Dasar Teori HSLA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hsla

Citation preview

  • 6

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    Bab ini berisi dasar-dasar teori yang digunakan pada penelitian ini. Dasar-

    dasar teori yang digunakan bersumber dari berbagai literatur.

    2.1. Baja HSLA

    Baja HSLA (high strength low alloy) merupakan baja paduan rendah yang

    berkekuatan tinggi.(15)

    Baja tersebut memiliki sifat mekanik yang tinggi dan

    ketahanan korosi atmosferik yang lebih baik daripada baja karbon

    konvensional.(15,16)

    Sifat mekanik yang dimaksud adalah kekuatan dan

    ketangguhan yang tinggi. Baja HSLA juga dikenal sebagai microalloy steel karena

    baja ini mengandung sedikit unsur-unsur paduan dengan konsentrasi yang sangat

    rendah, yaitu mendekati 0,1%.(15)

    Namun, istilah baja paduan rendah pada baja

    HSLA tidaklah diasosiasikan dengan istilah microalloy, melainkan baja yang

    memiliki total unsur paduan < 8%.(15,17,18)

    Secara umum, karakteristik baja HSLA

    adalah sebagai berikut.(15,19)

    Memiliki kekuatan luluh sekitar 350-750 MPa. Namun, Porter dan

    Repas menyatakan bahwa baja HSLA memiliki kekuatan luluh > 250

    MPa.

    Memiliki kekuatan dan keuletan yang tinggi (ketangguhan yang

    tinggi).

    Memiliki ketahanan terhadap patah getas (brittle fracture).

    Memiliki kadar karbon yang rendah ( < 0,2% C) untuk mendapatkan

    sifat mampu las (weldability) dan sifat mampu bentuk (formability)

    yang baik.

    Mengandung penambahan unsur-unsur paduan, yaitu Nb, Ti, V, Zr,

    dan B, dalam jumlah mikro (micro-alloy additions) sebesar ~ 0,1%.

    Memiliki strukur mikro ferit (ferrite) sebagai fasa penyusun utamanya.

    Karakteristik sifat mekanik yang tinggi pada baja HSLA didapat akibat

    unsur paduan mikro (microalloying elements), yaitu Nb, Ti, V, Zr, dan B.(15)

  • 7

    Unsur-unsur paduan mikro tersebut berinteraksi dengan C, N, dan S untuk

    membentuk karbida, seperti V(CN), NbC, dan TiC, yang kemudian berperan pada

    peningkatan kekuatan baja. Selain unsur-unsur paduan mikro tersebut,

    penambahan unsur-unsur paduan lain, seperti Mn, Mo, Si, juga dilakukan untuk

    meningkatkan kekuatan dan ketangguhan baja HSLA melalui proses penghalusan

    butir (grain refining), pengerasan presipitat (precipitation hardening), dan solid

    solution strenghthening. Proses penghalusan butir dilakukan dengan proses

    termokanikal sehingga dihasilkan butir ferit () yang lebih halus. Hasil penelitian

    yang dilakukan oleh Nando Alpamy(47)

    menunjukan bahwa ukuran butir baja

    HSLA 0,029% Nb memiliki diameter 12,5 0,41 m. Sedangkan proses

    pembentukan presipitat dan proses solid solution strengthening terjadi selama

    proses pendinginan setelah proses pengerolan panas.(15)

    Pengaruh jumlah dan

    ukuran presipitat terhadap kekuatan baja HSLA ditunjukan pada gambar 2.1.

    Gambar 2.1 Efek karbida niobium terhadap peningkatan kekuatan luluh akibat macam-macam ukuran partikel karbida niobium.

