Upload
lyngoc
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DAMPAK PROGRAM RELOKASI WILAYAH KUMUH MASYARAKAT
KAMPUNG PULO KE RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA JATINEGARA
BARAT JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh:
MUHAMMAD AINURROFIQ
NIM : 1112054100033
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
i
ABSTRAK
Muhammad Ainurrofiq
1112054100033
Dampak Program Relokasi Wilayah Kumuh Masyarakat
Kampung Pulo ke Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara
Barat Jakarta Timur
Kemiskinan di daerah perkotaan semakin dipandang serius sejalan
dengan meningkatnya angka urbanisasi. Tingginya angka urbanisasi di
perkotaan tidak diimbangi dengan tersedianya pemukiman atau perumahan
bagi masyarakat miskin di perkotaan, menimbulkan permasalahan pemukiman
kumuh di bantaran sungai. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui rencana
proyek normalisasi sungai Ciliwung, berupaya memberikan pemukiman atau
perumahan yang layak bagi masyarakat di bantaran sungai salah satunya
dengan merelokasi masyarakat Kampung Pulo ke Rusunawa Jatinegara Barat.
Proses perpindahan dari masyarakat yang bermukim di bantaran sungai
(horizontal) ke pemukiman rumah susun sederhana sewa (vertikal)
menimbulkan adanya dampak yang dialami masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan relokasi
masyarakat Kampung Pulo ke Rusunawa Jatinegara Barat dan mengetahui
dampak dari program relokasi masyarakat Kampung Pulo ke Rusunawa
Jatinegara Barat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif jenis deskriptif. Teknik pengumpulan data penelitian ini
menggunakan kumpulan data wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
Penelitian ini menggunakan 6 orang informan utama.
Hasil penelitian menunjukan dalam proses pelaksanaan relokasi,
masyarakat Kampung Pulo tidak puas dengan keputusan relokasi dikarenakan
tidak adanya proses ganti rugi atas rumah yang meraka miliki. Namun
masyarakat Kampung Pulo kini mendapatkan dampak positif dari relokasi
dimana masyarakat Kampung Pulo terbebas dari bencana banjir yang sering
melanda wilayah mereka. Diperlukan kajian khusus oleh pemerintah
mengenai program relokasi dengan membuat pedoman prosedur pelaksanaan
relokasi dan juga dampak yang akan ditimbulkan terhadap masyarakat dari
program relokasi.
Kata Kunci: Dampak, Relokasi, Kampung Pulo, Rusunawa Jatinegara Barat
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Shalawat serta salam juga tercurahkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW besarta para sahabat dan pengikutnya. Penulisan karya
ilmiah dalam bentuk skripsi merupakan salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana
Kesejahteraan Sosial di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Peneliti menyadari sepenuh hati bahwa penulisan skripsi masih
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata kesempurnaan baik dari
segala pembahasan dan tata bahasa. Hal ini disebabkan kemampuan peneliti
yang masih perlu belajar ilmu pengetahuan. Untuk itu, kritikan dan saran
yang bertujuan membangun sungguh merupakan masukan bagi peneliti
demi kesempurnaan skripsi ini. Sebagai bentuk penghargaan yang tidak
tertuliskan, peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dan selaku Pembimbing yang telah sabar memberikan
bimbingan dan ilmu sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini
iii
dengan baik. Suparto M. Ed, Ph D selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik. Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum. Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial dan Ibu Hj.Nunung Khairiyah, MA selaku
Sekretaris Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan ilmu dan arahan
dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Dosen-dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah. yang telah memberikan ilmu kepada peneliti dari awal
hingga akhir perkuliahan.
4. Dosen-dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan seluruh
Civitas Akademika yang telah memberikan sumbangan wawasan
keilmuan dan membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Perpustakaan
Utama, terima kasih karena sudah membantu memberikan referensi
buku untuk skripsi peneliti.
6. Kedua Orang Tuaku tercinta ayahanda (Alm) Zainal Arifin dan ibunda Ati
Roswati yang telah membesarkan dan mencurahkan kasih sayang, doa dan
dukungannya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Juga untuk
iv
kakak-kakakku dan keponakanku tercinta yang telah mewarnai hidup
peneliti.
7. Kepada Pengelola Rusunawa Jatinegara Barat ibu Vita Nurviatin dan bapak
I Made yang telah memberikan izin peneliti melakukan penelitian di
Rusunawa Jatinegara Barat dan kepada penghuni Rusunawa Jatinegara
Barat ibu Djamilah, bapak Iwan, bapak Warji, Bang Abiyudin yang telah
bersedia meluangkan waktunya.
8. Sahabat peneliti yang telah banyak membantu dan menghibur selalu
datang ke rumah peneliti, Fauzi Rahman, Garsha Three Saputra, Fahmi
Islam, Syarivan Qomaruzzaman, Mahmud Yunus, Nuni Nuraini,
Nurfauziah Safitri, dan Ayu Sopia tetap jaga hubungan baik ini.
9. Teman-teman seperjuang di Kesejahteraan Sosial angkatan 2012
terimakasih atas dukungan serta semangatnya, semoga semuanya
sukses dan bahagia. Juga teman yang telah mendahului kami (Almh)
Vivie Meylina semoga dilapangkan kuburnya, al-fatihah.
10. Teman-teman di tempat kerja distro KDRI yang memahami
kegundahan peneliti dan memaklumi kesibukan peneliti selama
penulisan skripsi ini.
v
Demikianlah skripsi ini peneliti buat dan peneliti persembahkan.
Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan
semua pembaca pada umumnya. Sekali lagi peneliti mengucapkan
terimakasih.
Jakarta, 15 Januari 2018
Muhammad Ainurrofiq
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR ……………………………………………….. ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………. vi
DAFTAR TABEL …………………………………………………… viii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………… ix
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1
A. Masalah Latar Belakang …………………………………………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………… 8
1. Pembatasan Masalah ………………………………………… 8
2. Perumusan Masalah …………………………………………. 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………….. 8
1. Tujuan Penelitian …………………………………………….. 8
2. Manfaat Penelitian …………………………………………… 9
D. Metodologi Penelitian …………………………………………… 9
E. Tinjauan Pustaka …………………………………………………. 17
F. Pedoman Penulisan ………………………………………………. 18
G. Sistematika Penulisan …………………………………………..... 18
BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………… 20
A. Dampak …………………………………………………………. 20
1. Definisi Dampak ……………………………………………. 20
B. Konsep Relokasi ………………………………………………… 21
1. Pengertian Relokasi …………………………………………. 21
2. Prosedur Pelaksanaan Relokasi …………………………….. 21
3. Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan Dalam Pelaksanaan
Relokasi Pemukiman ……………………………………….. 22
4. Dampak Relokasi …………………………………………… 25
5. Dukungan Terhadap Pemulihan Tingkat Kehidupan
Masyarakat…………………………………………………… 26
C. Pemukiman dan Perumahan ……………………………………. 27
1. Pengertian Pemukiman dan Perumahan ……………………. 27
2. Pengertian Rumah Susun ……………………………………. 30
3. Pengertian Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) …... 31
vii
4. Persyaratan Penghunian Rumah Susun Sederhana Sewa ….. 33
5. Mekanisme Penghunian Rumah Susun Sederhana Sewa …. 34
6. Pengertian Pemukiman Kumuh …………………………….. 35
7. Ciri- Ciri Pemukiman Kumuh ……………………………… 36
BAB III GAMBARAN UMUM …………………………………… 39
A. Gambaran Umum Rusunawa Jatinegara Barat ………………… 39
1. Sejarah Rusunawa Jatinegara Barat ………………………… 39
2. Profil Rusunawa Jatinegara Barat ………………………….. 40
3. Sarana dan Fasilitas Umum ………………………………… 40
4. Jumlah Penduduk Rusunawa Jatinegara Barat ……………. 42
5. Program Kegiatan Rusunawa Jatinegara Barat ……………. 43
B. Profil Unit Pengelola Rumah Susun Jatinegara Barat …………. 44
1. Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) ……………………... 44
2. Tupoksi Unit Pengelola Rumah Susun …………………….. 44
3. Struktur Pengelola Rusunawa Jatinegara Barat ……………. 46
4. Sumber Daya Manusia Pengelola Rusunawa Jatinegara Barat. 47
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS ……………………. 48
A. Proses Pelaksanaan Program Relokasi Masyarakat Kampung Pulo
ke Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat Jakarta Timur.. 50
B. Dampak Program Relokasi Masyarakat Kampung Pulo ke
Rusunawa Jatinegara Barat ………………………………………... 63
BAB V PENUTUP …………………………………………………. 71
A. Kesimpulan ……………………………………………………… 71
B. Saran …………………………………………………………….. 72
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 74
LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Profil Informan …………………………………………….. 15
Tabel 3.1 Fasilitas Umum di Rusunawa Jatinegara Barat ……………. 41
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Rusunawa Jatinegara Barat …………….. 42
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kategori Usia …………….. 42
Tabel 3.4 Sumber Daya Manusia UPRS Jatinegara Barat …………….. 47
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mekanisme Penghunian Rumah Susun Sederhana Sewa… 34
Gambar 4.1 Fasilitas Berdagang di Lantai 2 Rusunawa Jatinegara
Barat……………………………………………………. 59
Gambar 4.2 Fasilitas Bus Sekolah di Rusunawa Jatinegara Barat …… 60
Gambar 4.3 Ruang Dapur yang Menyatu Dengan Ruang Keluarga … 61
Gambar 4.4 Kamar Tidur di setiap Unit Rusunawa Jatinegara Barat … 62
Gambar 4.5 Fasilitas Aula dan Ruang Terbuka di Lantai 2 ………….. 67
Gambar 4.6 Jalan Baru (inspeksi) Setelah Warga di Relokasi ……….. 67
Gambar 4.7 Sungai Ciliwung yang sudah diberi Turap (seat pile) ........ 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini istilah pembangunan telah banyak digunakan. Bagi sebagian
orang, pembangunan berkonotasi pada sebuah proses perubahan ekonomi
yang dibawa oleh proses industriliasasi. Istilah ini juga dapat mengandung
arti sebuah proses perubahan sosial yang dihasilkan dari urbanisasi, adopsi
gaya hidup modern dan perilaku masa kini. Selanjutnya, istilah ini juga
memiliki konotasi kesejahteraan yang menawarkan bahwa pembangunan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan level
pendidikan mereka, memperbaiki kondisi pemukiman dan kesehatan
meraka.1
Kemiskinan di daerah perkotaan semakin dipandang serius sejalan
dengan meningkatnya angka urbanisasi yang pada umumnya tidak
diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja dan fasilitas pelayanan dasar
publik yang memadai bagi penduduknya, terutama penduduk kurang
mampu. Disamping itu lambatnya penurunan angka kemiskinan di daerah
perkotaan juga merupakan salah satu alasan beralihnya kemiskinan dari
daerah pedesaan ke daerah perkotaan berpotensi menjadi sumber masalah
ekonomi, sosial, lingkungan dan politik. Meskipun penduduk miskin di
daerah perkotaan mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi
daripada penduduk pedesaan, mereka tidak bisa hidup layak karena
1 James Midgley, Pembangunan Sosial: Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan
Sosial (Jakarta: Ditperta Islam Departemen Agama RI, 2005), h.3.
2
mahalnya biaya hidup didaerah perkotaan, misalnya biaya rumah tinggal,
pelayanan sosial, transportasi, pungutan tidak resmi, dan lain-lain.2
Berbeda dengan di negara maju, di negara berkembang urbanisasi tidak
selalu berbarengan dengan industrilialisasi. Ditinjau dari lajunya,
kecepatan urbanisasi di negara berkembang jauh lebih besar dibandingkan
dengan negara maju. Fenomena inilah yang disebut sebagai
overurbanization atau psedourbanization.3
Pentingnya pembangunan perumahan dan permukiman yang layak
bagi pembangunan sumber daya manusia adalah hal tak terbantahkan.
Rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar manusia. Negara
memiliki kewajiban asasi untuk menyediakan perumahan bagi warganya,
khususnya mereka yang tergolong keluarga kurang mampu. Dalam hal ini
pelayanan perumahan yang disediakan pemerintah adalah perumahan
publik atau perumahan sosial.4
Berkembanganya pemukiman kumuh adalah salah satu ciri yang
membedakan kota–kota di negara berkembang dengan kota–kota di negara
maju. Urbanisasi disinyalir sebagai faktor terkuat yang turut membentuk
meluasnya pemukiman kumuh. Pada kota besar seperti Jakarta, luasan
pemukiman cenderung stagnan karena potensi pemanfaatan ruang yang
2 Soetomo, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahanya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), h.17. 3 Nia K.Pontoh dan Iwan Kustiwan. Pengantar Perencanaan Perkotaan, (Bandung: ITB ,
2009), h.97. 4 Edi Suharto. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta , 2013),
h.16.
3
ada sudah optimal, namun desensitas penghuninya semakin tinggi.5
Kebanyakan di kota-kota dunia terdapat perumahan kumuh atau
perkampungan liar. Kedua hal tersebut menggambarkan kawasan yang
tertekan atau bagian dari populasi perkotaan yang tidak sepenuhnya
terintegrasi, secara sosial atau ekonomi.6
Pemerintah berusaha membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan
rakyatnya. Salah satunya memberikan perumahan yang layak bagi warga
negaranya yang tergolong tidak mampu. Pemerintah Provinsi Jakarta pun
mencanangkan program relokasi pemukiman kumuh dibantaran sungai
Ciliwung, salah satunya di pemukiman Kampung Pulo, Jakarta Timur.
Program relokasi tersebut sebagai bagian dari rencana program
normalisasi sungai Ciliwung, dimana tertuang dalam Peraturan Daerah
(Perda) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana tata Ruang Wilayah Tahun
2030 dan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detil Tata Ruang
(RDTR), rencana sodetan untuk pembangunan danau serta perubahan
peruntukan tanah di Kampung Pulo dan Bidara Cina.7
Kampung Pulo adalah sebuah perkampungan yang terletak di
Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
wilayah yang termasuk rawan banjir karena berlokasi di sekitar bantaran
Kali Ciliwung. Setiap hujan turun, kampung selalu kebanjiran. Apalagi
5 Yayasan Sugijanto Soegijoko. Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia, (Jakarta:
Lembaga Penerbit FEUI, 2015), h.114. 6 Nia K.Pontoh dan Iwan Kustiwan. Pengantar Perencanaan Perkotaan, (Bandung: ITB,
2009), h.116. 7 Perda No 1 Tahun 2012 “ tentang Normalisasi sungai Ciliwung ’’ artikel diakses pada
tanggal 20 Oktober 2016, dari http://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/peraturan-daerah-nomor-1-tahun-2014-tentang-rencana-detail-tata-ruang-dan-peraturan-zonasi.pdf
4
jika musim penghujan, warga kampung dipastikan mengungsi karena
ketinggian air bisa hingga 1,5 meter hingga 2 meter.
Kampung Pulo memiliki akar dan nilai sejarah antropologi kultural
yang kuat. Penduduk di Kampung Pulo sudah tinggal di wilayah itu sejak
tahun 1930, sebelum kemerdekaan. Pada masa kolonial Belanda, kampung
ini merupakan bagian dari kawasan Meester Cornelis. Luas Kampung Pulo
8,571 ha. Kampung Pulo dikelilingi sungai Ciliwung +-1.9 Km.
Tanah warga di Kampung Pulo adalah tanah adat yang dimiliki warga
sejak tahun 1930. Dasar kepemilikan adalah verponding Indonesia, yang
diakui dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 3 (Undang-undang no
5 tahun 1960). Sebagai konsekuensi dari lahirnya Undang - Undang ini,
Pemerintah Indonesia harus mengkonversi surat-surat kepemilikan adat ke
dalam sertifikat tanah warga. Memang usaha seperti ini pernah dilakukan
pemerintah yakni melalui program Prona dan Larasita. Namun kalau de
facto sampai saat ini masih banyak warga di Kampung Pulo yang
memegang hak kepemilikan adat seperti girik, petuk pajak bumi, jual-beli
di bawah tangan, dan verponding Indonesia. Program Prona dan Larasita
sebagai bukti kegagalan pemerintah karena birokrasi yang berbelit-belit
dan biaya adminstrasi yang tinggi, meskipun diumumkan di publik,
program itu seharusnya biayanya gratis.8
8 Joko Panji Sasongko, ” Kampung Pulo Masalah Lama yang Dibiarkan Tak Selesai “,
artikel diakses pada tanggal 21 Oktober 2016
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150820164850-20-73431/kampung-pulo-masalah-lama-yang-dibiarkan-tak-selesai/
5
Secara hukum, terutama berdasarkan asas keadilan, hak kepemilikan
adat seperti girik, petuk pajak bumi, jual-beli di bawah tangan, dan
verponding Indonesia, tidak bisa dibatalkan hanya karena warga yang
bersangkutan belum mampu meningkatkan status surat-surat tanah
tersebut menjadi sertifikat. Kalau sampai terjadi pembatalan ini, artinya
warga yang memiliki surat-surat kepemilikan adat itu tiba-tiba dianggap
tidak lagi memiliki hak atas tanah mereka sendiri, yang sebagian besar
sudah mereka miliki secara turun-temurun sejak sebelum zaman
kemerdekaan Republik Indonesia, maka ini namanya negara merampas
hak milik atas tanah warganya sendiri. Padahal Kementerian Agraria dan
Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) berkomitmen
mewujudkan tanah untuk keadilan ruang hidup bagi rakyat. Hal ini
merupakan implementasi dari Nawacita atau Sembilan Agenda Prioritas
Presiden Republik Indonesia Periode 2014-2019. Ada 518 rumah yang
akan dibongkar karena terkena proyek normalisasi di Kampung Pulo, yaitu
RW 1,2 dan 3. Pemprov DKI sudah membuatkan Rumah Susun Sewa
(Rusunawa) di Jatinegara. Warga Kampung Pulo sama sekali tidak
menolak proyek normalisasi, dan rusunawa Jatinegara Barat. Yang
dipermasalahkan warga Kampung Pulo adalah pihak Pemprov DKI,
menganggap warga Kampung Pulo sebagai penduduk liar atau warga
ilegal. Sehingga tidak ada ganti rugi apapun, karena warga dianggap tidak
punya surat-surat tanah sama sekali.9
9 I.Sandyawan Sumardi , “Mengutamakan Keadilan dan Kesejahteraan Masyarakat“,
artikel diakses pada 02 November 2016 https://ciliwungmerdeka.org/siaran-pers-ciliwung-merdeka-dan-mitra/
6
Sempat terjadi insiden kericuhan antara sebagian warga Kampung Pulo
dengan Petugas Kepolisisan dan Satpol PP. Kericuhan yang terjadi di
Kampung Pulo terkait relokasi pemukiman warga ditenggarai karena
desakan sejumlah warga Kampung Pulo yang bersikukuh meminta ganti
rugi. persoalan mengenai ganti rugi sudah dikaji. Hasilnya Pemprov DKI
tidak bisa membayar tanah tersebut, karena tanah tersebut merupakan
tanah Negara.10 Setelah direlokasi dari tempat tinggalnya di bantaran
sungai Ciliwung, warga Kampung Pulo kini tinggal di permukiman "gaya
kota", di Rusunawa Jatinegara Barat. Dari 927 kepala keluarga di wilayah
Kampung Pulo hanya setengahnya sebanyak 518 kepala keluarga yang
mendapatkan Rusunawa Jatinegara Barat. Dengan di prioritaskan yang
tinggal di bantaran sungai Ciliwung dan memilki KTP DKI Jakarta.
Sedangkan setengah lainnya direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek dan
Rusunawa Cipinang Selatan.
Dampak dari relokasi sangatlah dirasakan oleh masyarakat yang
terkena program relokasi. Mulai dari kesulitan beradaptasi dengan
lingkungan baru berbeda lantai atau gedung, hingga kebingungan untuk
membayar uang sewa bulanan sebesar Rp.300.000/bulan. Hal itu dirasakan
oleh warga menambah beban mereka karena di rumah yang mereka
tempati sebelumnya hanya memikirkan bayar listrik dan air. Tak sedikit
warga yang membuka usaha warung untuk menambah penghasilan
walaupun keadaan di rusun Jatinegara Barat dianggap sepi.
