7
Stres oksidatif merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan [Gutteridge J.M.C. and Halliwell B. 1995]. Radikal bebas ini bersifat magnetik dan sangat reaktif [Tjokroprawiro A. 1993.]. Oksigen merupakan komponen utama dalam proses respirasi aerobik oleh sistem enzim dalam tubuh dapat diubah menjadi radikal bebas, diantaranya, radikal superoksid, hidrogen peroksida dan radikal hidroksil [Gutteridge J.M.C. and Halliwell B. 1995]. Peningkatan kadar asam lemak intra hepatik dapat menjadi sumber stres oksidatif. Hal ini disebabkan asam lemak merupakan asam lemah dan berada dalam keseimbangan antara bentuk ionisasi (RCOO-) dan bentuk tidak bermuatan (R-COOH). Mitokondria merupakan sumber dari ROS seluler yang dapat mencetuskan terjadinya steatosis (Angulo P. and Lindor K.D. 2002). Pada keadaan fisiologis normal, konsentrasi ROS dalam mitokondria sebesar 8x10-12 M [Gutteridge J.M.C. and Halliwell B. 1995]. Nicholls and Budd [Nicholls D.G. and Budd S.L. 2000] melaporkan bahwa ROS yang terbentuk pada proses oksidasi fosforilasi terjadi pada saat molekul oksigen direduksi menjadi H2O pada komplek IV dan juga pada saat reduksi molekul oksigen dengan penambahan elektron pada komplek I dan II. Proses oksidasi fosforilasi di mitokondria melibatkan 5 kompleks protein yang sangat spesifik yang ada di dalam membran mitokondria bagian dalam. Selama proses transfer elektron memungkinkan elektron bereaksi dengan oksigen yang ada sehingga timbullah radikal bebas (Widodo M.A. 2003). Radikal bebas dapat menghasilkan peroksida lipid yang akhirnya

Dian

Embed Size (px)

