Upload
eka-nafisah
View
12
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Citation preview
DAKWAH DAN PENDIDIKANPESANTREN DAN PENYEMAIAN NILAI DAN AJARAN ISLAM
Oleh :Eka Napisah
Dosen :Prof. Dr. Murodi, MA
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM PASCA SARJANA
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
0
A. PENDAHULUAN
Dakwah merupakan suatu hal yang penting dalam pergerakan Islam di dunia.
Setiap muslim wajib untuk berdakwah, menyeru kepada kebajikan dan mencegah
kepada kemungkaran. Sebagaimana firman Allah SWT :
م� و� م� ك� ئ� ك� ل و� م� ك� � ئ� ك� م�ن ل� ٱ ئ� ك� ك� ل� ك� لن �ك ك� �ئ م�� �ل ك� ل� ئ ٱ ك� م�� م! ل�" �ك ك� ئ� ل# ك$ ل� ٱ ك�ى ئ& ك� م�� ل' �ك ة) !* ك م� ل� م� م!ن م�� ك, ل�
�ح�ون� م�فل ٱل
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan,menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imron:104)
Menurut Hamka (1982), dakwah bukan hanya dilakukan dengan ucapan tetapi
dapat dilakukan dengan perbuatan, tingkah laku, ramah-tamah, dan kasih sayang.
Dakwah dapat dilakukan di mana saja, seperti di masjid, rumah, lingkungan
masyarakat, kampus, dan lain-lain. Dalam makalah ini hanya akan diterangkan
tentang dakwah dan pendidikan, terutama pada pesantren.
Masyarakat Indonesia khusunya umat Islam pada saat ini tengah mengalami
pergeseran nilai dan juga sedang menghadapi tantangan yang sangat berat. Secara
perlahan, nilai-nilai positif yang dipegang terus bergeser ke arah negatif. Contohnya
perzinahan. Masyarakat kita pada zaman dahulu menganggap perzinahan sebagai
sesuatu yang jelek dan nista. Perbuatan tersebut bahkan menjadi aib bagi diri dan
keluarganya baik muslim ataupun non-muslim. Namun, perzinahan sekarang justru
menjadi hal yang tidak perlu dipermasalahkan. Ia bahkan menjadi hal lumrah.
Masalah seperti ini yang harus kita benahi, agar tidak merusak moral generasi
muda khususnya. Mereka mendapatkan pendidikan umum tetapi mereka kurang
mendapatkan pendidikan agama. Karena pendidikan agama yang biasa dilakukan
melalui dakwah (pengajian) jarang mereka ikuti, karena menurut mereka mengaji itu
adalah hal yang membosankan. Tidak ada daya tarik dari mereka untuk mengikuti
pengajian. Tetapi ada juga para remaja yang ingin ikut mengaji jika pengajiannya itu
berbarengan lelaki dan wanita. Mendapat pendidikan umum saja masih kurang,
karena kita hidup untuk di dunia dan di akhirat.
1
Pada dasarnya tujuan pendidikan adalah untuk membentuk menghasilkan
orang-orang baik. Ini berlaku di mana saja, baik di masyarakat muslim maupun non -
muslim. Namun demikian, pengertian baik di sini tidaklah sama antara masyarakat
yang satu dengan masyarakat yang lain. Konsep baik dan buruk ini sangat sangat
terkait dengan pandangan alam masyarakat bersangkutan. Sebagai contoh, di dalam
masyarakat Barat yang sekuler dan hanya memiliki visi keduniawian, manusia yang
baik adalah manusia berguna bagi negaranya serta taat kepada hukum yang berlaku.
Dalam hal ini Islam memiliki pandangan yang berbeda mengenai pengertian orang
baik. Di dalam Islam tujuan pendidikan selalu bersifat religius karena manusia
diciptakan untuk mengabdi kepada Allah. Al-Qur’an menjelaskan :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.”
Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud dengan orang baik adalah
orang yang menyadari kedudukan dirinya sebagai hamba Allah yang berkewajiban
untuk beribadah kepada-Nya dan menaati segala aturan-Nya. Meskipun Islam pun
mengakui bahwa setiap orang juga seharusnya berguna bagi negara dan taat pada
hukum, namun hal itu tidak boleh terlepas dari konteks ketaatannya kepada Allah.
Jika dakwah diartikan sebagai ajakan kepada manusia agar beriman kepada
Allah dan pada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, berarti tujuan yang
hendak dicapai dakwah adalah sama dengan tujuan pendidikan. Dengan pengertian ini
berarti dakwah pada dasarnya merupakan suatu bentuk proses pendidikan juga.