10 Priska Sari, “ Rusuh Pengususran Kampung Pulo “, Artikel diakses pada 04 November
2016 http://www.cnnindonesia.com/focus/detail/2689/rusuh-penggusuran-kampung-pulo
7
Menempati rumah bertipe 36 dan luas 5 x 6 meter, dengan fasilitas 2
kamar, 1 dapur, 1 kamar mandi, dan ruang tamu, membuat gerak dan
aktivitas warga menjadi terbatas. Hal ini membuat beberapa warga merasa
tidak betah dan beranggapan tinggal di rumah sendiri jauh lebih baik
ketimbang di rusun.11
Namun seiring waktu berjalan warga Kampung Pulo mendapat
manfaat dari program relokasi yaitu dimana sebelumnya jika hujan
melanda terkena banjir, kini warga bisa tidur dengan tenang dan nyaman.
Selain itu tinggal di lingkungan rusun lebih bersih di banding dahulu
dimana warga biasa membuang sampah langsung ke kali, kini masalah
sampah sudah di atur. Dan juga kesehatan anak-anak menjadi lebih sehat
karena lingkungan yang bersih.
Selain itu Kampung Pulo memiliki fasilitas lengkap seperti
puskesmas, perpustakaan, mushala, dan sarana bermain anak. Berdasarkan
latar belakang diatas Peneliti tertarik untuk meneliti “Dampak Program
Relokasi Wilayah Kumuh Masyarakat Kampung Pulo Ke Rumah Susun
Sederhana Sewa Jatinegara Barat, Jakarta Timur”.
11 Gempur Surya “ Warga Rusunawa Lebih Nyaman Tinggal di Kampung Pulo “ Artikel
diakses pada 15 November 2016 http://tv.liputan6.com/read/2369481/warga-rusunawa-jatinegara-lebih-nyaman-tinggal-di-kampung-pulo
8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan luasnya masalah penelitian yang
ada didalamnya maka peneliti membatasi penelitian pada dampak yang
dialami masyarakat dalam program relokasi wilayah kumuh
(masyarakat Kampung Pulo ke rumah susun sederhana sewa /
Rusunawa Jatinegara Barat, Jakarta Timur).
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana pelaksanaan program relokasi pemukiman kumuh di
rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Jatinegara Barat, Jakarta
Timur?
b. Bagaimana dampak program relokasi pemukiman kumuh ke rumah
susun sederhana sewa (Rusunawa) Jatinegara Barat, Jakarta
Timur?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
a. Untuk menggambarkan pelaksanaan program relokasi masyarakat
bantaran sungai Ciliwung Kampung Pulo ke rumah susun
sederhana sewa (Rusunawa) Jatinegara Barat, Jakarta Timur.
9
b. Untuk menggambarkan dampak program relokasi pemukiman
kumuh ke rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Jatinegara
Barat, Jakarta Timur.
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat Akademis
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pemahaman pada masyarakat dan mahasiswa tentang
bagaimana pelaksanaan program relokasi wilayah kumuh dan
dampak perubahan sosial bagi masyarakat.
2. Bagi peneliti dapat menambah wawasan ilmiah dan program
pemerintahan yang ada.
b. Manfaat Praktisi
Hasil dari penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi
pembaca dan juga sebagai bahan pembelajaran untuk menambah
referensi tentang program relokasi dan menjadi masukan bagi
pemerintah dalam kebijakan program relokasi di berbagai daerah
agar lebih baik .
D. Metodelogi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, yaitu
metode penelitian yang dihasilkan dari data-data yang dikumpulkan
dan berupa kata-kata dan merupakan suatu penelitian alamiah. Bogdan
dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif adalah prosedur
10
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata yang
tertulis atau lisan dari orang-orang perilaku yang diamati.12
Menurut Creswell yang dikutip oleh Raco mendefinisikan
penelitian kualitatif sebagai suatu pendekatan atau penelusuran untuk
mengeksplorasi dan memahami suatu gejala. Untuk meneliti gejala
tersebut peneliti mewawancarai peserta penelitian atau partisipan
dengan mengajukan pertanyaan umum dan sedikit lebih luas.
Informasi yang disampaikan oleh informan kemudian dikumpulkan,
informasi tersebut biasanya berupa kata atau teks. Data yang berupa
kata atau teks tersebut kemudian dianalisis dan hasil analisis itu berupa
penggambaran atau deskripsi. Dari data-data tersebut peneliti membuat
interpretasi untuk menangkap arti yang mendalam. Hasil akhir dari
penelitian kualitatif dituangkan dalam bentuk laporan tertulis.13
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan penelitian deskriptif (descriptive research), yaitu
penelitian yang menggambarkan atau melukiskan situasi tertentu
berdasarkan data yang diperoleh dilapangan secara terperinci sesuai
dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan.14
12 Lexi.J. Maelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), h.4. 13 Raco, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya, (Jakarta:
Grasindo), h.7. 14 Lexy. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007),
h.131.
11
2. Sumber Data
a. Data primer
Menurut Sunyoto data primer adalah data asli yang
dikumpulkan sendiri oleh peneliti untuk menjawab masalah
penelitiannya secara khusus. Pada umumnya, data primer ini
sebelumnya belum tersedia sehingga seorang peneliti harus
melakukan pengumpulan sendiri data ini berdasarkan
kebutuhannya. Dalam penelitian ini, data primer diperoleh
langsung oleh peneliti dengan melakukan wawancara kepada
pengelola rusunawa Jatinegara Barat dan penghuni rusunawa
Jatiengara Barat. Penelitian mencari informasi pelayanan yang
diberikan oleh pengelola dan dampak yang dirasakan oleh
penghuni setelah di relokasi ke rusunawa Jatinegara Barat.
b. Data sekunder
Menurut Sunyoto, data sekunder adalah data yang bersumber
dari catatan yang ada pada daftar kepustakaan dan sumber lainnya
yaitu dengan mengadakan studi kepustakaan dengan mempelajari
dokumen, koran , dan artikel yang ada hubungannya dengan obyek
penelitian atau dapat dilakukan melalui studi dokumen ini yaitu
untuk menambah data-data yang diperlukan dalam penelitian dan
sesuai dengan ruang lingkup masalah yang peneliti tentukan.15
15 Bambang Sunyoto, metodologi Penelitian Akuntansi, (Bandung: Refika Aditama,
2013), h.21.
12
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan langsung dan tatap muka (face
to face) dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh
dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan yang diwawancarai (interview) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu. Dalam hal ini peneliti melakukan
wawancara secara terstruktur dengan memberikan daftar
pertanyaan yang telah ditentukan dengan menggunkan pedoman
wawancara.16 Peneliti melakukan proses wawancara dengan Ibu
Vita Nurviatin selaku ketua pengelola rusunawa Jatinegara Barat
dan bapak I Made Pastiasa selaku kepala SATPEL pelayanan
rusunawa Jatinegara Barat. Peneliti juga melakukan proses
wawancara kepada penghuni yang terdampak relokasi Kampung
Pulo. Subjek penelitian yang peneliti wawancarai yaitu Ibu
Djamilah yang berprofesi sebagai guru, lalu, bapak warji dan
bapak Iwan yang berprofesi sebagai pedagang. Peneliti memulai
mewawancarai narasumber dari bulan Maret – Juni 2017.
b. Observasi
Teknik ini dilakukan dengan cara pengamatan secara sistematis
terhadap obyek penelitian yang diteliti dengan cara langsung dan
terencana bukan secara kebetulan.17 Dalam hal ini peneliti
melakukan pengamatan langsung, mengamati dan mendengarkan
16 Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006), h. 186. 17 Winarno Suharman, Pengantar Metodelogi Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1982), h.132.
13
dalam rangka memahami, mencari jawaban dan mencari bukti atas
bagaimana pelaksanaan program relokasi wilayah kumuh terhadap
perubahan sosial masyarakat. Peneliti melakukan pengamatan pada
failitas seperti: PAUD, klinik, masjid, Aula, dan tempat berjualan.
Selain itu peneliti juga melakukan pengamatan langsung terhadap
kondisi rumah/ hunian yang ditempati oleh warga dengan cara
mendatangi rumah warga. Peneliti memulai pengamatan langsung
dari bulan Februari – Juni 2017.
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data
kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen
yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang
subjek. Studi dukumen merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan gambaran dari
sudut pandang subjek melalui media tertulis dan dokumen
lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang
bersangkutan.18 Teknik pengumpulan data berbentuk foto dan
arsip (dokumen) yang berisikan data-data dari pengelola
rusunawa Jatinegara Barat yang dijadikan objek penelitian.
Dalam dokumentasi ini peneliti mendapatkan arsip dan
dokumentasi dari pengelola rusunawa Jatinegara Barat berupa
profil rusunawa Jatinegara Barat, struktur pengelola rusunawa
Jatinegara Barat dan data demografi penghuni rusunawa
18 Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif Ilmu - Ilmu Sosial,(Jakarta:Salemba
Humanika, 2012), cet.3, h. 143.
14
Jatinegara Barat. Peneliti juga melakukan dokumentasi berupa
foto selama melakukan penelitian di rusunawa Jatinegara Barat.
4. Teknik Pemilihan Informan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan purposive sampling
yang memberikan keleluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi
informan yang sesuai dengan tujuan penelitian, yang terpenting disini
bukanlah jumlah informan, melainkan potensi setiap kasus untuk
memberikan pemahaman teoritis yang lebih baik mengenai aspek yang
dipelajari.19
Informan dalam penelitian ini adalah pengelola rusunawa
Jatinegara Barat dan penghuni rusunawa Jatinegara Barat yang
merupakan warga relokasi dari Kampung Pulo. Alasan peneliti
memilih pengelola rusunawa (Ketua Pengelola dan Kepala Pelayanan)
sebagai informan adalah untuk mengetahui proses pelaksaan relokasi
dan pelayan apa saja yang diberikan oleh pengelola. Dan alasan
peneliti memilih sampling penghuni rusunawa ibu Djamilah (Kepala
Sekolah PAUD), bapak Iwan Setiawan (Pedagang di rusunawa), bapak
Warji (Ketua RT), bang Abiyudin (Ketua Karang Taruna) adalah untuk
mengetahui dampak yang dirasakan masyarakat Kampung Pulo dari
program relokasi ke rusunawa Jatinegara Barat, Jakarta Timur.
19 Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006), h.103
15
Tabel 1.1
Profil Informan
5. Teknik Analisis Data
Setelah peneliti mengumpulkan semua data yang telah diperoleh
melalui wawancara, observasi, dokumentasi dan studi kepustakaan,
maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data tersebut. Dalam
penelitian ini, teknik analisis data yang dilakukan adalah deskriptif,
yaitu dengan menganalisis data secara komprehensif dan mendalam
sesuai dengan data yang telah peneliti kumpulkan. Analisis data yaitu
rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, penafsiran dan
verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis
dan ilmiah.
No. Informan Informasi yang dicari Jumlah
1. Ibu Vita Nurviatin dan Bapak I Made Pastiasa
(Pengelola rusunawa
Jatinegara Barat)
Gambaran proses pelaksanaan relokasi ke rusunawa, mengetahui
fasilitas dan pelayanan apa saja
yang diberikan.
2 orang
2. Bapak Iwan Setiawan dan Bapak Warji
(penghuni rusunawa,
penerima fasilitas
berjulan)
Mencari informasi dampak apa saja dalam yang dialami dari program
relokasi. Serta peran pengelola
dalam memberikan pelayanan dan
fasilitas.
2 orang
3. Ibu Djamilah
(penghuni rusunawa,
Kepala Sekolah Paud)
Mencari dampak yang dirasakan
dan peran pengelola dalam
memberikan fasilitas pelayanan
kepada anak.
1 orang
4. Bang Abiyudin (penghuni rusunawa,
Ketua Karang Taruna)
Mencari dampak apa saja yang dirasakan dari program relokasi dan
peran pemuda di rusunawa
Jatinegara Barat.
1 orang
Jumlah Informan 6 Orang
16
6. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data adalah data yang diperoleh data yang telah diuji
dan valid. Dalam hal ini peneliti menulis keabsahan data yang diujikan
melalui diskusi atau sharing terhadap teman, referensi teori dan
melihat realitas sosial serta tentang isu-isu yang sedang berkembang.
Oleh karena itu peneliti melakukan perbaikan-perbaikan untuk
mendapatkan data yang relevan.
Buhan burgin dalam bukunya penelitian kualitatif mengatakan
bahwa dalam melakukan penelitian kualitatif seringkali menghadapi
persoalan dalam menguji keabsahan hasil penelitian, hal ini
dikarenakan banyak hal, yaitu karena 1.) alat penelitian yang
diandalkan adalah wawancara dan observasi mendukung banyak
kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi tanpa kontrol
dalam observasi partisipatif, 2.) Sumber data kualitatif yang kurang
akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian.20
Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memiliki
kriteria sebagai berikut:
a. Kriteria kredibilitas (derajat kepercayaan), yaitu kriterium ini
dapat menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data tersebut untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu
(Triangulasi).
20 Burhan Burgin, Penelitian Kuantitatif Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosialnya,
(Jakarta: Kencana, 2009), h.156
17
b. Kriterium kepastian, menurut Scriven yaitu masih ada unsur
kualitas yang melekat pada konsep objektivitas. Hal itu digali dari
pengertian bahwa jika sesuatu objektif, berarti dapat dipercaya,
faktual dan dapat dipastikan.21
7. Waktu dan Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di rumah susun sederhana sewa
(Rusunawa) Jatinegara Barat, Jakarta Timur dan waktu pelaksanaan
penelitian dimulai bulan Februari s.d Juni 2017.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam hal ini peneliti melakukan penelusuran atau mencari informasi
tentang karya ilmiah yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini. Baik
di perpustakaan online, dan perpustakaan yang ada di lingkungan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang pertama, peneliti melakukan tinjauan
pustaka salah pada skripsi yang ditulis oleh Doni Romdoni mahasiswa
program studi Kesejahteraan Sosial, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi yang berjudul : “Evaluasi Dampak Program Bantuan Rumah Dinas
Tata Kota Tangerang Selatan Untuk Keluarga Berumah Tidak Layak Huni
di Kampung Sentul Ciater”. Skripsi tersebut menjelaskan tentang Program
yang dijalankan oleh Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman Kota
Tangerang Selatan yang bekerjasama dengan P2WKSS (Peningkatan
Peranan Wanita Keluarga Sehat Sejahtera) dalam rangka mengentaskan
kemiskinan atau Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan
21 Ibid, hal.158
18
keluarga tidak layak huni merupakan salah satu PMKS . Perbedaannya
penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah
pada objek program yang diteliti lebih kepada dampak yang di rasakan
masyarakat dari program relokasi.
Yang kedua adalah skripsi yang ditulis oleh Zaini Mustofa mahasiswa
program studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Skripsi yang berjudul : “Evaluasi Pelaksanaan Program
Relokasi Pemukiman Kumuh (Studi Kasus: Program Relokasi
Permukiman Di Kelurahan Pucangsawit Kecamatan Jebres Kota
Surakata)”. Skripsi tersebut berisi tentang evaluasi dan analisis dari
program relokasi pemukiman kumuh yang berada di kelurahan
Pucangsawit kecamatan Jebres kota Surakarta. Perbedaannya penelitian di
atas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada dampak
yang di rasakan masyakarat program relokasi.
F. Pedoman Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan pedoman sesuai
dengan buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan
Disertasi)” yang diterbitkan oleh CeQda tahun 2007.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan isi skripsi ini,
maka peneliti membuat sistematika penelitian sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan, dalam bab ini terdiri dari latar belakang masalah,
19
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori, dalam bab ini peneliti mengemukakan teori-
teori yang berhubungan dengan isi skripsi sebagai dasar pemikiran untuk
membahas permasalahan dalam penelitian skripsi, yang terdiri dari teori
dampak, pengertian relokasi, dan pengertian pemukiman kumuh.
BAB III Gambaran Umum, berisi tentang profil Rumah Susun
Sederhana Sewa Jatinegara Barat dan profil masyarakat Kampung Pulo.
BAB IV Hasil Temuan dan Analisis berisi temuan dan analisa mengenai
proses pelaksanaan program relokasi pemukiman kumuh dan dampak
program relokasi bagi masyarakat di Rusunawa Jatinegara Barat.
BAB V Penutup, dalam bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan serta
saran-saran sebagai bentuk hasil dari penelitian yang dilakukan. Di akhir
peneliti memasukan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
20
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Dampak
1. Definisi Dampak
Definisi dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun
positif).22 Dampak dapat diartikan sebagai akibat atau pengaruh ketika
akan mengambil suatu keputusan, yang bersifat timbal balik antara
satu dengan lainnya. Sejalan dengan itu dampak merupakan keadaan
dimana ada hubungan timbal balik antara satu dengan yang lain akibat
dari pada apa yang dipengaruhi dan apa yang mempengaruhi.23
Menurut penjelasan diatas, peneliti juga menyimpulkan bahwa
dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik itu
positif maupun negatif) dari sebuah kegiatan. Dampak positif adalah
pengaruh yang mendatangkan akibat baik / positif. Dampak negatif
adalah pengaruh yang mendatangkan akibat buruk / negatif dari sebuah
gejala peristiwa.
22 Kamus Besar Bahasa Indonesia,2007 23 Irwan, Dinamika dan Perubahan Sosial pada Komunitas Lokal, (Yogyakarta;
Deepublish Publisher,2015),h.35.
21
B. Konsep Relokasi
1. Pengertian Relokasi
Secara harfiah menurut kamus besar bahasa Indonesia (2007)
relokasi diartikan sebagai pemindahan tempat atau pemindahan dari
suatu lokasi ke lokasi lain. Jika dikaitkan dalam konteks perumahan
dan permukimann relokasi dapat diartikan pemindahan suatu lokasi
permukiman kelokasi pemukiman yang baru.24
Menurut Hudohusodo relokasi dilakukan terhadap permukiman
lokasi permukiman yang tidak diperuntukkan bagi perumahan atau
lokasi permukiman yang rawan terhadap bencana atau bahkan yang
terkena bencana. Relokasi atau resettlement merupakan salah satu
alternatif untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang
tinggal di permukiman kumuh, status lahannya tidak legal (illegal) atau
bermukin di lingkungan yang rawan bencana untuk menata kembali
dan melanjutkan kehidupannya di tempat yang baru.25
2. Prosedur Pelaksanaan Relokasi
Program relokasi atau resettlement merupakan program yang
dilaksanakan dengan perencanaan yang sangat cermat. Bank Dunia
(1999) merekomendasikan bahwa sebelum memutuskan rencana
relokasi perlu mempersiapkan kerangka rencana atau kerangka
kebijakan permukiman kembali secara matang. Program relokasi
dikembangkan atas dasar partisipatif, sehingga keputusan pemukiman
24 Kamus Besar Bahasa Indonesia,2007 25 Rahardja Adjiesasmita Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang ( Yogyakarta ; Graha
Ilmu,2013) ,h.86.
22
kembali dibuat sendiri oleh masyarakat. Ridlo (2001) mengemukakan
bahwa prosedur yang dapat ditempuh dalam pelaksanaan relokasi ada
tiga tahap, yaitu:26
1. Sosiolisasi
Pendekatan yang interaktif kepada masyarakat yang terkena
relokasi dalam rangka menginformasikan rencana program relokasi
tersebut. Pembentukan forum diskusi warga sebagai wadah untuk
menggali respon, aspirasi warga dan peran serta masrakat dalam
proyek peremajaan. Kegiatan forum diskusi ini dilakukan mulai
dari perencanaan hingga terlaksanakannya program.
2. Registrasi
Penyusunan data-data masyarakat dan pendaftaran penempatan
lokasi rumah tempat tinggal baru dengan memperhatikan aspirasi
warga.
3. Penghunian
Setelah pemindahan warga ke lokasi baru, perlu diadakan
bimbingan dan pembinaan kepada warga agar dapat menyesuaikan
dengan lingkungan permukiman yang baru.
3. Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan Dalam Pelaksanaan
Relokasi Permukiman
Dalam pelaksanaan relokasi ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu :
26 Ibid.,h.87.
23
a) Perlunya koordinasi sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai
dengan evaluasi.
Masalah relokasi adalah masalah yang kompleks karena
menyangkut tiga hal, yakni kebutuhan dasar manusia akan tanah
dan tempat tinggal, ketersediaan tanah/areal untuk relokasi, dan
jaminan untuk dapat melangsungkan kehidupannya. Bagi
masyarakat yang dipindahkan, kesempatan untuk berperan serta
dalam program relokasi semenjak tahap awal dan keyakinan yang
kuat bahwa program akan berjalan baik dan berhasil sesuai dengan
harapan dapat diperoleh bila masyarakat yakin bahwa program ini
dikoordinasikan dengan baik, disertai dengan akses informasi bagi
masyarakat.
b) Pemilihan Areal Relokasi.
