Upload
gerry-simatupang
View
152
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Rangkuman Perkembangan Kepribadian,
Moral, Spiritualitas, dan Religiusitas
Oleh :
Debby Wyne Simatupang
11/312488/PS/06138
Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada
2012
1. Perkembangan Kepribadian Masa Bayi dan Anak-anak
aspek penting dalam perkembangan kepribadian pada masa infancy
merupakan emosi dan temperamen. Kedua hal tersebut akan membantu dalam
pmembentukan kepribadian saat masa infancy, dimana kita mencoba untuk
mengenali diri kita sendiri. Pada masa infancy terjadi self recognition saat usia
15 hingga 18 bulan, dimana bayi akan bereaksi ketika ada orang yang berada di
dekatnya. Selain itu, saat bayi berumur 2 tahun, ia akan mengalami self
understanding, yaitu saat bayi
Pada masa bayi berdasarkan teori Erikson terdapat dua tahap, yaitu :
a. Trust vs Mistrust
Pada masa ini kepercayaan bayi terbentuk dengan adanya tiga hal, yaitu
Life regularity, Warmth dan Protection. Tidak hanya itu didalam tahap trust
vs mistrust ini terdapat dua perkembangan lain, yang pertama self
recognition, yaitu bayi usia 15-18 bulan yang sudah mulai memiliki
kesadaran akan dirinya. Kedua, self understanding yang terbentuk antara
usia 18 bulan sampai 2-3 tahun dengan menampakkan ciri-ciri anak sudah
menggunakan kata ganti “aku”, lalu seorang anak sudah bisa
mendiskripsikan dirinya sendiri dan sudah bisa menyebut kepemilikan.
b. Autonomy vs Shame & Doubt
Tahap ini merupakan tahap kedua dari perkembangan kepribadian
menurut Erik Erikson. Tahap ini terjadi ketika anak berumur 18-36 bulan
dan tahap ini juga sudah menekankan kepede aspek “Personal
Control”.Didalam training ada yang namanya toilet training dan clothing
training. Toilet training merupakan cara dimana orang tua mengajarkan
anaknya tenntang penggunaan atau adabnya seseorang yang akan ke kamar
mandi dan toilet training ini diajarkan kepada anak sedini mungkin.
Sedangkan clothing training merupakan cara dimana orang tua mengajarkan
kepada anak cara memakai baju yang benar yang dilakukan sedini mungkin.
2. Perkembangan Kepribadian pada Masa Anak-Anak Awal
Memasuki masa early childhood, dalam diri seorang anak akan muncul
suatu rasa ingin tahu atau initiative yang bisa menimbulkan rasa bersalah atau
guilt. Initiative ini sendiri merupakan masa dimana anak-anak merasa tertantang
dengan hal-hal yang baru dan perlu mengembangkan perilaku yang lebih
bertujuan untuk mengatasi tantangan tersebut. Namun ada keadaan dimana
orang tua itu selalu melarang anaknya setiap si anak ini akan melakukan sesuatu
dan hal inilah yang akan memiliki sisi inisiatif yang rendah. Sedangkan guilt ini
sendiri adalah perasaan dimana rasa bersalah ini muncul pada diri seorang anak
apabila anak-anak ini tidak bertanggung jawab dengan perilaku antusiasnya.
Temprament pada anak usia awal akan melibatkan perbedaan individu
dalam hal seberapa cepat emosi itu ditunjukkan, seberapa kuat emosi itu,
berapa lama itu berlangsung dan seberapa cepat itu
diselesaikan(campos,2009). Terdapat 3 macam temprament yaitu :
a. Easy child : anak dimana dengan kondisi mood positive dan gampang
beradaptasi dengan orang lain maupun lingkungan sekitar.
b. Difficult child : anak dimana suka bertingkah negative, suka menangis
dan lambat dalam beradaptasi dengan orang lain maupun lingkungan
sekitar.
c. Slow to warm up child : anak dimana sulit beradaptasi dengan orang lain
maupun lingkungan sekitar dan membutuhkan waktu yang lama untu
bisa beradaptasi.
