“DENSUS 88 DALAM PEMBERANTASAN TERORISME DI INDONESIA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Semakin merajalelanya aksi-aksi terorisme melalui serentetan aksi-aksi pembomannya yang meresahkan bangsa Indonesia, maka pada tanggal 18 Oktober 2002, Pemerintah Indonesia segera memasukkan agenda pemberantasan tindak pidana terorisme ke dalam kebijakan politik dan keamanan nasional dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002 Dan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme, diikuti dengan Penetapan Surat Keputusan Menko Polkam Nomor Kep 26/Menko/Polkam/11/2002 tentang Pembentukan Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme yang bekerja di level nasional sebagai satuan Pelaksana Tugas di bawah Presiden.

Citation preview

KATA PENGANTARSegala puji hanya bagi Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dalam segala urusan dan hanya Dialah satu-satunya yang berkuasa memenuhi keperluan hamba-Nya.

Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada pemimpin umat pembawa hidayah Nabi Muhammad Saw. dan keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya.

Alhamdulillah berkat rahmat-Nya, makalah dengan judul DENSUS 88 DALAM PEMBERANTASAN TERORISME DI INDONESIA) untuk memenuhi salah satu tugas individu pada mata kuliah Polhankam telah terselesaikan. Dengan keterbatasan ilmu yang saya miliki, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Iman Soleh, S.IP., M.Si. yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk membuat makalah ini dan semoga makalah ini bermanfaat bagi semuanya. Amiin...Jatinangor, 14 Desember 2013

PenulisDAFTAR ISIKATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN

11.1 Latar Belakang

1

1.2 Identifikasi Masalah

21.3 Tujuan Penulisan

31.4 Metode Penulisan

3BAB II PEMBAHASAN

4

2.1 Sejarah Tentang Densus 88

4

2.1 Pembentukan Densus 88

8

2.2 Visi, Misi, dan Nilai-Nilai Densus 88

9

2.3 Densus 88 Versus Teroris dan HAM

10

2.4 Tujuh Hal Yang perlu Diketahui Mengenai Densus 88

13

BAB III PENUTUP

17

4.1 Kesimpulan

17

4.2 Saran

17

Daftar Pustaka

18BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Aksi teror yang menghentakan bangsa Indonesia adalah ketika terjadinya aksi pemboman di Bali Paddys Pub dan Sari Club di Legian, Kuta, Bali pada tanggal 12 Oktober 2002.

Semakin merajalelanya aksi-aksi terorisme melalui serentetan aksi-aksi pembomannya yang meresahkan bangsa Indonesia, maka pada tanggal 18 Oktober 2002, Pemerintah Indonesia segera memasukkan agenda pemberantasan tindak pidana terorisme ke dalam kebijakan politik dan keamanan nasional dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002 Dan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme, diikuti dengan Penetapan Surat Keputusan Menko Polkam Nomor Kep 26/Menko/Polkam/11/2002 tentang Pembentukan Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme yang bekerja di level nasional sebagai satuan Pelaksana Tugas di bawah Presiden.

Pada tahun 2003, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 ditetapkan menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tertanggal 4 April 2003, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang.

Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tersebut, Presiden Republik Indonesia segera meminta Kapolri untuk membentuk satuan khusus guna menanggulangi aksi terorisme di Indonesia yaitu dengan dibentuknya Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri atau yang biasa disebut dengan Densus 88 Anti Teror dengan Skep Kapolri No. Pol: Kep/30/VI/2003 tertanggal 20 Juni 2003, untuk melaksanakan Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi UndangUndang, yaitu dengan kewenangan melakukan penangkapan dengan bukti awal yang dapat berasal dari laporan intelijen manapun, selama 7 kali 24 jam (sesuai Pasal 26 dan 28). Akan tetapi, terbentuknya Densus 88 Anti Teror tidak membuat kelompok teroris gentar sedikitpun. Hal itu dibuktikan dengan peristiwa pemboman Hotel JW Marriott milik jaringan Hotel Amerika di Kawasan Mega Kuningan Jakarta dengan menggunakan bom mobil pada tanggal 5 Agustus 2003.

