Upload
doanhanh
View
239
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Disusun Oleh :
Tiara Fani
i Manajemen Unit Kerja II
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ i
BAB I ANALISA JABATAN URM............................................................................................ 1
A. DEFINISI ANALISIS JABATAN ...................................................................................... 1
B. PRINSIP – PRINSIP ANALISIS JABATAN .................................................................. 1
C. JENIS INFORMASI YANG PENTING DALAM ANALISIS JABATAN ................... 2
D. TUJUAN ANALISIS JABATAN ........................................................................................ 3
E. METODE ANALISIS JABATAN ....................................................................................... 4
F. ANALISIS JABATAN DI UNIT REKAM MEDIS ......................................................... 5
G. LATIHAN ............................................................................................................................... 8
BAB II PERENCANAAN SDM URM ........................................................................................ 9
A. PENGERTIAN PERENCANAAN SDM .......................................................................... 9
B. PROSES PERENCANAAN SDM ....................................................................................10
C. MODEL PERENCANAAN SDM .....................................................................................12
D. METODE WORKSHEET INDICATOR STAFF NEEDS (WISN) ..........................14
BAB III PERENCANAAN KEBUTUHAN SARANA URM ...............................................25
A. SARANA ...............................................................................................................................25
B. PERENCANAAN KEBUTUHAN RAK FILING ..........................................................25
C. PERENCANAAN KEBUTUHAN LOKET PENDAFTARAN ...................................28
BAB IV PERENCANAAN KEBUTUHAN SARANA URM .................................................31
A. PERANCANGAN ANTROPOMETRI TENAGA KERJA ...........................................31
B. DESAIN SARANA LOKET PENDAFTARAN .............................................................39
C. DESAIN SARANA RAK FILING ....................................................................................43
PRAKTIKUM DESAIN SARANA ...........................................................................................48
BAB IV MANAJEMEN RUANG URM ...................................................................................51
A. WORKFLOW DAN WORKSPACE ................................................................................51
B. PENATAAN MEJA KERJA DI UNIT REKAM MEDIS (URM) ...............................55
C. ANALISA KEBUTUHAN RUANG UNIT REKAM MEDIS ......................................56
ii Manajemen Unit Kerja II
BAB VI LINGKUNGAN KERJA URM ...................................................................................61
A. PENERANGAN ..................................................................................................................61
B. VENTILASI .........................................................................................................................63
C. SUHU / IKLIM KERJA .....................................................................................................64
D. STANDAR LINGKUNGAN RUANG ARSIP ................................................................65
BAB VI WAYFINDING DI RUMAH SAKIT .........................................................................67
A. Komponen Desain Arsitektur dan Interior ...........................................................67
B. Komponen Desain Grafis dan Informasi ................................................................69
LAMPIRAN : FORMAT TUGAS LAPORAN ..........................................................................87
A. KETENTUAN UMUM ......................................................................................................87
B. FORMAT PENULISAN LAPORAN 1 MUK 2 ............................................................88
C. FORMAT PENULISAN LAPORAN 1 MUK 2 ............................................................89
1 Manajemen Unit Kerja II
BAB I ANALISA JABATAN URM
A. DEFINISI ANALISIS JABATAN
Analisis jabatan adalah terjemahan dari bahasa inggris job analysis . Istilah
job analysis sebenarnya telah beberapa puluh tahun yang lalu
dipergunakan untuk menggambarkan studi waktu (time studies) dari F.W.
Taylor. Taylor, Bapak manajemen ilmiah menyarankan agar dalam
menyelesaikan suatu jabatan, jabatan itu dibagi dalam pelaksanaan-
pelaksanaan yang sederhana dan menentukan waktu dari pelaksanaan-
pelaksanaan ini dengan harapan dapat mempercepat penyelesaian jabatan
melalui penyederhanaan kerja dan dorongan upah. Analisis jabatan juga
mempelajari syarat-syarat SDM yang diperlukan untuk dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
Analisis jabatan adalah suatu prosedur, melalui fakta-fakta yang
berhubungan dengan masing-masing jabatan yang diperoleh atau
dikumpulkan dan dicatat secara sistematis. Analisis jabatan menyelidiki
tugas, proses, tanggung jawab, kondisi-kondisi kerja dan syarat-syarat
perseorangan. Analisis jabatan berhubungan dengan jabatan dan syarat-
syarat mengenai orangnya untuk melakukan jabatan itu dengan sebaik-
baiknya.
B. PRINSIP – PRINSIP ANALISIS JABATAN
Dalam menganalisis jabatan ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan :
1. Analisis jabatan harus memberikan semua fakta yang penting, yang ada
hubungannya dengan jabatan. Fakta-fakta mana yang penting
tergantung kepada tujuan untuk apa hasilnya akan dipergunakan.
Tujuan analisis jabatan akan diuraikan kemudian.
2. Analisis jabatan tunggal harus dapat memberikan fakta-fakta yang
diperlukan untuk bermacam-macam tujuan. Apabila untuk masing-
masing tujuan dibuat analisis jabatan tersendiri, maka hal ini akan
memakan biaya yang besar.
3. Analisis jabatan harus sering ditinjau kembali dan apabila perlu
diperbaiki. Dalam organisasi-organisasi yang besar jabatan-jabatan itu
tidak statis, sering mengalami perubahan dalam produksi, bahan-
bahan, proses-proses, metode-metode atau alat-alat yang
dipergunakan. Dalam organisasi-organisasi yang besar demikian itu
analissi jabatan dapat merupakan suatu program yang terus menerus.
4. Analisis jabatan harus dapat menunjukkan unsur-unsur jabatan mana
yang paling penting diantara beberapa unsur jabatan dalam tiap
2 Manajemen Unit Kerja II
jabatan. Kadang-kadang jabatan itu mengandung beberapa unsur
jabatan yang penting.
5. Analisis jabatan harus dapat memberikan informasi yang teliti dan
dapat dipercaya. Untuk menentukan data yang demikian itu
memerlukan pelayanan para ahli dalam analisis jabatan (analis jabatan
= job analyst).
C. JENIS INFORMASI YANG PENTING DALAM ANALISIS JABATAN
Ada 4 macam informasi yang merupakan dasar bagi semua analisis jabatan :
1. Analisis jabatan memberikan gambaran umum tentang unsur-unsur
jabatan yang dilakukan dalam jabatan.
2. Analisis jabatan mencatat syarat-syarat perseorangan yang penting
untuk masing-masing jabatan.
3. Analisis jabatan mencatat tanggungjawab pemegang jabatan.
4. Analisis jabatan mencatat beberapa kondisi kerja yang penting.
Ad. 1. Apa yang dilakukan? Ini merupakan kegiatan badaniah dan rokhaniah. Kegiatan badaniah adalah
misalnya penggunaan mesin-mesin, alat-alat dan perlengkapan-
perlengkapan, termasuk gerakan pegawai itu sendiri. Kegiatan rokhaniah
adalah misalnya penggunaan perhitungan-perhitungan dan formula-
formula, perasaan, pikiran dan sebagainya. Pertanyaan pertama ialah
jabatan itu terdiri dari unsur-unsur jabatan apa saja? Kemudian bagaimana
mengerjakannya? Ini berhubungan dengan metode yang dipergunakan. Juga
bersifat badaniah dan rokhaniah. Alat-alat dan bahan-bahan apakah yang
dipergunakan? Mengapa tiap-tiap unsur jabatan dalam jabatan itu
dilakukan? Ini berhubungan dengan tujuan. Tujuannya adalah misalnya
untuk mencegah kesalahan-kesalahan, memperbaiki metode-metode lama,
dan sebagainya.
Ad. 2. Syarat-syarat perseorangan Selain untuk mendapatkan apa yang dilakukan dalam jabatan dan
bagaimana serta mengapa hal itu dilakukan, analisis jabatan juga mencatat
secara khusus kualifikasi-kualifikasi perseorangan yang diperlukan untuk
mengerjakan jabatan itu dengan sukses. Hal ini meliputi : kecakapan,
pengetahuan, pelatihan/pendidikan, kekuuatan badaniah, kemampuan
rokhaniah khusus, dan syarat-syarat lain yang dipergunakan untuk
mengerjakan jabatan. Syarat-syarat ini juga meliputi : kecakapan untuk
menyesuaikan diri, pertimbangan, kecermatan, dan sifat-sifat/syarat-syarat
lainnya.
Ad. 3. Tanggung Jawab Tanggung jawab ini dapat meliputi tanggung jawab terhadap orang-orang
lain, tanggung jawab terhadap uang, benda, terhadap keselamatan kerja
3 Manajemen Unit Kerja II
pegawai-pegawai bawahannya, terhadap kelangsungan jalannya pekerjaan,
terhadap hubungan dengan para langganan, dan sebagainya.
Ad. 4. Kondisi Kerja Apakah kondisi kerja itu berbahaya atau tidak menyenangkan? Misalnya
keadaan udara terlalu panas, terlalu dingin, dan sebagainya. Tempat kerja
kotor, gaduh, dan sebagainya.
D. TUJUAN ANALISIS JABATAN
Analisis jabatan diadakan untuk memberikan pengertian tentang unsur-
unsur jabatan yang terkandung dalam tiap jabatan, tetapi pengertian ini
bukan merupakan satu-satunya tujuan. Pengetahuan tentang isi dan syarat-
syarat jabatan dipergunakan untuk bermacam-macam tujuan. Analisis
jabatan merupakan dasar program manajemen kepegawaian, karena hasil-
hasilnya dapat dipergunakan untuk hampir semua program kepegawaian.
Dengan demikian informasi jabatan yang dihasilkan oleh analisis jabatan
dapat dipergunakan untuk :
1. Mengorganisasikan dan mengintegrasikan seluruh tenaga kerja
berdasarkan kewajiban dan tanggung jawab jabatan.
2. Menerima, memilih, dan menempatkan pegawai berdasarkan syarat-
syarat perseorangan, sifat-sifat, kepandaian, kecakapan, dan
sebagainya.
3. Mengadakan program pelatihan guna memberikan pengetahuan dan
kecakapan yang diperlukan (menurut analisis jabatan) untuk
menyelesaikan jabatan dengan sebaik-baiknya.
4. Administrasi upah dan gaji, yang berusaha memberikan kompensasi
berdasarkan kecakapan yang diperlukan, sukarnya tugas, beratnya
tanggung jawab, kondisi kerja, dan syarat-syarat perseorangan yang
diperlukan.
5. Mengadakan pemindahan dan kenaikan jabatan pegawai berdasarkan
syarat-syarat pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman untuk tiap-tiap
jabatan. Analisis jabatan menunjukan jabatan-jabatan mana yang
mempunyai syarat-syarat yang sama, yang dengan demikian
mempermudah production transfers (pemindahan atas inisiatif
manajemen untuk mempercepat produksi). Analisis jabatan juga
menunjukkan bagaimana pentingnya pengalaman dari suatu jabatan
untuk jabatan atau jabatan-jabatan yang lain. Dengan demikian analisis
jabatan memberikan dasar yang baik untuk kenaikan jabatan. Dengan
kata lain analisis jabatan menunjukkan gari-garis promosi. Atas dasar
analisis jabatan semua sistem promosi dari jabatan-jabatan yang tidak
begitu penting ke jabatan-jabatan yang lebih penting dapat
direncanakan.
6. Mengatasi rasa tidak puas pegawai dengan memberikan tanggung
jawab, tugas dan perbandingan tingkat pembayaran seadil-adilnya.
4 Manajemen Unit Kerja II
7. Memperbaiki kondisi kerja yang menurut analisis jabatan berbahaya,
tidak menyenangkan, atau tidak sehat.
8. Menentukan standar produksi melalui studi gerak dan waktu.
9. Meningkatkan produktivitas pegawai melalui penyederhanaan kerja
dan perbaikan metode berdasarkan analisis jabatan,
10. Mempermudah perencanaan organisasi, dengan memberikan
perumusan yang jelas dari tiap-tiap jabatan dan menunjukkan
hubungan jabatan-jabatan itu satu sama lain.\
E. METODE ANALISIS JABATAN
Analisis jabatan biasanya mengumpulkan informasi jabatan melalui :
1. Daftar pertanyaan mengenai jabatan (job questionnaires) yaitu
diberikan kepada pegawai-pegawai pelaksana atau kepala mereka.
Keuntungan metode ini ialah :
a. Ada kemungkinan untuk menyelidiki semua jabatan lebih cepat
daripada metode wawancara.
b. Meemberikan kepercayaan kepada pemegang jabatan dan
kemampuannya untuk menyusun laporan jabatan.
c. Daftar pertanyaan dapat digunakan untuk memberikan latar
belakang informasi untuk wawancara yang dilakukan kemudian
guna menganalisis jabatan dengan sebaik-baiknya.
d. Untuk memusatkan perhatian pemegang jabatan pada jabatannya.
Kelemahannya :
a. Metode ini hanya dapat dipergunakan bagi pegawai yang dapat
membaca da menulis.
b. Informasi yang diperoleh sering tidak lengkap, tidak teratur, dan
kadang-kadang tidk bersambungan.
2. Wawancara (Interview). Wawancara ini dapat dilakukan dengan pegawai-pegawai pelaksana atau
dengan kepala mereka atau dengan kedua-duanya.
Keuntungan metode ini ialah :
a. Dapat diperoleh informasi yang lebih lengkap dan lebih jelas
daripada dengan metode daftar pertanyaan.
b. Memberikan informasi yang tidak dengan segera dapat diselidiki.
c. Untuk membetulkan informasi yang kurang jelas yang diperoleh
melalui metode lainnya.
Kelemahannya :
a. Metode ini memakan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih
mahal daripada dengan metode daftar pertanyaan.
5 Manajemen Unit Kerja II
b. Apabila wawancara ini dilakukan oleh seorang analisis jabatan,
istilah-istilah yang dipergunakan sering ditafsirkan salah oleh para
pegawai dan sebaliknya.
3. Buku catatan harian (logs)
Pegawai mencatat apa yang ia lakukan setiap hari, berapa waktu yang
dipergunakan, kapan dimulai dan bila berakhir tiap tugas diselesaikan.
Keuntungan metode ini ialah :
a. Pegawai mungkin akan bekerja lebih baik.
b. Metode ini dapat mengurangi waktu analis jabatan dalam
mengadakan observasi dan wawancara.
Kelemahannya :
a. Pada umumnya informasi yang diperoleh tidak lengkap, karena tidak
memasukkan data-data lain yang diinginkan, seperti hubungan antar
pengawas, alat-alat yang dipergunakan, kondisi kerja dan
sebagainya.
b. Metode ini memakan waktu yang lama.
4. Pengamatan (Observation)
Mengadakan observasi atau pemeriksaan (Auditing) tiap jabatan dan
mengadakan pembicaraan dengan pegawai-pegawai pelaksana dan
kepala mereka. Metode ini dilakukan oleh analis jabatan (job analysts)
yang telah memperoleh pelatihan secara khusus.
Keuntungan metode ini ialah :
a. Adanya keseragaman, baik dalam informasi yang dikumpulkan,
maupun dalam standar yang dipergunakan untuk menilai kecakapan,
pengetahuan, pendidikan, tanggung jawab, dan kondisi kerja.
b. Informasi yang diperoleh lebih lengkap dan lebih teliti,
Kelemahannya :
Apabila pengamatan itu dilakukan hanya dalam waktu-waktu tertentu,
misalnya sekali seminggu atau sekali sebulan, maka analis jabatan tidak
memperoleh informasi yang lengkap.
F. ANALISIS JABATAN DI UNIT REKAM MEDIS
1. Jenis-Jenis Jabatan di URM
a. Kepala Unit Rekam Medis
b. Wakil Kepala Unit Rekam Medis
6 Manajemen Unit Kerja II
c. Penerimaan Pasien
d. Pengolahan Rekam Medis (assembling dan koding)
e. Statistik dan Pelaporan Rekam Medis
f. Penyimpanan Rekam Medis
2. Rincian Analisa Jabatan Staf URM
a. Nama Jabatan
b. Unit Organisasi
c. Fungsi Jabatan
d. Hasil Kerja : Rincian luaran yang dihasilkan dari pekerjaan yang
dilakukan oleh staf/jabatan tertentu.
e. Uraian Tugas : Rincian tugas yang harus dilakukan oleh staf/jabatan
tertentu.
f. Persyaratan Jabatan : Karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang
staf pada jabatan tertentu seperti pendidikan, riwayat pengalaman
kerja, riwayat pelatihan yang pernah diikuti dan golongan/pangkat.
3. Contoh Analisa Jabatan
Berikut ini merupakan contoh rincian analisa jabatan pada petugas
penerimaan pasien (pendaftaran) RI dan GD :
a. Nama Jabatan : Petugas Penerimaan Pasien Rawat Inap dan Gawat
Darurat
b. Unit Organisasi : Bagian Pendaftaran Pasien Unit Penunjang Medis RS
c. Fungsi Jabatan : Menyediakan data dan informasi pasien yang akan di
rawat inap dan yang sedang rawat inap serta Pasien Gawat Darurat
(TPPGD).
d. Hasil Kerja :
1) Informasi tentang identitas pasien, Kunjungan Baru / Lama (RL1
hal2 item 2 dan 3), pasien yang di rawat inap, ruang dan kelas
perawatan.
2) Informasi tentang mutasi pasien rawat inap
3) Informasi tentang jumlah pasien yang berasal dari URJ, UGD dan
langsung rujukan dari luar.
4) Informasi tentang jumlah pasien rujukan. (RL1 hal 6 item 19)
5) Informasi tentang alamat pasien untuk mengetahui cakupan
pelayanan.
6) Informasi tentang cara pembayaran pasien. (RL1 hal 6 item 18)
7) Informasi tentang Jumlah tempat tidur kosong dan yang terisi
disetiap ruang rawat inap.
7 Manajemen Unit Kerja II
8) Informasi tentang diagnosa pasien rawat inap yg berpenyakit
wabah dan menular untuk dilaporkan ke DKK dati II.
9) Informasi tentang Petugas TPPRI yg dinas pada tiap shift.
e. Uraian Tugas :
1) Setiap saat petugas TPPRI memastikan lebih dulu penggunaan
tempat tidur di setiap ruangan rawat inap dengan cara
menanyakan kepada petugas ruangan atau dengan melihat
laporan sensus harian rawat inap yang dibuat oleh petugas
bangsal jika sensus tersebut dikirim ke URM diserahkan disini.
2) Mencatat penggunaan tempat tidur ke dalam buku penggunaan
ruangan dan memasang nama pada papan yang telah disediakan.
3) Menyiapkan catatan dan dok RM meliputi :
o KIB,
o KIUP,
o Dok RM RI,
o Surat persetujuan rawat inap,
o Buku register pendaftaran RI,
o Buku Catatan Penggunaan Formulir,
o Buku catatan penggunaan nomor,
o Buku catatan penggunaan tempat tidur, Ekspedisi,
o Daftar penyakit yang harus segera dilaporkan ke DKK dati II
(wabah dan penyakit menular)
4) Menerima pasien rawat inap berdasarkan admission note atau
pasien GD.
5) Mewancarai pasien untuk menentukan bangsal dan kelas
perawatan.
6) Mencatat identitas pasien serta identitas keluarga pasien yang
sewaktu-waktu untuk dapat dihubungi di dokumen RM RI.
7) Membuat KIB, diserahkan kepada pasien dan memesan untuk
dibawa setiap kali berobat ke sini.
8) Membuat KIUP, yang kemudian akan di serahkan ke TPPRJ.
9) Menuliskan no RM di tracer untuk diserahkan ke URM bagian
filing untuk dicarikan dokumen RM lama.
10) Memesan tempat tidur bagi pasien rawat inap ke bangsal rawat
inap.
11) Mencatat di buku register pendaftaran pasien rawat inap.