Anak pada masa early childhood ini akan mulai berpikir berdasarkan
kesadaran akan dirinya sendiri da orang lain. Namun ada beberapa anak yang
dia mempunyai kemampuan lebih baik dalam memahami dirinya dan
memahami orang lain, hal ini dipengaruhi oleh pengasuhnya dan gaya
pengasuhan.Terbangunnya self understanding juga mempengaruhi self
recognition, “the self can be described by many material characteristics,
such as size, shape, and color.” (Santrock, 2010). Self description anak
mengenai dirinya adalah selalu positif, anak berusaha mengatakan hal yang
positif tentang dirinya walaupun kenyataannya tidak.
Pada early chilhood anak mulai dapat memahami perasaan dan keinginan
orang lain, anak juga sudah dapat memberikan penilaian mengenai orang
lain tidak hanya penilaian mengenai dirinya sendiri, anak sudah dapat
memahami orang lain berkata jujur atau tidak demi suatu alasan dan anak
sudah memahami arti dari sebuah komitmen dimana adanya hubungan
bersama.
3. Perkembangan Kepribadian pada Masa Anak-Anak Tengah dan Akhir
Pada masa middle and late childhood, ada beberapa istilah tentang diri
yang perlu diketahui. Yang pertama adalah self-esteem, yaitu penilaian anak
terhadap dirinya secara global. Berbeda dengan self concept, penilaian anak
terhadap dirinya sendiri ini dilakukan secara lebih detail. Self-efficacy adalah
keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan memproduksi hasil
yang menguntungkan. Selain itu ada juga self regulation atau peningkatan
kapasitas untuk mengelola perilaku seseorang, emosi dan pikiran yang
mengarah ke peningkatan kompetensi sosial dan pencapaian. Peningkatan
kapasitas dalam pengaturan diri ini terkait dengan kemajuan perkembangan
pada korteks prefrontal otak yang dihubungkan dengan peningkatan kognisi
Industry vs Inferiority. Pembahasan selanjutnya adalah pembahasan
mengenai industry versus inferiority. Industri memiliki arti yaitu
kesungguhan, kemauan untuk tetap sibuk akan sesuatu dan untuk
menyelesaikan pekerjaan. Rendah diri dapat berfungsi sebagai pendorong
dan atau menghambat aktivitas produksi dan menghambat rasa kompetensi
seseorang. Konflik industri dan rasa rendah diri menghasilkan kekuatan
dasar kompetensi, yaitu rasa percaya diri untuk menggunakan kemampuan
fisik dan kognitif dalam menyelesaikan masalah yang mengiringi usia
sekolah. Kompetensi memberikan landasan untuk partisapsi kooperatif
dalam kehidupan dewasa yang produktif
4. Perkembangan Kepribadian Masa Remaja dan Dewasa
- Self Esteem
Self Esteem merupakan cara untuk mengevaluasi diri. Self esteem yang
tinggi yang terjadi pada masa kecil, kemudian akan menurun pada masa remaja.
Selain itu ada remaja yang mengalami self esteem rendah dan ketika remaja self
esteem rendah pada saat mental dan kesahatan fisik yang lemah serta adanya
potensi melakukan tindakan kriminal.
- Narsisme
Narsisme ini merupakan rasa percaya diri yang dimiliki remaja yang
terlalu berlebihan. Biasanya mereka tidak sadar dengan sebenarnya diri mereka
dan tidak tidak mengerti bagaimana orang memandang dirinya. Generasi remaja
pada masa dulu memiliki self esteem dan rasa narsisme lebih tinggi daripada
remaja pada masa kini.
- Identitas
Identitas ini mencakup apakan aku ini, siapakah aku dan bagaimanakah aku.
Merupakan gambaran tentang diri sendiri yang berbeda dengan orang lain.
Identitas terdiri dari berbagai macam bagian yang meliputi:
- Identitas karir, yaitu identitas yang mengacu pada karir dan pekerjaan
yang diinginkan.
- Identitas politik, yaitu identitas yang mengacu pada bidang politik.
- Identitas relasi, yaitu identitas yang mengacu pada hubungan seperti
menikah, lajang, atau cerai.
- Identitas religius, yaitu identitas yang mengacu pada kepercayaan
spiritual.
- Identitas intelektual, yaitu identitas yang mengacu pada intelektual.
