26
DESKRIPSI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK KOTA BATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU

DESKRIPSI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK KOTA … · DESKRIPSI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK ... Kawasan perkampungan orang-orang Melayu di Pulau ... pembesar Bugis di Riau

  • Upload
    lykhanh

  • View
    234

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

DESKRIPSI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK

KOTA BATAM

PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT

WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU

HASIL

DAFTAR PEMUTAKHIRAN DATA CB KOTA BATAM TAHUN 2018

2

DAFTAR ISI

1. Perigi SMA 11 Pulau Buluh (Perigi 1911) ....................................................................................... 3

2. Kompleks Makam Keluarga Syech Saharani .................................................................................. 5

3. Kompleks Makam Temenggung Abdul Jamal .............................................................................. 10

4. Kompleks Makam Keluarga Teungku Han Puan .......................................................................... 17

5. Kompleks Makam Teungku Han Puang ...................................................................................... 23

3

1. Perigi SMA 11 Pulau Buluh (Perigi 1911) KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris Cagar Budaya 02/BCB-TB/C/02/2014

Nama Cagar Budaya Perigi SMA 11 Pulau Buluh (Perigi 1911)

Alamat

Jalan Jalan Bahagia

Dusun/Kampung/Jorong -

Desa/Kelurahan/Nagari Buluh

Kecamatan Bulang

Kabupaten/Kota Kota Batam

Provinsi Kepulauan Riau

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab./Kota ± 18 km

Ibukota Prov. ± 37 km

Keletakan Geografis Berada di dataran Rendah

Aksesibilitas Situs Dari Kota Batam Centre naik Taksi ke Pelabuhan Sagalung,

naik kapal Pompom (Kapal Pancung), setiba di pulau Buluh

di dekat pasar lokasi berada

Letak Astronomis N 1° 0'58.50" E 103°55'39.12"

1.01625,103.9275334*

Deskripsi Historis Perigi 1937 merupakan sumber air tawar kedua yang ada di

Pulau Buluh. Pada dinding perigi, tertulis angka 1937.

Angka tersebut merupakan catatan penanda bahwa perigi itu

dibuat pada tahun yang tertera. Perigi ini sekilas terlihat

mengadopsi bentuk Perigi SMA 11.

Deskripsi Arkeologis Perigi SLL 1937 ini memiliki diameter 1,5 m. Bagian

dinding perigi diberi perkuatan dengan memakai bata hingga

setinggi 70 cm dari permukaan tanah. Ada pun ketebalan

dinding berukuran 20 cm. Perigi LL 1937 dari segi artifisial

tidak memiliki bentuk unik, akan tetapi dari aspek umur

relatif tua dan memiliki fungsi sosial yang cukup penting

pada masa lalu di Pulau Buluh

Ukuran (Luas) Situs Bangunan 1,5 X 1,5 m

Lahan 2 X 2 m

Batas-Batas Situs Utara Kawasan Pemukiman Penduduk

Selatan Kawasan Pemukiman Penduduk

Timur Kawasan Pemukiman Penduduk

Barat Kawasan Pemukiman Penduduk

Fungsi awal dan fungsi sekarang Sumur Air Tawar dan sekarang sumur air tawar

Pemilik Masyarakat

Pengelola Masyarakat

Foto

4

Foto Objek

(Sisi Timur)

Foto Lingkungan

(Lingkungan Sekitar Perigi)

Denah Keletakan

Tanggal Pendataan Agustus 2017

Pengentri Data Surya; Gema Indra Kusuma

*) google earth / maps

5

2. Kompleks Makam Keluarga Syech Saharani KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris Cagar Budaya 04/BCB-TB/C/02/2014

