Disentri Dan Typhus

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    1/22

    1

    DISENTRI DAN TYPHUS

    MAKALAH

    UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

    Epidemiologi Penyakit Menular

    Yang dibina oleh drg. Rara Warih Gayatri, M.Kes.

    Oleh:

    Dwiguandi Adi Vallan Srihaskari (1306126078 )

    Hamidah Indrihapsari (130612607876)

    Nadiya Istighfara (1306126078 )

    Yulinda (1306126078 )

    UNIVERSITAS NEGERI MALANG

    FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

    JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

    Februari 2015

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    2/22

    ii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .............................................................................................. I

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... II

    BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2

    1.3 Tujuan .................................................................................................. 2

    BAB 2. PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

    2.1 Penyakit Disentri .................................................................................. 3

    2.1.1 Mekanisme Penyakit Disentri .................................................... 3

    2.1.2 Tanda dan Gejala Penyakit Disentri .......................................... 6

    2.1.3 Diagnosa Penyakit Disentri ....................................................... 8

    2.1.4 Penanganan dan Pengobatan Penyakit Disentri ........................ 9

    2.1.5 Pencegahan Penyakit Disentri ................................................... 9

    2.2 Penyakit Typhus................................................................................. 10

    2.2.1 Mekanisme Penyakit Typhus ................................................... 11

    2.2.2 Tanda dan Gejala Penyakit Typhus ......................................... 12

    2.2.3 Diagnosa Penyakit Typhus ...................................................... 13

    2.2.4 Penanganan dan Pengobatan Penyakit Typhus ....................... 13

    2.2.5 Pencegahan Penyakit Typhus .................................................. 13

    2.3 Studi Kasus dan Epidemiologis Disentri dan Typhus........................ 14

    BAB 3. PENUTUP ................................................................................................ 16

    3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 16DAFTAR PUSTAKA

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    3/22

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1

    Latar Belakang

    Penyakit disentri dan typhus merupakan contoh penyakit yang termasuk ke

    dalam penyakit yang ditularkan melalui pencernaan. Penyakit yang ditularkan

    melalui pencernaan dapat disebabkan karena adanya bakteri pada makanan dan

    bukan menjadi sifat dari suatu makanan, sehingga penyakit yang diperoleh

    melalui saluran pencernaan (bacterial disease through the alimentary route)

    sangat berbeda dengan peristiwa keracunan makanan. Sedangkan pada peristiwa

    keracunan makanan, terjadi ketika makanan seperti salah satu spesies jamur atau

    makanan laut yang kita makan memiliki atau menghasilkan racun yang

    menyebabkan terjadinya keracunan (Hanmann, 2007).

    Disentri dan typhus merupakan beberapa penyakit yang bersifat akut dan

    memiliki masa inkubasi yang cukup cepat. Kendati demikian, kedua penyakit ini

    begitu berbahaya terutama di Indonesia karena kondisi sanitasi yang masih kurang

    sehat dan berbagai faktor lain yang mendorong tingginya angka insidensi disentri

    maupun typhus di Indonesia. Hal ini terlihat dari data GBD Compare (CDC,

    2010) yang menyatakan bahwa diare (diarrheal disease) masih termasuk ke dalam

    10 penyebab kematian di Indonesia yakni sebesar 4%, setelah stroke (8%),

    tuberculosis (7%), kanker (6%), dan kecelakaan jalan (5%).

    Sebagai penyakit yang tergolong ke dalamfoodborne diseaseatau penyakit

    yang ditularkan melalui makanan maupun air maka penyakit ini sebenarnya dapat

    dicegah agar tidak terjadi maupun menular dengan menjaga kebersihan sanitasi

    lingkungan dan makanan yang hendak dimakan.Sebagai negara berkembang yang telah cukup maju, Indonesia telah

    membuktikan bahwa upaya untuk penurunan angka prevalensi penyakit menular

    yang dalam hal ini adalah disentri dan typhus semakin menurun dengan adanya

    berbagai kebijakan dan perbaikan fasilitas kesehatan yang ada. Meski begitu,

    penurunan ini tidak terjadi secara merata dan pada beberapa provinsi masih cukup

    tinggi. Angka kematian masih ditemukan terutama pada balita penderita diare

    (secara umum) yaitu terdapat 10 kematian pada tahun 2000 dan menurun menjadi

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    4/22

    2

    6 kematian pada 2012 (WHO, 2014). Berdasarkan data yang didapatkan, angka

    prevalensi diare (secara umum, tidak disebutkan secara spesifik) tertinggi terdapat

    di Provinsi Papua (14,7%), Nusa Tenggara Timur (10,9%), Sulawesi Selatan

    (10,2%) dan Sulawesi Barat (10,1%) dengan didominasi oleh anak usia 1 hingga 4

    tahu (Balitbangkes, 2013). Sedangkan untuk typhus, insiden typhus pada tahun

    2007 adalah sekitar 0,11% dengan yang tertinggi adalah Provinsi Lampung

    (Balitbangkes, 2007). Angka morbiditas typhus memang lebih rendah dan

    menurun seiring waktu. Akan tetapi hal tersebut masih belum dapat dijadikan

    patokan selain karena penggolongan data terutama pada diare yang belum spesifik

    dan juga banyaknya kasus-kasus yang belum terlaporkan. Akan tetapi data-data

    tersebut sudah dapat memastikan bahwa penyakit menular diare terutama disentri

    dan typhus di daerah-daerah tertentu perlu mendapatkan perhatian lebih, terutama

    karena faktor sanitasi dan perilaku hidup masyarakat sehari-hari.

