Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
2
DAMPAK INDUSTRI KONVEKSI TERHADAP PENGUSAHA
MUSLIM DI KECAMATAN TINGKIR TAHUN 1998-2014
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S. Hum.)
Oleh:
TIARA SOFIANA
NIM. 216 13 021
JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
3
4
5
6
MOTTO
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.(Al-Baqarah: 208)
(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya
manusia[250] telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", Maka Perkataan itu
menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik
Pelindung".(Al-Imran: 173)
7
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya yang
tercinta, Bapak Hariyanto dan Ibu Ruminah yang tidak pernah lelah
dalam menasehati, mendidik dan memotivasi setiap perjuangan saya.
Tanpa dorongan mereka saya bukan apa-apa.
Teruntuk Bapak Supardi dan Bapak Haryo Aji yang telah membantu di
setiap kesulitan dan memberi pengetahuan baru dalam menyelesaikan
tugas akhir saya.
Teruntuk ke enam saudara kandung saya Hartatik, Tholib Anwar, Dian
Rosita, Leili Rosita, Nunik Kurniawati, Beni Indi Bayu Aji.
Teruntuk sahabat empat tahun saya anak sulung di Sejarah Peradaban
Islam tahun 2013.
8
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Dengan menyebut nama Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan
hidayah dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap Nabi
Muhammad Saw. Skripsi ini disusun sebagai syarat mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuludin, Adab, dan
Humaniora IAIN Salatiga.
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dorogan, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu,
peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Benny Ridwan selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan
Humaniora.
3. Bapak Haryo Aji selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam.
4. Bapak Dr. Supardi., S. Ag, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi.
5. Kepada seluruh dosen Sejarah khususnya pada Jurusan Sejarah Paeradaban
Islam.
6. Keluarga Besarku yang tak henti-hentinya memberikan dorongan serta do’a
untukku.
9
7. Seluruh teman seperjuangan saya anak sulung SPI 2013..
10
ABSTRAK
Sofiana, Tiara. 2017.Dampak Industri Konveksi Terhadap Pengusaha Muslim di
Kecamatan Tingkir Tahun 1998-2014.Skripsi. Jurusan Sejarah Peradaban
Islam Fakultas Ushuludin, Adab, dan Humaniora. Institut Agama Islam Negeri
Salatiga. 2017. Pembimbing: Dr. Supardi, S. Ag., M.A.
Kata Kunci: Industri Konveksi, dan Pengusaha muslim
Penelitian ini merupakan analisis mengenai Dampak Industri Konveksi
Terhadap Pengusaha Muslim Di Kecamatan Tingkir. Adapun permasalahan yang ada
yaitu (1) Bagaimana gambaran umum konveksi di Tingkir? (2) Bagaimana pra-
sejarah industri konveksi di Tingkir? (3) Bagaimana sejarah tumbuhnya industri
konveksi di Tingkir?
Penelitian ini adalah jenis penelitian yang terjun langsung kelapangan (field
research), karena sumber data diperoleh langsung dari sumbernya. Penelitian ini
menggunakan metode sejarah. Sedangkan analisis data dari skripsi ini lebih
mengarah pada sosial ekonomi, kiat-kiat pengusaha muslim dalam menjalankan
bisnisnya, serta dampak industri konveksi terhadap pengusaha muslim di Kecamatan
Tingkir tahun 1998-2014.
Adapun hasil penelitian ini jika ditarik kesimpulan dari semua pembahasan,
peneliti melihat bahwa dampak industri konveksi di Tingkir sangat berpengaruh
terhadap kesejahteraan pengusaha muslim di Tingkir. Kemudian memunculkan
dampak bagi pengusaha muslim seperti dampak positifnya adalah penciptaan
peluang usaha dan pekerjaan yang lebih luas. Sedangkan dampak negatifnya adalah
pencemaran lingkungan antara lain polusi air bersih dan polusi udara. Dampak
negatif lainnya adalah adanya potensi konflik, disebabkan oleh kecemburuan sosial
sebagian orang asli daerah desa Tingkir terhadap masyarakat pendatang dalam
kemudahan mengakses pekerjaan khususnya disektor industri konveksi.
11
DAFTAR ISI
HALAMAN BERLOGO............................................................................. i
HALAMAN JUDUL.................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................... v
HALAMAN MOTTO.................................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................. vii
KATA PENGANTAR................................................................................ viii
ABSTRAK.................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................ 13
B. Batasan dan Rumusan Masalah................................................... 16
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................. 16
D. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 18
E. Kerangka Konseptual................................................................... 20
F. Metode Penelitian ....................................................................... 23
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 28
12
BAB II GAMBARAN UMUM INDUSTRI KONVEKSI DI TINGKIR
A. Profil Industri Konveksi di Tingkir.................................................... 33
B. Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Tingkir............................... 35
C. Kondisi Keagamaan Masyarakat di Tingkir..................................... 46
BAB III SEJARAH PRA-INDUSTRI KONVEKSI DI TINGKIR
A. Sejarah Wilayah Kecamatan Tingkir……....…………………........ 48
B. Transisi Wilayah Pertanian Menjadi Wilayah Industri.....……........ 54
BAB IV SEJARAH TUMBUHNYA INDUSTRI KONVEKSI DI TINGKIR
A. Latar Belakang Berdirinya Industri Konveksi di Tingki................... 58
B. Tokoh Perintis Industri Konveksi di Tingkir.................................... 62
C. Dinamika Industri Konveksi wilayah Tingkir tahun 1998-2014...... 66
D. Etika Bisnis Pengusaha Muslim di Tingkir....................................... 67
E. Dampak Keberadaan Industri Konveksi Terhadap
Kesejahteraan Pengusaha Muslim di Tingkir................................... 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................71
B. Saran....................................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kementerian Koordinator Perekonomianmengemukakan bahwa salah
satu industri unggulan di koridor Pulau Jawa adalah industri tekstil dan
produk tekstil. Disebutkan bahwa industri tekstil menyerap 1,3 juta tenaga
kerja. Selain itu, industri tekstil dan produk tekstil menyumbang devisa dan
produksi nasional. Keunggulan industri tekstil dan produk tekstil di koridor
pulau Jawa harus dapat digunakan untuk mempercepat dan memperluas
pembangunan ekonomi sedemikian rupa kemandirian, kemajuan, keadilan
dan kesejahteraan di Indonesia dapat diraih.1
Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat
modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi
peningkatan kemakmuran dan mobilitas perorangan yang belum pernah
terjadi sebelumnya pada sebagian besar penduduk dunia, terutama di negara-
negara maju. Bagi negara berkembang, industri sangat esensial untuk
memperluas landasan pembangunan dan memenuhi kebutuhan masyarakat
yang terus meningkat. Banyak kebutuhan umat manusia hanya dapat dipenuhi
oleh barang dan jasa yang disediakan dari sektor industri. Setiap bangsa
1Agung Riyadi dkk, Analisa Pertumbuhan Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Di
Berbagai Provinsi di Pulau Jawa.ISSN 2407-9189, Univesity Research Colloquium
2015, hlm. 16.
14
membutuhkan dan berhak mencita-citakan basis industri yang efesien untuk
memenuhi kebutuhan masyarakatnya yang terus berubah.
Industri mengekstraksimaterial dari basis sumber daya alam, dan
memasukkan baik produk dan limbah ke lingkungan hidup manusia. Dengan
kata lain, industri mengakibatkan berbagai perubahan dalam pemanfaatan
energi dan sumber-sumber daya alam. Industri telah meningkatkan
permintaan (demand) akan sumber daya alam (yang tak terperbaharui) dan
“memaksakan” daya tampung sistem alam untuk menyerap hasil sampingan
yang berupa limbah.2
Industri tekstil di dunia berkembang terus menerus. Hal ini
menghasilkan pertekstilan yang gemilang di antara kalangan mode.
Pertekstilan telah mengumpulkan cara-cara (methods) bagaimana
mempersiapkan bahan-bahan tekstil dan bagaimana membuatnya menjadi
benang dan kain.3
Dunia ini tidak henti-hentinya terdapat penemuan-penemuan baru
oleh para ahli (termasuk kita masing-masing) ini, sudah ada kemajuan silih
berganti, teknologi secara ilmiah berkembang terus, yang dulu hanya
khayalan, sekarang sebagian telah terwujud. Semua ini adalah sebagian
timbul dari konsumen di masing-masing tempat di dunia ini dalam standar
hidupnya lebih lama dan lebih tinggi, antara lain permintaan kualitas yang
dikehendaki, generasi tua dulu adalah dianggap sebagai barang mewah,
2Philip Kristanto, Ekologi Industri, (Yogyakarta: ANDI, 2004), hlm. 155.
3 N. Sugiarto Hartanto,Teknologi Tekstil, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1979),
hlm. 1.
15
menikmati komoditi kelas tinggi, tetapi untuk generasi muda sekarang hanya
sebagai kehidupan sehari-hari saja, sebagai contoh tersebut banyak sekali,
maka dengan adanya perkembangan teknologi dan ilmiah standar hidup
manusia meningkat terus, dengan meningkatnya kualitas masalah ini tidak
perlu didengungkan lagi. Aspek kualitas produksi merupakan kebutuhan
industri pada saat ini tidak lepas dari pengetahuan dan saran yang terutama
untuk membuat profesi yang baik.4
Secara geografis, Kecamatan Tingkir berada di sebelah timur Kota
Salatiga dengan jumlah penduduk 43.503 orang.Usaha konveksi di Tingkir
terletak di Kelurahan Tingkir Lor, Tingkir Tengah, dan Kalibening.Warga
Tingkir awalnya bermata pencaharian di sektor pertanian kemudian beralih ke
sektor industri konveksi. Pengusaha muslim di Tingkir mendapat binaan dan
pasokan bahan dari pabrik garmen DAMATEX. Lebih dari tiga puluh rumah
tangga bergantung pada sektor industri konveksi.90% warga di Tingkir
mengeluti dunia jahit-menjahit.
Meskipun produksinya dari limbah pabrik, kualitas dari pengusaha
tetap terjamin.Hasil para pengusaha sudah merambah ke Bandung, Jakarta,
Yogyakarta, Bali, dan Sumatera. Kekuatan daya jual hasil produksi para
pengusaha industri konveksi relatif murah di banding dengan daerah lain.
Pakaian yang dibuat oleh pengusaha di respon positif oleh pasar.Dari situ
mulailah muncul industri konveksi skala kecil di Tingkir.
4 Peter Chang M.K,Pengendalian Mutu Terpadu Untuk Industri Tekstil dan
Konfeksi Dengan Cara Baru, Sederhana dan Praktis, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2003),
hlm. vi.
16
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Penelitimembatasi penelitian ini daritahun 1998 hingga tahun
2014.Pemilihan tahun 1998 disebabkanterjadinya krisis moneter di
Tingkir, konveksi di Tingkir mempengaruhi masyarakat Tingkir untuk
berpindah mata pencaharian menjadi penjahit atau pengusaha di bidang
konveksi dengan memanfaatkan limbah tekstil dari Pabrik DAMATEX
Salatiga. Dan penulis membatasi penelitian ini hingga tahun 2014 karena
pada tahun ini Pabrik DAMATEX mengalami penurunan produksi yang
berimbas pada produksi industri tekstil rumahan Tingkir Salatiga.
Dari uraian diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini antara lain:
a. BagaimanaGambaran Umum Industri Konveksi di Kecamatan Tingkir?
b. Bagaimana Sejarah Pra-Industri Konveksi di KecamatanTingkir?
c. Bagaimana Sejarah Tumbuhnya Industri Konveksi di Kecamatan Tingkir?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Pada proses pembahasannya, peneliti berusaha untuk menyusun
secara sistematis, yang didasari dengan tujuan dan kegunaan penelitian ini.
Tujuan dan kegunaan penelitian ini, berguna sebagai patokan untuk
menentukan ke arah mana penelitian ini dan untuk apa penelitian ini
dilakukan. Arti penting penelitian ini adalah tema penelitian ini belum
pernah ada yang meneliti. Hal ini menjadi celah kajian penting bagi
peneliti.
17
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Menguraikan Sejarah Perkembangan IndustriKonveksi Terhadap
Pengusaha Muslim di Kecamatan Tingkir Tahun 1998-2014.
2. Menganalisis Peran Industri Konveksi bagi Kehidupan Sosial-
Ekonomi Pengusaha Tekstil Muslim di Kecamatan Tingkir.
3. Menjelaskan Dampak Industri Konveksi Terhadap Lingkungan
Kerja di Tingkir.
4. Menguraikan Peran Penting Keberadaan Industri Konveksi bagi
Sosial-Ekonomi dan Budaya Kerja di Tingkir.