Nama Cagar Budaya Kompleks Makam Keluarga Syekh Saharani

Alamat

Jalan Jl. Zakaria Ahmad

Dusun/Kampung/Jorong -

Desa/Kelurahan/Nagari Buluh

Kecamatan Bulang

Kabupaten/Kota Kota Batam

Provinsi Kepulauan Riau

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab./Kota ± 18 km

Ibukota Prov. ± 37 km

Keletakan Geografis Berada pada dataran rendah, dikelilingi oleh laut karena

merupakan sebuah pulau kecil

Aksesibilitas Situs Dari Kota Batam Centre naik Taksi ke Pelabuhan Sagalung,

naik kapal Pompom (Kapal Pancung), setiba di pulau Buluh

di dekat pasar lokasi berada

Letak Astronomis N 1° 0'51.72" E 103°55'48.42"

1.0143667,103.93011668*

Deskripsi Historis Syekh Saharani dipercaya penduduk sebagai penyebar islam

pertama di Pulau Buluh. Kapan periodesasinya tidak

didapatkan informasi

Deskripsi Arkeologis Komplek Makam Syekh Saharani merupakan

pemakaman tertua di Pulau Buluh. Makam yang ada dalam

area Masjid Nurul Iman ini memiliki tipe sederhana. Makam

Syekh Saharani sendiri hanya menyisakan bagian asli pada

kedua nisan. Sementara itu, sekeliling nisan sudah diberi

keramik oleh para peziarah. Sementara itu, berdekatan

dengan makam Syekh Saharani yang telah diberi cungkup,

terdapat makam-makam kecil dengan ukuran nisan yang

tidak begitu besar. Beberapa nisan berbentuk silinder dan

lainnya berbentuk pipih. Akan tetapi tidak ada masyarakat

yang mengetahui kapan makam tersebut ada

Ukuran (Luas) Situs Bangunan 2,2 X 1,5 m (3,3 m2)

Lahan 5 X 13,5 (67,5 m2)

Batas-Batas Situs Utara Kawasan Masjid Nurul Iman

Selatan Kawasan Masjid Nurul Iman

Timur Kawasan Masjid Nurul Iman

Barat Kawasan Masjid Nurul Iman

Fungsi awal dan fungsi sekarang Pemakaman dan sekarang pemakaman

Pemilik -

Pengelola Masyarakat dan Pengurus Masjid Nurul Iman

Foto

6

Foto Objek

(Sisi Selatan)

(Makam Syech Saharani)

7

(Makam Keluarga Syech Saharani)

Foto Lingkungan

(Lingkungan Sisi Utara)

(Lingkungan Sisi Selatan)

8

(Lingkungan Sisi Barat)

(Lingkungan Sisi Timur)

(Askses Masuk Situs)

9

Denah Keletakan

Tanggal Pendataan Agustus 2017

Pengentri Data Surya; Gema Indra Kusuma

*) google earth / maps

10

3. Kompleks Makam Temenggung Abdul Jamal KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris Cagar Budaya 05/BCB-TB/C/02/2014

Nama Cagar Budaya Komplek Makam Temenggung Abdul Jamal

Alamat

Jalan -

Dusun/Kampung/Jorong -

Desa/Kelurahan/Nagari Bulang Lintang

Kecamatan Bulang

Kabupaten/Kota Kota Batam

Provinsi Kepulauan Riau

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab./Kota ± 29 km

Ibukota Prov. ± 41 km

Keletakan Geografis Berada pada dataran rendah, dikelilingi oleh laut karena

merupakan sebuah pulau kecil

Aksesibilitas Situs Dari Kota Batam Centre naik Taksi ke Pelabuhan Sagalung,

naik kapal Pompom (Kapal Pancung), setiba di pulau Buluh

naik Kapal Kancung menuju Pulau Bulang, jalan kaki 10

menit

Letak Astronomis N 1° 1'14.64"E 103°52'49.14"

1.0207333,103.8803166*

Deskripsi Historis Temenggung adalah gelar pembesar di bawah sultan

dan raja dalam sistem ketatanegaraan Kerajaan Melayu Johor

Pahang. Temenggung merupakan salah satu dari empat

pemegang cap mohor di bawah sultan dan raja. Cap mohor

itu juga diiringi dengan kepemilikan bendera yang disebut

bendera Fajar Menyingsing.