12) Melaporkan data penyakit menular pasien yang di rawat inap per
telepon dan surat ke DKK dati II (KDRS) dalam waktu 1 x 24 jam.
f. Persyaratan Jabatan :
1) Pendidikan : Minimal DIII
8 Manajemen Unit Kerja II
2) Pengalaman kerja : Pernah bertugas dalam bidang customer
service
3) Pelatihan :
Quality Customer Service
Komputer Administrasi perkantoran
4) Golongan/pangkat : -
5) Berpenampilan menarik
G. LATIHAN
Buatlah Analisis jabatan dari salah satu jabatan yang terdapat di Unit
Rekam Medis. Dengan rincian sebagai berikut :
a. Nama Jabatan
b. Unit Organisasi
c. Fungsi Jabatan
d. Hasil Kerja
e. Uraian Tugas
f. Persyaratan Jabatan
9 Manajemen Unit Kerja II
BAB II PERENCANAAN SDM URM
Perencanaan SDM merupakan upaya memproyeksikan berapa banyak
karyawan dan macam apa yang dibutuhkan organisasi dimasa yang akan
datang. Semua organisasi/perusahaan harus menentukan masa depannya
dengan berbagai rencana yang relevan dengan tuntutan jaman. Pada era seperti
sekarang ini, masa depan sangat sukar diprediksi karena perubahan yang
terjadi sangat cepat dan masif. Dalam kondisi lingkungn bisnis yang kompetitif,
kehidupan organisasi bisnis dituntut untuk terus bergerak mengikuti arus
perubahan yang sangat cepat dan massif. Derasnya arus perubahan membawa
konsekuensi logis bagi perusahaan untuk selalu mengantisipasi dan harus
mampu menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Dalam konteks ini,
perencanaan SDM akan menjadi lebih penting bagi perusahaan karena
globalisasi, teknologi baru, dan proses restrukturisasi organisasi selalu
membayangi kehidupan organisasi. Organisasi yang tidak didukung
pegawai/karyawan yang sesuai baik dari aspek kuantitas, kualitas, strategi, dan
operasional yang baik, maka dapat dipastikan organisasi tersebut akan sulit
mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya dimasa yang akan datang
Agar dalam pelaksanaan perencanaan SDM bisa berhasil, sedikitnya terdapat
empat aspek perencanaan SDM yang harus diperhatikan/dilakukan yaitu: (1)
berapa proyeksi jumlah karyawan yang dibutuhkan (forecasting of employees),
(2) melakukan identifikasi SDM yang tersedia dalam organisasi (human
resource audit), (3) melakukan analisis keseimbangan penawaran dan
permintaan (demand and suplay analysis), (4) menjalankan program aksi
(action program).
A. PENGERTIAN PERENCANAAN SDM
Perencanaan SDM adalah proses mengantisipasi dan membuat
ketentuan (persyaratan) untuk mengatur arus gerakan tenaga kerja ke
dalam, di dalam, dan ke luar organisasi, Arthur W Sherman dan Goerge W
Bohlander, dalam Hadari Nawawi, 1997:137. Sementara menurut G Steiner,
dikatakan bahwa perencanaan SDM merupakan perencanaan yang
bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan
organisasi dalam mencapai tujuan, melalui strategi pengembangan
kontribusi pekerjanya di masa depan. Dari ke dua definisi yang disebut di
atas, sementara dapat disimpulkan bahwa perencanaan SDM merupakan
serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan upaya merencanakan dalam
mengantisipasi masa depan.
10 Manajemen Unit Kerja II
Perencanaan SDM sebagai suatu kegiatan merupakan proses
bagaimana memenuhi kebutuhan tenaga kerja saat ini dan masa datang
bagi sebuah organisasi. Dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja saat ini,
maka proses perencanaan SDM berarti usaha untuk mengisi/menutup
kekurangan tenaga kerja baik secara kuantitas maupun kualitas. Sedangkan
dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja di masa datang, perencanaan
SDM lebih menekankan adanya usaha peramalan (forecasting) mengenai
ketersediaan tenaga kerja yang didasarkan pada kebutuhan sesuai dengan
rencana bisnis di masa datang. Dengan kata lain, tujuan perencanaan SDM
adalah untuk mempergunakan SDM seefektif mungkin agar memiliki
sejumlah pekerja yang memenuhi persyaratan/kualifikasi dalam mengisi
posisi yang kosong kapanpun dan apapun posisi tersebut. Dengan
tersedianya informasi tentang kebutuhan dan kualifikasi yang diinginkan,
maka dalam pelakasanaan rekrutmen, seleksi, penempatan, pemeliharaan,
pengembangan, dan pemberian kesejahteraan karyawan akan lebih mudah
dan terkendali.
Sedangkan menurut Safarudin Alwi, 2001:143, dikatakan bahwa
perencanaan SDM adalah perencanaan yang disusun pada tingkat
operasional yang diajukan untuk memenuhi permintaan SDM dengan
kualifikasi yang dibutuhkan. Perencanaan SDM pada dasarnya dibutuhkan
ketika perencanaan bisnis sebagai implementasi visi dan misi perusahaan
telah ditetapkan. Visi perusahaan sebagai pemandu arah sebuah bisnis
kemana akan menuju dan dengan strategi apa bisnis tersebut akan
dijalankan. Berawal dari strategi bisnis tersebut kemudian strategi
perencanaan SDM apa yang akan dipilih. Strategi SDM yang dipilih dan
ditetapkan sangat menentukan kebutuhan SDM seperti apa yang akan
diinginkan, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Sementara perencanaan SDM menurut Graham dan Benet dalam
Safarudin Alwi, 2001:148, dikatakan bahwa perencanaan SDM sebagai
upaya memproyeksikan berapa banyak 6 karyawan dan macam apa yang
dibutuhkan organisasi dimasa yang akan datang. Sebenarnya masih banyak
lagi definisi tentang perencanaan SDM yang bisa diangkat, namun dari
beberapa definisi yang disebut di atas secara umum dapat disimpulkan
bahwa perencanaan SDM merupakan proses menentukan kebutuhan SDM,
secara kuantitatif dan kualitatif untuk mencapai tujuan strategik organisasi
melalui fungsi-fungsi MSDM dalam jangka pendek maupun jangka panjang
secara efektif dan efisien.
B. PROSES PERENCANAAN SDM
Proses perencanaan SDM untuk masa kini dan masa datang sangat
dipengaruhi oleh dua faktor penentu, yakni faktor internal dan faktor
11 Manajemen Unit Kerja II
eksternal perusahaan. Faktor internal perusahaan seperti adanya karyawan
yang memasuki batas usia pensiun, meninggal dunia, keluar/berhenti kerja,
rotasi, dan kemungkinan promosi jabatan. Sedangkan faktor eksternal
antara lain ketatnya persaingan bisnis, cepatnya perkembangan teknologi,
dan tingkat ketertgantungan (interdependent) antara satu perusahaan
dengan perusahaan lain, serta ketergantungan antara satu Negara dengan
Negara lain. Begitu rentannya organisasi/perusahaan yang hidup dan
tumbuh di tengah-tengah perubahan yang cepat, sehingga perencanaan
SDM mutlak dibutuhkan selaras mengikuti rencana strategi bisnis yang
akan diwujudkan.
Rangkaian pelaksanaan perencanaan SDM yang terintegrasi dengan
rencana strategi bisnis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang
menurut Hadari Nawawi, 1997:144 adalah sebagai berikut:
1. Dalam proses perencanaan strategi bisnis, beberapa
organisasi/perusahaan akan melakukan:
a. rencana strategi bisnis dengan perspektif jangka panjang (5-10
tahun) atau lebih di masa mendatang.
b. Menyusun rencana operasional bisnis yang dijabarkan dalam
rencana strategi dengan perspektif jangka sedang (3-5 tahun) di
masa mendatang.
c. Menyusun rencana tindakan berupa anggaran dengan perspektif
tahunan yang menggambarkan kegiatan bisnis yang akan
dilaksanakan selama satu tahun (tahunan) dengan menyediakan
anggaran tertentu untuk dapat diwujudkan.
2. Dalam kegiatan perencanaan SDM
a. Pada tahap awal perencanaan SDM mengidentifikasi isu-isu
berdasarkan komponenkomponen di dalam rencana strategi bisnis
jangka panjang. Beberapa komponen yang bisa dijadikan isu
perencanaan SDM antara lain :
1) filsafat perusahaan,
2) laporan hasil 7 penelitian tentang hal-hal seputar lingkungan
bisnis,
3) tujuan-tujuan dan sasaran strategis yang akan dicapai, dan
4) hasil analisis SWOT perusahaan.
b. Pada tahap selanjutnya hasil analisis isu digunakan sebagai
masukan dari perencanaan operasional jangka menengah ke dalam
tahap kegiatan perkiraan kebutuhan SDM dalam proses
perencanaan SDM.
12 Manajemen Unit Kerja II
c. Hasil perkiraan kebutuhan SDM tersebut dijadikan masukan secara
integral dalam penyusunan anggaran tahunan ke dalam langkah
perencanaan SDM. Secara skematis, pengaruh dari ketiga tingkatan
perencanaan bisnis terhadap perencanaan.
C. MODEL PERENCANAAN SDM
Dalam implementasai organisasi, setelah sebelumnya dilakukan
penyesuaian atau pengintegrasian rencana, maka secara operasional
perencanaan SDM harus mampu 8 menterjemahkan setiap program yang
akan dilakukannya dan meyakinkan bahwa semua rencana SDM tidak akan
saling berbenturan dengan perencanaan bisnis secara keseluruhan. Proses
perencanaan SDM pada tingkat ini merupakan proses memilih dan
menentukan kebutuhan jenis karyawan, baik dari sisi kaualitas maupun
kuantitasnya. Sedikitnya terdapat empat aspek dalam perencanaan SDM
masing-masing sebagai berikut:
1. Proyeksi jumlah karyawan yang dibutuhkan (forecasting of employees).
2. Identifikasi SDM yang tersedia dalam organisasi (human resource
audit).
3. Analisis keseimbangan penawaran dan permintaan (demand and
suplay analysis)
4. Program aksi (action program).
Membuat proyeksi jumlah karyawan yang akan dibutuhkan karena
berbagai alasan seperti karena pensiun, meninggal dunia, pindak ke
perusahaan lain, dan promosi jabatan merupakan inti dari program
perencanaan SDM. Untuk melakukan proyeksi guna mengetahui jumlah
karyawan yang dibutuhkan dalam masa waktu tertentu harus
menggunakan teknik atau metode terukur sehingga diperoleh data yang
handal (valid) sebagai bahan pengambilan keputusan selanjutnya.
Sedikitnya ada dua teknik sederhana dalam menetukan jumlah kebutuhan
SDM, yaitu (1) teknik indeksasi, dan (2) ekstrapolasi. Teknik indeksasi dan
ekstrapolasi ini sebenarnya bagian dari metode trend yang lebih bersifat
kuantitatif.
Analisis indeks atau analisis rasio merupakan teknik peramalan yang
menggunakan indeks dalam menentukan pertumbuhan organisasi.
Perusahaan dalam menggunakan analisis ini biasanya mendasarkan pada
catatan volume penjualan pada waktu tertentu sebagai dasar. Sebagai
contoh, jika perusahaan ingin menerima karyawan 15 orang maka logika
13 Manajemen Unit Kerja II
yang digunakan adalah beban tanggungjawab seorang karyawan sebanding
dengan volume penjualan sebesar 15.000 unit per tahun, dengan asusmsi
pada tahun berikutnya perusahaan juga ingin meningkatkan volume
penjualannya menjadi 150.000 unit. Praktek penambahan kebutuhan
karyawan menggunakan analisis rasio juga bisa diterapkan di sebuah hotel
atau rumah sakit. Sebagai contoh, indeks perbandingan jumlah perawat
dalam suatu rumah sakit berbanding 10 dengan jumlah tempat tidur.
Contoh ini dapat dimaknai bahwa satu orang perawat harus mampu
melayani sebanyak 10 tempat tidur/bed, sehingga jika pihak rumah sakit
ingin melakukan perluasan dengan membangun kamar 1000 tempat tidur
maka perawat yang bisa diprediksi untuk dibutuhkan sebanyak 100 orang.
Sementara untuk teknik ekstrapolasi pada umumnya sering digunakan
dalam membuat perkiraan kebutuhan SDM dalam jangka pendek.
Penggunaan proyeksi kebutuhan SDM dengan 9 teknik ekstrapolasi adalah
mendasarkan pada data pertumbuhan rata-rata karyawan di
bagian/departemen tertentu. Contoh, di departemen produksi dalam dua
tahun terakhir rata-rata merekrut 10 orang karyawan setiap bulan,
sehingga ekstrapolasi trend tersebut ke dalam kebutuhan SDM yang akan
datang adalah 120 orang. Teknik ini memang terkesan sangat kasar dan
sederhana, namun demikian teknik ini tetap bisa digunakan dalam
memproyeksikan kebutuhan SDM.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa inti dari perencanaan SDM
adalah tersedianya data yang akurat tentang kebutuhan SDM dalam kurun
waktu tertentu secara kuantitas maupun kualitas. Berbagai langkah untuk
pelaksanaan perencanaan SDM melalui beberapa proses dan menggunakan
metode/teknik statistik kuantitatif maupun kualitatif sehingga diperoleh
informasi jumlah karyawan (kelebihan atau kekurangan) dan tindakan apa
yang seharusnya dilakukan oleh manajemen SDM atas kemungkinan dari
keduanya. Proses dari uraian di atas secara sederhana dapat di lihat dalam
gambar di bawah ini.
14 Manajemen Unit Kerja II
D. METODE WORKSHEET INDICATOR STAFF NEEDS (WISN)
1. Definisi WISN
Metode WISN adalah alat manajemen sumber daya manusia yang :
a. Menentukan berapa banyak petugas kesehatan dari jenis tertentu
yang diminta untuk mengatasi Beban kerja dari fasilitas kesehatan
tertentu.
b. Menilai beban kerja petugas kesehatan di fasilitas tersebut.
Metode WISN adalah :
a. Mudah dioperasikan, menggunakan data yang sudah terkumpul dan
tersedia
b. Mudah digunakan, berlaku untuk keputusan kepegawaian di semua
tingkat layanan kesehatan
15 Manajemen Unit Kerja II
c. Secara teknis dapat diterima oleh manajer layanan kesehatan
dapat dipahami oleh manajer non-medis.
d. Realistis, memberikan target praktis untuk penganggaran dan
alokasi sumber daya.
Metode WISN memperhitungkan perbedaan layanan yang
diberikan dan kompleksitas perawatan di fasilitas yang berbeda.
Perhitungan persyaratan staf didasarkan pada standar medis yang
sama di semua fasilitas serupa. Tidak diperlukan pengumpulan data
khusus, karena metode WISN menggunakan statistik layanan yang
tersedia.
Dua jenis hasil - perbedaan dan rasio - disediakan oleh metode
WISN. Perbedaan antara jumlah aktual dan jumlah kekurangan staf atau
surplus untuk kategori staf (atau kader) 4 dan jenis fasilitas kesehatan
yang WISN telah dikembangkan. Rasio aktual terhadap jumlah staf yang
dibutuhkan adalah ukuran tekanan beban kerja yang ditangani staf.
Persyaratan staf untuk fasilitas kesehatan individu dapat
ditambahkan bersama-sama di seluruh wilayah administratif untuk
memperkirakan kebutuhan staf untuk kabupaten, provinsi dan
nasional. Metode WISN dapat diterapkan untuk pemerintah, organisasi
nonpemerintah (LSM) dan fasilitas kesehatan swasta dan untuk semua
kategori, termasuk yang tidak medis. Manajer di tingkat kabupaten,
provinsi atau nasional, serta staf yang bertanggung jawab atas fasilitas
kesehatan individu, semuanya dapat menggunakan WISN untuk
membuat keputusan sumber daya manusia yang lebih baik.
2. Langkah-Langkah Metode WISN
a. Menentukan Jabatan dari Unit Kerja yang Perlu Di Analisis
Metode WISN dapat diterapkan pada semua jabatan dalam
fasilitas kesehatan. Namun, tidak mungkin Anda memiliki cukup
sumber daya untuk melakukan semuanya sekaligus. Oleh karena itu
Anda perlu menentukan kategori staf mana yang sesuai dengan
jenis fasilitas yang akan menjadi target WISN Anda. Biasanya lebih
baik memulai dengan staf dan fasilitas tertentu. Cakupan WISN
dapat diperluas setelah Tim mendapatkan pengalaman dengan
metode ini.
16 Manajemen Unit Kerja II
Pertama-tama tetapkan prioritas secara sistematis. Pertama,
daftar semua unit kerja (sesuai kebutuhan) dan kategori staf utama
yang bekerja di sana.
Kedua, tentukan dan tulislah masalah kepegawaian Anda yang
paling bermasalah. Pertimbangkan masalah kepegawaian yang ada
saat ini, dan juga hal-hal yang akan diantisipasi di masa depan.
Ketiga, menentukan kategori-kategori yang harus
diprioritaskan. Dapat pula memilih prioritas tertinggi kedua dan
ketiga, jika memiliki cukup sumber daya untuk menggabungkannya
dalam proses WISN saat ini atau yang berikutnya.
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang perlu dipertimbangkan
dalam membuat pilihan Anda:
1) Kategori staf mana yang paling membutuhkan penambahan
staf?
2) Di mana unit kerja yang paling kekurangan staf?
3) Di Unit Kerja mana Distribusi staf cenderung paling tidak adil?
4) Dimana distribusi kategori staf utama paling tidak seimbang?
5) Performa Staff manakah yang cenderung mempengaruhi
kualitas pelayanan?
Tabel berikut merupakan cara untuk mendokumentasikan
alasan dalam memprioritaskan jabatan yang akan di analisis
dengan metode WISN.
Fasiltas Kesehatan
Unit Kerja Kategori Staf Permasalahan Beban Kerja
Rumah
Sakit
Umum
Daerah
Rekam
Medis
Pendaftaran RI
Pendaftaran RJ Kekurangan
Jumlah Petugas
Pendaftaran GD
Petugas
Assembling
Kekurangan
Jumlah Petugas
Petugas Koding
Petugas Analisis-
Reporting
Verifikator BPJS Kekurangan
Jumlah Petugas
dll
Prioritas I Kategori Staf :
Prioritas II Kategori Staf :
17 Manajemen Unit Kerja II
b. Memperkirakan Waktu Kerja Tersedia
Tenaga kesehatan tidak bekerja setiap hari sepanjang tahun.
Mereka berhak cuti tahunan. Mereka juga tidak bekerja pada hari
libur resmi atau, jika mereka melakukannya, diberi kompensasi
saat cuti atau membayar ekstra. Mereka sakit, pergi untuk
pelatihan, atau memiliki alasan pribadi lainnya untuk absen.
Langkah selanjutnya dalam metode WISN adalah menghitung
waktu kerja tersedia (WKT).
Waktu kerja tersedia (WKT): Waktu seorang pekerja yang
tersedia dalam satu tahun untuk melakukan pekerjaannya, dengan
mempertimbangkan absensi resmi dan tidak resmi.
Dalam menentukan waktu kerja tersedia, maka sebaiknya
menghitung jumlah hari kerja efektif terlebih dahulu. Hari kerja
efektif dapat ditentukan berdasar KEP/75/M.PAN/7/2004 yaitu
jumlah hari dalam kalender dikurangi hari libur dan cuti.
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Hari Kerja Efektif = (A-(B+C+D+E))
Keterangan :
A = Jumlah hari menurut kalender. (365 hari)
B = Jumlah hari sabtu dan minggu dalam setahun. Jumlah
minggu dalam satu tahun (52 minggu)
C = Jumlah hari libur dalam setahun. (sesuai jumlah hari libur
nasional)
D = Jumlah cuti tahunan/Ijin/Diklat
E = Jumlah absen/ijin/Diklat. Ketidakhadiran karena alasan
lain.
Untuk memperoleh data ketidakharidan yang akurat karena
alasan lain, maka perlu dilakukan hal berikut :
Dapatkan catatan administrasi personalia dari fasilitas
kesehatan atau unit kerja yang merupakan fokus aplikasi
WISN Anda.
Hitung berapa hari petugas dalam kategori staf target tidak
hadir tahun lalu. (Kumpulkan informasi ini dari kumpulan
fasilitas atau unit yang representatif)
Selanjutnya, bagilah jumlah hari absen total seluruh
petugas di dalam unit kerja. Sehingga dapat diperoleh
jumlah rata-rata hari ketiadaan karena alasan.
18 Manajemen Unit Kerja II
Rumus di atas menghitung hari kerja efektif per tahun. Hari
kerja efektif digunakan untuk menghitung jumlah jam kerja per
tahun. Rumus matematika untuk menghitung jumlah jam kerja per
tahun ini sebagai berikut :
Waktu Kerja Tersedia = Hari Kerja Efektif x Jumlah Jam Kerj/Hari
Jumlah jam kerja per hari adalah jumlah rata-rata jam kerja
petugas dalam kategori staf dalam satu hari.
c. Mendefinisikan Komponen Beban Kerja
Ada tiga jenis komponen beban kerja:
1) Kegiatan Tugas Pokok : Dilakukan oleh semua anggota kategori
staf.
2) Kegiatan pendukung: Dilakukan oleh semua anggota kategori
staf.
3) Kegiatan tambahan: Dilakukan hanya oleh anggota kategori staf
tertentu (tidak semua).
