Definisi Bencana (Edit)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

definisi bencana

Citation preview

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bencana 2.1.1. Definisi Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh alam (Purwadarminta, 2006) Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia (Kamadhis UGM, 2007). 2.1.2. Jenis-Jenis Bencana Alam Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain: Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian

peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian

peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian

peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror (UU RI, 2007). Bencana alam dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan penyebabnya yaitu bencana geologis, klimatologis dan ekstra-terestrial seperti terlihat pada Tabel 2.1Tabel 2.1 Jenis Bencana Alam Berdasarkan Penyebabnya Jenis Penyebab Bencana AlamBeberapa Contoh KejadiannyaBencana alam geologisGempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, longsor/gerakan tanah, amblesan atau abrasi

Bencana alam KlimatologisBanjir, banjir bandang, angin putting beliung, kekeringan, hutan (bukan oleh manusia)Bencana alam ekstra-terestrialImpact atau hantaman atau benda dari angkasa luar

Sumber : Kamadhis UGM, 2007Bencana alam geologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh gaya-gaya daridalam bumi. Sedangkan bencana alam klimatologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim, suhu atau cuaca. Lain halnya dengan bencana alam ekstra-terestrial, yaitu bencana alam yang disebabkan oleh gaya atau energi dari luar bumi, bencana alam geologis dan klimatologis lebih sering berdampak terhadap manusia. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010), jenis-jenis bencana antara lain: Gempa Bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi

(pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Mekanisme perusakan terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan ke seluruh bagian bumi. Di permukaan bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa. Getaran gempa juga dapat memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan, dan kerusakan tanah lainnya yang merusak permukiman penduduk. Gempa bumi juga menyebabkan bencana ikutan berupa , kecelakaan industri dan transportasi serta banjir akibat runtuhnya bendungan maupun tanggul penahan lainnya. Tsunami diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang

ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran. Kecepatan tsunami yang naik ke daratan (run-up) berkurang menjadi sekitar 25-100 Km/jam dan ketinggian air. Letusan Gunung Berapi adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang

dikenal dengan istilah "erupsi". Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan zona kegempaan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng. Pada batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar (magma). Magma akan mengintrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui rekahan-rekahan mendekati permukaan bumi. Setiap gunung api memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau produk yang dihasilkannya. Akan tetapi apapun jenis produk tersebut kegiatan letusan gunung api tetap membawa bencana bagi kehidupan. Bahaya letusan gunung api memiliki resiko merusak dan mematikan. Tanah Longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,

ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng. Banjir dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang

begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena pengundulan hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah-rumah penduduk maupun menimbulkan korban jiwa. Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh dibawah

kebutuhan air baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Angin Topanadalah pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam atau lebih yang sering terjadi di wilayah tropis diantara garis balik utara dan selatan, kecuali di daerah-daerah yang sangat berdekatan dengan khatulistiwa. Angin topan disebabkan oleh perbedaan tekanan dalam suatu sistem cuaca. Angin paling kencang yang terjadi di daerah tropis ini umumnya berpusar dengan radius ratusan kilometer di sekitar daerah sistem tekanan rendah yang ekstrem dengan kecepatan sekitar 20 Km/jam. Di Indonesia dikenal dengan sebutan angin badai.

8. Gelombang Pasang adalah gelombang air laut yang melebihi batas normal dan dapat menimbulkan bahaya baik di lautan, maupun di darat terutama daerah pinggir pantai. Umumnya gelombang pasang terjadi karena adanya angin kencang atau topan, perubahan cuaca yang sangat cepat, dan karena ada pengaruh dari gravitasi bulan maupun matahari. Kecepatan gelombang pasang sekitar 10-100 Km/jam. Gelombang pasang sangat berbahaya bagi kapal-kapal yang sedang berlayar pada suatu wilayah yang dapat menenggelamkan kapal-kapal tersebut. Jika terjadi gelombang pasang di laut akan menyebabkan tersapunya daerah pinggir pantai atau disebut dengan abrasi. 9. Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan teknologi atau industri. Kebakaran adalah situasi dimana suatu tempat atau lahan atau bangunan dilanda