Temenggung tersebut bernama Tun Abdul Jamal,

diperkirakan lahir sekitar tahun 1720. Tun Abdul Jamal

merupakan putra dari Tun Abbas Datuk Bendahara Sri

Maharaja Johor Ibnu Sultan Jalil Riayat Syah.

Temenggung tersebut berkedudukan di Pulau Bulang

hingga tahun 1811 M dipindah ke Singapura oleh

Temenggung berikutnya yaitu Tun Abdul Rahman.

Penempatan jabatan Temenggung di Pulau Bulang

menjadi indikator bahwa pulau tersebut adalah sebuah

kawasan penting pada masa eksistensi Kerajaan Melayu,

Johor dan Pahang.

Pahang terkait rapat dengan sebuah pulau bernama

Bulang yang kini berada dalam wilayah Kota Batam. Tulisan

ini akan didiskusikan tentang peranan Pulau Bulang sebagai

basis daerah perintah Temenggung sejak tahun 1722 hingga

1824, dan dua pendapat tentang asal-usul nama pulau

Bulang.

Bandar dagang dan Pertahanan

Sejumlah bahan sumber Melayu dan Eropa mencatat

11

bahwa pulau Bulang pernah memainkan peranan yang cukup penting dalam peristiwa sejarah di kawasan Selat Melaka.

Dalam Sejarah Melayu atau Sulalatus Salatin umpamanya,

nama pulau Bulang paling tidak telah dicatat dalam

kaitannya serangan-serangan Portugis terhadap pusat

pertahanan Sultan Mahmud Syah, Sultan Melaka yang

menyingkir ke Pulau Bintan.

Kawasan perkampungan orang-orang Melayu di Pulau

Bulang pernah dibakar habis oleh sayap armada laut Portugis

dibawah komando Don Sancho Enriquez yang berkekuatan

25 buah perahu, galley, dan fusta, sebelum menyerang pusat

pertahanan Sultan Mahmud Syah, yang dikenal dengan nama

Kopak dan Kota Kara di pulau Bintan pada pada tahun 1526.

Sebuah laporan Portugis juga mencatat bahwa

kawasan sekitar pulau Bulang telah terkenal sebagai

pelabuhan dagang sejak tiga puluh lima tahun sebelum

Laksamana Tun Abdul Abdul Jamil dari Johor (Lama) diutus

membuka sebuah negeri baru di pulau Bintan yang kemudian

dikenal sebagai “bandar dagang” bernama Riau pada tahun

1673.

Resende, orang Portugis yang menulis laporan itu

mencatat terdapat pelabuhan dagang yang penting

berhampiran dengan Selat Singapura yang disebutnya

dengan nama Bulla atau Bulang dekat Pulau Batam.

Menurut Resende, pelabuhan ini padat dengan

penduduk Melayu dan seringkali dibanjiri oleh sejumlah

pedagang dari seluruh rumpun masyarakat dari wilayah

Selatan pelabuhan itu.

Dua ratus tahun kemudian, perairan di sekitar Teluk

Bulang juga tampil memainkan peranan yang sama, seperti

pada zaman Resende melaporkan situasi pulau ini pada tahun

1638.

Pada tahun 1843, seorang pengamat Eropa lainnya

bernama Horsburg melaporkan, “Teluk Boolang, di pulau

Battam, atau Pulo Battam, terletak kira-kira 13 atau 14 miles

sebelah Tenggara Singapura, menyediakan tempat berlabuh

yang aman, dan sering dikunjungi kapal-kapal Amerika; di

sini mereka memperoleh barang muatan, dan berdagang

dengan Singapura, dalam rangka menghindari biaya

tambahan bila langsung pergi ke Singapura, karena Teluk

Bulang berada di luar batas wilayah kekuasaan Inggris”.

Pada masa pemerintah Sultan Riau yang pertama,

Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah (1722-1760), pulau

Bulang tampaknya juga menjadi “benteng alamiah” yang

melindingi Riau dan sekaligus tempat “perlindungan”

menjelang menyingkir ke kawasan tertentu bila terjadi krisis

politik di Riau.

