Upload
sabrinasihombing
View
4.895
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
DISERTASI
HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU MEMILIH SATU MEREK:
KOMPARASI ANTARA THEORY OF PLANNED BEHAVIOR DAN THEORY OF TRYING
Oleh: Sabrina Oktoria Sihombing
99/840/PS
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2004
INTISARI
Penelitian ini menguji dan memperbandingkan dua teori sikap, yaitu: theory of
planned behavior (selanjutnya disebut TPB) dan theory of trying (selanjutnya disebut
TT), untuk memahami fenomena memilih merek. TPB merupakan salah satu teori sikap
yang banyak diaplikasikan dalam beragam perilaku. Di lain pihak, TT merupakan teori
sikap yang lebih baru tetapi belum banyak diaplikasikan secara empiris. Walaupun kedua
teori tersebut dikembangkan dari theory of reasoned action (selanjutnya disebut TRA),
ada perbedaan-perbedaan dalam pemahaman akan perilaku, sikap, dan perilaku lampau
pada kedua teori tersebut. Berdasarkan perbedaan-perbedaan tersebut, penelitian ini
menghipotesiskan bahwa TT lebih fit dalam menjelaskan hubungan sikap dan perilaku
memilih satu merek dibandingkan TPB.
Penelitian ini memperluas TPB dengan menambah dua variabel baru, yaitu frekuensi
dan resensi. Kedua variabel tersebut mencerminkan perilaku lampau. Penambahan
variabel tersebut karena TRA dan TPB mendapat kritik khususnya berkenaan dengan
adanya variabel yang relevan untuk menjelaskan niat dan perilaku tetapi tidak dimasukan
dalam model, yaitu variabel perilaku lampau.
Penelitian ini juga menghipotesiskan bahwa norma subyektif, dalam budaya
kolektivism, merupakan prediktor yang memberikan pengaruh lebih besar terhadap niat
dibandingkan prediktor lainnya baik dalam TPB maupun TT. Hal ini didasarkan pada
budaya Indonesia yang kolektivism (Hofstede, 1994). Hasil penelitian-penelitian
sebelumnya pada budaya individualism memperlihatkan pengaruh sikap yang lebih besar
xvii
terhadap niat dibandingkan pengaruh norma subyektif dan kontrol keperilakuan yang
dirasakan (Ajzen 1988, 1991).
Desain sampel pada penelitian ini adalah sampel bertujuan (purposive sample) dengan
jumlah responden 321 mahasiswi. Penelitian ini menggunakan dua pengukuran, yaitu
pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung (belief-based measure) dalam
mengukur konstruk sikap, norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan.
Kemudian, data dianalisis dengan menggunakan structural equation modeling (SEM)
dengan menggunakan metode estimasi maximum likelihood (ML).
Dengan didasarkan pada hasil uji statistik, hasil analisis menunjukan bahwa TT lebih
fit dalam menjelaskan hubungan sikap dan perilaku memilih satu merek dibandingkan
TPB. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa pengukuran langsung dan tidak
langsung dapat memberikan hasil yang berbeda. Akan tetapi, posisi yang diambil penulis
adalah menggunakan pengukuran langsung dalam pengujian hipotesis. Hal tersebut
didasarkan pada pertimbangan keakuratan dan keandalan pengukuran tersebut
dibandingkan dengan pengukuran tidak langsung.
Hasil penelitian juga mendukung hipotesis penelitian bahwa perilaku lampau (yaitu,
frekuensi) merupakan prediktor yang signifikan terhadap niat baik dalam TPB maupun
TT. Hasil penelitian ini juga mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa sikap bukan
sebagai prediktor yang dominan baik dalam TPB dan TT. Dengan kata lain, jika
dibandingkan dengan penelitian-penelitian di negara barat, hasil penelitian ini
memperlihatkan bahwa budaya barat lebih menekankan sikap sebagai faktor penentu
dalam proses pembelian sedangkan budaya timur lebih menekankan pada norma
subyektif dibandingkan sikapnya sendiri.
xviii
ABSTRACT
This research examined and compared two attitude theories (that is, the theory of
planned behavior and the theory of trying) in understanding the relationship between
attitude and behavior of choosing a brand. Theory of planned behavior (TPB) is an
attitude theory that is applied in many different behavioral domains. On the other side,
theory of trying (TT) is a newer attitude theory that has been applied in limited areas.
Both theories were developed based on theory of reasoned action (TRA). Although those
theories were based on TRA, both theories have different conceptualization on behavior,
attitude, and past behavior. Based on those differences, it was hypothesized in this
research that TT could fit better than TPB in explaining the relationship between attitude
and behavior of choosing a brand better than TPB.
This research also extended TPB by adding two variables: frequency and recency.
Those two variables reflect past behavior. The adding of those two variables in TPB was
to accommodate the critique to TRA and TPB as those two theories exclude past behavior
as a significant predictor to understand behavior intention and behavior itself.
This research hypothesized that subjective norm, in collectivism culture, was a
dominant predictor to intention compared to other predictors in TPB and TT. This
hypothesis was based on Indonesian culture, that is, collectivism culture (Hofstede,
1994). Previous research in the individualism culture showed attitude as a dominant
predictor to intention compared with subjective norms and perceived behavioral control
(Ajzen, 1988, 1991).
xix
The design sample of this research was a purposive sample with 321 students who
participated in a two-wave survey. This research applied two measures, that is, direct
measure and belief-based measure. Then, the data was analyzed with structural equation
modeling (SEM). Maximum Likelihood (ML) was applied as an appropriate estimation
method.
Based on statistical tests, results showed that TT was fit better than TPB in explaining
of choosing a brand phenomenon. This result of this research also showed that direct
measure and belief-based measure gave different results. However, the position taken by
the researcher was to apply direct measure to test hypotheses. The reason was the
measure gave accuracy and reliability better than belief-based measures.
This research supported the hypothesis that frequency past behavior as a significant
predictor to intention in TPB and TT. This research also supported the hypothesis that
attitude was not a dominant predictor to intention in TPB and TT. In other words,
compared to other research in individualism culture, this result showed that western
culture relied on attitude as a main factor in the purchase process whereas eastern
countries relied on subjective norms rather than their own attitude.
xx
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………... ii
PERNYATAAN………………………………………………………………. iii
PRAKATA……………………………………………………………………. iv
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. vi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………. x
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. xvi
INTISARI……………………………………………………………………… xviii
ABSTRACT…………………………………………………………………….. xx
BAB
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Permasalahan…………………………………………………………. 1
1.2 Keaslian………………………………………………………………. 6
1.3 Kontribusi Penelitian………………………………………………… 9
1.4 Tujuan Penelitian…………………………………………………….. 13
1.5 Jastifikasi Penelitian…………………………………………………. 14
1.5.1 Pilihan Merek dan Sikap Konsumen adalah Topik-Topik Penting
dalam Pemasaran……………………………………………………. 14
vi
1.5.2 Keterbatasan Penelitian yang Menggunakan Teori Sikap untuk
Memahami Pilihan Merek……………………………………………… 16
1.5.3 Pentingnya Validasi Empiris terhadap Teori-Teori Sikap yang Eksis
(yaitu, TPB dan TT) Dalam Berbagai Lingkup Perilaku dan Kultur
Budaya…………………. ……………………………………………… 17
1.5.4 Pentingnya Menguji Teori dan Memperbandingkan Teori-Teori Sikap.. 18
1.5.5 Besarnya Pasar Kosmetik dan Produk Pelembab Pemutih di Indonesia.. 21
1.6 Alur Penulisan………………………………………………………….. 24
1.7 Simpulan….……………………………………………………………. 25
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan……………………………………………………………. 26
2.2 Terminologi Merek…………………………………………………….. 27
2.2.1 Kekuatan Merek Dalam Pemasaran dan Perilaku Konsumen…………. 28
2.2.2 Pilihan Merek………………………………………………………….. 31
2.3 Perilaku………………………………………………………………… 32
2.3.1 Sikap…………………………………………………………………… 34
2.3.2 Theory of Planned Behavior…………………………………………… 36
2.3.3 The Teory of Trying…………………………………………………… 45
2.4 Budaya…………………………………………………………………. 53
2.4.1 Penelitian Lintas Budaya ……..………………………………………. 55
2.4.2 Budaya Indonesia dan Jastifikasi Penggunaan Responden di
Yogyakarta yang Mewakili Budaya Indonesia………………………... 58
2.5 Simpulan……………………………………………………………… 63
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendahuluan…………………………………………………………… 64
3.2 Jastifikasi Paradigma Penelitian………………………………………. 64
3.3 Survai………….……………………………………………………… 67
3.3.1 Jastifikasi Penggunaan Metode Survai……………………………….. 69
vii
3.3.2 Jastifikasi Penggunaan Teknik Kuesioner Dilakukan Sendiri
(personally administered questionnaire)….. …………………..…….. 70
3.3.3 Mengatasi Kesalahan-Kesalahan Dalam Survai……………………… 72
3.3.4 Pertimbangan Etika Dalam Survai…………………………………… 74
3.3.5 Pengembangan Kuesioner Penelitian………………………………… 75
3.3.6 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional………………………. 77
3.3.7 Pengambangan Skala………………………………………………… 79
3.3.7.1 Tahap Eksplorasi…………………………………………………….. 80
3.3.7.2 Tahap Kuantitatif…………………………………………………….. 81
3.4 Pengukuran…………………………………………………………… 84
3.5 Proses Sampling……………………………………………………… 86
3. 6 Analisis Data ………………………………………………………… 90
3.6.1 Proses Pra-analisis…………………………………………………… 90
3.6.2 Analisis Deskriptif…………………………………………………… 93
3.6.3 Analisis Inferensial………………………………………………….. 93
3.7 Simpulan…………………………………………………………….. 100
BAB 4 ANALISIS DATA
4.1 Pendahuluan ………………………………………………………… 101
4.2.1 Hasil Analisis Survai Pertama (Survai Merek dan Jangka Waktu
Pembelian)……………………………………………………………… 102
4.2.2 Hasil Analisis Survai Kedua (Survai Salient Beliefs)…………………… 104
4.2.3 Hasil Analisis Survai Ketiga (Survai Consumer Decision Making)……. 108
4.2.3.1 Hasil Analisis Survai CDM Uji Coba (Realibilitas, Validitas, dan
Korelasi Variabel CDM) …………………………………………… 109
4.2.3.2 Hasil Analisis Survai CDM Survai Aktual (Reliabilitas, Validitas,
dan Korelasi Variabel CDM)……………………………………….. 112
4.3.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner Survai 4 dan 5
(Survai Sikap – Niat dan Survai Perilaku)… ………………………. 114
4.3.1 Profil Responden……………………………………………………. 117
4.4 Hasil Analisis Data………………………………………………….. 118
viii
4.4.1 Hasil Analisis Data Survai Uji Coba…………………………………. 118
4.4.1.1 Reliabilitas, Validitas, dan Korelasi Variabel TPB…………………... 118
4.4.1.2 Reliabilitas, Validitas, dan Korelasi Variabel TT………………….… 122
4.4.2 Hasil Analisis Data Aktual………………….………………………. 126
4.4.2.1 Reliabilitas, Validitas, dan Korelasi Variabel TPB………………….... 126
4.4.2.2 Reliabilitas, Validitas, dan Korelasi Variabel TT………………….…. 130
4.4.2.3 Model Struktural dan Pengujian Hipotesis………………….………… 134
4.4.3 Pembahasan Atas Hasil Analisis…………………...…………………. 148
4.4.3.1 Theory of Planned Behavior…………………...………………….…… 148
4.4.3.2 Theory of Trying…………………...…………………...…………….. 163
4.5 Simpulan…………………...…………………...………………….…. 175
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Pendahuluan …………………...…………………...………………….. 177
5.2 Simpulan atas Hipotesis-Hipotesis Penelitian………………….…… 178
5.3 Keterbatasan Penelitian………………………………………………... 182
5.4 Implikasi Terhadap Teori…………………...………………….……… 183
5.5 Implikasi Manajerial…………………...………………….…………… 185
5.6 Rekomendasi untuk Penelitian Selanjutnya ………………….………… 188
DAFTAR PUSTAKA 190
LAMPIRAN A (PENENTUAN JUMLAH SAMPEL)
LAMPIRAN B (KUESIONER THEORY OF TRYING)
LAMPIRAN C (KUESIONER THEORY OF PLANNED BEHAVIOR)
LAMPIRAN D (KUESIONER CONSUMER DECISION MAKING)
LAMPIRAN E (HASIL UJI STATISTIK)
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Penelitian-penelitian Pilihan Merek…………………… 3
Tabel 1.2 Aplikasi TPB dalam Beragam Lingkup Perilaku
dan Alat Analisis……………………………………… 6
Tabel 1.3 Aplikasi TT dalam Beragam Lingkup Perilaku
dan Alat Analisis……………………………………… 7
Tabel 2.2 Memprediksi Niat dari Sikap terhadap Perilaku
dan Norma Subyektif dengan Menggunakan TRA…… 40
Tabel 2.3 Memprediksi Niat dari Sikap terhadap Perilaku,
Norma Subyektif, Kontrol Keperilakuan yang
Dirasakan dengan Menggunakan TPB……………….. 40
Tabel 2.4 Definisi-definisi Sikap………………………………… 48
Tabel 2.5 Perbedaan TPB dan TT……………………………….. 51
Tabel 2.6 Penelitian Lintas Budaya Pada Satu Wilayah…………. 57
Tabel 2.7 Penelitian Lintas Budaya pada Beberapa Wilayah…… 57
Tabel 2.8 Perbedaan Budaya Indonesia dan USA………………. 61
Tabel 3.1 Karakteristik Paradigma yang Digunakan dalam
Penelitian ini………………………………………….. 66
x
Tabel 3.3 Perbandingan Teknik Kuesioner……………………… 71
Tabel 3.4 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional……….. 77
Tabel 3.5 Peneliti dan Pengukuran yang Digunakan……………. 86
Tabel 3.6 Cut-off Value untuk Uji-uji dalam SEM…………….. 97
Tabel 4.1 Salient Behavioral Beliefs (advantages).…………….. 105
Tabel 4.2 Salient Behavioral Beliefs (disadvantages).…………. 105
Tabel 4.3 Salient Referents……………...……………………… 106
Tabel 4.4 Salient Control……………...……………………….. 106
Tabel 4.5 Mencoba Membeli dan Menggunakan Pelembab
Pemutih Ponds Bulan Depan dan Berhasil…………… 107
Tabel 4.6 Mencoba Membeli dan Menggunakan Pelembab
Pemutih Ponds Bulan Depan dan Gagal……………… 107
Tabel 4.7 Mencoba Membeli dan Menggunakan Pelembab
Pemutih Ponds Bulan Depan ………………………… 108
Tabel 4.8 Nilai corected item-to-total correlation dan
Cronbach α CDM………………………………………. 110
Tabel 4.9 Analisis Faktor Konstruk CDM ………….…………….. 111
Tabel 4.10 Korelasi antar Variabel CDM ……….……………….… 111
xi
Tabel 4.11 Nilai corected item-to-total correlation dan
Cronbach α CDM ………….………………………… 112
Tabel 4.12 Reliabilitas Komposit dan AVE (CDM)……………… 113
Tabel 4.13 Analisis faktor Konstruk CDM ……..….……………... 113
Tabel 4.14 Korelasi antar Variabel CDM ….....………………... . 114
Tabel 4.15 Tingkat Pengembalian Kuesioner……………………… 115
Tabel 4.16 Tingkat Pengembalian Kuesioner Penelitian TPB dan TT. 116
Tabel 4.17 Tabel t-Test …………………………………………… 116
Tabel 4.18 Profil Responden……………………………………… 117
Tabel 4.19 Nilai corected item-total correlation dan
Cronbach α TPB (pengukurang langsung)……………. 119
Tabel 4.20 Nilai corected item-total correlation dan
Cronbach α TPB (pengukuran tidak langsung)………… 119
Tabel 4.21 Analisis Faktor Konstruk TPB (pengukuran langsung)… 120
Tabel 4.22 Analisis Faktor Konstruk TPB (pengukuran tidak langsung)121
Tabel 4.23 Korelasi antar Variabel TPB (Pengukuran Langsung
dan Tidak Langsung)…………………………………… 121
xii
Tabel 4.24 Nilai corected item-total correlation dan
Cronbach α TT (pengukuran langsung)…………………. 122
Tabel 4.25 Nilai corected item-total correlation dan
Cronbach α TT (pengukuran tidak langsung)……………. 123
Tabel 4.26 Analisis Faktor Konstruk TT (pengukuran langsung)…….. 124
Tabel 4.27 Analisis Faktor Konstruk TT (pengukuran tidak langsung).. 124
Tabel 4.28 Korelasi antar Variabel TT……………………………….. 125
Tabel 4.29 Nilai corected item-total correlation dan
Cronbach α TPB (pengukuran langsung)……………….. 126
Tabel 4.30 Nilai corected item-total correlation dan
Cronbach α TPB (pengukuran tidak langsung)…………. 127
Tabel 4.31 Realibilitas Komposit dan AVE (TPB)………………….. 127
Tabel 4.32 Analisis Faktor Variabel TPB (pengukuran langsung)…… 128
Tabel 4.33 Analisis Faktor Variabel TPB (pengukuran tidak langsung) 128
Tabel 4.34 CFA TPB (pengukuran langsung dan tidak langsung)……. 129
Tabel 4.35 Korelasi antar Variabel TPB – Survai Aktual (Pengukuran
Langsung dan Tidak Langsung …………………………. 130
Tabel 4.36 Nilai corected item-total correlation dan
Cronbach α TT (pengukuran langsung)…………………. 130
xiii
Tabel 4.37 Nilai corected item-to-total correlation dan
Cronbach α TT (pengukuran tidak langsung)…………… 131
Tabel 4.38 Realibilitas Komposit dan AVE (TT) …………………… 132
Tabel 4.39 CFA TT (pengukuran langsung dan tidak langsung)…….. 133
Tabel 4.40 Korelasi antar Variabel TT-Survai Aktual (Pengukuran
langsung dan Tidak Langsung…………………………… 134
Tabel 4.41 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TPB
Pengukuran Langsung) ………………………………… 135
Tabel 4.42 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TPB (pengukuran
tidak langsung)………………………………………….. 136
Tabel 4.43 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TT (pengukuran
langsung)………………………………………………… 139
Tabel 4.44 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TT (pengukuran
tidak langsung)………………………………………….. 140
Tabel 4.45 Estimasi Parameter untuk Variabel Sikap (pengukuran
langsung dan tidak langsung)…………………………… 142
Tabel 4.46 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TT untuk
Hipotesis 12 (pengukuran langsung dan tidak langsung).. 143
Tabel 4.47 Hasil Komparasi TPB dan TT ………………………….. 144
Tabel 4.48 Hasil Pengujian Hipotesis……………………………….. 146
xiv
Tabel 4.49 Hasil Pengujian Hipotesis (Akhir) ……………………… 147
Tabel 5.50 Penggunaan Kata Sifat pada Penelitian Ini……………… 150
Tabel 4.51 Hasil Analisis Lanjutan Pengukuran Sikap Secara
Langsung dan Tidak Langsung dengan EFA…………… 152
Tabel 4.52 Hasil Analisis Lanjutan Pengukuran Norma Subjektif
Secara Langsung dan Tidak Langsung dengan EFA ……. 153
Tabel 5.53 Hasil Analisis Lanjutan Pengukuran Kontrol
Keperilakuan yang dirasakan Secara Langsung dan
Tidak Langsung dengan EFA…………………………… 157
Tabel 4.54 Komparasi Hasil Penelitian Bagozzi dan Kimmel (1995)
dan Penelitian Ini …..……………………………….… 163
Tabel 4.55 Komparasi Hasil Penelitian Bagozzi & Warshaw (1990)
Bagozzi & Kimmel (1995) dengan Penelitian Ini …….. 166
Tabel 4.56 Validitas Konverjen Konstruk Sikap……………………. 167
Tabel 4.57 Korelasi ATT, ATS, ATF, ATP………………………… 167
Tabel 4.58 Nilai AVE Dimensi-dimensi Sikap………………………168
Tabel 4.59 Sikap sebagai First-Order vs Second-Order…………… 170
Tabel 4.60 Hasil Komparasi TPB dan TT ……………………………174
Tabel 5.1 Hasil Pengujian Hipotesis ………………………………. 177
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Garis Besar Penulisan Disertasi………………………….. 25
Gambar 2.1 Alur Pembahasan Bab 2………………………………….. 26
Gambar 2.2 Pendekatan S-O-R untuk Memahami Perilaku Manusia….. 33
Gambar 2.3 Theory of Reasoned Action dan Theory of
Planned Behavior………………………………………… 38
Gambar 2.4 Pengaruh Budaya terhadap Sikap dan Perilaku………….. 42
Gambar 2.5 Konsekuensi atas Dihilangkannya Variabel-variabel……. 45
Gambar 2.6 Theory of Trying…………………………………………. 46
Gambar 3.1 Alur Pembahasan Bab 3…………………………………… 65
Gambar 3.2 Tahapan Survai dalam Penelitian ini……………………… 68
Gambar 3.3 Proses Keputusan Pilihan Merek………………………….. 68
Gambar 3.4 Pengembangan Kuesioner untuk Penelitian ini…………… 75
Gambar 3.5 Pengembangan Skala pada Penelitian ini…………………. 80
Gambar 3.6 Proses Sampling dalam Penelitian ini……………………. 87
Gambar 3.7a Model Struktural TPB …………………………………… 99
xvi
Gambar 3.7b Model Struktural TPB – FR ……………………………… 99
Gambar 3.8 Model Struktural TT ……………………………………… 100
Gambar 4.1 Alur Pembahasan Bab 4…………………………………… 101
Gambar 4.2 Merek-merek yang Pelembab Pemutih Digunakan
Responden ……………………………………………… 103
Gambar 4.3 Jangka Waktu Pembelian………………………………... 103
Gambar 5.1 Alur Pembahasan Bab 5…………………………………… 176
xvii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Permasalahan
Masalah sikap merupakan salah satu masalah yang penting untuk memahami kualitas
non fisik manusia (Azwar, 1995; Masrun, Faryanto, Harjito, Utami, Bawani, Aritonang,
& Sitjipto, 1985). Ini karena sikap merefleksikan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh
manusia tersebut (Arnould, Price, & Zinkhan, 2002; Azwar 1995). Lebih lanjut,
pengetahuan akan sikap, bagaimana proses terbentuknya, dan bagaimana proses
perubahannya merupakan pengetahuan yang bermanfaat khususnya untuk masalah-
masalah sosial. Dengan kata lain, dengan pengetahuan akan sikap dan cara-cara
mempengaruhinya, manipulasi dan pengendalian psikologis terhadap manusia dapat
dilakukan (McBroom & Reed, 1992 dalam Wright 1998).
Dalam kaitannya dengan pemasaran, sikap merupakan salah satu faktor utama yang
mempengaruhi konsumen dalam memilih merek (Arnould et al., 2002). Sikap konsumen
yang positif terhadap suatu merek membentuk preferensi konsumen tersebut untuk
memilih merek tersebut dalam pembeliannya. Singkatnya, konsumen cenderung membeli
merek yang paling berkenan (Wells & Prensky, 1996; Engel, Blackwell, & Miniar, 1995;
Berkman & Gilson, 1986; Zaltman & Wallendorf, 1979).
Pemahaman akan merek penting bagi produsen dan pembeli. Bagi produsen, merek
adalah salah satu komponen utama dalam strategi pemasaran perusahaan (Del Rio,
Vazques, & Iglesias, 2001; Calderon, Cervera, & Molla, 1997; Urde, 1994). Merek dapat
mengiklankan kualitas produk dan besarnya perusahaan (Kotler, 2002). Tidak hanya itu,
merek dapat meningkatkan kepuasan konsumen sehingga konsumen menjadi loyal
2
(Pringle & Thompson, 1999; De Chernatony & & McDonald, 1992). Dengan loyalitas
konsumen ini berarti perusahaan mempunyai keyakinan akan permintaan masa depan
(Mudambi, 2002; de Chernatony & McDonald, 1992; Murphy, 1988). Bagi pembeli,
merek dapat memberikan efisiensi (Kotler, 2002; Mudambi, 2000; Wikie & Moore,
1999) dan rasa aman (Wilkie & Moore, 1999; Murphy, 1988) karena merek membantu
pembeli untuk memilih dalam banyaknya pilihan yang ada.
Memilih merek dari beragamnya merek-merek yang ada merupakan salah satu
masalah penting yang dihadapi oleh banyak orang (Tuck, 1976) dan memilih merek
adalah juga merupakan salah satu aktivitas kehidupan sehari-hari (Luoviere, Hensher, &
Swait, 2000; Azjen & Fishbein, 1980; Tuck, 1976). Akan tetapi, memilih merek adalah
suatu proses yang kompleks (Hauser, 1986).
Hauser (1986) menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan untuk menjelaskan pilihan
merek mempersyaratkan adanya trade-off antara kompleksitas (yaitu, memasukan banyak
variabel atau konstruk) dan parsimoni (yaitu, fokus pada variabel atau konstruk tertentu).
Dengan kata lain, pilihan merek dapat dijelaskan melalui pendekatan perilaku atau
pendekatan sikap. Model-model awal perilaku konsumen (misalnya: model Engel &
Blakwell, 1982; model Howard & Sheth, 1969; model Nicosia, 1966) merupakan model
kompleks yang menggabungkan pendekatan perilaku dan kognitif. Akan tetapi, model-
model tersebut mempunyai permasalahan-permasalahan. Sebagai contoh, model perilaku
konsumen Nicosia mempunyai variabel-variabel yang tidak didefinisikan secara
operasional, misalnya variabel motif dan penyebaran pesan (Bristor, 1985; Horton, 1984;
Tuck, 1976; Lehmann, Farley, & Howard, 1971).
3
Penelitian pilihan merek banyak dilakukan dengan menggunakan pendekatan perilaku
dibandingkan dengan pendekatan sikap (Tabel 1.1). Pilihan merek, menurut pendekatan
perilaku, disebabkan oleh stimuli atau lingkungan eksternal dan bukannya hasil dari
proses mental (Lilien, Kotler, & Moorthy, 1992; O’Shaughnessy, 1992). Lebih lanjut,
pendekatan perilaku memfokuskan pada model-model probabilitas (Murthi & Srinivasan,
1999; Roy et al., 1996; Krishnamurti, Raj, & Sivakumar, 1995; Zufryden, 1977).
Sebaliknya, pendekatan sikap memfokuskan pada pilihan konsumen sebagai suatu hasil
dari proses mental (Mathur, 1998) dan juga memfokuskan pada model-model
deterministik (Hansen, 1976).
Tabel 1.1 Penelitian-penelitian pilihan merek Peneliti (tahun) Pendekatan Pendekatan
perilaku sikap Baltas (1998) X Bawa dan Shoemaker (1987) X Bucklin dan Gupta (1992) X Chatterjee, Heath, dan Basuroy (2000) X Day dan Deutscher (1982) X Dhar et al. (1996) X Dhar dan Nowlis (1999) X Eardem dan Keane (1996) X Funkhouser, Parket, dan Chatterjee (1994) X Gensch dan Recker (1979) X Hadipranata & Koswara (1982; 1981) X Hauser (1986) X Huber et al. (1993) X Kraft, Granbois, dan Summers (1973) X Krishnamurti et al. (1997) X Mathur (1998) X Miller dan Ginter (1979) X Mittal (1994) X Murthi dan Srinivasan (1999) X Park, Lessig, dan Merrill (1982) X Pieter dan Warlop (1999) X Obermiller dan Wheatley (1985) X Roy, Chintahunta, dan Haldar (1996) X Simonson dan Tversky (1992) X Sivakumar dan Raj (1997) X
4
Tabel 1.1 Lanjutan Penelitian-penelitian pilihan merek
Tellis (1988) X Wilson, Mathews, dan Harvey (1975) X Woodside et al. (1977) X
Jumlah 24 5 Disusun untuk penelitian ini berdasarkan peneliti-peneliti yang disebut diatas.
Ada beberapa teori sikap yang digunakan dalam menjelaskan perilaku manusia,
misalnya: theory of reasoned action (Fishbein & Ajzen, 1975), theory of planned
behavior (Ajzen, 1988), dan theory of trying (Bagozzi & Warshaw, 1990). Kecuali
theory of trying (selanjutnya disebut TT), theory of reasoned action (selanjutnya disebut
TRA) dan theory of planned behavior (selanjutnya disebut TPB) telah diaplikasi dalam
beragam lingkup perilaku.
Akan tetapi, walaupun TRA telah diaplikasikan dalam beragam lingkup perilaku,
TRA juga mendapat kritik. Kritik utama tersebut adalah bahwa teori tersebut hanya dapat
diaplikasikan untuk memahami perilaku yang mudah dilakukan atau tidak ada hambatan
dalam melakukan perilaku tersebut (Bagozzi, 1992; Ajzen, 1988). Dengan kata lain, TRA
hanya membatasi perilaku dalam konteks perilaku yang memerlukan sedikit sumber dan
ketrampilan. Padahal, tidak sedikit perilaku konsumen yang merupakan perilaku yang
kompleks yang membutuhkan kontrol keperilakuan atau kemampuan konsumen tersebut
dalam berperilaku (Dharmmesta, 2003a).
TPB dikembangkan untuk mengakomodir kritik terhadap TRA dengan menambahkan
variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan dalam model TRA (Ajzen, 1988). Variabel
baru tersebut menjelaskan mudah atau tidaknya seseorang berperilaku. Lebih lanjut,
5
variabel tersebut juga merefleksikan pengalaman lampau seseorang termasuk didalamnya
rintangan dan halangan untuk berperilaku (Ajzen, 1988, h.132).
Penelitian ini mengaplikasikan dua teori sikap, yaitu TPB dan TT, untuk memahami
perilaku memilih satu merek. Pemilihan TPB dan TT karena didasarkan bahwa kedua
teori tersebut dikembangkan dari TRA. Kemudian, kedua teori tersebut diperbandingkan
karena dua alasan utama. Pertama, pemahaman dan penggunaan variabel dalam kedua
teori tersebut. Dengan kata lain, adanya perbedaan akan pemahaman perilaku dan sikap
dalam TPB dan TT. Lebih lanjut, perbedaan penggunaan variabel dalam kedua teori
tersebut. Secara rinci, TT menggunakan variabel perilaku lampau sebagai prediktor niat
sedangkan TPB tidak menggunakan variabel perilaku lampau secara eksplisit melainkan
tersirat dalam variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan (Ajzen, 1988).
Alasan kedua adalah didasarkan pada pemahaman bahwa teori-teori yang eksis
tidaklah tetap sepanjang masa. Akan tetapi, melalui proses evolusi yang tidak pernah
berhenti, teori-teori tersebut dapat dimodifikasi atau bahkan digantikan dengan teori-teori
yang lebih baru agar teori-teori semakin berkembang (Bagozzi, 1992, h. 200; Eagly,
1992, h.705). Dalam teori sikap, TT (1990) adalah teori yang lebih baru dibandingkan
TPB (1988). Penjelasan lebih lanjut mengenai pentingnya komparasi teori disampaikan
pada sub bagian 1.5.4.
Dalam kaitannya dengan fenomena memilih satu merek, menurut pemahaman penulis,
kedua teori tersebut belum diaplikasikan pada lingkup perilaku memilih satu merek
(Tabel 1.2 dan 1.3). Dengan demikian, berdasarkan latar belakang yang telah
disampaikan, maka masalah yang diteliti adalah sebagai berikut:
6
1. Bagaimana theory of planned behavior dan theory of trying dapat menjelaskan
hubungan sikap dan perilaku memilih satu merek di Indonesia?
2. Apakah theory of trying lebih fit dibandingkan theory of planned behavior dalam
menjelaskan hubungan sikap dan perilaku memilih satu merek di Indonesia?
1.2 Keaslian
Sentral penelitian ini adalah pada pendekatan sikap dalam menjelaskan perilaku
pilihan merek, yaitu dengan menggunakan TPB dan TT. Teori-teori sikap ini dipilih
untuk menjelaskan perilaku konsumen dalam memilih merek karena alasan parsimoni,
yaitu, lebih menitikberatkan pada konstruk-konstruk spesifik daripada menggunakan
banyak konstruk dalam menjelaskan perilaku pilihan merek (Doyle, 1995; Bagozzi, 1992;
Hauser, 1986; Ajzen & Fishbein, 1980). TPB telah diaplikasikan dalam beragam lingkup
perilaku (Tabel 1.2) tetapi TT belum banyak diaplikasikan (Tabel 1.3). Lebih lanjut,
berdasarkan rekapitulasi penelitian TPB dan TT memperlihatkan bahwa belum ada
penelitian yang menggunakan teori TPB dan TT untuk menjelaskan memilih merek.
Tabel 1.2 Aplikasi TPB Dalam Beragam Lingkup Perilaku & Alat Analisis
Lingkup Perilaku Peneliti Alat Analisis Perilaku tidak etis Chang (1998) SEM
Parker, Manstead, & Stradling (1995) Lin et al. (1999)
Regresi SEM
Mengkonsumsi ganja Corner dan McMillan (1999) Regresi Etika Bisnis Weber dan Gillespie (1998) Regresi Donasi darah Trafimow dan Duran (1998) Regresi
Giles dan Cairns (1995) Regresi Profesi medis Randall dan Gibson (1991) Regresi Pemahaman diri Spatz et al. (2003)
Trafimow (2001)
Multiple Discriminant
Regresi Sheeran dan Orbell (1999) Manova Terry et al. (1999) Regresi
7
Armitage et al. (1999) Regresi Tkachev dan Kolvereid (1999) Korelasi Chatzisarantis dan Biddle (1998) SEM Trafimow dan Duran (1998) Regresi Orbell, Hodgkins, & Sheeran (1997) Regresi
Perilaku belajar Leone, Perugini, & Ercolani (1999) SEM Koslowsky (1993) Regresi Randall (1994) Regresi
Pengurangan berat badan Sheeran dan Orbell (2000) Regresi Bagozzi dan Kimmel (1995) SEM Terry dan O'Leary (1995) SEM Perugini dan Bagozzi (1992) SEM Bagozzi dan Warshaw (1990) Regresi Schifter dan Azjen (1985) Regresi
Pembelian George (2002) PLS Dharmmesta dan Khasanah (1999) Regresi Kalafatis, Pollard, East, & Tsogas (1999)
SEM
Kokkinaki (1999) Regresi Kanler dan Todd (1998) SEM Thompson dan Thompson (1996) Regresi
Keuangan Sahni (1994) Regresi Perilaku komplain East (2000) Regresi Perilaku organisasional Cordano dan Frieze (2000) SEM
Morris dan Venkatesh (2000) Regresi Maurer dan Palmer (1999) Regresi
Aktivitas luar ruang Hrubes, Azjen, & Daigle (2001) Regresi Sumber: disusun untuk penelitian ini berdasarkan peneliti-peneliti yang disebut diatas
Tabel 1.3 Aplikasi TT Dalam Beragam Lingkup Perilaku & Alat Analisis
Lingkup Perilaku Peneliti Alat Analisis Perilaku belajar Dharmmesta (2002) Regresi Berhenti merokok Kassaye dan Schumacher (1998) Markov Berolah-raga Bagozzi dan Kimmel (1995) Regresi Penggunaan teknologi Bagozzi, Davis, & Warshaw
(1992a) SEM**
Diet Bagozzi dan Warshaw (1990) Regresi Bagozzi dan Kimmel (1995) Regresi
**: analisis hanya sampai dengan model pengukuran Sumber: disusun untuk penelitian ini berdasarkan peneliti-peneliti yang disebut diatas
Dalam kaitannya dengan TPB, penelitian ini memperluas TPB dengan menambahkan
variabel perilaku lampau (yaitu, frekuensi dan resensi) sebagai prediktor niat dan
8
perilaku. Penambahan variabel ini untuk mengakomodir kritik terhadap TPB yang tidak
memasukan variabel perilaku lampau sebagai variabel yang signifikan untuk
memprediksi niat dan perilaku. Penelitian-penelitian yang berkenaan dengan perilaku
telah mengindikasikan bahwa perilaku lampau adalah variabel yang mampu memprediksi
niat dan perilaku (Chatzisaranti, Hagger, Biddle, Karageorghis, Smith, & Sage, in press;
Nordfalt & Soderlund, 2004; Soderlund et al., 2001; Ewing, 2000; Trafimow & Borrie,
1999; Miniard & Obermiller, 1981; Woodside & Bearden, 1981; Bentler & Speckart,
1979). Sejauh pemahaman penulis, hanya penelitian yang dilakukan oleh Bagozzi dan
Kimmel (1995) yang telah mengaplikasikan TPB dan menambahkan variabel perilaku
lampau (frekuensi dan resensi) pada lingkup perilaku diet dan berolah-raga. Penelitian ini
mengaplikasikan TPB yang telah diperluas (selanjutnya disebut TPB-FR) pada perilaku
memilih satu merek.
Dalam kaitannya dengan analisis data, penelitian TPB umumnya dianalisis dengan
menggunakan analisis regresi (Tabel 1.2). Beberapa penelitian TPB dianalisis dengan
menggunakan Structural Equation Modeling (selanjutnya disebut SEM), misalnya:
penelitian yang dilakukan oleh Perugini dan Bagozzi (2001), penelitian Lin, Hsu, Kuo
dan Sun (1999), penelitian Kanler dan Todd (1998), serta penelitian Bagozzi dan
Kimmel (1995). Di lain pihak, dengan jumlah penelitian TT yang terbatas (Tabel 1.3),
teknik analisis yang digunakan pada penelitian-penelitian tersebut adalah dengan
menggunakan analisis regresi (misalnya: Dharmmesta, 2002; Bagozzi & Kimmel, 1995;
Bagozzi & Warshaw, 1990).
Hanya satu penelitian TT yang menggunakan SEM tetapi hanya digunakan sampai
pada model pengukuran (yaitu, penelitian Bagozzi et al., 1992a). Padahal, SEM
9
merupakan suatu alat analisis yang mempunyai keunggulan-keunggulan dibandingkan
analisis regresi, misalnya: kemampuan alat analisis tersebut untuk digunakan pada topik
keperilakuan yang seringkali kompleks (Cheng, 2001) dan SEM mampu mengontrol
kesalahan pengukuran sehingga hubungan antar konstruk dapat diuji tanpa bias
(MacKenzie, 2001; Steenkamp & Van Trijp, 1991). Dengan demikian, penelitian ini
mencoba mengisi celah (fill the gap), khususnya untuk penelitian TT, dengan
menggunakan SEM sebagai alat analisis.
1.3. Kontribusi Penelitian
Penelitian ini memberikan kontribusi baik secara teori maupun praktis. Kontribusi
penelitian ini secara teori adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini menggunakan pendekatan antar disiplin (yaitu, pemasaran, psikologi
dan perilaku konsumen) dalam memahami perilaku memilih merek. Penelitian
dengan pendekatan multidispliner adalah penelitian yang memfokuskan pada upaya
memahami fenomena secara lebih lengkap yang dapat meningkatkan penelitian ilmu-
ilmu sosial (Deshpande, 1999; Murray & Evers, 1989; Horton, 1984). Lebih lanjut,
penelitian ini menguji teori-teori sikap, yaitu TPB dan TT, untuk memahami
fenomena memilih satu merek. Dengan demikian, penelitian ini berimplikasi pada
teori yaitu mendukung daya prediksi kedua teori tersebut dalam menjelaskan
fenomena memilih merek.
2. Berkaitan dengan pengujian teori, penelitian ini berusaha meningkatkan validitas
eksternal dengan mengaplikasikan kedua teori tersebut dalam lingkup perilaku dan
budaya yang beragam (Chan, 1999; Davis, 1996, Alden et al., 1989; Fishbein &
10
Ajzen, 1975; Triandis, Malpass, & Davidson., 1972 dalam Craig & Douglas 2000),
yaitu perilaku memilih merek dalam budaya Indonesia. Validitas eksternal merupakan
faktor utama dalam setiap penelitian, baik penelitian korelasional atau eksperimental,
yang dapat dilakukan dengan mengaplikasikan suatu teori pada beragam lingkup
perilaku, budaya, dan populasi (Chan, 1999; Davis, 1996; Durvasula, Andrews,
Lysanski, & Netemeyer, 1993; Schmitt & Klimoski, 1991; Calder, Phillips, &
Tybout, 1982; Jacoby, 1978; Fishbein & Ajzen, 1975).
3. Penelitian ini menguji validasi konstruk ‘sikap’ pada TT, yaitu sikap sebagai
multidimensi. Validitas konstruk adalah sentral dalam proses ilmiah (Carmines &
Zeller, 1979; Churchill, 1979) dan merupakan syarat mutlak dalam pengujian teori
(Steenkamp & Van Trijp, 1991; Peter, 1981; Bagozzi, 1980). Terlebih lagi, Eagly dan
Chaiken (1993) menunjukkan terbatasnya penelitian yang menguji validitas konstruk
sikap sebagai multidimensi. Tidak hanya itu, penelitian yang menguji konstruk sikap
sebagai multidimensi pada TT juga sangat terbatas dan kesemuanya dilakukan oleh
pengembang teori tersebut (Bagozzi & Kimmel, 1995; Bagozzi et al., 1992a; Bagozzi
& Warshaw, 1990)
4. Penelitian ini memperluas TPB dengan menambahkan dan menguji variabel perilaku
lampau (yaitu, frekuensi dan resensi) sebagai variabel penentu niat dan perilaku.
Penelitian ini menambahkan variabel lampau dengan didasarkan pada kritik terhadap
TRA dan TPB mendapat kritik berkenaan dengan adanya variabel yang relevan untuk
menjelaskan niat dan perilaku tetapi tidak dimasukan dalam model, yaitu variabel
perilaku lampau (Bagozzi et al., 1992a; Bagozzi & Warshaw, 1990; Fredricks &
Dosswtt, 1983; Manstead et al., 1983; Bagozzi, 1981; Bentler & Speckart, 1979).
11
5. Penelitian ini menggunakan dua pengukuran dalam mengukur konstruk sikap, yaitu
pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung (belief-based measure). Sangat
terbatas penelitian yang menggunakan dan memperbandingkan dua pengukuran
tersebut (Giles & Cairns 1995; Terry & O’Leary, 1995) serta menjelaskan persamaan
atau perbedaan hasil dari kedua pengukuran. Sikap dengan pengukuran tidak
langsung merupakan hasil perkalian antara keyakinan dan evaluasi. Perkalian ini
dapat menjadi masalah dalam hal pengukuran karena perkalian tersebut dapat
menimbulkan masalah potensial, misalnya: reliabilitas (Ajzen, 2002) dan validitas
(Ajzen, 2002; Churchill, et al., 1993). Penelitian ini memberikan bukti empiris
perbedaan hasil pengukuran langsung dan tidak langsung. Perbedaan hasil
pengukuran mendukung penelitian atau pendapat (misalnya, Churchill et al., 1993)
yang menyatakan bahwa perkalian variabel (misalnya A x B) dapat mengukur
variabel yang berbeda dengan variabel aktual yang ingin diukur.
Penelitian ini juga memberikan kontribusi terhadap bidang praktis sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi praktisi untuk menggunakan TPB atau
TT untuk memahami hubungan sikap, niat, norma subyektif, kontrol kerilakuan yang
dirasakan dan perilaku lampau untuk memahami niat atau perilaku. Konstruk-
konstruk yang teruji dapat digunakan dengan lebih yakin oleh para praktisi dalam
memahami suatu fenomena (Garver & Mentzer, 1999; Petty & Cacioppo, 1996;
Brinberg & Hirschman, 1986; Lynch, 1982).
2. Penelitian ini juga mengidentifikasikan keyakinan-keyakinan konsumen yang penting
(salient modal beliefs) yang digunakan konsumen dalam memilih merek, khususnya
merek Ponds. Keyakinan-keyakinan tersebut merupakan keyakinan-keyakinan yang
12
paling dipikirkan (top-of-the-head) oleh konsumen (Tuck, 1976). Keyakinan-
keyakinan ini berguna bagi pemasar untuk meningkatkan dan memperbaiki program-
program pemasaran mereka. Terlebih lagi, berdasarkan pemahaman akan keyakinan-
keyakinan konsumen tersebut, pemasar dapat menambahkan atribut-atribut baru yang
belum dipunyai oleh produk mereka.
3. Kontribusi praktis lainnya adalah pada pengembangan skala penelitian ini. Butir-butir
(items) pada kuesioner penelitian ini belum dikembangkan sebelumnya dalam budaya
Indonesia. Dengan menggunakan dua tahap penelitian (sesi 3.3.7), penelitian ini
mengembangkan butir-butir kuesioner yang akurat dan valid. Pengembangan
instrumen yang akurat dan valid dapat memberikan manfaat tidak hanya pada
pengembangan pemasaran sebagai ilmu tetapi juga pada peningkatkan kualitas
penelitian (Summers, 2001; Churchill, 1979). Tidak hanya itu, pengembangan
instrumen baru perlu dilakukan di berbagai negara atau budaya (misalnya, Indonesia)
untuk melihat apakah ada hubungan antar konstruk yang spesifik (culturally specific)
pada budaya tertentu (Steenkamp & Baumgartner, 1998).
4. Penelitian ini memberikan profil pengguna produk pelembab pemutih merek Ponds.
Tidak hanya itu, penelitian ini memberikan informasi mengenai sikap responden
terhadap pelembab pemutih Ponds, referensi (orang lain) yang mempengaruhi
pembelian Ponds, dan kontrol pribadi dalam pembelian Ponds.
Tidak hanya kontribusi pada teori dan praktis, penelitian ini juga diharapkan
memberikan kontribusi bagi konsumen itu sendiri dan bagi bangsa Indonesia. Kontribusi
penelitian ini bagi konsumen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kontribusi bagi
konsumen secara tidak langsung dan langsung. Kontribusi secara tidak langsung adalah
13
melalui produsen / praktisi. Konsumen adalah titik sentral dalam pemasaran. Produk atau
jasa yang dihasilkan produsen bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, pemahaman akan faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumen terhadap niat pembelian (yaitu: sikap, norma subyektif,
kontrol, dan pengalaman lampau) pelembab pemutih Ponds maka produsen akan
berusaha meningkatkan manfaat produk yang dapat meningkatkan manfaat bagi
konsumen. Kontribusi penelitian ini bagi konsumen secara langsung adalah membantu
konsumen untuk menjadi konsumen yang lebih baik melalui pembelajaran bagaimana
orang berkonsumsi dan bagaimana memahami pemasar menjual produknya.
Penelitian ini juga memberikan kontribusi bagi bangsa Indonesia khususnya dalam
kaitannya dengan hubungan antara pemerintah, pemasar, peneliti pemasaran, dan
konsumen Indonesia. Edukasi dan pemberdayaan diri konsumen (Dharmmesta, 2003b)
baik yang dilakukan oleh peneliti pemasaran dan konsumen itu sendiri membantu
konsumen dalam mengambil keputusan pembelian yang dibuat dengan rencana yang
matang. Keputusan pembelian tersebut adalah untuk memuaskan kebutuhan konsumen.
Kebutuhan konsumen tersebut ‘ditangkap’ pemasar dengan penciptaan produk atau jasa.
Penciptaan produk atau jasa tersebut kemudian diawasi oleh pemerintah agar produk dan
jasa yang tersedia tidak merugikan konsumen. Dengan demikian, perlindungan konsumen
melibatkan semua pihak, baik konsumen itu sendiri, pemasar, dan pemerintah.
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini
bertujuan untuk:
14
1. Mengaplikasikan dan memperbandingkan teori-teori sikap, yaitu TPB dan TT, untuk
memahami hubungan niat dan perilaku memilih merek.
2. Mengembangkan skala penelitian mengenai sikap dan perilaku yang akurat dan valid
dengan mengaplikasikan metode ilmiah yang setepat-tepatnya (rigorous scientific
methods).
3. Mengaplikasikan pengukuran langsung dan tidak langsung dalam TPB dan TT, dan
membahas hasil kedua pengukuran tersebut.
4. Mengetahui keyakinan-keyakinan menonjol (salient modal beliefs) responden
terhadap produk pelembab pemutih Ponds.
1.5. Jastifikasi Penelitian
Ada lima alasan pentingnya penelitian ini sebagai berikut: (a) pilihan merek dan sikap
konsumen adalah topik-topik penting dalam pemasaran; (b) keterbatasan penelitian sikap
konsumen yang berkaitan dengan pilihan merek; (c) pentingnya validasi empiris terhadap
teori-teori sikap yang ada (yaitu, TPB dan TT) dalam berbagai lingkup perilaku dan
kultur budaya; (d) pentingnya menguji dan memperbandingkan teori-teori; dan (e)
besarnya pasar produk pelembab pemutih di Indonesia.
1.5.1. Pilihan Merek dan Sikap Konsumen Adalah Topik-Topik Penting Dalam
Pemasaran
Perilaku pilihan merek merupakan isu yang penting tidak hanya bagi peneliti
pemasaran tetapi juga bagi pemasar (Baltas, 1998; Dhar, 1992; Day, 1970). Dengan kata
15
lain, mengapa orang lebih memilih barang elektronik dengan merek X dibandingkan
merek Y adalah merupakan isu penting bagi peneliti dan pemasar.
Merek mempengaruhi pilihan seseorang (Kohli & Thakor, 1997). Lebih lanjut, pilihan
merek yang dilakukan oleh seseorang meliputi seleksi dari beragam alternatif,
mengkonsumsi merek pilihan tersebut, dan menolak merek-merek lainnya (Bettman et
al., 1998). Pilihan merek merupakan tema penting dalam bidang perilaku konsumen
(Assael, 1998; Bettman, Luce, & Payne, 1998), dan juga merupakan isu utama dalam
sektor ekonomi (Nicosia, 1978) dan dalam bidang pemasaran (Bearden, Ingram, & La
Forge, 2001; Heilman, Bowman, & Wright, 2000; Baltas, 1998), dan merupakan suatu
tujuan utama dalam pengembangan teori pemasaran (Farley & Kuehn, 1965).
Pilihan merek dapat dijelaskan melalui pendekatan perilaku atau pendekatan sikap.
Pendekatan sikap merupakan sentral dalam penelitian didasarkan pada empat alasan.
Pertama, sikap konsumen adalah salah satu faktor penting dalam pilihan merek (Arnould
et al., 2002; Bearden et al., 2001). Disadari atau tidak, pilihan merek seseorang
seringkali dipengaruhi oleh sikap orang tersebut terhadap merek. Lebih lanjut, walaupun
ada banyak faktor yang mempengaruhi pilihan merek seseorang, sikap orang tersebut
dapat menyederhanakan proses pengambilan keputusan (Kardes, 1999) yang
menentukan hasil akhir, yaitu pilihan merek (Berkman & Gilson, 1986).
Selanjutnya, usaha untuk memprediksi perilaku konsumen dari sikap konsumen
didasarkan pada karakteristik sikap yang cenderung konsisten (Eiser & Van Der Plight,
1988; Ajzen & Fishbein, 1977; Crespi, 1965). Ketiga, teori-teori sikap seperti TPB dan
TT merupakan teori yang menggunakan konstruk-kontruk spesifik, misalnya sikap,
norma subjektif dan niat, untuk memprediksi perilaku seseorang (Bagozzi, 1992).
16
Penggunaan konstruk-konstruk spesifik dalam teori menunjukkan sifat parsimoni dalam
teori tersebut. Sifat parsimoni ini dapat dipahami dalam konteks efisiensi (Neuman, 2000;
Doyle, 1995; Wheten, 1989). Ajzen dan Fishbein (1980) menunjukan bahwa model
perilaku konsumen yang memfokuskan pada beragam variabel eksternal (misalnya,
karakteristik demografi) daripada variabel-variabel internal konsumen mengalami
kesulitan dalam menjelaskan beragam topik perilaku. Dengan kata lain, dibutuhkan
variabel-variabel yang berbeda untuk menjelaskan perilaku yang berbeda seperti
menurunkan berat badan atau perilaku memilih merek. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa model atau teori yang berusaha untuk mengunakan keseluruhan
konstruk-konstruk dan proses psikologi biasanya kurang dalam hal parsimoni (Doyle,
1995; Hauser, 1986; Ajzen & Fishbein, 1980; Bettman, 1971).
Terakhir, usaha untuk mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen merupakan tujuan
utama baik bagi peneliti pemasaran dan pemasar. Banyak perusahan menginvestasikan
uangnya untuk berusaha merubah konsumen dalam berpikir, merasakan dan bertindak
atas produk-produknya (Boninger, Krosnick, & Berent, 1995; Engel, et al., 1995). Dari
keempat alasan diatas, dapat dikatakan bahwa pemahaman akan sikap merupakan kunci
utama untuk memahami perilaku konsumen.