    (15,16)

    Ketahanan baja HSLA terhadap korosi atmosferik didapat akibat

    penambahan unsur-unsur paduan seperti Cr, Ni, Cu, dan P. Penambahan unsur-

    unsur paduan tersebut akan meningkatkan kestabilan lapisan yang terbentuk di

    permukaan sehingga laju korosi atmosferik menjadi berkurang.(15)

    Baja HSLA dapat dikategorikan menjadi enam, sesuai dengan karakteristik

    struktur mikro atau sifat spesifik yang dihasilkan. Sebagai contoh, baja HSLA

  • 8

    yang memiliki ketahanan korosi atmosferik yang tinggi dikategorikan sebagai

    weathering steels, baja HSLA yang dilakukan proses pengontrolan

    morfologi/bentuk inklusi dikategorikan sebagai inclusion-shape-controlled steels,

    baja HSLA yang memiliki struktur mikro martensit yang tersebar dalam fasa

    matriks ferit dikategorikan sebagai dual-phase steels. Adapun ketiga kategori baja

    HSLA lainnya adalah microalloyed ferrite-pearlite steels, acicular ferrite steels,

    dan as-rolled pearlitic steels.(15,16)

    Baja HSLA dapat diaplikasikan untuk pipa baja yang mengalirkan minyak

    dan gas, struktur bangunan lepas pantai (offshore structures), storage tank,

    jembatan, kendaraan berat, peralatan industri, dan struktur bangunan. Pemilihan

    spesifik kategori baja HSLA bergantung pada persyaratan kerja aplikasi baja

    HSLA, seperti ketahanan terhadap korosi atmosferik, sifat mampu bentuk, dan

    sifat mampu las.(15,16)

    2.2. Proses Pembuatan Baja HSLA

    Secara umum, langkah-langkah proses pembuatan baja HSLA menyerupai

    proses pembuatan baja karbon pada umumnya, seperti yang ditunjukan pada

    gambar 2.2 dan 2.3. Perbedaannya adalah dilakukan inovasi metalurgis, yaitu

    berupa penambahan unsur paduan mikro (microalloy) dan proses termomekanikal

    (thermomechanical) untuk meningkatkan sifat mekanik melalui pengontrolan

    struktur mikro saat proses pengerolan panas dilakukan.(15)

    Gambar 2.2 Diagram alir proses pembuatan baja slab dan billet di PT Krakatau Steel

    (5,20)

  • 9

    Gambar 2.3 Diagram alir proses pembuatan baja lembaran panas di PT Krakatau Steel

    (5,20)

    Proses termomekanikal yang dimaksud merupakan proses simultan antara

    proses pemanasan, proses deformasi dengan pengerolan, dan proses pendinginan

    terhadap paduan untuk mengubah dan memperhalus struktur mikro.(21)

    Parameter

    temperatur pemanasan, proses pengerolan, dan laju pendinginan diperhatikan

    untuk mendapatkan struktur mikro yang halus. Gambar 2.4 menunjukan

    perbedaan proses pengerolan termomekanikal dengan proses pengerolan

    konvensional. Skema proses pengerolan termomekanikal pada baja microalloy

    ditunjukan pada gambar 2.5.

  • 10

    Gambar 2.4 Perbedaan proses pengerolan konvensional dan proses termomekanikal pada baja.

    (21)

    Gambar 2.5 Proses pengerolan termomekanikal pada baja microalloy.(22)

  • 11

    2.3. Pipa Baja API 5L X52

    Pipa baja API 5L X52 merupakan standar spesifikasi pipa baja oleh

    American Petroleum Institute (API). Kode 5L mengindikasikan line pipe. Kode

    X52 mengindikasikan kekuatan luluh material baja sebesar 52.200 psi (360 MPa).

    Sifat mekanik material pipa baja API 5L X52 ditunjukan pada tabel 2.1.

    Komposisi kimia pipa baja API 5L X52 ditunjukan pada tabel 2.2. Selain itu, API

    5L juga mensyaratkan bahwa nilai kekerasan pipa baja untuk aplikasi di

    lingkungan sour service, , baik pada weld area, HAZ, maupun base metal, tidak

    boleh melebihi nilai 250 HV10 atau 22 HRC.(23)

    Tabel 2.1 - Sifat Mekanik Pipa Baja API 5L X52(23)

    Pipe Steel Grade

    Kekuatan Luluh (Yield Strength)

    Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

    MPa (psi) MPa (psi)

    Minimum Maksimum Minimum Maksimum

    L360 atau X52 360 (52200) 530 (76900) 460 (66700) 760 (110200)

