51
i DIFERENSIASI GENETIK MELIACEAE PADA REGION Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) dan Maturase-K (mat-K) MIRA NOVIANTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

DIFERENSIASI GENETIK MELIACEAE PADA REGION Second … · Tujuan dari penelitian ini adalah. untuk menduga variasi dan diferensiasi genetik antar spesies (interspecific variation)

Embed Size (px)

Citation preview

i

DIFERENSIASI GENETIK MELIACEAE

PADA REGION Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

dan Maturase-K (mat-K)

MIRA NOVIANTI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

ii

DIFERENSIASI GENETIK MELIACEAE

PADA REGION Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

dan Maturase-K (mat-K)

MIRA NOVIANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada

Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

iii

RINGKASAN

MIRA NOVIANTI Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal

Transcribed Spacer (ITS2) dan Maturase-K (mat-K) Di bawah bimbingan

ISKANDAR Z SIREGAR

Anggota famili Meliaceae seperti mahoni daun besar (Swietenia

macrophylla) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni) mindi (Melia

azedarach) mimba (Azadirachta indica) dan khaya (Khaya anthotheca) termasuk

ke dalam jenis penting baik secara ekonomi maupun ekologi Pada umumnya

anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil kayu buah atau kandungan

bahan kimianya sehingga permintaan terhadap jenis ini sangat tinggi yang

menyebabkan penurunan populasi alami Untuk itu diperlukan upaya pelestarian

jenis yang sebaiknya berbasis scientific yang salah satunya adalah melalui

pemanfaatan penanda genetik (DNA)

Penanda DNA dapat digunakan untuk melihat adanya variasi antar

(diferensiasi) dan di dalam jenis dengan akurat melalui deteksi perubahan urutan

basa nukleotida Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi genetik dan

jarak kekerabatan dari lima jenis Meliaceae sehingga pembagian taksonominya

menjadi lebih jelas DNA sekuen untuk kedua wilayah diekstraksi dengan metode

CTAB diikuti dengan proses PCR dan sekuen (httpbase-asiacom) Pengamatan

ada tidaknya pola pita polimorfik dilakukan dengan enzim restriksi secara in

silico Analisis data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak BioEdit

ClustalW2 EMBL-EBI TreeViewX PopGene NTSYs dan pDRAW32 Hasil

perhitungan jarak genetik pada sekuens DNA pada wilayah ITS2 menunjukkan

bahwa jenis yang memiliki jarak genetik yang paling jauh adalah antara S

mahagoni dengan S macrophylla dan jenis dengan jarak genetik terdekat adalah

antara A indica dengan M azedarach Hasil ini sesuai dengan analisis yang

dilakukan pada wilayah gen mat-K

Kata kunci DNA enzim restriksi ITS2 mat-K Meliaceae

iv

ABSTRACT

MIRA NOVIANTI Genetic Differentiation of Meliaceae based on Second

Internal Transribed Spacer (ITS2) dan Maturase-K (Mat-K) Regions Supervised

by ISKANDAR Z SIREGAR

Members of Meliaceae (Swietenia macrophylla Swietenia mahogany

Melia azedarach Azadirachta indica dan Khaya anthotheca) play significant

roles both economically and ecologically The species are used for timber and

non-timber purposes like fruits chemicals and herbal products and demands are

therefore high In their natural stands the populations are depleting and

conservation of the species is urgently called To formulate the sound stratgy for

species conservation further information at molecular levels ie DNA sequences

are required DNA markers can be used to assess intraspecific genetic

differentiation based on particular gene regions or DNA fragments The aim of

this study was to determine genetic differentiation of five important species of

Meliaceae following current taxonomy classification

Two DNA sequences ie ITS2 and mat-K were used in the analysis ITS2

sequences were revealed following DNA extraction (CTAB) PCR amplification

and sequencing (httpbase-asiacom) while mat-K sequences were obtained from

the genbank database (httpncbinlmnihgovgenbank) Differentiation analysis

was performed using following softwares namely BioEdit ClustalW2 EMBL-

EBI TreeViewX PopGene NTSYs and pDRAW32 Results showed that the

aligned sequences based on ITS2 and mat-K regions were also in agreement with

previous findings showing that K anthoteca S mahogany and S macrophylla

were grouped in one cluster while the another consisted of A indica and M

azedarach Average nucleotide diversities at ITS2 and mat-K were 027398 and

018441 respectively

Keywords DNA ITS2 mat-K Meliaceae restriction enzymes

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ldquoDiferensiasi

Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) dan

Maturase-K (Mat-K)rdquo adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan

dosen pembimbing yang belum pernah digunakan sebagai karya pada perguruan

tinggi atau lembaga manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor November 2012

Mira Novianti

E44080023

vi

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal

Transcribed Spacer (ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

Nama Mira Novianti

NIM E44080023

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc

NIP 19660320 199002 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Silvikultur

Fakultas Kehutanan IPB

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto MS

NIP 19601024 198403 1 009

Tanggal Lulus

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Institut Pertanian Bogor Dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan

September 2011 sampai dengan Juli 2012 penulis memilih judul ldquoDiferensiasi

Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) dan

Maturase-K (mat-K)rdquo

Keragaman genetik memiliki peranan sangat penting dalam program

pemuliaan pohon Pengetahuan keragaman genetik ditunjang melalui pengetahuan

biologi molekuler Selanjutnya pengetahuan ini dapat digunakan untuk program

konservasi dan pemanfaatannya

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan

oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis butuhkan Penulis berharap semoga

hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membutuhkan

Bogor November 2012

Penulis

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada

1 Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc atas bimbingan dan ilmu yang telah

diberikan

2 Resti Meilani Shut MSi selaku dosen penguji dan Dr Ir Iwan Hilwan MS

selaku ketua sidang yang telah memberikan sarannya untuk penulisan skripsi

ini

3 Ibunda Juswaidar Ayahanda Hasymi Kamaruddin saudaraku Ulfa Umami

dan keluarga besar yang telah mendoakan menyemangati dan membantu

penulis

4 Senior-senior dan teman satu bimbingan di Laboratorium Analisis Genetika

Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB (Laswi Irmayanti Shut Azizah

Shut Elviana Shut Fifi Gus Dwiyanti Shut dan Argha AC Nugraha)

5 Adinda beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan bantuan bagi

penulis

6 Essy Harnelly PhD Kokom Komariah SE MM Arida Susilowati Shut

MSi Rima HS Siburian Shut MSi Dr Utut Widyastuti Dr Ir T M Oemijati

R MS yang telah memberikan saran dan motivasi bagi penulis

7 Teman-teman penulis (Marrsquoahthul Ishlah Felix Julian Aji P Alm Syahrul

Isnaini Osmond Vito Eliazar SP Intan Fajar Kemala Evi Rumindah

Sinaga)

8 Rekan-rekan mahasiswa Mayor Silvikultur Angkatan 45

Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak

dan mohon maaf atas segala kekurangan

Bogor November 2012

Penulis

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Batusangkar Sumatera Barat pada tanggal 22 November

1989 sebagai putri dari Hasymi Kamaruddin dan Juswaidar Penulis merupakan

anak pertama dari dua bersaudara

Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Sungayang dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Silvikultur Fakultas

Kehutanan

Selama perkuliahan penulis mengikuti Praktek Penganalan Ekosistem

Hutan (P2EH) yang dilaksanakan di Sancang Timur Papandayan Praktek

Pengolahan Hutan (P2H) yang dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat

(HPGW) Sukabumi Praktek Kerja Profesi (PKP) dilaksanakan di pertambangan

nikel PT Vale Indonesia Tbk Sorowako Sulawesi Selatan Untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan IPB penulis meyelesaikan skripsi dengan judul

Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer

(ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat Penelitian 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies 3

22 Keragaman Genetik Hutan 4

23 PCR (Polymerase Chain Reaction) 4

24 Sequencing DNA 6

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) 6

26 Maturase K (mat-K) 7

III BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian 9

32 Bahan dan Alat Penelitian 9

321 Koleksi Contoh Uji Daun 9

322 Analisis Genetik 9

33 Prosedur Penelitian 10

331 Analisis Sekuen ITS2 10

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico 13

333 Analisis Fragmen mat-K 13

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA 15

411 Ekstraksi DNA 15

412 Analisis Hasil PCR 16

42 Analisis Sequence DNA 17

421 Analisis Runutan Nukleotida 17

422 Keragaman Antar Spesies 19

xi

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 25

52 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik 9

2 Primer untuk amplifikasi DNA 12

3 Komposisi PCR 12

4 Tahapan proses PCR 12

5 Spesies pada wilayah mat-K 13

6 Rataan komposisi nukleotida 17

7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu jenis 19

8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada ITS2 23

9 Klaster jenis berdasarkan ITS2 dan mat-K 24

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi PCR 5

2 Gen tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding 6

3 Diagram ITS 7

4 Wilayah mat-K 8

5 Alur penelitian 11

6 Pola band DNA 15

7 Hasil amplifikasi ITS2 16

8 Runutan nukleotida ITS2 18

9 Dendrogram in silico ITS2 20

10 Dendrogram in silico mat-K 20

11 Dendrogram ITS2 21

12 Dendrogram ITS 21

13 Dendrogram mat-K 22

14 Dendrogram mat-K (Meullner 2003) 22

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 29

2 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada mat-K 31

3 Runutan sekuen mat-K 33

4 Polimorfik ITS2 35

5 Polimorfik mat-K 37

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

ii

DIFERENSIASI GENETIK MELIACEAE

PADA REGION Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

dan Maturase-K (mat-K)

MIRA NOVIANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada

Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

iii

RINGKASAN

MIRA NOVIANTI Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal

Transcribed Spacer (ITS2) dan Maturase-K (mat-K) Di bawah bimbingan

ISKANDAR Z SIREGAR

Anggota famili Meliaceae seperti mahoni daun besar (Swietenia

macrophylla) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni) mindi (Melia

azedarach) mimba (Azadirachta indica) dan khaya (Khaya anthotheca) termasuk

ke dalam jenis penting baik secara ekonomi maupun ekologi Pada umumnya

anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil kayu buah atau kandungan

bahan kimianya sehingga permintaan terhadap jenis ini sangat tinggi yang

menyebabkan penurunan populasi alami Untuk itu diperlukan upaya pelestarian

jenis yang sebaiknya berbasis scientific yang salah satunya adalah melalui

pemanfaatan penanda genetik (DNA)

Penanda DNA dapat digunakan untuk melihat adanya variasi antar

(diferensiasi) dan di dalam jenis dengan akurat melalui deteksi perubahan urutan

basa nukleotida Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi genetik dan

jarak kekerabatan dari lima jenis Meliaceae sehingga pembagian taksonominya

menjadi lebih jelas DNA sekuen untuk kedua wilayah diekstraksi dengan metode

CTAB diikuti dengan proses PCR dan sekuen (httpbase-asiacom) Pengamatan

ada tidaknya pola pita polimorfik dilakukan dengan enzim restriksi secara in

silico Analisis data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak BioEdit

ClustalW2 EMBL-EBI TreeViewX PopGene NTSYs dan pDRAW32 Hasil

perhitungan jarak genetik pada sekuens DNA pada wilayah ITS2 menunjukkan

bahwa jenis yang memiliki jarak genetik yang paling jauh adalah antara S

mahagoni dengan S macrophylla dan jenis dengan jarak genetik terdekat adalah

antara A indica dengan M azedarach Hasil ini sesuai dengan analisis yang

dilakukan pada wilayah gen mat-K

Kata kunci DNA enzim restriksi ITS2 mat-K Meliaceae

iv

ABSTRACT

MIRA NOVIANTI Genetic Differentiation of Meliaceae based on Second

Internal Transribed Spacer (ITS2) dan Maturase-K (Mat-K) Regions Supervised

by ISKANDAR Z SIREGAR

Members of Meliaceae (Swietenia macrophylla Swietenia mahogany

Melia azedarach Azadirachta indica dan Khaya anthotheca) play significant

roles both economically and ecologically The species are used for timber and

non-timber purposes like fruits chemicals and herbal products and demands are

therefore high In their natural stands the populations are depleting and

conservation of the species is urgently called To formulate the sound stratgy for

species conservation further information at molecular levels ie DNA sequences

are required DNA markers can be used to assess intraspecific genetic

differentiation based on particular gene regions or DNA fragments The aim of

this study was to determine genetic differentiation of five important species of

Meliaceae following current taxonomy classification

Two DNA sequences ie ITS2 and mat-K were used in the analysis ITS2

sequences were revealed following DNA extraction (CTAB) PCR amplification

and sequencing (httpbase-asiacom) while mat-K sequences were obtained from

the genbank database (httpncbinlmnihgovgenbank) Differentiation analysis

was performed using following softwares namely BioEdit ClustalW2 EMBL-

EBI TreeViewX PopGene NTSYs and pDRAW32 Results showed that the

aligned sequences based on ITS2 and mat-K regions were also in agreement with

previous findings showing that K anthoteca S mahogany and S macrophylla

were grouped in one cluster while the another consisted of A indica and M

azedarach Average nucleotide diversities at ITS2 and mat-K were 027398 and

018441 respectively

Keywords DNA ITS2 mat-K Meliaceae restriction enzymes

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ldquoDiferensiasi

Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) dan

Maturase-K (Mat-K)rdquo adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan

dosen pembimbing yang belum pernah digunakan sebagai karya pada perguruan

tinggi atau lembaga manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor November 2012

