Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
D
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang dan Rumusan Masalah
Fenomena korupsi di Indonesia hingga saat ini belum lenyap. Fenomena
korupsi pun tidak hanya terbatas pada sektor publik yang melibatkan pejabat
negara, pejabat daerah, aparat sipil negara, dan BUMN, tetapi fenomena korupsi
juga sudah banyak terjadi di sektor swasta. Padahal bentuk - bentuk korupsi di
sektor swasta hampir sama konsep dengan korupsi di sektor publik dimana ada
perbuatan suap, penyalahgunaan kewenangan, mencari keuntungan untuk
kepentingan pribadi menggunakan nama perusahaan, kolusi, mempublikasi
rahasia dagang perusahaan kepada kompetitor, dan lain - lain. Namun, penegakan
hukum pidana korupsi masih terbatas di sektor publik karena definisi korupsi di
Indonesia secara legalitas formal terkungkung pada korupsi sektor publik.
Limitasi definisi korupsi di Indonesia yaitu terkait dengan kerugian keuangan
negara dan dilakukan oleh pejabat publik. Limitasi itulah yang menjadi salah satu
faktor hingga saat ini pemberantasan tindak pidana korupsi tidak bisa menjangkau
sektor swasta.
Hal tersebut diutarakan oleh Dadang Trisasongko, selaku Sekretaris
Jenderal Transparency Indonesia (TI) yang menyampaikan materi pada talk show
anti korupsi di FEB UGM pada 3 November 2018, bahwa "korupsi sudah marak
di sektor swasta dimana 80 % kasus korupsi yang ditangani Komisi
2
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
Pemberantasan Korupsi (KPK) melibatkan sektor swasta".1 Berdasarkan data di
KPK, "sejak 2004-2019 tercatat tindak pidana korupsi berdasarkan jabatan
terdapat 297 pelaku korupsi berasal dari sektor swasta".2 Hal yang sama juga
dapat diihat berdasarkan data dari Action Brief yang dipublikasi oleh KPK bahwa
ditahun 2001 - 2015 pelaku korupsi dari pihak swasta adalah 670 pelaku.3 Pada
umumnya pihak swasta melakukan korupsi karena kepentingan bisnis seperti
kekhawatiran tidak mendapatkan tender proyek atau takut kalah bersaing dengan
kompetitor yang lain sehingga pada akhirnya melakukan perbuatan korupsi berupa
suap. Oleh karena itu, perlu sekali untuk melakukan penegakan hukum pidana
korupsi di sektor swasta karena mayoritas kasus korupsi juga melibatkan pihak
swasta.
Pada sektor swasta, penyelewengan dana perusahaan lebih dikenal dengan
istilah fraud daripada korupsi.4 Menurut Budi Santoso, "istilah korupsi merupakan
salah satu dari 60-an jenis fraud yang dikenal dalam audit investigasi di sektor
swasta".5 Dalam prakteknya, apabila terdapat temuan tersebut pihak swasta lebih
memilih untuk menyelesaikan di internal dan tidak mempublikasi dengan
pertimbangan untuk menjaga kredibilitasnya. Budi Santoso juga menyampaikan
1 Dikutip dari https://ugm.ac.id/id/berita/17356-ancaman-korupsi-di-sektor-swasta
diakses pada 26 September 2020. 2"Cegah Korupsi Sektor Swasta Harus Lakukan Terobosan dikutip dari Berita KPK
yang dapat diakses melalui link https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/1621-cegah-korupsi-
sektor-swasta-harus-lakukan-terobosan"
3 https://acch.kpk.go.id/id/artikel/paper/upaya-kpk-menangani-korupsi-di-sektor-
swasta diakses pada 26 September 2020
4"Korupsi di Sektor Swasta Lebih Gila, Kompas. com dikutip dari
https://nasional.kompas.com/read/2018/02/01/07304001/korupsi-di-sektor-swasta-lebih-
gila?page=all diakses pada 26 September 2020"
5 Ibid.
3
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
bahwa "hingga saat ini belum ada kasus korupsi yang terjadi di sektor swasta yang
di proses hukum".6
Dampak korupsi sektor swasta pada perusahaan adalah membuat beban
pengeluaran perusahaan semakin tinggi karena ada pengeluaran yang seharusnya
tidak perlu menjadi ada atau pengeluaran yang tidak sesuai dengan nominal yang
seharusnya. Hal tersebut jelas merugikan sekali bagi perusahaan karena ada
pengeluaran yang terlalu besar mengakibatkan keuntungan perusahaan berkurang
dan ini berkorelasi dengan produk yang dihasilkan yang pastinya akan
menurunkan kualitas atau layanan guna menekan pengeluaran. Korupsi inilah
yang menyebabkan terjadinya inefisiensi perusahaan.
