90
BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pada dekade terakhir ini pengobatan gagal jantung mengalami banyak perubahan. Pengobatan tidak hanya bertujuan hanya meringankan gejala tetapi sudah mengarah pada mencegah timbulnya gejala gagal jantung serta mencegah progresivitas gagal jantung. Dengan demikian akan menurunkan angka kematian. Masalah gagal jantung tidak hanya menyangkut jantung itu sendiri tetapi reaksi atau tanggapan dari tubuh penderita akibat menurunnya fungsi jantung. Tanggapan dari tubuh antara lain menurunnya aliran darah tepi, tidak normalnya struktur dan fungsi otot rangka, perubahan fungsi paru, retensi air dan natrium. Aktivitas neuroendokrin dan sitokinin merupakan mata rantai untuk terjadinya gagal jantung yang akan mempengaruhi kondisi klinis dan prognosisnya. Jadi perhatian yang perlu pada penderita gagal jantung tidak hanya untuk 1

dekom kordis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dekom kordis

Citation preview

BAB I

BAB I

Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Pada dekade terakhir ini pengobatan gagal jantung mengalami banyak perubahan. Pengobatan tidak hanya bertujuan hanya meringankan gejala tetapi sudah mengarah pada mencegah timbulnya gejala gagal jantung serta mencegah progresivitas gagal jantung. Dengan demikian akan menurunkan angka kematian. Masalah gagal jantung tidak hanya menyangkut jantung itu sendiri tetapi reaksi atau tanggapan dari tubuh penderita akibat menurunnya fungsi jantung. Tanggapan dari tubuh antara lain menurunnya aliran darah tepi, tidak normalnya struktur dan fungsi otot rangka, perubahan fungsi paru, retensi air dan natrium. Aktivitas neuroendokrin dan sitokinin merupakan mata rantai untuk terjadinya gagal jantung yang akan mempengaruhi kondisi klinis dan prognosisnya. Jadi perhatian yang perlu pada penderita gagal jantung tidak hanya untuk meningkatkan daya guna jantung. pengeluaran garam dan air saja tetapi juga membatasi kerja atau pengaruh neuroendokrin dan sitokinin serta memperbaiki kondisi organ di luar jantung yang menjadi tidak normal. Pengobatan secara medis saat ini tujuannya adalah menurunkan semua atau sebagian gejala akibat gagalnya fungsi jantung agar hidup menjadi lebih lama. Pada beberapa penderita dengan menghilangkan penyebabnya akan menormalkan kembali fungsi jantung. Sebagian kecil penderita memerlukan transplantasi jantung. Penanganan gagal jantung sangat tergantung pada diagnosis yang tepat. Untuk mendapatkan diagnosis yang tepat diperlukan beberapa prasyarat yang menyangkut pengenalan yang tepat akan adanya gagal jantung, penilaian kondisi fisiologis yang abnormal, penyebab dasarnya dan penyakit lain yang menyertai. Jadi terdapat variasi yang luas dalam pengobatan gagal jantung.

Pengobatan gagal jantung beraneka ragam yaitu menyangkut tindakan umum, pengobatan farmakologis, penggunaan alat mekanik dan operasi. Akibat yang merugikan dan pengaruh timbal balik antara bentuk pengobatan dapat mengurangi optimalisasi pengobatan gagal jantung. Memburuknya kondisi klinis penderita baik secara episodik atau progresif memerlukan modifikasi cara pengobatan. Bahkan dikatakan tidak ada cara pengobatan yang sama untuk setiap penderita gagal jantung; semua disesuaikan dengan kondisi atau penyebabnya.1,2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAII.1 Definisi

Gagal jantung adalah suatu kondisi serius dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menit (cardiac output, curah jantung) tidak mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh.3

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara berlebihan.4

Gagal jantung merupakan suatu keadaan abnormalitas fungsi jantung bertanggung jawab atas ketidakmampuan jantung untuk memompa darah pada kecepatan sesuai dengan kebutuhan jaringan yang bermetabolisme dan/ atau hanya dapat melakukan nya dari volume diastolic ventrikel yang meningkat secara abnormal.3,4,5

II.2. Patofisiologi

Tubuh memiliki beberapa mekanisme kompensasi untuk mengatasi gagal jantung,yaitu :

1. Mekanisme respon darurat yang pertama berlaku untuk jangka pendek (beberapa menit sampai beberapa jam), yaitu reaksi Flight-or-flight. Reaksi terjadi akibat dari pelepasan adrenalin (epinefrin) dan noradrenalin (norepenefrin) dari kelenjar adrenal kedalam aliran darah ,noradrenalin juga dilepaskan dari syaraf.

Adrenalin dan noradrenalin merupakan system pertahanan tubuh yang pertama muncul setiap kali terjadi stres mendadak.Pada gadaljantung, adrenalin dan nonadrenalin menyebabkan jantung bekerja lebih keras,untuk membantu meningkatkan curah jantung dan mengatasi gangguan pompa jantung sampai derajat tertentu.curah jantung bisa kembali normal,tetapi biasanya disertai dengan meningkatnya denyut jantung dan bertabah kuatnya denyut jantung. Pada seseorang yang tidak mempunyai kelainan jantung dan memerlukan peningkatan fungsi jantung jangka pendek, respon seperti ini sangat menguntungkan, tetapi pada penderita gagal jantung kronis, respon ini bisa menyebabkan peningkatan kebutuhan jangka panjang terhadap system kardiovaskuler yang sebelumnya sudah mengalami kerusakan.Lama-lama peningkatan kebutuhan ini bisa menyebabkan menurunnya fungsi jantung.

2. Mekanisme perbaikan lainnya adalah penahan garam (natrium) oleh ginjal.

Penambahan air ini menyebabkan bertambahnya volume darah dalam sirkulasi dan pada awalnya memperbaiki kerja jantung. Salah satu akibat dari penimbuinan cairan ini adalah peregangan otot jantung karena bertambahnya volume darah.

Otot yang teregang berkontraksi lebih kuat, hal ini merupakan mekanisme jantung yang utama untuk meningkatkan kinerjanya dalam gagal jantung.Tetapi sejalan dengan memburuknya gagal jantung, kelebihan cairan akan dilepaskan dari sirkulasi dan berkumpul diberbagai bagian tubuh , menyebabkan pembengkakan ( edema ). Lokasi penimbunan cairan inim tergantung kepada banyaknya cairan di dalam tubuh dan pengaruh gaya gravitasi.Jika penderita berdiri, cairan akan terkumpul pada tungkai dan kaki. Jika penderita berbaring, cairan akan terkumpul pada punggung dan perut.

3. Mekanisme utama lainnya adalah pembesaran otot jantung ( hipertrofi).

Otot jantung yang membesar akan memiliki kekuatan yang lebih besar, tetapi pada akhirnya bisa terjadi kelainan fungsi dan menyebabkan semakin memburuknya gagal jantung. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron (system RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung.Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.

Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi

endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin.Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 40 %

penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.II.3 Penyebab Gagal Jantung

Dalam menilai pasien gagal jantung, penting unuk mengenali tidak saja penyebab yang mendasari penyakit jantung tetapi juga penyebab yang memicu timbulnya gagal jantung. Kelainan jantung akibat lesi bawaan atau didapat seperti stenosis katup aorta dapat menetap selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan gangguan klinis. Namun demikian, seringkali penampakan klinis gagal jantung muncul pertama kali selama kejadian beberapa gangguan akut yang memberikan beban tambahan pada miokard yang sudah mendapat beban berlebih dalam waktu lama.Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di Negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi.Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita.1. Penyakit jantung koronerPenyakit jantung koroner menurut Framingham dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.2. Infark miokard.

Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik kronik tetapi terkompensasi, selain tidak ada gejala klinis (tenang), kadamg-kadang infark baru yang terjadi dapat lebih mengganggu fungsi ventrikel dan memicu gagal jantung3. HipertensiHipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.4. KardiomiopatiKardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.5. Penyakit katup Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).

6. AritmiaAritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan. Pada pasien dengan penyakit jantung terkompensasi,aritmia merupakan penyebab pemicu gagal jantung yang paling sering.Aritmia menimbulkan efek yang mengganggu dengan sejumlah alasan yaitu:A) takitaritmia mengurangi waktu yang tersedia untuk pengisian.B) pemisahan yang terjadi antara kontraksi atrium dan ventrikel yang khas pada banyak aritmia menyebabkan hilangnya mekanisme pompa penguat atrium karena meningkatnya tekanan atrium.C) pada aritmia yang disertai dengan abnormalitas konduksi intraventrikel, kemampuan miokard dapat lebih tergaganggu karena hilangnya keslarasan kontraksi ventrikel yang normal.d)bradikardi yang nyata disertai blok atrioventrikel komplit atau bradiaritmia berat lainnya akan mengurangi curah jantung kecuali volume sekuncup meningkat.

7. AlkoholAlkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.8. Emboli paru.Pasien tidak aktif secara fisis dengan curah jantung rendah mempunyai resiko tinggimembentuk thrombus dalam vena dan tungkai bawah atau panggul.Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut tekanan arteri pulmonalis,yang sebaliknya dapat menyebabkan atau memperkuat kegagalan ventrikel. Dengan adanya bendungan pembuluh darah paru, emboli paru juga bisa menyebabkan infark paru.

