Upload
kelvin-vagundez-thelhoo
View
266
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
DASAR-DASAR ILMU TANAH
PREPARAT : TANAH VERTISOL
Disusun Oleh :
1. Joko Puji Anto 09/13005/SPKS
2. Syamsul Bahri 09/12954/SPKS
3. Eka Angga C.S 09//SPKS
4. Frenky Avnur S.P
Golongan : IV
Kelompok : 4
Co. Ass :
INSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA
2010
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
DASAR-DASAR ILMU TANAH
PREPARAT : TANAH VERTISOL
Disusun oleh :1. Joko Puji Anto 09/13005/SPKS
2. Syamsul Bahri 09/12954/SPKS
3. Eka Angga C.S 09//SPKS
4. Frenky Avnur S.P
Telah dipersiapkan dan disetujui oleh
Co. Asisten pembimbing pada Februari 2010
Laporan ini dipersiapkan guna melengkapi dari sebagian
Persyaratan yang diperlukan untuk menempuh dari
Ujian akhir dari mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Tanah
Di Institut Pertanian STIPER
Yogyakarta
Yogyakarta,14 Februari 2010
Penanggung Jawab Co.Ass Pembimbing
( Ir. Sri Manu Rochmiyati, MP) ( )
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat, rahmat, nikmat, dan karunianya sehingga Laporan Resmi Praktikum
Dasar-dasar Ilmu Tanah dapat diselesaikan.
Adapun pada dasarnya penyusun laporan praktikum disusun sebagai salah
satu syarat untuk dapat mengikuti unjian mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Tanah.
Dalam pelaksanaan dan pembuatan laporan praktikum ini, penyusun tidak
lepas dari pengawasan dan pengarahan dari pembina.
Penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua kami yang telah melahirkan, membesarkan, dan
menyekolahkan kami hingga ke perguruan tinggi.
2. Ibu Ir. Sri Manu Rochmiyati,MP selaku penanggung jawab praktikum.
3. Co. Ass yang dengan sabar membimbing dalam pelaksanaan dan
pembuatan laporam praktikum ini.
4. Semua rekan-rekan yang telah membantu dalam pelaksanaan maupun
penyusunan laporan praktikum ini.
Penyusun menyadari dalam penyusunan laporan ini tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan, maka kami mengharapkan adanya kritik dan saran
yang sifatnya membangun dalam kesempurnaan laporan ini. Akhirnya penyusun
berharap, semoga laporan ini dapat berguna untuk menambah ilmu yang
bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, Februari 2010
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
I. PENDAHULUAN
II.TINJAUAN PUSTAKAA. Profil tanah
B. Fisika tanah
1. Kadar lengas
2. Tekstur tanah
3. Stuktur tanah
4. Konsitensi Tanah
D. Kimia tanah
1. pH tanah colorimetris
2. Kadar bahan organik tanah
3. Kadar kapur ekuivalen
4. KPK tanah kualitatif
III. PELAKSANAANA. Profil tanah
B. Fisika tanah
1. Kadar lengas
2. Tekstur tanah
3. Struktur tanah
4. Konsistensi tanah
C. Kimia tanah
1. pH tanah colorimetris
2. Kadar bahan organic
3. Kadar kapur ekuivalen
4. KPK tanah kualitatif
IV. HASIL DAN PERHITUNGAN
A. Fisika tanah
1. Kadar lengas
2. Tekstur tanah
3. Struktur tanah
4. Konsistensi tanah
B. Kimia tanah
1. pH tanah colorimetris
2. Kadar bahan organik
3. Kadar kapur ekuivalen
4. KPK tanah kualitatif
V. PEMBAHASAN
A. Profil Tanah
B. Fisika tanah
C. Kimia tanah
VI. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN ( Laporan Sementara )
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pembagian ukuran fraksi tanah sistem USDA
Tabel 2. Pembagian ukuran fraksi tanah sistem Internasional
Tabel 3. Pembagian ukuran fraksi tanah sistem Eropa
Tabel 4. Data kerapatan massa profil tanah geluh
Tabel 5. Harkat Batas Cair ( BC )
Tabel 6. Harkat Batas Lekat ( BL )
Tabel 7. Harkat Batas Gulung ( BG )
Tabel 8. Harkat Batas Berubah Warna ( BBW )
Tabel 9. Harkat Jangka Olah Tanah ( JO )
Tabel 10. Harkat Indeks Plastisitas ( IP )
Tabel 11. Harkat Persediaan Air Maksimum ( PAM )
Tabel 12. Harkat pH tanah
Tabel 13. Harkat Angka Kapur Setara Tanah
Tabel 14. Harkat Angka Analisa Bahan Organik
Tabel 15. Harkat nilai KPK koloid tanah
Tabel 16. Larutan Solution
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia yang hidup di permukaan bumi sangat tergantung kepada tanah.
Penilaian tentang tanah berbeda-beda bergantung cara pandangnya, baik secara
umum maupun secara spesifik. Secara spesifik tanah dapat di katakan sebagai
media alam tempat tumbuhnya tumbuhan yang menyediakan unsur-unsur
hara.tanah merupakan komponen hidup dari lingkugan yang amat
penting,tersusun dari bahan – bahan padat, cair, dan gas
Tanah dapat dimanipulasi / dikelola untuk mempengaruhi penampilan /
pertumbuhan tanaman. Bila ditangani dengan baik maka tanaman akan dapat
berproduksi dengan baik dan dapat terus tumbuh. Jika terjadi kesalahan dalam
pengolahannya, maka tanah tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk
pertumbuhan tanaman..
Manusia dan hewan sangat bergantung pada tanaman dan tumbuhan disinilah
letak pentingnya manusia mengelola tanah dengan baik dalam kaitannya dengan
kelangsungan hidupnya. Standar hidup manusia seringkali ditentukan sampai
dimana manusia itu dapat secara terus menerus mempertahankan kualitas
tanahnya, supaya tumbuh-tumbuhan dan hewan dapat berproduksi dengan baik..
Dalam mendukung pertumbuhan kehidupan tanaman terdapat 3 fungsi tanah
yang primer , yaitu :
1. Tempat berdiri tegak dan pertumbuhannya tanaman,
2. Sebagai medium tumbuh yang menyediakan unsur hara dan mineral serta
pertukaran hara antara tanaman dengan tanah,
3. Sebagai penyedia air bagi tanaman.
DEFINISI TANAH Banyak batasan ( definisi ) yang dibuat orang tentang tanah. Ada beberapa
definisi menurut beberapa pakar tanah antara lain :
1. E.W.Hilgard ( 1860 ): tanah merupakan suatu bahan yang kurang lebih
gembur dan lepas-lepas sehingga tanaman dapat memperoleh tempat
hidup, karena adanya unsur-unsur hara serta syarat –syarat lain untuk
tumbuhnya tanaman.
2. Joffe dan Marhut ( 1917 ): Tanah adalah tubuh alam yang terbentuk dan
berkembang sebagai bekerjanya gaya-gaya alam terhadap bahan – bahan
alam permukaan bumi, tersusun atas horison-horison yang terdiri atas
bahan organik dan mineral, bersifat galir , dan tidak mempunyai tebal
yang sama.
3. Glinka ( 1927 ): Tanah adalah tubuh alam yasng bebas dan memiliki ciri
morfologi tertentu sebagai hasil interaksi antara iklim, organisme, bahan
induk, relief, dan waktu.
4. Schoder ( 1972 ): Tanah merupakan 3 fase yang mengandung air, udara,
bahan mineral dan organik, serta jasad hidup karena pengaruh beberapa
faktor lingkungan dan waktu menghasilkan perubahan yang memiliki ciri-
ciri morfologi yang khas sehingga berperan sebagai tempat tumbuh
bermacam-macam tanaman.
SUSUNAN UTAMA TANAH Tanah terdapat 4 komponen utama, yaitu bahan mineral, bahan organik, udara
dan air tanah. Empat komponen tersebut di pilihkan menjadi 3 fase yaitu, fase
padat, (bahan mineral dan bahan organik ), fase cair ( larutan tanah ), fase gas
( udara tanah )
Gambar 1.1 menunjukan perbandingan masing-masing komponen utama dari
tanah.
Keterangan : A. 20-30% udara
B. 20-30% air
C. 45% bahan mineral
D. 5% bahan organik
Dari gambar 1.1 di atas menunjukan bahwa tanah ideal mengandung 2 bahan
sebagai berikut :
1. 50% ruang pori; terdiri dari 20-30 % pori udara dan 20-30 % pori air. Pada
kandungan yang optimal, maka komposisi pori menjadi 25% diisi air dan
25 % udara. Sedangkan pada kondisi alami, perbandingan ini berubah
tergantung pada faktor lingkungan.
2. 50 % fase padat, terdiri dari 45 % bahan mineral tanah dan 50 % bahan
organik Pada kondisi alami, perandingan ini berubah sesuai jenis tanah
dan vegetasinya .
Komponen mineral ( anorganik ) adalah semua jenis bahan padat hasil
pelapukan batuan induk, yang berbeda-beda ukuranya, komposisi, serta sifat-sifat
kimia dan fisiknya. Mineral ( anorganik ) merupakan sumber hara potensial dan
dapat menyadiakan hampir semua unsur hara kecuali nitrogen. Menurut urutan
besarnya, partikel-partiel tersebut adalah batu, kerikil, pasir, debu, dan liat
( lempung ). Perbandingan dari jumlah bagian-bagian ini yang akan menentukan
tekstur tanah.
Komponen organik meliputi flora dan fauna tanah, perakaran tanaman,
serta hasil dekomposisi sisa vegetasi atau hewan sebagai hasil kegiatan
mikroorganisme merupakan sumber nitrogen yang utama di dalam tanah. Hasil
pelapukan bahan organik antara lain humus yang bersama-sama koloid lempung
adalah bahan aktif dalam tanah yang berperan sebagasi gudang penyimpanan atau
pelepasan unsur hara bagi tanaman.
A
C
B D
PERKEMBANGAN ILMU TANAH Ilmu tanah adalah cabang ilmu yang memadukan ilmu dasar ( kimia, fisika,
matematika ), biologi .( botani, zoologi, mikrobiologi ), ilmu kebumian
( klimatologi, geografi, dan geologi ) dan ilmu terapan ( produksi pertanian,
kehutanan, dan rekayasa tanah ).
Sejarah perkembangan ilmu tanah masih belum diketahui dengan jelas. Ahli
sejarah bahasa Yunani Xenophon ( 234-149 SM ) dianggap sebagai orang yang
pertama kali melaporkan hasil catatanya tentang pengaruh pembenaman sisa-sisa
tanaman kacang-kacangan kedalam tanah. Namun ada juga yang menganggap
Cato (234-149 SM ) adalah orang yang pertama kali mengklasifikasikan lahan
menurut tanaman yang cocok untuk suatu tanaman.
Masih banyak lagi ilmuwan –ilmuwan yang mendukung perkembangan ilmu
tanah diantaranya yaitu:
1. Van Helmant ( 1877-1944 ) di Belanda, melalui percobaan penanaman
willow seberat 5 pound ke dalam suatu tanah seberat 200 boound.
2. Jethro Tull ( 1931 ) menyimpulkan bahwa air, udara, nitrat, dan sifat-sifat
tanah semuanya menentukan pertumbuhan tanaman.
3. Justu S von Liebig ( 1803-1873 ) ahli kimia berbangsa Jerman yang
mengatakan bahwa pertumbuhan tanaman itu dibatasi unsur hara.
4. J.B.Lawes dan J.M.Gilbert yag mendirikan lembaga riset pertanian di
London, Inggris.
5. V.Vdokucheev, yang mengembangkan metode–metode study tanah di
lapangan , dalam hubungannya dengan iklim, fisiografi, dan lingkungan
biotis.
6. Ewald Wollny, melaksanakan riset yang berkaitan dengan hubungan-
hubungan tanah, tanaman, udara, air, serta sifat-sifat tanah dan erosi.
7. F.H.King, dengan bukunya yang berjudul “Physies of Agriculture”.
Namun, ada 2 sudut pandang dalam membahas tanah, yaitu pedologi dan
edhapologi.
1. Pedologi / ilmu tanah murni ( V.Vdokuchev )
Pedologi menekankan pembahasan tanah sebagai ilmu pengetahuan alam
yang mencakup persoalan–persoalan inventarisasi sifat dan perilaku
tanah, asal dan perkembangan tanah ( genesa tanah ), klasifikasi, sebaran
dan fungsi tanah ( sistematika tanah ), dan tanah sebagai lingkungan
pertumbuhan tanaman, ternak, manusia ( ekologi tanah ).
2. Edaphologi / ilmu tanah terapan ( H.L.Jones )
Edaphologi menekankan pembahasan tentang pemanfaatan tanah untuk
pertanian, kehutanan, pemahaman kesuburan tanah, untuk memperoleh
pertumbuhan tanaman yang lebih baik lagi, serta memperbaiki dan
mempertahankan kesuburannya.
Pada kenyataannya , kedua ilmu ini sulit di pisahakan. Edaphologi
membutuhkan pedologi, sebalikya hasil pedologi menjadi kurang
bermanfaat tanpa dilengkapi dengan penelitan dan percobaan bidang
edhapologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.TANAH VERTISOL
Vertisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah
permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran
permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah
Vertisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Hal
ini karena kesuburan tanah Vertisol sering kali hanya ditentukan oleh
kandungan bahan organik pada lapisan atas. Bila lapisan ini tererosi maka tanah
menjadi miskin bahan organik dan hara.
Tanah Vertisol mempunyai sebaran yang sangat luas, meliputi hampir
25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan kapasitas
tukar kation yang tergolong sedang hingga tinggi menjadikan tanah ini
mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan pertanian lahan kering
di Indonesia. Hampir semua jenis tanaman dapat tumbuh dan dikembangkan
pada tanah ini, kecuali terkendala oleh iklim dan relief. Kesuburan alami tanah \
Vertisol umumnya terdapat pada horizon A yang tipis dengan kandungan bahan
organik yang rendah. Unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering
kahat, reaksi tanah masam hingga sangat masam, serta kejenuhan aluminium
yang tinggi merupakan sifat-sifat tanah Vertisol yang sering menghambat
pertumbuhan tanaman. Selain itu terdapat horizon argilik yang mempengaruhi
sifat fisik tanah, seperti berkurangnya pori mikro dan makro serta bertambahnya
aliran permukaan yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya erosi tanah.
Penelitian menunjukkan bahwa pengapuran, sistem pertanaman lorong, serta
pemupukan dengan pupuk organik maupun anorganik dapat mengatasi kendala
pemanfaatan tanah Vertisol . Pemanfaatan tanah Vertisol untuk pengembangan
tanaman perkebunan relatif tidak menghadapi kendala, tetapi untuk tanaman
pangan umumnya terkendala oleh sifat-sifat kimia tersebut yang dirasakan berat
bagi petani untuk mengatasinya, karena kondisi ekonomi dan pengetahuan yang
umumnya lemah.
Tanah Vertisol mempunyai sebaran yang sangat luas, meliputi hampir
25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan kapasitas
tukar kation yang tergolong sedang hingga tinggi menjadikan tanah ini
mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan pertanian lahan kering
di Indonesia. Hampir semua jenis tanamandapat tumbuh dan dikembangkan
pada tanah ini, kecuali terkendala oleh iklim dan relief. Kesuburan alami tanah
Vertisol umumnya terdapat pada horizon A yang tipis dengan kandungan bahan
organik yang rendah. Unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering
kahat, reaksi tanah masam hingga sangat masam, serta kejenuhan aluminium
yang tinggi merupakan sifat-sifat tanah Vertisol yang sering menghambat
pertumbuhan tanaman. Selain itu terdapat horizon argilik yang mempengaruhi
sifat fisik tanah, seperti berkurangnya pori mikro dan makro serta
bertambahnya aliran permukaan yang pada akhirnya dapat mendorong
terjadinya erosi tanah. Penelitian menunjukkan bahwa pengapuran, sistem
pertanaman lorong, serta pemupukan dengan pupuk organik maupun
anorganik dapat mengatasi kendala pemanfaatan tanah Vertisol.
Pemanfaatan tanah Vertisol untuk pengembangan tanaman perkebunan relatif
tidak menghadapi kendala, tetapi untuk tanaman pangan umumnya terkendala
oleh sifat-sifat kimia tersebut yang dirasakan berat bagi petani untuk
mengatasinya, karena kondisi ekonomi dan pengetahuan yang umumnya
lemah.
Vertisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah
permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran
permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada
tanah Vertisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan
tanah. Hal ini karena kesuburan tanah Vertisol sering kali hanya ditentukan
oleh kandungan bahan organik pada lapisan atas. Bila lapisan ini tererosi maka
tanah menjadi miskin bahan organik dan hara. Tanah Vertisol mempunyai
tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang
dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah
masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai
potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga
miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca,
Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka
terhadap erosi Di Indonesia, Vertisol umumnya belum tertangani dengan baik.
Dalam skala besar, tanah ini telah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa
sawit, karet dan hutan tanaman industri, tetapi pada skala petani kendala
ekonomi merupakan salah satu penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan
baik.
seperti yang disyaratkan dalam Soil Taxonomy (Soil Survey Staff 2003).
Horizon tanah dengan peningkatan liat tersebut dikenal sebagai horizon argilik.