    Oleh karena itulah makalah ini disusun untuk lebih menjelaskan secara

    epidemiologis mengenai penyakit disentri dan typhus yang masih sering terjadi di

    Indonesia dan bagaimana pemerintah menangani hal tersebut.

    1.2

    Rumusan Masalah

    1. Apakah yang dimaksud dengan disentri?

    2. Apakah yang dimaksud dengan typhus?

    3. Bagaimanakah analisis studi epidemiologi terhadap penyakit disentri dan

    typhus di Indonesia?

    1.3Tujuan

    1.

    Memahami mengenai penyakit disentri.2.

    Memahami mengenai penyakit typhus.

    3. Mengetahui analisis studi epidemiologi terhadap kejadian penyakit disentri

    dan typhus di Indonesia.

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    5/22

    3

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Penyakit Disentri

    Disentri merupakan salah satu penyakit yang menyerang saluran pencernaan

    dan merupakan salah satu penyakit diarrhoeal disease. Diarrhoeal disease oleh

    WHO dibagi menjadi tiga golongan yaitu diare cair akut, diare berdarah dan diare

    persisten. Diare berdarah disebut juga dengan disentri, yang pada dasarnya dapat

    disebabkan oleh beberapa jenis disentri basiler (golongan Shigella), disentri

    amuba (Entamoeba hystolitica), Salmonella spp., trichuriasis, enterokolitis, EIEC

    (Enteriinnasive E. Coli) (Iwolakon, 2001). Akan tetapi pada makalah ini akan

    dibahas secara lebih mendalam mengenai disentri basiler dan disentri amuba saja.

    Hal ini karena dari beberapa penyebab disentri di atas, ditemukan bahwa disentri

    basiler merupakan penyebab yang paling banyak ditemui pada penderita disentri

    dan menyebabkan kematian sebesar 29% pada balita umur 1 sampai 4

    (Edmundson, 1992). Tingginya insidens dan mortalitas pada penderita penyakit

    disentri dihubungkan dengan status sosial ekonomi yang rendah, kepadatan

    penduduk, dan kebersihan yang kurang (Nafianti, 2005).

    2.1.1 Mekanisme Penyakit Disentri

    Diare pada dasarnya merupakan bentuk mekanisme pertahanan untuk

    membersihkan usus atau saluran pencernaan dengan didorong oleh tinja yang

    lunak maupun cair. Adanya bakteri-bakteri disentri yang ada di dalam usus atau

    saluran pencernaan, kemudian oleh sistem imun tubuh dikenali sebagai suatu hal

    yang harus dihilangkan dan dibuang. Hal ini dilakukan dengan merangsang sistemsaraf untuk membersihkannya dengan banyak cairan, yang kemudian

    menghasilkan tinja yang berbentuk cair (Edmundson, 1992).

    Disentri dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri yang menghasilkan

    manifestasi klinis yang sedikit berbeda. Berikut penjelasannya:

    a. Amoebic Dysentery (Amoebiasis)

    Bentuk dari disentri ini cenderung kronis namun dapat juga akut dan

    merupakan respon umum jaringan tubuh atau terhadap adanya invasi dari

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    6/22

    4

    Entamoeba histolytica. Tingkat keparahan dari amoebiasis ini tergantung pada

    tingkat virulensi masing-masing tipe, keadaan sistem imun secara umum, dan

    kekuatan mukosa usus dari host.

    Entamoeba histolytica berasal dari kata histo yang berarti jaringan, lysis

    berarti hancur, sehinggaEntamoeba histolyticabersifat menghancurkan jaringan.

    Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Fedor Aleksandroich Losch

    pada tahun 1875 dari tinja pasien disentri di Leningrad, Rusia. Losch menemukan

    Entamoeba histolyticabentuk tropozoit dalam ulkus usus besar pada saat otopsi

    tetapi ia belum mengetahui hubungan antara parasit dengan kelainan ulkus

    tersebut (Rozaliyani, 2010).

    Entamoeba histolyticapada dasarnya memiliki empat fase kehidupan yang

    berbentuk siklus (Edmundson, 1992), yaitu:

    1. Tropozoit, berukuran 10-60 mikron, mempunyai inti entamoeba di

    dalam endoplasma. Ketika bentuk metakista masuk ke dalam saluran

    pencernaan, bentuk metakista dari Entamoeba hystolitica akan

    dihancurkan oleh zat alkalin dari usus halus sehingga berubah menjadi

    tropozoit. Tropozoit bersifat patogen dan dapat hidup di jaringan usus

    besar, hati, paru, otak, kulit, dan vagina dengan menginvasi mukosa,

    memakan sel darah merah dan membentuk ulkus (luka).

    2. Prekista, merupakan bentuk Entamoeba hystolitica yang berkembang

    biak dan merupakan bentuk awal sebelum menjadi kista.

    3. Kista, terdapat di rongga usus besar, besarnya 10-20 mikron, berbentuk

    bulat atau lonjong, mempunyai dinding dan inti entamoebamerupakan

    bentuk dari Entamoeba histolytica yang ditemukan di feses yang

    terdapat di usus besar.4.

    Metakista, merupakan bentuk matang dari kista. Intinya telah membelah

    menjadi 4, bersifat apatogen tetapi merupakan bentuk infektif. Metakista

    merupakan bentuk Entamoeba hystolitica yang dikeluarkan bersama

    dengan tinja yang biasanya mencemari air yang digunakan untuk

    keperluan sehari-hari. Dapat tumbuh dengan baik di lingkungan yang

    basah dan lembab, pada suhu kamar dari 30 hari hingga 3 bulan. Dapat

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    7/22

    5

    dihancurkan dengan pemanasan atau pengeringan pada suhu di atas 50

    Celcius.