Fenomena korupsi di sektor swasta ini juga berdampak pada kestabilan
ekonomi negara karena terjadinya inefisiensi dan menjadi pertumbuhan
pembangunan menjadi terhambat. Selain itu, negara juga kehilangan kepercayaan
publik dalam melakukan investasi di bidang ekonomi karena penggerak ekonomi
adalah sektor swasta. Dampak pada ketidakstabilan ekonomi juga dikarenakan ada
persaingan usaha yang tidak sehat berupa monopoli usaha bagi yang dapat
menguasai sehingga tidak memberikan peluang pihak lain untuk berkembang.
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh korupsi di sektor swasta baik bagi
negara, masyarakat, dan perusahaan dapat menjadi landasan urgensi penegakan
hukum pidana korupsi disektor swasta. Dampak negatif diatas haruslah di hindari
dengan adanya kepastian hukum mengenai regulasi yang mengatur korupsi di
sektor swasta dan pemberian kewenangan pada penegak hukum untuk melakukan
6 Ibid.
4
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
penindakan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi di sektor swasta. Regulasi
yang mengkriminalisasi korupsi disektor swasta di atur dalam United Nations
Conventions Against Corruption, yang selanjutnya disebut UNCAC.
UNCAC diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai konvensi
perserikatan bangsa-bangsa menentang korupsi. UNCAC merupakan perwujudan
dari semangat 137 negara peserta konvensi untuk memutuskan mata rantai korupsi
yang merugikan banyak pihak ini. UNCAC merupakan wujud kepastian hukum
yang selanjutnya dijadikan panduan dalam memerangi korupsi di dunia
Internasional oleh negara peserta konferensi. Negara peserta konferensi seperti
Indonesia telah meratfikasi UNCAC"melalui Undang - Undang Nomor 7 Tahun
2006 Tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption, 2003
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003)."Dengan
diratifikasinya UNCAC tersebut berkonsekuensi bahwa negara harus menjalankan
ketentuan - ketentuan yang ada dalam UNCAC.
UNCAC tersebut terdiri dari pembukaan dan 71 pasal. Salah satu pasal
yang terkait dengan penelitian ini adalah tentang pengaturan korupsi di sektor
swasta yang diatur dalam Pasal 12 UNCAC. Beberapa bentuk delik korupsi di
sektor swasta yang diatur dalam Pasal 12 UNCAC antara lain :
1. Penyuapan;
2. Memperkaya diri sendiri secara tidak sah (illicite nrichment);
3. Penggelapan kekayaan;
4. Perdagangan pengaruh.
Namun, ketentuan pasal 12 UNCAC tersebut sifatnya"bersifat non-
mandatory atau tidak ada kesepakatan di antara negara-negara peserta konvensi
untuk menyatakan tindakan tersebut sebagai tindak pidana karena sifat non-
5
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
mandatory itulah hingga kini Indonesia belum memiliki aturan yang jelas
mengenai pemberantasan korupsi di sektor swasta."Delik - delik korupsi di sektor
swasta sebagaimana diatur dalam UNCAC tersebut hingga saat ini belum
memiliki kekuatan hukum mengikat. Bagi para penegak hukum delik - delik
tersebut belum dapat digunakan sebagai dasar penegakan hukum tindak pidana
korupsi di sektor swasta. Oleh karena itu, saat ini ada upaya untuk memasukkan
ketentuan tersebut dalam RUU KUHP.
Hingga saat ini KPK hanya dapat berupaya melakukan pencegahan
munculnya tindak pidana korupsi di sektor swasta melalui beberapa kegiatan yang
antara lain dengan meningkatkan transparansi keuangan, bekerja sama dengan
Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan pengawasan lalu lintas keuangan
perusahaan. Dengan demikian, KPK hingga saat ini hanya bisa melakukan
pencegahan korupsi di sektor swasta dan belum dapat melakukan penegakan
hukum bila terjadi korupsi disektor swasta.
Kasus - kasus korupsi dalam kegiatan bisnis di sektor privat/swasta di
Indonesia masih belum ada. Namun, kasus korupsi swasta yang dijadikan sebagai
pembanding dalam penelitian ini adalah kasus korupsi swasta di Singapura. Kasus
korupsi swasta yang ada di Singapura tersebut tidak melibatkan pejabat negara,
tetapi dikategorikan sebagai korupsi oleh CPIB (Corrupt Practices Investigation
Bureau's)."Salah satu contoh yang bisa dilihat dalam A Practical Anti-Corruption
Guide for Business in Singapore (PACT) yang diunggah di situs CPIB adalah
kasus penjual ikan dan tukang"masak."