Pendidikan dan dakwah memiliki hubungan fungsional yang sangat erat,
karena kedua-duanya memiliki sasaran yang sama, yaitu manusia sebagai ciptaan
Tuhan yang bukan hanya memiliki tubuh, panca indra dan kelengkapan fisik lainnya,
melainkan juga makhluk yang memiliki potensi intelektual, agama, bakat, minat dan
lainnya. Pembinaan seluruh aspek kehidupan manusia tersebut amat penting dalam
rangka menghasilkan manusia yang utuh dan seimbang antara kebutuhan jasmaniah
dan rohaniah, material dan spiritual, dunia dan akhirat, individual dan sosial,
kecerdasan emosional dan intelektual, dan seterusnya. Dengan cara demikian,
manusia tersebut dapat menolong dirinya sendiri, masyarakat, serta berguna bagi
bangsa dan negaranya. Melalui pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya itulah kita
dapat menolong umat manusia dari berbagai keterbelakangannya.
2
Pada saat ini dunia pendidikan dan dakwah saat ini semakin menghadapi
tantangan yang sangat berat. Tantangan ini antara lain muncul sebagai dampak dari
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Bahkan Ilmu pengetahuan dan
teknologi modern itu telah memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia.
Dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi modern berbagai masalah
kehidupan khususnya dalam bidang material dapat dicapai dengan mudah. Berbagai
kebutuhan hidup manusia mulai dari sarana komunikasi, transportasi, peralatan kerja
dan berproduksi. Namun bersamaan dengan itu, ilmu pengetahuan dan teknologi
modern juga dapat menimbulkan dampak yang negatif. Ilmu pengetahuan dan
teknologi modern yang disalah gunakan dapat membahayakan kehidupan manusia,
seperti penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk merusak hutan, mencemari
lingkungan, berperang, menjajah, serta menyampaikan berbagai informasi tentang
paham kehidupan yang materialistik yang mengutamakan kehidupan kebendaan,
individualis yang mementingkan diri sendiri dan seterusnya.
Agama yang disampaikan melalui pendidikan dan dakwah akan memberikan
pandangan tentang dasar-dasar hidup yang baik, nilai-nilai luhur serta tujuan hidup
manusia yakni beribadah dalam arti yang seluas-luasnya, sedangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi akan membantu manusia untuk mempercepat manusia
sampai pada tujuan hidup tersebut. Dalam kaitan ini Al- Qur’an mengajarkan hidup
yang seimbang antara penguatan dalam bidang iman dan takwa serta penguatan dalam
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagaimana terdapat pada ayat yang
berbunyi: Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi Ilmu Pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujaadilah [58]:11).
Pendidikan dan dakwah merupakan sarana yang paling strategis untuk
mengangkat harkat dan martabat manusia. Dengan dakwah dan pendidikan, sumber
daya dan potensi yang dimiliki manusia dapat dibina dan di berdayakan secara
optimal, dan selanjutnya dipergunakan untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas.
Pendidikan dan dakwah juga bukanlah kegiatan yang semata-mata mengajarkan ilmu
agama atau ilmu umum. Pendidikan dan dakwah pada hakikatnya membentuk
kepribadian dan perilaku, mengubah watak dan kebiasaan sesuai dengan tujuan yang
direncanakan. Pendidikan berupaya mempengaruhi pandangan orang agar berubah ke
arah tujuan yang direncanakan. Selain itu pendidikan juga diarahkan guna
3
menyiapkan generasi muda agar siap menghadapi kehidupan sekarang dan yang akan
datang.
Pendidikan dan dakwah yang kita laksanakan hingga saat ini perlu benar-benar
didasarkan pada ajaran Islam yang memiliki visi Rahmatan Lil Alamin, sehingga
kehadiran Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat, bukan hanya dapat
dirasakan oleh umat Islam sendiri, melainkan oleh umat lainnya. Rasulullah SAW
mengingatkan kepada kita, bahwa sebaik - baik manusia adalah yang bermanfaat bagi
orang lain (khairunnaas anfa'uhum linnas).
Dengan demikian, pendidikan dan dakwah merupakan kunci yang amat
strategis dalam mengatasi berbagai permasalahan global yang terjadi saat ini. Untuk
itu masalah pendidikan yang bermutu dan unggul, seimbang antara agama dan umum,
jasmani dan rohani harus kita berikan kepada putra-putri dan generasi muda kita.
Mudah-mudahan upaya ini memberi berkah bagi kemajuan umat manusia umumnya,
dan bangsa Indonesia pada khususnya.
