25
1 DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita yang berkaitan dengan Daendels di Pantai Utara Jawa. 1 Oleh: Djoko Marihandono 2 1. Pengantar Herman Willem Daendels atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Daendels, adalah nama seorang Gubernur Jenderal Belanda yang pernah memerintah di bumi kita tercinta ini antara tahun 1808 dan 1811. Berdasarkan buku-buku sejarah, Gubernur Jenderal Daendels dikenal sebagai seorang diktator yang sangat kejam, tidak berperikemanusiaan, dan selalu menindas rakyat demi keuntungan pemerintah Kolonial Belanda dan pribadinya. 3 Sebelum meninggalkan negeri Belanda menuju Jawa, Daendels menerima dua tugas yang diberikan oleh Louis Napoleon, yang menjadi raja di negeri Belanda pada saat itu. Kedua tugas itu adalah: a. Mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris; dan b. Memperbaiki sistem administrasi negara di Jawa. Kedua tugas ini diberikan kepadanya mengingat bahwa pada saat itu negeri Belanda berada di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte, dan Inggris adalah salah satu negara yang belum bisa ditaklukkan Prancis yang saat itu. (Eymeret: 1973: 29). Pada tanggal 28 Januari 1807 Daendels menerima tugas untuk menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Belanda langsung dari Louis Napoleon atas perintah dari Napoleon Bonaparte. Persiapan keberangkatannya pun dilakukan. Pada tanggal 9 Februari 1807, Louis Napoleon menandatangani instruksi yang harus dilakukan oleh Daendels. Instruksi itu terdiri atas 37 pasal. Pada bulan Maret, Daendels berangkat secara diam-diam, agar tidak diketahui pihak Inggris, melalui Paris, kemudian ke Lisabon dengan menaiki kapal Amerika dan mengubah namanya menjadi Van 1 Makalah ini disajikan dalam Seminar Internasional Tradisi Lisan IV yang diselenggarakan di Jakarta tanggal 2—5 Oktober 2003 2 Penulis adalah staf pengajar tetap di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Saat ini penulis sedang menyelesaikan disertasinya tentang politik dan birokrasi Gubernur Jenderal Daendels di Jawa tahun 1808—1811. 3 Lihat Soekanto, Sekitar Djogjakarta 1755—1825. Halaman: 120; Vlekke (1947: hal. 262); Polak (1962:7—16)

DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

1

DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT:

Cerita yang berkaitan dengan Daendels di Pantai Utara Jawa.1

Oleh: Djoko Marihandono2

1. Pengantar

Herman Willem Daendels atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama

Daendels, adalah nama seorang Gubernur Jenderal Belanda yang pernah memerintah

di bumi kita tercinta ini antara tahun 1808 dan 1811. Berdasarkan buku-buku sejarah,

Gubernur Jenderal Daendels dikenal sebagai seorang diktator yang sangat kejam,

tidak berperikemanusiaan, dan selalu menindas rakyat demi keuntungan pemerintah

Kolonial Belanda dan pribadinya.3

Sebelum meninggalkan negeri Belanda menuju Jawa, Daendels menerima dua

tugas yang diberikan oleh Louis Napoleon, yang menjadi raja di negeri Belanda pada

saat itu. Kedua tugas itu adalah:

a. Mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris; dan

b. Memperbaiki sistem administrasi negara di Jawa.

Kedua tugas ini diberikan kepadanya mengingat bahwa pada saat itu negeri

Belanda berada di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte, dan Inggris adalah salah

satu negara yang belum bisa ditaklukkan Prancis yang saat itu. (Eymeret: 1973: 29).

Pada tanggal 28 Januari 1807 Daendels menerima tugas untuk menjadi

Gubernur Jenderal di Hindia Belanda langsung dari Louis Napoleon atas perintah dari

Napoleon Bonaparte. Persiapan keberangkatannya pun dilakukan. Pada tanggal 9

Februari 1807, Louis Napoleon menandatangani instruksi yang harus dilakukan oleh

Daendels. Instruksi itu terdiri atas 37 pasal. Pada bulan Maret, Daendels berangkat

secara diam-diam, agar tidak diketahui pihak Inggris, melalui Paris, kemudian ke

Lisabon dengan menaiki kapal Amerika dan mengubah namanya menjadi Van

1 Makalah ini disajikan dalam Seminar Internasional Tradisi Lisan IV yang diselenggarakan di

Jakarta tanggal 2—5 Oktober 2003 2 Penulis adalah staf pengajar tetap di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Saat ini penulis sedang menyelesaikan disertasinya tentang politik dan birokrasi Gubernur Jenderal Daendels di Jawa tahun 1808—1811.

3 Lihat Soekanto, Sekitar Djogjakarta 1755—1825. Halaman: 120; Vlekke (1947: hal. 262); Polak (1962:7—16)

Page 2: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

2

Vlierden. Dari Lisabon Daendels berlayar menuju Kepulauan Kanari selanjutnya

menuju pulau Jawa. (Paulus: 1917: 554).4

Pada tanggal 1 Januari 1808, setelah menempuh perjalanan selama 10 bulan,

Daendels mendarat di Anyer hanya dengan didampingi oleh seorang ajudannya dan

tanpa memiliki surat-surat kepercayaan. Dari Anyer dia melalui jalan darat menuju ke

Batavia untuk menemui gubernur jenderal saat itu, yaitu Henricus Albertus Wiese

(Stapel: 1940: 35). Tampaknya Wiese telah menerima berita pengangkatan Daendels.

Pada tanggal 14 Januari 1808 Wiese menyerahkan kekuasaannya kepada Daendels.

2. Hubungan Daendels dengan Raja-Raja di Jawa Barat

Sebenarnya Daendels melakukan intervensi terhadap kekuasaan kesultanan

di Jawa, yakni: Kesultanan Banten, Cirebon (Kanoman dan Kasepuhan), Yogyakarta

dan Surakarta (Vorstenlanden). Namun, sesuai dengan tema seminar ini, hanya akan

dibahas hubungan Daendels dengan Kesultanan Banten dan Cirebon.

Hubungan antara Daendels dan raja Banten bermula dari rencana pembuatan

pelabuhan dan jalan raya di Ujung Kulon. Ribuan pekerja dikerahkan untuk membuat

jalan dan pelabuhan itu. Dalam pekerjaan ini terjadi banyak korban manusia baik

yang berasal dari kalangan pribumi maupun dari kalangan orang Eropa, karena

tanahnya banyak yang berupa rawa-rawa. Untuk melanjutkan proyek itu Daendels

meminta kepada Sultan Banten saat itu, untuk menyediakan tenaga baru dari Banten.

Sultan Banten menolak permintaan itu mengingat banyaknya korban yang sakit dan

mati karena penyakit. Daendels tidak bisa menerima alasan tersebut, kemudian

mengirimkan utusannya yang bernama Komandan Du Puy untuk mendesak Sultan

Banten agar bersedia mengirimkan rakyatnya. Du Puy diserang dan dibunuh. Keadaan

ini membuat Daendels marah, sehingga ia memutuskan untuk menyerang Banten.

Sultan Banten menyerah dan diasingkan ke Ambon, sementara pemerintahan

diserahkan kepada putra mahkota (Murdiman: 1970:14).

Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir abad

ke-18, di kraton-kraton Cirebon cukup kacau akibat konflik di dalam kraton. Sultan

Sepuh yang memerintah dari tahun 1781 dikabarkan sakit ingatan, sehingga tidak

mampu untuk menjalankan pemerintahan. Selanjutnya, untuk menjalankan

4 Sumber lain menyebutkan bahwa Daendels pergi ke Jawa melalui Cadix, Tanger, Kepulauan

Kanari, New York baru menuju ke Jawa dengan menggunakan kapal Amerika (Graaf: 1949: hal. 363).

Page 3: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

3

pemerintahan di kraton dilakukan oleh beberapa adipati. Ketika sultan wafat pada

tahun 1787, ia digantikan oleh penggantinya yang kemudian pada tahun 1791

meninggal juga secara mendadak. Sementara itu putranya yang diharapkan

menggantikannya usianya masih sangat muda. Akibatnya, pemerintahan di dalam

kraton diserahkan kepada walinya hingga tahun 1799. Kondisi kraton menjadi sangat

kacau ketika putra Sultan yang dulu dibuang ke Maluku melakukan pemberontakan.