Sekitar tahun 1724, umpamanya, Sultan Sulaiman

pernah berada di pulau Bulang sebelum menyingkir ke

12

Kampar ketika terjadi perselisihan dengan pembesar-pembesar Bugis di Riau. Menurut sejarawan Eliza Netscher,

salah satu sebabnya adalah karena terdapat sebuah benteng

tangguh bernama Kota Karang di pulau ini.

Daerah Perentah Temenggung

Pulau Bulang, juga telah menjadi satu kurnia Sultan

Sultan Sulaiman Badrul AlamSyah bagi kelurga

Temenggung Riau-Johor. Dan sejak tahun 1722 pulau ini

telah dijadikan “markas besar‟ keluarga Temenggung yang

merupakan cabang kecil dinasti Bendahara yang memerintah

Riau-Lingga-Johor-dan Pahang.

Menurut sejarawan Carl A. Trocki dalam bukunya

yang kontroversial, Prinse of Pirates; The Temenggongs and

the Development of Johor and Singapore 1785-1885 (1979),

selama lebih dari empat generasi yang dimulai dengan

Bendahara Tun Abbas, pulau Bulang telah menjadi basis

penting keluarga Temenggung hingga menjelang

Temenggung Abdulrahman pindah ke Singapura pada tahun

1811.

Bahkan dalam catatan Trocki, Bendahara Tun Abbas,

ayah Temenggung Abdul Jamal, juga telah dimakamkan di

pulau Bulang, seperti halnya Temenggung Abdul Jamal dan

puteranya yang bernama Engku Muda Raja Muhamad.

Pendapat Trocki ini agak bertentangan dengan pendapat lain

yang menyebutkan makam Tun Abbas berada di Hulu Riau,

berhampiran dengan makam Daeng Marewah Yang

Dipertuan Muda Riau I.

Pulau Bulang adalah „cradle‟ atau „buaian‟ bagi

Temenggung-Temenggung penting dalam sejarah Riau-

Lingga-Johor-dan Pahang sebelum mereka pindah ke

Singapura, dan kemudian dapat „merebut‟ tahta Sultan atas

Singapura dan Johor pasca Traktat London 1824. Warisan

itulah yang kemudian berlanjut sampai kepada Sultan Johor

„modern‟ pada hari ini.

Temenggung Abdulrahman, meskipun telah pindah

dari pulau Bulang ke Singapura pada tahun 1811, juga

dilaporkan telah memulai karirnya sebagai Temenggung di

Pulau Bulang.

Sebagai kawasan pusat “perentah” mereka, kaum

kerabat Temenggung dan pengikut Temenggung juga masih

bermastautin di pulau Bulang, hingga beberapa tahun setelah

Temenggung Abdulrahman pindah ke Singapura.

Setelah tahun 1824, yang ditandai dengan pembelahan

kerajaan Riau-Johor-Lingga-dan Pahang tersebab Traktat

London 1824, barulah keluarga Temenggung benar-benar

meninggalkan pulau Bulang: terutama ke Singapura dan

Johor.

Walaupun berbasis di Pulau Bulang, dalam

kenyataannya pemegang jabatan Temenggung tersebut tidak

13

pernah digelar sebagai Temenggung Bulang. Sebaliknya, sejumlah sumber menunjukkan bawa jabatan Temenggung

ini selalu dikaitkan dengan pusat utama kerajaan yang berada

di Riau.

Seperti Lingga

dan Pulau Penyengat

Sejak tahun 1804, kedudukan pulau Bulang dalam

sejarah Temenggung Riau-Johor, barangkali dapatlah

disamakan dengan kedudukan dan arti penting pulau

Penyengat dan Lingga dalam sejarah keluarga Yang

Dipertuan Muda dan Yang Dipertuan Besar Riau-Lingga-

Johor-dan Pahang- jika perbandingan ini harus dibuat.