Dalam penanganan terorisme di Indonesia kita ketahui banyak satuan anti teror dari pihak TNI maupun BIN dan mereka memiliki kemampuan penanggulangan anti teror yang sangat luar biasa. Namun, dengan di Bentuknya detasemen anti teror dari Polri, bagaimana peran detasemen tersebut dalam penanggulangan tindak pidana terorisme sebagai salah satu unsur dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Dan bagaimanakah efektivitasnya. 1.2 Identifikasi Masalah

Dengan mengaitkan latar belakang diatas, maka adapun rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut:

1. Apa latar belakang didirikannya atau dibentuknya Densus 88?

2. Bagaimana peran Densus 88 dalam menghadapi terorisme?3. Bagaimanakah kinerja yang dilakukan oleh Densus 88 terhadap masyarakat sekitar?1.3 Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan makah ini adalah :

1. Untuk mengetahui sejarah bagaimana terbentuknya Densus 88.2. Untuk menjelaskan bagaimana reaksi masyarakat menilai Densus 88 seperti apa.3. Untuk mengetahui peran Densus 88 dalam mengahadapi terorisme.1.4 Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, saya menggunakan metode penulisan studi pustaka beserta mencari sumber dari internet dan sumber-sumber lainnya yang terkait.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Tentang Densus 88

Sekilas Tentang DENSUS 88 (Detasemen Khusus 88) Anti Teror Mabes Polri Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/756/X/2005, tentang Pengesahan Pemakaian Logo Densus 88 Anti Teror, tanggal 18 Oktober 2005, maka berikut ini adalah Logo Densus 88 Anti Teror. Logo dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Berupa desain lingkaran dengan garis warna hitam dengan tulisan DETASEMEN KHUSUS 88 ANTI TEROR dengan latar belakang warna merah marun dan di tengah-tengah lingkaran terdapat gambar burung hantu warna hitam dan abu-abu dengan latar belakang warna kuning terang.

Arti LogoBurung Hantu

Burung hantu merujuk pada spesies burung nocturnal (aktif waktu malam) dan mempunyai bentuk muka yang berbeda dengan burung biasa. Muka burung hantu berbentuk rata seperti muka manusia dengan kedua belah matanya menghadap ke depan. Burung hantu juga mempunyai paruh bengkok kebawah yang tajam, dan mempunyai bulu jambul yang lembut.

Burung hantu adalah binatang pemangsa yang efisien karena dilengkapii perlengkapan yang memadai sebagai predator. Matanya yang terletak dibagian depan memberi kesan burung ini pandangan menyatu yang hebat. Dimana seekor burung hantu mempunyai kemampuan penglihatan secara binokuler (melihat sebuah obyek dengan kedua mata secara bersamaan), sehingga burung hantu dapat melihat obyek secara tiga dimensi dengan wilayah penglihatan 110 derajat, 70 derajat diantaranya dapat dilihat secara binokuler. Namun ia bisa memutar kepalanya 270 derajat sehingga bisa melihat ke belakang dengan mudah.

Karena sering berburu dimalam hari, burung hantu dilengkapi dengan sistem pendengaran yang sagat baik. Telinga terletak di dekat mata dan dilingkupi oleh wajah yang lebar. Wajah yang lebar ini berfungsi seperti radar menangkap suara yang menyalurkan gelombang suara melaui otot-otot wajah ke telinga. Daya penglihatannya dan pendengarannya pada malam hari sangat tajam, mampu mendengar cicitan tikus pada jarak 500 m. Cakarnya yang tajam akan keluar memanjang saat menyerang sehingga meningkatkan keberhasilan serangan.

Burung hantu juga dilengkapi sepasang sayap yang cukup spesial karena mampu meredam gerakan udara yang membuatnya tidak bersuara saat terbang dan menangkap mangsanya dengan kejutan. Itu juga membuatnya mampu mendengar pergerakan buruannya dengan jelas sambil terbang.

Semuanya itu membuat Burung Hantu memiliki kemampuan berburu yang sangat tinggi, tangkas, cekatan dan disamping menyambar juga mengejar mangsanya di atas tanah. Penelitian pada jenis tertentu, kotoranya menunjukkan 99% memangsa tikus sedangkan 1% memangsa serangga. Mengkonsumsi tikus lebih banyak 2-3 ekor per hari namun daya membunuh lebih dari yang dimakannya.

