28
JURNAL POLA KOMUNIKASI ANAK AUTIS (Studi tentang Pola Komunikasi Guru dengan Siswa Autis dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah Luar Biasa Anugerah Colomadu, Karanganyar) Oleh: ANISA CANDRA YULIVIA D0214012 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

JURNAL

POLA KOMUNIKASI ANAK AUTIS

(Studi tentang Pola Komunikasi Guru dengan Siswa Autis dalam Proses

Belajar Mengajar di Sekolah Luar Biasa Anugerah Colomadu,

Karanganyar)

Oleh:

ANISA CANDRA YULIVIA

D0214012

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2018

Page 2: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

POLA KOMUNIKASI SISWA AUTIS

(Studi tentang Pola Komunikasi Guru dengan Siswa Autis dalam Proses

Belajar Mengajar di Sekolah Luar Biasa Anugerah Colomadu,

Karanganyar)

Anisa Candra Yulivia

Monika Sri Yuliarti

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

AbstractAutism children are children who have abnormalities. They have their

own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating, interacting and socializing with the people around them. Meanwhile, in communication pattern theory, it is stated that every communication process has pattern which happens due to habit.

This study was conducted to find out how the pattern of communication between teacher and autism children in the learning process in Anugrah Special Needs School Colomadu, Karanganyar. The obstacles of the communication which autism children have may influence the learning process in the class.

This study is a qualitative study. The writer used interview and observation as the source for collecting the data. Teacher in this study is the main source. Purposive Sampling Technique was used because the study took the sample based on criteria which has been made to fulfill the goal of the study. This study used Miles and Huberman model data analysis technique reference. The theory used is the communication pattern theory delivered by DeVito.

From the study which has been conducted by the writer, it can be concluded that communication pattern between teacher and autism children in the learning process in Anugerah Special Needs School is primer communication which is delivered by DeVito. This primer communication pattern consists of verbal communication and non-verbal communication. Verbal communication is used in lecture learning methods and non-verbal communication patterns are used as an introduction to the message that the teacher wants to convey. The pattern of non-verbal communication is more dominant as the teacher gives direct instructions / examples for autistic students such as applause. Autistic students understand messages that are delivered non-verbally.

Keywords: autism, communication pattern, learning process

Page 3: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

Pendahuluan

Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna jika

dibandingkan dengan makhluk Tuhan yang lainnya karena manusia memiliki akal

dan hati. Namun, tidak semua manusia itu dilahirkan sempurna secara fisik

maupun mental, ada beberapa manusia yang terlahir berbeda dengan sesamanya

atau yang sering disebut dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). ABK yang

terlahir special ini memerlukan perlakuan yang special juga, baik dari orang tua

maupun orang sekitar. Autis merupakan salah satu jenis dari ABK.

Autis sendiri memiliki beberapa arti, seperti yang disampaikan oleh

(Geniofam, 2010: 29) bahwa secara neurologis, anak autis adalah anak yang

mengalami hambatan perkembangan otak terutama pada area bahasa, sosial, dan

fantasi. Hambatan perkembangan inilah yang menjadikan anak autis memiliki

perilaku yang berbeda dengan anak-anak biasanya.

Sedangkan Muhammad dalam bukunya Special Education For Special

Children mengatakan bahwa istilah autisme berasal dari kata autos yang berarti

diri sendiri dan isme yang berarti paham. Ini berarti bahwa autisme memiliki

makna keadaan yang menyebabkan anak-anak hanya memiliki perhatian terhadap

dunianya sendiri. Autisme adalah kategori ketidakmampuan yang ditandai dengan

adanya gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, gangguan indrawi, pola

bermain dan peilaku emosi (Muhammad, 2008: 103).

Dua pengertian di atas menjelaskan bahwasannya autis merupakan kondisi

dimana seorang anak memiliki kesulitan dalam membentuk hubungan dengan

orang lain atau sulit melakukan interaksi sosial, asik dengan dirinya dan dunianya

sendiri serta sulit dalam melakukan sebuah komunikasi yang disebabkan oleh

perkembangan otak yang terhambat. Seperti halnya yang dikatakan oleh Wing dan

Gould yang dikutip dari skripsi Fitri Rahayu ada tiga jenis interaksi sosial yang

mencirikan anak autistic spectrum disorder yaitu ; Aloof (bersikap menjauh atau

menyendiri), Passive (bersikap pasif), Active and Odd (bersikap aktif tetapi aneh)

(Rahayu, 2014: 19).