9. Infeksi. Pasien dengan bendungan pembuluh darah paru juga lebih rentan terhadap infeksi paru; infeksi apapun dapat memicu terjadinya gagal jantung. Demam, takikardi, dan hipoksemia yang terjadi serta kebutuhan metabolic yang meningkat akan memberikan tambahan beban pada miokard yang sudah kelebihan beban meskipun masih terkompensasi pada pasien dengan penyakit jantung kronik.

10. Anemia.Pada keadaan anemia, kebutuhan oksigen jaringan yang melakukan metabolisme hanya dapat dipenuhi dengan meningkatkan curah jantung. Meskipun peningkatan curah jantung seperti ini dapat di pertahnkan oleh jantung normal, tetapi jantung yang sakit, kelebihan beban kecuali masih terkompensasi, tidak dapat meningkatkan volume darah yang cukup untuk di alirkan ke perifer.pada keadaan ini, kombinasi anemia dan penyakit jantung terkompensasi sebelumnya dapat menyebabkan penghantaran oksigen yang tidak memadai ke perifer dan memicu gagal jantung.

11. Tirotoksikosis dan kehamilan. Seperti pada anemia dan demam, pada tirotoksikosis dan kehamilan, perfusi jaringan yang memadaimembutuhkan peningkatan curah jantung.

12. Reumatik dan bentuk miokarditis lainnya. Demam rematik akut dan sejumlah proses infeksi atau peradangan lainnya mengenai miokard dapat mengganggu fungsi miokard pada pasien dengan atau tanpa penyakit jantung sebelumnya.

13. Endokarditis infektif.Kerusakan katup tambahan, anemia, demam, dan miokarditis yang sering kali muncul sebagai akibat endokarditis infektif dapat, sendiri atau bersama-sama, memicu gagal jantung.

14. Beban fisis, makanan, cairan, lingkungan dan emosional yang berlebihan. Penambahan asupan sodium, penghentian obat gagal jantung yang tidak tepat, transfusi darah, kegiatan fisis yang terlalu berat, kelembaban atau panas lingkungan yang berlebihan dan krisis emosional dapat memacu gagal jantung pada pasien dengan penyakit jantung yang sebelumnya masih dapat terkompensasi.

II.4 KlasifikasiBeberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut, klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan NYHA.Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:

Derajat I : tanpa gagal jantung

Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis

Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.

Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _ 90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit,

pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu:

Kelas I (A) : kering dan hangat (dry warm)

Kelas II (B) : basah dan hangat (wet warm)

Kelas III (L) : kering dan dingin (dry cold)

Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet cold)GAGAL JANTUNG CURAH TINGGI VERSUS CURAH RENDAH

Gagal jantung curah rendah yaitu pasien dengan gagal jantung menjadi curah rendah sedangkan gagal jantung curah tingi yaitu pasien dengan gagal jantung menjadi curah meningkat.gagal jantung curah rendah terjadi sekunder terhadap penyakit jantung iskemik, hipertensi, kardiomiopati dilatasi, penyakit katup dan perikard.gagal jantung curah tinggi terjadi pada pasien dengan gagal jantung dan hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula arteri venosa, beri-beri dan penyakit pagets.

Komponen fisiologik integral dari gagal jantung sisitolik adalah temuan bahwa jantung tidak menghantarkan kuantitas oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan yang bermetabolisme. Mekanisme yang bertangung jawab untuk perkembangan gagal jantung pada pasien yang curah jantungnya pada awalnya tinggi adalah kompleks dan tergantung pada proses penyakit yang mendasari.

GAGAL JANTUNG KRONIK VEERSUS AKUT

Prototip gagal jantung akut adalah pasien yang secara keseluruhan sehat sebelumnya, tetapi mendadak mengalami infeksi miokard besar atau rupture katup jantung. Gagal jantung secara khas diamati pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi atau penyakit jantung multiple yang berkembang secara lambat. Gagal jantung akut biasanya adalah sistolik, dan penurunan mendadak pada curah jantung sering menimbulkan hipotensi sistemik tanpa adanya edem perifer.Walaupun tamapk perbedaan yang mencolok dari manifestasi klinis antara gagal jantung kronis dan gagal jantung kronik tapi dalam kenyataannya tidak ada perbedaan yang mendasar antara gagal jantung bentuk akut dan bentuk kronis.

GAGAL JANTUNG KIRI VERSUS KANAN

Ventrikel kiri secar mekanis mengalami kelebihan beban ( misalnya stenosis aorta ) atau melemah ( misalnya sesudah infark miokard ) mengalami dispnea, ortopnea sebagai akibat dari kongesti paru, keaadan yang dirujuk sebagai gagal jantung kiri. II.5 Manifestasi klinis

NYERI Pada saat otot tidak mendapat suplai darah dalam jumlah yang cukup(Iskemia), kekurangan oksigen dan sisa-sisa metabolisme dalam jumlah banyak akan menyebabkan kram. Bila otot jantung tidak mendapat cukup darah, akan terjadi angina, rasa ketat atau seperti diperas di dada. Tingkat dan jenis nyeri atau rasa tidak nyaman ini akan berbeda pada setiap orang.

Pericarditis, kondisi inflamasi atau perlukaan di kantung yang membungkus jantung akan menimbulkan nyeri, yang bertambah hebat pada saat penderita berbaring dan berkurang pada posisi duduk dan membungkuk ke depan. Aktivitas berlebihan tidak menambah nyeri. Menarik atau menghembuskan nafas bisa menambah atau mengurangi nyeri tergantung terjadi atau tidaknya pleuritis (inflamasi membran yang menyellimuti paru-paru).

Bila arteri robek atau ruptur, seseorang akan merasakan nyeri hebat yang datang dan pergi secara cepat. Nyeri ini tidak dipengaruhi aktivitas fisik. Kadang-kadang arteri-arteru yang lebih besar terutama aorta akan mengalami kerusakan.

SESAK NAPAS

Sesak napas merupakan gejala umum gagal jantung. Hal ini terjadi karena masuknya cairan ke dalam ruang udara di paru-paru, yang disebut kongesti paru atau edema paru.

Pada tahap awal sesak biasanya timbul pada saat aktivitas fisik yang berat. Bersamaan bertambah beratnya penyakit sesak akan timbul pada aktivitas yang semakin ringan sampai akhirnya tidak hilang pada saat istirahat.

Sesak napas akan lebih berat pada posisi berbaring dan berkurang bila penderita duduk. Nocturnal dyspnea adalah sesak yang timbul pada saat penderita tidur malam hari.

RASA PENAT

Bila jantung tidak memompa secara efisien, aliran darah ke otot tidak mencukupi kebutuhan. Pada saat berolahraga kondisi ini mengakibatkan penderita merasa lemas dan letih. Gejala ini biasanya tidak terlalu diperhatikan, dan diatasi dengan mengurangi aktivitas atau dianggap sebagai akibat penuaan.

JANTUNG BERDEBAR

Dalam keadaan normal, orang tidak memperhatikan denyut jantungnya. Tapi pada keadaan-keadaan tertentu denyut ini dapat dirasakan, misalnya pada orang sehat yang berolahraga berat atau menghadapi kondisi emosional tertentu. Denyut jantung dapat dirasakan kuat, cepat atau iramanya tidak beraturan.

Dokter akan memeriksa keluhan ini dengan meraba nadi dan mendengarkan denyut jantung menggunakan stetoskop.

Jantung berdebar diikuti keluhan lain seperti sesak napas, nyeri, rasa lemas dan penat atau kehilangan kesadaran, biasanya disebabkan irama jantung yang abnormal atau penyakit serius lainnya.

PUSING DAN KEHILANGAN KESADARAN

Aliran darah yang tidak adekuat akibat gangguan denyut atau irama jantung, atau akibat jeleknya daya pompa jantung dapat berakibat pusing atau kehilangan kesadaran. Tapi gejala ini juga bisa timbul oleh penyebab lain seperti penyakit-penyakit otak dan spinal cord, terlalu lama berdiri, nyeri yang hebat atau emosi yang kuat.II.6 Penegakan Diagnosis

Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema tungkai.Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes

fungsi paru.Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria.Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring.Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati.Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml.2.

Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding.Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure.II.7 PenatalaksanaanTujuan pengobatan gagal jantung.

Tujuan pengobatan gagal jantung adalah untuk mencegah gangguan fungsi jantung dan progresivitas lebih lanjut, memperbaiki kualitas hidup penderita gagal jantung serta, mempertahankan hidup lebih lama.

Banyak penyebab yang merusak otot jantung. Penyebab tersebut dapat diobati/dicegah untuk mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Misalnya pengobatan infark jantung, hipertensi, beberapa penyakit jantung yang spesifik, mencegah infark berulang, mengurangi atau mengubah faktor risiko guna mencegah terjadinya penyakit jantung koroner dan tidak terlambat memperbaiki atau mengganti katup jantung yang terganggu. Apabila telah terjadi gangguan fungsi jantung maka sasaran utama adalah menghilangkan penyakit dasarnya bila memungkinkan seperti meniadakan penyebab iskemia, menghindari bahan toksik, alkohol, obat tertentu dan penyakit kelenjar tiroid Sasaran berikutnya adalah pengobatan secara mutakhir untuk mencegah gangguan fungsi jantung yang belum memperlihatkan gejala.Penanganan gagal jantung menahun

Pengobatan gagal jantung menahun dengan gangguan fungsi sistolik (systolic cardiac dysfunction) dimulai dengan langkah-langkah umum, pengobatan farmakologi, penggunaan alat mekanik dan operasi. Penanganannya mencakup dua hal utama yaitu: Petunjuk umum dan langkah-langkah umum.

