231
KEJAKSAAN AGUNG PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JAKARTA 2017 DI SUSUN OLEH : 1. Hendi Suhendi, SH 2. Muhammad Iqbal, SH., MH 3. Nisya, SH, MH. 4. Meryana Andriani R., SH.

DI SUSUN OLEH : 1. Hendi Suhendi, SH 2. Muhammad Iqbal, SH., … Terhadap... · Berbagai kebijakan pemberantasan korupsi dalam rangka penyelamatan kekayaan negara yang telah dijalankan

Embed Size (px)

Citation preview

i

Loqman, Loebby, Saksi Mahkota, Forum Keadilan, Nomor 11, 1995.

Mulyadi, Lilik, Implikasi Yuridis tentang ‘’Saksi Mahkota’’,diaksesdari http://www.balipost.co.id tanggal 9 Maret 2012.

Nauli, Musri, Issu “Anggie” dari Sudut Hukum Pidana, diakses darimusri-nauli.blogspot.com, tanggal 9 Maret 2012.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:42/PUU-VIII/2010 Tanggal 24September 2010.

Republik Indonesia, Dinas Sejarah Militer Angkatan Darat, SejarahTNI-AD, 1945-1973 : Perananan TNI-AD MenegakkanNegara Kesatuan RI, Volume 2, Jakarta : Dinas Sejarah Militer.

Setiyono,” Eksistensi Saksi Mahkota Sebagai Alat Bukti DalamPerkara Pidana”, Jurnal Hukum Lex Jurnalica, Vol 5, No. 1,Pusat Pengelola Jurnal Ilmiah Universitas Indonesia, Esa Unggul,Jakarta, Desember 2007.

Varia Peradilan No 120, September 1995.

——————, Nomor 62, Nopember, 1990.

Widodo Eddyono, Supriyadi, Catatan Kritis Terhadap Undang-Undang No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi danKorban, Jakarta: Elsam, September 2006, diaksesdarihttp://perlindungansaksi.files.wordpress.com, tanggal 7 Juni 2012.

106

STATUS SAKSI MAHKOTASTATUS SAKSI MAHKOTASTATUS SAKSI MAHKOTASTATUS SAKSI MAHKOTASTATUS SAKSI MAHKOTADALAM PROSESDALAM PROSESDALAM PROSESDALAM PROSESDALAM PROSES

PERADILAN PIDANAPERADILAN PIDANAPERADILAN PIDANAPERADILAN PIDANAPERADILAN PIDANA

Oleh :

Drs. Nandan IskandarSiti Utari, SH.,MH.

Estiyarso, SH.Hening Hadi Condro, SH.SatriyoWibowo, SH.,LLM.

Imas Sholihah, SH.

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIAPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

JAKARTA 2012

KEJAKSAAN AGUNGPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

JAKARTA 2017

DI SUSUN OLEH :

1. Hendi Suhendi, SH2. Muhammad Iqbal, SH., MH3. Nisya, SH, MH.4. Meryana Andriani R., SH.

ii

Penguatan terhadaP efektifitas tugas dan WeWenang tim PengaWal, Pengaman Pemerintah dan Pembangunan

(TP4) Sebagai UPaya Pencegahan Tindak Pidana korUPSi

di SUSUn oLeh :

Hendi Suhendi, SHMuhammad Iqbal, SH., MH

Nisya, SH, MH.Meryana Andriani R., SH.

viii + 223 hlm. ; 21 cmISBN 978-602-6532-32-9

anggota IKAPI

Hak Cipta Dilindungi Undang-UndangDilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis termasuk foto copy, rekaman dan lain-lain tanpa ijin tertulis dari penerbit.

iii

ABSTRAK

Judul penelitian ini tentang “Penguatan Terhadap Efektifitas Tugas dan Wewenang Tim Pengawal, Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4) Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi”. Pembentukan TP4 dimaksudkan untuk pengamanan dan pengawalan pemerintahan dan proyek pembangunan agar berhasil maksimal. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tipe penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Permasalah dalam penelitian ini tentang efektifitas TP4 dan kendala-kendala penerapan di lapangan. Tujuan penelitian ini memberikan gambaran tentang efektifitas pelaksanan tugas dan wewenang TP4 dan memberikan saran dalam penyelesaian terhadap kendala-kendala yang ditemukan di lapangan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa meskipun pembentukan TP4 masih relatif baru namun mendapat respon positif dari jajaran pemerintahan dan BUMN/D. Tim ini diharapkan mampu melaksanakan tugas wewenangnya. Kendala yang ditemukan menyangkut sumber daya manusia, status hukum nya, koordinasi dengan satuan kerja pemerintahan, struktur organisasi dan anggaran operasional. Diharapkan dengan pembentukan TP4 ini kejaksaan sejak dini mampu melakukan pencegahan tindak pidana korupsi . Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan wewenang dalam TP4D ini tidak berperan ganda yang sementara ini banyak ditakuti SKPD dan mengawal proses pembangunan sehingga tidak terjadi kebocoran-kebocoran anggaran. Rendahnya SDM TP4 ini benar-benar perlu mendapat perhatian dari institusi kejaksaan.Kata kunci : penguatan TP4.

iv

ABSTRACT

The title of this research is “Strengthening Towards the Effectiveness of Task and Authority of the Guard, Government and Development (TP4) Team as an Effort to Prevent Corruption”. The establishment of TP4 is intended to secure and administer government and development projects in order to succeed maximally. This research is descriptive with normative juridical and juridical empirical research type. Problems in this research about TP4 effectiveness and implementation constraints in the field. The purpose of this study provides an overview of the effectiveness of TP4 duties and authority and provides advice in the resolution of the constraints found in the field. The results obtained in this study that although the formation of TP4 is still relatively new but received a positive response from the ranks of government and SOE / D. The team is expected to be able to carry out its authority duties. Obstacles encountered concerning human resources, legal status, coordination with government work units, organizational structure and operational budget. It is expected that with the formation of TP4, the Attorney General’s Office should be able to prevent corruption in the first place. The prosecutor’s office in carrying out duties and authority in TP4D is not double role which in the meantime many feared SKPD and escort the development process so that no leakage of budget happened. This low TP4 human resources really need to get attention from prosecutor institution.Keywords: TP4 strengthening.

v

KATA PENGANTAR

Berbagai kebijakan pemberantasan korupsi dalam rangka penyelamatan kekayaan negara yang telah dijalankan pemerintah Indonesia saat ini lebih cenderung kearah represif. Kondisi ini merupakan paradigma yang berkembang di masyarakat, pendekatan tersebut dinilai sebagai upaya yang tidak efektif dan menimbulkan efek jera. Landasan pembentukan TP4D berdasarkan Peraturan Jaksa Agung nomor : PER-014/A/JA/11/2016 Tentang Mekanisme Kerja Teknis Dan Administrasi Tim Pengawal Dan Pengaman Pemerintahan Dan Pembangunan Kejaksaan Republik Indonesia sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015.

Syukur Alhamdulillah Tim peneliti ini dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul “Penguatan Terhadap Efektifitas Tugas dan Wewenang Tim Pengawal, Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4) Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi” sesuai waktyu yang ditentukan.

Laporan penelitian masih perlu penyempurnaan dan perbaikan melalui masukan, kritik dan saran sehingga hasilnya lebih sempurna lagi. Pada kesempatan ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kejaksaan Agung RI ;1. Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera barat; Kalimantan Timur; Banten; 2. Nusa Tenggara Barat; Jambi serta para Kepala Kejaksaan Negeri yang dijadikan sampel penelitian ;Rekan-rekan sejawat peneliti di lingkungan Puslitbang Kejaksaan 3. Agung;Rekan-rekan tim peneliti yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan 4. penelitian ini;Segenap pihak yang membantu pelaksanaan penelitian ini baik di 5. lingkungan Kejaksaan Agung maupun Kejaksaan di daerah.

vi

Akhirnya semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pimpinan Kejaksaan dalam menentukan arah kebijakan khususnya menyangkut peran tim pengawalan dan pengamanan pemerintahan dan pembangunan. Tidak lupa pula kami sampaikan permohonan maaf apabila banyak kekurangan dan kendala dalam pelaksanaan penelitian ini.

Jakarta, Desember 2017

Tim Peneliti

vii

DAFTAR ISI

Abstrak ………................................................................………………..Kata Pengantar ………...................................................………………..Daftar Isi ……….............................................................………………..

BAB I PENDAHULUAN ………...................................................Latar Belakang A. ………...................................................Pokok Masalah B. ………..................................................Ruang Lingkup Penelitian C. ……….................................Tujuan dan Manfaat Penelitian D. ………..........................Target Penelitian E. ………..................................................Kegunaan Penelitian F. ………............................................Kerangka Pemikiran G. ………............................................Metodologi H. ………...................................................……

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..........................................Pencegahan Korupsi Melalui Program PembangunanA. Peran Jaksa Di Bidang Perdata dan Tata Usaha B. Negara Dalam Rangka Menyelamatkan/Memulihkan Keuangan Negara ……….................................................Kebijakan TP4P dan TP4D C. ……….................................

BAB III PENYAJIAN DATA ………..................................................

BAB IV ANALISA DATA ………...................................................…Efektifitas Pembentukan TP4D A. ………..........................Kendala di Lapangan B. ………...........................................

BAB V PENUTUP ………...................................................…………Kesimpulan A. ………...................................................……Saran B. ………...................................................…………

DAFTAR PUSTAKA ………...................................................………

iiiv

vii

1178899

1018

3333

5367

81

81195193

217217217

219

viii

1

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyebab terjadi kerugian keuangan negara adalah akibat dari perbuatan korupsi yang saat ini sudah menjadi permasalahan klasik di Indonesia bahkan terjadi secara massal dan sistematik karena korupsi telah mengakar sedemikian rupa sehingga sulit untuk diberantas. Keadaan ini semakin terlihat dari banyak terjadinya praktek tindak pidana korupsi yang berlangsung di berbagai sektor, tidak hanya di lembaga negara bahkan sudah merambah pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), lembaga jasa keuangan dan perbankan serta sektor lainya dalam kehidupan sehari hari dimasyarakat.1 Meskipun tindakan pemberantasan tindak pidana represif tidak henti hentinya telah dilakukan oleh lembaga penegak hukum, baik oleh Kejaksaan, Kepolisian, maupun KPK.

Berbagai kebijakan pemberantasan korupsi dalam rangka penyelamatan kekayaan negara yang telah dijalankan pemerintah Indonesia saat ini lebih cenderung kearah represif. Kondisi ini merupakan paradigma yang berkembang di masyarakat, pendekatan tersebut dinilai sebagai upaya yang efektif untuk menimbulkan efek jera.2 Namun kenyataan menunjukan bahwa korupsi sulit sekali untuk diberantas, apalagi dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan telah mengakarnya praktek korupsi di masyarakat dan dalam penyelenggaran pemerintahan.3 Berbagai upaya yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia tidak serta merta menyebabkan

1 Bambang Setyo Wahyudi, “Strategi Pemberdayaan Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara dalam Penyelamatan Kekayaan Negara” dalam Bambang Setyo Wahyudi, Noor Rochmad, Erryl Prima Putra Agoes, dan Yusuf Jaksa Pengacara Negara: Mengawal Percepatan Proyek Strategis Nasional, Cetakan Pertama, (Palembang: CV. Sapta. E. Saudara, 2016), hlm. 1.

2 Ibid, hlm. 2.3 Romli Atmasasmita, Korupsi, Good Governance, dan Komisi Anti Korupsi, (Jakarta: Badan

Pembinaan Hukum Nasional dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2002), hlm. 25.

2

penurunan angka terjadinya tindak pidana korupsi serta semakin bersihnya tata kepemerintahan dan tata kemasyarakatan dari tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.4

Berdasarkan data Corruption Perception Index (CPI) 2016 yang diterbitkan oleh Transparansi Internasional, mengurutkan negara-negara di dunia berdasarkan persepsi (anggapan) publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politik, memberikan skor CPI 37.5 Sedangkan nilai rata-rata CPI global tahun 2016 adalah 43. Ini berarti tingkat korupsi di Indonesia masih sangat tinggi karena berdasarkan skor CPI Indonesia yang masih dibawah rata-rata. Dengan skor CPI tersebut Indonesia menempatkan peringkat 90 dari 176 negara di dunia terhadap pemberantasan korupsi.

Pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme merupakan tantangan utama Nawacita Presiden Joko Widodo dalam bidang penegakan hukum. Komitmen tersebut tertuang dalam Point 4 Nawa Cita yang menyatakan bahwa menolak negara menjadi lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.6 Didalam pemberantasan korupsi Pemerintah Indonesia juga telah menyusun Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan korupsi (Stranas PPK) sebagai arah dan acuan dari berbagai upaya PPK yang lebih komperhensif bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang memiliki visi jangka panjang dan menengah.

Implementasi dari visi dan misi PPK untuk jangka panjang dan menengah tersebut dituangkan dalam Instruksi Presiden

4 Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi (edisi ringkas), (Jakarta: Transparency Internasional Indonesia, 2003), hlm. 3.

5 Skor CPI berada pada rentang 0-100. 0 berarti negara dipersepsikan sangat korup, sedangkan skor 100 berarti dipersepsikan sangat bersih. Transparency International Indonesia, “Corruption Perception Index: Terus Perkuat Integritas Sektor Publik, Dorong Integritas Bisnis Sektor Swasta”, (Rabu, 25 Januari 2017) <http://www.ti.or.id/index.php/publication/2017/01/25/corruption-perceptions-index-2016>.

6 Nawacita merupakan program yang diusung oleh pasangan Presiden Jokowi – Jusuf Kalla yang terdiri dari sembilan program prioritas dengan mengusung visi “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Nawa Cita (28 Juli 2015) <https://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content &task=view& id >.

3

Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang memerintahkan semua Lembaga/Instansi Pemerintah untuk secara sistematis melakukan langkah pencegahan dan pemberantasan korupsi menurut bidang, tugas dan kewenangan masing-masing. Instruksi presiden ini dikeluarkan atas dasar bahwa dalam kurun waktu 4 sampai 5 tahun ini ternyata tidak ada satu daerahpun (provinsi, kota, kabupaten) yang 100% bisa menyerap anggaran tahun 2015.7 Persentase penyerapannya secara umum hanyalah dalam kisaran 62%-89%, itupun 50% nya untuk pengeluaran rutin gaji pegawai. Melalui Instruksi Presiden tersebut, Kepala Bapenas diinstruksikan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan aksi PPK Kementerian/Lembaga secara berkala. Bentuk komitmen dan kesungguhan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia, telah dilakukan oleh Presiden melalui Instruksi untuk melakukan koordinasi antar berbagai pihak dalam pelaksanaan Aksi PPK.8

Pelaksanaan aksi PPK tersebut ditujukan juga kepada Presiden RI Jokowi pada acara HBA Kejaksaan Tahun 2015. Dalam pidatonya, Presiden menginstruksikan agar Kejaksaan dapat meningkatkan kerja sama dengan KPK dan Polri dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan melibatkan PPATK, Kantor Pajak, BPKP, dan Inspektorat. Dengan kerjasama tersebut, diharapkan Kejaksaan ke depannya dapat menjadi lembaga yang terpercaya dan mampu mendukung program pemerintah di bidang penegakan hukum dan pengawal keberhasilan program-program prioritas pembangunan nasional.

Maksud dari Instruksi Presiden kepada jajaran Kejaksaan adalah untuk meningkatkan kinerja dalam bidang penegakan hukum, karena Kejaksaan sebagai lembaga yang memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dewasa ini secara gencar melakukan tindakan preventif dan refresif terhadap upaya penyelamatan kerugian keuangan negara

7 Erryl Prima Putera Agoes, “Sejarah Kewenangan Kejaksaan Dalam Bidang Datun Serta Kontribusi Dalam Pembangunan Nasional”, Op.cit. hlm. 91.

8 Ibid.

4

serta penegakan hukum yang tepat dan efektif dalam mendukung program-program pembangunan nasional.9

Sebagai pengejewantahan dari program Nawacita dan Instruksi Presiden tersebut, Kejaksaan merespon apa yang disampaikan Presiden dengan membentuk TP4. Dasar pembentukan TP4 di lembaga Kejaksaan Jaksa Agung menerbitkan Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor: KEP-152/A/JA/10/2015 Tanggal 1 Oktober 2015 Tentang Pembentukan Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Pusat maupun Daerah Kejaksaan Republik Indonesia. Atas dasar hal tersebut, dibuat juga Instruksi Jaksa Agung Nomor: INS-001/A/JA/10/2015 Tanggal 5 Oktober 2015 Tentang Pembentukan dan Pelaksanaan Tugas TP4P/D (Pusat dan Daerah) Kejaksaan RI, kepada jajarannya JAM Intelijen, JAM Pidsus, JAM Datun, Kabandiklat, Kajati dan Kajari seluruh Indonesia untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan dan pemerintahan dan pembangunan nasional di Pusat dan Daerah.

Adapun tugas dan fungsi TP4 yang dibentuk lembaga Kejaksaan adalah:10

Mengawal, mengamankan dan mendukung keberhasilan 1. jalannya pemerintahan dan pembangunan melalui upaya-upaya pencegahan/preventif dan persuasif di tingkat pusat. dengan cara-cara:

Memberikan penerangan hukum di lingkungan instansi • pemerintah, BUMN, BUMD dan Pihak Lain;

Melakukan diskusi-diskusi dan pembahasan bersama •

9 Termuat dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI yang menegaskan bahwa Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara melindungi kepentingan masyarakat.

10 Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Pusat (TP4P), Peran Serta Dalam Rangka Mendukung Keberhasilan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Nasional, <Kejaksaan Republik Indonesia>.

5

instansi pemerintah, BUMN dan BUMD;

Memberikan pendampingan hukum dalam setiap tahapan 2. program pembangunan dari awal sampai akhir di tingkat pusat;

Melakukan koordinasi di tingkat pusat dengan Aparat 3. Pengawasan Intern Pemerintah untuk mencegah terjadinya penyimpangan yang berpotensi menghambat, menggagalkan dan menimbulkan kerugian bagi keuangan negara;

Melaksanakan Gakkum di tingkat pusat secara refresif 4. ketika menemukan adanya perbuatan melawan hukum yang dimungkinan dapat merugikan keuangan negara.

Tuntutan kehadiran TP4 ini mempunyai peranan penting dalam melakukan pengawalan dan pengamanan terkait tahapan-tahapan proses pengadaan barang dan jasa, mengingat tindakan penyimpangan keuangan negara dalam pengadaan barang dan jasa seringkali terjadi mulai pada saat persiapan, perencanaan, pembentukan maupun pada saat pelaksanaan. Namun keberadaan TP4 yang relatif baru dibentuk, masih menimbulkan beberapa pemikiran yang harus ditindaklanjuti baik yang bersifat internal atau eksternal:

Faktor Internal

a. Dasar Hukum Pembentukan TP4

Sebagaimana dijelaskan diatas, pembentukan TP4 ini berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015, hal yang menjadi permasalahan adalah sifat dari Instruksi Presiden tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk peraturan perundang-undangan yang biasa.11 Instruksi Presiden ini disebut “policy” atau “beleids” atau bukan berbentuk peraturan yang murni.12

11 Jimly Asshiddiqie, Perihal Perundang-undangan (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 20.12 Ibid. hlm. 391.

6

Instruksi Presiden dapat diberikan secara lisan maupun tulisan. Menurut Michael Allen dan Brian Thompson, Instruksi Presiden dalam prakteknya dapat dibuat dalam bentuk surat atau terkadang bisa juga disampaikan secara langsung ketika rapat atau menyampaikan pidato yang isinya pun dapat berupa Peraturan yang bersifat prosedural, petunjuk penafsiran atau perintah.13 Oleh karena itu Instruksi Presiden tidak dapat berlaku selamanya sebagaimana peraturan perundang-undangan lainnya yang bersifat abstrak, umum dan terus menerus, semisal Peraturan Presiden.14

b. Sumber Daya Manusia (SDM)

SDM merupakan faktor yang menentukan keberhasilan dalam setiap organisasi. Dalam konteks TP4, SDM dituntut untuk menjadi profesional yang tidak hanya memahami pelanggaran hukum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, tetapi harus memahami masalah penyelesaian kerugian negara/ daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, termasuk proses pengadaan barang dan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 (Perpres Nomor 35 Tahun 2011 dan Perpres Nomor 70 Tahun 2012) Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.

Hal ini menjadi suatu keharusan mengingat salah satu tugas TP4 adalah memberikan pendampingan hukum dalam setiap tahapan dari awal sampai dengan akhir, baik berupa pembahasan hukum dari sisi regulasi dan peraturan perundang-undangan, maupun pendapat hukum dalam setiap tahapan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Oleh karena itu, peran Badan Diklat sesuai Instuksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-

13 Ibid. hlm. 392.14 Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

7

001/A/JA/10/2015 menjadi sangat penting dalam menyiapkan SDM TP4 yang memahami berbagai ketentuan diatas, agar kegiatan pengawalan dan pengamanan kegiatan pembangunan dapat berlangsung efektif dan optimal.

Faktor Eksternal

Kemungkinan terjadinya penolakan oleh institusi tertentu untuk mendapatkan pengawasan dan pengamanan barang dan jasa oleh TP4.

Kemungkinan tetap terjadinya penyelewengan yang dilakukan oleh institusi tertentu meskipun telah mendapat pengawalan dan pengamanan barang dan jasa oleh TP4 sehingga institusi tersebut diperiksa oleh Kejaksaan ataupun KPK.

Berdasarkan uraian diatas, maka Pusat Penelitian dan Pengembangan menganggap penting untuk dilakukan penelitian mengenai “Penguatan Terhadap Efektifitas Tugas dan Wewenang Tim Pengawal, Pengaman Pemerintah Dan Pembangunan (TP4) Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi”.

Pokok PermasalahanB. Berdasarkan uraian diatas, pokok permasalahan dalam

penelitian ini adalah:

Bagaimana efektifitas TP4 dalam menjalankan tugas • dan kewenangannya baik secara preventif, persuasif dan pendampingan hukum?

Kendala-kendala apa saja yang ditemukan di lapangan terkait • tugas dan wewenang TP4 dalam melakukan pendampingan hukum terhadap penyelenggara pemerintah guna mencegah terjadinya tindak pidana korupsi?

Hal-hal apa saja yang dapat dilakukan agar tugas dan wewenang • TP4 dapat dikuatkan baik secara administratif maupun secara ketentuan hukum?

8

Ruang Lingkup PenelitianC.

Sesuai dengan judul penelitian, ruang lingkup penelitian ini menitikberatkan pada efektifitas tugas dan wewenang TP4 agar keberadaannya dapat dikuatkan baik secara administratif maupun secara ketentuan hukum berdasarkan aturan perundang-undangan. Selain itu, penelitian ini juga memfokuskan kendala-kendala apa saja yang ditemukan di lapangan terkait dengan tugas dan wewenang TP4 dalam melakukan pendampingan hukum terhadap penyelenggara pemerintah guna mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

Tujuan dan Manfaat PenelitianD.

1. Tujuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran a. mengenai pelaksanaan efektifitas tugas dan wewenang TP4 dalam menjalankan tugas dan kewenangannya baik secara preventif, persuasif dan pendampingan hukum;

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu penelitian b. yang dapat memberikan saran dalam penyelesaian terhadap kendala-kendala yang ditemukan di lapangan terkait tugas dan wewenang TP4 dalam melakukan pendampingan hukum terhadap penyelenggara pemerintah guna mencegah terjadinya tindak pidana korupsi;

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan c. terhadap hal-hal apa saja yang dapat dilakukan agar tugas dan wewenang TP4 dapat dikuatkan baik secara administratif maupun secara ketentuan hukum.

2. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukkan bagi Pimpinan Kejaksaan untuk dapat dijadikan dasar dalam menguatkan tugas dan

9

wewenang TP4 baik di pusat maupun daerah sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi.

Target PenelitianE.

Mendapatkan data tentang efektifitas tugas dan wewenang TP4 agar keberadaannya dapat dikuatkan baik secara administratif maupun secara ketentuan hukum;

Mendapatkan data tentang kendala-kendala apa saja yang ditemukan di lapangan terkait tugas dan wewenang TP4 dalam melakukan pendampingan hukum terhadap penyelenggara pemerintah guna mencegah terjadinya tindak pidana korupsi;

Mendapatkan masukan mengenai hal-hal yang dapat dilakukan agar tugas dan wewenang TP4 dapat dikuatkan baik secara administratif maupun secara ketentuan hukum.

Kegunaan PenelitianF.

Segi Teoritis

Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud agar hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi secara teoritis mengenai keberadaan TP4 sebagai tim pengawal, pengaman pemerintahan dan pembangunan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang di pusat maupun di daerah dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

Segi Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi:

a. Pimpinan Kejaksaan dalam menguatkan keberadaan TP4 sebagai tim pengawal, pengaman pemerintahan dan pembangunan di daerah dalam pelaksanaan tugas dan wewenang di pusat maupun di daerah serta dapat mencegah terjadinya tindak pidana korupsi;

10

b. Pimpinan Kejaksaan dalam membangun koordinasi dengan pemerintah provinsi dalam upaya mempercepat program pembangunan nasional baik di pusat maupun di daerah.

Kerangka PemikiranG. Kerangka Teori

Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)

Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai. Organisasi dapat dikatakan efektif bila organisasi tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah ditetapkan.15 Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional. Dengan demikian pada dasarnya efektivitas adalah tingkatan pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Ini dapat diartikan apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan.

Dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, badan atau pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang harus mengacu pada asas-asas umum tata pemerintahan yang baik (good governance) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor: 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Serta untuk mewujudkan pemerintahan yang baik khususnya pejabat pemerintahan undang-undang tentang administrasi negara ini menjadi suatu landasan hukum yang dibutuhkan guna mendasari keputusan atau tindakan pejabat pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah.

Governance merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan

15 I Nyoman Sumaryadi, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Jakarta: Citra Utama, 2005), hlm. 205.

11

intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut.16 Governance merupakan mekanisme-mekanisme, proses-proses dan institusi-institusi melalui warga Negara mengartikulasi kepentingan-kepentingan mereka, melakukan mediasi perbedaan-perbedaan mereka serta menggunakan hak dan kewajiban legal mereka.17 Governance merupakan proses lembaga-lembaga pelayanan, mengelola sumber daya publik dan menjamin realita hak azasi manusia.18 Dalam konteks ini good governance memiliki hakikat yang sesuai yaitu bebas dari penyalahgunaan wewenang dan korupsi serta dengan pengakuan hak yang berlandaskan pada pemerintahan hukum.

Dalam kepustakaan Hukum Administrasi di Indonesia, menguraikan asas-asas umum pemerintahan yang baik ke dalam 13 asas yaitu:19

Asas Kepastian hukum (principle of legal security);Asas Keseimbangan (Principle of proportionality);Asas Kesamaan(dalam pengambilan keputusan) (Principle of equality);Asas bertindak cermat (Principle of carefullness);Asas motivasi untuk setiap keputusan (Principle of motivation);Asas jangan mencampuradukkan kewenangan (Principle of non missue of competence);Asas permainan yang layak (Principle of fair play);Asas Keadilan atau Kewajaran (Principle of meeting raised expectation);Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal

16 Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, Good Corporate Governance: Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia dalam Perspektif Hukum, (Yogyakarta: Total Media Yogyakarta, 2007), hlm. 224.

17 Ibid.18 Ibid.19 Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan

Administrasi Negara, (Bandung: Alumni, 1981), hlm. 28.

12

(Principle of undoing the consequences of an annuled decision);Asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi (Principle of protecting the personal way of life);

Asas kebijaksanaan;Asas Penyelenggaraan kepentingan umum (Principle of public service).

Pencegahan

Dalam usaha untuk menanggulangi kejahatan, dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu tindakan preventif (mencegah sebelum terjadinya kejahatan) dan tindakan represif (usaha sesudah terjadinya kejahatan). Berikut ini diuraikan pula masing-masing usaha tersebut :

1. Tindakan Pencegahan

Dalam konteks kejahatan, tindakan pencegahan adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan.20 Terkait dengan tindakan pencegahan terdapat pendapat bahwa mencegah kejahatan lebih baik daripada mendidik penjahat menjadi baik kembali, sebab bukan saja diperhitungkan segi biaya, tapi usaha ini lebih mudah dan akan mendapat hasil yang memuaskan atau mencapai tujuan.21

Selanjutnya Bonger berpendapat cara menanggulangi kejahatan yang terpenting adalah: 22

1). Pencegahan kejahatan dalam arti luas, meliputi reformasi dan pencegahan dalam arti sempit;

2). Pencegahan kejahatan dalam arti sempit meliputi :20 A. Qirom Samsudin M, Sumaryo E., Kejahatan Anak Suatu Tinjauan Dari Segi Psikologis

dan Hukum, (Yogyakarta: Liberti, 1985), hlm. 4621 Ibid.22 Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (Jakarta: PT. Pembangunan Ghalia Indonesia,

1981), hlm. 15

13

a. Moralistik yaitu menyebarluaskan sarana-sarana yang dapat memperteguhkan moral seseorang agar dapat terhindar dari nafsu berbuat jahat.

b. Abalionistik yaitu berusaha mencegah tumbuhnya keinginan kejahatan dan meniadakan faktor-faktor yang terkenal sebagai penyebab timbulnya kejahatan, Misalnya memperbaiki ekonomi (pengangguran, kelaparan, mempertinggi peradapan, dan lain-lain);

3). Berusaha melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap kejahatan dengan berusaha menciptakan :a. Sistem organisasi yang baik,b. Sistem peradilan yang objektifc. Hukum (perundang-undangan) yang baik.

4). Mencegah kejahatan dengan pengawasan dan patrol yang teratur;

5). Pencegahan kenakalan anak-anak sebagai sarana pokok dalam usaha pencegahan kejahatan pada umumnya.

2. Tindakan Represif

Tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindakan pidana.23 Tindakan respresif lebih dititikberatkan terhadap orang yang melakukan tindak pidana, yaitu antara lain dengan memberikan hukum (pidana) yang setimpal atas perbuatannya.

Tindakan ini sebenarnya dapat juga dipandang sebagai pencegahan untuk masa yang akan datang. Tindakan ini meliputi cara aparat penegak hukum dalam melakukan penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan pidana, pemeriksaan di pengadilan, eksekusi dan seterusnya sampai pembinaan narapidana.

23 Soejono, D, Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), (Bandung: Alumni, 1976), hlm. 42

14

Penangulangan kejahatan secara represif ini dilakukan juga dengan tekhnik rehabilitas, menurut Cressey terdapat dua konsepsi mengenai cara atau tekhnik rehabilitasi, yaitu: 24

Menciptakan sistem program yang bertujuan untuk menghukum penjahat, sistem ini bersifat memperbaiki antara lain hukuman bersyarat dan hukuman kurungan.

Lebih ditekankan pada usaha agar penjahat dapat berubah menjadi orang biasa, selama menjalankan hukuman dicarikan pekerjaan bagi terhukum dan konsultasi psikologis, diberikan kursus keterampilan agar kelak menyesuaikan diri dengan masyarakat.

Tindakan represif juga disebutkan sebagai pencegahan khusus, yaitu suatu usaha untuk menekankan jumlah kejahatan dengan memberikan hukuman (pidana) terhadap pelaku kejahatan dan berusaha pula melakukan perbuatan dengan jalan memperbaiki si pelaku yang berbuat kejahatan. Jadi lembaga permasyarakatan bukan hanya tempat untuk mendidik narapidana untuk tidak lagi menjadi jahat atau melakukan kejahatan yang pernah dilakukan.

Kemudian upaya penanggulangan kejahatan yang sebaik-baiknya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(1) Sistem dan operasi yang baik.(2) Peradilan yang efektif.(3) Hukum dan perundang-undangan yang berwibawa.(4) Koodinasi antar penegak hukum dan aparatur pemerintah

yang serasi.(5) Partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kejahatan.(6) Pengawasan dan kesiagaan terhadap kemungkinan

timbulnya kejahatan.(7) Pembinaan organisasi kemasyarakatan.

24 Simanjuntak B dan Chairil Ali, Cakrawala Baru Kriminologi, (Bandung: Trasito, 1980), hlm. 399.

15

Tindak Pidana Korupsi

Istilah “korupsi” dipergunakan sebagai suatu acuan singkat untuk serangkaian tindakan terlarang atau melawan hukum yang luas.25 istilah korupsi mengacu pada berbagai aktifitas atau tindakan secara tersembunyi dan illegal untuk mendapatkan keuntungan demi kepentingan pribadi atau golongan. Dalam perkembangannya terdapat penekanan bahwa korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) atau kedudukan publik untuk kepentingan pribadi.26

Istilah korupsi berasal dari perkataan Latin coruptio atau corruptus.27 Yang berarti kerusakan atau kebobrokan. Disamping itu di berbagai negara, dipakai juga untuk menunjukan keadaan dan perbuatan yang busuk. Korupsi juga banyak dikaitkan dengan ketidakjujuran seseorang di bidang keuangan. Arti harfiah dari kata itu ialah tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah dan lain sebagainya.

Kemudian arti kata korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia itu, dapat disimpulkan bahwa korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Tindak pidana korupsi merupakan masalah yang sangat serius, karena tindak pidana korupsi dapat membahayakan stabilitas dan keamanan negara dalam masyarakatnya, membahayakan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat, politik, bahkan dapat pula merusak nilai-nilai demokrasi serta moralitas bangsa karena dapat berdampak membudayannya tindak pidana korupsi tersebut. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Preambul Ke-4 United Nation Convention Against Corruption 2003 yang berbunyi sebagai berikut yaitu:28

25 Soedjono D, Op.cit, hlm. 45.26 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang Dan Jasa Dan Berbagai Permaslahannya,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 80.27 Ibid.8 Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi di

Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2008), hlm. 3.

16

“meyakini bahwa korupsi tidak lagi merupakan masalah lokal, melainkan suatu fenomena transnasional yang mempengaruhi seluruh masyarakat dan ekonomi yang mendorong kerja sama Internasional unruk mencegah dan mengontrollnya esensial. Kegiatan pemberantasan korupsi akan selalu tetap menjadi bahan yang aktual untuk disajikan sebagai persoalan jenis kejahatan yang rumit penanggulangannya, karena korupsi mengandung aspek yang majemuk dalam kaitannya dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya”.

Perbuatan korupsi membentuk aneka ragam pola perilaku dalam suatu siklus pertumbuhan negara, perkembangan sistem sosial dan keserasian struktur pemerintahan. Bentuk perbuatan korupsi yang beraneka ragam dan berbagai faktor penyebab timbulnya korupsi itu dalam pertumbuhannya makin meluas, sehingga batasan dari ciri perbuatan korupsi dan ciri perbuatan yang tidak korupsi tetapi berciri sangat merugikan negara atau masyarakat menjadi sukar dibedakan, serta mengakibatkan ketidakpastian cara memformulasikan kelompok kejahatannya, korupsi dewasa ini selain menggerogoti keuangan (kekayaan negara), juga sekaligus dapat merusak sendi-sendi kepribadian bangsa. Tidak mengherankan kalau korupsi dimasa kini dapat menghancurkan negara, menjatuhkan pemerintah atau minimal menghambat pembangunan untuk kesejahteraan rakyat.

2. Kerangka Konsepsional

Konsepsi dalam penelitian ini adalah pembatasan dan pengertian untuk memudahkan dalam memahami topik penelitian sekaligus sebagai pedoman operasional dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan konstruksi data. Adapun beberapa istilah yang perlu dijelaskan adalah:

Pengertian Penguatan menurut Kamus Besar Bahasa a. Indonesia (KBBI) adalah proses, cara, perbuatan atau menguatkan.

17

Pengertian efektivitas menurut Kamus Besar Bahasa b. Indonesia (KBBI) adalah dari kata efektif yaitu ada efeknya, dapat membawa hasil, berhasil guna, menjadikannya efektif.

Pengertian tugas dan wewenang c. Pengertian tugas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan, pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang.

Pengertian wewenang menurut pakar yaitu hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum yang dimana dengan hak tersebut seseorang atau badan hukum dapat memerintah atau menyuruh untuk berbuat sesuatu.

Pengertian TP4 adalah Tim Pengawal dan Pengaman d. Pemerintahan dan Pembangunan yang dibentuk dengan tujuan salah satunya adalah Mengawal, mengamankan, dan mendukung keberhasilan jalannya pemerintahan dan pembangunan melalui upaya-upaya pencegahan atau preventif dan persuasif. Pengertian Upaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia e. (KBBI) adalah usaha, ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar.Pengertian Pencegahan menurut Kamus Besar Bahasa f. Indonesia (KBBI) adalah proses, cara, perbuatan mencegah, penolakan.Pengertian Tindak Pidana Korupsi menurut g. United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) adalah ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi transparansi, integritas dan akuntabilitas, serta keamanan dan strabilitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu, maka korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat sistematik dan merugikan langkah-langkah pencegahan tingkat

18

nasional maupun tingkat internasional. Dalam pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang efisien dan efektif diperlukan dukungan manajemen tata pemerintahan yang baik dan kerja sama internasional, termasuk di dalamnya pengembalian aset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi tersebut.

MetodologiH.

Sifat dan Tipe Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tipe penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif berarti penelitian dilakukan terhadap ketentuan perundang-undangan mengenai topik yang diteliti. Sementara yuridis empiris berarti penelitian dilakukan terhadap pelaksanaan dan implikasinya di lapangan ketika peraturan perundang-undangan tersebut diterapkan.

Jenis data, sumber data, dan teknik pengumpulan data

Jenis dataData yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu data primer dan data sekunder.

Sumber dataData primer diperoleh dari penelitian lapangan (field research), sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), terhadap :

Bahan hukum primer seperti: Undang-Undang Dasar 1945; Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI.; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan; Peraturan Presiden RI Nomor 38 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI. Peraturan Presiden RI Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 tentang

19

Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah; Instruksi Presiden RI No 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2015; Nawacita Presiden RI Tahun 2014 – 2019; Peraturan Jaksa Agung RI Nomor Per-006/A/JA/03/2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI. KEP-152/A/JA/10/2015 tanggal 1 Oktober 2015 tentang Pembentukan Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Kejaksaan Republik Indonesia Instruksi Jaksa Agung Nomor: INS-001/A/JA/10/2015 tanggal 5 Oktober tentang Pembentukan dan Pelaksanaan Tugas TP4 (pusat dan daerah) Kejaksaan RI; Keputusan Jaksa Agung RI Nomor: KEP- 016/JA/3/1995 Tentang Pelaksanaan Penelitian dan Pengembangan Di Lingkungan Kejaksaan Agung RI. dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan topik penelitian.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari buku-buku, literatur dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan judul/ topik penelitian.

Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atas bahan hukum primer yang terdiri dari kamus, enslikopedia dan kamus lainnya.

Teknik pengumpulan data

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden yang telah ditentukan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Tata Cara Pengambilan Sampel

Sampel penelitian diambil dengan teknik non probability sampling jenis purpossive sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan penilaian subyektif dari peneliti, responden mana yang dianggap dapat mewakili populasi.

20

Lokasi dan Responden Penelitian

Lokasi Penelitian

Lokasi yang akan dijadikan sampel penelitian meliputi 5 wilayah hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati), Ke-lima Kejati tersebut, adalah sebagai berikut:

Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat;Kejaksaan Tinggi Jambi;Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur; Kejaksaan Tinggi Banten;Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat.

Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 396 Responden, dengan rincian sebagai berikut:

Kejaksaan a.

Kejaksaan Tinggi (Kajati / Wakajati, Asintel, Aspidsus, Koordinator pada Kejaksaan Tinggi dan Jaksa pada Bidang Pidsus, Datun, dan Intelijen)Kejaksaan Negeri (Kajari, Kasi Intel, Kasi Datun, Kasi Pidsus, Jaksa Fungsional pada TP4D)

Provinsi b. Bappeda;Bawasda;Dinas Pekerjaan Umum;Biro Hukum; Biro Keuangan; danBUMN/BUMD.

