Diabetes Dan Infeksi Periodontal (Jurnal Gigi)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal gimul

Citation preview

Diabetes dan Infeksi Periodontal : Menentukan hubungannyaAbstrakJurnal ini berfokus pada hubungan antara diabetes dan infeksi periodontal dan beberapa mekanisme yang terlibat dalam perkembangan penyakitnya secara lokal dan sistemik. Jurnal ini juga membahas komplikasi oral pada diabetes serta anjuran untuk penatalaksanaan, pengobatan dan rujukan yang tepat untuk penyakit tersebut.Rongga mulut merupakan sumber berbagai agen infeksi, dan kondisinya dapat mencerminkan perkembangan suatu kondisi patologis sistemik. Pada masa lalu, infeksi mulut dianggap hanya terlokalisasi dan berdampak pada rongga mulut, kecuali pada kasus abses odontogenik yang belum diobati. Namun , sebuah perubahan paradigma telah menghilangkan anggapan ini, dan konsep baru mengenai keadaan rongga mulut dan dampaknya terhadap kesehatan dan penyakit sistemik telah meningkat.Diabetes diderita lebih dari 18 juta orang di Amerika Serikat dan lebih dari 171 orang di seluruh dunia dan telah dianggap sebagai suatu epidemik. Penyakit ini disertai oleh peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan penyembuhan luka yang buruk dan dengan penyakit yang progresif akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Diabetes juga dikenal sebagai faktor risiko utama untuk terjadinya periodontitis yang bersifat progresif, infeksi atau pembentukan lesi yang mengakibatkan penghancuran jaringan dan tulang yang menyokong struktur gigi. Kedua penyakit ini diperkirakan memiliki patogenesis yang sama yang melibatkan respon inflamasi yang dapat diamati secara lokal dan sistemik. Respon inflamasi tersebut diakibatkan oleh efek kronis hiperglikemia, khususnya pembentukan biologically active glycated proteins dan lipid yang mendukung respon inflamasi. Meskipun sudah diketahui bahwa faktor genetik juga berkaitan dengan diabetes dan periodontitis, penelitian ini hanya berfokus terutama pada faktor bakteri dan faktor host yang dapat menimbulkan kedua penyakit tersebut. Beberapa penelitian secara epidemiologi dan mekanis yang mengamati dampak infeksi periodontal dengan adanya diabetes menunjukkan peningkatan pada innate immune response dan kerusakan jaringan periodontal akibat perubahan respon inflamasi. Penelitian tersebut telah memberikan wawasan mengenai mekanisme molekuler yang mengamati hubungan antara penyakit periodontal dan diabetes. Tujuan dari jurnal ini adalah untuk membuat hubungan antara penyakit periodontal dan diabetes berdasarkan informasi yang terdapat pada beberapa literatur serta mendiskusikan manajemen dan rujukan yang tepat bagi pasien yang memiliki tanda-tanda dan gejala penyakit periodontal dan komplikasi mulut lainnya.