Horizon tersebut dapat dikenali dari fraksi liat hasil analisis di laboratorium
maupun dari penampang profil tanah. Horizon argilik umumnya kaya akan Al
sehingga peka terhadap perkembangan akar tanaman, yang menyebabkan akar
tanaman tidak dapat menembus horizon ini dan hanya berkembang di atas
horizon argilik
A. SIFAT KIMIA
Tanah Podzolik umumnya mempunyai nilai kejenuhan basa < 35%, karena
batas ini merupakan salah satu syarat untuk klasifikasi tanah Podzolik menurut
Soil Taxonomy. Beberapa jenis tanah Podzolik mempunyai kapasitas tukar kation
< 16 cmol/kg liat, yaitu Podzolik yang mempunyai horizon kandik. Reaksi tanah
Podzolik pada umumnya masam hingga sangat masam (pH 5−3,10), kecuali tanah
Podzolik dari batu gamping yang mempunyai reaksi netral hingga agak masam
(pH 6,80−6,50). Kapasitas tukar kation pada tanah Podzolik dari granit, sedimen,
dan tufa tergolong rendah masing-masing berkisar antara 2,90−7,50 cmol/kg,
6,11−13,68 cmol/kg, dan 6,10−6,80 cmol/kg, sedangkan yang dari bahan volkan
andesitik dan batu gamping tergolong tinggi (>17 cmol/kg). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa beberapa tanah Podzolik dari bahan volkan, tufa berkapur,
dan batu gamping mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi Nilai kejenuhan
Al yang tinggi terdapat pada tanah Podzolik dari bahan sedimen dan granit (>
60%), dan nilai yang rendah pada tanah Podzolik dari bahan volkan andesitik dan
gamping (0%). Podzolik dari bahan tufa mempunyai kejenuhan Al yang rendah
pada lapisan atas (5−8%), tetapi tinggi pada lapisan bawah (37−78%). Tampaknya
kejenuhan Al pada tanah Podzolik berhubungan erat dengan pH tanah.
Kandungan hara pada tanah Podzolik umumnya rendah karena pencucian basa
berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses
dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah Podzolik yang
mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada bahan
organik di lapisan atas. Dominasi kaolinit pada tanah ini tidak memberi kontribusi
pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukar kation hanya
bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu,
peningkatan produktivitas tanah Podzolik dapat dilakukan melalui perbaikan
tanah (ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan organik. Peningkatan fraksi
liat yang membentuk horizon argilik pada tanah Podzolik cukup merugikan
karena horizon ini akan menghalangi aliran air secara vertikal, sebaliknya aliran
horizontal meningkat sehingga memperbesar daya erosivitas. Pembentukan
horizon argilik merupakan proses alami yang sulit dicegah, namun erosi yang
terjadi dapat dihindari atau dikurangi dampaknya. Masalah Al umumnya terjadi
pada tanah Podzolik dari bahan sedimen. Bahan sedimen merupakan hasil dari
proses pelapukan (weathering) dan pencucian (leaching), baik pelapukan dari
bahan volkan, batuan beku, batuan metamorf maupun campuran dari berbagai
jenis batuan sehingga mineral penyusunnya sangat bergantung pada asal bahan
yang melapuk. Oleh karena itu, tanah Podzolik dari bahan sedimen sudah
mengalami dua kali pelapukan, yang pertama pada waktu pembentukan batuan
sedimen dan yang kedua pada wak-tu pembentukan tanah. Dengan demikian ada
kemungkinan bahwa kandungan Al pada batuan sedimen sudah sangat tinggi.
Kondisi ini akan berbeda bila tanah Podzolik terbentuk dari bahan volkan dan
batuan beku. Pada tanah tersebut Al hanya berasal dari pelapukan batuan bahan
induknya. Kondisi ini juga masih dipengaruhi oleh pH. Pada bahan induk yang
bersifat basa, pelepasan Al tidak sebanyak pada batuan masam, karena pH tanah
yang tinggi dapat mengurangi kelarutan hidroksida Al. Podzolik dari bahan
sedimen mempunyai kesuburan alami yang lebih rendah daripada Podzolik dari
bahan volkan atau batu kapur, karena bahan sedimen sudah merupakan hasil
perombakan bahan lain sehingga kandungan unsur haranya pun rendah. Podzolik
dari Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur yang berkembang dari batuan
sedimen batu pasir dan batu liat mempunyai nilai kapasitas tukar kation tanah
3−18 cmol(+)/kg, kejenuhan basa 3− 9%, kejenuhan Al 33−95%, dan pH 3,70−5.
Sementara itu tanah Podzolik dari bahan volkan mempunyai nilai kapasitas tukar
kation 3,80− 25,49 cmol(+)/kg tanah, kejenuhan basa 4− 35%, kandungan Al
0−16%, dan pH tanah 4,60−5,70
II. TANAH RENDZINA
Tanah ini termasuk kelompok grumosol yang berasal dari batu kapur
atau gips. Nama ini berasal dari istilah Polandia rzedzic (berarti gemericik)
karena jika diolah gemersik. Tanah Rendzina mengandung CaCo3 sehingga
pH tanah 7,8 – 8,4 dan berwarna kelabu hitam sampai hitam struktur kersai
mengandung frakmen dolamit. Tanah ini tersusunan atas :
- Horison A seteebal 25 cm, berwarna coklat kelabu sampai hitam dengan
sedikit humus diatas.
- Horison B, dalam 15 -20 cm berwarna ochare rad sampai ochre yellow
yang sangat padat dan keras jika dikeringkan.
- Horison peralihan yang lebih gembur mengandung konkresi kapur dan
terbawah.
- Horison C, berupa batu kapur napal atau dolomit yang lunak bukan
kristalin.
Tanah Rendzina ini mengandung bahan organik berasal dari vegetasi
rumput. Yang paling ekstensif adalah tanah hitam di Texas utara dan tengah
dan tanah – tanah prairie hitam di Alabama dan Misisipi, di Indonesia
diduga ada di kepulauan Nusa Tenggara.
III. TANAH MEDITERANIA
Tanah ini pertama kali ditemukan disekitar laut tengah disepanjang
pantai eropa jenis tanah ini pada umumnya dijumpai dikaki bukit dan
dataran berombak pada gunung berapi yang sudah tua, dasar – dasar
pembentukan tanah mediterania adalah larutan besi terutama dari sumber-
sumber kapur yang menyusup kedalam retakan - retakan dan lubang –
lubang batu kapur, sehingga Ca mengendap tingginya kadar Fe dan rendah
bahan organik menyebabkan tanah mediteran berwarna merah mengkilat,
bertekstur geluh.
Tanah mediteran dapat dibedakan atas dua macam antara lain :
1. yang berkembang di daerah Karst dan bentukan batu kapur dengan ciri-
ciri solum dangkal berwarna coklat kuning sampai merah coklat dan
subsoil merah kecoklatan sampai merah kelam.
2. yang terdiri atas formasi karang (reefs)dengan tanah-tanah merah coklat
terbentuk dari kerak yang tertimbun dalam retakan-retakan dan depresi.
Di Indonesia jenis tanah ini telah lanjut mengalami pembentukan tanah
dengan cara lixiviasi dan klasifikasi lemah,tekstur berat, konsistensi lekat,
kadar bahan organik rendah, reaksi alkalis, derajat penjenuhan basa tinggi,
horison B tekstur berwarna kuning merah, mengandung konkresi-konkresi
kapur dan besi, horison eluvial umumnya tererosi, topografi berbukit-bukit
sampai pegunungan.Jenis tanah ini berasal dari batuan basaltik terdapat di
jawa timur antara lain : di Baluran dan yang berasal dari batukapur di
Gunung kidul, jawa tengah dan Nusa Tenggara.
Contoh profil tanah :
1. Tanah mediteran merah berasal dari batu kapur di petak kehutanan No.
81, Playen (Gunung kidul), iklim agak basah dengan tiga bulan kering,
relief bergelombang tinggi 160 m, vegetasi hutan jati dengan tanaman
bawah cemara mempunyai susunan horizon :
- Horizon A1 , dalam 0-30 cm, warna 2,5 YR 4/2-3/2 (weak dusky red),
tekstur lempung, struktur kersai, konsistensi teguh.
- Horizon B2, dalam 30-40 cm, warna 10 YR 4/2-3/2 (weak dusky red)
tekstur lempung, struktur gumpal membulat, konsistensi sangat teguh.
- Horizon C lebih dari 40 cm, batu gamping sebagai bahan induk.
2. Tanah mediteran coklat kemerahan dari tuff vulkan basis di Bunutan,
Baluran, jawa timur, tinggi 270 m dari permukaan laut, curah hujan
setahun 1160 mm dengan 6 bulan kering ,mempunyai susunan horizon:
- Horizon A1, Dalam 0-20 cm, warna 7,5 YR 3/2 (coklat kelam), tekstur
lempung, struktur gumpal menyudut sedang kuat, konsistensi keras
sekali, berbecak-becak samar-samar halus, Ph 6,5.
- Horizon B21, Dalam 20-50 cm, warna 5 YR 3/3 (coklat kemerahan
kelam), tekstur lempung, struktur gumpal menyudut sedang kuat,
konsistensi amat keras, berbecak-becak, pH 6,2.
A. PROFIL TANAH
Kalau kita memotong tanah secara melintang, yang mula-mula kita dapati
adalah lapisan mendatar. Irisan seperti ini disebut profil dan lapisan-lapisan
yang terlihat itu masing–masing disebut horison. Horison-horison diatas bahan
induk ini seluruhnya disebut solum sampai lapisan bahan induk di bawah
tanah. Lapisan atas profil tanah umumnya cukup banyak mengandung bahan
organik dan biasanya berwarna gelap karena perimbunan ( glumulasi ) bahan
organik tersebut. Lapisan dengan ciri-ciri demikian sudah umum dianggap
sebagai daerah utama perimbunan bahan organik dan disebut tanah olah.
Uraian profil tanah di mulai dengan menentukan letak batas horison,
mengukur dalamnya dan mengamati profil tanah secara keseluruhan. Pada
dasarnya horison tanah memiliki ciri-ciri yang juga dihasilkan oleh proses
genesa tanah. Pada garis besarnya horizon-horizon dapat dibedakan atas
horizon organik O dan horizon A, B, C, dan R.
1. Horizon Organik
O- Horizon organik adalah lapisan tanah yang sebagian besarnya terdiri atas
bahan organik, baik masih segar maupun yang sudah membusuk terbentuk
paling atas horizon mineral . Sebagai batas kandungan bahan organik,
horizon ini adalah 30 % atau lebih jika tanahnya bertekstur lempung ( clay
), lebih dari 50 %, atau kadar bahan organik 20 % lebih jika tanahnya tidak
mengandung partikel lempung sama sekali. Warna umum kelam ( drak )
sampai hitam
0 1-Horizon organik yang bahan organiknya masih mempunyai ciri dan
bentuk yang terlihat jelas dengan mata biasa serupa bahan asalnya.
Misalnya tulang, daun, batang, sisa tubuh hewan, lapisan ini dinamakan
lapisan mulsa.
0 2-Horizon sisa tumbuhan dan hewan yang telah mengalami pelapukan,
sehingga tidak menampakkan lagi ciri dan bentuk asalnya. Horizon ini
berwujud penimbunan bahan organik berwarna hitam ( humus ) dan akan
ditentukan sifatnya, dan jenis vegetasi yang tumbuh diatasnya, iklim san
drainase.
2 .Horizon Mineral
A. – Horizon mineral paling atas
A.1 Horizon mineral terbentuk dari yang paling atas yang menampakan
ciri-ciri pencampuran erat bahan mineral dan bahan organik. Partikel
mineralnya diseleputi bahan organik atau merupakan partikel
tersendiri, sehingga memberi warna hitam atau kelam pada horizon.
A.2 Horison eluviasi yang menampakkan ciri paling maksimal. Karena
kation, bahan organik besi, aluminium dan atau basa lainnya yang
berwarna, telah terlindi dan yang tertinggal bahan–bahan resisten
atau kuarsa yang kasar tidak berwarna, maka horizon ini bersifat
warnanya paling cerah/muda atau paling pucat, tekstur paling kasar,
dan struktur paling longgar dibandingkan dengan horizon lainnya.
B- Horizon mineral aluviasi mempunyai ciri dominan : (1) akumulasi basa,
lempung, besi, aluminium, dan atau bahan organik masing-masing
sendiri atau bersama–sama yang terlindi dari horizon A di atasnya,
(2) konsentrasi residu sesquioksida atau lempung yang terbentuk
karena larutnya karbonat atau garam–garam lain. (3) perubahan
( alterasi ) bahan–bahan dari keadaan asalnya dan terbentukya
struktur berbutir (gramiler), gumpal, ( blocky ), atau tiang ( prismatic
). Ciri umum horizon ini adalah warna lebih kelam, tekstur lebih
berat, dan struktur lebih rapat, jika dibandingkan dengan horizon–
horizon lainnya, terutama dengan horizon A di atasnya.
B-1 Horizon peralihan, dengan horizon A yang mempunyai warna dan ciri
lebih mendekati warna dan ciri horizon B.
B-2 Horizon yang maksimal menampakan horizon B, sehingga warnaya
paling kelam, tekstur paling berat dan struktur paling padat.
B-3 Horizon peralihan dari horizon B ke horizon C atau R dengan warna
dan ciri yang lebih mendekati warna dan ciri B. Horizon yang
merupakan pencampuran yang sukar dibedakan antara horizon ini
dengan horizon di bawahnya diberi simbol BC.
C- Horizon mineral, bukan batuan, apakah sama ataupun tidak dengan
bahan induknya, relatif kurang dipengaruhi proses perkembangan
tanah dan tidak memperlihatkan ciri-ciri diagnostik horizon A atau B
tetapi tersusun atas bahan–bahan yang telah di ubah oleh : (a)
pelapukan di luar daerah kegiatan biologi utama, (b) pemadatan
( comentasi ) reversibel, proses pelapukan, penambahan berat
volume dengan sifat–sifat dari fragrifan, (c) gleylsasi, (d)
penimbunan dan pemadatan ( akumulasi dan sementasi ), karbonat
kapur atau Mg, atau juga garam-garam lain yang larut, atau (e)
pemadatan ( cementasi ) oleh bahan silikat alkali besi atau silikata.
R- Adalah lapisan batuan induk tanah yang terdapat diatasnya berupa
batuan utuh. Batu-batuan dibawah tanah seperti batuan granit, batuan
pasir atau batuan kapur, kesemuanya termasuk ke dalam “colosidate
bedrock”.
B. FISIKA TANAH
Sifat fisika tanah mempunyai banyak kemungkinan untuk dapat digunukan
sesuai dengan kemampuan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan untuk
menjadi keras dengan menyangga, kapasitas drainase dan kapasitas untuk
melakukan drainase dan menyimpan air, plastisitas, kemudahan untuk di
tembus akar, aerasi, dan kemampuan menahan resistensi unsur–unsur tanaman
semua erat hubungannya dengan kondisi fisik tanah.
Secara fisika suatu mineral merupakan suatu sistem yang memiliki 3 fase
yaitu :
1. Fase padat, diawali oleh bahan organik / mineral bahan organik
2. Fase cair, diawali oleh air
3. Fase gas, oleh udara
Akibat adanya kaitan yang erat antara 3 fase tersebut sehingga
mengharuskan mengamati keadaan akhir bagian tanah bila mau
mempengaruhinya jika bahan mineral lebih besar penampangnya menonjol
menunjukan bahwa tanahnya kerikil, pasir, dan sebaliknya jika berbentuk
koloid maka tanah adalah lempung, sifat fisik tanah meliputi beberapa hal yaitu
1. Kadar Lengas Tanah
Menurut Susmanhadi da Notohadipuro ( 1978 ) yang dimaksud dengan
lengas tanah adalah prosentase air yang mengisi sebagian / seluruhnya dari
dalam pori–pori tanah yang bersangkutan karena peristiwa perkolasi dengan
kesat / lengas tergantung dengan jumlah denah tanah. Berbeda dengan air tanah
yaitu air yang mengisi suatu ruang kadar air yang pada umumnya merupakan
sumber air langsung dari tanaman.
Berdasarkan metode terbentuknya lengas tanah ada 2 yaitu :
1. Lengas tanah fisis
Lengas belah / lengas gravitasi yaitu tidak dapat terikat oleh tanah tetapi
menetapkan terus kebawah karena adanya grafitasi.
2. Lengas belah tanah
Lengas yang terjadi bagi tanaman. Lengas ini terutama terletak antara
pori–pori mineral lempung.
Untuk mengetahui kadar air di dalam tanah maka perlu diketahui tentang
beberapa hal :
1. Kapasitas lapangan adalah kandungan lengas maksimum yang tersedia untuk
pertumbuhan tanaman . Dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kandungan, bahan
organik, dan tipe mineral lempung.
2 Lengas tersedia adalah lengas yang dapat dimanfaatkan tanaman dan
diperoleh dari selisih antara kandungan lengas pada kapasitas lapangan dan
titik layu.
3 Titik layu adalah lengas tanah yang tidak dapat dimanfaatkan tanaman
sehingga tanaman menjadi layu dan kemungkinan mari.
2. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif ( dalam % ) fraksi–fraksi
penyusun tanah ( pasir, debu, lempungan ). Tekstur tanah bersifat permanen
dan sangat penting untuk diketahui karena akan menentukan sifat–sifat fisika
tanah, dan kimia tanah.
Parikel–partikel tanah primer itu mempunyai bentuk dan ukuran yang
berbeda–beda dan dapat digologkan ke dalam 3 fraksi tersebut di atas. Semakin
kasar atau besar diameter partikel perberatnya, semakin kecil luas
permukaannya, dan semakin sedikit jumlah partikel perberatnya. Hal ini
menyebabkan kemampuan tanah pertukaran ion kecil, kemampuan menyimpan
air kecil, namun aerasi dan draenasi dalam tanah baik.
Sebaliknya, semakin halus atau kecil diameter partikelnya, semakin besar
luas permukaannya, dan semakin banyak jumlah partikel perberatnya. Karena
permukaan partikel lempung besar, maka kemampuan mempertahankan ion
besar, dan kemampuan menyimpan air besar.
Berikut ini adalah pembagian ukuran fraksi tanah–tanah menurut 3 sistem
klasifikasi tekstur.
