13
DINAMIKA POPULASI PLANKTON 1. Pendahuluan Plankton merupakan mikroorganisme yang memiliki peran penting dalam suatu perairan. Menurut Herawati (1989) dan Kusriani (2005), plankton merupakan suatu organisme yang berukuran kecil yang hidupnya terombang-ambing oleh arus perairan. Organisme ini terdiri dari mikroorganisme yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton) dan tumbuhan (fitoplankton). Plankton merupakan organisme mikro yang keberadaannya dalam lingkungan perairan sangat penting, karena sebagai produser primer, plankton akan menghasilkan karbohidrat yang menjadi makanan konsumer primer dan menjadi dasar rantai makanan (Kavanaugh et al. 2009). Menurut Suryanto (2006), komunitas organisme adalah sesuatu yang dinamis, dimana populasi-populasi yang ada didalamnya saling berinteraksi, dan mengalami variasi dari waktu ke waktu. Variasi atau perubahan komunitas tersebut tidak lain karena adanya pengaruh faktor-faktor lingkungan yang komplek. Demikian pula dengan fitoplankton juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut akan mencerminkan perkembangan komunitas secara keseluruhan, seperti biomasa, keanekaragaman spesies, dan produksinya. Sebagai contoh, spesies yang dominan pada waktu tertentu sering menjadi langka atau menghilang sama sekali pada waktu berikutnya, Dinamika Plankton Muhammad Ishak Page 1

dinamika Plankton.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: dinamika Plankton.docx

DINAMIKA POPULASI PLANKTON

1.      Pendahuluan

Plankton merupakan mikroorganisme yang memiliki peran penting dalam suatu

perairan. Menurut Herawati (1989) dan Kusriani (2005), plankton merupakan suatu

organisme yang berukuran kecil yang hidupnya terombang-ambing oleh arus

perairan. Organisme ini terdiri dari mikroorganisme yang hidupnya sebagai hewan

(zooplankton) dan tumbuhan (fitoplankton). Plankton merupakan organisme mikro

yang keberadaannya dalam lingkungan perairan sangat penting, karena sebagai

produser primer, plankton akan menghasilkan  karbohidrat yang menjadi makanan

konsumer primer dan menjadi dasar rantai makanan (Kavanaugh et al. 2009).

Menurut Suryanto (2006), komunitas organisme adalah sesuatu yang dinamis,

dimana populasi-populasi yang ada didalamnya saling berinteraksi, dan mengalami

variasi dari waktu ke waktu. Variasi atau perubahan komunitas tersebut tidak lain

karena adanya pengaruh faktor-faktor lingkungan yang komplek. Demikian pula

dengan fitoplankton juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan

tersebut akan mencerminkan perkembangan komunitas secara keseluruhan, seperti

biomasa, keanekaragaman spesies, dan produksinya. Sebagai contoh, spesies yang

dominan pada waktu tertentu sering menjadi langka atau menghilang sama sekali

pada waktu berikutnya, atau sebaliknya. Salah satu faktor lingkungan yang

mempengaruhi perkembangan komunitas fitoplankton (biomassa, keragaman spesies,

dan produksi) adalah ketersediaan nutrien di perairan.

Dinamika plankton dipengaruhi oleh faktor fisika (suhu, intensitas cahaya), faktor

kimia (unsur hara), dan faktor biologis (kompetisi dan pemangsaan). Jenis plankton

yang berbeda mempunyai reaksi yang berbeda pula misalnya terhadap suhu dan

intensitas cahaya. Menurut Effendi (2003), organisme akuatik memiliki kisaran suhu

tertentu (batas bawah dan atas) yang disukai bagi pertumbuhannya. Misalnya alga

dari filum chlorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu

berturut-turut 30o C - 35o C dan 20o C - 30o C. Filum cyanophyta lebih dapat

bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan

chlorophyta dan diatom.

Dinamika Plankton Muhammad Ishak Page 1

Page 2: dinamika Plankton.docx

Pada peraian yang tenang, yang sangat banyak ditumbuhi alga adalah pada mintakat

epilimnion. Ketika matahari bersinar terik, alga cenderung menjauhi permukaan

perairan karena suhu air relatif tinggi. Alga melakukan kegiatan fotosintesis secara

intensif pada kolom air, pada kedalaman beberapa meter di bawah permukaan

(Effendi, 2003).

