Upload
sasmadewi
View
159
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya
derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan
Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan
perilaku yang sehat. (Depkes RI, 1999:5)
Pembangunan nasional pada hakekatnya bertujuan untuk membangun manusia
dan masyarakat Indonesia seutuhnya yang berarti mencipatakan kualitas hidup manusia
Indonesia agar mampu melanjutkan pembangunan guna mencapai kesejahteraan lahir
dan batin. Untuk mencapai tujuan nasional perlu diselenggarakan upaya pembangunan
yang menyeluruh, terarah dan terpadu termasuk pembangunan bidang kesehatan.
(Depkes RI, 1999:5)
Infeksi yang di dapat di rumah sakit atau disebut juga dengan infeksi nosokomial
merupakan penyebab yang cukup bermakna terhadap angka morbiditas dan mortalitas.
Terjadinya penyebaran nosokomial disebabkan adanya interaksi diantara ketiga
pokok di rumah sakit yaitu host, agent, dan environment sehingga prinsip pencegahannya
adalah dengan memutuskan mata rantai interaksi (Tranmisi) ketiga elemen tersebut, karena
untuk mengontrol ketiganya cukup sulit, maka sasaran yang paling mudah adalah dengan
cara mengontrol tranmisi, misalnya dengan meningkatkan pengetahuan personil rumah sakit
tentang infeksi nosokomial, bagi penderita yang dirawat, melakukan semua prosedur
1
kerja dengan benar dan sempurna baik SOP (Standar Operasional System)
perawatan, tindakan serta penggunaan atau pemilihan alat yang baik juga merupakan
cara untuk mencegah infeksi nosokomial (Hasbullah, 1993). Apabila hal tersebut
tidak dilaksanakan maka akan beresiko lebih besar untuk terjadi infeksi nosokomial
oleh karena tindakan keperawatan.
Infus intravena adalah injeksi sejumlah besar larutan ke dalam vena (pembuluh
darah). Walaupun dokter yang memikul tanggung jawab penetapan jenis dan jumlah
larutan yang akan digunakan. Perawat biasanya memikul beban memulai, memonitor,
dan menghentikan terapi. Seperti halnya dalam penanganan obat, perawat harus
memahami kebutuhan pasien akan terapi, tipe larutan yang digunakan, pengaruhnya
yang diharapkan, dan reaksi buruk yang mungkin terjadi. (Wolff, dkk.1984:631).
Terapi intra vena digunakan untuk mengobati berbagai kondisi penderita
disemua lingkungan perawatan di rumah sakit dan merupakan salah satu terapi
utama. System terapi ini memungkinkan terapi berefek langsung, lebih cepat, lebih
efektif, dapat dilakukan secara kontinu dan penderitapun merasa lebih nyaman jika
dibandingkan dengan cara lainnya. Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus-
menerus dan dalam jangka waktu yang lama tentunya akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya komplikasi dari pemasangan infuse, salah satunya adalah
flebitis.
Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia
maupun mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan
pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang vena. Insiden flebitis meningkat
sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena. Komplikasi cairan atau obat
2
yang diinfuskan (terutama PH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula
dimasukkan. Pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme
pada saat penusukan (Brunner dan Sudarth, 2002).
Faktor risiko yang berhubungan dengan munculnya flebitis antara lain: trauma
vena karena insersi jarum infus, ukuran infus yang terlalu besar, pemasangan infus lebih
dari 72 jam dan jenis kateter (Millam, 1998), sedangkan Pearson (1995) menyatakan
bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan flebitis adalah bahan dasar kateter,
ukuran kateter, tempat insersi kateter, pengalaman personal yang menginsersi kateter,
lamanya waktu pemakaian kateter, frekuensi penggantian penutup kateter, perawatan
kulit, faktor host dan ruang emergensi insersi.
Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang sakit dirawat. Di tempat ini
pasien mendapatkan terapi untuk dapat sembuh. Terapi rumah sakit selain untuk dapat
mencari kesembuhan, juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang
berasal dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan
berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti udara ,air, lantai, makanan dan benda
medis seperti terapi intravena atau non medis. (Retno, 2007)
Terapi infus intravena adalah salah satu teknologi yang paling sering digunakan
dalam pelayanan kesehatan seluruh dunia. Lebih dari 60% pasien yang masuk kerumah
sakit mendapat terapi melalui intravena (Hindley, 2004). Data medis internasional
(1995) dikutip widigdo (2003, hal7) melaporkan “lebih dari 300 juta intravena kateter
yang berupa kateter plastic atau teflon dan jarum logam digunakan pada rumah sakit
dalam negeri. (Jurnal keperawatan soedirman. 2006: 1)
3
Terapi intravena diberikan pada pasien dalam keadaan emergency yang
memungkinkan pemberian obat langsung kedalam intravena, klien yang membutuhkan
koreksi/pencegahan gangguan cairan dan elekrolit, klien yang mendapatkan transfuse
darah, serta upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada
operasi besar dengan resiko perdarahan, dipasang jalur intravena untuk persiapan jika
terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat), (Ariyawit)
Dari suatu penelitian klinis, nosokomial terutama disebabkan infeksi dari kateter
urin, infeksi jarum infuse ,infeksi dari luka operasi dan septicemia. Pemakaian infuse
lama yang tidak diganti-ganti dapat menyebab infeksi. Di ruang penyakit dalam,
diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infuse. Komplikasi kanulasi intravena
ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa :
flebitis.( Ariyawit )
Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik. Kondisi ini dikarakteristikan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat
di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area
insensi atau sepanjang vena, dan pembengkakan. Insiden flebitis meningkat sesuai
dengan lamanya pemasangan jalur intravena (lebih dari 72 jam), komposisi jenis cairan
yang digunakan atau obat yang diinfuskan (terutama pH dan lokasi kanula dimasukan ,
pemasangan jalur intravena yang tidak sesuai, dan masukannya mikroorganisme saat
penusukan. (Brunnert & Suddart, 2001:290)
Infeksi yang terkait dengan pemberian infuse disebabkan oleh tempat fungsi
vena atau lokasi pemasangan. Banyak tempat yang dapat digunakan untuk terapi
intravena, tapi kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda-beda di antara tempat-
4
tempat lain. Vena di ekstremitas atas paling sering digunakan karena relative aman dan
mudah dimasuki. Pembuluh metacarpal, sefalica, basilica sering direkomendasikan
sebagai lokasi yang lebih baik untuk memasang infuse, pembuluh darah kaki pada
umumnya tidak ada yang merekomendasikan untuk infuse, kecuali kalau tempat lain
tidak diperbolehkan, karena bahaya stagnasi sirkulasi bagian pinggir, dan komplikasi
serius. (Wolff, dkk.1984:634)
Infeksi yang terkait dengan pemberian infuse dapat dikurangi dengan 4
intervensi. Tindakan-tindakan berikut yang mengurangi resiko flebitis di antaranya cuci
tangan yang aktif untuk menghilangkan organisme gram negative sebelum
menggunakan sarung tangan saat melakukan prosedur fungsi vena. Perawat juga
mengganti larutan intravena setiap 24 jam. Perawatan juga harus mengganti semua
kateter sekurang-kurangnya setiap 72 jam, selain itu perawat harus mempertahankan
teknik sterilitas system IV saat mengganti selang, larutan dan balutan. Balutan diatas
insersi diganti sesuai dengan kebijakan rumah sakit, praktek yang sebelumnya
merekomendasikan penggantian balutan setiap hari, saat ini telah dikurangi menjadi
setiap 48 sampai 72 jam sekali, yakni bersamaan dengan penggantian daerah
pemasangan IV. (Perry & Poter, 2005: 1665)
Berdasarkan data yang peneliti dapat dirumah sakit jumlah pasien yang
mendapat terapi pemasangan infus 3 bulan berakhir sebagai berikut:
5
Tabel 1.1
Jumlah Pasien Yang Mendapat Terapi Pemasangan Infus Dari Bulan April – Juli Dirawat Inap RSUD Solok Tahun 2010
No Ruangan Jumlah pasien dari
april- juli
Jumlah pasien pasang infuse dari April- Juli
1 Interne 456 orang 411 orang
2 Anak 330 orang 273 orang
3 Vip 255 orang 230 orang
4 Kebidanan 246 orang 87 orang
5 Bedah 222 orang 214 orang
6 Neurology 204 orang 184 orang
Jumlah 1713 orang 1399 orang
Dari studi pendahuluan yang dilakukan penelitian pada tanggal 15-19 juli 2010
melalui observasi pada 15 orang pasien yang dirawat diruang rawat inap RSUD Solok
selama 1 minggu sebanyak 8 orang terjadi flebitis dari pasien yang pasang infus dengan
tanda nyeri di sepanjang kanula, pembengkakan sekitar tempat penusukan.
Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
Hubungan Lokasi Pemasangan Infus Dengan Kejadian Flebitis di Ruang Rawat Inap
RSUD Solok tahun 2010.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas masih ada pasien yang flebitis pada
pemasangan infuse dan belum diketahui Hubungan Lokasi Pemasangan Infus Dengan
Kejadian Flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Solok tahun 2010.
6
1.3 Pertanyaan Penelitian
1.3.1 Diperoleh gambaran lokasi pemasang infus infus dirawat inap RSUD Solok
tahun 2010 ?
1.3.2 Apakah ada hubungan antara lokasi pemasang infus dengan kejadian flebitis
dirawat inap RSUD Solok tahun 2010 ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Diketahui hubungan lokasi pemasangan infus dengan kejadian flebitis di
RSUD Solok tahun 2010.
1.4.2 Tujuan khusus
1.4.2.1 Diperoleh gambaran kejadian flebitis pada di ruang rawat inap RSUD Solok
tahun 2010.
1.4.2.2 Diperoleh gambaran lokasi pemasangan infus pada pasien pasang infus di
ruang rawat inap RSUD Solok tahun 2010.