- Identitas seksual, yaitu identitas yang mengacu pada kehidupan seksual
seseorang, seperti heteroseksual, homoseksual, atau biseksual.
- Identitas budaya, yaitu identitas yang mengacu pada kebudayaan tempat
seseorang tinggal.
- Identitas kegemaran, yaitu identitas yang mengacu pada kegemaran
seseorang, seperti hobi, musik, dan olahraga.
- Identitas kepribadian, yaitu identitas yang mengacu pada kepribadian
seseorang, apakah introverted atau extroverted.
- Identitas fisik, yaitu identitas yang mengacu pada wujud fisik seseorang.
Erikson menyatakan tahap remaja ini pada tahap identity versus identity
confusion. Pada tahap ini, Erikson berkata bahwa remaja akan menghadapi
untuk menentukan siapa diri mereka, dan akan menjadi seperti apa mereka nanti.
James Marcia membagi empat status identitas untuk menghadapi krisis identitas,
yaitu :
- Identity diffusion, yaitu status seorang individu yang belum memiliki
pengalaman dalam krisis atau membuat suatu komitmen.
- Identity foreclosure, yaitu status seorang individu yang sudah membuat
komitmen, tapi belum memiliki pengalaman dalam krisis.
- Identity moratorium, yaitu status seorang individu yang sudah
mengalami krisis, namun belum membuat komitmen.
- Identity achievement, yaitu status seorang individu yang sudah
mengalami krisis dan mempunyai komitmen.
Ethnic Identity adalah identitas pada seorang individu yang melihat aspek
dirinya sebagai seorang anggota di dalam sebuah grup etnis, yang mengacu pada
kesamaan kelakuan. Beberapa masalah yang terjadi pada kelompok etnis
minoritas adalah menjadi diri etnis mereka sendiri, atau menjadi kebudayaan
yang dominan. Beberapa remaja menyelesaikan masalah ini menggunakan
bicultural identity, yaitu menemukan kesamaan yang ada dalam kelompok etnis
dan kebudayaan yang dominan
- Gaya hubungan yang intim :
a. Intimate : hubungan interpersonal yang sangat dekat yang melibatkan
keintiman fisik atau emosional. Keintiman fisik ditandai dengan cinta
romantis atau bergairah dan lampiran, atau aktivitas seksual.
b. Preintimate
c. Stereotype : konsepsi standar dan sederhana dari orang berdasarkan
beberapa asumsi sebelumnya.
d. Pseudointimate
e. Isolated
- Independence and commitment
Perkembangan dimasa awal dewasa sering melibatkan keseimbangan keduanya.
Pada saat yang sama, individu berada dalam masa pembentukan identitas
mereka, menghadapai tantangan untuk menjadi mandiri yaitu terlepas dari orang
tua, mengembangankan hubungan intim dengan individu lain dan menjalin
komitmen persahabatan. Mereka juga sudah belajar untuk membuat keputusan
sendiri tanpa dibayang-bayangi kelakuan dan perkataan orang lain. Perlu di ingat
bahwa independence and commitment merupakan tema penting dalam
perkembangan dimasa dewasa awal.
Pada pembahasan mengenai the life-event approach, peristiwa utama dalam
kehidupan, yaitu kelahiran, pernikahan, perceraian, kematian, dan kehilangan
pekerjaan, merupakan hal yang menyebabkan perubahan status dan keadaan
yang biasanya dikaitkan dengan keadaan stres dan mempengaruhi
perkembangan individu.
Peristiwa kehidupan dan faktor lain juga mempengaruhi perkembangan individu.
Faktor lain tersebut antara lain faktor mediasi yang mencakup kesehatan jasmani
dan dukungan keluarga, adaptasi individu terhadap peristiwa kehidupan yang
mencakup penilaian akan ancaman dan kemampuan coping, life-stage context,
contohnya adalah perceraian cenderung lebih membuat individu usia 50-an yang
telah bertahun-tahun hidup dalam pernikahan menjadi lebih stres daripada usia
20-an yang baru beberapa tahun pernikahan, dan sociohistorical context,
contohnya adalah perceraian pada zaman dahulu lebih membuat stres
individunya dibandingkan dengan zaman sekarang karena zaman sekarang
perceraian sudah dianggap sebagai hal yang biasa.