Mira Novianti

E44080023

vi

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal

Transcribed Spacer (ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

Nama Mira Novianti

NIM E44080023

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc

NIP 19660320 199002 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Silvikultur

Fakultas Kehutanan IPB

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto MS

NIP 19601024 198403 1 009

Tanggal Lulus

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Institut Pertanian Bogor Dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan

September 2011 sampai dengan Juli 2012 penulis memilih judul ldquoDiferensiasi

Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) dan

Maturase-K (mat-K)rdquo

Keragaman genetik memiliki peranan sangat penting dalam program

pemuliaan pohon Pengetahuan keragaman genetik ditunjang melalui pengetahuan

biologi molekuler Selanjutnya pengetahuan ini dapat digunakan untuk program

konservasi dan pemanfaatannya

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan

oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis butuhkan Penulis berharap semoga

hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membutuhkan

Bogor November 2012

Penulis

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada

1 Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc atas bimbingan dan ilmu yang telah

diberikan

2 Resti Meilani Shut MSi selaku dosen penguji dan Dr Ir Iwan Hilwan MS

selaku ketua sidang yang telah memberikan sarannya untuk penulisan skripsi

ini

3 Ibunda Juswaidar Ayahanda Hasymi Kamaruddin saudaraku Ulfa Umami

dan keluarga besar yang telah mendoakan menyemangati dan membantu

penulis

4 Senior-senior dan teman satu bimbingan di Laboratorium Analisis Genetika

Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB (Laswi Irmayanti Shut Azizah

Shut Elviana Shut Fifi Gus Dwiyanti Shut dan Argha AC Nugraha)

5 Adinda beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan bantuan bagi

penulis

6 Essy Harnelly PhD Kokom Komariah SE MM Arida Susilowati Shut

MSi Rima HS Siburian Shut MSi Dr Utut Widyastuti Dr Ir T M Oemijati

R MS yang telah memberikan saran dan motivasi bagi penulis

7 Teman-teman penulis (Marrsquoahthul Ishlah Felix Julian Aji P Alm Syahrul

Isnaini Osmond Vito Eliazar SP Intan Fajar Kemala Evi Rumindah

Sinaga)

8 Rekan-rekan mahasiswa Mayor Silvikultur Angkatan 45

Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak

dan mohon maaf atas segala kekurangan

Bogor November 2012

Penulis

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Batusangkar Sumatera Barat pada tanggal 22 November

1989 sebagai putri dari Hasymi Kamaruddin dan Juswaidar Penulis merupakan

anak pertama dari dua bersaudara

Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Sungayang dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Silvikultur Fakultas

Kehutanan

Selama perkuliahan penulis mengikuti Praktek Penganalan Ekosistem

Hutan (P2EH) yang dilaksanakan di Sancang Timur Papandayan Praktek

Pengolahan Hutan (P2H) yang dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat

(HPGW) Sukabumi Praktek Kerja Profesi (PKP) dilaksanakan di pertambangan

nikel PT Vale Indonesia Tbk Sorowako Sulawesi Selatan Untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan IPB penulis meyelesaikan skripsi dengan judul

Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer

(ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat Penelitian 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies 3

22 Keragaman Genetik Hutan 4

23 PCR (Polymerase Chain Reaction) 4

24 Sequencing DNA 6

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) 6

26 Maturase K (mat-K) 7

III BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian 9

32 Bahan dan Alat Penelitian 9

321 Koleksi Contoh Uji Daun 9

322 Analisis Genetik 9

33 Prosedur Penelitian 10

331 Analisis Sekuen ITS2 10

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico 13

333 Analisis Fragmen mat-K 13

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA 15

411 Ekstraksi DNA 15

412 Analisis Hasil PCR 16

42 Analisis Sequence DNA 17

421 Analisis Runutan Nukleotida 17

422 Keragaman Antar Spesies 19

xi

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 25

52 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik 9

2 Primer untuk amplifikasi DNA 12

3 Komposisi PCR 12

4 Tahapan proses PCR 12

5 Spesies pada wilayah mat-K 13

6 Rataan komposisi nukleotida 17

7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu jenis 19

8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada ITS2 23

9 Klaster jenis berdasarkan ITS2 dan mat-K 24

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi PCR 5

2 Gen tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding 6

3 Diagram ITS 7

4 Wilayah mat-K 8

5 Alur penelitian 11

6 Pola band DNA 15

7 Hasil amplifikasi ITS2 16

8 Runutan nukleotida ITS2 18

9 Dendrogram in silico ITS2 20

10 Dendrogram in silico mat-K 20

11 Dendrogram ITS2 21

12 Dendrogram ITS 21

13 Dendrogram mat-K 22

14 Dendrogram mat-K (Meullner 2003) 22

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 29

2 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada mat-K 31

3 Runutan sekuen mat-K 33

4 Polimorfik ITS2 35

5 Polimorfik mat-K 37

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

iii

RINGKASAN

MIRA NOVIANTI Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal

Transcribed Spacer (ITS2) dan Maturase-K (mat-K) Di bawah bimbingan

ISKANDAR Z SIREGAR

Anggota famili Meliaceae seperti mahoni daun besar (Swietenia

macrophylla) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni) mindi (Melia

azedarach) mimba (Azadirachta indica) dan khaya (Khaya anthotheca) termasuk

ke dalam jenis penting baik secara ekonomi maupun ekologi Pada umumnya

anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil kayu buah atau kandungan

bahan kimianya sehingga permintaan terhadap jenis ini sangat tinggi yang

menyebabkan penurunan populasi alami Untuk itu diperlukan upaya pelestarian

jenis yang sebaiknya berbasis scientific yang salah satunya adalah melalui

pemanfaatan penanda genetik (DNA)

Penanda DNA dapat digunakan untuk melihat adanya variasi antar

(diferensiasi) dan di dalam jenis dengan akurat melalui deteksi perubahan urutan

basa nukleotida Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi genetik dan

jarak kekerabatan dari lima jenis Meliaceae sehingga pembagian taksonominya

menjadi lebih jelas DNA sekuen untuk kedua wilayah diekstraksi dengan metode

CTAB diikuti dengan proses PCR dan sekuen (httpbase-asiacom) Pengamatan

ada tidaknya pola pita polimorfik dilakukan dengan enzim restriksi secara in

silico Analisis data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak BioEdit

ClustalW2 EMBL-EBI TreeViewX PopGene NTSYs dan pDRAW32 Hasil

perhitungan jarak genetik pada sekuens DNA pada wilayah ITS2 menunjukkan

bahwa jenis yang memiliki jarak genetik yang paling jauh adalah antara S

mahagoni dengan S macrophylla dan jenis dengan jarak genetik terdekat adalah

antara A indica dengan M azedarach Hasil ini sesuai dengan analisis yang

dilakukan pada wilayah gen mat-K

Kata kunci DNA enzim restriksi ITS2 mat-K Meliaceae

iv

ABSTRACT

MIRA NOVIANTI Genetic Differentiation of Meliaceae based on Second

Internal Transribed Spacer (ITS2) dan Maturase-K (Mat-K) Regions Supervised

by ISKANDAR Z SIREGAR

Members of Meliaceae (Swietenia macrophylla Swietenia mahogany

Melia azedarach Azadirachta indica dan Khaya anthotheca) play significant

roles both economically and ecologically The species are used for timber and

non-timber purposes like fruits chemicals and herbal products and demands are

therefore high In their natural stands the populations are depleting and

conservation of the species is urgently called To formulate the sound stratgy for

species conservation further information at molecular levels ie DNA sequences

are required DNA markers can be used to assess intraspecific genetic

differentiation based on particular gene regions or DNA fragments The aim of

this study was to determine genetic differentiation of five important species of

Meliaceae following current taxonomy classification

Two DNA sequences ie ITS2 and mat-K were used in the analysis ITS2

sequences were revealed following DNA extraction (CTAB) PCR amplification

and sequencing (httpbase-asiacom) while mat-K sequences were obtained from

the genbank database (httpncbinlmnihgovgenbank) Differentiation analysis

was performed using following softwares namely BioEdit ClustalW2 EMBL-

EBI TreeViewX PopGene NTSYs and pDRAW32 Results showed that the

aligned sequences based on ITS2 and mat-K regions were also in agreement with

previous findings showing that K anthoteca S mahogany and S macrophylla

were grouped in one cluster while the another consisted of A indica and M

azedarach Average nucleotide diversities at ITS2 and mat-K were 027398 and

018441 respectively

Keywords DNA ITS2 mat-K Meliaceae restriction enzymes

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ldquoDiferensiasi

Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) dan

Maturase-K (Mat-K)rdquo adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan

dosen pembimbing yang belum pernah digunakan sebagai karya pada perguruan

tinggi atau lembaga manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor November 2012

Mira Novianti

E44080023

vi

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal

Transcribed Spacer (ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

Nama Mira Novianti

NIM E44080023

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc

NIP 19660320 199002 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Silvikultur

Fakultas Kehutanan IPB

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto MS

NIP 19601024 198403 1 009

Tanggal Lulus

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Institut Pertanian Bogor Dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan

September 2011 sampai dengan Juli 2012 penulis memilih judul ldquoDiferensiasi

Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) dan

Maturase-K (mat-K)rdquo

Keragaman genetik memiliki peranan sangat penting dalam program

pemuliaan pohon Pengetahuan keragaman genetik ditunjang melalui pengetahuan

biologi molekuler Selanjutnya pengetahuan ini dapat digunakan untuk program

konservasi dan pemanfaatannya

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan

oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis butuhkan Penulis berharap semoga

hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membutuhkan

Bogor November 2012

Penulis

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada

1 Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc atas bimbingan dan ilmu yang telah

diberikan

2 Resti Meilani Shut MSi selaku dosen penguji dan Dr Ir Iwan Hilwan MS

selaku ketua sidang yang telah memberikan sarannya untuk penulisan skripsi

ini

3 Ibunda Juswaidar Ayahanda Hasymi Kamaruddin saudaraku Ulfa Umami

dan keluarga besar yang telah mendoakan menyemangati dan membantu

penulis

4 Senior-senior dan teman satu bimbingan di Laboratorium Analisis Genetika

Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB (Laswi Irmayanti Shut Azizah

Shut Elviana Shut Fifi Gus Dwiyanti Shut dan Argha AC Nugraha)

5 Adinda beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan bantuan bagi

penulis

6 Essy Harnelly PhD Kokom Komariah SE MM Arida Susilowati Shut

MSi Rima HS Siburian Shut MSi Dr Utut Widyastuti Dr Ir T M Oemijati

R MS yang telah memberikan saran dan motivasi bagi penulis

7 Teman-teman penulis (Marrsquoahthul Ishlah Felix Julian Aji P Alm Syahrul

Isnaini Osmond Vito Eliazar SP Intan Fajar Kemala Evi Rumindah

Sinaga)

8 Rekan-rekan mahasiswa Mayor Silvikultur Angkatan 45

Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak

dan mohon maaf atas segala kekurangan

Bogor November 2012

Penulis

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Batusangkar Sumatera Barat pada tanggal 22 November

1989 sebagai putri dari Hasymi Kamaruddin dan Juswaidar Penulis merupakan

anak pertama dari dua bersaudara

Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Sungayang dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Silvikultur Fakultas

Kehutanan

Selama perkuliahan penulis mengikuti Praktek Penganalan Ekosistem

Hutan (P2EH) yang dilaksanakan di Sancang Timur Papandayan Praktek

Pengolahan Hutan (P2H) yang dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat

(HPGW) Sukabumi Praktek Kerja Profesi (PKP) dilaksanakan di pertambangan

nikel PT Vale Indonesia Tbk Sorowako Sulawesi Selatan Untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan IPB penulis meyelesaikan skripsi dengan judul

Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer

(ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat Penelitian 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies 3

