37
1 KANKER SERVIKS Penyaji : Efa Transiani,S.ked 10310119

Data Kanker Serviks

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Data Kanker Serviks

Citation preview

Page 1: Data Kanker Serviks

1

KANKER SERVIKS

Penyaji :

Efa Transiani,S.ked

10310119

Page 2: Data Kanker Serviks

2

I. PENDAHULUAN

Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks.

Kejadian dan kematian kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah

kanker payudara. Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih dari 1 juta perempuan

menderita kanker leher rahim1 dan 3-7 juta orang perempuan memiliki lesi prekanker

derajat tinggi (high grade dysplasia). Penelitian WHO tahun 2005 menyebutkan,

terdapat lebih dari 500.000 kasus baru, dan 260.000 kasus kematian akibat kanker

leher rahim, 90% diantaranya terjadi di negara berkembang. Angka insidens tertinggi

ditemukan di negara-negara Amerika bagian tengah dan selatan, Afrika timur, Asia

selatan, Asia tenggara dan Malaysia . 1.2

Kanker serviks diperkirakan disebabkan oleh HPV (Human Papiloma

Virus), biasanya terjadi pada wanita berumur 31-60 tahun, akan tetapi bukti

terkini menunjukkan bahwa kanker serviks juga telah menyerang wanita

berusia 20-30 tahun untuk itu meskipun masih terjadi kontroversi, dibeberapa

negara berkembang telah dibuktikan imunisasi HPV kepada remaja.1

Faktor-faktor penting yang dapat meningkatkan kejadian kanker serviks

yaitu melakukan hubungan di usia muda sehingga frekuensi coitus tinggi,

multiparitas, multipartner, infeksi genitalia yang menahun contohnya herpes

virus 2, trikomonas vaginalis, servisitis menahun disertai luka pada serviks.3

Skrining sitologi oleh Papanicola atau dengan metode pap smear telah

menurunkan mortalitas kanker serviks sebesar 70% selama 50 tahun terakhir.

Penelitian dan pemeriksaan sitologi ini membantu menguraikan riwayat

alamiah penyakit mulai dari epitel yang normal sampai menjadi kanker.4

Hal terpenting menghadapi kanker serviks adalah menegakkan diagnosis

sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi

prognosisnya. Saat ini pilihan terapi tergantung pada luasnya penyebaran

penyakit secara anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan

teknologi kedokteran tinggi. Untuk mendeteksi secara dini kanker serviks

sebenarnya termasuk jenis kanker yang paling mudah dicegah dan diobati,

sehingga angka kematiannya menjadi tinggi. Untuk mendeteksi secara dini

Page 3: Data Kanker Serviks

3

dapat menggunakan metode pap smear, namun metode ini dirasa masih terlalu

mahal unuk sebagian besar anggota masyarakat di negara-negara sedang

berkembang.3.5

II. DEFINISI

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel baru yang ganas terdiri dari epiteliel

yang cenderung mengilfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan

metastasis.3 Kanker serviks adalah umor ganas yang mengenai lapisan

permukaan (epitel) dari leher rahim atau mulut rahim, dimana sel-sel

permukaan (epitel) tersebut mengalami penggandaan dan berubah sifat tidak

seperti sel yang normal. Penggandaan sel yang menuruti aturan yang tidak

normal itu dapat membentuk tumor atau dungkul kadang-kadang luka atau

borok yang memberi gejala keputihan yang berbau aau perdarahan. Satu lagi

sifat dari sel ganas ini adalah dapat menyebar baik secara langsung disekitar

panggul maupun menyebar jauh lewat saluran getah bening atau pembuluh

darah, misalnya ke paru, hati dan tulang. Berdasarkan beberapa pengertian di

atas dapat disimpulkan bahwa kanker serviks adalah kanker leher rahim yang

paling ganas dari beberapa kanker pada wanita yang lain. 6.7

III. EPIDEMIOLOGI

Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uteri merupakan kanker

pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya

terdapat kurang lebih 500.000 kasus baru kanker leher rahim, sebanyak 90%

terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000

wanita seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu,

50% kematian terjadi di negara-negara berkembang.1.2

Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat

ini menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita. Saat ini

di Indonesia ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus

setiap tahunnya. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering

Page 4: Data Kanker Serviks

4

menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih dari

70% kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam stadium lanjut. Setiap

1 jam diperkirakan 1 perempuan meninggal karena kanker serviks. 2.5

Selama kurun waktu 5 tahun, usia penderita anatara 45-50 tahun. Periode

laten dari fase preinvasif untuk menjadi invasif untuk menjadi invasif memakan

waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia dibawah 35 tahun

menunjukan kanker serviks yang invasif pada saat diagnosis, sedangkan 53%

dari KIS (karsinoma in situ) terdapat pada wanita diatas 35 tahun.1

IV. ETIOLOGI

Etiologi langsung dari kanker serviks belum diketahui. Penyebab primer kanker

leher rahim adalah infeksi kronik leher rahim oleh satu atau lebih virus HPV (Human

