Upload
rafebriani
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
1/86
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
2/86
i
PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU
SINTERING DAN ANNEALING TERHADAP SPEKTROSKOPI IMPEDANSI Ba0,5Sr0,5TiO3
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Magister Fisika
Dwi Nugraheni Rositawati
0606001235
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMPROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI FISIKA MURNI DAN TERAPAN
JAKARTA
JULI 2008
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
3/86
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Thesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Dwi Nugraheni Rositawati
NPM : 0606001235
Tanda Tangan :
Tanggal : 1 Juli 2008
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
4/86
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh
Nama : Dwi Nugraheni Rositawati
Program Studi : Fisika Murni dan Terapan
Judul Tesis : Pengaruh Temperatur dan Waktu Sintering dan Annealing
terhadap Spektroskopi Impedansi Ba0,5Sr0,5TiO3
Telah berhasil dipertahankan di depan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Fisika pada
Program Studi Fisika Murni dan Terapan, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Techn. Djoko Triyono ( )
Penguji I : Dr. Muhammad Hikam ( )
Penguji II : Dr. Bambang Soegijono ( )
Penguji III : Dr. Sastra Kusuma Wijaya ( )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 1 Juli 2008
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
5/86
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas berkat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan thesis ini. Penyusunan thesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Fisika Program Studi Fisika Murni dan Terapan Program Pasca Sarjana Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Penulis
menyadari bahwa hanya dengan bantuan, bimbingan dan support dari semua
pihak, penyusunan thesis ini telah dapat terselesaikan tepat waktu. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Techn. Djoko Triyono sebagai dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan support di dalam membimbing penulis
dalam penyusunan thesis ini.
2. Bapak Dr. Bambang Soegijono, Dr. Muhammad Hikam dan Dr. Sastra
Kusuma Wijaya sebagai dosen penguji yang telah meluangkan waktunya
untuk penulis dalam persiapan dan sidang thesis.
3. Bapak Dr. Dedi Suyanto sebagai ketua sidang thesis.
4.
Mas Sony dan Christian yang telah memberikan support yang tak ternilai
harganya sehingga penyusunan thesis ini dapat selesai tepat waktu.
5.
Orang tua dan saudara-saudara yang selalu memberikan doa supaya
penelitian dan penyusunan thesis ini dapat berjalan dengan lancar.
6.
Bapak Dr. Bambang Soegijono yang telah bersedia membantu penulis
dalam foto SEM dan XRD dan atas semangat hidup dan support nya.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
6/86
v
7. Teman-teman seperjuangan selama kuliah di Magister Fisika dan teman-
teman sekerja di laboratorium.
8. Mbak Yofen, Pak Priyono dan Pak Erfan yang telah bersedia memberikan
ilmu dan support nya walaupun disela-sela kesibukan penelitiannya pada
program doktor Ilmu Material masih bersedia meluangkan waktunya untuk
kelancaran penelitian dan penyusunan thesis ini.
9. Doris yang memberikan ilmu BaTiO3nya untuk acuan pengerjaan
penelitian ini.
10. Pak Parno yang telah membantu penulis menggunakan peralatan
laboratorium.
11. Pak Parman yang membantu penulis menyelesaikan administrasi sebelum
sidang.
12.
Mbak Ratna yang ramah membantu penulis dalam persiapan ruang dan
peralatan untuk sidang thesis.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan berkenan membalas segala kebaikan
saudara – saudara semua. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak mengenai thesis ini. Dan semoga thesis ini
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Jakarta, Juli 2008
Dwi Nugraheni R
Penulis
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
7/86
Universitas Indonesiavi
ABSTRAK
Nama : Dwi Nugraheni Rositawati
Program Studi : Fisika Murni dan TerapanJudul Tesis : Pengaruh Temperatur dan Waktu Sintering dan Annealing
terhadap Spektroskopi Impedansi Ba0,5Sr0,5TiO3
Telah dilakukan pembuatan keramik Ba0,5Sr0,5TiO3 dengan metode“ Mechanosynthesis powder ”. Bubuk BaCO3, SrCO3 dan TiO2 digunakan sebagaimaterial dasar. Bubuk dicampur dan dimilling selama 4 jam kemudian dikalsinasipada 1100˚C selama 4 jam menghasilkan fase tunggal Ba0,5Sr0,5TiO3 yangdiketahui dari XRD. Bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3 dipress menjadi pellet dengan tekanan4 ton/cm
2 kemudian disinterring pada 1200˚C dan 1300˚C selama 1-3 jam. Salah
satu sampel yang disintering pada 1200˚C 2 jam diannealing pada 900˚C selama
1, 2 dan 4 jam. SEM digunakan untuk mengetahui ukuran, bentuk dan distribusibutir serta software ZsimpWin digunakan untuk mengetahui rangkaian listrikekivalen, nilai resistansi R dan kapasitansi C. Waktu sintering yang semakin lamaakan menghasilkan butir yang cenderung semakin besar serta menurunkan nilai Rdan C butir dan batas butir. Waktu annealing yang semakin lama akanmenghasilkan butir yang cenderung semakin kecil dan homogen serta menaikkannilai resistansi R dan kapasitansi C butir dan batas butir.
Kata Kunci:Ba0,5Sr0,5TiO3, sintering, annealing, butir, batas butir
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
8/86
Universitas Indonesiavii
ABSTRACT
Name : Dwi Nugraheni Rositawati
Study Program : Pure and Applied PhysicsTitle : Effect of Temperature and Time of Sintering and Annealing on
Impedance Spectroscopy Ba0,5Sr0,5TiO3
Preparation of Ba0,5Sr0,5TiO3 ceramic has been done by Mechanosynthesispowder method. BaCO3, SrCO3 dan TiO2 powder was used as raw materials. Thepowder was mixed and milled for 4 hours then calcined at 1100˚C for 4 hoursresulting single fase Ba0,5Sr0,5TiO3 confirmed by XRD. Ba0,5Sr0,5TiO3 powder waspressed to form pellet at 4 ton/cm
2 then sintered at 1200˚C and 1300˚C for 1-3
hours. One of the 1200˚C 2 hours sintered sample was annealed at 900˚C for 1, 2and 4 hours. SEM was employed to observe the size, morphology and distribution
of grain and ZsimWin software was employed to know the equivalent circuit,value of resistance R and capacitance C. It is seems that with longer sinteringtime, the grain size increases and the values of R and C for both grain and grainboundary contribution decrease. However after annealing their values increasedue to decreasing in grain size
Key Words:Ba0,5Sr0,5TiO3, Sintering, annealing, grains, grain boundaries
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
9/86
viii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………… i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………… iiiKATA PENGANTAR …………………………………………………… ivABSTRAK ……………………………………………………………… vi
DAFTAR ISI …………………………………………………………… viii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ……………………………………………… 11.2.
Tujuan ……………………………………………………….. 3
BAB II. DASAR TEORI
2.1.Barium Titanat (BaTiO3) dan turunannya …………………. 4
2.2.Positive Temperature Coefficient (PTC) ……………………. 72.3.Sintering ……………………………………………………… 9
2.4. Annealing …………………………………………………….. 112.5.Difraksi Sinar X ……………………………………………… 14
2.6.Penentuan Parameter Kisi ……………………………………… 16
2.7.Spektroskopi Impedansi ……………………………………... 18
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Diagram alur penelitian …………………………………….. 21
3.2. Bahan dan alat ………………………………………… 223.3. Preparasi Ba0,5Sr0,5TiO3 ………………………………. 22
3.4. Proses ETSA ………………………………………………… 25
3.5. Karakterisasi ………………………………….. 26
3.5.1.
XRD (Difraksi Sinar X) ……………………………. 263.5.2.
SEM ……………………………………...................... 27
3.5.3. RCL meter …………………………………………... 28
3.5.4. Analisis Rangkaian Listrik Ekivalen ………………... 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Proses kalsinasi dan sintering (sebelum proses annealing) ….. 30
4.2. Setelah Proses Annealing ……………………………………. 494.3 Nilai R dan C ………………………………... ……………… 56
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 67
DAFTAR ACUAN
LAMPIRAN
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
10/86
1 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan semakin banyak dan
beragam. Perkembangan tersebut tentunya tidak terlepas dari perkembangan
penemuan-penemuan sifat-sifat menarik dari suatu material sebagai bahan dasar.
Barium Strontium Titanate dengan rumus kimia BaSrTiO3 atau yang lebih dikenal
dengan istilah BST adalah salah satu jenis material keramik yang menarik untuk
diteliti. BST merupakan material ferroelektrik yang termasuk ke dalam jenis
perovskite yang dibentuk dari Barium Titanate (BaTiO3) yang didoping dengan
Strontium (Sr).
Material Barium Titanate (BaTiO3) pada mulanya ditemukan pada tahun
1940an dan dikembangkan sebagai kapasitor. Penelitian terus berlanjut seturut
dengan perkembangan penelitian material Barium Titanate (BaTiO3) yaitu dengan
diketemukannya berbagai sifat menariknya diantaranya adalah bahan ini sangat
praktis karena sifat kimia dan mekaniknya sangat stabil, mempunyai sifat
ferroelektrik pada temperatur ruang sampai dengan 120˚C [1]
. Aplikasi material
Barium Titanate (BaTiO3) meliputi bidang termal, listrik, elektro mekanik, dan
elektro optis yaitu sebagai multilayer capacitor (MLCs), PTC thermistor,
transduser piezoelektrik, peralatan elektro optis, dielectric bolometers for infrared
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
11/86
Universitas Indonesia
2
detection, dynamic random access memories (DRAM) dan tunable capacitor
untuk teknologi microwave [1]
.
Penelitian ini ditujukan untuk aplikasi BST yang dalam hal ini adalah
Ba0,5Sr0,5TiO3 sebagai PTC thermistor. Hal menarik dari sifat sebagai PTC adalah
suatu efek dimana resistansi suatu material akan naik secara signifikan apabila
material tersebut mengalami kenaikan temperatur. Pengaruh kenaikan temperatur
terhadap material adalah dapat mengubah ukuran butirnya yang akan
menyebabkan bergesernya titik curie – titik transisi dari ferroelektrik menuju
paraelektrik pada material Ba0,5Sr0,5TiO3 dan transisi fasa. Hal ini menunjukkan
bahwa perubahan sifat-sifat listrik dan mekanisme transport pada temperatur
ruang dan temperatur rendah dikontrol oleh butir dan batas butir. Penambahan Sr
pada BaTiO3 akan menurunkan temperatur Curie menjadi temperatur kamar[2]
.