    Tabel 2.2 - Komposisi Kimia Pipa Baja API 5L X52 PSL 2(23)

    Steel Grade Unsur

    Fraksi Massa

    Maksimum (%)

    L360 atau X52

    C 0.28

    Si 0.45

    Mn 1.4

    P 0.025

    Si 0.015

    V 0.1

    Nb 0.05

    Ti 0.04

    Cu 0.5

    Ni 1

    Cr 0.5

    Mo 0.5

  • 12

    2.4. Korosi pada Baja

    Korosi merupakan degradasi material logam akibat lingkungan

    disekitarnya. Korosi juga dapat didefinisikan sebagai serangan destruktif pada

    material logam akibat lingkungan sekitarnya.(24)

    Secara fisik, peristiwa korosi

    dapat ditandai dengan adanya produk korosi, seperti karat. Karat merupakan

    contoh produk korosi pada material berbasis besi (ferrous metal), seperti baja

    karbon. Pada material baja karbon dan besi, karat merupakan hidrat oksida besi

    yang umumnya berwarna merah atau cokelat kehitaman, seperti yang ditunjukan

    pada gambar 2.6. Sedangkan pada material yang tidak berbasis besi (non-ferrous

    metal), karat dapat berwarna putih, seperti pada baja yang dilapisi oleh seng.

    Gambar 2.6 - Karat (warna merah) menunjukan bahwa material telah

    terkorosi.(24)

    Korosi juga merupakan proses elektrokimia.(24)

    Reaksi kimia antara

    material logam dengan lingkungan sekitarnya tidak terjadi secara langsung, tetapi

    reaksi kimia tersebut terjadi melalui operasi sepasang reaksi setengah sel

    elektrokimia (coupled electrochemical half-cell reaction). Sepasang reaksi

    setengah-sel elektrokimia tersebut meliputi reaksi anodik dan reaksi katodik. (24)

    Reaksi Anodik

    Pada lokasi material logam yang cenderung anodik, terjadi

    pengurangan/penghilangan massa material akibat reaksi anodik. Massa

    material logam yang hilang menunjukan adanya elektron yang dihasilkan

    pada reaksi anodik. Reaksi anodik merupakan reaksi oksidasi. Terjadi

    kenaikan bilangan oksidasi pada reaksi oksidasi. Tidak semua reaksi

    anodik merupakan reaksi korosi. Korosi merupakan transfer massa dan

    Karat yang

    berwarna merah

    Saluran air

  • 13

    muatan elektron yang melewati material logam atau larutan elektrolit.

    Penjelasan ini diilustrasikan pada gambar 2.7.

    Gambar 2.7 Reaksi anodik: Pelarutan besi.(24)

    Reaksi Katodik

    Pada reaksi katodik, tidak terjadi pengurangan massa material logam.

    Reaksi katodik merupakan pasangan setengah-sel reaksi anodik sehingga

    memperlambat reaksi katodik akan memperlambat reaksi anodik juga

    sedangkan mempercepat reaksi katodik akan mempercepat reaksi anodik

    juga. Reaksi katodik merupakan reaksi reduksi. Terjadi penurunan

    bilangan oksidasi pada reaksi reduksi. Contoh reaksi katodik yang terjadi

    di larutan asam adalah reduksi dua ion hidrogen pada permukaan besi

    untuk membentuk satu molekul gas hidrogen, seperti yang ditunjukan

    pada gambar 2.8.

    )(2)(22

    gaqHeH (2.1)

    Sedangkan contoh reaksi katodik yang terjadi di laurutan netral adalah

    reduksi gas oksigen yang terlarut untuk membentuk ion hidroksida.

    )()(2)(2442 aqlg OHeOHO

    (2.2)

  • 14

    Gambar 2.8 Reaksi katodik: Evolusi hidrogen pada besi yang tercelup di dalam larutan asam.

    (24)

    Gambar 2.9 dan gambar 2.10 mengilustrasikan empat kondisi yang

    diperlukan agar peristiwa korosi dapat terjadi. Keempat kondisi tersebut adalah

    sebagai berikut. (24)

    1) Reaksi anodik;

    2) Reaksi katodik;

    3) Material logam yang berhubungan antara lokasi anodik dan katodik;

    4) Larutan elektrolit.