22 Keragaman Genetik Hutan 4

23 PCR (Polymerase Chain Reaction) 4

24 Sequencing DNA 6

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) 6

26 Maturase K (mat-K) 7

III BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian 9

32 Bahan dan Alat Penelitian 9

321 Koleksi Contoh Uji Daun 9

322 Analisis Genetik 9

33 Prosedur Penelitian 10

331 Analisis Sekuen ITS2 10

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico 13

333 Analisis Fragmen mat-K 13

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA 15

411 Ekstraksi DNA 15

412 Analisis Hasil PCR 16

42 Analisis Sequence DNA 17

421 Analisis Runutan Nukleotida 17

422 Keragaman Antar Spesies 19

xi

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 25

52 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik 9

2 Primer untuk amplifikasi DNA 12

3 Komposisi PCR 12

4 Tahapan proses PCR 12

5 Spesies pada wilayah mat-K 13

6 Rataan komposisi nukleotida 17

7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu jenis 19

8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada ITS2 23

9 Klaster jenis berdasarkan ITS2 dan mat-K 24

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi PCR 5

2 Gen tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding 6

3 Diagram ITS 7

4 Wilayah mat-K 8

5 Alur penelitian 11

6 Pola band DNA 15

7 Hasil amplifikasi ITS2 16

8 Runutan nukleotida ITS2 18

9 Dendrogram in silico ITS2 20

10 Dendrogram in silico mat-K 20

11 Dendrogram ITS2 21

12 Dendrogram ITS 21

13 Dendrogram mat-K 22

14 Dendrogram mat-K (Meullner 2003) 22

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 29

2 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada mat-K 31

3 Runutan sekuen mat-K 33

4 Polimorfik ITS2 35

5 Polimorfik mat-K 37

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

iv

ABSTRACT

MIRA NOVIANTI Genetic Differentiation of Meliaceae based on Second

Internal Transribed Spacer (ITS2) dan Maturase-K (Mat-K) Regions Supervised

by ISKANDAR Z SIREGAR

Members of Meliaceae (Swietenia macrophylla Swietenia mahogany

Melia azedarach Azadirachta indica dan Khaya anthotheca) play significant

roles both economically and ecologically The species are used for timber and

non-timber purposes like fruits chemicals and herbal products and demands are

therefore high In their natural stands the populations are depleting and

conservation of the species is urgently called To formulate the sound stratgy for

species conservation further information at molecular levels ie DNA sequences

are required DNA markers can be used to assess intraspecific genetic

differentiation based on particular gene regions or DNA fragments The aim of

this study was to determine genetic differentiation of five important species of

Meliaceae following current taxonomy classification

Two DNA sequences ie ITS2 and mat-K were used in the analysis ITS2

sequences were revealed following DNA extraction (CTAB) PCR amplification

and sequencing (httpbase-asiacom) while mat-K sequences were obtained from

the genbank database (httpncbinlmnihgovgenbank) Differentiation analysis

was performed using following softwares namely BioEdit ClustalW2 EMBL-

EBI TreeViewX PopGene NTSYs and pDRAW32 Results showed that the

aligned sequences based on ITS2 and mat-K regions were also in agreement with

previous findings showing that K anthoteca S mahogany and S macrophylla

were grouped in one cluster while the another consisted of A indica and M

azedarach Average nucleotide diversities at ITS2 and mat-K were 027398 and

018441 respectively

Keywords DNA ITS2 mat-K Meliaceae restriction enzymes

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ldquoDiferensiasi

Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) dan

Maturase-K (Mat-K)rdquo adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan

dosen pembimbing yang belum pernah digunakan sebagai karya pada perguruan

tinggi atau lembaga manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor November 2012

Mira Novianti

E44080023

vi

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal

Transcribed Spacer (ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

Nama Mira Novianti

NIM E44080023

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc

NIP 19660320 199002 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Silvikultur

Fakultas Kehutanan IPB

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto MS

NIP 19601024 198403 1 009

Tanggal Lulus

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Institut Pertanian Bogor Dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan

September 2011 sampai dengan Juli 2012 penulis memilih judul ldquoDiferensiasi

Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) dan

Maturase-K (mat-K)rdquo

Keragaman genetik memiliki peranan sangat penting dalam program

pemuliaan pohon Pengetahuan keragaman genetik ditunjang melalui pengetahuan

biologi molekuler Selanjutnya pengetahuan ini dapat digunakan untuk program

konservasi dan pemanfaatannya

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan

oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis butuhkan Penulis berharap semoga

hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membutuhkan

Bogor November 2012

Penulis

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada

1 Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc atas bimbingan dan ilmu yang telah

diberikan

2 Resti Meilani Shut MSi selaku dosen penguji dan Dr Ir Iwan Hilwan MS

selaku ketua sidang yang telah memberikan sarannya untuk penulisan skripsi

ini

3 Ibunda Juswaidar Ayahanda Hasymi Kamaruddin saudaraku Ulfa Umami

dan keluarga besar yang telah mendoakan menyemangati dan membantu

penulis

4 Senior-senior dan teman satu bimbingan di Laboratorium Analisis Genetika

Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB (Laswi Irmayanti Shut Azizah

Shut Elviana Shut Fifi Gus Dwiyanti Shut dan Argha AC Nugraha)

5 Adinda beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan bantuan bagi

penulis

6 Essy Harnelly PhD Kokom Komariah SE MM Arida Susilowati Shut

MSi Rima HS Siburian Shut MSi Dr Utut Widyastuti Dr Ir T M Oemijati

R MS yang telah memberikan saran dan motivasi bagi penulis

7 Teman-teman penulis (Marrsquoahthul Ishlah Felix Julian Aji P Alm Syahrul

Isnaini Osmond Vito Eliazar SP Intan Fajar Kemala Evi Rumindah

Sinaga)

8 Rekan-rekan mahasiswa Mayor Silvikultur Angkatan 45

Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak

dan mohon maaf atas segala kekurangan

Bogor November 2012

Penulis

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Batusangkar Sumatera Barat pada tanggal 22 November

1989 sebagai putri dari Hasymi Kamaruddin dan Juswaidar Penulis merupakan

anak pertama dari dua bersaudara

Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Sungayang dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Silvikultur Fakultas

Kehutanan

Selama perkuliahan penulis mengikuti Praktek Penganalan Ekosistem

Hutan (P2EH) yang dilaksanakan di Sancang Timur Papandayan Praktek

Pengolahan Hutan (P2H) yang dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat

(HPGW) Sukabumi Praktek Kerja Profesi (PKP) dilaksanakan di pertambangan

nikel PT Vale Indonesia Tbk Sorowako Sulawesi Selatan Untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan IPB penulis meyelesaikan skripsi dengan judul

Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer

(ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat Penelitian 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies 3

22 Keragaman Genetik Hutan 4

23 PCR (Polymerase Chain Reaction) 4

24 Sequencing DNA 6

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) 6

26 Maturase K (mat-K) 7

III BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian 9

32 Bahan dan Alat Penelitian 9

321 Koleksi Contoh Uji Daun 9

322 Analisis Genetik 9

33 Prosedur Penelitian 10

331 Analisis Sekuen ITS2 10

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico 13

333 Analisis Fragmen mat-K 13

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA 15

411 Ekstraksi DNA 15

412 Analisis Hasil PCR 16

42 Analisis Sequence DNA 17

421 Analisis Runutan Nukleotida 17

422 Keragaman Antar Spesies 19

xi

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 25

52 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik 9

2 Primer untuk amplifikasi DNA 12

3 Komposisi PCR 12

4 Tahapan proses PCR 12

5 Spesies pada wilayah mat-K 13

6 Rataan komposisi nukleotida 17

7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu jenis 19

8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada ITS2 23

9 Klaster jenis berdasarkan ITS2 dan mat-K 24

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi PCR 5

2 Gen tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding 6

3 Diagram ITS 7

4 Wilayah mat-K 8

5 Alur penelitian 11

6 Pola band DNA 15

7 Hasil amplifikasi ITS2 16

8 Runutan nukleotida ITS2 18

9 Dendrogram in silico ITS2 20

10 Dendrogram in silico mat-K 20

11 Dendrogram ITS2 21

12 Dendrogram ITS 21

13 Dendrogram mat-K 22

14 Dendrogram mat-K (Meullner 2003) 22

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 29

2 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada mat-K 31

3 Runutan sekuen mat-K 33

4 Polimorfik ITS2 35

5 Polimorfik mat-K 37

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ldquoDiferensiasi

Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) dan

Maturase-K (Mat-K)rdquo adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan

dosen pembimbing yang belum pernah digunakan sebagai karya pada perguruan

tinggi atau lembaga manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor November 2012

Mira Novianti

E44080023

vi

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal

Transcribed Spacer (ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

Nama Mira Novianti

NIM E44080023

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc

NIP 19660320 199002 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Silvikultur

Fakultas Kehutanan IPB

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto MS

NIP 19601024 198403 1 009

Tanggal Lulus

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Institut Pertanian Bogor Dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan

September 2011 sampai dengan Juli 2012 penulis memilih judul ldquoDiferensiasi

Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) dan

Maturase-K (mat-K)rdquo

Keragaman genetik memiliki peranan sangat penting dalam program

pemuliaan pohon Pengetahuan keragaman genetik ditunjang melalui pengetahuan

biologi molekuler Selanjutnya pengetahuan ini dapat digunakan untuk program

konservasi dan pemanfaatannya

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan

oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis butuhkan Penulis berharap semoga

hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membutuhkan

Bogor November 2012

Penulis

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada

1 Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc atas bimbingan dan ilmu yang telah

diberikan

2 Resti Meilani Shut MSi selaku dosen penguji dan Dr Ir Iwan Hilwan MS

selaku ketua sidang yang telah memberikan sarannya untuk penulisan skripsi

ini

3 Ibunda Juswaidar Ayahanda Hasymi Kamaruddin saudaraku Ulfa Umami

dan keluarga besar yang telah mendoakan menyemangati dan membantu

penulis

4 Senior-senior dan teman satu bimbingan di Laboratorium Analisis Genetika

Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB (Laswi Irmayanti Shut Azizah

Shut Elviana Shut Fifi Gus Dwiyanti Shut dan Argha AC Nugraha)

5 Adinda beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan bantuan bagi

penulis

6 Essy Harnelly PhD Kokom Komariah SE MM Arida Susilowati Shut

MSi Rima HS Siburian Shut MSi Dr Utut Widyastuti Dr Ir T M Oemijati

R MS yang telah memberikan saran dan motivasi bagi penulis

7 Teman-teman penulis (Marrsquoahthul Ishlah Felix Julian Aji P Alm Syahrul

Isnaini Osmond Vito Eliazar SP Intan Fajar Kemala Evi Rumindah

Sinaga)

8 Rekan-rekan mahasiswa Mayor Silvikultur Angkatan 45

Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak

dan mohon maaf atas segala kekurangan

Bogor November 2012

Penulis

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Batusangkar Sumatera Barat pada tanggal 22 November

1989 sebagai putri dari Hasymi Kamaruddin dan Juswaidar Penulis merupakan

anak pertama dari dua bersaudara

Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Sungayang dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Silvikultur Fakultas

Kehutanan

Selama perkuliahan penulis mengikuti Praktek Penganalan Ekosistem

Hutan (P2EH) yang dilaksanakan di Sancang Timur Papandayan Praktek

Pengolahan Hutan (P2H) yang dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat

(HPGW) Sukabumi Praktek Kerja Profesi (PKP) dilaksanakan di pertambangan

nikel PT Vale Indonesia Tbk Sorowako Sulawesi Selatan Untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan IPB penulis meyelesaikan skripsi dengan judul

Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer

(ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat Penelitian 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies 3

22 Keragaman Genetik Hutan 4

23 PCR (Polymerase Chain Reaction) 4

24 Sequencing DNA 6

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) 6

26 Maturase K (mat-K) 7

III BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian 9

32 Bahan dan Alat Penelitian 9

321 Koleksi Contoh Uji Daun 9

322 Analisis Genetik 9

33 Prosedur Penelitian 10

331 Analisis Sekuen ITS2 10

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico 13

333 Analisis Fragmen mat-K 13

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA 15

411 Ekstraksi DNA 15

412 Analisis Hasil PCR 16

42 Analisis Sequence DNA 17

421 Analisis Runutan Nukleotida 17

422 Keragaman Antar Spesies 19

xi

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 25

52 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik 9

2 Primer untuk amplifikasi DNA 12

3 Komposisi PCR 12

4 Tahapan proses PCR 12

5 Spesies pada wilayah mat-K 13

6 Rataan komposisi nukleotida 17

7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu jenis 19

8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada ITS2 23

9 Klaster jenis berdasarkan ITS2 dan mat-K 24

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi PCR 5

2 Gen tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding 6

3 Diagram ITS 7

4 Wilayah mat-K 8

5 Alur penelitian 11

6 Pola band DNA 15

7 Hasil amplifikasi ITS2 16

8 Runutan nukleotida ITS2 18

9 Dendrogram in silico ITS2 20

10 Dendrogram in silico mat-K 20

11 Dendrogram ITS2 21

12 Dendrogram ITS 21

13 Dendrogram mat-K 22

14 Dendrogram mat-K (Meullner 2003) 22

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 29

2 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada mat-K 31

3 Runutan sekuen mat-K 33

4 Polimorfik ITS2 35

5 Polimorfik mat-K 37

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

vi

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal

Transcribed Spacer (ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

Nama Mira Novianti

NIM E44080023

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc

NIP 19660320 199002 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Silvikultur

Fakultas Kehutanan IPB

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto MS

NIP 19601024 198403 1 009

Tanggal Lulus

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Institut Pertanian Bogor Dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan

September 2011 sampai dengan Juli 2012 penulis memilih judul ldquoDiferensiasi

Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) dan

Maturase-K (mat-K)rdquo

Keragaman genetik memiliki peranan sangat penting dalam program

pemuliaan pohon Pengetahuan keragaman genetik ditunjang melalui pengetahuan

biologi molekuler Selanjutnya pengetahuan ini dapat digunakan untuk program

konservasi dan pemanfaatannya

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan

oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis butuhkan Penulis berharap semoga

hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membutuhkan

Bogor November 2012

Penulis

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada

1 Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc atas bimbingan dan ilmu yang telah

diberikan

2 Resti Meilani Shut MSi selaku dosen penguji dan Dr Ir Iwan Hilwan MS

selaku ketua sidang yang telah memberikan sarannya untuk penulisan skripsi

ini

3 Ibunda Juswaidar Ayahanda Hasymi Kamaruddin saudaraku Ulfa Umami

dan keluarga besar yang telah mendoakan menyemangati dan membantu

penulis

4 Senior-senior dan teman satu bimbingan di Laboratorium Analisis Genetika

Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB (Laswi Irmayanti Shut Azizah

Shut Elviana Shut Fifi Gus Dwiyanti Shut dan Argha AC Nugraha)

5 Adinda beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan bantuan bagi

penulis

6 Essy Harnelly PhD Kokom Komariah SE MM Arida Susilowati Shut

MSi Rima HS Siburian Shut MSi Dr Utut Widyastuti Dr Ir T M Oemijati

R MS yang telah memberikan saran dan motivasi bagi penulis

7 Teman-teman penulis (Marrsquoahthul Ishlah Felix Julian Aji P Alm Syahrul

Isnaini Osmond Vito Eliazar SP Intan Fajar Kemala Evi Rumindah

Sinaga)

8 Rekan-rekan mahasiswa Mayor Silvikultur Angkatan 45

Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak

dan mohon maaf atas segala kekurangan

Bogor November 2012

Penulis

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Batusangkar Sumatera Barat pada tanggal 22 November

1989 sebagai putri dari Hasymi Kamaruddin dan Juswaidar Penulis merupakan

anak pertama dari dua bersaudara

Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Sungayang dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Silvikultur Fakultas

Kehutanan

Selama perkuliahan penulis mengikuti Praktek Penganalan Ekosistem

Hutan (P2EH) yang dilaksanakan di Sancang Timur Papandayan Praktek

Pengolahan Hutan (P2H) yang dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat

(HPGW) Sukabumi Praktek Kerja Profesi (PKP) dilaksanakan di pertambangan

nikel PT Vale Indonesia Tbk Sorowako Sulawesi Selatan Untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan IPB penulis meyelesaikan skripsi dengan judul

Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer

(ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat Penelitian 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies 3

22 Keragaman Genetik Hutan 4

23 PCR (Polymerase Chain Reaction) 4

24 Sequencing DNA 6

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) 6

26 Maturase K (mat-K) 7

III BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian 9

32 Bahan dan Alat Penelitian 9

321 Koleksi Contoh Uji Daun 9

322 Analisis Genetik 9

33 Prosedur Penelitian 10

331 Analisis Sekuen ITS2 10

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico 13

333 Analisis Fragmen mat-K 13

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA 15

411 Ekstraksi DNA 15

412 Analisis Hasil PCR 16

42 Analisis Sequence DNA 17

421 Analisis Runutan Nukleotida 17

422 Keragaman Antar Spesies 19

xi

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 25

52 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik 9

2 Primer untuk amplifikasi DNA 12

3 Komposisi PCR 12

4 Tahapan proses PCR 12

5 Spesies pada wilayah mat-K 13

6 Rataan komposisi nukleotida 17

7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu jenis 19

8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada ITS2 23

9 Klaster jenis berdasarkan ITS2 dan mat-K 24

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi PCR 5

2 Gen tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding 6

3 Diagram ITS 7

4 Wilayah mat-K 8

5 Alur penelitian 11

6 Pola band DNA 15

7 Hasil amplifikasi ITS2 16

8 Runutan nukleotida ITS2 18

9 Dendrogram in silico ITS2 20

10 Dendrogram in silico mat-K 20

11 Dendrogram ITS2 21

12 Dendrogram ITS 21

13 Dendrogram mat-K 22

14 Dendrogram mat-K (Meullner 2003) 22

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 29

2 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada mat-K 31

3 Runutan sekuen mat-K 33

4 Polimorfik ITS2 35

5 Polimorfik mat-K 37

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Institut Pertanian Bogor Dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan

September 2011 sampai dengan Juli 2012 penulis memilih judul ldquoDiferensiasi

Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) dan

Maturase-K (mat-K)rdquo

Keragaman genetik memiliki peranan sangat penting dalam program

pemuliaan pohon Pengetahuan keragaman genetik ditunjang melalui pengetahuan

biologi molekuler Selanjutnya pengetahuan ini dapat digunakan untuk program

konservasi dan pemanfaatannya

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan

oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis butuhkan Penulis berharap semoga

hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membutuhkan

Bogor November 2012

Penulis

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada

1 Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc atas bimbingan dan ilmu yang telah

diberikan

2 Resti Meilani Shut MSi selaku dosen penguji dan Dr Ir Iwan Hilwan MS

selaku ketua sidang yang telah memberikan sarannya untuk penulisan skripsi

ini

3 Ibunda Juswaidar Ayahanda Hasymi Kamaruddin saudaraku Ulfa Umami

dan keluarga besar yang telah mendoakan menyemangati dan membantu

penulis

4 Senior-senior dan teman satu bimbingan di Laboratorium Analisis Genetika

Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB (Laswi Irmayanti Shut Azizah

Shut Elviana Shut Fifi Gus Dwiyanti Shut dan Argha AC Nugraha)

5 Adinda beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan bantuan bagi

penulis

6 Essy Harnelly PhD Kokom Komariah SE MM Arida Susilowati Shut

MSi Rima HS Siburian Shut MSi Dr Utut Widyastuti Dr Ir T M Oemijati

R MS yang telah memberikan saran dan motivasi bagi penulis

7 Teman-teman penulis (Marrsquoahthul Ishlah Felix Julian Aji P Alm Syahrul

Isnaini Osmond Vito Eliazar SP Intan Fajar Kemala Evi Rumindah

Sinaga)

8 Rekan-rekan mahasiswa Mayor Silvikultur Angkatan 45

Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak

dan mohon maaf atas segala kekurangan

Bogor November 2012

Penulis

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Batusangkar Sumatera Barat pada tanggal 22 November

1989 sebagai putri dari Hasymi Kamaruddin dan Juswaidar Penulis merupakan

anak pertama dari dua bersaudara

Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Sungayang dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Silvikultur Fakultas

Kehutanan

Selama perkuliahan penulis mengikuti Praktek Penganalan Ekosistem

Hutan (P2EH) yang dilaksanakan di Sancang Timur Papandayan Praktek

Pengolahan Hutan (P2H) yang dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat

(HPGW) Sukabumi Praktek Kerja Profesi (PKP) dilaksanakan di pertambangan

nikel PT Vale Indonesia Tbk Sorowako Sulawesi Selatan Untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan IPB penulis meyelesaikan skripsi dengan judul

Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer

(ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat Penelitian 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies 3

22 Keragaman Genetik Hutan 4

23 PCR (Polymerase Chain Reaction) 4

24 Sequencing DNA 6

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) 6

26 Maturase K (mat-K) 7

III BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian 9

32 Bahan dan Alat Penelitian 9

321 Koleksi Contoh Uji Daun 9

322 Analisis Genetik 9

33 Prosedur Penelitian 10

331 Analisis Sekuen ITS2 10

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico 13

333 Analisis Fragmen mat-K 13

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA 15

411 Ekstraksi DNA 15

412 Analisis Hasil PCR 16

42 Analisis Sequence DNA 17

421 Analisis Runutan Nukleotida 17

422 Keragaman Antar Spesies 19

xi

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 25

52 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik 9

2 Primer untuk amplifikasi DNA 12

3 Komposisi PCR 12

4 Tahapan proses PCR 12

5 Spesies pada wilayah mat-K 13

6 Rataan komposisi nukleotida 17

7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu jenis 19

8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada ITS2 23

9 Klaster jenis berdasarkan ITS2 dan mat-K 24

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi PCR 5

2 Gen tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding 6

3 Diagram ITS 7

4 Wilayah mat-K 8

5 Alur penelitian 11

6 Pola band DNA 15

7 Hasil amplifikasi ITS2 16

8 Runutan nukleotida ITS2 18

9 Dendrogram in silico ITS2 20

10 Dendrogram in silico mat-K 20

11 Dendrogram ITS2 21

12 Dendrogram ITS 21

13 Dendrogram mat-K 22

14 Dendrogram mat-K (Meullner 2003) 22

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 29

2 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada mat-K 31

3 Runutan sekuen mat-K 33

4 Polimorfik ITS2 35

5 Polimorfik mat-K 37

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada

1 Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc atas bimbingan dan ilmu yang telah

diberikan

2 Resti Meilani Shut MSi selaku dosen penguji dan Dr Ir Iwan Hilwan MS

selaku ketua sidang yang telah memberikan sarannya untuk penulisan skripsi

ini

3 Ibunda Juswaidar Ayahanda Hasymi Kamaruddin saudaraku Ulfa Umami

dan keluarga besar yang telah mendoakan menyemangati dan membantu

penulis

4 Senior-senior dan teman satu bimbingan di Laboratorium Analisis Genetika

Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB (Laswi Irmayanti Shut Azizah

Shut Elviana Shut Fifi Gus Dwiyanti Shut dan Argha AC Nugraha)

5 Adinda beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan bantuan bagi

penulis

6 Essy Harnelly PhD Kokom Komariah SE MM Arida Susilowati Shut

MSi Rima HS Siburian Shut MSi Dr Utut Widyastuti Dr Ir T M Oemijati

R MS yang telah memberikan saran dan motivasi bagi penulis

7 Teman-teman penulis (Marrsquoahthul Ishlah Felix Julian Aji P Alm Syahrul

Isnaini Osmond Vito Eliazar SP Intan Fajar Kemala Evi Rumindah

Sinaga)

8 Rekan-rekan mahasiswa Mayor Silvikultur Angkatan 45

Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak

dan mohon maaf atas segala kekurangan

Bogor November 2012

Penulis

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Batusangkar Sumatera Barat pada tanggal 22 November

1989 sebagai putri dari Hasymi Kamaruddin dan Juswaidar Penulis merupakan

anak pertama dari dua bersaudara

Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Sungayang dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Silvikultur Fakultas

Kehutanan

Selama perkuliahan penulis mengikuti Praktek Penganalan Ekosistem

Hutan (P2EH) yang dilaksanakan di Sancang Timur Papandayan Praktek

Pengolahan Hutan (P2H) yang dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat

(HPGW) Sukabumi Praktek Kerja Profesi (PKP) dilaksanakan di pertambangan

nikel PT Vale Indonesia Tbk Sorowako Sulawesi Selatan Untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan IPB penulis meyelesaikan skripsi dengan judul

Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer

(ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat Penelitian 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies 3

22 Keragaman Genetik Hutan 4

23 PCR (Polymerase Chain Reaction) 4

24 Sequencing DNA 6

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) 6

26 Maturase K (mat-K) 7

III BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian 9

32 Bahan dan Alat Penelitian 9

321 Koleksi Contoh Uji Daun 9

322 Analisis Genetik 9

33 Prosedur Penelitian 10

331 Analisis Sekuen ITS2 10

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico 13

333 Analisis Fragmen mat-K 13

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA 15

411 Ekstraksi DNA 15

412 Analisis Hasil PCR 16

42 Analisis Sequence DNA 17

421 Analisis Runutan Nukleotida 17

422 Keragaman Antar Spesies 19

xi

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 25

52 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik 9

2 Primer untuk amplifikasi DNA 12

3 Komposisi PCR 12

4 Tahapan proses PCR 12

5 Spesies pada wilayah mat-K 13

6 Rataan komposisi nukleotida 17

7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu jenis 19

8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada ITS2 23

9 Klaster jenis berdasarkan ITS2 dan mat-K 24

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi PCR 5

2 Gen tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding 6

3 Diagram ITS 7

4 Wilayah mat-K 8

5 Alur penelitian 11

6 Pola band DNA 15

7 Hasil amplifikasi ITS2 16

8 Runutan nukleotida ITS2 18

9 Dendrogram in silico ITS2 20

10 Dendrogram in silico mat-K 20

11 Dendrogram ITS2 21

12 Dendrogram ITS 21

13 Dendrogram mat-K 22

14 Dendrogram mat-K (Meullner 2003) 22

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 29

2 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada mat-K 31

3 Runutan sekuen mat-K 33

4 Polimorfik ITS2 35

5 Polimorfik mat-K 37

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Batusangkar Sumatera Barat pada tanggal 22 November