Filosofi

Burung hantu dengan kemampuan penglihatan yang tajam, pendengaran yang kuat karena radar yang ada pada wajahnya, kemampuan bergerak tanpa bersuara di malam hari, dan kecepatan terbang yang tinggi akan memburu tikus (yang dimanapun selalu mengganggu dan merusak) kemanapun bersembunyi secara cepat dan akurat. Tikus dapat diartikan sebagai teroris yang selalu mengganggu umat manusia. Kemampuan burung hantu tersebut dapat melambangkan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dapat bergerak dengan sangat rahasia digunakan sebagai logo Detasemen Khusus 88 Anti Teror untuk memburu teroris kemanapun berada.

Arti angka 88 pada tulisan Detasemen Khusus 88 ini menyerupai dua buah borgol. Angka 88 merupakan representasi dari korban peristiwa bom Bali pada tahun 2002 dari warga asing yang mengalami korban terbanyak yaitu Australia. Makna 88 berikutnya adalah, angka 88 tidak terputus dan terus menyambung. Ini artinya bahwa pekerjaan Detasemen 88 Antiteror ini terus berlangsung dan tidak kenal berhenti. Angka 88 juga menyerupai borgol yang maknanya polisi serius menangani kasus ini.

Meski sudah terjadi ratusan pengeboman di Indonesia sejak tahun 1999, pemerintah Republik Indonesia belum menyadari akan adanya aktivitas terorisme di Indonesia. Kasus pengeboman di Bali tanggal 12 Oktober 2002 telah membuka mata pemerintah Republik Indonesia dan dunia pada umumnya bahwa di Indonesia benar telah terjadi aktivitas terorisme yang sangat serius.

Perundang-undangan pemberantasan terorismepun segera dibentuk, bahkan diberlakukan surut untuk penanggulangan terorisme tersebut. Untuk dapat menanggulangi terorisme di Indonesia,segera dibuat naskah kerjasama internasional di bidang kepolisian, teknik dan intelijen dengan negara negara di dunia.

Untuk dapat segera mengungkap kasus bom Bali tersebut, Kepala Kepolisian Republik Indonesia membentuk satuan tugas yang anggota-angotanya dipilih dari polisi-polisi terbaik dari seluruh Indonesia. Tugas pokok satuan tugas yang baru dibentuk adalah untuk dapat segera mengungkap kasus pengeboman,menangkap pelaku dan membongkar jaringan teroris yang ada di belakangnya. Cara kerja satuan tugas tersebut agar lebih efektif, maka diberi keleluasaan untuk memotong segala bentuk hambatan birokratis di lingkungan Polri.

Persenjataan Densus 88

Satuan pasukan khusus baru Polri ini dilengkapi dengan persenjataan dan kendaraan tempur buatan Amerika, seperti senapan serbu Colt M4, senapan penembak jitu Armalite AR-10, dan shotgun Remington 870. Dikedepan satuan ini akan memiliki pesawat C-130 Hercules sendiri untuk meningkatkan mobilitasnya.Senapan penembak jitu Armalite AR-10

Shotgun Remington 870

Pesawat C-130 Hercules

2.2 Pembentukan Densus 88

Satuan ini diresmikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Firman Gani pada tanggal 26 Agustus 2004. Detasemen 88 yang awalnya beranggotakan 75 orang ini dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Tito Karnavian yang pernah mendapat pelatihan di beberapa negara.

Densus 88 dibentuk dengan Skep Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 20 Juni 2003, untuk melaksanakan Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan kewenangan melakukan penangkapan dengan bukti awal yang dapat berasal dari laporan intelijen manapun, selama 7 x 24 jam (sesuai pasal 26 & 28). Undang-undang tersebut populer di dunia sebagai "Anti Teror Act".

Angka 88 berasal dari kata ATA (Anti Terror Act), yang jika dilafalkan dalam bahasa Inggris berbunyi Ei Ti Ekt. Pelafalan ini kedengaran seperti Eighty Eight (88). Jadi arti angka 88 bukan seperti yang selama ini beredar bahwa 88 adalah representasi dari jumlah korban bom bali terbanyak (88 orang dari Australia), juga bukan pula representasi dari borgol.

