18
DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN KETERBATASAN KONDISI NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Magister Psikologi Oleh : ISNAYA ARINA HIDAYATI S 300120021 PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

  • Upload
    lythu

  • View
    255

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN KETERBATASAN KONDISI

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai

Gelar Magister Psikologi

Oleh :

ISNAYA ARINA HIDAYATI

S 300120021

PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016

Page 2: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN KETERBATASAN KONDISI

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Kepada Program Magister Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai

Gelar Magister Psikologi

Diajukan oleh :

ISNAYA ARINA HIDAYATI

S 300120021

PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016

Page 3: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi
Page 4: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi
Page 5: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi
Page 6: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

xi

DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN KETERBATASAN

KONDISI

Isnaya Arina Hidayati1

Magister Psikologi Sekolah Pascasarjana UMS

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menjelaskan dinamika daya juang,

faktor pendukung dan faktor penghambat pelajar berprestasi dengan keterbatasan kondisi.

Karakteristik informan dalam penelitian ini adalah pelajar tingkat SMP, SMA dan

perguruan tinggi yang tercatat sebagai pelajar berprestasi namun memiliki latar belakang

keluarga yang berketerbatasan (ekonomi rendah, penyintas KDRT atau korban broken

home). Informan berjumlah 3 orang dan melibatkan 9 informan pendukung yaitu

orangtua, guru kelas dan teman dekat. Metode pengambilan data yang digunakan adalah

wawancara. Hasil penelitian; 1) Informan mengontrol kesulitan ekonomi dengan perilaku

hidup hemat, sikap prihatin dengan membantu meringankan beban ekonomi orangtua.

Regulasi diri yang baik dalam mengendalikan situasi sulit agar tidak melebar dan

mempengaruhi dimensi pendidikan. Kompensasi yang dilakukan adalah dengan tetap

belajar dan meningkatkan prestasi. Perilaku resiliensi atau kemampuan untuk bangkit dan

memperbaiki keadaan lebih terlihat pada informan korban broken home dan penyintas

KDRT. Adanya rasa syukur, menjadikan informan semakin bersemangat bangkit dari

keterpurukan untuk meraih hidup yang lebih baik, disertai motivasi yang kuat dan efikasi

relasional antara ibu dan informan. 2) Faktor pendukung pelajar berprestasi dengan

keterbatasan kondisi berasal dari faktor internal yaitu daya saing, perilaku coping dan

kemampuan untuk bangkit melakukan perbaikan (resiliensi), kesadaran diri dan

kemampuan berfikir positif disertai rasa syukur, sedangkan faktor eksternal lebih kepada

dukungan sosial dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. 3) Faktor

penghambat daya juang adalah regulasi emosi yang kurang stabil, faktor keuangan, krisis

keberfungsian keluarga dan adanya masalah fatherless. Kesimpulan penelitian ini adalah

pelajar berketerbatasan kondisi melakukan kompensasi dengan pencapaian prestasi

disertai daya juang yang baik dalam menghadapi situasi sulit. Dunia pendidikan baik

dalam lingkup keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat selayaknya berperan aktif

dalam membentuk kualitas generasi penerus dengan membekali kecerdasan daya juang

sejak dini, agar memiliki mental yang tangguh dalam menghadapi berbagai permasalahan

hidup di masa mendatang.

Kata kunci; daya juang, prestasi, keterbatasan kondisi

1 Mahasiswa Magister Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Page 7: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

1

DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN KETERBATASAN

KONDISI

Isnaya Arina Hidayati

Program Pasca Sarjana

Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRACT

This study aims to explore and explain the dynamics of the striving force namely, the

supporting and inhibiting factors of high achieving students striving force with

necessitous condition. The informant characteristics of this study are high achieving

students with necessitous condition (students who are needy with the broken home

family and experiencing violence from their family) who attend junior and senior high

school and college students. There are 3 informants and 9 informants complementary,

with interview method. The results of this study are; 1) The Informant controlled

difficult situations with a positive response. It is embodied by informant through self-

acceptance ignorance of inferiority feeling with a good attitude. A good self-regulation

being their way to limit difficult situation so that doesn’t affect on educational

dimension. It is compensated through study hard to improve achievement. Behavioral

resilience or ability to get up and fix problems. The informants show their self-awareness

of the importance of achieving their future. Gratitude and acceptance of the situation

make informants increasingly resilient to rise from adversity to achieve a better life.

There is a relational efficacy aspect come from interaction between mother and

informants. 2) Supporting factor is derived from internal factors such as the

competitiveness, coping behavior and the ability of improvement (resilience), visionary

and strong internal motivation, self-awareness and the ability to think positively with

gratitude. While external factors mostly come from social support of family, other

students and community. 3) Inhibiting factors namely are the problem of emotion-

regulation such as less stable emotional state, poverty, dysfunction of families role and

the problem of Fatherless families. It is concluded that high achieving students with

necessitous condition indeed compensate their condition with good striving force to face

difficult situations. Education either in the family area, school and social environment

should actively take role in shaping the quality of the next generation by supplying

striving force since early stage, so that mentally tough in dealing with various problems

of life in the future.

Keywords: Striving force, high achieving students, necessitous condition

PENGANTAR

Tingkah laku seseorang mengarah

kepada suatu tujuan tertentu karena

adanya suatu kebutuhan. Berdasarkan

teori McClelland, kebutuhan dapat

menyebabkan adanya dorongan internal

yang menggerakkan seseorang melakukan

sesuatu ke arah tercapainya tujuan

(Aminah & Juniarto, 2013). Dalam

konteks pendidikan, keberhasilan siswa

juga dipengaruhi oleh kebutuhan

berprestasi yang dimiliki. Kebutuhan

berprestasi sebagai daya dorong yang

memungkinkan seseorang berhasil

mencapai apa yang diinginkan walaupun

Page 8: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

2

mengalami hambatan dalam meraihnya

(Sulastri, 2007).

Keberhasilan anak dalam

mencapai prestasi idealnya disertai oleh

faktor- faktor pendukung yang terpenuhi

dengan sempurna. Baik dari faktor

sekolah, pendidik, lingkungan rumah,

peer group, sampai keadaan internal

keluarga. Peran orang tua adalah faktor

terpenting dalam mendampingi

keberhasilan anak mencapai prestasi.

Pemenuhan kebutuhan kasih sayang,

bekal pendidikan, penyediaan fasilitas

pendukung, merupakan sebagian dari

peran orang tua yang berkontribusi

mendukung keberhasilan anak.