1.5.2. Keterbatasan Penelitian Yang Menggunakan Teori Sikap untuk Memahami
Pilihan Merek
Walaupun pilihan merek merupakan salah satu tema penelitian pemasaran yang sering
dilakukan, namun hanya sedikit penelitian yang menggunakan variabel sikap sebagai
variabel utama (misalnya, penelitian Mathur, 1998; penelitian Wilson, Mathews dan
17
Harvey, 1975). Dalam kaitannya dengan teori sikap (yaitu, TRA, TPB, dan TT),
penelitian hubungan sikap dan perilaku lebih banyak dilakukan dalam bidang psikologi
sosial sebagaimana telah disampaikan pada Tabel 1.2 dan 1.3 di depan. Dengan
demikian, penelitian mengenai memilih merek dengan menggunakan teori sikap (yaitu,
TPB dan TT) akan berimplikasi pada teori, yaitu (1) membantu memahami fenomena
tersebut secara lebih lengkap, dan (2) mendukung daya prediksi kedua teori dalam
menjelaskan niat dan perilaku memilih merek.
1.5.3. Pentingnya Validasi Empiris Terhadap Teori-Teori Sikap yang Eksis (yaitu,
TPB dan TT) Dalam Berbagai Lingkup Perilaku dan Kultur Budaya
Penelitian ini berusaha memperluas aplikasi TPB dan TT dalam konteks memilih
merek (lingkup perilaku) dalam budaya Indonesia (budaya yang berbeda) sebagaimana
yang disarankan oleh Ajzen dan Fishbein (1975) dan Triandis, Malpass, dan Davidson
(1972, dikutip oleh Craig & Douglas, 2000). Tepatnya, penelitian ini akan dilakukan di
Yogyakarta.
Validasi empiris terhadap perilaku dan budaya yang beragam perlu dilakukan. Alasan
utama adalah Indonesia mempunyai budaya yang berbeda dengan Amerika Serikat
dimana banyak teori-teori sikap atau teori-teori perilaku konsumen diciptakan dan
dikembangkan (Craig & Douglas, 2000; Lee & Green, 1991; Tuck, 1976; Van Raaij,
1978). Dengan kata lain, perilaku konsumen di negara maju dapat saja berbeda dengan
perilaku konsumen pada negara berkembang (Usunier, 2000; Raju, 1995). Dalam
kaitannya dengan teori-teori sikap (misalnya, TRA, TPB, dan TT), validasi empiris pada
budaya yang berbeda perlu dilakukan karena budaya mempengaruhi keyakinan seseorang
18
dan norma-norma yang dianutnya (Malhotra & McCort 2001; Sojka & Tansuhaj 1995;
Czinkota, Ronkainen, & Moffett, 1994).
Perbedaan utama antara bangsa Indonesia dan Amerika adalah pada pandangannya
terhadap nilai-nilai (Sarwono, 1998). Bangsa Amerika umumnya memiliki nilai-nilai
kebebasan dan fokus pada diri sendiri (individual). Sebaliknya, bangsa Indonesia
cenderung untuk memilihara harmoni dan keseimbangan. Nilai-nilai ini dapat membuat
bangsa Indonesia dan Amerika berbeda dalam pola konsumsinya dan berbeda dalam
pengaruh prediktor berkonsumsi. Contohnya, konsumen Indonesia cenderung lambat dan
menjaga harmoni dalam berkonsumsi (Sarwono, 1998; Hadipranata & Koswara, 1981)
sedangkan konsumen Amerika lebih bebas berekspresi mengkonsumsi apapun yang
mereka inginkan (Sarwono, 1998).
Dari pembahasan di atas, validasi empiris teori-teori yang eksis perlu dilakukan di
negara berkembang dengan melakukan replikasi penelitian dan kemudian
mempertimbangkan hasil penelitian yang berbeda sebagai hasil adanya perbedaan budaya
(Bottomley & Holden, 2001; Durvasula et al., 1993; Lee & Green, 1990; Manrai &
Manrai, 1996; van Raaij, 1978). Lebih lanjut, Brown & Caulder (1982) menunjukan
bahwa validasi empiris teori-teori yang eksis pada lingkup perilaku yang berbeda atau
setting yang beragam dapat mendukung teori-teori tersebut menjadi semakin beralasan
(well-grounded).
1.5.4. Pentingnya Menguji Teori dan Memperbandingkan Teori-Teori Sikap
Penelitian ini merupakan penelitian untuk menguji teori atau yang dikenal juga
sebagai penelitian ‘aplikasi teori’ (Calder et al., 1981) atau ‘penelitian dasar’ atau
19
‘penelitian yang diarahkan ke teori’ (Petty & Cacioppo, 1996). Fokus penelitian ini
adalah menguji dua teori, yaitu TPB dan TT, serta memperbandingkan kedua teori
tersebut dalam konteks memilih merek.
Ada empat alasan pentingnya pengujian teori. Pertama, pengujian teori menitik-
beratkan pada hubungan antar konstruk, misalnya kontruk sikap, norma subyektif, dan
niat. Konstruk-konstruk terpilih tersebut dapat memberikan implikasi untuk menjelaskan
beragam perilaku (Lynch, 1982; Bentler & Speckart, 1979; Goode & Hatt, 1952). Lebih
lanjut, Lynch (1982) juga menunjukkan bahwa penelitian konstruk pilihan atau aplikasi
teori dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya, yaitu penelitian ‘aplikasi akibat’
(effects application).
Alasan kedua adalah pengujian teori sebagai ‘science-type work’ (Olson, 1982).
Dengan kata lain, untuk memahami bidang perilaku konsumen, bekerja dengan
membangun, menguji, serta memodifikasi teori merupakan syarat untuk mencapai
pemahaman tersebut. Lebih lanjut, pengujian teori dalam beragam keadaan
(circumstances) diperlukan untuk proses konfirmasi (Hunt, 1991) dan agar teori menjadi
semakin grounded (Brown & Gaulden, 1982).
Alasan ketiga adalah pengujian teori merupakan evolusi yang tidak pernah berhenti
(Bagozzi,1992). Teori-teori yang lulus falsifikasi atau yang dimodifikasi dapat dikatakan
sebagai teori-teori yang dapat menjelaskan fenomena dengan parsimoni, terintegrasi,
kredibel, dapat dipercaya, dan memperoleh status ilmiah (Bagozzi, 1992; Schemlkin &
Pedhazur, 1991; Zaltman et al., 1982; Calder et al., 1981). Selanjutnya, pengujian teori
yang dilakukan pada beragam perilaku dan populasi dapat menggeneralisasi teori tersebut
(Fredricks & Dossett, 1982).
20
Akhirnya, pengujian teori membantu para praktisi karena teori yang teruji dan dapat
digunakan untuk membantu memahami suatu fenomena dengan yakin (Garver &
Mentzer, 1999; Petty & Cacioppo, 1996; Brinberg & Hirschman, 1986) sebagaimana
yang disampaikan Lewin (1946, dalam Zuber-Skerritt 1991) “there is no so practical as
a good theory.”
Ada empat alasan pentingnya memperbandingkan kedua teori tersebut. Pertama, setiap
teori adalah bermanfaat dalam memberikan pemahaman akan fenomena, akan tetapi,
masing-masing teori hanya mampu menjelaskan sebagian fenomena saja (Barker,
Nancorrow, & Spackman, 2001; Halonen & Stantrock, 1999). Alasan kedua, tiap teori
menggunakan variabel-variabel tertentu untuk menjelaskan fenomena (Schelmelkin &
Pedhazur, 1991; Goode & Hatt, 1952). Lebih lanjut, pengujian teori terbaik adalah jika
dilakukan komparasi antara dua atau lebih teori (Platt, 1964 dikutip oleh Petty &
Cacioppo, 1996) karena akan dihasilkan teori mana yang lebih baik untuk memahami
suatu fenomena (Bagozzi & Baumgartner, 1994).
Alasan ketiga adalah teori-teori eksis saat ini tidaklah tetap sepanjang waktu. Akan
tetapi, teori-teori tersebut akan semakin berkembang misalnya melalui modifikasi atau
perbaikan-perbaikan dalam teori tersebut jika banyak penelitian empiris yang
mendukungnya (Neuman, 2000; Bagozzi, 1992). Terakhir, berpikir komparasi adalah
merupakan suatu pemikiran ilmiah sebagaimana disampaikan oleh Swanson (1971,
dikutip oleh Ragin, 1987, h.1):
Thinking without comparison is unthinkable. And, in the absence of comparison,
so is all scientific thought and scientifc research.
21
Beberapa penelitian yang melakukan perbandingan teori-teori, misalnya, penelitian
Leone et al. (1999), penelitian Bagozzi dan Kimmel (1995), dan penelitian Bagozzi dan
Warshaw (1990). Penelitian yang dilakukan oleh Bagozzi dan Warshaw (1990)
memperbandingkan TPB dan TT serta theory of self-regulation (selanjutnya disebut TSR)
untuk memahami perilaku menurunkan badan. Penelitian yang lain, yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Bagozzi dan Kimmel (1995), memperbandingkan TRA, TPB, TT, dan
TSR untuk memahami perilaku diet dan berolah-raga.
Hanya sedikit penelitian yang memperbandingkan TPB dan TT (misalnya, Bagozzi &
Kimmel, 1995; Bagozzi & Warshaw, 1990). Terlebih lagi, kedua penelitian tersebut baru
diaplikasikan pada konteks perilaku diet dan berolah-raga. Menurut pemahaman penulis
hingga saat ini, belum ada penelitian yang menggunakan dan memperbandingkan TPB
dan TT dalam konteks memilih merek. Dengan demikian, ada kebutuhan untuk menguji
dan memperbandingkan kedua teori tersebut dalam konteks memilih merek.
1.5.5. Besarnya Pasar Kosmetik dan Produk Pelembab Pemutih di Indonesia
Industri kosmetika di Indonesia terus berkembang dan tumbuh dengan mengesankan.
Menurut data Cosmetic Industry Statistic (Cakram, 1996) menunjukan bahwa rata-rata
pertumbuhan per tahun adalah sekitar 16-17 persen yang berarti selalu lebih tinggi dari
laju pendapatan per kapita nasional Indonesia. Hingga tahun 1996, ada sekitar 500
pemain dalam bisnis kosmetika di Indonesia. Peningkatan kesadaran wanita akan
pentingnya perawatan diri mendorong pertumbuhan industri kosmetika (Christiastuti,
1997; Palupi, 1997). Sebagai contoh, Mustika Ratu terus mengembangkan berbagai
pabrik-pabriknya baik yang ada di dalam negeri dan di luar negeri (Chriatiastuti, 1997)
22
dan berbagai merek-merek asing banyak dijumpai di berbagai toko-toko di Indonesia
(Palupi, 1997).
Khususnya mengenai produk pemutih, berbagai penelitian menunjukan bahwa 55%
dari 85% wanita Indonesia yang berkulit gelap ingin agar kulitnya menjadi lebih putih.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa 70%-80% perempuan di Asia (yaitu: Cina,
Thailand, Taiwan, dan Indonesia) ingin mempunyai kulit yang lebih putih. Sebagai
contoh, besarnya keinginan untuk mempunyai kulit putih bagi perempuan di Thailand
juga dapat dilihat dari penjualan pelembab pemutih untuk muka lebih besar dari
penjualan pelembab dasar (tidak menggunakan bahan pemutih).
Besarnya harapan perempuan Asia, khususnya Indonesia, akan kulit yang putih
disebabkan oleh pengaruh globalisasi yang membawa dampak homogenisasi dan
westernisasi (Subagyo, 2002). Globalisasi adalah fenomena yang tidak dapat dihindari
dan diingkari. Akibat globalisasi, terjadi perubahan dalam pemahaman konsep cantik
bagi banyak negara. Sebagai contoh, pada waktu lalu, perempuan cantik menurut versi
orang Afrika adalah perempuan yang tubuhnya besar yang menandakan kesuburan. Akan
tetapi, saat ini perempuan cantik menurut versi Afrika adalah perempuan yang langsing
cenderung kurus (Kompas, 2002).
Perempuan cantik menurut versi orang Kenya (Gatra, 2002) dan India (Kotabe &
Helsen, 2001) saat ini adalah perempuan yang memiliki kulit putih. Hal yang sama juga
terjadi di Indonesia, kulit yang cantik tidak lagi kulit yang kuning langsat yang dahulu
sering diiklankan oleh produsen kosmetika nasional. Saat ini, kulit yang cantik bagi
perempuan Indonesia adalah kulit yang putih (Iswara, 2002; Kompas, 2002). Akibatnya,
industri kosmetika Indonesia (seperti Sari Ayu, Viva, Biokos, Citra, dan sebaginya) ikut-
23
ikutan memproduksi krim pemutih dengan membungkusnya sebagai ramuan tradisional
(Iswara, 2002).
Pada suatu laporannya, Kompas (2001a) menyajikan suatu artikel mengenai penelitian
produk kosmetik pemutih wajah di Asia sebagai berikut:
• Penelitian yang dilakukan oleh perusahaan kosmetik asal Prancis, L’Oreal, di Jakarta,
Bandung, Semarang, Surabaya, dan Medan pada tahun 1997 menunjukkan bahwa
85% perempuan Indonesia diperkirakan mempunyai kulit yang cenderung gelap
dimana 55% persennya ingin mempunyai kulit yang lebih putih.
• Penelitian yang dilakukan oleh perusahaan kosmetik Procter & Gamble (tahun tidak
disebutkan) menunjukkan bahwa 70%-80% perempuan di Asia (yaitu: Cina,
Thailand, Taiwan, dan Indonesia) ingin mempunyai kulit yang lebih putih.
• Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Miho Saitoh dari Universitas Waseda – Jepang
(tahun tidak disebutkan) yang menggunakan responden mahasiswi Universitas
Indonesia juga menunjukkan bahwa kebanyakan responden ingin memiliki kulit yang
lebih putih.
Beberapa alasan mengapa perempuan Asia dan khususnya Indonesia ingin mempunyai
kulit putih dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, kulit putih identik dengan kulit
orang yang berkelas. Lebih lanjut, kulit putih dianggap lebih baik dari kulit yang gelap.
Ketiga, adanya pandangan bahwa kulit yang cantik adalah kulit yang putih. Pandangan-
pandangan tersebut semakin dipertegas dengan digunakannya para model dalam iklan-
iklan kecantikan dimana model tersebut umumnya adalah perempuan yang berkulit putih
Kulit putih telah menjadi citra kecantikan yang disebarkan oleh industri kosmetik. Lebih
lanjut, industri kosmetik nasional sering menggunakan citra perempuan Kaukasia, yaitu
24
perempuan yang berkulit putih, berhidung mancung, dan bertubuh tinggi (Gatra, 2002;
Iswara, 2002; Kompas, 2002; Kompas, 2001b).
Ada berbagai produk pemutih yang beredar di Indonesia, yaitu produk pembersih
muka, pelembab muka, dan pelembab badan. Dari ketiga jenis produk pemutih itu,
pelembab muka merupakan yang paling banyak dibeli konsumen. Misalnya saja, 46%
dari produk pemutih yang dijual L’Oreal dikontribusikan dari pelembab pemutih muka.
Tidak hanya itu penelitian yang dilakukan oleh Nielsen Retail Audit (tahun tidak
disebutkan) di Thailand menunjukan bahwa penjualan pelembab pemutih untuk muka
lebih besar dari penjualan pelembab dasar (tidak menggunakan bahan pemutih). Studi
eksplorasi yang dilakukan peneliti pada tanggal dua hingga empat Mei 2002
menunjukkan beragam merek pelembab muka yang beredar di Yogyakarta, misalnya:
Ponds, Sari Ayu, Oil of Olay, Plenitude White Perfect, Extraderm Lite, Tull Jye, Biokos,
Revlon, Nivea, Avon, Chun Mien , Pixy, Hidroquenon, Citra, dan Hazeline White &
Natural.
1.6. Alur Penulisan
Penulisan disertasi ini terbagi atas lima bab (Gambar 1.1). Bab pertama
memperlihatkan latar belakang penelitian, masalah penelitian, jastifikasi penelitian,
metodologi yang digunakan dan keterbatasan penelitian. Kemudian, tinjauan literatur
mengenai merek dan sikap pada bab dua merupakan landasan dalam mengembangan
hipotesa penelitian. Bab tiga membahas mengenai paradigma penelitian dan desain
penelitian. Kemudian, bab empat memaparkan hasil analisis data. Akhirnya, bab lima
membahas kesimpulan penelitian dan implikasi penelitian baik bagi teori maupun praktis.
25
Gambar 1.1 Garis Besar Penulisan Disertasi
P e n d a h u lu a n(B a b 1 )
T in ja u a n P u s ta k a M e to d o lo g i P e n e lit ia n(B a b 2 ) (B a b 3 )
A n a lis is D a ta S im p u la n d a n S a ra n(B a b 4 ) (B a b 5 )
Catatan: --- berarti materi bab 2 adalah dasar bagi pengembangan kontribusi pada bab 5
Sumber: dibangun untuk penelitian ini.
1.7. Simpulan
Bab ini menjelaskan secara ringkas isi dari disertasi ini. Alur pembahasan
digambarkan dalam gambar 1.1. Jastifikasi penelitian serta keterbatasan penelitian juga
dipaparkan dalam bab ini. Bab selanjutnya, bab dua, akan membahas tinjauan pustaka
yang berkenaan dengan merek dan sikap.
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan
Bab satu telah menjelaskan masalah penelitian yaitu bagaimana TPB dan TT dapat
diaplikasikan untuk memahami fenomena memilih satu merek, dan teori mana yang lebih
mampu memprediksi fenomena tersebut. Bab dua bertujuan untuk mengembangkan
fondasi teoritis dan hipotesis penelitian untuk menjawab masalah penelitian.
Bab ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu: merek (2.2), perilaku (2.3), dan
budaya Indonesia (2.4) sebagaimana tergambar pada Gambar 2.1. Dalam bagian merek
dibahas mengenai terminologi merek (2.2.1), kekuatan merek (2.2.2), dan pilihan merek
(2.2.3). Kemudian, pada bagian perilaku, dijelaskan mengenai pendekatan sikap untuk
memahami perilaku (2.3.1) dan teori-teori sikap, khususnya theory of planned behavior
(2.3.2) dan theory of trying (2.3.3). Lalu, pentingnya pemahaman akan budaya (2.4)
disampaikan. Pada pembahasan ini meliputi penelitian lintas budaya (2.4.1) serta budaya
Indonesia dan jastifikasi penggunaan responden di Yogyakarta (2.4.2).
Gambar 2.1 Alur Pembahasan Bab 2
2.1. Pendahuluan
2.2. Terminologi merek 2.3. Perilaku 2.4. Budaya2.2.1. Kekuatan merek dalam 2.3.1. Sikap 2.4.1. Penelitian Lintas Budaya pemasaran & perilaku 2.3.2. Theory of Planned 2.4.2. Budaya Indonesia dan Jasti- konsumen Behavior fikasi Penggunaan Respon-2.2.2. Pilihan merek 2.3.3. Theory of Trying den di Yogyakarta
2.5. Simpulan
27
2.2 Terminologi Merek
Suatu merek didefinisikan sebagai nama, tanda, terminologi, simbol, desain, atau
kombinasinya, yang ditujukan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari satu
penjual dengan penjual lainnya dan mampu membedakan barang atau jasa tersebut dari
kompetitor (Kotler, 2003). Lebih lanjut, merek adalah juga merupakan janji kepada
konsumen atas nilai tambah barang atau jasa tersebut (Doyle, 2000).
Merek yang sukses adalah merek yang mampu membuat perbedaan (Clow & Baack,
2002; Doyle, 2000). Artinya, pada saat banyak merek-merek yang tidak terlalu berbeda
satu dengan yang lainnya, merek yang sukses adalah merek yang mampu membuat
perbedaan yang menonjol (salient) bagi pembelinya. Lebih lanjut, suatu merek adalah
menonjol jika pembeli menyadari adanya merek tersebut, lalu mempertimbangkan merek
tersebut, dan kemudian membeli serta merekomendasikan merek tersebut pada orang lain
(Clow & Baack, 2002).
Merek dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu: merek atribut, merek yang menjadi
aspirasi, dan merek pengalaman (Doyle, 2000). Merek atribut (attribute brands) adalah
merek yang memiliki citra yang mampu memberikan keyakinan kepada pembelinya akan
atribut-atribut yang dimiliki produk tersebut. Misalnya, Volvo dipercaya sebagai mobil
yang aman dan dibuat dengan kualitas yang tinggi.
Lalu, merek tipe kedua adalah merek aspirasi (aspirational brands), yaitu merek yang
memberikan citra bagi pembeli merek tersebut. Citra ini biasanya dikaitkan dengan gaya
hidup, status, dan penghargaan diri. Sebagai contoh, merek jam tangan Rolex
memberikan citra profesional dan status diri. Kemudian, merek tipe ketiga adalah merek
pengalaman (experience brands). Merek ini diasosiakan dengan emosi yang melebihi dari
28
sekedar aspirasi. Merek pengalaman mampu mengekspresikan individualitas, personal,
dan ide-ide dalam hidup. Salah satu contoh merek pengalaman adalah Nike yang mampu
mengekspresikan ‘just do it’. Akan tetapi, lebih dari merek pengalaman, Kotler (2003)
menunjukkan bahwa merek yang terkuat adalah merek yang dibungkus secara emosional.
Merek tipe ini dikenal dengan merek emosional (emotional branding), yaitu merek yang
terhubung dengan konsumennya pada level yang mendalam dan adanya sentuhan emosi.
2.2.1. Kekuatan Merek dalam Pemasaran dan Perilaku Konsumen
Merek memainkan peranan penting dalam pemasaran karena merek merupakan salah
satu alat utama yang dapat digunakan pemasar untuk membedakan satu produk dengan
produk lainnya (Kotler, 2002). Merek merupakan salah satu topik penelitian penting bagi
peneliti maupun pemasar (misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Del Rio et al., 2001;
Law & Lamb, 2000; Heath, 1999; Fournier, 1998; Keller, 1993; Urde, 1994). Bagi
praktisi pemasaran, khususnya manajer pemasaran, merek adalah aset bisnis yang
berharga yang dapat digunakan sebagai inti dari strategi perusahaan (Del Rio et al., 2001;
Calderon, Cervera, & Molla, 1997; Urde, 1994).
Merek juga merupakan faktor utama dalam kesuksesan suatu perusahaan dalam
persaingan yang kompetitif (Wood, 2000; Urde, 1994). Tambahan lagi, citra perusahaan
dapat dibangun dari merek-merek karena merek mencerminkan kualitas dan besarnya
perusahaan (Kotler, 2002). Bagi peneliti, hubungan antara merek dan konsumen
mendorong niat peneliti untuk memahami mengapa, kapan, dan bagaimana konsumen
membeli merek (Fournier, 1998; Webster, 1992). Terlebih lagi, topik mengenai merek
seperti loyalitas merek (misalnya, Ewing, 2000; Ha, 1998; Rundle-Thiele & Bennett,
29
2001), sikap terhadap merek (misalnya, Aaker & Jacobson, 2001; Fairclothet al., 2001;
Woodside et al., 1975), ekuitas merek (misalnya, Lassar, Mittal, & Sharma, 1995; Pitta &
Katsanis, 1995; Keller, 1993; Aaker, 1991) dan citra merek (misalnya, Faircloth et al.,
2001) merupakan topik-topik penting dalam bidang pemasaran dan perilaku konsumen.
Kekuatan merek bagi pemasar dapat digambarkan dalam beberapa cara. Pertama,
suatu merek adalah sumber perbedaan yang dapat mengidentifikasikan produk atau jasa
dari produsen yang satu dengan produsen lainnya (Kotler, 2002; Kohli & Thakor, 1997;
Lamb, Hair, & McDaniel, 1992), dan membantu pembeli untuk merekomendasikan
kepada orang lain atau bahkan menolak merek tersebut (Murphy, 1990). Tambahan lagi,
merek melindungi produsen dari kompetitor-kompetitornya yang berusaha untuk mebuat
produk yang identik (Kotler, 2002).
Kedua, merek adalah sesuatu yang dapat diiklankan dan dapat dikenali pada saat suatu
produk dipajang di dalam toko (Lamb et al., 1992). Lebih lanjut, suatu merek yang
terkenal dapat menciptakan citra yang kuat dan baik dalam pikiran konsumen (Shocker,
Srivasta, & Ruekert, 1994; Keller, 1993) dan citra tersebut merupakan isyarat yang lebih
kuat dibandingkan dengan harga pada saat konsumen mengevaluasi kualitas produk
(Temporal, 2000).
Ketiga, merek-merek yang terkenal mempunyai keuntungan emosional (Mudambi,
2000; Temporal 2000). Dengan kata lain, seorang pembeli akan membeli merek yang
familiar atau merek yang terkenal karena dapat mengurangi resiko dan ketidak-pastian
yang akan diterimanya. Merek juga akan meningkatkan kepuasan pelanggan, loyalitas
pelanggan, dan dengan demikian akan memberikan kepastian pada produsen akan
30
permintaan-permintaan produknya pada masa yang akan datang (Mudambi, 2000; De
Chernatony & McDonald, 1992; Murphy, 1990).
Akhirnya, merek juga meningkatkan nilai tambah pada produk atau jasa (De
Chernatony & McDonald, 1992). Dengan demikian, produsen dapat meraih tingkat
keuntungan yang lebih karena mereka menetapkan harga yang lebih tinggi dan karena
konsumen menghargai merek tersebut. Akhirnya, merek adalah aset bisnis yang penting
(Calderon et al., 1997; Kohli & Thakor, 1997; Pitta & Katsanis, 1995; Davis, 1995) yang
dapat meningkatkan neraca perusahaan (Farquhar et al., 1991) sehingga dapat
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dan posisi kompetisi perusahaan (Del Rio et
al., 2001; Mudambi, 2000; Urde, 1994).
Merek juga memberikan keuntungan bagi pembeli. Keuntungan pertama, suatu merek
memberikan tanda atau sinyal mengenai kualitas produk atau jasa (Kotler, 2002). Lebih
lanjut, merek dapat meningkatkan efisiensi dan keyakinan pembeli dalam keputusan-
keputusan pembelian saat pembeli dihadapkan oleh beragamnya pilihan merek yang
tersedia. Dengan kata lain, pembeli memilih produk atau jasa dengan merek yang lebih
dikenalnya daripada mencoba merek baru (Kotler, 2002; Mudambi, 2000; Murphy, 1990;
Temporal, 2000).
Keuntungan kedua, merek dapat memungkinkan pembeli yang puas untuk melakukan
pembelian ulang (De Chernatony & McDonald, 1992). Tidak hanya itu, merek membantu
tingkat inovasi perusahaan, yaitu dengan membuat berbagai produk dengan berbagai
merek, sehingga pembeli mempunyai banyak pilihan dan membeli sesuai dengan
kebutuhan mereka (Kotler, 2002).
31
2.2.2. Pilihan Merek
Salah satu hal nyata yang dihadapi oleh konsumen setiap harinya adalah membuat
pilihan dari beragam produk, jasa, dan merek yang ada (Luoviere et al., 2000; Sheppard
et al., 1988; Tuck, 1976). Dalam kaitannya dengan merek, proses memilih dari beragam
merek yang dilanjutkan dengan mempertimbangkan beberapa merek dan lalu memilih
satu merek adalah isu sentral dalam perilaku konsumen (Assael, 1998). Lebih lanjut,
pilihan merek juga mempengaruhi sektor ekonomi secara keseluruhan sebagaimana
ditunjukkan oleh Nicosia (1978, h.12):
Choices-and changes in these choices- of toothpaste brands, car makes, types of houses, forms of protection, and kinds of entertainment have an impact that spreads from the social miliea of consumers through retailers, middleman, and manufacturers, up to industrial an extrative sectors of the economy.
Pilihan merek yang dilakukan konsumen dapat didefinisikan sebagai suatu merek
tertentu yang dipilih dari beragam alternatif, dibeli, dan dikonsumsi oleh konsumen
(Olson & Reynolds, 2001). Pilihan merek juga dapat didefinisikan sebagai respon
konsumen untuk memilih merek tertentu dan menolak merek yang lain (Bettman et al.,
1998; Louviere et al., 2000). Para pemasar selalu berusaha untuk mengetahui merek-
merek apa yang dipilih konsumen. Dengan kata lain, kegiatan pemasaran yang dibuat
oleh pemasar berusaha menarik perhatian konsumen agar produk-produk pemasar dipilih
oleh konsumen (Bettman et al., 1998).
Beragam penelitian telah dilakukan untuk memahami pilihan merek. Penelitian merek
umumnya menekankan pada variabel-variabel eksternal seperti harga (Krishnamurti et
al., 1997; Roy et al., 1996; Raj & Sivakumar, 1995; Bucklin & Gupta, 1992),
karakteristik demografik (Murthi & Srinivasan, 1999; John & Laksmi-Rata, 1999),
32
kualitas produk (Sivakumar & Raj, 1997), iklan (Tellis, 1988), referensi kelompok
(Hadipranata & Koswara, 1981), keluarga (Hadipranata & Koswara, 1982), dan waktu
(Dhar & Nowlis, 1999; Pieters & Warlop, 1999).
Nicosia (1978) menunjukkan bahwa salah satu alasan penelitian pilihan merek
umumnya menggunakan variabel-variabel eksternal adalah karena variabel-variabel
tersebut lebih mudah diukur dibandingkan dengan variabel-variabel mental. Di lain
pihak, sedikit penelitian yang menggunakan variabel-variabel mental konsumen untuk
memahami pilihan merek. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel mental karena
perilaku manusia adalah hasil dari proses mental (Ellis & Hunt, 1993). Penjelasan
selanjutnya mengenai perilaku dibahas pada sub bab berikut ini .
2.3. Perilaku
Perilaku didefinisikan sebagai: (1) segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia, dan
(2) perubahan dalam materi atau non materi yang disebabkan langsung oleh manusia
(Bagozzi, 1980; Fishbein & Ajzen, 1975). Perilaku juga merupakan hasil dari proses
mental. Sikap dan niat adalah contoh dari variabel-variabel mental yang mempengaruhi
perilaku (Ellis & Hunt, 1993).
Munurut Bagozzi (1980), perilaku dapat dibedakan menjadi tindakan, kegiatan, dan
hubungan. Tindakan adalah pergerakan fisik dalam waktu yang pendek. Kegiatan
didefinisikan sebagai tindakan-tindakan yang berulang kali dalam waktu yang relatif
panjang. Sedangkan hubungan didefinisikan sebagi pertukaran antara memberi dan
menerima.
33
Perilaku manusia adalah perilaku yang kompleks (Hauser, 1986). Dalam memahami
perilaku manusia, ada dua pendekatan yang dapat digunakan: (1) pendekatan yang fokus
pada variabel-variabel eksternal, dan (2) pendekatan yang memfokuskan pada variabel-
variabel internal dalam mempengaruhi perilaku (Pratt, 1978). Pendekatan yang pertama,
adalah pendekatan yang fokus pada variabel eksternal disebut pendekatan perilaku atau
disebut juga pendekatan stimulus – respon (selanjutnya disebut S-R).
Di lain pihak, pendekatan yang kedua adalah pendekatan yang fokus pada variabel
mental disebut sebagai pendekatan sikap atau disebut juga pendekatan stimulus –
organism – respon (selanjutnya disebut S-O-R) seperti pada Gambar 2.2. Dalam
kaitannya dengan perilaku konsumen, perilaku beli konsumen dimulai dari kesadaran
akan suatu kebutuhan, yaitu melalui proses pencarian dan evaluasi alat pemuas
kebutuhan, serta tindakan pembelian itu sendiri dan evaluasi atas barang/jasa yang
dibelinya tersebut. Dengan kata lain, perilaku konsumen meliputi pikiran, perasaan, dan
tindakan konsumen (Dharmmesta, 2003b).
Gambar 2.2 Pendekatan S-O-R untuk Memahami Perilaku Manusia
variabel -variabel mental* sikap* motif
stimulus * keyakinan perilaku* emosi* dll
Sumber: Pratt (1978, h.107)
Perbedaan mendasar antara dua pendekatan tersebut adalah adanya variabel-variabel
mental dalam pendekatan S-O-R yang dipertimbangkan sebagai variabel-variabel yang
34
dapat mempengaruhi perilaku manusia. Dengan kata lain, jika suatu stimulus diberikan
sama kepada dua orang (misalnya potongan harga) tetapi perilaku kedua orang tersebut
dapat saja berbeda. Mungkin kedua-duanya membeli atau kedua-duanya tidak membeli
atau hanya salah satu yang membeli (Pratt, 1978).
Variabel-variabel mental yang tercakup dalam teori sikap menjadi sentral penelitian
ini. Teori-teori sikap (misalnya, theory of reasoned action, theory of planned behavior,
dan theory of trying) adalah teori-teori reduksi yang menggunakan variabel-variabel yang
mampu merangkumkan variabel psikologis lainnya (Bagozzi, 1992). Bagozzi (1992) juga
menunjukkan bahwa variabel sikap, norma subyektif, dan niat merupakan contoh dari
variabel-variabel sentral dalam menjelaskan perilaku. Lebih lanjut, teori sikap adalah
teori deterministik (Hansen, 1976) yang memiliki sifat parsimoni (Bagozzi, 1992).
2.3.1. Sikap
Variabel sikap merupakan salah satu variabel utama dalam psikologi sosial. Lebih
lanjut, sikap memainkan peranan penting dalam banyak penelitian di bidang psikologi
sosial (Allport, 1967). Pemahaman akan hubungan sikap dan perilaku merupakan tema
yang krusial bagi peneliti dan praktisi pemasaran. Ada dua alasan utama pentingnya
pemahaman hubungan sikap dan perilaku bagi peneliti dan praktisi pemasaran. Pertama,
sadar atau tidak sadar, keputusan beli konsumen umumnya dipengaruhi oleh sikap
konsumen (Berkman & Gilson, 1986). Walaupun ada faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi keputusan beli tersebut, keputusan akhir tetap ditentukan oleh sikap
konsumen. Dengan kata lain, sikap dipertimbangkan sebagai salah satu variabel utama
35
dalam memprediksi pembelian karena karakteristik sikap yang cenderung konsisten
(Ajzen & Fishbein, 1977; Crespi, 1965).
Kedua, bagaimana mempengaruhi sikap konsumen adalah salah satu tugas terpenting
bagi pemasar dan peneliti pemasaran. Hal ini karena banyak perusahaan
menginvestasikan dananya untuk dapat mengubah atau mendorong konsumen untuk
berpikir, merasakan, dan bertindak sesuai dengan harapan pemasar (Engel et al., 1995).
Pemahaman akan hubungan sikap dan perilaku juga dapat membantu peneliti dan
pemasar untuk memprediksi dan mengubah sikap (Ajzen, 2001; Wright, 1998). Tidak
hanya itu, konstruk sikap akan terus menjadi fokus sentral teori dan penelitian dalam ilmu
sosial dan keperilakuan (Ajzen, 2001).
Pentingnya pemahaman hubungan sikap dan perilaku juga dapat diringkaskan sebagai
berikut:
• Sikap adalah suatu konsep penjelasan (an explanatory concept) yang dapat membantu
peneliti dan praktisi untuk memahami perilaku, baik perubahan perilaku atau perilaku
yang konsisten. Pemahaman akan perubahan dan perilaku konsumen memberikan
kontribusi bagi penelitian pemasaran (Crespi, 1965).
• Dalam konteks pemasaran, sikap sering digunakan untuk memprediksi pilihan
konsumen (Smith & Swinyard, 1983). Sedangkan dalam konsteks ilmu ekonomi,
sikap dapat mengukur utilitas produk (Vodopivec, 1992).
• Sikap mempengaruhi proses belajar konsumen yang akhirnya mempengaruhi
konsumen dalam mengambil keputusan (McCarthy, 1978). Secara khusus, sikap
memainkan peranan penting dalam membentuk preferensi konsumen dalam
memutuskan merek mana yang akan dibeli. Konsumen biasanya memilih merek yang
36
paling berkenan (Wells & Prensky, 1996; Engel et al., 1995; Berkman & Gilson,
1986; Zaltman & Wallendorf, 1979).
• Sikap juga merepresentasikan gaya hidup konsumen (Hawkins, Best, & Coney,
1994).
• Sikap konsumen dapat digunakan untuk memutuskan efektif atau tidaknya aktifitas
pemasaran dan pengembangan produk baru (Peter & Olson 1999; Burton,
Lichtenstein, & Netemeyer, 1998; Engel et al., 1995; Aaker, Batra, & Myers, 1992).
2.3.2. Theory of Planned Behavior
Pembahasan mengenai TPB dimulai dari pembahasan theory of reasoned action
(selanjutnya disebut TRA) karena dasar TPB adalah TRA (Ajzen, 1988). TRA yang
dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) merupakan salah satu teori sikap yang
sering diteliti dan diaplikasikan (Bagozzi, 1992). Lebih lanjut, TRA merupakan salah satu
teori yang dikenal sebagai teori fundamental dalam menjelaskan perilaku. Dari perspektif
teori, TRA adalah teori yang parsimoni yang mampu menjelaskan perilaku manusia yang
kompleks (Bagozzi, 1992).
Dari perspektif praktis, TRA telah diaplikasikan dalam beragam konteks seperti:
pembelian (Thogersen, 1998; Netemeyer & Bearden, 1992; Bagozzi, Baumgartner, & Yi,
1992b), konsumsi (Thompson & Thompson, 1996), loyalitas merek (Ha, 1998), strategi
pemasaran hotel (Buttle & Bok, 1996), penjualan (Candel & Pennings, 1999), perilaku
tidak etis (Chang, 1998), perilaku organisasi (Elliot, Jobber, & Sharp, 1995), lingkungan
(Bang, Ellinge, & Hardjimarcou, 2000; Dahab, Gentry, & Su, 1995), penggunaan
mariyuana dan obat-obat keras (Bentler & Speckart, 1979), niat untuk hidup di jalan
37
(Wright, 1998), berolah-raga (Bagozzi & Kimmel, 1995), dan pengurangan berat badan
(Bagozz & Kimmel, 1995; Saltzer, 1981).
Akan tetapi, walaupun TRA diakui dalam teori dan praktis, TRA juga mendapat kritik.
Kritik yang utama adalah TRA hanya dapat diaplikasikan untuk memahami perilaku yang
mudah dilakukan atau tidak ada hambatan dalam melakukan perilaku tersebut (Bagozzi,
1992; Ajzen, 1988). Dengan kata lain, TRA hanya membatasi perilaku dalam konteks
perilaku yang memerlukan sedikit sumber dan ketrampilan. Padahal, tidak sedikit
perilaku konsumen yang merupakan perilaku yang kompleks yang membutuhkan kontrol
keperilakuan atau kemampuan konsumen tersebut dalam berperilaku (Dharmmesta,
2003a).
Ajzen (1988), salah satu pengembang TRA, merevisi TRA menjadi TPB dengan
menambahkan variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan (perceived behavioral
control, selanjutnya disebut PBC). Ajzen mengakomodasi kritik-kritik terhadap TRA
utamanya yang berkaitan dengan bahwa TRA hanya tepat diaplikasikan pada perilaku
yang mudah atau dibawah kendali kemauan orang tersebut. Padahal, perilaku seseorang
dapat saja dihadapkan pada situasi yang tidak mudah untuk berperilaku, misalnya karena
kurang atau tidak ada sumber daya (misalnya, uang, waktu, ketrampilan, dll).
Penambahan PBC dalam TRA dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa niat dan
perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif seseorang. Akan tetapi,
juga dijelaskan oleh mudah atau tidaknya seseorang berperilaku. Dengan kata lain, jika
seseorang yakin bahwa dia tidak punya sumber daya (misalnya, uang) maka orang
tersebut kecil kemungkinannya mempunyai niat membeli suatu produk walaupun orang
tersebut mempunyai sikap positif untuk membeli produk tersebut. PBC merefleksikan
38
juga pengalaman lampau seseorang termasuk didalamnya rintangan dan halangan untuk
berperilaku (Ajzen, 1988, h.132). Lebih lanjut, PBC dapat mempengaruhi langsung
perilaku atau dapat juga mempengaruhi perilaku melalui niat (Ajzen, 1988). Gambar 2.3
memperlihatkan TRA dan ditambahkannya satu variabel PBC sehingga menjadi TPB.
Gambar 2.3 Theory of Reasoned Action dan Theory of Planned Behavior
Sikap terhadapperilaku (A)
Norma Niat (I) Perilaku (B)subyektif (SN)
Kontrol keperilakuanyang dirasakan (PBC)
Sumber: Ajzen (1988, h. 133)
Perilaku dalam TPB diasumsikan sebagai fungsi dari keyakinan (beliefs). Keyakinan
dalam TPB dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) keyakinan keperilakuan (behavioral
beliefs) yang diasumsikan mempengaruhi sikap terhadap perilaku, (2) keyakinan normatif
(normatif beliefs) sebagai determinan norma subyektif, dan (3) keyakinan kontrol
(control beliefs) yang diasumsikan mempengaruhi PBC. Lebih lanjut, keyakinan-
keyakinan ini bisa didasarkan pada pengalaman lampau atau dipengaruhi oleh faktor-
faktor atau informasi lainnya (Dharmmesta, 1998).
Untuk memprediksikan sikap pada TPB, keyakinan keperilakuan (b) dikalikan dengan
evaluasi atas perilaku yang dimaksud (e). Dengan demikian, sikap terbentuk dari
keyakinan dan evaluasi (Σbe). Sedangkan norma subyektif (ΣNbMC) terbentuk dari
39
keyakinan normatif (Nb) dan motivasi untuk mengikuti saran dari orang-orang yang
dianggap penting (MC). Lalu, PBC (Σpc) terbentuk keyakinan kontrol (p) dan akses ke
faktor kontrol tersebut (c) (Dharmmesta, 1998).
Berbagai hasil studi mendukung TPB dimana teori tersebut telah digunakan untuk
memprediksi niat dan perilaku pada berbagai bidang, misalnya: perilaku organisasional
(Morris & Venkatesh, 2000; Cordano & Frieze, 2000; Maurer & Palmer, 1999; Shani,
1994), dan pembelian (George, 2002; Dharmmesta & Khasanah, 1999; Kalafis et al.,
1999; Kokkinaki, 1999; Kanler & Todd, 1998).
Berdasarkan bahasan mengenai TPB diatas, maka dihipotesiskan sebagai berikut:
H1: Sikap memilih merek mempengaruhi niat memilih merek.
H2: Norma subyektif mempengaruhi niat memilih merek.
H3a:Kontrol keperilakuan yang dirasakan mempengaruhi niat memilih merek.
H3b:Kontrol keperilakuan yang dirasakan mempengaruhi perilaku memilih merek.
H4: Niat memilih merek mempengaruhi perilaku memilih merek.
Dalam tinjauan literatur sebelumnya telah disampaikan mengenai pentingnya
pemahaman akan variabel sikap. Sikap mampu menjelaskan tindakan-tindakan manusia
(Ajzen & Fishbein, 1980, h.13). Terlebih lagi, Myer (1999, h.130) menunjukkan bahwa
sikap mengarahkan perilaku sebagaimana ditunjukan sebagai berikut “Attitudes as as
efficient way to size-up the world. When we have to respond quickly to something, how
we feel about it can guide how we react.” Tinjauan literatur yang dilakukan oleh Ajzen
(1988) pada Tabel 2.2 dan 2.3 memperlihatkan bahwa sikap seringkali mampu
40
menjelaskan perilaku dibandingkan dengan norma subyektif dan kontrol keperilakuan
yang dirasakan.
Tabel 2.2 Memprediksi Niat Dari Sikap Terhadap Perilaku dan Norma Subyektif Dengan Menggunakan TRA
KorelasiKoefisien korelasi Koefisien regresi berganda
Niat A SN A SN R Kooperasi dalam prisoner's dilemma game 0.75 0.69 0.53 0.40 0.82 (Ajzen, 1971) Melakukan aborsi (Smetana dan Adler, 1980) 0.50 0.69 0.21 0.46 0.76 Menggunakan pil KB (Ajzen dan Fishbein, 1980) 0.81 0.68 0.64 0.41 0.89 Niat untuk menyusui sendiri bayinya 0.73 0.60 0.61 0.22 0.78 (Manstead et al., 1983) Menggunakan mariyuana (Ajzen et al., 1982) 0.79 0.45 0.74 0.13 0.80 Datang ke gereja (King, 1975) 0.74 0.59 0.62 0.20 0.76 Melakukan pilihan suara 0.81 0.71 0.61 0.27 0.79 (Ajzen dan Fishbein, 1980) Niat untuk mempunyai anak lagi 0.65 0.83 0.19 0.70 0.85 (Vinokupar-Kaplan, 1978) Membeli bir (Ajzen dan Fishbein, 1980) 0.76 0.63 0.60 0.27 0.79 Bergabung pada rehabilitasi alkohol 0.69 0.67 0.43 0.37 0.73 (Ajzen dan Fishbein, 1980) Sumber: Ajzen (1988, h.119)
Tabel 2.3 Memprediksi Niat Dari Sikap Terhadap Perilaku, Norma Subyektif, dan Kontrol Keperilakuan yang Dirasakan Dengan Menggunakan TPB
Korelasi Koefisien korelasi Koefisien regresi berganda
Niat A SN PBC A SN PBC R Mencari pekerjaan 0.63 0.55 0.20 0.48 0.35 0.07 0.71 (van Ryn dan Vinokur, 1990) Bermain video game 0.92 0.54 0.87 0.46 0.17 0.43 0.94 (Doll dan Ajzen, 1990) Menjadi mabuk 0.63 0.41 0.58 0.41 0.15 0.36 0.72 (Schlegel et al., 1990) Niat untuk santai 0.59 0.7 0.80 0.28 0.09 0.62 0.85 (Ajzen dan Driver, in press) Partisipasi untuk pemilihan 0.39 0.13 0.30 0.32 0.03 0.20 0.43 (Watters, 1989) Pemilihan umum 0.91 0.67 0.89 0.54 0.06 0.39 0.94 (Watters, 1989) Pemilihan umum 0.33 0.34 0.62 0.10 0.10 0.54 0.64
41
Tabel 2.3. Lanjutan Memprediksi Niat Dari Sikap Terhadap Perilaku, Norma Subyektif, dan Kontrol Keperilakuan yang Dirasakan Dengan Menggunakan TPB
(Netemeyer et al., 1990) Menurunkan berat badan 0.33 0.14 0.31 0.24 0.02 0.47 0.56 (Netemeyer et al., 1990) Menurunkan berat badan 0.62 0.44 0.36 0.79 0.17 0.30 0.74 (Schifter dan Ajzen, 1985) Melakukan aktifitas 0.52 0.36 0.37 0.43 0.22 0.26 0.63 (Madden et al., in press) Niat untuk masuk kelas 0.51 0.35 0.57 0.32 0.36 0.44 0.68 (Aizen dan Madden, 1986) Niat untuk mendapat nilai A 0.48 0.11 0.44 0.50 0.09 0.45 0.65 (Ajzen dan Madden, 1986) Niat untuk mencuri 0.68 0.40 0.77 0.29 0.05 0.59 0.81 (Beck dan Ajzen, in press) Memberikan hadiah 0.51 0.38 0.44 0.36 0.08 0.20 0.56 (Netemeyer et al., 1990) Melakukan pelanggaran lalu- 0.26 0.48 0.44 0.15 0.28 0.33 0.60 Lintas (Parker et al., 1990) Membatasi menyusui 0.43 0.33 0.52 0.26 0.16 0.40 0.60 (Beale dan Manstead, 1991) Berolah-raga (Godin et al., 1989)
0.50 0.01 0.60 0.76 0.24 0.84 0.94
Berolah-raga (Godin et al., 1990)
0.42 0.13 0.50 0.25 0.01 0.39 0.55
Menggunakan kondom 0.62 0.42 0.29 0.52 0.26 0.17 0.69 (Otis et al., in press) Sumber: Ajzen (1991, h.12-13)
Penelitian yang diringkaskan oleh Ajzen (1991, 1988) diatas memperlihatkan bahwa
sikap seringkali menjadi prediktor yang berpengaruh lebih besar terhadap niat
dibandingkan norma subyektif dan kontrol keperilakuan yang dirasakan. Akan tetapi,
hasil penelitian tersebut tidak dapat dijadikan dasar bahwa pengujian teori pada negara
atau budaya yang berbeda dapat memberikan hasil yang sama. Dengan kata lain, perilaku
manusia dapat berbeda antara satu negara dengan negara lainnya karena perbedaan
budaya sebagaimana diperlihatkan oleh Dayakisni dan Yuniardi (2002, h.50) sebagai
berikut:
42
Gambar 2.4 Pengaruh Budaya terhadap Sikap dan Perilaku
Kebutuhan- Kebutuhan
Perilaku Keyakinan dan Sikap
Nilai-Nilai Pribadi
Nilai-Nilai Budaya
Sumber: didaptasi dari Dayakisni dan Yanuardi (2003, h.50)
Indonesia adalah negara dengan budaya kolektivism yang menekankan pada harmoni,
toleransi, dan gotong royong. Di lain pihak, Amerika, negara dimana TPB dan TT
dikembangkan merupakan negara dengan budaya individualism (Hofstede, 1994).
Pembahasan mengenai perbedaan budaya ini dibahas dengan lebih rinci pada sesi 2.4
(bahasan mengenai budaya). Dengan didasarkan pada pemahaman akan perbedaan
budaya, yaitu Indonesia yang kolektivism, maka penelitian menghipotesiskan bahwa:
H5: Norma subyektif mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan
sikap memilih merek dan kontrol keperilakuan yang dirasakan terhadap niat
memilih merek.
Perilaku Lampau Sebagai Prediktor Niat dan Perilaku. Penelitian-penelitian yang
berkenaan dengan perilaku (Chatzisarantis et al., in press; Nordfalt & Soderlund, 2004;
Soderlund, et al., 2001; Ewing, 2000; Trafimow & Borrie, 1999; Miniard & Obermiller,
1981; Woodside & Bearden, 1981; Bentler & Speckart, 1979) telah mengindikasikan
bahwa perilaku lampau adalah variabel yang mampu memprediksi niat dan perilaku
selanjutnya (future behavior). Hubungan antara perilaku lampau dengan niat dan perilaku
43
selanjutnya dapat dipahami dengan menggunakan pendekatan kognitif, yaitu teori
kognitif konsistensi (cognitive consistency theory) dan teori persepsi diri (self-perception
theory).
Teori kognitif konsistensi menjelaskan bahwa seseorang cenderung berperilaku secara
konsisten. Misalnya, seseorang yang menggunakan helm pada perilaku sebelumnya
cenderung akan menggunakan helm juga perilaku selanjutnya. Sedangkan teori persepsi
diri menunjukan bahwa kinerja suatu perilaku dapat menyebabkan seseorang
mengasumsikan bahwa dia harus mempunyai sikap yang konsisten atau dia tidak akan
melakukan perilaku tersebut. Sebagai contoh, seseorang yang membeli koran Kompas
setiap harinya, dia akan menyimpulkan dirinya bahwa dia menyukai koran Kompas
(Nordfalt & Soderlund, 2004; Schiffman & Kanuk, 2000; Outlette & Wood, 1998).
Outlette dan Wood (1998) melakukan meta analisis mengenai perilaku lampau dan
kaitannya dengan niat dan perilaku selanjutnya. Menurut mereka, perilaku terjadi dari
dua proses, yaitu: (1) perilaku terjadi karena repetisi otomatis akibat perilaku lampau, dan
(2) perilaku terjadi karena niat berperilaku yang disadari dan dikontrol.
Perilaku yang terjadi karena niat berperilaku dipengaruhi oleh perilaku lampau baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, perilaku lampau
mempengaruhi niat melalui keinginan untuk konsisten dan persepsi diri. Secara tidak
langsung, perilaku lampau mempengaruhi niat melalui pengaruhnya terhadap sikap,
norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan. Dengan kata lain, keinginan
untuk konsisten dan persepsi diri dapat menghasilkan kesimpulan mengenai sikap,
tekanan normatif, dan kontrol yang dirasakan yang konsisten dengan frekuensi perilaku
lampau (Outlette & Wood, 1998, h. 58).
44
Berdasarkan bahasan mengenai perilaku lampau, penelitian ini memperluas TPB
dengan menambahkan variabel perilaku lampau (yaitu: frekuensi dan resensi) dengan
alasan-alasan sebagai berikut:
1. TRA dan TPB mendapat kritik berkenaan dengan adanya variabel yang relevan untuk
menjelaskan niat dan perilaku tetapi tidak dimasukan dalam model, yaitu variabel
perilaku lampau (Bagozzi et al., 1992a; Bagozzi & Warshaw, 1990; Fredricks &
Dosswtt, 1983; Manstead et al., 1983; Bagozzi, 1981; Bentler & Speckart, 1979).
2. Perilaku lampau dapat menjadi salah satu input bagi seseorang untuk berperilaku
(Bagozzi et al., 1992a). Lebih lanjut, perilaku lampau merefleksikan terkontrolnya
beragam faktor, baik internal maupun eksternal, pada saat itu (Nordfalt & Soderlund,
2004).