1.4.2.3 Diperoleh hubungan antara lokasi pemasangan infus dengan kejadian flebitis
pada pasien pasang infus di ruang rawat inap RSUD Solok tahun 2010.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi institusi pendidikan
Sebagai sumber masukan dalam bidang ilmu terkait khususnya dan dapat digunakan
oleh pihak lain sebagai bahan perbandingan untuk peneliti selanjutnya.
7
1.5.2 Bagi penulis
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman belajar dalam
mengaplikasikan wawasan penulis dalam melaksanakan penelitian khususnya
penelitian tentang hubungan lokasi pemasangan, kesterilan perawat dalam
pemasangan dengan kejadian flebitis pada pasien pasang infuse.
1.5.3 Bagi institusi tempat penelitian
Hasil penelitian di harapkan dapat sebagai masukan bagi tenaga kesehatan
di RSUD Solok dalam memberikan asuhan keperawatan dalam mengaplikasikan
pengetahuannya tentang factor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
flebitis, serta rumah sakit dapat membuat kebijakan – kebijakan yang dapat di
ambil dalam meminimkan masalah flebitis.
1.6 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah berhubungan lokasi pemasangan infus
dengan kejadian flebitis di ruang rawat inap RSUD Solok. Dimana variabel dependen
dalam penelitian ini adalah kejadian flebitis, sedangkan variabel independen adalah
lokasi pemasangan infus pada pasien dirawat inap RSUD Solok tahun 2010, Ada pun
yang menjadi responden pada penelitian ini adalah semua pasien yang terpasang infus,
dengan teknik pengambilan sampel “acidental sampling”. penelitian ini dilaksanakan
tanggal 30 November sampai 3 Desember 2010.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terapi Intra Vena
2.1.1 Pengertian
Terapi intravena (VI) bertujuan untuk mengkoreksi atau mencegah gangguan
cairan dan elektrolit. (Perry&Potter, 2005:1646)
Suatu bentuk terapi yang digunakan untuk mengatasi gangguan cairan tubuh
adalah pemakaian berbagai larutan yang diinjeksikan secara intravena. Infuse intravena
adalah injeksi sejumlah besar larutan ke dalam vena (pembuluh balik). (Wolf,dkk.
1984:631).
Terapi intravena adalah sebuah kateter (pipa plastik yang lunak kira-kira
seukuran dengan jarum) atau jarum yang dimasukkan ke dalam vena, biasanya di tangan
dan lengan , kateter atau jarum tersebut dihubungkan dengan slang dan botol cairan
yang berfungsi sebagai jalan untuk memberikan obat dan cairan. (Joanne,
shirey,1998:15)
2.1.2 Tujuan pemberian
a. Untuk mengkoreksi atau mencegah gangguan cairan dan elektrolit
b. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh, elektrolit, vitamin dan
protein pada klien yang tidak mampu mempertahankan masukan yang
adekuat melalui mulut.
c. Menyediakan volume darah terutama pada pasien pasca bedah dan
pasien-pasien yang mengalami kekurangan sel darah merah.
9
2.1.3 Terapi infus dilakukan pada pasien
a. Pasien dengan dehidrasi.
b. Pasien sebelum transfuse
c. Pasien pra dan pasca bedah, sesuai dengan program pengobatan
d. Pasien yang tidak bisa makan dan minum melalui mulut
e. Pasien yang memerlukan pengobatan yang pemberiannya dengan cara infus.
2.1.4 Pemilihan vena
Sesuai aturan yang umum, vena-vena distal pada tangan dan lengan
harus digunakan terlebih dahulu yaitu vena metacarpal. Dan fungsi vena
berikutnya harus proksimal dari tempat sebelumnya. Vena-vena yang umumnya
biasa digunakan untuk terapi IV adalah vena basilica, sefalika, dan metacarpal.
Ekstremitas harus diobservasi dan di palpasi sebelum vena dipilih.
a. Keuntungan dan kerugian dari vena-vena yang biasa digunakan dalam
pemasangan infuse.
b. Vena dorsalis supervisialis (metacarpal atau tangan) berasal dari gabungan
vena digitalis. Keuntungan: memungkinkan pergerakan lengan, mudah
dilihat dan di palpasi, tulang-tulang tangan membelat kateter, balutan
mudah basah dengan mencuci tangan, tempat penusukan IV akan macet
jika penahan pergelangan tangan di pasang.
c. Vena sevalika terletak di lengan bagian bawah pada radial lengan (ibu
jari). Vena ini berjalan keatas sepanjang bagian luar dari lengan bawah
dalam region antekubiti. Vena sefalika lebih kecil dan biasanya lebih
melengkung dari vena basilica. Keuntungan dapat menggunakan kateter
10
ukuran besar untuk infuse yang cepat, di blat oleh tulang –tulang lengan,
pilihan yang baik untuk infuse larutan yang mengiritasi. Kerugian lebih
melengkung dari pada vena sefalika, ini biasanya merupakan kerugian
hanya bila memasang kateter yang panjang.
d. Vena basilica ditemukan pada sisi ulnaris lengan bawah, berjalan ke atas
pada bagian posterior atau belakang lengan kemudian melengkung kearah
permukaan anterior atau regon antekubiti. Vena ini kemudian berjalan
lurus keatas dan memasuki jaringan yang lebih dalam. Keuntungan sama
seperti sefalika, biasanya lebih lurus dari vena sefalika. Kerugian
cenderung berputar, posisi pasien mengkin agak kikuk selama pungsi
vena.
e. Vena mediana/ antekubiti berasal dari vena lengan bawah dan umumnya
terbagi dalam dua pembuluh darah, satu berhubungan dengan vena basilica
dan yang lainnya berhubungan dengan vena sefalika. Vena ini biasanya
digunakan untuk pengambilan sampel darah . keuntungan : mudah
dilakukan penusukan, besar, cenderung stabil. Kerugian dapat membatasi
gerakan lengan pasien, sering di perlukan untuk pengambilan sampel
darah.
