Upload
ngodang
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
1
PENERAPAN METODE DISKUSI PADA MATA PELAJARAN SEJARAHDALAM MENINGKATKAN KEBERANIAN MENGEMUKAKAN
PENDAPAT SISWA KELAS XI IPS 1 SMA NEGERI 1 PASANGKAYU
Oleh :
Abduh H. Harun1
Risnawat2
ABSTRAK
Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebangai pelaksanaan tindakan
dan guru sebagai observer. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah observasi dan dokumentasi adapun teknik analisis data yang
gunakan berdasarkan model miles dan huberman yang meliputi tiga
tahap, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa hasil observasi aktivitas siswa pada
pembelajaran sejarah yang menerapkan metode diskusi siklus I
keberanian mengemukakan pendapat siswa pada pertemuan pertama
26,5% dan pertemuan kedua 35,3%, pada siklus II mengalami
peningkatan pertemuan pertam 44,1% kriteia kurang meningkat dan
pertemuan kedua 53% criteria cukup meningkat. Selanjutnya
mengalami peningkatan lagi pada siklus III pertemuan pertama 64,7%
criteria meningkat dan pertemuan kedua79,5% criteria sangat
meningkat.
Kata Kunci: Metode Diskusi, Keberanian Mengemukakan
Pendapat
1 Dosen tetap pada Prodi PKN FKIP Untad2 Guru Pada SMAN 1 Pasangkayu
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
2
APPLICATION OF METHOD OF DISCUSSION ON THE SUBJECTSOFHISTORY IN INCREASING COURAGE TO EXPRESS OPINIONS
XI IPS 1 HIGH SCHOOL COUNTRY 1 PASANGKAYU
ABSTRACT
In this study, reserarchers act as an observer. Data colecction
techniques used go round as for the observation and documentation
of data analysis techniques used by Miles and Huberman models,
data presentation ada conclusion. This study showed that the
observation of the activity of stdents in the teaching of histori which
apply the method of discussion first cycle students the corage to
express opinions ata the first meeting 26,5% and the second
meeting 35,3 % at less criteria increases, on the second cycle
increased first meeeting 44,1% less criteria increases and the
second meeting the criteria to be increased only 53% furtheremore,
increased again in the third cycle the first meeting the criteria
increased 64,7 % and 79,5% the second meeting the criteria greatly
increased.
Key words: discusssion method adn courage to express opinions
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
3
PENDAHULUAN
Proses pembelajaran di
sekolah guru biasanya menggunakan
pembelajaran konvensional yang
bentuk pembelajarannya satu arah
seperti ceramah, tugas baca buku
dan kegiatan yang dilaksanakan
dalam pembelajaran yang berpusat
pada guru sehingga peran guru
sangat dominan. Guru lebih banyak
memberikan informasi-informasi
sedangkan siswa hanya sebagai
pendengar, sehingga siswa kurang
aktif dalam memberikan kontribusi
ide atau mengemukakan pendapat.
Sistem pembelajaran dengan
menggunakan model tersebut dapat
menimbulkan rasa jenuh bagi
peserta didik, sehingga tidak
maksimal dalam menyerap materi
pembelajaran yang sedang
berlangsung. Apabila hal tersebut
terjadi terus menerus, maka besar
kemungkinan hasil belajar yang
akan dicapai tidaklah sesuai dengan
yang diharapkan. Dari permasalahan
tersebut perlu adanya perbaikan
terhadap strategi pemebalajaran
yang berkaitan dengan metode
pembelajaran yang digunakan guru,
yaitu dengan melaksanakan motode
pembelajaran yang beriorentasi pada
siswa seperti metode diskusi
merupakan salah satu pembelajaran
berpusat pada siswa.
Berdasarkan hasil obervasi
dan wawacara guru bidang studi
pendidikan sejarah yaitu Hasda
Ariani, S.Pd di SMA Negeri 1
Pasangkayu yang dilakukan oleh
peneliti pada tanggal 13 Januari
2015. Kemampuan mengeluarkan
pendapat siswa disetiap kegiatan
pembelajaran sejarah masih rendah,
itu dapat dilihat dari hasil observasi
kelas XI IPS 1 yaitu 16 orang siswa
tidak berani mengemukakan
pendapat karena tidak tahu apa yang
harus dikatakan, 7 orang siswa tidak
berani mengemukakan pendapat
karena takut atau malu salah dalam
berpendapat dan 4 orang siswa tidak
berani berpendapat tanpa alasan.
Jadi secara keseluruhan 27 siswa
tidak berani mengemukakan
pendapat dengan persentase 79,4%,
sedangkan yang berani
mengemukakan pendapat berjumlah
7 siswa dengan persentase 20,6%.
Terkait permasalahan diatas
rendahnya kemampuan
mengeluarkan pendapat siswa dalam
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
4
proses pembelajaran sejarah
berdasarkan hasil wawancara guru
bidang studi sejarah (Hasda Ariani,
S.Pd) disebabkan oleh beberapa hal
sebagai berikut, ketertarikan siswa
belajar sejarah masih sangat kurang,
dan masih takut atau malu
mengeluarkan pendapatnya didalam
kelas pada proses pembelajaran
berlangsung. Selain itu dari hasil
obsevasi proses pembelajaran dalam
kelas menggunakan metode yang
cenderung konvensional (berpusat
pada guru). Sedangkan dalam
pembelajaran sejarah tidak hanya
bertujuan agar siswa memahami
tentang pentingnya konsep ruang
dan waktu saja, tapi kemampuan
berpikir historis siswa juga dituntut
sehingga dapat menganalisis suatu
peristiwa sejarah dari berbagai sudut
padang mereka. Sehingga
memerlukan keaktifan siswa dalam
mengkaji suatu peristiwa sejarah
serta memerlukan banyak bacaan
dalam memahaminya. Dari
pernyataan tersebut, memberi
motivasi peneliti mengangkat judul
dan melakukan penelitian ini dengan
judul Penerapan metode diskusi
pada mata pelajaran sejarah dalam
meningkatkan keberanian
mengemukakan pendapat siswa
kelas XI IPS I SMA Negeri 1
Pasangkayu. Berdasarkan latar
belakang yang penulis uraikan di
atas, maka penulis merumuskan
pokok permasalahan yaitu apakah
penerapan metode diskusi pada
mata pelajaran sejarah dapat
meningkat keberanian
mengemukakan pendapat siswa di
kelas XI IPS I SMA Negeri 1
Pasangkayu?. Adapun tujuan yang
ingin dicapai pada penelitian ini
adalah untuk meningkatkan
keberanian mengemukakan pendapat
siswa kelas XI IPS I SMA Negeri 1
Pasangkayu. Manfaat Penelitian ini
yaitu: Bagi penulis untuk menambah
wawasan pengetahuan serta
keterampilan dalam menulis karya
ilmiah khususnya mengenai
pendidikan.Bagi pendidik, Sebagai
bahan masukan bagi para guru
dalam menjalankan KBM (Kegiatan
Belajar Mengajar ) khususnya pada
mata pelajaran sejarah dalam
menggunakan metode pembelajaran
diskusi untuk meningkatkan
keberanian mengemukakan pendapat
Bagi siswa, dapat memotifasi belajar
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
5
siswa agar prestasi belajar siswa di
kelas lebih meningkat. Dan Sebagai
refrensi dan masukan bagi
mahasiswa akademik Fakultas FKIP
dan pihak lain dalam melakukan
penelitian yang sejenis
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah
Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Penelitian dilaksanakan dari Januari
sampai februari tahun 2015 di SMA
Negeri 1 Pasangkayu. Subyek
penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1
Pasangkayu yang terdaftar pada
semester genap tahun ajaran
2014/2015 yang berjumlah 34 siswa.
Pelaksanaan penelitian
tindakan kelas ini mengikuti tahap
tindakan yang bersiklus. Model
penelitian ini mengacu pada
modifakasi spiral yang dicantumkan
Kemmis dan Mc Tanggart dalam
Sukardi (2013: 08) mereka
menggunakan empat komponen
penelitian tindakan, yakni
perencanaan, tindakan, observasi,
dan refleksi. Jenis data dalam
penelitian ini meliputi data-data
kualitatif yang diperoleh dari hasil
observasi yaitu aktifitas siswa dan
guru dalam kelas pada waktu
pembelajaran berlangsung.
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian tindakan kelas ini melalui
pengamatan (observasi) yaitu
menganalisis dan mengadakan
pencatatan secara sistematis
mengenai aktivitas guru dari segi
metode pembelajaran yang
digunakan pada waktu pelaksanaan
pembelajaran, serta aktivitas siswa
pada waktu pembelajaran
berlangsung dalam keberanian
mengemukakan pendapat yang
dilakukan oleh peneliti. Teknik
analisis data yang digunakan yang
adalah hasil dari pengamatan dan
wawancara penelitian, yang terdiri
dari tiga tahap kegiatan yang
berlangsung berdasarkan model
Miles dan Huberman yaitu: reduksi
data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan/verifikasi. Indikator
keberhasilan dalam penelitian ini
apabila guru dapat melaksankan
pembelajaran dengan baik sesuai
dengan motode diskusi diikuti
dengan keterlibatan aktif siswa
dalam pembelajaran. Keaktifan
sisiwa dalam proses pembelajaran
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
6
ini dilihat datri peningkatan
keberanian siswa dalam
mengemukakan pendapat yakni
mencapai 80 %. Indikator
keberhasilan ini tidak dilihat dari
kriteria ketuntasan minimal (KKM)
yang berlaku di SMA Negeri 1
Pasangkayu yakni 76 %, tetapi
berdasarkan kesepakatan antara
peneliti dan guru bidang studi
sejarah di sekolah tersebut.
HASIL PENELITIAN
Pertama. Hasil analisis
observasi aktivitas guru dalam
menerapkan metode diskusi pada
pertemuan I jumlah skor 20 dan
pada pertemuan II jumlah skor 23
dari 8 kriteria penilaian aktivitas
guru berdasarkan langkah-langkah
metode diskusi, jumlah skor
maksimal 32 karena berdasarkan
interval kriteria taraf keberhasilan
maksimal yaitu aktivitas guru
dikategorikan sangat kurang ketika
berada pada presentase 30 %
samapai dengan 55%, kriteria
kurang ketika berada pada
persentase lebih dari 55% sampai
dengan 65%, kriteria cukup ketika
berada pada persentase lebih dari
65% sampai dengan 75%, kriteria
baik ketika berada pada persentase
lebih dari 75% sampai dengan 85%
dan kriteria sangat baik krtika berada
pada persentase lebih dari 85%
sampai dengan 95%.
Berdasarkan hasil observasi
aktivitas guru dalam melaksankan
proses pembelajaran berdasarkan
langkah-langkah metode diskusi
pada siklus I untuk pertemuan I
berada pada kriteria kurang dengan
peroleh skor 20 dengan persentase
(62,5%), pada pertemuan ke II
keberhasilan aktivitas guru
mengalami peningkatan berada pada
kriteria Cukup dengan perolehan
skor 23 persentase (71,9%).
Hasil observasi aktivitas
siswa dalam keberanian
mengemukakan pendapat pada
pertemuan I dari 34 siswa di kelas
XI IPS 1 masih kriteria kurang
meningkatdikarenakan persentase
yang dicapai masih jauh dari standar
penilaian, walaupun terjadi
peningkatan jumlah siswa dalam
mengemukakan pendapat, adapun
indikator-indikator keberanian
mengemukakan pendapat yang
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
7
terlaksana yaitu indikator Bertanya 4
siswa dengan persentase (11,8%)
dan Menjawab 5 siswa dengan
persentase (14,7%). Jadi jumlah
siswa yang terlaksana atau berani
mengemukakan pendapat yaitu 9
siswa dengan persentase (26,5%)
berdasarkan jumlah tersebut terlihat
peningkatan dari hasil sebelumnya
pada observasi awal yaitu 8 siswa
dengan persentase (23,6%)namun
masih perlu adanya peningkatan
yang lebih lagi. Sedangkan jumlah
siswa yang tidak terlaksana atau
tidak berani mengemukakan
pendapat yaitu 25 siswa dengan
persentase (73,5%).
Hasil observasi aktivitas
siswa dalam keberanian
mengemukakan pendapat pada
pertemuan II dari 34 siswa di
kelasXI IPS 1 tidak jauh
bedapertemuan I pada pertemuan II
masih kurang meningkat,
namunjumlah siswa yang berani
mengemukakan pendapat mengalami
peningkatan dari 9 siswa menjadi 12
siswa. Adapun indikator-indikator
yang terlaksana yaitu Bertanya 5
siswa dengan persentase (14,8%),
Menjawab 4 siswa dengan
persentase (11,8%) dan Memberi
usulan/saran 3 siswa dengan
persetase (8,8%). Jadi jumlah siswa
yang terlaksana atau berani
mengemukakan pendapat pada
pertemuan II terdapat 12 siswa
(35,3%), sedangkan peresentase
siswa yang tidak terlaksana atau
tidak berani mengemukakan
pendapat yaitu 22 siswa dengan
persentase 64,7%.
Setelah dilaksanakan
tindakan siklus I, kegiatan
selanjutnya wawancara kepada guru
siswa dan untuk mengetahui respon
terhadap pembelajaran melalui
metode diskusi. Berdasarkan hasil
wawancara pada Ibu Hasda Ariani,
S.Pd selaku guru mata pelajaran
sejarah mengenai penggunaan
metode diskusi pada proses
pembelajaran sejarah. “sangat baik,
siswa terlihat lebih aktif dalam
proses pembelajaran, berbeda hal
dengan metode yang biasa
diterapkan di kelas siswa cerung
pasif, siswa hanya mengikuti alur.
Apa yang telah dijelaskan oleh guru
mereka tulis dan terkadang mereka
hanya belajar menyalin apa yang ada
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
8
di buku tanpa ada pendapat/ide yang
berasal dari pemikiran mereka
masing-masing”.
Hasil wawancara pada
beberapa siswa di Kelas IPS 1
merespon baik, mereka lebih mudah
untuk memahami isi materi sejarah
yang terkesan pemabahasan yang
panjang, membosankan dan selama
mereka mengikuti pelajaran
sebelumnya mereka hanya sekedar
mendengarkan, mencatatat saja,
melalui metode ini siswa dapat
mengemukakan pendapatnya.
Walaupun pada siklus I masih
keberanian mengemukakan pendapat
belum mengalami peningkatan.
Hasil analisis observasi
aktivitas guru dalam menerapkan
metode diskusi pada pertemuan I
jumlah skor 25 dan pada pertemuan
II jumlah skor 26 dari 8 kriteria
penilaian aktivitas guru berdasarkan
langkah-langkah metode diskusi,
jumlah skor maksimal 32 karena
berdasarkan interval kriteria taraf
keberhasilan maksimal yaitu
aktivitas guru dikategorikan sangat
kurang ketika berada pada
presentase 30 % samapai dengan
55%, kriteria kurang ketika berada
pada persentase lebih dari 55%
sampai dengan 65%, kriteria cukup
ketika berada pada persentase lebih
dari 65% sampai dengan 75%,
kriteria baik ketika berada pada
persentase lebih dari 75% sampai
dengan 85% dan kriteria sangat baik
krtika berada pada persentase lebih
dari 85% sampai dengan 95%.
Kedua. Berdasarkan hasil
observasi aktivitas guru dalam
melaksankan proses pembelajaran
berdasarkan langkah-langkah
metode diskusi pada siklus ke II
untuk pertemuan I mengalami
peningkatan berada dalam kriteria
baik jumlah skor perolehan yaitu 25
dengan persentase (78,1%), pada
pertemuan ke II keberhasilan
aktivitas guru masih berada pada
kriteria Baik namun mengalami
peningkatan dalam jumlah skor
perolehannya yaitu 26 dengan
persentase (81,2%).
Hasil observasi aktivitas
siswa dalam keberanian
mengemukakan pendapat pada
pertemuan I dari 34 siswa di kelas
XI IPS1 masih masuk kriteria
kurang meningkat persentase yang
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
9
dicapai masih jauh dari standar
penilaian, namun jumlah siswa yang
berani mengemukakan pendapat
masih mengalami peningkatan dari
12 siswa menjadi 15 siswa, adapun
indikator-indikator keberanian
mengemukakan pendapat yang
terlaksana yaitu indikator Bertanya 6
siswa dengan persentase (17,6%),
Menjawab 5 siswa dengan
persentase (14,7%), Memberi
usulan/saran 2 siswa dengan
persentase (5,9%) dan Argumentasi
2 siswa dengan persentase (5,9%).
Jadi jumlah siswa yang terlaksana
atau berani megemukakan pendapat
pada pertemuan I yaitu 15 siswa
dengan persentase (44,1). Sedangkan
jumlah siswa yang tidak terlaksana
atau tidak berani mengemukakan
pendapat yaitu 19 siswa dengan
persentase (55,9%).
Hasil observasi aktivitas
siswa dalam keberanian
mengemukakan pendapat pada
pertemuan II dari 34 siswa di kelas
XI IPS 1 mengalami peningkatan
yaitu cukup meningkat dan
peningkatan jumlah siswa dalam
berani mengemukakan pendapat
yaitu dari 15 siswa memjadi 18
siswa. Indikator-indikator yang
terlaksana yaitu Bertanya 7 siswa
dengan persentase (20,6%),
Menjawab 7 siswa dengan
persentase (20,6%), Memberi
usulan/saran 12 siswa dengan
persentase (5,9%) dan Argumentasi
2 siswa dengan persentase (5,9%).
Jadi jumlah siswa yang terlaksana
atau berani mengemukakan pendapat
yaitu 18 siswa dengan persentase
(53%) sedangkan tidak terlaksana
atau tidak berani mengemukakan
pendapat 16 siswa dengan persetase
(47%).
Setelah dilaksanakan
tindakan siklus II, kegiatan
selanjutnya peneliti melakukan
wawancara fokus pada siswa di
kelas XI IPS 1 mengenai
penggunaan metode diskusi siswa
masih merespon baik. Namun masih
ada beberapa siswa yang terlihat
pada saat pembelajaran masih
kurang aktif dalam kelompoknya
setelah ditelusuri melalui
wawancara kepada beberapa siswa
tersebut hasil yang didapatkan
adalah siswa masih ragu-ragu, malu
dalam bertanya dan takut salah.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
10
Meskipun demikian keberhasilan
siklus II dalam keberanian
mengemukakan pendapat siswa di
kelas XI IPS 1 sudah cukup
meningkat walaupun perlu adanya
peningkatan yang lebih lagi.
Ketiga, Hasil analisis
observasi aktivitas guru dalam
menerapkan metode diskusi pada
pertemuan I jumlah skor 28 dan
pada pertemuan II jumlah skor 30
dari 8 kriteria penilaian aktivitas
guru berdasarkan langkah-langkah
metode diskusi, jumlah skor
maksimal 32 karena berdasarkan
interval kriteria taraf keberhasilan
maksimal yaitu aktivitas guru
dikategorikan sangat kurang ketika
berada pada presentase 30 %
samapai dengan 55%, kriteria
kurang ketika berada pada
persentase lebih dari 55% sampai
dengan 65%, kriteria cukup ketika
berada pada persentase lebih dari
65% sampai dengan 75%, kriteria
baik ketika berada pada persentase
lebih dari 75% sampai dengan 85%
dan kriteria sangat baik krtika berada
pada persentase lebih dari 85%
sampai dengan 95%.
Berdasarkan hasil observasi
menunjukkan keberhasilan aktivitas
guru dalam melaksankan proses
pembelajaran berdasarkan langkah-
langkah metode diskusi pada siklus
III, mengalami peningkatan untuk
pertemuan I memperoleh jumlah
skor 28 dengan persentase (87,5%)
dan pertemuan II memperoleh
jumlah 30 dengan persentase
(93,7%). Jadi, dari hasil skor yang
didapat pada siklus III ini, aktivitas
guru menunjukan keberhasilan
dalam proses pembelajaran
berdasarkan langkah-langkah
metode diskusi berada pada kriteria
sangat baik.
Hasil observasi aktivitas
siswa dalam keberanian
mengemukakan pendapat pada
pertemuan I dari 34 siswa di kelas
XI IPS 1 mengalami peningkatan
yaitu meningkat dan peningkatan
jumlah siswa dalam berani
mengemukakan pendapat yaitu dari
18 siswa memjadi 22 siswa.
Indikator-indikator yang terlaksana
yaitu Bertanya 9 siswa dengan
persentase (26,5%), Menjawab 8
siswa dengan persentase (23,5%),
memberi usulan/saran 3 siswa
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
11
dengan persentase (8,8%) dan
Argumentasi 2 siswa dengan
persentase (5,9%). Jadi jumlah siswa
yang terlaksana atau berani
mengemukakan pendapat pada
pertemuan I yaitu 22 siswa dengan
persentase (64,7%). Sedangkan tidak
terlaksana atau tidak berani
mengemukakan pendapat yaitu 12
siswa (35,3%).
Hasil observasi aktivitas
siswa dalam keberanian
mengemukakan pendapat pada
pertemuan II dari 34 siswa di kelas
XI IPS 1 mengalami peningkatan
yaitu sangat meningkat dan
peningkatan jumlah siswa dalam
berani mengemukakan pendapat
yaitu dari 22 siswa menjadi 27
siswa. Indikator-indikator yang
terlaksana yaitu Bertanya 10 siswa
dengan persentase (32,4%),
Menjawab 12 siswa dengan
persentase (35,3%), Memberi
usulan/saran 2 siswa dengan
persentase (5,9%) dan Argumentasi
2 siswa dengan persentase (5,9%).
Jadi, jumlah siswa yang terlaksana
atau berani mengemukakan pendapat
pada pertemuan II yaitu 27 siswa
dengan persentase (79,5%).
Sedangkan tidak terlaksana atau
tidak berani mengemukakan
pendapat yaitu 7 siswa (20,5%).
Pada tahap ini peneliti
melakukan wawancara kepada guru
siswa dan untuk mengetahui respon
terhadap setelah pembelajaran
dilaksankan melalui metode diskusi
pada siklus III ini . Berdasarkan
hasil wawancara pada Ibu Hasda
Ariani, S.Pd selaku guru mata
pelajaran sejarah, mengenai
penggunaan metode diskusi dalam
proses pembelajaran Sejarah siklus
ini masih menanggapi baik, dimana
siswa terlihat lebih termotivasi dan
memudahkan siswa dalam belajar
sejarahserta dapat menumbuhkan
rasa tanggung jawab dan
mengembangkan cara berfikir
ilmiah siswa.
Sedangkan Hasil wawancara
pada beberapa siswa di Kelas IPS 1
mengenai penggunaan metode
diskusi dalam pembelajaran sejarah,
siswa merasa tidak bosan lagi dalam
belajar sejarah bahkan merasa
termotivasi dalam mengkaji
pelajaran sejarah. Siswa berpendapat
penggunaan metode diskusi dapat
mengetahui tentang sejarah lebih
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
12
luas lagi, seperti dalam memecahkan
masalah dalam kegiatan diskusi
siswa tidak terfokus dalam satu buku
saja tapi mencari buku-buku yang
relevan pada permasalah akan
dipecahkan.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil observasi
awal keberanian mengemukakan
pendapat siswa masih sangat rendah
dilihat dari hasil pengamatan awal
yang dilakukan, dengan persentase
20,6% (7 siswa) sedangkan tidak
terlaksana atau tidak berani
mengemukakan pendapat dengan
persentase 79,4% (27 siswa). Pada
siklus I terjadi peningkatan pada
pertemuan I menjadi 26,5% (9
siswa) dan tidak terlaksana atau
tidak berani mengemukakan
pendapat dengan persentase
(73,5%), pertemuan II 35,3% (12
siswa) dan tidak terlaksana atau
tidak berani mengemukakan
pendapat dengan persentase (64,7%)
dari jumlah 34 siswa di kelas.
Walaupun mengalami peningkatan,
namun masih jauh dari harapan atau
standar keberhasilan yang
diinginkan masih masuk kriteria
kurang meningkat. Adapun aspek-
aspek yang perlu direvisi pada siklus
berikutnya yaitu kerjasama atau
diskusi dalam satu kelompok masih
kurang, masih adanya siswa yang
malas dalam mengikuti pelajaran,
masih adanya siswa yang masih
mendominasi dalam kegiatan
diskusi, kepercayaan diri siswa
dalam mengemukakan pendapatnya
masih kurang karena selslu
terdominasi dengan teman
sekelompoknya sehingga pada tahap
persentase hasil diskusi, tanggapan
atau respon dari kelompok lain
masih kurang.
Penerapan metode
pembelajaran diskusi untuk
meningkatkan keberanian
mengemukakan pendapat pada
siklus II pada pertemuan I dengan
persentase 44,1% (15 siswa) masih
pada keriteria kurang meningkat,
akan tetapi pada pertemuan II cukup
meningkat dengan persentase 53%
(18 siswa). Namun ada beberapa
aspek yang menjadi penghambat
dalam standar keberhasilan yang
diinginkan. Adapun kekurangan
yang perlu diperhatikan dan direvisi
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
13
oleh peneliti baik dari aktivitas siswa
maupun aktivitas guru (peneliti)
yakni bagi siswa, masih adanya
terlihat siswa yang mendominasi
dalam kegiatan kelompok, siswa
yang ragu-ragu dalam bertanya dan
takut salah.Bagi guru hal-hal yang
perlu maksimalkan lagi yakni lebih
proaktif lagi dalam membimbing
siswa kerja sama secara
kolektifdengan teman kelompok dan
memotivasisiswa, agar tidak ada rasa
kurang percaya diri lagi dalam
mengemukakan pendapatnya.
Pada siklus III penerapan
metode diskusi dalam keberaniaan
mengemukakan pendapat mengalami
peningkatan sesuai harapan peneliti
yakni 64,7% (22 siswa) pada
pertemuan I dan 79,5% (27 siswa)
pada pertemuan II. Hal ini tersebut
terjadi karena upaya guru untuk
memperbaiki kekurangan pada
siklus II dengan melakukan hal-hal
seperti menciptakan suasana
keakraban terhadap siswa dalam
pemberian motivasi sehingga siswa
merasa nyama selama proses
pembelajaran berlangsung, mengatur
baik-baik dan terarah dalam
mengeluarkan pendapat siswa dalam
kegiatan diskusi sehingga tidak ada
siswa yang terdominasi lagi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa
data dan pembahasan pada penelitian
ini, maka dapat disimpulkan bahwa
penerapan metode diskusi dapat
meningkatkan keberanian
mengemukakan pendapat siswa di
kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1
Pasangkayu. Hal ini dapat dilihat
pada peningkatan dari siklus I
sampai pada siklus III. Pada siklus I
jumlah siswa dalam berani
mengemukakan pendapat yakni
pertemuan I berjumlah 9 siswa
(26,5%) dan pertemuan ke II
berjumlah 12 siswa (35,3%) dari 34
siswa dengan kriteria kurang
meningkat. Pada siklus II jumlah
siswa dalam berani mengemukakan
pendapat yakni pada pertemuan I
berjumlah 15 siswa (44,1%) dan
pertemuan ke II berjumlah 18 siswa
(53%) dari 34 siswa dengan kriteria
cukup meningkat. Pada siklus III
jumlah siswa dalam mengemukakan
pendapat yakni pertemuan I
berjumlah 22 siswa (64,7%) dan
pertemuan ke II berjumlah 26 siswa
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
14
(79,5%) dengan kriteria sangat
meningkat. Bertolak dari hasil
kesimpulan tersebut saran-saran
yang dapat diberikan yaitu: (1)
Metode diskusi sangat cocok
diterapkan dalam pembelajaran
terutama pada mata pelajaran sejarah
agar pada proses pembelajaran siswa
tidak merasa jenuh dan lebih aktif
dalam kelas. (2) Kepada guru agar
lebih memberi perhatian dan
motivasi pada siswa untuk berani
dalam mengemukakan pendapatnya
(3) Bagi peneliti selanjutnya
diharapkan agar lebih baik lagi
dalam penelitian, sehingga tujuan
yang ingin dicapai sesuai dengan
harapan.
DAFTAR RUJUKAN
Sukardi. (2013). Metode PenelitianPendidikan Tindakan KelasImplementasi DanPengembangannya. Jakarta:PT Bumi Aksara
Ulandari, A. (2013). Pendapat danPendidikan [online].Tersedia:file:///hello,%20i%27am%20a%20STRONGER%20%20pendapat%20dan%20pendidikan.htm(jumat/05/09/2014)
Wina, S. (2012). PenelitianTindakan Kelas. Jakarta:Prenada Media Grup.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
15
PENGGUNAAN MEDIA FILM DOKUMENTER SEBAGAI SUMBERPEMBELAJARAN SEJARAH DALAM UPAYA MENINGKATKANHASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS 1 SMA NEGERI 6 PALU
Oleh:
Carles Kapile1
Sulistianingsih2
ABSTRAK
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : (1) apakahpenggunaan media film dokumenter dapat meningkatkan hasil belajarsiswa pada mata pelajara sejarah di kelas XI IPS I SMA Negeri 6Palu?. (2) bagaimana pelaksanaan pembelajaran sejarah yangmenggunakan media film dokumenter di kelas XI IPS I SMA Negeri 6Palu?. Kedua hal pokok tersebut, memiliki tujuan-tujuan berikut: (1)untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran sejarah dikelas XI IPS I SMA Negeri 6 Palu. (2) untuk menjelaskanpelaksanaan pembelajaran sejarah melalui media film dokumenteryang menggunakan media film dokumenter di kelas XI IPS I SMANegeri 6 Palu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian iniadalah deskriptif Kualitatif dengan teknik pengumpulan data melaluiwawancara, observasi, penyebaran angket. Wawancara ditujukankepada guru yang mengajar sejarah dan siswa-siswi SMA Negeri 6Palu. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa, media pembelajaranfilm dokumenter yang digunakan oleh guru sejarah dalampembelajaran di kelas XI IPS I SMA Negeri 6 Palu terdiri dari tigakompenen utama yakni : Leptob, LCD projector, film dokumenter.Berdasarkan hasil angket maka dapat diketahui siswa kelas XI IPS ISMA Negeri 6 Palu melalui penggunaan media film dokumentersudah berkembang dan diterapkan dalam pembelajaran. Media filmdokumenter digunakan untuk merangsang siswa agar lebih senangbelajar mata pelajaran sejarah. Dengan menggunakan media filmdokumenter siswa menjadi lebih mudah memahami pelajaran yangdiberikanm dan tidak merasa bosan untuk menerima pelajaranberikutnya.
Kata Kunci: Film Dokumenter dan Pembelajaran Sejarah.
1 Dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Untad2 Guru Sejarah Pada SMA N 6 Palu
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
16
PENGGUNAAN MEDIA FILM DOKUMENTER SEBAGAI SUMBERPEMBELAJARAN SEJARAH DALAM UPAYA MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS 1 SMA NEGERI 6
Sulistianingsih1
Carles Kapile2
Mutawakkil3
ABSTRACT
Problems which investigated in this research were: (1)did theutilization of documenter movie media increased students’ study resultin history subject of XI IPS I class at SMA Negeri 6 Palu?. (2) how didthe history learning implementation which utilizing documenter moviemedia in XI IPS I class at SMA Negeri 6 Palu?. From the two mainpoints, they had purposes as followed: (1) to increase students’ studyresult on history subject in XI IPS I class at SMA Negeri 6 Palu. (2) toexplain the implementation of history learning which utilizingdocumenter movie media in XI IPS I class at SMA Negeri 6 Palu. Theused method in this research were qualitative with data accumulationtechnique through interview, observation and questionnairespreading. The intervie was tended to history teahers and SMA Negeri6 Palu students. The research resulth indicated that documenter moviemedialearning utilizedby history teachers in XI IPS I students at SMANegeri 6 Palu consist of three main components: Laptop, LCDprojector and documenter movie, Based on the questionnaire result itcould find out from XI IPS I students at SMA Negeri 6 Palu that theutilization of documenter movie media has developed and applied inlearning. Media documenter is used to stimulate students to be moreplease to learn the lessons of history. By using documenter studentmedia becomes easier to understand the lessons that be given and notfeel bored to accept the next lesson.