Terdapat tiga aspek dari konteks kehidupan yang dapat mempengaruhi
personality development di masa dewasa tengah, yaitu historical contexts,
gender contexts, dan culture contexts. Historical contexts berarti bahwa sikap,
harapan, tingkah laku, dan nilai-nilai yang kita punya dipengaruhi oleh masa di
mana kita hidup. Lingkungan sosial dari suatu cohort dapat mengubah social
clock. Pada pembahasan mengenai gender contexts, terdapat male bias dan
stereotipe negatif terhadap perempuan pada masa ini. Tipe stressors experienced
pada wanita dan pria berbeda. Wanita biasanya memiliki interpersonal stressors
dan pria biasanya memiliki self-focused stressors. Pada pembahasan mengenai
cultural contexts banyak kebudayaan yang tidak memiliki konsep yang jelas
untuk masa dewasa tengah, tetapi di samping penurunan kekuatan tubuh, wanita
biasanya mengalami kenaikan status pada masa ini.
- Generativitas vs Stagnasi
Generativitas merupakan generasi akan keberadaan baru sebagaimana produk-
produk baru dan gagasan baru atau keinginan orang dewasa untuk mewariskan
keahliannya sendiri kepada generasinya. Individu dewasa yang generativitas
komitmen pada dirinya sendiri untuk berkelanjutan dan memperbaiki
masyarakat sebagai satu kesatuan melalui koneksi mereka untuk generasi
selanjutnya.
Stagnasi merupakan berkembang ketika individu nerasa bahwa mereka tidak
menghasilkan apapun untuk generasi mendatang.
Adapun pengembangan generativitas yang dilakukan orang dewasa yaitu.
a. Biological generativity yaitu pewarisan keahlian dengan cara orang
dewasa memiliki keturunan yang kemudian diwariskan kepada
keturunannya.
b. Parental yaitu menurunkan keahlian dengan cara orang tua membimbing
dan mengajari anak-anaknya.
c. Work yaitu orang tua mengembangkan kemampuan yang kemudian
ditularkan ke orang lain.
d. Cultural yaitu orang tua merenovasi dan memelihara aspek-aspek
kebudayaan (yang harus dipertahankan)
- Integrity vs despair
Integrity adalah perasaan integritas atau puas apabila seseorang berhasil
melakukan tugas perkembangan dengan baik. Sedangkan despair merupakan perasaan
negatif apabila ia tidak berhasil melakukan tugas perkembangan dengan baik. Life
review merupakan identifikasi terhadap aspek positif dan negatif dalam hidup selain itu
dapat digunakan untuk mencari makna hidup dan mempersiapkan seseorang
menghadapi kematian, sehingga mengurangi rasa takut. Berfungsi untuk meningkatkan
kebijaksanaan dan self-understanding.
Reminiscence therapy merupakan cara yang digunakan untuk mengembangkan
mood pada lansia, menurunkan tingkat depresi dan kesepian, dan meningkatkan
kepuasan terhadap hidupnya. Terapi ini meliputi sharing mengenai pengalaman dan
aktivitas yang dilakukan di masa lalu.
Life review pada masa ini melibatkan pandangan kembali pada pengalaman
lampau, mengevaluasinya, menginterpretasikan, dan terkadang merepresentasikan ulang
kembali. Butler (2007) mengatakan bahwa life review digerakkan oleh usaha melihat ke
depan atas kematian. Life review melibatkan dimensi sosiokultural, yakni kultur, etnis,
dan gender. Terdapat pula dimensi mengenai hubungan interpersonal. Sedangkan
dimensi personal melibatkan kreasi dan pencarian ari secara koheren.
Life review mencakup mengenali dan merefleksikan, tidak hanya aspek positif,
tetapi juga kekecewaan sebagai bagian dari perkembangan kemasakan kebijaksanaan
dan self-understanding. Orang yang mengatasi kekecewaan dengan baik akan
menurunkan depresi dan meningkat menjadi individu yang mumpuni.
