Upload
hoangthu
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JURNAL
KOMUNIKASI DAN PERUBAHAN SOSIAL-BUDAYA MASYARAKAT
Studi Terhadap Peran Komunikasi dalam Perubahan Sosial-Budaya
Masyarakat Minangkabau di Nagari Sungayang, Kabupaten Tanah Datar,
Provinsi Sumatera Barat
Oleh:
Wahyu Andikha
D0213102
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik
Program Studi Ilmu Komunikasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
KOMUNIKASI DAN PERUBAHAN SOSIAL-BUDAYA MASYARAKAT
(Studi Terhadap Peran Komunikasi dalam Perubahan Sosial-Budaya
Masyarakat Minangkabau di Nagari Sungayang, Kabupaten Tanah Datar,
Provinsi Sumatera Barat)
Wahyu Andikha
Pawito
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
AbstractThis study was conducted to find out how socio-cultural changes occur in Nagari Sungayang society and then identify the role of communication in those changes. This research belongs to the type of qualitative paradigm by using phenomenology methods. The data collection technique was done by doing In depth Interview to 22 informants as primary data source, participant observation and documentation in order to provide data with sharper details. Sample were taken through maximum variation sampling technique and the data was analyzed by using Miles and Huberman interactive analysis with stages of data reductions.The result showed that there is a socio-cultural changes in Nagari Sungayang Society and occur in social system, mainly in economic aspect, structure and social stratification, the waning in implementation of local ceremonials, customary law, art, the old traditions, and understanding or Islamic magnificence. Later, there is indication that communication played a strong role as a trigger or catalyst in the process of the changes. The form of communications that were identified are interpersonal, group, mass (old media & new media) and computed mediated communication (CMC).
Keywords: Socio-Cultural Change, Role of Communication, General System Theory (GST), Minangkabau
2
Pendahuluan
Masyarakat merupakan elemen sosial yang berkembang dinamis dan menuntut
masyarakat untuk melakukan perubahan yang tidak dapat dihindari yang
mempengaruhi seluruh aspek kehidupan mereka. Perubahan secara masif
mempengaruhi sekelompok masyarakat dalam konteks sosial budaya yang sama dan
kemudian memunculkan pergeseran yang bersifat struktural. Fenomena ini kemudian
lazim disebut sebagai perubahan sosial-budaya (Socio-Cultural). Segala sesuatu
tentunya akan terjadi jika munculnya sejumlah faktor sebagai pemicu, Seperti halnya
perubahan sosial budaya yang muncul akibat sejumlah faktor. Secara umum
fenomena ini dikaitkan kepada globalisasi yang mendesak adanya transformasi
kepada sejumlah aktivitas sosial-ekonomi masyarakat dalam lingkup kecil dan
berkembang secara cepat (Servaes & Lie, 2008: 59). Selain itu, faktor internal seperti
pola penerimaan dan adaptasi inovasi dari sebuah masyarakat juga sanagat
berpengaruh lansung kepada struktur sosial dan budaya yang ada. Kemampuan dan
kesiapan masyarakat untuk menerima inovasi yang berasal dari luar juga menjadi
tolak ukur.
Hal ini dikarenakan bahwa setiap perubahan yang terjadi, baik itu berdampak
baik ataupun buruk akan menimbulkan sebuah penolakan atau yang dikenal sebagai
konflik yang merupakan sumber dari sebuah perubahan (Panopio & Rolda, 2007:
429). Konflik ini terjadi akibat adanya gap nilai atau paham yang dianut masyarakat
dan kemudian melebur dalam jangka waktu tertentu, sesuai dengan kemampuan
adaptasi masyarakat. Di Indonesia, fenomena perubahan sosial budaya sudah terjadi
sejak lama dan terjadi secara masif saat masa orde baru muncul. Masuknya budaya
kapitalis secara besar-besaran memperbesar potensi terjadinya perubahan sosial
budaya seperti yang dialami masyarakat Minangkabau. Berdasarkan hasil Sensus oleh
Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, Sebanyak 6,4 Juta masyarakat Indonesia
berasal dari etnis minangkabau atau sekitar 2,73 persen dari seluruh penduduk di
Indonesia (BPS, 2010: 9).
3
Masyarakat Minangkabau merupakan masyakarat yang memiliki mobilitas
sosial yang sangat tinggi. Terbukti dengan adanya budaya merantau pemuda minang
hingga ke luar pulau sumatera, bahkan luar negeri dengan tujuan untuk mengadu
nasib dengan berdagang atau menuntut ilmu. Selain itu, kepercayaan orang
Minangkabau bahwa “Alam takambang jadi guru”, yakni alam merupakan tempat
yang bisa dijadikan guru untuk memperoleh ilmu, memperkuat pandangan merantau
sebagai sesuatu yang penting bagi mereka, kemanapun mereka akan merantau
nantinya. Selain itu, Pepatah minang “Sakali aia gadang, sakali tapian baraliah”
mengisyaratkan bahwa orang Minangkabau sudah memprediksi perubahan yang akan
mempegaruhi tatanan yang sudah ada. Dengan demikian, orang Minangkabau
cenderung terbuka dalam memandang sebuah perubahan dan mudah menerima
berbagai inovasi, selagi tidak mengganggu eksistensi budayanya (Sairin, 2002: 184).