Key words: documenter movie and learning History
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
17
PENDAHULUAN
Dalam pembangunan dunia
terutama dalam prestasi siswa
haruslah menjadi tanggung jawab
semua pihak sesuai dengan tanggung
jawab masing-masing. Guru sebagai
salah satu unsur terdepan dalam
pelaksanaan pendidikan formal juga
di tuntut untuk melaksanakan
tanggung jawabnya mencerdaskan
siswa, atau minimal siswa mencapai
ketuntasan belajar sesuai yang
diharapkan, seperti yang
diungkapkan oleh Saekhan Muchith
(2008:3) mengatakkan bahwa:
Pendidikan adalah sektor yangsangat menetukan kualitashidup suatu bangsa. Menurutkegagalan pendidikanberimplikasi pada gagalnyasuatu bangsa keberhasilanpendidikan juga secaraotomatis membawakeberhasilan suatu bangsa.Oleh sebab itu untukmemperbaiki suatu bangsaharus dimulai dari penataandalam segala aspek pendidikanmulai dari aspek tujuan,saranan, pembellajaran,manjerial, dan aspek lain yangsecara langsung mapun tidakberpengaruh terhadap kualitaspembelajaran`Setiap proses pembelajaran
dapat diakui bahwa yang berperan
aktif dalam memperlancar proses
pembelajaran adalah guru, guru
merupakan unsur utama yang berada
pada posisi yang paling menentukan.
Oleh sebab itu, guru dituntut
senantiasa memberikan yang terbaik
terhadap siswa sehingga dapat
mencapai prestasi belajar atau hasil
belajar yang tinggi. Maka ada
beberapa yang perlu di perhatikan,
yaitu metode mengajar dan
pendekatan pembelajaran.
Pendekatan dan pembelajaran
mengajar yang juga perlu
diperhatikan oleh guru dalam
melaksanakan proses belajar
mengajar adalah penggunaan media
pembelajaran.
Arsyad (1997:5)mengemukakan yang dimaksudmedia pembelajaran adalah:
Media pembelajaran dalamproses belajar mengajar dapatmembangkitkan keinginan danminat yang baru,membangkitkan motivasi danrangsangan kegiatan belajar,dan bahkan membawapengaruh-pengaruh psikologisterhadap siswa. Mediapembelajaran sangatmembantu keefektifan prosespembelajaran. Guru-guru yangmengajarkan mata pelajaranjarang sekali menggunakan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
18
alat media. Padahalpenggunaan dapat memberikanmanfaat yang sangat besardalam rangka prestasi yangtinggiHasil observasi awal yang
dilakukan peneliti mengenai
pembelajaran sejarah di kelas XI IPS
1 SMA Negeri 6 Palu, bahwa dalam
pembelajaran masih kurang dalam
pemanfaatan media, adapun media
yang digunakan masih berupa media
cetak seperti LKS (Lembar Kerja
Siswa), selain itu kinerja mengajar
dari guru yang membawa mata
pelajaran sejarah yang monoton.
Tanggapan dari siswa dalam kelas
tersebut sangat pasif terbukti selama
kegiatan berlangsung siswa jarang
yang bertanya. Hal ini dikarenakan
penjelasan dari guru sejarah tersebut
kurang bisa dipahami oleh siswa.
Pada saat peneliti meminta daftar
nilai ulangan harian ternyata dari 28
siswa yang memenuhi KKM hanya
12 siswa (40.74%) sehingga masih
ada 16 siswa (59.25%) yang tidak
memenuhi KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimum).
Penggunaan media film
dokumenter pada pembelajaran
sangat diperlukan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran khususnya mata
pelajaran sejarah. Agar pembelajaran
di kelas berjalan lancar dan siswa
merasa tidak bosan, guru dituntut
memberikan materi melalui media
film dokumenter agar pembelajaran
terlihat lebih menarik.
Penggunaan media film
dokumenter ini sangat tepat karena
mata pelajaran sejarah erat kaitannya
dengan sebuah peristiwa. Selain itu
media film dokumenter memberikan
banyak manfaat bagi
pembelajaranya, materi yang di
terima oleh siswa dapat lebih
diterima siswa dan siswa akan ebih
termotivasi untuk belajar karena
media film dokumenter dapat
memberikan kesan menarik kepada
siswa, dari pemaparan diatas dapat
kita lihat bahwa peran sebuah media
dalam pembelajaran sangat penting.
Selain dapat meningkatkan hasil
belajar siswa media dalam
pembelajaran sangat juga dapat
meningkatkan minat atau motivasi
siwa dalam belajarnya, sehingga
media film dokumenter dapat
dijadikan sebagai salah satu jalan
keluar atau solusi atas masalah yang
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
19
dihadapi oleh guru atau siswa dalam
pembelajaran.
Melihat masalah diatas maka
penulis mendapati 2 masalah yang
perlu diteliti dalam penelitian ini,
yaitu : (1) Apakah penggunaan
media film dokumenter dapat
meningkatkan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran sejarah di kelas
XI IPS I SMA Negeri 6 Palu. (2)
Bagaimana pelaksanaan
pembelajaran sejarah dengan
menggunakan media film
dokumenter di kelas XI IPS I SMA
Negeri 6 Palu.
Berdaarkan dari 2 (dua)
masalah diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk : (1). Untuk
meningkatkan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran sejarah di kelas
XI IPS I SMA Negeri 6 Palu. (2).
Untuk menjelaskan pelaksanaan
pembelajaran sejarah dengan
menggunakan media film
dokumenter di kelas XI IPS I SMA
Negeri 6 Palu.
METODE PENELITIAN
Peneliti menggunakan
beberapa teknik yang akan
mempermudah dalam
mengumpulkan data. Teknik
tersebut yaitu :
Wawancara, wawancara yang
dimaksud oleh peneliti adalah tanya
jawab dengan informan untuk
mendapatkan data yang berkaitan
erat dengan masalah yang dikaji.
Wawancara akan dilakukan secara
langsung dengan informan penelitian
dalam kesempatan-kesempatan yang
disepakati, maupun dalam kondisi
yang dibutuhkanuntuk wawancara
lebih dalam dengan cara terbuka
tentang penggumaam media film
dokumenter sebagai sumber
pembelajaran sejarah dalam upaya
meningkatkan hasil belajar siswa
kelas XI IPS SMA Negeri 6 Palu.
Adapun yang menjadi informan
dalam penelitian ini adalah guru ips
dan siswa-siswi di SMA Negeri 6
Palu
Untuk memperoleh data
berikutnya penulis menggunakan
angket. Angket berisi pertanyaan
yang nantinya akan di isi oleh siswa
untuk mengetahui tentang
penggunaan media film dokumenter
Setelah data yang dibutuhkan
berhasil dikumpulkan, maka
selanjutnya mengolah data.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
20
Pengolahan data dilakukan dengan
cara mengelompokkan data yakni
data hasil wawancara dan data
angket.
Setelah data yang diperoleh
terkumpul dengan menggunakan
metode pengumpulan data diatas,
maka peneliti akan mengolah dan
menganalisis data tersebut dengan
menggunakan analisis secara
kuantitatif dan kualitatif deskriptif.
Data yang terkumpul melalui daftar
pertanyaan yang dituangkan angket.
Selanjutnya ditabulasikan secara
menyeluruh dalam sebuah tabel
berdasarkan pertanyaan yang
diajukan kepada responden dengan
cara menbuat klasifikasi kemudian
dianalisis dengan menggunakan
tekhnik analisis pesentase (%).
Adapun rumus yang digunakan
adalah rumus Anas Sudijono, 2003:
40)
P = F X 100%
N
Keterangan :
P = Angka persentase
F = Frekuensi
N = Jumlah responden
HASIL PENELITIAN
Untuk mengetahui penggunaan
media film dokumenter di kelas XI
IPS 1 SMA Negeri 6 Palu, berikut
ini disajikan hasil penelitian yang
dilakukan melalui angket dan hasil
belajar siswa.
Dalam penelitian ini Peneliti
menggunakan instrumen angket
yang disebarkan kepada peserta
didik di SMA Negeri 6 Palu. Berikut
ini data yang diperoleh dari sebaran
angket tersebut.
Tabel 1 Pernyataan Siswa tentang
penggunaan film dokumenter
sesuai dengan tujuan
pembelajaran
No Jawaban Frekuensi Presentase
(%)
1 Sangat
Sesuai
15 53.57
2 Sesuai 10 35.71
3 Cukup
Sesuai
3 10.71
4 Kurang
Sesuai
0 0
5 Tidak
Sesuai
0 0
Jumlah 28 100
Sumber : Hasil Analisi Angket di
kelas XI IPS I SMA
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
21
Negeri 6 Palu, Tanggal 22
September 2015.
Berdasarkan tabel 4.5 dapat
diketahui jumlah responden yang
memilih sangat sesuai penggunaan
film dokumenter dengan tujuan
pembelajaran sebanyak 15 orang
(53.57%), sedangkan 10 orang
(35.71%) menyatakan sering, 3
orang (10.71%) menyatakan cukup
sering. Kesimpulannya adalah
penggunaan media film dokumenter
di kelas XI IPS I sangat sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
Tabel 2 Pernyataan Siswa
terhadap penggunaan film
dokumenter sesuai tujuan
kongnitif seperti mengajarkan
pengenalan makna, jujur, sabar
dan prinsip.
No Jawaban Frekuensi Presentase
(%)
1 Sangat
Sesuai
8 28,57
2 Sesuai 6 21,42
3 Cukup
Sesuai
5 17,85
4 Kurang
Sesuai
5 17,85
5 Tidak
Sesuai
3 10,71
Jumlah 28 100
Sumber : Hasil Analisis Angket dikelas XI IPS I SMANegeri 6 Palu, Tanggal22 September 2015.
Tabel 4.6 dapat diketahui
jumlah responden yang menjawab
penggunaan film dokumenter sangat
sesuai tujuan kongnitif seperti
mengajarkan pengenalan makna,
jujur, sabar dan prinsip berjumlah 8
orang (28,57%), 6 orang (21,42%)
yang menyatakan sering, 5 orang
(17,85%) yang menyatakan cukup
sering, kemudian 5 orang (17,85%)
yang menyatakan kadang-kadang,
dan 3 orang (10,71%) yang
menyatakan tidak pernah.
Tabel 3 Pernyataan Siswa tentang
penggunaan film dokumenter
sesuai dengan tujuan psikomotor
seperti keterampilan meniru
gerak, memperjelas gerak dan
mempercepat
No Jawaban Frekuensi Presentase
(%)
1 Sangat
Sesuai
22 78,57
2 Sesuai 3 10,71
3 Cukup
Sesuai
1 3,57
4 Kurang
Sesuai
2 7,14
5 Tidak
Sesuai
0 0
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
22
Jumlah 28 100
Sumber : Hasil Analisis Angket dikelas XI IPS I SMANegeri 6 Palu, Tanggal22 September 2015.
Berdasarkan tabel 4.7 dapat
diketahui jumlah responden yang
menjawab penggunaan film
dokumenter sangat sesuai tujuan
psikomotor seperti keterampilan
meniru gerak, memperjelas gerak
dan mempercepat berjumlah 22
oarang (78,57%) dan yang
menyatakan sesuai berjumlah 3
oarang (10,71%), kemudian yang
menyatakan cukup sesuai berjumlah
2 orang (7,14%), dan yang
menyatakan kurang sesuai berjumlah
1 oarang (3,57%).
Tabel 4 Pernyataan Siswa tentang
media film dokumenter
membantu mempengaruhi sikap
dan emosi siswa.
No Jawaban Frekuensi Presentase
(%)
1 Sangat
Membantu
20 71,42
2 Membantu 4 14,28
3 Cukup
Membantu
4 14,28
4 Kurang
Membantu
0 0
5 Tidak
Membantu
0 0
Jumlah 28 100
Sumber : Hasil Analisis Angket dikelas XI IPS I SMANegeri 6 Palu, Tanggal22 September 2015.
Berdasarkan tabel 4.8 dapat
dilihat bahwa jumlah responden
yang memilih film dokumenter
membantu mempengaruhi sikap dan
emosi siswa berjumlah yaitu 20
orang (71,42%) , kemudian
menyatakan membantu berjumlah 4
orang (14,28%), dan 4 orang
(14,28%) menyatakan cukup
membantu.
Dalam kegiatan wawancara,
dilakukan terhadap guru mata
pelajaran sejarah yaitu Ibu Dra.
Salmia. Berdasarkan wawancara
yang telah dilakukan, diperoleh data
seperti berikut ini.
1. Apakah penggunaan filmmemiliki manfaat bagi siswadalam proses pembelajaran?jawaban:dengan menggunakan filmdokumenter manfaatnya bagisiswa yaitu, proses belajar akanlebih menarik perhatian siswasehingga dapat menimbulkanmotivasi, dan bahan pelajaranakan lebih jelas maknannyasehingga dapat lebih dipahamioleh siswa.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
23
2. Menurut anda apakahpenggunaan film sudah sesuaidengan tujuan pembelajaran?Jawaban:iya sudah sesuai, denganmenggunakan media film dalamkelas dapat mempermudah bagisiswa dalam menyerap ataumenerima serta memahamimateri yang telah disampaikanoleh guru, selain itu prosesbelajar mengajar yang sedangberlangsng dapat berjalandengan tepat dan berguna.
3. Apakah penggunaan filmdokumenter dapat meningkatkanhasil belajar siswa?Jawaban:Ya, dengan menggunakan filmdokumenter dalam prosespembelajaran, hasil siswa-siswimengalami peningkatan.
4. mengapa harus menggunakanfilm dokumenter dalampembelajara khususnya matapelajaran sejarah?jawaban:karena media film dokumenterdigunakan untuk merangsangsiswa agar lebih senang belajarmata pelajaran sejarah,. denganmenggunakan film dokumenterdiharapkan siswa menjadi lebihmudah memahami pelajaranyang diberikan dan tidak bosanuntuk menerima pelajaranberikutnya.
5. Apakah dengan menggunakanmedia film dokumenter dapatmembantu ibu dalam kelas?
jawaban:iya cukup membantu, karenabuku-buku sejarah hanyamemberikan gambaran secaraumum apalagi materi kelas XItentang perkembangan bangsaIndonesia sejak masuknyapengaruh barat sampai denganpendudukan jepang.
6. Bagaimana Tanggapan andadengan adannya penggunaanfilm dokumenter dalampembelajaran?jawaban:Pembelajaran denganmenggunakan media filmdokumenter merupakankemajuan dalam bidangpendidikan. Pembelajaran initentu membuat siswatermotivasi belajar karenapembelajaran denganmenggunakan media filmdokumenter sangat menarik.Tentu kita harapkan denganmotivasi belajar yang tumbuh dikalangan siswa, maka merekadapat mencapai hasil yang lebihbaik.
PEMBAHASAN
Setelah menyajikan data
lapangan yang berhasil
dikumpulkan, selanjutnya dibahas
masalah penelitian yang telah
dirumuskan. Adapun rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah
apakah penggunaan media film
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
24
dokumenter dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata
pelajaran sejarah di kelas XI IPS I
SMA Negeri 6 Palu dan bagaimana
pelaksanaan pembelajaran sejarah
dengan menggunakan media film
dokumenter di kelas XI IPS I SMA
Negeri 6 Palu.
Nilai-nilai siswa sebelum
menggunakan media film
dokumenter tidak jauh berbeda
dengan nilai siswa-siswi yang telah
tersentuh dengan media film
dokumenter. Nilai siswa pada mata
pelajaran sejarah setelah
menggunakan media film
dokumenter banyak mengalami
peningkatan dibandingkan dengan
siswa yang belum menggunakan
media film dokumenter. khususnya
di nilai ulangan harian dan nilai soal
akhir semester.
Sebelum menggunakan media
film dokumenter Kriteria Ketuntasan
Minimal nilai pada mata pelajaran
adalah 75. Dari 28 siswa yang
memenuhi KKM hanya 12 Siswa
atau baru (3,36%) sehingga masih
ada 16 siswa atau sekitar (4,48%)
yang tidak memenuhi KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimum) nilai
tertinggi 90 dan nilai terendah 50.
Keadaan nilai-nilai siswa pada
tahun pelajaran 2012/2013.
Setelah menggunakan media
film dokumenter Kriteria Ketuntasan
Minimal nilai pada mata pelajaran
sejarah adalah 75. Guru sejarah
Melakukan berbagai macam upaya
untuk meningkatkan hasil belajar
siswa dengan media film
dokumenter, yang dilakukan siswa
antara lain setelah guru memutarkan
film dokumenter penguburan toraja
guru memberikan tugas kepada
siswa, membagi kelompok
kemudian siswa mencari data yang
dibutuhkan tidak hanya
mengandalkan buku paket dan LKS
tetapi siswa juga mencari data
dengan mengakses internet .
kemudian siswa mempesentasikan
hasil data yang diperoleh didepan
kelas. Ketuntasan belajar siswa
meningkat menjadi (7,84%) 28
siswa yang tuntas. Nilai tertinggi
adalah 100 dan terendah 52.
Fakta ini menunjukkan bahwa
media film dokumenter yang
diterapkan dapat memberikan hasil
peningkatan, dan memberikan
dampak yang positif yang sangat
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
25
baik dalam pembelajaran. Terutama
mata pelajaran sejarah.
kegiatan pembelajaran yang
dilakukan sekolah adalah langkah
untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan untuk mengembangkan
potensi dalam diri manusia yang
memiliki wawasan yang luas.
Kegiatan pembelajaran di sekolah
dalam rangka peningkatan kualitas
dan kemampuan peserta didik harus
ditunjang adanya fasilitas atau
sarana belajar yang baik.
Pembelajaran sejarah di SMA
Negeri 6 Palu sudah menggunakan
media pembelajaran media film
dokumenter.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan Ibu Dra Salmia selaku guru
yang mengajar di keas XI
menyatakan bahwa:
Sebelum memulai pengajarandi kelas, seorang guru harusmelakukan persiapan sebelummengajar, agar pembelajarandi kelas dapat berlangsungdengan baik dan susuai denganapa yang diharapkan. Adapunprosedur yang ditempuh gurusejarah di SMA Negeri 6 Paludalam melaksanakanpembelajaran di kelas antaralain: 1) menyusun silabus, 2)membuat Recana PelaksanaanPengajaran yang terdiri dari a)
Meruuskan indikatorpembelajaran, b). Merumuskantujuan pembelajaran khusus c).Menyusun materipembelajaran, d) menyusunlangkah-langkah dalampembelajaran, d) menyusunpost tes/tes akhir, e)menyediakan FilmDokumenter sesuai denganmateri. (wawancara Selasa, 22Oktober 2015)Ibu Salmia juga menjelaskanbahwa :Pembelajaran sejarah denganmenggunakan media filmdokumenter di kelas,sebenarnya tidak jauh berbedadengan pembelajaran di kelasseperti biasanya tanpamenggunakan media tersebut,hanya saja materi yngdibawakan pada pembelajaranmenggunakan Film yang ditampilkan melalui LCDprojector dan laptop sebagaialat yang digunakan dalammedia pembelajaran. Saya dikelas menggunakan metodeceramah bervariasi, sayapersilahkan siswa untukbertanya ada pelajaran yangkurang dimengerti dan setelahitu memberikan evaluasi darimateri yang telah di bahas.(Wawancara Selasa, 22Oktober 2015)Pembelajaran sejarah sekarang
ini memang harus lebih menampilkn
sesuatu yang menarik, karena begitu
siswa dapat cepat memahami materi
yang diajarkan. Penggunaan media
film dokumenter sebagai referensi
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
26
baru dalam pembelajaran di sekolah
Khususnya di SMA Negeri 6 Palu.
Belajar dengan tampilan visualisasi
ini memang hal yang sangat diminati
para guru maupun siswa sekalipun,
karena banyak warna yang
ditampilkan dalam pembelajaran
membuat pikiran siswa atau
pengajar menjadi lebih rileks
termotivasi dan menyenangkan.
Informan Asnidar kelas XI IPS
I bahwa penggunaan media film
dokumenter dalam pembelajaran
sejarah di kelas lebih menyenangkan
dibandingkan dengan cara belajar
sejarah yang biasanya, karena
penyajian materi ditapilkan dalam
bentuk film sehingga lebih menarik`
(Wawancara Selasa 22 Okteber
2015) di SMA Negeri 6 Palu.
Selain itu, Ni Made Pita
Widyarti siswi Kelas XI IPS I
mengatakan hal senada , berikut:
menurut saya, pembelajarandengan menggunakan mediafilm dokumenter pada matapelajaran sejarah sangatmenyenangkan, menarik danmenjadikan inspirasi. Apalagitampilan materinyamenggunakan Filmyangberkaitan dengan materipembelajaran serasa seperti
nonton bareng bersama teman-teman dikelas.Penggunaan film dokumenter
sangat membantu guru dalam
menyajikan materi, lebih mudah
mengajar dan menyampaikan materi,
memudahkan pemahaman siswa,
lebih menarik perhatian dan dapat
momotivas siswa. Selain itu, di
SMA Negeri 6 Palu penggunaan
Media film sudah berkembang
dengan baik, dengan adanya LCD
projector di setiap kelas dan jaringan
internet dapat memodifikasi cara
atau metode belajar dengan
menggunakan fasilitas sarana dan
prasarana.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan uraian penelitian
di atas, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1 Hasil belajar siswa kelas XI
IPS I SMA Negeri 6 Palu
mengalami peningkatan
setelah menggunakan media
film dokumenter. Selain itu,
respon belajar siswa juga
sangat baik setelah mengikuti
pembelajaran sejarah dengan
menggunakan media film
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
27
dokumenter, banyak siswa
yang senang belajar sejarah
dengan menggunakan media
film dokumenter, karena
merupakan suatu pengalaman
baru yang membuat siswa
lebih mudah memahami
pelajaran sejarah.
2. Pembelajaran sejarah dengan
menggunakan media film
dokumenter di SMA Negeri 6
Palu telah berjalan sangat baik.
Guru sejarah memiliki bahan
ajar, film dokumenter, yang
telah dipersiapkan sebelumnya
untuk di ajarkan di kelas
sesuai dengan Standar
Kompetensi dan Kompetensi
Dasar.
Saran
Dengan melihat hasil
penelitian yang telah dilakukan,
maka peneliti menyarankan agar
pembelajaran dengan menggunakan
media film dokumenter dapat
diterapkan di sekolah-sekolah yang
ada di kota palu, karena model
pembelajaran melalui penggunaan
media tersebut, siswa dengan mudah
memahami materi dan dapat
mengembangkan dan meningkatkan
ketercapaian kompetensi
pembelajaran sejfara, khusunya
upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Arsyad, 1997. Media pembelajaran.
Jakarta: PT.Grafindo Pesada.
Lexy, J. (2012). Metodologi
Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Sudijono, A. (1993). Pengantar
Statistik Pendidikan. Jakarta.
Raja Grafindo Persada.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
28
ANALISIS TINGKAT KESULITAN SOAL PILIHAN GANDA DARI TESBUATAN GURU SEJARAH
KELAS XII IPS DI SMA NEGERI 5 PALU
Oleh :
Hasan1
Wisman 2
ABSTRAK
Pertanyaan pokok penelitian adalah: (1) Bagaimana cara menentukantingkat kesulitan objektif tes buatan guru sejarah kelas XII di SMANegeri 5 Palu?; (1) Bagaimana cara menentukan tingkat kesulitanobjektif tes buatan guru sejarah kelas XII IPS di SMA Negeri 5 Palu?;(2) Faktor apa saja yang mempengaruhi tiap-tiap item soal yangmasuk dalam kategori sulit, sedang dan mudah? Pertanyaan penelitiandiselesaikan dengan menggunakan metode kuantitatif, Pencariansumber dilakukan pada di SMAN 5 Palu dengan melakukan observasi,pengumpulan sumber, dan wawancara. Penyajian data penelitianmelalui analisis item. Berdasarkan analisis data dan pembahasandiatas, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini adalah item yangtermasuk dalam tingkat mudah yang memiliki presentasi tertinggidengan 50% diikuti oleh item soal tingkat sedang 47,5% dan item soalyang sulit sebanyak 2,5%. Secara keseluruhan pada tingkat kesulitansoal yang termasuk dalam tingkat yang mudah dalam rentang 0,64 .jadi tes pilihan ganda yang dirancang oleh guru sejarah di SMANegeri 5 palu memiliki soal yang sebagian besar termasuk dalamkategori soal yang mudah.
Kata Kunci: Analisis item, objektif tes.
1 Dosen Tetap pada Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UNTAD2 Guru Pada SMAN 5 Palu
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
29
Difficulty Problem Analysis Of Multiple Choice Tests Class XII MadeHistory Teacher In SMAN 5 Palu
ABSTRACT
Principal research questions are: (1) How to determine the level ofobjective difficulties grade history teacher-made tests XII in SMAN 5Palu ?; (1) How to determine the level of objective difficulties gradehistory teacher-made tests XII IPS in SMAN 5 Palu ?; (2) Whatfactors are affecting each item about that in the category of hard,medium and easy? The research question solved using quantitativemethods, search the source carried on in SMAN 5 Palu byobservation, gathering resources, and interviews. Presentation ofresearch data through item analysis.Based on data analysis and theabove discussion, it can be concluded that the results of this study arethe items included in the easy levels that have the highest percentagewith 50%, followed by the item about the level of 47,5% and the itembeing difficult problem as much as 2,5%. Overall the level ofdifficulty about that is included in the rate is in the range of 0.64. so amultiple choice test designed by the history teacher at SMAN 5hammer has a problem that largely included in the category of an easymatter.
Keywords: Item analysis, objective tests.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
30
PENDAHULUAN
Negara yang maju dewasa ini
sudah bisa dipastikan memiliki
sistem pendidikan yang baik.
Indonesia guna menuju Negara yang
sejajar dengan bangsa-bangsa besar
di dunia misalnya Finlandia yang
merupakan salah satu bengsa dengan
sistem pendidikan terbaik di dunia
tentunya harus terus melakukan
evaluasi pendidikan menuju
perubahan kearah yang lebih baik.
Evaluasi pendidikan menurut H.M.
Sukardi (2008:5) “merupakan
penilaian terhadap kinerja
pendidikan yang telah berjalan guna
memperoleh informasi yang
nantinya akan digunakan untuk
memperbaiki hal-hal yang memang
perlu diperbaiki pada kinerja
pendidikan”. Pengertian evaluasi
secara luas dapat juga di
identifikasikan bahwa evaluasi
pendidikan pada prinsipnya dapat
dikelompokkan kedalam tiga
cakupan penting, yaitu evaluasi
pembelajaran, evaluasi program, dan
evaluasi sistem. Hal ini dijelaskan
lebih lanjut oleh H.M. Sukardi
(2008:5) yakni sesuai dengan pasal
57 ayat 2, UURI No.20 Tahun 2003:
Evaluasi dilakukan terhadappeserta didik, lembaga, danprogram pendidikan pada jalurformal dan nonformal untuksemua jenjang satuan dan jenispendidikan. Evaluasipembelajaran merupakan intibahasan evaluasi yangkegiatannya dalam lingkupkelas atau dalam lingkupproses mengjar. Evaluasipembelajaran kegiatannyatermasuk kegiatan evaluasiyang dilakukan oleh seorangguru dalam menyampaikanmateri pembelajaran kepadasiswa. Bagi seorang guru,evaluasi pembelajaran adalahmedia yang tidak terpisahkandari kegiatan mengajar, karenamelalui evaluasi seorang guruakan mendapatkan informasitentang pencapaian hasilbelajar.
Dengan evaluasi seorang guru
juga akan mendapatkan informasi
tentang materi yang telah ia
gunakan, apakah dapat diterima oleh
para siswanya, atau tidak. Dari
pengertian tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa setiap kegiatan
evaluasi atau penilaian adalah suatu
proses yang sengaja direncanakan
untuk mendapatkan informasi atau
data, dan dengan berdasarkan data
tersebut kemudian akan di coba
untuk membuat suatu keputusan.
Seperti yang dijelaskan oleh Ngalim
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
31
Purwanto (2013:5) menjelaskan
bahwa “tujuan evaluasi ialah untuk
mendapat data pembuktian yang
akan menunjukan sampai dimana
tingkat kemampuan dan
keberhasilan siswa dalam
pencapaian tujuan tujuan kurikuler.
Dengan demikian evaluasi
merupakan tahap akhir dari
rangkaian sistem pendidikan”.
Untuk mengetahui hasil
evaluasi dari siswa, tentunya para
guru harus melakukann tes untuk
menguji tingkat kemampuan siswa.
Tes merupakan cara untuk
berkomunikasi antara guru dengan
murid. Melalui tes, guru akan
memperoleh informasi berkaitan
dengan murid-muridnya, dan
selanjutnya informasi tersebut akan
menjadi dasar untuk proses evaluasi
dan pengambilan keputusan. Jika
seandainya kita adalah seorang
murid maka pastilah kita tidak ingin
para guru mendapatkan informasi
yang salah mengenai kita.
Tes sebenarnya hanya
merupakan sample dari beberapa
item yang di administrasikan kepada
subjek/peserta tes, item tersebut
sering disebut sebagai stimulus yang
berisi pertanyaan atau pernyataan.
Berdasarkan stimulus tersebut para
peserta tes akan memberikan respon
atau sering disebut sebagai jawaban.
Menurut Djemari Mardapi
(2008:67) Tes merupakan sejumlah
pertanyaan yang memiliki jawaban
yang benar atau yang salah. Tes
diartikan juga sebagai sejumlah
pertanyaan yang membutuhkan
jawaban, atau sejumlah pertanyaan
yang harus diberikan tanggapan
dengan tujuan mengukur tingkat
kemampuan seseorang atau
mengungkap aspek tertentu dari
orang yang dikenai tes.
Untuk itu, dalam dunia
pendidikan tentunya setiap guru
dapat mengukur tingkat kemampuan
siswa melalui tes. Tes yang
dilakukan dengan cara membuat soal
untuk diujikan kepada siswa. Dalam
membuat soal, guru perlu
memberikan secara logis dan
rasional hal – hal apa saja yang
patut ditanyakan sebagai bahan
pengetahuan penting yang sebaik–
baiknya dipahami oleh pelajar.
Kualitas tes atau tingkat validitas
tesnya masih belum menjamin
keobjektifannya karena hanya
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
32
diberikan kepada sekelompok
pelajar. Tes buatan guru bersifat
temporer, artinya hanya berlaku
pada saat tertentu dan situasi tertentu
pula, yang pada kesempatan lain
mungkin berubah, baik bentuk
soalnya maupun kapasitas pelajar.
Adapula tes buatan guru yang
bersifat hafalan semata – mata, dan
ada pula yang bersifat pemikiran.