Papiloma Virus) tipe onkogenik yang beresiko tinggi menyebabkan kanker leher rahim

yang ditularkan melalui hubungan seksual (sexually transmitted disease). Perempuan

biasanya terinfeksi virus ini saat usia belasan tahun, sampai tiga puluhan, walaupun

kankernya sendiri baru akan muncul 10-20 tahun sesudahnya. Infeksi virus HPV yang

berisiko tinggi menjadi kanker adalah tipe 16, 18, 45, 56 dimana HPV tipe 16 dan 18

ditemukan pada sekitar 70% kasus1. Infeksi HPV tipe ini dapat mengakibatkan

perubahan sel-sel leher rahim menjadi lesi intra-epitel derajat tinggi (squamosa HBSIL)

yang merupakan lesi prakanker. Sementara HPV yang berisiko sedang dan rendah

menyebabkan kanker (tipe non-onkogenik) berturut turut adalah tipe 30, 31, 33, 35, 39,

51, 52, 58, 66 dan 6, 11, 42, 43, 44, 53, 54,55.10.11.12

Etiologi tidak diketahui dengan pasti kemungkinan penyebabnya seperti

sperma yang mengandung komplemen ini dapat bereaksi dengan DNA sehingga

terjadi kanker, semen (air mani) yang bersifat alkalis sehingga dapat

menimbulkan hiperplasia dan neoplasma, mikoplasma, klamidia, virus herpes

simples tipe 2, virus papiloma. Tetapi ada beberapa faktor ekstrinsik yang

mempengaruhi insiden kanker serviks uteri.4

1. Perilaku seksual

Banyak faktor yang disebut-sebut mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

Pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan

wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia<20 tahun atau

Page 5: Data Kanker Serviks

5

mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih berisiko untuk

menderita kanker serviks. Faktor risiko lain yang penting adalah hubungan

seksual suami dengan tuna susila (WTS) dan dari sumber itu membawa

penyebab kanker kepada istrinya. Data epidemiologi yang tersusun sampai

akhir abad ke 20, menyingkap kemungkinan adanya hubungan antara

kanker serviks dengan agsen yang dapat menimbulkan infeksi.1.13

2. Kontrasepsi

Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi oral

yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat

meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan risiko relatif pada

pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1.19 kali dan meningkat dengan

lamanya pemakaian.13

3. Merokok

Tembakau yang mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap

sebagai rokok/ sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycylic

aromatik hidrokarbon heteroklik nitrosamines. Pada wanita perokok

konsenttrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih dibandingkan di dalam

serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah

menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi

virus.13.14

4. Jarak persalinan terlalu dekat

5. kebersihan seksual yang buruk

6. Infeksi kronis

7. Sosial ekonomi rendah, menyebabkan makanan kekurangan nilai gizi,

protein, vitamin, dan asam folat.

V. KLASIFIKASI

Page 6: Data Kanker Serviks

6

Klasifikasi pertumbuhan sel kanker serviks dapat dibedakan menjadi beberapa

stadium:

a. Displasia

Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis, displasia

bera terjadi pada duapertiga epidermi hampir tidak dapat dibedakan dengan

karsinoma insitu. Jadi displasia adalah lesi prakanker yang ditandai

perubahan sel patologik ke arah immatur yang belum jelas. Ada 3 tingkatan:

NIS I (displasia ringan1/3 bawah), NIS II ( displasia sedang 1/3 tengah),

NIS III (displasia berat karsinoma in situ/ sampai sel permukaan).

b. Stadium karsinoma prainvasif

Pada karsinoma prainvasif perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan

epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. karsinoma insitu yang tumbuh

didaerah ektoserviks, peralihan sel kolumnar dan sel cadangan endoserviks.

c. Stadium karsinoma miroinvasif

Pada karsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel

meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada

stroma ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skinning kanker.

d. Stadium karsinoma invasif

Pada karsinoma invasif, perubahan dejarat pertumbuhan sel menonjol besar

dan bentuk sel bervariasi. Pertumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior

dan anterior serviks.4.5.2

International Federation of Gynecologists and Obstetricians Staging

System for Cervical Cancer (FIGO), pada tahun 2000 menetapkan stadium

kanker sebagai berikut .3

Stage DeskripsiStage 0 Karsinoma in situ atau carsinoma intraepitel, membrana basalis

masih utuhStage I Karsinoma terbatas pada serviks

Ia. Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopis, lesi yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang sangat superficial dikelompokkan sebagai stadium Ib. Kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5 mm

Page 7: Data Kanker Serviks

7

dan lebarnya lesi tidak lebih dari 7 mm.Ia1. Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan lebarnya tidak lebih dari 7 mmIa2. Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan lebarnya tidak lebih dari 7 mmIb. Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih jelas dari Ia.Ib1. Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cmIb2. Besar lesi secara klinislebih dari 4 cm

Stage II Karsinoma sudah keluar serviks namun belum mencapai dinding panggul atau vagina bagian distalIIa. Belum meluas sampai perimetrium secara nyata Iib. Karsinoma sudah mencapai parametrium

Stage III Karsinoma mencapai dinding panggul dan sepertiga bagian distal vaginaIIIa1. Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggulIIIb2. Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau gangguan ungsi ginjal

Stage IV Pertumbuhan karsinoma sudah mencapai organ panggul aau menginvasi vesica urinariaIVa. keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektumIVb . metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul

Klasifikasi histologik (WHO 1994)

1. Tumor epitelial, dibagi menjadi 8 lesi, lesi skuamosa ( Keratinizing,

Nonkeratinizing, Verukosa, Kondiloma, Papiler, Lymphoepithelioma),

lesi glanduler (adenokarsinoma in situ, adenokarsinoma musinosum,

adenokarsinoma endometrium, clear cell adenoca, adenokarsinoma

serosum, adenokarsinoma mesodefrik), tumor epitel lainnya

(adenosquamous carcinoma, Glassy cell carcinoma, adenoid basal

carcinoma, carcinoid tumor, Small cell carcinoma), Endocervical stomal

tumors, sarcoma bofroides, endometrioid stromal sarcoma, alveolar

tumors sarcoma.