Pasukan khusus ini dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat melalui bagian Jasa Keamanan Diplomatik (Diplomatic Security Service) Departemen Luar Negeri AS dan dilatih langsung oleh instruktur dari CIA, FBI, dan U.S. Secret Service.Kebanyakan staf pengajarnya adalah bekas anggota pasukan khusus AS. Informasi yang bersumber dari FEER pada tahun 2003 ini dibantah oleh Kepala Bidang Penerangan Umum (Kabidpenum) Divisi Humas Polri, Kombes Zainuri Lubis, dan Kapolri Jenderal Pol Dai Bachtiar. Sekalipun demikian, terdapat bantuan signifikan dari pemerintah Amerika Serikat dan Australia dalam pembentukan dan operasional Detasemen Khusus 88. Pasca pembentukan, Densus 88 dilakukan pula kerjasama dengan beberapa negara lain seperti Inggris dan Jerman. Hal ini dilakukan sejalan dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pasal 43.2.3 Visi, Misi, dan Nilai-Nilai Densus 88

1. Visi Densus 88 AT:

MELINDUNGI MASYARAKAT INDONESIA DARI TERORISME2. Misi Densus 88 AT:

1) Melaksanakan Penegakan Hukum Tindak Pidana Terorisme Secara Professional.

2) Mengembangkan Kapabilitas dan Akuntabilitas dalam Penanggulangan Terorisme.

3) Membina Kerjasama yang Relevan dalam Penanggulangan Terorisme.

3. Nilai-Nilai Densus 88 AT:

1) INTEGRITAS

2) BERANI

3) JUJUR

4) BERTANGGUNGJAWAB

5) DAPAT DIPERCAYA2.4 Densus 88 Versus Teroris dan HAM

Serba salah dan siap salah. Itulah salah satu resiko Satuan Anti Teror Detasemen Khusus 88. Tak jarang, dalam penyelesaian sebuah kasus aksi terorisme yang bibitnya masih banyak di tengah masyarakat di Indonesia ini, aksi berlebihan mereka saat melakukan penyergapan kerap mengundang cacian dari masyarakat. Tidak sopan, biadab dan yang jelas, melanggar hak asasi manusia atau HAM.

Seorang tua yang sedang sholat ditendang dan digebuki sampai rompal giginya. Setelah interogasi mendalam, ternyata tidak diketemukan adanya keterkaitan dengan aksi atau faham terorisme yang dicurigainya. Jelas, setelah tidak terbukti bersalah, Densus 88 pun menjadi bersalah. Orang sedang sholat kok ditendang. Kesan yang ditimbulkan, Densus 88 adalah pembenci Islam. Padahal, apakah masyarakat benar benar tahu bahwa mereka pun mengawali sebuah tugas dengan doanya? Merekapun mengawal para Islam yang menginginkan damai di bumi Nusantara ini tetap dapat melakukan ibadah dengan baik? Supaya masyarakat tetap bisa merasa aman dalam melaksanakan ibadah kesehariannya.

Lantas bagaimana apabila yang terjadi sebaliknya? Saat si orang tua tersebut ternyata memang bagian dari aksi terorisme? Masyarakat akan menilai, bahwa Densus 88 sudah bertindak dengan tepat. Mereka adalah pahlawan, berhasil mengungkap sebuah kasus atau bibit terorisme ditengah masyarakat.

Banyak yang tidak mengerti, bagaimana sulitnya satuan Densus 88 melakukan tugasnya. Hal ini tentu berkaitan dengan HAM atau Hak Asasi Manusia. Bahwa mereka yang masuk dalam pantauan mereka dan diindikasikan atau sudah terindikasikan sebagai bagian dari jaringan aksi terorisme tidak serta merta atau dengan mudah bisa dituntaskan tanpa adanya sebuah aksi terlebih dahulu dari jaringan tersebut. Seringkali, karena hal ini menjadikan mereka dianggap tidak becus dalam bekerja. Intelejen tidak bekerja dengan baik. Penulis disini malah berasumsi bahwa ada sedikit gangguan didalam intelejen di tubuh RI.

Banyaknya informasi dari atas yang misleading atau salah mengarahkan bukan merupakan sebuah indikasi ketidak becusan BIN dalam mengetahui sebuah aksi sebelum dilakukan. Sedikit berbahaya, sebetulnya. Karena BIN memang riskan untuk penyusupan, sehingga informasi yang misleading ini memang sengaja dilakukan oleh para penyusup ini.

Kembali ke Densus 88 dan HAM. Cara penanganan yang simpatik, sopan dan sesuai koridor ,etika dan hukum memang inilah yang ideal. Namun sulit penerapannya untuk para satuan khusus anti teror Densus 88 sendiri. Mereka adalah satuan terlatih, yang terbiasa berhadapan dengan para psikopat teroris dengan faham atau ideologi apapun.