    Larutan elektrolit merupakan larutan yang dapat menghantarkan arus

    listrik. Larutan elektrolit mengandung ion terlarut. Contoh larutan

    elektrolit adalah cairan amoniak (NH3).

    Gambar 2.9 Reaksi elektrokimia yang terjadi pada lokasi permukaan material besi yang berbeda, tetapi pada permukaan material besi yang

    sama. Material besi tercelup dalam larutan asam. Elektron yang dihasilkan

    pada lokasi anodik, dikonsumsi pada reaksi reduksi dua ion hidrogen untuk

    membentuk molekul gas hidrogen. (24)

  • 15

    Gambar 2.10 Reaksi elektrokimia yang terjadi pada lokasi permukaan material besi yang berbeda, tetapi pada permukaan material besi yang

    sama. Material besi tercelup dalam larutan netral. (24)

    2.5. Korosi Akibat H2S

    Kerberadaan hidrogen sulfida (H2S) dapat menyebabkan korosi H2S,

    seperti hydrogen-induced blistering, hydrogen-induced cracking (HIC), stepwise

    cracking (SWC), stress-oriented hydrogen-induced cracking (SOHIC), sulfide

    stress cracking (SSC), dan stress corrosion cracking (SCC) (25)

    Fenomena

    hydrogen-induced blistering dan ilustrasi HIC, SWC, SOHIC, dan SSC

    ditunjukan pada gambar 2.11.

  • 16

    Gambar 2.11 Korosi akibat H2S. (a) hydrogen-induced blistering. (b) HIC dan SWC. (c) SOHIC. (d)

    SSC.(1,4,11,25)

    Hydrogen-induced blistering merupakan fenomena penggembungan

    (blistering) yang terjadi selama atau setelah atom hidrogen terjebak di dalam

    material logam.(26)

    Hidrogen yang terjebak di dalam material kemudian

    membentuk molekul H2. Molekul gas H2 yang terjebak tersebut menyebabkan

    penggembungan di dalam material. HIC dan SWC merupakan fenomena retakan

    yang terjadi akibat atom H yang berfusi ke dalam material logam tanpa perlu ada

    tegangan yang terjadi pada material.(27)

    SOHIC merupakan fenomena HIC yang

    terjadi saat ada lokalisasi konsentrasi tegangan yang terjadi di dalam material.

    Lokalisasi tegangan yang terjadi menyebabkan atom hidrogen terakumulasi dalam

    material tanpa perlu ada inklusi atau cacat permukaan material lainnya.(27)

    SSC

    merupakan fenomena retakan akibat pengaruh tegangan yang terjadi pada material

    dan lingkungan korosif yang mengandung hidrogen sulfida.(27)

    SCC merupakan

    fenomena retakan akibat pengaruh tegangan yang terjadi pada material dan

    lingkungan korosif.(29)

    Semua korosi H2S tersebut, yaitu hydrogen-induced

    blistering, HIC dan SWC, SOHIC, SSC dan SCC, terjadi akibat atom hidrogen

    yang masuk ke dalam material

  • 17

    2.6. Sulfide Stress Cracking

    Sulfide Stress Cracking (SSC) merupakan fenomena retakan yang terjadi

    akibat kombinasi tegangan tarik dan lingkungan korosif yang mengandung

    hidrogen sulfida (H2S).(27)

    Tegangan dan lingkungan korosif tersebut terjadi

    secara simultan. Sedangkan hidrogen sulfida menjadi sumber lingkungan asam

    yang berkontribusi terhadap penggetasan di dalam logam. Fenomena SSC dapat

    menyebabkan kegagalan material karena kehadiran retakan menyebabkan

    kemampuan material menerima beban menjadi berkurang, seperti yang ditunjukan

    pada gambar 2.12.

    Gambar 2.12 Reduksi bagian dimensi material yang dapat menerima beban akibat retakan.