Lokasi dan kualitas tempat relokasi baru adalah faktor penting
dalam perencanaan relokasi, karena sangat menentukan kemudahan
menuju ke lahan usaha, jaringan sosial, pekerjaan, bidang usaha,
kredit dan peluang pasar. Setiap lokasi mempunyai keterbatasan
dan peluang masing-masing. Memilih lokasi yang sama baik
dengan kawasan yang dahulu (tempatnya yang lama) dari segi
karakteristik lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi akan lebih
memungkinkan relokasi dan pemulihan pendapatan berhasil.
Idealnya, tempat relokasi baru sebaiknya secara geografis dekat
dengan tempat lama / asli untuk mempertahankan jaringan sosial
dan ikatan masyarakat yang sudah baik. Dalam proyek
24
pembangunan perkotaan, yang sering mengakibatkan relokasi
dalam jumlah besar, dampak tersebut dapat dikurangi dengan
merelokasikan ke berbagai kawasan yang kecil dan dekat.
Dalam kasus tersebut, pemilihan tempat dan rencana relokasi
harus berdasarkan, dan diputuskan melalui musyawarah dengan
masyarakat.
c) Hak masyarakat yang akan dipindahkan
Kepada masyarakat, disampaikan informasi tentang calon
lokasi dan diberi kesempatan untuk meninjau lokasi yang sudah
dibangun sebelum secara resmi diserahkan. Hal ini diperlukan agar
masyarakat dapat menentukan pilihannya secara bebas
d) Kelengkapan fisik lokasi pemukiman kembali
Jika pilihan sudah ditetapkan, lokasi pemukiman kembali harus
dilengkapi dengan:
1) Akses jalan yang layak,
2) Saluran drainase,
3) Penyediaan air bersih,
4) Sambungan listrik,
5) Fasilitas umum, antara lain fasilitas pendidikan, tempat usaha,
tempat ibadah, pasar, lapangan olahraga, fasilitas kesehatan,
6) Kemudahan transportasi.
e) Bentuk rumah dan bangunan lain yang relevan
Masalah relokasi berkaitan erat dengan masalah ekonomi dan
sosial budaya, di samping masalah pemulihan kondisi psikologis.
25
Oleh karena itu, berkaitan dengan bentuk rumah dan bangunan lain
yang relevan agar dikonsultasikan dengan masyarakat yang akan
dipindahkan agar sesuai dengan keinginan penghuni.
f) Status hak atas tanah
Terhadap tanah dan bangunan yang telah diserahterimakan
kepada masyarakat, diberikan kepastian dan perlindungan hukum
berupa hak milik. Walaupun secara resmi masyarakat sudah
menempati areal relokasi, pemantauan dan evaluasi tetap harus
dilaksanakan untuk mengetahui masih adanya kekurangan di dalam
pelaksanaannya sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan
yang diperlukan.27
4. Dampak Relokasi
Relokasi bukan hanya suatu proses pemindahan orang-orang dari
suatu lokasi, akan tetapi juga memindahkan perilaku dan identitas-
identitas dari orang-orang tersebut. Menurut Finsterbusch (1981),
individu-individu atau masyarakat merasakan dampak sosial dari suatu
kebijakan relokasi dalam 5 kategori, yaitu:28
a) Secara ekonomi, sebagai pekerja yang kehilangan atau mendaptkan
penghasilan maupun pekerjaan.
b) Secara lingkungan, sebagai penduduk yang habitatnya di ubah atau
disita.
c) Secara transportasi, sebagai pengendara atau penikmat jasa
27 Rahardja Adjiesasmita Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang ( Yogyakarta ; Graha
Ilmu,2013), h.95. 28 Ibid, h.101.
26
transportasi yang kehilangan aksesibilitas.
d) Secara sosial, sebagai kerabat, teman anggota, yang pola sosialnya.
e) Secara psikologi, sebagai individu yang mengalami stress,
ketakutan, dan perampasan.
5. Dukungan Terhadap Pemulihan Tingkat Kehidupan Masyarakat
Relokasi memerlukan dukungan faktor nonfisik di samping
ketersediaan dan kelengkapan sarana fisik. Secara ekonomis untuk
melanjutkan atau memulai kehidupan baru, diperlukan berbagai
kemudahan atau bantuan, antara lain:
a) Bantuan kredit untuk memulai atau melanjutkan kembali usaha.
b) Pelatihan keterampilan yang dibutuhkan untuk menunjang usaha
atau pekerjaan baru.
c) Bantuan untuk pindah dan fasilitas transportasi.
Relokasi permukiman merupakan program yang dipandang sebagai
pilihan terakhir dalam upaya melakukan penataan permukiaman, hal
ini terkait dengan dampak yang sering ditimbulkan oleh program
relokasi, yakni :
a) Perumahan, struktur dan sistem masyarakat, hubungan masyarakat
dapat terganggu.
b) Sumber-sumber pendapatan termasuk pendapatan dan mata
pencaharian dapat hilang.
c) Kultur budaya dan kegotongroyongan yang ada dalam masyarakat
dapat menurun.29
29 Ibid, h.105.
27
C. Pemukiman dan Perumahan
1. Pengertian Pemukiman dan Perumahan
Dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1992 disebutkan tentang
pengertian dasar istilah perumahan dan pemukiman. Perumahan
dimaksudkan sebagai suatu kelompok yang memiliki fungsi
lingkungan tempat hunian yang dilengkapi dengan sarana dan
prasarana lingkungan. Sedangkan pemukiman, merupakan bagian dari
lingkungan hidup runag perkotaan maupun pedesaan, dan juga
memiliki fungsi sebagai lingkungan tempat hunian serta tempat
kegiatan yang mendukung penghidupan.30
Perumahan di perkotaan menjadi permasalahan yang memerlukan
penanganan dari berbagai pihak. Kondisi ini berhubungan dengan
pihak pemerintahan sebagai pengelola dan para penghuni kota sebagai
pemakai lahan. Bagi kalangan kelas menengah ke atas memerlukakan
fasilitas yang memenuhi standar hidup di perkotaan. Sedangkan bagi
masyarakat kelas bawah dan kalangan masyarakat miskin perkotaan
kebutuhan akan perumahan ini hanya sekedar tempat tinggal sederhana
bahkan di bawah standar perumahan yang layak huni. Jumlah
penduduk di perkotaan terus mengalami peningkatan karena angka
fertilitas atau masuknya migran yang datang ke perkotaan. Semakin
bertambahnya penduduk perkotaan dan keterbatasan lahan pemukiman
menjadi permasalahan dalam tata ruang kota. Penyediaan perumahan
bagi masyarakat kelas rendah kadang terkendala dengan lokasi yang
30 Raldi Hendro Koestoer, Perspektif Lingkungan Desa dan Kota; Teori dan Kasus.
(Jakarta; UI Press, 1997), h.9.
28
jauh dari tempat kerja sehingga memerlukakan biaya transportasi dan
ketidakmampuan mereka untuk memcicil angsuran perbulannya.31
Lee, Price-Spratlen, dan Kanan (2003) menemukan bahwa
tingginya harga dan terbatasnya perumahan sosial, memburuknya
kondisi ekonomi, komposisi demografis, iklim, pergerakan komunitas
(community transience), serta jaring pengaman sosial (social safety
net) adalah faktor-faktor penentu yang bisa saja berbeda-beda
pengaruhnya di berbagai kota metropolitan dalam meningkatkan
pemukiman liar. Walaupun tidak ada sebuah faktor yang paling
berpengaruh, namun bisa ditarik beberapa kesimpulan berikut:
a. Kurangnya hunian di tengah kota untuk warga ekonomi lemah
membuat mereka sulit mendapatkan hunian layak.
b. Berkurangnya dana kesejahteraan, kesehatan, dan fungsi sosial lain
dalam program jaring pengaman sosial membuat semakin banyak
warga miskin kota yang tidak tertangani dengan baik.
c. Warga miskin kota dan tunawisma biasanya tidak memiliki nilai
politis, karena itu, program sosial bagi mereka tidak menjadi
perhatian utama.32
Dalam menangani permasalahan perumahan pemerintah
memberikan alternatif yaitu dengan pengembangan perumahan
nasional dan pengembagan real estate. Selain dua konsep perumahan
tersebut pemerintah juga menyediakan rumah susun untuk mensiasati
keterbatasan lahan di perkotaan. Kebijakan pemerintah yang ditujukan
31 Cucu Nurhayati, Sosiologi Perkotaan, h.107. 32 DK Halim, Psikologi Lingkungan,(Jakarta; Bumi Aksara, 2008),h.196.
29
untuk membantu warga miskin kota keluar dari masalah pemukiman
liar, misalnya saja rusunawa (rumah susun sewa) dan rusunami (rumah
susun hak milik) serta hunian bersubsidi di tengah kota yang
pembangunannya diserahkan kepada para pengembang swasta.
Pembangunan rumah susun bagi masyarakat kelas rendah dan
relokasi dari “pemukiman liar” merupakan program yang disediakan
oleh pemerintah dengan pembayaran lewat kredit atau sistem angsuran
yang ringan. Namun demikian, unit-unit hunian dalam program
rusunawa dan rusunami yang tersendat-sendat jauh tertinggal oleh
jumlah pendatang. Di samping itu, rusunami yang bersubsidi di Jakarta
tidak bisa menjangkau warga miskin kota karena sebuah apartemen 1
kamar harganya berkisar 90 juta rupiah dan 150 juta rupiah untuk 2
kamar masih sangat tinggi untuk warga miskin kota dan kaum
pendatang yang tidak memiliki pekerjaan tetap.
Perumahan bersubsidi mungkin bisa menjadi alternatif, tetapi
program pendukung lainnya seperti pembukaan lapangan pekerjaan
dan perlindungan anak menjadi sangat penting bagi keluarga tersebut
agar mampu keluar dari kemiskinan struktural. Rumah susun ini
sebaliknya tidak menimbulkan keterasingan, dengan
mempertimbangkan lokasi tempat bermain, sekolah, pasar, dan rumah
ibadah. Program ini perlu diawasi supaya tepat sasaran bagi
masyarakat yang benar-benar membutuhkan.33
33 Cucu Nurhayati, Sosiologi Perkotaan, h.108.
30
2. Pengertian Rumah Susun
Definisi rumah susun menurut Kamus Tata Ruang adalah
bangunan gedung bertingkat yang dibangun di suatu lingkungan, yang
terbagi di bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional di arah
horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang
masing-masing dapat dimiliki atau disewa dan digunakan secara
terpisah terutama untuk tempat hunian dilengkapi dengan benda
bersama dan tanah bersama.34
Telah banyak menjadi diskusi bahwa kebutuhan terhadap rumah
susun akan menjadi sesuatu kebutuhan di daerah-daerah perkotaan
Indonesia. Lahan yang semakin langka dan mahal di daerah perkotaan,
mendorong pembangunan perumahan dilakukan dengan konsep rumah
susun agar dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat.
Dengan lahan perkotaan yang terbatas, pertumbuhan rumah secara
vertikal dipandang merupakan suatu alternatif yang tak dapat
dihindari. Untuk mendukung pemecahan kepadatan daerah yang tinggi
serta harga tanah yang semakin mahal, maka pemerintah membangun
dan mendorong pembangunan rumah susun. Akan tetapi di sisi lain,
terdapat kekhawatiran pula bahwa model-model perumahan vertikal
tersebut belum tentu cocok dengan budaya atau perilaku masyarakat
Indonesia.35
34 Ikatan Ahli Perencanaan, Kamus Tata Ruang , (Jakarta; Cipta Karya Departement PU,
1997),h.135. 35 Haryadi dan B. Setiawan. Arsitekur, Lingkungan, dan Perilaku,(Yogyakarta; Gajah
Mada University Press, 2010 ),h.103.
31
Rusun sendiri memiliki empat jenis yakni rumah susun umum,
rumah susun khusus, rumah susun negara, dan rumah susun komersil
alias apartemen. Sedangkan Rusun umum masih terbagi menjadi dua
jenis, yaitu:
a. Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami), merupakan program
pemerintah untuk rumah susun yang tingginya lebih dari 8 lantai.
Wujudnya yang mirip dengan apartemen membuat pengembang
menyebutnya sebagai apartemen bersubsidi.
b. Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa), memiliki tampilan
yang sama dengan rusunami, namun penghuni harus menyewa
langsung dari pengembangnya.
3. Pengertian Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa)
Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) adalah rumah susun
sederhana yang disewakan kepada masyarakat perkotaan yang tidak
mampu untuk membeli rumah atau yang ingin tinggal untuk sementara
waktu misalnya para mahasiswa, pekerja temporer dan lain-lainnya.
Undang-undang yang mengatur penyelenggaraan perumahan dan
kawasan pemukiman serta rumah susun telah disempurnakan sesuai
dengan tuntutan perkembangan saat ini dan mengantisipasi
perkembangan dimasa-masa mendatang. Kedua Undang-Undang
tersebut yaitu UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
pemukiman serta UU No.20 tahun 2011 tentang Rumah Susun;
keduanya mengamanatkan tugas dan wewenang serta tanggung jawab
masing-masing pemangku kepentingan dalam berkoardinasi,
32
berinteregrasi dan bersinergi dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan pemukiman serta penyelenggaraan rumah susun.
Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh
dan pemukiman kumuh yang diatur dalam Undang-Undang salah
satunya dapat dilakukan dengan penyelanggaraan hunian vertikal atau
rumah susun. Rusunawa sebagai salah satu strategi penataan
pemukiman kumuh perkotaan membawa beberapa implikasi positif
antara lain:36
a) Membantu mengatasi permasalahan pemukiman kumuh perkotaan
dengan penerapan urban renewal atau peremajaan kota.
b) Sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan
rendah (MBR) yang belum atau tidak mampu memiliki rumah milik.
c) Menjamin kepastian dan keamanan tinggal (secure tenure)
terutama bagi komunitas yang semula menghuni lingkungan atau
kawasan illegal.
d) Penggunaan lahan yang efisien akan berdampak pada pelestarian
lingkuangan karena memperluas daerah resapan air dan Ruang
Terbuka Hijau (RTH), serta memberikan ruang/lahan untuk fungsi-
fungsi sosial yang bermanfaat bagi kehidupan dan kesejahteraan
komunitas yang tinggal dilingkugan tersebut.
e) Teknik pembangunan fisik rusunawa telah dikembangakan
(diantaranya dengan sistem prototype dan sistem terkini) yang
36 Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya, Rusunawa; Komitmen
Bersama Penanganan Pemukiman Kumuh, h.22.
33
mempercepat proses kontruksi yang dapat diandalkan dalam efisiensi
waktu, pengentasan permasalahan runtuh dan tahan gempa.
f) Bentuk bangunan vertikal menekankan pada efisiensi pemnafaatan
lahan.
g) Konsentrasi hunian yang terpusat menciptakan efisiensi dalam
investasi dan pemeliharaan infrastruktur perkotaan.
h) Radius pencapaian yang relative dekat dengan pusat kota akan
mengurangi pemborosan biaya hidup keluarga dan penghematan
energy berkaitan trasportasi.
4. Persyaratan Penghunian Rumah Susun Sederhana Sewa
1. Warga negara Indonesia memiliki :
a) KTP DKI Jakarta
b) surat keterangan penghasilan
c) Kartu Keluarga (KK)
d) Pas foto 3x4 (2lbr)
e) Surat keterangan belum memiliki rumah (PM1)
f) Surat Nikah.
2. Bersedia membuka rekening tabungan di BANK DKI di capem
Jatibaru.
3. Membuat surat permohonan mendapatkan hak sewa rusunawa.
4. Membuat dan menandatangani surat perjanjian sewa.
34
5. Membuat dan menandatangani surat pernyataan kesanggupan untuk
mentaati kewajiban dan melaksanakan tata-tertib penghunian /
penyewaan rusunawa.37
5. Mekanisme Penguhian Rumah Susun Sederhana Sewa
Gambar 2.1
Mekanisme Penghunian Rumah Susun Sederhana Sewa
Dalam mekanisme penghunian rusunawa yang dikeluarkan oleh
Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah Provinsi DKI
Jakarta, masyarakat yang akan menempati rusunawa dibagi kedalam
kategori masyarakat terprogram (dalam normatif) dan masyarakat
umum. Selanjutnya, masyarakat mengikuti seleksi administrasi dengan
memenuhi persyaratan administrasi untuk mendaptkan undian unit dan
lantai. Masyarakat yang sudah mengikuti undian, melakukan
37 Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta , Proses
Penghunian Rusunawa, diakses pada tanggal 02 Februari 2017 dari
http://dpgpjakarta.com/index.php/pelayanan/proses-penghunian-rusunawa
35
penandatanganan sewa sebelum penyerahan kunci dan menempati unit
rusunawa.
6. Pengertian Pemukiman Kumuh
Kebanyakan di kota-kota dunia terdapat perumahan
kumuh/perkampungan liar. Kedua hal tersebut menggambarkan
kawasan yang tertekan atau bagian dari populasi perkotaan yang tidak
sepenuhnya terintegrasi, secara sosial atau ekonomi. Slums adalah
kawasan yang legal, biasanya berupa rumah tua yang kondisinya
semakin memburuk, kurang terawat, terlalu padat, dan bobrok. Slums
biasanya berlokasi pada lahan yang berdekatan dengan Central
Bussiness District (CBD) atau berdekatan dengan pusat kota, walaupun
di daerah perkotaan. Squatter Settlements adalah penggunaan lahan
yang tidak sesuai izin resmi. Biasanya berlokasi di kawasan pinggiran.
Penghuni liar ini membangun rumah di kawasan yang kosong untuk
tempat berlindung dengan memanfaatkan sumber daya seadanya. Tidak
terdapat standar minimum akan sanitasi, bentuk kontruksi yang tidak
terawasi, dan kawasan yang cenderung kurang mendapatkan pelayanan
jasa lingkungan perkotaan seperti utilitas kota. Akhirnya perumahan/
pemukiman liar umumnya menjadi kawasan dengan masalah-masalah
kesehatan, juga masalah sosial ekonomi.38
Urabanisasi yang massif di negara-negara berkembang
memunculkan kaum proletar perkotaan dengan kapasitas daya saing
38 Rahardja Adjiesasmita Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang ( Yogyakarta ; Graha
Ilmu,2013) ,h.116.
36
rendah. Karena keterbatasan itu, mereka hanya mampu menikmati
sebagian dari lapangan kerja yang ada. Kondisi kemiskinan kaum
proletar memaksa mereka untuk tinggal di kantong-kantong
pemukiman. Di kawasan ini mereka hidup serba kekurangan; air,
listrik, dan kondisi tempat tinggal yang layak. Dalam kondisi yang
serba terbatas ini, mereka lalu kembali kepada kebiasaan lama saat
masih di desa, seperti mandi dan mencuci di sungai, menjemur pakaian
di pagar, dan sebagainya. Inilah yang disebut dengan gejala rulalisasi.
Mereka tampak terpinggirkan, namun sesungguhnya merekalah “otot”
dan “mesin” ekonomi perkotaan. Karena merekalah yang menjadi
buruh pabrik, kuli angkut, pedagang keliling,dll. Kehidupan di
kawasan kumuh ini, meski berat tetapi mereka mampu menghadirkan
suasana gotong royong dan hidup ramah. Tidak sedikit pula
pemukiman kumuh berkembang menjadi pemukiman normal berkat
usaha warganya dalam mengelola kehidupan mereka di kawasan itu.39
7. Ciri-ciri Pemukiman Kumuh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membuat kriteria,
bagaimana suatu wilayah dapat dikategorikan sebagai wilayah kumuh
atau tidak. Ada dua aspek utama yang menjadi dasar alasan
pengkategorian suatu wilayah, yakni ditinjau dari aspek fisik dan aspek
non fisik. Pada aspek fisik, suatu daerah dapat dikategorikan kumuh
jika;
a. Berpenghuni padat , yakni lebih dari 500 jiwa/Ha,
39 Cucu Nurhayati, Sosiologi Perkotaan, h.53
37
b. Tata letak bangunan yang umumnya berada di kawasan tidak layak
huni seperti pinggir rel kereta api, bantaran sungai dan lain
sebagainya,
c. Kondisi kontruksi, umumnya bersifat tidak permanen dan kayu-
kayu bekas, kardus, terpal, plastik dan semacamnya,
d. Ventilasi yang kurang memadai,
e. Kepadatan bangunan yang tinggi,
f. Keadaan jalan yang kurang layak,
g. Sistem drainase tidak layak,
h. Persedian air bersih minim,
i. Pembuangan limbah manusia dan pembuangan sampah yang
kurang tertata rapi sehingga dapat membahayakan kesehatan warga
disekitar tempat tersebut.