Penyakit Periodontal dan Infeksi Bakteri Infeksi periodontal merupakan komplikasi yang dapat mengubah fisiologi sistemik pada pasien diabetes. Periodontitis bisa lebih dari sekedar infeksi oral lokal, oleh karena itu dampak periodontitis diduga bersifat far-reaching, yakni dapat mempengaruhi struktur tubuh yang jauh. Pada keadaan kronis, penyakit ini dapat menimbulkan respon sistemik terhadap bakteri dan produk bakteri yang tersebar akibat pemecahan periodontal apparatus (ligamen yang melekat di sekitar gigi yang mencakupi jaringan gingiva dan tulang). Keterkaitan antara diabetes dan penyakit periodontal memberikan contoh suatu penyakit sistemik yang berupa predisposisi infeksi oral, dan ketika infeksi tersebut terjadi, ia akan mempercepat progresi penyakit sistemik yang menyebabkannya. Selain itu, juga dimungkinkan bahwa infeksi oral berperan sebagai stressor metabolik yang dapat memperburuk penyakit sistemik. Untuk memahami mekanisme seluler dan molekuler yang bertanggung jawab untuk hubungan antara infeksi oral dan penyakit sistemik, kita harus mengidentifikasi perubahan fisiologis umum yang berkaitan dengan diabetes dan periodontitis yang menghasilkan efek kooperatif ketika kedua penyakit tersebut berada. Akumulasi Advanced Glycation End products (AGEs) akibat hyperglikemia kronik atau diabetes, ditambah dengan adanya infeksi dan respon host berlebihan, dapat memberikan penjelasan untuk gambaran klinis yang diamati pada pasien diabetes dengan penyakit periodontal. Produk bakteri seperti endotoksin atau lipopolisakarida (LPS) juga berperan dalam penyebaran respon inflamasi pada host melalui reseptor Toll-Like Protein (TLR), dan oleh karena itu dapat menimbulkan kaskade inflamasi. Reseptor tersebut berperan penting pada innate immune response, terutama ketika berinteraksi awal dengan mikroorganisme yang menginfeksi, seperti Porphyromonas gingivalis. Berbagai penelitian biokimia dan genetik telah menyatakan bahwa Toll Protein berperan penting dalam respon langsung terhadap infeksi. Meskipun interaksi LPS-Monosit merupakan salah satu contoh terbaik untuk memahami innate immunity yang melibatkan bakteri gram negatif dan endotoksin bakteri, mekanisme dibalik penyakit periodontal dan regulasi ekspresi protein TLR masih belum diketahui secara lengkap.

Penyakit Periodontal dan DiabetesHiperglikemia kronik berkaitan erat dengan respon inflamasi yang menimbulkan komplikasi pada diabetes. Dengan adanya penyakit periodontal, berbagai patogen oral serta produkya dapat memasuki sirkulasi sistemik. Toksin dari patogen tersebut diketahui dapat menimbulkan respon imun yang dapat mengganggu homeostasis dan dalam beberapa kasus, juga dapat menjadi fatal.

Diabetes dan penyakit periodontal adalah penyakit kronik yang sering diamati pada populasi Amerika Serikat. Kedua penyakit tersebut dianggap berhubungan secara biologis, dalam beberapa tinjauan dan penelitian telah mengusulkan berbagai mekanisme untuk menjelaskan hubungan tersebut, yaitu 1) penyakit mikrovaskuler, 2) perubahan komponen cairan sulkus gingiva, 3) perubahan dalam metabolisme kolagen, 4) perubahan respon host, 5) perubahan flora subgingiva, 6) predisposisi genetik dan 7) non-enzymatic glycation.Selain itu, penelitian in-vitro mengenai monosit dari penderita diabetes telah menemukan suatu fenotip hiperresponsif yang mengekspresi mediator pro-inflamator (seperti interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor- (TNF-), dan prostaglandin) secara berlebihan. Dalam penelitian in-vitro yang serupa, ditemukan bahwa jumlah mediator inflamasi lokal lebih tinggi pada penderita periodontitis yang juga menderita diabetes dibandingkan