5. Perkembangan Moral
Moral merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan kepribadian
seseorang. Perkembangan moral melibatkan pengembangan pikiran, perasaan, dan
perilaku tentang aturan dan konvensi tentang apa yang harus dilakukan dalam
berinteraksi dengan orang lain. Terdapat tiga aspek penting dalam perkembangan moral
yaitu moral feelings, moral reasoning, serta moral behavior. Moral feelings berarti
individu mampu memahami perasaan orang lain atau bersimpati, bahkan mampu
berempati. Perasaan bersalah, empatu, dan perspective taking memiliki peranan yang
penting. Perasaan bersalah ternyata mampu memotivasi anak untuk mengembangkan
perilaku moral.
.Moral reasoning adalah ketika individu berpikir atau bernalar mengenai moral.
Piaget mengemukakan bahwa anak melalui 2 tahapan moral yang berbeda, yaitu
heteronomous moralitydimana anak memprcayai bahwa keadilan dan peraturan
merupakan hal yang tidak dapat diubah, sehingga dalam bertindak mereka akan
memikirkan konsekuensinya. Tahap kedua yaitu autonomous morality dimana anak
memahami adanya hukum tidak tertulis yang biasanya berlaku pada suatu masyarakat
dan dalam menilai sesuatu, anak akan melihat intensi pelaku juga konsekuensinya. Para
pemikir heteronomous juga mempercayai immanent justice yaitu suatu konsep apabila
sebuah peraturan dilanggar, maka hukuman akan segera dijatuhkan.Moral behavior
merupakan perilaku yang bermoral atau baik. Hal tersebut berhubungan dengan
reinforcement dan punishment. Apabila seorang anak berkelakuan baik maka ia akan
diberi reward sehingga akan melakukan perbuatan baik kembali. Apabila ia melakukan
perbuatan yang tidak baik ia adak dihukum sehingga akan mengubah perilakunya.
Conscience merujuk pada regulasi internal mengenai standar benar dan salah (Santrock,
2010; Santrock, 2011).
Kohlberg (1986, dalam Santrock, 2010) mengemukakan bahwa terdapat 6
tahap perkembangan moral. Perkembangan antar satu tahap ke tahap lain
tergantung pada kemampuan melihat dari perspektif orang lain dan mengalami
konflik pada tiap tahap untuk mencapai tahap selanjutnya dan 6 tahap itu adalah :.
a. Tahap 1 : heteronomous morality dimana pemikiran moral dikaitkan
dengan adanya hukuman. Contohnya, anak bersikap patuh karena takut
dihukum.
b. Tahap 2 : Individualism, instrumental purpose, and exchange dimana
individu menganggap mengejar keinginan adalah hal yang baik dan
membiarkan orang lain bertindak sama, dan apabila mereka baik terhadap
orang lain maka orang lain juga akan baik terhadap mereka.
c. Tahap 3 : Mutual interpersonal expectations, relationship, and
interpersonal conformity dimana individu menghargai kepercayaan,
kepedulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai dasar penilaian moral.
d. Tahap 4 : Social systems morality dimana penilaian moral berdasarkan
pada pemahaman terhadap peraturan sosial, hukum, keadilan, dan tugas.
e. Tahap 5 : Social contact or utility and individual rights dimana individu
bernalar bahwa nilai, hak, dan prinsip melebihi hukum. Individu
mengevaluasi validitas hukum dan sistem sosial apakah hal-hal tersebut
melindungi nilai dan hak asasi manusia.
f. Tahap 6 : Universal ethical principles dimana individu telah
mengembangkan standar moral yang berdasarkan pada hak asasi manusia.
Anak dengan moral yang tinggi akan cenderung berperilaku prososial, dan
sebaliknya akan berperilaku antisosial. Anak juga mengembangkan moral personality
yang terdiri dari 3 komponen, yaitu (Walker & Frimer, 2009, dalam Santrock, 2010):
a. Moral identity : Individu berindentitas moral ketika pemikiran dan
komitmen moral merupakan hal penting dalam hidup mereka.
b. Moral character : Individu dengan karakter moral memiliki kemauan,
keinginan, dan integritas untuk berdiri mengatasi tekanan, gangguang,
kekecewaan, dan berperilaku secara bermoral.
c. Moral exemplars : Individu dengan moral teladan bearti meiliki
kepribadian, identitas, dan karakter bermoral yang patut dicontoh.