Tabel 1. Sistem USDA (1938)
NO BENTUK TEKSTUR DIAMETER FRAKSI (MM)
1. Pasir sangat kasar 2,0 – 1,0
2. Pasir kasar 1,0 – 0,5
3. Pasir sedang 0,5 -0,05
4. Pasir halus 0,25 – 0.10
5. Pasir sedang 0,1 – 0,05
6. Debu 0,05 – 0,002
7. Liat <0,002
Tabel 2 .Sistem Internasional ( ISSS ) ( 1926 )
NO. BENTUK TEKSTUR DIAMETER FRAKSI (MM)
1. Pasir Kasar 2,0 -0,2
2. Pasir Halus 0,2 – 0,02
3. Debu 0,02 – 0,002
4. Liat <0,0002
Tabel 3. Sistem EROPA
NO
BENTUK
TEKSTUR
BELGIA(1954)
DIAMETER(MM)
JERMAN(1960)
DIAMETER
(MM)
RUSIA
DIAMETER(MM)
1 Pasir Kasar 2,0 – 0,20 2,0 – 0,60 3,0 – 1,00
2 Pasir
Sedang
0,20 – 0,10` 0,60 – 0,20 1,0 – 0,25
3 Pasir Halus 0,10 – 0,05 0,20 – 0,06 0,25 – 0,05
4 Debu 0,05 – 0,002 0,06 – 0,002 0,,05 – 0,001
5 Liat <0,002 <0,002 <0,001
Penggolongan kelas tanah dan sifatnya menurut USDA :
1. Tanah Pasiran ( Bertekstur kasar )
a. Pasir : - Rasa kasar sangat jelas
- Tidak Melekat
- Tidak dapat membentuk bola dan gulungan
b. Pasir Geluh
- Rasa kasar jelas
- Sedikit sekali melekat
- Dapat membentuk bola dan mudah sekali hancur
2. Tanah Geluh ( Bertekstur agak kasar )
3. Tanah Geluhan
a. Geluh Pasir
- Rasa kasar agak jelas
- Agak melekat
- Dapat dibuat bola, mudah hancur
b. Geluh Loam
- Rasa tidak kasar dan tidak licin
- Agak melekat
- Dapat dibentuk bola geluh, dapat sedikit dibuat geluhan
c. Geluh Debu
- Rasa agak licin
- Agak melekat
- Dapat dibentuk bola, dengan permukaan mengkilat
4 Tanah Geluhan ( bertekstur agak kasar )
a. Geluh lempung
- Rasa agak licin
- Agak melekat
- Dapat dibentuk bola teguh, gulungan mudah hancur
b. Geluh lempungan pasir
- Rasa halus agak licin
- Agak melekat
- Dapat di bentu bola, gulungan mudah hancur
5 Tanah Lempungan ( bertekstur halus )
a. Lempungan pasir
- Rasa halus, berat, sedikit kasar
- Melekat
- Dapat dibuat bola, mudah digulung
b. Lempungan Debu
- Rasa halus, berat, agak licin
- Sangat lekat
- Dapat dibentuk bola, mudah di gulung
c. Lempung
- Rasa berat, halus
- Sangat lekat
- Dapat dibentuk bola dengan baik, mudah digulung
Gambar tekstur tanah ( segitiga tekstur ) menurut USDA
ytuyyuhiuiuighuggyuyu
Keterangan :
1. Lempung 7. Geluh
2. Lempung pasiran 8. Geluh debuan
3. Geluh lempungan 9. Geluh pasiran
4. Lempung debu 10. Debu
5. Geluh lempung debuan 11. Pasir geluh
6. Geluh lempung 12. Pasir
3. Struktur Tanah
Struktur tanah adalah susunan antara partikel tanah primer ( pasir, debu
dan lempung ) dan bahan organik serta oksida membentuk agregat tanah.
Struktur tanah merupakan suatu sifat fisik yang penting, karena dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman serta tidak langsung berupa perbaikan
peredaran air, udara dan panas, aktivitas jasad hidup tanah, tersedianya unsur
hara bagi tanaman, perombakan bahan organik, dan mudah tidaknya akar dapat
menembus tanah lebih dalam.
Menurut bentuknya, struktur tanah dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Bentuk granular : ditemukan pada horizon A; kurang porous, ukuran
kecil, padat, tidak terikat antara agregat bulat.
2. Bentuk Remah : ditemukan pada horizon A; porous, bulat, ukuran
kecil, agregat tidak terikat sesamanya.
3. Bentuk Lempeng : sering terdapat di horizon A2; agregat berbentuk
lempung.
4. Bentuk gumpal : ditemukan pada horizon B; gumpal berbentuk kubus,
agregat berpegang erat dengan lainnya,jika terjadi agregat lebih kecil.
5. Bentuk gumpal bersudut : ditemukan pada horizon B; berbentuk gumpal,
bermuka datar dengan pinggir bersudut tajam.
6. Bentuk prisma : ditemukan pada horizon B; bentuk mirip prisma, bagian
atas datar.
7. Bentuk columnar : ditemukan pada horizon B; agregat seperti tiang
dengan puncak berbentuk agak bulat.
Struktur tanah terbentuk dengan jalan penggabungan butir-butir primer
tanah terbentuk dengan jalan penggabungan butir-butir primer tanah oleh
pengikat koloid tanah, yaitu koloid liat dan bentukan-bentukan yang masing-
masing dibatasi bidang-bidang permukaan tertentu. Agregat primer biasa
disebut juga struktur mikro, sedangkan agregat sekunder yang merupakan
struktur pada lapisan tanah atas atau lapisan olah disebut struktur makro.
Adapun gaya-gaya yang menyatukan butir-butir primer menjadi agregat
mikro adalah sebagai berikut :
1. Gaya intermolekuler dan ikatan H.
Butir-butir primer harus berdekatan satu sama lain. Untuk dapat berdekatan
maka pada butir-butir tersebut harus terjadi flokulasi atau kongulasi terlebih
dahulu.
2. Gaya kapiler yang timbul oleh adanya meniscus.
3. Gaya kimia termasuk pengaruh kation yang teradsorpsi.
Pembentukan agregat mikro akan terjadi oleh adanya peristiwa-peristiwa
sebagai berikut :
1. Peristiwa sementrasi atau stabilitas kimia
Tanah yang sering terendam dan kering sewaktu-waktu mempunyai agregat
yang lebih mantap dibandingkan dengan agregat yang terjadi dalam
keadaaan biasa. Pada waktu jenuh air terjadi reduksi ion-ion bivalen larut.
Dan pada saat kering terjadi oksidasi, yaitu Fe2+ menjadi Fe3+, yang
kemudian mengendap berupa Fe(OH)3, yang merupakan perekat atau semen
dalam pembentukan agregat.
2. Peristiwa pengeringan yang mempunyai efek mempertinggi gaya kapiler
Pada saat tanah kering dan terlepas, maka udara di sekitar butir-butir primer
mencegah butir-butir tanah untuk saling berdekatan, sehingga tidak terjadi
gaya tarik di antara butir-butir tanah. Dengan jalan membasahi tanah dengan
air secukupnya maka akan terbentuk lapisan air di sekitar butir-butir tanah
tersebut dan kemudian akan mengembang, maka terjadilah meniscus.
3. Peristiwa pengikatan butir-butir kasar atau agregat mikro oleh adanya bahan
koloid.
4. Peristiwa tekanan atau tegangan yang secara mekanik diberikan kepada tanah
sehingga pada tempat tertentu terjadi bagian-bagian yang bertambah besar
kerapatannya atau berat per satuan volume yang kemudian membentuk
bongkah-bongkah apabila tanah dipecahkan.
Tiga grup bahan koloid tanah dikenal sebagai bahan perekat (cometing
agent) di dalam proses pembentukan agregat tanah, yaitu :
1. Mineral-mineral liat
2. Oksida-oksida besi dan mangan yang bersifat koloid
3. Bahan organik koloidal, termasuk gum yang dihasilkan oleh aktivitas
jasad-jasad renik.
Banyak percobaan telah menemukan bahwa penambahan sisa-sisa tanaman ke
dalam tanah tanpa aktivitas jasad renik, maka akan kecil sekali kemungkinan
pengaruhnya terhadap agregasi tanah.
Agregasi pada hakekatnya amat dipengaruhi oleh kegiatan mikroba-mikroba
dalam tanah dan dibantu oleh terdapatnya sejumlah bahan organik. Faktor-faktor
yang terlibat dalam proses pembentukan agregat ini adalah organisme, seperti
benang-benang jamur yang dapat mengikat satu partikel tanah dengan partikel
lainnya.
Organisme juga memproduksikan sejumlah bahan kimia yang dapat merekat
partikel-partikel tanah. Lemak-lemak dan lilin-lilin juga cenderung berperan
dalam memantapkan agregat-agregat tanah.
A. Kerapatan Butir-butir Tanah ( Berat Jenis )
Dalam menentukan kerapatan jenis tanah, perhatian hanya tertuju pada
partikel-partikel tanah. Jadi, kerapatan zarah tiap jenis tanah adalah konstan dan
tidak bervariasi dengan jumlah ruang antara partikel-partikel. Berat jenis rata-
rata tanah mineral antara 2,40 – 3,65 g/cm3, sedangkan berat jenis bahan organik
tanah sekitar 1,3 – 1,5 g/cm3. Semakin tinggi kadar bahan organik maka nilai
berat jenis tanah semakin rendah. Penentuan berat jenis tanah dilakukan secara
kuantitatif di laboratorium dengan metode gravimetri.
B. Kerapatan Massa Tanah ( Berat Volume )
Kerapatan massa tanah adalah perbandingan antara berat bongkah tanah dan
volume bongkah tanah yang dinyatakan dalam g/cm3. Tanah mineral umumnya
antara 1,1 – 1,8 g/cm3, tekstur lempung 1,0 – 1,3 g/cm3, sedangkan tanah
bertekstur kasar berkisar antara 1,3 – 1,8 g/cm3.
- Tanah atau vulkanik yang kaya bahan amorf, BV < 0,9 g/cm3.
- Tanah organik BV ± 0,15 g/cm3.
- Penentuan berat volume tanah dilakukan di laboratorium dengan
analisis kuantitatif dengan metode lilin. Perhitungannya sebagai
berikut :
Berat Bongkah Tanah ( kering oven ) ( g )
Berat volume =
Volume Bongkah Tanah ( cm3 )
Nilai berat volume tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sebagai
berikut :
1. Tekstur tanah ( semakin halus tekstur, BV semakin rendah ).
2. Kedalaman / solum tanah ( semakin dalam tanah, BV semakin rendah )
3. Kadar bahan organik ( semakin tinggi BO, BV semakin kecil )
4. Berat jenis ( berbanding lurus )
5. Mineral penyusun tanah
6. Tipe struktur
Tabel 4. Data Kerapatan massa profil-profil tertentu ( Wisconsin )
Horizon Marathon
Geluh Debuan
Miami
Geluh Debuan
Spencer
Geluh Debuan
Superior
Geluh Debuan
Lapis bajak 1,34 1,28 1,38 1,46
Subsoil 1,49 1,41 1,55 -
Subsoil bawah 1,59 1,43 1,66 1,66
Bahan induk 1,72 1,49 1,63 -
C. Porositas Tanah atau Volume Pori ( n )
Volume pori adalah bagian yang diduduki air dan udara, sangat berpengaruh
terhadap gerakan lengas di dalam tanah, temperatur tanah, ketersediaan unsur hara
dalam tanah, ruang perakaran dan pengelolaan tanah. Porositas tanah ( n )
merupakan jumlah volume pori pada suatu bongkah tanah yang dinyatakan dalam
%.
BV
n = ( 1 - ) x 100 %
BJ
Volume pori terdiri atas pori besar, pori sedang dan pori kecil dengan sifat
masing-masing pori sebagai berikut :
1. Pori besar : Jika di dalam pori tidak ada lengas/air, maka seluruh pori akan
terisi udara.
Rerata diameter pori > 10 µm yang berpengaruh terhadap perkolasi air.
Rerata diameter pori 10 – 50 µm adalah pori yang memiliki pengarusan
lambat.
Rerata diameter pori > 50 µm adalah pori yang memiliki pengarusan
cepat.
2. Pori sedang adalah pori yang rerata diameternya 0,2 – 10 µm dan air yang
terikat di antara pori sedang ini merupakan kapiler yaitu air yang tersedia
bagi tanaman.
3. Pori kecil adalah pori dengan rerata diameter < 0,2 µm dan air yang terikat
di antara pori ini kuat, sehingga tidak tersedia bagi tanaman.
4. Konsistensi Tanah
Konsistensi tanah adalah sifat fisik tanah yang merupakan manifestasi
gaya-gaya kohesi dan adhesi yang bekerja dalam massa tanah pada berbagai
tingkat kelembaban.
Manifestasi tersebut mencakup dua hal, yaitu :
1. Ketahanan tanah terhadap gaya berat, tekanan, tarikan dan tusukan ( sifat
mekanik ).
2. Kecenderungan massa tanah untuk melekat satu sama lain atau terhadap
benda lain.
Konsistensi tanah tergantung pada tekstur, sifat dan jumlah koloid-koloid
organik dan anorganik, struktur dan terutama kandungan air tanah. Dengan
berkurangnya kandungan air, umumnya tanah-tanah kan kehilangan sifat
melekatnya ( stickness ) dan plastiknya, dan dapat menjadi gembur ( friable ) dan
lunak ( soft ) dan akhirnya jika kering menjadi keras dan koheren.
Perubahan sifat tanah yang terjadi apabila suatu tanah basah berubah
menjadi kering, yaitu :
1. Dalam keadaan basah massa benda berbentuk cairan kental atau pasta,
sehingga dalam keadaan seperti ini tanah dapat mengalir oleh pengaruh
gaya berat, maka tanah dikatakan dalam konsistensi cair.
2. Makin berkurang kadar air, maka sifat air tanah juga semakin berkurang,
sampai berubah menjadi suatu massa yang dapat digumpalkan menjadi
berbagai bentuk yang tidak akan berubah meskipun gaya pembentuknya
sudah tidak bekerja lagi, maka tanah dikatakan dalam konsistensi plastis.
Angka Atterberg adalah % berat lengas tanah yang diukur pada saat tanah
mengalami perubahan konsistensi. Dalam kaitannya dengan angka Atterberg,
maka konsistensi tanah dapat ditentukan dalam beberapa hal sebagai berikut :
a. Batas Cair Tanah ( BC )
Batas cair tanah adalah keadaan dimana air dapat mengalir bebas tanpa
adanya tekanan dibawah pengaruh standar getar tertentu. Bila swdikit diberi
air tertentu akan bersifat geluh. Semua kapiler ini akan terisi air dan semua
bagian-bagian tanah bersentuhan maka aliran airnya akan terbentuk yang
mempunyai gaya menhaan air yang tinggi sehingga bermanfaat bagi
tanaman. Kelebihan air tidak akan dijumpai air sesuai jumlah gaya menahan
air.
Tabel 5. Harkat Batas Cair
Batas Cair ( % ) Harkat
20 Sangat Rendah
21 – 30 Rendah
31 – 45 Sedang
46 – 70 Tinggi
71 – 100 Sangat Tinggi
> 100 Amat Sangat Tinggi
Sumber : Wicaksono
b. Batas Lekat Tanah ( BL )
Batas lekat merupakan suatu tahapan dimana tanah yang kadar lengasnya
ditetapkan setahap demi setahap, yaitu batas dimana kandungan lengas yang
pada saat masih kering dibasahi secara perlahan, maka tanah akan mulai
melekat pada logam.
Tabel 6. Harkat batas lekat
Batas Lekat (%) Harkat
1 – 4 Sangat Rendah
5 – 10 Rendah
11 – 18 Sedang
19 – 30 Tinggi
31 – 45 Sangat Tinggi
46 Amat sangat tinggi
Sumber : Wicaksono.
c. Batas Gulung Tanah ( BG )
Batas gulung adalah kandungan lengas tanah pada saat kelihatan mulai
terasa sehingga tanah mulai dapat dibentuk sesuai kehendak.
Tabel 7. Harkat batas gulung
Batas Gulung (%) Harkat
1 – 4 Sangat rendah
5 – 10 Rendah
11 – 18 Sedang
19 – 30 Tinggi
31 – 45 Sangat tinggi
46 Amat sangat tinggi
Sumber : Wicaksono
d. Batas Berubah Warna ( BBW )
Batas berubah warna merupakan kelengasan tanah pada saat suatu tanah
berubah warna. ( Dari lebih gelap ke lebih muda ) karena air dari pori-pori
tanah yang kemudian diisi oleh udara.
Tabel 8. Harkat Batas Berubah Warna
Batas Berubah Warna (%) Harkat
1 – 4 Sangat tinggi
5 – 10 Rendah
11 – 18 Sedang
19 – 30 Tinggi
31 – 45 Sangat tinggi
46 Amat sangat tinggi
Sumber : Wicaksono.
e. Jangka Olah Tanah
Jangka olah tanah adalah selisih antara batas lekat dengan batas gulung
( JO-BL-BG ).
Tabel 9. Harkat Jangka Olah tanah
Jangka Olah Tanah (%) Harkat
1 – 3 Sangat rendah
4 – 8 Rendah
9 – 15 Sedang
16 – 25 Tinggi
26 – 40 Sangat tinggi
>40 Amat sangat tinggi
Sumber : Wicaksono.
f. Indeks Plastisitas
Indeks Plasrisitas adalah selisih antara batas cair dengan batas gulung
( IP=BL – BG ).
Tabel 10. Harkat Indeks Plastisitas.
Indeks Plastisitas (%) Harkat
0 – 5 Sangat rendah
6 – 10 Rendah
11 – 17 Sedang
18 – 30 Tinggi
31 – 43 Sangat sedang
> 43 Amat sangat tinggi
Sumber : Wicaksono.
g. Pesediaan Air Maksimum Persediaan air makimum adalah selisah batas
cair dengan selisih batas berubah warna, yaitu jumlah air yang tersedia
bagi tanaman ( PAM= BC – BBW ).
Tabel 11. Harkat Persediaan Air Maksimum.
PAM (%) Harkat
0 – 5 Sangat rendah
6 – 10 Rendah
11 – 17 Sedang
18 – 30 Tinggi
31 – 43 Sangat tinggi
> 43 Amat sangat tinggi
Sumber : Wicaksono.
h. Surplus
Surplus adalah perbedaan antara batas lekat dengan batas cair. Bagi
suatu tanah yang batas lekatnya mengalir mempunyai surplus (+) dan
sebaliknya jika surplus (-) tanah lambat dalam merembeskan air.
