26
DAKWAH DAN PENDIDIKAN PESANTREN DAN PENYEMAIAN NILAI DAN AJARAN ISLAM Oleh : Eka Napisah Dosen : Prof. Dr. Murodi, MA FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI PROGRAM PASCA SARJANA KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 0

Dakwah Dan Pendidikan II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam

Citation preview

Page 1: Dakwah Dan Pendidikan II

DAKWAH DAN PENDIDIKANPESANTREN DAN PENYEMAIAN NILAI DAN AJARAN ISLAM

Oleh :Eka Napisah

Dosen :Prof. Dr. Murodi, MA

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

PROGRAM PASCA SARJANA

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

0

Page 2: Dakwah Dan Pendidikan II

A. PENDAHULUAN

Dakwah merupakan suatu hal yang penting dalam pergerakan Islam di dunia.

Setiap muslim wajib untuk berdakwah, menyeru kepada kebajikan dan mencegah

kepada kemungkaran. Sebagaimana firman Allah SWT :

م� و� م� ك� ئ� ك� ل و� م� ك� � ئ� ك� م�ن ل� ٱ ئ� ك� ك� ل� ك� لن �ك ك� �ئ م�� �ل ك� ل� ئ ٱ ك� م�� م! ل�" �ك ك� ئ� ل# ك$ ل� ٱ ك�ى ئ& ك� م�� ل' �ك ة) !* ك م� ل� م� م!ن م�� ك, ل�

�ح�ون� م�فل ٱل

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada

kebajikan,menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan

mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imron:104)

Menurut Hamka (1982), dakwah bukan hanya dilakukan dengan ucapan tetapi

dapat dilakukan dengan perbuatan, tingkah laku, ramah-tamah, dan kasih sayang.

Dakwah dapat dilakukan di mana saja, seperti di masjid, rumah, lingkungan

masyarakat, kampus, dan lain-lain. Dalam makalah ini hanya akan diterangkan

tentang dakwah dan pendidikan, terutama pada pesantren.

Masyarakat Indonesia khusunya umat Islam pada saat ini tengah mengalami

pergeseran nilai dan juga sedang menghadapi tantangan yang sangat berat. Secara

perlahan, nilai-nilai positif yang dipegang terus bergeser ke arah negatif. Contohnya

perzinahan. Masyarakat kita pada zaman dahulu menganggap perzinahan sebagai

sesuatu yang jelek dan nista. Perbuatan tersebut bahkan menjadi aib bagi diri dan

keluarganya baik muslim ataupun non-muslim. Namun, perzinahan sekarang justru

menjadi hal yang tidak perlu dipermasalahkan. Ia bahkan menjadi hal lumrah.

Masalah seperti ini yang harus kita benahi, agar tidak merusak moral generasi

muda khususnya. Mereka mendapatkan pendidikan umum tetapi mereka kurang

mendapatkan pendidikan agama. Karena pendidikan agama yang biasa dilakukan

melalui dakwah (pengajian) jarang mereka ikuti, karena menurut mereka mengaji itu

adalah hal yang membosankan. Tidak ada daya tarik dari mereka untuk mengikuti

pengajian. Tetapi ada juga para remaja yang ingin ikut mengaji jika pengajiannya itu

berbarengan lelaki dan wanita. Mendapat pendidikan umum saja masih kurang,

karena kita hidup untuk di dunia dan di akhirat.

1

Page 3: Dakwah Dan Pendidikan II

Pada dasarnya tujuan pendidikan adalah untuk membentuk menghasilkan

orang-orang baik. Ini berlaku di mana saja, baik di masyarakat muslim maupun non -

muslim. Namun demikian, pengertian baik di sini tidaklah sama antara masyarakat

yang satu dengan masyarakat yang lain. Konsep baik dan buruk ini sangat sangat

terkait dengan pandangan alam masyarakat bersangkutan. Sebagai contoh, di dalam

masyarakat Barat yang sekuler dan hanya memiliki visi keduniawian, manusia yang

baik adalah manusia berguna bagi negaranya serta taat kepada hukum yang berlaku.

Dalam hal ini Islam memiliki pandangan yang berbeda mengenai pengertian orang

baik. Di dalam Islam tujuan pendidikan selalu bersifat religius karena manusia

diciptakan untuk mengabdi kepada Allah. Al-Qur’an menjelaskan :

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.”

Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud dengan orang baik adalah

orang yang menyadari kedudukan dirinya sebagai hamba Allah yang berkewajiban

untuk beribadah kepada-Nya dan menaati segala aturan-Nya. Meskipun Islam pun

mengakui bahwa setiap orang juga seharusnya berguna bagi negara dan taat pada

hukum, namun hal itu tidak boleh terlepas dari konteks ketaatannya kepada Allah.