Page 4: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

Komunikasi dan interaksi sosial merupakan dua hal penting yang harus

ada disetiap kehidupan kita agar kita bisa bertahan hidup dan mampu menjalin

hubungan baik dengan orang lain. Maka ketika dua hal itu tidak bisa dilakukan

oleh anak autis, maka masalah akan muncul, seperti masalah komunikasi yaitu

kegagalan dalam berkomunikasi.

Di sekolah, guru yang harusnya berperan dalam membantu anak autis

untuk bisa berkomunikasi serta memahami maksud si anak autis itu sendiri.

Proses komunikasi interpersonal dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran

seorang guru harus memiliki sejumlah keterampilan dalam berkomunikasi, baik

dalam bentuk verbal maupun non verbal agar sesuatu pesan yang disampaikan

dapat dipahami atau dimengerti dan direspon dengan baik oleh peserta didik

(Zulfikri dan Martunis, 2017: 3).

Kekurangan anak autis dalam hal berkomunikasi dan berinteraksi

mengharuskan orang-orang di sekitarnya mampu untuk menyesuaikan diri.

Penyesuaian diri tersebut dilakukan dengan berbagai cara baik komunikasi verbal

maupun non verbal. Penyesuaian diri juga dilakukan oleh guru pengajar anak autis

di SLB, agar anak autis tersebut mampu untuk menerima materi yang

disampaikan.

Namun sayangnya tidak semua guru di sekolah memiliki keahlian dalam

menangani peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus seperti anak autis.

Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Martunis Yahya dan Zulfikri, bahwa

ada beberapa hambatan pengajar dalam berkomunikasi dengan siswa autis di

YPAC Ingin Jaya Aceh Besar, yaitu belum idealnya jumlah pengajar anak autis

pada sekolah dimaksud, guru autis yang tidak mencukupi kebutuhan, guru yang

mengajar tidak sesuai dengan bidangnya, rendahnya dukungan keluarga dalam

mempririotaskan kebutuhan anak, rendahnya keinginan anak autis untuk

bersekolah setiap minggunya, rendahnya kesepahaman dalam memahami

pendidikan anak autis oleh stakeholder (Zulfikri dan Martunis, 2017: 8).

Pola komunikasi satu arah antara guru dan siswa autis ini mengakibatkan

kurang maksimalnya materi pelajaran yang diterima oleh siswa, apalagi jika guru

tersebut termasuk guru yang kurang memiliki kompetensi yang baik. Pola

Page 5: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

komunikasi bisa terbentuk dari proses komunikasi yang dilakukan berulang-ulang

oleh guru kepada siswa. Berarti pola komunikasi ini juga bervariasi bentuknya

tergantung siapa komunikan, komunikator dan lingkungan sekitarnya. Oleh sebab

itu peneliti ingin melakukan penelitian mengenai Studi Deskriptif Kualitatif

tentang Pola Komunikasi Guru dengan Anak Autis dalam Proses Belajar di

Sekolah Luar Biasa Anugerah Colomadu, Karanganyar, agar bisa mengetahui

bagaimana pola komunikasinya. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi

bagi para pengajar di SLB pada khususnya dan dapat pula menjadi referensi cara

berkomunikasi dengan anak autis dengan baik bagi masyarakat pada umumnya.

Rumusan Masalah

Bagaimana pola komunikasi guru dengan siswa autis dalam proses belajar

mengajar di Sekolah Luar Biasa Anugerah Colomadu, Karanganyar?

Tinjauan Pustaka

1. Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari seorang komunikator

kepada komunikan dengan menggunakan media tertentu. Dalam penelitian ini

komunikatornya adalah guru sedangkan komunikannya adalah siswa, dimana

komunikasi yang dilakukan oleh guru disini berfungsi mendidik para siswa

agar mengerti setiap pesan yang disampaikan sehingga tercapailah tujuan dari

pembelajaran itu sendiri.