"Si penjual ikan, bernama Tau Ee Tiong selaku pemilik Wealthy Seafood
Product and Enterprise secara pribadi mendekati setiap koki kepala dan
6
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
berjanji kepada mereka komisi sebagai imbalan karena bantuan untuk
Wealthy Seafood. Banyak dari koki ini berasal dari restoran dan hotel
China terkenal di Singapura. Koki-koki ini terkenal dan mapan, dan
memiliki wewenang untuk membuat keputusan tentang pilihan pemasok
untuk restoran masing-masing. Dalam investigasi CPIB mulai Februari
2006 dan Agustus 2009, Tay disebut telah memberikan suap kepada 19
koki mulai dari SGD 200 dan SGD 24.000. Tay akan mendekati para
koki ini dan menjanjikan komisi kepada mereka berdasarkan persentase
dari total nilai produk makanan laut yang dibeli. Para koki akan
menerima uang tunai dari Tay setiap dua hingga tiga bulan. Sebagai
imbalannya, mereka akan terus menempatkan pesanan makanan laut
mereka dari perusahaan Tay.Akhirnya, Tay Ee Tiong didakwa dengan
223 tuduhan korupsi dan dijatuhi hukuman penjara 18 bulan pada
September 2011 karena memberikan suap hampir SGD 1 juta. Koki yang
terlibat juga dihukum karena menerima suap secara korup dari Tay dan
menerima hukuman masing-masing.7""
Contoh kasus korupsi sektor swasta di Singapura itu memberikan suatu
petunjuk bahwa dimungkinkan dilakukannya penegakan hukum tindak pidana
korupsi di sektor swasta. Akan tetapi, hal yang terlebih dahulu harus dilakukan
adalah mengupayakan delik korupsi sektor swasta diundangkan dalam hukum
positif sehingga ada kepastian hukum. Perlu kiranya untuk diteliti bentuk delik -
delik korupsi di sektor swasta dan peluang penegakan hukumnya.
"Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan tersebut,"
maka dapat ditarik isu hukum mengenai peluang digunakannya delik - delik
korupsi dalam kegiatan bisnis di sektor swasta. Untuk menjawab isu hukum
tersebut selanjutnya dijabarkan dalam 2 (dua) rumusan masalah sebagai berikut :
a. Apakah perbuatan suap di sektor swasta dapat dikualifikasikan
sebagai tindak pidana korupsi ?
7 Dikutip dari"https://www.cpib.gov.sg/sites/cpibv2/files/publication-
documents/PACT%20A%20Practical%20Anti-
Corruption%20Guide%20For%20Businesses%20in%20Singapore%20%282018%29.pdf" yang
diakses pada 26 September 2020
7
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
b. Apa saja yang dapat diadopsi dari ketentuan Pasal 21 UNCAC
dalam hukum positif Indonesia ?
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mencari solusi dan jawaban atas
permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi bentuk - bentuk delik korupsi disektor swasta;
b. Menganalisa pengaturan Pasal 21 UNCAC dalam hukum positif
Indonesia.
1.3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan kontribusi gagasan pada ilmu pengetahuan
di bidang akademik dan solusi atas permasalahan yang ada di masyarakat. Dari
kedua manfaat penelitian tersebut dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori
yaitu manfaat akademis dan praktis."Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut :"
a. Manfaat akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pada pengembangan ilmu pengetahuan khusus terkait dengan
pengembangan hukum pidana korupsi di Indonesia. Walaupun penelitian
mengenai pidana korupsi sudah banyak dikaji, tetapi isu mengenai korupsi
di sektor swasta belum ada yang melakukan penelitian. Oleh karena itu,
hasil penelitian ini dapat menjadi pustaka acuan dalam kajian dalam
8
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
pengembangan hukum pidana korupsi, khususnya tertkait dengan topik
korupsi di sektor swasta, di masa yang akan datang.
b. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan menjadi solusi atas
permasalahan dimasyarakat mengenai bagaimana pengaturan hukum
pidana korupsi dalam kegiatan bisnis di sektor swasta dalam konteks
Indonesia karena arah pengembangan hukum pidana korupsi dalam
UNCAC hendak menyentuh perbuatan korupsi di sektor swasta.
