149
APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI KUALITAS AIR SUNGAI DI TITIK BAMBE TAMBANGAN KABUPATEN GRESIK SKRIPSI TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR Ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik PRATAMA DIMAS WINANTO NIM. 115060400111029 - 64 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK MALANG 2017

SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI

KUALITAS AIR SUNGAI DI TITIK BAMBE TAMBANGAN

KABUPATEN GRESIK

SKRIPSI

TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI SISTEM INFORMASI

SUMBER DAYA AIR

Ditujukan untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Teknik

PRATAMA DIMAS WINANTO

NIM. 115060400111029 - 64

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK

MALANG

2017

Page 2: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana
Page 3: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana
Page 4: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana
Page 5: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

“Sesungguhnya setelah kesulitan itu pasti ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah ayat 5).

Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku

sebagai seorang mahasiswa sarjana. Sebuah penantian yang cukup lama, kurang lebih 6

tahun lamanya pengalaman saya sebagai seorang Mahasiswa Teknik Pengairan.

Teriring Ucapan Terima Kasih kepada:

Yang utama dari segalanya di dunia maupun di akhirat

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Atas ridho-Nya, alhamdulillah bisa

menyelesaikan tugas akhir sarjana ini. Dan atas karunia nikmat-Nya berupa iman,

kesehatan, dan waktu akhirnya saya bisa menjalani kehidupan ini dengan baik, meskipun

dalam diri ini selalu banyak khilaf dan kekurangan. Ya Allah maafkanlah hamba-Mu ini.

Semoga dengan berakhirnya jenjang studi sarjana ini, ya Allah yang maha memberi,

berikanlah hamba kemudahan dalam bekerja dan berkarya di dunia nyata, karena melalui

firman-Mu lah hamba akhirnya paham bahwa “sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada

kemudahan” (QS. Al-Insyirah ayat 5). Salah satu motivasi yang selalu hamba terapkan

dalam hidup hamba ini.

Dan juga sholawat serta salam selalu terlimpahkan kepada Rasullah Muhammad SAW.

Kedua Orang Tua tercinta

Terima kasih bu Sri Winarsih. Terima kasih pak Rubiyanto. Kalianlah Orang tua terbaik.

Kedua adik tersayang

Maafkan kakakmu ini karena telah menghabiskan waktu 6 tahun lebih untuk

menyelesaikan studi ini. Maafkan aku ini karena tak bisa jadi panutan, saya doakan

semoga adikku bisa menyelesaikan studinya tepat waktu. Kalian adalah adik yang aku

sayangi.

Dosen Pembimbing terhormat

Bapak Dr. Eng. Riyanto Haribowo, ST., MT., dan Dr. Very Dermawan, ST., MT., selaku

dosen pembimbing tugas akhir saya, terima kasih banyak pak, saya dibantu selama ini,

Dan teman-teman WRE

Khususnya kepada teman-teman Teknik Pengairan 2011 satu kos ku, Akhmad Zahidin,

M. Arifudin Nugraha, Ardi Prakoso, M. Fais Yudha, Try Maretha Lasmana dan

Oktavian Anggih P.

Tak lupa juga kepada teman-teman Teknik Pengairan 2013 seperjuangan tugas akhir ini,

Nevan Satrya Yudha, Rhanda Delio, dan Bagas Abdi Ivantoro.

Akhirnya, semoga setelah semua ini hidup kita berjalan semakin baik

“WE ARE WHAT WE BELIEVE WE ARE”

Pratama Dimas Winanto

Page 6: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

RINGKASAN

Pratama Dimas Winanto, Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas

Brawijaya, September 2017, Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Kualitas

Air Sungai di Titik Bambe Tambangan Kabupaten Gresik, Dosen Pembimbing: Riyanto

Haribowo dan Very Dermawan.

Air dapat menjadi bencana bagi manusia, bila keberadaanya tidak memenuhi dari

segi kuantitas dan kualitas. Berbagai aktivitas domestik maupun kegiatan industri di hilir

Sungai Brantas akan berpengaruh terhadap kualitas perairan sungai dan dapat

meningkatkan potensi pencemaran. Salah satu upaya pengelolaan kualitas air yang penting

dilakukan adalah pemantauan kualitas air. Dalam pemantauan kualitas air diperlukan

banyak bahan, banyak parameter dan peralatan serta tenaga yang sangat terlatih sehingga

penerapannya menjadi tidak praktis dan mahal. Salah satu metode yang dapat digunakan

untuk membantu peramalan, simulasi dan pemantauan kualitas air sungai adalah dengan

metode JST (Jaringan Syaraf Tiruan).

Dalam studi ini JST diaplikasikan untuk memprediksi kualitas air (DO, BOD,

COD, pH dan suhu) di titik pantau Bambe Tambangan berdasarkan parameter kualitas air

titik pantau Jembatan Jrebeng dan Cangkir Tambangan. Maka dibuat 3 (tiga) skenario

prediksi yaitu Skenario I untuk output DO, pH dan suhu Bambe Tambangan. Skenario II

dan III untuk output BOD dan COD Bambe Tambangan namun dengan input yang

berbeda. Masing-masing skenario akan dicoba dengan berbagai variasi persentase dataset

(training-cross validation-testing) dan berbagai epoch. JST dimodelkan dengan bantuan

software NeuroSolutions7.

Kemudian hasil prediksi JST akan dibandingan dengan data aktualnya, lalu akan

dihitung persentase kesalahan relatif (KR). Sehingga akan terlihat bagaimana kehandalan

JST dalam memprediksi kualitas air pada Bambe Tambangan. Hasilnya, untuk Skenario I,

output DO, pH dan suhu yang dihasilkan JST sangat baik dengan persentase KR < 10%.

KR terkecil Skenario I yang dihasilkan JST untuk prediksi DO adalah 5,23%, untuk pH

adalah 1,61%, dan untuk suhu adalah 1,46%. Untuk Skenario II dan III, output BOD dan

COD yang dihasilkan JST memiliki KR masih > 10%. KR terkecil yang dihasilkan untuk

prediksi BOD adalah 15,22% pada Skenario II dan untuk BOD adalah 15,87% juga pada

Skenario II. Rata-rata nilai KR terendah didapatkan JST dengan jaringan yang

menggunakan persentase dataset 60-20-20 dengan epoch 5000.

Kata kunci: kualitas air, Sungai Brantas, jaringan syaraf tiruan, NeuroSolutions7

Page 7: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 8: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

SUMMARY

Pratama Dimas Winanto, Department of Water Resources Engineering, Faculty of

Engineering, University of Brawijaya, September 2017, Application of Artificial Neural

Networks to Predict the Water River Quality at Bambe Tambangan Point of Gresik

Regency, Academic Supervisor: Riyanto Haribowo dan Very Dermawan.

Water can be a disaster for humans, if its existence does not meet in terms of

quantity and quality. Various of domestic activities and industrial activities in Brantas

River downstream will affect the quality of river waters and can increase the potential for

pollution. One of the important water quality management efforts is water quality

monitoring. In the water quality monitoring required many materials, many parameters

and equipment and highly trained personnel so that its implementation becomes

impractical and expensive. One of method that can be used to help forecasting, simulating

and monitoring the quality of river water is ANN (Artificial Neural Network) method.

In this study ANN is applied to predict water quality (DO, BOD, COD, pH and

temperature) at the point of Bambe Tambangan based on water quality parameter of

monitoring point in Jrebeng Bridge and Cangkir Tambangan. Then made 3 (three)

prediction scenario that is Scenario I for output DO, pH and temperature of Bambe

Tambangan. Scenarios II and III output for BOD and COD Bambe Tambangan but with

different inputs. Each scenario will be tested with a variety of training-cross validation-

testing and various epochs. To model the prediction with ANN, in this study will be used

NeuroSolutions7 software.

Then the results of the predicted JST will be compared with the actual data, then

will be calculated the percentage of relative error (RE). So it will be seen how the

reliability of ANN in predicting water quality in Bambe Tambangan. As a result, for

Scenario I, the DO, pH and temperature output generated by ANN are excellent with the

percentage of RE < 10%. The smallest RE produced by ANN for the prediction of DO is

5,23%, for pH is 1,61%, and for temperature is 1,46% in Scenario I. For Scenarios II and

III, the output of BOD and COD produced by ANN has RE > 10% higher than Scenario I.

The smallest RE produced for BOD prediction is 15,22% in Scenario II and for COD is

15,87% also in Scenario II. The lowest average RE score was obtained by ANN with a

network using percentage datasets 60-20-20 with epoch 5000.

Keywords: water quality, Brantas River, artificial neural network, NeuroSolutions7

Page 9: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 10: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

i

PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan seminar usulan skripsi yang berjudul

“Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Kualitas Air Sungai di Titik Bambe

Tambangan Kabupaten Gresik” dengan baik.

Laporan seminar usulan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat yang

harus ditempuh mahasiswa Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Malang. Dengan kesungguhan serta rasa rendah hati, penyusun mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Kedua orang tuaku dan kedua adik saya yang sangat membantu dalam segala hal, doa,

dan motivasi bagi saya.

2. Bpk Dr. Eng Riyanto Haribowo, ST., MT. dan Bpk Dr. Very Dermawan, ST., MT.

selaku dosen pembimbing yang memberikan arahan dalam penyelesaian laporan

skripsi ini.

3. Bpk Dr. Eng Tri Budi Prayogo, ST., MT. dan Bpk Ir. Moch. Sholichin, MT. PhD

selaku dosen penguji yang telah berkenan menguji skripsi ini

4. Teman-teman Jurusan Pengairan 2011 dan 2013, khususnya Nevan, Bagas dan Rhanda

serta semuanya.

Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki penulis,

walaupun sudah berupaya semaksimal mungkin, tetapi masih terdapat banyak kekurangan,

oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat

bagi yang membutuhkan.

Malang, 12 September 2017

Penulis

Page 11: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

ii

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 12: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

iii

DAFTAR ISI

Halaman

PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ......................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ ix

DAFTAR SIMBOL ...................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Identifikasi Masalah..................................................................................... 2

1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................ 3

1.4 Batasan Masalah .......................................................................................... 3

1.5 Tujuan .......................................................................................................... 4

1.6 Manfaat ........................................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7

2.1 Tinjauan Umum Tentang Air....................................................................... 7

2.2 Kualitas Air .................................................................................................. 7

2.3 Parameter Kualitas Air ................................................................................ 8

2.3.1 Parameter Fisika .............................................................................. 8

2.3.2 Parameter Kimia .............................................................................. 9

2.3.3 Parameter Biologi ............................................................................ 12

2.4 Parameter yang ditinjau ............................................................................... 13

2.4.1 Dissolved Oxygen (DO) ................................................................... 13

2.4.2 Biochemical Oxygen Demand (BOD) .............................................. 14

2.4.3 Chemical Oxygen Demand (COD) .................................................. 14

2.4.4 Derajat Keasaman (pH) ................................................................... 14

2.4.5 Suhu (T) ........................................................................................... 14

2.5 Data Hujan ................................................................................................... 15

2.5.1 Uji Ketidakadaan Trend ................................................................... 15

2.5.2 Uji Stasioner .................................................................................... 17

2.5.3 Uji Persistensi .................................................................................. 18

2.6 Jaringan Syaraf Tiruan ................................................................................. 18

2.6.1 Definisi ............................................................................................. 18

2.6.2 Komponen Jaringan Syaraf Tiruan .................................................. 19

2.6.3 Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan .................................................. 20

2.6.4 Cara Kerja Jaringan Syaraf Tiruan .................................................. 20

2.6.5 Fungsi Aktivasi ................................................................................ 20

2.6.6 Arsitektur Jaringan ........................................................................... 23

2.6.7 Bias dan Treshold ............................................................................ 24

2.6.8 Parameter Jaringan Syaraf Tiruan .................................................... 25

Page 13: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

iv

2.7 Proses Pelatihan ........................................................................................... 26

2.7.1 Algoritma Hebb ............................................................................... 27

2.7.2 Algoritma Perceptron ...................................................................... 28

2.7.3 Algoritma ADALINE ...................................................................... 30

2.7.4 Algoritma Backpropagation ............................................................ 31

2.8 JST untuk Peramalan ................................................................................... 37

2.9 NeuroSolutions7 .......................................................................................... 38

2.9.1 NeuroSolutions For Excel ............................................................... 38

2.9.2 Pembagian Data (Tag Data) ............................................................ 38

2.9.3 Pembuatan Jaringan (Build Network) .............................................. 39

2.9.4 Pelatihan Jaringan (Train Network) ................................................. 39

2.9.5 Uji Jaringan (Test Network) ............................................................. 39

2.9.6 Produksi (Production) ..................................................................... 40

2.10 Metode Neraca Massa ................................................................................. 40

2.11 Pengukuran di Lapangan ............................................................................. 42

2.11.1 Pengukuran Parameter Kualitas Air ................................................ 42

2.11.2 Pengukuran Laju Air dengan Current Meter ................................... 43

BAB III METODE ....................................................................................................... 45

3.1 Daerah Aliran Sungai Brantas ..................................................................... 45

3.1.1 Gambaran Umum DAS Brantas ...................................................... 45

3.1.2 Penggunaan Lahan DAS Brantas .................................................... 46

3.1.3 Kependudukan di Wilayah Sungai Brantas ..................................... 47

3.2 Lokasi Studi ................................................................................................. 47

3.2.1 Lokasi Pemantauan Parameter Kualitas Air .................................... 47

3.2.2 Kondisi Lingkungan Sekitar Pemantauan Kualitas Air ................... 51

3.3 Data Pendukung Studi ................................................................................. 54

3.4 Tahap Penyelesaian Studi ............................................................................ 54

3.4.1 Tahapan Metode JST dengan Software NeuroSolutions7 ............... 55

3.4.2 Tahapan Perhitungan Analitis Metode Neraca Massa ..................... 59

3.4.3 Tahapan Pengukuran Kualitas dan Laju Air di Lapangan ............... 58

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 65

4.1 Kondisi Eksisting Data ................................................................................ 65

4.1.1 Data Curah Hujan ............................................................................ 65

4.1.2 Data Kualitas Air ............................................................................. 74

4.2 Prediksi Kualitas Air Metode Jaringan Syaraf Tiruan ................................ 90

4.2.1 Skenario I ......................................................................................... 90

4.2.2 Skenario II ....................................................................................... 102

4.2.3 Skenario III ...................................................................................... 110

4.2.4 Rekapitulasi Persentase Kesalahan Relatif Semua JST ................... 115

4.2.5 Hasil JST Terbaik untuk Memprediksi Kualitas Air ....................... 117

4.3 Prediksi JST dengan Menggunakan Data Primer Kualitas Air ................... 119

4.4 Metode Prediksi dengan Rumus Neraca Massa .......................................... 120

BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 123

5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 123

5.2 Saran ............................................................................................................ 125

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 14: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

v

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Tabel 2.1 Nilai Tc untuk Pengujian Distribusi Normal ............................................. 25

Tabel 3.1 Luas Wilayah Kota dan Kabupaten yang Masuk Wilayah DAS Brantas . 45

Tabel 3.2 Tipe Tata Guna Lahan di DAS Brantas .................................................... 46

Tabel 3.3 Titik Pemantauan Parameter Kualitas Air yang digunakan ...................... 50

Tabel 3.4 Stasiun Hujan yang digunakan .................................................................. 51

Tabel 3.5 Industri/Pabrik disekitar Lokasi Studi ....................................................... 52

Tabel 4.1 Data Curah Hujan Bulanan (mm) Stasiun Krian ....................................... 66

Tabel 4.2 Jumlah Curah Hujan Bulanan dalam Setahun Stasiun Hujan Krian ......... 66

Tabel 4.3 Perhitungan Koefisien Peringkat Spearman Stasiun Hujan Krian ............ 67

Tabel 4.4 Perhitungan Uji Mann-Whitney Stasiun Hujan Krian .............................. 68

Tabel 4.5 Perhitungan Uji F (Kestabilan Varian) Stasiun Hujan Krian .................... 69

Tabel 4.6 Perhitungan Uji t (Kestabilan Rata-rata) Stasiun Hujan Krian ................. 71

Tabel 4.7 Perhitungan Koefisien Korelasi Serial Spearman Stasiun Hujan Krian ... 72

Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Uji Screening Data Hujan Stasiun Hujan Krian ......... 74

Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Uji Screening Data Hujan Stasiun Hujan Ketawang .. 74

Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Uji Screening Data Hujan Stasiun Hujan Botokan ..... 74

Tabel 4.11 Contoh Data Parameter Kualitas Air di Bambe Tambangan .................... 75

Tabel 4.12 Jumlah DO Bulanan dalam Setahun Titik Bambe Tambangan ................. 76

Tabel 4.13 Perhitungan Koefisien Peringkat Spearman DO Bambe Tambangan ....... 76

Tabel 4.14 Perhitungan Uji Mann-Whitney DO Bambe Tambangan ......................... 77

Tabel 4.15 Perhitungan Uji F (Kestabilan Varian) DO Bambe Tambangan ............... 79

Tabel 4.16 Perhitungan Uji t (Kestabilan Rata-rata) DO Bambe Tambangan ............ 77

Tabel 4.17 Perhitungan Koefisien Korelasi Serial Spearman DO Bambe

Tambangan ................................................................................................ 82

Tabel 4.18 Rekapitulasi Hasil Uji Screening Data Kualitas Air Bambe Tambangan . 83

Tabel 4.19 Kriteria Mutu Air Kelas II (Dua) untuk Parameter DO, BOD, COD, pH dan

Suhu ........................................................................................................... 84

Tabel 4.20 Hasil Tahapan Produksi JST Skenario I untuk Output DO 3 dengan Dataset

60-20-20 dan Epoch 5000 ......................................................................... 96

Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Kesalahan Relatif (KR) JST Skenario I untuk Output

DO 3 dengan Dataset 60-20-20 dan Epoch 5000 ..................................... 84

Tabel 4.22 Rekapitulasi Hasil Perhitungan KR% Model Skenario I Output DO 3 .... 98

Tabel 4.23 Hasil Tahapan Produksi JST Skenario I untuk Output pH 3 dengan Dataset

60-20-20 dan Epoch 1000 ......................................................................... 98

Tabel 4.24 Hasil Perhitungan Kesalahan Relatif (KR) JST Skenario I untuk Output

pH 3 dengan Dataset 60-20-20 dan Epoch 1000 ...................................... 99

Tabel 4.25 Rekapitulasi Hasil Perhitungan KR% Model Skenario I Output pH 3 .... 99

Page 15: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

vi

Tabel 4.26 Hasil Tahapan Produksi JST Skenario I untuk Output Suhu 3 dengan

Dataset 60-20-20 dan Epoch 5000............................................................ 100

Tabel 4.27 Hasil Perhitungan Kesalahan Relatif (KR) JST Skenario I untuk Output

Suhu 3 dengan Dataset 60-20-20 dan Epoch 5000 ................................... 100

Tabel 4.28 Rekapitulasi Hasil Perhitungan KR% Model Skenario I Output Suhu 3 .. 101

Tabel 4.29 Rekapitulasi Hasil Perhitungan KR% Model Skenario I Output

Gabungan 3 ............................................................................................... 101

Tabel 4.30 Hasil Tahapan Produksi JST Skenario II untuk Output BOD 3 dengan

Dataset 60-20-20 dan Epoch 10000.......................................................... 107

Tabel 4.31 Hasil Perhitungan Persentase Kesalahan Relatif (KR) Skenario II untuk

Output BOD 3 dengan Dataset 60-20-20 dan Epoch 10000 .................... 107

Tabel 4.32 Rekapitulasi Hasil Perhitungan KR% Model Skenario II Output BOD 3 108

Tabel 4.33 Hasil Tahapan Produksi JST Skenario II untuk Output COD 3 dengan

Dataset 60-20-20 dan Epoch 5000............................................................ 109

Tabel 4.34 Hasil Perhitungan Kesalahan Relatif (KR) JST Skenario II untuk Output

COD 3 dengan Dataset 60-20-20 dan Epoch 5000 .................................. 109

Tabel 4.35 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR% Model Skenario II Output

COD 3 ....................................................................................................... 110

Tabel 4.36 Hasil Tahapan Produksi JST Skenario III untuk Output BOD 3 dengan

Dataset 60-20-20 dan Epoch 5000............................................................ 112

Tabel 4.37 Hasil Perhitungan Kesalahan Relatif (KR) JST Skenario III untuk Output

BOD 3 dengan Dataset 60-20-20 dan Epoch 5000 .................................. 112

Tabel 4.38 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR% Model Skenario III Output

BOD 3 ....................................................................................................... 113

Tabel 4.39 Hasil Tahapan Produksi JST Skenario III untuk Output COD 3 dengan

Dataset 60-20-20 dan Epoch 1000............................................................ 114

Tabel 4.40 Hasil Perhitungan Kesalahan Relatif (KR) JST Skenario III untuk Output

COD 3 dengan Dataset 60-20-20 dan Epoch 1000................................... 114

Tabel 4.41 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR% Model Skenario III Output

COD 3 ....................................................................................................... 115

Tabel 4.42 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR % Model Skenario I.............. 115

Tabel 4.43 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR % Model Skenario II dan III

Skenario II ................................................................................................. 116

Tabel 4.44 JST Terbaik untuk Memprediksi Kualitas Air Bambe Tambangan .......... 117

Tabel 4.45 Perbandingan DO Bambe Tambangan Output JST terbaik dengan Data

Aktual ........................................................................................................ 117

Tabel 4.46 Hasil Output JST dan Kesalahan Relatif dengan Data Primer ................. 120

Tabel 4.47 Hasil Perhitungan Metode Neraca Massa ................................................. 121

Tabel 4.48 Perhitungan Kesalahan Relatif Hasil Metode Neraca Massa .................... 122

Tabel 4.49 Perbandingan Hasil Prediksi JST dan Neraca Massa dengan Data

Primer ........................................................................................................ 122

Page 16: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

vii

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

Gambar 2.1 Struktur neuron jaringan syaraf ............................................................ 20

Gambar 2.2 Fungsi sigmoid biner ............................................................................ 21

Gambar 2.3 Fungsi sigmoid bipolar ......................................................................... 21

Gambar 2.4 Fungsi identitas ..................................................................................... 22

Gambar 2.5 Jaringan layar tunggal ........................................................................... 23

Gambar 2.6 Jaringan layar jamak ............................................................................. 24

Gambar 2.7 Arsitektur jaringan dengan lapisan kompetitif (Competitive layer net) 24

Gambar 2.8 Lapisan jaringan backpropagation ....................................................... 32

Gambar 2.9 Arsitektur backpropagation .................................................................. 24

Gambar 2.10 Profil aliran sungai ............................................................................... 41

Gambar 2.11 Horiba U-50 multi-parameter water quality checker ........................... 42

Gambar 2.12 Current meter yang digunakan ............................................................. 43

Gambar 3.1 Titik pemantauan parameter kualitas air di kali surabaya .................... 49

Gambar 3.2 Peta situasi lokasi studi ......................................................................... 53

Gambar 3.3 Contoh cara input data pada neurosolutions7 ....................................... 56

Gambar 3.4 Contoh cara tag data column(s) as input neurosolutions7 ................... 56

Gambar 3.5 Contoh cara build network pada neurosolutions7................................. 57

Gambar 3.6 Contoh cara training network pada neurosolutions7 ............................ 57

Gambar 3.7 Contoh test network pada dataset training dengan neurosolutions7 .... 58

Gambar 3.8 Contoh cara tahapan produksi dan hasil neurosolutions7 pada

jaringan yang telah dibuat .................................................................... 58

Gambar 3.9 Diagram alir penyelesaian studi ........................................................... 61

Gambar 3.10 Diagram alir metode JST dengan neurosolutions7 ............................... 62

Gambar 3.11 Diagram alir prediksi kualitas air dengan metode neraca massa .......... 63

Gambar 3.12 Diagram alir pengukuran data primer ................................................... 64

Gambar 4.1 Grafik data kualitas air bambe tambangan dan kriteria mutu air

kelas II parameter DO........................................................................... 85

Gambar 4.2 Grafik data kualitas air bambe tambangan dan kriteria mutu air

kelas II parameter BOD ........................................................................ 86

Gambar 4.3 Grafik data kualitas air bambe tambangan dan kriteria mutu air

kelas II parameter COD ........................................................................ 87

Gambar 4.4 Grafik data kualitas air bambe tambangan dan kriteria mutu air

kelas II parameter pH ........................................................................... 88

Gambar 4.5 Grafik data kualitas air bambe tambangan dan kriteria mutu air

kelas II parameter suhu ......................................................................... 89

Gambar 4.6 Arsitektur jaringan untuk skenario I ..................................................... 91

Gambar 4.7 Performa pelatihan (train) jaringan skenario I untuk output DO 3

dengan dataset 60-20-20 dan epoch 5000 ............................................ 92

Page 17: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

viii

Gambar 4.8 Performa pelatihan (train) jaringan skenario I untuk output DO 3

dengan dataset 60-20-20 epoch 10000 ................................................. 93

Gambar 4.9 Hasil test network pada dataset training jaringan skenario I

output DO 3 dengan dataset 60-20-20 dan epoch 5000 ....................... 94

Gambar 4.10 Hasil test network pada dataset training jaringan skenario I

output DO 3 dengan dataset 60-20-20 dan epoch 10000 ..................... 94

Gambar 4.11 Grafik hasil test network pada dataset cross validation jaringan

skenario I output DO 3 dengan dataset 60-20-20 dan epoch 5000 ...... 95

Gambar 4.12 Grafik hasil test network pada dataset testing jaringan

skenario I output DO 3 dengan dataset 60-20-20 dan epoch 5000 ...... 96

Gambar 4.13 Arsitektur jaringan untuk skenario II ................................................... 103

Gambar 4.14 Performa pelatihan (train) jaringan skenario II untuk output BOD 3

dengan dataset 60-20-20 dan epoch 10000 .......................................... 104

Gambar 4.15 Hasil test network pada dataset training jaringan skenario II

output BOD 3 dengan dataset 60-20-20 dan epoch 10000 .................. 105

Gambar 4.16 Hasil test network pada dataset cross validation jaringan skenario II

output BOD 3 dengan dataset 60-20-20 dan epoch 10000 .................. 106

Gambar 4.17 Hasil test network pada dataset testing jaringan skenario II

output BOD 3 dengan dataset 60-20-20 dan epoch 10000 .................. 106

Gambar 4.18 Arsitektur jaringan untuk skenario III .................................................. 111

Gambar 4.19 Grafik perbandingan DO 3 output JST terbaik dengan data aktual

PJT I ..................................................................................................... 119

Gambar 4.20 Skema aliran sungai untuk analitis neraca massa ................................. 120

Page 18: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

ix

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

Lampiran 1. Data Curah Hujan ................................................................................... 129

Lampiran 2. Data Kualitas Air Sekunder .................................................................... 142

Lampiran 3. Hasil Prediksi Metode JST...................................................................... 163

Lampiran 4. Data Primer Kualitas Air ........................................................................ 209

Lampiran 5. Aturan-aturan Pemerintah ....................................................................... 215

Lampiran 6. Dokumentasi ........................................................................................... 228

Page 19: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

x

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 20: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

xi

DAFTAR SIMBOL

Besaran dasar Satuan dan Singkatannya Simbol

Debit

DO

BOD

COD

Meter kubik perdetik atau m3/dt

Dissolved Oxygen atay mg/L

Biochemical Oxygen Demand atau

mg/L

Chemical Oxygen Demand atau

mg/L

Q

Fungsi x - f(x) Turunan fungsi x - f’(x) Variabel persamaan matematika - y Variabel input i = 1,2, …n - xi Bobot bias - b Bobot bias dari input ke unit output

tinggi muka air - btj

Persamaan fungsi aktivasi pada suatu

unit pengolah yang merupakan perkalian

input dan bobotnya

- f(net)

Nilai keluaran di unit tersembunyi - zj Perkalian input dari input layer dan

bobotnya ke output layer - z_net j

Persamaan fungsi aktivasi pada hidden

layer yang merupakan perkalian input

dari input layer dan bobotnya ke output

layer

- f(z_net j)

Nilai output layer - yk Perkalian dari output layer dan bobotnya

ke output jaringan - y_net k

Persamaan fungsi aktivasi pada output

layer yang merupakan perkalian dari

output layer dan bobotnya ke output

jaringan

- f(y_netk)

Informasi error pada lapisan

tersembunyi - δj

Informasi error pada lapisan output - δk Informasi error pada lapisan output

tinggi muka air - δt

Banyaknya pengamatan - n Selisih antara output target dengan

output jaringan. - tt – yt

Page 21: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

xii

Besaran dasar Satuan dan Singkatannya Simbol

Bobot lapisan bias ke lapisan

tersembunyi - v0j

Bobot penghubung lapisan tersembunyi

dengan output jaringan tinggi muka air - wtj

Bobot bias ke lapisan output - wk0

Bobot penghubung lapisan

tersembunyi-keluaran jaringan pada

waktu t - 1

- wkj (t-1)

Bobot penghubung lapisan

tersembunyi-keluaran jaringan pada

waktu t + 1

- wkj (t+1)

Koreksi bobot pada lapisan input-i ke

lapisan tersembunyi-j - ∆vji

Koreksi bobot pada lapisan

tersembunyi j - ∆wj

Koreksi bias pada dari input layer ke

unit output tinggi muka air - ∆btj

Koreksi bobot pada lapisan

tersembunyi j ke lapisan keluaran

jaringan

- ∆wkj

Koreksi bias pada lapisan input-i ke

lapisan tersembunyi-j - ∆bji

Faktor skala - β Nilai pusat pada neuron tersembunyi

ke-j - μ

Masukan yang berasal dari unit i - ai

Kecepatan belajar - C Nilai keluaran yang diinginkan unit j

setelah diberikan pola p pada lapisan

masukan

- tjp

Bobot lapisan input ke lapisan

tersembunyi pada t-1 - vji (t-1)

Nilai keluaran yang dihasilkan unit j

setelah diberikan pola p pada lapisan

masukan

- xjp

Page 22: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelangsungan kehidupan manusia sangatlah bergantung terhadap keberadaan sumber

daya air. Meski demikian, air dapat menjadi bencana bagi manusia, bila keberadaanya

tidak memenuhi dari segi kuantitas dan kualitas. Seiring dengan meningkatnya penduduk

dan keragaman kegiatan manusia dapat mengakibatkan berubahnya fungsi lingkungan dan

berdampak negatif terhadap kualitas sumber air, misalnya pada sungai. Kualitas perairan

sungai sangat bergantung dari aktivitas yang ada pada daerah alirannya. Berbagai aktivitas

domestik maupun kegiatan industri akan berpengaruh terhadap kualitas perairan, aktivitas

tersebut dapat menambah tekanan dan beban pencemaran pada badan sungai.

Sungai Brantas adalah sungai terpanjang kedua di Provinsi Jawa Timur yang memiliki

fungsi penting salah satunya yaitu sebagai sumber bahan baku air minum. Jika dilihat dari

sempadan dan lingkungannya berpotensi rawan tercemar karena padatnya kawasan

industri dan pemukiman. Terutama pada bagian hilir Sungai Brantas. Sungai Brantas

dikhawatirkan menjadi sarana yang mudah dan praktis sebagai pembuangan limbah padat

maupun cair hasil dari kegiatan rumah tangga dan industri. Dengan keberadaan berbagai

jenis limbah dan sampah yang mengandung beragam jenis bahan pencemar ke badan-

badan perairan, akan meningkatkan besar beban pencemaran yang diterima oleh sungai

tersebut. Jika beban yang diterima oleh sungai melampaui ambang batas maka dapat

memicu terjadinya penurunan kualitas air sungai. Mengingat penurunan kualitas air sungai

menyebabkan perubahan manfaat keberadaan sungai dan membahayakan lingkungan,

maka diperlukan upaya pengelolaan kualitas air.

Salah satu usaha dalam mengelolaa kualitas air adalah pemantauan kualitas air.

Beragam cara yang dipakai dalam memantau kualitas air, baik secara kimia, fisika dan

biologi. Pemantauan kualitas air sangat dibutuhkan, karena berfungsi untuk memberikan

informasi dasar yang dijadikan acuan untuk menentukan status kualitas airnya. Dalam

pemantauan kualitas air diperlukan banyak bahan, banyak parameter dan alat-alat ukur

serta tenaga ahli sehingga penerapannya menjadi tidak murah dan rumit. Salah satu metode

yang dapat digunakan untuk membantu peramalan, simulasi dan pemantauan kualitas air

sungai adalah dengan metode jaringan syaraf tiruan atau yang biasa dikenal dengan JST.

Page 23: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

2

Oleh karena itu, penulis ingin menerapkan metode JST pada pemantauan kualitas air

di Sungai Brantas kawasan hilir. Dalam studi ini JST diaplikasikan untuk memodelkan

prediksi kualitas air di titik pantau Bambe Tambangan berdasarkan nilai Dissolved Oxygen

(DO), suhu, pH Biological Oxygen Demand (BOD), dan Chemical Oxygen Demand (COD)

titik pantau Jembatan Jrebeng dan Cangkir Tambangan. Serta juga mempertimbangkan

curah hujan di tiga stasiun hujan terdekat dengan Bambe Tambangan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan PP (Peraturan Pemerintah) No. 42 Tahun 2008 tentang pengelolaan

sumber daya air (SDA), menetapkan DAS Brantas menjadi sungai strategis nasional

semenjak tahun 2006. Hal ini merujuk pada besarnya pengaruh DAS Brantas pada stok

pangan nasional, yang mencapai 9 juta ton beras pertahun setara dengan hampir 18% stok

pangan nasional, mempunyai luas +25% luas Provinsi Jawa Timur (12.000 km2),

mempunyai panjang 320 km dengan jumlah air per tahun 12 milyar m3 sebagai pemasok

air baku untuk beragam kebutuhan seperti untuk pembangkit tenaga listrik, PDAM, irigasi,

industri dan lain sebainya.