Citation preview

Stres oksidatif merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan [Gutteridge J.M.C. and Halliwell B. 1995]. Radikal bebas ini bersifat magnetik dan sangat reaktif [Tjokroprawiro A. 1993.]. Oksigen merupakan komponen utama dalam proses respirasi aerobik oleh sistem enzim dalam tubuh dapat diubah menjadi radikal bebas, diantaranya, radikal superoksid, hidrogen peroksida dan radikal hidroksil [Gutteridge J.M.C. and Halliwell B. 1995]. Peningkatan kadar asam lemak intra hepatik dapat menjadi sumber stres oksidatif. Hal ini disebabkan asam lemak merupakan asam lemah dan berada dalam keseimbangan antara bentuk ionisasi (RCOO-) dan bentuk tidak bermuatan (R-COOH). Mitokondria merupakan sumber dari ROS seluler yang dapat mencetuskan terjadinya steatosis (Angulo P. and Lindor K.D. 2002). Pada keadaan fisiologis normal, konsentrasi ROS dalam mitokondria sebesar 8x10-12 M [Gutteridge J.M.C. and Halliwell B. 1995]. Nicholls and Budd [Nicholls D.G. and Budd S.L. 2000] melaporkan bahwa ROS yang terbentuk pada proses oksidasi fosforilasi terjadi pada saat molekul oksigen direduksi menjadi H2O pada komplek IV dan juga pada saat reduksi molekul oksigen dengan penambahan elektron pada komplek I dan II. Proses oksidasi fosforilasi di mitokondria melibatkan 5 kompleks protein yang sangat spesifik yang ada di dalam membran mitokondria bagian dalam. Selama proses transfer elektron memungkinkan elektron bereaksi dengan oksigen yang ada sehingga timbullah radikal bebas (Widodo M.A. 2003). Radikal bebas dapat menghasilkan peroksida lipid yang akhirnya dapat menyebabkan kematian sel dan pelepasan MDA serta HNE (Angulo P. and Lindor K.D. 2002). Radikal bebas juga menginduksi pembentukan sitokin tumor necrosing factor (TNF-), transforming growth factor (TGF-) dan interleukin-8. Sitokin ini menyebabkan aktivasi kaspase dan kematian sel hepatosit. Transforming growth factor mengaktifkan sintesis kolagen oleh sel stellate dan mengaktifkan transglutaminase jaringan dan cross-link protein sitoskeleton kemudian mempromosikan pembentukan Mallory`s hyaline (Angulo P. and Lindor K.D. 2002). Berbagai sitokin tersebut ber peran dalam patogenesa terjadinya inflamasi pada steatosis terutama disebabkan oleh sel kupfer yang berinteraksi dengan radikal bebas. Sel kupfer fungsi khusus antara lain untuk fagositosis, presentasi antigen, menghasilkan beberapa produk sitokin, prostanoid, dan nitric oxide (Diehl A.M. 2002).Salah satu teori tentang radikal bebas (Goldman, R., Klatz, R. 2003), bahwa penimbunan radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan, bahkan kematian sel dalam tubuh. Radikal bebas dapat berasal dari dalam dan luar tubuh. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, misalnya akibat prosesrespirasi sel, proses metabolisme, proses inflamasi, sedangkan yang berasal dari luar, misalnya polutan, seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi, alkohol, obat, bahan racun pestisida, minyak goreng jelantah, dan masih banyak lagi yang lainnya (Pham-Huy et al., 2008).Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas juga dapat diartikan sebagai molekul yang dihasilkan selama terjadi metabolisme seluler normal, seperti radikal superoksida, hidroksil purin, dan pirimidin (Pangkahila, 2011).Radikal bebas bersifat tidak stabil dan memiliki reaktifitas yang tinggi karena kecenderungannya menarik elektron dan mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal baru oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul tersebut (Pham-Huy et al., 2008). Peristiwa ini memutus reaksi rantai karena molekul yang baru yang tidak stabil mencoba mengganti elektronnya yang hilang, dengan mengambil dari dekatnya dan demikian seterusnya (Pangkahila, 2011).Setiap saat tubuh terpapar oleh radikal bebas, baik yang dihasilkan sendiri oleh tubuh, dari makanan yang dikonsumsi, dan dari lingkungan sekitar. Radikal bebas yang dihasilkan oleh tubuh secara alami disebut radikal bebas endogen, sedangkan yang berasal dari luar tubuh disebut radikal bebas eksogen (Lingga, 2012). Adapun sumber radikal bebas antara lain (Pham-Huy et al., 2008) :1. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul sebagai akibat dari berbagai proses enzimatik di dalam tubuh, berupa hasil sampingan dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada proses respirasi sel, proses pencernaan, dan proses metabolisme aerobik normal. Radikal bebas ini dikenal sebagai senyawa oksigen reaktif atau Reactive Oxygen Species (ROS). Di dalam tubuh, ROS diproduksi oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel (Pham-Huy et al., 2008). Yang termasuk ROS adalah singlet oxygen, anion superoksida, hidrogen peroksida, radikal hidroksil, radikal peroksida dan lain sebagainya (Bickers and Athar, 2006; Halliwell and Gutteridge, 2007).2. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul sebagai akibat dari bermacam-macam proses non-enzimatik di dalam tubuh, merupakan reaksi oksigen dengan senyawa organik dengan cara ionisasi dan radiasi. Contohnya adalah proses inflamasi dan iskemia.3. Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh, yang berasal dari polutan seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari (sinar UV), makanan berlemak, kopi, alkohol, obat, bahan racun, pestisida, minyak goreng jelantah dan masih banyak lagi yang lainnya. Peningkatan radikal bebas pun dapat dipicu oleh stres atau olah raga yang berlebihan. Radikal bebas yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan sampai ke tingkat seluler oleh karena pengambilan elektron baik dari komponen lemak, protein, DNA termasuk kerusakan pada sel yang berhubungan dengan proses penuaan (Moini et al., 2002). Dalam keadaan normal tubuh kita memiliki mekanisme pertahanan terhadap perusakan oleh radikal bebas yang beragam, efisien dan tersebar di berbagai tempat dalam sel dan dikenal sebagai antioksidan endogen. Menurut konsep radikal bebas, kerusakan sel akibat molekul radikal baru dapat terjadi bila kemampuan mekanisme pertahanan antioksidan tubuh sudah dilampaui atau menurun (Halliwell and Gutteridge, 2007).Stres oksidatif didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan antioksidan. Pada usia muda, keseimbangan antara radikal bebas dan pertahanan antioksidan berfungsi dengan baik, seiring dengan pertambahan usia, keseimbangan tersebut terganggu. Kelebihan radikal bebas akan bereaksi dengan lemak, protein, asam nukleat seluler, sehingga terjadi kerusakan sel atau jaringan. Stres oksidatif yang diinduksi oleh radikal bebas telah dikaitkan dengan beberapa penyakit seperti penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes, iskemia, proses penuaan dan penyakit neurodegeneratif (Parkinson, Alzheimer) (Moini et al., 2002; Pangkahila, 2007; Arief, 2009; Dhibi et.al., 2011). Stres oksidatif saat ini juga dipercaya mejadi salah satu faktor penting dalam terjadinya NAFLD