1.4. Tinjauan Pustaka
1.4.1. Konsep Tindak Pidana Korupsi
Korupsi merupakan suatu perbuatan yang memiliki beragam makna dan
delik. Menurut Revisond Bawsir meyebutkan bahwa "korupsi dapat didefinisikan
dengan berbagai cara".8 Revisond Bawsir sebagaimana mengutip pendapat
Mochtar Lubis dan James Scott menjabarkan bahwa " definisi korupsi mengerucut
pada 2 (dua) hal yaitu (1) penyelahgunaan kekuasaan oleh para pejabat atau
aparatur negara dan (2) pengutamaan kepentingan pribadi daripada kepentingan
masyarakat oleh pejabat atau aparatur negara".9 Dari kedua definisi yang
dijabarkan diatas menunjukkan bahwa perbuatan korupsi dengan kata lain
merupakan suatu perbuatan tidak amanah yang hanya dapat dikategorikan tindak
pidana apabila dilakukan oleh pejabat atau aparatur negara. Perbuatan tidak
amanah adalah perbuatan dimana pejabat atau aparat negara tersebut tidak
8"Revrisond Bawsir, Dinamika Korupsi di Indonesia Dalam perspektif struktural,
Jurnal Universitas Paramadina, Volume 2, Nomor 1, September 2002, h. 25."
9"Mochtar Lubis dan James C. Scott, Bunga Rampai Korupsi, LP3ES, Jakarta, 1985
dikutip dari Revrisond Bawsir, Op. Cit, h. 25."
9
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
menepati janjinya sebagai pelayan masyarakat, tetapi lebih mengutamakan
kepentingan pribadinya dengan jalan penyalahgunaan kekuasaan.
Korelasi antara korupsi dengan kekuasaan banyak dilihami dari pendapat
Lord Acton10 yang menyebutkan bahwa "power tends to corrupt, absolute power
corrupts absolutely".11 Adapun terjemahan bebasnya adalah kekuasaan itu
cenderung korup, Kekuasaan absolut korup seratus persen. Dalil yang
disampaikan Lord Acton tersebut merupakan surat kepada Uskup Mandell
Creighton.12 Dari dalil yang diungkapkan oleh Lord Acton tersebut korupsi
cenderung terjadi pada pihak yang berada di lingkaran kekuasaan. Kekuasaan ini
banyak di interpretasikan sebagai kekuasaan politik. Oleh karena itu, kajian
mengenai korupsi banyak di relasikan dengan kekuasaan politik dan negara.
Pemahaman korupsi banyak terjadi di lingkungan kekuasaan politik atau
negara juga tidak bisa terlepas dari sejarah korupsi di Indonesia yang terjadi sejak
masa order lama, orde baru, dan hingga saat ini. Persoalan korupsi tidak hilang
dan masih banyak terjadi seperti pepatah "patah tumbuh hilang berganti, mati satu
tumbuh seribu". Bila dilihat dari terminologinya kekuasaan dalam bahasa Inggris
disebut power. Bryan A. Garner dalam Black's Law Dictionary mendefinisikan
"power is (1) The ability to act or not act, (2) Dominance, control, or influence
over another; control over one's subordinates, (3) The legal right or authorization
10 Lord Acton (1834 - 1902) merupakan sejarawan katolik terkemuka di Italia.
11"Suraji, Sejarah Panjang Korupsi di Indonesia dan Upaya Pemberantasannya, Jurnal
Kebijakan dan Administrasi Publik, Volume 12, Nomor 2, November 2008, h. 137."
12 https://medanbisnisdaily.com/news/read/2014/05/16/95575/lord-acton-mochtar-
lubis-dan-rahudman-harahap/
10
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
to act or not act".13 Dalam konteks hukum privat, "power is a power is the
capacity to change a legal relationship".14 Dari definisi yang dikemukakan oleh
Bryan A. Garner mendeskripsikan bahwa kekuasaan adalah suatu kemampuan
untuk melakukan sesuatu hal. Kekuasaan tersebut tidak diberikan limitasi yang
artinya dapat kekuasaan itu ada diberbagai sektor kehidupan. Kekuasaan itu
memberikan otorisasi atau legal standing untuk mempengaruhi pihak yang
memiliki kedudukan sub ordinat dari yang memiliki kekuasaan. Oleh karena itu,
dapat dipastikan kekuasaan tersebut juga ada di sektor swasta. Apabila di sektor
swasta juga terdapat kekuasaan, maka akan berkorelasi dengan adanya korupsi
juga menyitir dalil Lord Acton.