Namun demikian, perubahan sosial budaya yang terjadi di Minangkabau saat
ini sudah mengarah kepada transformasi, dimana adanya penggerusan atau
pergerseran sejumlah fungsi, nilai, sistem sosial budaya yang sudah diturunkan oleh
leluhur dan menjadi sebuah kebudayaan yang seharusnya tetap dilestarikan. Sejumlah
sistem sosiokultural seperti ekonomi, sosial, budaya, dan agama menjadi sasaran dari
terjadinya perubahan tersebut. Hal ini secara massal menarik sejumlah kalangan
meneliti bagaimana proses perubahan sosial budaya terjadi pada salah satu suku
matrilineal terbesar di dunia. Sejumlah tradisi Miangkabau sudah mulai hilang dari
kebiasaan masyarakat, seperti adanya perayaan pada saat panen hasil bumi yang
sudah mulai ditinggalkan akibat adanya perubahan mata pencarian masyarakat,
hilangnya sejumlah peran tokoh seperti mamak, bundo kanduang dan budaya yang
tergerus. Perubahan ini juga merubah kebiasaan dari masyarakat minangkabau dalam
melakukan komunikasi kelompok. Maota Lapau merupakan istilah yang digunakan
dalam kegiatan sharing yang dilakukan masyarakat Minangkabau di warung.
Masyarakat Minangkabau memandang warung sebagai tempat berunding,
membicarakan persoalan masyarakat, isu-isu terkini dan dihadiri oleh masyarakat dari
seluruh lapisan.
4
Melihat kepada ruang lingkup perubahan yang terjadi dalam skala regional
mendekatkan diri kepada konsep modernisasi yang terjadi dalam lingkup kecil.
modernisasi telah membawa masyarakat kepada arus informasi yang cepat dan
mempengaruhi kompleksitas dari sistem sosial budayanya. Dunia kapitalis membawa
perubahan bagi proses penerimaan informasi yang semakin terbuka dan memperbesar
potensi masyarakat untuk menyerap nilai-nilai sosial budaya baru di luar realitas
sosial budaya mereka. Moderniasi menjadi aspek yang harus masyarakat terima dan
berlansung secara terus-menerus. Proses interaksi berjalan cepat seiring dengan
adanya inovasi dan penyebaran nilai modernisasi ditengah masyarakat. Interaksi yang
merupakan bentuk perilaku dasar manusia direpresentasikan kedalam komunikasi,
interaksi dengan menggunakan bahasa verbal atau nonverbal yang bertujuan, baik
dalam transfer informasi maupun dalam rangka merubah sikap individu lainnya.
Pergeseran sistem sosial ini tentunya akan terus berjalan, tidak hanya masyarakat
minangkabau saja, akan tetapi juga dalam lingkup yang lebih besar lagi. Ada
sejumlah aspek internal yang sangat berperan vital dalam perubahan ini, yakni
komunikasi yang menjadi elemen yang sangat dekat dengan masyarakat.Komunikasi
memiliki hubungan dengan terjadinya perubahan dan berperan sebagai media
persuasi yang dapat mengarahkan individu untuk melakukan penyesuaiaan terhadap
keadaan sosial budaya yang ada pada saat itu.
Proses komunikasi sangat terlihat dalam proses perubahan sosial budaya,
dimana pengetahuan masyarakat akan dibangun melalui serangkaian pesan yang
efektif yang bertujuan menjadikan mereka sebagai agen perubahan (Harun &
Ardianto, 2011: 143). Kathleen M Carley mendukung hal ini melalui teori konstruksi,
dimana sistem sosial budaya berubah sebagai bentuk respon dari tindakan (interaksi
dan komunikasi) dari individu yang terlibat dan biasanya berinteraksi secara tatap
muka (Kaufer & Carley, 1993: xiii). Interaksi yang dimaksud tidak terbatas akan
tatap muka saja, akan tetapi masuk ke bentuk komunikasi lainnya yang sudah
berkembang bahkan memanfaatkan teknologi terkini dalam penyampaian pesan.
5
Perkembangan teknologi secara lansung berdampak pada bagaimana pola
komunikasi masyarakat. Alat teknologi kemudian menjadikan peran komunikasi
menjadi lebih besar, termasuk dalam terjadinya perubahan sosial budaya masyarakat
Komunikasi menjadi katalis dalam terjadinya perubahan sosial budaya, khsusnya
masyarakat minangkabau yang terkenal akan kemahiran dalam melakukan hal ini.