DAS Brantas melewati 11 kabupaten di Provinsi Jawa Timur yaitu Kabupaten Blitar,

Kabupaten Malang, Tulungagung, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Kediri, Kabupaten

Nganjuk, Kabupaten Jombang, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik dan Trenggalek,

serta 5 Kota yaitu Kota Malang, Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Mojokerto dan Kota

Surabaya. Dari wilayah administrasi kabupaten dan kota tersebut, mempunyai jumlah

penduduk sebanyak 19.006.008 jiwa, dengan tingkat kepadatan mencapai 1.208 jiwa/km2

(Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2011).

Sedangkan kawasan hilir DAS Brantas terdiri dari wilayah Kabupaten Mojokerto,

Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya. Di wilayah hilir DAS Brantas

tersebut mengalir Kali Surabaya yang merupakan anak Sungai Brantas. Salah satu

permasalahan yang terjadi di Kali Surabaya adalah pencemaran air. Karena tingkat

kepadatan penduduk yang tinggi dan banyaknya industri dengan potensi pencemar yang

ada di DAS Brantas ± 483 industri, di Kali Surabaya 65 industri dan Kali Tengah 33

industri.

Hasil kajian Badan Ligkungan Hidup Jawa Timur tahun 2010 menunjukkan bahwa

persentase pencemaran bersumber dari limbah domestik yaitu 50%, limbah industri yaitu

40%, limbah pertanian dll yaitu 10%.

Page 24: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

3

Dua pelanggaran yang sering dilakukan oleh industri sekitar Kali Surabaya yaitu:

1. Memiliki IPAL namun tidak mengoperasikannya dengan optimal

2. Membuang limbah namun tidak sesuai aturan yang ditetapkan

Dalam upaya mewujudkan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 12 Tahun 2013

tentang kebijakan dan strategi pengelolaan sumber daya air Provinsi Jawa Timur,

disebutkan bahwa salah satu upaya pengendalian pencemaran air adalah dengan cara

mengembangkan dan menerapkan teknologi dalam memperbaiki kualitas air dan sistem

pemantauan kualitas air pada sumber air. Dalam pemantauan kualitas air sungai masalah

yang akan dihadapi salah satunya adalah bagaimana memodelkan dan memprediksi

kualitas air sungai pada titik pantau aliran selanjutnya atau di bagian hilir. Maka

dilakukanlah studi pemodelan kualitas air Sungai Brantas hilir, bagian Kali Surabaya, dari

titik pantau Jembatan Jrebeng dan Cangkir Tambangan untuk Bambe Tambangan. Untuk

mempermudah pemodelan, maka dalam studi ini digunakan metode Jaringan Syaraf

Tiruan.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan-batasan masalah yang ada, maka diperoleh rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kondisi eksisting data hujan dan kualitas air (DO, BOD, COD, pH dan

suhu) yang digunakan?

2. Bagaimanakah perbandingan hasil prediksi kualitas air antara metode JST dengan data

aktual dari PJT I (data sekunder) pada titik Bambe Tambangan?

3. Bagaimanakah perbandingan hasil prediksi antara metode JST dengan data hasil

pengukuran di lapangan (data primer) pada titik Bambe Tambangan?

4. Bagaimanakah perbandingan hasil prediksi kualitas air pada titik Bambe Tambangan

antara metode Neraca Massa dengan data hasil pengukuran di lapangan (data primer)?

1.4 Batasan Masalah

Agar dalam penyelesaian studi ini menjadi lebih fokus dan terarah maka dibuatlah

batasan masalah antara lain:

1. Titik lokasi untuk pemantauan sampel kualitas air sungai di Sungai Brantas yaitu:

Jembatan Jrebeng

Cangkir Tambangan

Bambe Tambangan

Page 25: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

4

2. Data yang digunakan dalam metode JST adalah data parameter kualitas air (DO, BOD,

COD, pH, dan suhu) dan curah hujan selama kurang lebih 10 tahun (2006-2015).

3. Data curah hujan didapatkan dari pengukuran di tiga stasiun hujan di Kabupaten

Sidoarjo, yaitu:

Stasiun Hujan Krian

Stasiun Hujan Ketawang

Stasiun Hujan Botokan

4. Prediksi parameter kualitas air menggunakan metode JST dengan bantuan software

NeuroSolutions7.

5. Membandingkan hasil prediksi kualitas air (DO, BOD, COD, pH, dan suhu) antara

metode JST dengan data aktual dari PJT I.

6. Perhitungan analitis prediksi kualitas air dengan metode neraca massa

7. Membandingkan hasil prediksi kualitas air parameter DO, pH dan suhu antara metode

JST dan pengukuran di lapangan (data primer)

8. Tidak membahas pengaruh tata guna lahan di DAS Brantas secara lengkap

9. Tidak menguji data kualitas air dengan statistik

10. Tidak membahas debit sungai secara detail

11. Tidak membahas analisa parameter biologi kualitas air

1.5 Tujuan

Tujuan dari studi ini antara lain adalah:

1. Memberikan informasi kondisi eksisting data hujan dan kualitas air parameter DO,

BOD, COD, pH dan suhu pada lokasi yang digunakan dalam studi ini.

2. Mengetahui perbandingan hasil prediksi kualitas air (DO, BOD, COD, pH, dan suhu)

antara metode JST dengan data aktual dari PJT I.

3. Membandingkan hasil prediksi metode JST dengan data pengukuran di lapangan (data

primer) pada titik Bambe Tambangan untuk parameter DO, pH dan suhu.

4. Mengetahui perbandingan hasil analitis metode neraca massa dengan data pengukuran

di lapangan (data primer) pada titik Bambe Tambangan untuk parameter DO, pH dan

suhu.

1.6 Manfaat

Adapun manfaat yang didapat dari studi ini antara lain adalah:

1. Memberikan solusi kemudahan dalam kegiatan pantau kualitas air sungai.

Page 26: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

5

2. Diharapkan mampu menjadi salah satu masukan terhadap kegiatan pengelolaan

kualitas air yakni pemantauan kualitas air sungai untuk pemerintah dan Perum Jasa

Tirta I.

3. Memberikan salah satu alternatif untuk pemodelan kualitas air sungai yaitu dengan

menggunakan metode JST.

Page 27: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

6

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 28: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Air

Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O. Satu molekul air tersusun atas

dua atom hidrogen (H) dan oksigen (O). Atom-atom hidrogen tertempel pada sebuah sisi

dari atom oksigen, molekul air yang mempunyai muatan positif pada bagian atom hidrogen

dan bermuatan negatif pada bagian atom oksigen. Seperti pada muatan listrik yang

berlawanan selalu tarik menarik, maka molekul air condong untuk saling tarik menarik,

inilah sebabnya air menetes (Krisnandi, 2009).

Pada kondisi standar, air memiliki sifat tidak berwarna, tidak berwarna dan tidak

berasa. Air memiliki kemampuan melarutkan banyak zat kimia dan beberapa jenis gas

serta berbagai macam molekul organik. Air dikatakan bagus apabila memenuhi dari segi

kualitasnya dan bisa digunakan dalam jumlah yang memadai untuk keperluan hidup

manusia. Salah satu air permukaan yang sering digunakan dalam banyak bidang adalah air

sungai.

2.2 Kualitas air

Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau di uji berdasarkan

parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku (Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115

tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini

meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis (Masduqi, 2009).

Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air

tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia, fisika, biologi, atau uji kenampakan

(bau dan warna). Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai

kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap

dalam kondisi alamiahnya.

Air untuk minum umumnya berasal dari air permukaan (surface water) seperti danau,

sungai dan cadangan air lainnya di permukaan bumi atau dari air tanah (ground water) atau

air yang di pompa (melalui pengeboran) dari dalam tanah yang umumnya bebas dari

kandungan zat berbahaya, namun tidak selalu bersih (Krisnandi,2009).

Page 29: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

8

Kualitas air yang baik ini minimal mengandung oksigen terlarut sebanyak lebih 5

mg/l. Oksigen terlarut ini dapat ditingkatkan dengan menambah oksigen ke dalam air

dengan menggunakan aerator atau air yang terus mengalir. Kelebihan plankton dapat

menyebabkan kandungan oksigen didalam air menjadi berkurang (Ansori, 2008).

2.3 Parameter Kualitas Air

2.3.1 Parameter Fisika

A. Kecerahan

Kecerahan adalah parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses fotosintesis pada

suatu ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan daya tembus cahaya

matahari yang jauh kedalam perairan. Begitu pula sebaliknya (Erikarianto, 2008).

Menurut Kordi dan Andi (2009), kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan

kedalam air dan dinyatakan dalam (%). Kemampuan cahaya matahari untuk tembus sampai

kedasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan air. Dengan mengetahui kecerahan suatu

perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses

asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan yang

paling keruh. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih, baik untuk

kehidupan ikan.

B. Suhu

Menurut Nontji (1987), suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian

dalam pengkajian-pengkajian keairan. Data suhu air dapat dimanfaatkan bukan saja untuk

mempelajari gejala-gejala fisika didalam laut, tetapi juga dengan kaitannya kehidupan

hewan atau tumbuhan. Bahkan dapat juga dimanfaatkan untuk pengkajian meteorologi.

Suhu air dipermukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor meteorologi

yang berperan disini adalah curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara,

kecepatan angin, dan radiasi matahari.

Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran

organisme baik dilautan maupun diperairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut.

Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan biota air. Secara umum,

laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan

hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim

(Kordi dan Andi, 2009).

Page 30: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

9

C. Kekeruhan

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya

cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan organik dan anorganik yang

tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan

organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Effendi, 2003).

Kekeruhan pada perairan tergenang, misalnya waduk, lebih banyak disebabkan oleh

bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus, sedangkan kekeruhan

pada sungai yang sedang banjir lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi

yang berukuran lebih besar yang berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa oleh aliran

air hujan. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem pernafasan

dan daya lihat organisme aquatic serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air.

2.3.2 Parameter Kimia

A. pH

Menurut Andayani (2005), pH adalah cerminan derajat keasaman yang diukur dari

jumlah ion hidrogen menggunakan rumus pH = -log (H+). Air murni terdiri dari ion H+ dan

OH- dalam jumlah berimbang hingga pH air murni biasa 7. Makin banyak ion OH- dalam

cairan, makin rendah ion H+, dan makin tinggi pH. Cairan demikian disebut cairan alkalis.

Sebaliknya, makin banyak H+ makin rendah pH dan cairan tersebut bersifat asam. pH

antara 7-9 sangat memadai kehidupan di perairan. Namun pada keadaan tertentu, dimana

air di dasar memiliki potensi keasaman, pH air dapat turun hingga mencapai 4.

pH air mempengaruhi tangkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan

jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh hewan

budidaya. Pada pH rendah (keasaman tinggi), kandungan oksigan terlarut akan berkurang,

sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas naik dan selera makan akan

berkurang. Hal ini sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha

budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5-9,0 dan kisaran optimal

adalah pH 7,5-8,7 (Kordi dan Andi, 2009).

B. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Menurut Wibisono (2005), konsentrasi gas oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu,

makin tinggi suhu, makin berkurang tingkat kelarutan oksigen. Dilaut, oksigen terlarut

(dissolved oxygen / DO) berasal dari dua sumber, yakni dari atmosfer dan dari hasil proses

fotosintesis fitoplankton dan berjenis tanaman laut. Keberadaan oksigen terlarut ini sangat

memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan bagi kebanyakan organisme untuk

kehidupan, antara lain pada proses respirasi dimana oksigen diperlukan untuk pembakaran

Page 31: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

10

(metabolisme) bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan

CO2 dan H2O.

Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut dalam air.

Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehinnga bila ketersediaannya didalam air

tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka segala aktivitas biota akan terhambat.

Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan

lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang terkandung pada

metabolisme ikan (Kordi dan Andi, 2009).

C. Kebutuhan Oksigen Biologi (Biochemical Oxygen Demand)

Secara tidak langsung, BOD (biochemical oxygen demand) merupakan gambaran

kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk

mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Effendi, 2003). BOD hanya

menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis. Bahan organik

ini dapat berupa lemak, protein, kanji, glukosa dan sebagainya. Bahan organik merupakan

hasil pembusukan tumbuhan dan hewan yang telah mati atau hasil buangan dari limbah

domestik dan industri.

Pada perairan alami, yang berperan sebagai sumber bahan organik adalah pembusukan

tanaman. Perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5 - 7,0 mg/L. Perairan yang memiliki

nilai BOD lebih dari 10 mg/L dianggap telah mengalami pencemaran (Effendi, 2003).

D. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand)

Chemical oxygen demand (COD), menggambarkan jumlah total oksigen yang

dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat

didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO2

dan H2O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah

dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel (Effendi, 2003).

Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga

dan industri, misalnya pabrik bubur kertas, dan industri makanan. Perairan yang memiliki

nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD

pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan perairan yang

tercemar dapat lebih dari 200 mg/L.

E. Karbondioksida (CO2)

Karbondioksida (CO2), merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan air

renik maupun tingkat tinggi untuk melakukan proses fotosintesis. Meskipun peranan

karbondioksida sangat besar bagi kehidupan organisme air, namun kandungannya yang

Page 32: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

11

berlebihan sangat menganggu, bahkan menjadi racun secara langsung bagi pembudidayaan

biota air, terutama dikolam dan ditambak (Kordi dan Andi, 2009).

Meskipun presentase karbondioksida di atmosfer relatif kecil, akan tetapi keberadaan

karbondioksida di perairan relatif banyak, kerana karbondioksida memiliki kelarutan yang

relatif banyak.

F. Amonia, Nitrit dan Nitrat

Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Lapisan atmosfer bumi

mengandung sekitar 78% gas nitrogen. Meskipun ditemukan dalam jumlah yang melimpah

di atmosfer akan tetapi nitrogen tidak dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup secara

langsung (Effendi, 2003). Nitrogen harus mmengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi

NH3, NH4, dan NO3.

Diperairan, nitrogen dapat berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik

terdiri dari amonia (NH3), nitrit (NO2), nitrat (NO3) dan molekul nitrogen (N2) dalam

bentuk gas. Nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea.

Amonia (NH3)

Makin tinggi pH, air tambak atau kolam, daya racun amonia semakin meningkat,

sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam molekul

(NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4+). Amonia dalam bentuk

molekul dapat bagian membran sel lebih cepat daripada ion NH4+ (Kordi dan Andi,

2009).

Amonia jarang ditemukan pada perairan yang mendapat cukup pasukan oksigen.

Sebaliknya, pada wilayah tanpa oksigen yang biasanya terdapat di dasar perairan,

kadar amonia relatif tinggi. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi

adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan

limpasan pupuk pertanian.

Nitrit (NO2)

Di perairan alami, nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih

sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit

merupakan bentuk peralihan antara amonia dengan nitrat, dan antara nitrat dengan gas

nitrogen.

Sumber nitrit dapat berupa limbah domestik dan limbah industri. Kadar nitrit pada

perairan relatif lebih kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Di perairan, kadar

nitrit jarang melebihi 1 mg/L. Kadar nitrit yang lebih dari 0,05 mg/L dapat bersifat

Page 33: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

12

toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Effendi, 2003). Bagi manusi dan

hewan, nitrit bersifat lebih toksik daripada nitrat.

Nitrat (NO3)

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien

utama bagi pertumbuhan tanaman algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air

dan bersifat stabil.senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa

nitrogen di perairan. Dua bakteri yang berperan dalam pembentukan nitrat, yaitu

Nitrosomonas dan Nitrobacter. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya

lebih tinggi daripada kadar ammonium. Kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami

hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/L. Kadar nitrat-nitrogen yang melebihi 0,2

mg/L dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (Effendi, 2003).

G. Orthophospat

Menurut Andayani (2005), orthophospat yang larut, dengan mudah tesedia bagi

tanaman, tetapi ketersediaan bentuk-bentuk lain belum ditentukan dengan pasti.

Konsentrasi fosfor dalam air sangat rendah. Konsentasi ortophospate yang biasanya

tidak lebih dari 5-20 mg/liter dan jarang melebihi 1000 mg/liter. Fosfat ditambahkan

sebagai pupuk dalam kolam, pada awalnya tinggi orthophospat yang terlarut dalam air

dan konsentrasi akan turun dalam beberapa hari setelah perlakuan.

Menurut Muchtar (2002), fitoplankton merupakan salah satu parameter biologi yang

erat hubungannya dengan fosfat dan nitrat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton

disuatu perairan tergantung tergantung pada kandungan zat hara fosfat dan nitrat. Sama

halnya seperti zat hara lainnya, kandungan fosfat dan nitrat disuatu perairan, secara alami

terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup diperairan tersebut.

2.3.3 Parameter Biologi

A. Bakteri

Bakteri adalah organisme kecil bersel satu dimana benda-benda organik menembus sel

dan dipergunakan sebagai makanan. Apabila jumlah makan dan gizi berlebihan, maka

bakteri akan cepat berkembang biak sampai sumber makanan tersebut habis. Bakteri

dijumpai di air, tanah, serta udara yang dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, konsentrasi

oksigen, dan pH (Sugiharto, 1987).

Pada banyak bakteri dapat menggunakan energi yang berasal dari reaksi kimia dengan

sinar matahari. Bakteri aerob memerlukan O2 yang terlarut di dalam air/air limbah sebagai

usaha untuk mengoksidasi bahan organik, sedangkan yang tidak memerlukan O2 untuk

proses tersebut dikenal sebagai bakteri anaerob.

Page 34: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

13

Bakteri diperlukan untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalam air limbah.

Oleh karena itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk menguraikan bahan-bahan

tersebut. Bakteri itu sendiri akan berkembang biak apabila jumlah makanan yang

terkandung di dalamnya cukup tersedia, sehingga pertumbuhan bakteri dapat

dipertahankan secara konstan.

B. Alga

Alga berbeda dengan bakteri dan jamur pada kemampuannya dalam mengadakan

fotosintesis, pemanfaatan oksigen pada pertumbuhannya. Alga diklasifikasikan melalui

pigmen warna yang ada, biasanya bening, hijau, motile green, kuning hijau, coklat emas

dan abu-abu hijau. Melalui autotropik alga dirangsang untuk meningkatkan tingkat gizinya

seperti nitrogen dan fosfor dalam air. Alga sangat mudah untuk dibedakan karena

ukurannya yang relatif besar dan bisa mencapai beberapa ratus kaki panjangnya. Beberapa

tipe uniseluler adalah tidak beraturan, akan tetapi umumnya mempunyai ciri khas,

sehingga bermanfaat pada kolam oksidasi dapat memberikan gangguan pada pengolahan

air bersih seperti dengan menimbulkannya rasa dan bau yang tidak diinginkan (Sugiharto,

1987).

C. Zooplankton

Zooplankton seperti halnya organisme lain hanya dapat hidup dan berkembang dengan

baik pada kondisi perairan yang sesuai seperti perairan laut, sungai dan waduk. Perubahan

lingkungan yang terjadi pada suatu perairan akan mempengaruhi keberadaan zooplankton

baik langsung atau tidak langsung. Struktur komunitas dan pola penyebaran zooplankton

dalam perairan dapat dipakai sebagai salah satu indikator biologi dalam menentukan

perubahan kondisi perairan tersebut.

Struktur komunitas zooplankton di suatu perairan ditentukan oleh kondisi lingkungan

dan ketersediaan makanan dalam hal ini fitoplankton. Apabila kondisi lingkungan sesuai

dengan kebutuhan zooplankton maka akan terjadi proses pemangsaan fitoplankton oleh

zooplankton. Apabila kondisi lingkungan dan ketersediaan fitoplankton tidak sesuai

dengan kebutuhan zooplankton, maka zooplankton akan mencari kondisi lingkungan dan

makanan yang lebih sesuai.

2.4 Parameter yang digunakan

2.4.1 Dissolved Oxygen (DO)

DO (dissolved oxygen), oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung di

dalam air dan diukur dalam satuan miligram per liter. Oksigen terlarut ini dipergunakan

Page 35: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

14

sebagai tanda derajat atau tingkat kekotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen

terlarut menunjukkan tingkat kekotoran limbah yang semakin kecil. Jadi ukuran DO

berbanding terbalik dengan BOD (Sugiharto, 1987:7).

2.4.2 Biochemical Oxygen Demand (BOD)

BOD (biochemichal oxygen demand) atau kebutuhan oksigen biokimiawi merupakan

satuan yang digunakan untuk mengukur kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk

menguraikan bahan organik di dalam air limbah, yang menggunakan ukuran mg/liter air

kotor (Sugiharto, 1987:27). Pemeriksaan BOD didasarkan didasarkan atas reaksi oksidasi

zat organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya

bakteri aerob sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbondioksida, air dan amonia.

2.4.3 Chemical Oxygen Demand (COD)

COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari uji BOD

karena bahan-bahan yang stabil terhadap rekasi biologi dan mikroorganisme dapat ikut

teroksidasi dalam uji COD , seperti selulosa (Fardiaz, 1992). Pengukuran BOD dan COD

saling melengkapi, apabila sampel BOD mengandung zat racun maka pertumbuhan bakteri

berkurang sehingga nilai BOD nya rendah. Nilai COD tidak tergantung pertumbuhan

bakteri.

2.4.4 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) air memengaruhi tingkat kesuburan perairan karena

memengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat

membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen

terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas

pernapasan naik dan selera makan akan berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi pada

suasana basa (Kordi dan Tancung, 2007). Selain itu, dalam kondisi basa, konsentrasi

ammonia bebas (NH3) yang bersifat toksik terhadap organisme akuatik akan meningkat

(Effendi, 2003).

2.4.5 Suhu (T)

Pengaruh suhu secara tidak langsung adalah mempengaruhi metabolisme, daya larut

gas-gas, termasuk oksigen serta berbagai reaksi kimia dalam air. Semakin tinggi suhu air,

semakin tinggi pula laju metabolisme udang yang berarti semakin besar konsumsi

oksigennya, padahal kenaikan suhu tersebut bahkan mengurangi daya larut oksigen dalam

air. Setiap kenaikan suhu 10 oC akan mempercepat laju reaksi kimia sebesar 2 kali. (Kordi

dan Tancung, 2007:59).

Page 36: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

15

2.5 Data Hujan

Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi

(hydrologic phenomena), seperti besarnya: curah hujan, temperatur, penguapan, lamanya

penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air sungai, kecepatan

aliran, konsentrasi sedimen sungai akan selalu berubah terhadap waktu (Soewarno, 1995).

Data hidrologi yang erat kaitanya dengan masalah kualitas air sungai yaitu data curah

hujan. Besarnya hujan yang turun akan berpengaruh langsung terhadap debit dan tinggi

muka air sungai. Dengan demikian jika terjadi kenaikan debit sungai maka resiko

pencemaran dapat turun. Hal ini dikarenakan debit sungai yang besar dapat mengencerkan

konsentrasi pencemar.

Ketetapan dalam memilih lokasi dan peralatan baik curah hujan maupun debit

merupakan faktor yang menentukan kualitas data yang diperoleh. Analisis data hujan

dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan dan analisis statistik yang

diperhitungkan. Untuk mendapatkan data hujan yang berkualitas, maka perlu dilakukan uji

screening data sebelum dipakai dalam analisa lanjutan. Subbab berikut akan menjelaskan

mengenai uji screening data hujan.

2.5.1 Uji Ketidakadaan Trend

Deret berkala yang nilainya menunjukkan gerkan yang berjangka panjang dan

mempunyai kecenderungan menuju ke satu arah, arah menaik atau menurun disebut

dengan pola atau trend. Trend musim sering disebut dengan variasi musim (seasonal trend

atau seasonal variation) dan hanya menunjukkan gerakan dalam jangka satu tahun saja.

Variasi musim dari suatu variabel hidrologi umumnya diengaruhi oleh kondisi iklim.

Variasi acak umumnya gerakan yang disebabkan oleh faktor kebetulan (chance factor),

misal banjir besar, dan umunya variasi acak sulit untuk diramal waktu kejadianya.

Apabila dalam deret berkala menunjukkan adanya trend maka datanya tidak

disarankan untuk digunakan pada beberapa analisis hidrologi, misal analisis peluang dan

simulasi. Apabila deret berkala itu menunjukkan adanya trend, maka analisis hidrologi

harus mengikuti garis trend yang dihasilkan, misal analisis regresi anatu analisis rata-rata

bergerak. Ketidakadaaan trend dapat diuji dengan banyak cara. Secara visual dapat

ditentukan dengan menggambarkan deret berkala dalam kertas grafik aritmatik.

A. Uji Korelasi Peringkat Metode Spearman

Trend dapat dipandang sebagai korelasi antara waktu dengan variant dari suatu

variabel hidrologi. Oleh karena itu koefisien korelasinya dapat digunakan untuk

menentukan ketidakadaan trend dari suatu deret berkala. Salah satu cara adalah dengan

Page 37: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

16

menggunakan koefisien korelasi peringkat metode spearman yang dapat dirumuskan

sebagai berikut:

𝐾𝑝 = 1 −6 ∑ (𝑑𝑡)2𝑛

𝑖=1

𝑛3−𝑛 (2-1)

𝑡 = 𝐾𝑝 [𝑛−2

1−𝐾𝑝2]

1

2 (2-2)

dengan:

Kp = koefisien korelasi peringkat dari spearman

n = jumlah data

dt = Rt – Tt

Tt = peringkat dari waktu

Rt = peringkat dari variabel hidrologi dalam deret berkala

T = nilai distribusi t, pada derajat kebebasan (n-2) untuk derajat kepercayaan tertentu

(umumnya 5%)

Uji –t digunakan untuk menentukan apakah variabel waktu dan variabel hidrologi itu

saling tergantung (dependent) atau tidak tergantung (independent). Dalam hal ini yang

diuji adalah Tt dan Rt.

B. Uji Mann dan Whitney

Uji Mann dan Whitney untuk menguji apakah satu set sampel data deret berkala

menunjukan adanya trend atau tidak dapat digunakan prosedur yang sama, yaitu dengan

menggunakan persamaan berikut, dengan cara membagi satu seri data deret berkala

menjadi dua bagian yang jumlahnya sama.

𝑈1 = 𝑁1 𝑁2 +𝑁1

2(𝑁1 + 1) − 𝑅𝑚 (2-3)

𝑈2 = 𝑁1 𝑁2 − 𝑅𝑚 (2-4)

𝑍 =𝑈−

𝑁1 𝑁22

1

12{𝑁1 𝑁2(𝑁1+𝑁2+1)}

12

(2-5)

Hipotesa nol HO, apakah kelompok I dan kelompok II berasal dari populasi yang sama.

Tabel 2.1 Nilai Tc untuk Pengujian Distribusi Normal

Derajat

Kepercayaan 0,1 0,05 0,01 0,015 0,002

Uji Satu Sisi -1,28 / +1,28 -1,654 / +1,645 -2,33 / +2,33 -2,58 / +2,58 -2,88 / +2,88

Uji Dua Sisi -1,654 / +1,645 -1,96 / +1,96 -2,58 / +2,58 -2,81 / +2,81 -3,08 / +3,08

Sumber: Bonnier (1981)

Page 38: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

17

2.5.2 Uji Stasioner

Setelah dilakukan pengujian ketidakadaan trend apabila deret berkala tersebut tidak

menunjukkan adanya trend sebelum data deret berkala digunakan untuk analisis lanjutan

harus dilakukan uji stasioner. Apabila menunjukkan adanya trend maka deret berkala

tersebut dapat dilakukan analisis menurut garis trend yang dihasilkan. Analisis garis trend

dapat menggunakan analisis regresi. Model matematik yang digunakan untuk analisis

regresi tergantung dari kecenderungan garis trend yang dihasilkan.

Apabila menunjukkan tidak ada garis trend maka uji stasioner yang dimaksudkan

untuk menguji kestabilan nilai varian dan rata-rata dari deret berkala. Pengujian nilai

varian dari deret berkala dapat dilakukan dengan Uji-F dengan persamaan:

𝐹 =𝑛1 𝑆1 (𝑛2−1)

𝑛2 𝑆22(𝑛1−1) (2-6)

Dengan deret berkala dibagi menjadi dua kelompok atau lebih, setiap dua kelompok

diuji menggunakan Uji-F. Apabila hasil pengujian ternyata hipotesis nol ditolak, berarti

nilai varianya tidak stabil atau tidak homogen. Deret berkala dengan nilai varianya tidak

homogen berarti deret berkala tersebut tidak stasioner, dan tidak perlu melakukan

pengujian selanjutnya.

Akan tetapi bila hipotesis nil untuk nilai varian tersebut menunjukkan stasioner, maka

pengujian selanjutnya adalah menguji kestabilan nilai rata-ratanya. Untuk rata-rata deret

berkala bila datanya dianggap sebuah populasi maka dapat dilakukan pengujian dengan

menggunakan Uji-T, berikut persamaanya,

𝑡 =𝑋𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎1−𝑋𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎2

𝜎(1

𝑛1+

1

𝑛2)

12

(2-7)

𝜎 = [𝑛1𝑆12+𝑛2𝑆22

𝑛1+𝑛2−2]

1

2 (2-8)

Seperti dalam pengujian kestabilan nilai varian, maka dalam pengujian nilai rata-rata,

data deret berkala dibagi menjadi dua kelompok atau lebih. Setiap dua pasingan kelompok

diuji. Apabila dalam pengujiannya ternyata hipotesis nol ditolak, berarti nilai rata-rata

setiap dua kelompok tidak homogen dan deret berkala tidak stasioner pada derajat

kepercayaan tertentu.

Analisis hidrologi lanjutan seperti analisis peluang, atau simulasi dapat dilakukan pada

bagian atau pada seluruh rangkaian deret berkala yang tidak mengandung trend dan

stasioner, tahap selanjutnya adalah melaksanakan uji persistensi.

Page 39: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

18

2.5.3 Uji Persistensi

Anggapan bahwa dat berasal dari sampel acak harus diuji, yang umumnya merupakan

persyaratan dalam analisis distribusi peluang. Persistensi (persistence) adalah

ketidaktergantungan dari setiap nilai dalam deret berkala. Untuk melaksanakan pengujian

presistensi harus dihitung besarnya koefisisen korelasi serial. Salah satu metode untuk

menentukan koefisien korelasi serial adalah dengan metode spearman. Koefisien korelasi

serial metode spearman dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐾𝑠 = 1 −6 ∑ (𝑑𝑖)2𝑚

𝑖=1

𝑚3−𝑚 (2-9)

𝑡 = 𝐾𝑠 [𝑚−2

1−𝐾𝑠]

1

2 (2-10)

dengan:

Ks = koefisien korelasi serial

m = N-1

N = jumlah data

di = perbedaan nilai antara peringkat data ke Xi dan ke Xi+1

T = nilai dari distribusi-t pada derajat kebebasan m-2 dan derajat kepercayaan

tertentu (umumnya 5% ditolak, atau 95% diterima)

2.6 Jaringan Syaraf Tiruan

2.6.1 Definisi

Jaringan syaraf tiruan (JST) atau sering disebut dengan artifical neural network

(ANN) atau simulated neural network (SNN) dibuat pertama kali pada tahun 1943 oleh

neurophysiologist Waren McCulloch dan Walter Pits. Jaringan Syaraf Tiruan adalah

paradigma pemrosesan suatu informasi yang terinspirasi oleh sistem sel syaraf biologi,

sama seperti otak yang memproses suatu informasi. Elemen mendasar dari paradigma

tersebut adalah struktur yang baru dari sistem pemrosesan informasi. Jaringan Syaraf

Tiruan, seperti manusia, belajar dari suatu contoh. JST dibentuk untuk memecahkan suatu

masalah tertentu seperti pengenalan pola atau klasifikasi karena proses pembelajaran

(Siang JJ, 2005:3).

Tahun 1958, Rosenblatt memperkenalkan dan mulai mengembangkan model jaringan

yang disebut Perceptron. Metode pelatihan diperkenalkan untuk mengoptimalkan hasil

iterasinya. Widrow dan Hoff pada 1960 mengembangkan perceptron dengan

memperkenalkan aturan pelatihan jaringan, yang dikenal sebagai aturan delta (atau sering

disebut kuadrat rata-rata terkecil). Aturan ini akan mengubah bobot perceptron apabila

Page 40: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

19

keluaran yang dihasilkan tidak sesuai dengan target yang diinginkan. Apa yang dilakukan

peneliti sebelumnya hanya menggunakan jaringan dengan layer tunggal (single-layer).

Rumelhart pada tahun 1986 mengembangkan konsep perceptron menjadi

backpropagation, yang memungkinkan jaringan diproses melalui beberapa layer (multi-

layer). Selain itu, beberapa model jaringan syaraf tiruan lain juga mulai dikembangkan

oleh Kohonen pada tahun 1972, Hopfield pada tahun 1982 dan lain-lain. Memasuki tahun

1990 pengembangan jaringan syaraf tiruan mulai ramai dibicarakan dengan

menerapkannya pada aplikasi model-model untuk menyelesaikan bebagai masalah di dunia

nyata.

Menurut Kusumadewi (2003:2), Jaringan Syaraf Tiruan atau disingkat JST merupakan

salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mensimulasikan proses

pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah tiruan di sini digunakan karena dapat

diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan

sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran. Dalam studi ini akan digunakan

software NeuroSolutions7 untuk memodelkan JST.

2.6.2 Komponen Jaringan Syaraf Tiruan

Ada beberapa tipe jaringan syaraf tiruan, namun komponen yang dimilikinya hampir

semuanya sama. Seperti halnya otak manusia, jaringan syaraf tiruan juga terdiri dari

beberapa neuron, dan antara neuron-neuron tersebut saling berhubungan. Neuron-neuron

tersebut akan menginformasikan informasi yang diterima melalui sambungan menuju

neuron-neuron yang lain. Pada jaringan syaraf tiruan, hubungan ini disebut dengan bobot.

Kemudian informasi tersebut disimpan pada suatu nilai tertentu pada bobot tersebut.