dengan penderita periodontitis yang tidak menderita penyakit sistemik. Kemajuan dalam ilmu biologi molekuler resistensi insulin dan disfungsi sel- semakin mendukung peran mediator inflamasi, terutama sitokin, dan unsur-unsur innate immune system dalam patogenesis diabetes tipe 2. Produksi sitokin akibat infeksi dapat menyebabkan resistensi insulin dalam berbagai cara, yaitu 1) modifikasi substrat reseptor insulin-1 oleh fosforilasi serin, 2) perubahan fungsi adiposit serta peningkatan produksi asam lemak bebas, 3) penurunan produksi nitrat oksida pada endotel. Bahkan mekanisme-mekanisme yang dicetus oleh cytokine juga berperan dalam perusakan sel- yang terlihat pada hewan yang menderita diabetes tipe 2 yang kemungkinan dimediasi oleh resistensi insulin tipe c-Jun NH2-terminal kinase-induced.Kadar insulin puasa dianggap sebagai penanda resistensi insulin. Peningkatan resistensi terhadap penyerapan glukosa pada otot skeletal adalah salah satu bagian dari penyesuaian fisiologis terhadap inflamasi. Sitokin atau mediator inflamasi dapat menurunkan sensitivitas insulin, oleh karena itu resistensi insulin dianggap sebagai suatu jalur yang menghubungkan mediator inflamasi dengan kejadian diabetes. Dengan terjadinya inflamasi, adiposit menghasilkan sitokin TNF- dan IL-1 dalam jumlah besar. Infeksi juga telah diamati berkaitan dengan perkembangan penyakit jantung koroner dan mekanismenya sama dengan yang sudah dibahas. Diabetes dan infeksi telah lama dikenal untuk berperan pada terjadinya disregulasi metabolisme. Hal ini dapat membuat kita untuk berspekulasi bahwa infeksi berulang atau kronis seperti periodontitis, atau kerentanan terhadap penyakit tersebut dapat menjadi faktor penyebab penyakit tipe-2. Namun demikian, hipotesis ini masih memperlukan penelitian lebih lanjut. Glikasi tahap lanjutTelah terdapat berbagai bukti yang mendukung peran AGE dalam memperburuk komplikasi sistemik diabetes dan tingkat keparahan penyakit periodontal yang berhubungan dengan respon inflamasi yang bersifat kronis dan intens. Selain itu, AGE juga dikaitkan dengan peningkatan stress oksidan yang menyebabkan beberapa ekspresi endotel pada vascular cell adhesion molecule 1, yaitu 1) perubahan struktur dan fungsi basement membrane in vitro, ini dapat terdeteksi secara in situ pada jaringan hewan dan manusia penderita diabetes, 2) upregulation sitokin proinflamasi (IL-1, TNF-, dan IL-6) dan growth factor seperti platelet-derived growth factor.Sifat irreversibel AGE dan interaksinya dengan reseptor menyebabkan suatu keadaan dimana jaringan dan sel lainnya akan terpapar secara terus menerus terhadap produk AGE, sehingga terjadi peningkatan aktivitas selular. Pada pasien yang tidak menderita penyakit sistemik, tingkat keparahan dan perjalanan penyakit periodontal pada diabetes sering tidak serupa dengan perjalanan penyakit yang biasa ditemukan. Jumlah kerusakan jaringan yang ditemukan pada pasien diabetes terkadang tidak sesuai dengan etiologi yang diamati secara klinis (misalnya, plak bakteri).Respon host selama fase infeksi melibatkan beberapa sitokin dan hormon dari sistem kekebalan tubuh. Molekul efektor tersebut berfungsi untuk memodulasi interaksi antara berbagai jenis sel yang terlibat dalam proses inflamasi. Proses inflamasi terdiri dari beberapa peristiwa kompleks dan melibatkan pelepasan mediator oleh sel-sel sekitar dan yang berinfiltrasi. Hiperglikemia kronis yang disertai akumulasi AGE dikaitkan dengan peningkatan ekspresi berbagai gen yang diatur oleh faktor transkripsi nuklir faktor KB (NF-kB). Berbagai hasil penelitian telah mengindikasi bahwa disregulasi aktivasi NF-kB dapat menyebabkan beberapa