3. Pada saat ketidakmampuan seseorang mengakses sikap, maka perilaku lampau
merupakan prediktor perilaku. Lebih lanjut, kemampuan sikap memandu perilaku
lebih berhasil jika sikap terbentuk secara keperilakuan (yaitu, pertalian antara obyek
dan evaluasi) daripada sikap yang terbentuk secara tidak langsung. Dengan kata lain,
informasi yang diperoleh melalui perilaku atau observasi perilaku dianggap lebih
terpercaya daripada informasi dari orang lain (Dharmmesta, 2003; 2000).
4. Alasan metode penelitian, yaitu penghilangan variabel perilaku lampau dapat
mengarah pada prediksi yang berlebihan atas pengaruh sikap terhadap niat
berperilaku sebagaimana terlihat pada Gambar 2.5 (Bagozzi, 1994; Bagozzi et al.,
1992a).
45
Gambar 2.5 Konsekuensi Atas Dihilangkannya Variabel-Variabel
Dihilangkan variabel interve- .24 (.1) ning (commom cause)
.86(.13) .15(.16) .90(.13) .45(.20)
R2 = .45 R2 = .44 R2 = .08
Model dasar Dihilangkan penyebab umum
Pastbehavior
Attitude
Intention
Pastbehavior
Intention
Attitude
Intention
Sumber: Bagozzi (1994, h.370)
Berdasarkan bahasan mengenai perilaku lampau sebagai prediktor yang signifikan
terhadap niat dan perilaku, maka dapat dihipotesiskan bahwa:
H6a : Perilaku lampau (frekuensi) mempengaruhi niat memilih merek.
H6b: Perilaku lampau (frekuensi) mempengaruhi perilaku memilih merek.
H6c : Perilaku lampau (resensi) mempengaruhi perilaku memilih merek.
2.3.3. The Theory of Trying
Theory of trying merupakan modifikasi dari theory of reasoned action (Bagozzi &
Warshaw, 1990). Dalam teori tersebut, Bagozzi dan Warshaw mengubah variabel
perilaku dengan variabel mencoba (trying). Kemudian, variabel mencoba ini ditentukan
oleh variabel niat untuk mencoba yang mana variabel itu dipengaruhi oleh sikap untuk
mencoba, norma sosial, dan frekuensi mencoba lampau (frequency of past trying).
Variabel mencoba juga dipengaruhi oleh resensi mencoba lampau (recency of past trying)
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.6.
Persamaan utama antara TPB dan TT adalah kedua teori tersebut dikembangkan dari
TRA. Sedangkan ada tiga perbedaan antara TPB dan TT sebagai berikut. Perbedaan
46
Gambar 2.6 Theory of Trying
Sikap terhadapsukses
Frekuensi ResensiHarapan akan mencoba lampau mencoba lampau
sukses
Sikap terhadap Sikap terhadap Niat untuk Mencobagagal mencoba mencoba
Harapan akangagal Norma
sosialSikap terhadap terhadap
proses mencoba TRA
Sumber: Bagozzi dan Warshaw (1990, h..131)
pertama berkenaan dengan pemahaman akan perilaku. Perilaku dalam TRA dan TPB
dibedakan menjadi perilaku dalam kontrol seseorang (TRA) dan tidak di dalam kontrol
seseorang (TPB). Hal ini yang dikritik oleh Bagozzi (1992, h.181) dengan menunjukkan
bahwa masalah filosofis yang tidak terselesaikan oleh TPB adalah apakah perilaku dapat
dipisahkan menjadi perilaku yang mudah dan tidak mudah. Kritik yang sama juga
disampaikan oleh Eagly & Chaiken (1993) bahwa kebanyakan perilaku berada diantara
ekstrim perilaku mudah dan perilaku tidak mudah.
Dalam TT, Bagozzi dan Warshaw (1990) serta Bagozzi (1992) menyatakan bahwa
pemahaman perilaku dalam TT sebagai perilaku yang diarahkan tujuan (goal-directed
behavior). Lebih lanjut, perilaku yang diarahkan tujuan tersebut dapat dipahami sebagai
perilaku diniati yang terdapat rintangannya (bisa sedikit atau banyak) untuk mencapai
tujuan. Selain perilaku yang diniati, ada juga perilaku yang tidak diniati yaitu perilaku
yang tidak didasarkan pada alasan-alasan dan bisa karena kebiasaan (Bagozzi, 1992;
Bagozzi & Warshaw, 1990).
47
Masih dalam kaitannya dengan perilaku, perbedaan antara TPB dan TT adalah TPB
tidak mempertimbangkan adanya ‘proses’ dalam mencapai tujuan. Di lain pihak, TT
mempertimbangkan proses tersebut yang direfleksikan dalam ‘sikap terhadap proses’.
Lebih lanjut, konsekeunsi berperilaku dalam TPB adalah berperilaku atau tidak
berperilaku. Sedangkan konsekeunsi berperilaku dalam TT adalah sukses setelah
mencoba dan gagal walaupun sudah mencoba. Akhirnya, tindakan atau perilaku dianggap
sebagai kinerja akhir (final performance) dalam TPB sedangkan dalam TT tindakan
adalah suatu rangkaian usaha untuk mencapai kinerja akhir (Dharmmesta, 2002; Bagozzi,
1992).
Perbedaan kedua adalah perbedaan dalam konseptualisasi sikap (Bagozzi, 1992;
Bagozzi & Warshaw, 1990). Sikap dalam theory of trying didefinisikan sebagai multi
dimensi yang terdiri dari sikap terhadap mencoba dan sukses (As), sikap terhadap
mencoba dan gagal (Af), dan sikap terhadap proses (Ap). Sebaliknya, sikap dalam theory
of planned behavior didefinisikan sebagai unidimensi, yaitu evaluasi seseorang terhadap
obyek (Ajzen, 1988).
Dalam kaitannya dengan konsep sikap, banyak definisi sikap yang ditawarkan oleh
peneliti-peneliti. Sebagai contoh adalah definisi sikap yang ditawarkan oleh Allport
(1935) adalah sikap sebagai kondisi mental dan neural atas kesiapan, yang terorganisir
melalui pengalaman, yang pengaruhnya terarah pada semua obyek dan situasi yang
terkait. Di lain pihak, Ajzen (1988) mendefinisikan sikap sebagai pembawaan
(disposition) untuk merespon berkenan atau tidak berkenan, suka atau tidak suka,
terhadap suatu obyek, orang, atau situasi. Definisi sikap lainnya terdapat pada Tabel 2.4.
Akan tetapi, walaupun sikap dapat didefinisikan dengan banyak pendekatan (Antonides,
48
1991), dapat dikatakan bahwa sikap sering didefinisikan sebagai evaluasi seseorang
terhadap obyek psikologis. Evaluasi ini mencakup rasa senang-tidak senang, pro-kontra,
suka-tidak suka, dan (Ajzen, 2001). Definisi ini sering digunakan karena alasan sebagai
berikut:
• Orang sering mengembangkan sikapnya didasarkan pada perasaan dan emosi
dibandingkan sikap yang didasarkan pada evaluasi rasional (Aaker et al., 1992).
Tabel 2.4 Definisi-Definisi Sikap Peneliti Tahun Definisi
Thomas dan Znaniecki Allport Doob Chein Rosenberg dan Hovland Crespi Oppenheim Rokeach Fishbein dan Ajzen White
(1918, dikutip oleh Ajzen dan Fishbein 1980) 1935 1947 1948 1960 1965 1966 1968 1975 1975
Sikap adalah proses mental individual yang menentukan respon potensial dan aktual individu tersebut. Sikap sebagai kondisi mental dan neural atas kesiapan, yang terorganisir melalui pengalaman, yang pengaruhnya terarah pada semua obyek dan situasi yang terkait. Sikap adalah: (1) suatu respon implisit, (2) yang (a) diantisipasi dan (b) memediasi dalam hubungan
dengan respon, (3) yang dibangkitkan oleh (a) beragam stimulus, (b)
sebagai hasil dari pembelajaran sebelumnya atau atas naik-turunnya generalisasi dan diskriminasi,
(4) yang merupakan isyarat dan dorongan, (5) dan yang dipertimbangkan sebagai sebagai hal yang
signifikan dalam masyarakat. Sikap adalah pembawaan untuk mengevaluasi obyek-obyek , tindakan, dan situasi tertentu. Sikap digambarkan sebagai mencakup tiga komponen utama: komponen kognitif (pikiran), komponen afektif (perasaan), dan Komponen konatif (tindakan). Sikap adalah kecenderungan berperilaku dalam cara yang spesifik. Sikap adalah kondisi kesiapan, yang merupakan juga tendensi untuk bertindak atau bereaksi dalam cara tertentu pada saat dikonfrontasikan dengan stimulus. Sikap adalah organisasi keyakinan yang konsisten terhadap obyek atau situasi tertentu., dan sikap merupakan kecenderungan untuk merespon dalam suatu cara tertentu. Sikap adalah afek atau evaluasi seseorang terhadap obyek. Sikap adalah pilihan yang dieksternalkan yang merefleksikan
49
Bagozzi dan Burnkrant Berkman dan Gilson Eagly dan Chaiken Schiffman et al..
1979 1986 1993 1997
kecenderungan seseorang untuk memilih dan mengorganisasikan pengalamannya dalam cara yang kontinyu dan dapat diprediksi. Sikap adalah konstruk yang kompleks yang mencakup komponen kognitif dan afektif. Sikap adalah evaluasi seseorang. Sikap adalah tendensi psikologis yang diekspresikan melalui evaluasi suka tidak suka terhadap obyek tertentu. Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari untuk berperilaku dalam cara suka atau tidak suka yang konsisten terhadap suatu obyek.
Sumber: diringkaskan dari peneliti yang disebut diatas
• Banyak peneliti di bidang psikologi sosial setuju bahwa sikap adalah evaluasi
seseorang terhadap obyek (Schiffman, Bednall, Cowley, Watson, & Kanuk, 1997;
Eagyl & Chaiken, 1993; Berkman & Gilson, 1986; Fishbein & Ajzen, 1975; Chein,
1948). Lebih lanjut, teknik pengukuran sikap yang standard (misalnya, Likert,
Guttman, skala semantik diferensial Osgood dan Thurstone) mengukur sikap melalui
evaluasi orang terhadap obyek sikap (Engel et al., 1995; Ajzen 1988)
• Afek (perasaan) adalah bagian paling esensial dari sikap (Fishbein & Ajzen 1975).
Lebih lanjut, keyakinan (kognitif) dan niat (konatif) terlihat erat kaitannya dengan
sikap, akan tetapi, komponen-komponen tersebut adalah konsep yang berbeda dan
bukan merupakan bagian dari sikap itu sendiri (Fishbein 1980; Chaiken & Baldwin,
1981). Fishbein dan Ajzen (1975, h.21) menolak konsep sikap sebagai
multikomponen karena sikap sebagai multikomponen tidak dapat menjelaskan dan
meningkatkan hubungan sikap dan perilaku.
Ringkasnya, sebagaimana disampaikan diatas bahwa sikap dalam TRA dan TPB
didefinisikan sebagai unidimensi atau sikap sebagai afektif. Akan tetapi, sikap dalam TT
diperlakukan sebagai multidimensi yang ditegaskan oleh Bagozzi dan Warshaw (1990,
50
h.135) sebagai berikut “The introduction of multiple attitude is a central feature of the
model.”
Perbedaan yang terakhir antara TPB dan TT adalah dimasukannya variabel perilaku
lampau (past behavior) dalam TT. Mengacu pada Bagozzi dan Warshaw (1990),
pengaruh perilaku lampau dalam TT dibedakan menjadi dua: frekuensi dan resensi
(recency). Lebih lanjut, Bagozzi dan Warshaw mendefinisikan frekuensi, misalnya
frekuensi pembelian, sebagai pembelian yang dilakukan pada waktu-waktu yang lampau
dalam kurun waktu yang panjang. Sedangkan resensi pembelian adalah pembelian yang
baru saja dilakukan. Konsep frekuensi dan resensi, menurut Bagozzi dan Warshaw
(1990), merupakan konsep yang berbeda (distinct).
Bagozzi dan Kimmel (1995, p. 442-443) menjelaskan tiga pengaruh frekeunsi dan
resensi terhadap perilaku. Pertama, frekeunsi perilaku lampau dapat mempunyai dua
pengaruh, yaitu (1) pengaruh frekeunsi sebagai proksi (proxy) untuk kontrol aktual saat
terjadi rintangan internal dan eksternal dan (2) frekuensi dapat memprediksi perilaku
yang akan datang lebih baik dibandingkan variabel niat khususnya pada saat seseoramg
belum mempunyai niat. Kedua, resensi mempunyai pengaruh langsung terhadap perilaku.
Ketiga, frekuensi mempengaruhi niat. Berkaitan dengan variabel perilaku lampau,
variabel ini tidak tersurat secara eksplisit dalam TPB. Akan tetapi, perilaku lampau
diasumsikan direfleksikan dalam variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan (Ajzen,
2001; 1988). Perbedaan antara TPB dan TT diringkaskan dalam Tabel 2.5.
51
Tabel 2.5 Perbedaan TPB dan TT
Isu kritikal Theory of planned behavior Theory of trying
Perilaku* dalam pencapaian TRA ---> kemauan sendiri (volitional) Perilaku dibedakan menjadi tujuan (goal), perilaku yg dapat dikontrol tindakan yg diniati (intended behavior) tindakan dibedakan dan tindakan yang tidak diniati (unintended menjadi: TPB --->nonvolitional, tidak dalam behavior), misalnya kebiasaan
kontrol seseorangTT ---> perilaku yang diniati = perilaku yang dirasakan seseorang bahwa ter- dapat rintangan-rintangan (banyak atau sedikit) untuk mencapai hasil
* dalam pencapaian Tidak mempertimbangkan 'proses' Mempertimbangkan 'proses' yang direfleksi- tujuan: sebagai faktor yang dapat mereflek- kan dalam 'sikap terhadap proses'.
sikan kesuksesan atau kegagalan dalam berperilaku.
* konsekuensi Berperilaku - Tidak berperilaku Sukses setelah mencoba berperilaku Gagal walaupun sudah mencoba
* tindakan (action) Satu tindakan sebagai kinerja akhir Tindakan adalah suatu usaha, atau sebagai(final performance) suatu rangkaian usaha / percobaan
(attempts) dalam rangka mencapai kinerjaakhir.
Sikap Unidimensional Multidimensional (sikap meliputi sikap terhadap mencoba dan sukses, sikap ter- hadap mencoba dan gagal, sikap terhadap proses).
Perilaku lampau Tersirat secara implisit dalam Eksplisit, perilaku lampau diukur dengan variabel kontrol keperilakuan yangdi
dua cara: frekuensi dan resensi. Perilaku rasakan (perceived behavioral con- lampau mempengaruhi niat untuk men- trol). coba dan mencoba.
Sumber: Darmmesta (2002), Bagozzi (1992), Bagozzi dan Warshaw (1990), Ajzen (1988)
Berdasarkan pembahasan mengenai TT, maka hipotesis tujuh sampai 12
dikembangkan berkaitan dengan TT. Disampaikan kembali bahwa hipotesis sepuluh
dikembangkan dengan didasarkan akan perbedaan budaya Indonesia dan Amerika.
Hipotesis sepuluh sama dengan dengan hipotesis lima pada pengujian TPB.
52
H7: Sikap mencoba memilih merek mempengaruhi niat mencoba memilih merek.
H8: Norma subyektif mempengaruhi niat mencoba memilih merek.
H9: Frekuensi mencoba lampau mempengaruhi niat dan perilaku mencoba
memilih merek.
H10: Norma sosial mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan
sikap mencoba memilih merek dan frekuensi mencoba lampau terhadap niat
mencoba memilih merek.
H11: Sikap terhadap sukses dan harapan akan sukses, sikap terhadap gagal dan
harapan akan gagal, dan sikap terhadap proses mempengaruhi sikap
mencoba memilih merek.
H12a: Niat mencoba memilih merek mempengaruhi perilaku mencoba memilih
merek.
H12b: Frekuensi mencoba lampau mempengaruhi perilaku mencoba memilih
merek.
H12c: Resensi mencoba lampau mempengaruhi perilaku mencoba memilih merek.
Berdasarkan pembahasan mengenai TPB dan TT, khususnya berkaitan dengan
perbedaan-perbedaan kedua teori tersebut (Tabel 2.5), penelitian ini menghipotesiskan
bahwa TT lebih mampu memprediksi hubungan sikap dan perilaku memilih satu merek
dibandingkan dengan TPB dengan dua alasan utama sebagai berikut:
1. TT memasukan variabel perilaku lampau yang mempunyai status yang sama dengan
sikap dan norma sosial dalam memprediksi niat untuk mencoba dan mencoba itu
sendiri. Penelitian-penelitian perilaku telah memperlihatkan pengaruh perilaku
lampau terhadap niat dan perilaku selanjutnya (Chatzisarantis et al., in press; Nordfalt
& Soderlund, 2004; Soderlund et al., 2001; Ewing, 2000; Trfimow & Borrie, 1999;
Miniard & Obermiller, 1981; Woodside & Bearden, 1981; Bentler & Speckart, 1979).
53
TPB, di lain pihak, merefleksikan perilaku lampau pada kontrol keperilakuan yang
dirasakan (Ajzen, 1988). Lebih lanjut, variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan
terbentuk dari keyakinan kontrol dan akses ke faktor kontrol tersebut.
2. Konsep sikap dalam TT adalah konsep yang terinci dan jelas yang mampu
menjelaskan tendensi seseorang dalam mencapai tujuan (Dharmmesta, 2003b; 2000;
Bagozzi & Kimmel, 1995).
Dengan didasarkan pada pembahasan ini, maka penelitian ini menghipotesiskan bahwa:
H13: Theory of trying lebih fit dalam menjelaskan fenomena memilih satu merek
dibandingkan dengan theory of planned behavior.
2.4. Budaya
Masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana theory of planned behavior dan
theory of trying dapat menjelaskan niat dan perilaku memilih merek produk pelembab
pemutih di Indonesia, dan teori mana yang lebih mampu memprediksi fenomena
tersebut.” Lebih lanjut, salah satu kontribusi praktis dalam penelitian ini adalah
pengembangan skala penelitian yang memasukan budaya Indonesia. Di satu sisi,
responden yang digunakan pada penelitian ini adalah responden yang berdomisili di
Yogyakarta. Penjelasan lebih lanjut di bawah membahas mengenai budaya (2.4),
penelitian lintas budaya (2.4.1), dan bahasan mengenai jastifikasi terhadap penggunaan
responden di Yogyakarta yang dapat mewakili budaya Indonesia (2.4.2).
Budaya didefinisikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil buah
budi manusia dalam kehidupan bermasyarakat (Koentjaraningrat, 1980). Lebih lanjut,
Koentjaraningrat menjelaskan bahwa gagasan ataupun naluri manusia adalah merupakan
54
bahan dasar suatu tindakan. Tindakan dan hasil karya manusia merupakan tolak ukur
budaya manusia. Sependapat dengan Koentjaraningrat, Sastrosupono (1982)
mendefinisikan budaya sebagai tindakan atau perilaku manusia, misalnya duduk, tidur,
berbicara dan sebagainya. Hofstede (1994) juga mendefinisikan budaya sebagai pikiran,
perasaan, dan tindakan manusia. Menurutnya, budaya adalah piranti lunak jiwa manusia
(software of the mind). Peneliti lain, Matsumoto (1996, dalam Dayakisni & Yuniardi,
2003) mendefinisikan budaya sebagai suatu set dari sikap, nilai-nilai, keyakinan, dan
perilaku yang dimiliki oleh suatu kelompok orang. Dengan demikian, dari beberapa
definisi di atas, konsep budaya meliputi pikiran atau gagasan manusia (termasuk di
dalamnya sikap, nilai-nilai, dan keyakinan), tindakan, dan hasil karya manusia.
Setidaknya, ada tiga karakteristik budaya (Kayam, 1997; Sastrosupono, 1982).
Pertama, kebudayaan itu bersifat menyejarah, berkembang, dan senantiasa berjalan terus
sehingga ada perubahan dari waktu ke waktu. Lebih lanjut, kebudayaan adalah suatu
‘bentuk’ yang merupakan hasil dari suatu proses yang dinamis dan panjang (Kayam,
1997). Kedua, kebudayaan itu berada dan berkembang dalam geografis tertentu. Dengan
kata lain, kebudayaan itu berada di dalam suatu masyarakat tertentu dengan latar
belakang dan warna tertentu. Terakhir, kebudayaan berpusat pada perwujudan nilai-nilai.
Pemahaman akan budaya penting tidak hanya bagi peneliti tetapi juga praktisi
pemasaran. Pentingnya pemahaman budaya terutama dalam membuat strategi pemasaran
(Doran, 2001; Tse, Wong, & Wong, 1988; O’Connor, Sullivan, & Pogorzelski., 1985;
Munson & McIntyre, 1979; Van Raaij, 1978). Contohnya, Indonesia memiliki mayoritas
penduduk yang beragama Islam, sehingga produk atau makanan yang ditawarkan
haruslah halal. Sekalipun suatu supermarket menawarkan produk yang non-halal, maka
55
penempatannya harus terpisah. Contoh lainnya adalah makanan yang ditawarkan oleh
McDonald di India tidak menggunakan daging sapi.
Speece (1986, dalam Tan, McCullogh, & Teoh, 1987) menyatakan bahwa perilaku
konsumen merupakan fungsi dari karakteristik universal dan karakteristik budaya yang
spesifik. Dengan kata lain, perilaku konsumen di Indonesia mempunyai karakteristik
yang mirip dengan konsumen di negara lain tetapi juga mempunyai perbedaan yang tidak
ditemui di negara lainnya. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Green
(1991) menunjukkan bahwa konsumen di Amerika dan Korea memilih merek A sebagai
merek sepatu yang dibeli. Akan tetapi, pembelian yang dilakukan responden di Korea
sangat dipengaruhi oleh norma-norma sosial. Sedangkan pembelian yang dilakukan oleh
responden di Amerika lebih banyak dipengaruhi oleh sikap. Dengan kata lain, konsumen
di Amerika adalah konsumen yang fokus pada dirinya sendiri (self-centered) sedangkan
konsumen di Korea mempertimbangkan orang lain, khususnya orang-orang dalam
kelompoknya (group-oriented). Lebih lanjut, Usunier (2000) juga menunjukkan bahwa
kebanyakan perilaku beli konsumen di negara-negara Asia Tenggara dipengaruhi oleh
keluarga.
2.4.1 Penelitian Lintas Budaya
Salah satu tujuan utama penelitian pengujian teori adalah untuk memeriksa apakah
teori atau model tersebut dapat diaplikasikan di suatu negara atau konteks budaya yang
berbeda (Chan, 1999). Hasil dari pengujian teori tersebut diharapkan dapat memberikan
pemahaman akan adanya perbedaan atau persamaan antar negara atau budaya (Craig &
Douglas, 2000).
56
Pengujian teori dapat dikatakan sebagai salah satu penelitian lintas budaya jika (1)
penelitian tersebut dilakukan di luar negara Amerika Serikat, atau (2) memasukan
terminologi budaya dalam judul penelitian, atau (3) berkaitan erat dengan konsumen dan
perilaku konsumen (Sojka & Tansuhaj, 1995). Penelitian lintas budaya juga meliputi: (1)
penelitian pada satu wilayah , (2) penelitian di beberapa wilayah, (3) penelitian pengaruh
eksternal, dan (4) penelitian transional (Craig & Douglas, 2000; Kumar, 2000).
Penelitian tipe pertama, yaitu penelitian pada satu wilayah, merupakan penelitian yang
dilakukan di satu negara tertentu dan komparasi dengan budaya lain yang dapat dilakukan
secara eksplisit atau implisit. Jika dilakukan secara implisit, penelitian ini biasanya tidak
membahas secara eksplisit hal-hal yang berkaitan dengan komparasi dan ekuivalen (Craig
& Douglas, 2000). Tabel 2.6 memperlihatkan beberapa penelitian yang menggunakan
tipe satu wilayah. Tipe penelitian satu ini yang diaplikasikan dalam disertasi ini karena
penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan teori TPB dan TT dalam lingkup perilaku
memilih merek di Yogyakarta. Hasil analisis penelitian ini kemudian dikomparasikan
dengan beberapa penelitian sejenis yang dilakukan di negara lain (misalnya Amerika dan
Korea).
Penelitian tipe kedua merupakan penelitian yang dilakukan di beberapa wilayah dan
merupakan penelitian yang lebih banyak dilakukan dalam penelitian lintas budaya (Craig
& Douglas, 2000). Penelitian ini secara eksplisit menguji perbedaan budaya atau wilayah.
Beberapa penelitian perilaku konsumen yang menggunakan tipe penelitian ini misalnya:
Malhotra dan McCort (2001), Kalafatis et al. (1999), Lee dan Green (1991), Alden et al.
(1989), dan Tse et al. (1988) sebagaimana terlihat pada Tabel 2.7.
57
Tabel 2.6 Penelitian Lintas Budaya pada Satu Wilayah
Peneliti Tema Responden Lokasi Penelitian
Doran (2001) Daghfous, Petrof, & Pons (1999) Evers & Day (1997) Chaudhuri (1994) Tan dan Farley (1987) Tan et al. (1987)
Perbedaan konsumen Amerika dan Cina Nilai dan adopsi inovasi Peranan budaya dalam penerimaan software komputer Difusi inovasi di Indonesia Pengaruh budaya pada hubungan sikap terhadap iklan dan niat beli Aplikasi model multi-atribut
Konsumen 25 Amerika 25 Cina Mahasiswa 83 Kanada 68 Perancis 85 Afrika Mahasiswa 38 Australia 75 Indonesia 66 Cina Studi Kasus 1 perusahaan minyak kelapa sawit Mahasiswa 108 Singapura Konsumen 129 Singapura
Montreal – Kanada Kanada Sydney – Australia Indonesia Singapura Singapura
Sumber: diringkaskan dari peneliti yang disebutkan diatas
Tabel 2.7 Penelitian Lintas Budaya pada Beberapa Wilayah
Peneliti Tema Responden Lokasi Penelitian
Malhotra dan McCort (2001) Kalafatis et al. (1999) Lee dan Green (1991)
Komparasi Model Niat di Hong Kong dan Amerika Aplikasi TPB pada pemasaran hijau di UK dan Yunani Aplikasi TRA; komparasi di
Mahasiswa 215 Hong Kong 225 Amerika Konsumen 170 Yunani 175 UK Mahasiswa 212 Amerika
Hong Kong Amerika Yunani UK Amerika
58
Alden et al. (1989) Tse et al. (1988)
Amerika dan Korea Hubungan antara keterlibatan dan pengambilan keputusan Nilai-nilai konsumsi di 5 negara
217 Korea Mahasiswa 264 Amerika 115 Jerman 93 Thailand Konsumen +/- 200 konsumen di masing-masing negara: Jepang, Taiwan, Singapura, Korea Selatan, Hong Kong
Korea Amerika Jerman Thailand Jepang Taiwan Singapura Korea Selatan Hong Kong
Sumber: diringkaskan dari peneliti yang disebutkan diatas
Penelitian tipe ketiga, yaitu penelitian pengaruh eskternal, merupakan penelitian yang
memfokuskan pada pengujian pengaruh eksternal pada perilaku. Pengaruh tersebut dapat
secara langsung maupun tidak langsung muncul pada individu pada saat individu tersebut
tinggal untuk sementara waktu pada budayanya yang berbeda. Akhirnya, penelitian tipe
transional adaah penelitian yang berkaitan erat dengan transisi dari satu budaya ke
budaya yang lain, misalnya melalui migrasi ke negara lain (Craig & Douglas, 2000).
2.4.2. Budaya Indonesia dan Jastifikasi Penggunaan Responden di Yogyakarta yang
Mewakili Budaya Indonesia
Ada dua pendapat mengenai budaya Indonesia, yaitu: (1) kebudayaan Indonesia itu
belum ada atau masih merupakan pembicaraan tentang cita-cita dan (2) kebudayaan
Indonesia itu sudah ada (Gunadi, Sutarno, Handayani, & Lutfiah, 1995; Sastrosupono,
1982). Beberapa pakar kebudayaan (misalnya: Kayam, 1997; Gunadi et al., 1995; Hassan
1989; Joesoef, 1987; Suriasumantri, 1986; Sastrosupono, 1982) menyatakan bahwa
kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan suku-suku yang memuncak pada suatu saat.
59
Atau dengan perkataan lain, kebudayaan Indonesia adalah puncak-puncak kebudayaan
suku. Kebudayaan Indonesia juga merupakan suatu sintesa dari berbagai macam budaya
suku sehingga melahirkan sesuatu yang baru. Adapun beberapa indikator budaya
Indonesia adalah: (1) bahasa nasional (Bahasa Indonesia), (2) Pancasila, (3) Undang
Undang Dasar 1945, (4) pembangunan dan modernisasi Indonesia, (5) lagu-lagu nasional,
dan (6) karya seni nasional.
Penjelasan singkat mengenai dua contoh budaya Indonesia adalah sebagai berikut.
Contoh yang pertama adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan
pengejawantahan budaya Indonesia yang menjadi penjalin kesatuan dan pengikat ke-
kitaan Indonesia (Hassan 1989, h.21). Contoh yang kedua adalah Pancasila. Pancasila
ditentukan oleh nilai-nilai yang hidup dan berkembang di Indonesia. Manusia Indonesia
rata-rata mengenalnya- disudut manapun mereka berada pada bumi Nusantara- walaupun
dengan derajat penghayatan yang berbeda dan wujud pengamalan yang berlainan, sesuai
dengan kondisi alami dan keadaan zaman masing-masing (Joesoef, 1987, h.14).
Berbeda dengan beberapa pakar yang disebutkan sebelumnya, Magnis-Suseno (1996)
mendefinisikan budaya Indonesia sebagai budaya yang majemuk yang terdiri dari lebih
200 budaya seperti budaya Jawa, Sunda, Batak, dan beragam budaya lainnya. Lebih
lanjut, Magnis-Suseno (1996) berpendapat bahwa budaya Jawa (ataupun beragam
lainnya) mencerminkan budaya Indonesia.
Sarwono (1998) menjelaskan bahwa walaupun ada banyak budaya di Indonesia, tetapi
ada nilai-nilai utama (core values) bangsa Indonesia yang dominan. Nilai-nilai utama
tersebut didasarkan pada kriteria bahwa nilai-nilai itu harus diterima dan diamalkan baik
60
dalam sikap maupun perilaku sebagian besar rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut adalah:
harmonis, toleransi, gotong-royong, dan religius.
Harmoni dan toleransi berarti menjaga kesimbangan dalam bermasyarakat. Sebagai
contoh, ambisi seseorang untuk mendapatkan sesuatu tidak diekspresikan secara lugas,
melainkan orang cenderung untuk bertindak dan berkata-kata secara tidak langsung untuk
menghindari adanya friksi dengan pihak lain. Sedangkan gotong-royong merupakan nilai
bangsa Indonesia yang telah dikenal sejak lama. Misalnya, masyarakat suatu wilayah atau
kampung umumnya sering bergotong-royong untuk melaksanakan suatu acara tertentu
seperti acara hari kemerdekaan Republik Indonesia. Harmoni, toleransi dan gotong
royong ini juga dikenal sebagai budaya kolektif, atau budaya “kita” (Hofstede, 1994).
Nilai yang lain, religius, dalam kaitannya dengan bidang perilaku konsumen merupakan
nilai yang mempengaruhi seseorang dalam berkonsumsi. Sebagai contoh, McDonald
tidak menjual makanan yang mengandung babi atau kandungan-kandungan lain yang
diharamkan oleh ajaran agama. Lebih lanjut, banyak gerai makanan yang tutup atau buka
setengah hari untuk menghormati orang yang berpuasa.
Penelitian yang dilakukan Hofstede (1994) di banyak negara memperlihatkan
karakteristik atau tipikal orang masing-masing negara tersebut. Hosftede membedakan
dimensi budaya menjadi empat, yaitu: jarak kekuasaan (power distance, selanjutnya
disebut PD), invidualisme (individualism, selanjutnya disebut IDV), maskulin
(masculinity, selanjutnya disebut MAS), dan penghindaran ketidakpastian (uncertainty
avoidance, selanjutnya disebut UAI). Tabel 2.8 memperlihatkan tipikal orang Indonesia
dibandingkan dengan orang Amerika.
61
Tabel 2.8 Perbedaan budaya Indonesia dan USA
Dimensi Peringkat Nilai Peringkat Nilaibudaya skor skor
Power distance (PDI) 8/9 78 38 40
Individualism (IDV) 47/48 14 1 91
Masculinity (MAS) 30/31 46 15 62
Uncertainty 41/42 46 43 48
avoidance (UAI)
Indonesia USA
Sumber: diringkaskan dari Hofstede (1994)
Secara ringkas, PD didefinisikan sebagai seberapa besar ketidak-seimbangan terjadi
pada masyarakat. Salah satu contoh bentuk PD adalah misalnya di Indonesia sebagai
negara dengan nilai PD yang besar. Artinya, di Indonesia, anak harus patuh kepada orang
tua dan guru dimana anak di Amerika (negara dengan nilai PD kecil) memperlakukan
orang tua dan guru seimbang dengan dirinya.
Kemudian, IDV adalah seberapa besar hubungan antar individual dalam masyarakat
adalah longgar. Indonesia dengan nilai IDV tinggi menunjukan bahwa hubungan antar
individual dalam masyarkat adalah erat. Hubungan yang erat ini meletakan harmoni
sebagai kunci dalam menjaga hubungan.
Lebih lanjut, MAS berkaitan dengan perbedaan peran gender dan preferensi individu.
Negara dengan nilai MAS tinggi (misalnya Amerika) membedakan dengan jelas bahwa
laki-laki harus lebih agresif dibanding perempuan. Laki-laki harus memfokuskan pada
kesuksesan material dan perempuan harus lebih sederhana dan memperhatikan kualitas
hidup. Akan tetapi, negara dengan nilai MAS rendah mempunyai pandangan bahwa laki-
62
laki dan perempuan haruslah berlaku sederhana dan memperhatikan kualitas hidup. MAS
juga berkaitan dengan preferensi individu dalam masyarakat. Negara dengan MAS tinggi
menekankan pada pencapaian nilai-nilai heroik dan tegas. Sebaliknya, negara dengan
MAS rendah menekankan individu untuk menjaga hubungan, yaitu dengan
memperhatikan orang lain.
Akhirnya, UAI adalah toleransi atas ketidak-jelasan. Dalam dimensi ini, Indonesia dan
Amerika mempunyai nilai yang mirip atau mempunyai perspektif yang hampir sama
(Hofstede, 1994).
Data yang digunakan oleh Hosftede (1994) dalam menyusun peringkat tersebut adalah
data yang dikumpulkan dari beragam negara. Negara yang dipilih tersebut mempunyai
karakteristik sebagai berikut. Pertama, negara tersebut mempunyai satu bahasa yang
dominan, misalnya bahasa Indonesia untuk negara Indonesia. Kedua, mempunyai sistem
pendidikan nasional. Terakhir, negara tersebut mempunyai sistem politik nasional.
Dengan demikian, data yang didapat dari suatu negara, misalnya Indonesia, dapat
dikatakan sebagai tipikal Indonesia. Atau, data yang didapat dari negara Amerika, dapat
dikatakan tipikal Amerika (Hosftede, 1994). Penelitian yang dilakukan oleh Hofstede
menggunakan pekerja IBM sebagai respondennya. Karena pekerja juga merupakan
konsumen, maka tabel tersebut dapat digunakan untuk memahami perilaku konsumen
(Milner, Fodness, & Seece, 1993).
Berdasarkan definisi budaya Indonesia, pemahaman akan penelitian lintas budaya,
serta Tabel 2.8 yang telah dipaparkan diatas, maka penelitian ini menggunakan
pemahaman bahwa responden penelitian, yang keseluruhannya adalah berprofesi sebagai
mahasiswi di beberapa universitas di Yogyakarta, dapat mencerminkan budaya Indonesia
63
dengan tiga alasan utama. Pertama, bahwa mahasiswi Yogyakarta mengenal dan
mengamalkan beberapa budaya Indonesia terutama seperti menggunakan bahasa
Indonesia dan mengamalkan Pancasila walaupun dengan derajat yang berbeda-beda.
Kedua, ada nilai-nilai utama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia seperti
harmonis, toleransi, gotong-royong, dan religius. Nilai-nilai ini juga diajarkan kepada
sebagian besar penduduk Indonesia sejak usia dini. Ketiga, sebagaimana Magnis-Suseno
(1996) menyatakan bahwa budaya Jawa yang mendominasi masyarakat di Yogyakarta
juga dapat mencerminkan budaya Indonesia.
2.6. Simpulan
Bab ini telah memaparkan tinjauan literatur mengenai merek, perilaku, dan teori-teori
sikap, dan budaya sebagai fondasi teoritis dalam pengembangan hipotesis penelitian. Bab
selanjutnya membahas metodologi penelitian yang diaplikasikan pada penelitian ini.
64
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendahuluan
Pada bab sebelumnya telah disampaikan konsep-konsep yang berkenaan dengan
perilaku, sikap, dan pilihan merek. Pada bab tersebut juga disampaikan hipotesis-
hipotesis untuk menjawab masalah penelitian. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan
dengan metodologi penelitian untuk menguji hipotesis-hipotesis penelitian.
Bab ini terdiri dari tujuh sub-bab sebagaimana pada Gambar 3.1. Bab ini dimulai
dengan pendahuluan (3.1) yang diikuti dengan bahasan mengenai paradigma penelitian
(3.2). Lalu, pembahasan mengenai survai (3.3) yang diikuti dengan pembahasan
mengenai pengukuran (3.4). Kemudian, dilanjutkan dengan proses sampling yang
diaplikasikan pada penelitian ini (3.5). Akhirnya, analisis data disampaikan (3.6) yang
diikuti dengan kesimpulan (3.7).
3.2. Jastifikasi Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian ini adalah paradigma post-positivism (Guba & Lincoln, 1994)
atau dikenal juga sebagai paradigma modern empiricism (Hunt, 1991) atau paradigma
scientific realism (Perry, Riege, & Brown, 1999; Dooley, 1995). Perbedaan utama
paradigma ini dengan paradigma lainnya (yaitu: positivism, critical theory, dan
relativism) adalah pada pemahaman akan sifat realitas (nature of reality), tujuan
pertanyaan (inqury aim), dan metodologinya (Tabel 3.1). Secara singkat, paradigma
65
Gambar 3.1. Alur Pembahasan Bab 3
Pendahuluan(3.1)
Paradigma penelitian(3.2)
Survai(3.3)
3.3.1 Justifikasi penggunaan metode survai3.3.2 Justifikasi pengguaan teknik kuesioner dilakukan sendiri3.3.3 Mengatasi kesalahan-kesalahan dalam survai3.3.4 Pertimbangan etika dalam survai3.3.5 Pengembangan kuesioner penelitian
Pengukuran(3.4)
Proses sampling(3.5)
Analisis data(3.6)
3.6.1 Proses pra-analisis3.6.2 Analisis deskriptif3.6.3 Analisis inferensial
Kesimpulan (3.7)
scientific realism menyadari bahwa ilmu mencoba menemukan kebenaran walaupun
kebenaran yang absolut adalah tidak mungkin. Lebih lanjut, ilmu digunakan untuk
memberikan penjelasan, memprediksi, dan mengontrol fenomena. Metode yang
digunakan dalam mengumpulkan data umumnya kuantitatif (misalnya survai) walaupun
metode kualitatif dapat juga digunakan (misalnya studi kasus).
66
Tabel 3.1 Karakteristik Paradigma yang Digunakan Dalam Penelitian Ini
Pendekatan objektif Pendekatan subjektifdalam ilmu sosial dalam ilmu sosial
Kriteria Positivism Postpositivism/ Critical theory Relativism/Scientific realism Constructivism
Sifat realitas Ilmu menemukan si- Ilmu mencoba untuk me- Kenyataan dibentuk oleh Ilmu menciptakan bera-fat kenyataan yang nemukan sifat kenyata- banyak faktor seperti sosial gam kenyataan yang di-sesungguhnya. an tetapi kebenarannya dan budaya, dan dikristali- dasarkan pada sosial
tidak dapat diketahui sasi sepanjang waktu. dan pengalaman.secara sempurna.
Ilmu adalah obyektif. Ilmu yang 100% ob- Adanya tekanan antara Ilmu adalah subyektif.yektif adalah tidak subyek dan obyek.mungkin, tetapi ilmulebih obyektif dalammenjustifikasi pe-ngetahuan daripada yg bukan ilmu
Tujuan Penjelasan, prediksi Penjelasan, prediksi Kritik, transformasi Memahami danpertanyaan dan kontrol. dan kontrol. dan emansipasi. rekonstruksi.
Ilmu dan Hanya logika justifika- Prosedur-prosedur dibe- Kritik, transformasi Banyak prosedur dapatmetodologi si yang dibutuhkan dakan antara penemuan dan emansipasi diciptakan dan dijustifika-
untuk memahami dan justifikasi pengeta- sikan untuk memahami ilmu. huan. ilmu.
Pendekatan Umumnya kuantitatif, Pendekatan kualitatif Pendekatan kualitatif.kuantitatif. tetapi dapat juga meli- (dialog/dialektikal)
puti pendekatan kuali-tatif.
Data menyediakan Teori harus dibangun, Prosedur dialektikal: Data diciptakan dan diin-tujuan untuk menguji kemudian dikonfirmasi mencari kontradiksi-kon terpretasikan oleh ilmu-teori. atau tidak dikonsfirma- tradiksi antara pemahaman wan dalam lingkup ber-
si. intersubjektif dan kondisi bagai teori.sosial yang objektif.
Metode yang Eksperimen, survey. Survey, studi kasus. Interview mendalam Interview mendalambiasa diguna- analisa sejarah.kan
Kriteria Validitas, realibilitas, Validitas, realibilitas, Peningkatan kualitas Dapat dipercaya,evaluatif objektif. objektif. hidup. otentik
Nilai (value) Bebas nilai (value- Sadar nilai (value- Value-laden Value-ladenfree ) aware )
Penulis Bagozzi (1980); Healy dan Perry (2000); Murray danOzanne (1991); Anderson (1983, 1986);Perry, Riege dan Brown Fleming (1997) Hudson & Ozanne (1988);(1999); Hunt (1991); Evered dan Louis (1981)
Muncy dan Fisk (1987);Peter dan Olson (1983)Anderson (1988; 1983);Stern dan Schroeder(1993); Stern (1989, 1993)Hirschman (1988); Hol-brook dan O'Shaughnessy(1988); O'Shaughnessy(1985); Morgan (1980)
67
3.3. Survai
Penelitian ini meliputi penelitian eksplorasi dan deskriptif. Ada dua penelitian
eksplorasi yang akan dilakukan pada penelitian ini. Penelitian pertama bertujuan untuk
mengetahui merek-merek pelembab pemutih yang digunakan responden dan jangka
waktu pembelian produk. Hasil penelitian pertama ini adalah merek dominan (yaitu
Ponds) yang dipakai responden dan jangka waktu pembelian produk tersebut. Kemudian,
setelah diketahui merek yang dominan, penelitian kedua bertujuan untuk mengetahui
keyakinan-keyakinan menonjol (salient beliefs) responden terhadap perilaku memilih
produk pelembab pemutih Ponds. Keyakinan-keyakinan tersebut lalu dihitung frekuensi
dan persentasenya. Lebih lanjut, keyakinan yang dipilih oleh setidaknya sepuluh persen
dari responden yang akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan kuesioner pada
survai 4 dan 5 (Ajzen & Fishbein, 1980).
Penelitian deskriptif meliputi tiga survai, yaitu: survai ketiga, survai keempat, dan
survai kelima (Gambar 3.2). Survai ketiga bertujuan untuk memahami proses keputusan
beli konsumen (consumer decision making) terhadap produk pelembab pemutih Ponds.
Survai ini dilakukan dengan menggunakan model proses keputusan pilihan merek
(Hawkins et al, 1998), yaitu proses yang meliputi keputusan ini terdiri dari empat tahap:
adanya kebutuhan, pencarian informasi, kriteria-kriteria evaluatif alternatif hingga
akhirnya memilih satu merek (Gambar 3.3).
68
Gambar 3.2. Tahapan Survai Dalam Penelitian Ini
1 2 3 4Survey Survey Survey Survey Survey
merek & salient proses sikap - perilaku
5
jangka modal beliefs keputusan niatwaktu konsumen
pembelianMei 2002 Juli 2002 Febuari 2003 Febuari 2003 April 2003
eksplorasi deskripsi
Sumber: dikembangkan untuk penelitian ini Gambar 3.3. Proses Keputusan Pilihan Merek
Kebutuhan Mencari informasi Evaluasi Memilihalternatif merek
Sumber: diadaptasi dari Hawkins et al. (1998, h. 499 Survai keempat dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang memuat butir-butir
yang disusun berdasarkan keyakinan-keyakinan responden yang didapat dari survai
kedua yang meliputi variabel-variabel yang ada pada TPB dan TT. Akan tetapi, variabel
perilaku pada TPB dan TT tidak ditanyakan pada survai keempat. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut ditanyakan pada survai kelima yang dilakukan satu hingga satu setengah bulan
sesudah survai kedua. Jangka waktu satu hingga satu setengah bulan tersebut merupakan
hasil penelitian survai pertama yang dilakukan pada tanggal dua hingga empat Mei 2002.
Lebih lanjut, ada tiga kriteria responden pada survai keempat dan kelima, yaitu: (1)
mahasiswi yang berumur 18 – 25 tahun, (2) telah menggunakan produk tersebut minimal
6 minggu, dan (3) berdomisili di Yogyakarta. Alasan untuk ketiga kriteria ini dijelaskan
lebih lanjut pada sub bagian 3.4 (proses sampling).
69
3.3.1. Jastifikasi Penggunaan Metode Survai
Data untuk penelitian deskriptif dapat dilakukan melalui beberapa teknik: survai,
eksperimen, data sekunder, dan observasi (Zikmund, 1997). Survai merupakan teknik
pengumpulan data yang tepat untuk penelitian ini dengan didasarkan pada kriteria yang
disarankan oleh Malhotra (2002) dan Sekaran (2000), yaitu: tujuan penelitian, keakuratan
metode tersebut, ketersediaan sumber data, ketersediaan fasilitas penelitian, waktu yang
diperlukan untuk penelitian, dan biaya yang akan dikeluarkan.
Alasan pertama penggunaan metode survai adalah berkaitan dengan tujuan penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan fenomena memilih merek dengan
menggunakan teori-teori sikap. Metode survai merupakan metode yang tepat untuk
mendapatkan data mengenai sikap, motivasi dan preferensi konsumen dalam suatu
penelitian deskriptif (Aaker & Day, 2001; Malhotra, 1999;). Lebih lanjut, metode ini
dapat digunakan untuk mencari hubungan antar variabel (Sonquist & Dunkelberg, 1977).
Alasan kedua adalah metode survai memberikan hasil yang akurat dan ilmiah
(Zikmund, 1997). Alasan ketiga, data yang dibutuhkan untuk penelitian ini dapat
dilakukan dengan melaksanakan survai terhadap pembeli dan pembeli potensial produk
pelembab pemutih. Kemudian, survai digunakan pada penelitian ini karena tersedianya
fasilitas-fasilitas pendukung untuk metode tersebut (misalnya komputer untuk mengolah
data). Selanjutnya, waktu yang tersedia untuk melakukan survai telah direncanakan
dengan seksama sehingga data yang dibutuhkan dapat dikumpulkan selama satu setengah
bulan. Terakhir, biaya yang dikeluarkan untuk penelitian ini telah diperhitungkan dengan
cermat.
Metode survai juga dipilih karena pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
70
• Survai merupakan metode yang dapat memberikan hasil yang cepat, efisien dan
meliput sampel dalam jumlah yang besar (Zikmund, 1997; Davis, 1996);
• Pemberian kode, analisis dan interpretasi data relatif mudah (Malhotra, 1999);
• Metode ini dapat digunakan dan diaplikasikan dalam berbagai keadaan (Aaker &
Day, 2001; Davis, 1996); dan
• Data yang didapat dari metode ini dapat diandalkan (Aaker & Day, 2001; Malhotra,
1999).
3.3.2. Jastifikasi Penggunaan Teknik Kuesioner Dilakukan Sendiri (personally
administered questionnaire)
Ada lima tipe metode survai, yaitu: wawancara tatap muka (face-to-face interviews),
kuesioner dilakukan sendiri, kuesioner melalui surat, kuesioner melalui telepon, dan
kuesioner melalui media elektronik (internet), atau kombinasi dari kelima tipe tersebut
(Aaker et al., 2001; Sekaran, 2000; Malhotra, 1999). Dari kelima tipe tersebut, kuesioner
dilakukan sendiri merupakan teknik yang paling tepat dalam penelitian ini dengan
mengacu pada keunggulan-keunggulan metode tersebut (Tabel 3.3) dibandingkan metode
lainnya sebagaimana ditunjukkan Malhotra (2002, h.207, penekanan ditambahkan)
sebagai berikut:
When evaluating the various survey methods within the context of specific research project, one has to consider the salient factors relevant to data collection. For example, if a new perishable food product has to be tested, respondents would have to taste the product before answering the questionnaire. This would involve interviewing at central locations, leading to mall intercept as the natural choices. If no method is clearly superior, the choice must be based on an overall consideration of the advantages and disadvantages of the various methods.
71
Tabel 3.3. Perbandingan Teknik Kuesioner
Kriteria Interview muka- Dilakukan sen- Surat Telepon Elektronikke-muka diri (personally
administered)1. Tingkat respon Baik sekali Baik sekali Cukup Buruk Buruk
2. Kerjasama responden Baik sekali Baik sekali Buruk Cukup Buruk
3. Kerahasiaan Buruk Baik sekali Baik sekali Cukup Baik sekali responden
4. Mendapatkan perta- Buruk Baik sekali Baik sekali Baik sekali Baik sekali nyaan sensitif
5. Keberagaman Baik sekali Baik sekali Cukup Buruk Buruk pertanyaan
6. Jumlah data yang Baik sekali Baik sekali Cukup Cukup Buruk dapat dikumpulkan
7. Fleksibilitas dalam Baik sekali Baik sekali Buruk Cukup Baik sekali pengumpulan data
8. Kemampuan untuk Baik sekali Baik sekali Buruk Buruk Buruk tindakan lanjut
9 . Fleksibilitas geografi Buruk Buruk Baik sekali Baik sekali Baik sekali
10. Kecepatan Cukup Baik sekali Buruk Baik sekali Baik sekali
11. Potensi bias dari Buruk Cukup Tidak Cukup Tidak interviewer ada ada
12. Biaya Buruk Buruk Baik sekali Cukup Baik sekali
13. Kontrol thdp petugas Buruk Buruk Baik sekali Cukup Baik sekali lapangan14. Kontrol thdp lingku- ngan pengumpulan data Baik sekali Baik sekali Buruk Buruk Buruk
15. Penggunaan stimulus fisik Baik sekali Baik sekali Buruk Buruk Buruk
16. Kontrol terhadap Baik sekali Baik sekali Buruk Cukup Buruk sampel17. Kemampuan utk me- Baik sekali Baik sekali Buruk Baik sekali Buruk minimalkan item yg tidak dijawab18. Social desirability Buruk Buruk Baik sekali Cukup Baik sekali
Jumlah baik sekali 10 13 6 4 8Sumber: dibangun untuk penelitian ini berdasarkan dari Aaker, Kumar and Day (2001); Cooper &Schindler (1998); Davis (1996); Malhotra (1999); Neuman (2000); Oppenheim (1992); Sekaran (2000);Zikmund (1997).
72
Dari Tabel 3.3 memperlihatkan keunggulan-keunggulan metode kuesioner dilakukan
sendiri, misalnya:
• Kuesioner dilakukan sendiri memberikan tingkat respon yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kuesioner melalui surat, telepon dan elektonik (Malhotra, 1999;
Oppenheim, 1992);
• Beragam pertanyaan dapat ditanyakan karena responden dapat melihat dan membaca
kuesioner tersebut dan dapat menanyakan pertanyaan yang tidak jelas kepada peneliti
(Aaker et al., 2001; Malhotra, 1999; Oppenheim, 1992); dan
• Teknik ini sangat fleksibel dalam mendapatkan data (Malhotra, 1999).
3.3.3. Mengatasi Kesalahan-Kesalahan Dalam Survai
Peneliti berusaha mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam survai,
yaitu: kesalahan non respon, kesalahan akibat bias, dan kesalahan administratif,
sebagaimana yang ditunjukan oleh Zikmund (1997) yang dibahas sebagai berikut.
Kesalahan tipe pertama, yaitu kesalahan non respon, direduksi dengan mengaplikasikan
beberapa metode yang disarankan oleh Malhotra (1999) serta Sudman dan Blair (1999)
untuk mengurangi kesalahan non-respon seperti: pemberitahuan awal kepada responden,
memotivasi responden, membuat kuesioner yang baik, memberikan insentif kepada
responden, dan melakukan tindakan lanjutan (follow up). Kesalahan non-respon juga
direduksi dengan memberitahukan kepada asisten-asisten penelitian agar melakukan
pengecekan pada saat menerima kuesioner yang diberikan oleh responden. Asisten
penelitian harus memastikan bahwa semua butir telah diisi dengan lengkap sebelum
73
diberikan kepada peneliti. Kuesioner dapat diisi oleh responden pada saat diberikan oleh
asisten atau dapat dibawa pulang.