Neuron terdiri dari 3 elemen pembentuk:

1. Himpunan unit-unit yang dihubungkan dengan jalur koneksi memiliki bobot atau

kekuatan yang berbeda-beda. Bobot yang bernilai positif akan memperkuat sinyal dan

bernilai negatif akan memperlemah sinyal yang dibawanya. Jumlah, struktur dan

polahubungan antar unit-unit tersebut akan menentukan arsitektur jaringan (dan juga

model jaringan yang terbentuk).

2. Suatu unit penjumlahan yang akan menjumlahkan input-input sinyal yang sudah

dikalikan dengan bobotnya. Misalnya x1, x2, ... , xm adalah unit-unit input dan wj1, wj2,

... , wjm adalah bobot penghubung dari unit-unit tersebut ke unit keluaran Yj, maka unit

penjumlahan akan memberikan keluaran sebesar uj = x1wj1 + x2wj2 + ... + xmwjm

3. Fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah sinyal dari input neuron akan akan

diteruskan ke neuron lain atau tidak.

Page 41: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

20

Gambar 2.1 Struktur neuron jaringan syaraf

Sumber: Kusumadewi (2004:49)

2.6.3 Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan dikembangkan berdasarkan model matematis dengan

mengasumsikan (Muis, 2006:3):

a) Informasi diproses oleh elemen-elemen sederhana yang disebut neuron

b) Sinyal-sinyal dilewatkan antara neuron yang saling berhubungan

c) Setiap sambungan antara dua neuron ada bobotnya masing-masing yang akan

mengalikan sinyal yang ditransmisikan

d) Tiap neuron memiliki fungsi aktivasi yang akan menetukan besaran keluaran fungsi

2.6.4 Cara Kerja Jaringan Syaraf Tiruan

Cara kerja dari jaringan staraf tiruan adalah sebagai berikut:

a) Informasi (input) akan dikirim neuron dengan bobot kedatangan tertentu.

b) Input ini akan akan diproses oleh suatu fungsi perambatan yang akan menjumlahkan

nilai-nilai semua bobot yang datang.

c) Hasil penjumlahan ini kemudian akan dibandingkan dengan suatu nilai ambang

(threshold) tertentu melalui fungsi aktivasi setiap neuron.

d) Apabila input tersebut melewati nilai suatu ambang tertentu, maka neuron tersebut

akan diaktifkan.

e) Apabila neuron tersebut diaktifkan, maka neuron tersebut akan mengirimkan output

melalui bobot-bobot output-nya ke semua neuron yang saling berhubungan.

2.6.5 Fungsi Aktivasi

Setiap neuron dalam jaringan syaraf tiruan mempunyai keadaan internal yang disebut

dengan level aktivasi atau level aktivitas yang merupakan fungsi input yang diterima.

Secara tipikal suatu neuron mengirimkan aktivitasnya ke beberapa neuron lain sebagai

sinyal. Sehingga, argumen fungsi aktivasi dipakai untuk menentukan keluaran suatu

neuron. Argumen fungsi aktivasi adalah net masukan (kombinasi linier masukan dan

bobotnya).

BobotBobot

Fungsi aktivasi

OutputOutput ke

neuron-

neuron

yang lain

Input dan

neuron-

neuron

yang lain

Page 42: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

21

Fungsi aktivasi diharapkan dapat mendekati nilai-nilai maksimum dan minimum

secara baik. Berikut ini beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan, yaitu:

A. Fungsi Sigmoid Biner

Fungsi sigmoid biner digunakan untuk jaringan syaraf tiruan yang dilatih dengan

menggunakan metode backpropagation. Fungsi ini memiliki range 0 sampai dengan 1.

Kurva fungsi sigmoid biner adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Fungsi sigmoid biner

Sumber: Siang JJ (2005:99)

y = 0

= f(net)

= 1

1+𝑒−𝑥 (2-11)

Sumber: Siang JJ (2005:99).

B. Fungsi Sigmoid Bipolar

Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja output

dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1. Kurva fungsi sigmoid bipolar adalah

sebagai berikut:

Gambar 2.3 Fungsi sigmoid bipolar

Sumber: Siang JJ (2005:100)

f(x)

1

x

0

f(x)

1

x

-1

Page 43: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

22

y = 0

= 2 .f(net) – 1

= 2.1

1+𝑒−𝑥 - 1 (2-12)

Sumber: Siang JJ (2005:99).

dimana net sendiri adalah:

net = ∑ xiwini=0 (2-13)

Sumber: Muis (2006:4).

C. Fungsi Threshold (Batas Ambang)

f(x) = {

1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 ≥ 𝑎

0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 < 𝑎 (2-14)

Untuk beberapa kasus, fungsi threshold yang dibuat tidak berharga 0 atau 1, tetapi

berharga -1 atau 1 (sering disebut theshold bipolar).

f(x) = {

1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 ≥ 𝑎

−1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 < 𝑎 (2-15)

Sumber: Siang JJ (2005:26).

D. Fungsi Identitas

Fungsi identitas atau linier akan membawa input ke output yang sebanding. Fungsi

identitas sering dipakai apabila, keluaran yang diinginkan berupa bilangan rill sembarang.

Bilangan rill (bukan hanya pada range [0,1] atau [-1,1].

f (x) = x (2-16)

Sumber: Siang JJ (2005:26).

Fungsi ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.4 Fungsi identitas

Sumber: Kanata (2014)

Page 44: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

23

2.6.6 Arsitektur Jaringan

Beberapa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam jaringan syaraf tiruan antara

lain (Siang JJ , 2005:24):

1. Jaringan Layar Tunggal (Single Layer Network)

Dalam jaringan ini, sekumpulan input neuron dihubungkan langsung dengan

sekumpulan output. Dalam beberapa permodelan (misalnya perceptron), hanya ada sebuah

unit neuron output. Gambar 2.5 menunjukkan arsitektur jaringan dengan n unit input (X1,

X2,… Xn) dan m unit output (Y1, Y2,… Ym). Semua unit input dihubungkan dengan semua

unit output, meskipun dengan bobot yang berbeda-beda. Tidak ada unit input yang

dihubungkan dengan unit input yang lainnya. Demikian pula dengan unit output. Besaran

wji menyatakan hubungan antara unit ke-i dalam input dengan unit ke-j dalam output.

Selama proses pelatihan bobot-bobot tersebut akan dimodifikasi untuk meningkatkan

keakuratan hasil.

Gambar 2.5 Jaringan layar tunggal

Sumber: Hermawan (2006:39)

2. Jaringan Layar Jamak (Multilayer Network)

Jaringan layar jamak merupakan perluasan dari layar tunggal. Dalam jaringan ini,

selain unit input dan output, ada unit-unit lain yang disebut layar tersembunyi (hidden

layer). Sama seperti pada unit input dan output, unit-unit dalam satu layar tidak saling

berhubungan. Jaringan layar jamak dapat menyelesaikan masalah yang lebih kompleks

dibandingkan dengan layar tunggal, meskipun kadangkala proses pelatihan lebih kompleks

dan lama.

Page 45: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

24

Gambar 2.6 Jaringan layar jamak

Sumber: Hermawan (2006:40)

3. Jaringan dengan Lapisan Kompetitif (Competitive Layer Net)

Pada jaringan dengan lapisan kompetitif ini, umumnya hubungan antar neuronnya

tidak diperlihatkan pada diagram arsitektur dan sekumpulan neuronnya bersaing untuk

mendapatkan hak menjadi aktif. Arsitektur jaringan dengan lapisan kompetitif (competitive

layer net) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.7 dengan bobot –η berkut.

Gambar 2.7 Arsitektur jaringan dengan lapisan kompetitif (Competitive layer net)

Sumber: Hermawan (2006:41)

2.6.7 Bias dan Threshold

Pada sistem jaringan syaraf tiruan terkadang ditambahkan sebuah unit masukan yang

nilainya selalu =1. Unit tersebut disebuat bias. Bias dapat dinilai sebagai input uang

Page 46: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

25

nilainya =1. Bias berfungsi untuk mengubah nilai threshold menjadi = 0 (bukan = a). Jika

melibatkan bias, maka keluaran unit penjumlahan adalah (Siang JJ, 2005:27):

𝑛𝑒𝑡 = 𝑏 + ∑ 𝑥𝑖𝑤𝑖𝑖 (2-17)

Fungsi aktivasi threshold menjadi:

f(net) = {

1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 ≥ 0

−1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 < 0 (2-18)

2.6.8 Parameter Jaringan Syaraf Tiruan (JST)

Terdapat beberapa parameter-parameter yang digunakan sebagai batas kesalahan

dalam melakukan pembelajaran, batas minimum dari sebuah fungsi aktivasi dan kontrol

ukuran pada bobot. Parameter yang digunakan pada metode JST adalah sebagai berikut:

1. Maksimum epoch

Epoch merupakan perulangan atau iterasi dari proses yang dilakukan untuk mencapai

target yang telah ditentukan. Maksimum epoch adalah jumlah epoch maksimum yang

boleh dilakukan selama proses pelatihan. Iterasi akan dihentikan apabila nilai melebihi

maksimum epoch.

2. Learning rate

Learning rate merupakan laju pembelajaran yang berupa perkalian negatif dari

gradient untuk menentukan perubahan pada nilai bobot dan bias. Semakin besar nilai

learning rate akan berimplikasi pada semakin besarnya langkah pembelajaran. Jika nilai

learning rate yang diatur terlalu besar maka algoritma akan menjadi tidak stabil.

Sebaliknya jika nilai learning rate yang diatur terlalu kecil maka algoritma akan mencapai

target dalam jangka waktu yang lama.

3. Perhitungan error

Perhitungan error bertujuan untuk mengukur keakurasian jaringan dalam mengenali

pola yang diberikan. Ada tiga macam perhitungan error yang digunakan, yaitu:

a. Mean Square Error (MSE)

MSE merupakan error rata-rata kuadrat dari selisih antara output jaringan dengan

output target. Tujuannya adalah memperoleh nilai error sekecil-kecilnya secara

iterative dengan mengganti nilai bobot yang terhubung pada semua neuron dalam

jaringan. Untuk mengetahui seberapa banyak bobot yang diganti, setiap iterasi

memerlukan perhitungan error yang berasosiasi dengan setiap neuron pada output dan

hidden layer. Nilai MSE yang baik adalah mendekati 0 (MSE 0).

Page 47: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

26

Rumus perhitungan MSE adalah sebagai berikut:

MSE = 1

N∑ (tk-y

k)

2Ni=1 (2-19)

b. Mean Absolute Error (MAE)

MAE merupakan perhitungan error hasil absolute dari selisih antara nilai hasil sistem

dengan nilai aktual. Nilai MAE yang baik adalah mendekati 0 (MAE 0). Rumus

perhitungan MAE adalah sebagi berikut:

MAE = 1

N∑ |tk-y

k|

2Ni=1 (2-20)

c. Mean Absolute Percentage Error (MAPE)

MAPE merupakan perhitungan error hasil absolute dari selisih antara nilai hasil

sistem dengan nilai aktual dalam bentuk persentase. Suatu pemodelan jaringan

mempunyai kinerja yang sangat baik apabila nilai MAPE berada dibawah 10% dan

mempunyai kinerja yang baik apabila berada diantara 10% dan 20%. Rumus

perhitungan MAPE adalah sebagai berikut:

MAPE = 1

N∑ |tk-y

k|. 100%N

i=1 (2-21)

dengan:

tk = nilai output target

yk = nilai output jaringan

N = jumlah output dari neuron

4. Kesalahan Relatif (KR)

Perhitungan kesalahan relatif adalah perhitungan absolute dari output jaringan dan

output target dibagi output target yang telah dirata-rata. Perhitungan ini bertujuan untuk

membuktikan bahwa hasil output jaringan dan output target mempunyai nilai yang tidak

jauh berbeda. Interval keakuratan dari hasil peramalan yang dilakukan umumnya adalah

95%, sehingga taraf kesalahan yang diinjinkan adalah 5%.

KR = 1

𝑁∑

|tk-yk|

tk . 100% (2-22)

2.7 Proses Pelatihan

Berdasarkan cara memodifikasi bobotnya, terdapat dua macam pelatihan yang dikenal

yaitu metode pelatihan terawasi (supervised learning), dan pelatihan tak terawasi

(unsupervised learning). Dalam pelatihan terawasi, terdapat sejumlah pasangan data

(masukan – target keluaran) yang dipakai untuk melatih jaringan hingga diperoleh bobot

yang diinginkan. Pada setiap pelatihan, suatu input diberikan ke jaringan. Jaringan akan

Page 48: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

27

memproses dan mengeluarkan output. Selisih antara keluaran jaringan dengan target

(keluaran yang diinginkan) merupakan kesalahan yang terjadi. Jaringan akan memodifikasi

bobot sesuai dengan kesalahan tersebut. Sistem jaringan ulang menggunakan pelatihan

dengan supervisi adalah backpropagation, perceptron, dan adaline. Sedangkan dalam

pelatihan tanpa supervisi, perubahan bobot jaringan dilakukan berdasarkan parameter

tertentu dan jaringan dimodifikasi menurut ukuran parameter tersebut (Siang JJ, 2005:28).

Ada banyaknya teknik (algoritma) jaringan saraf tiruan yang tersedia. Teknik-teknik

yang ada saat ini memiliki arsitektur yang sangat beragam dan canggih. Ini berbeda jauh

dengan arsitektur jaringan saraf tiruan pada masa-masa awal perkembangan jaringan saraf

tiruan. Macam dari algoritma jaringan syaraf tiruan akan diuraikan pada subbab

selanjutnya.

2.7.1 Algoritma Hebb

Model neuron yang diperkenalkn McCulloch-Pitts mengharuskan kita untuk

menentukan bobot garis dan bias secara analitik. Pada masalah yang kompleks, hal ini

sangat sulit dilakukan. Pada tahun 1949, D.O Hebb memperkenalkan cara menghitung

bobot dan bias secara iteratif. model hebb adalah model tertua yang menggunakan aturan

supervisi. Dasar dari algoritma Hebb adalah kenyataan bahwa apabila 2 neuron yang

dihubungkan dengan sinapsis secara serentak menjadi aktif (sama-sama bernilai positif dan

negatif), maka kekuatan sinapsisnya sinkron (salah satu bernilai positif dan yang lain

bernilai negatif), maka kekuatan sinapsisnya akan melemah. Karena itulah dalam setiap

iterasi, bobot sinapsis dan bias diubah berdasarkan perkalian neuronneuron di kedua

sisinya. Untuk jaringan layar tunggal dengan 1 unit keluaran dimana semua unit masukan

xi terhubbung langsung dengan unit keluaran y, maka perubahan nilai bobot dilakukan

berdasarkan persamaan (Siang JJ, 2004:44):

wi (baru) = wi (lama) + xi y (2-23)

Algoritma pelatihan Hebb dengan vektor input s dan unit target t adalah sebagai berikut:

1) Inisialisasi semua bobot = wi = 0 (i = 1, ..., n)

2) Untuk semua vektor input s dan unit target t, lakukan:

a. Set aktivasi unit masukan xi = si (i=1, ..., n)

b. Set aktivasi unit keluaran: y =t

c. Perbaiki bobot menurut persamaan

wi (baru) = wi (lama) + Δw (i = 1, ..., n) dengan Δw = xi y

d. Perbaiki bias menurut persamaan:

b (baru) = b (lama) + y (2-24)

Page 49: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

28

Perhatikan bahwa perbaikan bias dilakukan sama seperti bobot. Arsitektur jaringan

hebb sama dengan jaringan McCulloch-Pitts. Beberapa unit masukan dihubungkan

langsung dengan sebuah nit keluaran, ditambah dengan sebuah bias. Masalah yang sering

timbul dalam jaringan Hebb adalah dalam menentukan representasi data masukan/keluaran

untuk fungsi aktivasi yang berupa threshold. Representasi yang sering dipakai adalah

bipolar (nilai -1 atau 1). Kadangkala jaringan dapat menentukan pola secara benar jika

dipakai representasi biner (nilai 0 atau 1).

2.7.2 Algoritma Perceptron

Model jaringan perceptron ditemukan oleh Rosenblatt (1962) dan Minsky – Papert

(1969). Model tersebut merupakan model yang memiliki aplikasi dan pelatihan yang paling

baik pada era tersebut. Perceptron termasuk kedalam salah satu bentuk Jaringan Syaraf

Tiruan yang sederhana. Perceptron biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan suatu

tipe pola tertentu yang sering dikenal dengan istilah pemisahan secara linear. Pada

dasarnya perceptron pada Jaringan Syaraf dengan satu lapisan memiliki bobot yang bisa

diatur dan suatu nilai ambang. Algoritma yang digunakan oleh aturan perceptron ini akan

mengatur parameter-parameter bebasnya melalui proses pembelajaran. Fungsi aktivasi

dibuat sedemikian rupa sehingga terjadi pembatasan antara daerah positif dan daerah

negatif. Fungsi aktivasi bukan merupakan fungsi biner (bipolar) tetapi memiliki

kemungkinan nilai -1, 0, atau 1 (Siang JJ, 2004:59). Untuk suatu harga threshold θ yang

ditentukan:

Secara geometris fungsi aktivasi membentuk 2 garis sekaligus, masing – masing

dengan persamaan:

W1X1 + W2X2 + …+ WnXn + b = θ, dan (2-26)

W1X1 + W2X2 + …+ WnXn + b = -θ (2-27)

Pelatihan Perceptron. Misalkan:

S adalah vector masukan dan t adalah target keluaran

α adalah laju pemahaman ( learning rate ) yang ditentukan

θ adalah threshold yang ditentukan.

Algoritma pelatihan perceptron adalah sebagai berikut:

a. Inisialisasi semua bobot dan bias ( umumnya wi = b 0 )

(2-25)

Page 50: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

29

Tentukan laju pemahaman (=α). Untuk penyederhanaan biasanya α diberi nilai = 1

b. Selama ada elemen vector masukan yang respon unit keluarannya tidak sama dengan

target, lakukan:

1) Set aktivasi unit masukan xi = si ( i = 1,…n)

2) Hitung respon unit keluaran: net = ∑ xiwi + b

c. Perbaiki bobot pola yang mengandung kesalahan (y ≠ t ) menurut persamaan:

Wi (baru) = wi (lama) + ∆ w (i=1,…n) dengan ∆ w = α t xi (2-29)

b (baru) = b (lama) + ∆ b dengan ∆ b = α t (2-30)

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam algoritma tersebut:

a) Iterasi dilakukan terus hingga semua pola memiliki keluaran jaringan yang sama

dengan targetnya ( jaringan sudah memahami pola). Iterasi tidak berhenti setelah

semua pola dimasukan seperti yang terjadi pada model Hebb.

b) Perubahan bobot hanya dilakukan pada pola yang mengandung kesalahan (keluaran

jaringan ≠ target ). Perubahan tersebut merupakan hasil kali unit masukan dengan

target laju pemahaman. Perubahan bobot hanya akan terjadi kalau unit masukan ≠ 0.

Perceptron kemudian dikembangkan dengan menambah layer jaringan. Jaringan saraf

tiruan multilayer perceptron merupakan perkembangan dari jaringan saraf tiruan

perceptron yang bertujuan untuk menutupi keterbatasan kemampuan dari jaringan saraf

tiruan perceptron dalam melakukan operasi logika yang kompleks. Dengan adanya

penambahan satu layer yaitu hidden layer, jaringan saraf tiruan multilayer perceptron

mampu menyelesaikan permasalahan operasi logic yang kompleks sehingga jaringan saraf

tiruan multilayer perceptron menjadi salah satu jaringan yang powerfull dan menjadi

jaringan yang sering digunakan untuk menyelesaikan permasalahan klasifikasi,

pengenalan, dan prediksi. Jaringan saraf tiruan multilayer perceptron melakukan proses

training bertujuan untuk melakukan generalisasi dengan baik. Selama proses training,

jaringan saraf tiruan multilayer perceptron merubah bobot – bobot jaringannya untuk

membentuk arsitektur jaringannya sehingga dapat diketahui apakah jaringan saraf tiruan

multilayer perceptron memiliki kemampuan generalisasi yang baik atau tidak.

Multi-Layer Perceptron adalah jaringan syaraf tiruan feed-forward yang terdiri dari

sejumlah neuron yang dihubungkan oleh bobot-bobot penghubung. Neuron-neuron

(2-28)

Page 51: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

30

tersebut disusun dalam lapisan-lapisan yang terdiri dari satu lapisan input (input layer),

satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan output (output layer).

Lapisan input menerima sinyal dari luar, kemudian melewatkannya ke lapisan tersembunyi

pertama, yang akan diteruskan sehingga akhirnya mencapai lapisan output.

Tidak ada batasan banyaknya hidden layer dan jumlah neuron pada setiap layernya.

Setiap neuron pada input layer terhubung dengan setiap neuron pada hidden layer.

Demikian juga, setiap neuron pada hidden layer terhubung ke setiap neuron pada output

layer. Setiap neuron, kecuali pada layer input, memiliki input tambahan yang disebut bias.

Bilangan yang diperlihatkan pada gambar di atas digunakan untuk mengidentifikasi setiap

node pada masing-masing layer.

Kemudian, jaringan dilatih agar keluaran jaringan sesuai dengan pola pasangan

masukan-target yang telah ditentukan. Proses pelatihan adalah proses iteratif untuk

mementukan bobot-bobot koneksi antara neuron yang paling optimal. Kata

backpropagation yang sering dikaitkan pada MLP merujuk pada cara bagaimana gradien

perubahan bobot dihitung. Jaringan MLP yang sudah dilatih dengan baik akan memberikan

keluaran yang masuk akal jika diberi masukan yang serupa (tidak harus sama) dengan pola

yang dipakai dalam pelatihan.

2.7.3 Algoritma ADALINE

Model adaline (Adaptive Linear Neuron) ditemukan oleh Widrow dan Hoff (1960).

Arsitekturnya mirip dengan perceptron. Beberapa masukan dan sebuah bias dihubungkan

langsung dengan sebuah neuron keluaran. Perbedaan dengan perceptron adalah dalam hal

cara modifikasi bobotnya. Bobot dimodifikasi dengan aturan delta (sering juga disebut

least mean square). Selama pelatihan, fungsi aktivasi yang dipakai adalah fungsi identitas.

Net = Σ xiwi + b (2-31)

Y = f (net) = net = Σ xiwi + b (2-32)

Kuadrat selisih antara target (t) dan keluaran jaringan (f(net)) merupakan error yang

terjadi. Dalam aturan delta, bobot dimodifikasi sedemikian hingga errornya minimum.

E = (t-f(net))2 = (t – (Σ xiwi + b))2 (2-33)

E merupakan fungsi bobot wi. Penurunan E tercepat terjadi pada arah

𝜕𝐸

𝜕𝑤𝑖= -2 (t-(Σ xiwi + b )) xi = -2 (t-y) xi. (2-34)

Maka perubahan bobot adalah:

Δwi = α (t-y) xi dengan α merupakan bilangan positif kecil (umumnya diambil = 0.1)

Page 52: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

31

Algoritma pelatihan ADALINE adalah sebagai berikut:

1. Inisialisasi semua bobot dan bias (umumnya wi = b = 0)

Tentukan laju pemahaman (=α). Unuk penyederhanaan biasanya α diberi nilai kecil

(=0.1)

2. Selama max Δwi> batas toleransi, lakukan:

a. Set aktivasi unit masukan xi = si (i = 1, ..., n)

b. Hitung respon unit keluaran: net = Σ xiwi + b

Y = f(net) = net

c. Perbaiki bobot pola yang mengandungkesalahan (y ≠ t) menurut persamaan:

Wi (baru) = wi (lama) + α (t-y) i (2-35)

B (baru) = b (lama) + α (t-y) (2-36)

Setelah proses pelatihan selesai, ADALINE dapat dipakai untuk pengenalan pola.

Untuk itu, umumnya dipakai fungsi threshold bipolar (meskipun tidak menutup

kemungkinan digunakan bentuk lainnya). Caranya adalah sebagai berikut:

1. Inisialisasi semua bobot dan bias dengan bobot dan bias hasil pelatihan

2. Untuk setiap input masukan bipolar x, lakukan:

a. Set aktivasi unit masukan xi = si (i = 1, ..., n)

b. Hitung net vktor keluaran:

Net = Σ xiwi + b (2-37)

c. Kenakan fungsi aktivasi:

𝑦 = {−1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑛𝑒𝑡 <01 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑛𝑒𝑡 ≥0

(2-38)

2.7.4 Algoritma Backpropagation

Jaringan perambatan galat mundur (backpropagation) merupakan salah satu algoritma

yang sering digunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang rumit. Jaringan

perambatan galat mundur (backpropagation) merupakan salah satu algoritma yang sering

digunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang rumit karena, algoritma ini dilatih

dengan menggunakan metode belajar terbimbing. Pada jaringan diberikan sepasang pola

yang terdiri dari pola masukan dan pola yang diinginkan. Ketika suatu pola diberikan

kepada jaringan, bobot-bobot diubah untuk memperkecil perbedaan pola keluaran dan pola

yang diinginkan. Pelatihan ini dilakukan berulang-ulang sehingga semua pola yang

dikeluarkan jaringan dapat memenuhi pola yang diinginkan.

Algoritma pelatihan jaringan syaraf perambatan galat mundur terdiri atas dua langkah,

yaitu perambatan maju dan perambatan mundur. Algoritma backpropogation

Page 53: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

32

menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur

(backward). Untuk mendapatkan error ini tahap perambatan maju (forward propagation)

harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju, neuron-neuron di aktifkan

dengan menggunakan fungsi aktivasi yang dapat dideferensiasikan, seperti sigmoid, atau

tansig, atau purelin.

Langkah perambatan maju dan perambatan mundur ini dilakukan pada jaringan untuk

setiap pola yang diberikan selama jaringan mengalami pelatihan. Jaringan perambatan

galat mundur terdiri atas tiga lapisan atau lebih unit pengolahan.

Jaringan perambatan galat mundur terdiri atas tiga lapisan atau lebih unit pengolah

Gambar 2.8 menunjukkan jaringan perambatan galat mundur dengan tiga lapisan

pengolahan, bagian bawah sebagai masukan, bagian tengah disebut sebagai lapisan

tersembunyi dan bagian atas disebut lapisan keluaran.Ketiga lapisan ini terhubung secara

penuh.

Gambar 2.8 Lapisan jaringan backpropagation

Sumber: Hermawan (2006:50)

Gambar 2.9 menunjukkan arsitektur jaringan backpropagation dimana 𝑣𝑗𝑖 merupakan

bobot garis dari unit masukan 𝑥𝑖 ke unit layar tersembunyi 𝑧𝑗 (𝑣𝑗0merupakan bobot garis

yang menghubungkan bias di unit masukan ke unit layar tersembunyi 𝑧𝑗). Sedangkan 𝑤𝑘𝑗

merupakan bobot dari unit layar tersembunyi 𝑧𝑗 ke unit keluaran 𝑦𝑘 (𝑤𝑘0 merupakan bobot

dari bias di layar tersembunyi ke unit keluaran 𝑧𝑘).

Page 54: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

33

Gambar 2.9 Arsitektur backpropagation

Sumber: Siang JJ (2004:98)

A. Pelatihan Backpropagation

Pelatihan backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju. Pola

masukan dihitung maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran menggunakan

fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur. Selisih antara keluaran

jaringan dengan target yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi. Kesalahan

tersebut dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan

unit-unit di layar keluaran. Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk menurunkan

kesalahan yang terjadi (Siang JJ, 2004:100). Berikut merupakan penjelasan dari masing-

masing fase pelatihannya.

Fase I: Propagasi Maju

Pada fase propagasi maju, sinyal masukan (= 𝑥𝑖) dipropagasikan ke layar tersembunyi

menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap unit layar tersembunyi

(= 𝑧𝑗) tersebut selanjutnya dipropagasikan maju ke lapisan selanjutnya. Demikian

seterusnya sampai menghasilkan keluaran jaringan (= 𝑦𝑘). Berikutnya, keluaran jaringan

(= 𝑦𝑘) dibandingkan dengan target yang harus dicapai (= 𝑡𝑘). Selisih 𝑡𝑘 − 𝑦𝑘 adalah

kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan yang terjadi lebih kecil dari batas toleransi yang

ditentukan, maka iterasi dihentikan. Namun, apabila kesalahan yang terjadi lebih besar dari

batas toleransi yang ditentukan, maka bobot setiap garis dalam jaringan akan dimodifikasi

untuk mengurangi kesalahan yang terjadi.

Page 55: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

34

Fase II: Propagasi Mundur

Berdasarkan kesalahan 𝑡𝑘 − 𝑦𝑘, dihitung faktor 𝛿𝑘 (k = 1,2, … , m) yang dipakai

untuk mendistribusikan kesalahan di unit 𝑦𝑘 ke semua unit tersembunyi yang terhubung

langsung dengan . 𝛿𝑘 juga dipakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan

langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang sama, dihitung 𝛿𝑗 di setiap unit di layar

tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit tersembunyi

di layar bawahnya. Demikian seterusnya hingga semua faktor 𝛿 di unit tersembunyi yang

berhubungan dengan unit masukan dihitung.

Fase III: Perubahan Bobot

Setelah semua faktor 𝛿 dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan.

Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor 𝛿 neuron di layar atasnya. Ketiga fase

tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi. Umunya kondisi

penghentian yang sering dipakai adalah jumlah iterasi atau kesalahan. Iterasi akan

dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah maksimum iterasi

yang ditetapkan, atau jika kesalahan yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang

diinjinkan.

Alogaritma pelatihan untuk jaringan dengan satu layar tersembunyi adalah sebagai

berikut:

1. Inisialisasi bobot (dengan nilai acak yang cukup kecil)

2. Tetapkan: Epoch = 0, MSE = 1

Fase I: Propagasi Maju

3. Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi di

atasnya.

4. Hitung semua keluaran di unit tersembunyi zj(j = 1, 2, ..., p)

z_net j = vj0 + ∑ 𝑋𝑖 𝑉𝑗𝑖𝑛𝑖=1 (2-39)

zj = f (z_net j) = 1

1+ 𝑒−𝑧𝑛𝑒𝑡𝑗 (2-40)

5. Hitung semua keluaran jaringan di unit yk (k = 1, 2, ..., m)

y_net k = wk0 + ∑ 𝑍𝑗 𝑊𝑘𝑗𝑝𝑗=1 (2-41)

yk = f (y_net k) = 1

1+ 𝑒−𝑦𝑘 (2-42)

Fase II: Propagasi Mundur

6. Hitung faktor δ unit keluaran berdasarkan kesalahan di setiap unit keluaran yk

(k = 1, 2, ..., m)

δk = (tk – yk) f’ (y_net k) = (tk – yk) yk (1 – yk) (2-43)

Page 56: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

35

δk merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan bobot layar

dibawahnya (langkah 7). Hitung suku perubahan bobot wkj (yang akan dipakai nanti

untuk merubah bobot wkj) dengan laju percepatan α. (k = 1, 2, ..., m ; j = 0, 1, ..., p)

∆wkj = α δk zj (2-44)

7. Hitung faktor δ unit tersembunyi berdasarkan kesalahan di setiap unit tersembunyi zj

(j = 1, 2, ..., p)

δ_net j = ∑ 𝛿𝑘 𝑊𝑘𝑗𝑚𝑘=1 (2-45)

faktor δ unit tersembunyi:

δj = δ_net j f’(z_net j) = δ_net j zj(1 – zj) (2-46)

Hitung suku perubahan bobot vji (yang akan dipakai untuk merubah bobot vji).

(j = 1, 2, ..., p ; i = 0, 1, ..., n)

∆vji = α δj xi (2-47)

Fase III: Perubahan bobot

8. Hitung semua perubahan bobot

Perubahan bobot garis yang ke unit keluaran: (k = 1, 2, .., m; j = 0, 1,..., p)

wkj (baru) = wkj (lama) + ∆wj (2-48)

Perubahan bobot garis yang ke unit tersembunyi: (j = 1,2,.., p; i = 0,1,.., n)

vji (baru) = vji (lama) + ∆ji (2-49)

Setelah pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk pengenalan pola.

Dalam hal ini, hanya propagasi maju (langkah 4 dan 5) saja yang dipakai untuk

menentukan keluaran jaringan. Apabila fungsi aktivasi yang dipakai bukan sigmoid biner,

maka langkah 4 dan 5 harus disesuaikan. Demikian pula pada turunannya pada langkah 6

dan 7.

B. Optimasi Arsitektur Backpropagation

Masalah utama yang dihadapi dalam backpropagation adalah lamanya iterasi yang

harus dilakukan. Backpropagation tidak dapat memberi kepastian tentang berapa epoch

yang harus dilalui untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Oleh karena itu parameter-

parameter jaringan dicoba-coba untuk menghasilkan jumlah iterasi yang relatif lebih

sedikit.

C. Pemilihan Bobot dan Bias Awal

Bobot awal akan mempengaruhi apakah jaringan mencapai titik minimum lokal atau

global, dan seberapa cepat konvergensinya. Bobot yang menghasilkan nilai turunan

aktivasi yang kecil sedapat mungkin dihindari karena akan menyebabkan perubahan

bobotnya menjadi sangat kecil. Demikian pula nilai bobot awal tidak boleh terlalu besar

Page 57: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

36

karena nilai turunan fungsi aktivasinya menjadi sangat kecil juga. Oleh karena itu dalam

standar backpropagation, bobot dan bias diisi dengan bilangan acak kecil.

Nguyen dan Widrow (1990 dalam Siang JJ 2004:104) mengusulkan cara membuat

inisialisasi bobot dan bias ke unit tersembunyi sehingga menghasilkan iterasi lebih cepat.