Sesunguhnya, peristiwa pembagian wilayah

“permakanan” antara Yang Dipertuan Muda dan Yang

Dipertuan Besar Riau-Johor-Lingga-dan Pahang pasca

„Perdamaian Kuala Bulang‟ pada tahun 1803, juga berlaku

untuk keluarga Temenggung yang mendapat kuasa

memegang perentah atas pulau Bulang dan pulau-pulau

sekitarnya.

Sejak saat itu, perlahan-lahan pulau Bulang telah

tumbuh menjadi kawasan penting diluar wilayah

„permakanan‟ Yang Dipertuan Muda dan Sultan Yang

Dipertuan Besar dalam kerajaan Riau-Johor-Lingga-dan

Pahang. Kedudukannya juga setarap dengan wilayah Pahang

di Semenanjung yang merupakan pegangan Bendahara.

Setidaknya terdapat tiga toponim atau nama tempat

dalam wilayah kerajaan Riau-Lingga-Johor-dan Pahang yang

menggunakan kata Bulang. Dan dengan kadar historisnya

masing-masing, ketiga tempat ini pernah menjadi bagian

yang penting dan memainkan peranannya dalam perjalanan

sejarah puak Temenggung dalam kerajaan Riau-Johor-

Lingga-dan Pahang.

Ketiga nama tempat itu adalah: Pertama, sebuah

tempat bernama Kampung Bulang yang terletak di tebing

Sungai Riau antara Tanjungunggat dan Kampung Melayu

(dalam wilayah kota Tanjungpinang sekarang).

Sekitar tahun 1761, Kampung Bulang ini adalah

tempat kediaman Sultan Ahmad bersama puak Melayu yang

antara lain terdiri dari Tun Abas, puteranya yang bernama

Abdul Jamal yang menjadi Temenggung, beserta tiga anak

laki-lakinya yang Daeng Celak, Daeng Kecik, dan Engku

Raja Muda yang kemudian menjadi Temenggung de-facto

dan sangat terkenal itu.

Kedua, sebuah tempat yang juga bernama Kampung

Bulang, yang terletak di Pulau Penyengat. Dalam Tuhfat al-

Nafis, Raja Ali Haji mencatat jejak Temenggung

Abdulrahman di kampung ini menjelang ke Singapura

membawa Tengku Husin: sang calon Sultan Johor-

Singapura, pada tahun 1819.

14

Ketiga, dan yang terpenting dalam hubungannya sejarah Temenggung Riau-Lingga-Johor-dan Pahang dalah

Pulau Bulang yang terletak di selat-selat sempit sekitar

perairan sebelah Barat Pulau Batam.

Namun, yang terpenting dari ketiga tempat itu adalah

Pulau Bulang yang terletak si perairan sebelah Barat pulau

Batam. Semua bahan sumber lisan dan tertulis tentang asal

usul-usul nama Bulang mengacu kepada nama Bulang

sebagai sebuah pulau yang berhampiran dengan pulau

Batam.

Dan sumber lisan atau cerita pusaka yang paling

populer bekenaan dengan asal usul nama pulau Bulang

adalah berkaitan dengan kesalahan ucap atau Lapsus Linguae

lidah orang-orang Bugis ketika menyebutkan kata Bulan

menjadi Bulang.

Sementara itu R.J. Wilkinson, dalam kamusnya

menyebutkan bahwa toponim atau nama pulau Bulang

berasal perkataan Bulang yang artinya antara lain adalah kain

atau sapu tangan yang dililitkan di kepala; kain sarung yang

dililitkan di pinggang; destar atau tengkolok yang dilekatkan

di kepala seorang bangsawan. Selain menjadi nama sebuah

pulau dan kampung, perkataan Bulang ini juga digunakan

untuk menyebutkan Batu Bulang, sejenis kristal dari Pulau

Bulang yang digunakan sebagai bahan mentah berlian atau

intan imitatif (dikutip dari tulisan Aswandi Syahri)

Deskripsi Arkeologis Secara arkeologis makam yang dideskripsi adalah

makam utama yaitu Makam Temenggung Abdul Jamil.