Kesalahan tipe kedua, yaitu kesalahan yang diakibatkan bias, meliputi kesalahan
akibat bias yang disetujui (acquisencece bias), bias interviewer, dan bias perlindungan
(auspices bias). Kesalahan akibat bias yang disetujui merupakan salah satu faktor
penyebab common method variance (Podsakoff, MacKenzie, Lee, & Podsakoff, 2003).
Kesalahan ini dapat dihindari dengan menggunakan butir positif dan negatif dengan
jumlah yang sama. Akan tetapi, penggunaan butir positif dan negatif secara bersamaan
dapat mempengaruhi keakuratan pengukuran (Herche & Engelland, 1996). Dengan
demikian, penelitian ini mengaplikasikan saran yang direkomendasikan oleh Schmitt dan
Stults (1985, dikutip oleh Schriesheim & Eisenbach, 1995) untuk mereduksi bias
tersebut. Saran tersebut adalah memberikan informasi awal disampaikan kepada
responden bahwa ada butir-butir yang negatif yang mengisyaratkan agar responden dapat
membaca dengan lebih teliti.
Kesalahan akibat bias interviewer direduksi dengan membangun kuesioner setepat-
tepatnya sehingga dapat menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak spesifik dan
tidak diperlukan. Selanjutnya, kesalahan akibat bias perlindungan dihindari dengan
mengidentifikasikan Universitas Gadjah Mada University sebagai lembaga dimana
peneliti bernaung agar penelitian tidak diragukan sebagai penelitian komersial oleh
responden.
Kesalahan tipe ketiga, yaitu kesalahan administratif, meliputi kesalahan dalam
memproses data, kesalahan seleksi sampel, kesalahan interviewer, dan kesalahan akibat
interviewer berbohong. Kesalahan dalam memproses data dihindari dengan membuat
74
prosedur memproses data yang seksama seperti melakukan pemberian kode dan
mengkategorikan data. Kemudian, kesalahan pemilihan sampel dihindari dengan
mengaplikasikan desain sampling yang tepat bagi penelitian ini (yaitu, purposive
sampling). Lalu, kesalahan interviewer dihindari dengan membangun kuesioner yang
tepat yang dapat menjawab masalah penelitian dan menghindari pertanyaan yang tidak
spesifik. Akhirnya, kesalahan akibat kebohongan interviewer dihindari dengan
memberikan informasi kepada interviewer (asisten penelitian) bahwa hasil kuesioner
akan diperiksa ulang oleh peneliti (Zikmund, 1997). Tepatnya, peneliti melakukan
kunjungan ulang secara acak ke responden yang telah mengisi kuesioner. Pada kunjungan
tersebut, peneliti memfokuskan pada informasi karakteristik responden dan meminta
penegasan apakah responden tersebut benar pernah mengisi kuesioner.
3.3.4. Pertimbangan Etika Dalam Survai
Etika merupakan salah satu bagian penting dalam survai yang mempengaruhi hak-hak
responden dan kualitas data yang akan didapat (Davis, 1996). Beberapa isu etika
dipertimbangkan dalam penelitian ini. Pertama, hak-hak responden dihargai (Sekaran,
2000; Davis, 1996). Tepatnya, peneliti akan bertanya kepada calon responden apakah
mereka bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Kemudian, peneliti akan
menjelaskan tujuan penelitian kepada responden. Lebih lanjut, responden dapat saja tidak
menjawab atau menolak menjawab dalam kuesioner. Peneliti akan menerima semua
jawaban responden pada kuesioner dengan tidak mempertanyakan responden mengenai
jawaban-jawaban tersebut. Terakhir, peneliti memastikan bahwa semua pertanyaan pada
kuesioner adalah tepat dan tidak ada pertanyaan yang tidak relevan.
75
3.3.5. Pengembangan Kuesioner Penelitian
Pengembangan kuesioner penelitian dilakukan melalui tujuh tahap yang disarankan
oleh Aaker et al. (1998), yaitu: (1) merencanakan apa yang akan diukur, (2) membuat
format kuesioner, (3) membuat butir-butir dalam kuesioner, (4) membuat lay-out
kuesioner, (5) hasilkan kuesioner, (6) kuesioner diuji-cobakan, dan (7) membuat
kuesioner baru yang telah direvisi (Gambar 3.4.).
Gambar 3.4 Pengembangan Kuesioner Untuk Penelitian Ini
KonstrukLangkah 1 Merencanakan
apa yang akan Konstitutif (constitutive )diukur dan definisi operasional
Pengembanganskala
Langkah 2 Membuatformat kuesioner
Langkah 3 Membuat pernyataan-pernyataan dalam
kuesioner
Langkah 4 Lay-out kuesioner
Langkah 5 Hasilkan kuesioner
Langkah 6 Uji coba kuesioner
Langkah 7 Membuat kuesioner yang telah direvisi
Sumber: dibangun untuk penelitian ini berdasarkan pada Aaker et al. (1998, h.307)
Pemahaman akan variabel-variabel dalam CDM, TPB, dan TT didasarkan pada
tinjauan pustakan pada Bab dua. Kemudian, format kuesioner dibuat dengan
76
memasukkan butir-butir (items) yang berkaitan dengan CDM, TPB, dan TT pada masing-
masing kuesioner. Lay-out kuesioner dibuat sebagai berikut. Butir-butir yang mengukur
konstruk yang sama diletakan pada boks yang sama dengan tujuan agar memudahkan
responden informasi dan mereduksi kebingungan responden (Harrison & McLaughlin,
1996; Bagozzi & Warshaw, 1990: Fishbein & Ajzen, 1980). Tidak hanya itu, butir-butir
yang diletakan dalam 1 grup dapat mendukung validitas diskriminan konstruk-konstruk
yang diuji (Harrison & McLaughlin 1996). Pada penelitian ini, setiap konstruk yang
akan digunakan ditulis dengan huruf tebal dan diberikan instruksi dalam menjawab
pertanyaan (Bagozzi & Warshaw, 1990). Setelah kuesioner selesai dibuat, kuesioner
kemudian diuji-cobakan untuk menghasilkan kuesioner yang sesungguhnya.
Dalam pengembangan kuesioner TT, ada satu butir pernyataan yang didesain dalam
pertanyaan tertutup dan terbuka. Butir pernyataan itu adalah resensi pembelian.
Pertanyaan tertutup menanyakan jumlah produk yang baru saja dibeli dan digunakan
dalam kurun waktu enam minggu terakhir. Pilihan jawaban adalah nol hingga enam.
Pertanyaan terbuka menanyakan tanggal dan bulan pembelian. Manfaat dengan
penggunaan pertanyaan terbuka adalah untuk mereduksi jawaban tidak jujur (Waters,
1991). Lebih lanjut, tanggal dan bulan yang telah disebutkan akan menjadi dasar untuk
pemeriksaan ulang pada pertanyaan perilaku (membeli atau tidak membeli) pada
kuesioner terakhir (Kuesioner 5). Dengan kata lain, jika responden A mengatakan
membeli tetapi tanggal atau bulan pembelian terakhir sama dengan yang ditulisnya pada
kuesioner sebelumnya, maka responden A dianggap tidak melakukan pembelian.
77
3.3.6. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional
Konseptualisasi dan operasionalisasi variabel-variabel perlu dilakukan sebelum data
dikumpulkan (Davis, 1996). Definisi konseptual dan operasional setiap konstruk pada
penelitian ini disajikan dalam Tabel 3.4. Definisi-definisi konseptual dipresentasikan
dengan mengacu pada pengembang masing-masing teori. Sebagai contoh, definisi
konseptual untuk variabel-variabel TPB mengacu pada Fishbein dan Ajzen (1980, 1975)
dan Ajzen (1988). Variabel-variabel pada TT mengacu pada Bagozzi dan Warshaw
(1990).
Tabel 3.4. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional
Hipotesis Konstruk Definisi konseptual Definisi operasionalTheory of planned behaviorH1. Sikap memilih merek Sikap memilih Evaluasi seseorang bahwa Keyakinan dan evaluasi seseorang mempengaruhi niat merek melakukan perilaku memilih me- untuk membeli merek X satu bulan memilih merek. rek adalah baik atau jelek, yaitu mendatang.
bahwa orang tersebut berkenanatau tidak berkenan melakukanperilaku tersebut (Ajzen & Fish-bein 1980, h.6).
Niat memilih merek Kecenderungan seseorang bahwa Niat seseorang untuk membeliia akan berperilaku memilih me- merek X satu bulan mendatang.rek (Ajzen & Fishbein 1980, h.42).
H2. Norma subyektif Norma subyektif Persepsi seseorang atas tekanan Keyakinan dan kemauan sese- mempengaruhi niat sosial yang diletakan padanya orang untuk menuruti saran kelu- memilih merek. untuk berperilaku atau tidak ber- arga atau teman untuk membeli
perilaku (Ajzen & Fishbein 1980, merek X.h.6).
Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan padaH1. H1.
H3a. Kontrol keperilakuan Kontrol keperilaku- Mudah atau sulitnya seseorang Keyakinan kontrol seseorang dan yang dirasakan mem- an yang dirasakan berperilaku (Ajzen 1988, h.132). akses ke kontrol tersebut untuk pengaruhi niat. membeli merek X.H3b. Kontrol keperilakuan yang dirasakan mem- Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada pengaruhi perilaku H1. H1.
78
Tabel 3.4. Lanjutan Definisi Konseptual dan Definisi Operasional H4. Niat memilih merek Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada mempengaruhi peri- H1. H1. laku memilih merek.
Perilaku memilih Respon seseorang yang dapat Membeli atau tidak membelinyamerek diamati dalam memilih merek merek X satu bulan mendatang.
Fishbein & Ajzen 1975, h.53).
H5. Norma subyektif mem- Sikap memilih me- sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada punyai pengaruh yang rek H1. H1. lebih besar dibandingkan dengan sikap memilih Norma subyektif sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada merek dan kontrol keperi- H2. H2. lakuan yang dirasakan terhadap niat memilih Kontrol keperilakua sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada merek. yang dirasakan H3. H3.
Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada H1. H1.
H6a. Perilaku lampau (fre- Perilaku lampau Perilaku lampau meliputi frekuen- Frekeunsi seseorang membeli me- kuensi) mempengaruhi si pengalaman seseorang dalam rek X satu tahun yang lalu. niat memilih merek. memilih merek dan resensi orangH6. Perilaku lampau (fre- tersebut terhadap frekeunsi men- Resensi seseorang membeli me- kuensi) mempe- coba lampau (Bagozzi & War- rek X enam bulan yang lalu. ngaruhi perilaku shaw 1990, h.130). memilih merek. H6b. Perilaku lampau (re- sensi) mempengaruhi Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada perilaku memilih H1. H1. merek.
Perilaku memilih sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan padamerek H5. H5.
Theory of tryingH7. Sikap mencoba memi- Sikap mencoba Sikap seseorang terhadap suk- Sikap seseorang untuk membeli lih merek mempengaruhi memilih merek ses, gagal, dan proses dalam merek X satu bulan mendatang. niat mencoba memilih memilih merek (Bagozzi & War- merek. sahwa 1990, h.130).
Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan padaH1. H1.
H8. Norma subyektif mem- Norma subyektif sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada pengaruhi niat mencoba H2. H2. memilih merek.
Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan padaH1. H1.
H9. Frekuensi mencoba Frekuensi menco- Frekuensi seseorang dalam Seberapa banyak produk merek X lampau mempengaruhi ba lampau percobaan masa lampau (Bagozzi yang dibeli seseorang. niat dan perilaku & Warshaw 1990, h.131). mencoba memilih merek. Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
H1. H1.
Perilaku memilih sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan padamerek H5. H5.
79
Tabel 3.4. Lanjutan Definisi Konseptual dan Definisi Operasional H10. Norma sosial mempu- Sikap mencoba sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada nyai pengaruh yang lebmemilih merek H7. H7. besar dibandingkan de- ngan sikap mencoba Norma subyektif sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada memilih merek dan H1. H1. frekeunsi mencoba lampau terhadap niat Frekuensi menco- sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada mencoba memilih me- ba lampau H9. H9. rek.
Niat mencoba me- sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan padamilih merek H1. H1.
H11. Sikap terhadap sukses Sikap untuk men- Keyakinan dan evaluasi sese- Keyakinan dan evaluasi seseorang dan harapan akan suk- coba dan sukses orang terhadap konsekuensi untuk membeli merek X satu bulan ses, sikap terhadap yang berkaitan dengan sukses mendatang, dan sukses. gagal dan harapan (Bagozzi & warshaw 1990, akan gagal, dan sikap h.131). terhadap proses mem- Sikap untuk men- Keyakinan dan evaluasi sese- Keyakinan dan evaluasi seseorang pengaruhi sikap men- coba dan gagal orang terhadap konsekuensi untuk membeli merek X satu bulan coba memilih merek. yang berkaitan dengan gagal mendatang, tapi gagal.
(Bagozzi & warshaw 1990, h.131).
Sikap terhadap Keyakinan dan evaluasi sese- Keyakinan dan evaluasi seseorangproses orang terhadap konsekuensi terhadap proses untuk membeli
yang berkaitan dengan proses merek X satu bulan mendatang.(Bagozzi & warshaw 1990, h.131).
H12a. Niat mencoba memilih Niat mencoba me- sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada merek mempengaruh milih merek H1. H1. perilaku mencoba memilih merek. Frekuensi menco- sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan padaH12b. Frekuensi mencoba ba lampau H9. H9. memilih merek mempengaruhi peri- Resensi mencoba Resensi seseorang terhadap Resensi seseorang membeli me- laku mencoba lampau coba lampau (Bagozzi & Wars- rek X enam bulan yang lalu.H12c. Resensi mencoba shaw 1990, h.132). memilih merek mempengaruhi peri- laku mencoba
Theory of planned behaviordan theory of tryingH13. Theory of trying lebih Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada mampu memprediksi H1. H1. fenomena memilih satu merek dibandingkan Perilaku memilih sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada dengan theory of planne merek H5. H5. behavior
3.3.7. Pengembangan Skala
Pengembangan skala dilakukan melalui delapan langkah sebagaimana pada Gambar
3.5. Kedelapan langkah tersebut dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu: tahap eksplorasi
80
dan tahap kuantitatif. Tahap eksplorasi meliputi langkah untuk menghasilkan butir-butir
butir pernyataan (statement items) dan validitas isi (content validity). Tahap yang kedua,
yaitu tahap kuantitatif, meliputi langkah-langkah yang bertujuan untuk membersihkan
ukuran (purify measures). Pengembangan skala penelitian ini mengacu pada Churchill
(1979) dan DeVellis (1991).
Gambar 3.5. Pengembangan skala pada penelitian ini
Tahap 1: eksplorasi
Langkah 1 Hasilkan butir- butir ( items ) Langkah 5 Pengumpulan data
aktual
Analisis butir- Langkah 2 butir untuk Menilai reliabilitas
validitas isi Langkah 6 * coefficient alpha( content validity ) * reliabilitas konstruk
* AVE
Tahap 2: kuantitatif Menilai validitasLangkah 3 Pengumpulan Langkah 7 * covergent validity
data awal * discriminant validity* criterion validity* predictive validity
Pembersihan Langkah 4 ukuran ( purify
measure ) * coefficient alpha * EFA
Sumber: Churchill (1979), Devellis (1991)
3.3.7.1 Tahap Eksplorasi
Tahap pertama dalam tahap eksplorasi adalah membuat kelompok butir-butir yang
berkaitan dengan tema penelitian. Tepatnya, tahap ini dimulai dari pemahaman akan
81
keyakinan-keyakinan (beliefs) responden yang menonjol (salient) berkenaan dengan
pelembab pemutih Ponds. Fishbein (1967) menjelaskan mengenai definisi keyakinan-
keyakinan menonjol, yaitu keyakinan-keyakinan yang dominan dalam suatu masyarakat.
Dengan mengacu pada definsi tersebut, maka survai eksplorasi dilakukan untuk
mengetahui keyakinan-keyakinan tersebut. Semua jawaban kemudian ditabulasi (Ajzen
& Fishbein, 1980). Hasil studi eksplorasi merupakan dasar dalam pengembangan
kuesioner selanjutnya.
Tahap kedua adalah berkaitan dengan validitas isi (content validity). Validitas ini
memperlihatkan tingkatan suatu konstruk direpresentasikan oleh butir-butir yang
mengacu pada konstruk tersebut (Garver & Mentzer, 1999). Validitas ini lebih bersifat
kualitatif dibandingkan dengan kuantitatif (Parasuraman et al., 1988). Langkah ini
dilakukan dengan memberikan desain kuesioner kepada pembimbing-pembimbing
peneliti untuk diperiksa.
3.3.7.2. Tahap Kuantitatif
Tahap ketiga adalah mengumpulkan data dengan menggunakan kuesioner uji coba.
Churcill (1979) tidak mengidentifikasikan jumlah sampel yang tepat untuk sampel uji
coba (pilot test) dalam pengembangan skala. Beberapa peneliti misalnya DeVellis (1991)
menyarankan sampel berjumlah 300 sedangkan Spector (1992) menyarankan 100 – 200.
Peneliti lainnya, Summers (2001) menyarankan hanya 20 responden untuk uji coba
kuesioner. Dari beragam angka tersebut, penelitian ini menggunakan 100 responden
untuk uji coba kuesioner dengan pertimbangan bahwa jumlah 100 merupakan jumlah
yang cukup untuk menganalisis data uji coba kuesioner.
82
Skala perbedaan semantik (semantic differential) bipolar (yaitu, -3 hingga +3)
digunakan dalam kuesioner penelitian ini dengan mengacu pada Ajzen (2002) dan Ajzen
dan Fishbein (1980). Pada skala ini, nilai nol merupakan nilai netral. Skala bipolar,
dibandingkan dengan skala unipolar (misalnya satu hingga tujuh), merupakan skala yang
tepat untuk diaplikasikan pada penelitian sikap dan perilaku (Bettman et al., 1975). Salah
satu alasannya adalah skala bipolar memberikan hasil korelasi sikap ke perilaku yang
lebih baik dibandingkan dengan skala unipolar (Candel & Pennings, 1999).
Tahap keempat adalah membersihkan ukuran dengan menggunakan Cronbach α dan
exploratory factor analysis (selanjutnya disebut EFA). Cronbach α merupakan hasil ukur
yang sering digunakan oleh banyak peneliti dalam menilai reliabilitas ukuran. Batasan
nilai α yang digunakan pada penelitian ini adalah 0.70 (Hair et al., 1995). Lebih lanjut,
butir-butir dalam kuesioner akan dipertahankan atau dihilangkan dengan melihat nilai
item-to-total correlations (Parasuraman et al., 1988; Churchill, 1979). Batasan nilai yang
akan digunakan adalah > 0.30 (Azwar, 1999).
Penelitian ini menggunakan teknik ukur lain selain Cronbach α untuk menilai
reliabilitas ukuran. Hal ini karena Cronbach α mempunyai keterbatasan khususnya dalam
kaitannya dengan unidimensionalitas (Baumgartner & Homburg, 1996). Cronbach α
tidak membuktikan bahwa suatu ukuran adalah unidimensional walaupun mempunyai
nilai α yang tinggi (Baumgartner & Homburg, 1996). Oleh karena itu, Baumgartner &
Homburg (1996) serta Hulland et al. (1996) menyarankan untuk menggunakan
realibilitas komposit (composite reliability) dan average variance extracted (AVE) untuk
menilai reliabilitas konstruk. Dengan demikian, reliabilitas komposit dan AVE juga
dilaporkan pada hasil analisis data.
83
Pembersihan ukuran juga dilakukan dengan EFA. EFA berguna untuk menguji
validitas konstruk. Validitas ini menunjukkan suatu tingkatan dimana suatu konstruk
mencapai arti secara teoritis dan empiris. Validitas konstruk merupakan kondisi yang
diperlukan dalam menguji teori (Stennkamp & Van Trijp, 1991; Bagozzi, 1980), sentral
dari proses ilmiah (Churchill, 1979), dan sentral dari pengukuruan sebuah konsep
(Carmines & Zeller, 1979).
Analisis faktor merupakan metode yang kuat (powerful) dan yang harus ada
(indispensable) untuk menguji validitas konstruk (Kerlinger & Lee, 2000, h.679). Dalam
analisis faktor (factor analysis), rotasi yang digunakan adalah rotasi varimax. Rotasi ini
memberikan hasil yang baik dalam memaksimalkan jumlah variansi yang dapat
membedakan faktor-faktor dengan jelas (Hair et al., 1995). Hair et al. juga memberikan
arahan dalam menentukan nilai factor loading yang dianggap signifikan. Menurut
mereka, nilai loading terkait dengan jumlah sampel. Dengan didasarkan pada tabel yang
diringkaskan oleh Hair et al., maka dalam penelitian ini, factor loading yang signifikan
adalah factor loading yang mempunyai nilai lebih besar dari 0.35 dimana sampel yang
dibutuhkan agar signifikan adalah 250 (Hair et al., 1995). Sampel penelitian ini sendiri
adalah lebih dari 250, tepatnya 321 responden.
Dalam analisis faktor juga mengaplikasikan KMO (the Kaiser-Meyer-Olkin) untuk
mengukur seberapa jauh indikator-indikator suatu konstruk dalam kelompok yang sama.
Dengan kata lain, KMO mengukur homogenitas variabel (Sharma, 1996). Sharma juga
memberikan rekomendasi bahwa batasan nilai KMO yang memadai untuk penelitian
adalah KMO lebih besar atau sama dengan 0.70.
84
Selain analisis faktor, penelitian ini juga menggunakan confirmatory factor analysis
(selanjutnya disebut CFA) untuk menguji validitas konstruk. CFA juga merupakan alat
uji validitas konstruk yang lebih rigid dibandingkan dengan teknik lainnya (Garver &
Mentzer, 1999; Steenkamp & Van Trijp, 1991). CFA juga dapat dipahami sebagai model
pengukuran (measurement model) karena CFA fokus pada hubungan antar konstruk dan
ukuran (Bagozzi, 1994). Lebih lanjut, dengan mengacu pada Garver dan Mentzer (1999)
serta Bagozzi et al. (1992), validitas konstruk pada penelitian ini dinilai dari beberapa
cara: (1) reliabilitas, (2) validitas konverjen (convergent validity), (3) validitas
diskriminan (discriminant validity), dan (4) validitas kriteria (criterion validity). Validitas
konverjen juga merupakan salah satu cara untuk mereduksi common method variance
(Podsakoff & Organ, 1986).
3.4 Pengukuran
Variabel-variabel dalam TPB dan TT seperti sikap, norma subyektif, dan kontrol
keperilakuan yang dirasakan diukur dengan menggunakan pengukuran langsung dan
tidak langsung (Ajzen, 2002). Variabel lainnya seperti frekuensi, resensi, dan niat hanya
diukur dengan pengukuran langsung. Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran yang
dikaitkan dengan keyakinan responden.
Penelitian ini menggunakan pengukuran langsung dan tidak langsung didasarkan pada
keunggulan masing-masing pengukuran. Keunggulan pengukuran langsung adalah
konsistensi internal atau reliabilitas yang tinggi dibandingkan dengan pengukuran tidak
langsung. Reliabilitas yang lebih rendah pada pengukuran tidak langsung karena
keyakinan seseorang dapat menjadi tidak pasti jika orang tersebut yakin bahwa
85
perilakunya dapat memberikan hasil yang negatif dan positif secara bersamaan (Ajzen,
2002, h.8).
Akan tetapi, pengukuran tidak langsung memberikan kontribusi pada praktis karena
pengukuran tidak langsung dapat mengidentifikasikan keyakinan-keyakinan konsumen
dalam menggunakan produk Ponds (Ajzen, 2002;1991; Engel et al., 1995; Aaker et al.,
1992; Fishbein & Ajzen, 1975). Dengan kata lain, pengukuran langsung sikap hanya
menanyakan apakah konsumen merasa, misalnya: positif atau bijaksana, dalam
menggunakan produk Ponds. Sedangkan dengan pengukuran tidak langsung diketahui
bahwa dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat memberikan hasil kulit
wajah yang lebih putih dan terlihat cerah yang berdampak positif pada peningkatan rasa
percaya diri. Hasil keyakinan-keyakinan tersebut disampaikan pada sub bab 4.2.2 (hasil
analisis survai kedua).
Tabel 3.5 memperlihatkan bahwa hanya sedikit penelitian yang menggunakan dua
pengukuran sekaligus, yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung, dalam aplikasi
TPB (misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Giles & Cairns, 1995; Terry & O’Leary,
1995). Beberapa penelitian hanya menggunakan pengukuran langsung saja (misalnya,
Weber & Gillespie, 1999; Chang, 1998; Trafimow & Duran, 1998; Koslowsky, 1993)
dan tidak langsung saja (misalnya, Hubres et al., 2001; East, 2000; Kanler & Todd,
1998). Beberapa penelitian lainnya menggunakan gabungan pengukuran langsung dan
tidak langsung (misalnya, Maurer & Palmer, 1999; Tkacher & Kolvereid, 1999; Parker et
al., 1995; Schifter & Ajzen, 1985). Dengan kata lain, untuk konstruk tertentu (misalnya
sikap) diukur dengan pengukuran langsung tetapi konstruk lainnya (misalnya kontrol
keperilakuan yang dirasakan) menggunakan pengukuran tidak langsung.
86
Tabel 3.5 Peneliti dan Pengukuran Yang Digunakan
Sumber: diringkaskan dari peneliti-peneliti diatas
Menggunakan & Memisahkan Menggunakan GabunganPengukuran Pengukuran Pengukuran Langsung & Pengukuran Langsung &
Langsung Tidak Langsung Tidak Langsung Tidak Langsung
Weber & Gillespie, 1999 Hubres et al ., 2001 Giles & Cairns, 1995 Maurer & Palmer, 1999Chang, 1998 East, 2000 Terry & O'Leary, 1995 Tkacher & Kolvereid, 1999
Trafimow & Duran, 1998 Kanler & Todd, 1998 Parker et al., 1995Koslowky, 1993 Schifter & Ajzen, 1985
Hanya Menggunakan
Ada perbedaan hasil antara pengukuran langsung dan tidak langsung (Engel et al.,
1995; Bagozzi, 1981). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bagozzi (1981) menunjukkan
bahwa pengukuran sikap dengan menggunakan pengukuran tidak langsung lebih baik
dibandingkan dengan pengukuran tidak langsung. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan
oleh oleh Giles dan Cairns (1995) serta Terry dan O’Leary (1995) menunjukkan hasil
yang berbeda, yaitu pengukuran langsung lebih baik dibandingkan dengan pengukuran
tidak langsung. Dengan didasarkan pada keunggulan masing-masing pengukuran,
penelitian ini menggunakan dua pengukuran dan telah mencoba kedua pengukuran
tersebut pada survai uji coba. Hasil survai uji coba yang baik mendorong penulis untuk
menggunakan kedua pengukuran tersebut pada survai aktual.
3.5. Proses Sampling
Proses sampling pada penelitian ini meliputi empat tahap yaitu tahap mendefinisikan
populasi, mendesain sampel, menentukan jumlah sampel dan melakukan rencana
pengambilan sampel (Gambar 3.6.).
87
Gambar 3.6. Proses sampling dalam penelitian ini
Langkah 1 Elemen : pengguna produk pelembab pemutih Unit analisa : pengguna produk pelembab pemutih merek Ponds Tempat penelitian : Yogyakarta
Langkah 2 Sampel purposif
* 18 - 25 tahun usia min. 18 thn (Sudman, 1983)* mahasiswi* telah menggunakan Ponds min. 6 minggu * domisili Yogyakarta
Langkah 3
Langkah 4 Waktu penelitian : Febuari 2003 - April 2003 Produk : pelembab pemutih Ponds
Pengambilan sampel
Mendefinisikan populasi
Desain sampel
Jumlah sampel N = 321
Sumber: diadaptasi untuk penelitian ini berdasarkan Malhotra (1999)
Definisi populasi. Pada langkah awal proses sampling dalam penelitian ini adalah
mendefinisikan populasi penelitian yang terdiri atas elemen populasi dan unit analisis.
Elemen populasi adalah para pemakai produk pelembab pemutih. Lebih lanjut, unit
analisis penelitian ini adalah pemakai produk pelembab pemutih merek Ponds.
88
Desain sampel. Sampel purposif diaplikasikan pada penelitian ini. Dengan kata lain,
responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah responden yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut: (1) mahasiswi yang berumur 18 – 25 tahun, (2) telah
menggunakan produk Ponds setidaknya 6 minggu, dan (3) berdomisili di Yogyakarta.
Penentuan usia minimal 18 tahun mengacu pada Sudman (1983) yang menyatakan bahwa
usia responden untuk penelitian sikap sebaiknya 18 tahun, yaitu usia yang dianggap
memasuki kedewasaan untuk dapat bersikap.
Ada tiga alasan penggunaan sampel purposif pada penelitian ini. Pertama, penelitian
ini menitikberatkan pada pengujian teori (yaitu, TPB dan TT). Dengan demikian,
penggunaan responden yang homogen merupakan sampel yang ideal untuk menguji teori
(Calder, et al. 1987; Lynch, 1982). Sampel homogen adalah sampel yang ideal karena
sampel yang homogen mampu memprediksi dengan lebih tepat dibandingkan sampel
yang heterogen. Dengan kata lain, sampel yang heterogen berarti ada banyak perbedaan-
perbedaan dalam responden yang mengakibatkan prediksi menjadi lebih sulit (Kerlinger
& Lee 2000; Calder et al., 1981). Lebih lanjut, sampel yang heterogen merupakan
ancaman dalam kesimpulan statistik. Sampel heterogen memungkinkan terjadinya
kesalahan Tipe II, yaitu, mengambil kesimpulan bahwa teori tidak dikonfirmasi padahal
hubungan teoretikal suatu variabel diganggu dengan adanya beragam data (Calder et al.,
1987; Cook & Campbell, 1975). Alasan kedua dalam penggunaan sampel purposif
adalah sampel ini mampu mereduksi non-respon (Melnick et al., 1991). Ketiga, biaya
untuk sampel purposif cenderung lebih rendah (Sudman & Blair, 1999).
89
Mahasiswi sebagai sampel penelitian. Penelitian ini menggunakan mahasiswi sebagai
sampel penelitian. Jastifikasi untuk penggunaan mahasiswi sebagai sampel adalah
sebagai berikut. Pertama, mahasiswi mudah mengikuti petunjuk pengisikian kuesioner
dibandingkan dengan responden non mahasiswi (Yavas, 1994).Kedua, mahasiswa/i juga
lebih kooperatif (Yavas, 1994). Lalu, biaya penelitian dengan menggunakan sampel
mahasiswi relatif lebih ringan (Yavas, 1994). Akhirnya, Petty dan Cacioppo (1996) serta
Calder et al. (1982) juga menunjukkan bahwa selama sampel mahasiswa/i relevan
terhadap teori yang digunakan maka sampel mahasiswa dapat digunakan untuk menguji
teori.
Penentuan jumlah sampel. Karena formula penentuan jumlah sampel tidak dapat
digunakan untuk sampel non-probabilitas maka penentuan jumlah sampel non-
probabilitas biasanya didasarkan pada subjektifitas peneliti atau komparasi terhadap
studi-studi terdahulu (Hair et al. , 2000). Pada penelitian ini, penentuan jumlah sampel
(N= 321) didasarkan pada komparasi terhadap studi-studi sikap-perilaku terdahulu
dimana jumlah sampel minimum adalah 53 orang dan jumlah sampel maksimum adalah
1.194 orang. Jumlah sampel rata-rata pada penelitian sikap dan perilaku yang
dirangkumkan pada lampiran A adalah 190 orang (untuk penelitian TPB) dan 212 (untuk
penelitian TT). Dengan demikian, jumlah sampel sebesar 321 orang adalah lebih besar
dan dapat diperbandingkan (comparable) dengan penelitian sejenis.
Penentuan jumlah sampel juga erat kaitannya dengan penggunaan SEM sebagai alat
analisis. Tidak ada arahan yang jelas untuk menentukan jumlah sampel yang tepat untuk
menggunakan SEM. Misalnya, Hulland et al. (1996) menyatakan bahwa sampel dengan
90
jumlah 100 – 200 merupakan jumlah yang cukup untuk menggunakan SEM. Sedangkan
menyatakan Dengan jumlah sampel sebesar 321 orang maka jumlah ini sesuai dengan
pertimbangan diatas. Lebih lanjut, interval keyakinan (confidence interval) pada
penelitian ini adalah 95 persen dengan nilai kritikal z = 1.96 (Hair et al. , 2000).
Pengambilan sampel. Pengambilan data akan dilakukan pada bulan Febuari hingga
April 2003. Delapan asisten peneliti membantu pengambilan data.
3.6. Analisis Data
Data pada penelitian ini dianalisis melalui tiga tahap: (1) proses pra-analisis, (2)
statistik deskriptif dan (3) statistik inferensial (Sekaran, 2000). Proses pra-analisis
meliputi memasukan dan membersihkan data. Sedangkan statistik deskriptif yang
digunakan adalah frekuensi dan persentase khususnya untuk menggambarkan profil
responden dan hasil analisis mengenai pilihan merek. Statistik inferensial pada penelitian
ini adalah digunakannya structural equation modeling sebagai teknik menganalisis data.
3.6.1. Proses Pra-Analisis
Pada tahap proses pra-analisis, data diperiksa baik oleh assisten penelitian dan oleh
peneliti sendiri. Pemeriksaan data ini meliputi kelengkapan jawaban dan profil
responden. Kuesioner yang tidak lengkap atau maksimal tidak mengisi lima butir tidak
diproses lebih lanjut. Kuesioner yang tidak diisi lengkap berkenaan dengan profil
responden juga tidak diproses lebih lanjut. Profil responden, khususnya nama, alamat
serta usia responden, adalah penting dalam studi longitudinal. Adanya assistan penelitian
91
mampu membantu meminimalkan kuesioner yang tidak terpakai karena jawaban yang
tidak lengkap. Proses pra-analisis pada penelitian ini dimulai dengan memeriksa jawaban
yang hilang, outliers, dan normalitas data.
Jawaban yang hilang (missing responses). Kuesioner pada penelitian ini diperiksa dua
kali, yaitu oleh asisten penelitian dan peneliti sendiri. Asisten peneliti diminta untuk
memeriksa apakah responden sudah mengisi dengan lengkap kuesioner tersebut sebelum
diserahkan kepada peneliti. Kemudian, peneliti memeriksa apakah kuesioner telah diisi
dengan lengkap. Kuesioner yang diproses lebih lanjut adalah kuesioner yang terisi
lengkap dan kuesioner dengan pembatasan maksimal lima jawaban hilang. Jawaban yang
hilang pada penelitian ini diperlakukan dengan memberikan nilai netral pada jawaban
yang hilang tersebut (Malhotra, 1999). Malhotra menunjukkan bahwa dengan
memberikan nilai netral tidak akan mengubah nilai tengah (mean) variabel tersebut.
sehingga uji statistik lainnya (misalnya, korelasi) tidak terlalu terpengaruh (Malhotra
1999).
Outliers. Hair et al. (1995) menunjukkan ada empat tipe outliers. Yang pertama adalah
outliers yang muncul karena kesalahan dalam memasukan data. Kemudian, tipe yang
kedua, adalah outliers yang muncul karena hal-hal yang ekstrim yang dapat dijelaskan.
Ketiga, outliers yang muncul karena hal-hal yang ekstrim tetapi tidak dapat dijelaskan.
Tipe yang terakhir adalah outliers yang muncul pada saat dikombinasikan dengan
variabel lain.
Deteksi adanya outliers dalam penelitian ini dimulai dengan menguji distribusi
univariat dari setiap variabel. Pengamatan yang berada diluar rentang distribusi dikatakan
92
sebagai outliers. Dengan kata lain, setiap nilai standardized variable yang melebihi 4
adalah outliers (Hair et al., 1995). Lebih lanjut, multivariate outliers diuji dengan
menggunakan Mahalanobis distance dengan menggunakan p > 0.001 (Hair et al., 1995).
Pengujian outliers dilakukan dengan menggunakan program SPSS.
Beberapa peneliti (misalnya: Hair et al., 1995; Bagozzi & Baumgartner, 1994;
Schmelkin & Pedhazur, 1991) menunjukkan bahwa keputusan apakah outliers
dihilangkan atau dipertahankan adalah tidak sekedar untuk membersihkan data. Tetapi,
harus juga dipahami sebagai adanya individu-individu (responden) yang unik yang
berbeda dengan kebanyakan. Terlebih lagi, penghilangan outliers dapat menyebabkan
masalah baru, misalnya outliers yang baru (Schmelkin & Pedhazur, 1991). Oleh karena
itu, setelah peneliti yakin dengan memeriksa kembali apakah ada outliers yang muncul
karena kesalahan dalam memasukan data maka penelitian ini tetap menggunakan data
yang ada. Penelitian ini tidak menghilangkan outliers karena outliers tersebut dapat
karena perbedaan nilai yang ekstrim tetapi dari populasi yang sama sebagaimana yang
ditunjukkan oleh Hair et al. (1995, h. 60):
“But if they do represent a segment of the population, they should be retained to ensure generalisability to the entire population. As outliers are deleted, the analyst is running risk of improving the multivariate analysis but limiting its generalisability.”
Normalitas Data. Asumsi awal dalam menggunakan SEM adalah data mempunyai
distribusi normal (Hair et al., 1995).Pada penelitian ini, skewness dan kurtosis dapat saja
terdistribusi tidak normal. Distribusi dikatakan normal jika nilai skewness dan adalah
sama dengan nol (Tabachnick & Fidell, 1996). Akan tetapi, distribusi normal sulit dicapai
pada prakteknya (Joreskog & Sorbom, 1982). Dalam penelitian ini, semua variabel akan
diuji pada tingkat univariat and multivariat dengan menggunakan AMOS.
93
3.6.2. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif bertujuan untuk mentransformasi data mentah menjadi suatu
bentuk yang dapat memberikan informasi dalam menggambarkan faktor-faktor yang
digunakan dalam penelitian ini (Sekaran, 2000). Penelitian ini menggunakan alat
frekuensi dan persentase untuk menggambarkan profil responden. Lebih lanjut, hubungan
antar variabel akan menggunakan uji korelasi.
Analisis korelasi. Koefisien korelasi memperlihatkan kedekatan hubungan asosiasi
antara variabel dependen dan independen (Hair et al., 1995). Pada penelitian ini
digunakan korelasi Pearson sebagaimana Pearson tepat digunakan jika data penelitian
pada skala interval (Aaker et al., 1998).
3.6.3 Analisis Inferensial
Pada sub bab ini dibahas mengenai jastifikasi penggunaan SEM, metode estimasi
dalam SEM, dan uji χ2/df sebagai berikut.
Jastifikasi SEM. SEM merupakan alat analisis yang sesuai dengan paradigma yang
dianut pada penelitian ini, yaitu scientific realism (Bagozzi, 1994). Tidak hanya itu, SEM
diaplikasikan pada penelitian ini dengan didasarkan pada tujuh alasan sebagai berikut.
Pertama, penelitian ini fokus pada hubungan antar konstruk dalam menguji teori. SEM
tepat digunakan karena SEM adalah teknik konfirmasi (Tabachnick & Fidell, 1996) yang
didasarkan pada suatu teori (a theory-based approach) (Cheng, 2001; Garver & Mintzer,
94
1999; Bentler & Chou, 1987; Aaker & Bagozzi, 1979). Terlebih lagi, analisis dengan
menggunakan SEM meliputi analisis yang berkaitan dengan teori, metodologi, dan
statistik (Bagozzi, 1981).
Alasan kedua adalah SEM tepat digunakan pada hal-hal yang menyangkut topik
keperilakuan (behavioral) yang seringkali kompleks. Dengan kata lain, suatu dependen
variabel dapat saja merupakan independen variabel pada hubungan yang lain (Cheng,
2001). Ketiga, kemampuan SEM dalam mengukur hubungan antara variabel laten
(variabel yang tidak dapat diobservasi secara langsung) dengan variabel yang dapat
diobservasi secara langsung (Hoyle & Oanter, 1995).
Keempat, SEM mampu untuk mengontrol kesalahan pengukuran sehingga hubungan
antar konstruk dapat diuji tanpa bias (MacKenzie, 2001; Steenkamp & Van Trijp, 1991).
Kelima, SEM dapat digunakan untuk menguji variabel intervening (Bagozzi, 1994).
Keenam, SEM ideal untuk digunakan dalam menguji dan memperbandingkan teori
(Garver & Mentzer, 1999; Sauer & Dick, 1983). Terakhir, SEM dapat menyediakan
berbagai uji statistik sehingga dapat menilai suatu ukuran dengan lebih baik jika
dibandingkan dengan metode-metode lainnya (MacKenzie, 2001).
Metode estimasi dalam SEM. Ada beberapa metode estimasi yang dapat digunakan
dalam SEM. Pada program AMOS, misalnya, ada lima metode estimasi, yaitu: the
maximum likelihood (ML), generalized least squares (GLS), unweighted least squares
(ULS) and asymptotically distribution free (ADF) (Arbuckle & Wothke, 1999). GLS dan
ML Kemudian, ADF tepat digunakan jika sampel penelitian >1000 (Bryne, 1995).
95
Lebih lanjut, teknik estimasi ULS mempunyai keterbatasan khususnya dalam
memberikan beragam uji statistik.
Pemilihan teknik estimasi dalam SEM untuk penelitian ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa data penelitian ini mengandung outliers dan tidak normal. Dengan
demikian, teknik estimasi ML adalah teknik estimasi yang tepat karena ML dapat
digunakan walaupun asumsi normalitas tidak terpenuhi (Tabachnick & Fidell, 1996;
Hoyle & Panter 1995; Bagozzi & Baumgartner, 1994; Diamantopoulos, 1994). Lebih
lanjut, Purwanto (2002) menunjukkan bahwa teknik ML merupakan teknik estimasi yang
dapat menahan kritik mengenai ketepatan penggunaan SEM pada data sosial dan
perilaku. Akan tetapi, pada data yang tidak normal, uji χ2 dan standard error diragukan
ketepatannya (Bagozzi & Baumgartner, 1994). Penggunaan ML pada data yang tidak
normal harus disertai dengan χ2 yang telah dikoreksi (Steenkamp & van Trijp, 1991;
Bentler & Chou, 1987).
Chi-square test (χ2) and χ2/df. Keterbatasan utama uji χ2 adalah asumsi distribusi
normal dan jumlah sampel (Joreskog & Sorbom, 1982). Berkaitan dengan asumsi
distribusi normal, Joreskog dan Sorbom menjelaskan bahwa asumsi tersebut sering gagal
dilaksanakan dalam prakteknya. Sedangkan berkenaan dengan jumlah sampel, uji χ2
sensitif terhadap jumlah sampel ( Hair et al., 1995; Fredricks & Dossett, 1983; Joreskog
& Sorbom, 1982; Fornell & Larcker, 1981; Bentler & Bonett, 1980). Hair et al. (1995)
juga menunjukkan bahwa tepat digunakan bila jumlah sampel berkisar 100 – 200.
Dengan kata lain, jika jumlah sampel lebih besar dari 200 atau kurang dari 100 maka χ2
akan memberikan hasil yang signifikan.
96
Oleh karena keterbatasan utama tersebut, uji χ2 diperbaiki dengan membagi χ2 dengan
derajat kebebasan (degrees of freedom, selanjutnya disebut df) untuk mereduksi
sensitivitas χ2 terhadap jumlah sampel (Wheaton et al., 1977 dalam Bryne 2001). Tidak
ada batasan yang jelas mengenai nilai χ2/df untuk menunjukkan diterima atau tidaknya
suatu model. Kelloway (1998) menunjukkan bahwa nilai tersebut sebaiknya kurang dari
lima. Peneliti lain, Marsh dan Hocevar (1995, dalam Arbuckle & Worthe, 1999)
merekomendasikan nilai dua hingga lima sebagai nilai fit yang cukup beralasan
(reasonable fit). Dengan kata lain, nilai yang rendah menunjukkan ‘good fit’ sedangkan
nilai lebih dari lima adalah ‘poor fit’. Penelitian ini mengaplikasikan batasan nilai χ2/df
kurang dari lima. Tabel 3.6 memperlihatkan cut-off value untuk uji-uji dalam SEM.
97
Tabel 3.6. Cut-off Value Untuk Uji-Uji Dalam SEM
Goodness-of-fit Cut-off value Referensiindexs
Absolute fitGFI > 0.90 Kelloway (1998)
AGFI > 0.90 Hair, dkk (1995) ; Kelloway (1998)
CMIN/DF > 5 Kelloway (1998)2 - 5 (reasonable fit) Marsh & Hocevar (1985, dalam Arbuckle &
Worthe 1999)
RMR < 0.70 Bagozzi, dkk (1992)
0 (perfect fit) Hulland, dkk (1996)<= 0.05 (good fit)
0.05-0.1 (adequate fit)
RMSEA < 0.08 Hair, dkk (1995)<0.05 (close fit) Baumgartner & Homburg (1996)
0.05 - 0.08 (reasonable fit)Incremental fitNFI > 0.90 Hair, dkk (1995) ; Tabahnick & Fidell (1996) ;
Kelloway (1998)
RFI > 0.90 Kelloway (1998)
CFI > 0.90 Tabahnick & Fidell (1996) : good fitting modelBagozzi & Kimmel (1995) : satisfactory - fit
IFI > 0.90 Kelloway (1998)Parsimonious fitPGFI Tidak ada cut-off value yang standar. Hair, dkk (1995)
Komparasi 2 teori dilakukan denganmelihat nilai PGFI terbesar
PNFI Tidak ada cut-off value yang standar. Kelloway (1998)Komparasi 2 teori dilakukan dengan Hair, dkk (1995)
melihat nilai PNFI terbesar
AIC Tidak ada cut-off value yang standar. Kelloway (1998)Komparasi 2 teori dilakukan dengan Hair, dkk (1995)
melihat nilai AIC terkecil
CAIC Tidak ada cut-off value yang standar. Kelloway (1998)Komparasi 2 teori dilakukan dengan
melihat nilai CAIC terkecil
98
Model pengukuran. CFA dapat dipahami dan disebut juga sebagai model pengukuran
karena CFA fokus pada hubungan antar konstruk dan ukuran (Kaplan, 1995; Bagozzi,
1994). Ada dua cara yang dapat digunakan peneliti untuk mengevaluasi validitas model
pengukuran (Cheng, 2001). Pertama, model pengukuran dilakukan dengan melakukan uji
setiap konstruk secara terpisah. Kedua, pengujian dilakukan dengan memasukkan semua
konstruk bersama-sama. Penelitian ini mengaplikasikan pengujian model pengukuran
dengan memasukan semua konstruk secara bersama-sama untuk masing-masing teori.
Keunggulan dengan cara ini adalah dapat memberikan gambaran bahwa indikator-
indikator untuk masing-masing konstruk adalah berbeda. Dengan kata lain, validitas
diskriminan tiap ukuran dapat diasumsikan walaupun belum teruji secara statistik
(Cheng, 2001).
Dalam mengaplikasikan SEM, penelitian ini menggunakan AMOS 4.0 karena
keunggulan program tersebut yang mudah digunakan dan kemampuannya untuk
mengimpor data dari beragam program lainnya, misalnya data dari program SPSS atau
Excel (Arbuckle & Wothke, 1999).
Model struktural. Berdasarkan tinjauan literatur, maka model struktural untuk TPB dan
TT diperlihatkan pada Gambar 3.7 dan 3.8 sebagai berikut.
99
Gambar 3.7a Model Struktural TPB
Att
SN
PBC
Int Beh
x1
x2
x3y1
y2
res1 res2H1
H2
H3a
H3b
Gambar 3.7b Model Struktural TPB-FR
Att
SN
PBC
Int Beh
x1
x2
x3y1
y2
res1 res2H1
H2
H3a
H3b
Frek Res
x5x4
H6a
H6b
H6c
100
Gambar 3.8 Model Struktural TT
ATT
SN
Int Try
x1
x2
x3
y2
y3
res1
res2
Frek Res
x8x7
ATS
ETS
ATF
ETF
ATP
x4
x5
x6
y1
res3H7
H8
H9
H11
H12a
H12b
H12c
3.7 Simpulan
Pada Bab 3 ini telah dijelaskan bagaimana metodologi penelitian diaplikasikan
penelitian. Dalam hal metodologi ini, langkah-langkah dalam desain sampel,
pengembangan kuesioner, hingga bagaimana pengembangan skala telah dijelaskan dan
dijastifikasi. Bab ini juga membahas etika penelitian dalam kaitannya dengan metode
survai yang diaplikasikan dalam penelitian ini. Akhirnya, bab ini ditutup dengan
pembahasan mengenai reliabilitas dan validitas pengukuran serta metode analisis data.
101
BAB IV
ANALISIS DATA
4.1. Pendahuluan
Bab sebelumnya telah membahas metodologi penelitian disertasi ini. Pada bab ini
disampaikan hasil analisis data. Pembahasan bab ini dimulai dengan hasil analisis survai
1 (4.2.1), survai 2 (4.2.2), survai 3 (4.2.3), profil responden dan tingkat pengembalian
kuesioner (4.3), hasil analisis data (4.4), dan diakhiri dengan kesimpulan (4.5)
sebagaimana tergambar pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Alur Pembahasan Bab Empat
4.1 Pendahuluan
4.2.1 Hasil analisis survai 1 (survai
merek dan jangka waktu pembelian)
4.3 Hasil analisis data uji coba TPB dan TT
4.2.3 1 Hasil analisis data uji coba survai 3 (consumer decision
making) 4.2.3.2 Hasil analisis data aktual
4.2.2 Hasil analisis survai 2 (salient beliefs Ponds)
4.4.2 Hasil analisis data aktual 4.4.3 Pembahasan atas hasil
analisis
4.4.1 Tingkat pengembalian kuesioner data aktual
4.5 Simpulan
102
4.2.1 Hasil Analisis Survai Pertama
(Survai Merek dan Jangka Waktu Pembelian)
Survai ini bertujuan untuk mengetahui merek pelembab pemutih apa yang paling
banyak digunakan. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memahami jangka
waktu pembelian produk tersebut. Jangka waktu pembelian ini berguna untuk
menetapkan rentang waktu antara survai keempat (survai sikap-niat) dan survai kelima
(survai perilaku). Adapun informasi lebih lanjut mengenai survai adalah sebagai berikut:
Tanggal pelaksanaan : dua hingga empat Mei 2002
Jumlah responden : 61 orang
Hasil survai menunjukan bahwa merek yang paling banyak digunakan adalah merek
Ponds (Gambar 4.2) dan lebih dari separuh responden membeli produk pelembab
pemutih setiap satu bulan sekali (Gambar 4.3). Dengan didasarkan pada hasil survai ini,
maka merek pelembab pemutih yang digunakan pada penelitian ini adalah merek Ponds.
Lebih lanjut, jangka waktu yang digunakan antara survai keempat dan kelima adalah satu
setengah bulan karena jumlah responden yang membeli setiap bulan atau antara satu
hingga dua bulan tidak terlalu berbeda jauh (Gambar 4.3).
103
Gambar 4.2 Merek-merek yang Pelembab Pemutih Digunakan Responden
2833
13
26
14
12
11
3
11
0 5 10 15 20 25 30
Jumlah responden
Ponds
Tull Jie
Sari Ayu
Biokos
Revlon
Hazeline snow
Nivea white
Avon
L'oreal
Chun Mien
Citra white
Extraderm
Pixy
Oil of Ulay
Hidroquenon
GiziM
erek
Sumber: hasil analisis data
Gambar 4.3 Jangka Waktu Pembelian
3 4
2 7
0
05
1 01 52 02 53 03 5
J u m la h r e s p o n d e n
> = 1 b u la n 1 - 2 b u la n < 2 b u la nF r e k u e n s i p e m b e lia n
Sumber: hasil analisis data
104
4.2.2 Hasil Analisis Survai Kedua
(Survai Salient Beliefs)
Survai ini bertujuan untuk mengetahui keyakinan-keyakinan menonjol (salient beliefs)
responden membeli dan menggunakan pelembab pemutih merek Ponds. Adapun tanggal
pelaksanaan dan jumlah responden adalah sebagai berikut:
Tanggal pelaksanaan : 24 Juni – 24 Juli 2002
Jumlah responden : 131 mahasiswi, 18-25 tahun, domisili di Yogyakarta
Mengacu pada Ajzen dan Fishbein (1980), hasil survai mengenai keyakinan-
keyakinan tersebut lalu dihitung frekuensi dan persentasenya. Lebih lanjut, keyakinan
yang dipilih oleh setidaknya sepuluh persen oleh responden yang digunakan sebagai
dasar dalam penyusunan kuesioner keempat (kuesioner sikap-niat).