Komponen beban kerja yang Anda tetapkan harus menjadi
kegiatan yang paling penting dalam jadwal harian pekerja
kesehatan. Setiap komponen memiliki kebutuhan waktu yang
berbeda. Misalnya, perawatan antenatal dan persalinan adalah dua
komponen beban kerja yang berbeda dari bidan puskesmas.
Masing-masing membutuhkan sebagian waktu bidan, karena dia
tidak dapat memberikan layanan antenatal saat sedang membantu
proses persalinan. Inilah sebabnya mengapa setiap komponen
beban kerja harus dicantumkan secara terpisah. Komponen beban
kerja dalam kelompok kegiatan suatu unit kerja tidak dapat dibagi
menjadi subkomponen yang lebih kecil, jika statistik reguler tidak
tersedia untuk masing-masing subkomponen.
d. Menetapkan Standar Aktivitas
Standar aktivitas adalah waktu yang dibutuhkan bagi pekerja
yang terlatih, terampil dan termotivasi untuk melakukan aktivitas
sesuai standar profesional di tempat kerja.
19 Manajemen Unit Kerja II
Ada dua jenis standar aktivitas: standar pelayanan dan standar
kelonggaran. Keduanya harus dipertimbangkan secara terpisah,
karena akan digunakan secara berbeda dalam menghitung
kebutuhan staf akhir berdasarkan WISN.
1) Standar Pelayanan
Standar pelayanan ditetapkan untuk kegiatan pokok
petugas. Standar pelayanan dapat diketahui melalui dua hal.
Yang pertama adalah mengetahui satuan waktu (rata-rata
waktu yang dibutuhkan petugas untuk melakukan aktivitas
tersebut). Yang kedua adalah tingkat kerja (kuantitas kerja atau
jumlah rata-rata aktivitas yang dikerjakan dalam jangka waktu
yang ditentukan). Misalnya, standar pelayanan untuk penutuan
kode penyakit pada DRM oleh petugas koding di URM adalah
"10 menit DRM" (unit time) yang diperoleh dari jumlah DRM
yang dikode dalam 3 jam adalah 18 DRM . Waktu standar
layanan diukur dari mulai satu aktivitas sampai awal aktivitas
serupa berikutnya. Dengan demikian, waktu unit standar
layanan untuk perawatan antenatal oleh seorang bidan
dihitung sejak bidan mulai memberikan perawatan antenatal
kepada satu klien sampai dia mulai memberikan layanan yang
sama untuk klien berikutnya.
2) Standar Kelonggaran
Standar kelonggaran adalah standar aktivitas untuk
kegiatan pendukung dan tambahan. Ada dua jenis standar
kelonggaran. Standar kelonggaran kategori (SKK) ditentukan
untuk kegiatan pendukung yang dilakukan oleh semua anggota
kategori staf. Misalnya, semua petugas koding di URM
mengikuti kegiatan rapat koordinasi. Standar kelonggaran n
individu (SKI) ditetapkan untuk kegiatan tambahan yang hanya
dilakukan anggota staf tertentu. Hanya satu petugas koding di
URM yang memiliki tugas untuk melakukan verifikasi kode.
Standar kelonggaran dapat dinyatakan baik sebagai waktu
kerja sebenarnya atau sebagai persentase waktu kerja.
Misalnya, standar kelonggaran untuk "Pembuatan Laporan"
dapat ditunjukkan sebagai "satu jam per hari kerja" atau "14%
waktu kerja". (Satu jam sama dengan 14% dari 7,2 jam, rata-
rata jam kerja harian petugas koding).
20 Manajemen Unit Kerja II
a) Standar kelonggaran kategori : perlu mengetahui berapa
banyak waktu yang dibutuhkan petugas untuk semua
aktivitas pendukung yang menjadi tanggung jawab seluruh
petugas dalam kategori staf tertentu. Berikut cara
mengetahui aktivitas pendukung seluruh petugas dalam
kategori staf tertentu :
Mendaftar komponen beban kerja dalam kelompok
kegiatan pendukung.
Menuliskan waktu masing-masing.
Selanjutnya, mengubah waktu sebenarnya menjadi
persentase waktu kerja untuk setiap komponen beban
kerja.
Terakhir, menambahkan semua persentase pada
masing-masing aktivitas tambahan untuk mendapatkan
persentase SKK total.
Contoh :
Waktu Kerja Tersedia Petugas Koding = 1512 Jam/Tahun
Hari Kerja Efektif = 210 Hari/Tahun
Kegiatan Tambahan
Waktu Kerja/Kegiatan
% SKK
Rapat
Koordinasi 2 Jam/Bulan
[(2 x 12)/1512]x100 =
1,6 %
Pembuatan
Laporan
30 Menit/Hari
30 menit diubah
dalam jam
0,5 jam
[(0,5 x 210)/1512]x100
= 6,9%
Total SKK 8,5 %
b) Standar Kelonggaran Individu : Cara menghitung berapa
banyak waktu yang dibutuhkan petugas tertentu untuk
melakukan aktivitas tambahannya :
Tuliskan jumlah anggota staf yang melakukan setiap
aktivitas dan waktu yang dibutuhkan.
21 Manajemen Unit Kerja II
Selanjutnya, kalikan jumlah anggota staf pada saat
aktivitas membutuhkan dalam satu tahun. Lakukan ini
untuk setiap komponen beban kerja.
Tambahkan hasil bersama untuk menghitung total SKI
dalam setahun. Pastikan menggunakan unit waktu yang
sama (misalnya, jam per tahun) saat Anda melakukan
penambahan.
Contoh :
Hari Kerja Efektif = 210 Hari/Tahun
Kegiatan Tambahan
Waktu Kerja/Kegiatan
SKI
Verifikasi
Kode 1 Jam/Hari
210 jam/tahun
( 1 jam x 210 hari)
Persiapan
Akreditasi
RS
2 Jam/Minggu 104 jam/tahun
( 2 jam x 52 minggu)
Total SKI/tahun 314 jam/tahun
e. Menetapkan Standar Beban Kerja
Standar beban kerja adalah jumlah pekerjaan di dalam
komponen beban kerja yang dapat dilakukan oleh satu petugas
dalam setahun.
Rumus untuk menghitung standar beban kerja bergantung
pada apakah standar layanan dinyatakan sebagai satuan waktu
atau tingkat kerja.
Gunakan rumus ini bila standar layanan ditampilkan sebagai
satuan waktu:
Standar beban kerja = WKT dalam satu tahun : satuan waktu.
Keterangan : Satuan waktu adalah Rata-rata waktu untuk
melakukan suatu aktivitas (jam)
22 Manajemen Unit Kerja II
Gunakan rumus ini bila standar layanan dinyatakan sebagai
kuantitas kerja.
Standar beban kerja = WKT dalam satu tahun dikalikan dengan
kuantitas kerja per jam.
Contoh :
Kegiatan Pokok Waktu
Kerja/Kegiatan SBK
Mencatat dan
meneliti kode
10 menit/DRM
Asumsi dari 6
DRM yang
dikoding dalam 1
jam atau 60/10
1.512 x 6 =
9.072 DRM
Mencatat hasil
pelayanan ke
dalam formulir
indeks
5 menit/DRM
Asumsi dari 12
DRM yang
dikoding dalam 1
jam atau 60/5
1.512 x 12 =
18.144 DRM
Menyimpan
indeks
1 menit = 0,017
jam
1.512/0,017 =
88.941,2 Indeks
Membuat laporan
penyakit
(morbiditas) dan
laporan kematian
(mortalitas)
1,5 jam/laporan 1.512/1,5 =
1.008 Laporan
f. Menghitung Faktor Kelonggaran
Sebelumnya ditetapkan dua jenis standar kelonggaran untuk
komponen beban kerja yang statistik tahunannya tidak tersedia.
Standar kelonggaran kategori (SKK) didirikan untuk kegiatan yang
dilakukan oleh semua petugas. Standar kelonggaran Individu (SKI)
dikembangkan untuk kegiatan yang dilakukan oleh petugas
tertentu saja. Untuk memperhitungkan aktivitas tambahan ini,
Standar kelonggaran diubah menjadi faktor kelonggaran. Faktor-
faktor ini akan digunakan pada langkah selanjutnya dari metode
23 Manajemen Unit Kerja II
WISN untuk menghitung jumlah kebutuhan tenaga berdasarkan
WISN.
Faktor Kelonggaran Kategori (FKK) dihitung dengan menggunakan
rumus berikut :
FKK = 1 / [1 – (Total SKK/ 100)]
Faktor Kelonggaran Individu (FKI) dihitung dengan menggunakan
rumus berikut :
FKI = Total SKI / WKT
g. Menentukan Persyaratan Staf Berdasarkan WISN
Cara Menentukan kebutuhan staf, berdasarkan WISN dengan
rumus berikut :
Kebutuhan Staff = (Total KG x FKK) + FKI
Contoh :
Kategori Staf : Petugas Koding
WKT = 1512 jam/tahun
Jumlah
Kebutuha
n
Staf/Kegia
tan (KG)
Kegiatan Pokok Kuantitas
Kerja SBK
Kebutuhan Staff/Kegiatan
Mencatat dan
meneliti kode 10.000 9.072
1,102
(10.000/9.072)
Mencatat hasil
pelayanan ke
dalam formulir
indeks
840 18.144 0,046 (840/18.144)
Menyimpan indeks 210 88.941,2 0,002
(210/88.941,2)
Membuat laporan
morbiditas dan
mortalitas
12 1.008 0,012
(12/1.008)
Total KG 1,162
24 Manajemen Unit Kerja II
Faktor
Kelonggar
an
Kategori
FKK = 1 / [1 – (Total SKK/ 100)] = 1 / [1 – (8,5/ 100)] = 1 / 0,915 = 1,09
Faktor
Kelonggar
an
Individu
FKI = Total SKI / WKT = 314 / 1512 = 0,21
Kebutuha
n Staf
Kebutuhan Staff = (Total KG x FKK) + FKI Kebutuhan Staff = (1,162 x 1,09) + 0,21 Kebutuhan Staff = 1,48 2 Petugas Kebutuhan Petugas Koding berdasarkan metode WISN
adalah 2 Petugas
25 Manajemen Unit Kerja II
BAB III PERENCANAAN KEBUTUHAN SARANA URM
A. SARANA Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sarana adalah segala
sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau
tujuan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan
penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan,
proyek).
B. PERENCANAAN KEBUTUHAN RAK FILING
1. Persyaratan Beban Muatan Rak menurut Keputusan Kepala Arsip
Nasional Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2000 Tentang
Standar Minimal Gedung Dan Ruang Penyimpanan Arsip Inaktif
a. Beban muatan ruang penyimpanan arsip inaktif didasarkan pada
berat rak dan arsip yang disimpan. Kekuatan lantai ruang simpan
harus mempertimbangkan berat rak dan arsip.
Sebagai dasar perhitungannya :
Satuan volume arsip adalah meter linear (ML) 1 Meter Linear (ML) arsip rata-rata = 50 kg 1 M 3 arsip rata-rata = 600 kg 1 M 3 arsip = 12 meter linear (Ml) arsip
b. Berat beban arsip dan peralatan rak konvensional rata-rata : 1.200
kg per meter persegi. c. Berat beban rak compact shelfing/roll o’pact: 2.400 kg per meter
persegi. d. Apabila ruang simpan arsip seluas 10 meter persegi penuh dengan
rak konvensional dan arsip, maka berat bebannya mencapai 1.200 kg
x 10 = 12.000 kg. Dengan demikian, konstruksi lantai bangunan
harus mampu menahan beban minimal sebanyak 12.000 kg.
2. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Perhitungan Kebutuhan
Rak Filing
a. Dimensi Rak
Panjang Sub Rak dan Jumlah Sub Rak untuk mengetahui Panjang
Pengarsipan tersedia
b. Karakteristik Dokumen
– Rata-rata Tebal DRM
26 Manajemen Unit Kerja II
– Jumlah DRM pada tahun prediksi kebutuhan rak
– Retension File
– Expansion File
Untuk melakukan perhitungan jumlah DRM yang akan ditampung (PP
dibutuhkan)
c. Cara Penataan / Penjajaran DRM : Potrait atau Landscape
d. Luas Ruang Filing
3. Tahapan Perhitungan Kebutuhan Rak File
a. Mengukur Dimensi DRM (Rata-rata Tebal DRM)
Tebal DRM diukur dengan cara mengambil beberapa DRM sesuai
sampel lalu ditumpuk dan dihitung rata-rata ketebalan DRM
tersebut.
b. Menghitung / Prediksi Jml DRM
Data jumlah pasti DRM yang sedang ditampung biasanya tidak
tersedia, sehingga untuk mengetahui jumlah DRM digunakan data
alternatif yang bisa mewakili jumlah DRM yang sedang ditampung
dalam filing suatu RS. Data yang dapat digunakan sebagai data
alternatif jumlah DRM antara lain data Jumlah pengunjung/Pasien
Lama + Pengunjung/Pasien Baru pada tahun ybs) dan perkiraan
jumlah DRM melalui nomor rekam medis yang telah digunakan.
Apabila kebutuhan rak yang dihitung bersifat prediksi tahun-
tahun yang akan datang maka perlu dilakukan prediksi jumlah DRM
pada tahun yang sama. Dalam melakukan prediksi jumlah DRM pada
tahun tertentu dapat menggunakan Metode prediksi linier dengan
Analisa Deret Berkala/ Time Series Data / Trend Data. Berikut cara
menghitung prediksi jumlah DRM pada tahun tertentu :
Tabel Analisa Deret Berkala Time Series
No. Tahun Y X XY X²
1 Tahun 5
2 Tahun 4
3 Tahun 3
4 Tahun 2
5 Tahun 1
Total ∑Y ∑XY ∑ X²
27 Manajemen Unit Kerja II
Keterangan :
Tahun : 5 Tahun Kebelakang dari saat ini, misal saat ini tahun 2017
maka Tahun 1 adalah 2016 Tahun 5 = 2012
Y : Jumlah DRM pada tahun tertentu
X : Deret Berkala, tahun ketiga sebagai tahun ke=0, 2 tahun
kebelakang memiliki deret angka negatif dari tahun ke-0, 2
tahun kedepan memiliki deret angka positif dari tahun ke-0.
Setelah tabel analisa time series lengkap, maka langkah selanjutnya
dalam prediksi jumlah DRM adalah menyusun rumus prediksi
dengan metode linier sebagai berikut :
Yn = a ± b.x
Keterangan =
Yn = Jumlah DRM pada tahun tertentu yang diprediksi
a = Rata-rata jumlah DRM dari data 5 tahun kebelakang, cara
menghitung sebagai berikut :
a = ∑Y : n
n : jumlah tahun yang digunakan dalam analisa time series
b = Tren naik/turunnya jumlah DRM, cara menghitung
sebagai berikut :
b = ∑XY : ∑X2
c. Menghitung Retension & Expansion File
Retention File adalah jumlah DRM yang akan dimusnahkan pada
tahun prediksi rak. Dalam menghitung retension file, maka
prosentase retensi DRM harus diketahui sesuai dengan ketentuan
URM pada RS tersebut. Berikut cara menghitung retention file :
Retention File =
% Retensi x Jumlah DRM pada tahun prediksi Rak
Expantion File adalah jumlah pertambahan tebal DRM. Expantion file
dapat dihitung dengan mengetahui prosentase pertambahan
ketebalan DRM dan rata-rata tebal DRM saat ini. Umumnya
prosentase ketebalan DRM berkisar antara 10-15% per tahun.
Berikut cara perhitung expantion file :
Expantion File = % Ekspansi x Rata-rata Tebal DRM
28 Manajemen Unit Kerja II
d. Menghitung Panjang Pengarsipan Yang Dibutuhkan
Panjang pengarsipan yang dibutuhkan adalah total panjang tebal
DRM yang harus ditampung pada tahun tertentu (satuan cm).
Berikut cara menghitung panjang pengarsipan dibutuhkan :
Panjang Pengarsipan Dibutuhkan =
(Jml DRM-Retention File) x (Tebal DRM + Expantion File)
e. Menghitung Panjang Pengarsipan Tersedia
Panjang pengarsipan tersedia adalah kapasitas rak (satuan cm).
Kapasitas rak dalam hal ini merupakan kapasitas masing-masing rak
file, misal kapasitas 1 unit ROP atau kapasitas 1 unit filing cabinet.
Untuk menghitung kapasitas rak file maka perlu mengukur panjang
sub rak dari rak yang digunakan pada unit filing tersebut dan
menghitung jumlah sub rak pada rak tersebut. Berikut cara
menghitung panjang pengarsipan tersedia :
Panjang Pengarsipan Tersedia =
Panjang Sub Rak x Jumlah Sub Rak
f. Menghitung Kebutuhan Rak
Setelah panjang pengarsipan dibutuhkan dan panjang pengarsipan
tersedia diketahui maka kebutuhan rak pada tahun tertentu dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut :
Kebutuhan Rak = Panjang Pengarsipan Dibutuhkan
Panjang Pengarsipan Tersedia
C. PERENCANAAN KEBUTUHAN LOKET PENDAFTARAN
Tahapan menghitung kebutuhan loket pendaftaran :
1. Memprediksi Jumlah Kunjungan Pasien Pada Tahun Tertentu
Prediksi jumlah kunjungan pasien dapat dilakukan dengan menggunakan
Metode prediksi Linier berdasarkan analisa deret berkala/time series.
2. Menghitung rata-rata kunjungan pasien/jam (arrival rate)
berdasarkan periode waktu tertentu.
29 Manajemen Unit Kerja II
Untuk menghitung rata-rata kunjungan pasien maka perlu mengetahui
jumlah total kunjungan pasien pada tahun tertentu dan mengetahui total
jam buka loket dalam 1 tahun. Berikut cara menghitung rata-rata
kunjungan pasien/jam (arrival rate) :
Arrival rate : Jumlah Kunjungan Pasien Pada tahun tertentu Jumlah Jam Buka Loket dalam 1 tahun
3. Menghitung standar waktu pelayanan pasien/jam
Standar waktu kerja adalah rata-rata waktu pasien dilayani. Standar
waktu dapat diketahui melalui ketentuan standar waktu pelayanan
pendaftaran pasien yang ada atau dengan cara mengetahui rata-rata
waktu pelayanan pendaftaran pasien.
4. Menghitung waktu baku pelayanan pasien
Waktu baku merupakan rata-rata waktu pelayanan pasien yang telah
mempertimbangkan Personal Fatigue Delay (PFD) petugas pendaftaran.
PFD petugas pendaftaran masuk dalam golongan pekerjaan administrasi
Niebel dan Freivalds (2003) adalah 15 % dari total waktu kerja, dengan
rincian sebagai berikut :
No Faktor Kelonggaran Persetase
(%)
1 Bekerja di meja 3
2 Posisi duduk 1
3 Pandangan normal 3
4 Suhu normal 3
5 Kebutuhan jasmani 5
Total 15
Berikut cara menghitung waktu baku :
Waktu Baku = Standar Waktu + (Standar Waktu x PFD)
5. Menghitung service rate pasien/jam
Service Rate merupakan rata-rata jumlah pasien yang dapat dilayani
dalam 1 jam berdasarkan waktu baku. Berikut cara menghitung service
rate :
30 Manajemen Unit Kerja II
a. Apabila waktu baku dalam satuan menit maka service dihitung
dengan rumus berikut :
Service rate = 60 menit : Waktu Baku (menit)
b. Apabila waktu baku dalam satuan detik maka service dihitung
dengan rumus berikut :
Service rate = 3600 detik : Waktu Baku (detik)
6. Menghitung kebutuhan loket
Setelah arrival rate dan service rate diketahui, berikut rumus
perhitungan kebutuhan loket pendaftaran :
Kebutuhan Loket = Arrival rate/ Service rate
31 Manajemen Unit Kerja II
BAB IV PERENCANAAN KEBUTUHAN SARANA URM
A. PERANCANGAN ANTROPOMETRI TENAGA KERJA
Antropometri berasal dari anthro yang memiliki arti manusia dan
metri yang memiliki arti ukuran. Antropometri adalah sebuah studi
tentang pengukuran tubuh dimensi manusia dari tulang, otot dan jaringan
adiposa atau lemak (Survey, 2009). Menurut (Wignjosoebroto, 2008),
antropometri adalah studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi
tubuh manusia. Bidang antropometri meliputi berbagai ukuran tubuh
manusia seperti berat badan, posisi ketika berdiri, ketika merentangkan
tangan, lingkar tubuh, panjang tungkai, dan sebagainya.
Data antropometri digunakan untuk berbagai keperluan, seperti
perancangan stasiun kerja, fasilitas kerja, dan desain produk agar diperoleh
ukuran-ukuran yang sesuai dan layak dengan dimensi anggota tubuh
manusia yang akan menggunakannnya.