    (24)

    2.6.1. Karakteristik SSC

    Berikui ini adalah karakteristik umum SSC.(24)

    1) Total Tegangan yang Terjadi (Tegangan Kerja dan Tegangan Sisa)

    Keberadaan tegangan tarik dapat berasal dari tegangan yang diterima

    akibat pembebanan atau tegangan sisa yang berasal dari pengerjaan

    dingin (cold working), seperti pengerolan, pemesinan, atau pengelasan.

    2) Lingkungan spesifik yang menyebabkan SSC pada spesifik material

    paduan.

    Keberadaan lingkungan spesifik, seperti sulfida dan klorida, dapat

    menyebabkan pit yang berpotensi terhadap inisiasi retakan SSC.

    Tabel 2.3 menunjukan lingkungan spesifik yang menyebabkan SSC.

  • 18

    Tabel 2.3 Lingkungan Spesifik yang menyebabkan SSC(24)

    Tipe Paduan Lingkungan Spesifik

    Baja berkekuatan tinggi

    Air laut

    Larutan klorida

    Larutan yang mengandung H2S

    Baja Tahan Karat

    Larutan Cl-, Br-, F-

    3) Corrodent

    Keberadaan corrodent, seperti ion HS-, dalam konsentrasi kecil pada

    temperatur tinggi dapat menyebabkan SSC pada baja tahan karat.(14)

    2.6.2. Mekanisme SSC

    Fenomena SSC pada baja terjadi melalui mekanisme hydrogen

    embrittlement (HE). HE merupakan fenomena penggetasan hidrogen yang

    terjadi di dalam logam. Mekanisme HE yang terjadi meliputi beberapa

    tahapan berikut.(25)

    1) Produksi Ion Hidrogen dan Atom Hidrogen

    Atom-atom hidrogen dihasilkan selama proses sebagai berikut.

    Pelarutan H2S menghasilkan ion hidgrogen

    )()()(2 aqaqg HSHSH (2.3)

    )()()( aqaqaq SHHS (2.4)

    Korosi baja dalam larutan asam

    eFeFe aqs 2)(2

    )( (reaksi anodik) (2.5)

    HeH aq 222 )(

    (reaksi katodik) (2.6)

    HFeSFeSH ssg 2)()()(2 (reaksi global) (2.7)

    FeS merupakan kerak (oksida besi) yang terbentuk di permukaan

    logam.

  • 19

    2) Penetrasi Hidrogen ke dalam Logam

    Atom hidrogen terjerap pada permukaan logam

    adsorbedHH (2.8)

    Tidak terjadi pembentukan gas hidrogen

    )()( gaqadsorbed HeHH

    (2.9)

    Penetrasi atom H ke dalam logam

    absorbedadsorbed HH (2.10)

    Hidrogen yang masuk ke dalam logam merupakan hidrogen dalam

    bentuk atom. Pertama, atom hidrogen yang telah terbentuk sesuai dengan

    persamaan reaksi 2.6. terjerap (adsorbed) pada permukaan logam, sesuai

    dengan persamaan reaksi 2.8. Atom-atom hidrogen tersebut tidak

    berekombinasi menjadi molekul gas hidrogen karena keberadaa ion

    sulfida menjadi inhibitor terhadap reaksi pembentukan gas hidrogen

    seperti pada persamaan 2.9. Akibat atom-atom hidrogen tidak

    berekombinasi, atom hidrogen akan masuk (absorbed)-lihat persamaan

    reaksi 2.10-ke dalam logam.

    3) Kelarutan Hidrogen di dalam Logam

    Setelah hidrogen masuk ke dalam logam, hidrogen akan berbentuk

    hidrida dan berada dalam sususan kristal logam di dalam solid solution.

    Hidrogen lebih mudah terlarut dalam struktur kristal FCC (austenit)

    dibandingkan dalam struktur kristal BCC (ferit). Perbedaan kelarutan

    hidrogen dalam dua struktur kristal tersebut akan menurun seiring

    dengan meningkatnya temperatur.

    4) Difusi Hidrogen di dalam Logam

    Atom-atom hidrogen akan bermigrasi ke dalam susunan kristal logam.