Ia ditangkap dan dibawa ke Batavia. Sementara itu Sultan Kanoman meninggal tahun

1798. Namun, yang menggantikan bukan putra mahkota, melainkan orang lain. Hal

ini mengakibatkan kekacauan yang mengakibatkan banyak orang Cina terbunuh.

Akibat kerusuhan ini putra mahkota Kanoman ditangkap dan dibawa ke Batavia

karena dianggap mendalangi kerusuhan itu. Ribuan rakyat protes ke Batavia, tetapi

bisa dihalau di Krawang. Akibat dari kejadian ini semua, putra mahkota Kanoman

dibuang ke Ambon. (Lubis, 2000: 45—47)

Pada masa Daendels menjadi gubernur jenderal, raja Kanoman dikembalikan

ke Cirebon atas desakan para tokoh agama. Raja Kanoman diberi 1000 cacah milik

Panembahan Cirebon yang telah lama wafat (1773). Raja Kanoman diijinkan untuk

membangun kembali Kraton Kacirebonan yang telah dibubarkan pada tahun 1768.

Dengan demikian di Cirebon terdapat tiga kraton, yakni Kasepuhan, Kanoman, dan

Kacirebonan. Oleh Daendels para penguasa kerajaan tidak diijinkan menggunakan

sebutan sultan lagi, melainkan menggunakan sebutan pangeran.

3. Jatuhnya Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon

Menurut sumber sejarah, Kesultanan Banten mulai berada di bawah kekuasaan

pemerintah Hindia Belanda semenjak Sultan Banten menandatangani perjanjian

dengan Belanda yang dilakukan oleh Sultan Safiuddin pada tanggal 28 Nopember

1808. Setelah penandatangan dan pengucapan sumpah pada tanggal itu, istana

Sorosowan yang juga dikenal dengan istilah Benteng Intan dihancurkan belanda

sebagai hukuman atas meninggalnya pejabat tinggi negara dan pejabat rendah yang

dibunuh oleh abdi dalem Sultan.

Sementara itu, di Cirebon pemerintah Belanda mulai melakukan intervensi

terhadapat kehidupan di Kraton-kraton di Cirebon terutama setelah terjadinya

pemberontakan di Cirebon.

Page 4: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

4

3.1 Jatuhnya Kesultanan Banten berdasarkan arsip yang ada.

Berdasarkan ringkasan daftar keputusan Gubernur Jenderal Herman Willem

Daendels yang dibuat di Banten tanggal 22 Nopember 18085 terdapat dua hal yang

berkaitan dengan jatuhnya Kesultanan banten, yaitu: Pertama, Berita Acara

terbunuhnya Komandan Du Puy dan Letnan Kohl serta seorang Eropa dan tiga

anggota militer pribumi dan kedua perintah untuk Raja Banten.

Daendels menerima laporan terbunuhnya Komandan Du Puy, Letnan Kohl,

tiga orang Eropa dan tiga anggota militer pribumi. Pada saat Du Puy dipanggil oleh

utusan Sultan agar datang menghadap ke Benteng Intan (Istana Sorosowan),

Komandan Du Puy diserang oleh adipati Pangeran Wargadiraja hingga meninggal.

Sultan dianggap mengetahui rencana pembunuhan itu dan tidak melakukan apa-apa,

bahkan membiarkan para penyerang merusak mayat Du Puy, kemudian dengan sangat

kejam menyeretnya menuju sungai dan menenggelamkannya. Kejadian ini juga

menimpa para anggota militer Eropa dan pribumi yang menyertai Du Puy ke sana.

Wakil pemerintah yang ditugaskan ikut menjaga Kraton yang bernama Kapten Kohl,

pada malam sebelum pembunuhan itu dibuat mabuk, sehingga Sultan dianggap

dengan bebas bisa membunuhnya esok harinya. Sultan tidak melakukan tindakan

pencegahan sedikitpun. Selain itu juga ada tuduhan pemerintah Hindia Belanda

kepada Sultan Banten yakni: adanya serangan terhadap tiga orang serdadu Eropa yang

dikirim ke teluk Anyer. Namun, tidak semuanya berhasil dibunuh, karena sebagian

bisa melarikan diri ke seberang.

Sultan juga dianggap mengabaikan bertemu dengan Perfect Daerah Hulu

Jakarta W.C. van Mohman, Direktur Jenderal W.H. van Ijsseldijk dan anggota Dewan

Hindia P.F. Chasse yang sengaja diutus oleh Gubernur Jenderal untuk menangani

masalah ini.

Pemerintah Hindia Belanda memandang bahwa martabat pemerintah telah

dicemari dengan pembunuhan itu dan akan menggunakan segala cara untuk

mempertahankan martabat itu, bahkan bila perlu dengan mengepung Kraton dan

menangkap Sultan untuk dibawa ke Benteng Speelwijk. Pembunuhan terhadap

pejabat tinggi pemerintah yang telah dilakukan oleh raja dan rakyat harus dijadikan

contoh oleh yang lain. Oleh karena pemerintah menetapkan hal-hal sebagai berikut:

5 Sumber: Bundel Banten nomor 94/142 Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta.

Page 5: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

5

1. Kesultanan Banten akan dinyatakan sebagai wilayah Raja Belanda serta demi

kepentingan negara.

2. Marsekal dan Gubernur Jenderal akan mempertimbangkan kebiasaan yang ada

di Banten seperti ketika dipimpin oleh rajanya sendiri dengan mengangkat

putra mahkota sekarang Pangeran Ratu Aliudin yang tidak terlibat sedikitpun

dalam perkara itu. Pangeran Ratu Aliudin akan diangkat menjadi Sultan

Banten dengan aturan-aturan dan instruksi serta sumpah yang diambilnya

seperti terlampir dalam peraturan pemerintah ini.

3. Tanah yang dipinjamkan oleh Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia sejak

tahun 1752 di daerah Lampung kepada Sultan Banten ternyata menjadi

tempat persembunyian yang aman bagi para perompak laut. Hanya sebagian

kecil yang benar-benar di bawah kekuasaan Sultan Banten dan sebagian besar

tunduk pada orang-orang Banten yang memberontak dan melarikan diri. Demi

kepentingan negara dipandang perlu untuk meminta kembali semua tanah di

Lampung dari pemerintahan Sultan Banten dan khususnya di bawah

kekuasaan langsung dari pemerintahan Hindia Belanda.

4. Karena dalam pemerintahan sebelumnya terdapat penyetoran hasil bumi dan

kerja wajib oleh raja yang telah turun tahta ini, pemerintah Hindia Belanda

memutuskan untuk mengambil alih bagian Timur wilayah Kesultanan Banten

yang disewakan kepada orang-orang Cina oleh Sultan, diperintah oleh Patih,

yang dirasakan oleh penduduk setempat banyak pemerasan dan penipuan

sehingga banyak warganya yang lari dan menanggung beban yang berat dari

gangguan yang ada di sekitarnya. Warga yang baik terpaksa harus dibebaskan

dari perampokan dan pembunuhan sebagai tugas negara yang mengambil alih

sewa tanah itu.

5. Empat pabrik gula yang dimiliki Sultan, harus dibekukan untuk menjamin

pasokan ke ibukota khususya, dengan tetap memperhatikan penanaman padi.

6. Bagian Timur Kesultanan Banten membentang dari kabupaten Tangerang di

sepanjang sungai Cidani sampai 300 roed melalui sungai Jemanteri, serta

distrik Sading dan Jesingen dinyatakan sebagai wilayah yang terpisah dari

Kesultanan Banten dan digabungkan dengan daerah Batavia.

Page 6: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

6

Selanjutnya Daendels memberikan instruksi bagi Raja Banten yang baru, untuk

mengesahkan tata cara berikut upacara bagi Prefect Banten, apabila dia tiba sebagai

wakil pemerintahan umum Paduka Raja.

1. Tidak ada upacara yang dilakukan apabila pada kesempatan ini Prefect tidak

sedang diminta untuk menghadap raja;

2. dalam kesempatan resmi tergantung pada kondisi, Prefect setelah

menyampaikan kepada raja alasan pertemuan ini, oleh empat utusan dikawal

dan upacra dari pihak raja Banten akan diadakan sesuai kebiasaan;

3. Prefect setelah mendekati raja akan dilengkapi dengan sebuah payung besar

yang baik pada sisi dalam maupun luarnya dicat kuning dan diberi warna

pinggi emas dan batangnya lebar, dan selain itu akan dicat biru muda dengan

tombol emas, yang harus dipegang oleh seorang pembantu sampai di rumah

ketika dia harus diterima oleh raja dengan seluruh ikat kepalanya.