Dengan adanya penelitian ini, dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Secara praktis akademis diharapakan dapat memberikan
sumbangan informasi mengenai dampakindustri tekstil terhadap
sistem ekonomipengusaha muslim di Kecamatan Tingkir.
2. Dapat memberikan koleksi pustaka bagi Jurusan Sejarah Peradaban
Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
3. Diharapkan dapat memberikan informasi Mengenai Potensi
Industri Tekstil Tingkir Pada Pemerintah.
18
D. Tinjauan Pustaka
Dalam skripsi ini menggunakan sumber berupa pustaka-pustaka,
sumber-sumber pustaka yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain:Sumber pustaka pertama berupa jurnal dari Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor yang berjudul Keterlekatan Etika Moral Islam
Dan Sunda Dalam Bisnis Bordir di Tasikmalaya yang di tulis oleh
Joharotul Jamilah dkk. Jurnal ini menjelaskan mengenai Karakterisik
Pengusaha Islami-Sundanis adalah memiliki solidaritas organis, stratifikasi
sosial terbuka dan tradisi memudar, Tipe Pengusaha Sunda-Islami
memiliki karakter solidaritas mekanis, stratifikasi sosial tertutup dan lebih
dapat menjaga tradisi. Adapun Pengusaha Kapitalis memiliki ciri
eksploitatif, ekspansif, persaingan bebas dan liberasi perdagangan.
Sumber kedua berupa buku yang berjudul Minawang Hubungan
Patron - Klien Di Sulawesi Selatan yang di tulis oleh Heddy Shri Ahimsa
Putra. Buku ini membahas mengenai pengusaha dan buruh muslim.Bahwa
patron klien merupakan hubungan dua individu yang saling
menguntungkan dan ada timbal balik dalam hubungan tersebut. Dimana
seorang pengusaha yang lebih tinggi kedudukannya (patron) merupakan
pengaruh dan sumber daya yang dimilikinya untuk memberikan
keuntungan kepada seorang buruh muslim yang lebih rendah
kedudukannya (klien).
19
Sumber pustaka selanjutnya berupa buku yang berjudul Antara
Perut & Etos Kerja Dalam Perspektif Islam, yang ditulis oleh Thohir
Luth, dan diterbitkan Gema Insani pada tahun 2001. Buku ini menjelaskan
mengenai konsep kerja berdasarkan Islam serta moralitas kerja
berlandaskan ajaran Islam. Dalam perspektif islam, bekerja adalah
aktivitas ibadah yang melibatkan Allah dan manusia secara bersama-sama.
Manusia selaku pencari kerja hendaknya membawa dan menjadikan nilai-
nilai agama sebagai pedoman dan petunjuk. Pengertian lain, dalam bekerja
manusia tidak boleh melepaskan diri dari ajaran agama islam.
Sumber selanjutnya berupa skripsi yang berjudul Keputusan
Sumber Pendanaan Berdasarkan Karakteristik Individu Dan Karakteristik
Usaha UKM Konveksi Di Tingkir Salatiga di tulis oleh Eka Putriani,
Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana. Artikel ini
menjelaskan mengenai konveksi di Tingkir Salatiga dari sudut pandang
ilmu ekonomi, perbedaan dengan skripsi ini dengan penelitian ini ialah
pada ilmu yang digunakan sebagai ilmu bantu, penelitian ini menggunakan
pendekatan multidimensional yaitu dengan sosial-ekonomi dan ilmu
sejarah, dan ilmu tentang kelingkungan. Dalam hal ini penelitian ini lebih
menekankan pada sudut pandang sejarah ekonomi dan menguraikan isi
menggunakan pendekatan sosial-ekonomi.
20
E. Kerangka Konseptual
Dengan tuntutan zaman yang semakin modern kapitalisme tidak
luput dari dunia perekonomian di seluruh negara di dunia. Menurut Marx,
kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang memungkinkan beberapa
individu menguasai sumber daya produktif vital, yang mereka gunakan
untuk meraih keuntungan maksimal. Marx menyebut kaum individu ini
sebagai kaum borjuis. Kaum borjuis mempekerjakan kelompok orang yang
disebut proktar. Golongan proktar ini memproduksi barang-barang yang
oleh kaum kapitalis kemudian dijual di pasar untuk mencari keuntungan.
Para kapitalis tersebut bisa memperoleh keuntungan karena membayar
buruh (proktar) kurang dari nilai murni barang-barang yang dihasilkan.5
Munculnya kapitalisme tidak lepas dari keberadaan industri sebagai
penopang perekonomian negara, salah satu industri yang berpengaruh di
Indonesia adalah industri konveksi.
Industri tekstil dan produk tekstil merupakan sekelompok Industri
yang memproduksi serat, benang, kain, serta garmen, dan industri lainnya.
Industri ini merupakan industri yang saling terkait mulai dari hulu, yakni
produksi serat (fiber) sampai industri hilir yakni garmen.6 Dalam wilayah
industri atau lingkungan sekitar tempat didirikannya industri akan mengalami
transformasi sosial sebagai akibat dari keberaadaan industri.
5Abdul Khobir, Islam dan Kapitalisme, Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan, Jl.
Kusumabangsa No. 9. 6Hery Irawan & Roni Suryatoga, Analisa Rantai Nilai Industri Tekstil Dan
Produk Tekstil (TPT) di Indonesia, Jurnal Manajemen Indonesia Vol. 9 No. 3, September
2009.
21
Konsep transformasi mengaitkan dengan perubahan di bidang sosial,
politik, ekonomi, budaya, atau pun dengan sistem nilai keagamaan. Dalam
prespektif ilmu sosial, itu merupakan proses perubahan kehidupan dari
kondisi stagnan menuju tatanan yang lebih baik (ideal).7 Dalam proses
transformasi sosial terdapat pengusaha muslim yang diuntungkan dalam
kegiatan industri tekstil yakni pengusaha muslim. Pengusaha muslim
berperan besar dalam kelangsungan industri tekstil. pengusaha muslim
melakukan mobilitas sosial baik mobilitas horisontal maupun vertikal melalui
kegiatan industri tekstil.
Mobilitas horizontal dapat diartikan sebagai “gerak perpindahan”
yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau pun komunitas dari status
tertentu pada status yang tanpa diikuti dengan terjadinya perubahan
kedudukan sosialnya. Misalnya, kaum urban yang meninggalkan sumber
kehidupannya sebagai petani atau nelayan di desa untuk ke kota, dengan
tujuan memperbaiki status sosial ekonominya, namun dalam realitasnya sulit
untuk terwujud, karena untuk membangun status kehidupan sosial yang
berbasis pada kekuatan ekonomi di wilayah perkotaan, diperlukan kualitas
SDM yang kompetitif dan juga jaringan sosial yang kuat.Sementara itu
mobilitas vertikal, adalah suatu gerak perpindahan dari status sosial tertentu
pada status sosial lain yang tidak sederajat. Berlangsungnya mobilitas vertikal
adalah mengarah pada dua arah, yaitu: menanjak dan menurun. Bagi yang
7M Luthfi Malik. Etos Kerja, Pasar dan Masjid (Jakarta: LP3ES,2013), hlm. 13.
22
menanjak, misalnya keberhasilan para transmigran di berbagai daerah di
Indonesia dalam hal mengangkat status sosial ekonomi mereka.8
Industri konveksi di wilayah Tingkir Salatiga menciptakan pola
hubungan patron klien pada para pelaku ekonominya. Hubungan patron
klien adalah hubungan yang terjadi antara individu-individu yang berbeda
status sosial ekonominya yaitu pihak yang satu lebih banyak membari dan
pihak yang lain banyak menerima (Ahimsa-Putra dkk, 2003: 24).
Hubungan patron klien adalah hubungan sosial yang muncul melalui dan
dalam interaksi-interaksi sosial yang mempunyai ciri bersifat spontan dan
pribadi, dan adanya interaksi tatap muka diantara pelaku yang berlangsung
secara berkesinambungan.9
Menurut H. Cohen (dalam Ahimsa-Putra, 1988: 30) pendekatan
dalam analisis ikatan patron klien memandang gejala ini sebagai gejala
yang muncul karena adanya kondisi-kondisi tertentu dalam masyarakat.
Misalnya mengulas gejala patronase di Bornu, Afrika, dari sudut ini. Akan
tetapi disitu dia tidak menggunakan istilah hubungan patron klien,
melainkan hubungan feodal, yaitu hubungan yang melibatkan dua orang,
yang satu lebih tinggi atau superior daripada yang lain, dimana pihak yang
lebih tinggi memberikan perlindungan, keamanan ekonomi dan kedudukan
dalam masyarakat sebagai ganti atas kesetiaan, kepatuhan serta jasa yang
telah diberikan oleh pihak yang lebih rendah atau subordibat. W.F
8M Luthfi Malik. Etos Kerja, Pasar dan Masjid (Jakarta: LP3ES,2013), hlm. 21-
22. 9 Mita Sari Risdiani, Hubungan Patron Klien Dalam Industri Kerajinan Tenun
Ikat Troso Desa Troso Kecamatan Pencangaan Kabupaten Jepara, Skripsi, (Semarang:
Universitas Negeri Semarang, 2015), hlm. 28.
23
Wertheim (dalam Ahimsa-Putra 1988: 32) mengenai bentuk hubungan
patronase berpendapat bahwa dalam hubungan tersebut dapat masuk suatu
bentuk eksploitasi yang jelas, namun karena relasi bersifat, pribadi,
informal dan sedikit paternalism akan ada kecenderungan untuk
memanusiawikan. Dalam hal ini lebih tidak melihat perbedaan antara
hubungan yang eksploitatif dengan hubungan patron klien. Di balik sudut
pandang initerselip suatu asumsi jika klien-klien seorang patron tidak bisa
melepaskan diri dari ikatan tersebut, atau setidaknya mereka tidak mampu
menghitung secara tepat bahwa apa yang dia berikan adalah melebihi dari
apa yang dia terima dari sang patron. Namun seperti yang kita lihat, relasi
patron klien ini sifatnya suka rela. Seorang tidak perlu dipaksa untuk
patron dan tidak perlu pula dipaksa menjadi klien, karena seorangpun
dapat memutuskan hubungan dengan patronnya jika ia merasakan tidak
adanya keseimbangan lagi dari hubungantimbal-balik mereka.10
F. Metode Penelitian
Tahap pertama adalah Heuristik atau pengumpulan sumber.
Sumber sejarah dapat berupa bukti yang ditinggalkan manusia yang
menunjukan segala aktifitasnya di masa lampau baik berupa peninggalan-
peninggalan maupun catatan-catatan. Sumber ini bisa ditemukan
diperpustakaan-perpustakaan, Internet, untuk arsip bisa diperoleh dikantor-
10
Ibid, hlm. 29.
24
kantor atau instansi-instansi tertentu.11
Dalam penulisan ini, peneliti
menggunakan sumber yang berupa buku-buku dan didalam upaya
Heuristik penulis juga menggunakan metode sejarah lisan, sejarah lisan
adalah bagian dari metode sejarah yang meliputi teknik pengumpulan
sumber sejarah yang dilakukan dengan wawancara kemudian ditujukan
kepada pelaku dan saksi sejarah yang hidup pada zaman yang sedang
diteliti oleh peneliti sejarah.12
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data-
data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun kajian ini yakni :
1. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang dilakukan
oleh peneliti dengan secara langsung ke lapangan untuk meneliti serta
mencari data-data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang
akan diteliti, agar dapat dibahas berdasarkan informasi atau bukti data-
data yang ditemukan. Ada 2 teknik yang digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data-data dan informasi penelitian lapangan, yaitu:
- Pengamatan (observasi)
Adalah suatu teknik yang dilakukan peneliti untuk
mengamati secara langsung objek yang berkaitan dengan penelitian
dan bukti-bukti tentang Dampak Industri Konveksi Terhadap
Pengusaha Muslim di Kecamatan Tingkir.
11
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012),
hlm. 67. 12
Paul Thompson, Suara dari Masa Silam: Teori dan Metode Sejarah
Lisan,(Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hlm. 25.
25
- Tradisi lisan atau Wawancara
Adalah suatu teknik yang dilakukan dalam pengumpulan
data dengan mencermati penuturan-penuturan informasi yang
sifatnya turun-temurun dan dapat memberikan keterangan terhadap
masalah yang akan diteliti untuk mewujudkan fakta-fakta dalam
rangka penyusunan sejarah lokal tersebut, misalnya dengan
mengadakan wawancara langsung dengan saksi sejarah yang
mengetahui tentang dampak industri tesktil terhadap sistem
ekonomi pengusaha muslim di Kecamatan Tingkir, wawancara
dengan orang-orang di wilayah Tingkir. Peneliti akan mengadakan
wawancara kepada ibu Lilis, Inaselaku Pengusaha Konveksi,
peneliti juga akan mengadakan wawancara kepada Puji Astuti
selaku Karyawan.
