut Suteki dan Galang Taufani, penentuan tipe penelitan hukum yang

dalam penelitian bergantung pada konsep hukum yang hendak dicari.18 Untuk

menetukan konsep hukum yang hendak dicari, maka terlebih dahulu menjabarkan

arah kajian dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini hendak menjawab

permasalahan mengenai bentuk - bentuk delik korupsi di sektor swasta dan

probabilitas penegakan hukum tindak pidana korupsi dalam kegiatan bisnis di

sektor swasta. Hal tersebut hendak dikaji dari aspek legalitas formil mengenai

delik - delik korupsi dan ketentuan hukum acara pidana yang memungkinkan

penegakan hukum tindak pidana korupsi di sektor swasta. Setelah itu dikaitkan

dengan pendapat ahli - ahli hukum pidana korupsi dan membandingkannya

dengan pengaturan delik korupsi di sektor swasta pada negara lain.

Gambaran arah penelitian tersebut mempersepsikan hukum sebagai suatu

norma - norma dalam hukum positif yang berlaku umum dan wilayah tertentu.

18 Suteki dan Galang Taufani, Metode Penelitian Hukum : Filsafat, Teori, dan

Praktek, Rajawali Press, Depok, 2018, h. 148.

Page 15: D BAB I PENDAHULUAN

15

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

Soetandyo Wignjosoebroto menjabarkan bahwa "hukum sebagai kaidah - kaidah

positif sebagai hukum yang berlaku umum in abstracto pada waktu tertentu dan di

wilayah tertentu, dan terbit sebagai produk kekuasaan politik tertentu yang

berlegitimasi sebagai hukum nasional/hukum negara".19

Dengan demikian, penelitian ini hendak mengeksplorasi hukum sebagai

suatu nilai, norma dan peraturan tertulis yang erat kaitannya dengan studi pustaka

dimana bahan hukum yang digunakan adalah peraturan perundang - undangan,

teori hukum dan karya ilmiah para sarjana. Oleh karena itu, penelitian ini

dikategorikan sebagai penelitian hukum normatif atau istilah lainnya penelitian

hukum doktrinal. Kajian normatif dalam penelitian ini hendak mewujudkan norma

- norma (ius constituendum) mengenai delik korupsi di sektor swasta di Indonesia.

1.5.2. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan cara dalam penelitian untuk

mengeksplorasi landasan konseptual akan dikaji. Pendekatan masalah yang

digunakan dalam penelitian ini harus menyesuaikan dengan tipe penelitian hukum

normatif. Dalam penelitian hukum normatif ini akan menggunakan beberapa

pendekatan masalah yang antara lain (1) pendekatan perundang - undangan

(statute approach), (2) pendekatan konseptual (conceptual approach), dan (3)

pendekatan perbandingan hukum (comparative approach).

Pendekatan perundang - undangan (statute approach) merupakan

pendekatan masalah yang pertama dan utama dalam penelitian ini. Pendekatan

perundang perundang - undangan menjadi pendekatan masalah yang utama dalam

19 Ibid, h. 152.

Page 16: D BAB I PENDAHULUAN

16

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

penelitian ini merupakan konsekuensi logis dari tipe penelitian hukum normatif.

Dengan menggunakan pendekatan perundang - undangan hendak mencari ratio

legis dan dasar ontologis dari UU Pemberantasan Tipikor, UNCAC, dan KUHP.

Pendekatan masalah kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan konseptual. Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan konseptual

merupakan "pendekatan yang beranjak pada teori – teori yang dikemukakan oleh

para pakar dan diakui sebagai doktrin dalam ilmu hukum".20 Teori - teori yang

dikemukakan oleh para pakar itu dapat dijadikan landasan dalam penelitian ini

yang berguna untuk mengembangkan argumentasi hukum sebagai upaya untuk

menjawab permasalahan. Argumentasi hukum yang muncul dari pendekatan

konseptual tersebut melahirkan konsep dan asas hukum baru atau memodifikasi

yang sudah ada. Dalam konteks penelitian ini akan mengkaji asas, teori, dan

norma dari tindak pidana korupsi yang selanjutnya mendapatkan suatu gambaran

mengenai bentuk tindak pidana korupsi di sektor swasta.