api serta hasilnya menimbulkan kerugian. Sedangkan lahan dan hutan adalah keadaan dimana lahan dan hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan lahan dan hutan serta hasil-hasilnya dan menimbulkan kerugian. Aksi Teror atau Sabotaseadalah semua tindakan yang menyebabkan keresahan masyarakat, kerusakan bangunan, dan mengancam atau membahayakan jiwa seseorang atau banyak orang oleh seseorang atau golongan tertentu yang tidak bertanggung jawab. Aksi teror atau sabotase biasanya dilakukan dengan berbagai alasan dan berbagai jenis tindakan seperti pemboman suatu bangunan/tempat tertentu, penyerbuan tiba-tiba suatu wilayah, tempat, dan sebagainya. Aksi teror atau sabotase sangat sulit dideteksi atau diselidiki oleh pihak berwenang karena direncanakan seseorang atau golongan secara diam-diam dan rahasia. Kerusuhan atau Konflik Sosialadalah suatu kondisi dimana terjadi huru-hara atau kerusuhan atau perang atau keadaan yang tidak aman di suatu daerah tertentu yang melibatkan lapisan masyarakat, golongan, suku, ataupun organisasi tertentu. Epidemi, Wabah dan Kejadian Luar Biasa merupakan ancaman yang diakibatkan

oleh menyebarnya penyakit menular yang berjangkit di suatu daerah tertentu. Pada skala besar, epidemi atau wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah penderita penyakit dan korban jiwa. Beberapa wabah penyakit yang pernah terjadi di Indonesia dan sampai sekarang masih harus terus diwaspadai antara lain demam berdarah, malaria, flu burung, anthraks, busung lapar dan HIV/AIDS. Wabah penyakit pada umumnya sangat sulit dibatasi penyebarannya, sehingga kejadian yang pada awalnya merupakan kejadian lokal dalam waktu singkat bisa menjadi bencana nasional yang banyak menimbulkan korban jiwa. Kondisi lingkungan yang buruk, perubahan iklim, makanan dan pola hidup masyarakat yang salah merupakan beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya bencana ini.

2.2. Penanggulangan Bencana Alam 2.2.1. Strategi Penanggulangan Bencana Mengintegrasikan mitigasi bencana dalam program pembangunan yang lebih

besar. Pemilihan upaya mitigasi harus didasarkan atas biaya dan manfaat. Agar diterima masyarakat, mitigasi harus menunjukkan hasil yang segera tampak. Upaya mitigasi harus dimulai dari yang mudah dilaksanakan segera setelah

bencana terjadi. Mitigasi dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan lokal dalam

manajemen dan perencanaan. 2.2.2. Langkah-langkah Mitigasi Bencana Penanggulangan bencana alam bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bencana dan dampak yang ditimbulkannya. Karena itu, dalam penanggulangannya harus memperhatikan prinsip-prinsip penanggulangan bencana alam. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan yaitu: Cepat dan Tepat

Yang dimaksud dengan prinsip cepat dan tepat adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanggulangan akan berdampak pada tingginya kerugian material maupun korban jiwa. Prioritas

Yang dimaksud dengan prinsip prioritas adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia. Koordinasi dan Keterpaduan

Yang dimaksud dengan prinsip koordinasi adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan prinsip keterpaduan adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung. Berdaya Guna dan Berhasil Guna

Yang dimaksud dengan prinsip berdaya guna adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan prinsip berhasil guna adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Transparansi dan Akuntabilitas

Yang dimaksud dengan prinsip transparansi adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan prinsip akuntabilitas adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum. Kemitraan

Penanggulangan tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Kemitraan dalam penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah dengan masyarakat luas termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun dengan organisasi- organisasi kemasyarakatan lainnya. Bahkan, kemitraan juga dilakukan dengan organisasi atau lembaga di luar negeri termasuk dengan pemerintahannya. Pemberdayaan

Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengetahui, memahami dan melakukan langkah-langkah antisipasi, penyelamatan dan pemulihan bencana. Negara memiliki kewajiban untuk memberdayakan masyarakat agar mengurangi dampak dari bencana. Non Diskriminatif

