22
Disagregasi dan Invasi Karsinoma Ovarium Spheroids Asites Abstrak Background: Asites berat sering berkembang dalam stadium lanjut kanker ovarium, yang terdiri dari sel-sel tumor saja dan sel-sel tumor agregat, atau spheroids. Spheroids telah umum digunakan sebagai model tumor untuk mempelajari khasiat obat (drug efficacy), dan telah menunjukkan resistensi terhadap beberapa kemoterapi dan radiasi. Namun, sedikit yang mengetahui mengenai kemampuan melekat atau invasif dari spheroids. dan apakah komponen selular tertentu dari asites dapat berkontribusi untuk penyebaran kanker ovarium. Disini, kami menguji kemampuan invasif spheroids asites dari tujuh pasien karsinoma ovarium dan satu pasien primary peritoneal carcinoma (PPC). Methods: Spheroids asites diisolasi dari pasien, dimurnikan, dan analisis imunohistokimia yang dilakukan oleh ahli patologi untuk menegakkan diagnosa. Uji in vitro yang dirancang untuk mengukur disagregasi spheroid pada berbagai matriks ekstraselular dan penyebaran dan invasi menuju sel human mesothelial cell monolayers yang normal. Proliferasii sel dan viabilitas/kelangsungan hidup ditentukan pada setiap uji dan signifikasi statistik dilakukan oleh student's t-test Results: Spheroids dari keseluruhan sampel asites pasien disagreagasi pada komponen matrix ekstraseluler, dengan spheorids PPC yang mampu melakukan disagregasi lengkap pada kolagen tipe I. Selain itu, semua sampel spheroid asites disagregasi pada human mesothelial cell monolayers yang hidup, biasanya tanpa menginvasi mereka. Namun, spheroid asites PPC dan satu sampel spheroid asites karsinoma ovarium kadang- kadang membentuk foci yang invasif di mesothelial cell monolayers, sugestif dari fenotip yang lebih invasif. Conclusion: Kami melakukan percobaan in vitro menggunakan spheroids asites yang meniru penyebaran dari kanke ovarium in vivo. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa studi sistematis

Disagregasi Dan Invasi Karsinoma Ovarium Spheroids Asites

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Disagregasi & invasi Ca Ovarium

Citation preview

Disagregasi dan Invasi Karsinoma Ovarium Spheroids Asites

Abstrak

Background: Asites berat sering berkembang dalam stadium lanjut kanker ovarium, yang terdiri dari sel-sel tumor saja dan sel-sel tumor agregat, atau spheroids. Spheroids telah umum digunakan sebagai model tumor untuk mempelajari khasiat obat (drug efficacy), dan telah menunjukkan resistensi terhadap beberapa kemoterapi dan radiasi. Namun, sedikit yang mengetahui mengenai kemampuan melekat atau invasif dari spheroids. dan apakah komponen selular tertentu dari asites dapat berkontribusi untuk penyebaran kanker ovarium. Disini, kami menguji kemampuan invasif spheroids asites dari tujuh pasien karsinoma ovarium dan satu pasien primary peritoneal carcinoma (PPC).

Methods: Spheroids asites diisolasi dari pasien, dimurnikan, dan analisis imunohistokimia yang dilakukan oleh ahli patologi untuk menegakkan diagnosa. Uji in vitro yang dirancang untuk mengukur disagregasi spheroid pada berbagai matriks ekstraselular dan penyebaran dan invasi menuju sel human mesothelial cell monolayers yang normal. Proliferasii sel dan viabilitas/kelangsungan hidup ditentukan pada setiap uji dan signifikasi statistik dilakukan oleh student's t-test

Results: Spheroids dari keseluruhan sampel asites pasien disagreagasi pada komponen matrix ekstraseluler, dengan spheorids PPC yang mampu melakukan disagregasi lengkap pada kolagen tipe I. Selain itu, semua sampel spheroid asites disagregasi pada human mesothelial cell monolayers yang hidup, biasanya tanpa menginvasi mereka. Namun, spheroid asites PPC dan satu sampel spheroid asites karsinoma ovarium kadang-kadang membentuk foci yang invasif di mesothelial cell monolayers, sugestif dari fenotip yang lebih invasif.

Conclusion: Kami melakukan percobaan in vitro menggunakan spheroids asites yang meniru penyebaran dari kanke ovarium in vivo. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa studi sistematis daripada selular konten asites diperlukan untuk memahami biologi karsinoma povarium.

Latar Belakang

Kanker ovarium adalah kanker yang paling mematikan daripada sistem reproduksi wanita. disamping dekade penelitian, tingkat kelangsungan hidup jangka panjang untuk penyakit ini tidak baik/buruk. dengan hanyak 25% dari pasien yang terdiagnosa kanker ovarium dengan stadium III atau IV yang bertahan hidup lebih dari lima tahun. Biasanya, 75% dari pasien telah memasuki stadium lanjut pada saat diagnosis awal, hal ini dikarenakan tidak adanya gejala dan kurangnya metode yang dapat diandalkan untuk mendeteksi penyakit ini pada stadium awal (1).

