Upload
dila-ardani
View
20
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tr
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD)
merupakan .diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan
oksigen dalam periode waktu tertentu setelah lahir, dan disertai gambaran
radiologis tertentu sesuai dengan kelainan anatomi.
Gambaran DBP terus berkembang sesuai dengan semakin banyaknya
pemberian steroid antenatal dan surfaktan pascanatal. Tatalaksana tersebut
dapat menurunkan insiden dan derajat sindrom distres pernapasan, serta
meningkatkan angka keberhasilan bayi hidup yang sangat kecil dan imatur
(usia gestasi <30 minggu atau berat lahir <1250 gr).
Faktor resiko terjadinya DBP adalah multifaktorial. Hal ini
berhubungan langsung dengan derajat penyakit pare yang mendasarinya
sebagian besar sindrom distres pernapasan), lama pemakaian ventilator, dan
lama pemberian oksigen.
Insiden DBP tampaknya akan terus berkembang dalam hubungannya
dengan peningkatan kelangsungan hidup pada bayi dengan berat badan lahir
sangat rendah yang dirawat dan sembuh dari sindrom distres pernapasan.
Tujuan utama dari pencegahan DBP adalah untuk menghindari atau
eminimalkan perluasan penyakit yang dapat menghasilkan konsekuensi
seumur dup termasuk kelainan paru persisten. Tatalaksana DBP saat ini untuk
mengurangi derajat keparahannya.
TR 19 Page 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi Pernapasan Bawah
Alat Pernapasan Bawah
a. Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak
sebagian di leher dan sebaian di rongga dada (torak).Dinding tenggorokan
tipis dan kaku, dikelilingi olehcincin tulang rawan, dan pada bagian
dalam rongga bersilia.Silia-silia ini berfungsimenyaring benda-benda
asing yang masuk ke saluran pernapasan.
b. Bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus
kanan dan bronkuskiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan
trakea, hanya tulang rawan bronkusbentuknya tidak teratur dan pada
bagian bronkus yang lebih besar cincin tulangrawannya melingkari lumen
dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadibronkiolus.
TR 19 Page 2
c. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian
samping dibatasi olehotot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh
diafragma yang berotot kuat.Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru
kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus danparu-paru kiri (pulmo
sinister) yang terdiri atas 2 lobus.
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut
pleura.Selaput bagian dalamyang langsung menyelaputi paru-paru disebut
pleura dalam (pleura visceralis) danselaput yang menyelaputi rongga dada
yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebutpleura luar (pleura
parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan
pleura yangberfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal
dari plasma darah yangmasuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura
bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.
TR 19 Page 3
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan
pembuluh darah.Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan
daerah permukaan dalamyang sangat lebar untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan
diameter ± 1mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan
bronkus. Bronkiolus ini memiliki gelembung-gelembung halus yang
disebut alveolus. Bronkiolus memiliki dinding yangtipis, tidak bertulang
rawan, dan tidak bersilia.
Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya
dalam campuran, terlepas dari keberadaan gas lain (hukum Dalton).
Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih
mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epiteliumberbentuk
kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus
berakhir pada gugus kantung udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil
yang salah satusisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip
sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak
bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas
pernapasan.
B. Displasia Bronkopulmoner
1. Definisi
Displasia Bronkopulmoner (DBP) merupakan bentuk kelainan
perkembangan paru yang kronik biasanya terjadi pada bayi yang kurang
bulan dengan terapi oksigen dan positive-pressure ventilation (PPV).
Pada tahun 1967 dilaporkan bahwa secara klinis, radiografik dan
TR 19 Page 4
histologik terjadi perubahan paru pada bayi kurang bulan yang
menyebabkan terjadinya respiratory distress syndrome (RDS).
Displasia bronkopulmoner (DBP) adalah kondisi serius pada paru
yang terjadi pada bayi:
Lahir kurang dari 10 minggu dari waktu yang ditentukan.
Berat badan lahir kurang dari 2,5 pound atau 1000 gram.
Terdapat masalah pada pernafasan pada saat lahir.
Memerlukan bantuan pernafasan dan oksigen dalam jangka waktu
lama.
Banyak dari bayi ini lahir dengan RDS yang serius. Paru-paru
mereka tidak dapat berkembang meskipun memproduksi surfaktan.
Surfaktan adalah cairan yang melapisi disamping paru sehingga bayi
dapat bernafas ketika lahir dengan terdapatnya udara.
Bayi dengan RDS banyak terjadi setelah minggu ke-2 sampai ke-4,
tetapi beberapa menjadi lebih buruk dan memerlukan banyak oksigen atau
bernafas dengan bantuan mesin, bayi ini kemudian akan berkembang
menjadi DBP.
Displasia bronkopulmoner (DBP) adalah penyebab paling banyak
dari penyakit respirasi kronik selama kehamilan dan penyebab jangka
panjang dari morbiditas perkembangan saraf, sistem pernafasan dan
medis serta jadi penyebab peningkatan biaya pelayanan kesehatan.
Displasia bronkopulmoner (DBP) merupakan perkembangan tidak
normal pada jaringan paru. Ditandai dengan terjadinya inflamasi dan
adanya jaringan parut pada paru. Perkembangan ini sering terjadi pada
bayi kurang bulan yang lahir dengan paru yang tidak berkembang.
Bronko diartikan sebagai jalan nafas (dari pembuluh bronkus)
yang mengantarkan oksigen ke paru untuk pernafasan. Pulmonary
diartikan sebagai paru (alveoli) dimana terjadi pertukaran oksigen dan
karbondioksida. Displasia diartikan sebagai perubahan yang tidak normal
TR 19 Page 5
pada struktur dan organisasi dari sel. Perubahan sel pada DBP terjadi
pada jalan nafas kecil dan pada alveoli dari paru yang dapat menyebabkan
kesulitan bernafas dan menimbulkan masalah pada fungsi paru.