Komunikasi yang dimaksud tidak hanya media massa dan new media yang sering kali
dijadikan sebagai alat dalam penyebaran inovasi dan nilai-nilai baru, akan tetapi
kegiatan komunikasi yang dapat dikategorikan sederhana seperti komunikasi
interpersonal antara masyarakat, komunikasi kelompok dalam forum formal atau
informal, bahkan adanya sosilasasi yang rutin dilakukan pemerintah, menjadi
perhatian pada penelitian ini. Untuk mengkaji fenomena komunikasi dan sosiologi ini
perlu adanya rujukan teori yang dapat menggabungkan kedua disiplin ilmu ini. Teori
sistem yang dikembangkan oleh B. Audrey Fisher dan Hawes dapat dijadikan rujukan
dalam membahas penyebaran informasi melalui interaksi masyarakat dengan
lingkungan sebagai bagian dalam sebuah sistem, dalah hal ini adalah sistem sosial
budaya yang ada pada masyarakat.
Selain itu, peneliti juga menjelaskan sejumlah peneltian terdahulu terkait peran
komunikasi dalam perubahan sosial budaya yang dijadikan rujukan dalam
memberikan batasan dalam melakukan penelitian. Pertama, penelitian yang
dilakukan oleh saudara Siti Fatimah mengenai perubahan sosial budaya masyarakat
yang tergambar dalam novel TAMU karta Wisran Hadi, seorang sastrawan terkenal
asal Minangkabau. Hasilnya bahwa sejumlah pergeseran nilai-nilai sosial dan budaya
Minangkabau mulai terjadi sejak diterapkannya kebijakan-kebijakan yang bersifat
sentralistis dan otoriter. Pusako dan budaya merantau dan berkembangnya keluarga
batih dan pendidikan menjadi faktor yang cukup besar dalam terjadinya perubahan
sistem nilai di Minangkabau (Fatimah, 2008: 285). Kedua, penelitian yang dilakukan
oleh Bǔi Hoǎi Son terkait sociocultural change yang terjadi akibat new means of
Communication (NMC) di Vietnam. Dalam penelitian ini, ditemukan sejumlah
perubahan perilaku sosial dan budaya masyarakat Vietnam yang disebabkan oleh
6
adanya perkembangan teknologi komunikasi, khususnya internet dan cellphone dan
menimbulkan kecenderungan sikap individualisme, keterbukaan berpendapat dalam
minoritas, keterbukaan diri yang lebih besar dan sejumlah budaya dan aturan dalam
berbicara di tempat umum hingga penggerusan terhadap pemakaian bahasa
tradisional (Son, 2008: 21-25).
Selanjutnya, Penelitian mengenai peran komunikasi dalam perubahan sosial
budaya juga dilakukan oleh Sergio Carciotto dan Mulugeta F. Dinbabo. Penelitian
berkesimpulan bahwa komunikasi pembangunan menginisiatif adanya tindakan
secara kolektif dengan menaikkan kepercayaan diantara audiens dan komunikasi
pembangunan dengan tujuan mendidik mengizinkan mereka untuk mengidentifikasi
permasalahan dan membuat strategi dalam rangka mobilisasi sumber daya untuk
melakukan sejumlah tindakan (Carciotto & Dinbabo, 2013: 61-70). Adapun dari
sejumlah penelitian diatas menginspirasi penulis untuk meneliti tentang bagaimana
komunikasi dapat berperan dalam perubahan sosial budaya masyarakat.
Dalam hal ini peneliti akan mengidentifikasi bentuk komunikasi apa saja yang
berperan serta nilai-nilai yang ikut tergerus akibat adanya proses sosial ini, seperti
ekonomi, sosial, politik, agama, pendidikan dan yang paling penting adalah budaya
itu sendiri.Berdasarkan urgensi yang disebutkan diatas, peneliti melakukan penelian
tersebut dalam ranah akademik untuk mengetahui dampak berbagai aspek
komunikasi, mulai dari komunikasi interpersonal, kelompok, media massa, hingga
pemanfaatan new media dalam proses perubahan sosial budaya masyarakat Nagari
Sungayang. Peneliti memilih Nagari Sungayang sebagai lokasi penelitian, karena
Suangayang merupakan Nagari keempat yang tertua di Minangkabau yang
wilayahnya cukup kental akan penerapan nilai sosial dan budaya. Selain itu, Nagari
Sungayang terletak di daerah lahirnya kebudayaan Minangkabau atau dikenal sebagai
Luhak Nan Tigo dan besar adanya kemungkinan daerah tersebut akan terjadinya
perubahan sosial-budaya dikarenakan banyaknya keturunan masyarakat disana yang
merantau baik di dalam maupun keluar provinsi Sumatera Barat.
7
Rumusan Masalah
1. Perubahan sosial-budaya seperti apa dan bagaimana yang terjadi di Nagari
Sungayang, Kabupaten Tanah Datar?
2. Bagaimana faktor komunikasi berperan dalam proses perubahan sosial-budaya
yang terjadi di Nagari Sungayang?