Yang dimaksud dengan prinsip nondiskriminatif adalah bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak memberi perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras dan aliran politik apapun. Non Proletisi

Yang dimaksud dengan prinsip proletisi adalah bahwa dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana. 2.2.3. Tahap Penanggulangan Bencana Badan Penanggulangan Bencana dan Daerah yang selanjutnya disebut BPBD adalah merupakan unsur pendukung dan pelaksana tugas dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang penanggulangan bencana dan perlindungan masyarakat terhadap bencana alam, non alam dan sosial. Penanggulangan bencana adalah segala upaya kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan pencegahan, penjinakan (mitigasi), penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi, baik sebelum bencana, pada saat terjadinya bencana maupun setelah bencana dan menghindarkan dari bencana yang terjadi. Upaya penanggulangan dampak bencana dilakukan melalui pelaksanaan tanggap darurat dan pemulihan kondisi masyarakat di wilayah bencana. Upaya penanggulangan dampak bencana tersebut dilakukan secara sistematis, menyeluruh, efisien dalam penggunaan sumberdaya dan efektif dalam memberikan bantuan kepada kelompok korban. Upaya penanggulangan dan pemulihan tersebut dilakukan dengan pendekatan secara utuh dan terpadu melalui tiga tahapan, yaitu tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi dalam pelaksanaan penanggulangan dampak bencana, yaitu: Tahap Tanggap Darurat Tahap ini telah selesai dilaksanakan oleh Pemerintah melalui BNPB, BPBD serta LSM dan masyarakat baik lokal maupun internasional juga beberapa instansi terkait di pusat. Tahap ini bertujuan membantu masyarakat yang terkena bencana langsung untuk segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal. Sasaran utama dari tahap tanggap darurat ini adalah penyelamatan dan pertolongan kemanusiaan. Dalam tahap tanggap darurat ini, diupayakan pula penyelesaian tempat penampungan sementara yang layak, serta pengaturan dan pembagian logistik yang cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana.

Pada tahap ini berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan dampak buruk dari bencana. Contoh-contoh kegiatan pada tahap ini adalah: Pembuatan waduk untuk mencegah terjadinya banjir dan kekeringan Penanaman pohon bakau atau mangrove di sepanjang pantai untuk menghambat

gelombang tsunami Pembuatan tanggul untuk menghindari banjir Pembuatan tanggul untuk menahan lahar agar tidak masuk ke wilayah Reboisasi untuk mencegah terjadinya kekeringan dan banjir

Tahap Tanggap Darurat Pada tahap tanggap darurat, hal yang paling pokok yang sebaiknya dilakukan adalah penyelamatan korban bencana. Inilah sasaran utama dari tahapan tanggap darurat. Selain itu, tanggap darurat bertujuan membantu masyarakat yang terkena bencana langsung untuk segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal. Para korban juga perlu dibawa ke tempat sementara yang dianggap aman dan ditampung di tempat penampungan sementara yang layak. Pada tahap ini dilakukan pula pengaturan dan pembagian logistik atau bahan makanan yang cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana. Secara operasional, pada tahap tanggap darurat ini diarahkan pada kegiatan:

Penanganan korban bencana termasuk mengubur korban meninggal dan

menangani korban yang luka-luka Penanganan pengungsi Pemberian bantuan darurat Pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih Penyiapan penampungan sementara Pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum sementara serta memperbaiki

sarana dan prasarana dasar agar mampu memberikan pelayanan yang memadai untuk para korban Tahap Rehabilitasi Tahap ini bertujuan mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat, seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan sekolah, infrastruktur sosial dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat diperlukan. Sasaran utama dari tahap rehabilitasi ini adalah untuk memperbaiki pelayanan publik hingga pada tingkat yang memadai. Dalam tahap rehabilitasi ini, juga diupayakan penyelesaian berbagai permasalahan yang terkait dengan aspek psikologis melalui penanganan trauma korban bencana.