Kanker ovarium menyebar ketika sel-sel tumor lepas dari permukaan ovarium menuju rongga peritoneal. Sel tumor dapat mensekresikan faktor permeabilitas vaskular dan blok drainase limfatik, menyebabkan akumulasi daripada cairan asites (2-5). sel tumor ovarium terkelupas ke dalam asites dan dapat menggunakan cairan sebagai sarana untuk benih pada rongga peritoneum, melekat ke sel mesotelial yang menyusun peritoneum dan organ-organnya. Setelah melekat, sel tumor kemudian menginvasi, membentuk/membangun tumor di lokasi sekunder tanpa perlu melalui pembuluh darah. Di dalam asites, sel karsinoma ovarium yang tidak melekat ke mesotelium dapat beraggregasi, membentuk spheroids.

Disamping asites yang spontan pada pasien kanker ovarium, spheroid dapat dibuat secara in vitro dari berbagai jenis sel yang berbeda untuk digunakan sebagai model tumor tiga dimensi. Penelitian telah menunjukkan bahwa spheroid cenderung untuk resisten terhadap beberapa kemoterapi dan radiasi terapi. Namun, beberapa penelitian telah mengkarakteristikkan kemampuan melekat dan invasif daripada spheroids, khususnya pada kanker ovarium, menyebabkan kontribusi terhadap penyebaran yang tidak diketahui. Disamping peran yang belum diketahui, ada penelitian pada sel yang diisolasi dari karsinoma ovarium. Namun, penelitian sebelumnya dengan sel tumor yang diinjeksikan pada model murine telah menunjukkan sel tumor ascetic yang dapat menembus permukaan peritoneal (14-17). Pada manusia, belum di tentukan apakah sel mengambang bebas di asites dapat distimulasi menjadi invasif, atau hanya beberapa yang berpotensial menjadi metastatik.

Karena sifat multiseluler agregat, tidak layak untuk menggunakan teknik uji standar untuk menghitung jumlah sel spheroid yang menyebar dan menginvasi. Karena spheroid asites pada pasien terdapat berbagai ukuran, prelabeling spheroid baik secara flouresen atau radioaktif tidak dapat membedakan antara spheroid yang sangat besar dengan beberapa spheroid yang lebih kecil, karena keduanya dapat menghasilkan hasil yang sama namun tidak memberikan infomasi mengenai jumlah spheroid yang ada atau informasi mengenai morfologi seperti perubahan daripada ukuran. Untuk alasan ini, kami telah membuat uji spheroid yang mana penghitungan spheroid dilakukan secara manual dan secara digital pada saat plating dan dilakukan lagi setiap titik waktu berikutnya, untuk menghitung jumlah pasti dari adhesi, migrasi, dan invasi. Uji baru ini memungkinkan generasi dari data spheroid kuanitatif, dan cukup fleksibel untuk dimodifikasi untuk lebih dekat meniru lingungan peritoneal.

Cairan asites karsinoma ovarium diketahu mengandung campuran kompleks dari faktor sekresi yang dapat mempengaruhi lingkungan selular dari sel tumor dan sel mesotelial daripada peritoneum. Molekul matrix ekstraselular yang disekresikan, sitokin, protease, kemokin, protease, faktor permeabilitas vascular, dan asam lisofosfatidi semua terdeteksi di caira asites, dan sebagian besar dari molekul ini telah menunjukkan untuk meningkatkan pertumbuhan dari sel tumor (18-21). Mengingat penyebaran yang unik dari karsinoma ovarium, pemahaman peran dari content selular asites yang relative, keterbatasan pengetahuan mengenai biologi spheroid, pemahaman lebih secara komprehensif mengenai mekanisme penyebaran karsinoma ovarium adalah krusial.

Pada penelitian sebelumnya, kami mendemonstrasikan spheroid yang diisolasi dari asites pada pasien karsinoma ovarium atau dibuat dari NIH:OVCAR5 human ovarian carcinoma cell line dapat melekat ke komponen ECM dan monolayer sel mesotelial langsung (22,23). Kami juga menunjukkan bahwa NIH:OVCAR5 spheroid mampu untuk disgregasi secara lengkap pada kolagen tipe I, dan dapat menginvasi monolayer sel mesotelial secara langsung melalui interaksi 1 integrin dan produksi dari protease, menghasilkan invasi foci 200-fold lebih besar dari ukuran awal dalam seminggu (24). Pada penelitian ini, kami terus memantau kemampuan dari spheroid yang berkontribusi dalam penyebaran karsinoma ovarium dengan pemeriksaan penyebaraan dan invasi dari sampel spheroid asites pasien in vitro.

Metode

Materials

Kolage tipe IV dari tikus Engelbreh Holm-Swarm (EHS) dibeli dari Trevigen (Gaithersburg, MD). Kolagen tipe I dari plasenta manusia dibeli dari Southern Biotech (Birmingham, AL). Laminin tikus EHS dibeli dari Invitrogen (Carlsbad, CA). Human plasma fibronectin, dimurnikan seperti yang dijelaskan, disediakan oleh Dr. James McCarthy, University of Minnesota (25). Human umbilical cord hyaluronan dibeli dari Sigma Chemical Co. (St. Louis, MO). Bovine serum albumin dibeli dari Pierce Biotechnology (Rockford, IL).

Antibodi

Monoklnonal antibody CD 15 (mAb) MMA, CA-125 mAb OV185:1, dan CD45 mAb LCA dibeli dari Ventana Medical Systems (Tucson, AZ). B72.3 mAb dibeli dari Signet Laboratories, Inc. (Dedham, MA). Polyclonal antibodies against CEA and a mAb against Ber- EP4 dibeli dari DakoCytomation (Carpinteria, CA). Polyclonal antibody against calretinin dibeli dari Zymed Laboratories (South San Francisco, CA).