4. Raja harus berdiri dari kursinya ketika Prefect memasuki istana dan harus

menyambutnya ketika Prefect di sini menyampaikan salamnya kepada raja,

seperti halnya diadakan upacara secara cermat ketika kembali terjadi dia

duduk di sebelah kanan raja dan kemudian disesuaikan dengan pemilihan.

5. dalam peristiwa upacara ini bisa ditunjukan bahwa kepada raja ketika tampil

di depan umum dan Prefect kebetulan ada di sana, harus digandeng tangannya

di bawah pengawasan Prefect dan dipayungi.

6. apabila raja menghampiri Prefect, ketika memasuki benteng Speelwijk atau di

tempat lain di mana pejabat ini biasa tinggal, dilepaskan tiga tembakan

senapan, dan kepada Prefect wajib menyambutnya, membawanya masuk

namun para pejabat rendahan bisa menerimanya di depan atau di luar

kompleks bangunan itu.

7. Juga para pejabat rendahan seperti halnya Prefect baik yang berjalan kaki

maupun berkereta dan berkuda bisa berangkat dan dinaiki bila mereka

kebetulan berhalangan.

8. Apabila seorang Prefect atau pejabat lain bertemu dengan raja di tengah jalan,

setiap orang akan berbagi jalan dan masing-masing memberi salam, namun

anggota militer bisa berdiri di depan raja.

Page 7: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

7

9. apabila Prefect berjalan menghampiri raja, dia akan berjalan di belakang

korps prajurit jaga yang terdiri atas seorang sersan, seorang kopral dan 12

orang prajurit biasa.

10. pada semua upacara lain, sejauh dirasakan perlu oleh Prefect, harus dihadiri

pula oleh raja ketika upacara ini diadakan seperti yang ditetapkan dalam pasal

6.

11. Dengan kedatangan Prefect di Banten, Prefect akan menyampaikan kepada

raja yang akan memberikan sambutan kedatangannya sebelum dia sendiri

menghadap raja.

12. selain itu kepada Prefect dan raja diberi wewenang untuk saling bertemu

secara kekeluargaan tanpa upacara. Setelah itu Prefect dalam semua aspek

akan memperhatikan kepentingan martabat negara yang diwakilinya dan

memperhatikan agar raja dan para bangsawannya baik dari pihak penguasa

Eropa maupun bangsanya sendiri dihormati martabatnya.

Selain itu diputuskan pula untuk mengatur kembali wilayah di daerah Anyer,

Carita dan Caringin yang diusulkan oleh Prefect Banten J.W. Moorrees dalam tiga

distrik atau kabupaten dengan batasan sebagai berikut:

1. Anyer dimulai dengan kampung Ceromo yang terletak di jalan dari Banten

menuju Anyer sampai ke laut dan dari sana pada jarak setengah jam atau

menurut ketentuan lain dari aliran utara sungai Pasilanang;

2. Carita dimulai dengan garis batas di atas dan membentang sampai Caringin.

3. di daerah Caringin, kampung Caringin, Labong dan Plandewarto selatan

sampai Ploso akan diangkat kepala daerah atau bupati. Atas kabupaten Anyer

akan diangkat Aria Abdullah, untuk kabupaten Carita Aria Soba dan atas

kabupaten Caringin Pangeran Adi. Dan bisa disampaikan kepada pemerintah

Hindia serta Prefect J.W. Morrees, untuk pemberitahuan dan kepadanya akan

ditambahkan pengakuan sebagai pejabat baru di sana.

Sementara itu, pihak Kesultananan Banten harus menerima perintah yang

diberikan oleh Gubernur Jenderal yang dirinci dalam suatu aturan yang terdiri atas 30

pasal. Beberapa pokok perintah ini antara lain:

a. Sultan Banten tidak memiliki wewenang sedikitpun untuk menegakkan

kesuasaan atas tanah-tanah di sepanjang sungai Cidani, termasuk tanag Sading

dan Jasinga yang digabungkan dengan daerah Batavia (pasal 2)

Page 8: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

8

b. Sultan dan para abdi dalem harus tunduk pada peraturan-peraturan yang dibuat

baginya. Sebagai imbalan Sultan akan menerima jaminan kesejahteraan yang

sah (pasal 3);

c. Sultan akan mematuhi perintah yang diberikan oleh prefect yang mewakili

pemerintah Hindia belanda (pasal 4);

d. Sumber penghasilan yang sebelumnya menjadi wewenang Banten akan

diambil alih oleh pemerintah Belanda dan Sultan setiap tahunnya akan

menerima tunjangan sebesar 15 ribu ringgit Spanyol, hak pasar di Kekel

(setahunnya mencapai f 108), pasar di daerah Blachan (setahun mencapai f

160), penjualan kerbau kepada penggilingan tebu (f 170), pemborongan

pohon pinang dan apel manis (f 80), pemborongan kapok (f 70),

pemborongan pembuatan genting (f80), pemborongan pabrik kapok di

Banjarnegara (f 30), pemotongan kerbau (f 540), pemborongan kapok di

Seram (f 120), pemborongan perahu balok dan kayu bakar di Cibabi ( f 264),

pemborongan gambir dan tembakau di Margalangu (f 126), pemborongan

pajak di Margarana (F 108), pajak di Kalodran (f 192), pajak di Cidasari ( f

54) dan di Pasar Lama (f 72). (pasal 7)

e. Para pangeran dan bangsawan tetap dipertahankan, tetapi tidak diijinkan

mengangkat pangeran baru. (pasal 8).

f. Pemerintah akan membangun tempat tinggal bagi prefet bersama para

pelayannya yang harus disediakan oleh Sultan. (pasal 15)

g. Jika pemerintah Belanda memerlukan tenaga untuk memperluas prasarana

bentengnya untuk aktivitas lain, Sultan harus menyediakan tenaganya yang

akan dibayar oleh pemerintah. (pasal 16).

h. Semua pelarian pribumi atau Eropa yang bersembunyi di daerah yang

dipinjamkan kepada Sultan harus dicari atas perintah negara dan diserahkan

kepada pemerintah, tidak terkecuali para budak dan bupati yang mencuri.

Mereka yang berhasil menangkapnya akan diberi hadiah. (pasal 17).

i. Meskipun sifat-sifat Banten telah lenyap, keturunan mereka akan tetap

menjadi ahli waris yang sah atau bisa dialihkan kepada siapapun yang menjadi

pilihannya tanpa menunggu kematian sultan seperti yang sebelumnya terjadi.

(pasal 19).

j. Untuk memberikan contoh penghukuman yang dijatuhkan atas pembunuhan

yang dilakukan terhadap pegawai tinggi dan rendah negara, benteng Intan

Page 9: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

9

yang diduduki dan direbut oleh pasukan militer akan dibongkar dan

dirobohkan. (pasal 21).

k. Kepada Sultan diwajibkan, dengan persetujuan pemerintah Belanda, untuk

memilih tempat tinggal yang pembangunannya dilakukan oleh rakyat Banten.

(pasal 22).

l. Mesjid dan makam raja-raja Banten dibiarkan tetap pada posisi lamanya dan

kepada Sultan beserta keluarganya diberikan ijin apabila akan melaksanakan

ibadah di sana dan memakamkan anggota keluarganya. (pasal 23);

m. Semua adat dan kebiasaan yang sifatnya merendahkan bagi pegawai

pemerintah akan dihapuskan dan kepada prefect Banten akan diperintahkan

suatu ketentuan upacara baru di Kraton Sultan seperti saat penerimaan dan

pelepasan.

Sultan harus menandatangai dan mengambil sumpah atas instruksi ini di

bawah Al Qur’an. Pengambilan sumpah dan penandatanganan instruksi ini dilakukan

oleh raja Banten pada tanggal 28 Nopember 1808.

3.2 Runtuhnya Kesultanan Banten berdasarkan cerita rakyat.

Cerita-cerita rakyat di daerah Banten, khususnya Banten lama sudah banyak

yang punah. Hal ini disebabkan sudah tidak adanya lagi orang yang tahu mengenai

cerita rakyat Banten. Menurut para informan, punahnya cerita-cerita tentang Banten

sebentar lagi akan hilang karena para pencerita sudah hampir semuanya meninggal

dunia. Selain itu, di wilayah Banten, khususnya Banten Lama mulai banyak

pendatang baru yang tidak memahami cerita-cerita lama.