Tahap Rekonstruksi Tahap ini bertujuan membangun kembali daerah bencana dengan melibatkan semua masyarakat, perwakilan lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha. Pembangunan prasarana dan sarana haruslah dimulai dari sejak selesainya penyesuaian tata ruang (apabila diperlukan) di tingkat kabupaten terutama di wilayah rawan gempa (daerah patahan aktif). Sasaran utama dari tahap ini adalah terbangunnya kembali masyarakat dan kawasan wilayah bencana

Selain upaya yang bersifat preventif, perlu juga ada upaya-upaya yang sifatnya represif. Tentunya upaya-upaya tersebut harus dikoordinasikan secara baik dengan pemerintah. Beberapa contoh upaya-upaya tersebut adalah: Melaksanakan tindakan darurat dengan mengutamakan keselamatan manusia dan

harta bendanya Segera membentuk posko-posko penanggulangan bencana, regu penyelamat,

dapur umum, dan lain-lain Melakukan pendataan terhadap faktor penyebab timbulnya bencana alam maupun

besarnya kemungkinan korban yang diderita untuk bahan tindakan selanjutnya serta berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait. Sesuai dengan situasi dan perkembangan bencana alam serta kemajuan yang

dicapai dari upaya-upaya penanggulangan darurat, segera menetapkan program rehabilitasi baik bidang fisik, sosial, dan ekonomi. Perlunya melaksanakan sebuah program pemantapan terhadap semua faktor

kehidupan yang realisasinya dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan demi terwujudnya konsolidasi dan normalisasi secara penuh. 2.3. Kesiapsiagaan 2.3.1. Definisi Kesiapsiagaan Menurut Undang-Undang RI No.24 Tahun 2007, kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (Presiden Republik Indonesia, 2007). Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah : (1) kemampuan menilai resiko; (2) perencanaan siaga; (3) mobilisasi sumberdaya; (4) pendidikan dan pelatihan; (5) koordinasi; (6) mekanisme respon; (7) manajemen informasi; (8) gladi atau simulasi. Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya suatu kabupaten kota melakukan kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana secara terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi. Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi memandang penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap darurat tetapi penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada fase pra bencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana sehingga semua kegiatan yang berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Priyanto (2006) bahwa pada masyarakat yang berpendidikan tinggi lebih mampu dalam mengurangi risiko, meningkatkan kemampuan dan menurunkan dampak terhadap kesehatan sehingga akan berpartisipasi baik sebagai individu atau masyarakat dalam menyiapkan diri untuk bereaksi terhadap bencana. Aktifitas pendidikan disamping untuk penyediaan informasi adalah mempelajari keterampilan dan pemberdayaan diri sedemikian rupa sehingga mampu melakukan tindakan yang memungkinkan untuk mengurangi resiko bahaya bencana. Perkembangan baru kebijakan penanggulangan bencana dalam dekade terakhir adalah memberikan prioritas utama pada upaya pengurangan resiko bencana seperti kegiatan pencegahan, kegiatan mengurangi dampak bencana (mitigasi) dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana (Bappenas, 2006). Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana secara terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi. Pada tingkat pengembangan dan pemeliharaan kesiapsiagaan, berbagai usaha perlu dilakukan untuk mengadakan elemen-elemen penting seperti: Kemampuan koordinasi semua tindakan (adanya mekanisme tetap koordinasi) Fasilitas dan sistim operasional

Peralatan dan persediaan kebutuhan dasar atau supply Pelatihan Kesadaran masyarakat dan pendidikan Informasi Kemampuan untuk menerima beban yang meningkat dalam situasi darurat atau

krisis.