Hasil survai memperlihatkan bahwa keunggulan utama dalam membeli dan
menggunakan pelembab pemutih Ponds adalah dapat: (1) memutihkan kulit wajah secara
nyata, (2) membantu memberikan kesan wajah yang bersih, (3) membantu melindungi
kulit wajah dari sinar ultra violet, (4) membantu melembabkan kulit wajah, (5) membantu
memberikan kesan wajah yang cerah, (6) membantu meningkatkan rasa percaya diri, dan
(7) membantu menghilangkan flek-flek hitam di kulit wajah (Tabel 4.1). Hasil survai ini
juga memperlihatkan dua kelemahan dalam membeli dan menggunakan pelembab
pemutih Ponds, yaitu (1) harus menyisihkan uang agar dapat membeli dan (2) khawatir
tidak ada stok di toko (Tabel 4.2).
105
Tabel 4.1 Salient Behavioral Beliefs (advantages) Membeli dan menggunakan pelembab pemutih Ponds bulan
depan Frekuensi
Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu memutihkan kulit wajah secara nyata. Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu memberikan kesn wajah yang bersih. Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu melindungi kulit wajah dari sinar ultra violet. Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu melembabkan kulit wajah. Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu memberikan kesan wajah yang cerah. Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu meningkatkan rasa percaya diri. Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu menghilangkan flek-flek hitam di wajah. Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu menjadikan warna kulit wajah menjadi lebih rata.* Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu memberikan kesan kulit wajah tidak kusam.* Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu memberikan kesan kulit wajah bercahaya.* Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu kulit wajah tidak menjadi kering.* Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu memberikan kesan kulit wajah berseri. *
78%
39%
32%
29%
18%
14%
11%
7%
3%
2%
2%
1%
* tidak digunakan Tabel 4.2 Salient Behavioral Beliefs (disadvantages)
Membeli dan menggunakan pelembab pemutih Ponds bulan depan
Frekuensi
Harus menyisihkan uang agar dapat membeli. Khawatir tidak ada stok di toko.
66%
27%
106
Hasil survai memperlihatkan bahwa pembelian pelembab Ponds dipengaruhi oleh tiga
referensi utama, yaitu: (1) saudara, (2) teman, dan (3) ibu (Tabel 4.3). Selanjutnya,
keyakinan akan kontrol responden berkaitan dengan: (1) kemudahan mendapatkan
produk dan (2) harga produk yang terjangkau (Tabel 4.4).
Tabel 4.3 Salient Referents Referents Frekuensi
Saudara (kakak atau adik) Teman Ibu Sales Promotion Girl (SPG)* Pacar* Suami*
72%
65%
37%
9%
5%
2%
* tidak digunakan
Tabel 4.4 Salient Control Membeli dan menggunakan pelembab pemutih Ponds bulan
depan Frekuensi
Kemudahan mendapatkan produk. Harga yang terjangkau.
77%
52%
Penelitian ini mengeksplorasi keyakinan-keyakinan responden terhadap mencoba
membeli dan menggunakan pelembab pemutih Ponds bulan depan dan berhasil. Hasil
analisis memperlihatkan bahwa responden yakin jika dapat membeli dan menggunakan
Ponds bulan depan dan berhasil akan: (1) menjadikan mereka tetap percaya diri, (2) kulit
107
muka menjadi lebih putih, (3) tidak takut melakukan aktifitas di bawah sinar matahari,
dan (4) kulit muka akan menjadi lebih lembab dan halus (Tabel 4.5).
Tabel 4.5 Mencoba Membeli dan Menggunakan Pelembab Pemutih Ponds
bulan depan dan berhasil Keyakinan Frekuensi
Tetap percaya diri. Kulit muka menjadi lebih putih. Tidak takut melakukan aktifitas di bawah sinar matahari. Kulit muka menjadi lebih lembab dan halus.
71%
40%
21%
17%
Tabel 4.6 memperlihatkan keyakinan-keyakinan responden terhadap mencoba
membeli dan menggunakan pelembab pemutih Ponds bulan depan dan gagal. Hasil
analisis memperlihatkan bahwa responden yakin jika dapat membeli dan menggunakan
Ponds bulan depan dan gagal, maka: (1) tidak percaya diri dalam bergaul, (2) takut kulit
muka menjadi kusam, (3) takut kulit muka kembali ke warna sebelumnya, (4) takut
melakukan aktifitas dibawah sinar matahari, dan (5) takut kulit muka menjadi kering.
Tabel 4.6 Mencoba Membeli dan Menggunakan Pelembab Pemutih Ponds
bulan depan dan gagal Keyakinan Frekuensi
Tidak percaya diri dalam bergaul. Takut kulit muka menjadi kusam. Takut kulit muka kembali ke warna sebelumnya. Takut melakukan aktifitas di bawah sinar matahari. Takut kulit menjadi kering.
58%
23%
21%
18%
18%
108
Hasil analisis memperlihatkan keyakinan-keyakinan responden terhadap mencoba
membeli dan menggunakan pelembab pemutih Ponds (Tabel 4.7). Hasil analisis adalah
sebagai berikut: (1) kulit muka menjadi lebih putih, (2) kulit muka terlihat lebih cerah, (3)
kulit muka terlihat lebih bersih, (4) kulit muka terlihat lebih halus, (5) harus menyisihkan
uang karena mahal, dan (6) kulit muka akan terasa pedih pada saat pertama kali pakai.
Tabel 4.7 Mencoba Membeli dan Menggunakan Pelembab Pemutih Ponds
bulan depan Keyakinan Frekuensi
Kulit muka menjadi lebih putih. Kulit muka terlihat lebih cerah. Kulit muka terlihat lebih bersih. Kulit muka terlihat lebih halus. Harus menyisihkan uang karena harganya mahal. Kulit muka terasa pedih pada saat pertama kali pakai.
56%
22%
18%
14%
50%
12%
4.2.3 Hasil Analisis Survai Ketiga
(Survai Consumer Decision Making)
Pengambilan keputusan konsumen (selanjutnya disebut CDM) adalah proses kognitif
yang digunakan individu pada saat individu tersebut harus memilih produk, jasa, atau
merek. Proses ini dimulai dari disadarinya suatu kebutuhan. Lalu, individu mulai mencari
informasi dan menentukan kriteria evaluatif untuk membedakan manfaat yang diberikan
oleh satu merek dengan merek lainnya. Akhirnya, individu sampai pada tahap pilihan
merek.
109
Tujuan dilakukannya survai CDM adalah didasarkan dua pertimbangan utama.
Pertama, kuesioner CDM adalah kuesioner yang berfungsi untuk menyaring calon
responden yang menggunakan pelembab Ponds. Dengan kata lain, penelitian ini tidak
menanyakan kepada calon responden apakah mereka menggunakan pelembab merek
Ponds. Tetapi, calon responden yang menulis pada jawaban merek yang digunakan
adalah Ponds yang akan dipertimbangkan sebagai responden penelitian. Nama, alamat,
dan usia responden pengguna merek Ponds kemudian dikumpulkan untuk menjadi
responden survey keempat dan kelima. Kedua, kuesioner CDM juga dilakukan sesuai
dengan judul disertasi ini yaitu memilih satu merek. Konsumen sampai pada pembelian
atau pemilihan suatu merek merupakan hasil dari proses pengambilan keputusan.
Hasil analisis data CDM disampaikan dua bagian. Pertama, hasil analisis data uji
coba (4.2.3.1) yang akan disampaikan terlebih dahulu. Kedua, hasil analisis data aktual
disampaikan (4.2.3.2). Hasil analisis data memaparkan reliabilitas, validitas, dan korelasi
kuesioner CDM.
.
4.2.3.1 Hasil Analisis Survai CDM Uji Coba
(Reliabilitas,Validitas, dan Korelasi Variabel CDM)
Reliabilitas. Tabel 4.8 memperlihatkan bahwa nilai corrected item-total correlation butir
dalam kuesioner CDM berkisar dari 0.2378 hingga 0.7814. Batasan yang digunakan
untuk menghilangkan suatu butir adalah 0.30 (Azwar, 1999). Satu butir, yaitu ev_8
(kemasan produk), mempunyai nilai lebih kecil dari 0.30. Dengan demikian butir tersebut
tidak digunakan pada kuesioner selanjutnya.
110
Tabel 4.8 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α CDM
Butir Corrected Item-Total Correlation
Cronbach α
NEED Need_1 (kulit wajah yang putih memberikan
kesan wajah bersih) Need_2 (kulit wajah harus terlindungi dari sinar
UV) Need_3 (kulit wajah yang putih memberikan
kesan cerah) Need_4 (kulit wajah yang putih meningkatkan
rasa PD) Need_5 (kulit wajah yang putih memberikan
kesan wajah yang halus) EXTERNAL Ext_1 (teman) Ext_2 (keluarga) Ext_3 (iklan) Ext_4 (SPG) INTERNAL Int_1 (memori) Int_2 (pengalaman lampau) EVALUATIVE CRITERIA Ev_1 (harga) Ev_2 (kemampuan produk untuk memutihkan) Ev_3 (kemampuan produk melindungi kulit) Ev_4 (kemampuan produk melembabkan wajah) Ev_5 (kemampuan produk untuk menghaluskan) Ev_6 (ketersediaan di pasar) Ev_7 (kecocokan dengan kulit) Ev_8 (kemasan produk)
0.6844
0.5440
0.7814
0.6057
0.5920
0.5220 0.6239 0.3987 0.3785
0.5757 0.5757
0.4534 0.5679 0.5672 04546 0.6384 0.3562 0.5307 0.2378
0.8320
0.6928
0.7133
0.7436
Sumber: hasil analisis data
Validitas. Setelah kuesioner diperiksa oleh para pembimbing (validitas isi) kemudian
kuesioner diberikan kepada responden yang sesuai dengan kriteria responden yang dituju.
Lalu, validitas konstruk variabel dalam CDM dilakukan dengan menggunakan analisis
faktor. Tabel 4.9 memperlihatkan hasil analisis faktor.
111
Tabel 4.9 Analisis faktor konstruk CDM
1 2 3 4Need_1 0.822Need_2 0.548Need_3 0.860Need_4 0.690Need_5 0.767Ext_1 0.733Ext_2 0.797Ext_3 0.428Ext_4 0.715Int_1 0.859Int_2 0.793Ev_1 0.622Ev_2 0.770Ev_3 0.774Ev_4 0.519Ev_5 0.637Ev_6 0.463Ev_7 0.624
Component
Sumber: hasil analisis data KMO = 0.756
Korelasi antar variabel. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat korelasi antar
variabel CDM. Hasil uji korelasi menunjukkan tidak ada hubungan korelasi yang leih
besar dari 0.70 (Garver & Mentzer, 1999).
Tabel 4.10 Korelasi Antar Variabel CDM Need External Internal Evaluative Choice
Need 1External 0.287** 1Internal 0.176 0.242* 1Evaluative 0.456** 0.393** 0.265** 1Choice 0.087 0.250* 0.271** 0.202* 1
** correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Sumber: hasil analisis data
112
4.2.3.2 Hasil Analisis Survai CDM Survai Aktual
(Reliabilitas,Validitas, dan Korelasi Variabel CDM)
Reliabilitas. Butir-butir yang digunakan dalam kuesioner survai aktual merupakan hasil
dari survai uji coba. Pembahasan akan dimulai dari dari reliabilitas ukuran yang meliputi:
corrected item-total correlation dan Cronbach α (Tabel 4.11), reliabilitas komposit, dan
AVE (Tabel 4.17). Hasil analisis pada tabel 4.16 menunjukkan bahwa Cronbach α
variabel CDM berkisar dari 0.6465 hingga 0.8595. Sedangkan pada tabel 4.12
memperlihatkan bahwa nilai reliabilitas komposit variabel CDM berkisar dari 0.66
hingga 0,87. Nilai komposit 0.6 hingga 0.8 dikategorikan sebagai nilai komposit yang
cukup baik (Bagozzi & Baumgartner, 1994).
Tabel 4.11 Nilai corrected item-to-total correlation dan Cronbach α CDM
Butir Corrected Item-Total Correlation
Cronbach α
NEED Need_1 (kulit wajah yang putih memberikan
kesan wajah bersih) Need_2 (kulit wajah harus terlindungi dari sinar
UV) Need_3 (kulit wajah yang putih memberikan
kesan cerah) Need_4 (kulit wajah yang putih meningkatkan
rasa PD) Need_5 (kulit wajah yang putih memberikan
kesan wajah yang halus) EXTERNAL Ext_1 (teman) Ext_2 (keluarga) Ext_3 (iklan) Ext_4 (SPG) INTERNAL Int_1 (memori) Int_2 (pengalaman lampau)
0.7094
0.5745
0.7750
0.7082
0.6642
0.5292 0.4706 0.3765 0.3609
0.5141 0.5141
0.8595
0.6465
0.6626
113
EVALUATIVE CRITERIA Ev_1 (harga) Ev_2 (kemampuan produk untuk memutihkan) Ev_3 (kemampuan produk melindungi kulit) Ev_4 (kemampuan produk melembabkan wajah) Ev_5 (kemampuan produk untuk menghaluskan) Ev_6 (ketersediaan di pasar) Ev_7 (kecocokan dengan kulit)
0.4092 0.5663 0.5705 0.5485 0.6611 0.4365 0.5855
0.7941
Sumber: hasil analisis data
Tabel 4.12 Reliabilitas Komposit dan AVE (CDM)
Konstruk Realibilitas Konstruk
AVE
Need External Internal Evaluative
0.87 0.66 0.69 0.81
0.99 0.96 0.96
1 Sumber: hasil analisis data
Validitas. Hasil analisis faktor diperlihatkan dalam Tabel 4.13. Nilai KMO adalah 0.833
yang berarti indikator-indikator dari setiap konstruk adalah homogen (Sharma, 1996).
Tabel 4.13 Analisis faktor konstruk CDM
1 2 3 4N e e d _ 1 0 .8 3 2N e e d _ 2 0 .6 7 6N e e d _ 3 0 .8 7 1N e e d _ 4 0 .7 9 9N e e d _ 5 0 .7 7 0E xt_ 1 0 .7 6 5E xt_ 2 0 .7 4 5E xt_ 3 0 .5 3 4E xt_ 4 0 .6 6 3In t_ 1 0 .8 3 2In t_ 2 0 .8 0 0E v _ 1 0 .5 7 8E v _ 2 0 .7 2 4E v _ 3 0 .7 5 2E v _ 4 0 .6 3 2E v _ 5 0 .7 2 6E v _ 6 0 .5 1 1E v _ 7 0 .6 8 0
C o m p o n e n t
Sumber: hasil analisis data KMO = 0.833
114
Korelasi. Hasil analisis korelasi pada Tabel 4.14 memperlihatkan bahwa semua nilai
signifikan pada p = 0.01.
Tabel 4.14 Korelasi Antar Variabel CDM
N e e d E x te rn a l In te rn a l E v a lu a t iv e C h o ic eN e e d 1E x te rn a l 0 .1 9 9 * * 1In te rn a l 0 .1 3 7 * * 0 .2 2 5 * * 1E v a lu a t iv e 0 .3 1 0 * * 0 .3 0 8 * * 0 .3 9 2 * * 1C h o ic e 0 .1 6 7 * * 0 .2 0 5 * * 0 .2 7 1 * * 0 .2 8 7 * * 1
** correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Sumber: hasil analisis data
4.4.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner Survai 4 dan 5
(Survai Sikap – Niat dan Survai Perilaku)
Pada Bab 3 sebelumnya telah disampaikan bahwa kuesioner yang digunakan adalah
kuesioner yang diisi secara lengkap baik pada bagian mengenai profil responden dan
butir-butir yang berkaitan dengan TPB dan TT. Tabel 4.15 memperlihatkan bahwa 321
kuesioner yang dapat digunakan dari 377 kuesioner yang disebarkan. Dengan demikian,
tingkat pengembalian kuesioner pada penelitian ini adalah 85.14 persen.
Tabel 4.15 memperlihatkan bahwa ada perbedaan jumlah jumlah pada survai 1 dan
survai 2 dimana responden berkurang sebanyak 49 responden. Dua faktor utama
berkurangnya jumlah responden disebabkan: (1) responden tidak ditempat pada saat
kuesioner kedua diberikan (karena libur dan KKN) dan (2) kuesioner dikembalikan
terlambat. Responden yang tidak di tempat tersebut telah dicoba untuk ditemui hingga
tiga kali kunjungan.
115
Tabel 4.15 Tingkat Pengembalian Kuesioner
Uji coba Survai 1 Survai 2 (sikap – niat) (perilaku) n(%) n(%) n(%)
Kuesioner yang dapat 100 (91.74%) 377 (95.69%) 321 (85.14%) Digunakan
Kuesioner yang tidak 9 (8.26%) 17 (4.31%) 7 (1.86%) Dapat digunakan Kuesioner tidak kembali/ Terlambat dikembalikan
0 (0%)
0 (0%)
49 (13%)
Total kuesioner tersebar 109 (100%) 394 (100%) 377 (100%)
Response rate 91.74% 95.69% 85.14% Sumber: hasil analisis data
Hasil tingkat pengembalian kuesioner penelitian, yaitu sebesar 85.14 persen,
merupakan hasil tingkat pengembalian yang baik bila dibandingkan dengan penelitian
sejenis (penelitian TPB dan TT). Tabel 4.16 memperlihatkan tingkat pengembalian
kuesioner rata-rata adalah 70 persen. Lebih lanjut, mortalitas responden tersebut juga
diuji dengan menggunakan t-Test untuk mengetahui apakah ada perbedaan mean usia.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa perbedaan mean adalah 20.87 dan 21.04 adalah
tidak signifikan yang berarti tidak ada perbedaan usia antara responden yang mengikuti
kuesioner keempat dan kelima dengan 49 responden yang tidak mengikuti kuesioner
kelima (tabel 4.17).
116
Tabel 4.16 Tingkat pengembalian Kuesioner Penelitian TPB dan TT
Peneliti TingkatPengembalian
KuesionerSpatz et al. (2003) 64.30%George (2002) 48%Hrubes et al. (2001) 87%Cordano dan Frieze (2000) 52.20%Dharmmesta (2000) 94.00%Sheeran dan Orbell (2000) 58%Dharmmesta dan Khasanah (1999) 90%Corner dan McMillan (1999) 47%Lin et al. (1999) 89%Sheeran dan Orbell (1999) 76%Terry et al. (1999) 80%Chatzisarantis dan Biddle (1998) 20.40%Orbell et al. (1997) 82%Thompson & Thompson (1996) 20%Bagozzi dan Kimmel (1995) 90%Parker et al. (1995) 96%Terry dan O'Leary (1995) 92%Randall (1994) 80%Sahni (1994) 70%Perugini dan Bagozzi (1992) 90%Randall dan Gibson (1991) 33%Bagozzi dan Warshaw (1990) 90%
Rata-rata 70%Sumber: direkapitulasi dari peneliti-peneliti disebut diatas
Tabel 4.17 Tabel t-Test
T-Test Group Statistics
321 20.8785 1.7838 9.956E-0249 21.0408 1.7673 .2525
RESP_KOD1.002.00
USIAN Mean Std. Deviation
Std. ErrorMean
117
Independent Samples Test
.035 .852 -.594 368 .553 -.1623 .2733 -.6997 .3750
-.598 63.859 .552 -.1623 .2714 -.7045 .3799
Equal variancassumedEqual variancnot assumed
USIAF Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
4.3. 2. Profil Responden
Distribusi frekuensi digunakan untuk menggambarkan profil responden. Tabel 4.18
memperlihatkan bahwa kebanyakan responden berusia tahun 20 tahun (76 orang = 23,7
persen). Jumlah responden terbesar adalah mahasiswi UGM (116 orang = 36,1 persen).
Umumnya responden membeli produk Ponds ukuran 20 ml (133 orang = 41,4 persen)
dan ukuran 50 ml (132 orang = 41,1persen). Responden kebanyakan membeli setiap satu
setengah bulan (101 orang = 31.5 persen). Lebih lanjut, produk tersebut telah digunakan
oleh responden sejak tahun 1999 (66 orang = 20,6 persen) dan hanya lima responden
(lima orang = 1,6 persen) yang baru menggunakan produk tersebut di tahun 2003.
Tabel 4.18 Profil Responden
usia frek (%) univ frek (%) frek. frek (%) size frek (%) awal frek (%)pembelian pemakaian
18 25 (7.8%) UGM 116 (36.1%) 0.5 bln 7 (2.2%) 20 ml 133 (41.4%) 1995 12 (3.7%)19 51(15.9%) Janabadra 14 (4.4%) 1 bln 90 (28%) 50 ml 132 (41.1%) 1996 14 (4.4%)20 76 (23.7%) UMY 49 (15.3%) 1.5 bln 101 (31.5) 70 ml 56 (17.4%) 1997 29 (9%)21 53 (16.5%) UPN 20 (6.2%) 2 bln 71 (22.1%) 1998 54 (16.8%)22 53 (16.5%) Unwama 25 (7.8%) 2.5 bln 6 (1.9%) 1999 66 (20.6%)23 32 (10%) UTY 19 (5.9%) 3 bln 34 (10.6%) 2000 56 (17.4%)24 22 (6.9%) Lain-lain 78 (24.3%) 4 bln 11 (3.4%) 2001 41 (12.8%)25 9 (2.8%) 5 bln 1 (0.3%) 2002 44 (13.7%)
2003 5 (1.6%)Sumber: hasil analisis data
118
4.4. Hasil Analisis Data
Pada sub bab 4.4 ini akan dipaparkan hasil analisis data. Pertama, hasil analisis data
uji coba (4.4.1) yang akan disampaikan terlebih dahulu. Pada bagian ini akan
memaparkan reliabilitas dan validitas baik untuk kuesioner CDM dan kuesioner TPB dan
TT. Kemudian, hasil korelasi antar variabel CDM, TPB, dan TT disampaikan. Pada
bagian kedua (4.4.2) dipaparkan hasil analisis data aktual yang juga meliputi reliabilitas,
validitas, dan korelasi antar variabel CDM, TPB, dan TT. Pada bagian ini disampaikan
hasil analisis model pengukuran (measurement model) dan model struktural (structural
model) TPB dan TT.
4.4.1. Hasil Analisis Data Uji Coba
Kuesioner yang diuji-cobakan adalah kuesioner pengambilan keputusan konsumen
(CDM), TPB, dan TT. Jumlah kuesioner yang dapat diolah pada survai uji coba adalah
100 dari total 109 kuesioner yang disebar. Hasil analisis data uji coba dipaparkan sebagai
berikut. Pertama, reliabilitas, validitas, dan kemudian korelasi antar variabel CDM.
Kemudian, reliabilitas, validitas, dan kemudian korelasi antar variabel TPB. Akhirnya,
reliabilitas, validitas, dan kemudian korelasi antar variabel TT.
4.4.1.1.Reliabilitas, Validitas, dan Korelasi Variabel TPB
Reliabilitas. Nilai corrected item-total correlation untuk masing-masing butir dalam
kuesioner TPB, baik pengukuran langsung dan tidak langsung, berkisar dari 0.5112
hingga 0.8527. Lebih lanjut, nilai Cronbach α berkisar 0.7551 hingga 0.9205. Tidak ada
119
butir yang dibuang pada pengukuran langsung (Tabel 4.19). Akan tetapi, dua butir pada
pengukuran tidak langsung tidak digunakan untuk proses selanjutnya (Tabel 4.20).
Tabel 4.19 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TPB (pengukuran
langsung) Butir Corrected Item-
Total Correlation Cronbach
α ATT Berguna – tidak berguna (att_a) Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_b) Bijaksana – tidak bijaksana (att_c) Positif – negatif (att_d) Baik – buruk (att_e) SN Setuju – tidak setuju (ns_a) Mungkin – tidak mungkin (ns_b) PBC Terkontrol – tidak terkontrol (pbc_a) Sulit – tidak sulit (pbc_b) Mungkin – tidak mungkin (pbc_c) INT Mungkin – tidak mungkin (int_a) Setuju – tidak setuju (int_b)
0.7651 0.7535 0.6916 0.8735 0.8248
0.6258 0.6258
0.6673 0.7887 0.6664
0.8527 0.8527
0.9137
0.7683
0.8400
0.9205
Tabel 4.20 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TPB (pengukuran
tidak langsung) Butir Corrected Item-
Total Correlation Cronbach
α ATT bexev_a bexev_b bexev_c bexev_d bexev_e bexev_f bexev_g bexev_h bexev_I SN nbxmc_a nbxmc_b nbxmc_c
0.8072 0.7222 0.7112 0.6771 0.8348 0.7528 0.5112 -0.0943 -0.0329
0.6790 0.7092 0.5641
0.7902
0.7578
120
PBC pxc_a pxc_b
0.6068 0.6068
0.7551
Sumber: hasil analisis data
Validitas. Analisis faktor digunakan untuk menilai validitas konstruk TPB. Hasil faktor
analisis pada tabel 4.21 (pengukuran langsung) dan tabel 4.22 (pengukuran tidak
langsung) menunjukkan bahwa semua butir mempunyai nilai loading lebih besar dari
0.70 dengan nilai KMO = 0.813 (pengukuran langsung) dan KMO = 0.861 (pengukuran
tidak langsung).
Tabel 4.21 Analisis faktor konstruk TPB (pengukuran langsung)
1 2 3 4att_a 0.802att_b 0.789att_c 0.813att_d 0.889att_e 0.849sn_a 0.789sn_b 0.919pbc_a 0.852pbc_b 0.884pbc_c 0.766int_a 0.866int_b 0.844
Component
KMO = 0.813 Sumber: hasil analisis data
121
Tabel 4.22 Analisis Faktor Konstruk TPB (Pengukuran Tidak Langsung)
1 2 3 4bexev_a 0.867bexev_b 0.787bexev_c 0.776bexev_d 0.804bexev_e 0.868bexev_f 0.781bexev_g 0.743nbxmc_a 0.825nbxmc_b 0.812nbxmc_c 0.825pxc_a 0.766pxc_b 0.910int_a 0.912int_b 0.881
Component
KMO = 0.861 Sumber: hasil analisis data
Korelasi antar variabel. Tabel 4.23 memperlihatkan korelasi antar variabel TPB baik
dengan pengukuran langsung maupun tidak langsung. Tidak ada nilai korelasi yang
melebihi 0.70.
Tabel 4.23 Korelasi Antar Variabel TPB (Pengukuran Langsung dan Tidak Langsung)
ATT BEXEV SN NBXMC PBC PXA INTATT 1BEXEV 0.615** 1SN 0.474** 0.465** 1NBXMC 0.473** 0.296** 0.495** 1PBC 0.208* 0.393** 0.180 0.152 1PXA 0.266** 0.366** 0.279** 0.305** 0.305** 1INT 0.449** 0.482** 0.398** 0.318** 0.318** 0.545** 1
** correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Sumber: hasil analisis data
122
4.4.1.2 Reliabilitas, Validitas, dan Korelasi Variabel TT
Reliabilitas. Nilai corrected item-total correlation untuk masing-masing butir dalam
kuesioner TT (pengukuran langsung dan tidak langsung) berkisar dari 0.5732 hingga
0.8540. Lebih lanjut, nilai Cronbach α berkisar 0.6589 hingga 0.9113. Dari tabel 4.24
(pengukuran langsung) terlihat bahwa tidak ada butir yang harus dihilangkan. Akan
tetapi, ada 1 butir yang harus dihilangkan pada pengukuran tidak langsung (Tabel 4.25).
Tabel 4.24 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TT (Pengukuran
Langsung) Butir Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach α
ATT Berguna – tidak berguna (att_a) Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_b) Bijaksana – tidak bijaksana (att_c) Positif – negatif (att_d) Baik – buruk (att_e) ATS Berguna – tidak berguna (att_s_a) Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_s_b) Bijaksana – tidak bijaksana (att_s_c) Positif – negatif (att_s_d) Baik – buruk (att_s_e) ATF Berguna – tidak berguna (att_f_a) Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_f_b) Bijaksana – tidak bijaksana (att_f_c) Positif – negatif (att_f_d) Baik – buruk (att_f_e) ATP Berguna – tidak berguna (att_p_a) Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_p_b) Bijaksana – tidak bijaksana (att_p_c) Positif – negatif (att_p_d) Baik – buruk (att_p_e)
0.6327 0.7515 0.7951 0.7921 0.8015
0.7854 0.7321 0.7984 0.8040 0.7978
0.7548 0.6955 0.8510 0.8540 0.6150
0.6541 0.7137 0.7574 0.7977 0.7637
0.9007
0.9113
0.8992
0.8892
Sumber: hasil analisis data
123
Tabel 4.25 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TT (Pengukuran
Tidak Langsung) Butir Corrected Item-
Total Correlation Cronbach
α BXES BXE_S_A BXE_S_B BXE_S_C BXE_S_D BXE_S_E BXE_S_F BXEF BXE_F_A BXE_F_B BXE_F_C BXE_F_D BXEP BXE_P_A BXE_P_B BXE_P_C BXE_P_D BXE_P_E
0.7051 0.5939 0.5732 0.6382 0.6327 0.6662
0.7841 0.8228 0.8093 0.7875
0.7490 0.8171 0.7255 0.7379 -0.3448
0.8431
0.9107
0.6589
Validitas. Tabel 4.26 (pengukuran langsung) dan 4.27 (pengukuran tidak langsung)
memperlihatkan bahwa nilai loading untuk butir-butir pada kuesioner TT. Nilai KMO
untuk pengukuran langsung adalah 0.841 dan 0.789 untuk tidak langsung.
124
Tabel 4.26 Analisis Faktor Konstruk TT (Pengukuran Langsung)
C o m p o n e n t1 2 3 4 5 6
a t t _ a 0 . 5 8 8a t t _ b 0 . 7 0 7a t t _ c 0 . 7 8 8a t t _ d 0 . 8 4 7a t t _ e 0 . 8 9 5a t t _ s _ a 0 . 7 8 7a t t _ s _ b 0 . 7 3 9a t t _ s _ c 0 . 7 2 6a t t _ s _ d 0 . 7 8 2a t t _ s _ e 0 . 7 0 7a t t _ f _ a 0 . 7 7 9a t t _ f _ b 0 . 7 3 1a t t _ f _ c 0 . 8 8 6a t t _ f _ d 0 . 9 1 0a t t _ f _ e 0 . 6 3 3a t t _ p _ a 0 . 6 1 9a t t _ p _ b 0 . 6 2 9a t t _ p _ c 0 . 7 7 6a t t _ p _ d 0 . 8 0 7a t t _ p _ e 0 . 8 0 6s n _ a 0 . 6 7 3s n _ b 0 . 7 9 4i n t _ a 0 . 9 1 6i n t _ b 0 . 9 3 4
KMO = 0.841 Sumber: hasil analisis data
Tabel 4.27 Analisis Faktor Konstruk TT (Pengukuran Tidak Langsung)
1 2 3 4 5bxe_s_a 0.669bxe_s_b 0.701bxe_s_c 0.41bxe_s_d 0.777bxe_s_e 0.812bxe_s_f 0.546bxe_f_a 0.872bxe_f_b 0.894bxe_f_c 0.886bxe_f_d 0.859bxe_p_a 0.833bxe_p_b 0.852bxe_p_c 0.857bxe_p_d 0.858nbxmc_a 0.927nbxmc_b 0.899nbxmc_c 0.937int_a 0.923int_b 0.891
Component
KMO = 0.789 Sumber: hasil analisis data
125
Korelasi antar variabel. Nilai koefisien korelasi untuk variabel-variabel dalam TT
(pengukuran langsung dan tidak langsung) diperlihatkan dalam tabel 4.28. Tidak ada nilai
korelasi yang melebihi 0.70.
Kesimpulan. Kuesioner CDM, TPB, dan TT telah diuji-cobakan sebelum kuesioner
tersebut digunakan pada survai aktual. Hasil reliabilitas, validitas, dan korelasi antar
variabel CDM, TPB, dan TT telah diperlihatkan pada tabel 4.18 hingga tabel 4.28 yang
hasilnya menunjukkan bahwa kuesioner dapat digunakan untuk survai aktual dengan
revisi minor. Lebih lanjut, karena hasil analisis data pengukuran langsung dan tidak
langsung adalah baik, maka kedua pengukuran tersebut digunakan bersamaan pada survai
aktual (Ajzen, 2002).
Tabel 4.28 Korelasi Antar Variabel TT
F R Att Ats Atf Atp BXES Exp_s BXEF Exp_f BXEP SN NBXMC IntF 1R 0.608** 1Att 0.269** 0.215 1Ats 0.337** 0.179 .618** 1Atf -0.249* -0.014 -0.386** -0.413** 1Atp 0.173 0.121 0.478** 0.618** -0.399** 1BXES 0.275** 0.245* 0.461** 0.628** -0.255** 0.445** 1Exp_s 0.188 0.083 0.305** 0.488** -0.256** 0.241** 0.479** 1BXEF -0.129 -0.063 -0.160 -0.236* 0.302** -0.124 -0.193* -0.242* 1Exp_f -0.177 0.007 -0.176 -0.247* 0.336** -0.186 -0.161 -0.271** 0.113 1BXEP 0.079 0.113 0.362** 0.497** -0.194 0.490** 0.666** 0.349** -0.317** -0.156 1SN 0.262** 0.191 0.253* 0.354** -0.297** 0.466** 0.300** 0.308** -0.239* -0.123 0.312** 1NBXMC 0.045 0.002 0.182 0.220** -0.101 0.332** 0.156 0.126 -0.123 -0.123 0.145 0.449** 1Int 0.260** 0.148 0.210* 0.317** -0.008 0.287** 0.334** 0.452** -0.127 -0.240* 0.337 0.389** 0.305** 1
** correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Sumber: hasil analisis data
126
4.4.2 Hasil Analisis Data Aktual
Jumlah kuesioner yang diolah pada survai aktual ini adalah 321 untuk kuesioner TPB
dan TT. Sama seperti pemaparan pada analisis data sebelumnya, maka hasil analisis data
aktual ini akan dimulai dari reliabilitas, validitas, dan korelasi antar variabel TPB
(4.4.2.1.). Selanjutnya, dipaparkan reliabilitas, validitas, dan korelasi antar variabel TT
(4.4.2.2.).
4.4.2.1. Reliabilitas, Validitas, dan Korelasi Varibel TPB
Reliabilitas. Hasil reliabilitas kuesioner aktual TPB dianalisis dengan melihat nilai item-
to-total correlation dan Cronbach α untuk hasil pengukuran langsung diperlihatkan pada
Tabel 4.29 dan tidak langsung pada Tabel 4.30. Reliabilitas komposit dan AVE
ditampilkan pada Tabel 4.31 sebagai berikut.
Tabel 4.29 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TPB (pengukuran
langsung) Butir Corrected Item-
Total Correlation Cronbach
α ATT Berguna – tidak berguna (att_a) Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_b) Bijaksana – tidak bijaksana (att_c) Positif – negatif (att_d) Baik – buruk (att_e) SN Setuju – tidak setuju (ns_a) Mungkin – tidak mungkin (ns_b) PBC Terkontrol – tidak terkontrol (pbc_a) Sulit – tidak sulit (pbc_b)
0.6385 0.7626 0.7399 0.8025 0.8120
0.5804 0.5804
0.5332 0.5485
0.8971
0.7339
0.7363
127
Mungkin – tidak mungkin (pbc_c) INT Mungkin – tidak mungkin (int_a) Setuju – tidak setuju (int_b)
0.6147
0.7932 0.7932
0.8844
Sumber: hasil analisis data
Tabel 4.30 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TPB (pengukuran
tidak langsung) Butir Corrected Item-
Total Correlation Cronbach
α ATT bexev_a bexev_b bexev_c bexev_d bexev_e bexev_f bexev_g SN nbxmc_a nbxmc_b nbxmc_c PBC pxc_a pxc_b
0.6196 0.7679 0.7099 0.5491 0.7764 0.6850 0.5882
0.7360 0.7973 0.7927
0.5293 0.5293
0.8804
0.8709
0.6922
Sumber: hasil analisis data
Tabel 4.31 Reliabilitas Komposit dan AVE (TPB)
Konstruk Realibilitas Konstruk
AVE
Pengukuran langsung ATT (attitude) SN (subjective norm) PBC (perceived behavioral
control) INT (intention) Pengukuran tidak langsung BEXEV (attitude) NMXMC (subjective norm) PXC (perceived behavioral
control)
0.9136 0.7436 0.7431
0.8846
0.8855 0.9027 0.9184
0.99 0.88 0.88
0.98
0.91 0.78 0.98
Sumber: hasil analisis data
128
Validitas. Validitas variabel-variabel TPB dianalisis dengan menggunakan analisis faktor
(Tabel 4.32 dan 4.33) dan confirmatory factor analysis (CFA) pada Tabel 4.34. Analisis
CFA dilakukan dengan menggunakan AMOS 4.0.
Tabel 4.32 Analisis faktor variabel TPB (pengukuran langsung)
1 2 3 4att_a 0.680att_b 0.798att_c 0.819att_d 0.862att_e 0.882sn_a 0.794sn_b 0.879pbc_a 0.811pbc_b 0.775pbc_c 0.686int_a 0.887int_b 0.857
Component
KMO = 0.852 Sumber: hasil analisis data
Tabel 4.33 Analisis Faktor Variabel TPB (Pengukuran Tidak Langsung)
1 2 3 4bexev_a 0.736bexev_b 0.79bexev_c 0.745bexev_d 0.590bexev_e 0.802bexev_f 0.730bexev_g 0.715nbxmc_a 0.805nbxmc_b 0.880nbxmc_c 0.868pxc_a 0.738pxc_b 0.851int_a 0.902int_b 0.894
Component
KMO = 0.875 Sumber: hasil analisis data
129
Tabel 4.34 memperlihatkan hasil analisis CFA terhadap variabel-variabel TPB, baik
pengukuran langsung maupun tidak langsung. Hasil pada Tabel memperlihatkan bahwa
semua nilai CR lebih besar dari 1,96 yang menunjukkan signifikan pada p = 0,05 (Hox &
Bechger, 2003). Tabel tersebut juga memperlihatkan bahwa pengukuran langsung dan
tidak langsung memberikan hasil yang baik.
Tabel 4.34 Confirmatory Factor Analysis TPB (Pengukuran Langsung dan Tidak
Langsung) Pengukuran tidak langsung
Path Standardized CR Path Standardized CRRegression Regression
Weight Weightatt_a <-- Att 0.679 bexev_a <-- bexev 0.667att_b <-- Att 0.799 12.899 bexev_b <-- bexev 0.834 12.914att_c <-- Att 0.780 12.635 bexev_c <-- bexev 0.767 12.069att_d <-- Att 0.877 13.948 bexev_d <-- bexev 0.598 9.699att_e <-- Att 0.884 14.033 bexev_e <-- bexev 0.839 12.976
bexev_f <-- bexev 0.736 11.645bexev_g <-- bexev 0.610 9.868
sn_a <-- SN 0.852 nbxmc_a <-- nbxmc 0.828sn_b <-- SN 0.681 8.296 nbxmc_b <-- nbxmc 0.883 17.155
nbxmc_c <-- nbxmc 0.795 15.651
pbc_a <-- PBC 0.601 pxc_a <-- pxc 0.807pbc_b <-- PBC 0.636 8.745 pxc_b <-- pxc 0.656 9.192pbc_c <-- PBC 0.852 9.711
int_a <-- Int 0.878 int_a <-- Int 0.881int_b <-- Int 0.903 16.830 int_b <-- Int 0.900 13.449Absolute fit: Absolute fit:
GFI : 0.939 (good fit ) GFI : 0.945 (good fit )AGFI : 0.901(good fit ) AGFI : 0.918 (good fit )CMIN/DF : 2.630 (reasonable fit ) CMIN/DF : 1.834 (good fit )RMR : 0.044 (good fit ) RMR : 0.330 (poor fit )RMSEA : 0.071 (reasonable fit ) RMSEA : 0.051 (reasonable fit )
Pengukuran langsung
Sumber: hasil analisis data
130
Korelasi. Hasil analisis korelasi pada Tabel 4.35 memperlihatkan nilai korelasi antar
variabel TPB, baik pengukuran langsung maupun tidak langsung.
Tabel 4.35 Korelasi Antar Variabel TPB – Survai Aktual (Pengukuran Langsung dan Tidak Langsung) ATT BEXEV SN NBXMC PBC PXA INT BEH
ATT 1BEXEV 0.610** 1SN 0.448** 0.473** 1NBXMC 0.361** 0.423** 0.499** 1PBC 0.311** 0.305** 0.158** 0.240** 1PXA 0.394** 0.479** 0.312** 0.437** 0.365** 1INT 0.409** 0.411** 0.397** 0.315** 0.428** 0.457** 1BEH 0.133* 0.049 0.038 0.014 -0.022 0.056 0.109 1
** correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) Sumber: hasil analisis data
4.4.2.2. Reliabilitas, Valididtas, dan Korelasi Variabel TT
Reliabilitas. Tabel 4.36 sampai 4.38 memperlihatkan nilai item-to-total correlation,
Cronbach α, reliabilitas komposit, dan AVE baik untuk pengukuran langsung maupun
tidak langsung.
Tabel 4.36 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TT (Pengukuran
Langsung) Butir Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach α
ATT Berguna – tidak berguna (att_a) Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_b) Bijaksana – tidak bijaksana (att_c) Positif – negatif (att_d) Baik – buruk (att_e) ATS Berguna – tidak berguna (att_s_a) Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_s_b) Bijaksana – tidak bijaksana (att_s_c) Positif – negatif (att_s_d) Baik – buruk (att_s_e) ATF Berguna – tidak berguna (att_f_a)
0.7016 0.7187 0.7225 0.8073 0.7848
0.7232 0.7368 0.6574 0.7684 0.7777
0.7368
0.8975
0.8897
0.9227
131
Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_f_b) Bijaksana – tidak bijaksana (att_f_c) Positif – negatif (att_f_d) Baik – buruk (att_f_e) ATP Berguna – tidak berguna (att_p_a) Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_p_b) Bijaksana – tidak bijaksana (att_p_c) Positif – negatif (att_p_d) Baik – buruk (att_p_e) SN Setuju – tidak setuju (ns_a) Mungkin – tidak mungkin (ns_b) INT Mungkin – tidak mungkin (int_a) Setuju – tidak setuju (int_b)
0.7397 0.8300 0.8499 0.8121
0.6949 0.7927 0.7408 0.7984 0.8009
0.5804 0.5804
0.7932 0.7932
0.9059
0.7339
0.8844
Sumber: hasil analisis data
Tabel 4.37 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TT (Pengukuran
Tidak Langsung) Butir Corrected Item-
Total Correlation Cronbach
α BXES BXE_S_A BXE_S_B BXE_S_C BXE_S_D BXE_S_E BXE_S_F BXEF BXE_F_A BXE_F_B BXE_F_C BXE_F_D BXEP BXE_P_A BXE_P_B BXE_P_C BXE_P_D SN NBXMC_A NBXMC_B NBXMC_C
0.6479 0.6574 0.5463 0.7260 0.6966 0.5885
0.7349 0.8120 0.8071 0.7352
0.7714 0.8788 0.8727 0.7652
0.7360 0.7973 0.7927
0.8532
0.8962
0.9221
0.8709
132
PBC PXC_A PXC_B
0.5293 0.5293
0.6922
Sumber: hasil analisis data
Tabel 4.38 Reliabilitas Komposit dan AVE (TT)
Konstruk Realibilitas Konstruk
AVE
Pengukuran langsung ATT (attitude toward trying) ATS (attitude toward success) ATF (attitude toward fail) ATP (attitude toward process) SN (subjective norm) INT (intention) Pengukuran tidak langsung BXE_S (attitude toward success) BXE_F (attitude toward fail) BXE_P (attitude toward process) NBXMC (subjective norm) INT (intention)
0.8989 0.8938 0.9240 0.9084 0.7396 0.8851
0.8580 0.8993 0.9250 0.8740 0.8851
0.9927 0.9616 0.9888 0.9915 0.8967 0.9808
0.9285 0.8239 0.9222 0.7672 0.9785
Sumber: hasil analisis data
Hasil analisis CFA terhadap variabel-variabel TT diperlihatkan pada Tabel 4.39 di
bawah ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa CR lebih besar dari 1.96 yang
mengindikasi semua loading adalah signifikan.
133
Tabel 4.39 Confirmatory Factor Analisis TT (pengukuran langsung dan tidak
langsung)
Path Standardized CR Path Standardized CRRegression Regression
Weight Weightatt_a <-- Att 0.740 bxe_s_a <-- bxes 0.712att_b <-- Att 0.758 13.560 bxe_s_b <-- bxes 0.763 12.680att_c <-- Att 0.769 13.780 bxe_s_c <-- bxes 0.551 9.242att_d <-- Att 0.874 15.800 bxe_s_d <-- bxes 0.820 13.531att_e <-- Att 0.853 15.415 bxe_s_e <-- bxes 0.783 12.983
bxe_s_f <-- bxes 0.599 10.025att_s_a <-- Ats 0.768att_s_b <-- Ats 0.778 14.550 bxe_f_a <-- bxef 0.793att_s_c <-- Ats 0.690 12.669 bxe_f_b <-- bxef 0.874 17.166att_s_d <-- Ats 0.836 15.842 bxe_f_c <-- bxef 0.864 16.955att_s_e <-- Ats 0.858 16.331 bxe_f_d <-- bxef 0.791 15.220
att_f_a <-- Atf 0.807 bxe_p_a <-- bxef 0.808att_f_b <-- Atf 0.765 15.343 bxe_p_b <-- bxef 0.934 20.721att_f_c <-- Atf 0.870 18.341 bxe_p_c <-- bxef 0.926 20.468att_f_d <-- Atf 0.905 19.386 bxe_p_d <-- bxef 0.802 16.572att_f_e <-- Atf 0.856 17.916
nbxmc_a <-- nbxmc 0.812att_p_a <-- Atp 0.733 nbxmc_b <-- nbxmc 0.900 16.890att_p_b <-- Atp 0.832 14.877 nbxmc_c <-- nbxmc 0.793 15.380att_p_c <-- Atp 0.794 14.161att_p_d <-- Atp 0.863 15.474 int_a <-- Int 0.836att_p_e <-- Atp 0.851 15.235 int_b <-- Int 0.949 10.864
sn_a <-- SN 0.824sn_b <-- SN 0.704 8.979
int_a <-- Int 0.852int_b <-- Int 0.931 12.890Absolute fit: Absolute fit:
GFI : 0.854 (reasonable fit ) GFI : 0.913 (good fit )AGFI : 0.815 (reasonable fit ) AGFI : 0.884 (reasonable fit )CMIN/DF : 2.620 (reasonable fit ) CMIN/DF : 2.161 (reasonable fit )RMR : 0.035 (good fit ) RMR : 0.283 (poor fit )RMSEA : 0.071 (reasonable fit ) RMSEA : 0.060 (reasonable fit )
Pengukuran langsung Pengukuran tidak langsung
Sumber: hasil analisis data
134
Korelasi. Korelasi antar variabel TT baik pengukuran langsung dan tidak langsung
diperlihatkan pada Tabel 4.40. Tidak ada nilai korelasi yang melebihi 0.70.
Tabel 4.40 Korelasi Antar Variabel TT – Survai Aktual (Pengukuran Langsung
dan Tidak Langsung)
F R Att Ats Atf Atp BXES Exp_s BXEF Exp_f BXEP SN NBXMC Int BF 1R 0.583** 1Att 0.173** 0.202** 1Ats 0.124* 0.185** .690** 1Atf -0.083 -0.097 -0.390** -0.407** 1Atp 0.042 0.153** 0.674** 0.694** -0.398** 1BXES 0.146** 0.171** 0.506** 0.549** -0.294** 0.446** 1Exp_s 0.184** 0.187** 0.429** 0.444** -0.167** 0.408** 0.445** 1BXEF -0.108 -0.132* -0.171** -0.253** .244** -0.250** -0.224** -0.080* 1Exp_f -0.112* -0.137* -0.253** -0.306** .292** -0.342** -0.294** -0.259** 0.093 1BXEP 0.054 0.126* 0.383** 0.463** -0.247** 0.500** 0.617** 0.415** -0.248** -0.300** 1SN 0.183** 0.212** 0.401** 0.410** -0.253** 0.464** 0.311** 0.317** -0.151** -0.180** 0.387** 1NBXMC 0.132* 0.205** 0.297** 0.352** -0.205** 0.366** 0.315** 0.265** -0.077 -0.176** 0.410** 0.496** 1Int 0.254** 0.262** 0.382** 0.405** -0.218** 0.406** 0.363** 0.403** -0.111* -0.184** 0.304** 0.399** 0.316** 1B 0.121* 0.084 0.105 0.068 -0.068 0.160** 0.07 0.148** -0.032 -0.095 0.01 0.041 0.012 0.108 1
** correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Sumber: hasil analisis data
4.4.2.3. Model Struktural dan Pengujian Hipotesis
Pada bagian ini dipaparkan hasil pengujian hipotesis yang telah dibangun dalam Bab
2. Hipotesis dikatakan didukung atau tidak didukung dengan melihat nilai critical ratio
(selanjutnya disebut CR). Lebih lanjut, CR lebih besar dari 1.96 mengindikasikan
signifikansi pada p = 0.05 (Hox & Bechger, 2003). Hasil pengujian hipotesis
disampaikan lebih dahulu dengan menggunakan pengukuran langsung dan tidak
langsung. Kemudian, posisi yang diambil penulis untuk menentukan diterima atau
ditolaknya suatu hipotesis adalah dengan menggunakan pengukuran langsung dengan
keunggulan pengukuran tersebut, yaitu: keakuratan dan keandalan pengukuran tersebut
dibandingkan dengan pengukuran tidak langsung (Ajzen, 2002, h.8). Hipotesis satu
135
sampai hipotesis enam berkaitan dengan TPB dan hipotesis tujuh sampai hipotesis
duabelas berkaitan dengan TT.
Tabel 4.41 memperlihatkan hasil model struktural untuk pengujian hipotesis TPB
dengan menggunakan pengukuran langsung. Selanjutnya, Tabel 4.42 memperlihatkan
hasil model struktural TPB dengan menggunakan pengukuran tidak langsung.
Berdasarkan hasil model struktural tersebut maka hasil pengujian hipotesis 1 hingga 6
disampaikan.
Tabel 4.41 Estimasi parameter untuk jalur struktural TPB (pengukuran langsung)
Hipotesis Path Standardized CR Absolute fit Parsimonius fitregresion
weight
H1 int <-- att 0.076 1.138* GFI = 0.940 (gf) PGFI = 0.599H2 int <-- sn 0.258 3.582 AGFI = 0.906 (gf) PNFI = 0.695H3a int <-- pbc 0.566 7.308 CMIN/DF = 2.355(rf) AIC = 202.615H3b behavior <-- pbc -0.114 -1.183* RMR = 0.055 (rf) CAIC = 360.073H4 behavior <-- int 0.195 2.123 RMSEA = 0.065(rf)
H6a int <-- frequenc 0.157 3.343 GFI = 0.944 (gf) PGFI = 0.590H6b behavior <-- frequenc 0.085 1.218* AGFI = 0.910 (gf) PNFI = 0.668H6c behavior <-- recency 0.004 0.051* CMIN/DF = 1.971(gf) AIC = 237.851
RMR = 0.050 (rf) CAIC = 452.565RMSEA = 0.055(rf)
Keterangan: gf = good fit ; rf = resonable fit ; pf = poor fit
* tidak signifikan Sumber: hasil analisis data
Hipotesis 1: Sikap memilih merek mempengaruhi niat memilih merek.
Hasil : hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung) dan didukung (pengukuran tidak
langsung)
standardized regression weight = 0.076 dengan CR = 1.138 (tidak signifikan)
untuk pengukuran langsung
136
standardized regression weight = 0.180 dengan CR = 2.275 (signifikan) untuk
pengukuran tidak langsung
Tabel 4.42 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TPB (Pengukuran Tidak Langsung)
Hipotesis Path Standardized CR Absolute fit Parsimonius fitregresion
weight
H1 int <-- att 0.180 2.275 GFI = 0.943(gf) PGFI = 0.653H2 int <-- sn 0.024 0.326* AGFI = 0.918 (gf) PNFI = 0.743H3a int <-- pbc 0.451 4.237 CMIN/DF = 1.735(gf) AIC = 218.004H3b behavior <-- pbc -0.006 -0.073* RMR = 0.315 (pf) CAIC = 394.548H4 behavior <-- int 0.119 1.508* RMSEA = 0.048(gf)
H6a int <-- frequenc 0.168 3.210 GFI = 0.940 (gf) PGFI = 0.639H6b behavior <-- frequenc 0.093 1.345* AGFI = 0.912 (gf) PNFI = 0.713H6c behavior <-- recency 0.007 0.103* CMIN/DF = 1.664(gf) AIC = 271.075
RMR = 0.286 (pf) CAIC =504.876RMSEA = 0.046(gf)
Keterangan: gf = good fit ; rf = reasonable fit ; pf = poor fit * tidak signifikan Sumber: hasil analisis data
Hipotesis 2: Norma subyektif mempengaruhi niat memilih merek.