Jika dakwah diartikan sebagai ajakan kepada manusia agar beriman kepada

Allah dan pada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, berarti tujuan yang

hendak dicapai dakwah adalah sama dengan tujuan pendidikan. Dengan pengertian ini

berarti dakwah pada dasarnya merupakan suatu bentuk proses pendidikan juga.

Pendidikan dan dakwah memiliki hubungan fungsional yang sangat erat,

karena kedua-duanya memiliki sasaran yang sama, yaitu manusia sebagai ciptaan

Tuhan yang bukan hanya memiliki tubuh, panca indra dan kelengkapan fisik lainnya,

melainkan juga makhluk yang memiliki potensi intelektual, agama, bakat, minat dan

lainnya. Pembinaan seluruh aspek kehidupan manusia tersebut amat penting dalam

rangka menghasilkan manusia yang utuh dan seimbang antara kebutuhan jasmaniah

dan rohaniah, material dan spiritual, dunia dan akhirat, individual dan sosial,

kecerdasan emosional dan intelektual, dan seterusnya. Dengan cara demikian,

manusia tersebut dapat menolong dirinya sendiri, masyarakat, serta berguna bagi

bangsa dan negaranya. Melalui pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya itulah kita

dapat menolong umat manusia dari berbagai keterbelakangannya.

2

Page 4: Dakwah Dan Pendidikan II

Pada saat ini dunia pendidikan dan dakwah saat ini semakin menghadapi

tantangan yang sangat berat. Tantangan ini antara lain muncul sebagai dampak dari

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Bahkan Ilmu pengetahuan dan

teknologi modern itu telah memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia.

Dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi modern berbagai masalah

kehidupan khususnya dalam bidang material dapat dicapai dengan mudah. Berbagai

kebutuhan hidup manusia mulai dari sarana komunikasi, transportasi, peralatan kerja

dan berproduksi. Namun bersamaan dengan itu, ilmu pengetahuan dan teknologi

modern juga dapat menimbulkan dampak yang negatif. Ilmu pengetahuan dan

teknologi modern yang disalah gunakan dapat membahayakan kehidupan manusia,

seperti penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk merusak hutan, mencemari

lingkungan, berperang, menjajah, serta menyampaikan berbagai informasi tentang

paham kehidupan yang materialistik yang mengutamakan kehidupan kebendaan,

individualis yang mementingkan diri sendiri dan seterusnya.

Agama yang disampaikan melalui pendidikan dan dakwah akan memberikan

pandangan tentang dasar-dasar hidup yang baik, nilai-nilai luhur serta tujuan hidup

manusia yakni beribadah dalam arti yang seluas-luasnya, sedangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi akan membantu manusia untuk mempercepat manusia

sampai pada tujuan hidup tersebut. Dalam kaitan ini Al- Qur’an mengajarkan hidup

yang seimbang antara penguatan dalam bidang iman dan takwa serta penguatan dalam

penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagaimana terdapat pada ayat yang

berbunyi: Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu

dan orang-orang yang diberi Ilmu Pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujaadilah [58]:11).

Pendidikan dan dakwah merupakan sarana yang paling strategis untuk

mengangkat harkat dan martabat manusia. Dengan dakwah dan pendidikan, sumber

daya dan potensi yang dimiliki manusia dapat dibina dan di berdayakan secara

optimal, dan selanjutnya dipergunakan untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas.

Pendidikan dan dakwah juga bukanlah kegiatan yang semata-mata mengajarkan ilmu

agama atau ilmu umum. Pendidikan dan dakwah pada hakikatnya membentuk

kepribadian dan perilaku, mengubah watak dan kebiasaan sesuai dengan tujuan yang

direncanakan. Pendidikan berupaya mempengaruhi pandangan orang agar berubah ke

arah tujuan yang direncanakan. Selain itu pendidikan juga diarahkan guna

3

Page 5: Dakwah Dan Pendidikan II

menyiapkan generasi muda agar siap menghadapi kehidupan sekarang dan yang akan

datang.

Pendidikan dan dakwah yang kita laksanakan hingga saat ini perlu benar-benar

didasarkan pada ajaran Islam yang memiliki visi Rahmatan Lil Alamin, sehingga

kehadiran Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat, bukan hanya dapat

dirasakan oleh umat Islam sendiri, melainkan oleh umat lainnya. Rasulullah SAW

mengingatkan kepada kita, bahwa sebaik - baik manusia adalah yang bermanfaat bagi

orang lain (khairunnaas anfa'uhum linnas).