Makam tersebut berbentuk silinder dengan orientasi utara-

selatan. Orientasi dan bentuk makam mencirikan makam

tersebut makam islam.

Nisan makam dibentuk dari batu tuff dengan pola

silinder. Nisan tersebut memiliki diameter 26 cm dengan

tinggi 84 cm dari tanah penutup kaki nisan.

Sementara itu, di luar komplek makam utama

terdapat sebuah makam yang sangat indah. Tipe makam

tersebut adalah tipe Aceh yang memiliki tanduk dengan

ukiran yang sangat halus. Akan tetapi, belum ditemukan

informasi mengenai siapa yang tokoh yang dimakamkan

pada tempat tersebut.

Ukuran (Luas) Situs Bangunan 1,5 X 2,2 m (3,3 m2)

Lahan ± 0,99 Ha

Batas-Batas Situs Utara Pantai

Selatan Pantai

Timur Pantai

Barat Pantai

Fungsi awal dan fungsi sekarang Pemakaman dan sekarang pemakaman

Pemilik -

Pengelola -

15

Foto

Foto Objek

(Sisi Kompleks)

(Makam Temenggung Abdul Jamil)

Foto Lingkungan

(Lingkungan Sisi Utara)

16

Denah Keletakan

Tanggal Pendataan Agustus 2017

Pengentri Data Surya; Gema Indra Kusuma

*) google earth / maps

17

4. Kompleks Makam Keluarga Teungku Han Puan KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris Cagar Budaya 06/BCB-TB/C/02/2014

Nama Cagar Budaya Komplek Makam Keluarga Teungku Han Puan

Alamat

Jalan Nongsa

Dusun/Kampung/Jorong -

Desa/Kelurahan/Nagari Nongsa

Kecamatan Nongsa

Kabupaten/Kota Kota Batam

Provinsi Kepulauan Riau

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab./Kota ± 16 km

Ibukota Prov. ± 65 km

Keletakan Geografis Berada di bukit dan tepi pantai

Aksesibilitas Situs Dari Kota Batam Centre naik Taksi ke arah Timur pulau

batam menuju Nongsa, berada di tepi jalan dan menaiki

tangga taman dengan jalan kaki

Letak Astronomis N 1°11'36.84" E 104° 5'24.66"

1.1935667,104.09018333*

Deskripsi Historis Berbicara tentang Pulau Batam. Pulau yang kini telah

menjadi salah satu kawasan industri yang berkembang pesat

di Indonesia ini, ternyata juga tak lepas dari kisah sejarah di

masa lampau. Ya, tepatnya pada tahun 1700‟an hingga

1900‟an adalah masa dimana Batam dan sekitarnya masih

dipimpin oleh Pemerintahan Hindia Belanda, namun

sebagian wilayah lainnya dikuasai oleh Pemerintahan

Monarki yaitu alih pemerintahannya dipegang oleh Raja-

Raja Melayu yang berkuasa di beberapa daerah seperti di

Nongsa maupun di Daik, Lingga. Bahkan menurut catatan

sejarah, daerah tersebut dahulunya pernah mengalami

puncak kejayaan dibawah pemerintahan raja-raja Melayu

tersebut.

Seperti di daerah Nongsa, Pulau Batam. Daerah ini

dulunya dikuasai oleh seorang penguasa yang bernama Nong

Isa. Ya, Nong Isa adalah nama kecil dari Raja Isa bin Raja

Ali yang merupakan seseorang yang pertama kali di beri

amanah dari Sultan Riau untuk berkuasa di Pulau Batam

tepatnya di daerah Nongsa dan beberapa daerah lain di

sekitar Nongsa pada tanggal 18 Desember 1829. Menurut

informasi, daerah Nongsa sendiri diambil dari nama kecil

Raja Isa bin Raja Ali tersebut. Nong Isa adalah penduduk

asli Pulau Batam yang beretnis Melayu, bahkan keturunan

dari Nong Isa hingga kini masih banyak ditemukan di Pulau

Batam dan sekitarnya.