C. KIMIA TANAH
1. pH Tanah Colorimetris
pH tanah menunjukkan derajat keasaman tanah atau keseimbangan
antara konsentrasi H+ dan OH- dalam larutan tanah. Apabila konsentrasi
H+ dalam larutan tanah lebih banyak dari OH- maka suasana larutan tanah
menjadi asam, sebalikya bila konsentrasi OH- lebih banyak dari pada
konsentrasi H+ maka suasana tanah menjadi basa. pH tanah sangat
menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman makanan ternak, bahkan
berpengaruh pula pada kualitas hijauan makanan ternak. PH tanah yang
optimal bagi pertumbuhan kebanyakan tanaman makanan ternak adalah
antara 5,6 - 6,0. Pada tanah pH lebih rendah dari 5,6 pada umumnya
pertumbuhan tanaman menjadi terhambat akibat rendahnya ketersediaan
unsur hara penting seperti fosfor dan nitrogen. Bila pH lebih rendah dari 4,0
pada umumnya terjadi kenaikan Al3+ dalam larutan tanah yang berdampak
secara fisik merusak sistem perakaran, terutama akar-akar muda, sehingga
pertumbuhan tanaman menjadi terhambat.
Konsentrasi Alumunium dan besi (Fe) yang tinggi pada tanah
memungkinkan terjadinya ikatan terhadap fosfor dalam bentuk alumunium
fosfat atau Fe-fosfat. P yang terikat oleh alumunium tidak dapat digunakan
oleh tanaman makanan ternak. Tanaman makanan ternak yang ditanam
pada tanah yang memiliki pH rendah biasanya juga menunjukkan klorosis
(peleburan klorofil sehingga daun berwarna pucat) akibat kekurangan
nitrogen atau kekurangan magnesium.
Selain itu pH tanah rendah memungkinkan terjadinya hambatan
terhadap pertumbuhan mikroorganisme yang bermanfaat bagi proses
mineralisasi unsur hara seperti N dan P dan mikroorganisme yang
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, misalnya bakteri tanah yang
dapat bersimbiosis degan leguminosa seperti Rhizobium atau bersimbiosis
dengan tanaman non leguminosa seperti Frankia sehingga sering dijumpai
daun-daun tanaman makanan ternak pada tanah asam mengalami chlorosis
akibat kekurangan N. Bakteri tanah yang lain seperti azotobacter (A.
Chroococcum) yang dapat berasosiasi dengan akar tanaman hanya dapat
hidup apabila suasana larutan tanah netral hingga basa. Mikroorganisme
tanah lain yang bermanfaat bagi tanaman, yang dapat terpengaruh
pertumbuhannya bila berada pada suasana asam adalah mikoriza. Mikoriza
adalah jamur yang dapat melarutkan fosfor organik menjadi fosfor
inorganik yang tersedia bagi tanaman.
Sebaliknya bila tanah bersuasana basa ( pH > 7,0 ) biasanya tanah
tersebut kandungan kalsiumnya tinggi, sehingga terjadi fiksasi terhadap
fosfat dan tanaman makanan ternak pada tanah basa seringkali mengalami
defisiesi P.
Pengaruh pH tanah terhadap petumbuhan, produksi dan kualitas
tanaman makanan ternak yang memperlihatkan bahwa pada tanah dengan
pH 4,6 produksi biomassa tanaman legum pakan Arachis pintoi lebih
rendah dibandingkan dengan produksi biomasa pada tanaman yang tumbuh
pada tanah ber pH 5,2 atau 5,8.
Apabila pH tanah dinaikan sebanyak 0,6 unit dari 5,8, yaitu menjadi 6,4
maka produksi biomassa kembali menurun hingga selevel dengan produksi
biomassa pada tanah dengan pH masam (4,6).
REAKSI TANAH (pH)
1. Reaksi Tanah merupakan ukuran keasamaan dan kebasaan larutan tanah.
2. pH = - log (H+).
3. pH tanah merupakan indikator pelapukan tanah, kandungan mineral dalam
batuan induk, lama waktu dan intensitas pelapukan, terutama pelindihan
kation-kation basa dari tanah.
4. Tanah asam banyak mengandung H yang dapat ditukar, sedang tanah
alkalis banyak mengandung basa dapat ditukar.
5. pH > 7 Ca dan Mg bebas; pH>8.5 pasti terdapat Na tertukar.
6. Kandungan unsur-unsur hara seperti besi, copper, fosfor, Zn, dan hara
lainnya serta substansi toksik (Al3+, Pb2+) dikontrol oleh pH. Kandungan
Al3+, Pb2+ akan berpengaruh sedikit bagi pertumbuhan tanaman pada tanah
alkali calcareous tapi akan sangat serius pada tanah asam.
7. Nutrient seperti P banyak tersedia (optimum) pada pH asam sampai netral,
dan akan sedikit pada pH dibawah atau diatas nilai optimum tersebut.
Penentuan pH tanah dilakukan dengan basa elektromatik dan kolometris serta
dengan perbandingan warna larutan tanah dengan warna standar dari kertas
pasta dan larutan Indikator Universal. Perlakuan dalam pengukuran ini
dilakukan dengan cara :
a. pH H2O ( pH aktual )
merupakan jumlah keseluruhan ion H+ yang ada dalam larutan berdasarkan
kenyataan apa adanya.
b. pH KCl ( pH potensial )
merupakan indikator banyaknya ion yang ada pada larutan dan yang ada
pada serapan partikel-partikel tanah.
Tabel 12. Harkat pH tanah
No. pH tanah ( % ) Harkat
1. 3,0 – 3,5 Masam amat keras
2. 3,6 – 4,5 Masam keras
3. 4,6 – 5,5 Masam
4. 5,6 – 6,5 Masam lemah
5. 6,6 – 7,5 Netral
6. 7,6 – 8,0 Alkalis lemah
7. 8,1 – 9,0 Alkalis
8. 9,1 – 10 Alkalis keras
9. > 10 Alkalis amat keras
Sumber : Wicaksono, 1964
Tabel 13. Harkat angka kapur setara tanah
No. Kadar kapur setara Harkat
tanah ( % )
1. > 16 Sangat tinggi
2. 0,5 – 1 Tinggi
3. 0,2 – 0,5 Sedang
4. < 0,2 Rendah
Sumber : Wicaksono, 1964
2. Kadar Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan kunci dalam peningkatan atau
penurunan kesuburan tanah. Konversi hutan menjadi lahan pertanian dapat
menurunkan persediaan C organik tanah. Penurunan ini akan diikuti dengan
penurunan produksi tanaman. Bahan organik tanah dapat dipertahankan dengan
menambahkan masukan bahan organik.
Untuk produksi tanaman yang berkelanjutan minimal C tanah harus
dipertahankan sebesar 2 %, dan untuk itu diperlukan masukan bahan organik
minimal sebesar 8.5 Mg ha-1 th-1. Sistem budidaya pagar merupakan budidaya
yang memperpadukan antara tanaman pohon dan tanaman pangan merupakan
salah satu alternatif untuk meningkatkan kesuburan tanah melalui masukan
bahan organik "in situ”. Sumber bahan organik utama dalam sistem ini dapat
berasal dari atas permukaan tanah (pangkasan, seresah, sisa panen) dan dari
bawah permukaan tanah (akar tanaman).
Besamya masukan C asal akar tanaman tergantung pada besamya
masukan selama pertumbuhan (berat kering akar, Mg ha "root turn over" (umur
paruh akar), kualitas masukan (nlsbah C/N, lignin, polifenol) serta letaknya
dalam profil tanah. Penelitian IN bertujuan untuk studi dinamika perakaran
tanaman pagar dan pangan, estimasi masukan C dan N asal akar tanaman dalam
sistem budidaya pagar, serta mempelajari pengaruh masukan C asal akar
tanaman pagar terhadap kandungan C tanah. Hal ini karena masih sedikitnya
informasi mengenal masukan bahan organik asal akar dibandingkan masukan
bahan organik dari atas permukaan tanah.
Dengan mengambil hipotesis bahwa masukan C asal akar tanaman pagar
lebih tinggi daripada tanarnan pangan dan masukan C yang tinggi diperoleh darl
tanaman dengan "root turn over" ( urnur paruh akar ) yang tinggi. Teknik
pengamatan yang digunakan untuk menetapkan masukan C dan N asal akar
selama pertumbuhan tanaman yaitu dengan menggunakan minirhizotron yang
dikombinasikan dengan metode penggalian "root trenching" disamping
penetapan C dan N akar (%).
Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi C dalam sistem budidaya
pagar terhadap C tanah dilakukan analisa C organik tanah, perhitungan C
organik terkoreksi dan fraksionasi bahan organik tanah. Analisa ini dilakukan
pada contoh yang diambil pada kedalaman 0-5 dan 5-15 cm. Peltophorum
memiliki "root turn over lebih lama daripada GIiricidia, yaitu masing-masing 4
bulan dan 3,5 bulan, karena Peltophorum memiliki kualitas lebih rendah
daripada Gliricidia ( nisbah C/N, lignin, polifenol Peltophorum lebih tinggi
daripada GIiricidia ) sehingga "root turn over" lebih lama daripada Gliricidia.
Sedang "root turn over" Jagung lebih pendek daripada tanaman pagar
dan dibedakan atas lapisan atas dan lapisan bawah masing-masing yaitu 42 hari
dan 60 hari. Akar tanaman pagar memberikan masukan C dan N lebih tinggi
daripada tanaman pangan, karena kandungan C dan N (%) dan berat kering
(Drv, mg CM-3 ) dalam akar tanarnan pagar jauh lebih tinggi daripada tanaman
pangan, walaupun "root turn over" dari tanaman pangan lebih tinggi daripada
tanaman pagar. GIiricidia memberikan masukan C dan N lebih tinggi daripada
Peltophorum, karena Gliricidia memilild Drv (mg CM 3 ) akar halus dan akar
diameter besar (> 2 mm) lebih tinggi claripacla Peltophorum.
Disamping itu kandungan C clan N akar serta "root turn over" Gliricidia
lebih tinggi daripada Peltophorum. Sistem budidaya pagar memberikan
masukan yang jauh melebihi target minimal yang dibutuhkan untuk
mempertahankan C tanah sebesar 2 %, namun hasil analisa C organik masih
tergolong rendah yaitu berdasar 0.74-1.61%, dan diantara jenis tanaman pagar
yang diuji tidak terjadi perbedaan yang nyata. Sedangkan dengan perhitungan C
koreksi yaitu C organik yang telah dikoreksi dengan kandungan liat, debu serta
pH, C tanah tergolong rendah-sedang 0.87-2.36%, dan tanaman pagar yang diuji
masih tidak berpengaruh secara nyata. Dalam mempelajari dinamika bahan
organik tanah C organik tanarnan tidak dapat menjelaskan status bahan organik
tanah.
Fraksionasi bahan organik tanah dapat menjelaskan status bahan organik
tanah sebagai hasil dan masukan dari akar dan tajuk. Besarnya masukan akar
dan tajuk menunjukkan hubungan tererat (R = 0.97) dengan fraksi ringan diikuti
fraksi ringan + sedang (R = 0.73) dan tidak ada hubungan yang nyata dengan
fraksi berat. Sistem budidaya pagar tidak selalu berakibat positif terhadap tanah,
disisi lain sistem ini juga berpengaruh negatif yang berjalan bersarnaan. Hal ini
dapat dilihat dari rendahnya produsi dari plot dengan tanaman pagar lebih
rendah daripada plot kontrol.
Namun demikian pada plot kontrol dengan hanya mengandalkan
masukan dari sisa panen dan akar saja tidak akan mencukupi target masukan
minimal yang dibutuhkan untuk mempertahankan C tanah sebesar 2 %, dan
dengan jalannya waktu, produksi akan mengalami penurunan sejalan dengan
menurunnya C tanah. Oleh karena itu masukan dari tanaman pagar dalam sistem
budidaya tanaman pagar mempunyal arti penting dalam mempertahankan
produktivitas tanah. Campuran antara peltophorum-gliricidia dapat memberikan
hasil terbaik dalam mempertahankan kandungan bahan organik tanah bila
dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Tabel 14. Harkat angka analisa bahan organik
No. PAM ( % ) Harkat
1. > 20 Sangat tinggi
2. 10 – 20 Tinggi
3. 9 – 19 Sedang
4. 2 – 4 Rendah
5. < 2 Sangat rendah
Sumber : Wicaksono, 1964
3. Kadar Kapur Setara
Banyak sedikitnya kapur yang terkandung dalam tanah tergantung pada
jenis tanahnya, tanah yang mengandung kalsit dan dalmit akan memiliki kadar
kapur yang tinggi. Kesamaan tanah dan keadaan tanah didalam serta unsur
haranya adalah akibat dari kekurangan kalsium dan magnesium. Pada tanah di
daerah lembab, kalsium dan magnesium dalam jumlah yang lebih sedikit
merupakan kation logam yang bersama-sama dengan ion H+ dan Al biasanya
menguasai kelompok tertentu yaitu kelompok koloid.
Pengapuran mempengaruhi terhadap tanah antara lain :
a. Fisis : Menyebabkan tanah menjadi remah.
b. Kimia : Meningkatkan pH menyebabkan perubahan kimia nyata.
c. Biologis : Kapur menstimulir organisme tanah heterotropis, dengan
demikian meningkatkan kegiatan bahan organik tanah.
Penetapan kadar kapur ada 2 yaitu :
A. Kualitatif
Perbandingan relatif fraksi pasir, debu, dan lempung tanah dimana dalam
praktikum dilapangan harus diperlukan pengalaman yang mendalam untuk
menilai secara tepat.
B. Kuantitatif
Perbandingan relatif fraksi pasir, debu, lempung penyusun tanah dimana
dalam praktikum di laboratorium kita menemukan prosentase dari masing-
masing bahan penyusun tanah.
4. Kapasitas Pertukaran Kation (KPK Tanah)
Reaksi pertukaran kation juga melibatkan H+ sehingga istilah “Pertukaran
Kation” lebih tepat daripada “Pertukaran Basa”. Kation yang terserap dapat
ditukar oleh kation lainnya, dan proses ini dinamakan sebagai pertukaran
kation. Reaksi pertukaran ini berlangsung secara instant, yaitu :
Ca – Tanah + 2NH4+ à (NH4)2 - Tanah + Ca2+
Serapan dan pertukaran kation ini mempunyai arti penting di dalam serapan
hara oleh tanaman, kesuburan tanah, retensi hara dan pemupukan. Kation yang
terserap biasanya tersedia untuk tanaman dengan menukarkannya dengan ion
H+ hasil respirasi akar tanaman.
Hara yang ditambahkan ke dalam tanah melalui pemupukan akan diikat
oleh permukaan koloid tanah dan dapat dicegah dari pelindian, sehingga dapat
menghindari kemungkinan pencemaran air tanah (ground water).
KAPASITAS PERTUKARAN KATION ( KPK )
KPK atau Cation Exchange Capacity (CEC) merupakan kapasitas tanah
untuk menyerap atau menukar kation. Biasanya dinyatakan dalam
miliekuivalen/100 g tanah atau me %, tetapi sekarang diubah menjadi cmolc/kg
tanah (centimoles of charge per kilogram of dry soil).
Nilai KPK tanah bervariasi bergantung kepada tipe dan jumlah koloid di
dalam tanah. Pada umumnya KPK koloid tanah adalah sebagai berikut :
Tabel 15. Harkat nilai KPK koloid tanahKoloid Tanah KPK (%)
Humus 200
Vermikulit 100-150
Montmorilonit 70-95
Illit 10-40
Kaolinit 3-15
Seskuioksida 2-4
DAYA MENUKAR KATION
Kation yang berbeda mempunyai kemampuan untuk menukar kation yang
teradsorpsi. Ion divalen biasanya diserap lebih kuat dan lebih sulit ditukar
daripada ion monovalen.
Ion Ba2+ dan NH4+ :
Ba2+ terserap kuat oleh koloid tanah, tetapi daya penukarannya lemah.
Pertukaran kation menggunakan Ba < jumlah Ba yang diserap.
NH4+ terserap lebih lemah daripada Ba, tetapi daya penukarannya kuat.
Pertukaran kation menggunakan NH4+ > jumlah NH4
+ yang diserap.
PERSAMAAN EMPIRIS PERTUKARAN KATION
1. Persamaan Freundlich
Persamaan adsorpsi freundlich adalah salah satu metode untuk
menunjukkan komposisi ionik di dalam larutan tanah. Persamaan ini sangat cocok
untuk reaksi adsorpsi dalam kisaran yang sempit.
x = k C 1/n
Keterangan :
x = jumlah kation yang teradsorpsi per unit adsorbent (bahan penjerap)
C = konsentrasi keseimbangan dari kation yang ditambahkan
k,n = konstanta
2. Persamaan Langmuir
x/xo = kC / (1+kC) , dimana:
x = jumlah cation yang diadsorpsi per unit berat penukar
xo = kapasitas pertukaran total
C = konsentrasi jumlah kation yang ditambahkan dalam mol per liter
k = koefiein afinitas
Konstanta k dapat ditentukan sbb.:
k = x / [C (xo - x)]
3. Persamaan Donan
Sistem Donan adalah sistem yang mempunyai komposisi larutan I dan o,
dipisahkan oleh membran semipermeable (i = inside solution, o = outside
solution).
Tabel 16. Larutan solutionSolution i Solution o
Na + Na +
Cl – Cl –
Na – lempung Membran semipermeabel
Membran hanya permeabel untuk ion N+ dan Cl-, sehingga hanya ion-ion
ini yang akan terdifusi dalam larutan i dan o hingga keseimbangan tercapai. Pada
saat keseimbangan tercapai hubungan antar ion adalah sebagai berikut :
(Na+)i (Cl-)i = (Na+)s (Cl-)s
atau
(Na+)i / (Na+)s = (Cl-)s / (Cl-)i
Sistem Donan terjadi di dalam tanah terutama dalam hubungannya antara
akar tanaman larutan tanah. Sistem Donan dapat menjelaskan fenomena
pertukaran kation dan memprediksikannya mirip dengan hukum aksi masa :
[Na+]2 (Ca2+) / (Na+)2 [Ca2+] = k
Sistem Donan mempunyai asumsi k = 1, oleh karena itu =
[Na+]2 (Ca2+) / (Na+)2 [Ca2+] = 1
atau :
[Na+] / (Na+) = [√Ca2+] / (√Ca2+)
KPK Efektif ( CECe )
FIKSASI ( SEMATAN ) KATION
Dalam kondisi tertentu kation yang teradsorpsi terikat secara kuat oleh
lempung sehingga tidak dapat dilepaskan kembali oleh reaksi pertukaran. Kation
ini disebut KATION YANG TERFIKSASI atau TERSEMAT.