(Manurung, 2009).

Menjadi hal umum ketika anak

berprestasi ditopang sepenuhnya dengan

faktor pendukung tersebut di atas. Tetapi

Lain halnya dengan yang terjadi di

beberapa sekolah dimana sebagian siswa

yang mendapat predikat siswa berprestasi

memiliki keterbatasan kondisi.

Keterbatasan kondisi tersebut antara lain

berasal dari keluarga yang berpenghasilan

rendah, anak penyintas KDRT, korban

broken home, dan yang berkaitan dengan

kegagalan orang tua dalam mengawasi

serta melindungi anak secara layak.

Bukan menjadi hal mudah bagi

individu yang mendapat tekanan di

lingkungan keluarga dapat survive dengan

kondisi tersebut. Kesulitan keadaan yang

mereka alami di lingkungan keluarga

tidak menjadi hambatan untuk tetap

berkarya, berprestasi demi mengangkat

derajat hidup mereka.

Departemen Pendidikan Nasional

(2007), Chin dan Hung (2013)

menjelaskan bagaimana individu

beradaptasi dengan hambatan dan

masalah yang dihadapi, sehingga mampu

mengubah tantangan menjadi peluang.

Konsep ini disebut dengan Daya Juang.

Stoltz (2007) menyebut daya juang

sebagai kecerdasan adversitas (Adversity

Quotient/ AQ). Adversity Quotient

merupakan kemampuan yang dimiliki

individu dalam menghadapi dan berusaha

keras mengatasi kesulitan, sehingga tidak

berdampak secara mendalam pada usaha

individu dalam menjalani kehidupannya.

Individu yang dapat mempergunakan

kecerdasan itu secara optimal,

kemungkinan besar akan mampu

menggapai cita- cita dan tujuan yang

ingin diraih. Hal inilah yang menjadi

perhatian besar bagi peneliti untuk

menggali lebih dalam bagaimana daya

juang pelajar berprestasi tetapi memiliki

latar belakang keterbatasan kondisi.

Berdasarkan permasalahan diatas,

maka pertanyaan penelitian yang

dirumuskan adalah (1) Bagaimana

dinamika daya juang pelajar berprestasi

dengan keterbatasan kondisi? (2) Faktor-

faktor apa yang mendukung daya juang

pelajar berprestasi dengan keterbatasan

kondisi? (3) Faktor-faktor apa yang

menghambat daya juang pelajar

berprestasi dengan keterbatasan kondisi?

Daya Juang

Permasalahan yang berat mampu

dihadapi jika memiliki ketahanan dan

daya juang untuk terus berusaha.

Kemampuan berjuang atau bisa juga

disebut daya juang merupakan

kemampuan mempertahankan atau

mencapai sesuatu yang dilakukan dengan

gigih. Daya juang adalah kemampuan

dalam menghadapi kesulitan atau

ketahanan terhadap situasi yang menekan

(Susanti, 2013).

Leman (2007) menambahkan daya

juang sebagai kemampuan seseorang baik

fisik maupun psikis untuk menghadapi

masalah. Senada dengan pernyataan

tersebut, Departemen Pendidikan

Nasional (2007) dan hasil penelitian

Markman, Robert dan Balkin (2003),

Nashori (2007), Chin & Hung (2013)

mengartikan adversity quotient sebagai

“daya juang”, yaitu kemampuan

mempertahankan atau mencapai sesuatu

yang dilakukan dengan gigih.

Daya juang pertama kali

diperkenalkan oleh Paul. G. Stoltz dengan

Page 9: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

3

istilah kecerdasan adversity (Adversity

Quotient), yaitu kecerdasan individu

dalam menghadapi rintangan atau

kesulitan dengan gigih dan ketekunan

seraya tetap berpegang teguh pada prinsip

dan impian. Salah satu rahasia untuk

mengatasi tantangan atau kesulitan bagi

setiap individu yaitu dengan

meningkatkan AQ - Adversity Quotient

(Stoltz, 2003).

Dalam konsep daya juang,

individu dengan daya juang yang tinggi,

akan cenderung merasa bertanggung

jawab atas masalah yang dihadapinya saat

berada dalam kesulitan, mampu

mengontrol masalah, lihai dalam mencari

pemecahan masalah dan fokus terhadap

solusi (Stoltz, 2007). Dapat disimpulkan

bahwa daya juang (adversity quotient)

adalah kemampuan, ketahanan dan

kegigihan individu dalam menghadapi

kesulitan, mengubah hambatan menjadi

sebuah tantangan dan kesempatan untuk

meraih tujuan yang diharapkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi

daya juang menurut Stoltz (2007) adalah

sebagai berikut: (a) Daya saing. Daya

juang menjadi rendah dikarenakan tidak

adanya daya saing ketika menghadapi

kesulitan, sehingga kehilangan

kemampuan untuk menciptakan peluang

dalam kesulitan yang dihadapi (Bennu,

2012), (b) Produktivitas. Diantara hasil-

hasil penelitian yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa terdapat korelasi

positif antara kinerja karyawan atau

prestasi siwa dengan respon yang

diberikan terhadap kesulitan yang sedang

dihadapi (Ramadhanu dan Suryaningrum,

2014), (c) Motivasi yang kuat mampu

menciptakan peluang dalam kesulitan

(Ying Shen, 2014), artinya seseorang

dengan motivasi yang kuat akan berupaya

menyelesaikan kesulitan dengan

menggunakan kemampuan yang dimiliki,

(d) Mengambil resiko, penelitian yang

dilakukan oleh Satterfield dan Seligman

(dalam Stoltz, 2000) menunjukkan bahwa

seseorang yang mempunyai daya juang

tinggi lebih berani mengambil resiko dari

tindakan yang dilakukan. Hal itu

dikarenakan seseorang dengan daya juang

tinggi merespon kesulitan secara lebih

konstruktif, (d) Perbaikan, seseorang

dengan daya juang tinggi senantiasa

berupaya mengatasi kesulitan dengan

langkah konkrit (Novianty, 2014), yaitu

dengan melakukan perbaikan dalam

berbagai aspek agar kesulitan tersebut

tidak menjangkau bidang-bidang yang

lain, (e) Ketahanan atau ketekunan,

individu yang merespon kesulitan dengan

baik akan senantiasa survive dengan

keadaannya dan menjadikan kesulitan

sebagai tantangan yang harus dihadapi, (f)

Belajar, anak-anak dengan respon pesimis

terhadap kesulitan tidak akan banyak

belajar dan berprestasi jika dibandingkan

dengan anak-anak yang memiliki rasa

optimis. Seorang siswa memiliki banyak

rintangan dalam pencapaiannya menuju

cita-cita dan impiannya. Dengan adanya

daya juang dan keuletan dalam belajar

diharapkan siswa mampu meraih prestasi

belajar yang baik.