Dari cerita yang disampaikan oleh tiga orang informan diperoleh cerita

sebagai berikut:

Kalau berbicara tentang kota Banten, yang dimaksudkan adalah kota Banten

lama, yang terletak 11 kilometer di sebelah Utara kota Serang. Di situlah terletak

reruntuhan istana Kesultanan Banten yang lebih dikenal orang dengan Istana

Sorosowan. Di sekitar Istana Sorosowan terdapat Masjid Agung yang terletak di

sebelah Barat reruntuhan Istana Sorosowan. Di dalam kompleks Masjid Agung ini

dimakamkan beberapa Sultan Banten dengan keluarganya. Sementara itu di sebelah

Timur reruntuhan Istana Sorosowan terdapat reruntuhan Istana Kaibon.

Page 10: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

10

Menurut cerita rakyat, kata Banten berasal dari Ketiban Inten yang maknanya

adalah ´kejatuhan intan´. Yang dimaksudkan dengan intan menurut beberapa versi

antara lain adalah agama Islam, karena di kota Banten lama inilah agama Islam

berkembang. Versi lain mengatakan bahwa di dalam reruntuhan istana Sorosowan

terdapat sebuah kolam yang bernama kolam intan, yang reruntuhannya hingga saat

ini masih ada, yaitu berada di dalam reruntuhan istana Sorosowan.

Versi lain mengatakan bahwa kata Banten berasal dari istilah bantahan yang

mengacu kepada tindakan para sultan di Banten yang selalu membantah untuk

mengikuti perintah pemerintah Hindia Belanda.

Menurut versi orang Banten, keruntuhan Banten memiliki dua versi. Versi

pertama yaitu tidak dinobatkannya Sultan Banten di atas Batu Gilang. Versi kedua

adalah karena tindakan Pangeran Mangkubumi yang membunuh utusan Belanda yang

bernama Kapten Du Puy.

Diceritakan bahwa pada mulanya Maulana Hasanuddin, putra Syarif

Hidayatullah, bertapa di atas batu untuk bersimpuh yang namanya Batu Gilang.

Karena khusuknya dan lamanya beliau bertapa, beliau tidak sadar bahwa peci yang

dikenakannya sudah menjadi sarang burung. Maksud dan tujuan beliau bertapa adalah

untuk meminta petunjuk di mana tempat yang baik untuk mengajarkan agama Islam.

Tiba-tiba, batu yang digunakan untuk bertapa ini seakan-akan terbang dan di

sekelilingnya terdapat air laut. Maulana Hasanuddin beserta Batu Gilang terombang-

ambing di atas laut dan terdampar di daratan yang saat ini dikenal dengan kota Banten

lama. Di sinilah Maulana Hasanuddin mendirikan Kesultanan Banten pertama kali.

Oleh karena itu Semua Sultan Banten yang akan dinobatkan menjadi raja harus

dinobatkan di atas Batu Gilang ini.

Belanda yang saat itu mengincar wilayah Banten untuk dijadikan jajahannya

tidak berhasil untuk menundukkan Banten yang saat itu menjadi kota pelabuhan yang

sangat besar. Belanda melihat bahwa salah satu penyebab sukarnya Banten

ditaklukkan karena adanya Batu Gilang ini. Oleh karena itu, Belanda membuat tiruan

dari batu gilang ini yang disebut sebagai Singayaksa. Semenjak Sultan yang kelima,

Sultan tidak dilantik lagi di atas Batu Gilang, melainkan dinobatkan di atas batu

Singayaksa. Menurut anggapan masyarakat Banten dengan dinobatkannya para Sultan

di atas batu Singayaksa inilah yang menyebabkan kehancuran Kesultanan Banten.

Versi kedua, keruntuhan Kesultanan banten diakibatkan oleh perlawanan

Sultan Shafiuddin kepada pihak Belanda. Diceritakan bahwa Daendels yang saat itu

Page 11: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

11

menjadi Gubernur Jendral di Batavia, ingin membuat jalan dari Anyer sampai

Panarukan dan membangun pelabuhan angkatan laut di Ujung Kulon. Karena hanya

bermodalkan uang sedikit dan mengejar waktu pembangunan jalan yang harus selesai

selama satu tahun, maka dilaksanakanlah apa yang disebut sebagai kerja paksa.

Untuk melaksanakan dua proyek besar itu, Sultan Banten harus menyediakan

tenaga sebanyak 1.000 orang setiap harinya. Namun, karena kondisi alam yang

banyak rawanya serta becek, banyak penduduk Banten yang mati karena penyakit dan

mati karena disiksa. Kabar kematian penduduk yang banyak itu didengar oleh Sultan

Shafiuddin, sehingga beliau memutuskan untuk tidak mengirimkan penduduknya

untuk mengerjakan proyek itu.

Tiba-tiba datanglah Kapten Du Puy, utusan Gubernur Jenderal dari Batavia,

menghadap Sultan Banten. Akan tetapi, ketika Du Puy akan memasuki istana, tidak

disambut dengan tabik tuan, melainkan disambut dengan ayunan pedang oleh

mangkubumi istana, hingga lehernya putus. Mendengar berita ini Daendels

memerintahkan untuk menangkap Sultan Banten dan menghancurkan istananya.

Sultan Shafiuddin dibuang ke Ambon, sementara istananya dibakar oleh militer

Belanda. Orang Banten dikejar dan dibunuh. Oleh karena itu banyak penduduk dan

ulama Banten (Tubagus) yang melarikan diri ke Sumedang, Lampung, dan wilayah

lain di nusantara ini. Jadi dapat dimaklumi apabila saat ini di luar wilayah Banten

banyak ditemukan nama Tubagus yang mengaku nenek moyangnya orang Banten.

Setelah itu pemerintahan di Banten diambil alih oleh pemerintah Belanda.

Untuk meredam gejolak orang Banten, Belanda mengangkat Sultan yang ke-

21 yakni Sultan Rafiuddin, yang tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Bahkan untuk

makan saja, Sultan menerima gaji dari Belanda, dan tidurnya pun di istana ibunya

yang bernama Istana Kaibon.

Belanda memang menghendaki hilangnya Kesultanan Banten. Oleh karena itu,

Istana Kaibonan pun akhirnya dihancurkan. Bahkan, pada saat membangun kantor

dan tempat tinggal residen Serang, batu bata dan kayu serta perlengkapan rumah

lainnya yang ada di Istana Kaibon dibawa ke kota Serang.

Page 12: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

12

3.3 Pemberontakan Cirebon sebagai penyebab runtuhnya Kraton-Kraton

Cirebon.

Berdasarkan laporan yang dibuat oleh Nicolas Engelhard yang dimuat dalam

majalah Indisch Archief Tijdschrift de Indien yang dihimpun oleh Dr. S.A. Buddingh

disampaikan bahwa Cirebon dilanda pemberontakan besar yang bila dibiarkan akan

(1850) sangat membahayakan kelangsungan pemerintahan Hindia Belanda di Jawa.

Pada tanggal 1 Juli 1806, Nicolas Engelhard menerima surat dari Gubernur

Jenderal Albertus Henricus Wiese di Batavia yang isinya memberitahu tentang

kondisi di Cirebon yang mulai memburuk dari hari ke hari. Wiese kemudian pada

tanggal 23 Juli 1806 memberikan perintah kepadanya agar segera mengirimkan

pasukan Madura yang ditempatkan di Ujung Timur Pantai Timur Laut Jawa. Pasukan

ini terdiri atas 1 kompi, dibantu pula oleh pasukan dari Surabaya sebanyak satu

batalyon. Permasalahannya adalah untuk segera menangani kerusuhan yang ada di

Cirebon dan mencegah perpindahan penduduk di Cirebon dan segera mengembalikan

keamanan dan ketentraman di kabupaten yang sama. Mengingat gawatnya

permasalahannya ini N. Engelhard memutuskan untuk berangkat pada hari itu juga.

Jabatanya sebagai Dewan Pertama dan Direktur Jenderal Republik Bataaf Hindia,

Gubernur dan Direktur di sepanjang Timur Laut Jawa sementara diserahkan kepada

Rothenbuhler yang saat itu menjadi residen di Surabaya. Keberangkatannya ke

Cirebon disertai oleh satu batayon militer yang dipimpin oleh Pangeran Sicodiningrat,

putra sulung Panembahan Madura, di bawah perintah Mayor Komandan Milisi Ujung

Timur Jawa Carel von Frauquemont dengan menggunakan kapal Debora dan

Phoenix6.