Dari segi non fisik, pemukiman kumuh umumnya dicirikan dengan
dengan kondisi sosial ekonomi dalam masyarakat yang mata
pencahariannya lebih banyak tertumpu pada sektor informal dan
tingkat kedisiplinan warganya yang masih rendah.40
Penanganan pemukiman kumuh akan selalu menghadapi tantangan
sosial, ekonomi, dan budaya yang perlu diperhatikan.
1) kawasan-kawasan tersebut tumbuh melalui proses yang sangat
lama bahkan sebagian besar penghuninya sudah menetap lebih dari
10 tahun.
40 Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A ,dkk. Wanita dan Kesehatan; Perilaku Kesehatan
Wanita Di Pemukiman Kumuh (Jakarta; LEMLIT UIN Syarif Hidayatullah, 2003) h. 27
38
2) alasan bertempat tinggal di permukiman kumuh terkait erat dengan
dengan isu sosial dan ekonomi. Kedekatan dengan tempat kerja
menjadi alasan utama rumah tangga pemukiman kumuh dalam
memilih tempat tinggal.
3) kawasan pemukiman kumuh nyatanya juga dapat memberikan
kontribusi positif yang cukup signifikan bagi perkembangan sosial
dan ekonomi kota. Selain sebagai tempat tinggal murah bagi para
pegawai menengah dan rendah, juga menawarkan berbagai produk
dan jasa kebutuhan sehari-hari yang terjangkau oleh para pegawai
tersebut sehingga mampu bertahan hidup di kota. Pada gilirannya,
pola tersebut akan mampu menunjang sektor formal dan menjadi
unsur kunci berputarnya perekonomian kota.41
41 Yayasan Sugijanto Soegijoko. Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia, (Jakarta:
Lembaga Penerbit FEUI, 2015), h.116
39
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Rusunawa Jatinegara Barat
1. Sejarah Rusunawa Jatinegara Barat
Rusun susun sederhana sewa (Rusunawa) Jatinegara Barat
dibangun pada tahun 2013. Rusunawa Jatinegara Barat dibangun oleh
Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat diatas tanah
milik Pemda Provinsi DKI Jakarta. Peletakan batu pertama oleh
Gubernur Provinsi DKI Jakarta (Joko Widodo) pada tanggal 31
Desember 2013. Pembanguanan rusunawa Jatinegara Barat dilanjutkan
oleh kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta,bapak Basuki Tjahaja
Purnama. Pembangunan rusunawa Jatinegara Barat ditujukan untuk
warga terdampak program relokasi sungai Ciliwung secara tepat
sasaran. Rencana normalisasi tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda)
Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana tata Ruang Wilayah Tahun
2030 dan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detil Tata
Ruang (RDTR), rencana sodetan untuk pembangunan danau serta
perubahan peruntukan tanah di Kampung Pulo dan Bidara Cina.
40
2. Profil Rusunawa Jatinegara Barat
a) Alamat Rusun : Jl. Jatinegara Barat No.142 Kelurahan
Kampung Melayu Kecamatan Jatinegara
Kota Administrasi Jakarta Timur.
b) Motto : Rusunku hijau terang bersih
c) Luas Area : 7460 m²
d) Jumlah Tower : 2 Tower ( Tower A dan Tower B )
e) Jumlah Lantai : Masing-masing 16 Lantai
f) Jumlah Unit : 518 unit hunian
3. Sarana dan Fasilitas Umum
Berikut adalah penjelasan mengenai sarana dan fasilitas umum di
rusunawa Jatinegara Barat yang meliputi sarana di setiap unit rusunawa
dan fasilitas umum kesehatan, pendidikan, tempat peribadatan, dan tempat
usaha.42
a. Sarana di Rusunawa Jatinegara Barat :
Setiap unit hunian di rusunawa Jatinegara Barat memiliki luas 30 m²,
yang terdiri dari :
a) 2 Kamar Tidur
b) 1 Kamar Mandi
c) Ruang Tamu,
d) Dapur,
e) Balkon
f) Exhaust Fan
42 Arsip dan dokumentasi pengelola rusunawa Jatinegara Barat. 23 Maret 2017.
41
b. Fasilitas Umum di Rusunawa Jatinegara Barat :
Tabel dibawah ini menjelaskan fasilitas yang tersedia di rusunawa
Jatinegara Barat.43
Tabel 3.1
Sumber data: Demografi Penghuni Rusunawa Jatinegara
Barat
43 Arsip dan dokumentasi pengelola rusunawa Jatinegara Barat. 23 Maret 2017.
NO. SARANA/PRASARANA JUMLAH
1. Klinik 1
2. Poliklinik Gigi 1
3. Ruang Posyandu 1
4. Mesjid 1
5. Taman 1
6. Paud 1
7. Perpustakaan 1
8. Ruang PKK 1
9. AULA 1
10. Tempat Berjualan 3
11. Tempat Parkir Motor 2
12. ATM 1
42
4. Jumlah Penduduk Rusunawa Jatinegara Barat
a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin44
Tabel 3.2
SSumber data: Demografi Penghuni Rusunawa Jatinegara
Barat
Berdasarkan tabel 3.2 diatas menjelaskan bahwa jenis kelamin
laki-laki berjumlah 1141 jiwa dan jenis kelamin perempuan
berjumlah 1039 jiwa. Dengan jumlah total penduduk 2180 jiwa.
b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kategori Usia45
Tabel 3.3
No Kategori Total
1. PAUD 65 orang
2. SD 248 orang
3. SMP 136 orang
4. SMA/SMK 86 orang
5. Lansia 263 orang
Sumber data: Demografi Penghuni Rusunawa Jatinegara Barat
Berdasarkan tabel 3.3 diatas menjelaskan bahwa untuk kategori
usia pada usia PAUD berjumlah 65 orang, usia SD berjumlah 248
44 Arsip dan dokumentasi pengelola rusunawa Jatinegara Barat. 23 Maret 2017. 45 Arsip dan dokumentasi pengelola rusunawa Jatinegara Barat. 23 Maret 2017.
No. Penduduk Total
1. Jenis Kelamin Laki-laki 1141 Jiwa
2. Jenis Kelamin Perempuan 1039 Jiwa
Jumlah Penduduk 2180 Jiwa
43
orang, usia SMP berjumlah 136 orang, usia SMA/SMK 86 orang,
dan usia lansia berjumlah 263 orang.
5. Program Kegiatan Rumah Susun Jatinegara Barat
Kegiatan yang sudah dilaksanakan di Rusunawa Jatinegara Barat.
Berbagai macam kegiatan di Rusunawa Jatinegara Barat, antara lain:46
a) Kegiatan Pemberdayaan (Membuat Kue, Tanaman Hidroponik,
Budidaya Lele, Taman Hati PKK)
b) BAKSOS (Pembagian Sembako, Pelayanan Kesehatan Gratis)
c) Kegiatan Pelayanan (Perubahan KK,KTP Rusun, Pembuatan Rek.
Bank DKI, Pembuatan BPJS, Imunisasi, Digitalisasi Arsip)
d) Sosialisasi (Penyuluhan Kesehatan, Penyuluhan Narkoba,
Penanggulangan HIV AIDS)
e) Kegiatan Pelatihan (Damkar, Komputer)
f) Kegiatan Bimbingan Belajar (Bimbel oleh Pelajar SMA 8 Jakarta)
g) Kegiatan Warga (Kerja Bakti, Senam Aerobik)
46 Arsip dan dokumentasi pengelola rusunawa Jatinegara Barat. 23 Maret 2017.
44
B. Profil Unit Pengelola Rumah Susun Jatinegara Barat
1. Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS)
Unit Pengelola Rumah Susun merupakan Unit Pelaksana Teknis
Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan
pengelolaan rumah susun. Unit Pengelola Rumah Susun dipimpin oleh
seorang Kepala Unit yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Dinas.
2. Tupoksi Unit Pengelola Rumah Susun
Unit pengelola rumah susun mempunyai tugas melaksanakan
pengelelolaan rumah susun. Unit pergelola rumah susun
menyelenggarakan fungsi sebagai pengelola diantaranya: 47
a) Penyusunan rencana strategis dan remcana kerja dan anggaran /
Rencana bisnis anggaran Unit Pengelola Rumah Susun;
b) Pelaksanaan rencana strategis dan dokumen pelaksanaan
anggaran / rencana bisnis anggaran Unit Pengelola Rumah
Susun;
c) Penyusunan standar dan prosedur pelayanan pengelolaan Rumah
susun;
d) Pemantauan, monitoring dan evaluasi kelaikan penghunian /
penggunaan rumah susun;
e) Pengelolaan retribusi penghunian/penggunaan rumah susun
f) Pelaksanaan pengembangan teknis pengelolaan rumah susun
47 Studi Kepustakaan, Website http://dpgpjakarta.com/index.php/ukpd/unit-pengelola-
rumah-susun-uprs Artikel di akses pada tanggal 09 April 2017
45
g) Pemeliharaan dan perawatan kebersihan, keindahan dan
keamanan lingkungan rumah susun;
h) Pelaksanaan inventarisasi dan seleksi para calon penghuni
rumah susun;
i) Pelaksanaan bimbingan, penyuluhan dan konsultasi teknis bagi
calon atau penghuni rumah susun;
j) Pengawasan, pengendalian dan penertiban penghunian satuan
rumah susun baik dari segi peruntukan maupun dari segi status
haknya;
k) Pengelolaan prasarana dan sarana rumah susun;
l) Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan Unit
Pengelola Rumah Susun;
m) Pelaksanaan pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang
Unit Pengelola Rumah Susun;
n) Pelaksanaan publikasi kegiatan dan pengaturan acara Unit
Pengelola Rumah Susun;
o) Pengelolaan teknologi informasi Unit Pengelola Rumah Susun;
p) Pengelolaan kearsipan Unit Pengelola Rumah Susun; dan
q) Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan
fungsi Unit Pengelola Rumah Susun.
46
3. Struktur Pengelola Rusunawa Jatinegara Barat
BAGAN SUSUNAN ORGANISASI UPRS JATINEGARA BARAT
KEPALA UPRS JATINEGARA BARAT
Dra. Vita Nurviatin, M.AP
KA.SUBBAG TATA USAHA
Sarkim
Sukarya, SE
KA.SUBBAG KEUANGAN
Dewi Peniati, SIP
KA.SATPEL PELAYANAN
I Made Pastiasa, SE,M.Si
KA.SATPEL PRASARANA DAN SARANA
Suhartono, ST
KA.SATUAN PELAKSANA PENERTIBAN
M. Adam Prasetya, SE
STAFF
Wawan Gunawan
PENGURUS BARANG
Eriwasman
BENDAHARA PENERIMAAN PEMBANTU
Pujiarti
BENDAHARA PENGELUARAN PEMBANTU
Agustianto Abdullah
47
4. Sumber Daya Manusia Unit Pengelola Rumah Susun Jatinegara
Barat
Tabel 3.4
Jabatan Existing
PNS
10 PNS
CPNS
-
Administrasi
6 PHL
Keamanan
13 PHL
Teknisi
12 PHL
Kebersihan
18 PHL
Sumber data: Struktur Pengelola Rusunawa Jatinegara Barat
Berdasarkan tabel 3.4 diatas menjelaskan bahwa Sumber daya
manusia untuk jabatan PNS berjumlah 10 PNS, administrasi berjumlah
6 PHL, keamanan berjumlah 13 PHL, teknisi berjumlah 12 PHL, dan
kebersihan berjumlah 18 PHL.48
48 Arsip dan dokumentasi pengelola rusunawa Jatinegara Barat. 23 Maret 2017.
48
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS
Kampung Pulo adalah sebuah perkampungan yang terletak di
Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
Kampung Pulo disebut kampung adat karena memiliki nilai sejarah yang
turun temurun. Kampung Pulo termasuk wilayah yang rawan banjir karena
berlokasi di bantaran sungai Ciliwung. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
mencanangkan program normalisasi sungai Ciliwung dan merelokasi
pemukiman kumuh di bantaran sungai Ciliwung salah satunya di
pemukiman Kampung Pulo, Jakarta Timur. Rencana normalisasi tertuang
dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana
tata Ruang Wilayah Tahun 2030 dan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Rencana Detil Tata Ruang (RDTR), rencana sodetan untuk pembangunan
danau serta perubahan peruntukan tanah di Kampung Pulo dan Bidara
Cina.
Dampak dari proyek normalisasi sungai Ciliwung membuat sebagian
warga yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung khususnya warga di
Kampung Pulo harus di relokasi ke rumah susun sederhana sewa
(Rusunawa) Jatinegara Barat. Rusun susun sederhana sewa (Rusunawa)
Jatinegara Barat dibangun pada tahun 2013 oleh Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat diatas tanah milik Pemda Provinsi DKI
Jakarta. Pembangunan rusunawa ini sejalan dengan program pemerintah
sebagai komitmen dalam forum dunia (MDGs), yaitu Indonesia bebas
49
pemukiman kumuh pada tahun 2020. Komitmen itu diperkuat dengan
landasan hukum lahirnya UU Nomor 20 tahun 2011 yang mengamanatkan
tugas dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing pemangku
kepentingan dalam berkordinasi, berintegrasi dan bersinergi dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan pemukiman serta
penyelenggaraan pemukiman kumuh. Pembagian tugas dan wewenang
masing – masing pemangku kepentingan adalah untuk mendukung
pembangunan rusunawa, sehingga output dan outcome dari
penyelenggaraan rusunawa ini dapat tercapai sesuai dengan apa yang
sudah direncanakan. Hal ini juga disampaikan oleh Kepala SATPEL
Pelayanan Pengelola Rumah Rusun Jatinegara Barat, bapak I Made
Pastiasa sebagai berikut:
“Awalnya ini konsep dari Pemerintah Pusat yaitu mencanangkan
1000 tower rumah susun. Provinsi DKI Jakarta yang paling banyak
mengambil karena permasalahan sosial paling tinggi seperti;
kebanjiran dan kepadatan penduduknya yang tinggi. Karena sering
banjir itulah makanya diadakan proyek normalisasi sungai Ciliwung.
Dan kebutuhan akan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR) adalah kewajiaban Pemerintah, bagaimana caranya
pemerintah mampu memberikan rumah tinggal yang nyaman untuk
warga yang kurang mampu. Akhirnya dibangunlah rumah susun
Jatinegara Barat, sebagai imbas dari relokasi warga di Kampung
Pulo yang terkena dampak proyek normalisasi sungai Ciliwung. Dari
segi pembiayaan karena daerah tidak sanggup maka dibangunlah dari
Pusat, di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat." 49
Dari hasil wawancara diatas dapat diartikan bahwa yang mendasari
program relokasi adalah proyek normalisasi sungai Ciliwung, dimana
49 Wawancara pribadi dengan bapak I Made Pastiasa selaku kepala SATPEL Pelayanan
UPRS Jatinegara Barat, Jakarta 14 Juni 2017.
50
masyarakat Kampung Pulo yang berada di bantaran sungai Ciliwung
sering dilanda banjir pada saat musim hujan tiba, maka di bangunlah
rusunawa Jatinegara Barat sebagai rumah tinggal yang nyaman bagi warga
kurang mampu. Dalam proses pembangunan rusunawa Jatinegara Barat,
adanya kordinasi dan integrasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah (Provinsi DKI Jakarta) sejalan dengan komitmen yang ada dalam
UU Nomor 20 tahun 2011 tentang tugas dan wewenang pemangku
kepentingan untuk saling membantu pembangunan rusunawa. Di bangun
pada akhir tahun 2013 kemudian pembangunan rusunawa Jatinegara Barat
selasai pada bulan Juni 2015 di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat dan dikelola oleh Dinas Perumahan dan Gedung
Pemerintah Daerah Provinsi Jakarta. Selanjutnya rencana relokasi
masyarakat Kampung Pulo tertuang dalam Instruksi Gubernur No 68
tahun 2014 yang dikeluarkan oleh bapak Basuki Tjahaya Purnama (Ahok)
yang menjadikan dasar hukum melakukan proses eksekusi rumah warga
dengan mengunakan 2500 aparat gabungan Satpol PP dan TNI/Polri dalam
menggusur/ merelokasi masyarakat Kampung Pulo.
A. Proses Pelaksanaan Program Relokasi Masyarakat Kampung Pulo ke
Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat, Jakarta Timur
Pelaksananaan program relokasi dalam konteks perumahan dan
pemukiman relokasi dapat diartikan pemindahan suatu lokasi permukiman
ke lokasi pemukiman yang baru. Sesuai dengan pembahasan pada Bab II
halaman 42, relokasi atau resettlement merupakan salah satu alternatif
untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tinggal di
51
permukiman kumuh, status lahannya tidak legal (illegal) atau bermukim di
lingkungan yang rawan bencana untuk menata kembali dan melanjutkan
kehidupannya di tempat yang baru. Dalam proses pelaksanaan relokasi,
menurut ridlo (2001) proses pelaksanaan relokasi ke dalam tiga tahapan,
yaitu:
1. Sosialisasi
Proses sosialisasi dalam rencana merelokasi masyarakat Kampung
Pulo adalah proses awal dalam tahapan pelaksanaan relokasi.
Diperlukan pendekatan yang interaktif kepada masyarakat yang
terkena dampak relokasi dalam rangka menginformasikan rencana
program agar berjalan baik dan sesuai dengan harapan.
Dalam pelaksanaan relokasi masyarakat Kampung Pulo sendiri
sudah melalui proses sosialisasi sejak era Gubernur DKI Jakarta bapak
Joko Widodo (Jokowi). Pada saat itu bapak Jokowi menjanjikan
adanya proses ganti rugi untuk setiap rumah warga yang terdampak
proyek normalisasi sungai Ciliwung. Hingga pembangunan rusunawa
Jatinegara Barat dilanjutkan oleh Gubernur selanjutnya oleh bapak
Ahok dan selesai pada tahun 2015, masyarakat terdampak relokasi
tidak mendapatkan apa yang sebelumnya di janjikan oleh bapak
Jokowi, yaitu ganti rugi. Hal tersebut diungkapkan oleh ibu Djamilah
sebagai berikut:
“Awal mulanya kita emang dari dulu mau direlokasi gajadi
terus, awalnya kita perjanjian dengan pak Jokowi. Pak Jokowi
menjanjikan jangankan rumah pohon didepan rumah yang sekecil
pot dibayar. Awalnya ya boleh lah dikit (diganti rugi),ganti lagi
jadi kerohiman, ternyata kerohiman tidak jadi kita dikasih SP
52
pertama.SP pertama ke SP kedua jaraknya 1 bulan, dari SP kedua
ke SP ketiga 1 minggu langsung dibongkar.”50
Dalam kutipan wawancara diatas juga dijelaskan pemberian surat
peringatan (SP) melalui tiga tahap, dengan rentan waktu kurang lebih
satu bulan. Keinginan warga untuk mendapatkan ganti rugi sesuai janji
bapak Jokowi (kemudian menjadi Presiden) tidak dapat terelisasikan.
Hal itu dikarenakan sikap bapak Ahok (Gubernur DKI Jakarta) yang
memvonis bahwa masyarakat di Kampung Pulo dinyatakan
penghuni/warga liar dikarenakan tidak memeliki sertifikat rumah.
Seperti penjelasan bapak Iwan Setiawan sebagai berikut:
“Awalnya tuh sekitar pas puasa akhir Juni (2015) kalo ga
salah. Kita warga diajak sosialisasi di Kecamatan (Jatinegara).
Kita disana divonis kita tuh penghuni liar dan harus digusur
karena ga punya sertifikat. Dari situ kita resah apalagi pas tau
peta (bidang/zonasi) mana aja yang kena gusur. Ko ya ga sesuai
janji dulu pak Jokowi katanya mau ganti rugi. Sampai tgl 19
Agustus (2015) kamis malam Bechoe pada datang, besoknya
rumah warga mulai digusur saya sama warga juga bentrok dengan
Satpol PP, ada dari aparat ngeprovokasi terus juga berlebihan itu
ada Polisi sama TNI emang kita teroris?”51
Hal ini juga diperkuat dari pernyataan bapak Warji sebagai berikut:
“Pada awalnya itu program pak Jokowi waktu beliau jadi
Gubernur. Pada waktu itu beliau menjanjikan pergantian ganti
rugi. Pak Jokowi pada waktu itu mengatakan tidak akan ada yang
dirugikan, beliau juga mengatakan jangankan kandang ayam
pohon pun akan diganti rugi. Tapi setalah beliau naik jadi
Presiden dan diteruskan sama pak Ahok ternyata janji-janji pak
Jokowi tidak diteruskan oleh pak Ahok. Akhirnya terjadilah
pembongkaran dan penggusuran yang tidak ada ganti rugi sama
sekali. Bahkan kami sangat miris dikatakan sama pak Ahok kami
semua warga liar. Yang menjadi patokan kampung liar ini apa?