2.      Dinamika Plankton

2.1 Suksesi

Suksesi plankton merupakan proses pergantian dominasi plankton karena adanya

faktor pembatas dalam pertumbuhannya yang terjadi secara alami sehingga

memunculkan jenis lain yang mendominasi. Setiap jenis pla-nkton

memiliki faktorpembatas yang berbeda dalam memanfaatkan nutrien sebagai sumber

unsur hara saat berlangsungnya fotosintesis. Adanya faktor pembatas dari setiap jenis

phytoplankton akibat perbedaan nutrien yang tersedia dapat menimbulkan terjadinya

suksesi. Berikut ini adalah suksesi yang terjadi secara alami karena adanya

kebutuhan nutrien yang berbeda dari masing-masing kelas.

Cyanophyta dan Dinoflagellata yang tumbuh di perairan alami dapat tumbuh baik

walaupun nutrien sedikit  dan mampu mendominasi jenis diatom dan green

algae (chlorophyta). Kondisi tersebut perlu diperhatikan dalam pengelolaan

phytoplankton terutama dalam pengaturan pemupukan untuk mendapatkan rasio N/P

yang tepat sehingga dapat menjadikan Diatom atau Green Algae mendominasi di

perairan.

2.2 Daya Apung (Buoyancy)

Kemampuan daya apung beberapa phytoplankton merupakan suatu karakteristik

yang khas untuk menempatkan posisinya secara vertikal dalam kolom air.

Kemampuan ini sangat berhubungan dengan sifat fototropik dalam lingkungan

eutropik pada suhu dan cahaya yang kuat. Beberapa phytoplankton yang memiliki

kemampuan tersebut berasal dari kelas Cyanophyceae (Blue Green Algae-BGA).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi daya apung adalah iradiasi (intensitas sinar

matahari), ketersediaan CO2 dan Nitrogen anorganik. Iradiasi sangat berperan dalam

mengendalikan daya apung. Hal ini terjadi sebagai berikut, ketika iradiasi tinggi

Dinamika Plankton Muhammad Ishak Page 2

Page 3: dinamika Plankton.docx

maka fotosintesis juga tinggi sehingga tekanan turgor sel  naik yang menyebabkan

vakuola gas dalam sel mengempis akibatnya daya apung menurun, tetapi sebaliknya

ketika iradiasi rendah maka laju fotosintesis rendah sehingga tekanan turgor sel turun

dan vakuola gas meningkat, akibatnya daya apung meningkat. Hal ini digunakan oleh

BGA untuk bersaing dengan jenis lain dalam mendapatkan cahaya matahari ketika

iradiasi rendah untuk menempatkan posisinya pada kolom air sehingga tetap terjadi

fotosintesis dan pertumbuhan. (Sumber: www.marine-geonomics-europe.org)

2.3 Blooming BGA (Blue Green Algae)

Perbandingan rasio N/P yang rendah dapat memicu timbulnya blooming Cyanophyta

(BGA). Beberapa genus BGA yang berbentuk benang memiliki sel khusus yang

disebut heterocysta yang mampu mengikat Nitrogen bebas dari udara (Fiksasi

Nitrogen), sehingga jenis ini dapat bertahan hidup dalam perairan yang memiliki

konsentrasi nitrogen yang rendah sementara jenis lain tidak dapat melakukannya.

Beberapa genus BGA yang memiliki heterocysta pada kondisi N/P rasio yang rendah

<10 sering mendominasi perairan dan menimbulkan blooming BGA

adalah Anabaena, Aphanizomenon, beberapa spesies Osci-llatoria danMicrocystis.

Beberapa  akibat secara langsung dari adanya bloo-ming BGA ini adalah :

Turunnya Oksigen terlarut (DO) secara drastis sampai konsentrasi di bawah 4 ppm

pada siang hari, hal ini terjadi karena DO yang dihasilkan saat fotosintesis banyak

digunakan untuk dekomposisi sel-sel BGA yang mati. DO dengan konsentrasi di

bawah 4 ppm dapat membahayakan kehidupan udang.

Meningkatnya konsentrasi ammonia akibat laju proses nitrifikasi berjalan lambat

karena DO rendah. Hal ini terjadi terutama di dasar perairan, karena biasanya saat

terjadi blooming BGA, DO hanya terdapat di kolom air dekat permukaan.