1. Prinsip - prinsip penerapan data antropometri
a. Prinsip perancangan bagi individu dengan ukuran ekstrim.
Berdasarkan prinsip ini, rancangan yang dibuat bisa digunakan
oleh individu ekstrim yaitu terlalu besar atau kecil dibandingkan
dengan rata- ratanya agar memenuhi sasaran, maka digunakan
persentil besar (90th, 95th atau 99th persentil) atau persentil kecil
(1th, 5th atau 10th persentil).
b. Prinsip perancangan yang bisa disesuaikan.
Rancangan bisa diubah – ubah ukurannya, sehingga cukup
fleksibel untuk diaplikasikan pada berbagai ukuran tubuh (berbagai
populasi). Dengan menggunakan prinsip ini maka kita dapat
merancang produk yang dapat disesuaikan dengan keinginan
konsumen. Misalnya kursi pengemudi pada kendaraan.
c. Prinsip perancangan dengan ukuran rata – rata.
Rancangan didasarkan atas rata – rata ukuran manusia. Prinsip ini
dipakai jika peralatan yang didisain harus dapat dipakai untuk
berbagai ukuran tubuh manusia.
32 Manajemen Unit Kerja II
2. Persentil Antropometri
Sebagian besar data antropometri dinyatakan dalam bentuk
persentil. Suatu populasi untuk kepentingan studi dibagi dalam seratus
kategori prosentase, dimana nilai tersebut akan diurutkan dari terkecil
hingga terbesar pada suatu ukuran tubuh tertentu. Persentil
menunjukkan suatu nilai prosentase tertentu dari orang yang memiliki
ukuran pada atau di bawah nilai tersebut (Wignjosoebroto,
2008). Apabila dalam mendesain produk terdapat variasi untuk ukuran
sebenarnya, maka seharusnya dapat merancang produk yang memiliki
fleksibilitas dan sifat mampu menyesuaikan (adjustable) dengan
suatu rentang tertentu (Wignjosoebroto, 2008). Oleh karena itu, untuk
penetapan antropometri dapat menerapkan distribusi normal. Dalam
statistik, distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan nilai rata-
rata dan standar deviasi dari data yang ada dan digabungkan dengan
nilai persentil yang telah ada seperti pada Gambar di samping.
Nilai-nilai distribusi persentil yang umum diaplikasikan dalam
perhitungan data antropometri dijelaskan pada Tabel di bawah ini :
Tabel Persentil Data Antropometri
Persentil Perhitungan
1st Mean - , σX
2,5 th Mean - , σX
5th Mean - , σX
10th Mean - , σX
50th Mean
90th Mean + , σX
95th Mean + , σX
97,5th Mean + , σX
99th Mean + , σX
33 Manajemen Unit Kerja II
3. Pengukuran Posisi Tubuh
Di dalam pengambilan data antropometri dapat dilakukan dengan
menggunakan dua pengukuran, seperti :
a. Pengukuran dimensi struktur tubuh (structural body dimension)
Pengukuran ini diukur dengan berbagai posisi standar dan tidak
bergerak (tetap tegak sempurna). Pengukuran dimensi struktur tubuh
ini juga dikenal dengan istilah static anthropometry. Contoh dalam
pengukuran dimensi strukrur tubuh ini meliputi berat badan, tinggi
tubuh dalam posisi duduk maupun berdiri, lebar tubuh, panjang
lengan, dan sebagainya. Ukuran pada dimensi ini dapat diidentifikasi
dengan menggunakan berbagai persentil tertentu seperti 5th, 50th,
dan 95th.
b. Pengukuran dimensi fungsional tubuh (functional body
dimension)
Pengukuran ini dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat
melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan gerakan-
gerakan kerja atau dalam posisi yang dinamis. Tujuan adanya
pengukuran dimensi fungsional adalah mendapatkan ukuran tubuh
yang berkaitan dengan gerakan-gerakan yang diperlukan tubuh untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Cara pengukuran dimensi
fungsional tubuh seperti perancangan fasilitas ataupun ruang kerja
atau perancangan kursi mobil, dimana posisi tubuh saat melakukan
gerakan mengoperasikan kemudi, pedal, handrem dan jarak antara
dengan atap mobil maupun dashboard dalam menggunakan
antropometri dinamis.
4. Faktor Yang Mempengaruhi
a. Umur
Dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar
seiring dengan berkembangnya umur sejak awal kelahirannya sampai
dengan umur sekitar 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita.
b. Jenis Kelamin
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya lebih besar
dibandingkan dengan wanita, kecuali untuk beberapa bagian tubuh
tertentu seperti lingkaran dada dan pinggul.
34 Manajemen Unit Kerja II
c. Suku/Etnis
Setiap suku bangsa ataupun etnis akan memiliki karakteristik fisik
yang akan berbeda satu dengan lainnya.
d. Postur Dan Posisi Tubuh
Ukuran tubuh akan berbeda dipengaruhi oleh posisi tubuh pada
saat akan melakukan aktivitas tertentu yaitu structural dan functional
body dimensions. Posisi standar tubuh pada saat melakukan gerakan-
gerakan dinamis dimana gerakan tersebut harus dijadikan dasar
pertimbangan pada saat data antropometri diimplementasikan.
e. Pakaian
Pakaian seperti model, jenis bahan, jumlah rangkapan, dan lain-
lain yang melekat di tubuh akan menambah dimensi ukuran tubuh
manusia.
f. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan mewajibkan adanya persyaratan dalam
menyeleksi dimensi tubuh manusia seperti tinggi, berat badan, lingkar
perut, dan lain-lain. Seperti untuk buruh dermaga atau pelabuhan
harus mempunyai postur tubuh yang relatif besar dibandingkan
dengan pegawai kantoran atau mahasiswa.
g. Faktor Kehamilan Pada Wanita
Faktor kehamila pada wanita merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi variabilitas data antropometri yaitu terutama pada
tebal perut dan tebal dada. Sehingga, data antropometri yang
digunakan dalam merancang produk dan stasiun kerja untuk wanita
hamil berbeda dengan data antropometri wanita lainnya.
h. Cacat Tubuh Secara Fisik
Cacat tubuh secara fisik merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi variabilitas data antropometri. Seperti, orang normal
dan orang yang memiliki keterbatasan fisik tidak mempunyai lengan.
Untuk dimensi tinggi siku, tinggi pinggul, tinggi tulang ruas, tinggi
ujung jari, dan lain-lain sangatlah berbeda antara orang normal
dengan orang yang memiliki keterbatasan fisik. Sehingga, data
antropometri yang digunakan dalam merancang produk dan stasiun
kerja untuk orang yang cacat tubuh secara fisik berbeda dengan orang
normal.
35 Manajemen Unit Kerja II
5. Dimensi Antropometri
36 Manajemen Unit Kerja II
37 Manajemen Unit Kerja II
38 Manajemen Unit Kerja II
Rekap Data Antropometri Indonesia
Dimensi Keterangan 5th 50th 95th SD
D1 Tinggi tubuh 163.7 165.34 166.99 8.07
D2 Tinggi mata 152.83 154.47 156.12 8.51
D3 Tinggi bahu 135.6 137.24 138.89 7.14
D4 Tinggi siku 101.18 102.82 104.47 5.7
D5 Tinggi pinggul 91.67 93.32 94.96 5.27
D6 Tinggi tulang ruas 70.98 72.63 74.27 5
D7 Tinggi ujung jari 69.16 70.81 72.45 5.99
D8 Tinggi dalam posisi duduk 79.94 81.58 83.23 5.85
D9 Tinggi mata dalam posisi duduk 69.3 70.94 72.59 8.14
D10 Tinggi bahu dalam posisi duduk 59.37 61.01 62.66 8.34
D11 Tinggi siku dalam posisi duduk 30.19 31.84 33.48 6.21
D12 Tebal paha 17.14 18.79 20.43 5.54
D13 Panjang lutut 50.48 52.12 53.77 2.96
D14 Panjang popliteal 37.34 38.98 40.63 4.42
D15 Tinggi lutut 50.38 52.02 53.67 4.7
D16 Tinggi popliteal 41.44 43.09 44.73 3.98
D17 Lebar sisi bahu 42.22 43.86 45.51 7.16
D18 Lebar bahu bagian atas 34.21 35.86 37.5 4.85
D19 Lebar pinggul 33.96 35.61 37.25 5.43
D20 Tebal dada 19.74 21.38 23.03 2.43
D21 Tebal perut 22.9 24.55 26.19 5.84
D22 Panjang lengan atas 32.13 33.77 35.42 4.66
D23 Panjang lengan bawah 43.73 45.38 47.02 17.45
D24 Panjang rentang tangan ke depan 67.81 69.45 71.1 18.34
D25 Panjang bahu-genggaman tangan
ke depan 57.45 59.09 60.74 9.04
D26 Panjang kepala 16.84 18.49 20.13 7.25
D27 Lebar kepala 14.77 16.42 18.06 3.04
D28 Panjang tangan 16.47 18.11 19.76 3.02
D29 Lebar tangan 10.41 12.05 13.7 3.15
D30 Panjang kaki 22.2 23.84 25.49 3.56
39 Manajemen Unit Kerja II
Dimensi Keterangan 5th 50th 95th SD
D31 Lebar kaki 7.67 9.32 10.96 1.61
D32 Panjang rentangan tangan ke
samping 162.45 164.1 165.74 24.25
D33 Panjang rentangan siku 82.74 84.38 86.03 11.79
D34 Tinggi genggaman tangan ke atas
dalam posisi berdiri 198.37 200.01 201.66 29.22
D35 Tinggi genggaman ke atas dalam
posisi duduk 120.49 122.14 123.78 20.02
D36 Panjang genggaman tangan ke
depan 65.37 67.02 68.66 12.57
B. DESAIN SARANA LOKET PENDAFTARAN
Loket pendaftaran selalu didatangi pasien sebelum mendapatkan
pelayanan kesehatan. Loket pendaftaran merupakan penerima pasien
pertama kali, maka harus terletak dekat pintu utama Rumah Sakit, cukup
sepi, harus mudah dicapai oleh semua pegawai Rumah Sakit. Di bagian
penerimaan pasien atau loket pendaftaran harus ada ruang tunggu yang
terpisah sehingga terjamin kerahasiaan dalam hal proses penerimaan
pasien.
Fasilitas loket pendaftaran harus didesain sedemikian rupa sesuai
keadaan sekitarnya agar nyaman, hal tersebut dikarenakan :
a. Setiap pasien harus memberikan informasi apa saja yang diperlukan oleh
petugas untuk membantu dalam penempatan ke pelayanan berikutnya.
b. Data-data yang ditulis di dokumen harus benar dan tenaga
kerahasiaannya.
c. Petugas dan pasien memerlukan komunikasi untuk dimasukkan ke
komputer .
d. Untuk memberikan rasa nyaman bisa diberikan berupa kursi yang kuat
dan mebel yang bentuknya tidak menonjol atau ujungnya tidak tajam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain loket antara
lain kerahasiaan, kelancaran komunikasi, keselamatan dan keamanan kerja
serta mengurangi beban dalam kerja/stres. Selain hal-hal tersebut, dalam
mendesain meja kerja pada loket pendaftaran harus memenuhi wajib
simpan rahasia kedokteran seperti yang termuat dalam PP No.10 Tahun
1966 yang antara lain mengenai nomor rekam medis, identitas pasien,
penyakit dan sebagainya. Oleh karena itu dalam mendesain meja kerja
pendaftaran diusahakan yang nyaman, aman dan dibuat dengan 2 tingkat.
Tingkat pertama untuk menulis data pasien dan tingkat kedua untuk
40 Manajemen Unit Kerja II
menyimpan sementara formulir yang telah diisi serta formulir lain yang
diperlukan di Tempat Pendaftaran Pasien.
1. Desain Loket Pendaftaran Bagian Luar
Dalam mendesain loket pendaftaran perlu mempertimbangkan
beberapa hal mengenai kerahasiaan komunikasi, keselamatan,
keamanan dan kenyamanan. Dalam hal kerahasiaan, desain loket
pendaftaran perlu memberi pembatas atau penyekat pada masing-
masing loket, karena begitu penting dan rahasianya dokumen rekam
medis, maka kerahasiaanya harus dijaga sejak mulai pendaftaran.
Mengenai model dan bentuk penyekatnya bermacam-macam.
Untuk menunjang keamanan dan keselamatan dalam proses
pendaftaran, maka mebel yang digunakan dan bentuknya harus
diperhatikan. Bila loket terbuat dari kayu, papan atau tembok harus
dibuat halus, rata serta bagian tepinya jangan lancip agar tidak tajam.
Penentuan tinggi meja untuk pekerjaan yang dilakukan dengan
berdiri dan tinggi siku x adalah sebagai berikut :
a. Untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian = x + (5-10) cm
b. Untuk pekerjaan ringan = x – (5 -10 ) cm
c. Untuk pekerjaan berat/mengangkat berat, atau yang memerlukan
otot punggung = x – (10 – 20) cm
Pekerjaan yang dilakuan pasien ketika mendaftar adalah jenis
pekerjaan ringan, maka tinggi optimum meja loket pendaftaran adalah
5-10 cm di bawah tinggi siku.
2. Desain Loket Pendaftaran Bagian Dalam
a. Desain Kursi Kerja
Perancangan kursi kerja harus dikaitkan dengan jenis
pekerjaan, posture yang diakibatkan, gaya yang dibutuhkan, arah
visual (pandangan mata), dan kebutuhan akan perlunya merubah
posisi (postur). Kursi tersebut haruslah terintegrasi dengan bangku
atau meja yang sering dipakai.
Kursi untuk kerja dengan posisi duduk adalah dirancang
dengan metode floor-up yaitu dengan berawal pada permukaan
lantai, untuk menghindari adanya tekanan di bawah paha.
Hendaknya tidak memasang sandaran kaki (foot-rest) yang juga
akan mengganggu ruang kerja kaki dan mengurangi fleksibilitas
postur/posisi. Setelah ketinggian kursi didapat barulah menentuan
ketinggian meja kerja yang sesuai dan konsisten dengan ruang yang
diperlukan untuk paha dan lutut. Jika meja dirancang untuk tetap
(tidak dapat dinaik-turunkan), maka perancangan kursi hendaknya
41 Manajemen Unit Kerja II
dapat dinaik-turunkan sesuai dengan ketinggian meja, sehingga
perlu adanya sandaran kaki. Bangku atau mesin hendaknya
dilengkapi sandaran kaki.
Agar stabil, sebaiknya dipergunakan kursi berkaki empat
dengan sandaran kaki. Topang pinggang dianjurkan tidak lebih dari
10 cm, agar dijamin gerakan yang bebas. Untuk kursi kerja, tidak
perlu dengan sandaran tangan agar gerakan dapat dilakukan
dengan bebas. Untuk menghindari pegal-pegal pada bagian paha
maka perlu menyesuaikan tinggi alas kursi yang tepat. Alas harus
empuk dan ujung depannya tidak tajam.
Adapun kriteria kursi kerja yang ideal adalah sebagai berikut :
1) Mudah dinaik-turunkan (adjustable)
Ketinggian kursi kerja hendaknya mudah diatur pada saat kita
duduk, tanpa harus turun dari kursi.
2) Sandaran Punggung
Sandaran punggung adalah penting untuk menahan beban
punggung kearah belakang (lumbar spine). Hal itu haruslah
dirancang agar dapat digerakkan naik-turun maupun maju-
mundur. Selain itu harus pula dapat diatur fleksibilitasnya
sehingga sesuai dengan bentuk pinggang.
3) Fungsional
Bentuk tempat duduk tidak boleh menghambat berbagai
macam alternatif perubahan postur (posisi).
4) Bahan Material
Tempat duduk dan sandaran punggung harus dilapisi dengan
material yang cukup lunak.
5) Kedalaman Kursi
Kedalaman kursi(depan belakang) haruslah sesuai dengan
dimensi panjang antara lipat lutut (popliteal) dan pantat
(buttock). Wanita dengan antropometri 5 percentile haruslah
dapat menggunakan dan merasakan manfaat adanya sandaran
punggung (back-rest).
6) Lebar Kursi
Lebar kursi minimal sama dengan lebar pinggul wanita 5
percentile populasi.
7) Lebar Sandaran Punggung
Lebar sandaran punggung seharusnya sama dengan lebar
punggung wanita 5 percentile populasi. Jika terlalu lebar akan
mempengaruhi kebebasan gerak siku.
42 Manajemen Unit Kerja II
8) Tinggi alas duduk (diukur dari lantai sampai pada [permukaan
atas dari bagian depan alas duduk) tinggi alas duduk harus
sedikit pendek dari jarak antara lekuk lutut dan telapak kaki.
9) Panjang alas duduk (diukur dari pertemuan garis proyeksi
permukaan depan sandaran duduk pada permukaan atas alas
duduk sampai kebagian depan alas duduk) panjang alas duduk
harus lebih pendek dari jarak antara lekuk lutut dan garis
punggung.
10) Lebar alas duduk (diukur pada garis tengah alas duduk
melintang). Lebar alas duduk adalah 44-48 cm dan harus lebih
besar dari lebar pinggul.
11) Tinggi Sandaran Punggung tidak melebihi tepi bawah ujung
tulang belikat dan bawahnya setinggi garis pinggul.
12) Sudut alas duduk
Alas duduk harus sedemikian rupa sehingga memberikan
kemudahan bagi pekerja untuk menentukan pemilihan gerakan
dan posisi. Alas duduk harusnya dibuat horisontal. Bila
keadaan memungkinkan, dianjurkan penyediaan tempat duduk
yang ukuran-ukurannya dapat diatur.
b. Desain Meja Kerja
Dalam perencanaan meja kerja, perlu disediakan cukup
ruangan bagi peralatan, perlengkapan kerja, dan aneka tempat
penyimpanan bahan, agar gerakan tidak terganggu. Paling ideal
adalah meja kerja yang dapat disetel menurut tinggi tenaga kerja
yang bersangkutan. Penyetelan tidak saja terhadap ukuran tinggi,
tetapi terhadap berbagai ukuran tubuh.
Apabila tinggi meja kerja tidak dapat disetel, maka tinggi meja
kerja disesuaikan dengan ukuran tenaga kerja yang tertinggi. Atau
menggunakan tinggi badan yang sepadan memudahkan
perencanaan tinggi meja kerja.
Bilamana pekerjaan yang mungkin dilakukan dengan posisi
duduk atau berdiri, desain bangku dan kursi kerja dapat diubah
bentuknya sesuai sikap tubuh dengan tidak mengubah bentuk
musculoskeletal.
Kriteria meja kerja :
1) Tinggi Meja Kerja, tinggi permukaan atas dari meja dibuat
setinggi siku dan disesuaikan dengan sikap tubuh pada waktu
kerja. Untuk sikap duduk, ukuran-ukuran yang dianjurkan
43 Manajemen Unit Kerja II
adalah 54-58 cm yang diukur dari permukaan daun meja
sampai ke lantai.
2) Tebal daun meja dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan kebebasan gerak kaki.
3) Permukaan meja kerja harus rata dan tidak mengkilat.
4) Lebar meja kerja adalah 80 cm diusahakan agar tidak melebihi
jarak jangkauan tangan.
5) Tinggi meja kerja harus disesuaikan dengan sifat pekerjaan.
c. Analisis Desain Loket Pendaftaran Berdasarkan Antropometri
1) Desain Loket dengan Posisi Pasien Berdiri dan Petugas Duduk
No Bagian
Dimensi Sarana
Bagian
Antropometri/DRM Analisis
1 Tinggi Meja sisi
Depan (sisi pasien) Tinggi Siku berdiri
Tinggi Meja Depan ≤ Tinggi Siku berdiri
P95
2 Tinggi Meja sisi
belakang (petugas)
Tinggi siku duduk P5
+ tinggi alas duduk
Tinggi Meja sisi
belakang ≤ Tinggi siku duduk P5 + tinggi
alas duduk
3 Panjang Meja Panjang depa P5 Panjang Meja ≤ Panjang Depa P5
4 Tinggi Lubang
Bicara
Tinggi mulut posisi
berdiri P5
Tinggi Lubang Bicara
≤ Tinggi mulut posisi berdiri P5
5 Lebar Meja Jangkauan tangan
kedepan P5 Lebar Meja ≤ JKD P5
C. DESAIN SARANA RAK FILING
Rak file adalah sarana yang digunakan untuk menyimpan arsip atau
berkas, sehingga mempermudah proses penyimpanan, pengambilan dan
refiling. Bentuk dan ukuran rak file tergantung dari kebutuhan dan jenis
berkas, kadang jumlah berkas juga mempengaruhi bentuk rak file.