Pendekatan perbandingan atau comparative approach digunakan sebagai

pelengkap dan menambah pengayaan dalam penelitian ini karena regulasi

mengenai tindak pidana korupsi di sektor swasta belum diatur dalam UU

Pemberantasan Tipikor. Oleh karena itu, perlu melakukan benchmarking pada

regulasi di Singapura yang telah mengatur mengenai tindak pidana korupsi di

sektor swasta. Selain itu, teori - teori mengenai tindak pidana korupsi di Indonesia

yang dikemukakan oleh para pakar pidana korupsi belum ada yang menjabarkan

mengenai bentuk delik pidana korupsi di sektor swasta sehingga perlu kiranya

20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta,

2011, h. 93.

Page 17: D BAB I PENDAHULUAN

17

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

untuk mencari teori yang dikemukakan pakar pidana korupsi di negara lain.

Harapannya dengan melakukan perbandingan hukum, maka teori - teori yang

dikemukakan oleh para ahli diluar Indonesia dapat diadposi dalam hukum positif.

Selain itu, dapat memberikan suatu pemahaman yang komprehensif dari berbagai

perspektif dengan berlatar belakang sistem hukum yang berbeda.

1.5.3. Bahan Hukum

Dalam melaksanakan penelitian normatif memerlukan bahan hukum yang

menjadi rujukan dan landasan untuk membuat suatu argumentasi hukum guna

menjawab permasalahan. Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) macam bahan

hukum yaitu bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum primer

menjadi bahan hukum yang utama karena pendekatan masalah yang digunakan

salah satunya adalah pendekatan perundang - undangan. Bahan hukum primer

merupakan "bahan hukum yang bersifat autoritatif dimana bahan hukum ini dibuat

oleh pihak yang berwenang membuatnya dan sifatya mengikat kepada masyarakat

umum".21Adapun macam - macam bahan hukum primer meliputi peraturan

perundang - undangan yang berlaku, risalah - risalah sidang, dan naskah

akademik.22 Bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penelitian ini

meliputi :

a. Rancangan Undang - Undang Kitab Undang - Undang Hukum

Pidana;

b. Kitab Undang - Undang Hukum Pidana;

21 Ibid.

22 Ibid.

Page 18: D BAB I PENDAHULUAN

18

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

c. Undang - Undang Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana

Suap;

d. Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi;

e. Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan

Pertama Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

f. Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi;

g. Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan

United Nation Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003);

h. Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2015 Tentang Perubahan

Pertama Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi;

i. Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua

Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi;

j. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun

2016 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh

Korporasi;

k. United Nations Convention Anti Corruption;

Page 19: D BAB I PENDAHULUAN

19

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

l. Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara Nomor

50/Pid.Sus/2019/PN.Bnr;

m. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 121/Pid.Sus-

TPK/2019/PN/Jkt.Pst.

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum berupa buku, artikel, majalah,

dokumen - dokumen, kamus hukum, dan sebaginya yang terkait dengan topik

penelitian. Bahan hukum sekunder diperlukan sebagai landasan berargumentasi

hukum dalam penelitian ini karena melalui bahan hukum sekunder tersebut

didapatkan teori dan pandangan para pakar hukum. Bahan hukum sekunder yang

terkait dengan topik penelitian ini adalah buku, artikel, majalah, dan dokumen

yang terkait dengan hukum pidana korupsi baik yang membahas mengenai hukum

positif atau hukum negara lain.

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum pelengkap dari bahan

hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier ini memberikan petunjuk dan

penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder. Dalam bahan hukum

tersier tersebut dapat ditemukan pengertian - pengertian, konsep, dan term dari

istilah - istilah hukum yang berkaitan dengan topik penelitian. Adapun bahan

hukum tersier yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kamus hukum,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Black's Law Dictionary, dan lain - lain.