Misal: n = jumlah unit masukan

P = jumlah unit tersembunyi

β = faktor skala = 0,7 √𝑝𝑛

Alogaritma inisialisasi Nguyen Widrow adalah sebagai berikut:

a. Inisialisasi semua bobot (vji (lama)) dengan bilangan acak dalam interval

b. Hitung ‖vj‖ = √𝑉2𝑗1 + 𝑉2𝑗2 + ⋯ + 𝑉2𝑗𝑛 (2-50)

c. Bobot yang dipakai sebagai inisialisasi = vji = 𝛽 𝑉𝑗𝑖 (𝑙𝑎𝑚𝑎)

‖𝑣𝑗‖ (2-51)

d. Bias yang dipakai sebagai inisialisasi = vj0 = bilangan acak antara –β dan β

D. Jumlah Unit Tersembunyi

Hasil teoritis yang dapat menunjukkan bahwa jaringan dengan sebuah layar

tersembunyi sudah cukup bagi backpropagation untuk mengenali korelasi antara masukan

dan target dengan tingkat ketelitian yang ditentukan. Akan tetapi penambahan jumlah

lapisan ptersembunyi terkadang membuat pelatihan lebih mudah.

Jika jaringan memiliki lebih dari satu layar tersembunyi, maka alogaritma pelatihan

yang dijabarkan sebelumnya perlu direvisi. Dalam propagasi maju, keluaran harus dihitung

untuk tiap layar, dimulai dari layar tersembunyi paling bawah (terdekat dengan masukan).

Sebaliknya, dalam propagasi mundur, faktor δ perlu dihitung untuk setiap layar

tersembunyi, dimulai dari layar keluaran (Siang JJ, 2004:111).

E. Jumlah Pola Penelitian

Tidak ada kepastian tentang berapa banyak pola yang diperlukan agar jaringan dapat

dilatih dengan sempurna. Jumlah pola yang dibutuhkan dipengaruhi oleh banyaknya bobot

dalam jaringan serta tingkat akurasi yang diharapkan. Aturan kasarnya dapat ditentukan

berdasarkan rumus (Siang JJ, 2004:111):

Jumlah pola = jumlah bobot / tingkat akurasi (2-52)

Untuk jaringan dengan 80 bobot dan tingkat akurasi 0,1 maka 800 pola masukan

diharapkan akan mampu mengenali dengan benar 90% pola diantaranya.

F. Lama Iterasi

Tujuan utama penggunaan backpropagation adalah mendapatkan keseimbangan antara

pengenalan pola pelatihan secara benar dan respon yang baik untuk pola lain yang sejenis

Page 58: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

37

(data pengujian). Jaringan dapat dilatih terus menerus hingga semua pola pelatihan dikenali

dengan benar. Akan tetapi hal itu tidak menjamin jaringan akan mampu mengenali pola

pengujian yang tepat. Jadi tidaklah bermanfaat untuk menerusakan iterasi hingga semua

kesalahan pola pelatihan = 0.

Umumnya data dibagi menjadi dua bagian, yaitu pola data yang dipakai sebagai

pelatihan dan data yang dipakai untuk pengujian. Perubahan bobot dilakukan berdasarkan

pola pelatihan. Akan tetapi selama pelatihan (misalnya setiap 10 epoch), kesalahan yang

terjadi dihitung berdasarkan semua data (pelatihan dan pengujian). Selama kesalahan ini

menurun, pelatihan terus dijalankan. Akan tetapi jika kesalahannya sudah meningkat,

pelatihan tidak ada gunanya lagi untuk diteruskan. Jaringan sudah mulai mengambil sifat

yang hanya dimiliki secara spesifik oleh data pelatihan (tetapi tidak dimiliki oleh data

pengujian) dan sudah mulai kehilangan kemampuan melakukan generalisasi (Siang JJ,

2004:112).

2.8 JST untuk Peramalan

Salah satu bidang dimana JST dapat diaplikasikan dengan baik adalah bidang

peramalan (forecasting). Peramalan yang sering kita dengar adalah peramalan besarnya

penjualan, nilai tukar valuta asing, prediksi besarnya aliran air sungai, dll.

Secara umum, masalah peramalan dapat dinyatakan sebagai berikut, diketahui

sejumlah data runtun waktu (time series) x1, x2 , .... ,xn. Masalahnya adalah memperkirakan

berapa harga xn+1 berdasarkan x1, x2 , .... ,xn. Dengan JST misal backpropagation, record

data dipakai sebagai data pelatihan untuk mencari bobot yang optimal. Untuk itu kita perlu

menetapkan besarnya periode dimana data berfluktuasi. Periode ini kita tentukan secara

intuitif.

Bagian tersulit adalah menentukan jumlah layar (dan unitnya). Tidak ada teori yang

dengan pasti dapat dipakai. Tapi secara praktis dicoba jaringan yang kecil terlebih dahulu

(misal terdiri dari 1 layar tersembunyi dengan beberapa unit saja). Jika gagal (kesalahan

tidak turun dalam epoch yang besar), maka jaringan diperbesar dengan menambahkan unit

tersembunyi atau bahkan menambah layar tersembunyi.

2.9 NeuroSolutions7

2.9.1 Neurosolutions For Excel

NeuroSolutions adalah paket perangkat lunak jaringan syaraf tiruan yang mudah

digunakan untuk Windows. Yang menggabungkan modular, desain antarmuka jaringan

Page 59: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

38

berbasis ikon dengan implementasi Kecerdasan buatan dan algoritma pembelajaran yang

canggih dengan menggunakan langkah intuitif atau antarmuka dengan Excel yang mudah

digunakan. Lakukan peramalan penjualan, prediksi olahraga, klasifikasi medis, dan banyak

lagi dengan NeuroSolutions.

Proses jaringan syaraf tiruan itu cukup panjang dengan persamaan matematika yang

rumit dan NeuroSolutions dirancang untuk membuat teknologinya menjadi simpel dan

mudah diakses oleh para pengembang jaringan syaraf pemula dan lanjutan. Ada tiga fase

dasar dalam analisis jaringan syaraf: pelatihan jaringan pada data Anda, pengujian jaringan

untuk akurasi dan membuat prediksi / klasifikasi dari data baru. Hanya Express Builder di

NeuroSolutions Excel dapat menyelesaikan semua ini secara otomatis dalam satu langkah

sederhana.

Dengan NeuroSolutions for Excel, akan mudah memulai dengan cepat dalam

memecahkan masalah Anda masalah. Ini menyediakan desain antarmuka yang mudah

digunakan dan intuitif agar pengguna dapat dengan mudah menyiapkan simulasi secara

otomatis membangun, melatih dan menguji beberapa topologi jaringan syaraf tiruan dan

menghasilkan laporan hasil yang mudah dibaca termasuk model berkinerja terbaik.

2.9.2 Pembagian Data (Tag Data)

Sebelum memodelkan JST, langkah awal adalah menyiapkan data lalu membaginya

kebagian mana input, desire, training, cross validation, testing dan as production. Untuk

input dan desire dibagi berdasarkan columns data. Sedangkan training, cross validation,

testing dan as production dibagi berdasarkan rows data. Pembagian data menurut baris

(rows) bisa dilakukan secara otomatis berdasarkan persentase jumlahnya dengan rows by

percentages. Fitur ini Menyediakan metode yang cepat untuk menandai beberapa baris

data.

Mungkin sudah jelas peran dari set data pelatihan dan pengujian, tapi kita sering

ditanya “Apa itu Cross Validation?”. Cross Validation adalah kumpulan data set lain yang

digunakan selama proses pelatihan untuk membantu Mencegah model jaringan syaraf

tiruan dari overspecializing pada data pelatihan. Jadi ketika jaringan syaraf berada pada

tahap Pelatihan, perangkat lunak juga menggunakan data validasi silang untuk menguji

jaringan secara simultan untuk menghentikan Pelatihan jaringan syaraf sebelum mulai

menjadi overspecializing dalam data pelatihan.

2.9.3 Pembuatan Jaringan (Build Network)

Berbagi macam jaringan bisa dibuat dengan aplikasi ini. Salah satu bentuk jaringan

default yang dapat dibuat adalah regression MLP. Saat item menu ini dipilih, breadboard

Page 60: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

39

akan dibuat dengan Excel dan NeuroSolutions breadboard adalah jaringan Multilayer

Perceptron satu lapisan tersembunyi (MLP) yang disiapkan bersama semua Komponen

untuk memecahkan masalah regresi (yaitu, pendekatan fungsi). Hal ini umumnya

direkomendasikan untuk kumpulan data lebih besar dari 1000 baris untuk menghindari

over-fitting, namun kumpulan data yang lebih kecil dapat digunakan.

Multilayer perceptrons (MLPs) adalah jaringan feedforward berlapis yang biasanya

dilatih dengan backpropagation statis. Jaringan akan menemukan cara mereka ke dalam

aplikasi yang tak terhitung jumlahnya yang membutuhkan klasifikasi pola statis.

Keuntungan utama mereka adalah mudah digunakan, dan mereka bisa mendekati peta

input atau output apapun. Kelemahan utamanya adalah mereka berlatih dengan lambat, dan

memerlukan banyak data pelatihan (biasanya tiga kali lebih banyak sampel pelatihan

daripada bobot jaringan).

2.9.4 Pelatihan Jaringan (Train Network)

Breadboard NeuroSolutions aktif dilatih satu kali dan bobot jaringan terbaik disimpan

(catatan: bobot jaringan terbaik disimpan pada saat kesalahan validasi minimum jika opsi

cross validation digunakan. Atau saat jika epoch pelatihan dengan error terkecil. Laporan

Dari hasil pelatihan tersebut kemudian dihasilkan. Laporan yang dihasilkan berisi

informasi berikut:

1. Plot MSE versus Epoch.

2. Tabel yang menunjukkan MSE pelatihan yang minimum, periode dimana MSE

pelatihan minimum ini terjadi, dan MSE pelatihan terakhir.

2.9.5 Uji Jaringan (Test Network)

NeuroSolutons Memungkinkan pengguna untuk menguji jaringan pada kumpulan data

yang dipilih (Training, Cross Validation, atau Testing). Pengguna juga Memiliki pilihan

untuk menggunakan bobot jaringan saat ini atau menggunakan bobot jaringan terbaik

(catatan: Jika validasi silang digunakan selama pelatihan, bobot jaringan terbaik adalah

yang memberikan kesalahan validasi lintas minimum. Jika tidak, bobot jaringan terbaik

adalah yang memberikan kesalahan pelatihan minimum) yang disimpan selama pelatihan

Uji coba (catatan: jika Anda memilih untuk memuat bobot jaringan terbaik, breadboard

aktif harus sama topologinya sebagai salah satu yang bobot terbaik diciptakan). Selama

pengujian, pembelajaran dimatikan dan Kumpulan data yang dipilih diumpankan melalui

jaringan. Output jaringan dikumpulkan dan sebuah laporan kemudian dihasilkan

menunjukkan hasil pengujian. Isi dari laporan yang dihasilkan ini bervariasi berdasarkan

pada apakah Klasifikasi atau Jenis laporan regresi dipilih.

Page 61: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

40

1. Regresi yang dipilih: Plot dari output jaringan dan output jaringan yang diinginkan

untuk setiap output. Setiap output yang diinginkan akan diplot sebagai warna solid dan

output jaringan yang sesuai akan menjadi garis putus-putus Warnanya sama. Untuk

masalah dengan output tunggal, plot scatter juga akan dihasilkan.

2. Klasifikasi yang dipilih: matriks menunjukkan jumlah keluaran yang diklasifikasikan

sebagai anggota masing-masing kelas.

3. Tabel yang melaporkan MSE, NMSE, MAE, kesalahan absolut minimum, kesalahan

absolut maksimum, dan koefisien korelasi (r) untuk setiap keluaran. Perhatikan bahwa

MSE diukur dengan menggunakan keluaran yang diinginkan (yaitu tidak

dinormalisasi), yang berbeda daripada MSE yang dilaporkan dalam laporan Pelatihan

(yang merupakan setengah dari kesalahan kuadrat-normal). Jika Jenis laporan

klasifikasi dipilih, tabel ini juga mencakup persentase yang benar untuk setiap kelas.

2.9.6 Produksi (Production)

Pilih item menu ini untuk menerapkan model syaraf anda ke data yang ditandai

sebagai production. Ini akan memberikan hasil produksi Masukan data ke dalam model

neural dan menghasilkan output model. Outputnya akan ditulis kembali ke data anda pada

lembar di lokasi yang untuk produksi. Perhatikan bahwa menurut definisi, data produksi

tidak memiliki output yang diinginkan karena data produksi adalah data yang digunakan

untuk penerapan model syaraf. Demikian, lokasi yang diinginkan produksi akan kosong

sampai dataset produksi diterapkan.

2.10 Metode Neraca Massa

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 110 Tahun 2003 tentang

pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air, penentuan daya

tampung beban pencemaran dapat ditentukan dengan cara sederhana yaitu dengan

menggunakan metode neraca massa. Model matematika yang menggunakan perhitungan

neraca massa dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi rata-rata aliran hilir

(downstream) yang berasal dari sumber pencemar point sources dan non point sources,

perhitungan ini dapat pula dipakai untuk menentukan persentase perubahan laju alir atau

beban polutan. Jika beberapa aliran bertemu menghasilkan aliran akhir, atau jika kuantitas

air dan massa konstituen dihitung secara terpisah, maka perlu dilakukan analisis neraca

massa untuk menentukan kualitas aliran akhir dengan perhitungan

CR = ∑ 𝐶𝑖 𝑄𝑖

∑ 𝑄𝑖 =

∑ 𝑀𝑖

∑ 𝑄𝑖 (2-53)

Page 62: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

41

dengan:

CR = konsentrasi rata-rata konstituen untuk aliran gabungan

Ci = konsentrasi konstituen pada aliran ke-i

Qi = debit aliran ke-i

Mi = massa konstituen pada aliran ke-i

Metode neraca massa ini dapat juga digunakan untuk menentukan pengaruh erosi

terhadap kualitas air yang terjadi selama fasa konstruksi atau operasional suatu proyek, dan

dapat juga digunakan untuk suatu segmen aliran, suatu sel pada danau, dan samudera.

Tetapi metode neraca massa ini hanya tepat digunakan untuk komponen-komponen yang

konservatif yaitu komponen yang tidak mengalami perubahan (tidak terdegradasi, tidak

hilang karena pengendapan, tidak hilang karena penguapan, atau akibat aktivitas lainnya)

selama proses pencampuran berlangsung seperti misalnya garam-garam. Penggunaan

neraca massa untuk komponen lain, seperti DO, BOD, dan NH3 – N, hanyalah merupakan

pendekatan saja.

Gambar 2.10 Profil aliran sungai

Sumber: KEPMEN LH No. 110 (2003)

Keterangan:

1. Aliran sungai sebelum bercampur dengan sumber-sumber pencemar

2. Aliran sumber pencemar A

3. Aliran sumber pencemar B

4. Aliran sungai setelah bercampur dengan sumber-sumber pencemar

2.11 Pengukuran di Lapangan

2.11.1 Pengukuran Parameter Kualitas Air

Pengukuran kualitas air sungai di lapangan bertujuan untuk mengetahui yang

sesungguhnya kondisi nilai yang valid dengan menggunakan alat ukur HORIBA untuk

parameter kualitas air Oksigen terlarut (DO), Keasaman (pH), suhu (T).

Page 63: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

42

Horiba adalah adalah alat ukur kualitas air yang memiliki banyak aplikasi, seperti

mengukur Oksigen dalam air, tingkat kekeruhan air, suhu air, potensial reduksi-oksidasi

(ORP), konduktifitas, kedalaman air dan dilengkapi dengan GPS. Horiba U-50

Multiparameter Water Quality Checker memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh alat

instrumentasi air lainnya, yaitu Horiba U-50 Multiparameter Water Quality Checker

dibekali dengan sensitifitas tinggi kekeruhan meter yang sesuai dengan EPA metode 180,1

sehingga mudah mempertahankan oksigen terlarut. Hal ini dapat digunakan sebagai fitur

dengan range pengukuran konsentarsi tinggi.Indikator kualitas air U-50 multiparameter

sangat akurasi untuk laboratorium dan kemudahan push-tombol operasi untuk pengukuran

kualitas air di lapangan. Sebelas parameter dapat diukur: pH, pH (mV), ORP, suhu,

oksigen terlarut, konduktivitas elektrolitik, kekeruhan, total padatan terlarut, salinitas,

gravitasi spesifik air laut, dan kedalaman.

Unit kontrol kualitas air multiparameter HORIBA memiliki desain tahan air yang

memungkinkan Anda untuk bekerja tanpa perhatian dari percikan atau tanpa sengaja

menjatuhkan instrumen di dalam air. HORIBA cukup fleksibel untuk digunakan untuk

memeriksa kualitas dari berbagai sampel air, dari pabrik limbah ke drainase perkotaan, air

sungai, danau dan air rawa, tangki air, pasokan air pertanian, dan air laut.

Gambar 2.11 Horiba U-50 multi-parameter water quality checker

Sumber: Dokumentasi (2017)

Page 64: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

43

2.11.2 Pengukuran Laju Air dengan Current Meter

Pengukuran laju air di sungai dilakukan untuk mengetahui kecepatan aliran di sungai

karena untuk perhitungan menggunakan rumus neraca masa diperlukan laju air. Alat yang

biasa di gunakan untuk mengukur laju air sungai adalah current meter. Pengukuran

kecepatan aliran langsung dengan alat ukur arus atau current meter dapat dilaksanakan

dengan cara merawas (turun langsung), menggunakan perahu, menggunakan jembatan dan

menggunakan kereta gantung.

Gambar 2.12 Current meter yang digunakan

Sumber: Dokumentasi (2017)

Page 65: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

44

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 66: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

45

BAB III

METODE

3.1 DAS (Daerah Aliran Sungai) Brantas

3.1.1 Gambaran Umum DAS Brantas

Kawasan Sungai Brantas merupakan kawasan sungai strategis nasional dan menjadi

kewenangan Pemerintah Pusat berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

11A Tahun 2006. Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas merupakan sungai terpanjang

kedua dan terpenting di Jawa Timur, di samping hilir Bengawan Solo. Sungai Brantas

bersumber di Desa Sumber Brantas (Kota Batu). Dari tempat tersebut, Sungai Brantas

mengalir kearah Malang, Tulungagung, Kediri, Blitar, Jombang, dan Mojokerto. Di

Kabupaten Mojokerto aliran Sungai Brantas bercabang dua menjadi Kali Mas (ke arah

Surabaya) dan KaliPorong (ke arah Porong, Kabupaten Sidoarjo).

Secara geografis DAS Brantas terletak pada 115o17’0’’ hingga 118o19’0’’ Bujur

Timur dan 7o55’30’’ hingga 7o57’30’’ Lintang Selatan. Penentuan batas DAS ditentukan

dari punggung-punggung bukit aliran sungai yang masuk ke dalam sungai utama yaitu

Sungai Brantas. Luas DAS Brantas adalah seluas 12.150,30 km2 (Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional, 2012).

Batas administrasi kawasan Kali Brantas meliputi 13 Kabupaten (Blitar, Gresik,

Jombang, Kediri, Madiun, Malang, Mojokerto, Pasuruan, Nganjuk, Ponorogo, Sidoarjo,

Trenggalek dan Tulungagung) dan 6 Kota (Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto dan

Surabaya) atau senilai 26,5% dari luas Propinsi Jawa Timur. Tabel 3.1 merupakan tabel

yang menunjukan luas wilayah kota dan kabupaten yang masuk ke wilayah DAS Brantas.

Tabel 3.1 Luas Wilayah Kota dan Kabupaten yang Masuk Wilayah DAS Brantas

No. Kab./Kota Luas Kab./Kota

(Km2)

Persentase Luas yang

Masuk DAS Bantas (%)

Luas Kab./Kota

yang Masuk DAS

Brantas (Km2)

1 Blitar 1753 0,74 1305,76

2 Gresik 1283 0,10 128,68

3 Jombang 1114 0,97 1080,58

4 Kediri 1522 1,00 1522,00

5 Kota Batu 202 1,00 202,00

6 Kota Blitar 33 1,00 33,00

7 Kota Kediri 69 1,00 69,00

8 Kota Malang 110 1,00 110,00

Page 67: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

46

No. Kab./Kota Luas Kab./Kota

(Km2)

Persentase Luas yang

Masuk DAS Bantas (%)

Luas Kab./Kota

yang Masuk DAS

Brantas (Km2)

9 Kota Mojokerto 20 1,00 20,00

10 Kota Surabaya 331 0,62 205,22

11 Madiun 1011 0,15 151,65

12 Malang 3457 0,66 2296,61

13 Mojokerto 974 0,91 886,34

14 Nganjuk 1284 1,00 1284,00

15 Pasuruan 1487 0,32 472,87

16 Ponorogo 1487 0,04 62,75

17 Sidoarjo 719 1,00 719,00

18 Trenggalek 1245 0,52 645,52

19 Tulungagung 1151 0,83 955,32

Jumlah 12150,30

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2012)

3.1.2 Penggunaan Lahan DAS Brantas

Pengggunaan lahan paling dominan di DAS Brantas adalah sawah dan kebun. Hal ini

menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk di sekitar DAS Brantas adalah petani dan

DAS Brantas merupakan salah satu lumbung padi nasional. Penggunaan lahan sawah

seluas 387.584,62 ha atau seluas 32,20% dari seluruh luas DAS. Luas kebun di DAS

Brantas kurang lebih 247.492,60 ha atau seluas 20,37% dari seluruh luas DAS. Sedangkan

luas penggunaan lahan hutan hanya menempati wilayah 85.569,84 ha atau seluas 7,04%

dari seluruh luas DAS. Penggunaan lahan permukiman menempati wilayah seluas

199.436,92 ha atau seluas 16,41% dari seluruh luas DAS. Penggunaan lahan permukiman

tersebar merata di seluruh DAS dan cenderung mengalami peningkatan.

Tabel 3.2 Tipe Tata Guna Lahan di DAS Brantas

No. Tata Guna Lahan Luasan (ha) Persentase (%)

1 Pemukiman 199436,9 16,41

2 Rawa/Hutan Rawa 3117,32 0,26

3 Empang 24274,78 2

4 Pabrik/Bangunan 2782,62 0,23

5 Bandar Udara/Pelabuhan 608,48 0,05

6 Penggaraman 150,89 0,01

7 Sungai 518,9 0,04

8 Pasir 190,65 0,02

9 Danau/Bendungan 2815,87 0,23

10 Tanah Kosong/Padang Rumput 12328,95 1,01

11 Semak Belukar 62307,96 5,13

12 Sawah Irigasi 312108,5 25,69

13 Sawah Tadah hujan 75476,08 6,21

14 Hutan 85569,84 7,04

15 Kebun 247492,6 20,37

16 Ladang 185850 15,3

Jumlah 1215030,4 100

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2012)

Page 68: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

47

3.1.3 Kependudukan di Wilayah Sungai Brantas

Berikut ini merupakan gambaran umum kependudukan di wilayah Sungai Brantas.

1. Total penduduk di WS Kali Brantas tahun 2008 adalah 16.194.400 jiwa (42,16% Jawa

Timur), dengan pertumbuhan rata-rata 0,99 % lebih rendah dari Provinsi Jawa timur

2. Total penduduk di wilayah Kota tahun 2008 adalah 27,07% dengan luas wilayah

5,21% sisanya di wilayah Kabupaten, dengan mata pencaharian terutama dari sektor

pertanian

3. Usia penduduk terkonsentrasi pada usia produktif antara usia 15-59 tahun (angkatan

kerja) sebesar 67,7%

4. Kepadatan penduduk pada tahun 2008 senilai 1.317 jiwa/km2 jauh lebih tinggi dari

Propinsi Jawa Timur (827 jiwa/km2)

3.2 Lokasi Studi

3.2.1 Lokasi Pemantauan Parameter Kualitas Air

Data parameter kualitas air yang digunakan dalam studi ini diambil dari tiga titik

lokasi di aliran Sungai Brantas hilir. Parameter yang diambil adalah parameter fisika

berupa suhu (T), parameter kimia BOD (biological oxygen demand), DO (dissolved

oxygen), COD (chemical oxygen demand) dan keasaman (pH). Semua titik pemantauan

kualitas air untuk studi ini masuk kedalam wilayah Kabupaten Gresik.

Letak lokasi Kab. Gresik disebelah barat laut Kota Surabaya yang juga ibu kota

Provinsi Jawa Timur dengan luasan wilayah 1.191,25 km² yang terdiri dari 18 Kecamatan,

330 Desa dan 26 Kelurahan. Kabupaten Gresik juga memiliki kepulauan, yaitu Pulau

Bawean dan beberapa daratan pulau kecil di sekitarnya. Geografis wilayah Kabupaten

Gresik terletak antara 112° sampai 113° BT dan 7° sampai 8° LS. Sebagian besar

wilayahnya adalah dataran rendah dengan ketinggian 2 - 12 meter diatas permukaan air

laut. Batas-batas wilayah Kabupaten Gresik adalah seperti berikut:

Utaraa : Laut Jawa

Timura : Selat Madura dan Kota Surabaya

Selatana : Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokertoh

Baratr : Kabupaten Lamongan

Page 69: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

48

Dalam studi ini akan dilakukan prediksi parameter kualitas air pada Bambe

Tambangan, berdasarkan parameter kualitas air di Jembatan Jrebeng dan Cangkir

Tambangan. Tiga titik lokasi diatas berada di aliran Sungai Barantas hilir, tepatnya di Kali

Surabaya. Tiga titik tersebut juga merupakan stasiun monitoring Perum Jasa Tirta I.

Lokasi pemantauan kualitas air pertama adalah Jembatan Jrebeng yang terletak di

Desa Krikilan, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik dan lokasi pemantauan kedua

terletak di Cangkir Tambangan Desa Cangkir, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik.

Sedangkan lokasi pemantauan ketiga berada di Bambe Tambangan yang masuk wilayah

Kelurahan Bangkingan, Perbatasan antara Kecamatan Driyorejo Gresik, dan Kecamatan

Lakarsantri,Surabaya.

Page 70: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

49

Gam

bar

3.1

Tit

ik p

eman

tauan

par

amet

er k

ual

itas

air

di

kal

i su

rabay

a

Sum

ber

: P

erum

Jas

a T

irta

I

Page 71: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

50

Tabel 3.3 Titik Pemantauan Parameter Kualitas Air yang digunakan

Lokasi Sungai

Koordinat

Bujur

Selatan

Bujur

Timur

Kabupaten Gresik

1

Jembatan Jrebeng

Surabaya S7o23,252' E112o34,628'

2

Cangkir Tambangan

Surabaya S7o21,816' E112o38,200'

3

Bambe Tambangan

Surabaya S7o21,071' E112o39,869'

Sumber: Survei dan Dokumentasi Lapangan (2017)

Page 72: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

51

Tabel 3.4 Stasiun Hujan yang digunakan

No. Nama Stasiun Hujan Kecamatan Kabupaten Koordinat

1 Krian Krian Sidoarjo -7.408, 112.579

2 Ketawang Sukodono Sidoarjo -7.395, 112.635

3 Botokan Sukodono Sidoarjo -7.390, 112.658

Sumber: Survei Lapangan

3.2.2 Kondisi Lingkungan Sekitar Lokasi Pemantauan Kualitas Air

Kali Surabaya sepanjang ±50 km merupakan cabang dari Kali Brantas yang airnya

digunakan untuk berbagai macam keperluan. Disekitar titik lokasi studi, air sungai tersebut

digunakan untuk beberapa kepentingan:

- Industri-industri yang berada di Surabaya dan sepanjang Kali Surabaya yang berada di

wilayah Kabupaten Gresik.

- Pembawa buangan-buangan industri dan rumah tangga menuju ke laut.

Keanekaragaman penggunaan air Kali Surabaya yang satu sama lain bertolak belakang

sangat terlihat jelas, di satu pihak air digunakan untuk kelangsungan hidup manusia, di lain

pihak air pada saat yang sama sebagai saluran tempat membuang air kotor industri dan

rumah tangga.

Berdasarkan kunjungan lapangan yang telah dilakukan, dapat diamati bahwa kualitas

air di lokasi studi sangat dipengaruhi oleh kondisi wilayah sekitar. Jenis aktifitas tertentu

dapat menjadi sumber pencemar bagi air sungai. Di wilayah lokasi studi dapat diamati

bahwa ada dua sumber pencemar utama air sungai. Ini disebabkan di sepanjang lokasi studi

didominasi oleh kawasan industri/pabrik (non-domestik) dan kawasan pemukiman

penduduk (domestik)

A. Industri/Pabrik disekitar Lokasi Studi

Disepanjang lokasi studi dapat kita temukan lebih dari 30 (tiga puluh) industri/pabrik.

Letak pabrik-pabrik tersebut berjajar sepanjang di sebelah kiri aliran sungai. Beberapa

pabrik yang cukup besar dan dengan nama yang tidak asing terletak tidak jauh dari lokasi

studi, diantaranya:

Jembatan Jrebeng : Wahana Lentera Raya (home furniture) dan

PT. Wiharta Prametal (material bangunan)

Cangkir Tambangan : PT. Sinar Sosro (minuman) dan

PT. Delta Jaya Mas (hoses)

Bambe Tambangan : PT. Gloria Bisco (makanan biskuit) dan

PT. Jangkar Nusantara Megah (ransum militer)

Page 73: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

52

Selain pabrik diatas juga tersebar berbagai macam industri/pabrik seperti pabrik

kertas, detergent, makanan, dan pabrik minuman yang lainya. Berikut merupakan nama-

nama industri/pabrik yang berada di kawasan lokasi studi dan berpeluang menjadi sumber

pencemaran air sungai.

Tabel 3.5 Industri/Pabrik disekitar Lokasi Studi

No. Nama Industri/Pabrik No. Nama Industri/Pabrik No. Nama Industri/Pabrik

1 PT. Wahana Lentera Jaya 13 PT. Panji Mas Textile 25 PT. Jatim Bromo Steel

2 PT. Wiharta Prametal 14 PT. Multipack Unggul 26 PT. Unimos

3 PT. Sasmita Abadi Gloves 15 PT. Karriel Pacific Indonesia 27 PT. Tri Ratna Diesel

4 PT. Garuda Food Putra Putri Jaya 16 PT. Madu Lingga Perkasa 28 PT. Surabaya Meka Box

5 PT. Mitra Saruta Indonesia 17 PT. Wings Surya 29 PT. Indraco Jaya Percasa

6 PT. Evitex Manggala 18 PT. Mega Global Food Industri 30 PT. Keramik Diamond Industries

7 PT. Royal Oriental Raplastex 19 PT. Rama Emerald Multi Sukses 31 PT. Sekawan Intiplast

8 PT. Surya Plastindo 20 PT. Timur Megah Steel 32 PT. Gloria Bisco

9 PT. Merakindo Mix 21 PT. Zensei Indonesia 33 PT. Waru Gunung Industry

10 PT. Jaya Beton Indonesia-Surabaya 22 PT. Sinarberlian Chemindo 34 PT. Kedawung Industrial Park

11 PT. Surah Indah Wood Industries 23 PT. Sinar Sosro

12 PT. Benteng Mas Abadi 24 PT. Delta Jaya Mas

Sumber: Survei Lapangan

B. Kawasan Pemukiman Warga disekitar Lokasi Studi

Kegiatan warga dapat pula menjadi sumber pencemar air sungai. Limbah yang

bersumber dari kamar mandi, kakus, dapur, dan tempat cuci pakaian, merupakan buangan

dari aktivitas warga di pemukimanya. Tidak semua rumah tangga membuang limbahnya

secara langsung ke Kali Surabaya. Diasumsikan hanya rumah tangga yang letaknya berada

0,5 km dari tepi sungai yang diperhitungkan (Sastrawijaya, 2009:124).

Tepat di sempadan sungai sekitar titik lokasi studi, sebagian besar merupakan

pemukiman warga yang mayoritas pekerja industri sekitar. Pemukiman tersebut adalah

terdiri dari kawasan rumah-rumah untuk tempat tinggal pekerja pabrik, beberapa toko-toko

sembako, dan beberapa warung dan rumah makan. Buangan dari kegiatan rumah tangga

dipemukiman juga dibuang ke sungai tersebut. Buangan tersebut secara kuantitatif terdiri

dari zat organik padat atau cair, bahan berbahaya dan beracun (B3), bakteri maupun

parasit. Selain hasil buangan kegiatan rumah tangga, keberadaan pemukiman disekitar

lokasi studi beberapa juga melanggar aturan sempadan sungai. Gambar 3.3 berikut

menggambarkan sebaran industri maupun pabrik dan kawasan pemukiman disekitar titik

lokasi studi yang berpotensi menjadi sumber pencemar air sungai.

Page 74: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

53

Gam

bar

3.2

Pet

a si

tuas

i lo

kas

i st

udi

Sum

ber

: S

urv

ei L

apan

gan

(2017)

Page 75: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

54

3.3 Data Pendukung Studi

Untuk keperluan studi ini, beberapa data yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Peta lokasi titik pengambilan sampel kualitas air,

Digunakan untuk mengetahui penyebaran titik-titik lokasi pengambilan sampel

parameter kualitas air. Peta lokasi pengambilan sampel kualitas air diperoleh dari

Perum Jasa Tirta I. Menggunakan 3 titik pemantauan yaitu:

a. Jembatan Jrebeng

b. Cangkir tambangan

c. Bambe Tambangan

2. Data curah hujan bulanan selama 10 tahun (2006-2015) dari tiga stasiun hujan yang

wilayahnya terdekat dengan titik lokasi pemantauan kualitas air. Maka tiga stasiun

hujan yang dipakai adalah sebagai berikut:

a. Stasiun Hujan Krian

b. Stasiun Hujan Ketawang

c. Stasiun Hujan Botokan

3. Data parmeter kualitas air bulanan yang digunakan adalah,

a. Data primer (pH, DO, suhu dan laju air) dari hasil pengukuran dilapangan

b. Data sekunder parameter kualitas air (DO, BOD, COD, pH dan suhu) yang

merupakan hasil monitoring kualitas air oleh Perum Jasa Tirta I selama 10 tahun

(2006-2015).