Sehingga penting untuk diteliti sifat – sifat konduksi listrik dari material
Ba0,5Sr0,5TiO3 pada temperatur ruang. Metode yang digunakan pada penelitian ini
adalah Spektroskopi Impedansi (SI). Metode SI adalah suatu metode analisis
impedansi listrik sebagai bilangan kompleks yang dapat digunakan untuk
membedakan resistivitas listrik yang diakibatkan karena kontribusi butir dan atau
batas butir pada suatu material.
Karena perubahan sifat-sifat listrik dan mekanisme transport pada
temperatur ruang dikontrol oleh butir dan batas butir maka pada penelitian ini
juga akan dipelajari bagaimana pengaruh temperatur dan waktusintering
serta
annealing yang berakibat pada perubahan ukuran butir terhadap spektroskopi
impedansi pada material Ba0,5Sr0,5TiO3. Dengan menggunakan analisis kompleks
metode spektroskopi impedansi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
12/86
Universitas Indonesia
3
pemahaman mekanisme transport dan juga rangkaian listrik ekivalen yang lebih
komprehensif dari material Ba0,5Sr0,5TiO3 sehingga dapat dijelaskan bagaimana
mekanisme kontrol oleh butir dan batas butir terhadap sifat konduksi listriknya.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Pembuatan/ preparasi material Ba0,5Sr0,5TiO3.
2. Menentukan temperatur dan waktu sintering yang optimum.
3. Mempelajari korelasi antara butir dan batas butir yang diperoleh dari proses
sintering dan annealing terhadap nilai R dan C material Ba0,5Sr0,5TiO3.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
13/86
4 Universitas Indonesia
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Barium Titanat (BaTiO3) dan turunannya
Barium titanat (BaTiO3) adalah suatu material yang bersifat ferroelektrik
dan mempunyai struktur kristal perovskite dengan rumus umum
(A1…An)(B1…Bn)O3 dimana A = kation valensi 1 s/d 2 dan B = kation valensi 3
s/d 7 (A dan B adalah kation dengan ukuran yang berbeda)[3]
. Struktur tersebut
dianggap sebagai struktur turunan FCC yang mempunyai kation A dan oksigen
bersama-sama membentuk kisi FCC sementara kation B lebih kecil menyisip
oktahendral di tengah dalam kisi FCC. Unit selnya diperlihatkan seperti gambar
2.1.
i
Gambar 2.1. Struktur perovskite BaTiO3[4]
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
14/86
Universitas Indonesia
5
Material barium titanat dapat didoping untuk memperoleh sifat-sifat
seperti sifat listrik, mekanik, optis dan lain-lain. Doping untuk barium titanat
dapat ditentukan dengan mengacu rumus umum struktur perovskite (lihat di atas)
yaitu unsur dari golongan 1 s/d 2 untuk kation A atau 3 s/d 7 untuk kation B.
Walaupun begitu, beberapa jenis doping lebih sering digunakan yaitu seperti Pb,
La, Sc, Y, Sb, Nb, Ta dan Sn. Pb merupakan salah satu contoh doping yang dapat
memperbaiki sifat mekanik material tersebut. Ba0,5Sr0,5TiO3 merupakan material
turunan BaTiO3 yang diperoleh dengan mendoping barium titanat dengan Sr
dengan perbandingan komposisi x pada Ba1-xSrxTiO3 adalah 0,5. Dengan melihat
rumus umum struktur perovskite seperti di atas maka dapat dikatakan bahwa Sr
juga merupakan kation. Doping Sr berguna untuk meningkatkan sifat kelistrikan
material tersebut. Setelah didoping, BST mempunyai struktur perovskite kubik
sederhana dengan parameter kisi a = 0,395 nm[5]
.
Gambar 2. 2. Struktur Ba1-xSrxTiO3[6]
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
15/86
Universitas Indonesia
6
Dimensi kristalografi kisi Barium-Titanate berubah ketika temperatur
berubah. Skema perubahan pada kisi ini ditunjukkan oleh Gambar 2.3 . Hal ini
disebabkan oleh adanya pergeseran pada oktahedra TiO6. Adanya penyimpangan
oktahedra yang terkopel bersama, menghasilkan polarisasi spontan yang sangat
besar, sehingga memberikan konstanta dielektrik yang besar [1]
.
Gambar 2. 3. Parameter kisi dari BaTiO3 sebagai fungsi temperatur[1]
Didalam Gambar 2.3 dapat dilihat bahwa diatas temperatur 120oC, yakni
pada titik Curie Tc, keramik Barium-Titanate adalah berstruktur kubik isotropik.
Atom-atom Ti semuanya berada dalam posisi setimbang ditengah-tengah pusat
oktahedranya. Pergeseran atom Ti yang disebabkan oleh medan listrik luar
sehingga dapat mengubah struktur yang pada akhirnya menghasilkan dipol-dipol
listrik. Sebagai contohnya, ketika temperatur dibawah temperatur Curie, struktur
oktahedra berubah dari simetri kubik menuju simetri tetragonal dan posisi ion
titanium menjadi tidak lagi di posisi tengah-tengah terkait dengan dipol listrik
permanen. Selama temperatur berubah, dimensi kristalografi berubah pula yang
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
16/86
Universitas Indonesia
7
menyebabkan terjadinya pergeseran oktahedra sehingga menghasilkan oktahedra
menjadi berpasang-pasangan secara bersama. Hal ini memberikan polarisasi
spontan yang sangat besar sehingga membuat konstanta dielektrik menjadi besar
pula. Kesensitifan fluktuasi kristalografi terhadap temperatur ini diperlihatkan di
dalam Gambar 2.4.
Gambar 2. 4. Kristalografi BaTiO3 akibat perubahan temperatur[1]
2.2. Positive Temperature Coefficient (PTC) termistor
Material Positive Temperature Coefficient (PTC) diperoleh dari
pendopingan keramik BaTiO3 yang dapat digunakan pada berbagai jenis
rangkaian elektronik seperti saklar atau pemanas temperatur konstan dan
pengukur/ pendeteksi/ pengontrol dari temperatur atau parameter-parameter yang
terkait dengan temperatur. Material PTC dikenal mempunyai coefisient resistansi
pada temperatur yang tinggi yaitu di sekitar temperatur Curie dan mempunyai
kemampuan self-limiting sehingga material ini juga sangat berguna untuk apikasi
sensor.
Pendopingan ini berakibat pada munculnya suatu resistor yang bersifat
non-linear dan dikenal sebagai Positive Temperature Coefficients Resistors
(PTCR). Fenomena ini melibatkan kenaikan resistivitas pada temperatur transisi
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
17/86
Universitas Indonesia
8
Curie di 120oC. Gambaran skema dari fenomena PTCR ini ditunjukkan oleh
Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Resistivitas vs temperatur[1]
Positive Temperatur Coefficient of Resistance (PTCR) dapat
diklasifikasikan sebagai resistor temperatur kritis karena koefisien positif yang
terkait dengan titik Curie ferroelektrik. Material-material PTCR dapat dibagi
kedalam empat golongan yaitu komposit polimer, komposit keramik, senyawa
V2O3 dan senyawa berbasis BaTiO3 (BaSrTiO3, BaPbTiO3...). Setelah didoping
dengan donor-donor trivalen (contohnya: La, Sc, Y) yang menggantikan Ba+2
atau
dengan donor-donor pentavalen (contohnya: Sb, Nb, Ta) yang menggantikan Ti+4
,
maka BaTiO3 menjadi dapat menunjukkan efek PTCR seperti yang ditunjukkan
oleh Gambar 2.5. Disamping memperlihatkan efek PTCR, pendopingan BaTiO3
dengan senyawa SrTiO3 dapat membentuk suatu sistem larutan padat yang biasa
dikenal sebagai BST yakni (Ba,Sr)TiO3.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
18/86
Universitas Indonesia
9
Aplikasi PTCR dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok seperti pada
Tabel 2.1 yaitu:
Tabel 2. 1. Klasifikasi Aplikasi PTCR [1]
Kelompok Aplikasi PTCR Nama alat
Menggunakan pengurangan arus
Sekering
Menggunakan kecepatan pengurangan arus
TV berwarna dan layar komputer
Pembatas arus
Starter motor
Menggunakan karakteristik V-I
Alat pengusir nyamuk
Hair drier
Heater
Heater pada kereta api dan mobil
Sensor panas Menggunakan karakteristik R-T
2.3. Sintering
Kebanyakan bahan keramik bukan kaca terbuat dari partikel halus yang
disintering / dibakar menjadi produk. Pengrajin menerapkan suatu prosedur yang
telah dikenal sejak dahulu yaitu membentuk lempung halus yang basah dan
bersifat hidroplastik kemudian dibakar. Hal inilah yang kemudian juga digunakan
dapat diterapkan dalam sintering suatu bahan keramik untuk aplikasi seperti
dalam penelitian ini. Sintering memerlukan perlakuan pemanasan agar partikel
halus beraglomerasi menjadi bahan padat. Dengan demikian proses sintering juga
dapat disebut sebagai proses pengikatan secara thermal. Sintering tanpa cairan
memerlukan difusi dalam bahan padat itu sendiri sehingga diperlukan suhu yang
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
19/86
Universitas Indonesia
10
tinggi. Kebanyakan benda logam dan berbagai keramik dielektrik dan megnetik
dibuat dengan cara sinter padat.
Proses pembentukan keramik (perubahan mikrostruktural yang terjadi
pada proses sintering) dari bahan bubuk adalah sebagai berikut:
Gambar 2.6. Perubahan mikrostruktural yang terjadi pada proses sintering[7]
a. Partikel bubuk sesudah proses kompaksi
Partikel-partikel bubuk saling menempel satu dengan yang lain (antara
butir yang satu dengan yang lain saling menempel) dimana tampak dua
permukaan yang membatasi partikel sebelum sintering.
b. Partikel pada proses sintering
Grain boundary saling menempel dan bersentuhan sehingga terdapat
satu batas butir dan beberapa butir yang saling menempel bergabung/
beraglomerasi dan membentuk pore.
c. Partikel pada akhir proses sintering
Daerah kontak yang semula adalah grain boundary menjadi semakin
luas dan akhirnya pore yang dihasilkan menjadi mengecil.
