193
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang lebih berfokus pada guru/dosen sebagai sumber pengetahuan sehingga ceramah menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Siswa atau mahasiswa sering bersikap pasif, bahkan ada kecenderungan hanya bersikap menerima saja pengetahuan dari pendidik. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan belajar yang memberdayakan peserta didik. Salah satu pembelajaran yang memberdayakan peserta didik adalah pengajaran dan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning). Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan “konsep belajar yang membantu dosen/guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata mahasiswa dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan pemaparannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat” (Diknas, 2002: 1). Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa/mahasiswa dan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan mahasiswa belajar dan bukan transfer pengetahuan dari dosen ke mahasiswa. Melalui metode kontekstual , mahasiswa belajar melalui pengalaman, tidak menghafal. Dalam hal ini proses dan strategi pembelajaran lebih dipentingkan. Menurut Muslich (2007: 41), salah satu metode dalam pembelajaran yang dapat merangsang aktivitas mahasiswa dalam belajar adalah pembelajaran kontekstual . Penerapan kontekstual sering digalakan dan dilaksanakan dalam 1

dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

  • Upload
    trandat

  • View
    322

  • Download
    24

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sampai saat ini pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang

lebih berfokus pada guru/dosen sebagai sumber pengetahuan sehingga ceramah

menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Siswa atau mahasiswa

sering bersikap pasif, bahkan ada kecenderungan hanya bersikap menerima saja

pengetahuan dari pendidik. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan belajar yang

memberdayakan peserta didik. Salah satu pembelajaran yang memberdayakan

peserta didik adalah pengajaran dan pembelajaran kontekstual (contextual

teaching and learning).

Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan “konsep belajar yang

membantu dosen/guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia

nyata mahasiswa dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dan pemaparannya dalam kehidupan mereka

sebagai anggota keluarga dan masyarakat” (Diknas, 2002: 1).

Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi

siswa/mahasiswa dan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan mahasiswa

belajar dan bukan transfer pengetahuan dari dosen ke mahasiswa. Melalui metode

kontekstual , mahasiswa belajar melalui pengalaman, tidak menghafal. Dalam hal

ini proses dan strategi pembelajaran lebih dipentingkan.

Menurut Muslich (2007: 41), salah satu metode dalam pembelajaran yang

dapat merangsang aktivitas mahasiswa dalam belajar adalah pembelajaran

kontekstual . Penerapan kontekstual sering digalakan dan dilaksanakan dalam

1

Page 2: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

2

pelatihan-pelatihan dengan harapan berpengaruh positif terhadap hasil belajar

mahasiswa.

Metode kontekstual merupakan salah satu alternatif pembelajaran, yakni

pendidik memosisikan para mahasiswa sebagai subjek, bukan sebagai objek

pembelajaran. Dengan kata lain, pendidik sebagai fasilitator. Pembelajaran

kontekstual di kelas melibatkan tujuh komponen utama, yakni (1) konstruktivisme,

(2) menemukan, (3) bertanya, (4) masyarakat belajar, (5) pemodelan, (6) refleksi,

dan (7) penilaian yang sebenarnya. Berdasarkan komponen tersebut, dalam

pembelajaran kontekstual mahasiswa diharapkan lebih aktif dan kreatif. Proses

keterlibatan mahasiswa terjadi secara penuh untuk dapat menemukan materi yang

dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata. Pendekatan

kontekstual mendorong mahasiswa untuk dapat menerapkan keterampilan atau

pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil pembelajaran tidak hanya

mengharapkan mahasiswa memahami materi yang dipelajari, tetapi juga

menghendaki agar pelajaran itu dapat mewarnai perilaku dalam kehidupan nyata.

Dengan demikian, pengetahuan dan kemampuan seorang dosen/guru dalam

menerapkan model pembelajaran yang tepat.

Menurut Buchori (dalam Khabibah, 2006:1) pendidikan yang baik adalah

pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para mahasiswa untuk suatu profesi

atau jabatan, tetapi juga mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu masalah pokok dalam

pembelajaran pada pendidikan formal dewasa ini adalah masih rendahnya daya

serap peserta didik. Hal itu tampak dari rata-rata hasil belajar siswa yang

Page 3: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

3

senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil

kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh

ranah dimensi peserta didik itu sendiri. Dalam arti yang lebih substansial proses

pembelajaran hingga dewasa ini tampaknya masih mencirikan dominasi

guru/dosen dan kurang memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang

secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya.

Di pihak lain, secara empiris berdasarkan hasil pengamatan diketahui

bahwa rendahnya hasil belajar peserta didik disebabkan oleh salah satu proses

pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran konvensional Pada

pembelajaran ini suasana kelas cenderung berpusat pada dosen/guru sehingga

mahasiswa menjadi pasif. Meskipun demikian, dosen/guru lebih suka menerapkan

model tersebut, sebab tidak memerlukan alat dan bahan praktik. Artinya,

guru/dosen cukup menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau

referensi lain. Dalam hal ini, siswa/mahasiswa tidak diajarkan strategi belajar

yang dapat memahami bagaimana belajar, berpikir, dan memotivasi diri sendiri.

Masalah ini banyak dijumpai dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas.

Oleh karena itu, diperlukan penerapan suatu strategi belajar yang dapat membantu

mahasiswa untuk memahami materi ajar dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-

hari. Terkait dengan itu, berlakunya kurikulum berbasis kompetensi (KBK)

menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya

pada jenis dan jenjang pendidikan formal. Perubahan tersebut harus pula diikuti

oleh dosen/guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di

dalam kelas dan di luar kelas.

Page 4: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

4

Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi

pembelajaran yang semula berpusat pada dosen/ guru beralih berpusat pada murid,

metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori,

dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi

kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu

pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan. Untuk itu, dosen/guru

harus bijaksana dalam menentukan suatu model pembelajaran yang sesuai dan

dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses belajar

mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Berbicara tentang masalah penggunaan metode dalam kaitan dengan

proses pembelajaran, guru atau dosen harus tepat dalam memilih dan menentukan

metode yang secara rasional dipandang paling cocok. Mengingat tujuan

pembelajaran yang hendak dicapai sangat beragam, jenis metode dan pendekatan

yang digunakan atau dipilih dosen/guru juga harus beragam sesuai dengan

karakteristik tujuan pembelajaran tersebut. Metode kontekstual dapat dijadikan

alternatif strategi belajar yang lebih memberdayakan mahasiswa. Penggunaan

metode kontekstual ini sangat cocok untuk menyampaikan pelajaran karena

merupakan konsep belajar yang membantu dosen/guru mengaitkan antara materi

yang diajarkanya dan situasi dunia nyata mahasiswa dan mendorong mahasiswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dan penerapannya dalam

kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi,

2002).

Page 5: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

5

Dengan metode kontekstual, diharapkan hasil pembelajaran lebih

bermakna bagi mahasiswa. Proses pembelajaran juga berlangsung secara alamiah

dalam bentuk kegiatan mahasiswa belajar menemukan, bukan transfer

pengetahuan dari dosen ke mahasiswa. Dalam hal ini, strategi dan proses

pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dosen/guru juga mengupayakan

perbaikan-perbaikan kualitas pembelajaran melalui serangkaian usaha yang

langsung berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab profesional dosen/guru

dengan harapan pengajaran dan pembelajaran bahasa berhasil dengan baik sesuai

dengan tujuan yang sudah ditetapkan.

Pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Jepang adalah suatu hal yang

kompleks, terutama dalam bidang tata bahasa. Apa yang dipelajari pada tahap

pemula atau tahap awal merupakan kunci keberhasilan penguasaan bahasa asing

yang akan diperoleh di akhir pembelajaran. Bagi pelajar bahasa Jepang, tata

bahasa bisa dianggap sebagai kompas dalam praktik bahasa pada kenyataannya.

Pengajaran tata bahasa yang benar tidak semata-mata berpusat pada tata bahasa itu

sendiri, tetapi juga harus diseimbangkan dengan empat aspek keterampilan

berbahasa, yakni aspek menulis, aspek membaca, aspek mendengarkan

(menyimak), dan aspek berbicara. Keempat aspek tersebut perlu dikuasai oleh

mahasiswa. Di samping menguasai keempat aspek tersebut, pembelajar bahasa

Jepang juga harus memahami struktur dan tata bahasa Jepang. Kemampuan

seseorang memahami dan menguasai tata bahasa Jepang dibagi dalam beberapa

tingkat, yaitu tingkat dasar (shokyou), tingkat terampil (chukyou) dan tingkat

mahir (jukyou).

Page 6: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

6

Menurut Sudjianto (2004:14), dilihat dari aspek kebahasaan, bahasa

Jepang memiliki karakteristik yang unik dan dapat diamati dari huruf yang

digunakan, sistem pengucapan, gramatika, ragam bahasa, kosakata, kaidah-kaidah,

aturan penggunaan yang berbeda dengan bahasa lainnya. Bahasa Jepang

mempunyai gramatika yang berbeda sekali dengan bahasa Inggris dan bahasa

Indonesia. Bahasa Jepang memiliki gramatika yang sangat unik, yaitu susunan

kalimat berpola S-K-O-P (subjek- keterangan - objek- predikat). Di antara sela-

sela S-K-O-P tersebut mutlak harus disisipi dengan kata bantu atau partikel.

Contoh: 大学生 は カンチン で ごはん を 食べます

Daigakusei wa kantin de gohan o tabemasu

mahasiswa part tempat part nasi part makan

„ Mahasiswa makan nasi di kantin‟.

Kata daigakusei dalam bahasa Indonesia berarti “mahasiswa”, yang

berfungsi sebagai subjek (shugo) dalam kalimat dan disertai partikel wa (は).

Kantin (joukyougo) adalah serapan dari bahasa Inggris berarti “keterangan

tempat”, dalam penulisan bahasa Jepang ditulis dengan huruf Katakana disertai

partikel de(で)yang berarti “di”. Unsur objek (taishougo) adalah gohan berarti

“nasi” dan selalu diikuti partikel o(を) . Kata tabemasu berarti “makan”

berfungsi sebagai predikat (jutsugo) dan selalu terletak di akhir kalimat. Hal itu

berbeda dengan bahasa Indonesia yang susunan kalimatnya berpola S-P-O-K.

Contoh: “Rita membaca buku di perpustakaan”. Setiap bahasa memilki gramatika

atau tata bahasa yang memuat kaidah-kaidah, aturan bentuk, struktur dan ciri-

cirinya.

Page 7: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

7

Dalam berbahasa seseorang perlu mengetahui tata bahasa yang baik dan

benar, terutama pada saat hendak berkomunikasi kepada orang asing dalam hal ini

kepada orang Jepang. Hal ini amat penting bila ingin menjalin hubungan

komunikasi dengan baik. Sudjianto (1996:22) mengemukakan perlunya

pembelajar bahasa mempelajari gramatika karena bahasa tidak boleh ditulis dan

diucapakan secara sembarangan. Bahasa harus digunakan dengan baik, benar, dan

efektif agar dapat memahami apa yang ingin disampaikan ataupun pesan yang

diterima dalam komunikasi atau memahami wacana. Dengan kata lain, apabila

pembelajar mengetahui dan memahami gramatika dengan baik, dengan sendirinya

ia dapat menggunakan bahasa yang dipelajarinya untuk berkomunikasi dengan

baik pula. Artinya, dapat dengan mudah menyampaikan ide, pesan kepada lawan

bicara. Di pihak lain, pesan yang disampaikan lawan bicara akan mudah

dimengerti. Sehubungan dengan itu, Poerwadaminta (1976:1024) mengemukakan

bahwa tata bahasa adalah pengetahuan atau pelajaran mengenai pembentukan

kata-kata dan penyusunan kata-kata dalam kelimat. Pada waktu berkomunikasi,

khususnya dalam bahasa Jepang pemahaman tata bahasa sangatlah penting,

karena bahasa Jepang memiliki karakteristik unik, baik huruf, ucapan, maupun

struktur kalimatnya. Untuk menanamkan pemahaman tata bahasa Jepang yang

baik dan benar, pendidik harus tepat menentukan dan memilih metode

pembelajaran bahasa yang diberikan kepada para pelajar bahasa Jepang tahap

pemula dalam proses belajar mengajar. Untuk itu, metode kontekstual dapat

dijadikan salah satu alternatif yang efektif dalam pembelajaran tata bahasa.

Page 8: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

8

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1) Bagaimana hasil belajar tata bahasa Jepang dasar (shokyou bunpo) bagi

mahasiswa semester III Sastra Jepang Sekolah Tinggi Bahasa Asing

Saraswati Denpasar, baik kuantitatif maupun kualitatif, sebelum menerapkan

metode kontekstual ?

2) Bagaimana hasil belajar tata bahasa Jepang dasar (shokyou bunpo) bagi

mahasiswa semester III Sastra Jepang Sekolah Tinggi Bahasa Asing

Saraswati Denpasar, baik kuantitatif maupun kualitatif, setelah menerapkan

metode kontekstual ?

3) Faktor apa sajakah yang memengaruhi hasil belajar mahasiswa semester III

Sekolah Tinggi Bahasa Asing Saraswati Denpasar dalam pembelajaran tata

bahasa Jepang dasar dengan metode kontekstual ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua

tujuan diuraikan sebagai berikut.

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah memberikan referensi tentang

penggunaan metode kontekstual dalam pengajaran dan pembelajaran tata bahasa

Jepang dasar(shokyou bunpo) bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA

Saraswati Denpasar.

Page 9: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

9

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini merujuk pada apa yang dimuat dalam

rumusan masalah sebelumnya, yakni seperti di bawah ini.

1) Untuk mendeskripsikan hasil belajar tata bahasa Jepang dasar (shokyou

bunpo) bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati

Denpasar sebelum diterapkan metode kontekstual di dalam kelas.

2) Untuk mengetahui hasil belajar tata bahasa Jepang dasar bagi mahasiswa

semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar sesudah

menggunakan metode kontekstual di dalam kelas.

3) Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar

mahasiswa dalam pembelajaran tata bahasa Jepang dasar dengan

metode kontekstual

1.4 Manfaat hasil Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua manfaat, yakni manfaat praktis dan teoritis.

Kedua manfaat penelitian ini secara terperinci terlihat pada paparan di bawah ini.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian

terhadap penerapan metode kontekstual dalam pembelajaran bahasa Jepang,

khususnya pada pembelajaran tata bahasa Jepang dasar. Model pembelajaran yang

dihasilkan dapat meningkaktan aktifitas belajar mahasiswa dan memberikan

sumbangan terhadap metode dan teori pembelajaran bahasa, khususnya tata

bahasa Jepang dasar. Hal ini penting, mengingat masih langkanya bahan referensi

Page 10: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

10

yang membahas metode kontekstual dalam meningkatkan pembelajaran dan

pengajaran bahasa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis yang

relevan, terutama bagi peningkatan profesional dosen dalam menyusun dan

mengelola pengajaran dan pembelajaran bahasa Jepang menjadi lebih inovatif.

Kecermatan atau ketepatan dosen dalam menerapkan metode pembelajaran akan

memengaruhi hasil belajar mahasiswa.

Bagi mahasiswa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan keaktifan

dan hasil belajar mahasiswa, karena pembelajaran kontekstual menekankan pada

interaksi kerja sama di antara mahasiswa sebagai kelompok belajar. Mahasiswa

terlatih untuk lebih aktif bertanya, menemukan sendiri dan mengonstruksi proses

materi pembelajaran. Selain itu, juga mengkaitkan dengan kehidupan sehari-hari

sebagai anggota keluaga dan masyarakat.

Manfaat bagi lembaga, yaitu dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan

kualitas proses pembelajaran dengan memperhatikan dan menyediakan berbagai

sarana dan prasarana yang memadai seperti laboratorium bahasa, tape recorder

beserta kasetnya, TV beserta DVD dan CD-nya. Pada hakikatnya hasil penelitian

ini secara praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak pembaca.

Page 11: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL

PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Dalam kajian pustaka ini difokuskan pada pemerolehan informasi berupa

teori, konsep, pendekatan, dan metodologi yang digunakan dalam penelitian

sehingga dapat memperjelas kegunaannya terkait dengan penelitian ini. Beberapa

penelitian yang dikaji pada penelitian terdahulu dijadikan bahan masukan pada

penelitian ini.

Penelitian Lestari (2010) berjudul ”Pembelajaran Kosa Kata secara

Kontekstual dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa di Kelas

XI Bahasa SMA N 2 Semarapura”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa

melalui pelaksanaan pembelajaran membaca secara kontekstual, siswa telah

terbukti mampu menunjukkan potensinya dalam pembelajaran membaca. Untuk

itu, dalam pembelajaran tersebut, tidak hanya mentransfer materi pelajaran, tetapi

dapat juga menemukan dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

Penelitian Lestari memiliki relevansi dengan penelitian ini, karena

kemampuan tata bahasa yang baik dan benar dalam berkomunikasi sangat

terpengaruh oleh penguasaan pembendaharaan kosa kata bagi mahasiswa.

Pembelajaran struktur dan unsur tata bahasa secara bertahap juga ditentukan

proses pengenalan kosa kata.

Penelitian Narohita (2010) berjudul “Pengaruh Penerapan Pendekatan

Kontekstual terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Siswa

11

Page 12: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

12

Sekolah Menengah Pertama (Studi Eksperimen pada SMP Negeri 1 Tejakula)”.

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan

kontekstual pada pembelajaran matematika terhadap kemampuan pemecahan

masalah sebelum dan setelah dikendalikan penalaran formal.

Penelitian ini merupakan eksperimen dengan menggunakan rancangan The

Posttest-Only Control Group Design dengan melibatkan sampel sebanyak 76

orang siswa SMP Negeri 1 Tejakula. Dengan rancangan tersebut berarti penelitian

Narohita tidak melaksanakan pre-test untuk mengetahui akibat perlakuan

sebelum tes dilaksanakan. Pada penelitian ini menggunakan The One Pre-Test

Pos-Test Design. Artinya kondisi perlakuan diberikan pada kelompok subjek yang

sama, sehingga perlu dilaksanakan pre-test dan pos-test untuk mengetahui hasil

perubahan sebagai akibat dari tindakan yang dilaksanakan. Dengan kedua desain

tersebut ternyata menunjukkan hasil penerapan pendekatan kontekstual

berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah setelah diadakan

pengendalian terhadap penalaran formal siswa. Hasil penelitian ini memberikan

indikasi bahwa pendekatan kontekstual menyebabkan proses pembelajaran

berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan bekerja dan belajar bermakna,

bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Penelitian Susriati (2009) berjudul “Penerapan Pembelajaran CTL untuk

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Bagian-bagian Utama Tumbuhan bagi

Siswa Kelas XI Miftahul Ulum 2 Nguling Kec. Nguling Kab. Pasuruan”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan hasil belajar

siswa dengan diterapkannya CTL pada pembelajaran IPA. Untuk mencapai tujuan

Page 13: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

13

tersebut dilakukan penelitian tindakan kelas pada semester gasal tahun pelajaran

2009/2010.

Prosedur penelitian menggunakan siklus Kemmis dan Taggart yaitu tiap

siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pada siklus

tindakan guru/dosen dominan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa

atau mahasiswa untuk mendorong mereka mengatakan apa yang mereka pahami ,

dan apa yang mereka minati. Sedangkan penelitian ini menggunakan siklus

Arikunto yang lebih menekankan tahapan proses pelaksanaan untuk berdiskusi,

tanya jawab dalam kelompok belajar untuk menemukan hasil pembelajaran.

Hasil penelitian Susriati menunjukkan bahwa pembelajaran dengan

menerapkan metode kontekstual mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Pada

pratindakan rata-rata hasil belajar yang dicapai siswa sebesar 65,73. Pada siklus I

rata-rata hasil belajar siswa secara klasikal meningkat menjadi 70,15. Pada siklus

II rata-rata hasil belajar siswa secara klasikal meningkat menjadi 83,85. Hal ini

menunjukkan bahwa penerapan CTL dapat meningkatkan hasil belajar

siswa. Penelitian Susriati mengkaji bidang pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

(IPA) pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas.

Penelitian dilakukan oleh Widhiastuty (2014) berjudul “Penerapan Metode

Contextual Teaching and Learning dalam Upaya Peningkatan Penguasaan

Kosakata Bahasa Inggris Siswa Kelas VII SMP Taman Sastra Jimbaran Kuta

Selatan”. Penelitian dengan dua siklus ini menunjukkan bahwa penguasaan

kosakata bahasa Inggris siswa meningkat dengan diterapkannya metode

Contextual Teaching and Learning. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil

Page 14: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

14

persentase pada siklus I sebesar 64,61% dan termasuk kategori tidak cukup, dan

kemudian meningkat pada siklus II menjadi 82,55% termasuk kategori baik.

Artinya metode CTL dapat meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris

siswa kelas VII SMP Taman Sastra Jimbaran Kuta Selatan.

Penelitian yang didilakukan oleh Widhiastuty dari aspek kebahasaan

memiliki relevansi dengan penelitian ini, karena penguasaan kosakata dan tata

bahasa termasuk aspek kebahasaan yang tidak dapat terpisahkan. Pembendaharaan

kata yang baik dan benar dapat dengan mudah menyusun kalimat yang

disampaikan kepada orang lain. Perbedaannya terdapat pada bidang kajian

penelitian, Widhiastuty meneliti kosakata bahasa Inggris, sedangkan penelitian ini

meneliti bidang tata bahasa Jepang dasar, dengan penerapan metode yang sama

yaitu metode kontekstual.

Penelitian sejenis lainnya juga dilakukan oleh Suryawan (2008) dengan

judul “Penerapan Pendekatan Konteksual Menggunakan Media Skema Untuk

Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Singaraja”.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa adanya peningkatan yang cukup signifikan

pada hasil belajar berbicara siswa dengan penerapan pendekatan kontekstual

menggunakan media skema.

Walaupun banyak dilakukan penelitian tentang pengaruh pembelajaran

kontekstual (CTL) terhadap aspek–aspek pembelajaran mata pelajaran tertentu,

belum ditemukan penelitian sejenis yang mencoba meneliti pengaruh

pembelajaran kontekstual terhadap peningkatan hasil belajar mahasiswa pada

tataran tata bahasa Jepang dasar (shokyou bunpo) yang memiliki karakteristik unik,

Page 15: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

15

baik huruf, ucapan, maupun struktur kalimatnya. Demikian pula subjek dan objek

penelitian yang dilakukan oleh para peneliti berbeda, sudah barang tentu konsep,

landasan teori, metode, dan kerangka berpikir berbeda pula. Subjek penelitian

terdahulu adalah siswa tingkat dasar dan menengah yang memiliki tingkat berpikir

berbeda dengan mahasiswa. Objek yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah

bidang kajian yang diteliti. Perbedaan lainnya, yakni tidak ditemukan hasil

analisis data kualitatif, tetapi semua penelitian yang sudah dilaksanakan hanya

menemukan data kuantitatif dalam bentuk angka-angka. Lagi pula, tidak ada

yang melengkapi penelitiannya dengan faktor-faktor yang dapat memengaruhi

hasil belajar mahasiswa dengan metode kontekstual (CTL).

Hasil penelitian di atas yang menerapkan metode kontekstual dalam

proses pengajaran dan pembelajaran memiliki keunggulan. Hal itu ditunjukkan

oleh adanya keunggulan peningkatan hasil belajar. Peningkatan tersebut terjadi

pada siklus I dan siklus II sehingga kriteria nilai minimal terlampaui.

Penelitian terdahulu cukup relevan dengan penelitian ini. Diharapkan hasil

penelitian dapat menjawab permasalahan dalam usaha meningkatkan hasil

pembelajaran tata bahasa Jepang dasar bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang

Sekolah Tinggi Bahasa Asing Saraswati Denpasar. Dengan demikian, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul “Metode

Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dalam Pembelajaran Tata

Bahasa Jepang Dasar bagi Mahasiswa Semester III Sastra Jepang Sekolah Tinggi

Bahasa Asing Saraswati Denpasar”.

Page 16: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

16

Penelitian ini dikhususkan pada peningkatan penguasaan tata bahasa

Jepang dasar sebagai bahasa asing, sebab tata bahasa merupakan salah satu

komponen penting dalam pengajaran bahasa Jepang. Jika seorang mahasiswa

lemah dalam penguasaan tata bahasa, ia tidak akan dapat mengomunikasikan

pikiran dan idenya dengan baik dan benar, baik lisan maupun tulisan.

2.2 Konsep

Pada penelitian ini terdapat beberapa konsep penting sebagai dasar atau

acuan untuk memperlancar proses penelitian. Konsep konsep tersebut, yaitu (1)

metode kontekstual (CTL ), (2) pembelajaran, (3) tata bahasa Jepang dasar

(Shokyou Bunpo).

2.2.1 Metode kontekstual

Metode berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan

yang ditempuh. Metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami

objek yang menjadi sasaran yang akan dicapai.

Menurut Sutikno, metode adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran

yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa

dalam upaya untuk mencapai tujuan. Para ahli lain menyatakan bahwa metode

adalah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa

pada saat berlangsungnya pengajaran (Sudjana, 2005:76).

Metode kontekstual merupakan suatu proses yang dilakukan dalam

pembelajaran untuk menghasilkan pengetahuan dengan menghubungkan muatan

Page 17: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

17

akademis atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata sehari-hari dengan

melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual. Ketujuh komponen

utama yang dimaksud adalah konstruktivisme, bertanya, inkuiri, masyarakat

belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.

Untuk mengaitkan materi pembelajaran bisa dilakukan dengan berbagai

cara. Selain karena memang materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan

kondisi faktual juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber

belajar, media, dan sebagainya yang ada hubungannya dengan kehidupan nyata

mahasiswa sehari-hari (Rusman, 2012:188).

Metode kontekstual pada penelitian ini adalah cara pembelajaran yang

membantu guru/dosen mengaitkan antara materi yang dihajarkan dengan situasi

nyata siswa atau mahasiswa dan mendorong untuk menghubungkan antar

pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan nyata mereka sebagai anggota

keluarga dan masyarakat.

2.2.2 Pembelajaran

Pembelajaran adalah serangkaian peristiwa yang dirancang, dan disusun

demikian rupa untuk mendukung dan memengaruhi terjadinya proses belajar

mahasiswa yang bersifat internal. Pembelajaran berupaya mengubah input

mahasiswa yang belum terdidik menjadi mahasiswa yang terdidik, mahasiswa

yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu menjadi mahasiswa yang

memiliki pengetahuan. Demikian pula mahasiswa yang memiliki sikap, kebiasaan,

atau tingkah laku yang belum memiliki eksistensi dirinya sebagai pribadi yang

baik menjadi mahasiswa yang memiliki sikap yang baik, sebagai hasil dari

Page 18: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

18

pengalaman mahasiswa dalam proses pembelajaran yang menyangkut kognitif,

afektif, dan psikomotorik (Aunurrahman, 2010:34).

Darsono (2000:24) menambahkan bahwa secara umum pembelajaran

merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa. Dengan

demikian tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik.

Menurut Syaiful Sagala (2010:61), pembelajaran adalah membelajarkan

peserta didik menggunakan asas pendidikan dan teori belajar sebagai proses

komunikasi dua arah. Pembelajaran adalah kegiatan pendidik secara terprogram

dalam desain instruksional untuk membuat mahasiswa/siswa belajar secara aktif,

mampu berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan mengontruksi

pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap

materi pelajaran.

Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan pembelajaran adalah proses

belajar mengajar di kelas yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik di

lingkungan sekolah untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku, sikap dan

kepribadian ke arah yang lebih baik sebagai hasil dari pengalaman mahasiswa

dalam proses pembelajaran yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.

((Aunurrahman, 2010:34)

2.2.3 Tata Bahasa Jepang Dasar (Shokyou Bunpo)

Menurut Iwabuchi Tadasu, gramatika atau tata bahasa adalah aturan-aturan

mengenai bagaimana menggunakan dan menyusun kata-kata menjadi sebuah

kalimat (dalam Sudjianto dan Dahidi, 2009:133). Shokyou bunpo adalah tata

bahasa tingkat dasar (pemula); kelas pemula (Matsura, 1994:959).

Page 19: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

19

Poerwadaminta (1976:1024) mengemukakan bahwa tata bahasa adalah

pengetahuan atau pelajaran mengenai pembentukan kata-kata. Selain itu, juga

penyusunan kata-kata dalam kalimat.

Pada penelitian ini, tata bahasa Jepang dasar adalah seputar aturan-aturan

dalam menggunakan dan menyusun kata-kata menjadi kalimat sederhana yang

dapat digunakan untuk menguasai aspek keterampilan mendengarkan, berbicara,

membaca, dan menulis yang sederhana. Artinya, gramatika atau tata bahasa dasar

dicirikan oleh pola kalimat yang sederhana.

Contoh : わたし は だいがくせい です

Watashi wa daigakuesi desu

saya part mahasiswa kopula

„Saya adalah mahasiswa‟.

Bahasa Jepang adalah bahasa yang memiliki gramatika/struktur pola

kalimat “subjek-keterangan-objek-predikat (S-K-O-P)”.

Contoh: あにさん は マタハリ で かばん を かいます

Ani san wa Matahari de kaban o kaimasu

nama part nama tempat part tas part membeli

„Ani membeli tas di Matahari‟.

Ani san adalah subjek, partikel wa/は penanda subjek, Matahari adalah

keterangan tempat, partikel de/で berarti „di‟, kaban berarti „tas‟ adalah objek,

o/を penanda objek, dan kaimasu berarti „membeli‟ adalah predikat. Predikat

dalam pola kalimat bahasa Jepang selalu terletak di akhir kalimat (Jonathan,

2013:8).

Pembelajaran tata bahasa Jepang dasar (shoukyou bunpo) dalam penelitian

ini terbatas pada empat unsur-unsur bahasa, yakni penggunaan partikel, pola

Page 20: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

20

kalimat , unsur predikat, dan makna kalimat bahasa Jepang bagi mahasiswa sastra

Jepang semester III STIBA Saraswati Denpasar.

2.3 Landasan Teori

Ada beberapa teori yang melandasi penelitian ini. Teori-teori tersebut adalah

(1) teori pembelajaran bahasa konstruktivisme, (2) dasar-dasar linguistik bahasa

Jepang, dan (3) penelitian tindakan kelas (PTK).

2.3.1 Teori Pembelajaran Bahasa Konstruktivisme

Munculnya konstruktivisme dalam dunia psikologi, pada tahun-tahun

terakhir ini menjadi lebih jelas bahwa fungsi bahasa berkembang dengan baik di

bawah gagasan kognitif dan struktur ingatan. Menurut pandangan konstruktivisme,

pengetahuan dibina secara aktif oleh individu yang berpikir. Individu ini tidak

menyerap secara sembarangan pengetahuan dasar yang dimiliki untuk membentuk

pengetahuan baru dalam pikiran mereka dengan bentuk interaksi sosial, baik

bersama rekan maupun gurunya (Brooks&Brooks,1993 dalam Aqib, 2013).

Komponen penting dalam teori konstruktivisme adalah bagaimana

mengemas pembelajaran menjadi proses mengontruksi tidak sebatas menerima

pengetahuan. Penelitian bahasa anak-anak mulai memusatkan perhatiannya pada

bagian linguistik yang paling rawan, yakni fungsi bahasa dalam wacana.

Teori belajar konstruktivisme merupakan landasan berpikir metode CTL.

Teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri

pengetahuan melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Proses

belajar mengajar lebih banyak berpusat pada siswa daripada berpusat pada guru.

Page 21: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

21

Artinya, sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan

berbasis pada aktivitas siswa. Dengan dasar itu pembelajaran harus dikemas

menjadi proses mengonstruksi tidak menerima pengetahuan.

Menurut teori ini satu prinsip yang paling penting dalam psikologi

pendidikan adalah guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada

siswa. Akan tetapi, mahasiswa/siswa itu sendiri harus membangun pengetahuan

dalam benaknya. Guru atau dosen dapat memberikan kemudahan dalam proses ini

dengan memberikan kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-

ide mereka sendiri. Di samping itu, mengajari siswa menjadi sadar menggunakan

strategi mereka sendiri untuk belajar. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi

proses tersebut dengan menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi

peserta didik sesuai dengan kehidupan mereka sehari-hari (Trianto, 2008:41).

Konstruktivisme menurut Martin et. al (dalam Gerson Ratumanan, 2002)

menekankan pentingnya setiap siswa aktif mengonstruksikan pengetahuan melalui

hubungan saling memengaruhi antara belajar sebelumnya dan belajar baru.

Selanjutnya, Wikipedia (2008:1) menurunkan definisi ialah “constructivism may

be considered an epistemology (a philosophical framework or theory of learning)

which argues humans construct meaning from current knowledge structures.”

Artinya, konstruktivisme dapat dipandang sebagai suatu epistemologi (kerangka

filosofis atau teori belajar) yang mengkaji manusia dalam membangun makna dari

struktur pengetahuan terkini. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebagai landasan

paradigma pembelajaran, konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif

siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembangan siswa belajar mandiri,

Page 22: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

22

dan perlunya siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya

sendiri.

Dalam hal tahap-tahap pembelajaran, pendekatan konstruktivisme lebih

menekankan pada pembelajaran top-down processing, yaitu siswa belajar dimulai

dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan (dengan bantuan guru), kemudian

menghasilkan atau menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang dibutuhkan

(Slavin, 1994). Misalnya, ketika siswa diminta untuk menulis kalimat-kalimat,

kemudian dia akan belajar untuk membaca, belajar tentang tata bahasa kalimat-

kalimat tersebut, dan bagaimana menulis titik dan komanya.

Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai

pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun, guru lebih

diposisikan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan

mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana

siswa belajar, bukan bagaimana guru mengajar.

Sebagai fasilitator, guru bertanggung jawab terhadap kegiatan

pembelajaran di kelas. Di antara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah

menstimulasi dan memotivasi siswa. Orientasi pembelajaran bergeser dari

berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat pada siswa (student

centered instruction).

1) Prinsip-Prinsip Konstruktivisme

Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam

proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:

Page 23: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

23

a) Pengetahuan dibangun oleh mahasiswa/siswa sendiri.

b) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari dosen/guru ke murid, kecuali hanya

dengan keaktifan mahasiswa sendiri untuk menalar.

c) Mahasiswa/siswa aktif megonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu

terjadi perubahan konsep ilmiah disesuaikan dengan kehidupan nyata.

d) Dosen/guru sekadar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses

kontruksi berjalan lancar.

e) Struktur pembelajaran seputar konsep diutamakan pada pentingnya sebuah

pertanyaan.

f) Mencari dan menilai pendapat mahasiswa/siswa.

g) Menyesuaikan bahan pengajaran untuk menanggapi anggapan

mahasiswa/siswa.

Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting yaitu

dosen/guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada

mahasiswa/siswa. Mahasiswa/siswa harus membangun pengetahuan di dalam

benaknya sendiri. Seorang dosen/guru dapat membantu proses ini dengan cara-

cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat

relevan dengan kehidupan sehari-hari mahasiswa/siswa. Hal itu dapat dilakukan

dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa/siswa untuk menemukan atau

menerapkan sendiri ide-ide dengan mengajak mahasiswa/siswa agar menyadari

dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.

2) Implikasi Konstruktivisme pada Pembelajaran

Terdapat beberapa implikasi penting konstruktivisme terhadap

pembelajaran. Implikasi-implikasi yang dimaksud adalah seperti di bawah ini.

Page 24: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

24

1) Pembelajaran tidak dapat dipandang sebagai suatu transmisi pengetahuan.

Penyajian pengetahuan jadi (ready made) tidak mendapat penekanan. Dalam

kelas konstruktivis, pembelajaran diarahkan untuk menciptakan kondisi yang

memungkinkan siswa mengonstruksi pengetahuan dan memperluas

pengetahuan mereka. Inisiatif dan keterlibatan aktif mahasiswa/siswa dalam

pembelajaran merupakan hal yang utama.

2) Perhatian tidak diarahkan hanya pada hasil belajar, tetapi juga dipusatkan pada

proses berpikir atau proses mental mahasiswa. Di samping kebenaran jawaban

mahasiswa, dosen/guru juga perlu memperhatikan proses yang digunakan

mahasiswa hingga memperoleh jawaban tersebut.

3) Perlu adanya scaffolding (dukungan atau bantuan) pada mahasiswa yang

mengalami kesulitan dalam mengonstruksi pengetahuan atau dalam

pemecahan masalah. Bantuan ini akan memotivasi mahasiswa dalam belajar

dan meningkatkan kemandirian mahasiswa. Di samping itu, juga akan

mengembangkan ZPD (zon perkembangan prokimal) mahasiswa.

4) Perlu disadari tentang pentingnya konteks sosial dalam pembelajaran.

Pembelajaran seharusnya melibatkan negosiasi sosial dan mediasi. Pedagogis

lebih ditekankan pada diskusi, kolaborasi, negosiasi, dan makna bersama.

5) Perlu diciptakan situasi pembelajaran yang merangsang keingintahuan

mahasiswa, sekaligus merangsang mahasiswa untuk dapat

mengkomunikasikan ide-ide mereka.

Page 25: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

25

6) Jika mahasiswa harus mengaplikasikan pemahaman saat ini dalam situasi baru

ke bentuk pengetahuan baru, dosen/guru harus sungguh-sungguh melibatkan

mahasiswa dalam pembelajaran.

3) Ciri-Ciri Pembelajaran Menurut Konstruktivisme

Adapun ciri-ciri pembelajaran menurut konstruktivisme adalah sebagai

berikut.

1) Pembelajaran berpusat pada mahasiswa.

2) Fokus kepada pembelajaran bukan pengajaran.

3) Dosen/guru sebagai fasilitator.

4) Bahan pengajaran dirancang sedemikian rupa sehingga memberikan peluang

kepada mahasiswa membina pengetahuan baru.

5) Menyokong pembelajaran secara kooperatif, yaitu suatu kumpulan strategi

mengajar yang digunakan mahasiswa untuk membantu satu dengan yang lain

dalam mempelajari sesuatu.

6) Menggalakkan mahasiswa bertanya dan berdialog dengan sesama mahasiswa

dan dosen.

7) Pendidik memahami karakteristik mental para mahasiswa untuk mengenal

penalaran yang dikembangkan untuk mendukung proses pembelajaran.

8) Menggalakkan dan menerima daya usaha para mahasiswa dalam

mengembangkan pengetahuannya.

9) Menggalakkan ide yang dikemukakan oleh mahasiswa dan menggunakannya

sebagai panduan merancang pengajaran.

Page 26: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

26

4) Keunggulan dan Kelemahan Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Keunggulan

1) Berpikir

Dalam proses membina pengetahuan baru, mahasiswa berpikir menyelesaikan

masalah, mengemukakan dan membuat simpulan dengan bahasa sendiri.

2) Paham

Karena mahasiswa terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru,

mereka akan lebih paham dan mampu mengaplikasikannya.

3) Ingat

Karena mahasiswa terlibat secara langsung dan aktif, mereka akan mengingat

lebih lama mengenai semua konsep.

4) Yakin

Melalui pendekatan ini mahasiswa membina sendiri pemahaman mereka

dengan strategi belajar sendiri. Oleh karena itu, mereka menjadi lebih yakin

menghadapi dan menyelesaikan masalah pada situasi baru dalam kehidupan

sehari-hari.

5) Interaktif dan Senang

Mahasiswa/siswa lebih banyak berinteraksi dan saling bertukar gagasan

dengan teman dan dosen/guru dalam proses pembelajaran untuk mendapatkan

pengetahuan baru. Karena mereka paham, ingat, yakin, dan berinteraksi

dengan sehat, maka timbul rasa senang belajar untuk memperoleh

pengetahuan baru.

Page 27: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

27

Kelemahan

1) Pemahaman para mahasiswa terhadap materi cenderung kurang merata.

