Upload
yessy-meryantika-sari
View
130
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Hukum Perdata dan Bisnis
Citation preview
DIKTAT
MATA KULIAH
HUKUM KEPAILITAN
OLEH :
YESSY MERYANTIKA SARI, S.H,M.H
UNIVERSITAS ISLAM OKI (UNISKI) KAYUAGUNG
FAKULTAS HUKUM
JULI 2015
BAB TENTANG KEPAILITAN PADA UMUMNYA
1. Pengertian, Asas, dan Tujuan Kepailitan
Persekutuan dagang, baik perorangan, badan usaha dengan status non badan
hukum maupun badan usaha dengan status badan hukum dapat mengalami
kebangkrutan, apabila tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban hukum kepada
pihak lainnya. Kebangkrutan secara terminologi hukum sering hukum sering disebut
sebagai pailit, sedangkan proses pemberesan terhadap harta pailit disebut juga
sebagai kepailitan.
Kepailitan merupakan suatu proses untuk mengatasi pihak debitur yang
mengalami kesulitan keuangan dalam membayar utangnya setelah dinyatakan pailit
oleh pengadilan, karena debitur tidak dapat membayar utangnya, sehingga harta
kekayaan yang dimiliki debitur akan dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.1
Menurut UU No. 37 tahun 2004 Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa kepailitan
adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kepailitan menurut UUK & PKPU
Pasal 2 dapat dijatuhkan dengan memenuhi syarat sebagai berikut:2
1) Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur;
2) Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada kreditur
1 Rudy A. Lontoh, et al, 2001, Penyelesaian Utang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Bandung: PT Alumni, hlm. 23 dalam Dijan Widijowati, 2012, Hukum Dagang,
Yogyakarta: Andi, hlm. 215 2 Jono, Op.cit, hlm.5, Baca juga Siti Soemarti Hartono, 1981, Pengantar Hukum Kepailitan
dan Penundaaan Pembayaran, Yogyakarta: UGM, hal.8-9
3) Utang telah jatuh tempo
4) Utang dapat ditagih pemenuhannya
Dalam hal suatu perusahaan wanprestasi dan tidak mampu memenuhi
kewajibannya baik yang timbul karena perjanjian atau undang-undang terhadap dua
orang atau lebih maka secara teoritis perusahaan tersebut dapat diajukan pailit oleh
debitur sendiri atau kreditur. Kepailitan pada hakikatnya merupakan upaya
pendistribusian asset (harta pailit) debitor kepada kredior secara berimbang. Karena
dalam harta kekayaan debitor pailit terdapat hak kreditor.3 Inilah yang menjadi
prinsip hukum dan dasar pemikiran hukum kepailitan.
Adapun prinsip-prinsip yang diterapkan dalam kepailitan antara lain sebagai
berikut:4
1. Prinsip Paritas Creditorium, yaitu prinsip kesetaraan kedudukan para
kreditor, yang menyatakan bahwa para kreditor mempunyai hak yang sama
terhadap semua harta benda debitor. Apabila debitor tidak dapat membayar
utangnya, maka harta kekayaan debitor jadi sasaran kreditor.
Filosofi dari prinsip ini adalah bahwa merupakan suatu ketidakadilan jika
debitor memiliki harta benda sementara utang debitor terhadap para
kreditornya tidak terbayarkan. Hukum memberikan jaminan umum bahwa
harta kekayaan debitor demi hukum menjadi jaminan terhadap
utang-utangnya meskipun harta debitor tersebut tidak berkaitan langsung
3 Muhammad Syaifuddin, 2012, Kumpulan Materi Kuliah Hukum Kepailitan, Palembang:
Program Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unsri, tidak dipublikasikan. 4 Hadi Shubhan, 2009, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik Di Peradilan, Jakarta:
Kencana, hal.27-28, Baca juga Muhammad Syaifuddin, 2012, Op.cit.
dengan utang-utang tersebut. Hal ini merupakan refleksi dari Pasal 1131 dan
1132 KUHperdata.
2. Prinsip Pari Passu Prorata Parte, berarti bahwa harta kekayaan tersebut
merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus
dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali jika antara para kreditor
itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima
pembayaran tagihannya.
Filososfi prinsip ini adalah memberikan keadilan kepada kreditor dengan
konsep keadilan proporsional, di mana kreditor yang memiliki piutang lebih
besar, maka akan mendapatkan porsi pembayaran piutangnya dari debitor
lebih besar dari kreditor yang memiliki piutang lebih kecil darinya.
3. Prinsip Structure Creditors, yaitu prinsip yang mengklasifikasikan dan
mengelompokkan berbagai macam kreditor sesuai dengan kelasnya
masing-masing. Dalam hukum kepailitan kreditor diklasifikasikan menjadi
tiga yaitu kreditor separatis, kreditor preferen dan kreditor konkuren.
Selain prinsip/asas umum yang dijelaskan diatas, hukum kepailitan Indonesia
juga mempunyai asas khusus sebagaimana yang diuraikan dalam Penjelasan umum
UU No. 37 Tahun 2004. Asas-asas tersebut antara lain:
(1) Asas Keseimbangan
Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan
perwujudan dari asas keseimbangan yaitu di satu pihak terdapat
ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan
lembaga kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur, dan di lain pihak
terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan
pranata dan kelembagaan kepailitan oleh Kreditor yang beritikad tidak
baik.
(2) Asas Kelangsungan Usaha
Dalam Undang-Undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan
perusahaan Debitor yang prosfektif tetap dilangsungkan.
(3) Asas Keadilan
Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa dalam
ketentuan kepailitan dapat memenuhi keadilan bagi para pihak yang
berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya
kesewenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas
taguhan masing-masing terhadap Debitor, dengan tidak memperdulikan
Kreditor lainnya.
(4) Asas Integritas
Asas integritas dalam undang-undang ini mengandung pengertian bahwa
sistem hukum formil dan hukum materil merupaka satu kesatuan yang
uth dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.5
Dari penjelasan tersebut maka disimpulkan bahwa pada hakikatnya, fungsi dari
hukum kepailitan adalah pertama, untuk mencegah berlanjutnya kerugian dan
mengganti kerugian itu sendiri. Kedua, mencegah terjadinya kesewenangan dari
5 Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
pihak debitor untuk mengalihkan harta kekayaan debitor yang dalam harta tersebut
ada hak kreditor dan mencegah agar tidak terdapat kemungkinan kerjasama antara
debitor dan kreditor yang satu tanpa persetujuan atau pemberitahuan terhadap
kreditor lain. Ketiga, untuk mencegah terjadinya eksekusi massal. Potensi terjadi
main hakim sendiri yang mengarah kepada kerugian baik dari pihak debitor maupun
kreditor.6
Dalam hal ini, kepailitan berfungsi untuk mencegah berlanjutnya kerugian dan
mengganti kerugian bagi kreditor oleh debitur. Serta mencegah terjadinya
kesewenangan debitur untuk mengalihkan hartanya yang dalam harta tersebut ada
hak kreditur. Selain itu juga sebagai upaya untuk mencegah terjadinya eksekusi
massal yang berpotensi mengarah pada kerugian baik di pihak kreditor maupun
pihak ketiga lainnya yang terlibat.
Sebagaimana dikutip oleh Jordan et al. dari buku The Early History of
Bankruptcy Law, yang ditulis oleh Louis E. Levinthal, tujuan utama hukum
kepailitan adalah:
1. Untuk menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitor di antara
para kreditornya;
2. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat
merugikan kepentingan para kreditor;
3. Memberikan perlindungan kepada debitor yang beritikad baik dari para
kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan utang.7
6 Ibid.
7 Sutan Remy Sjahdeini. 2004. Hukum Kepailitan, Jakarta: PT Kreatama, hlm. 37.
2. Sumber Hukum Kepailitan Indonesia
Sebelum tahun 1945,kasus kepailitan di Indonesia diatur dalam Wetboek van
Koophandel (WvK), buku ketiga yang berjudul Van De Voorzieningen in Geval van
Onvermogen van Kooplieden (Peraturan tentang Ketidakmampuan Pedagang) yang
termuat dalam Pasal 749 sampai dengan Pasal 910 WvK, tetapi telah dicabut
berdasarkan Pasal 2 Verordening ter Invoering van de Failissementsverordening
(Staatblad. 1906-348) yang dikhususkan untuk pedagang saja.
Sedangkan kepailitan untuk bukan pedagang diatur dalam Reglement op de
Rechtsvordering atau disingkat Rv (Staatblad. 1847-52 jo. 1849-63), buku Ketiga,
Bab ketujuh yang berjudul Van den Staat Kennelijk Onvermogen (Tentang Keadaan
Nyata-nyata Tidak Mampu), dalam Pasal 899 sampai Pasal 915 yang kemudian
dicabut oleh Staatblad.1906-348.
Dengan adanya dua peraturan tersebut, maka muncul
permasalahan-permasalahan terkait kepailitan baik masalah teknis formalitas,
maupun biaya perkara yang tinggi karena lamanya waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan kasus kepailitan tersebut. Karena ada kesulitan tersebut, maka timbul
wacana untuk membuat peraturan kepailitan yang sederhana dengan biaya yang
tidak banyak. Oleh kar, pada tahun 1905 telah diundangkan
Failissementsverordening (S.1905-217) yang terdiri atas Bab I Tentang Kepailitan
Pada Umumnya, dan Bab II Tentang Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Peraturan ini lengkapnya bernama Verordening op het Faillissement en de Surseance
van Betalin voor de Europeanen in Nederlands Indie (Peraturan untuk Kepailitan
dan Penundaan Pembayaran untuk Orang-orang Eropa).
Berdasarkan Verordening ter invoering van de Failissementsverordening
(S.1906-348), Failissementsverordening (S.1905-217) dinyatakan mulai berlaku
pada tanggal 1 November 1906.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus
1945, berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, seluruh perangkat hukum
dari Pemerintahan Hindia Belanda dnyataka masih tetap berlaku selama tidak
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pada tahun 1947-1998, Failissementsverordening relatif sangat sedikit
digunakan karena belum dikenal masyarakat Indonesia serta dikarenakan krisis
moneter yang melanda Indonesia dalam kurun waktu tahun 1997/1998, oleh karena
itu, pada tahun 1998, Failissementsverordening (FV) disempurnakan menjadi Perpu
No.1 Tahun 1998 pada tanggal 22 April 1998 dan lima bulan kemudian dikuatkan
menjadi Undang-Undang No.4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Dengan berlakunya
Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut, maka Peraturan Kepailitan
(Failissementsverordening S.1905-217 jo S.1906-348) bisa berlaku kembali.