Dengan demikian, pendidikan dan dakwah merupakan kunci yang amat

strategis dalam mengatasi berbagai permasalahan global yang terjadi saat ini. Untuk

itu masalah pendidikan yang bermutu dan unggul, seimbang antara agama dan umum,

jasmani dan rohani harus kita berikan kepada putra-putri dan generasi muda kita.

Mudah-mudahan upaya ini memberi berkah bagi kemajuan umat manusia umumnya,

dan bangsa Indonesia pada khususnya.

B. PEMBAHASAN

1. Lahir dan berkembangnya pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam

Lembaga pendidikan pada awal masuknya Islam belum bernama pesantren

sebagaimana di kemukakan oleh Marwan Saridjo sebagai berikut: Pada abad ke-7 M.

atau abad pertama Hijriah diketahui terdapat komunitas muslim di Indonesia

(Peureulak), namun belum mengenal lembaga pendidikan pesantren. Lembaga

pendidikan yang ada pada masa-masa awal itu adalah masjid atau yang lebih dikenal

dengan nama meunasah di Aceh, tempat masyarakat muslim belajar agama. Lembaga

pesantren seperti yang kita kenal sekarang berasal dari Jawa.1

Usaha dakwah yang lebih berhasil di Jawa terjadi pada abad ke-14 M yang

dipimpin oleh Maulana Malik Ibrahim dari tanah Arab. Menurut sejarah, Maulana

Malik Ibrahim ini adalah keturunan Zainal Abidin (cicit Nabi Muhammad SAW). Ia

mendarat di pantai Jawa Timur bersama beberapa orang kawannya dan menetap di

kota Gresik. Sehingga pada abad ke- 15 telah terdapat banyak orang Islam di daerah

itu yang terdiri dari orang-orang asing, terutama dari Arab dan India. Di Gresik,

1Marwan Saridjo, Pendidikan Islam dari Masa ke Masa: Tinjauan Kebijakan terhadap Pendidikan Islamdi Indonesia (Cet. I; Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2010), h. 17-30.

4

Page 6: Dakwah Dan Pendidikan II

Maulana Malik Ibrahim tinggal menetap dan menyiarkan agama Islam sampai akhir

hayatnya tahun 1419 M. Sebelum meninggal dunia, Maulana Malik Ibrahim (1406-

1419) berhasil mencetak kader – kader mubalig dan di antara mereka kemudian

dikenal juga dengan wali. Para wali inilah yang meneruskan penyiaran dan

pendidikan Islam melalui pesantren. Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai

perintis lahirnya pesantren di tanah air yang kemudian dilanjutkan oleh Sunan

Ampel.2 Mengenai sejarah berdirinya pesantren pertama atau tertua di Indonesia

terdapat perbedaan pendapat di kalangan peneliti, baik nama pesantren maupun tahun

berdirinya.

Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan oleh Departemen Agama pada

1984-1985 diperoleh informasi bahwa pesantren tertua di Indonesia adalah Pesantren

Jan Tanpes II di Pamekasan Madura yang didirikan pada tahun 1762.3 Tetapi data

Departemen Agama ini ditolak oleh Mastuhu.4 Sedangkan menurut Martin Van

Bruinessen seperti dikutip Abdullah Ali bahwa Pesantren Tegal Sari, salah satu desa

di Ponorogo, Jawa Timur merupakan pesantren tertua di Indonesia yang didirikan

tahun 1742 M.5 Perbedaan pendapat tersebut karena minimnya catatan sejarah

pesantren yang menjelaskan tentang keberadaan pesantren.

Lahirnya pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tidak banyak dijelaskan

secara rinci dan tidak banyak juga referensi yang membahas asal mula pesantren

berdiri. Bahkan istilah pesantren sendiri masih diperselisihkan dari berbagai macam

kalangan. Ada yang mengartikan pesantren itu berasal dari kata Santri yang mendapat

imbuhan pe dan akhiran an yang menunjukkan nama tempat. Pesantren merupakan

lembaga pendidikan yang sangat berjasa telah mencetak kader-kader ulama dan

berperan aktif membantu penyebaran agama Islam. Pesantren berarti tempat tinggal

para santri. Istilah santri sendiri berasal dari bahasa tamil “Sattiri” yang berarti guru

mengaji.6 Yang berartiorang yang tinggal disebuah rumah miskin atau bangunan

keagamaan secara umum.