Lain halnya dengan pendapat

Zainuddin (2010), Menurutnya, sejumlah

faktor yang mempengaruhi daya juang

antara lain; (a) Pengaruh lingkungan

keluarga. Cara orang tua mendidik akan

sangat berpengaruh terhadapat AQ anak.

Pola asuh yang baik dimana orang tua

memberikan bimbingan dan mengajarkan

ketrampilan-ketrampilan dalam

menghadapi kesulitan hidup sebagai bekal

anak dalam menghadapi masa depannya.

(b) Pengaruh lingkungan sekolah. Sekolah

merupakan wadah untuk mencari ilmu.

Tidak hanya itu, sekolah juga mampu

memberikan masukan baik dalam

membentuk karakter anak. Karena di

sekolah anak menemukan berbagai

macam hal yang bisa mempengaruhi

dirinya, (c) Pengaruh lingkungan

masyarakat. Dapat berupa lingkungan

tetanga maupun lingkunan tempat tinggal.

Apabila lingkungan yang diterimanya

baik, maka baik pula pengaruhnya.

Page 10: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

4

Terdapat empat dimensi atau

aspek dalam daya juang yang sering

disingkat dengan CO2RE yaitu (C)

control atau kendali yaitu seberapa besar

kendali individu menghadapi masalah,

(O2) origin dan ownership atau asal usul

dan pengakuan yaitu apa penyebab

masalah dan bagaimana akibatnya terkait

dengan diri sendiri, (R) reach atau

jangkauan yaitu bagaimana suatu masalah

mempengaruhi dimensi lain dari

kehidupan, (E) endurance atau daya tahan

yaitu respon waktu berlangsungnya

permasalahan (Stoltz, 2000; Ying Shen,

2014; Markman, Baron & Balkin, 2003;

Huijouan, 2009; Akbar, Supriyono &

Ramli, 2014; Santos, 2012; Kitch, 2002;

Chin & Hung, 2013).

Pelajar Berprestasi dengan

Keterbatasan Kondisi

Azwar (2005), Maslihah (2011)

dan Suryabrata (2002), menyatakan

bahwa siswa atau pelajar berprestasi

akademik adalah seluruh hasil yang telah

dicapai (achievement) yang diperoleh

melalui proses belajar akademik

(academic achievement) yang dapat

dipakai sebagai ukuran untuk mengetahui

sejauh mana para siswa menguasai bahan

pelajaran yang diajarkan dan dipelajari.

Lain halnya dengan pelajar berprestasi

tidak hanya dalam bidang akademik,

melainkan prestasi secara keseluruhan,

mereka adalah gambaran pelajar yang

berprestasi ideal, yaitu sukses dalam tugas

akademik maupun kehidupan non

akademiknya; menguasai bidang ilmu yang

ditekuninya, mencapai nilai hasil belajar

yang sangat baik, dapat meningkatkan

keterampilan, mengembangkan minat serta

mengasah bakat dan potensi dirinya dengan

aktif dalam berbagai kegiatan

ekstrakurikuler (Dirjen Dikti, 2010).

Disempurnakan oleh Rushdie & Isnawati

(2009) bahwa prestasi tidak hanya melihat

segi kognitif saja, tetapi juga

memperdulikan aspek-aspek lain seperti

aspek afektif, behavioral dan spiritual.

Maka yang dimaksud dengan pelajar

berprestasi adalah peserta didik dengan

usia tertentu yang menuntut ilmu di

sebuah institusi tertentu dan memiliki

prestasi dalam segi kognitif, afektif,

behavioral, spiritual, baik dalam bidang

akademik maupun non-akademik.

Kesejahteraan adalah kondisi

terpenuhinya kebutuhan material, spiritual

dan sosial warga negara agar dapat hidup

layak dengan keamanan, keselamatan dan

ketenteraman serta mampu

mengembangkan diri, sehingga dapat

melaksanakan fungsi sosialnya. Dimensi

kesejahteraan manusia yaitu; memiliki

ilmu dan pengetahuan, interaksi sosial

yang baik, diri yang diakui, integritas,

kesehatan, jaminan ekonomi, kebebasan,

kasih sayang dan harta (Undang-undang

No 11, 2009; Rooyen & Hartell, 2002).

Merujuk pada PERMENSOS RI

no. 8 dalam pusat data dan informasi

kesejahteraan sosial (2011), seseorang

yang tidak terpenuhi atau dalam

“keterbatasan kondisi” beberapa dimensi

kesejahteraan tersebut di atas, maka dapat

disebut dengan Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS). PMKS

adalah seseorang, keluarga atau kelompok

masyarakat yang karena suatu hambatan,

kesulitan, atau gangguan tidak dapat

melaksanakan fungsi sosialnya sehingga

tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya baik

jasmani, rohani, maupun sosial secara

memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan,

atau gangguan tersebut dapat berupa

kemiskinan, ketidak harmonisan dalam

keluarga, ketelantaran, kecacatan,

ketunaan sosial, keterbelakangan,

keterasingan/ketertinggalan, dan bencana

alam maupun bencana sosial.

Dapat diambil kesimpulan

bahwasannya keterbatasan kondisi di sini

adalah keterpurukan keadaan atau kondisi

serba kekurangan dalam keluarga, baik

dalam segi keuangan sehingga kebutuhan

primer dan sekuder tidak tercukupi,

maupun dari segi sosial meliputi

kebutuhan kasih sayang dalam keluarga

yang tidak terpenuhi, seperti penelantaran

Page 11: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

5

anak, ketidak harmonisan orang tua,

kekerasan dalam rumah tangga, yang

berpengaruh pada dimensi kesejahteraan

hidup individu.

METODE

Penelitian ini menggunakan

metode kualitatif tinjauan studi kasus,

melibatkan 2 jenis informan, yaitu primer

dan sekunder. Informan primer adalah

pelajar berjumlah 3 orang, tercatat

berprestasi di sekolah dengan

keterbatasan kondisi yaitu keluarga

berpenghasilan rendah (miskin) atau anak

penyintas KDRT atau korban broken

home atau yang berkaitan dengan

kegagalan orang tua dalam mengawasi

serta melindungi anak secara layak.