    Infeksi amuba ini terjadi melalui jalur pencernaan atau melalui feses yang

    telah terkontaminasi dengan amuba ini. Akan tetapi juga dapat terjadi secara

    seksual melalui oral-anal kontak (Hamann, 2007). Masa inkubasi secara umum

    terjadi dari 2 hingga 4 minggu bahkan hingga 4 bulan tergantung kepada tingkat

    invasif tropozoit itu sendiri (Rozaliyani, 2010).

    Infeksi Entamoeba hystolitica ini dimulai ketika tropozoit menempel pada

    sel epitel mukosa usus dengan perantara lektin spesifik, kemudian tropozoit akan

    menghasilkan enzim proteinase sistein, fosfolipase dan hemolisin yang berperan

    dalam penghancuran elastin, kolagen dan fibronektin sehingga dapat menginvasi

    pembuluh darah hingga dapat mengakibatkan nekrosis, kematian hati dan abses

    hati (Rozaliyani, 2010).

    b. Shigella spp (bacterial dysentery)

    Gambar Shigella

    Shigella merupakan salah satu bakteri berbentuk batang dan merupakan

    bakteri gram negatif. Merupakan bakteri fakultatif anaerob tetapi paling baik

    tumbuh secara aerob Disentri basiler yang disebabkan oleh bakteri Shigella sp.

    dibagi atas 4 spesies yaitu S.dysenteriae, S.flexneri, S.boydii, dan S.sonnei. Dari

    keempat spesies tersebut S.dysenteriae (Shiga bacillus) diketahui dapat

    menyebabkan penyakit yang berat dan dapat menyebar dengan cepat sehingga

    terjadi epidemi. Sedangkan untuk S.sonnei dan S.flexneri pada umumnya

    menyebabkan diare disentri yang ringan dan sembuh sendiri (Nafianti, 2005)..

    Shigella dysenteriaemerupakan jenis disentri basiler yang memiliki tingkat

    virulensi paling tinggi karena mampu memproduksi sebuah eksotoksin yang dapat

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    8/22

    6

    menghancurkan fagosit, mencerna sel, dan menghancurkan sel darah merah.

    Shigellosis memiliki masa inkubasi yang cukup pendek yakni 1 hingga 3 hari.

    (Edmundson, 1992).

    Secara umum, shigellosis terjadi secara akut dan diikuti dengan demam.

    Dapat menyebabkan ulcer pada daerah tertentu dari mukosa kolon, dan seringkali

    luka yang ditimbulkan cukup dalam dan kadang hingga berlubang.

    Pada dasarnya, kram dan demam yang timbul pada saat adanya Shigellosis

    disebabkan sebagai bentuk dari mekanisme pertahanan dari host. Setelah invasi,

    mukosa usus mensekresikan sel-sel darah putih dan serum. Hal inilah yang

    menyebabkan disentri basiler tidak menyebabkan timbulnya tinja berdarah yang

    padat seperti pada saat amobiasis, tetapi lebih kepada diare dengan jangka waktu

    yang lebih pendek yang ditandai dengan diare berdarah yang sering, cair,

    berlendir, dan tidak berlemak ()Edmundson, 1992).

    Shigella dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37 Celcius dan satu jam

    berada di lingkungan yang dingin dapat membunuh organisme tersebut. Dengan

    suhu yang hangat dan keadaan lembab, serta iklim tropis memicu tumbuhnya

    Shigella untuk tumbuh dengan baik. Akan tetapi tidak seperti Entamoeba

    hystolitica, Shigella sp. tidaklah memiliki suatu siklus kehidupan hanya saja

    memiliki masa dorman. Tingginya suhu lingkungan dapat menyebabkan

    berkurangnya masa dorman Shigella dari 44 hari pada temperatur 16 Celcius

    menjadi hanya 10 hari jika temperatur mencapai 30 Celcius (Edmundson, 1992).

    Shigella juga ditularkan melalui feses yang dihasilkan oleh penderita.

    Ditularkan paling banyak melalui air yang terkontaminasi maupun makanan.

    Penularan ini seringkali terjadi ketika seorang individu yang tidak membersihkan

    tangannya dengan bersih setelah buang air besar sehingga dapat menularkanpenyakit melalui kontak fisik dengan penderita. Makanan juga dapat

    terkontaminasi ketika lalat membawa cukup banyak Shigella untuk dapat

    berkembangbiak.

    2.1.2 Tanda dan Gejala Penyakit Disentri

    Menurut Goldfinger (dalam Edmundson, 1992) sebagai bagian dari penyakit

    diare, penderita disentri memiliki gejala:

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    9/22

    7

    a. Kehilangan cairan dari usus halus dan besar.

    b. Diare berdarah dan berlendir dalam bentuk lunak maupun cair.

    c.

    Menurunnya fungsi dari mukosa usus.

    d.

    Adanya rangsangan neural untuk menghasilkan tinja cair maupun lunak.

    e. Lemahnya reabsorbsi air dan elektrolit akibat lebihnya garam empedu

    atau asam lemak.

    a. Amoebiasis

    Pada penderita amoebiasis, tinja memiliki tanda-tanda sebagai berikut:

    1. Hitam dan gelap.

    2. Cukup padat.

    3.

    Berdarah.

    4. Berlendir.

    5. Berlemak.

    Hal ini diikuti dengan gejala klinis yang dimiliki pasien yaitu:

    1.

    Diare akut ringan sampai kronik.

    2. Berdarah sampai kolitis fulminan.

    3. Demam (pada amubiasis ekstraintestinal).

    4.