1989 sebagai putri dari Hasymi Kamaruddin dan Juswaidar Penulis merupakan

anak pertama dari dua bersaudara

Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Sungayang dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Silvikultur Fakultas

Kehutanan

Selama perkuliahan penulis mengikuti Praktek Penganalan Ekosistem

Hutan (P2EH) yang dilaksanakan di Sancang Timur Papandayan Praktek

Pengolahan Hutan (P2H) yang dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat

(HPGW) Sukabumi Praktek Kerja Profesi (PKP) dilaksanakan di pertambangan

nikel PT Vale Indonesia Tbk Sorowako Sulawesi Selatan Untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan IPB penulis meyelesaikan skripsi dengan judul

Diferensiasi Genetik Meliaceae pada Region Second Internal Transcribed Spacer

(ITS2) dan Maturase-K (mat-K)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat Penelitian 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies 3

22 Keragaman Genetik Hutan 4

23 PCR (Polymerase Chain Reaction) 4

24 Sequencing DNA 6

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) 6

26 Maturase K (mat-K) 7

III BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian 9

32 Bahan dan Alat Penelitian 9

321 Koleksi Contoh Uji Daun 9

322 Analisis Genetik 9

33 Prosedur Penelitian 10

331 Analisis Sekuen ITS2 10

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico 13

333 Analisis Fragmen mat-K 13

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA 15

411 Ekstraksi DNA 15

412 Analisis Hasil PCR 16

42 Analisis Sequence DNA 17

421 Analisis Runutan Nukleotida 17

422 Keragaman Antar Spesies 19

xi

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 25

52 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik 9

2 Primer untuk amplifikasi DNA 12

3 Komposisi PCR 12

4 Tahapan proses PCR 12

5 Spesies pada wilayah mat-K 13

6 Rataan komposisi nukleotida 17

7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu jenis 19

8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada ITS2 23

9 Klaster jenis berdasarkan ITS2 dan mat-K 24

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi PCR 5

2 Gen tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding 6

3 Diagram ITS 7

4 Wilayah mat-K 8

5 Alur penelitian 11

6 Pola band DNA 15

7 Hasil amplifikasi ITS2 16

8 Runutan nukleotida ITS2 18

9 Dendrogram in silico ITS2 20

10 Dendrogram in silico mat-K 20

11 Dendrogram ITS2 21

12 Dendrogram ITS 21

13 Dendrogram mat-K 22

14 Dendrogram mat-K (Meullner 2003) 22

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 29

2 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada mat-K 31

3 Runutan sekuen mat-K 33

4 Polimorfik ITS2 35

5 Polimorfik mat-K 37

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat Penelitian 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies 3

22 Keragaman Genetik Hutan 4

23 PCR (Polymerase Chain Reaction) 4

24 Sequencing DNA 6

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2) 6

26 Maturase K (mat-K) 7

III BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian 9

32 Bahan dan Alat Penelitian 9

321 Koleksi Contoh Uji Daun 9

322 Analisis Genetik 9

33 Prosedur Penelitian 10

331 Analisis Sekuen ITS2 10

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico 13

333 Analisis Fragmen mat-K 13

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA 15

411 Ekstraksi DNA 15

412 Analisis Hasil PCR 16

42 Analisis Sequence DNA 17

421 Analisis Runutan Nukleotida 17

422 Keragaman Antar Spesies 19

xi

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 25

52 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik 9

2 Primer untuk amplifikasi DNA 12

3 Komposisi PCR 12

4 Tahapan proses PCR 12

5 Spesies pada wilayah mat-K 13

6 Rataan komposisi nukleotida 17

7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu jenis 19

8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada ITS2 23

9 Klaster jenis berdasarkan ITS2 dan mat-K 24

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi PCR 5

2 Gen tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding 6

3 Diagram ITS 7

4 Wilayah mat-K 8

5 Alur penelitian 11

6 Pola band DNA 15

7 Hasil amplifikasi ITS2 16

8 Runutan nukleotida ITS2 18

9 Dendrogram in silico ITS2 20

10 Dendrogram in silico mat-K 20

11 Dendrogram ITS2 21

12 Dendrogram ITS 21

13 Dendrogram mat-K 22

14 Dendrogram mat-K (Meullner 2003) 22

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 29

2 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada mat-K 31

3 Runutan sekuen mat-K 33

4 Polimorfik ITS2 35

5 Polimorfik mat-K 37

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

xi

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 25

52 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik 9

2 Primer untuk amplifikasi DNA 12

3 Komposisi PCR 12

4 Tahapan proses PCR 12

5 Spesies pada wilayah mat-K 13

6 Rataan komposisi nukleotida 17

7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu jenis 19

8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada ITS2 23

9 Klaster jenis berdasarkan ITS2 dan mat-K 24

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi PCR 5

2 Gen tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding 6

3 Diagram ITS 7

4 Wilayah mat-K 8

5 Alur penelitian 11

6 Pola band DNA 15

7 Hasil amplifikasi ITS2 16

8 Runutan nukleotida ITS2 18

9 Dendrogram in silico ITS2 20

10 Dendrogram in silico mat-K 20

11 Dendrogram ITS2 21

12 Dendrogram ITS 21

13 Dendrogram mat-K 22

14 Dendrogram mat-K (Meullner 2003) 22

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 29

2 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada mat-K 31

3 Runutan sekuen mat-K 33

4 Polimorfik ITS2 35

5 Polimorfik mat-K 37

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik 9

2 Primer untuk amplifikasi DNA 12

3 Komposisi PCR 12

4 Tahapan proses PCR 12

5 Spesies pada wilayah mat-K 13

6 Rataan komposisi nukleotida 17

7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu jenis 19

8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada ITS2 23

9 Klaster jenis berdasarkan ITS2 dan mat-K 24

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi PCR 5

2 Gen tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding 6

3 Diagram ITS 7

4 Wilayah mat-K 8

5 Alur penelitian 11

6 Pola band DNA 15

7 Hasil amplifikasi ITS2 16

8 Runutan nukleotida ITS2 18

9 Dendrogram in silico ITS2 20

10 Dendrogram in silico mat-K 20

11 Dendrogram ITS2 21

12 Dendrogram ITS 21

13 Dendrogram mat-K 22

14 Dendrogram mat-K (Meullner 2003) 22

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 29

2 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada mat-K 31

3 Runutan sekuen mat-K 33

4 Polimorfik ITS2 35

5 Polimorfik mat-K 37

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi PCR 5

2 Gen tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding 6

3 Diagram ITS 7

4 Wilayah mat-K 8

5 Alur penelitian 11

6 Pola band DNA 15

7 Hasil amplifikasi ITS2 16

8 Runutan nukleotida ITS2 18

9 Dendrogram in silico ITS2 20

10 Dendrogram in silico mat-K 20

11 Dendrogram ITS2 21

12 Dendrogram ITS 21

13 Dendrogram mat-K 22

14 Dendrogram mat-K (Meullner 2003) 22

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 29

2 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada mat-K 31

3 Runutan sekuen mat-K 33

4 Polimorfik ITS2 35

5 Polimorfik mat-K 37

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 29

2 Electropherogram enzim restriksi secara in silico pada mat-K 31

3 Runutan sekuen mat-K 33

4 Polimorfik ITS2 35

5 Polimorfik mat-K 37

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Meliaceae merupakan suku yang secara umum terdiri dari pohon pada

ordo Sapindales Spesies yang termasuk anggota Meliaceae di antaranya mahoni

daun lebar (Swietenia macrophylla K) mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni

(L) Jacq) mindi (Melia azedarach L) mimba (Azadirachta indica Juss) dan

khaya (Khaya anthotheca (Welw) C DC) Spesies pada famili ini termasuk ke

dalam spesies yang sangat penting di dunia baik dalam aspek ekonomi maupun

aspek ekologi Pada umumnya anggota Meliaceae dimanfaatkan untuk penghasil

kayu buah atau kandungan bahan kimianya Beberapa spesies penghasil kayu

yang bernilai ekonomi adalah mahoni (S macrophylla) mimba (A indica) dan

mindi (M azedarach) yang mengandung zat-zat yang bisa dijadikan sebagai

bahan pestisida Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini persediaan tegakan

alami Meliaceae sudah mulai menurun drastis (Muellner et al 2011) Dengan

demikian diperlukan upaya pelestarian dan pemuliaan anggota Meliaceae seiring

dengan peningkatan permintaan terhadap spesies ini Penggunaan teknologi

molekuler dalam bidang kehutanan di Indonesia pada saat ini umumnya masih

diarahkan untuk konservasi genetik dan pemuliaan pohon dari spesies-spesies

yang dianggap penting Saat ini arahan bagi penyusunan strategi konservasi

genetik pohon hutan dapat dilakukan dengan lebih baik melalui pemanfaatan

informasi genetik dari suatu spesies untuk melengkapi data morfologi yang ada

(buah daun batang dll) Oleh karena itu penelitian ini dilakukan yang diarahkan

untuk mendapatkan informasi lebih lengkap pada tingkat molekuler yang

selanjutnya juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi taksonomi spesies

Setiap individu memiliki sifat atau karakter yang berbeda Variasi genetik

yang dimiliki oleh pohon-pohon hutan termasuk pada anggota famili Meliaceae

tidak selalu sama Ketidaksamaan genetik pada spesies ini kemudian memberikan

sifat-sifat yang berbeda pada setiap pohonnya Perbedaan sifat yang dibawa oleh

genetik dapat dilihat dari perbedaan susunan nukleotida yang terdapat pada DNA

suatu individu Untuk mengetahui perbedaan runutan nukleotida ini dapat dilihat

melalui teknik analisis sekuen Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

2

dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok

organisme Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer

Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen

tertentu dari suatu genom organisme Kekerabatan dan keragaman genetik dari

spesies yang digunakan dapat dilihat melalui hasil sekuen yang diperoleh

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga variasi dan diferensiasi

genetik antar spesies (interspecific variation) lima spesies pohon anggota

Meliaceae yaitu S macrophylla S mahagoni M azedarach A indica dan K

anthotheca

13 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

kekerabatan lima spesies anggota famili Meliaceae Informasi kekerabatan yang

diperoleh tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penanganan

silvikultur spesies untuk kepentingan konservasi sumberdaya genetik dan

pemuliaan spesies

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Deskripsi Spesies

Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi Tanaman

mimba dapat beradaptasi di daerah tropis Di Indonesia tanaman mimba dapat

tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 800 m

dpl Di Indonesia tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur Jawa Tengah

Jawa Barat Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Pada umumnya tanaman

mimba ditanam sebagai tanaman peneduh jalan (Rukmana dan Oesman 2002)

Melia azedarach memiliki nama lokal mindi atau mindi berbuah kecil

Tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian

sampai dengan 1200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum Himalaya pada

ketinggian 1800minus2200 m dpl dapat tumbuh pada suhu minimum -5oC suhu

maksimum 39oC dengan curah hujan rata-rata per tahun 600minus2000 mm (Ahmed

dan Idris 1997 dalam Dephut 2001) Pohon mindi memiliki persebaran alami di

India dan Burma kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis

termasuk Indonesia (Mabberley 1984 dalam Dephut 2001) Untuk Indonesia

sudah banyak ditanam di daerah Sumatera Jawa Nusa Tenggara dan Irian Jaya

(Whitmore dan Tantra 1986)

Swietenia mahagoni memiliki nama lokal mahoni daun kecil Spesies ini

secara alami dijumpai pada iklim dengan curah hujan tahunan 580minus800 mm

Hasil pertanamannya lebih rendah dibandingkan dengan S macrophylla tetapi

pada tapak yang kering tumbuh sangat baik dan kualitas kayunyapun lebih baik

Secara komersial spesies ini tidak berarti apabila tersedia dalam skala kecil Akan

berpotensi bila ditanam dalam skala besar khususnya di daerah kering terutama

untuk memperoleh kayu berkualitas tinggi Spesies ini juga digunakan pada

agroforestry untuk meningkatkan kualitas tanah dan tanaman hias (Dephut 2001)

Swietenia macrophylla memiliki nama lokal mahoni daun lebar Tanaman

ini tumbuh pada ketinggian 0-1500 m dpl suhu tahunan 11minus36oC dan curah

hujan tahunan 1524minus5085 mm (BPT 1986) Tanaman ini mempunyai peranan

yang cukup penting secara ekonomi karena kayunya dapat digunakan untuk kayu

bangunan dan perkakas Saat ini tanaman mahoni merupakan salah satu tanaman

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

4

prioritas untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri dan reboisasi hutan

produksi

Khaya anthotheca memiliki nama lokal khaya Penyebaran alami di daerah

Afrika tropis di daerah tersebut spesies ini merupakan spesies kayu perdagangan

utama dengan nama perdagangan internasional mahoni Afrika dan di Indonesia

mempunyai nama perdagangan mahoni Uganda (Burhaman 2004) Kayu spesies

ini mudah dikerjakan mudah dikupas tanpa direbus terlebih dahulu serta

perekatannya baik dan secara umum memenuhi persyaratan Kayunya dapat

dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis bahan baku pembalutan

mebel dan perkakas rumah tangga lainnya (Burhaman 2004)