Penatalaksanaan gagal jantung pada kelompok lain seperti penatalaksanaan gagal jantung usia lanjut atau gagal jantung karena gangguan fungsi diastolik mempunyai petunjuk tersendiri. Selain itu untuk pengobatan gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik merupakan topik tersendiri yang tidak dibahas disini.

Petunjuk umum

1.Memberitahu penderita dan keluarganya untuk mewaspadai kemungkinan gagal jantung seperti berat badan yang bertambah, sesak napas, cepat lelah, kaki bengkak dan sebagainya. Berat badan yang tiba-tiba meningkat lebih dari 2 kg dalam 1- 3 hari harus menjadi perhatian utama.

2.Aktivitas sosial dan pekerjaan

Penderita tidak perlu diisolasi tetapi Ia harus menghindari aktivitas sosialnya. Kalau dapat penderita tetap pada pekerjaannya sehari-hari tetapi harus menyesuaikan diri dengan kapasitas fisiknya.

3.Perjalanan

Penderita diberi petunjuk bila melakukan perjalanan udara, berada di tempat yang tinggi, daerah dengan suhu yang tinggi dan lembab. Untuk jarak dekat hindarkan transportasi melalui udara. Pada penerbangan yang lama dapat timbul dehidrasi, edema kaki, dan dapat terjadi trombosis vena terutama pada gagal jantung yang berat(NYHA III dan IV). Untuk penderita gagal jantung berat yang terpaksa harus melakukan perjalanan udara dianjurkan untuk minum yang cukup, dan sedikit mobilitas dalam perjalanan. Semua penderita gagal jantung harus diberitahu akibat dan perubahan diet selama perjalanan, keseimbangan minum dan pengeluaran cairan tubuh serta pemakaian diuretik.

4.Vaksinasi

Sebaiknya semua penderita gagal jantung harus diberitahu untuk vaksinasi terhadap influenza dan penyakit yang disebabkan oleh Pneumococcus.

5.Kontrasepsi

Pada penderita gagal jantung lanjut risiko kesakitan dan kematian ibu adalah tinggi. Kehamilan harus dihindari sekalipun gagal jantungnya masih ringan. Kontrasepsi hormonal yang aman dapat dipakai . Dosis rendah estrogen dan generasi ke-3 derivat progesteron risikonya kecil untuk terjadi trombogenesis dan hipertensi. Alat kontrasepsi intra-uterin merupakan pilihan terbaik kecuali pada gagal jantung karena gangguan katup di mana infeksi dan atau pengobatan koagulan dapat menimbulkan masalah. Data-data mendukung kuat bahwa terapi hormon pengganti pada perempuan menopause akan mengurangi kelainan koroner. Gagal jantung memang lebih banyak terdapat pada perempuan usia lanjut.4,5

Langkah-langkah umum

1. Diet

Tujuan utama diet adalah mengurangi kegemukan dan pembatasan penggunaan garam. Pada gagal jantung ringan sedikit penggunaan garam dapat dipertimbangkan. Minum/pemakaian cairan perlu dibatasi 1 - 1,5 liter dalam 24 jam pada gagal jantung berat yang bersamaan atau tanpa hiponatremia kecuali pada iklim panas.

2. Merokok

Menokok memang dilarang pada semua penderita gagal jantung.

3. Alkohol

Apabila ada dugaaan miokardiopatia karena alkohol maka alkohol harus dilarang. Pada semua penderita tidak boleh minum alkohol lebih dari 40 g/hari untuk laki-laki dan pada perempuan 30 g/hari.

4. Olah raga

Akibat gagal jantung akan terjadi perubahan dalam metabolisme otot. Aktivitas yang dianjurkan adalah yang ringan seperti jalan kaki. Hindari olah raga isometrik (seperti angkat berat, push up dan sebagainya). Dianjurkan aktivitas aerobik yang dinamik seperti jalan 3 5 kali selama 20 30 menit dalam satu minggu atau naik sepeda selama 20 mnenit lima kali seminggu dengan perhitungan denyut jantung tidak melebihi 70 80% denyut jantung maksimal yang diperbolehkan.

5. Istirahat

Tidak diharuskan untuk penderita gagal jantung menahun yang stabil. Pada penderita gagal jantung akut atau kambuh secara akut maka istirahat merupakan keharusan.4-6

Pengobatan farmakologi

Diuretik perlu untuk pengobatan gagal jantunig disertai timbunan cairan dengan manifestasi bendungan pada paru atau edema perifer. Pemberian diuretik harus dikombinasi dengan penghambat ACE. Apabila memungkinkan loop diuretic (furosemid, bumetanid, asam etakrinat); tiazid (hidnokiorotiazid) dan metolazon digunakan pada berbagai tingkat gagal jantung. Pada gagal jantung sedang dapat dipakai tiazid tetapi pada gagal jantung yang memburuk diperlukan loop diuretic. Tiazid kurang efektif kalau filtrasi glomerulus kurang baik atau di bawah 30 ml/menit, seperti pada gagal jantung usia lanjut. Pada gagal jantung berat tiazid dikombinasi dengan loop diuretic yang kerjanya sinergik. Jangan menaikkan dosis loop diuretic karena akan berakibat buruk. Metolazon merupakan diuretik yang kuat dan dipakai sebagai usaha terakhir dan dikombinasi dengan diuretik lain.

Diuretik potassium-sparing

Hampir semua penderita gagal jantung diberi diuretik yang dikombinasi dengan penghambat ACE Diuretik potassium-sparing (spironolakton, triamteren, amilorid) pada umumnya tidak dipakai dalam kombinasi dengan penghambat ACE. Namun pada penelitian akhir-akhir ini dengan dosis rendah spironolakton, kurang dari 50 mg/hari, dapat dikombinasi dengan penghambat ACE dan loop diuretic. Kombinasi tersebut tidak menimbulkan hiperkalemia, sehingga aman pada gagal jantung. Apabila tetap terjadi hipokalemia dengan atau tanpa penghambat ACE, maka diuretik potassiumsparing tetap diberikan untuk mencegah atau menghilangkan pengaruh diuretik yang membuat hipokalemia. Perlu diingatkan bahwa penambahan kalium peroral adalah kurang efektif untuk mempertahankan kadar kalium darah selama pengobatan dengan diuretik.4

Kalau penderita tidak mendapat penghambat ACE, diuretik potassium -sparing dapat dipakai untuk mencegah hipokalemia karena kerjanya sinergik dengan loop diuretic. Kombinasi diuretik, penghambat ACE dan diuretik potassium-sparing sering dipakai untuk mengatasi hipokalemia yang lama. Pada gagal jantung yang berat penambahan dosis rendah diuretik potassium-sparing pada penghambat ACE tetap bermanfaat sekalipun tidak ada hipokalemia. Apabila diuretik potassium-Sparing dipakai untuk penderita gagal jantung maka kreatinin dan kalium darah perlu sering diperiksa. Dalam praktek perlu diperiksa kadar kreatinin dan kalium tiap 5 - 7 hari sekali. Apabila keadaan stabil dipantau setiap 3 bulan dan akhirnya tiap 6 bulan. Hindari diuretik potassiumsparing dosis tinggi. Efek samping loop diuretic adalah hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperurikemia, intoleransi glukosa, meningkatnya LDL kolesterol dan gangguan asam basa. Efek samping amilorid, suatu diuretik potassium sparing, adalah hiperkalemia dan bintikbintik merah pada kulit. Efek samping spironolakton adalah ginekomasti.4-7

Penghambat angiotensin-converting enzime (ACE)

Penghambat ACE dipakai untuk semua tingkat gagal jantung terlepas dari ada atau tidak ada volume overload. Semua penderita gagal jantung yang diberi diuretik harus dipertimbangkan untuk diberi juga penghambat ACE. Penghambat ACE harus menjadi pilihan pertama pada gagal jantung dengan penurunan ejection fraction ventrikel kiri yang disertai dengan keluhan lemah, sedikit sesak napas pada aktivitas ringan sekalipun belum ada tanda-tanda overload. Penderita yang belum memperlihatkan gejala baik yang masih pada fase sedang sampai berat gangguan fungsi sistolikik ventrikel kiri, penghambat ACE sangat bermanfaat untuk jangka waktu yang lama. Penelitian menunjukan pemberian penghambat ACE pada gangguan fungsi ventrikel kiri dan sedang sampai berat dengan ejection fraction kurang dari 35%, keluhannya akan berkurang bahkan hilang gejalanya.8 Angka kematiannya menurun dan tidak perlu dirawat. Hasilnya lebih baik untuk kelangsungan hidup dibandingkan dengan kombinasi hidralasin dan nitrat. Demikian pula hasilnya lebih baik pada gagal jantung yang disebabkan infark jantung dan menekan angka kematian. Kondisi penderita menjadi lebih baik, kapasitas aktivitas bertambah, rnengurangi kekambuhan infark jantung dan gangguan unstable angina berkurang. Namun ada pengaruh buruk dan penghambat ACE yaitu hipotensi, sinkop, gangguan fungsi ginjal. hiperkalemia dan angioedema (otolaryngeal) .8-10