6. Perkembangan Religiusitas dan Spiritualitas pada Masa Remaja
Pada dasarnya religius merujuk pada sesuatu yang dirasakan sangat dalam yang
bersentuhan dengan keinginan seseorang, yang butuh ketaatan dan memberikan imbalan
sehingga mengikat seseorang dalam suatu masyarakat (Ahmad, 1995). Berbeda dengan
spiritualitas yang lebih merujuk pada bentuk pemikiran dan pemaknaan. Spiritualitas itu
menekankan lebih kepada hubungan antara individu dan Tuhan beda dengan religiusitas
lebih mengacu pada bentuk fisik dan tindakannya.
Pada dasarnya pemikiran remaja lebih abstrak sehingga seorang remaja ini mulai
memikirkan tentang religiusitas, spiritualitas dan apa itu Tuhan dan sebagainya. Dari
sudut pandang perkembangan kognitif, pemikiran idealis remaja semakin meningkat
tentang religiusitas namun ditumpangi dengan pemikiran logis yang memberi
kemampuan remaja untuk menjawab pertanyaan yang berbeda tentang spiritualitas.
Peran positif agama pada kehidupan remaja juga memiliki pengaruh terhadap
kesehatannya. Selain itu Nilai-nilai agama juga membantu remaja untuk lebih peka
terhadap orang lain sehingga memunculkan perilaku prososial terhadap lingkungan
sekitarnya. Secara gender wanita biasanya lebih religius dibandingkan dengan laki-laki.
Menurut penelitian di United States oleh Koenig, McGue, & Lacono tahun 2008
menemukan tentang rentang tingkat religiusitas pada beberapa tahap usia, antara lain :
a. Usia 14 tahun : paling tinggi
b. Usia 14-18 tahun : menurun
c. Usia 20 tahun : naik
7. Perkembangan Religiusitas dan Spiritualitas pada Masa Dewasa
Didalam religion and live, religion ini sangat penting dalam kehidupan,
sebab tingkat religion akan akan mempengaruhi self esteem dan kecemasaan
seseorang.
Terdapat bentuk coping yang dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Problem Focused Coping (Approach Coping)
b. Emotional Focused Coping (Avoidance Coping)
Coping juga dipengarhi oleh tingkat religius. Individu yang memiliki tinkat
religius yang tinggi maka orang tersebut cenderung menghadapi masalah dengan
approach coping. Sedangkan individu yang yang memiliki tingkat religius yang
rendah maka orang tersebut cenderung menghadapi masalah dengan avoidance
coping (Indirawati, 2006).
Didalam religion and health, bagi individu agama secara positif terkait
dengan kesehatan (Campbell, Yoon, & Johnstone, 2009;McCullough &
Willoughby, 2009). Religiusitas ini juga akan mengurangi resiko orang terkena
hipertensi (Gillum dan Ingram, 2007) dan tingginya religiusitas pada usia lanjut
diyakini dapat meningkatkan usia harapan hidup (Oman dan Thoresen, 2006).
Didalam meaningful in life, keterbatasan eksistensi dan kepastian kematian
akan menambah arti pada sisa hari-hari kehidupan seseorang (Man`s search for
meaning, Victor Frankl,1984). Didalam meaningful in life juga terdapat :
a. Need for purpose. : Tujuan dapat dibagi menjadi target tujuan dan
pemenuhannya. Hidup dapat diorientasikan terhadap antisipasi
akan masa depan.
b. Need for values. : Nilai memungkinkan seseorang untuk
menentukan baik buruknya sesuatu sehingga dapat membimbing
pada kebaikan dan karakteristik positif.
c. Need for a sense of efficacy : Dengan adanya rasa efikasi,
seseorang akan berpikiran bahwa ia dapat mengontrol
lingkungannya dimana hal tersebut memiliki manfaat yang positif
bagi fisik dan mentalnya.
d. Need for self-worth : Kebanyakan individus ingin menjadi
seseorang yang baik dan berguna.