Page 8: Data Kanker Serviks

8

2. Mixed ephitelial and mesenchymal tumors, di bagi 3 yaitu,

Adenosarkoma, Malignant mesodermal mixed tumors,wilm’s tumor)

3. Miscelianeous tumors, dibagi 3 yaitu melanoma maligna, limfoma dan

leukemia, tumor of Germ Cell Type.4

VI. PATOGENESIS

Sebelum usia gestasi 5 bulan, vagina dan ektoserviks di tutupi oleh epitel

kolumnar yang kemudian diganti oleh epitel skuamosa. Batas antara epitel

skuamosa ektoserviks dan epitel kolumnar endoserviks disebut original

squamocollumnar junction. Selama masa adolesan, karena pengaruh pH vagina

dan estrogen/progesteron terjadi perubahan menjadi epitel yang tahan asam

sehingga secara alamiah terjadi metaplasia dari epitel kolumnar ke epitel

skuamosa, membentuk new squamo-collumnar junction.

Daerah antara OSCJ dan NSCJ disebut t-zone, yang merupakan predileksi

untuk terjadinya displasia. Kalau tidak ada pengaruh luar, maka perubahan

epitel akan berjalan normal. Dengan adanya mutagen proses tersebut

berkembang menjadi displasia/prakanker ( ringan, sedang, berat).

Terganggunya daya tahan tubuh (jika tidak cocok), displasia dapat berkembang

menjadi karsinoma prainvasif, mikroinvasif dan invasif.4

Normalnya, terdapat urutan tingkat maturasi pada epitel serviks mulai dari

membrana basalis sampai ke epitel lapisan permukaan. Diagnosis Cervical

Intraepithelial Neoplasma (CIN) dibuat bila polaritas diferensiasi sel tersebut

hilang dan terdapat sel-sel yang besar, inti pleomorfik dan sitoplasma sedikit.

Sel-sel bertumpuk dengan peningkatan jumlah mitosis dan rasio inti sitoplasma.

Ca in situ didefinisikan sebagai terdapatnya sel-sel atipik sam aseperti pada ca

invasif, tapi tidak ada bukti invasi dibawah membarana basalis. Lesi yang

terdapat sel-sel atipik tapi masih memperlihatkan keteraturan sel-sel maturitas

disebut displasia. Jadi displasia adalah lesi prakanker yang ditandai perubahan

sel patologik ke arah immatur yang belum ganas.4

Page 9: Data Kanker Serviks

9

VII. GEJALA KLINIS

Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari

vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.

Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yanng

dialami segera sehabis senggama (disebut perdarahan kontak) merupakan gejala

karsinoma serviks (75-80%) Perdarahan yang timbul akibat terbentuknya

pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga diluar senggama

(perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik

yang lebih lanjut (II dan III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada

wanita usia lanjut yang sudah tidak melayani suami secara seksual atau wanita

yang sudah menopause bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat

datang ke dokter. Perdarahan spontan saat defekasi akibat tergesernya tumor

eksofitik dari serviks oleh skibata, anemia yang menyertai sebagai akibat

perdarahan spontan yag berulang. Nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut

saraf, memerlukan anestesi umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam

yang cermat. Gejala lain yang timbul ialah gejala yang disebabkan oleh

metastasis jauh. Sebelum ingkat akhir (terminal stage) penderita meninggal

akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan fungsi ginjal akibat infiltrasi tumor

ke ureter sebelum memasuki kandung kemih yang mnyebabkan obstruksi total.6

Gejala klinis yang timbul berdasarkan stadium:4.5.6

a. Stadium dini, dijumpai kebetulan karena tidak ada gejala yang khas,

leukorea yang menahun, kontak berdarah

b. Stadium pertengahan, leukorea menahun, kontak berdarah, spotting disertai

patrun menstruasi berubah.

c. Stadium lanjut, leukorea, perdarahan terus-menerus, disertai gejala akibat

metastase, badan menjadi kurus.