Dalam perkembangannya, UU No.4 Tahun 1998 diganti dengan
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat menjadi UUK PKPU).
Namun pada hakikatnya, hukum kepailitan Indonesia sebagai subsistem dari
hukum perdata nasional yang merupakan suatu kesatuan yang utuh dari sistem
hukum perdata, tidak hanya sebagaimana yang diatur dalam UUK PKPU saja,
melainkan juga terdapat dalam peraturan perundang-undangan lainnya yaitu segala
sesuatu yang berkaitan dengan kepailitan yang diatur dan tersebar di berbagai
peraturan perundang-undangan seperti yang terdapat dalam KUHPerdata.
3. Subjek Hukum dalam Kepailitan
Ada banyak pihak yang menjadi subjek hukum dalam kepailitan, antara lain
Kreditur, Debitor, Kurator, Hakim Pengawas dan Pengadilan Niaga. Di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata tidak dipakai istilah debitor dan kreditor tetapi
yang dipakai adalah istilah si berutang (schuldenaar) dan si berpiutang
(schuldeischer). Menurut pasal 1235 KUHPerdata dihubungkan dengan pasal 1234
KUHPerdata, dan pasal 1239 KUHPerdata, si berutang (schuldenaar) adalah pihak
yang wajib memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
berkenaan dengan perikatannya, baik perikatan itu timbul karena perjanjian maupun
karena undang-undang. 8
Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang dimaksud dengan
debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang
yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. Sedangkan yang dimaksud
dengan debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan.
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang dimaksud dengan kreditor
8 Sutan Remy Sjahdeini. 2004. Hukum Kepailitan, Jakarta: PT Kreatama, hlm. 5
adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang
dapat ditagih di muka pengadilan.
Pada dasarnya, pemberian kredit oleh kreditor kepada debitor dilakukan
karena kreditor percaya bahwa debitor akan mengembalikan pinjamannya itu tepat
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Untuk memantapkan keyakinan kreditor
bahwa debitor akan secara nyata mengembalikan pinjamannya setelah jangka waktu
pinjamannya sampai, maka hukum memberlakukan beberapa asas, asas tersebut
menyangkut jaminan.9 Dengan kata lain yang dimaksud dengan Kreditur adalah
orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat
ditagih di muka pengadilan. Sedangkan yang dimaksud dengan Debitur adalah orang
yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya
dapat ditagih di muka pengadilan. Debitur pailit adalah debitur yang sudah
dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.10
Terdapat dua asas yang penting, yaitu menentukan bahwa apabila debitor
ternyata karena suatu alasan tertentu pada waktunya tidak melunasi utangnya kepada
kreditor maka harta kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun tidak bergerak,
baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi agunan
utangnya yang dapat dijual untuk menjadi sumber pelunasan dari utang itu. Asas ini
tertuang dalam pasal 1131 KUHPerdata. Dalam pasal ini menentukan bahwa harta
kekayaan debitor bukan hanya untuk menjamin kewajiban melunasi utang kepada
kreditor, tetapi juga untuk menjamin segala kewajiban yang timbul dari perikatan
9 Ibid, hlm. 6.
10 Andrian Sutedi, 2009, Hukum Kepailitan, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal.32
debitor.11
Dalam prakteknya, debitor tidak hanya terikat hanya dengan satu kreditor
saja tetapi juga bisa terikat dengan beberapa kreditor lainnya pada waktu yang
bersamaan. Oleh karena itu, dalam pasal 1131 KUHPerdata menentukan bahwa
semua harta kekayaan debitor menjadi agunan bagi pelaksanaan kewajiban debitor
bukan hanya kepada kreditor tertentu saja tetapi juga kepada semua kreditor lainnya.
Mengenai pembagian pelunasan utang debitor kepada beberapa kreditor telah
diatur di dalam pasal 1132 KUHPerdata. Pasal ini menyatakan kebendaan tersebut
menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan kepadanya,
pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu
menurut perbandingan besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila
diantara berpiutang itu ada alasan yang sah untuk didahulukan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa terdapat
beberapa macam kreditor yang menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
terbagi atas 3 kelompok, yaitu:12
1. Kreditor Konkuren
Kreditor yang dikenal juga dengan istilah kreditor bersaing. Kreditor
konkuren memiliki kedudukan yang sama dan berhak memperoleh hasil
penjualan harta kekayaan debitor, baik yang telah ada maupun yang akan ada
dikemudian hari, setelah sebelumnya dikurangi dengan kewajiban membayar
piutang kepada para kreditor pemegang hak jaminan dan para kreditor pemegang
hak istimewa secara proporsional menurut perbandingan besarnya piutang
11
Ibid, hlm. 7. 12
Imran Nating. 2004. Peranan Dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan
Harta Pailit, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 48.
masing-masing kreditor konkuren tersebut (berbagi secara pari passu prorate
parte).
2. Kreditor Preferen/Istimewa
Kreditor istimewa adalah kreditor yang karena sifat piutangnya mempunyai
kedudukan istimewa dan mendapat hak untuk memperoleh pelunasan lebih
dahulu dari penjualan harta pailit. Kreditor istimewa berada di bawah pemegang
hak tanggungan dan gadai. Pasal 1133 KUHPerdata mengatakan bahwa hak untuk
didahulukan di antara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa dari gadai
dan hipotik.
Dijelaskan lebih lanjut maksud dari hak istimewa dalam pasal 1134
KUHPerdata adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada
seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang
lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan hipotik adalah
lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana oleh
undang-undang ditentukan sebaliknya.
3. Kreditor Separatis
Kreditor separatis adalah kreditor pemegang hak jaminan kebendaan, yang
dapat bertindak sendiri. Golongan kreditor ini tidak terkena akibat putusan
pernyataan pailit debitur, artinya hak-hak esksekusi mereka tetap dijalankan
seperti tidak ada kepailitan debitur. 13
Kreditor golongan ini dapat menjual sendiri barang-barang yang menjadi
jaminan, seolah-olah tidak ada kepailitan. Dari hasil penjualan tersebut, mereka
13
Imran Nating, dalam Elijana Tansah. 2000. Kapita Selekta Hukum Kepailitan. Makalah,
disampaikan dalam Pendidikan Singkat Hukum Perusahaan, Jakarta, hlm. 9.
mengambil sebesar piutangnya, sedangkan bila ada sisanya disetorkan ke kas
kurator sebagai boedel pailit. Sebaliknya, bila ternyata hasil penjualan tersebut
tidak mencukupi, kreditor tersebut untuk tagihan yang belum terbayar dapat
memasukkan kekurangannya sebagai kreditor bersaing (concurrent).14
Yang dimaksud dengan kreditor separatis adalah kreditor pemegang hak
jaminan kebendaan. Hak jaminan kebendaan yang dimiliki oleh kreditor pemegang
jaminan kebendaan tersebut memberikan kewenangan bagi para kreditor tersebut
untuk menjual secara lelang kebendaan yang dijaminkan kepadanya dan untuk
selanjutnya memperoleh pelunasan secara mendahulu dari kreditor-kreditor lainnya
dari hasil penjualan kebendaan yang dijaminkan kepadanya tersebut.15
Dikatakan separatis yang berkonotasi pemisahan karena kedudukan
kreditor tersebut memang dipisahkan dari kreditor lainnya, dalam arti dia dapat
menjual dan mengambil sendiri dari hasil penjualan yang terpisah dengan harta pailit
umumnya. Dengan adanya kata seolah-olah dalam pasal 55 ayat (1)
Undang-Undang Kepailitan, maka harta separatis tersebut tetap masuk dalam harta
budel pailit meskipun dipisahkan dengan harta pailit lainnya.16
Dalam hal mengeksekusi jaminan utang, kreditor separatis dapat menjual dan
mengambil hasil penjualan jaminan utang tersebut seolah-olah tidak terjadi
kepailitan. Bahkan jika diperkirakan hasil penjualan jaminan utang tersebut tidak
mencukupi untuk menutupi masing-masing seluruhnya utangnya, kreditor separatis
dapat memintakan agar kekurangannya tersebut diperhitungkan sebagai kreditor
konkuren. Sebaliknya, apabila hasil penjualan asset tersebut melebihi
utang-utangnya, plus bunga setelah pernyataan pailit (pasal 134 ayat (3)
Undang-Undang Kepailitan apabila bunga yang bersangkutan tidak dapat dilunasi
dengan hasil penjualan benda yang menjadi agunan, kreditor yang bersangkutan
tidak dapat melaksanakan haknya yang timbul dari pencocokan piutang), serta
14
Imran Nating, dalam Erman Rajagukguk. 2001. Latar Belakang dan Ruang Lingkup UU Nomor 4
Tahun 1998 tentang Kepailitan, dalam Rudy A. Lontoh, Bandung: Alumni, hlm. 192. 15
Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja. 2004. Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, hlm. 199. 16
Op Cit, hlm. 97.
ongkos-ongkos dan utang (pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan), kelebihan
tersebut haruslah diserahkan kepada pihak debitor.17
E. HAK-HAK JAMINAN KEBENDAAN KREDITOR SEPARATIS
Hak-hak jaminan kebendaan yang memberikan hak menjual sendiri secara
lelang dan untuk memperoleh pelunasan secara mendahulu yang didapatkan oleh
kreditor separatis adalah:18
1. Gadai yang diatur dalam Bab XX Buku III Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata untuk kebendaan bergerak, dengan cara melepaskan kebendaan yang
dijaminkan tersebut dari penguasaan pihak yang memberikan jaminan kebendaan
berupa gadai tersebut;
2. Hipotek yang diatur dalam Bab XXI Buku III Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, yang menurut pasal 314 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang berlaku
untuk kapal laut-kapal laut yang memiliki ukuran sekurang-kurangnya dua puluh
meter kubik dan didaftar di Syahbandar Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Departemen Perhubungan, sehingga memiliki kebangsaan sebagai kapal
Indonesia dan diperlakukan sebagai benda tidak bergerak. Sedangkan yang tidak
terdaftar dianggap sebagai benda bergerak, sehingga berlaku ketentuan pasal 1977
KUHPerdata yang berbunyi terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga,
maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barang siapa
yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya.
3. Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 yang mengatur mengenai penjaminan atas hak-hak atas tanah tertentu
berikut kebendaan yang dianggap melekat dan diperuntukkan untuk dipergunakan
secara bersama-sama dengan bidang tanah yang diatasnya terdapat hak-hak atas
tanah yang dapat dijaminkan dengan hak tanggungan. Ada beberapa unsur pokok
dari hak tanggungan yang termuat dalam definisi di atas, unsur-unsur pokok
tersebut ialah:
17
Ibid, hlm. 97. 18
Katini Muljadi & Gunawan Widjaja, op cit, hlm. 199.