2) Diperlukan persiapan yang lebih matang dari pendidik dan peserta didik agar

pembelajaran berjalan dengan lancar.

3) Mahasiswa mengonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga tidak jarang hasil

konstruksi tersebut tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah

ilmu pengetahuan. Dengan demikian, terjadi miskonsepsi.

4) Konstruktivisme menanamkan agar mahasiswa membangun pengetahuannya

sendiri. Hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap mahasiswa

memerlukan penanganan yang berbeda-beda.

5) Situasi dan kondisi tiap kampus tidak sama karena tidak semua kampus

memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas

mahasiswa.

5) Kendala dalam Penerapan Pembelajaran Konstruktivisme

Konstruktivisme memberikan angin segar bagi perbaikan proses dan hasil

belajar. Walaupun demikian, terdapat pula kendala yang muncul dalam penerapan

pembelajaran menurut konstruktivisme di kelas. Kendala-kendala yang dimaksud

adalah sebagai berikut:

1) Sulit mengubah keyakinan dan kebiasaan dosen/guru. Selama ini pendidik

telah terbiasa mengajar dengan menggunakan pendekatan tradisional. Upaya

mengubah kebiasaan ini merupakan suatu hal yang tidak mudah.

Page 28: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

28

2) Dosen/guru kurang tertarik dan mengalami kesulitan mengelola kegiatan

pembelajaran berbasis konstruktivisme. Dosen/guru konstruktivis dituntut

untuk lebih kreatif dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dan dalam

memilih menggunakan media yang sesuai.

3) Adanya anggapan dosen/guru bahwa penggunaan metode atau pendekatan

baru dalam pembelajaran akan menggunakan waktu yang cukup besar.

Pendidik khawatir target pencapaian kurikulum (TPK) tidak tercapai.

4) Sistem evaluasi masih menekankan pada nilai akhir. Padahal, yang terpenting

dari suatu pembelajaran adalah proses belajar, bukan hasil akhirnya.

5) Besarnya beban mengajar dosen/guru, latar belakang pendidikan tidak sesuai

dengan mata kuliah yang diasuh, dan banyaknya pelajaran/mata kuliah yang

harus dipelajari mahasiswa merupakan hal yang cukup serius.

6) Mahasiswa/siswa terbiasa menunggu informasi dari dosen/guru. Peserta didik

akan belajar jika ada transfer pengetahuan dan tugas-tugas dari dosen/gurunya.

Upaya mengubah sikap “menunggu informasi” menjadi “pencari dan

pengonstruksi informasi” merupakan kendala tersendiri.

7) Adanya budaya negatif di lingkungan mahasiswa/siswa. Salah satu contohnya

di lingkungan rumah. Pendapat orang tua selalu dianggap paling benar, anak

dilarang membantah pendapat orang tuanya. Kondisi ini juga terbawa ke

kampus. Mahasiswa/siswa terkondisi untuk “mengiakan” pendapat atau

penjelasan pendidik. Mahasiswa tidak berani mengemukakan pendapatnya

yang mungkin berbeda dengan dosen/ gurunya

Page 29: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

29

Beberapa kelemahan dan kendala tersebut di atas dialami ketika

melaksanakan penelitian pada tindakan siklus I. Kelemahan teori konstruktivisme

dengan penerapan metode kontekstual tampak pada kemampuan intelektual

mahasiswa kurang merata, sehingga mengonstruksi hasil temuan belajar

kelompok tidak sesuai dengan kaidah gramatika bahasa Jepang. Hal ini dapat

dilihat dari hasil pembelajaran pada siklus I masih kurang.

Cara mengatasi kelemahan tersebut, peneliti berkonsultasi dengan dosen

pengampu mata kuliah mengenai tingkat kemampuan mahasiswa dan melihat

indeks prestasi tiap-tiap mahasiswa. Kemudian berdasarkan data dan masukan

dosen pendamping peneliti merombak keanggotaan kelompok belajar dengan

tujuan menimalisir ketimpangan yang ada di antara individu dan kelompok

belajar.

Kendala-kendala yang dialami antara lain, mahasiswa tidak terbiasa

bekerja kelompok, mahasiswa kurang berani mengemukakan pendapatnya, dan

ada kecenderungan mahasiswa hanya menerima informasi dari dosen. Sikap

mahasiswa seperti ini tidak baik untuk tujuan pembelajaran. Keberhasilan

pembelajaran sangat ditentukan oleh kemauan, percaya diri, keberanian, minat,

dan motivasi belajar mahasiswa.

2.3.2 Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang

Pembelajar bahasa Jepang perlu memahami atau minimal mengetahui

dasar-dasar linguistik bahasa Jepang. Pengetahuan linguistik ini merupakan media

untuk mempermudah dan memperlancar penguasaan bahasa Jepang. Linguistik

Page 30: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

30

bahasa Jepang disebut dengan nihongo-gaku, bisa diterjemahkan ilmu bahasa

Jepang. Jadi, dalam nihongo-gaku dipelajari seluk beluk bahasa Jepang ,yang

mencakup berbagai cabang, yaitu :

1) fonetik (onseigaku)

2) fonologi (oninron)

3) morfologi (keitairon)

4) sintaksis (tougoron)

5) semantik (imiron)

6) pragmatik (goyouron)

7) sosiolinguistik (shakai gengogaku)

8) psikolinguistik (shinri gengogaku)

Cabang linguistik yang dijadikan landasan teori yang berkaitan dengan

penelitian ini adalah cabang sintaksis.

Sintaksis (tougoron) dalam bahasa Jepang disebut tougoron. Sintaksis

adalah ilmu yang mempelajari struktur kalimat atau kaidah-kaidah dan unsur-

unsur pembentuk kalimat dalam suatu bahasa. Bidang garapan sintaksis adalah

kalimat yang mencakup unsur-unsur pembentuknya, struktur kalimat dan

maknanya, serta jenis dan fungsi kalimat (Nita, 1994 : 18)

Secara garis besar jenis kalimat berdasarkan struktur kalimat terdiri atas

dua macam, yaitu kalimat yang tidak memiliki unsur predikat dan kalimat yang

memiliki unsur predikat. Contoh kalimat sebagai berikut.

1) Kalimat yang tidak mempunyai predikat. Oame (banjir), kaji

(kebakaran).

Page 31: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

31

2) Kalimat yang memiliki predikat,

Contoh :エカさん は にほんご を ならいます

Eka san wa nihongo o naraimasu.

nama orang part bahasa Jepang part belajar.

„Eka belajar bahasa Jepang‟.

Kata naraimasu berarti belajar, yang berfungsi sebagai predikat dalam bahasa

Jepang. Partikel wa/は penanda subjek, dan partikel o/を penanda objek.

Pola dan struktur kalimat bahasa Jepang berdasarkan jenis kata yang

dijadikan predikat dibagi menjadi tiga macam, yaitu kalimat verbal, baik transitif

maupun intrasitif, kalimat adjektiva, dan kalimat nominal. Contoh pola kalimat

bahasa Jepang sebagai berikut

1) Pola kalimat verbal intransitif (SP)

Contoh : あめ が ふる

Ame ga furu

hujan part air turun

„Hujan turun‟.

Kata furu adalah kata kerja intrasitif. Partikel ga /が penanda subjek.

2) Pola kalimat verbal transitif (SOP)

Contoh : ちち は しんぶん を よみます

Chichi wa shinbun o yomimasu

bapak part surat kabar part membaca

„Bapak membaca surat kabar‟.

Kata yomimasu berkonjugasi dari bentuk kamus yomu, yang berarti

“membaca” dan berfungsi sebagai predikat kata kerja transitif.

3) Pola kalimat adjektiva

Contoh keiyoushi : この みかん は あまい です

Kono mikan wa amai desu

ini jeruk part manis kopula

„Jeruk ini manis‟.

Page 32: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

32

Kata amai berarti “manis” adalah kata sifat keiyoushi, sering pula disebut

kata sifat “ berakhiran i”, dan berfungsi sebagai predikat. Partikel wa /は

penanda subjek.

Contoh keiyoudoshi : バリ は きれい です

Bali wa kirei desu

daerah part indah kopula

„Pulau Bali indah‟.

Kata kirei berarti “indah” adalah termasuk kata sifat keiyoudoshi, sering pula

disebut kata sifat berakhiran “na/da”, dan berfungsi sebagai predikat.

4) Pola kalimat nomina

Contoh : ワヤンさん は だいがくせい です

Wayan san wa daigakusei desu.

Nama orang part mahasiswa kopula.

„Wayan adalah mahasiswa‟.

Kata daigakusei berarti “mahasiswa” termasuk kata benda dan berfungsi

sebagai predikat. Partikel wa/は penanda subjek.

Berdasarkan maknanya kalimat dapat dibagi dua, yaitu dari segi isi dan

fungsinya. Dari segi isi kalimat dapat menyatakan keadaan dan menyatakan

aktivitas, seperti contoh berikut:

1) へや に テレビ が ある

Heya ni terebi ga aru

kamar part TV part ada

„Televisi ada di kamar‟.

Makna kalimat di atas menyatakan keadaan.

2) はは は テレビ を みる

Haha wa terebi o miru.

Ibu part TV part menonton

„Ibu menonton televisi‟.

Page 33: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

33

Makna kalimat menyatakan aktivitas.

Berdasarkan fungsi, kalimat dibedakan atas kalimat perintah (meirei),

kalimat menyatakan maksud (ishi), keinginan (kibou), kalimat berita (nobetate no

bun) kalimat larangan (kinshi), kalimat tanya (toikake no bun) kalimat

permohonan (irai), kalimat ajakan (kanyuu).

Makna atau fungsi kalimat yang diteliti pada penelitian ini adalah kalimat

perintah (meirei), kalimat larangan (kinshi), dan kalimat permohonan (irai)

Contoh kalimat perintah (meirei):

べんきょう を しなさい

Benkyou o shinasai

Pelajaran part melakukan

„Belajarlah‟.

Contoh kalimat larangan (kinshi):

さけ を のまないでください

Sake o nomaide kudasai

Arak part jangan minum

„Jangan minum arak‟.

Contoh kalimat permohonan (irai):

どうぞ たべてください

Douzo tabete kudasai

Silakan makanlah

„Silahkan makan‟.

Unsur kalimat dalam bahasa Jepang secara garis besar terdiri atas (1)

subjek (shugo), (2) predikat (jutsugo), (3) objek (taishougo), (4) keterangan

(joukyougo), (5) modifikator (shiuushokugo), dan (6) penyambung (setuzokugo).

Unsur subjek dan objek biasanya diisi oleh nomina, unsur predikat diisi oleh

verbal, adjektiva, nomina ditambah kopula. Unsur keterangan mencakup

keterangan tempat, waktu, alat, penyerta, dan yang lainnya.

Page 34: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

34

Pada awal pembelajaran tata bahasa Jepang dasar (shoukyou bunpo), dosen

hendaknya memberikan gambaran secara umum tentang bagaimana keadaan

gramatikal bahasa yang dipelajari dan bagaimana pula perbedaannya jika

dibandingkan dengan gramatika bahasa lain yang lebih dahulu dipelajari. Dengan

demikian, pada pengaplikasiannya mahasiswa bisa memiliki keterampilan

berbahasa yang baik dan benar karena ditunjang oleh penguasaan tata bahasa

yang baik dan benar pula.

Bagi pembelajar, tata bahasa menjadi semacam kompas dalam pemakaian

bahasa. Bagaimanapun juga, penguasaan tata bahasa tidak bisa dinomorduakan.

Memang sekarang ini ada juga yang berpendapat bahwa orientasi pada latihan

percakapan harus lebih diutamakan daripada orientasi tata bahasa. Seorang

pengajar yang baik haruslah bisa menyeimbangkan hal tersebut. Dengan demikian

pada pengaplikasiannya pelajar bisa memiliki aspek keterampilan mendengarkan,

berbicara, membaca, dan menulis yang semakin seimbang dan baik karena

ditunjang penguasaan tata bahasa yang baik pula.

Dalam pengajaran tata bahasa Jepang pada tahap pemula, para guru/dosen

tidak berarti memberikan pengetahuan tentang ilmu bahasa yang telah dikuasai

kepada pelajar tahap pemula begitu saja. Pengajaran tata bahasa tidak sesederhana

itu. Dalam mengajarkan tata bahasa pada tahap pemula, dosen/guru sebagai

pengajar harus memberikan materi pelajaran sedikit demi sedikit, terutama pada

pokok-pokok tata bahasa yang dirasa sangat penting atau diperlukan. Sehubungan

dengan itu, sebelum masuk kegiatan pembelajaran, pengajar harus bisa membuat

rancangan memulainya dari mana, apa yang akan diajarkan, dan bagaimana cara

Page 35: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

35

mengajarkannya agar mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu, guru atau

dosen wajib mempersiapkan Silabus dan SAP sebelum memulai pembelajaran.

Permasalahan yang sering muncul saat pengajaran tata bahasa Jepang pada

tahap pemula yaitu, pada umumnya pelajar menggunakan buku pelajaran tata

bahasa tingkat awal yang ditulis dengan bahasa asli mereka, tidak menggunakan

bahasa Jepang. Hal ini dimaksudkan agar mereka mendapatkan kemudahan dalam

pemahaman tata bahasa. Walaupun mereka bisa memahami uraian dalam buku

pelajaran tersebut, ada kalanya masih sering menghadapi kesulitan untuk benar-

benar dapat menguasai persoalan tata bahasa termasuk juga pemahaman terhadap

pengertian fungsi tiap-tiap kata yang dilihat dari segi ketatabahasaan. Pemahaman

tata bahasa tidaklah hanya terbatas untuk pemenuhan pencapaian keterampilan

memahami bacaan, tetapi juga harus mencakup kemampuan aktivitas berbahasa

yang lain, seperti mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

Pengajaran tata bahasa tidak bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan

uraian-uraian tentang bahasa yang terdapat dalam buku-buku pelajaran. Selain hal

di atas, ada pula masalah yang muncul, yaitu tuntutan mahasiswa atas penjelasan

atau pembenaran pada struktur pola tata bahasa sebuah kalimat yang salah.

Memang dalam hal kesalahan ucapan, secara mudah pengajar dapat mengatasinya

dengan cara langsung melakukan koreksi pembetulan. Akan tetapi, dalam hal

kesalahan yang berhubungan dengan unsur tata bahasa terkadang siswa sering

meminta penjelasan yang lebih lanjut atas hal yang dianggap salah oleh pengajar.

Misalnya, pada kalimat „道を歩く(michi o aruku,berjalan di jalan), bila ada

siswa yang mengucapkan „道に歩く(michi ni aruku‟atau 道で歩く(michi de

Page 36: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

36

aruku), dengan mudah pengajar membetulkannya, yaitu dengan meminta siswa

tersebut mengucapkan „道を歩く‟. Namun, tidak bisa dihindari bahwa siswa

sering mengajukan pertanyaan lebih lanjut terhadap struktur pola kalimat tersebut.

Misalnya, mengapa 道を歩く(michi o aruku, (berjalan di jalan). Dalam hal ini

pengajar harus menjelaskannya sesuai dengan kaidah tata bahasa Jepang yang

benar, yakni kalimat bahasa Jepang menggunakan verba yang sifatnya

menunjukkan perpindahan, seperti 歩く (berjalan) 、通る (melewati) 、出る

(keluar), dan lainnya. Partikel yang harus digunakan untuk mengikuti verba

tersebut adalah を(wo) bukan に(ni) atau で(de). Dalam pengajaran kaidah tata

bahasa, pertanyaan “mengapa” memang merupakan hal yang sukar untuk dijawab.

Pertanyaan senacam itu merupakan hal yang wajar terjadi pada mahasiswa/siswa

pada tahap pemula pada khususnya. Hal tersebut terjadi karena disebabkan adanya

pengaruh bahasa ibu mahasiswa/siswa itu sendiri yang lebih dahulu dipelajari

sebelum mempelajari bahasa Jepang. Oleh karena itu, gramatika bahasa Jepang

penting sekali dipahami belajar bahasa Jepang. Untuk dapat memahaminya akan

diamati pendapat pakar bahasa Jepang tetang gramatika. Yasuo (1985:44)

mengemukakan bahwa gramatika adalah suatu fenomena umum pada saat

menyusun kalimat, yang secara teoretis merupakan suatu sistem tentang bentuk

kata, urutan kata, fungsi kata, dan struktur kalimat.

Bahasa Jepang memiliki karakteristik unik seperti penggunaan huruf,

kosakata, sistem pengucapan, tata bahasa atau gramatika, dan ragam bahasanya.

Apabila dibandingkan dengan bahasa Indonesia, bahasa Jepang memiliki struktur

pola kalimat yang berbeda. Struktur kalimat dalam bahasa Jepang berpola „subjek-

Page 37: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

37

keterangan-objek-predikat‟(S-K-O-P). Di antara S-K-O-P tersebut harus disisipi

dengan kata bantu atau partikel.

Contoh pola kalimat bahasa Jepang

よこさん は バツブラン で バロングダンス を みた

Yoko san wa Batubulan de Barong dansu o mita

nama orang part tempat part jenis tarian part menonton

„Yoko menonton tari barong di Batubulan‟.

Yoko san adalah subjek (S), Batubulan, keterangan tempat (K), tari

barong objek (O), mita berarti menonton (P). Partikel wa(は) , menyertai

subjek, partikel de(で)berarti „di‟ menyertai keterangan tempat, dan partikel o

(を)petanda objek. Unsur-unsur atau bagian kalimat tersebut menjadi sebuah

pola kalimat yang benar karena mematuhi kaidah tata kalimat yang berlaku dalam

bahasa Jepang (Sutedi, 2003:72).

Sedangkan struktur kalimat dalam bahasa Indonesia berpola „subjek-

predikat-objek-keterangan (S-P-O-K)‟. Oleh karena itu, apabila pembelajar

pemula di Indonesia mempelajari bahasa Jepang tidak mempelajari struktur

bahasa Jepang dengan benar, maka akan mengalami kesulitan dalam menyusun

kalimat. Penggolongan satuan bahasa atas dasar bentuk, fungsi, dan makna

kalimat disebut kategori gramatika atau tata bahasa. Gramatika bahasa Jepang

mengenal juga ragam bahasa sopan (formal) dan ragam biasa (informal). Bentuk

sopan dan biasa ditentukan oleh jenis kata yang digunakan. Contoh kalimat di

bawah ini.

1) これはほんです (kore wa hon desu.), artinya ini adalah buku. Jenis

kalimat ini adalah bentuk sopan.

Page 38: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

38

2) これはほん (kore wa hon ), artinya sama dengan kalimat nomor satu,

tetapi kalimat ini adalah bentuk biasa. Menurut kaidah bahasa Jepang ,

apabila kalimat tidak menggunakan predikat kata kerja, untuk bentuk

sopan harus disertai kata desu pada akhir kalimat seperti contoh

kalimat nomor (1).

3) わたしはりんごをたべます ( watashi wa rinngo o tabemasu), artinya

saya makan apel. Kalimat ini adalah bentuk sopan ( formal ).

4) わたしはりんごをたべる , artinya sama dengan kalimat nomor (3),

tetapi kalimat ini bentuk biasa (informal). Menurut gramatika bahasa

Jepang predikat kata kerja bentuk masu (masukei) adalah bentuk

sopan. Dan masih banyak ragam sopan lainnya. Untuk tingkat tata

bahasa pemula bentuk sopan dihajarkan secara tahap demi tahap.

Untuk menghindari pembahasan terlalu melebar pembelajaran tata bahasa

Jepang dasar (shoukyou bunpo) dalam penelitian ini terbatas pada unsur-unsur

penggunaan partikel, pola kalimat, unsur predikat, dan fungsi/makna kalimat

bahasa Jepang bagi mahasiswa sastra Jepang semester III STIBA Saraswati

Denpasar.

Ada beberapa hal secara umum yang perlu dipahami dalam belajar bahasa

Jepang. Adapun hal-hal yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Lafal bahasa Jepang

Bahasa Jepang hanya mempunyai lima vokal yang pengucapannya sama

persis dengan bahasa Indonesia. Apa yang ditulis sama dengan yang

dibaca, tetapi ada sedikit pengecualian untuk beberapa huruf.

Page 39: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

39

2) Bahasa Jepang mempunyai dua tensis, yaitu bentuk present (termasuk

future) dan bentuk lampau. Kata benda bahasa Jepang tidak mengenal

single dan flural. Kata kerja mengalami konjugasi.

3) Susunan kalimat bahasa Jepang menggunakan pola yang tidak lazim

digunakan oleh bahasa lainnya, yaitu “subyek-keterangan-obyek-

predikat”. Tampaknya susunan kalimat bahasa Jepang agak sulit bagi

pembelajar pemula. Predikat bahasa Jepang selalu terletak di akhir

kalimat.

4) Di antara kata-kata pada kalimat bahasa Jepang diselipkan kata bantu atau

partikel.

5) Huruf Jepang ada tiga jenis, yakni huruf Kanji, Hiragana, dan katakana.

Untuk huruf Hiragan dan Katakana mungkin tidak terlalu sulit dipelajari,

tetapi huruf Kanji sangat melelahkan dalam mempelajarinya.

2.3.3 Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian tindakan kelas dalam bahasa Inggris disebut classroom action

research. Arikunto (2009:3) mengatakan bahwa penelitian tindakan kelas

merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan,

yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.

Tindakan tersebut diberikan oleh dosen/guru atau dengan arahan guru yang

dilakukan oleh mahasiswa. Dalam penelitian tindakan kelas dilaksanakan

beberapa siklus yang secara garis besar pada setiap siklus ada empat tahap

tindakan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Page 40: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

40

1) Perencanaan Siklus I

Pada tahap perencanaan siklus I dilakukan koordinasi dengan pihak

kampus, dalam hal ini koordinasi dengan Ketua STIBA Saraswati Denpasar dan

dosen mata kuliah bersangkutan. Setelah koordinasi diadakan observasi ke kelas

dan kemudian dipersiapkan instrumen penelitian, seperti silabus, SAP, lembar

observasi, kuesioner, persiapan tes awal sebelum menerapkan tindakan metode

kontekstual , dan persiapan tes akhir siklus I dan siklus II.

2) Pelaksanaan Siklus I

Pada tahap pelaksanaan dosen dalam hal ini adalah peneliti mengajarkan

atau menjelaskan secara singkat materi pembelajaran tata bahasa Jepang dasar

dengan metode kontekstual. Metode kontekstual terdiri atas tujuh komponen,

yakni konstrukvisme, inkuiri, bertanya, kelompok belajar, pemodelan, refleksi

dan penilaian autentik dalam proses pembelajaran tata bahasa Jepang kepada

mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar

Pada pelaksanaan siklus I ini, dilaksanakan beberapa kali pertemuan. Pada

setiap pertemuan terdapat tiga kegiatan, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan

kegiatan akhir.

3) Pengamatan Siklus I

Pada saat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yaitu pelaksanaan

siklus I, peneliti dibantu oleh seorang observer pendamping yakni dosen mata

Page 41: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

41

kuliah Shoukyou Bunpo. Tugas observer adalah melakukan penilaian

pengamatan terhadap aktivitas dan respons mahasiswa dalam proses

pembelajaran.

4) Refleksi Siklus I

Tahapan tindakan yang terakhir pada siklus I adalah refleksi. Pada tahap

ini diadakan tes akhir atau evaluasi.Tujuan evaluasi untuk mengetahui

peningkatan atau perubahan hasil pembelajaran tata bahasa Jepang mahasiswa

semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar setelah penerapan metode

kontekstual. Apabila hasilnya belum mencapai nilai ketuntasan minimal yang

diharapkan, yakni nilai B, maka diadakan tindakan siklus II.

Tahap tindakan siklus II sama dengan tindakan siklus I, yakni perencanaan,

pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Proses pelaksanaan pembelajaran juga

sama dengan penerapan metode kontekstual. Setelah tahapan pembelajaran

berakhir diadakan tes akhir atau evaluasi dengan tujuan untuk mengetahui

peningkatan atau perubahan hasil pembelajaran tata bahasa Jepang mahasiswa

semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar setelah penerapan metode

kontekstual sebagai kajian refleksi. Selama tahap pelaksanaan berlangsung

observer pendamping melakukan pengamatan.

Adapun model atau bagan keempat tahapan tersebut sebagai berikut

Page 42: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

42

2.1 Bagan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

2.4 Model Penelitian

Model penelitian ini menyajikan bagan abstraksi dan sintesis antara teori

dan permasalahan penelitian. Secara terperinci, model penelitian yang

dimaksudkan terlihat di bawah ini.

Perencanaan

Siklus I

Pengamatan

Perencanaan

Siklus II

Pengamatan

Pelaksanaan Refleksi I

Pelaksanaan Refleksi II

Page 43: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

43

2.2 Bagan Model Penelitian

Pembelajaran tata bahasa Jepang dasar (shokyou bunpo) dengan metode

kontekstual (CTL) bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA

Saraswati Denpasar

1. Hasil belajar tata

bahasa Jepang dasar mahasiswa semester III Sastra

Jepang sebelum menerapkan metode

kontekstual

2. Hasil belajar tata

bahasa Jepang

dasar mahasiswa semester III Sastra Jepang setelah

menerapkan

metode kontekstual

3. Faktor-faktor yang

mempengaruhi

hasil belajar tata bahasa Jepang dasar mahasiswa

semester III Sastra Jepang dengan

metode kontekstual

Metode

Kontekstual (CTL)

Siklus I

PTK

Teori Belajar

Konstruktivisme

Teori

Siklus II

Dasar-Dasar Linguistik

Bahasa Jepang

Temuan

Page 44: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

44

Bagan di atas menginformasikan bahwa pembelajaran tata bahasa Jepang

dasar ditingkatkan dengan menggunakan metode kontekstual. Metode kontekstual

yang terdiri atas tujuh komponen yakni konstruktivisme, menemukan, tanya

jawab, kelompok belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian autentik untuk

menemukan jawaban dari permasalahan yang dihadapi mahasiswa. Dalam hal ini

adalah kemampuan tata bahasa Jepang dasar sebelum dan sesudah penerapan

metode kontekstual Di samping itu juga untuk menjawab faktor-faktor yang dapat

memengaruhi pembelajaran tata bahasa Jepang dasar dengan metode kontekstual.

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). PTK ini akan

dimulai dengan siklus I dan kemudian dilanjutkan siklus II. Setelah dilaksanakan

siklus I dan siklus II diperoleh hasil penelitian yang berupa data kuantitatif dan

data kualitatif. Data kuantitatif dan data kualitatif diolah sehingga dihasilkan

simpulan. Pada penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan dua siklus.

Setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Dalam konteks ini, metode kontekstual merupakan strategi interaktif yang

diciptakan oleh dosen/guru dalam proses pembelajaran tata bahasa Jepang dasar

Penelitian ini menggunakan teori konstruktivisme dan dasar-dasar linguistik

bahasa Jepang yang menghasilkan temuan tertentu. Hasil pembelajaran dengan

metode kontekstual (CTL) yang dilakukan ini menjadi sebuah simpulan dan

sekaligus sebagai rekomendasi atau saran untuk perbaikan proses pembelajaran

tata bahasa Jepang dasar (shoukyou bunpo) bagi pembelajar pemula.

Page 45: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

45

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode merupakan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu,

sedangkan penelitian adalah kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan

menganalisis sampai menyusun laporannya. Penny dalam Achmadi (2004:1)

mengatakan bahwa penelitian merupakan pemikiran yang sistematis tentang

berbagai jenis masalah yang pemecahaannya memerlukan pengumpulan dan

penafsiran data-data. Metode penelitian adalah cara-cara melakukan pengamatan

dengan pemikiran yang tepat secara terpadu melalui tahapan-tahapan yang

disusun secara ilmiah untuk mencari, merumuskan, menganalisis, menyusun, dan

menyimpulkan data-data sehingga dapat digunakan untuk menemukan,

mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan berdasarkan fakta-

fakta secara ilmiah. Kesalahan memilih metode dalam penelitian akan membawa

penyimpangan pada hasil penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian diperlukan

pemilihan metode yang benar-benar akurat.

3.1 Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan gabungan antara pendekatan kualitatif dan

kuantitatif. Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, dan definisi

suatu situasi tertentu dalam konteks tertentu. (Sarwono, 2006:257). Pada

penelitian ini pendekatan kualitatif digunakan untuk menjabarkan data-data yang

bersifat deskriptif, seperti data hasil observasi dan kuesioner. Di samping itu juga

memaparkan kendala yang dialami selama pendekatan kontekstual dilakukan. Di

45

Page 46: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

46

pihak lain pendekatan kuantitatif memberikan makna dalam hubungannya dengan

perhitungan angka statistik bukan makna secara kebahasaan (Sarwono, 2006:258).

Pada penelitian ini, pendekatan kuantitatif digunakan untuk memaparkan data

yang bersifat kuantitatif atau angka-angka statistik, baik hasil tes awal (pretes )

maupun tes akhir (postes).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Program Studi Sastra Jepang Sekolah Tinggi

Bahasa Asing (STIBA) Saraswati Denpasar. Subjek penelitian adalah mahasiswa

Sastra Jepang semester III (ganjil). Waktu penelitian dilaksanakan awal

September 2014 sampai awal Januari 2015.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data

kualitatif merupakan data penelitian yang diuraikan dalam bentuk penjelasan,

sedangkan data kuantitatif merupakan data yang diperoleh berupa angka atau nilai

dari hasil tes yang dilaksanakan.

Sumber data dalam penelitian disebut populasi. Menurut Sugiyono

(2009:115) populasi memiliki pengertian wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan .

Populasi dalam penelitian ini yang dipilih oleh peneliti adalah terdiri dari seluruh

mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar berjumlah tiga

Page 47: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

47

puluh tujuh orang. Berdasarkan pertimbangan peneliti, jumlah populasi tidak

terlalu besar maka seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan penarikan

Nonprobability Sampling dengan jenis “Purposive Sampel”. Artinya, seseorang

atau sesuatu yang diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa

seseorang sesuai dan memiliki karakteristik informasi yang diperlukan bagi

penelitian ini. Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa yang

bersangkutan adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitian.

Sampel penelitian dapat disajikan dalam tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Keadaan Sampel Penelitian Mahasiswa Semester III Sastra Jepang

No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah

1 III/JP 12 orang 25 orang 37 orang

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data dan informasi yang diinginkan. Sukardi, (2007:168)

mengatakan bahwa instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam

mengumpulkan data. Kualitas instrumen akan menentukan data yang terkumpul.

Hal ini senada juga dengan hal yang diungkapkan oleh Margono dalam Sukardi

(2007:168) bahwa pada umumnya penelitian akan berhasil dengan baik apabila

menggunakan instrumen. Dikatakan demikian sebab data yang diperlukan untuk

menjawab pertanyaan penelitian dikumpulkan melalui instrumen. Instrumen

Page 48: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

48

sebagai alat pengumpul data harus betul-betul dirancang dan dibuat sedemikian

rupa sehingga menghasilkan data empiris sebagaimana adanya. Data yang salah

atau tidak menggambarkan data yang empiris bisa menyesatkan peneliti sehingga

simpulan penelitian juga bisa keliru.

Peneliti menggunakan metode tes dan kuesioner sehingga instrumen yang

digunakan adalah pedoman evaluasi tes atau penampilan dan penganalisisan hasil

kuesioner. Untuk mencapai keakuratan data, juga digunakan media audiovisual

dan dilakukan observasi, yakni melihat, mencatat fenomena apa yang muncul

yang barangkali dapat memengaruhi pelaksanaan metode kontekstual

.

3.5 Prosedur Penelitian

Penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas (PTK).

Penelitian tindakan kelas atau sekolah bertujuan untuk melakukan pemecahan

berbagai permasalahan yang digunakan dalam rangka peningkatan kualitas

pendidikan dalam hal ini peningkatan kemampuan tata bahasa Jepang dasar

dengan menerapkan metode kontekstual.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Dalam penelitian

eksperimen terdapat kelompok yang disebut kelompok eksperimen, yaitu

kelompok yang sengaja dipengaruhi oleh variabel-variabel tertentu, dalam

penelitian ini dipengaruhi oleh metode kontekstual. Di samping itu, ada juga

kelompok kontrol, yaitu kelompok yang tidak dipengaruhi oleh latihan-latihan

tertentu yang sering disebut pembelajaran konvensional.

Page 49: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

49

Peneliti mengalami kesulitan dalam menentukan kelas kontrol, karena

jumlah kelas terbatas, oleh karena itu dalam penelitian ini kelompok yang sama

dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan jarak

waktu tidak terlampau lama (Nasution, 2012:30).

Rancangan penelitian PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah

model Arikunto yang meliputi empat langkah. Keempat langkah tersebut adalah

(1) tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap pengamatan, dan (4)

tahap refleksi.

3.5.1 Pelaksanaan Siklus I

1) Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini dipersiapkan rencana jadwal pelaksanaan

tindakan, bahan ajar sesuai dengan pokok bahasan, SAP, lembar tugas mahasiswa,

instrumen, lembar observasi, kertas manila, spidol, LCD, dan kelengkapan lain

yang diperlukan pada saat analisis data. Selain itu, dimatangkan persiapan ketujuh

komponen utama metode CTL, yakni konstruktivisme, inkuiri, bertanya,

kelompok belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik. Pada komponen

kelompok belajar (masyarakat belajar), mahasiswa dibagi menjadi tujuh kelompok

belajar. Lima kelompok beranggotakan masing-masing lima orang dan dua

kelompok beranggotakan enam orang. Sesudah kelompok belajar terbentuk,

kemudian dipilih koordinator kelompok yang sekaligus bertugas

mempresentasikan hasil pembelajaran kelompok, sesuai dengan pokok bahasan

yang ditugaskan pada hari bersangkuta

Page 50: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

50

2) Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan siklus I disesuaikan dengan rencana tindakan yang

tertuang dalam rencana pelaksanaan SAP. Secara operasional tindakan siklus I

dalam pembelajaran tata bahasa Jepang dasar dilakukan oleh peneliti, sedangkan

observer pendamping berperan sebagai pengamat. Setelah ditayangkan dan

dijelaskan materi konteks bahasan, dibagikan lembar kerja kepada setiap

kelompok oleh observer untuk dibahas bersama anggota kelompok mereka.

Setiap kelompok harus mengonstruksi materi yang ditugaskan (komponen

konstruktivisme). Selanjutnya koordinator kelompok mempresentasikan hasil

diskusi kelompok ke depan kelas (komponen inkuiri) sambil berperan dalam

percakapan sesuai dengan materi yang disampaikan (pemodelan). Setelah selesai

presentasi diadakan sesi tanya jawab antarkelompok mahasiswa, dosen dan

observer (komponen tanya jawab). Langkah selanjutnya kelompok mahasiswa

bersama peneliti mendiskusikan kembali hasil presentasi sehingga seluruh

mahasiswa memahami konteks materi yang dibahas (refleksi). Peneliti melakukan

penilaian terhadap hasil diskusi kelompok yang dipresentasikan ke depan kelas

dan keaktifan mahasiswa bertanya selama proses pembelajaran berlangsung

(komponen penilaian autentik). Seluruh uraian tindakan pembelajaran tersebut

berlangsung dalam suasana kelompok belajar (komponen masyarakat belajar).

Setiap kelompok diberikan waktu untuk presentasi termasuk tanya jawab kurang

lebih 20 menit. Proses tindakan pembelajaran inilah merupakan model penerapan

metode kontekstual (CTL).

Page 51: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

51

3) Tahap Pengamatan

Peneliti dan observer pendamping mengamati aktivitas mahasiswa selama

proses belajar berlangsung dengan cara men-ceklis indikator yang diamati pada

lambaran pengamatan. Di samping itu, juga dicatat aktivitas mahasiswa ketika

presentasi dan diskusi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan

mahasiswa dalam mengonstruksi hasil temuan belajar melalui diskusi kelompok.

Selanjutnya dipresentasikan di hadapan teman sambil memeragakan dialog sesuai

dengan topik yang disampaikan dan keberanian bertanya apabila ada hal yang

belum dipahami.

4) Tahap Refleksi

Tindakan ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang

sudah dilakukan, artinya pada tahap ini dikumpulkan pokok bahasan yang telah

dipresentasikan oleh setiap kelompok. Hasil bahasan tersebut dijadikan dasar

untuk membuat evaluasi sehingga dapat diketahui berhasil tidaknya tindakan yang

dilaksanakan.

Untuk mengetahui berhasil tidaknya proses pembelajaran yang

dilaksanakan dapat dilihat dari skor atau jumlah nilai yang diperoleh oleh setiap

mahasiswa atau nilai rata-rata keseluruhan mahasiswa. Nilai yang dipersyaratkan

atau diharapkan minimal mencapai kriteria kategori nilai B (baik) karena nilai B

merupakan standar umum yang sering dipakai persyaratan untuk merebut

persaingan pangsa kerja. Bahkan, institusi perguruan tinggi juga berusaha

mencapai nilai akreditasinya standar minimal kategori B (baik) untuk

Page 52: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

52

menunjukkan eksistensinya, syukhur apabila mampu mencapai kategori nilai

maksimal, yakni A.

3.5.2 Pelaksanaan Siklus II

Dari hasil analisis dan refleksi pada siklus I diketahui aspek-aspek yang

harus diperbaiki sehingga direncanakan pelaksanaan siklus II. Tahapan siklus II

sama dengan tahapan siklus I, yaitu dimulai dari tahapan perencanaan, tahapan

pelaksanaan, tahapan pengamatan, dan tahapan refleksi

3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah observasi, kuesioner, dokumentasi, dan pemberian tes. Data dikumpulkan

berdasarkan hasil pratindakan kelas siklus I dan siklus II untuk mengetahui hasil

pembelajaran yang terjadi pada mahasiswa semester III Sastra Jepang.

3.6.1 Metode Observasi

Metode observasi adalah upaya mencatat aktivitas belajar mahasiswa dan

dosen dalam proses pelaksanaan pembelajaran kontekstual. Teknik observasi yang

digunakan adalah observasi nonpartisipan dan observasi eksperimental. Observasi

nonpartisipan adalah pengamatan yang dilakukan peneliti dengan tidak terlibat

secara langsung atau tidak turut ambil bagian terhadap subjek yang diobservasi.

Observasi eksperimental merupakan observasi yang dilakukan, yaitu ada

observasi pengendalian unsur-unsur penting dalam situasi itu dapat diatur sesuai

Page 53: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

53

dengan tujuan penelitian dan dapat dikendalikan untuk menghindari timbulnya

faktor-faktor yang tidak diharapkan memengaruhi situasi pembelajaran. Observasi

eksperimental memiliki beberapa ciri. Pertama observer diharapkan pada situasi

perangsang yang dibuat seragam mungkin untuk semua observer. Kedua, situasi

dibuat sedemikian rupa untuk memungkinkan variasi timbulnya tingkah laku yang

diamati. Ketiga, situasi dibuat sedemikian rupa sehingga observer mengetahui

maksud observasi yang sebenarnya. Keempat, observer atau alat pencatat

membuat catatan secara teliti mengenai cara-cara observer mengadakan reaksi-

reaksi (Achmad, 2004:72).

3.6.2 Metode Kuesioner

Kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh

responden (Daryanto, 2007:30). Pengisian kuesioner dilakukan sebelum dan

setelah tindakan untuk menggali informasi mengenai hasil dan proses

pembelajaran tata bahasa Jepang dasar. Kuesioner menggunakan empat alternatif

jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), cukup setuju (CS), tidak setuju (TS),

dan sangat tidak setuju (STS).

3.6.3 Metode Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mendokumentasikan proses pembelajaran

di kelas sehingga bermanfaat sebagai sarana pendukung untuk memahami

masalah yang diteliti. Di samping itu sekaligus untuk melihat hasil belajar

mahasiswa.