Pandangan bahwa korupsi hanya dapat terjadi pada kekuasaan politik atau
negara diadopsi sebagai konsep korupsi yang saat ini ada dalam"Undang -
Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Pertama Undang -
Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi,"yang selanjutnya disebut UU TIPIKOR. Dalam UU
TIPIKOR,"perbuatan korupsi bila ditinjau secara legalis formil dirumuskan dalam
30 bentuk tindak pidana yang selanjutnya dapat dikelompokkan dalam 7 jenis
yaitu (1) kerugian keuangan negara, (2) suap penyelenggara negara, (3)
gratifikasi, (4) penggelapan dalam jabatan, (5) pemerasan, (6) perbuatan curang,
dan (7) konflik kepentingan dalam pengadaan." Delik korupsi yang dapat terjadi
13 Bryan A. Garner, Black's Law Dictionary,8th Edition, Thomson West, 2004, p.
3708
14 Ibid.
11
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
di sektor swasta berdasarkan UNCAC adalah"tindakan memperkaya diri sendiri
secara tidak sah (illicit enrichment- kekayaan yang diperoleh dari cara tidak
wajar), penggelapan kekayaan di sektor swasta, penyuapan di sektor swasta, dan
perdagangan pengaruh."
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep korupsi yang hanya
dapat terjadi dilingkungan kekuasaan politik atau negara diadopsi oleh UU
TIPIKOR. Namun, berdasarkan definisi kekuasan dari Bryan A. Garner ternyata
tidak membatasi ruang lingkup kekuasaan tersebut sehingga kekuasaan juga ada
di sektor swasta. Hal itu menunjukkan bahwa kekuasaan disektor swasta juga
berpotensi untuk terjadinya korupsi menyitir pendapat Lord Acton.
1.4.2. Keberlakukan UNCAC 2003
Sikap dunia Internasional yang mengkualifikasikan perbuatan korupsi
sebagai suatu kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang dapat dilakukan
lintas negara baik pelaku, aliran dana, dan dampaknya. Untuk mengatasi hal
tersebut, PBB (Perserikatan Bangsa - Bangsa) berinisiatif untuk membuat
pedoman pemberantasan anti korupsi yang dapat berlaku global. Pada konvensi
PBB Anti korupsi yang diselenggarakan di Merida, Mexico pada 18 Desember
2003 telah ditandatangani United Nations Conventions Against Corruption
(UNCAC). UNCAC meliputi"serangkaian panduan dalam melaksanakan
pemberantasan korupsi, meliputi upaya pencegahan, perumusan jenis-jenis
kejahatan yang termasuk korupsi, proses penegakan hukum, ketentuan kerjasama
12
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
internasional serta mekanisme pemulihan aset terutama yang bersifat lintas
negara.15
UNCAC atau konvensi PBB tentang anti korupsi tersebut telah menjadi
bagian dari hukum positif Indonesia dengan diratifikasinya melalui UU 7/006.
Konsekuensinya adalah Indonesia diwajibkan untuk mengimplementasikan
ketentuan yang diatur dalam UNCAC. Adapun beberapa poin yang harus di
implementasikan dari konsekuensi pengensahan UNCAC di Indonesia adalah
sebagai berikut :
a. Memperkuat upaya pencegahan korupsi di sektor swasta;
b. Peningkatan transparansi badan hukum dan perikatan lainnya;
c. Penetapan jangka waktu yang wajar bagi mantan pejabat publik
yang hendak bekerja di sektor swasta;
d. Pengembangan pedoman anti korupsi di sektor swasta yang sesuai
dengan standar internasional.
Namun, dalam perkembangannya masih banyak catatan dimana UNCAC
hingga tahun 2018 sebanyak 45 rekomendasi UNCAC belum diatur dalam suatu
regulasi Indonesia untuk mendukung pemberantasan korupsi.16 Nampaknya
pemerintah dan DPR masih ragu - ragu dalam mengimplementasikan UNCAC
yang sudah di ratifikasi melalui UU 7/2006. Eddy O.S Hiariej dalam artikelnya
yang berjudul United Nations Convention Against Corruption Dalam Sistem
15 Komisi Pemberantasan Korupsi RI, Komitmen Indonesia Pada United Nations
Convention Against Corruption (UNCAC) Dan G20 Anti-Corruption Working Group (ACWG)
Tahun 2012-2018, Jakarta, 2018, h. 10.
16 Dikutip dari https://kompas.id/baca/polhuk/2018/11/28/implementasi-rekomendasi-
uncac-butuh-regulasi/ yang diakses pada 23 Oktober 2020.