(i). Hak tanggungan adalah hak jaminan pelunasan utang;
(ii). Objek hak tanggungan adalah hak atas tanah sesuai dengan UUPA;
(iii).Hak tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi
dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu;
(iv). Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu;
(v). Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lainnya.19
4. Jaminan Fidusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia. Undang-Undang Fidusia tidak memberikan rumusan
positif mengenai kebendaan yang dijaminkan secara fidusia. Pasal 3
Undang-Undang Jaminan Fidusia, menetapkan bahwa jaminan fidusia tidak
berlaku terhadap:
(i). Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang
peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas
benda-benda tersebut wajib didaftar. Namun demikian, bangunan di atas
tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani hak tanggungan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dapat
dijadikan objek jaminan fidusia;
(ii). Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20M kubik atau
lebih;
(iii). Hipotek atas pesawat terbang; dan
(iv). Gadai.
Maka jelas bahwa jaminan fidusia meliputi seluruh kebendaan yang tidak
dapat dijaminkan dengan tiga jenis kebendaan tersebut di atas. Dengan demikian,
antara fidusia dan hak tanggungan, hipotek, dan gadai tidak akan berbenturan karena
sudah memiliki batasannya sendiri-sendiri.
Jika terdapat kreditor yang diistimewakan yang kedudukannya lebih tinggi
dari kedudukan kreditor separatis, kurator atau kreditor diistimewakan tersebut
19
Imran Nating, dalam Sutan Remy Sjahdeni. 1999. Hak Tanggungan Asas-Asas,
Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Bandung: Alumni, hlm.
11.
bahkan dapat meminta seluruh haknya secara penuh dari kreditor separatis yang
diambil dari hasil penjualan asset jaminan utang, baik jika dijual oleh kreditor
separatis sendiri ataupun jika dijual oleh kurator (pasal 60 ayat (2) Undang-Undang
Kepailitan).20
F. PENANGGUHAN EKSEKUSI JAMINAN UTANG
Penangguhan hak kreditor separatis atas eksekusi jaminan utang dalam
hukum kepailitan disebut juga dengan stay. Yang dimaksud dengan penangguhan
hak kreditor separatis atas eksekusi jaminan utang dalam proses kepailitan adalah
penangguhan hak yang dimiliki oleh kreditor separatis untuk mengeksekusi sendiri
jaminan utang debitor. Dengan demikian, kreditor separatis berada dalam keadaan
menunggu untuk suatu masa tertentu. Apabila masa itu sudah dilampaui, maka
kreditor separatis tersebut baru dibolehkan untuk mengeksekusi jaminan utangnya.21
Dalam pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dinyatakan bahwa hak
eksekusi kreditor separatis ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90
(Sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pailit diucapkan. Penangguhan hak
eksekusi kreditor separatis ini bertujuan untuk:
1. untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian;
2. untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit;
3. untuk memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal.22
Filosofi penangguhan ini ini adalah bahwa dalam praktik sering sekali para
pemegang hak jaminan akan menjual benda jaminannya dengan harga jual yang
cepat, di mana harga jual cepat adalah harga yang dibawah pasar. Strategi penjualan
cepat dengan harga cepat ini adalah hanya demi memenuhi kepentingan kreditor
pemegang jaminan kebendaan saja. Sedangkan jika ditangguhkan selama 90 hari
tersebut memberikan kesempatan pada kurator untuk memperoleh harga yang layak
dan bahkan harga yang terbaik. Hal ini karena pada dasarnya pemegang jaminan
memiliki hak preferensi atas benda jaminan sampai senilai piutangnya terhadap
20
Munir Fuady. 2010. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
hlm. 107. 21
Analisa Y. 2007. Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Alternatif
Penyelesaian Utang Piutang), Palembang: Unsri, hlm. 117. 22
Ibid.
debitor, sehingga jika nilai likuidasi benda jaminan melebihi nilai piutang kreditor,
maka sisa nilai likuidasi benda jaminan harus dikembalikan kepada debitor. Dalam
konteks kepailitan, maka jika terdapat nilai sisa likuidasi benda jaminan tersebut,
maka sisa tersebut dimasukkan ke dalam budel pailit. Pengaturan yang demikian ini
akan memberikan perlindungan hukum baik terhadap debitor pailit maupun kepada
kreditor lainnya, sementara kreditor separatis sama sekali tidak dirugikan.23
Makna lainnya dari ketentuan hak tangguh ini adalah bahwa kurator berdiri
di atas kepentingan semua pihak. Kurator hanya berpihak pada hukum, sehingga jika
likuidasi benda jaminan dilakukan oleh kurator, maka diharapkan tidak akan
merugikan semua pihak. Ditambah lagi, kurator berada di bawah pengawasan dari
hakim pengawas.24
Selama berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum
untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang
badan peradilan, dan kurator dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas
benda yang menjadi jaminan utang tersebut.25
Tidak pada semua kreditor separatis berlaku penangguhan kewajiban
pembayaran utang tersebut. Hukum tentang penangguhan kewajiban pembayaran
utang tersebut mengenal pula perkecualian, yaitu sebagai berikut:
1. penangguhan eksekusi tidak berlaku terhadap tagihan kreditor yang dijamin
dengan uang tunai, misalnya gadai deposito; dan
2. penangguhan eksekusi tidak berlaku bagi hak kreditor untuk perjumpakan
utang.26
Selama jangka waktu penangguhan, berdasarkan pasal 56 ayat (3)
Undang-Undang Kepailitan, kurator dapat menggunakan harta pailit berupa benda
tidak bergerak maupun benda bergerak atau menjual harta pailit yang berupa benda
bergerak yang berada dalam pengawasan kurator dalam rangka kelangsungan usaha
debitor, dalam hal telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan
23
Hadi Shubhan. 2009. Hukum Kepailitan: Prinsip Norma dan Praktek di Peradilan, Jakarta:
Kencana, hlm. 199. 24
Ibid. 25
Analisa Y. Op Cit. 26
Ibid, hlm 96.
kreditor.27
Yang dimaksud dengan perlindungan yang wajar adalah perlindungan yang
perlu diberikan untuk melindungi kepentingan kreditor atau pihak ketiga yang
haknya ditangguhkan. Dengan pengalihan harta pailit ini, hak kebendaan tersebut
dianggap berakhir demi hukum. Perlindungan yang dimaksud antara lain:
1. ganti rugi atas terjadinya penurunan nilai harta pailit;
2. hasil penjualan bersih;
3. hak kebendaan pengganti; atau
4. imbalan yang wajar dan adil serta pembayaran tunai (utang yang dijamin)
lainnya.28
Perlindungan yang wajar oleh kurator tersebut harus diberikan asalkan
barang tersebut berada di dalam kekuasaan kurator, diberikan dalam dua hal sebagai
berikut:
1. Apabila hakim pengawas menolak untuk mengangkat atau mengubah persyaratan
penangguhan;
2. Apabila kurator ingin menggunakan atau menjual jaminan utang untuk
kelangsungan usaha debitor.29
Harta pailit yang dijual oleh kurator terbatas pada barang persediaan
(inventory) dan/atau benda bergerak (current assets), meskipun harta pailit tersebut
dibebani dengan hak agunan atas kebendaan.30
Menurut pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, jangka waktu
penangguhan hak kreditor separatis untuk mengeksekusi sendiri jaminan utang
debitor berakhir demi hukum pada saat kepailitan diakhiri lebih cepat atau pada saat
dimulainya keadaan insolvensi (pemberesan) sebagaimana diatur dalam pasal 178
ayat (1) Undang-Undang Kepailitan jika dalam rapat pencocokan piutang tidak
ditawarkan rencana perdamaian, rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima,
atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh
27
ibid, hlm. 118. 28
Ibid. 29
Ibid, hlm. 122. 30
Ibid, hlm. 118
kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolvensi.31
Kreditor separatis atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan, berdasarkan
pasal 57 ayat (2) sampai dengan ayat (6) Undang-Undang Kepailitan, dapat
mengajukan permohonan kepada kurator untuk mengangkat penangguhan atau
mengubah syarat penangguhan tersebut. Apabila kurator menolak permohonan
tersebut, maka kreditor dapat mengajukan permohonan kepada hakim pengawas.
Dalam waktu paling lambat 1 (satu) hari setelah permohonan diterima, hakim
pengawas berkewajiban memerintahkan kurator untuk memanggil kreditor guna
didengar alasannya pada sidang pemeriksaan atas permohonan tersebut. Hakim
pengawas wajib memberikan penetapan hasil permohonan setelah 10 (sepuluh) hari
permohonan tersebut diterima. Dalam memutuskan permohonan tersebut, hakim
pengawas mempertimbangkan:
1. lamanya jangka waktu penangguhan yang sudah berlangsung;
2. perlindungan kepentingan kreditor dan pihak ketiga dimaksud;
3. kemungkinan terjadinya perdamaian; dan
4. dampak penangguhan tersebut atas kelangsungan usaha dan manajemen usaha
debitor serta pemberesan harta pailit.32
Penetapan hakim pengawas atas permohonan tersebut, berdasarkan pasal 58
Undang-Undang Kepailitan, dapat berupa diangkatnya penangguhan untuk satu atau
lebih kurator, dan/atau menetapkan persyaratan tentang lamanya waktu penangguhan,
dan/atau tentang satu atau beberapa agunan yang dapat dieksekusi oleh kreditor
separatis.33
Apabila hakim pengawas menolak maka hakim wajib memerintahkan agar
kurator memberikan perlindungan yang dianggap wajar untuk melindungi
kepentingan pemohon. Terhadap penetapan hakim pengawas, pihak yang
mengajukan permohonan dapat mengajukan perlawanan kepada Pengadilan Niaga.
Terhadap putusan pengadilan tentang pengabulan atau penolakan perlawanan
tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum apapun, termasuk Peninjauan Kembali.34
31
Ibid. 32
Ibid, hlm. 119. 33
Ibid. 34
Ibid, hlm. 120.