21

Dengan rincian sebagai berikut :

Wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Barata). Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat

- Kajati/ Wakajati = 1 orang- Asintel = 1 orang- Asdatun = 1 orang- Aspidsus = 1 orang- Koordinator pada Kejati = 1 orang- Jaksa Bidang Pidsus = 1 orang- Jaksa Bidang Datun = 1 orang- Jaksa Bidang Intelijen = 1 orangBappeda = 2 orang Bawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orang

b). Kejaksaan Negeri Padang- Kajari = 1 orang - Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Kasi Intelijen = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

c). Kejaksaan Negeri Padang Panjang- Kajari = 1 orang - Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Kasi Intelijen = 1 orang

22

- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

d). Kejaksaan Negeri Batu Sangkar- Kajari = 1 orang - Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Kasi Intelijen = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

e. Kejaksaan Negeri Bukit Tinggi- Kajari = 1 orang - Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Kasi Intelijen = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

23

Wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi Jambia). Kejaksaan Tinggi Jambi

- Kajati/ Wakajati = 1 orang- Asintel = 1 orang- Asdatun = 1 orang- Aspidsus = 1 orang- Koordinator pada Kejati = 1 orang- Jaksa Bidang Pidsus = 1 orang- Jaksa Bidang Datun = 1 orang- Jaksa Bidang Intelijen = 1 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orang

b). Kejaksaan Negeri Jambi- Kajari = 1 orang - Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Kasi Intelijen = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

c). Kejaksaan Negeri Sengeti- Kajari = 1 orang - Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Kasi Intelijen = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orang

24

Bawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

d). Kejaksaan Negeri Muara Bungo- Kajari = 1 orang - Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Kasi Intelijen = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

e. Kejaksaan Negeri Sarolangun- Kajari = 1 orang - Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Kasi Intelijen = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

Wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timura). Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur

- Kajati/ Wakajati = 1 orang- Asintel = 1 orang

25

- Asdatun = 1 orang- Aspidsus = 1 orang- Koordinator pada Kejati = 1 orang- Jaksa Bidang Pidsus = 1 orang- Jaksa Bidang Datun = 1 orang- Jaksa Bidang Intelijen = 1 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orang

b). Kejaksaan Negeri Samarinda- Kajari = 1 orang - Kasi Intelijen = 1 orang- Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

c). Kejaksaan Negeri Tenggarong- Kajari = 1 orang - Kasi Intelijen = 1 orang- Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orang

26

BUMN/BUMD = 2 orang

d). Kejaksaan Negeri Balikpapan- Kajari = 1 orang - Kasi Intelijen = 1 orang- Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orang Bawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orang- BUMN/BUMD 2 orang

e. Kejaksaan Negeri Bontang- Kajari = 1 orang - Kasi Intelijen = 1 orang- Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

Wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barata). Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat

- Kajati/ Wakajati = 1 orang- Asintel = 1 orang- Asdatun = 1 orang- Aspidsus = 1 orang- Koordinator pada Kejati = 1 orang- Jaksa Bidang Pidsus = 1 orang

27

- Jaksa Bidang Datun = 1 orang- Jaksa Bidang Intelijen = 1 orangBappeda = 2 orang Bawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orang

b). Kejaksaan Negeri Mataram- Kajari = 1 orang - Kasi Intelijen = 1 orang- Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orang Bawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

c). Kejaksaan Negeri Selong- Kajari = 1 orang - Kasi Intelijen = 1 orang- Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

d). Kejaksaan Negeri Praya- Kajari = 1 orang

28

- Kasi Intelijen = 1 orang- Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

Wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi Banten a). Kejaksaan Tinggi Banten

- Kajati/ Wakajati = 1 orang- Asintel = 1 orang- Asdatun = 1 orang- Aspidsus = 1 orang- Koordinator pada Kejati = 1 orang- Jaksa Bidang Pidsus = 1 orang- Jaksa Bidang Datun = 1 orang- Jaksa Bidang Intelijen = 1 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orang

b). Kejaksaan Negeri Serang- Kajari = 1 orang - Kasi Intelijen = 1 orang- Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orang

29

Dinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

c). Kejaksaan Negeri Cilegon- Kajari = 1 orang - Kasi Intelijen = 1 orang- Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orang Bawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

d). Kejaksaan Negeri Tigaraksa- Kajari = 1 orang - Kasi Intelijen = 1 orang- Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orangBawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

e. Kejaksaan Negeri Tangerang- Kajari = 1 orang - Kasi Intelijen = 1 orang- Kasi Pidsus = 1 orang- Kasi Datun = 1 orang

30

- Jaksa Fungsional pada TP4D = 2 orangBappeda = 2 orang Bawasda = 2 orangDinas Pekerjaan Umum = 2 orangBiro Hukum = 2 orangBiro Keuangan = 2 orangBUMN/BUMD = 2 orang

Analisa DataData yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan maupun hasil wawancara di lapangan akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif.

Tahap-tahap PenelitianPenelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu kurang lebih 9 (sembilan) bulan, terhitung dari bulan Pebruari 2017 sampai dengan bulan Oktober 2017 dengan tahapan sebagai berikut :

Tahap Persiapan : 2 bulan Penyiapan tor (0) term of reference) 1 minggu Penyusunan personalia 1 minggu1) Studi kepustakaan 2 minggu2) Pembuatan 3) research design 2 minggu Pembuatan instrumen penelitian 1 minggu4) Presentasi 5) research design 1 hari Presentasi instrumen penelitian 1 hari6) Perbaikan 7) research design dan instrumen

penelitian 1 minggu

Tahap Pelaksanaan : 3 bulanPengurusan ijin dan pemberitahuan ke daerah 2 mingguPengumpulan data lapangan 2 bulanPengumpulan pata pustaka 2 minggu

31

Tahap Penulisan Laporan 2 bulan Pengolahan data 1,5 bulan0) Analisa data 2 minggu 1)

Tahap Penyelesaian: 0,5 bulanPemaparan hasil penelitian (laporan sementara) 1 hariPenyempurnaan hasil penelitian (laporan akhir) 2 minggu

Tahap Penggandaan dan Distribusi 1,5 bulanPenggandaan hasil penelitian 1 bulanDistribusi hasil penelitian 2 minggu

Jumlah Keseluruhan 9 bulan

32

33

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Pencegahan Korupsi Melalui Program Pembangunan

Penyelenggara Negara mempunyai peran penting dalam konstelasi ketatanegaraan. Hal ini tersirat dalam Amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan antara lain bahwa tujuan dibentuknya ”Pemerintah Negara Indonesia dan yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…”.

Dalam implementasinya, penyelenggaraan Negara tidak boleh menyimpang dari kaidah-kaidah yang digariskan. Namun demikian, dalam perkembangannya, pembangunan di berbagai bidang berimplikasi terhadap perilaku penyelenggara negara yang memunculkan rasa ketidakpercayaan masyarakat.

Stigma yang menganggap penyelenggara negara belum melaksanakan fungsi pelayanan publik berkembang sejalan dengan ”social issue” mewabahnya praktek-prakter korupsi sebagai dampak adanya pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab pada jabatan tertentu. Disamping itu masyarakat sendiri tidak sepenuhnya dilibatkan dalam Kegiatan Penyelenggaraan Negara sehingga eksistensi kontrol sosial tidak berfungsi secara efektif terhadap penyelenggara negara, terutama dalam hal akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, sehingga rentan sekali untuk menimbulkan penyimpangan dan korupsi.

Korupsi tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, antar penyelenggara negara, tetapi juga melibatkan pihak lain seperti keluarga, kroni dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dapat membahayakan eksistensi atass fungsi penyelenggaraan

34

negara.

Langkah awal dan mendasar untuk menghadapi dan memberantas segala bentuk korupsi adalah dengan memperkuat landasan hukum yang salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diharapkan dapat mendukung pembentukan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, dan diperlukan pula kesamaan visi, misi dan persepsi aparatur penegak hukum dalam penanggulangannya. Kesamaan visi, misi dan persepsi tersebut harus sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang menghendaki terwujudnya penyelengara negara yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif, efisien, bebas dari korupsi.

Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat ini masih terus bergulir, walaupun berbagai strategi telah dilakukan, tetapi perbuatan korupsi masih tetap saja merebak di berbagai sektor kehidupan. Beberapa kalangan berpendapat bahwa terpuruknya perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, salah satu penyebabnya adalah korupsi yang telah merasuk ke seluruh lini kehidupan yang diibaratkan seperti jamur di musim penghujan, tidak saja di birokrasi atau pemerintahan tetapi juga sudah merambah ke korporasi termasuk BUMN.

Pengertian Korupsi dan Prinsip-Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara Yang Baik

Pengertian Korupsi.

Korupsi dalam bahasa Latin disebut Corruptio – corruptus, dalam Bahasa Indonesia disebut corruptie, dalam Bahasa Inggris disebut corruption, dan dalam Bahasa Sansekerta yang tertuang dalam Naskah Kuno Negara Kertagama arti harfiah corrupt

35

menunjukkan kepada perbuatan yang rusak, busuk, bejad, tidak jujur yang disangkut pautkan dengan keuangan.29

Korupsi di dalam Black’s Law Dictionary adalah “suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain, secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, bersamaan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain”.30

Dalam pengertian lain, korupsi dapat pula dilihat sebagai perilaku tidak mematuhi prinsip, artinya dalam pengambilan keputusan di bidang ekonomi, baik dilakukan oleh perorangan di sektor swasta maupun pejabat publik, menyimpang dari aturan yang berlaku.31 Hakekat korupsi berdasarkan hasil penelitian World Bank adalah ”An Abuse Of Public Power For Private Gains”32, penyalahgunaan kewenangan / kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

Pengertian korupsi secara yuridis, baik arti maupun jenisnya telah dirumuskan, di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971. Dalam pengertian yuridis, pengertian korupsi tidak hanya terbatas kepada perbuatan yang memenuhi rumusan delik dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negaara, tetapi meliputi juga perbuatan-perbuatan yang memenuhi rumusan delik, yang merugikan masyarakat atau orang perseorangan.

Oleh karena itu, rumusannya dapat dikelompokkan sebagai 29 John Emerich Edward Dalberg Alton dalam Ilham Gunawan, Postur Korupsi di Indonesia

Tinjauan Yuridis, Sosiologis, Budaya dan Politik, (Bandung: Angkasa, 1990), hlm. 8.30 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni Bandung, Cetakan Keempat, 1996, hlm. 115.31 Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, Edisi VI, West Publishing, St. Paul

Minesota, 1990.32 Vito Tanzi, Corruption, Governmental Activities, and Markets, IMF Working Paper, Agustus

1994.

36

berikut :

Kelompok delik yang dapat merugikan keuangan Negara atau a. perekonomian Negara, (sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).Kelompok delik penyuapan, baik aktif (yang menyuap) maupun b. pasif (yang disuap) serta gratifikasi. (sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat(1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat(1) dan ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, b, c, dan d, serta Pasal 12B ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Piddana Korupsi).Kelompok delik penggelapan. (sebagaimana diatur dalam Pasal c. 8, Pasal 10 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).Kelompok delik pemerasan dalam jabatan d. (knevelarij, extortion). (sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e dan huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).Kelompok delik pemalsuan. (sebagaimana diatur dalam Pasal e. 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi).Kelompok delik yang berkaitan dengan pemborongan, f. leveransir dan rekanan. (sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 12 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

Dari 6 (enam) kelompok delik di atas, hanya 1 (satu) kelompok saja yang memuat unsur merugikan negara diatur di dalam 2 pasal

37

yaitu pasal 2 dan 3, sedangkan 5 kelompok lainnya yang terdiri dari 28 pasal terkait dengan perilaku menyimpang dari penyelenggara negara atau pegawai negeri dan pihak swasta.

Pencegahan Korupsi oleh Pemerintah

Sebenarnya masalah korupsi bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia. Berbagai kebijakan telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih, bebas dari KKN. Secara faktual Majelis Permusyawaratan Rakyat mengamanatkan dalam TAP MPR-RI Nomor XI/MPR/1989 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN, yang kemudian ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Tujuan yang ingin dicapai dalam upaya tersebut adalah Penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh lembaga-lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif harus sesuai dengan tuntutan hati nurani rakyat, yakni adanya penyelenggaraan negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugas secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari praktek KKN di segala bidang agar dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Upaya pemberantasan korupsi untuk menuju terciptanya pemerintahan yang bersih nuansanya nampak lebih kental, Untuk mencapai sasaran pembangunan penyelenggaraan negara menuju terciptanya tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa teersebut, maka Presiden telah mengeluarkan Peraturan Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Kebijakan Penyelenggaraan Negara 2004-2009, yang diarahkan untuk :

Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme dengan cara :

1. Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good coorporate governance) pada semua tingkat dan lini

38

pemerintahan dan pada semua kegiatan;

2. Pemberian sanksi yang seberat-beratnya bagi pelaku korupsi, kolusi dan nepotisme sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

3. Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui koordinasi dan sinergi pengawasan internal, eksternal dan pengawasan masyarakat;

4. Peningkatan budaya kerja aparatur yang bermoral, profesional, produktif dan bertanggung jawab;

5. Peningkatan pemberdayaan penyelenggara negara, dunia usaha dan masyarakat dalam pemberantasan KKN.

Meningkatkan kualitas penyelenggara administrasi negara melalui:

Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan • agar dapat berfungsi secara lebih memadai, efektif, dengan struktur lebih proposional, rmaping, luwes dan responsif;Peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan dan • prosedur pada semua tingkat dan lini pemerintahan;Penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia • aparatur agar lebih profesional sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat;Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem • karier berdasarkan prestasi.

Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dengan :

Peningkatan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan • dasar, pelayanan umum dan pelayanan unggulan;Peningkatan kapasitas maeyarakat untuk dapat mencukupi • kebutuhan dirinya, berpartisipasii dalam proses pembangunan dan mengawasi jalannya pemerintahan;

39

Peningkatan transparansi, partisipasi dan mutu pelayanan • melalui peningkatan akses dan sebaran informasi.Sedangkan sasaran khusus yang ingin dicapai adalah :• Berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi dan • dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas;Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan • pemerintahan yang bersih, efisien, transparan, profesional dan akuntabel;Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat • diskrikinatif terhadap warga negara, kelompok atau golongan masyarakat;Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan • kebijakan publik;Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah • fan tidak bertentangan peraturan dan perundangan diatasnya.

Sektor-Sektor Penggunaan Dana APBN Yang Rawan Korupsi Dan Peran Kejaksaan Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi

Negara mempunyai kewenangan di dalam menyelenggarakan fungsi pemerintahan, kewenangan tersebut akan menimbulkan adanya hak-hak pemerintah diantaranya adalah pengelolaan keuangan. Misalnya hak untuk memungut pajak, hak pengelolaan harta negara dan pungutan lainnya. Selain itu negara juga mempunyai kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, yakni pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam rangka penyelenggaraan layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan kepada pihak ketiga.

Secara prinsip yang dimaksudkan dengan penerimaan negara adalah uang yang diterima oleh negara melalui kas negara terkait dengan penyelenggaraan hak dan kewajiban negara maupun karena hal lain. Penerimaan negara dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu penerimaan dari sektor perpajakan dan penerimaan dari sektor

40

bukan pajak. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan seluruh penerimaan Pemerintah Pusat terkait dengan kewajiban pemerintah untuk menyediakan layanan tertentu kepada masyarakat dan penerimaan yang tidak terkait dengan penyelenggaraan fungsi pemerintah (tupoksi kementerian/lembaga).

Pemerintah sebagai penyedia jasa layanan bagi masyarakat, baik bersifat layanan dasar (public goods) maupun layanan semi dasar (semi public goods) yang menjadi kebutuhan masyarakat. Layanan kategori dasar dibiayai melalui sistem perpajakan, sedangkan layanan semi dasar dibiayai melalui pungutan yang hakekatnya merupakan partisipasi masyarakat dalam membiayai layanan tertentu dimaksud (cost sharing principle).

Mekanisme lebih lanjut dari pelayanan di atas ditetapkan melalui alokasi benlanja setiap tahun yang sebelumnya harus dimintakan persetujuan lebih dulu dari legislatif (DPR), apabila telah mendapat persetujuan maka statusnya menjadi produk legislatif yang lazim disebut undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan di daerah dikukuhkan dalam suatu Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Jika kita mengamati lebih jauh dari setiap kasus yang mencuat ke permukaan melalui media massa, dimana pada akhir-akhir ini kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia seringkali terkait dengan pengadaan barang dan jada yang dananya berasal dari APBN, APBD atau Badan Hukum Milik Negara. Para pelakunya merupakan orang-orang yang memiliki kekuasaan atau yang memiliki kewenangan. Atas kenyataan ini, pada umumnya korupsi karena adanya penggunaan kekuasaan dan wewenang publik yang menyimpang untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu.

Perbuatan korupsi yang terjadi di Badan Hukum Milik Negara, baik sebelum atau pada saat setelah pelaksanaannya seringkali tidak terdeteksi dan sulit pengungkapannya, sehingga diperlukan suatu keahlian dan kejelian aparat penegak hukum

41

dalam membongkar kasus-kasus korupsi yang terjadi pada Badan Hukum Milik Negara.

Pada umumnya sektor-sektor rawan yang sering menimbulkan penyimpangan dan merugikan keuangan negara yang dilakukan di lingkungan Badan Hukum Milik Negara, antara lain terkait dengan:

Pengadaaan jasa.1. Penyaluran dana Bantuan Operasional.2. Perbaikan sarana dan prasarana.3. Harga/nilai kontrak terlalu tinggi (mark up dalam pengadaan 4. barang dan jasa).Penetapan pemenag lelang tidak sesuai ketentuan yang 5. berindikasi suap atau ditetapkan oleh pengurus atau pengawas pada bagian pengadaan barang dan jasa Badan Hukum Milik Negara.Pembayaran fiktif.6. Pemalsuan surat/dokumen sebagai sarana penyimpangan 7. penggunaan anggaran Badan Hukum Milik Negara.Manipulasi penggunaan barang/dana.8. Manipulasi biaya pembebasan tanah.9. Realisasi pekerjaan tidak sesuai kontrak yang merugikan 10. Badan Hukum Milik Negara.Penggelapan uang11. Manipulasi gaji pegawai.12. Pungutan tidak sah.13. Penyalahgunaan biaya perjalanan dinas.14. Penyalahgunaan wewenang.15.

Pengadaan barang dan jasa di lingkungan Badan Hukum Milik Negara ada baiknya memperhatikan 15 langkah prosedural yang ditetapkan oleh Keppres No. 80 Tahun 2003 jo. Perpres No. 85

42

Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah serta memperhatikan juga Anggaran Dasar dan Anggran Rumah Tangga suatu Perusahaan negara / Badan Hukum Milik Negara / Daerah, yaitu :

Perencanaan Pengadaan;• Pembentukan Panitia Lelang;• Prakualifikasi Perusahaan;• Penyusunan Dokumen Lelang;• Pengumuman Lelang;• Pengambilan Dokumen Lelang;• Penentuan Harga Perkirakan Sendiri;• Penjelasan Lelang;• Penyerahan Penawaran Harga dan Pembukaan Penawaran;• Evaluasi Penawaran;• Pengumuman Calon Pemenang;• Sanggahan Peserta Lelang;• Penunjukan Pemenang Lelang;• Penandatanganan Kontrak Perjanjian;• Penyerahan Barang/Jasa kepada User.•

Salah satu contoh di dalam pengadaan barang dan jasa yang dananya berasal dari APBN, APBD ialah kemahalan harga pengadaan buku, blanko ijazah/SKHUN dan pengembangan SIM. Berdasarkan Keppres No. 80 Tahun 2003 jo. Perpres No. 85 Tahun 2006 Lampiran I Bab I huruf e angka 1 dalam menentukan penyusunan harga perhitungan sendiri (HPS) harus dilakukan dengan cermat, menggunakan data dasar dan mempertimbangkan:

Analisis harga satuan pekerjaan yang bersangkutan;• Perkiraan perhitungan biaya oleh konsultan/• engineer’s estimate (EE);Harga pasar setempat pada waktu penyusunan HPS;• Harga kontrak/surat perintah kerja (SPK) untuk barang/•

43

pekerjaan sejenis setempat yang pernah dilaksanakan;Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi • oleh Badan Pusat Statistik (BPS), badan/instansi lainnya dan media cetak yang datanya dapat dipertanggungjawabkan;Daftar harga standar/tarif biaya yang dikeluarkan oleh • pabrikan/agen tunggal atau lembaga independen;Daftar harga standar/tarif biaya yang dikeluarkan oleh • instansi yang berwenang;Informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.•

Terkait dengan pengadaan barang dan jasa tersebut, dalam praktek salah satu unsur penting yang harus dapat dibuktikan agar dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi adalah adanya ”unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”. Unsur kerugian negara sering menjadi polemik karena memiliki pengertian yang dapat dilihat dari beberapa perspektif hukum, yaitu berdasarkan perspektif hukum administrasi negarra, hukum perdata dan hukum pidana, yang lebih lanjut akan diuraikan sebagai berikut :

Pengertian kerugian negara berdasarkan perspektif hukum administrasi negara, dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Rumusan pengertian kerugian negara dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ini sama dengan rumusan pengertian kerugian negara sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Pengertian kerugian negara berdasarkan perspektif hukum perdata terkait dengan pengertian keuangan negara yang dikelola oleh perusahaan negara/perusahaan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

44

Terbatas dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Jadi kerugian negara disini adalah berkurangnya Kekayaan Negara/Kekayaan Daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga atau saham, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah yang disebabkan oleh perbuatan yang melanggar norma atau aturan yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseoan Terbatas dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Pengertian kerugian negara berdasarkan perspektif hukum pidana adalah sustu perbuatan yang menyimpang terhadap penggunaan dan pengelolaan keuangan negara sehingga dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan merugikan negara atau dapat merugikan negara sebagai tindak pidana korupsi, dengan pemenuhan unsur-unsur : pertama, perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, baik dalam pengertian formil maupun materil atau penyalahgunaan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya, dan kedua, para pihak ada yang diperkaya dan diuntungkan, baik si pelaku sendiri, orang lain atau korporasi (Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001).

Jika mengacu pada pengertian kerugian negara berdasarkan perspektif hukum administrasi negara maka pengertiannya disini adalah pengertian kerugian negara yang memaknai pengertian keuanan negara, sehingga berbeda dengan kerugian negara yang terdapat dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang merupakan pengertian yang spesifik dan merupakan lex specialias derogat legi generalis sistematis, yaitu meskipun sama-sama bersifat khusus, tetapi yang mendominasi adalah lingkup kepentingannya dalam hal ini adalah pidana. Tegasnya penerapannya harus melihat kepada lingkup permasalahannya,

45

jika menyangkut masalah pidana maka yang diberlakukan adalah hukum pidana, sehingga mengesampingkan hukum perdata dan hukum administrasi negara. Sebagai contoh dalam praktek selama ini dalam hal penerapan pengertian Pegawai Negeri, walaupun diatur di dalam Undang-Undang Kepegawaian Nomor 8 Tahun 1974 jo. UU No. 43 Tahun 1999, tetapi yang digunakan dalam tindak pidana korupsi adalah pengertian pegawai negeri di dalam Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang jo. No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahkan pengertian sesama hukum pidana termuat dalam KUHP juga diabaikan.

Mengenai unsur ”merugikan keuangan negara” aparat penegak hukum bekerjasama dengan instansi terkait yaittu BPK atau BPKP untuk menghitung kerugian negara. Kewenangan BPK atau BPKP dalam melakukan audit adalah dalam zona accounting, sehingga tidak perlu jauh sampai mencari adanya perbuatan melawan hukum atau tidak, karena itu merupakan kewenangan Penyidik dan Penuntut Umum. Pengertian merugikan negara di lingkungan Departemen dapat diartikan, bahwa anggaran yang telah ditetapkan tidak dipergunakan sesuai dengan peruntukannya atau terjadi penyimpangan.

Selain menyangkut pengertian keuangan negara, dalam praktek sering menjadi polemik adalah pengertian untusr melawan hukum, tetapi denan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 003/PUU-IV/2006 tanggal 25 Juli 2006 yang meniadakan berlakunya penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, sehingga perbuatan melawan hukum dalam arti materiil yaitu perbuatan yang dianggap tercela, tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial masyarakat, dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, karena pengertian melawan hukum secara materiil dipandang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka seharusnya polemik tentang pengertian melawan hukum tersebut berakhir.

46

Pengertian ”melawan hukum” sering dirancukan dengan pengertian ”menyalahgunakan wewenang” padahal dua hal itu jelas berbeda, meskipun hakekatnya penyalahgunaan wewenang tersebut adalah juga melawan hukum. Melawan hukum adalah perbuatan yang bertentangan dengan perraturan perundang-undangan yang bisa dilakukan oleh setiap orang. Sedangkan menyalahgunakan wewenang adalah juga perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kewenangan dan kapasitas tertentu yang terkait dengan jabatannya terkait dengan prosedural. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada terkait dengan posisinya selaku penyelenggara negara atau pegawai negeri di institusi itu secara salah, dapat disebut sebagai ”misbruik van gesag atau van bevoeg”, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dan kewenangan tersebut digunakan tidak sesuai dengan tugas jabatannya.

Unsur ”memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi” (vide Pasal 2 ayat (1) UU no. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001) dan unsur ”dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi ” (vide Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun 2001), merupakan unsur yang besifat alternatif sehingga tiak perlu pelaku tindak pidana korupsi harus menikmati sendiri uang hasil tindak pidana korupsi, cukup si pelaku memperkaya orang lain atau menguntungkan orang lain. Secara teoritis, unsur ”memperkaya diri” diartikan bertambah kekayaannya atau pelaku berpola hidup mewah tanpa hak di dalam menikmati hasil korupsinya dalam kehidupan sehari-harinya, tetapi dalam praktek setiap tindakan dari subyek hukum yang menimbulkan keugian negara, baik itu karena tanda tangan, pemindahan buku, mengambil, menyerahkan, menyimpan diluar prosedur yang berlaku, maka perbuatan tersebut dapat dipandang sebagai perbuatan memperkaya diri. Sedangkan unsur ”menguntungkan diri atau orang lain atau suatu korporasi”, artinya

47

pelaku memperoleh fasilitas atau kemudahan sebagai akibat dari perbuatan menyalahgunakan wewenang atau prosedur.

Kemudian dalam pembuktian unsur ”dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”, sering terjadi perbedaan persepsi adalah menyangkut penafsiran kata ”dapat ” yang oleh sebagian kalangan dipandang sebagai potensi, karena mengacu kepada ”cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat” (penjelasan pasal 2 ayat(1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), jika menilik syaratnya penempatan kata dapat tersebut, sebenarnya oleh pembuat undang-undang dimaksudkan hanya untuk menempatkan kedua delik tersebut, dari delik formil materiil menjadi delik formil dengan meninjau filosofi dari delik pencurian (Pasal 362 KUHP) dan penggelapan (Pasal 372 KUHP). Dalam pengertian perbuatan tersebut telah selesai (voltoid) kalau barang atau uang tersebut telah berpindah dari tempatnya atau tujuannya semula yang dilakukan secara melawan hukum. Terhadap delik-delik tertentu dari undang-undang korupsi memang sejalan dengan pemahaman tersebut, seperti penyuapan, pemerasan atau penggelapan dalam jabatan, tetapi terhadap delik yang mengandung unsur merugikan negara kata ”dapat” tidak sekedar potensi yang abstrak, tetapi harus konkrit dan itu lambat atau cepat harus riil terjadi. Oleh karena itu, jika kata dapat merugikan keuangan negara tersebut berupa potensi, maka sifatnya hanya asumsi dan hal itu bertentangan dengan azas legalitas yang salah satunya mensyaratkan adanya kepastian hukum.

Selanjutnya terkait dengan pengertian penyuapan, penyuapan terdiri dari 2 jenis. Pertama adalah penyuap aktif, yaitu pihak yang memberikan atau menjanjikan sesuatu, baik berupa uang atau barang. Penyuapan ini terkait erat dengan sikap batin subjek hukum berupa niat (oogmerk) yang bertujuan untuk menggerakkan seorang pejabat penyelenggara negara atau pegawai negeri agar ia dalam jabatannya berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang

48

bertentangan dengan kewajibannya. Dari pemberian hadiah atau janji tersebut, berarti subjek hukum mengetahui tujuan yang terselubung yang diinginkannya, yang didorong oleh kepentingan pribadi, agar penyelenggara negara atau pegawai negeri yang akan diberi hadiah atau janji berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatan yang bertentangan dengan kewajibannya. Meskipun pejabat yang bersangkutan menolak pemberian atau janji terserbut, perbuatan subjek hukum sudah memenuhi rumusan delik dan dapat dijerat oleh delik penyuiapan aktif, mengingat perbuatannya sudah selesai (voltoid).

Kemudian kedua adalah penyuapan pasif, pihak yang menerima pemberian atau janji baik berupa uang maupun barang. Apabila pegawai negeri tersebut menerima pemberian atau janji dalam pasl ini, berarti pegawai negeri/penyelenggara negara dimaksud akan menanggung beban moril untuk memenuhi permintaan pihak yang memberi atau yang menjanjikan tersebut.33

Selain penyuapan aktif dan pasif tersebut yang lazim juga terjadi terkait dengan praktek korupsi adalah penggelapan dan pemerasan. Larangan yang terkait dengan tindak pidana korupsi jenis ini adalah perbuatan menggelapkan uang atau surat berharga yang menjadi tanggungjawab jabatannya atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan orang lain.

Sedangkan yang dimaksudkan dengan pemerasan terkait dengan tindak pidana korupsi adalah pemerasan dalam jabatan (knevelarij) dan salah satu unsurnya adalah memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (Pasal 12 huruf e dan f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001). Bentuk pemaksaan disini lebih ditujukan secara psikis sebagai akibat yang ditimbulkan dari kewenangan yang melekat pada diri pejabat yang bersangkutan. Kehendak untuk memaksakan kepentingan

33 World Bank, World Development Report – The State in Changing World, Washington, DC, World Bank, 1997.

49

pribadinya harus dirasakan oleh orang yang menjadi obyeknya.34 Contohnya terkait dengan Badan Hukum Milik Negara, misalnya dalam hal pengadaan jasa, berbagai dalih dipergunakan, meskipun prosedur sudah terpenuhi, tetapi masih saja ada kendala, sehingga ada pameo kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah, dan pameo ini nampaknya lazim diberlakukan oleh kalangan pegawai negeri atau penyelenggara negara di dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Pegawai negeri atau penyelenggara negara turut serta dalam pengadaan yang diurusnya adalah korupsi, ini sesuai dengan Pasal 12 huruf i Undang-Undang 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 ”Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya”.

Disamping itu, perlu juga mendapat perhatian adalah masalah gratifikasi. Gratifikasi ini dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 secara tegas dilarang. Pengertiannya dalam arti luas meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan sosialisasi, pengobatan cuma-cuma atau fasilitas lainnya. Hal tersebut perlu dipahami secara benar karena akan berkaitan dengan masalah pengumpulan alat bukti dan pembuktiannya di depan persidangan. Pengertian alat bukti petunjuk tidak saja dapat diperoleh dari keterangan saksi, keterangan terdakwa dan surat-surat sebagaimana dirumuskan dalam KUHP, tetapi juga dapat diperoleh melalui alat bukti lain menurut pasal 26 a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu, atau melalui dokumen berupa rekaman data atau informasi yang dapat

34 Marwan Effendy, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana, Sumber Ilmu Jaya, cet.I, Tahun 2005, hlm. 126.

50

dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas atau benda lain maupun yang terekam secara elektronik berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka atau perforasi yang memiliki makna. Rumusan yang demikian ini, tidak saja memperluas cakupan pengertian tindak pidana korupsi, tetapi juga memudahkan di dalam pembuktiannya.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menerapkan sistem pidana minimal dalam upaya untuk dapat menimbulkan efek jera dan daya tangkal sejalan dengan tujuan undang-undang ini, utnuk mengantisipasi kebutuhan hukum masyarakat dalam mencegah dan memberantas secara efektif segala bentuk tindak pidana korupsi.

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, disebutkan pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana, maksudnya meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada negara, tidak menghapus sifat melawan hukum, perbuatan dan pelaku akan tetap diajukan ke pengadilan dan dijatuhi pidana, hanya mungkin hukumannya diperingan.

Ketentuan ini sebenarnya tidak sejalan dengan adagium ultimum remedium, mengingat hakekat pengadaan barang dan jasa adalah domein perikatan, maka jika terjadi Wanprestasi atau pihak terkait tidak dapat memenuhi prestasi kerja yang telah diperjanjikan, langkah yang harus ditempuh adalah membuka ruang restorasi. Pihak yang bersangkutan diminta lebih dulu memenuhi ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian pemborongan, jika yang bersangkutan tetap ingkar, maka barulah diterapkan instrumen pidana (retroactive justice).

Terhadap maraknya korupsi di berbagai lini kehidupan, maka menurut Jereny Popo upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan integritas nasional.35 Memperkenalkan

35 P.A.F. Lamintang, at al, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, cet. Ke-III, 1990, hlm. 231-234.

51

sistem integritas nasional di semua lapisan masyarakat sangat penting bagi proses reformsi dan hendaknya dilakukan secara berkesinambungan. Pendekatan ini penting artinya agar tujuan pembangunan dapat dicapai. Lebih lanjut Jeremy Pope berpendapat bahwa dalam mengejar tujuan itu, hendaknya memperhatikan antara lain :

- Pelayanan publik yang efisien dan efektif, serta menyumbang pada pembangunan berkelanjutan;

- Pemerintahan yang berjalan berdasarkan hukum, yang melindungi warga masyarakat dari kekuasaan sewenang-wenang (termasuk dari pelanggaran hak asasi manusia); dan

- Strategi pembangunan yang menghsilkan manfaat bagi negara secara keseluruhan, termasuk rakyatnya yang paling miskin dan tidak berdaya, bukan hanya bagi para elit.

Dilingkungan Departemen, khususnya Badan Hukum Milik Negara hendaknya memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 jo. Perpres No. 85 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah serta memperhatikan juga Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga suatu Perusahaan Negara / Badan Hukum Milik Negara / Daerah khususnya mengenai pendanaan Perusahaan, sumber pendanaan, pengelolaan dana pendiddikan, pengalokasian dana pendidikan dan wajib juga melaksanakan prinsip-prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas punlik guna terwujudnya Good Coorporate Governance.

Asas-asas umum tersebut merupakan ground idea dan haarus menjadi kerangka acuan atau frame of reference yang membatasi di dalam setiap pengelolaan keuangan Negara, agar dapat lebih terarah dan dipertanggung-jawabkan dari berbagai aspek hukum (situationsgebundenheit)363737, mengingat kesemua asas-asas umum tersebut telah diimplementasikan ke dalam klausula pasal yang

36 Pope, Jeremy, Strategi Memberantas Korupsi, Elemen Sistem Integritas Nasional, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 61.

52

mengatur tentang pengelolaan keuangan negara.

Khusus untuk lingkungan Badan Hukum Milik Negara, asas-asas umum tersebut tidak hanya sekedar menjadi kerangka acuan dan pembatas di dalam pengelolaan keuangan negara, tetapi lebih jauh lagi adalah dalam upaya untuk mewujudkan good governance dan clean goverment.37

Dari uraian diatas, untuk pencegahan terjeratnya pelaku dalam proyek pembangunan yang dikategorikan sebagai perbuatan korupsi perlu diperhatikan hal-hal yang telah diuraikan di pembahasan terdahulu yaitu pengadaan barang dan jasa di lingkungan Badan Hukum Milik Negara ada baiknya memperhatikan 15 langkah prosedural yang ditetapkan oleh Keppres No. 80 Tahun 2003 jo. Perpres No. 85 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah serta memperhatikan juga Anggaran Dasar dan Anggran Rumah Tangga suatu Perusahaan negara / Badan Hukum Milik Negara / Daerah, dan Terkait dengan pengadaan barang dan jasa tersebut, dalam praktek salah satu unsur penting yang harus dapat dibuktikan agar dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi adalah adanya ”unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”. Unsur kerugian negara sering menjadi polemik karena memiliki pengertian yang dapat dilihat dari beberapa perspektif hukum, yaitu berdasarkan perspektif hukum administrasi negarra, hukum perdata dan hukum pidana.

37 Marwan Effendy, Penerapan Perluasan Ajaran Melawan Hukum dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (KajianPutusan No.135/Pid/B/2004/PN.Cn. dan Putusan Sela No.343/Pid.B/2004/PN.Bgr), Dictum,Jakarta,2005,hal.17. lihat juga Kurt Lewin dalam Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia,PT.Citra Aditya Bakti,Bandung,2001,hal.29 dan Karl Mannheim dalam Bachsan Mustafa, loc cit.

53

B. Peran Jaksa Di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Dalam Rangka Menyelamatkan/Memulihkan Keuangan Negara

Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Dengan bertumpu pada pengertian tersebut maka profesi jaksa sering diidentikan dengan perkara pidana. Hal ini bisa jadi disebabkan “melekatnya” fungsi penuntutan oleh jaksa, yang mana fungsi tersebut berada dalam ranah hukum pidana.

Akan tetapi, jaksa sebagai salah satu unsur aparatur pemerintahan dalam bidang penegakan hukum yang mengemban tugas sebagai penuntut umum, sebagai eksekutor putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, sebagai pengawas terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat, sebagai penyidik tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang dan melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik, juga dibebani tugas-tugas lain dalam perkara perdata maupun perkara tata usaha negara, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, dalam Pasal 30 mengenai tugas dan wewenang Kejaksaan :

Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :

melakukan penuntutan;• melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang • telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

54

melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana • bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu • berdasarkan undang-undang;melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat • melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan :

a. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;b. pengamanan kebijakan penegakan hukum;c. pengamanan peredaran barang cetakan;d. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan

masyarakat dan negara;e. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;f. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Pasal 32 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menetapkan bahwa disamping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-Undang ini, Kejaksaan RI dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan Negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan RI dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.

55

Fungsi keperdataan sebenarnya bukan hal baru karena fungsi tersebut telah dimiliki lembaga Kejaksaan sejak Indonesia berada dibawah pemerintahan Hindia Belanda berdasarkan Konninklijk Besluit yang dimuat dalam Staatblat Nomor S.1912/522 tentang Vertegenwoordiging van den landen in Rechten (wakil negara dalam hukum).38 Lembaga Kejaksaan RI yang pada masa penjajahan Hindia Belanda dikenal dengan nama Openbaar Ministerie (O.M.), dimana ketentuan perihal O.M. diatur berdasarkan Pasal 55 R.O., Het Herziene Inladsh Reglement (H.I.R), dan Reglement op de Stafvordering (Sv) dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, mempunyai tugas-tugas sebagai berikut :39

Menjalankan ketentuan Undang-Undang;• Melakukan penyidikan dan penyidikan lanjutan;• Melakukan penuntutan tindak-tindak pidana pelanggaran dan • kejahatan;Melaksanakan putusan-putusan Pengadilan Pidana.•

Selain dalam penegakan hukum pidana O.M. juga mempunyai sejumlah kekuasaan dalam bidang hukum perdata antara lain :

O.M. dapat mewakili negara dalam perkara perdata baik selaku • penggugat maupun tergugat berdasarkan S.1922/522 tentang Vertegenwoordiging van den Laande inn Rechten (Wakil negara dalam hukum);- karena jabatannya, O.M. berwenang meminta kepada hakim

untuk menempatkan seseorang di suatu tempat tertentu, rumah sakit atau sesuatu tempat lain yang layak, karena

38 Marwan Effendy, Penyimpangan Kebijakan Anggaran Oleh Pejabat Negera, BUMN dan BUMD dari Aspek Pidana, Makalah disampaikan dalam workshop tentang Korupsi dan Penyimpangan Kebijakan Keuangan Bagi Pejabat Pemerintah Daerah/DPRD dan BUMD, yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Investasi dan Keuangan bekerjasama dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, tanggal l2 dan 19 Agustus 2006, di Hotel Oasis Amir Lt.3,Jl. Senen Raya Kav.135-137 Jakarta Pusat. Pernah juga disampaikan dalam Workshop : ”SANKSI HUKUM PEJABAT PEMDA,DPRD DAN BUMN/BUMD” atas Hasil Audit Investigasi Terhadap Kebocoran Negara/Daerah Dalam Tipikor, yang diselenggarakan oleh Pusat Pelatihan Keuangan dan Pemerintahan dengan Sekolah Tinggi Akutansi Negara, tanggal 4 Agustus 2006,di Hotel Ibis, Kemayoran, Jakarta Pusat,hlm.7-8.