Terdapat beberapa riset yang menunjukkan bahwa agama mempunyai suatu
peran penting didalam meningkatkan eksplorasi makna dalam hidup. Tidak
hanya riset melainkan terdapat studi juga yang menyatakan bahwa individu yang
sudah menemukan makna dalam hidup akan lebih baik secara fisik, lebih
bahagia dan
Kualitas dalam meaningful in life ini sendiri dipengaruhi oleh tigal hal, yaitu
self esteem, kepuasaan hidup dan optimisme yang tinggi. Relijiusitas juga dapat
membantu memenuhi kebutuhan psikologis, seperti : mengurangi rasa takut
menghadapi kematian, dapat menerima kemunduran fisik selama masa tua, dan
membantu memaknai hidup dengan baik. Faktor utama dari proses penuaan
yang sukses
a. Seleksi : mengatasi kelemahan usia tua dengan penurunan funsi tertentu.
b. Optimasi : kemampuan untuk menggunakan teknologi.
c. Kompensasi : menggunakan strategi khusus untuk dapat mengingat
sesuatu dengan cepat, berlari cepat serta bereaksi cepat dalam
mengemudikn mobil.
Menjadi manusia yang aktif dengan dapat mengatasi masalah dengan
keterampilan yang dimiliki merupakan hal yang sangat penting dalam succesful
aging.
8. Death and Dying
Memasuki tahap kematian komponen death system di berbagai kebudayaan
menurut Robert Kastenbaum, antara lain :
a. People
b. Place and context
c. Time
d. Objects
e. Death symbol
Euthanasia merupakan proses kematian yang disengaja dan terbagi menjadi 2
yakni :
a. Active euthanasia yaitu kematian disebabkan oleh suatu usaha yang dengan
sengaja dilakukan untuk mengakhiri hidup seseorang
b. Passive euthanasia yaitu ketika seseorang diijinkan mati dengan mencabut
perawatan yang tersedia seperti perlengkapan penopang hidup
Selain euthanasia juga ada hospice dimana suatu program yang berkomitmen
untuk membuat kematian bebas dari rasa sakit dengan cara palliative care yakni
mengurangi rasa sakit dan menderita juga membantu seseorang meninggal dengan rasa
hormat.
Penyebab kematian pada tiap tahap perkembangan berbeda-beda. Pada bayi
kematian biasanya disebabkan karena keguguran dan sindrom kematian mendadak
(SIDS). Sedangkan pada anak-anak biasanya disebabkan oleh kecelakaan dan sakit
seperti penyakit jantung, kanker, dan cacat lahir. Untuk dewasa biasanya disebabkan
oleh kecelakaan kendaraan bermotor yang biasaanya dipengaruhi konsumsi alkohol,
bunuh diri, dan pembunuhan. Lain hal nya dengan dewasa akhir yang didomonasi
karena faktor kecelakaan dan dewasa akhir yang biasanya disebabkan karena penyakit
kronis seperti jantung dan kanker.
Sikap terhadap kematian antara anak-anak, remaja, dan dewasa juga berbeda.
Anak-anak belum memiliki konsep tentang kematian sehingga ia masih bingung antara
mati dan tidur. Lain halnya dengan remaja yang pemikirannya lebih abstrak dari anak-
anak. Sedangkan pada masa dewasa tengah individu sudah memiliki kesadaran tinggi
akan kematian sehingga pada masa dewasa akhir kecemasan akan kematian sudah
berkurang.
a. Denial and Isolation
Saat seorang individu mulai menyangkal bahwa dirinyaakan segera
menghadapi kematian, contohnya adalah penyakit yang tidak lekas
sembuh. Biasanya pada saat ini individu akan mengisolasi dirinya dan
memiliki rasa putus asa.
b. Anger
Saat seorang individu mulai marah akan keadaanya, mengapa dia harus
menghadapi situasi ini, biasanya marah mereka ditujukan kepada orang
lain, bahkan Tuhan.
c. Bargaining
Saat seorang individu mulai berpikir untuk menunda kematiannya. Ia
mulai melakukan negosiasi dengan Tuhan, biasanya mereka akan
berjanji untuk lebih taat kepada Tuhan dan membantu orang lain.
d. Depression
Saat seorang individu mulai menerima keadaannya bahwa ia akan mati,
biasanya individu tersebut akan lebih memilih untuk diam, menolak
kehadiran orang lain, dan meluangkan banyak waktu untuk menangis
dan menyesal.
e. Acceptance
Saat seorang individu mulai menerima takdirnya, dia mulai merasakan
kedamaian dan menerima kematiannya, tahap ini biasanya merupakan
tahap terakhir sebelum seseorang menuju kepada kematian.