Kultur Sel

Human peritoneal mesothelial cell line LP9 dibeli dari Coriell Cell Repository (Camden, NJ), dan dijaga dengan rasio 1:1 pada media M199 dan MCDB110, disupplementasi dengan 15% fetal bovine serum (FBS), 2 mM glutamine, 5 ng/ml EGF, 0.4 g/ml hydrocortisone, and 50 U/ml penicillin/streptomycin. Sel-sel dikultur dengan tempat/botol kultur jaringan dengan 5% CO2 kelembaban dan di incubator pada suhu 37C.

Pemurnihan Sel Karsinoma Ovarium primer

Sampel cairan asites diambil dari 7 pasien yang terdiagnosa karsinoma ovarium stadium III atau IV, dan satu pasien dengan karsinoma peritoneum primer (PPC) yang diambil melalui fasilitas dari University of Minnesota Cancer Center Tissue Procurement dengan izin University of Minnesota Institutional Review Board. Semua pasien adalah pasien baru-baru saja terdiagnosa, dan belum diterapi dengan kemoterapi yang disesuaikan pada sampel, sebagaimana ditentukan oleh rekam medik. Sel tumor asites dan spheroid dikumpulan dengan sentrifugasi 100 g selama 10 menit. Eritrosit lisis dengan melarutkan sel-sel dalam lisis buffer (10 nM potassium bicarbonate, 155 mM ammo- nium chloride, 0.1 mM EDTA, pH 7.4) selama 5 menit. Sisa sel dikumpulkan dengan sentrifugasi 100 g selama 10 menit, kemudian dilapisi atas Ficoll-Paque Plus (Pharmacia Biotech, Uppsala, Sweden) dan disentrifugasi lagi pada 400 g selama 15 menit. Sel tumor dihilangkan/dihapus pada bagian atas dari lapisan Ficoll dan dicuci di RPMI media 1640. Aliquots pada sel tumor (1 107 sell/ ml) were suspended in 10% DMSO and 90% FBS, da disimpan dalam nitrogen cair. Jumlah sampel pasien yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengaan jumah pasien pada publikasi kami sebelumnya (23).

Imunohistokimia

Verifikasi Imunohistokimia dilakukan pada semua sampel asites yang diterima. Immunohistochemical verification was performed on all ascites samples received. Briefly, paraffin blocks were made from thrombin clots of ovarian carcinoma patient ascites cells following purification. Thrombin clots were prepared by adding 23 l of the ascites cell pellet to 100 l of human plasma and 50 l thrombin (Sigma Chemi- cal Co). The thrombin clots were fixed with 10% formal- dehyde in PBS, and were paraffin-embedded by the Fairview University Medical Center Pathology Laboratory. 45 micron sections were stained with a panel of antibod- ies against ovarian carcinoma (CA-125), epithelial cells (Ber-Ep4, CD15, B72.3, CEA), mesothelial cells (cal- retinin), and inflammatory cells (CD45) on an automated immunostainer (Benchmark, Ventana Medical Systems). A pathologist evaluated each sample and verified the pres- ence of 90% tumor cells in all cases.

Isolasi dari Spheroid

Untuk memisahkan spheroid dari sel tumor kanker ovarium, aliquot dari sel tumor asites In order to separate the spheroids from the single ovarian cancer tumor cells, an aliquot of ascites tumor cells dicairkan dan dibilas dengan media, kemudian di filtrasi melalui a 22 M cell-strainer cap dipasang di tbung 5 ml (Becton Dickinson, Franklin Lakes, NJ.) Spheroid dipertahankan dalam filter yang dibilas lembut ke dalam tabung koleksi, disentrifugasi, dan di resuspensi di media RPMI untuk konsentrasi yang diinginkan. Kami mendefinisikan spheroid sebagai sel aggregasi berdiameter sekitar 30100 M. Biasanya, tidak mungkin untuk memvisualisasi satu sel dari berikutnya dalam aggregasi ini, dan ketika dipotong, mereka padat diseluruhnya (no hollow centers). Sementara jumlah pasti dari sel spheroid bervariasi, mereka berkisar antara 10 20 sel hingga lebih dari seratus sel dalam komposisi.

Uji Spheroid Disaggregasi

96 piring/plate dilapisi semalam pada suhu 37C degan 5 g/ ml laminin, fibronektin, kolagen tipe I , kolagen tipe IV, hyaluronan, dan BSA dalam PBS. Sumur/tempat itu kembudian di blok selama 1 jam dengan 2 mg/ml BSA dalam PBS dan dibilas dua kali dengan PBS. Konsentrasi 5 10 spheroid ditambahkan pada setiap sumur/tempat yang dilapisi. Dari penelitian sebelumnya, kami menentukan bahwa 1 jam merupakan waktu yang sesuai untuk spheroid untuk memulai melekat pada matriks ECM (23,34). Demikian, kami menetapkan t = 0 sebagai 1 jam dari awal plating/penempatan, jadi ketika piring/tempat tidak diganggu, spheroid tidak bergerak dari lokasi pada saat awal plating/penempatan. Spheroid secara digital difoto pada t = 0, diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam, dan kemudian difoto kembali. Untuk melacak masing-masing spheroid dari waktu ke waktu, peta sumur/tempat diciptakan pada t = 0. Refrensi peta dan waktu sebelum titik foto memperbolehkan masing-masing spheroid untuk dilacak selama pengujian tersebut. Piksel dari area/lokasi dari spheroid pada titik waktu bersamaan ditentukan menggunakan Adobe Photoshop. Lokasi/area keseluruhan dari spheroid disaggregasi ditambah lokasi/area pada sel yang tersebar di sekitar yang paling mungkin berasal dari sphrenoid disaggregasi. Spheroid disaggregasi ditentukan sebagai perubahan fold di area piksel daripada spheroid dari 0 24 jam. Uji ini terbatas pada 24 jam, spheroid tidak akan berkembang jika melewati 24 jam tanpa sera. Nilai menunjukkan pengingkatan persen rerata pada area spheroid dari tiga percobaan yang berbeda.