2. Penelitian Kepustakaan
Melalui penelitian kepustakaan ini sumber-sumber buku yang
dapat dijadikan sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini. sumber
kepustakaan yang akan dikaji adalah, Perpustakaan Jurusan Sejarah
IAIN Salatiga kampus II, perpustakaan Daerah Salatiga, perpustakaan
kampus II IAIN Salatiga, perpustakaan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, perpustakaan Percik Salatiga.
Tahap kedua Kritik sumber atau VerifikasiPenulisan sejarah
dikenal dua macam sumber yaitu sumber primer dan sumber sekunder.
sumber primer adalah kesaksian dari seseorang dengan mata kepala
26
sendiri atau saksi dengan panca indra yang lain atau dengan alat
mekanisme. Sumber kedua adalah sumber sekunder, sumber skunder
adalah merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan saksi mata,
yakni dari orang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan.
Kritik sumber merupakan verifikasi sumber yaitu pengujian kebenaran
atau ketetapan dari sumber sejarah. Kritik sumber ada dua yaitu kritik
eksteren dan kritik intern untuk menguji kredibilitas sumber.
- Kritik eksternal
Hal ini berguna untuk menetapkan keaslian data, dilakukan
kritik eksternal. Menurut Helius Sjamsuddin kritik eksternal ialah
cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar
dari sumber sejarah. Apakah fakta peninggalan atau dokumen itu
merupakan yang sebenarnya, bukan palsu. Berbagai tes dapat
dipergunakan untuk menguji keaslian tersebut, misalnya untuk
menetapkan umum dokumen melibatkan tanda tangan, tulisan
tangan, kertas, cat, bentuk huruf, penggunaan bahasa, dan lain-
lain.13
- Kritik Internal
Setelah dilakukan suatu dokumen diuji melalui kritik
eksternal, berikutnya dilakukan kritik internal. Kritik internal harus
menguji motif, keberpihakan dan keterbatasan si penulis yang
mungkin melebih-lebihkan sesuatu atau sebaliknya mengabaikan
13
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2012), hal.104.
27
sesuatu.14
Walaupun dokumen itu asli, tetapi apakah mengukapkan
gambaran yang benar, Bagaimana mengenai penulis dan
penciptanya, Apakah ia jujur, adil dan benar-benar memahami
faktanya, dan banyak lagi pertanyaan yang bisa muncul seperti
diatas. Sejarawan harus benar-benar yakin bahwa datanya antentik
dan akurat.
Tahap ketiga adalah interpretasi atau penafsiran sejarah
penulisan. Menurut Daliman,Interpretasi adalah menafsirkan fakta
sejarah dan merangkai fakta tersebut hingga menjadi satu kesatuan
yang harmonis dan masuk akal. Dari berbagi fakta yang ada
kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk dan struktur.
Fakta yang ada ditafsirkan sehingga ditemukan struktur logisnya
berdasarkan fakta yang ada, untuk menghindari suatu penafsiran
yang semena-mena akibat pemikiran yang sempit. Bagi sejarawan
akademis, interpretasi yang bersifat deskriptif saja belum cukup.
Dalam perkembangan terakhir, sejarawan masih dituntut untuk
mencari landasan penafsiran yang digunakan.
Tahap keempat historiografi.Setelah melakukan proses
analisis dan sintesis, proses kerja mencapai tahap akhir yaitu
historiografi atau penulisan sejarah. Proses penulisan dilakukan
agar fakta-fakta yang sebelumnya terlepas satu sama lain dapat
14
Sumanto, Teori dan Aplikasi Metode Penelitian, (Yogyakarta: Buku Seru,
2014), hlm. 176.
28
disatukan sehingga menjadi satu perpaduan yang logis dan
sistematis dalam bentuk narasi kronologis.15
Historiografi adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah
dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk
penulisan sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap data-data
yang ada. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agar orang lain
dapat mengerti pokok-pokok pemikiran yang diajukan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh suatu karya yang mudah dipahami, maka
penulis menyusun pembahasan penelitian ini menjadi lima Bab.
BAB I Pendahuluan meliputi Latar Belakang, Batasan dan
Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka,
Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.
Pembahasan pada bab ini menjelaskan mengenai pokok bahasan bab-bab
selanjutnya dan mencerminkan kerangka berfikir peneliti.
BAB II Gambaran Umum Konveksi di Kecamatan Tingkir Pada
bab ini penulis membahas mengenaiProfil Konveksi di Wilayah Tingkir,
Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Tingkir, Kondisi
Keagamaan Masyarakat di Kecamatan Tingkir.
15
Paul Veyne, Writing History, Essay on Epistemology, terj. Bhs. Prancis ,mina
moore-rinvolucri, (Middletown,connect: Wesleyan Univercity Press, 1984), hlm. 121.
29
BAB III Pra-Industri Industri Konveksi di Kecamatan Tingkir Pada
Bab ini penulis membahas mengenai Sejarah Wilayah Tingkir, Transisi
Wilayah Pertanian MenjadiWilayah Perindustrian.
BAB IV Sejarah Tumbuhnya Industri Konveksi di Kecamatan
Tingkir Pada bab ini penulis membahas mengenai Latar Belakang
Berdirinya Industri Konveksi di Tingkir, Tokoh Perintis Industri Konveksi
di Tingkir, Pertumbuhan Industri Konveksi di Tingkir, Etika Bisnis
Pengusaha Muslim di Tingkir, Dampak Keberadaan Industri Konveksi
Terhadap Kesejahteraan Pengusaha Muslim di Tingkir.
BAB V Penutup pada bab ini berisi kesimpulan dan saran
30
BAB II
GAMBARAN UMUM KONVEKSI DI KECAMATAN TINGKIR
A. Profil Industri Konveksi di Tingkir
Salatiga merupakan kota yang letaknya cukup strategis karena berada
di persimpangan tiga kota besar, yaitu Semarang, Solo dan Yogyakarta. Kota
ini dikelilingi wilayah kabupaten Semarang, berada di cekungan kaki Gunung
Merbabu dan di antara gunung- gunung kecil lainnya yaitu : Gajah Mungkur,
Telomoyo dan Payung. Secara administratif, kota Salatiga terbagi menjadi 4
kecamatan dan 22 kelurahan, dengan wilayah seluas 5.678,11 hektar atau
56,781 Km² (2006). Jumlah penduduk tercatat sebanyak 176.795 jiwa (2006).
Secara geografis, kecamatan Tingkir berada di sebelah timur Kota Salatiga
dengan jumlah penduduk sebanyak 43.533 orang.16
Usaha konveksi di Tingkir terletak di Kelurahan Tingkir Lor, Tingkir
Tengah dan Kalibening. Asal mula usaha konveksi di Tingkir dimulai secara
turun temurun dan mulai berkembang ketika Pabrik Tekstil Damatex dan
Timatex membuka pabriknya di Salatiga pada tahun 1970an. Sebagai salah
satu bentuk kemitraan dan bina lingkungan yang dilakukan Damatex adalah
membina penjahit-penjahit dengan cara melakukan pelatihan dan memberikan
bantuan peralatan mesin jahit kepada pengusaha. Sampai muncul istilah
“BELANDA” yang artinya “Belakang Damatex” untuk pengusaha konveksi
16
Kantor Bank Indonesia Semarang, Upaya Menggerakkan Perekonomian
Daerah Melaui Program Fasilitas Percepatan Pemberdayaan Ekonomi Daerah
(FFPED) Untuk Industri Tekstil Di Tingkir, Salatiga, tahun 2008, hlm. 2.
31
di Tingkir. Saat itu baru ada sekitar 12 pengusaha yang menjadi binaan
Damatex yang masih terpusat di Tingkir Lor atau lebih terkenal dengan nama
Cengek. Di samping bantuan tersebut, pengusaha konveksi juga mendapatkan
kemudahan untuk mendapatkan kain sisa yang merupakan limbah dari
Damatex. Ini membuat usaha konveksi di Tingkir dapat berkembang dengan
cukup bagus tertutama pada awal tahun 1990an dimana hampir setiap rumah
di Tingkir memiliki mesin jahit untuk membuat usaha konveksi ini. Ini
membuat daerah lainpun ikut mulai berusaha di bidang tekstil yaitu Tingkir
Tengah dan Kalibening. Pada saat itu sekitar 250 pengusaha konveksi ada di
Tingkir.17
Sebagian besar pengusaha di Tingkir membuat celana kolor (hawai),
sprei, sarung bantal, bed cover dan berbagai bentuk produk rumah tangga dari
kain. Setelah adanya krisis moneter tahun 1998, usaha konveksi di Tingkir
mulai menunjukkan gejala penurunan. Ini ditandai dengan perolehan bahan
baku yang semakin sulit karena bahan baku dari Damatex semakin sulit
diperoleh dan jumlah serta kualitasnya semakin buruk.Hal ini menyebabkan
pengusaha dengan modal kecil cukup kesulitan untuk mengakses bahan baku
sehingga banyak yang gulung tikar. Sampai awal tahun 2000 hanya sekitar 80
orang pengusaha yang bertahan dan menurut data sensus ekonomi di tahun
2006 saat ini masih ada sekitar 60 pengusaha yang eksis dengan tenaga kerja
tetap yang terserap sekitar 600 orang dan tenaga penjahit borongan atau
sangan berjumlah 500 orang. Berdasarkan hasil identifikasi awal diperoleh
17
Ibid, hlm. 3.
32
informasi bahwa kondisi usaha di Tingkir saat ini masih cukup bagus karena
masih banyak pedagang yang mengambil barang dagangan dari Tingkir
utamanya dari luar pulau Jawa maupun sebagian dari Jawa dengan omzet
yang cukup besar.
Produk di Tingkir juga cukup menarik bagi konsumen karena
harganya murah dan kualitas kain dan jahitan cukup baik. Di samping itu,
tenaga kerja terampil yang tersedia di Tingkir cukup banyak sehingga
peluang industri konveksi di Tingkir untuk berkembang masih besar. Namun
demikian, terdapat ancaman dari industri konveksi di daerah lain (Klaten dan
Pekalongan) yang mampu menjual dengan lebih murah karena alternatif
perolehan bahan bakunya lebih banyak antara lain dari Bandung dan
Cirebon.18
B. Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Tingkir
Dalam kehidupan sosial antara pengusaha muslim konveksi dengan
para penjahit di Tingkir Salatiga tercipta hubungan patron klien.
Hubungan ini merupakan hubungan kerja antara pengusaha sebagai kelas
sosial yang lebih tinggi dan tataran yang lebih rendah yaitu penjahit.
Pengusaha konveksi dengan penjahit memiliki ketergantungan yakni
pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja untuk menyelesaikan target
produksi, sedangkan bagi penjahit keberadaan pengusaha konveksi
18Ibid, hlm. 4.
33
memberikan lapangan kerja sehingga para penjahit dapat memberikan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Wilayah Tingkir berkembang menjadi wilayah industri konveksi yang
menjadi tumpuan ekonomi masyarakatnya. Mata pencaharian utama
masyarakat Tingkir bergantung pada industri konveksi. Latar belakang
munculnya industri konveksi berawal dari Pabrik DAMATEXyang
membuang limbah tekstil tidak dimanfaatkan. Keberadaan limbah tekstil
mendorong kreatifitas dari masyarakat Tingkir yang memanfaatkan limbah
tekstil menjadi produk pakaian berupa celana kolor, kemeja, gamis, clemek
dan lain-lain.
Status Wilayah Tingkir Salatiga sebagai wilayah Industri konveksi
membentuk pandangan hidup masyarakatnya dalam bidang pendidikan,
masyarakat Tingkir memiliki minat yang rendah terhadap dunia pendidikan
dari generasi mudanya. Selain itu memiliki pandangan bahwa pendidikan
tidak begitu dianggap penting. Para orang tua mengarahkan anak-anaknya
untuk melanjutkan usaha konveksi miliknya. Generasi muda dilatih untuk
menjahit serta menjalankan usaha konveksi.
Sekitar tahun 2010 masyarakat Tingkir mulai memperhatikan tingkat
pendidikan, didorong dengan tersedianya lembaga pendidikan berupa
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menawarkan jurusan tata busana
yang melatih muridnya untuk memiliki keterampilan dalam hal men-design
pakaian serta menjahit hingga pakaian dapat dipakai. Kesadaran masyarakat
terhadap tingkat pendidikan mulai meningkat karena masyarakat Tingkir
34
sadar bahwa untuk menjalankan usaha konveksi tidak hanya membutuhkan
keterampilan menjahit namun dibutuhkan pengalaman, jaringan ekonomi
yang baik dan manajemen yang baik pula. Untuk memiliki keterampilan,
jaringan ekonomi, serta manajemen pendidikan merupakan lembaga yang
tepat untuk membentuk mental dan keterampilan sebagai penerus usaha
konveksi orang tuanya.