    Proses difusi akan meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur.

  • 20

    5) Hidrogen terjebak di dalam Logam

    Hidrogen dapat terjebak di dalam logam jika, dalam pergerakannya di

    dalam logam, hidrogen menemui penghambat, seperti batas butir, void,

    inklusi, dan dislokasi.

    6) Penggetasan

    Keberadaan hidrogen di dalam logam pada temperatur ambient

    (temperatur ruang) akan menyebabkan efek penggetasan logam.

    Akibatnya, sifat ulet dan kuat tarik logam menjadi berkurang.

    Retakan akibat hydrogen embrittlement dapat terjadi karena hal-hal berikut

    ini.(12)

    1) Tekanan internal yang disebabkan oleh atom hidrogen interstisi yang

    berekombinasi menjadi molekul gas hidrogen dalam void.

    2) Deformasi yang menyebabkan logam menjadi mudah retak akibat

    penggetasan logam oleh hidrogen.

  • 21

    2.6.3. Tahapan Perambatan SSC

    Seperti halnya pada korosi celah dan korosi sumuran, SSC juga

    mempunyai dua tahapan umum, yaitu inisiasi dan propagasi retakan. Inisiasi

    retakan dapat terjadi akibat pit, tetapi tidak mutlak diperlukan adanya pit

    untuk menginisiasi retakan. Propagasi retakan terjadi akibat tegangan yang

    bekerja pada material.(24)

    Inisiasi Retakan

    Proses inisiasi retakan pada fenomena SSC diilustrasikan seperti

    pada gambar 2.13.(24)

    Retakan dapat terinisiasi akibat cacat/kerusakan

    permukaan (surface flaws), atau akibat cacat mikrostruktur (microstructural

    defect), seperti batas butir, atau akibat kerusakan akibat faktor mekanika,

    seperti erosi, atau akibat anion agresif, seperti ion Cl-, Br

    -, dan F

    -.

    Gambar 2.13 Tahap inisiasi SSC pada baja yang terdapat lapisan oksida.

    (24)

    Propagasi Retakan

    Sumur korosi (corrosion pit) dapat menciptakan retak dalam dua

    cara. Pertama, corrosion pit bertindak sebagai penguat konsentrasi tegangan

    sehingga tegangan lokal akibat beban luar menjadi lebih besar di daerah

    sumur korosi. Kedua, sumur korosi merupakan sumber ion hidrogen.

  • 22

    Sebagai contoh, pada baja tahan karat, reaksi 2.11 yang terjadi dalam sumur

    korosi adalah sebagai berikut.

    HOHCrOHCr 3)(3 323 (2.11)

    Ion hidrogen kemudian direduksi menjadi atom hidrogen pada ujung

    retakan. Reaksi ini juga dapat terjadi selama propagasi retakan, seperti yang

    diilustrasikan pada gambar 2.14. Persamaan reaksi (2.11) yang terjadi dalam

    sumur korosi menyebabkan sumur menjadi bersifat asam. Hal ini

    mendorong terjadinya fenomena hydrogen embrittlement) yang mendorong

    untuk terjadinya retakan.

    Gambar 2.14 Ilustrasi propagasi retakan korosi-tegangan pada material baja paduan yang mengandung Cr. Ion H

    + dihasilkan pada ujung retakan

    akibat proses hidrolisis ion Cr3+

    . Ion H+ kemudian tereduksi menjadi aton

    hidrogen. (24)

    2.6.4. Retakan SSC

    Retakan SSC ditandai dengan arah perambatan retakan yang tegak

    lurus dengan arah pembebanan. Gambar 2.11 pada subbab 2.5 menunjukan

    ilustrasi retakan SSC dan arah perambatannya.

    Ada dua modus perambatan retakan dalam material logam, retakan

    intergranular dan retakan transgranular. (24)

    Retakan intergranular, yaitu

  • 23

    retakan yang merambat sepanjang batas butir sedangkan retakan

    transgranular, yaitu retakan yang merambat dengan melintasi batas butir.

    Gambar 2.15 menunjukan dua modus perambatan retakan tersebut.