3.4 Tahapan Penyelesaian Studi

Secara umum tahapan penyelesaian studi ini adalah seperti berikut:

1. Penentuan lokasi titik-titik pengambilan sampel kualitas air

2. Pengumpulan data-data parameter kualitas air berupa DO (dissolved oxygen), BOD

(biological oxygen demand), COD (chemical oxygen demand) dan keasaman (pH) dan

suhu (T).

3. Pengumpulan data hujan dari 3 stasiun hujan terdekat dengan lokasi pemantauan

kualitas air

4. Screening test pada data hujan dan kualitas air yang akan digunakan, yang meliputi uji

ketidakadaan trend, uji F, uji t dan uji persistensi

5. Analisa prediksi parameter kualitas air dengan pemodelan jaringan syaraf tiruan

menggunakan bantuan software NeuroSolutions7

Page 76: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

55

6. Membandingkan parameter kualitas air hasil output JST dengan nilai parameter

kualitas air aktual dari PJT I (data sekunder).

7. Prediksi metode JST menggunakan data kualitas air hasil pengukuran di lapangan

(data primer)

8. Analisa prediksi kualitas air dengan metode neraca massa

9. Selesai

3.4.1 Tahapan Metode JST dengan Software NeuroSolutions7

1. Model data input dan output

JST pada studi ini digunakan untuk memprediksi kualitas air sungai pada Bambe

Tambangan berdasarkan parameter kualitas air di Jembatan Jrebeng dan Cangkir

Tambangan serta data curah hujan disekitarnya. Berikut contoh model data input dan

output yang diterapkan yaitu:

misalnya

INPUT

X1 = CH Krian

X2 = CH Ketawang

X3 = CH Botokan

X4 = pH Jembatan Jrebeng

X5 = pH Cangkir Tambangan

X6 = Suhu Jembatan Jrebeng

X7 = Suhu Cangkir Tambangan

X8 = DO Jembatan Jrebeng

X9 = DO Cangkir Tambangan

OUTPUT

Y1 = DO Bambe Tambangan

Y2 = pH Bambe Tambangan

Y3 = Suhu Bambe Tambangan

Page 77: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

56

Gambar 3.3 Contoh cara input data pada neurosolutions7

Sumber: NeuroSolutions7 (2017)

2. Pembagian dataset

Dalam software NeuroSolutions7 pembagian data dibagi berdasarkan columns dan

rows pada microsoft excel. Data columns dibagi menjadi kelompok data input, dan

data desire. Sedangkan pembagian data berdasarkan rows terkait dengan pembagian

data untuk pelatihan (training), data untuk validisi (cross validation), dan data untuk

pengujian (testing). Akan dicoba dengan berbagai variasi dataset mulai 50-30-20, 60-

20-20, dan 60-30-10.

Gambar 3.4 Contoh cara tag data column(s) as input neurosolutions7

Sumber: NeuroSolutions7 (2017)

Input Desire

1

2

Page 78: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

57

3. Perancangan jaringan

JST yang diujikan adalah jaringan algoritma MLP (Multi-Layer Perceptron) dalam

NeuroSolutions7 dengan dicobakan berbagai variasi epoch mulai 1000, 5000, dan

10000.

Gambar 3.5 Contoh cara build network pada neurosolutions7

Sumber: NeuroSolutions7 (2017)

4. Proses pelatihan jaringan (train network)

Gambar 3.6 Contoh cara training network pada neurosolutions7

Sumber: NeuroSolutions7 (2017)

1

2

1 2

Page 79: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

58

5. Proses pengujian jaringan (test network)

Gambar 3.7 Contoh cara test network pada dataset training dengan neurosolutions7

Sumber: NeuroSolutions7 (2017)

6. Proses produksi (as production) setelah performa model pelatihan dan pengujian

jaringan yang diharapakan telah tercapai

Gambar 3.8 Contoh cara tahapan produksi dan hasil neurosolutions7 pada jaringan yang

telah dibuat

Sumber: NeuroSolutions7 (2017)

7. Output hasil prediksi metode JST

8. Penilaian performa dan output JST

Saat percobaaan untuk menemukan model jaringan yang baik, maka dibutuhkan

kriteria penilaian terhadap proses dan hasil jaringan itu sendiri.

1

2

1

2

Page 80: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

59

Kriteria yang diharapakan adalah:

a. Proses training dibuat dengan mencoba variasi parameter jaringan (epoch dan

dataset) sampai menemukan nilai MSE yang paling kecil yang mendekati nol

(0,01 – 0,001).

b. Setelah produksi dari jaringan (output) keluar maka akan dibandingkan dengan

data aktual nya dan akan dihitung nilai KR (kesalahan relatif). Sehingga dipilihlah

jaringan dengan nilai KR terkecil dari berbagai model simulasi percobaan. Nilai

KR terkecil artinya data hasil prediksi telah mendekati data aktual keadaan yang

sebenarnya. Diharapkan hasil dengan KR < 10%.

3.4.2 Tahapan Perhitungan Analitis Metode Neraca Massa

Untuk analisa prediksi kualitas air dengan memakai cara neraca massa, langkah-

langkah yang dilakukan adalah:

1. Ukur konsentrasi setiap konstituen dan kecepatan alir pada aliran sungai sebelum

bercampur dengan sumber pencemar.

2. Ukur konsentrasi setiap konstituen dan laju alir pada setiap aliran sumber pencemar.

3. Tentukan konsentrasi rerata di aliran akhir setelah aliran bercampur dengan sumber

pecemar dengan perhitungan:

𝐶𝑅 =∑ 𝐶𝑖𝑄𝑖

∑ 𝑄𝑖

dengan:

CR = konsentrasi rerata konstituen untuk aliran gabungan

Ci = konsentrasi konstituen pada aliran ke-i

Qi = debit aliran ke-i dan

Mi = massa konstituen pada aliran ke-i

3.4.3 Tahapan Pengukuran Kualitas dan Laju Air di Lapangan

A. Pengukuran Parameter Kualitas Air dengan HORIBA Water Quality Checker

1) Nyalakan alat dengan menekan tombol ON/OFF

2) Pegang dan posisikan alat sejajar, display meter mengarah ke pengguna

3) Celupkan sebagian (bagian bawah) alat deteksi ke media air sungai selama

beberapa menit hingga alat tersebut dapat menyesuaikan dengan kondisi lapangan

dan dapat berjalan dengan baik

4) Kemudian mulai dengan mencelupkan alat beberapa saat hingga display meter

menunjukkan angka yang stabil

(3-1)

Page 81: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

60

5) Lakukan pencatatan terhadap nilai parameter-parameter kualitas air yang terbaca

di display meter

6) Ulang langkah-langkah diatas untuk mengukur titik-titik selanjutnya

B. Pengukuran Laju Air dengan Current Meter

Lakukan pengukuran dengan tahapan sebagai berikut:

1) Pilih penampang melintang sungai/saluran terbuka dilokasi yang ditentukan

dengan memperhatikan karakteristik aliran pada survei pendahuluan.

2) Bentangkan tali/kabel pada penampang melintang sungai/saluran dilokasi yang

telah ditentukan dengan merawas, menggunakan perahu, kereta gantung

(cablecar), winch cableway atau dari jembatan.

3) Ukur lebar penampang basah lalu periksa dan rakit alat ukur.

4) Catat tinggi muka air dan waktu pada saat dimulainya pengukuran.

Catatan: Pencatatan tinggi muka air dilakukan setiap 5-10 menit apabila

perubahan muka air cukup mencolok selama pengukuran.

5) Turunkan alat pengukur arus hingga bagian bawah alat menyentuh permukaan

aliran, tunggu hingga alat tersebut berada pada posisi yang benar (lurus dan

berlawanan dengan arah aliran). Baca dan catat angka pada meteran penggantung

alat pengukur arus (soundingreel).

6) Turunkan alat pengukur arus. Baca dan catat angka pada meteran penggantung

alat pengukur arus.

7) Hitung kedalaman aliran dengan mengurangkan selisih pembacaan.

8) Tempatkan alat ukur kecepatan pada titik kedalaman yang diinginkan, misalnya

pada titik kedalaman 0,2d, 0,6d dan 0,8d.

9) Periksa apakah arah alat sudah benar dan sudut juntaian tali tidak lebih besar dari

10o terhadap garis vertikal. Selain itu periksa apakah pencatat putaran baling-

baling pengukur kecepatan arus (counter) bekerja dengan baik.

10) Lakukan pengukuran kecepatan aliran pada titik-titik kedalaman seperti diuraikan

dan catat pada formulir jumlah putaran baling-baling pada setiap titik pengukuran.

11) Hitung kecepatan aliran dengan bantuan persamaan kecepatan aliran untuk baling

baling alat pengukur arus yang dipergunakan.

Page 82: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

61

Mulai

Water Quality

CheckerCurrent-Meter

Metode Analitis

Neraca Massa

Metode

JST

Hasil Metode

JST

Data

Primer

Data

Sekunder

pH Suhu DO

PJT I

Laju

AirDO BOD COD pH Suhu

Perbandingan Hasil

JST dan Data PJT I

Rumusan Masalah 3

Rumusan Masalah 2

Analisa dan

Pembahasan

Kesimpulan dan

Saran

Selesai

Dinas PU Pengairan

Jawa Timur

Curah Hujan Rumusan Masalah 1

Perbandingan Hasil

JST dan Data Primer

Hasil Metode

Neraca Massa

Perbandingan Hasil

Neraca Massa dan

Data PrimerRumusan Masalah 4

Gambar 3.9 Diagram alir penyelesaian studi

Page 83: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

62

Mulai

Tag Data

Production

KR < 10%

Selesai

Data Kualitas Air

DO, BOD, COD, pH

dan Suhu

(2006-2015)

Data Curah Hujan

(2006-2015)

Build Network

Train Network

Test Network

Input

- Kualitas Air (Titik 1 dan 2)

- Curah Hujan (3 Stasiun hujan

terdekat)

Desire

- Kualitas Air

(Titik 3)

NeuroSolutions7

Output

JST

Tidak

Ya

Analisa dan

Pembahasan

Gambar 3.10 Diagram alir metode JST dengan neurosolutions7

Page 84: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

63

Mulai

Prediksi DO, pH, Suhu

di Hilir

Data Parameter

Kualitas Air Hulu

DO Laju Air

Hasil Perhitungan

Selesai

pH Suhu

Gambar 3.11 Diagram alir prediksi kualitas air dengan metode neraca massa

Page 85: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

64

Gambar 3.12 Diagram alir pengukuran data primer

Mulai

Celupkan Sensor

HORIBA

Kedalam Air Sungai

Tunggu hingga angka

Pembacaan display meter

Stabil

Catat Hasil Pembacaan

utk Parameter

DO, pH, Suhu

Aktifkan

Display Meter

HORIBA

Selesai

Siapkan Alat

Water Quality Checker

HORIBA U-50

Kondisikan Sensor agar

Steril, sesuaikan dengan

Lingkungan Pengukuran

Siapkan Alat

Current Meter

Tentukan Lokasi

Pengukuran

Pengukuran

Parameter Kualitas Air

Pengukuran

Laju Air

Ukur Lebar Penampang dan

Catat Tinggi Muka Air

Turunkan Current Meter

Kedalam Aliran Sungai

Posisikan alat yang benar,

Lurus dan Berlawanan Arah

Aliran

Periksa kinerja

baling-baling Pengukur

Sampai baik

Catat Hasil Pengukuran

Laju Aliran

Rekapitulasi Hasil

Masing-masing

Pengukuran

Page 86: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

65

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Eksisting Data

4.1.1 Data Curah Hujan

Data curah hujan dalam studi ini merupakan salah satu data input jaringan syaraf

tiruan yang dipakai untuk memprediksi parameter kualitas air. Data curah hujan yang

dibutuhkan dalam studi ini adalah curah hujan bulanan dari tiga stasiun hujan yang

keberadaanya dekat dengan lokasi studi. Selain itu pemilihan stasiun hujan juga didasarkan

atas ketersediaan datanya dalam periode yang cukup. Tambahan input data hujan dalam

studi ini diharapkan mampu menambah akurasi prediksi kualitas air. Karena terdapat

hubungan antara hujan dan debit sungai serta dengan kualitas air. Jika curah hujan tinggi,

maka kecenderungan debit air sungai akan tinggi, sehingga konsentrasi pencemar akan

turun. Maka kualitas air di sungai bisa membaik.

Daripada data hujan sebenarnya data debit sungai lah yang paling berpengaruh besar

terhadap konsentrasi pencemar. Namun apakah menggunakan data hujan atau data debit

sungai sebagai input tambahan tidak akan menjadi masalah dalam prediksi metode JST.

Dikarenakan sifat adaptif dari metode JST sendirilah yang memberi keleluasaan bagi

pengguna. Secara otomatis JST akan menyesuaikan output berdasarkan inputannya. Jika

menggunakan input data hujan maka output kualitas air akan menyesuaikan dengan input

data hujan, begitupun sebaliknya jika menggunakan input data debit sungai.

Data hujan yang didapatkan dari stasiun hujan tidak dapat langsung digunakan dalam

perhitungan, dikarenakan perlu untuk mengetahui kondisi eksisting sejauh mana kualitas

dan kehandalan data yang diperoleh. Maka perlu adanya pengujian terhadap data

(Screening test). Kualitas data yang digunakan akan mempengaruhi kesesuaian hasil

prediksi kualitas air dengan Jaringan Syaraf Tiruan. Uji yang dilakukan terhadap data

antara lain yaitu uji ketidakadaan trend, uji stasioner, dan uji persistensi. Tabel 4.1

meupakan contoh data hujan yang digunakan dalam studi ini yang didapatkan dari Dinas

PU Pengairan Provinsi Jawa Timur.

Page 87: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

66

Tabel 4.1 Data Curah Hujan Bulanan (mm) Stasiun Krian

No Tahun Bulan

Total Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

1 2006 216 301 445 69 60 10 0 0 0 0 24 156 1281

2 2007 346 235 324 221 127 40 35 0 0 65 87 313 1793

3 2008 270 96 148 45 3 3 0 0 0 18 173 264 1020

4 2009 214 327 311 189 82 35 0 0 0 18 83 264 1523

5 2010 320 226 156 150 85 23 37 62 14 243 172 342 1830

6 2011 215 177 385 195 190 14 0 0 0 0 183 395 1754

7 2012 402 47 198 300 39 22 0 0 0 0 43 378 1429

8 2013 527 209 313 255 122 238 89 0 0 0 0 356 2109

9 2014 251 74 330 288 56 111 44 0 0 0 79 357 1590

10 2015 392 383 458 157 30 27 0 0 0 0 82 309 1838

Sumber: Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur

Data hujan yang digunakan dalam studi ini selengkapnya disajikan di bagian

Lampiran 1 (Data Curah Hujan) Analisa selanjutnya adalah melakukan pengujian

terhadap data curah hujan. Curah hujan bulanan akan dijumlahkan dalam satu tahun untuk

mempermudah perhitungan uji screening data. Berikut contoh perhitungan uji screening

data hujan untuk stasiun hujan Krian:

1. Uji Ketidakadaan Trend

A. Uji Korelasi Peringkat Spearman

Trend dapat dipandang sebagai korelasi antara waktu dengan variat dari suatu variabel

hidrologi. Oleh karena itu koefisien korelasinya dapat digunakan untuk menentukan

ketidakadaan trend dari suatu deret berkala. Data dari masing-masing stasiun hujan diuji

keacakannya menggunakan uji korelasi peringkat Spearman. Uji ini bertujuan untuk

mengetahui ada atau tidaknya trend dalam suatu deret berkala.

Tabel 4.2 Jumlah Curah Hujan Bulanan dalam Setahun Stasiun Hujan Krian

No. Tahun Curah Hujan (mm)

1 2006 1281

2 2007 1793

3 2008 1020

4 2009 1523

5 2010 1830

6 2011 1754

7 2012 1429

8 2013 2109

9 2014 1590

10 2015 1838

Sumber: Hasil Perhitungan

Page 88: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

67

Tabel 4.3 Perhitungan Koefisien Peringkat Spearman Stasiun Hujan Krian

Tahun Peringka Tt CH (mm) Peringkat Rt Dt Dt2

2006 1 1281 9 8 64

2007 2 1793 4 2 4

2008 3 1020 10 7 49

2009 4 1523 7 3 9

2010 5 1830 3 -2 4

2011 6 1754 5 -1 1

2012 7 1429 8 1 1

2013 8 2109 1 -7 49

2014 9 1590 6 -3 9

2015 10 1838 2 -8 64

Jumlah 254

Perhitungan Uji Ketidakadaan Trend (Spearman) N = 10

Kp = -0,539

T = -1,812

α 5% = 0,05

Dk = 8

t kritis = 1,86

Kesimpulan = tidak ada trend

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

Tahun 2007

Dt = Peringkat Rt – Peringkat Tt

= 4 – 2 = 2

Dt2 = 22 = 4

N = 10

Kp = 1 - 6 ∑ (𝑑𝑡)2𝑛

𝑖=1

𝑛3−𝑛

= 1 - 6 × 254

53−5

= -0,539

T = Kp ⌈n−2

1−Kp2⌉

0,5

= -0,539 ⌈5−2

1−(−0,539)2⌉

0,5

= -1,812

Dk = n – 2

= 10 – 2 = 8

H0 = Deret berkala dua seri data (Rt dan Tt) adalah independen pada

derajat kepercayaan 5%.

Page 89: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

68

Dengan derajat kepercayaan α = 5% dan Dk = 8, maka dengan tabel T kritis (Soewarno,

1995) diperoleh nilai T kritis = 1,86.

Kesimpulan = jika -T kritis < T < T kritis, maka tidak ada trend

= -1,86 < -1,812 < 1,86, maka tidak ada trend

Oleh karena itu hipotesis nol pada derajat kepercayaan 5% diterima, atau dapat dikatakan

dua seri data (Rt dan Tt) adalah independen dan tidak mungkin menunjukkan adanya trend.

B. Uji Mann-Whitney

Uji Mann-Whitney digunakan untuk menguji dua kelompok data yang tidak

berpasangan berasal dari populasi yang sama atau tidak. Data hujan kemudian dibagi

menjadi dua kelompok yang sama jumlahnya dan diberi peringkat berdasarkan nilai

besarnya. Dua kelompok yaitu Kelompok 1 dan 2 diuji apakah Kelompok 1 mempunyai

sebaran yang sama dengan Kelompok 2.

Tabel 4.4 Perhitungan Uji Mann-Whitney Stasiun Hujan Krian

Tahun CH Kelompok 1 Peringkat Tahun CH Kelompok 2 Peringkat

2006 1281 9 2011 1754 5

2007 1793 4 2012 1429 8

2008 1020 10 2013 2109 1

2009 1523 7 2014 1590 6

2010 1830 3 2015 1838 2

Jumlah 33 22

Perhitungan Uji Ketidakadaan Trend (Mann-Whitney)

N1 = 5

N2 = 5

Rm = 33

U1 = 7

U2 = 18

Jika U1 < U2, maka digunakan U = U1

Z = -1,149

α 5% = 0,05

Z kritis = 1,645

Kesimpulan = tidak ada trend

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

N1 (jumlah data) = 5

N2 (jumlah data) = 5

Rm = 33

U1 = N1 N2 + 𝑁1

𝑁2 (N1 + 1) – Rm

= 5 x 5 + 5

5 (5 + 1) – 33 = 7

U2 = N1 N2 – U1

= 5 x 5 – 7 = 18

Page 90: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

69

Karena U1 < U2 maka untuk perhitungan selanjutnya digunakan U = 7. Selanjutnya,

menghitung nilai Z:

Z =

𝑈−(𝑁1 𝑁2)

2

[1

12{𝑁1 𝑁2 (𝑁1+𝑁2+1)}]

0,5

Z =

7−(5× 5)

2

[1

12{5×5 (5+5+1)}]

0,5 = -1,149

H0 = Kelompok 1 dan Kelompok 2 berasal dari populasi yang sama.

Dengan derajat kepercayaan α = 5%, maka dengan tabel nilai kritis dc (Soewarno, 1995)

diperoleh nilai Z kritis = -1,645 dan 1,645.

Kesimpulan = jika -Z kritis < Z < Z kritis, maka tidak ada trend

= -1,645 < -1,149 < 1,645, maka tidak ada trend

Dengan demikian H0 tidak dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%. Atau dapat

dikatakan bahwa kelompok 1 dan 2 berasal dari populasi yang sarna, atau dengan kata lain

tidak terjadi perubahan yang nyata nilai rata-ratanya sehingga tidak menunjukkan adanya

trend.

2. Uji Stasioner

Jika telah dilakukan uji ketidakaan trend maka selanjutnya adalah uji stasioner data

hujan. Apabila menunjukkan tidak ada trend maka uji stasioner dimaksudkan untuk

menguji kestabilan nilai varian dan rata-rata dari deret berkala. Pengujian ini termasuk uji

untuk mengetahui kesamaan jenis untuk mengetahui homogen atau tidaknya varian dan

rata-ratanya.

A. Uji F (Kestabilan Varian)

Pengujian nilai varian suatu deret berkala dilakukan dengan menggunakan uji-F.

Prinsip uji F adalah membandingkan variasi gabungan antara kelompok sampel (variance

between group) dengan varian kombinasi seluruh klompok (variance between group).

Apabila hasil pengujian ditolak, berarti nilai varian tidak stabil atau tidak homogen. Deret

berkala yang nilai variannya tidak homogen berarti deret berkala tersebut tidak stasioner.

Tabel 4.5 Perhitungan Uji F (Kestabilan Varian) Stasiun Hujan Krian

Kelompok 1 Kelompok 2

Tahun Curah Hujan (mm) Tahun Curah Hujan (mm)

2006 1281 2011 1754

2007 1793 2012 1429

2008 1020 2013 2109

2009 1523 2014 1590

2010 1830 2015 1838

Page 91: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

70

Perhitungan Uji F

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

n1 (jumlah data) = 5

n2 (jumlah data) = 5

S1 (deviasi standar) = 343,90

S2 (deviasi standar) = 257,44

dk1 = n1 – 1

= 5 -1 = 4

dk2 = n2 – 1

= 5 -1 = 4

F = 𝑛1 𝑆1

2(𝑛2−1)

𝑛2 𝑆22(𝑛1−1)

F = 5×343,902(5−1)

5×257,442(5−1)

= 1,78

H0 = Nilai varian kelompok I dan II tidak ada beda nyata pada derajat kepercayaan 5%.

Berarti deret berkala (data hujan) stasioner.

Dengan derajat kepercayaan α 5%, dk1 = 4 dan dk2 = 4, maka dengan tabel F kritis

(Soewarno, 1995) diperoleh nilai F kritis = 6,39.

Kesimpulan = jika F < F kritis, maka nilai varian stasioner

= 1,78 < 6,39, maka nilai varian stasioner

Maka H0 diterima bahwa varian kedua kelompok data tabel 4.5 tidak berbeda nyata. Atau

dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pada peluang 95% nilai variannya stabil yang

berarti data tersebut stasioner.

N1 = 5

N2 = 5

Rerata X1 = 1489,40

Rerata X2 = 1744,00

S1 = 343,90

S2 = 257,44

α 5% = 0,05

Dk1 = 4

Dk2 = 4

F = 1,78

F kritis = 6,39

Kesimpulan = Stasioner

Page 92: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

71

B. Uji t (Kestabilan Rata-rata)

Dalam suatu pengujian stasioneritas data, apabila uji kestabilan varian menunjukkan

stasioner maka pengujian selanjutnya adalah pengujian kestabilan nilai rata-ratanya dengan

menggunakan Uji-t. Pada Uji-t, data dibagi menjadi dua kelompok atau lebih dan setiap

pasangan 2 kelompok diuji. Apabila hasil pengujian ditolak, berarti nilai rata-rata dua

kelompok tersebut tidak homogen dan tidak stasioner pada derajat kepercayaan tertentu.

Tabel 4.6 Perhitungan Uji t (Kestabilan Rata-rata) Stasiun Hujan Krian

Kelompok 1 Kelompok 2

Tahun Curah Hujan (mm) Tahun Curah Hujan (mm)

2006 1281 2011 1754

2007 1793 2012 1429

2008 1020 2013 2109

2009 1523 2014 1590

2010 1830 2015 1838

Perhitungan Uji t

N1 = 5

N2 = 5

Rerata X1 = 1489,40

Rerata X2 = 1744,00

S1 = 343,90

S2 = 257,44

α 5% = 0,05

Df = 8

Σ = 339,62

T = 1,19

T kritis = 1,86

Kesimpulan = Stasioner

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

N1 (jumlah data) = 5

N2 (jumlah data) = 5

S1 (deviasi standar) = 343,90

S2 (deviasi standar) = 257,44

Df = N1 + N2 – 2

= 5 + 5 - 2 = 8

σ = (𝑛1 𝑆1

2+ 𝑛2 𝑆22

𝑛1+𝑛2−2)

1

2= (

5 × 343,90 + 5 ×257,44

5+5−2)

1

2 = 339,62

T = 𝑅𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑋1− 𝑅𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑋2

𝜎 (1

𝑛1 +

1

𝑛2)

12

= 1489,40 – 1744,00

339,62 (1

5 +

1

5)

12

= 1,19

H0 = Nilai varian kelompok I dan II tidak ada beda nyata pada derajat kepercayaan 5%.

Berarti deret berkala (data hujan) stasioner.

Page 93: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

72

Dengan derajat kepercayaan α 5%, dan Df = 8, maka dengan tabel T kritis (Soewarno,

1995) diperoleh nilai T kritis = 1,86.

Kesimpulan = jika T < T kritis, maka nilai rata-rata stasioner

= 1,19 < 1,86, maka nilai rata-rata stasioner

Maka hipotesis nol diterima. Dengan memperhatikan Uji-F dan Uji-t tersebut maka deret

berkala data hujan di stasiun hujan Krian adalah stasioner, berarti nilai rata-rata serta nilai

variannya adalah stabil.

3. Uji Persistensi (Uji Ketidaktergantungan)

Persistensi (persistence) adalah ketidak-tergantungan dari setiap nilai dalam deret

berkala. Untuk melaksanakan pengujian persistensi harus dihitung besarnya koefisien

korelasi serial. Salah satu metode untuk menentukan koefisien korelasi serial adalah

dengan metode Spearman.

Tabel 4.7 Perhitungan Koefisien Korelasi Serial Spearman Stasiun Hujan Krian

No. Tahun Curah Hujan Peringkat Di Di2

1 2006 1281 9 -

2 2007 1793 4 5 25

3 2008 1020 10 -6 36

4 2009 1523 7 3 9

5 2010 1830 3 4 16

6 2011 1754 5 -2 4

7 2012 1429 8 -3 9

8 2013 2109 1 7 49

9 2014 1590 6 -5 25

10 2015 1838 2 4 16

Jumlah 189

Perhitungan Uji Persistensi

M = 9

Ks = -0,575

T = -1,859

Dk = 7

α 5% = 0,05

T kritis = 1,895

Kesimpulan = diterima (tidak ada persistensi)

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

Tahun 2007

Di = Peringkat th.2006 – Peringkat th.2007

= 9 – 4 = 5

Di2 = 52 = 25

N = 10

M = n – 1

Page 94: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

73

= 10 – 1 = 9

Ks = 1 - 6 ∑ (𝑑𝑖)2𝑛

𝑖=1

𝑚3−𝑚

= 1 - 6 × 189

53−5 = -0,575

T = Ks ⌈m−2

1−Ks2⌉

0,5

= -0,575 ⌈9−2

1−(−0,575)2⌉

0,5

= -1,859

Dk = m – 2

= 9 – 2 = 7

H0 = dua seri data (tahun dan curah hujan) adalah independen sehingga tidak persistensi

Dengan derajat kepercayaan α 5% dan Dk = 7, maka dengan tabel T kritis (Soewarno,

1995) diperoleh nilai T kritis = 1,895.

Kesimpulan = jika -T kritis < T < T kritis, maka tidak ada persistensi

= -1,895 < -1,859 < 1,895, maka tidak ada persistensi

Maka H0 diterima pada derajat kepercayaan 5%. Atau dengan kata lain dapat dikatakan

bahwa 95% data hujan di stasiun hujan Krian adalah independen atau tidak menunjukkan

adanya persistensi. Atau dapat dikatakan bahwa data tersebut merupakan data bersifat

acak.

Setelah semua uji screening data hujan untuk stasiun hujan Krian dilakukan, maka

hasil akan direkapitulasi. Berikut Tabel 4.8 merupakan hasil uji screening data hujan

stasiun hujan Krian.

Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Uji Screening Data Hujan Stasiun Hujan Krian

Keterangan Uji Ketidakadaan Trend Uji Stasioner

Uji Persistensi Uji Spearman Uji Mann-Whitney Uji F Uji t

Nilai Hitung -1,812 -1,149 1,785 1,185 -1,859

Nilai Kritis (Tabel) -1,860 s.d. 1,860 -1,645 s.d. 1,645 6,390 1,860 -1,895 s.d 1,895

Syarat Nilai Hitung < Nilai kritis, maka H0 Diterima (tidak ada trend, bersifat stasioner dan acak)

Kesimpulan Diterima diterima diterima diterima diterima

Sumber: Hasil Perhitungan

Perhitungan uji screening data curah hujan (uji ketidakadaan trend, uji stasioner, dan

uji persistensi) juga dilakukan untuk stasiun hujan yang lain, yaitu stasiun hujan Ketawang

dan Botokan. Berikut hasil uji screening data hujan pada stasiun hujan Ketawang dan

Botokan.

Page 95: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

74

Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Uji Screening Data Hujan Stasiun Hujan Ketawang

Keterangan Uji Ketidakadaan Trend Uji Stasioner

Uji Persistensi Uji Spearman Uji Mann-Whitney Uji F Uji t

Nilai Hitung -1,700 -1,149 0,674 0,990 -1,098

Nilai Kritis (Tabel) -1,860 s.d. 1,860 -1,645 s.d. 1,645 6,390 1,860 -1,895 s.d 1,895

Syarat Nilai Hitung < Nilai kritis, maka H0 Diterima (tidak ada trend, bersifat stasioner dan acak)

Kesimpulan diterima diterima diterima diterima diterima

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Uji Screening Data Hujan Stasiun Hujan Botokan

Keterangan Uji Ketidakadaan Trend Uji Stasioner

Uji Persistensi Uji Spearman Uji Mann-Whitney Uji F Uji t

Nilai Hitung -1,594 -1,149 0,974 0,876 -1,272

Nilai Kritis (Tabel) -1,860 s.d. 1,860 -1,645 s.d. 1,645 6,390 1,860 -1,895 s.d 1,895

Syarat Nilai Hitung < Nilai kritis, maka H0 Diterima (tidak ada trend, bersifat stasioner dan acak)

Kesimpulan diterima diterima diterima diterima diterima

Sumber: Hasil Perhitungan

Dari hasil uji screening data hujan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kondisi

eksisting data hujan dari stasiun Krian, Ketawang dan Botokan yang diperoleh sifatnya

handal dan berkualitas. Karena telah memenuhi syarat uji screening yang berarti data tidak

menunjukan adanya trend, bersifat stasioner (varian dan rata-ratanya homogen) dan

bersifat acak. Dengan demikian data hujan selanjutnya dapat digunakan dalam analisa

lanjutan.

4.1.2 Data Kualitas Air

Dalam studi ini, data yang akan digunakan untuk prediksi kualitas air dengan Jaringan

Syaraf Tiruan adalah data parameter kualitas air bulanan berupa DO, BOD, COD, pH dan

suhu. Data parameter tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh dari Perum Jasa

Tirta 1. Seluruh data sekunder akan digunakan pada metode Jaringan Syaraf Tiruan. Maka

data input merupakan data parameter kualitas air yang berada di titik Jembatan Jrebeng dan

Cangkir Tambangan, dan output akan ditargetkan ke titik Bambe Tambangan. Pemilihan

titik-titik pantau kualitas air didasarkan atas keberadaanya dalam satu alur sungai tanpa

adanya percabangan aliran keluar dan berdasarkan ketersediaan data dalam periode yang

cukup.

Setelah proses pengumpulan data sekunder selesai, diperlukan analisa terlebih dahulu

terhadap kondisi eksistingnya. Tujuannya untuk memperoleh gambaran data kualitas air

yang handal dan berkualitas. Data kualitas air akan di uji screeening terlebih dahulu, lalu

perlu juga untuk dibandingkan dengan kriteria mutu air yang sesuai dengan kelas

peruntukannya. Semua titik pantau kualitas air studi ini berada dalam satu alur aliran

Page 96: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

75

sungai, yaitu di aliran Kali Surabaya. Berikut merupakan contoh data parameter kualitas air

bulanan DO, BOD, COD, pH dan Suhu di salah satu titik pantau yaitu Bambe Tambangan.

Tabel 4.11 Contoh Data Parameter Kualitas Air di Bambe Tambangan

Tahun Bulan Parameter

DO (mg/L) BOD (mg/L) COD (mg/L) pH Suhu (oC)

2015

Januari 3,2 3,6 17,9 7,2 28,8

Februari 4,3 6,1 25,1 7,1 30

Maret 3,6 5,7 21,2 7,4 29,1

April 3 5,7 22,9 7,4 30

Mei 3,5 5,9 33,9 7,4 29,7

Juni 3,4 4,3 17,5 7,3 29,1

Juli 3,4 5,3 19,3 7,2 27,8

Agustus 4,6 6,1 28,7 7,8 29,2

September 3,9 1,7 6 7,4 29,8

Oktober 4,4 6,5 25,9 7,7 30

November 3,9 3,9 17,1 7,3 29,9

Desember 3,1 4,8 20,3 7,4 29,9

Sumber: Data Perum Jasa Tirta I

Data kualitas air titik pantau lainya yaitu, Jembatan Jrebeng, Cangkir Tambangan, dan

Bambe Tambangan untuk tahun 2006-2015 selengkapnya disajikan pada bagian Lampiran

2 (Data Kualitas Air Sekunder).