VIII. PEMERIKSAAN FISIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan fisik dengan melihat:4

a. Porsio dengan proses eksofitik/ulseratif/endofitik yang muda berdarah

Page 10: Data Kanker Serviks

10

b. Proses eksofitik atau ulserasi di vagina

c. Nodul diparametrium seperti atau tidak dengan panggul

d. Pembesaran KGB femorali, aksila, supraklavikula

e. Pembesaran parudan abdomen

Pemeriksaan penunjang:

a. Darah tepi (fungsi hati dan ginjal)

b. Histopatologi ( kolposkopi, konisasi, biopsi)

c. Rektoskopi dan sistoskopi

d. Foto toraks

e. BNO/IVP

IX. DIAGNOSIS

Tumor yang sudah lanjut mudah dikenal. Lain halnya dengan tumor stadium

dini, lebih-lebih tumor yang belum memasuki jaringan dibawah epitel

(preinvasive carcinoma, karsinoma in situ). Oleh karena itu, di beberapa negara

pemeriksaan sitologi vaginal merupakan pemeriksaan rutin pada setiap

perempuan hamil, yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi

apabila yang diperoleh hasil yang mencurigakan.6

Diagnosis dengan biopsi dan penilaian jaringan untuk menegakkan atau

menyingkirkan diagnosa kanker. Menentukan bagian mana yang akan dibiopsi

sangat penting. Karena dalam perdarahan ada unsur-unsur nekrosis atau

peradangan, pada kemungkinan kanker serviks invasif, biopsi dari daerah

ulserasi tidak berguna atau sulit diinterpresikan, karena itu lakukan biopsi di

tepi lesi, dimana perbedaan jaringan normal dan ganas sangat jelas. Tindakan

dapat dipermudah dengan uji schiller.

Diagnosis karsinoma in situ dalam kehamilan sangat sulit karena dalam

kehamilan dapet terjadi perubahan-perubahan pada epitel serviks, yang secara

mikroskopis hampir tidak dapat dibedakan dari tumor tersebut. Untuk membuat

diagnosis yang pasti perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti berulang kali,

bahkan kadang-kadang kepastian baru diperoleh setelah bayi lahir. Perubahan-

Page 11: Data Kanker Serviks

11

perubahan yang disebabkan oleh perubahan estrogen dalam kehamilan yang

sifatnya reversibel, sedang karsinoma in situ ada setelah bayi lahir. Apabila

terdeteksi pada pemeriksaan prenatal, maka diagnosis lebih dini.3 Diagnosis

definitif ditegakkan berdasarkan:

1. Sitologi/pap’s smear

Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes pap) sangat

bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi

90% bila dilakukan dengan baik. Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan,

bahwa sel-sel permukaan secara terus menerus dilepaskan oleh epitel dari

permukaan traktus genitalis. Sel-sel yang dieksfoliasia atau dikerok dari

permukaan epitel serviks merupakan mikrobiopsi yang memungkinkan kita

mempelajari proses dalam sehat dan sakit. Sitologi adalah cara skrinning

sel-sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian

diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnostik secara histologik. Sito diagnosis

yang tepat tergantung pada sediaan yang representatif, fiksasi dan

pewarnaan yang baik, serta tentu saja intepresi yang tepat. 62% kesalahan

disebabkan oleh pengambilan sampel yang tidak adekuat dan 23% karena

kesalahan interpretasi. Supaya ada pengertian yang baik antara dokter dan

laboratorium, maka informasi klinis penting sekali. Doker yang mengirim

sediaan harum memberikan informasi klinis yang lengkap, seperti usia, hari

pertama haid terakhir, macam kontrasepsi, kehamilan, terapi hormon,

pembedahan, radiasi, kemoterapi, hasil sitologi sebelumnya.

Sediaan sitologi harus meliputi komponen ekto dan endoserviks. NIS

lebih mungkin terjadi pada SSK sehingga komponen endoserviks menjadi

sangat penting dan tampak dalam sediaan. Bila komponen endoserviks saja

yang diperiksa kemungkinan negatif palsu dari NIS kira-kira 5%. Untuk

mendapatkan informasi sitologi yang baikdianjurkan untuk melakukan

beberapa prosedur. Sediaan harus diambil sebelum pemeriksaan dalam,

spekulum yang dipakai haris kering anpa pelumas. Komponen endoserviks

didapat dengan mengunakan ujung spatula Ayre yang tajam atau kapas lidi,

Page 12: Data Kanker Serviks

12

sedangkan kapas ektoserviks dengan ujung spatula Ayre yang tumpul.

Sediaan segera difiksasi dengan alkohol 96% selama 30 menit dan dikirim

ke laboratorium sitologi yang terdekat.

Papanicolau test atau pap smear adalah metode skinning ginekologi,

dicetuskan oleh Georgios Papanicolau, untuk menemukan proses-proses

premalignant dan malignant di ectocersiks dan infeksi dalam endoserviks

dan endometrium. Pap smear digunakan untuk mendeteksi kanker rahim

yang di sebabkan oleh human papilomavirus (HPV). Pemeriksaan pap

smear sebaiknya dilakukan oleh orang yang telah melakukan hubungan

seksual pertama kali dan pada gadis pada usia 25-30 tahun.5.3.4 Persiapan

penderita

a. Wanita diberi tahu untuk menghindari obat-obatan yang dimasukan

dalam vagina

b. Pencucian (irigasi) vagina

c. Coitus dalam waku 24 jam sebelum pemeriksaan

Peralatan yang diperlukan

a. Spekulum cocor bebek (Graeve’s)

b. Spatula Ayre

c. Lidi kapas atau Cyto Brush

d. Gelas objek

e. Alkohol 95% untuk fiksasi atau semprot fiksasi yang dijual

komersial

f. Formulir permintaan sitologi

Cara pemeriksaan pap smear

a. Lakkan pemeriksaan dengan inspikulo untuk melihat porsio

b. Lakukan pengambilan epitel dengan menggunakan spaula Ayre

atau cyto brush

c. Buat apusan pada objek glass

d. Lakukan fiksasi dengan menggunakan kapas alkohol 95%

e. Amati pada mikroskop adanya keganasan pada epitel

Page 13: Data Kanker Serviks

13

Padanan hasil pelaporan tes pap

Derajat pap Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas VDerajat displasi