Padahal kami hidup di Kampung Pulo sudah berpuluh-puluh
50 Wawancara pribadi dengan ibu Djamilah selaku penghuni Rusunawa Jatinegara Barat,
Jakarta, 25 April 2017. 51 Wawancara pribadi dengan bapak Iwan Setiawan selaku penghuni Rusunawa
Jatinegara Barat, Jakarta, 17 April 2017.
53
tahun, sudah turun-temurun. Bahkan sebelum kemerdekaan pun
Kampung Pulo sudah ada. Makanya saya tidak habis pikir yang
dikatakan warga liar dan warga legal tuh yang mana kan.
Sedangkan kami semua disitu fasilitas pemerintah kami punya
semua; kita bayar PBB, listrik masuk, telepon masuk, bahkan KTP
pun kami DKI.”52
Pada saat proses eksekusi atau penggusuran berlangsung sempat
juga terjadi ketegangan antara warga dengan aparat Satpol PP
ditambah TNI dan Polri. Banyak warga yang menyayangkan
pengamanan yang berlebihan pada saat proses tersebut berlangsung,
sehingga rentan memunculkan provokasi dan membuat warga semakin
emosi.
Dari hasil wawancara diatas, peneliti menyimpulkan proses
pemindahan masyarakat Kampung Pulo ke Rusunawa Jatinegara Barat
tidak disertai dengan proses musyawarah dan dialog yang seimbang.
Hal ini dikarenakan dalam proses relokasi masyarakat Kampung Pulo
tidak banyak dilibatkan dalam memberikan aspirasi atau apa yang
menjadi keinginan masyarakat itu sendiri. Proses musyawarah dan
dialog yang seimbang diperlukan guna meminimalisir bentrok atau
rasa ketidakpuasan pada saat proses relokasi berlangsung.
2. Registrasi
Proses registrasi adalah rencana renyusunan data-data masyarakat
dan pendaftaran penempatan unit untuk masyarakat terdampak relokasi
Kampung Pulo. Pada pembahasan Bab II halaman 53-54 tentang
persyaratan penghunian rusunawa dan mekanisme penghunian
52 Wawancara pribadi dengan bapak Warji selaku penghuni Rusunawa Jatinegara Barat,
Jakarta, 17 April 2017.
54
rusunawa yang menjadi pedoman dalam standar dan prosedur
penghunian oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemprov DKI Jakarta,
bahwa berdasarkan hasil wawancara tidak ada persyaratan khusus
dalam proses penghunian di rusunawa. Hal tersebut terjadi karena
status warga Kampung Pulo dalam program relokasi ke rusunawa
Jatinegara Barat adalah sebagai warga terprogram, sehingga proses
pendataan dilakukan oleh Pemprov DKI pada saat itu. Seperti yang
disampaikan oleh Abiyuddin sebagai berikut:
“Engga ada syarat, sebenernya kalo kita pindah ke rusunawa
ini ya karena keterpaksaan, rumah kita udah ga ada.”53
Seperti juga disampaikan oleh ibu Vita Nurviatin selaku kepala
Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Jatinegara Barat sebagai berikut:
“Tidak ada syarat untuk menempati rusun disini karena rusun
disini untuk masyarakat relokasi (Kampung Pulo) bukan untuk
umum, jadi terprogram. Kita sendiri yang mendata pada saat
masyarakat mengambil nomor undian unit (rusunawa), setalah
masyarakat pindah ke rusun kita buatkan KTP dan KK sesuai
dengan alamat rusun.”54
Hal tersebut juga disampaikan oleh bapak I Made Pastiasa selaku
Kepala SATPEL Pelayanan Pengelola Rumah Rusun Jatinegara Barat
sebagai berikut:
“Yang tinggal di rusun kan kategori masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR) dan dari relokasi (Kampung Pulo)
jadi tidak ada syarat dengan kata lain rusunawa ini tepat sasaran
bagi warga yang terkena relokasi.”55
53 Wawancara pribadi dengan Abiyudin selaku penghuni Rusunawa Jatinegara Barat,
Jakarta, 09 Juni 2017. 54 Wawancara pribadi dengan ibu Vita Nurviatin selaku Ketua UPRS Jatinegara Barat,
Jakarta 14 Juni 2017. 55 Wawancara pribadi dengan bapak I Made Pastiasa selaku kepala SATPEL Pelayanan
UPRS Jatinegara Barat, Jakarta 14 Juni 2017.
55
Dari hasil wawancara diatas peneliti dapat menarik kesimpulan
bahwa rusunawa Jatinegara Barat ini diperuntukan bukan untuk umum,
melainkan untuk masyarakat terprogram (relokasi Kampung Pulo).
Pengelola juga mengkliam bahwa peruntukan rusunawa untuk
masyarakat terdampak relokasi (terprogram) tepat sasaran, karena
penghuni rusunawa Jatinegara Barat dikategorikan sebagai masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR) berdasarkan kategori pekerjaannya
yaitu sektor informal. Selanjutnya dalam proses registrasi, setelah
pengelola mendata masyarakat yang terkena relokasi, masyarakat
Kampung Pulo melakukan penarikan nomor undian sebagai syarat
mendapatkan unit di rusunawa Jatinegara Barat. Seperti penjelasan
bapak Iwan Setiawan sebagai berikut:
“Penempatan ngambil nomor, bahkan di lantai 4 ada yang
muda-muda, di lantai 16 juga ada yang sudah tua. Alhamdullilah
saya dapat lantai 3 (bawah) ditambah ada orang tua saya juga kan
sudah faktor umur.”56
Pengambilan nomor undian ini dilakukan secara acak dimana
warga yang tinggal bersebelahan dengan tetangga sebelumnya belum
tentu tinggal bersebelahan kembali. Bagi warga yang memiliki orang
tua sudah berusia lanjut (rentan) mendapatkan unit di lantai bawah
adalah merupakan suatu keuntungan, karena walaupun setiap lantai
memliki fasilitas empat (4) buah lift namun alasan aksebilitas dan
kenyamanan pada kelompok usia rentan yang tinggal di unit dengan
56 Wawancara pribadi dengan bapak Iwan Setiawan selaku penghuni Rusunawa
Jatinegara Barat, Jakarta, 17 April 2017.
56
hunian vertikal akan menimbulkan masalah baru seperti takut akan
ketinggian. Selanjutnya dalam penempatan unit rusunawa terdapat
kendala dimana ada unit yang diisi lebih dari 8 jiwa per unitnya. Ini
menjadi kendala dimana warga hanya menempati hunian seluas 5 x 6
meter. Hal itu dikarenakan proses pengantian rumah dengan unit
rusunawa menggunakan peta bidang (relokasi) dan dihitung perkepala
keluarga. Seperti dijelaskan oleh bapak Iwan Setiawan sebagai berikut:
“Yang nempatin disini tuh di rusunawa ini ga transparan,
Yang rumahnya keserempet dikit bisa dapet unit, dia rumahnya
keserempet bisa bangun lagi (di Kampung Pulo) dia kontrakin
buat bayar sini, tapi yang habis total hanya dapet 1 unit. Ini kan
hitunganya perkepala keluarga..”57
Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan oleh bapak I Made
Pastiasa selaku Kepala SATPEL Pelayanan Pengelola Rumah Rusun
Jatinegara Barat sebagai berikut:
“Sebenarnya kita tidak selektif banget dalam kategori
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ini. Banyak warga
yang masih punya rumah di Kampung Pulo, karena proses
kepindahan mereka pindah kan menggunakan peta bidang. Di peta
bidang 1 meter rumah mereka kena, maka tetap akan dapat ganti.
Berdeda dengan proses relokasi daerah lain itu rekomendasi pak
Lurah langsung dengan kenyataan lapangan. Proses pergantian
unit disini juga sesuai dengan atas nama pemilik rumah disitu.
Sehingga jika ada unit (rusun) yang lebih dari 8 jiwa kita
usahakan cari yang kosong atau tidak ditempati. Karena kan kalau
banyak juga tidak layak huni.”58
Berdasarkan pernyataan diatas proses penempatan unit rusunawa
disesuaikan dengan nama pemilik rumah yang direlokasi. Pengelola
57 Wawancara pribadi dengan bapak Iwan Setiawan selaku penghuni Rusunawa
Jatinegara Barat, Jakarta, 17 April 2017. 58 Wawancara pribadi dengan bapak I Made Pastiasa selaku kepala SATPEL Pelayanan
UPRS Jatinegara Barat, Jakarta 14 Juni 2017.
57
rusunawa Jatinegara Barat juga mengakui jika unit rusun dihuni oleh
lebih dari 8 jiwa akan menjadi tidak nyaman dan kurang layak
ditempati. Untuk itu pengelola melakukan terus proses pendataan dan
penempatan unit rusun yang kosong atau tidak ditempati sebagai
tambahan unit.
3. Penghunian
Dalam proses relokasi tahapan yang terakhir adalah tahap
penghunian, dimana masyarakat terdampak relokasi akan melanjutkan
kehidupan yang baru. Dukungan pemerintah pada tahap pasca relokasi
sangat dibutuhkan oleh masyarakat Kampung Pulo. Proses awal
penghunian di rusunawa Jatinegara Barat banyak dari warga yang
kesulitan untuk memindahkan barang – barang mereka dari Kampung
Pulo ke rusnawa Jatinegara, tidak adanya bantuaan (biaya pemindahan)
dan fasilitas transportasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
dikarenakan jarak yang sebenarnya tidak jauh kurang lebih 1 kilometer.
Upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selain
membuka posko pendataan juga membantu mengamankan barang di
depan lobby rusunawa Jatinegara Barat. Hal ini dilakukan karena proses
pemindahan warga banyak dilakukan serentak pada saat setelah rumah
mereka di Kampung Pulo di gusur atau rata dengan tanah. Seperti
dijelaskan oleh bapak Iwan Setiawan yang mengambarkan proses pasca
relokasi sebagai berikut:
“Kita langsung dipindahin, pindah aja tanpa ada biaya dari
Pemprov DKI, biaya sendiri kita keluarin. Sampai temen saya
58
bawa gerobak dia bawa barang saya, kita bayar pakai kusen,
pintu, lemari. Biar temen kan itungannya tenaga, nah kalo di
bongkar paksa gitu kita pakai apa bayarnya? Dari Kampung Pulo
kemari cukup jauh juga ada yang habis Rp.200.000 – Rp.300.000,-
”59
Pasca relokasi tidak sedikit warga yang mengalami kesulitan
beradaptasi dan masih tidak terima tinggal di rusunawa Jatinegara
Barat. Proses awal penempatan juga banyak warga yang kesulitan
memulai kehidupan barunya karena banyak warga yang bekerja pada
sektor informal dan juga pekerja serabutan. Hal tersebut memicu
timbulnya stress dan resistensi pada warga.
Seperti diungkapkan oleh bapak Warji yang menggambarkan
proses awal penghunian sebagai berikut:
“Ada yang ngasih modal sama temen, karena mungkin ngelihat
saya setengah stress, jadi saya gunakan buat dagang siomay lalu
saya punya tambahan dagang kopi dan minuman air.”60
Tetapi, kini warga sudah banyak yang mulai menerima proses
relokasi ke rusunawa Jatinegara Barat, banyak warga yang mulai
melanjutkan kehidupannya dengan berdagang dengan memanfaatkan
fasilitas yang disediakan pengelola rusunawa Jatinegara Barat.
59 Wawancara pribadi dengan bapak Iwan Setiawan selaku penghuni Rusunawa
Jatinegara Barat, Jakarta, 17 April 2017. 60 Wawancara pribadi dengan bapak Warji selaku penghuni Rusunawa Jatinegara Barat,
Jakarta, 17 April 2017.
59
Gambar 4.1
Fasilitas berdagang di lantai 2 rusunawa Jatinegara Barat
Sumber : Hasil observasi langsung di rusunawa Jatinegara Barat
Selain fasilitas untuk berdagang pengelola juga memberikan
pelayanan kebersihan, kesehatan, dan keamanan untuk setiap
penguninya. Pengelola rusunawa Jatinegara Barat juga memberikan
jaminan sosial berupa; Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Rusun, BPJS
dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sesuai dengan alamat rusunawa
jatinegara Barat. Seperti penjelasan bapak I Made Pastiasa selaku
Kepala SATPEL Pelayanan Pengelola Rumah Rusun Jatinegara Barat
sebagai berikut:
“Cukup banyak untuk fasilitas dan pelayanan. Dari fasilitas
kebersihan kita layani, keamanan kita berikan, dari pelayanan
BPJS kita kasih, KJP semua warga rusun (anak-anak usia sekolah)
kita kasih KJP walaupun punya kendaraan untuk KJP semua
warga rusun harus punya, ada kartu Rusun bisa dipakai untuk
Busway gratis, lalu bisa masuk gratis untuk tempat hiburan miliki
Pemda DKI, dan transportasi kita ada bus sekolah untuk antar-
jemput.”61
61 Wawancara pribadi dengan bapak I Made Pastiasa selaku kepala SATPEL Pelayanan
UPRS Jatinegara Barat, Jakarta 14 Juni 2017
60
Gambar 4.2
Fasilitas Bus Sekolah di rusunawa Jatinegara Barat
Sumber : Hasil observasi langsung di rusunawa Jatinegara Barat
Semua fasilitas dan pelayanan sosial yang diberikan Pemerintah
bertujuan memberikan kelayakan fisik tempat tinggal dan peningkatan
kesejahteraan bagi masyarakat terdampak relokasi. Selain fasilitas bus
sekolah gratis untuk antar-jemput anak – anak sekolah dari rusunawa
Jatinegara Barat, pengelola juga memberikan kartu rusun yang dapat
digunakan penghuni rusunawa Jatinegara Barat untuk naik bus
Transjakarta (busway) secara gratis.62
Seperti yang telah dijelaskan dalam pemaparan Bab II hal 40
tentang fasilitas dan utilitas perkotaan, standar kelayakan hunian
rusunawa Jatinegara Barat sudah memenuhi standar tersebut, dimana
rusunawa Jatinegara Barat memiliki utilitas seperti; air, listrik,
pembuangan limbah drainase dan pengumpulan sampah. Di setiap
62 Hasil Observasi di Rusunawa Jatinegara Barat, Jakarta, 23 Maret 2017.
61
unit rusun juga terdapat; 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dapur, ruang
keluarga, exhaust fan dan balkon.63
Gambar 4.3
Ruang dapur yang menyatu dengan ruang keluarga
Sumber : Hasil observasi langsung di rusunawa Jatinegara Barat
Ruang dapur yang menyatu dengan ruang keluarga membuat
setiap penghuni harus menata barang mereka sesuai dengan luas unit.
Selain itu terdapat 2 kamar disetiap unit rusunawa Jatinegara Barat
dengan ukuran yang berbeda 3 x 3 meter dan 3 x 2 meter pada setiap
unitnya.
63 Hasil Observasi di Rusunawa Jatinegara Barat, Jakarta, 17 April 2017.
62
Gambar 4.4
Kamar tidur di setiap unit rusunawa Jatinegara Barat
sumber : Hasil observasi langsung di rusunawa Jatinegara Barat
Berdasarkan hasil observasi peneliti, masyarakat Kampung Pulo
mendapatkan manfaat yang paling utama dari program relokasi yaitu
terbebas dari banjir, karena rumah mereka yang dulunya berada dekat
dengan bibir sungai Ciliwung sering terdampak banjir apabila musim
hujan tiba.64
Seperti penjelasan dari ibu Vita Nurviatin selaku kepala Unit
Pengelola Rumah Susun (UPRS) Jatinegara Barat sebagai berikut:
“Perubahan pertama, mereka gak kena banjir lagi. Kedua,
mereka ini hunian yang cukup layak dengan 2 kamar tidur dan
semua disubsidi disini. Kalo dari rumah sehat udah sehat, cuma
perlu waktu buat pola perilakunya aja supaya tidak buang sampah
sembarangan lagi di sungai.”65
64 Hasil Observasi di Rusunawa Jatinegara Barat, Jakarta, 17 April 2017. 65 Wawancara pribadi dengan ibu Vita Nurviatin selaku Ketua UPRS Jatinegara Barat,
Jakarta 14 Juni 2017.
63
B. Dampak Program Relokasi Masyarakat Kampung Pulo ke Rusunawa
Jatinegara Barat
Proses relokasi masyarakat Kampung Pulo ke rusunawa Jatinegara
Barat sudah berlangsung dari tahun 2015. Namun, dampak dari program
relokasi sudah dapat dirasakan. Dari segi ekonomi adalah dampak yang
paling terasa karena berhubungan dengan kesejahteraan warga yang
terdampak relokasi, seperti yang dikeluhkan oleh beberapa warga yang
bekerja pada sektor informal. Dimana warga merasa kesulitan untuk
membayar biaya sewa unit dan ditambah pengeluaran air dan listrik. Jika
biasanya pengeluaran (di tempat sebelumnya ) yang dibutuhkan sekitar
Rp.100.000 – Rp.200.000 per bulan, kini bisa menjadi Rp.600.000 per
bulan. Hal itu disebabkan karena warga diharuskan membayar sewa unit
rusun sebesar Rp.300.000 perbulan dan juga beban listrik dan air (PAM)
yang biayanya bisa sampai Rp.300.000 perbulan juga tergantung
pemakaian. Seperti yang diungkapkan oleh bapak Iwan Setiawan sebagai
berikut:
“Disini kita ngirit-ngirit aja bisa Rp600.000,- untuk biaya sewa
sama listrik sama air. Dulu di Kampung Pulo Rp100.000,- juga cukup
untuk listrik doang.”66
Hal tersebut juga diperkuat pernyataan oleh bapak Warji sebagai
berikut:
“Disini kan kamar Rp300.000,- ditambah listrik dan air kurang
lebih Rp600.000,- lah. Kalo di rumah kami (dahulu) kan air pompa,
jadi ya hanya bayar listrik saja sesuai pemakaian.”67
66 Wawancara pribadi dengan bapak Iwan Setiawan selaku penghuni Rusunawa
Jatinegara Barat, Jakarta, 17 April 2017.
64
Terjadinya penambahan pengeluaran untuk biaya listrik dan air
dikarenakan kondisi sebelumnya warga Kampung Pulo untuk kebutuhan
air bersih mempunyai pompa (Air) sedangkan di rusun warga
menggunakan air (PAM), serta ada tambahan biaya kebersihan dan
keamanan.68
Kendala tersebut juga diungkapkan oleh ibu Vita Nurviatin selaku
kepala Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Jatinegara Barat sebagai
berikut:
“Kendalanya itu pertama, kan ini rusun sewa setiap bulan kita
tarik perbulan itu Rp.300.000,- karena kan disini itu banyak sektor
ekonomi informal seperti; Gojek, buruh panggul, pedagang dimana
mereka cari kebutuhan untuk makan sehari-hari. Untuk kebutuhan lain
belum bisa terpenuhi sehingga banyak yang nunggak. Kedua, untuk
kegiatan seperti pemberdayaan dan pelatihan kita gabisa sendiri juga
butuh kerjasama dengan SKPD yang lain, Lalu yang ketiga, tingkat
partsipasi warga yang agak kurang, jadi mereka tuh mindset nya
masih banyak yang belum move on.”69
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penghuni rusun, Pengelola
melakukan peran pemberdayaan pelatihan ekonomi seperti; tata boga,
handycraft, servis motor, servis hp. Pelatihan tersebut berdasarkan minat
warga pada saat mengisi data kependudukan. Namun seiring waktu bentuk
pelatihan tersebut terdapat kendala yaitu minimnya tingkat partisipasi
warga. Padahal dengan diadakannya pelatihan pengelola berharap warga
bisa berdaya dan lebih sejahtera.
67 Wawancara pribadi dengan bapak Warji selaku penghuni Rusunawa Jatinegara Barat,
Jakarta, 17 April 2017. 68 Hasil Observasi di Rusunawa Jatinegara Barat, Jakarta, 17 April 2017. 69 Wawancara pribadi dengan ibu Vita Nurviatin selaku Ketua UPRS Jatinegara Barat,
Jakarta 14 Juni 2017.