Pengujian Penyebaran dan Invasi Spheroid

untuk menilai invasi, sel mesotelial manusia LP9 pada 35,000 sel/sumur(tempat) ditambahkan ke 96 piring/plate and dibiarkan tumbuh untuk konfluens selama 96 jam, lalu secara halus dibilas dengan RPMI. Spheroid asites disuspensi di media yang lengkap untuk mendapatkan 5 10 spheroid/ml, dan 1 ml daripada suspense ditambahkan ke setiap monlayer sel mesotelial. Spheroid secara digital difoto 1 jam setelah plating/penempatan, dan lalu diinkubasi pada suhu 37C. spheroid difoto kembali pada titik waktu, 1, 4, dan 7 hari. Media yang terpakai digantikan setiap tiga hari untuk mencegah sumur/tempat menjadi terlalu asam. Dua per tigadari media dikeluarkan dari atas daripada sumur tanpa agitasi (agitating) monolayer sel mesotelial dan digantikandengan media yang baru. Perawatan dilakukan untuk menghindari gangguan dari sumur/tempat, dan mereka diinspeksi secara hati-hati sebelum dan setelah pergantian media untuk memastikan spheroid tidaklah hilang. Untuk mencari maing-masing spheroid setiap waktu, peta dari sumur/tempat dibuat pada t = 0. Refrensi peta dan waktu sebelum titik foto memperbolehkan masing-masing spheroid untuk dilacak selama pengujian tersebut. Penyebaran spheroid didefinisikan sebagai disaggregasi spheroiddan menyebar di atas monolayer sel mesotelial tanpa membentuk invasif foci. Invasi spheroid didefinisikan sebagai pembentukan dari prolifersi foci daripada sel kanker ovarium dalam bidang yang sama sebagai monolayer sel mesotelial, ,daripada itu monolayer sel mesotelial di dorong kesamping (ke luar) sementara spheroid disaggregasi berproliferasi dan tumbuh scara lateral. Visualisasi dari invasi didapatkan dengan mikroskop cahaya tanpa butuh dari pemisahan label pada sel, sebagai invasi dari sel sel kanker ovarium yang berada dalam tempat yang sama dari fokus , as the invading ovarian cancer cells were within the same plane of foc sebagai lapisan tunggal sel mesotelial, sedangkan sel yang melapisi tapi tidak menginvasi lapisan tunggal muncul sebagai sel padat yang sedikit keluar dari focus. Penyebaran dan invasi spheroid, keduanya dihitung dengan perubahan fold di tempat/area, Both spheroid dissemination and invasion were quantified by calculating the fold change in area, ditentukan dengan pembagian piksel tempat/area dari spheroid setiap titik waktu dengan area/tempat piksel spheroid pada t = 0. Data mewakilkan rata rata perubahan fold di area/tempat dari 50 100 spheroid standar error, dari total empat penelitian yang berbeda pada masing-masing sampel pasien.

Cell proliferation and viability

Ascites spheroid and mesothelial cell monolayer viability and proliferation were determined using a WST-1 assay (Roche Applied Science, Indianapolis, IN.) WST-1 is a tetrazolium salt cleaved to form a formazan dye by mito- chondrial dehydrogenase activity. Approximately 2050 Detection Kit (BioVision, Mountain View, CA.) Following manufacturer's instructions, cells were labeled with Annexin V-FITC and propidium iodide, and were observed on a Nikon Eclipse E200 microscope using FITC and rhodamine filters (Nikon, Kanagawa, Japan.) Apop- tosis appeared as a halo of green at the plasma membrane, with a red stain throughout the nucleus. Cells undergoing apoptosis stained green in the plasma membrane but showednopropidiumiodidestaining.

Statistical analysis

The student's t-test was performed as a test of significance with the use of Microsoft Excel 2002 (Microsoft Co., Red- mond, WA). P-values of < 0.05 were considered to indi- cate statistically significant differences.

