Dengue Jurnal Translated

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TRANSLATED JOURNAL

Citation preview

Tropical Medicine and International Health doi:10.1111/j.1365-3156.2007.01891.x

volume 12 no 9 pp 10871095 september 2007

15

Manifestasi Atipikal Dengue

Sameer Gulati and Anu Maheshwari

Maulana Azad Medical College, New Delhi, India

RingkasanSebagaimana terjadinya peningkatan penyebaran demam dengue dan demam berdarah dengue, manifestasi atipikal juga meningkat, meskipun manifestasi tersebut mungkin kurang dilaporkan karena kurangnya kesadaran. Review ini menggabungkan deskripsi dari manifestasi atipikal dengue, seperti ensefalitis dengue, miokarditis dengue, hepatitis dengue dan kolesistitis dengue.kata kunci: demam dengue, demam berdarah dengue, encephalitis dengue, miokarditis dengue, demam berdarah hepatitis, kolesistitis dengue.

PendahuluanDengue, penyakit arboviral yang paling umum ditularkan secara global, disebabkan oleh empat serotipe virus dengue yang berbeda antigen (DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4). Virus dengue, bagian dari grup flavivirus dalam famili Flaviviridae, adalah virus RNA berselubung untai tunggal, berdiameter 30 nm, yang dapat tumbuh di berbagai nyamuk dan kultur jaringan. Empat serotipe memiliki antigen yang bereaksi silang dengan Yellow Fever, ensefalitis Jepang dan virus West Nile. Infeksi ini ditularkan oleh nyamuk Aedes betina yang terinfeksi. Dengue adalah suatu kondisi di seluruh dunia yang tersebar di seluruh zona tropis dan subtropis antara 300 N dan 400 S. Hal ini merupakan endemik di Asia Tenggara, Pasifik, Timur dan Afrika Barat, Karibia dan Amerika. Epidemi demam berdarah dengue (DBD) terjadi setiap tahun dengan wabah besar terjadi setiap 3 tahun. Faktor yang bertanggung jawab untuk penyebaran DBD termasuk pertumbuhan penduduk yang meningkat tajam, kelebihan penduduk perkotaan yang tidak direncanakan dengan sistem kesehatan masyarakat yang memadai, pengendalian vektor yang buruk dan peningkatan rekreasi, bisnis internasional dan perjalanan ke daerah endemis. Dengue dan DBD memang cepat muncul sebagai masalah kesehatan global.Infeksi dengue (Tabel 1 dan 2) dapat terjadi asimtomatik, dan dapat menyebabkan demam tidak terdiferensiasi (atau sindrom virus), demam berdarah atau DBD. Penyakit demam berdarah ringan ditandai dengan demam bifasik, beberapa jenis ruam kulit, sakit kepala, nyeri retroorbital, fotofobia, batuk, muntah, mialgia, artralgia, leukopenia, trombositopenia dan limfadenopati, sedangkan DBD merupakan penyakit yang umumnya gawat, ditandai dengan pendarahan dan shock syndrome. Gejala umum lainnya yaitu sakit tenggorokan, sensasi rasa yang berubah, nyeri kolik dan nyeri perut, sembelit, nyeri di daerah inguinal dan depresi umum (Tabel 3).Demam berdarah klasik jarang terjadi pada penduduk asli karena sebagian besar orang dewasa memiliki pertahanan imun yang baik. Di daerah ini baik penyakit dengue ringan ataupun DBD terjadi terutama pada anak-anak, tetapi kasus-kasus pada remaja maupun orang dewasa telah dilaporkan. DBD biasanya dikaitkan dengan infeksi dengue sekunder tapi dapat muncul selama infeksi primer, terutama pada bayi yang memiliki antibodi dengue IgG maternal. Dengan meningkatnya laporan dengue pada orang dewasa, dengue pada neonatus termasuk DBD karena penularan vertikal telah dilaporkan. Paparan kedua DBD sangat jarang terjadi: telah terbukti terjadi sekitar 0,5% dari kasus dalam penelitian selama periode 16 tahun di Rumah Sakit Anak di Bangkok. Sebagaimana dengue dan DBD diasumsikan proporsi global, semakin banyak manifestasi atipikal muncul, yang mungkin kurang dilaporkan karena kurangnya kesadaran. Tinjauan ini mengkonsolidasikan secara singkat manifestasi atipikal dengue (Gambar 1).Manifestasi Atipikal dari DengueEndotelium adalah target dari mekanisme immunopathological dengue dan DBD. Tandanya yaitu permeabilitas vaskular dan gangguan koagulasi. Mekanisme ini dapat menjelaskan berbagai keterlibatan sistemik.