Walaupun tidak mudah untuk membedakan batuk karena penghambat ACE dan batuk kanena bendungan pada paru, keluhan batuk tersebut mendorong orang sekitar 10 15% untuk menghentikan pemberian penghambat ACE. Gangguan lain dari penghambat ACE adalah timbulnya bintik merah pada kulit dan gangguan selera. Perlu diingat bahwa gangguan ginjal dengan kreatinin serum kurang dari 3 mg/dl atau 265 umol/1 dan tekanan danah sistolik kurang dari 90 mmHg bukan merupakan kontraindikasi untuk penggunaan penghambat ACE. Hampir semua penderita seperti ini kreatinin serumnya tetap stabil bahkan menurun seperti sebelum diberi penghambat ACE. Perlu diingat bahwa sekalipun terjadi perbaikan pada gagal jantung namun bila kreatinin serumnya meningkat maka angka kematian akan menjadi lebih tinggi.8Risiko hipotensi dan gangguan fungsi ginjal pada umumnya meningkat pada penderita gagal jantung yang diberi diuretik dosis tinggi, pada usia lanjut, penderita yang sudah ada gangguan fungsi ginjal dan hiponatremia, sedangkan peningkatan kalium serum hanya kecil (0,2 mmnol/l). Adanya hipernkalemia ringan bnkan merupakan kontraindikasi penggunaan penghambat ACE. Apabila kalium serum lebih dari 5,5 mmol/l maka merupakan kontraindikasi pernakaian penghambat ACE. Diuretik potassiumsparing seperti spironolakton dan sebagainya harus dihentikan lebih dahulu sebelum pemberian penghambat ACE. Kontraindikasi mutlak pemberian penghambat ACE, adalah stenosis kedua arteri renalis dan angioedema. Informasi dari penderita bahwa ia selalu batuk kalau menggunakan penghambat ACE merupakan kontraindikasi relatif, tetapi harus dipastikan dulu bahwa penderita tidak ada bendungan pada paru.

Sebelum dimulai pemakaian penghambat ACE perlu diperhatikan hal sebagai berikut

1. Hindari pemberian diuretik yang terlalu lama. Hentikan dulu pemberian diuretik selama 24 jam.

2. Penghambat ACE diberikan pada sore atau malam hari atau akan tidur untuk menghindari pengaruh buruk pada tekanan darah.

3. Apabila diberi pagi/siang hari maka perlu dipantau tekanan darahnya. Mulailah pemakaian penghambat ACE dengan dosis rendah. Selanjutnya dosis disesuaikan dengan keadaan dan jenis penghambat ACE.

4. Fungsi ginjal/elektrolit harus selalu dipantau setiap 3 - 5 hari sampai keadaan stabil, selanjutnya periksa ulang setiap 3 bulan, lalu tiap 6 bulan. Apabila fungsi ginjal memburuk hentikan penghambat ACE.

5. Pada permulaan pemakaian penghambat ACE, hentikan dahulu diuretik potassium-sparing. Pemberian diuretik potassium-sparing hanya bila terjadi hipokalemia yang menetap.

6. Hindari obat anti radang nonsteroid.

7. Periksa tekanan darah setiap menaikkan dosis.8,9Dosis penghambat ACE

Pfeffer et al9 menganjurkan untuk penderita infark jantung dengan atau tanpa gagal jantung diberi kaptopnil dengan dosis target 50 mg tiga kali sehari ramipril 5 mg dua kali sehari dan trandolapril 4 mg/hari. Peneliti lain memakai enalapril dengan dosis target 10 mg dua kali sehari dengan dosis rata-rata 16,6 mg/hari.10 Cohn et al11 memberikan enalapril dosis target 10 mg dua kali sehari dengan dosis rata-rata 15,6 mg/hari.

Dosis dari pabriknya untuk penghambat ACE jenis lain adalah sebagai berikut:

-Benazepril, dosis permulaan 6,25 mg dengan dosis pemeliharaan 5-10 mg dua kali sehari.

-Kaptopril dosis permulaaan 6,25 mg 3 kali sehari dengan dosis pemeliharaan 25-50 mg 3 kali sehari.

-Enalapril, dosis permulaan 2,5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 10 mg 2 kali sehari.

-Lisinopril, dosis permulaan 2,5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 5 - 10 mg/hari.

-Quanapril, dosis permulaan 2,5 - 5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 5-10 mg 2 kali sehari.

-Perindopril, dosis permulaan 2 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 4 mg/hari.

-Ramipril, dosis permulaan 1,25-2,5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 2,5-5 mg 2 kali sehari.

Harus hati-hati pada penderita dengan tekanan darah sistolik yang rendah (100 mmHg). Pada penderita dengan tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg namun tidak ada keluhan, penghambat ACE dapat dipertahankan.

Pemantauan fungsi ginjal dilakukan sbb:

1.Fungsi ginjal diperiksa sebelum diberi obat, 3-5 hari berikutnya, bulan ke-3 dan setiap 6 bulan.

2.Apabila pemberian penghambat ACE disertai dengan obat yang mempengaruhi fungsi ginjal seperti diuretik, prostaglandin dan vasodilator lain.

3.Pada penderita yang sebelum diberi penghambat ACE memang sudah ada gangguan fungsi ginjal atau gangguan eiektrolit.8,10Glikosid jantung (cardiac glycosides)

Digoksin dan digitoksin adalah obat yang paling sering dipakai. Keduanya mempunyai pengaruh farmakodinamik yang sama, tetapi berbeda farmakokinetiknya. Digoksin keluar melalui ginjal sedangkan digitoksin dimetabolisme di hati sehingga tidak tergantung pada fungsi ginjal. Oleh karena itu digitoksin dapat dipakai pada gangguan fungsi ginjal dan pada penderita usia lanjut.

Apabila kadar dalam plasma normal, jarang terjadi intoksikasi glikosid. Glikosid merupakan indikasi yang khusus pada denyut jantung cepat seperti pada atrium fibrilasi dan pada semua tingkat gagal jantung karena gangguan fungsi sistolik (systolic disfunction). Pada gagal jantung yang belum memperlihatkan gejala dan atrium fibrilasi, glikosid dipakai untuk mengontrol denyut jantung sekalipun masih belum dapat dipastikan lebih unggul dibandingkan dengan verapamil, diltiazem atau -blocker. Pemberian glikosid disertai diuretik dan penghambat ACE bermanfaat untuk memperbaiki gagal jantung NYHA III dan IV, gangguan fungsi sistolik dengan irama sinus dan diteruskan apabila ada perbaikan.12 Sebaliknya glikosid dapat meningkatkan angka kematian karena aritmia yang ditimbulkannya. Jangan menggunakan glikosid karena merupakan kontraindikasi pada bradikardia, AV block derajat II-III, sick sinus syndrome (SSS), wolf-parkinson white (WPW), hypertropic ostium cardio myopathy (HOCM), hipokalemia dan hiperkalsemia. Dosis glikosid untuk setiap penderita dengan atrium fibrilasi tergantung pada irama ventrikel, sedangkan penderita dengan irama sinus harus selalu dipantau kadarnya dalam darah, apalagi kalau sebelum pemberian glikosid tidak diketahui kondisi sebenarnya. 12,13

Digoksin

Dosis oral sehari biasanya 0,25-0,375 mg apabila kreatinin serum normal dengan catatan pada orang tua diberikan dosis 0,0625-0,125 mg dan boleh sampai 0,25 mg. Pada penderita yang sudah sakit menahun tidak diperlukan loading dose. Mulai saja dengan 0,25 mg 2 kali sehari untuk 2 hari. Fungsi ginjal dan kadar kalium darah harus selalu diperiksa sebelum pengobatan dimulai. Apabila ada gagal ginjal maka dosis digoksin perlu dikurangi sesuai dengan keadaan. Karena digoxin clearance dan creatinin clearance hampir sama maka dapat dibuat formula sebagal berikut Creatinin clearance = (140 - umur) X bb (kg)/72 X kreatinin serum (mg/100 ml). Pemeriksaan digoksin serum perlu dikerjakan pada orang usia lanjut, pada penderita yang dicurigai kelebihan dosis dan pada penderita yang juga diberi obat lain yang berpengaruh pada pemberian digoksin seperti amiodaron, quinidin, verapamil dan penderita yang atrium fibrilasinya tidak dapat diatasi.14Digitoksin

Pemberian peroral perhari adalah 0,07 - 0, 1 mg boleh diberikan loading dose 0,3 mg/hari selama 3 hari. Apabila fungsi hatinya normal maka dosis perhari tidak perlu dikurangi. Digitoksin tidak berinteraksi dengan verapamil, amiodaron atau quinidin. 14

Vasodilator

Penggunaan vasodilator hanya sebagai obat tambahan saja dalam pengobatan gagal jantung menahun. Kombinasi hidralasin dan isorbid dinitrat sebagai pengobatan alternatif apabila ada kontraindikasi dan tidak ada toleransi terhadap penghambat ACE. Dosis harian hidralasin adalah 300 mg, kombinasi dengan isorbiddinitrat 160 mg yang diberikan bersama-sama dengan glikosid dan diuretik,11 tetapi nitrat dapat diberikan tersendir tanpa kombinasi. Perlu dikombinasi pada hidralasin apabila ada gejala angina. Pemberian nitrat tiap 4 - 6 jam lebih baik dari pada tiap 8 - 12 jam. 16Kalsium antagonis

Tidak dianjurkan untuk penderita gagal jantung karena gangguan fungsi sistolik. Generasi ke-2 kalsium antagonis tipe dihidropiridin masih dianjurkan untuk pengobatan gagal jantung yang bersamaan dengan hipertensi atau angina. Namun tetap tidak dianjurkan untuk gagal jantung dengan gangguan fungsi sistolik. 11,15,16

adrenaceptor antagonis

1-adrenergic blocker selektif seperti metaprolol bermanfaat pada penderita dengan dilated cardiomyopathy dan pada gagal jantung tertentu. Penggunaan bisoprolol pada ischaemic dampak vasodilatasi seperti carvedilol bermanfaat pada ischaemic dan dilated cardiomyopathy.