65
Seperti penjelasan oleh ibu Vita Nurviatin selaku kepala Unit
Pengelola Rumah Susun (UPRS) Jatinegara Barat sebagai berikut:
“Pemberdayaan ekonomi warga rusun. Dengan cara memberikan
pelatihan, tata boga, handycraft, servis motor, servis hp. Dengan
mereka dilatih diharapkan punya ilmunya dan bisa home industry di
rumah. Partisipasinya masih kurang, kesininya kita bentuk Tim
Pendamping Mandiri(TPM), kita bentuk kordinator tiap lantai, nanti
mereka kordinasi dengan RT dan RW.”70
Dari segi sosial dampak yang terasa adalah proses interaksi dimana
hampir seluruh penghuni rusunawa Jatinegara Barat mendapatkan tetangga
baru, seperti dijelaskan sebelumnya dalam proses penghunian dimana
masyarakat Kampung Pulo mengikuti proses pengundian nomor untuk
menempati unit di rusunawa Jatinegara Barat. Hal ini menambah sedikit
kendala pada awal proses interaksi, karena tak jarang masyarakat yang
tinggal di Kampung Pulo sebelumnya sudah bertetangga sejak puluhan
tahun yang lalu. Proses interaksi di rusunawa Jatinegara Barat dirasakan
ada hambatan dikarenakan pola perilaku masyarakat yang kurang
berinteraksi dan bersosialisasi. Masyarakat disini (rusunawa) memilih
untuk menutup pintu apabila sudah naik ke rumah mereka. Seperti
dijelaskan oleh bapak Warji mengenai proses interaksi di rusunawa
sebagai berikut:
“Kalau di Kampung Pulo masyarakat sering ngobrol dengan yang
lain, disini di rusun berkurang. Dulu kan kita sering bertegur sapa,
kalau disini begitu kita naik pada tutup pintu semua, kecuali paling
ngobrol di warung kopi. Kalo disini seperti di rumah sakit aja bang
tinggal nunggu yang besuk (jengguk), jadi kita kaya orang sakit
nungguin yang besuk (jengguk) siapa yang mau datang.”71
70 Wawancara pribadi dengan ibu Vita Nurviatin selaku Ketua UPRS Jatinegara Barat,
Jakarta 14 Juni 2017. 71 Wawancara pribadi dengan bapak Warji selaku penghuni Rusunawa Jatinegara Barat,
Jakarta, 17 April 2017.
66
Hal ini dipertegas oleh pernyataan bapak Iwan Setiawan sebagai
berikut:
“Kalo untuk keakraban beda sama di Kampung Pulo, disini ma
jangan di bilang kampung rusunawa, tapi kampung-kampungan,
bahkan RW nya, RW-RW an.Masing- masing kok kehidupan
disini.Saya kan sama ibu saya ya, kadang-kadang dia bingung keluar
pintu liat tembok, kalau disana kan keluar pintu samping teras bisa
ngobrol sama tetangga.”72
Bagi para pemuda proses interaksi tidak mengalami masalah yang
berarti. Adanya suatu wadah komunitas bagi pemuda di rusunawa
Jatinegara memudahkan proses interaksi sesama pemuda. Terbentuknya
organisasi Karang Taruna atas inisiatif pemuda di rusunawa Jatinegara
Barat. Selain sebagai bentuk interaksi sosial mereka, Karang Taruna juga
menjaga kegiatan budaya mereka agar tetap tumbuh di rusunawa
Jatinegara Barat. Seperti yang dijelaskan oleh Ketua Karang Taruna
Abiyudin sebagai berikut:
“Awal-awal iya kesusahan (interaksi) khususnya untuk pemuda ya.
Karena pindahan sini tuh ada dari Kampung Pulo dalem, tengah, dan
luar. Karena inisiatif dari teman-teman bikin Karang Taruna, ya
Alhamdulillah.”73
72 Wawancara pribadi dengan bapak Iwan Setiawan selaku penghuni Rusunawa
Jatinegara Barat, Jakarta, 17 April 2017. 73 Wawancara pribadi dengan Abiyudin selaku penghuni Rusunawa Jatinegara Barat,
Jakarta, 09 Juni 2017.
67
Gambar 4.5
Fasilitas Aula dan ruang terbuka di lantai 2
Sumber : Hasil observasi langsung di rusunawa Jatinegara Barat
Pengelola memfasilitasi kegiatan karang taruna dengan sebuah aula
dan ruang terbuka yang berada di lantai 2. Aula juga digunakan apabila
ada kegiatan musyawarah antar warga ataupun acara yang memerlukan
gedung tersebut.74
Dari segi lingkungan program relokasi masyarakat Kampung Pulo ke
rusunawa Jatinegara Barat, juga berdampak pada lingkungan di bantaran
sungai Ciliwung menjadi lebih tertata.
Gambar 4.6
Jalan baru (inspeksi) setelah warga di relokasi ke rusunawa
Jatinegara Barat
Sumber : Hasil observasi langsung di rusunawa Jatinegara Barat
74 Hasil Observasi di Rusunawa Jatinegara Barat, Jakarta, 17 April 2017.
68
Foto diatas adalah jalan baru (inspeksi) selebar 6 meter yang
menjadikan masyarakat Kampung Pulo di relokasi ke rusunawa Jatinegara
Barat. Jalan baru tersebut di bangun pada saat seluruh rumah warga sudah
rata dengan tanah. Akses jalan baru ini biasa dipakai masyarakat sebagai
jalan alternatif apabila jalan menuju Jatinegara Barat macet. Pada saat
musim hujan tiba jalan baru ini biasa digunakan mesin dan mobil pompa
untuk menyedot banjir di jalan Jatinegara Barat dan meengalirkannya ke
sungai Ciliwung.
Gambar 4.7
Sungai Ciliwung yang pinggirnya sudah diberi turap (seat pile)
Sumber : Hasil observasi langsung di rusunawa Jatinegara Barat
Pembangunan dinding (Turap) sungai Ciliwung selain berfungsi untuk
menormalisasi arus sungai agar lancar, juga berfungsi sebagai pencegah
banjir.
69
Berdasarkan pemaparan penelitian diatas tentang dampak program
relokasi masyarakat Kampung Pulo ke rusunawa Jatinegara Barat, peneliti
membaginya kedalam dampak positif dan dampak negatif, diantaranya:
1. Dampak positif
a) Masyarakat Kampung Pulo mendapatkan hunian rumah yang
layak, jika sebelumnya masyarakat Kampung Pulo tinggal
dipinggiran sungai Ciliwung kini mereka bisa tinggal dengan
hunian yang sesuai dengan standar perkotaan.
b) Masyarakat Kampung Pulo kini lebih teratur dan tidak kumuh
dalam menempati tempat tinggal dengan tingkat kepadatan
penduduk yang telah diatur.
c) Masyarakat Kampung Pulo sering dilanda banjir apabila musim
hujan tiba, kini mereka bisa merasakan bebas banjir karena hunian
rusunawa di bangun secara vertikal.
d) Masyarakat Kampung Pulo mendapatkan jaminan sosial yang
lengkap (KJP,KJS, BPJS, Sembako Murah, dan Kartu Rusun).
e) Masyarakat Kampung Pulo mendapatkan fasilitas pelayanan
seperti; kesehatan, kebersihan, dan keamanan di rusunawa
Jatinegara Barat.
2. Dampak Negatif
a) Masyarakat Kampung Pulo harus mengeluarkan biaya tambahan
dalam pengeluaran kebutuhan mereka, karena status sewa pada
rusunawa.
70
b) Masyarakat Kampung Pulo tidak mendapatkan ganti rugi
(kompensasi) atas bangunan yang telah mereka tempati puluhan
tahun.
c) Masyarakat Kampung Pulo harus kehilangan status kepemilikan
rumah mereka karena dianggap sebagai “penghuni liar” dan harus
menempati unit (rusunawa) dengan membayar sewa.
71
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian mengenai dampak perubahan sosial program
relokasi masyarakat Kampung Pulo ke rusunawa Jatinegara Barat melalui
wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, peneliti menyimpulkan sebagai
berikut:
A. Kesimpulan
1. Dalam proses pelaksanaan relokasi mulai dari proses sosialisasi, tidak
adanya musyawarah yang berimbang membuat masyarakat Kampung
Pulo tidak puas dengan keputusan relokasi. Keinginan masyarakat
untuk mendapat kompensasi atas rumah mereka tidak menemukan
kesepakatan dan diputuskan sebagai penghuni liar. Hal tersebut
memicu kericuhan pada saat proses eksekusi rumah meraka, dan juga
membuat kecewa masyarakat atas keputusan tersebut. Dalam proses
relokasi diperlukan adanya kajian khusus dan mendalam mengenai
dampak apa yang akan terjadi selanjutnya.
2. Dampak langsung proses relokasi ke rusunawa Jatinegara Barat
dirasakan oleh masyarakat Kampung Pulo, jika pada sebelumnya
mereka memiliki rumah tinggal, kini mereka harus kehilangan asset
yang paling berharga bagi mereka yaitu kepemilikan rumah. Namun
sesuai dengan tujuan utama dari relokasi adalah upaya Pemerintah
Provinsi DKI untuk memberikan tempat tinggal yang layak dan bebas
banjir. Seiring waktu manfaat relokasi dapat dirasakan terutama pada
72
saat musim hujan tiba, penghuni rusunawa kini bisa terbebas banjir
dan melanjutkan kehidupan mereka. Penghuni rusunawa juga
mendapat pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan, dan transportasi.
Seperti: Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Jakarta Sehat (KJS), BPJS,
dan Kartu Rusun.
B. Saran
1. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diharapkan mempunyai pedoman
prosedur dalam program relokasi agar bisa digunakan jika akan
melakukan program relokasi kembali, dengan memperhatiakan hak
dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masyarakat terdampak.
2. Diharapkan pengelola lebih menata fasilitas berjualan di lantai bawah
menjadi kantin rusunawa agar dapat meningkat pendapatan para
penghuni.
3. Penambahan fasilitas sarana olahraga seperti lapangan bulu tangkis
atau lapangan voli dengan memanfaatkan lahan yang ada.
4. Adanya penyaluran kerja ke perusahaan dari program pelatihan seperti
servis motor dan Handphone.
5. Untuk penghuni rusunawa Jatinegara Barat untuk fokus menata masa
depan, dengan memanfaatkan pelayanan (kesehatan gratis, jaminan
pendidikan, transportasi, sembako murah, program pemberdayaan dan
pelatihan) yang disediakan pengelola.
73
DAFTAR PUSTAKA
A. SUMBER BUKU
Adisasmita, Rahardja. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang.
Yogyakarta; Graha Ilmu, 2013.
Burgin, Burhan. Penelitian Kuantitatif Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosialnya. Jakarta: Kencana, 2009.
Halim, DK, Psikologi Lingkungan,. Jakarta; Bumi Aksara, 2008.
Haryadi dan Setiawan, B. Arsitekur, Lingkungan, dan Perilaku.
Yogyakarta; Gajah Mada University Press, 2010.
Herdiansyah, Haris. Metode Penelitian Kualitatif Ilmu - Ilmu Sosial.
Jakarta:Salemba Humanika, 2012.
Ikatan Ahli Perencanaan, Kamus Tata Ruang. Jakarta; Cipta Karya
Departement Pekerjaan Umum, 1997.
Irwan,S.Pd, M.Si, Dinamika dan Perubahan Sosial pada Komunitas
Lokal. Yogyakarta; Deepublish Publisher, 2015.
Koestoer, Raldi Hendro. Perspektif Lingkungan Desa-Kota; Teori dan
Kasus. Jakarta; UI Press, 1997.
Maelong, J, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Midgley, James. Pembangunan Sosial: Perspektif Pembangunan dalam
Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Ditperta Islam Departemen Agama
RI, 2005.
Nurhayati, Cucu. Sosiologi Perkotaan. Jakarta; UIN Press, 2013.
Pontoh, K, Nia dan Kustiwan, Iwan. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung : ITB , 2013.
Raco, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya. Jakarta: Grasindo, 2010.
Soetomo. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar , 2008.
Suharman, Winarno. Pengantar Metodelogi Ilmiah. Bandung: Tarsito,
1982.
74
Suharto, Edi. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung :
Alfabeta , 2013.
Sunyoto, Bambang. Metodologi Penelitian Akuntansi. Bandung: Refika
Aditama, 2013.
Yayasan Sugijanto Soegijoko. Bunga Rampai Pembangunan Kota
Indonesia. Jakarta : URDI dan Yayasan Sugijanto Soegijoko ,
2015.
B. SUMBER SKRIPSI
Romdoni, Doni. Evaluasi Dampak Program Bantuan Rumah Dinas Tata
Kota Tangerang Selatan Untuk Keluarga Berumah Tidak Layak
Huni di Kampung Sentul Ciater. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah
dan Komunikasi. Uin Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.
Mustofa, Zaini. Evaluasi Pelaksanaan Program Relokasi Pemukiman
Kumuh (Studi Kasus: Program Relokasi Permukiman di Kelurahan
Pucangsawit Kecamatan Jebres Kota Surakarta). Skripsi S1
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.
C. SUMBER JURNAL
Sepriansyah, Mustianto. Relokasi Pemukiman Penduduk Bantaran Sungai
Karang Mumus di Kota Samarinda. Jurnal Ilmu Pemerintahan,
Uuniversitas Mulawarman Vol 2, no. 2,2014.
D. SUMBER UNDANG – UNDANG
Undang – Undang No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
pemukiman.
Undang – Undang No.20 tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana tata Ruang Wilayah Tahun 2030.
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2014 tentang
Rencana Detil Tata Ruang (RDTR).
Instruksi Gubernur No. 68 tahun 2014 tentang penataan dan penertiban di sepanjang kali, saluran dan jalan ispeksi.
75
E. WEBSITE
Sasongko Panji Joko, ” Kampung Pulo Masalah Lama yang Dibiarkan
Tak Selesai “, artikel diakses pada tanggal 21 Desember 2016 dari
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150820164850-20-
73431/kampung-pulo-masalah-lama-yang-dibiarkan-tak-selesai
I.Sandyawan Sumardi , “Mengutamakan Keadilan dan Kesejahteraan
Masyarakat“, artikel diakses pada 02 November 2016
https://ciliwungmerdeka.org/siaran-pers-ciliwung-merdeka-dan-
mitra
Priska Sari, “ Rusuh Pengususran Kampung Pulo “, Artikel diakses pada 04 November 2016
http://www.cnnindonesia.com/focus/detail/2689/rusuh-
penggusuran-kampung-pulo
Gempur Surya “ Warga Rusunawa Lebih Nyaman Tinggal di Kampung
Pulo “ Artikel diakses pada 15 November 2016
http://tv.liputan6.com/read/2369481/warga-rusunawa-jatinegara-
lebih-nyaman-tinggal-di-kampung-pulo
Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta ,
Proses Penghunian Rusunawa, diakses pada tanggal 02 Februari
2017 dari http://dpgpjakarta.com/index.php/pelayanan/proses-penghunian-rusunawa
Studi Kepustakaan, Website
http://dpgpjakarta.com/index.php/ukpd/unit-pengelola-rumah-susun-uprs
F. HASIL WAWANCARA
Wawancara pribadi dengan Ketua Unit Pengelola Rumah Susun Jatinegara
Barat ibu Vita Nurviatin. Jakarta, 14 Juni 2017.
Wawancara pribadi dengan Kepala SATPEL Pelayanan Rumah Susun Jatinegara Barat bapak I Made Pastiasa. Jakarta, 14 Juni 2017.
Wawancara pribadi dengan penghuni rusunawa Jatinegara Barat ibu Djamilah. Jakarta, 25 April 2017.
Wawancara pribadi dengan penghuni rusunawa Jatinegara Barat bapak
Iwan Setiawan. Jakarta, 17 April 2017.
Wawancara pribadi dengan penghuni rusunawa Jatinegara Barat bapak Warji. Jakarta, 25 April 2017.
76
Wawancara pribadi dengan penghuni rusunawa Jatinegara Barat bapak Abiyudin. Jakarta, 09 Juni 2017.
G. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan pada fasilitas di rusunawa Jatinegara Barat, 23 Maret
2017.
Hasil pengamatan pada kondisi hunian di rusunawa Jatinegara Barat, 17 April 2017.
Hasil pengamatan pada sarana tempat berjualan di rusunawa Jatinegara Barat, 09 Juni 2017.
H. SUMBER LAINNYA
Arsip dan dokumen pengelola rusunawa Jatinegara Barat.
Database demografi penghuni rusunawa Jatinegara Barat.
Modul rusunawa 2012, Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Cipta
Karya.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
Identitas Informan : Pengelola Rusunawa Jatinegara Barat
Nama :
Jenis Kelamin :
Jabatan :
Waktu wawancara :
Tempat Wawancara :
Pertanyaan
1. Apa latar belakang berdirinya rumah susun sederhana sewa
(Rusunawa) Jatinegara Barat?
2. Apakah ada persyaratan untuk menempati rumah sususn sederhana
sewa (Rusunawa) Jatinegara Barat?
3. Fasilitas dan pelayanan apa yang diberikan oleh unit pengelola rumah
susun?
4. Kegiatan apa yang di berikan oleh pengelola Rusunawa? Seperti apa
tingkat partisipasi warga terhadap kegiatan di sekitar Rusunawa?
5. Apa saja yang menjadi kendala warga Rusunawa yang diketahui oleh
pengelola?
6. Apa solusi yang dilakukan oleh pengelola dalam menerima keluhan
tersebut?
7. Bagaimana pendekatan yang dilakukan oleh pengelola dengan warga
Rusunawa Jatingera Barat?
8. Bagaimana skema pengelolaan anggaran dana di Rusunawa Jatinegara
Barat?
9. Perubahan apa yang terjadi di masyarakat/warga yang di ketahui oleh
pengelola Rusunawa Jatinegara Barat?
10. Bagaimana harapan ibu/bapak terhadap warga dalam menempati dan
menjalani hidup di rumah susun sederhana sewa (Rusunawa)
Jatinegara Barat?
Jakarta, - Juni - 2017,
Informan,
( )
PEDOMAN WAWANCARA
Identitas Informan : Penghuni Rusunawa Jatinegara Barat
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan :
Waktu wawancara :
Pertanyaan
1. Apakah ibu/bapak asli berasal dari wilayah Kampung Pulo?
2. Bagaimana awal mula ibu mengikuti proses relokasi yang diadakan
oleh pemprov DKI?
3. Bagaimana perasaan ibu/bapak dengan status kepemilikan sewa
terhadap rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Jatinegara Barat?
4. Berapa biaya pengeluaran yang ibu keluarkan sebelum dan sesudah
relokasi?
5. Apa yang ibu/bapak lakukan untuk menutupi pengeluaran biaya sewa
rumah susun?
6. Bagaimana proses interaksi dan adaptasi ibu dengan warga yang lain di
rumah susun?
7. Dimana ibu bisa mendapatkan layanan kesehatan dari rumah susun?
8. Apakah ada perubahan signifikan setelah bapak/ibu pindah kesini baik
dari segi sosial dan ekonomi?
9. Layanan apa saja yang diberikan oleh pengelola unit rumah susun?
10. Bagaimana peran pengelola rumah susun sebagai pemberi pelayanan?
11. Apakah fasilitas di rumah susun Jatinegara Barat sudah cukup
memuaskan?
12. Setelah pindah ke rusun, perubahan-perubahan apa saja yg dialami?
13. Apa saja kendala yang ibu alami selama menjadi penghuni rumah
susun?
14. Keberatankah ibu/bapak dengan program relokasi dari pemukiman
bantaran sungai ke rumah susun sederhana sewa (Rusunawa)
Jatinegara Barat?
15. Bagaimana harapan ibu/bapak terhadap program relokasi ke rumah
rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Jatinegara Barat?
Jakarta,
Informan,
( )
PEDOMAN OBSERVASI
1. Melakukan observasi sarana dan fasilitas di Rusunawa Jatinegara Barat.
2. Melakukan observasi kondisi tempat tinggal di Rusunawa Jatinegara
Barat.
3. Melakukan observasi kondisi fasilitas berjulan penghuni Rusunawa
Jatinegara Barat.
TRANSKRIP WAWANCARA
Dampak Perubahan Sosial Masyarakat Program Relokasi Wilayah Kumuh
(Masyarakat Kampung Pulo Ke Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat,
Jakarta Timur)
Identitas Informan
Nama : Dra. Vita Nurviatin, M.AP
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan/jabatan : Kepala UPRS Jatinegara Barat
Hari dan Tanggal : 14 - Juni - 2017
Waktu Wawancara : 09.30 WIB
Pertanyaan Jawaban Pertanyaan
1. Apa latar belakang berdirinya
rumah susun sederhana sewa
(Rusunawa) Jatinegara Barat?
“Latar belakang adanya normalisasi
kali Ciliwung, rumah yang padat
penduduknya di Kampung Pulo akan
direlokasi ke rusun ini. Jadi rusun ini
dibangun diatas lahan Pemda hanya
yang membangun dibawah Dirjen
Cipta Karya, Kementerian Perumahan
Rakyat.”