2 Marwan Saridjo, Pendidikan Islam dari Masa ke Masa: Tinjauan Kebijakan terhadap Pendidikan Islamdi Indonesia (Cet. I; Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2010), h. 31-40.3Departemen Agama RI., Nama dan Data Potensi Pondok-Pondok Pesantren Seluruh Indonesia (Jakarta: Depag RI., 1984/1985), h. 668.4Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), h. 19.5Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: Telaah terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 154-156.6Adi Sasono dkk. Solusi Islam; Atas Problematika Umat (Jakarta : Gema Insani Press, 1998)., h.106

5

Page 7: Dakwah Dan Pendidikan II

Kehadiran pesantren sendiri tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan umat,

karena masyarakat khususnya umat Islam membutuhkan pelajaran ilmu agama Islam

jadi masyarakat sekitar selalu memberikan dukungan dan apresiasi. Terlepas dari itu

bahwa pesantren yang dikenal masyarakat saat ini adalah sebuah lembaga pendidikan

Islam yang memiliki peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa serta

sebagai pusat pengembangan Islam. Bahkan seiring dengan perkembangan zaman,

pesantren saat ini terus berbenah diri dengan melakukan berbagai pola dan inovasi

pendidikan guna menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.

Awal berkembangnya Pesantren ada dua fungsi, yaitu sebagai lembaga

pendidikan dan sebagai lembaga penyiaran agama. Fungsi utama itu masih selalu

melekat pada pesantren, walaupun pada perkembangan selanjutnya pesantren

mengalami perubahan, karena sesuai dengan perkembangan zaman. Pesantren di

Indonesia tumbuh dan berkembang sangat pesat. Sepanjang abad ke-18 sampai

dengan abad ke-20, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam semakin dirasakan

keberadaannya oleh masyarakat secara luas, sehingga muncul pesantren di tengah

masyarakat selalu di respons positif. Respons positif masyarakat tersebut dijelaskan

oleh Zuhairini sebagai berikut : Pesantren didirikan oleh seorang kyai dengan bantuan

masyarakat dengan cara memperluas bangunan di sekitar surau, langgar atau masjid

untuk tempat pengajian dan sekaligus sebagai asrama bagi anak-anak. Dengan begitu

anak-anak tidak perlu bolak-balik pulang ke rumah orang tua mereka. Anak-anak

menetap tinggal bersama kyai di tempat tersebut.7

Perkembangan pesantren terhambat ketika Belanda datang ke Indonesia untuk

menjajah. Hal ini terjadi karena pesantren bersikap non-kooperatif (tidak bekerja

sama) bahkan mengadakan pertentangan terhadap penjajah. Lingkungan pesantren

merasa bahwa sesuatu yang berasal dari Barat dan bersifat modern menyimpang dari

ajaran agama Islam. Di masa kolonial Belanda, pesantren sangat antipati terhadap

westernisasi dan modernisme yang ditawarkan oleh Belanda. Akibat dari sikap

tersebut, pemerintah kolonial mengadakan kontrol dan pengawasan yang ketat

terhadap pesantren. Pemerintah Belanda mencurigai institusi pendidikan dan

keagamaan pribumi yang digunakan untuk melatih para pejuang militan untuk

melawan penjajah.8

7Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 212.8Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek Pesantren (Cet. I;

6

Page 8: Dakwah Dan Pendidikan II

Dalam masa penjajahan Belanda, pendidikan Islam yang berpusat pada

pesantren, surau, dayah, dan lembaga pendidikan Islam lainnya sengaja melakukan

uzlah dari kekuasaan kolonial.9 Pada tahun 1882 pemerintah Belanda mendirikan

Priesterreden (Pengadilan Agama) yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan

pendidikan pesantren. Setelah itu, dikeluarkan Ordonansi tahun 1905 yang berisi

peraturan bahwa guru agama yang mengajar harus mendapatkan izin dari pemerintah.

Peraturan yang lebih ketat lagi dibuat pada tahun 1925 yang membatasi orang yang

boleh memberikan pelajaran mengaji. Akhirnya, pada tahun 1932 peraturan

dikeluarkan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak

ada izinnya atau yang memberikan pelajaran yang tak disukai oleh pemerintah.10

Peraturan-peraturan tersebut membuktikan ketidakadilan kebijaksanaan pemerintah

penjajahan Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia. Akan tetapi, pesantren

tetap bertahan dan berkembang karena pengelolanya mampu mengatur strategi

dengan baik. Berdasarkan laporan pemerintah pemerintah kolonial Belanda, tahun

1831 di Jawa terdapat lembaga pengajian dan pesantren sebanyak 1.853 buah dengan

jumlah santri sebanyak 16.500 orang. Pada tahun 1885 pesantren berkembang

menjadi 14.929 buah dengan jumlah santri 222.663 orang.11

Setelah kemerdekaan republik Indonesia 17 agustus 1945, madrasah dan

pondok pesantren tetap berjalan sesuai dengan kemampuan para pengasuh dan

masyarakat pendukungnya masing-masing. Badan pekerja komite nasional Indonesia

pusat (BPKNIP) sebagai badan legislative pada waktu itu dalam pengumumannya

bertanggal 22 desember 1945 (berita RI tahun II no. 4 dan 5 halaman 20 kolom 1)

diantaranya menganjurkan: “dalam memajukan pendidikan dan pengajaran sekurang-

kurangnya diusahakan agar pengajaran di madrasah berjalan terus dan diperpesat”.