Jenis BGA ada yang mengeluarkan racun penyebab bau Lumpur (Geosmin) sehingga

udang atau ikan yang dibudidayakan berbau tanah (Off Flavour)

Jenis BGA dari spesies  Schizothrix calcicola dapat membahayakan dan

menimbulkan penyakit pada udang secara langsung bahkan kematian, penyakit yang

ditimbulkannya adalah Hemocytic Enteritic (HE) yaitu kerusakan di bagian

Dinamika Plankton Muhammad Ishak Page 3

Page 4: dinamika Plankton.docx

midgut. Sedangkan Aphanizomenon menghasilkan Neurotoxin yaitu sejenis racun

yang mengganggu system saraf.

2.4  Pasang Merah (Red tide)

Pasang merah (red tide) awalnya dikenal sebagai fenomena alami di perairan laut

yang timbul karena adanya pertumbuhan phytoplankton jenis Dinoflagellata yang

terjadi secara drastis dan tak terkendali yang menye-babkan warna air coklat

kemerah-merahan sampai merah menyala. Fenomena ini diduga terjadi ketika N/P

rasio rendah, adanya stratifikasi suhu, dan saat terjadi peralihan musim serta

adanyaup welling. Beberapa jenis phytopla-nkton golongan Dinoflagellata

penyebab red tide ketika terjadi blooming sel-selnya akan mengalami lisis dan

mengeluarkan racun yang dapat membahayakan organisme yang dibudidayakan

bahkan manusia juga. Jenis-jenis Dinoflagellata yang telah diketahui menghasilkan

racun adalah :

Genus Toxin Nama/ Efek

Alexandrium,Gonyaulax

Ptyochodiscus

Gambierdiscus

Dinophysis

Saxitoxin dan Goniautoxin

Brevetoxin

Ciguatoxin dan Maltotoxin.

Okadaic acid

Paralytic Shelfish Poisoning

Neurotoxic Shelfish Poisoning

Ciguatera Fish Poisoning

Diarethic Shelfish Poisoning

Plankton-palnkton tersebut akan menimbulkan kematian masal pada ikan-ikan yang

berada diperairan sekitar timbulnya red tide sedangkan apabila dimakan oleh jenis

kerang-kerangan tidak dapat menimbulkan kematian tetapi apabila kerang-kerangan

tersebut dimakan oleh manusia dapat menimbulkan penyakit Paralytic Shelfish

Poisoning (PSP) dan Dyarhetic Shellfish Poisoning (DSP). Dinoflagellata juga dapat

secara langsung membahayakan udang kare-na menimbulkan penyakit yang disebut

Blunted Head Syndrom yaitu terja-dinya pengikisan di kepala bagian anterior

(Rostrum dan Antennula), (http://ewinasis.blogspot.com/2011/08/dinamika-

plankton.html).

Dinamika Plankton Muhammad Ishak Page 4

Page 5: dinamika Plankton.docx

2.5 Distribusi Spasial dan Temporal

2.5.1. Ditribusi Horizontal

Distribusi fitoplankton secara horizontal lebih banyak dipengaruhi faktor fisik berupa

pergerakan masa air. Oleh karena itu pengelompokan (pathciness) plankton lebih

banyak terjadi pada daerah neritik terutama yang dipengaruhi estuaria dibandingkan

dengan oseanik. Faktor-faktor fisik yang menyebabkan distribusi fitoplankton yang

tidak merata antara lain arus pasang surut, morfo-geografi setempat, dan proses fisik

dari lepas pantai berupa arus yang membawa masa air kepantai akibat adanya

hembusan angin. Selain itu keter-sediaan nutrien pada setiap perairan yang berbeda

menyebabkan perbedaan kelimpahan fito-plankton pada daerah-daerah tersebut.

Pada daerah dimana terjadi upwelling atau turbulensi, kelimpahan plankton juga

lebih besar dibanding daerah lain yang tidak ada.

(Sumber: www.cnrsfr/presse/communique/564.htm)

2.5.2. Distribusi Vertikal

Distribusi vertikal plankton sangat berhubungan dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi produktivitasnya, selain kemampuan pergerakan atau faktor ling-

kungan yang mendukung plankton mampu bermigrasi secara vertikal. Menurut Seele

dan Yentch (1960) dalam Parsons dkk (1984), dis-tribusi fitoplankton di laut secara

umum menunjukkan densitas maksimum dekat lapisan permukaan (lapisan fotik) dan

pada waktu lain berada diba-wahnya. Hal ini menunjukan bahwa distribusi vertikal

sangat berhubungan dengan dimensi waktu (temporal). Selain faktor cahaya, suhu

juga sangat mendukung pergerakannya secara vertikal. Hal ini sangat berhubungan

de-ngan densitas air laut yang mampu menahan plankton untuk tidak tenggelam.