Manifestasi Neurologis Atipikal DengueHubungan antara DBD dan gangguan neurologis pertama kali dijelaskan pada tahun 1976. Ensefalopati pada DBD merupakan manifestasi atipikal dan dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk sensitivitas depresi, kejang, kaku kuduk, tanda-tanda piramidal, sakit kepala, edema papil, mioklonus dan gangguan perilaku. setelah infeksi virus dengue mengakibatkan sisa sisa gejala yaitu amnesia, demensia, manik psikosis, Sindrom Reye dan meningoencephalitis.Tabel I. Definisi kasus demam berdarah Probable case penyakit demam akut diikuti dengan dua atau lebih dari gejala seperti : Sakit kepala, retro-orbital nyeri, mialgia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia dan Serologi mendukung atau Kejadian pada waktu dan lokasi yang sama juga dapat mengkonfirmas kasus demam berdarahCase confirmed Kasus tersebut dikonfirmasi melalui laboratorium dengan kriteria :Isolasi virus dengue dari serum ; yaitu adanya perubahan atau peningkatan empat kali lipat atau lebih titer antibodi IgG atau IgM terhadap satu atau lebih antigen virus dengue dalam sampel darah atau Menunjukan adanya antigen virus dengue melalui pengambilan jaringan, darah atau sampel cairan serebrospinal oleh imunohistokimia, imunofluoresensi atau ELISA atau Ditemukannya susunan gen virus dengue dalam pengambilan jaringan , darah atau cairan tulang belakang cerebro oleh polimerase reaksi berantai

Tabel II . Klasifikasi demam berdarah menurut WHO DF/DHFDerajat GejalaLaboratoriumDF

Demam dengan dua atau lebih dari gejala berikut:sakit kepalaNyeri orbital RetromialgiaarthralgiaLeukopeni, trombositopenia (+/-), tanpa disertai kehilangan plasma DHF Igejala diatas dan uji tourniquet + Trombosit < 100.00 , Ht > 20 %DHFIIGrade I + tanda tanda perdarahan spontan Trombosit < 100.00 , Ht > 20 %DHFIIIGrade II + Kegagalan sirkulasi ( nadi lemah, gelisah , hipotensi)Trombosit < 100.00 , Ht > 20 %DHFIV Tanda tanda syok dengan nadi tidak teraba dan tensi tidak teratur Trombosit < 100.00 , Ht > 20 %

DHF, demam berdarah dengue, DF, demam berdarah; DSS, dengue syok syndrome.*DHF III and IV disebut juga DSS.

Keterlibatan gejala neurologis terjadi karena adanya perdarahan intrakranial, edema cerebral, hiponatremia, anoksia serebral, gagal hati fulminan dengan ensefalopati portosystemic, gagal ginjal atau pelepasan produk beracun. Patofisiologi keterlibatan neurologis dapat mencakup faktor-faktor berikut: lesi jaringan langsung disebabkan oleh virus karena neurotropism , perdarahan kapiler, koagulasi intravaskular diseminata (DIC ) , dan gangguan metabolik.

Sejumlah pasien DBD disertai dengan gejala neurologis telah dijelaskan pada laporan kasus pada sebagian kecil pasien dengan manifestasi klinis yang tidak biasa. (Kho et al. 1981; Nimmannitya et al. 1987; Patey et al.1993; Row et al. 1996; Thakare et al. 1996; Hommel et al.1998; Strobel et al. 1999; Solomon et al. 2000; Pancharoen& Thisyakorn 2001).

Penelitian prospektif dengan studi case telah dilakukan selama 2 tahun di rumah sakit di Vietnam, terdapat 0,5 % pasien dengan ensefalopati dengue dari semua pasien yang dirawat dengan kasus DBD (Cam et al. 2001). Studi lain dari Vietnam yaitu virus dengue ditemukan di 4,2% pada pasien dengan sistem saraf pusat (SSP) Infeksi (Solomon et al. 2000). Dalam salah satu penelitian virus dengue, telah dilakukan Observasi pada cairan serebrospinal (CSF), didapatkan hasil lima dari enam pasiendengan ensefalitis, menunjukkan bahwa virus dapat menembus dan menyerang otak melalui sawar darah otak (Lum et al. 1996). Penelitian pada tikus menunjukan bahwa induksi dari mediasi sitokin menghalangi virus menembus sawar darah-otak. ditemukannya Antigen virus dengue dengan pemeriksaan imunohistokimia dari CNS biopsi yang diambil dari lima pasien dengan kasus infeksi dengue terkait dengan ensefalitis dimana infiltrasi makrofag yang terinfeksi dapat menjadi salah satu jalur dimana virus dengue dapat masuk ke otak dan menimbulkan ensefalitis (Miagostovich et al. 1997).Pengujian untuk kedua nya yaitu dengue dan antibodi ensefalitis harus dilakukan di daerah endemis untuk reaktivitas antigenik silang (Innis et al. 1989). Namun, belum ada data yang menunjukkan replikasi virus dengue di SSP pasien tanpa gejala neurologis.Tabel 3. Manifestasi atipikal dengue

SistemManifestasiRujukan

NeurologisEncephalopathyKho et al. (1981), Row et al. (1996), Thakare et al. (1996),

Cam et al. (2001)

Encephalitis aseptic meningitisLum et al. (1996), Hommel et al. (1998)

Perdarahan intrakanial thrombosisLuiz Jose de Souza et al. Brazilian Journal of Infectious

Diseases vol.9 no.3 Salvador June 2005

Mononeuropathies polyneuropathies Soares et al. (2006)

GuillaneBarre Syndrome

MyelitisLeao et al. (2002)Gastrointestinal HepatikHepatitis fulminant hepatic failureLawn et al. (2003)

Acalculous cholecystitisSharma et al. (2006), Goh & Tan (2006), Wu et al. (2003)

Pankreatitis akutJusuf et al. (1998), Chen et al. (2004)

Diare febrilHelbok et al. (2004)

Partitis akutTorres et al. (2000)GinjalSindrom uremik hemolitikWiersinga et al. (2006)