Informan sekunder adalah

pendamping/orang tua, guru dan teman

dekat dari informan primer. Pemilihan

informan dilakukan secara purposive

sampling, yaitu pemilihan berdasarkan

karakteristik yang ditentukan oleh

peneliti.

Pengumpulan data menggunakan

interview yang mendalam (in depth

interview). Interview yang dilakukan bisa

lebih dari sekali terhadap satu orang

informan. Proses pengumpulan data

menurut Creswell (2010) mengikuti pola

zig-zag, yaitu peneliti ke lapangan

mencari informasi, kemudian

menganalisis data yang diperoleh,

kembali lagi ke lapangan untuk

mendapatkan lebih banyak informasi,

menganalisis data lagi, dan seterusnya.

Data yang valid dapat diperoleh

dengan melakukan uji keabsahan data

atau uji kredibilitas terhadap data hasil

penelitian. Pada penelitian ini teknik

keabsahan data yang digunakan adalah

perpanjangan pengamatan dan melakukan

diskusi dengan teman sejawat.

Perpanjangan pengamatan dalam

penelitian ini dilakukan dalam proses

pengumpulan data, peneliti seringkali

berkunjung ke sekolah atau rumah untuk

menemui subjek, membangun kedekatan,

rasa nyaman dan aman. Diskusi dengan

teman sejawat mencakup pemberian

saran, kritik dan arahan.

Langkah-langkah yang peneliti

lakukan dalam menganalisis data adalah

sebagai berikut; (1) Reduksi data (2)

Pengkodean data (3) Menghubungkan

tema-tema dituang dalam bentuk narasi

(4) Interpretasi data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Informan pertama berinisial MNS,

berasal dari keluarga berlatar belakang

ekonomi rendah. Ayah bekerja sebagai

penjual karcis di sebuah Perusahaan

Otomotif swasta. Dengan pendapatan

tidak menentu setiap harinya. Ibu sebagai

penjual es dan makanan ringan di warung

kecil yang terletak di depan rumah.

Penghasilan sampingan dari ibu sebagai

buruh cuci. Saat ini MNS bersekolah

dengan bantuan beasiswa dari BSM

(Beasiswa Siswa Miskin) dan beasiswa

At- Taqwa dari suatu OrMas di

daerahnya. Informan MNS selalu

menduduki peringkat pertama semenjak

SMP kelas VII sampai kelas IX. MNS

juga menjadi siswa dengan nilai Ujian

Nasional terbaik se- Sukoharjo. Bukan

hanya dalam hal akademik, MNS juga

aktif di berbagai lomba dengan prestasi

antara lain; Juara 1 mengarang CerPen

tingkat kabupaten, juara 2 lomba cerdas

cermat tingkat kabupaten, juara 2

olimpiade Sains tingkat kecamatan, juara

4 lomba rumpun IPA yang diadakan oleh

Universitas sebelas maret (UNS).

Informan kedua berinisial AFA

berjenis kelamin perempuan, berlatar

belakang keluarga yang tidak harmonis

(Broken Home). Orangtua bercerai dan

kekerasan dalam rumah tangga pun kerap

terjadi. Ketika AFA berusia ±15 tahun,

ibu menikah lagi, dan dari sinilah timbul

permasalahan baru dengan keadaan

emosionalnya, yang berdampak pada

kehidupan sehari-hari. Ayah kandung

melepaskan tanggung jawabnya

menafkahi anak, sedangkan ayah

sambung berlatar belakang ekonomi

rendah dengan pekerjaan sebagai

Page 12: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

6

pengrajin kayu pacul. Ketika informan

AFA duduk di bangku SMP, selalu

memperoleh peringkat pertama dari kelas

1 sampai 3. Saat ini AFA bersekolah di

salah satu SMA favorit di Surakarta

melalui jalur undangan yang notabene

diperuntukkan bagi siswa-siswa

berprestasi. AFA seringkali mengikuti

beberapa perlombaan olimpiade mewakili

sekolahnya, baik akademik maupun non-

akademik. AFA juga mendapat bantuan

beasiswa atas prestasi yang telah diraih di

sekolahnya.

Informan ketiga berinisial RRR

berjenis kelamin perempuan, berasal dari

keluarga berlatar belakang ekonomi

rendah. Ayah bekerja sebagai buruh

sablon harian dengan penghasilan ±100

ribu-150 ribu perhari, dahulu ayah pernah

bekerja membantu tetangga merapikan

jilid buku, dihargai 300 rupiah - 500

rupiah perkilo. Ibu pernah bekerja sebagai

buruh pabrik, pembantu rumah tangga,

karyawan laundry, sampai akhirnya dapat

membuka jasa laundry sendiri di rumah.

Saat ini RRR bersekolah di perguruan

tinggi negeri ternama di Jogjakara, UGM

(Universitas Gajah Mada) dengan dana

bantuan beasiswa dari Bidikmisi atas

prestasi yang telah diraih masa SMA.

Semenjak duduk di bangku SMP,

SMA hingga Perguruan Tinggi RRR

sudah mendapat beasiswa atas pencapaian

prestasinya. Informan RRR seringkali

mendapat peringkat 1 semenjak SMP

sampai SMA, memperoleh Indeks prestasi

akademis yang cukup tinggi di bangku

kuliah, memperoleh juara 1 nilai tertinggi

Ujian Nasional baik di SMP maupun

SMA. RRR aktif mengikuti berbagai

perlombaan-perlombaan akademis

mewakili sekolah, diantaranya adalah

Juara 3 lomba olimpiade fisika tingkat

provinsi, Juara 2 lomba bahasa Indonesia

tingkat kabupaten, Lomba bahasa Inggris

tingkat kabupaten, juara 3 siswa

berprestasi tingkat kabupaten. RRR

mendapat beasiswa semenjak duduk di

bangku SMP, SMA sampai di perguruan

tinggi atas prestasi yang telah diraih.

Informan RRR diberi kepercayaan untuk

menjadi departemen pembelajaran di

development community di organisasi

kampus, menjadi fasilitor dalam sebuah

unit kegiatan kampus, dan aktif di

berbagai organisasi mahasiswa lainnya.

Dinamika daya juang pelajar

berprestasi dengan keterbatasan

kondisi

Berdasarkan hasil analisa kasus

pada ketiga informan (MNS, AFA, RRR)

diketahui dimensi “Control” muncul

pada informan. Dalam konsep daya juang

dimensi “Control” yang menunjukkan

seberapa besar individu dapat

mengendalikan situasi sulit. Individu

berdaya juang tinggi mampu

mengendalikan, proaktif dalam

pendekatan mereka terhadap situasi yang

merugikan dan tidak merasa putus asa

saat berada dalam situasi sulit (Chin &

Hung, 2013; Stoltz, 2000).