Pengertian komunikasi itu sendiri telah dijabarkan oleh beberapa ahli

seperti Harold Lasswell dalam (Mulyana, 2010: 69) yang menyebutkan bahwa

cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab

pertanyaan-pertanyaan berikut. Who Says What in Which Channel To Whom

With What Effect.

2. Komunikasi Antarpribadi

Menurut Hafied Cangara dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi,

komunikasi antar pribadi yaitu kegiatan berkomunikasi yang dilakukan secara

langsung antar seseorang dengan orang lain atau secara tatap muka (face to

Page 6: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

face). Misalnya percakapan secara tatap muka di antara dua orang (seperti guru

dengan murid saat berkonsultasi), surat menyurat pribadi dan percakapan lewat

telepon. Corak komunikasinya juga bersifat pribadi, dalam arti pesan atau

informasi yang disampaikan hanya diajukan untuk kepentingan pribadi para

pelaku komunikasi yang terlibat (Cangara, 2012: 29).

Menurut Widjaja, untuk mendapatkan pemahaman mengenai komunikasi

antarpribadi maka dapat dilihat dari tiga perspektif yang meliputi, pertama

perspektif komponensial yaitu melihat komunikasi antarpribadi dari

komponen-komponennya, artinya komununikasi antarpribadi diartikan sebagai

proses terjadinya pertukaran pesan (messages) dari seseorang (communicator)

kepada orang lain (communican) yang dilakukan secara langsung dan tatap

muka (face to face communication), untuk mendapatkan tujuan komunikasi

yang telah ditetapkan sebelumnya. Kedua perspektif pengembangan,yaitu

melihat komunikasi antarpribadi dari proses pengembangannya, artinya proses

komunikasi antarpribadi terus berlangsung antara dua orang yang

melakukakannya, dengan memperhatikan adanya perkembangan pada diri

seseorang yang menerima pesan, perubahan inilah yang disebut dengan

pengembangannya. Ketiga perspektif relasional, yaitu melihat komunikasi

antar pribadi dari hubungannya, artinya hubungan orang yang melakukan

proses komunikasi antarpribadi adalah hubungan personal yang dekat, dimana

dengan adanya kedekatan ini akan mempermudahkan bagi pelaku komunikasi

tersebut untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan pada diri seseorang

yang menerima pesan (Widjaja, 2002: 121).

Komunikasi antarpribadi pada penelitian ini terfokus pada komunikasi

antar pribadi yang disampaikan oleh Mulyana dan Widjaja, dimana komunikasi

atarpribadi merupakan komunikasi tatap muka seperti yang terjadi antara guru

dan siswa yang kemudian dapat dilihat dengan 3 perspektif yaitu perspektif

komponensial, perspektif pekembangan dan perkpektif relasional. Karena

proses komunikasi antarpribadi antara guru dan siswa di SLB Anugerah

memerlukan 3 perspektif tersebut untuk mengukur keberhasilan proses

belajarnya.

Page 7: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

3. Pola Komunikasi

Pola komunikasi menurut Djamarah mengatakan bahwa pola komunikasi

dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam

pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang

dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2010: 52).

Ada beberapa pola-pola komunikasi dikelas antara guru dan siswa yang

dapat berlangsung, yaitu:

a. Pola guru-siswa, komunikasi sebagai aksi yang hanya berlangsung satu

arah. siswa tidak berperan aktif dan guru yang berperan aktif.

Guru

Siswa Siswa Siswa

b. Pola guru-siswa-guru, ada feedback bagi guru. Komunikasi sebagai

interaksi kedua belah pihak. Guru dan siswa sama aktif.

Guru

Siswa Siswa Siswa

c. Pola guru-siswa-siswa-guru. Komunikasi multi arah dengan interaksi yang

optimal.

Guru

Siswa Siswa Siswa

d. Pola guru-siswa-siswa-guru, siswa-siswa. Komunikasi multi arah, kelas

lebih hidup. Semua terlibat dalam menciptakan suasana belajar yang

memotivasi.

Guru

Siswa Siswa

Page 8: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

Siswa Siswa

e. Pola melingkar. Setiap siswa mendapat giliran untuk mengemukakan

pendapat, tidak diperkenankan mengemukakan pendapat 2 kali apabila

siswa lain belum mendapatkan giliran ( Djamarah, 2010: 54).