Carvedilol merupakan non selective - blocker dan 1 blocker yang berfungsi juga sebagai antioksidan. Dapat digunakan pada gagal jantung ringan, sedang maupun berat. Metaprolol dosis permulaan yang dianjurkan adalah 5 mg/hari, dinaikkan tiap minggu 5 mg sampai mencapai 150 mg kalau diperlukan. Bisoprolol dosis permulaan 1,25 mg/hari, dinaikkan 1,25 mg tiap minggu hingga mencapai dosis 10 mg/hari bila diperlukan. Caverdilol dosis permulaan 3,125 mg/hari, dinaikkan 1,125 mg tiap minggu sehingga mencapai dosis 50 mg/hari.

Penjelasan mengapa dipakai -blocker adalah bahwa obat tersebut dapat mengurangi tonus simpatik, mengurangi denyut jantung, memperpanjang periode diastolik dan mungkin pula mengatur sistem reseptor dan -adrenergik. Namun penggunaan -blocker tetap harus hati-hati karena sulit untuk memperkirakan mana yang perlu -blocker dan mana yang tidak boleh. Penderita dengan takikardia menjadi nominasi penggunaan -blocker. Perlu diketahui bahwa semua -blocker membuat depresi otot jantung dan hal ini dapat mempercepat terjadinya gagal jantung. Selain itu ia dapat mencetuskan asma yang mungkin sudah ada dan dapat menyebabkan vasokonstriksi penifer. 17-19

Dopaminergik

Dopaminergik agonis yang digunakan secara oral adalah ibopamin. Pada gagal jantung yang ringan dan sedang ibopamin tidak lebih baik dari digoksin. Masih belum cukup data untuk mendukung penggunaan obat ini. Bahkan penelitian dari obat ini terhadap gagal jantung tidak diteruskan sebab angka kematiannya tinggi selama penelitian.20Obat inotropik positif

Obat ini antara lain -agonis dan penghambat AMP siklik-fosfodiesterase. Kecuali glikosid maka obat yang mempunyai sifat inotropik positif yang tersedia hanya untuk pemberian parenteral. Dapat diberikan pada gagal jantung yang mengalami eksaserbasi akut. Kebanyakan diberikan pada penderita gagal jantung fase akhir yang dipertahankan sambil menunggu giliran untuk transplantasi jantung. Obat -agonis yang ada yaitu dopamin yang mempunyai efek predominan - 1 sedangkan -2 nya kurang dominan. Dopeksamin -2 nya yang dominan dan -1 kurang dominan. Dobutamin mempunyai aktivitas -adrenergik, sedangkan dopeksamin mempunyai aktivitas dopaminergik. Aktivitas perbaikannya relatif singkat karena sesudah beberapa hari terjadi toleransi sebagai akibat berkurangnya reseptor . Pada gagal jantung yang berat pemberian dobutamin menaikkan angka kematian walaupun pada permulaan memperlihatkan perbaikan hemodinamik. 20,21

Penghambat AMP siklik-fosfodiesterase

Obat tersebut dengan predominan fosfodiestenase akan meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan menyebabkan vasodilatasi. Pemberiannya parenteral. Memperbaiki hemodinamik dalam jangka pendek dan bermanfaat untuk gagal jantung yang mendadak kambuh. Untuk hipotensi sistolik obat ini dikombinasi dengan -adrenergik. Pada penderita dalam daftar tunggu untuk transplantasi jantung dan untuk mempertahankan kelangsungan hidup? obat ini dapat diberikan terus-menerus atau boleh juga secara intermiten. 20,21

Antikoagulan

Aspirin merupakan obat yang paling banyak dipakai terutama pada penyakit jantung koroner, tetapi pemberian aspirin jangka panjang tidak menurunkan angka kematian. Aspirin berinteraksi dengan penghambat ACE. Antikoagulan yang diberi secara oral akan mengurangi risiko emboli sistemik pada gagal jantung. Obat oral ini sangat dianjurkan untuk penderita gagal jantung dengan atrium fibrilasi. Untuk penderita dengan riwayat emboli sistemik, emboli paru dan trombus dalam rongga jantung harus diberikan antikoagulan. Antikoagulan oral juga dianjurkan untuk penderita gagal jantung dengan jantung yang besar dengan ejection fraction rendah atau kalau ada aneursma ventrikel. Heparin yang diberi secara subkutan digunakan sebagai profilaksis untuk trombosis vena profunda dengan gagal jantung untuk jangka waktu yang singkat. Banyak derivat heparin subkutan ini yang dapat digunakan untuk jangka panjang. Untuk penderita gagal jantung kongestif yang diberi diuretik secara agresif atau penderita yang imobilisasi maka perlu diberikan heparin sebagai pencegahan.22Antiaritmia

KelasI A : Quanidin, disopiramid, prokainamid dan sebagainya.

I B : Lidokain, meksiletin, tokanid, dan sebagainya.

I C :Ajmalin, lorkainid, fekainid, enkainid propafenon, apridin.

Kelas II: -blocker (propanolol).

Kelas III: Amiodaron, britilium.

Kelas IV: Verapamil, diltiazem, dan sebagainya.

Obat yang tidak dimasukan dalam kelas antiaritmia tetapi bekerja sebagai antiaritmia juga adalah digitalis.

Obat antiaritmia Kelas I harus dihindari penggunaannya pada gagal jantung karena mempunyai sifat proaritmia dan berpengaruh buruk pada hemodinamik. Amiodaron efektif untuk semua aritmia supraventrikel dan ventrikel. Obat tersebut akan mempertahankan irama sinus pada penderita gagal jantung, atrium fibrilasi, jantung dengan atrium yang besar dan juga diberikan sesudah electrical cardiversion. Amiodaron tidak bersifat inotropik negatif, bahkan dapat memperbaiki fungsi sistolik ventrikel, namun tidak dianjurkan sebagai profilaktik. Amiodaron berpengaruh buruk pada hiper maupun hipotiroid, hepatitis, fibrosis paru dan neuropati. Kurangi dosisnya bila memang diperlukan pada keadaan tersebut. Pemberian amiodaron secara rutin tidak dianjurkan.23, 24Oksigen

Oksigen dipakai pada gagal jantung akut dan tidak pada yang kronis. Pada gagal jantung yang berat oksigen berpengaruh buruk terhadap hemodinamiknya. Pada kor pulmonale pemberian oksigen jangka panjang menurunkan angka kematian.25Penggunaan alat bantu dan operasi

Revaskularisasi

Revaskularisasi pada gagal jantung yang penyebabnya iskemia akan mencegah gangguan fungsi ventrikel atau kerusakan otot jantung yang menetap. Hipoperfusi menahun atau gangguan pada miositas otot jantung sekalipun otot jantungnya masih hidup, kondisinya sudah menyebabkan terjadinya hipo atau akinetik otot jantung. Keadaan tersebut dikenal dengan nama hibernating myocardium. Revaskularisasi dalam kondisi tersebut akan sangat bermanfaat untuk mengembalikan fungsi jantung. 1,2

Pacu jantung

Pacu jantung berperan cukup baik dalam mengatasi gagal jantung. Pacu jantung diperlukan untuk koreksi denyut jantung yang lamban atau mengoptimalkan interval atrioventrikulen guna menaikkan cardiac output.

Angka kesakitan lebih rendah dan hidup dipertahankan lebih lama pada gagal jantung yang disertai dengan sick sinus syndrome (SSS) dan AV blocker yang berat dan lama. Keadaannya menjadi lebih baik apabila pacu jantung dipasang di atrium dan ventrikel sekaligus (dual-chamber pacing). Sekalipun jumlah penderita gagal jantung yang meninggal mendadak karena bradiaritmia cukup banyak tetapi apabila tidak ada gejala sebelumnya, pemasangan pacu jantung untuk profilaksis tidak dibenarkan.26Pemasangan cardioverter-defibrilator (Implantable Cardioverter Defibrilator=ICD)

Bila alat tersebut dipasang pada penderita dengan riwayat takikardia ventrikel dan atau ventrikel fibrilasi akan memberikan arti yang bermakna untuk mencegah berulangnya gangguan denyut jantung jenis yang berbahaya ini. Dengan demikian akan mengurangi angka kesakitan atau mengurangi kemungkinan penderita harus dirawat di rumah sakit dan akhirnya menurunkan angka kematian. lCD dapat memperbaiki tingkat gagal jantung ke arah yang lebih ringan. Menggunakan lCD adalah lebih balk dibandingkan dengan obat antiaritmia, termasuk amiodaron. Pada penderita dengan gagal jantung berat yang disertai takiaritmia penggunaan lCD akan memperpanjang hidup. 27Ultrafitrasi

Dipakai pada penderita dengan edema paru dan atau gagal jantung kongestif yang sulit diatasi. Ultrafiltrasi dapat mengubah edema paru dan overhidration pada kasus yang sulit disembuhkan dengan obat farmakologi. Namun hampir semua penderita gagal jantung berat ultrafiltrasi hanya membantu untuk sementara saja.28Transplantasi jantung