2.1.5 Pedoman pemilihan vena
a. Gunakan vena-vena distal terlebih dahulu
b. Gunakan lengan pasien yang tidak dominan jika mungkin
c. Pilih vena-vena di atas area fleksi pilih vena yang cukup besar untuk
memungkinkan aliran darah yang adekuat ke dalam kateter
11
d. Palpasi vena untuk menentukan kondisinya. Selalu pilih vena yang lunak,
penuh dan yang tidak tersumbat
e. Pastikan bahwa lokasi yang dipilih tidak akan menggangu aktivitas pasien
sehari-hari
f. Pilih lokasi yang tidak akan mempengaruhi pembedahan atau prosedur-
prosedur yang direncanakan
2.1.6 Tipe vena yang harus dihindari
a. Vena yang sudah digunakan sebelumnya
b. Vena yang telah mengalami infiltrasi atau flebitis
c. Vena yang keras dan sklerotik
d. Vena-vena dari ekstremitas yang lemah secara pembedahan
e. Area-area fleksi, termasuk fosa antekubiti
f. Vena-vena kaki, karena sirkulasi lambat dan komplikasi lebih sering terjadi
g. Cabang-cabang vena lengan utama yang kecil dan berdinding tipis
h. Ekstremitas lumpuh setelah serangan stroke
i. Vena yang memar dan bengkak
j. Vena-vena yang dekat dengan area yang terinfeksi
2.1.7 Lokasi vena
Untuk menentukan lokasi vena yang tepat, cari posisi yang nyaman di tempat
yang cukup terang dan pasang turniket 4 sampai 6 inci di atas tempat yang dimaksud.
12
Turniket harus cukup ketat untuk menghentikan aliran darah vena tetapi bukan aliran
darah arteri. Untuk menimbulkan distensi vena minta pasien untuk mengepal dan
membuka kepalan tangannya beberapa kali. Bila pengisian vena sulit diperoleh,
menepatkan lengan pada posisi yang tergantung atau melakukan kompres hangat dapat
membantu meringankan masalah. Vena tersebut kemudian harus distabilkan dengan
meregangkan kulit, karena stabilitasasi vena sebelah menusuk adalah kunci untuk
pemasangan kateter yang tidak traumatic.
Pembuluh sepalic dan basilica merupakan saluran yang baik bagi infuse,
pembuluh dangkal pada bagian belakang tangan juga digunakan dengan sukses bagi
beberapa orang. Pembuluh darah metacarpal, cephalic, dan pembuluh darah basilica
direkomendasikan sebagai lokasi yang baik. Pembuluh darah pada kaki tidak ada yang
merekomendasikan untuk infuse, kecuali pada tempat lain tidak ditemukan.
2.1.8 Teknik pemasangan infus
a. Pilih vena yang paling baik
b. Bersihkan kulit dengan gerakan melingkar dari pusat keluar dengan
larutan antiseptic (povidone-iodine, tincctura-indine atau alkohol70%)
dan biarkan mengering.
c. Pasang turniket yang rata dan lunak 4 samapi 6 inci diatas tempat
pemasangan.
d. Pakai sarung tangan
e. Fiksasi vena letakkan ibu jari anda di atas vena untuk mencegah
penarikan kulit melawan arah penusukan.
13
f. Tusuk vena: pegang tabung bening kateter, bukan pusatnya :A metode
langsung tempatkan bevel mengarah ke atas dengan sudut 30 sampai 40
derajat dari kulit pasien: tusukan searah dengan aliran vena:menembus
vena. B . metode tidak langsung tusuk kulit disamping vena dan
kemudian arahkan kateter untuk menembus sisi samping vena sampai
anda melihat aliran balik vena.
g. Rendahkan jarum sampai hampir sejajar dengan kulit
h. Dorong kateter kedalam vena kira-kira ¼ samapai1/2 inci sebelum
melepaskan stylet, lepaskan regangan kulit, pegang stylet dan dorong
kateter
i. Lepaskan turniket dari stylet
j. Pasang ujung selang infuse atau tutup injeksi intermiten
k. Plester kateter IV dan selang
l. Pasang dan balutan steril
m. Beri label pada tempat
2.1.9 Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pemberian cairan intravena atau infus
Infeksi beragam dalam keparahannya mulai dari keterlibatan local dan tempat
penusukan sampai penyebaran sistemik organisme melalui aliran aliran darah, seperti
septicemia. Tindakan untuk mencegah infeksi merupakan hal yang penting pada saat
melakukan jalur pemasangan intravena dan sepanjang periode pemberian infuse.