Dalam hubungan antara pemilik modal atau pengusaha konveksi
dengan penjahit (buruh) membentuk pola hubungan patron klien, pengusaha
konveksi sebagai patron dan penjahit sebagai klien. Interaksi yang terjadi
ialah pengusaha konveksi sebagai kelas sosial yang lebih tinggi berhak
memberi perintah terhadap penjahit, dan pengusaha berhak mengkritik hasil
pekerjaan dari para penjahit, hak tersebut ada karena pengusaha konveksi
sebagai pemilik modal yang memberi upah para penjahit. Pola patron klien
juga terjadi pada pengusaha konveksi dengan tengkulak, dalam pola
hubungan ini yang menjadi patron ialah tengkulak dan yang menjadi kliennya
adalah pengusaha konveksi.
Kehidupan sosial ekonomi di Tingkir Salatiga dapat dilihat dengan
jelas mengenai perkembangan sosial ekonominya menggunakan data-data
sebagai berikut:
a. Pemerintahan
Hingga tahun 2014 telah terjadi pemekaran wilayah di
Kecamatan dari 6 kelurahan menjadi tujuh kelurahan. Kelurahan
Kutowinangun secara administratif mengalami pemekaran menjadi 2
35
kelurahan yaitu Kutowinangun Kidul dan Kutowinangun Lor.
Sementara itu untuk perkem-bangan RT dan RW dari tahun ketahun
selalu meningkat atau bertambah. Pertumbuhan ini sejalan dengan
pertumbuhanjumlah rumah tangga dan pembangunan fasilitas umum
seperti perumahan atau pemukiman.
Kelurahan Kutowinangun Lor merupakan kelurahan yang
mempunyai jumlah RTterbanyak, yaitu 85 RT. Sedangkan untuk
jumlah RW terbanyak terdapat di Kelurahan Tingkir Tengah, yaitu 10
RW. Untuk Kelurahan Kalibening sampai dengan tahun 2015 masih
memiliki jumlah RW dan RT yang paling sedikit yaitu 3 RW dan 9
RT. Jumlah pegawai laki-laki masih lebih banyak dari pegawai
perempuan di kantor kecamatan dan kelurahan di wilayah Tingkir,
yaitu mencapai58,43 persen.19
b. Ketenagakerjaan
Salah satu modal penggerak roda ekonomi yaitu tersedianya
tenaga kerja yang memadai dan berkualitas serta mempunyai daya
saing tinggi sehingga dapat mengangkat roda perekonomian di suatu
wilayah baik di daerah, regional maupun secara nasional. Dalam sektor
ketenagakerjaan ditemukan bahwa angkatan kerja yang produktif
dalam memnghasilkan sektor barang dan jasa umumnya berusia 15-64
tahun.
19
Kecamatan Tingkir Dalam Angka Tahun 2014, hlm. 5.
36
Sebagian besar angkatan kerja di wilayah Kecamatan Tingkir
adalah berusaha atau bekerja di sektor jasa, Industri Pengolahan,
Perdagangan dan Pertanian. Penduduk Kecamatan Tingkir yang
berusia 10 tahun keatas bekerja sesuai bidangnya.
JUMLAH PENDUDUK KECAMATAN TINGKIR MENURUT
JENIS MATA PENCAHARIAN (USIA 10 TAHUN KEATAS)
TAHUN 1997
Tabel: 2.1
Nama
Kelurahan
Petani Buruh
Tani
Nelayan Pengusaha Buruh
Industri
Buruh
Bangunan
Tingkir Tengah 134 194 0 38 177 37
Tingkir Lor 225 193 0 55 381 75
Kalibening 69 80 0 11 51 29
Sidorejo Kidul 114 119 0 4 295 407
Gendongan 2 0 0 50 294 551
Kutowinangunan 62 154 0 123 2.017 1.310
Jumlah 606 740 0 281 3.215 2.409
Tabel (lanjutan)
Nama Kelurahan Perdagangan PNS Pensiunan Lainnya
Tingkir Tengah 122 61 21 620
Tingkir Lor 292 46 21 890
37
Kaibening 48 5 6 77
Sidorejo Kidul 230 28 27 90
Gendongan 349 448 561 1.684
Kutowinangunan 1.209 842 651 5.705
Jumlah 2.164 1.412 2.688 9.066
Perubahan penggunaan lahan secara langsung berpengaruh
terhadap perubahan mata pencaharian penduduk Tingkir. Berkurangnya
lahan pertanian dan pembebasan tanah oleh industri mengakibatkan terjadi
pergeseran pekerjaan.
Berkembangnya industri konveksi di Kecamatan Tingkir
memberikan peluang pekerjaan yang lebih luas, dimana sebelum
berkembangnya industri peluang kerja di Tingkir sangat terbatas baik
dalam jenis pekerjaan maupun kesempatan kerjanya, tetapi setelah
berkembang industri konveksi peluang kerja untuk penduduk Tingkir lebih
tersedia baik pekerjaan pada bidang industri konveksi maupun usaha
berdagang atau jasa.
c. Perdagangan
Dalam usaha perdagangan khususnya persaingan pasar di
tengah arus modernisasi dan golobalisasi. Pasar tradisional masih
cukup dominan walaupun munculnya pasar modern atau toko
swalayan sudah tidak dapat dibendung keberadannya, karena memang
38
tuntutan konsumen yang semakin rill. Dari jumlah usaha perdagangan,
Kecamatan Tingkir mempunyai pasar tradisional 3 yang
memperdagangkan sayur dan buah. Selain itu juga ada toko swalayan
sebanyak 5 buah. Disisi perijinan, jumlah usaha perdagangan yang
mempunyai Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) tercatat 314 buah
dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 322 buah, semua ijin tersebut
dikeluarkan oleh Badan Pelayanan dan Perijinan Terpadu Kota
Salatiga. Sedangkan untuk perdagangan ekspor di Kecamatan Tingkir,
barang produksi yang di ekspor yaitu mebel dan forniture.20
d. Penduduk
Kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Tingkir
dipengaruhi oleh faktor datangpergi dan lahir-mati yang setiap saat
selalu berubah-ubah. PendudukKecamatanTingkirmencapai 42.888
jiwapadatahun 2014, tumbuhsebesar
1,32persendibandingtahunsebelumnya. Kepadatanpenduduk di
KecamatanTingkirtahun 2014mencapai 4.066 jiwa per
km²sedikitmeningkatdibandingtahun 2013 yang sebesar 4.013 jiwa per
km². KelurahanKutowinangunKidulmerupakankelurahanterpadat
(8.019 jiwa per km²) denganluaswilayah 1.020 km².
SedangkanKelurahanKalibeningmerupakankelurahandengankepadatan
paling rendah, yaituhanya 1.910 jiwa per km². Sex rasio Kecamatan
20
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kota Salatiga.
39
Tingkir sebesar 95,93 persen. Hal ini berarti bahwa dalam 100
penduduk perempuan, terdapat 95 penduduk laki-laki.21
e. Pendidikan
Tingkat Pendidikan penduduk di Kecamatan Tingkir hingga
tahun 2014 didominasi oleh lulusan SLTP yang tercatat sebesar 37,02
persen. Jumlah sekolah Paud di Kecamatan Tingkir sebanyak 32 unit
dengan jumlah murid sebanyak 821 orang dan 87 guru. Sedangkan
jumlah Taman Kanak- kanak (TK) ada 21 dengan jumlah murid
sebanyak 1.150 orang dan 118 guru. Jumlah SD/ MI baik negeri
maupun swasta sebanyak 30 dengan jumlah murid 5.088 dan guru
sebanyak 290 orang. Adapun untuk SMP yang ada di Kecamatan
Tingkir sebanyak 5 unit dengan jumlah murid 1.204 orang dan 101
guru. Sedangkan total SMK dan SMA ada 3 unit dengan jumlah murid
sebanyak 1.428 orang dan jumlah guru 156 orang.Kesadaran penduduk
akan pentingnya meningkatkan mutu pendidikan semakin tinggi
dengan banyak-nya lulusan SMA dan SMK yang melanjutkan ke
Perguruan Tinggi, dan banyaknya sekolah dan perguruan tinggi yang
ada.
21Ibid, hlm. 6.
40
f. Peserta KB
Peserta KB di Kecamatan Tingkir pada tahun 2014 adalah
sebesar 3.176, menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya
yang mencapai 5.095 orang. Terdapat 6.587 PUS pada tahun 2013, dan
5.040 yang menjadi peserta KB atau mencapai 76,51 persen dari PUS.
Tahun 2014 jumlah PUS tercatat sebanyak 6.610 adapun yang ikut KB
sebanyak 5.095 atau 77,08 persen. Kemudian untuk tahun 2015 jumlah
PUS sebanyak 5.524, sementara yang ikut program KB berjumlah
3.176 atau hanya sebesar 57,49 persen. Pada tahun 2015, PLKB
Kecamatan Tingkir mempunyai target untuk menjaring sebanyak 6.265
akseptor aktif dan 1.638 akseptor baru. Adapun target tersebut telah
terealisasi sebanyak 5.040 akseptor aktif atau 80,45 persen dari target,
dan 1.645 akseptor baru atau 100,43 persen dari target.22
g. Kesehatan
Ketersediaan fasilitas kesehatan dan gizi merupakan salah satu
bagian terpenting dalam peningkatan sumber daya manusia. Fasilitas
kesehatan yang memadai seperti Puskesmas dan Pustu (Puskesmas
Pembantu) dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan penduduk untuk
berobat jalan sebelum berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah ataupun
Rumah Sakit Umum Pusat. Ketersediaan sarana dan prasarana
kesehatan di Kecamatan Tingkir dari tahun ke tahun semakin baik,
22Ibid, hlm. 7.
41
dilihat dari sisi kualitas pelayanan maupun dari sisi jumlah tenaga
medis. Pada akhir tahun 2015 di Kecamatan Tingkir terdapat 2 (dua)
Rumah Sakit, yaitu sebuah Rumah Sakit Milik Pemerintah dan sebuah
Rumah Sakit Milik Swasta dengan jumlah tempat tidur sebanyak 216.
Fasilitas kesehatan tersedia adalah Puskesmas dan 5 (lima) Puskesmas
Pembantu (Pustu) serta 1 rumah bersalin.
h. Transportasi dan Komunikasi
Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam hal
penghubung perjalanan dari suatu daerah ke daerah yang lain.
Transportasi umum di Kecamatan Tingkir ditandai dengan adanya
terminal bus yang menghubungkan antar daerah. Daerah, antar kota
maupun antar Provinsi. Di samping itu juga ada sub terminal angkota
dan angkotdesa. Ada juga angkutan dengan menggunakan sarana
tradisonal seperti dokar, becak, dan kendaraan roda dua.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini
sudah sangat pesat dengan tumbuhnya warung internet (warnet),
sedangakan untuk sarana komunikasi seperti Radio, Televisi, Telepon
seluler, dan internet semuanya sudah bisa diakses dengan cepat dan
tanpa halangan.
42
i. Industri Pengelolaan
Peranan sektor industri terhadap perekonomian di wilayah
Kecamatan Tingkir sangat dipengaruhi dengan banyak industri rumah
tangga yang mengusahakan konveksi. Selain itu industri rumah tangga
(industri perikanan ringan danindustri besek pindang) sedangkan yang
lain juga sangat mendukung distribusi perekonomian, khususnya dapat
menyerap tenaga kerja yang cukup besar, sehingga dapat mengurangi
pengganguran.
Perkembangan jumlah industri baik besar maupun kecil dan
industri rumah tangga selama tahun 2009-2012 cukup meningkat
hingga tahun 2017. Data yang diperoleh bahwa insdustri sedang ada
tiga perusahaan, sedangkan untuk industri kecil ada 193 buah dab
untuk industri rumah tangga ada 136buah.Keberhasilan industri kecil
dan industri rumah tangga didukung oleh lembaga keungan yang ada
yaitu terdiri dari Bank Umum dan BPR ada 7 buah sedangkan untuk
koperasi ada 10 buah dan BKM yang didukung oleh PNP ada 6 buah.23
23Ibid, hlm. 8-9.