Berdasarkan data kualitas air 2006-2015 yang diperoleh, pada titik pantau Bambe

Tambangan nilai tertinggi untuk parameter DO terjadi pada bulan Mei 2003 sebesar 5,8

mg/L, dan terendah pada bulan November 2007 sebesar 2,3 mg/L. Untuk parameter BOD,

tertinggi 35,6 mg/L pada September 2009, terendah 1,4 mg/L pada Semptember 2011.

Untuk parameter COD, tertinggi 74,9 mg/L pada September 2009, terendah 5,7 mg/L pada

Juli 2004. Untuk parameter pH, tertinggi 7,9 terjadi pada bulan Oktober 2014, terendah 5,9

terjadi pada bulan Juni 2009. Sedangkan untuk parameter Suhu, nilai maksimum terjadi

pada bulan November 2014 sebesar 32,8 oC dan terendah 26 oC terjadi saat bulan Maret

2009.

Selanjutnya analisa kondisi eksisting data kualitas air dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana kualitas dan kehandalan data dengan uji screening dan untuk mengetahui

sejauh mana kesesuaian dengan kelas peruntukan yang ditetapkan.

Uji Screening Data Kualitas Air

Pada data kualitas air juga dilakukan perhitungan uji screening data dengan prosedur

atau tahapan-tahapan yang sama seperti pada data hujan. Uji screening data kualitas air

dilakukan pada setiap titik pantau kualitas air dan pada masing-masing parameter. Berikut

contoh perhitungan dan hasil uji screening data kualitas air parameter DO untuk titik

pantau Bambe Tambangan:

Page 97: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

76

1. Uji Ketidakadaan Trend

A. Uji Korelasi Peringkat Spearman

Data dari masing-masing parameter kualitas air diuji keacakannya menggunakan uji

korelasi peringkat Spearman. Uji ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya trend

dalam suatu deret berkala.

Tabel 4.12 Jumlah DO Bulanan dalam Setahun Titik Bambe Tambangan

No. Tahun DO (mg/L)

1 2006 45,20

2 2007 40,00

3 2008 46,80

4 2009 48,00

5 2010 45,50

6 2011 48,30

7 2012 48,40

8 2013 48,20

9 2014 45,80

10 2015 44,30

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 4.13 Perhitungan Koefisien Peringkat Spearman DO Bambe Tambangan

Tahun Peringka Tt DO (mg/L) Peringkat Rt Dt Dt2

2006 1 45,20 8 7 49

2007 2 40,00 10 8 64

2008 3 46,80 5 2 4

2009 4 48,00 4 0 0

2010 5 45,50 7 2 4

2011 6 48,30 2 -4 16

2012 7 48,40 1 -6 36

2013 8 48,20 3 -5 25

2014 9 45,80 6 -3 9

2015 10 44,30 9 -1 1

Jumlah 208

Perhitungan Uji Ketidakadaan Trend (Spearman)

N = 10

Kp = -0,261

T = -0,763

α 5% = 0.05

Dk = 8

t kritis = 1.86

Kesimpulan = tidak ada trend

Sumber: Hasil Perhitungan

Page 98: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

77

Contoh perhitungan:

Tahun 2007

Dt = Peringkat Rt – Peringkat Tt

= 10 – 2 = 8

Dt2 = 82 = 64

N = 10

Kp = 1 - 6 ∑ (𝑑𝑡)2𝑛

𝑖=1

𝑛3−𝑛

= 1 - 6 × 208

53−5

= -0,261

T = Kp ⌈n−2

1−Kp2⌉

0,5

= -0,261 ⌈5−2

1−(−0,261)2⌉

0,5

= -0,763

Dk = n – 2 = 10 – 2 = 8

H0 = Deret berkala dua seri data (Rt dan Tt) adalah independen pada

derajat kepercayaan 5%.

Dengan derajat kepercayaan α = 5% dan Dk = 8, maka dengan tabel T kritis (Soewarno,

1995) diperoleh nilai T kritis = 1,86.

Kesimpulan = jika -T kritis < T < T kritis, maka tidak ada trend

= -1,86 < -0,763 < 1,86, maka tidak ada trend

Oleh karena itu hipotesis nol pada derajat kepercayaan 5% diterima, atau dapat dikatakan

dua seri data (Rt dan Tt) adalah independen dan tidak mungkin menunjukkan adanya trend.

B. Uji Mann-Whitney

Data kualitas air kemudian dibagi menjadi dua kelompok yang sama jumlahnya dan

diberi peringkat berdasarkan nilai besarnya. Dua kelompok yaitu Kelompok 1 dan 2 diuji

apakah Kelompok 1 mempunyai sebaran yang sama dengan Kelompok 2.

Tabel 4.14 Perhitungan Uji Mann-Whitney DO Bambe Tambangan

No. DO Kelompok 1 Rank DO Kelompok 2 Rank

1 45,20 8 48,30 2

2 40,00 10 48,40 1

3 46,80 5 48,20 3

4 48,00 4 45,80 6

5 45,50 7 44,30 9

Jumlah 34 21

Page 99: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

78

Perhitungan Uji Ketidakadaan Trend (Mann-Whitney)

N1 = 5

N2 = 5

Rm = 34

U1 = 6

U2 = 19

Jika U1 < U2, maka digunakan U = U1

Z = -1,358

α 5% = 0,05

Z kritis = 1,645

Kesimpulan = tidak ada trend

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

N1 (jumlah data) = 5

N2 (jumlah data) = 5

Rm = 34

U1 = N1 N2 + 𝑁1

𝑁2 (N1 + 1) – Rm

= 5 x 5 + 5

5 (5 + 1) – 34 = 6

U2 = N1 N2 – U1

= 5 x 5 – 6 = 19

Karena U1 < U2 maka untuk perhitungan selanjutnya digunakan U = 6. Selanjutnya,

menghitung nilai Z:

Z =

𝑈−(𝑁1 𝑁2)

2

[1

12{𝑁1 𝑁2 (𝑁1+𝑁2+1)}]

0,5

Z =

6−(5× 5)

2

[1

12{5×5 (5+5+1)}]

0,5

Z = -1,358

H0 = Kelompok 1 dan Kelompok 2 berasal dari populasi yang sama.

Dengan derajat kepercayaan α = 5%, maka dengan tabel nilai kritis dc (Soewarno, 1995)

diperoleh nilai Z kritis = -1,645 dan 1,645.

Kesimpulan = jika -Z kritis < Z < Z kritis, maka tidak ada trend

= -1,645 < -1,358 < 1,645, maka tidak ada trend

Dengan demikian H0 tidak dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%. Atau dapat

dikatakan bahwa kelompok 1 dan 2 berasal dari populasi yang sama, atau dengan kata lain

tidak terjadi perubahan yang nyata nilai rata-ratanya sehingga tidak menunjukkan adanya

trend.

Page 100: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

79

2. Uji Stasioner

Jika telah dilakukan uji ketidakaan trend maka selanjutnya adalah uji stasioner data

kualitas air. Apabila menunjukkan tidak ada trend maka uji stasioner dimaksudkan untuk

menguji kestabilan nilai varian dan rata-rata dari deret berkala. Pengujian ini termasuk uji

untuk mengetahui kesamaan jenis untuk mengetahui homogen atau tidaknya varian dan

rata-ratanya.

A. Uji F (Kestabilan Varian)

Apabila hasil pengujian ditolak, berarti nilai varian tidak stabil atau tidak homogen.

Deret berkala yang nilai variannya tidak homogen berarti deret berkala tersebut tidak

stasioner.

Tabel 4.15 Perhitungan Uji F (Kestabilan Varian) DO Bambe Tambangan

Kelompok 1 Kelompok 2

Tahun DO (mg/L) Tahun DO (mg/L)

2006 45,20 2011 48,30

2007 40,00 2012 48,40

2008 46,80 2013 48,20

2009 48,00 2014 45,80

2010 45,50 2015 44,30

Perhitungan Uji F

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

n1 (jumlah data) = 5

n2 (jumlah data) = 5

S1 (deviasi standar) = 3,06

S2 (deviasi standar) = 1,86

dk1 = n1 – 1

= 5 -1 = 4

dk2 = n2 – 1

= 5 -1 = 4

N1 = 5

N2 = 5

Rerata X1 = 45,10

Rerata X2 = 47,00

S1 = 3,06

S2 = 1,86

α 5% = 0,05

Dk1 = 4

Dk2 = 4

F = 2,71

F kritis = 6,39

Kesimpulan = Stasioner

Page 101: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

80

F = 𝑛1 𝑆1

2(𝑛2−1)

𝑛2 𝑆22(𝑛1−1)

F = 5×3,062(5−1)

5×1,862(5−1)

= 2,71

H0 = Nilai varian kelompok I dan II tidak ada beda nyata pada derajat kepercayaan 5%.

Berarti deret berkala (data kualitas air) stasioner.

Dengan derajat kepercayaan α 5%, dk1 = 4 dan dk2 = 4, maka dengan tabel F kritis

(Soewarno, 1995) diperoleh nilai F kritis = 2,71.

Kesimpulan = jika F < F kritis, maka nilai varian stasioner

= 1,78 < 2,71, maka nilai varian stasioner

Maka H0 diterima bahwa varian kedua kelompok data tabel 4.15 tidak berbeda nyata. Atau

dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pada peluang 95% nilai variannya stabil yang

berarti data tersebut stasioner.

B. Uji t (Kestabilan Rata-rata)

Dalam suatu pengujian stasioneritas data, apabila uji kestabilan varian menunjukkan

stasioner maka pengujian selanjutnya adalah pengujian kestabilan nilai rata-ratanya dengan

menggunakan Uji-t. Apabila hasil pengujian ditolak, berarti nilai rata-rata dua kelompok

tersebut tidak homogen dan tidak stasioner pada derajat kepercayaan tertentu.

Tabel 4.16 Perhitungan Uji t (Kestabilan Rata-rata) DO Bambe Tambangan

Kelompok 1 Kelompok 2

Tahun DO (mg/L) Tahun DO (mg/L)

2006 45,20 2011 48,30

2007 40,00 2012 48,40

2008 46,80 2013 48,20

2009 48,00 2014 45,80

2010 45,50 2015 44,30

Perhitungan Uji t

N1 = 5

N2 = 5

Rerata X1 = 45,10

Rerata X2 = 47,00

S1 = 3,06

S2 = 1,86

α 5% = 0,05

Df = 8

Σ = 2,83

T = 1,06

T kritis = 1,86

Kesimpulan = Stasioner

Sumber: Hasil Perhitungan

Page 102: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

81

Contoh perhitungan:

N1 (jumlah data) = 5

N2 (jumlah data) = 5

S1 (deviasi standar) = 3,06

S2 (deviasi standar) = 1,86

Df = N1 + N2 – 2

= 5 + 5 - 2

= 8

σ = (𝑛1 𝑆1

2+ 𝑛2 𝑆22

𝑛1+𝑛2−2)

1

2

= (5 × 3,06 + 5 ×1,86

5+5−2)

1

2

= 2,83

T = 𝑅𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑋1− 𝑅𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑋2

𝜎 (1

𝑛1 +

1

𝑛2)

12

= 45,10 – 47,00

2,83 (1

5 +

1

5)

12

= 1,06

H0 = Nilai varian kelompok I dan II tidak ada beda nyata pada derajat kepercayaan 5%.

Berarti deret berkala (data kualitas air) stasioner.

Dengan derajat kepercayaan α 5%, dan Df = 8, maka dengan tabel T kritis (Soewarno,

1995) diperoleh nilai T kritis = 1,86.

Kesimpulan = jika T < T kritis, maka nilai rata-rata stasioner

= 1,06 < 1,86, maka nilai rata-rata stasioner

Maka hipotesis nol diterima. Dengan memperhatikan Uji-F dan Uji-t tersebut maka deret

berkala data DO Bambe Tambangan adalah stasioner, berarti nilai rata-rata serta nilai

variannya adalah stabil.

3. Uji Persistensi (Uji Ketidaktergantungan)

Persistensi (persistence) adalah ketidak-tergantungan dari setiap nilai dalam deret

berkala. Untuk melaksanakan pengujian persistensi harus dihitung besarnya koefisien

korelasi serial. Salah satu metode untuk menentukan koefisien korelasi serial adalah

dengan metode Spearman.

Page 103: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

82

Tabel 4.17 Perhitungan Koefisien Korelasi Serial Spearman DO Bambe Tambangan

No. Tahun DO (mg/L) Peringkat Di Di2

1 2006 45,20 8 -

2 2007 40,00 10 -2 4

3 2008 46,80 5 5 25

4 2009 48,00 4 1 1

5 2010 45,50 7 -3 9

6 2011 48,30 2 5 25

7 2012 48,40 1 1 1

8 2013 48,20 3 -2 4

9 2014 45,80 6 -3 9

10 2015 44,30 9 -3 9

Jumlah 87

Perhitungan Uji Persistensi

M = 9

Ks = 0,275

T = 0,757

Dk = 7

α 5% = 0,05

T kritis = 1,895

Kesimpulan = diterima (tidak ada persistensi)

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

Tahun 2007

Di = Peringkat th.2006 – Peringkat th.2007

= 8 – 10 = -2

Di2 = (-2)2 = 4

N = 10

M = n – 1

= 10 – 1 = 9

Ks = 1 - 6 ∑ (𝑑𝑖)2𝑛

𝑖=1

𝑚3−𝑚

= 1 - 6 × 87

53−5 = 0,275

T = Ks ⌈m−2

1−Ks2⌉

0,5

= 0,275 ⌈9−2

1−0,2752⌉

0,5= 0,757

Dk = m – 2

= 9 – 2 = 7

H0 = dua seri data (tahun dan kualitas air) adalah independen sehingga tidak persistensi

Dengan derajat kepercayaan α 5% dan Dk = 7, maka dengan tabel T kritis (Soewarno,

1995) diperoleh nilai T kritis = 1,895.

Page 104: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

83

Kesimpulan = jika -T kritis < T < T kritis, maka tidak ada persistensi

= -1,895 < 0,757 < 1,895, maka tidak ada persistensi

Maka H0 diterima pada derajat kepercayaan 5%. Atau dengan kata lain dapat dikatakan

bahwa 95% data DO Bambe Tambangan adalah independen atau tidak menunjukkan

adanya persistensi. Atau dapat dikatakan bahwa data tersebut merupakan data bersifat

acak.

Setelah semua uji screening data kualitas air di Bambe Tambangan dilakukan, maka

hasil akan direkapitulasi. Berikut Tabel 4.18 merupakan hasil uji screening data kualitas air

di Bambe Tambangan:

Tabel 4.18 Rekapitulasi Hasil Uji Screening Data Kualitas Air Bambe Tambangan

Keterangan Uji Ketidakadaan Trend Uji Stasioner

Uji Persistensi Uji Spearman Uji Mann-Whitney Uji F Uji t

A. Parameter DO

Nilai Hitung -0,763 -1,358 2,712 1,061 0,757

Nilai Kritis (Tabel) -1,860 s.d. 1,860 -1,645 s.d. 1,645 6,390 1,860 -1,895 s.d 1,895

Syarat Nilai Hitung < Nilai kritis, maka H0 Diterima (tidak ada trend, bersifat stasioner dan acak)

Kesimpulan diterima diterima diterima diterima diterima

B. Parameter BOD

Nilai Hitung 1,700 -1,567 0,686 1,736 0,022

Nilai Kritis (Tabel) -1,860 s.d. 1,860 -1,645 s.d. 1,645 6,390 1,860 -1,895 s.d 1,895

Syarat Nilai Hitung < Nilai kritis, maka H0 Diterima (tidak ada trend, bersifat stasioner dan acak)

Kesimpulan diterima diterima diterima diterima diterima

C. Parameter COD

Nilai Hitung 1,443 -1,475 0,880 1,636 0,379

Nilai Kritis (Tabel) -1,860 s.d. 1,860 -1,645 s.d. 1,645 6,390 1,860 -1,895 s.d 1,895

Syarat Nilai Hitung < Nilai kritis, maka H0 Diterima (tidak ada trend, bersifat stasioner dan acak)

Kesimpulan diterima diterima diterima diterima diterima

D. Parameter pH

Nilai Hitung -1,083 -0,940 1,023 0,925 -0,708

Nilai Kritis (Tabel) -1,860 s.d. 1,860 -1,645 s.d. 1,645 6,390 1,860 -1,895 s.d 1,895

Syarat Nilai Hitung < Nilai kritis, maka H0 Diterima (tidak ada trend, bersifat stasioner dan acak)

Kesimpulan diterima diterima diterima diterima diterima

E. Parameter Suhu

Nilai Hitung -0,840 -0,522 2,600 0,783 -1,859

Nilai Kritis (Tabel) -1,860 s.d. 1,860 -1,645 s.d. 1,645 6,390 1,860 -1,895 s.d 1,895

Syarat Nilai Hitung < Nilai kritis, maka H0 Diterima (tidak ada trend, bersifat stasioner dan acak)

Kesimpulan diterima diterima diterima diterima diterima

Sumber: Hasil Perhitungan

Dari hasil uji screening data yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kondisi

eksisting data kualitas air Bambe Tambangan untuk parameter DO, BOD, COD, pH dan

suhu yang diperoleh sifatnya handal dan berkualitas. Karena telah memenuhi syarat uji

screening yang berarti data tidak menunjukan adanya tren, bersifat stasioner (varian dan

rata-ratanya homogen) dan bersifat acak. Maka data kualitas air selanjutnya dapat

digunakan dalam analisa lanjutan. Uji screening data kulitas air untuk titik pantau lainnya

Page 105: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

84

yaitu Jembatan Jrebeng dan Cangkir Tambangan, hasilnya disajikan pada bagian

Lampiran 2 (Data Kualitas Air Sekunder).

Kesesuaian Data Kualitas Air dengan Kelas Peruntukannya

Dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, pada pasal 1

ayat 6 disebutkan bahwa kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak

untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu. Aliran Kali Surabaya oleh Peraturan

Gubernur Jawa Timur Nomor 61 Tahun 2010, menurut klasifikasi kualitas airnya

ditetapkan sebagai Kelas II (dua).

Pasal 8 pada PP No. 82 Tahun 2001, menjelaskan tentang peruntukan sesuai dengan

kelas airnya. Bahwa Kelas II (dua) peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana

rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan

tersebut. Oleh karena Kali Surabaya ditetapkan sebagai Kelas II (dua), maka batasan

kriteria mutu air yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.19 Kriteria Mutu Air Kelas II untuk Parameter DO, BOD, COD, pH dan Suhu

Parameter Satuan Kriteria

Nilai Keterangan

Suhu oC Deviasi 3 Deviasi temperatur dari keadaan alaminya

pH 6 s.d. 9

Apabila secara ilmiah diluar rentang

tersebut, maka ditentukan berdasarkan

kondisi alamiah

BOD mg/L 3

COD mg/L 25

DO mg/L 4 Angka batas minimum

Sumber: PP No. 82 Tahun 2001

Jika kriteria mutu air kelas II di Tabel 4.19 diterapkan pada data kualitas air sekunder

studi ini, maka gambaran keseuaian kelas peruntukan kualitas air akan terlihat pada grafik-

grafik berikut:

Page 106: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

85

Gam

bar

4.1

Gra

fik d

ata

kual

itas

air

bam

be

tam

ban

gan

dan

kri

teri

a m

utu

air

kel

as I

I p

aram

eter

DO

Sum

ber

: P

erum

Jas

a T

irta

I

Ber

das

ark

an g

rafi

k d

iata

s, d

apat

dik

etah

ui

bah

wa

sebag

ian

bes

ar d

ata,

nil

ainya

ber

ada

dib

awah

gar

is b

atas

sy

arat

kri

teri

a m

utu

air

yan

g d

itet

apk

an u

ntu

k p

aram

ater

DO

yai

tu m

inim

um

4 m

g/L

. N

amun a

da

beb

erap

a bula

n y

ang n

ilai

par

amet

er D

O n

ya

dia

tas

stan

dar

kri

teri

a m

utu

air

kel

as d

ua,

yai

tu t

erja

di

sem

isal

di

bula

n A

gust

us

2016 (

4,6

mg/L

) p

ada

bula

n i

nil

ah k

emungkin

an k

on

dis

i

kual

itas

air

di

Bam

be

Tam

ban

gan

sed

ang

tid

ak t

erce

mar

. D

iket

ahui

bah

wa

dar

i 120 d

ata

DO

Bam

be

Tam

ban

gan

, 49 d

ata

mem

enuhi

kri

teri

a D

O k

elas

II

(dat

a yan

g d

iata

s gar

is s

tand

ar D

O K

elas

II)

dan

71 d

ata

tidak

mem

enuhi

kri

teri

a D

O k

elas

II.

(Min

. 4 m

g/L)

Page 107: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

86

Gam

bar 4

.2 G

rafik d

ata kualitas air b

ambe tam

ban

gan

dan

kriteria m

utu

air kelas II p

arameter B

OD

Sum

ber: P

erum

Jasa Tirta I

Berd

asarkan

grafik

diatas, d

apat d

iketah

ui b

ahw

a sebag

ian b

esar data n

ilainya b

erada d

iatas garis sy

arat bak

u m

utu

air kelas

II. Hal in

i men

unju

kkan

berd

asarkan

param

eter BO

D, b

anyak

yan

g tid

ak m

emen

uhi k

riteria mutu

air kelas II co

nto

hnya p

ada b

ulan

Agustu

s 2008 (2

0,3

mg/L

). Syarat k

elas II ditetap

kan

untu

k p

aramater B

OD

yaitu

mak

simum

3 m

g/L

. Nam

un ad

a beb

erapa b

ulan

yan

g n

ilai param

eter BO

D n

ya m

emen

uhi stan

dar d

an k

riteria m

utu

air kelas II, y

aitu terjad

i semisal d

i bulan

Sep

tember 2

01

1 (1

,4

mg/L

). Dik

etahui b

ahw

a dari 1

20 d

ata BO

D B

ambe T

amban

gan

, 12 d

ata mem

enuhi k

riteria BO

D k

elas II (data y

ang d

ibaw

ah g

aris

standar B

OD

Kelas II) d

an 1

08 d

ata tidak

mem

enu

hi k

riteria BO

D k

elas II.

Page 108: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

87

Gam

bar

4.3

Gra

fik d

ata

kual

itas

air

bam

be

tam

ban

gan

dan

kri

teri

a m

utu

air

kel

as I

I p

aram

eter

CO

D

Sum

ber

: P

erum

Jas

a T

irta

I

Ber

das

ark

an g

rafi

k d

iata

s, d

apat

dik

etah

ui

bah

wa

sebag

ian b

esar

dat

a nil

ainya

ber

ada

dib

awah

gar

is b

atas

. H

al i

ni

men

unju

kkan

mas

ih m

emen

uhi

kri

teri

a m

utu

air

yan

g d

itet

apkan

untu

k p

aram

ater

CO

D y

aitu

mak

sim

um

25 m

g/L

. N

amun a

da

beb

erap

a bula

n y

ang n

ilai

CO

D n

ya

tidak

mem

enuhi

kri

teri

a m

utu

air

kel

as I

I, y

aitu

ter

jadi

sem

isal

di

bula

n M

ei 2

010 s

ebes

ar 4

1

mg/L

. D

iket

ahui

bah

wa

dar

i 120 d

ata

CO

D B

ambe

Tam

ban

gan

, 88 d

ata

mem

enuhi

kri

teri

a C

OD

kel

as I

I (d

ata

yan

g d

ibaw

ah g

aris

stan

dar

CO

D K

elas

II)

dan

32 d

ata

tidak

mem

enuh

i kri

teri

a C

OD

kel

as I

I.

Page 109: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

88

Gam

bar 4

.4 G

rafik d

ata kualitas air b

ambe tam

ban

gan

dan

kriteria m

utu

air kelas II p

arameter p

H

Sum

ber: P

erum

Jasa Tirta I

Berd

asarkan

grafik

diatas, d

apat d

iketah

ui b

ahw

a semua d

ata nilain

ya m

emen

uhi k

riteria mutu

air kelas II y

ang d

itetapk

an

untu

k p

aramater p

H y

aitu 6

- 9. Jik

a din

ilai dari seg

i param

eter pH

, tidak

terjadi p

encem

aran y

ang b

erarti, karen

a ham

pir sem

ua n

ilai

dari d

ata yan

g d

ipero

leh m

emen

uhi k

riteria. Han

ya d

ata pad

a bulan

Juni 2

009 (5

,9) y

ang tid

ak m

emen

uhi k

riteria pH

air kelas II.

Page 110: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

89

Gam

bar

4.5

Gra

fik d

ata

kual

itas

air

bam

be

tam

ban

gan

par

amet

er s

uhu

Sum

ber

: P

erum

Jas

a T

irta

I

Untu

k a

nal

isa

kondis

i ek

sist

ing k

ual

itas

air

ber

das

arkan

kes

esu

aian

den

gan

kel

as p

eruntu

kan

ya

di

titi

k p

anta

u l

ainya

(Jem

bat

an

Jreb

eng d

an C

angkir

Tam

ban

gan

) dap

at d

ilih

at d

i bag

ian L

am

pir

an

2 (

Data

Ku

ali

tas

Air

Sek

un

der

).

Page 111: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

90

4.2 Prediksi Kualitas Air Metode Jaringan Syaraf Tiruan

Dalam studi ini, metode JST akan diterapkan untuk memprediksi parameter kualitas air

(DO, BOD, COD, pH dan suhu) di titik Bambe Tambangan. Pada tahapan prediksi dengan

metode JST dalam studi ini akan dibuat 3 (tiga) macam skenario. Sehingga diharapkan akan

terlihat skenario manakah yang memiliki akurasi yang paling tinggi dengan kesalahan relatif

paling rendah untuk lokasi studi.

Perbedaan mendasar dari ketiga skenario tersebut terletak pada variabel input dan

output nya. Output skenario dibedakan dengan dasar mengelompokkan cara pengukuran

parameter kualitas air. Skenario I digunakan untuk memprediksi parameter yang dapat

diukur langsung di lapangan (in situ) seperti DO, pH dan suhu. Sedangkan Skenario II dan

III untuk memprediksi parameter yang pengukurannya dilakukan di laboratorium, misalnya

BOD dan COD. Proses Training dan testing JST dibuat dengan bantuan software

NeuroSolutions7. Semua jaringan dimodelkan dengan menggunakan software

NeuroSolutions7 dengan algoritma regression MLP (Multi-Layer Perceptron). Pada masing-

masing skenario akan dicoba dengan berbagai komposisi persentase dataset (training, cross

validation, testing) mulai 50-30-20, 60-20-20, 60-30-10, dan batasan epoch mulai 1000,

5000 dan 10000. Maka hasil tahapan-tahapan pengerjaan dalam software NeuroSolutions7

akan diuraikan pada subbab selanjutnya.

4.2.1 Skenario 1

Skenario I digunakan untuk memprediksi parameter seperti DO, pH dan suhu pada titik

Bambe Tambangan dengan input DO, pH dan suhu titik Jembatan Jrebeng dan Cangkir

Tambangan. Input juga ditambahkan dengan data hujan dari tiga lokasi stasiun hujan

terdekat dengan titik pemantauan kualitas air. Berikut skenario variabel input dan output JST

serta dan rancangan arsitektur jaringan yang digunakan pada model Skenario I adalah

sebagai berikut:

Output Input

a. DO 3 CH Krian, CH Ketawang, CH Botokan pH 1 pH 2 Suhu 1 Suhu 2 DO 1 DO 2

b. pH 3 CH Krian, CH Ketawang, CH Botokan pH 1 pH 2 Suhu 1 Suhu 2 DO 1 DO 2

c. Suhu 3 CH Krian, CH Ketawang, CH Botokan pH 1 pH 2 Suhu 1 Suhu 2 DO 1 DO 2

d. DO 3 + pH 3 + Suhu 3 CH Krian, CH Ketawang, CH Botokan pH 1 pH 2 Suhu 1 Suhu 2 DO 1 DO 2

dimana:

Titik 1 = Jembatan Jrebeng

Titik 2 = Cangkir Tambangan

Titik 3 = Bambe Tambangan

CH = Curah Hujan

Page 112: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

91

Gambar 4.6 Arsitektur jaringan untuk skenario I

Rumus Pemodelan JST Skenario I

y_ink = W0k +∑{(𝐵 + ∑(𝑍1𝐶𝐻1 + 𝑍1𝐶𝐻2 + 𝑍1𝐶𝐻3 + 𝑍1𝑝𝐻1 + 𝑍1𝑝𝐻2 + 𝑍1𝑆𝑢ℎ𝑢 1 +

𝑍1𝑆𝑢ℎ𝑢 2 + 𝑍1𝐷𝑂 1 + 𝑍1𝐷𝑂 2)𝑊1𝑘 + ⋯ + (𝐵 + ∑(𝑍11𝐶𝐻1 + 𝑍11𝐶𝐻2 + 𝑍11𝐶𝐻3 +

𝑍11𝑝𝐻1 + 𝑍11𝑝𝐻2 + 𝑋𝑍11𝑆𝑢ℎ𝑢 1 + 𝑍11𝑆𝑢ℎ𝑢 2 + 𝑍11𝐷𝑂 1 + 𝑍11𝐷𝑂 2)𝑊12𝑘 }

dengan:

y_ink = nilai output

W = bobot dari hidden layer ke output

X = neuron pada input layer

Z = hidden layer

B = bias / unit masukan B= 1

Seperti yang telah diuraikan di subbab sebelumnya, bahwa untuk memprediksi kualitas

air Bambe Tambangan, dibuatlah beragam jaringan dengan variasi persentase dataset dan

variasi epoch. Jaringan yang terbaik merupakan jaringan yang memiliki kesalahan relatif

yang paling kecil. Berikut adalah hasil pelatihan dan pengujian jaringan yang menghasilkan

output terbaik dengan hasil kesalahan relatif terkecil untuk memprediksi kualitas air Bambe

Tambangan menggunakan model Skenario I:

Page 113: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

92

a. Ouput DO 3

1. Persentase dataset terbaik,

Setelah semua jaringan dicoba dengan persentase dataset yang berbeda-beda, hasil

terbaik untuk prediksi DO Bambe Tambangan dihasilkan oleh jaringan yang menggunakan

dataset 60-20-20, dengan maksud data 60% untuk training, 20% cross validation, dan 20%

untuk testing.

2. Hasil tahapan “Train Network”,

Maka percobaan dengan dataset yang sama, jaringan akan dicoba dengan epoch

pelatihan yang berbeda-beda dari 1000, 5000, dan 10000. Hasilnya jaringan terbaik untuk

memprediksi DO Bambe Tambangan adalah jaringan dengan batasan epoch pelatihan

sebesar 5000. Berikut merupakan performa hasil pelatihan jaringannya,

Gambar 4.7 Performa pelatihan (train) jaringan skenario I untuk output DO 3 dengan

dataset 60-20-20 dan epoch 5000

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

MSE

Epoch

MSE versus Epoch

Training MSE

Cross Validation MSE

Best Networks Training Cross Validation

Epoch # 2674 78

Minimum MSE 0.003155956 0.029998066

Final MSE 0.003155956 0.030250285

Page 114: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

93

Gambar 4.8 Performa pelatihan (train) jaringan skenario I untuk output DO 3 dengan

dataset 60-20-20 epoch 10000

Penjelasan:

Agar jaringan menghasilkan kesalahan relatif yang kecil, maka saat pelatihan jaringan

harus didapatkan nilai MSE (Mean Square Error) kecil dan mendekati nol . Jaringan yang

memiliki nilai MSE yang terkecil dibanding jaringan yang lain itulah yang dapat

menghasilkan kesalahan relatif terkecil juga. Dari dua gambar performa hasil pelatihan

jaringan Skenario I Output DO 3, dapat diketahui bahwa pelatihan jaringan dengan dataset

60-20-20 epoch 5000 (Gambar 4.7) lebih bagus daripada jaringan dengan dataset 60-20-20

epoch 10000 (Gambar 4.8).

Hal demikian dapat dinilai yang pertama secara visualisasi grafis yang dihasilkan. Ciri

pelatihan jaringan yang bagus ditunjukkan dengan grafis MSE vs Epoch yang stabil dan

tidak ada menunjukkan grafis MSE yang naik pada epoch terakhir. Jadi secara visual terlihat

bahwa jaringan Skenario I Output DO 3 dengan dataset 60-20-20 epoch 5000 grafis MSE

nya lebih stabil (Gambar 4.7), sehingga lebih bagus daripada yang epoch 10000 (Gambar

4.8).

Kedua dapat dinilai berdasarkan secara angka yang terdapat di tabel hasil performa

pelatihan. Ciri jaringan yang bagus adalah jaringan yang nilai MSE hasil pelatihannya yang

paling kecil dan paling mendekati nol (0,001). Jadi secara angka MSE terlihat bahwa

jaringan Skenario I Output DO 3 dengan dataset 60-20-20 epoch 5000 menghasilkan

minimum MSE 0,003 lebih kecil (Gambar 4.7), sehingga lebih bagus daripada yang epoch

10000 yang menghasilkan minimum MSE 0,005 (Gambar 4.8).

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

MSE

Epoch

MSE versus Epoch

Training MSE

Cross Validation MSE

Best Networks Training Cross Validation

Epoch # 9995 5

Minimum MSE 0.005238018 0.023263013

Final MSE 0.005238018 0.084678474

Page 115: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

94

Gam

bar 4

.9 H

asil test netw

ork p

ada d

ata

set train

ing

jaringan

sken

ario I o

utp

ut D

O 3

den

gan

data

set 60-2

0-2

0 d

an ep

och

50

00

50

00

Perfo

rma

nce

DO

3

RM

SE0.207657344

NR

MSE

0.044182414

MA

E0.154696329

NM

AE

0.032914113

Min

Ab

s Error

0.001894136

Max A

bs Erro

r0.577552848

r0.963146716

Score

95.16107363

Gam

bar 4

.10 H

asil test netw

ork p

ada d

ata

set train

ing

jaringan

sken

ario I o

utp

ut D

O 3

den

gan

data

set 60-2

0-2

0 d

an ep

och

10000

50

00

3.