22 Keragaman Genetik Tanaman Hutan

Keragaman genetik adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk

pada jumlah total karakteristik genetik dalam genetika keseluruhan spesies

Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan

yaitu keragaman dalam spesies (intra-species) dan keragaman antar spesies (inter-

species) (Finkeldey 2005)

Secara umum ada dua sebab utama yang menyebabkan keragaman yaitu

perbedaan lingkungan (enviromental variation) dan perbedaan susunan genetik

yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation) Adanya

keragaman dalam suatu spesies perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai

pemuliaan pohon karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak

dalam pemuliaan yaitu memungkinkan seleksi dan untuk mencegah

dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979)

23 PCR (polymerase chain reactions)

Tahapan dalam proses PCR meliputi denaturasi pada suhu tinggi

penempelan DNA pada cetakan (tahap annealing) serta pemanjangan primer

dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai DNA

baru (tahap extention) (Saiki et al 1998 dalam Mahfira 2010) Tahapan dari PCR

adalah sebagai berikut

(1) Tahap peleburan atau denaturasi

Denaturasi rantai DNA berlansung pada suhu 94oC atau pada suhu 95

oC (Saiki et

al 1998) dengan selang waktu antara 15 detik sampai 2 menit Dalam proses

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

5

denaturasi dua rantai DNA akan terpisah dan masing-masing rantai DNA akan

digunakan sebagai cetakan pada proses PCR DNA yang memiliki struktur

kompleks dapat didenaturasi pada suhu 100oC selama beberapa menit namun

kemampuan aktivitas enzim Taq DNA polymerase menjadi turun

(2) Tahap penempelan atau annealing

Penempelan primer pada DNA cetakan disebut annealing Besarnya suhu

annealing tergantung pada panjang dan jumlah basa G dan C dalam primer serta

konsentrasi garam dalam buffer

(3) Tahap pemanjangan atau extention

Reaksi polimerisasi nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase (extention)

dimulai dari ujung 5rsquoα-fosfat dan berakhir pada ujung 3rsquo gugus hidoksil (H) Suhu

extention yang digunakan berkisar antara 70-74oC karena pada selang suhu

tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum Lamanya tahap extention

1minus2 menit Waktu extention yang terlalu lama akan menghasilkan produk

amplifikasi yang tidak spesifik (Saiki et al 1998) Secara terperinci tahapan PCR

disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Ilustrasi siklus PCR (1) denaturasi (2) annealing (3) extention (4) siklus ke-1

selesai (Rice 2009)

24 Sequencing DNA

Sequencing DNA adalah proses penentuan urutan dari basa A T G dan C

dalam sepotong DNA Pada intinya DNA digunakan sebagai cetakan untuk

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

6

menghasilkan serangkaian fragmen yang panjangnya berbeda satu sama lain oleh

satu basa Fragmen kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran dan basis di akhir

diidentifikasi menciptakan urutan asli DNA (Twyman 2003 dalam Elviana 2010)

Aplikasi utama dari sequencing DNA dalam studi sistematik adalah i)

evolusi gen termasuk studi dari proses yang menghasilkan level variasi sequence

(urutan basa) studi asal-muasal alel baru atu lokus baru serta investigasi

pemusatan (convergence) dan seleksi ii) studi intraspesifik populasi termasuk

pelacakan organisme dan genealogi alel dalam spesies dan variasi geografik

aliran gen (gen flow) hibridasi serta konservasi genetika dan iii) studi

interspesifik populasi seperti rekonstruksi filogenetik untuk mengevaluasi pola

dan proses evolusi makro (Hillis et al 1996b dalam Elviana 2010)

25 Second Internal Transcribed Spacer (ITS2)

Daerah pada ITS2 dipilih untuk kandidat DNA barcode karena sekuen dari

ITS2 berpotensi untuk penanda filogenetik dan secara luas digunakan untuk

rekonstruksi filogenetik pada kedua genus dan pada tingkat spesies (Chen 2010)

Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa posisi ITS2 termasuk dari

kandidat untuk barcoding namun masih dalam proses penelitian

Gambar 2 Gen dari tiga genom pada tanaman sebagai kandidat untuk barcoding (Chen

2010)

ITS merupakan penanda pada DNA yang bersifat universal penanda

tersebut mampu teramplifikasi pada semua organisme tidak termasuk pada

vertebrata Keuntungan dari ITS adalah dalam membandingkan penanda plastid

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

7

pada keturunan biparental memiliki tingkat penggandaan yang tinggi daripada

keturunan dari induk betina (Muir et al 2001 dalam Koch et al 2008)

ITS terus menjadi daerah yang lazim digunakan untuk rekonstruksi

filogenetik angka publikasi sekuen ITS meningkat tiga kali lipat semenjak tahun

2003 (Koch et al 2008) daerah ITS terdiri dari ITS1 dan ITS2 yang terletak di

antara ekson 58S dan ujung ITS1 dibatasi oleh ekson 18S sedangkan ujung ITS2

dibatasi oleh ekson 26S daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki tingkat

conserved yang tinggi (Koch et al 2008)

Tingkat penggandaan yang tinggi merupakan sebuah alasan bagi aplikasi

ITS yang luas dalam sistem molekular (Rogers dan Bendich 1987 dalam Koch et

al 2008) Seleksi dari daerah kandidat barcoding pada daerah conserved dapat

diselesaikan melalui wilayah ITS Jika dibandingkan dengan gen 58S ITS1 dan

ITS2 lebih tersedia pada sekuen utama Selain itu ITS2 lebih conserved daripada

ITS1 dan dapat memenuhi untuk perunutan pada tingkat genus (Hershkovitz dan

Lewis 1996 dalam Koch et al 2008) Daerah ITS secara terperinci disajikan pada

Gambar 3

Gambar 3 Diagram daerah internal transcribed spacer (Koch 2008)

26 Maturase-K (mat-K)

Mat-K dapat mengamplifikasi gen pada DNA kloroplas (cpDNA) Gen

kloroplas mat-K merupakan sebagian besar variable gen coding dari angiospermae

dan telah diusulkan untuk menjadi barcode pada tanaman (Yu et al 2011) Secara

terperinci daerah mat-K disajikan pada Gambar 4

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

8

Gambar 4 Wilayah MaturaseK (mat-K) (Wicke 2009)

Wilayah coding mat-K menunjukkan hasil yang sangat bagus dilihat dari

pembagian yang hampir sama pada substitusi nukleotida di posisi kodon satu

kedua dan ketiga Dengan demikian gen mat-K menyusun lebih cepat secara

kontras di gen plastid lainnya walaupun turunan dasar dan fungsi yang terbatas

(Hilu dan Liang 1997 dalam Wicke dan Quandt 2009)

Gen Mat-K telah menunjukkan salah satu dari penggantian nukleotida yang

tertinggi diantara 20 gen plastid yang terbaik dalam panjang 1 kilobase (kb) dan

saat ini digunakan untuk menduga hubungan filogenetik dalam tingkat famili

(Koch et al 2001 dalam Muellner 2003)

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

9

BAB III

BAHAN DAN METODE

31 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli

2012 Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium

Analisis Genetik Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor Sequencing DNA contoh dikirim ke PT Genetika Science di Singapura

(httpbase-asiacom)

32 Bahan dan Alat Penelitian

321 Koleksi Contoh Uji Daun

Contoh daun terdiri dari Smacrophylla Smahagoni A indica M

azedarach dan M excelsa yang digunakan untuk analisis PCR dan sequencing

DNA Contoh daun berasal dari tiga lokasi yaitu sekitar kampus Fakultas

Kehutanan IPB (Smacrophylla Smahagoni K anthotheca dan M azedarach)

dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor (A indica)

322 Analisis Genetik

Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetik dengan penanda

PCR terbagi dalam beberapa tahap pekerjaan yaitu tahapan ekstraksi DNA uji

kualitas DNA visualisasi DNA serta analisis data Alat dan bahan yang

digunakan pada teknik PCR disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik

Analisis Tahapan Kerja

Ekstraksi Uji kualitas DNA PCR

PCR

Alat sarung tangan

tube 2ml mortar sudip

pestel tips mikropipet

mesin centrifugase

vorteks waterbath

freezer desikator

Alat sarung tangan timbangan

analitik gelas ukur tabung

erlenmeyer cetakan agar

microwavemikropipet mesin

elektroforesis fisher

scientificbak EtBr kameraalat

foto DNA mesin UV

Transiluminatorlaptop

Alat sarung tangan

tube 02ml

rakmikrotube alat

tulis mikropipet tips

mesin centrifugasi

mesin PCR PTC - 100

Bahan PVP 1

Chloroform IAA

Isopropanol dingin

NaCl Etanol 100

buffer TE

Bahan agarosee bufer TAE

1x DNA ekstraksi Blue juice

10x EtBr

Bahan DNA primer

spesifik forward dan

reverse Green Go

Taq master mix

(promegaM7122)

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

10

33 Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR Secara

umum prosedur penelitian teknik PCR disajikan pada Gambar 5 Tahap penelitian

terdiri dari tiga tahap analisis yaitu analisis sekuen ITS2 analisis fragmen ITS2

dan analisis fragmen mat-K secara in silico

331 Analisis Sekuen ITS2

Ekstraksi DNA

Kegiatan ekstraksi dan isolasi DNA dari daun dilakukan dengan

menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) yang

dimodifikasi untuk mendapatkan DNA yang cukup murni Contoh daun (2x2 cm2)

digerus di dalam pestel bersih lalu dipindahkan ke dalam tube 15 mL dan

ditambahkan 500minus700 larutan penyangga ekstrak dan 100 microL PVP 2 Hasil

gerusan kemudian dikocok dengan vortex agar menjadi homogen selanjutnya

diinkubasi dalam waterbath selama 60 menit pada suhu 650C Untuk mengikat

DNA ditambahkan kloroform 500 microL dan fenol 10 microL lalu dikocok sampai

homogen Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan fase air dan fase bahan

organik (supernatan) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tube baru lalu ditambahkan

isopropanol dingin 500 microL dan NaCl 300 microL Campuran supernatan dengan

isopropanol dingin dan NaCl disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk

mendapatkan supernatan DNA Kegiatan selanjutnya adalah pencucian DNA

dengan menambahkan etanol 100 sebanyak 300 microL lalu disentrifugasi pada

kecepatan 11000 rpm selama 10 menit Cairan etanol dibuang dengan hati-hati

agar supernatan DNA tidak ikut terbuang pelet DNA disimpan di dalam desikator

selama plusmn15 menit selanjutnya ditambahkan larutan penyangga TE 20 microL setelah

itu dikocok dan disentrifugasi kembali Langkah tersebut dilakukan sampai

mendapatkan DNA yang murni jika belum mendapatkan DNA yang bersih dan

masih memiliki banyak kotoran perlu diulangi kembali langkah-langkah seperti

yang telah dijelaskan di atas DNA yang bersih dapat diuji melalui tahap

elektroforesis pada gel agarose yang dilakukan pada setiap akhir dari suatu teknik

analisis genetik Agarose yang digunakan memiliki konsentrasi yang berbeda pada

setiap pengujian kualitas DNA sesuai pada teknik yang sedang dilakukan

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

11

Sampel daun

Ekstraksi DNA

Ya

Elektroforesis

agarose 1

PCR

Sekuen

Restriksi enzim

secara in silico

Analisis Data

Tidak

Ya Tidak

Elektroforesis

agarose 2

5 jenis S mc S

mg M az A in

dan K an

CTAB (Doyle and

Doyle 1990)

-ITS2

PCR (Banks 1985)

5 jenis sampel

ITS2

18 enzim (sesuai

pada 12)

-BioEdit v709

-ClustalW2 EBI-EMBL

-TreeviewX

-PopGene NTSYs dan

pDRAW32

Gambar 5 Bagan alur penelitian di laboratorium (S mc = S macrophylla S mg = S

mahagoni K an = K anthotheca A in = A indica M az =M azedarach)

Pengujian Kualitas DNA

DNA hasil ekstraksi kemudian uji kualitas dengan menggunakan teknik

elektroforesis agarose 1 (wv) Gel ini dibuat dengan melarutkan agarose

sebanyak 033 g ke dalam 33 microL larutan TAE (tris HCl-acetic acid-EDTA)

Kemudian campuran dipanaskan di dalam microwave sampai mendidih Larutan

gel kemudian dituangkan ke dalam cetakan gel Cetakan gel tersebut telah

dipasang sisircomb yang berfungsi untuk membuat sumur gel Setelah gel

membeku sisir dicabut dan gel beserta cetakannya diletakkan di dalam bak

elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga TAE DNA hasil ekstraksi

diambil sebanyak 3 microL dan ditambah 2 microL blue juice 10X selanjutnya dilakukan

proses elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 V

selama 1 jam

Gel yang sudah dielektroforesis dilakukan pewarnaan dengan

merendamkan gel di dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) yaitu campuran 10