Hasil : hipotesis didukung (pengukuran langsung) dan tidak didukung (pengukuran tidak
langsung)
standardized regression weight = 0.258 dengan CR = 3.582 (signifikan) untuk
pengukuran langsung
standardized regression weight = 0.024 dengan CR = 0.326 (tidak signifikan)
untuk pengukuran tidak langsung
137
Hipotesis 3a: Kontrol keperilakuan yang dirasakan mempengaruhi niat memilih
merek.
Hasil : hipotesis didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)
standardized regression weight = 0.566 dengan CR = 7.308 (signifikan) untuk
pengukuran langsung
standardized regression weight = 0.451 dengan CR = 4.237 (signifikan) untuk
pengukuran tidak langsung
Hipotesis 3b: Kontrol keperilakuan yang dirasakan mempengaruhi perilaku
memilih merek.
Hasil : hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)
standardized regression weight = -0.114 dengan CR = -1.183 (tidak signifikan)
untuk pengukuran langsung
standardized regression weight = -0.06 dengan CR = -0.073 (tidak signifikan)
untuk pengukuran tidak langsung
Hipotesis 4: Niat memilih merek mempengaruhi perilaku memilih merek.
Hasil : hipotesis didukung (pengukuran langsung) dan tidak didukung (pengukuran tidak
langsung)
standardized regression weight = 0.195 dengan CR = 2.123 (signifikan) untuk
pengukuran langsung
standardized regression weight = 0.119 dengan CR = 1.508 (tidak signifikan)
untuk pengukuran tidak langsung
138
Hipotesis 5: Norma subyektif mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan
dengan sikap memilih merek dan kontrol keperilakuan yang dirasakan
terhadap niat memilih merek.
Hasil : hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)
standardized regression weight norma subyektif (0.258) > standardized
regression weight sikap (0.076) tetapi norma subyektif < kontrol keperilakuan
yang dirasakan (0.566) untuk pengukuran langsung
standardized regression weight norma subyektif (0.024) < standardized
regression weight sikap (0.180) dan kontrol keperilakuan yang dirasakan (0.451)
untuk pengukuran tidak langsung
Hipotesis 6a: Frekuensi mempengaruhi niat memilih merek.
Hasil : hipotesis didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)
standardized regression weight = 0.157 dengan CR = 3.343 (signifikan) untuk
pengukuran langsung
standardized regression weight = 0.168 dengan CR = 3.210 (signifikan) untuk
pengukuran tidak langsung
Hipotesis 6b: Frekuensi mempengaruhi perilaku memilih merek.
Hasil : hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)
standardized regression weight = 0.085 dengan CR = 1.218 (tidak signifikan)
untuk pengukuran langsung
139
standardized regression weight = 0.093 dengan CR = 1.345 (tidak signifikan)
untuk pengukuran tidak langsung
Hipotesis 6c: Resensi mempengaruhi perilaku memilih merek.
Hasil : hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)
standardized regression weight = 0.004 dengan CR = 0.051 (tidak signifikan)
untuk pengukuran langsung
standardized regression weight = 0.007 dengan CR = 0.103 (tidak signifikan)
untuk pengukuran tidak langsung
Tabel 3.43 (pengukuran langsung) dan Tabel 3.44 (pengukuran tidak langsung)
memperlihatkan hasil model struktural untuk pengujian hipotesis 7 sampai hipotesis 12
yang berkaitan dengan theory of trying.
Tabel 4.43 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TT (Pengukuran Langsung)
Hipotesis Path Standardized CR Absolute fit Parsimonius fitregresion
weight
H7 int <-- att 0.246 4.696 GFI = 0.970 (gf) PGFI = 0.259H8 int <-- sn 0.273 5.147 AGFI = 0.888 (rf) PNFI = 0.317H9 int <-- frequenc 0.163 3.269 CMIN/DF = 3.773 (rf) AIC = 111.274
H12a behavior <-- int 0.082 1.432* RMR = 0.133 (pf) CAIC = 268.732H12b behavior <-- frequenc 0.096 1.393* RMSEA = 0.093 (pf)H12c behavior <-- recency 0.007 0.102*
Keterangan: gf = good fit; rf = reasonable fit ; pf = poor fit * tidak signifikan
Sumber: hasil analisis data
140
Hipotesis 7: Sikap mencoba memilih merek mempengaruhi niat mencoba memilih
merek.
Hasil : hipotesis diterima (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)
standardized regression weight = 0.246 dengan CR = 4.696 (signifikan) untuk
pengukuran langsung
standardized regression weight = 0.292 dengan CR = 5.726 (signifikan) untuk
pengukuran tidak langsung
Tabel 4.44 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TT (Pengukuran Tidak
Langsung)
Hipotesis Path Standardized CR Absolute fit Parsimonius fitregresion
weight
H7 int <-- att 0.292 5.726 GFI = 0.976 (gf) PGFI = 0.260H8 int <-- sn 0.208 4.065 AGFI = 0.910 (gf) PNFI = 0.315H9 int <-- frequenc 0.178 3.533 CMIN/DF = 3.016 (rf) AIC = 102.186
H12a behavior <-- int 0.081 1.429* RMR = 0.155 (pf) CAIC = 259.644H12b behavior <-- frequenc 0.096 1.391* RMSEA = 0.079 (rf)H12c behavior <-- recency 0.007 0.102*
Keterangan: gf = good fit ; rf = reasonable fit ; pf = poor fit * tidak signifikan Sumber: hasil analisis data
Hipotesis 8: Norma subyektif mempengaruhi niat mencoba memilih merek.
Hasil : hipotesis diterima (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)
standardized regression weight = 0.273 dengan CR = 5.147 (signifikan) untuk
pengukuran langsung
standardized regression weight = 0.208 dengan CR = 4.065 (signifikan) untuk
pengukuran tidak langsung
141
Hipotesis 9: Frekuensi mempengaruhi niat mencoba memilih merek.
Hasil : hipotesis diterima (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)
standardized regression weight = 0.163 dengan CR = 3.269 (signifikan) untuk
pengukuran langsung
standardized regression weight = 0.178 dengan CR = 3.533 (signifikan) untuk
pengukuran tidak langsung
Hipotesis 10: Norma sosial mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan
dengan sikap mencoba memilih merek dan frekuensi mencoba
lampau terhadap niat mencoba memilih merek.
Hasil : hipotesis didukung (pengukuran langsung) dan ditolak (pengukuran tidak
langsung)
standardized regression weight norma sosial (0.273) > standardized regression
weight sikap (0.246) dan frekuensi mencoba lampau (0.163) untuk pengukuran
langsung
standardized regression weight norma sosial (0.208) < standardized regression
weight sikap (0.292) tetapi norma sosial < frekuensi mencoba lampau (0.178)
untuk pengukuran tidak langsung
Tabel 4.45 memperlihatkan hasil estimasi parameter untuk variabel sikap (baik untuk
pengukuran langsung dan tidak langsung) untuk pengujian hipotesis 11 yang berbunyi:
“Sikap terhadap sukses dan harapan akan sukses, sikap terhadap gagal dan harapan akan
gagal, dan sikap terhadap proses mempengaruhi sikap mencoba memilih merek.”
142
Tabel 4.45 Estimasi Parameter untuk Variabel Sikap (Pengukuran Langsung dan
Tidak Langsung)
Path Standardized CRregresion
weightpengukuran langsung
Att <-- atsxexp 0.246 7.830Att <-- atfxexp 0.273 0.997*Att <-- Atp 0.163 7.573pengukuran tidak langsung
Att <-- bxesxexp 0.491 8.349Att <-- bxefxexp 0.071 1.446*Att <-- bxep 0.065 1.098*
Keterangan: * tidak signifikan Sumber: hasil analisis data
Hipotesis 11: Sikap terhadap sukses dan harapan akan sukses, sikap terhadap gagal
dan harapan akan gagal, dan sikap terhadap proses mempengaruhi
sikap mencoba memilih merek.
Hasil : hipotesis didukung, kecuali sikap terhadap gagal dan harapan akan gagal (Atfexp)
untuk pengukuran langsung
hipotesis didukung, kecuali sikap terhadap gagal dan harapan akan gagal
(bxefxexp) dan sikap terhadap proses (bxep) untuk pengukuran tidak langsung
Pengujian hipotesis 12 disampaikan dengan didasarkan pada hasil model struktural
pada Tabel 4.43 dam 4.44 yang telah ditampilkan sebelumnya. Tabel tersebut
diringkaskan kembali (Tabel 4.46) untuk memudahkan penyampaian hasil pengujian.
143
Tabel 4.46 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TT untuk hipotesis 12
(Pengukuran Langsung dan Tidak Langsung)
Hipotesis Path Standardized CR Regression weight Pengukuran langsung H12a behavior int 0.082 1.432* H12b behavior frequenc 0.096 1.393* H12c behavior recency 0.007 0.102* Pengukuran tidak langsung H12a behavior int 0.082 1.429* H12b behavior frequenc 0.096 1.391* H12c behavior recency 0.007 0.102* Keterangan: * tidak signifikan Sumber: hasil analisis data
Hipotesis 12a: Niat mencoba memilih merek mempengaruhi perilaku mencoba
memilih merek.
Hasil: hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)
standardized regression weight = 0.082 dengan CR = 1.432 (tidak signifikan)
untuk pengukuran langsung
standardized regression weight = 0.081 dengan CR = 1.429 (tidak signifikan)
untuk pengukuran tidak langsung
Hipotesis 12b: Frekuensi mencoba memilih merek mempengaruhi perilaku
mencoba memilih merek.
Hasil: hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)
144
standardized regression weight = 0.096 dengan CR = 1.393 (tidak signifikan)
untuk pengukuran langsung
standardized regression weight = 0.096 dengan CR = 1.391 (tidak signifikan)
untuk pengukuran tidak langsung
Hipotesis 12c: Resensi mencoba memilih merek mempengaruhi perilaku mencoba
memilih merek.
Hasil: hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)
standardized regression weight = 0.007 dengan CR = 0.102 (tidak signifikan)
untuk pengukuran langsung
standardized regression weight = 0.007 dengan CR = 0.102 (tidak signifikan)
untuk pengukuran tidak langsung
Hipotesis 13 berkaitan dengan teori mana yang lebih mampu menjelaskan niat dan
perilaku memilih merek. Tabel 4.47 memperlihatkan hasil model struktural TPB dan TT
sebagai berikut.
Tabel 4.47 Hasil Komparasi TPB dan TT
Theory of Theory of Theory of Theory ofplanned Trying planned Tryingbehavior behavior
GFI 0.940 0.970 GFI 0.943 0.976CFI 0.961 0.962 CFI 0.973 0.960PGFI 0.599 0.259 PGFI 0.653 0.260PNFI 0.695 0.317 PNFI 0.743 0.315AIC 202.615 111.274 AIC 218.004 102.186CAIC 360.073 268.732 CAIC 394.548 259.644
Pengukuran langsung Pengukuran tidak langsung
Sumber: hasil analisis data
145
Hipotesis 13: Theory of trying lebih mampu memprediksi fenomena memilih satu
merek dibandingkan dengan theory of planned behavior.
Hasil: hipotesis didukung (pengukuran langsung dan tidak langsung).
Tabel 4.47 memperlihatkan hasil yang bahwa theory of trying mempunyai nilai uji-uji
statistik yang lebih dibandingkan dengan theory of planned behavior baik untuk
pengukuran langsung dan tidak langsung. Lebih lanjut, hasil analisis memperlihatkan
bahwa theory of trying unggul pada uji statistik GFI, CFI, AIC, dan CAIC untuk
pengukuran langsung. Sedangkan untuk pengukuran tidak langsung, theory of trying
unggul pada GFI, AIC, dan CAIC.
Hasil pengujian hipotesis diringkaskan dalam Tabel 4.48. Tabel tersebut
memperlihatkan adanya hasil pengujian hipotesis yang berbeda sebagai hasil perbedaan
pengukuran yang digunakan, yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung. Akan tetapi,
sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, posisi yang diambil penulis untuk
menentukan suatu hipotesis diterima atau ditolak didasarkan pada pengukuran langsung
(Tabel 4.49).
146
Tabel 4.48 Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis Pengukuran Pengukuran
langsung tidak langsung Theory of planned behavior H1 (pengaruh sikap terhadap niat) ditolak didukung H2 (pengaruh norma subyektif terhadap niat) didukung ditolak H3a (pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan didukung didukung terhadap niat) H3b (pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan ditolak ditolak terhadap perilaku) H4 (pengaruh niat terhadap perilaku) didukung ditolak H5 (noma subyektif mempunyai pengaruh yang ditolak ditolak dibandingkan dengan sikap dan kontrol keperilakuan yang dirasakan) H6a (pengaruh frekuensi terhadap niat) didukung didukung H6b (pengaruh frekuensi terhadap perilaku) ditolak ditolak H6c (pengaruh resensi terhadap perilaku) ditolak ditolak Theory of trying H7 (pengaruh sikap terhadap niat) didukung didukung H8 (pengaruh norma subyektif terhadap niat didukung didukung H9 (pengaruh frekuensi terhadap niat) didukung didukung H10 (norma sosial mempunyai pengaruh yang didukung ditolak dibandingkan dengan sikap dan frekuensi terhadap niat mencoba memilih)H11 (pengaruh sikap terhadap sukses dan harapan akan didukung didukung (AsEs), sikap terhadap gagal dan harapan (AfEf), (kecuali (kecuali sikap terhadap gagal dan harapan AfEf) AfEf dan Ap) dan sikap terhadap proses (Ap) pada sikap mencoba memilih (At). H12a (pengaruh niat terhadap perilaku mencoba memilih) ditolak ditolak H12b (pengaruh frekuensi terhadap perilaku mencoba ditolak ditolak memilih) H12c (pengaruh resensi terhadap perilaku mencoba ditolak ditolak memilih) Theory of planned behavior dan theory of trying H13 (Theory of trying lebih mampu memprediksi didukung didukung fenomena memilih merek dibandingkan sebagian dengan theory of planned behavior)
Hasil
Sumber: hasil analisis data
147
Tabel 4.49 Hasil Pengujian Hipotesis (Akhir)
Hipotesis Hasil Theory of planned behavior H1 (pengaruh sikap terhadap niat) ditolak H2 (pengaruh norma subyektif terhadap niat) didukung H3a (pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan didukung Terhadap niat) H3b (pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan ditolak Terhadap perilaku) H4 (pengaruh niat terhadap perilaku) didukung H5 (norma subyektif mempunyai pengaruh yang lebih besar ditolak Dibandingkan dengan sikap dan kontrol Keperilakuan yang dirasakan) H6a (pengaruh frekuensi terhadap niat) Didukung H6b (pengaruh frekuensi terhadap perilaku) Ditolak H6c (pengaruh resensi terhadap perilaku) Ditolak Theory of trying H7 (pengaruh sikap terhadap niat) Didukung H8 (pengaruh norma subyektif terhadap niat Didukung H9 (pengaruh frekuensi terhadap niat) Didukung H10 (norma sosial mempunyai pengaruh yang lebih besar Didukung Dibandingkan dengan sikap dan frekuensi terhadap niat mencoba memilih) H11 (pengaruh sikap terhadap sukses dan harapan akan didukung (kecuali AfEf) (AsEs), sikap terhadap gagal dan harapan (AfEf), sikap terhadap gagal dan harapan dan sikap terhadap proses (Ap) pada sikap mencoba memilih (At). H12a (pengaruh niat terhadap perilaku mencoba memilih) ditolak H12b (pengaruh frekuensi terhadap perilaku mencoba ditolak memilih) H12c (pengaruh resensi terhadap perilaku mencoba ditolak memilih) Theory of planned behavior dan theory of trying H13 (Theory of trying lebih mampu memprediksi didukung Fenomena memilih merek dibandingkan dengan theory of planned behavior )
148
4.4.3. Pembahasan Atas Hasil Analisis
Pembahasan mengenai hasil analisis masing-masing hipotesis didasarkan pada
tinjauan literatur yang telah dibahas pada Bab 2 dan persamaan serta perbedaan hasil
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dipaparkan.
4.4.3.1. Theory of Planned Behavior
Hipotesis 1- pengaruh sikap terhadap niat. Hasil analisis data dengan menggunakan
pengukuran langsung menunjukkan nilai critical ratio yang tidak signifikan (CR= 1.138).
Artinya, dengan menggunakan pengukuran langsung maka hipotesis yang menyatakan
bahwa ada pengaruh sikap terhadap niat tidak didukung.
Di lain pihak, dengan menggunakan pengukuran tidak langsung, hipotesis ini
didukung dengan nilai critical ratio yang signifikan (CR = 2.275). Adanya hubungan
sikap terhadap niat yang signifikan ini dapat disebabkan karena penggunaan butir-butir
keyakinan yang tepat. Dengan kata lain, butir-butir keyakinan dalam kuesioner penelitian
ini mampu menangkap keyakinan-keyakinan responden terhadap memilih merek Ponds.
Penggunaan butir-butir keyakinan yang tepat dapat menjelaskan hubungan sikap dan niat
berperilaku (Fishbein & Ajzen, 1975).
Akan tetapi, hipotesis hubungan sikap dan perilaku tidak didukung dengan
pengukuran langsung pada penelitian ini. Ada tiga alasan yang mungkin untuk hubungan
yang tidak signifikan tersebut. Dua alasan pertama didasarkan pada perspektif teoritis dan
alasan terakhir dilihat dari perspektif pengukuran variabel (kuantitatif).
Alasan pertama adalah seseorang berperilaku untuk mencapai suatu tujuan (goal)
tertentu. Tujuan tersebut dalam TPB dipengaruhi salah satunya oleh sikap. Akan tetapi,
149
sikap dalam TPB hanya mencakup tendensi untuk berperilaku secara keseluruhan
(Bagozzi & Kimmel, 1995, h.456). Sebagai komparasi, sikap dalam TT meliputi sikap
terhadap sukses, sikap terhadap gagal, dan sikap terhadap proses. Dengan kata lain, sikap
dalam TT lebih terinci dan eksplisit untuk menjelaskan tendensi seseorang dalam
mencapai tujuan (Dharmmesta,2003b, 2002; Bagozzi & Kimmel, 1995).
Alasan kedua, konsep sikap dengan pengukuran langsung dalam TPB bisa dicampur-
aduk (confounded) dengan konsep norma subyektif (Manstead, 2000; Bagozzi &
Kimmel, 1995). Disampaikan kembali bahwa sikap dengan pengukuran langsung adalah
sikap sebagai afek atau evaluasi global responden terhadap menggunakan produk tersebut
(Schiffman et al., 1997; Ajzen, 1991). Penelitian Bagozzi & Kimmel (1995) dalam
menguji TPB juga menggunakan sikap dengan pengukuran langsung. Hasil penelitian
mereka menunjukan sikap berpengaruh positif terhadap niat tetapi tidak ada pengaruh
norma subyektif terhadap niat. Ketidak-konsistenan norma subyektif menurut Bagozzi &
Kimmel (1995, h.456, penekanan ditambahkan) dimungkinkan karena konsep sikap
tercampuraduk dengan konsep norma subyektif sebagaimana disampaikan sebagai
berikut:
“What could account for the inconsistent performance subjective norms in test of theory of planned behavior, and the successful result under the theory of trying? One possibility lies in the way attitudes are conceived and measured in TPB are global, unidimensional evaluation of overall acts, while attitudes under TT are specific appraisals of three well-defined aspects of goal pursuit. It is conceivable that the less focused representation of attitudes under TPB gets confounded with subjective norm, but attitudes under the TT are distinctive enough to avoid confounding.”
Masih terkait dengan alasan kedua, penggunaan kata sifat untuk mengukur sikap
secara langsung biasanya adalah bijaksana-tidak bijaksana, baik-buruk, positif-negatif,
150
dan sebagainya. Pemilihan kata sifat pada penelitian ini (Tabel 4.50) mengikuti kata sifat
yang digunakan pada penelitian Bagozzi dan Warshaw (1990), Bagozzi dan Kimmel
(1995), Ajzen (2001), dan Dharmmesta (2002). Akan tetapi, pemilihan kata sifat yang
menggambarkan evaluasi global ini mungkin harus dilakukan penelitian lebih dahulu.
Artinya, kata sifat yang digunakan yang dapat digunakan pada penelitian-penelitian lain,
mungkin tidak dapat digunakan pada penelitian ini. Ringkasnya, perlu penelitian
eksplorasi sebelumnya untuk menentukan kata sifat yang tepat digunakan pada penelitian
memilih merek produk pelembab pemutih.
Tabel 4.50 Penggunaan Kata Sifat Pada Penelitian Ini
Kata sifat pada penelitian ini Acuan Tidak berguna – berguna Tidak menyenangkan – menyenangkan Tidak bijaksana – bijaksana Negatif – positif Buruk – baik
Bagozzi dan Kimmel (1995) Bagozzi dan Warshaw (1990) Bagozzi dan Kimmel (1995) Ajzen (2002), Bagozzi dan Kimmel (1995) Ajzen (2002), Dharmmesta (2002), Bagozzi dan Warshaw (1990)
Sumber: dari peneliti yang disebutkan diatas
Penelitian ini juga telah mengaplikasikan kata sifat yang paling tepat menggambarkan
sikap sebagai evaluasi global, yaitu, kata sifat ‘baik - buruk’ (Ajzen, 2002). Ajzen (2002)
menunjukkan bahwa kata sifat tersebut merupakan kata sifat yang paling baik untuk
menggambarkan evaluasi global. Akan tetapi, Manstead (2000) menyatakan bahwa kata
sifat ‘baik – buruk’, dibandingkan dengan beragam kata sifat lainnya, merupakan kata
151
sifat yang mengandung makna moral. Dengan kata lain, seseorang mempunyai sikap
positif untuk memakan makanan yang mengandung daging karena baik bagi kesehatan.
Tetapi, menjadi seorang yang vegetarian dapat didasarkan pada pertimbangan moral
(Manstead, 2000, h.13). Dengan demikian, Manstead menunjukkan bahwa konstruk sikap
(jika diukur dengan pengukuran langsung dan menggunakan kata sifat ‘baik-buruk’) dan
konstruk norma menjadi tidak terlalu berbeda. Tetapi perbedaan konstruk tersebut akan
nyata jika sikap diukur dengan menggunakan pengukuran tidak langsung (Manstead,
2000). Ringkasnya, konsep sikap dengan pengukuran langsung tercampur-aduk dengan
konsep norma subyektif.
Alasan ketiga untuk perbedaan hasil dalam menguji hubungan sikap dan niat dengan
menggunakan pengukuran langsung dan tidak langsung bisa didasarkan pada perspektif
pengukuran variabel. Hasil analisis lanjutan menunjukan bahwa konstruk sikap dengan
pengukuran langsung dan tidak langsung adalah konstruk yang berbeda (Tabel 4.51).
Artinya, sikap dengan pengukuran langsung mengukur komponen afektif sedangkan
pengukuran sikap dengan tidak langsung mengukur komponen kognitif. Hal ini memang
sesuai dengan definisi sikap secara langsung dan tidak langsung. Permasalahannya adalah
bahwa mengukur sikap dengan menggunakan pengukuran langsung dan tidak langsung
dapat memberikan hasil yang berbeda sebagaimana hasil penelitian ini dan penelitian
Giles dan Cairns (1995) serta Terry dan O’Leary (1995).
Dari pembahasan mengenai hipotesis 1 diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
hubungan sikap dan niat pada penelitian ini tidak didukung karena konsep sikap pada
TPB adalah konsep yang tidak terinci atau eksplisit untuk menjelaskan mampu
menjelaskan niat berperilaku. Konsep sikap pada TPB juga dapat tercampuraduk dengan
152
Tabel 4.51 Hasil Analisis Lanjutan Pengukuran Sikap Secara Langsung dan Tidak
Langsung dengan Exploratory Factor Analysis
Rotated Component Matrixa
.383 .654
.255 .818
.234 .813
.274 .843
.269 .851
.650 .336
.780 .318
.796 .182
.625 .208
.801 .292
.737 .258
.664 .199
ATT_AATT_BATT_CATT_DATT_EBEXEV_ABEXEV_BBEXEV_CBEXEV_DBEXEV_EBEXEV_FBEXEV_G
1 2Component
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
Rotation converged in 3 iterations.a.
konsep norma subyektif. Kemudian, perbedaan hasil dengan menggunakan pengukuran
sikap secara langsung dan tidak langsung menunjukan bahwa konsep sikap harus
diperlakukan secara bijaksana sebagaimana disampaikan oelh Giles & Cairns (1995,
h.179):
“Clearly, the assumption that the direct and belief-based measure of attitude and subjective norm are synonymous must not be taken for granted.”
Hipotesis 2 – pengaruh norma subyektif terhadap niat. Hasil analisis hipotesis dua ini
sama dengan hipotesis satu dimana hasil yang berbeda dengan menggunakan pengukuran
yang berbeda. Intinya, hipotesis ini didukung jika menggunakan pengukuran langsung
153
(CR = 3.582) dan tidak didukung jika menggunakan pengukuran tidak langsung (CR =
0.326). Pengukuran tidak langsung merupakan interaksi antara keyakinan normatif
(normative beliefs) dan motivasi untuk menuruti (motivation to comply). Dengan
didasarkan pada pengukuran langsung, hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh
norma subyektif terhadap niat berperilaku.
Hasil analisis untuk hipotesis 1 dan 2 menunjukkan adanya perbedaan hasil jika
menggunakan pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Serupa dengan
pembahasan untuk hipotesis 1. Tabel 4.52 memperlihatkan bahwa pengukuran langsung
dan tidak langsung dapat mengukur hal yang berbeda.
Tabel 4.52 Hasil Analisis Lanjutan Pengukuran Norma Subyektif Secara Langsung
dan Tidak Langsung dengan Exploratory Factor Analysis
Rotated Component Matrixa
.330 .807
.124 .909
.866 .184
.866 .276
.864 .184
SN_ASN_BNBXMC_ANBXMC_BNBXMC_C
1 2Component
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
Rotation converged in 3 iterations.a.
Dalam kaitannyan dengan hipotesis 1 dan 2, dapat disampaikan bahwa pengukuran
tidak langsung yang didasarkan pada keyakinan memang dapat memberikan hasil yang
berbeda dengan pengukuran langsung (Giles & Cairns, 1995; Terry & O’Leary, 1995).
154
Hal tersebut telah disadari oleh Ajzen sebagai pengembang teori TPB (1991, h.19 dan
h.28) sebagai berikut:
…inquiries into the role of beliefs as the foundation of attitude toward a behavior, subjective norm, and perceived behavioral control have been only partly successful.
…there are still many issues that remain unresolved. The theory of planned behavior
traces attitudes, subjective norms, and perceived behavioral control to an underlying foundation of beliefs about the behavior. Although there is plenty of evidence for significant relations between behavioral beliefs and attitude toward the behavior, between normative beliefs and subjective norms, and between control beliefs and perception of behavioral control, the exact form of these relations is still uncertain…there is clearly much room for improvement.
Hipotesis 3a – pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan terhadap niat. Hasil
penelitian, baik dengan menggunakan pengukuran langsung (CR = 7.308) dan tidak
langsung (CR = 4.237), memberikan hasil yang sama, yaitu mendukung hipotesis
tersebut. Kontrol keperilakuan yang dirasakan merupakan variabel tambahan pada theory
of reasoned action untuk mengakomodir kritik terhadap TRA bahwa TRA hanya dapat
diaplikasikan pada perilaku yang mudah. Penambahan variabel tersebut membentuk suatu
teori baru yang dikenal dengan theory of planned behavior (Ajzen, 1988).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa, baik dengan menggunakan pengukuran
langsung dan tidak langsung, kontrol keperilakuan yang dirasakan merupakan determinan
utama terhadap niat berperilaku. Dengan kata lain, pengaruh kontrol keperilakuan yang
dirasakan lebih besar bila dibandingkan dengan sikap dan norma subyektif terhadap niat.
Hasil penelitian ini (yaitu, pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan lebih besar
dibandingkan variabel lainnya) sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Dharmmesta
dan Khasanah (1999), Tkachev dan Kolvereid (1999), Chatzisarantis dan Biddle (1998),
serta Giles dan Cairns (1995). Beragam penelitian yang mengaplikasikan TPB juga
155
menunjukkan hubungan yang signifikan antara kontrol keperilakuan yang dirasakan
dengan niat (Maurer & Palmer, 1999; Kanler & Todd, 1998; Giles & Cairns, 1995;
Parker et al., 1995). Di lain pihak, penelitian lain menunjukkan hasil hubungan kontrol
keperilakuan yang dirasakan dan niat yang tidak signifikan (Bagozzi & Kimmel, 1995;
Terry & O’Leary, 1995).
Hipotesis 3b – pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan terhadap perilaku.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis 3b tidak didukung baik dengan
menggunakan pengukuran langsung (CR = -1.183) maupun tidak langsung (CR = -
0.073). Dengan kata lain, penelitian ini tidak menemukan hubungan antara kontrol
keperilakuan yang dirasakan dengan perilaku.
Ada dua versi posisi kontrol keperilakuan yang dirasakan dalam TPB (Dharmmesta,
2000). Versi yang pertama adalah variabel tersebut sebagai prediktor terhadap niat.
Selanjutnya, versi yang kedua adalah variabel tersebut sebagai prediktor bagi perilaku.
Versi yang pertama telah diuji pada hipotesis 3a. Pada hipotesis 3b ini, yaitu versi kedua
posisi variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan dalam TPB, tidak didukung secara
empiris. Walaupun beberapa penelitian yang mengaplikasikan TPB membuktikan
hubungan positif antara kontrol keperilakuan yang dirasakan (misalnya, Dharmmesta &
Khasanah, 1999; Terry & O’Leary, 1995), namun beberapa penelitian lain tidak
menemukan hubungan tersebut (misalnya, East, 2000; Bagozzi & Kimmel, 1995; Giles &
Cairns, 1995).
Alasan yang mungkin untuk hubungan yang tidak signifikan antara kontrol
keperilakuan yang dirasakan dan perilaku dapat disebabkan karena kurangnya atau
156
ketidak-cukupan sumber daya atau kesempatan seseorang untuk berperilaku (Ajzen,
1988). Ajzen (1988) menyadari bahwa dalam situasi tertentu, variabel kontrol
keperilakuan yang dirasakan tidaklah terlalu realistik untuk memprediksi perilaku. Situasi
tersebut adalah jika seseorang dalam kondisi tidak punya sumber daya yang cukup,
misalnya uang, untuk membeli suatu produk. Dengan kata lain, jika seseorang tidak
punya cukup uang, maka motivasinya untuk membeli produk (yaitu, berperilaku) menjadi
berkurang atau tidak jadi membeli. Ajzen (1988) juga menyampaikan beberapa kondisi
yang memungkinkan tidak terjadinya hubungan antara kontrol keperilakuan yang
dirasakan dan perilaku: (1) kurangnya sumber daya (misalnya: tidak punya uang), (2)
kurangnya kesempatan (misalnya, tidak dapat membeli karena sibuk), (3) adanya sumber
daya yang berubah (misalnya: saat akan membeli tidak punya uang, atau uang terpakai
untuk hal yang lain), (4) adanya informasi baru atau adanya kondisi-kondisi yang baru
(misalnya: ada produk baru yang sejenis yang ingin dicoba).
Hipotesis 4 – pengaruh niat terhadap perilaku. Hasil analisis menunjukkan bahwa
hipotesis ini didukung jika menggunakan pengukuran langsung (CR = 2.123) dan tidak
didukung jika menggunakan pengukuran tidak langsung (CR = 1.508). Variabel niat
dibangun dengan mengacu beragam literatur (misalnya, Ajzen, 2001; Ajzen & Fishbein,
1980; Fishbein & Ajzen, 1975), Niat, pada penelitian ini, diukur dengan menggunakan
dua butir pernyataan “Saya berniat untuk membeli dan menggunakan pelembab pemutih
Ponds bulan depan” dan “Saya akan membeli dan menggunakan pelembab pemutih
Ponds bulan depan”.
157
Kembali disampaikan bahwa perbedaan hasil dengan pengukuran langsung dan tidak
langsung merupakan konsekuensi dari penggunaan pengukuran langsung dan tidak
langsung pada variabel sikap, norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan.
Artinya, permasalahan pada pengukuran variabel independen mempengaruhi variabel
dependen sebagaimana telah diperlihatkan pada Tabel 4.51 dan Tabel 4.52 sebelumnya,
serta Tabel 4.53 berikut ini.
Tabel 4.53 Hasil Analisis Lanjutan Pengukuran Kontrol Keperilakuan Yang Dirasakan Secara Langsung dan Tidak Langsung dengan Exploratory Factor Analysis
Rotated Component Matrixa
.823
.753 .239
.791 .275
.376 .776 .909
PCB_APCB_BPCB_CPXC_APXC_B
1 2Component
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
Rotation converged in 3 iterations.a.
Penelitian ini mengalami kendala dalam melakukan komparasi terhadap penelitian
lain yang mengaplikasikan TPB dengan menggunakan pengukuran tidak langsung, yaitu
penelitian yang dilakukan oleh East (2000) serta Kanler dan Todd (1998). Kendala
tersebut karena penelitian yang dilakukan oleh East serta Kanler dan Todd hanya
memprediksi niat saja dan tidak memprediksi perilaku. Ringkasnya, alasan yang mungkin
atas pengaruh niat dan perilaku yang tidak signifikan dengan menggunakan pengukuran
158
tidak langsung adalah konsekuensi dari permasalahan dalam variabel-variabel
independen.
Hipotesis 5 – norma subyektif mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap niat
dibandingkan dengan sikap dan kontrol keperilakuan yang dirasakan. Hipotesis ini
dikembangkan dengan pemahaman bahwa dalam budaya kolektivism, noma subyektif
lebih berpengaruh dibandingkan dengan sikap dan kontrol keperilakuan yang dirasakan.
Akan tetapi, penelitian ini tidak memberikan hasil yang mendukung hipotesis tersebut
baik dengan menggunakan pengukuran langsung maupun tidak langsung.
Dalam temuan penelitian ini, variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan lebih besar
besar pengaruhnya (standardized regression weight = 0.566) dibandingkan sikap
(standardized regression weight = 0.076) dan norma subyektif (standardized regression
weight = 0.258) dengan menggunakan pengukuran langsung. Hasil analisis dengan
menggunakan pengukuran tidak langsung juga memberikan hasil yang sama
(standardized regression weight = 0.451 untuk kontrol keperilakuan yang dirasakan,
0.180 untuk sikap, dan 0.024 untuk norma subyektif). Hasil penelitian ini sama dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Dharmmesta & Khasanah (1999) dalam penelitian
mengenai pembelian jasa angkutan kereta api, dimana kontrol keperilakuan yang
dirasakan merupakan variabel dominan penentu niat berperilaku.
Hipotesis norma subyektif yang lebih berpengaruh terhadap niat dibandingkan
prediktor lainnya didukung pada TT (hipotesis sepuluh) tetapi tidak pada TPB. Hal ini
dimungkinkan karena penggunaan variabel-variabel yang berbeda. Dengan kata lain,
TPB menggunakan variabel sikap, norma subyektif dan kontrol keperilakuan yang
dirasakan. Dari ketiga variabel tersebut, kontrol keperilakuan yang dirasakan
159
memberikan pengaruhnya yang lebih besar terhadap niat. Hal ini dimungkinkan karena
responden penelitian ini adalah mahasiswi, yang mungkin lebih mempertimbangkan
faktor sumber daya (uang) dibandingkan pengaruh teman dan sikapnya sendiri dalam
membeli Ponds.
Di lain pihak, TT menggunakan variabel sikap, norma sosial, dan frekuensi mencoba
lampau sebagai prediktor niat untuk mencoba. Dari ketiga variabel tersebut, norma sosial
terbukti mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dua prediktor lainnya.
Artinya, jika sumber daya tidak diperhitungkan, maka responden dalam budaya
kolektivism lebih mempertimbangkan norma sosial dalam pembeliannya dibandingkan
sikapnya sendiri.
Hipotesis 6a – pengaruh frekuensi terhadap niat. Hasil penelitian ini, baik pengukuran
langsung (CR = 3.343) dan tidak langsung (CR = 3.210), mendukung hipotesis bahwa
frekuensi mempengaruhi niat secara signifikan. Hasil penelitian sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh Bagozzi dan Kimmel (1995). Pada penelitian tersebut, mereka
menambahkan variabel frekuensi dan resensi pada TPB. Hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa frekuensi mempengaruhi niat berperilaku.
Pengaruh yang signifikan juga dikemukakan oleh Bagozzi (1981) dan Bagozzi et al.
(1992a). Bagozzi et al. (1992a) mengaplikasikan theory of reasoned action (TRA) yang
ditambah dengan variabel baru ‘perilaku lampau’ (past behavior). Walaupun perilaku
lampau pada Bagozzi et al. (1992a) tidak dibedakan antara ‘frekuensi’ dan ‘resensi’,
tetapi perilaku lampau pada penelitian tersebut didefinisikan sebagai seberapa sering
responden menggunakan kupon. Dengan kata lain, seberapa sering dapat dianggap
160
sebagai frekuensi. Demikian juga pada penelitian Bagozzi (1981) dimana frekuensi juga
didefinisikan sebagai seberapa sering seseorang menyumbang darah.
Hipotesis 6b – pengaruh frekuensi terhadap perilaku. Frekuensi, pada penelitian ini,
ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku. Hasil analisis pengukuran
langsung (CR = 1.218) dan tidak langsung memberikan hasil yang sama (CR = 1.345),
yaitu menolak hipotesis tersebut. Walaupun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
penelitian Bagozzi dan Kimmel (1995) di mana frekuensi berpengaruh secara positif
terhadap perilaku, tetapi hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Bagozzi (1981) dan Bagozzi et al. (1992a). Pada dua penelitian tersebut, frekuensi hanya
mempengaruhi niat berperilaku tetapi tidak perilaku aktual.
Alasan yang mungkin terhadap tidak berpengaruhnya frekuensi terhadap perilaku pada
penelitian ini adalah dapat disebabkan karena adanya faktor situasional dan lingkungan
belanja tertentu (misalnya, antrian yang panjang dan lingkungan belanja yang tidak
menyenangkan) yang dapat mengakibatkan gagalnya konsumen dalam melakukan
pembelian (Negara & Dharmmesta, 2001). Faktor lain yang mungkin adalah banyaknya
beragam produk sejenis dan iklan-iklan produk tersebut yang memberikan informasi
mengenai keunggulan mereknya. Akibatnya, konsumen bisa saja berpindah merek atau
konsumen selalu mempertimbangkan merek-merek lainnya sebelum melakukan
pembelian (Assael, 1998).
Hipotesis 6c – pengaruh resensi terhadap perilaku. Bagozzi dan Warshaw (1990)
membedakan perilaku lampau menjadi frekuensi dan resensi. Menurut mereka, frekuensi
161
dan resensi adalah variabel yang berbeda yang dapat mempengaruhi perilaku. Hasil
penelitian ini, baik dengan menggunakan pengukuran langsung (CR = 0.051) dan tidak
langsung (CR = 0.103), tidak mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa resensi
mempengaruhi perilaku secara signifikan.
Penelitian empiris penambahan variabel perilaku lampau lebih diuji-cobakan pada
TRA (misalnya: Bagozzi et al., 1992a; Fredricks & Dossett, 1983; Manstead et al., 1983;
Bentler & Speckart, 1979) dibandingkan TPB (misalnya: Bagozzi & Kimmel, 1995). Jika
Bagozzi (1981) dan Bagozzi et al. (1992a) mendefinisikan perilaku lampau sebagai
frekuensi, maka penelitian Fredricks dan Dossett (1983) serta Bentler dan Speckart
(1979) mendefinisikan perilaku lampau sebagai resensi (contohnya: ‘Apakah dalam 2
minggu terakhir anda masuk kelas?). Hasil penelitian Fredricks dan Dossett (1983) serta
Bentler dan Speckart (1979) menunjukkan bahwa resensi mempengaruhi perilaku aktual.
Lebih lanjut, dalam penelitian yang mengaplikasikan TPB, Bagozzi dan Kimmel (1995)
juga menunjukkan bahwa resensi mempengaruhi perilaku aktual.
Penelitian ini mengalami kendala dalam melakukan komparasi hasil penelitian ini
karena terbatasnya penelitian lainnya yang menggunakan resensi sebagai prediktor
perilaku aktual (Bagozzi & Kimmel, 1995; Fredricks & Dossett, 1983; Bentler &
Speckart, 1979). Walaupun penelitian ini memberikan hasil yang berbeda dengan ketiga
penelitian yang telah disebutkan, dimungkin perbedaan ini sebagai dampak dari target
perilaku pada penelitian ini. Dengan kata lain, seseorang membeli produk pelembab pada
penelitian ini bukan karena sebagai akibat dia baru saja membeli (resensi) tetapi
disebabkan sikap positif orang tersebut terhadap membeli pelembab pemutih, norma –
162
norma yang dianut oleh orang itu, dan karena orang tersebut mempunyai uang untuk
membeli produk tersebut.
Target perilaku yang berkesinambungan dapat mendukung daya prediksi resensi
terhadap perilaku aktual. Sebagai contoh, target perilaku pada penelitian Bagozzi dan
Kimmel (1995) adalah perilaku berolah-raga dan melakukan diet, perilaku yang diteliti
pada penelitian Fredricks dan Dossett (1983) adalah perilaku menghadiri kelas, dan
perilaku pada penelitian Bentler dan Speckart (1979) adalah perilaku meminum minuman
beralkohol dan menggunakan obat-obat keras dan mariyuana. Ringkasnya, perilaku pada
penelitian-penelitian tersebut menunjukkan adanya kesinambungan perilaku. Misalnya,
seseorang yang menggunakan alkohol atau mariyuana biasanya tidak dapat dilakukan
pada waktu-waktu tertentu saja. Seseorang yang menggunakan mariyuana biasanya akan
melanjutkannya kembali dalam waktu dekat dan bukannya dengan jarak waktu yang
lama. Demikian juga dengan perilaku berolah-raga dan meminum minuman beralkohol.
Dalam kaitannya dengan hipotesis 6, penambahan variabel frekuensi dan resensi pada
TPB atau TPB + frekuensi + resensi (selanjutnya disebut model TPB-FR) memberikan
hasil yang lebih baik dalam absolute fit-nya dibandingkan dengan model TPB saja, untuk
pengukuran langsung. Sedangkan untuk pengukuran tidak langsung, model TPB lebih
baik dibandingkan dengan model TPB-FR. Ukuran yang digunakan untuk menyatakan
adanya perbedaan yang substansial dalam komparasi model adalah nilai perbedaan
setidak-tidaknya 0.06 (Williams & Hazer, 1986 dalam Hair et al., 1995).
Bagozzi dan Kimmel (1995, h. 450) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa model
TPB-FR (GFIe = 0.91 ; CFIe = 0.96 dan GFId = 0.91 ; CFId = 0.98) lebih fit dibandingkan
dengan model TPB saja (GFIe = 0.91 ; CFIe = 0.94 dan GFId = 0.91 ; CFId = 0.97) dengan
163
menggunakan pengukuran langsung. Notasi e menjelaskan penelitian yang dilakukan
pada tema berolah-raga dan d pada penelitian mengenai melakukan diet. Hasil penelitian
tersebut sama dengan hasil penelitian ini sebagaimana terlihat pada Tabel 4.54.
Tabel 4.54 Komparasi Hasil Penelitian Bagozzi dan Kimmel (1995) dan Penelitian Ini
TPB + FR TPBBagozzi & Kimmel (1995) GFIe = 0.91 GFIe = 0.91
CFIe = 0.96 CFIe = 0.94
GFId = 0.91 GFId = 0.91 CFId = 0.98 CFId = 0.97
Penelitian ini (2003) GFI = 0.944 GFI = 0.940CFI = 0.966 CFI = 0.961
Sumber: Bagozzi dan Kimmel (1995) dan hasil analisis data
4.4.3.2. Theory of Trying
Karena terbatasnya penelitian yang menguji TT (misalnya: Dharmmesta, 2002;
Kassaye & Schumacher, 1998; Bagozzi & Kimmel, 1995; Bagozzi et al., 1992b; Bagozzi
& Warshaw, 1990) maka pembahasan hasil temuan penelitian ini hanya dikomparasi
pada penelitian yang dilakukan Dharmmesta (2002), Bagozzi dan Kimmel (1995), serta
Bagozzi dan Warshaw (1990). Penelitian ini tidak diperbandingkan dengan penelitian
Bagozzi et al. (1992b) karena penelitian tersebut hanya menguji validitas konstruk sikap
pada TT. Lebih lanjut, hasil penelitian ini juga tidak dikomparasikan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kassaye & Schumarcher (1998) karena penelitian tersebut tidak
menguji hubungan antar variabel dalam TT.
164
Hipotesis 7 – pengaruh sikap terhadap niat. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis
bahwa sikap adalah sebagai prediktor niat berperilaku. Hipotesis ini didukung baik
dengan menggunakan pengukuran langsung (CR = 4.696) maupun tidak langsung (CR =
5.726). Pengaruh sikap terhadap niat dalam TT juga dapat ditemukan pada penelitian
Bagozzi dan Warshaw (1990) serta Dharmmesta (2002). Kembali disampaikan, sikap
dalam TT mampu memprediksi niat berperilaku bila dibandingkan dengan TPB karena
sikap dalam TT merupakan variabel yang eksplisit yang mencakup sikap terhadap sukses,
sikap terhadap gagal, dan sikap terhadap proses dalam pencapaian suatu tujuan.
Hipotesis 8 – pengaruh norma subyektif terhadap niat. Temuan penelitian ini
mendukung bahwa norma subyektif sebagai prediktor yang signifikan terhadap niat
berperilaku baik dengan menggunakan pengukuran langsung (CR = 5.147) dan tidak
langsung (CR = 4.065). Hasil temuan ini juga sama dengan penelitian TT yang dilakukan
oleh Bagozzi dan Warshaw (1990), Bagozzi dan Kimmel 1995) serta Dharmmesta
(2002).
Hipotesis 9 – pengaruh frekuensi terhadap niat. Hasil penelitian mendukung bahwa
frekuensi mempengaruhi niat berperilaku secara positif baik dengan menggunakan
pengukuran langsung (CR = 3.269) dan tidak langsung (CR = 3.533). Hasil ini sama
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bagozzi dan Warshaw (1990), Bagozzi dan
Kimmel (1995) serta Dharmmesta (2002).
165
Hipotesis 10 – norma sosial mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan
dengan sikap dan frekuensi mencoba lampau terhadap niat mencoba. Hasil temuan
penelitian ini mendukung hipotesis tersebut yaitu pengaruh norma subyektif yang lebih
besar (standardized regression weight = 0.273) dibandingkan sikap (standardized
regression weight = 0.246) dan frekuensi (standardized regression weight = 0.163)
terhadap niat mencoba.
Hipotesis 11 – pengaruh sikap terhadap sukses dan harapan akan sukses (AsEs),
sikap terhadap gagal dan harapan akan gagal (AfEf), dan sikap terhadap proses
(Ap) terhadap sikap mencoba memilih (At). Dengan menggunakan pengukuran
langsung, maka hanya AfEf yang tidak signifikan (CR = 0.997). Di lain pihak, jika
menggunakan pengukuran tidak langsung maka selain AfEf (CR = 1.446) juga Ap (CR =
1.098) tidak signifikan.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bagozzi
dan Warshaw (1990) dan Bagozzi dan Kimmel (1995) dimana hasil penelitian mereka
menunjukkan hasil yang tidak signifikan untuk interaksi antara sikap terhadap gagal dan
harapan akan gagal. Tabel 4.55 memperlihatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Bagozzi dan Warshaw (1990), Bagozzi dan Kimmel (1995), dan penelitian ini sendiri.
166
Tabel 4.55 Komparasi Hasil Penelitian Bagozzi &Warshaw (1990), Bagozzi & Kimmel (1995), dan Penelitian Ini
Peneliti (tahun) regression weight
Bagozzi & Warshaw (1990) AfEf = 0.11
Bagozzi & Kimmel (1995) AfEfe = 0.04AfEfd = -0.04
Penelitian ini (2003) AfEf = 0.273(pengukuran langsung)
AfEf = 0.071(pengukuran tidak langsung)
Keterangan e = olah-raga ; d = diet pada B&K (1995)
Sumber: hasil analisis data
Sebagaimana telah disampaikan pada Bab dua bahwa perbedaan utama antara TPB
dan TT adalah perbedaan pada konseptualisasi sikap. Sikap dalam TPB adalah
unidimensi, sedangkan sikap pada TT adalah sebagai multidimensi. Terlebih, Bagozzi
dan Warshaw (1990) menyatakan bahwa diperkenalkannya sikap sebagai multidimensi
merupakan fitur sentral dari theory of trying. Maka penelitian ini membuktikan apakah
sikap dalam TT adalah multidimensi.
Pembuktian ini dilakukan dengan menggunakan model tiga faktor dan model empat
faktor untuk menguji validitas konverjen, diskriminan, dan kriterion dari konstruk sikap
dalam TT (Bagozzi & Kimmel, 1995; Bagozzi et al., 1992; Bagozzi & Warshaw, 1990).
Hasil dari beragam uji statistik tersebut memperlihatkan bahwa validitas konverjen untuk
konstruk sikap terpenuhi (Tabel 4.56).
167
Tabel 4.56 Validitas Konverjen Konstruk Sikap
Model 3 Faktor Model 4 Faktor(ATS, ATF, ATP) (ATT, ATS, ATF, ATP)
GFI 0.886 0.849AGFI 0.842 0.807CMIN/DF 3.664 3.254RMR 0.035 0.036RMSEA 0.091 0.084CFI 0.935 0.924
Sumber: hasil analisis data
Lebih lanjut, Tabel 4.57 memperlihatkan korelasi antara ATT, ATS, ATF, dan ATP.
Tidak ada nilai yang sama dengan 1. Validitas diskriminan tercapai jika nilai korelasi > 1
(Bagozzi & Kimmel, 1995; Bagozzi et al., 1992b; Bagozzi & Warshaw, 1990). Peneliti
yang lain, Fornell dan Larker (1981) menyatakan validitas diskriminan tercapai jika AVE
lebih besar dari 0.50. Tabel 4.58 memperlihatkan bahwa nilai AVE, baik untuk
pengukuran langsung maupun tidak langsung, untuk masing-masing faktor adalah lebih
besar dari 0.50. Dengan kata lain, validitas diskriminan untuk konstruk sikap terpenuhi.
Tabel 4.57 Korelasi ATT,ATS,ATF, ATP
ATS ATF ATP ATT
ATS 1ATF -0.530 1ATP 0.709 -0.507 1ATT 0.763 -0.540 0.728 1
Sumber: hasil analisis data
168
Tabel 4.58 Nilai AVE Dimensi-Dimensi Sikap
Konstruk AVE
Pengukuran langsung ATT (attitude toward trying) ATS (attitude toward success) ATF (attitude toward fail) ATP (attitude toward process)
Pengukuran tidak langsung BXE_S (attitude toward success) BXE_F (attitude toward fail) BXE_P (attitude toward process)
0.9927 0.9616 0.9888 0.9915
0.9285 0.8239 0.9222
Sumber: hasil analisis data
Bagozzi et al. (1992) juga menyatakan validitas kriterion terpenuhi jika korelasi-
korelasi tersebut signifikan dan hubungannya diarahkan teori. Hasil Tabel 4.56 juga
memperlihatkan nilai korelasi yang signifikan dan sesuai arahnya, yaitu korelasi positif
antara ATT-ATS dan ATT-ATP dan korelasi negatif antara ATT-ATF. Pada Tabel 4.56
juga memperlihatkan adanya korelasi yang tinggi (yaitu, korelasi >0.70) antara ATS dan
ATP (0.709), ATS dan ATT (0.763), serta ATP dan ATT (0.728). Garver dan Mentzer
(1999) menyatakan jika nilai korelasi melebihi 0.70, maka konstruk tersebut harus dilihat
sebagai variabel second-order. Jika korelasi kurang dari 0.70, maka konstruk tersebut
adalah variabel first-order.
Korelasi yang tinggi antar variabel atau multikolinier adalah masalah yang dapat
muncul pada penelitian yang menggunakan konstruk-konstruk mental sebagai variabel
independen. Hal ini dikarenakan adanya hubungan korelasi yang tinggi antara pikiran dan
perasaan yang muncul sebagai fungsi dari memori manusia dan reaksi psikologis
169
(Bagozzi & Burnkrant, 1985, h.53). Bagozzi dan Burnkrant pada halaman yang sama
juga menunjukkan bahwa:
“Multicollinearity is an aspect of one’s data and the limitations of analytic procedures and not the theory under scrutinity, per se.”