    Nyeri dada menjalar ke bahu disertai nyeri perut kanan.

    5. Nyeri perut dan seringnya buang air besar berdarah dan berlendir hingga

    10 kali perhari.

    Kasus-kasus kronis pada penderita amoebiasis terkadang malah tidak

    menimbulkan gejala yang jelas dan dilaporkan sebagai kasus yang terabaikan.

    Akan tetapi hal ini tidak mengurangi kebutuhan akan pengobatan amoebiasis ini

    karena 40% dari seluruh kasus amoebiasis yang tidak tertangani seringkali

    menyebabkan infeksi usus yang berat, misalnya amoebic hepatitis atau hepaticabscesses (Edmundson, 1992).

    b. Shigellosis

    Penderita shigellosis memiliki sedikit perbedaan dengan amoebiasis.

    Shigellosis cenderung terjadi secara akut dan tidak kronis, juga adanya tanda-

    tanda tinja sebagai berikut:

    1. Berdarah

    2.

    Cair.

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    10/22

    8

    3. Berlendir.

    4. Tidak berlemak (Hamann, 2007).

    Shigellosis menginvasi mukosa usus dan menyebabkan peradangan. Pada

    anak-anak, shigellosis biasanya disertai dengan tenesmus, demam tinggi, mual,

    muntah, sakit bagian abdomen dengan adanya pembesaran, sakit pada saat buang

    air besar, mengantuk dan lemah. Kejang-kejang merupakan komplikasi yang

    terjadi pada anak-anak (Hamann, 2007).

    Pada orang dewasa, gejala yang dimiliki hampir sama dengan gejala pada

    anak-anak, akan tetapi seringkali tidak menunjukkan gejala demam tinggi seperti

    pada anak-anak. Komplikasi seperti kekurangan elektrolit jarang terjadi, akan

    tetapi dapat menjadi fatal pada anak-anak (Hamann, 2007).

    2.1.3 Diagnosis Penyakit Disentri

    Pendiagnosisan pada diare berdarah ditegakkan berdasarkan anamnesis,

    pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Pada anamnesis

    merupakan langkah yang perlu dilakukan untuk mengetahui gejala klinis yang

    timbul, faktor resiko atau penyakit dasar lainnya (Rozaliyani, 2010).

    Gejala klinis infeksi sangat bervariasi, kurang lebih 10% orang yang

    terinfeksi menjadi sakit, sedangkan sisanya sembuh spontan dalam 1 tahun setelah

    infeksi (Rozaliyani, 2010).

    Pemeriksaan fisik pada sebagian besar pasien ditemukan hepatomegali

    dengan konsistensi kenyal, permukaan licin, disertai nafas yang melemah.

    Gambaran foto toraks memperlihatkan efusi pleura dan peninggian

    hemidiafragma. USG atau CT-scan dapat menunjukkan penyakit hati dan

    diagnosis ditegakkan bila cairan pleura menyerupai saus kecoklatan pada disentriyang disebabkan olehEntamoeba hystolitica (Rozaliyani, 2010).

    Pemeriksaan laboratorium terhadap amubiasis sangat penting untuk

    dilakukan dengan ditemukannya bakteri penyebab disentri. Deteksi tergantung

    pada pengambilan spesimen, cara memprosesnya, tes diagnostik yang digunakan

    serta ketrampilan pemeriksa.

    Beberapa tes untuk mendeteksi antibodi juga dilakukan dengan beberapa

    metode dengan mengetahui kadar IgG dan IgM. Kadar IgG dalam serum masih

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    11/22

    9

    tetap ada dalam beberapa tahun setelah infeksi terjadi sedangkan IgM hanya ada

    dalam waktu singkat (Rozaliyani, 2010).

    2.1.4 Penanganan dan Pengobatan Penyakit Disentri

    Pada penderita terdapat beberapa pengobatan pilihan pengobatan. Untuk

    menangani dehidrasi, minum lebih banyak cairan untuk menghindarkan kehabisan

    cairan, jika pasien sudah pada tahap dehidrasi, maka dapat diatasi dengan

    Rehidrasi Oral. Pada pasein dengan diare berat disertai dehidrasi dan pasien

    muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan Rehidrasi Oral, maka dapat

    dilakukan Rehidrasi Intravena. Antibiotik yang diberikan juga dapat disesuaikan

    dengan bakteri penyebab dari disentri itu sendiri.

    a. Amubiasis

    Terapi pilihan yang dapat digunakan adalah metronidazol dengan dosis 500-

    750 mg tiga kali sehari secara oral atau intravena pada orang dewasa, sedangakn

    pada anak diberikan dosis 35-50mg/kg berat badan perhari dalam tiga kali

    pemberian.

    Metronidazol bekerja melalui difusi yang dapat membunuh tropozoit bila

    diberikan secara oral dapat segera diserap dan langsung meresap ke jaringan.

    Dosis obat juga disesuaikan untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati.

    b. Shigellosis

    Pada infeksi ringan pada umumnya dapat sembuh sendiri, penyakit akan

    sembuh pada 4 hingga 7 hari. Untuk infeksi shigellosis yang berat dapat

    menggunakan ampicilin, trimethoprim-sulfamethoxazole dan ciprofloxin.

    2.1.5 Pencegahan Penyakit DisentriSeperti pada penyakit lain yang ditularkan melalui feses, secara umum

    penyakit disentri dapat dicegah dengan melakukan kebiasaan hidup bersih dan

    sehat. WHO telah mengembangkan Ten Golden Rules for Food Preparation

    untuk melawan penyakit-penyakit yang termasuk ke dalam foodborne disease,

    peraturan tersebut adalah:

    1. Memilih proses produksi makanan dengan baik.

    2.