Grain
boundary
neck
pore
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
20/86
Universitas Indonesia
11
2.4. Annealing
Proses annealing merupakan suatu proses pemanasan dimana sampel uji
dipanaskan perlahan-lahan pada temperatur dan ditahan pada temperatur tersebut
kemudian ikuti dengan pendinginan perlahan dalam tungku ( furnace) sampai
dengan temperatur kamar. Sebagai hasil pengerjaan dingin, ductility (keuletan),
toughness (kekerasan) serta hambatan listrik meningkat, sedangkan kelenturan
menurun. Peningkatan jumlah dislokasi juga terjadi dan beberapa bidang dari
struktur kristal terdeformasi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari
energi pengerjaan dingin pada sampel hilang sebagai panas serta sebagian kecil
tersimpan dalam struktur kristal sebagai energi dalam yang berhubungan dengan
cacat kisi yang dihasilkan oleh deformasi. Energi yang tersimpan biasanya
berkisar 1-10% dari energi yang diberikan pada sampel selama pengerjaan dingin
tersebut.
Proses annealing dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu recovery,
rekristalisasi dan pertumbuhan butir. Ketiga tahap tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a.
Recovery
Proses ini merupakan proses pada temperatur rendah dan tidak
menghasilkan perubahan penting pada struktur mikro. Sifat mekanik yang
penting pada sampel tidak berubah dan tujuan dari pemanasan pada daerah
pemulihan adalah pembebasan tegangan pada sampel serta untuk
memperkecil distorsi yang dihasilkan oleh tegangan sisa atau internal
stresses (thermal stresses). Akibat penting dari proses pemulihan adalah
penurunan jumlah tegangan sisa yang timbul meningkat menurut
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
21/86
Universitas Indonesia
12
peningkatan temperatur hal ini dikarenakan atom-atom yang bergeser
elastik mampu membebaskan sebagian besar tegangan sisa seturut dengan
peningkatan temperatur.
b. Rekristalisasi
Pada saat temperatur yang lebih tinggi dari temperatur recovery dicapai,
sejumlah kecil kristal baru muncul pada struktur mikro. Kristal-kristal baru
ini mempunyai komposisi dan struktur kisi yang sama dengan butir awal
yang tidak terdeformasi. Kristal baru umumnya muncul pada bagian grain
yang terdeformasi, biasanya batas butir dan bidang slip. Kelompok atom-
atom yang merupakan asal dari butir yang baru dinamakan nukleus.
Rekristalisasi timbul oleh kombinasi dari nukleasi butir yang bebas
regangan dan pertumbuhan nukleus yang menyerap pada sampel yang
dikenai pengerjaan dingin.
c. Pertumbuhan butir
Butir yang besar mempunyai energi bebas yang lebih kecil daripada butir
yang kecil. Energi ini merupakan energi pengendali untuk pertumbuhan
butir. Pada peningkatan temperatur jumlah pertumbuhan butir semakin
meningkat.
Proses annealing mencakup nukleasi dan ukuran butir, pada nukleasi
yang cepat dan pertumbuhan butir yang lambat menghasilkan material yang
berbutir halus (butir berukuran kecil) sedangkan bila nukleasinya lambat dan
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
22/86
Universitas Indonesia
13
pertumbuhan butirnya cepat maka akan menghasilkan material yang berbutir
kasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar ukuran butir adalah:
a. Derajat deformasi awal
Peningkatan jumlah deformasi awal menyebabkan nukleasi dan
menurunkan ukuran butir akhir. Peningkatan derajat deformasi
menimbulkan peningkatan jumlah titik tegangan tinggi atau energi
tinggi dimana hal ini akan menyebabkan rekristalisasi terbentuk dari
jumlah nukleus yang banyak dan menghasilkan jumlah butir yang
banyak sehingga ukuran butir menjadi lebih kecil.
b. Temperatur annealing
Semakin kecil perbedaan antara temperatur annealing dan temperatur
rekristalisasi maka akan semakin membentuk ukuran butir akhir yang
halus. Penentuan temperatur annealing adalah 0,3 s/d 0,6 dari titik
lelehnya. Karena titik leleh BST adalah pada temperatur 1625˚C maka
temperatur annealing untuk BST adalah berkisar antara 488˚C s/d
975˚C. Dalam penelitian ini penulis menggunakan temperatur
annealing pada temperatur 900˚C.
Pengaruh annealing adalah mengembalikan material pada struktur kisi
bebas regangan maka prosesannealing
dapat disebut juga sebagai proses
pelembutan. Sehingga dari keseluruhan proses annealing maka dapat dikatakan
bahwa fungsi dari annealing adalah[7]
:
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
23/86
Universitas Indonesia
14
reflections mustbe in phase todetect signal
spacingbetweenplanes
d
i n c o m i n g
X - r a y s
o u t g
o i n g
X - r a y
s
d e t e c t o r
θ λ
θextradistancetravelled
by wave “2”
“ 1 ” “ 2 ”
“ 1 ”
“ 2 ”
a. Mampu melepas internal stresses/ thermal stresses
b. Memperbaiki sifat-sifat ductility (keuletan), toughness (kekerasan)
dan softness (kelembutan butir)
c.
Memperbaiki mikrostruktur
2.5. DIFRAKSI SINAR-X
Atom-atom di dalam kristal berada pada bidang-bidang yang disebut juga
sebagai bidang-bidang kisi. Bidang-bidang ini dicirikan melalui indeks Miller
(hkl). Sinar-X yang terdifraksi oleh bidang kristal (Gambar 2.7) mengikuti suatu
hukum Bragg yang dirumuskan sebagai: 2d sin (θ) = nλ
Gambar 2.7. Sinar-X yang terdifraksi oleh bidang kristal material
Intensitas hasil difraksi akan tertangkap oleh detektor pada sudut-sudut
tertentu (sudut difraksi /sudut Bragg) seperti yang diperlihatkan oleh Gambar-2.8.
Untuk bahan polikristal akan diperoleh sederetan puncak-puncak difraksi
(Gambar 2.9). Sehingga berdasarkan hukum Bragg, pola-pola intensitas yang
terjadi menandakan bidang-bidang kristal yang mendifraksikan intensitas sinar-X
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
24/86
Universitas Indonesia
15
d=nλ/2sinθc
x-rayintensity(from
detector)θ
θc
yang datang. Pola-pola intensitas senyawa yang ada didunia ini, sebagian telah
berhasil diidentifikasi oleh orang yang kemudian disimpan dalam bentuk data
difraksi yang sering disebut sebagai data ICDD ( International Centre for
Diffraction Data).
Gambar 2.8. Intensitas yang terukur oleh
detektor hasil difraksi oleh bidang kristal
Gambar 2.9. Pola-pola intensitas terhadap sudut Bragg yang menunjukkan bidang-bidang
yang mendifraksikan sinar-x yang datang pada bidang.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
25/86
Universitas Indonesia
16
2.6. PENENTUAN PARAMETER KISI
Dalam pengukuran parameter kisi, terdapat dua jenis kesalahan (error)
yang terlibat, yakni sistematis dan acak (random). Error random adalah kesalahan
percobaan yang terlibat didalam pengukuran posisi puncak difraksi, error ini
berubah secara tidak teratur. Sedangkan error sistematis berubah dengan cara yang
teratur, contohnya nilai parameter kisi a selalu berkurang ketika θ bertambah, hal
ini disebabkan oleh kesalahan-kesalahan sistematis[8]
.
Metode analitik yang meminimalkan kesalahan random diusulkan oleh
M.U.Cohen yang kemudian dikenal dengan nama metode Cohen. Metode ini
digunakan untuk menghitung parameter kisi dengan teliti yang dapat diterapkan
pada sistem kristal kubik dan non-kubik.
Didalam diffraktometer, sumber kesalahan terpenting didalam menghitung
(sin θ) adalah :
1. peralatan yang tidak sejajar
2. permukaan sampel yang tidak datar
3. penyerapan didalam sampel
4. pergeseran sampel dari sumbu diffraktometer
5. berkas sinar datang yang divergen
karenad
d ∆bervariasi secara berbeda-beda terhadap error yang berbeda (d = dhkl),
misalnyad
d ∆ bervariasi sebagai cos
2θ untuk error-2 dan 3 tetapi sebagai
θ
θ
sin
cos2
untuk error-4. Oleh karena itu cara terbaik untuk menentukan yang mana dari
error-error ini yang lebih siknifikan adalah dengan mengekstrapolasi parameter
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
26/86
Universitas Indonesia
17
kisi terhadap cos2θ dan juga terhadap
θ
θ
sin
cos2, fungsi yang memberikan garis lurus
yang lebih baik merupakan error yang lebih siknifikan. Hal ini seperti yang
diperlihatkan oleh Gambar 2.10
Gambar 2.10. Menunjukkan parameter
kisi yang diplot terhadap suatu fungsi
ekstrapolasi. Pemilihan fungsi
ekstrapolasi yang tepat akan
diperlihatkan oleh garis lurus yang
melalui titik-titik parameter kisi karena
menunjukkan nilai error yang paling
minimum.
Persamaan Bragg dirumuskan sebagai :
d 2sin λ θ = (2.1)
Persamaan bidang untuk sistem kubus adalah :
2
222
2
1
a
lk h
d
++= (2.2)
(2.3)
Setelah diperoleh persamaan ekstrapolasi yang valid –misal cos2θ-
maka diperoleh error sebesar :
++==
2
2222
2
22
44sin
a
lk h
d
λ λ θ
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
27/86
Universitas Indonesia
18
θ λ
θ 2
2
22222 cos
4sin K
a
lk herror =
++−= (2.4)
( ) θ λ θ 22222
22 cos
4sin K lk h
a+++= (2.5)
θ RP=2sin (2.6)
Dimana2
2
4aP
λ = K R = (2.7)
222lk h= θ 2cos= (2.8)
Menurut teori kuadrat terkecil (least square), nilai terbaik dari koefisien-
koefisien P dan R adalah yang jumlah kuadrat kesalahan randomnya minimum[8]
yakni,
[ ]222 )(sin)( −+= observed RPe θ δ α = minimum (2.9)
Persamaan normalnya dapat diperoleh dengan mendiferensialkan
Persamaan (2.9) terhadap P dan R dan menyamakan dengan nol. Oleh karenanya
diperoleh persamaan normal sebagai berikut :
+= αδ α θ α RP 22sin (2.10)
+= 22sin δ αδ θ δ RP (2.11)
Dengan mencari solusi dari kedua persamaan tersebut maka akan
diperoleh nilai-nilai parameter kisi a.