2.4. Koordinasi Menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang bencana bahwa kegiatan koordinasi merupakan salah satu fungsi Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana. Di samping itu unsur pelaksana juga melaksanakan fungsi komando dan sebagai pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Fungsi komando diperlukan dalam saat tahap tanggap darurat, dimana tidak ada lagi kesempatan untuk melakukan perdebatan atau argumentasi yang berlarut-larut selain hanya melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh komando atasan. Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. Kata terpadu dalam penanggulangan bencana penting karena masalah yang ditimbulkan terkait dengan berbagai sektor yang multi kompleks. Koordinasi (coordination) adalah salah satu dari kegiatan yang dilaksanakan dalam manajemen bencana yang dikenal dengan empat C yaitu Command (komando), Control (Pengendalian); Coordination (Koordinasi) dan Communication (Komunikasi). Keempat hal ini kerap dilakukan karena melibatkan multi sektor yang terkait dalam penanganan bencana. Komando adalah fungsi perintah didasarkan atas sistem hirarki suatu organisasi yang dilakukan secara vertikal. Pengendalian adalah fungsi mengarahkan dan dilakukan pada suatu situasi yang menyangkut lintas organisasi. Koordinasi adalah fungsi keduanya yang diarahkan pada penggunaan sumber daya secara sistematis dan efektif (Rowland, 1984). Dalam melaksanakan tugas penanganan bencana terutama pada saat tanggap darurat harus ada satu kesatuan perintah (unity of command) dari seseorang kepada orang lain yang bertanggung jawab kepadanya, sehingga apa yang mesti dilaksanakan jelas dan tidak membingungkan (Rowland, 1984). 2.4.3. Tipe-tipe Koordinasi Menurut Hasibuan (2007), terdapat 2 (dua) tipe koordinasi, yaitu: Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang

dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggungjawabnya. Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau

kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan- kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. Jenis koordinasi menurut Handayaningrat (1984) membedakan koordinasi menjadi koordinasi intern dan koordinasi ekstern. Koordinasi ekstern adalah koordinasi antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan berkedudukan di dalam organisasi yang berbeda. Menurut arahnya, koordinasi dibedakan menjadi tiga macam yaitu koordinasi vertikal, koordinasi horizontal dan koordinasi diagonal (Soekarno K, 1975). Koordinasi vertikal adalah tindakan atau kegiatan penyatuan/pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan-kegiatan dan tanggungjawabnya. Koordinasi vertikal atau struktural adalah dimana antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan secara struktural terdapat hubungan hirarki. Hal ini juga dapat dikatakan koordinasi yang bersifat hirarkis karena satu dengan yang lainnya berada dalam satu garis komando (line of command). Koordinasi horizontal yaitu koordinasi fungsional dimana kedudukan antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinaiskan mempunyai level yang sama. Menurut tugas dan fungsinya keduanya mempunyai kaitan yang satu dengan yang lain sehingga perlu dilakukan koordinasi. Misalnya koordinasi yang dilakukan oleh kepala biro perencanaan departemen terhadap kepala direktorat bina program pada tiap-tiap direktorat jenderal suatu departemen. Koordinasi horizontal dibedakan menjadi dua yaitu interdisplinary dan interelated. Koordinasi interdiplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan atau menyatukan tindakan untuk mewujudkan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain baik secara internal maupun secara eksternal pada unit-unit yang mempunyai tugas yang sama. Koordinasi interelated adalah koordinasi antar badan, instansi atau lembaga yang fungsinya satu sama lain saling bergantung atau mempunyai kaitan secara internal maupun secara eksternal (Wursanto, 2002). Koordinasi diagonal yaitu koordinasi fungsional dimana yang mengkoordinasikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dikoordinasikan tetapi yang satu dengan yang lain tidak berada dalam satu garis komando (line of command) Dari jenis dan arah koordinasi yang telah diuraikan di atas, maka koordinasi dari badan terkait penanggulangan yang dibahas dalam penelitian ini adalah koordinasi horizontal interelated. 2.4.4. Sifat-sifat Koordinasi Menurut Hasibuan (2007), terdapat 3 (tiga) sifat koordinasi, yaitu: Koordinasi adalah dinamis bukan statis. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator

(manajer) dalam rangka mencapai sasaran. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan. Asas koordinasi

adalah asas skala (hierarki) artinya koordinasi itu dilakukan menurut jenjang- jenjang kekuasaan dan tanggungjawab yang disesuaikan dengan jenjang-jenjang yang berbeda-beda satu sama lain. Tegasnya, asas hirarki ini bahwa setiap atasan (koordinator) harus mengkoordinasikan bawahan langsungnya. 2.4.5. Syarat-Syarat Koordinasi Menurut Hasibuan (2007), terdapat 4 (empat) syarat koordinasi, yaitu: Sense of cooperation (perasaan untuk bekerjasama), ini harus dilihat dari sudut

bagian per bagian bidang pekerjaan, bukan orang per orang. Rivalry, dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan persaingan antara

bagian-bagian, agar bagian-bagian ini berlomba-lomba untuk mencapai kemajuan. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling menghargai. Esprit de corps, artinya bagian-bagian yang diikutsertakan atau dihargai,

umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat. 2.4.6. Ciri-Ciri Koordinasi Menurut Handayaningrat (1984), koordinasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Bahwa tanggungjawab koordinasi adalah terletak pada pimpinan. Oleh karena itu,

koordinasi adalah merupakan tugas pimpinan. Koordinasi sering dicampur- adukkan dengan kata koperasi yang sebenarnya mempunyai arti yang berbeda. Sekalipun demikian pimpinan tidak mungkin mengadakan koordinasi apabila tidak melakukan kerjasama. Oleh kaerna itu, maka kerjasama merupakan suatu syarat yang sangat penting dalam membantu pelaksanaan koordinasi. Adanya proses (continues process). Karena koordinasi adalah pekerjaan pimpinan

yang bersifat berkesinambungan dan harus dikembangkan sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik. Pengaturan secara teratur usaha kelompok. Oleh karena koordinasi adalah konsep

yang ditetapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu, maka sejumlah individu yang bekerjasama, di mana dengan koordinasi menghasilkan suatu usaha kelompok yang sangat penting untuk mencapai efisiensi dalam melaksanakan kegiatan organisasi. Adanya tumpang tindih, kekaburan dalam tugas-tugas pekerjaan merupakan pertanda kurang sempurnanya koordinasi. Konsep kesatuan tindakan. Hal ini adalah merupakan inti dari koordinasi.

Kesatuan usaha, berarti bahwa harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya keserasian di dalam mencapai hasil. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama, kesatuan dari usaha meminta suatu

pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan sebagai kelompok di mana bekerja Dalam operasionalnya koordinasi adalah proses pengintegrasian (penggabungan yang padu) dari semua tujuan dan kegiatan anggota satuan-satuan yang letaknya boleh terpisah berjauhan di lingkup organisasi masing-masing, supaya dapat menghasilkan suatu hasil optimal yang disetujui bersama (Rowland, 1984). Kutipan yang dapat disarikan sebagai berikut : Koordinasi dari usaha meliputi penyesuaian dari kegiatan-kegiatan untuk

memperoleh suatu atau sekelompok tujuan. Bila semua pekerja diberikan kebebasan melakukan pekerjaan menurut cara sendiri-sendiri, masing-masing akan dipandu oleh ide masing-masing tentang apa yang harus dilakukan. Walaupun semua memiliki keinginan untuk kooperatif, hasil akhir dapat menghasilkan pemborosan waktu, daya upaya, dan sumber daya uang karena tidak ada petunjuk yang jelas memandu usaha tersebut. Secara konsekuen koordinasi dibutuhkan dan menjadi suatu tanggung jawab utama dari pemimpin- pemimpin (manejer-manejer). Koordinasi adalah berbeda sikap kooperatif. Kooperatif boleh terjadi secara

spontan di lingkungan kelompok pekerja namun koordinasi terjadi hanya bila di sana ada kepemimpinan yang efektif (effective leadership). Di dalam arti praktis koordinasi berarti konsentrasi dan penggunaan usaha yang kooperatif diseluruh anggota tim untuk menyelesaikan suatu tugas secara ekonomis dan efektif. Untuk dapat memperoleh kualitas koordinasi yang ideal seharusnya manajemen

telah memulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dn pengendalian yang baik. 2.4.7. Tujuan Koordinasi Koordinasi adalah upaya menyatu padukan berbagai sumber daya dan kegiatan organisasi menjadi suatu kekuatan sinergis, agar dapat melakukan penanggulangan masalah kesehatan masyarakat akibat kedaruratan dan bencana secara menyeluruh dan terpadu sehingga dapat tercapai sasaran yang direncanakan secara efektif serta harmonis (Depkes RI, 2002). Koordinasi yang baik akan menghasilkan upaya yang terpadu dan terarah dalam memberdayakan semua potensi yang ada, dengan tujuan : Mencegah duplikasi program. Masing-masing unit pelaksana terkait memiliki

program penanggulangan bencana sesuai dengan tugas dan fungsi dan kemampuan yang sebelumnya telah dinventarisasi dan dilaporkan pada bagian pengurusan database di dinas kesehatan. Menjawab pertanyaan siapa mengerjakan? Apa? Bagaimana? dan di mana?