Walaupun sembarang kation dapat mengalami fiksasi, tetapi yang paling
penting adalah fiksasi K+ dan NH4+ yang terjadi dengan mekanisme yang sama.
Lapisan (lattice) lempung yang mengembang mempunyai lubang sebesar
1,40 Ǻ pada permukaan intermiselarnya. K+ atau NH4+ memasuki ruang
intermiselar ini, ion tersebut terperangkap didalam lapisan lempung. Ion tersebut
menjadi tidak tertukar ( Non Exchangeable ) atau terfiksas.i
Mineral lempung yang banyak meyumbang fiksasi K+ dan NH4+ antara
lain : mika, illit, montmorilonit, dan vermikulit. Permikutit, zeolit, feldspar dan
glaukonit juga diduga dapat mefiksasi K. Ada pendapat bahwa mineral dengan
muatan interlayer yang kuat dan mempunyai zona (wedge zone) yang mempunyai
selektifitas tinggi terhadap K akan banyak memfiksasi K.
K yang terfiksasi dapat dilepaskan kembali dan menjadi tersedia untuk
tanaman. Adanya asam humat dan asam fulvat di dalam tanah dapat mempercepat
proses tersebut. Tisdale dan Nelson (1975) berpendapat bahwa fiksasi K
merupakan poses konservasi di alam. Fiksasi K penting di dalam tanah pasiran
untuk mencegah dari pelindian. Pemupukan K+ dan NH4+ yang terus menerus
dapat menurunkan fiksasi K.
KEJENUHAN BASA (BASE SATURATION)
1. Kejenuhan basa berhubungan erat dengan KPK tanah
2. % Kejenuhan basa = [Jumlah Kation Tertukar (dlm me %) / KPK] x 100
3. Jika KPK tanah = 50 me %, maka
4. % kejenuhan basa = 30/50 x 100 = 60 %
Ada korelasi positif antara pH tanah dan persen kejenuhan basa. Secara
umum jika pH tinggi, kejenuhan basa akan tinggi. Kejenuhan basa yang rendah
berarti kandungan H+ yang tinggi.
Kejenuhan basa biasanya dapat digunakan sebagai indikasi kesuburan tanah.
Keterangan :
1. Tanah sangat subur à derajat kejenuhan basa ≥ 80%,
2. Tanah kesuburan sedang à derajat kejenuhan basa 50 % - 80 %
3. Tanah tidak subur à derajat kejenuhan basa ≤ 50 %
4. Pengapuran ( liming ) dapat meningkatkan kejenuhan basa.
BAB III
PELAKSANAANA. Profil Tanah
Tujuan :
1. Untuk mengenal profil tanah
2. Untuk menyandera profil tanah
3. Untuk determinasi jenis tanah
Alat dan Bahan :
Alat :
1. Meteran gulung
2. Kertas pH
3. Buku Munsell
4. Botol semprot plastik
5. Sekop
6. Cangkul
7. Pisau belati
8. Ring sampler
9. Klinometer
Bahan :
1. HCl2N
2. Tanah
3. Aquadest
4. H2O2 30%
5. KCl 1N
Cara kerja :
1. Ditentukan letak tanah yang diamati profilnya.
2. Dibuat irisan – vertical pada tanah tersebut sehingga tampak lapisan-lapisan
pada tanah.
3. Diamati bagian-bagian tanah yang merupakan lapisan tanah.
4. Diukur tebal tiap-tiap lapisan yang menjadi antara horizontal yang satu
dengan horizontal yang lain.
5. Ditentukan tekstur tanahnya dengan cara potong tanah tiap lapisan diambil
untuk diamati bentuk dan susunannya.
6. Ditentukan tekstur tanahnya dengan cara memilin-milin tanah pada setiap
lapisan.
7. Ditentukan konsistensi tanah dengan cara menambah air.
8. Ditentukan warna tanah berdasarkan Munsell Soil Color Chart.
9. Ditentukan ada tidaknya bahan kasar yang terdapat pada setiap lapisan
tanah.
10. Dilihat penakaran tanaman yang masuk ke dalam tiap lapisan tentang jumlah
dan ukuran.
11. Ditentukan bahwa bahan organik tanah dengan meneteskan larutan H2O2 30
%.
12. Ditentukan kadar kapur tanah dengan menggunakan larutan HCl2 N.
13. Ditentukan pH tanah menggunakan pH stik.
B. Fisika Tanah
a). Kadar Lengas Tanah
Kadar Lengas Contoh Tanah ( KL )
a. Tujuan : Untuk mengetahui kadar lengas contoh tanah.
b. Metode : Gravimetri
c. Alat dan bahan :
Alat : 1. Botol timbang
2. Timbangan analitis
3. Oven (dapur pengering)
4. Eksikator
5. Penjepit
6. Kertas label
7. Gelas arloji
Bahan : Contoh tanah kering angin/udara 0,5 mm & 2 mm, gumpalan
d. Cara kerja :
1. Timbang botol kosong, bersih, bertutup (a gram).
2. Masukkan contoh tanah ke dalam botol timbang (± ¾ penuh),
diameter 0,5 mm.
3. Timbang botol berisi tanah tadi tertutup (b gram).
4. Masukkan botol timbang berisi tanah ke dalam oven dengan tutup
terbuka.
5. Dioven dengan suhu 105-1100C, selama minimal 4 jam.
6. Setelah dioven botol ditutup, kemudian dikeluarkan dari oven dan
dimasukkan dalam eksikator untuk didinginkan (± 15 menit).
7. Botol timbang yang masih tertutup rapat ditimbang (c gram).
8. Diulangi langkah 1-7 untuk contoh tanah diameter 2 mm dan
gumpalan.
Perhatian :“botol timbang dan tutupnya harus diberi label terlebih dahulu
sebelum ditimbang, dan jangan sampai tertukar antara botol
timbang satu dengan tutup botol timbang yang lain.”
Kadar Lengas Maksimum ( KLM )
a. Tujuan : Untuk mengetahui kadar lengas maksimum tanah.
b. Metode : Gravimetri
c. Alat dan bahan
Alat : 1. Piring tembaga berlubang
2. Kuas
3. Spatel
4. Gelas arloji
5. Timbangan analitis
6. Kerikil sebagai penumpu
7. Petridish
8. Mortar porselen
9. Penumbuk
10. Oven
11. Eksikator
12. Sprayer
13. Kertas saring
14. Kertas label
Bahan : 1. Contoh tanah kering angin diameter 2 mm.
2. Aquadest
d. Cara kerja :
1. Mempersiapkan contoh tanah :
a. Diambil contoh tanah kering angin (± 20-30 gram). Tanah ini
ditumbuk dengan mortar (untuk menguraikan agregat tanah yang
ada menjadi butir-butir primer, tanpa memecahkan atau merusak
butir-butir primernya yang telah bebas).
b. Ditumbuk hati-hati dengan gerakan memutar. Setelah dirasa cukup,
tanah lalu disaring dengan saringan 0,5 mm di atas kertas sebagai
penampung.
c. Sisa tanah di atas saringan ditumbuk lagi, kalau-kalau masih ada
agregat yang belum terurai pada penumbukan pertama, disaring lagi,
lalu sisanya ditumbuk lagi dan ini diulang-ulang sampai tidak ada
agregat yang tertinggal atausisanya tidak dapat lebih dihaluskan lagi
(biasanya cukup 2-3 kali).
d. Sisa terakhir dicampurkan dengan hasil penyaringan serata mungkin.
2. Piring tembaga dilapisi dengan kertas saring (seluruh permukaan bagian
dalam). Kemudian dijenuhi air dengan menggunakan sprayer.
3. Piring yang dijenuhi air tadi ditimbang dalam keadaan masih jenuh (a
gram).
4. Kemudian diisi dengan contoh tanah yang telah disiapkan kira-kira 1/3-
nya, lalu piring diketuk-ketuk dengan hati-hati agar partikel tanah tersusun
rapat dan rata. Diisi lagi dengan tanah sampai kira-kira 2/3-nya dan
diketuk-ketuk seperti tadi. Akhirnya diisi sampai penuh, diketuk-ketuk lagi
dan permukaannya diratakan hati-hati dengan spatel tanpa ditekan setinggi
bibir piring tembaga.
5. Diletakkan dalam petridish dengan diberi penumpu (kerikil) usahakan agar
piring tembaga jangan sampai miring, dibuat sedemikian rupa agar ½
piring tembaga masuk dalam petridish.
6. Setelah itu petridish diisi air sampai mencapai ½ piring tembaga sebhelah
luar.
7. Didiamkan selama semalam (± 12-16 jam).
8. Setelah perendaman piring tembaga diangkat, air dan butir-butir air yang
merekat di sisi luarnya dibersihkan dengan lap.
9. Kalau permukaannya mengembang diratakan dulu setinggi bibir piring
tembaga dengan jalan mengiris dengan spatel tanpa ditekan.
10. Kemudian piring dengan tanah jenuh air ditimbang dengan alas gelas arloji
(b gram).
11. Setelah itu dioven dengan suhu 105-1100C selama 24 jam.
12. Setelah dioven, piring berisi tanh kering mutlak didinginkan ke dalam
eksikator (±15 menit) dan ditimbang (c gram).
13. Kemudian tanah dibuang, piring dan kertas dibersihkan dengan kuas, lalu
ditimbang lagi (d gram).
b). Tekstur Tanah
a. Tujuan : Untuk mengetahui tekstur dengan metode Hidrometer
b. Metode : Hidrometer
c. Alat dan bahan :
Alat : 1. Bouyocus Hidrometer
2. Pengaduk listrik (Mixer)
3. Tabung sedimentasi 1000 ml
4. Bak sedimentasi
5. Pengukur waktu (jam/stopwatch)
6. Termometer
7. Timbangan analitis
8. Gelas arloji
9. Gelas piala 600 ml
10. Pengaduk
11. Kertas label
Bahan : 1. Contoh tanah kering angin diameter 2 mm.
2. Air
3. Larutan pendispersi :
- Calgon
- Natrium Nexametafosfat 1 N
- Natrium Pyrofosfat 1 N
d. Cara kerja :
1. Timbang 50 gram contoh tanah diameter 2mm (khusus untuk regusol 100
gram) masukkan ke dalam gelas piala.
2. Tambahkan 10 ml larutan pendispersi dan 150 ml aquadest.
3. Diaduk sampai semua butiran tanah hancur dan merata (homogen).
4. Dibiarkan tanah terendam selama semalam.
5. Pindahkan larutan tanah ke dalam tabung mixer, dan bilaslah gelas piala
dengan aquadest agar semua tanah terpindahkan, kemudian diaduk selama
minimal 10 menit.
6. Tuangkan dan cuci isinya hingga bersih ke dalam tabung sedimentasi, dan
tambahkan aquadest sampai batas terra.
7. tabung ditutup (dengan tangan/plastik) kemudian digojog 10 kali.
8. Setelah 40 detik masukkan Hidrometer dan diukur (R1). Kemudian
masukkan Termometer ke dalam tabung dan diukur (t1).
9. Didiamkan selama 2 jam.
10. Setelah 2 jam masukkan kembali Hidrometer dan diukur (R2). Kemudian
masukkan Termometer kemudian diukur lagi (t2).
11. Angkat Hidrometer perlahan-lahan dan cuci.
c). Struktur Tanah
1. Kerapatan Butir Tanah ( BJ )
a. Tujuan : Untuk mengetahui kerapatan butir tanah.
b. Metode : Picnometri
c. Alat dan bahan :
Alat : 1. Picnometer 25 ml
2. Pengaduk
3. Termometer
4. Sprayer
5. Timbangan analitis
Bahan : 1. Contoh tanah kering angin 2mm
2. Air
3. Alkohol / eter / spiritus
d. Cara kerja :
1. Ditimbang picnometer kosong, bersih, bersumbat ( a gram ).
2. Diisi picnometer dengan air suling sampai penuh dengan sprayer ( sampai
garis tanda pada pipa kapiler dalam sumbatannya, kalau tidak ada garis
tanda, maka sampai ujung atas pipa kapilernya ). Dijaga jangan sampai ada
gelembung udara dalam picnometer, dan air yang menempel di luar
picnometer dibersihkan dengan tissue.
3. Ditimbang picnometer penuh air ( b gram ).
4. Diukur temperatur air dalam picnometer ( t1 0C ), lihat daftar BJ, berapa
BJ air pada temperature tersebut ( BJ 1 ).
5. Diisi picnometer dengan contoh tanah dengan menggunakan corong kecil
seberat 5 gram.
6. Dipasang sumbatnya dan ditimbang picnometer berisi tanah ( c gram ).
7. Picnometer diisi air suling sampai kira-kira separo, tanah diaduk-aduk kuat
dengan kawat pengaduk halus untuk menghilangkan udara yang tersekap
dalam tanah, pengeluaran gelembung-gelembung udara ini dapat dibantu
dengan menggoncang-goncangkan picnometer.
8. Setelah itu picnometer seisinya dibiarkan semalam dengan sumbat
terpasang. ( Sebelum kawat pengaduk dicabut dari dalam picnometer,
perlu dibilas dengan sedikit air suling untuk membersihkan butiran-butiran
tanah yang menempel padanya, supaya tidak ada tanah yang menghilang
terikat kawat ).
9. Keesokan harinya penghilangan gelembung-gelembung udara yang
mungkin masih tertinggal diulangi lagi, kemudian dibiarkan sebentar
untuk mengendapkan sebagian besar tanahnya, lalu ditambah air suling
hati-hati sampai penuh ( seperti No.2 ). Hal ini bermaksud agar suspensi
tanah tidak teraduk, untuk menjaga agar tidak ada butiran-butiran tanah
yang tidak terikut dengan air kelebihan yang harus dihilangkan.
10. Ditimbang picnometer berisi tanah dan air penuh ( d gram ).
11. Diukur temperatur air dalam picnometer ( t2 0C ). Lihat di daftar BJ,
berapa Bj air pada temperatur itu ( BJ 2).
2. Kerapatan Massa Tanah ( BV )
a. Tujuan : Untuk mengetahui kerapatan massa tanah/berat
volume tanah
b. Metode : Lilin
c. Alat dan bahan :
Alat : 1. Gelas piala 500 ml
2. Gelas ukur 100 ml
3. Lampu bunsen/spiritus
4. Penumpu kaki tiga
5. Pipet ukur 10 ml
6. Timbangan analitis
7. Kuas
8. Benang
Bahan : 1. Contoh tanah kering angin gumpalan
2. lilin
d. Cara kerja :
1. Diambil sebongkah tanah sedemikian rupa sehingga dapat masuk ke gelas
ukur 100 ml dengan longgar, bersihkan dengan hati-hati butir-butir tanah
yang menempel lemah dipermukaannya dengan kuas, lalu dengan hati-hati
diikat dengan benang sehingga dapat digantung. Timbang bongkah tanah
ini ( a gram ).
2. Cairkan lilin dalam gelas piala sampai cair dan encer ( sampai temperature
600C). Setelah temperature lilin turun sampai 600C, bongkah tanah
seluruhnya dicelupkan dalam lilin sebentar, terus diangkat dan dibiarkan
tergantung sampai lilin yang meliputinya membeku.
3. Periksa apakah lapisan lilin merata menutupi seluruh permukaan bongkah
tanah. Kalau masih ada bagian yang belum tertutup sempurna pencelupan
diulangi lagi. Setiap pencelupan, suhu lilin harus 600C, kalau kurang lilin
tidak menempel pada tanah, klau lebih lilin dapat meresap ke dalam pori-
pori tanah.
4. Ditimbang bongkah tanah yang dilapisi lilin ( b gram ).
5. Diisi gelas ukur dengan air sampai volume tertentu dengan tepat ( p ml ).
6. Bongkah tanah berlilin ditenggelamkan dalam air sehingga permukaan air
akan naik.
7. Dengan pipet ukur air ditambahkan sampai permukaannya tepat digaris
tanda volume tertentu ( q ml ).
8. Catat berapa ml air yang ditambahkan dari pipet ukur ( r ml ).
3. Porositas Total Tanah ( n )
Adalah prosentase volume pori-pori total yang ada didalam tanah terhadap
volume total bongkah tanah.
d). Konsistensi Tanah
1. Batas Cair ( BC )
a. Tujuan : Menetapkan Batas Cair Tanah ( BC )
b. Metode : Atterberg
c. Alat dan bahan :
Alat :
1. Cassagrande
2. Colet
3. Plat kaca
4. Papan kayu
5. Spatel
6. Mangkok plastik
7. Sprayer
8. Timbangan analitis
9. Oven
10. Eksikator
11. Kertas label
Bahan :
1. Contoh tanah kering angin 0,5 mm
2. Aquadest
d. Cara kerja :
1. Dibuat pasta tanah dengan mencampur contoh tanah dengan aquadest
sampai homogen.
2. Diletakkan sebagian pasta tanah tadi pada cawan cassagrande, dan diatur
sedemikian rupa hingga tebal pasta pada cawan ± 1 cm.
3. Dengan colet pasta tanah dibelah sepanjang sumbu diametric cawan.
Waktu membelah, colet dipegang sedemikian rupa sehingga posisinya
selalu tegak lurus pada permukaan cawan.
4. Cassagrande diputar sehingga cawan terketuk-ketuk sampai permukaan
belahan pasta menutup kembali, banyaknya ketukan sampai pasta menutup
dihitung ( N ).
5. Diambil contoh pasta pada belahan yang telah menutup dengan lebar 1 cm
dan panjang 1 cm ( sepanjang ukuran pangkal colet ).