Asma yang lama, cystic fibrosis dan DBP merupakan salah satu
penyebab penyakit paru kronik pada anak-anak. Seperti yang disebutkan
oleh the National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) of the
National Institutes of Health (NIH) bahwa antara 5000 dan 10.000 kasus
DBP terjadi setiap tahunnya di Amerika Serikat. Anak yang lahir dengan
berat yang rendah (kurang dari 2,2 pounds atau kurang dari 1000 gram)
merupakan faktor risiko terjadinya DBP. Biasanya bayi akan mengalami
gejala yang serius, pada kasus yang jarang biasanya disertai komplikasi
lainnya dari bayi kurang bulan yang dapat berakibat fatal.
2. Epidemiologi
Faktor resiko terjadinya DBP adalah multifaktorial. Hal ini
berhubungan langsung dengan derajat penyakit paru yang mendasarinya
sebagian besar sindrom distres pernapasan), lama pemakaian ventilator,
dan lama pemberian oksigen. Displasia bronkopulmoner terjadi pada 26%
bayi hampir aterm yang menderita penyakit paru yang berat (misalnya
sindrom distres pernapasan, aspirasi mekonium, pneumonia, sepsis dan
50% pada bayi yang menderita hipoplasia pulmoner.
Insidens DBP bergantung pada definisi yang digunakan. Terdapat
kurang dari 50% bayi prematur yang membutuhkan suplementasi oksigen
pada 28 hari setelah bayi lahir yang tetap bergantung pada oksigen pada
36 minggu PCA. Pada populasi neonatus dengan BBLSR (<1500g),
insidens ketergantungan oksigen pada 28 hari setelah lahir adalah sekitar
30% hingga 50%, pada 36 minggu PCA insidens ketergantungan oksigen
pada bayi yang sama menurun menjadi 4-30%. Sekitar 60% bayi dengan
BBLSR membutuhkan ventilator dan surfaktan, dan bergantung
TR 19 Page 6
padaoksigen hingga 28 hari, dan 30% dan bayi dengan BBLSR tetap
bergantung pada oksigen pada 36 minggu PCA. Di Amerka Serikat,
insiden DBP bervariasi antara 17- 57%.
Beberapa studi menunjukkan bahwa sepertiga bayi dengan
BBLSR mengalami bentuk ringan dari BPD atipikal. Insidens DBP
berbanding terbalik dengan usia scat bayi dilahirkan dan berat badan
lahir. Oleh karena itu, insidens DBP lebih tinggi pada bayi - bayi
prematur dan berat badan rendah.Semakin banyak bayi prematur yang
bertahan hidup, maka jumlah total anak - anak yang menderita DBP juga
meningkat, meskipun secara klinis derajatnya lebih ringan.
3. Etiologi
Kebanyakan DBP terjadi pada bayi kurang bulan biasanya pada
umur kehamilan 34 minggu atau kurang dan berat lahir kurang dari 2000
gram. Kondisi bayi akan terlihat seperti mengalami respiratory distress
syndrome (RDS) atau penyakit membran hialin yang akan menimbulkan
kerusakan pada jaringan paru. Displasia bronkopulmoner (DBP) terjadi
pada bayi yang telah menerima terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam
jangka panjang dan menggunakan ventilator dalam jangka panjang
(biasanya lebih dari 1 minggu), untuk mengobati RDS pada bayi baru
lahir.
Cedera paru-paru yang menyebabkan terjadinya DBP bisa
disebabkan oleh meningkatnya tekanan di dalam paru-paru karena
ventilator mekanik atau karena keracunan oksigen yang terjadi akibat
pemaparan oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang. Faktor
risiko terjadinya DBP:
Bayi kurang bulan
Infeksi saluran pernafasan
Penyakit jantung bawaan
TR 19 Page 7
Penyakit berat lainnya pada bayi baru lahir yang memerlukan terapi
oksigen atau ventilator.
Mesin ventilator digunakan untuk pernafasan pada bayi tidak
cukup bulan, selain ventilator juga memerlukan tambahan oksigen untuk
paru-paru bayi tidak cukup bulan. Oksigen dihantarkan melalui saluran
pembuluh darah ke trakea bayi dan memberikan tekanan yang rendah dari
mesin untuk pergerakan udara pada paru yang mengalami kelainan
perkembangan. Kadang-kadang untuk kelangsungan hidup bayi juga
diberikan oksigen dengan jumlah konsentrasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi oksigen di udara.
Meskipun ventilator mekanik sangat penting untuk kelangsungan
hidup, tetapi tekanan dari ventilasi dan kelebihan oksigen dapat
membahayakan paru-paru bayi dan berperan penting untuk terjadinya
RDS. Hampir setengah dari seluruh bayi yang lahir dengan berat badan
yang rendah akan mengalami beberapa bentuk dari RDS.
Displasia Bronkopulmoner (DBP) juga dapat timbul dari kondisi
lain yang membahayakan paru-paru bayi yang serupa dengan trauma,
pneumonia dan infeksi yang lain. Semua keadaan tersebut dapat
menimbulkan inflamasi dan terjadinya jaringan parut yang berhubungan
dengan DBP.
Bayi kurang bulan, bayi dengan berat rendah dan bayi laki-laki
berkulit putih mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk berkembang
menjadi DBP, untuk berbagai alasan yang tidak diketahui oleh dokter.
Faktor genetik juga memegang peran penting untuk terjadinya DBP.
Displasia bronkopulmoner (DBP) menyebabkan semua bayi tidak
dapat berkembang dengan baik, ketika pertama kali didefinisikan oleh
dokter DBP menyebabkan kerusakan pada paru akibat ventilasi mekanik
dan pemberian tambahan oksigen ketika terapi RDS.
TR 19 Page 8
Saat ini para spesialis percaya bahwa keadaan bayi yang lahir
kurang bulan dan adanya RDS merupakan faktor yang berperan untuk
terjadinya DBP tetapi tidak hanya tergantung pada kedua faktor tersebut.
Displasia bronkopulmoner (DBP) menyebabkan kemampuan dari paru-
paru bayi untuk berkembang menjadi terbatas saat pertama lahir sampai
dengan beberapa hari untuk memberikan respon terhadap situasi yang
merugikan ini. Hal ini terjadi karena adanya toksisitas oksigen, trauma
mekanik pada paru, infeksi atau pneumonia.