Ketiga Informan mengendalikan

keterbatasan kondisi ekonomi

keluarganya dengan berperilaku hidup

hemat dan sikap yang mandiri. Perilaku

coping yang terlihat pada Informan AFA

dalam meredam rasa kesal dan kecewa

dengan permasalahan keluarganya,

menunjukkan control yang sangat baik.

Strategi coping mengacu pada cara-cara

untuk menangani stres dan kesulitan

dalam beberapa keadaan. Hal ini juga

termasuk upaya untuk memecahkan

masalah dan menghadapi situasi

problematis (Lee, 2012).

Informan MNS mampu

mengabaikan rasa malu dengan sikap

penerimaan diri yang baik, sedangkan

informan RRR yang berlatar belakang

keluarga kurang mampu, namun informan

dapat menerima keadaan dan

mengendalikan kesulitan tersebut dengan

meningkatkan potensi diri. Kebutuhan

akan pendidikan dapat teringankan

dengan adanya beasiswa atas prestasi-

prestasi yang diraihnya baik akademis

maupun non-akademis. Menerima diri

Page 13: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

7

menurut Cronbach berarti telah

menyadari, memahami dan menerima apa

adanya dengan disertai keinginan dan

kemampuan untuk selalu

mengembangkan diri sehingga dapat

menjalani hidup dengan baik dan penuh

tanggung jawab (Novianty, 2014).

Dalam situasi sulit yang dialami,

ketiga informan dapat mengontrol

keterpurukan tersebut agar tidak melebar

dan mempengaruhi dimensi lain dari

kehidupannya, yaitu dimensi pendidikan.

Informan mencari celah lain untuk dapat

meningkatkan harga diri dengan meraih

dan mempertahankan prestasinnya. Hal

ini sesuai dengan konsep daya juang

Stoltz (2000), terdapat aspek “Reach”

yaitu sejauh mana kesulitan yang dihadapi

akan mempengaruhi dimensi atau sisi lain

dari kehidupan individu (Markman, Baron

& Balkin, 2003).

Pada konsep daya juang, terdapat

dimensi “Endurance”, yaitu

mempertanyakan berapa lama situasi sulit

akan berlangsung (Stoltz, 2000; Ying

Shen, 2014). Individu yang memiliki

respon rendah pada dimensi ini akan

memandang kesulitan sebagai peristiwa

yang berlangsung terus menerus.

Sedangkan individu yang berdaya juang

tinggi akan tetap memiliki harapan dan

optimisme (Markman, Baron & Balkin,

2003). Informan AFA bangkit dan

berusaha menyikapi permasalahan

hidupnya dengan respon positif dan

produktif.

The American Psychological

Association menggunakan istilah

“resiliensi” untuk mengutarakan suatu

proses adaptasi atau kemampuan individu

untuk pulih dari kesulitan, trauma,

tragedi, ancaman. Artinya bahwa

resiliensi adalah "daya lenting" dari

pengalaman yang sulit (Lee, Cheung &

Kwong, 2012; Masten, 2009). Stoltz

berpendapat Adversity quotient (daya

juang) menjadi tolak ukur resiliensi dan

kemampuan bertahan individu dalam

menghadapi perubahan konstan, berbagai

tekanan dan kesulitan (Canivel, 2010).

Sadar akan pentingnya masa depan dan

membahagiakan orangtua adalah suatu

semangat tersendiri bagi informan MNS

dan AFA untuk tidak terlalu lama

berlarut-larut meratapi keterpurukannya.

Aspek motivasi tak luput dari daya

juang para informan untuk tetap

berprestasi, Selain berasal dari dalam diri

yang kuat, motivasi eksternal juga

berpengaruh besar. Sosok ibu adalah

motivator terbesar dalam menghadapi

kesulitan hidup sekaligus menjadi aspirasi

pendidikan yang tinggi bagi para

informan untuk berjuang meraih prestasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Xu,

Benson, Camino dan Steiner (2010)

menyatakan bahwa keterlibatan orangtua

memiliki hubungan dengan belajar

berdasar reguasi diri dan meningkatkan

prestasi pada anak.

Motif terkuat yang

melatarbelakangi para informan dalam

meraih prestasi adalah sosok ibu.

Terdapat “efikasi relasional” pada ketiga

infroman yaitu kemampuan dan

keyakinan seseorang untuk mengelola

relasi (kedekatan emosi) dengan orang-

orang terdekat serta dukungan sosial dari

hubungan kekeluargaan untuk mencapai

suatu hasil yang diharapkan bersama serta

kemampuan untuk menghadapi

permasalahan dan dampak dari

permasalahan tersebut (Kim & Park,

2006). Hasil penelitiannya juga

menyatakan bahwa dukungan sosial dari

orangtua memiliki pengaruh yang kuat

pada performa akademik siswa.

Daya juang informan dalam

mempertahankan prestasi meskipun

memiliki masalah dalam lingkup

keluarganya dikuatkan dengan rasa

syukur serta sikap menerima keadaan

yang terlihat pada ketiga informan. Dalam

konsep daya juang terdapat dimensi

Origin dan Ownership yang berkaitan

dengan rasa bersalah dan sikap

tanggungjawab. Individu berdaya juang

tinggi bersedia menerima keadaan dan

Page 14: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

8

akibat dari situasi sulit, bertanggungjawab

dan tidak akan menyalahkan orang lain

(Akbar, supriyono & Ramli, 2014; Kitch,

2002; Stoltz, 2000; Santos, 2012; Ying

Shen, 2014).

Rasa syukur dan penerimaan diri

yang baik pada diri informan didapat dari

figur Ibu yang selalu memberi pelajaran

hidup semenjak kecil, ibu memberi

nasehat dan cerita tentang bagaimana

perjuangan bertahan hidup, untuk selalu

bersyukur dan menerima keadaan,

sehingga Informan lebih dewasa dan

terampil dalam menyikapi situasi sulit.

Hal ini sejalan dengan pendapat

Zainuddin (2010) yaitu cara orang tua

mendidik akan sangat berpengaruh

terhadapat daya juang anak. Pola asuh

yang baik dimana orang tua memberikan

bimbingan dan mengajarkan ketrampilan-

ketrampilan dalam menghadapi kesulitan

hidup sebagai bekal anak dalam

menghadapi masa depannya akan

mempengaruhi perilaku yang efektif.