Sesampai di Semarang Nicolas Engelhard menerima surat dari Walbeck,

mantan residen Cirebon yang dipecat karena tidak mampu menangani kerusuhan ini,

yang intinya selain adanya pemberontakan yang makin hari makin membesar juga

terdapat epidemi penyakit menular yang melanda penduduk Cirebon. Kesimpulannya

adalah Engelhard tidak dapat memanfaatkan seorang pun di Cirebon untuk

menjalankan misi ini.

6 Pada misi ini berangkat pula sekretaris keamanan J.A. van Middelkoop, Letnan Kolonel komandan

Artileri Carel von Wolzogen, Kapten resimen Kadipaten Wurtenberg Fressz dan Letnan Kavaleri Mentges, ahli bedah rumah sakit DT Herwich, Pangeran Wijir dari kadilangu, dan Pendeta Tinggi dari Pengadilan Semarang Bastma dengan pasukan yang berjumlah 720 pasukan (Hal: 82--83).

Page 13: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

13

Sesampai di kota Cirebon, Engelhard melihat bahwa semua aktivitas

penduduk terhenti karena para abdi dalem di kraton meninggalkan sultan-sultan

mereka. Pendeknya semua penduduk di wilayah kerajaan telah memberontak , bahkan

daerah itu dikuasai oleh pemberontak bersenjata dengan tokoh-tokohnya yang

melakukan tindakan kekerasan dan pemerasan terhadap orang-orang Cina yang

tampaknya menjadi sasran para pemberontak itu (hal: 84). Kesimpulan Engelhard

terhadap pemandangan kota Cirebon saat itu adalah kepercayaan rakyat terhadap para

pejabat dan raja-raja di Cirebon telah hilang sama sekali. Mereka tidak lagi bersedia

mematuhi janji atau kesanggupannya dan sebagai akibatnya tidak ada utusan yang

diterima oleh para pemberontak.

Jumlah pasukan yang disiapkan saat itu terdiri atas 2017 pasukan termasuk

1852 orang pribumi yang ditempatkan di berbagai tempat baik di Cirebon maupun

Indramayu, kemudian di beberapa pos yang terletak di pedalaman seperti: Cirebon

sebanyak 278 serdadu, Indramayu 332 serdadu, Karangsambung 151 serdadu dan

Cibitung 189 serdadu, Indramayu sebanyak 332 serdadu, Karangsembung 151

serdadu, Cibitung 189 serdadu, Losari 1067 serdadu. Sebaliknya jumlah penduduk

yang memberontak diperkirakan sebanyak 35 sampai 40 ribu orang dengan dilengkapi

senapan, tombak, pelempar batu, dan berbagai senjata tradisional lainnya.

Nicolas Engelhard sebagai pengendali pasukan pemulihan Cirebon

berkeinginan agar tidak terjadi pertumpahan darah di Cirebon. Peperangan akan

menjadi kesengsaraan tidak hanya bagi rakyat yang tidak berdosa, tetapi juga bagi

tentara Belanda, karena harus berhadapan dengan hutan yang luas, pegunungan , dan

rawa-rawa yang akan membuat para serdadu menderita. Berdasarkan arsip kompeni

yang sudah dipelajarinya, peperangan akan membuat rakyat menjadi trauma dan

susah untuk diajak kembali ke kampung halamannya. Sementara itu biaya pemulihan

perang juga sangat besar, padahal saat itu pemerintah sedang mengalami kesulitan

keuangan (Hal. 87). Para serdadu diinstruksikan untuk tidak menembak kecuali bila

terdesak. Untuk itu dia memanggil penasehatnya untuk mencari tahu dasar alasan

mengapa rakyat memberontak kepada kompeni. Kemudian dikirimlah beberapa

utusan untuk menemui pemberontah yang sudah diketahui di bawah pimpinan Bagus

Sidong.

Bagus Sidong bersama dengan kedua anaknya, Bagus Arisim dan Bagus

Suwasa, melakukan pemberontakan kepada raja dan orang-orang Cina di daerah

Cirebon.

Page 14: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

14

Karena Engelhard telah mengetahui akar permasalahan pemberontakan ini,

maka dikeluarkanlah instruksi antara lain:

1. tidak akan melakukan gerakan lebih lanjut terutama tidak akan melakukan

tembakan;

2. Para pemberontak agar segera kembali ke kampung halamannya masing-

masing;

3. Apabila anjuran untuk kembali ke desa masing-masing tidak dipatuhi, maka

pemerintah akan memaksa pemberontak untuk mematuhi dengan kekerasa

senjata , serta jika perlu menjadikan mereka semua bersama wanita dan anak-

anak sebagai korban kekerasan hati dan kekerasan kepada mereka;

4. Himbauan ini akan diterjemahkan dalam bahasa pribumi baik di wilayah

Cirebon maupun di daerah sekitarnya.

Utusan Nicolas Engelhard kembali dengan membawa berita gembira karena

para pemimpin telah mengenal Nicolas Engelhard ketika menjadi residen di Semarang

dan mereka bersedia mendengarkan peringatan dia, dan bersedia kembali ke

kampung halamannya.

Pada tanggal 23 Juli 1806, Bagus Sidong dan kedua putranya mengirim surat

kepada Nicolas Engelhard yang intinya:

1. Permohonan agar Pangeran Raja Kanoman, Raja Kabopaten dan Raja

Lautan dikembalikan ke kraton;

2. Mohon agar orang Cina dijauhkan dari mereka karena telah memeras

rakyat dengan meminta uang dan meminta tanah mereka;

3. Mohon agar para serdadu Batavia ditarik dari Cirebon, termasuk pasukan

di Indramayu, Sukasari, dan Tomono, agar rakyat tidak menderita

ketakutan terhadap mereka.

Nicolas Engelhard membalas surat mereka bertiga yang intinya menyetujui

semuanya ini bahkan akan memberikan amnesti bagi para pemberontak. Dia juga

berjanji untuk tidak akan memanggil pasukan militer untuk ditempatkan di wilayah

Cirebon. (Hal.: 96). Bagus Sidong bersama dengan kedua putranya akhirnya bertemu

dengan Engelhard di suatu tempat di dekat Palimanan dan dengan demikian selesailah

pemberontakan di bawah pimpinan Bagus Sidong.

Sebagai akhir dari pemberontakan ini, dicapai kesepakatan yang dibuat antara

anggota Dewan dan pejabat Direktur Jenderal Hindia Belanda dan Gubernur

sepanjang Pantai Timur Laut Jawa di satu pihak dan kedua orang sultan di daerah

Page 15: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

15

Cirebon Kanoman dan Kaepuhan di pihak lain. Dalam kesempatan itu disepakati

bahwa Sultan Kanoman diberi hak mutlak atas tanah yang termasuk milik kompeni

secara sah dan dijadikan bupati. Namun, untuk mencegah agar peristiwa tersebut

tidak terulang kembali, dicapai kesepakan antara pemerintah Hindia Belanda dan

kedua Sultan yang terdiri atas 46 pasal (halaman 240—267).. Intisari kesepakatan itu

antara lain:

a. Kasepuhan dan Kanoman harus membayar kerugian akibat pemberontakan itu,

dan harus sudsah lunas dalam waktu 10 tahun (pasal 1).

b. Daerah Cirebon dipimpin oleh dua orang Tumenggung sebagai patih selain oleh

kedua orang Sultan, dan oleh enam mantri di mana seorang Tumenggung

dengan tiga orang mantri di Kasepuhan dan sejumlah pejabat yang sama di

Kasepuhan. Semua itu berada di bawah residen atau yang diberi kuasa atas nama

Republik Bataaf. (pasal 3).

c. Tumenggung disahkan oleh Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia Belanda,

sementara para Mantri disahkan oleh Residen yang semuanya dilengkapi dengan

akta. (Pasal 4).

d. Semua pejabat dari Demang, Hangabehi atau kuwu yang dipilih oleh Sultan

harus diserahkan kepada residen dan pengangkatannya dibuktikan dengan akta.