Faktor etiologi yang berperan pada terjadinya DBP:
Kelahiran kurang bulan (dengan paru yang terbentuk tidak
sempurna): Infeksi biasanya terjadi pada bayi yang lahir dengan usia
kehamilan kurang dari 32 minggu dan berat lahir kurang dari 1000
gram
Konsentrasi oksigen yang tinggi (termasuk radikal bebas yang
memicu kerusakan paru karena defisiensi antioksidan) : konsentrasi
oksigen yang tinggi merupakan faktor etiologi pada pasien dengan
paru yang terbentuk tidak sempurna dan konsentrasi lebih dari 60%
berhubungan dengan tingginya insidensi penyakit
Ventilator mekanik (volum tidal yang besar dan pengurangan
compliance paru)
Respiratory distress syndrome (RDS) yang memerlukan ventilasi
mekanik : Penggunaan tekanan ventilasi positif yang terus-menerus
pada bayi dengan RDS memicu dilatasi bronkus terminalis yang
menyebabkan nekrosis iskemik pada saluran nafas bawah. PIE
(pulmonary interstitial emphysema) dan pneumotorak menyebabkan
kerusakan paru yang kronis. Penggunaan ventilasi mekanik pada
pasien RDS merupakan penyebab dasar terjadinya DBP, juga terjadi
pada pasien dengan hernia diafragmatik persistent pulmonary
hipertensi pada bayi, aspirasi
TR 19 Page 9
Faktor familial (atopi, alergi, dan atau asma)
Agen infeksi (seperti Ureaplasma urealyticum): Ureaplasma
urealyticum adalah penyebab infeksi yang paling sering pada bayi
dengan DBP, terjadi pada awal dan perubahan kearah DBP yang
berat selama 3 minggu. Bakteri dan jamur yang lain juga berpengaruh
Adanya kebocoran udara seperti pneumonia intersisial
Patent ductus arteriosus (PDA)
Nutrisi dan atau defisiensi vitamin A atau E
Bacterial pneumonias
Kelebihan cairan
Level steroid yang rendah
Ketidakseimbangan antara elastase dan proteinase inhibitor
Miscellaneous faktor
4. Patofisiologi
Patofisiologi DBP sangat kompleks dan sulit dipahami. Displasia
bronkopulmoner (DBP) disebabkan oleh berbagai faktor yang bersifat
toksik yang menyebabkan kerusakan jalan nafas kecil dan mengganggu
proses alveolarisasi, yang menyebabkan terjadinya pengurangan area
untuk proses pertukaran gas secara keseluruhan. Pembentukan
mikrovaskular pada paru juga berbahaya yang turut mempengaruhi
terjadinya DBP. Terjadinya kerusakan paru selama proses pertumbuhan
dapat menyebabkan disfungsi paru secara signifikan. Paru (alveolar dan
kompartemen vaskular), jantung, otak merupakan organ yang paling
banyak dipengaruhi.
TR 19 Page 10
Gambar 1. Kelainan jalan nafas pada Displasia Bronkopulmoner
Pada gambar 1 dapat dilihat beberapa kelainan pada DBP,
diantaranya penyempitan alveolus yang menyebabkan kolapnya jalan
nafas. Pada DBP juga terjadi penurunan kapasitas jalan nafas, peradangan
dan fibrosis peribronkial, jaringan mikrovaskular paru yang tidak
beraturan, serta penyempitan sederhana pada alveolus yang menyebabkan
pertukaran gas terganggu.
Gambar 2 menjelaskan tentang faktor antenatal/posnatal
memberikan kontribusi dalam pelepasan sitokin proinflamasi dan
antiinflamasi. Ketidakseimbangan mediator akan mengaktivasi kematian
sel paru, karakteristik dari kerusakan alveolar dan disregulasi
angiogenesis menimbulkan kerusakan alveoli yang luas dan tidak
terbentuknya jaringan vaskular paru, yang mengakibatkan terjadinya
DBP.
TR 19 Page 11
Gambar 2. Patogenesis Displasia Bronkopulmoner
5. Klasifikasi
Klasifikasi klinis dari DBP:
a. Stadium 1 (1 sampai 3 hari) : DBP memperlihatkan gejala seperti
penyakit membran hialin dan menunjukkan adanya penyakit
membran hialin, atelektasis, hiperemia vaskular dan pelebaran
limfatik. Dengan gambaran radiologis seperti pada gambar 3.
TR 19 Page 12
Gambar 3. Gambaran radiologis stadium 1 displasia
bronkopulmoner.
b. Stadium 2 (4 sampai 10 hari) : Terjadi kerusakan pada paru yang
melibatkan bronkus terminal dan menyebabkan terjadinya nekrosis
iskemik pada jalan nafas dan menyebabkan perubahan pada paru
dengan segera. Obstruksi bronkiolus juga terlihat pada stadium ini,
juga terjadi nekrosis bronkial, fibrosis peribronkial dan terjadinya
metaplasia skuamosa yang menyingkirkan keadaan bronkiolitis,
penyakit membran hialin dapat tetap terjadi pada stadium ini, juga
terjadi emfisema dari alveoli. Dengan gambaran radiologis seperti
pada gambar 4.
TR 19 Page 13
Gambar 4. Gambaran radiologis stadium 2 displasia
bronkopulmoner.
c. Stadium 3 (11 sampai 20 hari) : Terjadi perubahan progresif dari
paru termasuk penurunan kemapuan dari alveoli yang ditandai
dengan hipertrofi dari alveoli dan bronkial, dinding otot dan kelenjar,
juga regenerasi dari sel dan eksudasi makrofag dan histiosit pada
jalan nafas. Terjadi juga airtrapping, hiperinflasi dari paru,
trakeomegali, trakeomalasia, edema intestinal dan disfungsi siliar.
Dengan gambaran radiologis seperti pada gambar 5.
Gambar 5. Gambaran radiologis stadium 3 displasia
bronkopulmoner.
d. Stadium 4 (lebih dari 1 bulan): Emfesima dari alveoli menyebabkan
terjadinya hipertensi pulmonal dan terjadi kerusakan paru yang
kronik serta penyakit jantung pulmonal. Pada paru terjadi fibrosis,
atelektasis dan gambaran cobblestone. Hipertensi pulmonal
menyebabkan penebalan pada tunika intima arteri pulmonalis yang
menyebabkan hipertrofi peribronkial. Onset terjadinya DBP biasanya
tidak sesuai dengan rangkaian gejala yang progresif sesuai stadium
diatas. Dengan gambaran radiologis seperti pada gambar 6.