2.7. Spektroskopi Impedansi
Spektroskopi impedansi merupakan metode analitik yang populer di dalam
penelitian dan pengembangan ilmu material, karena alat ini memberikan
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
28/86
Universitas Indonesia
19
pengukuran listrik yang relatif sederhana dan hasilnya sering kali dihubungkan
dengan banyak variabel-variabel material yang kompleks: mulai dari transport
massa, laju reaksi kimia, korosi, kelakuan dielektrik amorphous dan polikristalin,
mikrostruktur dan pengaruh komposisi pada konduktansi dari zat padat.
Ketika diaplikasikan pada keramik, teknik ini mampu memisahkan sifat
listrik dan dielektrik dari butir (grain), batas butir (grain boundary) dan daerah
antara kontak dengan sampel (interface). Pengukuran parameter impedansi
membantu mengidentifikasi proses fisis dan penentuan jenis parameter listrik
yang mewakili sistem yang sedang dipelajari[3]
.
Dalam menganalisa dan menginterpretasi data penelitian, penting untuk
mempunyai model ekivalen yang dapat memberikan sifat listrik yang
representatif dengan keadaan sebenarnya. Sifat listrik sampel ditentukan dengan
kombinasi seri antara butir dan batas butir, dimana masing-masing diwakili
dengan element paralel RC. Sehingga secara sederhana, rangkaian listrik sampel
adalah ekivalen dengan rangkaian seri dari dua elemen RC paralel[9]
.
Persamaan impedansi dari dua element RC paralel adalah
( ) ( ) 1221
11 / 1 / 1 −− +++= C j RC j R Z ω ω
= Z real – j Z imajiner (2.12)
Dimana:
( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
++
++
+=
++++++=
2
33
3332
22
2222
11
111
2
33
3
2
22
2
2
11
10
111
111
C R
C R R
C R
C R R
C R
C R R Z
C R
R
C R
R
C R
R
R Z
imajiner
real
ω
ω
ω
ω
ω
ω
ω ω ω
(2.13)
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
29/86
Universitas Indonesia
20
R1, R2 dan C1, C2 adalah resistansi dan kapasitansi butir dan batas butir
Plot Nyquis digunakan untuk menganalisa hasil pengukuran impedansi. Sumbu-x
merupakan bagian real dan sumbu-y merupakan bagian imajiner. Metode ini
disebut sebagai spektroskopi impedansi (SI) karena hasil pengukuran yang sudah
diplot pada plot Nyquis menghasilkan spektrum impedansi seperti terlihat pada
Gambar 2.11.
Gambar 2.11. (a) Plot Nyquist yang diperoleh dari data impedansi.
(b) Rangkaian ekivalen sederhana dari gambar (a)[10]
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
30/86
21 Universitas Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Diagram alur penelitian
Penelitian ini dikerjakan dengan menggunakan diagram alur sebagai
berikut:
Preparasi
Perlakuan
thermal
Karakterisasi
PENCAMPURAN BAHAN
BaCO3 + SrCO3 + TiO2
MILLINGPlanetary Ball Mill selama 4 jam
KALSINASI
1100˚C selama 4 jam
KOMPAKSI
Tekanan 4 ton/cm2 ditahan 30 detik
SINTERING
1200˚C selama 1,2,3 jam1300˚C selama 1,2 jam
ANNEALING
900˚C selama 1,2,4 jam
XRD
Struktur
SEMBentuk, distribusi dan ukuran butir
RCL METERZ, sudut fase
Software ZSIMPWIN
Rangkaian listrik ekivalen
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
31/86
22
Universitas Indonesia
3.2. Bahan dan alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah BaCO3 (≥
98,5%, Merk Sigma-Aldrich), SrCO3 (98%, Merk Aldrich), TiO2 (Merk Sigma
Aldrich), Aquades sebagai pelarut, PVA (Polivinil Alkohol) sebagai binder atau
perekat, HF (larutan asam Hidrogen-Fluor), Alkohol, Lem perak (campuran resin
dan hardener).
Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mortar, spatula,
timbangan, Planetary Ball Mill, Thermolyne 46100 High Temperatur Furnace,
mesin kompaksi Shimadzu, dies diameter 10 mm, Ney Vulcan 3-550 Furnace,
Memmert 1534 Furnace, hair dryer , XRD ( X-Ray Diffraction), SEM (Scanning
Electron Microscopy), RCL meter Fluke PM 6306, amplas seri 2000 dan 3000
(untuk preparasi XRD dan SEM), JEOL JFC-1200 Fine Coater-Coating Pt-Au
(untuk preparasi SEM).
3.3. Preparasi Ba0,5Sr0,5TiO3
Pembuatan material Ba0,5Sr0,5TiO3 dilakukan dengan menggunakan
metode yang dikenal sebagai “ Mechanosynthesis powder ”. Material tersebut
dibuat dari bubuk BaCO3, SrCO3 dan TiO2. Proses pencampuran bahan dilakukan
dengan menggunakan reaksi pembentukan keramik sebagai berikut:
Bubuk ( powder ) BaCO3, SrCO3 dan TiO2 dihaluskan di dalam mortar selama
kurang lebih 30 menit kemudian masing-masing bubuk dicampur menjadi satu.
Bubuk campuran yang telah siap kemudian dimilling dengan planetary ball mill
BaCO3 + SrCO
3 + 2TiO
2 2Ba
0,5Sr
0,5TiO
3 + 2CO
2
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
32/86
23
Universitas Indonesia
selama 4 jam dengan perbandingan berat sampel dan berat ball mill adalah 1:8.
Fungsi dari milling adalah supaya diperoleh sampel yang lebih homogen.
Proses selanjutnya adalah kalsinasi. Keramik BaSrTiO3 ini akan terbentuk
secara sempurna melalui 3 tingkatan temperatur kalsinasi.
Sekitar 900˚C mulai terjadi pembentukan keramik yang disertai
dengan pelepasan gas CO2 dan O2 dari hasil samping reaksinya dan
gas-gas lain yang terkandung di dalam bubuk ini seperti H2, H2O dan
lain-lainnya.
Mencapai temperatur sekitar 1100˚C mulai terjadi persenyawaan
antara atom Barium dan atom titan dengan timbulnya pemuaian atom-
atom ini.
Pada temperatur mencapai sekitar 1350˚C, terjadi penyusutan atom-
atom yang mengalami pemuaian tersebut dan reaksinya berakhir
sehingga terbentuk keramik BaSrTiO3 dengan sempurna.
Pada penelitian ini, campuran bubuk BaCO3, SrCO3 dan TiO2 yang sudah
dimilling kemudian dikalsinasi pada 1100˚C selama 4 jam dalam alumina crucible
dengan menggunakan kecepatan pamanasan dan pendinginan 40˚C /menit. Untuk
memperoleh pellet maka bubuk BST yang sudah dikalsinasi dicampur dengan
menggunakan larutan PVA (Polivinil Alkohol) yang berperan sebagaibinder
(perekat) diantara bubuk-bubuk BST dimana untuk setiap pellet diperoleh dari
campuran 0,5 gr BST dan 1 tetes larutan PVA. Larutan PVA diperoleh dari
pencampuran 1 gr bubuk PVA dan 10 ml aguades. Supaya bubuk PVA dapat
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
33/86
24
Universitas Indonesia
terlarut secara sempurna dalam aquades maka campuran PVA dan aquades
terlebih dahulu harus dipanaskan pada temperatur 70˚C selama 4 jam dengan
Memmert 1534 Furnace. Bahan campuran BST dan larutan PVA dibuat menjadi
bentuk pellet dengan cara dipress. Pengepresan dilakukan dengan menggunakan
mesin pengepres Shimadzu. Masing-masing sampel ditekan dengan tekanan 4
ton/cm2 dan tekanan ini ditahan selama 30 detik. Waktu penahanan ini berguna
untuk menghilangkan tegangan-tegangan sisa (residual stress) yang berada di
dalam pellet sehingga pellet tidak mudah retak atau pecah ketika dikeluarkan dari
cetakan. Pellet Ba0,5Sr0,5TiO3 yang dicetak memiliki massa 0,5 gram, dengan
ukuran diameter 10 mm dan tebal 2 mm serta bentuknya yang menyerupai
kepingan.
Setelah diperoleh sampel yang berbentuk kepingan, material diberi
perlakuan panas (sintering) untuk menjadi keadaan bulk dengan variasi waktu
pemanasan dan temperatur pemanasan. Peralatan yang digunakan untuk proses ini
ialah Thermolyne 46100 High Temperatur Furnace. Sintering merupakan proses
pemanasan yang bertujuan untuk memadatkan suatu bahan, variasi temperatur dan
waktu sintering adalah 1200oC selama 1, 2 dan 3 jam serta 1300
oC selama 1 dan
2 jam, dengan kecepatan pemanasan dan pendinginan 40oC/menit. Annealing juga
dilakukan pada temperatur 900oC selama 1, 2 dan 4 jam dengan menggunakan
furnace Ney Vulcan 3-550 yaitu pada sampel yang sudah disintering pada
temperatur 1200
o
C selama 2 jam.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
34/86
25
Universitas Indonesia
.
(a) (b)
Gambar 3.1. Dimensi pelet BaSrTiO3
a. Tampak Atas
b. Tampak Samping
Sampel yang sudah disintering dan diannealing kemudian diberi kontak
dari kawat serabut. Untuk merekatkan sampel dengan kontak digunakan lem perak
(campuran resin dan hardener ). Cara preparasinya adalah dengan memanaskan
sampel yang sudah diberi lem perak pada temperatur 120oC selama 1 jam.