Page 54: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

54

3.6.4 Metode Tes

Metode tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tata bahasa

Jepang dasar (shokyou bunpo) yang bersumber dari buku Minna noNihongo I dan

II. Metode tes ini dapat mengukur penguasaan dan kemampuan tata bahasa

Jepang dasar mahasiswa semester III Sastra Jepang setelah selama waktu tertentu

menerima proses pembelajaran (Sukardi, 2008). Jenis tes yang digunakan adalah

tes objektif (pilihan ganda). Jumlah soal lima puluh, terdiri dari sepuluh soal

untuk mengukur kemampuan pemakaian partikel, lima belas soal mengukur

kemampuan pola atau struktur kalimat, sepuluh soal mengukur kemampuan unsur

predikat, dan lima belas soal lagi mengukur kemampuan makna kalimat bahasa

Jepang. Tes tersebut digunakan sebagai berikut .

Tes awal (pretes), yaitu tes yang diberikan sebelum pembelajaran dimulai

dengan menerapkan metode CTL. Tes awal bertujuan untuk mengetahui sampai di

mana penguasaan mahasiswa terhadap bahan pengajaran yang akan diajarkan. Tes

lainnya adalah tes akhir (postes), yaitu tes yang diberikan pada akhir program

pembelajaran setelah menerapkan metode CTL. Tujuan postes, yaitu untuk

mengetahui sampai di mana pencapaian mahasiswa terhadap bahan pengajaran

setelah mengalami suatu kegiatan pembelajaran.(Purwanto, 2006).

Adapun tes yang digunakan adalah tes standar yang sudah dikonsultasikan

kepada pembimbing. Oleh karena itu, dihanggap telah memenuhi syarat-syarat

sebagai alat evaluasi.

Page 55: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

55

3.7 Metode dan Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan untuk mengelompokkan data (Mahsun,

2005:253). Pada tahap ini dilaksanakan langkah-langkah mengelompokkan data,

mengabstraksikan, memfokuskan, menyeleksi data secara sistematis dan rasional

sesuai dengan tujuan penelitian. Selain itu, juga mendeskripsikan data hasil

penelitian dengan menggunakan tabel sebagai alat bantu untuk memudahkan

dalam menginterpretasi. Data hasil penelitian tersebut diinterpretasi (pengambilan

makna) dalam bentuk naratif (uraian) dan disimpulkan. Data kuantitatif dan data

kualiatif yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan metode deskriptif

kuantitatif.

Data kualitatif yang diperoleh sebelum dan sesudah diberikan tindakan

dianalisis secara deskriptif. Analisis data kualitatif bersifat induktif dan

berkelanjutan (Sarwono, 2006:261).

Data kuantitatif yang diperoleh melalui pretes dan postes dianalisis dengan

menggunakan statistik, dalam arti sempit yaitu diartikan sebagai data., sedangkan

dalam arti luas diartikan sebagai alat, yaitu alat untuk menganalisis dan membuat

keputusan. Hal ini berguna untuk mengolah data yang diperoleh selama penelitian

berlangsung (Sugiyono, 2006:12).

Dalam penelitian ini digunakan statistik komparasional yang menganalisis

hasil pretes dan postes dengan analisis statistik Uji-t. Tujuannya agar dapat

diketahui kemampuan awal mahasiswa. Di samping itu, juga untuk mengetahui

hasil belajar mahasiswa sesudah melalui proses metode kontekstual.

Page 56: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

56

Data kuantitatif yang diperoleh melalui pretes dan postes pada siklus I dan

siklus II dianalisis melalui beberapa tahapan sebagai berikut.

1) Menentukan kriteria penilaian dan selanjutnya menabulasi frekuensi

pilihan jawaban yang diberikan oleh mahasiswa. Segala bentuk jawaban

yang diberikan oleh mahasiswa disajikan dalam bentuk tabel untuk

memudahkan proses identifikasi.

2) Dari hasil tabulasi data dihitung persentase tiap-tiap alternatife pilihan

jawaban sesuai dengan ranahnya.

3) Penarikan simpulan dari tiap-tiap data yang diperoleh sesuai dengan

fenomena yang diteliti berdasarkan besar kecilnya persentase tersebut.

Pada teknik kuantitatif setiap mahasiswa, hasil kuantitatif setiap

mahasiswa tersebut dikoreksi dan diberikan nilai. Aspek penilaian

didasarkan kemampuan mahasiswa menjawab atau mengisi lembar

jawaban tentang pemakaian partikel, pola kalimat, unsur predikat, dan

makna/fungsi kalimat. Semakin banyak mahasiswa mengisi lembaran

jawaban yang benar, maka semakin tinggi nilai yang diperoleh. Kriteria

acuan penilaian yang digunakan dalam peningkatan kemampuan tata

bahasa Jepang dasar (shokyou bunpo) mahasiswa pada penilaian ini

menggunakan rubrik penilaian dari Brown (2007). Rubrik penilaian

adalah sebagai berikut.

Page 57: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

57

Tabel 3.2

Rubrik Penilaian Kemampuan Tata Bahasa Jepang Dasar Mahasiswa

No Indikator Skor Penjelasan

1 Pemakaian

Partikel Bahasa

Jepang.

20

18

16

14

12

10

8

6

4

2

0

Apabila mahasiswa menjawab

benar sepuluh (semua) soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar sembilan soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar delapan soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar tujuh soal

Apabila mahasiswa menjawab

benar enam soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar lima soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar empat soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar tiga soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar dua soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar satu soal.

Apabila mahasiswa menjawab

salah kesepuluh soal.

2 Pola kalimat

bahasa Jepang

30

28

26

Apabila mahasiswa menjawab

betul lima belas (semua) soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul empat belas soal.

Apabila mahasiswa menjawab

Page 58: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

58

24

22

20

18

16

14

12

10

8

6

4

2

0

betul tiga belas soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul dua belas soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul sebelas soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul sepuluh soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul sembilan soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul delapan soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul tujuh soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul enam soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul lima soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul empat soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul tiga soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul dua soal

Apabila mahasiswa menjawab

betul satu soal

Apabila mahasiswa menjawab

salah semua soal

Page 59: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

59

3 Unsur Predikat

Kalimat Bahasa

Jepang

20

18

16

14

12

10

8

6

4

2

0

Apabila mahasiswa menjawab

betul semua (sepuluh) soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul sembilan soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul delapan soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar tujuh soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar enam soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar lima soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar empat soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar tiga soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar dua soal.

Apabila mahasiswa menjawab

benar satu soal.

Apabila mahasiswa menjawab

salah kesepuluh soal.

4 Makna/Fungsi

Kalimat Bahasa

Jepang.

30

28

26

24

22

Apabila mahasiswa menjawab

betul lima belas (semua) soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul empat belas soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul tiga belas soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul dua belas soal.

Apabila mahasiswa menjawab

Page 60: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

60

20

18

16

14

12

10

8

6

4

2

0

betul sebelas soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul sepuluh soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul sembilan soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul delapan soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul tujuh soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul enam soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul lima soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul empat soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul tiga soal.

Apabila mahasiswa menjawab

betul dua soal

Apabila mahasiswa menjawab

betul satu soal

Apabila mahasiswa menjawab

salah semua soal

Setelah itu keseluruhan nilai direkapitulasi untuk dihitung nilai rata-rata.

Untuk peningkatan kemampuan tata bahasa Jepang dasar mahasiswa digunakan

analisis data Nurgyantoro (2010:139). Adapun rumus analisis data tersebut, yakni

seperti di bawah ini.

Page 61: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

61

1) Total skor tiap mahasiswa

S = R

Keterangan :

S = skor.

R = rigth, jumlah jawaban yang benar

2) Tingkat Kemampuan Tata Bahasa Jepang Dasar dalam persentase

L = Total skor mahasiswa X 100%

Skor maksimum

Keterangan:

L = tingkat kemampuan tata bahasa Jepang dasar mahasiswa dalam persentase.

3) Menentukan mean skor

X = ∑X

N

Keterangan :

X = Mean skor mahasiswa

∑X = Jumlah skor seluruh mahasiswa

N = Jumlah mahasiswa

Fungsi mean skor mahasiswa adalah untuk mengetahui apakah penelitian

yang dilakukan berlanjut atau tidak. Penelitian akan diselesaikan apabila mean

skor mahasiswa sudah mencapai ≥ 70 atau ≥ 70 %, yaitu dalam kategori bobot B

(baik).

Page 62: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

62

Keseluruhan data diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori dalam

standar evaluasi penilaian seperti terlihat dalam tabel berikut.

Tabel 3.3

Kategori Tingkat Kemampuan Mahasiswa

No Skor (%) Tingkat Kemampuan

1 85 --100% Sangat Baik, nilai A

2 70 -- 84% Baik, nilai B

3 55 -- 69% Cukup, nilai C

4 45 -- 54% Kurang, nilai D

5 0 -- 44% Sangat Kurang, nilai E

Sumber: Buku Pedoman Kegiatan Akademik STIBA Saraswati Denpasar

(2013:18)

Analisis data kualitatif adalah analisis data nontes. Data nontes tersebut

meliputi data pengamatan aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran dengan

metode CTL untuk meningkatkan kemampuan tata bahasa Jepang dasar

mahasiswa, data hasil wawancara kepada mahasiswa dalam pembelajaran tata

bahasa Jepang dasar dengan metode CTL, data analisis naratif hasil tes mahasiswa,

dan data respons mahasiswa terhadap perangkat pembelajaran tata bahasa Jepang

dasar dengan metode CTL.

Data-data tersebut dianalisis untuk mengetahui perubahan-perubahan yang

terjadi pada sikap, perilaku, dan kemampuan mahasiswa STIBA Saraswati

Denpasar terhadap pembelajaran tata bahasa Jepang dasar setelah diberikan

treatment pada siklus I dan siklus II. Adapun formula yang digunakan untuk

menganlisis data kualitatif adalah dengan teknik Skala Likert. Menurut Sugiyono,

jawaban setiap instrumen dengan menggunakan Skala Likert ini mempunyai

gradasi dari sangat positif hingga sangat negatif.

Page 63: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

63

Jawaban diberikan skor seperti berikut.

Sangat Setuju / Suka (SS), nilai 5

Setuju/ Suka (S), nilai 4.

Cukup Setuju/Suka (CS), nilai 3.

Tidak Setuju (TS), nilai 2.

Sangat Tidak Setuju (STS), nilai 1.

Kategori SS, S, dan CS dikelompokkan penilaian setuju/suka.

Kategori TS dan STS dikelompokkan penilaian tidak setuju/suka.

Analisis hasil kuesioner respons mahasiswa dilakukan dengan rumus berikut.

Rumus = T x Pn

Keterangan:

T= total jumlah panelis yang memilih.

Pn = pilihan angka Skor Likert. (Sugiyono, 2012:93).

Skor tertinggi (X) adalah 5 x N (jumlah peserta).

Skor terendah (Y) adalah 1 x N (jumlah peserta).

Rumus Indeks = Total Skor X 100

Skor Tertinggi

Rumus Interval (I) = 100

Jml Skor

100 = 20

5

Interval penilaian:

0% -- 19.99% = STS

20% -- 39.99% = TS

Page 64: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

64

40% -- 59.99% = CS

60 % -- 79.99% = S

80% -- 100% = SS

3.8 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data dapat disajikan secara formal, informal, atau gabungan

cara formal dan informal. Penyajian hasil analisis data secara formal meliputi

bagan, grafik dan lain-lain, sedangkan penyajian hasil analisis secara informal

adalah dengan penjelasan deskriptif (naratif). Pada penelitian ini digunakan teknik

penyajian hasil analisis data gabungan, yakni antara cara formal dan informal.

Cara formal berupa tabel, gambar, dan grafik, sedangkan cara informal berupa

penjelasan deskriptif (naratif).

Page 65: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

65

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV ini dijelaskan hasil penelitian yang berfokus pada analisis

hasil pembelajran tata bahasa Jepang dasar ( shoukyu bunpo ) mahasiswa semester

III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar yang mencakup data kuantitatif dan

kualitatif. Hasil data kuantitatif diperoleh dari hasil belajar tata bahasa Jepang

dasar yang berupa nilai individu dan nilai rata-rata mahasiswa. Nilai-nilai tersebut

diperoleh dari hasil tes awal mahasiswa, tes akhir siklus I, dan tes akhir siklus II.

Hasil tes tersebut dibandingkan untuk mengetahui peningkatan kemampuan

penguasaan tata bahasa Jepang dasar sebelum dan sesudah penerapan metode

kontekstual (CTL) dalam proses pembelajaran tata bahasa Jepang dasar.

Hasil data kualitatif diperoleh dari hasil analisis tes dalam bentuk naratif,

kuesioner, wawancara. Di samping itu, juga diperoleh dari pengamatan

keterlaksanaan pembelajaran di dalam kelas tahap demi tahap.

4.1 Pengamatan Pembelajaran Tata Bahasa Jepang Dasar

Sebelum dilakukan tindakan penelitian, diadakan observasi ke kelas

selama kurang lebih dua minggu. Selama observasi diamati proses pembelajaran

yang didominasi oleh dosen dengan metode ceramah, artinya proses pembelajaran

lebih berpusat pada dosen (teacher center). Mahasiswa cenderung bersifat pasif,

sepertinya mahasiswa hanya menerima pengetahuan dari dosen.

Mahasiswa semester III Sastra Jepang berjumlah 37 orang terdiri atas 12

orang laki-laki dan 25 orang perempuan. Seluruh mahasiswa dijadikan sampel

65

Page 66: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

66

penelitian. Jadwal perkuliahan tata bahasa Jepang dasar setiap Rabu dan Jumat,

pukul 18.30 WITA sampai dengan 20.10 WITA.

Pada saat dilakukan observasi dijelaskan pelajaran 33 ( daika 33 Minna

no Nihongo II ) oleh dosen. Ketika dosen menjelaskan materi , mahasiswaa tertib

mengikuti perkuliahan. Selesai menjelaskan materi perkuliahan dosen

memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya. Pada saat diberikan

kesempatan tanya jawab tidak ada mahasiswa yang bertanya. Oleh karena itu,

dosen menyuruh mahasiswa untuk mengerjakan latihan-latihan soal pada buku

Minna no Nihongo II yang baru selesai dijelaskan. Ketika jam perkuliahan

berakhir dosen memberikan tugas kepada mahasiswa untuk dikerjakan di rumah.

Hari berikutnya ketika perkuliahan dimulai, dosen mendiskusikan tugas

yang diberikan pada pertemuan sebelumnya. Sebagian besar mahasiswa belum

mengerti mengerjakan tugas yang diberikan sehingga dosen mengulangi lagi

membahas tugas yang diberikan.

4.2 Kemampuan Tata Bahasa Jepang Dasar Mahasiswa Sebelum Penerapan

Metode Kontekstual

Sebelum menerapkan metode CTL peneliti melaksanakan tes awal untuk

mengetahui tingkat kemampuan tata bahasa Jepang dasar bagi mahasiswa

semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar. Tes awal terdiri atas empat

indicator, yakni (1) mengukur kemampuan mahasiswa menggunakan partikel, (2)

pola atau struktur kalimat, (3) unsur-unsur predikat, dan (4) makna atau fungsi

kalimat dalam bahasa Jepang dasar, yang bersumber dari buku Minna no

Nihongo II.

Page 67: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

67

Soal tes awal terdiri atas lima puluh item dengan perincian sepuluh soal

mengukur kemampuan mahasiswa mengenai pemakaian partikel, lima belas soal

mengukur kemampuan mahasiswa dalam bidang pola atau struktur kalimat,

sepuluh soal mengukur kemampuan mahasiswa tentang pemahaman unsur-unsur

predikat, dan lima belas soal lagi untuk mengukur kemampuan mahasiswa

mengenai makna atau fungsi kalimat tata bahasa Jepang dasar. Skor tiap soal bila

betul adalah dua , sehingga skor maksimal adalah seratus .

Pada bagian soal nomor 1 sampai dengan nomor 10 mahasiswa memilih

kata bantu atau partikel yang betul di antara kata-kata yang terdapat pada kalimat

sehingga menjadi kalimat yang benar. Pemakaian partikel dalam bahasa Jepang

sangat penting artinya. Kesalahan penggunaan kata partikel pada sebuah kalimat

akan menyebabkan kesalahan makna dalam kalimat bersangkutan. Pada soal

nomor 11 sampai dengan nomor 25 mahasiswa memilih pola atau struktur kalimat

bahasa Jepang yang benar sesuai dengan gramatika atau tata bahasa Jepang. Pada

soal nomor 26 sampai dengan nomor 35 mahasiswa memilih unsur-unsur predikat

kalimat yang benar, dan pada soal nomor 36 sampai dengan nomor 50 mahasiswa

memilih jawaban yang benar sesuai dengan konjugasi kalimat bersangkutan

sehingga makna kalimat menjadi benar menurut kaidah-kaidah bahasa Jepang.

Jenis tes yang digunakan pada tes awal, tes akhir siklus I, dan tes akhir siklus II

adalah sama dengan maksud untuk mengetahui tingkat perubahan hasil belajar

sebelum dan setelah menggunakan metode CTL.

Hasil tes awal menunjukkan nilai yang bervariasi. Nilai-nilai tes awal dari

37 mahasiswa ditampilkan dalam bentuk tabel sebagai berikut .

Page 68: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

68

Tabel 4.1 Data Skor Kemampuan Tata Bahasa Jepang Dasar Mahasiswa

Semester III Sastra Jepang pada Tes Awal

No.

Mhs

Skor Jawaban Tes yang Benar Total

Skor

% Kategori

Skor Penggunaan

Partikel

Pola

Kalimat

Unsur-

unsur

Predikat

Makna/Fungsi

Kalimat

01 12 16 12 12 58 58% C

02 10 12 8 14 44 44% D

03 14 20 14 20 70 70% B

04 10 14 10 12 46 46% D

05 8 14 10 16 58 58% C

06 10 12 10 14 48 48% D

07 6 10 8 10 34 34% E

08 12 18 10 18 58 58% C

09 6 14 10 12 42 42% D

10 6 10 12 14 40 40% D

11 12 18 8 20 58 58% C

12 16 18 16 20 70 70% B

13 8 10 10 14 42 42% D

14 12 12 14 20 58 58% C

15 12 14 10 20 56 56% C

16 12 16 10 18 56 56% C

17 14 14 12 18 58 58% C

18 8 12 12 12 44 44% D

19 16 18 16 20 70 70% B

20 8 10 10 14 42 42% D

21 12 14 16 18 56 56% C

22 14 16 12 18 62 62% C

23 10 14 14 20 56 56% C

24 10 12 10 16 46 46% D

25 12 14 12 18 56 56% C

26 14 20 18 20 72 72% B

27 12 14 12 12 56 56% C

28 8 12 8 14 42 42% D

29 8 10 8 12 38 38% E

30 8 10 10 16 44 44% D

31 12 12 14 18 56 56% C

32 10 16 8 16 46 46% D

33 12 10 8 16 46 46% D

34 12 16 16 18 60 60% C

35 10 12 14 20 56 56% C

36 12 10 10 16 48 48% D

37 10 14 14 20 58 58% C

Total 394 488

422 608 1.912

Page 69: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

69

Berdasarkan data tabel 4.1 di atas dapat disampaikan bahwa total skor

kemampuan tata bahasa Jepang dasar mahasiswa semester III pada tes awal

sebelum penerapan metode kontekstual adalah 1.912. Nilai rata – rata mahasiswa

yang diperoleh pada tindakan tes awal dihitung dengan cara total skor dibagi

jumlah mahasiswa . Sehingga skor rata – ratanya adalah 1.912 : 37 = 51, termasuk

kategori nilai kurang (D). Keempat indikator yang dites, yakni skor pemakaian

partikel diperoleh dengan cara total skor dibagi skor maksimum dikalikan seratus

persen, sehingga skornya adalah 394 : 740 x 100% = 53 %. Skor mengenai pola

kalimat bahasa Jepang adalah 488 : 1.110 x 100 = 43 %. Skor mengenai unsur

predikat adalah 422: 740 x 100% = 57 % dan skor tentang makna kalimat adalah

608 : 1.110 x 100% = 54%. Semua indikator yang dites memperoleh skor kurang.

Adapun sebaran nilai yang dicapai oleh mahasiswa semester III pada tindakan tes

awal yakni tidak ada mahasiswa yang memperoleh nilai A, 3 orang mahasiswa

yang mendapat nilai B, 17 orang mahasiswa mendapat nilai C, 14 orang

mahasiswa mendapat nilai D, bahkan 2 orang mahasiswa mendapat nilai E. Untuk

lebih detailnya dapat disampaikan pada analisis data kuantitatif dan analisis data

kualitatif berikut.

4.2.1 Analisis Data Kuantitatif Sebelum Penerapan Metode Konstektual

Berdasarkan data pada tabel 4.1 di atas, dapat dihitung nilai setiap

mahasiswa, nilai mahasiswa dalam bentuk persentase, nilai rata-rata kemampuan

tata bahasa Jepang dasar mahasiswa dalam presentase, dan mean score pada tes

awal dengan menggunakan rumus berikut.

Page 70: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

70

1) Untuk mencari tingkat kemampuan tata bahasa Jepang dasar tiap mahasiswa

digunakan rumus berikut.

S = R

S = skor/nilai

R = right/total jawaban yang betul. (Nurgiyantoro, 2010:139 ).

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa skor mahasiswa nomor urut 1 adalah 58,

demikian seterusnya sampai dengan nomor urut mahasiswa terakhir.

2) Untuk mencari tingkat kemampuan tata bahasa Jepang dasar tiap mahasiswa

dalam persentase digunakan rumus berikut.

L = total skor setiap mahasiswa X 100%

Skor maksimum

L = 58 X 100% = 58%

100

Skor mahasiswa nomor urut 1 dalam bentuk persentase adalah 58%.

3) Untuk mencari nilai rata-rata kemampuan tata bahasa Jepang dasar mahasiswa

menggunakan rumus berikut.

X = total skor mahasiswa X 100%

Jumlah mahasiswa

= 1.912 X 100% = 51 %

37

Jadi, nilai rata-rata mahasiswa dalam penguasaan tata bahasa Jepang dasar pada

tes awal pada penerapan metode kontekstual dalam proses pembelajaran bahasa

Page 71: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

71

Jepang adalah 51%. Artinya, hasil pembelajaran mencapai skor 51 dan termasuk

kategori D ( kurang ).

4) Berdasarkan hasil tes awal tabel di atas dan nilai rata – rata kemampuan tata

bahasa Jepang dasar tersebut, maka dapat dicari mean score tes awal dengan

digunakan rumus berikut.

X = ∑X

N

Mean score = 1.912

37

= 51

X = Mean score.

∑X = jumlah skor seluruh mahasiswa.

N = jumlah mahasiswa.

Jadi, mean score tes awal adalah 51 termasuk kategori kurang, artinya diperlukan

tindakan siklus I.

Nilai rata-rata mahasiswa dalam kemampuan tata bahasa Jepang dasar pada tes

awal yang dilakukan sebelum penterapan metode CTL dalam proses pembelajaran

tata bahasa Jepang dasar adalah 51. Artinya, kemampuan tata bahasa Jepang

dasar bagi mahasiswa semester III STIBA Saraswati Denpasar masih kurang atau

kategori skor D.

4.2.2 Analisis Data Kualitatif Sebelum Penerapan Metode Konstektual (CTL)

Kemampuan penguasaan tata bahasa Jepang dasar mahasiswa dilihat dari

nilai rata-rata tes awal ini termasuk kategori nilai kurang. Adapun sebaran skor

Page 72: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

72

yang diperoleh mahasiswa berdasarkan tabel di atas ternyata tidak ada mahasiswa

yang memperoleh nilai A, empat orang mahasiswa dari tiga puluh tujuh

mahasiswa mendapatkan nilai B, tujuh belas orang memperoleh nilai C, pada tes

awal ada empat belas orang mendapat nilai D, bahkan ada dua orang memperoleh

nilai E. Dari tiga puluh tujuh orang jumlah mahasiswa, dua puluh satu orang

memenuhi syarat untuk lulus, sisanya lagi enam belas orang nilai mereka

tergolong kategori tidak lulus. Dari keempat indikator tes yang dikerjakan hampir

seluruh mahasiswa mengalami kesulitan dalam penguasaan unsur tata bahasa

Jepang dasar.

Hasil analisis tes tentang kemampuan penggunaan partikel bahasa Jepang

memperoleh tingkat skor 53%. Artinya, hanya sebagian dari tiga puluh tujuh

orang mahasiswa yang mengerti pemakaian partikel bahasa Jepang.

Berdasarkan pengamatan hasil tes diadakan wawancara kepada lima orang

mahasiswa yang memperoleh nilai penggunaan partikel terendah yakni: Aldi san,

Chyntia san, Degus san, Supari san, dan Astuti san. Kelima mahasiswa

bersangkutan wawancarai sekilas sesudah selesai pelaksanaan tes awal atau

sebelum menerapkan metode CTL. Mereka mengalami banyak kesulitan pada

penggunaan pertikel de/で、ni/に、wo/ を dalam kalimat bahasa Jepang. Partikel

tersebut bisa mempunyai arti yang sama, yakni “di”, tetapi dapat pula mempunyai

arti yang berbeda bergantung pada konteks kalimat atau kata kerja yang

menyertainya.

Misalnya, Restaurant で ごはん を たべます.

Restaurant de gohan o tabemasu.

Tempat part nasi part makan.

„Makan nasi di restoran‟.

Page 73: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

73

Pada pola kalimat ini partikel de/で berarti “di”, menunjukkan tempat melakukan

kegiatan. Kalimat tersebut akan berbeda dengan kalimat berikut,

タクシー で Kuta へ いきます.

Takusi de Kuta e ikimasu.

Taksi part tempat part pergi.

„Pergi ke Kuta dengan (naik) taksi‟.

Pada pola kalimat ini partikel de/ で menunjukkan “alat transportasi” yang

digunakan.

Begitu pula partikel ni/に misalnya,

Kuta に bom が ありました.

Kuta ni bom ga arimashita.

Tempat part bom part ada.

„Ada bom di Kuta‟.

Pada pola kalimat ini partikel ni/に berarti “di”, menunjukkan keberadaan suatu

“benda atau kejadian”. Kalimat ini akan berbeda artinya pada kalimat berikut,

せんせい に ききます.

Sensei ni kikimasu.

Guru part bertanya.

„Bertanya kepada guru‟.

Pada pola kalimat ini partakel ni/に tidak berarti “di”, tetapi berarti “kepada” atau

sasaran yang dituju. Masih banyak lagi perbedaan arti partikel de/で dan ni/に

pada pola kalimat bahasa Jepang lainnya.

Penggunaan partikel o/を pada sebuah kalimat bahasa Jepang berbeda lagi.

Misalnya、

私 は はし を わたる.

Watashi wa hashi o wataru.

Saya part jembatan part menyeberang.

„Saya menyeberang di jembatan‟.

Page 74: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

74

Pola kalimat seperti ini tidak boleh memakai partikel de/で atau ni/に , walaupun

sama-sama berarti “di”. Dalam hal ini menurut gramatika bahasa Jepang partikel

yang harus digunakan pada jenis kata kerja gerak perpindahan seperti contoh

kalimat tersebut adalah partikel o/を yang juga berarti “di”. Sedangkan partake

o/ を pada contoh kalimat berikut.

私 は ごはん を たべます.

Watashi wa gohan o tabemasu.

Saya part nasi part makan.

„Saya makan nasi‟.

Partikel o/を pada kalimat ini tidak berarti “di”, tetapi menunjukkan objek sebuah

kalimat. Hasil analisis tes awal dan pengamatan bersama observer pendamping

menunjukkan bahwa kebanyakan mahasiswa salah mengerjakan atau

menggunakan jenis partikel tersebut. Di samping itu, menurut mereka yang paling

membingungkan adalah penggunaan partikel o/ を ketika berfungsi untuk

menyatakan tempat yang berarti “di”. Misalnya:

とり が そら を とんでいます.

Tori ga sora o tonde imasu.

burung part langit part terbang.

„Burung terbang di langit‟.

Hampir sebagian besar mahasiswa kurang mengerti pemakaian partikel o/

を pada pola kalimat ini. Oleh karena itu, pada pembelajaran berikutnya peneliti

akan lebih ditekankan pada hal-hal tersebut.

Total skor persentase hasil analisis tes tentang pola atau struktur kalimat

bahasa Jepang adalah 43%. Artinya hanya empat belas orang dari tiga puluh tujuh

orang mahasiswa yang memahami pola kalimat bahasa Jepang . Skor pemahaman

Page 75: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

75

mahasiswa mengenai struktur kalimat bahasa Jepang paling rendah dibandingkan

dengan nilai indikator lainnya. Hanya tiga orang dari tiga puluh tujuh mahasiswa

yang memperoleh skor delapan belas dari yang seharusnya skor tertinggi, yaitu

tiga puluh. Skor mahasiswa lainnya yang terdapat pada tabel analisis sangat

kurang dari nilai rata-rata. Hampir setengah dari jumlah mahasiswa hanya

mampu mengerjakan lima soal dari lima belas soal.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara singkat kepada lima orang

mahasiswa yang bernama Aldi san, Degus san, Supari san, Lilik san dan Astuti

san sebagai perwakilan karena keterbatasan waktu, diketahui bahwa mereka

mengakui masih bingung mengenai pola kalimat bahasa Jepang. Menurut mereka,

pola atau struktur kalimat bahasa Jepang kacau. Mereka tidak mengerti menyusun

unsur-unsur, terutama predikat dan keterangan. Kesulitan lainnya adalah

kemampuan kosakata dan huruf Jepang masih terbatas. Bagi pemula belajar

bahasa Jepang hal seperti ini dapat dimaklumi karena mahasiswa masih

terpengaruh oleh bahasa ibu yang dipelajari sejak semula. Struktur kalimat bahasa

Jepang memang berbeda jauh dengan bahasa Indonesia yang sudah dipelajari

sejak mengenal bahasa.

Pola kalimat bahasa Jepang adalah subjek-keterangan-objek-predikat

(SKOP) berbeda dengan struktur bahasa Indonesia subjek-predikat-objek-

keterangan (SPOK) . Mahasiswa sering salah menempatkan predikat. Predikat

bahasa Jepang terletak di akhir kalimat.

Contoh: Kuta で おちゃ を のみます.

Kuta de ocha o nomimasu.

Tempat part teh part minum.

„ Minum teh di Kuta‟.

Page 76: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

76

Kata nomimasu adalah predikat yang berarti “minum” dan terletak di

akhir kalimat. Penggunaan kata keterangan pada bahasa Jepang boleh sebelum

subjek atau boleh juga setelah subjek. Dalam percakapan bila subjek sudah jelas

boleh tidak disebutkan. Hampir sebagian besar mahasiswa belum mengerti

struktur atau pola kalimat bahasa Jepang. Hal ini bisa dibuktikan dari skor rata-

rata mahasiswa hanya mencapai 43%. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran

berikutnya peneliti lebih menekankan pemahaman mengenai pola kalimat bahasa

Jepang.

Total skor hasil analisis tes mengenai unsur-unsur kalimat bahasa Jepang

dalam bentuk persentase adalah 57 %. Artinya, baru sebagian dari tiga puluh

tujuh orang mahasiswa yang mengerti tentang unsur-unsur kalimat bahasa Jepang.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara kepada empat orang mahasiswa

sebagai perwakilan yaitu Agus san, Aldi san, Dwi san dan Jati san, diketahui

bahwa mahasiswa bersangkutan mengalami kesulitan membaca dan menulis huruf

Jepang, kemampuan kosakata mereka terbatas. Di samping itu, mereka memiliki

pemahaman bahwa predikat sebuah kalimat hanya terdiri atas kata kerja. Padahal,

predikat pada kalimat boleh kata kerja, kata benda, atau kata sifat.

Contoh : わたし は Kuta で およぎます.

Watashi wa Kuta de oyogimashita.

saya part tempat part berenang.

„Saya berenang di Kuta‟.

Kata およぎます(oyogimashita)pada kalimat ini adalah kata kerja yang

berfungsi sebagai predikat, artinya “berenang”. Perhatikan contoh kalimat

berikut.

Page 77: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

77

よしださん は にほんじん です .

Yoshida san wa nihonjin desu.

Nama part orang Jepang kopula

„Ibu Yosidha orang Jepang‟.

Kata にほんじん (nihonjin ) pada kalimat ini adalah jenis kata benda yang

berfungsi sebagai predikat, artinya ”orang Jepang”.

Contoh berikut adalah

Kuta かいがん は とても きれい です .

Kuta kaigan wa totemo kirei desu.

tempat pantai part sangat indah. kopula

„Pantai Kuta sangat indah‟.

Kata とてもきれい( totemo kirei ) adalah kata sifat yang berfungsi sebagai

predikat kalimat, artinya “sangat indah”.

Total skor hasil analisis tes terakhir tentang makna atau fungsi kalimat

bahasa Jepang total skornya dalam bentuk persentase adalah 54%. Artinya, baru

setengah dari tiga puluh tujuh mahasiswa yang mengerti makna atau fungsi

kalimat bahasa Jepang. Dari hasil pengamatan dan wawancara kepada lima orang

mahasiswa denga nilai terendah yaitu Arda san, Chintya san, Kompyang san,

Astuti san, dan Supari san, diketahui bahwa mereka kurang mengerti golongan

dan konjugasi kata kerja bahasa Jepang sesuai dengan makna kalimat,

terutamanya bentuk te, antara satu t dan dua t dan antara nde dengan ide.

Misalnya, tabete artinya “makan” dan wakatte artinya “mengerti”. Demikian juga

nonde artinya “minum” dan oyoide artinya “berenang”. Hasil wawancara singkat

itu sangat bermanfaat bagi peneliti dalam memilah dan menekankan materi

pembelajaran berikutnya.

Page 78: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

78

Mengingat hampir pada semua indikator tes mahasiswa mengalami

kesulitan dalam tata bahasa Jepang dasar, maka sebelum mengawali

pembelajaran siklus I dengan metode CTL dicoba diklasifikasikan kesulitan –

kesulitan mahasiswa berdasarkan hasil tes dan wawancara. Untuk sementara

dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa memang belum mengerti

atau masih bingung mengenai tata bahasa Jepang dasar, khususnya tentang pola

kalimat dan makna atau fungsi kalimat bahasa Jepang. Mahasiswa masih terbiasa

dengan pola bahasa Indonesia yang pertama dipahami. Banyak mahasiswa yang

belum paham tentang konjugasi atau perubahan kata kerja. Kata kerja bahasa

Jepang akan mengalami perubahan bentuk sesuai dengan makna kalimat.

Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif dan kualitatif di atas diketahui

bahwa hasil pembelajaran mahasiswa termasuk kategori kurang. Sehingga perlu

ditingkatkan. Salah satu cara yang dilakukan untuk memperbaiki hasil belajar

mahasiswa adalah berusaha mengganti metode yang digunakan oleh dosen, yakni

dari metode ceramah yang berpusat pada dosen (teacher center) ke metode

kontekstual (CTL) yang berpusat pada mahasiswa (student center).

4.3 Penerapan Metode Kontekstual dalam Upaya Peningkatan Kemampuan

Tata Bahasa Jepang Dasar Mahasiswa Semester III STIBA Saraswati

Denpasar

Dalam usaha meningkatkan kemampuan penguasaan tata bahasa Jepang

dasar bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar,

Diterapkan metode kontekstual yang terdiri dari tujuh komponen dalam proses

pembelajaran di dalam kelas. Ketujuh komponen dimaksud adalah (1)

Page 79: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

79

konstruktivisme, (2) menemukan,, (3) bertanya, (4) masyarakat belajar, (5)

pemodelan, (6) refleksi, dan (7) penilaian.

4.3.1 Penelitian Tindakan Kelas Siklus I

Tindakan kelas siklus I dilaksanakan mulai Rabu, 19 November 2014

sampai dengan Rabu, 3 Desember 2014 dengan alokasi waktu dua jam setiap

pertemuan (18.30--20.10 Wita). Materi pokok perkuliahan adalah tata bahasa

Jepang dasar dengan penerapan metode kontekstual. Subjek penelitian ini adalah

37 orang mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar.

Tindakan siklus I terdiri atas empat langkah kegiatan, yakni (1) perencanaan,

tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi tindakan

(Arikunto, 2010:16) Tiap-tiap langkah kegiatan dimaksud dijabarkan sebagai

berikut.

4.3.1.1 Perencanaan Tindakan Siklus I

Tindakan ini merupakan langkah awal sebelum dilaksanakan tindakan,

yaitu mempersiapkan berbagai alat kelengkapan yang diperlukan terkait dengan

rencana pelaksanaan tindakan. Alat kelengkapan yang dimaksud, antara lain

satuan acara perkuliahan (SAP), materi perkuliahan, alat pengajaran, lembar kerja

mahasiswa, lembaran observasi, tes penilaian proses belajar sehingga proses dapat

pembelajaran berlangsung sesuai dengan yang dharapkan. Setelah alat

kelengkapan yang diperlukan siap, kemudian dilaksanakan tindakan. Pada

penelitian ini peneliti dibantu oleh seorang dosen sebagai observer pendamping

sekaligus sebagai penilai.

Page 80: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

80

4.3.1.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus I

Pelaksanaan tindakan ini meliputi tiga kegiatan, yaitu (1) kegiatan awal,

(2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan akhir. Ketiga langkah kegiatan tersebut

diuaraikan di bawah ini.

1) Kegiatan awal

Sebelum perkuliahan dimulai dilakukan hal-hal sebagai berikut.

a) Peneliti membuka perkuliahan yang diawali dengan mengucapkan

salam dan dilanjutkan presensi kehadiran mahasiswa (ada seorang

mahasiswa tidak hadir karena sakit)

b) Peneliti menyampaikan pokok bahasan tata bahasa Jepang dasar

dengan penterapan CTL dan menyampaikan kompetensi dasar yang

dibahas, yang akan dipresentasikan oleh tiap-tiap kelompok mahasiswa.

c) Peneliti membagi mahasiswa menjadi tujuh kelompok belajar dan

masing-masing terdiri atas lima orang sampai dengan enam orang

mahasiswa sebagai wadah masyarakat belajar.

d) Peneliti mempersilakan mahasiswa untuk memilih koordinator

kelompok yang nantinya juga akan bertugas mempresentasikan hasil

kerja kelompok.