Para psikopat teror ini siap mati. Demi membela ideologi atau faham salah yang mereka terapkan. Merekapun terlatih dengan baik. Baik pembekalan secara militer, pengetahuan umum dan yang lainnya. Penyusupan yang mereka lakukan ditengah masyarakat pun dilakukan dengan sangat baik, sehingga sulit untuk mengenali mereka ditengah masyarakat yang tampak damai ini. Dan inilah yang dihadapi Densus 88 disini. Tentu, dengan cara sopan bertanya Maaf, apakah anda seorang teroris? Apakah kebetulan di dada anda terikat rangkaian C-4 yang siap diledakkan? tidak akan mumpuni untuk para Densus 88 ini menyelesaikan tugasnya.

Bisa anda bayangkan? Seorang anggota Densus 88 dengan senyum yang ramah memberikan formulir berisikan deretan pertanyaan yang dapat memberikan pengakuan ya atau tidaknya seseorang yang menjadi tersangka itu resmi dikatakan bahwa dia adalah seorang teroris? Apabila bisa, dan menurut anda itu yang harus dilakukan mereka, berarti mungkin justru anda yang sedang berkhayal tentang sebuah tatanan di dunia yang terlalu indah.

Sudah saatnya membawa anda kembali ke bumi, dan menghadapi masalah nyata yang ada. Dengan penanganan yang nyata juga. Cara penanganan yang mungkin akan sulit diterima oleh akal dan nurani sehat kita sebagai tatanan masyarakat yang awam.

Melanggar etika, norma dan tentunya, hak asasi manusia. Dan kesalahan kesalahan dan cacian inilah yang siap diterima oleh para anggota Densus 88 ini dalam pengabdiannya mengamankan negara.

Pendanaan pembentukan mereka yang didapat dari Australia juga menjadi satu penyebab tidak diterimanya Densus 88 ditengah masyarakat. Kepentingan asing diutamakan itu juga yang digaungkan. Padahal, rasa nasionalisme para anggota Densus 88 dengan pengabdiannya menjadi sesuatu yang sebenarnya tidak patut dipertanyakan. Tetapi, lagi lagi, karena kita adalah bagian dari masyarakat yang awam, sehingga kitapun mutlak wajib mempertanyakannya(http://hankam.kompasiana.com/2012/09/09/densus-88-versus-teroris-dan-ham-485409.html).2.4 Tujuh Hal Yang perlu Diketahui Mengenai Densus 88

Semua pasti mengetahui apa itu Densus 88. Ada banyak kabar yang mengatakan, baik isu maupun fakta yang beredar tentang Densus 88 ini yang mungkin akan kita baru dengar atau mungkin kita tahu, walaupun sumbernya tidak terlalu detail karena diposkan oleh AKP Alex, SH.,S.KOM. salah satu dari kepolisian juga dan langsung menyebar di internet. Adapun ketujuh hal tersebut antara lain yaitu:1) Berita satu

Angka 88 merupakan simbol zionis yahudi yang sudah dimodifikasi macam ini diduga dari logo Zionis atau ada juga berita yang bilang angka 88 di belakang densus 88 adalah simbolisasi jumlah korban terbanyak bom bali dari warga australia sebanyak 88 orang dan ini menjadi suatu isu yang menarik.

Faktanya angka 88 itu bermula dari bahasa inggris AT Act yang berarti Anti Terror Act sebuah undang-undang anti teror negara amerika serikat. Katanya kalau dalam bahasa Inggris kata AT act itu dilafalkan dengan Ei Ti ect. Ini serupa dengan lafal eighty eight, alias 88. Dari sanalah 88 ini berasal.

2) Berita dua

Pasukan ini di biayai pemerintah Amerika serikat! Fakta. Pasukan ini memang bentukan Amerika serikat, khususnya dibiayai oleh bidang Diplomatic Security Service. Instruktur pelatihnya didatangkan langsung dari FBI, CIA, Secret Service dan pasukan khusus amerika.

3) Berita tiga

Pasukan ini sangat khusus dan hanya ada 75 orang anggota. Awal dibentuknya memang berjumlah 75 orang, namun dalam perkembangannya jumlah anggotanya membesar menjadi 400 orang.

4) Berita empat

Untuk membiayai Densus 88 isunya Amerika mengucurkan Rp150 miliar setahunnya. Jumlah itu hanya dikucurkan pada awal pembentukannya pertengahan tahun 2003 lalu. Sementara tahun-tahun berikutnya bervariasi, seperti 2005 Rp.15 miliar, 2006 Rp.43 miliar dan terus bervariasi tiap tahunnya.