Normal Inlamasi Displasia ringan-displasia sedang

Displasia berat-karsinoma insitu

Karsinoma

NIS Normal Atipik NIS I-NIS II koilositosis

NIS III Karsinoma

Sistem Bethesda

Batas Normal

Perubahan seluler jinak

Lesi derajat rendah – lesi derajat tinggi

Lesi derajat tinggi

Karsinoma

2. Kolposkopi

Tes diagnostik yang lain adalah dengan kolposkopi, dengan bantuan

kolposkopi bila sarana memungkinkan. Kolposkopi adalah pemeriksaan

dengan menggunakan kolposkop, sebuah alat yang dapat disamakan dengan

mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya didalamnya

(pembesaran 6-40 kali). Kalau pemeriksaan sitologi memeriksa perubahan

sel-sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola

epitel dan vaskular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan

perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks. Hampir semua NIS

terjadi di daerah transformasi, yaitu daerah yang terbentuk akibat proses

metaplasi. Daerah ini seluruhnya dapat dilihat dengan kolposkopi, sehingga

biopsi dapat dilakukan lebih terarah. Jadi tujuan pemeriksaan kolposkopi

bukan untuk membuat diagnostik histopatologik tetapi menentukan kapan

dan dimana akan dilakukan biopsi.4.5

3. Biopsi

Biopsi dilakukan didaerah abnormal jika sambungan skuamosa-kolumnar

(SSK) terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSK tidak terlihat

seluruhnya atau hanya terlihat sebagian sehingga kelainan di dalam kanalis

servikalis tidak dapat di nilai. Dikenal beberapa prosedur biopsi:

Page 14: Data Kanker Serviks

14

a. Cone biopsi (atau cold cone biopsy aau cold knife cone biopsy) prosedur

yang menggunakan laseri atau scapel bedah untuk mengambil jaringan.

b. Loop elektrosugical excision procedure (LEEP) prosedur yang

menggunakan kabel yang berbentuk ikal unuk mengambil jaringan.

c. Endocervical curetage, prosedur yang menggunakan instrumen kecil

berbentuk sendok, yang disebut curef untuk mengikis jaringan dari

dalam serviks.

4. Konisasi (Cone Biopsy atau Cold Cone Biopsy aau Cold Knife Cone

Biopsy)

Konisasi serviks adalah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian

rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut, dengan kanalis

servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik tindakan konisasi

harus segera dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan

ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi. Jika karena suatu hal

kolnoskopi tidak dapat dilakukan tes schiller. Pemeriksaan ini dikerjakan

dengan sebelumnya memulas porsio dengan larutan lugol dan jaringan yang

diambil hendaknya pada batas antara jaringan normal berwarna coklat tua

karena menyerap lodium, dengan bagian porsio yang pucat. kemudian

jaringan direndam dalam larutan formaln 10%. Untuk dikirim ke

laboratoriumm patologi anatomi. Konisasi diagnostik di lakukan pada

keadaan-keadaan sebagai berikut:

a. Proses dicurigai berada diendoserviks

b. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi

c. Diagnostik mikroinvasif ditegakkan atas dasar specimen biopsy

d. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan bhistopatologik

5. Uji Schiller

Larutan yodium encer akan memberi warna coklat pada permukaan serviks

normal karena sel-sel epitel serviks mengandung glikogen. Daerah epitel

yang melapisi serviks dengan keganasan tidak mengandung glikogen dan

Page 15: Data Kanker Serviks

15

akan tetap tidak terwarnai jika diberikan larutan schiller atau lugol. karena

itu biopsi pada daerah dengan uji schiller positif yang memiliki lesi

granuler, noduler, atau papiler biasanya dapat memastikan kanker invasif

bila ada.

6. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam asetat)

Inspeksi visual dengan asam asetat adalah pemeriksaan serviks secara

langsung tanpa menggunakan alat pembesaran setelah pengusapan serviks

dengan asam asetat 3-5%. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi

secara dini adanya lesi prakanker atau kanker melalui perubahan warna

epitel serviks menjadi putih yang disebut acetowhite. Kategori yang

digunakan untuk interpretasi hasil pemeriksaan IVA yaitu:

a. IVA negatif: serviks normal permukaan epitel licin, kemerahan tak ada

reaksi warna putih.

b. IVA radang: serviks dengan peradangan, kelainan jinak lainnya (polip)

c. IVA positif: dengan ditemukannya bercak putih (Acetowhite). Semakin

putih, tebal dan ukuran yang besar dengan tepi yang tumpul, maka

makin berat kelainan. Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan

skrinning kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini

mengara pada diagnosis prakanker serviks.