44 Manajemen Unit Kerja II
1. Tipe Rak File
a. Vertical Filing
Adalah jenis alat penyimpanan yang umum dipergunakan dalam
kegiatan pengurusan arsip, dan alat ini sering disebut filing cabinet.
b. Lateral Filing
Dalam lateral filing, arsip tetap diletakkan secara vertikal. Hal ini
dikarenakan map diletakkan memyamping ke laci, sehingga rak
penyimpanan tipe ini lebih hemat tempat dibandingkan filing
cabinet. Selain itu rak ini lebih dapat mempercepat dalam penemuan
arsip dan dokumen.
c. Power Filing
Rak ini dipergunakan untuk menyimpan arsip atau dokumen dengan
cara kerja elektronik. File elektrik terdiri dari 3 model dasar yaitu :
1) =Filing kartu, yaitu filing yang khusus dibuat untuk menyimpan
kartu atau formulir dengan ukuran tertentu.
45 Manajemen Unit Kerja II
2) Filing structural, yaitu filing yang dipergunakan untuk semua
jenis ukuran formulir atau arsip. Model filing ini sering
dipergunakan untuk bagian penyimpanan dokumen dengan
kapasitas yang lebih besar dan dapar ditemukan pada rumah
sakit khususnya bagian filing.
3) Filing bergerak/mobile, keuntungan dari filing mobile ini yaitu
dapat menghemat pemakaian ruangan dan terletak di atas
semacam rel yang mempermudah gerakan ke depan dan ke
belakang. Sehingga dapat dibuat gang atau sela diantara dua rak
untuk tempat berdiri petugas yang sedang mencari dokumen.
d. Rotary Filing
Rotari filing adalah suatu sistem pengarsipan secara melingkar dan
dapat berputar, yang dapat menghemat ruang pada lantai dan dinding
hingga 60%. Pada rotary filing, map-map berkas dokumen akan disusun
secara melingkar, sehingga tidak terdapat ruang kosong. Keuntungan lain
46 Manajemen Unit Kerja II
yang diperoleh, memudahkan pemakain dalam mengambil dan
mengembalikan berkas yang diperlukan. Hal tersebut disebabkan karena
rotary filing ini memiliki map-map yang memiliki kode-kode warna, angka,
huruf, dan susunan urutannya teratur, sehingga sangat membantu
pemakaian. Dalam setiap satu putaran dapat menyimpan map-map
tersebut setara dengan 1 filing cabinet 4 tingkat. Padahal, satu rotary filing
memiliki empat hingga enam tingkat, sehingga satu rotary filing
menghemat penggunaan filing kabinet sebanyak 4 sampai 6 unit.
2. Bahan Rak Filing
Dalam membuat dan mendesain rak filing harus memperhitungkan
bahan dasar yang akan dipergunakan untuk mendesai rak filing tersebut.
Oleh karena itu sebaiknya penggunaan bahan dasar rak filing terbuat
dari bahan besi sehingga keamanan dokumen rekam medis dapat
terjamin dan tahan lama.
3. Persyaratan Tata Letak Rak Penyimpanan Arsip berdasarkan
Keputusan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 03
Tahun 2000 Tentang Standar Minimal Gedung Dan Ruang
Penyimpanan Arsip Inaktif
a. Tinggi rak (rak statis) disesuaikan dengan ketinggian atap ruang
penyimpanan arsip inaktif;
b. Ruang penyimpanan arsip inaktif dengan ketinggian atap 260 cm -
280 cm dipergunakan rak arsip setinggi 200 - 220 cm.
c. Jarak antara rak dan tembok 70 cm - 80 cm; d. Jarak antara baris rak yang satu dengan baris rak lainnya 100 cm -
110 cm;
e. Rak arsip sebaiknya terbuat dari metal yang tidak mudah berkarat;
f. Perbandingan keuntungan dan kerugian penggunaan rak statis
dengan roll o’pact adalah sebagai berikut:
47 Manajemen Unit Kerja II
Penggunaan roll o’pact lebih banyak dapat menampung volume
arsip yang disimpan
Penggunaan roll o’pact tidak dapat diakses secara bersamaan
Ukuran roll o’pact tidak dapat menyesuaikan dengan ketinggian
ruangan karena sudah standar
Roll o’pact relatif lebih mahal
Penggunaan roll o’pact diperlukan konstruksi beban muatan
lebih kuat.
Penggunaan roll o’pact tidak menjamin sirkulasi udara berjalan
dengan lancar.
g. Rak, peralatan dan perlengkapan lainnya harus di jamin aman,
mudah di akses dan terlindung dari hama.
4. Analisa Desain Rak Filing Berdasar Antropometri
No Bagian
Dimensi Sarana
Bagian
Antropometri/DRM Analisis
1 Tinggi Rak Jangkauan Tangan Ke
Atas
Tinggi Rak ≤ Jangkauan Tangan Ke Atas Persentil
5
2 Panjang Rak Panjang Depa Panjang Rak ≤ Panjang
Depa Persentil 5
3 Lebar Rak Jangkauan Tangan Ke
Depan
Lebar Rak ≤ Jangkauan Tangan Ke Depan
Persentil 5
4 Tinggi Sub Rak
Landscape = Lebar
DRM
Potrait = Panjang
DRM
Landscape = Tinggi Sub
Rak ≥ Lebar DRM
Potrait = Tinggi Sub Rak
≥ Panjang DRM
5 Lebar Sub Rak
Landscape = Panjang
DRM
Potrait = Lebar DRM
Landscape = Lebar Sub
Rak ≥ Panjang DRM
Potrait = Lebar Sub Rak
≥ Lebar DRM
Jangkauan Tangan Ke
Depan
Lebar Sub Rak ≤ Jangkauan Tangan Ke
Depan Persentil 5
6 Panjang Sub Rak - -
7 Jarak Antar Rak Lebar Bahu Jarak antar rak ≥ Lebar
bahu Persentil 95 x 2
48 Manajemen Unit Kerja II
PRAKTIKUM DESAIN SARANA
4. Pengukuran Antropometri
Bahan :
Lembar pengukuran
antropometri
Meteran
Pengaris Mika 30 Cm
Kalkulator
Tata Cara :
Peserta membentuk kelompok (maksimal 10 anggota)
Posisi antropometri masing-masing anggota kelompok diukur hasil
dicatat pada lembar pengukuran antropometri
Setelah semua posisi dan anggota diukur, hitung rata-rata, standar
deviasi (SD), Persentil 5 (P5), dan Persentil 95 (P95)
5. Pengukuran Rak Filing
Bahan :
Lembar pengukuran rak filing
Bagian Rak Ukuran
Tinggi Rak Tinggi Sub Rak Panjang Rak Panjang Sub Rak Lebar Rak Lebar Sub Rak
Meteran
Tata Cara :
Peserta mengukur masing-masing bagian rak dengan meteran.
6. Pengukuran Loket Pendaftaran
Bahan :
Lembar pengukuran rak filing
Bagian Rak Ukuran
Tinggi Lubang Bicara Tinggi Meja (Posisi Depan) Tinggi Meja (Posisi Dalam) Lebar Meja Loket Panjang Meja Loket (1) Lebar Lubang Dokumen
Meteran
49 Manajemen Unit Kerja II
Tata Cara :
Peserta mengukur masing-masing bagian meja loket dengan meteran.
7. Pengukuran Meja Kerja
Bahan :
Lembar pengukuran rak filing
Bagian Rak Ukuran
Tinggi Meja Bagian Bawah Tinggi Meja Bagian Atas Lebar Meja Panjang Meja
Meteran
Tata Cara :
Peserta mengukur masing-masing bagian meja kerja dengan meteran.
8. Pengukuran Kursi Kerja
Bahan :
Lembar pengukuran rak filing
Bagian Rak Ukuran
Tinggi Sandaran Lebar Sandaran Atas Lebar Alas Duduk Panjang Alas Duduk Tinggi Alas Duduk
Meteran
Tata Cara :
Peserta mengukur masing-masing bagian kursi kerja dengan meteran.
50 Manajemen Unit Kerja II
51
Manajemen Unit Kerja II
BAB IV MANAJEMEN RUANG URM
A. WORKFLOW DAN WORKSPACE
Administrasi Rumah Sakit perlu bertanggung jawab untuk melihat
bahwa pelayanan rekam medis dari institusi mereka memiliki peralatan
dan fasilitas yang memadai guna menjalankan kegiatan pelayanan yang
efektif. Kriteria untuk memenuhi standar ini adalah sebagai berikut :
1. Kantor/departemen rekam medis seharusnya berlokasi di suatu tempat
untuk memudahkan pencarian yang tepat, cepat serta distribusi dari
rekam medis.
2. Kantor dan ruang kerja seharusnya memadai bagi staf rekam medis
untuk melakukan tugas mereka serta bagi petugas lainnya yang diberi
wewenang untuk bekerja di unit rekam medis, termasuk rekaman-
rekaman pada mikro film dan komputer.
3. Seharusnya terdapat ruang penyimpanan yang memadai untuk
memasukkan semua dokumen untuk kebutuhan penyimpanan di masa
mendatang. Yaitu meliputi :
a. Area penyimpanan aktif dengan ruang yang memadai untuk
memasukkan semua dokumen yang saat ini sedang digunakan oleh
petugas rumah sakit.
b. Tersedia ruang untuk dokumen aktif dan tidak aktif yang diatur
berdasarkan kebijakan rumah sakit.
4. Area-area untuk penyimpanan rekam medis aktif dan tidak aktif
seharusnya mendapatkan perhatian tentang keamanannya untuk
melindungi dokumen dari kerusakan, kehilangan ataupun digunakan
oleh orang yang tidak berwenang.
Petugas rekam medis benar-benar mengetahui kebutuhan fasilitas yang
efisien dan efektif dalam pelayanan rekam medis. Pada kenyataannya, telah
diketahui selama beberapa waktu bahwa para arsitek perencana fasilitas
kesehatan, para petugas administrasi dan kepala departemen seharusnya
merencanakan konstruksi dari area kerja secara bersama sebagai satu tim.
Untuk merancang penataan ruang dalam suatu departemen agar pelayanan
dapat efektif dan efisien, tim perencanaan harus secara jelas mendefinisikan
fungsi-fungsi antar departemen. Ada beberapa fase yang ditentukan dan
52
Manajemen Unit Kerja II
perlu diperhatikan oleh para arsitek dalam perancangan suatu departemen
rumah sakit, diantaranya adalah sebagai berikut :
2. Fase Definisi
Yaitu definisi dari kebutuhan yang pasti dari departemen untuk
dipenuhi. Ketika mempersiapkan fase pertama dalam perencanaan
departemen rekam medis ini terdapat beberapa komponen utama yaitu
:
a. Lokasi
Lokasi dari departemen berkenaan dengan pelayanan dan
hubungan dari area-area pelayanan. Ketika menentukan lokasi
pertimbangan hars diberikan pada kebutuhan departemen agar
terletak secara terpusat dimana lokasi tersebut menyediakan :
1) Pelayanan yang cepat bagi semua pasien masuk, pasien keluar,
dan pasien gawat darurat.
2) Mudah dijangkau oleh petugas mmedis dan pengguna lainnya.
3) Ketersediaan yang mudah bagi penggunaan administrasi.
Meskipun sangat diperlukan sekali untuk memiliki departemen
rekam medis yang berlokasi di pusat.
b. Perencanaan Ruang bagi Personel dan Kelengkapan
Ketika merencakan kebutuhan personel dan peralatan,
pertimbangan harus diberikan pada fungsi-fungsi untuk dijalankan
dalam departemen dan pertimbangan terhadap pelayanan-
pelayanan yang ditawarkan oleh departemen pada area kerja lain.
Ruang lantai ditentukan oleh jumlah staf, meja kerja, file-file,
perlengkapan lain yang diperlukan, dan ruang yang memadai harus
disediakan untuk karyawan. Huffman merekomendasikan bahwa
ruang minimum yang dialokasikan untuk setiap pekerja seharusnya
adalah 5,75 m2. Privasi merupakan hal yang sangat penting bagi
kepala bagian rekam medis. Namun demikian pada rumah sakit yang
kecil kepala rekam medis kemungkinan lebih memilih untuk
bersama dengan staf dalam area departemen.
Perlu diingat bahwa suatu seksi dari departemen rekam medis
seharusnya didirikan jauh dari arus lalu-lintas, sehingga mereka
dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tenang dan nyaman.
53
Manajemen Unit Kerja II
c. Peralatan
Jumlah staf dan fungsi dari departemen akan menentukan
peralatan yang dibutuhkan. Seperti perencanaan yang dibutuhkan
bagi dokumen dan personel. Pertimbangan juga harus diberikan
untuk alokasi ruang yang memadai bagi perlengkapan. Oleh karena
itu jumlah dan ruang yang dibutuhkan untuk meja, kursi, mesin
ketik, telpon, lemari arsip dan peralatan kantor lainnya akan
didasarkan pada pekerjaan yang dilakukan dan jumlah karyawan
yang diperlukan.
d. Rancangan Fungsional dan Penempatan Logistik dari Area Kerja Kunci
Ketika mempertimbangkan rancangan fungsional dan lay-out,
suatu pertimbangan kunci adalah arus kerja. Pada tahap definisi ini,
petugas rekam medis seharunsya mempersiapkan diagram dari arus
kerja untuk mengindikasikan arus kerja dari prosedur ke prosedur
atau dari meja ke meja. Mengingat bahwa :
1) Meja-meja seharusnya diatur agar kertas bergerak dalam jalur
yang lurus dan hanya dalam waktu yang relatif singkat.
2) Meja-meja seharusnya berdekatan satu dengan yang lain sebagai
prosedur pelaksanaan dalam langkah yang berurutan.
3) Pemilihan peralatan seharusnya didasarkan pada efisiensi dan
ketepatan, kegunaan diagram gerak yang merupakan lapisan
penutup dari arus kerja melalui lay-out dapat membantu dengan
menentukan bahwa perabot dan peralatan ditempatkan secara
efektif.
4) Sistem komunikasi.
Selama tahap definisi, pertimbangan harus diberikan pada
sistem komunikasi yang digunakan dalam departemen/unit dan
antara unit rekam medis dengan area kerja unit lainnya. Sebagian
besar unit rekam medis membutuhkan banyak telepon untuk
ditempatkan pada area-area tertentu. Apabila menggunakan
terminal komputer, alat komunikasi antara unit rekam medis dengan
unit lainnya harus tersedia untuk mempermudah proses input dan
output data. Pemasangan kabel dan alat komunikasi semacam ini
merupakan suatu bagian penting dari proses perencanaan.
e. Transportasi
Pertimbangan lain juga harus diberikan atas bagaimana
dokumen rekam medis diangkut baik dalam area unit rekam medis
54
Manajemen Unit Kerja II
atau area lainnya. Jika proses pengangkutan DRM menggunakan
troli, maka troli dapat didorong secara pada pada area-area yang
dilewati. Dalam menentukan lay-out fisik poin-poin berikut harus
dipertimbangkan :
a. Meja dan file harus diatur untuk memberikan efisiensi, cahaya,
dan udara maksimal.
b. Untuk mengeliminasi bahaya kabel listrik, maka kabel dan
sumber listrik lainnya harus disusun rapi dan tertutup serta
pada area yang tidak dilewati.
c. Pengawasan suhu dan sirkulasi udara yang memadai (iklim kerja
dan ventilasi)
d. Penerangan yang memadai, misal : pengaturan cahaya yang baik.
e. Penggunaan warna lantai, dinding, perabot dan peralatan.
(gunakan warna yang terang untuk dinding)
f. Menjaga arus lalu-lintas pada departemen rekam medis sampai
seminimal mungkin, mungkin sangat penting bagi rumah sakit
untuk memiliki ruang terima dan ruang tunggu dimana seorang
pekerja mungkin datang untuk keperluan tertentu.
g. Para pekerja yang menangani penyelidikan seharusnya
ditempatkan dekat dengan pintu masuk utama.
h. Peralatan seharusnya dekat dengan pemakai dan untuk pintu
sebaiknya cukup lebar untuk dapat dilewati troli dokumen.
i. Meja-meja seharusnya menghadap ke arah yang sama dengan
jarak 1-1,5 meter antar meja.
j. Dua meja diletakkan berdampingan dengan arah yang sama
merupakan pengaturan yang kompak.
k. Yang terbaik adalah meletakkan ruang file dibagian belakang
ruang, ruang tersebut tidak seharusnya ditempatkan dekat
dengan pintu masuk utama.
l. Ruang yang memadai bagi para pekerja untuk bergerak leluasa.
3. Fase Singkat
Pada penyelesaian fase definisi, URM seharusnya sudah
mempersiapkan laporan singkat bagi arsitek, yang mencakup fungsi
dan pelayanan yang diajukan oleh unit, lokasi yang dipilih, kapasitas
yang terkait dengan ruang, staf dan peralatan, hubungan dengan unit
lain dan tampilan rencana lain untuk dipertimbangkan. Laporan singkat
juga termasuk diagram arus kerja, dan lay-out yang diajukan dengan
referensi khusus berdasarkan pertimbangan ergonomi pada semua
aspek rancangan. Jika URM tidak merasa percaya dalam membuat
55
Manajemen Unit Kerja II
keputusan mengenai isu-isu ergonomi harus berkonsultasi dengan
seorang ahli.
4. Fase Departemen
Dalam fase ini laporan yang dipersiapkan oleh URM diintegrasikan
dengan laporan dari unit lainnya untuk memungkinkan tim perencana
memperoleh keseluruhan gambaran. Keseluruhan tim perencanaan
mencakup :
a. Petugas fasilitas kesehatan
b. Arsitek
c. Kepala departemen
d. Koordinator tim perencanaan
e. Manajer sistem komputer
f. Manajer mesin.
Dalam fase ini, orang-orang kunci di atas menetapkan hubungan
kerja yang ideal agar memungkinkan integrasi gagasan-gagasan untuk
meningkatkan keseluruhan pembangunan fasilitas.
5. Fase Fasilitasi Total
Pada saat ini tim perencanaan melihat keinginan dan
membandingkan kebutuhan, seperti yang terlihat dalam laporan,
kemudian membandinkan hal ini dengan sumber yang ada. Dengan
mengikuti pandangan dan perkiraan dari semua ketentuan serta
sumber-sumber yang ada, proposal fasilitas kesehatan total dapat
dipersiapkan.
6. Fase Proses
Dari sudut pandang arsitek, perhatian sekarang dipusatkan oada
fungsi nyata dari setiap unit. Sebagian besar kerja yang membutuhkan
departemen. Namun demikian, hal tersebut tidak membuat URM untuk
mengecek setiap prosedur yang diajukan. Pada fase ini perhatian
khusus diberikan khusus pada kesejahteraan, kenyamanan, dan
kesehatan pekerja dalam kebutuhan yang diajukan untuk unit.
B. PENATAAN MEJA KERJA DI UNIT REKAM MEDIS (URM)
Tata letak meja kerja harus sesuai dengan urutan kerja dari URM
sehingga dapat meningkatkan kualitas mutu pelayanan dokumen rekam
medis.
1. Peralatan kerja hendaknya dekat dengan penggunanya.
56
Manajemen Unit Kerja II
2. Meja para pekerja sebisa mungkin menghadap kearah yang sama dan
berjarak 70-80 cm
3. Setiap petugas sebisa mungkin membutuhkan 2,1 M2 termasuk ruang
untuk peralatan dan jalan.
4. Sebaiknya tidak menempatkan ruang biling dekat pintu utama ruang
kerja, untuk mengurangi kemungkinan masuknya orang yang tidak
berwenang.
5. Pekerjaan coding umumnya memerlukan area kerja yang lebih tenang
untuk menunjang kosentrasi petugas.
6. Petugas yang sering terlibat kontak dengan pasien atau dengan petugas
lainnya, sebaiknya ditempatkan di dekat pintu masuk ruangan.
7. Jalur/gang utama sebaiknya minimal 1,5 m, jalur lainnya 90 cm.
C. ANALISA KEBUTUHAN RUANG UNIT REKAM MEDIS
Ruang kantor merupakan tempat yang digunakan untuk melakukan
aktivitas tata usaha. Untuk meningkatkan efektifitas bekerja, ruang kerja
memerlukan interior yang apik dan memudahkan para pekerjanya untuk
leluasa bermobilitas.
Faktor menentukan luas ruang kantor adalah jumlah pegawai, dan
kebutuhan ruang seperti ruang penyimpanan file, ruang dapur, ruang
resepsionis, ruang rapat, ruang direktur selain itu struktur kolom bangunan
juga mempengaruhi alokasi luas kantor. Jangan lupa pula
mempertimbangkan kebutuhan sirkulasi seperti koridor utama untuk
keluar masuk karyawan.