43
C. Kondisi Keagamaan Masyarakat di Kecamatan Tingkir
Tabel: 2.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Tingkir Kotamadya Dati II Salatiga
Diperinci Menurut Agama Per Kelurahan/Desa
Tahun 1997
Kelurahan/Desa Islam Kristen Katholik Budha Hindu JumlahPenduduk
Tingkir Tengah 2.500 23 32 0 0 2.555
TingkirLor 2.860 14 8 0 0 2.882
Kalibening 1.323 0 0 0 0 1.323
SdorejoKidul 2.982 272 16 2 0 3.272
Gendongan 3.961 1.512 794 86 2 6. 355
Kutowinangun 14.164 2.383 2.202 410 34 19. 193
Sumber: BPS Kecamatan Tingkir dalam Angka tahun 199724
Salatiga merupakan kota yang memiliki julukan kota pancasila.
Munculnya julukan ini dilatarbelakangi dengan kondisi keagamaan
masyarakatnya yang beragam. Masyarakat Kecamatan Tingkir tidak seluruhnya
memeluk agama yang sama. Keberagaman agama di wilayah Tingkir Salatiga
menyebabkan masyarakat Tingkir memiliki sikap toleransi beragama. Agama
Islam merupakan keyakinan mayoritas yang dianut oleh masyarakat Tingkir
Salatiga. Nilai-nilai agama Islam dijadikan sebagai dasar aturan yag berlaku di
wialayah Tingkir. Sehingga tata aturan di daerah Tingkir memiliki corak nilai
ajaran agama Islam.
24
Kecamatan Tingkir Dalam Angka tahun 1997, hlm. 17.
44
Kondisi keagamaan di wilayah Tingkir tergolong dalam kondisi baik.
Tingkat kesadaran agama tercermin dari banyaknya tempat ibadah yang berdiri di
wilayah Tingkir Salatiga, selain itu praktek keagamaan berupa kegiatan ibadah
sholat berjamaah di masjid mencerminkan tingkat kesadaran beragama
masyarakat. Perhatiaan masyarakat Tingkir terhadap kehidupan beragama tidak
hanya berhenti sampai disitu, para orang tua memberikan pendidikan agama
terhadap anak-anaknya dengan memasukkan anak-anaknya ke tempat
pembelajaran Al-qur’an (TPQ). Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya
generasi muda harus dibekali dengan ilmu agama, sehingga tercapai kebahagiaan
dunia dan akhirat.
45
BAB III
SEJARAH PRA-INDUSTRI KONVEKSI DI KECAMATAN TINGKIR
A. Sejarah Wilayah Kecamatan Tingkir
a. Legenda Wilayah Tingkir
Sastra merupakan cabang ilmu kesenian yang selalu berada dalam
peradaban manusia sejak dahulu. Adanya sastra ditengah peradaban
manusia tidak dapat ditolak, bahkan kehadiran sastra tersebut diterima
sebagai salah satu realitas sosial budaya. Sampai pada saat ini sastra tidak
saja dinilai sebagai sebuah karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan
emosi, tetapi telah dianggap suatu karya yang kreatif dan dimamfaatkan
oleh manusia. Cerita rakyat adalah sebagian kekayaan budaya dan sejarah
yang dimiliki Bangsa Indonesia. Pada umumnya, cerita rakyat
mengisahkan tentang suatu kejadian tempat atau asal muasal suatu tempat
dan diwarisakan secara lisan. 25
Cerita rakyat memiliki hubungan dan keterkaitan dengan sastra
karena cerita rakyat merupakan buah pemikiran rakyat baik yang benar-
benar terjadi maupun imajinasi belaka yang bertujuan menghasilkan seni,
sastra baik identik dengan seni. Sastra Indonesia bermacam-macam yaitu
nyanyian rakyat, musik rakyat, cerita rakyat dan sebagainya. Tetapi sastra
Indonesia yang terkenal adalah cerita rakyat karena cerita rakyat sangat
25 Mardiana, Analisis Cerita Rakyat Berau Baddil Kuning Ditinjau Dari Nilai
Budaya, Skripsi, Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Mulawarman, 2014, hlm. 1.
46
mudah dipahami bagi pendengarnya serta banyak mengandung pesan atau
amanat di dalam ceritanya. Cerita rakyat juga bermamfaat mengajarkan
moral kepada pendengarnya serta secara tidak langsung cerita rakyat sudah
membentuk pola pikir dan imajinasi menjadi berkembang karena pada saat
mendengarkan cerita pasti membayangkan kejadian-kejadian dalam cerita
itu dalam pikirannya.
Legenda Menurut pendapat Danandjaya (1991:50-83) legenda
adalah cerita yangdianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap
suci. Tokohnya adalahmanusia biasa, tetapi seringkali memiliki
kelebihan atau kekuatan, dan dibantuoleh makhluk-makhluk yang
memiliki kesaktian. Terjadinya pada masa lampau,dan di alam nyata.
Karena itu, legenda bersifat sekuler, dan bersifat migratoris,yaitu dikenal
luas di luar kolektifnya Kolektifnya berkeyakinan bahwa peristiwaitu
pernah terjadi pada masa yang lalu. Jadi, tidaklah mengherankan kalau
legendaitu seringkali dipandang sebagai sejarah masyarakatnya.26
Zaman dahulu, ada seorang pemuda bernama Joko Tingkir
(Karebet). Ia bertualang bersama Sunan Kalijaga, mereka berjalan sangat
jauh untuk mencapai desa yang dicari. Siang itu matahari bersinar cerah,
mereka berdua merasa lelah dan beristirahat sebentar, mereka melihat
seorang nenek yang sedang membawa kayu dan tiba-tiba nenek itu
terjatuh, Joko Tingkir dan Sunan pun segera menolongnya. Nenek itu
kelelahan karena sudah terlalu tua untuk mencari kayu. Setelah
26
Ibid, hlm. 2.
47
menolongnya, nenek tersebut mengajak Sunan dan Joko Tingkir untuk
berkunjung kerumahnya.
Mereka bertiga bercerita banyak hal, dari nenek tentang desa
tersebut, sampai perjalanan Sunan dan Joko Tingkir. Tak di sangka sudah
sore dan hujan pun turun, nenek menyuruh Sunan dan Joko Tingkir untuk
menginap.Pagi pun tiba hujan tak kunjung reda, beberapa warga berkata
“hujan ini menandakan desa akan banjir besar akibat air di Senjoyo
semakin naik”. Warga sangat kawatir karena hingga malam tiba hujan tak
kunjung reda. Joko Tingkir memutuskan untuk membantu warga. Dia
menutup lubang yang membuat mata air Senjoyo semakin naik dengan
rambut nya yang panjang. Dan setelah di tutup air pun tidak naik.
Setelah pengorbanan Joko Tingkir itu warga menamakan daerah
atau desa tersebut dengan nama Tingkir yang diambil dari nama Joko
Tingkir, sebagai ucapan terimakasih warga kepadanya. Dan asal usul
nama desa Tingkir Lor berasal dari nama Joko Tingkir dan daerah desa
yang berada di Lor(kiri).27
b. Sejarah Wilayah Tingkir
Pengertian sejarah pedesaan barangkali menimbulkan banyak
pertanyaan. Antara sejarah sosial, sejarah lokal, dan sejarah pedesaan
27http://putriadstya.blogspot.co.id/2015/03/asal-usul-nama-desa-tingkir-lor.html,
Rabu, 12 juli 2017, jam 11.23.
48
tentu saja saling berbauran dalam pengertian, satuan penelitian, dan
permasalahannya.
Pertama, sejarah pedesaan ialah sejarah dalam arti seluas luasnya.
History is a above all a science of change, demikian kata Marc Bloch. Di
sini dimensi waktu menjadi sangat penting, sebab perubahan ialah sebuah
proses dalam waktu. Kronologi masih tetap menjadi ciri pokok dari
penelitian sejarah dengan kata lain, aspek proesual dari sejarahlah yang
membedakannya dari ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi dan antropologi.
Kedua, sejarah pedesaan ialah sejrah yang secara khusus meneliti tentang
desa atau pedesaan, masyarakat petani, dan ekonomi pertanian.
Selanjutnya sejarah pedesaan mempunyai garapan masyarakat petani.
Untuk membedakan sejarah pedesaan yang menggarap masyarakat petani
dengan sejarah sosial, sejarah pedesaan harus selalu dapat mengembalikan
permasalahan sejarah kepada desa dan pedesaan, atau kepada ekonomi
agraris pedesaan.28
Salatiga adalah kota kecil di propinsi Jawa Tengah, mempunyai
luas wilayah ± 56,78 km², terdiri dari 4 kecamatan, 22 kelurahan,
berpenduduk 176.795 jiwa. Terletak pada jalur regional Jawa Tengah
yang menghubungkan kota regional Jawa Tengah yang menghubungkan
kota Semarang dan Surakarta, mempunyai ketinggan 450-800 meter dai
28 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah Edisi Kedua, (Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 2003), hlm. 73-75.
49
permukaan laut dan berhawa sejuk serta dikelilingi oleh keindahan alam
berupa gunung (Merbabu, Telomoyo, Gajah Mungkur).29
Kecamatan Tingkir di Kota Salatiga tidak lepas dari sejarah
kerajaan di Jawa, yang dibalut dengan cerita rakyat. Terutama berkaitan
perjalanan Mas Karebet atau yang dikenal dengan Joko Tingkir, tokoh
yang kemudian menjadi Raja Pajang dengan sebutan Pangeran
Hadiwijaya. Sebutan Tingkir tidak lepas dari sejarah sendang atau
Sumber Air Senjoyo, di mana Joko Tingkir sekitar tahun 1500-an,
melakukan kungkum atau bertapa di Sumber Air Senjoyo. Inspirasi nama
Tingkir itu pula menjadikan Pemkot Salatiga memberi nama resmi
Kecamatan Tingkir, sebagai wilayah dan wakil pemerintahan yang
membawahi beberapa desa atau kelurahan saat ini.
Nama Tingkir pun dipakai untuk dua kelurahan yang berada di
Kecamatan Tingkir, yakni Kelurahan Tingkir Lor dan Kelurahan Tingkir
Tengah. Oleh Camat Tingkir, Nunuk Dartini, kelahiran Kecamatan
Tingkir dengan bergabungnya beberapa desa masuk wilayah Kota
Salatiga, diperingati setiap tahun. Beberapa desa itu masuk dan berada di
bawah kewilayahan Pemerintah Kecamatan Tingkir. ”Setelah desa-desa
tersebut resmi bergabung pada 1991, Kota Salatiga yang sebelumnya
terdiri atas 3 kecamatan kemudian menjadi 4 kecamatan. Dengan
29http://info-kotakita.blogspot.co.id/2013/08/wilayah-kota-salatiga.html, Rabu, 12
Juli 2017, jam 11.43.
50
kelurahan di Salatiga berjumlah 22 kelurahan,” kata Agus Rudianto
didampingi Pj Sekda Salatiga Sri Wityowati.
Camat Tingkir Nunuk Dartini mengatakan Peringatan HUTKe- 23
Kecamatan Tingkir sebenarnya jatuh pada 20 Agustus, namun
pelaksanaannya berlangsung pada Rabu 31 Agustus. Kegiatan yang
digelar di kecamatan bersamaan dengan Peringatan Hari Koperasi, HUT
Ke-71 Kemerdekaan RI, dan Hari Jadi Ke-1266 Kota Salatiga. Dalam
kesempatan tersebut, Nunuk Dartini mengenalkan seluruh lurah di
jajarannya. Di Kecamatan Tingkir awalnya ada 6 kelurahan, yakni
Kelurahan Tingkir Tengah, Tingkir Lor, Kalibening, Sidorejo Kidul,
Gendongan, dan Kutowinangun. Tahun lalu dilakukan pemekaran
wilayah, di mana Kelurahan Kutowinangun dibagi menjadi dua wilayah
yakni Kelurahan Kutowinangun Lor dan Kutowinangun Kidul.
Pada awalnya Kotamadya Salatiga hanya terdiri dari satu
kecamatan saja, yaitu Kecamatan Salatiga.Seiring dengan adanya
pemekaran wilayah, Kota Salatiga mendapatkan beberapa tambahan
daerah yang berasal dari Kabupaten Semarang.Hingga sekarang, secara
administratif Kota Salatiga terdiri dari 4 Kecamatan dan 23 Kelurahan.