(Dhibi et al., 2011).

DAPUS

Angulo P. and Lindor K.D. 2002. Nonalco-holic fatty liver disease. Journal of Gastroenterology and Hepatology. 17: 186-190. Arief,S. 2009. Radikal Bebas. Available from :http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10RadikalBebas102.pdf/10Radikal Bebas 102. html. Accessed : June, 25th, 2015. Bickers, D.R., Athar, M. 2006. Oxidative Stress in The Pathogenesis of Skin Disease. J of Invest Dermatol. vol 126. p. 25652575. Dabhi, A.S., Brahmbhatt, J., Pandya, T.P., Thorat, P.B., Shah, M.C. 2008. Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). J Indian Acad of Clin Med. Vol 9 (1): 36-41. Diehl A.M. 2002. IV. Nonalcoholic fatty liver disease abnormalities in macrophage function and cytokines. American Journal of Physiology Gastrointestinal and Liver Physiology. 282: G15. Dhibi, M., Brahmi, F., Mnari, A., Houas, Z., Chargui, I., Bchir, L., Gazzah, N., Alsaif, M. A., Hammami, M. 2011. The Intake of High Fat Diet with Different Trans Fatty Acid Levels Differentially Induces Oxidative Stress and Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) in Rats. Nutri & Metab. Vol 8 (65) : 1-11. Goldman, R., Klatz, R. 2003. The New Anti Aging Revolution. Australian Edition. p. 22-24.

Gutteridge J.M.C. and Halliwell B. 1995. Antioxidants in nutrition, health, and disease. Oxford University Press Inc. New York. 246-249. Halliwel, B., Gutteridge, J.M.C. 2007. Free Radicals in Biology and Medicine. 3th. Ed. New York : Oxford University. Lingga, L. 2012. The Healing Power of Antioxidant: Mengenal Lebih Jauh Sumber Antioksidan Unggulan. Jakarta : Elex Media Komputindo. Moini, H., Packer, L., Saris, N. E. 2002. Antioxidant and Prooxidant Activities of Alpha-lipoic Acid and Dihydrolipoic acid. Toxicol Appl Pharmacol. Vol 182 (1): 84-90. Nicholls D.G. and Budd S.L. 2000. Mitochondria and neural survival. Physiol. Rev. 80: 315-360. Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine : Memperlambat Penuaan Meningkatkan Kualitas Hidup. Upaya Menghambat Penuaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas Gramedia. Pangkahila, W. 2011. Anti-Aging : Tetap Muda dan Sehat. Jakarta : Penerbit BukuKompas Gramedia.

Pham-Huy, L.A.P., He, H., Pham-Huy, C. 2008. Free Radicals, Antioxidants in Disease and Health. Int J Biomed Sci. Vol 4 : 89-96. Tjokroprawiro A. 1993. Radikal bebas, aspek klinik dan kemungkinan aplikasi terapi. Simposium Persatuan Ahli Penyakit DALAM Cabang Surabaya. Oksidan dan Antioksidan: Peranan-nya Dalam Mencegah Progresifitas Kelainan Pembuluh Darah. Surabaya. 11-36. Widodo M.A. 2003. Calcium dan generasi spesies oksigen reaktif pada fungsi mitokondria. Basic Moleculer. Biology comes on mitochondrial medicine. 1-2: 15-31. Yagi. 1987. Kadar MDA. Available from :http://www. http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Research-23092-TELITI07-24%20-%20BAB%20IV.pdf. Accessed : Augut, 1, 2015.