penyakit inflamatorik, seperti penyakit periodontal. Aktivasi AGE dan LPS merangsang aktivasi NF-kB dapat mengakibatkan regulasi gen transkripsi yang menyimpang. Hal ini biasanya diamati pada pasien diabetes dengan periodontitis yang berhubungan langsung dengan akumulasi AGE pada intra dan ekstrasel.Periodontitis dan Manifestasi Kardiovaskuler pada penderita DiabetesDiabetes adalah penyakit sistemik dengan berbagai komplikasi yang dapat berdampak buruk terhadap kualitas dan kuantitas kehidupan, khususnya yang berkaitan dengan manifestasi kardiovaskuler dan kematian mendadak (sudden death). Penelitian yang terbaru telah melaporkan hubungan yang bertentangan antara infeksi oral, penyakit jantung koroner dan penyakit jantung koroner insiden. Namun demikian, terdapat hasil penelitian yang menyatakan infeksi gigi berkaitan dengan aterosklerosis koroner dan DNA bakteri ini telah diidentifikasi pada suatu plak aterosklerotik, dan studi lain juga telah menghubungkan infeksi dental dengan kejadian penyakit koroner. The Dental Atherosclerosis Risks in Communities Study merupakan salah satu studi yang memberikan bukti hubungan antara infeksi periodontal dan kejadian subklinis atherosclerosis. Selain itu, data yang tersedia oleh Insulin Resistance Atherosclerosis Study telah menunjukkan bahwa hiperglikemia kronik mempunyai hubungan positif dengan peningkatan ketebalan dinding intima-medial (IMT). Studi tersebut menunjukkan hubungan independen antara kadar glukosa puasa dengan individu yang menderita diabetes dan IMT. Meskipun penelitian mengenai hubungan periodontitis dan diabetes dan hubungan periodontitis dan penyakit jantung koroner telah dilaporkan secara terpisah, dampak periodontitis terhadap perkembangan penyakit kardiovaskular pada penderita diabetes belum diteliti. Telah dipastikan bahwa proses upregulation pada cytokine yang dimediasi oleh infeksi dan mediator inflamasi lainnya berperan penting pada proses patologis yang berkaitan dengan kondisi tersebut. Tingginya prevalensi penyakit kardiovaskular dan periodontitis pada penderita diabetes dapat diakibatkan oleh respon inflamasi yang bisa menyebabkan aterosklerosis yang biasanya lebih luas dan yang bermuncul pada usia lebih dini dibandingkan dengan individu yang tidak menderita diabetes. Komplikasi Oral pada DiabetesPenyakit periodontal telah dilaporkan sebagai komplikasi ke-enam diabetes, bersama dengan neuropati, nefropati, retinopati dan penyakit mikro dan makrovaskular. Beberapa penelitian yang dipublikasikan telah menjelaskan keterkaitan antara diabetes dan penyakit periodontal. Berbagai studi telah memberikan bukti bahwa pengontrolan infeksi periodontal dapat memberikan dampak positif terhadap kontrol glikemik, ini ditandai oleh penurunan kebutuhan insulin serta penurunan kadar Hemoglobin A1c. Selain infeksi periodontal dan gingivitis, sejumlah komplikasi mulut lainnya sering dilaporkan pada pasien dengan diabetes, yaitu xerostomia, karies gigi, infeksi candida, burning mouth syndrome, lichen planus dan penyembuhan luka yang buruk. Untuk memberikan penatalaksanaan yang tepat kepada pasien, kita harus terlebih dahulu mendiagnosa dengan benar. Hampir seluruh masalah gigi dapat diidentifikasi secara baik pada pemeriksaan oral yang dilakukan pada setiap kunjungan medis. 