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

12

microL EtBr dan 190 mL aquades selama 15 menit Kemudian profil DNA hasil

ekstraksi dideteksi dengan menggunakan UV transilluminator

Proses Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR (polymerase chain reaction)

DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan primer ITS2

Menurut Marder (2001) primer diperlukan karena DNA polimerase tidak dapat

memulai replikasi tanpa terjadi penempelan primer terlebih dahulu terhadap DNA

target Adapun urutan nukleotida dari primer tersebut terdapat pada Tabel 2

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA

Gen Posisi gen Sekuen primer (5-3) Suhu

annealling

(degC) Sumber

ITS2 Second Internal

Transcribed

Spacer

5rsquo-GCT GCG TTC TTC

ATC GAT GC-3rsquo 48

0 White et al

1990

Secara umum proses PCR menggunakan lima komponen utama yang

dicampurkan ke dalam tube 02 mL Komponen yang diperlukan untuk teknik

PCR terdapat pada Tabel 3

Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR

No Komponen Volume (microL)

1 Cetakan DNA 25

2 Forward Primer 19

3 Reverse Primer 19

4 Nucleas free water 35

5 Green Go Taq Master Mix Kit 100 Jumlah 198

Proses PCR dilakukan melalui tiga tahapan yaitu denaturation annealing

dan extention Pada proses ini suhu yang dipakai berbeda-beda tergantung pada

teknik bahan kimia dan primer yang digunakan Pengaturan suhu untuk PCR

terdapat pada Tabel 4

Tabel 4 Tahapan-tahapan dalam proses PCR

Tahapan Suhu (degC) Waktu (menit) Jumlah Siklus

Pre-denaturation 95 3 -

Denaturation 95 1 -

Annealing 48 1 36

Extention 72 1 1

Final Extention 72 10 -

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

13

Hasil PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis gel agarose 2

(wv) dalam larutan buffer TAE 1x Setelah running selesai dilakukan distaining

dalam larutan Ethidium Bromide (EtBr)

Sequencing DNA

Proses sequencing dilakukan setelah DNA hasil amplifikasi diukur

kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarose 2 DNA hasil

amplifikasi tersebut kemudian dikirim ke PT Genetika Science Indonesia di

Singapura bersama primer yang telah digunakan dalam proses amplifikasi

Kemudian dianalisis dengan program ClustalW2 EMBL-EBI

(httpebiacukToolsmsaclustal-w2) software BioEdit dan TreeViewX (Hall

2007) serta analisis keanekaragaman menggunakan software DNAsp versi 35

(Rozas dan Rozas 1999) digunakan untuk mencari nilai keragaman nukleotida

332 Analisis Fragmen ITS2 secara In Silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

333 Analisis Fragmen matK

Data Mining Meliaceae

Data mining tidak dilakukan melalui prosedur kerja pada laboratorium

Data ini diambil dari database GenBank (httpwwwncbinlmnihg-ovgenbank)

untuk lima spesies yang sama pada region ITS2 ukuran sekuen yang digunakan

berbeda pada kedua region untuk eksplorasi marker pad mat-K digunakan sekuen

DNA dengan pangjang plusmn 800 bp secara terperinci dapat dilihat seperti disajikan

pada Tabel 5

Tabel 5 Spesies yang digunakan untuk region mat-K (GenBank 2012)

Spesies Sumber GenBank

Accession Panjang

basa (bp)

Swietenia macrophylla

Swietenia mahagoni

Azadirachta indica

Melia azedarach

Khaya anthotheca

Muellner et al (2003)

Clayton et al (2007)

Muellner et al (2003)

Abbott et al (2009)

Muellner et al (2003)

AY128200

EU042907

AY128180

GU134981

AY128190

857

918

863

827

857

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

14

Sequence DNA

Runutan DNA dari data mining dirunutkan dengan menggunakan program

perangkat lunak Perangkat lunak yang digunakan adalah ClustalW2 software

BioEdit TreeViewX

Analisis Fragmen matK secara in silico

Sekuen DNA dimasukkan pada program pDRAW32 yang dikembangkan

oleh AcaClone Software (httpwwwacaclonecom) Masing-masing sekuen

DNA kemudian dipotong menggunakan 18 enzim restriksi Setelah dipotong

kemudian ditampilkan dengan elektroforesis gel agarose 2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Analisis DNA

411 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler

Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan dan perlu diatasi Kualitas dan kuantitas hasil dari ekstraksi

DNA tergantung dari spesies tanaman yang digunakan dan mempengaruhi analisis

lanjut seperti pada proses PCR maupun pemotongan DNA dengan enzim restriksi

Gambar 6 Pola band DNA A) K anthotheca B) S macrophylla C) S mahagoni D) A

indica E) M azedarach 1) sumur DNA 2) band DNA

Hasil ekstraksi DNA yang disajikan pada Gambar 6 ada beberapa band

yang tidak muncul dan kurang jelas Pola tersebut dapat disebabkan tidak adanya

atau kurang mencukupinya DNA yang terisolasi untuk uji elektroforesis selain itu

kemungkinan masih adanya DNA di dalam tube karena campuran tidak homogen

jumlah ekstrak yang sedikit atau terbuang pada saat pencucian Hal lain yang bisa

terjadi adalah terkontaminasinya DNA atau memiliki tingkat kemurnian yang

rendah

Kondisi DNA dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi

sangat diupayakan agar dapat melakukan analisis genetika molekuler Ekstraksi

A B C E D

2

1

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

16

DNA pada jaringan tanaman dengan kemurnian yang tinggi seringkali sulit

diperoleh untuk itu diberi perlakuan pengenceran DNA yang berbeda-beda

dilihat dari segi kualitasnya Pengenceran ini bertujuan untuk memudahkan saat

melakukan PCR primer dapat teramplifikasi pada band DNA dengan baik Jika

DNA terlalu banyak kotoran maka hasil PCR tidak bagus karena primer tidak

dapat teramplifikasi

412 Analisis Hasil PCR

PCR merupakan salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan

untuk mempelajari proses evolusi tanaman (Elviana 2010) Kesesuaian dalam

menggunakan primer sangat tergantung pada teramplifikasinya DNA dengan baik

sehingga mengasilkan pola band yang bagus Primer universal yang berhasil

teramplifikasi untuk beberapa spesies dalam famili Meliaceae di antaranya terdiri

dari S macrophylla S mahagony M azedarach A indica dan K anthotheca

adalah second internal transcribed spacer (ITS2) Menurut Chen (2010) region

untuk ITS2 cukup pendek yakni ada pada selang 160-320bp Panjang fragmen

hasil amplifikasi primer ITS2 adalah 307 bp seperti yang disajikan pada Gambar

7

Gambar 7 Hasil amplifikasi PCR ITS2 (1278 M az 34 Smc 56 S mg 910 A in

1112 K an)

Hasil dari amplifikasi secara umum tidak memperlihatkan band yang

sangat jelas ada beberapa band yang kurang jelas sehingga menimbulkan

keraguan saat menganalisis band Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal

tersebut di antaranya tingkat kemurnian DNA yang rendah dan campuran bahan

yang kurang tepat Konsentrasi DNA sampel ukuran panjang primer komposisi

307 bp

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

17

basa primer konsentrasi ion Mg dan suhu hibridasi primer harus dikontrol dengan

hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto 2003

dalam Elviana 2010)

42 Analisis Sekuen DNA

421 Analisis Runutan Nukleotida

Analisis sekuen DNA dilakukan pada lima individu dari famili Meliaceae

Hasil sekuen dari lima individu dialignment dengan menggunakan ClustalW2

EMBL-EBI kemudian nukleotida dirunutkan melalui program BioEdit dan

program TreeView X untuk menampilkan Guide Tree Hasil runutan nukleotida

sepanjang 307 bp menunjukkan hasil alignment sepanjang 307 bp nukleotida

paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (3128) diikuti A (295) dan G

(197) dan yang paling sedikit C (194) Komposisi dari nukleotida yang

terdapat pada masing-masing sekuen disajikan secara terperinci pada Tabel 6

Tabel 6 Rataan komposisi nukleotida dari lima spesies

Spesies Region T(U) C () A () G () Sumber

S mc ITS2 296 201 296 204

mat-K 346 200 282 170 Muellner et al (2003)

S mg ITS2 314 212 253 222

mat-K 309 185 268 237 Clayton et al (2007)

K an ITS2 278 192 309 213

mat-K 346 204 281 168 Muellner et al (2003)

Ain ITS2 274 176 341 206

mat-K 346 196 286 171 Samuel et al(2003)

M az ITS2 260 182 345 213

mat-K 359 193 285 162 Abbott et al (2009)

Rata-rata 3128 194 295 197

Smc=S macrophylla Maz=M azedarach Smg=S mahagoni Ain=A indica Kan=K

anthotheca

Perunutan DNA ini dapat membantu dalam hal merunut nukleotida yang

ada berbeda ataupun bermutasi (Sambrook dan Russel 2001) Keragaman genetik

dapat muncul karena adanya mutasi aliran gen dan migrasi dan proses seleksi

(Finkeldey 2005) Hasil pengamatan dari alignment data dari GenBank yang

menggunakan primer mat-K ditemukan komposisi nukleotida yang terbanyak

adalah T (342) diikuti nukleotida A (281) dan paling sedikit adalah G (18)

Keragaman nukleotida dalam spesies (intraspecies) lebih polimorfisme pada

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

18

region mat-K sebab dipengaruhi oleh panjang bp yang dimiliki mat-K lebih besar

jika dibandingkan dengan region ITS2 Jika dibandingkan dengan persentase

keragaman berdasarkan nukleotida pada spesies Shorea laevis dari famili

Dipterocarpaceae pada region yang sama yaitu mat-K sepanjag 844 bp diperoleh

hasil untuk nukleotida T (352) diikuti A (326) G (178) dan C (145)

(Elviana 2010) dapat dilihat komposisi nukleotidanya tidak memiliki selisih

komposisi yang cukup jauh Komposisi nukleotida dari manusia juga dapat dilihat

yaitu nukleotida A (309) nukleotida T (294) nukleotida G (199) dan

nukleotida C (198) dengan DNA normal dari spesies yang berbeda

menunjukkan adanya keteraturan yaitu di antaranya komposisi basa dari DNA

suatu organisme adalah tetap pada semua selnya dan mempunyai karakterisitik

tertentu selain itu jumlah adenin dengan timin selalu sama dalam DNA suatu

organisme hal yang sama juga terjadi pada jumlah guanin dan sitosin (OCW

2009) Perunutan DNA dari spesies yang digunakan secara terperinci disajikan

pada Gambar 8

Gambar 8 Runutan nukleotida dari lima species(mc_4 S macrophylla ma_I M

azedarach mg_32 S mahagoni K3 K anthotheca mb_3 A indica)

yang di alignment dari EBL-EBI Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

Hubungan kekerabatan antara dua individu atau lebih dalam suatu famili

dapat diukur dari kesamaan beberapa sifat dengan asumsi bahwa karakter yang

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

19

berbeda disebabkan oleh perbedaan genetik yang dimiliki oleh masing-masing

individu Runutan hasil sekuen dari lima spesies bila dibandingkan dengan

kombinasi data sekuen dari GenBank yaitu runutan DNA menggunakan primer

mat-K dengan species yang sama dari famili Meliaceae diantaranya S macrophylla

(Muellner et al 2002) S mahagoni (Clayton et al 2007) K anthotheca (Muellner et al

2002) M azedarach (Abbott et al 2009) dan A indica (Muellner et al 2002) secara

teperinci disajikan pada Lampiran 3

422 Keragaman antar spesies

Keragaman situs restriksi secara In Silico

Hasil sekuen diberi perlakuan pemotongan fragmen dengan 18 spesies

enzim melalui program pDRAW32 Hasil pemotongan kemudian

diinterpretasikan pada pada 3 gel agarose marker Promega 100 bp DNA ladder

seperti yang disajikan pada Lampiran 1 berdasarkan wilayah ITS2 dan mat-K

dapat dilihat pada Lampiran 2 dari analisis menggunakan primer ITS2 dan mat-K

yang dipotong dengan 18 enzim secara in silico terjadi banyak pemotongan Hasil

pemotongan tersebut menunjukkan variasi DNA (polimorfisme) pada setiap

spesies pola pemotongan yang dihasilkan berbeda untuk masing-masing spesies

Setiap spesies dipotong oleh enzim yang berbeda dan memiliki enzim tertentu

yang hanya memotong pada satu spesies dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 7

Tabel 7 Spesies enzim yang hanya memotong pada satu spesies berdasarkan dua region