Seorang guru profesional dan ideal
akan menyusun soal yang berimbang
agar tampak siapa yang mempunyai
kemampuan mantap dalam
mengingat atau menghafal sesuatu,
dan siapa yang mempunyai daya
pikir luas dan asosiatif. Situasi yang
terakhir inilah yang sebaiknya
diciptakan guru.
Analisis dilakukan untuk
mengetahui berfungsi tidaknya
sebuah rancangan soal. Analisis
pada umumnya dilakukan melalui
dua cara yaitu analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Analisis
kualitatif sering pula dinamakan
sebagai validitas logis yang
dilakukan sebelum soal digunakan
untuk melihat berfungsi tidaknya
sebuah soal. Analisis soal secara
kuantitatif sering pula dinamakan
sebagai validitas empiris yang
dilakukan untuk melihat lebih
berfungsi tidaknya sebuah soal,
setelah soal itu diujicobakan.
Alasan penulis mengangkat
tema mengenai Analisis Tingkat
Kesulitan Soal Pilihan Ganda Dari
Tes Buatan Guru Sejarah kelas XII
IPS di SMA Negeri 5 Palu sebagai
karya tulis adalah karena melihat
bahwa tugas dari seorang guru
bukan hanya mengajar atau
mendidik tapi mengevaluasi siswa.
Karena melihat bahwa
kemampuannya siswa tentunya akan
diinterprestasikan dengan nilai. Dari
semua kenyataan di atas, maka
penulis mengkaji mengenai Analisis
Tingkat Kesulitan Soal Pilihan
Ganda Dari Tes Buatan Guru
Sejarah kelas XII IPS di SMA
Negeri 5 Palu.
Berdasarkan latar belakang
di atas, penulis dapat merumuskan
masalah “Bagaimana cara
menentukan tingkat kesulitan
objektif tes buatan guru sejarah kelas
XII IPS di SMA Negeri 5 Palu?.
“Faktor apa saja yang
mempengaruhi tiap-tiap item soal
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
33
yang masuk dalam kategori sulit,
sedang dan mudah?”
Tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini untuk “untuk
mengetahui cara menentukan tingkat
kesulitan objektif tes buatan guru
sejarah kelas XII IPS di SMA 5
Palu” “untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi tiap-tiap
item soal yang masuk dalam
kategori sulit, sedang dan mudah”
Manfaat penelitian yang
diharapkan dari hasil penelitian ini
adalah memperkaya keilmuan
tentang evaluasi pendidikan sejarah,
diharapkan dapat memberi
sumbangan pemikiran bagi guru-
guru khususnya para guru mata
pelajaran sejarah, menambah
pembendaharaan karya ilmiah
sejarah terutama mengenai evaluasi
dalam pendidikan.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian
kuantitatif, yaitu data yang diperoleh
dari analisis soal ujian semester.
Lokasi penelitian akan dilaksanakan
di SMA Negeri 5 Palu yang
merupakan salah satu sekolah
dengan predikat terbaik di Kota
Palu. Dimana para siswanya bisa
dikatakan memiliki prestasi dalam
bidang akademik dan olahraga.
Populasi dalam penelitian ini adalah
soal-soal pilihan ganda mata
pelajaran Sejarah buatan guru yang
diujikan pada siswa kelas XII IPS di
SMA Negeri 5 Palu. Sampel adalah
bagian dari karakteristik yang
dimiliki oleh populasi. dalam
melaksanakan penelitian, penting
bagi penulis untuk mengetahui
sampel dari populasi untuk
membatasi obyek penelitian.
Sementara itu, sample untuk
penelitian ini adalah soal pilihan
ganda ujian semester pada mata
pelajaran Sejarah buatan guru yang
akan diujikan pada siswa kelas XII
IPS di SMA Negeri 5 Palu tahun
akademik 2013/2014. Soal yang
dijadikan sampel dalam penelitian
ini berjumlah 40 soal.
Peneliti mengunjungi
sekolah lokasi penelitian, dalam hal
ini adalah SMA Negeri 5 Palu, untuk
melakukan penelitian awal dengan
mengobseravasi sekolah terssebut.
Dalam tahap ini, peneliti akan
bertemu langsung dengan pihak
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
34
sekolah, yang dimaksud adalah
kepala sekolah dan guru mata
pelajaran Sejarah, dengan maksud
menanyakan materi pelajaran yang
telah diberikan kepada siswa dan
kapan tes akan dilaksakan. Dan hal
yang paling penting dalam tahap ini
adalah mengumpulkan informasi
detail bagaimana cara seorang guru
mendesain soal yang akan diberikan
kepada siswa. Pada tahap ini,
peneliti mengumpulkan sample
penelitian serta instrumen penelitian
yang akan dianalisa. Dalam
penelitian ini terdapat dua
instrument yang terlibat, yaitu
Peneliti itu sendiri dan Lembar
jawaban siswa yang diambil dari
kelas XII IPS. Dalam menganalisis
data, peneliti menghitung tingkat
kesukaran per item terlebih dahulu
dengan menggunakan formula dari
Surapranata (2008:12) berikut ini
Rumus : =Keterangan :
p = Tingkat Kesukaran
Σx = banyaknya peserta tes yang
menjawab benar
Sm = Skor maksimum
N = jumlah peserta tes
Setelah itu peneliti akan
menguraikan setiap item tes dan
akan dikategorikan dalam 3 kategori
tingkat kesukaran yang
diformulasikan oleh Surapranata
(2008:21) sebagai berikut :
Tabel 1
Kategori Tingkat Kesukaran
Nilai p Kategori
P < 0.3 Sukar
0.3 ≤ p ≤ 7 Sedang
P > 7 Mudah
Dari table 3.1 dapat diketahui
bahwa P merupakan angka
kesukaram item. Jika besarnya P <
0.3 berarti soal tersebut dikatakan
termasuk kategori soal yang sulit.
Sedangkan jika 0.3 ≤ p ≤ 7 artinya
soal yang bisa terjawab kurang dari
7 maka soal tersebut dikategorikan
sedang atau cukup. Namun jika dari
item soal tersebut jika bisa terjawab
lebih P > 7 maka soal tersebut
dikategorikan mudah.
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Data
Penulis menggunanakan soal
tes pendidikan sejarah untuk kelas
XII IPS semeser ganjil di SMA
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
35
Negeri 5 Palu tahun ajaran 2014-
2015 dan para siswa menjawab soal
yang telah disusun. Total soal yang
diujikan sebanyak 40 butir soal
berbentuk pilihan ganda. Siswa yang
diujikan sebanyak 27 siswa dan
dibagi menjadi dua kelompok
kategori yaitu kategori siswa yang
menjawab soal benar paling tinggi
dan menjawab soal benar paling
rendah.
Tabel 2
Pembagian kelompok siswa
No Nama Jawabanbenar
Nilai Kelompok
1 IN 38 95,0 Tinggi
2 RD 37 92,5 Tinggi3 MI 37 92,5 Tinggi4 ZF 35 87,5 Tinggi5 AAF 35 87,5 Tinggi6 AM 34 85,0 Tinggi7 FS 34 85,0 Tinggi8 IDP 34 85,0 Tinggi9 MCY 34 85,0 Tinggi
10 AF 34 85,0 Tinggi11 FRS 33 82,5 Tinggi12 BT 33 82,5 Tinggi13 AMH 33 82,5 Tinggi14 AC 33 82,5 Tinggi15 MAA 31 77,5 Tinggi16 MSA 31 77,5 Tinggi17 MF 31 77,5 Tinggi18 MAS 31 77,5 Tinggi19 YH 26 65,0 Rendah20 WNN 21 52,5 Rendah21 VAI 21 52,5 Rendah22 ZR 21 52,5 Rendah23 SSS 16 40,0 Rendah24 VF 16 40,0 Rendah25 OS 16 40,0 Rendah26 NL 14 35,0 Rendah27 SRK 14 35,0 Rendah
Dari tabel di atas diketahui
bahwa dari total siswa sebanyak 27
siswa, hanya 18 orang siswa yang
berhasil menyelesaikan soal yang
telah diberikan dengan mendapatkan
nilai yang tinggi atau dapat
dikatakan tuntas menyelesaikan soal
sebanyak 40 butir soal. Dan
sebanyak 9 orang dapat dikatakan
belum tuntas menyelesaikan soal
yang telah diberikan.
PEMBAHASAN
Statistik Deskripsi dari Hasil
Analisis Data
Setelah menganalisis data,
penulis menafsirkan tentang tingkat
kesulitan soal. Hasilnya tercantum
pada tabel dibawah ini :
Tabel 3
Distribusi Tingkat Kesulitan Item
Pilihan Soal
Tingkat
Kesulitan
Soal
Kategori
Soal
No Total
benar Total
(
U+L)U L
1 17 3 20 0,74 Mudah
2 15 4 19 0,70 Sedang
3 17 6 23 0,85 Mudah
4 18 6 24 0,88 Mudah
5 17 5 22 0,81 Mudah
6 18 6 24 0,88 Mudah
7 18 3 21 0,77 Mudah
8 18 8 26 0.96 Mudah
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
36
9 15 3 18 0,66 Sedang
10 15 6 21 0,77 Mudah
11 11 3 14 0,51 Sedang
12 16 3 19 0,70 Sedang
13 18 8 26 0,96 Mudah
14 17 6 23 0,85 Mudah
15 18 3 21 0,77 Mudah
16 18 6 24 0,88 Mudah
17 17 2 19 0,70 Mudah
18 18 5 23 0,85 Mudah
19 18 6 24 0,88 Mudah
20 8 2 10 0,37 Sedang
21 13 4 17 0,62 Sedang
22 12 3 15 0,55 Sedang
23 18 1 19 0,70 Sedang
24 15 2 17 0,62 Sedang
25 9 2 11 0,40 Sedang
26 14 2 16 0,59 Sedang
27 12 0 12 0,44 Sedang
28 18 6 24 0,88 Mudah
29 16 0 16 0,59 Sedang
30 8 3 11 0,40 Sedang
31 11 1 12 0,44 Sedang
32 14 4 18 0,66 Mudah
33 8 3 11 0,40 Sedang
34 17 3 20 0,74 Mudah
35 13 2 15 0,55 Sedang
36 14 4 18 0,66 Sedang
37 17 4 21 0,77 Mudah
38 8 0 8 0,29 Sulit
39 17 4 21 0,77 Mudah
40 15 1 16 0,59 Sedang
Dari tabel di atas , penulis
kemudian memperhitungkan tingkat
kesulitan soal pilihan ganda untuk
mata pelajaran sejarah di SMA
Negeri 5 Palu dengan menggunakan
rumus berikut ini :
P =∑
=,
= 0,64 (Mudah)
Tabel 4
Tingkat Penilaian
TingkatPenilaian
Item Soal Total
Sulit<0,30
38 1(2,5%)
Sedang0,30-0.70
2,9,11,12,20,21,22,23,24,25,26,27,29,30,31,33,35,36,40,
19(47,5%)
Mudah>0,70
1,3,4,5,6,7,8,10,13,14,15,16,17,18,19,28,32,34,37,39
20(50%)
Dari tabel di atas diketahui
bahwa soal yang dugunakan sebagai
sampel penelitian berjumlah 40 butir
soal pilihan ganda. Berdasarkan
tabel 4.2.2 di atas , test yang
tergolong mudah tingkatannya
adalah nomor 1 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 , 8 ,
1 0 , 1 3 , 14 ,15, 16, 17, 18, 19, 28,
32, 34, 37, dan 39. Presentase siswa
yang menjawab benar pada soal
tersebut sebesar 75%. Sedangkan
klasifikasi soal yang tergolong
sedang tingkat kesulitannya terdapat
pada nomor 2 , 9 , 11 , 12 , 20 , 21 ,
22 , 23 , 24 , 25 , 26 , 27 , 29, 30,
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
37
31, 33, 35, 36, dan 40. Presentase
siswa yang menjawab benar pada
soal tersebut sebesar 20%. Dan
klasifikasi soal yang tingkat
kesulitannya tinggi terdapat pada
nomor 38 dengan presentase siswa
yang menjawab dengan benar
sebesar 5%.
Faktor yang mempengaruhi item
soal termasuk dalam kategori
sulit, sedang dan mudah
Pada dasarnya tingkat
kesulitan soal itu dapat diartikan
bagaimana seorang peserta tes
menjawab dengan benar soal yang
telah diberikan. Mudah atau sulitnya
soal tergantung dari peserta tes nya
sendiri. Seperti yang telah dijelaskan
pada tabel 4.8 mengenai penelitian
yang telah saya lakukan tentang
Analisis Tingkat Kesulitan Soal
Pilihan Ganda dari Tes Buatan Guru
Sejarah Di SMA Negeri 5 Palu,
diketahui bahwa dalam penilaian
tentang kesulitan soal dikategorikan
menjadi 3 yaitu kategori sulit,
sedang dan mudah. Dari penilaian
yang telah dilakukan sebanyak 40
soal diketahui bahwa soal yang
termasuk dalam ketegori sulit hanya
ada 1 yaitu soal nomor 38.
Sedangkan soal yang tergolong
kategori sedang berjumlah 19 item
dengan nomor soal 2, 9 , 11 , 12 ,20
,21 ,22 ,23 ,24 , 25 ,26 ,27 ,29 ,30
,31 ,33 ,35 , 36 , 40 dan kategori soal
yang tergolong mudah berjumlah 20
item soal dengan nomor 1 , 3 , 4 ,5
,6 ,7 ,8 ,10 ,13 ,14 ,15 ,16 ,17 ,18 ,19
,28 ,32 ,34 ,37 dan 39. Dengan
demikian dapat disimpulkan
semakin besar indeks tingkat
kesulitan yang diperoleh berarti
semakin mudah soal tersebut. Soal
itu dikatakan sulit karena intensitas
kebenaran siswa yang menjawab
pada soal tersebut rendah, dan
sebaliknya soal item dikatakan
mudah karena intensitas kebenaran
siswa yang menjawab benar pada
soal tersebut tinggi.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan
pembahasan di atas , dapat
disimpulkan bahwa hasil penelitian
ini adalah item yang termasuk dalam
tingkat mudah yang memiliki
presentasi tertinggi dengan 50%
diikuti oleh item soal tingkat sedang
47,5% dan item soal yang sulit
sebanyak 2,5 %. Secara keseluruhan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
38
pada tingkat kesulitan soal yang
termasuk dalam tingkat yang mudah
dalam rentang 0,64 . jadi tes pilihan
ganda yang dirancang oleh guru
sejarah di SMA Negeri 5 palu
memiliki soal yang sebagian besar
termasuk dalam kategori soal yang
mudah. Penulis ingin memberikan
saran yang ditujukan kepada
pembuat soal, sebagai manusia biasa
setiap orang pasti mempunyai
kekurangan dan kelebihan,
diantaranya adalah pola pikir tiap
individu yang berbeda beda, ada
yang cerdas, pintar dan kurang
pintar. Untuk itu, dalam suatu
lembaga pendidikan hal inilah yang
sangat diperhatikan. Cara
pengukuran pola pikir yang
dilakukan di lembaga pendidikan
yaitu melalui tes. Tes yang diberikan
oleh pendidik harus mempunyai
bobot soal yang dianggap baik, dan
soal soal itu harus benar benar
diperhatikan cara penyusunannya.
DAFTAR RUJUKAN
Djemari Mardapi, (2008). Teknik
Penyusunan Instrumen Tes
dan Nontes. Jokyakarta:Mitra
Cendikia.
Ngalim Purwanto,(2013). Prinsip-
prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran. Bandung: PT
Remaja Rodakrya.
Sumarna Surapranata (2009).
Analisis, Validitas, Reabilitas
dan Interpretasi Hasil Tes.
Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Sukardi,(2011). Evaluasi
Pendidikan. Jakarta:PT Bumi
Aksara.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
39
SEJARAH KRAMA ADAT LOKOCAKROMURTI (1972-2014)
Oleh :
I Gede Komang Suka Ariana1
Nuraedah2
ABSTRAK
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana keberadaankrama adat lokocakromurti, bagaimana struktur kepengurusankrama adat lokocakromurti, bagaimana transformasi krama adatlokocakromurti, dan bagaimana sistem pelestarian lingkungan hidupkrama adat lokocakromurti. Tujuan penelitian ini yaitu:mendeskripsikan keberadaan krama adat lokocakromurti,menjelaskan struktur kepengurusan krama adat lokocakromurti,menggambarkan transformasi budaya krama adat lokocakromurti,dan menjelaskan sistem pelestarian lingkungan hidup krama adatlokocakromurti. Metode penelitian yang digunakan meliputi:pendekatan sejarah, teknik pengumpulan data yang digunakanterdiri dari: observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitiandilakukan di Desa Balinggi Jati. Pengolahan data terdiri atas Kritikekstern dan intern. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwakeberadaan krama adat lokocakromurti diawali denganpembentukan kelompok yang disebut dengan seke tani (kelompoktani), struktur kepengurusan Krama Adat Lokocakromurti terdiridari: ketua, wakil/sekretaris, dan bendahara, selain itu perubahanterjadi dibeberapa bidang: pemerintahan, sosial-budaya danekonomi. Sistem pelestarian lingkungan krama adat lokocakromurtidiawali dengan rasa keyakinan yang bersifat skala-niskala denganpemberian upacara yang disebut dengan tumpek warige.
Kata Kunci : Sejarah, Organisasi Krama Adat
1Pemerhati Sejarah di Kab. Parigi Moutong2Dosen tetap Pada program studi pendidikasn sejarah FKIP Untad
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
40
History of Lokocakromurti Krama Adat at Subdistrict (1972-2014).
ABSTRACT
The problem of this research was, how the existence oflokocakromurti krama adat, how the management formation oflokocakromurti krama adat, how the transformation oflokocakromurti krama adat, how the area conservation system oflokocakromurti krama adat. The objective of this research was,described the existence of lokocakromurti krama adat at subdistrict,explained the management formation of lokocakromurti kramaadat, described the transformation of lokocakromurti krama adat,explainedthe area conservation system of lokocakromurti kramaadat. This research used history method, heuristic that collected thedata from many sources like literature research that consisted of:observation, interview, and documentation, while on research criticwas done assessment with characteristic and grade of the sourcesthat was used. The critic divided into two part they were ekstern andintern. The result of this research can be concluded that, theexistence of Lokocakromurti Krama Adat vilage is started fromestablishment of group that is called famer seke (farmer group). Theformation of: Lokocakromurti Krama Adat consists of chairperson,secretary, and treasurerthat handle, the changing happens in someparts like government, social- culture, and economic, The areaconservation system of Lokocakromurti Krama Adat is started fromfeel conviction that has characteristic skala- niskala until producethe ceremony that is called tumpek warige.
Key Words: History, Krama Adat Organisation.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
41
PENDAHULUAN
Masyarakat Bali merupakan
sekumpulan individu yang
mempunyai persatuan adat dan
tradisi yang mengikatkan diri pada
sistem kehidupan berkelompok.
Kehidupan berkelompok tersebut
tercermin pada kehidupan
berbanjar. Banjar pada umumnya
merupakan sebuah tradisi secara
turun-temurun warisan dari leluhur
masyarakat Bali sejak zaman dulu.
Keberadaan Krama Adat
Lokocakromurti, menjadi suatu
pandangan dan prioritas utama
dalam kehidupan masyarakat,
dengan adanya krama adat segala
kebutuhan masyarakat baik dalam
Banjar dan lingkungan pura menjadi
terpenuhi dengan upaya dan usaha
membangun bersama-sama demi
kelestarian desa dan lingkungan
hidup. Sikap kegotong royongan
Suka-Duka sudah terwujud sejak
dulu ketika adanya rasa kepedulian
terhadap budaya yang perlu
dilestarikan dan leluhur orang Bali
mempercayai adanya hukum adat
tersebut. Suka-Duka secara singkat
dapat di artikan sebagai suatu upaya
dalam susah maupun senang
menjadi tanggung jawab bersama
dan tanggung jawab tersebut
melahirkan apa yang disebut dengan
Bale Banjar. Banjar (Bale Desa)
merupakan tempat bagi suatu
lembaga permusyawaratan
masyarakat yang mempunyai sifat
terbuka, sejajar, dan sepaham dalam
segala bentuk prilaku maupun
pendapat yang menjadi satu
keputusan/kebulatan bersama.
Menurut Kadek Karsini. (2011: 1),
menyatakan bahwa: Banjar
merupakan kesatuan sosial dan salah
satu organisasi tradisional bagi
masyarakat Bali. Segala aktivitas
yang dilaksanakan oleh organisasi
Banjar ini di dasarkan atas semangat
kegotong royongan dan asas
kekeluargaan, baik yang berkaitan
dengan urusan Suka maupun Duka
yang berlaku untuk seluruh
anggotanya. Organisasi Banjar
Krama Adat Lokocakromurti di
Desa Balinggi Jati Kecamatan
Balinggi mempunyai struktur
kepengurusan terdiri dari; ketua,
sekretaris dan bendahara. Masing-
masing pengurus sudah mempunyai
tugas, kalau ketua yaitu memimpin
rapat, dan mengkoordinir
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
42
anggotanya agar bekerjasama dalam
program kerja yang disepakati
sebelumnya, sementara sekretaris
memantau keadaan desa apakah
sudah sesuai dengan aturan yang
berlaku dan ditaati sebagaimana
mestinya oleh masyarakat atau tidak
agar dikemudian hari bisa dilakukan
rapat desa kembali dan segala
pantauan tersebut dilaporkan kepada
ketua, dan terakhir yaitu bendahara
mempunyai tugas menghimpun dana
masyarakat sekaligus, memantau
keluar masuknya pendapatan banjar
dalam desa agar diketahui data-data
khas yang dimiliki oleh desa khusus
pada Krama Adat Lokocakromurti
sendiri. Pada dasarnya segala bentuk
aturan-aturan yang berkembang
dalam desa adat sesungguhnya
merupakan hasil perubahan secara
berangsur-angsur (transformasi)
yang datangnya dari leluhur
masyarakat Bali khususnya di
daerah Bali, hingga berdampak pada
kehidupan masyarakat di luar pulau
Bali. Krama Adat Lokocakromurti di
Desa Balinggi Jati merupakan
bagian dari perubahan yang
berdampak pada masyarakat Hindu.
Perubahan yang dialami bersifat
membangun dan mengikat. Hal
tersebut sudah ada sejak kehidupan
Berbanjar, tetap saja tradisi tersebut
menjadi landasan dasar memegang
teguh tatwa dan kerukunan umat,
hingga sampai saat ini Krama Adat
dipandang sebagai ajang pemersatu
umat Hindu kedalam wadah
organisasi pakraman yang bersifat
religius, dimana membangun
bersama-sama, saling bahu-
membahu dalam Suka dan Duka
selalu bersama dan hukumnya
adalah berlaku untuk seluruh
anggotanya. Dewasa ini bukan
hanya sikap kegotong royongan dan
sikap kepedulian kepada manusia
saja yang sering diperlihatkan oleh
krama adat, melainkan ada rasa
kepedulian terhadap lingkungan
hidup yang ditunjukkan melalui
upacara pelestarian lingkungan
hidup. Upacara ini dilakukan oleh
krama adat untuk menjaga hubungan
yang harmonis dengan alam agar
alam selalu memberikan keberkahan
terhadap manusia. Sistem pelestarian
lingkungan hidup ini sering
dilaksanakan setiap adanya hari raya
purnama, nyepi, galungan,
pagerwesi dan hari raya lainnya
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
43
dengan cara bersama-sama
membersihkan lingkungan dan
memberi upacara terhadap tumbuh-
tumbuhan. Upacara ini disebut
upacara tumpek warige/tumpek
bubuh. Kajian ini dari tahun 1972
sampai dengan tahun 2014 dengan
alasan bahwa, ditahun 1972 adalah
kedatangan masyarakat Bali
sekaligus terbentuknya pemukiman
dalam bentuk rumah kecil/pondok
dan batasan akhir dari penelitian ini
ialah ditahun 2014 bertepatan
dengan tahun tersebut kinerja dari
pengurus Krama Adat dalam
pembangunan pura baru diselesaikan
sekaligus dipilihnya pengurus baru
bernama “I Nyoman Dangin”.
Adapun rumusan masalah penelitian
ini yaitu: “Bagaimana keberadaan
Krama Adat Lokocakromurti ?”,
“Bagaimana Struktur kepengurusan
Krama Adat Lokocakromurti ?”
“Bagaimana transformasi Krama
Adat Lokocakromurti ?” dan
“Bagaimana sistem pelestarian
lingkungan hidup Krama Adat
Lokocakromurti ?”. Tujuan
penelitian ini yaitu: mendeskripsikan
keberadaan Krama Adat
Lokocakromurti, menjelaskan
struktur kepengurusan Krama Adat
Lokocakromurti, menggambarkan
transformasi budaya Krama Adat
Lokocakromurti, dan menjelaskan
sistem pelestarian lingkungan hidup
umat Hindu Krama Adat
Lokocakromurti.
METODE PENELITIAN
Pada tahap penelitian ini
peneliti melakukan pendekatan
terhadap objek penelitian yaitu
dengan menerapkan pendekatan
sejarah/metode sejarah berupa tahap
pengumpulan data yang terdiri dari:
observasi, teknik wawancara, dan
dokumentasi. Observasi dilakukan
peneliti dengan langkah mengambil
tindakan interaksi langsung dengan
objek lokasi penelitian. Semua
gejala-gejala sosial diamati untuk
mendapatkan data sesuai fakta
ditempat lokasi penelitian, sehingga
dari hal tersebut peneliti mendapat
gambaran umum tentang sub pokok
penelitian. Langkah berikutnya
adalah wawancara dimana pada
tahap ini peneliti berupaya
menyusun pertanyaan-pertanyaan
dengan terstruktur mengenai hal-hal
yang berkaitan langsung dengan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
44
permasalahan penelitian. Melalui
wawancara, selain menyusun
pertanyaan untuk diajukan kepada
narasumber, maka terlebih dahulu
ditentukan informan-informan kunci
yang dianggap sebagai orang yang
mengetahui seluk-beluk
permasalahan penelitian tersebut
misalnya seperti: tokoh masyarakat
dan orang-orang dituakan di daerah
tersebut selain itu dianggap
mengetahui hal-hal peristiwa yang
berkaitan dengan tempat tersebut,
sehingga akan dapat mempermudah
peneliti untuk mendapatkan data-
data terpercaya tanpa harus meminta
informan lain untuk menjelaskan
pokok permasalahan penelitian,
tetapi meskipun demikian peneliti
beranggapan data dari berbagai
sumber perlu ditelusuri lebih jauh
dengan meminta informasi dari
masyarakat yang lain dengan cara
dipilih agar orang yang
diwawancarai bisa memberikan
keterangan yang dapat membantu
dari informan kunci. Langkah
terakhir dari tahap pengumpulan
data adalah dokumen atau data-data
berupa sumber tertulis yang
dianggap mempunyai hubungan erat
dengan kajian penelitian, misalnya
dapat ditemukan dalam bentuk:
catatan tahun, gambar, bentuk tabel
dan data-data kependudukan. Hal ini
diperlukan dengan maksud untuk
mendukung data-data yang telah
terkumpul dari hasil obsevasi dan
wawancara, dengan demikian akan
ditemukan kaitan-kaitan antara
kenyataan dan opini yang
ditemukan, apakah benar demikian
adanya atau tidak sehingga dapat
analisis dari data tersebut. Lain dari
pada hal itu, maka diperlukan pula
adanya pengolahan data yaitu
penyeleksian/mengkatagorikan data-
data yang terkumpul agar menjadi
sumber yang terpercaya, dalam
tahap ini juga perlu diterapkan kritik
sumber. Cara ini dilakukan dengan
menganalisa data secara berulang
agar ditemukan data yang sesuai,
maka dari itu kritik sumber yang
digunakan ada dua yaitu: kritik
internal dan eksternal. Kritik internal
yaitu melakukan pengujian terhadap
isi dan kritik eksternal yaitu
melakukan pengujian data diluar
sumber yang ada, misalnya
percakapan tanpa kesaksian. Setelah
data dikritik melalui sumber yang
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
45
ada, kemudian disejajarkan sehingga
dapat di interpretasikan agar dapat
menghasilkan kebenaran (fakta), dan
langkah terakhir adalah melakukan
penulisan sejarah (Historiografi).
Pada tahap ini melakukan
penyusunan secara kronologi, dari
tahap mengumpulkan,
membandingkan dan menganalisa
maka penulisan sejarah adalah tahap
untuk menyampaikan secara logis
mengenai hal apa yang didapat dari
permasalahan penelitian. Sehingga
apa yang terkandung dalam
penelitian diuraikan secara kultural
(sebenarnya) sehingga menghasilkan
penelitian murni yaitu penulisan
sejarah.
HASIL PENELITIAN
Data menunjukkan bahwa,
sejarah Krama Adat Lokocakromurti
berawal dari tanggal 8 Januari 1972
yaitu adanya program transmigrasi
masyarakat Hindu untuk tujuan
Sulawesi Tengah. Melalui
perjalanan yang cukup panjang
masyarakat Hindu berbondong-
bondong untuk mengikuti program
transmigrasi ini, karena sangat
membantu masyarakat untuk
mencari tempat penghidupan yang
lebih baik meskipun harus
meninggalkan sanak keluarganya
sendiri. Tepatnya pada tanggal 12
Januari 1972 masyarakat Hindu
Canggu-Kerobokan yang diketuai
oleh bapak I Made Ropet tiba di
Luwuk (Sulawesi Tengah), setelah
beberapa hari dalam perjalanan sejak
tanggal 14 Januari 1972 akhirnya
tiba di Desa Torue (Sulawesi
Tengah) dan tanggal 15 Januari 1972
rombongan Canggu-Kerobokan,
Buleleng dan Tabanan tiba di Desa
Balinggi Jati bersama hadirnya dua
orang tokoh masyarakat yaitu bapak
I Made Ropet dengan bapak I Made
Sueta. Setelah berada di Desa
Balinggi Jati masyarakat berusaha
untuk membagi lahan-lahan bersama
anggotannya dengan cara bergotong-
royong membabat hutan, hingga
umat Hindu mendapat lahan untuk
pemukiman ditandai dengan
berdirinya Obyek Lebagu (Desa
Balinggi Jati) pada tanggal 8 Maret
1972. Bergotong royong adalah
salah satu cara diterapkan oleh
masyarakat Hindu untuk
membangun persatuan sehingga
lahan yang sebelumnya diselimuti
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
46
oleh hutan belantara kini perlahan
menjadi pemukiman penduduk,
sebagian persawahan dan
pembangunan pura. Pura pertama
dibangun dengan bahan seadanya
bersifat sementara menggunakan
bahan dari kayu hutan yang ditebang
dan berdiri pada tanggal 22 Maret
1972 Wuku Buda Kliwon Sinta.
Anggota Krama Adat waktu itu
berjumlah 15 KK dalam bentuk
kelompok Suka-Duka. Dewasa ini
tatanan kehidupan mulai mengalami
perubahan yang begitu signifikan
terutama mengenai gejolak-gejolak
sosial yang mengarah pada
perbaikan-perbaikan sicara finansial
hal ini ditandai dengan jumlah
keanggotaan yang meningkat
ditahun 2014, dimana keanggotaan
umat Hindu dalam bentuk organisasi
Krama Adat Lokocakromurti secara
keseluruhan berjumlah 1.064 Jiwa
terdiri dari tiga banjar/dusun yaitu:
Lokosrayo, Cakrosari dan Murtisari.