39 Bintoro, “Perlunya Penegasan Lembaga Kejaksaan Sebagai Kantor Pengacara Negara”, Medikom Adhyaksa 22 Januari 1997. hlm 12.

56

secara terus menerus berkelakuan buruk, yang tidak mampu untuk mengurus dirinya sendiri atau membahayakan orang lain (Pasal 134,135,137 dan 137a R.O).

O.M. berwenang untuk meminta kepada hakim agar sesuatu • badan hukum dibubarkan karena melakukan penyimpangan dari anggaran dasarnya yang sah (Pasal 1 butir 6 R.O.);Demi kepentingan umum O.M. berwenang untuk mengajukan • permintaan kepada hakim supaya seseorang atau badan hukum dinyatakan pailit (Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Failisemen);O.M. didengar pendapatnya dalam hal seseorang akan merubah • atau menambah nama depannya (Pasal 13 dan 14 Burgerlijk Wetboek atau B.W.);O.M. wajib menuntut pembatalan kepada hakim atas sesuatu • perkawinan sebagaimana termaksud dalam Pasal 27 hingga 34 B.W.;O.M. dapat menuntut kepada hakim agar seseorang bapak • atau ibu dibebaskan dari kekuasaannya sebagai orang tua atau ouderlijkemacht (Pasal 319 B.W.);O.M. berwenang untuk melakukan penuntutan kepada • pengadilan supaya seseorang dipecat sebagai wali dari anak yang belum dewasa (Pasal 381 B.W.);O.M. dapat memerintahkan Balai Harta Peninggalan untuk • mengurus harta benda seseorang (Pasal 463 dan 468 B.W.);O.M. berwenang untuk mengajukan usul bagi pengangkatan • pengurus warisan bilamana pengurus yang telah diangkat meninggal dunia, dan sebagainya (Pasal 983,985 dll. B.W.);O.M. berwenang mengajukan kasasi demi kepentingan hukum • dalam perkara perdata (Pasal 170 butir 1 R.O.).

Beberapa kewenangan tersebut sampai pada masa setelah kemerdekaan Negara Republik Indonesia masih dimiliki oleh Kejaksaan RI karena ketentuan hukum positif yang mengatur

57

kewenangan tersebut masih berlaku berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1945.

Selanjutnya setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pertama kali dalam sejarah sejak kemerdekaan republik Indonesia kewenangan lembaga Kejaksaan di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara diatur dengan tegas demikian juga setelah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, kewenangan Kejaksaan dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara tetap diatur dengan tegas dan jelas. Kewenangan tersebut makin jelas jika melihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang berbunyi :

“Dibidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan mempunyai kewenangan untuk dan atas nama negara atau pemerintah sebagai penggugat atau tergugat yang dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertimbangan atau membela kepentingan negara atau pemerintah, tetapi juga membela dan melindungi kepentingan rakyat.”

Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Presiden menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tanggal 15 Juni 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia yang menetapkan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM DATUN) sebagai institusi dalam lingkungan organisasi Kejaksaan Agung dan juga sebagai salah satu pembantu Jaksa Agung.

Cikal bakal dari JAM DATUN, khususnya dibidang perdata sebenarnya telah ada berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 86 Tahun 1982, di mana kegiatan dibidang ini dilaksanakan oleh

58

Direktorat Perdata dan Bantuan Hukum yang merupakan salah satu direktorat dalam lingkungan JAM PIDUM dan pelaksanaan tugas wewenangnya berdasarkan S.1922 Nomor 522 dan berbagai peraturan perundangan undangan yang tersebar. Selain itu di dalam Undang-Undang Kejaksaan lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 Pasal 2 ayat (4) dinyatakan bahwa Kejaksaan RI mempunyai tugas khusus lain yang diberikan oleh suatu peraturan negara yang kemudian dimuat lagi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan republik Indoensia, yaitu pada Pasal 27 ayat (2), merupakan upaya dari kekuasaan legislatif dalam rangka memantapkan kedudukan dan peranan Kejaksaan RI agar lebih mampu dan berwibawa melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam negara hukum yang berdasarkan Pancasila.40

Negara hukum dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat, akan banyak menemukan keterlibatan dan kepentingan hukum dari negara dan pemerintah di bidang perdata dan tata usaha negara, baik dalam kedudukan sebagai tergugat maupun penggugat atau sebagai pihak yang mempunyai kepentingan hukum diluar pengadilan yang dapat diwakilkan kepada Kejaksaan RI. Inilah pandangan antisipatif dari kekuasaan legislatif yang terkandung di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Dalam perkembangannya kewenangan Kejaksaan RI untuk dan atas nama negara atau pemerintah sebagai penggugat atau tergugat dalam bidang perdata, dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertimbangan atau membela kepentingan negara atau pemerintah saja tetapi juga membela dan melindungi kepentingan rakyat.41

Dengan demikian tugas dan kewenangan kejaksaan dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara (DATUN), jaksa dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah dalam hal ini instansi pemerintah pusat/daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha

40 Evy Lusia Ekawati, Peranan Jaksa Pengacara Negara dalam Penanganan Perkara Perdata, Genta Press, Yogyakarta, 2013, hlm.53.

41 Ibid, hlm. 56.

59

Milik Daerah (BUMD) dan untuk dapat mewakili kepentingan umum berdasarkan amanat dari peraturan Perundang-undangan. Seorang jaksa yang mewakili negara atau pemerintah dan kepentingan umum dalam perkara DATUN biasa disebut Jaksa Pengacara Negara (JPN).

Jaksa Pengacara Negara memiliki kapasitas dalam bidang perdata dan tata usaha negara. Kata kapasitas dalam kamus hukum memiliki makna kemampuan (kesanggupan, kecakapan), kemampuan untuk berfungsi dan memiliki kemampuan untuk produksi, sedangkan makna berkapasitas berarti memiliki kemampuan atau kecakapan untuk melakukan.42

1. Pengertian Jaksa Pengacara Negara.

Peran Kejaksaan RI di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara sudah ada dan sudah dikenal jauh sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Bahkan sudah ada dengan diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Staatsblad (lembar negara) Tahun 1847 No. 23, sebab dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dapat dilakukan oleh Instansi Kejaksaan (vide Pasal 360, Pasal 463, dan Pasal 1737 KUH Perdata).

Istilah Jaksa Pengacara Negara secara eksplisit tidak tercantum dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Lahirnya Jaksa Pengacara Negara dalam tubuh Kejaksaan RI dibentuk pada tahun 1991, yaitu pada masa kepemimpinan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAMDATUN) dijabat oleh Suhadibroto. Tidak semua jaksa otomatis menjadi Jaksa Pengacara Negara karena penyebutan itu hanya kepada jaksa dengan kuasa khusus, bertindak untuk dan atas nama Negara atau Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan wewenang kejaksaan RI dibidang perkara perdata dan tata usaha negara.

42 Ibid, hlm. 57.

60

2. Tugas-tugas Jaksa Pengacara Negara.

Tugas Jaksa Pengacara Negara (JPN) diatur dalam Peraturan Jaksa Agung RI Nomor No.018/A/J.A/07/2014 tanggal 07 Juli 2014 tentang Standar Operating Prosedur (SOP) pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara. Menurut peraturan tersebut, tugas Jaksa Pengacara Negara (JPN) meliputi bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayan hukum, penegakan hukum, dan tindakan hukum lain, dengan penjelasan sebagai berikut :

a. Penegakan Hukum (Gakum).

Penegakan Hukum adalah tindakan hukum yang dilakukan Kejaksaan RI di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara sebagaimana ditetapkan oleh Peraturan perundang-undangan dalam rangka menyelamatkan kekayaan atas keuangan negara serta melindungi hak-hak keperdataan masyarakat masyarakat, antara lain: pembatalan perkawinan, pembubaran Perseroan Terbatas (PT) dan pernyataan pailit.

b. Bantuan Hukum (Bankum).

Bantuan hukum ialah bantuan hukum yang diberikan oleh Kejaksaan RI kepada Instansi Negara atau Instansi Pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara atau Pejabat Tata Usaha Negara di dalam perkara Tata Usaha Negara ketika menghadapi masalah sengketa Perdata dan Tata Usaha Negara berdasarkan Surat Kuasa Khusus. Bantuan hukum hanya dapat dilakukan Kejaksaan RI kepada :

- Instansi Pemerintah (baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah) termasuk dalam hal ini adalah pemberian bantuan hukum kepada instansi pemerintah pusat dan Instansi Pemerintah di daerah misalnya bantuan hukum kepada Dinas Pariwisata suatu Kabupaten tertentu dimana bantuan hukum ini dapat dimanfaatkan dalam

61

usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna menunjang terselenggaranya otonomi daerah.

- Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Badan Usaha yang modalnya seluruh atau sebagian besar berasal dari Negara / Pemerintah Republik Indonesia / Pemerintah Daerah seperti PT. Angkasa Pura, PT.PLN, dan PT. Bank BRI.

- Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah Badan Usaha yang modalnya seluruh atau sebagian berasal dari Pemerintah daerah di Indonesia, yang termasuk dalam BUMD adalah bank-bank milik Pemerintah Daerah seperti PT. Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Barat (PT. Bank NTB).

Bantuan hukum bisa dilakukan di dalam maupun di luar pengadilan (Non Litigasi) yaitu penyelesaiaan masalah melalui sistem ADR (Alternatif Dispute Resolution) yakni antara lain: negosiasi, mediasi, fasilitasi atau arbitrase. Cara ini sesuai dengan prinsip “Win-Win Solution”. Kedua belah pihak saling mengalah apabila terjadi masalah, dan sepakat menyelesaikan dengan damai dan penyelesaian seperti ini biasanya menjadi pilihan bagi penyelesaian sengketa hubungan industrial (Comercial Disputes).

c. Pertimbangan Hukum (Bangkum).

Pertimbangan Hukum adalah pemberian pertimbangan Hukum kepada instansi Pemerintah atau Lembaga Negara, BUMN atau Pejabat Tata Usaha Negara di bidang DATUN. Diminta atau tidak diminta melalui kerjasama dan koordinasi yang harmonis dan mantap. Jaksa Pengacara Negara dalam melaksanakan tugas wewenang ini perlu diciptakan serta ditumbuhkan suasana di dalam instansi lain untuk mempercayai dan memerlukan Kejaksaan sebagai rekan kerja dan sumber memperoleh pertimbangan hukum.

62

Pemberian pertimbangan hukum harus dilakukan secara optimal, obyektif dan berlandaskan hukum. Pemberian pertimbangan hukum dapat dilakukan melalui forum rapat muspida atau pada forum lainnya yang membicarakan / membahas permasalahan yang mengandung aspek hukum antara lain dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan pusat dan daerah, pembebasan tanah, penggusuran, perizinan, pencabutan izin pembuatan kontrak/perjanjian dan lain-lain. Tujuannya adalah agar jangan sampai kontrak/perjanjian tersebut mengandung ketentuan atau klausul yang merugikan pihak instansi pemerintah/BUMN/ BUMD. Pertimbangan hukum ini dapat diberikan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) dalam bentuk pendapat hukum (Legal Opinion/LO) dan/atau pendampingan (Legal Assistance) di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara atas dasar permintaan dari lembaga negara, instansi pemerintah di pusat/daerah, BUMN/BUMD, yang pelaksanaannya berdasarkan Surat Perintah JAM DATUN, Kepala Kejaksaan Tinggi (KAJATI), Kepala Kejaksaan Negeri (KAJARI).

d. Pelayanan Hukum (Yankum).

Pelayanan Hukum ialah semua bentuk pelayanan yang diberikan Jaksa Pengacara Negara (JPN) kepada anggota masyarakat yang meminta layanan berkaitan dengan kasus atau masalah Perdata dan Tata Usaha Negara. Sebagai aparatur penyelenggara negara haruslah senantiasa mampu menumbuh kembangkan sikap yang rasional dan obyektif bahwa pencegahan (preventif) terjadinya suatu konflik/sengketa tidak kalah pentingnya, peran bidang Datun yang mengandung aspek pencegahan terjadinya sengketa didalam masyarakat.

63

e. Tindakan Hukum Lain.

Tindakan Hukum lain ialah tindakan hukum oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) di bidang perdata dan Tata Usaha Negara dalam rangka menyelamatkan kekayaan negara atau dalam rangka memulihkan dan melindungi kepentingan masyarakat maupun kewibawaan pemerintah. Tindakan hukum lain adalah merupakan langkah antisipatif dalam menghadapi permasalahan atau kasus yang tidak terselesaikan dengan menggunakan bantuan hukum, penegakan hukum, pelayanan hukum, maupun pertimbangan hukum, baik di bidang Perdata maupun Tata Usaha Negara.

3. Perkara Perdata.

Manusia sebagai mahkluk bermasyarakat mempunyai kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia tersebut hanya dapat dipenuhi bila terjalin hubungan timbal balik antara satu sama lain. Hubungan timbal balik tersebut melahirkan hak dan kewajiban yang wajib dipenuhi oleh masing-masing pihak. Hubungan yang menimbulkan hak dan kewajiban tersebut diatur dalam peraturan hukum disebut hubungan hukum. Karena hubungan hukum yang terjadi antara pribadi yang satu dengan pribadi yang lain, maka hubungan itu disebut hubungan hukum perdata.

Hukum Perdata mengatur hak dan kewajiban orang-orang yang mengadakan hubungan hukum. Setiap orang wajib menaati atau mematuhi peraturan hukum yang ditetapkan. Akan tetapi, dalam hubungan hukum yang terjadi, mungkin timbul suatu keadaan bahwa pihak yang satu tidak memenuhi kewajibannya terhadap pihak yang lain, sehingga merugikan pihak lainnya. Mungkin juga terjadi perbuatan yang dapat merugikan pihak lainnya.

64

Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang satu dengan yang lain apabila terjadi sengketa yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak yang sedang berperkara umumnya diselesaikan melalui pengadilan guna mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.

Yang dimaksud dengan perkara perdata adalah suatu perkara perdata yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak lainnya dalam hubungan keperdataan. Konsep perkara dalam hukum perdata meliputi dua keadaan, yaitu ada perselisihan dan tidak ada perselisihan. Ada perselisihan artinya ada suatu keadaan yang menjadi pokok perselisihan, ada yang dipertengkarkan dan ada yang disengketakan oleh kedua belah pihak dan memerlukan campur tangan pihak pengadilan untuk menyelesaikan perselisihannya. Sedangkan tidak ada perselisihan artinya tidak ada sesuatu hal yang disengketa, melainkan meminta penetapan pengadilan perihal yang dimintakan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setiap perkara perdata yang diajukan ke persidangan pengadilan tidak hanya perkara yang berhubungan dengan sengketa saja, tetapi dalam praktiknya juga terdapat permohonan penetapan hak yang tidak mengandung sengketa. Untuk mengajukan tuntutan terhadap hak yang telah dilanggar oleh pihak lain ke pengadilan, harus ada kepentingan dari pihak yang mengajukan untuk diselesaikan oleh hakim pengadilan sesuai dengan hukum yang berlaku, baik yang mengandung sengketa maupun yang tidak mengandung sengketa atau yang berupa permohonan.

Tuntutan hak yang mengandung sengketa disebut gugatan dan sudah tentu didalamnya terdapat pelanggaran hak yang dilakukan oleh salah satu pihak sehingga merugikan pihak lainnya. Sedangkan tuntutan yang tidak mengandung sengketa disebut dengan permohonan, yang mana permohonan hak umumnya untuk mendapatkan keabsahan tentang haknya agar

65

dikemudian hari apabila timbul permasalahan dapat dijadikan alat bukti yang sah.

4. Kewenangan Kejaksaan dalam Hukum Perdata.

Barda Nawawi Arief menyatakan Fungsionalisasi hukum pidana dapat diartikan sebagai upaya untuk membuat hukum pidana itu dapat berfungsi, beroperasi, atau bekerja dan terwujud secara konkret. Jadi istilah fungsionalisasi hukum pidana dapat diidentikkan dengan istilah operasionalisasi atau konkretisasi hukum pidana yang pada hakikatnya dengan penegakan hukum pidana.

Berdasarkan konsep fungsionalisasi di atas, maka konsep fungsionalisasi kewenangan Kejaksaan dibidang hukum perdata dapat diartikan sebagai upaya untuk membuat kewenangan kejaksaan dalam bidang perdata dapat berfungsi, beroperasi atau bekerja dan terwujud secara konkret. Jadi istilah fungsionalisasi kewenangan Kejaksaan dalam bidang perdata pada hakikatnya sama dengan pengertian penegakan hukum kewenangan Kejaksaan dalam bidang perdata.

Bertolak dari pengertian yang demikian maka fungsionalisasi kewenangan kejaksaan dalam bidang perdata seperti fungsionalisasi atau proses penegakan hukum pada umumnya, melibatkan minimal 3 (tiga) faktor yang saling terkait, yaitu faktor peraturan perundang-undangan, faktor aparat/badan penegak hukum dan faktor kesadaran hukum. Pembagian ketiga faktor ini adalah dikaitkan dengan 3 (tiga) komponen sistem hukum menurut Lawrence M. Friedman yaitu substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.

Tujuan memfungsikan kewenangan Kejaksaan di bidang perdata adalah mengacu kepada tujuan pembentukan JAMDATUN sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yaitu :

66

a. Menjamin tegaknya hukum.Sebagaimana tujuan hukum pada umumnya, tujuan hukum perdata dan hukum tata usaha negara adalah mewujudkan keadilan (filosofis), memelihara ketertiban dan kepastian hukum (yuridis) serta melindungi kepentingan umum (sosiologis), sehingga hukum perlu ditegakkan agar tujuan hukum itu dapat terwujud dan terpelihara. Dalam hubungan ini JAMDATUN turut bertanggungjawab dalam penegakan hukum dibidang perdata dan tata usaha negara, sebagai wakil atau berbuat untuk dan atas nama negara, pemerintah serta kepentingan umum.

b. Menyelamatkan kekayaan negara.Didalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dalam era pembangunan seperti saat ini akan banyak kegiatan pembangunan yang berkiatan dengan keuangan atau kekayaan negara. Berkaitan dengan hal ini maka perlu untuk menyelamatkan keuangan atau kekayaan negara tersebut, dimana JAMDATUN dibentuk untuk turut serta berperan melalui upaya-upaya dan menggunakan instrumen hukum perdata.

c. Menegakkan kewibawaan pemerintah.Didalam penyelenggaraan pemerintahan, lebih-lebih diera pembangunan akan banyak kegiatan yang melibatkan peranan aktif pemerintah, baik badan maupun pejabat tata usaha negara, dalam hubungannya dengan masyarakat. Tidak jarang kewibawaan pemerintah ditaruhkan sehingga perlu upaya untuk melindungi dan menegakkan kewibawaan pemerintah tersebut dimana JAMDATUN dibentuk untuk turut serta berperan melalui upaya-upaya hukum tata usaha negara.

d. Melindungi kepentingan umum.Tidak jarang kepentingan umum dirugikan sebagai akibat

67

dari suatu perbuatan hukum suatu badan hukum atau perseorangan. Kepentingan umum itu perlu dilindungi atau dipulihkan dari kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum, dimana JAM DATUN diharapkan untuk turut serta berperanan.

C. Kebijakan TP4P dan TP4D

Kebijakan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak (tentang perintah, organisasi, dan sebagainya). Kebijakan banyak didefinisikan oleh pendapat beberapa ahli, yaitu:- Menurut Budiardjo (1988): kebijakan adalah sekumpulan

keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.43

- Menurut Carl Friedrich: Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.44

- Menurut Mustopadidjaja: Kebijakan adalah keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu sebagai keputusan atau untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam:45 (1) Pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan

baik kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksana kebijakan,

43 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 256.44 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik : Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama,1988,

hlm. 745 AR. Mustopadidjaya, Manajemen Proses Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan

Evaluasi Kinerja: Jakarta:LAN, 2002, hlm.5

68

(2) Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang dimaksudkan.

Kebijakan secara harfiahnya merupakan terjemahan langsung dari policy science atau ilmu kebijakan. Kebijakan dari istilah kata policy biasa dikaitkan dengan suatu keputusan pemerintah, karena seperti kita ketahui bahwa pemerintah yang memiliki wewenang atau kekuasaan untuk mengatur masyarakat dalam hal tanggung jawabnya dengan kepentingan umum46. Dapat diartikan bahwa kebijakan merupakan sebuah pedoman untuk melaksanakan suatu tindakan untuk mencapai tujuan tertentu.

Dalam hal ini kebijakan yang dilakukan oleh tim TP4 yang dalam kebijakan tersebut dibuat tim TP4 untuk melakukan kegiatan pengawalan,pengaman dalam proyek strategi nasional untuk tujuan tertentu yaitu untuk dapat mencegah timbulnya tindak pidana korupsi sebagai bentuk upaya preventif.

Pembentukan tim TP4 untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional di pusat maupun daerah, dalam melaksanakan tugas dan fungsi memiliki pedoman mekanisme pelaksanaan, beberapa diantaranya diatur di dalam Peraturan Jaksa Agung nomor : PER-014/A/JA/11/2016 tentang Mekanisme Kerja Teknis dan Administrasi Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan pembangunan (TP4), sebagai tim yang dibentuk dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi yang perlu di dukung dan dilaksanakan secara terencana, komprehensif serta memberi manfaat.

Pada Pasal 4 ayat 1 (PER-014/A/JA/11/2016), menyebutkan bahwa Pengawalan dan Pengamanan pemerintahan dan pembangunan meliputi:

a. Pencegahan/preventif dan persuasif;

46 Ibid, hlm. 5

69

b. Pendampingan Hukum; c. Melakukan Koordinasi dengan APIP dan/atau instansi terkait; d. Melakukan Monitoring dan Evaluasi; dan e. Melakukan penegakan hukum represif.

1. Upaya Pencegahan/preventif dan persuasif

Salah satu tujuan dibentuk tim TP4 guna melakukan upaya non penal yaitu pencegahan suatu tindak pidana korupsi, agar suatu proyek pembangunan nasional dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai yang diharapkan menghindari kecurangan dari oknum tertentu dalam suatu proyek nasional.

Bentuk dari tim TP4 melakukan upaya pencegahan/preventif dan persuasif dalam rangka mengawal, mengamankan dan mendukung keberhasilan jalannya pemerintahan dan pembangunan dapat dilakukan dengan cara:

Memberikan Penerangan Hukum di lingkungan Pemerintah • Pusat/Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD terkait materi tentang perencanaan, pelelangan, pelaksanaan pekerjaan, pengawasan pelaksanaan pekerjaan, perizinan, pengadaan barang dan jasa, tertib administrasi dan tertib pengelolaan keuangan negara; Melakukan Diskusi atau pembahasan bersama lingkungan • Pemerintah Pusat / Kementerian / Lembaga / Pemerintah Daerah / BUMN / BUMD untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam penyerapan anggaran dan pelaksanaan pembangunan; Memberikan Penerangan Hukum dan Penyuluhan Hukum • atas inisiatif TP4 maupun atas permintaan pihak yang memerlukan yang tempat dan waktu pelaksanaannya ditetapkan berdasarkan kesepakatan dan sesuai kebutuhan; TP4 dapat melibatkan instansi atau pihak lain yang memiliki • kapasitas, kompetensi dan relevan dengan materi Penerangan

70

Hukum dan Penyuluhan Hukum yang akan disampaikan kepada lingkungan Pemerintah Pusat/ Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/ BUMN/ BUMD.

Upaya Persuasif disini adalah melalui komunikasi persuasif yaitu adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai yang diharapkan.47 Dengan adanya komunikasi persuasif antara tim TP4 dengan para Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD dapat mempengaruhi sikap yang lebih professional dalam melaksanakan kegiatan proyek dengan penuh kehati-hatian, sesuatu hal yang dimulai dengan komunikasi yang baik dapat membuka jalan untuk melakukan hal-hal yang lebih positif.

2. Pendampingan Hukum

Suatu kegiatan proyek konstruksi bukan merupakan kegiatan yang instant atau kegiatan yang langsung dapat dilaksanakan, namun kegiatan yang harus melalui proses yang panjang, biasanya dimulai dari ide suatu gagasan yang muncul dari suatu kebutuhan misalkan seperti proyek strategi nasional suatu proyek konstruksi yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan kepentingan umum, seperti proyek pembangunan jalan, jembatan, atau fasilitas umum lainnya. Dan kemudian dituangkan ke dalam rancangan awal (preliminary design), kemudian membuat detail rancangan suatu proyek (design development and detail design) lalu melakukan persiapan administrasi untuk melaksanakan pembangunan dengan memilih calon pelaksananya, yang biasa kegiatan proyek tersebut dilakukan pelelangan. Kemudian melakukan pembangunan di sutu lokasi sampai pada tahap pemeliharaan dan mempersiapkan penggunaan bangunan tersebut.

Setiap tahapan-tahapan inilah yang dapat dilakukan 47 http://wulrich.com/downloads/ulrich_2002c.pdf, diakses pada tanggal 24 agustus pada pukul

11.15

71

Pendampingan hukum oleh tim TP4 berkaitan dengan proyek pembangunan Pentingnya mengikuti jalannya proyek pembangunan mulai dari awal tahapan sampai akhir dapat memudahkan tim TP4 dalam mengevaluasi suatu kegiatan proyek bila terdapat hal-hal yang mencurigakan di tengah proses pembangunan tersebut. Pendampingan hukum yang dilakukan tim TP4 kepada setiap Kementerian/Lembaga BUMN, BUMD, dapat meminimalisir rasa keragu-raguan para Kementerian/Lembaga tersebut dalam melaksanakan program pembangunan strategi nasional.

Kegiatan yang dilakukan tim TP4 Dalam setiap tahapan program pembangunan dari awal sampai akhir dapat diberikan Pendampingan Hukum berupa:

a. Pembahasan hukum dari sisi penerapan regulasi, peraturan perundang-undangan, mekanisme dan prosedur dengan pejabat pengelola anggaran atas permasalahan yang dihadapi dalam hal penyerapan anggaran;

b. Pendapat Hukum dalam tahapan perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan dan Pengadaan Barang/Jasa atas inisiatif TP4 maupun atas permintaan instansi dan pihak yang memerlukan.

Pendampingan hukum tersebut guna mencegah terjadinya penyelewengan anggaran atau ketidaksesuaian SOP dalam setiap tahap pelaksanaannya. Apabila dari awal tahapan di dampingi oleh tim TP4 maka pelaksanaan proyek sampai akhir dapat berjalan maksimal.

3. Koordinasi dengan APIP dan/atau instansi terkait

Koordinasi, yang dimaksud dari arti koordinasi menurut KBBI adalah mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yang akan dilaksanakan

72

tidak saling bertentangan atau simpang siur.48 Koordinasi jika dilihat dari sudut normatifnya, maka koordinasi diartikan sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyerasikan, menyelaraskan, menyeimbangkan, suatu kegiatan-kegiatan yang spesifik, contoh dalam hal TP4 yaitu kegiatan dalam proyek pembangunan nasional, yang nantinya semua akan terarah pada pencapaian sutu tujuan tertentu dan pada batas waktu yang telah ditetapkan dalam suatu kegiatan proyek. Tujuan koordinasi yang dilakukan tim TP4 dengan Kementerian/Lembaga BUMN, BUMD untuk menciptakan suatu sinkronisasi, penyerasian, kebersamaan dalam melakukan kegiatan tersebut. TP4 secara Proaktif menjalin Koordinasi antar instansi, dalam koordinasi yang baik akan membentuk komunikasi yang baik antar tim TP4 dengan lingkungan Pemerintah Pusat/Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/BUMN/ BUMD, khususnya dalam hal:

a. Pekerjaan pembangunan pada lingkungan Pemerintah Pusat Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/ BUMN/ BUMD termasuk dalam daftar proyek strategis nasional; atau

b. Pekerjaan pembangunan pada pemerintah daerah dan BUMD yang berskala prioritas.

TP4 dalam melakukan koordinasi dengan APIP dan/atau instansi terkait, secara saling responsif dalam melaporkan tahapan suatu kegiatan proyek. Dari suatu koordinasi yang responsif diharapkan mencegah terjadinya penyimpangan yang berpotensi menghambat, menggagalkan dan menimbulkan kerugian bagi keuangan Negara.

4. Monitoring dan Evaluasi

Definisi monitoring dapat diartikan sebagai fungsi manajemen yang dilakukan pada saat kegiatan sedang

48 https://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_persuasif diakses pada tanggal 25 agustus 2017 jam 16.35

73

berlangsung mencakup aspek-aspek antara lain:49

Penulusuran pelaksanaan kegiatan dan keluarannya (fokus a. pada input, proses dan output)Pelaporan tentang kemajuanb. Indentifikasi masalah-masalah pengelolaan dan c. pelaksanaan

Berbicara mengenai monitoring tidak lepas dengan proses setelah monitoring yaitu evaluasi, mengenai definisi dari evaluasi merupakan proses menentukan nilai atau pentingnya suatu kegiatan, kebijakan, atau program. sesuatu yang obyektif dan sistematik terhadap sebuah intervensi yang direncanakan, sedang berlangsung ataupun yang telah diselesaikan.50 Monitoring dan evaluasi ini merupakan dua bentuk analisis dari kemajuan suatu keiatan proyek, monitoring memantau terus menerus implementasi dari pelaksanaan suatu proyek, evaluasi dari sisi lain mengestimasi nilai dari suatu proyek.

Pentingnya Monitoring dan Evaluasi dalam suatu tahap proses pembangunan proyek yaitu:

Me-• Review Perkembangan atau progressIdentifikasi masalah dalam perencanaan dan/atau • implementasiMembuat penyesuaian yang dapat membuat “perbedaan” • Membantu mengidentifikasi masalah dan penyebabnya• Memberikan berbagai kemungkinan solusi dalam • menyelesaikan masalah.Memunculkan pertanyaan mengenai asumsi dan strategi• Mencerminkan tujuan yang akan dicapai dan bagaimana • mencapainya.Memberikan informasi dan pengetahuan mendalam•

49 https://kbbi.web.id/koordinasi, diakses pada tanggal 25 agustus 2017, pukul 13.1050 OECD, Economic Policy Reform:Going for Growth: 2010, Organization for Economic CO-

operation and development, hlm. 9

74

Meningkatkan kemungkinan dalam membuat perubahan • pembangunan yang positif.

Dalam hal monitoring yang merupakan suatu alat yang digunakan dalam pengendalian dan pengawasan suatu proyek. Monitoring terhadap biaya dan jadwal pada suatu proyek yang sedang berlangsung dilakukan untuk mengetahui seberapa besar penyimpangan yang terjadi antara rencana dan pelaksanaan proyek agar kegiatan dalam proyek berjalan sesuai rencana yang diharapkan. Keterlambatan suatu kegiatan dalam proyek akan mempengaruhi kegiatan lain yang menyertainya, sehingga perlu adanya monitoring agar dapat diketahui sejauh apakah pengaruh keterlambatan tersebut terhadap kegiatan-kegiatan lain dalam proyek dan terhadap keseluruhan proyek.

Kebijakan yang dilakukan pada tim TP4 mengenai hasil pekerjaan proyek dan evaluasi tim TP4, yaitu bersama-sama dengan pemohon pemohon disini adalah Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/BUMN/ BUMD di lingkungan Pusat dan Daerah yang memohonkan ke tim TP4 untuk melakukan Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan pekerjaan pembangunan.

Monitoring dan Evaluasi dilaksanakan secara berkala sesuai dengan tahapan pelaksanaan pekerjaan dan program pembangunan. Hasil dari Monitoring dan Evaluasi disusun dalam suatu bentuk kertas kerja dan kemudian diserahkan oleh Ketua TP4 kepada pemohon pada setiap akhir pekerjaan serta dilaporkan kepada pimpinan. Pada proses monitoring ini tim TP4 dapat mengulang kembali catatan-catatan pekerjaan sebelumnya bilamana ada ketidakcocokan data atau adanya pergantian kualitas barang yang tidak sesuai dengan SOP yang telah disepakati.

5. Penegakkan hukum represif

Setelah semua tahapan proyek dari awal perencanaan

75

sampai tahap evaluasi, telah selesai kemudian ditemukan adanya dugaan penyimpangan dalam proses pembangunan tersebut, maka dapat dilakukan Penegakan hukum represif. Menurut Soerjono Soekanto, secara konsepsional inti dan arti penegakkan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan pengejawantahan sikap tindakan sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.51 Menurut Lawrence M Friedman yang dikutip oleh satjipto rahardjo, untuk menganalisis masalah penegakan hukum, perlu diperhatikan tiga komponen sistem hukum, yakni struktur, substansi dan kultur.52

Komponen struktur adalah bagian yang bergerak dalam suatu mekanisme, misalnya pengadilan. Komponen substansi merupakan hasil aktual yang diterbitkan oleh sistem hukum dan meliputi kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis, sedangkan komponen kulutr adalah nilai nilai dan sikap yang mengikat sistem hukum itu secara bersama dan menghasilkan suatu bentuk penyelenggaraan hukum dalam budaya masyarakat secara keseluruhan.

Komponen kultur memegang peranan sangat penting dalam penegakan hukum. Adakalanya, tingkat penegakan hukum pada suatu masyarakat sangat tinggi, karena didukung oleh kultur masyarakat, misalnya melalui partisipasi masyarakat yang sangat tinggi dalam melakukan usaha pencegahan kejahatan, yakni melaporkan dan membuat pengaduan atas terjadinya kejahatan dilingkungannya dan bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam usaha penanggulangan kejahatan, meskipun komponen struktur dan substansinya tidak begitu baik dan bahkan masyarakat tidak menginginkan prosedur formal itu diterapkan sebagaimana mestinya. Sebaliknya,

51 Ibid, hlm 952 Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo.

Jakarta, 1983 hlm. 134

76

adakalanya suatu komponen struktur dan substansi yang sangat baik atau dapat dikatakan modern, dalam kenyataannya untuk menghasilkan output penegakan hukum yang tinggi, karena kultur masyarakat tidak mendukung prosedur formal yang telah ditetapkan. Penegakan hukum akan selalu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Penegakan hukum dapat dibagi melalui beberapa bagian menurut pandangan beberapa para ahli.

Menurut Sudarto didalam penegakan hukum terdapat tiga kerangka konsep yang dapat dibagi, yaitu :53

a. Konsep penegakan hukum preventif (pencegahan).Penegakan hukum bidangnya luas sekali, tidak hanya bersangkut paut dengan tindakan-tindakan apabila sudah ada atau ada persangkaan telah terjadi kejahatan, akan tetapi juga menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan.

b. Konsep penegakan hukum tindakan represif.Tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana.

c. Konsep penegakan hukum tindakan kuratifTindakan kuratif pada hakekatnya juga merupakan usaha preventif dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu dalam usaha penanggulangan kejahatan.

Sedangkan menurut Joseph Goldstein yang dikutip Muladi dan Barda Nawai Arief dalam buku Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana , membedakan penegakan hukum pidana menjadi tiga bagian, sebagai berikut54 :

Total enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana secara total sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantsif (substantive law of crimes). Penegakan hukum secara total ini tidak mungkin dilakukan,

53 Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum.:Bandung. Alumni. 1986, hal 20354 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana : Bandung, Alumni, 1981 hal.15

77

sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana, yang antara lain mencakup aturan aturan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan pendahuluan. Disamping itu mungkin terjadi hukum pidana substantif itu sendiri memberi batasan batasan, misalnya dibutuhkan pengaduan terlebih dahulu, sebagai syarat penuntutan pada delik delik aduan (klacht delicten). Ruang lingkup yang dibatasi ini disebut sebagai area of no enforcement.

Full enforcement. Ruang lingkup pada model ini mengharapkan para penegak hukum diharapkan menegakkan hukum secara maksimal. Tetapi oleh Joseph Goldstein, harapan ini dianggap tidak realistis, sebab adanya keterbatasan-keterbatasan dalam bentuk waktu, personil, alat investigasi, dana dan sebagainya, yang kesemuanya mengakibatkan discretions.

Actual enforcement. Penegakan hukum model ini dilaksanakan secara aktual disesuaikan dengan ketentauan dan kondisi yang ada dan berlaku pada saat itu Tujuan penegakan hukum seringkali dirumuskan sebagai penegakan keadilan, keamanan dan ketertiban masyarakat,

Hukum Represif menurut Phillipe Nonette dan Phillip Seiznick, adalah hukum yang mengabdi kepada kekuasaan represif dan kepada tata tertib sosial yang represif.55 Kekuasaan yang memerintah adalah represif, bila ia kurang memperhatikan kepentingan-kepentingan rakyat yang diperintahkan, jika cenderung untuk tidak memperdulikan kepentingan-kepentingan tersebut atau menolak legitimasinya. Walaupun represif seringkali berbentuk pemaksaan yang terang-terangan atau kadang dapat dibilang penindasan namun itu bukanlah ciri yang menentukan bagi sifat represif melainkan diacuhkannya atau diteantarkannya kepentingan rakyat atau kepentingan

55 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 129

78

Negara.

Ciri-ciri umum dari hukum represif menurut Phillipe Nonette dan Phillip Seiznick adalah56: 1. Institusi-institusi hukum langsung terbuka bagi kekuasaan

politik, hukum diidentifikasikan dengan Negara 2. Perspektif resmi mendominasi segalanya. Penguasa

cenderung untuk mengidentifikasinya kepentingannya dengan kepentingan masyarakat.

3. Kesempatan bagi rakyat untuk mendapatkan keadilan dimana mereka dapat memperoleh perlindungan dan jawaban atas keluhan-keluhannya

4. Badan-badan pengawas khusus menjadi pusat kekuasaan dalam hal pengawasan.

5. Suatu rezim hukum melembagakan keadilan dengan mengkonsolidasi dan mengesahkan pola subordinasi sosial.

6. Hukum dan otoritas resmi dipergunakan untuk menegakkan keadilan.

Dalam kebijakan yang dilakukan tim TP4 di wilayah Pusat maupun Daerah, ketika ditemukan bukti permulaan yang cukup setelah dilakukan koordinasi dengan APIP tentang telah terjadinya perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan dan/atau perbuatan lainnya yang berakibat menimbulkan kerugian bagi keuangan negara. Maka atas dasar penemuan tersebut dapat dilakukannya tindakan represif dengan dimulai ke tingkat penyidikan terhadap oknum di Kementerian / Lembaga / Pemerintah Daerah / BUMN / BUMD, Dalam hal ditemukan Bukti Permulaan yang Cukup oleh APIP yang bukan bersifat administratif, pimpinan lingkungan Pemerintah Pusat maupun daerah dapat menyampaikan kepada Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan

56 Phillip Nonet, Phillip Seiznick, Law and Society in Transition, Octagon books, New york, 1987, hlm. 23

79

perundang-undangan yang berlaku.

Terkadang yang mungkin dapat menjadi permasalahan jika proses pembangunan yang telah di dampingi dari awal perencanaan sampai evaluasi, masih ditemukannya penyimpangan yang terjadi, untuk menghindari hal tersebut tim TP4 selaku aparat penegak hukum yang mengawasi dan terjun langsung kelapangan untuk memantau proyek, diharapkan tim TP4 tersebut bekerja professional, memahami dan mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan data proyek ini secara seksama, sehingga para pelaksana pekerjaan proyek tidak dapat melakukan penyimpangan. disinilah arti pentingnya tindakan represif yang harus dilakukan agar oknum tersebut sadar hukum dan mengakibatkan efek jera.

80

81

BAB IIIPENYAJIAN DATA

Data Per Wilayah Hukum Kejaksaan TinggiA.

Wilayah hukum yang dijadikan sampel penelitian meliputi Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, Kejaksaan Tinggi Banten, Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat, Kejaksaan Tinggi Jambi. Masing-masing Kejaksaan Tinggi diwakili 3 ( tiga ) Kejaksaan Negeri.

Responden keseluruhan berjumlah 425 orang, terdiri dari responden Kejaksaan dan responden dari instansi lain sebagai stakeholder yang selama ini menggunakan jasa atau mitra Kejaksaan yang mengawal proses pembangunan baik dari mulai perencanaan sampai tahap evalusasi pelaksanaan pembangunan.