Gagal ginjalHommel et al. (1999), Wiwanitkit (2005a,b)JantungMiokarditisPromphan W et al. (Promphan et al. 2004)

Aritmia Veloso et al. (2003), Khongphatthallayothin et al. (2000),

Chuah (1987)

PerikarditisNagaratnam et al. (1973)PernafasanARDSSen et al. (1999), Thong (1998), Lum et al. (1995)

Perdarahan paruSetlik et al. (2004), Liam et al. (1993)MuskuloskeletalMyositisKalita et al. (2005)

RhabdomyolysisGunasekera et al. (2000), Davis & Bourke (2004)LymphoreticularRuptur splen spontanImbert et al. (1993), Redondo et al. (1997),

Miranda et al. (2003)

Lymph node infarctionRao et al. (2005)

Keterlibatan Tingkat keparahan penyakit neurologis yang disebabkan oleh serotipe dengue yang berbeda telah dibuktikan dalam sejumlah penelitian. Terutama untuk dengue serotipe 2 dan 3 dilaporkan menyebabkan gejala neurologis. (Lum et al 1996;. Row et al 1996;. Hommel et al, 1998.).

Foto resonansi magnetic paling baik digunakan pada computed tomography scan untuk menunjukkan lesi SSP (Gil-man 1998a, b). Hasil MRI dengan penelitian secara kohort pada pasien dengan neurologis dengue menunjukkan edema otak pada sebagian besar pasien; ensefalitis tidak umum ditemukan ; dan satu pasien memiliki perdarahan intrakranial (Cam et al. 2001). Koinfeksi Japanese Encephalitis memiliki temuan MRI konsisten dengan infeksi ini (Kalita & Misra 2006). Keterlibatan globus pallidus juga telah dilaporkan (Misra et al. 2006).

Sebenarnya, ensefalitis hanya dapat didiagnosis pada konfirmasi histologis. Namun, biopsi otak dan nekropsi tidak mungkin di banyak daerah di mana dengue terjadi.

Gambar 1. Clinical spectrum of dengue fever (http://www.who.int/csr/resources/ publications/dengue/Denguepublication/ enKebanyakan laporan kasus postmortem pasien yang meninggal akibat DBD bukan dari penderitaan SSP dan lesi tidak terlalu non-spesifik (edema, kongesti pembuluh darah dan perdarahan fokal) (Burke 1968). Virus dengue serotipe 4 telah terdeteksi oleh immuno histo-kimia dan RT-PCR dalam nukleus olivary inferior dari medulla dan lapisan granular dari otak besar. Reaktifitasimun telah diamati di endotel sel, astrosit, neuron dan mikroglia. Kelajutan dari studi imunohistokimia telah menunjukkan sel-sel positif virus terletak sebagian besar dengan Virchow Robin ruang berukuran sedang dan vena kecil, infiltrasi dari white and grey matter sering dekat dengan neuron menampilkan bentuk sitopatik (Ramos et al. 1998).

Telah dilaporkan Manifestasi neurologis selain dari ensefalitis / ensefalopati termasuk juga mononeuropati, polineuropati, Guillain-Barre' Syndrome dan mielitis transversa (Patey et al 1993;. Soares et al 2006.). Keterlibatan sumsum tulang belakang karena virus dengue termasuk mielitis transversa (Solomon et al 2000;.. Lea~o et al, 2002), myelopathy pasca-infeksi (. Fraser et al 1978) dan acute disseminated encephalomyelitis (Yamamoto et al, 2002.) jarang terjadi . Keterlibatan korteks serebri ditemukan pada pasien dengan mielitis dengue (Kunishige et al. 2004). Keterlibatan korteks serebri ini berhubungan dengan keterlibatan sel tanduk anterior mirip dengan poliomyelitis. Namun, dari tingkat sensorik pada pasien ini tidak mungkin poliomyelitis. Disfungsi penghalang CSF-darah telah ditunjukkan pada pasien dengan myelitis dan Guillain-Barre' Syndrome (Soares et al. 2006).

Manifestasi gastrointestinal atipikal dari dengue

Manifestasi gastrointestinal dari demam berdarah semakin sering ditemukan dan dilaporkan, seperti hepatitis, gagal hati fulminan, kolesistitis, pankreatitis akut, parotitis akut dan diare demam. Setiap pasien dengan akut abdomen di daerah endemis DBD pasien harus dievaluasi untuk demam berdarah dan demam berdarah terkait kolesistitis akut; pankreatitis akut dan hepatitis akut harus diketahui segera.Antigen dari virus dengue ditemukan dalam sel-sel Kupfer dan sel lapisan sinusoidal dalam hati. Isolasi dari virus dengue tipe I dari hati dibuat oleh Nogueira et al. (1988) di Rio de Janeiro pada tahun 1986 epidemi. Deteksi antigen virus dengue di hepatosit menunjukkan bahwa sel-sel tersebut dapat mendukung replikasi virus (Miagostovich et al. 2002). Manifestasi hati dapat ditandai dengan manifestasi dari hepatitis akut dengan rasa sakit di hypochondrium, hepatomegali, ikterus dan mengangkat tingkat aminotransferase. Pada hepatitis kadar enzim puncak tersebut pada hari kesembilan setelah timbulnya gejala dan secara bertahap kembali ke normal dalam 3 minggu.