Guru

Siswa Siswa

Siswa Siswa

Siswa

4. Autis

Autisme adalah kategori ketidakmampuan yang ditandai dengan adanya

gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, gangguan indrawi, pola bermain

dan peilaku emosi (Muhammad, 2008: 103).

Menegaskan sebuah diagnosa bahwa seorang anak mengidap autisme, ada

beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Selama ini panduan yang dipakai oleh para

dokter, psikiater, psikolog biasanya merajuk pada ICD-10 (International

Classification of Diseases) 1993, atau yang mengunakan rumusan dalam DSM-IV

(Diagnostic Statistical Manual) 1994 yang disusun oleh kelompok Psikiatri

Amerika Serikat sebagai panduan untuk menegaskan diagnosa. Pada dasarnya

diagnosa autisme yang ditegakkan berdasarkan ICD-10 atau DSM- IV

menunjukan kriteria yang sama (Boham, 2013: 4) .

Beberapa kriteria tersebut seperti:

1. Aspek sosial

Page 9: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

a. Tidak mampu menjalani interaksi sosial yang memadai, seperti kontak

mata sangat kurang hidup, ekspresi muka kurang hidup, ekspresi mata

kurang hidup, dan gerak-geriknya kurang tertuju.

b. Tidak dapat bermain dengan teman sebaya

2. Aspek Komunikasi

a. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan berulang-ulang

b. Jika bicara, biasanya tidak dipakai untuk berkomunikasi

3. Aspek perilaku

a. Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak

adagunanya.

b. Seringkali sangat terpukau pada benda (Boham, 2013: 4).

Jadi, dari pengertian beberapa ahli diatas pengertian yang cocok untuk

penelitian kali ini autis adalah gangguan dialami oleh seseorang dimana

gangguan ini membuat orang kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungan, berinteraksi, komunikasi dan juga tingkah lakunya yang berbeda

dari orang normal kebanyakan. Sedangkan untuk kriterianya yang sesuai adalah

kriteria yang disampaikan Paul dan juga Muhammad, kriteria terebut mencakup

aspek sosial, komunikasi, perilaku derta hubungan dengan orang lain.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada

kondisi objek alamiah (Kuswana, 2011: 278). Istilah penelitian kualitatif

memiliki pengertian sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak

diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Contohnya

dapat berupa penelitian tentang kehidupan. Riwayat dan perilaku seseorang, di

samping itu juga tentang peranan organisasi, pergerakan sosial, atau hubungan

timbal balik. (Strauss dan Corbin, 2009: 4).

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian pada penelitian kali ini adalah penelitian deskriptif yaitu

suatu metode untuk memecahkan masalah yang diselidiki dengan

Page 10: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian

(seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan

fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Data yang dikumpulkan

adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan

oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan

berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang telah diteliti (Moeleong,

2007: 11).

b. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih pada penelitian ini adalah Sekolah Luar

Biasa (SLB) Anugerah Colomadu, Karanganyar. SLB tersebut dipilih karena

memiliki kelas perkembangan yaitu kelas yang berisi khusus anak-anak autis.

Seluruh SLB di Solo memang mempunyai kelas untuk anak autis, namun hanya

SLB Anugerah yang membebaskan biaya sekolah untuk semua siswanya.

c. Sumber Data

Pada penelitian kali ini menggunakan sumber data primer dan sekunder.

Sumber data primer nya adalah guru pengajar anak autis. Guru dipilih sebagai

salah satu informan karena guru ini merupakan informan inti dari penelitian ini,

guru tersebut dapat meberikan data mengenai bagaimana proses belajar mengajar

di kelas tersebut berjalan dan bagaimana pola komunikasi guru dan siswa autis

terbentuk di dalam kelas. Sedangkan sumber data sekundernya adalah sumber

data sekunder adalah literatur, artikel, jurnal serta situs di internet yang berkenaan

dengan penelitian yang dilakukan.

d. Teknik Pengambilan Sampel

Peneliti dalam melakukan riset ini menggunakan teknik purposive

sampling. Alasan menggunakan teknik purposive sampling karena tidak semua

sampel memiliki kriteria yang sesuai dengan fenomena yang diteliti.

e. Teknik Pengumpulan Data

Wawancara dan observasi merupakan teknik pengumpulan data yang

dipilih oleh peneliti. Teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan

observasi digunakan peneliti karena dua teknik tersebut saling melengkapi untuk

mendapatkan data dalam permasalahan penelitian ini.