Beberapa cara ini termasuk berikut:
14
a. Mencuci tangan dengan teliti sebelum kontak dengan bagian apapun
dari system infuse atau dengan pasien.
b. Mengevaluasi penampung intravena akan adanya keretakan, kebocoran,
atau kekeruhan, yang mungkin menandakan suatu larutan yang
terkontaminasi.
c. Menggunakan larutan aseptic yang kuat
d. Menepatkan kanula intravena dengan kuat untuk mencegah pergerakan
keluar masuk
e. Memeriksa daerah penusukan intravena setiap hari dan mengganti
balutan steril
f. Memeriksa daerah penusukan intravena setiap hari dan mengganti
balutan steril
g. Melepas kateter intravena pada adanya tanda pertama pada peradangan
local, kontaminasi dan komplikasi.
h. Mengganti kanula intravena dipasang saat keadaan gawat sesegera
mungkin.
i. Mengganti kantong setiap 24 jam dan seluruh set pemberian sedikitnya
setiap 48 samapi 72 jam dan setiap 24 jam jika produk darah atau lemak
yang diinfuskan.
15
2.1.10 Peran perawat dalam pemberian terapi intravena
a. Peran dependen
Perawat melaksanakan order dokter berupa jenis cairan yang akan
diberikan pada pasien, obat-obatan yang akan diberikan melalui slang
infuse.
intravena dan jumlah tetesan permenit.
b. Peran independen
Perawat berperan dalam menentukan masukan terapi intravena yang
tepat bagi pasien dengan dokter (kolaborasi). Dalam keadaan emergency
jika di lapangan tidak ada ditemukan dokter, perawat berperan atau
berhak untuk memberikan terapi intravena yaitu jenis cairan, jumlah
tetesan permenit sesuai protap.
2.2 Flebitis
2.2.1 Pengertian
Flebitis adalah peradangan vena yang disebabkan oleh kateter atau iritasi
kimiawi zat adiktif dan obat-obatan yang diberikan secara intravena. Flebitis pada
beberapa kasus dapat menyebabkan pembentukan emboli.(Potter&Perry, 2006:1664)
Flebitis adalah peradangan pada pembuluh vena. Gejala ini merupakan salah
satu potensi yang menghambat infuse intravena. Trauma mekanis dan gangguan
kimiawi menyebabakan timbulnya peradangan yang terasa sakit disepanjang pembuluh
(Wolf,dkk 1984:631)
Flebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi
kimia maupun mekanik.(Brunet& Suddarth, 2002:290)
16
2.2.2 Tanda dan gejala
a. Nyeri pada daerah sekitar penusukan intravena
Pasien mengeluh nyeri di daerah di sekitar nyeri tekan. Klien mengeluh
nyeri pada waktu menggerakkan lengan pada gerakan otot tertentu. Kadang
teraba pengembungan vena di daerah katup. Secara umum dolor atau rasa sakit
dan reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan Ph
local atau konsentrasi local ion-ion tertentu dapat merangsang ujung syaraf. Hal
yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamine atau zat kimia
bioaktif lainnya dapat merasangsan saraf. Selain itu mengembangkan jaringan
yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan
lagi dapat menimbulkan rasa sakit.
b. Kemerahan dan rasa hangat pada daerah sekitar penusukan intravena
Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai
daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke
dalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang tadinya kosong atau
sebagian saja yang merenggang dengan cepat terisi penuh dengan darah,
daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab
darah pada suhu 37c yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang
terkena lebih banyak dari pada yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah
yang terkena lebih banyak dari pada yang disalurkan ke daerah normal.
c. Pembengkakan lokasi
Adanya pembengkakan local di sekitar penusukan kateter intravena
dengan indurasi ≥ 7 cm atau > 7cm, akibat dari pelebaran dari pembuluh
darah kecil di sekitar jaringan vena dan akibat penimbunan cairan secara
17
berlebih di antara sel-sel tubuh (intertitial). Edema juga disebabkan karena
peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan peningkatan tekanan
osmotic koloid cairan intertisial seperti pada keadaan inflamasi atau cidera.
(Brunnert&Suddarth, 2002:290)
Tanda- tanda flebitis menurut (Joanne Shirly, 1998:4) adalah
1. Nyeri sepanjang kanula
2. Kemerahan atau eritema
3. Bengkak
4. Indurasi
5. Cord.
Skor visual untuk flebitis telah dikembangkan oleh Andrew Jackson sebagai berikut :
Tanda dan gejala Skor Keterangan
Tempat suntikan tampak sehat
0 Tidak terjadi flebitis
Nyeri pada tempat suntikan
1 Mungkin tanda dini flebitis
Observasi
Nyeri
Eritema
Pembengkakan
2 Stadium dini flebitis,
Ganti kanula
Pikirkan terapi
Nyeri sepanjang kanula
Eritema
3 Stadium moderat flebitis
Ganti kanula
18
Indurasi Pikirkan terapi
Nyeri sepanjang kanula
Eritema
Indurasi
Venus cord teraba
4 Stadium lanjut atau awal trombiflebitis
Ganti kanula
Pikirkan terapi
2.2.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian flebitis
a. Tempat atau lokasi pemasangan kanula intravena
Pikirkan lamanya terapi infuse menjadi factor yang sangat penting dalam
seleksi pembuluh. Pilih pembuluh darah yang panjang dan tidak bercabang.