Faktor pendukung daya juang pelajar

berprestasi dengan keterbatasan

kondisi Berdasarkan analisa kasus informan

MNS, AFA dan RRR ditemukan faktor-

faktor yang mendukung informan dalam

pencapaian prestasinya meskipun dengan

keterbatasan kondisi yang dialami, yakni:

(1) Dorongan internal.

Keterbatasan kondisi justru menjadi

pendorong para informan untuk

berpendidikan tinggi dan meraih prestasi.

Motivasi dan keyakinan yang kuat

menjadikan informan tetap bertahan

menghadapi kesulitan. Motivasi

merupakan daya penggerak psikis dalam

diri pelajar yang menimbulkan kegiatan

belajar, menjamin kelangsungan belajar

demi mencapai satu tujuan. Selain itu

motivasi juga sangat penting dalam

memberikan gairah, semangat dan rasa

senang dalam belajar. Motivasi yang kuat

mampu menciptakan peluang dalam

kesulitan artinya seseorang dengan

motivasi yang kuat akan berupaya

menyelesaikan kesulitan dengan

menggunakan kemampuan yang dimiliki

dan lebih efektif dalam proses

pencapaiannya (Stoltz, 2007; Ying Shen,

2014).

Informan memiliki strategi untuk

meningkatkan prestasi belajarnya, yaitu

mengamati dan meniru gaya belajar

teman-teman yang pintar sebagai role

modelnya dalam meraih prestasi. Daya

saing (jiwa kompetitor) adalah salah satu

faktor yang mempengaruhi daya juang

individu, adanya daya saing individu

dapat menciptakan peluang dalam

menghadapi permasalahan (Bennu, 2012;

Stoltz, 2007).

Kesadaran diri akan pentingnya masa

depan, dan mengingat nasehat ibu untuk

tetap berfikir positif, menerima dan

bersyukur dengan apa yang dihadapi

merupakan semangat tersendiri bagi

informan untuk tetap bertahan dan kuat

menghadapi masalah yang dialaminya.

Sesuai dengan pendapat Stoltz (2007)

bahwa ketahanan dan ketekunan menjadi

salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap daya juang. Individu yang

senantiasa survive dengan keadaan yang

sulit akan menjadikan keadaan tersebut

sebagai tantangan yang harus dihadapi.

(2)Dukungan Sosial; a) Lingkungan

keluarga, yaitu faktor keberfungsian

keluarga, dukungan materi dan emosional

dari orang tua, apresiasi (reward) atas

pencapaian prestasi. Menurut Zainuddin

(2010) cara orangtua mendidik, pola asuh

dalam keluarga, mempengaruhi daya

juang individu. Dukungan emosional atau

penghargaan dapat melindungi seseorang

dari emosi negatif dengan konskuensi

stress (Sarafino, 2006). Sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Xu,

Benson, Camino dan Steiner (2010) dan

Vahedi, mostafafi, Mortazanad (2009)

yang menyatakan bahwa kehangatan dan

keberfungsian keluarga memiliki

hubungan dengan belajar berdasar reguasi

diri dan meningkatkan prestasi pada anak.

b) Lingkungan Sekolah, mengarah kepada

Page 15: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

9

dukungan moral dan emosional yang

diberikan dari teman-teman dan guru,

seperti perhatian, motivasi, memberi

arahan dan membantu meringankan

kesulitan. Sekolah bukan hanya wadah

untuk mencari ilmu tetapi sekolah juga

mampu memberikan masukan baik dalam

membentuk karakter anak. Karena di

sekolah anak menemukan berbagai

macam hal yang bisa mempengaruhi

dirinya (Zainuddin, 2010). c) Lingkungan

masyarakat, yaitu seperti bantuan

beasiswa, penghargaan atau uang

pembinaan dari lembaga atau kelompok

organisasi masyarakat. Bantuan fasilitas

pendukung belajar juga diberikan dari

tetangga atau saudara. Lingkungan

masyarakat dapat berupa lingkungan

tetanga, orang yang dianggap dekat yang

berada di sekitar inividu, maupun

lingkungan tempat tinggal. Apabila

lingkungan yang diterimanya baik, maka

baik pula pengaruhnya (Zainuddin, 2010).

Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial

bisa didapat karena kehadiran mereka

yaitu dukungan sosial yang bersifat secara

langsung misalnya bantuan peralatan,

pekerjaan dan keuangan.

Faktor penghambat daya juang pelajar

berprestasi dengan keterbatasan

kondisi 1) Regulasi Emosi. Keadaan emosi yang

kurang stabil menghadapi pesaing dalam

hal prestasi, seringkali menjadikan

informan patah semangat jika mendapat

nilai yang tidak sesuai dengan harapannya

dan minder jika melihat teman yang

mendapat nilai lebih tinggi darinya. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Susanto

(2006) menunjukkan hubungan yang

signifikan antara regulasi diri dengan

prestasi belajar, dimana keberhasilan

seseorang dalam menjalankan proses

pendidikannya tidak hanya ditentukan

oleh tingkat intelegensi, melainkan juga

aspek metakognisi, motivasi dan perilaku

yang merupakan bagian dari regulasi diri.

2) Ketiadaan Dana. Keuangan menjadi

kendala informan dalam melengkapi

proses belajarnya. Informan tidak

membeli buku-buku penunjang dan

mengurungkan niat untuk mengikuti les

atau kursus tambahan, karena orangtua

tidak mampu membiayai.

Ketidakmampuan keluarga dalam hal

ekonomi mempengaruhi minat dan

motivasi anak dalam belajar. Sulitnya

pemenuhan kebutuhan primer,

menyebabkan terabaikannya kebutuhan

sekunder yang merupakan kebutuhan

masa depan keluarga, dalam hal ini adalah

kebutuhan akan pendidikan (Dewi, Zukhri

& Dunia, 2014).

3) Fatherless dan krisis keberfungsian

keluarga. Menurut Lerner (2011)

ketiadaan peran-peran penting dari Ayah

akan berdampak pada rendahnya harga

diri (self- esteem), adanya perasaan marah

(anger), malu (shame). Kehilangan peran

ayah juga menyebabkan seorang anak

akan merasakan kesepian (loneliness),

kecemburuan (envy), kedukaan (grief) dan

kehilangan (lost) yang amat sangat, yang

disertai pula oleh rendahnya kontrol diri

(self- control), inisiatif, keberanian

mengambil resiko (risk taking),

dan psychology well-being, serta

kecenderungan memiliki neurotic.