Kecamatan dan Kelurahan tersebut meliputi:
1. Kecamatan Sidorejo, terdiri dari 6 kelurahan:
Blotongan, Sidorejo Lor, Salatiga, Bugel, Kauman Kidul, dan
Pulutan
2. Kecamatan Tingkir, terdiri dari 7 kelurahan:
51
Kutowinangun Lor, Kutowinangun Kidul, Gendongan,
Sidorejo Kidul, Kalibening, Tingkir Lor, dan Tingkir Tengah
3. Kecamatan Argomulyo, terdiri dari 6 kelurahan:
Noborejo, Ledok, Tegalrejo, Kumpulrejo, Randuacir, dan
Cebongan
4. Kecamatan Sidomukti, terdiri dari 4 kelurahan:
Kecandran, Dukuh, Mangunsari, dan Kalicacing30
B. Transisi Wilayah Pertanian Menjadi Wilayah Industri Konveksi
Tenaga kerja di sektor pertanian dari tahun ke tahun mengalami
penurunan. Pada tahun 2005 tenaga kerja di sektor pertanian masih
tinggi, yakni mencapai 44,03%, kemudian di tahun 2006 meningkat
menjadi 44,46%. Penurunan tenaga kerja di sektor pertanian di mulai
pada tahun 2009 (41,18%) hingga 2013 semakin menurun menjadi
35,05%. Hal tersebut diakibatkan oleh beberapa hal, diantaranya pola
pikir masyarakat bahwa sektor pertanian di anggap tidak lagi menjadi
sektor yang menjanjikan bagikesejahteraan mereka. Selain itu, kurangnya
daya dukung dari pemerintah dalam mendorong masyarakat bertani dan
ketidaktertarikan pemuda Indonesia untuk menjdai petani. Pemuda di
desa lebih tertarik merantau ke kota dibandingkan mengelola pertanian di
30
http://salatiga.go.id/tentang-salatiga/pembagian-wilayah/, Kamis, 19 Juli 2017,
jam 20.00.
52
desanya, sehingga tidak heran jika tenaga kerja di sektor pertanian di
dominasi oleh kalangan orang tua (45-60tahun).31
Kendala utama sektor pertanian di Indonesia ialah persoalaan
produktivitas dan teknologi. Selain itu, faktor usia lanjut (60 keatas)
dapat mempengaruhi aktivitas dan produktifitas kerja. Tentunya
fenomena ini menjadi sangat ironis mengingat untuk meningkatkan
produksi pertanian, doperlukan tenaga kerja yang terampil dan
cekatan capaian produksi pertanian yang tinggi hanya bisa diperoleh
jika penggarap sektor pertanian adalah orang-orang pada rentang usia
produktif.
Diperlukan sebuah dorongan agar para pemuda dan
masyarakat usia produktif untuk ambil bagian dan mau bertani. Bila
tidak ada regenerasi petani Indonesia akan mengalami krisis pangan
akibat semakin meledaknya jumlah penduduk, sedangkan tenaga kerja
di sektor pertanian akan semakin berkurang. Faktor lain disebabkan
oleh tingkat pendidikan. Tenaga kerja paling banyak adalah tamatan
SD, yakni sebesar 47%.
Berbanding terbalik dengan tamatan diploma dan sarjana yang
kurang 1%. Jika daya dukung pendidikan untuk petani tidak ada
dalam jangka waktu 5 tahun kemungkinan semakin menurun. Faktor
lain penyebab terjadinya peralihan tenaga kerja di sektor pertanian
adalah peralihan fungsi lahan di Indonesia dari lahan pertanian
31 Subejo, Saudah Al Arifa, M. Hidayatul Mustofa, Lima Pilar Kedaulatan
Pangan Nusantara, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014), hlm. 89.
53
untuklahan kegiatan yang bukan pertanian sejalan dengan
pertambahan penduduk Indonesia yang makin pesat sehingga
lapangan kerja disektor pertanian semakin terbatas. Disisi lain
pembangunan industri mendapat perhatian utama dalam perencanaan
pembangunan Indonesia yang salah satunya diwujudkan dengan
upaya Industrialisasi pedesaan.
Upaya industrialisasi ini diharapkan mampu menyerap tenaga
kerja yang terhempas dari sektor pertanian. Akibatnya timbul
kecenderungan terjadinya perpindahan pekerjaan dari sektor pertanian
ke industri pada angkatan kerja di desa tempat industri ada dan
berkembang maupun pada angkatan kerja dari luar desa. Perubahan
pekerjaan ini akan mengakibatkan terjadinya mobilitas sosial
berdasarkan status pekerjaan. Bagi angkatan kerja dari luar desa,
dengan berpindah pekerjaan ke sektor industri, akan mendorong gerak
penduduk menuju desa tempat industri berada baik yang bersifat
permanen maupun sementara.32
Walaupun pertanian di KotaSalatiga khususnya di
KecamatanTingkir bukan merupakan sektoryang dominan, namun
lahanpertanian masih sangat memungkinkanuntuk ditanami padi
sawah danpalawija (jagung, ubi kayu, ubi jalar)serta tanaman
hortikultura (sayuran,buah-buahan, tanaman obat, dantanaman hias).
Beberapa tanaman perkebunandan kehutanan (kelapa, kopi,sengon,
32Ibid, hlm. 90.
54
mahoni serta bambu) jugamasih diberdayakan oleh sebagian
masyarakat di Kecamatan Tingkir.Sektor peternakan di
KecamatanTingkir juga masih mempunyaiperanan; seperti ternak Sapi
Potong,Sapi Perah, Kambing dan Unggas. Lahan pertanian di
wilayahKecamatan Tingkir seluas 489,769 haatau sebesar 46,57
persen dari luasKecamatan Tingkir, yang terdiri dariluas sawah
311,576 ha dan luastegalan 178,193 ha.
Peranan sektor industri terhadapperekonomian di wilayah
Kecamatan Tingkir cukup besar dibuktikan denganadanya dua
industri besar, tiga industrisedang, serta beberapa industri kecildan
mikro maupun industri rumahtangga yang tersebar di enam
wilayahkelurahan. Tingkir Lor merupakan salah satukelurahan yang
ditetapkan sebagai DesaWisata dengan konsentrasi
industripengolahan. Adapun industri yangdiusahakan adalah
konveksi, makananringan dan besek pindang. Dengandigerakkannya
industri pengolahan diKelurahan Tingkir Lor ini, selainmendukung
konstribusi perekonomian,juga dapat menyerap tenaga kerja
yangcukup besar, sehingga mengurangipengangguran. Unit usaha
sejumlah 596 mampumenyerap tenaga kerja sebanyak 3.108orang.
Dengan investasi sebesar 99.736juta rupiah, bisa menghasilkan
produksisenilai 520.709 juta rupiah di tahun2014.33
33 Statistik Kecamatan Tingkir Tahun 2014, hlm. 12.
55
BAB IV
SEJARAH TUMBUHNYA INDUSTRI KONVEKSI DI TINGKIR
A. Latar Belakang Berdirinya Industri Konveksi di Kecamatan Tingkir
Masyarakat di Kecamatan Tingkir menghandalkan usaha konveksi
sebagai mata pencaharian. Usaha mereka berawal dari pemanfaatan limbah
kemudian bekerjasama dengan pabrik Perusahaan Tekstil tebesar di Kota
Salatiga yakni Damatex dan Timatex. Sekitar 90% warga di Kecamatan
Tingkir menekuni dunia jahit-menjahit. Pabrik Damatex bersedia
memberikan sisa kain produksinya kepada 13 warga yang akan
menjadikan sisa kain tersebut sebagai pengasilan. Pakaian yang dibuat di
respons positif oleh pasar dan masyarakat sebagai perkembangan ekonomi.
Mulai dari situ bermunculan konveksi skala kecil di Kecamatan Tingkir.
Terutama di Kelurahan Tingkir Lor yang menjadi pelopor pertama
munculnya konveksi.
Status warga yang berbisnis konveksi sebenarnya hanyalah pelaku-
pelaku usaha kecil dirumah masing-masing. Pembuatannya sekarang sudah
di kembangkan dengan berbagai model. Pengusaha muslim atau pengrajin
awalnya hanya mendapat jatah kain satu ton perminggu. Kemudian para
pengusaha muslim di Kecamatan Tingkir menjual kembali dengan bentuk
kain kiloan. Seiring dengan perkembangan zaman pengusaha muslim
mulai mengolah kain tersebut menjadi seperti sarung bantal, sprei, kemeja,
celana kolor, kaos, dan mukena. Karena mayoritas penduduk di
56
Kecamatan penganut agam islam tentunya pembuatan mukena menjadi
prioritas. Mereka menjual hasil produksi dengan harga mulai Rp. 15.000
hingga Rp. 80.000 tergantung pemilihan bahan dan model yang
diinginkan. Hasil produksi sudah merambah sampai ke Bandung, Jakarta,
Yogyakarta, Bali, Sulawesi, Kalimantan, bahkan Sumatera.34
Permintaan pesanan ke luar pulau mendorong perkembangan
perekonomian pengusaha konveksi semakin meningkat, dengan
meningkatnya pesanan maka kebutuhan akan Sumber Daya Manusia
(SDM) dalam usaha konveksi di Tingkir mulai meningkat. Pengusaha
muslim akan membutuhkan banyak tenaga atau buruh jahit untuk
memenuhi pemesanan dari luar kota atau luar pulau. Perkembangan
perekonomian bidang konveksi Tingkir mendorong pemilik modal untuk
menginvestasikan modalnya berupa membangun usaha konveksi.Produk
yang dihasilkan dari usaha konveksi dapat diguanakan sebagai ajang
promosi wilayah Tingkir sebagai kawasan industri konveksi.
B. Tokoh Perintis Industri Konveksi di Kecamatan Tingkir
Penduduk di Kecamatan Tingkir seperti daerah Tingkir Lor sudah
puluhan tahun mengandalkan usaha konveksi sebagai mata pencaharian.
Saat itu, ada sekitar 12 orang lainnya yang menjadi perintis sentra
konveksi di Tingkir Lor. Lebih dari tiga puluh rumah di Kecamatan
Tingkir bekerja di bidang konveksi. Perintis konveksi di Kecamatan
Tingkir diantaranya:
34 Wawancara dengan Kholis, Buruh, Tingkir, 29 Juli 2017
57
1. Putri adalah pengusaha muslim di Kelurahan Tingkir Lor pemilik
toko “Shafira”. Ia pengusaha muslim yang berbisnis di dunia
Industri Tekstil sejak tahun 1980-an. Ia fokus di produksi celana.
Sukses yang diraih Putri tak datang begitu saja. Awalnya ia hanya
seorang penjahit yang bekerja di perusahaan milik tetangganya.
Kemudian memulai usaha konveksi bersama dengan pengusaha
yang telah sukses. Usahanya berkembang pesat menjadi salah
satu konveksi terbesar di Tingkir. Kini ia memiliki 45 karyawan,
yakni 30 diantaranya merupakan penjahit tetap. Produk celana
yang ia buat memiliki nilai harga yang relatif murah. Mulai dari
Rp. 8.000 hingga Rp. 16. 000. Selain menjahit sendiri di rumah
dan membuka toko Putri, melayani pengiriman celana keluar kota
dengan jumlah pemesanan minimal 1.000 potong. Sebulan, ia
mengirim celana ke tiga pelanggan. Penghasilan perbulan Putri
mencapai Rp. 50 juta. Ratna pengusaha lain juga pilih fokus
memproduksi celana. Ia memproduksi celana pendek dan celana
panjang seharga Rp 10.000 hingga Rp 18.000 per potong.
Penghasilan Ratna mencapai Rp 20 juta sebulan.35
2. Nurmah, pengusaha muslim berusia 54 tahun. Pemilik konveksi
“Sahra” Tingkir Lor Rt 09/04. Dulunya ia bekerja di salah satu
konveksi. Kemudian memisahkan diri dan mendirikan konveksi
skala rumahan. Perminggu ia mendapat jatah satu ton kain. Lalu
35
Wawancara dengan Puji Astuti, karyawan, Tingkir, 01 Agustus 2017
58
menjual kembali dalam bentuk kain kiloan. Seiring
perkembangan waktu, untuk mendapatkan penghasilan yang lebih
Ibu Nurmah mulai mengolah berbagai ragam produk seperti
celana kolor, kemeja, sarung bantal dan mukena. Ia menjual hasil
produksi dengan harga mulai Rp. 15.000 hingga Rp. 80.000
tergantung bahan dan model. Harga termahal dari hasil produksi
Bu Nurmah ialah gamis dan mukena harganya mulai Rp. 75.000
hinga Rp. 90.000. Ia memiliki satu pelanggan mengambil produk
dari tokonya ia berasal dari Surabaya yang selanjutnya menjual ke
Madura maupun Bali. Penghasilan dalam sebulan Bu Nurmah
mencapai Rp. 100juta.36
3. Mut Khasanah lahir di Tingkir tanggal 31 Desember 1961 pemilik
konveksi “Ina”. Tinggal di Desa Tingkir Lor, RT 05/02.
Walaupun Ibu Mut tamatan SD ia tidak pernah merasa terpuruk
dengan keadaannya. Justeru dengan kekurangannya ia
memanfaatkan kemampuannya dalam bidang menjahit.