B. PEMBAHASAN
1. Lahir dan berkembangnya pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
Lembaga pendidikan pada awal masuknya Islam belum bernama pesantren
sebagaimana di kemukakan oleh Marwan Saridjo sebagai berikut: Pada abad ke-7 M.
atau abad pertama Hijriah diketahui terdapat komunitas muslim di Indonesia
(Peureulak), namun belum mengenal lembaga pendidikan pesantren. Lembaga
pendidikan yang ada pada masa-masa awal itu adalah masjid atau yang lebih dikenal
dengan nama meunasah di Aceh, tempat masyarakat muslim belajar agama. Lembaga
pesantren seperti yang kita kenal sekarang berasal dari Jawa.1
Usaha dakwah yang lebih berhasil di Jawa terjadi pada abad ke-14 M yang
dipimpin oleh Maulana Malik Ibrahim dari tanah Arab. Menurut sejarah, Maulana
Malik Ibrahim ini adalah keturunan Zainal Abidin (cicit Nabi Muhammad SAW). Ia
mendarat di pantai Jawa Timur bersama beberapa orang kawannya dan menetap di
kota Gresik. Sehingga pada abad ke- 15 telah terdapat banyak orang Islam di daerah
itu yang terdiri dari orang-orang asing, terutama dari Arab dan India. Di Gresik,
1Marwan Saridjo, Pendidikan Islam dari Masa ke Masa: Tinjauan Kebijakan terhadap Pendidikan Islamdi Indonesia (Cet. I; Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2010), h. 17-30.
4
Maulana Malik Ibrahim tinggal menetap dan menyiarkan agama Islam sampai akhir
hayatnya tahun 1419 M. Sebelum meninggal dunia, Maulana Malik Ibrahim (1406-
1419) berhasil mencetak kader – kader mubalig dan di antara mereka kemudian
dikenal juga dengan wali. Para wali inilah yang meneruskan penyiaran dan
pendidikan Islam melalui pesantren. Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai
perintis lahirnya pesantren di tanah air yang kemudian dilanjutkan oleh Sunan
Ampel.2 Mengenai sejarah berdirinya pesantren pertama atau tertua di Indonesia
terdapat perbedaan pendapat di kalangan peneliti, baik nama pesantren maupun tahun
berdirinya.
Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan oleh Departemen Agama pada
1984-1985 diperoleh informasi bahwa pesantren tertua di Indonesia adalah Pesantren
Jan Tanpes II di Pamekasan Madura yang didirikan pada tahun 1762.3 Tetapi data
Departemen Agama ini ditolak oleh Mastuhu.4 Sedangkan menurut Martin Van
Bruinessen seperti dikutip Abdullah Ali bahwa Pesantren Tegal Sari, salah satu desa
di Ponorogo, Jawa Timur merupakan pesantren tertua di Indonesia yang didirikan
tahun 1742 M.5 Perbedaan pendapat tersebut karena minimnya catatan sejarah
pesantren yang menjelaskan tentang keberadaan pesantren.
Lahirnya pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tidak banyak dijelaskan
secara rinci dan tidak banyak juga referensi yang membahas asal mula pesantren
berdiri. Bahkan istilah pesantren sendiri masih diperselisihkan dari berbagai macam
kalangan. Ada yang mengartikan pesantren itu berasal dari kata Santri yang mendapat
imbuhan pe dan akhiran an yang menunjukkan nama tempat. Pesantren merupakan
lembaga pendidikan yang sangat berjasa telah mencetak kader-kader ulama dan
berperan aktif membantu penyebaran agama Islam. Pesantren berarti tempat tinggal
para santri. Istilah santri sendiri berasal dari bahasa tamil “Sattiri” yang berarti guru
mengaji.6 Yang berartiorang yang tinggal disebuah rumah miskin atau bangunan
keagamaan secara umum.
2 Marwan Saridjo, Pendidikan Islam dari Masa ke Masa: Tinjauan Kebijakan terhadap Pendidikan Islamdi Indonesia (Cet. I; Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2010), h. 31-40.3Departemen Agama RI., Nama dan Data Potensi Pondok-Pondok Pesantren Seluruh Indonesia (Jakarta: Depag RI., 1984/1985), h. 668.4Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), h. 19.5Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: Telaah terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 154-156.6Adi Sasono dkk. Solusi Islam; Atas Problematika Umat (Jakarta : Gema Insani Press, 1998)., h.106
5
Kehadiran pesantren sendiri tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan umat,
karena masyarakat khususnya umat Islam membutuhkan pelajaran ilmu agama Islam
jadi masyarakat sekitar selalu memberikan dukungan dan apresiasi. Terlepas dari itu
bahwa pesantren yang dikenal masyarakat saat ini adalah sebuah lembaga pendidikan
Islam yang memiliki peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa serta
sebagai pusat pengembangan Islam. Bahkan seiring dengan perkembangan zaman,
pesantren saat ini terus berbenah diri dengan melakukan berbagai pola dan inovasi
pendidikan guna menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.