G. PROSES ATAS EKSEKUSI KREDITOR SEPARATIS
Dengan tetap memperhatikan pasal 56, pasal 57, dan pasal 58
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, kreditor separatis harus melaksanakan haknya untuk
mengeksekusi sendiri jaminan utang debitor berdasarkan pasal 59 Undang-Undang
Kepailitan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya
keadaan insolvensi (pemberesan) sebagaimana dimaksud dalam pasal 178 ayat (1)
Undang-Undang Kepailitan.35
Setelah lewat jangka waktu tersebut, kurator harus menuntut diserahkannya
benda yang menjadi jaminan untuk selanjutnya dijual sesuai dengan cara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 158 Undang-Undang Kepailitan, tanpa
mengurangi hak kreditor separatis atas hasil penjualan jaminan tersebut. Selanjutnya,
setiap waktu kurator dapat membebaskan benda yang menjadi jaminan dengan
membayar jumlah terkecil antara harga pasar benda jaminan dan jumlah utang yang
dijamin dengan benda jaminan tersebut kepada kreditor separatis yang bersangkutan.
Jumlah terkecil adalah jumlah terkecil antara harga pasar benda jaminan
dibandingkan dengan besarnya jumlah utang yang dijamin dengan benda jaminan.36
Sesuai dengan pasal 60 Undang-Undang Kepailitan, kreditor separatis yang
melaksanakan haknya, wajib memberikan pertanggungjawaban kepada kurator
tentang hasil penjualan benda yang menjadi jaminan dan menyerahkan sisa hasil
penjualan setelah dikurangi jumlah utang, bunga, dan biaya kepada kurator. Atas
tuntutan kurator atau kreditor yang diistimewakan yang tingkatannya di atas tingkat
kreditor separatis, vide pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata, maka kreditor separatis
wajib menyerahkan hasil penjualan harta jaminan utang tersebut untuk jumlah sama
dengan piutang yang diistimewakan tersebut. Dalam hasil penjualan, jaminan utang
debitor pailit tidak mencukupi untuk melunasi utang yang bersangkutan, maka
berdasarkan pasal 60 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan, kreditor separatis dapat
mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut dari harta pailit sebagai
35
Ibid. 36
Analisa Y. Ibid, hlm 120.
kreditor konkuren, setelah mengajukan permintaan pencocokan piutang.37
Dalam masa kepailitan, kewenangan kreditor separatis untuk mengeksekusi
atau menjual harta jaminan utang, yakni dalam masa:
1. Sebelum jatuhnya putusan pailit (kecuali dilakukan sita jaminan);
2. Setelah berakhirnya stay (penangguhan eksekusi) sampai dengan insolvensi
(pemberesan);
3. Selama 2 (dua) bulan sejak insolvensi.38
H. PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN UTANG
Pihak yang berwenang untuk mengeksekusi jaminan hutang bisa kreditor
separatis sendiri dan bisa juga pihak kurator. Hak ini bergantung pada hubungan
asset dengan kreditor (dijaminkan atau tidak) dengan bergantung pada waktu kapan
eksekusi dilaksanakan.39
Cara penjualan asset pada prinsipnya dilakukan dengan mengajukan lelang di
kantor lelang, sesuai dengan pasal 185 ayat (1) Undang-Undang kepailitan semua
benda harus dijual di muka umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan.
Akan tetapi, penjualan harta pailit dapat juga dilakukan secara di bawah
tangan dengan syarat untuk perbuatan tersebut telah mendapatkan izin dari hakim
pengawas, sesuai dengan pasal 185 ayat (2) Undang-Undang kepailitan dalam hal
penjualan di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai maka
penjualan di bawah tangan dapat dilakukan dengan izin hakim pengawas.
Hal ini tentunya dilakukan oleh kurator apabila kurator yakin bahwa
penjualan dengan cara di bawah tangan atau penjualan langsung (tanpa campur
tangan kantor lelang) akan menghasilkan yang lebih baik antara lain karena dapat
menghemat biaya lelang.40
37
Ibid. 38
Ibid, hlm. 121. 39
Ibid, hlm. 122. 40
Ibid.
Kurator adalah Balai Harta peninggalan atau orang perorangan yang diangkat
oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah
pengawasan hakim pengawas sesuai dengan undang-undang ini. Pengadilan adalah
Pengadilan Niaga dalam Lingkungan peradilan umum. Hakim pengawas adalah
hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan
kewajiban pembayaran utang.41
Pengadilan Niaga merupakan bagian khusus dari Undang-Undang kepailitan,
yaitu pengadilan yang khusus memeriksa dan memutuskan perkara- perkara di
bidang perniagaan dan pemeriksaan perkara kepailitan. Perkara kepailitan diperiksa
oleh hakim majelis, baik untuk tingkat pertama maupun untutk tingkat kasasi.
Hakim pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh hakim pengadilan niaga
untuk mengawasi pelaksanaan pemberesan harta pailit.
Sedangkan untuk Permohonan pernyataan pailit, pihak-pihak yang dapat
mengajukan permohonan pernyataan pailit antara lain sebagai berikut:42
a. Permohonan Kepailitan oleh Debitur
Undang-Undang memungkinkan seseorang debitur untuk mengajukan
permohonan pernyataan pailit atas dirinya sendiri, jika debitur masih terikat
dalam pernikahan yang sah, permohonan hanya dapat diajukan atas
persetujuan suami atau isteri yang menjadi pasangannya.
b. Permohonan Kepailitan oleh Kreditur
41
Man S. Sastrawidjaja, 2006, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Bandung: Alumni, hal. 141 42
Jono, Op.cit, hlm: 12-13. Lihat juga Munir Fuady, 2005, Hukum Pailit: Dalam Teori dan
Praktek, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal.35
Sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 UUK PKPU, kreditur yang dapat mengajukan
permohonan pernyataan pailit terhadap debiturnya adalah kreditur konkuren,
kreditur preferen ataupun kreditur separatis.
c. Permohonan Kepailitan oleh Kejaksaan
Permohonan pailit terhadap debitur juga dapat diajukan oleh kejaksaan demi
kepentingan umum yaitu kepentingan bangsa dan negara dan/atau
kepentingan masyarakat luas.
d. Permohonan Kepailitan oleh Bank Indonesia
Permohonan pernyataan pailit terhadap bank hanya dapat diajukan oleh Bank
Indonesia berdasarkan penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan
secara keseluruhan.
e. Permohonan Kepailitan oleh Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam
Permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan efek, bursa efek, lembaga
kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, hanya
dapat diajukan oleh Bapepam.
f. Permohonan Kepailitan oleh Menteri Keuangan
Permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi, perusahaan
reasuransi, dana pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
bergerak di bidang kepentingan public hanya dapat diajukan oleh Menteri
Keuangan, dengan maksud untuk membangun tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap usaha-usaha tersebut. Kewenangan ini yang hanya
diberikan kepada menteri keuangan, didasarkan pengalaman sebelumnya,
yaitu banyak perusahaan asuransi yang dimintakan pailit oleh kreditur secara
pribadi.
1. Proses Kepailitan
Banyak hal baru mengenai prosedur kepailitan dalam UUK PKPU, salah satunya
adalah diberikannya time frame untuk jangka waktu yang relative singkat dan
terperinci untuk setiap langkah dalam mata rantai proses permohonan kepailitan.
Tata cara permohonan keputusan pernyataan apailit sampai dengan peilitnya debitor
ditempuh dengan suatu time frame yang singkat. Akan tetapi setelah putusan, proses
kepailitan dan pemberesannya boleh dikatakan tidak memiliki batas waktu
maksimum.
Berikut dijelaskan prosedur pelaksanaan kepailitan sebagaimana yang ditetapkan
oleh undang-undang:
a. Permohonan pernyataan pailit dan pendaftarannya kepada pengadilan melalui
panitera pengadilan negeri, vide Pasal 6 ayat (1) dan (2).
b. Panitera menyampaikan permohonan persyaratan pailit kepada ketua
pengadilan negeri (2 hari setelah pendaftaran), vide Pasal 6 ayat (4).
c. Pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hasil siding (3 hari
setelah pendaftaran), vide Pasal 6 ayat (5).
d. Pemanggilan siding (7 hari sebelum siding pertama), vide Pasal 8 ayat (2).
e. Sidang dilaksanakan (20 hari sejak pendaftaran), vide pasal 6 ayat (6).
f. Sidang dapat ditunda jika memenuhi persyaratan (25 hari setelah
pendaftaran), vide Pasal 6 ayat (7).
g. Putusan permohonan pailit (60 hari setelah didaftarkan), vide Pasal 8 ayat
(5).
h. Penyampaian salinan putusan kepada pihak yang berkepentingan (3 hari
setelah utusan), vide Pasal 9.
i. Pengajuan dan pendaftaran permohonan kasasi dan memori kasasi kepada
panitera pengadilan negeri, vide Pasal 11 ayat (2) juncto Pasal 12 ayat (1).
j. Paniter pengadilan negeri mengirimkan permohonan kasasi dan memori
kasasi kepada pihak terkasasi (2 hari setelah pendaftaran permohonan
kasasi), vide Pasal 12 ayat (2).
k. Pihak terkasasi menyampaikan kontra memori kasasi kepada pihak panitera
pengadilan negeri (7 hari sejak pihak terkasasi menerima dokumen kasasi).
l. Panitera pengadilan negeri menyampaikan kontra memori kasasi kepada
pemohon kasasi (2 hari setelah kontra memori kasasi diterima), vide Pasal 12
ayat (3).
m. Panitera pengadilan negeri menyampaikan berkas kasasi kepada Mahkamah
Agung (14 hari) setelah pendaftrana permohonan kasasi), vide Pasal 13.
n. Mahkamah Agung memperlajari dan menetapkan hari sidang untuk kasasi (2
hari setelah permohonan kasasi diterima Mahkamah Agung), vide Pasal 13
ayat (1).
o. Sidang pemeriksaan permohonan kasasi (20 hari setelah tanggal permohonan
kasasi diterima oleh Mahkamah Agung), vide Pasal 13 ayat (2).
p. Putusan kasasi (60 hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah
Agung), vide Pasal 13 ayat (3).
q. Penyampaian putusan kasasi oleh panitera Mahkamah Agung kepada
panitera pengadilan negeri (3 hari setelah putusan kasasi diucapkan), vide
Pasal 13 ayat (6).
r. Juru sita pengadilan negeri menyampaikan salinan putusan kasasi kepada
pemohon, termohon kasasi, curator dan hakim pengawas (2 hari setelah
putusan kasasi diterima), vide Pasal 13 ayat (7).
s. Pengajuan peninjuan kembali dan pendaftarannya beserta bukti pendukung
ke panitera pengadilan negeri dan pengajuan salinan permohonan peninjauan
kembali dan salinan bukti pendukung keada termohon peninjauan kembali
(30 hari setelah putusan berkekuatan hokum tetap dangan alasan dalam Pasal
295 ayat (2b) atau 180 hari setelah tanggal berkekuatan hokum tetap dengan
alasan dalam Pasal 295 ayat (2a)), vide Pasal 295 ayat (1) dan (2) juncto
Pasal 297 ayat (1).
t. Penyampaian permohonan peninjauan kembalo kepada panitera mahkamah
agung (2 hari setelah pendaftaran permohonan peninjauan kembali), vide
Pasal 296 ayat (5),
u. Penyampaian salinan permohonan peninjauan kembali berikut bukti
pendukung oleh panitera pengadilan negeri kepada pemohon peninjauan
kembali, vide Pasal 297 ayat (2).
v. Pengajuan jawaban terhadap permohonan peninjauan kembali oleh termohon
peninjauan kembali (10 hari setelah pendaftaran permohonan peninjauan
kembali), vide Pasal 297 ayat (3).
w. Penyampaian jawaban termohon peninjauan kembali kepada panitera
Mahkamah Agung oleh Panitera pengadilan negeri (12 hari setelah
pendaftaran jawaban), vide Pasal 297 ayat (4).
x. Pemeriksaan dan pmeberian keputusan Mahkamah Agung terhadap
peninjauan kembali (30 hari setelah permohonan peninjauan kembali
diterima panitera Mahkamah Agung), vide Pasal 298 ayat (1).
y. Penyampaian salinan putusan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung
kepada para pihak (32 hari setelah permohonan peninjauan kembali diterima
panitera Mahkamah Agung), vide Pasal 298 ayat (3).