Karateristik responden dan usia :

Berdasarkan usia, responden pegawai Kejaksaan (Jaksa) dapat a. diuraikan sebagai berikut : Usia 41-45 tahun berjumlah 100 responden (66,7%), usia 51 – 56 tahun berjumlah 50 responden (33.3%) dan usia responden dari Instansi diluar Kejaksaan sebagai berikut : Usia 41-45 tahun berjumlah 200 responden (88,9%) dan usia 51-56 tahun berjumlah 25 responden (11,1%).

Berdasarkan pendidikan, responden pegawai Kejaksaan (Jaksa) b. dapat diuraikan sebagai berikut : responden dengan pendidikan S1 berjumlah 100 responden (66,7%) dan pendidikan S2 berjumlah 50 responden (33,3%), sedangkan dari Instansi diluar Kejaksaan sebagai berikut : responden dengan pendidikan S1 berjumlah 200 responden (88,9%) dan berpendidikan S2 berjumlah 25 responden 11,1%).

82

KEJAKSAAN TINGGI SUMATERA BARAT

1. Instansi Kejaksaan

Pendapat responden Jaksa terhadap gambaran umum TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat adalah sebagai berikut :

a. Tentang Terbentuknya TP4D

Tabel 1Terbentuknya TP4D

Terbentuk TP4d

Sudah terbentuk

Belum terbentuk

Alasan lain

Tidak menjawab

Jumlah

Jmlh

24

0

0

0

24

Prosentase

100%

0%

0%

0%

100%

no

1

2

3

4

N = 100%

Secara umum pendapat 24 (duapuluh empat)orang / responden (100%)Jaksa berpendapat bahwa:

1. TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat telah dibentuk dan dasar pembentukannya berdasarkan surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Nomor : KEP-126/N.3/Dek.3/10/2015 Tanggal 29 Oktober 2015

2. Selanjutnya pelaksanaan yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dalam melakukan pengawalan terhadap beberapa Kanwil pada Kementerian, diantaranya yaitu :

a. Sprint : 01/TP4D/SET/01/2017 Tanggal 10 Januari 2017 dengan Kanwil Kemenag;

b. Sprint : 02/TP4D/SET/02/2017 Tanggal 28 Pebruari 2017 dengan Upaya Pelayanan Teknik (UPT) Haji;

83

c. Sprint : 03/TP4D/SET/02/2017 Tanggal 28 Pebruari 2017 dengan Balai Wilayah Sungai Sumantera Barat V pada Kementrian Pekerjaan Umum dan PR.

3. Pelaksanaan TP4D Kejaksaan Negeri atas tindak lanjut dari surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dalam melakukan pendampingan terhadap SKPD, yaitu:a. Kejaksaan Negeri Padang dikeluarkan Surat

Keputusan Nomor : KEP-41/N.3.10/Dek.3/11/2015 Tanggal 13 Nopember 2015;

b. Kejaksaan Negeri Padang Panjang dikeluarkan Surat Keputusan Nomor : SK-17/N.3.16/10/2015 Tanggal 21 Oktober 2015;

c. Kejaksaan Negeri Tanah Datar dikeluarkan Surat Perintah Nomor : KEP-12/N.3.17/Dek.3/10/ 2015 Tanggal 19 Oktober 2015- Untuk pendampingan dikeluarkan Surat Perintah KEP-12/N.3.17/Dek.3/10/2015 Tanggal 19 Oktober 2015;

d. Kejaksaan Negeri Bukittinggi di keluarkan Surat Perintah Nomor : KEP-32/N.3.11/Dsp.5/11/2015 Tanggal 09 Nopember 2015;

b. Tanggapan Instansi Lain Terhadap Keberadaan TP4D

Tabel 2 : Respon Instansi Lain Terhadap TP4D

respon instansi lain Terhadap keberadaan TP4d

MendukungTidak mendukungAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

1103

1024

Prosentase

46% 0%13%42%

100%

no

1234

n = 100%

84

Secara umum pendapat 11 (sebelas) orang / responden (46%) Jaksa terhadap respon Instansi lain terhadap keberadaan TP4D adalah :

1. Dengan dibentuknya Tim TP4D ini sangat mendukungsehingga mereka tidak merasa khawatir untuk melaksanakan kegiatan/proyek pembangunan;

2. Respon Instansi terhadap pembentukan Tim TP4D yaitu beberapa Instansi antusias, namun ada beberapa Instansi yang baru meminta dilakukan pendampingan karena telah mendapatkan permasalahan terlebih dahulu seperti BPBD yang meminta pendampingan karena banyak LSM yang melaporkan pada tahap perencanaan;

3. Dengan dibentuknya TP4D Kejaksaan sangat membantu Instansi lain terhadap stabilitas pembangunan di Kota Padang;

4. Dengan dibentuknya TP4D Kejaksaan sangat membantu, karena dalam hal pendampingan hukum dapat menentukan arah kebijakan pembangunan;

5. Dengan dibentuknya TP4D Kejaksaan sangat positif terbukti dengan meningkatnya permintaan pendampingan hukum;

Sementara 3 (tiga) orang / responden (13%) menyatakan alasan lain terhadap respon Instansi lain terhadap keberadaan TP4D Kejaksaan, yaitu :

Respon dari instansi lain berbeda-beda terhadap keberadaan TP4D Kejaksaan, ada yang merespon dengan positif sebagai tim pengawal dan pengaman pembangunan, tapi disisi lain mereka khawatir / gamang tentang peran ganda TP4D Kejaksaan sebagai penyidik perkara tindak pidana korupsi.

85

c. Keberadaan SDM TP4D Kejaksaan

Tabel 3SDM TP4D Kejaksaan

SdM TP4d kejaksaanMemadaiBelum memadaiAlasan lainTidak menjawabJumlah

Jmlh0

2004

24

Prosentase0 %

83 %0 %

17 %100 %

no1234

n = 100%

Secara umum 20 orang/ responden Jaksa (83%) berpendapat bahwa :

1. Kualitas masih belum memadai, karena pengaman proyek pemerintah tentu Tim harus lebih menguasai tentang pelaksanaan proyek yang akan dilaksanakan, dimana TP4D melaporkan kegiatan secara bertingkat diantaranya :- Laporan Bulanan setiap tanggal 20/bulan;dan - Laporan kegiatan lapangan.

2. Belum memadai, karena tenaga Jaksa yang masuk ke dalam Tim TP4D dari sisi jumlah masih kurang sehingga perlu ada penambahan personil Jaksa dalam keanggotaan TP4D;

3. SDM TP4D pada umumnya belum mengetahui tugas dan wewenang TP4D

4. Terdapat konflik intern antara Intelijen dengan bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.

Sementara 4 (empat) orang / responden (17%) tidak menjawab.

86

. Upaya untuk meningkatkan kemampuan SDM TP4D

Tabel 4Upaya Meningkatkan SDM TP4D

upaya untuk meningkatkan kemampuan SdM TP4d

Perlu ditingkatkanTidak perlu ditingkatkanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

24000

24

Prosentase

100 % 0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 24 orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa :

Untuk meningkatkan kemampuan SDM TP4D harus dilakukan melalui pendidikan/pelatihan khusus TP4D, diantaranya :

1. Mempelajari peraturan perundang-undangan tentang pengadaan barang/jasa dan keuangan.

2. Melatih Tim TP4D untuk memiliki skill membuat legal opinion, dimana Legal Opinion masuk dalam salah satu tupoksi Datun yaitu pertimbangan hukum, sehingga TP4D dapat bersinergi dengan tugas dan wewenang datun.

87

e. Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan (batasan nilai proyek)

Tabel 5Proyek yang Mendapat Pengawalan

Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan (batasan nilai proyek)

Terdapat batasan nilai proyekTidak terdapat batasan nilai proyekAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

1310

1024

Prosentase

54 % 4 %0 %

42 %100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum pendapat 13orang / responden (53%) Jaksa berpendapat bahwa :1. Seluruh proyek yang seluruh anggarannya berasal dari

APBD dan APBN tetapi tidak menutup kemungkinan proyek lainnya.

2. Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan yaitu setiap proyek strategis pemerintah yang banyak menggunakan keuangan negara dan berpotensi tindak pidana korupsi dan batasan nilai proyek sebesar Rp. 1 Milyar.

3. Proyek yang mendapatkan pengawalan dan pengamanan dari TP4P/D adalah proyek strategis nasional yang didaerah dan nilai proyteknya dibatasi senilai tertentu, misalnya diatas 5 Milyar, sedangkan untuk proyek diluar itu menjadi tugas bidang Datun, hal ini dikarenakan tugas dan fungsi TP4P/D berupa pendampingan hukum dan pemberian pendapat hukum juga merupakan tugas dan fungsi bidang Datun, sehingga ada batasan dan nilai proyek akan menjadikan kinerja TP4P/D dengan bidang Datun bisa berjalan seiring sejalan.

88

4. Proyek yang bernilai besar dan strategis sehingga dapat memprioritaskan yang langsung berkaitan dengan pertumbuhan dan pembangunan daerah khususnya di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.

5. Proyek yang berkaitan dengan kepentingan publik dan dananya dari APBD, batasan nilai proyek tersebut adalah 200 juta;

Sementara 1 (satu) orang (4%) Jaksa menyatakan mestinya tidak terdapat batasan nilai proyek, alasannya adalah Proyek-proyek yang perlu mendapatkan pengawalan adalah :a. Proyek infrastruktur strategis;b. Proyek dibidang kehutanan;c. Proyek dibidang pendidikan;d. Proyek lainnya yang vital dan berdampak luas kepada

masyarakat.Sehingga tidak perlu ada batasan nilai proyek.Selanjutnya 10 (sepuluh) orang/ responden (42%) tidak menjawab.

Efektifitas TP4D Kejaksaan

f. Berperan Aktif TP4D

Tabel 6 : Peran aktif TP4D

berperan aktif TP4dAktifPasifAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh24000

24

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

n = 100%

89

Secara umum 24orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa :

1. TP4D dapat berperat aktif dalam setiap tahapan dari mulai perencanaan hingga sampai tahap pemanfaatan;

2. Datun dapat berperan aktif sebagai Jaksa Pengacara Negara guna mencegah adanya indikasi/kecurangan yang dapat menimbulkan adanya gugatan proyek tersebut;

3. Setiap tahapan harus dibuat legal opinion (LO), dimana dari segi pengadministrasiannya masuk dalam register Datun;

g. Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan tugas dan wewenang TP4D

Tabel 7 : Kegiatan TP4D

TP4d kejaksaan dalam kegiatannya

Terdapat kegiatanTidak ada kegiatanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

20004

24

Prosentase

83 % 0 %0 %

17 %100 %

no

1234

n = 100%Secara umum 20 orang / responden (83%) Jaksa berpendapat bahwa :

Peran TP4DKejaksaan memberikan pendapat kepada 1. Dinas yang didampingi, dengan berdiskusi dan memberikan solusi serta aturan hukum;Mengadakan penyuluhan dan pengawasan serta 2. koordinasi dengan Instansi terkait selain itu menandatangani kerjasama (MoU) antara Kejaksaan dengan Pemerintah Provinsi;

90

Peran TP4D Kejaksaan melakukan beberapa tahapan, 3. yaitu :a. Tahap preventif yaitu berupa pemberian penerangan

hukum yang berkaitan dengan pembangunan pemerintah.

b. Tahap pendampingan hukum berupa memberikan pendapat hukum dan pengawasan pembangunan pemerintah.\Melakukan kegiatan sosialisasi atau penyuluhan hukum dan Instansi-Instansi pemerintah, BUMN/BUMD.

c. Peran TP4D pada tahap pendampingan hukum terbatas pada penerapan regulasi peraturan perundang-undangan dan memberikan pendapat hukum di setiap tahapan, dari tahapan perencanaan sampai tahap pemanfaatan.

Sejauh ini peran TP4D dalam melaksanakan 4. pendampingan hukum dengan adanya MoU antara Kejaksaan dengan PLN guna pengembalian keuangan negara;

Sementara 4 (empat) orang / responden (17%) Jaksa tidak menjawab.

h. Kendala

Tabel 8 : Kendala TP4D

kendala TP4d kejaksaanTerdapat kendalaTida ada kendalaAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh18006

24

Prosentase75 %0 %0 %

25 %100 %

no1234

n= 1,00 (100%)

91

Secara umum 18 (delapan belas) orang / responden (75%) Jaksa berpendapat bahwa :

1. Tidak didukung dengan Anggaran dalam DIPA sehingga terbatas tugas dan fungsi TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat;

2. Kendala pelaksanaan TP4P/D adalah pada saat penentuan jadwal kegiatan pendampingan, terjadi karena ketika jadwal sudah ditentukan oleh SKPD tapi pada saat bersamaan personil TP4P/D ada kegiatan lain dan kendala setelah pelaksanaan TP4P/D adalah dalam penyusunan laporan secara lengkap dan komprehensif;

3. Dalam Pelaksanaannya, keanggotaan Tim belum mengerti tentang Tupoksi TP4D;

4. Kurangnya koordinasi Instansi terkait untuk melaporkan kegiatan pembangunan proyek daerah tersebut;

5. Kendala pada saat pelaksanaan :- Keterbatasan personil sehingga ada beberapa proyek

yang tidak kontinyu di monitoring;- Keterbatasan biaya;- Terpecahnya fokus personil dengan tugas dan

tanggung jawab lain (Multi tugas).- Kekhawatiran jika hasil pelaksanaan tugas tidak

sinkron dengan hasil audit BPK, dan APIP;- Memverifikasi laporan pelaksanaan proyek

pembangunan.- Keberatan dari Instansi lain karena mereka merasa

diawasi terlalu ketat.

Sementara 6 (enam) orang / responden (25%) Jaksa tidak menjawab.

92

i. Penolakan tugas TP4D

Tabel 9 : Penolakan TP4D

Penolakan TP4dTerdapat penolakanTida ada penolakanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh0

2406

24

Prosentase0 %

100 %0 %0 %

100 %

no1234

Secara umum 24 (duapuluh empat) orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa :

SKPD di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera 1. Barat tidak menolak untuk didampingi TP4D Kejaksaan, yang ada hanya keragu-raguan untuk meminta pendampingan karena tidak tersedianya anggaran kegiatan.TP4D Kejaksaan bertugas berdasarkan peraturan 2. Instansi terkait yang sedang/ akan melaksanakan proyek pembangunan.Selama TP4D berjalan di daerah Kejaksaan Negeri 3. Bukit Tinggi masih belum ada penolakan dari Instansi tertentu. Karena masih ada Instansi lain tersebut yang belum paham dan mengerti dengan TP4D tersebut.

j. Sikap Kejaksaan terhadap penolakan dari Instansi lainTabel 10 : Sikap Kejaksaan Terhadap Penolakan

Sikap kejaksaan terhadap penolakan keberadaan TP4d dari instansi lain

ProaktifTidak ProaktifAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

24000

24

Prosentase

100 % 0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n= 100%

93

Secara umum 24 (duapuluh empat) orang / responden (100%) sikap Jaksa, yaitu :

Jika ada penolakan, TP4D Kejaksaanbersikap proaktif 1. yakni menjalankan fungsi Intelijen untuk memantau kegiatan tersebut apabila ada penyimpangan maka akan ditindaklanjuti;

Menjelaskan dengan mengadakan sosialisasi tupoksi 2. TP4D Kejaksaan.

TP4D Kejaksaan tidak bisa memaksakannya kepada 3. Instansi yang menolak untuk didampingi tersebut.

k. Setelah pendampingan ternyata ada indikasi tindak pidana korupsi

Tabel 11Ada Indikasi Korupsi Setelah Pendampingan

indikasi tindak Pidana korupsi setelah ada Pendampingan oleh TP4d

Terdapat batasan nilai proyekTidak terdapat batasan nilai proyekAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

02202

24

Prosentase

0 % 92 %0 %

48 %100 %

no

1234

n = 1,00 (100%)

Secara umum 22 (duapuluh dua) orang / responden (92%) Jaksa berpendapat bahwa :

Tetap akan ditindaklanjuti diproses untuk dilakukan 1. penyelidikan sekiranya ada indikasi tindak pidana korupsi.

Tetap dibuat telaahan, sekiranya ada indikasi TPK 2.

94

apakah ada kesengajaan atau kesalahan Administrasi, apabila ada kesengajaan maka direkomendasikan untuk dilakukan penyelidikan.

Segera ditindak, yaitu melaksanakan penegakan hukum 3. refresif ketika ditemukan bukti permulaan yang cukup setelah dilakukan koordinasi dengan APIP tentang telah terjadinya perbuatan melawan hukum;

Tim TP4D akan melakukan teguran/peringatan namun 4. apabila hal tersebut masih berlanjut proses hukum tetap berlanjut.

Sementara 2 (dua) orang / responden (8%) Jaksa tidak menjawab.

l. Keberadaan TP4D akan efektif dalam mengawal pelaksanaan pembangunan terkait dengan tidak optimalnya penyerapan Anggaran

Tabel 12Tidak Optimslnya Penyerapan Anggaran

efektifitas TP4d dalam mengawal pelaksanaan pembangunan terkait tdk optimalnya anggaranUpaya yang dilakukanTidak ada UpayaAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

19050

24

Prosentase

79 % 0 %21 %0 %

100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 19 orang / responden (79%) Jaksa berpendapat bahwa :Sangat efektif dengan dibentuknya TP4P/D karena instansi Pemda BUMN maupun BUMD tidak khawatir dalam penyerapan anggaran pembangunan karena selalu

95

berkoordinasi dengan Tim TP4D dalam melaksanakan kegiatan pembangunan;

Sementara Jaksa yang berpendapat lain 5 (lima) orang (21%) berpendapat bahwa :a. Tidak, karena akan selalu bertanggungan dengan

kepentingan lain dan tugasd an wewenang TP4 juga tumpang tindih dengan lembaga yang telah ada di bidang lain di internal Kejaksaan sendiri seperti pada bidang Datun.

b. Anggaran yang tidak optimal terserap karena banyak ketakutan aparat pemerintah dalam menyerap anggaran, karena masih banyaknya praktik korupsi padahal jika tidak ada niat buruk dalam pelaksanaan pembangunan maka pembangunan akan berjalan lancar dan anggaran pembangunan akan terserap.

Penguatan Terhadap TP4D Kejaksaan

m. Perlu adanya landasan hukum (legal standing) pembentukan TP4D

Tabel 13 : Landasan Hukum TP4D

Perlu adanya landasan hukum (legal standing) pembentukan TP4d

PerluTidak perluAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

24000

24

Prosentase

100 % 0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 24 (dua puluh empat) orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa:

96

Landasan hukum pembentukan TP4D sudah ada namun yang belum jelas itu adalah aturan pelaksanaan tupoksi TP4D yang jelas tahap per tahapnya sehingga TP4 punya pedoman dalam melaksanakan tupoksi yang pada saat ini terlihat tumpang tindih dengan tupoksi Datun (Pertimbangan hukum).

n. Keberadaan TP4D dalam mencegah tindak pidana korupsi.

Tabel 14TP4D Dalam Mencegah TPK

keberadaan TP4d dalam mencegah tindak pidana korupsi

BersinergiTidak BersinergiAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

1400

1024

Prosentase

58 % 0 %0 %

42 %100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 14 (empat belas) orang / responden (58%) Jaksa berpendapat bahwa :1. Dapat bersinergi dengan Tugas Datun apabila

ditemukan terkait dengan tupoksi Datun maka bidang Datun melakukan telaahan.

2. Efektif karena aparat pemerintah dalam melaksanakan proyek embangunan menjadi lebih percaya diri karena didampingi oleh Tim TP4D, namun menjadi tidak efektif ketika ada aparat penegak hukum menjadikan TP4D dan bidang Datun tupoksinya saling tumpang tindih dan tidak bersinergi.

3. Jika TP4D akan dilanjutkan secara kontinyu maka sangat perlu adanya alokasi anggaran tersendiri khusus

97

TP4D karena dipastikan TP4D akan memiliki mobilitas yang tinggi dalam menjalankan tupoksinya dan menghindarkan Tim TP4D untuk meminta akomodasi pada pihak tertentu.

Sementara Jaksa yang berpendapat lain 10 (sepuluh) orang/responden (42%) tidak menjawab.

2. Instansi Luar Kejaksaan

a. Penguatan TP4D Kejaksaan

Tabel 15Respon PEMDA Terhadap TP4D

respon Pemda terhadap pembentukan TP4d kejaksaan

Sudah terbentukBelum terbentukAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

66000

66

Prosentase

100 % 0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n=100%

Secara umum 66 (enam puluh) orang / responden (100%) SKPD terhadap keberadaan dari TP4D Kejaksaan berpendapat bahwa :

1. Sangat membantu sekali terutama dalam hal mencegah terjadinya kesalahan dan penyimpangan regulasi dalam pelaksanaan kegiatan.

2. Setelah adanya pembentukan Tim TP4D dari Kejaksaan kami sudah ada meminta pendampingan TP4D berupa:a. Rehabilitas dan Ruas Jalan Batusangkar-Puncak

Pato Nagari Batuk Bulek Kecamatan Lintau Buo

98

Utara dengan Dana sebesar Rp. 1.200.000.000,- (Satu milyar dua ratus juta rupiah).

b. Kegiatan Rehabilitasi dan Ruang Jalan Pamusian – Kalo Kalo Kecamatan Lintau Buo Utara dengan Dana sebesar Rp. 4.400.000.000,- (Empat milyar rupiah).

c. Kegiatan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Sungai Chekdam/Penahan Sedimen Batang Muaro Samulik di Nagari Padang Laweh Kecamatan Batipuh Selatan dengan Dana Rp. 4.404.840.000,-

3. Setelah adanya pembentukan Tim TP4D dari Kejaksaan kami sudah ada meminta pendampingan TP4D berupa Pendampingan terhadap kegiatan fisik pembangunan di RSUD Prof.DR.MA.Hnafiah SM Batusangkar diantaranya sebagai berikut: a. Pembangunan Ruang Operasi (OK) dengan

Anggaran Rp. 4.924.540.000,- yang berusmber dari Dana DAK Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2016.

b. Perencanaan dan Pengawasan kegiatan pembangunan Ruang Operasi (OK) dengan anggaran Rp. 382.961.600,- bersumber dari BLUD.

c. Rehab Selasar dengan anggaran Rp. 819.500.000,- bersumber dari BLUD.

4. Pembuatan IPAL/Limbah rumah sakit dengan anggaran Rp. 1.000.000.000,- bersumber dari BLUD.

5. Kejaksaan selaku pengacara negara selelu bersedia memberikan pendampingan dalam hal Pemerintah Daerah memiliki permasalahan terkait hukum.

4. TP4P/D sangat membantu dalam pendampingan kegiatan yang dilakukan OPD sehingga dapat meminimalisir terhadap penyimpangan yang terjadi;

5. Sebelum pembentukan TP4D belum ada kegiatan

99

pendampingan hukum dari Kejaksaan dan pembentukan TP4D memberi manfaat dan dampak yang besar bagi aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas agar taat hukum.

6. Pembentukan TP4D Kejaksaan sangat bagus sekali karena bertujuan guna mendukung keberhasilan jalannya penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah melalaui pengawalan dan pengamanan pada setiap tahapan program pembangunan.

7. Sangat diperlukan, khususnya yang berkaitan dengan PLN untuk membantu dalam pembangunan jaringan listrik termasuk di dalamnya pembebasan lahan atau pemangkasan pohon yang dilalui jaringan tenaga listrik dalam rangka mewujudkan nawacita Presiden RI

8. TP4D sangat diperlukan karena merupakan wadah bagi pemerintah daerah untuk meminta pengawalan dari Kejaksaan dalam melaksanakan program pemerintah daerah. Terutama dalam hal kekhawatiran pendapat hukum.

b. Koordinasi TP4D Dengan SKPD

Tabel 16 : Koordinasi TP4D Dengan SKPD

koordinasi TP4d dengan SkPdPerlu ada koordinasi dengan SKPDTidak Perlu ada koordinasi dengan SKPDAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh4000

2666

Prosentase61 %0 %0 %

39 %100 %

no1234

n=100%

Secara umum 40 (empat puluh) orang / responden (61%) SKPD berpendapat bahwa :

100

Menurut pendapat kami proyek/kegiatan yang perlu 1. mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah berupa proyek pembangunan fisik yang bersifat strategis dan berhubungan langsung dengan masyarakat.Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu 2. mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah seluruh kegiatan/proyek yang akan dilaksanakan oleh Rumah Sakit. Menurut pendapat kami proyek/pembangunan 3. yang perlu mendapat pendampingan dari TP4P/D adalah proyek/pembangunan yang bersifat fisik dan menyangkut kepentingan publik/masyarakat serta kegiatan yang sangat strategis. Seluruh kegiatan pemerintah perlu mendapatkan 4. pendampinga, apalagi untuk pengadaan barang/jasa pemerintah.Sebenarnya semua kegiatan pemerintah daerah yang 5. mengelola uang negara perlu adanya pendampingan hukum, tapi lebih baik diutamakan kegiatan besar yang menggunakan anggaran dan rawan terhadap terjadinya penyimpangan.Menurut pendapat kami, memang perlu dilakukan 6. pendamingan mulai dari perencanaan, pengadaan, pengawasan dan serah terima pekerjaan dan diutamakan untuk pelaksanaan tender.

Proyek pembangunan :- Pengadaan barang dan jasa.- Pembangunan fisik maupun non fisik.- Pengamanan anggaran dana APBN/D.

7. Proyek/pembangunan yang perlu mendapatkan pendampingan TP4D sebaiknya diprioritaskan pada kegiatan pembangunan yang bersifat strategis/utama,

101

tanpa mengeyampingkan kegiatan pembangunan lainnya yang jumlahnya cukup banyak.

Khususnya di PLN sebagai berikut:

- Pembangunan transmisi.- Pembangunan jaringan tenaga listrik.- Pembangunan gardu induk.- Pembebasan lahan dan pemangkasan pohon yang

dilalui jaringan listrik.

8. Proyek yang berskala besar dan strategis atau proyek yang menjadi perhatian publik.

Kegiatan yang bernilai tinggi serta mempunyai resiko tinggi dalam penyelenggaraannya.

Sementara 26 (duapuluh enam) orang / responden (39%) SKPD menyatakan tidak menjawab.

c. Keberadaan TP4D perlu dituangkan dalam MOU.

Tabel 17Perlunya Keberadaan TP4D Dituangkan dalam MOU

respon Pemda perlunya keberadaan TP4d dituangkan dalam MoU

Perlu dituangkan dalam MoUTidak Perlu dituangkan dalam MoUAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

3500

3166

Prosentase

53 % 0 %0 %

47 %100 %

no

1234

N= 100%

Respon PEMDA (SKPD)35 (tiga puluh lima) orang/ responden (53%) terhadap keberadaan TP4D perlu dituangkan dalam MoU, yaitu :

102

1. Keberadaan TP4P/D perlu dituangkan dalam MoU antara PEMDA, BUMN, BUMD dengan Kejaksaan di daerah.

2. Seharusnya dituangkan dalam MoU karena sangat dibutuhkan, sebab agar memperjelas tugas dan tanggung jawab masing-masing termasuk hak, kewajiban dan sanksi.

3. Keberadaan TP4P/D dalam bentuk nota kerjasama atau MoU antara pemerintah daerah dengan Kejaksaan sehingga bisa direncanakan dan dikendalikan dengan baik.

4. Agar pengamanan anggaran daerah yang tepat guna dan sesuai peruntukan, pemanfaatan MoU tim pengawalan supaya bisa disepakati.

5. Keberadaan TP4D akan lebih bagus lagi jika dituangkan dalam MoU dengan Pemda, BUMN, BUMD karena akan memperkuat jalinan kerjasama dalam penyelenggaraan pembangunan daerah.

6. Sementara 31 (tigapuluh satu) orang / responden (47%) PEMDA (SKPD) tidak menjawab.

d. Upaya mengoptimalkan TP4D.

Tabel 18 : Optimalisasi TP4D

respon Pemda terhadap upaya mengoptimalkan TP4d

Perlu ditingkatkan peran MoUTidak Perlu ditingkatkan peran MoUAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

3010

3566

Prosentase

45 % 2 %0 %

53 %100 %

no

1234

n = 100%

103

1. Keberadaan TP4P/D perlu dituangkan dalam MoU antara PEMDA, BUMN, BUMD dengan Kejaksaan di daerah.

2. Seharusnya dituangkan dalam MoU karena sangat dibutuhkan, sebab agar memperjelas tugas dan tanggung jawab masing-masing termasuk hak, kewajiban dan sanksi.

3. Keberadaan TP4P/D dalam bentuk nota kerjasama atau MoU antara pemerintah daerah dengan Kejaksaan sehingga bisa direncanakan dan dikendalikan dengan baik.

4. Agar pengamanan anggaran daerah yang tepat guna dan sesuai peruntukan, pemanfaatan MoU tim pengawalan supaya bisa disepakati.

5. Keberadaan TP4D akan lebih bagus lagi jika dituangkan dalam MoU dengan Pemda, BUMN, BUMD karena akan memperkuat jalinan kerjasama dalam penyelenggaraan pembangunan daerah.

6. Sementara 31 (tigapuluh satu) orang / responden (47%) PEMDA (SKPD) tidak menjawab.

d. Upaya mengoptimalkan TP4D.

Tabel 18 : Optimalisasi TP4D

respon Pemda terhadap upaya mengoptimalkan TP4d

Perlu ditingkatkan peran MoUTidak Perlu ditingkatkan peran MoUAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

3010

3566

Prosentase

45 % 2 %0 %

53 %100 %

no

1234

n = 100%

Respon PEMDA (SKPD)30 (tiga puluh) orang / responden (35%) terhadap upaya mengoptimalkan TP4D, yaitu :

1. Dengan keberadaan TP4D akan dapat mencegah tindak pidana korupsi karena dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan dilakukan pengawasan yang ketat oleh Tim TP4D.

2. Dengan keberadaan TP4P/D akan dapat mencegah tindak pidana korupsi karena semua permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan dari awal kita telah dapat mengantisipasinya dengan adanya pendampingan oleh TP4P/D.

3. Dengan adanya TP4P/D dirasakan dan diharapkan penyimpangan-penyimpangan penggunaan dana daerah akan lebih terkontrol dan tentunya akan bisa mengurangi tindak pidana korupsi dalam kegiatan pemerintah.

3. Menurut pendapat kami keberadaan TP4D kiranya dapat mencegah tindak pidana korupsi.

Tindakan korupsi bisa dicegah dengan :- Kesadaran diri/personal.- Akan bisa terlaksana untuk pencegahan korupsi

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

5. Keberadaan TP4D yang berjalan dengan optimal akan dapat mencegah tindak pidana korupsi, karena dengan adanya pengawalan dari TP4D akan dapat memperjelas aturan-aturan dalam setiap proses pembangunan daerah.

6. Dengan adanya TP4P/D akan dapat mencegah tindak pidana korupsi, karena BUMN akan mendapat pendampingan hukum dari Kejaksaan.

7. Dapat mengurangi tindak pidana korupsi, kemungkinan dapat terjadinya kolusi antara TP4D dengan Pemda.

104

Sementara 1 (satu) orang / responden (2%) PEMDA (SKPD) menyatakan tidak perlu ditingkatkan TP4D Kejaksaan.

Kemudian 35 (tigapuluh lima) orang / responden (53%) PEMDA (SKPD) tidak menjawab.

KEJAKSAAN TINGGI KALIMANTAN TIMUR

1. Instansi Kejaksaan

Secara umum pendapat responden Jaksa terhadap Penguatan Terhadap Efektifitas Tugas dan Wewenang Tim Pengawal, Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4) Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Terbentuk / Belum Terbentuknya TP4D

Tabel 1Terbentuknya TP4D

Terbentuk / belum Terbentuknya TP4dSudah terbentukbelum terbentuk Alasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh28000

28

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

n = 100%

Secara umum pendapat 28 (dua puluh delapan) orang / responden (1,00) Jaksa berpendapat bahwa:

TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Kalimantan 1. Timur telah dibentuk dan dasar pembentukannya

105

berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Nomor : KEP-019/Q.4/Dek.3/01/2016 Tanggal 26 Januari 2016 tentang Atas Perubahan Surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Nomor : KEP-001/Q.4/Dek.3/10/2015 tentang Pembentukan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.

Pelaksanaan TP4D Kejaksaan Negeri atas tindak 2. lanjut dari surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur dalam melakukan pendampingan terhadap SKPD, yaitu:

Kejaksaan Negeri Samarinda dikeluarkan Surat • Keputusan Nomor : KEP-017/Q.4.11/DPs.1/12/2015 Tanggal 4 Desember 2015;Kejaksaan Negeri Tenggarong dikeluarkan Surat • Keputusan Nomor : KEP-20/Q.4.12/10/2015 Tanggal 23 Oktober 2015;Kejaksaan Negeri Bontang dikeluarkan Surat • Keputusan Nomor : KEP-01/Q.4.18/Dek.3/03/ 2016 dan diperbaharui dengan Surat Keputusan Nomor : KEP-02/Q.4.18/Dek.3/10/2016Kejaksaan Negeri Balikpapan di keluarkan Surat • Keputusan Nomor : KEP-05/Q.4.10/Dek.3/01/2016 Tanggal 18 Januari 2016;

106

b. Tanggapan Instansi Lain Terhadap Keberadaan TP4D

Tabel 2 : Respon Instansi Lain Terhadap TP4D

respon instansi lain terhadap keberadaan TP4d

MendukungTidak MendukungAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

24103

28

Prosentase

86 % 3 %0 %

11 %100 %

no

1234

N = 100 %

Secara umum pendapat 24 (dua puluh empat) orang/ responden (86%) Jaksa terhadap respon Instansi lain terhadap keberadaan TP4D adalah :1. Dengan dibentuknya Tim TP4D respon instansi lain

sangat positif di wilayah Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur hal ini dapat terlihat dari periode Tahun 2016, sewilayah Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur telah melakukan 144 kegiatan pengawalan dan pengamanan terhadap proyek pembangunan dari berbagai Instansi/Dinas yang biayanya didonasi oleh APBN/APBD;

2. Instansi di daerah dengan dibentuknya TP4P/D antusias terhadap proses percepatan pembangunan, instansi tidak ragu atau gamang dalam melaksanakan pekerjaan, beberapa SKPD meminta pendampingan, pengawalan maupun legal opinion dari TP4D bahkan untukBUMN dan BUMD telah dilakukan pendampingan;

3. Dengan dibentuknya TP4D Kejaksaan sangat membantu Instansi lain khususnya dalam hal pengadaan barang jasa;

4. Dengan dibentuknya TP4D Kejaksaan PEMDA sangat terbantu terutama berkaitan dengan pelaksanaan

107

tugasnya, dimana ketika timbul keraguan dalam mengambil keputusan atas suatu peraturan dapat meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada TP4D;

Sementara 3 (tiga) orang / responden (0,11) tidak menjawab terhadap keberadaan TP4D Kejaksaan, serta 1 (satu) orang/ responden (0,04) menyatakan Instansi di daerah kurang berminat terhadap TP4D Kejaksaan.

c. Keberadaan SDM TP4D Kejaksaan

Tabel 3 : SDM TP4D Kejaksaan

SdM TP4d kejaksaan MemadaiBelum memadai Alasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh9

1054

28

Prosentase32 %36 %18 %14 %

100 %

no1234

N = 100%

Secara umum hampir berimbang 9 (sembilan) orang/ responden Jaksa (32%) menyatakan SDM memadai dan 10 (sepuluh) orang / responden Jaksa (36%) SDM belum memadai dan mereka berpendapat bahwa :1. Secara kualitas responden menyatakan sudah memadai

namun secara kuantitas masih sangat jauh, karena SDM yang tersedia saat ini melaksanakan tugas dan fungsinya di bidang masing-masing;

2. Secara kualitas dan kuantitas SDM TP4D belum mengetahui tugas dan wewenang TP4D;

3. Guna mengikuti perkembangan jaman perlu ditingkatkan lagi dengan pendidikan dan pelatihan ;

108

Sementara 4 (empat) orang / responden (14%) menyatakan tidak menjawab terkait SDM di TP4P/D.

d. Upaya untuk meningkatkan kemampuan SDM TP4D

Tabel 4 : Upaya Meningkatkan SDM TP4D

upaya untuk meningkatkan kemampuan SdM TP4d

Perlu ditingkatkanTidak Perlu ditingkatkanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

25003

28

Prosentase

89 % 0 %0 %

11 %100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 25 orang / responden (0,89) Jaksa berpendapat bahwa :Meningkatkan kemampuan SDM TP4P/D; Mengadakan Diklat untuk meningkatkan profesionalisme, menyatukan pandangan, gagasan dan pendapat, FGD (Focus Group Discussion) dengan para pakar/ahli membahas berbagai permasalahan.

e. Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan (batasan nilai proyek)

Tabel 5 : Proyek yang Mendapat Pengawalan

PertanyaanTerdapat batasan nilai proyekTidak terdapat batasan nilai proyekAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh17902

28

Prosentase61 %32 %0 %7 %

100 %

no1234

n = 100%

109

Secara umum pendapat 17 orang / responden (61%) Jaksa berpendapat bahwa :

1. Seluruh proyek pembangunan terutama proyek strategis nasional.

2. proyek-proyek yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Sementara 9 (sembilan) orang (32%) Jaksa menyatakan tidak terdapat batasan nilai proyek, alasannya adalah

Proyek-proyek yang perlu mendapatkan pengawalan 1. adalah :

2. Proyek pembangunan Infrastruktur;3. Proyek pengadaaan barang jasa;

Sehingga tidak perlu ada batasan nilai proyek.

Efektifitas TP4D Kejaksaan

f. Berperan Aktif TP4D

Tabel 6 : Peran aktif TP4D

berperan aktif TP4dAktifPasifAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh18253

28

Prosentase64 %7 %

18 %11 %

100 %

no1234

n = 1,00 (100%)

Secara umum 18 (delapan) orang / responden (0,64) Jaksa berpendapat bahwa :

1. TP4D dapat berperat aktif dalam setiap tahapan dari mulai perencanaan hingga sampai tahap pemanfaatan;

110

2. LO dibuat sesuai dengan permintaan tetapi idealnya pada semua tahapan;

g. Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan tugas dan wewenang TP4D

Tabel 7 : Kegiatan TP4D

TP4d kejaksaan dalam kegiatannyaTerdapat kegiatanTidak Terdapat kegiatanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh25003

28

Prosentase89 %0 %0 %

11 %100 %

no1234

n = 100%

Secara umum 25 (dua puluh lima) orang / responden (89%) Jaksa berpendapat bahwa :

1. Peran TP4DKejaksaan memberikan pendapat kepada Dinas yang didampingi, dengan berdiskusi dan memberikan solusi serta aturan hukum;

2. Mengadakan penyuluhan dan pengawasan serta koordinasi dengan Instansi terkait selain itu menandatangani kerjasama (MoU) antara Kejaksaan dengan Pemerintah Provinsi;

3. Peran TP4D Kejaksaan melakukan beberapa tahapan, antara lain :

4. Pencegahan (Preventif) dan Persuasif melalui sosialisasi, penerangan hukum, FGD, diskusi.

5. Dalam pendampingan hukum dari sisi regulasi, pendampingan hukum dari tahap perencanaan sampai akhir suatu proyek serta memberikan rekomendasi kepada pemohon, ikut mengecek semua proses pelaksanaan baik administrasi maupun pekerjaan di lapangan

111

Sementara 3 (tiga) orang / responden (11%) Jaksa menyatakan tidak menjawab.

h. Kendala

Tabel 8 : Kendala TP4D

kendala TP4d kejaksaan Terdapat KendalaTidak Terdapat KendalaAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh23005

28

Prosentase82 %0 %0 %

18 %100 %

no1234

n= 100%

Secara umum 23 (dua puluh tiga) orang / responden (82%) Jaksa berpendapat bahwa :1. Belum ada keseragaman serta masih rancuh untuk

pelaporannya apakah ke bagian Intel atau Datun;2. Tidak adanya anggaran tersendiri dalam kegiatan

TP4P/D;3. Pihak pemohon tidak transparan dalam melakukan

permohonan pengawalan, sehingga muncul permasalahan pada saat pekerjaan dilaksanakan;

Kendala pada saat pelaksanaan :- Masalah sosial terkait pembebasan lahan dari pihak

yang merasa dirugikan, setelah pelaksanaan adanya perbuatan yang kurangtepat, defisit anggaran, tidak professionalnya melakukan pengawalan;

- stake holder tidak memberikan laporan

Sementara 5 (lima) orang / responden (18%) Jaksa menyatakan tidak menjawab.