d. IVA- kanker serviks: gambaran berupa pertumbuhan seperti bunga kol,

nekrotik, rapuh dan mudah berdarah, dengan gambaran putih yang

keras.3.4

X. KOMPLIKASI

Metastasis ke nodus limfe regional meningkat sesuai peningkatan stadium

penyakit dari sekitar 15% pada stadium 1 hingga paling sedikit pada stadium

IV. Perluasan tumor terjadi ke segala arah. Paling sering tumor tumbuh ke

lateral dengan ligamentum latum pada salah satu atau kedua sisi sebagai

dasarnya. Ureter di samping serviks sering kali tersumbat. Hidroureter dan

hidronefrosis mengganggu fungsi ginjal. Hampir dua per tiga pasien dengan

Page 16: Data Kanker Serviks

16

karsinoma serviks meninggal karena uremia ketika terjadi obstruksi ureter

bilateral. Saluran perivaskular, perineural dan saluran limfe mempermudah

penyebaran penyakit.3

Karsinoma serviks dapat menginvasi uterus melalui perluasan langsung di

permukaan hingga kanalis servikalis. Perluasan ke bawah sering mengenai

vagina. Invasi ke rektum melalui perluasan ke posterior dari serviks sepanjang

ligamentum uterosakrum. Perkembangan ke anterior di ikuti invasi ke kandung

kemih terjadi pada stadium III dan IV. Nyeri dan pembengkakan pada tungkai

bawah terutama paha atas dapat menunjukkan adanya sumbatan limfatik atau

aliran darah balik vena oleh karsinoma. Nyeri punggung dan penyebarannya

melalui pleksus lumbosakral menunjukkan infeksi kronis atau keterlibatan

neurologis karena perluasan kanker.3

Kematian karena perdarahan terjadi pada kira-kira 10%-20% kasus

karsinoma serviks dengan invasi luas. Perdarahan berlarut-larut menyebabkan

anemia. Fistula vagina pada saluran cerna dan kemih sangat merugikan.

Inkontenensia urin dan alvi merupakan komplikasi utama pada pasien-pasien

yang lemah. Metastasis ke hati sering terjadi, tetapi penyebaran sering ke paru

dan jantung.3.4

XI. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan merupakan multidisiplin yang meliputi obstetri, onkologi

ginekolog, radiologi, neonatologi dan patologi. Modalitas penatalaksaan yang

dipilih harus sepengetahuan ibu (penderita), terutama mengenai risiko yang

dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin. Secara umum penatalaksaan

tergantung pada stadium kanker dan usia kehamilan. Dalam menghadapi

perempuan hamil dengan kanker serviks perlu dibedakan tiga hal, yakni tuanya

kehamilan, umur penderita, dan jumlah anak. Dalam trimester pertama

penderita harus segera diobati, baik dengan penyinaran maupun dengan operasi

radikal. Penyinaran dengan sinar rontgen sebanyak 2000 rad pada seluruh pelvis

biasanya menyebabkan hasil konsepsi mati dengan akibat abortus. Selanjutnya

Page 17: Data Kanker Serviks

17

penyinaran dilanjutkan sampai dosis lengkap. Kemudian setelah terjadi involusi

uteri, penderita diberi dengan penyinaran radium.

Dalam trimester kedua segera dilakukan histerektomi untuk mengosongkan

rahim, yang kemudian disusul dengan penyinaran, atau segera dilakukan operasi

radikal apabila kanker tersebut masih dalam stadium dini. Lain halnya dengan

trimester tiga. Apabila kehamilan mencapai 36 minggu atau lebih segera

lakukan seksio sesarea dan kemudian diberi penyinaran atau dilakukan operasi.

Akan tetapi, apabila kehamilanmendekai 36 minggu teapi mendekati 36 minggu

sedapat dapatnnya seksio sesarea di tunda sampai berat janin 2500 g.

Penundaan selama sampai 2 minggu pada umumnya di anggap masih cukup

aman. Dalam hal ini hendaknya masih diperhitungkan jumlah anak yang hidup

serta keinginan suami-istri.

Dalam menghadapi kemungkinan karsinoma in situ, atau apabila diagnosis

sudah pasti, hendaknya kahamilan dibiarkan sampai cukup bulan, asal

dilakukan pemeriksaan ulang secara teratur supaya segera diketahui apabila

terjadi perubahan ke arah karsinoma invasif. Partus spontan dapat diharapkan.

Sikap demikian cukup aman karena peralihan dari karsinoma insitu ke arah

karsinoma invasif sering memakan waktu yang lama.

Perempuan muda yang masih sangat menginginkan anak dapat dibiarkan hamil

lagi setelah dilakukan konisasi atau amputasi porsio lebih dulu. Apabila tidak

demikian dapat dilakukan histerektomi.6 Konsep pengobatan pada karsinoma

serviks adalah:3

a. Lesi prakanker (karsinoma in situ), pengobatan dengan konisasi (ingin

punya anak) dan histerektomi.

b. Stadium I-Iia, pengobatan dengan radikal histerektomi dan diikuti eksternal

radiasi.

c. Stadium Iib-III, pengobatan dengan radium dan eksternal radiasi

d. Stadium IV, pengobatan dengan eksternal radiasi dan paliatif

Penatalaksanaan berdasarkan stadium prekanker serviks dan invasif:

1. Tatalaksana lesi prakanker serviks

Page 18: Data Kanker Serviks

18

Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yang pada umumnya tergolong NIS

(Neoplasia Intraepitelial Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja,

medikamentosa, terapi destruksi, dan/atau terapi eksisi. Tindakan observasi

dilakukan pada tes pap dengan hasil HPV, atipia, NIS I yang termasuk

dalam Lesi Intraepitelial Skuamousa Derajat Rendah (LISDR). Terapi NIS

dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi Intra

epitelial Skuamousa Derajat Tinggi). Demikian juga, terapi eksisi dapat

ditujukan pada LISDR dan LISDT. Perbedaan antara terapi destruksi dan

terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak mengangkat lesi, tetapi pada

terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.