(Pasal 6)

e. Semua penduduk yang berada di bawah pemerintahan Sultan harus dikenai

pajak. (Pasal 8).

f. Tidak ada perpindahan penduduk dari distrik satu ke distrik lainnya kecuali atas

ijin Sultan. (Pasal 9).

g. Dalam hal pengadilan, penghulu atau jaksa dari kedua Sultan tidak boleh

berkerabat sampai generasi ketiga. Semua tuduhan berat diserahkan kepada

keputusan yang dipimpin oleh residen sebagai kepala pengadilan, dua orang

Sultan, dua orang Tumenggung atau patih dan enam orang mantri. Bila perlu

bisa ditambahkan orangnya atas ijin pemerintah Bataaf. (Pasal 12).

h. Semua perkara yang tidak disepakati di tingkat Pengadilan Negeri akan

diserahkan kepada Pengadilan Tinggi di Batavia atau di kota lain di mana

lembaga ini berada. (Pasal 13)

i. Apabila ada penduduk pribumi yang bukan dari wilayah Sultan yang ditangkap

karena kejahatan, bisa langsung diserahkan kepada Residen untuk diadili. (Pasal

14)

Page 16: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

16

j. Apabila orang Cina yang menyadi penyebab perpindahan penduduk, maka

kepada orang Cina tidak diijinkan untuk tinggal di pedalaman. (Pasal 15)

k. Kedua Sultan wajib menyerahkan beras kepada pemerintah Bataaf sebesar

masing-masing 300 koyang (Pasal 19).

l. Tidak ada pemecatan Tumenggung, Mantri, Demang Hangabehi atau Kuwu

yang bisa dilakukan tanpa sepengathuan Residen. (Pasal 26)

m. Semua upacara adat yang berhubungan dengan penerimaan Gubernur Jenderal,

dan anggota Dewan, perlengkapan upacara, tempat duduk dalam peradilan,

penampilan di depan umum tetap diatur atas dasar sama seperti yang ada saat

itu. (Pasal 28)

n. Pemerintah Bataaf akan memonopoli pengangkutan candu dan kain dari Hindia

Barat di tanah Cirebon.(Pasal 29).

o. Kedua Sultan berjanji untuk tidak membuat benteng pertahanan, membentuk

pasukan, ataupun mengirimkan ekspedisi ke tempat lain. (Pasal 33).

p. Kedua Sultan akan menerima gaji masing-masing 1125 ringgit per tahunnya dari

pendapatan sewa atau cukai di perbatasan Cirebon. (Pasal 37).

q. Kedua Sultan harus mengirimkan uang untuk perawatan orang-orang yang

dibuang ke Ambon, Banda atau tempat lain. (Pasal 39)

Kontrak ini ditandatangani tanggal 1 September 1806 oleh kedua Sultan, patih

dari kedua kesultanan di satu pihak dan Nicolas Engelhard, François van Braam,

Jacobus Albertus van Middelkoop, Jan Willem Domis di lain pihak. Sebagai saksi

Pangeran Secadiningrat, Pangeran dari Madura, Mayor Komandan dan Kepala

Ekspedisi Carel Gaup, dan Mayor Komandan Pasukan Madura Carel von

Franquemont. Untuk terjemahan dari bahasa Belanda ke Bahasa Melayu dilakukan

oleh Adriaan Theodor Vermeulen. Untuk terjemahan ke dalam bahasa Jawa

dilakukan oleh Tumenggung Kendal Suroadinegoro.

Kenyataannya pemberontakan rakyat Cirebon tidak berhenti di sini saja. Pada

masa Gubernur Jenderal Daendels berkuasa, di Cirebon terjadi pemberontakan yang

dipimpin oleh Bagus Rangin. Berdasarkan arsip “Pemberontak Bagus Rangin tahun

1812” diketahui nahwa Bagus Rangin tinggal di Bantar Jati. Arsip yang berupa proses

verbal yang berupa tanya jawab antara pihak pemerintah Belanda yang diwakili oleh

Waterloo, dan Bagus Manuh. Sebagai saksi ikut pula menandatangani proses verbal

ini G. Bois. (lihat Pemberontak Bagus Rangin 1812, bundel Cheribon nomor 38/8)

koleksi Arsip nasional, Jakarta).

Page 17: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

17

Bagus Rangin dianggap pemberontak karena dia ingin mengatur kampung

halamannya di Bantar jati dengan membantu rakyat dalam mengatasi wajib kerja yang

dilakukan oleh rakyat untuk pemerintah Belanda. Bagus Rangin mempunyai banyak

pengikut dari Semarang di Ujung Timur hingga di Sumedang, Raja Galuh, dan

beberapa wilayah lainnya. Bagus Rangin menolak berunding dengan Belanda karena

dia merasa akan dipersalahkan oleh pihak pemerintah Belanda. Menurut Bagus

Manuh, tujuan bagus Rangin melakukan itu semua adalah untuk mengumpulkan

rakyat dan menunjuk seseorang untuk memimpinnya yang tinggal di gunung.

Sementara dia sendiri tidak menginginkan apa-apa.

Bagus Rangin selama ini bersembunyi di Gunung Aji, daerah Sumedang.

Sementara persembunyian utamanya ada di Kabuyutan Kawuenten di Ciase. Bagus

Rangin memiliki banyak anak buah dan sebagian besar membawa senapan. Amunisi

dan Senapan dipasok dari daerah Krawang dan Pamanukan. Bahkan menurut laporan

Bagus Manuh, Bagus Rangin memiliki dua meriam kecil berukuran ½ kaliber.

Sebenarnya Bagus Rangin masih kerabat dengan Bagus Arisim yang telah

menandatangani kesepakatan dengan pemerintah Belanda. Namun bagus Rangin telah

telah melarikan diri dari wilayah Bantar Jati ke wilayah Bayawak dan bersembunyi di

hutan Ujung Jaya daerah Sumedang dengan membawa isteri dan anaknya, yang

kemudian berpisah dengan mereka. Selanjutnya tidak diketahui lagi di mana dia

berada.

Bagus Manuh menjawab pertanyaan dari penanya bahwa bagus Rangin telah

mengetahui bahwa paginya dia akan diserang dari penduduk Sukawana. Namun tidak

diketahui persis siapa yang memberitahukan hal itu. Sebenarnya Bagus rangin tidak

ingin bertempur. Akan tetapi dia terpaksa bertempur karena harus membela diri.

Bagus Rangin ingin tetap tinggal di sana dan bertani di sana. Sementara itu juga

dilaporkan bahwa bagus Rangin ingin mencari sejumlah orang yang kuat, yang akan

dibawanya menuju pegunungan tinggi dan bersembunyi di daerah Banyumas, di mana

Bagus Rangin bertahan.

Bagus Rangin mengajak warga Bantar Jati untuk pergi menuju ke Gunung

Luhur untuk membangun kota atau ibu kota di sana yang diberi nama Nagara Panca

Tengah dan dialah yang akan menjadi raja sekaligus menguasai daerah Gunung

Luhur. Mungkin Bagus Rangin ingin menjadi raja di sana.

Bagus Manuh juga menggambarkan fisik dari Bagus Rangin yang belunm

dikenal oleh pemerintah Belanda. Dia adalah seorang pria berusia kurang lebih lima

Page 18: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

18

puluh tahun dan memiliki kulit berbintik yang tidak pernah sembuh. Dengan tanda itu

dia sangat mudah dikenal banyak orang. Dengan penampilan sedang dan

berperawakan tidak begitu gemuk, berkulit hitam, berbusana kebanyakan terdiri atas

kebaya kasar. Bagus Rangin sangat terkenal oleh para pengikutnya dan sering tampil

bersama Ama dan Rama Bantam yang biasanya sering diajak berbicara. Orang-orang

pengikut bagus Rangin berkata bahwa Bagus Manuh tidak menunjukkan

penghormatan kepada Bagus rangin ketika tampil di depannya. Satu-satunya hukuman

yang dilaksanakan adalah memasung, memukul atau hukuman lain, tetapi tidak

pernah ada hukuman mati yang dijatuhkannya.

Pada saat ditanya apakah bagus Manuh berani menghadap bagus Rangin dan

membujuknya agar meminta maaf kepada pemerintah Belanda, Bagus Manuh

menjawab bahwa dia tidak berani karena takut akan dibunuh. Disampaikan pula

bahwa Bagus Rangin telah menyimpan semua surat pernyataan yang diterima oleh

para pengikutnya dan Bagus Manuh menjamin bahwa Bagus Rangin tidak akan

pernah mau meminta maaf.