Dalam situasi darurat bencana selalu terjadi kebingungan dalam siapa yang mengerjakan, apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Jaminan skala prioritas. Dengan koordinasi yang baik akan diperoleh skala

prioritas tindakan yang dijamin dapat dilaksanakan oleh semua pihak. Adanya pelayanan sesuai standar. Pelayanan yang diberikan sesuai dengan

standar minimal pelayanan kesehatan. Untuk kepastian standar diperlukan SOP Standard Operating Procedure)

Tingkat Efektivitas yang tinggi. Tingkat efektivitas adalah terutama dalam

kegiatan penanggulangan bencana. Aspek efisiensi adalah aspek yang berikutnya karena dalam kasus bencana selalu harus ditanggulangi dengan biaya tak terduga. Namun demikian setiap pelaksana penanggulangan bencana, perlu mengurangi pemborosan tenaga dan waktu dalam melaksanakan kegiatan. 2.4.8. Standard Operating Procedure (SOP) dalam Koordinasi Ada beberapa pendapat tentang Prosedur Operasi Standar dalam melaksanakan koordinasi antara lain : Menurut Pusat Penanggulangan masalah kesehatan Depkes RI (2002), Prosedur Operasi Standar dalam melaksanakan koordinasi adalah : (1) adanya media untuk berkoordinasi, (2) adanya tempat dan waktu untuk melaksanakan koordinasi, (3) adanya unit atau pihak yang dikoordinasikan. Unit yang dimasud di sini adalah organisasi kesehatan baik instansi maupun tim kesehatan lapangan, (4) pertemuan reguler. Pertemuan reguler dapat dilaksanakan secara periodik dalam waktu perbulan, pertriwulan, persemester atau bersifat insidentil apabila diperlukan, (5) tugas pokok dan tanggung jawab organisasi sektor kesehatan yang jelas, (6) informasi dan laporan, (7) kerjasama pelayanan dan sarana, dan (8) aturan (Code of conduct) organisasi kesehatan yang jelas Menurut Rapat koordinasi Satkorlak PB, Prosedur Operasi Standar dalam melaksanakan koordinasi adalah sebagai berikut : (1) Tentukan pola koordinasinya (berbagi informasi, kegiatan bersama, program terpadu), (2) Tunjuk penanggungjawabnya, (3) Jadwalkan titik pertemuan koordinasi dan (4) Tentukan mekanisme pertanggungjawaban. 2.4.9. Cara Koordinasi Koordinasi dapat dijalankan dengan berbagai cara seperti berikut ini: Dengan memanfaatkan saluran atau media komunikasi, misalnya:

Media elektronik seperti interphone, telepon, teleks, undangan, faksimil

apabila jarak saling berjauhan Media cetak atau tertulis seperti surat edaran, memo atau nota dalam buku

pedoman organisasi, buku pedoman tata kerja, buku pedoman peraturan Media tatap muka yaitu dengan mengadakan pertemuan baik secara formal

maupun pertemuan informal. Dengan mengangkat koordinator. Membuat simbol-simbol, tanda-tanda atau kode-kode tertentu misalnya dengan

menggunakan bel atau sirene, gong, sinar, ucapan dengan jawaban tertentu. Dengan aba-aba tertentu misalnya untuk menarik atau mendorong barang yang

berat yang dilakukan oleh beberapa orang supaya tarikan atau dorongan dapat dilakukan dengan serentak. Dengan menyanyi bersama, selain untuk mendapatkan koordinasi juga dapat

membangkitkan semangat kerja.