13
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
hukum indonesia secara tegas menyatakan bahwa UNCAC dapat serta merta
diimplementasikan sebagai instrumen pemberantasan korupsi dengan 7 (tujuh) dasar
argumentasi yaitu :
a. Korupsi sebagai kejahatan internasional sehingga berlaku asas
universal;
b. Telah dilakukan ratifikasi UNCAC melalui UU 7/2006 yeng
menunjukkan bahwa Indonesia telah mempertimbangkan dari
banyak hal untuk mengimplementasikannya;
c. Ratifikasi tersebut berlaku self executing treaty, artinya dapat serta
merta diberlakukan sebagai hukum positif;
d. Ratifikasi tersebut berkonsekuensi dengan asas pacta sunt servanda;
e. UNCAC sebagai bagian dari hukum internasional menjadi
pelengkap dari hukup pidana korupsi nasional;
f. Berlaku asas civitas maxima secara tegas menyatakan bahwa hanya
ada satu sistem hukum universal yang dianut oleh semua bangsa di
dunia dan harus dihormati serta dilaksanakan;
g. Korupsi sebagai kejahatan internasional menjadi satu bagian dalam
upaya pemberantasannya baik dihukum internasional dan hukum
nasional.17
17 Eddy O.S. Hiariej, United Nations Convention Against Corruption Dalam Sistem
Hukum Indonesia, Mimbar Hukum, Volume 31 Nomor 1, Tahun 2019, h. 123 - 124.
14
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
1.5. Metode Penelitian
Metode penelitian memiliki peran yang penting yaitu sebagai pedoman dan
cara kerja dalam melaksanakan penelitian. Dengan adanya suatu metode
penelitian, maka penelitian ini akan memiliki suatu dasar yang tepat dalam
melakukan analisa bahan hukum. Metode penelitian ini berkaitan erat dengan cara
untuk menjawab permasalahan secara sistematis dan logis. Dalam penelitian ini
akan menggunakan metode penelitian hukum.
1.5.1. Tipe Penelitian
Menurut Suteki dan Galang Taufani, penentuan tipe penelitan hukum yang
dalam penelitian bergantung pada konsep hukum yang hendak dicari.18 Untuk
menetukan konsep hukum yang hendak dicari, maka terlebih dahulu menjabarkan
arah kajian dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini hendak menjawab
permasalahan mengenai bentuk - bentuk delik korupsi di sektor swasta dan
probabilitas penegakan hukum tindak pidana korupsi dalam kegiatan bisnis di
sektor swasta. Hal tersebut hendak dikaji dari aspek legalitas formil mengenai
delik - delik korupsi dan ketentuan hukum acara pidana yang memungkinkan
penegakan hukum tindak pidana korupsi di sektor swasta. Setelah itu dikaitkan
dengan pendapat ahli - ahli hukum pidana korupsi dan membandingkannya
dengan pengaturan delik korupsi di sektor swasta pada negara lain.
Gambaran arah penelitian tersebut mempersepsikan hukum sebagai suatu
norma - norma dalam hukum positif yang berlaku umum dan wilayah tertentu.
18 Suteki dan Galang Taufani, Metode Penelitian Hukum : Filsafat, Teori, dan
Praktek, Rajawali Press, Depok, 2018, h. 148.
15
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
Soetandyo Wignjosoebroto menjabarkan bahwa "hukum sebagai kaidah - kaidah
positif sebagai hukum yang berlaku umum in abstracto pada waktu tertentu dan di
wilayah tertentu, dan terbit sebagai produk kekuasaan politik tertentu yang
berlegitimasi sebagai hukum nasional/hukum negara".19
Dengan demikian, penelitian ini hendak mengeksplorasi hukum sebagai
suatu nilai, norma dan peraturan tertulis yang erat kaitannya dengan studi pustaka
dimana bahan hukum yang digunakan adalah peraturan perundang - undangan,
teori hukum dan karya ilmiah para sarjana. Oleh karena itu, penelitian ini
dikategorikan sebagai penelitian hukum normatif atau istilah lainnya penelitian
hukum doktrinal. Kajian normatif dalam penelitian ini hendak mewujudkan norma
- norma (ius constituendum) mengenai delik korupsi di sektor swasta di Indonesia.