TR 19 Page 14
Gambar 6. Gambaran radiologis stadium 4 displasia
bronkopulmoner.
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala DBP yaitu:
a. Pernafasan yang cepat (takipne)
b. Retraksi
c. Batuk
d. Paradoksal respirasi (Pergerakan rongga dada dan abdomen
berlawanan pada saat respirasi)
e. Wheezing
f. Abnormal posture
g. Craning neck (leher terlihat seperti burung bangau)
h. Sulit bernafas
i. Sianosis yang episodik/berulang
j. Gejala seperti asma yang episodik
k. Gejala infeksi saluran nafas
Seperti : Iritabilitas, demam, kongesti nasal, batuk, perubahan dalam
gambaran respirasi, wheezing
l. Pulmonary Distress Syndrom
TR 19 Page 15
Seperti : Sulit bernafas, kolaps paru dan lainnya
Biasanya DBP mulai terjadi pada bayi yang berusia 1 minggu dan
lebih sulit didiagnosis pada bayi yang berusia 14 sampai 30 hari. Dasar
diagnosis bayi dengan DBP yaitu:
Riwayat kelainan paru pada hari pertama setelah lahir (kelainan pada
paru dapat terjadi ketika menggunakan respirator untuk memberikan
oksigen dengan tekanan minimum selama 3 hari sampai 2 minggu
dari usia bayi)
Terus-menerus memerlukan suplemen/oksigen tambahan sampai
berusia 28 hari
Secara klinis memperlihatkan gejala kesulitan respirasi/bernafas
sampai berusia lebih dari 28 hari
Foto thoraks pada bayi dapat membantu diagnosis DBP. Meskipun
untuk kriteria diagnosis yang penting untuk DBP lebih tergantung pada
lamanya pemberian oksigen tambahan sampai bayi berusia lebih dari 28
hari.
Kriteria yang digunakan untuk diagnosis DBP termasuk lama
terjadinya respiration distress dan lamanya bayi memerlukan bantuan
respirator, banyak dokter mendiagnosis DBP pada bayi saat berusia 2 atau
3 minggu, meski beberapa dokter mendiagnosis DBP pada bayi saat
berusia lebih dari 28 hari.
7. Diagnosis
Diagnosis yang direkomendasikan untuk mengkonfirmasi BPD
adalah fototoraks, tes darah, dan ekokardiografi. Pada pemeriksaan
fototoraks, dapat diketahui apakah paru-paru mengalami kolaps, edema,
atau dalam keadaan normal. Foto toraks juga dapat membedakan antara
BPD dengan atelektasis dan pneumonia. Tes darah dapat berupa tes
darah arteri untuk mengetahui apakah pasien mengalami asidosis dan
TR 19 Page 16
hipoksia. Ekokardiografi dapat menjadi tes untuk mengkonfirmasi
diagnosis yang ada. Pada ekokardiografi dapat ditemukan adanya
hipertensi pulmonal pada BBLR.
8. Pemeriksaan fisik
Bayi dengan DBP memperlihatkan ketidak normalan pada
pemeriksaan fisik, foto thoraks, tes fungsi paru dan pemeriksaan
histopatologi. Observasi awal harus dilakukan pada bayi yang lahir
dengan RDS, jika keadaan ini terus berlangsung maka dapat
meningkatkan terjadinya risiko DBP.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan takipne, takikardi,
peningkatan kerja pernafasan seperti retraksi, pernafasan cuping hidung
dan mendengkur/ngorok. Dan akan terjadi penurunan berat badan dalam
10 hari pertama kehidupan. Pada pemeriksaan fisik tanda vital termasuk
respirasi rate dan saturasi oksigen pada saat istirahat dan sedang
beraktivitas juga harus diketahui juga tanda hipertensi pulmonal termasuk
edema perifer, hepatomegali dan distensi vena.
Bayi dengan DBP yang berat sering pada bayi tidak cukup bulan
dan berat badan yang sangat rendah. Mereka memerlukan oksigen dan
bantuan ventilator yang akan makin meningkat dalam 2 minggu
kehidupan. Pada minggu 2-4 tambahan oksigen, bantuan ventilator atau
keduanya biasanya akan meningkat secara adekuat untuk ventilasi dan
oksigenasi.
9. Penatalaksanaan
Faktor penting untuk mendiagnosis adanya DBP yaitu kurang
bulan, infeksi, penggunaan ventilator dan oksigen. Displasia
bronkopulmoner (DBP) khusus didiagnosis jika bayi masih memerlukan
tambahan oksigen dan terus memperlihatkan problem pada pernafasan
TR 19 Page 17
sampai berusia 28 hari. Pemeriksaan foto thoraks mungkin dapat
membantu diagnosis. Pada bayi dengan RDS foto thoraks
memperlihatkan gambaran groud glass, pada bayi dengan DBP foto
thoraks terlihat seperti gambaran bunga karang/spon.
Pengobatan medis tidak dengan segera mengobati DBP. Bayi
yang didiagnosis pertama kali dengan DBP memerlukan perawatan
intensif di rumah sakit, khususnya di newborn intensive care unit (NICU)
sampai mereka dapat bernafas dengan baik meskipun dipertahankan tanpa
bantuan ventilator. Beberapa bayi memerlukan jet ventilasi, terus-
menerus tekanan ventilasi yang rendah digunakan untuk meminimalkan
kerusakan paru dari ventilasi yang memperbesar kemungkinan terjadinya
DBP. Tidak semua rumah sakit menggunakan prosedur ini dalam
pengobatan DBP, tetapi rumah sakit dengan NICU yang besar
menggunakannya. Bayi dengan DBP juga di terapi dengan berbagai obat
yang berbeda untuk memperbaiki fungsi paru.