Page 11: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

f. Teknik Analisis Data

Penelitian kali ini menggunakan referensi teknis analisis data model

Miles dan Huberman dalam (Sugiyono, 2013: 91-99) yaitu reduksi data, penyajian

data dan kesimpulan.

Hasil Penelitian

Penjelasan mengenai penggunaan pola komunikasi primer Devito dalam

proses belajar di kelas autis dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pola Komunikasi Primer dengan Lambang Verbal

1. Bahasa Lisan

Komunikasi verbal melalui bahasa lisan digunakan juga oleh guru

untuk melatih siswa autis dalam hal berbicara, karena ada beberapa siswa

seperti Cece, Willy, Rafa, Archi dan juga Gobin yang belum bisa

berbicara. Seperti jawaban dari Hana selaku guru ketika peneliti bertanya

mengenai komunikasi terbaik untuk berkomunikasi dengan siswa autis,

beliau menjawab

“Komuniskai terbaik itu ya pendekatan satu persatu. Satu satu didekatin, diajak ngomong kalau belum bisa ngomong ya diajarin minimal A I U E O” (Wawancara dengan Hana pada tanggal 8 Agustus 2018).Penggunaan komunikasi verbal melalui lisan selalu digunakan guru

dalam berkomunikasi dengan siswa autis di kelas perkembangan, baik

ketika menyampaikan pelajaran maupun belajar berkomunikasi dengan

satu per satu siswanya. Saat dilaksanakan observasi pada 8 Agustus 2018,

Hana selaku guru melatih Cece untuk belajar berbicara dengan vokal A, I,

U, E dan O. Guru mempraktekkan yang kemudian diikuti oleh Cece secara

perlahan, hal ini akan dilakukan setiap hari oleh guru kepada siswa autis

yang memang belum bisa berbicara.

Kegiatan lain yang peneliti temui di kelas ketika guru mengajar

adalah menggunakan komunikasi verbal lisan untuk bernyanyi. Setiap

memulai pelajaran guru mulai bernyanyi lagu Tanah Air dilanjutkan

dengan Mars SLB Anugerah setelah menyapa siswanya dan juga setelah

berdoa. Selain itu, sebelum pulang guru juga mengajak siswa autis untuk

Page 12: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

bernyanyi lagu Gelang Sepatu Gelang atau Sayonara yang dilanjutkan

dengan berdoa bersama.

2. Bahasa Tulisan

Komunikasi verbal melalui tulisan digunakan oleh guru untuk

memberikan materi tentang bentuk bangun atau menggambar sesuatu,

bahasa tulisan tidak digunakan guru untuk menulis abjad ataupun kalimat

karena ke 13 siswa autis yang ada di kelas perkembangan belum bisa

membaca semuanya. Ketika proses belajar yang menggunakan media

pensis dan kertas tidak semua siswa auitis bisa menggunakannya dengan

benar, 6 dari 13 siswa autis masih belajar bagaimana cara menggunakan

pensil.

Hanya 5 dari 13 siswa autis yang bisa mengikuti setiap perintah

yang disampiakan oleh guru, ketika siswa diperintahkan untuk

menggambar lingkaran sesuai dengan contoh yang ada hanya 5 siswa autis

yang mendekati bisa menggambar lingkaran. Siswa autis yang belum bisa

atau sedang belajar untuk menggunakan pensil akan melakukan hal sesuai

dengan keinginannya seperti mencoret-coret atau mewarnai bukunya

dengan asal, bahkan ada siswa bernama Willy yang memakan pensil warna

yang berwarna merah, bagi dia pensil warna berwarna merah mirip dengan

makanan.