2. Apakah ada persyaratan untuk
menempati rumah sususn
sederhana sewa (Rusunawa)
Jatinegara Barat?
“Tidak ada syarat untuk menempati
rusun disini karena rusun disini untuk
masyarakat relokasi (Kampung Pulo)
bukan untuk umum, jadi terprogram.
Kita sendiri yang mendata pada saat
masyarakat mengambil nomor undian
unit (rusunawa), setalah masyarakat
pindah ke rusun kita buatkan KTP dan
KK sesuai dengan alamat rusun.”
3. Fasilitas dan pelayanan apa yang
diberikan oleh unit pengelola
“Fasilitas banyak ada klinik,
PAUD,perpustakaan,tempat
berkumpul. Busway gratis untuk
seluruh penghuni rusun, bis sekolah
rumah susun? gratis, KJP dan KJS kita urusin.”
4. Kegiatan apa yang di berikan oleh
pengelola Rusunawa? Seperti apa
tingkat partisipasi warga terhadap
kegiatan di sekitar Rusunawa?
“Pemberdayaan ekonomi warga
rusun. Dengan cara memberikan
pelatihan, tata boga, handycraft,
servis motor, servis hp. Dengan
mereka dilatih diharapkan punya
ilmunya dan bisa home industry di
rumah. Partisipasinya masih kurang,
kesininya kita bentuk Tim
Pendamping Mandiri(TPM), kita
bentuk coordinator tiap lantai, nanti
mereka kordinasi dengan RT dan
RW.”
5. Apa saja yang menjadi kendala
warga Rusunawa yang diketahui
oleh pengelola?
“Kendalanya itu pertama, kan ini
rusun sewa setiap bulan kita tarik
perbulan itu Rp.300.000,- karena kan
disini itu banyak sektor ekonomi
informal seperti; Gojek, buruh
panggul, pedagang dimana mereka
cari kebutuhan untuk makan sehari-
hari. Untuk kebutuhan lain belum bisa
terpenuhi sehingga banyak yang
nunggak. Kedua, untuk kegiatan
seperti pemberdayaan dan pelatihan
kita gabisa sendiri juga butuh
kerjasama dengan SKPD yang lain,
Lalu yang ketiga, tingkat partsipasi
warga yang agak kurang, jadi mereka
tuh mindset nya masih banyak yang
belum move on.”
6. Apa solusi yang dilakukan oleh
pengelola dalam menerima keluhan
tersebut?
“Solusinya untuk pemberdayaan dan
pelatihan kita mengusahakan agar
SKPD berkelanjutan, jadi kebanyakan
kan dari SKPD hanya sampai
pelatihan, seharusnya
berkesinambungan sampai ke
pemberian modal dan pemasaran.”
7. Bagaimana pendekatan yang
dilakukan oleh pengelola dengan
warga Rusunawa Jatingera Barat?
“Pendekatannya sih kita kalau rapat
kordinasi RT,RW kita ingatkan yuk
kita sama-sama maju bergerak, kita
kan sudah tinggal di rusun jangan
lihat lagi kebelakang. Paling kita
kasih motivasi agar Jatinegara Barat
bisa maju dengan aktif di pelatihan.
Dan kita juga dibantu dengan TPM,
makanya sekarang setiap kegiatan
cepet tersampikannya.”
8. Bagaimana skema pengelolaan
anggaran dana di Rusunawa
Jatinegara Barat?
“Kita kan Pemprov jadi kita
pengelolaan tata keuangan daerah
dibawah Pemprov. Kalo pengelolaan
kita usulkan kan kalo APBD dibuka
kebutuhan apa, usulan apa. Termasuk;
kebersihan, keamanan, teknisi,
administrasi, dan pemeliharaan
rusunawa.”
9. Perubahan apa yang terjadi di
warga yang di ketahui oleh
pengelola Rusunawa Jatinegara
Barat?
“Perubahan pertama, mereka gak kena
banjir lagi. Kedua, mereka ini hunian
yang cukup layak dengan 2 kamar
tidur dan semua disubsidi disini. Kalo
dari rumah sehat udah sehat, cuma
perlu waktu buat pola perilakunya aja
supaya tidak buang sampah
sembarangan lagi di sungai.”
10. Bagaimana harapan ibu/bapak
terhadap warga dalam menempati
dan menjalani hidup di rumah
susun sederhana sewa (Rusunawa)
Jatinegara Barat?
“Harapannya warga bisa berdaya dan
bayar sewanya tidak menunggak, dan
mereka mematuhi tata aturan yang
ada disini. Kan kita ada aturanya nih,
karena ini mereka menempati asset ini
kan milik Pemda DKI, jadi mau gak
mau,suka gak suka harus mau diatur,”
TRANSKRIP WAWANCARA
Dampak Perubahan Sosial Masyarakat Program Relokasi Wilayah Kumuh
(Masyarakat Kampung Pulo Ke Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat,
Jakarta Timur)
Identitas Informan
Nama : I Made Pastiasa, SE,M.Si
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan/jabatan : KA SATPEL Pelayanan
Hari dan Tanggal : 14 - Juni - 2017
Waktu Wawancara : 10.00 WIB
Pertanyaan Jawaban Pertanyaan
1. Apa latar belakang berdirinya
rumah susun sederhana sewa
(Rusunawa) Jatinegara Barat?
“Awalnya ini konsep dari Pemerintah
Pusat yaitu mencanangkan 1000 tower
rumah susun. Provinsi DKI Jakarta
yang paling banyak mengambil
karena permasalahan sosial paling
tinggi seperti; kebanjiran dan
kepadatan penduduknya yang tinggi.
Karena sering banjir itulah makanya
diadakan proyek normalisasi kali
Ciliwung. Dan kebutuhan akan rumah
bagi masyarakat berpenghasilan
rendah (MBR) adalah kewajiaban
Pemerintah, bagaimana caranya
pemerintah mampu memberikan
rumah tinggal yang nyaman untuk
warga yang kurang mampu. Akhirnya
dibangunlah rumah susun Jatinegara
Barat, sebagai imbas dari relokasi
warga di Kampung Pulo yang terkena
dampak proyek normalisasi kali
Ciliwung. Dari segi pembiayaan
karena daerah tidak sanggup maka
dibangunlah dari Pusat, dibawah
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat."
2. Apakah ada persyaratan untuk
menempati rumah sususn
sederhana sewa (Rusunawa)
Jatinegara Barat?
“Yang tinggal di rusun kan kategori
masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR) dan dari relokasi (Kampung
Pulo) jadi tidak ada syarat dengan
kata lain rusunawa ini tepat sasaran
bagi warga yang terkena relokasi.”
3. Bagaimana skema kepemilikan
unit di Rusunawa Jatinegara Barat?
“Sebenarnya kita tidak selektif banget
dalam kategori masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR) ini.
Banyak warga yang masih punya
rumah di Kampung Pulo, karena
proses kepindahan mereka pindah kan
menggunakan peta bidang. Di peta
bidang 1 meter rumah mereka kena,
maka tetap akan dapat ganti.
Berdeda dengan proses relokasi
daerah lain itu rekomendasi pak Lurah
langsung dengan kenyataan lapangan.
Proses pergantian unit disini juga
sesuai dengan atas nama pemilik
rumah disitu. Sehingga jika ada unit
(rusun) yang lebih dari 8 jiwa kita
usahakan cari yang kosong atau tidak
ditempati. Karena kan kalau banyak
juga tidak layak huni.”
4. Fasilitas dan pelayanan apa yang
diberikan oleh unit pengelola
rumah susun?
“Cukup banyak untuk fasilitas dan
pelayanan. Dari fasilitas kebersihan
kita layani, keamanan kita berikan,
dari pelayanan BPJS kita kasih, KJP
semua warga rusun (anak-anak usia
sekolah) kita kasih KJP walaupun
punya kendaraan untuk KJP semua
warga rusun harus punya, ada kartu
Rusun bisa dipakai untuk Busway
gratis, lalu bisa masuk gratis untuk
tempat hiburan miliki Pemda DKI,
dan transportasi kita ada bis sekolah
untuk antar-jemput.”
5. Kegiatan apa yang di berikan oleh
pengelola Rusunawa? Seperti apa
“Kita kasih pelatihan seperti yang di
bilang ibu (Vita) ada HP, Montir yang
menurut minat mereka. Kemarin
sudah berlangsung pelatihan Montir
tingkat partisipasi warga terhadap
kegiatan di sekitar Rusunawa?
dari 20 peserta, tersisa 5 peserta.
Kesadaran untuk berubah menjadi
mandiri ini sangat minim”
6. Apa saja yang menjadi kendala
warga Rusunawa yang diketahui
oleh pengelola?
“Yang pertama, kesadaran akan
kebersihan. Sampah sendiri saja susah
untuk dibawa turun, mengepel
halamannya aja susah karena mereka
mikirnya ada petugas
kebersihan,mereka sudah bayar. Yang
kedua, kepedulian mereka untuk
bayar kewajiban ke Pemda sangat
minim, kewajiban mereka untuk bayar
sangat kurang, padahal ada aja yang
bisa membeli motor baru, dalam
artian masih mampu.”
7. Apa solusi yang dilakukan oleh
pengelola dalam menerima keluhan
tersebut?
“Upaya yang kita lakukan banyak,
kita kasih pemberitahuan masing-
masing penghuni melalui RT/RW kita
beritahukan, sampai langkah
penyegelan sesuai dengan yang ada di
Pergub karena tunggakannya banyak,
ada.”
8. Bagaimana pendekatan yang
dilakukan oleh pengelola dengan
warga Rusunawa Jatingera Barat?
“Kita fasilitasi dengan SKPD terkait
dengan mengadakan pelatihan agar
mereka mandiri punya usaha sendiri
dan bisa meningkatkan
kesejahteraannya.”
9. Perubahan apa yang terjadi di
warga yang di ketahui oleh
pengelola Rusunawa Jatinegara
Barat?
“Perubahan pola hidup sehat ada,
kalau dulu kan buang sampah dan
buang air besar di kali, banyak juga
yang bersyukur bebas dari bencana
banjir.”
10. Bagaimana harapan ibu/bapak
terhadap warga dalam menempati
dan menjalani hidup di rumah
susun sederhana sewa (Rusunawa)
Jatinegara Barat?
“Warga bener-bener mau mengikuti
aturan yang ada karena kan
pemerintah sudah berusaha
memberikan hunian yang layak dan
nyaman bagi warga. Dan juga mau
membayar sewa. Karena pemerintah
juga kan sudah mensubsidi untuk
disini disubsidi 80%. Jadi termasuk
tarif sosial paling rendah dibanding
rumah susun yang lain.”
TRANSKRIP WAWANCARA
Dampak Perubahan Sosial Masyarakat Program Relokasi Wilayah Kumuh
(Masyarakat Kampung Pulo Ke Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat,
Jakarta Timur)
Identitas Informan
Nama : Djamilah
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 48 Tahun
Alamat : Tower A lantai 6 no.9
Pekerjaan/Jabatan : Kepala Sekolah PAUD Seroja (Rusunawa Jatinegara
Barat)
Hari dan Tanggal : 25 - April - 2017
Waktu Wawancara : 10.30 WIB
Tempat Wawancara : PAUD Seroja
Pertanyaan Jawaban Pertanyaan
16. Apakah ibu/bapak asli berasal dari
wilayah Kampung Pulo?
“Ya, saya asli dari Kampung Pulo.
Dari sejak lahir. Orang tua saya disini
sejak saya lahir.”
17. Bagaimana awal mula ibu/bapak
mengikuti proses relokasi yang
diadakan oleh pemprov DKI?
“Awal mulanya kita emang dari dulu
mau direlokasi gajadi terus, awalnya
kita perjanjian pak Jokowi. Pak
Jokowi menjanjikan jangankan rumah
pohon didepan rumah yang sekecil
pot dibayar. Awalnya ya boleh lah
dikit (diganti rugi),ganti lagi jadi
kerokhiman, ternyata kerokhiman
tidak jadi kita dikasih SP pertama.SP
pertama ke SP kedua jaraknya 1
bulan, dari SP kedua ke SP ketiga 1
minggu langsung dibongkar.”
18. Bagaimana perasaan ibu/bapak “Tadinya kita sih ga terima,
dengan status kepemilikan sewa
terhadap rumah susun sederhana
sewa (Rusunawa) Jatinegara Barat?
penggusuran ga dibayar, apalagi
rumah saya ukuran 12x15 meter
hanya di ganti 1 unit. Ya kita kan
terpaksa bayar mau tinggal dimana
lagi”
19. Berapa biaya pengeluaran yang ibu
keluarkan sebelum dan sesudah
relokasi?
“Yah kalo dulu kita cuma bayar listrik
sama air, kalau sekarang kan
tambahan biaya rumah.”
20. Apa yang ibu/bapak lakukan untuk
menutupi pengeluaran biaya sewa
rumah susun?
“Yah alhamdullilah sih kita ada aja
rezeki dari anak karena 2 udah kerja,
1 masih SMP. Saya kan sebelum
disini di Pulo juga saya guru PAUD”
21. Bagaimana proses interaksi dan
adaptasi ibu dengan warga yang
lain di rumah susun?
“Awalnya kita masih seperti minyak
dan air, saya merasa kepemilikannya
warga sini masih pada jauh. Seakan-
akan meluap emosi, apa aja dirusak.”
Tapi sekarang Alhamdulillah sudah
banyak yang pasrah nerima.”
22. Dimana ibu bisa mendapatkan
layanan kesehatan dari rumah
susun?
“Kita ada klinik dibawah, tapi kalo
darurat bisa dapat rujukan ke
Puskesmas Kecamatan atau Rumah
Sakit daerah sini (Jatinegara).”
23. Apakah ada perubahan signifikan
setelah bapak/ibu pindah kesini
baik dari segi sosial dan ekonomi?
“Yah perubahan kalo ekonomi dulu
kita cuma bayar listrik sama air, kalau
sekarang kan kita bayar rumah. Kita
awalnya kan kalo di kampung terbuka
pintunya, disini kita di atas sepi
ketutup semua. Awalnya kita ga kenal
sama tetangga karena kan baru semua
diacak, kita kan gak tau keluarnya
kapan masuknya kapan. Tapi
alhamdullilah sekarang sih sudah
kenal bisa berbaur.”
24. Layanan apa saja yang diberikan
oleh pengelola unit rumah susun?
“Ya bagus untuk pengelola, karena
menyadiakan tempat untuk PAUD
ini.”
25. Bagaimana peran pengelola rumah
susun sebagai pemberi pelayanan?
“Ya bagus ya kebetulan kan saya juga
di PKK sebagai sekretaris, jadi kalo
ada kegiatan di luar rumah susun kita
dilibatkan. Mereka juga memberikan
informasi untuk pelatihan-pelatihan
untuk siapa saja yang mau ikut.”
26. Apakah fasilitas di rumah susun
Jatinegara Barat sudah cukup
memuaskan?
“Ya untuk fasilitas PAUD sendiri
sudah cukup kan kita dapat CSR juga
dari Rotari.”
27. Setelah pindah ke rusun,
perubahan-perubahan apa saja yg
dialami?
“Ya alhamdulilah sekarang sudah
enggak banjir lagi. Ditambah lebih
bersih dan tertata walaupun di dalam
ada yang bocor-bocor juga bangunan
unitnya. Terus saya juga bisa buka
PAUD seperti dulu di Kampung
Pulo.”
28. Apa saja kendala yang ibu alami
selama menjadi penghuni rumah
susun? Dan Kepala Sekolah
PAUD?
“Ya kendala banyak, mulai mainan
anak-anak banyak yang rusak sama
anak SMP padahalkan mainan disini
buat anak Balita. Terus disini kita ga
nuntut, kalau anak-anak datang kan
mereka bayar 2.000,- kalo ga bayar
kita ga nuntut, yang penting anak-
anak mau sekolah.”
29. Keberatankah ibu/bapak dengan
program relokasi dari pemukiman
bantaran sungai ke rumah susun
sederhana sewa (Rusunawa)
Jatinegara Barat?
“Iya Alhamdulillah saya sudah bisa
nerima. Karena kan mau gak mau
kehidupan harus berjalan.”
30. Bagaimana harapan ibu/bapak
terhadap program relokasi ke
rumah rumah susun sederhana sewa
(Rusunawa) Jatinegara Barat?
“Harapannya ya mudah-mudahan kita
lebih maju, kedepannya untuk
masyarakat sini jangan gontok-
gontokan dibelakangan gitu.
Pengengnya kita bersama-sama untuk
membangun dan merapikan rusun.”
TRANSKRIP WAWANCARA
Dampak Perubahan Sosial Masyarakat Program Relokasi Wilayah Kumuh
(Masyarakat Kampung Pulo Ke Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat,
Jakarta Timur)
Identitas Informan
Nama : Iwan Setiawan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 42 tahun
Alamat : Tower A lantai 3 no.15
Pekerjaan/Jabatan : Pedagang ( Soto Betawi )
Hari dan Tanggal : 17 - April - 2017
Waktu Wawancara : 11.30 WIB
Tempat Wawancara : Tempat berdagang fasilitas rumah susun
Pertanyaan Jawaban Pertanyaan
1. Apakah ibu/bapak asli berasal dari
wilayah Kampung Pulo?
“Iya saya asalnya di Kampung Pulo,
orang tua saya dari tahun 1938 di
Pulo, saya dari lahir disini.”
2. Bagaimana awal mula ibu/bapak
mengikuti proses relokasi yang
diadakan oleh pemprov DKI?
“Awalnya penggusuran tuh sekitar pas
puasa awal Juni (2015) kalo ga salah.
Kita warga diajak sosialisasi di
Kecamatan (Jatinegara). Kita disana
divonis kita tuh penghuni liar dan
harus digusur karena ga punya
sertifikat. Dari situ kita resah apalagi
pas tau peta (bidang/zonasi) mana aja
yang kena gusur. Ko ya ga sesuai janji
dulu pak Jokowi katanya mau ganti
rugi. Sampai tgl 19 Agustus (2015)
kamis malam Bechoe pada datang,
besoknya rumah warga mulai digusur
saya sama warga juga bentrok dengan
Satpol PP, ada dari aparat
ngeprovokasi terus juga berlebihan itu
ada Polisi sama TNI emang kita
teroris?”
3. Bagaimana proses penghunian awal
setelah di relokasi?
“Kita langsung dipindahin, pindah aja
tanpa ada biaya dari Pemprov DKI,
biaya sendiri kita keluarin. Sampai
temen saya bawa gerobak dia bawa
barang saya, kita bayar pakai kusen,
pintu, lemari. Biar temen kan
itungannya tenaga, nah kalo di
bongkar paksa gitu kita pakai apa
bayarnya? Dari Kampung Pulo kemari
cukup jauh juga ada yang habis
Rp.200.000 – Rp.300.000,-”
4. Seperti apa proses penempatan
untuk mendapatkan unit di
rusunawa Jatinegara Barat?
“Penempatan ngambil nomor, bahkan
di lantai 4 ada yang muda-muda, di
lantai 16 juga ada yang sudah tau.
Alhamdullilah saya dapat lantai 3
(bawah) ditambah ada orang tua saya
juga kan sudah faktor umur.”
5. Berapa biaya pengeluaran yang ibu
keluarkan sebelum dan sesudah
relokasi?
“Disini kita ngirit-ngirit aja bisa
600.000,- untuk biaya sewa sama
listrik sama air. Dulu di Kampung
Pulo 100.000,- juga cukup untuk
listrik doang.”
6. Apa yang ibu/bapak lakukan untuk
menutupi pengeluaran biaya sewa
rumah susun?
“Ya kita dagang, orang dagang sama
orang kerja kan beda. Disini gak dagang 2 hari aja kita mikir buat
bayar besok gimana.”
7. Bagaimana proses interaksi dan
adaptasi ibu dengan warga yang
lain di rumah susun?
“Kalo untuk keakraban beda sama di
Kampung Pulo, disini ma jangan di
bilang kampung rusunawa, tapi
kampung-kampungan, bahkan RW
nya, RW-RW an.Masing- masing kok
kehidupan disini.Saya kan sama ibu
saya ya, kadang-kadang dia bingung
keluar pintu liat tembok, kalau disana
kan keluar pintu samping teras bisa
ngobrol sama tetangga. Dulu kalo
pulang dari pasar kita biasa
nongkrong duduk – duduk di pinggir
sungai, sekarang ma ya disini aja
ngobrolnya (tempat berdagang) kalo
di atas kan ga bisa.”
8. Bagaimana perasaan ibu/bapak
dengan status kepemilikan sewa
terhadap rumah susun sederhana
sewa (Rusunawa) Jatinegara Barat?