2) Kegiatan Inti Tindakan Kelas Siklus I

Kegiatan ini merupakan inti dari pelaksanaan tindakan proses pembelajaran

tata bahasa Jepang dasar dengan metode CTL. Kegiatan dimaksud dapat

dideskripsikan seperti di bawah ini:

Page 81: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

81

a) Peneliti menjelaskan secara singkat bahan ajar tentang tata bahasa

Jepang dasar yang terdiri atas penggunaan partikel pada kalimat, pola

kalimat, unsur-unsur kalimat, dan makna kalimat dalam bahasa Jepang

dengan metode CTL. Pada pertemuan pertama yang dipelajari adalah

penggunaan partikel dan pola kalimat bahasa Jepang. Pada pertemuan

berikutnya dibahas tentang unsur-unsur dan makna kalimat dalam

bahasa Jepang. Peneliti memberikan contoh pembelajaran yang

ditayangkan melalui video visual atau media gambar yang

diilustrasikan sebagai konteks dengan lingkungan kehidupan daerah

wisata Kuta yang sudah tidak asing bagi mahasiswa. Mahasiswa

sangat serius memperhatikan penjelasan peneliti.

b) Setelah memberikan contoh mengenai topik bahan ajar yang dibahas

sehubungan dengan tata bahasa Jepang dasar peneliti dibantu oleh

observer membagikan lembar kerja atau tugas kepada setiap

mahasiswa untuk dikerjakan bersama anggota kelompoknya.

sesuai dengan petunjuk.

c) Peneliti memberikan kesempatan waktu empat puluh menit kepada

mahasiswa untuk melaksanakan pembelajaran dengan berdiskusi

bersama anggota kelompok tentang tata bahasa Jepang dasar dengan

pokok bahasan penggunaan partikel dan pola kalimat bahasa Jepang

sesuai dengan konsteks media gambar yang diamati. Mahasiswa

mengerjakan tugas ini dengan tertib, disiplin, mahasiswa aktif

Page 82: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

82

berdiskusi, tanya jawab sehingga proses pembelajaran berlangsung

sesuai dengan diharapkan.

d) Selama mengerjakan tugas pembelajaran berlangsung peneliti

memberikan bimbingan kepada beberapa mahasiswa yang mengalami

kesulitan dalam menyelesaikan tugas tersebut.

e) Peneliti yang dibantu oleh seorang observer pendamping melakukan

penilaian terhadap aktivitas pembelajaran mahasiswa tentang tata

bahasa Jepang dasar melalui pengamatan dengan menggunakan lembar

observasi penilaian yang telah dipersiapkan sebelumnya

f) Setelah menyelesaikan tugas sesuai dengan batas waktu yang

ditentukan, peneliti mengumumkan dan mempersilakan kelompok

yang akan presentasi. Setiap anggota kelompok wajib

mempresentasikan hasil pembelajaran kelompok dan sekaligus akan

dijadikan model dalam pembahasan materi yang disampaikan.

Pada pertemuan pertama kegiatan inti ini ada dua kelompok yang sudah

siap untuk presentasi, yakni kelompok 3 dan kelompok 5. Koordinator kelompok

3 adalah Eka san yang sekaligus mempresentasikan hasil pembelajaran

kelompoknya. Di pihak lain koordinator kelompok 5 Swary san juga

mempresentasikan hasil pembelajaran kelompok mereka. Pada tahapan ini hasil

presentasi kelompok mereka ada yang sudah benar dan ada pula yang salah

menurut kaidah gramatika bahasa Jepang. Kemudian didiskusikan lagi untuk

memperoleh hasil pembelajaran yang benar.

Hasil pembelajaran tata bahasa Jepang dasar yang dipresentasikan oleh

Page 83: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

83

kelompok 3 adalah sebagai berikut.

1) Kuta に わたし は およぎます

Kuta ni watashi wa oyogimasu

tempat part saya part berenang

„Saya berenang di Kuta‟.

2) よこさん は Kuta へ いきます タクシー です

Yokosan wa Kuta e ikimasu takusi desu

nama part tempat part pergi taksi kopula

„Yoko pergi ke Kuta naik taksi‟.

3) Kuta は きれい です にぎやか

Kuta wa kirei desu nigiyaka

tempat part indah kopula ramai

„Pantai Kuta indah dan ramai‟.

4) わたし は sunset みました Kuta に

Watashi wa sunset mimashita Kuta ni

saya part sunset melihat tempat part

„Saya melihat sunset di Kuta‟.

5) おきゃくさま は Kuta を あります

Okyakusama wa Kuta o arimasu

wisatawan part tempat part ada

„ Wisatawan banyak ada di Kuta‟.

Setelah selesai presentasi Ekasan menjelaskan materi pokok pembelajaran

mengenai penggunaan partikel dan pola kalimat bahasa Jepang. Pada kalimat

nomor 1 partikel yang digunakan adalah wa/は dan ni/に, partikel wa/は sebagai

petanda subjek dan partikel ni/に menunjukkan tempat yang berarti “di”. Predikat

kalimat ini adalah oyogimasu yang artinya “berenang”. Pola kalimat adalah

subjek = watashi, predikat = oyogimasu, keterangan tempat = kuta. Jadi, pola

kalimatnya S-K-P. Kalimat nomor 1 tidak mengandung unsur objek.

Pada kalimat nomor 2 terdapat partikel e/ へ yang berarti “ke”

menunjukkan tempat yang dituju. Kata kerja mimashita pada kalimat nomor 4

Page 84: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

84

berarti “melihat” menyatakan suatu kegiatan sudah berlangsung. Kemudian Eka

san memberikan kesempatan bertanya kepada anggota kelompok lainnya.

Salah seorang mahasiswa yang bernama Wiranatasan dari kelompok 1

bertanya dan sekaligus mengoreksi dari kalimat nomor 1 sampai dengan kalimat

nomor 5. Menurut Wiranata san, hasil temuan pembelajaran kelompok 3 hampir

seluruhnya salah, baik dari pemakaian partikel maupun pola kalimat. Misalnya,

kalimat nomor (1) tertulis Kuta にわたしはおよぎます. Pola kalimat ini salah,

seharusnya わたしは Kuta でおよぎま. Artinya, saya berenang di Kuta. Kalimat

nomor (2) hasil presentasi kelompok 3 adalah Yokosan wa Kuta e ikimasu takusi

desu. Dalam kalimat bahasa Jepang susunan predikat selalu terletak di akhir

kalimat dan bila dalam sebuah kalimat sudah terdapat kata kerja, desu tidak perlu

lagi. Denan demikian pola kalimatnya akan menjadi Yokosan wa taxsi de Kuta e

ikimasu. Artinya, Bapak Yoko pergi ke Kuta naik taksi. Struktur kalimatnya

menjadi subjek = Yokosan, keterangan = Kuta, objek = taksi, predikat = ikimasu,

sedangkan wa,de, dan e adalah partikel.

Kemudian pola kalimat nomor (4) disampaikan, yaitu Watashi wa Kuta ni

mimashita sunset. Hasil pembelajaran yang dipresentasikan oleh kelompok 3

salah, seharusnya yang betul menurut gramatika kalimat bahasa Jepang adalah

watashi wa Kuta de sunset o mimahita. Artinya saya melihat sunset di Kuta.

Struktur yang betul adalah S-K-O-P. Koreksi dari pendapat Wiranata san

mendapatkan aplouse dan disetujui oleh kelompok lainnya.

Selain Wiranatasan ada lagi mahasiswa yang bernama Supartinisan dari

kelompok VII mengoreksi kalimat nomor (3) dan nomor (5). Menurut Supartini

Page 85: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

85

san, untuk menyambung kata sifat dalam bahasa Jepang tidak memakai desu,

seperti kalimat nomor (3), seharusnya de yang berarti “dan”. Begitu pula kalimat

yang menyatakan keberadaan benda hidup tidak boleh menggunakan kata

arimasu, seharusnya kata imasu. Pendapat Supartinisan dibenarkan oleh anggota

kelompok lainnya.

Setelah melalui diskusi ( questioning ) kelompok, akhirnya ditemukan

hasil konstruksi pembelajaran tata bahasa Jepang dasar yang benar dari kelompok

3 sebagai berikut .

1) わたし は Kuta で 泳およ

ぎます

Watashi wa Kuta de oyogimasu.

saya part tempat part berenang

„Saya berenang di Kuta‟.

2) よこさん は タクシー で Kuta へ 行い

きます

Yokosan wa taxsi de Kuta e ikimasu.

nama part transpotasi part tempat part pergi.

„ Yoko pergi ke Kuta naik taxsi‟.

3) Kuta は きれい で にぎやか。

Kuta wa kirei de nigiyaka.

tempat part indah part ramai

„ Pantai Kuta indah dan ramai‟

4) わたし は Kuta で sunset を みました

Watashi wa Kuta de sunset o mimashita.

saya part tempat part matahari terbenam part melihat.

„Saya melihat sunset di Kuta‟.

5) おきゃくさま は Kuta に おぜく います。

Okyakusama wa Kuta ni ozeku imasu

Wisatawan part tempat part banyak ada

„Wisatawan ada banyak di Kuta‟.

Pada kalimat nomor (1) sampai dengan nomor (5) di atas terdapat partikel

wa/は yang berfungsi sebagai penanda subjek. Partikel de/で pada kalimat nomor

Page 86: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

86

(1) dan (4) berarti “di” menunjukkan tempat melakukan kegiatan. Kata kerja atau

predikat yang menyertai adalah oyogimasu artinya berenang dan mimashita

artinya melihat termasuk kata kerja beraktivitas. Kalimat tersebut harus memakai

partikel de/で . Untuk kalimat nomor (4) predikat mimashita termasuk jenis

kalimat bentuk lampau, artinya kegiatan sudah berlangsung. Kata kerja

mimashita tergolong kata kerja transitif, objeknya harus disertai partikel o/を Di

pihak lain partikel de/ で pada kalimat nomor (3) tidak berarti “di” tetapi

bermakna untuk menyambung dua kata sifat berakhiran na yang berarti dan.

Kalimat nomor (2) juga mengandung partikel de/で artinya dengan. Partikel ini

menandakan alat transpotasi yang digunakan. Kata kerja ikimasu artinya pergi,

ada sasaran tujuan, Oleh karena itu, didahului oleh partikel e/へ , artinya “ke”.

Pada kalimat nomor (5) ada predikat imasu berarti ada, suatu pernyataan

keberadaan benda dalam hal ini wisatawan.Tempat keberadaannya ditandai oleh

partikel ni/に artinya di.

Pola kalimat bahasa Jepang adalah S-K-O-P seperti hasil temuan

mahasiswa yang dikonstruksi pada kalimat nomor (4) di atas. Watashi adalah

subjek, Kuta adalah keterangan tempat, sunset adalah objek, mimashita adalah

predikat, dan disisipi partikel wa/は , de/で , o/を .

Presentasi berikutnya dilanjutkan oleh kelompok 5 yang disampaikan oleh

Swarysan. Hasil pembelajaran pemakaian partikel dan pola kalimat bahasa Jepang

dari kelompok 5 sebagai berikut.

1) わたし は bakso を たべました Kuta に です

Watashi wa bakso o tabemashita Kuta ni desu

Page 87: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

87

saya part bakso part makan tempat part kopula

„Saya makan bakso di Kuta‟.

2) Bali では Kuta の かいがん は とてもゆめいです

Bali de wa Kuta no kaigan wa totemo yumei desu

daerah part tempat part pantai part sangat terkenal

„Di Bali pantai Kutalah yang paling terkenal‟.

3) あした いっしょに Kuta へ いきませんか

Ashita isshoni Kuta part ikimasen ka

besok bersama tempat ajakan pergi

„Besok bagaimana kalau bersama-sama pergi ke Pantai Kuta‟.

4) Kuta に ありました bom です

Kuta ni arimashita bom desu

tempat part ada bom kopula

„Ada bom di Kuta‟.

5) あのひと は にほんじん ですか

Anohito wa Nihonjin desu ka

orang itu part orang Jepang kopula

Orang itu orang Jepangkah.

Sesudah selesai presentasi Swary san menjelaskan partikel wa/は untuk

menunjukkan subjek, partkel de/で menunjukkan tempat kegiatan, partikel e/へ

berarti ke menunjukkan tujuan, dan partikel o/を menunjukkan objek sebuah

kalimat. Contoh kalimat nomor 1, わたしは bakso をたべました Kuta にです.

Artinya, kami makan bakso di Kuta. Pola kalimat tersebut adalah S – K – O – P

(subjek = watashi , keterangan = Kuta , objek = bakso , predikat = tabemashita).

Swary san juga memberikan kesempatan untuk bertanya bagi kelompok lain.

Ada mahasiswa kelompok 7 yang bernama Yudi san menanyakan kalimat

nomor 2 yang dipresentasikan yaitu Bali では Kuta のかいがんはとてもゆめい

です.Kalimat itu diterjemahkan “di Bali Pantai Kutalah yang sangat terkenal”.

Kalau menurut kaidah bahasa Jepang, partikel wa/は di antara kata kaigan dan

Page 88: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

88

yumei tidak tepat memakai partikel wa/は, yang benar adalah memakai partikel

ga/が karena mengandung makna menegaskan atau menekankan unsur objek

pada bagian kalimat tersebut. Begitu pula kalimat nomor 1, Watashi wa bakso o

tabemashita Kuta ni. Susunan predikat, kata keterangan, dan partikel kalimat ini

salah. Pemakaian partikel ni/に pada kata Kuta tidak tepat walaupun sama- sama

berati “di”, yang benar adalah partikel de/で karena predikat kalimat tersebut

melakukan aktivitas. Dengan demikian menurut Yudi san kalimat nomor 1 yang

betul adalah Watashi wa Kuta de bakso o tabemashita.

Salah seorang mahasiswa kelompok 1 bernama Agus san mengoreksi

kalimat nomor 4. Agussan mengatakan kalimat nomor 4 yang dipresentasikan

salah, baik pemakaian partikel maupun pola kalimatnya. Seharusnya menurut

aturan tata bahasa Jepang, kalimat tersebut adalah Kuta ni bom ga arimashita.

Artinya, “ada bom di Kuta” dan tidak ada kata desu.

Berdasarkan diskusi dan koreksi dari kelompok lain akhirnya kelompok

Swary san meninjau dan merevisi hasil temuan kelompok mereka. Hasil temuan

dan kontruksi pembelajaran yang sudah direvisi dari kelompok 5 sebagai berikut.

1) Kuta で bakso を たべました。

Kuta de bakso o tabemashita.

tempat part makanan part makan

„Saya makan bakso di Kuta‟.

2) Bali では Kuta の かいがん が とてもゆめいです。

Bali de wa Kuta no kaigan ga totemo yumei desu.

daerah part tempat part pantai part sangat terkenal.

„Di Bali pantai Kutalah yang sangat terkenal‟.

3) あした いっしょに Kuta へ いきませんか。

Ashita isshoni Kuta e ikimasen ka.

besok bersama tempat part ajakan pergi

Page 89: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

89

„Besok bagaimana kalau bersama-sama pergi ke Pantai Kuta‟.

4) Kuta に bom が ありました。

Kuta ni bom ga arimashita

tempat part peristiwa part ada

„Ada bom di Kuta‟.

5) あのひと は にほんじんですか。

Anohito wa Nihonjin desu ka.

orang itu part orang Jepang kah.

„Orang itu orang Jepangkah‟.

Hasil pembelajaran tata bahasa Jepang dasar kelompok 5 di atas sudah

betul sesuai dengan gramatika bahasa Jepang. Jenis partikel de/で dan ni/に pada

konteks kalimat tersebut berarti “di” menunjukkan tempat dilakukannya kegiatan.

Partikel no/の pada kalimat nomor (2) berfungsi untuk menerangkan tempat,

dalam konteks ini dimaksudkan pantai Kuta. Selain itu, juga terdapat partikel ga/

が pada kalimat tersebut yang bermakna untuk menegaskan Pantai Kuta oleh

sipembicara karena di Bali terdapat banyak pantai. Pada kalimat nomor 4 yang

diikuti oleh kata kerja arimashita yang berarti ada, harus didahului oleh partikel

ga/が sesuai dengan aturan tata bahasa Jepang. Contoh lain misalnya toshokan ni

daigakusei ga imasu. Artinya, ada mahasiswa di perpustakaan. Polanya benda ga

imasu/arimasu. Kalimat nomor (1) tertulis Kuta de bakso o tabemashita. Kalimat

ini adalah bentuk lampau, ditandai oleh kata kerja tabemashita atau bentuk

mashita kata sopan. Contoh kalimat nomor (3) isshoni Kuta e ikimasen ka,

kalimat ini adalah ajakan yang sopan. Artinya bagaimana kalau kita bersama-sama

pergi ke Kuta. Kalimat tersebut bila tidak ada kata ka di akhir kalimat bukan

kalimat ajakan, melainkan kalimat bentuk negatif, artinya tidak pergi. Oleh karena

Page 90: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

90

itu bagi pembelajar pemula harus berhati-hati danmemahami gramatika bahasa

Jepang.

Dengan berakhirnya presentasi hasil pembelajaran kelompok 3 dan

kelompok 5 peneliti dan observer pendamping memberikan apresiasi kepada

mahasiswa karena aktivitas belajar mereka sangat tinggi. Artinya, telah tercipta

masyarakat belajar sebagaimana yang dimaksudkan komponen CTL. Perkuliahan

dilanjutkan pada pertemuan berikutnya yaitu pada Jumat, 21 November 2014

dengan melanjutkan presentasi kelompok lainnya.

Pada hari berikutnya tindakan inti siklus I dilanjutkan oleh kelompok 1, 2,

4, 6, dan 7. Koordinator kelompok 1 koordinator Wiranata san mempresentasikan

hasil pembelajaran mereka sebagai berikut.

1) Kuta の かいがん は きれい と おもしろいです

Kuta no kaigan wa kirei to omoshiroi desu

tempat part pantai part indah part menarik

Pantai Kuta indah dan menarik.

2) わたし は Kuta で ぼし を かいました

Watashi wa Kuta de boshi o kaimashita

saya part tempat part topi part membeli

„Saya membeli topi di Kuta‟.

3) わたし は Kuta に さんぽします

Watashi wa Kuta ni sampo shimasu

saya part tempat part jalan-jalan

„Saya jalan-jalan di pantai Kuta‟.

4) Kuta で およいで もいい ですか

Kuta de oyoide mo ii desu ka

tempat berenang bolehkah

„Bolehkah berenang di pantai Kuta‟.

5) ゆがた Kuta で sunset を みましょう

Yuugata Kuta de sunset o mimasho

Page 91: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

91

sore hari tempat part sunset part mari melihat

„Sore hari mari melihat sunset di Kuta‟.

Wiranatasan pada saat menjelaskan hasil pembelajaran kelompok mereka,

tampil sebagai seorang model, dalam hal ini model sebagai dosen ketika mengajar

di kelas. Dari pengamatan pada saat presentasi tampak sepertinya Wiranatasan

sudah terbiasa berdiri di depan kelas. Gaya bicaranya, pervomennya benar-benar

seperti seorang dosen. Penyajian presentasinya memang menarik sehingga

mahasiswa lainnya dengan sungguh-sungguh mengikuti pembelajaran. Ketika

diberikan kesempatan bertanya tidak ada mahasiswa yang bertanya. Padahal

menurut peneliti dan dosen pendamping ada materi hasil pembelajaran yang salah.

Untuk menghindari kesalahan berikutnya, dosen pendamping mengoreksi kalimat

nomor 1, yakni tentang pemakaian partikel ni/ に , yang betul adalah

menggunakan partikel o/を karena kata kerja shanpo shimasu tergolong kata kerja

gerak perpindahan. Kalimat lainnya sudah betul.

Hasil pembelajaran berdasarkan diskusi, penemuan, dan konstruksi

kelompok 1 adalah sebagai berikut.

1) Kuta の かいがん は きれい で おもしろいです。

Kuta no kaigan wa kirei de omoshiroi desu.

tempat part pantai part indah part menarik.

„Pantai Kuta indah dan menarik‟.

2) わたし は Kuta で ぼし を かいました.

Watashi wa Kuta de boshi o kaimashita.

Saya part tempat part topi part membeli.

„Saya membeli topi di Kuta‟.

3) わたし は Kuta を さんぽします。

Watashi wa Kuta o shanpo shimasu.

Saya part tempat part jalan – jalan.

„Saya jalan-jalan di Pantai Kuta‟.

Page 92: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

92

4) Kuta で およいで もいいですか。

Kuta de oyoide mo ii desu ka.

tempat part berenang bolehkah

„Bolehkah berenang di Pantai Kuta‟.

5) ゆがた Kuta で sunset を みましょう

Yuugata Kuta de sunset o mimashou

sore hari tempat part matahari part mari melihat.

Sore hari mari melihat sunset di Kuta.

Partikel dalam pembelajaran bahasa Jepang sangat penting fungsinya,

tetapi bila berdiri sendiri, partikel tidak mempunyai arti apa pun. Fungsi partikel

de/で pada kalimat nomor (2) dan (5) menunjukkan tempat dilaksanakan kegiatan.

Kalimat nomor (2) kegiatannya adalah membeli topi di Kuta dan kalimat nomor

(5) kegiatannya melihat sunset di Kuta. Subjek sebuah kalimat bahasa Jepang

disertai partikel wa/は seperti di bawah ini.

私 は Kuta で ぼし を 買いました

Watashi wa Kuta de boshi o kaimashita

Saya part tempat part topi part membeli

„Saya membeli topi di Kuta‟.

Partikel wa は menandakan subjek, yakni watashi, partikel de/で artinya

di menunjukkan keterangan tempat, yakni Kuta, partikel o/を menandakan objek,

yakni boshi, dan kaimashita adalah predikat. Struktur atau pola kalimat bahasa

Jepang adalah S-K-O-P (subjek- keterangan-objek-predikat).

Pada contoh kalimat nomor (3) ada kata tomodachi to. Partikel to と pada

kalimat ini berarti bersama, dalam hal ini bersama teman. Kata to dalam konteks

tertentu akan mempunyai arti berbeda.

Contoh 本 と かばん が あります

Hon to kaban ga arimasu

buku part tas part ada

Page 93: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

93

„Ada buku dan tas‟.

Kata to pada contoh kalimat di atas berarti “dan”.

Hasil pembelajaran tata bahasa Jepang dasar berikutnya dipresentasikan

oleh Bagus san koordinator kelompok 2 sebagai berikut.

1) がいこくじん は Kuta に おぜく います

Gaikokujin wa Kuta ni ozeku imasu

orang asing part tempat part banyak ada

„Orang asing ada banyak di Kuta‟.

2) あの めがね を かけて いる ひと は だれですか

Ano megane o kakete iru hito wa dare desu ka

itu kacamata part memakai orang part siapakah

„Orang yang memakai kacamata itu siapakah‟.

3) わたしたち は およぎました Kuta で

Watashitachi wa oyogimashita Kuta de

kami past berenang tempat part

„Kami berenang di pantai Kuta‟.

4) にちようび sunset を みにいきました Kuta ni

Nichiyoubi sunset o mi ni ikimashita Kuta ni

hari Minggu sunset part melihat pergi tempat part

„Pada hari Minggu pergi ke Kuta melihat sunset‟.

5) Kuta はきれいでゆめいです

Kuta wa kireide yumei desu

Tempat indah terkenal

Pantai Kuta terkenal dan indah.

Pada saat presentasi Bagussan menjelaskan hal-hal seperti di bawah ini.

Pada kalimat nomor 1 ada kata ozeku imasu yang berarti “ada banyak”, dalam hal

ini maksudnya ada banyak orang asing. Pada kalimat bahasa Jepang apabila

terdapat kata sifat berfungsi menerangkan kata kerja, maka kata sifat akan

mengalami perubahan bentuk. Misalnya ozeku, berasal dari kata ozei dan

tergolong jenis kata sifat berakhiran i/い. Menurut kaidah bahasa Jepang apabila

Page 94: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

94

kata sifat berakhiran i/い berfungsi menerangkan kata kerja, maka akhiran i/い

diganti dengan ku/く dan apabila jenis kata sifat berakhiran na/な, akan menjadi

ni/に selalu terletak di depan kata kerja.

Contoh: ozei imasu akan berubah menjadi ozeku imasu artinya‟ ada banyak orang‟.

Kireina kakimasu akan berubah menjadi kireini kakimasu artinya

„tulisannya bagus‟.

Ketika presentasi muncul pertanyaan dari Yudasan kelompok 7, yaitu pada

presentasi tadi mengapa ada kalimat Kuta de dan Kuta ni.

Bagus san dapat menjelaskan bahwa Kuta de dan Kuta ni, partikel de/で dan

partikel ni/に sama-sama berarti “di” tetapi pemakaiannya berbeda. Kuta de,

parikel de/で menunjukkan „tempat‟ terjadinya aktivitas atau kata kerja yang

menyertai menunjukan ada kegiatan. sedangkan partikel ni/に menunjukkan

„tempat keberadaan sesuatu benda‟. Oleh karena itu, bila kata kerja yang dipakai

beraktivitas pakailah partikel de/で . Bila tidak melakukan kegiatan pakailah

partikel ni/に seperti pada kalimat di atas.

Evilayanti san kelompok 3 bertanya mengapa Kuta de dan Kuta ni pada

kalimat nomor 3 dan 4 terletak di akhir kalimat padahal termasuk unsur kata

keterangan. Kelompok lain juga menyalahkan sehingga kelompok 2 meninjau

kembali hasil temuan mereka. Akhirnya, kelompok mereka mengakui

kesalahannya. Seharusnya kalimat nomor 3 adalah わたしたちは Kuta でおよぎ

ました。Artinya,‟ kami berenang di Kuta‟. Kalimat nomor 4 yang betul adalah

Page 95: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

95

にちようび Kuta ni sunset をみにいきました。Artinya „hari Minggu pergi ke

Kuta melihat sunset‟. Tidak ada pertanyaan lagi dari kelompok lain. Kemudian

dosen pendamping menyempurnakan penjelasan Supardiana san dan koreksi

temannya bahwa kalimat nomor 4 nichiyoubi Kuta ni sunset o mi ni ikimasu. Kata

Kuta ni , partikel ni/に pada kalimat ini tidak berarti „di‟ Kuta tetapi berarti „ke‟

Kuta. Padahal, terjemahan kalimat nomor 4 sudah betul, hanya Bagussan keliru

menjelaskan ketika ada pertanyaan dari kelompok lain.

Hasil Pembelajaran kelompok 2 yang sudah direvisi adalah sebagai berikut.

1) がいこくじん は Kuta に おぜく います。

Gaikokujin wa Kuta ni oozeku imasu.

wisatawan part tempat part banyak ada .

„Wisatawan ada banyak di Kuta‟.

2) あのめがね を かけている ひと は だれですか。

Ano megane o kakete iru hito wa dare desu ka.

kaca mata itu part memakai orang part siapakah

„Orang yang memakai kaca mata itu siapakah‟.

3) わたしたち は Kuta で およぎました。

Watashitachi wa Kuta de oyogimashita.

kami part tempat part berenang.

„Kami berenang di pantai Kuta‟.

4) にちようび Kuta に sunset を みにいきました。

Nichiyoubi Kuta ni sunset o mi ni ikimashita.

hari Minggu tempat part mtahri terb part pergi melihat.

„Pada hari Minggu pergi ke Kuta melihat sunset‟.

5) Kuta は きれい で ゆめいです。

Kuta wa kirei de yumei desu.

tempat part indah part terkenal

„Pantai Kuta terkenal dan indah‟.

Unsur-unsur kalimat bahasa Jepang akan disisipi partikel. Untuk unsur

kata penanda subjek memakai partikel wa/は atau ga/が . Contoh kalimat nomor

Page 96: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

96

(3) わたしたちは Kuta でおよぎました. Subjek kalimat ini adalah わたしたち

(watashitachi) artinya „kami‟, diikuti partikel wa / は . Kata Kuta adalah

keterangan tempat, diikuti partikel de/で artinya „di‟, dan predikatnya およいま

した (oyogimashita) artinya „berenang‟. Pada kalimat ini tidak terdapat unsur

objek yang biasanya diikuti oleh partikel o/を . Pada kalimat nomor (1) ada kata

おぜくいます(oozeku imasu), artinya‟ ada banyak‟. Kata oozeku berasal dari kata

oozei termasuk kata sifat berakhiran i/い . Menurut tata bahasa Jepang, bila kata

sifat berakhiran i/い berfungsi menerangkan kata kerja, maka akhiran i/い berubah

menjadi ku/く sehingga berubah menjadi oozeku, artinya „banyak untuk orang‟.

Presentasi berikutnya adalah kelompok 4 yang disampaikan oleh Krisna

san. Krisna san dibantu oleh anggota kelompoknya menempelkan lembaran kertas

manila yang sudah ditulisi hasil kerja kelompok sebagai berikut.

1) わたし の うち は Kuta に あります

Watashi no uchi wa Kuta ni arimasu

saya part rumah part tempat part ada

„Rumah saya di Kuta‟.

2) Kuta では たべもの を たかいです

Kuta dewa tabemono o takai desu

tempat part makanan part mahal

„Di Kuta makananya mahal‟.

3) Kuta も Sanur も きれいです

Kuta mo Sanur mo kirei desu

tempat part tempat part indah

„Baik Kuta maupun Sanur indah‟.

4) Denpasar から Kuta まで baiku でなんじかんぐらいかかり

ますか

Denpasar kara Kuta made baiku de nanjikan kakarimasuka

tempat part tempat part motor part berapa jam memerlukan

Page 97: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

97

„Dari Denpasar sampai di Kuta naik motor berapa lama memerlukan

waktu‟.

5) あした の やすみ は いっしょに Kuta へ いきませんか

Ashita no yasumi wa isshoni Kuta e ikimasen ka

besok part libur part bersama tempat part ajakan pergi

„Liburan besok bagaimana kalau bersama - sama pergi ke Kuta‟.

Selesai presentasi dilanjutkan dengan tanya jawab. Pada kesempatan ini

Juli san menanyakan kalimat nomor 5, yakni Ashita no yasumi wa isshoni Kuta e

ikimasen ka.

Juli san menanyakan kata ikimasen, mengapa Krisnasan mengartikan kata

ikmasen menawarkan “pergi”, padahal kata ikimasen artinya “tidak pergi”.

Krisnasan memberikan kesempatan anggota kelompoknya untuk menjawab.

Kemudian Kompyang san menjelaskan kalimat nomor 5 bukan kalimat negatif,

kalimat tersebut adalah kalimat ajakan yang sopan karena kata ikimasen disertai

oleh kata ka. Pendapat Kompyang san dibenarkan oleh dosen pendamping.

Kemudian ada lagi pertanyaan sekaligus koreksi dari Agus san kelompok

1. Agus san mengoreksi kalimat nomor 2, Kuta dewa tabemono o takai desu.

Pemakaian partikel o/を di antara tabemono dan kata sifat takai salah. Seharusnya

yang betul menurut tata bahasa Jepang adalah ga/が , karena kata tabemono

berposisi sebagai objek pada kalimat bersangkutan. Pendapat Agussan dibenarkan

oleh mahasiswa lainnya. Jadi, kalimat nomor 2 yang benar adalah Kuta dewa

tabemono ga takai desu.

Krisna san masih memberikan kesempatan kelompok lain bertanya.

Karena tidak ada lagi bertanya kemudian Krisna san menyimpulkan hasil temuan

pembelajaran pemakaian partikel dan pola kalimat sebagai berikut:

Page 98: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

98

1) わたし の うち は Kuta に あります。

Watashi no uchi wa Kuta ni arimasu.

saya part rumah part tempat part ada.

„Rumah saya di Kuta‟.

2) Kuta で たべもの が たかいです。

Kuta de tabemono ga takai desu.

tempat part makanan part mahal.

„Di Kuta makanannya mahal‟.

3) Kuta も Sanur も きれいです。

Kuta mo Sanur mo kirei desu.

tempat part tempat part indah.

„Baik Kuta maupun Sanur indah‟.

4) Denpasar から Kuta まで baiku で なんじかん ぐらい かかりますか。

Denpasar kara Kuta made baiku de nanjikan gurai kakarimasuka.

tempat part tempat sampai motor part berapa lama part memerlukan. „Dari Denpasar sampai di Kuta naik motor berapa lama memerlukan waktu‟.

5) あした の やすみ は いっしょに Kuta へ いきませんか.

Ashita no yasumi wa isshoni Kuta e ikimasen ka.

besok part liburan part bersama tempat part ajakan pergi.

„Liburan besok bagaimana kalau bersama - sama pergi ke Kuta‟.

Penjelasan hasil pembelajaran kalimat nomor (1), yaitu

わたし の うち は Kuta に あります

watashi no uchi wa Kuta ni arimasu.

Saya part rumah part tempat part ada

„Rumah saya ada di Kuta‟.

Di antara kata watashi dan uchi terdapat partikel no/の . Pada konteks

kalimat ini partikel no/の artinya “kepunyaan”. Partikel ni/に artinya “di”,

menunjukkan tempat keberadaan rumah. Berbeda halnya dengan partikel no/の

pada kalimat nomor (5) di antara kata ashita dan yasumi. Pada konteks ini partikel

no/の berfungsi menerangkan dua kata benda. Sesudah kata tabemono diikuti

partikel ga/が , berfungsi untuk menekankan maksud si pembicara bahwa

Page 99: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

99

makananlah yang mahal di Kuta. Untuk kalimat nomor (3) terdapat dua partikel

mo/も posisinya hampir sama dengan partikel wa/は . Karena membandingkan

suatu hal, maka dipakailah partikel mo/も , artinya partikel mo/も pertama adalah

“baik” dan mo/も kedua artinya “maupun”. Dalam kalimat nomor (3) maksudnya

Kuta も Sanur もきれいです artinya baik pantai Kuta maupun pantai Sanur

adalah indah. Ada lagi partikel kara dan made, seperti kalimat nomor (4)

Denpasar から Kuta まで baiku でなんじかんぐらいかかりますか。

(Denpasar kara Kuta made baiku de nanjikan kakarimasuka). Artinya dari

Denpasar sampai di Kuta naik motor berapa lama memerlukan waktu. Partikel

kara menandakan tempat dimulainya suatu kegiatan dan partikel made

menandakan berhentinya kegiatan.

Kalimat bentuk negative, yakni ikimasen, disertai kata ka diakhir kalimat

pertanda kalimat ajakan sopan, seperti contoh kalimat nomor (5) あしたのやすみ

はいっしょに Kuta へいきませんか.(ashita no yasumi wa isshoni Kuta e

ikimasen ka). Artinya, liburan besok bagaimana kalau bersama - sama pergi ke

Kuta. Menurut gramatika bahasa Jepang, unsur predikat selalu terletak di akhir

kalimat.

Presentasi berikutnya oleh Srisan kelompok 6. Adapun materi

pembelajaran yang disampaikan sebagai berikut.

1) これ めがね を いくらですか

Kore megane o ikura desu ka

ini kacamata part berapakah

„Kacamata ini berapa harganya‟.

Page 100: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

100

2) Kuta は Sanur より にぎやかです

Kuta wa Sanur yori nigiyaka desu

tempat part tempat part ramai kopula

„Pantai Kuta lebih ramai daripada Pantai Sanur‟.

3) なんで いきます Kuta ですか

Nande ikimasu Kuta desu ka

dengan apa pergi tempat

„Naik apa pergi ke Kuta‟.

4) よしださん は かぶって ぼし あかいです

Yoshidasan wa kabutte boshi akai desu

nama part memakai topi merah

„Ibu Yoshida memakai topi merah‟

5) リタさん は Kuta に かいました めがね と サンダルです

Rita san wa Kuta ni kaimashita megane to sandaru desu

nama part tempat part membeli kacamata part sandal

„Rita membeli kaca mata dan sandal di Kuta‟.

Setelah presentasi Srisan menjelaskan hasil kerja kelompoknya,

tampaknya Srisan kurang menguasai materi yang dipresentasikan dan kurang

paham merespons dan menjawab pertanyaan kawan-kawannya sehingga suasana

kelas menjadi agak gaduh. Apalagi hampir seluruh materi yang dipresentasikan

salah, baik pemakaian partikel maupun pola kalimatnya. Suasana kelas menjadi

agak tenang dan tertib setelah posisi Sri san dibantu oleh Putrisan anggota

kelompoknya sendiri.

Berikutnya mahasiswa yang bernama Dewasan kelompok 5 mengatakan

bahwa pemakaian partikel dan pola kalimat yang disampaikan pada kalimat

nomor 1, nomor 3, nomor 4, dan nomor 5 salah berdasarkan aturan tata bahasa

Jepang. Misalnya, kalimat nomor 1 tertulis Kore megane o ikura desu ka.

Seharusnya kalimat yang betul adalah Kono megane wa ikura desu ka. Memang

kata kore dan kono artinya sama, tetapi pemakaiannya berbeda. Terjemahannya

Page 101: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

101

sudah betul. Kalimat nomor 3 seharusnya yang betul adalah Nande Kuta e

ikimasu ka. Predikat terletak di akhir kalimat dan tidak perlu ada kata desu karena

sudah ada kata kerja ikimasu yang artinya “pergi”. Kalimat nomor 4 yang betul

adalah Yoshidasan wa akai boshi o kabutte imasu. Apabila kata sifat berfungsi

menerangkan benda, letaknya selalu di depan benda bersangkutan.

Terjemahannya sudah betul. Begitu pula kalimat nomor 5 tertulis Rita san wa

Kuta ni kaimashita megane to sandaru desu. Partikel dan pola kalimat ini salah.

Menurut gramatika bahasa Jepang, seharusnya yang betul adalah Rita san wa

Kuta de megane to sandaru o kaimashita. Artinya „Ibu Rita membeli kacamata

dan sandal di Kuta‟. Pola atau struktur bahasa Jepang adalah S – K – O – P dan di

antara unsur – unsur tersebut disisipi kata partikel. Berbeda dengan bahasa

Indonesia yang berpola S – P – O – K.

Kelompok 6 masih memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk

mengomentari pendapat dari Dewasan. Semua mahasiswa dan termasuk dosen

pendamping setuju dengan pendapat Dewasan. Akhirnya kelompok 6

menyimpulkan hasil pembelajaran yang sudah direvisi bersama kelompok lainnya

sebagai berikut.

1) このめがね は いくらですか。

Kono megane wa ikura desu ka.

kacamata ini part berapakah harganya

„Kaca mata ini berapa harganya‟.

2) Kuta は Sanur より にぎやかです。

Kuta wa Sanur yori nigiyaka desu

tempat part tempat part ramai

„Pantai Kuta lebih ramai dari pada Pantai Sanur‟.

3) なんで Kuta へ いきま すか。

Nande Kuta e ikimasu ka.

Page 102: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

102

dengan apa tempat part pergi.

„Naik apa pergi ke Kuta‟.

4) よしださん は あかい ぼし を かぶっています。

Yoshidasan wa akai boshi o kabutte imasu.

nama orang part merah topi part memakai. .

„Ibu Yoshida memakai topi merah‟.

5) リタさん は Kuta で めがね と サンダル を かいました。

Rita san wa Kuta de megane to sandaru o kaimashita.

nama part tempat part kacamata part sandal part membeli.

„Rita membeli kacamata dan sandal di Kuta‟.

Hasil temuan pembelajaran tata bahasa Jepang dasar, yaitu pada kalimat

nomor (1) terdapat kata kono, artinya‟ini‟ sama dengan kore. Hanya

pemakaiannya berbeda kalau kata kono harus langsung diikuti oleh benda, contoh

kono megane artinya „kacamata ini‟. Di pihak lain kata kore boleh berdiri sendiri,

contoh kore wa hon desu, artinya „ini adalah buku‟. Kalimat nomor (2) Kuta は

Sanur よりにぎやかです. (Kuta wa Sanur yori nigiyaka desu). Artinya, „Pantai

Kuta lebih ramai dari pada Pantai Sanur‟. Kata yori, artinya „daripada‟

membandingkan dua hal dan biasanya diikuti oleh kata sifat. Contoh lain Agung

san wa Batur san yori takai desu. Artinya, „Gunung Agung lebih tinggi daripada

Gunung Batur‟. Kalimat nomor (5) mengandung partikel wa/は menyertai Rita

san penanda subjek, partikel de/で menyertai Kuta berarti „di‟, menunjukkan kata

keterangan tempat, yakni di Kuta, partikel to/と berarti „dan‟ untuk menyambung

objek lebih dari satu benda, juga terdapat partikel o/を menunjukkan objek dari

kata kerja transitif. Pola kalimat tersebut adalah リタさんは Kuta でめがねとサ

ンダルをかいました。(Rita san wa Kuta de megane to sandaru o kaimashita).

Artinya, „Rita membeli kaca mata dan sandal di Kuta‟. Struktur kalimat bahasa

Page 103: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

103

Jepang S-K-O-P, Rita san unsur subjek, Kuta unsur keterangan, megane to

sandaru unsur objek dan membeli unsur predikat.