Penelitian ini menggunakan variabel second-order (second-order variable) sebagai
cara untuk mengatasi masalah multikolinier (Garver & Mentzer, 1999; Bagozzi &
Burnkrant, 1985). Tabel 4.59 memperlihatkan hasil analisis sikap sebagai first-order dan
sikap sebagai second-order. Hasil menunjukkan bahwa loading masing-masing indikator
pada second-order lebih besar nilainya dibanding loading pada first-order kecuali untuk
indikator-indikator sikap terhadap gagal. Nilai loading yang lebih tinggi pada second-
order menunjukkan tercapainya validitas konverjen (Bagozzi et al., 1991). Bagozzi et al.
(1991) juga menyatakan bahwa validitas diskriminan pada second-oder tercapai jika
korelasi masing-masing indikator lebih kecil dari satu. Analisis data second-order pada
penelitian ini memberikan hasil bahwa semua nilai korelasi masing-masing indikator
adalah kurang dari 1. Ringkasnya, penelitian ini menunjukkan bahwa sikap pada TT
adalah sebagai second-order variable.
Kembali pada pembahasan mengenai sikap sebagai multidimensi, hasil penelitian
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Bagozzi dan Warshaw (1990) yaitu terhadap
gagal dan harapan akan gagal (AfEf) tidak signifikan sebagai parameter sikap. Bagozzi
dan Warshaw memperikirakan bahwa AfEf tidak signifikan karena target perilaku dalam
penelitian yang tidak mempertimbangkan kegagalan sebagai suatu penentu utama.
170
Tabel 4.59 Sikap Sebagai First-Order vs Second-Order
Path Standardized CR Path Standardized CRRegression Regression
Weight Weightatt_s_a <-- Ats 0.767 att_s_a <-- Ats 0.814att_s_b <-- Ats 0.778 14.513 att_s_a <-- Ats 0.800 16.647att_s_c <-- Ats 0.691 12.668 att_s_c <-- Ats 0.707 14.003att_s_d <-- Ats 0.836 15.814 att_s_d <-- Ats 0.836 17.747att_s_e <-- Ats 0.857 16.273 att_s_e <-- Ats 0.864 18.603
att_f_a <-- Atf 0.807 att_f_a <-- Atf 0.686att_f_b <-- Atf 0.765 15.333 att_f_b <-- Atf 0.744 13.699att_f_c <-- Atf 0.870 18.346 att_f_c <-- Atf 0.855 16.090att_f_d<-- Atf 0.905 19.389 att_f_d<-- Atf 0.894 16.911att_f_e <-- Atf 0.856 17.918 att_f_e <-- Atf 0.842 15.806
att_p_a <-- Atp 0.729 att_p_a <-- Atp 0.758att_p_b <-- Atp 0.830 14.727 att_p_b <-- Atp 0.833 16.175att_p_c <-- Atp 0.794 14.053 att_p_c <-- Atp 0.792 15.184att_p_d<-- Atp 0.865 15.358 att_p_d<-- Atp 0.869 17.043att_p_e <-- Atp 0.853 15.151 att_p_e <-- Atp 0.860 16.826
att <-- Att 0.738att <-- Att 0.758 13.523att <-- Att 0.769 13.745att<-- Att 0.875 15.761att <-- Att 0.853 15.359
Absolute fit: Absolute fit:
GFI : 0.849 (rf) GFI : 0.863 (rf)AGFI : 0.807 (rf) AGFI : 0.816 (rf)CMIN/DF : 3.254 (rf) CMIN/DF : 4.414 (rf)RMR : 0.036 (gf) RMR : 0.079 (rf)RMSEA : 0.084 (pf) RMSEA : 0.103 (pf)
SECOND-ORDERFIRST-ORDER
Keterangan: gf = good fit ; rf = reasonable fit ; pf = poor fit
Sumber: hasil analisis data
Misalnya, jika seseorang gagal melakukan olah raga, maka orang tersebut dapat
mencobanya lagi di lain waktu. Demikian juga dengan target perilaku pada penelitian ini,
171
yaitu memilih dan menggunakan pelembab pemutih Ponds. Seseorang yang gagal
membeli produk tersebut dapat mencobanya kembali di waktu yang lain. Akan tetapi, jika
target perilaku adalah menyelesaikan program S3, maka sikap terhadap gagal dan
harapan akan gagal (AfEf) dapat menjadi prediktor yang signifikan terhadap sikap
terhadap mencoba (At) (Bagozzi & Warshaw, 1990, h.138). Tidak signifikannya AfEf
pada penelitian ini juga dapat digambarkan dari pendapat seorang responden dalam
mengisi kuesioner penelitian:
Menurut saya berhasil atau gagalnya kulit wajah saya menjadi lebih putih dengan memakai produk Ponds ini, mungkin tidak terlalu berpengaruh untuk saya. Karena saya ngerasa cocok dengan menggunakan Ponds, makanya saya masih menggunakannya. Kulit wajah saya tidak putih, juga tidak hitam (sawo matang kali yah…). Setelah memakai Ponds, wajah saya berwarna aslinya, tetapi saya merasa lebih bersih dan cerah (tidak kusam). Jadi menurut saya, berhasil atau gagalnya dalam memakai Ponds, bukan karena putih, tetapi menjadikan kulit wajah saya bersih dan cerah, tidak kusam.
Hipotesis 12a – pengaruh niat terhadap perilaku mencoba memilih. Hasil penelitian
ini tidak mendukung hipotesis tersebut baik dengan menggunakan pengukuran langsung
(CR = 1.432) maupun tidak langsung (CR = 1.429). Hasil penelitian ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Dharmmesta (2002) dan Bagozzi dan Kimmel (1995)
pada target perilaku melakukan olah raga. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Bagozzi dan Kimmel (1995) pada target perilaku melakukan diet, niat merupakan
prediktor yang signifikan terhadap perilaku mencoba melakukan diet. Demikian juga
dengan penelitian yang dilakukan Bagozzi dan Warshaw (1990), niat berpengaruh
terhadap perilaku mencoba. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bagozzi dan Warshaw (1990) serta Bagozzi dan Kimmel (1995) dapat
172
disebabkan oleh rentang waktu yang cukup lama pada penelitian ini (1,5 bulan dimana
Bagozzi & Warshaw = 1 minggu dan Bagozzi dan Kimmel = 2 minggu).
Hipotesis 12b – pengaruh frekuensi terhadap perilaku mencoba memilih. Temuan
penelitian ini tidak mendukung bahwa frekeunsi berpengaruh terhadap perilaku mencoba
baik dengan menggunakan pengukuran langsung (CR = 1.393) dan tidak langsung (CR =
1.391). Hasil temuan ini sama dengan temuan Bagozzi dan Warshaw (1990) tetapi
berbeda dengan Dharmmesta (2002) serta Bagozzi dan Kimmel (1995). Tidak
signifikannya pengaruh frekuensi terhadap perilaku mungkin disebabkan target perilaku,
yaitu memilih dan menggunakan Ponds. Banyaknya beragam produk kosmetik dan iklan-
iklan yang memberikan informasi keunggulan beragam merek dapat menjadi faktor
frekuensi pembelian Ponds tidak menentukan perilaku untuk membeli Ponds kembali.
Dengan kata lain, ada variabel keinginan mencari variasi lain karena pengaruh iklan atau
display produk yang dapat menarik niat konsumen (Assael, 1998). Faktor lain yang
mungkin adalah faktor situasional dan lingkungan belanja, misalnya, antrian yang
panjang akan mengakibatkan seseorang tidak jadi melakukan transaksi pembelian
(Negara & Dharmmesta, 2001).
Hipotesis 12c – pengaruh resensi terhadap perilaku mencoba memilih. Hasil
penelitian ini menolak hipotesis pengaruh resensi terhadap perilaku mencoba memilih
baik dengan menggunakan pengukuran langsung (CR = 0.102) dan tidak langsung (CR =
0.102). Hasil temuan ini berbeda dengan temuan yang dilakukan oleh Dharmmesta
(2002), Bagozzi dan Kimmel (1995), serta Bagozzi dan Warshaw (1990). Hampir sama
173
dengan penjelasan untuk hipotesis 12b, target perilaku penelitian ini dapat menjadi faktor
tidak signifikannya variabel resensi dalam memprediksi mencoba membeli Ponds.
Membeli Ponds beberapa saat yang lalu (resensi) dapat menjadi variabel yang tidak
utama dalam menentukan pembelian selanjutnya mungkin karena adanya produk baru.
Atau, responden pada penelitian ini tidak mempertimbangkan resensi sebagai penentu
pada pembelian selanjutnya.
Pembahasan hipotesis 12b dan 12c berkenaan dengan pengaruh frekuensi (F) dan
resensi (R) terhadap perilaku mencoba memilih. Penelitian yang dilakukan Dharmmesta
(2002) membuktikan bahwa frekuensi dan resensi merupakan prediktor perilaku mencoba
belajar. Lebih lanjut, dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa frekuensi dan resensi
merupakan variabel yang identik dengan variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan
(PBC) dalam TPB karena unsur utama dalam ketiga variabel adalah pengalaman lampau.
Hasil analisis penelitian ini, walaupun tidak menguji apakah FR = PBC, memperlihatkan
hasil bahwa tidak mendukung hipotesis pengaruh PBC terhadap perilaku (hipotesis 3b)
dan tidak mendukung hipotesis pengaruh frekuensi dan resensi terhadap perilaku
(hipotesis 12b dan 12c). Dengan kata lain, dapat dimungkinkan bahwa FR adalah identik
dengan PBC (Dharmmesta, 2002, h.63).
Hipotesis 13 – TT lebih mampu memprediksi fenomena memilih satu merek
dibandingkan TPB. Hasil analisis dengan menggunakan SEM memperlihatkan bahwa
nilai-nilai uji statistik TT lebih baik dibandingkan dengan TPB jika menggunakan
pengukuran langsung. Baumgartner dan Homburg (1995) serta Hair et al. (1995)
menunjukkan bahwa program-program komputer yang dilakukan untuk menjalankan
174
SEM (misalnya, AMOS 4.0, LISREL, EQS, dsb) memberikan banyak uji statistik yang
dapat digunakan untuk mengambil keputusan.
Penggunaan uji statistik yang tampak pada Tabel 4.60 didasarkan pada penelitian
sejenis (yaitu komparasi TPB dan TT) yang dilakukan Bagozzi dan Kimmel (1995) dan
uji statistik untuk memperbandingkan model yang disarankan oleh Hair et al. (1995).
Hasil analisis menunjukkan bahwa theory of trying unggul pada uji statistisk GFI, CFI,
AIC, dan CAIC untuk pengukuran langsung. Sedangkan untuk pengukuran tidak
langsung, theory of trying unggul pada GFI, AIC, dan CAIC. Dengan kata lain, pada
pengukuran tidak langsung, uji statistik memberikan hasil yang sama baiknya bagi theory
of trying dan theory of planned behavior. Kembali disampaikan bahwa nilai perbedaan
yang dianggap signifikan adalah 0.06.
Tabel 4.60 Hasil Komparasi TPB dan TT
Theory of Theory of Theory of Theory ofplanned Trying planned Tryingbehavior behavior
GFI 0.940 0.970 GFI 0.943 0.976CFI 0.961 0.962 CFI 0.973 0.960PGFI 0.599 0.259 PGFI 0.653 0.260PNFI 0.695 0.317 PNFI 0.743 0.315AIC 202.615 111.274 AIC 218.004 102.186CAIC 360.073 268.732 CAIC 394.548 259.644
Pengukuran langsung Pengukuran tidak langsung
Sumber: hasil analisis data
TT dapat dikatakan teori yang lebih mempunyai kemampuan prediktif dibandingkan
dengan TPB karena TT adalah teori yang menjelaskan perilaku yang didasarkan tujuan
(goal-directed behavior) yang memahami akan adanya kendala-kendala dalam
175
pencapaian tujuan. Pemahaman akan adanya kendala tersebut memunculkan konsep
sikap sebagai multi dimensi, yaitu konsep sikap mencakup sikap terhadap sukses dan
harapan akan sukses, sikap terhadap gagal dan harapan akan gagal, dan sikap terhadap
proses. Artinya, sikap dalam TT adalah konsep yang terinci dan eksplisit yang mampu
memprediksi tendensi niat berperilaku. Tidak hanya itu, TT juga memasukan variabel
perilaku lampau sebagai variabel yang signifikan terhadap niat berperilaku dan
berperilaku.
Di lain pihak, Ajzen (1991, h.21), yang merupakan konseptor TPB, juga tidak
menutup kemungkinan adanya perubahan atau perbaikan dalam TPB sebagaimana yang
disampaikannya berikut ini:
The theory of planned behavior is, in principle, open to the inclusion of additional predictors if it can be shown that they capture a significant proportions of the variance in intention or behavior after the theory variables have been taken into account. The theory of planned behavior in fact expanded the original theory of reasoned action by adding the concept of perceived behavioral control.
Perubahan dan perbaikan yang kontinyu dalam mengembangkan teori-teori sikap juga
merupakan salah satu keunggulan teori sikap dalam memprediksi perilaku sebagaimana
yang diungkapkan oleh Eagly (1992, h.705):
One of the admirable feature of attitude theories is their tendency to cumulate in the sense that newer theories have built on some of the themes of older ones and often developed some theme that remained underdeveloped in an earlier theory.
4.4. Simpulan
Bab ini telah melaporkan hasil analisis data. Pertama, tingkat pengisian kuesioner
dilaporkan. Kemudian, profil responden disampaikan. Kemudian, hasil analisis data yang
176
berkaitan dengan reliabilitas dan validitas ukuran disampaikan. Terakhir, hasil pengujian
hipotesis dipaparkan dan hasilnya diringkas pada Tabel 4.49. Hasil pengujian
menunjukkan adanya hipotesis yang diterima atau ditolak baik dengan menggunakan
pengukuran langsung maupun tidak langsung. Bab selanjutnya, yaitu Bab lima,
menyampaikan simpulan hasil penelitian serta implikasi temuan bagi teori dan praktek.
177
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Pendahuluan
Masalah penelitian ini , yaitu: “Bagaimana theory of planned behavior dan theory of
trying dapat menjelaskan hubungan antara niat dan perilaku memilih satu merek di
Indonesia, dan apakah TT lebih fit dibandingkan TPB dalam menjelaskan femonena
tersebut?” telah dipaparkan pada bab satu. Lebih lanjut, latar belakang dan jastifikasi
penelitian serta organisasi penulisan disertasi ini juga telah dipaparkan pada bab satu.
Kemudian, bab dua telah memberikan fondasi teoritis mengenai merek, pilihan merek,
dan teori-teori sikap untuk membangun hipotesis-hipotesis penelitian. Bab berikutnya,
yaitu bab tiga, menggambarkan metodologi penelitian yang diaplikasikan pada penelitian
ini. Pada bab ini, dijelaskan bagaimana instrumen penelitian dibangun dan dinilai
reliabilitas serta validitasnya. Sampel penelitian didesain sebagai sampel bertujuan untuk
mendapatkan responden yang homogen sebagai suatu syarat dalam pengujian teori.
Selanjutnya, bab empat menyampaikan hasil analisis data yang meliputi hasil survai
uji coba dan survai aktual. Lebih lanjut, pada hasil survai aktual, disampaikan dua hasil
analisis data: (1) data dari pertanyaan langsung dan (2) data dari pertanyaan tidak
langsung (belief-based questionnaire). Akhirnya, pada bab lima ini disampaikan
simpulan hasil penelitian serta implikasi temuan bagi teori dan praktis. Pada bagian ini
juga disampaikan keterbatasan penelitian dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
Alur penulisan bab lima diperlihatkan pada Gambar 5.1.
178
Gambar 5.1 Alur Pembahasan Bab 5
5.1 Pendahuluan
5.6 Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya
5.4 Implikasi terhadap teori 5.5 Implikasi terhadap praktis
5.2 Simpulan atas hipotesis-
hipotesis penelitian 5.3 Keterbatasan penelitian
Sumber: dikembangkan untuk penelitian ini
5.2. Simpulan atas Hipotesis-Hipotesis Penelitian
Dengan didasarkan pada hasil analisis data, simpulan penelitian ini dibatasi oleh
responden, produk, dan merek yang digunakan, serta hanya di dalam lingkup perilaku
memilih satu merek. Ada tujuh simpulan dapat disampaikan dari hasil penelitian ini yang
berkenaan dengan “bagaimana theory of planned behavior dan theory of trying dapat
menjelaskan hubungan niat dan perilaku memilih satu merek di Indonesia, dan apakah
theory of trying lebih fit dalam menjelaskan fenomena tersebut dibandingkan theory of
planned behavior?
Pertama, hasil analisis data dengan menggunakan pengukuran langsung dan tidak
langsung dapat memberikan hasil yang berbeda yang juga dialami oleh Giles dan Cairns
(1995) serta Terry dan O’Leary (1995). Walaupun penelitian ini menyampaikan dan
179
membahas hasil dari dua pengukuran (yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung)
tersebut, tetapi posisi yang diambil penulis adalah menggunakan pengukuran
langsung sebagai penentu akhir pengujian hipotesis. Artinya, hipotesis didukung atau
tidak didukung hanya didasarkan pada pengukuran langsung dengan pertimbangan pada
keakuratan dan keandalan pengukuran tersebut dibandingkan dengan pengukuran tidak
langsung. Dengan demikian, hasil akhir hasil pengujian hipotesis adalah sebagaimana
pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Hasil pengujian Hipotesis
Hipotesis Hasil Theory of planned behavior H1 (pengaruh sikap terhadap niat) ditolak H2 (pengaruh norma subyektif terhadap niat) didukung H3a (pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan didukung Terhadap niat) H3b (pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan ditolak Terhadap perilaku) H4 (pengaruh niat terhadap perilaku) didukung H5 (norma subyektif mempunyai pengaruh yang lebih besar ditolak Dibandingkan dengan sikap dan kontrol Keperilakuan yang dirasakan) H6a (pengaruh frekuensi terhadap niat) didukung H6b (pengaruh frekuensi terhadap perilaku) ditolak H6c (pengaruh resensi terhadap perilaku) ditolak Theory of trying H7 (pengaruh sikap terhadap niat) didukung H8 (pengaruh norma subyektif terhadap niat didukung H9 (pengaruh frekuensi terhadap niat) didukung H10 (norma sosial mempunyai pengaruh yang lebih besar didukung Dibandingkan dengan sikap dan frekuensi terhadap niat mencoba memilih) H11 (pengaruh sikap terhadap sukses dan harapan akan didukung (kecuali AfEf) (AsEs), sikap terhadap gagal dan harapan (AfEf), sikap terhadap gagal dan harapan dan sikap terhadap proses (Ap) pada sikap mencoba memilih (At). H12a (pengaruh niat terhadap perilaku mencoba memilih) ditolak H12b (pengaruh frekuensi terhadap perilaku mencoba ditolak memilih) H12c (pengaruh resensi terhadap perilaku mencoba ditolak memilih)
180
Theory of planned behavior dan theory of trying H13 (Theory of trying lebih mampu memprediksi didukung Fenomena memilih merek dibandingkan dengan theory of planned behavior )
Kedua, dengan menggunakan Tabel 5.1 tersebut, maka penelitian ini mendukung
bahwa norma subyektif, kontrol keperilakuan yang dirasakan, dan frekuensi sebagai
prediktor yang signifikan terhadap niat dalam TPB. Lebih lanjut, hasil penelitian ini
mendukung bahwa norma sosial, frekuensi, dan sikap sebagai prediktor yang signifikan
terhadap niat dalam TT. Tidak didukungnya hipotesis pengaruh sikap terhadap niat dalam
TPB tetapi didukung didalam TT disebabkan oleh konsep sikap dalam TT sebagai konsep
yang terinci dan eksplisit. Dengan kata lain, ketegasan konsep sikap dalam TT mampu
memprediksi tendensi seseorang dalam berperilaku.
Ketiga, resensi bukan sebagai prediktor yang signifikan terhadap niat baik dalam TPB
maupun TT. Hal ini dapat disebabkan oleh target perilaku. Dengan kata lain, jika target
perilaku adalah target perilaku yang berkesinambungan seperti mempelajari bahan
perkuliahan (Dharmmesta, 2002), berolah-raga (Bagozzi & Kimmel, 1995), dan perilaku
menggunakan obat-obat keras dan mariyuana (Fredricks & Dossett, 1983) maka resensi
adalah prediktor yang signifikan.
Keempat, hasil analisis memperlihatkan bahwa norma sosial merupakan faktor yang
dominan sebagai faktor yang mempengaruhi niat seseorang untuk membeli dalam TT
tetapi tidak dalam TPB. Prediktor yang berpengaruh lebih besar dalam TPB adalah
kontrol keperilakuan yang dirasakan. Perbedaan hasil ini dapat dimungkinkan karena
penggunaan variabel yang berbeda dalam masing-masing teori. Dengan kata lain, bagi
responden penelitian ini, variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan lebih berpengaruh
jika dibandingkan dengan sikap dan norma subyektif (TPB). Tetapi, dalam TT, karena
181
tidak ada variabel kontrol yang menjelaskan sumber daya seseorang untuk membeli,
maka norma sosial lebih berpengaruh dibandingkan sikap dan frekuensi mencoba
lampau.
Kelima, penelitian ini mendukung konstruk sikap sebagai multidimensi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel sikap terbukti merupakan variabel yang
multidimensi yang terdiri atas sikap terhadap sukses dan harapan akan sukses dan sikap
terhadap proses. Analisis model pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini
menunjukan validitas konverjen dan diskriminan masing-masing dimensi tersebut.
Keenam, hasil penelitian memperlihatkan bahwa niat sebagai prediktor yang
signifikan dalam TPB tetapi tidak dalam TT. Penggunaan kontruk-konstruk tertentu dan
berbeda baik dalam TPB dan TT mempengaruhi perbedaan hasil analisis kedua teori
tersebut. Ketujuh, penelitian ini memperlihatkan hasil uji statistik TT lebih fit
dibandingkan dengan TPB.
Secara umum, dari tujuh simpulan tersebut dapat disampaikan bahwa pada penelitian
ini TT lebih fit untuk menjelaskan hubunga sikap dan perilaku memilih satu merek
dibandingkan TPB. Keberhasilan TT dalam menjelaskan fenomena memilih satu merek
karena TT didukung oleh konstruk-kontruk dalam TT yang mencakup tujuan tersebut dan
terinci. Sebagai contoh, konstruk sikap dalam TT adalah konsep yang multidimensi yang
meliputi sikap terhadap keberhasilan, kegagalan, dan proses. Dalam TPB, sikap
merupakan konstruk yang berdimensi satu. Dengan kata lain, sikap dalam TPB
merupakan evaluasi seseorang terhadap perilaku yang mengarah pada tujuan secara
umum.
Selain konstruk sikap, variabel perilaku lampau juga merupakan variabel yang terinci
dalam TT. Konsep ini dibedakan menjadi frekuensi perilaku lampau dan resensi perilaku
lampau. Walaupun hasil analisis penelitian ini hanya mendukung hipotesis hubungan
182
frekuensi dan niat, penelitian TT ini mendukung adanya peranan perilaku lampau
terhadap niat seseorang. Hal ini dapat terlihat pada model TPB-FR (perluasan TPB
dengan menambahkan frekuensi dan resensi).
Secara ringkas, walaupun hasil penelitian ini tidak ditujukan untuk digeneralisir, hasil
penelitian mendukung pentingnya suatu teori memasukkan variabel-variabel yang tegas
dan rinci untuk menjelaskan suatu fenomena. Penelitian TT dan TPB serta komparasi
kedua teori tersebut masih diperlukan pada lingkup perilaku yang sama atau berbeda agar
simpulan teori mana yang lebih fit dapat didukung dengan kuat.
5.3. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tiga keterbatasan utama. Pertama, penelitian ini hanya
menggunakan satu produk dan satu merek, yaitu produk pelembab pemutih merek Ponds.
Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak ditujukan untuk digeneralisasikan pada merek
dan produk lainnya. Penggunaan satu produk adalah cukup beralasan sebagaimana tujuan
penelitian ini adalah pengujian teori. Tidak hanya itu, dengan menggunakan satu merek
yang spesifik merupakan salah satu kriteria agar hubungan sikap dan perilaku dapat
ditingkatkan (Ajzen & Fishbein, 1980).
Dalam kaitannya dengan generalisasi hasil penelitian, perbedaan karakteristik
responden karena perbedaan karakteristik demografis dan psikografis responden juga
membatasi generalisasi temuan penelitian ini pada konsumen merek Ponds tetapi di
wilayah yang lain. Lebih lanjut, perbedaan keyakinan responden terhadap masing-masing
merek pelembab pemutih membatasi generalisasi temuan penelitian ini pada merek
pelembab pemutih lainnya.
Keterbatasan kedua adalah responden yang digunakan, yaitu mahasiswi di
Yogyakarta. Walaupun penggunaan sampel yang homogen adalah ideal dalam pengujian
183
teori, akan tetapi kesimpulan dan implikasi penelitian akan lebih dikuatkan jika dilakukan
penelitian-penelitian lanjutan dengan sampel yang berbeda.
Keterbatasan ketiga adalah berkaitan dengan personally administered questionnaire
yang digunakan pada penelitian ini. Penggunaan kuesioner yang dilakukan sendiri
tersebut dapat menyebabkan common method variance yang dapat mengarahkan kepada
kesimpulan yang menyesatkan (Campbell & Fiske, 1959 dalam Podsakoff Organ, 1986).
Jastifikasi atas penggunaan kuesioner yang dilakukan sendiri telah disampaikan pada Bab
tiga sebelumnya. Secara ringkas, self-report memberikan keunggulan-keunggulan seperti
waktu, tenaga, dan biaya yang yang lebih sedikit dibandingkan observasi langsung
(Ajzen & Fishbein, 1980). Penelitian ini telah melakukan pengembangan skala yang rigid
yang dapat mereduksi potensi terjadinya common method variance tersebut, misalnya:
dengan mempertimbangkan item-trimming (Podsakoff & Organ, 1986) dan mereduksi
acquiescence bias (Podsakoff et al., 2003).
5.4. Implikasi Terhadap Teori
Temuan pada penelitian ini memberikan implikasi pada teori. Ada tiga implikasi pada
teori adalah sebagai berikut. Pertama, hasil penelitian ini memberikan bukti empiris
pengaruh variabel perilaku lampau pada niat. Perilaku lampau, menurut Bagozzi dan
Warshaw (1990) dibedakan menjadi frekuensi dan resensi. Walaupun hanya variabel
frekuensi yang signifikan mempengaruhi niat baik dalam TPB dan TT, penelitian ini
mendukung pentingnya variabel perilaku lampau sebagai prediktor niat selain variabel
sikap, norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan.
Pengaruh frekuensi perilaku lampau terhadap niat dapat terjadi walaupun seseorang
mempunyai sikap yang jelas atau sikap yang tidak jelas. Dengan kata lain, pada saat
seseorang mempunyai sikap yang jelas, pengaruh frekuensi lampau adalah usaha untuk
184
konsisten dalam berperilaku. Demikian juga halnya pada saat seseorang tidak jelas
dengan sikapnya, frekuensi perilaku lampau memberikan pengaruh yang lebih besar
terhadap niat. Seseorang yang tidak mempunyai sikap jelas dapat disebabkan kurangnya
informasi untuk membentuk suatu keyakinan, atau karena tidak adanya evaluasi, atau
karena ada hal yang memang tidak jelas (Dharmmesta, 2000; Bagozzi & Warshaw,
1990). Secara ringkas, hasil yang signifikan pengaruh frekuensi perilaku lampau terhadap
dapat mendukung pemahaman pentingnya perilaku lampau dalam analisis perilaku
konsumen.
Kedua, model-model perilaku konsumen yang dikembangkan di negara barat
menunjukan sikap sebagai faktor utama yang mampu mempengaruhi proses pembelian
konsumen. Akan tetapi, penelitian ini menghipotesiskan bahwa norma subyektif sebagai
prediktor yang memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan prediktor lainnya.
Walaupun hanya pada TT, hasil penelitian ini mendukung hipotesis tersebut. Dengan
demikian, dapat disampaikan bahwa perbedaan prediktor yang memberikan pengaruhnya
lebih besar dapat dipengaruhi oleh faktor budaya sebagai salah satu karakteristik
konsumen yang mampu mempengaruhi proses mental konsumen dalam melakukan
pengambilan keputusan pembelian (Wells & Prensky, 1996).
Ketiga, hasil analisis yang memperlihatkan bahwa pengaruh sikap terhadap niat tidak
signifikan dalam TPB menunjukan bahwa konstruk sikap bukan konsep yang terinci dan
eksplisit untuk menjelaskan niat seseorang dalam mencapai tujuan. Sebaliknya, hasil
penelitian ini memperlihatkan bahwa konstruk sikap dalam TT adalah konsep yang
terinci yang menjelaskan niat seseorang dalam mencapai tujuan. Konseptualisasi sikap
yang jelas ini memberikan implikasi teoritis yaitu konsep sikap yang terinci
mempengaruhi tendensi seseorang untuk berperilaku (Dharmmesta 2003b; 2002; Bagozzi
& Kimmel, 1995).
185
Ringkasnya, implikasi teori atas hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
• Penelitian ini mendukung bahwa ada prediktor penjelas lain selain sikap, norma
subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan yang dapat memprediksi niat.
Prediktor penjelas niat tersebut adalah frekuensi perilaku lampau.
• Norma subyektif sebagai prediktor yang memberikan pengaruh lebih besar terhadap
niat dibandingkan prediktor lainnya dalam budaya kolektivism.
• Penelitian ini mendukung bahwa konstruk sikap dalam TT adalah konsep yang terinci
yang jelas yang mampu dibedakan dengan konsep norma subyektif. Tegasnya sikap
seseorang akan memperngaruhi tendensi seseorang untuk berperilaku.
5.5. Implikasi Manajerial
Temuan penelitian ini memberikan implikasi-implikasi bagi produsen, khususnya
bagian pemasaran pelembab pemutih Ponds. Implikasi-implikasi tersebut berkaitan
dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, keyakinan-keyakinan
konsumen terhadap produk pelembab pemutih Ponds, dan skala pengukuran yang
dikembangkan dalam penelitian ini.
Variabel-variabel penelitian. Praktisi dapat menggunakan variabel-variabel penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini pada penelitian sejenis dengan lebih yakin. Dengan
kata lain, variabel-variabel telah teruji dapat membantu praktisi untuk memahami
fenomena dengan kokoh.
Keyakinan-keyakinan konsumen. Implikasi praktis atas identifikasi keyakinan-
keyakinan responden akan dikaitkan dengan strategi pemasaran yang difokuskan pada
186
strategi promosi. Ada empat implikasi yang berkaitan dengan strategi promosi,
khususnya penekanan pada strategi iklan, yang mengandung pesan akan produk, harga,
dan distribusi.
Pertama, penelitian ini mengindentifikasi keyakinan-keyakinan utama responden
terhadap memilih dan menggunakan pelembab pemutih Ponds. Keyakinan-keyakinan
yang positif yang dipercayai oleh responden dapat terus dipelihara oleh bagian pamasaran
Ponds dengan iklan-iklan yang menggambarkan keyakinan-keyakinan tersebut. Misalnya,
keyakinan responden bahwa Ponds dapat memutihkan dan mencerahkan kulit wajah.
Maka, iklan-iklan yang akan dibuat sebaiknya menggambarkan perbedaan warna kulit
sesudah menggunakan Ponds.
Kedua, selain memelihara keyakinan-keyakinan positif yang dipercayai konsumen,
bagian pemasaran Ponds dapat juga memperkenalkan keyakinan baru kepada konsumen
melalui iklan. Keyakinan baru ini misalnya Ponds adalah produk yang aman bagi kulit
dan cocok bagi semua jenis kulit.
Ketiga, keyakinan-keyakinan negatif menurut responden penelitian ini adalah harga
Ponds yang cukup mahal dan ketidak-tersediaan produk ukuran kecil pada saat akan
dibeli. Keyakinan harga Ponds yang mahal ini dapat direduksi dengan iklan yang
berkaitan dengan strategi produk. Dengan kata lain, produsen Ponds dapat membuat
produk dengan beragam ukuran sehingga dengan adanya ukuran yang kecil akan
membantu harga produk tersebut terjangkau konsumen, khususnya mahasiswa. Atau,
keyakinan akan harga Ponds yang cukup mahal dapat direduksi dengan iklan yang
menitik-beratkan pada manfaat produk dengan harga yang terjangkau.
Terakhir, dalam kaitannya dengan keyakinan negatif responden atas ketersediaan
produk, produsen Ponds harus lebih memperhatikan ketersediaan barangnya. Hal ini
dapat dilakukan dengan pengelolaan saluran distribusi dan kontrol yang kontinyu dari
187
tenaga penjual terhadap ketersediaan barang dan segera memesan sebelum produk
tersebut habis di rak pajangan (display).
Instrumen penelitian. Penelitian ini mengembangkan instrumen penelitian melalui
proses yang rigid dapat digunakan oleh praktisi baik untuk memahami sikap konsumen
dalam memilih dan menggunakan Ponds. Penelitian yang dilakukan secara kontinyu juga
dapat memperlihatkan jika ada terjadi perubahan sikap. Lebih lanjut, informasi yang
diperoleh dari instrumen penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang berharga
yang lebih baik dibandingkan jika praktisi hanya mengandalkan informasi penjualan
produk saja yang turun-naiknya penjualan dipengaruhi beragam variabel.
Secara ringkas, implikasi terhadap praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menguji konstruk-konstruk pada TPB dan TT dimana konstruk-konstruk yang teruji
dapat digunakan oleh praktisi dengan lebih yakin untuk memahami perilaku memilih
dan menggunakan merek Ponds atau merek lainnya.
2. Mengidentifikasi keyakinan-keyakinan penting konsumen terhadap produk pelembab
pemutih Ponds.
3. Mengembangkan instrumen penelitian yang dapat digunakan produsen Ponds untuk
mengamati sikap atau perubahan sikap dalam membeli dan menggunakan Ponds.
5.6. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya
Penelitian ini memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
Pertama, sebagaimana telah dikemukakan pada sub bab keterbatasan penelitian,
penelitian ini hanya menggunakan satu merek produk pelembab pemutih. Penelitian
selanjutnya sebaiknya mereplikasi penelitian ini pada merek lain dalam kategori produk
188
yang sama sebelum generalisasi penelitian yang lebih kokoh disampaikan. Demikian
juga halnya dengan responden mahasiswi yang digunakan pada penelitian ini. Penelitian
selanjutnya sebaiknya menggunakan responden yang bukan mahasiswi sehingga hasil
penelitian dapat digeneralisir.
Kedua, penelitian ini menggunakan pengukuran langsung dan tidak langsung untuk
menguji TPB dan TT. Akan tetapi, beberapa temuan mendapatkan hasil yang berbeda
pada hipotesis yang sama, misalnya hipotesis didukung dengan menggunakan
pengukuran langsung tetapi ditolak jika menggunakan pengukuran tidak langsung.
Penelitian sejenis selanjutnya sebaiknya juga menggunakan pengukuran yang sama
(pengukuran langsung dan tidak langsung) sehingga dapat diketahui pengukuran mana
yang lebih stabil dan mampu menjelaskan fenomena memilih merek.
Ketiga, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap tidak berpengaruh terhadap niat
dalam menguji TPB jika menggunakan pengukuran langsung. Penelitian ini
menggunakan kata sifat yang diacu dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian
selanjutnya sebaiknya melakukan studi eksplorasi terlebih dahulu untuk menentukan kata
sifat apa yang tepat untuk digunakan pada penelitian memilih merek.
Keempat, hasil penelitian memperlihatkan hasil yang tidak signifikan “sikap terhadap
gagal dan harapan akan gagal” (AfEf) sebagai dimensi sikap dalam TT. Penelitian
selanjutnya dapat mencoba pada target perilaku yang sama (yaitu, memilih merek) untuk
melihat apakah AfEf dapat menjadi prediktor sikap yang signifikan.
Kelima, penelitian ini menggunakan tenggang waktu satu setengah bulan antara
kuesioner keempat (sikap dan niat) dan kuesioner kelima (perilaku) dimana tenggang
waktu tersebut merupakan hasil temuan dari penelitian eksplorasi. Akan tetapi, Ajzen dan
Fishbein (1980), Ajzen (1988), dan penelitian yang dilakukan Dharmmesta (2002)
merekomendasikan waktu yang singkat antara kuesioner sikap dan kuesioner perilaku.
189
Oleh karena itu, penelitian selanjutnya dapat mencoba dengan mengaplikasikan tenggang
waktu yang lebih singkat dibandingkan satu setengah bulan.
Terakhir, penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode self-report tetapi dengan
mempertimbangkan usaha-usaha yang dapat mereduksi common method variance
(Podsakoff et al, 2003; Avolio, Yammarino, & Bass, 1991; Podsakoff & Organ, 1986).
190
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, D.A. and Jacobson, R.J., 2001, “The Value Relevance of Brand Attitude in High-Technology Markets,” Journal of Marketing Research, 38, 485-493.
Aaker, D.A, Kumar, V. and Day, D.S., 2001, Marketing Research, 7th edn., NY: John
Wiley & Sons. --------------, Batra, R. and Myers, J.G., 1992, Advertising Management, 4th edn., New
Jersey: Prentice Hall. -------------- and Bagozzi, R.P., 1979, “Unobservable Variables in Structural Equation
Models with an Application in Industrial Selling,” Journal of Marketing Research, 16, 147-158.
Ajzen, I., 2002, “Constructing a TPB Questionnaire: Conceptual and Methodological
Considerations,” http:/www-unix.oit.umass.edu/~aizen/pdf/tpb.measurement.pdf ----------, 2001, “Nature and Operation of Attitudes,” Annual Review of Psychology, 52,
27-58. ----------, 1991, “The Theory of Planned Behavior,” Organizational Behavior and Human
Decision Processes, 50, 179-211. ----------, 1988, Attitudes, Personality, and Behavior, Britain: Open University Press. ----------, Timko, C. and White, J.B., 1982, “Self-Monitoring and the Attitude-Behavior
Relation,” Journal of Personality and Social Psychology, 42, 3, 426-435. ---------- and Fishbein, M., 1980, Understanding Attitudes and Predicting Social
Behavior, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Alden, D.L., Hoyer, W.D. and Wechasara, G., 1989, “Choice Strategies and Involvement:
a Cross-Cultural Analysis,” Advances in Consumer Research, 5, 693-701. Allport, G.W., 1967, ‘Attitudes,’ in Readings in Attitude Theory and Measurement,
Martin Fishbein (ed.), New York: John Wiley & Sons. Amoo, T. and Friedman, H.H., 2000, “Overall Evaluation Rating Scales: An
Assessment,” International Journal of Market Research, 42, 3, 301-310. Anderson, P.F., 1986, “On Method in Consumer Research: A Critical Relativist
Perspective,” Journal of Consumer Research, 13, 155-173.
191
--------------------, 1983, “Marketing, Scientific Progress, and Scientific Method,” Journal of Marketing, 47, 18-31.
Angelmar, R., Zaltman, G. and Pinson, C., 1972, “An Examination of Concept Validity,”
Proceedings of the Third Annual Conference of the Association for Consumer Research, 586-593.
Antonides, G., 1991, Psychology in Economics and Business, The Netherland: Kluwer
Academic Publisher. Aogoustinos, M. and Walker, I., 1995, Social Cognition: An Integrated Introduction,
London: Sage. Arbuckle, J.L. and Worthe, W., 1999, AMOS 4.0 User’s Guide, Chicago: SmallWaters
Corporation. Armitage, C.J., Conner, M., and Norman, P., 1999, “Differential Effects of Mood on
Information Procesing: Evidence from the Theory of Reasoned Action and Planned Behavior,” European Journal of Social Psychology, 29, 4, 419-433.
Arnould, E., Price, L. and Zinkhan, G., 2002, Consumers, NY: McGraw-Hill. Assael, H., 1998, Consumer Behavior and Marketing Action, Ohio: South-Western
College Publishing. Avolio, B.J., Yammarino, F.J., and Bass, B.M., 1991, “Identifying Common Methods
Variance with Data Collected from a Single Source; an Unresolved Sticky Issue,” Journal of Management, 17, 3, 571-587.
Azwar, S., 1995, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Edisi ke 2, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Bagozzi, R.P., 2000, “On the Concept of Intentional Social Action in Consumer
Behavior,” Journal of Consumer Research, 27, 388-396. ------------------- and Dholakia, U., 1999, “Goal Setting and Goal Striving in Consumer
Behavior,” Journal of Marketing, 63, 19-32. -------------------- and Kimmel, S.K., 1995, “A Comparison of Leading Theories for the
Prediction of Goal-Directed Behaviors,” British Journal of Social Psychology, 34, 437-461.
--------------------, 1994, “Structural Equation Models in Marketing Research: Basic
Principles,” in Principles of Marketing Research, R.P. Bagozzi (ed.), Masschusetts: Blackwell Publishers.
192
--------------------, 1992, “The Self-Regulation of Attitudes, Intentions, and Behavior,” Social Psychology Quarterly, 55, 2, 178-204.
--------------------, Baumgartner, H. and Yi, Y., 1992a, “State versus Action Orientation
and the Theory of Reasoned Action: An Application to Coupon Usage,” Journal of Consumer Research, 18, 505-518.
--------------------, Davis, R.P. and Warshaw, P.R., 1992b, “Development and Test of a
Theory of Technological Learning and Usage,” Human Relations, 45, 659-664. --------------------, Yi, Y. and Phillips, L.W., 1991, “Assessing Construct Validity in
Organizational Research, Administration Science Quarterly, 36, 421-458. ---------------------- and Warshaw, P.R., 1990, “Trying to Consume,” Journal of Consumer
Research, 17, 127-140. ---------------------- and Burnkrant, R.E., 1985, “Attitude Organization and the Attitude-
Behavior Relation: A Reply to Dillon and Kumar,” Journal of Personality and Social Psychology, 49, 1, 47-57.
----------------------, 1981, “Attitudes, Intentions, and Behavior: A Test of Some Key
Hypotheses,” Journal of Personality and Social Psychology, 41, 4, 607-627. ----------------------, 1980, Causal Models in Marketing, New York: John Wiley & Sons. ----------------------- and Burnkrant, R.E., 1979, “Attitude Organization and the Attitude-
Behavior Relationship,” Journal of Personality and Social Psychology, 37, 6, 913-929.
---------------------, Tybout, A.M., Craig, C.S. and Sternthal, B., 1979, “The Construct
Validity of the Triparte Classification of Attitudes”, Journal of Marketing Research, 16, 88-95.
---------------------, 1977, “Convergent and Discriminant Validity by Analysis of
Covariance Structures: The Case of the Affective, Behavioral, and Cognitive Components of Attitude,” Advances in Consumer Research, 4, 11-17.
Baltas, G., 1998, “An Integrated Model on Category Demand and Brand Choice”,
Journal of the Market Research Society, 40, 295-306. Bang, H., Ellinger, A.E., Hadjimarcou, J., and Traichal, P.A., 2000, “Consumer Concern,
Knowledge, Belief, and Attitude Toward Renewals Energy: An Application of the Reasoned Action Theory, Psychology & Marketing, 17, 6, 458-468.
193
Barker, A., Nancorrow, C. and Spackman, N., 2001, “Informed Eclecticism: A Research Paradigm for the Twenty-First Century,” International Journal of Market Research, 3, 3-27.
Baumgartner, H. and Homburg, C., 1996, “Applications of Structural Equation modeling
in Marketing and Consumer Research: A Review,” International Journal of Research in Marketing, 13, 139-161.
Bawa, K. and Shoemaker, R.W. 1987. “The Effects of a Direct Mail Coupon on Brand
Choice Behavior,” Journal of Marketing Research, 24, 370-376. Bearden, W.O., Ingram, T.N. and LaForge, R.W., 2001, Marketing: Principles &
Perspectives, 3rd edn., New York: McGraw-Hill. Bem, D.J., 1967, “Self-Perception: An Alternative Interpretation of Cognitive Dissonance
Phenomena,” Psychological Review, 74, 183-200. Bentler, P.M and Chou, C., 1987, “Practical Issues in Structural Modeling,” Sociological
Methods & Research, 16, 1, 78-117. --------------- and Bonett, D.G., 1980, “Significance Tests and Goodness of Fit in the
Analysis of Covariance Structures,” Psychological Bulletin, 88, 3, 588-606. --------------- and Speckart, G., 1979, “Models of Attitude-Behavior Relations,”
Psychological Review, 86, 5, 452-464. Berkman, H.W. and Gilson, C., 1986, Consumer Behavior: Concepts and Strategies, 3rd
edn., Boston: Kent Publishing Company. Berkowitz, L. and Devine, P.G., 1995, “Has Social Psychology Always Been Cognitive?
What is “Cognitive” Anyhow?,” Personality and Social Psychology Bulletin, 21, 6, 696-703.
Bettman, J.R., Luce, M.F. and Payne, J.W., 1998, “Constructive Consumer Choice
Processes,” Journal of Consumer Research, 25, 187-217. ------------------, Capon, N. and Lutz, R.J., 1975, ‘Multiattribute Measurement Models and
Multiattribute Attitude Theory: A Test of Construct Validity,” Journal of Consumer Research, 1, 1-15.
------------------, 1971, “Methods for Analyzing Consumer Information Processing
Models,” Proceedings of the Second Annual Conference of the Association for Consumer Research, 197-207.
Blackston, M., 1992, “Observations: Building Brand Equity by Managing the Brand’s
Relationships,” Journal of Advertising Research, May/June, 79-83.
194
Bless, H. and Mackie, D.M., 1992, “Mood Effects on Attitude Judgment: Independent
Effects of Mood Before and After Message Elaboration,” Journal of Personality and Social Psychology, 63, 4, 585-595.
Bloemer, J.M.M., 1998, “Brand Choice Involvement and Commitment: Two Different
Though Related Concepts,” European Advances in Consumer Research, 3, 21-31. Bollen, K.A. and Long, J.S, 1993, Testing Structural Equation Models, California: Sage. ---------------, 1989, Structural Equations With Latent Variables, NY: Wiley. Boninger, D.A., Krosnick, J.A. and Berent, M.K., 1995, “Origins of Attitude Importance:
Self-Interest, Social Identification, and Value Relevance,” Journal of Personality and Social Psychology, 68, 1, 61-80.
Borgida, E. and Campbell, B., 1982, “Belief Relevance and Attitude-Behavior
Consistency: The Moderating Role of Personal Experience,” Journal of Personality and Social Psychology, 42, 2, 239-247.
Bottomley, P.A. and Holden, S.J.S., 2001, “Do We Really Know How Consumers
Evaluate Brand Extensions? Empirical Generalizations Based on Secondary Analysis of Eight Studies,” Journal of Marketing Research, 38, 494-500.
Brekler, S.J., 1984, “Empirical Validation of Affect, Behavior, and Cognition as Distinct
Components of Attitude,” Journal of Personality and Social Psychology, 47, 6, 1191-1205.
Brinberg, D. and Hirschman, E.C., 1986, “Multiple Orientations for the Conduct of
Marketing Research: An Analysis of the Academic/Practitioner Distinction,” Journal of Marketing, 50, 161-173.
Bristor, J.M., 1985, “Consumer Behavior from a Contemporary Philosophy of Science
Perspective: an Organizational Framework,” Advances in Consumer Research, 12, 300-304.
Brown, S.W. and Gaulden, C.F., 1982, “Replication and Theory Development,” in
Theoretical Developments in Marketing, C.W. Lamb and P.M. Dunne (eds.), Chicago: American Marketing Association.
Brownlie, D., Saren, M., Whittington, R. and Wensley, R. (1994), “The New Marketing
Mypio: Critical Perspectives on Theory and Research in Marketing – Introduction,” 28,3, 6-12.
Brucks, M. and Zeithmal, V., 1991, “Price and Brand Name as Indicators of Quality
Dimensions,” MSI Working Paper, 91-130.
195
Bucklin, R.E. and Gupta, S., 1992, “Brand Choice, Purchase Incidence, and
Segmentation: An Integrated Modeling Approach,” Journal of Marketing Research, 29, 201-215.
Burton, S., Lichtenstein, D.R., Netemeyer, R.G. and Garretson, J.A., 1998, “A Scale for
Measuring Attitude Toward Private Label Products and an Examination of Its Psychological and Behavioral Correlates,” Journal of the Academy of Marketing Science, 26, 4, 293-306.
------------ and Lichtenstein, D.R., 1988, “The Effect of Ad Claims and Ad Context on
Attitude Toward the Advertisement,” Journal of Advertising, 17, 1, 3-11. Buttle, F. and Bok, B., 1996, “Hotel Marketing Strategy and the Theory of Reasoned
Action,” International Journal of Contemporary Hospitality Management, 8, 3, 5-10.
Byrne, B.M., 2001, Structural Equation Modeling with AMOS: Basic Concepts,
Applications, and Programming, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Calder, B.J. and Tybout, A.M., 1999, “A Vision of Theory, Research, and the Future of
Business Schools,” Journal of the Academy of Marketing Science, 27, 3, 359-366. Calder, B.J., Phillips, L.W. and Tybout, A.M., 1982, “The Concept of External Validity,”
Journal of Consumer Research, 9, 241-244. -------------------------------------------------------, 1981, “Designing Research for
Application,” Journal of Consumer Research, 8, 197-207. Calderon, H., Cervera, A. and Molla, A., 1997, “Brand Assessment: A Key Element of
Marketing Strategy,” Journal of Product & Brand Management, 6, 5, 293-304. Candel, M.J.J.M. and Pennings, J.M.E., 1999, “Attitude-based Models for Binary
Choices: A Test for Choices Involving an Innovation,” Journal of Economic Psychology, 20, 547-569.
Carmines, E.G. & Zeller, R.A., 1979, Reliability and Validity Assessment, California:
Sage University Press. Chaiken, S. and Baldwin, M.W., 1981, “Affective-Cognitive Consistency and the Effect
of Salient Behavioral Information on the Self-Perception of Attitudes,” Journal of Personality and Social Psychology, 41, 1, 1-12.
Chan, R.Y.K., 1999, “Environmental Attitudes and Behavior of Consumers in China:
Survey Findings and Implications, Journal of International Consumer Marketing, 11,4, 25-52.
196
Chang, M.K., 1998, “Predicting Unethical Behavior: A Comparison of the Theory of
Reasoned Action and the Theory of Planned behavior,” Journal of Business Ethics, 17, 1825-1834.
Chatterjee, S., Heath, T.B. and Basuroy, S., 2000, “Cross-Coupons and Their Effect on
Asymmetric Price Competition Between National and Store Brands,” Advances in Consumer Research, 27, 24-29.
Chatzisarantis, N.L.D., Hagger, M.S., Biddle, S.J., Karageorghis, C.I., Smith, B.M., and
Sage, L., in press, “The Influences of Perceived Autonomy Support on Physical Activity within the Theory of Planned Behavior,” Journal of Sport and Exercise Psychology, http://www.
-------------------------- and Biddle, S.J.H., 1998, “Functional Significance of
Psychological Variables that are Included in the Theory of Planned Behavior: A Self-Determination Theory Approach to the Study of Attitudes, Subjective Norms, and Perceptions of Control and Intentions, European Journal of Social Psychology, 28, 303-322.
Chattopadhyay, A. and Nedungadi, P., 1992, “Does Attitude toward the Ad Endure? The
Moderating Effects of Attention and Delay,” Journal of Consumer Research, 19, 26-33.
Chaudhuri, A., 1994, “The Diffusion and Innovation in Indonesia,” Journal of Product
and Brand Management, 3, 3, 19-26. Chein, I., 1948, “Behavior Theory and the Behavior of Attitudes: Some Critical
Comments,” in Readings in Attitude Theory and Measurement, Martin Fishbein (ed.), New York: John Wiley & Sons.
Cheng, E.W.L., 2001, “SEM Being More Effective than Multiple Regression in
Parsimonious Model Testing for Management Development Research,” Journal of Management Development,” 20,7,650-667.
Chernev, A., 1997, “The Effect of Common Features on Brand Choice: Moderating Role
of Attribute Importance,” Journal of Consumer Research, 23, 304-311. Christiastuti, G., 1997, “Mengincar Segmen Kosmetik Malaysia,” Warta Ekonomi, 47,
29. Churchill, G.A., 1979, “A Paradigm for Developing Better Measure of Marketing
Constructs,” Journal of Marketing Research, 16, 64-73.
197
Clark, J.M. and Paivio, A., 1989, “Observational and Theoretical Terms in Psychology: A Cognitive Perspective on Scientific Language,” American Psychologist, 44, 3, 500-512.
Clow, K.E. and Baack, D., 2002, Integrated Advertising, Promotion, and marketing
Communications, New Jersey: Pearson Education. Conner, M. and McMillan, B., 1999, “Interaction effects in the Theory of Planned
Behavior: Studying Cannabis Use,” British Journal of Social Psychology, 38, 195-222.
Cooper, D.R. and Schindler, P.S., 1998, Business Research Methods, Boston: McGraw-
Hill. Cordano, M. and Frieze, I.H., 2000, “Pollution Reduction Preferences of U.S.
Environmental managers: Applying Ajzen’s Theory of Planned Behavior,” Academy of Management Journal, 43, 4, 627-642.