Saat ini operasi diterima sebagai cara pengobatan gagal jantung fase akhir. Transplantasi jantung secara bermakna mempertahankan kelanjutan hidup, meningkatkan kapasitas olah raga, dapat kembali bekerja dan memperbaiki kualitas hidup dibandingkan dengan pengobatan konvensional. Saat ini hasilnya pada penderita yang diberi pengobatan triple immunosupresive menunjukkan dapat bertahan hidup selama 5 tahun kira-kira 70- 80% dan kembali dapat bekerja penuh atau kerja paruh waktu atau mencoba kerja sesudah satu tahun kira-kira 2/3 dari penderita tersebut. Penderita yang dipertimbangkan untuk transplantasi jantung adalah yang menderita gagal jantung berat dan tidak ada pengobatan alternatif lainnya. Terdapat 14 kontraindikasi untuk transplantasi jantung, antara lain usia di atas 60 tahun, peminum alkohol berat, penyalahgunaan obat, perokok, gagal ginjal berat, penyakit lain dengan prognosis yang buruk, kanker ganas, infeksi yang tidak dapat diatasi, komplikasi tromboemboli yang baru saja diderita, gangguan faal hati, sakit mental, penyakit sistemik yang banyak melibatkan organ tubuh, ulkus peptikum yang berat, tekanan arteri pulmonalis yang tinggi dan sebagainya. Di samping donor yang terbatas, masalah utama adalah penolakan tubuh penerima, yang dapat menyebabkan meninggal pada tahun pertama sesudah transplantasi. Penggunaan immunosupresif yang lama dapat menyebabkan atau mempermudah infeksi, hipertensi, gagal ginjal, keganasan, dan arteriosklerosis. Keberatan lain adalah pada penderita yang sudah dikerjakan operasi pintas jantung. 29Obat yang perlu dihindari/harus hati-hati pemakaiannya

Obat yang harus dihindari atau harus hati-hati penggunaannya pada penderita gagal jantung antara lain obat antiradang nonsteroid, antiaritmia kelas I, kalsium antagonis seperti verapamil, diltiazem dan generasi pertama derivat dihidropiridin, antidepresan trisiklik, kortikosteroid dan lithium.3

Penentuan obat dan waktu pemakaian obat farmakologi

Perlu diperhatikan diagnosis yang tepat untuk menentukan obat dan waktu yang tepat. Selain itu perlu menjadi perhatian akan adanya gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri yang belum memperlihatkan gejala tetapi ejection fracti on-nya sudah menurun yang menunjukkan akan terjadi risiko gagal jantung. Pemberian penghambat ACE perlu untuk penderita dengan fungsi sistolik yang rendah dengan indikasi ejection fraction ventrikel kiri yang menurun (kurang dari 35% ) dengan ukuran jantung yang besar.

Pada gangguan fungsi ventrikel kiri yang sudah memperlihatkan gejala pada tingkat klasifikasi NYHA kelas II dan belum terlihat tanda-tanda adanya retensi cairan dan dalam waktu 4 - 6 minggu sudah menggunakan penghambat ACE tetapi tidak memperlihatkan adanya perbaikan maka perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1.Penyesuaian dosis obat

2.Kemungkinan diagnosis yang tidak tepat sehingga perlu dipertimbangkan diagnosis lain

3.Naikkan dosis diuretik

4.Apabila ada dugaan penyebabnya iskemia maka pertimbangkan untuk menggunakan -blocker, nitrat atau tindakan revaskularisasi.

5.Pertimbangkan tindakan operasi apabila ada aneurisma (aneurysmectomy) atau operasi katup.

Bila ada tanda-tanda retensi cairan maka kombinasi penghambat ACE dan diuretik menjadi pertimbangan utama, tetapi apabila terdapat perbaikan gejala misalnya retensi cairan berkurang atau menghilang maka dosis diuretik dikurangi tetapi dosis penghambat ACE tetap dipertahankan secara optimal. Untuk menghindari hiperkalemia maka diuretik potassium-sparing harus dihentikan lebih dahulu sebelum diberi penghambat ACE. Diuretik potassium-sparing boleh diberikan lagi apabila terjadi hipokalemia baik yang bersifat sementara atau yang menetap. Penderita dengan irama sinus diberi glikosid dan bila gagal jantung berat menjadi lebih ringan maka glikosid harus dipertahankan.5,14Bila kondisi jantung memburuk perlu diperhatikan

I.Penyebabnya bukan dari jantung: misalnya penggunaan garam berlebihan, minum berlebihan, obat yang tidak sesuai dengan kondisi terakhir, pemberian anti-aritmia bukan amiodaron, penggunaan -blocker yang tidak benar, diberinya obat antisteroid, verapamil, diltiazem, penggunaan alkohol, gagal ginjal, infeksi yang menyertai, kemungkinan emboli paru, gangguan fungsi kelenjar tiroid dan anemia.

II.Penyebabnya dari jantung sendiri: antana lain atrium fibrilasi, aritmia baik supra maupun ventrikuler, bradikardia, memburuknya insufisiensi mitral atau trikuspid, adanya iskemia atau infark jantung atau manipulasi preload dan afterload yang berlebihan.

Kalau kondisi penderita memburuk pada pemberian diuretik dan penghambat ACE maka tambahkan glikosid, naikan dosis loop diuretic. Kombinasi loop diuretic dan tiasid sering membantu. Diuretik potassium-sparing seperti spironolakton dapat ditambahkan untuk memperkuat kerja diuretik lain dengan tidak melupakan kontrol yang ketat terhadap kalium. Risiko hiperkalemia harus selalu menjadi pertimbangan. Apabila kondisi jantung tetap memburuk sekalipun diagnosis sudah tepat dan obat sudah maksimal maka tindakan operasi seperti kardiomioplasti, operasi Batista dan transplantasi jantung menjadi pertimbangan terakhir. Kalau ada kemungkinan karena faktor koroner maka revaskularisasi perlu dikerjakan, atau aneurismektomi, atau operasi katup. Bagaimanapun juga pengobatan farmakologi seperti pemakaian -adrenergik agonis, dopaminergik agonis dan atau preparat fosfo-diesterase tetap boleh digunakan untuk gagal jantung fase akhir. Usaha lain yang masih dapat dikerjakan adalah dukungan aliran darah dengan menggunakan pompa balon intraaortik atau alat bantu ventrikel, hemofiltrasi atau dialisis. Preparat opium dapat digunakan untuk menolong kondisi gagal jantung fase akhir.6Penanganan gagal jantung yang disebabkan gangguan fungsi diastolik

Penyebabnya antara lain iskemia otot jantung, hipertensi, hipertropi otot jantung, konstriksi otot jantung atau perikardial. Perlu ditekankan bahwa harus diidentifikasi secara tepat agar pengobatannya tepat. Takiaritmia harus dikoreksi dengan mengembalikan ke irama sinus, dapat dimulai dengan -blocker guna menurunkan denyut jantung dan menaikkan periode sistolik. Verapamil dapat digunakan dengan alasan yang sama. Nitrat dapat dipakai apabila dicurigai adanya iskemia. Pemberian diuretik jangan sampai menurunkan preload berlebihan yang dapat berakibat menurunkan stroke volume dan cardiac output. Penghambat ACE dapat memperbaiki relaksasi ventrikel secara langsung dan dalam jangka panjang akan mengurangi hipentrofi/regresi. Glikosid merupakan kontraindikasi karena akan mengurangi pengisian jantung. Umumnya pengobatan gangguan fungsi diastolik ini sulit dan sering tidak memuaskan. Salah satu masalah utama adalah gangguan fungsi diastolik yang murni jarang sekali bahkan keadaan ini sering terjadi dalam hubungan dengan beberapa tingkat/kelas gangguan fungsi sistolik. Gangguan fungsi diastolik ini bervariasi antara satu penderita dengan penderita lain sehingga penanganannya juga bervariasi.