Jika digambarkan dalam bentuk pola, maka pola komunikasi

primer dengan lambang verbal menjadi seperti dibawah ini:

Guru berperan sebagai komunikator yang menyampaikan pesan kepada

komunikan yaitu siswa autis, namun dalam proses transmisi pesan tersebut

terdapat noise atau gangguan yang menyebabkan pesan tidak dapat diterima

Komunikator Noise Komunikan

Feedback

Pola Komunikasi Primer Lambang Verbal

Page 13: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

secara maksimal oleh komunikan. Gangguan tersebut berasal dari

ketidakmampuan siswa autis untuk mengartikan setiap bahasa lisan maupun

tulisan yang disampaikan oleh guru. Feedback verbal melalui bahasa lisan hanya

diberikan oleh 1 siswa saja dari 13 siswa yang ada, yaitu siswa bernama Ica yang

bisa menjawab beberapa sapaan dan pertanyaan dari guru.

b. Pola Komunikasi Primer Lambang Non Verbal

Komunikasi non verbal sering digunakan oleh Hana karena siswa autis yang

sulit untuk menerima pesan dan memahami pesan yang telah disampaikan oleh

beliau. Siswa autis lebih bisa memahami setiap pesan yang disampiakn jika itu

menggunakan bendanya langsung atau langsung diberikan dengan contoh.

“Misalkan kita menggambar pepaya, pepaya digambar dengan menggunakan warna kuning katakanlah, diluarnya itu kebanyakan itu kuning, terus didalmnya itu merah, terus habis itu dimakan manis rasanya, jadi ada gambarnya biar ada gambaran. Oo pepaya itu kayak gitu, warnanya kayak gitu dalemnya kayak gitu, jadi diusahakan ada wujudnya ada pepayanya.” (Wawancara dengan Hana pada tanggal 8 Agustus 2018).Komunikasi non verbal juga digunakan oleh guru ketika memberikan

apresiasi pada siswa autis dengan mengajak semua untuk bertepuk tangan. “Ayo

tepuk tangan buat Ica”, siswa autis mengikuti gerakan tepuk tangan yang telah

dicontohkan oleh Hana. Ketika materi pengenalan anggota tubuh komunikasi non

verbal berperan dominan disini, guru memberi informasi tentang mana yang

dinamakan kepala, mata, hidung, bibir, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya.

Siswa autis biasanya menirukan setiap gerakan guru, walaupun gerakannya

lambat dan kadang tertinggal.

Ada 4 klasifikasi komunikasi non verbal yang akan dibahas pada penelitian

kali ini, yaitu kinesik, proksemik, artifaktual dan paralinguistik. Klasifikasi non

verbal dijabarkan sebagai berikut:

1. Kinesik

Kinesik merupakan bidang yang menelaah mengenai gerakan tubuh

yang berarti, komponen-komponen kinesik terbagi menjadi tiga yaitu pesan

fasial, pesan gestural dan pesan postural. Ketiga hal tersebut dapat dijabarkan

dalam uraian berikut ini

Pesan Fasial

Page 14: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

Pesan ini menggunakan ekspresi wajah untuk menunjukkan makna

tertentu. Beberapa ekspresi wajah baik guru maupun siswa dapat terlihat

ketika peneliti melaksanakan penelitiannya selama tiga hari di kelas autis

SLB Anugerah. Ekspresi wajah datar dan diiringi dengan dahi yang berkerut

menandakan guru sedang marah atau kesal kepada siswanya. Hal ini terjadi

bila siswanya sudah mulai tidak bisa diatur, berlarian kesana kemari bahkan

sering juga mereka bertengkar satu sama lain. Diawal pelajaran guru selalu

memberikan ekspresi wajah yang ceria yaitu senyum lebar dan mata belia

yang berbinar menyapa siswa autis di kelas.

2. Pesan Gestural

Pesan gestural merupakan gerakan tubuh yang digunakan untuk

memberikan informasi dengan berbagai makna, pesan ini bisa disampaikan

oleh gerakan tangan, kaki, kepala dan lainnya yang dapat digunakan untuk

menyampaikan pesan. Tepuk tangan biasanya dilakukan guru yang kemudian

diikuti oleh siswa autis lainnya untuk memberikan apresiasi terhadap siswa

autis lain yang berani maju di depan kelas, tepuk tangan juga digunakan

untuk mengiringi ketika mereka sedang bernyanyi. Tepuk tangan menjadi

pesan sebuah penghargaan kepada teman dan juga bisa untuk menunjukkan

ekspresi kegembiraan.