Lalu-Lintas dalam pengaturan Ruang Kantor
Setiap ruangan di dalam kantor mempunyai hubungan satu dan lainnya,
sehingga setiap ruangan kantor memerlukan ruang gerak agar orang dalam
ruang kantor itu dapat mengakses dari satu ruang kantor ke ruang kantor
yang lain atau dari satu titik ke titik yang lain.
Ruang gerak pada ruangan kantor merupakan lintasan dalam ruangan
atau area lalu-lintas yang penting dan fungsional tetapi sering terabaikan
dalam pengaturan ruang kantor, akibatnya dapat mengurangi kenyamanan
dalam ruangan kantor.
Misalnya ruang tamu tanpa penataan alur lalu-lintas ruang yang
baik bisa menggangu jika ada seseorang sedang asyik berbicara terpaksa
harus terhenti pembicaraannya karena harus menggeser posisi duduknya
ketika ada orang lain yang akan lewat. Hal serupa ini tidak akan terjadi jika
lalu-lintas dalam ruang diatur dan direncanakan dengan baik.
57
Manajemen Unit Kerja II
1. Analisa Kebutuhan Ruang Berdasarkan Sarana
Berikut cara menghitung kebutuhan ruang dengan mempertimbangkan
jenis dan jumlah sarana yang ada pada ruangan tersebut dan kebutuhan
area sirkulasi :
a. Buat list jenis sarana yang harus ditampung dalam ruangan
tersebut. Terutama sarana yang diletakkan di lantai, misalnya meja,
kursi, lemari.
b. Ukurlah panjang (p) dan lebar (l) bagian terluar sarana tersebut.
c. Hitung luas kebutuhan ruang masing-masing sarana (p x l)
d. Kalikan luas kebutuhan ruang masing-masing sarana dengan total
jumlah sarana dengan jenis yang yang ada pada ruangan tersebut.
e. Hitung luas total kebutuhan ruang seluruh sarana yang ada pada
ruangan tersebut.
f. Hitung luas area sirkulasi = total kebutuhan ruang seluruh sarana x
60%.
g. Kebutuhan ruang = luas area sirkulasi + total kebutuhan ruang
seluruh sarana.
Contoh :
Kebutuhan Ruang Kepala URM
No Jenis
Sarana Jumlah
Panjang
(m)
Lebar
(m)
Luas
(m2)
Kebutuhan
Luas
Sarana
1 Meja Kerja 1 1,50 0,70 1,05 1,05
2 Filing
Cabinet 2 1,00 0,60 0,60 1,20
3 Kursi Kerja 1 0,50 0,50 0,25 0,25
4 Meja Tamu 1 1,00 0,60 0,6 0,60
5 Sofa 2 1,50 0,70 1,05 2,10
Total Kebutuhan Ruang Sarana 5,20
Area Sirkulasi (60% dari kebutuhan ruang sarana) 3,12
Kebutuhan Ruang 8,32
2. Standar Kebutuhan Luas Ruang Berdasarkan Pusat Sarana, Prasarana dan Peralatan Kesehatan, SekJen, DEPKES RI Pedoman
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta
Kebutuhan Fasilitas Pelayanan Rawat Jalan
No Nama
Ruangan Fungsi
Kebutuhan Ruang/Luas
Kebutuhan Fasilitas
1 Ruang Tunggu
Utama
Ruang tunggu
pasien (dan
pengantar pasien)
saat melakukan
pendaftaran
1 - 1,5
m2/orang
(min. 12 m2)
Kursi, Meja,
Televisi & Alat
Pengkondisi Udara
(AC)
58
Manajemen Unit Kerja II
No Nama
Ruangan Fungsi
Kebutuhan Ruang/Luas
Kebutuhan Fasilitas
2 Ruang
Pengendali
ASKES
Tempat kegiatan
administrasi ASKES
Rumah Sakit
dilaksanakan
3 - 5
m2/orang
(min. 12 m2)
Meja & kursi kerja,
lemari arsip,
telepon &
intercom,
komputer
personal, serta
perangkat kerja
lainnya.
3 Ruang
Administrasi
(Loket
Pendaftaran,
Loket
Pembayaran/k
asir)
Ruang ini digunakan
untuk
menyelenggarakan
kegiatan
administrasi,
meliputi :
1.Pendataan pasien
rawat jalan.
2.Pembayaran biaya
pelayanan medik
1 - 1,5
m2/orang
(min. 16 m2)
Meja, Kursi, lemari
berkas/arsip,
intercom/telepon,
safety box.
4 Ruang Rekam
Medis
Tempat menyimpan
informasi tentang
identitas pasien,
diagnosis,
perjalanan penyakit,
proses pengobatan
dan tindakan medis
serta dokumentasi
hasil pelayanan.
Biasanya langsung
terhubung dengan
Loket Pendaftaran
12 - 16
m2/1000
kunjungan
pasien/hari
(untuk 5
tahun)
Meja, Kursi,
Lemari Arsip,
Komputer
Sumber : Pusat Sarana, Prasarana dan Peralatan Kesehatan, SekJen, DEPKES
RI
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Pelayanan Gawat Darurat
No Nama
Ruangan Fungsi
Kebutuhan Ruang/Luas
Kebutuhan Fasilitas
1 Ruang
Administrasi
dan loket
pendaftaran
Ruang ini digunakan
untuk
menyelenggarakan
kegiatan
administrasi,
meliputi :
1. Pendataan pasien
IGD
2. Penandatanganan
surat pernyataan
dari keluarga pasien
IGD.
3 - 5
m2/petugas
(min. 16 m2)
Meja, kursi, lemari
berkas/arsip,
intercom/telepon,
safety box, dan
peralatan kantor
lainnya
59
Manajemen Unit Kerja II
No Nama
Ruangan Fungsi
Kebutuhan Ruang/Luas
Kebutuhan Fasilitas
3. Pembayaran biaya
pelayanan medik.
2 Ruang Tunggu
Pengantar
Pasien
Ruang di mana
keluarga/ pengantar
pasien menunggu.
Ruang ini perlu
disediakan tempat
duduk dengan
jumlah yang sesuai
aktivitas pelayanan.
1 – 1,5
m2/orang
(min. 16 m2)
Kursi, Meja,
Televisi & Alat
Pengkondisi Udara
(AC / Air
Condition)
3 Ruang Rekam
Medis
Tempat menyimpan
informasi tentang
identitas pasien,
diagnosis, perjalanan
penyakit, proses
pengobatan dan
tindakan medis serta
dokumentasi hasil
pelayanan. Biasanya
langsung
berhubungan dengan
loket pendaftaran.
Sesuai
kebutuhan
Sesuai kebutuhan
4 Ruang Triase Ruang tempat
memilah-milah
tingkat
kegawatdaruratan
pasien dalam rangka
menentukan
tindakan selanjutnya
terhadap pasien,
dapat berfungsi
sekaligus sebagai
ruang tindakan.
Min. 16 m2 Tt periksa,
wastafel, kit
pemeriksaan
sederhana, label
5 Ruang
Persiapan
Bencana
Massal
Ruang tempat
persiapan
penanganan pasien
korban bencana
massal.
Min. 3 m2/
pasien
bencana
Area terbuka
dengan/ tanpa
penutup, fasilitas
air bersih dan
drainase
Sumber : Pusat Sarana, Prasarana dan Peralatan Kesehatan, SekJen, DEPKES
RI, 2007
Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Ruang Kepala dan Administrasi RS
No. Nama
Ruangan Fungsi Ruangan
Besaran Ruang / Luas
Kebutuhan Fasilitas
1 Ruang Kepala
Bagian
Keperawatan
Ruang kerja
kepala bagian
keperawatan
6-16 m2 Meja, kursi, lemari
berkas/arsip,
komputer, printer,
intercom/telepon
60
Manajemen Unit Kerja II
No. Nama
Ruangan Fungsi Ruangan
Besaran Ruang / Luas
Kebutuhan Fasilitas
2 Ruang Bagian
Keperawatan
Ruang kerja staf
bagian
keperawatan
12-30 m2 Meja, kursi, lemari
berkas/arsip,
komputer, printer,
intercom/telepon
3 Ruang Kepala
Bagian
Pelayanan
Ruang kerja
kepala bagian
Pelayanan
6-16 m2 Meja, kursi, lemari
berkas/arsip,
komputer, printer,
intercom/telepon
4 Ruang Bagian
Pelayanan
Ruang kerja staf
bagian pelayanan
12-30 m2 Meja, kursi, lemari
berkas/arsip,
komputer, printer,
intercom/telepon
5 Ruang Bagian
Keuangan dan
Program
Ruang kerja staf
bagian keuangan
dan program
12-30 m2 Meja, kursi, lemari
berkas/arsip,
komputer, printer,
intercom/telepon
6 Ruang Kepala
Bagian
Kesekretariatan
dan Rekam
Medis
Ruang kerja
kepala bagian
kesekretariatan
dan rekam medis
6-16 m2 Meja, kursi, lemari
berkas/arsip,
komputer, printer,
intercom/telepon
7 Ruang Bagian
Kesekretariatan
dan Rekam
Medis
Ruang kerja staf
bagian
Kesekretariatan
dan Rekam Medis
12-30 m2 Meja, kursi, lemari
berkas/arsip,
komputer, printer,
intercom/telepon
8 Ruang SPI
(Satuan
Pengawasan
Internal)
Ruang kerja
Satuan
Pengawasan
Internal
12-30 m2 Meja, kursi, lemari
berkas/arsip,
komputer, printer,
intercom/telepon
9 Ruang Arsip/
file
Ruang tempat
penyimpanan
Arsip RS.
Min. 20 m2 Lemari
berkas/arsip,
komputer, printer,
dll
10 Ruang Tunggu Ruang tempat
pengunjung/ tamu
bagian
administrasi dan
kesekretariatan
menunggu.
1~1,5 m2/
orang
(min. 16 m2)
Tempat duduk,
televisi & Telp
umum (bila RS
mampu),
61
Manajemen Unit Kerja II
BAB VI LINGKUNGAN KERJA URM
Disamping beban kerja utama terkait dengan job description di bidang rekam
medis, terdapat juga lima faktor penyebab beban kerja bertambah yang
mempengaruhi kinerja, kenyamanan dan produktivitas kerja yaitu :
a. Faktor fisik yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, kebisingan
/ suara, vibrasi mekanis, radiasi dan tekanan udara.
Penerangan yang kurang cukup intensitasnya adalah penyebab
kelelahan mata.
Kebisingan mengganggu daya ingat, konsentrasi pikiran, dan berakibat
kelelahan psikologis.
b. Faktor - faktor kimia yaitu gas, uap, debu, asap, bahan kimia yang
berbentuk cairan maupun padat. Gas -gas dan uap diserap lewat
pernapasan dan mempengaruhi fungsi berbagai jaringan tubuh dengan
akibat penurunan daya kerja.
c. Faktor biologi, baik dari golongan tumbuhan atau hewan.
Parasit yang masuk ke dalam tubuh akibat hiegene di tempat kerja yang
buruk menurunkan derajat kesehatan dan daya kerjanya.
d. Faktor fisiologis, konstruksi mesin, sikap dan cara kerja.
Sikap badan yang salah mengurangi hasil kerja, misalnya akan
menimbulkan kelelahan atau kurang maksimalnya fungsi alat-alat tertentu.
e. Faktor mental-psikologis.
Adalah suasana kerja, hubungan antar pekerja atau dengan pengusaha,
pemilihan kerja dan lain-lain. Jika hubungan kerja tidak sesuai maka akan
mengakibatkan proses pekerjaan menjadi lamban.
A. PENERANGAN
Penerangan adalah sumber cahaya yang menyinari suatu tempat /
ruangan yang membantu manusia untuk melihat, bekerja, dll. Warna gelap
(contoh : hitam) dan warna cerah (contoh : putih) mempunyai daya serap
cahaya yang berbeda – beda. Warna yang gelap menyerap panas dan tidak
memantulkan cahaya, tetapi jika warna cerah tidak menyerap panas dan
memantulkan cahaya.
Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga
kerja melihat pekerjaan dengan teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak
perlu, serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan
menyenangkan.
62
Manajemen Unit Kerja II
1. Syarat kesehatan, kebersihan dan penerangan tempat kerja PMP no.7 tahun 1964
1) Kadar penerangan di ukur setinggi tempat kerja, penerangan umum
setinggi perut ( kurang lebih 1 meter).
2) Penerangan darurat 5 luks ( 0,5 footcandles).
3) Penerangan untuk halaman dan jalan : 20 luks.
4) Untuk membedakan barang kasar : 50 luks.
5) Untuk membedakan barang – barang kecil secara sepintas lalu : 100
luks.
6) Untuk membedakan barang – barang kecil, agak teliti : 200 luks.
7) Untuk pembedaan trliti barang – barang kecil dan halus : 300 luks.
8) Pembedaan barang halus dan kontras sedang dan waktu lama : 500 –
1000 luks.
9) Untuk pembedaan barang – barang yang sangat halus, kontras sangat
kurang dengan waktu lama : 2000 luks.
2. Pengukuran Penerangan Ruang
Untuk mengukur penerangan dalam suatu ruangan, diperlukan
beberapa alat ukur yaitu Luksmeter.
Satuan – satuan yang berhubungan dengan penerangan :
a. Lilin : satu kesatuan kekuatan sumber cahaya
b. Lumen (lm) : arus cahaya yang ditimbulkan oleh sumber
cahaya kesemua arah
c. Luks (1x) : satuan penerangan yang per m2nya jatuh arus
cahaya satu lumen
d. Luminensi : arus cahaya yang dipantulkan oleh daerah /
obyek kerja yang dinyatakan dalam lilin per m2.
3. Faktor yang menentukan penerangan di tempat kerja :
a. Ukuran obyek
b. Derajat kontras
c. Luminensi ( brightness) Luminensi adalah tingkat pemantulan
cahaya. brightness adalah intensitas pemantulan cahaya.
d. Lamanya melihat
63
Manajemen Unit Kerja II
4. Akibat penerangan buruk :
a. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efiensi kerja
b. Kelelahan mental
c. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata
d. Kerusakan alat penglihatan
e. Menigkatnya kecelakaan
5. Sumber penerangan:
a. Penerangan alami
sumber cahaya yang didapat dari sinar matahari / terangnya langit.
Menurut Ehlers (1965) : sinar yang cukup, luas jendela 15 – 20%
luas lantai.
b. Penerangan buatan
B. VENTILASI
Ventilasi adalah keluar masuknya udara melalui suatu lubang. Ventilasi
atau pertukaran udara merupakan bagian dari pada air conditioning ,
yang apabila digunakan bersama - sama dengan alat pemanas, alat
pendingin dan pengatur kelembaban bermanfaat untuk memelihara atau
menciptakan udara suatu ruangan kerja dengan kondisi yang sesuai dengan
kebutuhan atau untuk keperluan tenaga kerja. Pertukaran udara
merupakan alat pengendali yang sangat efektif untuk melindungi faal tubuh
manusia dari tekanan panas yang sebagian besar dipancarkan dengan cara
konveksi melalui udara, serta melindungi terhadap gangguan kesehatan
dari udara kontaminan yang kebanyakan masuk kedalam tubuh melalui
pernafasan dan diabsorbsi di dalam paru – paru.
Pertukaran udara biasanya dicapai dengan memindahkan udara dari
tempat kerja dan mengganti dengan udara segar yang dilaksanakan secara
bersama – sama, meskipun dalam beberapa keadaan pertukaran udara yang
cukup mungkin dapat dipeoleh hanya dengan mencampur dan
meningkatkan gerakan udara dengan kipas angin. Beban panas yang perlu
dikendalikan sering berasal dari proses industri sendiri, tetapi mungkin
juga berasal dari radiasi matahari, dari sumber – sumber luar lainya, atau
juga dari tenaga kerja.
Jenis Ventilasi
1. General Ventilation / umum
Yaitu dengan mengeluarkan / menambah udara dengan tujuan
kenyamanan. Misalnya : Bau bauan , temperature (AC)
64
Manajemen Unit Kerja II
2. Dilution Ventilation / campuran
Dilution ventilation umumnya sangat baik untuk mengendalilkan beban
panas, sering kali dilution ventilation dapat digunakan dan berhasil
dengan baik untuk mengendalikan uap bahan kimia organik ditempat
kerja, dari larutan – larutan yang dapat menguap pada suhu kamar.
Beban panas yang tinggi dan pancaran gas atau uap di dalam suatu
ruangan dapat dikendalikan dengan cara memasukan udara segar
kedalam ruangan tersebut dan menghisap ke luar udara kontaminan.
3. Local Ventilation / Setempat
Sistem ventilasi ini bertujuan untuk mengeluarkan udara kontaminan
dari sumber tanpa memberi kesempatan kepada kontaminan untuk
mengadakan diffusi dengan udara didalam lingkungan kerja. Biasanya
ditempatkan dekat dengan emisi sehingga akan lebih menguntungkan
dibanding dilution ventilation.
C. SUHU / IKLIM KERJA
Suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap (homoeotermia) oleh
suatu sistem pengatur suhu (thermoregulatory system) akibat
kesetimbangan diantara panas yang dihasilkan di dalam tubuh sebagai
akibat metabolisme dan pertukaran panas di antara tubuh dengan
lingkungan sekitar. Produksi panas di dalam tubuh tergantung dari kegiatan
fisik tubuh, makanan, pengaruh dari berbagai bahan kimiawi, dan gangguan
pada keadaan deman. Faktor-faktor pertukaran panas diantara tubuh
adalah konduksi, konveksi, radiasi dan penguapan. Konduksi ialah
pertukaran panas antara tubuh dengan sentuhan. Konduksi dapat
menghilangkan panas, apabila benda-benda sekitar lebih dingin suhunya,
dan menambah panas kepada tubuh, manaka benda-benda di sekitar lebih
panas dari badan manusia. Konveksi adalah pertukaran panas dari badan
dengan lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. Konveksi dapat
mengurangi atau menambah panas kepada tubuh manusia. Penting sekali,
manusia dapat berkeringat yang dengan penguapan di permukaan kulit
atau melalui paru-paru tubuh.
Cuaca kerja adalah kombinasi dari : a. suhu udara, b. kelembaban udara, c.
kecepatan gesekan dan d. suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor itu
dihubungkan dengan produksi panas oleh disebut tekanan panas. Suhu
udara dapat diukur dengan termometer. Kelembaban udara diukur
bersama-sama sling psychometer atau Arsmann psychrometer .
Kecepatan udara yang besar dapat diukur dengan suatu anemometer,
sedangkan kecepatan kecil diukur dengan memakai termometer.
65
Manajemen Unit Kerja II
Panas radiasi adalah tenaga elektromagnetis yang panjang gelombangnya
lebih panjang dari sinar matahari. Sumber-sumber dari panas radiasi adalah
permukaan-permukaan yang panas dan sinar matahari sendiri.
Efisiensi kerja dipengaruhi oleh cuaca kerja dalam daerah nikmat kerja
dingin dan kepanasan. Suhu nikmat sekitar 24 – 260C bagi orang-orang
Indonesia. Suhu dingin mengurangi efiesiensi dengan keluhan kaku. Suhu
panas terutama berakibat menurunnya prestasi kerja pikir. Suhu panas
mengurangi kelincahan, mengganggu kecermatan kerja otak. Suhu nikmat
erat hubungannya dengan tingkat metabolisme tubuh yang menghasilkan
panas. Kerja pada suhu tinggi dapat membahayakan karena penyesuaian
waktu kerja dan perlindungan yang tepat.
Cuaca kerja dapat mendorong produktivitas antara lain dengan penggunaan
air conditioning di tempat kerja. Kesalahan-kesalahan sering dibuat
dengan membuat suhu terlalu rendah berakibat keluhan-keluhan
meningkatnya penyakit pernafasan. Sebaiknya diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
Suhu distel pada 25-260C.
Penggunaan AC perlu disertai pemikiran pengaturan suhu di rumah.
Bila perbedaan suhu di dalam dan diluar lebih 50C, perlu adanya suatu
kamar adaptasi.
Di daerah tropis, pekerjaan di tempat dingin sangat terbatas jumlahnya.
Pengaturan waktu kerja dan pakaian yang cukup tebal sangat membantu
mengatasi kemungkinan buruk akibat dari pekerjaan demikian. Orang-
orang Indonesia beraklimatisasi iklim tropis, sekitar 29-300 kelembaban
sekitar 85-950. Aklimatisasi berarti proses penyesuaian pada seseorang
selama seminggu pertama di tempat panas. Cuaca kerja banyak yang cukup
panas. Tenaga-tenaga kerja baru mengalami proses aklimatisasi. Untuk
melindungu perlu diatur pekerjaan seminggu berjalan secara bertahap.