3.4 Cerita Rakyat tentang Bagus Rangin

Diceritakan oleh informan bahwa ada seorang Dalang dari daerah Beber yang

bernama Sabdani, yang mendalang dengan lakon cerita Bagus Rangin. Informan

mendengar cerita itu pada saat mereka menonton wayang ketika masih kecil di

klenteng-klenteng di daerah Jatiwangi. Tokoh Bagus Rangin muncul dalam cerita

wayang Babad Bantar Jati, yang menceritakan tentang Pangeran Kornel yang

membantu Belanda dalam memberantas kaum pemberontak yang dikepalai oleh

Bagus Rangin.

Bagus Rangin adalah pemberontak yang memihak kepada rakyat. Bagus

Rangin memusatkan strateginya di Jati Tujuh di Bantar Jati yang sekarang sudah

menjadi kecamatan. Desa itu dinamakan Jati Tujuh karena memang di sana dahulu

ada pohon jati yang berjumlah tujuh. Karena memihak rakyat inilah Bagus Rangin

dianggap sebagai pemberontak. Pangeran Kornel memihak kepada Belanda

berhadapan dengan bagus Rangin. Karena terdesak, Bagus Rangin mundur dari

bantar Jati menuju Panongan, Wanasalam, Salawana, Cibogo, dsb.

Karena terdesak, ada salah satu pengikut Bagus Rangin yang tertangkap dan

dipenggal kepalanya oleh pasukan Pangeran Kornel. Namun, yang terjadi adalah

kepala pengikut Bagus Rangin berubah menjadi kepala ikan odong (ikan Gabus).

Page 19: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

19

Bagus Rangin terus mundur tetapi tidak pernah tertangkap dan tidak pernah

menyerah. Bagus Rangin selalu mendapat dukungan dari masyarakat yang dilaluinya.

Bahkan masyarakat dengan suka rela menyembunyikannya apabila terjadi bahaya.

Perlindungan yang diberikan kepada Bagus Rangin bahkan sampai di Indramayu.

Akan tetapi atas perintah dari Belanda, Sultan-Sultan Cirebon bersama dengan

Pangeran Kornel mencari dan melawan Bagus Rangin, bahkan sempat dikepung.

Namun, karena saktinya bagus Rangin selalu bisa mengelak dan luput dari

pengejarannya. Pertempuran besar pernah pula terjadi di Kadongdong, di daerah

Indramayu.

Alasan Bagus Rangin memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda

karena rakyat kelaparan dan pemerintah Hindia Belanda bertindak sewenang-wenang.

Rakyat marah dan berontak. Bagus Rangin dianggap pemimpinnya. Jadi sebenarnya

yang memberontak bukan Bagus Rangin, tetapi rakyat Cirebonlah yang

memberontak. Pada saat timbul paceklik dan tidak ada yang membela rakyat inilah

muncul seorang pemimpin yang mendapat dukungan dari rakyat. Di mana pun bagus

Rangin berada selalu mendapat dukungan dari rakyat. Bahkan rakyat pun

melindunginya ketika dilakukan pengejaran untuk menangkapnya. Wajarlah bilña

Bagus Rangin ini tidak dapat ditangkap dan tidak mau menyerah. Menurut dongen

orang-orang Bantar Jati, Bagus Rangin wafat dan dimakamkan di makam di desa

Depok di Jatiwangi.

4. Strukturisme dalam Konteks Kejatuhan Kedua Kraton

Strukturisme dalam ilmu sejarah diilhami dari pendapat Anthony Giddens

yang bertolak dari interaksi antara agency dan structure. Agency adalah pelaku

sejarah yang konkret yang oleh ahli sejarah dapat ditemukan dalam arsip yang

dijadikan bahan penelitiannya. Sementara struktur adalah sesuatu yang konkret pula

seperti halnya agency, tetapi tidak jelas terlihat sebab walaupun sukar ditemukan

dalam sumber sejarah tetapi struktur itu ada. Mengenai struktur dan agency ini lebih

jelas lagi dibahas oleh Lloyd yang mengatakan bahwa agency dan structure

keduanya berhubungan secara simbiosis, yaitu walaupun masing-masing memiliki

hakekatnya sendiri, tetapi yang satu tidak bisa ada kalau yang lainnya tidak hadir

pula. (Lloyd: 1995).

Agency bukanlah bukan hanya manusia yang sadar akan perbuatannya tetapi

manusia yang sanggup memahami kesadarannya itu (self monitoring of action).

Page 20: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

20

Kesadaran itu bisa diungkapkan, tetapi banyak yang tidak diungkapkan dalam

kehidupan sehari-hari. Demikian pentingnya agency yang sadar akan perbuatannya

ini, sehingga kausalitan akan kesadarannya dari berbagai peristiwa hanya dapat

diungkapkan melalui perumusan kembali melalui wacara yang berkaitan dengan

perbuatan agency itu sendiri. Dengan demikian manusia yang sadar akan

perbuatannya itu menentukan dinamika proses sejarah yang ditentukan oleh

manusianya itu sendiri (reflexive self regulation). Inilah yang menjadi kunci dari

kausalitas dalam sejarah.

Sementara itu struktur menurut pengertian Giddens berbeda dengan struktur

dalam pendekatan struktural. Struktur menurut Giddens adalah seperangkat kaidah

atau aturan. Kaidah ini tidak hanya terdapat dalam kesadaran manusia tetapi bisa juga

di luar kesadaran manusia. Sifat struktur yang demikian ini disebut sebagai dualty of

structure. Dalam hal struktur ini Lloyd berbeda dengan Giddens. Loys menambahkan

bahwa yang dimaksudkan sebagai struktur tidak hanya perangkat aturan (sistem nilai),

tetapi juga terdiri atas peran-peran (roles) dan interaksi antarperan-peran itu. Karena

komponen struktur itu tidak terlihat maka wujudnya dapat dilihat melalui teori

tertentu.

Selanjutnya dalam strukturis ini juga dikenal istileh mentalité yang

sebelumnya telah diperkenalkan oleh para sejarawan aliran Les Annales yang berpusat

di Paris. Agency yang menentukan perubahan sosial bersifat dinamis, tidak statis, dan

mampu berfikir dan mampu memilih sehingga memiliki alternatif. Lloyd

menyebutkan mentalité sebagai idea, ideology dan culture. (Lloyd: 1995: 96—98).

Yang dimaksudkan sebagai idea adalah gagasan besar seperti yang terdapat pada

ilmu-ilmu tertentu yang bisa ditelusuri sejarahnya dari masa ke masa. Ideology

adalah ide-ide politik yang melatarbelakangi tindakan-tindakan politik. Ide-ide

semacam ini biasanya dipelajari dalam ilmu politik. Sementara itu culture lebih

bervariasi, karena ada high culture yang sama dengan seni, ada pula material culture

yang meneliti hasil kebudayaan, serta popular culture yang juga disebut (mirip?)

dengan mentalité. Yang dimaksudkan sebagai mentalité atau popular culture adalah

bagaimana masyarakat itu memahami dirinya sendiri dan dunia mereka, dan

bagaimana mereka mengekspresikan diri mereka sendiri melalui agama, ritus, busana,

musik, dan sebagainya (ibid: 97).

Sementara itu Lloyd juga melihat bahwa pentingnya rumusan-rumusan yang

mirip dengan ilmu alam yang disebut sebagai causal factor.

Page 21: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

21

Dalam makalah ini tidak akan dibahas bagaimana penerapan teori strukturis

dalam konteks kedua kesultanan itu, tetapi akan lebih menyoroti mentalité yang hidup

dan diikuti oleh kedua masyarakat tersebut.

Masyarakat Banten menganggap bahwa akar kehancuran Kesultanan Banten

adalah karena para raja terakhirnya tidak dinobatkan di atas Batu Gilang. Batu

Gilang adalah simbol kehidupan kerohanian para penganutnya. Simbol Batu Gilang

adalah warisan leluhur yang di menjadi peletak dasar perkembangan agam Islam di

Banten. Oleh karena itu, apabila orang atau masyarakat ingin hidup tenang, damai,

sejahtera, maka yang paling utama adalah tidak boleh melupakan ibadah dan leluhur

mereka. Dengan demikian bagi masyarakat Banten ibadah menjadi suatu kegiatan

yang tidak boleh diabaikan. Ibadah merupakan suatu kegiatan yang wajib dan harus

dijalankan oleh masing-masing individu. Proses hadirnya Batu Gilang yang menurut

tradisi lisan yang tertuang dalam dongeng merupakan sistem nilai yang berlaku dalam

masyarakat yang berlangsung dari dulu hingga kini. Apabila masyarakat mengabaikan

sistem nilai yang berlaku maka tampak jelas bagi mereka reruntuhan kerajaan

Sorosowan yang merupakan simbol kehancuran duniawi sebagai akibat dari tidak

dijalankannya sistem nilai yang berlaku di Banten.