    Memasak makanan secara merata.

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    12/22

    10

    3. Memakan makanan matang dengan segera.

    4. Menyimpan makanan dengan hati-hati.

    5.

    Panaskan kembali makanan.

    6.

    Menghindari kontak antara makanan mentah dan matang.

    7. Mencuci tangan berulang.

    8.

    Menjaga peralatan dapur agar tetap bersih.

    9. Menjaga makanan dari serangga, pengerat dan binatang lain.

    10. Gunakan air murni (dalam Hamann, 2007).

    Edmundson (1992) menyarankan adanya upaya pencegahan melalui 8

    langkah sehat:

    1.

    Penyediaan air bersih dan sehat.

    2. Penyediaan MCK.

    3. Penyediaan drainase.

    4. Sanitasi lingkungan.

    5.

    ASI untuk bayi hingga usia 6 bulan.

    6. Mempromosikan adanya makanan sehat tambahan.

    7. Pendidikan kesehatan mengenai kontrol penyakit.

    8.

    Peningkatan PHC atau Pelayanan Kesehatan Dasar.

    Pencegahan selain melakukan hal-hal di atas adalah dengan melakukan

    deteksi dini sehingga dapat menghindari adanya dehidrasi maupun komplikasi

    berlebih. Hal ini juga dapat menyematkan lebih banyak nyawa (Hamann, 2007).

    Sampai saat ini, vaksin untuk disentri masih dalam proses pengembangan,

    yaitu vaksin untuk Shigella yang berupa vaksin oral dan vaksin sub unit

    parenteral, serta vaksin untuk Campilobacter berupa vaksin oral yang mati

    (Gonzales, 2008).

    2.2 Penyakit Typhus

    Penyakit typhus atau disebut sebagai thypoid fever atau demam thipoid

    merupakan suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica

    serotipe Typhi (Salmonella typhi) (Ochiai, 2008). Penyakit ini masih menjadi

    suatu permasalahan kesehatan di beberapa negara-negara berkembang. Pada tahun

    2000, diperkirakan terdapat lebih dari 2,16 juta kasus typhus yang terjadi di

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    13/22

    11

    seluruh dunia dan menghasilkan 216.000 kematian dengan 90% morbiditas dan

    mortalitasnya berasal dari Asia (Crump, 2004).

    Sama seperti layaknya disentri, typhus merupakan penyakit yang

    ditransmisikan secara fecal-oral (tinja-mulut) melalui makanan maupun air yang

    terkontaminasi dan oleh karena itulah dimana keadaan sanitasi yang kurang dan

    akses menuju air bersih kurang, penyakit ini sering ditemukan (Parry, 2005).

    Sebelum abad ke-19, thyphus masih dipertanyakan dengan adanya

    sindrome-sindrome yang terlihat jelas, khususnya demam typhus. Kemudian

    Huxham, Louis, Bretonneau, Gerhard, dan William Jenner masing-masing

    melakukan observasi pada pertengahan abada ke-19, sehingga dua kondisi pada

    demam typhus ini dapat diidentifikasi dengan jelas. Pada tahun 1873, William

    Budd mendeskripsikan riwayat alamiah perjalanan penyakit typhus dan mampu

    mendeteksi bahwa penyakit ditransmisikan melalui tinja pada sumber air yang

    telah terkontaminasi. Pada tahun 1880, Eberth menemukan organisme penyebab

    dari typhus dari limfa seorang pasien. Organisme tersebut dikenali sebagai

    Bacillus typhosus, Erbethella typhosa, Salmonella typhosa, dan Salmonella typhi

    (Parry, 2005).

    2.2.1 Mekanisme Penyakit Typhus

    Salmonella typhimerupakan sebuah bakteri gram negatif fakultatif anaerob,

    berbentuk basil yang memiliki kekerabatan dengan Escherichia coli pada famili

    Enterobacteriaceae. Pada prinsipnya, bakteri ini hidup di saluran usus manusia.

    Manusia dapat mengeluarkan bakteri tersebut selama maupun setelah infeksi jika

    mereka menjadi carier. Dapat tumbuh dengan baik pada suhu 35-37C, dan akan

    menurun pada suhu di bawah 15C maupun di atas 45C. Bisa berada pada suatupermukaan makanan untuk waktu yang sangat lama, yaitu 190 hari pada biskuit

    coklat dan 230 hari pada gula. Dapat bertahan hidup di air laut dan air kotor

    hingga 9 hari hingga berminggu-minggu. Tidak dapat dimatikan dengan

    pembekuan dan dapat bertahan hidup di es hingga 90 hari (CHP, 2011).

    Menurut Hornick (dalam Parry 2005) manusia adalah satu satunya host

    dan reservoir alamiah dari Salmonella typhi, dan dosis infeksi yang dibutuhkan

    adalah antara 103-109organisme.

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    14/22

    12

    Untuk dapat menginvasi, S. Typhi harus dapat bertahan dari asam lambung.

    Di usus halus, bakteri tersebut masuk dan menginvasi sel mukosa, kemudian

    berpindah ke kantung-kantung limpoid usus dan beberapa menuju ke sel

    retikuloendotelium hati dan limpa, sehingga bakteri dapat memasuki aliran darah

    (CHP, 2011). S. Typhi dapat bertahan hidup dan berkembang biak di dalam sel

    fagosit yang ada di hati dan limpa. Membutuhkan waktu 7-14 hari masa inkubasi

    (Parry, 2005) hingga 21 hari untuk menghasilkan suatu gejala klinis (CHP, 2008).