Pengobatan gagal jantung pada usia lanjut

Pada usia lanjut misalnya di atas 75 tahun, penanganan gangguan fungsi sistolik sama dengan pada orang usia muda. Karena ada perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat kardiovaskuler pada usia lanjut maka pengobatanya harus hati-hati dan dosisnya disesuaikan. Faktor komplikasi seperti meningkatnya kekakuan otot jantung, hilangnya miositas, fungsi reseptor yang menumpul, fungsi kardiovaskuler yang berubah pada waktu istirahat maupun waktu aktivitas, kondisi ginjal yang menurun, fungsi neuroendokrin yang menurun, gaya hidup yang berubah/ berbeda di mana lebih banyak diam/tidak bergerak/duduk-duduk saja, perubahan kondisi dan masa otot rangka, perubahan dalam status kebiasaan makan yaitu berkurangnya makan protein atau makan makanan berkalori rendah, penyakit lain yang menyertai dan obat yang dipakai. Penggunaaan diuretik tiasid pada usia lanjut biasanya tidak efektif sebab glomerulo filtration rate sudah menurun oleh faktor usia dan proses gagal ginjalnya.4 Penyerapan yang menurun dan peningkatan waktu pengeluaran tiasid dan loop diuretic berakibat pada terlambatnya atau berkurangnya fungsi obat ini, sehingga dosis obat perlu dinaikkan. Diuretik potassium-sparing seperti amilorid, triamteren keluarnya dari tubuh lebih lambat sehingga menaikkan kadar kalium. Walaupun terjadi hiponatremia dan hipomagnesemia, kondisi ini tidak seburuk seperti pada hiperkalemia. Pada penderita usia lanjut hiperkalemia dapat terlihat pada penderita yang diobati secara kombinasi antar diuretik potassium-sparing, penghambat ACE dan non-steroid anti- inflammatory drugs (NSAIDs). Fungsi jantung pada orang tua tergantung pada Kurva Starling dan gangguan regulasi pada baroreseptor maka pemberian diuretik pada orang tua mudah terjadi gejala hipovolumia dan keletihan. Pemakaian penghambat ACE untuk penderita usia lanjut adalah efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Disarankan untuk menggunakan dosis rendah. Perlu dipantau tekanan darah, fungsi ginjal dan kadar kalium darah. Untuk menggunakan glikosid efeknya kurang baik/buruk. Waktu paruh (half life) digoksin untuk eliminasi meningkat menjadi dua kali lipat pada usia 70 - 90 tahun. Perubahan fungsi ginjal yang terjadi bersamaan dengan infeksi saluran napas menyebabkan penumpukan dan intoksikasi glikosid. Kadar digoksin dan digitoksin serum harus diperiksa dalam jangka waktu relatif pendek dan dipertahankan dalam batas normal antara 0,7 - 1,2 ng/ml. Dengan dosis tersebut hemodinamik dapat dipertahankan secara normal. Obat vasodilator untuk usia lanjut seperti venodilator/nitrat pemberiannya harus hatihati dan perlu ada keseimbangan antara hidralasin dan isorbidinitrat atau obat vasodilatasi arteri seperti hidralasin sendiri akan lebih baik.14,16Gangguan irama jantung pada usia lanjut dengan gagal jantung dapat menyebabkan meninggal mendadak. Kira-kira 40-50% terutama pada gagal jantung yang sudah lanjut. Berbagal kondisi seperti peruhahan struktur jantung, iskemia otot jantung, aktivitas neurohumoral ikut berperan untuk terjadinya gangguan irama jantung. Sebagai faktor pencetus gangguan irama jantung antara lain gangguan elektrolit seperti hipokalemia, hipomagnesemnia, hiperkalemia, obat yang kerjanya berinteraksi dengan fungsi pompa jantung atau stabilitas listrik jantung seperti antagonis kalsium, beberapa obat antiaritmia, keracunan digitalis dan penyakit yang menyertai gagal jantung seperti hipertiroidisme atau penyakit paru. Dalam menangani gagal jantung yang penting adalah mengetahui dengan tepat faktor pencetusnya, memperbaiki fungsi jantung, turunkan tekanan dari dalam dinding jantung, turunkan aktivitas simpatik dengan penghambat ACE dan kalau mungkin dengan -bloeker. Untuk gangguan irama yang berat gunakan amiodaron. Penderita dengan riwayat gangguan irama yang berulang-ulang atau takiaritmia dan takikardia ventrikel atau ventrikel fibrilasi maka pemasangan cardioverter defibrilator menjadi pertimbangan. Untuk atrium fibrilasi yang menahun mungkin diperlukan electrical ardioversion. Antikoagulan harus dipertimbangkan walaupun keberhasilannya tergantung dari besarnya atrium kiri. Amiodaron dapat mnengubah atrium fibrilasi menjadi irama sinus dan memperbesar angka keberhasilan dibandingkan dengan electrical cardiaversion. Untuk penderita dengan atrium fibrilasi yang menetap diperlukan kontrol yang teratur. Bagi penderita yang gagal jantung tetapi belum ada manifestasi gagal jantungnya maka perlu dipikirkan penggunaan -blocker, verapamil atau digitalis. Kalau sudah ada mnanifestasi gejalanya, maka digitalis menjadi pilihan utama. Kombinasi dengan amiodaron diperlukan juga asal selalu dipantau kadar digoksin plasma 24,27Gangguan fungsi ventrikel kiri yang disertai angina dan hipertensi

Rekomendasi khusus untuk pengobatan gagal jantung kiri dalam kedua keadaan tersebut antara lain :

Apabila ada angina : Pentimbangkan revaskularisasi arteri koronaria dan tambahkan nitrat yang kerjanya jangka panjang (long acting nitrates). Kalau tidak berhasil tambahkan generasi kedua dihidropiridin atau gunakan -blocker dengan hati-hati.

Apabila ada hipertensi : Optimalkan dosis penghambat ACE, diuretik dan tambahkan hidralasin. Apabila tidak berhasil coba dengan generasi kedua dihidropiridin.16,24Obat yang masih dalam taraf penelitian untuk masa depan

1. Angiotensin I1/AII

Antagonis reseptor penghambat renin dipakai untuk hipertensi. Pada saat ini peranannya dalam pengobatan gagal jantung baik sebagai pengganti maupun dipakai bersama-sama dengan penghambat ACE, namun preparat ini masih dalam penelitian lebih lanjut.

2. Arginine vasopresin (A VP) antagonis.

Penggunaannya untuk pengobatan gagal jantung memberikan harapan, tetapi masih memerlukan data-data yang lebih banyak agar lebih meyakinkan.

3. Endotelin antagonis.

Beberapa endotelin antagonis selektif maupun nonselektif berkhasiat untuk jangka waktu yang pendek/singkat pada gagal jantung. Pada manusia memang terjadi perbaikan hemodinamik.

4. Penghambat neutral endopeptidase (NAP)

Penelitian permulaan pada penderita gagal jantung ringan menunjukan bahwa pemberian secara oral dalam waktu lama dan penghambat neutral endopeptidase akan menaikkan kadar faktor natriuretik atrium, diuresis, natriuresis dan perbaikan hemodinamik. Pengaruhnya pada perbaikan hemodinamik akan lebih baik bila diberikan hersama-sama dengan diuretik karena penghambat NEP berpengaruh pada hilangnya rangsangan dan neuroendokrin. Selama sistem renin angiotensin bekerja berlawanan dengan faktor natriuretik atrium maka penggunaan penghambat ACE dalam jangka panjang merupakan pilihan yang menarik.

5. Preparat inotropik positif.

Preparat ini akan meningkatkan kekuatan daya kontraksi jantung dengan cara mneningkatkan sensitivitas troponin-C terhadap kalsium (calcium sensitizers). Saat ini sedang dievaluasi pada gagal jantung. Banyak senyawa yang mempunyai efek tambahan yang memiliki penghambat fosfodiesterase/PDI seperti pimobendan, vesnarinon. Obat tersebut masih dalam evaluasi karena obat yang bekerja melalui mekanisme AMP siklik justru angka kematiannya meningkat.

6. Terapi metabolik.

Terapi metabolik merupakan alternatif dalam pengobatan penyakit jantung. L-carnitine yang berfungsi mengangkut asam PEA melewati lapisan dalam mitokondria adalah penting untuk menghasilkan energi otot jantung dan menjadi pengobatan/pertolongan untuk kardiomiopati primer maupun sekunder yang disebabkan oleh kekurangan carnitine. Kasus tersebut jarang dan memerlukan pemeriksaan kadar carnitine dan biopsi otot jantung. Perlu diingat bahwa pada gagal jantung yang menahun baik idiopatik maupun karena iskemik kadar carintine umumnya menurun. Beberapa penelitian menunjukan terjadi perbaikan hemodinamik dan fungsi jantung pada pengobatan jangka panjang dengan L-carnitine atau L-propionil Carnitine. Senyawa seperti koenzim Q 10 dan taurin sedikit memperbaiki kualitas hidup. 17,31-34

Operasi, alat bantu dan jantung buatan1. Kardiomioplasti

Merupakan salah satu operasi untuk memperkuat kontraksi jantung dengan memakai otot latisimus dorsi yang dihalutkan pada jantung yang gagal berfungsi itu. Keberhasilannya terbaik pada gagal jantung NYHA kelas IIl, sekalipun juga berhasil pada gagal jantung NYHA kelas IV namun prosentasenya lebih rendah. Perbaikan teknik operasi ini, masih ditunggu untuk memberikan hasil maksimal.

2. Operasi Batista

Randal Batista melakukan operasi pada gagal jantung dengan cara membuang sebagian dinding ventrikel kiri lalu diutuhkan kembali untuk mendapatkan rongga jantung yang lebih kecil. Ternyata hemodinamik membaik tetapi angka kematiannya masih sangat tinggi. Masih memerlukan teknik operasi yang lebih baik sehingga dapat diperoleh hasil yang lebik baik lagi.

3. Alat bantu ventrikel

Masih dalam penelitian sejumlah alat bantu jantung yang di masa depan diharapkan dapat membantu penderita gagal jantung.

4. Jantung Buatan

Masih terus dalam penyelidikan. Sudah ada yang menggunakan untuk jangka waktu satu tahun. Saat ini alat jantung buatan hanya dipakai untuk mempertahankan hidup sambil menunggu transplantasi jantung. Mudah-mudahan di masa mendatang jantung buatan tidak hanya untuk mereka yang menunggu transplantasi jantung saja.

BAB III

KESIMPULAN

A. Secara umum mencakup hal-hal berikut:1.Mengenal gejala gangguan fungsi jantung.

2.Aktivitas sosial dan pekerjaan

3.Perjalanan

4. Vaksinasi

5. Penggunaan alat kontrasepsi dan terapi hormon pengganti.

B. Langkah-langkah umum mencakup hal-hal berikut :

1.Diet

2. Merokok

3. Penggunaan alkohol

4.Olah raga

5.Istirahat

Selain pengobatan yang bersifat petunjuk atau nasehat tentu saja pengobatan yang bersifat langsung juga diberikan yaitu pengobatan farmakologi, peralatan bantu dan operasi.