Sejak Nong Isa berkuasa di salah satu wilayah Pulau

Batam, wilayah tersebut semakin terlihat kemajuan secara

signifikan dikarena pemerintahannya yang ditata dengan

18

baik dan transparansi mencakup semua sektor. Hal itu dibuktikan dari banyaknya pendatang-pendatang dari daerah

lain yang memilih menetap di wilayah tersebut, sehingga

terbentuknya beberapa pemukiman penduduk dan dusun-

dusun yang tersebar dalam beberapa kawasan. Selain sektor-

sektor perekonomian di daerah tersebut pun juga mulai

terbentuk dan mengalami kemajuan seperti sektor pertanian

yang terdapat di beberapa kawasan maupun sektor

perdagangan yang merupakan usaha dari masyarakat di

sekitarnya.

Nong Isa wafat setelah 3 tahun berkuasa di daerah

Nongsa dan sekitarnya, tepatnya pada tahun 1831. Setelah

beliau wafat, daerah Nongsa dan sekitarnya tidak mengalami

perubahan baik di sektor apapun, bahkan beberapa sektor

yang pernah dikelola dibawah pemerintahannya dahulu

semakin berkembang pesat. Hal tersebut juga tak terlepas

dari campur tangan pemerintahan Yang Dipertuan Muda

Riau X Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi, yang

merupakan salah satu Raja Melayu yang berkuasa pada itu.

Bahkan beberapa sektor tersebut masih terus berkembang

dan dipertahankan hingga kini.

Ada satu wisata sejarah yang menarik di Pulau Batam

ini selain Kampung Pengungsi Vietnam yaitu Makam

Keluarga Nong Isa. Ya, pemakaman ini merupakan sebuah

pemakaman yang dikhususkan bagi keluarga Nong Isa.

Jumlah makam di pemakaman ini ada sekitar 40 lebih.

Namun menurut informasi, makam Nong Isa sendiri tidak

diketahui keberadaannya karena Nong Isa tidak di

kebumikan di areal pemakaman ini. Namun areal

pemakaman ini telah ditata secara rapi oleh pemerintah

Batam sehingga menjadikan areal pemakaman ini sebagai

salah satu tempat untuk berwisata sejarah. Makam Keluarga

Nong Isa ini terletak di kawasan salah satu kawasan Pantai

Nongsa.

Untuk sampai ke areal pemakaman ini, terdapat

berpuluh-puluh anak tangga yang harus dilalui oleh

wisatawan. Ya, karena letak pemakaman ini terletak di

perbukitan yang dihiasi oleh pepohonan rindang di

sekitarnya. Pada gerbang areal pemakaman ini terdapat

sebuah papan nama dengan tulisan “Selamat Datang di

Makam Keluarga Nong Isa” yang berukuran cukup besar.

Areal pemakaman ini juga terlihat bersih dan tertata dengan

rapi karena Pemerintah setempat selalu menjaga salah satu

situs sejarah ini agar selalu lestari.

Selain itu di setiap nisan yang terdapat pada makam

juga di ikat dengan kain yang berwarna kuning, karena kain

berwarna kuning adalah sebuah lambang khas daerah

Melayu yang menerangkan bahwa makam ini adalah makam

dari keturunan atau keluarga raja. Di salah satu bagian juga

19

terdapat sebuah papan nama yang bertuliskan nama-nama silsilah keturunan Nong Isa dari beberapa generasi, mulai

dari generasi 1700‟an hingga generasi yang sekarang.

Semoga situs sejarah ini tetap dilestarikan oleh

masyarakat Batam maupun Pemerintah Batam agar generasi-

generasi selanjutnya dapat mengetahui sejarah dan

perkembangan Pulau Batam ini sejak masa dahulu.

Deskripsi Arkeologis Makam utama pada pemakaman ini terbuat dari batu

andesit. Bagian jirat dirangkai dari batu. Nisan berbentuk

silinder dengan ketinggian 78 cm pada bagian utara.