“Bagi kita berat, yang bagi kita ga
biasa ngontrak,ko tiba-tiba orang
betawi bisa ngontrak! Kita tinggal
disini seperti naik taksi, begitu buka
pintu argo berjalan. Mungkin warga
Kampung Pulo yang digusur kalo
diganti buat sakit hati masih bisa.”
9. Layanan apa saja yang diberikan
oleh pengelola unit rumah susun?
“Ya layanan apa ya.. Ya paling kita
minta buat berdagang (tempat),
karena kan kita dulu disana dagang.
Alhamdulilah dikasih walau dulu kita
coba dagang depan rusun (trotoar)
tapi malah mau digusur satpol PP.
Kalo dari kesehatan iya udah ada
klinik, kalo sakit ke klinik.”
10. Apakah ada perubahan signifikan
setelah bapak/ibu pindah kesini
baik dari segi sosial dan ekonomi?
“Jelas ada, kalau disini dari segi
ekonomi yang ga biasa dagang
dulunye di Kampung Pulo, disini pada
mulai usaha dagang, karena buat
bayar rumah itu. Dari segi
pengeluaran juga kita kan pasti
bertambah.”
11. Apakah fasilitas di rumah susun
Jatinegara Barat sudah cukup
memuaskan?
“Kalo untuk fasilitas mah oke bagus,
karena punya Ahok saya tau lah
kualitasnya, walaupun diluarnya
bagus dalem temboknya retak-retak.”
12. Apa saja kendala yang ibu alami
selama menjadi penghuni rumah
susun?
“Ya kita mikir buat bayar bangunan,
airnya, listriknya.”
13. Keberatankah ibu/bapak dengan
program relokasi dari pemukiman
bantaran sungai ke rumah susun
sederhana sewa (Rusunawa)
Jatinegara Barat?
“Yang nempatin disini tuh di
rusunawa ini ga transparan, Yang
rumahnya keserempet dikit bisa dapet
unit, dia rumahnya keserempet bisa
bangun lagi (di Kampung Pulo) dia
kontrakin buat bayar sini, tapi yang
habis total hanya dapet 1 unit. Ini kan
hitunganya perkepala keluarga.Yah
lebih baik dibuatkan saja kampung
deret seperti janji pak Jokowi dulu.”
14. Bagaimana harapan ibu/bapak
terhadap program relokasi ke
rumah rumah susun sederhana sewa
(Rusunawa) Jatinegara Barat?
“Harapan saya kalau bisa di jalan baru
yang udah jadi (jalur alternative
sebelah sungai Ciliwung) dibalikan
kampung deret. Janji jokowi kan mau
dibuatkan kampung deret, daripada
jalan gak kepake. Jangan kalinya aja
yang dirapihin, manusianya juga
dirapihin.”
TRANSKRIP WAWANCARA
Dampak Perubahan Sosial Masyarakat Program Relokasi Wilayah Kumuh
(Masyarakat Kampung Pulo Ke Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat,
Jakarta Timur)
Identitas Informan
Nama : Warji
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 50 Tahun
Alamat : Tower A lantai 10 no.04
Pekerjaan/Jabatan : Dagang (Ketua RT 03)
Hari dan Tanggal : 17 - April - 2017
Waktu Wawancara : 11.30 WIB
Tempat Wawancara : Tempat berdagang fasilitas rumah susun
Pertanyaan Jawaban Pertanyaan
1. Apakah ibu/bapak asli berasal dari
wilayah Kampung Pulo?
“Saya pendatang asli Brebes, beristri
orang Betawi menatap di Kampung
Pulo mulai tahun 1983.”
2. Bagaimana awal mula ibu/bapak
mengikuti proses relokasi yang
diadakan oleh pemprov DKI?
“Pada awalnya itu program pak
Jokowi waktu beliau jadi Gubernur.
Pada waktu itu beliau menjanjikan
pergantian ganti rugi. Pak Jokowi
pada waktu itu mengatakan tidak akan
ada yang dirugikan, beliau juga
mengatakan jangankan kandang ayam
pohon pun akan diganti rugi. Tapi
setalah beliau naik jadi Presiden dan
diteruskan sama pak Ahok ternyata
janji-janji pak Jokowi tidak diteruskan
oleh pak Ahok. Akhirnya terjadilah
pembongkaran dan penggusuran yang
tidak ada ganti rugi sama sekali.
Bahkan kami sangat miris dikatakan
sama pak Ahok kami semua warga
liar. Padahal kami hidup di Kampung
Pulo sudah berpuluh-puluh tahun,
sudah turun-temurun. Bahkan
sebelum kemerdekaan pun Kampung
Pulo sudah ada. Makanya saya tidak
habis pikir yang dikatakan warga liar
dan warga legal tuh yang mana kan.
Sedangkan kami semua disitu fasilitas
pemerintah kami punya semua; kita
bayar PBB, listrik masuk, telepon
masuk, bahkan KTP pun kami DKI.”
3. Bagaimana perasaan ibu/bapak
dengan status kepemilikan sewa
terhadap rumah susun sederhana
sewa (Rusunawa) Jatinegara Barat?
“Kami semua disini kan bukan
keinginan kami, kami semua disini
adalah dipaksa dan terpaksa.
Dipaksanya karena rumah kami
dipakai pelebaran kali dan fasilitas
umum (jalan baru). Terpaksanya
karena kami sudah tidak punya rumah
lagi.”
4. Berapa biaya pengeluaran yang ibu
keluarkan sebelum dan sesudah
relokasi?
“Disini kan kamar Rp.300.000,-
ditambah listrik dan air kurang lebih
Rp.600.000,- lah. Kalo di rumah kami
(dahulu) kan air pompa, jadi ya hanya
bayar listrik saja sesuai pemakaian.”
5. Bagaimana proses penghunian
bapak selama awal mula
menempati rumah susun?
“Ada yang ngasih modal sama temen,
karena mungkin ngelihat saya
setengah stress, jadi saya gunakan
buat dagang siomay lalu saya punya
tambahan dagang kopi dan minuman
air.”
6. Bagaimana proses interaksi dan
adaptasi bapak dengan warga yang
lain di rumah susun?
“Kalau di Kampung Pulo masyarakat
sering ngobrol dengan yang lain,
disini di rusun berkurang. Dulu kan
kita sering bertegur sapa, kalau disini
begitu kita naik pada tutup pintu
semua, kecuali paling ngobrol di
warung kopi. Kalo disini seperti di rumah sakit aja bang tinggal nunggu
yang besuk (jengguk), jadi kita kaya
orang sakit nungguin yang besuk
(jengguk) siapa yang mau datang.”
7. Apa yang ibu/bapak lakukan untuk
menutupi pengeluaran biaya sewa
rumah susun?
“Ya saya masih termasuk kuat untuk
mencari nafkah, walaupun saya masih
kerja serabutan, masih ada jualan
siomay sama istri saya, kan beda
pedagang sama pekerja kantoran gak
nentu penghasilannya.”
8. Apakah ada perubahan signifikan
setelah bapak/ibu pindah kesini
baik dari segi ekonomi?
“Kita disini bukannya enggak
bersyukur ya, cuma sama juga bohong
hasil (dagangan) buat bayar
kontrakan, bukan buat nabung buat
masa depan malah buat kontrakan.”
9. Layanan apa saja yang diberikan
oleh pengelola unit rumah susun?
“Kesehatan kita dapat, klinik ada dari
jam 09.00 sampai jam 16.00. Yang
namanya BPJS, KJP, udah di program
dari dulu juga dapat, yang ga digusur
juga dapat. Makanya pak Ahok bilang
gimana gak enak jadi penghuni rusun
dapat BPJS, KJP, mereka yang ga
digusur juga dapat.”
10. Bagaimana peran pengelola rumah
susun sebagai pemberi pelayanan?
“Alhamdulilah masih ada
kebijakannya dari pengelola untuk
tindakan penertiban nunggak bayar,
paling disuruh dicicil dan bayar tepat
waktu, belum ada pengusiran. Tapi
kita tetap was-was kan itu ada di
peraturan untuk pengusiran/penertiban
yang nunggak bayar.”
11. Apakah fasilitas di rumah susun
Jatinegara Barat sudah cukup
memuaskan?
“Sebenernya sih fasilitas disini
fasilitas untuk orang kost yang belum
berumah tangga atau pengantin baru.
Kalau untuk yang sudah berumah
tangga ga cukup disini ukuran 5x6
meter. Waktu kita di Kampung Pulo
kita kan rumahnya ada lantai 2 nya,
cukup 1 ruangan, 2 kamar tidur, 1
kamar mandi dan dapur.”
12. Setelah pindah ke rusun,
perubahan-perubahan apa saja yg
dialami?
“Kalo masalah banjir, banjir di
Kampung Pulo adalah banjir yang
membawa berkah. Yang dikatakan
tenang, nyaman, tentram gak ada
disini. Yang dikatakan tenang,
nyaman, tentram itu apabila kita
merasa memiliki. Ya mudah-
mudahnya jadi rusunami, saya
berharap sama Gubernur nanti
insyallah (Pak Anies).”
13. Apa saja kendala yang ibu alami
selama menjadi penghuni rumah
susun?
“Kendalanya adalah disini
kemampuan untuk membayar sewa
rusun, keberatan untuk membayar.
Karena mayoritas yang tinggal disini
buruh serabutan (pekerja informal).”
14. Keberatankah ibu/bapak dengan
program relokasi dari pemukiman
bantaran sungai ke rumah susun
sederhana sewa (Rusunawa)
Jatinegara Barat?
“Kalo bebas biaya apalagi rusunami
(rumah susun sederhana sewa milik)
tidak keberatan, yang saya harap kan
saya punya masa depan buat anak
cucu kita (kepemilikan).”
15. Bagaimana harapan ibu/bapak
terhadap program relokasi ke
rumah rumah susun sederhana sewa
(Rusunawa) Jatinegara Barat?
“Harapan saya mudah-mudahan
Gubernur baru jadi (Pak Anies) ini
bisa jadi rusunami ( rumah susun hak
milik).”
TRANSKRIP WAWANCARA
Dampak Perubahan Sosial Masyarakat Program Relokasi Wilayah Kumuh
(Masyarakat Kampung Pulo Ke Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat,
Jakarta Timur)
Identitas Informan
Nama : Abiyudin
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 26 tahun
Alamat : Tower A lantai 15 no.13
Pekerjaan/jabatan : Wiraswasta / Ketua Karang Taruna
Hari dan Tanggal : 09 - Juni - 2017
Waktu Wawancara : 09.30 WIB
Tempat Wawancara : Tower A lantai 15
Pertanyaan Jawaban Pertanyaan
1. Apakah abang asli berasal dari
wilayah Kampung Pulo?
“Saya asli Kampung Pulo, kalo kita
tinggal dari kecil. Orang tua sejak
nikah di Kampung Pulo.”
2. Bagaimana awal mula abang
mengikuti proses relokasi yang
diadakan oleh pemprov DKI? Dan
apakah ada syarat dalam
menempati rusunawa Jatinegara
Barat?
“Engga ada syarat, sebernernya kalo
kita pindah ke rusunawa ini ya karena
keterpaksaan, rumah kita udah ga
ada.”
3. Bagaimana perasaan abang dengan
status kepemilikan sewa terhadap
rumah susun sederhana sewa
(Rusunawa) Jatinegara Barat?
“Perasaan saya mungkin sama dengan
yang lain ya berat lah bang. Kita ini
kan korban penggusuran yang udah
digusur tanpa pergantian sepeserpun,
sementara kita disuruh pindah ke
rusun dengan membayar sebulan
Rp.300.000,- belum termasuk listrik
sama air. Berat lah bagi mereka
(warga Kampung Pulo) karena
mayoritas kan kerjanya di pasar.”
4. Berapa biaya pengeluaran yang
abang keluarkan sebelum dan
sesudah relokasi?
“Sebulan bisa Rp.600.000,- lah, yang
dulu cuma bayar Rp.200.000,-“
5. Bagaimana proses interaksi dan
adaptasi abang dengan warga yang
lain di rumah susun?
“Awal-awal iya (kesusahan),
khususnya untuk pemuda ya. Karena
pindahan sini tuh ada dari Kampung
Pulo dalem, tengah, dan luar. Karena
inisiatif dari teman-teman bikin
karang taruna, ya Alhamdulillah.”
6. Untuk kegiatan karang taruna itu
seperti apa aja?
“Kegiatan karang taruna kan
sebenarnya dibentuk buat kegiatan
sosial ya bang, cuman anak-anak
punya inisiatif banyak kaya kesenian,
pencak silat, hadroh, tari-tarian, seni
Betawi. Kaya semalem aja kita baru
ngadain pawai obor memperingati
nuzuul qur-an. Ya Alhamdulillah aktif
lah.”
7. Apakah ada perubahan signifikan
setelah abang pindah kesini dari
segi budaya?
“Kalo dari budaya mah ya gak ada
bang, pindah juga cuma berapa meter
dari pemukiman kita dahulu, paling
ada sedikit yang masing-masing
individu masuk-keluar-kunci, masuk-
keluar-kunci.”
8. Layanan apa saja yang diberikan
oleh pengelola unit rumah susun?
“Untuk pemuda sendiri kan butuh
sarana olahraga lapangan bulu
tangkis, lapangan futsal ga ada.
Karena Rusun kan sempit ya, paling
mereka main di luar nyewa sendiri.”
9. Bagaimana peran pengelola rumah
susun sebagai pemberi pelayanan?
“Kalo dari segi kepemudaan kurang
lah, mereka tuh cuma ayo-ayo udah
ditinggal. Maaf-maaf nih setiap kita
kegitan ga pernah minta ke pengelola
kaya tadi malam pawai obor, ya anak-
anak inisiatif aja ke warga ga ada
minta ke pengelola.”
10. Apakah fasilitas di rumah susun
Jatinegara Barat sudah cukup
“Fasilitas saya rasa masih kurang
untuk pemuda, baru hanya ada
memuaskan? aula,taman terlalu kecil untuk kita
ngumpul ya.”
11. Apa saja kendala yang abang alami
selama menjadi ketua karang
taruna?
“Kalo untuk kendala ga ada, konflik
juga ga ada. Temen-temen itu akur-
akur aja. Kalo didalem sini adem-
adem aja.”
12. Bagaimana harapan abang terhadap
program relokasi ke rumah rumah
susun sederhana sewa (Rusunawa)
Jatinegara Barat?
“Harapanya untuk pengelola pemuda
ini lebih diprioritasin lah untuk
fasilitas, dari kegiatan jangan cuma
nyuruh-nyuruh kegiatan doang, tapi
ditinggal.”
Hasil Pengamatan
Hari : Jumat
Tanggal : 16 Desember 2016
Pada hari Jumat 16 Desember 2016, peneliti berencana melakukan
penelitian di rusunawa Jatinegara Barat, Jakarta Timur. Peneliti datang ke
rusunawa Jatinegara Barat pada pukul 09.00 WIB dengan maksud
memberikan surat izin penelitian. Peneliti disambut baik oleh Kepala
SATPEL Pelayanan bapak I Made, dan peneliti menjelaskan maksud
kedatangan peneliti. Setelah menjelaskan maksud kedatangan untuk izin
penelitian, peneliti di persilahkan untuk datang kembali menunggu follow
up surat konfirmasi dari Kepala Pengelola UPRS Jatinegara Barat. Pada
saat hendak pulang, peneliti di ajak berkeliling oleh security bapak Edho
di rusunawa Jatinegara Barat. Peneliti di ajak melihat parkiran motor,
halaman belakang yang diperuntukan untuk budidaya tanaman air dan
juga arena bermain PAUD. Peneliti di ajak melihat kondisi lantai 2
sampai dengan lantai 16. Hingga kemudiam pada tanggal 18 Desember
surat rekomendasi penelitian disetujui oleh Kepala Pengelola ibu Vita
Nurviatin.
Hari : Kamis
Tanggal : 23 Maret 2017
Pada hari Kamis, peneliti datang ke rusunawa Jatinegara Barat
dengan maksud mencari target informan atau narasumber. Setelah
peneliti mendapatkan target informan, peneliti melihat kondisi fasilitas
seperti: PAUD, Poliklinik, dan Poli Gigi. Untuk Fasilitas kesehatan
peneliti melihat fasilitas disini sudah cukup bagus dan nyaman. Dokter
yang berjaga hampir tiap hari kerja memudahkan penghuni rusunawa
mendapatkan pelayanan kesehatan. Fasilitas pendidikan bagi anak usia
dini juga cukup baik, ada PAUD yang di bangun dari CSR Rotary Group,
dan ada TPA yang dibangun dari swadaya masyarakat. Di rusunawa
Jatinegara Barat juga memiliki sebuah masjid yang dapat menampung
hingga 100 jamaah. Di rusunawa Jatinegara Barat juga terdapat sebuah
perpustakaan, namun sayang pada saat peneliti hendak melihat pintunya
terkunci. Peneliti juga melihat 1 (satu) buah bus sekolah dan 1 (satu)
buah mini bus sekolah untuk mengantar jemput anak- anak di rusunawa
Jatinegara Barat.
Hari : Senin
Tanggal : 17 April 2017
Pada hari Senin tanggal 17 April 2017, peneliti datang ke rusunawa
Jatinegara Barat dengan maksud melakukan wawancara dan melihat
kondisi tempat tinggal penghuni. Peneliti melakukan wawancara dengan
bapak Iwan Setiawan yang berprofesi sebagai pedagang soto betawi.
Bapak Iwan tinggal dengan 5 anggota keluarga di rumah yang dia
tempati. Dia tinggal di lantai 3 dengan ibunya, 2 (dua) kakak kandung,
istri, dan seorang anak. Menempati hunian dengan ukuran 5 x 6 meter
membuat bapak Iwan harus mengatur barangnya cukup, karena barang
bawaan bapak Iwan juga lumayan banyak terutama alat buat memasak.
Kondisi di rumah yang bapak Iwan tempati memang terlihat layak
meskipun ada beberapa titik di kamar mandi yang bocor dan ada
keretakan. Balkon untuk menjemur pakai seluas 1x 1 meter digunakan
oleh bapak Iwan untuk menyimpan barang yang tidak terpakai,
sedangkan untuk menjemur dibuatkan tali yang lebih tinggi. Ruang
dapur yang menyatu dengan ruang TV membuat istri bapak Iwan
kesulitan untuk masak, walaupun ada exhaust fan, tidak jarang istrinya
membuka pintu pada saat memasak. Walaupun bapak Iwan tidak punya
kamar sendiri, tetapi bapak Iwan masih beruntung karena 2 kamar
tersebut cukup untuk ibu, istri dan anaknya tidur. Karena masih ada
keluarga yang lebih dari 8 jiwa menempati rusunawa dengan kamar yang
terbatas.
Hari : Jumat
Tanggal : 09 Juni 2017
Pada hari Jumat tanggal 09 Juni 2017, peneliti datang ke rusunawa
Jatinegara Barat dengan maksud untuk melihat sarana tempat berjualan
yang disediakan oleh pihak pengelola. Di rusunawa Jatinegara Barat
terdapat 3 tempat sarana berjualan 2 titik berada di lantai 2 yaitu di blok
A dan Blok B, dan 1 titik berada di pintu masuk rusunawa Jatinegara
Barat. Pada sarana berdagang yang berada di blok B terdapat 3 penjual
makanan / jajanan untuk anak – anak. Makanan yang dijual bervariasi
dari sosis bakar, seblak, hingga es krim. Sedangkan pada sisi blok A
penjual lebih banyak menjual produk seperti warung dan juga bahan
pokok sehari – hari. Lalu peneliti melajutkan pengamatan pada sarana
berjulan yang berada di dekat pintu masuk. Pedagang disini rata – rata
menjual makan siap santap seperti: baso, soto betawi, siomay, soto mie,
dan juga minuman. Kondisi pedagang disini menggunakan tenda dan
bangku seadanya. Akses yang dekat pintu memudahkan pembeli untuk
masuk membeli dagangan mereka.
DOKUMENTASI
(Sumber : dokumentasi peneliti)
Keterangan : Kondisi rumah/unit hunian di rusunawa Jatinegara Barat.
Terdapat 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 balkon, dapur
dan ruang tamu yang tidak dipisah/ sekat.
(Sumber : dokumentasi peneliti)
Keterangan : Terdapat beberapa fasilitas dan sarana yang diberikan oleh
pengelola Rusunawa Jatiengara Barat diantaranya: Mesjid,
Aula, PAUD, dan Sarana berdagang.
(Sumber : dokumentasi peneliti)
Keterangan : Rusunawa Jatinegara Barat, jalan ispeksi baru dan kondisi
sungai Ciliwung setelah masyarakat Kampung Pulo di
relokasi.