1.5.2. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan cara dalam penelitian untuk
mengeksplorasi landasan konseptual akan dikaji. Pendekatan masalah yang
digunakan dalam penelitian ini harus menyesuaikan dengan tipe penelitian hukum
normatif. Dalam penelitian hukum normatif ini akan menggunakan beberapa
pendekatan masalah yang antara lain (1) pendekatan perundang - undangan
(statute approach), (2) pendekatan konseptual (conceptual approach), dan (3)
pendekatan perbandingan hukum (comparative approach).
Pendekatan perundang - undangan (statute approach) merupakan
pendekatan masalah yang pertama dan utama dalam penelitian ini. Pendekatan
perundang perundang - undangan menjadi pendekatan masalah yang utama dalam
19 Ibid, h. 152.
16
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
penelitian ini merupakan konsekuensi logis dari tipe penelitian hukum normatif.
Dengan menggunakan pendekatan perundang - undangan hendak mencari ratio
legis dan dasar ontologis dari UU Pemberantasan Tipikor, UNCAC, dan KUHP.
Pendekatan masalah kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan konseptual. Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan konseptual
merupakan "pendekatan yang beranjak pada teori – teori yang dikemukakan oleh
para pakar dan diakui sebagai doktrin dalam ilmu hukum".20 Teori - teori yang
dikemukakan oleh para pakar itu dapat dijadikan landasan dalam penelitian ini
yang berguna untuk mengembangkan argumentasi hukum sebagai upaya untuk
menjawab permasalahan. Argumentasi hukum yang muncul dari pendekatan
konseptual tersebut melahirkan konsep dan asas hukum baru atau memodifikasi
yang sudah ada. Dalam konteks penelitian ini akan mengkaji asas, teori, dan
norma dari tindak pidana korupsi yang selanjutnya mendapatkan suatu gambaran
mengenai bentuk tindak pidana korupsi di sektor swasta.
Pendekatan perbandingan atau comparative approach digunakan sebagai
pelengkap dan menambah pengayaan dalam penelitian ini karena regulasi
mengenai tindak pidana korupsi di sektor swasta belum diatur dalam UU
Pemberantasan Tipikor. Oleh karena itu, perlu melakukan benchmarking pada
regulasi di Singapura yang telah mengatur mengenai tindak pidana korupsi di
sektor swasta. Selain itu, teori - teori mengenai tindak pidana korupsi di Indonesia
yang dikemukakan oleh para pakar pidana korupsi belum ada yang menjabarkan
mengenai bentuk delik pidana korupsi di sektor swasta sehingga perlu kiranya
20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta,
2011, h. 93.
17
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
untuk mencari teori yang dikemukakan pakar pidana korupsi di negara lain.
Harapannya dengan melakukan perbandingan hukum, maka teori - teori yang
dikemukakan oleh para ahli diluar Indonesia dapat diadposi dalam hukum positif.
Selain itu, dapat memberikan suatu pemahaman yang komprehensif dari berbagai
perspektif dengan berlatar belakang sistem hukum yang berbeda.
1.5.3. Bahan Hukum
Dalam melaksanakan penelitian normatif memerlukan bahan hukum yang
menjadi rujukan dan landasan untuk membuat suatu argumentasi hukum guna
menjawab permasalahan. Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) macam bahan
hukum yaitu bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum primer
menjadi bahan hukum yang utama karena pendekatan masalah yang digunakan
salah satunya adalah pendekatan perundang - undangan. Bahan hukum primer
merupakan "bahan hukum yang bersifat autoritatif dimana bahan hukum ini dibuat
oleh pihak yang berwenang membuatnya dan sifatya mengikat kepada masyarakat
umum".21Adapun macam - macam bahan hukum primer meliputi peraturan
perundang - undangan yang berlaku, risalah - risalah sidang, dan naskah
akademik.22 Bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penelitian ini
meliputi :
a. Rancangan Undang - Undang Kitab Undang - Undang Hukum
Pidana;
b. Kitab Undang - Undang Hukum Pidana;
21 Ibid.
22 Ibid.
18
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
c. Undang - Undang Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana
Suap;
d. Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
e. Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan
Pertama Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
f. Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi;
g. Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan
United Nation Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003);
h. Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2015 Tentang Perubahan
Pertama Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi;
i. Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua
Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi;
j. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2016 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh
Korporasi;
k. United Nations Convention Anti Corruption;
19
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
l. Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara Nomor
50/Pid.Sus/2019/PN.Bnr;
m. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 121/Pid.Sus-
TPK/2019/PN/Jkt.Pst.