Region Kode Spesies Enzim ITS2 M az M azedarach BstUI A in Aindica HpaII

K an K anthotheca HhaI

S mc S macrophylla MseI

S mg S mahagoni AluI

mat-K M az M azedarach BamHI BfaI EcoRI HaeIII HinfI MseI

RsaI SspI TaqI A in Aindica BstUI HpaII

S mg S mahagoni AluI HindIII HpaII PstI

S mc S macrophylla EcoRI HpaII

K an K anthotheca HaeIII

Hasil pemotongan kembali dilihat jarak kekerabatan antara semua individu

yang diamati yang diinterpretasikan pada dendrogram Dendrogram yang

disajikan menunjukkan spesies yang satu klaster atau berada dalam klaster yang

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

20

berbeda untuk spesies pada region ITS2 secara terperinci disajikan pada Gambar

9

Gambar 9 Dendrogram hasil in silico dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach)

Hasil dari Gambar 9 dapat dilihat S macrophylla dan S mahagoni berada

dalam satu kelompok kelompok tersebut bergabung dengan K anthotheca

kelompok tersebut memiliki kerabat yang agak berjauhan dengan M azedarach

dan A indica Pada region mat-K menunjukkan ada dua kelompok yang terbesar

bahwa kekerabatan antara K anthotheca dan S mahagoni memiliki kekerabatan

yang dekat dan kelompok kedua antara S macrophylla A indica dan M

azedarach dan A indica secara terperinci disajikan pada Gambar 10

Gambar 10 Dendrogram hasil enzim restriksi dari sekuen DNA GenBank S mg S

mahagoni (Muellner et al 2002) M az M azedarach (Abbott et al

2009) A in A indica (Muellner et al 2003) S mc S macrophylla

(Muellner et al 2002) K an K anthotheca (Muellner et al 2002)

Hubungan kekerabatan antara beberapa individu dalam suatu famili dapat

diukur dari kesamaan sifat dengan asumsi bahwa karakter yang berbeda

disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang dibawa oleh masing-masing

individu Hasil yang berbeda pada dendrogram disebabkan DNA yang digunakan

Ain

M az

K an

S mg

S

mc

S mg

K an

M az

S mc

Ain

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

21

berbeda dari segi primer sehingga DNA yang dihasilkan juga berbeda untuk

ITS2 merupakan wilayah nukleus sedangkan mat-K merupakan wilayah cpDNA

Keragaman nukleotida

Salah satu pengelompokan dari kelima individu pada region ITS2

berdasarkan perbedaan runutan nukleotida melalui analisis dendrogram yang

disajikan pada Gambar 11 menunjukkan jarak kekerabatan yang terdiri tiga klaster

yaitu A indica dan M azedarach disusul K anthotheca dan S mahagoni dan

terakhir S macrophylla

Gambar 11 Dendrogram dari lima species berdasarkan ITS2 (Smc S macrophylla S

mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica dan M az M

azedarach)

Jika dibandingkan dengan daerah ITS berdasarkan hasil penelitian Muellner

(2011) jarak genetiknya menunjukkan hasil yang sesuai dengan region ITS2 K

anthotheca dan S macrophylla satu klaster serta A indica dan M azedarach

berada dalam satu klaster seperti yang disajikan pada Gambar 12

Gambar 12 Dendrogram region ITS (Muellner 2011)

K anthotheca

S mahagoni

S macrophylla

A indica

M azedarach

000005010015020

Smg

Smc

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

22

Dendrogram berdasarkan hasil runutan pada sekuen mat-K menunjukkan tiga

klaster Klaster M azedarach dan A indica berdekatan dengan K anthotheca

kemudian klaster tersebut berdekatan dengan S macrophylla disusul dengan S

mahagoni seperti yang disajikan pada Gambar 13

Gambar 13 Dendrogram berdasarkan sekuens matK dari lima species (Smc S

macrophylla S mg S mahagoni K an K anthotheca A in A indica

dan M az M azedarach) (GenBank2012)

Jika dibandingkan dengan region mat-K pada hasil penelitian Muellner

(2003) menunjukkan M azedarach masih satu klaster dengan A indica begitu

juga untuk Khaya dan Swietenia sp Region ini pada klaster Khaya dan Swietenia

sp dikombinasikan dengan Carapa guianensis sehingga terdapat tiga spesies

dalam satu klaster dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 14

Gambar 14 Jarak genetik berdasarkan region mat-K (Muellner 2003)

Ain

Maz

Kan

Smc

Smg

00010203

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

23

Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa untuk region ITS2

memiliki jarak genetik yang relatif tinggi dibandingkan region mat-K yakni antara

01067-05887 Spesies dengan jarak genetik yang kecil yaitu spesies yang secara

genetik sama bersatu pertama kali (Finkeldey 2005) Jika jarak genetik yang

dihasilkan relatif tinggi disebabkan objek penelitian yang digunakan adalah antar

spesies dalam satu famili namun sebetulnya sudah mendekati kekerabatan yang

dekat

Keragaman substitusi nukleotida

Estimasi diferensiasi antara spesies disajikan pada Tabel 8 untuk region

ITS2 dengan nilai yang berada pada kanan atas diagonal Pada wilayah ini

perbedaan yang besar terdapat antara spesies S macrophylla dengan M

azedarach yaitu sebesar 0532 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di

antara M azedarach dan A indica sebesar 0095 Estimasi perbedaan antara

spesies di region mat-K disajikan pada tabel yang sama dengan nilai yang berada

di kiri bawah diagonal Perbedaan yang paling besar berada pada spesies

Swietenia sp sebesar 0808 sedangkan perbedaan yang terkecil terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

Tabel 8 Rata-rata substitusi nukleotida per sites antar spesies pada wilayah ITS2 (kanan

atas diagonal) dan mat-K (kiri bawah diagonal)

Spesies A in K an M az S mc S mg

A in 0000 0404 0095 0515 0516

K an 0065 0000 0043 0212 0167

M az 0040 0063 0000 0532 0520

S mc 0067 0006 0064 0000 0247

S mg 0760 0804 0753 0808 0000

Hasil dari Tabel 8 untuk melihat kekerabatan antara M azedarach dan A

indica bisa menggunakan ITS2 dan mat-K Pada Swietenia sp dan Khaya sp

diperlukan primer yang lebih spesifik untuk melihat kekerabatannya Klasterisasi

spesies secara ringkas disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan jarak genetik dari keragaman fragmen maupun keragaman

nukleotida terdapat tiga klaster spesies dari masing-masing dua region yang

digunakan terdapat situasi yang sama pada masing-masing region yaitu M

azedarach dan A indica selalu berada dalam klaster yang sama

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

24

Tabel 9 Klaster spesies berdasarkan ITS2 dan mat-K

Klaster ITS2 Mat-K

1 M azedarach dan A indica A indica dan M Azedarach

2 S mahagoni dan K anthotheca K anthotheca dan (A indica dan M

azedarach) 3 S macrophylla S macrophylla S mahagoni

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut i) aplikasi enzim

restriksi dapat mendeteksi adanya keragaman untuk semua spesies pada sebagian

dari dua wilayah gen ii) berdasarkan variasi nukleotida keragaman antar spesies

dengan memiliki klaster yang sama yakni antara M azedarach dan A indica Pada

kedua wilayah DNA terdapat tiga kelompok kekerabatan famili Meliaceae

Perbedaan yang terkecil berdasarkan komposisi nukleotida terdapat di antara

spesies M azedarach dan A indica yaitu sebesar 0040

52 Saran

Eksplorasi primer yang lebih spesifik perlu dilakukan lebih lanjut untuk

menduga variasi DNA pada wilayah-wilayah gen yang konservatif (cpDNA)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed S Idris S 1997 Melia azedarach L (Meliaceae) auxiliary plants plants

resources of South-East Asia Prosea 11187-190

[BTP] Balai Teknologi Perbenihan 1986 Petunjuk Teknis Penangan dan

Pengujian Mutu Benih mahoni Bogor (ID) BTP

Burhaman 2004 Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2 Bogor Balai

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Chen S Yao H Han J Liu C Song J Sji L Zhu Y Ma X Gao T Pang X et al

2010 Validation of the ITS2 region as a novel DNA barcode for identifying

medicinal plant species Plos One 5(1)1-8

[Dephut] Departemen Kehutanan 2001 Mindi (Melia azedarach L) Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Elviana 2010 Keragaman genetik kloroplas (cpDNA) bangkirai (Shorea laevis

Ridl) di Kalimantan berdasarkan penanda PCR-RFLP dan sekuens sebagian

wilayah trnl-f [skripsi] Bogor (ID) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Finkeldey R 2005 Pengantar Genetika Hutan Tropis Djamhuri E Siregar IZ

Siregar UJ Kertadikara AW penerjemah Goettingen Institute of Forest

Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-University-Goettingen

Terjemahan dari An Introduction to Tropical Forest Genetics

Hall T 2007 Populations genetics alignment tools [terhubung berkala]

httpwwwmbioncsueduBio_Editbio_edit html [25 April 2012]

Koch MA Calonje M Gong W 2008 Non-coding nuclear DNA markers in

phylogenetics reconstruction Plant Syst Evol 282257-280

Mahfira UO 2010 Variasi kloroplas Shorea laevis Ridl di Kalimantan

berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi] Bogor (ID) Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Muellner AN Samuel R Johnson SA Cheek M Pennington TD 2003 Molecular

phylogenetics of Meliaceae (Sapindales) based on nuclear and plastid DNA

sequences American Journal of Botany 90(3)471-480

Muellner AN Schaefer H Lahaye R 2011 DNA barcoding-evaluation of

candidate DNA barcoding loci for economically important timber species of

the mahogany family (Meliaceae) Molecular Ecology Resources 11450-

460

Nei M 1987 InMolecular Evolutionary Genetics New York Columbia

University Press

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

27

OCW 2009 Asam nukleat (nucleic acid) [terhubung berkala]

httpocwusuacidbbc115_slide_asam_nukleat_atau_nucleic_acidpdf

[10 Okt 2012]

Putri KP Yulianti B 2003 Info Benih Pemilihan Spesies Eksotik Sebagai

Alternatif Bogor (ID) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Rice G 2009 Polymerase chain reaction (PCR) [terhubung berkala]

httpserccarletonedumicrobe-liferesearches-methodsgenomics-pcrhtml

[27 Juli 2012]

Rukmana R Oesman YY 2002 Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami

Yogyakarta Kanisius

Siregar IZ 2000 Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese in Indonesia [disertasi] Gottingen Faculty of Forest

Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Gottingen

Suryanto D 2001 Selection and characterization of bacterial isolates for

monocyclic aromatic degradation [disertasi] Bogor (ID) Institut Pertanian

Bogor

Soerianegara I Djamhuri E 1979 Pemuliaan Pohon Hutan Bogor Departemen

Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Whitmore TC Tantra IGM Tree Flora of Indonesia Bogor (ID) Sumatra check

list FRDC

Wicke S Quandt D 2009 Universal primers for the amplification of the plastid

trnKmatK region in land plants Anales Jard Bot Madrid 66(2)285-288

Yu J Xue JH Zhou SL 2011 New universal matK primers for DNA barcoding

angiosperms Journal of Systematics and Evolution 49176-181

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

28

LAMPIRAN

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

29

Lampiran 1 Elektroferogram enzim restriksi secara in silico pada ITS2 Ploting hasil

analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII HinfI PstI AluI

BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI HpaI HpaII KpnI

Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5 sekuen DNA yang berbeda

spesies pada 3 gel agarose marker Promega 100bp DNA step ladder

S macrophylla 294 bp

M azedarach 307 bp

S mahagoni 302 bp

b

)

a

c

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

30

Lanjutan Lampiran 1

A indica 307 bp

K anthotheca 305 bp

d

e

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

31

Lampiran 2 Elektroferogram enzim restriksi secara In Silico pada mat-K Ploting

hasil analisis in silico menggunakan 18 enzim restiksi (HindIII

HinfI PstI AluI BamHI BfaI BstUI DraI EcoRI HaeIII HhaI

HpaI HpaII KpnI Sau3AI MseI RsaI SspI TaqI) terhadap 5

sekuen DNA yang berbeda spesies pada 3 gel agarose marker

Promega 100bp DNA step ladder

S mahagoni (Clayton et al 2007) 918 bp

M azedarach (Abbott et al 2009) 827bp

A indica (Muellner et al 2002b) 863 bp

1

2

3

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

32

Lanjutan Lampiran 2

S macrophylla (Muellner et al 2002) 857 bp

K anthotheca (Muellner et al 2002) 857 bp

4

5

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

33

Lampiran 3 Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dari lima species

dari GenBank (httpwwwncbinlmnihgov) kemudian di alignment dari

EBL-EBI (httpwwwebiacuk) Tanda bintang menunjukkan nukleotida

yang sama

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

34

Lanjutan Lampiran 3

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

35

Lampiran 4 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region mat-K

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

36

Lanjutan Lampiran 4

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2

37

Lampiran 5 Polimorfik pada lima spesies Meliaceae di region ITS2