Ketekunannya berhasil membawanya sampai kesuksesan yang tak
terduga. Berawal dari belajar menjahit ia mampu membuka
konveksi sendiri yang pekerjanya teman seperjuangannya. Bu
Mut mengelola celana kolor, keset, dan kemeja ia
memperkerjakan sekitar enam karyawan. Kemudian ia
memutuskan untuk membuka konveksi sendiri tanpa bantuan
59
karyawan. Produk yang ia kelola berkembang hingga saat ini.
Produk yang dulunya hanya seharga Rp. 7.000 hingga Rp. 40.000
sekarang mencapai Rp. 90.000. Produk yang ia buat mulai dari
celana kolor, kemeja, pakaian anak, pakaian dewasa, gamis,
mukena, sarung bantal, keset dan lain-lain. Penghasilan Ibu Mut
sebulan mencapai Rp. 20 juta.37
C. Dinamika Industri Konveksi wilayah Tingkir Salatiga tahun 1998-
2014.
Wilayah Tingkir merupakan kawasan industri konveksi di Kota
Salatiga, keadaan ini mendorong masyarakat Tingkir untuk melakukan
mobilisasi vertikal yakni dari buruh atau tani menjadi seorang pengusaha
konveksi atau sebagai seorang penjahit. Perubahan wilayah Tingkir
menjadi kawasan industri tekstil rumahan yang dikelola oleh masyarakat
Tingkir mengubah kawasan Tingkir yang semula merupakan kawasan
pertanian. Kreatifitas masyarakat Tingkir yang memanfaatkan limbah
menjadi produk pakaian yang layak pakai mendorong industri konveksi
Tingkir perlahan berkembang. Dalam perkembangan Industri Konveksi
Tingkir terbagi atas tiga periode:
C.1. Pengaruh Krisis Moneter Terhadap Kondisi Ekonomi
IndustriKonveksi Tingkir Salatiga (1998-2000)
37
Wawancara dengan Mut Khasanah, Pengusaha Konveksi, Tingkir, 01 Agustus
2017
60
Kondisi perekonomian nasional yang mengalami goncangan
krisis moneter di tahun 1997 ikut berpengaruh terhadap produksi
konveksi di Tingkir Salatiga. Gelombang Krisis Ekonomi semakin
parah di tahun 1998 ditambah dengan kejatuhan Soeharto dari kursi
kepresidenan mengakibatkan kekacauan di dalam segala kehidupan
termasuk dalam bidang ekonomi. Terjangan krisis moneter
mempengaruhi penurunan produksi dari sektor industri, pabrik
DAMATEX ikut terkena efek dari krisis moneter, terjadi penurunan
produksi di pabrik tekstil DAMATEX. Penurunan produksi tekstil di
DAMATEX secara otomatis mempengaruhi usaha konveksi di
Tingkir Salatiga.
Kelangkaan bahan baku berupa limbah tekstil menyebabkan
penurunan pendapatan dari para pengusaha konveksi di wilayah
Tingkir Salatiga. Kelangkaan bahan baku tekstil serta kenaikan harga
limbah tekstil menyebabkan terjadinya penurunan produksi. Akibat
dari penurunan produksi yang terus menurus ialah banyak pengusaha
konveksi yang gulung tikar. Kesulitan para pengusaha untuk
menghadapi kelangkaan bahan baku serta kenaikan harga barang
baku yang tidak diimbangi dengan daya beli masyarakat memaksa
para pengusaha mengalami kerugiaan yang sangat besar. Sampai
awal tahun 2000 hanya sekitar 80 orang pengusaha yang bertahan.
C.2 Perbaikan Kondisi Industri Konveksi Tingkir Salatiga tahun 2001-
2007
61
Tahun 2001 kondisi usaha konveksi di Tingkir Salatiga mulai
membaik, terdapat semangat dari masyarakat Tingkir untuk kembali
memulai usahanya membangun wilayah Tingkir menjadi kawasan
Industri yang maju. Hingga pada tahun 2006 masih ada sekitar 60
pengusaha yang eksis dengan tenaga kerja tetap yang ters erap
sekitar 600 orang dan tenaga penjahit borongan/sangan berjumlah
500 orang.38
Pada tahun 2007 muncul isu pabrik DAMATEX mengalami
gulung tikar, hal ini membuat para pengusaha mencari tempat lain
untuk membeli bahan baku limbah tekstil. Para pengusaha mulai
mengembangkan jaringan ekonomi ke pabrik garmen terdekat, upaya
para pengusaha konveksi terus berlanjut hingga para pengusaha
konveksi mendapat beberapa tempat yang dapat digunakan untuk
membeli bahan baku limbah dalam jumlah yang banyak. Dengan
kontrak kerja yang dijalin antara para pengusaha tekstil dengan
penyetor bahan baku limbah dari pabrik-pabrik garment di luar
Salatiga menjadi titik balik bagi masyarakat Tingkir dengan
meningkatnya produksi barang dengan harga yang terjangkau
sehingga daya beli masyarakat mulai mengalami peningkatan. Selain
itu kesadaran masyarakat Tingkir akan kualitas produk yang mereka
hasilkan membuat para pengusaha mulai memperhatikan kualitas
produk yang dihasilkan.
38
Data sensus pendudukPerindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM
Kota Salatiga, tahun 2006.
62
C.3 Industri Tekstil dalam dunia Pasar Bebas
Pada tahun 2008, KBI Semarang menjadi salah satu
pelaksana program TFPPED (Tim Fasilitasi Percepatan
Pemberdayan Ekonomi Daerah). Dalam rangka
mengimplementasikan program tersebut, KBI Semarang
melakukan review atas ”Penelitian Dasar Potensi Ekonomi Daerah
Dalam Rangka Pengembangan Komoditi Unggulan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM) di Jawa Tengah (Baseline
Economic Survey) yang dilakukan bekerjasama dengan CEMSED
UKSW, dan diperoleh informasi bahwa salah satu komoditas
unggulan sektor industri di Kota Salatiga yang dapat
dikembangkan adalah industri konveksi (ranking 2).39
Perhatian pemerintah terhadap usaha konveksi tekstil di
Tingkir mendorong kemajuan bidang konveksi di Salatiga.
Perhatian pemerintah didorong dengan pemberian bantuan berupa
pelatihan-pelatihan serta seminar mengenai cara manajemen
sebuah usaha. Ilmu-ilmu yang didapat oleh para pengusaha
memberi keuntungan sehingga para pengusaha mengetahui cara
mengelola usaha konveksinya. Pelatihan yang di dapat para
penjahit menyebabkan terjadi peningkatan kualitas produk,
sehingga berpengaruh terhadap daya beli konsumen.
39
Upaya Menggerakkan Perekonomian Daerah Melalui Program Fasilitasi
Percepatan Pemberdayaan Ekonomi Daerah (Fpped) Untuk Industri Konveksi Di Tingkir,
Kota Salatiga Kantor Bank Indonesia Semarang - Tahun 2008
63
Mbak lilis mengatakan di tahun 2010 beliau sudah
mendapatkan pesanan dari luar kota bahkan telah mendapatkan
pesanan dari luar pulau Jawa dan dari Malaysia serta Singapura.
Hal ini menunjukkan pasar bebas yang melanda Indonnesia
berpengaruh terhadap jaringan ekonomi yang dimiliki oleh
pengusaha konveksi di Tingkir Salatiga tahun 2010 menjadi pintu
gerbang bagi para pengusaha untuk memasarkan produknya ke luar
pulau Jawa serta luar negeri. Dengan kualitas produk yang baik
tidak menutup kemungkinan produksi barang Tingkir memiliki
standar produk ekspor. Hingga tahun 2014 pesanan produk ke luar
negeri terus ada, sehingga membuat Tingkir menjadi kawasan
Industri yang mendorong perkembangan kawasan serta mendorong
pertumbuhan ekonomi.40
D. Etika Bisnis Pengusaha Muslim Industri Konveksi di Tingkir
Dominasi umat muslim di Tingkir Salatiga menyebabkan segala
tata aturan yang bersandar atas ajaran agama Islam. Tingkat kesadaran
beragama masyarakat membentukkiat-kiat yang dilandasi dengan ajaran
agama Islam. Perilaku ekonomi para pengusaha muslim tercermin dari
pemahaman mereka terhadap ajaran agama Islam. Segala tindakan
pengusaha muslim dalam menjalankan usaha konveksi memiliki kiat
tertentu untuk memajukan usahanya serta strategi untuk bertahan di kala
40
Wawancara dengan Lilis, Pengusaha Konveksi, Tingkir, 1 September 2017
64
menghadapi kesulitan. Dalam menjalankan usaha konveksi tidak hanya
dibutuhkan keterampilan menjahit, diperlukan juga ilmu manajemen untuk
mengelola usaha konveksi, jaringan ekonomi serta mental usaha yang
baik. Mental pengusaha muslim di dapatkan dari nilai-nilai moral yang
dipegangnya, nilai-nilai tersebut bersumber dari ajaran agama Islam dan
nilai budaya yang diyakininya.
Dalam usaha konveksi di Tingkir saya menemui beberapa
narasumber salah satunya ialah ibu Lilis yang mendirikan usahanya dari
tahun 2009, dalam menjalankan usahanya ibu Lilis menjalankan bisnis
konveksi dengan kiat-kiat yang mendorong perkembangan usahanya. Kiat-
kiat ibu Lilis dalam menjalankan usahanya yaitu jujur, sabar, ulet, disiplin,
cekatan, dan memiliki manajemen yang baik dalam mengelola usahanya.
Dalam usahanya, ibu Lilis lebih menekankan kepada kepercayaan
konsumen dengan menjaga kualitas pada produk. Kualitas yang baik dapat
terwujud apabila kemampuan menjahit dari karyawan sangat terampil.
Selain itu ibu Lilis juga memiliki pengelolaan manajemen yang baik, ibu
Lilis memperhitungkan modal yang digunakan untuk menjalankan
usahanya, perhitungan untung-rugi dana tak terduga terdapat dalam
catatan anggaran, sehingga rincian dana digunakan sebagai perencanaan
usaha. Berikut adalah kiat-kiat para pengusaha Konveksi dalam
menjalakan usahanya:
a. Percaya Diri
65
Sifat-sifat utama dari percaya diri pribadi yang mantap, tidak
mudah terombang-ambing oleh pendapat atau saran orang lain. Akan
tetapi, saran-saran orang lain tidak ditolak secara mentah-mentah. Saran
tersebut tetapi dijadikan sebagai masukan untuk dipertimbangkan.
b. Berorientasi pada Tugas dan Hasil
Seorang wirausahawan tidak mengutamakan prestisedulu, prestasi
kemudian. Akan tetapi, ia gandrung pada prestasi baru kemudian setelah
berhasil prestasinya akan naik.
c. Berorientasi ke Depan
Seorang wirausahawan haruslah perspektif, mempunyai visi ke
depan. Sebab sebuah usaha bukan didirikan sementara, tetapi untuk
selamanya. Oleh sebab itu faktor kontiunitas harus dijaga dan visi harus
jauh ke depan.
d. Kepemimpinan.
Kepemimpian adalah faktor kunci bagi seorang wirausahawan.
Dengan keunggulan di bidang kepemimpinan, maka seorang
wirausahawan akan sangat memperhatikan orientasi dan sasaran,
hubungan kerja.Pemimpin yang berorientasi pada ketiga faktor di atas,
senantiasatampil hangat, mendorong perkembangan karir stafnya,
disenangi oleh bawahannya, dan selalu ingat pada sasaran yang hendak
dicapai.41
41
Fathurrochman Mursalim, Strategi Pengembangan Usaha Konveksi Berbasis
Komunitas (Studi Kasus Paguyuban Konveksi Mandiri di Condongcatur, Depok,
Sleman), Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2013, hlm. 71.
66
E. Dampak Keberadaan Industri Konveksi Terhadap Kesejahteraan
Pengusaha Muslim di Tingkir
Usaha konveksi Tingkir memberikan dampak material dan non
material. Manusia dalam memenuhi kebutuhan dan meningkatkan
kesejahterannya dengan melakukan berbagai aktivitas dari bentuk yang
sangat sederhana sampai yang paling canggih, mulai dari proyek atau
pembangunan yang sangat kecil sampai yang sangat besar. Pada awal
kebudayaan manusia, perubahan pada lingkungan oleh adanya aktivitas
manusia masih ada dalam kemampuan alam untuk memulihkan diri secara
alamiah, tetapi aktivitas manusia semakin banyak menimbulkan perubahan
lingkungan, perubahan lingkungan yang sudah sering terjadi masih dapat
ditoleransi oleh manusia karena dianggap tidak menimbulkan kerugian
secara nyata dan berarti.