    Typhus ditransmisikan melalui pencernaan makanan atau air yang telah

    terkontaminasi oleh feses maupun urin penderita atau carier. Vektor pada penyakit

    ini termasuk kerang, buah-buahan dan sayuran mentah, bahan makanan mentah,

    susu, dan lain-lain. Lalat juga dapat berperan dalam penularan penyakit ini dan

    dibutuhkan 105bakteri S. typhiuntuk dapat menimbulkan penyakit typhus (CHP,

    2011).

    2.2.2 Tanda dan Gejala Penyakit Typhus

    Typhus merupakan suatu penyakit yang sistemik. Ketika seorang pasien

    telah terinfeksi S. typhi maka dengan segera akan terkena gejala pada lambung

    dan usus, akan tetapi hal ini merupakan efek samping setelah gejala demam

    typhoid dimulai (Parry, 2005).

    Selama minggu pertama, gejala meliputi anorexia, myalgia, malaise, sakit

    kepala, dan demam. Selama minggu kedua demam meninggi hingga 40C,

    biasanya terjadi pada sore hari, yang diikuti dengan kedinginan, berkeringat,

    lemas dan lemah, delirium, serta meningkatnya rasa sakit di bagian abdominal,

    diare atau konstipasi, bertambah besarnya limfa (Parry, 2005). Dalam minggu

    ketiga ketika demam masih ada, rasa lelah semakin bertambah, munculnyaperforasi usus halus, abses, gumpalan darah di lengan dan kepala, pneumonia,

    osteomyelitis, myocarditis dan kegagalan sirkulasi darah akut (Hamann, 2007).

    Tanda secara fisik kurang cukup memberikan tanda yang khas, akan tetapi

    akan terlihat lidah yang menebal akibat adanya suatu lapisan abu-abu,

    hepatomegali, dan bagian abdomen yang sakit. Bagian abdomen yang terasa sakit

    terkadang dapat membingungkan dengan penyakit lain seperti apendisitis, akan

    tetapi biasanya jika bagian kanan perut bawah yang sakit, maka baru diperkirakan

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    15/22

    13

    menderita apendisitis. Munculnya bercak-bercak merah ditemukan pada 5 30%

    kasus akan tetapi kurang dapat terlihat pada penderita dengan kulit yang gelap

    biasanya terdapat pada dada dan perut (Parry, 2005).

    Tingkat keparahan kasus yang tidak diobati cukup fatal yakni sebesar 10-

    20% menyebabkan kematian. Sekitar 10% dari pasien yang tidak diobati menjadi

    host infektif dalam 3 bulan sejak invasi pertama dan 2 5% menjadi carier yang

    kronis (CHP, 2011).

    2.2.3 Diagnosis Penyakit Typhus

    Diagnosis dapat ditegakkan dengan mengisolasi Salmonella typhi dari

    spesimen darah pada tahap awal dan dari urin maupun feses setelah minggu

    pertama. Penemuan adanya bakteri di dalam darah tergantung pada volume

    pengambilan darah, substansi antikomplementer di dalam medium (Parry, 2005).

    Pengambilan sampel darah secara umum digunakan untuk dilakukannya

    diagnosis, sumsum tulang juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya

    Salmonella typhi dan lebih sensitif untuk mendeteksi adanya bakteri tersebut

    ketika dari pemeriksaan darah tidak ditemukannya Salmonella typhi(CHP, 2011).

    Kadar hemoglobin dan platelet menurun. Urin mengandung protein dan juga

    leukosit. Tes serological dapat digunakan untuk mengetes antibodi di dalam tubuh

    penderita typhus (Parry, 2005).

    2.2.4 Penanganan dan Pengobatan Penyakit Typhus

    Selama akhir tahun 1990an, bakteri Salmonella typhi secara simultan

    menjadi resisten pada seluruh obat jenis chloramphenicol, trimethoprim,

    sulphamethoxazole dan ampicillin. Hal tersebut terjadi di India, Pakistan,Bangladesh, Vietnam dan Africa. MDR atau Multi Drugs Resistentjuga terjadi di

    Indonesia. Kemudian di Asia mulai digunakan secara luas fluoroquinolones dan

    cephalosporins yang memiliki tingkat efektifitas yang lebih tinggi (Parry, 2005).

    2.2.5 Pencegahan Penyakit Typhus

    Pencegahan dapat dilakukan sebagaimana seperti pada penyakit disentri di

    atas, yakni sanitasi lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat, serta menjaga

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    16/22

    14

    lingkungan secara teratur. Hal tersebut sangat tergantung pada perlinsungan yang

    adekuat terhadap sumber air bersih, pembuangan limbah kotoran manusia,

    pasteurisasi susu, menjaga kebersihan pada makanan, kontrol jumlah lalat, dan

    pengidentifikasian carier pembawa typhus (Hamann, 2007).

    Selain itu, vaksinasi juga dapat dilakukan yakni dengan vaksin Typhoid Vi

    parenteral, dengan masa kumulatif keefektifan tiga tahun, juga terdapat vaksin Vi

    konjugasi dengan masa kumulatif yang lebih lama yakni 3,8 tahun akan tetapi

    belum terlisensi hingga saat ini (Gonzales, 2008).