Presentasi terakhir hasil pembelajaran tentang pemakaian partikel dan pola

kalimat bahasa Jepang disampaikan oleh Yudasan kelompok 7 sebagai berikut:

1) わたし は Kuta を すきです

Watashi wa Kuta o suki desu

saya part tempat part suka

„Saya suka Pantai Kuta‟.

2) てんき が よければ Kuta で スキー を したいです

Tenki ga yokereba, Kuta de ski o shitai desu

cuaca part kalau bagus tempat part ski part ingin main

„Kalau cuaca bagus, saya ingin main ski di Kuta‟.

3) Kuta で さしん を とりました

Kuta de sashin o torimashita

tempat part foto part memotret

„Berfoto di Kuta‟.

4) わたし は Kuta で いろーいろな もの を かいました

Watashi wa Kuta de iro-irona mono o kaimashita

saya part tempat part macam-macam barang part membeli

„Saya membeli bermacam-macam barang di Kuta‟.

5) ともだち は Kuta の ホテル に とまっています

Tomodachi wa Kuta no hoteru ni tomatte imasu

teman part tempat part hotel part menginap

„Kawan saya menginap di hotel Kuta‟.

Yudasan menyampaikan hasil belajar kelompok mereka dengan gaya dan

tutur kata yang sangat menarik, sehingga kelompok lain dengan mudah dapat

mengerti. Ketika kesempatan untuk bertanya diberikan kepada kawan-kawannya,

tidak ada mahasiswa yang bertanya. Barangkali karena kelompok 7 dapat giliran

terakhir presentasi sehingga mereka dapat mempersiapkan materi hasil

pembelajaran dengan sangat sempurna. Karena tidak ada yang bertanya, untuk

Page 104: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

104

menghemat waktu dosen pendamping menyela dan mengoreksi hasil belajar

kelompok 7. Pada kalimat nomor 1 terdapat sedikit kesalahan pemakaian partikel

pada bagian Kuta o suki, seharusnya yang betul adalah Kuta ga suki yang lainnya

semua sudah betul. Akhirnya, Yudasan menyimpulkan hasil pembelajaran

penggunaan partikel dan pola kalimat bahasa Jepang seperti di bawah ini.

1) わたし は Kuta が すきです

Watashi wa Kuta ga suki desu.

saya part tempat part suka .

„Saya suka Pantai Kuta‟.

2) てんき が よければ Kuta で スキー を したいです。

Tenki ga yokereba, Kuta de ski o shitai desu.

cuaca part kalau bagus tempat part permaian part ingin bermain.

„Kalau cuaca bagus, saya ingin bermain ski di Kuta‟.

3) Kuta で さしん を とりました。

Kuta de sashin o torimashita.

tempat part foto part memotret.

„Berfoto di Kuta‟.

4) わたし は Kuta で いろーいろな もの を かいました。

Watashi wa Kuta de iro-irona mono o kaimashita.

saya part tempat part bermacam barang part membeli.

„Saya membeli bermacam-macam barang di Kuta‟.

5) ともだち は Kuta の ホテル に とまっています。

Tomodachi wa Kuta no hoteru ni tomatte imasu.

teman part tempat part hotel part menginap.

„Kawan saya menginap di hotel Kuta‟.

Bagi mahasiswa pemula belajar bahasa Jepang hendaknya dengan

sungguh-sungguh belajar tentang pemakaian partikel. Kesalahan pemakaian

partikel akan mengakibatkan kesalahan pada makna kalimat sehingga pembelajar

tidak dapat menggunakan bahasa Jepang dengan baik dan benar. Misalnya, hasil

temuan kalimat nomor (1) わたしは Kuta がすくです (watashi wa Kuta ga suki

Page 105: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

105

desu. Artinya, „saya suka Pantai Kuta‟. Partikel ga/が di samping untuk

menyatakan subjek juga dipakai untuk mengungkapkan kesanggupan atau potensi

seseorang, keinginan, dan lain-lain. Contoh watashi wa nihongo ga dekimasu.

Artinya, „saya bisa bahasa Jepang‟. Pemakaian partikel de/で , ni/に , o/を, harus

hati-hati karena dalam konteks kalimat tertentu bisa berarti sama, yakni “di” dan

akan mempunyai arti berbeda dalam konteks kalimat lainnya. Penjelasan

mengenai pemakaian partikel de/で , ni/に , o/を sudah banyak diuraikan pada

kalimat-kalimat hasil temuan belajar kelompok lainnya.

Dengan berakhirnya proses pembelajaran tindakan inti siklus I mengenai

pokok bahasan pemakaian partikel dan pola kalimat bahasa Jepang dengan

metode CTL, peneliti memberikan apresiasi kepada mahasiswa. Apresiasi

diberikan karena mereka dengan sungguh-sungguh belajar, berdiskusi antara

kelompok dan pada akhirnya dapat menemukan dan mengonstruksi hasil

pembelajaran sebagaimana yang sudah dideskripsikan oleh tiap-tiap kelompok.

Mengingat waktu sudah berakhir, pembelajaran tata bahasa Jepang dasar

mengenai pokok bahasan unsur – unsur kalimat dan makna kalimat bahasa Jepang

pada siklus I akan dilanjutkan pada Rabu, 26 November 2014.

Pada proses pembelajaran berikutnya diuraikan sebagai berikut:

a) Tindakan perencanaan sama dengan proses pembelajaran pada tahap

pertemuan pertama.

b) Tindakan pelaksanaan tetap masih terdiri atas tiga kegiatan, yakni (1)

kegiatan awal, (2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan akhir.

Page 106: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

106

1) Kegiatn awal

Pada tahap ini prosedur hampir sama dengan tindakan terdahulu hanya peneliti

menegaskan kembali dan memotivasi mahasiswa untuk meningkatkan tanya

jawab dan kerja kelompok.

2) Kegiatan inti

Pada tahap ini kembali peneliti menayangkan video tentang konteks kawasan

wisata Kuta dan menjelaskan secara singkat dan menekankan hal –hal yang

belum dimengerti oleh mahasiswa, terutama pokok bahasan unsur – unsur

dan makna kalimat bahasa Jepang dengan metode kontekstual. Penjelasan

ditekankan pada konjugasi kata kerja. Setelah memberikan penjelasan kembali

menyuruh mahasiswa belajar kelompok seperti kelompok semula, hanya

mahasiswa yang nantinya bertugas presentasi digilir untuk memberikan

kesempatan latihan pada mahasiswa lainnya.

Kemudian peneliti dibantu dosen pendamping membagikan tugas agar

dikerjakan sesuai dengan petunjuk pada kertas lembaran kerja. Selanjutnya tiap-

tiap kelompok mempresentasikan hasil temuan pembelajaran di depan kelas.

Kelompok 1, yaitu Agus san mempresentasikan hasil belajar tentang

unsur kalimat dan makna kalimat kelompok mereka seperti di bawah ini.

1) Kuta の なみ は 大おお

きいです

Kuta no nami wa ookii desu

tempat part ombak part besar

„Ombak Pantai Kuta besar‟.

2) かれ は バクソ を 食た

べます

Kare wa bakso wo tabemasu

ia part bakso part makan

„Ia makan bakso‟.

Page 107: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

107

3) あそこ で およがないでください

Asoko de oyoganaide kudasai

di sana part berenang jangan

„Jangan berenang di sana‟.

4) 厚あつ

い ですから、 かさ を かしてください

Atsui desu kara kasa wo kashite kudasai

panas karena payung part pinjamkan

„Karena panas tolong pinjamkan topi‟.

5) ゆこさん は おちゃ を のみます

Yukosan wa ocha o nomimasu

nama part teh part minum

„Yuko minum teh‟.

Unsur predikat kalimat no 1 unsur predikatnya adalah kata sifat ookii

artinya‟ besar‟. Tergolong kata sifat berakhiran i atau keiyoshi. Predikat kalimat

no 2 adalah kata kerja tabemasu artinya‟ makan‟ termasuk kata kerja kelompok

dua. Predikat kalimat nomor 3 adalah kata oyoganaide kudasai, artinya „jangan

berenang‟ mengandung makna larangan. Predikat kalimat nomor 4 adalah kata

kashite kudasai , artinya ‟pimjamkanlah‟ bermakna kalimat perintah. Agus san

dengan lugas menjelaskan hasil belajar kelompok mereka sehingga mudah

dimengerti oleh kawan-kawannya. Ketika diberikan kesempatan bertanya tidak

ada yang bertanya. Peneliti hanya menegaskan bahwa kelompok 1 telah

menemukan hasil belajar predikat kata sifat dan kata kerja. Begitu pula makna

kalimat nomor 3 adalah larangan dan nomor 4 adalah bermakna perintah.

Akhirnya, Agussan menyimpulkan hasil belajar kelompok mereka sebagai berikut.

1) Kuta の なみ は 大おお

きいです。

Kuta no nami wa ookii desu.

tempat part ombak part besar.

„Ombak Pantai Kuta besar‟.

Page 108: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

108

2) かれ は bakso を 食た

べます。

Kare wa bakso wo tabemasu.

ia part makanan part makan.

„Ia makan bakso‟.

3) あそこ で およがないでください。

Asoko de oyoganaide kudasai.

sana part jangan berenang

„Jangan berenang di sana‟.

4) 厚あつ

い ですから、かさ を かしてください。

Atsui desu kara kasa wo kashite kudasai.

panas karena payung part pinjamkan.

„Karena panas, tolong pimjamkan topi‟.

5) ゆこさん は おちゃ を のみます。

Yukosan wa ocha o nomimasu.

nama orang part teh part minum.

„Yuko minum the‟.

Kata ookii artinya „besar‟ termasuk kata sifat berfungsi sebagai predikat.

Kalimat nomor (2) かれは bakso を食た

べます (kare wa bakso wo tabemasu)

artinya‟ ia makan bakso‟. Kata kerja tabemasu adalah predikat. Selain itu, ada lagi

kalimat nomor (5)ゆこさんはおちゃをのみます(Yukosan wa ocha o nomimasu)

artinya „Yuko minum the‟. Kata kerja nomimasu juga termasuk predikat. Makna

kalimat perintah pada hasil belajar ini adalah kalimat nomor (4) かさをかしてく

ださい( kasa wo kashite kudasai) artinya „pinjamkanlah saya topi‟. Caranya kata

kerja bentuk te (tekei) diikuti kudasai, merupakan kalimat perintah sopan.

Hasil belajar kelompok 2 dipresentasikan oleh Supardiana san seperti di

bawah ini.

Page 109: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

109

1) Kuta で sunset を よく見み

ました

Kuta de sunset wo yoku mimashita

tempat part mth terbenam part baik melihat

„Saya melihat matahari akan terbenam di Kuta‟.

2) ゆめい は Kuta です

Yumei wa Kuta desu

terkenal part tempat kopula

„Pantai Kuta terkenal‟.

3) どうぞ ビール を のんてください

Douzo biiru o nonte kudasai

silahkan bir part minum silahkan

„Silakan minum bir‟.

4) Kuta で にほんじん が おぜいくいます

Kuta de nihonjin ga ozeiku imasu

tempat part orang Jepang part banyak ada

„Di Kuta orang Jepang ada banyak‟.

5) たけむらさん は にほんじん です

Takemura san wa nihonjin desu

nama orang part orang Jepang kopula

„Tuan Takemura orang Jepang‟.

Setelah presentasi Lestarisan kelompok 7 mengoreksi kalimat nomor 2, yaitu

pola kalimatnya salah sehingga unsur kalimat juga salah, strukturnya terbalik.

Seharusnya Kuta wa yumei desu. Predikat kalimat tersebut adalah kata yumei

termasuk jenis kata sifat berakhiran na/な、artinya „terkenal‟. Ekasan kelompok

lain juga mengoreksi kalimat nomor 3, douzo biru o nonte kudasai. Tidak ada

konjugasi bahasa Jepang kata nonte, yang benar adalah nonde. Kesalahan

mengubah kata kerja akan menyebabkan kesalahan makna kalimat. Dari hasil

diskusi antar kelompok akhirnya Supardianasan menyimpulkan hasil temuan

belajar mereka sebagai berikut:

Page 110: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

110

1) Kuta で sunset を よく見み

ました。

Kuta de sunset wo yoku mimashita.

tempat part mth akan terbenam part melihat dengan baik.

„Saya dapat melihat dengan baik mth akan terbenam di Kuta‟.

2) Kuta は ゆめい です。

Kuta wa yumei desu.

tempat part terkenal kopula

„Pantai Kuta terkenal‟.

3) どうぞ ビール を のんでください。

Douzo biiru o nonde kudasai.

silahkan bir part minumlah. .

„Silahkan minum bir‟.

4) Kuta には にほんじん が おぜいくいます。

Kuta ni wa nihonjin ga ozeiku imasu.

tempat part orang jepang part ada banyak. .

„Di Kuta orang Jepang ada banyak‟.

5) たけむらさん は にほんじん です。

Takemura san wa nihonjin desu.

nama orang part orang Jepang kopula

„Tuan Takemura orang Jepang‟.

Unsur predikat kalimat nomor (1) adalah kata kerja よく見み

ました (yoku

mimashita), artinya „melihat dengan baik‟. Kata sifat yoi berfungsi menerangkan

kata kerja maka akan berubah menjadi yoku, artinya „baik‟. Kata kerja mimashita

merupakan bentuk lampau. Kalimat nomor (2) Kuta はゆめいです (Kuta wa

yumei desu), artinya „Pantai Kuta terkenal‟. Kata yumei artinya‟ terkenal‟,

berfungsi sebagai unsur predikat dari kata sifat. Kalimat nomor (3) どうぞビール

をのんでくださ (douzo biiru o nonde kudasai). Artinya „silakan minum bir‟

merupakan kalimat perintah. Kata nonde bentuk kamusnya nomu berakhiran mu,

kemudian berubah menjadi nde, disertai kata kudasai. Akhirnya terbentuk kata

Page 111: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

111

kerja berkonjugasi menjadi nonde kudasai, yaitu kalimat bermakna „perintah

sopan‟.

Presentasi hasil belajar unsur kalimat dan makna kalimat dilanjutkan oleh

kelompok 3, yaitu Evilayantisan sebagai berikut.

1) てんき が わるい ですから、Kuta で スキをしらない

Tenki ga warui desu kara, Kuta part ski o shiranai

cuaca part buruk part tempat ski tidak bermain

„Cuaca karena buruk , jangan bermain ski di Kuta‟.

2) Kuta は きれいな おもしろい です

Kuta wa kireina omshiroi desu

tempat part indah menarik. kopula

„Pantai Kuta indah dan menarik‟.

3) Haha は ドリアン を かいました

Haha wa dorian o kaimashita

Ibu part buah durian part membeli

„Ibu membeli buah durian‟.

4) Yoko さん は ホテル に とまっています

Yoko san wa hoteru ni tomatte imasu

nama part hotel part menginap

„Tuan Yoko menginap di hotel‟.

5 あそこ で 字土砂 を とめてはいけません

Asoko de jidosha o tomete wa ikemasen

di sana part mobil part berhenti tidak boleh

Mobil tidak boleh parkir di sana.

Sesudah presentasi Krisnasan kelompok 4 menanyakan kalimat nomor 1.

Kalau maksud kalimat tersebut seperti terjemahannya, kalimat nomor 1 itu salah.

Kata ski o shiranai artinya tidak bermain termasuk kalimat negatif. Supaya

bermakna larangan seharusnya suruna sehingga kalimat nomor 1 menjadi tenki

ga warui desu kara, Kuta で ski o suruna. Pendapat Krisna san disetujui oleh

kelompok lainnya. Koreksi lain disampaikan Yudi san yaitu kalimat nomor 2 dan

Page 112: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

112

4. Cara menyambung kata sifat pada kalimat nomor 2 salah. Seharusnya kata sifat

kirei ditambah de/で karena kata sifat keiyodoushi. Di pihak lain kalimat nomor

4 hasil temuan kelompok 3 tidak sesuai dengan konteks yang dibahas. Kalimat

tersebut adalah bentuk sedang, artinya sedang menginap. Padahal, pembahasan

saat ini adalah makna kalimat larangan dan perintah. Seharusnya kalimat tersebut

menjadi tomarinasai artinya „silakan menginap‟ bentuk perintah atau tomaruna

artinya „jangan menginap‟ bentuk larangan. Semua kelompok sependapat dengan

Yudi san. Dosen pendamping juga membenarkan. Akhirnya, berdasarkan koreksi

dan diskusi bersama hasil temuan belajar yang benar adalah sebagai berikut.

1) てんき が わるい ですから、Kuta で スキ を するな。

tenki ga warui desu kara, Kuta de ski o suruna.

cuaca part buruk karena tempat part ski part larangan bermain.

„Karena cuaca buruk , jangan bermain ski di Kuta‟.

2) Kuta は きれい で おもしろい です。

Kuta wa kirei de omoshiroi desu.

tempat part indah part menarik

„Pantai Kuta indah dan menarik‟.

3) Haha は ドリアン を かいました。

Haha wa dorian o kaimashita.

Ibu part durian part membeli.

Ibu membeli buah durian.

4) Yoko さん は ホテル に とまりなさい。

Yoko san wa hoteru ni tomarinasai.

nama orang part hotel part menginaplah.

„Tuan Yoko silahkan menginap di hotel‟.

5) あそこ で 字土砂 を とめてはいけません。

Asoko de jidosha o tomete wa ikemasen.

sana part mobil part tidak boleh parkir.

„Tidak boleh parkir mobil di sana‟.

Page 113: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

113

Kata きれいでおもしろい ( kireide omoshiroi), artinya „indah‟ dan

„menarik‟ adalah unsur predikat dari kata sifat. Kalimat nomor (3) ドリアンをか

いました ( dorian o kaimashita) artinya „membeli durian‟. Predikat kalimat

tersebut adalah kata kerja kaimashita bentuk lampau. Kalimat nomor (1)スキをす

るな(ski o suruna) adalah „larangan untuk bermain ski‟. Kalimat nomor (5)とめ

てはいけません( tomete wa ikemasen), tidak boleh parkir juga termasuk makna

kalimat larangan, hanya cara mengungkapkannya berbeda. Pada kalimat nomor

(1) kata kerja bentuk kamus ditambah na/な , sedangkan pada kalimat nomor

(5) kata kerja bentuk te/て ditambah wa ikemasen. Cara lain seperti kata kerja

bentuk nai/ない ditambah kudasai.

Selanjutnya presentasi oleh Juliartawansan kelompok 4 sebagai berikut:

1) Hard rock へ あそび に いきます

Hard rock e asobi ni ikimasu

tempat part bermain part pergi

„Pergi bermain – main ke Hard rock‟.

2) このめがね は リナさん のです

Kono megane wa リナさん no desu

ini kacamata part nama milik

„Kaca mata ini milik Rina‟.

3) Kuta と Jimbaran のたべもの と どちら が やすい ですか

Kuta to Jimbaran no tabemono to dochira ga yasui desu ka

tempat part tempat makanan yang mana murah part

„Makanan di Kuta dengan di Jimbaran murah yang mana‟.

4) ここ で もの を うったはいけません

Koko de mono o utta wa ikemasen

di sini part benda part jualan tidak boleh

„Tidak boleh jualan di sini‟.

Page 114: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

114

5) Kuta で ばんごはん を 食べます

Kuta de bangohan o tabemasu

tempat part malam part makan

„Makan malam di Kuta‟.

Juliartawan san menjelaskan unsur predikat kalimat nomor 1 adalah kata

kerja, yakni asobi ni ikimasu, artinya „pergi bermain‟. Unsur predikat kalimat

nomor 2 adalah kata benda yakni Rinasan no, artinya „kepunyaan Rina‟. Unsur

predikat kalimat nomor 3 adalah kata sifat yakni yasui, artinya „murah‟.

Kelompok 4 menulis satu contoh kalimat yang mengandung makna larangan

yakni kalimat koko de mono o utte wa ikemasen. Artinya, adalah „tidak boleh

jualan di sini‟.

Juliartawan san menguasai materi hasil pembelajaran kelompok mereka,

sehingga dapat dipresentasikan dengan lancar dan betul. Kelompok lain dapat

mengerti penjelasan Juliartawan san sehingga mahasiswa tidak ada yang bertanya.

Akan tetapi dosen pendamping menemukan kesalahan pada kalimat nomor 4,

yakni pada kata utta wa ikemasen. Dosen pendamping langsung menjelaskan

bahwa kata utta dari kaidah bahasa Jepang tidak benar, seharusnya yang betul

adalah utte . Yang berarti „tidak boleh jualan‟. Setelah melalui revisi , hasil

pembelajaran kelompok 4 adalah seperti di bawah ini.

1) Hardrok へ あそび に いきます。

Hardrok e asobi ni ikimasu.

tempat part bermain part pergi.

Pergi main – main ke Hardrok.

2) この めがね は リナさん のです。

Kono megane wa リナさん no desu.

ini kacamata part Rina milik.

„Kaca mata ini milik Rina‟.

Page 115: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

115

3) Kuta と Jimbaran のたべもの と どちら が やすいですか。

Kuta to Jimbaran no tabemono to dochira ga yasui desu ka.

tempat part tempat makanan part yg manakah part murah.

„Makanan di Kuta dengan di Jimbaran murah yang mana‟.

4) ここ で もの を うってはいけません。

Koko de mono o utte wa ikemasen.

sini part barang part dilarang jualan.

„Tidak boleh jualan di sini‟

5) Kuta で ばんごはん を 食べます。

Kuta de bangohan o tabemasu.

tempat part malam part makan.

„Makan malam di Kuta‟.

Unsur predikat kalimat nomor (1) adalah kata kerja あそびにいきます

(asobi ni ikimasu). Yang berarti „pergi untuk bermain‟. Unsur predikat kalimat

nomor (5) juga kata kerja, yakni 食べます (tabemasu), artinya „makan‟. Unsur

predikat kalimat nomor (2) kata benda, yakni Rina san. Kata sifat やすい (yasui)

artinya „murah‟ pada kalimat nomor (3) yang menjadi predikat. Kalimat ここでも

のをうってはいけません (koko de mono o utte wa ikemasen). Pada kata kerja

bentuk te/て (utte) disertai wa ikemasen mengungkapkan larangan. Artinya,‟ tidak

boleh jualan‟.

Presentasi berikutnya kelompok 5 oleh Putrisan , hasil temuan belajar

mereka adalah seperti berikut.

1) ジョース を のみませんか

Jousu o nomimasen ka

minuman part ajakan minum

„Bagaimana kalau minum jus‟.

2) バイク で Kuta へ いきます

Baiku de Kuta e ikimasu

motor part tempat part pergi

„Pergi ke Kuta naik sepeda motor‟.

Page 116: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

116

3) きょねん Kuta で ともだち と およいだことがあります

Kyonen Kuta de tomodachi to oyoida koto ga arimasu

tahun lalu tempat part teman part berenang pernah

„Tahun lalu pernah berenang bersama teman di Kuta‟.

4) 大おお

きい なみ ですから、 子供こ ど も

が およぐな

Ookii nami desu kara, kodomo ga oyoguna

besar ombak karena anak part jangan berenang

„Karena ombak besar, ana – anak jangan berenang‟.

5) のど が 渇いて、どうぞ aqua を かってください

Nodo ga kawaite, douzo aqua o katte kudasai

tenggorokan haus tolong aqua part belikan

„Saya haus tolong belikan aqua‟.

Seusai presentasi mahasiswa Artayasasan kelompok 1 bertanya, yaitu

mengapa kelompok 5 tidak menemukan atau membahas unsur – unsur kalimat

sesuai dengan yang ditugaskan. Pertanyaan Artayasa san langsung dijawab oleh

Putri san. Sebenarnya apa yang ditanyakan oleh Artayasa san sudah terdapat pada

tiap – tiap kalimat yang kami sampaikan, hanya seluruh unsur kalimat yang

disampaikan termasuk jenis kata kerja yang sudah berkonjugasi. Seperti kalimat

nomor 1, unsur predikatnya adalah nomimasen disertai ka. Kata nomimasen dalam

konteks kalimat ini bukan kata kerja negatif, melainkan ajakan sopan. Perlu

diingat bahwa unsur predikat kalimat boleh kata kerja, kata sifat, dan kata benda

tergantung pada maksud si pembicara. Demikian yang dapat kami sampaikan,

bagaimana pendapat teman lainnya. Karena lama diam, dosen pendamping

membenarkan penjelasan Putrisan kelompok 5. Karena keterbatasan waktu bila

ada pertanyaan lagi, akan dibahas pada kesempatan lain. Putrisan akhirnya

menyimpulkan hasil pembelajaran kelompok mereka sebagai berikut.

Page 117: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

117

1) ジョース を のみませんか

Jousu o nomimasen ka.

minuman part menawarkan.

Bagaimana kalau minum jus.

2) バイク で Kuta へ いきます。

Baiku de Kuta e ikimasu.

motor part tempat part pergi.

„Pergi ke Kuta naik sepeda motor‟.

3) きょねん Kuta で ともだち と およいだことがあります。

Kyonen Kuta de tomodachi to oyoida koto ga arimasu.

tahun lalu tempat part teman part pernah berenang.

„Tahun lalu bersama teman pernah berenang di Kuta‟.

4) 大おお

きい なみ ですから、子供こ ど も

が およぐな。

Ookii nami desu kara, kodomo ga oyoguna.

besar ombak karena, anak part larangan berenang. .

„Karena ombak besar, anak – anak jangan berenang‟.

5) のど が 渇いて、どうぞ aqua を かってください。

Nodo ga kawaite, douzo aqua o katte kudasai.

tenggorokan part haus tolong air part belikan.

„Saya haus tolong belikan aqua‟.

Kata kerja のみませんか ( nomimasen ka) artinya‟ mengajak minum‟ dan

kata いきます( ikimasu) artinya „pergi‟. Kata kerja tersebut berfungsi sebagai

predikat. Kalimat nomor (4) 子供こ ど も

がおよぐな( kodomo ga oyoguna) artinya

„anak-anak jangan berenang‟ merupakan kalimat bermakna larangan. Caranya

kata kerja bentuk kamus dibubuhi kata na/な untuk mengungkapkan larangan.

Berbeda halnya dengan kata kerja bentuk te/て dibubuhi kata kudasai akan

mengungkapkan makna kalimat perintah. Seperti kalimat nomor (5) のどが渇い

て、どうぞ aqua をかってください (Nodo ga kawaite, douzo aqua o katte

kudasai), artinya „saya haus tolong belikan aqua‟.

Page 118: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

118

Presentasi hasil belajar berikutnya kelompok 6 disajikan oleh Amidah

san seperti di bawah.

1) Kuta の みち が よくこんでいます

Kuta no michi ga yoku konde imasu

tempat part jalan part sering macet

„Jalan di Kuta sering mace‟t.

2) Kuta の しゃんぽしたこと は たのしかったです

Kuta no shanpo shita koto wa tanoshikatta desu

tempat part jalan-jalan part senang

Jalan – jalan di Kuta menyenangkan.

3) 休やす

み とき は Kuta に おきゃくさま が おぜくいます

Yasumi toki wa Kuta ni okyakusama ga ozeku imasu

liburan ketika part tempat part wisatawan part banyak ada

„Ketika liburan ada banyak wisatawan di Kuta‟

4) 子供こ ど も

が Kuta で ひとり で あびるな

Kodomo ga Kuta de hitori de abiruna

anak part tempat part sendiri part jangan mandi

Anak – anak jangan mandi sendiri di Kuta.

5) Kuta まで ついたら、私 に でんわしなさい

Kuta made tsuitara, watashi ni denwa shinasai

tempat sampai kalau tiba saya part telponlah

„Kalau sudah tiba di Kuta , telponlah saya‟.

Amidahsan kelompok 6 menjelaskan kalimat nomor 1 bahwa maksud si

pembicara menegaskan topik, yakni jalan di Kuta , maka partikel yang digunakan

adalah ga, dan unsur unsur kalimat berpredikat kata kerja. Kalimat nomor 4

adalah termasuk kalimat larangan .

Supartini san kelompok 7 mengoreksi kalimat nomor 2 yaitu tertulis Kuta

ni shanpo shita koto wa tanoshikatta desu. Menurut aturan gramatika bahasa

Jepang partikel ni/に salah, yang benar adalah partikel o/を karena kata kerja

shampoo suru termasuk jenis kata kerja gerak perpindahan. Kalimat nomor 4

Page 119: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

119

bermakna larangan, yaitu kata kerja kamus disertai na/な. Kalimat nomor 5 adalah

kalimat bermakna perintah dengan mengganti masu/ます dengan kata nasai/なさ

い . Kelompok 6 mengakui kesalahannya, padahal baru saja mempelajari

pemakaian partikel. Berdasarkan hasil diskusi akhirnya kelompok 6

menyimpulkan hasil belajar mereka seperti di bawah ini .

1) Kuta の みち が よくこんでいます。

Kuta no michi ga yoku konde imasu.

tempat part jalan part sering macet.

„Jalan di Kuta sering macet‟.

2) Kuta を しゃんぽしたこと は たのしかったです。

Kuta o shanpo shita koto wa tanoshikatta desu.

Tempat part jalan – jalan part senang.

„Senang jalan-jalan di Kuta‟.

3) 休やす

み とき は Kuta に おきゃくさま が おぜくいます。

Yasumi toki wa Kuta ni okyakusama ga ozeku imasu.

libur ketika part tempat part wisatawan part ada banyak.

„Ketika liburan ada banyak wisatawan di Kuta‟.

4) 子供こ ど も

が Kuta で ひとり で あびるな。

Kodomo ga Kuta de hitori de abiruna.

anak part tempat part sendiri part larangan bermain.

„Anak – anak jangan mandi sendiri di Kuta‟.

5) Kuta まで ついたら、私 に でんわしなさい。

Kuta made tsuitara, watashi ni denwa o shinasai.

tempat part kalau tiba saya part telponlah.

„Kalau sudah tiba di Kuta , telponlah saya‟.

Hasil temuan pembelajaran tata bahasa Jepang dasar di atas dilihat dari

unsur predikat kalimat terbentuk dari kata sifat dan kata kerja. Unsur kata sifat

tampak pada kalimat nomor (2), yakni たのしかった (tanoshikatta), artinya

„senang‟ dalam bentuk lampau. Predikat kata kerja tampak pada kalimat nomor

(3) おぜくいます(ozeku imasu) artinya „ada banyak‟ dalam hal ini benda hidup,

Page 120: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

120

yakni wisatawan. Untuk menyatakan ada benda mati dipakai kata kerja arimasu.

Kalimat bermakna larangan tampak pada nomor (4) 子供こ ど も

が Kuta でひとりであ

びるな (kodomo ga Kuta de hitori de abiruna). Kata kerja abiruna bentuk kamus

adalah abiru, artinya „mandi‟ termasuk kata kerja kelompok kedua diikuti na/な

untuk mengungkapkan makna larangan.

Presentasi terakhir mengenai hasil belajar unsur kalimat dan makna

kalimat adalah kelompok 7. Presentasi disampaikan oleh Iswara san sebagai

berikut.

1) Gede さん は にほんご の ガイドです

Gedesan wa nihongo no gaido desu

nama part bahasa Jepang part gaid

„Pak Gede adalah gaid bahasa Jepang‟

2) たけむらさん は にほんじんです

Takemura san wa nihonjin desu

nama part orang Jepang

„Ibu Takemura adalah orang Jepang‟.

3) どうぞ いっしょに しゃしん を とてください

Douzo isshoni shashin wo totte kudasai

silahkan bersama foto part potretlah

„Silakan foto bersama‟.

4) よる Kuta を しゃんぽし に いけば、き を つけてください

Yoru Kuta wo shampo shi ni ikeba, ki o tsukete kudasai

malam tempat part jalan-jalan part kalau pergi berhati-hatilah

„Kalau jalan-jalan di Kuta malam hari, hati-hatilah‟.

5) Kuta の 食べ物 は おいしいです たかいです

Kuta no tabemono wa oishii desu takai desu

tempat part makanan part enak mahal

„Makanan di Kuta enak tetapi mahal‟.

Iswarasan menjelaskan unsur predikat kalimat nomor 1 dan 2 adalah kata

benda dan predikat kalimat nomor 5 adalah kata sifat. Kalimat nomor 3 dan 4

Page 121: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

121

adalah kata kerja yang sudah mengalami perubahan sesuai dengan makna kalimat

perintah. Mungkin karena kelompok 7 dapat presentasi terakhir, sehingga

kelompok lain dapat dengan mudah mengerti pokok bahasan yang disampaikan.

Sesungguhnya kelompok 7 membuat kesalahan tetapi tidak terkotrol oleh

kelompok lain. Pada kesempatan ini peneliti langsung menunjukkan kalimat

nomor 3, yaitu kata tote kudasai dan kalimat nomor 5 kurang partikel ga. Kata

tote seharusnya totte, doubel tte. Bentuk kamusnya toru artinya „memotret‟

termasuk jenis kata kerja kelompok satu atau godan doushi. Berdasarkan hasil

diskusi kelompok dan koreksi peneliti, maka hasil pembelajaran tata bahasa

Jepang dasar dengan pokok bahasan unsur – unsur dan makna kalimat yang benar

adalah sebagai berikut.

1) Gede さん は にほんご の ガイドです。

Gedesan wa nihongo no gaido desu.

nama orang part bahasa Jepang part gaid.

„Pak Gede adalah gaid bahasa Jepang‟

2) たけむらさん は にほんじんです。

Takemura san wa nihonjin desu.

nama orang part orang Jepang.

„Ibu Takemura adalah orang Jepang‟.

3) どうぞ いっしょに しゃしん を とってください。

Douzo isshoni shashin wo totte kudasai.

silahkan bersama poto part ambillah.

„Silakan foto bersama‟.

4) よる Kuta を しゃんぽし に いけば、きをつけてください。

Yoru Kuta wo shampo shi ni ikeba, ki o tsukete kudasai.

malam tempat jalan-jalan part kalau pergi hati-hatilah.

„Kalau jalan-jalan di Kuta malam hari,berhati-hatilah‟.

5) Kuta の 食べ物 は おいしいです が たかいです。

Kuta no tabemono wa oishii desu ga takai desu.

tempat makanan enak tetapi mahal.

Page 122: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

122

„Makanan di Kuta enak, tetapi mahal‟.

Unsur- unsur predikat kalimat kelompok 7 terdiri atas kata benda yakni

kalimat nomor (1) Gede さんはにほんごの ガイドです (Gedesan wa nihongo

no gaido desu). Artinya, „Pak Gede adalah gaid bahasa Jepang‟. Gaid bahasa

Jepang adalah unsur predikat kata benda. Unsur predikat kalimat nomor (5) adalah

kata sifat おいしい (oishii), artinya „enak‟ dan kata sifat たかい (takai) artinya

„mahal‟. Hasil pembelajaran makna kalimat perintah tampak kalimat nomor (3)

yakni kata とってください (totte kudasai) artinya „fotolah‟ dan (4), kata きをつ

けてください(hati-hatilah). Untuk makna kalimat perintah kata kerja berubah

menjadi bentuk te(tekei) kemudian disertai kudasai untuk bahasa sopan.

Dengan berakhirnya presentasi kelompok 7, berakhir pula pelaksanaan

kegiatan inti pada siklus I. Pada kesempatan ini peneliti dibantu oleh dosen

pendamping menyampaikan kesan bahwa mahasiswa semester III Sastra Jepang

memang dengan sungguh – sungguh mempunyai semangat belajar yang tinggi.

Mereka aktif berdiskusi dan tercipta suasana proses pembelajaran yang menarik

dan menyenangkan sehingga dapat menemukan hasil belajar sebagaimana yang

sudah disampaikan pada saat presentasi. Langkah kegiatan pembelajaran dengan

metode kontekstual ( CTL ) benar – benar terlaksana pada saat proses

pembelajaran di dalam kelas.

6) Kegiatan akhir siklus I

Pada akhir kegiatan pembelajaran, dilakukan hal –hal di bawah ini.

Page 123: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

123

a) Peneliti memberikan penjelasan singkat dan menyimpulkan secara umum

materi pelajaran yang sudah dipresentasikan.

b) Peneliti menyuruh mahasiswa mengerjakan latihan – latihan sebagai

pekerjaan rumah yang terdapat pada buku Nihongo no Minna II dai 33 ka.

c) Peneliti memotivasi mahasiswa untuk rajin belajar dan akhirnya menutup

perkuliahan dengan menyampaikan kata salam.

4.3.1.3 Pengamatan Tindakan Siklus I

Selama berlangsungnya proses kegiatan pembelajaran pada tindakan siklus

I ini peneliti bersama dosen pendamping (observer) melakukan pengamatan

terhadap aktifitas mahasiswa dalam proses pembelajaran tata bahasa Jepang dasar

dengan metode kontekstual (CTL). Penilaian pengamatan ini dilakukan dengan

menggunakan lembar penilaian yang telah disiapkan . Data temuan pengamatan

yang dikumpulkan peneliti dan observer digunakan sebagai bahan untuk

melakukan refleksi atau evaluasi. Adapun indikator yang dinilai dan dijadikan

ukuran hasil belajar mahasiswa dalam pembelajaran tata bahasa Jepang dasar

adalah sebagai berikut:

1) Perhatian, motivasi dan tanggung jawab mahasiswa untuk belajar.

2) Pengembangan ide atau gagasan pengalaman nyata yang dimiliki

mahasiswa

3) Kemampuan dan kecekatan mahasiswa dalam menemukan kontek materi

pembelajaran.

4) Kemampuan dan kecekatan mahasiswa mengontruksi hasil pembelajaran

kelompok.

Page 124: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

124

5) Tingkat keaktifan mahasiswa dalam belajar kelompok atau kekompakan

kerja sama antar anggota kelompok belajar untuk mengerjakan tugas.

6) Keaktifan mahasiswa dalam bertanya atau mengkritisi hasil presentasi

pembelajaran.

7) Kelancaran atau kepekaan mahasiswa dalam merespon permasalahan yang

timbul pada saat proses pembelajaran berlangsung

8) Tertib, sopan, dan disiplin dalam mengikuti proses pembelajaran

9) Kemampuan mahasiswa dalam menggunakan waktu

10) Kemampuan mahasiswa untuk mempresentasikan hasil pembelajaran

kelompok.

Langkah berikutnya adalah analisis kualitatif hasil pengamatan proses

aktivitas pembelajaran tata bahasa Jepang dasar pada siklus I dengan penerapan

metode kontekstual (CTL) bagi mahasiswa semester III STIBA Saraswati

Denpasar. Lembar pengamatan akivitas mahasiswa dalam pembelajaran tata

bahasa Jepang dasar dengan metode kontekstual pada siklus I yang telah

disiapkan diisi oleh dosen pendamping sebagai observer pengamat. Penilaian

yang digunakan pada lembar pengamatan aktivitas mahasiswa dalam

pembelajaran tata bahasa Jepang dasar dengan metode kontekstual terdiri atas

empat kategori, yakni baik sekali, baik, cukup, dan kurang. Pengisisan lembar

jawaban dengan memberikan tanda cek atau contreng (√) sesuai dengan

pengamatan observer pada kolom – kolom yang tersedia. Setelah selesi

mengamati proses pembelajaran dengan metode kontekstual (CTL) , pengamat

Page 125: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

125

menulis saran – saran untuk peningkatan hasil belajar berikutnya. Adapun hasil

pengamatan hasil observer pada siklus I dapat diuraikan sebagai berikut.

Tabel 4.2 Pengamatan Aktivitas Belajar Mahasiswa dengan Menerapkan

Metode Kontekstual (CTL) pada Siklus I

No.

Indiktor Pengamatan

Penilaian

Baik

Sekali

Baik Cukup Kurang

1 Perhatian, motivasi dan tanggung

jawab ketika pembelajaran

berlangsung.

2 Pengembangan ide/gagasan nyata

dari mahasiswa

3 Kemampuan untuk menemukan

konteks pembelajaran.