Banjar/dusun Lokosrayo berjumlah
278 Jiwa/78 KK, banjar/dusun
Cakrosari berjumlah 355 Jiwa/81
KK dan banjar/dusun Murtisari
berjumlah 431 jiwa/111 KK. Hasil
data lain juga menunjukkan bahwa,
struktur kepengurusan Krama Adat
Lokocakromurti meliputi: PHDI
Provinsi sebagai pelindung, PHDI
Kabupaten atas nama I Made Suila,
A,Md, S.Pd, M.Si, PHDI Kecamatan
atas nama I Made Sena, PHDI Desa
I Wayan Mudita, Ketua Krama Adat
Lokocakromurti atas nama I
Nyoman Dangin, Wakilnya yaitu I
Nyoman Wedastra dan Bendahara I
Kadek Miasa. Terbentuknya struktur
kepengurusan Krama Adat
membawa perubahan-perubahan
dalam pemerintahannya baik dalam
bidang pembangunan yaitu segi
pemerintahan, sosial-budaya,
ekonomi dan terlihat pula dalam
catatan kepengurusan yaitu
perubahan awig-awig/aturan-aturan
dalam desa adat. Krama Adat
Lokocakromurti juga mengenal
adanya sistem pelestarian
lingkungan hidup yang mana
dijelaskan dalam kitab Atharwaweda
(XII:1), menegaskan bahwa umat
Hindu harus menjaga keindahan
dengan berpedoman pada rta/hukum
alam dengan selalu menjaga
lingkungan dengan landasan dharma
sehingga dapat mewujudkan siwam
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
47
(kesucian) yang dapat bermanfaat
bagi kehidupan manusia.
Berdasarkan hasil data diatas
dipertegas oleh beberapa narasumber
yaitu, menurut bapak I Nyoman
Candra (wawancara tanggal 16
Januari 2016) bahwa:
Keanggotaan Umat Hindusejak tahun 1972 berjumlahhanya 15 KK dengan namakelompok Suka-Duka. Lahanyang ditempati oleh umatHindu dulunya adalah hutanbelantara yang sangat lebat.Mereka berusaha membuattempat tinggal seadanya yangterbuat dari bahan kayu hutanyang disebut kayu lumbung.Masyarakat Hindu bergotongroyong untuk menebangi hutansecara satu persatu pertamayaitu untuk mendapatkanlahan tempat tinggal yanglayak. Setelah beberapa lamamenebang hutan barulahdibagi lahan persawahan.Kehidupan mereka masa itumasih sangat tradisional hidupberkelompok tinggal bersamasanak keluarga dengankehidupan yang nyaman danharmonis.
Wawancara dengan bapak I
Made Ropet, tanggal 11 Januari
2016 bahwa:
Kehidupan berkelompokterjadi karena adanyakesadaran dalam membentukadat yang kemudian merubahbentuk menjadi Banjar. Banjar
ini menandakan terciptanyasuasana kekeluargaan antarawarga Hindu. rasakekeluargaan ini mulai terjalinketika sudah terjalin kerjasamayang baik dalam desa Adat.Kehidupan sehari-harimasyarakat Hindu di DesaBalinggi Jati KecamatanBalinggi tidak bisa terlepasdari adat, budaya, dan agama.Masyarakat Hindu KramaAdat Lokocakromurti sejakterbentuk pada tanggal 8 Maret1972 sudah terbagi menjadi 3dusun (banjar) yaitudusun/banjar Lokosrayo,Cakrosari, dan Murtisari.Ketiga (3) dusun ini dihunioleh masyarakat Hindu dariKerobokan, Tabanan, danBuleleng. Pada tahun 1975jumlah Krama Adat sudahberjumlah 81 KK.
Wawancara dengan bapak I
Wayan Silaswana, tanggal 13
Februari 2016 bahwa:
Melalui jalan merintis bersamamasyarakat barulah dibagi-bagi beberapa kintelan(pembagian tanah) yaitu Sejaktanggal 8 Maret 1972 kintelan(pembagian tanah) sudahsebagian dapat dimiliki olehmasyarakat. Saat itulahlahirnya organisasi ini padatanggal 8 Maret 1972 dengannama awal Kelompok Suka-Duka. Karena waktu itu masihdalam perintisan maka KramaAdat belum mempunyaiseorang ketua yang memimpinbahkan Banjar baru dibangun
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
48
seadanya saja dari kayulumbung yang dipasang sepertitenda dan beratapkan daunibung.
Menurut bapak I Nyoman
Dangin (wawancara, tanggal 12
Januari 2016) menegaskan struktur
kepengurusan Krama Adat
Lokocakromurti bahwa;
Setiap desa tidaklah samatugas dan struktur darikepengurusannya. Masing-masing desa adat pekramanmemiliki strukturkepengurusan yang berbedameskipun dari kabupatenmenyampaikan struktur yanglengkap di desa, namun harustetap disesuaikan dengansituasi, waktu dan keadaan(desa, kala dan patra). PihakPHD Kabupaten mau tidakmau harus menyerahkanwewenang kepada desa adatuntuk mengatur strukturkepengurusan berdasarkankesepakatan dengankeanggotaan masyarakat desa.Krama Adat Lokocakromurtistruktur kepengurusannyameliputi: Ketua, Wakil /Sekretaris, dan Bendahara.Tapi kalau untuk tingkatKapupaten semua harusterhimpun dan tersusun sesuaidengan keputusan rapatLokasabha.
Menurut bapak I Made Sueta,
wawancara tanggal 12 Januari 2016
bahwa:
Kehidupan Krama AdatLokocakromurti sudahmengalami perubahan sejakberada di daerah transmigran.Transmigran sejak tahun1972 sampai sekarang sudah44 tahun berjalan perubahanterjadi dibeberapa bidangseperti pemerintahan, sosial-budaya dan ekonomi. Padatahun 1972-1974 belum adaseorang ketua yangmemimpin Krama Adatdalam kepemerintahannya,yang mendominasi adalahpengurus Dusun RK, dantokoh-tokohnya. Jangkawaktu 2 (dua) tahun KramaAdat masih dalampemerintahan kepala dusundi masing-masing BanjarAdat yang bersifat sementara.Kepala dusun dan tokoh-tokoh masyarakat berperanpenting dalam memberikanmasukan dan motivasi dalambidang pembangunan.
Keberadaan Krama Adat
Lokocakromurti di Desa Balinggi
Jati merupakan tonggak dalam
menjunjung persatuan umat Hindu.
Organisasi ini membawa pengaruh
besar terhadap perubahan dan
perkembangan umat Hindu didalam
kehidupan masyarakat. Menurut
Bapak I Nyoman Upadana
(wawancara tanggal 9 Januari 2016),
menyatakan bahwa:
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
49
Krama adat adalah orangyang berada di hukum adatdan dijerat oleh adat tersebut.Krama Adat dalam hukumadat ini tidak dapatdipisahkan dari kehidupanberbanjar. Ketika adanyakesadaran adat kelompokyang diikuti denganmunculnya persatuan antaraanggota kelompok.Kesadaran adat tersebut akantetap ada sampai kapanpunkecuali masyarakat dangenerasinya sudah tidak adadidunia ini. Adapun fungsidan tujuan banjar yaitu:banjar mempunyai duafungsi diantaranya (1).Menyatukan masyarakatdalam satu wadah organisasiuntuk mencapai tujuanbersama dan (2).Memperkecil persoalan yangada di desa dengan membagi-bagi beberapa kelompokpersoalan kemudianmenerima pendapat untukmemecahkan persoalantersebut. sedangkan tujuanbanjar adalah (1). Salingbergotong royong dengansesama anggota banjar dalamhal perkawinan dan kematianyang bersifat suka-dukasampai urusan warganyaselesai, (2). Bekerjasamadalam hal perbaikan puradesa, pura kahyangan,perbaikan jalan desa,pembangunan sekolah,pembangunan pelatihan senidan budaya, (3).Melaksanakan aktifitasbersama dalam bidangekonomi dalam menambah
pendapatan khas banjaruntuk kepentingan dan hakbersama, 4). Melaksanakanaktifitas dalam bidangagama, upacara-upacarakeagamaan seperti upacaranyadnya, terdiri dari nista,madya dan utama (upacarakecil, sedang dan besar).
Organisasi Krama Adat
Lokocakromurti selain sebagai
wadah untuk menaungi umat Hindu
juga mempunyai struktur
kepengurusan yang terdiri dari
ketua, sekretaris dan bendahara.
Menurut bapak I Nengah Cengkug
(wawancara tanggal 16 Januari
2016), menyatakan bahwa :
Tugas dari ketua krama adatyaitu: 1). Melaksanakan awig-awig (aturan-aturan) desapekraman, 2). Mengaturpenyelenggaraan upacarakeagamaan di desa pekramansesuai dengan sastra dantradisi masing-masing, 3).Mengupayakan perdamaiandan menyelesaikan sengketaadat, 4). Mewakili desapekraman dalam bertindakuntuk melakukan perbuatanhukum baik di dalam maupundiluar peradilan ataspersetujuan paruman desa, 4).Mengurusi dan mengaturpengelolaan harta kekayaandesa pekraman, 5). Membinakerukunan umat beragamadalam wilayah desa pekraman,6). Membina dan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
50
mengkoordinasikan denganpemerintah dalampembangunan desa pekramanyang didasarkan adat-istiadatyang berlaku pada setiap desapekraman.
Struktur kepengurusan krama
adat dalam hal ini dapat memberikan
dan mampu menciptakan
kesejahteraan serta kedamaian
dengan melaksanakan awig-awig
(aturan-aturan) desa sesuai
kesepakatan paruman desa adat,
dengan demikian akan tercipta umat
Hindu yang dapat membawa
perubahan yang positif dalam
pemerintahannya. Menurut bapak I
Made Ropet (wawancara tanggal 11
Januari 2016) bahwa, sejak tahun
1974-1977 pemerintahan Krama
Adat Lokocakromurti diketuai oleh I
Nyoman Siman sebagai ketua
Krama Adat pertama sekaligus
merangkap sebagai sekretaris dan
dipilih seorang bendahara bernama I
Ketut Mudia. Menurut bapak Ketut
Sugiarta (wawancara tanggal 15
Januari 2016), menyatakan bahwa,
tahun 1977-1980 krama adat dalam
bidang sosial budaya yaitu adanya
sistem kekerabatan yang sudah
menyatu dalam sebuah pekraman
Hindu ditandai dengan saling jenguk
menjenguk antar warga. Menurut
bapak I Nyoman Dangin
(wawancara tanggal 12 Februari
2016) bahwa, pada tahun 1980-1983
terjadi perubahan dalam bidang
ekonomi yang ditandai dengan luas
lahan persawahan masyarakat
mencapai 20 are per KK.
Wawancara dengan bapak I Made
Rana tanggal 10 Februari 2016
bahwa, pada tahun 1983-1986
bentuk seni budaya bali mulai
diwariskan oleh tokoh-tokoh
masyarakat seperti seni ukir, seni
pahat, dan seni sastra. Tahun 1986-
1989 krama adat diketuai oleh I
Wayan Karta dengan program
pembangunan Pura Merajapatih,
menginjak ditahun 1989-1992 krama
adat diketuai oleh I Wayan Jogog
dengan program pembuatan Bale
Persembahyangan. Program
selanjutnya yaitu pembuatan
penyengker (pondasi) pura puseh
yang diketuai oleh I Ketut Raka
sejak tahun 1992-1995. Tahun 1995-
1998 terjadi perubahan kembali
dalam pemerintahan I Nyoman Sedri
yaitu pembuatan penyengker
(pondasi) dalam pura dengan luas 30
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
51
are. Menurut I Wayan Jogog
(wawancara tanggal 16 Januari 2016
bahwa jumlah keanggotaan Krama
Adat sejak tahun 2000 berjumlah
184 KK dan mengalami perubahan
ditahun 2001 berjumlah 190 KK.
Menurut I Made Suriana
(wawancara tanggal 15 Februari
2016), menyatakan bahwa, terjadi
pertambahan angka penduduk pada
tahun 2004 menjadi 225 KK,
demikian halnya dalam bidang
ekonomi kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat semakin
membaik ditandai dengan perluasan
lahan persawahan 65-75 are per-KK.
Menurut bapak I Wayan Ripun
(wawancara tanggal 16 Januari
2016) bahwa, ketua Krama Adat
Lokocakromurti sejak tahun 2004-
2007 adalah I Ketut Lana dengan
program pembangunan lampu
penerangan dengan persediaan dana
sebesar 50.000.000”-. Tahun 2007-
2011 krama adat diketuai oleh bapak
I Wayan Ripun dengan program
penyelenggaraan upacara ngaben
(pembakaran mayat) yang mulai
dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.
Menurut bapak I Gusti Ketut
Sugiarta (wawancara tanggal 15
Januari 2016) menyatakan bahwa
pada tanggal 23 Juli 2013 terjadi
perubahan dalam pembangunan
Pura Puseh dengan menghabiskan
dana sebesar 210 juta dan
penyelesaian pembangunan pada
tanggal 14 April 2014. Hal lainnya
khusus dalam bidang pelestarian
lingkungan hidup Krama Adat
Lokocakromurti yaitu adanya
upacara tumpek yang dilaksanakan
setiap 210 hari sekali. Hal ini
diungkapkan oleh bapak I Made
Banuyasa (wawancara tanggal 21
Maret 2016) bahwa:
Pelestarian lingkungan hidupKrama Adat Lokocakromurtidikenal dengan upacaratumpek bubuh/tumpek warigeyang dilaksanakan setiap 210hari sekali dilaksanakan padahari Saniscare Kliwon Warigesebelum 25 hari, hari rayagalungan. Tujuannya adalahuntuk mengucapkan rasaterimakasih kepada TuhanYang Maha Esa dalammanisfestasinya sebagai DewaSangkara, sekaligus memohonagar tumbuh-tumbuhanberbuah baik dan banyaksehingga menjelang hari rayagalungan dapat dipergunakansebagai sarana persembahan.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
52
PEMBAHASAN
Berbicara mengenai
Organisasi Krama Adat
Lokocakromurti tidak terlepas dari
peran-peran tokoh-tokohnya yang
sangat tanggap terhadap keberadaan
sebuah organisasi yang
berkecimpung dalam kepribadian
umat Hindu. Melalui merintis
menjalin kerjasama hingga dapat
membagi lahan untuk tempat tinggal
yaitu tepatnya pada tanggal 8 Maret
1972 krama adat sudah dapat
membagi lahan untuk tempat
pemukiman. Bersandar pada sebuah
kesatuan, tekad yang bulat untuk
membangun dan demi mendapatkan
penghidupan yang lebih baik, krama
adat saling berpangku tangan untuk
mendirikan pura dan lahan
persawahan. Pada akhirnya pura
berdiri sejak tanggal 22 Maret 1972
bersifat sementara yang terbuat dari
kayu hutan dengan jumlah
keanggotaan sebanyak 15 KK
bertepatan dengan hal itu pula lahan
persawahan sudah mulai terbuka
seluas 5 are yang masih dimiliki
oleh perkelompok sebelum dibagi
kepada masing-masing anggota.
Namun seiring dengan lajunya arus
transmigrasi membuat petambahan
penduduk semakin memusat disatu
tempat hingga menyebabkan
terbentuklah kelompok-kelompok
dimasing-masing wilayah yang
diketuai oleh kepala suku.
Masyarakat Hindu yang berada di
Sulawesi tentunya adalah
masyarakat transmigran yang karena
terhimpit oleh kebutuhan hidup yang
sulit maka ikut arus program
pemerintah sampai mendapatkan
tempat yang layak di tempat yang
baru meskipun bukan dalam
wilayahnya sendiri, namun budaya
kesatuan, adat dan budaya tidak
pernah dihilangkan hal ini ditandai
dengan keberadaan banjar di setiap
pemukiman orang Bali. Hal itu
menandakan bahwa kesatuan dalam
gotong royong yang bersifat suka-
duka masih ada dalam kehidupan
orang Bali diluar pulau Bali
termasuk khususnya di Desa
Balinggi Jati saat ini yang mayoritas
dihuni oleh masyarakat Hindu
hingga dapat membentuk berbagai
macam organisasi-organisasi sosial
seperti: organisasi Peradah,
Organisasi Subak, Organisasi
WHDI, organisasi, PKK hingga
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
53
pada organisasi yang sangat tinggi
yaitu PHDI dan perpanjangan dari
semua organisasi itu adalah
organisasi yang dibentuk oleh
masyarakat Hindu berdasarkan
keputusan rapat desa adalah
Organisasi Krama Adat
Lokocakromurti yang khusus berada
di Desa Balinggi Jati. Organisasi ini
merupakan perpanjangan dari segala
masalah yang ada dalam
kepentingan umat Hindu sehingga
keberadaanya sangat dirasakan,
karena mencakup seluruh lapisan
masyarakat Hindu yang berada di
desa tersebut. Kelompok ini
terbentuk dari awal kerjasama dan
asas kegotong royongan dalam
berbagai kepentingan. Khusus untuk
Krama Adat Lokocakromurti
keberadaannya diawali dengan
pembentukkan kelompok tani atau
yang disebut dengan seke tani.
kelompok ini meliputi beberapa
bagian yaitu: seke meabian
(bercocok tanam), seke ngaret
(mensabit padi), seke ngerontok
(melepaskan padi dari batangnya),
seke mejukut/mencabut rumput
dipetakan sawah, seke memula
(menanam padi) dan seke
ngengsuben (mengisi bibit padi yang
kosong pada petakan sawah). Pada
tahap pembentukkannya Krama
Adat Lokocakromurti terdiri dari tiga
dusun/banjar yaitu Lokosrayo,
Cakrosari, dan Murtisari, maka
digabunglah menjadi satu adat
Lokocakromurti. “Loko” artinya
bumi, “Cakro” Artinya Canggu-
Kerobokan, dan “Murti” artinya
membangun / bersatu / rejeki besar.
Jadi Lokocakromurti adalah
warga/masyarakat Canggu-
Kerobokan yang mempunyai
keinginan besar untuk membangun
desanya / dunianya. Berdasarkan
keputusan Lokasabha II Parisade
Hindu Dharma Indonesia (PHDI)
Kabupaten Parigi Moutong tentang
bentuk organisasi keparisadaan yaitu
Parisade Tingkat Provinsi, Parisade
Tingkat Kabupaten, Parisade
Tingkat Kecamatan dan Parisade
Tingkat Desa. Apabila diwilayah
desa terdapat satu atau lebih dari
satu pura maka dapat dibentuk Ketua
Krama Adat yang disebut dengan
pengempon pura dimasing-masing
Pura. Tugas susunan Personalia
Krama Adat Lokocakromurti terdiri
dari ketua, wakil/sekretaris, dan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
54
bendahara yang langsung turun
tangan dalam mengatur upacara dan
menaungi umat. Pada tahap
pelaksanaan tugasnya seorang ketua
Krama Adat dibantu oleh wakil,
guna meringankan tugas dan
tanggung jawab seorang ketua dalam
menghimpun data-data keanggotaan
dan pengharsipan, sementara
bendahara yaitu menghimpun dana
dari keanggotaan untuk hal-hal yang
bermanfaat bagi umat baik mengenai
upacara, seni dan pembangunan.
Pada tahun 1972-1974 krama adat
diawal pemerintahannya dinaungi
oleh para tokoh-tokohnya dan sejak
tanggal 22 Maret 1972 perubahan
mulai dirasakan oleh Krama Adat
ketika terbentuknya pembangunan
Pura pertama yang sebelumnya
hanya dinaungi oleh dua banjar saja.
Jumlah keanggotaan waktu itu
sebanyak 15 KK, tahun 1973
berjumlah 26 KK dan tahun 1974
berjumlah 40 KK. Sejak tahun 1974-
1977 perubahan terjadi dalam
bidang pemerintahan yaitu
terbentuknya seorang ketua yaitu
ketua terpilih bapak I Nyoman
Siman dan jumlah keanggotaan
sejak tahun 1975 yaitu 55 KK.
Tahun 1977-1980 yaitu
pemerintahan diketuai oleh Wayan
Kardi dengan program perenovasian
Pura Puseh dan pada masa
pemerintahannya terjadi tradisi
jenguk menjenguk antar warga,
ditandai dengan bertambahnya
jumlah keanggotaan sejak tahun
1978 sebanyak 78 KK, sementara
ditahun 1980-1983 krama adat
diketuai oleh I Ketut Mudia
(Almrm) dengan program
pembuatan Pura Dalem, selain itu
terjadi perubahan dalam bidang
sosial-budaya yaitu munculnya
tradisi tari-tarian seperti tarian
rejang, manuk rawo dan legong
sebagai pengiring upacara
keagamaan. Menginjak periode
tahun 1983-1986 krama adat
dipimpin oleh I Ketut Raka dengan
program penyelesaian pembangunan
Pura Dalem yang sempat tersendat
pada masa pemerintahan I Ketut
Mudia, namun pembangunan dapat
diselesaikan pada tanggal 6 April
1983 dengan menghabiskan dana
sebesar 27 juta, pada bidang sosial
budaya munculnya tradisi
metulungan antar sesama anggota
masyarakat. Perubahan lain terjadi
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
55
ketika menginjak periode 1986-1989
dimana ditahun 1986 terjadi
pembangunan Pura Merajapatih
dalam bentuk bangunan permanen
dan juga terajdi pembangunan jalan
dan sekolah dan ditahun 1989 dalam
bidang ekonomi lahan persawahan
penduduk rata-rata mencapai 30 are
per KK. Pada tahun 1989-1992
Krama Adat Lokocakromurti di
ketuai oleh bapak I Wayan Jogog
dengan program Bale (tempat)
persembahyangan yang dapat
terselesaikan pada tanggal 1 Januari
1991. Hal lainnya tahun 1990
jumlah keanggotaan 137 KK dan di
tahun 1991 berjumlah 143 KK.
Setelah berakhirnya pemerintahan I
wayan Jogog maka pemrintahan
beralih kembali kepada bapak I
Ketut Raka yang memerintah sejak
tahun 1992-1995 dengan program
kerja pembuatan penyengker
(pondasi) luar Pura Puseh dan sejak
tanggal 23 Desember 1993 upacara
keagamaan sudah mulai diringi
dengan gambelan/gong. Menginjak
ditahun 1995-1998 krama adat
diketuai oleh I Nyoman Sedri
dengan program pembuatan
penyengker dalam pura yang
direnovasi dengan luas mencapai 30
are. Pembangunan dapat
diselesaikan pada tanggal 25
Desember 1998, selain itu terbentuk
pula budaya mesilin (saling pinjam)
antar warga, perubahan juga terjadi
sejak tahun 1998-2001 ketika terjadi
pergantian pemerintahan yang
diketuai oleh I Ketut Nitia. Pada
masa pemerintahannya terbentuk
budaya silahturahmi ditandai dengan
kebiasaan-kebiasaan metulungan
(membantu) dan pertambahan
jumlah kenggotaan di tahun 2001
berjumlah 190 KK. Menuju ditahun
2001-2004 krama adat diketuai oleh
I Gusti Made Suarya pada masa
pemerintahannya pembangunan
dihentikan, hanya saja jumlah
keanggotaan Krama Adat tetap
mengalami perubahan sejak tahun
2004 berjumlah 225 KK dan pada
bidang ekonomi ditahun 2003 rata-
rata luas persawahan mencapai 65-
75 are per KK. Periode selanjutnya
ditahun 2004-2007 krama adat
diketuai oleh bapak I Ketut Lana
dengan program penerangan jalan
dengan jumlah dana 50.000.000”-.
program ini dapat diselesaikan pada
tanggal 14 Desember 2007,
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
56
sementara perubahan pada bidang
sosial budaya yaitu terjadinya
akulturasi budaya masyarakat Hindu
yang berbeda kasta yang
menggambarkan terjalinnya
hubungan antara masyarakat yang
berkasta sudra dengan masyarakat
yang berkasta brahmana pada
periode ini berjumlah 8 KK. Periode
tahun 2007-2011 krama adat
diketuai oleh bapak I Wayan Ripun
dengan program upacara ngaben
(pembakaran mayat) yang mulai
dilaksanakan setiap 5 tahun sekali,
pada bidang sosial budaya juga
terlihat budaya ngabas (bersih-
bersih) lingkungan setiap hari raya
purnama dan hari raya tumpek,
sementara itu pada bidang ekonomi
luas lahan persawahan penduduk
mencapai 1 sampai dengan 2 hektar
per KK, dan periode terakhirnya
yaitu ditahun 2011-2014 Krama
Adat Lokocakromurti diketuai oleh
bapak I Made Sukarganti dengan
program perenovasian pembangunan
pura lama yang diperkirakan sudah
berumur 42 tahun akhirnya dibangun
kembali pada tanggal 23 Juli 2013
dan selesai pada tanggal 14 April
2014. Setelah itu pemerintahan
beralih kepada bapak I Nyoman
Dangin sebagai penerus
pemerintahan selanjutnya. Namun
pada masa pemerintahan bapak I
Made Sukarganti pada bidang sosial
budaya muncul kebiasaan-kebiasaan
dari masyarakat pelatihan
mengambel dipura dan berupaya
untuk mencari generasi baru sebagai
anggota seke gong, hal ini
dimaksudkan agar generasi muda
mempunyai ilmu dalam kesenian
dengan jalan membentuk organisasi
seke gong. Umat Hindu adalah
masyarakat yang tidak luput dari
segala tatanan upacara terutama
mengenai upacara yang bersifat
keagamaan, kepercayaan umat
Hindu terdiri dari dua sisi yang
berbeda yaitu skala dan niskala.
Niskala berarti percaya akan adanya
roh diluar jangkauan pemikiran
manusia (abstrak), dan skala berarti
percaya dengan adanya ciptaan
Tuhan yang bersifat nyata
(kongkrit). Hal tersebut sangat erat
kaitannya dengan pelestarian
lingkungan hidup yang dikenal
dengan upacara tumpek
bubuh/tumpek warige. Upacara
dilaksanakan secara bersamaan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
57
setiap 210 hari Saniscare Kliwon
Warige atau 25 hari sebelum hari
hari raya galungan. Upacara tumpek
bubuh/tumpek warige ini
dilaksanakan sebagai ungkapan rasa
syukur yang tak terhingga terhadap
Dewa Sangkara sebagai
manifestasinya dewa Tumbuh-
tumbuhan. Upacara ini dilakukan
dengan cara membersihkan
lingkungan secara bersama-sama
disekitar tumbuh-tumbuhan, setelah
itu tumbuhan ditoki-toki dengan
menggunakan sebuah batu,
kemudian diberi bubuh berwarna
putih ditempelkan pada tumbuhan
tersebut sambil dipuja mantra
dengan harapan tumbuh-tumbuhan
bisa menghasilkan buah pada saat
digunakan ketika menjelang hari
raya galungan, karena pada saat raya
tersebutlah semua sarana tumbuh-
tumbuhan dipergunakan sebagai
persembahan.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan
masalah hasil temuan tentang
penelitian Krama Adat
Lokocakromurti di Desa Balinggi
Jati Kecamatan Balinggi (1972-
2014), dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1). Krama Adat Lokocakromurti
keberadaannya diawali dengan
pembentukan kelompok yang
disebut dengan seke. Seke
adalah sekumpulan masyarakat
yang membentuk kelompok.
Kelompok ini adalah kelompok
tani seperti seke meabian
(bercocok tanam), seke mejukut
(mencabut rumput dari petakan
sawah), seke ngerontok
(melepaskan padi dari
batangnya), seke ngaret
(mensabit padi), dan seke
memula (menanam padi).
2). Tiap-tiap organisasi tentunya
memiliki struktur kepengurusan
didalamnya, maka struktur
kepengurusan Krama Adat
Lokocakromurti terdiri dari:
ketua, sekretaris dan bendahara
yang langsung turun tangan
dalam mengatur tata upacara
dan menaungi umat. Pengurus
inilah nantinya sebagai ujung
tombak pelaksanaan kegiatan
program kerja dari krama adat
sesuai dengan bidang tugasnya
masing-masing.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
58
3). Dewasa ini tahap perkembangan
dan perkembangan Krama Adat
Lokocakromurti mengalami
perubahan yang cukup
signifikan dan tanggap terhadap
perubahan-perubahan sosial
tentunya berarah kesuatu hal
yang lebih baik, semuanya tidak
lepas dari satu faktor yaitu
kerjasama / kegotong royongan.
Pada bidang budaya terlihat
masyarakat Hindu secara umum
adanya pernikahan antar
masyarakat yang berbeda kasta
seperti sudra dengan brahmana,
sampai saat ini mencapai 8 KK
sehingga perpaduan dalam segi
budaya amat sering terjadi pada
kehidupan masyarakat.
4). Hal lain pula dapat dilihat dalam
segi upacara pelestarian
lingkungan hidup yaitu adanya
upacara tumpek warige/tumpek
bubuh yang dilaksanakan setiap
210 hari sekali/25 hari sebelum
hari raya galungan sebagai
ungkapan rasa terimakasih
terhadap Dewa Sangkara
manifestasinya Dewa Tumbuh-
tumbuhan.
SARAN-SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas
dapat disarankan sebagai berikut:
1. Hendaknya persatuan Krama
Adat dalam bentuk kelompok
suka-duka lebih ditingkatkan
dengan melibatkan semua
komponen dalam melaksanakan
tugas dan membantu
masyarakatnya dalam prihal suka
dan duka.
2. Perangkat- perangkat
kepengurusan hendaknya selalu
berbaur dengan masyarakat untuk
menjalankan aturan-aturan (awig-
awig) yang telah ditetapkan dan
dijadikan pedoman untuk
mengelola segala aktifitas dalam
Suka dan Duka.
3. Hendaknya sistem budaya tetap
dilestarikan tanpa menghilangkan
tradisi yang sudah ada sejak dulu,
tetapi tetap diperbaharui dengan
jalan melestarikannya secara
bersama-sama seperti halnya
pernikahan yang terjadi dengan
perbedaan kasta.
4. Hendaknya Krama Adat tetap
selalu melestarikan lingkungan
hidup sebagai asas membentuk
hubungan yang harmonis dengan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL ISSN :2460-2590
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
59
alam agar segala keperluan dalam
organisasi seperti upacara suka
dan duka tetap terpenuhui.
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah, T. (2005). Sejarah Lokaldi Indonesia KumpulanTulisan. Yogyakarta: GadjahMada University Press.
Karsini, K. (2011). Sejarah KramaAdat Kertha Winangun KotaPalu (1980-2007). Palu:Universitas Tadulako.
Kartodirdjo, S. (1993). PendekatanIlmu Sosial DalamMetodologi Sejarah. PT.Jakarta: Gramedia PustakaUtama.
Sjamsuddin, H. (2012). MetodologiSejarah. Ombak:Yogyakarta
Sudjarwo. (2001). MetodologiPenelitian Sosial.Bandung: Mandar Maju.
Sugiyono. (2014). MemahamiPenelitian Kualitatif.Bandung: CV. Alfabeta.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
60
NOSARARA NOSABATUTU DALAM MASYARAKAT KONTEMPORER(ANALISIS BERDASARKAN PERSPEKTIF EMIK)
Oleh :
Kaharuddin Nawing1
Abstrak
Nosarara Nosabatutu, merupakan salah satu nilai dan simbol budaya
lokal komunitas To Kaili yang sarat dengan berbagai nilai universal.