Telaah Pustaka
1. Komunikasi sebagai Proses
Sejumlah ahli menilai komunikasi sebagai sebuah proses, baik dalam
konteks transmisi pesan, interaksi sosial bahkan kepada kebudayaan yang
berkesinambungan secara dinamis (Liliweri, 2007: 6). Hal ini didasarkan akan
kebutuhan manusia akan interaksi yang kemudian memunculkan aktivitas
komunikasi itu sendiri dengan menggunakan elemen yang telah disepakati
bersama, terlebih dalam hal ini masyarakat pedesaan yang kental akan tradisi dan
adat yang sudah digunakan. Konsep komunikasi diatas merujuk kepada dekatnya
komunikasi kepada kehidupan masyarakat, khususnya pada dinamisnya
kehidupan mereka. Jika mengarah kepada konteks perubahan, komunikasi dapat
dipandang sebagai kegiatan mentransfer ide-ide, informasi atau menerima ide
dari anggota kelompok lainnya terkait isu atau masalah tertentu yang memicu
perubahan bagi masyarakat nantinya (Khosrow-Pour, 2005: 263).
2. Elemen Komunikasi
Untuk menjelaskan elemen komunikasi yang dibutuhkan dalam terjadinya
komunikasi interpersonal, circular model yang disampaikan oleh Wilbur
Schramm dan C.E. Osgood dapat merepresentasikan hal itu. Mereka mengatakan
bahwa komunikasi akan berjalan secara berulang oleh kedua pihak yang
berkomunikasi. Adapun model ini merumuskan adanya tiga unsur komunikasi,
yakni komunikator dan komunikan yang memiliki tiga fungsi, yaitu encoder,
interpreter dan decoder.
8
Unsur ketiga adalah pesan yang disampaian secara dua arah (dalam
Mcquail & Windhai, 2015:19). Sedangkan model komunikasi interaksional yang
disampaikan oleh Fisher dapat menggambarkan komunikasi yang berjalan pada
lingkungan sosial. Setiap individu memiliki peran yang dapat dilihat dari
interaksi sosialnya (dalam Mulyana, 2012: 173). Beralih kepada komunikasi
massa yang dapat dijelaskan oleh beberapa model komunikasi. Salah satunya
adalah model komunikasi yang cukup terkenal, yaitu teori Laswell. Beliau
menjelaskan bahwa komunikasi massa dapat dilakukan jika sudah mencakupi
who, says what, in which channel, to whom, with what effect (dalam Mcquail &
Windahi, 2015: 13).
3. Bentuk Komunikasi
Sesuai dengan rumusan masaah, penelitian ini berusaha untuk
mengidentifikasi bentuk komunikasi yang terlibat dalam terjadinya perubahan
sosial budaya. Untuk menjelaskan bentuk komunikasi yang berperan disana,
penjabaran dari Devito cukup tepat untuk menjabarkan bentuk komunikasi yang
ada dalam masyarakat saat ini. Adapun bentuk komunikasi yang dimaksud
adalah (2015: 3):
a. Komunikasi Interpersonal
b. Komunikasi Kelompok
c. Komunikasi Massa (Old and New Media)
d. Computer Mediated Communication
4. Sistem Sosial Budaya
Dalam mengkaji sebuah peradaban, dimulai dari sebuah aspek terkecilnya
yaitu masyarakat. Masyarakat diartikan sebagai sekelompok manusia yang hidup
secara bersama-sama dalam kelompok yang terorganisasi dan diatur dalam sistem
yang berjalan secara kultural (Sanderson, 2010: 44).Pernyataan diatas menjadi
dasar bahwa sistem sosial budaya merupakan komponen yang dibentuk secara
alami oleh masyarakat itu sendiri. Komponen ini dapat muncul dari dalam atau
luar sistem masyarakat itu sendiri sehingga saling mempengaruhi. Komponen dari
9
sistem sosial budaya ini terbagi dalam tiga tingkatan yakni superstruktur ideologis,
struktur sosial dan infrastruktur material (Sanderson, 2010: 60). Dalam penelitian
ini, komponen yang teridenfitikasi mengalami perubahan meliputi ekonomi,
pendidikan, budaya, agama, stratifikasi dan struktur Sosial, teknologi serta
sejumlah komponen yang berasal dari luar.
5. Perubahan Sosial Budaya
Perubahan sosial merupakan sebuah proses yang mempengaruhi sejumlah
aspek kehidupan masyarakat dan berpotensi merubah sistem sosial budaya yang
sudah ada, baik secara menyeluruh ataupun sedikit demi sedikit dalam jangka
waktu yang relatif tidak menentu. Pengertian diatas menitik beratkan pada
transformasi sistem sosial saja, berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Burhan
Bungin terkait perubahan sosial:
Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, di mana semua tingkat kehidupan masyarakat secara sukarela atau dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial yang baru (Bungin, 2006: 91).
Definisi diatas memberikan gambaran yang jelas bagaimana masyarakat
dituntut untuk mengikuti seluruh perubahan yang terjadi, baik sistem sosial,
budaya dan aspek kehidupan lainnya yang disebabkan oleh faktor dari luar sistem
sosial mereka. Adapun aspek masyarakat yang dimaksud Bungin adalah,
perubahan pola pikir masyarakat, perilaku masyarakat hingga budaya materi yang
dimiliki sebelumnya. Jika dilihat secara keseluruhan bahwa perubahan sosial
merupakan bagian dari perubahan kebudayaan yang konteksnya lebih luas.