Tetapi perubahan yang semakin besar akhirnya akan menimbulkan
kerugian manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup, kesejahteraan
bahkan dalam keselamatan dirinya. Pada saat inilah manusia mulai berfikir
meninjau kembali semua aktivitasnya dan berusaha untuk menghindari
aktivitas yang menimbulkan dampak sampingan yang tidak dikehendaki
atau ingin mengetahui dampak apa saja yang akan merugikan dari aktivitas
yang dilakukannya. Kemudian berusaha menghindari timbulnya dampak
yang tidak dikehendaki itu agar kesejahteraan dan kehidupannya tidak
67
terancam.42
Mengubah kawasan Tingkir yang mulanya merupakan
kawasan pertanian menjadi kawasan industri rumahan berupa kawasan
industri konveksi.Keberadaan usaha konveksi memberikan penghidupan
bagi pengusaha muslim yang bekerja sebagai penjahit. Meningkatkan
pendapatan daerah dan memberikan keuntungan meningkat baik langsung
maupun tidak langsung dari kondisi sebelumnya.
Produksi pakaian Tingkir sebagai produk promosi terhadap
kawasan Tingkir Salatiga. Melalui hasil produksi pakaian yang dihasilkan
konveksi Tingkir masyarakat mulai mengenal luas kawasan Tingkir
sebagai kawasan penghasil produk-produk pakaian.
42
Ir. Philip Kristanto, Ekologi Industri Edisi Kedua, (Yogyakarta: CV Andi
Offset, Tahun 2013), hlm. 302.
68
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdirinya PT Damatex di wilayah Tingkir Kota Salatiga memberi
peluang bagi masyarakat untuk mengelola limbah tekstil menjadi produk
pakaian.Selain mengurangi pencemaran akibat limbah aktivitas
memanfaatkan limbah tekstil menjadi produk pakaian jadi dan mengubah
Tingkir menjadi kawasan yang berkembang membentuk kawasan
konveksi.Sosial-ekonomi masyarakat Tingkir sebelum berdirinya PT
Damatex ialah didominasi oleh petani.Masyarakat Tingkir pada waktu itu
menggantungkan hidupnya pada kegiatan pertanian.
Sosial ekonomi di Tingkir memasuki tahun 1990-an sampai
sekarang jumlah industri konveksi terus berkembang dengan pesat baik
dalam skala usaha menengah, dan kecil. Hal ini mengakibatkan terjadinya
perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi industri dan pemukiman
penduduk. Perubahan penggunaan lahan secara langsung berpengaruh
terhadap perubahan mata pencaharian penduduk Tingkir. Berkurangnya
lahan pertanian dan pembebasan tanah oleh industri mengakibatkan terjadi
pergeseran pekerjaan dari sektor pertanian beralih ke sektor industri
konveksi.
Berkembangnya industri konveksi di Kecamatan Tingkir
memberikan peluang pekerjaan yang lebih luas dimana sebelum
berkembangnya industri peluang kerja di Tingkir sangat terbatas baik
69
dalam jenis pekerjaan maupun kesempatan kerjanya, tetapi setelah
berkembang industri konveksi peluang kerja untuk penduduk Tingkir lebih
tersedia baik pekerjaan pada bidang industri konveksi maupun usaha
berdagang atau jasa. Dampak pembangunan pada aspek sosial ekonomi di
Tingkir yang lain adalah ekonomi rumah tangga yang salah satunya
meliputi tingkat pendapatan. Setelah berkembangnya industri konveksi
tingkat pendapatan pengusaha di Tingkir meningkat.
Perubahan sarana prasarana berkembang industri tesktil di Tingkir terlihat
dengan bertambahnya fasilitas seperti jalan, angkutan umum, sekolah, dan
lain-lain. Sarana prasarana tersebut merupakan fasilitas umum yang dapat
dirasakan oleh semua penduduk desa Tingkir. Sebelum industri konveksi
berkembang sarana prasarana belum banyak tersedia salah satunya adalah
sarana transportasi penduduk yang melakukan aktifitas dari luar desa jadi
terhambat, setelah industri konveksi berkembang di Tingkir sarana
prasarana seperti tarnsportasi lebih memadai.
Masyarakat di Kecamatan Tingkir menghandalkan usaha konveksi
sebagai mata pencaharian. Usaha mereka berawal dari pemanfaatan limbah
kemudian bekerjasama dengan pabrik Perusahaan Tekstil terbesar di Kota
Salatiga yakni Damatex dan Timatex. Berdirinya usaha konveksi di
Tingkir Salatiga sejak tahun 1987 atas kesepakatan bersama dari pihak
pengusaha muslim dan pihak pabrik.
Pengusaha muslim dalam menjalakan usahanya mereka
menggunakan kiat-kiat sebagai berikut:
70
Pertama adalah percaya diri, sifat-sifat utama dari percaya diri
pribadi yang mantap, tidak mudah terombang-ambing oleh pendapat atau
saran orang lain. Kedua, berorientasi pada tugas dan hasil. Seorang
wirausahawan tidak mengutamakan prestisedulu, prestasi kemudian. Akan
tetapi, ia gandrung pada prestasi baru kemudian setelah berhasil
prestasinya akan naik. Ketiga, berorientasi ke depan. Seorang
wirausahawan haruslah perspektif, mempunyai visi ke depan. Sebab
sebuah usaha bukan didirikan sementara, tetapi untuk selamanya. Oleh
sebab itu faktor kontiunitas harus dijaga dan visi harus jauh ke depan.
Keempat, kepemimpinan. Kepemimpian adalah faktor kunci bagi seorang
wirausahawan. Dengan keunggulan di bidang kepemimpinan, maka
seorang wirausahawan akan sangat memperhatikan orientasi dan sasaran,
hubungan.43
Sikap dan etika yang ditunjukkan oleh pengusaha muslim
merupakan cerminan dari nilai-nilai ajaran Islam yang dipegang oleh para
pengusaha muslim. Tindakan ekonomi yang ditunjukkan oleh para
pengusaha merupakan refleksi dari tata nilai yang berlaku di masyarakat
dan nilai-nilai ajaran Islam yang dipegang oleh para pengusaha muslim.
Karakter etika para pengusaha muslim berpengaruh terhadap
kelangsungan seorang pengusaha muslim untuk dapat bertahan dalam
43
Fathurrochman Mursalim, Strategi Pengembangan Usaha Konveksi Berbasis
Komunitas (Studi Kasus Paguyuban Konveksi Mandiri di Condongcatur, Depok,
Sleman), Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2013, hlm. 71.
71
bidang usaha konveksi. Mental seorang pengusaha muslim dapat terlihat
dari seberapa lama ia bertahan dalam bidang usaha konveksi.
Dampak positif terhadap kesejahteraan pengusaha muslim adalah
penciptaan peluang usaha dan pekerjaan yang lebih luas. Sedangkan
dampak negatif terhadap pengusaha muslim adalah pencemaran
lingkungan antara lain polusi air bersih dan polusi udara. Dampak negatif
lainnya adalah adanya potensi konflik, disebabkan oleh kecemburuan
sosial sebagian orang asli daerah desa Tingkir terhadap masyarakat
pendatang dalam kemudahan mengakses pekerjaan khususnya disektor
industri konveksi. Usaha konveksi akan memperluas jaringan ekonomi
sehingga secara otomatis akan memperluas peluang kerja bagi masyarakat.
B. SARAN
- Pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan usaha menengah ke bawah
seperti usaha konveksi di Tingkir Salatiga.
- Pemerintah daerah lebih intensif menanggulangi emisi-emisi yang
disebabkan oleh industri.
- Pemerintah seharusnya mendorong perkembangan industri konveksi
dengan memberi penyuluhan, pendampingan serta pelatihan kepada
para penjahit dan para pengusaha muslim demi kemajuan industri
tekstil rumahan sehingga kesejahteraan masyarakat Tingkir dapat
terwujud.
72
- Pemerintah harus mengawasi pembuangan limbah industri tekstil
dengan sungguh-sungguh. Pelaku industri tekstil harus melakukan
cara-cara pencegahan pencemaran lingkungan dengan melaksanakan
teknologi bersih, memasang alat pencegahan pencemaran, melakukan
proses daur ulang dan yang terpenting harus melakukan pengolahan
limbah industri tekstil dengan baik.
73
DAFTAR PUSTAKA
Chang M.K, Peter, Pengendalian Mutu Terpadu Untuk Industri Tekstil dan
Konfeksi Dengan Cara Baru, Sederhana dan Praktis, (Jakarta:
Pradnya Paramita, 2003).
Data sensus penduduk, Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kota
Salatiga, tahun 2006.
Hartanto, N. Sugiarto. Teknologi Tekstil, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1979).
Irawan, Herry & Suryatoga Ronny . Analisis Rantai Nilai Industri Tekstil dan
Produk Tekstil (TPT) di Indonesia, (Jurnal Manajemen Indonesia Vol.
9 No.3, September 2009.
Khobir, Abdul, Islam dan Kapitalisme, Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan, Jl.
Kusumabangsa No. 9.
Kantor Bank Indonesia Semarang, Upaya Menggerakkan Perekonomian Daerah
Melaui Program Fasilitas Percepatan Pemberdayaan Ekonomi
Daerah (FFPED) Untuk Industri Tekstil Di Tingkir, Salatiga, tahun
2008.
Kecamatan Tingkir Dalam Angka 2014.
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah Edisi Kedua, (Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 2003).
Kristanto, Philip, Ekologi Industri, (Yogyakarta: ANDI, 2004).
Kristanto, Ir. Philip, Ekologi Industri Edisi Kedua, (Yogyakarta: CV Andi Offset,
Tahun 2013).
Malik, M Luthfi, Etos Kerja, Pasar dan Masjid (Jakarta: LP3ES, 2013).
Mardiana, Analisis Cerita Rakyat Berau Baddil Kuning Ditinjau Dari Nilai
Budaya, Skripsi, Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Mulawarman, 2014.
Mursalim, Fathurrochman, Strategi Pengembangan Usaha Konveksi Berbasis
Komunitas (Studi Kasus Paguyuban Konveksi Mandiri di
Condongcatur, Depok, Sleman), Skripsi, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2013.
74
Pemberdayaan Ekonomi Daerah (FPPED) Untuk Industri Konveksi Tingkir, Kota
Salatiga. Kantor Bank Indonesia Semarang tahun 2008.
Risdiani, Mita Sari, Hubungan Patron Klien Dalam Industri Kerajinan Tenun Ikat
Troso Desa Troso Kecamatan Pencangaan Kabupaten Jepara,
(Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2015).
Riyadi, Agung dkk, Analisa Pertumbuhan Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Di
Berbagai Provinsi di Pulau Jawa.ISSN 2407-9189, Univesity
Research Colloquium 2015.
Sjamsuddin, Helius, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012).
Statistik Kecamatan Tingkir Tahun 1987.
Statistik Kecamatan Tingkir Tahun 1998.
Statistik Kecamatan Tingkir Tahun 2014.
Subejo, Arifa Saudah Al, Mustofa, M. Hidayatul, Lima Pilar Kedaulatan Pangan
Nusantara, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014).
Thompson, Paul, Suara dari Masa Silam: Teori dan Metode Sejarah Lisan,
(Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012).
Veyne,Paul, Writing History, Essay on Epistemology, terj. Bhs. Prancis ,mina moore-
rinvolucri, (Middletown,connect: Wesleyan Univercity Press, 1984).
Wawancara.
http://putriadstya.blogspot.co.id/2015/03/asal-usul-nama-desa-tingkir-lor.html,
Rabu, 12 juli 2017, jam 11.23.
http://info-kotakita.blogspot.co.id/2013/08/wilayah-kota-salatiga.html, Rabu, 12
Juli 2017, jam 11.43.
75
http://salatiga.go.id/tentang-salatiga/pembagian-wilayah/, Kamis, 19 Juli 2017,
jam 20.00.
Lampiran Foto
76
No 1. Keset
No 2. Baju muslim
No 3. Kolor tahun 2000
77
No 4. Kemeja
No 5. Rok
78
No 6. Mukena
No 7. Pakaian dewasa
79
No 8. Kolor tahun 1987
No 9 . Kolor 1998
80
No 10. Clemek
No 11. Seragam anak
81
No 12. Sarung magic com
No 13. Sarung bantal
82
No 13. Tas
No 14. Karyawan
83
No 15. Karyawan
84
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Tiara Sofiana
Tempat, Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 10 Mei 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kec. Tengaran, Krajan Tengaran, Rt 08/Rw 02
Email : [email protected]
Pendidikan : 1. SDN 03 TENGARAN
2. SMP N 1 ISLAM SUDIRMAN TENGARAN
3. MAN 1 TENGARAN
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya
untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya
Salatiga, 27 September 2017
Penulis,
TIARA SOFIANA
NIM. 21613021