Results

Ascites spheroids disaggregate on ECM components

Spheroids were isolated from the ascites of seven patients with stage III and IV ovarian carcinoma and one patient with primary peritoneal carcinoma. A pathologist evalu- ated the samples by immunohistochemistry prior to use in assays to verify that each sample matched its diagnosis. Diagnosis, initial CA125 levels, treatment, family cancer history and survival data for the eight patients are included in Table 1. In a previous study from our lab, the adhesivity of these same eight patient ascites samples was tested on various ECM components and live human mes- othelial cell monolayers [23]. Here, these ascites spheroid samples were tested for their ability to disaggregate on ECM components. In disaggregation, the spheroids trans- form from a three-dimensional cell cluster to a flat plaque, as the cells migrate out of the spheroid and dismantle their cell-cell contacts to adhere to and spread on the ECM. 510 ascites spheroids were suspended in RPMI and added to each well of a 96-well plate (Fig. 1) coated with 5 g/ml of laminin (black bars), fibronectin (striped bars), type I collagen (white bars), type IV collagen (light gray bars), hyaluronan (stippled bars), or BSA (dark gray bars) for 24 hours. The spheroids were photographed at the time of plating (t = 0) and again at 24 hours. The fold change in area was calculated by dividing the pixel area of the spheroid at 24 hours by the pixel area at t = 0. Any fold change in area beyond 1 was considered to be significant. In general, ascites spheroids tended to slightly disaggre- gate on all ECM components, forming a looser spheroid whose cells did not usually flatten or spread to form a monolayer (Fig. 2, top panel). The resulting spheroid sur- face area after 24 hours typically increased 3050%, with disaggregation preferentially occurring on type IV colla- gen and type I collagen. However, individual ascites sphe- roid samples sometimes demonstrated a greater ability to spread overall, or spread effectively only on specific ECM components. For example, while spheroids from patients 3 and 8 increased in surface area 60% after 24 hours on all ECM components tested, sample 3 preferred type IV colla- gen and hyaluronan, nearly doubling in size (Fig. 1). Type IV collagen also elicited a near doubling in size from sam- ple 8, as did fibronectin and type I collagen. Samples 6 and 9 both showed about a 40% increase in size, with sample 6 spreading best on laminin, while sample 9 spread similarly on type I collagen, type IV collagen, and fibronectin (Fig. 1). Sample 4, the primary peritoneal car- cinoma, exhibited the most dramatic increase in spread- ing, as it disaggregated extensively on type I collagen more than any other ascites spheroid samples tested (Fig. 1). Samples 2, 5, and 10 showed an average of less than 30% spreading on all ECM components, with few exceptions (Fig. 1).

In some cases, individual spheroids exhibited disaggrega- tion properties that differed from the majority of sphe- roids in a patient's sample. Thus, even when a majority of a patient's spheroids disaggregated on most ECM mole- cules, some of the patient's spheroids would not disaggre- gate or spread. For instance, most of the spheroids from patient 4 demonstrated extensive disaggregation on type I collagen (Fig. 2, middle panel), however some spheroids from this patient did not disaggregate on type I collagen at all. Even within the same well, individual spheroids from the same patient behaved quite differently in response to ECM components. As an example, Figure 2 (bottom panel) shows two spheroids from patient 3 plated on type I collagen. The spheroid on the left completely disaggre- gated, while the spheroid on the right in the same well did not disaggregate at all. Samples that spread 2-fold or more on any ECM component constituted less than 10% of the total number of spheroids tested for each patient sample.

Spheroid proliferation on ECM components was tested by the cell proliferation agent WST-1 (Fig. 3.) WST-1 readings of ascites samples were compared at 0 and 24 hours, and also to control wells with no spheroids added. Most sphe- roids did not appreciably proliferate over 24 hours. How- ever, the amount of significant proliferation (p-values < 0.05) seen for individual patient samples sometimes cor- related to the ECM components upon which they spread the most. For example, patient samples 2, 6, 8, and 10 showed some proliferation on the ECM components on which they most effectively disaggregated. Sample 3 showed a correlation only on hyaluronan, and sample 9 only on type IV collagen and BSA. In contrast, sample 4 proliferated on fibronectin and hyaluronan even though spheroids from this patient spread extensively on type I collagen. Sample 5 showed no proliferation on any ECM component tested. Taking into account the low levels or lack of proliferation observed, these data suggest that the majority of cells comprising patient ascites spheroids tend to disaggregate and spread rather than proliferate on most ECM components in a period of time limited to 24 hours.

Penyebaran spheroid asites pada monolayer sel mesotelial Sebagian besar tempat terserig dari metastasis di karsinoma ovarium adalah peritoneum, yang dilapisi oleh monolayer sel mesotelial. Untuk menyelidiki kemampuan dari spheroid karsinoma ovarium untuk menginvasi sel mesotelial, uji/pemeriksaan invasi dilakukan dengan s To investigate the ability of ovarian carci- noma spheroids to invade mesothelial cells, invasion assays were performed with ascites spheroids from eight patients. 510 ascites spheroids were added to each well of a 96-well plate containing live, confluent human mes- othelial cell monolayers, and were incubated for 7 days. The ascites spheroids were photographed at the time of plating (t = 0) and again at days 1, 4, and 7 (Figs. 4 and 5). Disaggregation and invasion was measured as the fold change in pixel area at each time point relative to the pixel area at t = 0.

Frequently, the area of dissemination was visible as a dark discoloration across the top of the monolayer. Upon inspection at a higher magnification, this discoloration was determined to be the dissemination of individual tumor cells from the disaggregated spheroid. In most cases, the areas of dissemination did not significantly increase when assays were extended to 10 days.