1. Penyakit Periodontal dan Gingivitis Presentasi klasik penyakit periodontal dikaitkan dengan akumulasi plak dan kalkulus yang menimbulkan kondisi optimal untuk pertumbuhan bakteri dan faktor virulensi kuat yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal dan resorpsi tulang alveolar di sekitar gigi. Periodontitis sering didahului oleh berbagai tahap proses inflamasi pada gingival yang disebut sebagai gingivitis. Gingivitis adalah peradangan pada gusi dan merupakan penyakit gusi yang paling mudah diobati. Penyebab langsung gingivitis adalah plak, yaitu lapisan yang lembut, lengket dan tidak berwarna berasal dari bakteri yang terbentuk terus menerus pada gigi dan gusi. Tanda-tanda dan gejala klasik dari gingivitis meliputi gusi yang merah dan bengkak yang dapat berdarah pada saat gigi disikat. Jika gingivitis tidak diobati, ia sering berkembang menjadi penyakit periodontal. Infeksi tersebut kemudian mengakibatkan pembentukan kantong antara gigi dan gusi dan ini merupakan tanda kerusakan apparatus periodontal dan tulang. Beberapa pasien juga dapat mengalami halitosis berulang (bau mulut) atau rasa tidak enak pada mulut. Jaringan di sekitar gigi pada sepanjang permukaan akar juga dapat berkerut, sehingga mengekspos akar gigi dan mengakibatkan gigi terlihat lebih panjang. Tujuan terapi pada penatalaksanaan penyakit periodontal dan gingivitis pada pasien diabetes meliputi pengobatan infeksi melalui pembersihan plak dan kalkulus, penurunan respon inflamasi dan pemeliharaan kontrol glikemik. Gigi harus dibersihkan secara teratur setiap 6 bulan oleh petugas medis yang berlisensi dan juga harus dilakukan secara rutin oleh pasien sendiri (misalnya, menyikat gigi dan flossing). Beberapa penelitian telah membandingkan efektivitas dari berbagai metode menyikat gigi (manual, oscillating atau sonic) dan menemukan bahwa cara menyikat gigi dapat mempengaruhi jumlah plak yang tertinggal. Berbagai studi telah menemukan bahwa metode oscillating atau sonic merupakan metode yang paling efektif. The American Dental Association menganjurkan penyikatan gigi minimal dua kali sehari dan flossing tiap hari. Kebanyakan orang menyikat gigi pada pagi dan malam hari karena sesuai dengan kehidupan seharian mereka. Sikat gigi harus diganti setiap 3-4 bulan dan pada anak-anak perlu diganti lebih sering. Selain itu, ada terdapat beberapa obat over-the-counter dan obat kumur antibakteri yang bisa mengurangi jumlah bakteri, sehingga memudahkan penyembuhan dan perbaikan jaringan. Konsil American Dental Association untuk Pengobatan Dental telah mengesahkan Listerine dan Chlorhexidine Gluconate (Peridex) sebagai obat yang bersifat efektif terhadap pencegahan penyakit oral. Mekanisme kerja Listerine meliputi penghancuran dinding sel bakteri, penghambatan enzim bakteri dan ekstraksi LPS bakteri. Chlorhexidine mampu untuk mengikat jaringan keras dan lunak secara slow release. Produk lain yang telah terbukti mempunyai efek antimicrobial adalah larutan kumur dan pasta gigi yang mengandung triklosan. Karena jumlah penyakit periodontal semakin berkembang, intervensi terapeutik yang lebih agresif dapat diindikasikan. Terapi bisa melibatkan operasi, pemberian obat antimikroba (lokal atau sistemik) atau kombinasi keduanya. Episode akut infeksi oral pada pasien diabetes harus segera diatasi. Antibiotik yang tepat dan pengobatan nyeri harus disediakan, bersama dengan rujukan ke dokter gigi sesegera mungkin. Antibiotik yang paling sering digunakan untuk pengobatan infeksi gigi akut adalah amoksisilin. Bagi individu yang memiliki alergi terhadap penisilin, klindamisin merupakan obat pilihan. Perkembangan organisme yang resiten terhadap antibiotik adalah kekhawatiran dalam komunitas medis dan gigi, oleh karena itu dosis yang diberikan harus efektif minimum. Dosis untuk amoksisilin berupa 250 mg dan diberikan 3 kali selama 7 hari, sedangkan dosis klindamisin berupa 300 mg dan diberukan 4 kali selama 7 hari. Bagi pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol, dosis diberikan mungkin perlu lebih tinggi dan obat harus dikonsumsi dalam waktu yang cukup lama akibat respon imun dan penyembuhan yang kurang baik. Penyakit periodontal kronis juga harus diperiksa, dan pasien yang menderita penyakit tersebut harus dirujuk ke dokter gigi untuk evaluasi dan pengobatan. 