    2.3 Studi Kasus dan Epidemiologi Penyakit Disentri dan Typhus

    Penyakit menular berupa disentri dan typhus ini masih menjadi suatu

    masalah di Indonesia dan cukup tinggi kasusnya jika dibandingkan dengan negara

    lain.

    a. Penyakit Disentri

    Data berikut didapatkan dari hasil surveillance sejak tahun 2001 hingga

    2003, di Jakarta dengan meneliti adanya bakteri Shigellosis dengan

    mengikutsertakan 16.225 kasus diare yang ada, dan terdapat 1.203 (7%) kasus

    ditemukannya Shigella spp. Dari 1.203 kasus tersebut, sebanyak 866 (72%) kasus

    merupakan S.flexneri, 277 (23%) kasus merupakan S. sonnei, 21 (2%) kasus

    merupakan S.dysenteriae, dan 39 (3%) kasus merupakan S.boydii. Dari seluruh

    kasus tersebut, yang menginap di rawa inap adalah 76 kasus (6%) dari seluruh

    penderita disentri yang ditemukan. Diperkirakan incidensi dari shigellosis

    mencapai 3,8 per 1.000 populasi per tahun (Seidlein, 2006).

    Berdasarkan data yang didapatkan, angka prevalensi diare (secara umum,

    tidak disebutkan secara spesifik) tertinggi terdapat di Provinsi Papua (14,7%),Nusa Tenggara Timur (10,9%), Sulawesi Selatan (10,2%) dan Sulawesi Barat

    (10,1%) dengan didominasi oleh anak usia 1 hingga 4 tahu (Balitbangkes, 2013).

    b. Penyakit Typhus

    Untuk typhus, insiden typhus pada tahun 2007 adalah sekitar 0,11% dengan

    yang tertinggi adalah Provinsi Lampung (Balitbangkes, 2007). Prevalensi typhus

    secara nasional sebesar 1,5% yakni dengan 1.500 kasus per 100.000 penduduk.

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    17/22

    15

    Data yang didapatkan berasal dari Semarang dengan didapatkannya 75

    kasus typhus dari keseluruhan populasi. 54,7% dari kasus yang ada hidup di

    daerah perkotaan dan sisanya di daerah pedesaan. Sebanyak 29 kasus (38,7%)

    hidup di daerah perkotaan yang kumuh dengan kriteria >60.000 orang/km2, tidak

    adanya struktur sistematika bagaimana rumah dibangun, kekurangan fasilitas

    publik dan rumah pada keadaan yang kotor.

    Dari berbagai data-data di atas, terdapat beberapa faktor penyebab tingginya

    angka insidensi yang ada, kedua penyakit di atas memiliki persamaan dalam hal

    penyebab tingginya angka insidensi maupun prevalensi. Tingginya angka tersebut

    disebabkan karena:

    1. Jenis kelamin dan umur.

    2. Pendidikan.

    3. Kualitas air.

    4.

    Adanya sumber pencemaran di sekitar sumber air minum.

    5. Cara pengolahan air.

    6. Saluran pembuangan limbah.

    7.

    Variabel tempat pembuangan sampah (Raflizar, 2006)..

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    18/22

    16

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    1. Diare berdarah disebut juga dengan disentri, yang pada dasarnya dapat

    disebabkan oleh beberapa jenis disentri basiler (golongan Shigella),

    disentri amuba (Entamoeba hystolitica), Salmonella spp., trichuriasis,

    enterokolitis,EIEC (Enteriinnasive E. Coli)(Iwolakon, 2001).

    a. Pada dasarnya, baik disentri maupun typhus ditransmisikan secara

    fecal-oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi, sehingga

    termasuk ke dalamfoodborne disease.

    b. Tanda dan gejala penyakit disentri, yaitu Kehilangan cairan dari

    usus halus dan besar, diare berdarah dan berlendir dalam bentuk

    lunak maupun cair, menurunnya fungsi dari mukosa usus, adanya

    rangsangan neural untuk menghasilkan tinja cair maupun lunak,

    lemahnya reabsorbsi air dan elektrolit akibat lebihnya garam

    empedu atau asam lemak.

    c.

    Pendiagnosisan pada diare berdarah ditegakkan berdasarkan

    anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan

    radiologi. Pada anamnesis merupakan langkah yang perlu

    dilakukan untuk mengetahui gejala klinis yang timbul, faktor resiko

    atau penyakit dasar lainnya (Rozaliyani, 2010).

    d. Penyakit disentri ditangani dengan metronidazol dengan dosis 500-

    750 mg tiga kali sehari secara oral atau intravena pada orang

    dewasa, sedangakn pada anak diberikan dosis 35-50mg/kg beratbadan perhari dalam tiga kali pemberian, untuk shigellosis

    menggunakan ampicilin, trimethoprim-sulfamethoxazole dan

    ciprofloxin dan yang lainnya disesuaikan dengan bakteri penyebab.

    e.

    Pencegahan penyakit dilakukan dengan melakukan kebiasaan hidup

    bersih dan sehat. WHO juga telah mengembangkan Ten Golden

    Rules for Food Preparation untuk melawan penyakit-penyakit

    yang termasuk ke dalamfoodborne disease,

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    19/22

    17

    2. Penyakit typhus atau disebut sebagai thypoid feveratau demam thipoid

    merupakan suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella

    enterica serotipe Typhi (Salmonella typhi)(Ochiai, 2008).

    a.

    Pada dasarnya, baik disentri maupun typhus ditransmisikan secara

    fecal-oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi, sehingga

    termasuk ke dalamfoodborne disease.

    b. Tanda dan gejala penyakit typhus yaitu Selama minggu pertama,

    gejala meliputi anorexia, myalgia, malaise, sakit kepala, dan

    demam. Selama minggu kedua demam meninggi hingga 40C,

    biasanya terjadi pada sore hari, yang diikuti dengan kedinginan,

    berkeringat, lemas dan lemah, delirium, serta meningkatnya rasa

    sakit di bagian abdominal, diare atau konstipasi, bertambah

    besarnya limfa (Parry, 2005). Dalam minggu ketiga ketika demam

    masih ada, rasa lelah semakin bertambah, munculnya perforasi usus

    halus, abses, gumpalan darah di lengan dan kepala, pneumonia,

    osteomyelitis, myocarditis dan kegagalan sirkulasi darah akut

    (Hamann, 2007).

    c.