2. Akibat Hukum Kepailitan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dengan pailitnya debitor,
banyak akibat yuridis yang muncul oleh undang-undang. Akibat kepailitan tersebut
antara lain sebagai berikut:
a. Akibat hukum terhadap diri pribadi debitor
Sejak saat keputusan pernyataan pailit oleh hakim pengadilan niaga, maka
debitor kehilangan hak menguasai dan mengurusi harta kekayaannya. Namun
debitor tidak serta merta kehilangan hak milik atas benda yang telah
dinyatakan sebagai harta pailit. Hak mengurusi dan menguasai harta beralih
kepada kurator sebagai subjek yang ditunjuk oleh pengadilan. (Pasal 24 UUK
PKPU).
b. Akibat hukum terhadap harta kekayaan debitor
Terhadap harta kekayaan debitor diletakkan sita umum untuk seluruhnya
baik yang tergolong sebagai benda bergerak, benda tidak bergerak, benda
berwujud dan benda tidak berwujud, benda yang ada maupun benda yang
akan ada. Harta tersebut berada dalam kekuasaan curator. Hal ini
dikarenakan debitor pailit tidak mampu membayar hutang, sehingga debitor
dicabut haknya oleh undang-undang karena dianggap tidak cakap
(onbevoeg).
Menurut Pasal 22 UUK PKPU, terdapat pengecualian. Hal ini ditujukan
untuk memberikan jaminan hidup sehari-hari dan untuk melindungi hak asasi
debitor pailit, maka kepailitannya tidak berakibat terhadap:
1) Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor
pailit sehubungan dengan pekerjaannya berikut perlengkapannya.
2) Alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan debitor pailit.
3) Tempat tidur dan perlengkapannya serta bahan makanan untuk 30 hari
bagi debitor pailit dan keluarganya.
4) Segala sesuatu yang diperoleh debitor pailit dari pekerjaannya. Seperti
upah, uang pension dan uang tunjangan.
5) Uang yang diberikan kepada debitor pailit untuk memenuhi nafkah
menurut undang-undang.
c. Akibat hukum terhadap perjanjian debitor
Semua perjanjian pengalihan hak atas tanah, balik nama kapal, pembebanan
hak tanggungan, hipotek, atau jaminan fidusia yang telah diperjanjikan
terlebih dahulu, tidak dapat dilaksanakan. Apabila ada perjanjian penyerahan
benda dagangan dengan suatu jangka waktu tertentu, dan pihak yang
menyerahkan dinyatakan pailit, maka perjanjian penyerahannya haus.
Perjanjian sewa-menyewa yang dilakukan oleh debitor dapat dihentikan
Kurator maupun yang menyewakan benda. Dan Pekerja pada debitor pailit
juga dapat memutuskan hubungan kerjanya
3. Berakhirnya Kepailitan
Ada beberapa macam cara berkahirnya suatu kepailitan, yaitu sebagai
berikut:
a. Tercapainya Perdamaian
Dalam hal dicapainya perdamaian antara kreditor dan debitor berarti telah
ada keseakatan di antara para pihak tentang cara penyelesaian/ pembagian
harta pailit, namun persetujuan rencana perdamaian tersebut perlu disahkan
oleh Pengadilan Niaga dalam siding Homologasi. Apabila pengadilan niaga
menolak pengesahan perdamaian karena alasan yang disebutkan dalam
undang-undang, maka pihak-pihak yang keberatan dapat mengajukan kasasi.
Setelah putusan perdamaian diterima dan mempunyai kekuatan hokum yang
tetap, maka proses kepailitan berakhir, (vide Pasal 166 UUK PKPU).
b. Kepailitan berakhir setelah Insolvensi
Dari ketentuan Pasal 56 ayat (1), Pasal 57 ayat (1) juncto Pasal 179 ayat (1),
dapat disimpulkan bahwa ekseskusi terhadap harta pailit dapat dilakasanakan
lebih cepat dengan terjadinya keadaan insolvensi. Insolvensi terjadi (demi
hukum) jika tidak terjadi perdamaian dan debitor dalam keadaan tidak
mampu untuk membayar. Untuk memperjelas proses kepailitan mulai dari
jatuhnya putusan pailit tingkat pertama, penangguhan sampai dilakukannya
proses rehabilitasi.
c. Kepailitan dicabut atas anjuran hakim pengawas
Kepailitan dicabut atas anjuran hakim pengawas dengan mempertimbangkan
kepada keadaan harta pailit, dan bila ada panitia kreditor setelah mendengar
panitia kreditor tersebut atau setelah mendengar dan memanggil debitor pailit
itu dengan sah. Pencabutan dapat dikarenakan alasan bahwa harta pailit tidak
cukup untuk membayar biaya kepailitan, vide pasal 18 ayat (1).
d. Kepailitan berakhir jika putusan pailit dibatalkan di tingkat kasasi atau
peninjauan kembali.
Putusan pailit oleh Pengadilan niaga (tingkat pertama) berlaku serta merta
(Pasal 8 ayat (5)). Dengan demikian sejak saat putusan pailit diucapkan status
debitor sudah dalam keadaan pailit, akan tetapi jika dalam tingkat kasasi atau
peninjauan kembali putusan pailit tersebut ditolak, maka status kepailitan
debitor berakhir. Akan tetapi jika pailit bagi debitor telah berakhir dengan
cara seperti ini, tetap sah segala perbuatan yang telah dilakukan curator
sebelumnya sebelum curator menerima pemberitahuan tentang putusan
pembatalan dari Mahkamah Agung (Pasal 16 UUK PKPU).
BAB TENTANG
KURATOR
Menurut UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (UU PKPU), Kurator adalah profesional yang diangkat oleh
Pengadilan Niaga untuk melakukan pengurusan dan pemberesan.43
Maksud
pengurusan di sini yaitu mencatat, menemukan, mempertahankan nilai,
mengamankan, dan membereskan harta dengan cara dijual melalui lelang.
Menghitung aset perusahaan pailit adalah salah satu tugas Kurator. Untuk itu,
Kurator harus memahami betul cara membaca laporan keuangan perusahaan agar bisa
mendapatkan informasi tentang harta yang menjadi kewenangannya tersebut.
Dalam menjalankan profesinya, kurator atau pengurus harus senantiasa
mengindahkan, mematuhi dan menjalankan Standar Profesi ini. Standar Profesi ini
memuat ketentuan-ketentuan umum yang bertujuan untuk menjadi pedoman dalam
menjamin kualitas dan profesionalisme pekerjaan kurator atau pengurus dan arahan
atau pedoman bagi AKPI untuk mengawasi serta menilai hasil pekerjaan yang telah
dilakukan kurator atau pengurus. Setiap pelanggaran kurator atau pengurus terhadap
Standar Profesi ini akan ditindak berdasarkan ketentuan dalam Kode Etik.44
Standar Profesi ini terbatas pada aspek profesionalitas dari profesi kurator atau
pengurus, yang berdiri sendiri dan terpisah dari tanggung jawab kurator atau
pengurus yang timbul berdasarkan UU Kepailitan atau peraturan perundangan
lainnya.45
a. Standard Umum
1. Obyektifitas, Independensi
Kurator dan pengurus harus independen, tidak memiliki benturan
kepentingan dengan debitur atau kreditur dan bertindak obyektif.
1.1. Keberadaan dan kelangsungan profesi kurator atau pengurus
bergantung sepenuhnya pada kepercayaan masyarakat pada
43
Pasal 70 Ayat 2 UU No 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran 44
Http://www.Slideshare.Net/zulkifliaschool/7_Kurator 45
Http:// Krediturpailit.Wordpress.com/Standar_Kurator_Pengurus_Indonesia
obyektifitas dan independensi profesi kurator atau pengurus.
Kepercayaan masyarakat atas kredibilitas profesi kurator atau
pengurus akan menurun, atau bahkan hilang, jika terbukti atau
secara wajar patut diduga bahwa kurator atau pengurus telah
kehilangan obyektifitasnya serta independensinya.
1.2. Untuk memelihara obyektifitas dan independennya, dalam
bertindak kurator atau pengurus harus bebas dari pengaruh
siapapun dan apapun serta tidak memiliki benturan kepentingan
dengan pihak manapun yang terlibat dalam kepailitan atau
penundaan pembayaran.
1.3. Kurator atau pengurus dilarang untuk menggunakan atau
memanfaatkan penugasannya untuk kepentingan ekonomis atau
keuntungan lainnya bagi pribadinya (atau imbalan jasanya sebagai
kurator dan pengurus) atau pihak Terafiliasi.46
2. Benturan Kepentingan
Kurator atau pengurus hanya dapat menjalankan tugasnya jika pada
setiap waktu ia tidak memiliki benturan kepentingan dalam penugasan
tersebut.47
3. Kecermatan dan Keseksamaan
3.1. Sebagai seorang profesional, kurator dan pengurus memikul
tanggung jawab untuk mempertahankan tingkat kepercayaan
publik terhadap kualitas jasa profesi yang diberikan oleh profesi
kurator dan pengurus. Untuk itu kurator dan pengurus wajib
mengartikulasikan keahlian profesionalnya secara cermat dan
seksama dengan memperhatikan sepenuhnya UU Kepailitan dan
peraturan pelaksananya serta Standar Profesi ini.