Rakyat Banten harus melarikan diri ke luar Banten ketika benteng Sorosowan

dihancurkan. Fenomena banyaknya orang yang mengaku sebagai orang banten yang

tinggal di kota lain disebabkan karena para adipati Banten ini diburu dan dibunuh. Hal

ini dapat diasumsikan bahwa pada saat penyerangan dan penghancuran istana

Sorosowan banyak adipati Banten yang dibunuh, yang tidak dilaporkan oleh

pemerintah Hindia Belanda.

Berbeda dengan di Banten, cerita rakyat di Banten yang menceritakan tentang

perjuangan Bagus Rangin dan tindakan kedua Kesultanan Cirebon, merupakan contoh

kepedulian pimpinan dan rakyatnya. Bagi masyarakat Cirebon khususnya pemimpin

yang baik akan dicintai oleh rakyatnya dan akan dilindungi. Pemimpin yang

mempedulikan rakyatnya akan selalu berjuang demi kesejahteraan rakyatnya. Ini

semua terdapat pada cerita Bagus Rangin.

Sementara itu cerita lisan ini juga membawa dampak bagi perilaku pada

sementara orang. Bagus Rangin yang ditumpas oleh Pangeran Kornel membuat

sebagian masyarakat Cirebon merasa segan untuk berhubungan dengan masyarakat

Sumedang. Konflik sosial yang didasari atas cerita rakyat ini masih hidup hingga kini

Page 22: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

22

bagai sementara orang. Atntardua masyarakat itu saling menghindarkan diri untuk

berkerabat.

5. Kesimpulan

Setelah membandingkan antara arsip dan cerita lisan yang hidup di kedua

masyarakat dapat ditarik beberapa kesimpulan:

Pertama, bahwa antara arsip dan cerita lisan seling berhubungan. Walaupun

cerita lisan hidup terus menerus di masyarakat, cerita laisan tetap berhubungan

dengan sumber sejarah. Karena disampaikan secara lisan, maka sumber yang berasal

dari cerita lisan lebih dinamis dan lebih banyak mendapatkan distorsi, sehingga sering

terdapat perbedaan tokoh sampingan, perbedaan waktu, perbedaan zaman. Yang

dipentingkan dalam cerita lisan adalah pesan moral yang terkandung di dalamnya.

Sementara itu sumber yang berupa arsip sifatnya statis, isinya seperti apa adanya yang

tertuang di dalam sumber arsip itu.

Kedua, cerita lisan berfungsi sebagai pandangan tatanan adat atau nilai bagi

masyarakatnya. Cerita lisan bisa dijadikan petuah ataupun hal-hal yang

mengendalikan perilaku masyarakatnya. Sebagai halnya yang terjadi pada masyarakat

Cirebon, walaupun kini pendapat tentang tidak diperbolehkannya berkerabat dengan

orang Sumedang tidak diikuti lagi oleh masyarakatnya, bahkan cenderung hilang,

tetapi cerita itu masih hidup dan berkembang di kalangan orang tertentu. Demikian

pula penghargaan mereka terhadap kedua Sultan yang ada di wilayah Cirebon. Masih

hidup pandangan di kalangan yang sangat terbatas bahwa Sultan Cirebon tidak

memperhatikan rakyatnya, sehingga mereka tidak memiliki kebanggaan sama sekali

memiliki dua Sultan.

Ketiga, budaya popular akan terus hidup sejalan dengan perkembangan

masyarakat. Apabila masih dirasakan bermanfaat, budaya popular itu akan terus

hidup. Semnatara itu apabila dirasakan sudah tidak bermanfaat akan ditinggalkan oleh

masyarakatnya. Cerita rakyat yang ada, baik di Banten maupun di Cirebon merupakan

contoh dari budaya popular. Sementara orang sudah ada yang mulai meninggalkannya

karena dianggap tidak sesuai lagi dengan pandangan masyarakat masa kini.

Keempat, perlu dilakukan pengumpulan dan kajian lebih mendalam dan lebih

intensif cerita-cerita rakyat di kedua wilayah ini, karena orang yang mengenal cerita

ini sudah banyak yang maninggal karena tua. Di Banten, hanya dua atau tiga orang

saja yang masih mengetahui cerita rakyat ini, karena menurut pengakuan mereka para

Page 23: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

23

pencerita itu semuanya sudah meninggal, dan tidak ada yang mengetahuinya lagi

karena mulai banyak para pendatang yang bermukim di wilayah itu. Kejadian serupa

juga terjadi di Cirebon. Hanya sedikit orang yang masih ingat akan cerita Bagus

Rangin atau cerita-cerita lainnya. Informan yang ada rata-rata usianya sudah di atas

60 tahun, sehingga apabila tidak segera dilakukan pendokumentasian, cerita-cerita

rakyat ini akan musnah.

Page 24: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

24

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Majalah

Ambary, Hasan Muarif. 1996. Masyarakat dan Budaya Banten. Kumpulan Karangan ruang lingkup Arkeologi, Sejarah, Sosial dan Budaya. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Colenbrander, Dr. H.T. 1925. XVII Daendels. Dalam Koloniale Geschiedenis.

Tweede deel Nederlan de West de Oost tot 1816. S´Gravenhage: martinus Nijhoff.

Eymeret, Joël. 1973. L’Administration Napoléonienne en Indonésie. Dalam Revue

Française dÓutre Mer. Paris: Librairie Orientale Paul Geuthner SA. Graaf, H.J. Dr. De. 1949. Geshiedenis van Indonnesie’s. S´Gravenhage: Martinus

Nijhoff. Kartodirdjo, Sartono, dkk. 1975. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid IIII dan IV.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Lloyd, Christopher, 1995. The Structures of History. United Kingdom: Blekwell

Publishers. Lubis, H. Nina. Dkk. 2000, . Sejarah Kota-Kota Lama di Jawa Barat. Bandung:

Alqaprint. Murdiman, Siti Hadijah. 1970. Sedikit tentang persamaan dan perbedaan

Pemerintahan Daendels dan Raffles di Indonesia. Seminar Sedjarah Nasional II, Yogyakarta. 1970.

Paulus, Mr. Dr. J. 1917. Encyclopaedi van Nederlands-Indie. Eerste Deel.

S´Gravenhage: Martinus Nijhoff. Polak, Mayer, JBAF. 1962. “Serba-serbi masa Daendels 1808—1911” dalam

Penelitian Sedjarah. Maret 1962. Rafi’udin, Tb. Hafidz. 2000. Riwayat Kesultanan banten. Serang: CV. Kentjana

Grafika. Ricklefs, M.C. 1992. Sejarah Indonesia Modern. Terjemahan olah Drs. Dharmono

Hardjowidjono. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soekanto, Dr. 1952. Sekitar Djogjakarta 1755—1825.

Page 25: DAENDELS DALAM NASKAH DAN CERITA RAKYAT: Cerita …staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/... · Kondisi di Cirebon berbeda sekali dengan kondisi di Banten. Pada akhir

25

Stapel, Dr. F.W.1940. Geschiedenis van Nederlandsch Indië. Amsterdam: NV

Uitgeversmaatschappij. Vlekke, B.H.M. 1947. Geschiedenis van Indischen Archipel. Roermond-Maaseik. Arsip: Europeesche Zeden op Java in Daendels’ Tijd. Indische Gids. Iilid I Tahun 1896,

halaman 81—82. Koleksi Perpustakaan Nasional RI. Rapport over de Onlusten te Cheribon in 1806 ingediend door wijlen N. Engelhard, in

lezen gouverneur van Java’s Noord Oost Hust. Dimuat dalam Indisch Archief. Tijdschrift Jilid III. Dihimpun oleh Dr. S. Buddingh. Batavia Lange 1850. Koleksi Perpustakaan Nasional RI.

Instructie voor den Koning van Bantam. Koleksi Arsip Nasional RI Bundel Banten

nomor 94/142. Pemberontak Bagus Rangin 1812. Koleksi Arsip nasional RI bundel Cheribon nomor

39/8. Landrost Ambt van Bantam. Koleksi Arsip Nasional RI Bundel Banten nomor 42/23.