Setelah kemerdekaan banyak pondok pesantren telah menyesuaikan diri dengan

tuntutan zaman. Dengan berakhirnya masa penjajahan di bumi Indonesia, maka umat

Islam Indonesia mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengadakan kontak

dengan dunia luar. Pondok pesantren-pun melakukan kontak dengan dunia ilmu

Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 89.9Jajat Burhanuddin (peny.), Mencetak Muslim Modern: Peta Pendidikan Islam Indonesia (Cet. I; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h. 2.10Zamakhsyari Dhofier Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Kyai (Cet. VII; Jakarta: LP3ES,1997), h.41 dan Zuhairini, op. cit., h. 14911Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Memadu Modernitas untuk Kemajuan (Cet. I; Jakarta; Pesantren Nawesea Press, 2009), h. 59-61.

7

Page 9: Dakwah Dan Pendidikan II

pengetahuan yang ada di luar. Terlihat adanya perkembangan di lingkungan

pendidikan pondok pesantren. Pesantren mulai banyak mendirikan /

menyelenggarakan pendidikan formal terutama madrasah. Seperti Madrasah

Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah, di samping tetap

meneruskan sistem lama berupa sistem wetonan dan sorongan.

Karena potensi pondok pesantren yang cukup besar serta jasanya dalam turut

mencerdaskan masyarakat Indonesia banyak kalangan memberikan perhatian kepada

pondok pesantren terutama ditujukan untuk menjadi pelopor pembangunan

masyarakat (agent of development). Perhatian pemerintah sangat besar sekali dan

pondok pesantren diakui sebagai lembaga pendidikan yang berjasa membantu

pemerintah dalam mencerdaskan bangsa. Kita harus bersyukur dan boleh berbangga

dengan keberhasilan pondok pesantren dapat berkembang dan menjalankan fungsinya

sebagai lembaga pendidikan yang telah mampu menempatkan dirinya dalam mata

rantai dari keseluruhan sistem pendidikan nasional. Bila melihat pertumbuhan pondok

pesantren di zaman penjajahan sangat memprihatinkan yaitu tertekan, terhambat dan

semacamnya, tapi sekarang sungguh berlainan keadaannya.

Perkembangan pondok pesantren pada zaman pembangunan ini boleh

dikatakan telah berhasil dan memuaskan walaupun di beberapa pesantren masih perlu

diadakan pembenahan dan pembinaan. Karena maju dan tidaknya suatu pesantren

bergantung pada pengalaman dan kemampuan yang dimiliki kyai sebagai pengelola

pesantren itu.

2. Melihat kecenderungan pesantren dalam merespons perkembangan dakwah

Islam

Kecenderungan pesantren dalam merespons perkembangan dakwah Islam

sangatlah bagus dan mendukung. Karena, pesantren sendiri membantu perkembangan

dakwah Islam sehingga bisa menghasilkan kader-kader dalam penyebaran agama

Islam.

Sedemikian pentingnya berdakwah dalam kerangka mengajak umat manusia

untuk berbuat baik, maka dakwah dalam Islam memiliki hukum wajib. Hal ini dapat

dilihat dari ayat QS An Nahl (125) yang artinya :

8

Page 10: Dakwah Dan Pendidikan II

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran

yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (QS An – Nahl : 125).

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada

kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar (QS Ali

Imron : 104).

Dakwah diakui secara fungsional, telah mampu mengubah peri kehidupan

masyarakat jahiliah struktural kemasyarakatannya, bangsa Arab memiliki tata

kepercayaan penyembah berhala. Sistem pemerintahan yang menganut faham

kabilahisme yang berusia ratusan tahun. Namun melalui cara-cara dakwah dengan

persuasif dan lemah lembut, maka berubahlah mereka menjadi penganut Islam yang

baik. Tidak cukup itu saja, peranan dakwah benar-benar telah menunjukkan fungsi

vitalnya, karena hanya dalam beberapa tahun saja melalui dakwah yng dikembangkan

sejak awal agama ini diserukan, Islam telah tersebar dan sanggup menaklukkan

beberapa negara. Yang menarik bahwa dalam setiap fase dan periode kesejarahannya,

Islam telah menyumbangkan berbagai nilai-nilai peradaban dan kebudayaan yang

sangat luhur dalam wilayah taklukannya. Dan transformasi nilai-nilai Islami ini dalam

setiap periode kesejarahan atau dari satu generasi ke generasi yang lain tentunya

melalui proses dan kegiatan dakwah.