In general, the ascites spheroids initially increased in size, and then disaggregated on the mesothelial cell monolay- ers over a period of seven days. Typically, the spheroids did not fully disaggregate in the first 24 hours, although their size increased, suggesting either proliferation or loosening of intercellular contacts. WST-1 assays of ascites spheroid proliferation on mesothelial monolayers, how- ever, were unable to conclusively demonstrate spheroid proliferation (data not shown), suggesting that the enlarged spheroid areas were due to partial disaggrega- tion. By day 4 nearly 50% of the spheroids disaggregated and spread to occupy a surface area that was double their initial size, and had more than tripled in size by day 7 (Figs. 4 and 5). About 50% of the spheroids tested over the course of the assay simply enlarged without disaggre- gating, demonstrating typically a 2-fold change in size at most. The majority of disseminated spheroids spread between 2 fold and 4.9 fold by day 7 (Fig. 6.) In general, only 515% of the spheroids displayed disseminated areas greater than 5 fold. Patient sample 4 showed the greatest amount of dissemination on top of the mesothe- lial cell monolayers, with more than 30% of the spheroids showing a change greater than 5-fold, and 5% of the sphe- roids exhibiting changes greater than 11-fold (Fig. 6). In contrast, the majority of ascites spheroids from patients 8 and 9 disaggregated and spread less than 5 fold, with only 25% of spheroids spreading more than 5 fold (Fig. 6). Data was statistically significant (p-value < 0.05) for all patient samples at all time points, with the exceptions of patient samples 8 and 10 at day 1.

Previous studies have suggested that the condition of the mesothelium may affect tumor cell invasion [26]. It was often noted during our assays that the morphology of the mesothelial cell monolayer surrounding the area of ascites spheroid attachment altered, growing less confluent and revealing bare patches of tissue culture plastic (Fig. 7). This occurred for about 25% of the spheroids tracked in our assays. However, these sparse areas typically filled in again by day 7, suggestive of mesothelial cell prolifera- tion. Proliferation assays with WST-1 showed that the mesothelial cells, when cultured alone, indeed proliferate up to 7 days, implying that they may be able to repopulate sparse areas during the course of the assay.

To test their viability, ascites spheroids and mesothelial monolayers were stained with an Annexin V-FITC kit (Fig. 8.) Cells undergoing apoptosis stained green with Annexin V-FITC, while cells that had already apoptosed stained red with propidium iodide, and sometimes showed a faint green halo of Annexin V-FITC. In general, the patient ascites spheroids remained alive for the dura- tion of the assays as evidenced by lack of Annexin V and propidium iodide staining, although occasional apopto- sis was observed for some individual cells comprising the spheroids. Representative examples from patient sample 3 demonstrate the apoptosis seen in some individual cells of the ascites spheroids and single tumor cells (Fig. 8, mid- dle column) but overall the spheroids remained alive throughout the assay (Fig 8, right column.) Little apopto- sis occurred in mesothelial cell monolayers over 7 days (Fig 8, left column.)

Despite their ability to attach and spread across the mes- othelial cell monolayers, it was rare to see foci of invasion form or extensive proliferation of the ascites spheroid cells. However, we did note ascites spheroids that deviated in behavior. Specifically, about 15% of the ascites sphe- roids from samples 4 and 5 disaggregated, invaded, and appeared to have proliferated in the mesothelial cell mon- olayers (patient sample 5 shown in Fig. 9). Invasive ascites spheroids constituted about 5% of the total number of spheroids tested in patient samples, but nevertheless, these data suggest the ascites may contain subclones of spheroids with an invasive potential.

Diskusi

Penyebaran karsinoma ovarium terjadi melalui pelepasan sel tumor primer dengan persebaran berikutnya di cavum peritoneal, diikuti invasi dan proliferasi di tempat sekunder. Karena implantasi peritoneal yang tersebar dan penyakit yang berkembang dapat terjadi tanpa penyebaran hematogen, sehingga menentukan potensi invasif dari konten selular asistes merupakan hal yang krusial. Pada penelitian sebelumnya di lab kami, kami mendemonstrasi bahwa spheroid terbentuk dari NIH:OVCAR5 salah satu macam dari sel karsinoma ovarium dapat melekat dan mendisagregasikan komponen matriks ekstraselular, melekat pada sel mesotalial yang sehat, dan secara ekstensif menginvasi masuk ke sel mesotalial monolayer tersebut. Pada eksperimen berikutnya, dengan menggunakan asites spheroid dari pasien yang mengidap kanker ovarium menghasilkan hasil yang sama dengan hasil pada penelitian lab kami sebelumnya.

Dalam penelitian ini, kami menemukan kemampuan dari 8 sampel spheroid asites pasien untuk mendisagregasikan komponen matriks ekstraselular dan menyerang monolayer sel mesothelial. Spheroids asites pasien biasanya menunjukkan beberapa disagregasi, dengan sel-sel yang bermigrasi keluar dari spheroid ketika ditempatkan pada berbagai komponen komponen ECM. Sebagian besar spheroids asites meningkat di daerah permukaan pada semua komponen ECM yang diuji. Dalam penelitian kami sebelumnya, NIH: roids OVCAR5 spheroid sepenuhnya teragregasi pada kolagen tipe I, menunjukkan peningkatan 6 kali lipat luas permukaan lebih dari 24 jam. Di sini, tidak ada satu pun dari lima komponen ECM diuji diinduksi disagregasi yang luas (yaitu perubahan lebih dari 2 kali lipat pada ukuran). Selain itu, diagregasi terlihat pada komponen ECM biasanya tidak disertai dengan proliferasi berlimpah, meskipun proliferasi sampel pasien tertentu kadang-kadang tampak berkorelasi dengan komponen ECM yang menyebar paling efektif.