Pemanasan diberikan hanya untuk mempercepat proses pengeringan lem dan juga
untuk lebih merekatkan kawat kontak dengan sampel. Pemilihan temperatur
diatas 100oC adalah untuk membuang uap air yang dapat mengganggu kontak.
3.4. PROSES ETSA
Proses ETSA dilakukan sebagai preparasi sampel sebelum dilakukan
SEM. Permukaan sampel yang akan di ETSA terlebih dahulu dihaluskan
menggunakan amplas dengan no.2000 dan 3000, sampai permukaannya terlihat
bening seperti kaca. Untuk BST larutan ETSA-nya adalah larutan asam Hidrogen-
Fluor (HF). Pada proses ini sampel dicelupkan kedalam larutan asam HF yang
sudah diencerkan dengan komposisi campuran 9 ml HF dicampur 91 ml H2O
10 mm
2 mm
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
35/86
26
Universitas Indonesia
selama 30 menit. Selama pencelupan akan terlihat adanya reaksi antara sampel
dengan larutan asam berupa perubahan warna permukaan sampel yang
sebelumnya bening seperti kaca menjadi putih seperti kapur. Hal ini menandakan
bahwa larutan asam kuat telah bereaksi dengan batas-batas grain.
Setelah dicelupkan 30 menit sampel kemudian dibilas dengan H2O dan
alkohol kemudian dikeringkan dengan hair dryer . Sampel yang sudah diETSA
telah siap dilihat mikrostrukturnya dengan SEM (Scanning Electron Microscopy).
3.5. Karakterisasi
Karakterisasi Ba0,5Sr0,5TiO3 dilakukan dengan menggunakan peralatan
XRD, SEM, dan RLC meter. Struktur Ba0,5Sr0,5TiO3 dilihat dari hasil XRD.
Bentuk butir, distribusi, dan ukuran butir diperoleh dari hasil SEM. Pengukuran
RCL meter digunakan untuk karakterisasi sifat impedansi.
3.5.1. XRD (Difraksi Sinar-X)
Difraksi sinar-X digunakan untuk menentukan struktur kristal dari sampel
Ba0,5Sr0,5TiO3 bubuk maupun pellet yang diperoleh dari proses sintering dan
annealing. Karakterisasi diperoleh dengan menggunakan grafik hasil XRD. Data
awal hasil XRD adalah dalam file RD yang kemudian diubah ke file UDF dengan
program APD. Selanjutnya file UDF dikonversi ke x-y dengan menggunakan
program BellaV2_12. Selanjutnya data hasil konversi tersebut dapat dibuat grafik
berupa grafik intensitas terhadap sudut hamburan (2 theta). Pola-pola grafik
intensitas yang dihasilkan oleh XRD selanjutnya di cocokkan dengan data ICDD
( International Centre for Diffraction Data), guna melihat kemungkinan adanya
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
36/86
27
Universitas Indonesia
fasa lain yang muncul selain fasa BaSrTiO3. Berdasarkan hasil analisa grafik
intensitas yang telah dicocokkan dengan ICDD akan diperoleh struktur kristal dari
sampel.
Gambar 3.2. Skema alat XRD
3.5.2. SEM (Scanning Electron Mycroscope)
Untuk melihat distribusi, ukuran dan bentuk grain digunakan SEM dengan
perbesaran 200x, 500x dan 1000x. Foto SEM dilakukan untuk sampel BaSrTiO3
yang disinter pada temperatur 1200oC dan 1300oC, dan sampel yang diannealing
pada 900 oC. Sampel yang akan dilihat melalui SEM sebelumnya telah mengalami
proses ETSA dan kemudian dicoating dengan Pt-Au menggunakan mesin coating
JEOL JFC-1200 Fine Coater-Coating.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
37/86
28
Universitas Indonesia
3.5.3. RLC meter (Resistance, Inductance, Capacitance)
Sampel BST bulk yang telah diberi kontak kawat dan lem perak siap untuk
diukur nilai RLC-nya. Persiapan pengukuran dilakukan dengan cara
mengkalibrasi RLC meter terlebih dahulu. Setelah dikalibrasi, RCL meter siap
digunakan. Sampel yang akan diukur dipreparasi dengan cara ditempelkan pada
kaca preparat kemudian kabel serabut dihubungkan dengan kontak RCL meter.
Pengukuran dilakukan dalam keadaan sampel tidak ada getaran karena
pengukuran dengan RCL meter sangat sensitif.
Nilai-nilai yang diukur untuk rentang frekuensi 50 Hz -1 MHz adalah
impedansi dan sudut fase dari tiap sampel. Pengukuran dimulai dari frekuensi
tinggi 1 MHz menuju ke frekuensi yang rendah 50 Hz. Pemilihan dari frekuensi
tinggi ini adalah untuk menjaga kestabilan pembacaan nilai impedansi
dibandingkan dengan apabila pengukuran dimulai pada frekuensi rendah.
Hasil pengukuran impedansi kemudian diubah kedalam bentuk plot
Nyquist. Untuk mencari rangkaian listrik ekivalennya, penulis menggunakan
software ZsimpWin (Bruno Yeum, Ph.D) yang selanjutnya penulis mencoba
menginterpretasikan secara fisis karakteristik dari masing-masing sampel
berdasarkan rangkaian listrik ekivalen yang dimunculkan.
3.5.4. Analisis rangkaian listrik ekivalen
Data pengukuran dengan RCL meter yang akan dianalisis rangkaian
listriknya terlebih dahulu ditentukan Z real dan Z imajinernya kemudian diubah
dalam scientific yang di-save di notepad. Data tersebut merupakan input data
untuk pengolahan dengan program ZsimpWin. Dengan menggunakan input data
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
38/86
29
Universitas Indonesia
tersebut dapat diperoleh spektrum impedansi dalam plot Nyquist. Software
ZsimpWin juga digunakan untuk mendapatkan rangkaian ekivalen listrik yang
sesuai dengan keadaan fisis dari sampel.
Dengan memberikan input data impedansi dan memilih rangkaian listrik
yang diinginkan maka software secara otomatis akan memfitting kurva impedansi
hasil percobaan. Rangkaian ekivalen yang dipilih bergantung pada karakter dari
sampel yang terukur. Nilai-nilai tiap komponen listrik yang diperoleh mencirikan
sifat kelistrikan dari sampel.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
39/86
30 Universitas Indonesia
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ba0,5Sr0,5TiO3 dibuat dengan menggunakan metode “ Mechanosynthesis
powder ” dari bubuk BaCO3, SrCO3 dan TiO2. Bubuk yang dihasilkan berwarna
putih. Sintering yang dilakukan menghasilkan bahan yang semula berwarna putih
menjadi berwarna coklat keabu-abuan. Semakin tinggi temperatur dan lama
sintering menghasilkan warna yang lebih tua. ETSA sebagai preparasi SEM juga
mengubah warna bahan dari coklat keabu-abuan menjadi putih seperti kapur.
4.1. Proses Kalsinasi dan Sintering (sebelum proses annealing)
Grafik yang diperoleh dari keseluruhan data hasil XRD bubuk
Ba0,5Sr0,5TiO3 yang diperoleh dari proses kalsinasi pada temperatur 1100˚C
selama 4 jam ditunjukkan pada Gambar 4.1. Bahan yang diperoleh dari proses
kalsinasi inilah yang akan digunakan sebagai bahan induk proses-proses
selanjutnya yaitu proses sintering dan annealing. Pada grafik juga ditunjukkan
bidang-bidang yang diperoleh. Alat XRD yang digunakan untuk identifikasi
bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3 adalah dengan sumber radiasi Cu Kα.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
40/86
Universitas Indonesia
31
Bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
1,201,752,302,853,403,95
dhkl (Å)
I n t e n s i t a s
(100)
(300)
(310)(220)
(211)
(210)
(200)
(111)
(110)
Gambar 4.1. Grafik hasil XRD bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3
Bubuk merupakan hasil dari proses kalsinasi pada 1100˚C selama 4 jam
Bubuk BaTiO3
0
200
400
600
800
1,251,802,352,903,454,00dhkl (Å)
I n t e n s i t a s
(100)
(300)
(310)(220)
(211)
(210)
(200)
(111)
(110)
Gambar 4.2. Grafik hasil XRD bubuk BaTiO3[11]
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
41/86
Universitas Indonesia
32
Grafik hasil XRD BaTiO3 ditampilkan seperti pada Gambar 4.2. Kalau
dibandingkan hasil grafik BaTiO3 dengan grafik XRD bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3
diperoleh bahwa terdapat kemiripan kecenderungan pola-pola puncak grafik yang
merupakan intensitas cahaya yang dihasilkan dan bidang-bidang yang diperoleh,
tetapi puncak grafik XRD bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3 diperoleh lebih tinggi daripada
puncak grafik BaTiO3 serta terjadi pergeseran nilai dhkl dimana dhkl untuk grafik
XRD bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3 sedikit lebih kecil dibandingkan untuk grafik XRD
bubuk BaTiO3. Pergeseran tersebut merupakan indikasi kehadiran Sr pada
Ba0,5Sr0,5TiO3. Perbedaan sumbu x pada kedua grafik yaitu sudut difraksi 2 Theta
untuk grafik BaTiO3 dan dhkl untuk grafik XRD bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3 disebabkan
perbedaan penggunaan sumber radiasi alat XRD yang digunakan. XRD bubuk
Ba0,5Sr0,5TiO3 menggunakan sumber radiasi Cu Kα dengan λ = 1,54 Å sedangkan
XRD bubuk BaTiO3 menggunakan sumber radiasi Co Kα dengan λ = 1,79 Å.