112

i. Dalam pelaksanaan tugas TP4D

Tabel 9 : Penolakan TP4D

Penolakan TP4d Terdapat PenolakanTidak Terdapat PenolakanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh1

2403

28

Prosentase4 %

86 %0 %

11 %100 %

no1234

Secara umum 14 (empat belas) orang/responden (1,00) Jaksa berpendapat bahwa:

1. SKPD di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur tidak menolak untuk didampingi TP4D Kejaksaan.

2. TP4D Kejaksaan bertugas berdasarkan peraturan Instansi terkait yang sedang/ akan melaksanakan proyek pembangunan.

j. Sikap Kejaksaan terhadap penolakan dari Instansi lain

Tabel 10 : Sikap Kejaksaan Terhadap Penolakan

Sikap kejaksaan terhadap penolakankeberadaan TP4d dari instansi Lain

ProaktifTidak ProaktifAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

22105

28

Prosentase

78,6 %4,5 %0 %

17,9 %100 %

no

1234

N= 1,00 (100%)

Secara umum 22 (dua puluh dua) orang / responden (0,79) sikap Jaksa, yaitu :

113

1. Ketidaktahuan Instansi tersebut terhadap fungsi tugas dan wewenang TP4D;

2. Perlu pendekatan secara persuasif tentang pentingnya dilakukan tugas pengawalan dan pengamanan terhadap proyek pembangunan yang dilaksanakan apabila sudah dilakukan tetapi tetap menolak tidak bisa dipaksakan;

k. Setelah pendampingan ternyata ada indikasi tindak pidana korupsi

Tabel 11 : Ada Indikasi Korupsi Setelah Pendampingan

indikasi tindak Pidana korupsi setelah ada Pendampingan oleh TP4d

Terdapat pendampingan hukumTdk ada pendampingan hukum sebelumnyaAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

26002

28

Prosentase

93 %0 %0 %7 %

100 %

no

1234

n = 1,00 (100%)

Secara umum 26 (dua puluh enam) orang / responden (0,93) Jaksa berpendapat bahwa :1. Perlu dilihat apakah semua tahapan sudah dilaksaanakan

sesuai arahan pada saat dilaksanakan pendampingan.2. Melakukan Cross check / meneliti mengapa dapat

terjadi Tindak Pidana Korupsi, apabila ditemukan bukti maka dilakukan penegakan hukum Represif.

3. Melakukan koordinasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) apabila ditemukan bukti permulaan dan apabila tidak dapat ditolerir lakukan tindakan tegas.

Sementara 2 (dua) orang / responden (0,07) Jaksa menyatakan tidak menjawab.

114

l. Keberadaan TP4D akan efektif dalam mengawal pelaksanaan pembangunan terkait dengan tidak optimalnya penyerapan Anggaran

Tabel 12 : Tidak Optimalnya Penyerapan Anggaran

PertanyaanUpaya yang dilakukanTidak ada upayaAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh24103

28

Prosentase86 %3.7 %0 %

10,7 %100 %

no1234

n = 1,00 (100%)

Secara umum 24 (dua puluh emapat) orang / responden (0,86) Jaksa berpendapat bahwa :

keberadaan TP4P/D akan efektif dalam mengawal pelaksanaan pembangunan, sehingga para kepala daerah/stack Holder tak merasa takut/ragu dalam pelaksanaan anggaran, sehingga penyerapan anggaran untuk pembangunan dapat optimal

Sementara Jaksa yang tidak menjawab 3 (tiga) orang (0,11)

Penguatan Terhadap TP4D Kejaksaan

m. Perlu adanya landasan hukum (legal standing) pembentukan TP4D

Tabel 13 : Landasan Hukum TP4DPerlu adanya landasan hukum

(legal standing) pembentukan TP4dPerluTidak PerluAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

26002

28

Prosentase

93 %0 %0 %7 %

100 %

no

1234

n = 1,00 (100%)

115

Secara umum 26 (dua puluh enam) orang / responden (0,93) Jaksa berpendapat bahwa :

Landasan Hukum (legal standing) pembentukan TP4P/D; Perlu untuk lebih jelas pijakan dalam melaksanakan tugas pengawalan dan pengamanan agar apabila ada pihak yang menggugat TP4P/Ddapat dipertanggungjawabkan secara hukum

n. Keberadaan TP4D dalam mencegah tindak pidana korupsi

Tabel 14 : TP4D Dalam Mencegah TPK

keberadaan TP4d dalm mencegahtindak pidana korupsi

BersinergiTidak BersinergiAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

26002

28

Prosentase

93 %0 %0 %7 %

100 %

no

1234

n = 1,00 (100%)

Secara umum 26 (dua puluh enam) orang / responden (0,93) Jaksa berpendapat bahwa :

Keberadaan TP4P/D untuk dapat mencegah tindak pidana korupsi; Dapat mencegah/meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi dengan tindakan preventif dan persuasif karena kegiatan TP4P/D dapat bersinergi dengan Datun, guna mengoptimalkan peran TP4P/D perlu dialokasikan dana tersendiri.

116

2. Instansi Luar Kejaksaan

a. Penguatan TP4D Kejaksaan

Tabel 15Respon PEMDA Terhadap TP4D

respon Pemda terhadap pembentukan TP4d kejaksaan

Sudah terbentukBelum terbentukAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

49000

49

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n=1,00 (100%)

Secara umum 49 (empat puluh sembilan) orang / responden (1,00) SKPD terhadap keberadaan dari TP4D Kejaksaan berpendapat bahwa :

Pendampingan hukum oleh Kejaksaan :

Sudah ada namun belum secara formal, Kejaksaan • memberikan Legal Opinion oleh Asdatun sebagai Pengacara Negara.

Pendampingan yang dilakukan oleh Kejaksaan sangat • baik karena sejak tahap perencanaan, pelelangan, pelaksanaan pekerjaan, pengawasan pelaksanaan pekerjaan, perizinan, pengadaan barang jasa, tertib pengelolaan keuangan Negara sehingga ketika penyelenggara Negara mengambil suatu keputusan tidak ragu dan khawatir.

Kedepan diharapkan SKPD melakukan • MoU dengan TP4D agar kedepan pejabat daerah tidak khawatir dalam melaksanakan program dan kegiatan pembangunan.

117

b. Koordinasi TP4D Dengan SKPD

Tabel 16Koordinasi TP4D Dengan SKPD

koordinasi TP4d dengan SkPd Perlu ada kordinasiTidak perluAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh40009

49

Prosentase82 %0 %0 %

18 %100 %

no1234

n=1,00 (100%)

Secara umum 40 (empat puluh) orang / responden (0,82) SKPD berpendapat bahwa :

1. Menurut pendapat kami proyek/kegiatan yang perlu mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah berupa proyek skala besar dan strategis termasuk multi years contract.

2. Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah seluruh kegiatan/proyek yang berguna untuk masyarakat, beresiko tinggi, bernuansa politik.

3. Menurut pendapat kami proyek/pembangunan yang perlu mendapat pendampingan dari TP4P/D adalah proyek/pembangunan konstruksi seperti : Pipa Air Bersih, Jalan Raya, Jembatan, Pelabuhan, Bandara, Rumah Sakit serta kantor Pelayanan Publik.

4. Seluruh kegiatan pemerintah baik rancangan penyusunan APBD sampai pelaksanaan yang anggarannya diatas 1 Milyar serta proyek pengadaan Baran Jasa.

Sementara 9 (sembilan) orang / responden (0,18) SKPD menyatakan tidak menjawab.

118

c. Keberadaan TP4D perlu dituangkan dalam MOU.

tabel 17

Perlunya keberadaan TP4d dituangkan dalam MoU

respon Pemda perlunya keberadaan TP4d dituangkan dalam MoU

Perlu dituangkan dalam MoUTidak Perlu dituangkan dalam MoUAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

43501

49

Prosentase

88 %10 %0 %2 %

100 %

no

1234

n= 1,00 (100%)

Respon PEMDA (SKPD) 43 (empat puluh tiga) orang / responden (0,88) terhadap keberadaan TP4D perlu dituangkan dalam MoU, yaitu :

Keberadaan TP4P/D perlu dituangkan dalam • MoU sehingga SKPD tidak perlu ragu lagi dalam melaksanakan pembangunan dan mengambil keputusan terkait kebijakan atau pengeluaran keuangan daerah.Agar memiliki dasar hukum untuk melakukan konsultasi • dan permohonan supervisi dengan TIM TP4D.Agar adanya kepastian sehingga tugas dan kewenangan • setiap pihak jelas.

Sementara 5 (lima) orang / responden (0,10) PEMDA (SKPD) menyatakan tidak perlu dituangkan dalam MoU serta 1 (satu) orang / responden (0,02) tidak menjawab.

119

d. Upaya mengoptimalkan TP4D.

tabel 18

optimalisasi TP4d

respon Pemda perlunya upaya mengoptimalkan TP4d

Perlu ditingkatkan peran TP4DTidak Perlu ditingkatkan peran TP4DAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

48001

49

Prosentase

98 %0 %0 %2 %

100 %

no

1234

n = 1,00 (100%)

Respon PEMDA (SKPD) 48 (empat puluh delapan) orang / responden (0,98) terhadap upaya mengoptimalkan TP4D, yaitu :

Agar di dalam TIM TP4D adanya SDM yang berintegritas • tinggi serta memahami peraturan/ketentuan yang berlaku, terlebih peraturan yang menyangkut Barang/Jasa.

Harus lebih giat dalam mensosialisasikan ke Pemerintah • Daerah/Kota.

Karena TP4D tidak ada biaya atau gratis maka sebaiknya • dapat diberikan anggaran biaya operasional dalam DIPA Kejaksaan sehingga orang-orang yang berada dilingkup TP4D dapat bekerja lebih profesional dan mandiri serta tidak terpengaruh atas kepentingan tertentu yang tidak sesuai misi dan visi terbentuknya TP4P/D.

Sementara 1 (satu) orang / responden (0,02) PEMDA (SKPD) menyatakan tidak menjawab.

120

KEJAKSAAN TINGGI BANTEN

1. Instansi Kejaksaan

Pendapat responden Jaksa terhadap gambaran umum TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Banten adalah sebagai berikut :

a. Tentang Terbentuknya TP4D

Tabel 1 : Terbentuknya TP4DTerbentuk TP4d

Sudah terbentukBelum terbentukAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh36000

36

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

n = 100%

Secara umum pendapat 36 (tiga puluh enam) orang/responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa:

TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Banten telah • dibentuk dan dasar pembentukannya berdasarkan surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Nomor : KEP-113/0.6/Dek.1/10/2015 Tanggal 21 Oktober 2015 dan Sprintug-15/TP4D/KT.BTN/06/2016 tanggal 30 Juni 2016.

Selanjutnya pelaksanaan yang dilakukan oleh Tim TP4D • di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Banten dalam melakukan pengawalan terhadap beberapa SKPD, diantaranya yaitu :

Sprint : 05/TP4D-KN.TGR/0.6.15/02/2017 Tanggal a. 5 Februari 2017 dengan Dinas Pekerjaan Umum;Sprint : 06/TP4D-KN.TGR/0.6.15/02/2017 Tanggal b. 10 Februari 2017 dengan Dinas Perhubungan;

121

Sprint : 07/TP4D-KN.TGR/0.6.15/02/2017 Tanggal c. 25 Februari 2017 dengan Dinas Kesehatan;

Pelaksanaan TP4D Kejaksaan Negeri atas tindak lanjut • dari surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Banten dalam melakukan pendampingan terhadap SKPD, yaitu:Kejaksaan Negeri Serang dikeluarkan Surat Keputusan • Nomor : KEP-08/01/6.10/Dek.3/10/2015 Tanggal 21 Oktober 2015;Kejaksaan Negeri Cilegon dikeluarkan Surat Keputusan • Nomor : SK-17/N.3.16/10/2015 Tanggal 21 Oktober 2015;Kejaksaan Negeri Tigaraksa dikeluarkan Surat Perintah • Nomor : KEP-12/06.15/Dek/10/2015 Tanggal 20 Oktober 2015 Kejaksaan Negeri Tangerang di keluarkan Surat • Perintah Nomor : SK-17/06.11/C.5/09/2016 Tanggal 07 September 2016;

b. Tanggapan Instansi Lain Terhadap Keberadaan TP4D

Tabel 2 : Respon Instansi Lain Terhadap TP4D

respon instansi lain terhadap keberadaan TP4d

MendukungTidak MendukungAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

36000

36

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum pendapat 36 (tiga puluh enam) orang / responden (100%) Jaksa terhadap respon Instansi lain

122

terhadap keberadaan TP4D adalah :

Dengan dibentuknya Tim TP4D ini para Instansi lain • sangat mendukung dengan mengikutsertakan tim TP4D dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, sehingga mereka tidak merasa khawatir untuk melaksanakan kegiatan/proyek pembangunan;Respon Instansi sangat antusias terhadap pembentukan • Tim TP4D dapat dilihat dari meningkatnya permintaan pengawalan dan pengamanan kepada tim TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Banten. Respon instansi lain sangat mendukung dan sangat • berharap dengan adanya tim tp4d ini dapat memberikan jalan keluar atau solusi atas permasalahan hukum yang terkadang menjadi kendala dalam pekerjaan proyek strategis nasional.Dengan dibentuknya TP4D disambut positif oleh instansi • lain, sehingga pekerjaan mereka dalam pelaksanaan pembangunan proyek strategi nasional merasa aman tanpa gangguan dari pihak LSM, dll sehingga diharapkan pekerjaan dapat terserap optimal dan selesai tepat pada waktunya.

c. Keberadaan SDM TP4D Kejaksaan

Tabel 3 : SDM TP4D KejaksaanSdM TP4d kejaksaan

MemadaiBelum MemadaiAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh152100

36

Prosentase41,7 %58,3 %

0 %0 %

100 %

no1234

n = 100%

123

Sebanyak 15 (lima belas) orang/ responden Jaksa (41,7 %) berpendapat sudah memadai secara kuantitas, alasannya :

Secara Kuantitas sudah memadai, namun kiranya jika • dianggap perlu untuk ditambahkan personil SDM khusus TP4D agar kegiatan pengawalan dan pengamanan TP4D, dapat maksimal dilakukan.Keberadaan SDM TP4D secara kualitas sudah baik, • baik ketua tim sampai anggota tim dapat menjalankan tupoksi nya dalam kegiatan proyek pembangunan. Keterkaitan hubungan TP4D dengan TP4P pusat di • daerah berjalan sinergis, dalam hal pelaporan kegiatan TP4D di Kejaksaan Tinggi maupun di Kejaksaan Negeri wilayah hukum Banten, segala bentuk pelaporan kegiatan sebelum dan sesudah pelaksanaan kegiatan, dilaporkan kepada Kajati, maupun Kajari. Dalam hal prosedur surat permintaan dari instansi • lain , untuk di Kejati surat di tujukan kepada TP4D Cq Kajati, kemudian Kajati yang meneruskan surat tersebut untuk di distribusikan ke Datun atau ke TP4D, begitupun di Kejari-Kejari wilayah Hukum Banten surat di tujukan kepada TP4D Cq Kajari, kemudian Kajari yang meneruskan surat tersebut untuk segera di distribusikan. Kemudian sebanyak 21 (dua puluh satu) orang/• responden (58,3 %) berpendapat belum memadai secara kuantitas dan kualitas, alasannya:Belum memadai secara kuantitas, dikarenakan personil • Jaksa yang masuk ke dalam Tim TP4D masih kurang, yang menjadi kendala seringkali tupoksi jaksa lainnya terganggu sehingga banyak pekerjaan yang tidak dapat dipenuhi semua karena sulitnya mengatur waktu yang sangat padat. disarankan perlu ada penambahan personil Jaksa yang khusus dalam keanggotaan TP4D.

124

Belum memadai secara kualitas, seorang anggota tim • TP4D sebagai tim pengaman proyek pemerintah tentu sangat diharapkan lebih menguasai tentang peraturan pelaksanaan dalam suatu proyek dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek strategis nasional.

d. Upaya untuk meningkatkan kemampuan SDM TP4D

Tabel 4Upaya Meningkatkan SDM TP4D

upaya meningkatkan kemampuan SdM TP4d

Perlu ditingkatkanTidak Perlu ditingkatkanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

36000

36

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 36 orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa :

Dalam rangka kapabilitas SDM yang handal dan berkualitas tim TP4D harus melakukan peningkatan kualitas, diantaranya :

a. Mempelajari peraturan perundang-undangan tentang tata pemerintahan yang baik (Good Governance), pengadaan barang/jasa dan keuangan.

b. Melatih Tim TP4D untuk memiliki skill membuat legal opinion, dimana Legal Opinion masuk dalam salah satu tupoksi Datun yaitu pertimbangan hukum, sehingga TP4D dapat bersinergi dengan tugas dan wewenang Datun.

125

c. Perlunya Personil Jaksa khusus Tim TP4D dibekali pelatihan-pelatihan sehingga Tim yang dikirim ke lapangan sudah siap secara kualitas dan mumpuni dalam melaksanakan tugasnya.

e. Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan (batasan nilai proyek)

Tabel 5Proyek yang Mendapat Pengawalan

Proyek yang perlu mendapat pengawalan (batasan nilai proyek)

Terdapat batasan nilai proyekTidak terdapat batasan nilai proyekAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

122202

36

Prosentase

33,3 %61,1 %

0 %5,6 %100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 12 ( dua belas ) orang / responden (33,3 %) Jaksa berpendapat ada batasan nilai proyek, alasan :

Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan yaitu setiap • proyek strategis pemerintah yang banyak menggunakan keuangan negara dan berpotensi tindak pidana korupsi dan batasan nilai proyek sebesar Rp. 10 Milyar.Proyek yang mendapatkan pengawalan dan pengamanan • dari TP4P/D adalah proyek strategis nasional yang didaerah, proyek multi years, proyek pembangunan investasi yang menggunakan uang negara wajib didampingi. Proyek pengadaan tanah, mengenai masalah tanah hibah • kiranya dapat didampingi karena seringkali menjadi hambatan dalam kegiatan pembangunan. Proyek diluar itu dapat menjadi tugas bidang Datun, •

126

dalam hal ini agar tupoksi Datun dalam nilai proyek dapat terpisah dari nilai proyek khusus yang dilakukan pengawalan oleh TP4D, dikarenakan tugas dan fungsi TP4P/D berupa pendampingan hukum dan pemberian pendapat hukum juga merupakan tugas dan fungsi bidang Datun, sehingga jika ada batasan nilai proyek kinerja TP4P/D dengan bidang Datun bisa berjalan seiring sejalan menghindari pelaksanaan kedepannya terjadi tumpang tindih wewenang. Kemudian 22 (dua puluh dua) orang/responden (61,1%) • berpendapat tidak ada batasan nilai proyek, alasan : Batasan suatu nilai proyek dapat menghambat, serta • tidak efisien dan tidak efektif. Tidak perlu batasan nilai proyek, kegiatan TP4D saat • ini tidak ada kendala khususnya batasan nilai proyek, semua kegiatan berjalan baik.

Sementara 2 (dua) orang (5,6%) Jaksa tidak menjawab.

Efektifitas TP4D Kejaksaan

a. Berperan Aktif TP4D

Tabel 6

Peran aktif TP4D

Peran aktif TP4dAktifPasifAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh36000

36

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

n = 100%

127

Secara umum 36 orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa :

TP4D dapat berperat aktif dalam setiap tahapan kegiatan • dari mulai dari perencanaan hingga sampai tahap pemanfaatan, hal ini guna mencegah penyimpangan. Proses pendampingan TP4D dilakukan koordinasi dari • tahap awal perencanaan hingga akhir, sehingga jika terjadi suatu permasalahan dapat langsung diketahui tim TP4D. Setiap tahapan dibuat • legal opinion (LO), dalam segi pengadministrasiannya masuk dalam register TP4D tersendiri;Tugas dan Wewenang TP4D dan Datun dapat bersinergi • dengan baik, dengan selalu melakukan koordinasi jika ada permintaan pendampingan dari instansi lain.

b. Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan tugas dan wewenang TP4D

Tabel 7Kegiatan TP4D

TP4d kejaksaan dalam kegiatannyaTerdapat KegiatanTidak ada KegiatanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh36000

36

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

n = 100%

Secara umum 36 (tiga puluh enam) orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa :

Peran TP4D memberikan sosialisasi secara masif, • memberikan pendampingan hukum dengan para SKPD

128

maupun BUMN/BUMD;

Mengadakan penyuluhan dan pengawasan serta • koordinasi dengan Instansi terkait.

Peran TP4D melakukan beberapa tahapan, yaitu :• a. Tahap preventif melalui pemberian penerangan

hukum yang berkaitan dengan pembangunan pemerintah.

b. Tahap pendampingan hukum dengan memberikan pendapat hukum dan pengawasan pembangunan pemerintah serta melakukan kegiatan sosialisasi atau penyuluhan hukum dengan Instansi-Instansi pemerintah, BUMN/BUMD.

c. Peran TP4D pada tahap pendampingan hukum terbatas pada penerapan regulasi peraturan perundang-undangan dan memberikan pendapat hukum di setiap tahapan, dari tahapan perencanaan sampai tahap pemanfaatan.

c. Kendala

Tabel 8 : Kendala TP4D

kendala TP4d kejaksaanTerdapat KendalaTidak ada KendalaAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh36000

36

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

n= 1,00 (100%)

Secara umum 36 (tiga puluh enam) orang / responden (100%) Jaksa berpendapat terdapat kendala, bahwa :

Tidak adanya Anggaran dalam DIPA sehingga terbatas 1.

129

tugas dan fungsi TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Banten;Kendala lainnya dalam pelaksanaan TP4P/D adalah 2. pada saat penentuan jadwal kegiatan pendampingan, terjadi karena ketika jadwal sudah ditentukan oleh SKPD tapi pada saat bersamaan personil TP4P/D ada kegiatan lain.Dalam Pelaksanaannya, keanggotaan Tim TP4D masih 3. banyak yang belum memahami tentang Tupoksi TP4D maupun memahami peraturan-peraturan yang terkait proyek strategis nasional. Terpecahnya fokus tupoksi personil dengan tugas dan 4. tanggung jawab yang lainnya.Adanya kekhawatiran jika hasil pelaksanaan tugas 5. tidak sinkron dengan hasil audit BPK, dan APIP.Keberatan dari Instansi lain karena mereka merasa 6. diawasi terlalu ketat.

d. Dalam pelaksanaan tugas TP4D

Tabel 9 : Penolakan TP4DPenolakan TP4d

Terdapat PenolakanTidak ada PenolakanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh0

3600

36

Prosentase0 %

100 %0 %0 %

100 %

no1234

Secara umum 36 (tiga puluh enam) orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa :

SKPD di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Banten tidak • adanya penolakan untuk didampingi tim TP4D.Respon terhadap TP4D baik, tidak ada penolakan •

130

yang ada hanya keragu-raguan SKPD untuk meminta pendampingan karena tidak tersedianya anggaran khusus tim TP4D dalam tahap kegiatan, jika tim TP4D diikutserakan atau diminta bantuannya untuk melakukan pendampingan dari tahap perencanaan sampai evaluasi.

Dengan respon yang baik, para SKPD lebih percaya diri dalam melakukan suatu kegiatan proyek strategis nasional.

e. Sikap Tim TP4D terhadap penolakan dari Instansi lain

Tabel 10Sikap Kejaksaan Terhadap Penolakan

Sikap kejaksaan terhadap penolakan keberadaan TP4d dari instansi Lain

ProaktifTidak ProaktifAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

36000

36

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n= 100%

Secara umum 36 (tiga puluh enam) orang / responden (100%) sikap Jaksa proaktif, yaitu :

Jika ada penolakan, tim TP4D akan proaktif dengan • mengadakan sosialisasi secara masif jelas dan menyeluruh sehingga pelaksanaan perpres no.7 tahun 2015 dapat terlaksana baik.

Tim TP4D tidak bisa memaksakannya kepada Instansi • yang menolak untuk didampingi tersebut.

131

f. Setelah pendampingan ternyata ada indikasi tindak pidana korupsi

Tabel 11Ada Indikasi Korupsi Setelah Pendampingan

indikasi tindak Pidana korupsi setelah ada Pendampingan oleh TP4d

Terdapat pendampingan hukumTdk ada pendampingan hukum sblmnyaAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

36000

36

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n = 1,00 (100%)

Secara umum 36 (tiga puluh enam) orang / responden (100%) Jaksa berpendapat dilakukan penegakkan hukum, yaitu dengan alasan :

Tim TP4D akan membuat telaahan, sekiranya ada • indikasi TPK (tindak pidana korupsi) apakah ada unsur kesengajaan dengan dilakukan pengecekan dan pemeriksaan atau adanya kesalahan Administrasi, apabila ada unsur kesengajaan maka direkomendasikan untuk dilakukan penyelidikan.Tim TP4D akan melakukan teguran/peringatan namun • apabila hal tersebut masih berlanjut, proses hukum akan dilakukan.Secara profesionalisme akan bersikap proaktif jika • dengan upaya preventif gagal dilakukan, maka secara represif akan dilakukan proses hukum sesuai dengan kewenangan penegak hukum berdasarkan aturan/Undang-Undang yang berlaku;Segera ditindak, yaitu melaksanakan penegakan hukum • represif ketika ditemukan bukti permulaan yang cukup setelah dilakukan koordinasi dengan APIP tentang telah

132

terjadinya perbuatan melawan hukum;

g. Keberadaan TP4D akan efektif dalam mengawal pelaksanaan pembangunan terkait dengan penyerapan Anggaran

tabel 12

Tidak optimalnya Penyerapan anggaran

efektifitas TP4d dlm mengawal pelaksanaan pembangunan terkait tdk optimalnya anggaranEfektifTidak EfektifAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

36002

36

Prosentase

93 %0 %0 %7 %

100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 36 (tiga puluh enam) orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa TP4D akan efektif terkait dengan penyerapan anggaran:

Sangat efektif dengan dibentuknya TP4P/D terlebih jika • dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi diadakan kerjasama yang baik, serta transparansi terhadap kedua belah pihak.

Dapat efektif karena instansi Pemda BUMN/BUMD • tidak khawatir dalam penyerapan anggaran pembangunan karena selalu berkoordinasi dengan Tim TP4D dalam melaksanakan kegiatan pembangunan;

Efektif, dapat terbukti bahwa pada Tim TP4D Kejaksaan • Negeri Serang berhasil melaksanakan pendampingan-pendampingan terhadap pembangunan yang nyaris tidak terlaksana, karena adanya TP4D yang memberikan

133

masukkan dan solusi sesuai aturan hukum sehingga kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan aman.

Terkait bila tidak optimalnya anggaran yang terserap, • dapat dilakukan kajian secara kasuistis terhadap permasalahannya, sehingga dapat dicari solusinya sesuai dengan ketentuan hukum.

Penguatan Terhadap TP4D Kejaksaan

a. Perlu adanya landasan hukum (legal standing) pembentukan TP4D

Tabel 13Landasan Hukum TP4D

Perlu adanya landasan hukum(legal standing) pembentukan TP4d

PerluTidak PerluAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

36000

36

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 36 (tiga puluh enam) orang / responden (100%) Jaksa berpendapat perlu adanya landasan hukum, alasannya:

Landasan hukum pembentukan TP4D sudah ada namun • belum jelas perlu adanya payung hukum yang lebih kuat misal TP4D dimasukkan di dalam bagian dari struktur organisasi dalam Undang-Undang Kejaksaan sehingga setiap kegiatan dapat berjalan dengan lancar. Sangat perlu landasan hukum yang jelas, mengingat • pembentukkan TP4D ini hanya dibentuk berdasarkan Keputusan Jaksa Agung, sebaiknya TP4D dapat menjadi

134

lembaga sendiri di struktur organisasi kejaksaan sehingga dapat maksimal melakukan Tupoksi nya.

b. Keberadaan TP4D dalam mencegah tindak pidana korupsi

Tabel 14TP4d dalam Mencegah TPk

keberadaan TP4d dalm mencegahtindak pidana korupsi

Dapat mencegahTidak Dapat mencegahAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

34002

36

Prosentase

94,5 %0 %0 %

5,5 %100 %

no

1234

Secara umum 34 (tiga puluh empat) orang / responden (94,5 %) Jaksa berpendapat bahwa :

Dapat mencegah Tindak pidana korupsi, jika Keberadaan 1. tim TP4D dapat didukung landasan hukum yang jelas dan alokasi anggaran tersendiri khusus TP4D.

Selain dapat mencegah Tindak Pidana Korupsi, 2. pembangunan proyek strategis nasional dapat berjalan lancar,sehingga tercipta kesejahteraan rakyat pada masa yang akan datang.

Dalam hal keterkaitan TP4D dengan bidang Datun, 3. bahwa kenyataan yang ada di wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi Banten, tugas Datun dan TP4D dapat bersinergi tanpa ada tumpang tindih, karena bidang Datun masuk di dalam Satuan struktur organisasi Tim TP4D.

Sementara Jaksa yang tidak menjawab 2 (dua) orang/ responden (5,5%).

135

2. Instansi Luar Kejaksaan

a. Penguatan TP4D Kejaksaan

tabel 15

respon PeMda Terhadap TP4d

respon Pemda terhadap pembentukan TP4d kejaksaan

Sudah mengetahuiBelum mengetahuiAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

35100

36

Prosentase

97,2 %2,8 %0 %0 %

100 %

no

1234

n=100%

Secara umum 35 (tiga puluh lima) orang / responden (53%) SKPD sudah mengetahui terhadap keberadaan dari TP4D Kejaksaan :

1. Sudah mengetahui, dan Keberadaan TP4D Sangat membantu sekali terutama dalam hal mengoptimalkan penyerapan anggaran sehingga tidak ada keraguan dalam melakukan kegiatan pembangunan.

2. Dengan telah disosialisasikannya TP4D kepada para instansi diharapkan dapat mencegah terjadinya kesalahan dan penyimpangan regulasi dalam pelaksanaan kegiatan.

3. Sebagaimana maksud dan tujuan pembentukkan TP4D yang telah di sosialisasikan sangat diperlukan sebagai sarana koordinasi agar pelaksanaan pembangunan dapat tercapai.

4. Setelah adanya pembentukan Tim TP4D dari Kejaksaan, sudah ada permintaan pendampingan TP4D berupa Pendampingan terhadap kegiatan diantaranya sebagai

136

berikut: a. Pengadaan dan Pemasangan Area Traffic Control

System (ATCS) pada dinas perhubungan b. Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Runway 3

Bandara Udara Internasional Soekarno Hatta.c. Pembangunan Tandon Nusa Loka pada Dinas

Pekerjaan Umum5. Sebelum pembentukan TP4D sudah ada kegiatan

pendampingan hukum dari Kejaksaan dan dibentuknya TP4D memberi manfaat dan dampak yang besar bagi aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas agar taat hukum.

6. Pembentukan TP4D Kejaksaan sangat tepat karena bertujuan guna mendukung keberhasilan jalannya penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah melalaui pengawalan dan pengamanan pada setiap tahapan program pembangunan.

7. TP4D sangat diperlukan karena dapat menjadi wadah bagi pemerintah daerah untuk meminta pengawalan dari Kejaksaan dalam melaksanakan program pemerintah daerah. Terutama dalam proses pembuatan pendapat hukum untuk menghindari kekhawatiran melakukan kegiatan pembangunan proyek strategis nasional.

Kemudian 30 (tiga puluh) orang / responden (46,2%) SKPD belum mengetahui terhadap keberadaan dari TP4D Kejaksaan, alasan:

Belum ada undangan sosialisasi terkait pembentukkan • TP4D.

Baru mengetahui mengenai TP4D dari media massa, • untuk undangan sosialisasi belum pernah ada undangan sosialisasi.

137

b. Koordinasi TP4D Dengan SKPD

tabel 16

koordinasi TP4d dengan SkPd

koordinasi TP4d dengan SkPdPerlu ada koordinasi dengan SKPDTidak Perlu ada koordinasi dengan SKPDAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh36000

36

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

n=100%

Secara umum 66 (enam puluh enam) orang / responden (100%) SKPD berpendapat perlu pendampingan, alasan :

1. Menurut pendapat kami proyek/kegiatan yang perlu mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah berupa proyek pembangunan fisik yang bersifat strategis yang tujuannya secara langsung untuk mensejahterakan masyarakat.

2. Menurut pendapat kami proyek/pembangunan yang perlu mendapat pendampingan dari TP4P/D adalah proyek/pembangunan yang bersifat fisik dan menyangkut kepentingan publik/masyarakat serta kegiatan yang sangat strategis.

3. Seluruh kegiatan pemerintah perlu mendapatkan pendampingan, terutama untuk pengadaan barang/jasa pemerintah.

4. Proyek/kegiatan yang perlu mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah seluruh kegiatan/proyek yang akan dilaksanakan oleh Rumah Sakit.

5. Semua kegiatan pemerintah daerah yang mengelola uang negara perlu adanya pendampingan hukum, tapi lebih diutamakan kegiatan yang menggunakan anggaran

138

dengan nilai besar dan rawan terhadap terjadinya penyimpangan.

6. Dilakukan pendampingan mulai dari perencanaan, pengadaan, pengawasan dan serah terima pekerjaan dan diutamakan untuk pelaksanaan tender.

7. Proyek pembangunan seperti: Pengadaan barang dan jasa,Pembangunan fisik maupun non fisik, pengamanan anggaran dana APBN/D.

8. Proyek yang berskala besar dan strategis atau proyek yang menjadi perhatian publik, dan kegiatan yang bernilai tinggi serta mempunyai resiko tinggi dalam penyelenggaraannya.

c. Keberadaan TP4D perlu dituangkan dalam MOU

tabel 17

Perlunya keberadaan TP4d dituangkan dalam MoU

respon Pemda perlunya keberadaan TP4d dituangkan dalam MoU

Perlu dituangkan dalam MOUTidak Perlu dituangkan dalam MOUAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

34200

36

Prosentase

94,4 %5,6 %0 %0 %

100 %

no

1234

n= 100%

Respon PEMDA (SKPD) 64 (enam puluh empat) orang / responden (97%) terhadap keberadaan TP4D perlu dituangkan dalam MoU, karena :

Keberadaan TP4P/D perlu dituangkan dalam MoU • antara PEMDA, BUMN, BUMD agar setiap kegiatan pembangunan strategis dapat berjalan lancar dan efektif dengan adanya MoU.

139

MoU sangat dibutuhkan, agar memperjelas tugas • dan tanggung jawab masing-masing pihak termasuk didalamnya hak, kewajiban dan sanksi.Keberadaan TP4D akan lebih bermanfaat jika • dituangkan dalam MoU dengan Pemda, BUMN, BUMD sehingga tercipta jalinan kerjasama yang kuat dalam penyelenggaraan pembangunan daerah.Keberadaan TP4P/D dalam bentuk nota kerjasama • atau MoU antara pemerintah daerah dengan Kejaksaan sehingga bisa direncanakan dan dikendalikan dengan baik, sehingga pengamanan anggaran daerah yang tepat guna dan sesuai peruntukan.

Sementara Respon PEMDA (SKPD) 2 (dua) orang / responden (3%) terhadap keberadaan TP4D perlu dituangkan dalam MoU, alasannya:

tanpa MoU sudah cukup efektif.1.

Cukup hanya dengan SK Tim TP4D saja tanpa harus 2. melalui MoU.

d. Upaya mengoptimalkan TP4D.

Tabel 18Optimalisasi TP4D

respon Pemda terhadap upaya Mengoptimalkan TP4d

Perlu ditingkatkan TP4DTidak Perlu ditingkatkan TP4DAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

36000

36

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n = 100%

140

Respon PEMDA (SKPD) 36 (enam puluh enam) orang / responden (100%) terhadap upaya mengoptimalkan TP4D, yaitu :

Dengan keberadaan TP4D agar dapat optimal dalam 1. pelaksanaannya perlu dipertegas terkait:

Anggaran kegiatan• Batasan nilai proyek/pembangunan • Administrasi• Teknis Pelaksanaan• Perlindungan Hukum•

TP4D dapat berjalan optimal dengan memberikan 2. melalui sosialisasi wawasan mengenai kesadaran hukum bagi perangkat daerah dalam melaksanakan pembangunan.Dengan adanya TP4P/D dirasakan dan diharapkan 3. penyimpangan-penyimpangan penggunaan dana daerah akan lebih terkontrol dan tentunya akan bisa mengurangi tindak pidana korupsi dalam kegiatan pemerintah.Agar selalu melakukan koordinasi dengan PEMDA agar 4. dapat info terbaru dikarenakan kemungkinan timbulnya suatu masalah di dalam suatu pekerjaan, info tersebut dapat mengoptimalkan pengawalan dan pengamanan Tim TP4D.Dapat dilakukan penyuluhan hukum secara rutin 5. yang dilakukan tim TP4D sehingga khazanah kami bertambah dan lebih giat lagi dalam melakukan kegiatan pembangunan sesuai aturan.Diperjelas lagi mengenai SOP antara tim TP4D dengan 6. para instansi terkait kegiatan pembangunan, serta di perkuat dengan regulasi yang jelas, agar SDM TP4P/D dapat ditingkatkan kualitasnya agar mumpuni dan cakap dalam melaksanakan tugasnya, mengingat SDM

141

TP4D/P ini yang akan memberikan penyuluhan hukum melalui sosialisasi, dan melakukan pendampingan hukum pengawalan serta pengamanan, diharapkan wawasannya lebih banyak terkait peraturan proyek pembangunan strategi nasional.

7.