2. Xerostomia dan Karies Gigi Diabetes dapat menyebabkan disfungsi pada kapasitas pengeluaran kelenjar saliva. Proses ini sering dikaitkan dengan disfungsi kelenjar saliva. Xerostomia berupa pengurangan (kualitatif atau kuantitatif) atau tidak adanya air liur didalam mulut. Ini adalah komplikasi umum dari penyakit sistemik dan obat-obatan. Fungsi normal saliva dimediasi oleh reseptor muskarinik M3. Sinyal saraf eferen muskarinik yang dimediasi oleh asetilkolin juga merangsang sel epitel kelenjar saliva, sehingga meningkatkan sekresi saliva. Penderita xerostomia sering mengeluh masalah dengan makan, berbicara dan menelan. Makanan kering dan rapuh juga sulit untuk dikunyah dan ditelan. Pemakai gigi palsu juga memiliki masalah karena dapat tejadi retensi gigi palsu, luka gigi palsu dan penempelan lidah ke langit-langit. Pasien dengan xerostomia sering mengeluh gangguan rasa (dysgeusia), nyeri pada lidah (glossodynia), dan peningkatan kebutuhan untuk minum air terutama pada malam hari. Xerostomia dapat meningkatkan kejadian karies gigi, pembesaran kelenjar parotis, peradangan dan fisura pada bibir (cheilitis), peradangan atau ulkus pada lidah dan mukosa bukal, kandidiasis oral, infeksi kelenjar saliva (sialadenitis), halitosis, dan fisura pada mukosa oral. Jika tidak diobati, xerostomia dapat mengeksaserbasi karies gigi dan juga dapat mengakibatkan infeksi pada pulpa gigi serta abses gigi. Pembentukan karies membutuhkan bakteri Streptokokus mutans. Bakteri ini melekat dengan baik pada permukaan gigi dan memfermentasi gula lebih baik dibandingkan bakteri oral lainnya. Ketika bakteri S.Mutans pada plaque terdapat dalam jumlah tinggi (sekitar 2-10%), pasien akan berisiko tinggi untuk mendapat karies. Jumlah bakteri yang tinggi bersama dengan mulut kering dan sumber asupan gula merupakan kondisi optimal untuk kejadian karies gigi. Etiologi Xerostomia dikaitkan dengan pembesaran non-neoplastik dan non-inflammatorik kelenjar parotis yang terjadi pada 25% pasien diabetes, terutama diabetes tipe 1 yang disertai kontrol metabolik yang buruk. Diagnosis Xerostomia dibuat berdasarkan hasil yang diperoleh dari riwayat pasien atau pemeriksaan rongga mulut. Xerostomia akan dicurigai jika tongue depresser melekat pada mukosa bukal atau, pada wanita, jika lipstick melekat pada gigi depan. Mukosa oral juga akan mengering dan lengket atau akan muncul bercak akibat pertumbuhan berlebihan candida albicans. Bercak tersebut bisa berwarna merah atau putih atau keduanya dan sering ditemukan pada permukaan keras atau lunak pada dorsal atau palatum lidah. Pada beberapa kasus, kandidiasis pseudomembran juga terdapat dan akan tampak sebagai plak putih yang mudah terlepas pada permukaan mukosa. Terkadang akan terjadi pengumpulan saliva pada dasar mulut, dan lidah bisanya tampak kering dengan jumlah papillae yang berkurang. Saliva pasien akan tampak berserabut atau berbuih. Karies gigi dapat ditemukan pada margin serviks atau leher gigi (bagian dimana gigi bertemu gusi) atau margin incisal (tepi gigi). Mulut kering dapat diperburuk oleh hiperventilasi, bernapas melalui mulut, merokok atau peminuman alkohol. Intervensi paliatif mencakupi substitusi dan stimulan saliva. Beberapa produk dapat dibeli langsung dari apotek (misalnya xerolube dan produk biotene), sementara produk lainnya akan memerlukan resep (pilocarpine, cevimeline).