4 Kemampuan untuk mengontruksi

hasil pembelajaran

5 Keaktifan mahasiswa dalam belajar

kelompok (kerja sama dalam

kelompok)

6 Keaktifan dalam bertanya/diskusi. √

7 Kelancaran mahasiswa dalam

menjawab pertanyaan kelompok

dan dosen.

8 Tertib, sopan, dan disiplin dalam

mengikuti proses pembelajaran.

9 Kemampuan mahasiswa dalam

memanfaatkan waktu.

10 Kemampuan mahasiswa dalam

mempresentasikan hasil belajar.

Hasil pengamatan pada lembar pengamatan siklus I dalam pembelajaran

tata bahasa Jepang dasar dengan menggunakan metode CTL pada indikator minat,

motivasi, dan tanggung jawab baik, pengembangan ide/gagasan nyata dari

Page 126: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

126

mahasiswa cukup, kemampuan untuk menemukan konteks pembelajaran cukup,

kemampuan untuk mengonstruksi hasil pembelajaran juga cukup, keaktifan

mahasiswa dalam belajar kelompok (kerja sama dalam kelompok) baik, keaktifan

dalam bertanya/diskusi baik, kelancaran mahasiswa dalam menjawab pertanyaan

kelompok dan dosen cukup, ketertiban, sopan, dan disiplin dalam mengikuti

proses pembelajaran baik, kemampuan mahasiswa dalam memanfaatkan waktu

cukup, dan kemampuan mahasiswa dalam mempresentasikan hasil belajar pada

siklus I baru tahap cukup.

Berdasarkan hasil analisis pengamatan tersebut, diketahui bahwa indikator

pengembangan ide/gagasan nyata dari mahasiswa, kemampuan untuk

menemukan kontek pembelajaran , kemampuan untuk mengontruksi hasil

pembelajaran , kelancaran mahasiswa dalam menjawab pertanyaan kelompok dan

dosen, kemampuan mahasiswa dalam memamfaatkan waktu , dan kemampuan

mahasiswa dalam mempresentasikan hasil belajar pada siklus I, perlu

diperhatikan dan ditingkatkan. Dengan demikian implementasi proses

pembelajaran dengan metode CTL terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.

4.3.1.4 Refleksi Tindakan Kelas Siklus I

Tahap keempat pada penelitian tindakan kelas siklus I adalah refleksi.

Tindakan refleksi ini dilakukan setelah peneliti melaksanakan siklus I. Refleksi

dilakukan secara kolaborasi antara peneliti dan observer pendamping. Tujuan

refleksi siklus I dilakukan adalah untuk mengetahui hasil peningkatan belajar tata

bahasa Jepang dasar mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati

Page 127: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

127

Denpasar setelah penterapan metode CTL. Tes yang digunakan untuk mengukur

kemampuan tata bahasa Jepang dasar siklus I sama dengan tes awal atau tes

sebelum melaksanakan kontekstual.

Sehubungan dengan hal tersebut, hasil analisis data pelaksanaan refleksi siklus I

dapat dideskripsikan seperti tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Data TotalSkor Kemampuan Tata Bahasa Jepang Dasar Semester

III Setelah Dilakasanakan Metode CTL pada Tindakan Siklus I

No.

Mhs

Penggunaan

Partikel

Pola

Kalimat

Unsur-

unsur

Kalimat

Makna/Fungsi

Kalimat

Total

Skor

% Kategori

Skor

01 14 24 14 20 72 72% B

02 12 20 16 22 70 70% B

03 20 24 18 26 86 88% A

04 12 20 18 18 68 68% C

05 16 18 14 18 68 68% C

06 8 18 10 18 64 64% C

07 16 16 10 16 60 60% C

08 14 20 20 20 74 74% B

09 14 18 16 20 68 68% C

10 14 18 16 20 68 68% C

11 18 20 16 20 74 74% B

12 20 24 18 26 88 88% A

13 8 14 10 16 50 50% D

14 18 22 16 22 78 78% B

15 14 22 10 20 66 66% C

16 12 20 14 18 64 64% C

17 16 22 16 26 80 80% B

18 10 20 12 22 68 68% C

19 16 22 16 22 76 76% B

20 16 20 14 18 68 68% C

21 14 18 16 18 68 68% C

22 16 24 16 22 78 78% B

23 18 24 20 22 84 84% B

24 12 12 14 16 54 54% D

25 16 26 16 24 82 82% B

26 20 26 20 24 88 88% A

27 18 22 16 24 82 82% B

28 12 20 16 22 70 70% B

29 16 18 16 20 70 70% B

30 14 20 18 22 74 74% B

31 16 18 16 20 70 70% B

Page 128: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

128

32 12 20 12 16 60 60% C

33 14 16 12 18 60 60% C

34 16 18 16 20 72 72% B

35 10 18 16 18 58 62% C

36 14 18 14 18 64 64% C

37 16 18 16 20 70 70% B

total 540 732 556 746 2.574

Berdasarkan data tabel 4.3 di atas dapat disampaikan bahwa total skor

kemampuan tata bahasa Jepang dasar mahasiswa semester III pada pelaksanaan

tes PTK siklus I dengan menterapkan metode CTL adalah 2.574. Nilai rata – rata

mahasiswa yang diperoleh pada tindakan tes akhir siklu I dengan cara total skor

dibagi jumlah mahasiswa . Jadi skor rata – ratanya adalah 2.574 : 37 = 69,

termasuk kategori nilai cukup (C). Keempat indikator yang dites, yakni skor

pemakaian partikel diperoleh dengan cara total skor dibagi skor maksimum

dikali seratus persen, jadi skornya adalah 540: 740 x 100% = 72 %. Skor pola

kalimat bahasa Jepang adalah 732 : 1.110 x 100 = 69 %. Skor mengenai unsur

predikat adalah 556 : 740 x 100% = 75 % dan skor tentang makna kalimat adalah

746 : 1.110 x 100% = 67 %. Skor maksimal sub pemakaian partikel dan unsur

predikat 740 sedangkan skor maksimal subpola kalimat dan makna kalimat 1.110

Pada tindakan tes akhir siklus I pemakaian partikel dan unsur predikat

memperoleh skor B (baik) sedangkan pola kalimat dan makna kalimat

memperoleh skor C (cukup). Adapun sebaran nilai yang dicapai oleh mahasiswa

semester III pada tindakan tes akhir siklus I adalah mahasiswa yang memperoleh

nilai A sebanyak 3 orang, mahasiswa yang mendapat nilai B sebanyak 12 orang,

mahasiswa yang mendapat nilai C berjumlah 20 orang, mahasiswa yang mendapat

nilai D sebanyak 2 orang tetapi ada mahasiswa yang mendapat nilai E. Untuk

Page 129: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

129

lebih lengkapnya dapat disampaikan pada analisis data kuantitatif dan analisis

data kualitatif berikut.

4.3.1.5 Analisis Data Kuantitatif PTK Siklus I

Cara menghitung score/total jawaban yang benar pada setiap mahasiswa

pada tabel 4.3 di atas disesuaikan dengan rubrik penilaian kemampuan tata bahasa

Jepang dasar mahasiswa yang terdapat pada tabel 3.1. Sebaliknya, cara

menghitung total score tingkat kemampuan tata bahasa Jepang dasar setiap

mahasiswa menggunakan rumus berikut.

1) Untuk mencari tingkat kemampuan tata bahasa Jepang dasar (shoukyu bunpo)

tiap mahasiswa digunakan rumus berikut .

S = R

S = skor/nilai

R = right/total jawaban yang betul

Jadi, skor mahasiswa nomor urut 1 adalah 72. Demikian seterusnya sampai nomor

urut mahasiswa terakhir seperti terdapat pada tabel 4.3 di atas.

2) Untuk mencari tingkat kemampuan tata bahasa Jepang dasar (shoukyu bunpo)

tiap mahasiswa dalam persentase digunakan rumus berikut.

L = total skor setiap mahasiswa X 100%

Skor maksimum

L = 72 X 100% = 72 %

100

3) Untuk mencari nilai rata-rata kemampuan tata bahasa Jepang dasar

(shoukyu bunpo) mahasiswa digunakan rumus berikut.

Page 130: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

130

X = total skor mahasiswa X 100%

Jumlah mahasiswa

= 2.574 X 100% = 69

37

Jadi, nilai rata-rata mahasiswa dalam penguasaan tata bahasa Jepang dasar

(shoukyu bunpo) pada tes siklus I pada penerapan metode CTL dalam proses

pembelajaran bahasa Jepang adalah 69 %. Artinya hasil pembelajaran mencapai

skor 69 skor itu termasuk kategori C (cukup).

4) Berdasarkan hasil refleksi siklus I pada tabel 4.3 di atas dan nilai rata – rata

kemampuan tata bahasa Jepang dasar (shokyou bumpo) mahasiswa semester

III, maka dapat dicari mean score siklus I dengan menggunakan rumus berikut.

X = ∑X

N

X = Mean score

∑X = jumlah skor seluruh mahasiswa.

N = jumlah mahasiswa

X ( Mean score) = 2.574

37

= 69

Jadi, mean score siklus I adalah 69, artinya diperlukan tindakan siklus II.

4.3.1.6 Analisis Data Kualitatif PTK Siklus I

Apabila dilihat dari kategori tingkat kemampuan mahasiswa, nilai rata-rata

tes siklus I ini sudah menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan dengan tes

awal atau sebelum penerapan metode CTL. Adapun sebaran skor yang diperoleh

Page 131: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

131

mahasiswa berdasarkan tabel di atas adalah tiga orang mahasiswa memperoleh

nilai A dari tiga puluh tujuh mahasiswa, dua belas orang mahasiswa mendapatkan

nilai B, dua puluh orang mahasiswa memperoleh nilai C, dan dua orang mendapat

nilai D pada pelaksanaan tes siklus I, Terdapat peningkatan hasil pembelajaran

yang signifikan,yaitu pada tes awal delapan orang mahasiswa mendapat nilai D.

Pada proses pembelajaran siklus I tidak ada mahasiswa yang memperoleh nilai E.

Pada tes siklus I tiga puluh lima orang dari tiga puluh tujuh orang, telah

memenuhi syarat untuk lulus, tetapi sebagian besar memperoleh nilai C artinya

nilai cukup. Kategori nilai C kurang memuaskan, sedangkan sisanya nilai dua

orang lagi tergolong kategori tidak lulus.

Secara persentase dari keempat indikator tes siklus I yang dikerjakan oleh

mahasiswa, dua indikator mencapai kategori B yakni penguasaan kemampuan

partikel dan penguasaan unsur-unsur dalam kalimat bahasa Jepang. Dua indikator

lagi mencapai kategori C, yakni pola atau struktur kalimat dan makna kalimat

bahasa Jepang.

Hasil analisis tes pada siklus I tentang kemampuan penggunaan partikel

bahasa Jepang memperoleh skor 72%, Artinya dua puluh enam orang dari jumlah

tiga puluh tujuh orang mahasiswa semester III Sastra Jepang mengerti pemakaian

partikel bahasa Jepang. Berdasarkan pengamatan, wawancara, dan hasil tes,

diketahui tiga orang mahasiswa, yaitu Wiranata san, Eka san dan Rada san,

mendapat nilai maksimal. Mereka betul semua soal saat mengerjakan tes

pemakaian partikel pada pelaksanaan tes siklus I dengan metode CTL. Akan

tetapi empat orang mahasiswa, yaitu Asri san, Supari san, Kompyang san, dan

Page 132: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

132

Yuda san mendapatkan nilai terendah pada pemakaian partikel. Mereka hanya

berhasil mengerjakan empat soal dari sepuluh soal.

Pada waktu istirahat peneliti mendekati mahasiswa yang memperoleh nilai

terendah untuk wawancara sehubungan dengan hasil belajar mereka khususnya

tentang pemakaian partikel dalam bahasa Jepang. Asri san mengatakan bahwa ia

kurang mengerti penggunaan partikel de/ で dan wo/を bila menunjukkan tempat

dalam bahasa Jepang. Teman lainnya juga mengatakan hal yang sama, bahkan ada

yang mengatakan bahwa pemakaian partikel ga/が sering membingungkan. Untuk

memotivasi mereka, peneliti mengatakan “bukan kamu saja yang bingung, orang

lain juga banyak yang belum mengerti penggunaan partikel tersebut”. Hal itu

terjadi karena jenis partikel tadi mempunyai arti dan fungsi berbeda tergantung

dari jenis kata yang menyertai. Misalnya, partikel de/で akan berarti “di”

menunjukkan tempat, apabila disertai dengan kata kerja yang menyatakan

kegiatan atau beraktivitas.

Contoh :

Jimbaran で ばんごはん を たべます.

Jimbaran de bangohan o tabemasu.

tempat di malam part makan.

„Makan malam di Jimbaran‟.

Partikel de/で bisa berarti “dengan” menunjukkan alat yang digunakan untuk

melakukan aktivitas.

Contoh:

えんぴつ で かきます .

Enpitsu de kakimasu .

pensil dengan menulis.

„ Menulis dengan pensil‟.

Page 133: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

133

Partikel de/で bisa juga berarti “dan” apabila digunakan untuk menyambung dua

kata sifat atau lebih yang berakhiran na/da.

Contoh :

Kuta かいがん は きれい で ゆめいです .

Kuta kaigan wa kirei de yumei desu.

Kuta pantai part indah part terkenal.

„Pantai Kuta indah dan terkena‟l.

Selain itu masih banyak lagi pemakaian partikel de/で.

Penggunaan partikel o/を pada sebuah kalimat bahasa Jepang berbeda lagi.

Misalnya,

Kuta かいがん を さんぽうします.

Kuta kaigan o shanpo shimasu .

Kutat pantai di jalan-jalan.

„Jalan-jalan di pantai Kuta‟.

Pada pola kalimat seperti ini tidak boleh digunakan partikel de/で atau ni/

に walaupun sama-sama berarti “di”. Dalam hal ini menurut gramatika bahasa

Jepang, partikel yang harus digunakan pada jenis kata kerja gerak perpindahan

seperti contoh kalimat tersebut adalah partikel o/を yang juga berarti “di”. Akan

tetapi berbeda dengan partikel o/を pada contoh kalimat berikut.

Kuta で sunset を みます

Kuta de sunset o mimasu

tempat part sunset part melihat

„Melihat sunset di Kuta‟.

Partikel o/を pada kalimat ini tidak berarti “di” tetapi menunjukkan objek sebuah

kalimat.

Page 134: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

134

Pemakaian partikel ga/が memang banyak maknanya tergantung dari

konteks kalimat yang dimaksud oleh si pembicara misalnya,

雨 が ふりました

Ame ga furimashita

hujan part air turun

„Turun hujan‟.

Partikel ga/ が pada kalimat ini untuk menunjukkan subjek dari kata kerja

intransitif

Di samping itu, juga ada partikel ga/が yang menunjukkan memiliki suatu sifat

atau keadaan, seperti contoh yang disampaikan ketika presentasi misalnya,

Kuta では 食べ物 が たかいです

Kuta de wa tabemono ga takai desu

tempat part makanan part mahal

„Makanannya mahal di Kuta‟.

Selain itu, masih banyak pemakaian partikel ga/が (Candra, 2009:4).

Berdasarkan hasil analisis tes awal dan siklus I diketahui masih banyak

mahasiswa salah mengerjakan atau menggunakan jenis partikel dalam bahasa

Jepang.

Total skor persentasi hasil analisis tes tentang pola atau struktur kalimat

bahasa Jepang adalah 65%. Artinya, hanya dua puluh empat orang dari tiga puluh

tujuh orang mahasiswa memahami pola kalimat bahasa Jepang. Bahkan skor

pemahaman mahasiswa mengenai struktur kalimat bahasa Jepang paling rendah

dibandingkan dengan nilai indikator lainnya. Pada indicator ini hanya dua orang

dari tiga puluh tujuh mahasiswa memperoleh skor tertinggi, yaitu dua puluh

Page 135: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

135

enam. Artinya, mahasiswa hanya mampu mengerjakan maksimal tiga belas soal

dari lima belas soal yang seharusnya dijawab.

Berdasarkan pengamatan dan hasil tes pada siklus I diketahui ada empat

orang mahasiswa yang memperoleh skor terendah, yakni Aldi san, Supari san,

Yanti san, dan Tina san. Pada waktu istirahat peneliti mendekati sambil

wawancara singkat kepada keempat orang mahasiswa bersangkutan. Mereka

mengakui masih bingung pemahaman pola kalimat bahasa Jepang. Menurut

mereka, pola atau struktur kalimat bahasa Jepang berbeda jauh dengan bahasa

Indonesia. Mereka tidak mengerti menyusun unsur predikat. Penempatan unsur

predikat mereka masih terpengaruh oleh struktur bahasa Indonesia yang terlebih

dahulu dikenalnya. Lebih-lebih predikat kata kerja yang mengalami konjugasi dan

ada tambahan kata keterangan.

Contoh:

波 が おおきい ですから 泳ぐこと が できません

Nami ga ookii desu kara oyogu koto ga dekimasen

ombak besar karena berenang tidak bisa

„Karena ombak besar, tidak bisa berenang‟.

Contoh lain hasil temuan mahasiswa seperti Kuta ni arimashita bom desu.

Pola kalimat yang disampaikan oleh kelompok 5 itu salah. Pola kalimat tersebut

yang benar adalah seperti berikut.

Kuta に bom が ありました

Kuta ni bom ga arimashita

tempat di bom part ada

„Ada bom di Kuta‟.

Apabila sudah terdapat predikat kata kerja pada kalimat bahasa Jepang, tak

perlu ada kata desu. Berdasarkan ungkapan mereka, peneliti menyarankan agar

Page 136: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

136

mahasiswa betul – betul mengerti terlebih dahulu mana unsur subjek, objek,

keterangan dan predikat bahasa Jepang. Kemudian perlu diingat bahwa struktur

bahasa Jepang adalah S-K-O-P (subjek- keterangan- objek- predikat).Selain itu,

ingat sisipkan kata bantu partikel. Peneliti terus menekankan bahwa predikat

terletak di akhir kalimat. Beberapa jenis kata keterangan boleh di depan subjek

atau setelah subjek.

Contoh:

このう 私 は Kuta を しゃんぽしにいった。

Kinou watashi wa Kuta o shanpo shi ni itta.

Kemarin saya part tempat part jalan-jalan pergi

„Kemarin saya pergi jalan – jalan ke Kuta‟, atau

Watashi wa kinou Kuta o shanpo shi ni itta.

„Saya kemarin pergi jalan – jalan ke Kuta‟.

Mengingat pemahaman tentang pola kalimat merupakan hal yang sangat

penting dalam pembelajaran bahasa Jepang, peneliti juga mewawancarai

mahasiswa yang mendapatkan skor tertinggi pada indikator pola kalimat yakni

Swary san, dan Putri san.Hal itu dilakukan sebagai strategi inovatif dalam

pembelajaran berikutnya. Hasil rangkuman wawancara mahasiswa bersangkutan

mengatakan bahwa yang mereka lakukan lebih dahulu harus tahu arti kata bahasa

Jepang, jenis kata apakah termasuk kata sifat, kata benda, kata kerja termasuk

kelompoknya dan kata - kata yang lainnya. Bila sudah dipahami, yang perlu

diingat adalah strukturnya. Pola atau struktur kalimat bahasa Jepang adalah S - K-

O- P (subjek-keterangan - objek- predikat ), sedangkan bahasa Indonesia adalah

S-P-O-K (subjek-predikat-objek-keterangan). Hal inilah yang sering

membingungkan bagi pemula belajar bahasa Jepang. Berdasarkan pendapat

Page 137: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

137

mahasiswa yang memperoleh skor terendah dan skor tertinggi, peneliti mengkaji

kembali untuk peningkatan hasil pembelajaran berikutnya dengan metode CTL.

Total skor dalam bentuk persentase hasil analisis tes mengenai unsur-

unsur kalimat bahasa Jepang total skor dalam bentuk persentase adalah 75%.

Artinya, dua puluh tujuh orang dari tiga puluh tujuh orang mahasiswa mengerti

unsur-unsur kalimat bahasa Jepang. Hasil belajar siklus I menunjukkan

peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan tes awal. Mahasiswa yang

memperoleh nilai tertinggi adalah Swary san, Wiranata san, Putri san, dan Shintia

san. Keempat mahasiswa tersebut berhasil mengerjakan sembilan soal dari

sepuluh soal yang diujikan. Pada tes siklus I ada empat orang mahasiswa yang

memperoleh nilai terendah, yakni Aldi san, Asri san, Supari san, dan Sri san.

Keempat mahasiswa tersebut hanya bisa mengerjakan lima soal dari soal sepuluh.

Ketika mahasiswa bersangkutan diajak wawancara, mereka menyadari bahwa

kemampuan kosakata bahasa Jepang kurang, aturan konjugasi kata kerja, kata

sifat kurang dipahami, dan hampir semua mengatakan kurang mengerti huruf

Jepang sehingga sulit mengerjakan soal. Contoh berikut diambil dari hasil temuan

kerja kelompok yaitu,

Kuta は きれい と おもしろいです

Kuta wa kirei to omoshiroi desu.

tempat part part indah dan menarik

„Pantai Kuta indah dan menarik‟.

Unsur predikat kalimat ini betul, yaitu kata sifat tetapi gramatikanya salah.

Untuk menyambung kata sifat tidak dipakai kata to/と. Namun, ada aturannya

yakni bila kata sifat berakhiran na/な , diubah dengan de/で . Bila kata sifat

berakhiran i/い diubah menjadi ku/く. Kalimat yang benar adalah seperti di bawah

ini.

Page 138: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

138

Kuta は きれい で おもしろいです

Kuta wa kirei de omoshiroi desu.

tempat part indah part menarik

„Pantai Kuta indah dan menarik‟.

Mahasiswa yang memperoleh nilai tertinggi juga diajak wawancara. Agar

dapat mengerti dan mengerjakan soal unsur- unsur kalimat dengan benar, mereka

sepakat bahwa mahasiswa harus tahu arti kosakata bahasa Jepang, strukturnya,

dan kalau secara tertulis, harus bisa membaca dan menulis huruf Jepang.

Rangkuman hasil wawancara dengan perwakilan mahasiswa dijadikan dasar

pertimbangan dalam usaha kiat - kiat peningkatan hasil belajar tata bahasa Jepang

dasar bagi mahasiswa.

Total skor dalam bentuk persentase hasil analisis tes terakhir tentang

makna atau fungsi kalimat bahasa Jepang adalah dalam bentuk persentase 67%.

Artinya, ada dua puluh empat mahasiswa sudah mengerti makna atau fungsi

kalimat bahasa Jepang. Mahasiswa yang memperoleh nilai tertinggi adalah Eka

san, Wiranata san, Juliartawan san, dan Swary san. Mereka berempat memperoleh

skor dua puluh enam dari total skor maksimum tiga puluh. Ketika mahasiswa

yang memperoleh nilai tertinggi diwawancarai secara garis besar dikatakan bahwa

kuncinya adalah pembelajar harus mengerti pola kalimat bahasa Jepang dengan

baik dan benar, mengerti kelompok kata kerja bahasa Jepang sekaligus

konjugasinya, dan yang tidak kalah pentingnya pembelajar dapat membaca dan

menulis huruf Jepang.

Dari hasil pengamatan dan tes, diketahui ada empat orang mahasiswa

memperoleh nilai terendah pada indikator makna kalimat bahasa Jepang, yaitu

Aldi san, Purnamayanti san, Supari san, dan Supartini san. Peneliti mencoba

Page 139: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

139

menelusuri kesulitan – kesulitan yang dialami oleh mahasiswa bersangkutan. Dari

hasil catatan wawancara singkat dapat disampaikan bahwa secara umum mereka

mengalami kesulitan dalam bidang membaca dan menulis huruf Jepang

khususnya huruf kanji, perubahan kata kerja dan kata sifat sesuai gramatikanya.

Di antara mahasiswa bersangkutan ada yang mengatakan bahwa penguasan

kosakata kurang, sehingga sulit mengerti makna yang dimaksud kalimat

bersangkutan. Contoh berikut diambil dari hasil temuan konstrukasi pembelajaran

kelompok 7 yaitu,

よるKuta を しゃんぽし に いけば、 きをつけてください。

yoru Kuta o shampoo shi ni ikeba, ki o tsukete kudasai.

malam tempat part jalan-jalan part kalau pergi, hati-hatilah.

„Kalau jalan-jalan malam hari di Kuta, berhati-hatilah‟.

Kalimat ini tidak mengandung makna perintah, karena terdapat kesalahan

pada konjugasi kata kerja tsukette. Bentuk kamus kata tsukette adalah tsukeru,

termasuk jenis kata kerja kelompok dua. Oleh karena itu, konjugasinya menjadi

tsukete, satu te bukan dua tte. Pada bahasa Jepang perubahan kata kerja antara satu

te dan dua tte mempunyai makna yang berbeda. Hal ini belum dipahami dengan

baik oleh mahasiswa.

Bagi pembelajar pemula memang benar mengubah kata kerja atau kata

sifat bahasa Jepang sesuai dengan makna atau fungsi kalimat tidak mudah. Hal

ini harus dilakukan melalui proses pembelajaran terus-menerus. Untuk dapat

mengubah kata kerja sesuai dengan makna kalimat, mahasiswa harus memahami

betul kelompok kata kerja bersangkutan. Kata kerja bahasa Jepang terdiri atas

tiga golongan, yakni kata kerja kelompok I ( godan doushi ) , kata kerja kelompok

Page 140: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

140

II ( ichidan doushi ) dan kata kerja kelompok III (henkaku). Cara mengubah tiap-

tiap kelompok kata kerja berbeda. Perubahan kata kerja bahasa Jepang dapat

diuraikan sebagai berikut.

Kata kerja kelompok I yang berakhiran u, tsu, ru berubah menjadi “tte”,

contoh kau menjadi katte, artinya membeli, matsu menjadi matte, artinya

„membeli‟, wakaru menjadi wakatte, artinya „mengerti‟. Kata kerja yang

berakhiran bu, nu, mu berubah menjadi “nde”, contoh tobu menjadi tonde, artinya

„terbang‟, shinu menjadi shinde, artinya „meninggal‟, nomu menjadi nonde,

artinya „minum‟. Kata kerja yang berakhiran ku menjadi ite, contoh kaku menjadi

kaite, artinya „menulis‟. Kata kerja yang berakhiran gu menjadi ide, contoh oyogu

menjadi oyoide. Kata kerja berakhiran su berubah menjadi shite, contoh hanasu

menjadi hanashite, artinya „berceritra‟.

Kata kerja kelompok II, yang berakhiran eru dan iru berubah menjadi “te”.

Contoh taberu menjadi, tabete artinya „makan‟, miru berubah menjadi mite,

artinya „menonton‟.

Kata kerja kelompok III, terdiri dari dua kata kerja yakni kuru menjadi kite

artinya „datang‟ dan kata kerja suru menjadi shite artinya „melakukan‟. Kata kerja

suru dapat mengubah kata benda menjadi kata kerja. Contoh denwa artinya‟

telpon‟, bila diikuti kata kerja suru, akan menjadi denwa suru artinya „menelepon‟.

Hal lain yaitu mahasiswa sering keliru tentang perubahan kata kerja bentuk “te”

antara satu “t” dan dua “tt”. Misalnya, kata kerja hataraku akan menjadi hataraite,

satu “t”, artinya „berjalan‟, dengan kata kerja harau akan menjadi haratte, dua “tt”

artinya „membayar‟. Padahal, kedua kata kerja tersebut termasuk kelompok

Page 141: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

141

godan doushi. Terkait dengan perubahan kata kerja bentuk “ta”, mahasiswa

tinggal mengubah vokal “e” menjadi vokal “a”, contoh katte menjadi katta, tabete

menjadi tabeta untuk bentuk lampau begitu juga kata kerja lainnya (Tanaka,

2002). Perubahan kata kerja dan kata sifat merupakan kunci dalam belajar

bahasa Jepang. Pada waktu wawancara tidak resmi hal tersebut dijelaskan kepada

mahasiswa, mudah – mudahan dapat dimengerti.

Berdasarkan hasil tes, pengamatan proses pembelajaran, dan wawancara

pada pelaksanaan siklus I, diketahui bahwa mean skor mahasiswa mencapai 69

Artinya, nilai rata – rata kemampuan mahasiswa dalam tata bahasa Jepang dasar

pada siklus I baru mencapai skor 69. Skor ini termasuk kategori nilai C (cukup).

Dari data tabel di atas diketahui tiga orang mahasiswa memperoleh nilai A, dua

belas orang mahasiswa memperoleh nilai B, dua puluh orang mahasiswa

memperoleh nilai C dari tiga puluh tujuh orang mahasiswa, bahkan masih ada

dua orang mahsiswa mendapat nilai D (kurang). Mengingat masih rendahnya

nilai pembelajaran bahasa Jepang pada pelaksanaan tindakan siklus I, maka perlu

dilaksanakan tindakan pembelajaran siklus II dengan metode CTL kepada

mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar. Diharapkan

pada tindakan siklus II terjadi peningkatan hasil belajar tata bahasa Jepang dasar

bagi mahasiswa.

4.3.2 Penelitian Tindakan Kelas Siklus II

Dalam usaha meningkatkan hasil pembelajaran tata bahasa Jepang dasar

bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar perlu

Page 142: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

142

dilaksanakan tindakan kelas siklus II. Tindakan siklus II dilaksanakan pada Rabu,

10 Desember 2014. Model dan metode pembelajaran yang digunakan sama seperti

pada siklus I, yaitu menggunakan model menurut pendapat Arikunto melalui

empat langkah kegiatan, yakni (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan,

(3) pengamatan tindakan, dan (4) refleksi tindakan dengan metode CTL.

Untuk menghindari kebosanan dan kejenuhan mahasiswa dalam belajar,

materi kontek video gambar pada pembelajaran siklus II diganti tetapi tetap

konteks kawasan wisata Kuta.Selain itu, tugas atau proses pembelajaran keempat

unsur tata bahasa Jepang dasar dilaksanakan secara terpadu pada siklus II ini.

Unsur partikel dan unsur predikat dapat terpadu bersamaan dengan pembahasan

pada bagian pola kalimat dan makna kalimat. Pembelajaran pada siklus II lebih

menekankan pada struktur dan makna kalimat bahasa jepang, karena pada kedua

unsur ini banyak mahasiswa mengalami kesulitan. Pelaksanaan siklus II dapat

dijabarkan sebagai berikut.

4.3.2.1 Perencanaan Tindakan Siklus II

Pada siklus II ini perencanaan dilaksanaan tidak jauh berbeda dengan

tindakan siklus I. Untuk menghindari kejenuhan kelompok belajar mahasiswa

dirombak dengan membentuk kelompok belajar baru, dengan harapan dapat

meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar mereka. Jumlah kelompok dan

jumlah anggotanya sama seperti siklus I. Peneliti menyiapkan fasilitas

pendukung , seperti spidol, kertas, manila, dan LCD untuk kelengkapan

presentasi hasil belajar mereka. Dengan adanya perencanaan yang lebih matang

Page 143: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

143

tentunya pelaksanaan tindakan pembelajaran tata bahasa Jepang dasar dengan

metode CTL lebih menarik. Disamping itu, juga diharapkan memberikan dampak

positif terhadap hasil belajar mahasiswa.

4.3.2.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus II

Pelaksanaan kegiatan siklus II juga meliputi 3 (tiga) langkah tindakan

yakni (1) tindakan awal, (2) tindakan inti, dan (3) tindakan akhir. Ketiga langkah

tindakan tersebut disajikan sebagai berikut.

1) Kegiatan awal

Langkah tindakan awal sama dengan siklus I, hanya pada siklus II peneliti

menyuruh mahasiswa membentuk kelompok belajar baru dengan jumlah anggota

yang sama dengan siklus I. Pembentukan kelompok baru dimaksudkan untuk

penyegaran. Terbentuklah tujuh kelompok belajar dengan seorang koordinator

kelompok, yang bertugas menyampaikan hasil temuan belajar kelompok mereka.

2) Kegiatan inti

Berdasarkan pertimbangan peneliti terhadap hasil pembelajaran pada siklus I,

maka proses pembelajaran tindakan inti pada silkus II dengan metode CTL

dilaksanakan terpadu antara partikel, pola atau struktur kalimat, unsur predikat,

dan makna kalimat bahasa Jepang. Pada tindakan inti siklus II peneliti kembali

menayangkan video visual gambar baru dengan kontek pembelajaran tetap

kawasan wisata Kuta. Dalam hal ini ijelaskan konteks kawasan wisata Kuta

dengan contoh – contoh kalimat yang lebih menekankan pembelajaran tentang

Page 144: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

144

struktur kalimat dan makna kalimat bahasa Jepang sesuai dengan hasil temuan

pada pembelajaran siklus I. Kemudian dibantu oleh dosen pendamping

membagikan lembaran kerja atau tugas kepada setiap mahasiswa untuk dikerjakan

bersama kelompok belajar yang baru saja terbentuk. Mahasiswa disuruh

mengerjakan tugas berkelompok sesuai dengan konteks media gambar kawasan

wisata Kuta yang baru saja diamati. Observer pendamping melakukan penilaian

terhadap aktivitas mahasiswa melalui pengamatan dengan menggunakan lembaran

penilaian yang sudah disiapkan sebelumnya. Selama berlangsungnya

pembelajaran, peneliti mengamati sambil memberikan bimbingan kepada

mahasiswa atau kelompok yang mengalami kesulitan mengerjakan tugas yang

diberikan. Pada tindakan inti siklus II semua kelompok menulis hasil temuan

mereka pada kertas manila yang sudah tersedia.

Setelah mahasiswa selesai mengerjakan tugas sesuai dengan batas waktu yang

ditentukan peneliti mempersilakan kelompok yang sudah siap mempresentasikan

hasil belajar kelompok di hadapan kawan – kawannya. Hasil belajar kelompok

yang difresentasikan belum tentu benar atau salah. Pada kesempatan ini tampil

kelompok 2 dengan koordinator Apriyantisan mempresentasikan hasil belajar

mereka seperti berikut.

1) Sunset を 見て から はやい かえてください

Sunset o mite kara hayai kaete kudasai

sunset part melihat setelah cepat pulanglah

„Setelah melihat sunset cepatlah pulang‟.

2) Kuta は 綺麗 です が みち の が よくこんでいます

Kuta wa kirei desu ga michi no ga yoku konde imasu

tempat part indah part jalan part sering macet

„Kuta indah, tetapi jalan sering macet‟.

Page 145: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

145

3) Bali へ 行けば、 Kuta に 止まってください

Bali e ikeba, Kuta ni tomatte kudasai

daerah part kalau pergi tempat part menginaplah

„Kalau pergi ke Bali, menginaplah di Kuta‟

4) ここ は 打ってはいけません

Koko wa utte wa ikemasen

sini part jualan tidak boleh

„Tidak boleh jualan di sini‟.

5) Kuta は ゆめい と 面白いです

Kuta wa yumei to omoshiroi desu

tempat part terkenal part menarik

„Kuta menarik dan terkenal‟.

Tindakan inti siklus II sama dengan siklus I. Artinya, seusai presentasi

diberikan kesempatan tanya jawab antarkelompok. Apriyantisan memberikan

kesempatan untuk bertanya. Maulidasan dari kelompok 3 menanyakan kalimat

nomor 2 mengapa ada dua partikel ga/が. Kemudian Apriyanti san menjawab

bahwa kalimat nomor 2 si pembicara bermaksud menyampaikan dua kalimat yang

berlawanan. Partikel ga/が pada kata kirei desu ga, berari „tetapi‟. Partikel ga/が

pada kata michi no ga, untuk menegaskan topik pembicaraan. Kedua partikel pada

kalimat nomor 2 mempunyai fungsi yang berbeda. Maulidasan juga mengoreksi

kalimat nomor 5, yaitu untuk menyambung kata sifat tidak dipakai to/と, yang

benar adalah partikel de/で.

Pada kesempatan ini peneliti juga bertanya sebagai evaluasi kemampuan

kelompok 2, betulkah kalimat nomor 1 yang dipresentasikan. Tidak ada

mahasiswa yang berani menjawab. Peneliti langsung mengatakan bahwa kalimat

tersebut salah. Di mana letak kesalahannya, setelah dipancing seperti itu ada

mahasiswa, yaitu Swary san menunjukkan bahwa kesalahannya terdapat pada kata

Page 146: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

146

hayai yang disertai kata kerja. Seharusnya hayaku karena berfungsi menerangkan

kata kerja kaete, yang artinya „cepatlah pulang‟.

Hasil belajar tata bahasa Jepang dasar kelompok 2 yang sudah diperbaiki

adalah seperti di bawah ini.

1) Sunset を 見て から はやく かえてください。

Sunset o mite kara hayaku kaete kudasai.

sunset part melihat setelah cepat pulanglah,

„Setelah melihat sunset cepatlah pulang‟.

2) Kuta は きれいです が みちの が よくこんでいます。

Kuta wa indah desu ga michi no ga yokukonde imasu.

tempat part indah part jalan part sering macet,

„Kuta indah, tetapi jalan sering macet‟.

3) Bali へ 行けば、Kuta に 止まってください

Bali e ikeba, Kuta ni tomatte kudasai.

daerah part pergi kalau tempat part menginaplah.

„Kalau pergi ke Bali, menginaplah di Kuta‟.

4) ここ は 打ってはいけません。

Koko wa utte wa ikemasen.

sini part dilarang jualan.

„Tidak boleh jualan di sini‟

5) Kuta は ゆめい で 面白いです。

Kuta wa yumei de omoshiroi desu.

tempat part terkenal part menarik. .

„Kuta menarik dan terkenal‟.

Hasil pembelajaran kalimat nomor (1) Sunset を見てからはやくかえて

ください (sunset o mite kara hayaku kaete kudasai). Artinya „setelah melihat

sunset cepatlah pulang‟. Bentuk kamus kata kerja mite adalah miru, artinya

melihat kemudian berkonjugasi menjadi bentuk te/て (tekei) disertai kata kara

yang bermakna setelah melihat. Bentuk kamus kata kerja kaete adalah kaeru,

artinya „pulang‟ terus berkonjugasi menjadi kaete kudasai artinya „pulanglah‟,

Page 147: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

147

yang bermakna kalimat perintah sopan. Pada kalimat nomor (4) terdapat makna

larangan tidak boleh berjualan. Unsur predikat hasil belajar tersebut terdiri atas

kata kerja, yaitu konde imasu dan kata sifat yumeide omoshiroi, artinya „indah dan

menarik‟. Pada kalimat nomor (2) terdapat dua partikel ga/が , tetapi fungsinya

berbeda. Partikel ga/ が pertama berarti „tetapi‟ sedangkan partikel ga/が kedua

berfungsi untuk menegaskan anak kalimat jalan di Kuta (michi no ga). Pola

kalimat bahasa Jepang S-K-O-P.

Contoh:

私 は Kuta で sunset を 見ます。

Watashi wa Kuta de sunset o mimasu.

saya part tempat di sunset part melihat.

„Saya melihat sunset di Kuta‟.

Partikel wa/は penanda subjek, partikel de/で penanda keterangan tempat, dan

partikel o/を penanda objek.

Selanjutnya peneliti memberikan kesempatan satu kelompok lagi untuk

presentasi. Yang maju adalah kelompok 6 koordinatornya Evilayantisan

menyampaikan hasil kerja kelompok sebagai berikut.

1) おきゃくさま は Kuta で にっこよくすること を すきです

Okyukusama wa Kuta de nikkoyoku surukoto o suki desu

wisatawan part tempat part berjemur part suka

„Wisatawan suka ber jemur di Kuta‟.

2) Kuta が 厚い ですから、 ぼし を 被って

Kuta ga atsui desu kara, boshi o kabutte

tempat part panas karena topi part pakailah

„Karena panas di Kuta pakailah topi‟.