Ventilator biasanya diperlukan untuk memberikan tekanan pada
paru-paru agar jaringan paru-paru mengembang dan untuk memberikan
oksigen tambahan.
Jika bayi sudah dapat menyesuaikan diri, maka tekanan dan konsentrasi
oksigen secara berangsur-angsur dikurangi. Ketika ventilator dilepas,
oksigen bisa terus diberikan melalui masker atau selang kecil yang
dimasukkan ke lubang hidung, selama beberapa minggu atau beberapa
bulan.
Pada kasus DBP yang berat penggunaan steroid dianjurkan.
Pengobatan ini sebagai antiinflamasi yang kuat tetapi juga mempunyai
efek samping jangka panjang dan jangka pendek. Dokter biasanya
memilih obat ini setelah berdiskusi dan mempertimbangkan manfaat dan
risiko dari obat.
TR 19 Page 18
Antibiotik kadang-kadang diperlukan untuk mengatasi infeksi
bakteri karena bayi dengan DBP akan menjadi pneumonia. Bayi dengan
RDS belum bisa didiagnosis dengan DBP, pemberian surfaktan natural
atau sintetik mungkin dapat mengurangi perubahan kearah DBP.
Bayi yang dirawat di rumah sakit dengan DBP mungkin perlu
pemberian minum dengan formula tinggi kalori melalui gastric tube yang
dimasukkan ke dalam perut untuk mendapatkan kalori dan nutrisi untuk
memulai pertumbuhan. Pada kasus yang berat bayi dengan DBP tidak
dapat menggunakan sistem gastrointestinal untuk mencernakan makanan.
Disini bayi memerlukan pemberian intravena (IV) yang disebut TPN atau
total parenteral nutrisi yang terdiri dari protein, lemak, gula dan nutrisi.
Makanan biasanya diberikan melalui selang yang dimasukkan ke
lambung.
Diperlukan ekstra kalori karena bayi memerlukan kalori yang
lebih untuk bisa bernafas. Cairan cenderung tertimbun di dalam paru-paru
yang mengalami inflamasi, sehingga asupan cairan agak dibatasi dan
kadang diberikan diuretik untuk meningkatkan pembuangan cairan dari
tubuh. Setelah dirawat beberapa bulan, kadang bayi meninggal. Pada bayi
yang selamat, gangguan pernafasan secara berangsur-angsur akan
menghilang. Tetapi pada tahun-tahun pertama, bayi ini memiliki risiko
tinggi menderita pneumonia (terutama yang disebabkan oleh virus). Bisa
diberikan imunisasi dengan antibodi untuk RSV (respiratory syncytia).
Bayi yang dirawat di NICU dengan DBP dapat mengalami
perubahan selama beberapa minggu sampai bulan. Menurut National
Institutes of Health (NIH) perkiraan rata-rata lamanya bayi dengan DBP
dirawat secara intensif di rumah sakit kurang lebih 120 hari. Setelah
dirawat di rumah sakit bayi mungkin masih terus memerlukan
pengobatan, terapi pernafasan dan oksigen di rumah. Meskipun pada
banyak anak pemberian bantuan oksigen dihentikan pada akhir tahun
TR 19 Page 19
pertama, beberapa kasus yang berat memerlukan ventilator selama
beberapa tahun atau selama hidupnya, meskipun kasus ini jarang terjadi.
Perbaikan pada bayi dengan DBP terjadi secara bertahap.
Beberapa bayi akan mengalami perbaikan secara lambat, yang lainnya
mungkin tidak akan menunjukkan perbaikan dari kondisi tersebut jika
penyakit pada paru mereka sangat berat. Paru akan terus berkembang
sampai usia 5-7 tahun dan fungsi paru dapat terganggu sampai usia
sekolah meskipun pada anak mayoritas fungsinya baik. Adanya jaringan
parut, kekakuan pada jaringan paru akan selalu menurunkan fungsi paru.
Beberapa terapi untuk DBP:
a. Diuretik
Digunakan untuk pengobatan edema paru juga mengurangi
cairan di paru. Furosemid mungkin memberikan banyak efek
termasuk efek pada sintesis prostaglandin, vasodilatasi secara
langsung,dan peningkatan produksi surfaktan. Efek samping jangka
panjang dari terapi furosemid yaitu : azotemia, ototoksisitas,
gangguan elektrolit, pengeluaran kalsium dalam urin secara
berlebihan, osteopenia, dan nefrokalsinosis, hilangnya pendengaran,
hiponatremia, hipokalemia, hipokalsemia, alkalosis, batu ginjal,
kolelitiasis dan ototoksisitas.
Dosis diuretik untuk bayi yaitu 0.5-2 mg/kg/kali PO/IV (pada
bayi dengan usia kehamilan kurang dari 31 minggu). Diuretik thiazid
biasanya digunakan dengan diuretik hemat kalium seperti
spironolakton, tidak seefektif dengan pemberian furosemid.
Monitoring kadar elektrolit secara rutin diperlukan pada pasien
dengan penggunaan terapi diuretik jangka panjang.
Suplemen/tambahan elektrolit kadang diperlukan pada terapi jangka
panjang.
TR 19 Page 20
b. Bronkodilator
Inhalasi dengan β-agonis merupakan pengobatan yang efektif
untuk bronkospasme yang reversible yang cukup aman dan efektif
untuk terapi jangka panjang juga membantu membuka jalan nafas.
Albuterol merupakan drug of choice sebagai agent long-acting.
Antagonis muskarinik dapat berguna khususnya pada pasien
yang tidak memberi respon pada terapi dengan albuterol. Kromolin
bukan bonkodilator tetapi sering digunakan sebagai antiinflamasi
dengan efek samping yang minimal.
Methylxantin sering digunakan pada pasien yang apneu,
memberikan efek diuretik yang ringan dan membantu meningkatkan
kontraktilitas diafragma, obat ini memberikan efek yang potensial
untuk DBP.
Albuterol (Proventil, Ventolin)
Spesifik beta 2-agonis yang digunakan untuk pengobatan
bronkospsme pada bayi dengan DBP. Meningkatkan compliance
paru dan menurunkan resistensi sekunder jalan nafas untuk
relaksasi sel otot. Penggunaanya sebagai aerosol pada bayi dengan
DBP (khususnya jika tergantung ventilator) masih belum jelas.