Meskipun demikian, ada sejumlah unsur kebudayaan yang tidak mempengaruhi
sistem sosial, seperti perubahan kesenian dan birokrasi yang terjadi di suatu
masyarakat tidak harus merubah sistem atau struktur sosial yang sudah ditetepakan
sebelumnya.
10
6. Teori Sistem Umum
Ludwig von Bertalanffy yang merupakan penggagas teori GST melalui
konsep sistem terbuka yang terisnpirasi dari karyanya dalam pengembangan
biologi (dalam Hammond, 2003:18). Bertalanffy memberikan saran penelitian
yang berhubungan dengan lingkungan keseluruhan, organisasi atau multivariasi
interaksi dalam sistem yang tergorganisir agar memfokuskan pada perkembangan,
mekanisme dan sistem terbuka dan tertutup (2003:119).
Asumsi open system dari Bertalanffy dimodifikasi oleh B. Aubrey Fisher
dan Leonard C. Hawes yang kemudian mengembangkan konsep sistem yang
awalnya singular (sistem terbuka) menjadi plural yaitu adanya sistem terbuka dan
tertutup. Adapun fisher dan Hawes mengklasifikasikan sistem dalam kelompok
menjadi dua jenis, yakni sistem terbuka dan tertutup.Pada sistem terbuka, susunan
komponen terus menerus berubah karena saling mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh variabel lingkungan, bebas berinteraksi dengan lingkungan yang melekat
kepada sistem. Sistem terbuka mampu menghasilkan informasi secara independen
dan menyesuaikan diri serta mediasi terhadap efek dari faktor lingkungan.
Berkebalikan dari sistem terbuka, pengaturan awal dari komponen sistem
menentukan stabilitas akhir dari strtuktur, fungsi dan perilaku, sehingga dapat
artikan sistem tertutup tidak mempengaruhi ataupun mempengaruhi
lingkungannya dan tidak memiliki kemampuan untuk mengatur diri (Fisher &
Hawes, 2009: 446-447).
Metodologi
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi penelitian
fenomenologi. Patton (2002) bahwa pendekatan fenomenologi cenderung
mengekspolrasi, mendeskripsikan serta menganalisis apa yang informan rasakan,
11
pikirkan, deskripsikan, ingat tentang sebuah pengalaman dalam kehidupan mereka,
baik itu keadaan hingga percakapan yang mereka lakukan saat itu (dalam Marshall &
Rossman 2016:24). Objek dalam penelitian ini adalah Sejumlah elemen masyarakat
Nagari Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Wawancara
dilakukan melibatkan 22 informan di mana 20 informan merupakan penduduk yang
menetap di Nagari dan 2 Informan lainnya merupakan penduduk Nagari Sungayang
yang berada di daerah rantau. Pemilihan informan yang berbeda dilakukan untuk
menambah variasi jawaban mengenai perubahan sosial-budaya yang dirasakan antara
masyarakat yang berada di Nagari dengan mereka yang berada dirantau.
Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, khususnya
maximum variation dalam meraih informasi secara spesifik dan dalam jumlah yang
banayak. Adapun teknik pengumpulan data meliputi wawancara mendalam sebagai
data primer, observasi partisipasi dan dokumentasi untuk melengkapi data primer.
Selanjutnya, model analisis Miles dan Huberman dimanfaatkan dalam proses analisis
data, mulai dari reduksi data, penyajian data, hingga penarikan kesimpulan.
Sajian dan Analisis Data
Penyajian data dalam penelitian ini sekaligus dilakukan dengan analisis oleh
peneliti. Data yang dikumpulkan merupakan hasil yang diperoleh di lapangan sesuai
dengan fokus penelitian yang diambil oleh peneliti. Berikut sajian dan analisis data
yang dapat dipaparkan secara rinci dari temuan di lapangan:
1. Perubahan Sosial-Budaya yang Terjadi di Nagari Sungayang
Dari data yang berhasil dikumpulkan selama ± 3 bulan, maka dapat
dikatakan bahwa banyak perubahan sosial-budaya yang terjadi pada waktu yang
bervariasi. Para informan memiliki pandangan yang berbeda akan waktu
terjadinya perubahan diatas. Sebahagian besar merasakan perubahan setelah
terjadinya perang PRRI tahun 1958-1960, yang lainnya mengatakan perubahan
tersebut terjadi sejak masuknya pemerintahan (era Soeharto) dan mulai masuknya
12
aliran listrik serta media massa (televisi). Perubahan yang dimaksud lebih
mendominasi kepada aspek sistem sosial, yaitu:
a. Perekonomian
Perekonomian menjadi salah satu faktor terbesar munculnya sejumlah
perubahan sosial-budaya. Hal ini merujuk kepada sektor ekonomi yang
mendominasi segala aktivitas masyarakat dan menjadi sentral dari sistem
sosial. Perubahan sosial-budaya yang muncul dalam bentuk modernisasi
kemudian merombak keseluruhan kelas hingga stratifikasi sosial (Sztompka,
2008: 87).