Penggalian nilai-nilai universal tersebut diperoleh dari para sesepuh
komunitas To Kaili melalui perspektif emik. Berdasarkan perspektif
tersebut, dapat dianalisis bahwa Nosarara Nosabatutu sangat
fungsional dalam konteks masyarakat kontemporer; suatu konteks
sosial dimana masyarakat dalam berbagai latar belakang etnis, budaya,
bahasa, agama, dan ras, dapat hidup berdampingan, berkomunikasi
dan berinteraksi dalam wilayah teritorial yang sama. Nosarara
Nosabatutu, pada masyarakat kontemporer yang berbasis multikultur,
dinilai sangat fungsional karena memuat prinsip kesederajatan, dan
kesetaraan, serta keterbukaan untuk bisa saling memberi dan
menerima berdasarkan etika sosial dan kemanusiaan.
Kata Kunci : Nosara, Nosabatutu, Pemaknaan emik, masyarakat
kontemporer.
1 Dosen Tetap Pada Jurusan P.IPS FKIP Universitas Tadulako Palu
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
61
PENDAHULUAN
Nosarara nosabatutu,
merupakan salah satu nilai budaya
yang tumbuh dan berkembang pada
masyarakat (komunitas) etnis Kaili.
Orang-orang dari komunitas ini
disebut dengan “To Kaili”. Suku
Kaili ini hidup dan berkembang
secara turun temurun di daerah
(provinsi Sulawesi Tengah).
Sebahagian besar dari komunitas ini
mendiami wilayah kabupaten
Donggala, kabupaten Sigi dan kota
Palu.
Nosarara nosabatutu yang
berarti “bersaudara dan bersatu”
merupakan bagian dari nilai budaya
yang masih hidup dalam alam
pikiran komunitas Kaili. Nilai
budaya tersebut, mempengaruhi
perilaku To Kaili, dalam konteks
hubungan sosial, baik terhadap
sesama komunitas maupun terhadap
etnis (komunitas) lainnya.
Nosarara nosabatutu sebagai
nilai budaya, sarat dengan makna
yang lugas baik konotatif maupun
denotatif. Konsep ini menjadi
semacam nilai yang berada di bawah
alam sadar atau berada pada struktur
terdalam (deep structure) yang
mempengaruhi struktur luar (Surface
Strukture) atau tampilan perilaku
dan kebudayaan To Kaili (Haliadi
dkk, 2008).
Berkenaan dengan realitas
sosial tersebut, maka para “local
genius” komunitas Kaili memiliki
kecenderungan menjadikan
nosarara nosabatutu, sebagai simbol
budaya, yang dapat diaplikasikan
baik pada tataran pemerintah
maupun dalam konteks kehidupan
masyarakat. Agar simbol budaya
tersebut bertahan dan dapat
dilestarikan maka pada bulan juni
2007, kaum cendekia kota Palu
bersepakat dalam suatu seminar
untuk menjadikan Nosarara
Nosabatutu sebagai semboyan kota
Palu.
Sehubungan dengan gagasan
dan kebijakan yang telah
dikemukakan diatas, tulisan ini
bermaksud memberikan konstribusi
dan penguatan berdasarkan
pendekatan keilmuan sosial. Fokus
kajian ini akan mengungkapkan
pemaknaan nosarara nosabatutu,
dari perspektif emik, dan selanjutnya
akan menganalisis secara fungsional
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
62
perspektif tersebut dalam konteks
kekinian (konteks kontemporer).
A. Makna Nosarara Nosabatutu :
Perspektif Emik
Nosarara nosabatutu pada
dasarnya dapat dimaknai dan
didefinisikan menurut pendekatan
etik maupun pendekatan emik.
Namun konsep tentang nosarara
nosabatutu dalam konteks tulisan
ini menggunakan perspektif emik.
Pendekatan ini berupaya untuk
memahami pemaknaan suatu
simbol sosial budaya berdasarkan
pengungkapan orang dalam atau
komunitas yang memiliki dan
sekaligus sebagai aktor budaya
(Native point of view).
Perspektif emik ini
digunakan berdasarkan asumsi
bahwa aktor (pelaku) suatu
simbol dan nilai sosial budaya
pada dasarnya lebih memahami,
mengapa mereka melakukan
sesuatu, menerima, dan
mempertahankan nilai-nilai
budaya tertentu, dan mengapa
pula mereka bermaksud
melestarikannya dalam konteks
komunikasi sosial yang lebih
luas. Selain itu perspektif ini
diasumsikan lebih obyektif dalam
mengungkapkan realitas.
Argumentasi yang melatarinya
adalah bahwa nilai-nilai budaya
hanya dapat dipahami secara
komprehensif, jika dikemukakan
atau diungkapkan oleh
pendukung suatu komunitas
budaya.
Nurhayati Ponulele
mengemukakan bahwa makna
denotasi nosarara adalah
berkeluarga, sedangkan
nosabatutu berarti sepundi-pundi.
Nosarara nosabatutu yang berarti
berkeluarga (dan) sepundi-pundi
merupakan penunjukkan makna
yang lugas di luar bahasa, dalam
hal ini bahasa kaili (Haliadi,
2008). Sementara Syamsuddin H.
Chalid, memberikan pemaknaan
secara konotatif dalam arti
sosiologis kultural yang luas,
tanpa mengurangi makna asli
(yang sesungguhnya). Nosarara
menurut Syamsuddin H. Chalid,
menunjukkan makna ikatan
kekeluargaan karena ikatan
(hubungan) darah (geneologis)
dan ikatan pernikahan baik antar
suku (komunitas To Kaili) dan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
63
diluar suku To Kaili. Syamsuddin
H.Chalid selanjutnya menuturkan
bahwa “Batutu”, merupakan
tempat penyimpanan harta
kekayaan (pundi-pundi) dan
memanfaatkan isi (pundi-pundi)
tersebut untuk kepentingan
bersama (Haliadi, 2008).
Iskandar Ahmad (dalam
Haliadi) mengemukakan bahwa
konsep nosarara secara
etimologis berarti bersatu hati,
bersatu perasaan, dan bersatu
emosi. Sedangakan “batutu”,
berarti ras. Jika konsep batutu
dihubungkan dengan rara, maka
dapat diartikan bersatu ras
Iskandar mengembangkan
lebih jauh bahwa konsep
nosarara bukan saja bersatunya
jiwa berdasarkan faktor gen dan
ikatan pernikahan, tetapi dapat
dimaknai secara luas sebagai
sarana penyatuan jiwa dalam
berbagai aktivitas dan interaksi
sosial kultural lintas etnik, simbol
budaya ini berbasis etika dan
perilaku yang baik berdasarkan
kesadaran kemanusiaan. Dengan
demikian nosarara melampaui
ikatan darah dan tempat sekat-
sekat kultural dan etnik dilebur ke
dalam kesadaran kemanusiaan
sejati.
Adapun konsep nosabatutu
menurut Iskandar (dalam Haliadi,
2008) menunjukkan bahwa setiap
anggota masyarakat perlu
berpartisipasi mengembangkan
potensi sumber daya ekonomi,
serta manfaatkan secara bersama
dan proporsional. Konsep
Nosabatutu juga merupakan
motivasi yang mendorong
masyarakat untuk bekerjasama,
saling tolong menolong serta
bergotong royong. Pandangan
serupa dikemukakan oleh H.
Tuwu Kau bahwa nosarara
nosabatutu yang disepakati
artinya sebagai “bersaudara dan
bersatu”, memiliki makna yang
relatif sama dengan Bhineka
Tunggal Ika, karena semboyan
tersebut memiliki semangat
menyatukan warga masyarakat
untuk hidup berdmpingan,
bekerja sama dan saling
membantu satu dengan yang
lainnya
(Alpianto:alfiantoip07.blogspot.c
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
64
o.id/2010/05/nosarara-
nosabatutu_30.html)
Berdasarkan pendefinisian
emik yang dikemukakan diatas
dapat disimpulkan bahwa
nosarara nosabatutu, sebagai
nilai-nilai budaya To Kaili yang
diwariskan dari sejarah masa lalu,
kini masih tetap memperoleh
pengakuan baik sebagai wacana
maupun sebagai realitas sosial.
Agar nilai-nilai budaya tersebut
bisa tumbuh dan berkembang,
maka pemerintah daerah
menjadikan nosarara nosabatutu
sebagai semboyan kota Palu, atau
simbol budaya yang sarat dengan
makna dan pemaknaan. Makna
dan pemaknaan semboyan atau
simbol budaya yang bersifat
objektif pada suatu masyarakat
dalam perspektif
interaksionalisme simbolik,
dinilai sangat urgen. G.H. Mead,
seorang tokoh perspektif tersebut
menyatakan bahwa mengkaji
simbol dalam kehidupan manusia
sangat urgen karena berkaitan
dengan pemaknaan. Semua objek
sosial, gagasan, keyakinan, nilai-
nilai dan kondisi tertentu, semua
dapat dipahami keberadaannya
karena memiliki kekhasan makna
(Susilo, 2008).
Perspektif Interaksionalisme
Simbolik juga menekankan
bahwa makna simbol yang
disepakati melalui pendefinisian
emik, memiliki fungsi untuk
menata dan mempertahankan
suatu kehidupan sosial. Untuk
tujuan tersebut para aktor yang
terlibat dalam interaksi sosial
semestinya menghayati kesamaan
makna simbolik tersebut. Hal ini
dipandang urgen karena
kesamaan berfikir, bertindak dan
berkomunikasi dengan efektif
diantara aktor-aktor yang terlibat,
hanya mungkin terwujud jika
simbol-simbol yang penting
mempunyai pemaknaan yang
sama bagi masyarakat
(Kaharuddin, 2015).
Kesepakatan akan makna
suatu semboyan atau simbol
budaya bagi suatu masyarakat
dalam pandangan Berger dinilai
sebagai kebutuhan. Berger (dalam
Susilo, 2008) menyatakan bahwa
kebutuhan terhadap makna harus
mempunyai dua dimensi yakni
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
65
dimensi kognitif dan normatif.
Dengan kata lain, manusia harus
mengetahui apa adanya dan apa
yang seharusnya termuat dalam
suatu simbol. Berger pada
akhirnya menempatkan makna
sebagai bagian dari realitas sosial
dan menyatakan bahwa pada
hakikatnya semua manusia
membutuhkan makna dan
berusaha untuk hidup dalam
dunia yang bermakna. Karena itu
makna dari suatu semboyan atau
simbol harus di informasikan
karena makna bukan hanya untuk
dipahami oleh diri sendiri tetapi
juga dapat (harus) dipahami oleh
orang lain. (Rosyadi, 2008). Dan
yang lebih urgen dari itu adalah
bahwa suatu simbol budaya,
yangmengandung makna
signifikan dapat memiliki
pengaruh yang signifikan pula
terhadap cara berfikir, sikap, dan
tindakan masyarakat.
B. Nosarara Nosabatutu : Konteks
Kekinian
Nosarara nosabatutu, dalam
perspektif emik diatas
mengandung nilai-nilai luhur
yang sangat bermakna bagi
komunitas To Kaili karena itu
nilai budaya tersebut menjadi
pandangan hidup dalam
kehidupan masyarakat.
Berkenaan dengan makna
tersebut maka Nosarara
Nosabatutu yang hidup dalam
dimensi ruang tersebut kini tetap
bertahan dan berkembang dalam
dimensi waktu yang berbeda
yakni pada konteks masa lalu dan
dalam konteks kekinian, atau
yang disebut masyarakat
kontemporer.
Karakteristik masyarakat
masa lalu pada umumnya dan
khususnya masyarakat Kaili,
hidup terbelah-belah berdasarkan
pembelahan wilayah teritorial.
Hubungan antara suatu komunitas
dengan komunitas lainnya yang
berbasis teritorial tersebut relatif
sangat terbatas. Karakteristik
masyarakat tersebut relatif
homogen dimana masing-masing
komunitas hidup dengan bahasa
dan kebiasaan-kebiasaan tertentu,
yang ditularkan secara turun
temurun. Atas kesadaran wilayah
teritorial, bahasa, adat istiadat,
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
66
dan asal keturunan yang sama,
mereka mengembangkan
berbagai nilai sosial budaya yang
berbasis lokal.
Karakteristik masyarakat
tersebut dalam konteks kekinian
pada dasarnya masih tetap hidup
dan dipertahankan namun dalam
berbagai hal cara berfikir dan
berperilaku setiap komunitas
secara bertahap mengalami
berbagai perubahan dan
pergeseran sosial. Perubahan
sosial tersebut terjadi sebagai
dampak dari transformasi sosial
yang disebut masyarakat
kontemporer.
Masyarakat kontemporer
adalah masyarakat yang hidup
dalam konteks kekinian.
Masyarakat yang memiliki
tingkat mobilitas sosial yang
tinggi sebagai dampak
perkembangan teknologi
informasi, komunikasi dan
transportasi yang melampaui
batas etnis, budaya dan wilayah
teritorial. Karakteristik tersebut
memberikan dampak yang sangat
besar terhadap masyarakat.
Masyarakat yang awalnya hidup
terbelah-belah berdasarkan batas
wilayah teritorial, kini
masyarakat tersebut kini bisa
berkomunikasi dan berinteraksi
secara aktif diluar komunitas
etnis mereka, bahkan
mobilitasnya menunjukkan
bahwa masyarakat dalam wilayah
etnis dan teritorial tertentu,
sejumlah orang dari berbagai
etnis dapat hidup berdampingan
sebagai tetangga, sebagai teman
bekerja, sebagai kawan seprofesi,
serta berbagai hubungan sosial
lainnya yang bersifat fungsional.
Karakteristik masyarakat
diatas, direduksi oleh para ahli
sebagai masyarakat kontemporer
yang berbasis multikultur.
Masyarakat multikultur
menunjukkan realitas
keberagaman masyarakat yang
hidup dalam wilayah teritorial
tertentu. Keberagaman tersebut
dicirikan oleh berbagai latar
perbedaan seperti bahasa, etnis,
budaya, agama dan ras.
Masyarakat multikultur
merupakan masyarakat yang
hidup dan menetap pada suatu
wilayah tertentu yang masing-
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
67
masing sub kelompok sosial
memiliki ciri kebudayaan
tersendiri. Ciri khas tersebut
menjadi perbedaan antara satu
masyarakat dengan masyarakat
lainnya. Kekhasan tersebut
direproduksikan dan
dipertahankan dari generasi ke
generasi. Clifford Geertz dalam
Nasikun (2006), menyatakan
bahwa masyarakat multikultur
merupakan masyarakat yang
terbagi kedalam sub sistem yang
kurang lebih berdiri sendiri dan
masing sub sistem terikat oleh
ikatan primordial. Sementara
Nasikun (2006) menyatakan
bahwa masyarakat multikultural
yang hidup dalam sub
kebudayaan yang bersifat
deverse, kurang bisa
mengembangkan sistem nilai
yang dapat disepakati oleh
seluruh anggota masyarakat.
Implikasi dari realitas tersebut
dapat memicu konflik-konflik
sosial antar etnis atau antar sub
kebudayaan yang berbeda.
Keberadaan masyarakat
multikultural dari sudut pandang
antologis (dalam) konteks
masyarakat kontemporer, tidak
mungkin diatasi bahkan akan
menunjukan kondisi keragaman
terus menerus. Berkenaan dengan
realitas tersebut, dibutuhkan suatu
gagasan tentang kehidupan
masyarakat kontemporer berbasis
multikulturalisme.
Multikulturalisme sebagai
gagasan dipahami sebagai suatu
isme (doktrin) yang menekankan
pentingnya kesederajatan dan
kesetaraan serta pengakuan
martabat manusia yang hidup
dalam komunitas kebudayaan nya
masing-masing yang unik. Pada
konteks kehidupan ini setiap
individu merasa butuh dihargai
sekaligus harus bertanggung
jawab untuk hidup bersama
komunitasnya (Mahfud, 2006).
Dalam perspektif aksiologis
multikulturalisme mengandung
dimensi, dan semangat etika
untuk mewujudkan tindakan
sosial yang baik dan benar
berdasarkan prinsip-prinsip
kebersamaan dan keadilan.
Salah satu diskursus yang
mengemukakan dalam mengatasi
permasalahan masyarakat
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
68
kontemporer yang berbasis
multikultur adalah membangun
dan melestarikan kembali
berbagai nilai budaya lokal, yang
diasumsikan menjadi pilar
pengembangan kebudayaan
nasional yang berbasis Bhineka
Tunggal Ika. Nosarara
nosabatutu dalam wacana diatas
pada dasarnya dapat memperkuat
nilai kebangsaan dan dapat
beradaptasi dengan semangat
masyarakat kontemporer.
Argumen yang melatarinya antara
lain bahwa berdasarkan
pemaknaan emik yang
dikemukakan diatas, nosarara
nosabatutu mengandung nilai
universal; nilai-nilai yang
menjunjung kelangsungan
kehidupan manusia secara
kolektif, nosarara nosabatutu
memiliki keunggulan untuk
memelihatra sifat dasar manusia
yakni menghargai harkat dan
martabat tanpa memandang
perbedaan asal keturunan, etnis,
adat istiadat, agama, kebudayaan
dsb. Dengan demikian nilai dan
simbol budaya tersebut sangat
permisif dengan kesederajatan
dan kesetaraan.
Masyarakat kontemporer
yang berbasis meltikultur harus
menunjukkan berbagai karakter
yakni;1) Pengakuan terhadap
berbagai perbedaan dan
kompleksitas kehidupan dalam
masyarakat, 2) Perlakuan yang
sama terhadap berbagai
komunitas dan budaya baik yang
mayoritas maupun minoritas, 3)
Kesederajatan kedudukan dalam
berbagai keanekaragaman dan
perbedaan, 4) Penghargaan yang
tinggi terhadap hak asasi manusia
dan saling menghormati dalam
perbedaan, 5) Unsur
kebersamaan, kerjasama dan
hidup berdampingan secara damai
dalam perbedaan.
(geoenviron.blogspot.co.id/2013/
04/masyarakat-multicultural
dan_1110.html).
Realita masyarakat
kontemporer tersebut pada
masyarakat dapat diwujudkan
melalui konsep nosarara
nosabatutu. Elaborasi nilai
budaya seperti diatas menurut
Berger (1989) harus dikonstruksi
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
69
secara sosial melalui proses
pelembagaan. Proses
pelembagaan terwujud melalui
intersubyektivitas dan legitimasi
intersubyektivitas, merujuk pada
suatu realitas sosial dimana
masing orang (individu) dalam
berbagai komunitas, saling bisa
memaknai tindakan mereka,
sehingga pada gilirannya
menimbulkan kohesi dan
integrasi sosial. Sementara
legitimasi merujuk pada
penerimaan dan pengintegrasian
makna-makna, norma dan nilai-
nilai sosial tersebut pada lembaga
sosial.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut
diatas dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Nosarara nosabatutu yang
mengandung makna
bersaudara dan bersatu,
merupakan nilai dan simbol
budaya komunitas To Kaili.
Nilai budaya tersebut dapat
menjadi ukuran perilaku
dalam konteks hubungan
antar warga masyarakat baik
dalam wilayah privat
maupun dalam wilayah
publik
2. Nosarara nosabatutu yang
digali dari pemaknaan emik,
merupakan nilai budaya lokal
yang mengandung nilai-nilai
universal. Berkenaan dengan
pemaknaan emik tersebut,
dapat dielaborasi bahwa
Nosarara Nosabatutu sangat
fungsional dalam masyarakat
kontemporer yang berbasis
masyarakat
multikulturalisme.
3. Relevansi antara nilai dan
simbol budaya Nosarara
nosabatutu dengan
masyarakat kontemporer,
terletak pada kecenderungan
untuk menerima dan
mengkonstruksi suatu
masyarakat multikultur yang
hidup dalam kesetaraan dan
kesederajatan dalam
kehidupan yang damai
berdasarkan prinsip-prinsip
keadilan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
70
DAFTAR PUSTAKA
Berger, Peter L & Luckmann,Thomas. 1989. The SocialConstruction of Reality. A.Treatise in the Sosiolohi ofKnowledge. New York, USA.Anchorbooks A. Division ofRandom House,Inc.
Haliadi dkk. 2008. NosararaNosabatutu. Yogyakarta.Riska Sari Perdana & PUSSEJUWTKD
Kaharuddin. 2015. Konstruksi SosialAgama dalam PenguatanModal Sosial, pada KomunitasLembaga Dakwah IslamIndonesia. Makassar. PPSUniversitas Negeri Makassar
Mahfud, Choirul. 2008. Pendidikan
Multikultural. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar
Nasikun. 2006. Sistem Sosial
Indonesia. Jakarta. Rajawali
Press.
Susilo & Dwi, R.K. 2008. DuaPuluh Tokoh SosiologiModern : Biografi ParaPeletak Sosiologi Modern.Yogyakarta. Ar-Ruzz Media
Rosyadi & Muhammad Arwan.
2008. Teori Konstruksi Sosial
Peter L. Berger. (Online).
(http://newblueprint.wordpress
.com/2008/01/11/teori-
konstruksi-sosial-peter-l-
berger).
http://alfiantoip07.blogspot.co.id/20
10/05/nosarara-
nosabatutu_30.html
http://geoenviron.blogspot.co.id/2013/04/masyarakat-multicultural-dan_1110.html
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
71
PERBEDAAN HASIL BELAJAR ANTARA PENDEKATANKONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
DENGAN KONVENSIONAL DALAM PEMBELAJARAN SEJARAHSISWA KELAS X SMA NEGERI I POSO PESISIR UTARA
KABUPATEN POSO
Oleh
Lukman Nadjamuddin1
Erwin Rasyid2
A B S T R A K
Pada penelitian ini diambil 2 (dua) kelas sebagai sampel. Satu kelassebagai kelas eksperimen, satu kelas yang lain sebagai kelaskontrol. Ada 2 (dua) variabel yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu: (1) pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstualdengan pendekatan konvensional, (2) hasil belajar siswa berupanilai tes. Metode pengumpulan data yang digunakan dalampenelitian ini adalah tes hasil belajar siswa. Hasil uji t yangdiperoleh, menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual denganpendekatan konvensional pada siswa kelas X terdapat perbedaan.Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung sebesar 4,940 > ttabel sebesar1,697, maka dapat diperoleh suatu kesimpulan antara kelompokeksperimen dan kelompok kontrol memiliki kemampuan yangberbeda atau kelompok eksperimen memiliki kemampuan yanglebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol dan nilai rata-rata post test dengan pendekatan kontekstual sebesar 87,69sedangkan dengan pendekatan konvensional diperoleh hasil posttest rata-rata sebesar 71,50. Penggunaan pendekatan kontekstualternyata menghasilkan hasil belajar yang lebih baik dibandingkanpendekatan konvensional.
Kata Kunci : Pendekatan Kontekstual, Konvensional dan HasilBelajar
1 Dekan dan Dosen Tetap Pada Prodi Pend. Sejarah FKIP Universitas Tadulako2 Guru Tetap Pada SMAN 1 Poso Pesisir Utara Kabupaten Poso
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
72
DIFFERENCES IN LEARNING OUTCOMES BETWEEN CONTEXTUAL(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) AND CONVENTIONAL
APPROACH IN HISTORY LEARNINGAT TENTH GRADE STUDENTS OF SMANEGERI 1 NORTH COASTAL POSO OF POSO REGENCY.
ABSTRACT
There were 2 (two) variables examined in this research, namely (1)teaching through contextual approach and conventional approachand (2) students’ learning outcomes in form of test. The datacollection method used in this research was test of students’learning outcomes. The result of t-test acquired showed that therewere significant differences between contextual and conventionalapproach to the thetenth grade students. It was revealed based onthe value of tcount4.940 >ttable1.697, so it can be concluded thatexperimental group and control group had different abilitiesrespectively or the experimental group had higher ability comparedwith control group. In addition, the average score of posttest withcontextual approach was 87.69, while the one with conventionalapproach was 71.50.In actual fact, the use of contextual approachresulted in better learning outcomes compared with conventionalapproach.Key Words: Contextual Approach, Conventional and LearningOutcomes
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
73
PENDAHULUAN
Keberhasilan dan kualitas
pendidikan dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti sistem
pendidikan, sarana dan prasarana
pendidikan, kualitas dan
profesionalisme guru, kurikulum
yang sedang digunakan, serta
kualitas pembelajaran. Terlepas
faktor mana yang menjadi penentu
utama, kualitas pembelajaran tetap
memegang porsi yang besar terhadap
keberhasilan dan kualitas hasil
pendidikan. Peningkatan kualitas
pendidikan merupakan dampak logis
dari pembelajaran yang baik.
Pembelajaran yang baik
mengharuskan penyesuaian dan
peningkatan proses pembelajaran
secara terus menerus. Di samping
itu, perlu adanya perbaikan dalam
pemilihan konsep-konsep
pembelajaran yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas lulusan itu
sendiri.
Mata pelajaran sejarah yang
menanamkan pengetahuan, sikap,
dan nilai-nilai mengenai proses
perubahan dan perkembangan
masyarakat Indonesia dan dunia dari
masa lampau hingga kini. Namun
akan tetapi, sampai saat ini tujuan
tersebut belum tercapai secara
maksimal (Leo Agung dan Sri
Wahyuni 2013 :55). Salah satu
faktor penyebabnya adalah mata
pelajaran sejarah dianggap sebatas
memuat materi berupa fakta, konsep,
dan prinsip-prinsip. Siswa dianggap
berprestasi dan tujuan pendidikan
dianggap berhasil manakala siswa
hafal dan mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang fakta-
fakta yang ada. Tetapi, penekanan
dalam penerapan konsep-konsep
tersebut dalam kehidupan siswa
masih sangat minim dilakukan oleh
guru (Aman, 2011 : 7).
Anggapan tersebut
menyebabkan guru lebih suka
menggunakan pembelajaran
konvensional. Dalam kegiatan
belajar mengajar sejarah, seorang
pengajar harus mampu menciptakan
proses belajar mengajar yang
dialogis, sehingga dapat memberi
peluang untuk terjadinya atau
terselenggarannya proses belajar
mengajar yang aktif. Dengan cara
ini, peserta didik akan mampu
memahami sejarah lebih benar, tidak
hanya mampu menyebutkan fakta
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
74
sejarah belaka. Pembelajaran sejarah
yang diimplementasikan secara baik,
tidak saja dapat mengembangkan
kemampuan kognitif pada peserta
didik, melainkan juga dapat
mengembangkan potensi dan
menguasai ranah afektif, bahkan
ranah psikomotor dan konatif. Bahan
pelajaran yang disampaikan oleh
guru dapat dikuasai oleh peserta
didik secara tuntas, maka proses
belajar mengajar yang berkualitas
menjadi sesuatu yang penting.
Kedudukan siswa menjadi titik pusat
proses pembelajaran. Siswa harus
dipandang sebagai subyek dan
obyek pendidikan. Hal ini
menyebabkan proses pembelajaran
harus dialami oleh setiap siswa.
Pembelajaran tidak hanya
menekankan kepada apa yang
dipelajari, tetapi juga menekankan
kepada keaktifan siswa dalam
memperoleh informasi (Aman, 2011
: 110-112).
Pada hakikatnya siswa telah
memiliki kemampuan awal yang
diterima di kelas sebelumnya.
Kemampuan awal siswa ini harus
digali agar siswa lebih belajar
mandiri dan kreatif, khususnya
ketika mereka akan mengkaitkan
pengetahuan yang mereka miliki
dengan pelajaran baru. Salah satu
cara yang dapat ditempuh adalah
menggunakan pembelajaran yang
mendekatkan siswa pada
lingkungan. Seiring dengan
perkembangan dunia pendidikan,
banyak ditemukan pendekatan
belajar yang lebih menarik. Salah
satunya adalah dengan
menggunakan Pembelajaran
kontekstual. Mengenai Pembelajaran
kontekstual. Sanjaya (2009 : 255)
menyatakan bahwa:
“Contextual Teaching andLearning (CTL) adalah suatustrategi pembelajaran yangmenekankan pada prosesketerlibatan siswa secarapenuh untuk dapatmenemukan materi yangdipelajari danmenghubungkannya dengansituasi kehidupan nyatasehingga mendorong siswadapat menerapkannya dalamkehidupan mereka.”
Pembelajaran kontekstual
bukan hanya mendengarkan dan
mencatat, tetapi merupakan proses
pencarian pengalaman secara
langsung. Melalui proses ini
diharapkan siswa tidak hanya
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
75
mengembangkan aspek kognitif saja
tetapi juga mengembangkan aspek
afektif dan psikomotor. Hal ini,
tentunya akan membentuk
pembelajaran dan proses belajar
yang sesungguhnya bagi diri peserta
didik.
Bertolak dari latar belakang
masalah tersebut di atas, maka
muncul permasalahan sebagai
berikut ; Apakah ada perbedaan hasil
belajar sejarah antara pendekatan
kontekstual dengan pendekatan
konvensional pada siswa kelas X
SMA Negeri I Poso Pesisir Utara
Kabupaten Poso? Dan Hasil belajar
manakah yang lebih baik, yang
menggunakan pendekatan
kontekstual atau dengan pendekatan
konvensional pada siswa kelas X
SMA Negeri I Poso Pesisir Utara
Kabupaten Poso?, dengan tujuan
yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk ; ingin
Mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan hasil belajar sejarah
antara pendekatan kontekstual
dengan pendekatan konvensional
pada siswa kelas X SMA Negeri I
Poso Pesisir Utara Kabupaten Poso
dan serta hasil belajar manakah
yang lebih baik antara yang
menggunakan pendekatan
kontekstual atau pendekatan
konvensional pada siswa kelas X
SMA Negeri 1 Poso Pesisir Utara
Kabupaten Poso, dan manfaat atau
kegunaan yang diharapkan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut
secara praktis penelitian ini
diharapkan bermanfaat untuk : Bagi
siswa, Membantu memudahkan
siswa dalam rangka mengingat,
memahami dan menerima pelajaran.