Awal berkembangnya Pesantren ada dua fungsi, yaitu sebagai lembaga
pendidikan dan sebagai lembaga penyiaran agama. Fungsi utama itu masih selalu
melekat pada pesantren, walaupun pada perkembangan selanjutnya pesantren
mengalami perubahan, karena sesuai dengan perkembangan zaman. Pesantren di
Indonesia tumbuh dan berkembang sangat pesat. Sepanjang abad ke-18 sampai
dengan abad ke-20, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam semakin dirasakan
keberadaannya oleh masyarakat secara luas, sehingga muncul pesantren di tengah
masyarakat selalu di respons positif. Respons positif masyarakat tersebut dijelaskan
oleh Zuhairini sebagai berikut : Pesantren didirikan oleh seorang kyai dengan bantuan
masyarakat dengan cara memperluas bangunan di sekitar surau, langgar atau masjid
untuk tempat pengajian dan sekaligus sebagai asrama bagi anak-anak. Dengan begitu
anak-anak tidak perlu bolak-balik pulang ke rumah orang tua mereka. Anak-anak
menetap tinggal bersama kyai di tempat tersebut.7
Perkembangan pesantren terhambat ketika Belanda datang ke Indonesia untuk
menjajah. Hal ini terjadi karena pesantren bersikap non-kooperatif (tidak bekerja
sama) bahkan mengadakan pertentangan terhadap penjajah. Lingkungan pesantren
merasa bahwa sesuatu yang berasal dari Barat dan bersifat modern menyimpang dari
ajaran agama Islam. Di masa kolonial Belanda, pesantren sangat antipati terhadap
westernisasi dan modernisme yang ditawarkan oleh Belanda. Akibat dari sikap
tersebut, pemerintah kolonial mengadakan kontrol dan pengawasan yang ketat
terhadap pesantren. Pemerintah Belanda mencurigai institusi pendidikan dan
keagamaan pribumi yang digunakan untuk melatih para pejuang militan untuk
melawan penjajah.8
7Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 212.8Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek Pesantren (Cet. I;
6
Dalam masa penjajahan Belanda, pendidikan Islam yang berpusat pada
pesantren, surau, dayah, dan lembaga pendidikan Islam lainnya sengaja melakukan
uzlah dari kekuasaan kolonial.9 Pada tahun 1882 pemerintah Belanda mendirikan
Priesterreden (Pengadilan Agama) yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan
pendidikan pesantren. Setelah itu, dikeluarkan Ordonansi tahun 1905 yang berisi
peraturan bahwa guru agama yang mengajar harus mendapatkan izin dari pemerintah.
Peraturan yang lebih ketat lagi dibuat pada tahun 1925 yang membatasi orang yang
boleh memberikan pelajaran mengaji. Akhirnya, pada tahun 1932 peraturan
dikeluarkan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak
ada izinnya atau yang memberikan pelajaran yang tak disukai oleh pemerintah.10
Peraturan-peraturan tersebut membuktikan ketidakadilan kebijaksanaan pemerintah
penjajahan Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia. Akan tetapi, pesantren
tetap bertahan dan berkembang karena pengelolanya mampu mengatur strategi
dengan baik. Berdasarkan laporan pemerintah pemerintah kolonial Belanda, tahun
1831 di Jawa terdapat lembaga pengajian dan pesantren sebanyak 1.853 buah dengan
jumlah santri sebanyak 16.500 orang. Pada tahun 1885 pesantren berkembang
menjadi 14.929 buah dengan jumlah santri 222.663 orang.11
Setelah kemerdekaan republik Indonesia 17 agustus 1945, madrasah dan
pondok pesantren tetap berjalan sesuai dengan kemampuan para pengasuh dan
masyarakat pendukungnya masing-masing. Badan pekerja komite nasional Indonesia
pusat (BPKNIP) sebagai badan legislative pada waktu itu dalam pengumumannya
bertanggal 22 desember 1945 (berita RI tahun II no. 4 dan 5 halaman 20 kolom 1)
diantaranya menganjurkan: “dalam memajukan pendidikan dan pengajaran sekurang-
kurangnya diusahakan agar pengajaran di madrasah berjalan terus dan diperpesat”.