3.2. Yang dimaksud dengan kecermatan dan keseksamaan
menyangkut segala sesuatu yang dikerjakan oleh kurator dan
pengurus dalam melaksanakan penugasan di lapangan maupun
46
Ibid 47
Http://hernathesis.multiply.com/reviews/item/24?&show.interstitial=I&u=%2Freviews%Fite
m
dalam memberikan laporan mengenai hasil penugasannya
tersebut. Kurator dan pengurus harus secara kritis mencermati
bahwa setiap langkah yang diambil dalam rangka pelaksanaan
penugasannya memiliki dasar yang kuat sesuai dengan UU
Kepailitan dan peraturan pelaksananya serta telah menempuh
prasedur Standar Poafesi ini, begitu juga dalam hal penyajian
laporannya.48
4. Kerahasiaan, Transparansi
Kurator bertindak secara transparan di hadapan para pihak yang terlibat
dalam penugasannya.
4.1. Pada dasarnya Kurator wajib bertindak secara transparan di
hadapan para pihak yang terlibat dalam penugasannya. Kurator
juga wajib memberikan informasi material secara seimbang
kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses kepailitan.
4.2. Terlepas dari kewajiban transparansi tersebut, pada beberapa
masalah tertentu yang tidak tisebut secara eksplisit oleh
Undang-undang maka Kurator tetap wajib mempertahankan
kerahasiaan hal-hal yang berkaitan dengan penugasannya. Kecuali
untuk alasan tersebut di bawah ini, tanpa persetujuan terlebih
dahulu dari debitur. Kurator atau pengurus tidak diperbolehkan
untuk menunjukkan dan/atau menyampaikan kepada pihak ketiga
manapun setiap informasi yang bersifat rahasia yang
diperolehnyadalam rangka pelaksanaan tugasnya sebagai kurator
atau pengurus. Kewajiban menjaga kerahasiaan ini dapat
dikecualikan dalam hal informasi tersebut:
a. Merupakan atau telah menjadi informasi yang tersedia bagi
publik yang bukan merupakan akibat dari pelanggaran atas
ketentuan kerahasiaan ini;
b. Diterima dari pihak ketiga yang tidak terikat kewajiban
kerahasiaan atas informasi tersebut;
48
Http://Krediturpailit.wordpress.com/Standar_kurator_pengurus_Indonesia/
c. Berdasarkan hukum atau untuk keputusan pengadilan dan/atau
badan arbitrase yang berwenang, mengharuskan kurator atau
pengurus untuk memberikan informasi tersebut; atau
d. Dokumen dan informasi yang wajib cliberikan kurator dan
pengurus, dokumen dan informasi mana berdasarkan UU
Kepailitan dinyatakan terbuka untuk umum.
4.3. Kurator atau pengurus dilarang menggunakan informasi tersebut
untuk keperluan apapun, kecuali untuk menjalankan tugasnya
dalam kerangka suatu perkara kepailitan atau PKPU sebagai
kurator dan pengurus. Jika memerlukan informasi tersebut untuk
penugasannya yang lain, maka kurator atau pengurus hanya dapat
menggunakannya dengan persetujuan terlebih dahulu dari Hakim
Pengawas dari perkara terdahulu.
5. Syarat Keahlian dan Pendidikan Berkelanjutan
Pengurus dan pemberesan harta pailit serta pengurusan harta debitur
harus dilaksanakan oleh kurator dan pengurus yang memiliki keahlian
khusus yang diperlukan untuk itu.
6. Pendidikan dan Sertifikasi
6.1. Sebagai suatu lernbaga yang rnengatur atau profesi itu sendiri
(Self Regulating Organization) AKPI harus rnernastikan bahwa
anggotanya, kurator dan pengurus, dapat rnelaksanakan tugasnya
dengan berkualitas dan profesiona1. Hal ini sangat rnenentukan
tingkat kepercayaan publik pada profesi kurator dan pengurus.
Untuk itu, AKPI rnenentukan syarat-syarat keahlian yang harus
dirniliki kurator dan pengurus. Derni rnernastikan pernenuhan
syarat keahlian, AKPI rnencanangkan kurikulum pendidikan
untuk keahlian khusus tersebut yang harus dijalani oleh kurator
dan pengurus serta rnengadakan sertifikasi pemenuhan keahlian
tersebut.
6.2. Pendidikan keahlian khusus bagi kurator danpengurus terdiri dari
pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan. Pendidikan dasar dan
ujian sertifikasi kelulusannya menandakan kecukupan keahlian
khusus yang rnendasar untuk memulai profesi sebagai kurator
dan pengurus.
6.3. Sesuai dengan perkernbangan dunia usaha pada urnurnnya, dan
UU Kepailitan dan pelaksanaannya pada khususnya, serta sesuai
dengan kebutuhan anggotanya, AKPI rnenentukan kurikulum
pendidikan lanjutan dari waktu ke waktu beserta mekanisme
pernenuhannya. Kurator dan pengurus wajib mengikuti
pendidikan lanjutan tersebut yang diadakan oleh AKPI atau pihak
lain yang diakreditasi oleh AKPI.
7. Kualifikasi, Kompetensi
Kurator dan pengurus wajib menilai secara jujur kemampuan dan
kapasitas/kualifikasi dirinya sendiri. Seiring dengan perkembangan
dunia usaha, terdapat bidang usaha atau jenis pekerjaan yang cukup
kompleks dan sangat spesifik bidangnya. Kurator dan pengurus wajib
secara jujur menentukan apakah ia memiliki kemampuan dan
kualifikasi atau kompetensi dalam bidang atau pekerjaan tersebut.
Jika kurator dan pengurus menilai dirinya kurang atau tidak memiliki
kemampuan atau kualifikasi atau kompetensi, maka ia wajib meminta
dan mendapatkan bantuan dari pihak lain yang memiliki kualifikasi
atau kompetensi dalam bidang tersebut.
8. Penegakkan Standar Profesi
Setiap pelanggaran Standar Profesi ini akan diperiksa dan diputus
oleh Dewan Kehormatan Profesi sesuai dengan ketentuan dan
prosedur sebagaimana dimaksud dalam Kode Etik dan Standar Profesi
AKPI.49
A. Kedudukan, Wewenang, dan Tanggung Jawab Hukum Kurator dalam
menangani perusahaan yang mengalami kepailitan.
49
Ibid
Putusan pernyataan pailit yang berkaitan dengan undang-undang No. 37
Tahun 2004 diputuskan oleh pengadilan di daerah tempat kedudukan hukum
debitor. Jika debitor telah meninggalkan wilayah RI, pengadilan yang
berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah
pengadilan di daerah tempat kedudukan hukum terakhir debitor.50
Jadi
pengadilan yang berhak adalah pengadilan niaga dalam lingkungan peradilan
umum.
Putusan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu, meskipun terhadap
putusan diajukan suatu upaya hukum.51
Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum
ditetapkan/diucapkan setiap kreditor, kejaksaan, BI, BPPM, atau menteri
keuangan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk:
1. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian/seluruh kekayaan debitor.
2. Menunjuk kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha debitor
dan pembubaran kepada kreditor, pengalihan atau penggunaan kekayaan
debitor dalam kepailitan merupakan wewenang kurator.52
Dengan demikian, dalam putusan pernyataan pailit harus diangkat kurator
dan hakim pengawas yang ditunjuk oleh hakim pengadilan niaga yang
mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh
kurator.53
Dalam melakukan tugas kurator maupun pengurus memiliki satu visi
utama, yaitu mengambil keputusan yang terbaik untuk memaksimalisasikan
nilai harta pailit.
Lebih jauh lagi tugas kurator pengurus dapat dilihat pada job description
dari kurator pengurus, karena setidaknya ada 3 jenis penugasan yang dapat
diberikan kepada kurator pengurus dalam hal proses kepailitan, yaitu:
50
Lihat UU No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang 51
Http://www.Researchgate.Net/Publication/42354187_Peranan_Kurator_Dalam_Pengurusan_
dan Pemberantasan_Harta Pilit 52
Http://www.Slideshere.Net/Zulkifliaschool/7_Kurator 53
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, Jakarta, Mitra Wacana Media
1. Sebagai Kurator sementara
a. Kurator sementara ditunjuk dengan tujuan untuk mencegah
kemungkinan debitur melakukan tindakan yang mungkin dapat
merugikan hartanya, selama jalannya proses beracara pada pengadilan
sebelum debitur dinyatakan pailit. Tugas utama kurator sementara adalah
untuk:
1. Mengawasi pengelolaan usaha debitur; dan
2. Mengawasi pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau pengagunan
kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan kurator
(ps.7 UUK).54
b. Dalam melaksanakan tugasnya, kurator sementara segera berhubungan
dengan debitur atau pengurusnya untuk meminta data atau informasi yang
diperlukan, antara lain:
1. Informasi umum sehubungan dengan tempat, jenis dan skala
kegiatan usaha debitur;
2. Informasi umum keadaan keuangan debitur;
3. Informasi tentang harta debitur, yang setidaknya mencakup
identifikasi seluruh rekening bank dan harta kekayaan penting atau
material lain yang dimiliki atau dikuasai oleh debitur;
4. Informasi tentang kewajiban atau utang debitur, yang setidaknya
mencakup identitifikasi kreditur yang diketahui dan tagihan-tagihan
mereka, dasar tagihan mereka serta jadwal atau rencana
pembayarannya; dan
5. Informasi lain yang diperlukan dalam melaksanakan tugasnya
sebagai kurator sementara.55
Secara umum tugas kurator sementara tidak banyak berbeda dengan
pengurus, namun karena pertimbangan keterbatasan kewenangan dan
efektivitas yang ada pada kurator sementara, maka sampai saat ini sedikit
sekali terjadi penunjukan kurator sementara.
54
Http://Gudangmakalah.blogspot.com/2010/11/tesis_independensi_kurator_dalam.Html 55
Http;//Krediturpailit.wordpress.com/Standar_Kurator_Pengurus_indonesia
2. Sebagai Pengurus
Pengurus ditunjuk dalam hal adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU). Tugas pengurus hanya sebatas menyelenggarakan
pengadministrasian proses PKPU, seperti misalnya melakukan
pengumuman, mengundang rapat-rapat kreditur, ditambah dengan
pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan usaha yang dilakukan oleh
debitur dengan tujuan agar debitur tidak melakukan hal-hal yang mungkin
dapat merugikan hartanya.