    Gambar 2.15 Modus perambatan retakan dalam larutan elektrolit yang sama pada baja tahan karat tipe 304 yang tersensitisasi. (a) Retakan

    transgranular pada baja tahan karat tipe 304 dengan kandungan 45% Mg.

    (b) Retakan intergranular pada baja tahan karat tipe 304 dengan

    kandungan 20% Mg. (24)

    2.6.5. Faktor-Faktor Penyebab SSC

    Faktor-faktor penyebab SSC dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu

    faktor internal dan faktor eksternal dari material baja. Faktor internal

    berkaitan dengan total tegangan tarik yang bekerja (tegangan kerja dan

    tegangan sisa) dan kondisi metalurgi material. Sedangkan faktor eksternal

    berkaitan dengan pengaruh lingkungan yang ada di sekitar material.

    Faktor-faktor internal penyebab SSC berkaitan dengan total tegangan

    tarik yang ada (tegangan kerja dan tegangan sisa) dan kondisi metalurgis

    material.(29)

    Semakin besar total tegangan tarik yang bekerja akan

    menyebabkan baja semakin rentan terserang SSC. Sedangkan kondisi

    metalurgis, seperti komposisi kimia, perlakuan panas, pengerjaan dingin,

    dan struktur mikro, akan mempengaruhi kekuatan dan kekerasan material.

  • 24

    Baja yang kekuatan tinggi umumnya cenderung memiliki ketangguhan

    (fracture toughness) yang rendah sehingga menyebabkan baja tersebut

    rentan terserang SSC. Sedangkan ketahanan baja karbon terhadap SSC

    berbanding terbalik dengan kekerasan material. Y.M.Gunaltun(25)

    dan NACE

    MR0175-2003(29)

    menyatakan bahwa baja karbon akan semakin rentan

    terserang SSC jika kekerasan baja karbon tersebut > 22 HRC.

    Faktor-faktor eksternal penyebab SSC berkaitan dengan pengaruh

    lingkungan yang ada di sekitar material, seperti(13,25,29)

    :

    Konsentrasi Ion Hidrogen (pH)

    Baja akan semakin rentan terserang SSC saat kadar pH larutan < 6,5.

    Baja memiliki resiko terbesar untuk terserang SSC saat kadar pH larutan

    < 3. Dalam lingkungan sour service, kadar pH lingkungan dipengaruhi

    oleh spesi sulfida. Gambar 2.16 menunjukan hubungan antara

    konsentrasi H2S, ion HS-, dan ion S

    2- terhadap kadar pH dalam larutan.

    Gambar 2.16 Grafik hubungan antara konsentrasi H2S, ion HS-, dan ion S2- terhadap kadar pH dalam larutan.

    (14)

    Konsentrasi dan Tekanan Parsial H2S

    Konsentrasi dan besar tekanan parsial H2S juga mempengaruhi

    ketahanan baja terhadap SSC. Baja menjadi rentan terserang SSC saat

    konsentrasi dan tekanan parsial H2S semakin besar. Gambar 2.17

  • 25

    menunjukan hubungan antara konsentrasi dan tekanan parsial H2S.

    Y.M.Gunaltun mengatakan bahwa kondisi baja yang akan rentan

    terserang SSC berada saat tekanan parsial H2S > 0,05 psia ( 0,003 bara).

    Gambar 2.17 Grafik hubungan antara tekanan parsial gas H2S dengan konsentrasi H2S terhadap SSC.

    Konsentrasi Ion Halida (Cl-, Br-, F-, I-)

    Keberadaan anion agresif, seperti anion halida, dapat menyebabkan

    inisiasi retakan yang kemudian dapat menyebabkan SSC.

    Temperatur (T)

    Ketahanan material terhadap SSC semakin lemah pada temperatur <

    60C. Pada temperatur sekitar 25C, material memiliki kemungkinan

    terbesar untuk terserang SSC.

    Lamanya Waktu Ekspos (Waktu)

    Kemungkinan baja terserang SSC akan semakin besar jika baja tersebut

    terekspos semakin lama diekspos dalam lingkungan sour service.

    PQi}e@n3o3L