KEJAKSAAN TINGGI NUSA TENGGARA BARAT

I. Instansi Kejaksaan

Pendapat responden Jaksa terhadap gambaran umum TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat adalah sebagai berikut :

a. Tentang Terbentuknya TP4D

tabel 1

Terbentuknya TP4d

Terbentuk TP4dSudah terbentukBelum terbentukAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh24000

24

Prosentase24 %0 %0 %0 %

100 %

no1234

n = 100%

Secara umum pendapat 24 (dua puluh empat) orang/ responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa:

TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi NTB telah • dibentuk sejak tanggal 9 Nopember 2015, dengan Surat Keputusan Pembentukan Tim TP4D Kejaksaan Tinggi NTB dengan SK Nomor : 152/P.2/Dek.3/11/2015 tanggal 9 Nopember 2015 Tentang Pembentukan Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah

142

Nusa Tenggara Barat, kemudian diterbitkan Surat Perintah Pelantikan TP4D.Selanjutnya pelaksanaan yang dilakukan oleh • Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat dalam melakukan pengawalan terhadap beberapa Kanwil pada Kementerian, diantaranya yaitu :Sprint : 01/TP4D.NTB/Set/02/2017 Tanggal 02 Pebruari • 2017 dengan Dinas Pertanian & Perkebunan Prov. NTB;Sprint : 02/TP4D.NTB/Set/02/2017 Tanggal 13 Pebruari • 2017 dengan Pengembangan Kawasan Permukiman Prov. NTB;Sprint : 08/TP4D.NTB/Set/02/2017 Tanggal 22 Pebruari • 2017 dengan Penataan Bangunan & Lingkungan Prov.NTB;Sprint : 09/TP4D.NTB/Set/02/2017 Tanggal 23 Pebruari • 2017 dengan Dinas Perumahan & Permukiman Prov. NTB;Sprint : 14/TP4D.NTB/Set/03/2017 Tanggal 07 Maret • 2017 dengan Pengembangan SPAM Prov. NTB; Sprint : 18/TP4D.NTB/Set/04/2017 Tanggal 20 April • 2017 dengan Pengembangan Sistem Penyehatan Lingkungan NTB;Sprint : 23/TP4D.NTB/Set/05/2017 Tanggal 05 Mei • 2017 dengan IAIN Mataram;Sprint : 29/TP4D.NTB/Set/05/2017 Tanggal 22 Mei • 2017 dengan PT. PLN (Persero) UIP NTB.Pelaksanaan TP4D Kejaksaan Negeri atas tindak lanjut • dari surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat dalam melakukan pendampingan, yaitu:Kejaksaan Negeri Lombok Timur dikeluarkan Surat •

143

Keputusan Nomor : KEP-27/P.2.12/Dek.3/09/2016 Tanggal 20 September 2016;Kejaksaan Negeri Mataram dikeluarkan Surat Keputusan • Nomor : KEP-25/P.2.10/Cp.2/11/2015 Tanggal 20 Nopember 2015;Kejaksaan Negeri Lombok Barat dikeluarkan Surat • Perintah Nomor : KEP-18/N.3.17/P.2.11/Dek.3/11/2015 Tanggal 23 Nopember 2015 dan diganti Kep-04/P.2.11/TP4D.Loteng/01/2017 tanggal 09 Januari 2017.

b. Tanggapan Instansi Lain Terhadap Keberadaan TP4D

tabel 2

respon instansi Lain Terhadap TP4d

respon instansi lain terhadap keberadaan TP4d

MendukungTdk MendukungAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

24000

24

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

N = 100%

Secara umum pendapat 24 (dua puluh empat) orang / responden (100%) Jaksa terhadap respon Instansi lain terhadap keberadaan TP4D adalah :

Keberadaan TP4D sangat positif dan sudah dilakukan • sosialisasi ke Instansi lain.Beberapa instansi lain meminta untuk dilakukan • pengawalan atas kegiatan yang dilaksanakan, sampai saat ini belum ada keluhan ataupun rasa tidak puas dari instansi dimaksud bahkan instansi tersebut merasa terbantu atas pengawalan dan pengamanan dari Tim

144

TP4D Kejari.Dengan adanya TP4D tidak ada lagi keluhan atau • ketakutan orang yang menjabat sebagai PPK maupun jabatan atau peran lain dalam pelaksanaan barang dan jasa pemerintah.Keberadaan TP4D Secara aspek hukum dapat • memberikan masukan atau saran untuk menghindari perbuatan melawan hukum kepada instansi lain.

c. Keberadaan SDM TP4D Kejaksaan

tabel 3

SdM TP4d kejaksaan

SdM TP4d kejaksaanMemadaiBelum MemadaiAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh24000

24

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

N = 100%

Secara umum pendapat 24 (dua puluh empat) orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa :

- Bahwa secara kualitas SDM cukup memadai untuk melaksanakan TP4P/D dan perlu adanya peningkatan, pemahaman mengenai pengadaan barang dan jasa, terlebih lagi secara kwantitas masih perlu di tambah, mengingat banyak kegiatan pembangunan yang harus atau memerlukan pengawalan.

- Bahwa keterkaitan hubungan kerja TP4D dengan TP4P adalah TP4D selalu memberikan laporan kegiatan kepada TP4P.

- Dari sisi kualitas diperlukan ditingkatkan pembekalan

145

pengetahuan terhadap Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

- SDM yang tersedia secara jumlah sudah tersedia karena merupakan kebijakan pusat dalam hal rekrutmen dan penempatan pegawai.

- Dalam praktek antara TP4D (Kejari) dengan TP4P dilakukan secara berjenjang

melalui TP4D di Kejati.

d. Upaya untuk meningkatkan kemampuan SDM TP4D

Tabel 4

Upaya Meningkatkan SdM TP4d

upaya untuk meningkatkan kemampuan SdM TP4d

Perlu ditingkatkanTdk Perlu ditingkatkanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

24000

24

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 24 orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa :

- Upaya untuk meningkatkan kemampuan SDM TP4P/D adalah dengan cara pendidikan dan pelatihan mengenai proses pengelolaan keuangan negara dan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah.

- Perlu diadakan FGD maupun in house training terkait dengan pengadaan tersebut.

- Mempelajari peraturan perundang-undangan tentang pengadaan barang/jasa dan keuangan.

146

- Melatih Tim TP4D untuk memiliki skill membuat legal opinion, dimana Legal Opinion masuk dalam salah satu tupoksi Datun yaitu pertimbangan hukum, sehingga TP4D dapat bersinergi dengan tugas dan wewenang Datun.

e. Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan (batasan nilai proyek)

tabel 5Proyek yang mendapat Pengawalan

Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan (batasan nilai proyek)

Terdapat batasan nilai proyekTdk Terdapat batasan nilai proyekAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

0240

24

Prosentase

0 %100 %

0 %0 %

100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 24 orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa :

Seluruh proyek yang seluruh anggarannya berasal dari • APBD dan APBN tetapi tidak menutup kemungkinan proyek lainnya, seperti BUMN/BUMD.

Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan dan • pengamanan pembangunan di daerah adalah semua proyek, terutama proyek strategis nasional yang termuat dalam lampiran Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Percepatan Proyek Strategis Nasional.

147

Efektifitas TP4D Kejaksaan

f. Berperan Aktif TP4D

tabel 6Peran aktif TP4d

berperan aktif TP4dAktifPasifAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh24000

24

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

n = 100%

Secara umum 24 orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa :

TP4D dapat berperan aktif dalam setiap tahapan dari • mulai perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pemanfaatan dan pada setiap tahapan pdibuat legal opinion (LO).

LO tersebut termasuk dalam bentuk administrasi • tersendiri/ di dalam administrasi TP4D berbentuk Kertas Kerja.

Tugas & wewenang TP4P/D dapat bersinergi dengan • tugas dan wewenang DATUN karena dalam TP4P/D ada unsur bidang DATUN, agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan cukup mengacu pada ketentuan Perja No. 014/A/JA/u/2016, mengenai mekanisme kerja teknis dan administrasi Tim TP4D.

148

g. Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan tugas dan wewenang TP4D

Tabel 7 : kegiatan TP4d

TP4d kejaksaan dalam kegiatannyaTedapat kegiatanTidak ada kegiatanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh24000

24

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

n = 100%

Secara umum 24 orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa :

- Pada tahap preventif/Persuasif TP4D NTB melakukan penyuluhan hukum tentang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dalam pengelolaan keuangan dan pencegahan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan mengemukakan contoh-contoh perkara yang incracht van gewisjde untuk dijadikan bahan renungan oleh Instansi lain agar tidak melakukan hal yang serupa.

- Pada tahap pendampingan hukum, TP4D NTB melakukan pendampingan dengan cara melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan proyek dengan cara cek lapangan bersama pihak terkait, kemudian memberikan pengarahan-pengarahan dan mencarikan solusi dan jalan keluar sesuai aturan hukum bila ada kendala yang dihadapi di lapangan.

- Sebagaiamana halnya Lid/Dik, maka Tim TP4D juga melakukan pengumpulan dokumen dan keternagan yang berkaitan proyek yang didampingi supaya dapat memahami materi dari suatu kegiatan proyek, maka dengan penguasaan materi proyek secara utuh akan

149

mendukung kemampuan mempertanggungjawabkan tugas dan kewajiban TP4D secara maksimal.

- Seyognya Tim TP4D mengikuti setiap perkembangan/ tahapan kegiatan lapangan maupun administrasi sebagaimana time schedule yang telah disusun seperti serah terima lapangan, tahap opname, addendum, Provisional Hand Over (PHO), dan Final Hand Over (FHO). Dengan demikian, terhadap adanya kendala atau probelmatika atau potensi gangguan di lapangan TP4D sudah mampu membuat prediksi sejak dini disamping adanya laporan secara periodik.

- Pada tahap preventif, dapat dilakukan dnegan mengevaluasi anggaran (RAB/HPS) untuk pelaksanaan kegiatan dari aspek anggaran.

h. Kendala

Tabel 8 : kendala TP4d

kendala TP4d kejaksaanTedapat kendalaTidak ada kendalaAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh24000

24

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

n= 100%

Secara umum 24 orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa :

Kendala yang timbul pada saat pelaksanaan tugas • TP4D adanya hal-hal yang tidak transparan yang disembunyikan oleh pihak Instansi yang didampingi terkait pelaksanaan proyek.Setelah pelaksanaan tugas TP4D adalah adanya • pelaksanaan pekerjaan yang ternyata tidak sesuai

150

dengan rencana/ tidak sesuai/ ada kekurangan volume dan spesifikasi pekerjaan.Tidak didukung dengan Anggaran dalam DIPA sehingga • terbatas tugas dan fungsi TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi NTB.Kurangnya fasilitas/ sarana transprotasi.• Adanya Pihak Kontraktor yang Wanprestasi.• Kurang sempurnanya SOP TP4D, mengakibatkan • pelaksanaan kegiatan TP4D kurang koordinasi dengan baik, sehingga antara output yang dikeluarkan oleh kegiatan TP4 belum ada panduan/ petunjuk.Sosialisasi terkait program kegiatan yang terkadang • tidak sejalan dengan keinginan masyarakat.Kendala pelaksanaan TP4P/D adalah pada saat • penentuan jadwal kegiatan pendampingan, terjadi karena ketika jadwal sudah ditentukan oleh SKPD tapi pada saat bersamaan personil TP4P/D ada kegiatan lain dan kendala setelah pelaksanaan TP4P/D adalah dalam penyusunan laporan secara lengkap dan komprehensif.

i. Dalam pelaksanaan tugas TP4D

Tabel 9 : Penolakan TP4d

Penolakan TP4dTedapat penolakanTidak ada penolakanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh0

2400

24

Prosentase0 %

100 %0 %0 %

100 %

no1234

n = 100%

Secara umum 24 (duapuluh empat) orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa :

151

SKPD di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Nusa • Tenggara Barat tidak menolak untuk didampingi TP4D Kejaksaan, yang ada hanya keragu-raguan untuk meminta pendampingan karena tidak tersedianya anggaran kegiatan. Disisi lain, SKPD tidak mempunyai anggaran.TP4D Kejaksaan bertugas berdasarkan peraturan • Instansi terkait yang sedang/ akan melaksanakan proyek pembangunan.Selama TP4D berjalan di daerah Kejaksaan Negeri Nusa • Tenggara Barat masih belum ada penolakan dari Instansi tertentu. Karena Intasnsi lain merasa terbantu dengan kehadiran TP4D dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah.

j. Sikap Kejaksaan terhadap penolakan dari Instansi lain

Tabel 10 : Sikap kejaksaan Terhadap Penolakan

Sikap kejaksaan terhadap penolakan keberadaan TP4d dari instansi Lain

ProaktifTdk ProaktifAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

24000

24

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n= 100%

Secara umum 24 (duapuluh empat) orang / responden (100%) sikap Jaksa, yaitu :

Jika ada penolakan, TP4D Kejaksaan bersikap proaktif • yakni menjalankan fungsi Intelijen untuk memantau kegiatan tersebut apabila ada penyimpangan maka akan ditindaklanjuti.

152

Menjelaskan dengan mengadakan sosialisasi tupoksi • TP4D Kejaksaan.TP4D Kejaksaan tidak bisa memaksakannya kepada • Instansi yang menolak untuk dilakukan pendampingan.TP4D bekerja melaksanakan pengawalan dan • pengamanan berdasarkan permintaan, dengan adanya permintaan kemungkinan kecil tidak terjadi penolakan.

k. Setelah pendampingan ternyata ada indikasi tindak pidana korupsi

tabel 11

ada indikasi korupsi setelah Pendampingan

indikasi tindak Pidana korupsi setelah ada Pendampingan oleh TP4d

Terdapat pendampingan hukum Tdk Terdapat pendampingan hukum sblmnyaAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

24000

24

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

N = 1,00 (100%)

Secara umum 24 (duapuluh empat) orang / responden (100%) sikap Jaksa berpendapat bahwa :

Apabila setelah pendampingan ternyata ada indikasi • tindak pidana korupsi pada suatu kegiatan, maka sesuai Pasal 31 Perpres No 3 Tahun 2016, harus dilakukan pemeriksaan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), setelah melalui beberapa tahapan kenudian dilakukan verifikasi untuk mengetahui adanya indikasi tindak pidana korupsi tersebut.

Sebagaimana SOP dan tahapan kegiatan TP4D kita • melakukan Preventive/Gakkum.

153

Jika terjadi ada indikasi tindak pidana korupsi, maka • TP4D harus melaporkan penyimpangan tersebut ke pidsus untuk tindak lanjut penanganan.Tetap dibuat telaahan, sekiranya ada indikasi TPK • apakah ada kesengajaan atau kesalahan Administrasi, apabila ada kesengajaan maka direkomendasikan untuk dilakukan penyelidikan.

l. Keberadaan TP4D akan efektif dalam mengawal pelaksanaan pembangunan terkait dengan tidak optimalnya penyerapan Anggaran

tabel 12Tidak optimalnya Penyerapan anggaran

efektifitas TP4d dlm mengawal pelaksanaan pembangunan terkait tdk optimalnya anggaran

Upaya yang dilakukanTdk upayaAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

21300

24

Prosentase

87,5 %12,5 %

0 %0 %

100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 24 (dua puluh empat) orang / responden (100%) sikap Jaksa berpendapat bahwa :

Keberadaan TP4D akan efektif dalam mengawal • pembangunan manakala tugas pendampingna telah dilakukan secara maksimal, dengan melakukan kajian atau analisa yang mendalam dengan cara melakukan pengumpulan dokumen dan keterangan yang berkaitan supaya penguasaan TP4D terhadap materi kegiatan proyek pembangunan dapat dilakukan secara utuh dan menyeluruh.Selama ini anggaran tidak terserap secara maksimal •

154

karena karena Instansi Pemerintah/BUMN tidak berani melaksanakan pembangunan karena takut terhjerat masalah hukum, sehingga disinilah peran dan fungsi TP4D dalam melakukan pengawalan dan pendampingan sehingga ketakutan tersebut dapat dihilangkan dan pembangunan dapat terlaksana sehingga anggaran terserap maksimal.Sangat efektif, keberhasilan suatu pembangunan • kuncinya adalah tidak menyepelehkan semua tahapan pekerjaan, utamanya pada tahap awal perencanaan dimana kajiannya harus sesuai dengan program pembangunan nasional/ daerah dengan juga mempertimbangkan pemanfaatannya.Sementara Jaksa yang berpendapat lain 3 (dua) orang • (13%) berpendapat bahwa :Kurang paham mengenai aturan dan ketakutan adanya • kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan.Keberadaan TP4D belum sepenuhnya efektf karena • dalam penyusunan anggaran kegiatan/ pekerjaan masih terdapat pekerjaan yang tidak/ belum diperlukan.Hendaknya TP4D khususnya dilibatkan oleh Kementrian • dalam pembangunan anggaran kegiatan.

155

Penguatan Terhadap TP4D Kejaksaan

m. Perlu adanya landasan hukum (legal standing) pembentukan TP4D

Tabel 13 : Landasan hukum TP4d

Perlu adanya landasan hukum (Legal Standing) pembentukan TP4d

PerluTidak PerluAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

24000

24

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 24 (duapuluh empat) orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa:

Saat ini landasan hukum (• legal standing) pembentukan TP4D adalah Instruksi No : INS-001AJA0205 tanggal 5 Oktober 2015 tentang Pembentukan dan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang TP4D. Untuk lebih optimal peran TP4D agar dibuatkan landasan hukum/peraturan yang lebih tinggi lagi.Perlu dibuat landasan hukum pembentukan TP4D, • khususnya perlindunga kepada anggota TP4D.Perlu dipertimbangkan untuk dibuat Pusat Analisi • Kebijakan Anggaran Pendampingan dan Pengawalan Pembangunan, yang menjadi lembaga eselon II dibawah Jamintel yang tugasnya mencakup seluruh kegiatan TPT4P/D..

156

n. Keberadaan TP4D dalam mencegah tindak pidana korupsi

Tabel 14TP4d dalam Mencegah TPk

keberadaan TP4d dalam mencegah tindak pidana korupsi

BersinergiTidak BersinergiAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

24000

24

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 24 (duapuluh empat) orang / responden (100%) Jaksa berpendapat bahwa:

- Dapat bersinergi dengan Tugas Datun apabila ditemukan terkait dengan tupoksi Datun maka bidang Datun melakukan telaahan.

- Efektif karena aparat pemerintah dalam melaksanakan proyek embangunan menjadi lebih percaya diri karena didampingi oleh Tim TP4D, namun menjadi tidak efektif ketika ada aparat penegak hukum menjadikan TP4D dan bidang Datun tupoksinya saling tumpang tindih dan tidak bersinergi.

- Jika TP4D akan dilanjutkan secara kontinu maka sangat perlu adanya alokasi anggaran tersendiri khusus TP4D karena dipastikan TP4D akan memiliki mobilitas yang tinggi dalam menjalankan tupoksinya dan menghindarkan Tim TP4D untuk meminta akomodasi pada pihak tertentu.

157

2. Instansi Luar Kejaksaan

a. Penguatan TP4D Kejaksaan

Tabel 15Respon PEMDA Terhadap TP4D

respon Pemda terhadap pembentukan TP4d kejaksaan

Sudah terbentukBelum terbentukAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

28008

36

Prosentase

77,8 %0 %0 %

22,2 %100 %

no

1234

N=100%

Secara umum 28 (dua puluh delapan) orang / responden (82,6%) SKPD terhadap keberadaan dari TP4D Kejaksaan berpendapat bahwa :

Sesuai dengan maksud tujuan awal pembentukan TP4D • yaitu salah satunya untuk menghilangkan keragu-raguan aparat dalam mengambil keputusan dan untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran sesuai kebutuhan, maka TP4D dipandang perlu untuk memberikan masukan kepada pemda terutama terkait pencegahan, Dalam hal ini TP4D harus melakukan koordinasi dan sosialisasi dengan APIP, BPKP, Bappeda.Pembentukan TP4P/D sangat bermanfaat karena • pembentukan tim ini dapat menghilangkan kekhawatiran dan ketakutan pejabat pusat dan daerah akan dampak hukum yang timbul saat menggunakan dana pemerintah yang berdampak pada rendahnya penyerapan anggaran pusat dan daerah sehingga pembangunan menjadi tersendat. Jadi jika tim ini terbentuk tidak ada alasan lagi pejabat puast dan daerah takut mengeksekusi dana

158

dari pemerintah.Pembetukan TP4P/D Kejaksaan merupakan kebijakan • yang sangat strategis, karena Kejaksaan sebagai lembaga yang memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberantasan tipikor, dengan tindakan prepentif dan represip terhadap upaya penyelamatan terhadap kerugian Negara serta pengekan hukum.Pembentukan TP4D Kejaksaan membawa harapan besar • akan rasa aman dalam pelaksanaan kegiatan, dimana belum pernah ada pendampingan hukum jika terkena kasus.Dengan adanya TP4D sangat membantu satker dalam • mengindentifikasi daftar permasalahan yang ada, terutama dalam hal penanganan permasalahan dibidang hukum.Sebelum adanya TP4D belum ada pendampingan • hukum oleh kejaksaan. Dengan adanya TP4D semoga memberikan keyakinan kepada pelaksana OPD untuk tidak terseret dalam kasus/tindak pidana.Pembentukan TP4D sangat membantu dinas terutama • dalam mengambil keputusan terhadap permasalahan kegiatan dinas sebagai upaya pencegahan.Jika dapat berjalan sesuai dengan fungsinya, tim tersebut • sangat diperlukan untuk memberikan garansi bahwa suatu kegiatan tidak bermasalah dimata hukum.Sangat bermanfaat, untuk percepatan pelaksanaan • pembangunan dan penyerapan realisasi fisik untuk pengadaan yang berskala besar/tender (melalui ULP).Sangat membantu tugas pemerintahan desa terutama • terhindar dari penyalahgunaan wewenang kades dan perangkat sesuai peraturan perundang-udangan yang berlaku.Menurut pendapat saya, pembentukan TP4P/D sangat •

159

baik sekali dan bermanfaat bagi kami. Hal ini karena kadang-kadang pengetahuan kami tentang masalah hukum sangat terbatas, sehingga pendampingan dari TP4P/D sangat memberi “pencerahan” terhadap kegiatan yang dilaksanakan.Keberadaan TP4D di Kejaksaan Negeri Mataram • sangatlah dibutuhkan oleh pemerintah daerah didalam menjawab keraguan-keraguan pemerintah daerah dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pemerintah daerah. tindak lanjut keberadaan TP4D sangatlah kami harapkan didalam memberikan pendampingan, pendapat hukum dan pertimbangan hukum berbagai permasalahan yang dihadapi Pemda.Saya sangat salut telah terbentuk nya TP4D, sehingga • kita bersyukur. Dengan adanya TP4D ini sekarang sangat jelas pencegahan melalui preventif dan persuasive. Dengan dibentuknya TP4D oleh Kejaksaan Negeri Praya • maka kami aparat pemerintah lebih konsen bekerja karena mendapatkan pengawasan dan pendampingan dalam melaksanakan semua kegiatan.

Sementara 8 (delapan) orang / responden (16%) PEMDA (SKPD) tidak menjawab dikarenakan masih kurang sosialisasi terhadap keberadaan Tim TP4D kepada jajaran pelaksana, karena ketika di Provinsi hanya sebatas level eselon II (pimpinan) belum sampai kepada bawahannya.

160

b. Koordinasi TP4D Dengan SKPD

tabel 16

koordinasi TP4d dengan SkPd koordinasi TP4d dengan SkPd

Perlu ada koordinasi dengan SKPDTidak Perlu adanya koordinasi dengan SKPDAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh36000

36

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

n=100%

Secara umum 36 (tiga puluh enam) orang / responden (100%) SKPD berpendapat bahwa :

Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu • mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah pembangunan fisik/ infrastruktur/ kontraktual yang nilainya di atas Rp. 500.000.000 dan dana desa. Untuk menghindari terjadinya kebocoran dan • penyalahgunaan wewenang, sebaiknya pendampingan dilakukan terhadap proyek/pembangunan fisik atau non fisik. Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu • mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah pembangunan / kontruksi.Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu • mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah pembangunan jalan dan jembatan.Yang mempunyai resiko tinggi, baik dari besarnya • anggaran, jarak tempat, maupun potensi gangguan dari eksternal (pemantauan, LSM, ataupun pihak-pihak lainnya.Semua pekerjaan-pekerjaan kontruksi baik yang bernilai •

161

dibawah kurang lebih Rp. 200.000.000,- ataupun di atas Rp. 200.000.000,-.Seluruh proyek hendaknya mendapatkan pendampingan • dari aspek hukum sebab yang benar menurut analisis Pokja dll belum tentu benar dari sisi hukum.Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu • mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah bila perlu semua jenis proyek.Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu • mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah proyek fisik dan barang tapi sebaiknya di atas 2,5 M.Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu • mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah pembangunan fisik/infrastruktur, kesehatan, pendidikan, pengadaan barang dan jasa, dan dana bansos.Yang harus mendapat pendampingan yaitu bersifat • strategis nasional dan berdampak langsung terhadap masyarakat.Proyek/pembangunan fisik, termasuk pemeliharaan • atau rehab, pengadaan barang /jasa (peralatan kantor), pengadaan alat-alat kesehatan, pengadaan obat-obatan di rumah sakit, Pengadaan tanah (yang bernilai milyaran).Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu • mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah pembangunan infastruktur, pendidikan, kesehatan, pengadaan barang dan jasaMenurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu • mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah proyek kontruksi yang nilainya besar, pengadaan barang dan jasa yang nilainya besar, belanja hibah dan bansosMenurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu • mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah pembangunan proyek-proyek yang anggarannya menegah s/d besar.

162

Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu • mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah kalau bias semua proyek/pembangunan perlu dilakukan pendampingan oleh TP4P/D agar pejabat tidak ragu dalam eksekusi anggaran dalam pelaksana pembangunan untuk kesejahteraan, utamanya proyek/infastruktur yang nilainya besar yang berpotensi terjadinya penyimpangan.Semua bentuk proyek/pembangunan fisik dari • perencanaan, pelaksanaan proyek maupun pengawasan/supervisi.Pada bidang-bidang hajat hidup orang banyak lebih • diutama, terutama pada pelayanan publik (itu terutama), tetapi pada setiap pembangunan dari tahapan pada pelaksanaanya mestinya ada pendampingan dan pengawasan/pengawalan, pengadaan barang dan jasaProyek yang dananya cukup besar dan syarat-syarat • pelaksanaannya ruwet, pekerjaan-pekerjaan yang sangat mendesak untuk dilaksanakan untuk kebutuhan masyarakat.Proyek/pembangunan yang sangat perlu pendampingan • TP4P/D adalah pembangunan fisik sesuai UU No.6 Tahun 2014 terutama yang sumber dananya dari dana desa (DD).Menurut pendapat kami Proyek/kegiatan yang perlu • mendapatkan pendampingan dari TP4D adalah Dana desa (APBD), kerjasama dengan pihak ketiga, kegiatan-kegiatan berskala besar.Proyek tender yang dilakukan melalui ULP Kabupaten • Lombok Tengah.Kami usulkan agar semua jenis proyek/pembangunan • dapat didampingi oleh TP4P/D.Semua pembangunan yang nilai proyeknya besar, demi •

163

menjaga kualitas bangunan dan tidak mengabaikan tanggungjawab baik oleh pelaksana maupun pemenang tender.Proyek-proyek fisik yang bernilai besar, bansos dan • hibah.Semua proyek yang ada di Lombok Tengah mulai dari • tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan bisa kerjasama dengan pihak-pihak terkait.Pengelolaan dana desa yang dikelola oleh desa perlu • sekali dilakukan pendampingan dikarenakan SDM yang belum mencukupi.Semua program pemerintah terutama pekerjaan yang • bersentuhan langsung dengan masyarakat terutama pekerjaan fisik yang di pihak ketigaan.Pembangunan dan peningkatan jalan dan jembatan • kabupaten TA. 2017 dan pembebasan lahan dalam kota praya dari praya-biao.Pendampingan perlu dilaksanakan terhadap seluruh • proyek pembangunan dari mulai proses perencanaan pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawaban.

c. Respon PEMDA terhadap keberadaan TP4D perlu dituangkan dalam MOU.

Tabel 17 : Perlunya keberadaan TP4d dituangkan dalam MoU

respon Pemda perlunya keberadaan TP4d dituangkan dalam MoU

Perlu dituangkan dalam MoUTdk Perlu dituangkan dalam MoUAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

31320

36

Prosentase

86,1 %8,3 %5,6 %0 %

100 %

no

1234

n= 100%

164

Secara umum 31 (tiga puluh enam) orang / responden (86,1%) SKPD terhadap keberadaan TP4D perlu dituangkan dalam MoU, yaitu :

Harus dibuat MoU keberadaan TP4P/D antara Pemda, 1. BUMN, BUMD, dengan Kejaksaan agar jelas apa yang harus dilakukan oleh masing-masing pihakKeberadaan TP4D harus dituangkan dalam MoU, ini 2. sebagai bentuk implementasi kemitraan antara Pemda dengan semua didalam pelaksanaan pembangunan disemua sekitar.Sebaiknya keberadaan TP4D dituangkan dalam MoU, 3. dimana termuat didalamnya klausul-klausul yang mengikat para pihak.Seharusnya demikian adanya, sehingga proses 4. konvesional dan pengawasan dapat berjalan optimal sehingga dapat memberikan garansi bahwa kegiatan tersebut tidak bermasalah.Ya, sebaiknya dituangkan dalam MoU keberadaan TP4D 5. dengan Pemda, BUMN, BUMD, dengan Kejaksaan, karena personil Tim berganti/mutasi, sehingga pejabat yang baru belum mendapatkan masukkan sebanyak yang menggantikan lamanya.Untuk adanya ikatan yang pasti dan memiliki kekuatan 6. hukum yang kuat dan saling mengikat untuk kedepan haruslah dituangkan dalam satu perjanjian kerjasama bukan hanya MoU saja.MoU merupakan dasar pertama dalam merealisasikan 7. kegiatan dengan MoU kedua belah pihak dapat melaksanakan kegiatan tersebut.Ya, TP4D keberadaan nya harus tertuang dalam MoU 8. antara Pemda dengan Kejaksaan selain penetapan SK. TIM. TP4D dan perlu ditambahkan juga adanya Standar Operasional Prosedur (SOP)

165

Sementara 3 (tiga) orang / responden (8,3%) PEMDA (SKPD) menyatakan tidak perlu dituangkan dalam MoU dan 2 (dua) orang / responden PEMDA (SKPD) menjawab dengan alasan lain bahwa :1. Saya rasa cukup menarik apabila diperkuat dengan

MoU tapi mungkin alangkah baiknya di kaji terlebih dahulu, norma-norma yang akan diberlakukan apabila MoU ini dibuat. Dengan kata lain, dengan dibuatnya MoU ini apakah tidak mengakibatkan abuse of power.

2. Untuk adanya ikatan yang pasti dan memiliki kekuatan hukum yang kuat dan saling mengikat. Untuk kedepan haruslah dituangkan dalam satu perjanjian kerjasama bukan hanya MoU saja.

3. Jika memang diperlukan bisa saja, namun saat ini juga sudah ada MoU antara Kejaksaan bidang Datun dengan Pemda untuk melakukan pendampingan hukum atau hanya sebatas konsultasi hukum.

d. Upaya mengoptimalkan TP4D.

tabel 18

optimalisasi TP4d

respon Pemda terhadap upaya mengoptimalkan TP4d

Perlu ditingkatkan peran TP4DTdkPerlu ditingkatkan peran TP4DAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

35100

36

Prosentase

97,2 %2,8 %0 %0 %

100 %

no

1234

n = 100%

Secara umum 45 (empat puluh lima) orang / responden (97,8%) SKPD terhadap upaya mengoptimalkan TP4D,

166

yaitu :

Perlu dilakukan sosialisasi kepada seluruh aparat 1. pemda tentang tupoksi TP4D

2. Harus ada pembagian tugas yang jelas antara instansi pengawas yang telah ada (APIP, BPKP) dengan TP4D

3. Perlu adanya kesamaan pemahaman dalam pelaksanaan tugas TP4/D dengan APIPTP4/D harus lebih mengutamakan pada aspek 4. pencegahan dengan berkoordinasi kepada pemdaAgar TP4P/D bersinergi dengan pemerintah pusat 2. dan pemerintah daerah dalam mengawal serta mengamankan pelaksanaan pembangunan sehingga dapat meningkatkan proses percepatan pembangunan dan penyerapan anggaran.Lembaga TP4P/D merupakan lembaga baru yang belum 3. dikenal oleh masyarakat terutama pelaku pembangunan untuk itu diperlukan sosialisasi yang lebih inten.Tim P4D bekerja lebih optimal, meningkatkan 4. koordinasi dan singkronisasi dengan satker, maupun ULP khususnya pokja dalam pelaksanaan pembangunan.Perkuatan institusi yang didukung oleh Peraturan 5. Perundangan yang jelas serta dukungan administrasi yang cukup.Diperlukan koordinasi dan konsultasi secara kontiniti

Diperlukan pengawasan yang ketat yang diawali dengan proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan evaluasi

Masih sedikitnya OPD yang meminta pengawalan 6. dari Tim TP4D menunjukkan perlunya ditingkatkan sosialisasi tentang keberadaan TP4D.

Sosialisasi yang intens kepada Pemda, BUMN, BUMD 7.

167

agar maksud dan tujuan dari pendampingan TP4P lebih diketahui secara luas.

Perlu SDM ditingkatkan secara kualitas dan kuantitas 8. sehingga TP4D dapat memberikan solusi yang terbaik tanpa keragu-raguan baik secara hukum maupun teknis proyek.

Perlu dibuat SOP atau juknis sehingga pendampingan 9. yang dilakukan terstandarisasi dan diketahui oleh yang didampingin.

Meningkatkan peran dan fungsi Tim dengan 10. meningkatkan kualitas dan kuantitas anggota sehingga dapat berkompetensi optimal.

Sebaiknya TP4D ini melibatkan semua unsur (Kejaksaan, Kepolisian, Pemda, dan Instansi terkait)1. Memperbanyak sosialisasi kepada SKPD dan

BUMD perihal konsep penganggaran/pengadaan yang sesuai koridor hokum

2. Melakukan pendampingan kepada SKPD dan BUMD secara pro aktif.

3. Kejaksaan perlu memperdalam pengetahuan dibidang pengadaan

Meningkatkan koordinasi dengan APH dan institusi 4. lainnya misalnya kepolisian dalam pengawasan pembangunan daerah.

TP4D harus dapat memberikan pendampingan secara 11. maksimal, mulai dari perencanaan kegiatan sampai dengan pelaksanaan kegiatan, harus ada kerjasama antara Pemda dengan TP4D.

1. Personil dari Team TP4P/D agar dibuatlah surat 12. keputusan

2. Perlu penganggaran / diusulkan dalam DPA pada

168

masing-masing kegiatan

3. Perlu diadakan koordinasi yang lebih intensif.

Sementara 1 (satu) orang / responden (2%) PEMDA (SKPD) menyatakan tidak perlu ditingkatkan TP4D Kejaksaan.

KEJAKSAAN TINGGI JAMBI

1. Instansi Kejaksaan

Pendapat responden Jaksa terhadap gambaran umum TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Jambi adalah sebagai berikut:

a. Tentang Terbentuknya TP4D

tabel 1Terbentuknya TP4d

Terbentuk TP4dSudah terbentukBelum terbentukAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh32000

32

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

Seluruh responden yang berjumlah 6 (enam) orang • menyatakan bahwa TP4D sudah terbentuk, bahkan di Kejaksaan Negeri Jambi telah diterbitkan Surat Peritah Nomor:PRIN-01/TP4D Kejari Jambi Set/05/2017.

Seluruh responden yang berjumlah 6 (enam) orang • menyatakan bahwa TP4D sudah terbentuk, bahkan di Kejaksaan Negeri Muara Bungo telah diterbitkan Surat Nomor:KEP-37/N.5.12/11/2016

Seluruh responden yang berjumlah 8 (delapan) orang •

169

menyatakan bahwa TP4D sudah terbentuk, dengan Surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi Nomor: KEP-85/N.5/Dek.1/10/2015 tanggal 16 Oktober 2015 tentang Pembentukan Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Kejaksaan Tinggi Jambi.Seluruh responden yang berjumlah 6 (enam) orang • menyatakan bahwa TP4D sudah terbentuk, bahkan di Kejaksaan Negeri Sarolangun telah diterbitkan Surat Peritah Nomor:PRIN-721/N.5.16/Dsp.1/10/2015 tanggal 26 Oktober 2015. Seluruh responden yang berjumlah 6 (enam) orang • menyatakan bahwa TP4D sudah terbentuk, bahkan di Kejaksaan Negeri Muara Jambi telah diterbitkan Surat Peritah Nomor:PRIN-04/TP4D/N.5.18/03/2017.

b. Tanggapan Instansi Lain Terhadap Keberadaan TP4D

Tabel 2

Respon Instansi Lain Terhadap TP4D

respon instansi lain terhadap keberadaan TP4d

MendukungTdk MendukungAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

32000

32

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

Sebanyak 32 (dua belas) responden kejaksaan menyatakan mendukung terhadap pembentukan TP4D dengan alasan

Sebanyak 17 (tujuh belas) responden Jaksa menyatakan • bahwa respon instansi luar sangat positif, baik, bahkan

170

banyak yang mencari tahu tentang TP4D, dengan adanya TP4D sangat membantu dalam kegiatan pembangunan.Sejumlah 1 (satu) responden menyatakan bahwa di • Kota Jambi telah dilakukan sosialisai peran TP4D dari Kejati Jambi, bahkan oleh JAMINTEL secara langsung. Respon dari instansi lain sangat positif, tetapi Wali Kota tidak mendukung secara penuh sehingga TP4D masih minim kegiatan.Sejumlah 9 (sembilan) responden Jaksa menyatakan • bahwa respon dari instansi lain menyambut secara positif dan baik karena dengan adanya TP4D membuat instansi tersebut tidak takut untuk bekerja dan menghilangkan keraguan dalam pelaksanaan kegiatan.Sejumlah 4 (empat) responden Jaksa menyatakan • bahwa respon dari instansi lain positif dan memberikan apresiasi yang sangat tinggi.Sejumlah 1 (satu) responden Jaksa menyatakan bahwa • respon dari instansi lain positif dan memberikan apresiasi dengan cara ikut serta sebagai pengguna program TP4D

c. Keberadaan SDM TP4D Kejaksaan

tabel 3

SdM TP4d kejaksaan

SdM TP4d kejaksaanMemadaiTidak MemadaiAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh211100

32

Prosentase65,6 %34,4 %

0 %0 %

100 %

no1234

171

Sebanyak 4 (empat) responden Jaksa menyatakan SDM •TP4D Kejaksaan secara kuantitas sudah cukup tetapi secara kualitas perlu ditingkatkan; Sebanyak 11 (sebelas) responden Jaksa menyatakan •bahwa SDM kejaksaan secara kuantitas dan kualitas memang belum memadai sehingga disarankan minimal untuk kualitas SDM di TP4D perlu dikuatkan dengan cara diikutsertakan dalam diklat-diklat terutama terhadap peraturan-peraturan khusus.Sebanyak 2 (dua) responden Jaksa menyatakan bahwa •SDM masih kurang memadai karena belum diadakan sosialisasi mengenai TP4D baik dari bidang administrasi maupun pelaporan.Sebanyak 15 (lima belas) responden Jaksa menyatakan •SDM TP4D Kejaksaan secara kuantitas dan kualitas sudah cukup memadai namun tetap diperlukan pelatihan/diklat khusus mengenai TP4D sedangkan mengenai keterkaitan antara TP4P/D telah dilakukan melalui pelaporan yang sudah dilaksanakan baik laporan bulanan maupun laporan kegiatan.

d. Upaya untuk meningkatkan kemampuan SDM TP4D

Tabel 4

Upaya Meningkatkan SDM TP4D

upaya untuk meningkatkan kemampuan SdM TP4d

Perlu ditingkatkanTdk Perlu ditingkatkanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

32000

32

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

172

Sebanyak 26 (dua puluh enam) responden Jaksa menyatakan bahwa untuk melaksanakan tugasnya TP4D perlu adanya peningkatan SDM melalui diklat yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek/pengadaan pemerintah, perlu dukungan personil keuangan dalam jabatan tersendiri. Agar Tim TP4D diikutsertakan dalam workshop, seminar dan acara-acara di Pemda, BUMN maupun BUMD. Perlunya penyamaan persepsi terkait TP4D melalui diklat-diklat.

e. Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan (batasan nilai proyek)

tabel 5

Proyek yang mendapat Pengawalan

Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan (batasan nilai proyek)

Ada batasan nilai proyekTdk perlu batasan nilai proyekAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

329

00

32

Prosentase

9,37 %90,63 %

0 %0 %

100 %

no

1234

Sedangkan 29 (dua puluh sembilan) responden Jaksa menyatakan tidak perlu batasan terhadap nilai proyek yang akan mendapatkan pengawalan

Sejumlah 3 (tiga) responden Jaksa yang menyatakan bahwa perlu adanya batasan nilai proyek karena keterbatasan personil yaitu 1 (satu) milyar rupiah, diharapkan nantinya ada standarisasi proyek-proyek yang akan dilakukan pengawalan dan pengamanan oleh TP4D.