Pesantren pada mulanya meruupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan

penyiaran Agama Islam. Namun, dalam perkembangannya lembaga ini semakin

memperluas wilayah penyebarannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas

vertikal penjejelan materi-materi keagamaan, tetapi juga mobilitas horizontal

(kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis

keagamaan dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan

kekinian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak

bisa lagi didakwah semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga

(seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut

persoalan masyarakat di sekitarnya. Menurut KH.M.Yusuf Hasyim: Pondok Pesantren

tidak sekedar mencetak individu pendakwah yang melakukan amar ma’ruf nahi

munkar, melainkan pesantren sebagai lembaga itu sendirilah yang berperan sebagai

pendakwah, dan bahkan telah menjadi prototipe dakwah bil-hal bagi masyarakat.12

12 M. Dian Nafi’, Abd A’la, Hindun Anisah, Abdul Aziz dan Abdul Muhaimin, Praksis Pembelajaran Pesantren, (Insite For Training and Defelopment (ITD) Amherst, MA, Forum Pesantren, Yayasan selasih. Yogyakarta.

9

Page 11: Dakwah Dan Pendidikan II

Secara mendasar peranan Pondok Pesantren yang lebih fungsional dan

berpotensi antara lain sebagai berikut :

a) Pusat kajian Islam

Pada dasarnya Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang

mendalami dan mengkaji berbagai ajaran dan ilmu pengetahuan agama Islam melalui

buku-buku klasik atau modern berbahasa arab. Dengan demikian secara tidak lansung

Pondok Pesantren telah menjadikan posisinya sbagai pusat pengkajian masalah

keagamaan Islam, dalam kata lain Pondok Pesantren berperan sebagai pusat kajian

Islam.

b) Pusat pengembangan dakwah

Dakwah Islamiyah dapat diartikan sebagai penyebaran atau penyiaran ajaran

dan pengetahuan agama Islam yang dilakukan secara Islami, baik itu berupa ajakan

atau seruan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan maupun berupa uswah

hasanah (contoh yang baik).

Peranan Pondok Pesantren sebagai pusat pengembangan Dakwah Islamiyah

dapat dikategorikan kedalam tiga peranan pokok.

1. Peranan Institusi/Kelembagaan.

Dakwah Islamiyah merupakan hal pokok yang menjadi tugas Pondok

Pesantren untuk dilakukan, karena pada mula berdirinya suatu Pondok Pesantren,

dakwah merupakan landasan pijak yang dipakai oleh para kyai dan ulama. Dalam

upaya mencapai tujuan, Pondok Pesantren menyelenggaran kegiatan pengajian atau

tafaqquh fi al-din yang dimaksudkan agar para santri mengerti dan paham secara

integral tentang ajaran dan pengetahuan agama Islam.

2. Peranan instrumental

Upaya penyebaran dan pengamalan ajaran agama Islam selain dilembagakan

dalam tujuan Pondok Pesantren tentunya memerlukan adanya sarana-sarana yang

menjadi media dalam upaya aplikasi tujuan tersebut. Dalam wacana inilah peranan

2007) 62

10

Page 12: Dakwah Dan Pendidikan II

Pondok Pesantren sebagai sarana Dakwah Islamiyah tampak sangat berperan dan

kemudian melahirkan peranan lain Pondok Pesantren dalam Dakwah Islamiyah dan

sumber daya manusia.

3. Peranan sumber daya manusia

Dalam sistem pendidikan Pondok Pesantren diupayakan pengembangan

ketrampilan para santri dalam rangka mencapai tujuan Pondok Pesantren termasuk

dalam hal ini tentunya Dakwah Islamiyah. Pondok Pesantren dalam tataran ini

berperan dalam menyediakan dan mempersiapkan sumberdaya manusia yang terampil

dan capble dalam pemenuhan Dakwah Islamiyah.

Dalam melaksanakan Dakwah Islamiyah, ada dua metode dakwah yang

terkenal; dakwah bi al-lisan (lisan atau seruan) dan dakwah bi al-hal (aksi).

1. Dakwah bi al-lisan

Dakwah Islamiyah yang dilakukan Pondok Pesantren yang bersifat seruan atau

ajakan secara lisan dapat dipahami sebagai sebuah dakwah yang menyerukan kepada

anggota masyarakat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah

SWT senantiasa ada dan cukup relevan dengan apa yang terjadi dewasa ini.