Perpindahan secara vertikal ini juga dipengaruhi oleh kemampuannya ber-gerak atau

lebih tepat mengadakan adaptasi fisiologis sehingga terus melayang pada kolom air.

Perpaduan kondisi fisika air dan mekanisme mengapung me-nyebabkan plankton

mampu bermigrasi secara vertikal sehingga distribusinya berbeda secara vertikal dari

waktu ke waktu.

Dinamika Plankton Muhammad Ishak Page 5

Page 6: dinamika Plankton.docx

Menurut Nybakken (1988) ada beberapa mekanisme mengapung yang dilakukan

plankton untuk dapat mempertahankan diri tetap melayang dalam kolom air yaitu

antara lain:

        Mengubah komposisi cairan-cairan tubuh sehingga densitasnya menjadi lebih

kecil dibandingkan densitas air laut. Mekanisme ini biasa dilakukan oleh Noctiluca

dengan memasukkan amonium klorida (NH4Cl) kedalam cairan tubuhnya.

        Membentuk pelampung berisi gas, sehingga densitasnya menjadi lebih kecil dari

densitas air. Contoh untuk jenis ini adalah ubur ubur

        Menghasilkan cairan yang densitasnya lebih rendah dari air laut. Cairan terse-but

biasanya berupa minyak dan lemak. Mekanisme ini banyak dilakukan oleh diatom

maupun zoolankton dari jenis copepoda

        Memperbesar hambatan permukaan. Mekanisme ini dilakukan dengan mengu-

bah bentuk tubuh atau membentuk semacam tonjolan/duri pada permukaan

tubuhnya.

2.5.3. Distribusi harian dan musiman

Distribusi plankton dari waktu ke waktu lebih banyak ditentukan oleh pengaruh

lingkungan. Distribusi temporal banyak dipengaruhi oleh pergerakan matahari atau

dengan kata lain cahaya sangat mendominasi pola distribusinya. Distribusi harian

plankton, terutama pada daerah tropis, mengikuti perubahan intensitas cahaya

sebagai akibat pergerakan semu matahari. Pada pagi hari dimana intensitas cahaya

masih rendah dan suhu permukaan air masih relatif dingin plankton berada tidak jauh

dengan permukaan. Pada siang hari plankton berada cukup jauh dari pemukaan

karena ’menghindari’ cahaya yang terlalu kuat. Pada sore hingga malam hari

plankton begerak mendekati bahkan berada pada daerah permukaan Sumber :

(Gross,1988).

Seperti dijelaskan tentang migrasi vertikal, setidaknya ada dua teori yang dapat

menjelaskan mengapa plankton dapat bergerak secara vertikal. Pertama plankton

terangkat oleh mekanisme pergerakan air yang disebabkan oleh perbe-daan densitas.

Pada siang hari dimana air pada lapisan yang lebih dalam memiliki suhu yang relatif

Dinamika Plankton Muhammad Ishak Page 6

Page 7: dinamika Plankton.docx

dingin dibandingkan pada daerah lebih atas. Dalam kondisi demikian maka plankton

akan terapung diatas lapisan tersebut. Pada malam hari lapisan bagian atas mulai

mendingin sehingga plankton terangkat pada lapisan tersebut karena densitas

plankton yang lebih rendah dari densitas air. Alasan kedua adalah karena adanya

mekanisme pergerakan yang dilakukan oleh plankton.