Tabel garis besar penanganan lesi prakanker serviks.10

Klasifikasi Penanganan HPV Observasi medikamentosa destruksi:

Krioterapi Elektrokauterisasi/elektrokoagulasi Eksisi: diatermi loop

Displasia ringan (NIS I) Observasi destruksi: krioterapi Elektrokoagulasi Laser, Laser + 5 FU Eksisi: diatermi loop

Displasia sedang (NIS II) Destruksi: krioterapi elektrogoagulasi Laser, Laser + 5 FU Eksisi: diatermi loop

Displasia keras (NIS III)/KIS Destruksi: krioterapi elektrokoagulasi Laser Eksisi: konisasi Histerektomi

Terdapat beberapa metode pengobatan lesi prakanker serviks

1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal

Yang termasuk pada metode terapi ini adalah krioterapi, elektrokauter,

elektrokoagulasi, dan CO2 laser. Penggunaan setiap metode ini bertujuan

untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang mengandung epitel

abnormal, yang kelak akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru.

a. Krioterapi

Krioterapi ialah suatu usaha penyembuhan penyakit dengan cara

mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu di bawah nol derajat

Celcius. Pada suhu sekurang-kurangnya 25 derajat Celcius sel-sel jaringan

Page 19: Data Kanker Serviks

19

termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan

tersebut, terjadi perubahan-perubahan tingkat seluler dan vaskuler, yaitu

sel-sel mengalami dehidrasi dan mengerut, konsentrasi elektrolit dalam sel

terganggu, syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein, status umum

sistem mikrovaskular. Pada awalnya digunakan cairan Nitrogen atau gas

CO2, tetapi pada saat ini hampir semua alat menggunakan N2O.12

b. Diatermi Elektrokoagulasi Radikal

Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan

efektif jika dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan

dengan anestesi umum. Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan

jaringan serviks sampai kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat

dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat luas. Dianjurkan

penggunaannya hanya terbatas pada kasus NIS 1/2 dengan batas lesi yang

dapat ditentukan. CO2 Laser Penggunaan sinar laser (light amplication

by stimulation emission of radiation), suatu muatan listrik dilepaskan

dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas nitrogen, dan

gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai

panjang gelombang 10,6u. Perubahan patologis yang terdapat pada

serviks dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis.

Lapisan paling luar dari mukosa serviks menguap karena cairan

intraselular mendidih, sedangkan jaringan yang mengalami nekrotik

terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap atau sebanding

dengan kekuatan dan lama penyinaran.13

2. Terapi NIS dengan Eksisi

a. LEEP ( Loop Electrosurgical Excision Procedures)

Ada beberapa istilah dipergunakan untuk LEEP ini. Cartier dengan

menggunakan kawat loop kecil untuk biopsi pada saat kolposkopi yang

menyebutnya dengan istilah diatermi loop. Prendeville dkk. menyebutnya

LLETZ (Large Loop Excisional Tranformation Zona).

b. Konisasi.

Page 20: Data Kanker Serviks

20

Tindakan konisasi dapat dilakukan dengan berbagai teknik:

1) konisasi cold knife

2) konisasi diatermi loop (LLETZ)

3) konisasi laser.

Di dalam praktiknya, tindakan konisasi juga sering merupakan tindakan

diagnostik.14

XII. PENCEGAHAN

Skrining untuk kanker serviks dengan tes Papnicolau merupakan metoda pap’s

smear yang standard. Berdasarkan data retrospektif, tes Papnicolau mengurangi

insiden kanker serviks 60-90% dan motalitas sebanyak 90%. Vaksin HPV telah

dibuat dan dikembangkan yang berisi VLP (virus like protein) yang merupakan

hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik

kuat. Pencegahan primer kanker serviks uterus (vaksinasi profilaksis HPV

16,18). Pap’s smear merupakan bagian dari pencegahan sekunder. Pencegahan

yang terbaik dengan melakukan vaksinasi dan pap’s smear untuk menjangkau

infeksi HPV risiko tinggi lainnya, karena jangkauan vaksinasi tidak mencakup

100%. Tujuan vaksinasi adalah mencegah infeksi HPV 16, 18

(karsinogenkanker serviks), vaksinasi tidak bertujuan untuk terapi. Lama

proteksi vasinasi bivalen 53 bulan dan vaksinasi quadrivalen 36 bulan. Indikasi

vaksinasi HPV yaitu perempuan yang belum terinfeksi HPV16 dan HPV18.