Adapun beberapa tahap pada kematian menurut Kubler-Ross,yaitu :
Pada tiap individu memiliki keinginan yang berbeda-beda akan kematian.
Beberapa orang memilih menghabiskan sisa hidupnya di rumah sakit karena merasa
fasilitas yang ada lebih memadai, namun sebagian memilih menghabiskan sisa hidupnya
di rumah bersama pasangan, anak dan sanak saudara. Komunikasi pada orang yang akan
meninggal dengan lingkungan sekitarnya sangatlah penting. Yang paling baik bagi
individu yang sekarat dan orang di sekitarnya adalah mengetahui bahwa mereka akan
mati karena kesadaran ini akan memiliki banyak manfaat diantaranya, individu akan
mati sesuai dengan persepsi mereka tentang kematian, dapat menyelesaikan rencana
yang belum terselesaikan, adanya kesempatan untuk bernostalgia dan berkomunikasi
dengan orang-orang terdekat mereka , individu akan memiliki pemahaman yg lebih
tentang apa yang terjadi pada diri mereka, dan bagaimana perlakuan staf medis terhadap
mereka.
Kematian juga berdampak pada orang yang ditinggalkan. Mereka merasakan duka
cita yakni kelumpuhan secara emosional, ketidakpercayaan, kecemasan karena
perpisahan, putus asa, sedih dan kesepian yang menyertai ketika kita kehilangan orang
yang dicintai. Kesedihan berkepanjangan adalah duka yang melibatkan rasa bertahan,
putus asa dan masih belum bisa merelakan kepergian mereka yang mati dalam beberapa
periode waktu. Sebuah model untuk mengatasi kehilangan yang menekankan pada dua
dimensi, yakni kehilangan berorientasi stress dan restorasi berorientasi stressor.
Akibat nyata yang biasa terjadi pada orang yang ditiinggal meninggal antara lain
depresi, kehilangan pendapatan, merasa sendiri, dan meningkatkan risiko penyakit fisik
dan mental. Adapun bentuk-bentuk berkabung pada setiap kultur berbeda-beda.
Beberapa bentuknya adalah pemakaman dan kremasi. Dua pertiga kasus yang
meninggal dimakamkan dan sepertiga dikremasi. Untuk orang yang religius, proses
pemakaman lebih baik dan bermanfaat dengan alasan banyak yang berziarah dan
berefek positif bagi kerabat yang ditinggalkan.
I. Refleksi Diri
Pengalaman yang paling berharga bagi saya dan tidak bisa saya lupakan adalah
ketika presentasi dan kami memakai pakaian seperti kaum beragama muslim dan
kristen. Hal ini membuat kami menjadi lebih tertantang untuk memberi yang terbaik
pada presentasi RPM yang terakhir dalam semester ini.Setelah mempelajari
perkembangan kepribadian, moral, spiritualitas dan religiusitas dari awal hingga akhir,
saya semakin mengerti tentang bagaimana rentang prkembangan manusia dan
perubahan kepribadian kepribadian, moral, spiritual dan religiusitas dan apa saja yang
terlibat dalam perkembangan manusia. Selain itu saya juga semakin mengerti tentang
apa saja perubahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari jadi saya lebih mampu
untuk bisa menempatkan diri agar dapat berinteraksi yang baik dengan lingkungan
sekitar.
Daftar Pustaka
Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5,
Jilid 1. Terjemahan oleh Achmad Chusairi dan Juda Damanik dari Life-Span
Development, 5 E. Jakarta: Erlangga.
Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5,
Jilid 2. Terjemahan oleh Achmad Chusairi dan Juda Damanik dari Life-Span
Development, 5 E. Jakarta: Erlangga.
Santrock, John W. 2011. Life-Span Development, 13rd Edition. New York: McGraw-
Hill.
Passer, Michael W. dan Smith, Ronald E. 2008. Psychology The Science of Mind and Behavior Fourth Edition. New York: Mc-Graw Hill.