Untuk menilai hubungan cuaca perlu diperhatikan faktor yang meliputi
lingkungan, faktor manusiawi dan pekerjaan. Nilai Ambang Batas untuk
cuaca (iklim) kerja adalah 21-300C suhu basah.
D. STANDAR LINGKUNGAN RUANG ARSIP
Menurut Keputusan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 03
Tahun 2000 Tentang Standar Minimal Gedung Dan Ruang Penyimpanan
Arsip Inaktif adalah sebagai berikut :
66
Manajemen Unit Kerja II
1. Standar Suhu dan Kelembaban pada ruang Arsip
Untuk mengatasi masalah suhu dan kelembaban secara teknis dapat
dilakukan dengan cara :
Pemeriksaan secara periodik menggunakan alat higrometer Menjaga sirkulasi udara berjalan lancar Menjaga suhu udara tidak lebih dari 27 0C dan kelembaban tidak
lebih dari 60 Rak arsip yang digunakan harus dapat menjamin sirkulasi udara
yang cukup Hindari penggunaan rak yang padat Menjaga langit-langit, dinding dan lantai tidak berlobang dan tetap
rapat Pondasi didesain untuk menjaga uap atau udara lembab naik ke
tembok karena daya resapan kapiler Hindari menanam pohon dan kayu-kayuan di dekat gedung Menjaga ruang agar tetap bersih dari kontaminasi gas/lingkungan
agar tidak mudah timbul jamur yang akan merusak arsip Tandai kondisi arsip dan peralatannya yang terkena jamur atau
korosi, untuk segera diadakan perbaikan 2. Cahaya dan Penerangan.
Cahaya dan penerangan tidak menyilaukan, berbayang dan sangat
kontras. Sinar matahari tidak boleh langsung mengenai arsip. Jika
cahaya masuk melalui jendela tidak dapat dihindari, maka dapat diberi
tirai penghalang cahaya matahari.
3. Rayap Rayap dan segala macam varietasnya sering merusak bangunan yang
terbuat dari kayu, oleh karena itu bangunan tempat penyimpanan
arsip inaktif dianjurkan untuk tidak menggunakan kayu.
Lantai bangunan dianjurkan untuk disuntik dengan DDT atau
Gammexane atau Penthachlorophenol hingga kedalaman 50 cm,
karena rayap pada umumnya hidup dalam tanah sampai pada
kedalaman 50 cm.
4. Angin Pondasi gedung didesain secara kuat untuk mendukung dinding
yang kuat sehingga mampu menahan terpaan angin kencang dan
hujan deras.
Jendela-jendela dan pintu-pintu diperkuat dengan metoda tertentu
untuk mencegah terpaan hujan deras dan tampiasnya air.
67
Manajemen Unit Kerja II
BAB VI WAYFINDING DI RUMAH SAKIT
Prinsip-prinsip desain wayfinding meliputi hal-hal berikut;
Buat identitas unik di setiap lokasi
Buat daerah dengan karakter visual yang berbeda
Gunakan garis penglihatan untuk menunjukkan apa yang ada di depan
Jangan terlalu banyak menampilkan pilihan pada petunjuk arah.
Berikan tanda pada persimpangan jalan untuk mempermudah menemukan
lokasi yang dituju.
Buat jalur yang terstruktur dengan baik
Gunakan gambaran wilayah untuk menunjukkan titik/lokasi yang mudah
diingat.
Menyediakan rencana lokasi rumah sakit atau peta pada brosur yang
dibagikan kepada pengunjung atau dipasang sebagai di dinding rumah sakit
di area masuk utama.
A. KOMPONEN DESAIN ARSITEKTUR DAN INTERIOR Arsitektur yang dirancang dengan baik akan memiliki tanda yang melekat
pada desain bangunan yang secara tidak sadar dapat memandu seseorang
dalam menemukan lokasi yang dituju.
Elemen utama arsitektur dalam wayfinding meliputi:
Zona : area ditandai dengan fitur atau fungsi tertentu dan diberi identitas
unik.
Jalur / area sirkulasi : memisahkan area masuk menuju lokasi dan keluar
dari lokasi.
Bagian wilayah atau tanda : benda / elemen yang digunakan untuk
menunjukkan posisi / area di sepanjang rute atau di tempat tujuan.
Jaringan : satu titik dalam jaringan / sistem di mana jalur saling
berpotongan atau bercabang; biasanya satu poin dimana sebuah
keputusan perlu dibuat
Tepian : bagaimana kondisi disekeliling jalur, zona didefinisikan.
Unsur-unsur ini dieksplorasi dalam tata letak ruang dan sirkulasi dan disain
ruang fisik.
1. Perencanaan Tata Ruang
Perencanaan tata ruang terdiri dari proses identifikasi, pengelompokan
dan penghubung ruang. Berdasarkan hal tersebut suatu unit/area dapat
dikelompokkan ke dalam zona menurut fungsi/identitas umum. Semakin
68
Manajemen Unit Kerja II
besar kesederhanaan sistem sirkulasi, semakin mudah menghasilkan
mengingat rute di sekitar lokasi. Ini berarti area ini hanya memerlukan
sedikit papan petunjuk arah yang sederhana dan memudahkan
pencarian lokasi.
2. Pintu masuk dan pintu keluar
Penting untuk memastikan bahwa pintu masuk utama dapat dibaca
oleh konsumen dari berbagai sudut. Pertimbangkan area utama, seperti
pemberhentian bus, tempat parkir dan jalan setapak, yang dekat dengan
konsumen. Agar pintu masuk mudah ditemukan maka perlu
memperhatikan desain bangunan yang memberi menonjol, membuat
gerbang untuk memperjelas area masuk, menyediakan kanopi, serambi
atau tenda untuk menarik perhatian ke arah pintu masuk.
Dalam kebanyakan kasus, pintu masuk rumah sakit juga merupakan
pintu keluar rumah sakit. Dalam merencanakan desain arsitektur
bangunan rumah sakit perlu mempertimbangkan jalur keluar yang
terhubung langsung dengan jalur-jalur utama. Pada area publik dimana
terdapat banyak pintu masuk dan keluar, area tersebut sebaiknya
mendesain seluruh area menuju jalan keluar dengan desain arsitektur
bangunan yang lebih mudah dikenal publik.
Dalam keadaan darurat, orang lebih mungkin untuk keluar dari
gedung melalui jalur yang sama dengan jalur yang diambil saat masuk
daripada mengambil jalur lain yang tidak diketahui. Desain arsitektural
yang berbeda dapat digunakan untuk membantu membedakan area
pintu masuk / keluar utama dari jalur lainnya terutama jika pintu utama
terletak di sepanjang koridor dengan banyak jalur lain.
3. Desain Interior dan Landmark
Dalam kaitannya dengan wayfinding, tujuan desain interior adalah
untuk menciptakan diferensiasi antara zona dan ruang di dalamnya,
menciptakan identitas untuk area yang dituju dan mengatur jalur dengan
memastikan desain landmark yang mudah diingat oleh pengguna dengan
informasi.
Landmark ditempatkan di sepanjang jalur sirkulasi pengunjung,
terutama di area-area khusus yang mudah diingat dan dikenal oleh
pengguna. Landmark bisa menjadi objek yang sangat berguna untuk
memberikan identitas tersendiri pada suatu area. Misalnya, patung atau
lounge dengan dekorasi yang unik yang ditempatkan pada titik di mana
pengguna berada pada persimpangan jalan. Jika pengguna tersesat,
mereka dapat mengorientasikan dirinya kembali posisi landmark ini.
Desain interior menciptakan identitas untuk zona dan ruang di
dalamnya, desain interior memungkinkan perbedaan antara suatu area
dengan area lainnya termasuk area sirkulasi pengunjung/pengguna.
69
Manajemen Unit Kerja II
Dengan kata lain desain interior mampu memberikan karakteristik yang
berbeda pada penataan ruang antara suatu area dengan area lainnya.
Misalnya, setiap unit di dalam rumah sakit bisa memiliki suatu tema
warna yang berbeda-beda; setiap ruang di dalam suatu unit tersebut
memiliki tema warna yang sama. Desain interior juga bisa berkontribusi
dalam memberikan petunjuk arah pada desain bangunan, seperti contoh
berikut :
B. KOMPONEN DESAIN GRAFIS DAN INFORMASI
Setiap elemen desain grafis dan informasi harus dirancang secara hati-hati
agar dapat menjadi sumber informasi yang jelas bagi pengguna.
1. Jenis tanda
a. Tanda Diklasifikasikan menurut Fungsi
Tanda-tanda wayfinding pada interior maupun eksterior bangunan,
sebaiknya diklasifikasikan sesuai dengan jenis informasi yang ingin
disampaikan.
1) Orientasi - Tanda ini berfungsi untuk memberi pengguna
gambaran tentang bentuk bangunan atau lokasi, serta informasi
tentang di mana letak dari lokasi tujuannya berada. Contoh jenis
tanda ini meliputi peta dan denah lantai.
70
Manajemen Unit Kerja II
2) Petunjuk Arah – Tanda ini berfungsi untuk memandu konsumen
menuju ke tempat tertentu sesuai dengan jalur/rute/arah yang
tepat. Tanda panah arah harus jelas dan tanda panah
mengarahkan ke arah yang tepat.
3) Identifikasi - Tanda ini berfungsi untuk memberi identitas/nama
pada suatu bagian bangunan, departemen, ruangan atau lokasi.
Pemberian identitas dapat berupa penomoran ruangan, lantai, dll.
4) Petunjuk Wajib (Statutory) - Tanda ini merupakan suatu tanda
yang wajib dipasang menurut peraturan dan undang-undang.
Tanda ini antara lain tanda keselamatan kebakaran, persyaratan
kesehatan dan keselamatan kerja dan persyaratan kode
bangunan; serta layanan seperti telekomunikasi, listrik, pos dan
keamanan.
5) Lalu Lintas dan Parkir - Tanda ini berfungsi untuk membantu
arus lalu lintas kendaraan dan tanda pengaturan parkir; baik on-
site maupun off-site.
71
Manajemen Unit Kerja II
6) Miscellaneous - Tanda ini umumnya memberikan informasi
mengenai prosedur, berhubungan dengan masalah operasional,
dan biasanya dimaksudkan untuk dibaca oleh staf.
b. Tanda Diklasifikasikan menurut Karakteristik Fisik
Tanda bisa diklasifikasikan menurut cara pemasangannya:
1) Self-supporting - sebuah tanda yang dipasang pada sebuah
tiang, papan yang dibangun sedemikian rupa sehingga dapat
menahan bebannya sendiri.
2) Dipasang di dinding - tanda berbentuk datar yang dipasang
pada dinding secara vertikal.
3) Suspended - tanda yang digantung pada plafon.
Selain klasifikasi di atas, fitur berikut mendukung deskripsi dari
tanda-tanda tersebut:
1) 1 Sisi atau 2 sisi (double faced) – Tanda yang menampilkan
informasi di satu sisi, atau 2 sisi depan-belakang. Tanda-tanda 2
sisi dapat menunjukkan informasi yang sama pada kedua sisi
(lebih sering digunakan untuk menunjukkan identitas) atau
menampilkan informasi yang berbeda (digunakan untuk papan
petunjuk arah).
2) Penerangan pada tanda. Penerangan berasal dari dalam tanda,
papan diberi pencahayaan dari luar atau tanda tanpa
penerangan. Kuat penerangan, arah, suhu dan jenis cahaya perlu
dipertimbangkan karena dapat memberi dampak keterbacaan
tanda.
3) Tanda dinamis atau statis – tanda statis hanya menampilkan
informasi dan grafis yang sama secara fisik sementara tanda
72
Manajemen Unit Kerja II
dinamis umumnya berbentuk elektronik dan menyampaikan
informasi yang cenderung berubah dari waktu ke waktu,
misalnya informasi untuk staf mengenai alokasi kamar pasien.
2. Lokasi dan Penempatan Tanda
a. Persimpangan
Wayfinding sangat berguna ditempatkan disekitar persimpangan
jalan. Petunjuk arah tambahan yang ditempatkan di sepanjang rute
dapat digunakan untuk meyakinkan pengguna bahwa mereka
masih berada di jalur yang benar jika rute tersebut nampaknya
panjang dan ada risiko pengguna merasa tidak pasti mengenai arah
mereka. Disarankan agar jumlah petunjuk arah yang ditempatkan
di persimpangan harus cukup untuk memberikan informasi yang
diperlukan oleh pengguna dari segala arah.
b. Pengungkapan Progresif
Fasilitas kesehatan terkadang terlalu banyak memasang informasi.
Hal ini sering merupakan hasil dari kompleksitas fungsi tanda
informasi dan keinginan untuk mencantumkan terlalu banyak
informasi pada banyak poin di sepanjang jalan. Kelebihan informasi
pada papan petunjuk dapat diminimalkan dengan
mengembangkan hirarki pesan dan menghilangkan informasi
umum terlebih dahulu, memberikan informasi spesifik yang
penting bagi pengguna untuk bisa mencapai lokasi tujuan.
Pelepasan informasi secara bertahap dan hati-hati ini dikenal
sebagai pengungkapan progresif yang sering digunakan di bandara
dan desain produk interaktif. Kunci pengungkapan progresif adalah
menyediakan cukup informasi yang diperlukan untuk membawa
pengunjung ke titik persimpangan berikutnya.
c. Urutan Informasi pada Papan Petunjuk Arah
Berikut ini merupakan urutan langkah perjalanan pengguna sarana
kesehatan yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun urutan
informasi petunjuk arah pada papan petunjuk arah:
1) Konsumen melakukan perjalanan ke fasilitas kesehatan melalui
kendaraan bermotor, angkutan umum atau moda transportasi
lainnya.
2) Kemudian konsumen masuk lokasi dan jika membawa
kendaraan sendiri, konsumen perlu mengetahui lokasi parkir
kendaraan. Jika bersama supir, konsumen perlu mengetahui
lokasi drop off.
73
Manajemen Unit Kerja II
3) Setelah turun dari kendaraan, konsumen akan menuju ke pintu
masuk fasilitas.
4) Setelah masuk fasilitas dan mereka mencari arah menuju
departemen/unit tujuan.
5) Perjalanan melalui jalur horizontal dan/atau jalur vertikal dalam
bentuk lift atau tangga, untuk menuju lokasi tujuan.
6) Konsumen keluar dari lokasi melalui jalan yang sama atau
melalui jalur alternatif.
3. Papan Pentunjuk Eksternal (Luar Bangunan)
a. Papan Petunjuk Arah di Sekitar Jalan Raya
Kota mengizinkan pemasangan papan petunjuk arah dalam radius
tertentu dari fasilitas kesehatan dan papan tersebut harus
ditempatkan pada titik yang tepat sebelum pengguna harus
melakukan pemilihan jalur pada persimpangan. Hal-hal yang harus
dipertimbangkan pada pemasangan papan petunjuk arah di jalan
raya :
1) Dipasang di sepanjang jalan raya yang sudah dekat dengan
Lokasi Pelayanan Kesehatan, dan di perbatasan kota dimana
Lokasi Pelayanan Kesehatan berada.
2) Di jalan yang diklasifikasikan sebelumnya, pada belokan jalan
yang mengarah ke rumah sakit dengan perawatan gawat
darurat.
Peraturan lalu lintas setempat terkadang menarik dana untuk
pemasangan dan pemeliharaan papan petunjuk dan menjamin
konsistensi papan petunjuk yang terpasang baik di dalam dan di
luar halaman rumah sakit. Peraturan lalu lintas setempat juga
memiliki standar dalam penentuan desain, warna, bentuk dan
ukuran papan petunjuk untuk dipasang di jalan raya. Format papan
petunjuk harus sama dengan yang digunakan di jalan-jalan menuju
ke lokasi fasilitas untuk memastikan kesinambungan pemahaman
dengan pengguna/konsumen.
Contoh Tanda dan Petunjuk Arah di Jalan Raya Sekitar RS
74
Manajemen Unit Kerja II
Contoh Tanda Yang Terpasang pada Bagian Luar Dinding RS
b. Pintu Masuk Utama / Petunjuk Arah bagi Kendaraan
Papan petunjuk dibagian luar bangunan untuk mengidentifikasi
lokasi menuju area utama di luar bangunan seperti area masuk
utama, tempat parkir dan zona drop-off sangat penting dipasang
pada beberapa titik lokasi terdekat.
Pada area pintu masuk utama penting untuk menyediakan
informasi petunjuk arah menuju bangunan yang dituju oleh
pengguna seperti arah menuju Unit Gawat Darurat, Bagian
registrasi, klinik pasien rawat jalan, layanan kesehatan masyarakat,
atau unit rawat inap.
Contoh wayfinding pada area masuk
Tujuan penempatan petunjuk arah pada pintu masuk utama adalah
:
1) Kendaraan bermotor dapat langsung ke area parkir dari pintu
masuk.
2) Mempermudah lalu lintas pejalan kaki langsung dari tempat
parkir, tempat transportasi umum, atau pintu masuk utama
menuju ke pintu masuk gedung.
3) Identifikasi bangunan
75
Manajemen Unit Kerja II
4) Mempermudah lalu lintas pejalan kaki dari titik jalan keluar
utama ke tempat parkir pengunjung dan area angkutan umum.
5) Mempermudah lalu lintas kendaraan untuk dapat langsung
keluar dari area rumah sakit.
c. Peta Lokasi
Apabila suatu fasilitas terdiri dari sejumlah bangunan yang
tersebar di area yang luas dan terdapat pintu masuk lebih dari satu,
maka perlu dipasang peta lokasi di sekitar lokasi tersebut seperti
pemberhentian bus atau tempat parkir dimana konsumen memulai
perjalanan mereka di lokasi.
Peta menunjukkan area tujuan berdasarkan Unit/departemen,
seperti semua Unit Rawat Inap, Klinik Rawat Jalan, Bagian Darurat,
Enquiries, dan Administrasi. Peta dengan informasi yang lebih rinci
dapat ditambahkan pada bagian dalam gedung atau pintu masuk
yang dilewati.
Contoh peta pada RS
d. Papan Petunuk Arah di Halaman Bangunan
Papan petunjuk mungkin diperlukan di sepanjang jalur utama di
bagian halaman bangunan untuk memberikan panduan pada titik
utama seperti tempat parkir, pintu masuk utama, persimpangan
dan pusat transportasi umum.
76
Manajemen Unit Kerja II
Contoh petunjuk arah pada titik persimpangan di luar bangunan RS
e. Entrance Signage
Tanda/Nama bangunan diperlukan pada bagian masuk dan keluar,
apabila terdapat banyak pintu masuk. Tanda ini juga harus
dipasang pada pintu masuk bagian gawat darurat.
Contoh Tanda yang Menunjukkan Pintu Masuk Bagian Gawat Darurat
4. Wayfinding dalam Bangunan
Setelah pengguna memasuki pintu utama, maka pengunjung
memerlukan informasi arah menuju lokasi/area yang dituju pada
bangunan tersebut. Setiap papan petunjuk arah harus ditempatkan
disekitar persimpangan jalur.
Berikiut prinsip dalam membuat papan petunjuk dibagian dalam
bangunan:
Memberi informasi yang lebih spesifik di sepanjang jalur
sehingga tidak membinggungkan pengguna.
Memberi pertimbangan khusus untuk pada pengguna dalam
keadaan darurat
Pertahankan desain papan petunjuk arah sesederhana mungkin
Jaga agar terminologi yang digunakan pada papan nama dan staf
tetap konsisten
77
Manajemen Unit Kerja II
Pertimbangkan keamanan dan penggunaan jam penggunaan
gedung
Memastikan jalur pada area persimpangan.
a. Papan direktori utama
Membuat papan petunjuk arah dan peta sering menjadi titik utama
informasi orientasi saat memasuki sebuah bangunan.
Prinsip berikut berlaku untuk desain direktori dan peta:
1) Desain papan petunjuk yang menarik diperbolehkan, bahkan
dapat membantu memperjelas pembagian area pada peta
bangunan.
2) Jangan letakkan informasi terlalu tinggi. Maksimal 1600mm di
atas tingkat lantai (tergantung pada ukuran teks).\
3) Atur papan petunjuk arah menurut kebutuhan konsumen bukan
oleh hirarki birokrasi.
4) Gunakan terminologi yang sederhana yang diketahui masyarakat
umum.
5) Ukuran papan petunjuk harus menyesuaikan visibilitas
pengguna.
6) Papan petunjuk arah harus ditempatkan di ruang yang
memungkinkan dilihat oleh sejumlah orang tanpa menghalangi
area sirkulasi.