2. Dakwah bi al-hal

Dakwah yang dilakukan dengan aksi atau pemberian contoh adalah salah satu

metode dakwah yang efektif dalam upaya mengajak ummat dan masyarakat untuk

berbuat kebaikan dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan.

c) Pusat pelayanan beragama dan moral

Pelayan kehidupan beragama di Indonesia tidak menjadi tanggung jawab

pemerintah saja. Namun keterlibatan masyarakat cukup signifikan dalam upaya

membantu pemerintah dalam pelayanan beragama ini. Pondok Pesantren sebagai

lembaga keagamaan yang mengakar pada masyarakat tentunya memiliki peranan

yang cukup besar dalam mengupayakan pelayanan kehidupan beragama dan sebagai

benteng ummat dalam bidang akhlak.

d) Pusat pengembangan solidaritas dan ukhuwah Islamiayah

11

Page 13: Dakwah Dan Pendidikan II

Selain dari bentuk ajakan atau seruan atau pemberian contoh untuk berbuat

baik, dakwah Islamiyah yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren dapat

bermacam-macam bentuknya meskipun dikategorikan sebagai dakwah bi al-hal.

Kegiatan ini bahkan lebih efektif dan berpotensi jika diselenggarakan oleh Pondok

Pesantren.13

Demikian juga, pedoman penyebaran dan pengembangan Islam mempunyai

tiga bagian;

1) Orang menyeru atau mengajak orang lain kejalan Islam dengan “hikmah”.

2) Menyampaikan dengan tutur bahasa yang baik (mauidhotul hasanah).

3) Manakala harus terjadi adu argumentasi atau berdebat dengan cara yang baik

pula.14

Dengan demikian Pondok Pesantren telah memberikan keikhlasan sendiri

dalam penyelenggaraan kegiatan dengan mentransformasikan dirinya sebagai pusat

pengembangan solidaritas dan ukhuwah Islamiyah.

3. Pesantren sebagai basis pergerakan dakwah Islam

Dakwah pada dasarnya adalah kewajiban individual, dalam artian siapapun

orangnya memiliki kewajiban untuk berdakwah. Namun demikian kegiatan dakwah

dalam mengajak kearah perbaikan serta mencegah perbuatan munkar bukanlah hal

yang mudah, untuk itu diperlukan adanya suatu jaringan kerjasama yang terkoordinasi

dalam sebuah lembaga.

Jika setiap orang memiliki misi dakwah masing-masing, tanpa adanya kerja

sama yang terorganisir, ketika ada suatu halangan dan rintangan tentu akan terasa

berat menanggulanginya. Namun jika gerakan dakwah dilakukan bersama-sama yang

diatur dalam sebuah organisasi, maka hambatan dakwah akan dapat diselesaikan

bersama-sama. Artinya selain dakwah individual diperlukan juga adanya organisasi

dakwah sebagai wadah yang dapat menjadi sarana persatuan dalam mewujudkan misi

dakwah.

Adapun fungsi organisasi dalam pergerakan dakwah adalah :

13 Pola Pengembangan Pondok Pesantren, DT.II.II (Departemen Agama RI, Jakarta, 2003) 82-9814 H. A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, (LP3NI, Jakarta, 1998) 191

12

Page 14: Dakwah Dan Pendidikan II

1. Menjadi wadah gerakan dakwah.

2. Menjadi ruang alternative bagi masyarakat.

3. Menjadi mitra aktivitas pemberdayaan umat

4. Menjadi penyalur minat dan bakat umat.15

Dengan adanya organisasi dalam pergerakan dakwah, gerakan dakwah akan

lebih terarah karena visi dan misi mewujudkan khairu ummah lebih terkoordinir.

Meskipun hambatan dalam dakwah akan selalu ada seiring kegiatan dakwah, namun

hal itu akan lebih mudah diatasi melalui organisasi dakwah.

Pesantren adalah tempat untuk menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu

pengetahuan umum. Sesungguhnya pesantren merupakan tempat yang cocok dalam

menyampaikan ilmu agama Islam kepada masyarakat luas. Ini tidak lain karena

masyarakat Muslim hanya akan terbentuk dengan cara memegang teguh nilai Islam.

Di antara nilai itu ialah:

Memperkuat tali ukhuwah dan cinta di antara kaum muslimin di dalam satu

atap.

Menebarkan semangat persamaan dan keadilan di antara kaum muslimin,

meskipun latar belakang dan kondisi mereka berbeda-beda.

Segenap kaum muslimin mau bersatu untuk memegang erat hukum dan syariat

Islam, yang kesemuanya sangat efektif dan efisien jika diajarkan di dalam

pesantren.

Urgensi Pergerakan Dakwah:16

a. Pergerakan merupakan inti manajeman dakwah

b. Fungsi yang secara langsung berhubungan dengan manusia (pelaksana

dakwah dan atau mubaligh).

c. Sangat menentukan kelancaran dakwah yang telah direncanakan dan

diorganisir sebelumnya.