Sementara pada bagian selatan, tinggi nisan 52 cm. Diameter

rata-rata dari kedua nisan 17 cm.

Di sekeliling makam utama, terdapat makam-makam

baru yang model nisannya mencoba mengadaptasi bentuk

nisan makam utama akan tetapi dibuat dari bahan campuran

semen dan pasir.

Ada sekitar 80 buah makam dalam komplek

pemakaman ini. Pada makam utama, terdapat cungkup

berukuran 10 x 12 meter. Kawasan makam ini memiliki

akses jalan yang terbuat dari ubin sehingga makam ini

terlihat cukup bersih.

Ukuran (Luas) Situs Bangunan 1,5 X 2,2 m (3,3 m2)

Lahan ± 110 x 90 m (9900 m2)

Batas-Batas Situs Utara Hutan

Selatan Hutan

Timur Hutan

Barat Hutan

Fungsi awal dan fungsi sekarang Pemakaman dan sekarang pemakaman

Pemilik -

Pengelola -

Foto

Foto Objek

(Sisi Kompleks)

20

(Makam Teungku Han Puan)

Foto Lingkungan

(Lingkungan Sisi Utara)

(Lingkungan Sisi Selatan)

21

(Lingkungan Sisi Barat)

(Lingkungan Sisi Timur)

(Papan Informasi)

22

(Akses Menuju Lokasi)

Denah Keletakan

Tanggal Pendataan Agustus 2017

Pengentri Data Surya; Gema Indra Kusuma

*) google earth / maps

23

5. Kompleks Makam Teungku Han Puang KOMPONEN DATA DATA TEKNIS

Nomor Inventaris Cagar Budaya 07/BCB-TB/C/02/2014

Nama Cagar Budaya Kompleks Makam teungku Han Puang

Alamat

Jalan Nongsa

Dusun/Kampung/Jorong -

Desa/Kelurahan/Nagari Nongsa

Kecamatan Nongsa

Kabupaten/Kota Kota Batam

Provinsi Kepulauan Riau

Orbitrasi Situs (km)

Ibukota Kab./Kota ± 17 km

Ibukota Prov. ± 66 km

Keletakan Geografis Berada di bukit dan tepi pantai

Aksesibilitas Situs Dari Kota Batam Centre naik Taksi ke arah Timur pulau

batam menuju Nongsa, berada di tepi jalan dan menaiki

tangga taman dengan jalan kaki

Letak Astronomis N 1°11'38,40"E 104° 5'0,72"

1.194,104.0835334*

Deskripsi Historis Menurut papan informasi yang terpancang di tangga masuk,

makam ini sudah memiliki usia 800 tahun. Akan tetapi,

butuh kajian lebih lanjut untuk memberi justifikasi umur

tersebut.

Deskripsi Arkeologis Makam Tengku H. Fuang dan Encik Siti Aisyah

merupakan sebuah makam keluarga. Makam kedua orang

tersebut dilindungi oleh sebuah rumah kecil yang tidak bisa

diakses. Di lihat dari luar, nisan makam tersebut ditutupi

dengan kain kuning.

Ukuran (Luas) Situs Bangunan 3 X 5 m (15 m2)

Lahan ± 19 x 25 m (475 m2)

Batas-Batas Situs Utara Rumah Penduduk / laut

Selatan Jalan Perkampungan / Hutan

Timur Hutan

Barat Hutan

Fungsi awal dan fungsi sekarang Pemakaman dan sekarang pemakaman

Pemilik -

Pengelola -

Foto

24

Foto Objek

(Cungkup Situs)

(Makam Teungku Han Puang dan 2 Permaisuri Encik Siti

Aisyah)

Foto Lingkungan

(gerbang masuk Kompleks)

25

(Lingkungan Sisi Barat)

(Lingkungan Sisi Timur/Kompleks)

Denah Keletakan

Tanggal Pendataan Agustus 2017

Pengentri Data Surya; Gema Indra Kusuma

*) google earth / maps