Dalam belajar tidak hanya sekedar
menghafal, akan tetapi siswa dapat
mengkonstruksikan pengetahuan di
benak mereka sendiri. Siswa belajar
dari mengalami sendiri. Bagi Guru
(1) Memudahkan Guru dalam
memfasilitasi agar informasi yang
baru diperoleh dapat bermakna (2)
Memudahkan Guru untuk
memimpin, menuntun dan
memudahkan siswa mengingat,
memahami dan menerima pelajaran
(3) Membantu guru dalam
membangun hubungan antara guru
dengan siswa yang akan
mempengaruhi keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran. Secara
praktis penelitian ini diharapkan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
76
bermanfaat untuk : (1) Bagi dunia
pendidikan : Memberi masukan pada
dunia pendidikan atau sekolah
tentang perlunya pemilihan
pendekatan pembelajaran yang akan
digunakan dalam kegiatan belajar
dan pembelajaran. (2) Bagi Guru :
Memberikan informasi kepada guru
mata pelajaran sejarah bahwa di
dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran perlu adanya
persiapan, ketrampilan dan motivasi
yang tinggi agar tercapai hasil
belajar yang baik. (3) Bagi Siswa :
Memperbaiki persepsi siswa
terhadap mata pelajaran sejarah yang
semula tidak menarik dan tidak ada
gunanya bagi kehidupan mereka di
masa yang akan datang, tetapi
ternyata mata pelajaran sejarah
adalah mata pelajaran yang
menyenangkan serta mampu
memberikan ide-ide bahan
pertimbangan bagi masyarakat
dalam memecahkan permasalahan
masa kini dan yang akan datang.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif di mana
penelitian ini banyak dituntut
menggunakan angka, mulai dari
pengumpulan data, penafsiran
terhadap data tersebut, serta
penampilan dari hasilnya (Arikunto,
2003 :10). Dalam penelitian ini
terdapat dua jenis variabel, yaitu
variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel terikat merupakan suatu
akibat yang keadaannya dipengaruhi
oleh variabel bebas. Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa kelas X
semester genap SMA Negeri I Poso
Pesisir Utara Tahun Ajaran
2014/2015, yang terdiri dari 4 kelas
dan berjumlah 129 siswa sedangkan
sampel dari penelitian ini adalah
kelas XA dan kelas X B, dimana
kelas X A yang berjumlah 32 siswa
berfungsi sebagai kelas kontrol yang
dalam pembelajarannya
menggunakan pendeketan
konvensional dan kelas X B yang
berjumlah 32 siswa berfungsi
sebagai kelas eksperimen yang
mendapat perlakuan pendekatan
kontekstual. Metode ini dipilih,
karena dianggap sebagai metode
yang paling tepat dalam rangka
mencari pemecahan terhadap
masalah yang terdapat dalam
penelitian yang menjadi dasar
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
77
penulisan skripsi ini. Tes yang
digunakan pada penelitian ini adalah
:
a. Pre-test, merupakan uji awal
sebelum dilakukan eksperimen
pada sampel penelitian. Dalam
penelitian ini yang digunakan
sebagai nilai pre tes yaitu hasil
nilai ulangan blok kelas X
semester 1 untuk kelas XA dan
XB.
b. Post-test, merupakan uji akhir
eksperimen atau tes akhir, yaitu
tes yang dilaksanakan setelah
eksperimen. Tujuan post-tes ini
adalah untuk mendapatkan nilai
sampel kelompok eksperimen
setelah diberi perlakuan berupa
penggunaan pendekatan CTL dan
kontekstual.
Posttest berfungsi untuk
melihat peningkatan ketercapaian
KKM setelah diberi perlakuan. Tes
dilakukan terhadap dua kelas yang
berbeda yaitu kelas kontrol dan kelas
eksperimen dalam Rustaman, et al.
(2005 : 45). Menurut Hake dalam
Liliawati (2010 : 56), data hasil
belajar di dapat dari pretest, posttest
dan nilai lembar kerja siswa, di
analisis secara kuantitatif. Adapun
langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut ;
Menghitung nilai pretest dan
posttest ditunjukkan dengan rumus:
= ℎ ℎℎ 100Untuk pengujian hipotesis
dilakukan dengan membandingkan
hasil belajar dan aktivitas siswa
antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol menggunakan pengujian
hipotesis menggunakan Uji t dua
pihak dengan taraf signifikansi 5 %,
dengan rumus sebagai berikut:
t=
Keterangan :
X1 : rata – rata kelas eksperimen
X2 : rata – rata kelas kontrol
S12 : varians kelompok
eksperimen
S22 : varians kelompok kontrol
n1 : jumlah siswa kelompok
eksperimen
n2 : jumlah siswa kelompok
kontrol (Sugiyono, 2007: 119)
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
78
Untuk menguji hipotesis
yaitu dengan membandingkan harga
t yang diperoleh dari perhitungan
dengan t tabel. Adapun kriteria yang
digunakan untuk menguji hipotesis
adalah : jika thitung > ttabel maka H0
ditolak dan H1 diterima. Hipotesis
yang digunakan:
H0 : tidak ada perbedaan hasil belajar
sejarah antara pendekatan
kontekstual dengan
pendekatan konvensional pada
siswa kelas X
H1 : ada perbedaan hasil belajar
sejarah yang signifikan antara
pendekatan kontekstual dengan
pendekatan konvensional pada
siswa kelas X
HASIL PENELITIAN
Harga rhitung yang lebih
besar diperoleh dibandingkan
dengan rtabel dengan taraf
signifikansi 5 %. Jika harga rhitung
> r tabel maka item soal yang
diujikan memiliki kriteria valid.
Berdasarkan hasil uji coba diperoleh
harga rtabel = 1,697. Berikut hasil
validitas soal menggunakan rumus
product moment serta data diolah
pada Microsoft Office Excel 2010.
Tabel 1 hasil analisis uji validitasinstrumen denganrumus product moment
Soal No Butir Soal Jumlah
Valid 1,2,3,4,5,6,8,9,10,
11,12,13,14,15,16
,17,19,20,24,30
20
Tidak
Valid
7,18,21,22,23,25,
26,27,28,29
10
(Sumber : Data diolah 2015)
Hasil uji realibilitas
instrumen soal yang dianalisis
dengan bantuan computer program
Microsoft Office Excel 2010, maka
hasil uji reliabilitas diperoleh nilai
Cronbach’s Alpha 0,672, nilai
terletak pada 0,60 < r11 0,80
sehingga dapat disimpulkan nilai
reliabilitas tinggi. Sebelum diadakan
perlakuan pertama pada maisng-
masing kelas eksperimen dan
kontrol dilakukan Pre-test soal yang
digunakan untuk melihat
kemampuan awal masing-masing
peserta test. Dimana test yang
digunakan dengan melihat hasil nilai
ulangan Blok/Harian siawa kelas
XA dan XB. Hasil dari ulangan
tersebut diambilah sebagai acuan
nilai Pre-test dimana nilai dari kedua
kelas yakni kelas eksperimen rata-
rata nilai 71,38 sedangkan nilai dari
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
79
kelas kontrol dengan rata-rata 63,09.
Setelah diadakan Post-Tes tampak
bahwa pada kelas eksperimen (XA)
diperoleh rata-rata hasil post-test
mencapai 87,40 sedangkan kelas
kontrol (XB) yaitu 71,56
menunjukkan bahwa rata-rata hasil
post-test kelas eksperimen (XA)
lebih besar daripada post-test kelas
kontrol (XB). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran
yang dilakukan di kelas eksperimen
(XA) terjadi perbandingan yang
signifikan yang teramati melalui
hasil post-test tersebut. Hasil uji
hipotesis dimana taraf signifikansi 5
% (0,05) dan ttabel 1,697, maka
hipotesis dari penelitian ini adalah
dimana nilai thitung sebesar 4,940 >
ttabel sebesar 1,697, maka diperoleh
jawaban bahwa H0 ditolak dan H1
diterima dan dapat ditarik satu
kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan hasil belajar antara kelas
XA dan XB. Berikut diagram batang
perbandingan hasil belajar dari
kedua kelas tersebut ;
Gambar 1 Diagram PerbandinganHasil Belajar Pretest dan PostestKelas XA dan XB
PEMBAHASAN
Penggunaan pendekatan
kontekstual tersebut siswa
diharapkan dapat mengkaitkan
materi pelajaran yang diberikan oleh
guru dengan kehidupan mereka
sehari-hari. Pembelajaran CTL
memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan serta
memecahkan sendiri permasalahan
yang diberikan kepada guru dan
dimana proses pembelajaran tersebut
yang ditonjolkan adalah siswa atau
student centered pembelajarn
berpusat pada siswa. Permasalahan
yang dibahas dalam skripsi ini
adalah hasil belajar manakah yang
lebih baik antara siswa yang
menggunakan pendekatan
kontekstual dengan siswa yang
menggunakan pendekatan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
79
71.38 63.09
87.6971.50
020406080
100
NILAI
Pretest XA
Pretest XB
Posttest XA
Posttest XB
kelas kontrol dengan rata-rata 63,09.
Setelah diadakan Post-Tes tampak
bahwa pada kelas eksperimen (XA)
diperoleh rata-rata hasil post-test
mencapai 87,40 sedangkan kelas
kontrol (XB) yaitu 71,56
menunjukkan bahwa rata-rata hasil
post-test kelas eksperimen (XA)
lebih besar daripada post-test kelas
kontrol (XB). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran
yang dilakukan di kelas eksperimen
(XA) terjadi perbandingan yang
signifikan yang teramati melalui
hasil post-test tersebut. Hasil uji
hipotesis dimana taraf signifikansi 5
% (0,05) dan ttabel 1,697, maka
hipotesis dari penelitian ini adalah
dimana nilai thitung sebesar 4,940 >
ttabel sebesar 1,697, maka diperoleh
jawaban bahwa H0 ditolak dan H1
diterima dan dapat ditarik satu
kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan hasil belajar antara kelas
XA dan XB. Berikut diagram batang
perbandingan hasil belajar dari
kedua kelas tersebut ;
Gambar 1 Diagram PerbandinganHasil Belajar Pretest dan PostestKelas XA dan XB
PEMBAHASAN
Penggunaan pendekatan
kontekstual tersebut siswa
diharapkan dapat mengkaitkan
materi pelajaran yang diberikan oleh
guru dengan kehidupan mereka
sehari-hari. Pembelajaran CTL
memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan serta
memecahkan sendiri permasalahan
yang diberikan kepada guru dan
dimana proses pembelajaran tersebut
yang ditonjolkan adalah siswa atau
student centered pembelajarn
berpusat pada siswa. Permasalahan
yang dibahas dalam skripsi ini
adalah hasil belajar manakah yang
lebih baik antara siswa yang
menggunakan pendekatan
kontekstual dengan siswa yang
menggunakan pendekatan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
79
Pretest XA
Pretest XB
Posttest XA
Posttest XB
kelas kontrol dengan rata-rata 63,09.
Setelah diadakan Post-Tes tampak
bahwa pada kelas eksperimen (XA)
diperoleh rata-rata hasil post-test
mencapai 87,40 sedangkan kelas
kontrol (XB) yaitu 71,56
menunjukkan bahwa rata-rata hasil
post-test kelas eksperimen (XA)
lebih besar daripada post-test kelas
kontrol (XB). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran
yang dilakukan di kelas eksperimen
(XA) terjadi perbandingan yang
signifikan yang teramati melalui
hasil post-test tersebut. Hasil uji
hipotesis dimana taraf signifikansi 5
% (0,05) dan ttabel 1,697, maka
hipotesis dari penelitian ini adalah
dimana nilai thitung sebesar 4,940 >
ttabel sebesar 1,697, maka diperoleh
jawaban bahwa H0 ditolak dan H1
diterima dan dapat ditarik satu
kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan hasil belajar antara kelas
XA dan XB. Berikut diagram batang
perbandingan hasil belajar dari
kedua kelas tersebut ;
Gambar 1 Diagram PerbandinganHasil Belajar Pretest dan PostestKelas XA dan XB
PEMBAHASAN
Penggunaan pendekatan
kontekstual tersebut siswa
diharapkan dapat mengkaitkan
materi pelajaran yang diberikan oleh
guru dengan kehidupan mereka
sehari-hari. Pembelajaran CTL
memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan serta
memecahkan sendiri permasalahan
yang diberikan kepada guru dan
dimana proses pembelajaran tersebut
yang ditonjolkan adalah siswa atau
student centered pembelajarn
berpusat pada siswa. Permasalahan
yang dibahas dalam skripsi ini
adalah hasil belajar manakah yang
lebih baik antara siswa yang
menggunakan pendekatan
kontekstual dengan siswa yang
menggunakan pendekatan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
80
konvensional. Berdasarkan hasil
penelitian pada kelompok
eksperimen yang dalam
pembelajaran sejarah digunakan
metode pendekatan konstektual,
Hasil uji t menunjukkan bahwa pada
penggunaan kedua metode
pendekatan konstektual memberikan
pengaruh yang lebih baik terhadap
hasil belajar sejarah dibandingkan
dengan penggunaan metode
konvensional pada kelompok
kontrol. Berdasarkan hasil uji t yang
diperoleh, menunjukkan bahwa
pendekatan kontekstual dengan
pendekatan konvensional pada siswa
kelas X terdapat perbedaan hasil
belajar. Hal ini ditunjukkan dari
thitung sebesar 4,940 > ttabel sebesar
1,697, maka dapat diperoleh suatu
kesimpulan antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol
memiliki perbedaan hasil belajar
berarti Ho ditolak. Ditolaknya Ho
berarti diterimanya H1, maka secara
statistik hipotesis penelitian yang
berbunyi ada perbedaan hasil belajar
sejarah antara pendekatan
konstektual dengan pendekatan
konvensional pada siswa kelas X
SMA Negeri I Poso Pesisir Utara
diterima.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai rata-rata
post test yang menggunakan
pendekatan kontekstual lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas yang
menggunakan pendekatan
konvensional yaitu nilai rata-rata
post test dengan pendekatan
kontekstual untuk kelas XA sebesar
87,69, sedangkan dengan
pendekatan konvensional untuk
kelas XB diperoleh hasil post test
rata-rata sebesar 71,50. Penggunaan
pendekatan kontekstual ternyata
menghasilkan hasil belajar yang
lebih baik dibandingkan pendekatan
konvensional yang selama ini
digunakan oleh sebagian besar guru
sejarah, artinya siswa yang
mengikuti pelajaran dengan
penyajian pendekatan konstektual
memiliki kemampuan lebih tinggi
dibandingkan dengan pendekatan
konvensional pada hasil belajar
pelajaran sejarah pada siswa kelas X
SMA Negeri I Poso Pesisir Utara.
Hal ini dikarenakan keberhasilan
pada pembelajaran dengan
pendekatan konstektual memberikan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
81
pola pikir kepada siswa untuk
mengaitkan materi yang diberikan
oleh guru dengan pengalaman-
pengalaman dalam kehidupan
sehari-hari siswa. Pendekatan
kontekstual lebih berpihak dan
memberdayakan siswa serta
mendorong siswa
mengkonstruksikan pengetahuan di
benak mereka.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis
data dan pembahasan penelitian pada
bab IV, maka dapat ditarik
kesimpulan:
Berdasarkan hasil uji t yang
diperoleh, menunjukkan bahwa
pendekatan kontekstual dengan
pendekatan konvensional pada siswa
kelas X terdapat perbedaan yang
signifikan. Hal ini ditunjukkan dari
nilai thitung sebesar 4,940 > ttabel
sebesar 1,697, maka dapat diperoleh
suatu kesimpulan antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol
memiliki kemampuan yang berbeda
atau kelompok eksperimen memiliki
kemampuan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai rata-rata
post test yang menggunakan
pendekatan kontekstual lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas yang
menggunakan pendekatan
konvensional yaitu nilai rata-rata
post test dengan pendekatan
kontekstual sebesar 87,40 sedangkan
dengan pendekatan konvensional
diperoleh hasil post test rata-rata
sebesar 71,56. Penggunaan
pendekatan kontekstual ternyata
menghasilkan hasil belajar yang
lebih baik dibandingkan pendekatan
konvensional yang selama ini
digunakan oleh sebagian besar guru
sejarah, artinya siswa yang
mengikuti pelajaran dengan
penyajian pendekatan konstektual
memiliki kemampuan lebih tinggi
dibandingkan dengan pendekatan
konvensional pada hasil belajar pada
mata pelajaran sejarah pada siswa
kelas X.
Berdasarkan pembahasan,
kesimpulan dalam penelitian ini.
Peneliti mengemukakan saran-saran
sebagai berikut: Kepada guru bidang
studi sejarah sebaiknya mulai
mengembangkan pembelajaran
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
82
dengan pendekatan kontekstual
dalam rangka menimbulkan motivasi
belajar sejarah yang nantinya akan
berpengaruh terhadap hasil belajar
sejarah siswa. Dalam pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual
siswa diharapkan dapat
mengembangkan dan menggunakan
kemampuan masing-masing dalam
mengkaitkan antara materi pelajaran
dengan kehidupan nyata sehari-hari,
karena jika siswa pasif dalam
pendekatan kontekstual ini proses
pembelajaran tidak akan dapat
berjalan sesuai yang diharapkan.
Bagi peneliti selanjutnya
hendaknya diadakan kajian yang
lebih mendalam lagi mengenai
penerapan pendekatan Contextual
Teaching and Learning dalam
pembelajaran sejarah secara umum
sehingga diharapkan dapat diperoleh
data pendukung yang lebih banyak
tentang kelebihan pendekatan
kontekstual dalam meningkatkan
hasil belajar sejarah siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-
dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Aman. 2011. Model Evaluasi
Pembelajaran Sejarah.
Yogyakarta : Ombak
Liliawati W. & Erna P. 2010.
Efektivitas pembelajaran
berbasis masalah dalam
meningkatkan keterampilan
berpikir kreatif siswa.
Proseding Seminar Nasional
Fisika: Jurusan Pendidikan
Fisika UPI.di Unduh pada
tanggal 23 November 2014
pada pukul 22.46 WITA.
Rustaman,N.et al., 2005. Strategi
Belajar Mnegajar Biologi.
Malang. Universitas Negeri
Malang.
Sanjaya ,Wina. 2009. Strategi
Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses
Pendidikan.Jakarta. Kencana
Prenada Media Group.
Sugiyono. 2007. Metode PenelitianKuantitatif Kualitatif danR&D. Bandung: PenerbitAlfabeta.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
83
SEJARAH TARI LUMINDA PADA MASYARAKAT MENUI
KABUPATEN MOROWALI ( 2003-2010 )
Oleh :
Mutawakkil1
Moh. Yakin 2
ABSTRAK
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana Sejarah TariLuminda Pada Masyarakat Menui Kabupaten Morowali (2003-2010).?penelitian ini menggunakan Teori sejarah dan Teori kebudayaan sertaKonsep kebudayaan, Konsep tari, Konsep Kesenian. Metode yangdigunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari(1) Heuristik, (2) Analisis, (3) Historiografi. Pengumpulan sumbersejarah dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan penelitianlapangan.Hasil penelitian menunjukan bahwa Lahirnya Tari Lumindadiawali dengan Tari Modero, setelah itu muncul tarian lagi dalamkalangan masyarakat yaitu Tari Luminda yang dikenal sampai padasaat ini.Tarian ini diciptakan oleh Wa Ode Mpety. Perubahan sertaperkembangan Tari Luminda di dasarkan atas pesatnya perkembanganIlmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di era modernisasi hinggasekarang ini, pelaksanaan serta manfaat nilai-nilai yang ada dalam tariitu sendiri ikut berkembang dan berubah.Perubahan tesebut sepertiperubahan dalama model pakaian, alat pengiring, bentuknyanyian.hingga yang tidak kalah pentingnya yaitu manfaat dari nilai-nilai yang terkandung di dalam tari itu sendiri, dimana masyarakatMenui percaya tari luminda sendiri berfungsi sebagai salah satu adatuntuk proses cuci kampung/bersih atau Tolak Bala. Setelah adanyaperubahan membawa pengaruh terhadap fungsi dari nilai-nilai dalamtradisi Tari Luminda hingga pada saat ini masyarakat percaya bahwaApu (tuhan) adalah pemberi dari segala-galanya sehingganya melaluipelaksanaan tari ini akan diberikan nikmat berupa hujan dankesuburan tanah dari yang maha kuasa Nilai-nilai yang terkandungdalam Tari Luminda adalah : nilai religius, nilai etika, nilai estetika,nilai pendidikan dan nilai seni.
Kata kunci: Sejarah; Tari Luminda
1Dosen Tetap Pada Prodi. Sejarah FKIP Untad2 Pemerhati Budaya Kabupaten Morowali
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
84
Historical Dance Society Menui Luminda In Morowali (2003-
2010)"
ABSTRACT
The problem in this research are: 1) How to Dance History LumindaIn Menui Morowali Society (2003-2010).? This research uses thehistory and theory of culture theory and concepts of culture, danceConcept, Concept Art. The method used in this study is the historicalmethod which consists of (1) Heuristic, (2) analysis, (3)Historiography. The collection of historical sources is done throughliterature research and field study consisted of observation, interviewsand documentation. The results showed that begins with the birth ofLuminda Dance Dance Modero this dance has long grown anddeveloped in the community Menui, after it emerged a dance again ina society that is Dancing Luminda known until today. This dance wascreated by Wa Ode Mpety. Changes and developments LumindaDance is based on the rapid development of Science and Technology(Science and Technology) in the era of modernization until now,implementation and benefits of the values that exist in the dance itselfinvolved developing and changing. Tesebut changes such as changesglittering underwear model. In the model the clothes, before thechange of use is very simple masi customized with prayer clothes,while the after the change until now been using the kebaya. b.Changes in the form of an accompaniment instrument, accompanistinstrument used before the change is very simple adapted to thecircumstances such as the community-gong or Tafa Tafa and drum,after the change until now using gong / Tafa-Tafa, drum rincing andrebana.c. Changes in the form of motion does not change anything upuntil now. Changes in the form of singing before any significantchange is to the same man always keeps himself, while the periodafter the change nyayian Luminda meaningful dance on development,education and religion. up is no less important that the benefits of thevalues embodied in the dance itself, where people believe Menuiluminda dance itself serves as one of the indigenous to the villagewash / clean or Reject Bala. After the changes take effect on thefunction of the values in the tradition of dance Luminda up at this timepeople believed that Apu (god) is the giver of everything sehingganyathrough the implementation of this dance will be given favors in theform of rain and fertility of the soil of the almighty Value Dance-valuecontained in Luminda is: religious values, ethical values, aestheticvalues, the value of education and the value of art.
Keywords: History; Dance Luminda
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
85
PENDAHULUANCiri khas kehidupan suatu
bangsa dapat dilihat dari bagaimana
pelaksanaan tradisi budaya yang
dimilikinya.Hal tersebut
mencerminkan bagaimana
masyarakat tersebut memegang
teguh nilia-nilai luhur yang
diwariskan secara turun-temurun
dari generasi ke generasi.Diharapkan
dapat bertahan secara permanen dan
kekal abadi dalam kehidupan
masyarakat suku bangsa tersebut
sebagai bentuk identitas terhadap
keberadaan suku bangsa tersebut.
Menurut Siswanto. B ( 1978 : 22-23
) mengungkapkan bahwa:
Kemajemukan masyarakatIndonesia yang antara lainditandai oleh keanekaragamansuku bangsa dengan beragambudayanya merupakankekayaan nasional. Di sampingkeanekaragaman suku bangsaterdapat pula keanekaragamanras, agama, kebudayaan, adatistiadat, tradisi di setiapdaerah. Kemajemukan ataukeanekaragaman itulah bangsaIndonesia menganut sistemsosial budaya yangberdasarkan “ BhinekaTunggal Ika “.
Kebudayaan merupakan
bagian dari kehidupan masyarakat.
Kebudayaan sebagai hasil dari
kreatifitas manusia dijadikan sebagai
milik dari manusia dan kemudian
dijadikan sebagai sebuah pola
perilaku dalam kehidupan
bermasyarakat. Oleh karen itu
perubahan dan perkembanganya
banyak dipengaruhi oleh
pertumbuhan dan perkembangan
masyarakat pendukungnya. Salah
satu yang turut mempengaruhi
perubahan dan perkembangan
tersebut adalah perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK).
Di Desa Menui sendiri
sebagaimana di daerah-daerah lain
yang ada di Indonesia banyak
diwarnai oleh aneka ragam budaya
yang berbeda.Salah satunya yaitu
mengenai adat istiadatnya.Pada
masyarakat Menui sendiri yang ada
di Kabupaten Morowali terdapat
salah satu kebudayaan atau adat
istiadat yang merupakan salah satu
tradisi yaitu Tari Luminda yang
sampai dengan sekarang masih
dilaksanakan yang tentunya hal ini
perlu untuk dikembangkan sebagai
wujud dari peradaban itu sendiri.
Keadaan ini pula didukung oleh
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
86
adanya informasi dari beberapa
masyarakat dari hasil observasi dan
wawancara pada tanggal 8
November 2014 dapat diketahui
bahwa masyarakat Menui
merupakan salah satu suku bangsa
indonesia yang cenderung
terlupakan kebudayaanya dan juga
dalam penggolongan pemerintah
dikelompokan sebagai adat terpencil.
Dalam kurun waktu 2003 – 2010
masyarakat Menui telah menunjukan
perkembangan dan mempertahankan
Tari Luminda tersebut yang sampai
sekarang masi digunakan sebagai
upacara adat mereka. Hal ini
ditandai dengan perkembangan dan
perubahan baik dari model pakaian,
bentuk alat pengiring, bentuk
nyanyian serta fungsi dan manfaat
dari adat itu sendiri. Secara umum
kita ketahui bersama bahwa tidak
ada fenomena sosial yang hadir di
ruang hampa sejarah tanpa
dipengaruhi oleh faktor historis dan
sosiologis, atau dengan kata lain
tidak ada fenomena yang muncul
tanpa sebab-sebab tertentu. Dari
hasil wawancara awal dengan
Lamande (2003-2010) yang
merupakan salah satu tokoh adat
(peapua) di Desa Menui dengan hal
inilah sehingga tari luminda sendiri
dapat tumbuh dan berkembang dari
sebelumnya.
Tari Luminda sendiri telah
berkembang hingga sekarang yang
secara umum dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang ada. Masyarakat
mulai mempercaya bahwa
pelaksanaan dari tari tersebut
memiliki beberapa tujuan lain
diantaranya sebagai upacara untuk
kesuburan tanah lahan serta upacara
meminta hujan. Dasar inilah yang
mendorong penulis mendekati
permasalahan tersebut dari sudut
pandang sejarah dan menempatkan
masyarakat Menui sebagai aktor
aktif di panggung sejarah.
Tari Luminda sebagai budaya
pada masyarakat Menui memiliki
latar belakang sejarah dan nilai-nilai
budaya yang luhur sebagai
masyarakat.Sudah selayaknya
dikembangkan dan dilestarikan
karena dapat memperkaya khasanah
budaya bangsa pada umumnya dan
membuktikan bahwa masyarakat
pada masa lampau melahirkaan dan
memiliki suatu kebudayaa yang
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
87
bernilai tinggi yang mengandung
unsur filsafah kehidupan sebagai
dasar kelangsungan kehidupan
bermasyarakat di lingkungan
masyarakat Menui yang telah
tumbuh dan berkembang sejak masa
lampau atau merupakan pedoman
hidup bagi kelangsungan hidup
masyarakat.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif. Jenis penelitian
yang dilakukan menggunakan
penelitian sejarah dengan
mengunakan beberapa tahapan yaitu:
pengumpulan sumber sejarah
(heuristic), pengolahan data,
interpretasi (analisis), dan penulisan
sejarah (historiografi).
Penelitian ini dilakukan di
Desa Ulunambo Kecamatan Menui
Kabupaten Morowali dengan subjek
kebudayaan Tari Luminda yang ada
pada masyarakat Menui.Lokasi ini
dipilih menjadi objek penelitian
berdasarkan berbagai pertimbangan
dengan alasan yang rasional yaitu
pertama karena tari Luminda sebagai
budaya pada masyarakat Menui yang
memiliki latar belakang sejarah dan
nilai-nilai budaya yang luhur bagi
masyarakat.Selain itu tempat ini
belum sepenuhnya dilakukan
penelitian yang mendalam tentang
tari luminda itu sendiri, serta
informan yang dapat memberikan
beberapa informasi menyangkut
judul penelitian dapat dijangkau
dengan mudah dengan waktu yang
cukup efesien.
Untuk mempermudah
penelitian maka peneliti
menggunakan pendekatan dengan
disiplin ilmu lain. Pendekatan
merupakan hal yang mutlak yang
harus digunakan dalam mengkaji
penelitian sejarah karenah
merupakan acuan bagi peneliti untuk
melihat dari sudut pandang mana
yang akan dilihat sebuah objek yang
akan diteliti.
Jenis penelitian ini adalah
penelitian sejarah yang bersifat
deskriptif kualitatif sedangkan
pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan
strukturis. Dasar penggunaan
pendekatan strukturis dalam
penelitian ini yakni individu dan
massa. Individu yang dimaksudkan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
88
disini adalah beberapa toko utama
terwujudnya tari Luminda pada
masyarakat Menui Kabupaten
Morowali sedangkan massa yang
dimaksud disini adalah semua
masyarakat yang terlibat dalam
sejarah Tari Luminda pada
Masyarakat Menui Kabupaten
Morowali sebagai obyek penelitian
ini.
Dalam penelitian ini
digunakan sumber sejarah yaitu
sumber tertulis, sumber lisan, dan
sumber visual, sumber tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Sumber lisan yaitu data
yang diperoleh melalui
keterangan-keterangan
informan yang memiliki
pengalaman pengetahuan
mengenai Tari Luminda
pada Masyarakat Menui.
b. Sumber tertulis yaitu
data yang diperoleh
dalam bentuk tulisan
terhadap aspek
penelitian berupa buku
atau leterature, skripsi,
laporan Penelitian yang
Relavan dan mendukung
perolehan data dalam
rangka penyusunan
skripsi.
c. Sumber visual yaitu data
yang akan diperoleh
melalui pengamatan
langsung dilapangan
pada bulan mei sampai
selesai terhadap benda-
benda atau alat-alat yang
dipakai dalam Tari
Luminda seperti:
pelaksanaan Tari
Luminda, Gong
(mbololo), “(Gong
berukuran sedang), dan
(Gong berukuran kecil).
HASIL
Hasrat untuk mengekspresikan
diri selalunya muncul ketika
manusia mulai mengenal
lingkunganya dan melakukan
aktivitasnya, ekspresi itu dituangkan
dalam bentuk seni, baik seni ukir,
seni lukis maupun seni tari.
Masyarakat dan kebudayaan
merupakan dua bagian yang tidak
bisa terpisahkan, masyarakat
menciptakan kebudayaan sebagai
sebuah tatanan yang diharapkan bisa
mengatur segala perilaku bagi
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
89
anggota-anggota masyarakat dan
pada akhirnya akan mampu
menciptakan sebuah keteraturan
sosial dalam kehidupan bersama.
Koentjaraningrat (1987: 201)
mengemukakan bahwa: kebudayaan
itu terdiri atas tiga wujud: wujud
ideal (adat istiadat), wujud sistim
sosial (tindakan manusia dalam
masyarakat menurut pola-pola
tertentu), dan wujud fisik. Dari
wujud kebudayaan seperti yang
dikemukakan diatas tentu tidak
dapat terpisah antara yang satu
dengan yang lainnya, tetapi
merupakan suatu rangkaian di
tengah-tengah masyarakat
pendukungnya.
Masyarakat Menui memiliki
beberapa tari tradisional, salah satu
diantaranya yaitu Tari Luminda.
Sebelum adanya tari Luminda ada
yang dikenal dengan Tari Modero
tarian ini telah lama tumbuh dan
berkembang pada masyarakat Menui
yang merupakan tarian tradisi adat
pada masa itu. Tarian ini merupakan
tarian untuk mengungkapkan rasa
syukur Kepada Tuhan karena telah
terhindar dari marabahaya.
Setelah itu muncul suatu tarian
lagi dalam kalangan masyarakat
Menui yaitu Tari Luminda yang
dikenal sampai pada saat ini. Tarian
ini di ciptakan oleh Wa Ode Mpety
putri keturunan bangsawan Buton
yakni anak dari Wakaka dan Lamali
Geno, yang menjadi Boki
(permaisuri) kedua dari Raja I,
Marhum Sangiang Kinambuka,
setelah mangkatnya permaisuri
pertama, masa pemerintahan
Wakaka dalam kesultanan Buton
yakni pada tahun 1311. Kedatangan
Wa Ode Mpety ke Bungku atas
utusan dari Murhum Sangiang
Kinambuka, yang merupakan Raja
pertama pada kerajaan Bungku.