3. Pesan Postural

Pesan ini berkaitan dengan seluruh anggota tubuh,seperti postur

seorang siswa ketika berhadapan dengan gurunya. Siswa autis jika

berhadapan dengan guru atau orang asing akan menundukkan kepalanya,

siswa autis tidak berani untuk melihat langsung atau berhadap-hadapan. Ada

siswa yang bernama Ni’mah ketika dia bertemu dengan orang siapapu itu, dia

akan menutup wajahnya dengan tangan tau dengan baju yang sedang dia

pakai, hal ini menunjukkan bahwa Ni’mah memang kurang bisa

berkomunikasi dengan orang lain dan kurang bisa berinteraksi dengan prang

lain.

4. Proksemik

Page 15: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

Pesan ini disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Kelas autis

atau kelas perkembangan di SLB Anugerah ini memiliki ruang kelas yang

cukup kecil yaitu 3x2 meter, dimana ada dua kelas yang dihubungkan dengan

pintu yang tidak dipasang pintunya. Jadi dua kelas ini digabung menjadi satu

dengan satu guru yaitu Hana. Jika menyampaikan materi, guru akan berdiri di

pintu yang menyambungkan dua kelas tersebut. Guru akan berkeliling satu

persatu ke kursi siswa autis jika guru ingin memberikan pengertian lebih

dalam lagi atau melakukan komunikasi interpersonal.

5. Artifaktual

Pesan ini disampaikan melalui body image, pakaian, kosmetik, dan lain-

lain. Pada umumnya pakaian yang digunakan untuk menyampaikan identitas

diri kita, menunjukkan bagaimana perilaku kita kepada orang lain dan

bagaimana orang lain sepatutnya memperlakukan kita. Guru menggunakan

pakaian formal seperti kemeja, batik, blazer dan juga baju olahraga pada hari

Jumat. Siswa menggunakan seragam yang sudah disediakan oleh sekolah,

namun ada beberapa siswa yang memang belum memiliki baju seragam.

Tidak 6. Paralinguistik

Guru akan menaikkan volume bicaranya di depan kelas jika siswa sudah

mulai tidak konsentrasi atau sudah mulai berisik. Guru menaikkan nada dan

volumenya diiringi dengan memanggil nama siswa nya satu per satu agar

mereka perhatian lagi terhadap guru. Begitupun juga siswa autis, dia akan

bertieriak secara tiba-tiba ketika merasa tidak nyaman dengan lingkungannya

atau sedang marah. Teriakan siswa ini diikuti dengan gerakan tangan, kaki

dan seluruh anggota tubuhnya yang menunjukkan bahawa dia sedang

berontak atau dia sedang tantrum (ledakan emosi).

Pola komunikasi primer lambang nonverbal jika digambarkan dalam

bentuk pola akan jadi seperti dibawah ini:

Komunikator Media Nois

e

Komunikan

Feedback

Pola Komunikasi Primer Lambang Non Verbal

Page 16: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

c. Pola Komunikasi Gabungan Verbal+Non Verbal

Pola komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa autis dalam proses

belajar mengajar merupakan pola komunikasi gabungan antara verbal dan

nonverbal. Dua pola komunikasi tersebut berjalan beriringan dengan pola

komunikasi non verbal lebih dominan. Pertama, pola komunikasi verbal

digunakan guru untuk menjelaskan dengan menggunakan bahasa lisan dan tulisan

kepada seluruh siswa autis di depan kelas yang kemudian dilengkapi dengan pola

komunikasi non verbal dengan contoh seperti memberikan mainan pesawat yang

kemudian guru menjelaskan dengan menunjukkan bagian-bagian dari pesawat

tersebut. Contoh lain adalah ketika guru menggunakan pola komunikasi verbal

memerintah siswa autis untuk bertepuk tangan, maka setelahnya guru akan

memberikan contoh bagaimana tepuk tangan itu.

Pola komuniaksi verbal dan non verbal saling melengkapi, karena siswa

autis tidak akan paham jika dijelaskan dengan bahasa lisan dan tulisan. Pola

komunikasi verbal lebih dominan pada penemuan kali ini, karena siswa autis akan

lebih paham jika apa yang dikatakan oleh guru itu dibahasan dengan pesan facial,

pesan gestural, pesan postural serta klasifikasi komunikasi non verbal lainnya.