Adapun bentuk perubahan atau pergeseran yang terjadi dalam sektor
ekonomi masyarakat Nagari Sungayang meliputi sejumlah sub sistem yang
ada di dalam sistem ekonomi. Pertama, pada mata pencaharian masyarakat
yang dahulu masih didominasi dalam bidang pertanian, dimana 80% dari
mereka merupakan petani. Kemudian, terjadi perubahan akibat terbatasnya
sumber daya di Nagari dan meningkatnya kebutuhan hidup mengharuskan
mereka mencari mata pencarharian lain, tidak lagi di dalam nagari saja.
Sehingga muncul berbagai macam bentuk mata pencaharian yang lebih
mengandalkan sumber daya manusia. Kedua, sistem kerja masyarakat yang
dahulu sangat kental akan gotong royong yang merupakan konsekuensi dari
hidup secara komunal pada saat itu.
Pola hidup masyarakat yang berangsur berubah dan masifnya perialku
merantau menyebabkan sistem kerja berubah menjadi sistem upah. Ketiga,
keterbukaan informasi dan inovasi dari sejumlah pihak membuat
berkembangnya teknologi pertanian yang merubah pola bertano masyarakat
yang semula mengandalkan alam dan binatang (memakai belerang,
menggunakan kerbau dalam membajak), sekarang sudah menggunakan alat
canggih dan pola tanam yang lebih vegetatif sehingga lebih efisien. Keempat,
terjadinya perubahan dalam pola merantau yang mana dahulu dikenal sebagai
13
rantau manakiak yaitu rantau jarak dekat dalam jangka waktu yang singkat
untuk meraih penghasilan sembari menunggu panen padi dan berubah menjadi
rantau china dan menetap di daerah perantauan.
b. Struktur dan Stratifikasi sosial
Dalam struktur dan stratifikasi sosial, perubahan terjadi dalam sub
sistem yang beragam. Pertama, terjadinya pergeseran pola pendidikan yang
dahulu berorientasi ke agama berubah menjadi sekolah umum. Hal ini
ditandai dengan beralihnya fungsi surau sebagai tempat pembelajaran utama
ilmu umum dan budaya menjadi sekedar tempat mengaji saja. Masyarakat
cenderung memasukkan anaknya ke sekolah umum, berbeda pada saat dahulu
yang mana masyarakat bangga akan prestasii dibidang agama dibandingkan
bidang umum.
Hal ini disebabkan adanya perbedaan orientasi masyarakat mengenai
pendidikan dimana lebih cenderung dikaitkan kepada karir. Mereka
menganggap karir mereka yang disekolah agama sangat terbatas jika
dibandingkan dari mereka yang berasal dari sekolah umum. Kedua, mengenai
sistem kasta yang dahulu sangat kental di Nagari Sungayang, seperti para
niniak mamak yang memiliki darah biru akan berbeda dengan masyarakat
biasa dalam hal tertentu. Selanjutnya, sistem kasta ini akhirnya mulai hilang
meskipun secara tidak lansung masih dirasakan secara struktur adat. Murdai
(86) menambahkan bahwa sistem kasta ini akhirnya hilang akibat besarnya
syiar agama yang terjadi di Nagari Sungayang melalui kajiannya mengenai
ketauhidan membuat masyarakat akhirnye tercerahkan sehingga manusia
dianggap sama tanpa ada kedudukan yang tinggi ataupun rendah. Selain itu,
sisten keluarga juga mengalami pergeseran.
Masyarkat yang dahulu dikenal hiudp komunal di ruumah gadang
akhirnya berubah akibat keinginan untuk hidup mandiri di ruumah masing-
masing, sehinnga rumah gadag hanay difungsikan dalam acara adat saja.
14
Ketiga, berubahnya peranan tokoh masyarkat seperti niniak mamak yang
kebanyakan tidak lagi hidu ditengah masyarakat dan mengurusi seluruh hal
tentang kemenakannnya. Keempat, terjadinya perubahan yang ada pada ruang
public masyarakat, seperti lapau. adapun lapau yang merupakan pusat
jaringan komunikasi masyarakat yang kental akan obrolan adat dan nagari,
kemudian berubah dikaibatkan masuknya media massa, sehingga obrolan
sudah mencakup seluruh topic yang ada di media, tidak terbatas hanya
mengenai nagari dan adat saja.
c. Pergeseran pada pelaksanaaan sejumlah adat istiadat, hukum adat,
kesenian, serta tradisi yang ada
Secara umum, pada aspek adat istiadat mengalami perubahan yang
cukup siginfikan dalam hal waktu pelaksanaan. Acara adat yang dahulu
dilaksanakan pada waktu yang panjang (1 minggu) sekarang diperpendek
menjadi satu hari saja dan pelaksanaan yang dahulu diadakan malam, saat ini
dilakukan pada siang hari. Hal ini dikarenakan faktor ekonomi masyarakat
dimana mereka tidak lagi mementingkan atau menomorsatukan acara adat
karena kompleksnya kebutuhan mereka atau sederhananya efektifitas waktu.