Setelah kemerdekaan banyak pondok pesantren telah menyesuaikan diri dengan
tuntutan zaman. Dengan berakhirnya masa penjajahan di bumi Indonesia, maka umat
Islam Indonesia mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengadakan kontak
dengan dunia luar. Pondok pesantren-pun melakukan kontak dengan dunia ilmu
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 89.9Jajat Burhanuddin (peny.), Mencetak Muslim Modern: Peta Pendidikan Islam Indonesia (Cet. I; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h. 2.10Zamakhsyari Dhofier Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Kyai (Cet. VII; Jakarta: LP3ES,1997), h.41 dan Zuhairini, op. cit., h. 14911Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Memadu Modernitas untuk Kemajuan (Cet. I; Jakarta; Pesantren Nawesea Press, 2009), h. 59-61.
7
pengetahuan yang ada di luar. Terlihat adanya perkembangan di lingkungan
pendidikan pondok pesantren. Pesantren mulai banyak mendirikan /
menyelenggarakan pendidikan formal terutama madrasah. Seperti Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah, di samping tetap
meneruskan sistem lama berupa sistem wetonan dan sorongan.
Karena potensi pondok pesantren yang cukup besar serta jasanya dalam turut
mencerdaskan masyarakat Indonesia banyak kalangan memberikan perhatian kepada
pondok pesantren terutama ditujukan untuk menjadi pelopor pembangunan
masyarakat (agent of development). Perhatian pemerintah sangat besar sekali dan
pondok pesantren diakui sebagai lembaga pendidikan yang berjasa membantu
pemerintah dalam mencerdaskan bangsa. Kita harus bersyukur dan boleh berbangga
dengan keberhasilan pondok pesantren dapat berkembang dan menjalankan fungsinya
sebagai lembaga pendidikan yang telah mampu menempatkan dirinya dalam mata
rantai dari keseluruhan sistem pendidikan nasional. Bila melihat pertumbuhan pondok
pesantren di zaman penjajahan sangat memprihatinkan yaitu tertekan, terhambat dan
semacamnya, tapi sekarang sungguh berlainan keadaannya.
Perkembangan pondok pesantren pada zaman pembangunan ini boleh
dikatakan telah berhasil dan memuaskan walaupun di beberapa pesantren masih perlu
diadakan pembenahan dan pembinaan. Karena maju dan tidaknya suatu pesantren
bergantung pada pengalaman dan kemampuan yang dimiliki kyai sebagai pengelola
pesantren itu.
2. Melihat kecenderungan pesantren dalam merespons perkembangan dakwah
Islam
Kecenderungan pesantren dalam merespons perkembangan dakwah Islam
sangatlah bagus dan mendukung. Karena, pesantren sendiri membantu perkembangan
dakwah Islam sehingga bisa menghasilkan kader-kader dalam penyebaran agama
Islam.
Sedemikian pentingnya berdakwah dalam kerangka mengajak umat manusia
untuk berbuat baik, maka dakwah dalam Islam memiliki hukum wajib. Hal ini dapat
dilihat dari ayat QS An Nahl (125) yang artinya :
8
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (QS An – Nahl : 125).
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar (QS Ali
Imron : 104).
Dakwah diakui secara fungsional, telah mampu mengubah peri kehidupan
masyarakat jahiliah struktural kemasyarakatannya, bangsa Arab memiliki tata
kepercayaan penyembah berhala. Sistem pemerintahan yang menganut faham
kabilahisme yang berusia ratusan tahun. Namun melalui cara-cara dakwah dengan
persuasif dan lemah lembut, maka berubahlah mereka menjadi penganut Islam yang
baik. Tidak cukup itu saja, peranan dakwah benar-benar telah menunjukkan fungsi
vitalnya, karena hanya dalam beberapa tahun saja melalui dakwah yng dikembangkan
sejak awal agama ini diserukan, Islam telah tersebar dan sanggup menaklukkan
beberapa negara. Yang menarik bahwa dalam setiap fase dan periode kesejarahannya,
Islam telah menyumbangkan berbagai nilai-nilai peradaban dan kebudayaan yang
sangat luhur dalam wilayah taklukannya. Dan transformasi nilai-nilai Islami ini dalam
setiap periode kesejarahan atau dari satu generasi ke generasi yang lain tentunya
melalui proses dan kegiatan dakwah.