Sebab secara klinis relaksasi dari otot kecil tidak terlihat pada
minggu pertama setelah lahir. Dosis anak yaitu 0.1-0.2 mg (0.02-
0.04 mL of 0.5% dalam 1-2 mL 0.45-0.9% NaCl) per kg/kali,
inhlasi dengan nebulizer tiap 4-6 jam.
Beta-blockers antagonis memberikan pengaruh yaitu
inhalasi ipratropium meningkatkan waktu bronkodilatasi, pada
kardiovaskular memberikan efek peningkatan MAOIs,
antidepresan trisiklik dan obat simpatomimetik.
Ipratropium bromida (Atrovent)
TR 19 Page 21
Antagonis muskarinik yang memberi efek bronkodilatasi.
Dapat meningkatkan pulmonary mekanik pada bayi dengan DBP,
digunakan secara inhalasi.
Dosis pada anak 0.025-0.08 mg/kg inhalasi dengan
nebulizer tiap 6 jam (dalam1.5-2 mL 0.9% NaCl). Penggunaan
dengan antikolinergik seperti dronabinol meningkatkan toksisitas,
penggunaan dengan albuterol dapat meningkatkan efek obat.
Theophylline (Elixophyllin)
Sebagai bronkodilator sistemik. Digunakan untuk
pengobatan apneu pada bayi kurang bulan. Mampu meningkatkan
kontraktilitas otot skeletal dan penurunan kerja diafragma pada
bayi dengan DBP. Obat memberikan pengaruh pada enzim hepatik
sitokrom P450 (CYP), aminoglutetimid, barbiturat, karbamazepin,
ketokonazol, loop diuretic, fenobarbital, fenitoin, rifamfisin,
isoniazid dan simpatomimetik memberikan efek mungkin terjadi
penurunan.
Terjadi peningkatan efek dengan allopurinol, beta bloker,
kortikosteroid, hormon tiroid efedrin, karbamazepin, simetidin,
eritromisin, makrolid, propranolol dan interferon.
c. Vasodilator Paru
Tambahan oksigen efektif sebagai vasodilator dan untuk
pengobatan pada bayi dengan hipoksia.
d. Steroid
Penggunaan steroid masih kontroversial, karena dapat
meningkatkan risiko sepsis. Sering digunakan sebagai short regimen,
tidak menunjukkan adanya efek jangka panjang. Inhalasi steroid
memberikan efek antiinflamasi tanpa efek samping sistemik juga
digunakan untuk pencegahan dan pengobatan. Biasa digunakan pada
bayi kurang bulan, sebagai agen baru untuk nebulisasi sebagai obat
TR 19 Page 22
pada bayi yang kecil. Menyebabkan retardasi pertumbuhan yang
linear.
Sistemik dan inhalasi kortikosteroid digunakan pada bayi
kurang bulan untuk mencegah dan pengobatan pada DBP.
Deksametason merupakan kortikosteroid sistemik primer yang
digunakan pada bayi baru lahir yang kurang bulan. Obat ini
menstabilisasi sel membran lisosom, meningkatkan sintesis surfaktan
dan peningkatan konsentrasi serum vitamin A, menghambat
prostaglandin dan leukotrien, penurunan PE, menurunkan agregasi
granulosit dan peningkatan mikrosirkulasi pada paru. Efek samping
yaitu hiperglikemia, hipertensi, penurunan berat badan, perdarahan
gastrointestinal atau perforasi, cerebral palsy, supresi adrenal dan
kematian.
Pada tahun 1998 dilaporkan penggunaan deksametason
selama 2 minggu tidak dapat mencegah DBP dan menyebabkan
kelainan neurologis. Bayi yang mendapatkan terapi kombinasi
deksametason dengan indometasin meningkatkan risiko perforasi
intestinal spontan. Perkembangan saraf pada bayi juga harus selalu
diperiksa pada bayi yang mendapatkan terapi jangka panjang dari
deksametason. Glukokortikosteroid inhalasi memberikan efek yang
menguntungkan untuk mengurangi pengaruh kortikosteroid sistemik
pada bayi yang menerima inhalasi steroid. Penggunaan terus-menerus
deksametason pada bayi dengan DBP tidak dianjurkan, American
Academy of Pediatrics dan the Canadian Society of Pediatrics tidak
menganjurkan penggunaan kortikosteroid terus-menerus pada bayi
kurang bulan untuk pengobatan DBP.
Terapi Oksigen
TR 19 Page 23
Oksigen dapat menerima elektron dalam bentuk radikal bebas.
Oksigen radikal bebas menyebabkan kerusakan membran sel, modifikasi
protein dan ketidaknormalan DNA. Dibandingkan dengan janin, neonatus
hidup dengan lingkungan yang kaya akan oksigen relatif. Oksigen ada
dimana-mana dan diperlukan untuk kelangsungan hidup extrauterine.
Meskipun pada neonatus terjadi defisiensi relatif dari enzim antioksidan.
Enzim antioksidan utama pada manusia yaitu superoksida
dismutase, gluthatione peroksidase dan katalase. Aktivitas enzim
antioksidan meningkat selama trimester terakhir dari kehamilan yang
sama dengan peningkatan surfaktan dan alveolarisasi, serta
perkembangan pembuluh darah paru. Peningkatan ukuran alveolar,
produksi surfaktan dan enzim antioksidan pada janin yang mengalami
transisi dari lingkungan intrauterine yang hipoksik ke lingkungan
extrauterine yang relatif hiperoksik. Neonatus kurang bulan yang
terekspos oksigen dengan konsentrasi tinggi meningkatkan risiko
kerusakan dan radikal bebas oksigen.
Penelitian pada binatang dan manusia mengenai superoksida
dismutase dan katalase mengakibatkan penurunan kerusakan sel,
peningkatan angka kelangsungan hidup dan pencegahan kerusakan pada
paru. Oksidasi lipid dan protein juga terjadi pada bayi dengan DBP.