3) Kuta では speed boat を してはいけません

Kuta dewa speed boat o shite wa ikemasen

Page 148: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

148

tempat part speed boat part bermain tidak boleh

„Tidak boleh bermain boat di Kuta‟.

4) Kuta を しゃんぽうして から、晩ご飯 を たべましょう

Kuta o shampoo shite kara, bangohan wo tabemashou

tempat part jalan-jalan setelah malam part ajakan makan

„Ayo makan malam setelah jalan – jalan di Kuta‟.

5) Kuta には おふく が 高いです

Kuta niwa ofuku ga takai desu

tempat part pakaian part mahal

„Pakaian mahal – mahal di Kuta‟.

Setelah presentasi kelompok 4 Permanasan mengoreksi kalimat nomor 2.

Menurut dia kalimat tersebut kurang kata kudasai, seharusnya kabutte kudasai.

Evilayantisan menanggapi pendapat Permanasan betul, tetapi kalimat nomor 2

juga tidak salah. Tanpa kata kudasai pun kalimat tersebut termasuk kalimat

perintah, hanya kalimatnya kurang sopan. Bila disertai kata kudasai, akan

menjadi kalimat perintah bentuk sopan.

Pertanyaan selanjutnya dari Novitasarisan kelompok 7. Kata nikkoyoku

suru pada kalimat nomor 1 termasuk jenis kata kerja. Mengapa terletak di tengah

– tengah kalimat. Dosen observer membantu memberikan jawaban bahwa kata

kerja bila disertai kata koto atau no tidak berfungsi kata kerja lagi, tetapi menjadi

kata benda. Kalimat nomor 1 betul. Mahasiswa lain mengatakan bahwa kalimat

itu belum betul. Kesalahan terdapat partikel o/を seharusnya partikel ga/が ,

karena disertai oleh kata sifat suki artinya suka.

Akhirnya, kelompok 6, yaitu Evilayanti san menyimpulkan hasil

pembelajaran tata bahasa Jepang dasar setelah dikoreksi seperti berikut.

1) おきゃくさま は Kuta で にっこよくすること がすきです。

Okyukusama wa Kuta de nikkoyoku surukoto ga suki desu.

Page 149: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

149

wisatawan part tempat part berjemur part suka.

„Wisatawan suka berjemur di Kuta‟.

2) Kuta が 厚い ですから、 ぼし を 被って。

Kuta ga atsui desu kara, boshi o kabutte

Tempat part panas karena topi part pakailah.

Karena panas di Kuta, pakailah topi.

3) Kuta では speed boat を してはいけません。

Kuta dewa speed boat o shite wa ikemasen.

tempat part permainan part larangan bermain.

„Di Kuta tidak boleh bermain boat‟.

4) Kuta を しゃんぽうして から、晩ご飯 を たべましょう。

Kuta o shampoo shite kara, bangohan wo tabemashou.

tempat part jalan-jalan setelah malam part mari makan .

„Ayo makan malam setelah jalan – jalan di Kuta‟.

5) Kuta には おふく が 高いです。

Kuta niwa ofuku ga takai desu.

tempat part pakaian part mahal

„Pakaian mahal – mahal di Kuta‟.

Predikat kata sifat, seperti suki, oishii dan kata kerja yang menunjukan

potensial seperti dekiru, tai, wakaru selalu didahului oleh partikel ga/が , seperti

contoh kalimat nomor (1) di bawah ini.

おきゃくさま は Kuta で にっこよくすること が すきです

Okyukusama wa Kuta de nikkoyoku suru koto ga suki desu.

wisatawan part tempat part berjemur part suka.

„Wisatawan suka berjemur di Kuta‟.

Kata kerja bentuk te/て dalam bahasa Jepang banyak fungsinya. Sesuai

dengan pokok bahasan di atas antara lain untuk mengungkapkan perintah seperti

kalimat nomor (2) berikut.

Kuta が 厚い ですから、 ぼし を 被って.

Kuta ga atsui desu kara, boshi o kabutte.

tempat part panas karena topi part memakai.

„Karena panas di Kuta, pakailah topi‟.

Page 150: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

150

Akan tetapi kalimat perintah ini kurang sopan dan sering disebut bentuk biasa.

Kata kerja bentuk te/て disertai oleh wa ikemasen bermakna kalimat larangan.

Contoh:

たばこ を すってはいけません。

Tabako o sutte wa ikemasen.

rokok part merokok larangan.

„Tidak boleh merokok‟.

Berhubung waktu perkuliahan sudah berakhir presentasi hasil belajar dilanjutkan

pada Jumat, 12 Desember 2014.

Pada hari berikutnya dilanjutkan presentasi dari kelompok 1, 3, 4, 5, dan 7.

Hasil belajar kelompok yang difresentasikan belum tentu benar atau salah.

Kelompok 1 disilakan presentasi. Koordinator kelompok Antara san

menyampaikan hasil kerja kelompoknya sebagai berikut.

1) 今日 は 天気 が いい、Kuta で およぎます

Kyou wa tenki ga ii, Kuta de oyogimasu

hari ini part cuaca part baik tempat part berenang

„Hari ini cuaca bagus, saya berenang di Kuta‟.

2) あの 売っている 人 は Bali ひと ではありません

Ano utte iru hito wa Bali hito dewa arimasen

itu jualan orang part Bali orang bukan

„Orang yang jualan itu, bukan orang Bali‟.

3) きたない ばしょ ですから、ここ で 食べろ

Kitanai basho desu kara, koko de tabero

kotor tempat karena di sini part jangan makan

„Jangan makan di sini karena tempat kotor‟.

4) Kuta の みち は 言いです が にぎやかです

Kuta no michi wa ii desu ga nigiyaka desu

tempat jalan bagus tetapi ramai

Jalan di Kuta bagus, tetapi sempit.

Page 151: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

151

5) バス 大きい は Kuta に はいるな

Basu ookii wa Kuta ni hairuna

Bus besar part tempat part dilarang masuk

Bus besar dilarang masuk ke Kuta.

Antarasan mempersilakan kelompok lain untuk mengoreksi hasil kerja

kelompoknya. Semua mahasiswa diam dan mengatakan apa yang disampaikan

sudah betul. Padahal, menurut peneliti dan dosen observer hasil kerja kelompok 1

ada yang salah. Untuk menghemat waktu peneliti langsung menyuruh mengecek

kalimat nomor (4) dan (5). Betulkah kalimat tersebut? Lestari san kelompok 7

mengatakan bahwa terdapat kesalahan pada kata basu ookii. Dari struktur bahasa

Jepang yang betul adalah ookii basu, artinya „bus besar‟, yaitu terbalik dengan

susunan bahasa Indonesia. Dalam gramatika bahasa Jepang bila kata sifat

berfungsi menerangkan kata benda, letaknya di depan kata benda. Mahasiswa lain

sependapat dengan Lestari san. Pada kalimat nomor (4) unsur predikat kata sifat

nigiyaka tidak tepat dalam konteks kalimat tersebut karena ada partikel ga, maka

kata yang tepat adalah semai artinya „sempit‟ yang lain sudah betul. Sesudah

melalui diskusi kelompok 1 kemudian mengonstruksi kembali hasil belajar

mereka seperti di bawah ini.

1) 今日 は 天気 が いい、Kuta で およぎます。

Kyou wa tenki ga ii, Kuta de oyogimasu.

hari ini part cuaca part bagus tempat part berenang

„Hari ini cuaca bagus, saya berenang di Kuta‟.

2) あの 売っている 人 は Bali ひとではありません。

Ano utte iru hito wa Bali hito dewa arimasen.

itu jualan orang part Bali orang bukan.

„Orang yang jualan itu, bukan orang Bali‟.

3) きたない ばしょ ですから、ここ で 食べるな。

Kitanai basho desu kara, koko de taberuna.

kotor tempat karena sini part larangan makan.

Page 152: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

152

„Jangan makan di sini karena tempat kotor‟.

4) Kuta の みち は 言い です が 狭いです。

Kuta no michi wa ii desu ga semai desu.

tempat part jalan bagus tetapi sempit. .

„Jalan di Kuta bagus, tetapi sempit‟.

5) 大きい バス は Kuta に はいるな。

Ookii basu wa Kuta ni hairuna.

besar bus part tempat part larangan masuk.

„Bus besar dilarang masuk ke Kuta‟.

Kata kerja およぎます (oyogimasu) artinya „berenang‟, adalah berfungsi

sebagai predikat. Pardikel de berarti „di‟ menunjukkan tempat kegiatan. Untuk

menandakan keadaan alam biasanya dipakai partikel ga seperti contoh kalimat

nomor (1) berikut.

今日 は 天気 が いい、Kuta で およぎます.

Kyou wa tenki ga ii, Kuta de oyogimasu.

hari ini part cuaca part bagus tempat part berenang

„Hari ini cuaca bagus, saya berenang di Kuta‟.

Kalimat nomor (2) Bali ひとではありません (Bali hito dewa arimasen),

artinya „bukan orang Bali‟, adalah predikat kata benda dalam bentuk negatif. Cara

menegatifkan kata benda adalah kata benda disertai dewa arimasen atau janai.

Kata taberuna adalah larangan makan. Konjugasinya, yaitu kata kerja bentuk

kamus ditambah na. Contoh lain sake o nomuna, artinya‟ jangan minum arak‟.

Bila kata sifat berfungsi menerangkan kata benda, posisi kata sifat mendahului

kata benda. Contoh kalimat nomor (5) berikut.

大きい バス は Kuta に はいるな.

Ookii basu wa Kuta ni hairuna.

besar bus part tempat part masuk tidak boleh

„Bus besar tidak boleh masuk ke Kuta‟.

Page 153: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

153

Presentasi berikutnya kelompok 3 oleh Ratcahyani san sebagai berikut:

1) 来週 の 休み は どこ へ 行きますか

Raishuu no yasumi wa doko e ikimasu ka

Minggu depan part libur part mana part pergi.

„Liburan minggu depan pergi ke mana‟.

2) Riko さん は 日本人 じゃない

Rikosan wa nihonjin janai

nama orang part orang Jepang bukan

„Riko bukan orang Jepang‟.

3) Kuta に たくさん ものかざり を 買いました

Kuta ni takusan monokazari o kaimashita

tempat part banyak perhiasan part membeli

„Membeli banyak perhiasan di Kuta‟.

4) Kuta に 一緒に 行きましょう

Kuta ni isshoni ikimashou

tempat part bersama mari pergi

„Ayo bersama sama pergi ke Kuta‟.

5) 食べ物 が たかくて、Kuta で たべないでください

Tabemono ga takakute, Kuta de tabenaide kudasai

makanan part mahal tempat part makan jangan

„Jangan makan di Kuta karena makananya mahal‟.

Kesempatan bertanya dimanfaatkan oleh Antara san kelompok 1.

Menurut dia, pada kalimat nomor 3 terdapat kesalahan penulisan partikel ni/に

pada kata Kuta ni. Partikel yang betul adalah de/ で karena predikatnya

beraktivitas. Selain itu, kalimat nomor 3 juga salah dalam pemakaian partikel ni/

に, seharusnya partikel e/へ karena kata kerja bertujuan. Pendapat Antara san

untuk kalimat nomor 1 dapat diterima karena memang yang benar adalah partikel

de/で, Akan tetapi, untuk kalimat nomor 3 dapat disampaikan boleh pakai e/へ

atau ni/に artinya pada kontek kalimat tersebut sama – sama berarti ke untuk

menunjukkan tujuan. Pada kesempatan ini peneliti bertanya tentang kata

Page 154: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

154

ikimashou, bagaimana bentuk kamusnya dan termasuk kata kerja kelompok mana.

Kelompok Ratcahyanisan menjawab bahwa bentuk kamus ikimashou adalah iku

artinya „pergi‟, termasuk kata kerja kelompok 1. Jawaban Ratcahyani san dan

anggotanya betul. Akhirnya kelompok 3 menyimpulkan hasil belajar tata bahasa

Jepang dasar dengan metode CTL sebagai berikut.

1) 来週 の 休み は どこ へ 行きますか

Raishuu no yasumi wa doko e ikimasu ka

Minggu depan part libur part mana part pergi.

„Liburan minggu depan pergi ke mana‟.

2) Riko さん は 日本人 じゃない

Rikosan wa nihonjin janai

nama orang part orang Jepang bukan

„Riko bukan orang Jepang‟.

3) Kuta に たくさん ものかざり を 買いました

Kuta ni takusan monokazari o kaimashita

tempat part banyak perhiasan part membeli

„Membeli banyak perhiasan di Kuta‟.

4) Kuta に 一緒に 行きましょう

Kuta ni isshoni ikimashou

tempat part bersama mari pergi

„Ayo bersama sama pergi ke Kuta‟.

5) 食べ物 が たかくて、Kuta で たべないでください

Tabemono ga takakute, Kuta de tabenaide kudasai

makanan part mahal tempat part makan jangan

„Jangan makan di Kuta karena makananya mahal‟.

Hasil temuan belajar kelompok 3 di atas, pada kalimat nomor (1)

merupakan jenis kalimat tanya, yang ditandai oleh kata tanya doko e, artinya ke

mana. Selain itu, pada akhir kalimat terdapat kata ka pertanda kalimat tanya.

Untuk mengungkapkan larangan sopan, kata kerja diubah menjadi bentuk nai

(naikei) kemudian ditambah kata de kudasai.

Page 155: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

155

Perhatikanlah contoh kalimat nomor (5) berikut.

食べ物 が たかくて、 Kuta で たべないでください.

Tabemono ga takakute, Kuta de tabenaide kudasai.

makanan part mahal tempat part makan jangan.

„Jangan makan di Kuta karena makananya mahal‟.

Selanjutnya presentasi kelompok 4 disampaikan oleh Tina san

disampaikan sebagai berikut .

1) お雨 ですから、 私 は Kuta へ 行きません

Oame desu kara, watashi wa Kuta e ikimasen

Hujan karena saya part tempat part tidak pergi

Karena hujan lebat, saya tidak pergi ke Kuta.

2) Kuta に しゃんぽうし に いきたい タクーシ を 呼んでください

Kuta ni shampoo shi ni ikitai, takusi o yonde kudasai

tempat part jalan-jalan ingin pergi, taksi part panggikan

„Saya ingin jalan- jalan ke Kuta tolong panggilkan taksi‟.

3) Kuta で かいました を お土産 です

Kuta de kaimashita o omiyage desu

tempat past membeli past oleh-oleh

„Membeli oleh-oleh di Kuta‟.

4) おきゃくさま は Kuta に おぜくいます

Okyakusama wa Kuta ni ozeku imasu

wisatawan part tempat part banyak ada

„Wisatawan ada banyak di Kuta‟.

5) みなさま は Kuta を しゃんぽうすれば、気をつけてください

Minasama wa Kuta o shanpou sureba, ki o tsukete kudasai

saudara part tempat part kalau jalan-jalan, berhati-hatilah

„Anda sekalian kalau jalan- jalan di Kuta , hati- hatilah‟

Ketika diberikan kesempatan bertanya ada mahasiswa, yaitu Juliartawan

san dari kelompok 2 mengatakan bahwa pola kalimat nomor 3 salah, seharusnya

kata kerja kaimashita terletak di akhir kalimat. Pola yang benar adalah seperti di

bawah ini.

Page 156: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

156

Kuta で お土産 を 買いました。

Kuta de omiyage o kaimashita.

tempat part oleh-oleh part membeli

„Membeli oleh – oleh di Kuta‟.

Karena tidak ada pertanyaan lagi, peneliti mengomentari kalimat nomor 2. Pada

kalimat nomor 2 ada kata takusi o yonde kudasai. Bagaimana bentuk larangan

kalimat tersebut. Mahasiswa Artayasa san menjawab takusi o yonda. Jawaban

Artayasa san salah. Noviyanti san kelompok 6 menjawab takusi o yobuna, artinya

„jangan panggil taksi‟. Peneliti membetulkan jawaban Noviyantisan kelompok 6.

Akhirnya Tina san menyimpulkan hasil temuan kelompok mereka seperti

berikut .

1) お雨 ですから、 私 は Kuta へ 行きません

Oame desu kara, watashi wa Kuta e ikimasen

Hujan karena saya part tempat part tidak pergi

Karena hujan lebat, saya tidak pergi ke Kuta.

2) Kuta に しゃんぽうし に いきたい タクーシ を 呼んでください

Kuta ni shampoo shi ni ikitai, takusi o yonde kudasai

tempat part jalan-jalan ingin pergi, taksi part panggikan

„Saya ingin jalan- jalan ke Kuta tolong panggilkan taksi‟.

3) Kuta で お土産 を かいました

Kuta de omiyag o kaimashita

tempat part oleh-oleh part membeli

„Membeli oleh-oleh di Kuta‟.

4) おきゃくさま は Kuta に おぜくいます

Okyakusama wa Kuta ni ozeku imasu

wisatawan part tempat part banyak ada

„Wisatawan ada banyak di Kuta‟.

5) みなさま は Kuta を しゃんぽうすれば、気をつけてください

Minasama wa Kuta o shanpou sureba, ki o tsukete kudasai

saudara part tempat part kalau jalan-jalan, berhati-hatilah

„Anda sekalian kalau jalan- jalan di Kuta , hati- hatilah‟

Page 157: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

157

Berdasarkan hasil analisis pembelajaran mahasiswa, diketahui ternyata

pemakaian partikel o/を untuk kata kerja gerak perpindahan sering mengalami

kesulitan, seperti pada kalimat berikut.

Kuta に しゃんぽうし に いきたい タクーシ を 呼んでください

Kuta ni shampoo shi ni ikitai, takusi o yonde kudasai

tempat part jalan-jalan ingin pergi, taksi part panggikan

„Saya ingin jalan- jalan ke Kuta tolong panggilkan taksi‟.

Kata kerja shanpo suru (jalan-jalan), wataru (menyeberang), magaru

(membelok) disertai partikel o/を , yang berarti “di”. Berbeda halnya bila yang

menyertai kata kerja transitif fungsi partikel o/を menyatakan objek. Unsur

predikat kalimat di atas semua berupa kata kerja seperti ikimasen artinya „tidak

pergi sopan‟ pada kalimat nomor (1), kaimashita artinya membeli bentuk lampau,

kalimat nomor (3). Kata kerja bentuk te/て diikuti kata kudasai bermakna kalimat

perintah, seperti contoh kalimat berikut.

タクーシ を 呼んでください.

Takusi o yonde kudasai.

taksi part panggilkan.

„Tolong panggilkan taksi‟.

Berikutnya dilanjutkan presentasi oleh Sustrawansan kelompok 5 dengan

hasil pembelajaran di bawah ini .

1) Gensai Kuta で ビル 高い が たくさんありました

Gensai Kuta de biru takai ga takusan arimashita

sekarang tempat part gedung tinggi part banyak ada

„Sekarang banyak bangunan tinggi – tinggi di Kuta‟.

2) ゆがた だったら、Kuta に sunset を 見に行きましょう

Yugata dattara, Kuta ni sunset o mi ni ikimashou

sore kalau tempet part sunset part melihat ajakan pergi.

„Kalau sore hari, mari kita melihat sunset di Kuta‟.

Page 158: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

158

.

3) ワヤンさん は Kuta に よみこさん を あんないしてください

Wayan san wa Kuta ni Yomiko san o annai shite kudasai

nama part tempat part nama part antarlah

„Pak Wayan tolong antar Ibu Yomiko ke Kuta‟.

4) Kuta が ついたら、電話 を かけてください

Kuta ga tsuitara, denwa o kakete kudasai

tempat part kalau tiba telpon part telponlah

Kalau sudah tiba di Kuta tolong telepon ya.

5) Bali に とても綺麗な かいがん は Kuta

Bali ni totemo kirei na kaigan wa Kuta desu

tempat part sangat indah pantai part tempat

„Pantai terindah di Bali adalah Kuta‟.

Seusai kelompok 5 presentasi ada pertanyaan dan koreksi dari Krisnadewi

san kelompok 2. Menurut dia, struktur kalimat nomor 1 salah. Menurut gramatika

bahasa Jepang seharusnya gensai Kuta ni takai biru ga takusan arimasu. Artinya,

sekarang ada banyak bangunan tinggi di Kuta. Selain itu, pada kalimat nomor 4

tertulis Kuta ga/が. Pemakaian partikel ga/が pada konteks ini tidak tepat, tetapi

yang benar adalah partikel ni/に, artinya menunjukkan tempat tujuan. Pendapat

Krisna san bisa diterima oleh kelompok 5. Pada kesempatan ini peneliti bertanya

sekaligus mengevaluasi kemampuan tiap-tiap kelompok. Peneliti meminta

mahasiswa memperhatikan kata annai shite kudasai dan kata kakete kudasai.

Seandainya kata kudasai dihilangkan, bagaimana makna kalimat tersebut.

Mahasiswa agak lama tidak menjawab. Kemudian ada kelompok 1, yaitu

Wiranata san menjawab. Bila tanpa ada kata kudasai, kalimat tersebut bukan

kalimat perintah lagi, melainkan kalimat sedang beraktivitas. Pendapat

Wiranatasan disanggah oleh Swarysan kelompok 7. Menurut Swary san tanpa

kata kudasai pun kalimat tersebut tetap termasuk kalimat perintah, tetapi kurang

Page 159: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

159

sopan atau dikatakan kalimat perintah bentuk biasa dan biasanya dipakai

antarteman akrab. Bagaimana mahasiswa lain, banyak mahasiswa menjawab

bahwa pendapat dari Swary san yang betul. Dalam hal ini peneliti juga

sependapat. Setelah melalui diskusi akhirnya hasil temuan mengenai tata bahasa

Jepang dasar dikonstruksi ulang sebagai berikut .

1) Gensai Kuta に ビル 高い が たくさんありました

Gensai Kuta ni biru takai ga takusan arimashita

sekarang tempat part gedung tinggi part banyak ada

„Sekarang banyak bangunan tinggi – tinggi di Kuta‟.

2) ゆがた だったら、Kuta に sunset を 見に行きましょう

Yugata dattara, Kuta ni sunset o mi ni ikimashou

sore kalau tempet part sunset part melihat ajakan pergi.

„Kalau sore hari, mari kita melihat sunset ke Kuta‟.

.

3) ワヤンさん は Kuta に よみこさん を あんないしてください

Wayan san wa Kuta ni Yomiko san o annai shite kudasai

nama part tempat part nama part antarlah

„Pak Wayan tolong antar Ibu Yomiko ke Kuta‟.

4) Kuta が ついたら、電話 を かけてください

Kuta ga tsuitara, denwa o kakete kudasai

tempat part kalau tiba telpon part telponlah

Kalau sudah tiba di Kuta tolong telepon ya.

5) Bali に とても綺麗な かいがん は Kuta

Bali ni totemo kirei na kaigan wa Kuta desu

tempat part sangat indah pantai part tempat

„Pantai terindah di Bali adalah Kuta‟.

Partikel ni/に berarti “di” pada kata Kuta kalimat nomor (1) menunjukkan

tempat keberadaan benda dalam hal ini bangunan tinggi. Kalimat nomor (2) Kuta

ni/に pada konteks kalimat ini partikel ni/に tidak berarti di, tetapi berarti “ke”.

Perlu diketahui bahwa partikel ni/に bisa berarti di, ke, oleh, dan lain-lain

Page 160: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

160

tergantung dari konteks kalimat. Makna kalimat perintah terdapat pada kalimat

nomor (3) dan (4), yakni kata kerja bentuk te/て disertai kata kudasai.

Contoh:

電話 を かけてください。

Denwa o kakete kudasai.

Telpon part telponlah.

„Silakan telepon‟.

Kalimat perintah ini termasuk bentuk sopan, sedangkan bentuk biasa boleh tanpa

kata kudasai.

Presentasi terakhir adalah kelompok 7. Novitasari san menyampaikan

hasil pembelajaran tata bahasa Jepang dasar dengan metode CTL sebagai berikut.

1) 子供 が Kuta で ひとりで およぐな

Kodomo ga Kuta de hitoride oyoguna

anak part tempat part sendiri jangan berenang

„Anak – anak jangan berenang sendiri di Kuta‟.

2) Kuta で Jogger の テシャーツ を かいなさい

Kuta de Jogger no Tshatsu o kainasai

tempat part nama toko baju part belikan

„Tolong belikan baju kaos Jogger di Kuta‟

.

3) Kuta で いっしょに 写真 を とりましょう

Kuta de isshoni shasin o torimashou

tenpat part bersama foto part ajakan berfoto

„Mari foto bersama di Kuta‟.

4) 友達 は Kuta で さっかをしてはいけません

Tomodachi wa Kuta de sakka shite wa ikemasen

teman part tempat part bola bermain tidak boleh

„Teman- teman tidak boleh bermain bola di Pantai Kuta‟.

5) おきゃくさま は Kuta で sunset を おぜく見ました

Okyakusama wa Kuta de sunset o ozeku mimashita

wisatawan part tempat sunset part banyak melihat

„Wisatawan ramai menonton sunset di Kuta‟.

Page 161: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

161

Sesudah presentasi Novitasari san menjelaskan bahwa kalimat nomor 1

dan kalimat nomor 4 bermakna kalimat larangan. Bentuk kamus kata oyoguna,

pada kalimat nomor 1 adalah oyogu tergolong kata kerja kelompok satu. Bila

disertai kata na, akan berubah fungsi menjadi makna larangan. Apabila kata kerja

kelompok 2 kata ru diganti ro akan berubah makna menjadi bentuk larangan.

Taberu menjadi tabero artinya „dilarang makan‟. Begitu juga kata shite wa

ikemasen, pada kalimat nomor 4 artinya tidak boleh melakukan juga mengandung

makna larangan. Kalimat nomor 2 bermakna kalimat perintah. Kalimat nomor 3

adalah kalimat ajakan. Novitasari san memberikan kesempatan kelompok lain

untuk bertanya. Akan tetapi, tidak ada bertanya dan mereka mengatakan sudah

mengerti. Kemudian peneliti bertanya mengapa kelompok 7 menulis kainasai

tidak menulis kata kerja bentuk “te”. Novitasari san memberikan kesempatan

anggota kelompoknya untuk menjawab. Lestari san mengatakan bahwa kata dasar

bentuk masu disertai kata nasai juga dapat membentuk kata kerja perintah sama

dengan kata kerja bentuk “te” disertai kata kudasai. Perbedaannya hanya pada

tingkat kesopanannya. Pendapat kelompok 7 memang dapat diterima dan benar.

Hasil temuan pembelajaran kelompok 7 semua sudah betul. Kemudian

disimpulkan sebagai berikut .

1) 子供 が Kuta で ひとりで およぐな

Kodomo ga Kuta de hitoride oyoguna

anak part tempat part sendiri jangan berenang

„Anak – anak jangan berenang sendiri di Kuta‟.

2) Kuta で Jogger の テシャーツ を かいなさい

Kuta de Jogger no Tshatsu o kainasai

tempat part nama toko baju part belikan

„Tolong belikan baju kaos Jogger di Kuta‟

Page 162: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

162

3) Kuta で いっしょに 写真 を とりましょう

Kuta de isshoni shasin o torimashou

tenpat part bersama foto part ajakan berfoto

„Mari foto bersama di Kuta‟.

4) 友達 は Kuta で さっかをしてはいけません

Tomodachi wa Kuta de sakka shite wa ikemasen

teman part tempat part bola bermain tidak boleh

„Teman- teman tidak boleh bermain bola di Pantai Kuta‟.

5) おきゃくさま は Kuta で sunset を おぜく見ました

Okyakusama wa Kuta de sunset o ozeku mimashita

wisatawan part tempat sunset part banyak melihat

„Wisatawan ramai menonton sunset di Kuta‟.

Partikel wa/は dan ga/が dipakai untuk menyatakan subjek kalimat bahasa

Jepang. Perhatikanlah kalimat nomor (1).

子供 が Kuta で ひとりで およぐな.

Kodomo ga Kuta de hitoride oyoguna.

anak part tempat part sendiri jangan berenang.

„Anak – anak jangan berenang sendiri di Kuta‟.

Partikel ga/が lebih menekankan pada subjek, seperti pada kalimat di atas

menegaskan kepada anak-anak. Bentuk kamus kata kerja oyoguna, adalah oyogu

artinya „berenang‟ disertai kata na/な bermakna untuk mengungkapkan larangan

berenang. Ungkapan larangan ini adalah bentuk biasa.

Perhatikan kalimat hasil temuan nomor (2) berikut.

Kuta で Jogger の テシャーツ を かいなさい.

Kuta de Jogger no Tshatsu o kainasai.

tempat part Jogger part baju kaos part belikan.

„Tolong belikan baju kaos Jogger di Kuta‟.

Kalimat ini adalah kalimat perintah. Caranya kata kerja kaimasu,

kemudian masu diganti dengan nasai. Contoh lain tabemasu artinya makan. Kata

itu berkonjugasi menjadi tabenasai artinya “makanlah” yaitu bentuk perintah.

Page 163: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

163

Mahasiswa hati-hati memakai partikel o/を bila berfungsi sebagai penanda objek

pada kata kerja transitif dan partikel o/を dapat juga berarti “di” pada kata kerja

lain seperti wataru (menyeberang), magaru (membelok). Pola kalimat bahasa

Jepang S-K-O-P (subjek-keterangan-objek-predikat), di antara kata-kata tersebut

disisipi kata bantu atau partikel. Predikat bahasa Jepang terletak di akhir kalimat.

Contoh:

Riko さん は Kuta で 母子 を 買いました。

Rikosan wa Kuta de boshi o kaimashita.

nama part tempat part topi part membeli.

„ Riko membeli topi di Kuta‟.

Riko (S), wa partikel penanda subjek, Kuta (K), de partikel penanda tempat

kegiatan berarti di, boshi (O) partikel o penanda objek, kaimashita (P) bentuk

lampau. Kalimat ini adalah bentuk lampau.

4.3.2.3 Pengamatan Siklus II

Seperti telah dikemukkan di atas bahwa selama berlangsungnya proses

pembelajaran tata bahasa Jepang dasar (shokyou bumpo) dengan metode CTL

dilakukan penilaian pengamatan oleh peneliti dan dosen observer pada siklus II

sama dengan yang digunakan dalam penilaian tindakan siklus I. Penilaian

dilaksanakan dengan lembar penilaian yang sudah dipersiapkan dan dilakukan

melalui observasi. Hasil pengamatan dianalisis dan hasil analisis dijadikan bahan

acuan dalam melaksanakan refleksi untuk mengetahui hasil pencapaian proses

pembelajaran.

Page 164: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

164

Berikut disampaikan hasil pengamatan proses pembelajaran tata bahasa

Jepang dasar dengan metode CTL pada siklus II. Pada pengamatan ini indikator –

indikator yang diamati sama dengan indikator pengamatan siklus I. Hasil

pengamatan pembelajaran siklus II dapat disampaikan sabagai berikut.

4.4 Pengamatan Aktivitas Belajar Mahasiswa dengan Menerapkan Metode

Kontekstual (CTL) pada Siklus II

No.

Indiktor Pengamatan

Penilaian

Baik

Sekali

Baik Cukup Kurang

1 Perhatian, motivasi, dan tanggung

jawab ketika proses pembelajaran

berlangsung.

2 Pengembangan ide/gagasan nyata

dari mahasiswa

3 Kemampuan untuk menemukan

konteks pembelajaran.

4 Kemampuan untuk mengonstruksi

hasil pembelajaran

5 Keaktifan mahasiswa dalam

belajar kelompok (kerjasama

dalam kelompok)

6 Keaktifan dalam bertanya/diskusi. √

7 Kelancaran mahasiswa dalam

menjawab pertanyaan kelompok

dan dosen

8 Tertib, sopan, dan disiplin dalam

mengikuti proses pembelajaran.

9 Kemampuan mahasiswa dalam

memanfaatkan waktu.

10 Kemampuan mahasiswa dalam

mempresentasikan hasil belajar.

Hasil pengamatan pada lembar pengamatan siklus II dalam pembelajaran

tata bahasa Jepang dasar dengan menggunakan metode CTL pada indikator aspek,

Page 165: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

165

motivasi, dan tanggung jawab, kemampuan untuk mengonstruksi hasil

pembelajaran, ketertiban, sopan, dan disiplin dalam mengikuti proses

pembelajaran mengalami peningkatan mejadi sangat baik. Indikator lainnya,

yakni pengembangan ide/gagasan nyata dari mahasiswa, kemampuan untuk

menemukan konteks pembelajaran, keaktifan mahasiswa dalam belajar

kelompok (kerja sama dalam kelompok), keaktifan dalam bertanya/diskusi,

kelancaran mahasiswa dalam menjawab pertanyaan kelompok dan dosen,

kemampuan mahasiswa dalam memanfaatkan waktu, dan kemampuan mahasiswa

dalam mempresentasikan hasil belajar, mengalami peningkatan dari kategori

cukup menjadi baik pada siklus II.

Menurut saran dan catatan dosen pendamping, kemampuan mahasiswa

dalam mempresentasikan hasil belajar memang mengalami peningkatan, tetapi

ada beberapa orang perlu dilatih dan ditingkatkan lagi. Hasil pengamatan yang

dilaksanakan oleh dosen pendamping dan catatan – catatan wawancara peneliti

pada pembelajaran siklus I dan siklus II dijadikan dasar pertimbangan juga dalam

pengambilan tindakan pembelajaran tata bahasa Jepang dasar.

4.3.2.4 Tindakan Refleksi Siklus II

Sebagaimana sudah diuraikan pada siklus I, refleksi tindakan siklus II juga

dilakukan secara kolaborasi antara peneliti dan observer pendamping. Refleksi

siklus II bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar tata bahasa Jepang

dasar mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Sarasawati Denpasar setelah

melaksanakan siklus I dengan metode CTL. Jenis dan bentuk tes yang digunakan

Page 166: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

166

pada refleksi siklus II sama dengan tes siklus I karena kedua tahapan tersebut

mempunyai tujuan yang sama yakni mengukur kemampuan penguasaan tata

bahasa Jepang dasar bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati

Denpasar. Hasil refleksi siklus II dapat dideskripsikan pada tabel berikut

Tabel 4.5 Data Total Skor Kemampuan Tata Bahasa Jepang Dasar

Mahasiswa Semester III Setelah Dilaksanakan Metode CTL pada

Tindakan Akhir Tes Siklus II

No.

Mhs

Penggunaan

Partikel Pola

Kalimat

Unsur-

unsur

Kalimat

Makna/Fungsi

Kalimat

Total

Skor

% Kategori

Skor

01 16 26 16 24 82 82% B

02 18 24 16 22 80 80% B

03 20 26 20 26 92 92% A

04 14 22 16 20 72 72% B

05 16 26 14 22 78 78% B

06 14 26 14 26 80 80% B

07 16 20 14 18 68 68% C

08 14 26 20 24 84 84% B

09 14 18 16 22 70 70% B

10 14 26 14 24 78 78% B

11 20 28 18 24 90 90% A

12 20 24 20 28 92 92% A

13 16 18 12 18 64 64% C

14 18 20 18 24 80 80% B

15 16 22 14 22 74 74% B

16 20 24 18 28 90 90% A

17 18 26 20 24 88 88% A

18 18 20 12 22 72 72% B

19 20 24 18 24 88 88% A

20 16 20 16 18 70 70% B

21 14 18 16 26 78 78% B

22 18 26 20 28 92 92% A

23 18 24 18 22 82 82% B

24 16 18 14 20 68 68% C

25 16 26 16 24 82 82% B

26 20 26 20 26 92 92% A

27 20 24 20 26 90 90% A

28 18 22 18 22 80 80% B

29 16 18 16 18 68 68% C

30 18 24 18 22 82 82% B

31 18 24 18 24 84 84% B

32 16 24 16 26 82 82% B

Page 167: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

167

33 18 22 16 24 80 80% B

34 16 22 18 24 82 82% B

35 16 24 18 22 80 80% B

36 18 20 16 24 78 78% B

37 18 22 18 24 82 82% B

Total 632 848 622 864 2.966

Berdasarkan data tabel 4.5 di atas dapat disampaikan bahwa total skor

kemampuan tata bahasa Jepang dasar mahasiswa semester III pada pelaksanaan

tes PTK siklus II dengan menerapkan metode CTL adalah 2.966. Nilai rata – rata

mahasiswa yang diperoleh pada tindakan tes akhir siklus II , dengan cara total

skor dibagi jumlah mahasiswa . Jadi, skor rata – rata mahasiswa adalah 2.966 :

37 = 80, termasuk kategori nilai baik (B). Keempat indikator yang dites, yakni

skor pemakaian partikel diperoleh dengan cara total skor dibagi skor maksimum

dikali seratus persen. Jadi, skornya adalah 632 : 740 x 100% = 85%, artinya 31

orang mahasiswa dari 37 orang sudah mengerti pemakain partikel. Skor mengenai

pola kalimat bahasa Jepang adala 848 : 1.110 x 100 = 70%, artinya 28 orang

mahasiswa mengerti pola kalimat bahasa Jepang. Skor mengenai unsur predikat

adalah 622 : 740 x 100% = 84%, artinya 31 orang mahasiswa mengerti unsur –

unsur predikat bahasa Jepang dasar. Skor tentang makna kalimat adalah 864 :

1.110 x 100% = 77%, artinya 28 orang mahasiswa sudah mengerti makna kalimat

bahasa Jepang. Skor maksimal subpemakaian partikel dan unsur predikat 740

sedangkan skor maksimal subpola kalimat dan makna kalimat 1.110. Pada

tindakan tes akhir siklus II pemakaian partikel pada kalimat bahasa Jepang dasar

memperoleh kategori skor A (sangat baik), sedangkan pola kalimat, unsur

predikat, dan makna kalimat pada tata bahasa Jepang dasar memperoleh skor B

Page 168: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

168

(baik). Adapun sebaran nilai yang dicapai oleh mahasiswa semester III pada

tindakan tes akhir siklus II adalah mahasiswa yang memperoleh nilai A= 9 orang,

mahasiswa yang mendapat nilai B = 24 orang, mahasiswa yang mendapat nilai C

= 4 orang, dan pada akhir tes siklus II tidak ada mahasiswa yang mendapat nilai

D atau E. Untuk lebih lengkapnya dapat disampaikan pada analisis data

kuantitatif dan analisis data kualitatif berikut.

4.3.2.5 Analisis Kuantitatif Penelitian Tindakan Kelas Siklus II

Data tabel 4.3.3 tentang skor akhir siklus II menunujukkan peningkatan

yang signifikan dibandingkan dengan hasil tes akhir siklus I. Peningkatan ini

terjadi karena mahasiswa telah mampu memahami materi pembelajaran yang

diberikan dengan menggunakan metode CTL. Pada siklus II nilai tertinggi 92,

sedangkan nilai terendah 64.

Hasil tes siklus II tingkat penguasaan tata bahasa Jepang dasar setiap

mahasiswa dihitung dengan rumus , berikut.

1) S = R

S = skor tiap mahasiswa

R = right atau total skor betul mahasiswa

Skor mahasiswa nomor urut 1 adalah 16 + 26 + 16 + 24 = 82. Demikianlah skor

mahasiswa berikutnya sampai dengan mahasiswa terakhir seperti terdapat pada

tabel di atas.

Skor tiap mahasiswa dalam bentuk persentase.

Page 169: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

169

L = skor mahasiswa X 100%

Skor maksimum

82 X 100% = 82 %.

100

Keterangan :

L = tingkat kemampuan penguasaan tata bahasa Jepang dasar mahasiswa dalam

bentuk persentase.

Berdasarkan jumlah nilai mahasiswa pada tabel 4.5 di atas dapat

dihitung nilai rata – rata kemampuan tata bahasa Jepang dasar mahasiswa

semester III dengan menggunakan rumus berikut.

X = total skor mahasiswa X 100%

Jumlah mahasiswa

X = 2.966 X 100%

37

X = 80 %

Untuk mean score siklus II dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini.