Dengan pola migrasi tersebut maka plankton baik fitoplankton maupun zooplankton

akan terdistribusi secara tidak merata di perairan. Pola distribusi fitoplankton dan

zooplankton baik siang maupun malam di daerah tropis Sa-mudera Pasifik

digambarkan oleh Longhurst dan Pauly (1987). Distribusi secara musiman pada

beberapa  daerah tropis pada bujur yang berbeda menunjukkan bahwa prod uksi

fitoplankton berlansung periodik dari waktu ke waktu (Longhurst dan Pauly, 1987)

2.6 Reproduksi dan Siklus Hidup Plankton

Menurut Kennish (1990) dan Nybakken (1988) sebagian besar di atom melakukan

reproduksi melalui pembelahan sel vegetatif. Hasil pembelahan sel menjadi dua

bagian yaitu bagian atas (epiteka) dan bagian bawah (hipoteka). Selanjutnya masing-

masing belahan akan membentuk pasangannya yang baru berupa pasangan

penutupnya. Bagian epiteka akan membuat hip oteka dan bagian hipoteka akan

membuat epiteka. Pembuatan bagian-bagian tersebut disekresi atau diperoleh dari sel

masing-masing sehingga semakin lama semakin kecil ukuran selnya. Dengan

demikian ukuran individu-individu dari spesies yang sama tetapi dari generasi yang

berlainan akan berbeda. Reproduksi aseksual seperti ini menghasilkan sejumlah

ukuran yang bervariasi dari suatu populasi diatom pada suatu spesies. Ukuran

terkecil dapat mencapai 30 kali lebih kecil dari ukuran terbesarnya (Kennish, 1990).

Tetapi proses pengurangan ukuran ini terbatas sampai suatu generasi tert entu. 

Apabila generasi itu telah tercapai di atom akan meninggalkan kedua katupnya dan

terbentuklah apa yang disebut auxospore (sumber: Nybakken, 1988).

Proses seperti diatas digambar kan pula oleh Parsons dkk (1984 ) menya-takan

bahwa reproduksi seksual dan pembentukan spora mungkin juga terjadi pada

diatom(Gambar 7). Dari gambar tersebut terlihat pengurangan ukuran sel selama

pembelahan aseksual (1s.d2), reproduksi seksual dengan susunan gamet-gamet

Dinamika Plankton Muhammad Ishak Page 7

Page 8: dinamika Plankton.docx

berflagel (2s.d.3), pembentukan auxospore (4). Pemben-tukan spora non aktif

(resting spore) mungkin juga terjadi (5) secara langsung dari sel vegetatif. 

Reproduksi diantara zooplankton crustacea pada umumnya uni sexual melibatkan

baik hewan jantan maupun betina, meskipun terjadi partenogenesis diantara

Cladocera dan Ostraco da. Menurut Parsons (1984) siklus hidup co-pepoda Calanus

dari telur hingga dewasa melewati 6 fase naupli dan 6 fase copepodit (Gambar 8).

Perubahan bentuk pada beberapa fase naupli pertama terjadi kira-kira beberapa hari

dan mungkin tidak makan. Enam pase kope-podit dapat diselesaikan kurang dari 30

hari (bergantung suplai makan dan temperatur) dan beberapa generasi dari spesies

yang sma mungkin terjadi dalam tahun yang sama (yang disebut siklus hidup

ephemeral). Laju peng-gandaan sel diatom berlangsung sekitar 0.5 sampai 6 sel/hari,

(Sumber : Nybakken, 1988).

3.      Kesimpulan

Plankton merupakan organisme mikro yang keberadaannya dalam lingkungan

perairan sangat penting, karena sebagai produser primer, plankton akan

menghasilkan  karbohidrat yang menjadi makanan konsumer primer dan menjadi

dasar rantai makanan (Kavanaugh et al. 2009). Menurut Suryanto (2006), komunitas

organisme adalah sesuatu yang dinamis, dimana populasi-populasi yang ada

didalamnya saling berinteraksi, dan mengalami variasi dari waktu ke waktu. Variasi

atau perubahan komunitas tersebut tidak lain karena adanya pengaruh faktor-faktor

lingkungan yang komplek. Dinamika plankton dipengaruhi oleh faktor fisika (suhu,

intensitas cahaya), faktor kimia (unsur hara), dan faktor biologis (kompetisi dan

pemangsaan). Menurut Effendi (2003), organisme akuatik memiliki kisaran suhu

tertentu (batas bawah dan atas) yang disukai bagi pertumbuhannya. Dalam dinamika

plankton terdapat beberapa factor seperti, : Suksesi, Daya Apung

(Buoyancy),Blooming BGA (Blue Green Algae), Pasang Merah (Red

tide), Reproduksi dan Siklus Hidup Plankton, dan Distribusi Spasial dan Temporal.

Dinamika Plankton Muhammad Ishak Page 8