Tabel 4.1. Data hasil XRD bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3
dhkl (Ba0.5Sr0.5TiO3)2-Theta
Perhitungan ICDD
(hkl)
22,57 3,9382 3,9494 10032,09 2,7883 2,7918 11039,57 2,2767 2,2796 11146,01 1,9719 1,9737 20051,75 1,7659 1,7649 21057,12 1,6119 1,6113 211
67,15 1,3935 1,3954 22071,65 1,3166 1,3156 300
76,15 1,2496 1,248 310
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
42/86
Universitas Indonesia
33
Data hasil XRD bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3 ditunjukkan pada tabel 4.1. Tabel
tersebut secara spesifik menunjukkan hasil perhitungan dhkl untuk puncak-puncak
yang diperoleh dan perbandingannya dengan dhkl yang diidentifikasi dengan
berdasarkan pada data base JCPDS ( Joint Commitee on Powder Difraction
Standart ) - ICDD ( International Centre for Difraction Data) (card number 39-
1395). Pada tabel tersebut juga diperlihatkan bidang-bidang yang muncul yang
diperoleh melalui identifikasi nilai dhkl. Bidang-bidang yang diperoleh tersebut
setelah dicocokkan dengan data base JCPDS - ICDD, terlihat bahwa sampel
bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3 memiliki struktur kubus sederhana dengan parameter kisi
sebesar 3,97Ǻ. Parameter kisi ditentukan berdasarkan metode analitik Cohen
seperti yang telah dijelaskan pada dasar teori.
Grafik hasil XRD Ba0,5Sr0,5TiO3 dengan perlakuan pemanasan sintering
pada temperatur 1200˚C untuk variasi waktu sintering ditunjukkan pada Gambar
4.3. Dengan membandingkan dengan Gambar 4.1 yang merupakan grafik hasil
XRD bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3, ternyata memperlihatkan pola-pola kecenderungan
puncak-puncak intensitas yang mirip antara keduanya dan setelah dicocokkan
dengan data base JCPDS - ICDD ternyata tidak ditemukan adanya kemunculan
fasa baru pada grafik hasil XRD Ba0,5Sr0,5TiO3 dengan sintering pada temperatur
1200˚C variasi waktu sintering. Dengan demikian, perlakuan sintering pada
temperatur 1200˚C dengan waktu sintering 1, 2 dan 3 jam tidak mengubah fasa
dari sampel (Ba0,5Sr0,5TiO3) yang diuji.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
43/86
Universitas Indonesia
34
Sintering 1200˚C
1,451,952,452,953,453,95
dhkl (Å)
I n t e n s i t a s Series1
Series2
Series3
3 jam
2 jam
1 jam
(211)(210)
(200)(111)
(110)
(100)
Gambar 4.3. Grafik hasil XRD Ba0,5Sr0,5TiO3
Untuk perlakuan sintering pada temperatur 1200oC selama 1, 2 dan 3 jam
Dari grafik XRD Ba0,5Sr0,5TiO3 dengan sintering pada temperatur 1200˚C
dengan variasi waktu sintering diperoleh bahwa semakin lama waktu sintering akan diperoleh intensitas yang semakin tinggi (nilai intensitas tertinggi adalah
pada waktu sintering 3 jam) , hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu
sintering maka derajat kristalin bahan juga semakin tinggi. Struktur setelah
perlakuan sintering adalah kubus sederhana. Nilai parameter kisi untuk sintering
1200˚C yang ditentukan dengan metode analitik Cohen adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Nilai parameter kisi (proses sintering pada 1200˚C)
1200˚C 1 jam 1200˚C 2 jam 1200˚C 3 jam
3,98Ǻ 3,98Ǻ 3,99Ǻ
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
44/86
Universitas Indonesia
35
Hasil perhitungan parameter kisi tersebut menunjukkan bahwa sintering tidak
mengubah nilai parameter kisi.
Gambar 4.4 menunjukkan hasil foto SEM untuk sampel yang disintering
pada temperatur 1200˚C dengan variasi waktu sintering.
(a) (b)
Gambar 4.4. Hasil foto SEM untuk permukaan sampel
dengan perlakuan Sintering 1200˚C selama
(a) 1 jam (b) 2 jam (c) 3 jam
c
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
45/86
Universitas Indonesia
36
Tabel 4.3. Ukuran grain dan porositas BST ( sintering 1200˚C)
PerlakuanPemanasan
Ukuran Grain (µm)
Ukuran porositas(µm)
1 jam 3 - 94 3 - 93
2 jam 4 - 180 2 – 80
3 jam 5 - 150 3 -17
Secara spesifik, variasi waktu sintering mampu mengubah ukuran butir
sebagaimana terlihat juga pada tabel 4.3 (tabel tentang ukuran grain dan
porositas). Walaupun seakan-akan terlihat pada Tabel 4.3 bahwa ukuran butir
pada sintering 1200˚C 3 jam lebih kecil daripada sintering 1200˚C 2 jam tetapi
apabila diperhatikan lebih detil dari gambar foto SEM akan terlihat bahwa butir
berukuran besar pada sintering 1200˚C 3 jam lebih banyak daripada sintering
1200˚C 2 jam. Pada sintering 1200˚C terlihat bahwa porositas dengan luasan
lebar lebih banyak dari pada 2 jam dan 3 jam. Pada gambar foto SEM sintering
1200˚C 3 jam terlihat bahwa terdapat lebih banyak aglomerasi butir dibandingkan
dengan foto SEM sintering 1200˚C 2 jam. Semakin lama waktu sintering,
porositas yang ditemukan semakin sedikit, hal ini dikarenakan karena waktu
sintering yang lama mampu menghilangkan porositas. Dari gambar foto SEM
juga nampak bahwa terdapat butir yang kelihatan dari porositas. Hal ini
menandakan bahwa sampel terdiri dari beberapa lapisan yang menumpuk.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
46/86
Universitas Indonesia
37
Fenomena sintering pada temperatur 1200˚C dapat dijelaskan dengan
gambar 4.5. yang merupakan gambar perubahan mikrostruktur yang menyertai
sintering sebagai berikut:
Gambar 4.5. Perubahan mikrostruktural yang terjadi pada proses sintering[7]
Setelah bahan Ba0,5Sr0,5TiO3 dikompaksi, partikel-partikel bubuk saling
menempel satu dengan yang lain (antara butir yang satu dengan yang lain saling
menempel dengan bantuan perekat PVA) dimana tampak dua permukaan yang
membatasi partikel sebelum sintering seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5a .
Karena proses difusi atom yang terjadi pada saat proses sintering, atom-atom
masing-masing grain berdifusi sehingga daerah kontak antara grain yang semula
hanya sempit berubah menjadi daerah kontak yang luas (Titik – titik kontak akan
menjadi bidang singgung pada waktu pemanasan selanjutnya). Grain boundary
saling menempel dan bersentuhan sehingga terdapat satu batas butir dan beberapa
butir yang saling menempel bergabung/ beraglomerasi dan membentuk pore
(Gambar 4.5b). Gaya pendorong proses sinter adalah pengurangan luas
permukaan yang berarti pengurangan energi permukaan.
pore
neck
Grain
boundary
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
47/86
Universitas Indonesia
38
Kedua permukaan merupakan batas dengan energi tinggi sedang batas
butir memiliki energi yang lebih rendah. Semakin lama proses sintering, daerah
kontak (yang memiliki energi yang lebih rendah) yang semula adalah grain
boundary menjadi semakin luas dan akhirnya pore yang dihasilkan menjadi
mengecil (Gambar 4.5c), dan kalau proses sintering dilanjutkan terus maka pore
yang kecil menjadi hilang (akibat butir – butir yang saling beraglomerasi
membentuk padatan).
Sehingga dapat dikatakan bahwa sintering memerlukan proses pemanasan
yang tinggi agar partikel halus beraglomerasi menjadi bahan padat. Semakin
tinggi temperatur sintering maka padatan yang terbentuk menjadi semakin baik.
Dapat dikatakan juga bahwa difusi atom yang diakibatkan karena temperatur
sintering menghasilkan penyusutan yang diiringi pengurangan porositas. Luas
butiran menjadi semakin lebar dengan bertambahnya waktu sintering karena butir
yang semula hanya berdiri sendiri maka setelah proses sintering menjadi
gabungan butir yang dihasilkan dari beberapa butir yang saling beraglomerasi.
Sehingga semakin lama waktu sintering akan diperoleh butir yang semakin besar
dan porositas yang semakin kecil.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
48/86
Universitas Indonesia
39
Sintering 1200˚C
0
3000
6000
0 500 1000 1500 2000
Z real (k ohm)
Z i m a j i n e r ( k o h m )
Series1
Series2
Series3
1 jam
2 jam
3 jam
Gambar 4.6. Nyquist plot
( sintering 1200˚C)
Gambar 4.6 menunjukkan Nyquist plot proses sintering 1200˚C. Hasil
Nyquist plot tersebut menunjukkan bahwa dengan bertambahnya waktu sintering
menyebabkan kurva Spektrum Impedansi (SI) menjadi semakin membesar. Pada
proses sintering, waktu sintering yang bertambah menyebabkan grain akan
semakin membesar sehingga batas butir juga semakin melebar sehingga hal ini
akan menyebabkan spektrum impedansi akan membesar. Hal ini mengindikasikan
bahwa dengan peningkatan waktu sintering akan menyebabkan perubahan nilai
resistansi dan kapasitansi pada sampel.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
49/86
Universitas Indonesia
40
Sintering 1200˚C
0
400
800
1200
1600
-2 -1 0 1 2 3 4
log {f(kHz)}
Z r e a l ( k o h m Series1
Series2
Series3
1 jam
2 jam
3 jam
Gambar 4.7. Perbandingan Z real vs log frekwensi
(pada perlakuan sintering 1200˚C selama 1, 2 dan 3 jam)
Gambar 4.7. menunjukkan variasi Z real terhadap log frekwensi pada
perbedaan waktu sintering pada 1200˚C. Sebagaimana terlihat pada ketiga
grafik, kesemuanya menunjukkan penurunan nilai Z real terhadap log frekwensi
untuk semua temperatur. Nilai Z real menurun dengan naiknya temperatur
sintering, hal ini mengindikasikan adanya peningkatan konduktivitas AC.
Dengan peningkatan waktu sintering menyebabkan muatan yang semula
terakumulasi pada batas butir mempunyai energi yang cukup untuk melompat ke
barrier (semakin lama waktu sintering maka energinya juga semakin besar),
dengan demikian dapat meningkatkan konduktivitas.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
50/86
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
51/86
Universitas Indonesia
42
sintering akan diperoleh intensitas yang semakin tinggi (nilai intensitas tertinggi
adalah pada waktu sintering 2 jam) , hal ini menunjukkan bahwa semakin lama
waktu sintering maka derajat kristalin bahan juga semakin tinggi dimana hal
serupa juga ditunjukkan pada grafik hasil proses sintering 1200˚C. Intensitas
grafik hasil XRD Ba0,5Sr0,5TiO3 dengan sintering pada 1300˚C cenderung lebih
tinggi dari pada sintering pada temperatur 1200˚C, hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi temperatur sintering maka derajat kristalin bahan juga semakin
tinggi.