Kedatangan Wa Ode Mpety ke
Bungku menggunakan perahu layar,
Wa Ode Mpety inilah yang
membawa sebuah tarian yang
disebut Linda, atau Tari Luminda
yang kita kenal sekarang ini.
Luminda berasal dari kata Lumi,
yang artinya halus atau perlahan-
lahan, dan mepinda, yang artinya
menginjakan kaki atau bergerak
dengan gerakan melingkar dan
berbanjar.Sehingga secara etimologi
kata Luminda memiliki arti bergerak
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
90
indah secara halus dan perlahan-
lahan yang dilakukan secara
melingkar dan berbanjar. Tarian ini
adalah salah satu tarian rakyat
masyarakat Menui yang telah lama
berkembang di tengah-tengah
masyarakat seiring dengan
pertumbuhan tradisi adat di daerah
itu. Tari Luminda lahir di tengah-
tengah masyarakat Menui pada
tahun 1558.(Tahiya, wawancara 2
Maret 2015).
Dalam Tari Luminda dikenal 4
( empat ) gerak dasar yang dilakukan
dengan gerakan halus atau perlahan-
lahan yang disebut :
1. Gerak Tumadeako Sambadengan pola berbanjar/salingberhadapan.
2. Gerak Palampa dengan polamelingkar.
3. Gerak Losa-losa dengan polamelingkar.
4. Gerak Tumadentina (mompangifi ) dengan polaberbanjar dan melingkar.
Adapun fungsi yang
terkandung dalam setiap gerakan
yaitu gerak tumadeako samba adalah
gerakan dengan pola saling
berbanjar/saling berhadapan
memiliki fungsi hidup bersama
membuat mufakat/pendapat.Gerak
Palampa adalah gerak pola
melingkar. Menurut informan
gerakan ini merupakan perlambang
ikatan yang kokoh dan kuat secara
kekeluargaan supaya tidak tercerai
berai. Gerak Losa-losa adalah gerak
melingkar memiliki fungsi simbol
sifat kekeluargaan dan kerukunan
yang tercipta melalui adanya
perkawinan, sedangkan gerak
Tumadentina (mompangifi) adalah
gerak dengan pola berbanjar dan
melingkar memiliki memiliki fungsi
simbol pentingnya persatuan dan
kesatuan dalam rangka menjalin
hidup yang harmonis dan serasi
diantara sesama manusia.
Tarian ini di ciptakan sebagai
suatu perwujudan tradisi masyarakat
menui dalam hal ungkapan rasa
syukur kepada tuhan agar terhindar
dari marabahaya/ Tolak bala serta
permintaan nikmat alam kepada
tuhan agar bisa diberikan hujan
hingga kesuburan tanah pada saat
musim kemarau tiba.Pertumbuhan
tarian tersebut kemudian meluas
sampai seluruh wilayah Kecamatan
Menui Kepulauan khususnya pada
masyarakat Menui sehingga
sekarang ini telah menjadi tarian
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
91
tradisional yang sangat populer di ke
daerah tersebut.Pesertanya terdiri
dari laki-laki dan wanita yang
jumlahnya 12 orang, 6 orang laki-
laki dan 6 orang wanita.Wanita
memakai baju adat, yakni baju poko,
atau kubaeya (kebaya) dengan
sarung sehelai salenda (selendang)
serta rambut diuraikan. Sedangkan
untuk penari pria menggunakan baju
adat, memakai saluara (celana),
dengan sebuah palulu (sapu tangan),
yang diselipkan pada lipatan kain
sarung yang menambah keindahan
tarian tersebut serta songko mpolulu
(destar). Keunikan dari tarian ini
adalah gerak penari wanita yang
tidak boleh
mengangkat/menggerakan bahu
sampai siku sehingga tumpuan gerak
hanya siku sampai jari tangan.
Dari data yang dihimpun oleh
penulis melalui wawancara dengan
tokoh masyarakat yang mengenal
sejarah dan budaya masyarakat
Menui, bahwa seiring
perkembangan zaman dan
perkembangan islam serta pesatnya
perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) di era
modernisasi hingga sekarang ini,
membuat kesenian daerah menjadi
tidak murni dan mengalami
perubahan. manfaat serta nilai-nilai
yang ada dalam tari itu sendiri ikut
berkembang dan berubah
masyarakat sendiri mulai percaya
akan hal-hal serta makna lain yang
terkandung di dalam tari itu sendiri,
Tari ini sendiri memiliki keunikan,
karena mengandung unsur-unsur
kekuatan yang diluar nalar manusia
biasa atau magis di dalam setiap
pelaksanaanya. Selain itu Tari
Luminda ini dijadikan sebagai
tempat dan sarana penyebaran
agama islam. Karena didalam tarian
tersebut terjadi proses interaksi
masyarakat satu dengan masyarakat
lainnya terbangun dengan penuh
keakrabatan dan keharmonisan
sehingga dikatakan bahwa tarian ini
merupakan kegiatan budaya yang
sangat penting dan penyebaran
agama islam secara cepat pada
masyarakat Menui. Kehadiran tari
ini sebagai sarana pengungkapan
kepercayaan atau keyakinan.
PEMBAHASAN
Disetiap daerah dan suku
bangsa ditanah air tentu memiliki
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
92
suatu tarian yang menjadi ciri khas
daripada daerah suku bangsa
tersebut dan sangat di junjung tinggi
oleh segenap masyarakat
pendukungnya karena dianggap
sebagai warisan paling luhur
daripada nenek moyang mereka pada
masa lampau. Hal ini membuat
masyarakat tersebut berupaya untuk
mempertahankan tarian
tersebut.Maka demikian pula dengan
masyarakat Menui yang telah
melahirkan suatu tarian yakni Tari
Luminda yang sangat dijunjung
tinggi karena didalamnya
mengandung unsur-unsur falsafah
kehidupan bermasyarakat. Untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai
perubahan Tari Luminda baik dari
bentuk pelaksanaan serta nilai-nilai
yang terkandung didalamnya,
diuraikan seperti berikut ini:
Periode Sebelum Adanya
Perubahan
Perkembangan serta perubahan
dari suatu budaya khususnya Tari
Luminda pada masyarakat Menui
yang ada pada saat ini tidak terlepas
dari perkembangan agama islam
serta bentuk kepercayaan akan nilai-
nilai lain yang terkandung
didalamnya yang ternyata cukup
banyak membawah pengaruh
terhadap kehidupan masyarakat
Menui pada khususnya. Pengaruh ini
dapat dilihat dari segi keyakinan
serta kepercayaan masyarakat
terhadap suatu budaya yang ada
serta nilai-nilai yang terkandung
didalamnya. Perkembangan serta
perubahan Tari Luminda dapat
dilihat dari perubahan yang terjadi,
perubahan tersebut diantaranya :
1. Bentuk pakaian
Sebelum adanya perubahan,
pakaian yang digunakan
sangat sederhana hal ini
disesuaikan dengan keadaan
masyarakat pada saat
itu.Bagi laki-laki memakai
pakaian adat yang terdiri
pakaian baju koko, memakai
celana panjang, serta songko
mpolulu (destar), khsusunya
bagi pria, bagi wanita
memakai baju kebaya, serta
sehelai selenda (selendang)
dan rambut diuraikan.
Pakaian ini tidak ada
perbedaan antara tokoh adat
dengan masyarakat biasa.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
93
Kelengkapan lain bagi
pakaian pria adalah sapu
tangan sebagai penambah
keindahan tarian tersebut,
yang sebelum pelaksanaan
tarian diselipkan pada lipatan
sarung.
2. Bentuk alat pengiring
Alat pengiring merupakan
hal yang perlu juga sangat
dibutuhkan dalam mengiringi
tarian Luminda. Dalam
pelaksanaan Tari Luminda
alat pengring yang
dibutuhkan dalam mengiringi
tarian adalah alat berupa
gong besar dan gong kecil
dilengkapi dengan gendang.
Hal ini disesuaikan dengan
keadaan masyarakat pada
saat itu dengan memakai
alat-alat sederhana.
3. Bentuk gerakannya
Tari ini dilakukan oleh laki-
laki dan perempuan dewasa
yang membentuk lingkaran
dan berbanjar.Mereka
bergerak perlahan-lahan
mengikuti iringan musik
tradisional. Semuanya
dilakukan dengan seksama
dan tanpa terburu-buru
karena setiap gerakan yang
dilakukan harus seirama
dengan musik yang
mengiringnya. Bentuk tarian
dapat berbentuk melingkar
dan berbanjar. Seperti halnya
molulo, bedanya terletak
gerakan kaki dan tangan
yang tidak saling
berpegangan sedangkan
posisinya adalah satu-satu
yakni lelaki berikutnya
peserta wanita, mulai dari
yang tua dan yang muda
ketemu. Hal ini
menggambarkan adanya
saling membutuhkan antara
yang tua dan yang muda.
4. Bentuk nyanyian
Nyanyian yang digunakan
untuk mengiringi tari
Luminda sebelum
mengalami perubahan. Yang
bermakna peringatan kepada
manusia agar kita senantiasa
menjaga diri dari perbuatan
yang tidak bermanfaat seperti
tertuang dalam penggalan
syair berikut ini :
“Sare ............................ (adat)
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
94
Aruange kita mobuso ............. 2x(disana dipantai sudah mau pasang)Napu to baleo bangkato..............(jangkar belum diturunkan) “.
Yang bermakna bahwa umur
kita semakin tua, oleh karena itu kita
harus melakukan perbuatan yang
bermanfaat. Pelaksanaan Tari
luminda sebelum adanya perubahan
diawali dengan pemandian bagi
seluruh masyarakat Menui yang
dipimpin langsung oleh ketua adat,
dan sangat dikhususkan bagi anak-
anak, karena anak sebagai generasi
penerus harus memiliki kekuatan
terhadap pengaruh roh
jahat.Pemandian ini dilangsungkan
pada petang hari tiga hari sebelum
pelaksanaan tarian.Baru setelah tiga
hari kemudian dilangsungkanlah
Tari Luminda.Tarian ini di ciptakan
sebagai suatu perwujudan tradisi
masyarakat menui dalam hal
ungkapan rasa syukur kepada tuhan
agar terhindar dari marabahaya/
Tolak bala.
Periode Sesudah Adanya
Perubahan Hingga Saat Ini
Budaya merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat sebagai hasil
cipta, rasa dan karsa manusia yang
dimiliki bersama dari anggota-
anggota masyarakat. Pesatnya
perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) di era
modernisasi hingga sekarang ini
serta berkembangnya agama islam
ternyata cukup banyak membawah
pengaruh terhadap kehidupan
masyarakat indonesia pada
umumnya dan masyarakat Menui
pada khususnya.
Pesatnya perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) di era modernisasi hingga
sekarang ini, membuat kesenian
daerah menjadi tidak murni dan
mengalami perubahan.IPTEK juga
sangat berpotensi untuk menggerus
nilai-nilai sosial yang ada di
kesenian tersebut.kesenian tari
Luminda yang hingga kini terus
dilestarikan tidak menutup
kemungkinan kesenian tersebut tidak
mengalami perubahan. Nilai-nilai
yang dianut oleh masyarakat bukan
tidak mungkin terkikis karena
perubahan zaman dan pola fikir yang
semakin positif di era teknologi
moderen hingga saat ini.Perubahan
tersebut bisa saja terjadi karena
berkembangnya ilmu pengetahuan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
95
dan teknologi yang maju dan tingkat
pendidikan yang tinggi di era
modernisasi sekarang
ini.Perkembangan tersebut membuat
masyarakat menjadi berpikir lebih
maju dan kritis. Menurut Bapak
Kurunia mengatakan bahwa
Perubahan yang terjadi Pada tari
Luminda di era modernisasi hingga
sekarang ini yaitu perubahan akan
kepercayaan terhadap nilai lain yang
terkandung didalam tari tersebut.
Dalam tradisi tari Luminda hingga
pada saat ini masyarakat percaya
bahwa apu (tuhan) adalah pemberi
dari segala-galanya sehingganya
melalui pelaksanaan tari ini akan
diberikan nikmat berupa hujan dan
kesuburan tanah dari yang maha
kuasa. Perkembangan pendidikan
membuat masyarakat lebih berpikir
rasional dan berusaha meninggalkan
adat yang dirasa salah dan tidak
sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat serta mengembangkan
adat yang menurut kepercayaan
mereka sesuai dengan nilai-nilai adat
yang mereka anggap benar.
Dalam pelaksanaan tari
Luminda pada periode sesudah
adanya perubahan hingga sekarang
dapat dilihat perubahan yang terjadi,
perubahan tersebut diantaranya:
1. Bentuk pakaian
Pakaian yang yang
digunakan dalam
pelaksanaan Tari Luminda
saat ini adalah yakni baju
koko, atau kubaeya (kebaya
atau baju adat) serta sehelai
salenda (selendang) dan
rambut diurai. Sedangkan
untuk penari pria
menggunakan baju yang
disebut baju adat, memakai
saluara (celana), dengan
sebuah palulu (sapu tangan),
yang diselipkan pada lipatan
kain sarung yang menambah
keindahan tarian tersebut
serta songko mpolulu
(destar), dan warna pakaian
yang digunakan adalah
warna kuning.
2. Bentuk alat pengring
Dalam pelaksanaan Tari
Luminda alat pengring juga
sangat dibutuhkan dalam
mengiringi tarian. Karena
tidak akan mungkin kita
melakukan Tari Luminda
tanpa ada pengiringnya. Pada
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
96
periode sebelum adanya
perubahan tari ini bentuk
peralatan pengiring mulai
dikenal dengan namanya
gong yang disebut tafa-tafa,
yang terdiri sebuah gong
besar dan gong kecil
sedangkan periode sesudah
adanya perubahan hingga
sekarang sudah dilengkapi
dengan dua buah gendang,
pede-pede (rincing) serta
rebana.
3. Bentuk nyanyian
Dalam Tari Luminda selalu
diiringi dengan
nyanyian.pada periode ini
nyanyian yang sering
digunakan bertema tentang
pembangunan, pendidikan,
agama dan perjuangan
seperti tertuang pada berikut
ini berikut ini :
Syair yang berisi tentang
Pembangunan
“ Sare ............................ (adat)
Tosama turu fumanguho
inianto.........2x (mari kita bersama-
sama membangun kampung
halaman.
Yang bermakna mari kita sama-
sama membangun kampung halaman
kita ini.
Syair yang berisi tentang Pendidikan
“ Sare ............................ (adat)
Topokondau buri.............. 2x(kita
memberikan pelajaran tentang
menulis).
bermakna tentang mari kita
memberikan pelajaran tentang
menulis agar menambah wawasan
mereka tentang ilmu pengetahuan.
Syair yang berisi tentang Agama
Sare ............................ (adat)
Itaho tokolumpeyo......2x
(Jangan kita sampai lupa)
Tumadeyako olima fakitu
(mendirikan sholat lima waktu)
Yang bermakna mendirikan
sholat lima waktu karena itu
merupakan kewajiban kita sebagai
umat muslim dan tiang agama.
Pelaksanaan Tari luminda
sesudah adanya perubahan tidak
terlalu berbeda dengan pelaksanaan
sebelum adanya perubahan diawali
dengan pemandian bagi seluruh
masyarakat Menui yang dipimpin
langsung oleh ketua adat Proses
pelaksanaan Tari Luminda diawali
dengan permandian, pemandian ini
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
97
dilangsungkan pada petang hari tiga
hari sebelum pelaksanaan tarian.
Baru setelah tiga hari kemudian
dilangsungkanlah Tari
Luminda.permandian ini dilakukan
menjelang hari raya Idul Fitri dan
Idul Adha. Tujuannya untuk
menyegarkan kembali masyarakat
setelah berjuang selama 30 hari
melawan hawa nafsu. Proses
pelaksanaan sejak hari Raya Idul
Fitri sampai hari Raya Idul Adha
kemudian sesudah pelaksanaan
tersebut segala peralatan di simpan.
Dan pada hari-hari lain tidak di
perkenangkan melakukan tarian
tersebut, kecuali dapat dilaksanakan
jika pada hari waktu bercocok tanam
telah tiba serta apabila terjadi
serangan penyakit yang datang
menimpa secara tiba-tiba menyerang
masyarakat menui.Masyarakat
Menui dapat melakukan kegiatan
adat secara bersamaan waktu dan
hari untuk melakukan monteo
pompangaha (pemberian adat)
dengan tujuan memohon agar
diberikan nikmat berupa hujan serta
diberikanya kesuburan tanah serta
apabila penyakit yang menimpa
masyarakat Menui segera hilang,
dan pada malam harinya
dilaksanakan Tari Luminda.selesai
melaksanakan Tari Luminda maka
peralatan di simpan kembali yang
peralatan di maksud: gendang dan
gong.
Budaya merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat sebagai hasil
cipta, rasa dan karsa manusia yang
dimiliki bersama dari anggota-
anggota masyarakat. Pada
perkembangan selanjutnya
pelaksanaan baik itu bentuk pakaian,
bentuk alat pengiring, bentuk
nyanyian hingga waktu pelaksanaan
serta fungsi dan kegunaan adat Tari
Luminda ini mulai berubah serta
biasanya tari ini sekarang digunakan
sebagai acara penyambutan tamu
agung dan pejabat yang melakukan
kunjungan kerja didaerah ini.
Kemudian pada mulanya Tari
Luminda ini hanya boleh dilakukan
oleh orang tua.tetapi seiring
berkembangnya zaman serta
pengetahuan masyarakat maka tari
ini sudah bisa ditarikan oleh remaja
dan anak-anak.
Makna dari pelaksanaan Tari
Luminda tersebut adalah sebagai
suatu usaha masyarakat untuk
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
98
menghindari segala bentuk
keburukan yang ada atau sering
disebut dengan tolak bala hingga
pada saat ini makna serta nilai-nila
yang terkandung di dalam tari
tersebut telah berkembang
masyarakat percaya akan kekuatan
lain yang terkandung didalamnya
diantaranya yaitu kepercayaan akan
kekuatan gaib pada pelaksanaan tari
yang bisa mendatangkan hujan
ketika musim kemarau tiba dan
mensuburkan tanah ketika musim
bercocok tanam tiba.
Masyarakat Desa Menui
melaksanakan ritual yang berbeda
dari sebelumnya hingga di era
modernisasi sekarang ini, alasannya
yaitu karena mereka percaya akan
kekuatan besar dari yang maha
kuasa, masyarakat Menui yang
penduduknya secara umumnya
adalah islam lebih meyakini bahwa
diatas kekuatan apapun hanya allah
yang bisa mengetahuinya.
Kepercayaan mereka yaitu
menganggap bahwa (apu) atau tuhan
adalah maha pemberi dari segala-
galanya. Karena manusia hidup di
dunia ini tidak akan bisa berbuat
apa-apa tanpa campur tangan dari
yang maha kuasa (apu). Mereka
percaya bahwa dengan ritual yang
dialakukan dengan pementasan tari
ini akan menghindarkan mereka dari
hal-hal yang tidak diinginkan serta
permintaan akan nikmat alam dari
tuhan yang maha kuasa. Ada alasan
lainnya yang menyebabkan
masyarakat Menui melaksanakan
ritual tersebut yaitu karena mereka
masih ingin mempertahankan adat
istiadat yang sudah sejak dulu
dilakukan oleh para leluhur mereka
sebagai bentuk budaya. Pola
perilaku mereka juga bergerak sesuai
dengan apa yang mereka yakini
sebagai suatu kebenaran yang
hakiki.
Seiring berkembangnnya
daerah yang semakin maju maka
pemerintah daerah, para tokoh adat,
dan tokoh masyarakat tetap
berupaya mempertahankan fungsi,
nilai-nilai serta menjaga kelestarian
Tari Luminda tersebut. Pada periode
ini masyarakat Menui masih tetap
mementaskan Tari Luminda untuk
memperingati hari-hari besar islam
dan kegiatan adat daerah setempat
misalnya di hari Raya Idul Fitri dan
Idul Adha Tari ini dipergunakan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
99
sebagai adat untuk menolak bala,
selain itu pada hari-hari lain yang
dianggap penting, masyarakat
percaya bahwa dengan Tari ini
dipergunakan sebagai adat untuk
meminta hujan serta kesuburan
tanah kepada yang maha kuasa pada
saat musim kemarau tiba. Kemudian
seiring berkembangnnya daerah
maka tari Luminda tersebut bahkan
sering dipentaskan di tingkat
propinsi jika ada kegiatan kegiatan
budaya, bahkan sampai ketingkat
nasional.
KESIMPULAN DAN SARAN
Lahirnya Tari Luminda
diawali dengan Tari Modero tarian
ini telah lama tumbuh dan
berkembang pada masyarakat
Menui, tarian ini di ciptakan oleh
Wa Ode Mpety putri keturunan
bangsawan buton.Perubahan serta
perkembangan Tari Luminda di
dasarkan atas pesatnya
perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) di era
modernisasi hingga sekarang ini,
membuat Tari Luminda yang
merupakan tarian daerah menjadi
tidak murni dan mengalami
perubahan. Pelaksanaan serta
manfaat nilai-nilai yang ada dalam
tari itu sendiri ikut berkembang dan
berubah.
Kesenian Tari Luminda yang
hingga kini terus dilestarikan tidak
menutup kemungkinan kesenian
tersebut tidak mengalami
perubahan.Nilai-nilai yang dianut
oleh masyarakat bukan tidak
mungkin terkikis karena perubahan
zaman dan pola fikir yang semakin
positif di era teknologi moderen
hingga saat ini.Perubahan tersebut
terjadi karena berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang
maju dan tingkat pendidikan yang
tinggi.Kesenian tersebut mengalami
perubahan untuk menyesuaikan
dengan tata kehidupan atau
masyarakat setempat.Dari tahun ke
tahun dan dari generasi ke generasi
Tari Luminda mengalami berbagai
perkembangan. Meskipun
perkembangan tersebut tidak
merubah dari bentuk aslinya tetapi
ada beberapa perubahan yang cukup
signifikan antara lain mengenai
pelaksanaan serta fungsi dari nialai-
nilai yang ada di dalam tari itu
sendiri.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
100
Perubahan tersebut terlihat
dari model pakaian, bentuk nyanyian
(syair) serta waktu pelaksanaa dari
Tari itu sendiri hingga yang tidak
kalah pentingnya yaitu manfaat dari
nilai-nilai yang terkandung di dalam
tari itu sendiri, dimana sebelum
adanya perubahan Masyarakat
Menui percaya dengan pelaksanaan
dari tari luminda sendiri hanya
digunakan atau berfungsi sebagai
salah satu adat untuk proses cuci
kampung/bersih kampung atau yang
biasa disebut Tolak Bala. Namun
setelah adanya perubahan hingga
sekarang seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi membawa pengaruh
terhadap fungsi dari nilai-nilai yang
terkandung didalam tari itu sendiri
dalam tradisi Tari Luminda hingga
pada saat ini masyarakat percaya
bahwa Apu (tuhan) adalah pemberi
dari segala-galanya sehingganya
melalui pelaksanaan tari ini akan
diberikan nikmat berupa hujan dan
kesuburan tanah dari yang maha
kuasa ketika musim kemarau dan
waktu untuk bercocok tanam telah
tiba.
DAFTAR RUJUKAN
Hidayat, Robby, 2005.Menerobos
Pembelajaran Tari
Pendidikan. Malang: Banjar
Seni Gontar Gumelar.
Koentjaraningrat. 1980. Pengantar
Ilmu Antropologi. Jakarta:
Aksara Baru.
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi
Sejarah. Yogyakarta: PT
Tiara Wacana Yogya
Siswanto, B. 1978.Sosiologi.Jakarta:
Gramedia
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
101
KEBERADAAN ORGANISASI KERUKUNAN KELUARGA
MANDAR SULAWESI BARAT (KKMSB) DI PROVINSI
SULAWESI TENGAH
Oleh :
Syakir Mahid 1
Nurdiana 2
ABSTRAK
Penelitian menunjukkan bahwa Keberadaan Organisasi KerukunanKeluarga Mandar Sulawesi Barat (KKMSB) di Provinsi SulawesiTengahmerupakan salah satu wadah berkumpulnya orang orangMandar guna menghimpun sumber daya manusia suku Mandardiperantauan guna memberikan kontribusi bagi kemajuan daerah,sekaligus mempererat hubungan kekeluargaan dan silaturahmi dikalangan masyarakat Sulawesi Barat di Provinsi Sulawesi Tengah.Struktur Organisasi Kerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat(KKMSB) di Provinsi Sulawesi Tengah terdiri atas Dewanpembina/penasehat, Dewan Pakar, pengurus harian, yang meliputiKetua Umum.KetuaUmum terdiri dari Ketua I-Ketua V sertaSekretaris yang terdiri atas Sekretaris s/d sekretaris IV hinggaBendahara. Adapun seksi meliputi: Biro Usaha dan Kesejahteraan,hingga Biro Pendidikan dan Sumber Daya Manusia. Kohesi sosialmasyarakat Mandar diperantauan Sulawesi Tengah terjalin sangat baikterlihat dari terbentuknya organisasi paguyuban Kerukunan KeluargaMandar Sulawesi Barat KKMSB, aktif dalam kegiatan Majelis taklim,tarwih keliling serta halal bi halal.
Kata Kunci :Organisasi, Orang Mandar, struktur organisasi dankohesi sosial.
1Dosen Tetap Pada Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Untad2Pemerhati Sejarah di Sulawesi Barat
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
102
The Existence of Mandar Family Harmony of West Sulawesi(KKMSB)Organizationof Central Sulawesi Province Branch
ABSTRACT
The research findings show that the existence of Mandar FamilyHarmony of West Sulawesi (KKMSB) Organization in CentralSulawesi Province is one of the forum where Mandar people gather soas to pool human resources of Mandar ethnic in the migration place inorder to contribute to the progress of the region, and also to strengthenthe kinship and relationship among the people of West Sulawesi inCentral Sulawesi Province. The structure of Mandar Family Harmonyof West Sulawesi (KKMSB) Organization in Central SulawesiProvinceconsists of Advisory Board, Board of Expert, ExecutiveBoard which includes the chairman. The chairman consists ofChairman I – Chairman V and the Secretary includes Secretary toSecretary IV and the treasurer.The sections include: Business andWelfare Bureau to Bureau of Education and Human Resources. Socialcohesion of Mandar People in Central Sulawesi exists very well seenfrom the existence of Mandar Family Harmony of West SulawesiKKMSB Organization which was active in Taklim forum, Tarawihprayer, and Eid gathering.
Key Words :Organization, Mandar People, Structure ofOrganization and Social Cohesion.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
103
PENDAHULUAN
Sebuah organisasi dapat
terbentuk karena dipengaruhi oleh
beberapa aspek diantaranya
penyatuan visi dan misi serta tujuan
organisasi yang disepakati oleh
seluruh anggota organisasi yang
tergabung.Organisasi yang dianggap
baik adalah organisasi yang diakui
keberadaannya oleh masyarakat
disekitarnya.Orang-orang yang ada
di dalam sebuah organisasi
mempunyai suatu keterkaitan yang
terus menerus. Rasa keterkaitan ini,
bukan berarti keanggotaan seumur
hidup akan tetapi sebaliknya,
organisasi mengalami perubahan
yang konstan di dalam keanggotaan
mereka, meskipun pada saat mereka
menjadi anggota, orang-orang dalam
organisasi berpartisipasi secara
relatif teratur.
Kerukunan Keluarga Mandar
Sulawesi Barat (KKMSB)
sebelumnya bernama Kerukunan
Keluarga Indonesia Mandar (KKIM)
didirikan pada tahun 1968.
Organisasi ini berganti nama
menjadi Organisasi Kerukunan
Keluarga Mandar Sulawesi Barat
(KKMSB) pada tanggal 23 April
2007. Perubahan nama organisasi ini
merupakan peralihan atau kelanjutan
dari Kerukunan Keluarga Indonesia
Mandar (KKIM) dengan dasar,
tujuan, dan sifat tidak berubah /
tidak berbeda. Tujuan dari
perubahan nama organisasi ini agar
provinsi Sulawesi barat dapat
dengan mudah dikenal oleh
masyarakat Indonesia. Maka dari itu,
penulis merasa tertarik meneliti apa
yang melatar belakangi dibentuknya
organisasi Kerukunan Keluarga
Mandar dan organisasi ini masih
bertahan sampai saat ini di Sulawesi
Tengah khususnya kota Palu.
Berdasarkan permasalahan di atas
maka penulis tertarik melakukan
penelitian mengenai keberadaan
organisasi Kerukunan Keluarga
Mandar Sulawesi Barat (KKMSB)
Provinsi Sulawesi Tengah. Dalam
hal ini penulis membatasi penelitian
khusus kota Palu tentang
“Keberadaan Organisasi Kerukunan
Keluarga Mandar Sulawesi Barat
(KKMSB) di Provinsi Sulawesi
Tengah”.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
104
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara
yang digunakan dalam penelitian
yang berfungsi sebagai alat untuk
menjelaskan berbagai permasalahan
yang terkait dengan hal yang ingin
diteliti. Sebagai ilmu, sejarah
mempunyai metode sendiri dalam
melakukan penelitian yaitu metode
penelitian sejarah. Menurut
Suhartono W. Pranoto (2010: 11)
menyatakan bahwa “Metode adalah
cara untuk berbuat atau mengerjakan
sesuatu dalam suatu sistem yang
terencana dan teratur. Jadi metode
selalu erat hubungannya dengan
prosedur, proses, atau teknik yang
sistematis untuk melakukan
penelitian disiplin ilmu tertentu hal
ini dimaksud untuk mendapatkan
objek penelitian.
Penelitian ini dilakukan
bertujuan untuk mendapatkan
referensi yang berkaitan dengan
penelitan di lapangan, selain itu
bertujuan untuk mendapatkan
gambaran umum tentang teori dan
konsep ilmiah yang mempunyai
relevansi dengan masalah-masalah
penelitian. Penelitian ini dilakukan
dengan mempelajari dan menelaah
berbagi buku-buku literature,
dokumen-dokumen, situs-situs
internet serta sumber-sumber lainnya
yang peneliti anggap perlu.