Sedangkan tingkat disagregasi pada asites spheroid pasien yang ditampilkan di sini adalah tidak seekstensif NIH: spheroids OVCAR5, ada beberapa kemungkinan yang ada untuk menjelaskan perbedaan ini. Pertama, NIH: OVCAR5 spheroids terbentuk secara in vitro selama 48 jam, sementara spheroids asites mungkin telah terbentuk untuk jangka waktu yang panjang secara in vivo. Dengan demikian, spheroids pasien dapat mengembangkan koneksi sel-sel secara ekstensif yang menghambat kemampuan mereka untuk mendisagregasi. Karena proses isolasi spheroid asites dan tes berikutnya memerlukan pipetting yang sering, penyaringan, dan sentrifugasi, setiap spheroids yang akan mendisagregasi terhadap stimulasi mekanik akan dihilangkan dari kelompok sampel kami, hanya menyisakan spheroids yang tahan terhadap gangguan mekanis dan yang teragregasi kuat. Ada kemungkinan bahwa kontak-kontak memfasilitasi kohesi agregat yang kuat dapat diartikan bahwa hal tersebut adalah suatu penurunan kemampuan untuk mendisagregasikan pada permukaan ECM. Penelitian ini telah mengidentifikasi cadherin, desmosom, tight junction, gap junction, dan berbagai komponen ECM termasuk laminin, fibronektin, kolagen, dan glycosaminogly terkumpul dalam kontak sel-sel spheroids, apapun yang dapat menghalangi kemampuan mereka untuk mendisagregasi pada permukaan ekstraseluler. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa NIH: OVCAR5 spheroids yang dilakukan bersama oleh fibronektin berinteraksi dengan 51 integrin. Selain itu, spheroids pasien dapat menggabungkan molekul seperti protein ECM dari cairan asites yang memungkinkan mereka untuk melekat bersama-sama lebih erat atau membentuk matriks yang menghalangi reseptor yang diperlukan untuk memediasi migrasi.

Menariknya, beberapa spheroids terdapat dalam sampel pasien didisagregasi cukup drastis pada komponen ECM tertentu. Spheroids asites dari pasien 4 sering menunjukkan disagregasi lengkap kolagen tipe I. Namun, tidak setiap spheroid dari pasien ini terdisagregasi. Bahkan, spheroids berlapis menunjukkan kemampuan disagregasi yang berbeda. Respon variabel terhadap komponen ECM ini menunjukkan bahwa beberapa spheroids dalam ascites dapat mengembangkan fenotipe metastasis yang melemahkan kemampuan mereka untuk merespon molekul dalam lingkungan mereka. Hasil ini mungkin mencerminkan heterogenitas sering terlihat pada tumor padat, di mana hanya beberapa subclones sel tumor mampu bermetastasis.

Penelitian sebelumnya dari laboratorium kami menunjukkan bahwa NIH: OVCAR5 spheroids bisa menyerang sel hidup mesothelial monolayer, membangun fokus invasi yang meningkat dalam ukuran hingga 200 kali lipat dalam seminggu. Di sini, spheroids ascites dari delapan sampel pasien yang diuji mampu mendisagregasi sel hidup mesothelial monolayer atau ECM mereka yang terpapar, biasanya tanpa aktif menyerang. Hal ini mirip dengan situasi di vivo, di mana sel-sel tumor secara luas menyebar ke seluruh peritoneum tanpa bukti menyerang pada saat operasi pertama. Hal ini menunjukkan bahwa secara in vitro model kita secara akurat meniru dalam kondisi vivo. Namun, beberapa spheroids asites mampu menyerang dan berproliferasi dalam dalam monolayer sel mesothelial, juga menunjukkan bahwa sebagian dari spheroids di asites mungkin merupakan ancaman invasif.

Pada sampel pasien yang menunjukkan fenotipe yang lebih invasif dalam penelitian kami, tidak setiap spheroid mampu disaggregating dan menyerang. Spheroids asites berlapis dalam sumuran/tempat(well) yang sama tidak menunjukkan sifat invasif sama meskipun berbagi lingkungan yang sama. Bahkan, hanya beberapa spheroids didirikan fokus invasi. Data ini menunjukkan bahwa perilaku invasif dari spheroids ascites tidak hanya diinduksi oleh spheroids lingkungan mikro, tapi kemungkinan mengandalkan perbedaan fisiologis di spheroids karakteristik invasif. Hal ini secara luas diketahui bahwa tumor yang heterogen, dan sel-sel tumor dapat sangat berbeda dalam potensi metastatik mereka, sehingga hanya beberapa sel dalam tumor primer akan bermetastasis. Dari data yang disajikan di sini, jelas bahwa kondisi yang sama mungkin berlaku untuk spheroids dalam efusi karsinoma ovarium. Penelitian lebih lanjut di mana sel-sel karsinoma ovarium invasif asites dan non-invasif yang terisolasi memungkinkan untuk penentuan karakteristik khusus dari sel-sel metastatik.