Keberfungsian keluarga menurut Lubow,

Beevers, bishop dan miller (2009)

mengacu pada bagaimana seluruh anggota

dari suatu keluarga dapat berkomunikasi

satu sama lain, melakukan pekerjaan

secara bersama-sama, saling bahu

membahu dalam memenuhi kebutuhan

anggotanya, dimana hal tersebut memiliki

pengaruh bagi kesehatan fisik dan

emosional antar aanggota keluarga.

Keberfungsan keluarga dapat

meningkatkan regulasi diri. Hasil analisis

korelasi parsial pada sebuah penelitian

menunjukkan bahwa keberfunsian

keluarga memilik hubungan yang

signifikan dengan belajar berdasar

regulasi diri (herawaty & wulan, 2013).

4) Kemandirian. Kemampuan daya juang

pada umumnya berhubungan dengan pola

asuh yang diterapkan. Orangtua yang

Page 16: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

10

telanjur memberikan banyak kemudahan

atau fasilitas cenderung menimbulkan

berkurangnya kemandirian dan

kedewasaan anak dalam bertindak dan

menghadapi masalah (Bennu, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh

Musdalifah (2007) menunjukkan bahwa

hambatan perkembangan kemandirian

pada individu disebabkan karena

ketergantungan pada orangtua, pola asuh

permisif, kurangnya perhatian atau

bimbingan dari orangtua untuk menguasai

tugas perkembangan yang berkaitan

dengan kemandirian, serta kurangnya

motivasi untuk mandiri.

Keunikan penelitian ini dengan beberapa

penelitian sebelumnya adalah munculnya

aspek Relational Efficacy (efikasi

relasional) antara ibu dan informan dalam

pencapaian prestasi, ditemukan pula

fatherless pada permasalahan setiap

informan yang juga menjadi salah satu

faktor penghambat dan adanya rasa

syukur yang diinternalisasikan oleh

informan pada dinamika daya juang

dalam mempertahankan prestasi

meskipun memiliki keterbatasan kondisi.

Setelah melakukan penelitian, analisis dan

pembahasan, maka peneliti dapat

memberikan keterbatasan dalam

penelitian ini, yaitu; pada salah satu

informan jenjang pendidikan perguruan

tinggi, peneliti tidak dapat bertemu dan

melakukan wawancara kepada informan

pendukung yaitu dosen atau pengajar.

Peneliti hanya bisa mewawancarai guru

informan di SMA. Hal ini menyebabkan

data yang diperoleh kurang eksploratif

dan tidak aktual sesuai dengan jenjang

pendidikan yang sedang ditempuh.

KESIMPULAN

Dinamika daya juang pelajar

berprestasi dengan keterbatasan kondisi

adalah: Informan mengontrol kesulitan

ekonomi dengan perilaku hidup hemat,

sikap prihatin dan menerima keadaan

dengan membantu meringankan beban

ekonomi orangtua. Regulasi diri yang

baik dalam mengendalikan situasi sulit

agar tidak melebar dan mempengaruhi

dimensi lain dari kehidupan yaitu dimensi

pendidikan. Kompensasi yang dilakukan

adalah dengan tetap belajar dan

meningkatkan prestasi. Perilaku resiliensi

atau kemampuan untuk bangkit dan

memperbaiki keadaan lebih terlihat pada

informan korban broken home dan

penyintas KDRT. Kesadaran diri akan

pentingnya masa depan merupakan

semangat tersendiri bagi ketiga informan

untuk mencapai prestasi. Adanya rasa

syukur, menjadikan informan semakin

bersemangat bangkit dari keterpurukan

untuk meraih hidup yang lebih baik,

disertai motivasi yang kuat dan efikasi

relasional antara ibu dan informan untuk

dapat mencapai hasil yang diharapkan

bersama.

Faktor pendukung daya juang

pelajar berprestasi dengan keterbatasan

kondisi adalah 1) Faktor Internal antara

lain; Adanya daya saing (jiwa kompetitor)

yang dimiliki informan, perilaku coping

dan kemampuan untuk bangkit

melakukan perbaikan (resiliensi),

memiliki tujuan dan motivasi internal

yang kuat untuk tetap produktif mencapai

pendidikan tinggi dan meraih prestasi.

Kesadaran diri dan kemampuan berfikir

positif disertai rasa syukur. 2) Dukungan

sosial a) Lingkungan keluarga, yaitu

faktor keberfungsian keluarga, dukungan

materi dan emosional dari orang tua,

apresiasi (reward) atas pencapaian

prestasi. b) Lingkungan Sekolah,

mengarah kepada dukungan moral dan

emosional yang diberikan dari teman-

teman dan guru, seperti perhatian,

motivasi, memberi arahan dan membantu

meringankan kesulitan. c) Lingkungan

masyarakat, yaitu seperti bantuan

beasiswa, penghargaan atau uang

pembinaan dari lembaga atau kelompok

organisasi masyarakat. Bantuan fasilitas

pendukung belajar juga diberikan dari

tetangga atau saudara.

Faktor penghambat daya juang

pelajar berprestasi dengan keterbatasan

Page 17: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

11

kondisi adalah regulasi emosi yang

kurang stabil dalam menghadapi kesulitan

dan mengakibatkan penurunan prestasi.

Faktor keuangan keluarga yang kurang

bisa memenuhi kebutuhan pendidikan

informan, Krisis keberfungsian keluarga

dan adanya masalah fatherless dari ketiga

informan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2005) Tes prestasi dan

pengukuran prestasi belajar.

Yogyakarta: Pustaka pelajar

Akbar, Y. R., Supriyono, Y. & Ramli, A.

H. (2014) Peran Emotional

Quotient dan Adversity Quotient

Terhadap Kecemasan Menghadapi

Dunia Kerja Pada Siswa SMK.

(Research). Retrieved from

http//psikologi.ub.ac.id/wp.content/u

ploads/2014/09/Jurnal.pdf

Bennu, S. (2012) Adversity Quotient:

Kajian Kemungkinan

Pengintegrasiannya dalam

Pembelajaran Matematika. Jurnal

AKSIOMA, 01 (01), 55 – 62.

Chin, PL. & Hung, ML. (2013)

Psychological Contract Breach And

Turnover Intention The Moderating

Roles of Adversity Quotient And

Gender. Social Behavior and

Personality Journal. 41 (5), 843-

860. http://dx.doi.org/10.2224/sbp.