173

Efektifitas TP4D Kejaksaan

f. Berperan Aktif TP4D

tabel 6Peran aktif TP4d

berperan aktif TP4dAktifPasifAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh32

000

32

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

Seluruh responden yang berjumlah 32 (tiga puluh dua) orang Jaksa menyatakan bahwa TP4D bisa berperan aktif mulai dari perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap monitoring dan evaluasi. Dalam pelaksanaannya perlu dibuatkan Legal Opinion (LO) dan dilakukan pengadministrasian sendiri dalam administrasi Intel serta kegiatan tersebut dapat bersinergi dengan tugas dan wewenang Datun.

g. Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan tugas dan wewenang TP4D

Tabel 7 : kegiatan TP4d

TP4d kejaksaan dalam kegiatannyaTerdapat kegiatanTidak ada kegiatanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh32

000

32

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

Seluruh responden yang berjumlah 32 (tiga puluh dua) orang Jaksa menyatakan bahwa TP4D secara preventif melakukan penyuluhan dan selalu memperkenalkan TP4D,

174

dan dalam hal pendampingan selalu mempelajari secara detail terhadap kegiatan apa yang dilaksanakan, memberi masukan dan pendapat pada semua pelaksana pekerjaan yang dilakukan. Melakukan ekspose untuk mengetahui kendala dan hambatan mengenai pengadaan. Diberikan pengarahan mengenai titik-titik kerawanan terhadap terjadinya penyimpangan, TP4D dapat memberikan saran atau masukan mengenai kegiatan yang harus dilakukan mengenai tahapan-tahapan pelaksanaan lelang, pengadaan dan mengenai pelaksanaan pekerjaan. Lakukan sosialisasi secara berkesinambungan dan melibatkan pihak BPK, BPKP dan ahli teknis.

h. Kendala

Tabel 8 : kendala TP4d

kendala TP4d kejaksaanTerdapat kendalaTidak ada kendalaAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh32

000

32

Prosentase100 %

0 %0 %0 %

100 %

no1234

Sejumlah 5 (lima) responden Jaksa menyatakan bahwa kendala yang timbul adalah mengawal teknis pelaksanaan pekerjaan yang membutuhkan tenaga ahli. Terdapat keengganan pelaksana/kontraktor mengikuti petunjuk dan arahan dari Tim TP4D terkait pekerjaan. Setelah pelaksanaan, tidak ada tindak lanjut secara berkesinambungan.Sejumlah 5 (lima) responden Jaksa yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan proyek memang harus tepat waktu namun apa bila diakhir tahun kendalanya adalah cuaca alam dan tenaga kerja;Sejumlah 6 (enam) responden Jaksa yang menyatakan

175

bahwa Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas untuk melakukan cek laporan yang lokasinya terlalu jauh atau terpencil dan pelaporan untuk TP4D belum jelas perlu dilakukan pelaporan yang baku dan adanya keterbatasan jumlah personil dibandingkan dengan permintaan pengawalan yang jumlahnya tidak seimbang.Sejumlah 3 (tiga) responden Jaksa yang menyatakan kurangnya pemahaman oleh instansi yang ada.Sejumlah 1 (satu) responden Jaksa menyatakan bahwa kendala yang terjadi adalah mengenai transparansi OPD/SKPDSejumlah 2 (dua) responden Jaksa menyatakan bahwa kendala yang timbul pada saat pelaksanaan karena kurangnya kualitas SDM di TP4D dalam memahami secara dinas dan teknis pekerjaan dan setelah pelaksanaan terdapat APH yang ingin mencari-cari kesalahan proyek yang telah didampingi TP4D.Sejumlah 10 (sepuluh) responden Jaksa menyatakan bahwa anggaran yang tersedia belum memadai, sarana dan prasarana juga belum memadai mengingat kondisi lapangan yang jauh serta adanya penanganan dari pihak lain seperti Polisi/KPK dalam hal menindaklanjuti laporan masyarakat.

i. Penolakan tugas TP4D

Tabel 9 : Penolakan TP4d

Penolakan TP4dTerdapat penolakanTidak ada penolakanAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh1

3100

32

Prosentase3,1 %

96,9 %0 %0 %

100 %

no1234

176

Sebanyak 31 (tiga puluh satu) responden Jaksa menyatakan bahwa tidak ada penolakan terhadap pelaksanaan dan tugas TP4D karena dengan adanya TP4D sangat membantu dalam proses percepatan pembangunan. Hanya mereka ada yang merasa masih belum paham eksistensi TP4D, jadi perlu sosialisasi.

Sebanyak 1 (satu) orang responden Jaksa yang menyatakan pernah ada instansi yang menolak, dengan alasan TP4D kan untuk proyek yang strategis.

j. Sikap Kejaksaan terhadap penolakan dari Instansi lain

tabel 10Sikap kejaksaan Terhadap Penolakan

Sikap kejaksaan terhadap penolakan keberadaan TP4d dari instansi Lain

Pro AktifTdk aktifAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

28004

32

Prosentase

87,5 %0 %0 %

12,5 %100 %

no

1234

Sejumlah 28 (dua puluh delapan) responden Jaksa menyatakan bahwa jika ada penolakan terhadap keberadaan TP4D, harus dilakukan sosialisasi secara optimal, perlu dilakukan penjelasan mengenai tugas TP4D kepada instansi yang menolak tersebut, Tetap disampaikan niat baik dari pelaksanaan TP4D karena sifatnya tidak memaksa.

Sebanyak 4 (empat) responden Jaksa tidak menjawab pertanyaan mengenai sikap kejaksaan terhadap penolakan TP4D.

177

k. Setelah pendampingan ternyata ada indikasi tindak pidana korupsi

tabel 11

ada indikasi korupsi setelah Pendampingan

indikasi tindak Pidana korupsi setelah ada Pendampingan oleh TP4d

Dilakukan PendampinganTdk ada PendampinganAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

04

280

32

Prosentase

0 %12,5 %87,5 %

0 %100 %

no

1234

Sejumlah 11 (sebelas) responden Jaksa menyatakan • bahwa jika setelah dilakukan pendampingan oleh TP4D ternyata ada indikasi korupsi maka akan diserahkan pada APIP untuk ditindaklanjuti. Menunggu laporan/rekomendasi APIP perlu/tidaknya tindakan hukum oleh APH.Sejumlah 3 (tiga) responden Jaksa menyatakan bahwa • jika setelah dilakukan pendampingan oleh TP4D ternyata ada indikasi korupsi maka sejak dini diperingatkan supaya tidak terjadi penyimpangan. Sejumlah 1 (satu) responden Jaksa menyatakan bahwa • Tim TP4D akan memanggil pelaksana dan pihak dari instansi untuk memberitahukan apa yang menjadi temuan di lapangan dan akan mencoba memperbaiki temuan indikasi tersebut.Sejumlah 7 (tujuh) responden Jaksa menyatakan bahwa • dilihat dan dianalisa terlebih dahulu apakah kesalahan tersebut diluar dari apa yang tidak diarahkan oleh Tim atau belum diberi petunjuk atau sudah diberi petunjuk tapi diabaikan.

178

Sejumlah 1 (satu) responden Jaksa menyatakan bahwa • sedapat mungkin harus dihindari adanya indikasi Tindak Pidana Korupsi, Tim TP4D harus selalu melakukan pendekatan secara persuasif agar kegiatan yang didampingi tersebut berhasil.Sejumlah 3 (tiga) responden Jaksa yang menyatakan • bahwa jika terjadi indikasi TPK maka pendampingan tidak dilanjutkan selanjutnya menyerahkan pada Lit Pidsus.Sejumlah 4 (empat) responden Jaksa menyatakan bahwa • tetap harus ditindaklanjuti setelah melalui tahapan-tahapan tertentu.Sejumlah 2 (dua) responden menyatakan bahwa jika • terjadi indikasi TPK maka tetap dapat diproses secara hukum.

l. Keberadaan TP4D akan efektif dalam mengawal pelaksanaan pembangunan terkait dengan tidak optimalnya penyerapan Anggaran

Tabel 12 : Tidak optimalnya Penyerapan anggaran

efektifitas TP4d dalam mengawal pelaksanaan pembangunan terkait tidak optimalnya anggaran EfektifTdk EfektifAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

30200

32

Prosentase

93,75 %6,25 %

0 %0 %

100 %

no

1234

Sejumlah 22 (dua puluh dua) responden Jaksa menyatakan bahwa TP4D dalam mengawal penyerapan anggaran akan efektif jika dilaksanakan dengan maksimal dan optimal. Sedangkan terkait dengan anggaran yang tidak terserap

179

karena ketidaksiapan pemerintah dalam melaksanakan anggaran. Untuk itu TP4D perlu memberi pengarahan kepada SKPD atau pengguna anggaran dalam pengadaan barang dan jasa agar jangan takut sepanjang tidak ada kesalahan atau sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.Sebanyak 4 (empat) responden Jaksa menyatakan bahwa dengan keberadaan TP4D diharapkan seluruh pekerjaan dan kegiatan yang sudah diprogramkan/dianggarkan dapat terserap. Sejumlah 2 (dua) responden Jaksa menyatakan bahwa para KPA atau pelaksana anggaran masih belum paham dengan eksistensi TP4P/TP4D sehingga khawatir dengan adanya TP4P/DSejumlah 2 (dua) responden Jaksa menyatakan bahwa keberadaan TP4P/D dapat mendorong pembangunan di daerah lebih cepat dan dapat menghilangkan ketakutan dari perangkat daerah dalam melaksanakan pekerjaan.Sejumlah 2 (dua) responden Jaksa menyatakan bahwa keberadaan TP4D belum efektif.

Penguatan Terhadap TP4D Kejaksaan

m. Perlu adanya landasan hukum (legal standing) pembentukan TP4D

Tabel 13 : Landasan hukum TP4d

Perlu adanya landasan hukum(Legal Standing) pembentukan TP4d

PerluTdk perluAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

31100

32

Prosentase

96,9 %3,1 %

0 %0 %

100 %

no

1234

180

Sejumlah 31 (tiga puluh satu) responden Jaksa • menyatakan bahwa perlu adanya landasan hukum dalam pembentukan TP4D dengan alasan bahwa dengan landasan hukum keberadaannya secara yuridis formal menjadi kuat, misalnya Undang-undang, Perja dan lain sebagainya. Sejumlah 1 (satu) responden Jaksa menyatakan • bahwa tidak perlu adanya landasan hukum terhadap pembentukan TP4D.

n. Keberadaan TP4D dalam mencegah tindak pidana korupsi

Tabel 14TP4d dalam Mencegah TPk

keberadaan TP4d dalam mencegah tindak pidana korupsi

BersinergiTdk BersinergiAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

32000

32

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

Sejumlah 32 (tigapuluhdua) responden Jaksa menyatakan bahwa keberadaan TP4D dapat mencegah tindak pidana korupsi karena jika proyek/kegiatan pemerintah didampingi oleh TP4D maka pihak-pihak tertentu yang berusaha untuk mendapat keuntungan dari proyek yang dilaksanakanakan berfikir lebih jauh untuk menggoyang proyek yang sedang berjalan tersebut. Selama ini kegiatan TP4D dapat bersinergi dengan Bidang Datun. Melihat kegiatan yang sering dilakukan seperti ekspose, laporan, analisa, laporan perkembangan pekerjaan dan lain sebagainya, hal tersebut semuanya memerlukan biaya sehingga perlu dialokasikan

181

dana tersendiri yang dimasukkan dalam anggaran DIPA Kejaksaan.

2. Instansi Luar Kejaksaan

Pendapat responden dari instansi luar terhadap gambaran umum TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Jambi adalah sebagai berikut :

1. Penguatan TP4D Kejaksaan

tabel 15

respon PeMda Terhadap TP4d

respon Pemda terhadap pembentukan TP4d kejaksaan

Sudah terbentukBelum terbentukAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

27603

36

Prosentase

75 %16,7 %

0 %8,3 %

100 %

no

1234

Sejumlah 27 (dua puluh tujuh ) responden dari luar menyatakan bahwa TP4D sudah terbentuk, dan sangat baik sebagai pencegahan terjadinya kebocoran Anggaran dan/atau sebagai salah satu tindakan prefentif terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal ini juga cukup membantu dalam rangka koordinasi dan sinergitaspenyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah, terutama menyangkut aspek legalitas atau hukum.

Sejumlah 6 (enam) responden menyatakan bahwa belum pernah ada sosialisasi tentang TP4D dan kalaupun ada kami belum sempat menghadirinya.

Sejumlah 3 (tiga) responden tidak menjawab.

182

2. Koordinasi TP4D Dengan SKPD

Tabel 16 : koordinasi TP4d dengan SkPd

koordinasi TP4d dengan SkPdPerlu Koordinasi TP4D dengan SKPDTdk Perlu adanya Koordinasi TP4D dgn SKPDAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh35

001

36

Prosentase97.7 %

0 %0 %

2,3 %100 %

no1234

Sebanyak 35 (tiga puluh lima) responden dari luar • menyatakan perlu pendampingan oleh TP4P/D atau mendukung terhadap pembentukan TP4D dengan alasan Sejumlah 6 (enam) responden luar menyatakan bahwa • TP4D sangat dibutuhkan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat untuk membantu membuat keputusan dalam hal penyerapan anggaran daerah, sebelum ada TP4D sulit melakukan koordinasi dalam bentuk formal ke Kejaksaan Negeri sebagai institusi pengawasan tindak pidana korupsi dankeberadaan TP4D sangat dibutuhkan karena akan • menghilangkan keragu-raguan dalam melaksanakan kebijakan sehingga tidak ada rasa was-was lagi dan masih banyak yang belum tahu mengenai TP4D. TP4D belum optimal. Sebelum adanya TP4D telah dilakukan pendampingan oleh Jaksa Pengacara Negara.Sebanyak 6 (enam) responden Jaksa menyatakan • mendukung terhadap pembentukan TP4D, respon instansi lain sangat positif, sosialisasi juga telah dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Intelijen secara langsung, namun Walikota Jambi tidak mendukung secara penuh sehingga TP4D masih minim kegiatan.

183

Sebanyak 15 (lima belas) responden menyatakan bahwa • kegiatan yang perlu mendapatkan pendampingan adalah proyek-proyek strategis nasonal dan proyek yang membutuhkan anggaran besar serta pekerjaan yang menjadi sorotan publik.Sebanyak 1 (satu) responden yang menyatakan perlu • pendampingan terhadap proyek yang memakai sistem tender.Sebanyak 1 (satu) responden menyatakan bahwa • disamping kegiatan yang bersifat kontraktual perlu juga pendampingan terhadap tupoksi SKPD.Sebanyak 11 (sebelas) responden menyatakan • pendampingan sebaiknya dilakukan terhadap proyek-proyek yang bersifat konstruksi/bangunan.Sebanyak 5 (lima) responden menyatakan bahwa • pendampingan dilakukan terhadap seluruh proyek yang bersumber dari keuangan negara.Sebanyak 2 (dua) responden menyatakan bahwa • pendampingan dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang beresiko tinggi.Sebanyak 1 (satu) responden tidak menyatakan • pendapatnya.

3. Keberadaan TP4D perlu dituangkan dalam MOU.

tabel 17

Perlunya keberadaan TP4d dituangkan dalam MoU

respon Pemda perlunya keberadaan TP4d dituangkan dalam MoU

Perlu dituangkan dalam MoUTdk perlu dituangkan dalam MoUAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

35010

36

Prosentase

97,2 %0 %

2,8 %0 %

100 %

no

1234

184

Sebanyak 35 (tiga puluh lima) responden dari instansi luar menyatakan bahwa perlu dituangkan dalam MoU sehingga ada kesepakatan bersama.

Harus ada MoU dengan pimpinan daerah sebagai bentuk - penyatuan pemahaman dengan peranserta pimpinan daerah, dengan adanya MoU kedua belah pihak akan dapat berkoordinasi dan berkomunikasi mengenai masalah yang sedang dihadapi.Agar mempunyai kekuatan hukum yang lebih baik.- MoU diperlukan untuk legalitas dan koordinasi yang - baik dengan antara Pemda dengan KejaksaanAda bukti outentiknya dalam melakukan kerjasama - antara instansi terkait dengan Tim TP4P/D

Sebanyak 1 (satu) responden menyatakan bahwa landasan pembentukan TP4P/D Tidak hanya dituangkan dalam MoU tetapi harus dituangkan dalam perundang-undangan

4. Upaya mengoptimalkan TP4D.

tabel 18 optimalisasi TP4d

respon Pemda terhadap upaya mengoptimalkan TP4d

Perlu ditingkatkan peran TP4DTdk perlu ditingkatkan peran TP4DAlasan lainTidak menjawab

Jumlah

Jmlh

36000

36

Prosentase

100 %0 %0 %0 %

100 %

no

1234

Sebanyak 36 (tiga puluh enam) responden dari instansi luar menyatakan bahwa dengan adanya pendampingan dari TP4D maka merasa lebih aman, disamping mendapat pendampingan hukum, dapat meminimalisir terjadinya penyelewengan

185

Lebih sesuai dengan peraturan perundang-undangan- Merasa lebih terlindungi dan dapat bekerja lebih baik.- Dengan adanya pendampingan oleh TP4P/D lebih baik - Karena akan terjadi percepatan pembangunan lebih efektif dan tidak ada lagi keragu-raguan.Akan berdampak baik sepanjang semua pihak - mempunyai komitmen untu mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.Secara teknis adanya TP4P/D akan membantu - terbentuknya system pemerintahan yang bebas dari KKN.

B. Rekapitulasi Data Lapangan di 5 Daerah Wilayah Sampel Penelitian

1. INTERN KEJAKSAAN

Tentang Terbentuknya TP4D

tabel 1Terbentuknya TP4d

noterbentuk / belum

Terbentuk TP4dresponden Jaksa

sumbar kaltim banten ntb JambiJmlh Prosentase

1 Sudah terbentuk 24 28 36 24 32 144 96%2 Belum terbentuk 0 0 0 0 0 0 0%3 Alasan lain 0 0 0 0 0 0 0%4 Tidak menjawab 3 3 0 0 0 6 4% Jumlah 27 31 36 24 32 150 100%

186

Tanggapan Instansi Lain Terhadap Keberadaan TP4D

Tabel 2 : respon instansi Lain Terhadap TP4d

norespon instansi lain

Terhdp keberadaan TP4dresponden Jaksa

sumbar kaltim banten ntb JambiJmlh Prosentase

1 Mendukung 11 24 36 24 32 127 85%2 Tidak mendukung 0 1 0 0 1 0,6%3 Alasan lain 3 0 0 0 - 3 2%4 Tidak menjawab 10 9 0 0 19 12,4% Jumlah 24 34 36 24 32 150 100%

Keberadaan SDM TP4D Kejaksaan

Tabel 3 : SdM TP4d kejaksaan

no SdM TP4d kejaksaanresponden Jaksa

sumbar kaltim banten ntb JambiJmlh Prosentase

1 Memadai 0 9 15 24 21 69 46%2 Belum memadai 20 10 21 0 11 62 41%3 Alasan lain 0 5 0 0 5 3%4 Tidak menjawab 4 4 0 6 14 10% Jumlah 24 28 36 30 32 150 100%

Upaya untuk meningkatkan kemampuan SDM TP4D

Tabel 4 : Upaya Meningkatkan SdM TP4d

no upaya untuk meningkatkan kemampuan SdM TP4d

responden Jaksasumbar kaltim banten ntb Jambi

Jmlh Prosentase

1 Perlu ditingkatkan 24 25 36 24 32 141 94%2 Tidak perlu ditingkatkan 0 0 0 0 0 0%3 Alasan lain 0 0 0 0 0 0%4 Tidak menjawab 3 3 3 0 9 6% Jumlah 27 28 39 24 32 150 100%

187

Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan (batasan nilai proyek)

Tabel 5 : Proyek yang Mendapat Pengawalan

noProyek yang perlu mdptkan

pengawalan (batasan nilai proyek)responden Jaksa

sumbar kaltim banten ntb JambiJmlh Prosentase

1 Trdpt batasan nilai proyek 13 17 12 0 3 45 30%2 Tdk tdpt batasan nilai proyek 1 9 22 24 29 85 57%3 Alasan lain 0 0 0 0 - 0 0%4 Tidak menjawab 10 2 2 6 - 20 13% Jumlah 24 28 36 30 32 150 100%

Efektifitas TP4D Kejaksaan

Berperan Aktif TP4D

Tabel 6 : Peran aktif TP4d

no berperan aktif TP4dresponden Jaksa

sumbar kaltim banten ntb JambiJmlh Prosentase

1 Aktif 24 18 36 24 32 134 89,3%2 Pasif 0 2 0 0 2 1,3%3 Alasan lain 0 5 0 0 5 3,4%4 Tidak menjawab 0 3 0 6 9 6% Jumlah 24 28 36 30 32 150 100%

Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan tugas dan wewenang TP4D

Tabel 7 : kegiatan TP4d

noTP4d kejaksaan dlm men-

jalankan tugas & wewenangresponden Jaksa

sumbar kaltim banten ntb JambiJmlh Prosentase

1 Terdapat kegiatan 20 25 36 24 32 137 93%2 Tidak ada kegiatan 0 0 0 0 0 0%3 Alasan lain 0 0 0 0 0 0%4 Tidak menjawab 4 3 0 6 13 7% Jumlah 24 28 36 30 32 150 100%

188

Kendala

Tabel 8 : kendala TP4d

no kendala TP4d kejaksaanresponden Jaksa

sumbar kaltim banten ntb JambiJmlh Prosentase

1 Terdapat kendala 18 23 36 24 32 133 89%2 Tidak ada kendala 0 0 0 0 0 0%3 Alasan lain 0 0 0 0 0 0%4 Tidak menjawab 6 5 6 0 17 11% Jumlah 24 28 42 24 32 150 100%

Penolakan tugas TP4D

Tabel 9 : Penolakan TP4d

no Pelaksanaan Tugas TP4dresponden Jaksa

sumbar kaltim banten ntb JambiJmlh Prosentase

1 Terdapat penolakan 0 1 0 1 2 1%2 Tidak ada penolakan 24 24 36 31 115 77%3 Alasan lain 0 0 0 0 0%4 Tidak menjawab 0 3 0 24 6 33 22% Jumlah 24 28 36 24 38 150 100%

Sikap Kejaksaan terhadap penolakan dari Instansi lain

Tabel 10 : Sikap kejaksaan Terhadap Penolakan

noSikap kejaksaan terhdp penolakan keberadaan TP4d dari instansi Lain

responden Jaksasumbar kaltim banten ntb Jambi

Jmlh Prosentase

1 Proaktif 24 22 36 0 28 110 74%2 Tidak Proaktif 0 1 0 24 25 17%3 Alasan lain 0 0 0 0 0 0%4 Tidak menjawab 0 5 0 6 4 15 9% Jumlah 24 28 36 30 32 150 100%

189

Setelah pendampingan ternyata ada indikasi tindak pidana korupsi

tabel 11ada indikasi korupsi setelah Pendampingan

1 Terdapat pendampingan 0 26 36 24 86 58% hukum2 Tidak ada pendampingan 22 0 0 0 4 26 18% hukum sebelumnya3 Alasan lain 0 0 0 0 28 28 19%4 Tidak menjawab 2 2 0 6 10 5% Jumlah 24 28 36 30 32 150 100%

noindikasi tiPikor setelah ada Pendampingan oleh TP4d

responden Jaksasumbar kaltim banten ntb Jambi

Jmlh Prosentase

Keberadaan TP4D akan efektif dalam mengawal pelaksanaan pembangunan terkait dengan tidak optimalnya penyerapan Anggaran

tabel 12

Tidak optimalnya Penyerapan anggaran

noefektifitas TP4d dlm mengawal

pelaksanaan pembangunan terkait tdk optimalnya anggaran

responden Jaksa

sumbar kaltim banten ntb JambiJmlh Prosentase

1 Upaya yang dilakukan 19 24 36 21 30 130 79%2 Tidak ada upaya 0 1 0 3 2 6 0%3 Alasan lain 5 0 0 0 5 21%4 Tidak menjawab 0 3 0 0 3 0% Jumlah 24 28 36 24 32 144 100%

190

Penguatan Terhadap TP4D Kejaksaan

Perlu adanya landasan hukum (legal standing) pembentukan TP4D

tabel 13

Landasan hukum TP4d

noPerlu adanya landasan

hukum (Legal Standing) pembentukan TP4d

responden Jaksa

sumbar kaltim banten ntb JambiJmlh Prosentase

1 Perlu 24 26 36 24 31 141 94%2 Tidak perlu 0 0 0 0 1 1 0,6%3 Alasan lain 0 0 0 0 0 0%4 Tidak menjawab 0 2 0 6 8 5,4% Jumlah 24 28 36 30 32 150 100%

Keberadaan TP4D dalam mencegah tindak pidana korupsi

Tabel 14

TP4d dalam Mencegah TPk

nokeberadaan TP4d dalam mencegah tindak pidana

korupsi

responden Jaksa

sumbar kaltim banten ntb JambiJmlh Prosentase

1 Bersinergi 14 26 34 24 32 130 87%2 Tidak bersinergi 0 0 0 0 0%3 Alasan lain 0 0 0 0 0%4 Tidak menjawab 10 2 8 20 13% Jumlah 24 26 36 32 32 150 100%

191

2. Instansi Luar Kejaksaan

Penguatan TP4D Kejaksaan

tabel 15

respon PeMda Terhadap TP4d

norespon Pemda

terhadap Pembentukan TP4d kejaksaan

Jawaban Satuan kerja Perangkat daerah (skPd) (baPPeda, baWasda, dinas Pu, biro hukum, biro keuangan dan bumd)

sumbar kaltim banten ntb Jambi

Jmlh Prosentase

1 Sudah Terbentuk 66 49 35 38 39 227 82,5%2 Belum Terbentuk 0 0 31 0 6 37 13,5%3 Alasan Lain 0 0 0 0 0 0%4 Tidak menjawab 0 0 0 8 3 11 4% Jumlah 66 49 66 46 48 275 100%

Koordinasi TP4D Dengan SKPD

tabel 16

koordinasi TP4d dengan SkPd

1 Perlu ada koordinasi 40 40 66 46 35 227 82% dengan SKPD2 Tidak perlu adanya 0 0 0 0 0 0% koordinasi dgn SKPD3 Alasan Lain 0 0 0 0 0 0%4 Tidak menjawab 26 9 0 12 1 48 18% Jumlah 66 49 66 58 36 275 100%

nokeberadaan TP4d dalam mengawal

Proyek Pembangunan

Jawaban Satuan kerja Perangkat daerah (skPd) (baPPeda, baWasda, dinas Pu, biro hukum, biro keuangan dan bumd)sumbar kaltim banten ntb Jambi

Jmlh Prosentase

192

Keberadaan TP4D perlu dituangkan dalam MOU.

tabel 17

Perlunya keberadaan TP4d dituangkan dalam MoU

1 Perlu dituangkan 35 43 64 41 47 230 83,63% dalam MoU2 Tdk perlu dituangkan 0 5 2 3 10 3,63% dalam MoU3 Alasan Lain 0 0 0 2 1 3 1,09%4 Tidak menjawab 31 1 0 0 32 11,65% Jumlah 66 49 66 46 48 275 100%

norespon Pemda perlunya

keberadaan TP4d dituangkan dlm MoU

Jawaban Satuan kerja Perangkat daerah (skPd) (baPPeda, baWasda, dinas Pu, biro hukum, biro keuangan dan bumd)sumbar kaltim banten ntb Jambi

Jmlh Prosentase

Upaya mengoptimalkan TP4D

tabel 18

optimalisasi TP4d

1 Perlu ditingkatkan 30 48 66 45 47 236 85,81% peran TP4D2 Tdk perlu ditingkat- 1 0 0 1 2 0,72% kan TP4D3 Alasan Lain 0 0 0 1 1 0,36%4 Tidak menjawab 35 1 0 0 36 13,08% Jumlah 66 49 66 46 48 275 100%

norespon Pemda terhadap upaya mengoptimalkan

TP4d

Jawaban Satuan kerja Perangkat daerah (skPd) (baPPeda, baWasda, dinas Pu, biro hukum, biro keuangan dan bumd)sumbar kaltim banten ntb Jambi

Jmlh Prosentase

193

BAB IV

ANALISA DATA

Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang melaksanakan tugas pokok dibidang penuntutan. Kejaksaan juga mempunyai posisi strategis untuk ikut dalam mengawal proses pembangunan baik di tingkat pusat maupun di daerah.

Secara khusus tugas-tugas ini sudah dilaksanakan dalam kedudukannya sebagai Jaksa Pengacara Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Jaksa Agung RI Nomor No.018/A/J.A/07/2014 tanggal 07 Juli 2014 tentang Standar Operating Prosedur (SOP) pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara. Menurut peraturan tersebut, tugas Jaksa Pengacara Negara (JPN) meliputi bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayan hukum, penegakan hukum, dan tindakan hukum lain.lam

Tugas penegakan hukum dalam rangka menyelamatkan kekayaan atas keuangan negara serta melindungi hak-hak keperdataan masyarakat masyarakat, antara lain: pembatalan perkawinan, pembubaran Perseroan Terbatas (PT) dan pernyataan pailit.

Tugas bantuan hukum merupakan tindakan hukum dalam memberikan bantuan hukum oleh Kejaksaan RI kepada Instansi Negara atau Instansi Pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara atau Pejabat Tata Usaha Negara di dalam perkara Tata Usaha Negara ketika menghadapi masalah sengketa Perdata dan Tata Usaha Negara berdasarkan Surat Kuasa Khusus.

Bantuan hukum hanya dapat dilakukan Kejaksaan RI kepada :Instansi Pemerintah (baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah) termasuk dalam hal ini adalah pemberian bantuan hukum kepada instansi pemerintah pusat dan Instansi Pemerintah di daerah misalnya bantuan hukum kepada Dinas Pariwisata suatu Kabupaten tertentu dimana bantuan hukum ini dapat dimanfaatkan dalam usaha peningkatan

194

Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna menunjang terselenggaranya otonomi daerah; Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Badan Usaha yang modalnya seluruh atau sebagian besar berasal dari Negara / Pemerintah Republik Indonesia / Pemerintah Daerah seperti PT. Angkasa Pura, PT.PLN, dan PT. Bank BRI; Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah Badan Usaha yang modalnya seluruh atau sebagian berasal dari Pemerintah daerah di Indonesia, yang termasuk dalam BUMD adalah bank-bank milik Pemerintah Daerah seperti PT. Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Barat (PT. Bank NTB).

Adapun Pertimbangan Hukum adalah pemberian pertimbangan Hukum kepada instansi Pemerintah atau Lembaga Negara, BUMN atau Pejabat Tata Usaha Negara di bidang perdata dan tata usaha negara. Diminta atau tidak diminta melalui kerjasama dan koordinasi selaku pimpinan di daerah ( muspida ).

Untuk memperkuat posisi kejaksaan dalam turut serta melaksanakan proses pembangunan, Pemerintah dalam hal kebijakan Presiden Joko Widodo memerintahkan untuk mengawal proses pembangunan di pusat dan daerah yaitu untuk melakukan pengawalan dan pengamanan pemerintahan dan pembangunan.

Melalui Peraturan Jaksa Agung nomor : PER-014/A/JA/11/2016 tentang Mekanisme Kerja Teknis dan Administrasi Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan pembangunan (TP4), sebagai tim yang dibentuk dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi yang perlu di dukung dan dilaksanakan secara terencana, komprehensif serta memberi manfaat.

Dalam hal ini kebijakan yang dilakukan oleh tim TP4 yang dalam kebijakan tersebut dibuat tim TP4 untuk melakukan kegiatan pengawalan,pengaman dalam proyek strategi nasional untuk tujuan tertentu yaitu untuk dapat mencegah timbulnya tindak pidana korupsi sebagai bentuk upaya preventif.

Pembentukan tim TP4 ini berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 yaitu untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional di pusat maupun daerah,

195

dalam melaksanakan tugas dan fungsi memiliki pedoman mekanisme pelaksanaan, beberapa diantaranya diatur di dalam Peraturan Jaksa Agung nomor : PER-014/A/JA/11/2016 tentang Mekanisme Kerja Teknis dan Administrasi Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan pembangunan (TP4), sebagai tim yang dibentuk dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi yang perlu di dukung dan dilaksanakan secara terencana, komprehensif serta memberi manfaat.

Tugas Pengawalan dan Pengamanan pemerintahan dan pembangunan meliputi:

a. Pencegahan/preventif dan persuasif; b. Pendampingan Hukum; c. Melakukan Koordinasi dengan APIP dan/atau instansi terkait; d. Melakukan Monitoring dan Evaluasi; dan e. Melakukan penegakan hukum represif.

1. Upaya Pencegahan/preventif dan persuasife.

Salah satu tujuan dibentuk tim TP4 guna melakukan pencegahan suatu tindak pidana korupsi, agar suatu proyek pembangunan nasional dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai yang diharapkan menghindari kecurangan dari oknum tertentu dalam suatu proyek nasional.

Suatu kegiatan proyek konstruksi bukan merupakan kegiatan yang instant atau kegiatan yang langsung dapat dilaksanakan, namun kegiatan yang harus melalui proses yang panjang, biasanya dimulai dari ide suatu gagasan yang muncul dari suatu kebutuhan misalkan seperti proyek strategi nasional suatu proyek konstruksi yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan kepentingan umum, seperti proyek pembangunan jalan, jembatan, atau fasilitas umum lainnya. Dan kemudian dituangkan ke dalam rancangan awal (preliminary design), kemudian membuat detail rancangan suatu proyek (design development and detail design) lalu melakukan persiapan administrasi untuk melaksanakan pembangunan dengan

196

memilih calon pelaksananya, yang biasa kegiatan proyek tersebut dilakukan pelelangan. Kemudian melakukan pembangunan di sutu lokasi sampai pada tahap pemeliharaan dan mempersiapkan penggunaan bangunan tersebut.

Setiap tahapan-tahapan inilah yang dapat dilakukan Pendampingan hukum oleh tim TP4 berkaitan dengan proyek pembangunan Pentingnya mengikuti jalannya proyek pembangunan mulai dari awal tahapan sampai akhir dapat memudahkan tim TP4 dalam mengevaluasi suatu kegiatan proyek bila terdapat hal-hal yang mencurigakan di tengah proses pembangunan tersebut. Pendampingan hukum yang dilakukan tim TP4 kepada setiap Kementerian/Lembaga BUMN, BUMD, dapat meminimalisir rasa keragu-raguan para Kementerian/Lembaga tersebut dalam melaksanakan program pembangunan strategi nasional.

Kegiatan yang dilakukan tim TP4 Dalam setiap tahapan program pembangunan dari awal sampai akhir dapat diberikan Pendampingan Hukum berupa:

a. Pembahasan hukum dari sisi penerapan regulasi, peraturan perundang-undangan, mekanisme dan prosedur dengan pejabat pengelola anggaran atas permasalahan yang dihadapi dalam hal penyerapan anggaran;

b. Pendapat Hukum dalam tahapan perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan dan Pengadaan Barang/Jasa atas inisiatif TP4 maupun atas permintaan instansi dan pihak yang memerlukan.

Pendampingan hukum tersebut guna mencegah terjadinya penyelewengan anggaran atau ketidaksesuaian SOP dalam setiap tahap pelaksanaannya. Apabila dari awal tahapan di dampingi oleh tim TP4 maka pelaksanaan proyek sampai akhir dapat berjalan maksimal.

Suatu kegiatan proyek konstruksi bukan merupakan kegiatan yang instant atau kegiatan yang langsung dapat dilaksanakan,

197

namun kegiatan yang harus melalui proses yang panjang, biasanya dimulai dari ide suatu gagasan yang muncul dari suatu kebutuhan misalkan seperti proyek strategi nasional suatu proyek konstruksi yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan kepentingan umum, seperti proyek pembangunan jalan, jembatan, atau fasilitas umum lainnya. Dan kemudian dituangkan ke dalam rancangan awal (preliminary design), kemudian membuat detail rancangan suatu proyek (design development and detail design) lalu melakukan persiapan administrasi untuk melaksanakan pembangunan dengan memilih calon pelaksananya, yang biasa kegiatan proyek tersebut dilakukan pelelangan. Kemudian melakukan pembangunan di sutu lokasi sampai pada tahap pemeliharaan dan mempersiapkan penggunaan bangunan tersebut.

Setiap tahapan-tahapan inilah yang dapat dilakukan Pendampingan hukum oleh tim TP4 berkaitan dengan proyek pembangunan Pentingnya mengikuti jalannya proyek pembangunan mulai dari awal tahapan sampai akhir dapat memudahkan tim TP4 dalam mengevaluasi suatu kegiatan proyek bila terdapat hal-hal yang mencurigakan di tengah proses pembangunan tersebut. Pendampingan hukum yang dilakukan tim TP4 kepada setiap Kementerian/Lembaga BUMN, BUMD, dapat meminimalisir rasa keragu-raguan para Kementerian/Lembaga tersebut dalam melaksanakan program pembangunan strategi nasional.

Kegiatan yang dilakukan tim TP4 Dalam setiap tahapan program pembangunan dari awal sampai akhir dapat diberikan Pendampingan Hukum berupa: Pembahasan hukum dari sisi penerapan regulasi, peraturan perundang-undangan, mekanisme dan prosedur dengan pejabat pengelola anggaran atas permasalahan yang dihadapi dalam hal penyerapan anggaran; Pendapat Hukum dalam tahapan perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan dan Pengadaan Barang/Jasa atas inisiatif TP4 maupun atas permintaan instansi dan pihak yang memerlukan.

198

Pendampingan hukum tersebut guna mencegah terjadinya penyelewengan anggaran atau ketidaksesuaian SOP dalam setiap tahap pelaksanaannya. Apabila dari awal tahapan di dampingi oleh tim TP4 maka pelaksanaan proyek sampai akhir dapat berjalan maksimal.

Koordinasi, yang dimaksud dari arti koordinasi menurut KBBI adalah mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yang akan dilaksanakan tidak saling bertentangan atau simpang siur.57 Koordinasi jika dilihat dari sudut normatifnya, maka koordinasi diartikan sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyerasikan, menyelaraskan, menyeimbangkan, suatu kegiatan-kegiatan yang spesifik, contoh dalam hal TP4 yaitu kegiatan dalam proyek pembangunan nasional, yang nantinya semua akan terarah pada pencapaian sutu tujuan tertentu dan pada batas waktu yang telah ditetapkan dalam suatu kegiatan proyek. Tujuan koordinasi yang dilakukan tim TP4 dengan Kementerian/Lembaga BUMN, BUMD untuk menciptakan suatu sinkronisasi, penyerasian, kebersamaan dalam melakukan kegiatan tersebut. TP4 secara Proaktif menjalin Koordinasi antar instansi, dalam koordinasi yang baik akan membentuk komunikasi yang baik antar tim TP4 dengan lingkungan Pemerintah Pusat/Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/BUMN/ BUMD, khususnya dalam hal: Pekerjaan pembangunan pada lingkungan Pemerintah Pusat Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah/ BUMN/ BUMD termasuk dalam daftar proyek strategis nasional; atau Pekerjaan pembangunan pada pemerintah daerah dan BUMD yang berskala prioritas.

TP4 dalam melakukan koordinasi dengan APIP dan/atau instansi terkait, secara saling responsif dalam melaporkan tahapan suatu kegiatan proyek. Dari suatu koordinasi yang responsif diharapkan mencegah terjadinya penyimpangan yang berpotensi menghambat, menggagalkan dan menimbulkan kerugian bagi keuangan Negara.

57 Ibid, hlm 24

199

Monitoring tidak lepas dengan proses setelah monitoring yaitu evaluasi, mengenai definisi dari evaluasi merupakan proses menentukan nilai atau pentingnya suatu kegiatan, kebijakan, atau program. sesuatu yang obyektif dan sistematik terhadap sebuah intervensi yang direncanakan, sedang berlangsung ataupun yang telah diselesaikan.58 Monitoring dan evaluasi ini merupakan dua bentuk analisis dari kemajuan suatu keiatan proyek, monitoring memantau terus menerus implementasi dari pelaksanaan suatu proyek, evaluasi dari sisi lain mengestimasi nilai dari suatu proyek.

Pentingnya Monitoring dan Evaluasi dalam suatu tahap proses pembangunan proyek yaitu: Me-Review Perkembangan atau progress ;

Identifikasi masalah dalam perencanaan dan/atau • implementasiMembuat penyesuaian yang dapat membuat “perbedaan” • Membantu mengidentifikasi masalah dan penyebabnya• Memberikan berbagai kemungkinan solusi dalam • menyelesaikan masalah.Memunculkan pertanyaan mengenai asumsi dan strategi• Mencerminkan tujuan yang akan dicapai dan bagaimana • mencapainya.Memberikan informasi dan pengetahuan mendalam• Meningkatkan kemungkinan dalam membuat perubahan • pembangunan yang positif.