    Diagnosis dapat ditegakkan dengan mengisolasi Salmonella typhi

    dari spesimen darah pada tahap awal dan dari urin maupun feses

    setelah minggu pertama. Penemuan adanya bakteri di dalam darah

    tergantung pada volume pengambilan darah, substansi

    antikomplementer di dalam medium (Parry, 2005). Pengambilan

    sampel darah secara umum digunakan untuk dilakukannya

    diagnosis, sumsum tulang juga dapat digunakan untuk mendeteksi

    adanya Salmonella typhi dan lebih sensitif untuk mendeteksiadanya bakteri tersebut ketika dari pemeriksaan darah tidak

    ditemukannya Salmonella typhi(CHP, 2011).

    d. Untuk typhus digunakan fluoroquinolones dan cephalosporins yang

    memiliki tingkat efektifitas yang lebih tinggi (Parry, 2005).

    e. Pencegahan dapat dilakukan sebagaimana seperti pada penyakit

    disentri di atas, yakni sanitasi lingkungan, perilaku hidup bersih

    dan sehat, serta menjaga lingkungan secara teratur. Hal tersebut

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    20/22

    18

    sangat tergantung pada perlinsungan yang adekuat terhadap sumber

    air bersih, pembuangan limbah kotoran manusia, pasteurisasi susu,

    menjaga kebersihan pada makanan, kontrol jumlah lalat, dan

    pengidentifikasian carier pembawa typhus (Hamann, 2007). Selain

    itu, vaksinasi juga dapat dilakukan yakni dengan vaksin Typhoid

    Vi parenteral, dengan masa kumulatif keefektifan tiga tahun, juga

    terdapat vaksin Vi konjugasi dengan masa kumulatif yang lebih

    lama yakni 3,8 tahun akan tetapi belum terlisensi hingga saat ini

    (Gonzales, 2008).

    3. Berdasarkan studi kasus yang ada Dari berbagai data-data di atas,

    terdapat beberapa faktor penyebab tingginya angka insidensi yang ada,

    kedua penyakit di atas memiliki persamaan dalam hal penyebab

    tingginya angka insidensi maupun prevalensi. Tingginya angka tersebut

    disebabkan karena, jenis kelamin dan umur, pendidikan, kualitas air,

    danya sumber pencemaran di sekitar sumber air minum, cara

    pengolahan air, saluran pembuangan limbah, variabel tempat

    pembuangan sampah (Raflizar, 2006).

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    21/22

    19

    DAFTAR ISI

    Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes). 2007.Riset

    Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

    Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes). 2013.Riset

    Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

    CDC. 2010. CDC in Indonesia. (Online),

    (http://www.cdc.gov/globalhealth/countries/indonesia/pdf/indonesia.pdf)

    diakses pada 05 Februari 2015.

    CHP. 2011.Epidemiology and Prevention of Thypoid Fever in Hong Kong.

    (Online),

    (http://www.chp.gov.hk/files/pdf/epidemiology_and_prevention_of_typhoid

    _fever_in_hong_kong_r.pdf) diakses pada 07 Februari 2015.

    Crumps, JA et. Al. 2004. The Global Burden of Typhoid Fever.Bull Health

    Organ. 82:346-353.

    Edmundson, SA. 1992.Diarhoea in India and Indonesia.(Online),

    (http://email.midcoast.com/wordpress/edmundson/c8) diakses pada 05

    Februari 2015.

    Gonzales, M. 2008.Red Alert: Blood in the Stools. Artikel tidak diterbitkan.

    Manila: Department of Pediatrics - University of Phillipines.

    Hamann, Barbara P. 2007.Disease: Identification, Prevention, and Control. New

    York: The McGraw-Hill Companies.

    Iwolakon, BA. 2001. Epidemiology of Shigellosis in Lagos, Nigeria: Trends in

    antimicrobial resistence.Journal Health Population and Nutrition. 19:183-

    190.Nafianti, S. & Sinuhaji. 2005. Resisten TrimetoprimSulfametoksazol terhadap

    Shigellosis. Sari Pediatri. 07(1):39-44.

    Ochiai, RL.Et al.2008. A Study of Thypoid Fever in Five Asian Countries:

    Disease Burden and Implications for Controls.Bulletin of the World Health

    Organization. 86(4):260-268.

    Parry, Christoper. 2005.Epidemiological and Clinical Aspects of Human Typhoid

    Fevered. Pietro Mastroeni. Cambridge: Cambridge University Press.

  • 7/23/2019 Disentri Dan Typhus

    22/22

    20

    Raflizar. 2006.Hubungan Faktor Determinan dengan Kejadian Tifoid di Pulau

    Jawa. (Online),

    (http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/jek/article/download/1600/pd

    f) diakses pada 05 Februari 2015.

    Rozaliyani, dkk. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Empiema Amuba.Majalah

    Kedokteran Indonesia. 60(11):526-531.

    Seidlein. et al. 2006. A Multicentre Study of Shigellain Six Asian Countries:

    Disease Burden, Clinical Manifestations, and Microbiology.PloS Medicine.

    3(9):1556-1569.

    World Health Organization. 2014. World Health Statistics 2014.Geneva: WHO.