Untuk lokasi penusukan jarum infuse mulai dari sejauh mungkin dari dan
berpindah dalam arah prosikmal pada kedua tangan secara bergantian.
Vena-vena yang di gunakan untuk terapi intravena adalah vena metacarpal,
sefalika dan basilica. Pembuluh darah kaki pada umumnya tidak ada yang
merekomendasikan untuk infuse, kecuali kalau tempat lain tidak diperoleh,
karena bahaya stagnasi sirkulasi bagian pinggir dan komplikasi yang serius
Idealnya kedua lengan dan tangan harus di inspeksi dengan cermat
sebelum tempat fungsi vena spesifik di pilih yang tidak mengganggu
mobilisasi. Untuk alasan ini, fosa antekubiti dihindari, kecuali sebagai
upaya terakhir. Tempat yang paling distal dari lengan atau tangan umumnya
digunakan pertama kali sehingga intravena yang berikutnya dapat di
lakukan kearah atas. (Brunner&Suddarth, 2002)
19
2.2.4 Mencegah dan mengatasi flebitis
Perawatan termasuk menghentikan intravena dan memulai di daerah lain, dan
memberikan kompres hangat dan asah di tempat yang terkena. Flebitis dapat
dicegah dengan menggunakan teknik aseptic selama pemasangan, menggunakan
ukuran kateter dan ukuran jarum yang sesuai untuk vena, mempertimbangkan
komposisi apapun setiap jam dan menepatkan kateter atau jarum setiap jam.
20
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangkan konsep
Adapun berhubungan dengan dengan kejadian flebitis ini diantaranya adalah
lokasi pemasangan, (Perry&potter, 2005:1665) . penelitian ini dilakukan ruang
Anak, Bedah, Neuro, Vip dan Interne berdasarkan hal tersebut di atas dapat
dituangkan dalam bagan atau kerangka konsep sebagai berikut:
Variable independen variable dependen
3.2 Definisi operasional
No VariabelDefenisi
operasional
Alat
Ukur
Cara
ukur
Hasil
Ukur
Skala ukur
1. Varibel independen
Lokasi pemasangan
Lokasi pemasangan adalah tempat lokasi kanula intarvena yaitu pembuluh darah lengan seperti vena metacarpal, sefelika dan basilica
Observasi Pedoman
observasi
1. Vena Metacarpal
2. Vena Sevalika
3. Vena Basilika
Ordinal
21
Lokasi pemasangan Kejadian flebitis
2. Variabel dependen
Kejadian flebilitis
Apabila terjadi tanda dan gejala seperti nyeri sepanjang kanula, eritema, bengkak,indurasi, cord teraba.
Observasi Pedoman
observasi
1.terjadi bila ≥ 2
2.tidak terjadi bila <2
Ordinal
3.3 Hipotesa
3.3.1 Ada hubungan antara lokasi pemasangan infuse dengan kejadian flebitis pada
pasien pasang infus.
22
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini bersifat deskriptik korelasi. Dimana variabel independen
dan dependen di observasi secara bersamaan pada waktu yang sama.
4.2 Variabel penelitian
Kegiatan penelitian ini menggunakan rancangan “Cross sectional “ dimana data
yang menyangkut variabel bebas dan terikat dikumpulkan dalam waktu yang
bersamaan. (Natoatmodjo, 2005:27)
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di semua ruang rawat inap yaitu bedah, neurologi,
interne, anak, VIP di RSUD Solok pada bulan November 2010
4.4 Populasi dan Sampel
4.4.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari variabel yang mempunyai masalah yang
diteliti.(Nursalam, 2001). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang
pasang infus diruang rawat inap RSUD Solok Tahun 2010.
4.4.2 Sampel
Sampel adalah suatu bagian dari populasi yang dipilih oleh penelitian untuk
berpartisipasi dalam suatu proyeksi riset.
23
Teknik pengumpulan sampel dalam penelitian ini adalah accidental sampling
yang sampel seadanya. Di mana setiap bangsal yang berkesempatan yang sama untuk
dipilih menjadi sampel penelitian. Adalah kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:
1. Pasien yang di pasang infus di ruang rawat inap RSUD Solok Tahun 2010.
2. Pasien yang dirawat lebih dari 3 hari, karena infeksi dapat terjadi setelah
3hari pemasangan infus.
3. Pasien yang pasang infus di eksremitas atas.
4. Pasien dalam keadaan sadar.
5. Pasien bersedia menjadi responden
6. Pasien yang berusia 12 tahun ke atas.
4.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi melalui kuesioner
kepada masing-masing responden, tentang “Hubungan Lokasi Pemasangan Infus
dengan Kejadian Flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Solok Tahun 2010.