Sedangkan pada aspek hukum, KAN tidak lagi menjadi lembaga
otoritas yang berhak untuk menrapkan hukum dan mengadili masyarakat
karena dominasi hukum sipil yang berlaku hingga saat ini. Hukum adat hanya
berfungsi sebatas mengenai aspek adat saja dan beberapa diantaranya sudah
hilang penerapannya, seperti kawin keluar nagari dan sejenisnya. Berbeda
dengan sejumlah poin diatas, kesenian dan tradisi yang dilakukan masyarakat
Nagari Sungayang sudah masuk pada tahap yang lebih besar, dimana
perubahan sangat jelas terlihat menggerus kebudayaan lokal. Seperi yang
terjadi pada peralihan randai dan saluang baik dari segi pelaksanaan dan
fungsinya yang telah tergantikan oleh media massa dan elektornik.
Sejumlah tata cara pelaksanaan seperti penokohan berubah totakl
akibat nilai baru yang ditampilak melalui televisi, sehingga memaksa
15
masyarakat untuk merubah itu. Selain itu, randai dan saluang hampir
tergantikan fungsinya sebagai media hiburan utama masyarkat nagari karena
media massa, sehingga kedua kesenian ini hanya difungsikan pada acara
tertentu saja. Selain itu, kesenian dan alat baru pun muncul dan menggerus
kebudayaan, seperti KIM dan penggunaan orgen tunggal.
d. Pemahaman dan syiar agama islam (memudarnya mitos, Pengalaman
nilai-nilai agama).
Untuk pemahaman dan syiar agama menjadi faktor seklaigus sub sistem
yang mengalami perubahan, dimana kelompok majlis sudah mulai tergantikan
dengan adanya pemanfaatan media massa dan new media dalam mengakses
informasi keagamaan. Selain itu, syiar agama juga menjadi faktor terjainya
perubahan pemahaman masyarkaat akan mitos yang kemudian menghilang.
Hal ini disebabkan adanya penyebaran ajaran tauhid dari ulama ke masyarakat
agar tidak melaksanaakan kegaiatan atau mempercayai bentuk kesyirikan.
2. Peran Komunikasi dalam Perubahan Sosial-Budaya di Nagari Sungayang
Komunikasi memiliki peran vital dalam terjadinya proses perubahan sosial-
budaya dan komunikasi juga berfungsi sebagai pemicu dan katalis terjadinya
perubahan tersebut Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat berjalan karena
adanya transaksi informasi melalui sejumlah channel. Penulis kemudian
mengidentifikasi setidaknya ada empat bentuk komunikasi yang mengambil peran
yang berbeda namun berkesinambungan antara satu dengan yang lainnya. Dalam
proses terjadinya perubahan, komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok
serta Computed Mediated Communication (CMC) berperan dalam menyalurkan
pesan-pesan perubahan dari pihak eksternal ke internal nagari ataupun antara
sesama penduduk nagari sungayang. Sedangkan peran komunikasi massa (old
media dan new media) lebih banyak berperan sebagai pemicu dari terjadinya
perubahan yang nantinya akan terintegrasi dengan bentuk komunikasi
dibawahnya.
16
Sifat komunikasi satu arah yang dibangun komunikasi massa memberikan
efek yang besar dan menuntun masyarat terhadap perubahan. CMC juga memiliki
peran yang sama melalui penyebarkan informasi-informasi berkaitan kepada
kemajuan yang sangat dibutuhkan masyarakat serta menciptakan pola komunikasi
tanpa batasan ruang dan waktu. Komunikasi interpersonal dan kelompok dominan
sebagai katalis yang cenderung berdampak pada aspek afektif dan konatif
masyarakat. Sedangkan, komunikasi massa dan CMC dominan sebagai pemicu
perubahan dan berpengaruh pada penambahan pengetahuan (informasi dan nilai-
nilai baru), afektif (merubah pemikiran dan sikap) hingga aspek konatif
(melakukan perubahan dan menyebarkan informasi perubahan).
3. Teknologi dan Opinion Leaders
New media dan CMC yang berperan dalam perubahan sosial-budaya
masyarakat diindentifikasi sudah mulai menggantikan peran sejumlah tokoh
masyarakat sebagai Opinion Leader. Singkatnya, kedua aspek ini sudah merubah
definisi dari opinion leader yang berperan dalam model komunikasi dua tahap
(Two steps flow) yang biasanya kuat pengaplikasiaanya dalam penyebaran nilai-
nilai perubahan kepada masyarakat yang awam akan informasi baru, seperti yang
terjadi pada aspek pemahaman dan syiar agama islam dan teknologi pertanian,
dimana kedudukan masyarakat dan opinion leader sejajaran yakni memperoleh
informasi utama dari dunia maya. Teknologi kemudian memringkas fungsi
opinion leader yaitu hanya mengkonfiirmasi informasi yang ada saja, bukan lagi
mempengaruhi secara utuh kepada masyarakat.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa perubahan
sosial-budaya masyarakat terjadi di Nagari Sungayang dalam sejumlah sistem sosial-
budaya dan dalam variasi waktu tertentu. Pasca terjadinya peristiwa PRRI pada tahun
1958-1960 di Nagari Sungayang dan masuknya listrik serta media massa pada tahun
1975-an menjadi momen yang dianggap sebagai pemicu yang menyebabkan terjadi
17
Perubahan atau pergeseran dalam sejumlah sistem sosial masyarakat yakni
perekonomian, struktur dan stratifikasi sosial, perlaksanaan adat istiadat, hukum adat,
tradisi dan kesenian serta pemahaman dan syiar agama Islam.