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum berupa buku, artikel, majalah,
dokumen - dokumen, kamus hukum, dan sebaginya yang terkait dengan topik
penelitian. Bahan hukum sekunder diperlukan sebagai landasan berargumentasi
hukum dalam penelitian ini karena melalui bahan hukum sekunder tersebut
didapatkan teori dan pandangan para pakar hukum. Bahan hukum sekunder yang
terkait dengan topik penelitian ini adalah buku, artikel, majalah, dan dokumen
yang terkait dengan hukum pidana korupsi baik yang membahas mengenai hukum
positif atau hukum negara lain.
Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum pelengkap dari bahan
hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier ini memberikan petunjuk dan
penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder. Dalam bahan hukum
tersier tersebut dapat ditemukan pengertian - pengertian, konsep, dan term dari
istilah - istilah hukum yang berkaitan dengan topik penelitian. Adapun bahan
hukum tersier yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kamus hukum,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Black's Law Dictionary, dan lain - lain.
1.5.4. Pengumpulan dan Analisa Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumen/pustaka.
Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan terlebih dahulu bahan hukum
20
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
sesuai kriterianya yang selanjutnya dilakukan kualifikasi dan inventarisasi.
Kualfikasi dan inventariasasi tersebut bertujuan untuk menata bahan hukum seusai
dengan kriterianya dan kelompoknya agar didapatkan bahan hukum yang
sistematis. Bahan hukum yang sistematis nantinya memudahkan dalam
melakukan penelusuran.
Setalah dilakukan pengumpulan bahan hukum selanjutnya akan dilakukan
analisa bahan hukum. Analisa bahan hukum ini menggunakan logika berpikir
deduktif.23 Penggunaan logika beripikir deduktif berupaya menjelaskan suatu hal
yang bersifat umum kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam
melakukan analisa bahan hukum nantinya akan menggunakan interpretasi agar
mendapatkan pengertian yang tepat. Dalam konteks penelitian ini, analisa bahan
hukum dilakukan dengan mencari konsep dan pengertian korupsi dari berbagai
sumber. Dari hasil analisa tersebut akan diperoleh suatu konklusi mengenai
bentuk delik pidana korupsi di sektor swasta. Dengan demikian, diperoleh suatu
konklusi yang dapat memberi jawaban dan legal problem solving atas isu hukum
dalam penelitian ini.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini hendak memberikan suatu gambaran atau
deskripsi mengenai rencana substansi dari penelitian ini. Penelitian ini secara garis
besar diuraikan dalam 3 (tiga) bagian yaitu pendahuluan, pembahasan, dan
penutup. Bagian pembahasan nantinya terbagi dalam 2 (dua) bab yang merupakan
23 Suteki dan Galang Taufan Op. Cit, h. 180.
21
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
uraian pembahasan dari 2 (dua) rumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun
uraian susbtansi setiap bab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan substansinya adalah mengenai gambaran permasalahan
yang menjadi alasan untuk melakukan penelitian ini dan menguraikan pokok isu
hukum yang terjabarkan dalam rumusan masalah. Selain itu, dalam bab ini akan
diuraikan pula metode penelitian yang digunakan untuk mencari jawaban atas isu
hukum dalam penelitian ini. Dalam sub bab metode penelitian nanti akan
menjabarkan tipe penelitian, pendekatan masalah, bahan hukum, pengumpulan
dan analisa bahan hukum. Metode penelitian itu akan memberikan gambaran
mengenai cara yang digunakan dalam melakukan penelitian.
Bab II merupakan uraian pembahasan dan analisa yang bertujuan untuk
memberikan jawaban atas rumusan permasalan pertama dalam penelitian ini,
mengenai bentuk delik korupsi di sektor swasta. Dalam bab ini akan terbagi dalam
2 (dua) sub bab yaitu macam - macam delik dalam perspektif hukum pidana dan
macam - macam delik korupsi. Uraian pembahasan dalam bab ini akan mengkaji
konsep - konsep menggunakan pendekatan perundang - undangan, konseptual,
dan perbandingan.
Bab III merupakan uraian pembahasan untuk menjawab rumusan masalah
kedua yaitu mengenai pengaturan Pasal 21 UNCAC dalam hukum positif
Indonesia. Dalam Bab III ini akan membahas amanat Pasal 21 UNCAC,
perbandingan perkara suap di sektor swasta, dan ius constituendum kriminalisasi
suap di sektor swasta.
22
IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PERLUASAN MAKNA KORUPSI HENDRIK
Bab IV merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.
Kesimpulan merupakan uraian singkat mengenai jawaban dari rumusan masalah
dan selanjutnya diberikan feedback berupa saran sebagai solusi terkait guna
pembangunan hukum pidana korupsi dimasa yang akan datang.