Perlu diketahui bahwa dalam PKPU debitur masih memiliki kewenangan
untuk mengurus hartanya sehingga kewenangan pengurus sebatas hanya
mengawasi belaka.56
3. Sebagai Kurator
Kurator ditunjuk pada saat debitur dinyatakan pailit, sebagai akibat dari
keadaan pailit, maka debitur kehilangan hak untuk mengurus harta
kekayaannya, dan oleh karena itu kewenangan pengelolaan harta pailit jatuh
ke tangan kurator.57
Tugas-tugas Kurator adalah:
1. Tugas Kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan
harta pailit.
2. Dalam melaksanakan tugasnya, Kurator:
a. tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan
pemberitahuan terlebih dahulu kepada Debitor atau salah satu organ
Debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau
pemberitahuan demikian dipersyaratkan;
b. dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka
meningkatkan nilai harta pailit.
3. Apabila dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga Kurator perlu
membebani harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya maka pinjaman
56
Http://Gudangmakalah.blogspot.com/2010/11/tesis_independensi_kurator_dalam.Html 57
Ibid
tersebut harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan Hakim
Pengawas.
4. Pembebanan harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), hanya dapat dilakukan terhadap
bagian harta pailit yang belum dijadikan jaminan utang.
5. Untuk menghadap di sidang Pengadilan, Kurator harus terlebih dahulu
mendapat izin dari Hakim Pengawas, kecuali menyangkut sengketa
pencocokan piutang atau dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 59 ayat (3).58
Selain yang tersebut di atas, Tugas dan Wewenang Kurator juga meliputi:
1. Melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit (Pasal 16 Ayat
(1) dan Pasal 67 Ayat (1)UUK).
2. Mengumumkan putusan hakim tentang pernyataan pailit dalam berita
negara dan surat-surat kabar yang ditetapkan oleh hakim pengawas
(Pasal 13 Ayat (4) UUK).
3. Menyelamatkan harta pailit, antara lain menyita barang-barang
perhiasan, efek-efek, surat-surat berharga serta uang (Pasal 89 Fv) dan
menyegel harta benda si pailit atas persetujuan Hakim Pengawas (Pasal
90 UUK).
4. Menyusun Inventaris harta pailit (Pasal 91 Ayat(1) Fv).
5. Menyusun daftar hutang dan piutang harta pailit (Pasal 93 Fv).
6. Berdasarkan persetujuan panitia kreditur, Kurator dapat melanjutkan
usaha debitur yang dinyatakan pailit (Pasal 95 Ayat (1) UUK).
7. Kurator berwenang untuk membuka semua surat dan kawat yang
dialamatkan kepada si pailit (Pasal 96 Ayat (1) Fv), kecuali surat atau
kawat yang tidak mengenai harta pailit, diserahkan kepada si pailit.
Kurator menerima pengaduan mengenai si pailit (Pasal 96 Ayat(2) Fv).
58
Lihat Pasal 69 UU No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang
8. Kurator berwenang untuk memberikan sejumlah uang nafkah bagi si
pailit dengan keluarganya dengan izin hakim pengawas (Pasal 97 Fv).
9. Atas persetujuan hakim pengawas, kurator dapat memindahtangankan
(menjual) harta pailit sepanjang diperlukan untuk menutup ongkos
kepailitan (Pasal 98Fv/UUK).
10. Menyimpan semua uang, barang-barang perhiasan, efek dan surat
berharga lainnya, kecuali bila hakim pengawas menetapkan cara
menyimpan yang lain (Pasal 99 Ayat(1) Fv).
11. Membungakan uang tunai yang tidak diperlukan untuk mengerjakan
pengurusan (Pasal 99 Ayat (2) Fv).
12. Kurator setelah memperoleh nasehat dari panitia kredit komite tersebut
ada, dan dengan persetujuan hakim pengawas berwenang untuk
membuat perdamaian atau untuk menyelesaikan perkara secara baik
(Pasal 100 Fv).
13. Memanggil debitur untuk memberikan keterangan yang diperlukan oleh
kurator (Pasal 101 Ayat(1) Fv).
14. Memberikan salinan surat-surat, yang ditempatkan di kantornya yang
dapat dilihat cuma-cuma oleh umum, kepada kreditur atas biaya
kreditur yang bersangkutan (Pasal 103 Fv). 59
Tanggung Jawab Kurator:
Pasal 72 UUK, kurator bertanggung jawab terhadap kesalahannya dan
kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan atau
pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.60
Kewajiban Kurator:
1. Statutory Duties adalah kewajiban yg diatur dlm UU.
Kewajiban Kurator Yg Diatur Dlm UU adalah:
a. Wajib hadir dalam Rapat Kreditur & memberitahukan
penyelenggaraan Rapat Kreditur kepada para kreditur yang dikenal
59
Ibid 60
Ibid
dengan surat tercatat, kurir, atau iklan paling sedikit dalam 2 surat
kabar harian.
b. Mencocokkan perhitungan piutang yg diserahkan oleh kreditur.
c. Berunding dengan kreditur jika terdapat keberatan terhadap
penagihan yang diterima.
d. Memasukkan piutang yang disetujuinya dalam daftar piutang yang
sementara diakui & piutang yang dibantah dalam daftar tersendiri.
e. Menyediakan di Kepaniteraan PN salinan dari masing2 daftar piutang
tersebut diatas sebelum 7 hari sebelum pencocokan piutang.
f. Memberitahukan dengan surat tentang adanya salinan daftar piutang
tersebut kepada kreditur yang dikenal disertai panggilan menghadiri
rapat pencocokan piutang dengan menyebutkan rencana perdamaian
jika telah diserahkan oleh debitur pailit.
g. Wajib memberikan laporan mengenai keadaan harta pailit setelah
berakhirnya pencocokan piutang.
h. Wajib melakukan pemberesan bila harta pailit tidak mencukupi dan
perdamaian yang ditawarkan debitur ditolak.
2. Fiduciary Duties adalah kewajiban memberikan jaminan/kepercayaan
kpd: a. Pengadilan b. Para Kreditur c. Debitur d. Pemegang Saham.61
Dalam Pasal 67C UUK yang mengatur tentang tanggung jawab kurator menyebutkan
bahwa Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan
tugas pengurusan dan atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.
aPasal 67C UUK, Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam
melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap
harta pailit. sal 103 Fv).
61
Http://www.Slideshere.Net/Zulkifliaschool/7-Kurator
BAB TENTANG
PENGADILAN NIAGA
A. Pendahuluan
Perkembangan aktivitas perilaku ekonami atau bisnis, dalam faktanya sering
dihadapkan pada peristiwa-peristiwa hukum konflik yang membutuhkan
penyelesaian secara kondusif maupun harus diselesaikan dengan mempergunakan
lembaga peradilan sebagai sarananya. Gejolak moneter yang terjadi di Indonesia
sejak pertengahan tahun 1997 telah memberi pengaruh yang tidak menguntungkan
terhadap kehidupan perekonomian nasional dan menimbulkan kesulitan yang besar
dikalangan dunia usaha untuk meneruskan kegiatannya termasuk memenuhi
kewajiban kepada kreditur. Sehubungan dengan kondisi ekonomi moneter yang
semakin memburuk, untuk menyelesaikan krisis moneter yang mendesak dalam
rangka menyelesaikan krisis ekonomi, diperlukan peraturan perundang-undangan
untuk mengantisipasi masalah kepailitan.62
Apalagi dalam menghadapi era globalisasi, yang ditandai berakhirnya perang
dingin, peningkatan perang internasional, revolusi teknologi komunikasi, kemajuan
bidang transportasi, dan meningkatnya kreatifitas perekonomian dengan
menggunakan komputer dan internet. Lebih dari itu sistem yang berlaku akan
berubah lebih efisien dan produktif. Peradilan juga akan terkena dampak globalisasi.
Hal ini diungkapkan Hilario G. Davide Jr. (Chief Justices of the Court of the
Republic of the Philipines), Globalisasi adalah pergerakan ekonomi dari masa
62 Faisal Santiago, 2008, Hukum Niaga dan Kepailitan, Jakarta: Cintya Press, hal.43
depan. Dunia Global menyodorkan banyak kesempatan untuk mencapai peradilan
yang independen. Dalam kalimat yang senapas, hal itu juga mengandung jebakan riil
yang akan mengikis independensi peradilan itu sendiri. 63 Hal ini seolah-olah
menjadi tuntutan dunia internasional untuk melakukan penyesuaian hukum
mengikuti perkembangan globalisasi tersebut.
Banyak negara, khususnya negara berkembang, harus menyesuaikan diri dan
memperbaharui sistem peradilan mereka, karena desakan kebutuhan internasional,
yakni masuknya perusahaan-perusahaan asing (multinasional). Kondisi ini
ditenggarai sebagai salah satu faktor pendorong perbaikan instrument badan
peradilan di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Gejolak moneter pada
pertengahan tahun 1997 menimbulkan kesulitan besar bagi perekonomian nasional,
terlebih lagi muncul kondisi sebagai pelaku usaha atau debitor tidak mampu
memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada para lembaga
pembiayaan/kreditor.64
Hal ini merupakan akibat ekspansi usaha terjadi.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, pada 22 April 1998 pemerintah menetapkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 tahun 1998
tentang Perubahan Atas Undang-undang Kepailitan yang kemudian disahkan
menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan (selanjutnya
disebut UUK) pada 24 Juli 1998. UUK merupakan penyempurnaan dari
Failissement Verordening Staatsblad tahun 1905 Nomor 217 jo. Staatsblad tahun
63http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/
eksistensi-pengadilan-niaga-dan-perkembangannya dalam era globalisasi, diakses tanggal 20
Desember 2012.
64
Ibid.
1906 No. 384.65
UUK diharapkan menjadi sarana efektif yang dapat digunakan
secara cepat sebagai landasan penyelesaian utang-piutang.
Untuk mengatasi gejolak moneter beserta akibatnya yang berat terhadap
perekonomian, maka salah satu persoalan yang sangat mendesak dan memerlukan
pemecahan adalah penyelesaian utang-piutang perusahaan, sehingga dengan adanya
peraturan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran dapat digunakan oleh
para debitur dan kreditur secara adil, cepat, terbuka dan efektif menjadi sangat
penting selain itu guna untuk mewujudkan mekanisme penyelesaian sengketa secara
adil, cepat, terbuka dan efektif melalui suatu pengadilan khusus di lingkungan
Peradilan Umum yang di bentuk dan bertugas menangani, memeriksa, dan
memutuskan berbagai sengketa tertentu di bidang perniagaan termasuk di bidang
kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang untuk memberikan
jaminankepastian hukum bagi terselenggaranya kegiatan usaha dan kehidupan
perekonomian yang kondusif.66
Semangat inilah yang kemudian mendorong untuk
dilakukannya diferensiasi dan restrukturisasi sistem peradilan di Indonesia.