X = ∑X

N

X = 2.966 = 80

37

Jadi, mean score silkus II adalah 80 artinya termasuk kategori B (baik) maka

tidak diperlukan lagi tindakan siklus III.

4.3.2.6 Analisis Data Kualitatif Penelitian Tindakan Kelas Siklus II

Nilai rata-rata tes hasil analisis tingkat kemampuan tata bahasa Jepang

dasar mahasiswa pada siklus II nilai rata-rata tes mencapai 80. Adapun sebaran

Page 170: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

170

skor yang diperoleh mahasiswa berdasarkan tabel di atas adalah sembilan orang

mahasiswa memperoleh nilai A , dua puluh empat orang mahasiswa mendapatkan

nilai B, empat orang mahasiswa memperoleh nilai C, dan pada pelaksanaan tes

siklus II tidak ada mahasiswa mendapat nilai D atau E dari tiga puluh tujuh orang

mahasiswa. Pada akhir siklus II terdapat peningkatan hasil pembelajaran yang

signifikan dibandingkan dengan hasil tes sebelumnya dengan metode CTL. Semua

mahasiswa memenuhi syarat untuk lulus dengan predikat rata -rata B (baik).

Hasil analisis tes pada siklus II tentang kemampuan penggunaan partikel

bahasa Jepang memperoleh skor delapan puluh lima persen, artinya tiga puluh

satu orang mahasiswa mengerti pemakaian partikel bahasa Jepang dari tiga puluh

tujuh orang mahasiswa semester III Sastra Jepang. Berdasarkan pengamatan,

wawancara, dan hasil tes, diketahui bahwa mahasiswa yang mendapat nilai

maksimal adalah Wiranata san, Apriyanti san, Noviyanti san, Artini san, Krisna

san, dan Rada san. Mereka betul semua soal tes pemakaian partikel pada

pelaksanaan tes siklus II dengan metode CTL. Sebaliknya, mahasiswa yang

memperoleh nilai terendah adalah Arda san, Asri san, Supardiana san, Chyntia

san, Sutrisna san, dan Maulida san. Hasil analisis tes menunjukkan bahwa secara

umum letak kesalahan mahasiswa adalah pada soal partikel ga/が dan o/を pada

kata kerja dan kata sifat. Contoh hasil temuan belajar mahasiswa yaitu

okyakusama wa Kuta de nikkoyoku suru koto o suki desu. Banyak mahasiswa

salah memakai partikel o/を di antara kata koto dan suki, seharusnya yang benar

adalah partikel ga/が karena kata suki termasuk kata sifat potensial. Dengan

demikian kalimat yang benar menjadi seperti contoh di bawah ini.

Page 171: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

171

おきゃうくさま は Kuta で 荷っこよくすること が すきです。

Okyakusama wa Kuta de nikkoyoku suru koto ga suki desu.

wisatawan part tempat part berjemur part suka.

„Wisatawan suka berjemur di pantai Kuta‟.

Pencapaian skor rata- rata indikator pemakaian partikel tata bahasa Jepang dasar

mahasiswa semester III pada siklus II adalah 85%, termasuk kategori A (sangat

baik). Hal ini menunjukkn bahwa terdapat peningkatan apabila dibandingkan

dengan siklus I.

Total skor persentase hasil analisis tes tentang pola atau struktur kalimat

bahasa Jepang adalah tujuh puluh enam persen, artinya dua puluh delapan orang

dari tiga puluh tujuh orang mahasiswa memahami pola kalimat bahasa Jepang.

Mahasiswa yang mencapai nilai tertinggi adalah Apriyanti san dengan skor dua

puluh delapan, artinya mahasiswa bersangkutan dapat mengerjakan empat belas

soal pola kalimat bahasa Jepang dari lima belas soal. Di pihak lain mahasiswa

yang mendapat skor terendah adalah Chintya san, Supari san, Maulida san,

Purnama san dan Seri san. Mereka tampaknya masih bingung menyusun unsur-

unsur kalimat sesuai dengan gramatika bahasa Jepang terutama kata sifat dan

kata kerja yang sudah berkonjugasi. Contoh hasil temuan yang dikonstruksi oleh

kelompok 4 adalah Rita san wa Kuta de kaimashita o omiyage desu. Pola atau

struktur kalimat ini salah, seharusnya yang benar seperti di bawah ini.

Rita さん は Kuta で おみやげ を 買いました。

Rita san wa Kuta de omiyage o kaimashita.

Nama part tempat part oleh-oleh part membeli.

„Rita membeli oleh-oleh di Kuta‟.

Rita san subjek , kaimashita (membeli) predikat, omiyage (oleh-oleh) objek, dan

Kuta keterangan tempat, wa, de dan o adalah partikel. Kata desu tidak perlu

Page 172: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

172

karena sudah ada kata kerja. Pola kalimat bahasa Jepang adalah S-K-O-P.

Sedangkan bahasa Indonesia berpola S-P-O-K. Berdasarkan gramatika bahasa

Jepang dimana predikat kalimat bahasa Jepang selalu terletak di akhir kalimat.

Total skor dalam bentuk persentase hasil analisis tes mengenai unsur-

unsur kalimat bahasa Jepang adalah delapan puluh empat persen, artinya tiga

puluh satu orang dari tiga puluh tujuh orang mahasiswa mengerti tentang unsur-

unsur kalimat bahasa Jepang. Mahasiswa yang memperoleh nilai tertinggi

mengenai unsur-unsur predikat adalah Wiranata san, Supardiana san, Noviyanti

san. Mereka sudah dapat mengerjakan semua soal yang diujikan. Sebaliknya

mahasiswa yang memperoleh nilai terendah adalah Supari san, Kompyan san.

Mereka belum mengerti unsur predikat kata sifat yang berkonjugasi. Misalnya

Kuta no michi wa ii desu ga nigiyaka desu. Unsur kata sifat kalimat ini tidak tepat,

karena kata sifat sebagai predikat dalam konteks ini mempunyai arti berlawanan.

Kalimat yang betul seharusnya seperti berikut.

Kuta の みち は いいです が せまいです。

Kuta no michi wa ii desu ga semai desu.

tempat part jalan part bagus part sempit.

„Jalan di Kuta bagus tetapi sempit‟.

Peneliti beranggapan bahwa kesulitan mahasiswa bukan pada unsur

kalimat melainkan pada penguasaan kosakata. Pada tindakan siklus II tidak

banyak mahasiswa yang mengalami hal seperti ini. Hal ini dapat dilihat hasil tes

unsur kalimat menunjukan nilai rata-rata 84 termasuk kategori baik.

Total skor dalam bentuk persentase hasil analisis tes terakhir tentang

pengertian makna atau fungsi kalimat bahasa Jepang total skornya dalam bentuk

persentase tujuh puluh tujuh persen , artinya ada dua puluh delapan mahasiswa

Page 173: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

173

sudah mengerti tentang makna atau fungsi kalimat bahasa Jepang. Mahasiswa

yang memperoleh nilai tertinggi adalah Noviyanti san, Artini san, dan Novitasari

san. Mereka memperoleh skor dua puluh delapan, artinya berhasil mengerjakan

soal empat belas soal dari lima belas soal. Dari hasil pengamatan dan tes tindakan

siklus II diketahui tiga orang mahasiswa memperoleh nilai terendah pada

indikator makna kalimat bahasa Jepang yaitu Supari san, Aldi san, dan Seri san.

Mahasiswa bersangkutan hanya mencapai skor delapan belas, artinya dapat

mengerjakan sembilan soal dari lima belas soal. Berdasarkan hasil wawancara

diketahui bahwa mereka mengalami kesulitan pada konjugasi kata kerja sesuai

dengan makna kalimat. Contoh hasil temuan kelompok, misalnya tomodachi wa

Kuta de sakka o shirona. Maksud si pembicara membuat kalimat larangan, yaitu

teman-teman dilarang bermain sepak bola di Pantai Kuta. Makna kalimat tersebut

salah. Kesalahan terletak pada perubahan kata kerja suru. Kata kerja bentuk

kamus suru untuk makna larangan tidak berubah menjadi shirona, tetapi menjadi

suruna. Dengan kata lain kata kerja kamus ditambah na. Kalimat yang benar

seharusnya seperti berikut.

ともだち は Kuta で さかをするな。

Tomodachi wa Kuta de sakka o suruna.

teman part tempat part bermain bola dilarang

„Teman-teman dilarang bermain sepak bola di Kuta‟.

Setelah dilaksanakan tindakan siklus II hampir semua mahasiswa mampu

meningkatkan nilai hasil belajar. Jika dilihat dari kategori tingkat kemampuan

mahasiswa, nilai rata – rata tes akhir siklus II termasuk kategori baik.

Kemampuan mahasiswa menjawab tes yang mengukur partikel, pola kalimat,

unsur kalimat, dan makna kalimat bahasa Jepang sudah meningkat dibandingkan

Page 174: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

174

dengan siklus I. Pada setiap akhir tindakan presentasi hasil belajar peneliti

bertanya untuk mengecek kemampuan mahasiswa . Respons mahasiswa sangat

bagus dan dapat menyelesaikan tugas – tugas yang diberikan.Dengan keterbatasan

waktu dan jadwal akademis di tempat penelitian, peneliti tidak bisa melakukan

wawancara lebih lanjut kepada mahasiswa yang memperoleh skor terendah untuk

membantu mengatasi kesulitan belajar mereka. Pada akhir penelitian secara umum

peneliti tetap memberikan motivasi kepada mahasiswa agar dapat mengatur

waktu untuk belajar demi masa depan yang lebih baik, apalagi menghadapi

persaingan global yang semakin ketat bagi mahasiswa.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara pada waktu istirahat diketahui

terdapat kesulitan-kesulitan secara umum yang dialami mahasiswa belajar tata

bahasa Jepang. Adapun kesulitan-kesulitan tersebut antara lain (1) mahasiswa

sering keliru mengenai susunan kalimat bahasa Jepang yang sangat komplek

dibandingkan dengan bahasa lainnya, (2) penguasaan kosakata bahasa Jepang

masih terbatas, (3) masih langkanya buku-buku bahasa Jepang berhuruf Latin, dan

(4) kemampuan penguasaan huruf Jepang khususnya huruf Kanji masih kurang.

4.4 Perbandingan Hasil Analisis Tes Kuantitatif yang Menunjukkan

Peningkatan Kemampuan Tata Bahasa Jepang Dasar Sebelum dan

Sesudah Penerapan Metode CTL

Skor tes yang diperoleh selama penelitian, yakni nilai tes awal, nilai tes

sebelum penterapan metode CTL dan nilai tes sesudah penterapan metode CTL

yang berupa tindakan siklus I dan tindakan siklus II dibandingkan untuk

mengetahui peningkatan kemampuan tata bahasa Jepang dasar mahasiswa . Untuk

dapat dilihat dengan jelas peningkatannya disajikan dalam bentuk tabel berikut .

Page 175: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

175

Tabel 4.6 Data Perbandingan Skor yang Menunjukan Peningkatan

Kemampuan Tata Bahasa Jepang Dasar Setiap Mahasiswa

Sebelum dan Sesudah Penerapan Metode Kontekstual (CTL)

Nama

Mahasiswa

Nilai tes

awal

% Nilai tes

Siklus I

% Nilai tes Siklus

II

%

M. 01 58 58% 72 72% 82 82%

M. 02 44 44% 70 70% 80 80%

M. 03 70 70% 88 88% 92 92%

M. 04 46 46% 68 68% 72 72%

M. 05 58 58% 68 68% 78 78%

M. 06 48 48% 64 64% 80 80%

M. 07 34 34% 60 60% 68 68%

M. 08 58 58% 74 74% 84 84%

M.09 42 42% 68 68% 70 70%

M. 10 40 40% 68 68% 78 78%

M. 11 58 58% 74 74% 90 90%

M. 12 70 70% 88 88% 92 92%

M. 13 42 42% 50 50% 64 64%

M. 14 58 58% 78 78% 80 80%

M. 15 56 56% 66 66% 74 74%

M. 16 56 56% 64 64% 90 90%

M. 17 58 58% 80 80% 88 88%

M. 18 44 44% 68 68% 72 72%

M. 19 70 70% 76 76% 88 88%

M. 20 42 42% 68 68% 70 70%

M. 21 56 56% 68 68% 78 78%

M. 22 62 62% 78 78% 92 92%

M. 23 56 56% 84 84% 80 80%

M. 24 46 46% 54 54% 68 68%

M. 25 56 56% 82 82% 82 82%

M. 26 72 72% 88 88% 92 92%

M. 27 56 56% 82 82% 90 90%

M. 28 42 42% 70 70% 80 80%

M. 29 38 38% 70 70% 68 68%

M. 30 44 44% 74 74% 82 82%

M. 31 56 56% 70 70% 84 84%

M. 32 46 46% 60 60% 82 82%

M. 33 46 46% 60 60% 80 80%

M. 34 60 60% 72 72% 82 82%

M. 35 56 56% 58 62% 80 80%

M. 36 48 48% 64 64% 78 78%

M. 37 58 58% 70 70% 82 82%

Page 176: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

176

Data pada tabel 4.7 di atas menunjukkan adanya peningkatan kemampuan

tata bahasa Jepang dasar setelah menerapkan metode CTL. Pada akhir tes siklus I

nilai rata – rata kemampuan tata bahasa Jepang dasar mahasiswa meningkat bila

dibandingkan dengan nilai tes awal atau sebelum penterapan metode CTL. Skor

rata – rata mahasiswa pada tes awal mencapai 51 termasuk kategori nilai D

(kurang). Tidak ada mahasiswa memperoleh nilai A, 22 orang memperoleh nilai C,

8 orang mahasiswa memperoleh nilai D , dan 2 orang memperoleh nilai E. Akan

tetapi, setelah menerapkan metode CTL skor rata- rata mahasiswa pada siklus I

meningkat menjadi 69 termasuk kategori nilai C. Pada siklus I ada 3 orang

mahasiwa memperoleh nilai A, 20 orang memperoleh nilai C, dan 2 orang

memperoleh nlai D. Sehubungan dengan itu, dipandang perlu dilaksanakan

tindakan siklus II. Pada tindakan tes siklus II nilai rata- rata mahasiswa meningkat

menjadi 80. Pada tindakan siklus II ada 9 orang mahasiswa memperoleh nilai A,

24 orang memperoleh nilai B, dan 4 orang memperoleh nilai C. Oleh karena itu,

tidak perlu dilaksanakan tindakan siklus berikutnya.

4.4 Perbandingan Hasil Analisis Tes Kualitatif yang Menunjukkan

Peningkatan Kemampuan Tata Bahasa Jepang Dasar Sebelum dan

Sesudah Penerapan Metode CTL

Berdasarkan hasil analisis tes, hasil pengamatan, dan wawancara dapat

diuraikan data kualitatif kemampuan tata bahasa Jepang dasar mahasiswa

semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar. Adapun uraiannya adalah

sebagai berikut.

Page 177: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

177

Sebelum penerapan metode CTL banyak mahasiswa mengalami kesulitan

tentang pemakaian partikel de/で, ni/に, dan o/を. Dalam konteks tertentu partikel

tersebut mempunyai arti yang sama, yakni „di‟ pada kalimat bahasa Jepang.

Sebagai contoh, watashi wa Kuta de oyogimasu. Artinya, „saya berenang di Kuta‟.

Kalimat ini akan salah apabila diucapkan atau ditulis watashi wa Kuta ni

oyogimasu. Kesalahan terletak pada pemakaian partikel ni/に di antara kata Kuta

dan oyogimasu. Kata kerja oyogimasu tergolong kata kerja beraktivitas sehingga

harus digunakan partikel de/で . Berbeda halnya dengan contoh kalimat Kuta ni

bom ga arimashita. Artinya, „ada bom di Kuta‟. Pada kalimat ini partikel yang

benar digunakan adalah ni/に, karena menyatakan keberadaan suatu benda atau

peristiwa. Menurut gramatika bahasa Jepang ada aturan apabila predikat kalimat

kata kerja beraktivitas, partikel yang digunakan adalah de/ で , apabila

menunjukkan keberadaan suatu benda, digunakanlah partikel ni/に.

Pada tindakan tes awal kemampuan mahasiswa menggunakan partikel masih

kurang. Hal ini dapat dilihat dari data hasil analisis tes mencapai skor 53%.

Artinya sebagian mahasiswa belum mengerti pemakaian partikel.

Sesudah menerapkan metode CTL dalam pembelajaran tata bahasa Jepang

dasar pada tindakan siklus I dan tindakan siklus II, kemampuan mahasiswa

mengenai partikel secara berangsur-angsur mengalami peningkatan. Hal ini dapat

ditunjukkan dari hasil analisis tes awal 53% meningkat menjadi 72%.pada

tindakan siklus I, kemudian meningkat menjadi 85% pada tindakan siklus II. Di

samping itu, berdasarkan pengamatan dan wawancara sebelum menerapkan

metode CTL, diketahui bahwa kebanyakan mahasiswa masih belum mengerti

Page 178: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

178

pemakaian partikel de/で , ni/に , o/を dan ga/が . Akan tetapi, sesudah

menerapkan metode CTL terdapat perubahan atau peningkatan yang signifikan.

Sebagian besar mahasiswa sudah mengerti pemakaian partikel dalam kalimat

bahasa Jepang dasar.

Kemampuan mahasiswa mengenai pola kalimat bahasa Jepang dasar sebelum

menerapkan metode CTL termasuk kategori sangat kurang. Hal ini diketahui

berdasarkan analisis hasil tes mencapai skor 43% .Mahasiswa masih bingung

mengenai pola kalimat bahasa Jepang yang sangat kompleks. Mahasiswa sering

salah menempatkan unsur predikat pada kalimat bahasa Jepang. Misalnya,

watashi wa mimashita sunset o Kuta desu. Pola kalimat ini salah, seharusnya yang

benar adalah watashi wa Kuta de sunset o mimashita. Artinya “saya melihat

sunset di Kuta”. Pola kalimat bahasa Jepang adalah S-K-O-P. Unsur predikat

terletak di akhir kalimat.

Sesudah menerapkan metode CTL dalam pembelajaran tata bahasa Jepang

dasar hasil belajar mengalami peningkatan dari tes awal dengan skor 43%

meningkat menjadi 65% pada tindakan siklus I kemudian meningkat lagi menjadi

76% pada tindakan siklus II. Peningkatan ini menunjukkan bahwa penerapan

metode CTL dalam pembelajaran memberikan dampak positif terhadap hasil

belajar. Skor sebelum penerapan metode CTL termasuk kategori sangat kurang,

tetapi sesudah penerapan metode CTL hasi pembelajaran tata bahasa Jepang dasar

meningkat menjadi kategori baik.

Kemampuan mahasiswa sehubungan dengan unsur-unsur predikat kalimat

bahasa Jepang sebelum penerapan metode CTL mencapai skor 57% termasuk

Page 179: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

179

kategori cukup. Mahasiswa beranggapan bahwa unsur predikat hanya terdiri atas

jenis kata kerja, padahal kata sifat dan kata benda juga dapat berfungsi sebagai

predikat. Penguasaan kosakata bahasa Jepang yang terbatas juga menjadi kendala

bagi mahasiswa untuk memahami unsur predikat. Misalnya, Kuta mo Sanur mo

oyogimasu. Kalimat ini salah pada unsur predikat. Pada konteks kalimat ini kata

kerja oyogimasu berarti berenang tidak tepat sebagai predikat. Kalimat ini akan

benar bila dinyatakan seperti berikut.

Kuta も Sanur も きれいです。

Kuta mo Sanur mo kirei desu.

tempat part tempat part indah.

„Baik Pantai Kuta maupun pantai Sanur indah‟.

Unsur predikat yang tepat adalah kata sifat. Pada kalimat ini kata sifat kirei berarti

“indah”.

Hasil belajar sesudah penerapan metode CTL mengalami peningkatan yakni

dari skor tes awal 57% meningkat menjadi 75% pada tindakan siklus I

kemudian meningkat lagi menjadi 84% pada tindakan siklus II. Semula termasuk

kategori cukup meningkat menjadi kategori baik sesudah penerapan metode CTL.

Kemampuan kosakata dan huruf Jepang masih menjadi kendala dalam

pembelajaran bahasa Jepang.

Kemudian hasil analisis data kualitatif makna kalimat sebelum penerapan

metode CTL menunjukkan skor 54%, tergolong kategori kurang. Berdasarkan

data dokumentasi dan wawancara kepada mahasiswa diketahui banyak yang

belum mengerti perubahan kata kerja sesuai dengan makna kalimat, terutama

konjugasi bentuk tekei, perubahan antara huruf satu „t‟ dan dua „tt‟, dan

perubahan antara kata ide dan kata nde. Misalnya Kuta de omiyage o katte

Page 180: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

180

kudasai. Artinya “belikan oleh-oleh di Kuta”, kalimat ini betul. Tetapi kalimat ini

akan salah apabila ditulis Kuta de omiyage o kate kudasai. Kesalahan terletak

pada kata kate, antara satu te/て dan dua tte/つて mempunyai makna berbeda.

Oleh karena itu, konjugasi kata kerja bahasa Jepang harus dipahami betul oleh

mahasiswa. (Sudjianto, Dahidi, 2012:136).

Sesudah penerapaan metode CTL dalam pembelajaran tata bahasa Jepang

dasar kemampuan mahasiswa tentang makna kalimat mengalami peningkatan.

Hal ini terlihat dari hasil belajar sebelum penerapan metode CTL mencapai

tingkat keberhasilan 54% pada tes awal, meningkat menjadi 67% pada tindakan

siklus I, kemudian meningkat lagi menjadi 77% pada tindakan siklus II dan sudah

termasuk kategori baik.

Peningkatan hasil belajar tata bahasa Jepang dasar mengalami perubahan

yang signifikan. Nilai rata-rata yang diperoleh pada pelaksanaan tes awal 51

kemudian meningkat menjadi 69 pada tindakan siklus I, kemudian meningkat lagi

menjadi 80 pada tindakan siklus II, dan termasuk kategori baik. Itu berarti

pembelajaran dengan menerapkan metode CTL dapat memberikan dampak yang

sangat positif terhadap hasil belajar mahasiswa.

Apabila dilihat dalam grafik, hasil peningkatan kemampuan tata bahasa

Jepang dasar mahasiswa mulai dari tes awal, tes siklus I, dan tes siklus II

tergambar seperti berkut.

Page 181: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

181

Gambar 4.1 Grafik Nilai Rata- rata Mahasiswa dalam Peningkatan

Kemampuan Tata Bahasa Jepang Dasar

4.6 Analisis Respons Mahasiswa terhadap Perangkat Pembelajaran dengan

Menerapkan Metode CTL

Data kuesioner respons mahasiswa yang terkumpul setelah akhir

pembelajaran dianalisis untuk mengetahui sikap atau respon mahasiswa terhadap

perangkat pembelajaran menerapkan metode CTL. Data tersebut dianalisis

dengan teknik Skala Likert. Menurut Sugiyono, jawaban setiap instrumen dengan

menggunakan Skala Likert ini mempunyai gradasi dari sangat positif hingga

sangat negatif.

Jawaban diberikan skor seperti berikut.

Sangat Setuju / Suka (SS), nilai 5.

Setuju/ Suka (S), nilai 4.

Cukup Setuju/Suka (CS), nilai 3.

Tidak Setuju (TS), nilai 2.

Sangat Tidak Setuju (STS), nilai 1.

51%

69%

80%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tes Awal Tes Siklus I Tes Siklus II

Page 182: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

182

Kategori SS, S, dan CS dikelompokan penilaian setuju/suka.

Kategori TS dan STS dikelompokkan penilaian tidak setuju/suka.

Analisis hasil kuesioner respons mahasiswa dihitung dengan rumus berikut

Rumus = T x Pn

Keterangan:

T= total jumlah panelis yang memilih.

Pn = pilihan angka skor Likert. (Sugiyono, 2012:93).

Tabel 47 Respons Mahasiswa terhadap Perangkat Pembelajaran dengan

Menerapkan Metode CTL

No Pilihan Jawaban Singkatan Skor Jml

Pemilih

Total Skor

1 Sangat Setuju/Suka SS 5 10 50

2 Setuju/Suka S 4 19 76

3 Cukup Setuju/Suka CS 3 4 12

4 Tidak Setuju/Suka TS 2 3 6

5 Sangat Tidak Setuju STS 1 1 1

Total Skor 37 145

Skor tertinggi (X) adalah 5 x 37 = 185

Skor terendah (Y) adalah 1 x 37 = 37.

Rumus Indeks = Total Skor X 100

Skor Tertinggi

= 145 X 100

185

= 78.37%

Rumus Interval (I) = 100

Jml Skor

100 = 20

5

Page 183: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

183

Interval penilaian:

0 % -- 19.99% = STS

20% -- 39.99% = TS

40% -- 59.99% = CS

60 % -- 79.99% = S

80% -- 100% = SS

Berdasarkan tabel 4.8 di atas diketahui bahwa respons atau sikap mahasiswa

mencapai indek penilaian 78.37 %, termasuk kategori setuju/suka (S). Ini berarti

bahwa sangat positif respons atau sikap mahasiswa terhadap perangkat

pembelajaran dengan menerapkan metode CTL. Hasil analisis pilihan pernyataan

ini juga dapat membuktikan bahwa mahasiswa aktif berdiskusi mengerjakan

tugas kelompok belajar mereka. Proses pembelajaran ini dikenal dengan student

centered.

4.7 Faktor - Faktor yang Memengaruhi Peningkatan Kemampuan Tata

Bahasa Jepang Dasar bagi Mahasiswa dengan Penerapan Metode CTL

Berdasarkan kuesioner, pengamatan, wawancara, dan dokumen/catatan harian

pada saat dilakukan penelitian diketahui terdapat beberapa faktor yang

memengaruhi hasil peningkatan kemampuan tata bahasa Jepang dasar dengan

menggunakan metode CTL. Faktor – faktor tersebut adalah sebagai berikut.

1) Perhatian, minat, dan motivasi belajar mahasiswa sangat berpengaruh

terhadap hasil belajar dengan metode CTL. Mahasiswa yang memiliki

minat dan motivasi besar terhadap pelajaran cenderung akan memberikan

Page 184: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

184

prestasi tinggi. Sebaliknya, bila kurang minat dan motivasi mahasiswa

terhadap suatu pelajaran akan menghasilkan prestasi yang rendah.

2) Kondisi kelas yang aktif dan menyenangkan berpusat pada mahasiswa

menyebabkan pelajaran, dengan mudah dapat dimengerti.

3) Konsentrasi belajar mahasiswa akan berpengaruh terhadap hasil temuan,

mengonstruksi dan menyampaikan materi yang dipresentasikan dalam

kerja kelompok.

4) Kekompakan kerja kelompok yang disertai disiplin sangat memengaruhi

hasil belajar dengan metode CTL.

5) Keberanian dan kebiasaan mahasiswa bertanya terhadap hal yang belum

dimengerti. Proses ini berdampak terhadap suasana kelas yang hidup,

aktif, terjadi interaksi pembelajaran yang demokratis.

6) Kebiasaan belajar mahasiswa yang teratur sesuai dengan jadwal pelajaran.

7) Adanya sikap dan kemampuan untuk mengkritisi yang bersifat

membangun hasil presentasi kelompok yang disampaikan.

8) Memiliki keterampilan berbicara untuk menyampaikan dan menyimpulkan

hasil pembelajaran tata bahasa Jepang dasar dengan metode CTL.

9) Sarana dan prasarana yang memadai akan mendukung tercapainya hasil

pembelajaran yang maksimal.

10) Lingkungan keberadaan kampus sangat memengaruhi mahasiswa untuk

mencapai tingkat keberhasilan dalam belajar, khususnya belajar tata

bahasa Jepang.

Page 185: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

185

Selain faktor- faktor di atas yang memengaruhi peningkatan hasil belajar tata

bahasa Jepang dasar dengan metode CTL, ada juga beberapa kendala yang

dihadapi ketika penerapan metode CTL dalam proses pembelajaran. Kendala –

kendala, tersebut antara lain seperti di bawah ini.

a) Penataan ruang belajar karena sudah terbiasa dengan sistem klasikal yang

berlaku.

b) Alokasi waktu yang terbatas menghakibatkan diskusi kelompok ketika

presentasi tidak maksimal.

c) Mahasiswa belum terbiasa kerja kelompok karena terpengaruh dengan

sistem pembelajaran sebelumnya.

d) Kebanyakan mahasiswa kurang percaya diri di depan kelas pada saat

mempresentasikan hasil kerja kelompok.

Page 186: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

186

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penilitian tindakan kelas yang dibahas pada Bab IV, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut.

1) Hasil tes awal kemampuan tata bahasa Jepang dasar (shoukyou bunpo) sebelum

penerapan metode CTL menunjukkan nilai mahasiswa tertinggi 72 dan nilai

terendah 40. Sebaran nilai pada tes awal tidak ada mahasiswa mendapat nilai

A, 4 orang mahasiswa mendapat nilai B, 17 orang mahasiswa mendapat nilai

C , 14 orang mahasiswa mendapat nilai D, bahkan 2 orang mahasiswa

mendapat nilai E, dari 37 orang mahasiswa. Hasil nilai rata-rata kemampuan

tata bahasa Jepang dasar seluruh mahasiswa pada tes awal adalah 51%.

Apabila dilihat kategori tingkat kemampuan mahasiswa, nilai rata-rata tata

bahasa Jepang dasar pada tes awal ini termasuk kategori kurang Artinya,

sebagian besar mahasiswa belum mampu mencapai persyaratan nilai kelulusan,

yakni nilai C (cukup).

2) Kemampuan tata bahasa Jepang dasar (shoukyou bunpo) mahasiswa sesudah

penerapan metode CTL pada tindakan tes siklus I menunjukkan nilai tertinggi

88 dan nilai terendah 50. Kemudian nilai pada tindakan tes siklus II meningkat

menjadi tertinggi 92 dan terendah 64. Hasil tes rata-rata kemampuan tata

bahasa Jepang dasar seluruh mahasiswa pada tindakan tes siklus I adalah 69%

kemudian meningkat pada tindakan tes siklus II menjadi 80%. Jadi, secara

186

Page 187: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

187

keseluruhan nilai mahasiswa pada tindakan tes siklus II telah mampu mencapai

kategori nilai B (baik ).

Subtes kemampuan pemakaian partikel dan unsur- unsur predikat kalimat

bahasa Jepang pada tes tindakan siklus I mencapai kategori nilai B (baik),

sedangkan subtes kemampuan mengenai pola kalimat dan makna kalimat

bahasa Jepang pada siklus I baru mencapai kategori nilai C (cukup).

Subtes kemampuan pemakaian partikel, unsur- unsur predikat, pola kalimat,

dan makna kalimat bahasa Jepang dasar pada tes tindakan siklus II sudah

mencapai kategori nilai B (baik). Adapun sebaran nilai yang diperoleh

mahasiswa adalah 9 orang mendapatkan nilai A ada, 24 orang mahasiswa

mendapat nilai B, 4 orang mahasiswa mendapat nilai C, tidak ada mahasiswa

mendapat nilai D atau E pada siklus II dari 37 orang mahasiswa .

Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah penerapan metode CTL

adalah sebesar 29% dengan perincian sebagai berikut. Peningkatan nilai rata-

rata kemampuan tata bahasa Jepang dasar seluruh mahasiswa dari tes awal ke

tes siklus I, yakni 18%, peningkatan nilai rata-rata kemampuan tata bahasa

Jepang dasar seluruh mahasiswa dari tes siklus I ke tes siklus II, yakni 11%.

Apabila dilihat dari kiteria kemampuan mahasiswa, maka peningkatan yang

terjadi adalah dari kategori kurang meningkat menjadi kategori cukup lalu

meningkat menjadi kategori baik.

3) Faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan kemampuan tata bahasa Jepang

dasar mahasiswa dengan penerapan metode CTL adalah sebagai berikut.

a) Minat, perhatian, dan motivasi belajar mahasiswa.

Page 188: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

188

b) Kekompakan kerja kelompok akan cepat menemukan dan mengonstruksi

hasil belajar.

c) Keberanian dan kebiasaan bertanya terhadap suatu hal yang belum

dimengerti.

d) Sarana prasarana pendidikan dan keberadaan lingkungan kampus, sangat

memengaruhi hasil belajar tata bahasa Jepang dasar.

Selain faktor- faktor di atas yang memengaruhi peningkatan hasil belajar tata

bahasa Jepang dasar dengan metode CTL, ada juga beberapa kendala yang

dihadapi ketika penerapan metode CTL dalam proses pembelajaran. Kendala –

kendala tersebut, antar lain seperti berikut.

a) Penataan ruang belajar karena sudah terbiasa dengan sistem klasikal yang

berlaku sampai sekarang.

b) Alokasi waktu yang terbatas sehingga ada kekhawatiran target pencapaian

kurikulum tidak terlialisasi.

c) Mahasiswa belum terbiasa kerja kelompok karena terpengaruh dengan

sistem pembelajaran sebelumnya.

d) Ketika ditugasi mahasiswa belajar kelompok di luar kelas mahasiswa

mengalami kesulitan karena kebanyakan kuliah sambil bekerja.

e) Kebanyakan mahasiswa kurang percaya diri di depan kelas pada saat

mempresentasikan hasil kerja kelompok.

Page 189: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

189

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan di atas, dapat disampaikan beberapa hal sebagai

berikut.

1) Institusi sebagai wadah proses pembelajaran, hendaknya menata ruang

belajar, khususnya tempat duduk mahasiswa seperti kerja kelompok

sehingga waktu belajar akan lebih efektif. Selain itu, melengkapi sarana

prasarana pendukung proses pembelajaran di tiap kelas sehubungan

dengan tehnologi dan informasi saat sekarang. Hal ini tidak mudah

dilaksanakan karena peneliti tahu ruang belajar bersifat kaminius. Ilmu

pengetahuan berkembang begitu pesatnya. Oleh karena itu, lembaga

hendaknya mengalokasikan waktu untuk memberikan pelatihan kepada

para dosen mengenai tindakan penerapan metode kontekstual dalam

proses pembelajaran.

2) Para dosen disarankan berinovasi mengubah metode mengajar dari

metode ceramah yang berpusat pada dosen ke metode CTL yang berpusat

pada mahasiswa. Dengan metode CTL dalam proses pembelajaran di kelas,

mahasiswa aktif berdikusi bersama kelompok, situasi kelas akan hidup,

mahasiswa merasa senang belajar sehingga mereka dengan mudah dapat

menemukan dan mengonstruksi hasil belajar. Selain itu, mahasiswa akan

terlatih mengungkapkan pendapat, tanya jawab, dan presentasi di hadapan

kelompok belajar atau orang lain.

3) Mahasiswa disarankan untuk terbiasa belajar kelompok, dengan belajar

kelompok akan terjadi sharing pendapat sehingga hasil belajar akan lama

Page 190: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

190

tersimpan dalam ingatan. Melalui kerja kelompok juga akan terbentuk

karakter untuk menghargai orang lain.

4) Untuk peneliti lainnya diharapkan untuk menyosialisasikan penerapan

metode CTL terhadap mata pelajaran lainnya. Hal itu penting karena

metode CTL tidak hanya terbatas untuk bahasa Jepang, tetapi juga dapat

dilaksanakan untuk bidang studi lainnya, dengan harapan nantinya dapat

mengubah paradigma pembelajaran dari teaching center menjadi student

center

Page 191: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

191

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Abu. 2004. Metodelogi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

Aqib. 2013. Model Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual. Bandung

Yrama Widya.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Grafindo

Persada.

Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Bety. 2008. “Penerapan Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam Pembelajaran

Bahasa Indonesia sebagai Peningkatan Hasil Belajar pada Ranah Kognitif,

Afektif, dan Psikomotor Siswa Kelas VII SMP Negeri I Kunduran Blora”.

Brown. 2007. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. White Plains, NY:

Pearson Education.

Candra. 2009. Nihongo no Joshi. Jakarta: Evergreen.

Dahidi, Sudjianto. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint

Blanc.

Darsono. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: CV. IKIP Semarang Press.

Daryanto. 2007. Dasar-Dasar Teknik Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Darsono. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: CV. IKIP Semarang Press.

Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning).

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Diknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning).

Jakarta : Ditjen Dikdasmen.

Iwabuchi, Tadasu. 1989. Nihon Bunpo Yoogo Jiten. Tokyo: Sanseido.

Johnson, Elaine B. 2010. Contextual Teaching and Learning, Menjadikan

Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: Kaifa.

Jonathan, Chiba Tadaki. 2013. Japanese Grammar Pool. Malang: Linguistik Pool

Media.

Kashima Tanomu. 1997. Onsei dalam Nihongo Kyoushi Yansei Shirrizu Onsei,

Hyouki, Goi, Moji Hyouki. Tokyo: Touhou.

Page 192: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

192

Khabibah. 2006. Inovasi Model Pembelajaran. Bandung : Alfabeta

Lestari. 2010. “Pembelajaran Kosa Kata Secara Kontekstual dalam

UpayaMeningkatkan Kemampuan Membaca Siswa Kelas XI Bahasa SMA

N2 Semarapura”.

Mahsun. 2005. Metodelogi Penelitian Bahasa. Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada.

Masnur, Muslich. 2007. KTSP Pembelajaran Bebasis Kompetensi dan

Kontekstual. Jakarta : Bumi Aksara.

Matsuura, Kenji. 1994. Kamus Bahasa Indonesia Jepang. Kyoto Sangyo

University Press.

Narohito. 2010. “Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika pada Siswa SMP N1 Tejakula”.

Nasution, 2012. Metode Research, Jakarta: Bumi Aksara.

Nita, Yoshio. 1997. Gendaigo no bunpo, Nihongo Yousetsu. Tokyo: Hisuji

Shobou.

Nurgiyantoro. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.

Yogyakarta : PT.BPFE.

Nurhadi. 2003. Kontekstual dan Penerapannya. Malang : Univesitas Negeri

Malang.

Nurhadi. 2004. Kurikilum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo.

Poerwadarminto. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka.

Purwanto. 2006. Proedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta.

Ratumanan, Tanwey Geson. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa

University Press.

Rusman. 2001. Model Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta : Rajawali Pers.

Rusman. 2012. Model Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta PT Raja Grafindo Persada.

Sarwono. 2006. Metodelogi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogjakarta:

Graha Ilmu.

Page 193: dalam pembelajaran tata bahasa jepang dasar (shokyou bunpo)

193

Slavin, R.E. 2008. Cooperative Learning, Teori, Riset, dan Praktik. Bandung:

Alfabeta.

Sudjana, Nana. 2005. Strategi Pembelajaran. Bandung: Folah Production.

Sudjianto. 2004. Gramatika Bahasa Jepang Modern Seri A. Jakarta : Kasaint

Blanc.

Sugiyono. 2006. Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Sukardi. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.

Jakarta : Bumi Aksara.

Susriati. 2009. “Penerapan Pembelajaran CTL untuk Meningkatkan Hasil Belajar

IPA Materi Bagian-bagian Utama Tumbuhan bagi Siswa Kelas XI

Miftahul Ulum 2 Nguling Kec. Nguling Kab. Pasuruan”.

Sutikno, Sobry. 2009. Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Prospect

Suryawan. 2008. “Penerapan Pendekatan Kontekstual Menggunakan Media

Skema Untuk Meningkatkan Ketrampilan Berbicara Siswa Kelas X SMA

Negeri 2 Singaraja”.

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung :

Humaniora Utama Press.

Syaiful Sagala. 2010. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Tanaka, Yone. 2002. Minna no Nihongo I dan II. Surabaya: Pusaka Lintas Budaya

Seri A Network. Tokyo 101. 3A Corporation.

Trianto. 2008. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta:

Prestasi Pustaka.

Yasuo, Kitahara. 1985. Nihongogaku. Tokyo: Asakura Shoten.