Hasil tah

apan

“Test N

etwork”.

Untu

k p

ertama test n

etwork p

ada d

ata

set train

ing

,

Perfo

rma

nce

DO

3

RM

SE0.46894722

NR

MSE

0.099776004

MA

E0.356081867

NM

AE

0.075762099

Min

Ab

s Error

0.003503354

Max A

bs Erro

r1.385576393

r0.801284549

Score

85.56181989

Page 116: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

95

Penjelasan:

Dari dua gambar performa hasil test network pada dataset training, dapat diketahui

bahwa jaringan Skenario I Output DO 3 dengan dataset 60-20-20 epoch 5000 (Gambar 4.9)

lebih bagus daripada jaringan dengan dataset 60-20-20 epoch 10000 (Gambar 4.10).

Hal demikian dapat dinilai yang pertama secara visualisasi grafis yang dihasilkan. Ciri

pengujian jaringan yang bagus ditunjukkan dengan grafis DO Aktual vs DO Output JST

yang saling berhimpitan. Jadi secara visual terlihat bahwa jaringan Skenario I Output DO 3

dengan dataset 60-20-20 epoch 5000 grafisnya lebih saling berhimpitan antara DO Output

JST dengan DO 3 Aktual (Gambar 4.9), lebih bagus daripada yang epoch 10000 (Gambar

4.10).

Kedua dapat dinilai berdasarkan secara angka yang terdapat di tabel hasil performa

pengujian. Ciri jaringan yang bagus adalah jaringan yang nilai r yang paling besar dan

paling mendekati 1. Dan juga nilai score yang dihasilkan paling besar yang mendekati 100.

Artinya jika score semakin mendekati seratus, berarti output yang dihasilkan semakin

mendekati data aktualnya. Jadi berdasarkan angka score terlihat bahwa jaringan dengan

dataset 60-20-20 epoch 5000 menghasilkan score 95,1 (Gambar 4.9) lebih bagus daripada

yang epoch 10000 yang menghasilkan score 85,6 (Gambar 4.10).

test network selanjutnya adalah pada dataset cross validation dan berikut hasilnya,

Gambar 4.11 Grafik hasil test network pada dataset cross validation jaringan skenario I

output DO 3 dengan dataset 60-20-20 dan epoch 5000

0

5

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Ou

tpu

t

Exemplar

Desired Output and Actual Network Output

DO 3

DO 3 Output

Page 117: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

96

test network terakhir adalah pada dataset testing dan berikut hasilnya,

Gambar 4.12 Grafik hasil test network pada dataset testing jaringan skenario I untuk output

DO 3 dengan dataset 60-20-20 dan epoch 5000

4. Tahapan selanjutnya adalah produksi (production),

Dengan tool “Apply New Data”. Maka akan muncul data pada kolom kosong output

production sebelumnya dan berikut hasilnya,

Tabel 4.20 Hasil Tahapan Produksi JST Skenario I untuk Output DO 3 dengan Dataset 60-

20-20 dan Epoch 5000

Tahun Bulan Output JST

DO 3 (mg/L)

2006 Mei 3,62

2007 Mei 3,81

2008 Mei 3,98

2009 Mei 4,28

2010 Mei 3,89

2011 Mei 3,70

2012 Mei 3,75

2013 Mei 3,39

2014 Mei 3,41

2015 Mei 3,00

Sumber: Hasil Perhitungan

5. Perhitungan Kesalahan Relatif

Langkah nomor 1 sampai 4 diatas merupakan proses dari awal sampai akhir metode JST

untuk prediksi DO 3 (Skenario I dengan komposisi dataset 60-20-20 dan epoch 5000).

Selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana keakuratan hasil output JST maka data perlu

0

5

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Ou

tpu

t

Exemplar

Desired Output and Actual Network Output

DO 3

DO 3 Output

Page 118: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

97

dibandingkan dengan data aktual nya, dan dihitung persentase KR (Kesalahan Relatif). KR

dihitung pada tahap production. Sehingga bisa mengetahui gambaran keakuratan pada model

JST. Berikut merupakan output hasil prediksinya, akan dibandingkan dengan data aktual dan

dihitung persentase kesalahan relatifnya.

Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Kesalahan Relatif (KR) JST Skenario I untuk Output DO 3

dengan Dataset 60-20-20 dan Epoch 5000

Tahun Bulan Data Aktual PJT I Output Model JST

KR % DO 3 (mg/L) DO 3 (mg/L)

2006 Mei 3,7 3,62 2,17

2007 Mei 3,7 3,81 3,01

2008 Mei 4,2 3,98 5,20

2009 Mei 4,4 4,28 2,68

2010 Mei 3,9 3,89 0,29

2011 Mei 3,7 3,70 0,07

2012 Mei 3,1 3,75 20,98

2013 Mei 3,4 3,39 0,33

2014 Mei 3,3 3,41 3,26

2015 Mei 3,5 3,00 14,36

Rerata KR % 5,23

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

Mei 2006

𝐾𝑅 % = |(𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑌 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙)

𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙| × 100%

= |(3,7 − 3,62)

3,7| × 100%

= 2,17%

Tabel 4.22 Merupakan rekapitulasi perhitungan kesalahan relatif seluruh jaringan yang

telah dibuat dengan beberapa dataset dan epoch yang berbeda untuk model Skenario I

output DO Bambe Tambangan:

Tabel 4.22 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR% Model Skenario I Output DO 3

a. Output DO 3

Epoch Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 -20 60 -30 -10

1000 13,10 8,82 8,29

5000 12,69 5,23 10,03

10000 12,45 10,72 8,23

Sumber: Hasil Perhitungan

Pada tahap perhitungan kesalahan relatif, jaringan Skenario I output DO 3 dengan dataset

60-20-20 dan epoch 5000 adalah jaringan yang menghasilkan rata-rata nilai KR terkecil

yaitu sebesar 5,23%. Hal demikian menunjukkan bahwa output jaringan tersebut sangat

bagus mendekati data aktualnya, karena memiliki KR masih dibawah 10%.

Page 119: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

98

Pada model Skenario I dengan tahapan yang sama, jaringan juga dicoba dengan variasi

dataset yang lain yaitu 50-30-20 dan 60-30-10, juga dengan beragam epoch mulai 1000,

5000 dan 10000 serta akan diprediksi output untuk parameter yang lain, yaitu pH 3, Suhu 3

dan gabungan 3 output sekaligus (DO 3, pH 3, dan Suhu 3).

b. Ouput pH 3

Setelah semua jaringan Skenario I output pH 3 dicoba dengan persentase dataset yang

berbeda-beda, hasil terbaik untuk prediksi pH Bambe Tambangan dihasilkan oleh jaringan

Skenario I yang menggunakan dataset 60-20-20, dengan maksud data 60% untuk training,

20% cross validation, dan 20% untuk testing dan dengan batasan epoch 1000.

Performa pelatihan jaringan Skenario I output pH 3 dengan dataset 60-20-20 epoch

1000 menghasilkan minimum MSE 0,005 cukup mendekati nol (0,001). Dan performa hasil

pengujian jaringan pada dataset training, jaringan Skenario I output pH 3 dengan dataset

60-20-20 epoch 1000 menghasilkan score 88,7. Pada tahap produksi, jaringan Skenario I

output pH 3 dengan dataset 60-20-20 epoch 1000 menghasilkan output sebagai berikut:

Tabel 4.23 Hasil Tahapan Produksi JST Skenario I untuk Output pH 3 dengan Dataset 60-

20-20 dan Epoch 1000

Tahun Bulan Output JST

pH 3

2006 Mei 6,90

2007 Mei 7,30

2008 Mei 7,23

2009 Mei 6,98

2010 Mei 7,41

2011 Mei 7,09

2012 Mei 7,21

2013 Mei 7,34

2014 Mei 7,41

2015 Mei 6,98

Sumber: Hasil Perhitungan

Selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana keakuratan hasil output JST maka data

perlu dibandingkan dengan data aktual nya, dan dihitung persentase KR (Kesalahan Relatif).

KR dihitung pada tahap production. Sehingga bisa mengetahui gambaran keakuratan pada

model JST. Berikut merupakan output hasil prediksinya, akan dibandingkan dengan data

aktual dan dihitung persentase kesalahan relatifnya.

Page 120: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

99

Tabel 4.24 Hasil Perhitungan Kesalahan Relatif (KR) JST Skenario I untuk Output pH 3

dengan Dataset 60-20-20 dan Epoch 1000

Tahun Bulan Data Aktual PJT I Output Model JST

KR % pH 3 pH 3

2006 Mei 6,80 6,90 1,41

2007 Mei 7,30 7,30 0,01

2008 Mei 7,40 7,23 2,33

2009 Mei 7,10 6,98 1,69

2010 Mei 7,30 7,41 1,49

2011 Mei 6,90 7,09 2,70

2012 Mei 7,20 7,21 0,15

2013 Mei 7,30 7,34 0,54

2014 Mei 7,40 7,41 0,17

2015 Mei 7,40 6,98 5,63

Rerata KR % 1,61

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

Mei 2006

𝐾𝑅 % = |(𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑌 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙)

𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙| × 100%

= |(6,80 − 6,90)

6,80| × 100%

= 1,61%

Tabel 4.25 Merupakan rekapitulasi perhitungan kesalahan relatif seluruh jaringan yang

telah dibuat dengan beberapa dataset dan epoch yang berbeda untuk model Skenario I

output pH Bambe Tambangan:

Tabel 4.25 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR% Model Skenario I Output pH 3

b. Output pH 3

Epoch Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 -20 60 -30 -10

1000 2,27 1,61 2,18

5000 2,89 1,83 2,59

10000 2,52 1,85 2,07

Sumber: Hasil Perhitungan

Pada tahap perhitungan kesalahan relatif, jaringan Skenario I output pH 3 dengan dataset

60-20-20 dan epoch 1000 adalah jaringan yang menghasilkan rata-rata nilai KR terkecil

yaitu sebesar 1,61%. Hal demikian menunjukkan bahwa output jaringan tersebut sangat

bagus mendekati data aktualnya, karena memiliki KR masih dibawah 5%.

c. Ouput Suhu 3

Setelah semua jaringan Skenario I output suhu 3 dicoba dengan persentase dataset yang

berbeda-beda, hasil terbaik untuk prediksi suhu Bambe Tambangan dihasilkan oleh jaringan

yang menggunakan dataset 60-20-20, dengan maksud data 60% untuk training, 20% cross

validation, dan 20% untuk testing dan dengan batasan epoch 5000.

Page 121: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

100

Performa pelatihan jaringan Skenario I output suhu 3 dengan dataset 60-20-20 epoch

5000 menghasilkan minimum MSE 0,002 cukup mendekati nol (0,001). Dan performa hasil

pengujian jaringan pada dataset training, jaringan Skenario I output suhu 3 dengan dataset

60-20-20 epoch 5000 menghasilkan score 91,5 cukup mendekati 100. Pada tahap produksi,

jaringan Skenario I output suhu 3 dengan dataset 60-20-20 epoch 5000 menghasilkan output

sebagai berikut:

Tabel 4.26 Hasil Tahapan Produksi JST Skenario I untuk Output Suhu 3 dengan Dataset 60-

20-20 dan Epoch 5000

Tahun Bulan Output JST

Suhu 3 (C)

2006 Mei 28,68

2007 Mei 31,13

2008 Mei 29,29

2009 Mei 27,72

2010 Mei 29,54

2011 Mei 29,78

2012 Mei 29,67

2013 Mei 30,36

2014 Mei 31,60

2015 Mei 29,62

Sumber: Hasil Perhitungan

Selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana keakuratan hasil output JST maka data

perlu dibandingkan dengan data aktual nya, dan dihitung persentase KR (Kesalahan Relatif).

KR dihitung pada tahap production. Sehingga bisa mengetahui gambaran keakuratan pada

model JST. Berikut merupakan output hasil prediksinya, akan dibandingkan dengan data

aktual dan dihitung persentase kesalahan relatifnya.

Tabel 4.27 Hasil Perhitungan Kesalahan Relatif (KR) JST Skenario I untuk Output Suhu 3

dengan Dataset 60-20-20 dan Epoch 5000

Tahun Bulan Data Aktual PJT I Output Model JST

KR % Suhu 3 (C) Suhu 3 (C)

2006 Mei 29,00 28,68 1,10

2007 Mei 31,00 31,13 0,42

2008 Mei 29,00 29,29 0,99

2009 Mei 28,00 27,72 0,99

2010 Mei 29,50 29,54 0,13

2011 Mei 29,00 29,78 2,68

2012 Mei 30,40 29,67 2,41

2013 Mei 29,00 30,36 4,68

2014 Mei 31,30 31,60 0,96

2015 Mei 29,70 29,62 0,28

Rerata KR % 1,46

Sumber: Hasil Perhitungan

Page 122: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

101

Contoh perhitungan:

Mei 2006

𝐾𝑅 % = |(𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑌 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙)

𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙| × 100%

= |(29,00 − 28,68)

29,00| × 100%

= 1,10%

Tabel 4.28 Merupakan rekapitulasi perhitungan kesalahan relatif seluruh jaringan yang

telah dibuat dengan beberapa dataset dan epoch yang berbeda untuk model Skenario I

output suhu Bambe Tambangan:

Tabel 4.28 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR% Model Skenario I Output Suhu 3

c. Output Suhu 3

Epoch Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 -20 60 -30 -10

1000 1,88 1,70 1,78

5000 1,55 1,46 1,97

10000 1,80 2,31 1,55

Sumber: Hasil Perhitungan

Pada tahap perhitungan kesalahan relatif, jaringan Skenario I output pH 3 dengan dataset

60-20-20 dan epoch 5000 adalah jaringan yang menghasilkan rata-rata nilai KR terkecil

yaitu sebesar 1,46%. Hal demikian menunjukkan bahwa output jaringan tersebut sangat

bagus mendekati data aktualnya, karena memiliki KR masih dibawah 5%.

d. Ouput Gabungan DO 3, pH 3 dan Suhu 3

Prediksi dengan model Skenario I juga dicoba dengan membuat jaringan yang

menggabungkan tiga output sekaligus yaitu DO, pH, dan suhu Bambe Tambangan. Jika pada

poin a, b dan c jaringan dibuat dengan output tunggal, maka pada poin d ini jaringan dibuat

dengan output ganda.

Tabel 4.29 Merupakan rekapitulasi perhitungan kesalahan relatif seluruh jaringan yang

telah dibuat dengan beberapa dataset dan epoch yang berbeda untuk model Skenario I

output gabungan (DO, pH, dan suhu) Bambe Tambangan:

Tabel 4.29 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR% Model Skenario I Output Gabungan

d. Gabungan 3

Output Sekaligus

(DO 3, pH 3,

Suhu 3)

Epoch

Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 – 20 60 - 30 -10

DO3 pH3 Suhu3 DO3 pH3 Suhu3 DO3 pH3 Suhu3

1000 11,76 1,88 1,74 10,56 1,93 1,68 12,75 2,11 1,60

5000 14,41 2,21 1,74 8,34 1,69 1,58 11,51 1,91 1,84

10000 10,09 1,88 1,81 10,54 1,94 1,68 10,00 2,06 1,51

Sumber: Hasil Perhitungan

Page 123: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

102

Pada tahap perhitungan kesalahan relatif jaringan Skenario I output gabungan, didapatkan

hasil output JST dengan kesalahan relatif yang lebih besar dibandingkan dengan jaringan

output tunggal. Misal pada output DO 3, dengan model jaringan output tunggal dihasilkan

KR terkecil sebesar 5,23% (Tabel 4.22), sedangkan dengan model jaringan output ganda

(gabungan) dihasilkan KR terkecil sebesar 8,34% (Tabel 4.29). Namun dengan model

jaringan output ganda (gabungan) hasilnya dirasa kurang memuaskan dan tidak konsisten.

Dikarenakan KR terkecil masing-masing parameter terletak berpencar pada dataset dan

epoch yang tidak sama. KR terkecil DO 3 terletak pada dataset 60-20-20 dan epoch 5000,

sedangkan KR terkecil suhu 3 terletak pada dataset 60-30-10 dan epoch 1000, dan KR

terkecil pH 3 terletak pada dataset 50-30-20 dan epoch 5000. Semua KR terkecil masing-

masing parameter terletak tidak pada satu dataset. Sehingga menyebabkan hasilnya tidak

konsisten.

Setelah semua prediksi dengan model Skenario I dilakukan, hasil prediksi metode JST

dan perhitungan kesalahan relatif terlengkap untuk masing-masing output DO, pH, suhu di

titik 3 (Bambe Tambangan) dapat dilihat pada bagian Lampiran 3 (Hasil Prediksi Metode

JST).

4.2.2 Skenario II

Skenario II digunakan untuk memprediksi parameter BOD dan COD pada titik Bambe

Tambangan dengan input DO, BOD, COD, pH, dan suhu titik Jembatan Jrebeng dan

Cangkir Tambangan. Input juga ditambahkan dengan data hujan dari tiga lokasi stasiun

hujan terdekat dengan titik pemantauan kualitas air. Berikut skenario variabel input dan

output JST yang digunakan pada model Skenario II adalah sebagai berikut:

Output Input

a. BOD 3 CH Krian, CH Ketawang, CH Botokan pH 1 pH 2 pH 3 Suhu 1 Suhu 2 Suhu 3 DO 1 DO 2 DO 3 BOD 1 BOD 2

b. COD 3 CH Krian, CH Ketawang, CH Botokan pH 1 pH 2 pH 3 Suhu 1 Suhu 2 Suhu 3 DO 1 DO 2 DO 3 COD 1 COD 2

dimana:

Titik 1 = Jembatan Jrebeng

Titik 2 = Cangkir Tambangan

Titik 3 = Bambe Tambangan

CH = Curah Hujan

Pada pemodelan JST dengan model Skenario II prinsip dan langkahnya adalah sama

dengan model Skenario I. Hanya saja ada penambahan pada variabel input yaitu BOD dan

COD titik 1 dan 2. Serta jika pada model Skenario I outputnya berupa parameter DO, pH

Page 124: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

103

dan suhu Bambe Tambangan, maka pada model Skenario II outputnya diganti dengan

parameter BOD dan COD Bambe Tambangan.

Berikut rancangan arsitektur jaringan yang digunakan pada model Skenario II adalah

sebagai berikut:

Gambar 4.13 Arsitektur jaringan untuk skenario II

Rumus Pemodelan JST Skenario II

y_ink = W0k +∑{(𝐵 + ∑(𝑍1𝐶𝐻1 + 𝑍1𝐶𝐻2 + 𝑍1𝐶𝐻3 + 𝑍1𝑝𝐻1 + 𝑍1𝑝𝐻2 + 𝑍1𝑆𝑢ℎ𝑢 1 +

𝑍1𝑆𝑢ℎ𝑢 2 + 𝑍1𝐷𝑂 1 + 𝑍1𝐷𝑂 2)𝑊1𝑘 + ⋯ + (𝐵 + ∑(𝑍11𝐶𝐻1 + 𝑍11𝐶𝐻2 + 𝑍11𝐶𝐻3 +

𝑍11𝑝𝐻1 + 𝑍11𝑝𝐻2 + 𝑋𝑍11𝑆𝑢ℎ𝑢 1 + 𝑍11𝑆𝑢ℎ𝑢 2 + 𝑍11𝐷𝑂 1 + 𝑍11𝐷𝑂 2)𝑊12𝑘 }

dengan:

y_ink = nilai output

W = bobot dari hidden layer ke output

X = neuron pada input layer

Z = hidden layer

B = bias / unit masukan B= 1

Page 125: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

104

Berikut adalah hasil pelatihan dan pengujian jaringan yang menghasilkan output terbaik

dengan hasil kesalahan relatif terkecil untuk memprediksi kualitas air Bambe Tambangan

menggunakan model Skenario II:

a. Output BOD 3 (Skenario II)

Berikut adalah hasil pelatihan dan pengujian jaringan yang menghasilkan output terbaik

untuk memprediksi BOD Bambe Tambangan dengan model Skenario II. Secara keseluruhan

jaringan yang terbaik merupakan jaringan yang memiliki kesalahan relatif yang paling kecil.

Berikut jaringan terbaik yang didapatkan setelah beberapa percobaan dilakukan,

1. Persentase dataset terbaik,

Setelah semua jaringan untuk Skenario II dicoba dengan persentase dataset yang

berbeda-beda, hasil terbaik untuk prediksi BOD Bambe Tambangan dihasilkan oleh

jaringan yang menggunakan dataset 60-20-20, dengan maksud data 60% untuk

training, 20% cross validation, dan 20% untuk testing.

2. Hasil tahapan “Train Network”,

Maka percobaan dengan dataset yang sama, jaringan akan dicoba dengan epoch

pelatihan yang berbeda-beda dari 1000, 5000, dan 10000. Hasilnya jaringan terbaik

untuk memprediksi BOD Bambe Tambangan dengan Skenario II adalah jaringan

dengan batasan epoch pelatihan sebesar 10000. Berikut merupakan performa hasil

pelatihan jaringannya,

Gambar 4.14 Performa pelatihan (train) jaringan skenario II untuk output BOD 3 dengan

dataset 60-20-20 dan epoch 10000

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

MSE

Epoch

MSE versus Epoch

Training MSE

Cross Validation MSE

Best Networks Training Cross Validation

Epoch # 148 13

Minimum MSE 0.000610479 0.005564819

Final MSE 0.001447945 0.55876357

Page 126: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

105

Penjelasan:

Dari Gambar 4.14 performa hasil pelatihan jaringan Skenario II Output BOD 3, dapat

diketahui bahwa pelatihan jaringan dengan dataset 60-20-20 epoch 10000 terbilang cukup

bagus. Hal demikian dapat dinilai berdasarkan secara angka yang terdapat di tabel hasil

performa pelatihan. Jadi berdasarkan angka MSE terlihat bahwa jaringan Skenario II Output

BOD 3 dengan dataset 60-20-20 epoch 10000 menghasilkan minimum MSE yang bagus,

yaitu sebesar 0,0006. Sudah bisa dikatakan telah mendekati nol dan memenuhi syarat

performa pelatihan jaringan yang diinginkan.

3. Hasil tahapan “Test Network”.

Untuk pertama test network pada dataset training dan berikut hasilnya,

Gambar 4.15 Hasil test network pada dataset training jaringan skenario II output BOD 3

dengan dataset 60-20-20 epoch 10000

Pemjelasan:

Dari Gambar 4.15 performa hasil test network pada dataset training, dapat diketahui

bahwa hasil pengujian jaringan Skenario II Output DO 3 dengan dataset 60-20-20 epoch

10000 lumayan bagus. Karena berdasarkan angka score terlihat bahwa hasil uji jaringan

tersebut menghasilkan score 93,9 dan dapat dikatakan hampir mendekati 100.

0

10

20

30

40

1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67

Ou

tpu

t

Exemplar

Desired Output and Actual Network Output

BOD 3

BOD 3 Output

Performance BOD 3

RMSE 1.725935312

NRMSE 0.050465945

MAE 1.220165073

NMAE 0.035677341

Min Abs Error 0.011310379

Max Abs Error 5.926301936

r 0.941392796

Score 93.8822098

Page 127: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

106

test network kedua adalah pada dataset cross validation dan berikut hasilnya,

Gambar 4.16 Hasil test network pada dataset cross validation jaringan skenario II untuk

output BOD 3 dengan dataset 60-20-20 dan epoch 10000

test network terakhir adalah pada dataset testing dan berikut hasilnya,

Gambar 4.17 Hasil test network pada dataset testing jaringan skenario II output BOD 3,

dengan dataset 60-20-20 dan epoch 10000

0

5

10

15

20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Ou

tpu

t

Exemplar

Desired Output and Actual Network Output

BOD 3

BOD 3 Output

0

2

4

6

8

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Ou

tpu

t

Exemplar

Desired Output and Actual Network Output

BOD 3

BOD 3 Output

Page 128: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

107

4. Tahapan selanjutnya adalah produksi (production),

Dengan tool “Apply New Data”. Maka akan muncul data pada kolom kosong output

production sebelumnya dan berikut hasilnya,

Tabel 4.30 Hasil Tahapan Produksi JST Skenario II untuk Output BOD 3 dengan Dataset

60-20-20 dan Epoch 10000

Tahun Bulan Output JST

BOD 3 (mg/L)

2006 Mei 7,31

2007 Mei 2,57

2008 Mei 5,62

2009 Mei 6,12

2010 Mei 10,21

2011 Mei 5,11

2012 Mei 5,16

2013 Mei 4,02

2014 Mei 4,78

2015 Mei 5,64

Sumber: Hasil Perhitungan

5. Perhitungan Kesalahan Relatif

Langkah diatas merupakan proses dari awal sampai akhir pemodelan JST untuk prediksi

BOD 3 (Skenario II dengan komposisi dataset 60-20-20 dan epoch 10000). Berikut

merupakan output hasil prediksinya, akan dibandingkan dengan data aktual dan dihitung

persentase kesalahan relatifnya.

Tabel 4.31 Hasil Perhitungan Persentase Kesalahan Relatif (KR) Skenario II untuk Output

BOD 3 dengan Dataset 60-20-20 dan Epoch 10000

Tahun Bulan Data Aktual PJT I Output Model JST

KR % BOD 3 (mg/L) BOD 3 (mg/L)

2006 Mei 7,1 7,31 3,02

2007 Mei 2,0 2,57 28,71

2008 Mei 6,2 5,62 9,35

2009 Mei 9,3 6,12 34,21

2010 Mei 9,0 10,21 13,44

2011 Mei 5,3 5,11 3,52

2012 Mei 4,4 5,16 17,33

2013 Mei 4,6 4,02 12,54

2014 Mei 3,8 4,78 25,67

2015 Mei 5,9 5,64 4,42

Rerata KR % 15,22

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

Mei 2006

𝐾𝑅 % = |(𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑌 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙)

𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙| × 100%

= |(7,1 − 7.31)

7,1| × 100% = 3,02%

Page 129: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

108

Tabel 4.32 Merupakan rekapitulasi perhitungan kesalahan relatif seluruh jaringan yang

telah dibuat dengan beberapa dataset dan epoch yang berbeda untuk model Skenario II

output BOD Bambe Tambangan:

Tabel 4.32 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR% Model Skenario II Output BOD 3

a. Output BOD 3

(Skenario II)

Epoch Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 -20 60 -30 -10

1000 33,41 18,63 23,00

5000 31,95 16,69 29,40

10000 35,58 15,22 27,83

Sumber: Hasil Perhitungan

Pada tahap perhitungan kesalahan relatif, jaringan Skenario II output BOD 3 dengan dataset

60-20-20 dan epoch 10000 adalah jaringan yang menghasilkan rata-rata nilai KR yang

terkecil yaitu sebesar 15,22%. Namun KR masih diatas 10%. hal tersebut bisa saja terjadi

karena data BOD dan COD homogentitas nya kurang dan fluktulasi data nya kurang bagus

dan teratur.

Pada Skenario II dengan tahapan yang sama, jaringan juga dicoba dengan variasi

dataset yang lain yaitu 50-30-20 dan 60-30-10, juga dengan beragam epoch mulai 1000,

5000 dan 10000 serta akan diprediksi output untuk parameter yang lain selain BOD, yaitu

COD 3 (titik Bambe Tambangan).

b. Ouput COD 3 (Skenario II)

Setelah semua jaringan dicoba dengan persentase dataset yang berbeda-beda, hasil

terbaik untuk prediksi COD Bambe Tambangan dengan Skenario II dihasilkan oleh jaringan

yang menggunakan dataset 60-20-20, dengan maksud data 60% untuk training, 20% cross

validation, dan 20% untuk testing dan dengan batasan epoch 5000.

Performa pelatihan jaringan Skenario II output COD 3 dengan dataset 60-20-20 epoch

5000 menghasilkan minimum MSE 0,002 cukup mendekati nol (0,001). Dan performa hasil

pengujian jaringan pada dataset training, jaringan Skenario I output COD 3 dengan dataset

60-20-20 epoch 5000 menghasilkan score 94,1 cukup mendekati 100. Pada tahap produksi,

jaringan Skenario I output suhu 3 dengan dataset 60-20-20 epoch 5000 menghasilkan output

sebagai berikut:

Page 130: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

109

Tabel 4.33 Hasil Tahapan Produksi JST Skenario II untuk Output COD 3 dengan Dataset

60-20-20 dan Epoch 5000

Tahun Bulan Output JST

COD 3 (mg/L)

2006 Mei 16,16

2007 Mei 12,57

2008 Mei 22,47

2009 Mei 20,69

2010 Mei 38,70

2011 Mei 29,16

2012 Mei 19,51

2013 Mei 18,66

2014 Mei 6,56

2015 Mei 26,79

Sumber: Hasil Perhitungan

Selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana keakuratan hasil output JST maka data

perlu dibandingkan dengan data aktual nya, dan dihitung persentase KR (Kesalahan Relatif).

KR dihitung pada tahap production. Sehingga bisa mengetahui gambaran keakuratan pada

model JST. Berikut merupakan output hasil prediksinya, akan dibandingkan dengan data

aktual dan dihitung persentase kesalahan relatifnya.

Tabel 4.34 Hasil Perhitungan Kesalahan Relatif (KR) JST Skenario II untuk Output COD 3

dengan Dataset 60-20-20 dan Epoch 5000

Tahun Bulan Data Aktual PJT I Output Model JST

KR % COD 3 (mg/L) COD 3 (mg/L)

2006 Mei 12,70 16,16 27,22

2007 Mei 12,30 12,57 2,20

2008 Mei 25,00 22,47 10,11

2009 Mei 23,60 20,69 12,32

2010 Mei 41,00 38,70 5,62

2011 Mei 29,20 29,16 0,15

2012 Mei 17,10 19,51 14,08

2013 Mei 19,90 18,66 6,25

2014 Mei 16,30 6,56 59,74

2015 Mei 33,90 26,79 20,98

Rerata KR % 15,87

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

Mei 2006

𝐾𝑅 % = |(𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑌 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙)

𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙| × 100%

= |(12,70−16,16)

12,70| × 100% = 27,22%

Tabel 4.35 Merupakan rekapitulasi perhitungan kesalahan relatif seluruh jaringan yang

telah dibuat dengan beberapa dataset dan epoch yang berbeda untuk model Skenario II

output COD Bambe Tambangan:

Page 131: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

110

Tabel 4.35 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR% Model Skenario II Output COD 3

b. Output COD 3

(Skenario II)

Epoch Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 -20 60 -30 -10

1000 22,73 17,70 18,43

5000 21,95 15,87 22,21

10000 20,45 21,09 19,14

Sumber: Hasil Perhitungan

Pada tahap perhitungan kesalahan relatif, jaringan Skenario II output COD 3 dengan dataset

60-20-20 dan epoch 5000 adalah jaringan yang menghasilkan rata-rata nilai KR terkecil

yaitu sebesar 15,87%. Kesalahan relatif masih diatas 10%, hal tersebut bisa saja terjadi

karena data BOD dan COD homogentitas nya kurang dan fluktulasi data nya kurang bagus

dan teratur.

Setelah semua prediksi dengan model Skenario II dilakukan, hasil produksi metode JST

selengkapnya dan kesalahan relatif untuk masing-masing output BOD dan COD di titik 3

(Bambe Tambangan) dapat dilihat pada bagian Lampiran 3.

4.2.3 Skenario III

Skenario III digunakan untuk memprediksi parameter BOD dan COD pada titik Bambe

Tambangan dengan input DO, pH, dan suhu titik Jembatan Jrebeng dan Cangkir

Tambangan. Input juga ditambahkan dengan data hujan dari tiga lokasi stasiun hujan

terdekat dengan titik pemantauan kualitas air. Berikut skenario variabel input dan output JST

yang digunakan pada model Skenario III adalah sebagai berikut:

Output Input

a. BOD 3 CH Krian, CH Ketawang, CH Botokan pH 1 pH 2 pH 3 Suhu 1 Suhu 2 Suhu 3 DO 1 DO 2 DO 3

b. COD 3 CH Krian, CH Ketawang, CH Botokan pH 1 pH 2 pH 3 Suhu 1 Suhu 2 Suhu 3 DO 1 DO 2 DO 3

dimana:

Titik 1 = Jembatan Jrebeng

Titik 2 = Cangkir Tambangan

Titik 3 = Bambe Tambangan

CH = Curah Hujan

Pada pemodelan JST dengan model Skenario III prinsip dan langkahnya adalah sama

dengan model Skenario II. Skenario II dan III digunakan untuk memprediksi BOD dan COD

di titik 3 (Bambe Tambangan). Perbedaannya terletak pada variabel input. Dimana pada

Skenario II menggunakan variabel input BOD dan COD titik 1 dan 2 (Jembatan Jrebeng dan

Cangkir Tambangan), sedangkan pada Skenario III tidak menggunakannya.