Cote, J.A. and Buckley, M.R., 1988, “Measurement Error and Theory Testing in
Consumer Research: An Illustration of the Importance of Construct Validity”, Journal of Consumer Research, 14, 579-582.
Craig, C.S. and Douglas, S.P. (2000), International Marketing Research, 2nd edn.,
Chichester: Prentice Hall, Inc. Craig-Lees, M., Joy, S. and Browne, B., 1995, Consumer Behaviour, Australia: John
Wiley & Sons. Crespi, I., 1974, “General Concepts,” in Handbook of Marketing, Robert Ferber (ed.),
New York: McGraw-Hill. --------, 1965, Attitude Research, New York: American Marketing Association. Czinkota, M.R., Ronkainen, I.A., and Moffett, M.H., 1994, International Business, 3rd
ed., Harcourt: The Dryden Press. Dahab, D.J., Gentry, J.W., and Su, W., 1995, “New Ways to Reach Non-Recyclers: an
Extension of the Model of Reasoned Action to Recycling Behaviors,’ Advances in Consumer Research, 22, 251-256.
Day, G.S. and Deutscher, T., 1982, “Attitudinal Predictions of Choices of Major
Appliance Brands,” Journal of Marketing Research, 29, 192-198. ------------, 1970, Buyer Attitudes and Brand Choice Behavior, NY: The Free Press.
198
Davidson, A.R., Yantis, S., Norwood, M. and Monatno, D.E., 1985, “Amount of Information About the Attitude Object and Attitude-Behavior Consistency,” Journal of Personality and Social Psychology, 49, 5, 1184-1198.
-------------------- and Jaccard, J.R., 1979, “Variables That Moderate the Attitude-
Behavior Relation: Results of a Longitudinal Survey,” Journal of Personality and Social Psychology, 37, 8, 1364-1376.
--------------------- and Morrison, D.M., 1983, “Predicting Contraceptive Behavior From
Attitudes: A Comparison of Within- Versus Across-Subjects Procedures,” Journal of Personality and Social Psychology, 45, 5, 997-1009.
Davis, D., 1996, Business Research for Decision Making, 4th edn., California: Warsworth
Publishing Company. Davis, S., 1995, “A Vision for the Year 2000: Brand Asset Management,” Journal of
Consumer Marketing, 12, 4, 65-82. Davis & Cosenza, R.M (1988), Business Research for Decision Making, New York,
Harper and Row. Dayakisni, T. and Yuniardi, S., 2003, Psikologi Lintas Budaya, Malang: UMM Press. DeBono, K.G. and Snyder, M., 1995, “Acting on One’s Atitudes: the Role of a History of
Choosing Situations,” Personality and Social Psychology Bulletin, 21, 6, 629-636. De Chernatony, L., 1996, “Integrated Brand Building Using Brand Taxonomies,”
Marketing Intelligence & Planning, Vol. 14, No. 7, pp. 40-45. Del Rio, A.B., Vazquez, B. and Iglesias, V., 2001, “The Role of the Brand Name in
Obtaining Differential Advantages,” Journal of Product & Brand Management, 10, 7, 452-465.
Deshpande, R., 1999, “Foreseeing Marketing”, Journal of Marketing, 63, 164-167. -----------------, 1983, “Paradigma Lost: On Theory and Method in Research in Marketing,
Journal of Marketing, 47, 101-110. DeVellis, R.F., 1991, Scale Development, California: Sage Publications. Dhar, R. and Simonson, I., 1999, “Making Complementary Choices in Consumption
Episodes: Highlighting versus Balancing,” Journal of Marketing Research, 36, 29-49.
-----------, 1992, “To Choose or Not to Choose: This is the Question,” Advances in
Consumer Research, 19, 735-738.
199
Dharmmesta, B.S., 2003a, “Sikap dan Perilaku Konsumen dalam Pemasaran: Sebuah
Tinjauan Sosial-Kognitif,” Kajian Bisnis, 29, 1-25. ----------------------, 2003b, Pemasaran Yang Berkeadilan Menuju pemberdayaan
Konsumen, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, 6 September, Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UGM.
----------------------, 2002, “Trying To Act: An Empirical Study of Investigating Higher
Education Consumers,” Gadjah Mada International Journal of Business, 4, 1, 45-66.
----------------------, 2000, “Perilaku Mencoba Membeli: Sebuah Kajian Analitis Model
Bagozzi-Warshaw Untuk Panduan Peneliti,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 15, 4, 453-470.
----------------------, and Khasanah, U., 1999, “Theory of Planned Behavior: An
Application to Transport Service Consumers,” Gadjah Mada International Journal of Business, 1, 1, 83-96.
----------------------, 1998, “Theory of Planned Behavior Dalam Penelitian Sikap, Niat dan
Perilaku Konsumen,” Kelola, 18, 85-103. ----------------------, 1997, “Keputusan Keputusan Stratejik Untuk mengeksplorasi Sikap
dan Perilaku Konsumen,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Insonesia, 12, 3, 1-19. Dhar, R. and Wertenbroch, K., 2000, “Consumer Choice Between Hedonic and
Utilitarian Goods,” Journal of Marketing Research, 37, 60-71. Diamantopoulos, A., 1994, “Modelling with LISREL: A Guide for the Uninitiated,”
Journal of Marketing Management, 10, 105-136. Doghfus, N., Petrof, J.V., and Pons, F., 1999, “Values and Adaption of Innovations: A
Cross-Cultural Study,” Journal of Consumer Marketing, 16, 4, 314-331. Doll, J. and Ajzen, I., 1992, “Accessibility and Stability of Predictors in the Theory of
Planned Behavior,” Journal of Personality and Social Psychology, 63, 5, 754-765.
Doob, L.W., 1947, “The Behavior of Attitudes,” in Readings in Attitude Theory and
Measurement, Martin Fishbein (ed.), New York: John Wiley & Sons. Dooley, D., 1995, Social Research Methods, 3rd edn., New Jersey: Prentice-Hall.
200
Doran, K.B., 2001, “Methodological Issues in Cross-Cultural Research: Lessons Learned in a Study of Chinese and North American Consumers,” Asia Pacific Advances in Consumer Research, 4, 239-242.
Doyle, P., 2000, “Building Successful Brands : The Strategic Options,” The Journal of
Consumer Marketing, Vol. 7, no.2, pp. 5-14. -----------, 1990, Value Based Marketing: Marketing Strategies for Corporate Growth and
Shareholder Value, Oxford: John Wiley & Sons. Durvasula, S., Andrews, J.C., Lysanski, S. and Netemeyer, R.G., 1993, “Assessing the
Cross-National Applicability of Consumer Behavior Models: A Model of Attitude toward Advertising in General,” Journal of Consumer Research, 19, 626-636.
Eagly, A.H. and Chaiken, S., 1993, The Psychology of Attitude, Forth Worth: Harcout
Brace Jovanovich College Publishers. Eagly, A.H., 1992, “Uneven Progress: Social Psychology and the Study of Attitudes,”
Journal of Personality and Social Psychology, 63, 5, 693-710. East, R., 2000, “Complaining as Planned Behavior,” Psychology and Marketing, 17, 12,
1077-1095. Eastman, J.K., Goldsmith, R.R. and Flynn, L.R., 1999, “Status Consumption in
Consumer Behavior: Scale Development and Validation,” Journal of Marketing Theory and Practice, Summer, 41-55.
Eiser, J. R. and van der Plight, J., 1988, Attitudes and Decision, London: Routledge. Eliashberg. J., Gary, L. and Kim, N., 1995, “Searching for Generalizations in Business
Marketing Negotiations,” Marketing Science, 14, G47-G60. Ellis,, H.C. and Hunt, R.R., 1993, Fundamentals of Cognitive Psychology, 5th ed.,
Dubuque: Brown & Benchmark. Elliot, R., Jobber, D. and Sharp, J., 1995, “Using the Theory of Reasoned Action to
Understand Organizational Behavior: The Role of Beliefs Salience,” British Journal of Social Psychology, 34, 161-172.
Engel, J.F., Blackwell, R.D. and Miniard, P.W., 1995, Consumer Behavior, 8th ed., Forth
Worth: The Dryden Press. Evers, V. and Day, D., 1997, “The Role of Culture in Interface Acceptance, “ in Human
Interaction, Howard, S., Hammond, J. and Undegaard, G. (ed.), London: Chapman & Hall.
201
Ewing, M.T., 2000, “Brand and Retailer Loyalty: Past Behavior and Future Intentions,” Journal of Product & Brand Management, 9, 2, 120-127.
Farley, J.U., Lehmann, D.R. and Mann, L.H, 1998, “Designing the Next Study for
Maximum Impact,” Journal of Marketing Research, 35, 496-501. --------------, --------------------- and Sawyer, A., 1995, “Empirical Marketing
Generalizations Using Meta-Analysis,” Marketing Science, 14, G36-G46. -------------- and Kuehn, A.A., 1965, “Stochastic Models of Brand Switching,” in Science
in Marketing, George Schwartz (ed.), New York: John Wiley & Sons. Farquhar, P.H., 1990, “Managing Brand Equity,” Journal of Advertising Research, 30, 7-
11. Fazio, R.H., Powell, M.C. and Herr, P.M., 1983, “Toward a Process Model of the
Attitude-Behavior Relation: Accessing One’s Attitude Upon Mere Observation of the Attitude Object,” Journal of Personality and Social Psychology, 44, 4, 723-735.
---------------, Sanbonmatsu, D.M., Powell, M.C. and Kardes, F.R., 1986, “On the
Automatic Activation of Attitudes,” Journal of Personality and Social Psychology, 50, 2, 229-238.
Fishbein, M. & Ajzen, I., 1975, Belief, Attitudes, Intention, and Behavior: An
Introduction to Theory and Research, Massachusetts: Addison-Wesley Publishing.
---------------, 1975, “Attitude, Attitude Change, and Behavior: A Theoretical Overview,”
in Attitude Research Bridges the Atlantic, P. Levine (ed.), American Marketing Association.
---------------, 1967, “Attitude and the Prediction of Behavior,” in Readings in Attitude
Theory and Measurement, New York: John Wiley & Sons. Fisher, R.J. and Tellis, G.J., 1998, “Removing Social Desirability Bias With Indirect
Questionning: Is the Cure Worse than the Disease?,” Advances in Consumer Research, 25, 563-567.
Flynn, L.R. and Pearcy, D., 2001, “Four Subtle Sins in Scale Development: Some
Suggestions for Strengthening the Current Paradigm,” International Journal of Market Research, 43,4, 409-423.
Fornell, C. and Larcker, D.F., 1981, “Evaluating Structural Equation Models with
Unobservable Variables and Measurement Error,” Journal of Marketing Research, 18, 39-50.
202
Fredricks, A.J. and Dossett, D.L., 1983, “Attitude-Behavior Relations: A Comparison of
the Fishbein-Ajzen and the Bentler-Speckart Models,” Journal of Personality and Social Psychology, 37, 3, 315-321.
Funder, D.C. and Ozer, D.J., 1983, “Behavior as a Function of the Situation,” Journal of
Personality and Social Psychology, 44, 1, 107-112. Funkhouser, G.R., Parker, R. and Chatterjee, A., 1994, “A Cross-Cultural Comparison of
Source and Brand Choice as a Function of Consumer Price and Non-Price Cost Sensitivities,” Asia Pacific Advances in Consumer Research, 1, 140-147.
Gatra (2002), “Tolak Krim Pemutih,” No. 32, Thn. VIII, h. 78. Garver, M.S. and Mentzer, J.T., 1999, “Logistics Research Methods: Employing
Structural Equation Modeling to test for Construct Validity,” Journal of Business Logistics, 20, 1, 33-57.
Gensch, D.H. and Recker, W.W., 1979, “The Multinomial, Multiattribute Logit Choice
Model,” Journal of Marketing Research, 16, 124-132. George, J.F., 2002, ‘Influences on the Intent to Make Internet Purchases,’ Internet
Research; Electronic Networking Applications & Policy, 12, 2, 165-180. Giles, M and Cairns, E. (1995), “Blood Donation and Ajzen’s Theory of Planned
Behavior: an Examination of Perceived Behavioral Control,” British Journal of Social Psychology, 34, 173-188.
Goldberger, A.S., 1973, “Structural Equation Models: An Overview,” in Structural
Equation Models in Social Sciences, A.S. Goldberger & O.D. Duncan (eds.), New York: Seminar Press.
Goode, W.J. and Hatt, P.K., 1952, Methods in Social Research, NY: McGraw-Hill. Gorsuch, R.L. and Ortberg, J., 1983, “Moral Obligation and Attitudes: Their Relation to
Behavioral Intentions,” Journal of Personality and Social Psychology, 44, 5, 1025-1028.
Greenwald, A.G. and Banaji, M.R., 1995, “Implicit Social Cognition: Attitudes, Self-
Esteem, and Stereotypes,” Psychological Review, 102, 1, 4-27. Guba, E.G. and Lincoln, Y.S., 1994, “Competing paradigms in Qualitative Research,” in
Handbook of Qualitative Research, Denzin, N.K. and Lincoln, Y.S., eds., Thousand Oaks: Sage.
203
Gunadi, I.H, Sutarno, Handayani, T. and Lutfiah, A., 1995, Wujud, Arti dan Fungsi Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli Bagi Masyarakat Pendukungnya, Semarang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ha, C.L., 1998, “The Theory of Reasoned Action Applied to Brand Loyalty,” Journal of
Product & Brand Management, 7, 1, 51-61. Hadipranata, A.F. and Koswara, E., 1981, Penyesuaian dan Kebebasan Memilih
Konsumen, Laporan Penelitian, No. 114, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. -----------------------------------------------, 1982, Interaksi Suami-Istri Dlam Memilih dan
Mengambil Keputusan, Laporan Penelitian, No. 91, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Hair, J.F., Bush, R.P. and Ortinan, D.J., 2000, Marketing Research: A Practical
Approach for the New Millennium, Boston: McGraw-Hill. Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L. and Black, W.C., 1995, Multivariate Data
Analysis, New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Halonen, J.S. and Santrock, J.W., 1999, Psychology: Contexts & Application: 3e, 3rd
edn., NY: McGraw-Hill. Hansen, F., 1976, “Psychological Theories of Consumer Choice,” Journal of Consumer
Research, 3, 117-142. Harrison, D.A. and McLaughlin, M.E., 1996, “Structural Properties and Psychometric
Qualities of Organizational Self-Report: Field Test of Connections Predicted by Cognitive Theory,” Journal of Management, 22, 313-338.
Hassan, F. (1989), Renungan Budaya, Jakarta: Balai Pustaka. Hauser, J.R., 1986, “Agendas and Consumer Choice,” Journal of Marketing Research,
23, 199-212. Hawkins, D.I., Best, R.J. and Coney, K.A., 1998, Consumer Behavior: Building
Marketing Strategy, Boston: Irwin McGraw-Hill. Hayduk, L.A. (1996), LISREL: Issues, Debates, and Strategies, Baltimore: The Johnson
Hopkins University Press. Healy, M. and Perry, C., 2000, “Comprehensive Criteria to Judge Validity and Reliability
of Qualitative Research within the Realism Paradigm,” Qualitative Market Research, 3, 118-126.
204
Heath, R., 1999, “Just Popping Down to the Shops for a Packet of Image Statements” a New Theory of How Consumers Perceive Brands,” Journal of the Market Research Society, 41, 2, 153-169.
Heider, F., 1967, “Attitudes and Cognitive Organization,” in Readings in Attitude Theory
and Measurement, Martin Fishbein (ed.), New York: John Wiley & Sons. Heilman, C.M., Bowman, D. and Wright, G.P., 2000, “The Evolution of Brand
Preferences and Choice Behaviors of Consumers New to a Market,” Journal of Marketing Research, 37, 139-155.
Herche, J. and Engelland, B., 1996, ‘Reversed-Polarity Items and Scale
Unidimensionality,” Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 24, No. 4, 366-374.
Hofstede, G., 1994, Cultures and Organizations: Software of the Mind, London: Harper-
Collins Publishers. Holbrook, M.B. and O’Shaughnessy, J., 1988, “On the Scientific Status of Consumer
Research and the Need for an Interpretive Approach to Studying Consumption Behavior,” Journal of Consumer Research, 15, 398-402.
Homer, P.M. and Kahle, L.R., 1988, “A Structural Equation Test of the Value-Attitude-
Behavior Hierarchy,” Journal of Personality and Social Psychology, 54, 4, 638-646.
Horton, R.L., 1984, Buyer Behavior: A Decision-Making Approach, Ohio: Charles, E.
Merrill Publishing Company. Hox, J.J. and Bechger, T.M., 2003, “An Introduction to Structural Equation Modeling,”
Family Science Review, 11, 354-373. Hoyle, R.H. and Panter, A.T., 1995, “Writing About Structural Equation Models,” in
Structural Equation Modeling: Concepts, Issues, and Applications, Hoyle, R.H (editor), California: Sage.
Hrubes, D., Ajzen, I. And Daigle, J., 2001, “Predicting Hunting Intentions and Behavior:
An Application of the Theory of Planned Behavior,” Leisure Science, 23, 165-178.
Hubbard, R. and Scott, A.J., 1994, “Replications and Extensions in Marketing: Rarely
Published but Quite Contrary,” International Journal of Research in Marketing, 11, 233-248.
Hudson, L.A. and Ozanne, J.L., 1988, “Alternative Ways of Seeking Knowledge in
Consumer Research, Journal of Consumer Research, 14, 508-521.
205
Hulland, J., Chow, Y.H. and Lam, S., 1996, “Use of Causal Models in Marketing
Research: A Review,” International Journal of Research in Marketing, 13, 181-197.
Hutchinson, J.W., Raman, K. and Mantrala, M.K, 1994, “Finding Choice Alternatives in
Memory; Probability Models of Brand Name Recall,” Journal of Marketing Research, 31, 441-461.
Hutomo, R.S.,., 2002, “Agar si Mangkok Merah kembali Tersaji,” Marketing, 4, 18. Hunt, S.D., 1991, Modern Marketing Theory: Critical Issues in the Philosophy of
Marketing Science, Ohio: South Western Publishing Co. Hussey J. and Hussey, R., 1997, Business Research: A Practical Guide for
Undergraduate and Postgraduate Students, London: MacMillan Press Ltd. Iswara, D., 2002, “Iklan Televisi: Mengapa Tidak Berperspektif Feminis?,” Kompas, 28
Oktober 2002. Jacoby, J., Johar, G.V. and Morrin, M., 1998, “Consumer Behavior: A Quadrennium,”
Annual Review of Psychology, 49, 319-344. ------------, 1978, “Consumer Research: A State-of-the-Art Review,” Journal of
Marketing, 42, 87-96. Joesoef, D. (1987), ‘Pancasila, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan,’ dalam Pancasila
sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu, Prawihardjo, S.H., Bakker, Sutrisno, S. (editor), Yogyakarta: PT. BP Kedaulatan Rakyat.
John, D.R. and Lakshmi-Ratan, R., 1992, “Age Differences in Children’s Choice
Behavior: The Impact of Available Alternatives,” Journal of Marketing Research, 29, 216-226.
Joreskog, K.G. and Sorbom, D., 1982, “Recent Developments in Structural Equation
Modeling,” Journal of Marketing Research, 19, 404-416. ---------------------------------------, 1988, LISREL 7: A Guide to the Program &
Application, Chicago: SPSS Inc. Kahle, L.R. and Berman, J.J., 1979, “Attitudes Cause Behavior: A Cross-Lagged Panel
Analysis,” Journal of Personality and Social Psychology, 45, 3, 501-512.
206
Kalafatis, S.P., Pollard, M., East, R. and Tsogas, M.H., 1999, “Green Marketing and Ajzen’s Theory of Planned Behavior,” Journal of Consumer Marketing, 16, 5, 441-460.
Kanler, C. and Todd,, S., 1998, “The Motivation to Purchase pension: An Application of
Planned Behavior Theory, Kingston University Paper Series, http://business.king.c.uk/papers/opres32
Kaplan, D., 1995, “Statistical Power in Structural Equation Modeling’, in Structural
Equation Modeling: Concepts, Issues, and Applications, California:Sage. Karahanna, E., Straub, D.W. and Chervany, N.L., 1999, “Information Technology
Adoption Across Time: A Cross-Sectional Comparison of Pre-Adoption and Post-Adoption Belief,” MIS Quarterly, 23, 183-231.
Kardes, F.R., 1999, Consumer Behavior and Managerial Decision Making, NY:
Addsion-Wesley. Kasali, R., 1998, “Using Communication Strategies to Design Food Marketing
Strategies,” Kelola, 19, 107-125. -------------, 1994, Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia,
Jakarta: PT. Temprint. Kassaye, W. Wossen and Schumaker, P.P., 1998, “Testing the Impact of Trying in
Behavior Intervention,” Journal of Economic Psychology, 19, 75-106. Katona, G., 1963, Psychological Analysis of Economic Behavior, New York: McGraw-
Hill. Keller, K.L., 1993, “Conceptualizing, Measuring and Managing Customer-Based Brand
Equity,” Journal of Marketing, 57, 1, 1-22. --------------, 1991, “Memory and Evaluation Effects in Competitive Advertising
Environments,” Journal of Consumer Research, 17, 463-476. Kelloway, E.K., 1998, Using LISREL for Structural Equation Modeling, London: Sage. Kerlinger, F.N. and Lee, H.B., 2000, Foundations of Behavioral Research, Fort Worth:
Harcout College Publishers. King, G.A. and Sorrentino, R.M., 1983, “Psychological Dimensions of Goal-Oriented
Interpersonal Situations,” Journal of Personality and Social Psychology, 44, 1, 140-162.
207
Kohli,C. and Thakor, M., 1997, “Branding Consumer Goods: Insight from Theory and Practice,” Journal of Consumer Marketing, 14, 3, 206-219.
Kokkinaki, F., 1999, “Predicting Product Purchase and Usage: The Role of Perceived
Control, Past Behavior and Product Involvement,” Advances in Consumer Research, 26, 576-583.
Kompas, 2002, “Globalisasi dan Perubahan Nilai Kecantikan,” 14 Oktober, hal. 36. Kompas, 2001a, “Putih Itu Cantik, Tidak Putih Juga Cantik,” 25 Februari, hal.13. Kompas, 2001b, “Krim Pemutih dan Pilihan yang Kritis,” 14 Mei, hal. 34. Koslwsky, M., 1993, “A Comparison of Two Attitude-Behavior Models for Predicting
Attrition in Higher Education,” The Journal of Applied Behavioral Science, 29, 359-365.
Kotabe, M. and Helsen, K., 2001, Global Marketing Management, NY: John Wiley &
Sons. Kotler, P., 2000, Marketing Management, New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Kraft, F.B., Granbois, D.H. and Summers, J.O., 1973, ‘Brand Evaluation and Brand
Choice: A Longitudinal Study,” Journal of Marketing Research, 10, 235-241. Kraus, S.J., 1995, ‘Attitudes and the Prediction of Behavior: A Meta-Analysis of the
Empirical Literature,” Personality and Social Psychology Bulletin, 21, 1, 58-75. Krishnamurthi, L., Raj, S.P. and Sivakumar, K., 1995, “Unique Inter-Brand Effects of
Price on Brand Choice,” Journal of Business Research, 34, 47-56. Krosnick, J.A., 1999, “Survey Research,” Annual Review of Psychology, 50, 537-567. Lamb, C.W., Hair, J.E. and McDaniel, C., 1992, Principles of Marketing, Ohio: South
Western Publishing Co. Landis, R.S., Beal, D.J. and Tesluk, P.E., 2000, “A Comparison of Aaproaches to
Forming Composite Measures in Structural Equation Models,” Organizational Research Methods, 3, 2, 186-207.
LaPiere, R.T., 1967, “Attitudes versus Actions,” in Readings in Attitude Theory and
Measurement, Martin Fishbein (ed.), New York: John Wiley & Sons. Lassar, W., Mittal, B. and Sharma, A., 1995, “Measuring Customer-based Brand Equity,”
Journal of Consumer Marketing, 12, 4, 11-19.
208
Lavine, H., Huff, J.W. and Wagner, S.H., 1998, “The Moderating Influence of Attitude Stength on the Susceptibility to Context Effects in Attitude Surveys,” Journal of Personality and Social Psychology, 75, 2, 359-373.
Lee,C. and Green, R.T., 1991, “Cross-cultural Examination of the Fishbein Behavioral
Intentions Model,” Journal of International Business Studies, 2nd Quarter, 289-305.
Lehmann, D.R., Farley, J.U. and Howard, J.A., 1971, “Testing of Buyer Behavior
Models,” Proceedings of the Second Annual Conference of the Association for Consumer Research, 232-242.
Levine, G.M., Halberstadt, J.B. and Goldstone, R.L., 1996, “Reasoning and the
Weighting of Attributes in Attitude Judgements,” Journal of Personality and Social Psychology, 70, 2, 230-240.
Ligas, M., 2000, “People, Products, and Pursuits: Exploring the Relationship between
Consumer Goals and Product Meanings,” Psychology and Marketing, 17, 11, 983-1003.
Lilien. G.L., Kotler, P. and Moorthy. K.S., 1992, Marketing Models, New Jersey:
Prentice-Hall, Inc. Lin., T., Hsu, M.H., Kuo, F. and Sun, P. (1999), “An Intention Model-Based Study of
Software Piracy,” Proceeding of the 32nd Hawaii International Conference on System Sciences, http://www.computer.org/proceedings/hicss/0001/00015/ 00015030.pdf
Leone, L., Perugini, M. and Ercolani, A.P., 1999, “A Comparison of Three Models of
Attitude-Behavior Relationships in the Studying Behavior Domain,” European Journal of Social Psychology, 29, 161-189.
Lord, K.R., Lee, M. and Sauer, P.L., 1995, “The Combined Influence Hypothesis:
Central and Peripheral Antecedents of Attitude toward the Ad,” Journal of Advertising, 24, 1, 73-85.
Louviere, J.J., Hensher, D.A., and Swait, J.D., 2000, Stated Choice Methods: Analysis
and Application, UK: Cambridge University Press. Lovie, A.D., 1983, “Attention and Behaviorism-Fact and Fiction,” Journal of Personality
and Social Psychology, 74, 501-510. Lynch, J.G., 1999, “Theory and External Validity,” Journal of the Academy of Marketing
Science, 27, 3, 367-376.
209
--------------, Marmorstein, H. and Weigold, M.F., 1988, “Choices from Sets Including Remembered Brands: use of Recalled Attributes and Prior Overall Evaluations,” Journal of Consumer Research, 15, 169-184.
--------------, 1982, “On the External Validity of Experiments in Consumer Research,”
Journal of Consumer Research, 9, 225-239. MacCallum, R.C. and Austin, J.T., 2000, “Applications of Structural Equation Modeling
in Psychological Research,” Annual Review of Psychology, 51, 201-226. MacCharty, E.J., 1978, Basic Marketing, 6th ed., Illinois: Richard D. Irwin. Mackie, D.M. and Asuncion, A.G., 1990, “On-Line and Memory-Based Modification of
Attitudes: Determinants of Message Recall-Attitude Change Correspondence,” Journal of Personality and Social Psychology, 59, 1, 5-16.
Mackenzie, S.B., 2001, “Opportunities for Improving Consumer Research through Latent
Variable Structural Equation Modeling,” Journal of Consumer Research, 28, 159-166.
------------------- and Spreng, R.A., 1992, “How Does Motivation Moderate the Impact of
Central and Peripheral Processing on Brand Attitudes and Intentions?,” Journal of Consumer Research, 18, 519-529.
------------------- and Lutz, R.J., 1989, “An Empirical Examination of the Structural
Antecedents of Attitude Toward the Ad in an Advertising Pretesting Context,” Journal of Marketing, 53, 48-65.
Matsumoto, D., 1996, Culture and Psychology, NY: Brooks Cole Publishing, Co. McBroom, W.H. and Reed, F.W., 1992, “Toward a Reconceptualization of Attitude-
Behavior Consistency,” Social Psychology Quarterly, 55,2, 205-216. Magnis-Suseno, F. (1996), ‘Budaya dan Pengaruhnya Terhadap Budaya Perusahaan
Indonesia,’ Usahawan, No. 7, Juli. Malhotra, N.K. and McGort, J.D. 2000. “A Cross-Cultural Comparisons of Behavioral
Intention Models: Theoretical Consideration and an Empirical Investigation,” International Marketing Review, 18, 3, 235-269.
------------------ and Birks, D.F., 1999, Marketing Research: An Applied Approach,
England: Prentice-Hall. Manrai, L.A. and Manrai, A.K., 1996, “Current Issues in the Cross-Cultural and Cross-
National Consumer Research,” Journal of International Consumer Marketing, 8, 3/4, 9-22.
210
Manstead, A.S.R., 2000, “The Role of Moral Norm in the Attitude-Behavior Relation,” in
Attitudes, Behavior, and Social Context, Terry, D.J. and Hogg, M.A. (eds.), New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
--------------------, Proffitt, C. and Smart, J.L., , “Predicting and Understanding Mothers’
Infant-Feeding Intentions and Behavior: Testing the Theory of Reasoned Action,” Journal of Personality and Social Psychology, 44, 4, 657-671.
Mantel, S.P.. and Kardes, F.R., 1999, “The Role of Direction of Comparison, Attribute-
Based Processing, and Attitude-Based Processing in Consumer Preference,” Journal of Consumer Research, 25, 335-352.
Masrun, Nartono, Faryanto, F.R., Harjito, P., Utami, M.S., Bawani, N.A., Aritonang, L.
and Sitjipto, H., 1986, Studi Mengenai Kemandirian Pada Penduduk di Tiga Suku Bangsa (Jawa, Batak, Bugis), Laporan Penelitian, Proyek Pola Pengembangan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, No. 15/P/PPKLH/12/1985, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada.
Maurer, T.J. and Palmer, J.K., 1999, ‘Management Development Intentions Following
Feedback -–Role of Perceived Outcomes, Social Pressures, and Control,’ The Journal of Management Development, 18, 9, 733-751.
Mathur, A., 1998, “Incorporating Choice into an Attitudinal Framework: Cross-Cultural
Extension and Additional Findings,” Journal of International Consumer Marketing, 10, 4, 93-110.
Melnick, E.L., Colombo, R. and Tasjian, R., 1991, “Sampled Survey Data: Quota
Samples versus Probability Samples,” Advances in Consumer Research, 18, 576-582.
Miller, K.E. and Ginter, J.L., 1979, “An Investigation of Situational Variation in Brand
Choice Behavior and Attitude,” Journal of Marketing Research, 16, 111-123. Milner, L.M., Fodness, D. and Speece, M.W., 1993, “Hosftede’s Research on Cross-
Cultural Work-Related Values: Implications for Consumer Behavior,” European Advances in Consumer Research, 1, 70-76.
Miniard, P.W., Sirdeshmukh, D. and Innis, D.E., 1992, “Peripheral Persuasion and Brand
Choice,” Journal of Consumer Research, 19, 226-239. Miniard, P.W., Obermiller, C. and Page, T.J., 1981, “Predicting Behavior wit Intention:
A Comparison of Conditional Versus Direct Measure,” Advance in Consumer Research, 9, 461-471.
211
Mittal, B., 1994, “A Study of the Concept of Affective Choice Mode for Consumer Decisions,” Advances in Consumer Research, 21, 256-263.
------------, 1990, “The Relative Roles of Brand Beliefs and Attitude Toward the as
Mediators of Brand Attitude: A Second Look,” Journal of Marketing Research, 27, 209-219.
------------- and Lee, M., 1988, “Separating Brand-Choice Involvement from Product
Involvement via Consumer Involvement Profiles,” Advances in Consumer Research, 15, 43-49.
Morris, M.G. and Venkatesh, V., 2000, “Age Differences Technology Adoption
Decisions: Implications for a Changing Work Force,” Personnel Psychology, 53,2 375-404.
Mudambi, S., 2002, “Branding Importance in Business-to-Business Markets: Three
Buyer Clusters,” Industrial Marketing Management, 31, 1-9. Mueller, R.O., 1996, Basic Principles of Structural Equation Modeling, New York:
Springer. Munson, J.M. & McIntyre, S.H., 1979, “Developing Practical Procedures for the
Measurement of Personal Values in Cross-Cultural Marketing,” Journal of Marketing Research, 16, 48-52.
Murray, J.B. and Evers, D.J., 1989, “Theory Borrowing and Reflectivity Interdisciplinary
Fields,” Advances in Consumer Research, 16, 647-652. Murphy, J.M., 1988, “Branding,” Marketing Intelligence and Planning, 6, 4, 4-8. Murthi, B.P.S. and Srinivasan, K., 1999, “Consumers’ Extent of Evaluation in Brand
Choice,” Journal of Business, 72, No. 2, 229-256. Myers, J.H. and Alper, M.I., 1968, “Determinant Buying Attitudes: Meaning and
Measurement,” Journal of Marketing, 32, 13-20. Negara, D.J. and Dharmmesta, B.S, 2001, “Normative Moderators of Impulse Buying
Behavior,” Gadjah Mada International Journal of Business, 5,1, 1-14. Netemeyer, R.G. and Bearden, W.O., 1992, “A Comparative Analysis of Two Models of
Behavioral Intention,” Journal of the Academy of Marketing Science, 20, 1, 49-59.
Neuman, W.L., 2000, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches, 4th edn., Massachusetts: Allyn and Bacon.
212
Nicosia, F.M., 1978, “Brand Choice: Toward Behavioral-Behavioristic Models,” in Behavioral Management Science in Marketing, Silk, A.J. and Davis, H.L. (ed), NY: John Wiley & Sons.
Obermiller, C. and Wheatley, J.J., 1985, “Beliefs in Quality Differences and Brand
Choice,” Advances in Consumer Research, 12, 75-78. O’Connor, P.J., Sullivan, G.L. and Pogorzelski, D.A., 1985, “Cross Cultural Family
Decisions: A Literature Review,” Advances in Consumer Research, 12, 59-64. O’Keefe, D.J., 1980, “The Relationship of Attitudes and Behavior: A Constructivist
Analysis,” in Message-Attitude Behavior Relationship: Theory, Methodology, and Application, Robert D. McPhee (ed.), New York: Academic Press.
Orbell, S., Hodgkins, S. and Sheeran, P., 1997, “Implementation Intentions and the
Theory of Planned Behavior,” Personality and Social Psychology Bulletin, 23, 9, 945-954.
O’Shaughnessy, J., 1985, “A Return to Reason in Consumer Behavior: an Hermeneutical
Approach,” Advances in Consumer Research, 12, 305-311. ----------------------, 1992, Explaining Buyer Behavior: Central Concepts and Philosophy
of Social Science Issues, New York: Oxford University Press. Palupi, D.H.,1997, “Berjaya Berkat Direct Selling”, Swa, Februari, hal. 53-54. Parasuraman,A., Zeithaml, V.A., and Berry, L.L., (1988), “SERVQUAL: A Multiple-
Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality,” Journal of Retailing, 64,1, 12-40.
Park, C., Lessig, V.P. and Merrill, J.R., 1982, “The Elusive Role of Price in Brand
Choice Behavior,” Advances in Consumer Research, 9, 201-205. Parker, D., Manstead, A.S.R. and Stradling, S.D., 1995, “Extending the Theory of
Planned Behavior: The Role of Personal Norm,” British Journal of Social Psychology, 34, 127-137.
Perugini, M. and Bagozzi, R.P., 2001, “The Role of Desires and Anticipated Emotions in
Goal-Directed Behaviors: Broadening and Deepening the Theory of Planned Behavior,” British Journal of Social Psychology, 40, 79-98.
Perry, C., Riege, A.M. and Brown, L., 1999, “Realism’s Role Among Scientific
Paradigms in Marketing Research,” Irish Marketing Review, 12,2. Peter, J.P., Churchill, G.A., and Brwon, T.J., 1993, “Caution in the Use of Difference
Scores in Consumer Behavior,” Journal of Consumer Research, 19, 655-662.
213
---------- and Olson, J.C., 1983, “Is Science Marketing?,” Journal of Marketing, 47, 111-
125. -----------, 1981, “Construct Validity: A Review of Basic Issues and Marketing Practices,”
Journal of Marketing Research, May, 133-145. Peterson, R.A., 1994, “A Meta-analysis of Cronbach’s Coefficient Alpha,” Journal of
Consumer Research, 21, 381-391. Petty, R.E. and Cacioppo, J.T., 1996, “Addressing Disturbing and Disturbed Consumer
Behavior: It is Necessary to Change the Way We Conduct Behavioral Science?,” Journal of Marketing Research, February, 1-8.
Pieters, R. and Warlop, L., 1999, “Visual Attention During Brand Choice: The Impact of
Time Presure and Task Motivation,” International Journal of Research in Marketing, 16, 1-16.
Pitta, D.A. and Katsanis, L.P., 1995, “Understanding Brand Equity for Successful Brand
Extension,” Journal of Consumer Marketing, 12, 4, 51-64. Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B., Lee, J., and Podsakoff, N., 2003, “Common Method
Biases in Behavioral Research: a Critical Review of the Literature and Recommended Remedies,” Journal of Applied Psychology, 88,5, 879-903.
------------------- and Organ, D.W., 1986, “Self-Reports in Organizational Research:
Problems and Prospects,” Journal of Management, 12,4, 531-544. Powell, M.C. and Fazio, R.H., 1984, “Attitude Accessibility as a Function of Repeated
Attitudinal Expression,” Personality and Social Psychology Bulletin, 10, 1, 139-148.
Pratt, R.W., 1978, “Consumer Behavior: Some Psychological Aspects,” in Behavioral
Management Science in Marketing, Silk, A.J. and Davis, H.L. (ed.), NY: John Wiley & Sons.
Pringle, H. and Thompson, H., 1999, Brand Spirit: How Cause Related Marketing Build
Brands, Chichester: John Wiley & Sons. Purwanto, B.M., 2002, “The Effect of Salesperson Stress Factors on Job Performance,”
Jurnal Ekonomi & Bisnis Indonesia, 17, 2, 150-169. Raju, P.S., 1995, “Consumer Behavior in Global Markets: the A-B-C-D Paradigm and its
Application to Eastern Europe and the Third World,” Journal of Consumer Marketing, 12, 5, 37-56.
214
Rigby, K., 1986, “Orientation Toward Authority: Attitudes and Behavior,” Australian Journal of Psychology, 38, 2, 153-160.
Reynolds, T.J. and Olson, J., 2001, “The Means-End Approach to Understanding
Consumer Decision Making,” in Understanding Consumer Decision Making: The Means-End Approach to Marketing and Advertising Strategy, Reynolds, T.J. and Olson, J. (eds.), New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Rokeach, M., 1968, Beliefs, Attitudes, and Values: A Theory of Organization and
Change, California: Jossey-Bass, Inc., Publishers. Rosenthal, R. and Rosnow, R.L., 1991, Essentials of Behavioral Research: Methods and
Data Analysis, New York: McGraw-Hill. Roy, R., Chintahunta, P.K. and Haldar, S., 1996, “A Framework for Investigating Habits,
“The Hand of the Past,” and Heterogeneity in Dynamic Brand Choice”, Marketing Science, 15, 3, 280-299.
Rundle-Thiele, S. and Bennett, R. 2001, “A Brand for All Seasons? A Discussion of
Brand Loyalty Approaches and Their Applicability for Different Markets,” Journal of Product & Brand Management, 10, 1, 25-37.
Ruslina, S., 2000, “Maraknya Pasar Produk Pelembab,” Swa, 18, 74-75. Ryan, M.J. and Bonfield, E.H., 1975, “The Extended Fishbein Model: Additional Insight
and Problems,” Advanced in Consumer Research, 2, 265-284. Sahni, A., 1994, “Incorporating perceptions of Financial Control in Purchase Prediction :
An Empirical Examination of the Theory of Planned Behavior,” Advances in Consumer Research, 21, 442-448.
Saltzer, E.B., 1981, “Cognitive Moderators of the Relationship between Behavioral
Intention and Behavior,” Journal of Social Psychology, 41, 2, 260-271. Sampson, P. and Palmer, J., 1975, “Attitude Measurement and Behavior Prediction,” in
Attitude Research Bridges the Atlantic, P. Levine (ed.), American Marketing Association.
Sarwono, S.S. (1998), “Cultural Values and Marketing Practices in Indonesia,” Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 13, 2, 90-100. Sastrosupono, M.S., 1982, Menghampiri Kebudayaan, Bandung: Penerbit Alumni. Sauer, P.L. and Dick, A., 1993, ‘Using Moderator Variable in Structural Equation
Models,” Advances in Consumer Research, 20, 636-640.
215
Schiffman, L., Bednall, D., Cowley, E., Watson, J. and Kanuk, L., 1997, Consumer Behaviour, 2nd edn., Australia: Prentice Hall.
Schifter, D.E. and Ajzen, I., 1985, “Intention, Perceived Control, and Weight Loss: An
Application of the Theory of Planned Behavior,” Journal of Personality and Social Psychology, 49, 843-851.
Schmelkin, L.P. and Pedhazur, E.J., 1991, Measurement, Design, and Analysis: An
Integrated Approach, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers. Schmitt, N. and Stults, D.M., 1985, “Factors Defined by Negatively Keyed Items: The
Results of Careless Respondents?,” Applied Psychological Measurement, 9, 367-373.
Schmitt, N.W. and Klimoski, R.J., 1991, Research Methods in Human Resources
Management, Cincinnati: South-Western Publishing, Co. Schriesheim, C.A. and Eisenbach, R.J., 1995, “An Exploratory and Confirmatory Factor-
Analytic Investigation of Item Wording Effects on the Obtained Factor Structures of Survey Questionnaire Measures,” Journal of Management, 24, 6, 1177-1193.
Schutte, R.A. and Fazio, R.H., 1995, “Attitude Accessibility and Motivation as
Determinants of Biased Processing: A test of the MODE Model,” Personality and Social Psychology Bulletin, 21, 7, 704-710.
Sears, D.O., 1997, “The Impact of Self-Interest on Attitudes – A Symbolic Politics
Perspective on Differences Between Survey and Experimental Findings: Comment on Crano,” Journal of Personality and Social Psychology, 72, 3, 492-496.
Sekaran, U., 2000, Research Methods for Business: A Skill Building Approach, 3rd edn.,
New York: John Wiley & Sons. Sharma, S., 1996, Applied Multivariate Techniques, New York: John Wiley & Sons. Shaw, M.E. and Costanzo, P.R., 1982, Theories of Social Psychology, 2nd edn., New
York: McGraw-Hill. Sheppard, B.H., Hartwick, J. and Warshaw, P.R., 1988, “The Theory of Reasoned
Action: A Meta-Analysis of Past Research with Recommendations for Modifications and Future Behavior,” Journal of Consumer Research, 15, 325-343.
Sheeran, P. and Orbell, S., 2000, “Self-Schemas and the Theory of Planned Behavior,”
European Journal of Social Psychology, 30, 533-550.
216
-------------- and Taylor, S., 1999, “Predicting Intentions to Use Condoms: A Meta-Analysis and Comparisons of the Theories of Reasoned Action and Planned Behavior,” Journal of Applied Social Psychology, 29, 1624-1675.
Shocker, A.D., Srivastava, R.K. and Ruekert, R.W., 1994, “Challenges and Opportunities
Facing Brand Management,” Journal of Marketing Research, 31, 149-158. Sivakumar, K. and Raj, S.P., 1997, “Quality Tier Competition: How Price Change
Influences Brand Choice and Category Choice,” Journal of Marketing, 61, 71-84. Skinner, B.F., 1985, “Cognitive Science and Behaviorism,” British Journal of
Psychology, 76, 291-301. Smith, Robert E. and Swinyard, W.R., 1983, “Attitude-Behavior Consistency: The
Impact of Product Trial versus Advertising,” Journal of Marketing Research, 20, 257-267.
Sojka, J. and Tansuhaj, P.S., 1995, “Cross—Cultural Consumer Research: A Twenty-
Year Review,” Advances in Consumer Research, 22, 461-474. Sonquist, J.A. and Dunkelber, W.C., 1977, Survey and Opinion Research, New Jersey:
Prentice-Hall. Spatz, B.a., Thombs, P.L., Bryne, T.J., and Page, B.J. (2003), “Use of the Theory of
Planned Behavior to Explain HRT Decisions,” American Journal of Heatth Behavior, 27,4, 495.
Spector, P.E., 1992, Summated Rating Scale Constructions: An Introduction, Newbury
Parck, CA:Sage. Subaygo, A., 2001, “Multikulturalisme di Tengah Kultur Monolitik dan Uniformitas
Global,” Kompas, 28 Desember. Sudman, S. and Blai, E., 1999, “Sampling in the Twenty-first Century,” Journal of the
Academy of Marketing Science, 27, 2, 269-279. ------------ 1998, “Survey Research and Ethics,” Advances in Consumer Research, 25,
69-71. ------------ 1983, “Applied Sampling,” in Handbook of Survey Research, Rossi, P.H.,
Wright, J.D. and Anderson, A.B. (eds.), NY: Academic Press. Summers, J.O., 2001, “Guidelines for Conducting Research and Publishing in
MarketingL From Conceptualization through the Review Process,” Journal of the Academy of Marketing Science, 29, 4, 405-415.
217
Steenkamp, J.E.M. and Baumgartner, H., 1998, “Assessing Measurement Invariance in Cross-National Consumer Research,” Journal of Consumer Research, 25, 78-90.
----------------------, Van Trijp, H.C.M., 1991, “The Use of LISREL in Validating
Marketing Construct,” International Journal of Research in Marketing, 8, 283-299.
Sthepan,C.G. and Sthepan, W.G., 1985, Two Social Psychologies: An Integrative
Approach, Illinois: The Dorsey Press. Tabachnick, B.G. and Fidell, L.S., 1996, Using Multivariate Statistics, 3rd ed., NY:
Harper Collins College Publishers. Tan, C.H., McCullough, J., and Teoh, J., 1987, “An Individual Analysis to Cross Cultural
Research,” Advances in Consumer Research, 14, 394-397. Tellis, G.J., 1988, “Advertising Exposure, Loyalty, and Brand Choice Purchase, A Two-
Stage Model of Choice,” Journal of Marketing Research, 25, 134-144. Temporal, P., 2000, Branding in Asia: The Creation, Development, and Management of
Asian Brands for the Global Market, Singapore: John Wiley & Sons. Terry, D.J. amd Leary, J.E., 1995, “The Theory of Planned Behavior: The Effects of
Perceived Behavioral Control and Self-Efficacy,” Bristish Journal of Social Psychology, 34, 199-220.
Thompson, N.J. and Thompson, K.E., 1996, ‘Reasoned Action Theory: an Application to
Alcohol-Free beer,’ Journal of Marketing Practice: Applied Marketing Science, 2,2, 35-48.
Thurstone, L.L., 1967a, “The Measurement of Social Attitudes,” in Readings in Attitude
Theory and Measurement, Martin Fishbein (ed.), New York: John Wiley & Sons. -------------------, 1967b, “Attitudes Can Be Measured,” in Readings in Attitude Theory
and Measurement, Martin Fishbein (ed.), New York: John Wiley & Sons. Tkachev, A. and Kolvereid, L., 1999, “Self-Employment Intention among Russian
Student,” Entrepreneurship & Regional Development, 11, 3, 269-280. Trafimow, D., 2001, “Condom Use Among U.S. Students: The Importance of Confidence
in Normative and Attitudinal Perceptions,” The Journal of Social Psychology, 14, 1, 49-59.
--------------- and Duran,A., 1998, “Some Tests of the Distinction Between Attitude and
Perceived Behavioral Control,” British Journal of Social Psychology, 37, 1-14.
218
Triandis. H.C., Malpass, R. and Davidson, A. (1972), “Psychology and Culture,” Annual Review of Psychology, 24, 355-378.
Tsang, E.W.K., 1999, “Replication and Theory Development in Organizational Science:
A Critical Realist Perspective,” Academy of Management Review, 24, 4, 759-780. Tse, D.K., Wong, J.K. and Tan, C.T., 1988, “Towards Some Standardized Cross-Cultural
Consumption Values,” Advances in Consumer Research, 15, 387-395. Tuck, M., 1973, “Fishbein Theory and the Bass-Talarzk Problem,” Journal of Marketing
Research, 10, 345-348. Urde, M., 1994, “Brand Orientation – A Strategy for Survival,” Journal of Consumer
Marketing, 11, 3, 18-32. Usahawan, 1996, “Strategi Penanggulangan Rumor,” No. 9, Th. XXV, September. Usunier, J., 2000, Marketing Across Cultures, England: Pearson Education Limited. Vodopivec, B., 1992, “A Need Theory Perspective on the Parallelism of Attitude and
Utility,” Journal of Economic Psychology, 13, 19-37. Van den Putte, B., Hoogstraten, J. and Meertens, R., 1996, “A Comparison of Behavioral
Alternative Models in the Context of the Theory of Reasoned Action,” Bristish Journal of Social Psychology, 34, 161-172.
Van Raaij, W.F., 1978, “Cross-cultural Research Methodology as a Case of Construct
Validity,” Advances in Consumer Research, 5, 693-701. Waters, K.M., 1991, “Designing Screening Questionnaire to Minimize Dishonest
Answers,” Applied Marketing Research, 31, 1, 51-53. Webb, D.J., Green, C.L. and Brasher, T.G., 2000, “Development and Validation of Scales
to Measure Attitudes Influencing Monetary Donations to Charitable Organizations,” Journal of the Academy of Marketing Science, 28, 2, 299-239.
Weber, J. and Gillespie, J., 1998, “Differences in Ethical Beliefs, Intentions, and
Behaviors,” Business & Society, 37, 4, 447-467. Webster, F.E., 2000, “Understanding the Relationships among Brands, Consumers and
Resellers,” Journal of the Academy of Marketing Science, 28, 1, 17-23. Weiner, B., 2000, “Attributional Thoughts about Consumer Behavior,” Journal of
Consumer Research, 27, 382-387. Wells, W.D. and Presnky, D., 1996, Consumer Behavior, NY: John Wiley & Sons.
219
Wilkie, W.L. and Moore, R., 1999, “Marketing’s Contribution to Society,” Journal of
Marketing, 63, 198-218. Whetten, D.A. (1989), “What Constitutes a Theoretical Contribution,” Academy of
Management Review, 14,4,490-495. Wilkie, W., 1986, Consumer Behavior, New York: John Wiley & Sons, Inc. Wilson, D.T., Mathews, H.L. and Harvey, J.W., 1975, “An Empirical Test of the
Fishbein Behavioral Intention Model,” Journal of Consumer Research, 1, 39-48. Witt, R.R. and Bruce, G.D., 1972, “Group Influence and Brand Choice Congruence,”
Journal of Marketing Research, 9, 440-443. Wood, L., 2000, “Brands and Brand Equity: Definition and Management,” Management
Decision, 38, 9, 662-669. Woodside, A.G. and Bearden, W.O., 1977, “Longitudinal Analysis of Consumer
Attitude, Intention, and Behavior Toward Beer Brand Choice,” Advance in Consumer Research, 4, 349-356.
-------------------, Clokey, J.D. and Combers, J.M., 1975, “Similarities and Differences of
Generalized Brand Attitudes, Behavioral Intention, and Reported Behavior,” Advances in Consumer Research, 2, 335-344.
White, I.S., 1975, “Implications of a Holistic Theory of Attitude Formation,” in Attitude
Research Bridges the Atlantic, P. Levine (ed.), American Marketing Association. Wright, B.R.R., 1998, “Behavioral Intention and Opportunities among Homeless
Individuals: A Reinterpretation of the Theory of Reasoned Action,” Social Psychology Quarterly, 61, 4, 271-286.
Wilson, D.T., Mathews, H.L. and Harvey, J.W., 1975, “An Empirical Test of the
Fishbein Behavioral Intention Model,” Journal of Consumer Research, 1, 39-48. Wilcox, R.R., 1998, “The Goals and Strategies of Robust Methods,” British Journal of
Mathematical and Statistical Psychology, 51, 1-39. Winer, R.S., 1999, “Experimentation in the 21st Century: The Importance of External
Validity,” Journal of the Academy of Marketing Science, 27, 3, 349-358. Yau, O.H.M. 1994, Consumer Behaviour in China: Customer Satisfaction and Cultural
Values, London: Routledge.
220
Yavas, U., 1994, “Students as Subjects in Advertising and Marketing Research,” International Marketing Review, 11, 4, 35-43.
Zaltman, G. and Wallendorf, M., 1979, Consumer Behavior: Basic Findings and
Management Implications, NY: John Wiley & Sons. Zanna, M.P., Olson, J.M. and Fazio, R.H., 1980, “Attitude-Behavior Consistency: An
Individual Difference Perspective,” Journal of Personality and Social Psychology, 38, 3, 432-440.
Zikmund, W.G., 1997, Exploring Marketing Research, 6th ed., Fort Worth: The Dryden
Press. Zufryden, F.S., 1977, “A Composite Heterogeneous Model of Brand Choice and
Purchase Timing Behavior,” Management Science, 24, 2, 121-136. Zuber-Skerritt, O., 1991, Professional Development in Higher Education: A Theoretical
Framework for Action Research, Brisbane: Griffith University Press.