Struktur setelah sintering pada temperatur 1300˚C adalah kubus sederhana
dengan nilai parameter kisi yang ditentukan dengan metode analitik Cohen adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.4. Nilai parameter kisi (proses sintering pada 1300˚C)
1300˚C 1 jam 1300˚C 2 jam
3,93Ǻ 3,97Ǻ
Dengan demikian, perlakuan sintering pada temperatur 1300˚C dengan
waktu sintering 1 dan 2 jam tidak mengubah fasa dan struktur dari sampel
(Ba0,5Sr0,5TiO3) yang diuji.
Gambar 4.9. menunjukkan hasil foto SEM untuk sampel yang disintering
pada temperatur 1300˚C dengan variasi waktu sintering 1 dan 2 jam. Secara
spesifik, variasi waktu sintering mampu mengubah butir sebagaimana terlihat juga
pada tabel 4.5. Aglomerasi butir lebih banyak ditemukan pada sintering 1300˚C
selama 2 jam dibandingkan pada sintering 1300˚C selama 1 jam. Jumlah porositas
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
52/86
Universitas Indonesia
43
juga cenderung berkurang seturut dengan peningkatan waktu sintering. Tidak
ditemukan porositas pada sintering 1300˚C selama 2 jam.
Gambar 4.9 Hasil foto SEM untuk permukaan sampel
dengan perlakuan Sintering 1300˚C selama (a) 1 jam (b) 2 jam
Tabel 4.5. Ukuran grain dan porositas BST ( sintering 1300˚C)
Perlakuan Pemanasan Ukuran Grain
(µm)
Ukuran porositas
(µm)
1 jam 3 - 100 3 – 33
2 jam 4 - 100 -
Fenomena sintering pada temperatur 1300˚C juga dapat dijelaskan dengan
Gambar 4.9 di atas. Tetapi karena temperatur yang digunakan lebih tinggi dari
pada 1200˚C maka luas porositas yang kecil pada sintering1200˚C akan menjadi
lebih kecil lagi dan akhirnya menghilang. Sehingga pada sintering 1300˚C selama
2 jam sudah tidak diketemukan porositas.
(a) (b)
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
53/86
Universitas Indonesia
44
Pada gambar foto SEM sintering 1300˚C terlihat bahwa terdapat lebih
banyak aglomerasi butir dibandingkan dengan foto sintering 1200˚C. Hal ini
memungkinkan luasan butir yang dihasilkan pada sintering 1300˚C akan lebih
luas dibandingkan pada sintering 1200˚C.
Reaksi akan lebih mudah terjadi pada suhu tinggi dimana atom-atom akan
lebih mudah bergerak. Suhu yang lebih tinggi menghasilkan difusivitas thermal
yang lebih tinggi pula karena atom-atom memiliki energi thermal yang lebih
tinggi. Difusi berjalan lebih cepat pada daerah batas butir karena merupakan
daerah dengan cacat kristal yang mempunyai energi lebih rendah. Sehingga
dengan temperatur sintering yang lebih tinggi akan lebih memungkinkan
pergerakan atom yang lebih banyak dan cepat sehingga aglomerasi partikel
menjadi lebih banyak dan akhirnya bahan menjadi lebih padat.
Ketika sampel mengalami proses pendinginan, terjadi thermal stresses
yang diakibatkan oleh adanya perbedaan antara kecepatan pendinginan dan
kontraksi thermal antara permukaan sampel dengan bagian dalam sampel.
Thermal stesses ini biasa juga disebut sebagai thermal shock yang dapat
menyebabkan terjadinya crack pada sampel seperti terlihat pada Gambar 4.9 dan
4.4. Kalau dibandingkan antara sintering 1200˚C dan 1300˚C, ternyata semakin
tinggi temperatur dan lama waktu sintering akan diperoleh crack yang semakin
lebar dan panjang hal ini disebabkan karena dengan semakin tinggi temperatur
dan lama waktusintering
akan menyebabkan perbedaan antara kecepatanpendinginan dan kontraksi thermal antara permukaan sampel dengan bagian
dalam sampel menjadi semakin besar sehingga akan menghasilkan crack yang
semakin panjang dan lebar pula.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
54/86
Universitas Indonesia
45
Sintering 1300˚C
0
2000
4000
0 50 100 150 200 250
Z Real (k ohm)
Z I m a j i n e r ( k o h m )
Series1
Series22 jam
1 jam
Gambar 4.10. Nyquist plot
( sintering 1300˚C)
Gambar 4.10 Nyquist plot proses sintering. 1300˚C. Hasil Nyquist plot
tersebut menunjukkan bahwa dengan bertambahnya waktu sintering menyebabkan
kurva Spektrum Impedansi (SI) menjadi semakin membesar. Pada proses
sintering, waktu sintering yang bertambah menyebabkan grain akan semakin
membesar sehingga batas butir juga semakin melebar sehingga hal ini akan
menyebabkan spektrum impedansi akan membesar. Hal ini mengindikasikan
bahwa dengan peningkatan waktu sintering akan menyebabkan perubahan nilai
resistansi dan kapasitansi pada sampel.
Gambar 4.11. menunjukkan variasi Z real terhadap log frekwensi padaperbedaan waktu sintering pada 1300˚C. Sebagaimana terlihat pada ketiga
grafik, kesemuanya menunjukkan penurunan nilai Z real terhadap log frekwensi
untuk semua temperatur.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
55/86
Universitas Indonesia
46
Sintering 1300˚C
0
100
200
300
400
-2 -1 0 1 2 3 4
log {f(kHz)}
Z r e a l ( k o h m )
Series1
Series2
1 jam
2 jam
Gambar 4.11. Perbandingan Z real vs log frekwensi
(untuk perlakuan sintering 1300˚C selama 1 dan 2 jam)
Gambar 4.11 menunjukkan bahwa nilai Z real menurun dengan variasi
temperatur sintering, hal ini mengindikasikan adanya peningkatan konduktivitas
AC. Dengan peningkatan waktu sintering menyebabkan muatan yang semulaterakumulasi pada batas butir mempunyai energi yang cukup untuk melompat ke
barrier (semakin lama waktu sintering maka energinya juga semakin besar),
dengan demikian dapat meningkatkan konduktivitas.
Dengan membandingkan Gambar 4.7 dan 4.11 diperoleh bahwa
peningkatan temperatur sintering juga menyebabkan penurunan nilai Z real. Hal
ini berarti bahwa peningkatan temperatur sintering menyebabkan muatan yang
terakumulasi pada batas butir mempunyai energi yang semakin cukup untuk
melompat barrier karena adanya peningkatan temperatur sintering.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
56/86
Universitas Indonesia
47
.
Sintering 1 jam
1,451,952,452,953,453,95
dhkl (Å)
I n t e n s i t a s
Series1
Series2Sintering 1300˚C
Sintering 1200˚C
(211)(200)(111)
(110)
(100)
Gambar 4.12. Grafik hasil XRD Ba0,5Sr0,5TiO
sintering 1200˚C dan 1300˚C selama 1 jam
Sintering 2 jam
1,451,952,452,953,453,95
dhkl (Å)
I n t e n s i t a s
Series1
Series2Sintering 1300˚C
Sintering 1200˚C
(211)(200)
(111)
(110)
(100) (210)
Gambar 4.13. Grafik hasil XRD Ba0,5Sr0,5TiO3
sintering 1200˚C dan 1300˚C selama 2 jam
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
57/86
Universitas Indonesia
48
Intensitas grafik hasil XRD Ba0,5Sr0,5TiO3 dengan sintering pada 1300˚C
cenderung lebih tinggi dari pada sintering pada temperatur 1200˚C, hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur sintering maka derajat kristalin
bahan juga semakin tinggi.
Dengan berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh di atas, penulis
memilih sintering 1200˚C selama 2 jam adalah temperatur dan waktu sintering
optimum, hal ini ditunjukkan dengan:
a. Spektrum impedansi sintering 1200˚C selama 2 jam berimpit dengan
Spektrum impedansi sintering 1200˚C selama 3 jam serta mempunyai
level yang lebih tinggi secara cukup signifikan dari pada Spektrum
impedansi sintering 1200˚C selama 1 jam sedangkan spektrum impedansi
pada 1300˚C tidak begitu baik. Karena perubahan level SI menunjukkan
perubahan nilai R dan C maka sampel hasil sintering 1200˚C selama 2 jam
diharapkan mempunyai sifat kelistrikan yang baik untuk PTC.
b. Jumlah porositas yang ditemukan lebih sedikit dibandingkan dengan
sintering 1200˚C selama 1 jam dan ukurannya lebih kecil dibandingkan
dengan sintering 1200˚C selama 1 jam. Sehingga diharapkan sifat
mekaniknya berada di antara sintering 1200˚C selama 1 jam dan 3 jam.
Sehingga berdasarkan analisa di atas maka baik kalau dibuat bahan yang
mempunyai sifat yang dapat memperbaiki kekurangan bahan hasilsintering
1200˚C selama 2 jam. Karena mikrostruktur bahan hasil sintering 1200˚C selama
2 jam yang diperoleh belum homogen maka perlakuan berikutnya haruslah
menghasilkan butir yang homogen yang lebih kuat. Perlakuan thermal yang
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
58/86
Universitas Indonesia
49
memenuhi kriteria di atas adalah annealing. Dengan demikian pada bahan hasil
sintering 1200˚C selama 2 jam dilakukan proses annealing pada temperatur
900˚C. Supaya diperoleh sifat yang lebih menyeluruh maka proses annealing pada
temperatur 900˚C dilakukan pada variasi waktu 1, 2 dan 4 jam.