Rancangan arsitektur jaringan yang digunakan pada Model Skenario III adalah sebagai

berikut:

Page 132: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

111

Gambar 4.18 Arsitektur jaringan untuk skenario III

Rumus Pemodelan JST Skenario III

y_ink = W0k +∑{(𝐵 + ∑(𝑍1𝐶𝐻1 + 𝑍1𝐶𝐻2 + 𝑍1𝐶𝐻3 + 𝑍1𝑝𝐻1 + 𝑍1𝑝𝐻2 + 𝑍1𝑝𝐻3 +

𝑍1𝑆𝑢ℎ𝑢 1 + 𝑍1𝑆𝑢ℎ𝑢 2 + 𝑍1𝑆𝑢ℎ𝑢 3 + 𝑍1𝐷𝑂 1 + 𝑍1𝐷𝑂 2 + 𝑍1𝐷𝑂 3)𝑊1𝑘 + ⋯ + (𝐵 +

∑(𝑍12𝐶𝐻1 + 𝑍12𝐶𝐻2 + 𝑍12𝐶𝐻3 + 𝑍12𝑝𝐻1 + 𝑍12𝑝𝐻2 + 𝑍12𝑝𝐻3 + 𝑍12𝑆𝑢ℎ𝑢 1 +

𝑍12𝑆𝑢ℎ𝑢 2 + 𝑍12𝑆𝑢ℎ𝑢 3 + 𝑍12𝐷𝑂 1 + 𝑍12𝐷𝑂 2 + 𝑍12𝐷𝑂 3)𝑊13𝑘

dengan:

y_ink = nilai output

W = bobot dari hidden layer ke output

X = neuron pada input layer

Z = hidden layer

B = bias / unit masukan B= 1

a. Output BOD 3 (Skenario III)

Setelah semua jaringan dicoba dengan persentase dataset yang berbeda-beda, hasil

terbaik untuk prediksi BOD Bambe Tambangan dengan Skenario III dihasilkan oleh

Page 133: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

112

jaringan yang menggunakan dataset 60-20-20, dengan maksud data 60% untuk training,

20% cross validation, dan 20% untuk testing dan dengan batasan epoch 5000.

Performa pelatihan jaringan Skenario III output BOD 3 dengan dataset 60-20-20 epoch

5000 menghasilkan minimum MSE 0,002 cukup mendekati nol (0,001). Dan performa hasil

pengujian jaringan pada dataset training, jaringan Skenario III output BOD 3 dengan

dataset 60-20-20 epoch 5000 menghasilkan score 91,3 cukup mendekati 100. Pada tahap

produksi, jaringan Skenario III output BOD 3 dengan dataset 60-20-20 epoch 5000

menghasilkan output sebagai berikut:

Tabel 4.36 Hasil Tahapan Produksi JST Skenario III untuk Output BOD 3 dengan Dataset

60-20-20 dan Epoch 5000

Tahun Bulan Output JST

BOD 3 (mg/L)

2006 Mei 5,49

2007 Mei 3,27

2008 Mei 6,50

2009 Mei 8,29

2010 Mei 8,71

2011 Mei 3,72

2012 Mei 3,62

2013 Mei 4,19

2014 Mei 3,31

2015 Mei 3,34

Sumber: Hasil Perhitungan

Selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana keakuratan hasil output JST maka data perlu

dibandingkan dengan data aktual nya, dan dihitung persentase KR (Kesalahan Relatif). KR

dihitung pada tahap production. Sehingga bisa mengetahui gambaran keakuratan pada

model JST. Berikut merupakan output hasil prediksinya, akan dibandingkan dengan data

aktual dan dihitung persentase kesalahan relatifnya.

Tabel 4.37 Hasil Perhitungan Kesalahan Relatif (KR) JST Skenario III untuk Output BOD 3

dengan Dataset 60-20-20 dan Epoch 5000

Tahun Bulan Data Aktual PJT I Output Model JST

KR % BOD 3 (mg/L) BOD 3 (mg/L)

2006 Mei 7,10 5,49 22,70

2007 Mei 2,00 3,27 63,30

2008 Mei 6,20 6,50 4,83

2009 Mei 9,30 8,29 10,85

2010 Mei 9,00 8,71 3,18

2011 Mei 5,30 3,72 29,88

2012 Mei 4,40 3,62 17,63

2013 Mei 4,60 4,19 8,89

2014 Mei 3,80 3,31 12,87

2015 Mei 5,90 3,34 43,35

Rerata KR % 21,75

Sumber: Hasil Perhitungan

Page 134: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

113

Contoh perhitungan:

Mei 2006

𝐾𝑅 % = |(𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑌 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙)

𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙| × 100%

= |(7,10 − 5,49)

7,10| × 100%

= 22,70%

Tabel 4.38 Merupakan rekapitulasi perhitungan kesalahan relatif seluruh jaringan yang

telah dibuat dengan beberapa dataset dan epoch yang berbeda untuk model Skenario III

output BOD Bambe Tambangan:

Tabel 4.38 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR% Model Skenario III Output BOD 3

a. Output BOD 3

(Skenario III)

Epoch Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 -20 60 -30 -10

1000 28,98 26,94 27,85

5000 30,73 21,75 30,84

10000 29,16 34,24 31,10

Sumber: Hasil Perhitungan

Pada tahap perhitungan kesalahan relatif model jaringan Skenario III output BOD 3,

jaringan dengan dataset 60-20-20 dan epoch 5000 adalah jaringan yang menghasilkan rata-

rata nilai KR terkecil yaitu sebesar 21,75%. Kesalahan relatif masih diatas 10%, hal tersebut

bisa saja terjadi karena data BOD dan COD homogentitas nya kurang dan fluktulasi data nya

kurang bagus dan teratur.

Pada Skenario III dengan tahapan yang sama, jaringan juga dicoba dengan variasi

dataset yang lain yaitu 50-30-20 dan 60-30-10, juga dengan beragam epoch mulai 1000,

5000 dan 10000 serta akan diprediksi output untuk parameter yang lain selain BOD, yaitu

COD 3 (titik Bambe Tambangan).

b. Output COD 3 (Skenario III)

Setelah semua jaringan dicoba dengan persentase dataset yang berbeda-beda, hasil

terbaik untuk prediksi COD Bambe Tambangan dengan Skenario III dihasilkan oleh

jaringan yang menggunakan dataset 60-20-20, dengan maksud data 60% untuk training,

20% cross validation, dan 20% untuk testing dan dengan batasan epoch 1000.

Performa pelatihan jaringan Skenario III output COD 3 dengan dataset 60-20-20 epoch

1000 menghasilkan minimum MSE 0,003 cukup mendekati nol (0,001). Dan performa hasil

pengujian jaringan pada dataset training, jaringan Skenario III output COD 3 dengan

dataset 60-20-20 epoch 1000 menghasilkan score 71,3 dirasa kurang mendekati 100. Pada

tahap produksi, jaringan Skenario III output COD 3 dengan dataset 60-20-20 epoch 1000

menghasilkan output sebagai berikut:

Page 135: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

114

Tabel 4.39 Hasil Tahapan Produksi JST Skenario III untuk Output COD 3 dengan Dataset

60-20-20 dan Epoch 1000

Tahun Bulan Output JST

COD 3 (mg/L)

2006 Mei 14,96

2007 Mei 15,75

2008 Mei 21,19

2009 Mei 15,33

2010 Mei 37,57

2011 Mei 28,01

2012 Mei 23,70

2013 Mei 19,87

2014 Mei 14,09

2015 Mei 27,56

Sumber: Hasil Perhitungan

Selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana keakuratan hasil output JST maka data

perlu dibandingkan dengan data aktual nya, dan dihitung persentase KR (Kesalahan Relatif).

KR dihitung pada tahap production. Sehingga bisa mengetahui gambaran keakuratan pada

model JST. Berikut merupakan output hasil prediksinya, akan dibandingkan dengan data

aktual dan dihitung persentase kesalahan relatifnya.

Tabel 4.40 Hasil Perhitungan Kesalahan Relatif (KR) JST Skenario III untuk Output COD 3

dengan Dataset 60-20-20 dan Epoch 1000

Tahun Bulan Data Aktual PJT I Output Model JST

KR % COD 3 (mg/L) COD 3 (mg/L)

2006 Mei 12,70 14,96 17,80

2007 Mei 12,30 15,75 28,09

2008 Mei 25,00 21,19 15,25

2009 Mei 23,60 15,33 35,03

2010 Mei 41,00 37,57 8,37

2011 Mei 29,20 28,01 4,09

2012 Mei 17,10 23,70 38,60

2013 Mei 19,90 19,87 0,17

2014 Mei 16,30 14,09 13,58

2015 Mei 33,90 27,56 18,69

Rerata KR % 17,97

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

Mei 2006

𝐾𝑅 % = |(𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑌 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙)

𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙| × 100%

= |(12,70 − 14,96)

12,70| × 100%

= 17,80%

Tabel 4.41 Merupakan rekapitulasi perhitungan kesalahan relatif seluruh jaringan yang

telah dibuat dengan beberapa dataset dan epoch yang berbeda untuk model Skenario III

output COD Bambe Tambangan:

Page 136: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

115

Tabel 4.41 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR% Model Skenario III Output COD 3

b. Output COD 3

(Skenario III)

Epoch Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 -20 60 -30 -10

1000 46,32 17,97 27,84

5000 20,87 25,44 20,30

10000 29,37 24,57 26,26

Sumber: Hasil Perhitungan

Pada tahap perhitungan kesalahan relatif model jaringan Skenario III output COD 3,

jaringan dengan dataset 60-20-20 dan epoch 1000 adalah jaringan yang menghasilkan rata-

rata nilai KR terkecil yaitu sebesar 17,97%. Kesalahan relatif masih diatas 10%, hal tersebut

bisa saja terjadi karena data BOD dan COD homogentitas nya kurang dan fluktulasi data nya

kurang bagus dan teratur.

Setelah semua prediksi dengan model Skenario III dilakukan, hasil produksi metode

JST dan kesalahan relatif selengkapnya untuk masing-masing output BOD dan COD di titik

3 (Bambe Tambangan) dapat dilihat pada bagian Lampiran 3.

4.2.4 Rekapitulasi Persentase Kesalahan Relatif Semua JST

Dibawah ini merupakan rekapitulasi semua hasil perhitungan persentase KR untuk

model jaringan Skenario I, II, dan III:

Tabel 4.42 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR % Model Skenario I

a. Output DO 3

Epoch Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 -20 60 -30 -10

1000 13,10 8,82 8,29

5000 12,69 5,23 10,03

10000 12,45 10,72 8,23

b. Output pH 3

Epoch Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 -20 60 -30 -10

1000 2,27 1,61 2,18

5000 2,89 1,83 2,59

10000 2,52 1,85 2,07

c. Output Suhu 3

Epoch Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 -20 60 -30 -10

1000 1,88 1,70 1,78

5000 1,55 1,46 1,97

10000 1,80 2,31 1,55

d. Gabungan 3

Output Sekaligus

(DO 3, pH 3,

Suhu 3)

Epoch

Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 – 20 60 - 30 -10

DO3 pH3 Suhu3 DO3 pH3 Suhu3 DO3 pH3 Suhu3

1000 11,76 1,88 1,74 10,56 1,93 1,68 12,75 2,11 1,60

5000 14,41 2,21 1,74 8,34 1,69 1,58 11,51 1,91 1,84

10000 10,09 1,88 1,81 10,54 1,94 1,68 10,00 2,06 1,51

Sumber: Hasil Perhitungan

Pada Tabel 4.42 bagian yang diblok warna biru merupakan hasil KR terkecil untuk

masing-masing output. Berdasarkan tabel diatas dengan model Skenario I, Penggunaan

metode JST untuk memprediksi DO pada titik 3 (Bambe Tambangan) menghasilkan

persentase kesalahan relatif yang cukup kecil < 10%. artinya output DO hasil prediksi JST

Page 137: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

116

bisa dikatakan cukup bagus. Sedangkan akurasi hasil JST yang paling bagus adalah dengan

KR < 5%. Hal ini terjadi jika digunakan untuk prediksi parameter pH dan Suhu kualitas air

di Bambe Tambangan. Bahkan kesalahan relatifnya hanya sekitar 1%. Berarti hasil output

pH dan suhu metode JST sangat mendekati dengan data aktualnya. Kesimpulannya, dengan

model Skenario I, JST berhasil dalam memprediksi parameter kualitas air DO, pH dan suhu

dengan hasil yang bagus.

Tabel 4.43 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rerata KR % Model Skenario II dan III

Skenario II

a. Output BOD 3

(Skenario II)

Epoch Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 -20 60 -30 -10

1000 33,41 18,63 23,00

5000 31,95 16,69 29,40

10000 35,58 15,22 27,83

b. Output COD 3

(Skenario II)

Epoch Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 -20 60 -30 -10

1000 22,73 17,70 18,43

5000 21,95 15,87 22,21

10000 20,45 21,09 19,14

Skenario III

a. Output BOD 3

(Skenario III)

Epoch Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 -20 60 -30 -10

1000 28,98 26,94 27,85

5000 30,73 21,75 30,84

10000 29,16 34,24 31,10

b. Output COD 3

(Skenario III)

Epoch Dataset (Train - Cross Val - Test)

50 - 30 -20 60 - 20 -20 60 -30 -10

1000 46,32 17,97 27,84

5000 20,87 25,44 20,30

10000 29,37 24,57 26,26

Sumber: Hasil Perhitungan

Pada Tabel 4.43 bagian yang diblok warna biru merupakan hasil KR (kesalahan relatif)

terkecil untuk masing-masing output. Berdasarkan Tabel 4.43, untuk parameter BOD 3

(Bambe Tambangan) kesalahan relatif terkecil adalah sebesar 15,22% pada jaringan

Skenario II dengan dataset 60-20-20 epoch 10000. Dan dengan model Skenario III

menghasilkan KR terkecil BOD 3 sebesar 21,75% pada jaringan dataset 60-20-20 epoch

5000. Sedangkan untuk COD 3 (Bambe Tambangan), KR terkecil sebesar 15,87%

didapatkan dengan jaringan Skenario II pada dataset 60-20-20 epoch 5000. Dan dengan

model Skenario III, KR CO 3 terkecil sebesar 17,97% pada jaringan dataset 60-20-20 epoch

1000.

Page 138: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

117

Dapat disimpulkan bahwa untuk memprediksi BOD dan COD Bambe Tambangan hasil

Skenario II lebih baik daripada Skenario III. Karena hasil KR Skenario II lebih kecil

daripada Skenario III.

4.2.5 Hasil JST Terbaik untuk Memprediksi Kualitas Air

Sejauh prediksi kualitas air dengan metode JST yang telah dilakukan, berdasarkan

model Skenario I, II, dan III, output terbaik semua dihasilkan pada jaringan dengan dataset

60-20-20 dan sebagian besar terdapat pada epoch 5000. Berikut adalah jaringan yang

memberikan hasil terbaik untuk mempediksi kualitas air di Bambe Tambangan:

Tabel 4.44 JST Terbaik untuk Memprediksi Kualitas Air Bambe Tambangan

Parameter Skenario Epoch Persentase Dataset (Train - Cross Val - Test) KR % Terkecil

DO 1 5000 60-20-20 5,23

pH 1 1000 60-20-20 1,61

Suhu 1 5000 60-20-20 1,46

BOD 2 10000 60-20-20 15,22

COD 2 5000 60-20-20 15,87

Sumber: Hasil Perhitungan

Model jaringan syaraf tiruan terbaik untuk prediksi kualitas air Bambe Tambangan telah

didapatkan, selanjutnya kualitas air output jaringan tersebut akan dibandingkan dengan data

aktual (data sekunder) dari Perum Jasa Tirta I. Output JST yang dibandingkan dipilih dari

jaringan yang terbaik. Misalkan untuk parameter DO 3 (Bambe Tambangan) hasil terbaik

diperoleh dari JST Skenario I dengan dataset 60-20-20 dan epoch 5000. Maka

perbandingannya adalah sebagai berikut

Tabel 4.45 Perbandingan DO Bambe Tambangan Output JST terbaik dengan Data Aktual

Tahun Bulan DO 3 JST DO 3 Aktual

Tahun Bulan DO 3 JST DO 3 Aktual

2006

Januari 4,86 4,9

2012

Januari 4,04 3,9

Februari 4,05 4,1

Februari 3,07 4,1

Maret 4,82 4,8

Maret 4,94 4,9

April 3,73 3,7

April 3,59 3,6

Mei 3,62 3,7

Mei 3,75 3,1

Juni 0,41 0,4

Juni 3,60 3,6

Juli 4,03 4,1

Juli 3,41 5

Agustus 3,67 4,1

Agustus 3,42 3,7

September 3,84 3,9

September 3,44 4

Oktober 3,67 3,8

Oktober 4,64 4

November 3,67 3,9

November 3,88 3,6

Desember 3,80 3,8

Desember 4,47 4,9

2007

Januari 3,59 3,6

2013

Januari 3,94 3,9

Februari 3,97 3,9

Februari 4,46 3,8

Maret 4,94 5,1

Maret 5,16 4

April 3,44 3,1

April 4,37 4,1

Mei 3,81 3,7

Mei 3,39 3,4

Juni 3,40 3,9

Juni 3,30 4

Juli 3,70 3,7

Juli 5,34 4,8

Agustus 3,40 3,1

Agustus 3,62 4,7

Page 139: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

118

Tahun Bulan DO 3 JST DO 3 Aktual

Tahun Bulan DO 3 JST DO 3 Aktual

September 3,23 3

September 3,65 4

Oktober 1,67 1,6

Oktober 3,98 3,8

November 2,29 2,3

November 3,59 4

Desember 3,19 3

Desember 4,47 3,7

2008

Januari 4,82 4,9

2014

Januari 3,99 4,6

Februari 4,09 4,1

Februari 4,53 4

Maret 4,14 3,8

Maret 5,57 3,6

April 4,01 4,2

April 4,94 3,7

Mei 3,98 4,2

Mei 3,41 3,3

Juni 3,78 4

Juni 3,85 3,6

Juli 2,61 2,4

Juli 5,23 4,9

Agustus 3,96 4

Agustus 3,27 3,5

September 3,68 3,3

September 3,44 3,9

Oktober 3,80 3,9

Oktober 3,23 3,2

November 4,03 4,1

November 4,63 4,1

Desember 3,88 3,9

Desember 4,04 3,4

2009

Januari 3,81 4,3

2015

Januari 2,67 3,2

Februari 4,82 4,8

Februari 5,51 4,3

Maret 4,68 4,9

Maret 4,44 3,6

April 4,73 4,8

April 3,40 3

Mei 4,28 4,4

Mei 3,00 3,5

Juni 3,57 3,1

Juni 4,13 3,4

Juli 3,94 3,9

Juli 3,98 3,4

Agustus 4,03 3,6

Agustus 3,34 4,6

September 3,22 3,4

September 3,37 3,9

Oktober 3,33 3,6

Oktober 3,40 4,4

November 3,73 3,9

November 3,93 3,9

Desember 3,28 3,3

Desember 4,00 3,1

2010

Januari 4,58 4,9

2006 Mei 3,62 3,7

Februari 3,60 3,8

2007 Mei 3,81 3,7

Maret 4,25 4,1

2008 Mei 3,98 4,2

April 4,16 4,1

2009 Mei 4,28 4,4

Mei 3,89 3,9

2010 Mei 3,89 3,9

Juni 3,59 3,4

2011 Mei 3,70 3,7

Juli 4,01 4,2

2012 Mei 3,75 3,1

Agustus 3,42 3,6

2013 Mei 3,39 3,4

September 3,87 3,8

2014 Mei 3,41 3,3

Oktober 3,37 3,5

2015 Mei 3,00 3,5

November 2,80 2,8

Desember 3,66 3,4

2011

Januari 3,42 3,4

Februari 3,75 3,5

Maret 5,06 4,9

April 3,43 3,2

Mei 3,70 3,7

Juni 4,39 4,5

Juli 4,00 4

Agustus 5,19 5

September 4,58 4

Oktober 4,34 4,2

November 4,86 4,9

Desember 2,88 3

Sumber: Hasil Perhitungan

Page 140: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

119

Gambar 4.19 Grafik perbandingan antara DO 3 output JST terbaik dengan data aktual PJT I

Sumber: Hasil Perhitungan

Perbandingan kualitas air Bambe Tambangan antara output JST yang terbaik dengan

data aktual PJT I untuk parameter lainnya (BOD, COD, pH dan suhu) disajikan pada bagian

lampiran 3.

4.3 Prediksi JST dengan Menggunakan Data Primer Kualitas Air

Pada subbab ini juga dicoba memprediksi kualitas air menggunakan data primer yang

diperoleh dengan pengukuran mandiri dilapangan. Pengukuran mandiri tersebut dilakukan

pada bulan mei 2017. Pengukuran meliputi data parameter kualitas air DO, pH dan suhu.

Data primer kualitas air hasil pengukuran mandiri dilapangan dapat dilihat pada bagian

Lampiran 4 (Data Primer Kualitas Air). Pengukuran BOD dan COD tidak dilakukan,

karena berdasarkan hasil prediksi JST untuk parameter BOD dan COD dihasilkan kesalahan

relatif yang kurang memuaskan.

Prediksi dilakukan mengguakan model JST yang telah dibuat sebelumnya. Maka untuk

memprediksi kualitas air parameter DO, pH dan suhu pada titik Bambe Tambangan dipihlah

jaringan Skenario I dengan nilai kesalahan relatif terkecil yang telah dibuat sebelumnya.

Berikut tahapan pengerjaannya:

1. Pilih jaringan JST yang menghasilkan output DO dengan kesalahan relatif paling kecil

yang telah dibuat sebelumnya. Maka untuk DO, dipilih JST Skenario I dataset 60-20-20

epoch 5000.

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

Jan

uar

iM

are

tM

eiJu

liSe

pte

mb

erN

ove

mb

erJa

nu

ari

Mar

et

Mei

Juli

Sep

tem

ber

No

vem

ber

Jan

uar

iM

are

tM

eiJu

liSe

pte

mb

erN

ove

mb

erJa

nu

ari

Mar

et

Mei

Juli

Sep

tem

ber

No

vem

ber

Jan

uar

iM

are

tM

eiJu

liSe

pte

mb

erN

ove

mb

erJa

nu

ari

Mar

et

Mei

Juli

Sep

tem

ber

No

vem

ber

Jan

uar

iM

are

tM

eiJu

liSe

pte

mb

erN

ove

mb

erJa

nu

ari

Mar

et

Mei

Juli

Sep

tem

ber

No

vem

ber

Jan

uar

iM

are

tM

eiJu

liSe

pte

mb

erN

ove

mb

erJa

nu

ari

Mar

et

Mei

Juli

Sep

tem

ber

No

vem

ber

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

DO

(mg/

L)

Bulan Tahun ke-

Perbandingan DO 3 Hasil JST dan Data Aktual PJT I

DO 3 JST DO 3 Aktual

Page 141: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

120

2. Buka data dan buka jaringan yang telah disimpan sebelumnya dengan “Open Eksisting

Network” pada software NeuroSolutions7.

3. Lalu masukkan data primer dan tag ulang sebagai data produksi dengan “Tag Data” >>

“Row(s) As Production pada pada software NeuroSolutions7.

4. Tahap produksi dengan tool “Apply New Data” maka akan muncul data pada kolom

kosong output production sebelumnya.

Dengan langkah yang sama seperti diatas, maka lakukan juga prediksi menggunakan data

primer untuk output pH dan suhu. Berikut rekapitulasi hasil output JST berdasarkan data

primer dan perhitungan kesalahan relatifnya:

Tabel 4.46 Hasil Output JST dan Kesalahan Relatif dengan Data Primer

4.4 Metode Prediksi dengan Rumus Neraca Massa

Model matematika yang menggunakan perhitungan neraca massa dapat digunakan

untuk menentukan konsentrasi rata-rata aliran hilir (downstream) yang berasal dari sumber

pada bagian hulu (upstream). Metode ini sejalan dengan yang tertulis pada Keputusan

Menteri Lingkungan Hidup No. 110 Tahun 2003 tentang pedoman penetapan daya tampung

beban pencemaran air. Pendekatan metode ini akan diterapkan untuk mengetahui besaran

parameter DO, pH dan suhu pada titik hilir, yaitu Bambe Tambangan. Data yang digunakan

dalam contoh perhitungan neraca massa adalah data primer kualitas air. Berikut analisa

perhitungan prediksi dengan metode neraca massa:

Tahun Bulan

CH Kri CH Ket CH Bot pH 1 pH 2 Suhu 1 Suhu 2 DO 1 DO 2 DO 3 pH 3 Suhu 3 DO 3 pH 3 Suhu 3 DO 3 pH 3 Suhu 3

2017 Mei 0.0 0.0 0.0 5.7 5.7 29.3 29.3 7.2 6.7 3.59 5.51 28.73 5.26 5.72 29.28 31.76 3.59 1.87

Sumber: Hasil Perhitungan

Input Output JST Data Primer KR %

Page 142: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

121

Gambar 4.20 Skema aliran sungai untuk analitis neraca massa

Tabel 4.47 Hasil Perhitungan Metode Neraca Massa

Titik Q (m3/det) DO (mg/L) pH Suhu (C)

1 119,78 7,16 5,74 29,31

2 91,55 7,23 5,75 29,28

3 119,88 6,66 5,73 29,28

4 104,13 5,79 5,71 29,33

5 435,34 6,71 5,73 29,30

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

Prediksi untuk Titik 5

Parameter DO

𝐶𝑅 =∑ 𝐶𝑖𝑄𝑖

∑ 𝑄𝑖

=(7,16 × 119,78) + (7,23 × 91,55) + (6,66 × 119,88) + (5,79 × 104,13)

(119,78 + 91,55 + 119,88 + 104,13)= 6,71

Parameter pH

=(5,74 × 119,78) + (5,75 × 91,55) + (5,73 × 119,88) + (5,71 × 104,13)

(119,78 + 91,55 + 119,88 + 104,13)= 5,73

Parameter Suhu

=(29,31 × 119,78) + (29,28 × 91,55) + (29,28 × 119,88) + (29,33 × 104,13)

(119,78 + 91,55 + 119,88 + 104,13)= 29,30

Page 143: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

122

Perhitungan Kesalahan Relatif

Hasil perhitungan analitis Neraca Massa akan dibandingkan dengan data primer dan

dihitung persentase kesalahan realitifnya. Berikut perhitungan kesalahan relatif metode

Neraca Massa:

Tabel 4.48 Perhitungan Kesalahan Relatif Hasil Metode Neraca Massa

Parameter Hasil Data Primer KR %

Neraca Massa Aktual

DO 6,71 5,26 27,54

pH 5,73 5,72 0,20

Suhu 29,30 29,28 0,07

Sumber: Hasil Perhitungan

Contoh perhitungan:

Parameter DO

𝐾𝑅 % = |(𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑌 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙)

𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙| × 100%

= |(5,26 − 6,71)

5,26| × 100%

= 27,54 %

Berikut merupakan perbandingan hasil prediksi kualitas air antara metode JST, Neraca

Massa, dengan data hasil pengukuran dilapangan (data primer) untuk bulan Mei 2017.

Tabel 4.49 Perbandingan Hasil Prediksi JST dan Neraca Massa dengan Data Primer

Parameter Hasil Hasil Data Primer KR % KR %

JST Neraca Massa Aktual JST Neraca Massa

DO (mg/L) 3,59 6,68 5,26 31,76 27,54

pH 5,51 5,73 5,72 3,59 0,20

Suhu (C) 28,73 29,30 29,28 1,87 0,07

Sumber: Hasil Perhitungan

Page 144: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

123

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa perhitungan metode yang telah dilakukan sesuai dengan rumusan

masalah pada kajian ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Kondisi eksisting data hujan dan kualitas air

a. Data hujan

Data hujan bulanan dari 3 stasiun hujan yang digunakan yaitu Krian, Ketawang dan

Botokan telah memenuhi syarat uji screening data hujan. Uji yang dilakukan antara

lain uji ketidakaadan trend, stasioner dan persistensi. Sehingga data hujan yang

digunakan dapat dikatakan handal dan berkualitas secara statistik.

Untuk kondisi eksisting data kualitas air.

b. Data kualitas air

Data kualitas air dari 3 titik pantau yang digunakan yaitu Jembatan Jrebeng,

Cangkir Tambangan, dan Bambe Tambangan untuk parameter DO, BOD, COD, pH

dan suhu dapat dinyatakan telah memenuhi syarat uji screening data. Uji yang

dilakukan antara lain uji ketidakaadan trend, stasioner dan persistensi. Sehingga data

kualitas air yang digunakan dapat dikatakan handal dan berkualitas secara statistic

Data parameter DO, pH dan suhu sebagian besar memenuhi kriteria kelas II, lalu

dari parameter BOD dan COD banyak terdapat data yang tidak memenuhi kriteria

mutu air kelas II yang ditentukan oleh peraturan gubernur Jawa Timur tahun 2013

untuk Kali Surabaya.

2. Hasil prediksi kualitas air metode JST pada Bambe Tambangan kemudian

dibandingkan dengan data aktual PJT 1. Model JST untuk prediksi kualitas air di

Bambe Tambangan terbaik diperoleh dengan dataset 60% training, 20% cross

validation, 20% testing dengan epoch 5000. Berikut merupakan nilai kesalahan relatif

terkecil hasil perbandingan untuk masing-masing parameter:

a. Untuk parameter DO, dihasilkan kesalahan relatif terkecil sebesar 5,23% oleh

jaringan dengan model Skenario I output DO 3 dengan dataset 60-20-20 dan

epoch

b. 5000

Page 145: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

124

c. Untuk parameter pH, dihasilkan kesalahan relatif terkecil sebesar 1,61% oleh

jaringan dengan model Skenario I output pH 3 dengan dataset 60-20-20 dan

epoch 1000

d. Untuk parameter suhu, dihasilkan kesalahan relatif terkecil sebesar 1,46% oleh

jaringan dengan model Skenario I output Suhu 3 dengan dataset 60-20-20 dan

epoch 5000

e. Untuk parameter BOD, dihasilkan kesalahan relatif terkecil sebesar 15,22% oleh

jaringan dengan model Skenario II output BOD 3 dengan dataset 60-20-20 dan

epoch 10000

f. Untuk parameter COD, dihasilkan kesalahan relatif terkecil sebesar 15,87% oleh

jaringan dengan model Skenario II output COD 3 dengan dataset 60-20-20 dan

epoch 5000

3. Perbandingan antara hasil prediksi kualitas air metode JST parameter DO, pH dan

suhu pada Bambe Tambangan untuk bulan mei tahun 2017 dengan data pengukuran

lapangan (data primer) adalah sebagai berikut:

a. Untuk parameter DO, dengan metode JST didapatkan output sebesar 3,59 mg/L

sedangkan data aktual primernya 5,26 mg/L maka kesalahan relatif yang

dihasilkan sebesar 31,76%

b. Untuk parameter pH, dengan metode JST didapatkan output sebesar 5,51

sedangkan data aktual primernya 5,72 maka kesalahan relatif yang dihasilkan

sebesar 3,59%

c. Untuk parameter suhu, dengan metode JST didapatkan output sebesar 28,73 C

sedangkan data aktual primernya 29,28 C maka kesalahan relatif yang dihasilkan

sebesar 1,87%

4. Perbandingan antara hasil perhitungan pengenceran metode neraca massa dengan data

pengukuran dilapangan (data primer) untuk bulan mei 2017 adalah sebagai berikut:

a. Untuk parameter DO, dengan rumus neraca massa didapatkan hasil sebesar 6,68

mg/L sedangkan data aktual primernya 5,26 mg/L maka kesalahan relatif yang

dihasilkan sebesar 27,54%

b. Untuk parameter pH, dengan rumus neraca massa didapatkan hasil sebesar 5,73

sedangkan data aktual primernya 5,72 maka kesalahan relatif yang dihasilkan

sebesar 0,20%

Page 146: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

125

c. Untuk parameter suhu, dengan rumus neraca massa didapatkan hasil sebesar 29,30

C sedangkan data aktual primernya 29,28 C maka kesalahan relatif yang

dihasilkan sebesar 0,07%

5.2 Saran

Penggunaan metode JST sangat bagus dalam memprediksi kualitas parameter DO, pH

dan suhu. Namun masih dirasa kurang untuk memprediksi BOD dan COD. Agar hasil

output lebih bagus bias dilakukan dengan jalan:

1. Menambah variabel input dengan parameter kualitas air yang lain,

2. Memperpanjang data historis parameter kualitas air dengan maksud menambah data

untuk training pada JST

3. Menggunakan software yang full acces bukan trial, tentunya dengan cara legal

membeli lisensi resmi.

Page 147: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

126

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 148: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

127

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2012). http://jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk/article/download/1213/612 (diakses

pada tanggal 12 bulan Oktober 2016)

Anonim. (2014). http://pengairan.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/02 (diakses pada

tanggal 13 bulan Oktober 2016)

Badan Lingkungan Hidup. (2011). Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur.

Surabaya: Badan Linkungan Hidup Provinsi Jawa Timur

Hermawan, Arief. 2006. Jaringan Syaraf Tiruan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: C.V Andi

OFFSET.

Hasibuan, Zainal A. (2007). Metodologi Penelitian Pada Bidang Ilmu Komputer Dan

Teknologi Informasi. Depok: Fasilkom Universitas Indonesia

Kusumadewi, Sri. (2004). Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan MATLAB &

Excel Link. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kusumadewi, Sri. (2003). Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya). Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Peraturan Gubernur Jatim No 12 tahun 2013. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan

Sumberdaya Air Provinsi Jawa Timur. Surabaya: Pemerintah Provinsi Jawa Timur

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air. Jakarta

SNI 8066.2015.Tata Cara Pengukuran debit aliran sungai dan saluran terbuka

menggunakan alat ukur arus dan pelampung. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional

Siang, J. J. (2004). Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogamannya Menggunakan Matlab.

Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.

Winita. (2011). Pemilihan Teknik Peramalan dan Penentuan Kesalahan Peramalan.

http://winita.staff.mipa.uns.ac.id. [Online] 2011. [Dikutip: 16 11 2015.]

http://winita.staff.mipa.uns.ac.id/files/2011/09/pemilihan-teknik-peramalan.pdf.

Yunanti, Fitria. (2010). Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Prestasi Siswa

SMU dengan Metode Backpropagation. Yogyakarta.

Hasibuan, Zainal A. (2007). Metodologi Penelitian Pada Bidang Ilmu Komputer Dan

Teknologi Informasi. Depok: Fasilkom Universitas Indonesia.

Page 149: SKRIPSIrepository.ub.ac.id/4459/1/PRATAMA DIMAS WINANTO.pdf · Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa sarjana

128

halaman ini sengaja dikosongkan