4.6 Teknik Pengolahan Data
Setelah data dikumpul, selanjutnya data di olah dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
4.6.1 Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau
kuesioner, apakah jawaban yang ada dikuesioner sudah :
24
a. Lengkap : Semua pertanyaan sudah terisi jawabannya.
b. Jelas : Jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas terbaca.
c. Relevan : Jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaan.
d. Konsisten : Apakan antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi
jawabannya konsisten.
4.6.2 Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka / bilangan. Kegunaan dari coding adalah untuk mempermudah pada
saat analisis data dan mempercepat pada saat entry data.
4.6.3 Processing
Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati
pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data yang sudah di
entry dapat di analisis.
4.6.4 Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data
yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak, kesalahan tersebut dimungkinkan
terjadi pada saat kita meng-entry ke computer (Hastono, 2006 : 1)
4.7 Teknik Analisa Data
Berdasarkan penelitian ini maka uji statistic yang digunakan adalah univariat
dan bivariat
25
4.7.1 Analisa univariat
Digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan
proporsi dari semua variabel yang diteliti. Hasil analisa univariat ini disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
4.7.2 Analisa bivariat
Analisa ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
independent dengan dependen. Hubungan dua variabel tersebut di uji dengan
menggunakan uji statistic Chi-Square dengan tingkat pemaknaan (p < 0,05).
4.8. Pertimbangan etik
4.8.1 Menghormati hak responden
4.8.2 Tidak melakukan ancaman atau tekanan pada responden
4.8.3 Memberikan penjelasan pada responden berhak untuk tidak ikut serta sebagai
responden
4.8.4 Menyediakan informant consent untuk ditanda tangani
4.9 Prosedur Penelitian
4.9.1 Tahap Pra Penelitian
4.9.1.1 Memilih lahan penelitian
4.9.1.2 Melakukan studi pendahuluan untuk mencari permasalahan
4.9.1.3 Menyusun proposal penelitian dan instrumen penelitian yang dibimbing oleh
dosen pembimbing
26
4.9.1.4 Seminar proposal
4.9.2 Tahap Persiapan
4.9.2.1 Menyusun instrument ( kuesioner penelitian )
4.9.2.2 Revisi instrument pengumpulan data
4.9.2.3 Perbanyak instrument pengumpulan dan tahap pelaksanaan
4.9.3 Tahap Pelaksanaan
4.9.3.1 Penjelasan tujuan penelitian pada responden
4.9.3.2 Menyampaikan informed consent pada responden
4.9.3.3 Observasi penelitian dengan responden
4.9.3.4 Pengolahan dan melakukan analisa data
4.9.3.5 Penyusunan laporan penelitian
4.9.3.6 Sidang hasil penelitian
27
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini tentang Hubungan lokasi pemasangan infus dengan kejadian
flebitis di ruang rawat inap yaitu bedah, neurologi, interne, anak, VIP RSUD Solok
yang dilaksanakan pada tanggal 30 November sampai 3 Desember 2010. Hasil
penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Data Geografi
Rumah Sakit Umum Solok ini berbatasan dengan:
a. Di sebelah utara : Perumahan Masyarakat
b. Di sebelah Selatan : Komplek PLN
c. Di sebelah Barat : Komplek PLN
d. Di sebelah Timur : Jalan Raya By Pass
5.1.2 Karakteristik Responden
5.1.2.1 Umur Responden
Kecendrungan distribusi frekuensi umur responden dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
28
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kelompok Umur Di Ruang Rawat Inap
RSUD Solok Tahun 2010
Umur f %
13 – 19 tahun
20 – 29 tahun
30 - 39 tahun
40 – 50 tahun
> 50 tahun
6
11
12
11
10
12
22
24
22
20
Jumlah 50 100
Dari tabel 5.1 dapat dilihat kurang dari sebagian (24%) responden berada
pada rentang umur 30 – 39 tahun.
5.1.2.2. Jenis Kelamin Responden
Kecendrungan distribusi frekuensi jenis kelamin responden dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin Di Ruang Rawat Inap
RSUD Solok Tahun 2010
Dari tabel 5.2 dapat dilihat lebih dari sebagian (56%) responden berjenis
kelamin perempuan.
Jenis Kelamin f %
Perempuan
Laki-laki
28
22
56
44
Jumlah 50 100
29
5.1.3 Analisa Univariat
5.1.3.1 Lokasi pemasangan infus di Ruang Rawat Inap RSUD Solok tahun 2010
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lokasi Pemasangan infus di Ruang
Rawat Inap RSUD Solok Tahun 2010
Lokasi Pemasangan infus
f %
Vena Sevalika
Vena Basilika
32
18
64
36
Jumlah 50 100
Dari tabel 5.3 dapat dilihat lebih dari sebagian (64%) responden lokasi
pemasangan infus di vena sevalika.