4.2. Setelah proses annealing
Annealing 900˚C
1,201,752,302,853,403,95
dhkl (Å)
I n t e n s i t a s
Series1
Series3
4 jam
2 jam
1 jam
(110)
(310)(220)(211)(200)(111)(100)
Gambar 4.14. Grafik hasil XRD Ba0,5Sr0,5TiO3
annealing pada temperatur 900oC
Hasil grafik XRD Ba0,5Sr0,5TiO3 dengan perlakuan pemanasan yaitu
annealing pada temperatur 900˚C dengan variasi waktu annealing 1, 2 dan 4 jamditunjukkan pada Gambar 4.14. Sampel untuk proses annealing ini diperoleh dari
sampel hasil proses sintering pada 1200˚C selama 2 jam. Pola-pola kecenderungan
puncak-puncak intensitas mirip dengan grafik hasil XRD bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
59/86
Universitas Indonesia
50
dan setelah dicocokkan dengan data base JCPDS - ICDD ternyata tidak ditemukan
adanya kemunculan fasa baru. Dengan demikian, perlakuan annealing pada
temperatur 900˚C dengan waktu annealing 1, 2 dan 4 jam tidak mengubah fasa
dari sampel (Ba0,5Sr0,5TiO3) yang diuji. Struktur setelah proses annealing adalah
kubus sederhana dengan nilai parameter kisi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6. Nilai parameter kisi (proses annealing pada 900˚C)
900˚C 1 jam 900˚C 2 jam 900˚C 4 jam
3,93Ǻ 3,93Ǻ 3,95Ǻ
Dengan demikian perlakuan annealing tidak mengubah parameter kisi.
Grafik XRD Ba0,5Sr0,5TiO3 dengan annealing pada temperatur 900˚C
dengan variasi waktu annealing memperlihatkan bahwa semakin lama waktu
annealing akan diperoleh intensitas yang sedikit lebih rendah, hal ini
menunjukkan bahwa semakin lama waktu annealing maka butir (grain) menjadi
semakin halus dan semakin kecil. Sumber radiasi alat XRD yang digunakan
untuk identifikasi Ba0,5Sr0,5TiO3 dengan annealing pada 900˚C dengan waktu
annealing 1, 2 dan 4 jam menggunakan sumber radiasi Co Kα.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
60/86
Universitas Indonesia
51
Ba0,5Sr0,5TiO3
1,451,952,452,953,453,95
dhkl (Å)
I n t e n s i t a s
Series1
Series2
Series3
Series4
Annealing 900˚C 2 jam
Sintering 1300˚C 2 jam
Sintering 1200˚C 2 jam
Bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3
(211)(210)(200)(111)
(110)
(100)
Grafik 4.15. Perbandingan grafik XRD untuk Ba0,5Sr0,5TiO3 bubuk,
sintering pada temperatur 1200˚C, 1300˚C dan annealing temperatur 900oC.
Grafik 4.15. memperlihatkan perbandingan grafik XRD untuk
Ba0,5Sr0,5TiO3 bubuk, sintering pada temperatur 1200˚C, 1300˚C dan annealing
temperatur 900oC. Grafik tersebut menunjukkan secara lebih jelas bahwa dengan
pertambahan temperatur sintering akan diperoleh intensitas yang semakin tinggi
walaupun kalau dibandingkan intensitasnya lebih rendah daripada bubuk BST.
Intensitas annealing 900˚C terlihat paling rendah dibandingkan grafik yang
lainnya, terlebih bila dibandingkan dengan sintering 1200˚C. Hal ini menunjukkan
bahwa perlakuan annealing mampu menghasilkan butir (grain) yang halus dan
semakin homogen.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
61/86
Universitas Indonesia
52
Gambar 4.16 merupakan hasil foto SEM untuk annealing 900˚C dan Tabel
4.7. merupakan hasil ukuran butir dan porositas pada sampel.
(a) (b)
(c)
Gambar 4.16. Hasil foto SEM untuk permukaan sampel
dengan perlakuan annealing 900˚C selama (a) 1 jam (b) 2 jam (c) 4 jam
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
62/86
Universitas Indonesia
53
Tabel 4.7. Ukuran grain dan porositas BST ( annealing 900˚C)
Perlakuan Pemanasan Ukuran Grain
(µm)
Ukuran porositas
(µm)
1 jam 2 - 140 -
2 jam 2 – 120 -
4 jam 1,5 - 110 -
Gambar 4.16 dan tabel 4.7 menunjukkan bahwa semakin lama waktu
annealing akan diperoleh ukuran grain butir menjadi lebih seragam (uniform)
tetapi menjadi semakin kecil dan tidak diketemukan adanya porositas pada
annealing 900˚C serta crack yang ditemukan lebih sedikit. Hal ini disebabkan
karena proses yang terjadi pada proses annealing terdapat proses yang disebut
sebagai recovery yang bermanfaat sebagai pelepasan energi thermal. Selama
proses rekristalisasi, butir yang terjadi menjadi semakin kecil dan diperoleh
butiran yang lebih halus. Selama proses rekristalisasi pula, sifat-sifat mekaniknya
diperbaiki menjadi lebih ulet. Mikrostruktur yang dihasilkan mempunyai butir
yang kecil dan struktur yang lebih seragam.
Proses pendinginan yang lambat dalam furnace berguna untuk mengurangi
perbedaan antara kecepatan pendinginan dan kontraksi thermal antara permukaan
sampel dengan bagian dalam sampel sehingga diperoleh crack yang lebih sedikit
daripada dengan perlakuan sintering 1200˚C.
Sehingga dengan proses annealing dapat digunakan untuk mengurangi
stess thermal yang diketahui dari crack yang terjadi semakin sedikit seturut
dengan peningkatan waktu annealing. Annealing juga mampu memperbaiki
mikrostruktur yaitu dengan indikasi diperoleh butir yang lebih kecil dan seragam.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
63/86
Universitas Indonesia
54
Hasil foto SEM memperlihatkan bahwa bahan hasil annealing 900˚C mempunyai
butir yang lebih kecil dan homogen, sifat lebih ulet sehingga lebih kuat, crack
yang ditemukan lebih sedikit dan tidak ditemukannya porositas sehingga bahan
hasil annealing 900˚C mempunyai sifat yang lebih baik daripada bahan hasil
sintering 1200˚C dan 1300˚C.
Annealing 900˚C
0
2000
4000
6000
0 500 1000 1500
Z Real (k ohm)
Z I m a j i n e r ( k o h m )
Series1
Series2
Series3
1 jam
2 jam
4 jam
Gambar 4.17. Nyquist plot
( annealing 900˚C)
Gambar 4.17 menunjukkan Nyquist plot proses annealing. Hasil Nyquist
plot kurva SI tersebut menunjukkan bahwa dengan bertambahnya waktu
annealing menyebabkan kurva Spektrum Impedansi (SI) menjadi semakin
membesar. Hal ini mengindikasikan adanya perubahan nilai resistansi dan
kapasitansi pada sampel. Annealing 4 jam mempunyai SI yang lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan annealing 1 dan 2 jam.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
64/86
Universitas Indonesia
55
Gambar 4.18 menunjukkan variasi Z real terhadap log frekwensi pada
variasi waktu annealing pada 1200˚C. Sebagaimana terlihat pada grafik, nilai Z
real akan naik secara signifikan pada 900˚C 4 jam, dengan demikian dapat
dikatakan bahwa peningkatan waktu annealing akan menaikkan nilai Z real. Hal
tersebut menunjukkan adanya penurunan konduktivitas AC.
Annealing 900˚C
0
2000
4000
6000
-2 -1 0 1 2 3 4
log {f(kHz)}
Z r e a l ( k o h m )
Series1
Series2
Series3
1 jam
2 jam
4 jam
Gambar 4.18. Perbandingan Z real vs log frekwensi ( annealing 900˚C)
Pada Gambar 4.18 terlihat bahwa nilai Zreal pada frekwensi tinggi jauh
lebih kecil dibandingkan dengan frekwensi rendah, hal ini menandakan bahwa
Zreal pada frekwensi tinggi, butiran memberikan kontribusi pada konduksi listrik,
sedangkan pada frekwensi rendah yang berperan adalah pada batas butir. Analisatersebut diperkuat oleh hasil yang diperoleh dari sampel yang diberikan perlakuan
panas, dimana perubahan spektrum impedansi lebih banyak terjadi pada frekwensi
rendah yaitu pada batas butir karena merupakan daerah yang kurang stabil.
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
65/86
Universitas Indonesia
56
4.3. Nilai R dan C
Dengan melihat hasil foto SEM dan model pembuatan kontak untuk
pengukuran impedansi Z maka dapat dikatakan bahwa kontribusi nilai kelistrikan
dari sampel yang diteliti berasal dari butiran (grain), batas butir (grain boundary)
dan daerah antara sampel dengan kontak (interface). Masing-masing mempunyai
nilai elemen listrik yaitu R sebagai hambatan (resistansi) dan C (kapasitansi).
Nilai elemen-elemen listrik tersebut dapat diperoleh dengan memodelkan
rangkaian listrik dari kurva Nyquist dengan fitting menggunakan program
ZsimpWin. Fitting dilakukan dengan pemilihan chi square dan % error yang
terkecil dari rangkaian-rangkaian yang dipilih. Setelah dilakukan fitting untuk
beberapa rangkaian listrik diperoleh rangkaian listrik yang paling cocok yang
merupakan model rangkaian pada sampel adalah seperti pada Gambar 4.19.
Gambar 4.19. Rangkaian listrik ekivalen yang digunakan
Keterangan: R0 = resistansi interface; R1 & C1 = resistansi & kapasitansi butir (ukuran kecil);
R2 & C2 = resistansi & kapasitansi batas butir; R3 & C3 = resistansi & kapasitansi butir (ukuran besar)
Dengan mengacu pada hasil foto SEM untuk semua proses perlakuan
thermal dimana diperlihatkan terdapat butir yang tidak seragam, maka
diasumsikan terdapat 2 (dua) jenis butir yaitu butir berukuran kecil dan butir
R0 R1 R2 R3
C1 C2 C3
Pengaruh temperatur..., Dwi Nugraheni Rositawati, FMIPA UI, 2008
8/18/2019 Digital 20236321 T21430 Pengaruh Temperatur
66/86
Universitas Indonesia
57
berukuran besar sehingga nilai resistansi dan kapasitansi kontribusi butir meliputi
kontribusi butir berukuran kecil yang diwakili R1 & C1 (dimodelkan dengan
R1 //C1) dan kontribusi butir berukuran besar yang diwakili R3 & C3 (dimodelkan
dengan R3 //C3). Sedangkan ko