Siswa autis lebih memahami apa yang dia lihat daripada apa yang dia dengar

karena perbendaharaan kata siswa autis yang cenderung sedikit.

Pola komunikasi gabungan verbal dan non verbal jika digambarkan dalam

bentuk pola akan jadi seperti dibawah ini:

d. Pola Komunikasi Final

Pola komunikasi antara guru dengan siswa autis dalam proses belajar

mengajar di SLB Anugerah Colomadu adalah pola komunikasi gabungan antara

pola komunikasi verbal dan pola komunikasi non verbal. Pada praktiknya pola

KomunikatorKomunikasi

Verbal

Komunikasi Non Verbal

KomunikanNoise

Noise

Feedback

Page 17: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

komunikasi non verbal lebih dominan dalam penemuan ini daripada pola

komunikasi verbalnya. Hal ini disebabkan oleh siswa autis yang kurang bisa

memahami bahasa yang disampaikan oleh guru, karena autis sendiri memiliki

hambatan dalam komunikasi. Pola komunikasi non verbal ada untuk memperjelas

apa yang telah disampaikan guru dalam pola komunikasi verbal, dalam

keberjalanannya dua pola ini berjalan beriringan.

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pola komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa autis di SLB

Anugerah tidaklah sama dengan kelima pola komunikasi yang disampaikan

oleh Djamarah. Tidak satupun dari kelima pola komunikasi Djamarah yang

menjadi referensi penulis diawal bisa dimasukkan dalam pola komunikasi

guru dengan anak autis di SLB Anugerah Colomadu, Karanganyar.

2. Pola komunikasi guru dengan siswa autis dalam proses belajar di SLB

Anugerah Colomadu merupakan pola komunikasi verbal dan non verbal. Pola

komunikasi verbal dan non verbal digunakan guru secara bergantian dengan

pola komunikasi non verbal yang lebih dominan.

3. Pola komunikasi non verbal lebih dominan daripada pola komunikasi verbal

karena anak autis lebih memahami apa yang dimaksud oleh guru jika

dikomunikasikan dengan bahasa tubuh yang disertai dengan contoh langsung.

Pola verbal digunakan sebagai pengantar pesan seperti ketika guru

memberikan tugas “Hari ini kita bermain ya” kemudian dilanjutkan dengan

pola non verbal yaitu guru akan mengambil mainan kemudian menunjukkan

kepada anak autis bahwa ini maianan, pelajaran hari ini bermain di depan

kelas sambil guru menunjuk tempat bermain atau menarik anak ke depan

kelas.

Daftar Pustaka

Page 18: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,

Boham ,Sicillya E. (2013). Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Autis (Studi Pada Orang Tua Dari Anak Autis di Sekolah Luar Biasa Agca Center Pumorow Kelurahan Banjer Manado . Jurnal Komunikasi. Volume Ii. No. 4. Hal 4.

Cangara, Hafied. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Djamarah, Syaiful Bahri. (2010). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Geniofam, (2010). Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogtakarta: Gerai Ilmu.

Kuswana, Dadang. (2011). Metode Penelitian Sosial. Bandung: CV Pustaka Setia. Moeleong, Lexy J. (2007). Metode penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.Muhammad, Jamila. (2008). Special Education For Special Children ( Panduan

Pendidikan Khusus Anak-anak Dengan Ketunaan dan Learning Disabilites). Jakarta: Hikmah (PT. Mizan Publika).

Mulyana, Deddy. (2010). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Rahayu,Fitri. (2014). Kemampuan Komunikasi Anak Autis Dalam Interaksi Sosial (Kasus Anak Autis di Sekolah Inklusi, SD Negeri Giwangan Kotamadya Yogyakarta). Yogyakarta.

Strauss, Anselm dan Corbin, Juliet. (2009). Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.Widjaja, A.W. (2002). Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta : PT.

Bumi Aksara.Yahya, Martinus dan Zulfikri. (2017). Komunikasi Interpersonal pengajar dengan

anak penyandang autisme (studi kasus pada yayasan pembinaan anak cacat (YPAC) Aceh Desa Santan Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar). Jurnal Ilmiah. Vol 2. No 4. Hal 34.

Page 19: D0214012 .docx · Web viewAutism children are children who have abnormalities. They have their own world and enjoy that world by their own. Thus, they have obstacles in communicating,