Temuan histopatologi termasuk nekrosis centrilobular, perubahan lemak, hiperplasia sel Kupfer, acidophil tubuh dan perubahan monosit dari saluran Portal. Dalam kebanyakan kasus keterlibatan hati memperpanjang perjalanan klinis infeksi self-limiting virus ini, tapi itu bukan merupakan tanda prognosis yang buruk (Nimmannitya 1987; Miagostovich et al, 2002.). Kuning pada pasien ini adalah multifaktorial. Hal ini dapat disebabkan agresi hati yang disebabkan oleh virus dengue dan / atau hipoksia dan jaringan iskemia dalam kasus syok. Penyakit kuning terjadi pada 12-62% pasien dengan sindrom syok dengue (Mohan et al. 2000).

Peningkatan kadar alkali fosfatase dan bilirubin ditemukan di sebagian kecil dari kasus (Kuo et al. 1992). Dalam sebuah penelitian, 1.585 kasus serologis dikonfirmasi demam berdarah dialalisis untuk melihat perubahan kadar aminotransferase (De Souzaet al. 2004) dan menunjukkan bahwa ada peningkatan besar dalam AST dari tingkat ALT, yang dapat dijelaskan karena AST dibebaskan dari monosit yang rusak (Chung et al. 1992). Informasi ini mungkin berguna dalam diagnosis diferensial dari hepatitis akut terutama di daerah endemis DBD. Kerusakan hati, dan akibatnya meningkatkan kadar amino transferase-, lebih sering di antara wanita dan pada pasien dengan DBD. Temuan serupa telah ditemukan di sejumlah studi lain (Nimmannitya 1987; Kuo et al 1992;. Mohan et al, 2000.)Dari tahun 1973 sampai 1982, keterlibatan hati diamati pada infeksi dengue di Thailand dan Malaysia adalah ringan dan itu diwujudkan semata-mata sebagai peningkatan kadar aminotransferase.

Tapi setelah periode ini beberapa kasus hepatitis fulminan dengan angka kematian yang tinggi telah dilaporkan (Lawn et al. 2003). Perdarahan berat, syok, asidosis metabolik dan disseminated intravascular coagulation dapat menyebabkan perubahan berat pada hati. Harus diingat bahwa bahkan penyakit hati kronis, steatonecrosis alkohol dan penggunaan narkoba hepato-toksik (misalnya salicyclates, acetaminophen dll) selama disertai infeksi dengue mungkin menjadi predisposisi dan bahkan dapat meningkatkan kerusakan hati. Gagal hati akut adalah faktor predisposisi yang sangat berat pada infeksi dengue untuk mengancam hidup dengan pendarahan, disseminated intravascular coagulation dan ensefalopati. Peningkatan aminotransferase telah dikaitkan dengan peningkatan keparahan penyakit dan bisa berfungsi sebagai indikator awal infeksi dengue.

Pankreatitis akut merupakan komplikasi yang jarang demam berdarah. Ada laporan kasus terisolasi menyoroti keterlibatan pankreas pada demam dengue (Jusuf et al 1998;. Chen et al 2004.). Seratus empat puluh delapan anak dengan DBD dan sakit perut yang terdaftar dalam studi untuk mencari bukti sonografi

keterlibatan pankreas. Pembesaran pankreas dan peningkatan amilase dan lipase serum ditemukan di 29% dari pasien (Setiawan et al. 1998). Keterlibatan pankreas mungkin karena invasi virus langsung atau mungkin karena hipertensi pada DBD.

Kami tidak bisa menemukan serangkaian kasus atau laporan penelitian histologis pankeras di dengue untuk mendokumentasikan invasi virus langsung . Ini mungkin karena kesulitan dalam memperoleh sampel . Dengan demikian penelitian lebih definitif diperlukan untuk menentukan patogenesis dan yang subset dari pasien DBD berkembang pankreatitis .

Manifestasi acalculous cholecystitis sangat jarang terjadi pada demam dengue (Beniwal et al. 2000; Wu et al. 2003; Goh & Tan 2006; Sharma et al. 2006). Pasien menunjukan nyeri perut kuadran kanan atas, demam, Murphy sign, kelaianan tes fungsi hati, dan penebalan dinding vesika fellea tanpa ditemukannya batu pada pemeriksaan USG.Diagnosis banding dari Acalculous cholecystitis selain demam dengue termasuk luka bakar, trauma, vaskulitis, kondisi pasca operasi, dan infeksi pada pasien dengan penurunan sistem imun seperti salmonellosis, leptospirosis, rickettsiosis dan infeksi cytomegalovirus. Patogenesis yang pasti dari Acalculous cholecystitis belum diketahui, tetapi puasa berkepanjangan, spasme dari ampulla vateri infeksi, endotoxemia, mikroangiopati diduga memiliki kemungkinan menyebabkan terjadinya kolestasis dan peningkatan viskositas empedu. Perubahan patofisiologi utama dalam demam dengue bisa disebabkan adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah menyebabkan kebocoran plasma dan efusi serosa dengan kandungan protein tinggi yang menyebabkan penebalan dinding vesika fellea (Gubler et al. 1998). Ada hubungan yang signifikan antara penebalan dinding vesika fellea dengan keparahan dan perkembangan demam dengue (Setiawan et al. 1995). Perjalanan penyakit biasanya self limiting dan penebalan dinding vesika fellea biasanya akan kembali normal. Jadi cholecystectomy tidak perlu dilakukan pada pasien demam dengue. Perburukan yang cepat dari Acalculous cholecystitis menjadi gangren dan terjadinya perforasi diperlukan deteksi dini dan intervensi yang cepat. Terapi pembedahan diperlukan untuk pasien dengan peritonitis difusa.Dua pasien demam dengue dilaporkan dengan febrile diarrhoea diikuti dengan luka pada kulit (Helbok et al. 2004). Awal diduganya demam dengue terutama adanya karakteristik leukopenia dan trombositopenia. Pembesaran kelenjar parotis pada pasien infeksi dengue dan bukti virus dengue terdapat di saliva merupakan kasus yang unik (Torres et al. 2000.)Manifestasi kardiovascular atipikal pada demam dengueManifestasi pada jantung dari demam dengue sebenarnya jarang ditemukan namun kelainan irama jantung seperti atrioventricular blok, atrial fibrilasi, gangguan nodus sinus, dan denyut ventricular ektopik pernah dilaporkan pada pasien demam berdarah dengue (Chuah 1987; Khongphatthallayothin et al. 2000; Veloso et al. 2003; Promphan et al. 2004). Secara keseluruhan terjadinya asimptomatik dan dapat kembali normal seiring dengan perjalana penyakit yang self limiting. Aritmia yang terjadi ini dikaitkan dengan adanya miokarditis viral namun mekanismenya masih belum diketahui dengan jelas. Pada kebanyakan kasus tidak ada data yang menunjukkan gangguan elektrolit atau kelainan pada radiologi. (Nagaratnam et al. 1973).