Penelitian kepustakaan
dilakukan dengan mengunjungi
berbagai perpustakaan yang terdapat
di Kota Palu, seperti Perpustakaan
Wilayah Sulawesi Tengah,
Perpustakaan Pusat Untad,
Perpustakaan FKIP Untad, Melalui
upaya ini, peneliti memperoleh
beberapa literatur yang dapat
menunjang permasalahan yang
dikaji seperti tulisan Didit
Darmawan (2013) ”Prinsip-Prinsip
Perilaku Organisasi”, Suhartono W
Pranoto (2010)”Dasar-dasar
Oraganisasi”,Mohammad Ridwan
Alimuddin (2011)“Mandar Nol
kilometer:Membaca Mandar
Lampau dan Hari Ini”, Ratna (2011)
“Perkembangan Saeyyang Pattuddu
Dalam Kebudayaan Mandar, Amad
Al – Qadry (2010) “Sejarah
Mandar,Arni Muhammad (2002)
“Komunukasi Organisasi”, Haliadi
(2010) “Nosarara Nosabatutu”, Nur
Hasmilawati (2012) “Migrasi Orang
Selayar di Kota Palu (1957-2011)”,
dan tulisan lain yang memberikan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
105
kontribusi tak kalah menariknya
tulisan Pertras Cristian (2006),
tentang Manusia Bugis, serta
beberapa tulisan penulis sejarah dan
budaya, diantaranya tulisan Syakir
Mahid (2009)“Sejarah Sosial
Sulawesi Tengah”, Syakir Mahid,
(2013)Sejarah Pahlawan Daerah
Sulawesi Tengah Muhammad Idrus
(2009)“Metode Penelitian Ilmu
Sosial”, serta beberapa tulisan lain
yang banyakmemberikan kontribusi
berharga untuk tulisan ini.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian di
lapangan, ditemukan fakta
berdasarkan hasil wawancara,
observasi dan dokumentasi, maka
peneliti mencoba menguraikan satu
persatu untuk memecahkan masalah
dalam penelitian yang dapat dilihat
sebagai berikut :
Keberadaan Organisasi
Kerukunan Keluarga Mandar
Sulawesi Barat (KKMSB) di Kota
Palu
Berdasarkan hasil wawancara
dengan H. Abdul Latief Ma’da
menjelaskan bahwa:
Awalnya organisasi inibernama Kerukunan KeluargaIndonesia Mandar (KKIM)didirikan pada tahun 1968yang di koordinatori oleh H.Abdul Rauf Daeng Thalib danrekan-rekannya. Beliaumenjabat selama 2 (dua)periode, kemudian pada tahun2002 organisasi ini diketuaioleh Mujirin M. Yamin, SE.MS dan sekertarisnya adalahIr. Abd. Kadir Paloloang, MP.Masa kepengurusan organisasiKerukunan Keluarga Mandarsatu periode adalah 5 (lima)tahun. Organisasi ini bergantinama menjadi KerukunanKeluarga Mandar SulawesiBarat (KKMSB) pada tanggal23 April 2007 Salah satualasan yang menjadi dasarpergantian nama dariorganisasi ini memilikiketerkaitan dengan awalterbentuknya PropinsiSulawesi Barat dengan tujuanagar provinsi ini dapat denganmudah dikenal olehmasyarakat luas.Adapun proses berdirinyaorganisasi KerukunanKeluarga Mandar SulawesiBarat (KKMB) di Kota Palu,awalnya orang Mandar datangke perantauan khususnya kotaPalu Keberadaan orangMandar di Kota Palu tidakjauh berbeda dengan suku-suku pendatang lainnya, sepertSuku Bugis, Selayar, Jawa,Bali dan sebagainya merekamenetap di Kota Palu untukmendapatkan kehidupan yanglebih baik. Mencaripendidikan, lapangan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
106
pekerjaan.Baik itu karenatuntutan pekerjaan atau profesiada yang sebagai nelayan,pedagang, guru, dosen,mahasiswa dan sebagainyadari berbagai kalangan.Awalnya kita orang Mandaryang datang ke SulawesiTengah ini tidak salingmengenal satu sama lain, tapiketika adanya organisasi ini,dengan informasi dari mulutke mulut hingga berkembangsampai sekarang..Silatuhrahmi kami terjalinsangat baik. KerukunanKeluarga Mandar SulawesiBarat (KKMSB) di bentukdengan tujuan menghimpunSumber Daya Manusiamasyarakat Sulawesi Baratyang memberikan kontribusibagi kemajuan daerah,mempererat hubungankekeluargaan dan silaturahmidikalangan masyarakatSulawesi Barat yangberdomisili di kota Palu sertamelestarikan nilai-nilai luhurbudaya Mandar. Kegiatanyang dilakukan organisasiKerukunan Keluarga MandarSulawesi Barat (KKMSB)yaitu khususnya kegiatankeagamaan seperti Majelistaklim, Arisan, Tarawihkeliling di bulan SuciRamadhan, Halal bihalal, Iduladha, Maulid Nabi, dan lain-lain., kegiatan sosialpemberian bantuan di pantiasuhan, serta korban bencanaalam yang terjadi di SulawesiTengah. (Wawancara17Januari 2014).
Berdasarkan wawancara
dengan H. Abdul Latief
Ma’damengenai Kerukunan
Keluarga Mandar Sulawesi Barat
(KKMSB)bahwa organisasi ini
didirikan pada tahun 1968 di
koordinatori oleh H. Abdul Rauf
Daeng Thalib dan rekan-rekannya
selama dua periode. Penjelasan
bapak tersebut belum lengkap
berdasarkan ingatannya. Sehingga
penjelasan lebih rinci akan di
utarakan oleh Bapak Drs. H.
Baharudin HT., M.Si.
Dengan berkembangnya
organisasi ini Hi. Burhan Abu Bakar
menjelaskan bahwa:
Organisasi KerukunanKeluarga Mandar SulawesiBarat (KKMB) ini PerananKKMSB ini dapat dirasakandengan adanya berbagaimacam kegiatan sosial yangdiadakan.KKMSB adalahwadah berkumpulnya orangorang Mandar, tanpa mengenalasal daerah.Tidak ada lagiyang di bilang MandarMajene, Mandar Tinambung,Mandar Balanipa dan masihbanyak lagi.Kita semubersaudara dan saling tolongmenolong. Jika ada keluragamandar ( luluare’ sipembolongatta’) yangmemerlukan bantuan ataumendapat musibah kami
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
107
semua anggota kerukunankumpulkan dana untukmeringankan beban saudarasesuku kita. Walaupun merekabukan anggota dari kerukunankami tetap membantu saudarakita yang lagi kesusahan ataukena musibah.OrganisasiKerukunan Keluarga MandarSulawesi Barat saat inimemiliki sarana fasilitassendiri yaitu Ambulance.(Wawancara 23 Januari 2015)
Dilanjutkan penjelasan dariIbu Hj. Nurhayati mengatakan:
Kegiatan rutin kitadikerukunan ini adalahpengajian bulanan yangdiadakan setiap tanggal 20bulan berjalan, nama majelistalim kami dikerukunan iniNurul Taubah, selainpengajian kita juga, arisansilaturahmi sesama anggotatau orang-orang mandar yangberada dikota palu, kita jugamengadakan tarawih keliling,kegitan halal bilhalal setelahlebaran idul fitri. Manfaatyang saya rasakan setelah sayabergabung dikerukunankeluarga Mandar itu sangatbanyak manfaatnya, salahsatunya saya jadi banyakkenalan orang-orang Mandarbaik itu dari kalangan bawahsampai atas tanpamembedakan status sosialkami. Di kerukunan ini kitabiasa saling berbagipengalaman satu sama lain.(Wawancara 21 Agustus2015)
Organisasi ini mengalami
pasang surut faktor penghambatnya
seperti yang dijelaskan oleh
Alimuddin Samad bahwa :
Adanya kesibukan darimasing-masing anggotanyadengan profesi masingsehingga sebagian anggotatidak bisa datang dalam suatuacara yang dilakukan dalamorganisasi seperti kegiatanMa’jelis Ta’lim sekaligusarisan para anggota organisasiKerukunan Keluarga MandarSulawesi Barat (KKMB).Walaupun organisasipaguyuban ini seringmengalami pasang surut dalamperkembangannya di kota Palutapi peran kerukunan ini tetapmenjadi wadah pemersatuantar orang Mandar di kotaPalu. Kehidupan orangMandar di kota Palumengalami perkembangan,banyak diantara mereka sudahtidak pernah lagi menginjakankaki di daerah tanah asalnyayaitu Mandar, kebanyakansudah menetap di perantauandengan dari mereka menikahdiperantauan berbagai macamfaktor. Seperti telahmelakukan perkawinandidaerah perantauan, setelahmemiliki keluarga danmempunyai anak tidak jarangdari anak-anak mereka tidakpenah menginjakan kaki ditanah kampunghalamannya.(Wawancara 02Juli 2015).
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
108
Struktur Organisasi Kerukunan
Keluarga Mandar Sulawesi Barat
(KKMSB) di Kota Palu
Berdasarkan dokumen yang
diperoleh dari bapak Ir. Awaluddin
Djuaeni mengenai badan pengurus
pusat Kerukunan Keluarga Mandar
Sulawesi Barat (KKMSB),
Komposisi personalia badan
pengurus pusat Kerukunan Keluarga
Mandar Sulawesi Barat (KKMSB)
Masa bakti 2009-2013 dapat dilihat
pada lampiran 4. Komposisi badan
pengurus wilayah Kerukunan
Keluarga Mandar Sulawesi Barat
(KKMSB) Provinsi Sulawesi
Tengah periode tahun 2013-2017:
Dewan Pembina/Penasehat : Drs. H. Longki Djanggola, M.SiProf. Drs. H. Zainal MangitungDrs. H. Muhammad SaalDrs. Muchlis A. Mahmud, MMDrs. Aminuddin Atjo, M.SiH. Wardah YunusFirdaus jahja, SHAbdul Latef MadaH. Andi Tanrin Andi WawoDrs. H. Alimin Amin, M.SiH. Burhan AbubakarH. Arifuddin BidinHafid Yahya
Dewan Pakar : Drs. H. Abdullah, MTDr. Ir. Kadir Paloloang, M.PDr. Muchlis Najamuddin, MADrs. H. Saleh Muliadi, SH., MHAndi Alimuddin Rauf, SE
Pengurus HarianKetua UmumKetua IKetua IIKetua IIIKetua IVKetua V
::::::
Drs. H. Baharuddin Ht, M.SiDr. H. Hasanuddin Atjo, M.SDr. H. Burhanuddin Idris, M.SiDrs. H. Abdul Chair AM, M.SiDr. Chairul Anam, SE, M.SiDra. Hj. Rosdiati
Sekretaris UmumSekretaris ISekretaris IISekretaris IIISekretaris IV
:::::
Ir. Awaluddin DjuaeniDrs. H. Kasman, M.PdNy. Andi Nirmawaty RahmatH. Asgar Basir, SERahmawati
Bendahara UmumBendahara I
::
Ir. Hj. Sri Mustika Salim, M.SiHj. Nurhayati Burhan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
109
Bendahara IIBendahara III
::
HJ. Rahmawati HermantoHj. Dra. Dahria Alia Alimin
I. Biro Usaha danKesejahteraanKoordinatorAnggata
: drg. Heri Muliadi, M.Kesdr. Jumriani YunusDra. Mas’idaHj. Niharti Saleh MuliadiJirani Zabel
II. Biro PengembanganOrganisasi
KoordinatorAnggota
: Hardy D. Yambas, SHNaharuddin, S.Pd, M.HutMuhdar IbrahimSunardi Saeri
III. Biro Hukum danHAM
KoordinatorAnggota
: AKBP Sahidi, SH., MHAKBP Petrus PawanAbdul Gafar Salam, SHMuh. Arfan
IV. Biro PengembanganSeni dan BudayaKoordinatorAnggota
::
Muhammad Ramli, S.Ag., M.AgHj. Ida Nursanti, SH, M.SiHj. Wardah waris S.PdiFebriani Yunus
V. Biro Pemuda danOlahraga
KoordinatorAnggota
::
Samsir AburaeraAndi AmaluddinAndi HermanRusdin Andi Subair, MMHasnur
VI. Biro PembinaanSosial danKerohanianKoordinatorAnggota
::
Drs. H. Arifin MusaDrs. H. Abd. Waris HasanNy. Nurmala Azis, SEGusri
VII. Biro InfokomKoordinatorAnggota
::
Drs. Gazali, M.AgDrs. H. Masruhim ParukkaiAndi AlwyTaufan SP Bustan
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
110
VIII. Biro Pemberdayaan PerempuanKoordinatorAnggota
::
Dr. Hj. Hatijah Yahya, M.SiDra Nurjannah YunusNy. Anna AwaluddinIrmawati AburaeraNuraiman Tahir, AptH. Kasturi Hafid, S.Pd
IX. Biro Pendidikan dan Sumber Daya ManusiaKoordinatorAnggota
::
Dr. Hartawan, M.SiDrs. Baharuddin Paloloang, M.SiIr. Alimuddin Syam, M.SiAhmad Salam, S.Pd
Sumber : Dokumen Surat Keputusan Badan Pengurus WilayahKerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat.(Terlihat pada lampiran 7).
Kohesi Sosial Masyarakat Mandar
diperantauan Sulawesi Tengah
Kohesi sosial masyarakat
Mandar di perantauan Sulawesi
Tengah sangat erat dan kekompakan
selalu terjalin dengan baik.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan Ibu Hj Amanah mengatakan
bahwa:
Masyarakat Mandar diSulawesi Tengah khususnyakota Palu ini peran merekasangat aktif dan kekompakanselalu terjaga, ini dapatdilihat dengan adanyakegiatan yang dilakukandalam organisasi sepertiMa’jelis ta’lim, pengajian,dan sebagainya.Dibandingkan dengan dahulujustru sekarang lebihberkembang. (Wawancara 21Agustus 2015)
Kohesi sosial masyarakat
Mandar diperantuan Sulawesi
Tengah diperjelas oleh Hj. Nurhayati
bahwa :
Dengan kekompakan dansilaturahmi yang baik, orangMandar dalam organisasi inimenciptakan kerjasama yangbaik pula, dalam suatukegiatan yang dilakukan olehorganisasi dapat berjalandengan lancar dan baik.Halinilah yang membuatOrganisasi KerukunanKeluarga Mandar SulawesiBarat (KKMSB) bertahanhingga sekarang.(Wawancara 21 Agustus2015)
Hasil wawancara denganDrs. Tabran Batiran,menyatakan bahwa:
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
111
Kekompakan yang terjalinantara anggota kerukunanMandar ini sangatlah baikdan silaturahmi yang baiksesama orang mandar dalamorganisasi KerukunanKeluarga Mandar SulawesiBarat ini, tentunya salingmembutuhkan satu samalain, dikarenakan namanyamanusia pastinyamembutuhkan manusia lain.Misalnya kami di dalamkerukunan melaksanakkansatu kegiatan halal bilhalalnah kegiatan dapat berjalandengan baik dengan adanyakerja sama dalam segalabidang yang bisa dilakukanoleh panitia pelaksana padakhususnya dan anggotakeseluruhan pada umumnya.(Wawancara 21 Agustus2015).
PEMBAHASAN
Keberadaan Organisasi
Kerukunan Keluarga Mandar
Sulawesi Barat (KKMSB) di
Provinsi Sulawesi Tengah
Awal mula organisasi ini
berkembang di Kota Palu dengan
nama Kerukunan Keluarga
Indonesia Mandar (KKIM) didirikan
pada tahun 1968 yang dicetuskan
oleh H. Abdul Rauf Daeng Thalib,
Drs. M. Rasid. Drs H M.
Yunus.Prof. Drs. H. Zainal
Mangitung. K. Hj Talib M. Tahir
dan Mayor Piter. Ide dari toko-toko
diatas adalah mewujudkan satu
kerukunan yang orientasinya untuk
persatuan senasip dan
seperjuangan.Terbentuknya ide
Kerukunan Keluarga Indonesia
Mandar (KKIM) brmula dari 3 (tiga)
Kabupaten, yakni Kabupaten Polmas
(Polewali Mamasa), Kabupaten
Majene, Kabupaten Mamuju.Enam
tokoh diatas menghimpun seluruh
warga mandar di tiga kabupaten
tersebut.Aktivitasnya terbatas pada
aspek-aspek kekeluargaan non
politis.Jadi organisasi kekerabatan
nonpolitis semata-mata untuk
membangun satu rasa solidaritas dan
kerukunan warga masyarakat
Sulawesi Tengah yang berasal dari
tanah Mandar.Dalam perjalanannya
berkembang sedemikian rupa artinya
tidak hanya orang Mandar tetapi
juga termaksud orang-orang yang
pernah bertugas disana.
Masa kepengurusan organisasi
Kerukunan Keluarga Mandar
Sulawesi Barat (KKMSB) di Kota
Palu satu periode adalah 5 (lima)
tahun.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
112
1) Periode pertama diketuai H.Abdul Rauf Daeng Thalib(1968-1973)
2) Periode kedua diketuai H.Abdul Rauf Daeng Thalib(1973-1978)
3) Periode ketiga diketuai H.Abdul Rauf Daeng Thalib(1978-1983)
4) Periode keempat di ketuai H.Muhammad Basir Jugarangsekertarisnya Drs. H. BaharudinTanriwana M.Si (1983-1988)
5) Periode kelima diketuai H.Muhammad Basir Jugarangsekertarisnya Drs. H. BaharudinTanriwana M.Si (1988-1993)
6) Periode keenam H. MuhammadBasir Jugarang sekertarisnyaDrs. H. Baharudin TanriwanaM.Si (1993-1998)
7) Periode ke tujuh diketuaiMuhjirin M. Yamin, SE, MSwakilnya Ir. Abd. KadirPaloloang, yaitu pada tahun(1998-2003)
8) Periode ke delapan diketua Drs.H. Muhammad Saal wakilnyaadalah Drs. Muhlis A.Mahmud MM (2003-2008)
9) Periode kesembilan diketua Drs.H. Muhammad Saal wakilnyaadalah Drs. Muhlis A.Mahmud MM (2008-2013)Sebelum berakhirnya masajabatannya beliaumengundurkan diri dandigantikan oleh wakilnyaDrs. Muhlis A. Mahmud MMsebagai ketua sementaramengakhiri masa jabatan Drs.H. Muhammad Saal
10) Periode kesepuluh (2013-2017)diketuai oleh Drs. H. BaharudinTanriwana M.s, sekertaris Ir.Awaluddin Djuaeni, dan
bendahara yaitu Ir. Hj. SriMustika Salim, M,Si
Organisasi ini berganti
menjadi Organisasi Kerukunan
Keluarga Mandar Sulawesi Barat
(KKMSB) menyesuaikan UUD
pembentukan Sulawesi Barat pada
tanggal 23 April 2007.Perubahan
nama organisasi ini merupakan
peralihan atau kelanjutan dari
Kerukunan Keluarga Indonesia
Mandar (KKIM) dengan dasar,
tujuan, dan sifat tidak berubah /
tidak berbeda. Hal ini didasari pula
dengan tujuan agar provinsi ini dapat
dengan mudah dikenal oleh
masyarakat melalui wadah
perkumpulan ataupaguyuban yang
sifatnya kedaerahan.
Proses berdirinya organisasi
Kerukunan Keluarga Mandar
Sulawesi Barat (KKMSB) di
Provinsi Sulawesi Tengah diawali
dengan perantauan yang dilakukan
oleh individu maupun kelompok ke
Provinsi Sulawesi Tengah.
Keberadaan orang Mandar di
Provinsi Sulawesi Tengah tidak jauh
berbeda dengan suku-suku
pendatang lainnya seperti Bugis,
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
113
Selayar, Jawa, Bali dan sebagainya,
mereka menetap di Kota Palu untuk
mendapatkan kehidupan yang lebih
baik. Mencari rejeki diperantauan
dengan berbagai macam profesi
masing-masing ada yang sebagai
dosen, guru, mahasiswa, nelayan,
pedagang, dan sebagainya dari
berbagai kalangan.
Awalnya orang Mandar di
Sulawesi Tengah tidak saling
mengenal satu sama lain, tapi ikatan
organisasi membawa perubahan,
terlebih lagi dengan informasi dari
mulut ke mulut sudah tersebar luas
dikalangan orang Mandar,
mengakibatkan antar individu yang
satu dengan individu yang lain
akhirnya saling mengenal dan
menjalin ikatan solidaritas yang
tinggi. Jalinan solidaritas yang tinggi
terbentuk melalui ikatan
paguyuban.Paguyuban sesama suku
Mandar disebut perkumpulan
Kerukunan Keluarga Mandar
Sulawesi Barat (KKMSB), dengan
tujuan: menghimpun sumber daya
manusia masyarakat Sulawesi Barat
yang mampu memberikan
kontribusi bagi kemajuan daerah,
mempererat hubungan kekeluargaan
dan silaturahmi di kalangan
masyarakat Sulawesi Barat yang
berdomisili di kota Palu, serta
melestarikan nilai-nilai luhur budaya
Mandar. Berkumpulnya masyarakat
Mandar di organisasi ini awalnya
berita didapatkan dari mulut ke
mulut hingga berkembang sampai
sekarang. Adapun berbagai kegiatan
yang dilakukan organisasi
Kerukunan Keluarga Mandar
Sulawesi Barat (KKMSB) yaitu
kegiatan keagamaan seperti Isra’
Mi’raj, Maulid Nabi, Pengajian,
Arisan, Halal Bi halal, Serta
kegiatan sosial berupa bantuan di
pantai asuhan, serta memberi
sumbangan ke bencana alam yang
terjadi di wilayah Sulawesi Tengah
dan sekitarnya.
Kerukunan Keluarga Mandar
Sulawesi Barat (KKMSB)
merupakan salah satu wadah
berkumpulnya orang orang Mandar,
tanpa mengenal asal daerah.Tidak
ada lagi yang menyatakan Mandar
Majene, Mandar Tinambung,
Mandar Balanipa dan masih banyak
lagi. Kita semua bersaudara dan
saling tolong menolong jika ada
keluarga Mandar (Luluare’ si
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
114
pembolongatta’) yang memerlukan
bantuan atau mendapat musibah,
semua anggota kerukunan
mengumpulkan dana untuk
meringankan beban mereka.
Organisasi ini mengalami
pasang surut.Salah satu faktor
penghambatnya adalah profesi dari
masing-masing anggotanya dengan
tingkat kesibukan yang tinggi,
sehingga anggota kadang-kadang
tidak menghadiri kegiatan yang
dilakukan organisasi, misalnya
kegiatan Ma’jelis Ta’lim dan Arisan
Anggota Kerukunan Keluarga
Mandar Sulawesi Barat (KKMSB).
Walaupun organisasi paguyuban ini
mengalami pasang surut dalam
perkembangannya di kota Palu, tapi
peran organisasi ini telah menjadi
wadah pemersatu antar orang
Mandar di kota Palu.
Struktur Organisasi Kerukunan
Keluarga Mandar Sulawesi Barat
(KKMSB) di Kota Palu
Struktur berarti susunan dan
hubungan antar tiap bagian serta
posisi yang ada pada suatu
organisasi dalam menjalankan
kegiatan. Stuktur organisasi
merupakan faktor yang sama
pentingnya dalam menentukan dan
melihat cara kerja suatu organisasi,
yang mana dapat dianalisa melalui
stukturnya yang tergambar dan akan
bisa diketahui bagian dan sub
bagian, wewenag masing-masing
serta hubungan kordinasi antar
bagian dan sub bagian dalam suatu
organisasi. Stuktur organisasi juga
merupakan faktor yang penting
dalam suatu perkembangan
organisasi dalam mencapai
tujuannya.
Kohesi Sosial Masyarakat Mandar
di Perantauan Sulawesi Tengah
Kegiatan rutin dikerukunan ini
adalah pengajian bulanan yang
diadakan setiap tanggal 20, nama
majelis talim kerukunan Keluarga
Mandar diberi nama Nurul Taubah,
selain pengajian mereka
mengadakan kegiatan arisan yang
merupakan wadah silaturahmi
sesama angota orang-orang Mandar
yang berada di Kota Palu, setiap
bualn Ramadan organisasi ini juga
melaksanakan kegiatan tarawih
keliling di beberapa rumah
anggotanya serta ke daerah-daerah
pelosok seperti desa Palolo, Marta
Jaya, desa Ako, dan desa
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
115
Lalompang.yang didiami oleh suku
Mandar sekaligus dirangkaikan
dengan pemberian bantuan berupa
sembako bagi masyarakat yang
kurang mampu, dan melaksanakan
kegiatan halal bil halal setelah
lebaran Idul Fitri.
Adapun manfaat yang
didapatkan oleh orang-orang Mandar
yang bergabung menjadi anggota
organisasi Kerukunan Keluarga
Mandar Sulawesi Barat (KKMSB)
sangat banyak, salah satunya mereka
semakin mengenal satu sama lain
sehingga terjalin kohesi sosial di
antara sesama anggota kerukunan
dengan profesi yang berbeda pula,
mereka saling berbagi pengalaman
tanpa mempersoalkan status sosial
masing-masing, baik itu dari
kalangan bawah maupun golongan
menengah ke atas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan Pembahasan yang
telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka dapat dirumuskan
beberapa kesimpulan sebagai
jawaban akhir atas permasalahan
yang telah dikemukakan
sebelumnya.Adapun kesimpulan
penelitian ini bertitik tolak pada
permasalahan penelitian yang dapat
dikemukakan adalah sebagai berikut:
1. Keberadaan Organisasi
Kerukunan Keluarga Mandar
Sulawesi Barat (KKMSB) di
Kota Palu sebagai wadah
berkumpulnya orang Mandar.
Kerukunan ini menghimpun
sumber daya manusia
keberagaman guna memberikan
kontribusi terhadap Kota Palu.
Mempererat hubungan
kekeluargaan dan silaturahmi di
kalangan masyarakat Sulawesi
Barat yang berdomisi di Kota
Palu serat meminilisir terjadi
konflik horizon, saling bantu-
bantu dalam menyelesaikan
persoalan ekonomi melalui
arisan, memperkuat ide tentang
tata ruang Mandar sebagai
pengamat insan yang taat.
2. Struktur Organisasi Kerukunan
Keluarga Mandar Sulawesi Barat
(KKMSB) di Provinsi Sulawesi
Tengahperiode 2009-2013 terdiri
atas Komposisi Dewan
Penasehat: Drs. Longki
Djanggola, M.Si, Prof. Drs. H.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
116
Zainal Mangitung, Dewan Pakar:
Drs. H. Abdullah, MT,Dr. Ir.
Kadir Paloloang, M.P, Dr.
Muchlis Najamuddin, SH.
Pengurus harian, yang meliputi:
ketua umum: Drs. H. Baharuddin
HT, M.Si, ketua I: Dr. H.
Hasanuddin Atjo, M.S, ketua II:
Dr. H. Baharuddin Idris, M.Si,
ketua III: Drs. H. Abd. Chair A.
Mahmud, M.Si ketua IV: Dr.
Chairul Anam, SE, M.Si, ketua
V: Dra. Hj. Rosdiati. Sekretaris
yang terdiri atas sekertaris umum:
Ir. Awaluddin Djuaeni sekertaris
I: Drs. H. Kasman, M.Pd
sekertaris II: Ny. Andi
Nirmawaty Rahmat, sekertaris
III: H. Asgar Basir, SE, sekretaris
IV: Rahmawati. Bendahara
Umum: Ir. Hj. Sri Mustika Salim,
M.Si bedahara I: Hj. Nurhayati
Burhan bendahara II: HJ.
Rahmawati Hermanto, bendahara
III: Hj. Dra. Dahria Alia Alimin.
Adapun seksi meliputi: Biro
Usaha dan Kesejahteraan: drg.
Heri Muliadi, M.Kes, Biro
Pengembangan Organisasi: Hardy
D. Yambas, SH. Biro Hukum dan
HAM: AKBP Sahidi, SH., MH.
Biro Pengembangan Seni dan
Budaya: Muhammad Ramli,
S.Ag., M.Ag. Biro Pemuda dan
Olahraga: Samsir Aburaera. Biro
Pembinaan Sosial dan
Kerohaniaan: Drs. H. Arifin
Musa. Biro Infokom: Drs. Gazali,
M.Ag. Biro pemberdayaan
perempuan: Dr. Hj. Hatijah
Yahya, M.Si, serta Biro
Pendidikan dan Sumber Daya
Manusia: Dr. Hartawan, M.Si.
Struktur yang telah terbentuk
bekerja secara terorganisir.
3. Kohesi sosial masyarakat Mandar
diperantauan Sulawesi Tengah
terjalin sangat baik terlihat dari
terbentuknya organisasi
paguyuban Kerukunan Keluarga
Mandar Sulawesi Barat KKMSB,
manfaat dari adanya organisasi
ini salah satunya ialah mereka
semakin mengenal satu sama lain,
nampak dalam kegiatan Majelis
taklim “Nurul Taubah”, Arisan
anggota, Tarwih keliling di bulan
Suci Ramadhan, halal bihalal
setelah hari raya Idhul Fitri, hari
raya Maulid, dan lain-lain .
Terjalinnya silaturahmi yang
sangat dekat antara sesama
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
117
anggota kerukunan dari berbagai
profesi yang ada, menjadi wadah
pemersatu diantar masyarakat
Mandar di Kota Palu, sehingga
para anggota biasa saling berbagi
pengalaman satu sama lain tanpa
membedakan status sosial
mereka.
Saran
Melalui tulisan ini, penulis
dapat memberikan saran beberapa
hal sebagai berikut:
1. Agar penelitian ini dapat berguna
untuk dijadikan sebagai sumber
informasi awal kepada mahasiswa
maupun peneliti yang akan
melakukan penelitian sejenis
ataupun serupa. Selain itu tulisan
ini juga diharapkan dapat menjadi
bahan masukan bagi pemerintah
kota Palu tentang perkembangan
kota Palu baik dari segi ekonomi
dan lainya menyebabkan banyak
pendatang dari daerah lain yang
ingin mencari lapangan pekerjaan
di kota Palu. Oleh karena itu kota
Palu diharpkan dapat menerima
arus pertumbuhan penduduk
selanjutnya.
2. Pengurus kerukunan keluarga
Mandar seharusnya dapat
menghimpun seluruh suku
Mandar yang berada di Sulawesi
Tengah khususnya kota Palu,
Baik itu yang sudah bekerja
maupun mahasiswa. Agar selalu
terjalin kerukunan atau
silaturahmi atar sesama suku
Mandar di perantauan.
3. Dengan adanya organisasi ini
diharapkan masyarakat Mandar
yang berada di Perantauan biasa
lebih mengenal dan menghargai
budaya Mandar.
DAFTAR RUJUKAN
Amad Al – Qadry.(2010). SejarahMandar. [Online] Tersedia:http://ahmadalqadry. blogspot.com/2010/01/dari-sini-latar-budaya-itu-dimulai.html.Diakses, [17 September 2013].
Arni Muhammad. (2002).Komunukasi Organisasi.Jakarta: BumiAksara.
Didit Darmawan. (2013). Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi.Surabaya: Pena Semesta.
Haliadi.(2010). NosararaNosabatutu (Bersaudara danBersatu). Yogyakarta: P-IdealDengan Rizka Sari Perdanadan PUSSEJ UNTAD.
NOSARARA : JURNAL PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL E-ISSN:2614-2554
Volume 3 No. 2 Oktober 2016
118
Mohammad Ridwan Alimuddin.(2011). Mandar Nol kilometer:Membaca Mandar Lampaudan Hari Ini. Yogyakarta:Ombak Indonesia.
Nur Hasmilawati. (2012). Migrasiorang Selayar diKotapalu.(1957-2011) (Skripsitidak diterbitkan) padaFakultas Keguruan dan IlmuPendidikan UniversitasTadulako.
Pertras Cristian. (2006). ManusiaBugis. Jakarta: Nalara bekerjasama dengan Forum Jakarta-Paris. EFEO.
Ratna.(2011). “PerkembanganSaeyyang Pattuddu DalamKebudayaan Mandar”. (skipsitidak diterbitkan) padaFakultas Keguruan dan IlmuPendidikan UniversitasTadulako.
Syakir Mahid, dkk. (2009). ”SejarahSosial Sulawesi Tengah”Yogyakarta: Pilar Media.
Suhartono W Pranoto. (2010).Dasar-dasar Oraganisasi.Yogyakarta: University PressBahasa Depdiknas.
Syakir Mahid, dkk. (2013). SejarahPahlawan Daerah SulawesiTengah. Badan Perpustakaan,Arsip dan DokumentasiDaerah Provinsi SulawesiTengah dengan PusatPenelitian Sejarah (PusSEJ)Lembaga PenelitianUniversitas Tadulako.