Dalam hal monitoring yang merupakan suatu alat yang digunakan dalam pengendalian dan pengawasan suatu proyek. Monitoring terhadap biaya dan jadwal pada suatu proyek yang sedang berlangsung dilakukan untuk mengetahui seberapa besar penyimpangan yang terjadi antara rencana dan pelaksanaan proyek agar kegiatan dalam proyek berjalan sesuai rencana yang

58 Ibid, hlm 9

200

diharapkan. Keterlambatan suatu kegiatan dalam proyek akan mempengaruhi kegiatan lain yang menyertainya, sehingga perlu adanya monitoring agar dapat diketahui sejauh apakah pengaruh keterlambatan tersebut terhadap kegiatan-kegiatan lain dalam proyek dan terhadap keseluruhan proyek.

Kebijakan yang dilakukan pada tim TP4 mengenai hasil pekerjaan proyek dan evaluasi tim TP4, yaitu bersama-sama dengan pemohon pemohon disini adalah Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/BUMN/ BUMD di lingkungan Pusat dan Daerah yang memohonkan ke tim TP4 untuk melakukan Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan pekerjaan pembangunan.

Monitoring dan Evaluasi dilaksanakan secara berkala sesuai dengan tahapan pelaksanaan pekerjaan dan program pembangunan. Hasil dari Monitoring dan Evaluasi disusun dalam suatu bentuk kertas kerja dan kemudian diserahkan oleh Ketua TP4 kepada pemohon pada setiap akhir pekerjaan serta dilaporkan kepada pimpinan. Pada proses monitoring ini tim TP4 dapat mengulang kembali catatan-catatan pekerjaan sebelumnya bilamana ada ketidakcocokan data atau adanya pergantian kualitas barang yang tidak sesuai dengan SOP yang telah disepakati.

2. Efektifitas Pembentukan TP4D

TP4D di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, Kejaksaan Tinggi Banten, Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat, Kejaksaan Tinggi Jambi sudah terbentuk yang dituangkan dalam Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi, yang kemudian ditindak lanjuti dengan pembentukan TP4D tingkat kabupaten/kota.

Keberadaan TP4D di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota direspon positif. Menurut 150 responden Kejaksaan bahwa 96 % responden yang diwawancarai menyatakan tentang terbentuknya TP4D bahwa tim ini sudah terbentuk berdasarkan keputusan kepala kejaksaan tinggi untuk TP4D provinsi dan TP4D untuk

201

kabupaten/kota berdasarkan keputusan kepala kejaksaan negeri, sedangkan 4% responden tidak mengetahui atau tidak menjawab tentang pembentukan TP4D. Hal ini bisa terlihat pada tabel IV. 1 di bawah ini :

Tabel IV. 1 : Terbentuknya TP4D

no Terbentuknya TP4d Sumbar kaltim banten nTb Jambi Jumlah Prosentase

1 Sdh Terbentuk 24 28 36 24 32 144 96 %2 Blm Terbentuk - - - - - - -3 Alasan Lain - - - - - - -4 Tdk Menjawab 3 3 - - - 6 4 % Jumlah 27 31 36 24 32 150 100 %

TP4D ini bagi pemerintah daerah, BUMN/BUMD akan membantu terhadap stabilitas pembangunan dan pemerintahan; tidak merasa khawatir untuk melaksanakan kegiatan/proyek pembangunan. Kejaksaan akan turut serta mengarahkan proses arah dan kebijakan pembangunan di daerah-daerah. Meskipun demikian beberapa SKPD kurang berminat terhadap keberadaan TP4D Kejaksaan, Menurut responden ada kekhawatiran TP4D akan berperan ganda dimana disatu sisi sebagai pengawal dan pendamping pembangunan tapi disisi lain akan berperan sebagai penyidik perkara tindak pidana korupsi. Sebelum terbentuknya TP4D kebijakan pendampingan dan konsultasi hukum sudah dilaksanakan melalui jalur bidang perdata dan tata usaha negara yaitu jaksa pengacara negara.

Pemberdayaan komponen masyarakat untuk ikut serta dalam proses pembangunan akan mempunyai dampak pada perubahan perilaku masyarakat dan satuan kerja di daerah. Manfaat ini akan semakin terasa. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah program pembangunan yang dilaksanakan melalui program pemberdayaan yang ada di masyarakat. Pelibatan TP4D sejak awal kegiatan memungkinkan untuk memberi kesempatan sejak awal kegiatan pendampingan sampai selesainya proses pembangunan. Masyarakat

202

bisa member kontrol sekaligus ikut serta terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses pembangunan. Kejaksaan bisa juga sebagai mediator, menjembatani keinginan masyarakat dalam proses pembangunan tersebut.

Keberadaan TP4D mendapat dukungan dan respon dari instansi pemerintah daerah maupun BUMN/BUMD, 85% responden mendukung keberadaan TP4D, sedangkan 15 % lainnya tidak memberikan respon.

Dukungan dalam teorinya adalah sebagai sumber informasi yang diberikan oleh instansi pemerintah untuk menghadapi setiap permasalahan. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi dukungan itu antara lain berupa dukungan informasi, dukungan empati, dukungan instrument berupa bantuan fasilitas yang diberikan dan dukungan appraisal atau penilaian seperti dukungan penguaatan.

Berikut ini tabel IV. 2 menggambarkan tentang dukungan dari instansi pemerintah daerah terhadap keberadaan TP4D yang disampaikan responden kejaksaan.

Tabel IV. 2 : Respon Instansi lain thd TP4D

no respon instansi Sumbar kaltim banten nTb Jambi Jumlah Prosentase lain terhadap TP4d1 Mendukung 11 24 36 24 32 127 85 %2 Tidak Mendukung - 1 - - - 1 0,6 %3 Alasan Lain 3 - - - - 3 2 %4 Tdk Menjawab 10 9 - - - 19 12,4 % Jumlah 24 34 36 24 32 150 100 %

Proyek yang mendapat pengawalan TP4D pada prinsipnya seluruh proyek yang seluruhnya berasal dari proyek APBN dan APBD dan tidak menutup kemungkinan proyek-proyek lain. Proyek-proyek strategis mendapat perhatian untuk mendapat pengawalan dan pengamanan adalah proyek strategis yang berpotensi tindak pidana korupsi.

Proyek yang perlu mendapat pengawalan antara lain proyek

203

yang berkaitan dengan kepentingan publik; proyek infrastruktur strategis; proyek bidang kehutanan; projasa; proyek pengadaan barang dan proyek bidang pendidikan dan proyek yang mempunyai dampak luas kepada mayarakat.

Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 58 tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, diputuskan sebanyak 245 proyek strategis nasional (PSN) ditambah 2 program, yakni program kelistrikan dan program industry pesawat terbang. Untuk melaksanakan proyek tersebut dengan estimasi total pembiayaan sebesar Rp.4.197 trilyun dengan sumber pendanaan dari APBN sebesar 525 trilyun; BUMN/BUMD sebesar 1.258 trilyun dan swasta sebesar 2.414 trilyun.

Tujuan pembangunan proyek strategis inii dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui prngembangan infrastruktur di Indonesia, pemerintah berupaya melakukan upaya-upaya percepatan proyek-proyek yang dianggap strategis dan memeiliki urgensi tinggi untuk dapat direalisasikan dalam kurun waktu yang singkat. Guna mengawasi dan mencegah kemungkinan timbulnya kebocoran maka Kejaksaan dengan TP4D diikut sertakan dalam mengawal dan mengamankan proyek-proyek tersebut, sejak mulai tahap perencanaan sampai tahap pemanfaatan.

Bagi TP4D Kejaksaan tugas pengawalan dan pengamanan proyek pembangunan dianggap sebagai tugas baru yang memerlukan pengetahuan dan kemampuan menguasai seluk beluk proyek, menurut data yang diperoleh sekitar 83 % responden SDM TP4D belum memadai, umumnya tidak mengetahui tugas dan wewenang TP4D, selain jumlah jaksa yang ada di daerah masih belum memadai (kurang personil). Sedangkan untuk tugas-tugas TP4D ini masih ada miskomunikasi antara tugas datun dan intel sehubungan tupoksi TP4D menjadi kewenangan bidang intel, yang selama ini pendampingan dan konsultasi hukum sudah dilaksanakan bidang datun.

204

Efektifitas keberadaan TP4D akan menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang sudah ditentukan baik kualitas, kuantitas maupun waktu yang sudah ditentukan, dimana makin besar prosentase target yang dicapai maka makin tinggi tingkat efektifitasnya.

Keberadaan TP4D dalam mengawal pelaksanaan pembangunan terkait dengan tidak optimalnya penyerapan anggaran pemerintah daerah dilakukan beberapa upaya antara lain ikut sertanya tim ini dari mulai tahap perencanaan. Menurut data di lapangan 87 % responden jaksa melakukan berbagai upaya agar penyerapan anggaran SKPD dalam mengawal proyek pembangunan.

Hal ini disampaikan responden dari instansi luar (pemda/BUMN/D) sebagaimana tersebut dalam tabel di bawah ini.

Tabel IV. 3Tidak optimalnya Penyerapan Angaran

no Sikap TP4d thdp pe- Sumbar kaltim banten nTb Jambi Jumlah Prosentase nyerapan anggaran1 Ada upaya 19 26 36 24 32 130 87 %2 Tidak Ada upaya - - - - - - - 3 Alasan Lain 5 - - - - - -4 Tdk Menjawab 0 2 - 8 - 20 13 % Jumlah 24 28 36 32 32 150 100 %

TP4D diharapkan mampu untuk mengawal dan mengamankan proses pembangunan yang dilaksanakan pemerintah pusat dan daerah dengan mengedepankan proses koordinasi. Koordinasi, yang dimaksud dari arti koordinasi menurut KBBI adalah mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yang akan dilaksanakan tidak saling bertentangan atau simpang siur.59 Koordinasi jika dilihat dari sudut normatifnya, maka koordinasi diartikan sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyerasikan, menyelaraskan, menyeimbangkan, suatu kegiatan-

59 https://kbbi.web.id/koordinasi, diakses pada tanggal 25 agustus 2017, pukul 13.10

205

kegiatan yang spesifik, contoh dalam hal TP4 yaitu kegiatan dalam proyek pembangunan nasional, yang nantinya semua akan terarah pada pencapaian sutu tujuan tertentu dan pada batas waktu yang telah ditetapkan dalam suatu kegiatan proyek. Tujuan koordinasi yang dilakukan tim TP4 dengan Kementerian/Lembaga BUMN, BUMD untuk menciptakan suatu sinkronisasi, penyerasian, kebersamaan dalam melakukan kegiatan tersebut. TP4 secara Proaktif menjalin Koordinasi antar instansi, dalam koordinasi yang baik akan membentuk komunikasi yang baik antar tim TP4 dengan lingkungan Pemerintah Pusat/Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/BUMN/ BUMD

Hal ini disampaikan ressponden dari instansi luar (pemda/BUMN/D ) sebagaimana tersebut dalam tabel di bawah ini.

Tabel IV. 4Koordinasi TP4D dengan SKPD

no koordinasi TP4d Sumbar kaltim banten nTb Jambi Jumlah Prosentase dengan skPd1 Perlu Ada 40 40 66 46 35 227 82 %2 Tidak perlu - - - - - - - 3 Alasan Lain 26 - - - - - -4 Tdk Menjawab 0 9 - 12 1 48 18 % Jumlah 66 49 66 58 36 275 100 %

Koordinasi hakekatnya menyelaraskan dan menyeimbangkan kegiatan kerja dari satu pihak dengan pihak lain demi mencapai tujuan yang sudah ditentukan bersama. Syarat sebuah koordinasi adalah diperlukan kematangan bersama baik dari sisi kemampuan dan tanggung jawabnya, waktu yang dibutuhkan agar tidak menghambat kinerja dan tugas masing-masing. Menjalin koordinasi ini dilakukan di dalan instansinya, misalnya bidang intelijen kejaksaan dengan bidang datum atau dengan bidan pidsus dan bidang lain yang terkait.

Terjalinnya komunikasi baik dalam satu lingkup instansi di

206

kejaksaan sendiri maupun dengan inastansi luar agar pihak yang satu dengan yang lainnya mengetahui perkembangan informasi.

Setiap tahapan kegiatan sebaiknya dilakukan pendampingan hukum oleh tim TP4 berkaitan dengan proyek pembangunan Pentingnya mengikuti jalannya proyek pembangunan mulai dari awal tahapan sampai akhir dapat memudahkan tim TP4 dalam mengevaluasi suatu kegiatan proyek bila terdapat hal-hal yang mencurigakan di tengah proses pembangunan tersebut. Pendampingan hukum yang dilakukan tim TP4 kepada setiap Kementerian/Lembaga BUMN, BUMD, dapat meminimalisir rasa keragu-raguan para Kementerian/Lembaga tersebut dalam melaksanakan program pembangunan strategi nasional.

Kegiatan yang dilakukan tim TP4 Dalam setiap tahapan program pembangunan dari awal sampai akhir dapat diberikan Pendampingan Hukum berupa: Pembahasan hukum dari sisi penerapan regulasi, peraturan perundang-undangan, mekanisme dan prosedur dengan pejabat pengelola anggaran atas permasalahan yang dihadapi dalam hal penyerapan anggaran; Pendapat Hukum dalam tahapan perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan dan Pengadaan Barang/Jasa atas inisiatif TP4 maupun atas permintaan instansi dan pihak yang memerlukan.

Pendampingan hukum tersebut guna mencegah terjadinya penyelewengan anggaran atau ketidaksesuaian SOP dalam setiap tahap pelaksanaannya. Apabila dari awal tahapan di dampingi oleh tim TP4 maka pelaksanaan proyek sampai akhir dapat berjalan maksimal.

Keberadaan SDM TP4D merupakan salah satu factor yang sangat penting, sebagaimana disampaikan di atas tugas pengawalan dan pendampingan pemerintahan dan pembangunan bagi sebagian jaksa adalah sebagai tugas bDM merupakan kunci yang menentukan perkembangan dan kepercayaan steakholder terhadap kinerja kejaksaan ( TP4D ).

207

Keberadaan TP4D menurut 54 % responden jaksa yang berhasil diwawancarai bahwa SDM dalam TP4D belum memadai, sedangkan 46 % menganggap sudah memadai. Beberapa factor yang memberikan gambaran belaum memadainya TP4D karena : TP4D dianggap sebagai tugas baru; personiil di daerah masih kurang; pada umumnya belum mengetahui tugas dan wewenang TP4D. Tugas mendapingan dan bantuan hukum, pelayanan hukum dan penegakan hukum lainnya selama ini menjadi tugas bidang datum sedsangkan TP4D berada di bawaah koordinasi bidang intelijen.

Belum memadainya SDM TP4D terkadang membuat ragu institusi karena itu perlu ada pengembangan kemampuan agar memiliki kualitas dan ketrampilan, kemampuan kerja maupun loyalitas kerja dalam organisasi. Dari 150 responden yang diwawancarai 94 % responden menganggap perlu ada upaya untuk meningkatkan kemampuan SDM TP4D. Upaya yang dilakukan untuk meningkan SDM TP4D antara lain : diiukutdertakan melalui pendidikan khusus, menyelenggarakan FGD, mempelajari berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut aspek proyek dan pembangunan SDM pada dasarnya melalui pendidikan namun demikian pengembangan ketrampilan mempunyai arti strategis dalam pengembangan dan pembinaan SDM dan penyesuaian system dan prosedur organisasi.

Kurang memadainya SDM ini dapat kita lihat dalam tabel IV. 5 di bawah ini.

Tabel IV. 5 : SDM TP4D Kejaksaan

no SdM TP4d Sumbar kaltim banten nTb Jambi Jumlah Prosentase

1 Memadai - 9 15 24 21 69 46 %2 Blm Memadai 20 10 21 - 11 62 41 %3 Alasan Lain - 5 - - - 5 3 %4 Tdk Menjawab 4 4 - 6 - 15 10 % Jumlah 24 28 36 30 32 150 100 %

208

Dukungan dari intansi pemerintah daerah/pusat tentang keberadaan TP4D adalah memegang peran yang sangat krusial bagi keberhasilan tugas dan fungsi TP4D di daerah maupun pusat. Manajemen SDM dianggap sebagai bagian yang sangat penting karena dalam setiap kegiatannya orang-orang itu akan menjadi penggerak roda utama.

Respon keberadaan TP4D sebagian besar 85% responden menyebutkan bahwa : dibentuknya TP4D ini sangat mendukung pemerintah daerah sehingga mereka tidak merasa khawatir untuk melaksanakan kegiatan/proyek pembangunan; adanya TP4D menjadikan LSM tidak merongrong kegiatan yang dilakukan pemerinrah daerah terutama pada tahap awal perencanaan; TP4D Kejaksaan sangat membantu Instansi lain terhadap stabilitas pembangunan; dengan dibentuknya TP4D Kejaksaan sangat membantu, karena dalam hal pendampingan hukum dapat menentukan arah kebijakan pembangunan.

3. Kendala TP4D di Lapangan.

Kendala TP4D di lapangan merupakan suatu halangan atau rintangan melaksanakan tugas wewenang dalam pendampingan dan pengawalan proses pembangunan, Kendala-kendala di lapangan antara lain : ada keraguan untuk meminta pendampingan karena kejaksaan tidak termasuk dalam tim SKPD yang dimasukan dalam anggaran DIPA; keraguan antara tugas pengawalan dan pendampingan dengan tugas jaksa sebagai penyidik tindak pidana korupsi; Dalam Pelaksanaannya, keanggotaan Tim belum mengerti tentang Tupoksi TP4D; kurangnya koordinasi Instansi terkait untuk melaporkan kegiatan pembangunan proyek daerah tersebut; kendala pada saat pelaksanaan :

- Keterbatasan personil sehingga ada beberapa proyek yang tidak kontinyu di monitoring;

- Keterbatasan biaya;- Terpecahnya fokus personil dengan tugas dan tanggung jawab

209

lain (Multi tugas).- Kekhawatiran jika hasil pelaksanaan tugas tidak sinkron

dengan hasil audit BPK, dan APIP;- Memverifikasi laporan pelaksanaan proyek pembangunan.- Keberatan dari Instansi lain karena mereka merasa diawasi

terlalu ketat.

Hanya 11% responden jaksa menyatakan tidak terdapat kendala dalam pelaksanaan TP4D di daerah, sedangkan 89% di daerah banyak menemukan kendala di lapangan, hal ini bisa terlihat dalam tabel berikut ini :

Tabel IV. 6 : Kendala TP4D

no kendala TP4d Sumbar kaltim banten nTb Jambi Jumlah Prosentase

1 Terdapat kendala 18 23 36 24 32 133 89 %2 Tidak ada kendala - - - - - - -3 Alasan Lain - - - - - - -4 Tdk Menjawab 6 5 - 6 - 17 11 % Jumlah 24 28 36 30 32 150 100 %

Penolakan beberapa daerah atas kehadiran TP4D Kejaksaan adalah sesuatu bagian yang lumrah, sehubungan dengan image lembaga/orang terhadap institusi kejaksaan adalah jaksa sebagai penyidik dan penuntut kasus pidana. Jadi dalam suatu system manajemen bahwa apabila ada satu perubahan pada bagian organisasi maka akan mempengaruhi system yang terjadi. Perubahan yang terjadi bisa saja akan mengancam terhadap pengambilan keputusan. Kehadiran TP4D dalam satuan SKPD setidaknya akan mempunyau dampak psikologis yang kurang nyaman apabila dilihat dari sisi negatifnya, namun demikian bisa saja menjadi sesuatu kekuatan yang akan mendudukan posisi aman bagi institusinya.

Dalam tabel di bawah ini bahwa 77% responden menyatakan tidak terdapat penolakan atas keberadaan TP4D, namun demikian

210

23% secara tidak langsung menyatakan ketidak setujuan atas kehadiran TP4D ini. Hal ini bisa dimaklumi antara lain karena ketidaktahuan instansi tersebut terhadap fungsi tugas dan wewenang TP4D; Perlu ada sosialisasi akan pentingnya peran pengawalan dan pendampingan proyek-proyek pemerintah baik yang strategis maupun proyek2 yang rutin dalam APBN/APBD.

Tabel IV. 7 : Penolakan TP4Dno Penolakan TP4d Sumbar kaltim banten nTb Jambi Jumlah Prosentase

1 Terdapat penolakan - 1 - - 1 2 1 %2 Tdk ada penolakan 24 24 - - 31 115 77 %3 Alasan Lain - - 36 - - - -4 Tdk Menjawab - 3 - 24 6 33 22 % Jumlah 24 28 36 24 38 150 100 %

Sebagaimana tujuan pembentukan TP4D antara lain pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi dan penyerapan anggaran secara maksimal. Pembentukan TP4D ini sebagai upaya preventif tindak pidana korupsi, baik menyangkut kasus suap maupun pengadaan barang dan jasa serta kebocoran uang negara dalam APBN dan APBD.

Kejaksaan melalui TP4D sebaiknya melakukan pengawalan dan pendampingan sejak tahap perencanaan. Namun bisa saja terjadi setelah proyek berjalan dan ternyata ada indikasi korupsi. 58% resonden menyatakan bahwa ternyata setelah ada pendampingan terindikasi ada tindak pidana korupsi maka tetap akan ditindak lanjuti untuk dilakukan penyidikan; dilakukan telaahan sekiranya ada indikasi TPK ada unsure kesengajaan atau kesalahan adminstrasi maka direkomendasikan untuk dilakukan penyidikan, atau degera ditindaklanjuti melaksanakan penegakan hukum refresif ketika ditemukan bukti permulaan yang cukup setelah dilakukan koordinasi dengan APIP tentang telah terjadinya perbuatan melawan hukum; TP4d akan melakukan teguran atau peringatan apabila hal tersebut masih berlanjut maka proses hukum tetap berlanjut.

211

Di bawah ini gambaran tentang petran TP4D melakukan pengawalan dan pendampingan namun terindikasi adanya tindak pidana korupsi. Sedangkan 42% terjadinya TPK karena tidak ada pengawakan dan pendampingan.

Tabel IV. 8Indikasi Adanya Korupsi Setelah Pendampingan

no indikasi adanya Sumbar kaltim banten nTb Jambi Jumlah Prosentase korupsi1 Ada pendampingan - 26 36 24 - 86 58 %2 Tdk Ada pendampingan 22 - - - 4 26 18 % 3 Alasan Lain 2 - - - 28 28 19 %4 Tdk Menjawab - 2 - 6 - 10 5 % Jumlah 24 28 36 32 32 150 100 %

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa TP4 untuk melakukan kegiatan pengawalan,pengaman dalam proyek strategi nasional untuk tujuan tertentu yaitu untuk dapat mencegah timbulnya tindak pidana korupsi sebagai bentuk upaya preventif.

Pembentukan TP4 untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional di pusat maupun daerah, dalam melaksanakan tugas dan fungsi memiliki pedoman mekanisme pelaksanaan, beberapa diantaranya diatur di dalam Peraturan Jaksa Agung nomor : PER-014/A/JA/11/2016 tentang Mekanisme Kerja Teknis dan Administrasi Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan pembangunan (TP4), sebagai tim yang dibentuk dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi yang perlu di dukung dan dilaksanakan secara terencana, komprehensif serta memberi manfaat.

Dalam Pasal 4 ayat 1 (PER-014/A/JA/11/2016), menyebutkan bahwa Pengawalan dan Pengamanan pemerintahan dan pembangunan meliputi:a. Pencegahan/preventif dan persuasif;

212

b. Pendampingan Hukum; c. Melakukan Koordinasi dengan APIP dan/atau instansi terkait; d. Melakukan Monitoring dan Evaluasi; dan e. Melakukan penegakan hukum represif.

1. Upaya Pencegahan/preventif dan persuasif

Salah satu tujuan dibentuk tim TP4 yaitu guna pencegahan suatu tindak pidana korupsi, agar suatu proyek pembangunan nasional dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai yang diharapkan menghindari kecurangan dari oknum tertentu dalam suatu proyek nasional.

Bentuk dari tim TP4 melakukan upaya pencegahan/preventif dan persuasif dalam rangka mengawal, mengamankan dan mendukung keberhasilan jalannya pemerintahan dan pembangunan .

Terkait dengan batasan proyek yang perlu mendapat perhatian untuk mendapat pengawalan responden memberikan tanggapannya beragam yaitu harus ada batasan nilai proyek apabila dialakukan pendampingan oleh TP4D: tidak perlu ada ada batasan nilai proyek apabila dialakukan pendampingan oleh TP4D dan beberapa pendapat lain. Hal ini terlihat dalam tabel IV. 9 di bawah ini :

Tabel IV. 9Proyek yang Mendapat Pengawalan

no nilai Proyek yang Sumbar kaltim banten nTb Jambi Jumlah Prosentase mdpt Pengawalan1 Terdpt batasan 13 17 12 0 3 45 30 %2 Tdk Terdpt batasan 1 9 22 24 29 85 57 % 3 Alasan Lain - - - - - 28 - %4 Tdk Menjawab 10 2 2 6 - 20 13 % Jumlah 24 28 36 30 32 150 100 %

213

Adapun 30% responden memberikan alasan perlunya ada batasan nilai proyek adalah sebagai berikut :

Seluruh proyek yang anggarannya berasal dari APBD dan APBN tetapi tidak menutup kemungkinan proyek lainnya; Proyek yang perlu mendapatkan pengawalan yaitu setiap proyek strategis pemerintah yang banyak menggunakan keuangan negara dan berpotensi tindak pidana korupsi dan batasan nilai proyek sebesar Rp. 1 Milyar; Proyek yang mendapatkan pengawalan dan pengamanan dari TP4P/D adalah proyek strategis nasional yang didaerah dan nilai proyteknya dibatasi senilai tertentu, misalnya diatas 5 Milyar, sedangkan untuk proyek diluar itu menjadi tugas bidang Datun, hal ini dikarenakan tugas dan fungsi TP4P/D berupa pendampingan hukum dan pemberian pendapat hukum juga merupakan tugas dan fungsi bidang Datun, sehingga ada batasan dan nilai proyek akan menjadikan kinerja TP4P/D dengan bidang Datun bisa berjalan seiring sejalan; Proyek yang bernilai besar dan strategis sehingga dapat memprioritaskan yang langsung berkaitan dengan pertumbuhan dan pembangunan daerah;. Proyek yang berkaitan dengan kepentingan publik dan dananya dari APBD, batasan nilai proyek tersebut adalah 200 juta;

Sementara 70% atau yang secara tegas 57% responden yang menyatakan mestinya tidak terdapat batasan nilai proyek untuk dilakukan pendampingan dan pengawalan proyek, alasannya hanya Proyek-proyek yang perlu mendapatkan pengawalan khusus saja seperti : Proyek infrastruktur strategis; Proyek dibidang kehutanan; Proyek dibidang pendidikan;Proyek lainnya yang vital dan berdampak luas kepada masyarakat. Proyek-proyek tersebut sudah mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat sebagaimana dituangkan berdasarkan Peraturan Presiden nomor 58 tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, diputuskan sebanyak 245 proyek strategis nasional ( PSN) ditambah 2 program

214

Untuk mengoptimalkan pencegahan tindak pidana korupsi peran TP4D perludijalin hubungan yang bersinergi dengan SKPD di daerah.

87% responden menjawab bahwa untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi maka perlu terjalin sinerja yang baik dengan SKPD agar aparat pemerintah dalam melaksanakan pembangunan makin percaya diri. Diharapkan TP4D bisa melakukannya secara kontinyu sehingga pemerintah (daerah) akan menganggarkan alokasi biaya untuk operasional TP4D untuk menghindarkan permintaan anggaran yang tidak jelas.

2. Perlu Penguatan Landasan Hukumnya.

Keberadaan TP4D kejaksaan masih ditanggapi beragam dari instansi pemerintah/pemda meskipun 85% responden menyatakan bahwa respon pemerintah daerah mendukung kehadiran TP4D, namun demikian perlu dilakukan peningkatan SDM baik melalui pendidikan dan beberapa diskusi (FGD) maupun seminar.

TP4 dibentuk berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 yaitu untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional di pusat maupun daerah, yang mekanisme diatur dlki dalam Peraturan Jaksa Agung nomor : PER-014/A/JA/11/2016 tentang Mekanisme Kerja Teknis dan Administrasi Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan pembangunan (TP4), sebagai sebuah tim yang dibentuk untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dengan dukung yang dilaksanakan secara terencana, komprehensif serta memberi manfaat.

Secara formal legal standing mengandung arti landasan hukum. Penguatan status hukum pembentukan TP4D. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa landasan pembentukan Peraturan Jaksa Agung nomor : PER-014/A/JA/11/2016 adalah

215

dibentuk berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015. Maka status hukum TP4D harus ditingkatkan dalam bentuk Instruksi Presidan atau dalam Peraturan Presiden, sembari mendukung status hukum yang kuat maka seyogyanya Jaksa Agung dengan Menteri Dalam Negeri membuat MoU sebagai cantolan dan landasan pemerintah daerah mengoptimalkan peran TP4D. Begitu juga di Provinsi antara Kepala Kejaksaan Tinggi dengan Gubernur ada MoU tentang pembentukan dan tugas fungsi TP4D dalam mengoptimalkan pembangunan di daerah yang selanjutnya dituangkan dalam MoU di wilayah kabupaten/kota antara Kepala Kejaksaan Negeri dengan Bupati/Walikota. Sehingga upaya untuk mengoptimalkan peran TP4D mempunyai landasan hukum yang jelas dan kuat.

Berikut di bawah ini tabel IV. 10 pendapat responden perlunya landasan hukum pembentukan TP4D

Tabel IV. 10Landasan Hukum Pembentukan TP4D

no landasan Sumbar kaltim banten nTb Jambi Jumlah Prosentase hukum TP4d1 Perlu 24 26 36 24 31 141 94 %2 Tdk perlu - - - - 1 1 0,6 % 3 Alasan Lain - - - - - - - %4 Tdk Menjawab - - - 6 - 8 5.6 % Jumlah 24 28 36 30 32 150 100 %

94% responden menganggap perlu ada landasan hukum yang kuat dalam pembentukan TP4D sehingga optimalisasi dan sinergi dengan SKPD dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembentukan tim ini. Hanya 6% responden atau 0,6% menyatakan tidak perlu, dan dianggap cukup dengan dasar hukum yang sudah ada.

216

Peraturan Jaksa Agung nomor : PER-014/A/JA/11/2016 antara lain mengatur tim TP4 bidang intelijen sebagai koordinatornya sampai di kejaksaan negeri oleh kepala seksi intelijen, sedangkan sebagian tugas TP4D selama ini sudah dilaksanakan bidang datum. Pengaturan yang lebih jeas dan tegas akan menghasilkan kerjasama antara bidang atau kepala seksi di daerah. Seyogyanya di level Kejaksaan Tinggi yang menjadi ketuanya yaitu Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi dan di kejaksaan negeri ketuanya Kepala Kejaksaan Negeri. Sedangkan lain2nya diatur proporsional.

217

BAB VPENUTUP

A. Kesimpulan Perubahan penegakan hukum dengan mengedepankan

preventif / pencegahan saat ini adalah pilihan yang paling tepat karena penegkan hukum refresif sering disalah artikan bahkan dianggap tidak sejalan dengan program-program pembangunan nasional. Karena, sering menimbulkan kekhawatiran, ketakutan para stakeholder/ responden ekstern sehingga berakibat rendahnya penyerapan anggaran dan tidak terlaksananya proyek pembangunan dengan baik.

Oleh karena itu, terbentuknya TP4D sangat direspon, diapresiasi oleh para stakeholder/responden ektern karena merasa sangat bermanfaat, hal ini ditandai dengan banyaknya permintaan, kehadiran TP4D dalam pelaksanaan pembangunan dan stakeholder/ responden ekstren mengatakan tidak perlu adanya batasannilai proyek suatu pendampingan oleh TP4D/responden ekstern mengatakan efektif dapat mencegah tindak pidana korupsi, proyek pembangunan cepat selesai/ tepat waktu, sehingga hasilnya dapat segera dirasakan oleh masyarakat.

Namun dalam tugas TP4D mengalami kendala-kendala :Kualitas SDM tim TP4 yang belum memadai/menguasaiu a. tentang teknis/yuridis pengawalan dan pengaman proyek pembangunKegiatan TP4 tidak didukung dengan anggaran yang memadai/ b. cukup;Tidak didukung dengan sistem pelaporan yang seragam;c. Belum adanya payung hukum yang kuat untuk mendukung d. tugas-tugas TP4 sebagaimana tugas-tugas pendampingan yang dilakukan oleh Datun didalam 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor : 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI dan Peraturan

218

Presiden Nomor 29 Tahun 2016.

b. SaranKeberadaan TP4D merupakan bagian dari Tupoksi Kejaksaan 1. dalam pemberantasan tindak pidana korupsi melalui preventif, maka perlu adanya penguatan legal standing dalam peraturan perundang-undangan / Undang-Undang Kejaksaan (optimalisasi peran Biro Hukum untuk mengawal proses revisi legislasi oleh pemerintah dan DPR);Perlu adanya peningkatan kualitas, profesionalisme, 2. integritas SDM Tim TP4D dalam melakukan pengawalan, pengamanan proyek pembangunan. Kualitas/kemampuan SDM dapat ditingkatkan melalui diklat/pendidikan formal lain (Badan Diklat/Sentral Diklat secara periodik/berlanjut perlu menyiapkan pengadaan diklat tersebut dengan Widyaiswara yang ahli termasuk penguasaan Bahasa Asing profesionalisme dan integritas tim TP4 untuk mengawal dan mengamankan keberhasilan proyek pembangunan untuk benar dituntut dan mampu memposisikan diri sebagai pendorong penyelenggaraan pemerintah yang adil dan bersih, mampu menghindari adanya alasan pembenar /tempat berlindung pihak-pihak tertentu untuk melakukan kejahatan, mampu menjaga diri dan mampu menjaga kewibawaan institusi/Kejaksaan sehingga hasil pengawalan, pengamanan dan pembangunan dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dengan demikian, penegakan hukum benar-benar mendapat hati di masyarakat (peningkatan public trust masyarakat).Perlu didukung dengan anggaran dalam DIPA Kejaksaan 3. (diusulkan oleh TP4D kepada Biro Perencanaan untuk dapat dialokasikan anggaran dalam DIPA). Perlu diterbitkan Juklak/ Juknis yang mengatur tentang 4. administrasi kegiatan TP4D sehingga ada keseragaman dalam bentuk pelaporan.

219

DAFTAR PUSTAKA

A. Qirom Samsudin M, Sumaryo E., Kejahatan Anak Suatu Tinjauan Dari Segi Psikologis dan Hukum, Yogyakarta: Liberti, 1985.

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang Dan Jasa Dan Berbagai Permasalahannya, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

AR. Mustopadidjaya, Manajemen Proses Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi Kinerja: Jakarta:LAN, 2002.

Bambang Setyo Wahyudi, “Strategi Pemberdayaan Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara dalam Penyelamatan Kekayaan Negara” dalam Bambang Setyo Wahyudi, Noor Rochmad, Erryl Prima Putra Agoes, dan Yusuf Jaksa Pengacara Negara: Mengawal Percepatan Proyek Strategis Nasional, Cetakan Pertama, Palembang: CV. Sapta. E. Saudara, 2016.

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Bintoro, “Perlunya Penegasan Lembaga Kejaksaan Sebagai Kantor Pengacara Negara”, Medikom Adhyaksa 22 Januari 1997.

Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, Edisi VI, West Publishing, St. Paul Minesota, 1990.

Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, Jakarta: PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, 1981.

Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di Indonesia, Bandung: PT Refika Aditama, 2008.

Erryl Prima Putera Agoes, “Sejarah Kewenangan Kejaksaan Dalam Bidang Datun Serta Kontribusi Dalam Pembangunan Nasional”.

220

Evy Lusia Ekawati, Peranan Jaksa Pengacara Negara dalam Penanganan Perkara Perdata, Genta Press, Yogyakarta, 2013.

I Nyoman Sumaryadi, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Jakarta: Citra Utama, 2005.

Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi (edisi ringkas), Jakarta: Transparency Internasional Indonesia, 2003.

Jimly Asshiddiqie, Perihal Perundang-undangan, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

John Emerich Edward Dalberg Alton dalam Ilham Gunawan, Postur Korupsi di Indonesia Tinjauan Yuridis, Sosiologis, Budaya dan Politik, Bandung: Angkasa, 1990.

Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, Bandung: Alumni, 1981.

Marwan Effendy, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana, Sumber Ilmu Jaya, cet.I, Tahun 2005.

Marwan Effendy, Penerapan Perluasan Ajaran Melawan Hukum dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (KajianPutusan No.135/Pid/B/2004/PN.Cn. dan Putusan Sela No.343/Pid.B/2004/PN.Bgr), Dictum,Jakarta,2005

Marwan Effendy, Penyimpangan Kebijakan Anggaran Oleh Pejabat Negera, BUMN dan BUMD dari Aspek Pidana, Makalah disampaikan dalam workshop tentang Korupsi dan Penyimpangan Kebijakan Keuangan Bagi Pejabat Pemerintah Daerah/DPRD dan BUMD, yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Investasi dan Keuangan bekerjasama dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, tanggal l2 dan 19 Agustus 2006, di Hotel Oasis Amir Lt.3,Jl. Senen Raya Kav.135-137 Jakarta Pusat. Pernah juga disampaikan dalam Workshop : ”SANKSI HUKUM PEJABAT PEMDA,DPRD DAN BUMN/BUMD” atas Hasil Audit Investigasi Terhadap Kebocoran Negara/Daerah Dalam Tipikor, yang diselenggarakan oleh Pusat Pelatihan Keuangan dan Pemerintahan

221

dengan Sekolah Tinggi Akutansi Negara, tanggal 4 Agustus 2006,di Hotel Ibis, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik : Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama,1988.

OECD, Economic Policy Reform:Going for Growth: 2010, Organization for Economic CO-operation and development

P.A.F. Lamintang, at al, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, cet. Ke-III, 1990.

Phillip Nonet, Phillip Seiznick, Law and Society in Transition, Octagon books, New York, 1987

Pope, Jereny, Strategi Memberantas Korupsi, Elemen Sistem Integritas Nasional, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2003.

Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, Good Corporate Governance: Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia dalam Perspektif Hukum, Yogyakarta: Total Media Yogyakarta, 2007.

Romli Atmasasmita, Korupsi, Good Governance, dan Komisi Anti Korupsi, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2002.

Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum.:Bandung. Alumni. 1986.

Soejono, D, Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Bandung: Alumni, 1976.

Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo. Jakarta, 1983.

Simanjuntak B dan Chairil Ali, Cakrawala Baru Kriminologi, Bandung: Trasito, 1980.

Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2002.

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni Bandung, Cetakan Keempat, 1996.

222

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana : Bandung, Alumni, 1981.

Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Pusat (TP4P), Peran Serta Dalam Rangka Mendukung Keberhasilan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Nasional, <Kejaksaan Republik Indonesia>.

Vito Tanzi, Corruption, Governmental Activities, and Markets, IMF Working Paper, Agustus 1994.

World Bank, World Development Report – The State in Changing World, Washington, DC, World Bank, 1997.

Perundang-undangan :

Undang-Undang Dasar 1945;

Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;

Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan;

Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

Undang Undang Nomor: 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI;

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah;

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 38 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor: 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2015;

Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-006/A/JA/03/2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.

223

Instruksi Jaksa Agung Nomor: INS-001/A/JA/10/2015 tanggal 5 Oktober tentang Pembentukan dan Pelaksanaan Tugas TP4 (Pusat dan Daerah) Kejaksaan RI;

KEP-152/A/JA/10/2015 tanggal 1 Oktober 2015 Tentang Pembentukan Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Kejaksaan Republik Indonesia;

Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia, Nomor : KEP-016/JA/3/1995 Tentang Pelaksanaan Penelitian dan Pengembangan Di Lingkungan Kejaksaan Agung RI. dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan topik penelitian.

Internet :

http://wulrich.com/downloads/ulrich_2002c.pdf, diakses pada tanggal 24 agustus 2017 pada pukul 11.15

https://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_persuasif diakses pada tanggal 25 agustus 2017 jam 16.35

https://kbbi.web.id/koordinasi, diakses pada tanggal 25 agustus 2017, pukul 13.10

http://www.ti.or.id/index.php/publication/2017/01/25/corruption-perceptions-index-2016>.

Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Nawa Cita (28 Juli 2015) <https://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content &task=view& id >.