Manifestasi ginjal atipikal pada demam dengueGagal ginjal akut jarang ditemukan pada demam dengue dan muncul terutama sebagai syok pada akut tubular nekrosis. Ini diamati sebagai komplikasi demam dengue di Perancis (Hommel et al. 1999) dan ditemukan 0,3% dari 6154 pasien dengan demam berdarah dengue (Wiwanitkit 2005a). Perubahan glomerular pada pasien demam berdarah dengue sangat jarang terjadi. Gagal ginjal akut dan kegagalan multipel organ bisa juga sebagai manifestasi dari rhamdomyolysis (Gunasekera et al. 2000). Peran kompleks imun pada perkembangan gagal ginjal dalam infeksi dengue masih belum jelas. Wiwanitkit menemukan bahwa diameter dari kompleks imun virus dengue lebih kecil daripada diameter glomerulus. Jadi ia menjelaskan bahwa kopleks imun hanya bisa menyumbat pada glomerulus yang lebih sempit akibat dari luka sebelumnya dan menyimpulkan bahwa kompleks imun tidak berperan penting dalam proses terjadinya gagal ginjal pada infeksi dengue (Wiwanitkit 2005b). Manifestasi pernafasan atipikal pada demam dengueDemam berdarah dengue dapat menyebabkan akut respiratori distress sindrom (ARDS) (Lum et al. 1995; Thong 1998; Sen et al. 1999). Antigen virus dengue ditemukan pada lapisan sel alveolar paru. Terjadi peningkatan permeabilitas membran kapiler-alveolar akibat edema di alveoli dan ruang intersitial yang menyebabkan disfungsi paru (Lum et al. 1995). Dengue syok sindrom dilaporkan sebagai salah satu penyebab utama ARDS pada anak di daerah endemic dengue (Goh et al. 1998). Pengisian perfusi jaringan yang adekuat sangat penting untuk pecegahan dengue syok sindrom menjadi ARDS. Namun, harus diperhatikan dalam pemberian yang adekuat karena pemberian cairan yang berlebihan juga dapat menyebakan ARDS. Komplikasi ini membutuhkan penanganan yang tepat dan baik untuk mendapatkan hasil yang baik. Pendarahan paru disertai atau tanpa adanya haemoptysis pernah dilaporkan pada kasus demam berdarah dengue (Liam et al. 1993; Setlik et al. 2004).