C. Pengobatan farmakologi terdiri atas:

Diuretik, Penghambat angiotensin converting enzym (ACE), Glikosid jantung, Vasodilator, Antagonis adrenoreseptor, Preparat dopaminergik, Preparat inotropik positif lainnya, Antikoagulan, Antiaritmia, Oksigen.

D. Alat bantu dan operasi:

Revaskularisasi secara intervensi menggunakan kateter, operasi pintas dan operasi lainnya, Pemasangan pacu jantung atau cardioventer defibrillator, Ultrafiltrasi, hemodialisis, Transplantasi jantung.

Daftar Pustaka

1. Cleland .JGF, Erdmann E, Ferrari R. Guidelines for the diagnosis and assesment of heart failure. Eur Heart J 1995; 16:741-5.

2. Braunwald .E., 2002, Gagal jantung, dalam Harisson, Ed 13, Vol 3, EGC, Jakarta.

3. WWW. Medicastore.COM, Gagal Jantung , Tanggal 12 Agustus 2003.

4. Rahimtoola SH. The hibernating myocardium. Am Heart J 1989; 117:21121

5. Gogia H, Mehra A. Parikh . Prevention of tolerance to hemodynamic effect of nitrates with concomitant use of hydralasine in patients with chronic heart failure. L Am Coll Cardiol 1995;26: 1575-806. The RALES Investigators. Effectiveness of spironolactone added to an angiotensin converting enzyme inhibitor and a loop diuretic for severe chronic congestive heart failure (the randomized aldactone evaluation study (RALES). Am J Cardiol 1996;78:902-7.

7. Cohn JN, Johnson G. Ziesche S. A comparison of enalapril with hydralazine-isorbide dinitrate in the treatment of chronic congestive heart failure. N Engi J Med 1991:325:303-10.

8. Coats AJS, Adamopoulos S, Radeaelli A. Controlled trial of physical training in chronic heart failure. Exercise performance, hemodynamics, ventilation and autonomic function. Circulation 1992;85 :2119-31

9. Van Vliet AA, Donker AJM, Nauta JJP. Spironolactone in congestive heart failure refractory to high-dose loop diuretic and low-dose angiotensin-converting enzyme inhibitor. Am J Cardiol 1993; 71:21 A28A.

10. Jungman S. Kjekshus J. Swedberg K for CONSENSUS Trial Group. Renal function in severe congestive heart failure during treatment with enalapril. Am J Cardiol 1992;70:479-87.

11. Preffer MA, Braunwald E, Moye LA. for the SAVE Investigators. Effect of captopril on mortality and morbidity in patients with left ventriculer dysfunction and myocardial infarction. Results of the survival and ventricular enlargement trial. N Engl Med 1992;327:669-77.

12. Kober L, Torp-Pederson C, Carlsen JE. For the TRACE Study Group. A clinical trial of the angiotensin-converting enzyme inhibitor trandolapril in patients with left ventricular dysfunction after myocardial infarction. N EngI Med 1995;333: 1670-6.

13. John JN, Archibald DG, Zieshe S. Effect of vasodilator therapy on mortality in chronic congestive heart failure. Results of a veterans administration cooperation study. N EngI J Med 1986:314:1547-52.14. Packer M, Gheorghiade M. Young JR. Withdrawal of digoxin from patients with chronic heart failure treated with angiotensin-converting-enzyme inhibitors. N Engl J Med 1993:3:1-7.

15. Rapundalo ST, Lathrop DA, Harrison SA, Beavo JA, Schwartz A. Cyclic AMP-dependent and cyclic AMP-independent actions of a novel cardiotonic agent, OPC-8212. Nauny Schmiedebergs Arch Pharmacol 1988;338:692-8.

16. Ware JA, Snow F, Luchi JM, Luchi RJ. Effect of digoxin on ejection fraction in elderly patents with congestive heart failure. J Am Geriartr Soc 1984;32:631-5.

17. Cohn JN, Fowler MB, Bristow MA. For the carvedilol heart failure study group. Effect of carvedilol in severe chronic heart failure (Abstr). J Am CoIl Cardiol 1996;27:(Suppl A): 169A.

18. Packer M, Lee WH, Kessler PD. Prevention of reversal of nitrate tolerance in patients with congestive heart failure. N EngI J Med 1987:317:799-804.

19. Englemeier RS, O ^Connell JB. Walsh R, Rad N, Scanlon P. Gunnar RM. Improvement symptoms and exercise tolerance by metoprolol in patients with dilated cardiomyopathy : a double-blind, randomized, placebo-controlled trial. Circulation 1985 ;72:536-46.20. Lechat P. Jaillon P. Fountaine ML. A randomized trial of beta blokade in heart failure: he cardiac insufficiency hisoprolol study (CIBIS). Circulation 1994:90:1765-73.

21. Anderson JL, Lutz JR, Gilbert EM. A randomized trial of low-dose beta-blokage therapy for idiopathic dilated cardiomyopthy. Am J Cardiol 1985:55:4715.

22. Van Veldhuisen DJ, Man in ^t Veld AJ, Dunselman PH. Double-blind placebo controlled study of ibopamine and digoxin in patients with mild to moderate heart failure: results of the Dutch Ibopamine Multicenter Trial. J Am Coll Cardiol 1993:22:1564-73.

23. Krell MJ, Kline FM, Rates ER. Intermittent, ambulatory dobutamine infusions in patients with severe congestive heart failure. Am heart J 1986:112:78791.

24. Cleland JGF. Bulpitt CJ, Falk RH. Is aspirin safe for patients with heart failure? Br Hert J 1995:74:215-19.

25. Channer KS, McLean KA, Lawson-Mathew P, Richardson M. Combination diuretic treatment in severe heart failure. A randomized controlled trial. Br Hert J 1994:71:146-50.

26. Gosselink ATM, Crijns HJGM, Van Gelder IC, Hillige H, Wiesfeld ACP, Lie KI. Low-dose amiodarone for maintenance of sinus rhythm after cardioversion or a trial fibrilation or flutter. J Am Med Assoc 1992:267:3289-93.

27. Haque WA, Boehmer J, Clemson BS, Leuenberger UA, Silber DH, Sinoway LI. Hemodynamic effects of supplemental oxygen administration in congestive heart failure. I Am CoIl Cardiol 1996:27:353-7.28. Alpert MA, Curtiss JJ, Sanfelippo JF. Comparative survival after permanent ventricular and dual-chamber pacing for patients with and without chronic high degree atrioventricular block with and without pre-existing congestive heart failure. J Am Coll Cardiol l986;7:925-32

29. Brethardt G. Camm AJ, Campbell RWF. Guidelinea for the use of implantable cardioverter defibrillators. Eur heart J 1992;13: 1304-10.

30. Rimondini A, Cipolla CM. Della P. Hemofiltration as short-term treatment for refractory congestive heart failure. Am J Med l987;83:43-8.

31. Paris W, Woodbury A, Thompson S. Returning to work after transplantation. J Heart Lung Transplant 1993;12:46-54.

32. EIsner D, Muntze A, Kromer EP, Riegger GAJ. Effectiveness of endopeptidase inhibition (candoxatril) in congestive heart failure. Am J Cardiol 1992;82: 196-201.

33. Remme WJ, Kruijssen HACM, Van Hoogenhuyse DCA. Hemodynamic, neurobumoral and myocardial energetic effects of pimobendan, a novel calcium-sensitizing compound in patients with mild to moderate heart failure. J Cardiovasc Pharmacol 1994:24:730-9.

34. Mancini M, Rengo F, Lingetti M, Sorrentino GP, Nofle G. Controlled study on the therapeutic efficacy of propionyl-L-carnitine in patients with congestive heart failure. Arzneimittelforsch 1992:42:1101-4.

35. Anderson JL. Hemodynamic and clinical benefis with intravenous milrinone in severe heart failure: Results of a multicenter study in the United States. Am Heart J 1991:121: 1965-64.

36. Regitz V, Shug AL, Flek E. Defective myocardial carnitine metabolism in congestive heart failure secondary to dilated cardiomyopathy and to coronary, hypertensive and valvular heart diseases. Am J Cardiol 1990:6S :755-60.

referatDECOMPENSASIo CORDIS

Disusun oleh:

Sandi Falenra

09180110Reza Permana Putra 0918011096

Dyah Gaby Kesuma

0918011039

Ramayang Nastiti Estowo 1018011090Pembimbing :

dr. Ronald David Martua, Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNGRSUD. JENDRAL A. YANI METRO

2014Daftar isi

BAB IPENDAHULUAN .................................................................1

I.1. LATAR BELAKANG .....................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................

3II. 1. DEFINISI..................................................................................

3

II. 2. PATOFISIOLOGI.....................................................................

3 II. 3. PENYEBAB GAGAL JANTUNG ..........................................

7

II. 4. KLASIFIKASI .........................................................................

13II. 5. MANIFESTASI KLINIS..........................................................

15II. 6. PENEGAKAN DIAGNOSIS....................................................

18

II.7. PENATALAKSANAAN.....................................................

20BAB III KESIMPULAN ..............................................................................

49DAFTAR PUSTAKA...............................................................................

51PAGE 57