Saturasi oksigen yang ideal pada bayi cukup bulan dan kurang
bulan tidak dapat ditentukan karena bervariasi sesuai dengan usia
kehamilan. Secara praktis para klinisi menggunakan parameter saturasi
oksigen yaitu 88-92%. Sulit untuk terjadinya keseimbangan yang optimal
pada paru-paru neonatus (alveolar dan vaskular) dan hemostasis vaskular
retina. Pada Supplemental Therapeutic Oxygen for Prethreshold
Retinopathy of Prematurity (STOP-ROP) terjadi penurunan retinopathy of
prematurity (ROP) yang berat. Saturasi oksigen >95% meminimalkan
TR 19 Page 24
pengaruh retinopati tetapi meningkatkan risiko untuk pneumonia atau
DBP.
Hal-hal yang berhubungan dengan terapi oksigen:
Oksigen normal diberikan pada bayi kurang bulan. Hipertensi
pulmonal dan penyakit jantung pulmonal diakibatkan oleh hipoksia
yang kronik dan jadi petunjuk terjadinya remodeling jalan nafas pada
bayi dengan DBP yang berat. Oksigen adalah vasodilator paru yang
kuat yang menstimulasi produksi nitrit okside (NO), NO
menyebabkan relaksasi sel otot dengan mengaktivasi cyclic
guanosine monophosphate
Pulse oximetry adalah monitoring noninvasif untuk oksigenasi
Desaturasi yang berulang dan hipoksia terjadi pada bayi dengan
DBP yang menerima ventilator mekanik, stimulasi yang berlebih dan
bronkospasme
Transfusi packed RBCs dapat meningkatkan kapasitas oksigen
pembawa pada bayi kurang bulan dengan anemia (hematokrit <
30%), tetapi transfusi dapat meningkatkan terjadinya komplikasi.
Hemoglobin yang ideal tidak dapat dibentuk dengan baik pada bayi
dengan sakit yang serius. Hemoglobin tidak berkorelasi dengan baik
dengan transport oksigen
Diperlukan transfusi yang berulang dan donor untuk meminimalkan
terapi eritropoetin, suplemen besi dan pengurangan keperluan
phlebotomy.
Diet
Bayi dengan DBP terjadi peningkatan kebutuhan energi. Nutrisi
parenteral sering digunakan untuk memperbaiki keadaan katabolik pada
bayi preterm, kelebihan cairan pada minggu pertama dari kehidupan bayi
yang dapat meningkatkan terjadinya risiko PDA dan DBP. Masukan yang
TR 19 Page 25
optimal dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral untuk
mencegah kerusakan paru dan untuk perbaikan jaringan.
Vitamin A dan E adalah nutrisi antioksidan yang membantu
mencegah peroksidasi lipid dan integritas sel. Meskipun suplemen
vitamin E pada neonatus kurang bulan tidak dapat mencegah terjadinya
DBP. Berdasarkan penelitian bahwa vitamin A dapat menurunkan risiko
terjadinya DBP pada bayi yang lahir kurang bulan. Bayi kurang bulan
biasanya terjadi defisiensi vitamin.
Bayi kurang bulan memerlukan air dalam jumlah yang lebih
banyak sebab terjadi peningkatan insensible water loss sehingga mereka
menjadi kurus dan kulit menjadi tidak terbentuk sempurna. Jumlah cairan
meningkatkan risiko simptomatik PDA dan PE. Peningkatan penggunaan
ventilator dan oksigen untuk keperluan terapi PDA dan PE dapat
menyebabkan kerusakan paru dan peningkatan risiko DBP. Hal-hal yang
berhubungan dengan nutrisi:
Suplemen protein dan lemak meningkat secara progresif sehingga
diperlukan 3-3.5 g/kg/hari. Konsentrasi lipid yang lebih buruk pada
bayi dengan DBP ditandai dengan kelainan pada vaskular lipid.
Glokosa yang berlebih dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan
glukosuria.
Kalsium dan fosfat juga diperlukan pada bayi kurang bulan. Pada janin
banyak terdapat mineral dan digunakan selama trimester 3, bayi yang
kurang bulan mengalami defisiensi kalsium dan fosfat dan
meningkatkan risiko ricketsia.
Furosemid terapi dan kalsium intravena untuk mineralisasi tulang bisa
berakibat lebih buruk dan terjadi hiperparatiroid sekunder.
Vitamin A adalah suplemen untuk perbaikan paru dan menurunkan
insidensi DBP.
TR 19 Page 26
Supplemen mineral (seperti copper, zinc, mangan) diperlukan karena
merupakan kofaktor enzim antioksidan yang esensial.
Pemberian makanan enteral melalui pemberian ASI merupakan nutrisi
terbaik untuk mencegah komplikasi pemberian makanan seperti sepsis
dan necrotizing enterocolitis. ASI dan formula dapat meningkatkan
energi ketika terjadi masukan cairan yang minimal. Bayi memerlukan
energi 120-150 kcal/kg/hari .
10. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya DBP, sebaiknya alat bantu pernafasan
dilepaskan secepat mungkin atau pemakaiannya dipersingkat. Bayi yang
lahir kurang bulan atau mempunyai masalah pada jalan nafas setelah lahir
berisiko tinggi untuk terjadi DBP yang akan menimbulkan masalah
kesehatan jangka panjang, DBP dapat menjadi kondisi yang serius yang
memerlukan perawatan medis yang intensif. Pencegahan dapat dilakukan
dengan menghilangkan faktor risiko yang mempertinggi kelahiran bayi
dengan berat badan rendah dan program perawatan prenatal secara
regular bagi wanita dengan risiko tinggi melahirkan bayi kurang bulan.
Tidak ada metode khusus yang menjamin tidak terjadinya DBP:
Hindari terjadinya prematuritas
Penggunaan kortikosteroid pada ibu dengan risiko prematuritas
mampu menurunkan angka mortalitas dan insidensi RDS.
Multidisplin ilmu diperlukan pada semua pasien dengan penyakit
yang sedang dan berat. Tim ini termasuk dokter, ahli paru anak, ahli
jantung anak, ahli gizi dan ahli fisioterapi yang memonitor pertumbuhan
dan nutrisi, monitor status perkembangan saraf termasuk pasien di NICU
dengan risiko tinggi. Pemberian kalsium dan fosfat pada pasien dengan
risiko tinggi untuk terjadinya hiperparatiroid dan riketsia.