Komplikasi Limforetikular dari DengueAntigen virus dengue ditemukan secara dominan pada sel limpa, timus dan nodus limfe. Pada DBD. Limfadenopati ditemukan pada sebagiaan kasus dan splenomegaly jarang ditemukan pada bayi kecil. Jarang ditemukan Rupture limpa dan infark nodus limfe pada DBD. Limpa yang sering kongestif, menderita hematom sub kapsular pada 15% dari kasus (Bhamarapravati et al. 1967). Hanya ada 3 kasus mengenai rupture limpa pada DBD yang dilaporkan (Imbert et al. 1993; Redondo et al. 1997; Miranda et al. 2003). Tenaga kesehatan harus waspada terhadap komplikasi yang fatal ini terutama di area yang endemis dengue. Kasus dari rupture limpa dapat salah di diagnosis karena kesalahan interpretasi dari sindrom syok pada kasus sindrom syok dengue. Splenektomi dapat bersifat kuratif. Kasus dari infark nodus limfe yang berhubungan dengan infark intravascular diseminata pada kasus demam dengue yang terbukti secara serologis telah dilaporkan (Rao et al. 2005). Bagian multiple dari yang infark dan bagian sekitar nodus limfe yang tidak infark gagal menunjukan berbagai faktor predisposisi. Namun, pembuluh parahilar menunjukan oklusi trombotik, yang mungkin bertanggung jawab terhadap terjadinya infark. Limfoma Maligna adalah penyebab yang paling sering dari infark nodus limfe, penyakit ini seharusnya dikesampingkan dengan tes imunohistokimia. Follow up 2 tahun kedepan dibutuhkan untuk mengesampingkan perkembangan dari Limfoma Maligna yang resikonya dapat diabaikan.Komplikasi Muskuloskeletal Atipikal dari Demam DengueKomplikasi musculoskeletal atipikal dari demam dengue didefinisikan secara klasik sebagai demam patah tulang yang sebabkan nyeri yang berat pada otot, sendi dan tulang. Rhaabdomyolisis tidak dikarakteristikan secara khas pada DBD. Ada beberapa kasus yang dapat membantu untuk mengenali komplikasi ini (Gunasekera et al. 2000; Davis & Bourke 2004). Invasi secara langsung ke otot oleh virus belum pernah di demonstrasikan dan kebanyakan penyebabnya adalah sitokin myotoxic, yaitu TNF. Data dari specimen biopsy otot menunjukan beberapa range penemuan dari infiltrate limfositik ringan sampai focus ke beberapa myonekrosis (Malheiros et al. 1993). Davis et al. menyarankan bahwan urinalisis dilakukan pada semua pasien dengan DBD berat sebagai alat skrining dan bahwa leve; serum kreatini fosfokinase harus diukur jika hasil urinalisis positif terhadap sel heme. Hal ini masih perjalanan yang jauh untuk mengenali komplikasi ini. Rhabdomyolisis bisa menuju kepada gangguan ginjal akut dan gangguan level elektrolit, jika tidak dikenali. Namun, jika dideteksi dini, komplikasi ini dapat dengan mudah dicegah. Pasien dengan dengue dapat muncul dengan gejala kelemahan motoric. Level kreatinin fosfokinase yang meningkat pada kebanyakan pasien dan elektromiografi serta biopsy otot yang konsisten dengan myositis. Pasien biasanya menunjukan perkembangan yang memuaskan (Misra et al. 2006). Kalita et al. (2005) telah menunjukan bahwa di area yang endemis dengan dengue, penyakit dengue related acute pure motor quadriplegia karena myositis harus dipikirkan diagnosis bandingnya adalah flaccid paralysis akut. Myalgia yang berhubungan dengan demam dengue biasanya bersifat sementara. Tetapi ada kejadian myalgia yang memanjang setelah tahap resolusi dari infeksi (Finsterer & Konqchan 2006). Myalgia ini dapat diatasi dengan pemberian kortikosteroid.

KesimpulanDengue dapat memiliki gejala yang bervariasi dan multisistemik. Manifestasi atipikal yang digambarkan pada jurnal ini mungkin bisa tidak dideteksi dan tidak dilaporkan. Bagaimanapun juga, sangat penting untuk mengetahui manifestasi klinis dengan tujuan menegakan diagnosis dan manajemen yang tepat, terutama karena berbagai masalah kesehatan global yang ditimbulkan oleh dengue.

Daftar Pustaka

Beniwal P, Kumar S, Gulati S et al. (2000) Acalculous cholecystitis in dengue fever. Indian Journal for the Practising Doctor 3, No. 4 (2006-08 2006-09).

Bhamarapravati N, Tuchinda P & Boonyapaknavik V (1967) Pathology of Thailand haemorrhagic fever. A study of 100 autopsy cases. Annals of Tropical Medicine and Parasitology 61, 500510.

Boonpucknavig V, Bhamarapravati N, Boonpucknavig S et al. (1976) Glomerular changes in dengue hemorrhagic fever.

Archives of Pathology and Laboratory Medicine 100, 206212. Burke T. (1968) Dengue haemorrhagic fever: a pathophysiological study. Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine

and Hygiene 62, 682693.

Cam BV, Fonsmark L, Hue NB et al. (2001) Prospective case-control study of encephalopathy in children with dengue

hemorrhagic fever. American Journal of Tropical Medicine and

Hygiene 65, 848851.

Chen TC, Pernq DS, Tsai JJ et al. (2004) Dengue Hemorrhagic Fever complicated with pancreatitis and seizure. Journal of the Formosan Medical Association 103, 865868.

Chuah SK (1987) Transient ventricular arrhythmia as a cardiac manifestation in dengue haemorrhagic fever: a case report.

Singapore Medical Journal 28, 569572.

Chung HK, Dar IT, Chi SCC et al. (1992) Liver biochemical tests and dengue fever. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene 47, 265270.

Chye JK, Lim CT & Ng KB (1997) Vertical Transmission of Dengue. Clinical Infectious Diseases 25, 13741377.

Davis JS & Bourke P. (2004) Rhabdomyolysis associated with dengue virus infection. Clinical Infectious Diseases 38, e109 e111.

De Souza LJ, Alves JG, Nogueira RMR et al. (2004) Amino-transferase changes and acute hepatitis in patients with Dengue fever: analysis of 1585 cases. Brazilian Journal of Infectious Diseases 8, 156163.

Finsterer J & Konqchan K. (2006) Severe, persisting, steroid-responsive Dengue myositis. Journal of Clinical Virology 35, 426428.Epub 2006 Jan 18..

Fraser HS, Wilson WA, Rose E et al. (1978) Dengue fever in Jamaica with shock and hypocomplementaemia, haemorrhagic, visceral and neurological complications. West Indian Medical Journal 27, 106116.