Pesantren pada mulanya meruupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan
penyiaran Agama Islam. Namun, dalam perkembangannya lembaga ini semakin
memperluas wilayah penyebarannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas
vertikal penjejelan materi-materi keagamaan, tetapi juga mobilitas horizontal
(kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis
keagamaan dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan
kekinian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak
bisa lagi didakwah semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga
(seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut
persoalan masyarakat di sekitarnya. Menurut KH.M.Yusuf Hasyim: Pondok Pesantren
tidak sekedar mencetak individu pendakwah yang melakukan amar ma’ruf nahi
munkar, melainkan pesantren sebagai lembaga itu sendirilah yang berperan sebagai
pendakwah, dan bahkan telah menjadi prototipe dakwah bil-hal bagi masyarakat.12
12 M. Dian Nafi’, Abd A’la, Hindun Anisah, Abdul Aziz dan Abdul Muhaimin, Praksis Pembelajaran Pesantren, (Insite For Training and Defelopment (ITD) Amherst, MA, Forum Pesantren, Yayasan selasih. Yogyakarta.
9
Secara mendasar peranan Pondok Pesantren yang lebih fungsional dan
berpotensi antara lain sebagai berikut :
a) Pusat kajian Islam
Pada dasarnya Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang
mendalami dan mengkaji berbagai ajaran dan ilmu pengetahuan agama Islam melalui
buku-buku klasik atau modern berbahasa arab. Dengan demikian secara tidak lansung
Pondok Pesantren telah menjadikan posisinya sbagai pusat pengkajian masalah
keagamaan Islam, dalam kata lain Pondok Pesantren berperan sebagai pusat kajian
Islam.
b) Pusat pengembangan dakwah
Dakwah Islamiyah dapat diartikan sebagai penyebaran atau penyiaran ajaran
dan pengetahuan agama Islam yang dilakukan secara Islami, baik itu berupa ajakan
atau seruan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan maupun berupa uswah
hasanah (contoh yang baik).
Peranan Pondok Pesantren sebagai pusat pengembangan Dakwah Islamiyah
dapat dikategorikan kedalam tiga peranan pokok.
1. Peranan Institusi/Kelembagaan.
Dakwah Islamiyah merupakan hal pokok yang menjadi tugas Pondok
Pesantren untuk dilakukan, karena pada mula berdirinya suatu Pondok Pesantren,
dakwah merupakan landasan pijak yang dipakai oleh para kyai dan ulama. Dalam
upaya mencapai tujuan, Pondok Pesantren menyelenggaran kegiatan pengajian atau
tafaqquh fi al-din yang dimaksudkan agar para santri mengerti dan paham secara
integral tentang ajaran dan pengetahuan agama Islam.
2. Peranan instrumental
Upaya penyebaran dan pengamalan ajaran agama Islam selain dilembagakan
dalam tujuan Pondok Pesantren tentunya memerlukan adanya sarana-sarana yang
menjadi media dalam upaya aplikasi tujuan tersebut. Dalam wacana inilah peranan
2007) 62
10
Pondok Pesantren sebagai sarana Dakwah Islamiyah tampak sangat berperan dan
kemudian melahirkan peranan lain Pondok Pesantren dalam Dakwah Islamiyah dan
sumber daya manusia.
3. Peranan sumber daya manusia
Dalam sistem pendidikan Pondok Pesantren diupayakan pengembangan
ketrampilan para santri dalam rangka mencapai tujuan Pondok Pesantren termasuk
dalam hal ini tentunya Dakwah Islamiyah. Pondok Pesantren dalam tataran ini
berperan dalam menyediakan dan mempersiapkan sumberdaya manusia yang terampil
dan capble dalam pemenuhan Dakwah Islamiyah.
Dalam melaksanakan Dakwah Islamiyah, ada dua metode dakwah yang
terkenal; dakwah bi al-lisan (lisan atau seruan) dan dakwah bi al-hal (aksi).
1. Dakwah bi al-lisan
Dakwah Islamiyah yang dilakukan Pondok Pesantren yang bersifat seruan atau
ajakan secara lisan dapat dipahami sebagai sebuah dakwah yang menyerukan kepada
anggota masyarakat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
SWT senantiasa ada dan cukup relevan dengan apa yang terjadi dewasa ini.