3. KandidiasisKandidiasis oral merupakan infeksi jamur Candida Albicans. Infeksi dapat terjadi akibat efek samping peminuman obat antibiotik, antihistamin atau obat-obatan kemoterapi. Gangguan lain yang berkaitan dengan penimbulan xerostomia adalah diabetes, drug abuse, malnutrisi, defisiensi kekebalan tubuh dan usia tua. Jamur kandida berada dalam rongga mulut hampir setengah dari populasi dan juga lazim berada pada penderita diabetes. Berbagai studi telah menyimpulkan bahwa prevalensi kandida lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan pasien non diabetes. Selain itu, Geerling et al melaporkan prevalensi infeksi kandida yang tinggi secara signifikan pada penderita diabetes. Manifestasi klinis kandida termasuk median rhomboid glositis, glositis atrofi, stomatitis denture dan angular cheilitis. Candida merupakan flora normal pada mulut dan hanya menimbulkan keluhan jika terjadi perubahan kimia pada rongga mulut yang mendukung pertumbuhannya secara berlebihan. Faktor faktor yang berperan dalam infeksi adalah disfungsi saliva, sistem kekebalan tubuh dan salivary hyperglycemia. Infeksi candida juga sering ditemukan pada pemakai gigi palsu. Gigi palsu harus dibersihkan secara menyeluruh dan dapat direndam atau dilapisi dengan obat antimicrobial atau chlorhexidine. Gigi palsu yang tidak muat dengan pas dapat menyebabkan kerusakan membrane mukosa pada sudut mulut yang dapat menjadi tempat pertumbuhan kandida. Infeksi kandida cukup mudah diobati dan memerlukan terapi obat antimicrobial lokal. Obat antimicrobial yang umum digunakan adalah nistatin, clotrimazole dan flukonazole. Dosis obat tergantung pada manifestasi dan luasnya infeksi dan pengunaan pastiles, lozenges atau troches juga dapat berdampaj secara lokal dan sistemik.

4. Lichen Planus Lichen Planus Oral adalah penyakit peradangan kronis yang dapat menimbulkan striasi bilateral putih, papula, atau plak pada mukosa bukal, lidah dan gingival. Pada beberapa kasus juga terdapat eritema, erosi dan luka lecet. Patogenesisnya belum diketahui. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa lichen planus adalah penyakit autoimun yang diperantarai oleh sel T, dimana sel sitotoksik CD8+ akan memicu apoptosis sel epitel oral. Lichen planus dapat mempredisposisi individu terhadap kanker dan infeksi oral candida albicans. Kurang dari 5% dari pasien lichen planus bisa mendapat oral squamous cell carcinoma (SCC). Lesi atrofik, erosive dan plak dapat menimbulkan risiko yang lebih besar daripada perubahan malignan. Tujuan pengobatan adalah untuk mengobati eritema mukosa, ulserasi, nyeri dan sensitivitas. Pengobatannya meliputi steroid topical atau sistemik. Pengunaan steroid pada penderita diabetes dapat menimbulkan komplikasi tambahan, seperti antagonism insulin dan hiperglikemia lanjut. Oleh karena itu, terapi yang diterapkan oleh dokter gigi harus dilakukan dalam konsultasi erat dengan dokter lainnya untuk menghindari efek samping dan interaksi obat.