Usia pemberian vaksin diusahakan >21 tahun. Kontraindikasi pada ibu hamil

tidak dianjurkan, sebaiknya vaksinasi diberikan setelah persalinan, sedangkan

pada ibu menyusui pemberian belum direkomendasikan. Vaksin diberikan

secara intramuskular. Diberikan tiap bulan 0,1,6 (dianjurkan pemberian tidak

melebihi 1 tahun). Efek samping yaitu nyeri pada pelvis, nyeri lambung, nyeri

otot, mual, muntah, diare dan febris. Yang dapat memberikan vaksin adalah

seluruh petugas kesehatan meliputi para medis, dokter umum, dokter spesialis

yang mendapatkan pelatihan pemberian vaksin.3.4.15

XIII.PROGNOSIS

Page 21: Data Kanker Serviks

21

Semakin awal penegakkan diagnosis stadium kanker, semakin baik

prognosisnya. Kanker pre-invasif biasanya terdiagnosis pada wanita <30 tahun

tetapi sebagian besar pasien dengan karsinoma invasif terdiagnosis pada umur

40-50 tahun. Karena itu tampaknya perlu waktu 10-15 tahun untuk karsinoma

menembus membran basalis dan menjadi invasif. Pasien yang tidak di obati

biasanya meninggal dalam waktu 3-5 tahun setelah terjadi invasi. Angka

kelangsungan hidup yang di laporkan menurut stadium penyakit ketika

ditemukan sangat bervariasi. Gabungan angka kelangsungan hidup 5 tahun

dipusat-pusat kanker yang besar di seluruh dunia dimana radioterapi merupakan

metode pengobatan utama adalah sebagai berikut: stadium I 86%-89%, stadium

II 43%-70%, stadium III 27%-43%, dan stadium IV 0%-2%.3.4

XIV. RINGKASAN

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim

sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yag tidak terkontrol dan

merusak jaringan normal disekitarnya.

Kanker serviks ditandai dengan adanya perdarahan lewat jalan lahir atau vagina,

teapi gejala tersebut tidak muncul sampai tingkat lanjut, dimana tanda dan

diagnosa pasti bisa ditegakkan dengan menggunakan pap smear.

HPV dapat menyebabkan kanker serviks karena dapat membuat

pertumbuhan sel menjadi tidak normal ( dengan virus masuk ke dalam inti sel

diserviks dan mengubah bentuk sel sehingga menjadi mudah rapuh dan

pertumbuhannya menjadi tidak beraturan). Terdapat 18 tipe HPV yang

menyebabkan kanker serviks antara lain 16, 18, 45, 31, 33, 52, 35 dan 58.

Dimana tipe 16 dan 18 menyerang paling sedikit 70% dari keseluruhan kanker

yang terjadi didunia.

XV. DAFTAR PUSTAKA

Page 22: Data Kanker Serviks

22

1. WHO health organication. Comprehensive cervical cancer kontrol: A grade to

esstrel praktice. Geneva. WHO. 2006

2. Nuranna C.et al . Skinning kanker leher rahim dengan metode inspeksi visual

dengan asam asetat (IVA): Departemen kesehatan republik Indonesia. Jakarta.

2008

3. Manuaba IBG. Karsinoma serviks uteri kepaniteraan klinik obstetri dan

gynekology. Edisi 2. Jakarta: 2004. 318-323

4. Asya J. Onkologi: Quick obgyn. Hal 244-250

5. Manuaba IBG. Penyakit neoplasma: Kapita selekta penatalaksanaan rutin

obstetri ginekologi kb. Jakara: EGC. 2001.

6. Prawirohardjo S. Penyakit neoplasma. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT bina

pustaka sarwono prawirhardjo. Edisi 4. 2009: Hal 895-898

7. Cowan BD, Selfi, kaider DB, Kaider AS, Jarowkz P, Rouse RG.

Antiphospolipid failure: J assist reprod. Genet. 1997

8. Aziz MS. Masalah pada kanker serviks: Cermin dunia kedokteran. Jakarta:

2010. 133

9. Petignet P, Roy M. Diagnosis dan management dari cervical cancer: BMJ.

2007: 765-768

10. Sjamsuddin S. Terapi destruksi local pada neoplasia intraepitel serviks:

Kolposkopi dan Neoplasia Intraepitel Serviks. Ed ke-2. Jakarta. Perhimpunan

Patologi Serviks dan Kolposkopi Indonesia. 2001: 90 – 8.

11. Nuranna L. Terapi NIS dengan eksisi. Kolposkopi Dan Neoplasia Intraepitel

Serviks. Ed ke-2. Jakarta: Perhimpunan Patologi Serviks dan Kolposkopi

Indonesia .2001: 99–110.

12. Ordell LD, Rimker K, Hagerty C. Electrocautery for cervical neoplasia. J

Reprod Med 1971;6:143 – 46

13. Belina JH, Wright VC, Voros JL, Riopelle MA, Hohenschutz V.

Carbodioxide laser management of cervical intraepitethelial neoplasia. By

laser vaporisation. Br .J. Obstet Gynecol 1985; 92: 394–98

Page 23: Data Kanker Serviks

23

14. Nasiell K et al. Behaviour of mild dysplasia during long term follow-up:

Obstetrics and Gynaecology, 1986; 67:665-669

15. Andrijono. Vaksinasi HPV merupakan pencegahan primer kanker serviks:

Departemen obstetri dan ginekologi fakultas kedokteran universitas Indonesia

Jakarta: IDI. 2007.