6. Contoh pasta tadi dioven dan diukur kadar lengasnya seperti acara kadar
lengas tanah.
a. Berat botol kosong ( a gram )
b. Berat botol + tanah ( b gram )
c. Berat botol + tanah setelah dioven ( c gram )
7. Diulangi langkah 2 – 6 untuk mendapatkan BCd.
Peringatan : - Banyaknya ketukan antara 10 - 40
- Kalau kurang dari 10 berarti pasta terlalu basah, kalau
lebih dari 40 berarti pasta terlalu kering.
- Kalau terlalu basah pasta ditambah dengan tanah kering,
kalau terlalu kering pasta ditambah dengan air.
2. Batas Lekat Tanah ( BL )
a. Tujuan : Menetapkan Batas Lekat Tanah ( BL )
b. Metode : Atterberg
c. Alat dan bahan :
Alat :
1. Cassagrande
2. Colet
3. Plat kaca
4. Papan kayu
5. Spatel
6. Mangkok plastik
7. Sprayer
8. Timbangan analitis
9. Oven
10. Eksikator
11. Kertas label
Bahan :
1. Contoh tanah kering angin 0,5 mm
2. Aquadest
d. Cara kerja :
1. Diambil pasta
tanah sisa acara batas cair, dan dibuat gumpalan tanah dengan kedua
telapak tanah..
2. Tusukkan spatel dalam gumpalan kemudian ditarik keluar, waktu menusuk
dan menarik dilakukan dengan cepat.
3. Diperiksa permukaan colet :
- Bersih tidak ada tanah berarti lebih kering dari BL.
- Tanah atau suspensi tanah melekat, berarti pasta tanah lebih basah dari
BL.
- Apabila terlalu kering pasta ditambah air, kemudian digumpalkan lagi.
- Apabila terlalu basah pasta ditambahi dengan tanah kering.
4. Penggumpalan dihentikan setelah pada ujung spatel melekat suspensi
tanah seperti dempul, sepanjang 1/3 dalamnya penusukan.
5. Gumpalan dibelah dan disekitar tusukan diambil contoh tanah ± 1 cm3.
6. Contoh tanah tadi dioven dan dicari kadar lengasnya seperti acara kadar
lengas tanah.
- Berat botol kosong ( a gram )
- Berat botol + tanah ( b gram )
- Berat botol + tanah setelah dioven ( c gram )
7. Diulangi langkah 1 – 6 untuk mendapatkan BLd.
8. Batas Lekat adalah nilai kadar lengasnya.
3. Batas Gulung Tanah ( BG )
a. Tujuan : Menetapkan Gulung Cair Tanah ( BG )
b. Metode : Atterberg
c. Alat dan bahan :
Alat :
1. Cassagrande
2. Colet
3. Plat kaca
4. Papan kayu
5. Spatel
6. Mangkok plastik
7. Sprayer
8. Timbangan analitis
9. Oven
10. Eksikator
11. Kertas label
Bahan :
1. Contoh tanah kering angin 0,5 mm
2. Aquadest
d. Cara kerja :
1. Diambil pasta tanah sisa acara BC dan BL, kemudian digulung dalam
bentuk sosis diatas plat kaca, waktu menggulung jangan disertai tekanan.
2. Diperiksa sosis tanah yang berbentuk :
- Tidak menunjukkan keretakan sewaktu mencapai tebal 3 mm kurang,
berarti pasta tanah lebih basah dari BG.
- Sudah retak selagi masih tebal dari 3 mm, berarti pasta tanah lebih
kering dari BG.
3. Ulangi langkah pertama dengan lebih dahulu menambah atau mengurangi
kelembaban pasta tanah ( tergantung hasil langkah ke dua ), sampai
dicapai keadaan sosis tanah itu retak-retak pada waktu mencapai tebal 3
mm.
4. Diambil sosis yang retak sepanjang 2 cm dan tetapkan kadar lengas.
5. Diulangi langkah 1 – 4 untuk mendapatkan BGd ( duplo ).
6. Kadar lengas BGm dan BGd merupakan nilai BGm dan BGd.
4. Batas Berubah Warna ( BBW )
a. Tujuan : Menetapkan Batas Berubah Warna Tanah ( BBW )
b. Metode : Atterberg
c. Alat dan bahan :
Alat :
1. Cassagrande
2. Colet
3. Plat kaca
4. Papan kayu
5. Spatel
6. Mangkok plastik
7. Sprayer
8. Timbangan analitis
9. Oven
10. Eksikator
11. Kertas label
Bahan :
1. Contoh tanah kering angin 0,5 mm
2. Aquadest
d. Cara kerja :
1. Diambil pasta tanah sisa acara BC, BL dan BG, kemudian dengan tangan
atau colet dibuat gulungan di atas papan kayu, dengan bagian tengah atau
paling tebal ± 0,5 cm dan semakin menipis ke tepi.
2. Didiamkan di tempat yang teduh, dan lengas dalam pasta pelan-pelan akan
menguap dan di bagian yang tipis/tepi penguapan akan lebih cepat.
Sehingga warnanya akan memuda, pemudaan ini akan berjalan mulai dari
tepi dan berjalan ke tengah.
3. Setelah jalur muda mencapai ± 0,5 cm, maka jalur muda ini diambil
dengan colet bersama-sama jalur disampingnya yang lebih gelap juga
selebar ± 0,5 cm.
4. Contoh tanah yang diambil tadi ditetapkan kadar lengasnya sebagai
BBWm.
5. Diulangi langkah 3 – 4 untuk mendapatkan BBWd.
6. Nilai KL merupakan nilai BBW.
C. Kimia Tanah
a). pH Tanah Colorimetris
a. Tujuan : 1. Menetapkan pH tanah secara colorimetris dengan
H2O
( pH H2O ) / pH aktual.
2. Menetapkan pH tanah secara colorimetris dengan
KCl ( pH KCl ) / pH potensial.
b. Metode : Colorimetris
c. Alat dan bahan :
Alat : 1. Tabung reaksi
2. pH stik
3. Sprayer
4. Kertas label
Bahan : 1. Contoh tanah kering angin Ø 0,5 mm
2. Indikator universal
3. Aquadest
d. Cara kerja :
1. Tabung reaksi diisi contoh tanah dan H2O ( aquadest ) dengan skala
perbandingan 1 : 1 ( ± setinggi 2,5 cm : 2,5 cm, sehingga tinggi tanah +
aquadest menjadi 5 cm ).
2. Larutan dikocok hingga homogen dan dibiarkan mengendap, lalu warna
jernih dibagian atas dicatat, misalnya kuning.
3. Dimasukkan pH stik dengan hati-hati dalam tabung reaksi ( seluruh
indicator stik tercelup dalam larutan jernih ).
4. pH stik kemudian dikocokkan dengan balok komparator dan dicatat pH-
nya.
5. Ulangi langkah 1- 4 dengan menggunakan KCl.
b). Kadar Bahan Organik Tanah
a. Tujuan : Menetapkan kadar bahan organik tanah
b. Metode : Walkley & Black
c. Alat dan bahan :
Alat : 1. Labu takar 50 ml
2. Pipet tetes
3. Pipet ukur 10 ml dan 5 ml
4. Pipet volum 5 ml
5. Timbangan analitis
6. Erlenmeyer 100 atau 125 ml
7. Buret dan statis
8. Gelas ukur 25 atau 50 ml
9. Sprayer
Bahan : 1. Contoh tanah kering angin diameter 0,5 mm
2. Aquadest
3. Diphenylamine
4. K2Cr2O7 1 N
5. H2SO4 pekat (min. 96%)
6. H3PO4 85%
7. FeSO4 1 N
d. Cara kerja :
1. Ditimbang contoh tanah seberat 1 gram.
2. Dimasukkan dalam labu takar dan ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 1 N dan 10
ml H2SO4 pekat.
3. Dikocok dengan gerakan mendatar dan memutar. Warna harus tetap merah
jingga, kalau warna berubah menjadi biru atau hijau tambahkan lagi
K2Cr2O7 1 N dan H2SO4 dan setiap penambahan jumlahnya harus dicatat,
penambahan blanko harus sama banyak.
4. Didiamkan kurang lebih 30 menit sampai larutan dingin.
5. Setelah dingin tambahkan 5 ml H3PO4 85% dan 1 ml diphenylamine.
Kemudian tambahkan aquadest sampai betas terra.
6. Dikocok dengan cara membolak-balikkan sampai homogen dan dibiarkan
mengendap.
7. Diambil dengan pipet volum 5 ml larutan yang jernih, kemudian
masukkan ke erlenmeyer dan tambahkan 15 ml aquadest.
8. Kemudian dititrasi dengan FeSO4 1 N hingga warna menjadi kehijau-
hijauan, dan dicatat volume titrasinya (langkah 7 dan 8 diulangi 3d kali).
9. Langkah 1-8 diulangi tanpa contoh untuk keperluan blanko (fungsi analisa
blanko untuk koreksi alat maupun bahan/reagensia murni tidaknya dan
untuk mempermudah hitungan).
e. Reaksi :
2K2Cr2O7 + 8H2SO4 2K2SO4 + 2Cr2(SO4)3 +8H2O + 3O2 + x kalori
C + O CO2 + sisa oksidator
K2Cr2O7 + 6FeSO4 + 7H2SO4 Cr2(SO4)3 + indikator + 3Fe2(SO4)3 + K2SO4 +
7H2O
c). Kadar Kapur Ekuivalen ( Setara Tanah )
a. Tujuan : Menetapkan kadar kapur ( CaCO3 ) secara tepat.
b. Metode : Mohr
c. Alat dan bahan :
Alat : 1. Kalsimeter
2. Timbangan analitis
3. Lampu spiritus ( Bunsen )
4. Penumpu kaki tiga dan asbes
Bahan : 1. Contoh tanah kering angin diameter 2 mm
2. HCl 2 N
d. Cara kerja :
1. Ditimbang kalsimeter kosong, bersih, kering ( a gram ).
2. Masukkan contoh tanah ± 5 gram ke dalamnya lalu ditimbang ( b gram ).
3. Isi bagian atas kalsimeter dengan HCl 2 N sampai ¾-nya ( harus dijaga
agar kran kalsimeter tertutup rapat hingga HCl tidak menetes ). Kemudian
ditimbang
( c gram ).
4. Kran dibuka dan HCl dialirkan setetes demi setetes ke dalam tempat tanah
dengan digoyang-goyangkan perlahan.
5. Setelah HCl habis, kalsimeter dihangatkan sebentar dalam api kecil ( hati-
hati terhadap penguapan air ).
6. Didinginkan ± 30 menit, kemudian ditimbang ( d gram ).
e. Reaksi :
CaCO3 + 2HCl CaCl2 + H2O + CO2
d). KPK Tanah Kualitatif
a. Tujuan : 1. Membuktikan muatan negative zarah-zarah tanah
dengan 2 macam zat warna.
2. Membuktikan pengaruh luas permukaan zarah tanah
yang terbuka terhadap KPK (Kapasitas Pertukaran
Kation) tanah.
b. Metode : Kualitatif
c. Alat dan bahan :
Alat : 1. Tabung reaksi
2. Corong kaca
3. Kertas saring
4. Rak tabung reaksi
5. Pipet tetes
6. Erlenmeyer
7. Kertas label
Bahan : 1. Contoh tanah kering angina diameter 0,5 mm & 2 mm.
2. Gention Violet (GV) 0,2 %
3. Eosin Red
d. Cara kerja :
1. Diambil dua buah tabung reaksi masing-masing diisi contoh tanah diameter
0,5 dan 2 mm ( ± setinggi 1 cm ).
2. Ditambahkan dalam tabung reaksi GV, sehingga tinggi tanah dan GV
menjadi 5 cm.
3. Tabung reaksi dikocok sehingga homogen ( ± 2 menit ), kemudian disaring
dengan kertas saring dan masing-masing filtrat ditampung dalam
erlenmeyer.
4. Teteskan dengan pipet tetes filtrat tadi pada kertas saring.
5. Bandingkan masing-masing filtrat, diameter 0,5 mm, 2mm dan kontrol.
6. Ulangi alngkah 1 – 5 dengan menggunakan Eosin Red ( ER ).
BAB IV
HASIL DAN PERHITUNGANA. Fisika Tanah
a). Kadar Lengas Tanah
Kadar Lengas Contoh Tanah ( KL )
( b-c )
Kadar Lengas ( KL) = x 100 %
( c-a )
( b-c ) = berat air dalam tanah ( BA )
( c-a ) = berat tanah kering mutlak ( BTKM )
0,5 mm
Prosedur A B
a. berat timbangan a 62,838 gram 26,113 gram
b. berat a + contoh tanah 77,402 gram 44,334 gram
c. keadaan b setelah dipanaskan 75,813 gram 42,292 gram
( b-c ) ( 77,402 – 75,813)
a.) ( KL ) = x 100 % = x100 %
( c-a ) ( 75, 813– 62,838)
1,589
= x 100 %
12,247
= 12,25 %
( b-c ) ( 65,71 – 64,57 )
b.) ( KL ) = x 100 % = x 100 %
( c-a ) ( 64,57 – 50,35 )
1,14
= x 100 %
14,22
= 8,017 %
2 mm
Prosedur A B
a. berat timbangan a 53,26 gram 68,60 gram
b. berat a + contoh tanah 66,76 gram 81,68 gram
c. keadaan b setelah dipanaskan 65,21 gram 80,21 gram
( b-c ) ( 66,76 – 65,21 )
a.) ( KL ) = x 100 % = x 100
%
( c-a ) ( 65,21 – 53,26)
1,55
= x 100 %
11,95
= 12,97 %
( b-c ) ( 81,68 – 80,21 )
b.) ( KL ) = x 100 % = x 100
%
( c-a ) ( 80,21 – 68,60 )
1,47
= x 100 %
11,61
= 12,661%
Gumpalan
Prosedur A B
a. berat timbangan a 51,12 gram 52,53 gram
b. berat a + contoh tanah 60,68 gram 61,64 gram
c. keadaan b setelah dipanaskan 59,66 gram 60,74 gram
( b-c ) ( 60,68 – 59,66 )
a.) ( KL ) = x 100 % = x 100
%
( c-a ) ( 59,66 – 51,12 )
1,02
= x 100 %
8,54
= 11,943 %
( b-c ) ( 61,64 – 60,74 )
b.) ( KL ) = x 100 % = x 100
%
( c-a ) ( 60,74 – 50,53 )
0,9
= x 100 %
8,21
= 10,962 %
Kadar Lengas Rata-rata ( KL Rata-rata )
A + B 8,202 % + 8,017 %
0,5 mm = =
2 2
16,219
= = 8,109 %
2
A + B 12,97 % + 12,661 %
2 mm = =
2 2
25,631
=
2
= 12,815 %
A + B 11,943 % + 10,962 %
Gumpalan = =
2 2
22,905
=
2
= 11,4525 %
Kadar Lengas Maksimum ( KLM )
( b-a ) – ( c-d )
Kadar Lengas Maksimum ( KLM ) = x 100 %
( c-d )
( b-a ) = berat tanah jenuh
( c-d ) = berat tanah kering mutlak
a 17,45 gram
b 45,59 gram
c 23,33 gram
d 16,09 gram
( b - a ) – ( c - d )
KLM = x 100 %
( c-a )
( 45,59 – 17,45 ) – ( 23,33- 16,09 )
= x 100 %
( 32,33 – 16,09 )
( 28,14 – 16,24)
= x 100 %
( 16,24 )
11,9
= x 100 %
16,24
= 73,27 %
b). Tekstur Tanah
Hasil pembacaan Hidrometer I ( pada 40 detik sesudah digojog )
P 1 = R 1 + ( tf 1 – 67 ) x 0,2
R 1 = Hasil pembacaan Hidrometer I
tf 1 = Temperatur suspensi ( 0F )
67 = Ketetapan konstanta
tc 1 = Temperatur suspensi ( 0C )
tf 1 = ( 9/5 x tc l ) + 32 0F
Diketahui : tc 1 = 29 0C
R 1 = 22
Hidrometer I : tf 1 = ( 9/5 x tc 1 ) + 32 0F
= ( 9/5 x 29 0C ) + 32 0F = 84,2 oF
R 1 = 22
P 1 = R 1 + ( tf 1 – 67 ) x 0,2
= 22 + ( 84,2 – 67 ) x 0,2
= 22 + 17,2 x 0,2
= 22 + 3,44
= 25,44
Hasil pembacaan Hidrometer II ( setelah 2 jam )
P2 = R2 + ( t f2 – 67 ) x 0,2
R2 = Hasil pembacaan Hidrometer II
tf2 = Temperatur suspensi ( 0F )
67 = Ketetapan konstanta
tc2 = Temperatur suspensi ( 0C )
tf2 = ( 9/5 x tc2) + 32 0F
Diketahui : tc 2 = 28 0C
R 2 = 19
Hidrometer I : tf 1 = ( 9/5 x tc 2 ) + 32 0F
= ( 9/5 x 29 0C ) + 32 0F = 84,2 oF
R 1 = 22
P 2 = R 2 + ( tf 2 – 67 ) x 0,2
= 19 + ( 84,2 – 67 ) x 0,2
= 19 + 15,4 x 0,2
= 19 + 3,08
= 22,08
Menghitung masing – masing % fraksi :
100
BTKM= x 50 gram ( tanah latosol )
100 + KL
KL = 12,815 %
P 1 = 25,44
P 2 = 22,08
100
BTKM = x 50 gram
100 + 12,815 %
100
= x 50
112,815
= 44,32 gram
P 1
% Pasir = 100 - x 100 %
BTKM
25,44
= 100 - x 100 %
44,32
= 100 – ( 0,574 x 100 % )
= 100 – 574 %
= 42,6 %
P 2
% Lempung = 100 - x 100 %
BTKM
22,08
= 100 - x 100 %
44,32
= 0,498 x 100 %
= 49,8 %
% Debu = 100 % - % pasir - % lempung
= 100 % - 43,8 % - 498 %
= 6,8 %
c). Struktur Tanah
4. Kerapatan Butir Tanah ( BJ )
Diketahui : KL Gumpalan = 0,12815
a gram = ( c-a ) gram
= ( 24,04 – 18,97 ) gram
= 5,07 gram
100
BTKM= x a gram
100 + KL ( Ø 2 mm )
100
= x 5,07 gram
100 + 12,815 %
100
= x 5,07 gram
112,815
= 4,494 gram
VOLUME BUTIR TANAH ( VBT )