Contoh Petunjuk Elektronik dan Petunjuk Arah yang menunjukkan Berbagai Area Sekaligus
b. Lift Lobby Directory Board
Umumnya papan petunjuk skala kecil yang terletak di lobi lift pada
setiap tingkat untuk membantu konsumen dalam menentukan
lantai tujuan mereka sebelum memasuki lift. Papan ini harus
menyoroti nomor lantai saat ini dengan ringkasan departemen
terkait dan tempat di semua lantai lainnya. Versi yang diperkecil
78
Manajemen Unit Kerja II
lebih lanjut juga harus hadir di dalam lift untuk memungkinkan
konsumen semakin yakin dengan lokasi (lantai) yang dituju.
c. Interbase directional antar departemen
Ini adalah papan petunjuk yang mengarahkan konsumen ke
departemen tujuan dan harus ditempatkan di setiap sudut atau di
tengah koridor yang sangat panjang. Tatanan arah tidak perlu
dibatasi pada tata letak tradisional. Papan petunjuk arah menuju
suatu departemen dan tempat tujuan lain dapat diberi kode warna
sesuai dengan skema desain interior pada suatu area.
Contoh Petunjuk Arah Antar Unit Pelayanan
d. Tanda Petunjuk Telak Masuk ke Suatu Unit
Harus ada tanda untuk menunjukkan titik masuk ke suatu
departemen/unit. Desain papan nama dapat mengadopsi skema
warna dan bahasa interior.
e. Tanda Petunjuk Arah Menuju Ruang-Ruang dalam Suatu Unit
Tanda ini sama dengan papan petunjuk arah antar departemen
namun papan ini mengarahkan konsumen ke tempat-tempat
tertentu di dalam departemen seperti lokasi kamar tidur, ruang
staf, toilet dan lobi lift. Tatanan arah harus ditempatkan di setiap
simpul, persimpangan koridor atau didistribusikan sepanjang
koridor yang sangat panjang. Warna yang kontras dapat digunakan
untuk memastikan tanda dapat dibaca pada jarak yang sesuai.
f. Tanda Identitas Ruangan
Tanda ini merupakan tanda yang menunjukkan identitas ruangan
dan menandakan titik tujuan konsumen. Tanda tidak harus
dipasang pada pintu. Jenis font, set-out dan desain harus konsisten
agar terbaca.
79
Manajemen Unit Kerja II
Contoh Pemasangan Tanda Identitas Suatu Ruang
5. Tata Letak dan Desain
a. Tanda Informasi Umum
Tanda tetanng Informasi umum yang berguna bagi pengunjung.
Pengunjung perlu tahu apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan di
lokasi tersebut, apa yang harus dilakukan di daerah tertentu dan
area apa saja yang bisa diakses pada jam tertentu. Beberapa daftar
informasi umum mungkin diwajibkan terkait syarat kesehatan dan
keselamatan di tempat kerja, keselamatan pengguna umum dan
keselamatan darurat.
Tanda ini umumnya menginformasikan kegiatan terlarang, seperti
merokok, berjalan di rumput, menunggang kuda, mengambil foto
atau menggunakan telepon genggam terutama pada area terlarang,
seperti area tegangan tinggi, area staf dan area steril. Tanda ini
dipasang pada titik di sekeliling area dimana aktivitas / akses
dilarang. Tanda ini umunya disajikan dalam bentuk gambar namun
harus diperkuat dengan keterangan tertulis.
Tanda yang menunjukkan syarat yang harus ditaati pengunjung
sebelum memasuki suatu daerah, seperti memakai pakaian
pelindung atau mencuci tangan, juga harus ditempatkan pada titik-
titik di sekitar area tersebut. Papan informasi mengenai jam layanan
diperlukan jika area tersebut hanya menyediakan jam buka
pelayanan yang dapat terbatas menurut jam kerja standar atau
mungkin mencakup cakupan 24 jam.
b. Sign Heights
Tanda dipasang di dinding dan free-standing harus ditempatkan di
antara 1200mm dan 1600mm di atas lantai. Letak ketinggian
pemasangan wayfinding secara konsisten dapat membantu
konsumen untuk menemukan tanda tersebut dengan mudah. Lebar
papan wayfinding tersebut sebaiknya 400mm.
80
Manajemen Unit Kerja II
Wayfinding yang digantung pada plafon harus terletak antara
2100mm dan 3000mm di atas lantai. Lebar papan wayfinding
tersebut sebaiknya 900mm ini agar besar tampilan informasi dan
arah pada wayfinding tetap bisa dilihat dari kejauhan.
Rekomendasi Tinggi Pemasangan Tanda pada Tembok Bangunan atau
Tanda yang digantung pada plafon
Pemasangan tanda di pintu harus memperhatikan konsistensi tata
letak keterbacaan seperti yang digambarkan pada gambar di bawah
ini.
Rekomendasi Tinggi Pemasangan Tanda Identitas Ruang Pada Pintu
c. Tipografi
1) Letterforms
Tulisan harus mudah dibaca dan jelas. Tulisan sebaiknya tidak
terlalu lebar ataupun terlalu tipis. Ketebalan huruf harus
konsisten dan mudah dibaca. Karakteristik huruf seperti ukuran,
jarak keterbacaan dan jarak antar huruf semua harus
dipertimbangkan. Jenis huruf yang dipilih untuk papan nama
81
Manajemen Unit Kerja II
harus memiliki letterform dengan rasio x-height terhadap huruf
kapital sekitar 3: 4, agar kata 1 dengan yang lain dapat dibedakan
dengan mudah. Seperti gambar berikut :
2) Pengaturan Huruf Besar dan Huruf Kecil
Pada naskah penulisan kata menggunakan kombinasi huruf kecil
dan huruf besar agar lebih mudah dibaca, begitu pula dengan
penulisan kata pada papan petunjuk arah. Penggunaan huruf
besar atau kecil semua pada kata, seringkali dapat
membinggungkan pembaca.
3) Jarak Keterbacaan
Ukuran huruf dalam sebuah tanda harus harus dapat terbaca pada
pada jarak tertentu. Standar ukuran huruf yang disarankan adalah
25mm dan umumnya terbaca dari jarak 15 meter. Standar ini
berlaku pada keadaan ideal, dengan pencahayaan yang baik, tidak
ada distorsi sudut, tidak ada kesilauan dan pengguna dengan
penglihatan 20/20.
Apabila tanda tidak dilihat langsung dari depan, maka pengaruh
distorsi sudut terjadi. Apabila distorsi sudut 45 derajat maka
tingkat keterbacaan tanda minimal 75%, artinya ukuran huruf
dengan ukuran 25mm hanya bisa terbaca dari jarak 10 meter.
Selain itu, Kondisi pencahayaan yang buruk mengurangi
keterbacaan tanda. Apabila pencahayaan buruk, maka ukuran
huruf 45-50 mm direkomendasikan sebagai ukuran minimum
agar tanda dapat terbaca lebih dari jarak 15 meter.
4) Simbol (Piktogram)
Bahasa tertulis pada papan informasi adalah sarana komunikasi
yang paling banyak digunakan, penggunaannya didasarkan pada
asumsi bahwa orang yang melihat informasi tersebut dapat
membaca dan dapat melihat serta memahami pesan tersebut.
Namun terkadang tidak semua orang yang melihat suatu
informasi dapat membaca atau memahami informasi yang
disajikan, oleh karena itu sebaiknya suatu informasi disajikan
dengan memadukan tulisan dan simbol/Piktogram.
Simbol/Piktogram dapat mengkomunikasikan sejumlah besar
informasi dalam sejumlah kecil ruang jika dirancang dengan baik.
Piktogram dapat mengkomunikasikan tindakan terlarang atau
wajib, memperingatkan orang tentang potensi bahaya dan
mengidentifikasi fasilitas.
82
Manajemen Unit Kerja II
Ada tiga kategori piktogram atau simbol:
a) Terkait Objek- mewakili objek tertentu, misalnya simbol
telepon atau rokok yang paling sering dikenal. Simbol-simbol
ini sendiri tidak selalu cukup dan terbatas dari berapa banyak
informasi yang ingin disampaikan. Misalnya, simbol kepala
yang memakai respirator berarti "proteksi pernapasan harus
dipakai" namun simbol tersebut kurang dapat untuk
menyampaikan jenis proteksi pernafasan yang harus
digunakan, sehingga penggunaan tulisan perlu ditambahkan
b) Terkait Konsep- tanda panah tidak mewakili panah (alur)
begitu juga handset telepon mewakili telepon umum.
c) Abstrak – bentuk simbol abstrak tidak ada hubungannya
dengan makna informasi yang ingin disampaikan. Misal
Simbol lingkaran dengan garis miring diagonal umumnya
dipahami sebagai simbol pelarangan, segitiga dengan tanda
seru telah dibaca sebagai "peringatan" dan lingkaran merah
dengan blok horizontal putih melalui pusatnya berarti
"dilarang masuk".
Contoh Penggunaan Simbol pada Petunjuk Arah yang disertai
Keterangan dalam bentuk tulisan biasa dan Braille
5) Braille
Di banyak negara dan yurisdiksi diperlukan tanda dengan braille
untuk mempermudah aksesibilitas para penyandang tunanetra,
terutama untuk identifikasi fasilitas dan di dalam lift.
Mengingat fasilitas kesehatan yang dikunjungi oleh orang sakit
dan orang dengan kekurangan fisik, penambahan penggunaan
braile pada papan petunjuk dapat lebih bermanfaat bagi
pengunjung, terutama penggunaan pada papan petunjuk utama
dan papan petunjuk arah yang dapat dijangkau. Braille bisa
diintegrasikan ke dalam papan petunjuk yang sudah ada atau bisa
juga dibuat terpisah dari tanda lain. Permukaan lantai yang
bermotif timbul perlu ditambahkan pula untuk membimbing
pengguna dengan kekurangan fisik (tunanetra) untuk dapat
menuju tempat selanjutnya (papan petunjuk selanjutnya).
83
Manajemen Unit Kerja II
Contoh penggunaan braille pada petunjuk arah dan jalur
6) Warna
Warna digunakan untuk menciptakan keseragaman dan branding
informasi pada wayfinding namun harus memperhatikan kontras
yang cukup antara warna latar belakang dan warna yang
digunakan untuk pesan atau simbol.
7) Kode warna
Pengodean dengan warna seringkali sulit dilakukan untuk area
yang besar karena terbatasnya jenis warna yang bisa digunakan.
Sembilan warna dasar plus hitam, putih dan abu-abu adalah satu-
satunya warna yang biasa digunakan untuk pengkodean warna.
Hal ini karena pengkodean warna memerlukan warna yang telah
dengan nama yang telah disepakati seperti 'merah', 'biru',
'kuning', 'hijau' dan lain-lain. Kode warna dengan lebih dari satu
warna dapat menyebabkan kebingungan pada pengguna. Tidak
banyak warna yang dapat digunakan untuk dijadikan kode pada
masing-masing unit di fasilitas kesehatan karena biasanya jumlah
departemen melebihi jumlah warna yang tersedia. Selain itu,
semakin banyak kode warna, pengguna akan kesulitas mengingat
maksud dari setiap kode warna. Kode warna dapat digunakan
untuk menunjukkan indentitas identitas zona tertentu yang lebih
umum pada suatu area/fasilitas pelayanan kesehatan.
.
8) Tata Letak Grafis
Pesan bisa diatur berdasarkan rata kiri (left), terpusat (centre)
atau kanan (right). Pengaturan rata tulisan (alligment) yang
paling efektif untuk negara-negara di mana bahasa resmi dibaca
dari kiri ke kanan adalah teks rata kiri.
Teks Informasi harus dipisahkan menjadi menjadi beberapa
bagian agar dapat dibaca dengan cepat oleh pengguna. Teks
informasi dipisah menjadi 3-4 baris, apabila informasi yang
disajikan banyak maka kelompok informasi lain dapat disajikan
secara vertikal atau horisontal. Seperti contoh pada gambar
berikut :
84
Manajemen Unit Kerja II
Contoh Penyusunan Kelompok Informasi pada Petunjuk Arah
9) Konten dan Bahasa
Tanda pada papan petunjuk ditujukan untuk membantu pengguna
dalam memahami suatu informasi, oleh karena itu bahasa yang
digunakan pada papan petunjuk sebaiknya dipahami oleh
pengguna. Misalnya suatu papan petunjuk di fasilitas kesehatan,
menggunakan kata 'Otorhinolaryngology' untuk 'Telinga, Hidung
dan Tenggorokan', istilah tersebut jelas sulit dipahami oleh
pengguna yang sebagian besar bukan tenaga/ahli
kesehatan/medis.
10) Tanda-tanda multilingual
Ada batasan berapa banyak informasi yang bisa diletakkan pada
papan petunjuk, apabila ada duplikasi informasi dalam bahasa
lain jelas hal ini dapat membingungkan pengguna jika tidak
dirancang dengan hati-hati. Papan petunjuk yang menyajikan
informasi dalam dua bahasa harus memastikan jenis font
informasi kedua bahasa harus konsisten. Karakter dari bahasa
lain mungkin lebih rumit daripada bahasa Inggris dan oleh karena
itu ukuran font yang bervariasi mungkin diperlukan untuk
memperjelas informasi. Seperti pada contoh gambar sebelah kiri
di bawah ini, di mana karakter tradisional China memerlukan
ukuran huruf yang lebih besar agar tetap terbaca seperti
informasi dalam bahasa Inggris.
Contoh Penyusunan Petunjuk Arah dalam 2 Bahasa
85
Manajemen Unit Kerja II
Berikut ini merupakan beberapa contoh metode yang digunakan
untuk menyajikan informasi dengan dua bahasa pada papan
petunjuk :
Contoh Penyusunan Petunjuk Arah dalam 2 Bahasa
Mungkin tidak layak untuk menyajikan papan nama di setiap
bahasa secara berdampingan/sama; Oleh karena itu, harus ada
salah satu bahasa yang harus diputuskan sebagai bahasa utama
pada papan petunjuk sehingga penyajian informasi dengan bahasa
lain disajikan dalam font yang lebih kecil yang letaknya
berdekatan dengan bahasa utama.
Contoh Penyusunan Petunjuk Arah dalam 2 Bahasa
d. Penerangan
Penerangan tanda dapat dicapai dengan ambien pencahayaan atau
pencahayaan buatan.
1) Ambient Pencahayaan (pencahayaan seluruh ruang)
Ambien pencahayaan umumnya dianggap cukup dalam
kebanyakan keadaan di dalam fasilitas kesehatan. Namun, ambien
pencahayaan tidak memadai di ruang berskala besar seperti lobi
atau ruang pertemuan, di ruang terbuka atau di beberapa unit di
mana ambien pencahayaan perlu diredupkan, namun informasi
wayfinding harus tetap terbaca.
86
Manajemen Unit Kerja II
2) Pencahayaan Buatan
Ada dua jenis penerangan buatan; penerangan internal dan
eksternal. Penerangan khusus pada papan petunjuk yang berada
di dalam bangunan di fasilitas kesehatan pada umumnya tidak
perlu. Namun ada area spesifik di mana penerangan khusus pada
papan petunjuk mungkin diperlukan. Contohnya pintu darurat,
loket pendaftaran dan area layanan gawat darurat. Intensitas
pencahayaan internal dan penggunaan material latar transparan
harus diminimalkan untuk mencegah hilangnya keterbacaan
informasi karena silau. Pencahayaan papan petunjuk di luar
ruangan lebih hemat energi dan bisa lebih akurat menampilkan
warna. Bahan bangunan dan posisi sumber cahaya harus
diperhatikan dengan hati-hati dalam memasang papan petunjuk
yang berada di luar ruangan agar papan tidak mematulkan cahaya
yang dapat menimbulkan efek silau. Perhatikan papan petunjuk
dari segala arah karena mungkin saja papan petunjuk tampak
diterangi dengan baik dari satu sudut pandang namun dari sudut
lain dikaburkan oleh cahaya yang memantul.
e. Sistem Penomoran Lantai
Buatlah sistem penomoran lantai yang sesuai dengan tingkatan
bangunan. Misalnya, mulai dari lantai dasar ke lantai-lantai diatasnya
dimulai dengan nomor Lantai 1,2, dst secara berurutan, sedangkan
penomoran lantai yang berada dibawah lantai dasar diberikan
nomor mulai basement 1, basement 2 dan seterusnya.
Dalam kasus lain di mana dua bangunan terpisah dengan tingkat
lantai yang bervariasi yang saling terhubung, hal ini dapat
menyebabkan sistem penomoran lantai menjadi bervariasi juga.
Misalnya tingkat 1 bangunan 1 dapat menjadi tingkat 4 dari
bangunan lainnya. Permasalah ini dapat diminimalkan dengan:
Penomoran lantai bangunan baru disesuaikan dengan
penomoran lantai pada bangunan lainnya.
Batasi titik koneksi antara dua bangunan dengan jalur utama
dan pastikan memasang papan petunjuk yang memberi
informasi tentang perubahan sistem penomoran lantai di antara
dua bagian bangunan tersebut.
87
Manajemen Unit Kerja II
LAMPIRAN : FORMAT TUGAS LAPORAN
A. KETENTUAN UMUM
1. Ukuran kertas A4
2. Laporan Tidak Dijilid, Laporan dimasukkan dalam Map Plastik
Ketentuan Warna Map
Kelas 41 : Merah
Kelas 42 : Biru
Kelas 43 : Hijau
Kelas 44 : Kuning
Kelas 45 : Putih
Kelas 4PE : Abu-abu
3. Wajib menggunakan page number (nomor halaman)
4. Laporan 1 Dikumpulkan selambat-lambatnya pada
pertemuan ke-7
5. Laporan 2 Dikumpulkan selambat-lambatnya pada
pertemuan ke-14
88
Manajemen Unit Kerja II
B. FORMAT PENULISAN LAPORAN 1 MUK 2
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I ANALISA JABATAN PETUGAS .............
A. Nama Jabatan
B. Unit Kerja
C. Fungsi Jabatan
D. Hasil Kerja
E. Uraian Kegiatan/Tugas
F. Persyaratan Jabatan
BAB II ANALISA BEBAN KERJA PETUGAS ..........
A. Waktu Kerja Tersedia Petugas ......
B. Uraian Tugas Pokok, Kuantitas Kerja dan Rata-Rata Waktu Penyelesaian
Tugas Pokok Petugas ....
C. Uraian Tugas Tambahan, Kuantitas Kerja dan Alokasi Waktu Tugas Kerja
Tambahan Petugas ....
D. Standar Beban Kerja Petugas ...........
E. Faktor Kelonggaran Kategori Petugas ....
F. Faktor Kelonggaran Individu Petugas ....
G. Kebutuhan Petugas ...... Berdasarkan Tugas Pokok (KG)
H. Kebutuhan Akhir Petugas ......
BAB III ANALISIS KEBUTUHAN SARANA UNIT REKAM MEDIS
A. Analisa Kebutuhan Rak Filing
B. Analisa Kebutuhan Loket Pendaftaran
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN
MANAJEMEN UNIT KERJA 2
“Analisa Jabatan, Beban Kerja dan Kinerja Petugas .......”
Logo udinus
Nama (NIM)
Prodi DIII- Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
Fakultas Kesehatan
Universitas Dian Nuswantoro
2018
89
Manajemen Unit Kerja II
C. FORMAT PENULISAN LAPORAN 1 MUK 2
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I ANALISA KEBUTUHAN RUANG UNIT REKAM MEDIS
A. Daftar Sarana Yang Terdapat dalam Ruang Rekam Medis
B. Staf Yang Bekerja Pada Ruang Rekam Medis
C. Analisa Kebutuhan Ruang Rekam Medis
BAB II DESIGN PENATAAN RUANG UNIT REKAM MEDIS
A. Alur Kerja Unit Rekam Medis
B. Design Ruang Unit Rekam Medis
BAB III ANALISA DESAIN SARANA
A. Antropometri Petugas Rekam Medis
B. Dimensi Sarana (Rak Filing, Loket Pendaftaran, dan Meja Kerja Staf
Rekam Medis)
C. Analisa Desain Sarana Unit Rekam Medis
BAB IV ANALISIS WAYFINDING DI RS ....
A. Jenis-Jenis Wayfinding di RS ....
B. Posisi Wayfinding
C. Warna dan Ukuran Wayfinding
D. Simbol dan Istilah Pada Wayfinding
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN
MANAJEMEN UNIT KERJA 2
“Analisa Kebutuhan Ruang, Design Penataan
Ruang Rekam Medis, Analisa Desain Sarana dan
Analisa Wayfinding”
Logo udinus
Nama (NIM)
Prodi DIII- Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
Fakultas Kesehatan
Universitas Dian Nuswantoro