TR 19 Page 27
Pasien yang berusia < 2 bulan yang berisiko tinggi terinfeksi
respiratory syncytial virus diberikan injeksi imun jika tidak ada
kontraindikasi.
Pasien yang berusia > 6 bulan diberikan vaksin influenza jika
tidak ada kontraindikasi. Fisioterapi thoraks pada pasien dengan
osteopenia yang mengalami fraktur patologis.
11. Komplikasi
Setelah stadium yang kritis dari DBP beberapa bayi masih
menunjukkan adanya komplikasi jangka panjang.. Mereka sering lebih
rentan terkena infeksi saluran nafas seperti influenza, respiratory
syncytial virus (RSV) dan pneumonia. Ketika terinfeksi mereka cenderung
mudah sakit dibandingkan anak-anak lain pada umunya.
Displasia bronkopulmoner (DBP) juga menimbulkan komplikasi
pada sistem sirkulasi seperti terjadinya hipertensi pulmonal dimana arteri
dan vena yang berasal dari jantung menuju ke paru menjadi lebih sempit
dan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah, meskipun hal ini
sebagai komplikasi yang lanjut terjadi.
Efek dari terapi dapat terjadi dehidrasi dan rendahnya kadar
kalium karena pemakain diuretik. Batu ginjal, masalah pendengaran,
rendahnya potasium dan kalsium dapat terjadi karena pemakaian
furosemid dalam jangka panjang.
Bayi dengan DBP pertumbuhannya terjadi lebih lambat dan terjadi
kesulitan penambahan berat badan dan mereka juga mudah kehilangan
berat badan ketika sakit. Pertumbuhan yang lambat masih terus terlihat
sampai anak berusia 2 tahun. Perkembangan paru anak komplit pada usia
8 tahun tetapi beberapa masalah pada fungsi paru akan terus menerus
terjadi sampai usia dewasa pada anak dengan DBP. Pertumbuhan dan
TR 19 Page 28
perkembangan lambat pada bayi dengan DBP memperlihatkan keadaan
yang bervariasi lebih tergantung pada pengaruh prematuritas dan
kerusakan paru yang akut. Pada beberapa kasus yang berat
memperlihatkan pengaruh jangka panjang termasuk kelainan dalam
koordinasi, gait dan tonus dan kemampuan aktivitas, masalah pada
penglihatan dan pendengaran serta kemampuan belajar. Bayi kurang
bulan dengan DBP yang berat juga mempunyai insidensi yang lebih
tinggi untuk terjadinya cerebral palsy.
Komplikasi lain dari DBP yaitu:
a. Intubasi yang lama dapat menyebabkan subglottic stenosis dan
trakeomalacia.
b. Hipertensi pulmonal dapat terjadi karena kerusakan pembuluh darah
dan kemudian proliferasi intima, menyebabkan hipertrofi ventrikel
kanan dan jika berat dapat terjadi penyakit jantung pulmonal.
c. Edem paru juga sering terjadi secara sekunder akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru dan peningkatan tekanan pada paru hal ini
juga terjadi karena kelebihan cairan dalam paru yang menimbulkan
kesulitan perjalanan udara dalam jalan nafas.
d. Jalan nafas yang reaktif, bronkospasme, perubahan pada mekanisme
pulmonal yang menyebabkan tes fungsi paru tidak normal dan
peningkatan kerja pernafasan.
e. Malnutrisi dan kegagalan pertumbuhan dapat terjadi akibat
peningkatan kerja pernafasan dan kemudian pengeluaran kalori yang
tinggi.
f. Merusak/mengganggu fungsi pertahanan dari paru yang dapat
meningkatkan terjadinya infeksi khususnya respiratory syncytial
virus.
12. Prognosis
TR 19 Page 29
a. Rata-rata angka kematian yang tinggi (17–47%) pada pasien dengan
penyakit yang berat yang memerlukan ventilator dalam waktu lama.
b. Tidak ada modalitas terapi yang memperlihatkan hasil yang
signifikan dalam jangka waktu yang lama pada displasia
bronkopulmoner kronik.
c. Pasien yang selamat biasanya memperlihatkan akibat jangka panjang
pada paru seperti hiperinflasi, jalan nafas yang reaktif dan intoleransi
pada saat aktivitas.
d. Pada anak yang usianya lebih tua dan dewasa muda biasa terjadi
secara asimptomatik yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas.
e. Teknologi terbaru, berupa ventilasi frekuensi tinggi dan surfaktan
eksogen dapat meningkatkan rata-rata kelangsungann hidup pada
bayi kurang bulan, meskipun penurunan insidensi dan berat penyakit
DBP sulit untuk ditunjukkan.
BAB III
TR 19 Page 30
PENUTUP
A. Kesimpulan
Displasia bronkopulmoner (DBP) adalah penyebab paling banyak dari
penyakit respirasi kronik selama kehamilan dan penyebab jangka panjang dari
morbiditas perkembangan saraf, sistem pernafasan dan medis serta jadi
penyebab peningkatan biaya pelayanan kesehatan.
Displasia bronkopulmoner (DBP) merupakan perkembangan tidak
normal pada jaringan paru. Ditandai dengan terjadinya inflamasi dan adanya
jaringan parut pada paru. Perkembangan ini sering terjadi pada bayi kurang
bulan yang lahir dengan paru yang tidak berkembang.
TR 19 Page 31
DAFTAR PUSTAKA
1. F. Paulsen and J. Waschke. 2012. Sobota Atlas Anatomi Manusia.
Jakarta : EGC
2. Guyton dan Hall. 2007. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC
3. Elizabeth J. Corwin. 2003. Buku Saku Patofisiologi. Ed 3. Jakarta : EGC
4. Setiawati, Landia dan Setyoningrum, RetnoAsih. 2013. Displasia
Bronkopulmoner. Jakarta: IDAI
5. Driscoll, W. 2007. Bronchopulmonary Dysplasia. Available from:
www.emedicine.com. Accessed July 17th,2012.
TR 19 Page 32