Diketahui :a = 18,97 gram
b = 43,60 gram
c = 24,04 gram
d = 46,25 gram
BJ 1 = 0,9963
BJ 2 = 0,9965
( b-a ) ( d-c )
VBT = cm3
BJ 1 BJ 2
( 43,60 – 18,97 ) ( 46,25 – 24,04 )
=
cm3
0,9963 0,9965
14,509 22,21
= 0,9963 0,9965 cm3
= 24,721 – 22,288 cm3
= 2,433 cm3
KERAPATAN BUTIR ( BJ )
Diketahui :BTKM = 4,494 gram
VBT = 2,433 cm3
BTKM
BJ = cm. gr -1
VBT
4,494
= cm. gr -1
2,433
= 1,847 cm. gr -1
5. Kerapatan Massa Tanah ( BV )
Diketahui : a = 8,15
b = 9, 592
P = 30
q = 50
r = 11
KL Gumpalan = 11,452
100
BTKM= x a gram
100 + KL ( Gumpalan )
100
= x 8,15 gram
100 + 11,452 %
100
= x 8,15 gram
111,452
= 7,31 gram
Volume Bongkah Tanah ( VBT )
b - a
VBT = q – r – p –
0,87
b - a
= 50 – 14– 30 –
0,87
1,08
= 6 –
0,87
= 6 – 1,241
= 4,759 ml
BTKM
BV = gr/cm3
VBT
7,31
= gr/cm3
4,759
= 1,536 gr/cm3
6. Porositas Total Tanah ( n )
Diketahui : BV = 1,536
BJ = 1,847
BV
n = 1– x 100 %
BJ
1,536
= 1 – x 100 %
1,847
= ( 1 – 0,831 ) x 100 %
= 0,169 x 100 %
= 16,9 %
d). Konsistensi Tanah
5. Batas Cair ( BC )
Diketahui : a = 53,79
b = 55,44
c = 54,85
b - c
KL BCm = x 100 %
c - a
55,44 – 54,85
= x 100 %
54,85 – 53,79
0,59
= x 100 %
1,06
= 55,66 %
BCm = KL BCm ( Nm / 25 )0,121
= 55,66 % ( 30/ 25 )0,121
= 55,66 % x 1,2 0,121
= 55,66 % x 1,022
= 56,88 %
Diketahui : a = 63,50
b = 65,36
c = 64,68
b - c
KL BCd = x 100 %
c - a
65,36 – 64,68
= x 100 %
64,68 – 6350
0,68
= x 100 %
1,18
= 57,63 %
BCd = KL BCd ( Nm / 25 )0,121
= 57,63 % ( 30 / 25 )0,121
= 57,63 % x 1,2 0,121
= 57,63 % x 1,022
= 58,90 %
BCm + BCd
BC rata-rata =
2
56,88 % + 58,90 %
=
2
11,578 %
=
2
= 57,89 %
6. Batas Lekat Tanah ( BL )
Diketahui : a = 58,43
b = 59,07
c = 58,85
b - c
KL BLm = x 100 %
c - a
59,07 – 58,85
= x 100 %
58,85 – 5843
0,22
= x 100 %
0,42
= 52,38%
Diketahui : a = 56,05
b = 56,52
c = 56,35
b - c
KL BLd = x 100 %
c - a
56,52 – 56,35
= x 100 %
56,35 – 56,05
0,17
= x 100 %
0,3
= 56,67 %
BLm + BLd
BL rata-rata =
2
52,38 % + 56,67 %
=
2
108,95 %
=
2
= 54,53 %
7. Batas Gulung Tanah ( BG )
Diketahui : a = 32,13
b = 32,68
c = 32,52
b - c
KL BGm = x 100 %
c - a
32,68 – 32,52
= x 100 %
32,52 – 32,13
0,16
= x 100 %
0,39
= 0,41x 100 %
= 41,02 %
Diketahui : a = 40,18
b = 40,84
c = 40,70
b - c
KL BGd = x 100 %
c - a
40,84 – 40,70
= x 100 %
40,70 – 40,18
0,14
= x 100 %
0,52
= 0,27 x 100 %
= 26,92 %
BGm + BGd
BG rata-rata =
2
41,02 % + 26,92 %
=
2
67,94 %
=
2
= 33,97 %
8. Batas Berubah Warna ( BBW )
Diketahui : a = 53,86
b = 54,25
c = 54,17
b - c
KL BBWm = x 100 %
c - a
54,25 – 54,17
= x 100 %
54,17 – 53,86
0,08
= x 100 %
0,31
= 25,80 %
Diketahui : a = 52,44
b = 52,91
c = 52,79
b - c
KL BBWd = x 100 %
c - a
52,91 – 52,79
= x 100 %
52,79 – 52,44
0,12
= x 100 %
0,35
= 34,79 %
BBWm + BBWd
BBW rata-rata =
2
25,80 % + 34,29 %
=
2
60,09 %
=
2
= 30,05 %
Jangka Olah Tanah ( JO ) = BL – BG
= 54,53 – 33,97
= 20,56 %
Indeks Plastisitas ( IP ) = BC – BG
= 57,89 – 33,97
= 23,92 %
Surplus Tanah ( S ) = BL – BC
= 54,53 – 57,89
= -3,36 %
Persediaan Air Maksimum ( PAM ) = BC – BBW
= 57,89– 30,05
= 27,84 %
C. Kimia Tanah
a). pH Tanah Colorimetris
Pengamatan :
Keterangan H2O KCl
Warna Larutan Jernih Jernih
pH 5,53 5,35
pH Stik 7 6
b). Kadar Bahan Organik Tanah
Diketahui : Berat tanah = 1000 mg
n = 1
A = 0,3 ml
B = 0,5 ml – blanko 1 = 0,6 ml
2 = 0,6 ml
3 = 0,3 ml
KL ( 0,5 mm ) = 8,109 %
( B – A ) n x 3
( C ) = x 10 x 100/77x 100 %
100
x berat tanah (mg )
100 + KL ( Ø 0,5 mm )
( 0,5 – 0,3 ) 1 x 3
= x 10 x 100/77x 100 %
100
x 1000
100 + 8,109
0,6 x 3
= x 10 x 100/77x 100 %
100
x 1000
924,992
0,18
= x 10 x 100/77x 100 %
924,992
= 0,00064 x 1294,7%
= 0,84 %
Kadar Bahan Organik ( BO ) = ( C ) x 100/58
= 0,84 % x 1,72
= 1,44 %
c). Kadar Kapur Ekuivalen ( Setara Tanah )
Diketahui :
a = 93,21 gram
b = 98,21 gram
c = 112,36 gram
d = 112,19 gram
( c – d )
Berat CaCO3 = x 100 gram
44
( 112,36 – 12,19 )
= x 100 gram
44
0,17
= x 100 gram
44
= 0,386 gram
= 0,39 gram
100
BTKM = x ( b – a ) gram
100 + KL
100
= x ( 98,21 – 93,21 ) gram
100 + 13,73 %
100
= x 5 gram
112,815
= 4,432 gram
Berat CaCO3
Kadar Kapur = x 100 %
BTKM
0,38
= x 100 %
4,432
= 8,574 %
d). KPK Tanah Kualitatif
Keterangan Gention Violet (GV) Eosin Red (ER)
0,5 mm
2 mm
Kontrol
BAB V
PEMBAHASANA Profil Tanah
Pada tanggal 22 April 2010 pengamatan profil tanah di kabupaten Gunung
Kidul dilakukan dengan 3 desa yang berbeda dan jenis tanah yang berbeda
yaitu :
1. Desa Pathuk
Tanah Podzolik :
Dari hasil pengamatan profil tanah maka dapat diketahui bahwa keadaan
medan sistem aluvial/ datarannya berupa tanggul alam dan sitem
perbukitannya berupa lipatan. Pada timbulan makro membentuk dataran
dengan kemiringan 16-30 %. Untuk timbulan mikro berbentuk lipatan dengan
kemas muka tanahnya licin. Bentuk erosi sendiri berbentuknya hanya di
permukaan dengan taraf sedang parah dengan pengatusan lambat.
Pada laksana tanah akan terlihat ciri totalnya antara lain jeluk
mempannya dengan kedalaman > 100 cm. Lapisan pembatas tidak ada,
gleisasi bebas serta ciri kebatuan: bebas.
Pada hasil pengamatan morfologi tanah dapat diketahui bahwa tanah
meliputi batas horizon / lapisan dalam ketegasan pada lapisan I (0-10 cm)/O
jelas, lapisan II (10-25 cm)/A baur, lapisan III (25-45 cm)/B jelas, lapisan IV
(45-78 cm)/C berangsur, lapisan V (78- >100 cm) baur. Bentuk dari lapisan I
berbentuk rata datar, demikian juga dengan lapisan II berbentuk rata datar,
lapisan III berbentuk tak beraturan, lapisan IV tak beraturan, dan lapisan V
bentuknya patah-patah.
Untuk tekstur pada lapisan I adalah bertekstur lempung debuan,
lapisan II bertekstur geluh lempungan, lapisan III geluh lempungan, lapisan IV
bertekstur geluh lempung pasiran dan yang V tidak ada.
Sedangkan bentuk struktur pada lapisan I bertipe kersai, sedangkan
lapisan II-V tidak ada. Dengan ukuran lapisan I sangat halus/pipih, II dan III
sedang, dan IV-V tidak ada. Dan juga lapisan I-V tidak memiliki derajat
morfologi.
Konsistensi basah pada lapisan I lekat/ liat. Dan lapisan II-V agak
lekat. Sedangkan konsistensi lembab pada lapisan I-III adalah gembur, lapisan
IV-V adalah gembur. Konsistensi kering pada lapisan I-II adalah lunak,
lapisan III agak keras, lapisan IV-V adalah keras. Warna yang diperoleh pada
lapisan I menurut munsell adalah Yellowish Red, lapisan II adalah Strong
Brown, lapisan III adalah Brown K, untuk lapisan IV adalah dark brown dan
lapisan V adalah Red. Bahan kasar yang terkandung dari lapisan I adalah jenis
Fe 3+ dan Mn jumlahnya banyak, kekerasannya lunak. Lapisan II jenisnya Fe3+
jumlahnya sedang, kekerasannya lunak. Lapisan III jenisnya Fe2+, jumlahnya
sedang dan kekerasannya lunak. Lapisan IV jenisnya Fe2+ dan Mn jumlah Fe2+
sedikit, jumlah Mn sedang dan kekerasannya; keras. Lapisan V jenisnya Fe2+
dan Mn, jumlah Fe2+ sedikit dan Mn banyak, dengan kekerasan; keras.
Perakaran pada lapisan I jumlahnya banyak, lapisan II jumlahnya banyak,
lapisan III jumlahnya sedang, lapisan IV jumlahnya sedikit dan lapisan V
nihil. Bahan organik pada lapisan I sedikit, lapisan II banyak, lapisan III
banyak, lapisan IV sedang dan Lapisan V banyak. pH H2O pada lapisan I-IV
5-6 dan lapisan V 6-7. sedangkan pH KCl lapisan I-II adalah 3, lapisan III
adalah 2, dan lapisan IV-V adalah 2-3. dan semua lapisan tidak memiliki
kadar kapur.
2. Desa Bandung
Tanah Rendzina :
Dari hasil pengamatan profil tanah maka dapat diketahui bahwa keadaan
medan sistem aluvial/ dataran tanggul alam. Pada timbulan makro membentuk
dataran dengan kemiringan 1-3 %. Untuk timbulan mikro berbentuk rata
dengan kemas muka tanahnya bunga kol. Bentuk erosinya di permukaan
dengan taraf sedikit dengan pengatusan yang lambat.
Pada laksana tanah akan terlihat ciri totalnya antara lain jeluk
mempannya dengan kedalaman 26-50 cm. Lapisan pembatas bahan kasar,
gleisasi bebas serta ciri kebatuan tidak ada. Jeluk 0-50 cm kecil jumlahnya
sedikit dan jeluk 51-100 cm kasar jumlahmya banyak.
Pada hasil pengamatan morfologi tanah dapat diketahui bahwa tanah
meliputi batas horizon / lapisan dalam ketegasan pada lapisan I (0-10 cm)
jelas, lapisan II (10-20 cm) baur, lapisan III (20-50 cm) jelas, lapisan IV (50-
90 cm) berangsur, lapisan V (90-100 cm) baur. Bentuk dari lapisan I
berbentuk rata datar, lapisan II bentuknya berombak, lapisan III bentuknya
bergelombang, lapisan IV berombak, dan lapisan V tidak ada.
Untuk tekstur pada lapisan I adalah bertekstur lempung pasiran,
lapisan II bertekstur lempungan, lapisan III lempungan, lapisan IV dan V tidak
ada.
Sedangkan bentuk struktur pada lapisan I bertipe gumpal menyudut,
sedangkan lapisan II gumpal membulat dan III-V tidak ada. Dengan ukuran
lapisan I kasar, lapisan II sedang, lapisan III halus pipih, dan IV-V tidak ada.
Lapisan I-II berderajat cukupan, lapisan III teguh, dan lapisan IV-V tidak
memiliki derajat morfologi.
Konsistensi basah pada lapisan I lekat/ liat, lapisan II agak lekat,
lapisan III lekat/liat, dan lapisan IV-V tidak ada. Sedangkan konsistensi
lembab pada lapisan I-V semuanya teguh. Konsistensi kering pada lapisan I-V
adalah keras. Warna yang diperoleh pada lapisan I menurut munsell 7,5 yR
4/R adalah Dark Brown; lapisan II munsellnya 7,5 yR 3/2 disebut Dark
Brown, lapisan III 7,5 yR -2,5 sebutannya Black, lapisan IV munsellnya 10 yR
6/3 Polley Brown dan lapisan V munsellnya 2,5 yR 8/1 sebutannya White.
Bahan kasar yang terkandung dari lapisan I adalah jenis Fe 2+ yang jumlahnya
dan Mn jumlahnya sedikit dan Ca jumlahnya sedang. Kekerasannya Fe2+ dan
Ca lunak, sedangkan Mn keras. Lapisan II jenisnya Mn jumlahnya sedikit,
kekerasannya; keras. Lapisan III jenisnya Fe dengan jumlah yang sedikit dan
kekerasan; lunak. Lapisan IV jenisnya bahan induk dan kekerasan; keras.
Lapisan V jenisnya batuan induk, dengan kekerasan; keras. Perakaran pada
lapisan I jumlahnya banyak, lapisan II jumlahnya banyak, lapisan III
jumlahnya sedikit, lapisan IV-V nihil. Bahan organik pada lapisan I sedikit,
lapisan I-V tidak ada. pH H2O pada lapisan I-II 6-7 dan lapisan III-V 7.
sedangkan pH KCl lapisan I adalah 7, lapisan II adalah 6, lapisan III adalah 2,
dan lapisan IV adalah 1 dan lapisan V adalah 7. dan semua lapisan memiliki
kadar kapur yang banyak.
3. Desa Karang Rejek
Tanah Mediteran :
Dari hasil pengamatan profil tanah maka dapat diketahui bahwa
keadaan medan sistem aluvial/ dataran lereng, sistem perbukitan plato. Pada
timbulan makro berbentuk landai dengan kemiringan 1-3 %. Untuk timbulan
mikro berbentuk rata dengan kemas muka tanahnya licin. Bentuk erosinya di
permukaan dengan taraf sedikit dengan pengatusan yang agak cepat.
Laksana tanah akan terlihat ciri totalnya antara lain; jeluk mempannya
dengan kedalaman 51-100cm. Lapisan pembatas bahan kasar, gleisasi bebas
serta ciri kebatuan berbatu-batu. Jeluk 0-50 cm kecil jumlahnya sedikit dan
jeluk 51-100 cm sedang jumlahnya banyak dan jeluk 51-100 kasar jumlahmya
banyak.
Pada hasil pengamatan morfologi tanah dapat diketahui bahwa tanah
meliputi batas horizon / lapisan dalam ketegasan pada lapisan I (0-5 cm)
berangsur, lapisan II (5-15 cm) berangsur, lapisan III (15-40 cm) jelas, lapisan
IV-V tidak ada. Bentuk dari lapisan I-III adalah berombak.
Untuk tekstur pada lapisan I-II adalah bertekstur geluh debuan, lapisan
III geluh lempungan, lapisan IV dan V tidak ada. Sedangkan bentuk struktur
pada lapisan I-II bertipe remah, sedangkan lapisan III kersai dan IV-V tidak
ada. Dengan ukuran lapisan I-II halus pipih, lapisan III adalah sedang. Lapisan
I-II berderajat lemah, lapisan III cukupan, dan lapisan IV-V tidak memiliki
derajat morfologi.
Konsistensi basah pada lapisan I-III agak lekat/ liat dan lapisan IV-V
tidak ada. Sedangkan konsistensi lembab pada lapisan I-II gembur, lapisan III
teguh, lapisan IV-V tidak ada. Konsistensi kering pada lapisan I-II adalah
lunak, lapisan III agak keras, dan lapisan IV-V tidak ada. Warna yang
diperoleh pada lapisan I menurut munsell 3/4 sebutan Dusky, lapisan II
munsellnya adalah 3/6 sebutan Dark Red, lapisan III 5/6 sebutan Red. Bahan
kasar yang terkandung dari lapisan I tidak ada, lapian II bahan kasarnya jenis
Mn dengan jumlah yang sedikit dan kekerasannya lunak, lapisan III bahan
kasarnya Mn dengan jumlah banyak dan kekerasan yang keras, lapisan IV
bahan kasarnya jenis Ca dengan jumlah banyak dan kekerasan yang keras.
Perakaran pada lapisan I jumlahnya banyak, lapisan II jumlahnya sedang,
lapisan III jumlahnya sedikit. Bahan organik pada lapisan I sedang, lapisan II
banyak, dan lapisan III sedikit. pH H2O pada lapisan I-III 7. Sedangkan pH
KCl lapisan I-III adalah 2. Lapisan I memiliki kadar kapur yang sedikit,
lapisan II sedang, dan lapisan III banyak dan lapisan IV banyak sekali.