2. Dakwah bi al-hal
Dakwah yang dilakukan dengan aksi atau pemberian contoh adalah salah satu
metode dakwah yang efektif dalam upaya mengajak ummat dan masyarakat untuk
berbuat kebaikan dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
c) Pusat pelayanan beragama dan moral
Pelayan kehidupan beragama di Indonesia tidak menjadi tanggung jawab
pemerintah saja. Namun keterlibatan masyarakat cukup signifikan dalam upaya
membantu pemerintah dalam pelayanan beragama ini. Pondok Pesantren sebagai
lembaga keagamaan yang mengakar pada masyarakat tentunya memiliki peranan
yang cukup besar dalam mengupayakan pelayanan kehidupan beragama dan sebagai
benteng ummat dalam bidang akhlak.
d) Pusat pengembangan solidaritas dan ukhuwah Islamiayah
11
Selain dari bentuk ajakan atau seruan atau pemberian contoh untuk berbuat
baik, dakwah Islamiyah yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren dapat
bermacam-macam bentuknya meskipun dikategorikan sebagai dakwah bi al-hal.
Kegiatan ini bahkan lebih efektif dan berpotensi jika diselenggarakan oleh Pondok
Pesantren.13
Demikian juga, pedoman penyebaran dan pengembangan Islam mempunyai
tiga bagian;
1) Orang menyeru atau mengajak orang lain kejalan Islam dengan “hikmah”.
2) Menyampaikan dengan tutur bahasa yang baik (mauidhotul hasanah).
3) Manakala harus terjadi adu argumentasi atau berdebat dengan cara yang baik
pula.14
Dengan demikian Pondok Pesantren telah memberikan keikhlasan sendiri
dalam penyelenggaraan kegiatan dengan mentransformasikan dirinya sebagai pusat
pengembangan solidaritas dan ukhuwah Islamiyah.
3. Pesantren sebagai basis pergerakan dakwah Islam
Dakwah pada dasarnya adalah kewajiban individual, dalam artian siapapun
orangnya memiliki kewajiban untuk berdakwah. Namun demikian kegiatan dakwah
dalam mengajak kearah perbaikan serta mencegah perbuatan munkar bukanlah hal
yang mudah, untuk itu diperlukan adanya suatu jaringan kerjasama yang terkoordinasi
dalam sebuah lembaga.
Jika setiap orang memiliki misi dakwah masing-masing, tanpa adanya kerja
sama yang terorganisir, ketika ada suatu halangan dan rintangan tentu akan terasa
berat menanggulanginya. Namun jika gerakan dakwah dilakukan bersama-sama yang
diatur dalam sebuah organisasi, maka hambatan dakwah akan dapat diselesaikan
bersama-sama. Artinya selain dakwah individual diperlukan juga adanya organisasi
dakwah sebagai wadah yang dapat menjadi sarana persatuan dalam mewujudkan misi
dakwah.
Adapun fungsi organisasi dalam pergerakan dakwah adalah :
13 Pola Pengembangan Pondok Pesantren, DT.II.II (Departemen Agama RI, Jakarta, 2003) 82-9814 H. A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, (LP3NI, Jakarta, 1998) 191
12
1. Menjadi wadah gerakan dakwah.
2. Menjadi ruang alternative bagi masyarakat.
3. Menjadi mitra aktivitas pemberdayaan umat
4. Menjadi penyalur minat dan bakat umat.15
Dengan adanya organisasi dalam pergerakan dakwah, gerakan dakwah akan
lebih terarah karena visi dan misi mewujudkan khairu ummah lebih terkoordinir.
Meskipun hambatan dalam dakwah akan selalu ada seiring kegiatan dakwah, namun
hal itu akan lebih mudah diatasi melalui organisasi dakwah.
Pesantren adalah tempat untuk menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu
pengetahuan umum. Sesungguhnya pesantren merupakan tempat yang cocok dalam
menyampaikan ilmu agama Islam kepada masyarakat luas. Ini tidak lain karena
masyarakat Muslim hanya akan terbentuk dengan cara memegang teguh nilai Islam.
Di antara nilai itu ialah:
Memperkuat tali ukhuwah dan cinta di antara kaum muslimin di dalam satu
atap.
Menebarkan semangat persamaan dan keadilan di antara kaum muslimin,
meskipun latar belakang dan kondisi mereka berbeda-beda.
Segenap kaum muslimin mau bersatu untuk memegang erat hukum dan syariat
Islam, yang kesemuanya sangat efektif dan efisien jika diajarkan di dalam
pesantren.
Urgensi Pergerakan Dakwah:16
a. Pergerakan merupakan inti manajeman dakwah
b. Fungsi yang secara langsung berhubungan dengan manusia (pelaksana
dakwah dan atau mubaligh).
c. Sangat menentukan kelancaran dakwah yang telah direncanakan dan
diorganisir sebelumnya.