5) Berita lima

Logo pasukan ini adalah burung hantu. Sejak 2005 pasukan ini memang menggunakan burung hantu sebagai logonya.

. 6) Berita enam

Densus 88 punya pesawat sendiri. Belum jelas! Menurut kabar, Densus 88 memang punya pesawat sendiri untuk menunjang aktivitas mereka yang padat. Tapi yang pasti Pasukan ini didukung oleh peralatan canggih made in luar negeri (bukan buatan lokal pindad seperti anggota polisi yang lain). Mulai dari persenjataan macam m4, styer, tameng, bom, sampai mobilnya buatan luar semua.

7) Berita tujuh

Densus 88 menembak mati semua buruannya! Tidak betul, karena beberapa tersangka juga ada yang ditangkap hidup-hidup. Tapi kita memang tak bisa mengelak fakta bahwa sejak dibentuk Densus 88, gembong teroris kebanyakan ditembak mati di tempat, mulai dari DR. Azhari, Noordin M. Top, Dulmatin, dan sejumlah tokoh lain yang pernah berhadapan dengan Densus 88. Beda dengan pasukan sebelumnya yang berhasil menangkap Ali Imron, Amrozi dan kawan-kawan dalam kondisi hidup.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Meski sudah terjadi ratusan pengeboman di Indonesia sejak tahun 1999, pemerintah Republik Indonesia belum menyadari akan adanya aktivitas terorisme di Indonesia. Kasus pengeboman di Bali tanggal 12 Oktober 2002 telah membuka mata pemerintah Republik Indonesia dan dunia pada umumnya bahwa di Indonesia benar telah terjadi aktivitas terorisme yang sangat serius. Perundang-undangan pemberantasan terorismepun segera dibentuk, bahkan diberlakukan surut untuk penanggulangan terorisme tersebut. Untuk dapat menanggulangi terorisme di Indonesia,segera dibuat naskah kerjasama internasional di bidang kepolisian, teknik dan intelijen dengan negara negara di dunia. Untuk dapat segera mengungkap kasus bom Bali tersebut, Kepala Kepolisian Republik Indonesia membentuk satuan tugas yang anggota-angotanya dipilih dari polisi-polisi terbaik dari seluruh Indonesia. Tugas pokok satuan tugas yang baru dibentuk adalah untuk dapat segera mengungkap kasus pengeboman,menangkap pelaku dan membongkar jaringan teroris yang ada di belakangnya. Cara kerja satuan tugas tersebut agar lebih efektif, maka diberi keleluasaan untuk memotong segala bentuk hambatan birokratis di lingkungan Polri. Dan sekarang kita kita kenal satuan ini disebut Densus 88 Anti Teror atau Detasemen 88 Anti Teror.

3.2 Saran

Densus 88 banyak menimbulkan suatu hal yang sungguh luar biasa terutama masalah HAM dan hukum. Oleh karenanya satuan ini harus bergerak lebih teliti dalam menanganai teorisme dan juga harus lebih siap menerima suatu kesalahan. Karena terkadang satuan Densus 88 ini bisa dibilang banyak salah dan serba salah namun harus siap salah.DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku dan Artikel: Anwar dan Adang. 2009. Sistem Peradilan Pidana (konsep, komponen & peklaksanaannya

dalam penegakkan hukum di Indonesia). Bandung: Widya padjajaran. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). 2005. Jakarta: Balai Pustaka Mardalis.2009. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara. Masyhar, Ali. 2009.Gaya Indonesia Menghadang Terorisme.Bandung: Mandar Maju. Moleong, Lekaliy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Priatmodjo, Galih. 2010. Densus 88 The Undercover Squad. Yogyakarta: Narasi.

Rahardjo, Satjipto. 2009. Penegakan Hukum.Jogyakarta: Genta Publishing.

Sudarto, Hukum Pidana I,Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum Undip, Semarang, 1990.

Sumber Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Surat Keputusan Kapolri No. 30/VI/2003 tentang Perubahan atas Keputusan Kapolri No.:Kep/53/X/2002, tertanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi pada tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tertanggal 14 September 2010 tentang Susunan Organisasi an Tata Kerja Satuan Organisasi pada tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.Sumber Internet:http://id.wikipedia.org/wiki/Detasemen_Khusus_88_%28Anti_Teror%291