Fisika Tanah
Sifat–sifat fisik tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman karena menentukan penetrasi akar didalam tanah, dan kemampuan tanah
dalam menahan air. Sifat-sifat tanah yang termasuk sifat fisiknya adalah kadar
lengas tanah, tekstur tanah, struktur tanah dengan konsistensi tanah kadar lengas.
Kadar lengas tanah menunjukkan seberapa besar tanah dapat menahan air yang
ada didalam butir-butir tanah. Dalam penentuan kadar lengas tanah, praktikan
menggunakan contoh tanah kering yang sudah dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan di tempat yang teduh. Tanah-tanah tersebut masing-masing berdiameter
0,5 mm, 2 mm dan berbentuk gumpalan. Dari hasil analisis yang dilakukan
didapat hasil percobaan yaitu untuk tanah kering angin dengan diameter 0,5 mm
kadar lengas tanahnya adalah 8,109 %, pada diameter 2 mm kadar lengas yang
didapat sebesar 12,815 % dan pada tanah gumpalan, kadar lengasnya 11,452 %.
Jenis tanah yang digunakan ini adalah tanah latosol.
Perhitungan dan hasil-hasil dari kadar lengas tanah dapat juga dipergunakan
untuk menentukan tekstur tanah, struktur tanah dan konsistensi tanah karena
mengharuskan diketahui dulu nilai kadar lengas tanah. Tekstur tanah adalah
perbandingan relatif yang terjadi pada fraksi-fraksi penyusun tanah ( pasir, debu
dan lempung ). Tekstur suatu tanah tertentu adalah bersifat permanen ( tidak muda
diubah ) karena tekstur tersebut merupakan hasil pelapukan batuan yang
menyusun tanah tersebut. Pada tanah latosol didominasi oleh perbandingan
lempung yang lebih besar dan debu sehingga bersifat liat. Tanah ini memiliki
diameter fraksi pembentuknya jauh lebih besar dari tanah yang partikel
pembentuknya pasir. Struktur tanah latosol adalah remah sampai gumpal. Latosol
meliputi tanah-tanah yang telah mengalami proses pelapukan yang lanjut sehingga
warna merah pada tanah karena kandungan besi ( Fe ) yang tinggi akibat
perlindian kation. Kation basa ( Ca, Mg, K, Na ) sehingga pH tanah umumnya
masam ( pH 6 – 7 ). Akibat masamnya tanah ini unsur hara yang tersedia sedikit
dan bahan organiknya cukup rendah sedangkan produktivitas tanahnya dari
sedang hingga tinggi. Tanah ini memerlukan input yang memadai. Konsistensi
dari tanah ini adalah gembur.
Dari percobaan yang dilakukan diperoleh prosentase pasir sebesar 42,6 %,
persentase lempung 49,8 %, dan persentase debu 6,8 %. Pada penjelasan diatas
tadi dijelaskan bahwa tekstur tanah latosol adalah lempung sampai geluh, tetapi
dari hasil percobaan berbeda. Dalam hal ini praktikan mengambil asumsi bahwa
bahan-bahan mineral tanah ini belum terjadi pelapukan secara sempurna, kadar
SiO2 fraksi lempungnya rendah, dan lempungnya kurang aktif. Berdasarkan
segitiga USDA tanah latosol termasuk kedalam jenis sandy clay locem ( geluh
lempung pasiran ).
Nilai BJ yang diperoleh dari hasil analisis adalah 1,847 gr/cm3, sedangkan
nilai BV nya adalah 1,536 gr/cm3. Porositas total tanah merupakan volume pori-
pori total yang ada di dalam tanah terhadap volume total bongkah tanah. Apabila
porositas rendah, maka pori-pori tanah tersebut besar dan sebaliknya. Porositas ini
mempengaruhi drainase dan erosi tanah, dari hasil percobaan nilai porositasnya
adalah 16,9 %. Kemampuan tanah latosol untuk melewatkan air sangat buruk
apabila melihat porositasnya yang begitu besar. Konsistensi tanah menunjukkan
daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain.
Batas cair yaitu batas yang menunjukkan banyaknya jumlah air tertinggi yang
dapat diterima tanah. Dari hasil percobaan didapat nilai BC 57,89 %. Batas lekat
adalah kadar lengas dimana tanah mulai melekat pada alat-alat pertanian, nilai
yang berhasil diperoleh adalah 54,53 %. Daya lekat tanah ini cukup tinggi
mengingat hasil yang diperoleh, kemampuan tanah untuk dapat dibentuk sesuai
dengan keinginan adalah Batas Gulung ( BG ), nilai dari analisis adalah 33,97 %.
Hasil yang diperoleh ini memperlihatkan bahwa tanah latosol mudah untuk
diolah.
B Kimia Tanah
1. pH tanah colorimetris
Reaksi tanah atau pH tanah lapangan itu dibagi ke dalam tiga keadaan, yaitu
reaksi tanah masam, reaksi tanah netral dan reaksi tanah basa atau alkali. Reaksi
tanah ini secara umum dinyatakan dengan pH tanah, yaitu dari 0-14, sedangkan
untuk pertanian, pH ini penting sekali karena banyak dipertimbangkan dalam
proses pemupukan, pengapuran, dan perbaikan keadaan kimia dan fisika tanah.
pH tanah adalah logaritma negatif dari konsentrasi ion H bebas dalam larutan
tanah .
Dalam penerapan pH tanah dikenakan 3 macam pH:
a. pH tanah aktual (pH H2O)
Merupakan indikasi yang menunjukan adanya (H+) yang ada dalam larutan
tanah.
b. pH potensial (pH KCl atau pH K2SO4)
Merupakan indikasi yang menunjukan adanya (H+) yang ada di sekitar
komplek pertukaran ion.
c. pH oksidasi (pH H2O2)
Merupakan indikasi yang menunjukan adanya (H+) dalam bentuk senyawa di
dalam tanah.
Metode yang digunakan untuk menentukan pH tanah adalah colorimetris.
Perubahan pH tidak boleh terjadi secara mendadak atau tiba-tiba karena akan
menimbulkan kerusakan berat bagi tanaman. Keadaan ini dicegah dengan adanya
daya penyangga tanah yaitu sifat tanah bahwa tanah tesebut tidak mengalami
penurunan atau kenaikan reaksi tanah (pH) secara mendadak. Kalau daya
penyangga ini tinggi maka reaksi tanah akan stabil, tidak mudah naik turun
sebaliknya akan terjadi bila daya penyangganya rendah.
Reaksi tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman
pada reaksi tanah yang netral yaitu pH 6,5 – 7,5 maka unsur hara tersedia dalam
jumlah yang cukup banyak (optimal). Pada pH yang kurang dari 6,6 maka
ketersediaan unsur-unsur fosfor, kalium, belerang, kalsium dan magnesium
menurun dengan cepat. Sedangkan pH tanah lebih besar dari 8,0 maka akan
menyebabkan unsur-unsur nitrogen, besi, mangan, barium, tembaga dan seng
ketersediaannya relatif menjadi sedikit.
2. Kadar bahan organik tanah
Kadar bahan organik tanah berada pada kondisi yang dinamik, sebagai akibat
mikroorganisme tanah yang memanfaatkan sebagai sumber-sumber energi dan
karbo kandungan bahan organik sangat beraneka ragam berkisar antara 0.5 – 2 %.
Pada tanah mineral dan akan mencapai pada tanah organik.
Faktor yang mempengaruhi kandungan bahan organik tanah antara lain: iklim,
vegetasi, topografi, waktu, bahan induk dan pertanaman. Hasil pertumbuhan
(dekomposisi) bahan organik mampu mempercepat proses pelapukan bahan-bahan
mineral tanah. Proses pembakaran bahan organik merupakan mekanisme awal
yang selanjutnya menentukan fungsi dan peranan organik tersebut. Metode yang
digunakan dalam penentuan kadar bahan organik adalah metode Walkey and
Black. Penetuan kadar organik didahului dengan penentuan kadar karbon (C)
bahan organik dalam fase antara lain humifikasi.
Proses perombakan bahan organik dalam fase antara lain humifikasi dan
mineralisasi.
1. Humifikasi anaerob
Proses ini sempurna bila kandungan unsur hara cukup.
2. Humifikasi masuk
Proses ini berlangsung pada bahan organik yang dari semula miskin kapur
3. Humifikasi basa
Bila udara masuk ke dalam tanah maka sisa tanaman yang akan
diklasifikasikan menjadi suatu persenyawaan organik berbentuk amorf
berwarna tua bersifat tetap.
Berdasarkan tingkat perombakkannya bahan organik tanah dibedakan menjadi:
1. Bahan organik fibrisit adalah bahan organik yang belum
terdekomposisi sama sekali sehingga masih dapat dibedakan asalnya
dengan jelas. Bahan organik fibrisit mempunyai C/N ratio 73.4.
2. Bahan organik henist adalah bahan organik yang telah terdekomposisi
dengan sempurna sehingga batuan asalnya sudah tidak dapat dilihat lagi
dan mempunyai ratio C/N 14.
3. Kadar Kapur Ekuivalen (setara) tanah.
Kadar kapur ekuivalen tanah maksud setara adalah kadar kapur diukur
setara dengan kapur karbondioksida. Kapur dalam tanah berbentuk CaCO3 dan Ca
Mg yang berasal dari bahan yang berasal dari bahan induk carsite dan dolomite
yang kaya akan ion Ca++ dan Mg++.
Keuntungan dari pengapuran:
a. Menaikan pH tanah menjadi netral
b. Menyediakan fosfor tanah
c. Menyediakan unsur dalam tanah seperti Ca dan Mg.
d. Memberikan kesempatan hidup pada bakteri tanah sehingga pelapukan
relatif lebih cepat.
Pengapuran dapat mengakibatkan:
a. Efek fisik
b. Efek biologis
c. Efek kimia
4. KPK tanah kualitatif
Kapasitas pertukaran kation tanah didefinisikan sebagai kapasitas tanah
untuk menyerap dan mempertukarkan kation atau ukuran yaitu menunjukkan
jumlah kation yang dapat dipertukarkan dalam 100 gram. Contoh tanah
dinyatakan dalam m grek.
Pada umumnya tanah (koloid tanah) bermutan negatif (-) sehingga mampu
mengikat muatan positif (+) kation-kation yang ada di sekitarnya.kation-kation
yang terikat ini dapat ditukar kembali oleh kation lainnya yang lebih kuat diikat
oleh koloid tanah. Jadi terjadi pertukaran kation yang besarnya dinyatakan
dalam KPK. Jadi KPK ditentukan oleh besarnya (-) pada permukaan koloid
tanah. Makin besar (-) makin besar kation yang dapat diikat, makin besar
kemungkinan terjadi pertukaran maka semakin besar KPKnya. Jumlah muatan
(-) dipengaruhi oleh luas permukaan tanah yang besarnya tergantung ukuran
dan susunan butir tanah (tekstur dan struktur tanah) KPK secara kualitatif
dilakukan dengan analisa blangko dan baku.
KPK merupakan suatu sifat kimia tanah yang penting dari suatu jenis tanah.
KPK ini merupakan salah satu sifat yang membedakan tanah dengan media
tanah yang lain. KPK berbanding lurus dengan pH tanah. Pada pH tanah rendah
hanya lempung dan sedikit bahan organik yang dapat dipertukarkan kation.
Ion-ion H+ dan OH- pada koloid-koloid organik dan anorganik tak dapat
dipertukarkan sehingga KPK nisbah rendah (Wiryodiharjo, 1953)
a. Besar kecilnya KPK tergantung pada:
1. Kadar Bahan organik
Semakin besar kadar bahan organik semakin besar pula harga KPKnya
karena bahan organik ini berfungsi mempeluas permukaan kation.
2. Kadar lempung dan jenis mineral lempung
Semakin besar kadar lempung berarti kadar bahan organiknya semakin
besar pula. Akibatnya kadar KPK pun semakin besar pula. Tanah dengan
mineral lempung yang berbeda akan mempunyai KPK yang berbeda pula.
Pada umumnya mineral lempung bertipe I : I.
3. pH tanah
Semakin besar pH tanah maka harga KPK tanah semakin besar pula
mekanismenya dengan naiknya pH tanah maka ion H+ dan AL yang
diikuti dengan peningkatan kation-kation yang berbeda dalam tanah.
4. Tekstur tanah
Semakin halus teksturnya semakinb besar pula KPKnya. Pada tanah yang
berfraksi halus fraksi yang terjadi lebih kuat dari pada berfraksi kasar.
Penentuan KPK secara kualitatif adalah dengan larutan gention violet,
yang merupakan sumber muatan positif dan larutan eosin red yang
merupakan sumber muatan negatif.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersedianya kation
1. Derajat kejenuhan kation yang besarnya ditentukan oleh H+ tertukar.
2. Sifat ion komplementer, pada derajat kejenuhan terhadap sesuatu ion akan
lebih lambat diserap oleh akar apabila ion komplementernya diikat oleh
ion tanah secara lemah.
3. Tipe koloid dan KPK lebih besar.
4. Jenis tanaman masing-masing jenis tanaman mempunyai daya serap ion
yang berbeda-beda (Muhali, 1974).
c. Prinsip Penetapan KPK secara kualitatif
Adanya muatan negatif dengan zarah-zarah yang ditunjukkan dengan
beberapa jalan, suatu cara yang sangat sederhana adalah dengan memperlakukan
dua contoh tanah dengan pemberian dua zat warna yang pertama dengan fentian
violet dan yanglainnya dengan cosin red. Zat warna yang pertama akan bermuatan
positif akan diobserbsi oleh tanah. Perbandingan warna ini secara kualitatif dapat
digunakan untuk menduka KPK tanah secara kasar (Muhali, 1974).
BAB VI
KESIMPULANI. Fisika Tanah
1. Tanah merupakan bahan tak padat diatas batuan dasar batuan dasar
padatan atau bahan padat.
2. Kadar lengas tanah adalah besarnya persentase air yang mengisi pori-pori
tanah.
3. Kadar lengas maksimum adalah jumlah kadar air maksimum yang dapat
ditampung oleh tanah sehingga pori-pori mikro terdiri oleh air.
4. Jumlah kadar lengas tanah yang berdiameter 0,5 mm sebesar 8,109%
5. Jumlah kadar lengas yang tanah berdiameter 2 mm sebesar 12,815%
6. Jumlah kadar lengas tanah gumpalan adalah sebesar 11,4525%.
7. Tekstur tanah yaitu sifat fisika tanah yang menggambarkan perbandingan
fraksi pasir, debu dan lempung serta penyusun agregat tanah.
8. Jumlah persentase fraksi pasir yaitu sebesar 42,6%.
9. Jumlah persentase fraksi lempung yaitu sebesar 49,8%
10. Jumlah persentase fraksi debu yaitu sebesar 6,8%
11. Struktur tanah yaitu sifat fisika tanah yang mengambarkan tentang
susunan ikatan partikel-partikel suatu agregat tanah secara alami.
12. - Besar kerapatan butir tanah yaitu 1,847 cm/gr.
- Besar kerapatan massa tanah ( BV ) yaitu 1,536 cm/gr.
- Besar porositas tanah 16,9%
13. Konsisten tanah yaitu daya tahan tanah terhadap pengaruh dari luar yang
akan mengubah keadaan.
14. Batas cair ( BC ) sebesar 57,89%, Batas lekat ( BL ) sebesar 54,53%,
Batas gulung ( BG ) sebesar 33,97% dan Batas berubah warna yaitu
30,05%.
II. Kimia Tanah
1. pH tanah hasil pengamatan diperoleh untuk pH H2O (kertas pH) adalah 7
pH H2O ( meter ) adalah 5,53 dan dengan HCL (kertas pH) adalah 6 pH
(pH meter) adalah 5,35.
2. Kadar bahan organik ( BO ) untuk tanah latosol sebesar 1,44%
3. Jika semakin besar permukaan fraksi tanah, maka semakin tinggi nilai
KPK tanah.
4. Dari hasil percobaan kadar kapur setara tanah yang telah dilakukan
diperoleh % CaCo3 yaitu sebesar 8,574%
5. Besar tidaknya kesuburan tanah ditentukan pula oleh besar kecilnya KPK
tanah.
6. Pada percobaan KPK tanah untuk tanah meditran diameter 0,5 mm
diperoleh hasil dengan urutan gention violen ( GV ) warna ungu muda dan
dengan larutan Erosin Red ( ER ) warna merah jambu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, Prosedur Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian INSTIPER, Yogyakarta.
Bowles, J.E., 1991, Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Buckman, Harry & Nyle C. Brady, 1982, Ilmu Tanah, Terjemahan; Prof. Dr. Soegiman, Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Darmawijaya, M. Isa, 1990, Klasifikasi Tanah: Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian Indonesia, Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Hardiyatmo, H.C., 1999, Mekanika Tanah I, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. (Edisi pertama). Akademika Pressindo. Jakarta. 274 hal. Notohadiprawiro, T. 2000. Tanah dan Lingkungan. Guru Besar Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Harjadi, M. M. Sri Setyati, 1996, Pengantar Agronomi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Muhdarina & Erman, 1999, Identifikasi dan modifikasi beberapa karakter lempung alam. Seminar Hasil Penelitian Dosen UNRI. Lembaga Penelitian, Pekanbaru.
Pradopo, R. 2000. Pengelolaan Tanah untuk Budidaya Tanaman Lombok pada Sistem Pertanian Organik. Laporan Kerja Lapangan. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Prawirowardoyo, S., Rosmarkam, S., D. Shieddieq, M.S. Hidayat, 1987. Panduan Analisis Kimia Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Sujatmaka, N., 1998, Potensial Penambahan Abu Sekam Padi dan Kapur Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah Lempung, Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Suriadi, S., 2000, Stabilisasi Tanah Lempung dengan Kapur dan Garam, Tesis S-2, Program Studi Teknik Sipil, Jurusan Ilmu-ilmu Teknik, Program Pascasarjana, UGM Yogyakarta.
Sutanto, R. 1998. Inventarisasi Teknologi Alternatif Dalam Mendukung Pertanian Berkelanjutan. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.