Langkah-langkah pergerakan dakwah:17
15 Islamic.net, Fungsi Lembaga Dakwah, dalam: http//www.google.com// wordpress..// diakses 19 Desember 201316Abd. Rosyad Shaleh, Op.cit, h. 117-118.- dikutip oleh Drs. Hasanuddin, MA. Manajemen Dakwah (UIN Jakarta Press, 2005), h. 114.17E.K. Mochtar Effendi, Manajeman Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam (1986: 28). - dikutip oleh Drs. Hasanuddin, MA. Manajemen Dakwah (UIN Jakarta Press, 2005)
13
1. Pemberian motivasi (motivation).
2. Pembimbingan (conselling, commanding, leading).
3. Penjalinan hubungan (cordination).
4. Penyelenggaraan komunikasi (communication).
5. Pengembangan atau peningkatan pelaksana (training and development)
Ada beberapa hal lain yang mesti dicatat atas peran pesantren sebagai
basis dakwah.
1. Pesantren merupakan tempat untuk pembentukan tata sosial baru yang bersifat
religius.
2. Pesantren merupakan rumah bagi gerakan ekspansi dakwah dalam rangka
dakwah Islam.
3. Pesantren merupakan tempat yang terbuka bagi setiap muslim yang ingin
belajar secara mendalam.
4. Pesantren merupakan tempat yang sangat nyaman (suasana ta’abbudiyah yang
kental) sekaligus aman untuk dakwah.
5. Pesantren senantiasa menambatkan hati seorang muslim pada akhirat.
6. Pesantren merupakan tempat yang sangat efektif untuk konsolidasi kekuatan
ruhaniyah.
7. Pesantren merupakan sarana yang efektif dan efisien untuk penerangan
terhadap masyarakat muslim.
C. PENUTUP
Pendidikan dan dakwah merupakan kunci yang amat strategis dalam mengatasi
berbagai permasalahan global yang terjadi saat ini. Untuk itu masalah pendidikan yang
bermutu dan unggul, seimbang antara agama dan umum, jasmani dan rohani harus kita
14
berikan kepada putra-putri dan generasi muda kita. Mudah-mudahan upaya ini memberi
berkah bagi kemajuan umat manusia umumnya, dan bangsa Indonesia pada khususnya.
Perkembangan Islam sebagai agama besar tidak lepas dari peran penting
penyelenggaraan dakwah dan pendidikan sangatlah erat hubungan antara pendidikan dan
dakwah pada hakekatnya keduanya merupakan kegiatan dan proses sosialisasi nilai-nilai
Islam. Dalam proses ini dakwah seperti halnya pendidikan memiliki tujuan yang sama
yakni mengajak kepada sasaran untuk menghayati serta mengamalkan nilai-nilai Islami.
Pesantren adalah tempat untuk menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu
pengetahuan umum. Sesungguhnya pesantren merupakan tempat yang cocok dalam
menyampaikan ilmu agama Islam kepada masyarakat luas. Ini tidak lain karena
masyarakat Muslim hanya akan terbentuk dengan cara memegang teguh nilai Islam.
Di antara nilai itu ialah:
Memperkuat tali ukhuwah dan cinta di antara kaum muslimin di dalam satu
atap.
Menebarkan semangat persamaan dan keadilan di antara kaum muslimin,
meskipun latar belakang dan kondisi mereka berbeda-beda.
Segenap kaum muslimin mau bersatu untuk memegang erat hukum dan syariat
Islam, yang kesemuanya sangat efektif dan efisien jika diajarkan di dalam
pesantren.
DAFTAR PUSTAKA
Marwan Saridjo, Pendidikan Islam dari masa ke masa : Tinjauan kebijakan terhadap
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Yayasan Ngali Aksara, 2010.
15
Departemen Agama RI, Nama dan Data Potensi Pondok-Pondok Pesantren Seluruh
Indonesia, Jakarta : Depag RI, 1984/1985.
Mastuhu, Dinamika sistem Pendidikan Pesantren : Suatu Kajian tentang Unsur dan
Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta, 1994.
Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren : Telaah terhadap
Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islma Assalam Surakarta. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2011.
Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara, 1992.
Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain ke Nusantara : Jejak Intelektual Arsitek
Pesantren. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006.
Jajat Burhanuddin, Mencetak Muslim Modern : Peta Pendidikan Islam Indonesia.
Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006.
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Kyai, Jakarta :
LP3ES, 1997.
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Memadu Modernitas untuk Kemajuan,
Jakarta : Pesantren Nawesea Prees, 2009.
16