Gilman S. (1998a) Imaging the brain. Second of two parts. New England Journal of Medicine 338, 889896.

Gilman S. (1998b) Imaging the brain. First of two parts. New England Journal of Medicine 338, 812820.

Goh BK & Tan SJ. (2006) Case of dengue virus infection pre-senting with acute acalculous cholecystitis. Journal of Gastro-enterology and Hepatology 21, 923924.

Goh AYT, Chan PWK, Lum LCS et al. (1998) Incidence of acute respiratory distress syndrome: a comparison of two definitions.

Archives of Disease in Childhood 79, 256259.

Gubler DJ. (1997) Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever: its history and resurgence as a global health problem. In: Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever (edsDJ Gubler & G Kuno) CAB International, Willingford, UK, pp. 122.

Gubler DJ & Clark GC (1995) Dengue dengue hemorrhagic fever: the emergence of a global health problem. Emerging Infectious Diseases 1, 5557.

Gubler DJ, Kuno G, Sather GE et al. (1998) Mosquito cell cultures and specific monoclonal antibodies in surveillance for dengue virus. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene 33, 158165.

Gunasekera H H, Adikaram AV, Herath CA et al. (2000) Myo-globulinuric acute renal failure following dengue viral infection.

Ceylon Medical Journal 45, 181.

Helbok R, Dent W, Gattringer K et al. (2004) Imported dengue fever presenting with febrile diarrhea: report of 2 cases. Wiener Klinische Wochenschrift 116 (Suppl. 4), 5860.

Hommel D, Talarmin A, Deubel V et al. (1998) Dengue enceph-alitis in French Guiana. Research in Virology 149, 235238.

Hommel D, Talarmin A, Reynes JM et al. (1999) Acute renal failure associated with dengue fever in French Guiana. Nephron 83, 183.

Imbert P, Sordet D, Hovette P et al. (1993) Spleen rupture in a patient with dengue fever. Tropical Medicine and Parasitology

44, 327328.

Innis BL, Nisalak A, Nimmannitya S et al. (1989) An enzyme-linked immunosorbent assay to characterize dengue infections where dengue and Japanese encephalitis cocirculate. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene 40, 418427.

Jusuf H, Sudjana P, Djumhana A et al. (1998) DHF with com-plication of acute pancreatitis related hyperglycemia: a case report. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health 29, 367369.

Kalita J & Misra UK. (2006) EEG in dengue virus infection with neurological manifestations: A clinical and CT MRI correlation. Clinical Neurophysiology 117, 22522256.Epub 2006 Aug 22.

Kalita J, Misra UK, Mahadevan A et al. (2005) Acute pure motor quadriplegia: is it dengue myositis? Electromyography and Clinical Neurophysiology 45, 357361.

Kho LK, Sumarmo, Wulur H et al. (1981) Dengue hemorrhagic fever accompanied by encephalopathy in Jakarta. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health 12, 83 86.

Khongphatthallayothin A., Chotivitayatarakorn P., Somchit S. et al. (2000) Mobitz type I second degree AV block during recovery from dengue hemorrhagic fever. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health 31, 642655.

Kunishige M, Mitsui T, Tan BH et al. (2004) Preferential gray matter involvement in dengue myelitis. Neurology 63, 1980 1981.

Kuo CH, Tai DI, Chang-Chien CS et al. (1992) Liver biochemical tests and dengue fever. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene 47, 265270.

Lawn SD, Tilley R, Lloyd G et al. (2003) Dengue hemorrhagic fever with fulminant hepatic failure in an immigrant returning to Bangladesh. Clinical Infectious Diseases 37, e1e4.

Leao RNQ, Oikawa T, Rosa EST et al. (2002) Isolation of dengue 2 virus from a patient with central nervous system involvement (transverse myelitis). Revista da Sociedade Brasileira de Medi-cina Tropical 35, 401404.

Liam CK, Yap BH & Lam SK. (1993) Dengue fever complicated by pulmonary hemorrhage manifesting as hemoptysis. Journal of Tropical Medicine and Hygiene 96, 197200.

Lum LCS, Thong MK, Cheah YK & Lam SK. (1995) Dengue-associated adult respiratory distress syndrome. Annals of Tropical Paediatrics 15, 335339.

Lum LC, Lam SK, Choy YS et al. (1996) Dengue Encephalitis: a True Entity? American Journal of Tropical Medicine and Hygiene 54, 256259.

Malheiros SM, Oliveira AS, Schmidt B et al. (1993) Dengue: muscle biopsy findings in 15 patients. Arquivos de Neuro-Psi-quiatria 51, 159164.

Miagostovich MP, Ramos RG, Nicol AF et al. (1997) Retrospec-tive study on dengue fatal cases. Clinical Neuropathology 16, 204208.

Miagostovich MP, Santos FB, De Simone TS et al. (2002) Genetic characterization of dengue virus type 3 isolates in the State of Rio de Janeiro, 2001. Brazilian Journal of Medical and Biolo-gical Research 35, 14.

Miranda LEC, Miranda SJC & Rolland M (2003) Case Report: Spontaneous Rupture of the Spleen Due to Dengue Fever. Bra-zilian Journal of Infectious Diseases 7, 423425.

Misra UK, Kalita J, Syam UK et al. (2006) Neurological mani-festations of dengue virus infection. Journal of the Neurological Sciences. 15, 244. Epub 2006 Mar 9.