1.5.4. Pengumpulan dan Analisa Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumen/pustaka.

Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan terlebih dahulu bahan hukum

Page 20: D BAB I PENDAHULUAN

20

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

sesuai kriterianya yang selanjutnya dilakukan kualifikasi dan inventarisasi.

Kualfikasi dan inventariasasi tersebut bertujuan untuk menata bahan hukum seusai

dengan kriterianya dan kelompoknya agar didapatkan bahan hukum yang

sistematis. Bahan hukum yang sistematis nantinya memudahkan dalam

melakukan penelusuran.

Setalah dilakukan pengumpulan bahan hukum selanjutnya akan dilakukan

analisa bahan hukum. Analisa bahan hukum ini menggunakan logika berpikir

deduktif.23 Penggunaan logika beripikir deduktif berupaya menjelaskan suatu hal

yang bersifat umum kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam

melakukan analisa bahan hukum nantinya akan menggunakan interpretasi agar

mendapatkan pengertian yang tepat. Dalam konteks penelitian ini, analisa bahan

hukum dilakukan dengan mencari konsep dan pengertian korupsi dari berbagai

sumber. Dari hasil analisa tersebut akan diperoleh suatu konklusi mengenai

bentuk delik pidana korupsi di sektor swasta. Dengan demikian, diperoleh suatu

konklusi yang dapat memberi jawaban dan legal problem solving atas isu hukum

dalam penelitian ini.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini hendak memberikan suatu gambaran atau

deskripsi mengenai rencana substansi dari penelitian ini. Penelitian ini secara garis

besar diuraikan dalam 3 (tiga) bagian yaitu pendahuluan, pembahasan, dan

penutup. Bagian pembahasan nantinya terbagi dalam 2 (dua) bab yang merupakan

23 Suteki dan Galang Taufan Op. Cit, h. 180.

Page 21: D BAB I PENDAHULUAN

21

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

uraian pembahasan dari 2 (dua) rumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun

uraian susbtansi setiap bab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan substansinya adalah mengenai gambaran permasalahan

yang menjadi alasan untuk melakukan penelitian ini dan menguraikan pokok isu

hukum yang terjabarkan dalam rumusan masalah. Selain itu, dalam bab ini akan

diuraikan pula metode penelitian yang digunakan untuk mencari jawaban atas isu

hukum dalam penelitian ini. Dalam sub bab metode penelitian nanti akan

menjabarkan tipe penelitian, pendekatan masalah, bahan hukum, pengumpulan

dan analisa bahan hukum. Metode penelitian itu akan memberikan gambaran

mengenai cara yang digunakan dalam melakukan penelitian.

Bab II merupakan uraian pembahasan dan analisa yang bertujuan untuk

memberikan jawaban atas rumusan permasalan pertama dalam penelitian ini,

mengenai bentuk delik korupsi di sektor swasta. Dalam bab ini akan terbagi dalam

2 (dua) sub bab yaitu macam - macam delik dalam perspektif hukum pidana dan

macam - macam delik korupsi. Uraian pembahasan dalam bab ini akan mengkaji

konsep - konsep menggunakan pendekatan perundang - undangan, konseptual,

dan perbandingan.

Bab III merupakan uraian pembahasan untuk menjawab rumusan masalah

kedua yaitu mengenai pengaturan Pasal 21 UNCAC dalam hukum positif

Indonesia. Dalam Bab III ini akan membahas amanat Pasal 21 UNCAC,

perbandingan perkara suap di sektor swasta, dan ius constituendum kriminalisasi

suap di sektor swasta.

Page 22: D BAB I PENDAHULUAN

22

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK

Bab IV merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.

Kesimpulan merupakan uraian singkat mengenai jawaban dari rumusan masalah

dan selanjutnya diberikan feedback berupa saran sebagai solusi terkait guna

pembangunan hukum pidana korupsi dimasa yang akan datang.