Creswell, John W. (2010) Research

Design Pendekatan Kualitatif,

Kuantitatif, dan Mixed.Yogyakarta :

Pustaka Pelajar

Canivel, L.D. (2010) Principals’

Adversity Quotient: Styles,

Performance And Practice.

Disertation, The faculty of the

College Education University of

Philippines, Quezon City.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

(2010) Pedoman Umum Pemilihan

Mahasiswa Berprestasi.

Departemen Pendidikan Nasional

Indonesia.

Dewi, N.A.K., Zukhri, A. & Dunia, K.

(2014) Analisis Faktor-faktor

Penyebab Anak Putus Sekolah Usia

Pendidikan Dasar di Kecamatan

Gerokgak Tahun 2012/2013.

Ejournal.Unidiksha.ac.id. 4 (1)

2014.

Huijouan, Z. (2009) The Adversity

Quotient and Academic

Performance Among College

Students AT ST. Joseph’s College

Quezon City. Thesis. Faculty of The

Departments of Arts And Sciences.

Herawaty, Y. & Wulan, R. (2013)

Hubungan Antara Keberfungsian

Keluarga dan Daya Juang Dengan

Belajar Berdasar Regulasi Diri Pada

Remaja. Jurnal Psikologi, 9 (2);

138-147

Kitch, S. L. (2002) Claiming success:

From adversity to responsibility in

women's studies. NWSA Journal;

Spring, 14 (1), 160 – 181 ProQuest

Kim, U., & Park, Y. S. (2006).

Indigenous psychological analysis

of academic achievement in Korea:

The influence of self-efficacy,

parents, and culture. International

Journal of Psychology. 41(4), 287-

292.

Leman (2007) The Best of Chinese Life

Philosophies. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Lee, T. K., Cheung, C. K & Kwong, W.

M. (2012). Resilience as a Positive

Youth Development Construct: A

Conceptual Review. The Scientific

World Journal. 2012, 1-9. doi:

10.1100/2012/390450.

Lerner, Harriet (2011) Losing a Father

Too Early. Dipublikasikan pada 27

November 2011 oleh Harriet Lerner

dalam The Dance of Connection.

http://www.psychologytoday.com/bl

og/the-dance-connection. Diakses

17 Desember 2015

Manurung, R. (2009). 12 Juta Anak

Indonesia Putus Sekolah. [Online].

Diunduh dari

http://ayomerdeka.wordpress.com

Page 18: DAYA JUANG PELAJAR BERPRESTASI DENGAN …eprints.ums.ac.id/43496/22/Naskahsip.pdf · sebagai kecerdasan adversitas (Adversity Quotient/ AQ). Adversity Quotient ... dalam menghadapi

12

Markman, G. D., Baron, R. A & Balkin,

D. B. (2003) Adversity Quotient:

Perceived Perseverance and New

Venture Formation. Colaborative

Reasearch

Maslihah, S. (2011) Studi Tentang

Hubungan Dukungan Sosial,

Penyesuaian Sosial Di Lingkungan

Sekolah Dan Prestasi Akademik

Siswa Smpit Assyfa Boarding

School Subang Jawa Barat. Jurnal

Psikologi Undip, 10 (2), 103 - 114.

Masten, A. S. (2009). Ordinary Magic:

Lessons from research on resilience

in human development. Education

Canada, 49(3), 28-32.

Novianty, M. E. (2014) Penerimaan Diri

Dan Daya Juang Pada Wanita

Penderita Systhemic Lupus

Erythematosus (SLE). Ejournal

psikologi, 2 (2): 171 – 181.

Nashori (2007) Pelatihan Adversity

Intellegence untuk Meningkatkan

Kebermaknaan Hidup Remaja Panti

Asuhan. Jurnal Psikologi No.23

Thn. XII.

Ramadhanu, M. & Suryaningrum, C.

(2014) Adversity Quotient Ditinjau

dari Orientasi Locus of Control

Pada Individu Difabel. Jurnal

ilmiah psikologi terapan, dalam

ejournal.umm.ac.id..

Rooyen, L.V & Hartell, C. G. (2002)

Health of The Street Child: The

Relation Between Life-Style,

Immunity and HIV/AIDS A

Synergy of Research. South African

Journal of Education, 22 (3) 188-

192.

Stoltz, P. G. (2007) Adversity Quotient @

Work (Alih Bahasa: Drs. Alexander

Sindoro). Batam: Interaksara

Santos, M. C. J. (2012) Assesing The

Effectiveness of The Adapted

Adversity Quotient Program In A

Special Education School. Journal

of Arts Science & Commerce.

International Refereed Research

Journal, III, Issue 4 (2), 13 – 23,

ISSN 2231-4172

www.researchersworld.com

Sulastri, T. (2007) Hubungan Motivasi

Berprestasi dan Disiplin dengan

Kinerja Dosen. Jurnal Optimal, 1

(1), 13 – 21.

Sarafino, E.P. (2006) Health Psychology

Biopsychosocial Interaction. Fifth

ed. USA: John Wiley & Sons.

Susanti, N. (2013) Hubungan Antara

Dukungan Sosial Dan Daya Juang

Dengan Orientasi Wirausaha Pada

Mahasiswa Program Profesi

Apoteker Universitas Ahmad

Dahlan Yogyakarta. EMPATHY

journal Fakultas Psikologi, Vol. 2

(1), 2013

Suryabrata, S. (2002) Psikologi

pendidikan.Yogyakarta: PT. Raja

grafindo persada

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 11 Tahun 2009.

Kesejahteraan Sosial

Vahedi, s. Mostafifi, f., mortazanajad,H.,

(2009) Self Regulation And

Dimensions Of Parenting Styles

Predict Psychological

Procrastination Of Undergraduate

Students. Iran Journal Psychiatry,

4, 147-154

Xu, M., Benson, K.N.S., Camino, M.R.,

Steiner, P.R (2010) The

Relationship Between Parental

Involvement, Self Regulated

Learning And Reading

Achievement Of Fifth Graders.

Journal social psychology of

educaton, 13 (2) 237-269

Ying Shen, C. (2014) The Relative Study

of Gender Roles and Job Stress and

Adversity Quotient. The Journal of

Global Business Management, 10

(1) 19 – 32.

Zainuddin. (2010). Pentingnya Adversity

Quotient Dalam Meraih Prestasi

Belajar, Pontianak: Universitas

Tanjungpura. Jurnal Guru

Membangun. 26 (2). 2011.

Jurnal.untan.ac.id.