Langkah-langkah pergerakan dakwah:17

15 Islamic.net, Fungsi Lembaga Dakwah, dalam: http//www.google.com// wordpress..// diakses 19 Desember 201316Abd. Rosyad Shaleh, Op.cit, h. 117-118.- dikutip oleh Drs. Hasanuddin, MA. Manajemen Dakwah (UIN Jakarta Press, 2005), h. 114.17E.K. Mochtar Effendi, Manajeman Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam (1986: 28). - dikutip oleh Drs. Hasanuddin, MA. Manajemen Dakwah (UIN Jakarta Press, 2005)

13

Page 15: Dakwah Dan Pendidikan II

1. Pemberian motivasi (motivation).

2. Pembimbingan (conselling, commanding, leading).

3. Penjalinan hubungan (cordination).

4. Penyelenggaraan komunikasi (communication).

5. Pengembangan atau peningkatan pelaksana (training and development)

Ada beberapa hal lain yang mesti dicatat atas peran pesantren sebagai

basis dakwah.

1. Pesantren merupakan tempat untuk pembentukan tata sosial baru yang bersifat

religius.

2. Pesantren merupakan rumah bagi gerakan ekspansi dakwah dalam rangka

dakwah Islam.

3. Pesantren merupakan tempat yang terbuka bagi setiap muslim yang ingin

belajar secara mendalam.

4. Pesantren merupakan tempat yang sangat nyaman (suasana ta’abbudiyah yang

kental) sekaligus aman untuk dakwah.

5. Pesantren senantiasa menambatkan hati seorang muslim pada akhirat.

6. Pesantren merupakan tempat yang sangat efektif untuk konsolidasi kekuatan

ruhaniyah.

7. Pesantren merupakan sarana yang efektif dan efisien untuk penerangan

terhadap masyarakat muslim.

C. PENUTUP

Pendidikan dan dakwah merupakan kunci yang amat strategis dalam mengatasi

berbagai permasalahan global yang terjadi saat ini. Untuk itu masalah pendidikan yang

bermutu dan unggul, seimbang antara agama dan umum, jasmani dan rohani harus kita

14

Page 16: Dakwah Dan Pendidikan II

berikan kepada putra-putri dan generasi muda kita. Mudah-mudahan upaya ini memberi

berkah bagi kemajuan umat manusia umumnya, dan bangsa Indonesia pada khususnya.

Perkembangan Islam sebagai agama besar tidak lepas dari peran penting

penyelenggaraan dakwah dan pendidikan sangatlah erat hubungan antara pendidikan dan

dakwah pada hakekatnya keduanya merupakan kegiatan dan proses sosialisasi nilai-nilai

Islam. Dalam proses ini dakwah seperti halnya pendidikan memiliki tujuan yang sama

yakni mengajak kepada sasaran untuk menghayati serta mengamalkan nilai-nilai Islami.

Pesantren adalah tempat untuk menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu

pengetahuan umum. Sesungguhnya pesantren merupakan tempat yang cocok dalam

menyampaikan ilmu agama Islam kepada masyarakat luas. Ini tidak lain karena

masyarakat Muslim hanya akan terbentuk dengan cara memegang teguh nilai Islam.

Di antara nilai itu ialah:

Memperkuat tali ukhuwah dan cinta di antara kaum muslimin di dalam satu

atap.

Menebarkan semangat persamaan dan keadilan di antara kaum muslimin,

meskipun latar belakang dan kondisi mereka berbeda-beda.

Segenap kaum muslimin mau bersatu untuk memegang erat hukum dan syariat

Islam, yang kesemuanya sangat efektif dan efisien jika diajarkan di dalam

pesantren.

DAFTAR PUSTAKA

Marwan Saridjo, Pendidikan Islam dari masa ke masa : Tinjauan kebijakan terhadap

Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Yayasan Ngali Aksara, 2010.

15

Page 17: Dakwah Dan Pendidikan II

Departemen Agama RI, Nama dan Data Potensi Pondok-Pondok Pesantren Seluruh

Indonesia, Jakarta : Depag RI, 1984/1985.

Mastuhu, Dinamika sistem Pendidikan Pesantren : Suatu Kajian tentang Unsur dan

Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta, 1994.

Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren : Telaah terhadap

Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islma Assalam Surakarta. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2011.

Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara, 1992.

Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain ke Nusantara : Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006.

Jajat Burhanuddin, Mencetak Muslim Modern : Peta Pendidikan Islam Indonesia.

Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006.

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Kyai, Jakarta :

LP3ES, 1997.

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Memadu Modernitas untuk Kemajuan,

Jakarta : Pesantren Nawesea Prees, 2009.

16