5.1.3.2 Kejadian flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Solok tahun 2010
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kejadian Flebitis di Ruang Rawat Inap
RSUD Solok Tahun 2010
Kejadian Flebitis f %
Tidak terjadi
Terjadi
29
21
48
42
Jumlah 50 100
Dari tabel 5.4 dapat dilihat kurang dari sebagian (48 %) responden tidak
mengalami flebitis.
30
5.1.4 Analisa Bivariat
Hubungan Lokasi Pemasangan Infus Dengan Kejadian Flebitis di Ruang
Rawat Inap RSUD Solok Tahun 2010
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Hubungan Lokasi Pemasangan Infus
dengan Kejadian Flebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Solok Tahun 2010
Kejadian Flebitis
Total
Lokasi Pemasangan
Infus Terjadi Tidak terjadi
f % f % f %
Vena sevalika 18 56,25 14 43,75 32 100
Vena basilika 3 16,7 15 83,3 18 100
Jumlah 21 42 29 58 50 100
X2 hitung 7,5 OR = 6,42
Dari penelitian yang dilakukan, ternyata dari 32 responden yang lokasi
pemasangan infus di vena sevalika sebanyak 18 (56,25%) responden yang terjadi
flebitis, sedangkan dari 18 responden yang lokasi pemasangan infus di vena basilika
terdapat 15 (83,3 %) responden yang tidak terjadi flebitis.
Dari hasil analisis bivariat tentang hubungan lokasi pemasangan infus dengan
kejadian flebitis di ruang rawat inap RSUD Solok tahun 2010. Bila dilihat perbandingan
X2 tabel (3,841) dengan X2 hitung (7,5) artinya (X2 hitung > X2 tabel). Secara statistik
adanya hubungan antara lokasi pemasangan infus dengan kejadian flebitis. Dengan
Odds Ration (6,42) artinya responden yang lokasi pemasangan infus vena sevalika 6,42
31
kali lebih besar akan terjadi flebitis dibandingkan dengan responden yang lokasi
pemasangan infus vena basilika.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Hubungan Lokasi Pemasangan Infus Dengan Kejadian Flebitis di Ruang
Rawat Inap RSUD Solok Tahun 2010
Menurut pendapat Brunet & Suddarth (2002:290) menjelaskan bahwa flebitis
merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Kondisi
ini dikarakteristikan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah
insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area insensi atau
sepanjang vena, dan pembengkakan. Insiden flebitis meningkat sesuai dengan lokasi
kanula dimasukan , pemasangan jalur intravena yang tidak sesuai, dan masuknya
mikroorganisme saat penusukan.
Kenyataan yang ditemukan di lapangan dari 32 orang yang lokasi pemasangan
infus di vena sevalika terdapat 56,25 % mengalami flebitis, hal ini disebabkan karena
pada umumnya responden lama pemasangan infusnya dan sering menggerakan tangan
yang terpasang infus, dan kurang kebersihan dari lokasi pemasangan infus dan juga
disebabkan karena kurangnya informasi dari petugas tentang apa yang harus dilakukan
pada pasien dengan pemasangan infus.
32
Kejadian Flebitis
Total
Lokasi Pemasangan Infus Terjadi Tidak terjadi
f % f % f %
Vena sevalika 18 56,25 14 43,75 32 100
Vena basilika 3 16,7 15 83,3 18 100
Jumlah 21 42 29 58 50 100
X2 hitung 7,5 OR = 6,42
Nilai Ekspansi (E) = Sub total baris x sub total kolom
Grand total
= 1,6 + 1,1 + 2,8 + 2
X2= 7,5
33
34
BAB VII
P E N U T U P
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dengan 50
responden yaitu pasien yang pasang infus di ruang rawat inap Interne, Anak, Bedah,
Neuro dan VIP RSUD Solok tahun 2010, dapat ditarik kesimpulan:
1. Lebih dari sebagian (64 %) lokasi pemasangan infus responden di vena sevalika
di ruang rawat inap RSUD Solok tahun 2010
2. Kurang dari sebagian (48 %) responden yang terpasang infus di ruang rawat inap
RSUD Solok tahun 2010 mengalami flebitis
3. Ada hubungan antara lokasi pemasangan infus dengan kejadian flebitis di ruang
rawat inap RSUD Solok tahun 2010
7.2 Saran
Untuk mengurangi kejadian flebitis di ruang rawat inap RSUD Solok tahun
2010, peneliti menyarankan :
1. Bagi Institusi tempat penelitian
Di harapkan dapat sebagai masukan bagi tenaga kesehatan di RSUD Solok dalam
memberikan asuhan keperawatan dalam mengaplikasikan pengetahuannya tentang
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya flebitis, serta rumah sakit dapat
flebitis.
35
2. Bagi bidang Keperawatan
Agar terus memotivasi pelaksanaan keperawatan untuk mengikuti pelatihan,
seminar khususnya tentang infeksi nosokomial sehingga angka kejadian flebitis
dapat ditekan serendah mungkin.
3. Bagi metodologi
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, agar penelitian
ini lebih bermakna perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel
yang lebih besar, waktu yang lebih terencana serta mengumpulan data dengan
teknik wawancara dan observasi sehingga data yang diperoleh akan lebih valid dan
akurat
36