Secara umum, faktor ekonomi menjadi penyebab terjadinya perubahan dalam
sistem sosial masyarakat secara masif serta ada asumsi tentang masyarakat terbuka
yang memungkinkan adanya transfer informasi baik dalam sistem maupun yang
diberikan dari lingkungan luar yang kemudian memperkuat identifikasi bahwa
komunikasi menjadi salah satu faktor yang berperan besar dalam terjadinya proses
perubahan yang dimaksud di atas. Peranan komunikasi dapat dilihat dalam sejumlah
bentuk komunikasi yang memiliki fungsi yang berbeda-beda, akan tetapi saling
berintegrasi. Bentuk komunikasi yang dimaksud meliputi komunikasi interpersonal,
komunikasi kelompok, komunikasi massa (old and new media) dan Computed
Mediated Communication (CMC).
Adapun peranan komunikasi terbagi dalam dua jenis, yakni sebagai pemicu dan
katalis dari perubahan sosial-budaya yang ada. Komunikasi Interpersonal dan
kelompok berperan sebagai katalis dengan menyebarkan nilai-nilai perubahan yang
kemudian memperngaruhi masyarakat mulai dari tingkat kognitif hingga konatif.
Komunikasi melalui media seperti media massa (old media & new media) dan CMC
berperan sebagai katalis dan lebih banyak mempengaruhi aspek kognitif hingga
afektif meskipun ada sejumlah masyarakat yang sudah masuk kedalam aspek Konatif
dan Computed Mediated Communication kemudian berperan dalam merubah
masyarakat dalam tingkatan kognitif dan afektif.
Saran
Saran yang dapat diberikan menanggapi kesimpulan yang telah dipaparkan di
atas bahwa penelitian ini dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi seluruh kalangan
masyarakat Nagari Sungayang dalam menyikapi perubahan sosial-budaya yang
terjadi di daerah mereka. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi elemen
18
Tigo tali sapilin (KAN, BPRN, Pemerintah Nagari), Agen perubahan (Kelompok
tani, para ulama, perantau) serta stakeholders dalam mengembangkan cara
berkomunikasi yang memberikan dampak besar baik melalui komunikasi
interpersonal, kelompok, media massa, serta new media dalam menyampaikan pesan
perubahan atau inovasi secara tepat.
Daftar PustakaBPS. (2010). Kewarganegaraan, suku bangsa, agama, dan bahasa sehari-hari
penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Bungin, B. (2008). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana
Carciotto, S. & Dinbabo, M. F. (2013). Role of Development Communication in Fostering Social Change: Evidance from Lesotho. Journal Communication, 4.2, 65-70
Devito, J. A. (2015). Human Communication: The Basic Cource Thirteenth Edition. USA: Pearson Education
Fatimah, S. (2008). Mencermati Perubahan Sosial Masyarakat Minangkabau Melalui Novel TAMU Karya Wisran Hadi. Humaniora, 20.3, 278-285
Fisher, B. A. & Hawes, L. C. (2009). An Interact System Model: Generating a Grounded Theory of Small Groups. Quarterly Journal of Speech, 57.4, 444-453
Hammond, D. (2003). The Science of Synthesis: Exploring the Social Implication of General Systems Theory. Colorado: University Press of Colorado
Harun, R. & Ardianto, E. (2011). Komunikasi Pembangunan dan Perubahan Sosial. Jakarta: Rajagrafindo Persada
Kaufer, D.S. & Carley, K.M. (1993). Communication at a Distance: The Influence of Print on Sociocultural Organization and Change. New York: Psychology Press
Khosrow-Pour, M. (2005). Encyclopedia of Information Science and Technology, First Edition. USA: Idea Group
Liliweri, A. (2007). Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: LKis
Marshall, C. & Rossman, G. B. (2016). Designing Qualitative Research. Singapore: Sage Publication, Inc
Mcquail, D. & Windahl, S. (2015). Communication Models for the Study of Mass Communication. London: Routledge
Mulyana, D. (2012). Culture and Communication: An Indonesian Scholar Perspective. Bandung: Remaja Rosdakarya
19
Panopio, I. S. & Rolda, R. S. (2007). Society and Culture: Introduction to Sociology and Antropology, 3th Revision. Quezon City, Philippine: Katha Publishing, Co., Inc
Sairin, S. (2002). Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia: Perspektif Antrologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sanderson, S. K. (2010). Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial. (Wajidi & Menno, Trans). Jakarta: Rajagrafindo Persada
Servaes, J. (2008). Communication for Development and Social Change. New Delhi: Sage Publication India Pvt Ltd
Son, B. H. (2008). New Means of Communication and Socio-Cultural Change in Vietnam. Social Science Information Review, 3.3, 19-25
Sztompka, P. (2008). Sosiologi Perubahan Sosial. (Alimandan, Trans.) Jakarta: Prenada
20