Mohan B., Patwari AK, Anand VK et al. (2000) Hepatic dys-function in childhood dengue infection. Journal of Tropical Pediatrics 46, 4043.

Nagaratnam N, Sripala K & De Silva N. (1973) Arbovirus (Dengue type) as a cause of acute myocarditis and pericarditis.

British Heart Journal 35, 204206.

Nimmannitya S. (1987) Clinical spectrum and management of dengue haemorrhagic fever. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health 18, 392397.

Nimmannitya S, Thisyakorn U & Hemsrichart V (1987) Dengue haemorrhagic fever with unusual manifestations. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health 18, 398 406.

Nimmannitya S, Kalaayanarooj S, Nisalak A et al. (1990) Second attack of Dengue Hemorrhagic fever. Proceedings of the Inter-national Symposium on Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever, Bangkok.

Nogueira RMR, Miagostovich MP, Schatzmayr HG et al. (1988) Virological study of a dengue type 1 epidemic in Rio de Janeiro. Memorias do Instituto Oswaldo Cruz 83, 219 225.

Pancharoen C & Thisyakorn U (2001) Neurological Manifesta-tions in Dengue Patients. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health 32, 341345.

Patey O, Ollivaud L, Breuil J et al. (1993) Unusual neurologic manifestations occurring during dengue fever infection.

American Journal of Tropical Medicine and Hygiene 48, 793 802.

Promphan W, Sopontammarak S, Pruekprasert P et al. (2004) Dengue myocarditis. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health 35, 611613.

Ramos C, Sanchez G, Pando RH et al. (1998) Dengue virus in the brain of a fatal case of haemorrhagic dengue fever. Journal of Neurovirology 4, 465468.

Rao IS, Loya AC, Ratnakar KS et al. (2005) Lymph node infarc-tion- a rare complication associated with disseminated intra-vascular coagulation in a case of dengue fever. BMC Clinical Pathology 12, 5.

Redondo MC, Ros A, Cohen R et al. (1997) Hemorrhagic dengue with spontaneous splenic rupture. Clinical Infectious Diseases 25, 12621263.

Row D, Weinstein P, Murray-Smith S et al. (1996) Dengue fever with encephalopathy in Australia. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene 54, 2532Sen MK, Ojha UC, Chakrabarti S et al. (1999) Dengue Hemor-rhagic fever (DHF) presenting with ARDS. Indian Journal of Chest Diseases and Allied Sciences 41, 115119.

Setiawan MW, Samsi TK, Pool TN et al. (1995) Gallbladder wall thickening in dengue hemorrhagic fever: an ultrasonographic study. Journal of Clinical Ultrasound 23, 357362.

Setiawan MW, Samsi TK, Wulur H et al. (1998) Epigastric pain and sonographic assessment of the pancreas in dengue hemor-rhagic fever. Journal of Clinical Ultrasound 26, 257259.

Setlik RF, Ouellette D, Morgan J et al. (2004) Pulmonary hem-orrhage syndrome associated with an autochthonous case of dengue hemorrhagic fever. Southern Medical Journal 97, 688 691.

Sharma N, Mahi S, Bhalla A et al. (2006) Dengue fever related acalculous cholecystitis in a North Indian tertiary care hospital.

Journal of Gastroenterology and Hepatology 21, 664667. Soares CN, Faria LC, Peralta JM et al. (2006) Dengue infection: neurological manifestations and cerebrospinal fluid (CSF) ana-lysis. Journal of the Neurological Sciences 249, 1924.Epub

2006 Jul 25.

Solomon T, Dung NM, Vaughn DW et al. (2000) Neurological Manifestations of dengue infection. The Lancet 355, 1053 1059.

Strobel M, Lamaury I, Contamin B et al. (1999) Dengue fever with neurologic expression. Three cases in adults (in French). Annales de Medecine Interne 150, 7982.

Thakare J, Walhekar B, Banerjee K et al. (1996) Hemorrhagic manifestations and encephalopathy in cases of dengue in India.

Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health

27, 471475.

Thong MK. (1998) Dengue Shock Syndrome and acute respiratory distress syndrome. Lancet 352, 1712.

Torres JR, Liprandi F, Goncalvez AP et al. (2000) Acute parotitis due to dengue virus. Clinical Infectious Diseases 31, e28e29.

Veloso HH, Ferriera JA, De Paiva JMB et al. (2003) Acute atrial fibrillation during dengue hemorrhagic fever. Brazilian Journal of Infectious Diseases 7, 418422.

Wiersinga WJ, Scheepstra CG, Kasanardjo JS et al. (2006) Dengue fever induced hemolytic uremic syndrome. Clinical Infectious Diseases 43, 800801.

Wiwanitkit V. (2005a) Acute renal failure in the fatal cases of dengue hemorrhagic fever, a summary in Thai death cases.

Renal Failure 27, 647.

Wiwanitkit V. (2005b) Immune complex: does it have a role in the pathogenesis of renal failure in dengue patients? Renal Failure 27, 803804.

World Health Organization. (1997) Dengue Hemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment and Control. WHO, Geneva.

Wu KL, Changchien CS, Kuo CM et al. (2003) Dengue fever with acute acalculous cholecystitis. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 68, 657660.

Yamamoto Y, Takasaki T, Yamada K et al. (2002) Acute dis-seminated encephalomyelitis following dengue fever. Journal of Infection and Chemotherapy 8, 175177.