Salah satu soal penting setelah penyempurnaan aturan kepailitan adalah
pembentukan Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus dalam lingkungan
Peradilan Umum. Hal inilah yang menjadi salah satu isu penting setelah UUK
diundangkan yaitu dibentuknya Pengadilan Niaga (Commercial Court) sebagai
pengadilan yang memutuskan perkara keoailitan dan penundaan Kewajiban
65 Ibid, lihat juga Faisal Santiago, Op.cit.,hal.43
66
Faisal Santiago,Ibid.,hal.43
Pembayaran Utang (PKPU).67
Pengadilan Niaga yang pertama dibentuk adalah
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.68
Selanjutnya berdasarkan Keppres Nomor 97 tahun 1999, 18 Agustus 1998,
didirikan Pengadilan Niaga di Makassar, Surabaya, Medan, dan Semarang.
Pengadilan Niaga sangat diperlukan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa niaga
secara cepat; juga menyelesaikan aneka masalah kepailitan, seperti masalah
pembuktian, verifikasi utang, action pauliana, dan lain sebagainya. Di sinilah kadang
terjadi persimpangan dengan kompetensi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam hal
pemeriksaan perkara, terutama perkara-perkara yang bersifat perdata. Melalui UUK,
kewenangan mutlak (kompetensi absolut) Pengadilan Umum untuk memeriksa
permohonan pailit dialihkan ke Pengadilan Niaga.
Selain itu Pengadilan Niaga tersebut bukanlah merupakan pengadilan baru
sebagai tambahan pengadilan yang telah ada seperti dimaksud dalam Pasal 10
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kehakiman sebagaimana sudah diubah dengan Ungang-Undang Nomor 35 Tahun
1999 dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang meliputi
Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan PTUN. Penjelasan Pasal
10 tersebut menyebutkan jyga bahwq perbrdaan dalam empat lingkungan peradilan
dan tidak menutup kemungkinan adanya pengkhususan dilingkungan Peradilan
Umum yang diatur dalam Undang-undang. Pengadilan Niaga hanyalah merupakan
67Pasal 280 ayat (1) UUK 1998 menentukan bahwa: Permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam Bab Pertama dan Bab kedua,
diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan Peradilan Umum.
68
Pasal 281 Perpu No.1 tahun 1998 tentang Kepailitan.
bagian dri Peradilan Umum,69
Pengadilan Niaga hanyalah merupakan chamber dari
Peradilan Umum, seperti halnya Pengadilan Anak dan Pengadilan Lalu Lintas.70
Oleh karena Pengadilan Niaga berada di lingkungan Peradilan Umum, maka
tidak ada jabatan Ketua Pengadilan Niaga, karena Ketua Pengadilan Negeri yang
bersangkutan juga membawahi Pengadilan niaga.71
Pengadaan Pengadilan Niaga
yang Pengaturan hukumnya tidak diwujudkan dalam satu undang-undang tersendiri
melaikan melalui UU Kepailitan 1998 sebagai dasar hukum dapat pula
dimungkinkan berdasarkan Ketentuan UU No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan
Umum.72
Untuk mengembalikan kepercayaan kreditur asing dalam proses penyelesaiaan
utang-piutang swasta, selain direvisinya FV dan dibentuknya Pengadilan Niaga, juga
diintrodusir hakim ad hoc untuk dapat menjadi bagian dari majelis hakim yang
memeriksa suatu perkara di Pengadilan Niaga. Pasal 283 ayat (3) UU Kepailitan
1998 menyatakan bahwa:73
Dengan tetap memperhatikan syarat-syrat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) hurup b, hurup c dan hurup d, dengan Keputusan Presiden atas usul
Ketua Mahkamah Agung, pada Pengadilan Niaga di tingkat pertama dapat
juga diangkat seorang yang ahli sebagai hakim ad hoc.
69Lihat Pasal 280 ayat (1) UUK 1998, disebutkan juga dalam Pasal 15 jo Pasal 10 UU Nomor 14
Tahun 1970 jo UU No.4 Tahun 2004 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehakiman yang
menentukan bahwa: Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan undang-undang. 70
Sutan Remy Sjahdeini, 2004, Hukum Kepailitan, Jakarta: PT. Kreatama, hal.147
71
Ibid.
72
Pasal 8 UU No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum menentukan bahwa: Di lingkungan Peradilan Umum dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan Undang-Undang. Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 8 UU tersebut mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan diadakan pengkhususan ialah adanya diferensiasi/spesialisasi di lingkungan Peradilan Umum, misalnya Pengadilan Lalu Lintas, Pengadilan Anak, Pengadilan Ekonomi.
73
Lihat Pasal 283 ayat (3) UU Kepailitan 1998
Jadi, berdasarkan usulan dari Ketua Mahkamah Agung melalui Keppres maka di
Pengadilan Niaga diangkat seorang yang ahli sebagai hakim ad hoc. Tentunya,
beberapa persyaratan yang sama dengan hakim niaga (hakim karir) seperti
mempunyai kemampuan pengatahuan di bidang masalah yang menjadi lingkup
kewenangan Pengadilan Niaga, dan persyaratan lain, harus tetap dipenuhi.
Ide awal keterlibatan hakim ad hoc tersebut didasarkan pada penilaian atau
asumsi beberapa pihak bahwa pengetahuan hakim karir cenderung bersifat umum
(generalis) sehingga dalam menyelesaikan perkara-perkara pada lingkup niaga
diperlukan hakim dengan keahlian khusus, di luar dari hakim karir yang juga telah
melalui tahapan pendidikan untuk menjadikan hakim niaga.74
Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang telah diuraikan tersebut diatas,
maka dapat diidentifikasibeberapa permasalahan hukum yang perlu dianalisasiterkait
dengan dibentuknya pengadilan niaga di lingkungan pengadilan niaga guna
menyelesaikan sengketa kepailitan ini. Dengan kata lain permasalahan hukum
tersebut mencakup 2 (dua) hal yaitu: 1. Bagaimana posisi dan kedudukan pengadilan
niaga sebagaimana diferensiasi dalam lingkungan peradilan umum?; 2. Bagaimana
pula kedudukan dan fungsi hakim ad hoc dalam pengadilan niaga tersebut?.
B. Pengadilan Niaga Seebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
74http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/kedudukan-dan-fungsi-hakim-ad-hock-dalam-peng
adilan-niaga/ diakses tanggal 20 Desember 2012.
Mengingat Pengadilan Niaga merupakan bagian khusus dari Undang-Undang
kepailitan, yaitu pengadilan yang khusus memeriksa dan memutuskan
perkara-perkara di bidang perniagaan dan pemeriksaan perkara kepailitan. Peradilan
niaga berjalan dengan prinsip-prinsip:75
1. Prinsip Kesinambungan, dalam hal ini ketua Mahkamah Agung harus
menjamin terlaksananya persidangan secara berkesinambungan;
2. Prinsip persidangan baik, yang dimaksud adalah tersedianya prosedur
peradilan niaga yang cepat efektif dan terekam dengan baik;
3. Prinsip putusan yang baik, dalam hal ini kepada masyarakat pencari keadilan
haruslah tersedia putusan yang tertulis dengan memuat
pertimbangan-pertimbangan yang cukup yang mendasari putusan yang
bersangkutan;
4. Prinsip kearsipan; untuk setiap putusan haruslah diberi arsip dengan baik dan
diterbikan secara berkala.
Pembentukan Pengadilan Niaga bukan hanya sebuah bentuk pendekatan baru
sebagai upaya menyelesaikan masalah penegakan hukum melalui lembaga peradilan
untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang perekonomian samata. Tetapi sebagai
suatu proses, pembentukan Pengadilan Niaga merupakan suatu proses restrukturisasi
peradilan dalam mengimbangi perkemnangan sosial dan ekonomi.76
Telah dikemukakan diatas bahwa Pengadilan Niaga merupakan suatu proses
restrukturisasi peradilan dalam mengimbangi perkembangan sosial dan ekonomi,
75Munir Fuady, 2005, Hukum Kepailitan Dalam Teori dan Praktik, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, hal: 20-21, Lihat juga Faisal Santiago, Op.cit.,hal.43-44.
76
Faisal Santiago, Op.cit.,hal.44.
sehingga terbentuknya Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan khusus pun tidak di
dasarkan pada undang-undang khusus tentang Pengadilan Niaga tetapi justru dasar
terbentuknya terdapat pada Undang-Undang Kepailitan. Dalam Pasal 300 ayat (1)
UU No. 37 tahun 2004, menentukan bahwa:
Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, selain
memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit dan penundaan
Kewajiban Pembayaran utang, berwenang pula memeriksa dan memutuskan
perkara lain dibidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan
undang-undang.77
Sedangkan Pasal 1 ayat (7) UU No.37 Tahun 2004 menyatakan bahwa
Pengadilan adalah Pengadilan Niaga di lingkungan peradilan umum.78
Ini berarti
Pengadilan Niaga merupakan pengkhususan pengadilan di bidang perniagaan yang
dibentuk di lingkungan peradilan umum.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu pertimbangan dibentuknya pengadilan
niaga adalah agar mekanisme penyelesaian perkara permohonan kepailitan dan
penundaan kewajiban pembaran utang, penyelesaiannya dapat dilakukan dengan
cepat dan efektif.79
Keberadaan pengadilan niaga tidak menambah kuantitas
lingkungan peradilan baru di Indonesia. Ini secara tegas disebutkan dalam Perpu.
Artinya, pengadilan niaga hadir dan berada dalam lingkungan peradilan umum. Akan
tetapi secara substansial kehadiran peradilan niaga jelas telah menggeserkan
77 Lihat Pasal 300 ayat(1) UUK PKPU
78
Lihat Pasal 1 angka 7 Perpu No. 1 Tahun 1998 yang kemudian diundangkan dengan UU No.4
Tahun 1998 jo. UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang.
79
Faisal Santiago, Op.cit.,hal.22
kompetensi absolut maupun relatif dari pengadilan negeri atas perkara-perkara
permohonan kepailitan dan penundaan kewajiban membayar utang.
Selain telah menyebabkan tergesernya kompetensi pengadilan negeri,
pembentukan pengadilan niaga sebagai pengadilan khusus dalam konteks do