Aplikasi-WST 1 untuk diseminasi dan invasi tes tidak memungkinkan untuk menerapkan penentuan yang akan dibuat berdasarkan spheroid proliferasi pada sel mesothelial. Berdasarkan desain penyebaran dan invasi uji, jumlah sel-sel mesothelial yang terakumulasi melebihi spheroids di setiap sumur. Ketika kami menambahkan spheroids dalam jumlah yang banyak ke masing-masing (100-1000 spheroids dalam upaya untuk mengukur proliferasi spheroids, kami mengamati dampak negatif pada kelangsungan hidup sel mesothelial. Ada kemungkinan bahwa hanya beberapa spheroids per sampel mungkin signifikan proliferatif. Karena hanya 5% dari total spheroids mampu invasi, akan sulit untuk mendeteksi spheroid yang berproliferasi baik dalam WST-1 assay. Sementara spheroids mungkin tidak secara substansial berproliferasi, mereka dapat terus hidup selama tes seperti yang ditunjukkan oleh kurangnya Annexin V dan perwarnaan propidium iodida. Beberapa sel individu dari spheroids mengalami apoptosis, tetapi sebagian besar spheroids tetap hidup. Ketika awalnya pulih dari pasien, beberapa sel yang terdiri dari spheroids sudah mati untuk alasan yang tidak diketahui. Ada kemungkinan bahwa salah satu waktu pembekuan dan proses pencairan menyebabkan kerusakan pada beberapa sel. Namun, perwarnaan tripan biru spheroids selama kultur mengungkapkan bahwa sebagian besar sel-sel spheroids masih hidup. Jadi, saat banyak spheroids mungkin tidak berproliferasi secara aktif di monolayer sel mesothelial, kelangsungan hidup mereka sendiri masih akan memungkinkan penyebaran dari mesothelium, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan pengembangan subklone yang invasif.

Menariknya, sampel spheroid asites yang ke-4 dan ke-5 menunjukkan karakteristik yang paling invasif secara in vitro, berhubungan dengan kelangsungan hidup pasien yang singkat yaitu 16 dan 17 bulan, masing-masing. Perlu dicatat bahwa pasien ke-4, satu-satunya sampel dari pasien yang dikulturkan dengan kanker peritoneal primer (PPC), menunjukkan beberapa karakteristik yang paling invasif dari setiap spheroids diuji. PPC diduga memiliki kesamaan biologi seperti kanker ovarium, dan penyakit yang sering dianggap sama. Hal ini menstimulasi untuk berspekulasi dari bukti kami dalam penelitian ini bahwa PPC asites spheroids mungkin lebih invasif daripada spheroids karsinoma ovarium, meskipun penelitian selanjutnya dengan sampel pasien tambahan akan diperlukan untuk mengidentifikasi perbedaan yang signifikan dalam invasi dua kanker ini.

Dalam tes invasi kami, kadang tercatat bahwa pertemuan monolayer sel mesothelial terganggu. Hal ini biasanya terjadi di area sekitar terdapat spheroid yang melekat, menjuruskan untuk berspekulasi apakah ada faktor-faktor yang spheroids keluarkan atau induksi, seperti protease, yang mungkin menyebabkan terjadinya efek ini. Karena efek ini sering menghilang pada hari ketujuh, ada kemungkinan bahwa itu adalah efek sementara terhenti seiring pada hilangnya sel spheroid, yang memungkinkan sel-sel mesothelial berproliferasi di daerah yang rusak. Memang, kedua matriks metalloproteinase dan aktivator plasminogen telah diidentifikasi pada kanker ovarium. Menariknya, mirip dengan pengamatan in vitro kami, pada beberapa pasien karsinoma ovarium, peritoneal mesothelium berfungsi sebagai non-perekat, pelindung bisa berubah, menyebabkan penebalan, vaskularisasi, edema, hiperplasia, dan fibrosis. Sementara penyebabnya masih belum bisa ditentukan, mesothelium dapat meningkatkan invasi sel karsinoma asites ovarium dengan memaparkan dasar matriks ke sel sel tumor dimana sel tersebut dapat melekat. Untuk mendukung hal ini, penelitian telah menunjukkan bahwa sel-sel tumor ovarium sering melekat pada ruang antara sel-sel mesothelial dimana terdapat ECM yang terpapar, kemudian mengarah ke pengelupasan sel mesothelial dan pembentukan foci invasif. Sementara salah satu keterbatasan penelitian kami adalah hal tersebut tidak menunjukkan apakah invasi karena mesothelial kematian sel atau pengelupasan, pengamatan kami dengan pewarnaan Annexin V menunjukkan bahwa sel-sel mesothelial bertahan hidup selama tes dilakukan, bahkan ketika melakukan kontak dengan sel-sel tumor .

Kesimpulan

Perubahan yang terjadi pada sel adalah hal yang esensial untuk perkembangan karsinoma ovarium masih belum diketahui. Masih minim yang mengerti mengenai sel asites tumor dan karakteristik yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan invasif mereka,bahkan sel-sel ini sering dianggap sebagai non-metastatik agak meresahkan. Kami menunjukkan bahwa sample spheroid asites yang tidak dikultur dari pasien karsinoma ovarium dan karsinoma peritoneal primer dapat mendisagregasikan komponen ECM dan sel mesothelial monolayer pada manusia, dan kadang-kadang mampu menginvasi. Berdasarkan data kami, konten biologi dari ascites selular harus diselidiki untuk mengembangkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang penyebaran karsinoma ovarium.