5. Sindrom Mulut terbakar (Burning Mouth Syndrome) Berbagai faktor dapat memainkan peran dalam proses ini. Sindrom mulut terbakar berupa kondisi nyeri kronis pada mulut yang berhubungan dengan sensasi terbakar pada lidah, bibir dan daerah mukosa mulut. Patofisiologinya terutama idiopatik tetapi dapat dikaitkan dengan diabetes yang tidak terkontrol, terapi hormone, gangguan psikologis, neuropati,xerostomia dan kandidiasis. Pada umumnya, lesi tidak terdeteksi pada sindrom ini, tetapi pasien masih dapat mengeluh ketidaknyamanan. Pengobatan ditujukan untuk mengatasi gejala-gejalanya dan terarah pada pengontrolan glikemik, yang akan mengurangi komplikasi lain jika berhasil dikontrol. Obat-obat yang sering digunakan untuk kondisi ini telah terbukti menjadi terapi yang efektif, yaitu benzodiazepine, antidepresan trisiklik dan antikonvulsan. Peresepan obat tersebut kepada pasien diabetes harus dilakukan secara hati-hati karena mempunyai efek xerostomia. Kesimpulan Tujuan dari perawatan kesehatan gigi adalah untuk memelihara kesehatan gigi untuk tujuan asthetics, asupan gizi dan makanan, kualitas hidup dan kesehatan umum. Selain untuk meningkatkan kesadaran dan upaya pendidikan masyarakat, perawatan gigi difokuskan terutama pada pencegahan dan terapi yang efektif dan efisien untuk dua penyakit gigi utama, yaitu karies gigi dan periodontitis. Walaupun prevalensi karies gigi telah menurun pada banyak bagian populasi, prevalensi penyakit periodontal pada penderita diabetes masih terdokumentasi. Berbagai studi yang dilakukan dalam dekade terakhir telah berfokus pada perubahan dalam pendekatan untuk mempelajari infeksi periodontal dan hubungannya dengan kesehatan dan penyakit sistemik. Penyakit periodontal dianggap sebagai proses infeksi yang memerlukan adanya bakteri dan respon host. Faktor risiko yang berhubungan dengan bakteri dan respon host dapat mempengaruhi keparahan penyakit, pola kehancuran dan respon terhadap terapi.

Beberapa kondisi medis, terutama diabetes, dapat menimbulkan penyakit periodontal yang bertingkat lebih parah dan progresif. Untuk memusatkan perhatian pada kebutuhan pasien dengan diabetes, periodontitis atau komplikasi oral yang lain untuk menjaga kesehatan oral mereka dengan cara lebih baik, para dokter bisa mengambil beberapa tindakan, yaitu : 1. Menanyakan penderita diabetes tentang kesehatan mulut mereka, terutama apakah mereka telah melihat tanda-tanda infeksi, bau mulut, merasa tidak enak di mulut dan gejala lainnya. 2. Menanyakan tentang pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut terakhir.3. Mengingkatkan penderita diabetes bahwa mereka membutuhkan pemeriksaan gigi dan periodontal yang berkala (setiap 6 bulan atau lebih) seperti yang direkomendasikan oleh American Dental Association4. Menganjurkan kunjungan pada dokter gigi jika pasien melihat tanda-tanda infeksi seperti nyeri pembengkakan, perdarahan gusi, gigi longgar dan sariawan5. Melakukan pemeriksaan oral6. Merujukan semua pasien diabetes yang belum mengunjung dokter gigi ke dokter gigi untuk upaya pencegahan. Walaupun kontrol glikemik merupakan salah satu komponen yang penting dalam pemeliharaan kesehatan mulut yang baik pada individu dengan diabetes, perhatian terhadap langkah-langkah tindakan tersebut akan sangat membantu untuk mencapai kesehatan mulut dan sistemik yang baik dan menyeluruh. Semua tindakan ini memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan mulut, terutama pada pasien diabetes.Banyak penelitian yang berfokus pada infeksi periodontal dan penyakit sistemik telah dipublikasi. Pembahasan studi ini menunjukkan bahwa langkah-langkah untuk mengurangi komplikasi diabetes, terutama periodontitis dan gingivitis, mungkin penting dalam mengurangi dampak tambahan inflamasi sistemik, sehingga berpotensi mencegah diabetes, penyakit kardiovaskular, morbiditas dan penyakit sistemik lainnya.