Upload
nguyenhuong
View
227
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 1
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 2
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 3
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 1
PENGARUH IKLAN DI TELEVISI DAN KUALITAS PRODUK
TERHADAP MOTIVASI PEMBELIAN PELANGGAN SHAMPO DOVE
DI YOGYAKARTA
Martina Rahmawati Masitoh1
Muhammad Johan Widikusyanto
Universitas Serang Raya
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh iklan di televisi dan
kualitas produk terhadap motivasi pembelian pelanggan shampo Dove.
Responden dalam penelitian ini adalah konsumen shampo yang yang berdomisili
di Yogyakarta. Responden dipilih menggunakan teknik purposive sampling
dengan kriteria pernah membeli dan menggunakan shampo Dove serta pernah
melihat iklan shampo Dove, masing-masing minimal 1 X. Ukuran sampel yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah 100 orang. Sedangkan teknik
pengumpulan datanya menggunakan penyebaran kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklan di televisi dan kualitas produk
berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian baik secara parsial maupun
simultan.
Kata Kunci: Iklan, Televisi, Kualitas, Produk, Motivasi, Pembelian, Shampo,
Dove
A. PENDAHULUAN Shampo merupakan satu kategori produk dengan tingkat persaingan yang
sangat ketat. Bahkan, persaingan ini diperkirakan tidak akan pernah berakhir,
mengingat produk ini termasuk yang dibutuhkan semua orang. Apalagi
penetrasi produk ini sudah mendekati titik jenuh (100%), sehingga membuat
suasana persaingan kian terasa di kategori ini. Namun, kategori shampo tetap
mempunyai daya tarik yang sangat besar. Produk shampo merupakan produk
yang dibutuhkan oleh semua orang. Selain market size-nya yang sangat besar,
kategori ini juga dianggap menguntungkan, karena gross profit-nya bisa
mencapai 40%. Walau persaingannya sangat sengit, kategori ini boleh
dibilang hanya dikuasai dua pemain, yaitu PT Unilever Indonesia Tbk dan PT
P&G Indonesia. Sementara Grup Wings lewat merek Emeron dan Zinc, PT
Gondowangi dengan merek Natur, dan beberapa pemain lainnya hanya
berpengaruh kecil. Unilever dan P&G menguasai lebih dari 70% pangsa pasar
shampo. (www.swa.co.id, 2007)
Unilever yang merupakan perusahaan induk dari PT Unilever Indonesia Tbk
tengah menghadapi persaingan dengan perusahaan-perusahaan lain. Produk-
produk shampo yang diproduksi oleh Unilever diantaranya shampoo Dove,
Sunsilk, Clear, dan Lifebuoy. Masing-masing produk telah memiliki segmen
pasar sasarannya sendiri-sendiri. Menurut Debora H. Sadrach, Direktur
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 2
Personal Care & Marketing Service PT Unilever Indonesia, strategi
multibrands yang diterapkan pihaknya di kategori shampo tak lain bertujuan
menutup semua segmen pasar yang ada. Awalnya, Debora menjelaskan,
Unilever hanya menggunakan tiga merek untuk kategori ini (Sunsilk, Clear,
dan Lifebuoy), yang semuanya bermain disegmen yang sama, yaitu segmen
menengah. Maka, demi kelengkapan portofolio merek, karena lifebuoy
sedikit kebawah, kemudian meluncurkan Dove untuk segmen yang lebih
premium. “Merek yang sudah merakyat bisa tertarik ke bawah, karenanya
harus ada merek baru untuk memberi kebebasan bagi merek tersebut untuk
bisa naik lagi.” (www.swa.co.id, 2007) Salah satu produk PT Unilever
Indonesia Tbk diantaranya produk shampo Dove menghadapi persaingan-
persaingan ketat (baik dari segi kualitas produk maupun iklan di televisi)
dengan produk-produk shampo dari perusahaan-perusahaan lain. Dove
bersaing dengan perusahaan Procter & Gamble (P&G) dengan produknya
shampo Herbal Essences, Pantene, Rejoice, dan Head and Shoulders; PT Lion
Wings dengan produknya shampo Emeron dan Zinc; dan perusahaan-
perusahaan lain yang menawarkan produk shampo. “Hampir semua merek
menawarkan varian yang tidak jauh berbeda.” (www.swa.co.id, 2007). Untuk
mendapatkan keunggulan kompetitif yang baik atau memenangkan
persaingan ataupun agar perusahaan tetap eksis maka diperlukan strategi
pemasaran yang efektif agar suatu produk laku terjual di pasaran serta
diminati oleh konsumen. Bauran pemasaran menurut Kotler dan Armstrong
(2008) terdiri dari product, price, place, promotion.
Saat ini berbagai perusahaan saling bersaing dalam melakukan promosi
melalui iklan terutama iklan di televisi. Iklan melalui media televisi saat ini
merupakan media yang sangat efektif di Indonesia khususnya dalam
mempromosikan produk shampo. Iklan melalui media televisi dinilai efektif
karena mempunyai jangkauan yang jauh. Melalui iklan konsumen akan
mengenal, mengetahui, tertarik, dan sadar atas suatu produk. Melalui iklan
pula, konsumen akan termotivasi untuk melakukan pembelian produk jika
konsumen mempunyai anggapan yang baik atas produk tersebut. Iklan pada
produk shampo yang ada saat ini semakin menarik dan memotivasi konsumen
untuk melakukan pembelian. Dapat dijumpai beragam cara dalam
mengiklankan produk shampo ini. Iklan shampo Dove misalnya,
mengiklankan produknya dengan berbagai macam iklan di televisi.
Konsumen saat ini semakin selektif dalam memilih produk mana yang akan
dibeli. Kualitas produk saat ini sangat diperhitungkan oleh konsumen,
konsumen kecewa jika kualitas produk yang dibeli ternyata tidak sesuai
dengan harapannya. Informasi mengenai apa yang sebenarnya dibutuhkan dan
diinginkan konsumen akan suatu produk merupakan hal yang penting dalam
keputusan penentuan jenis suatu produk apa yang sebaiknya di produksi oleh
perusahaan.
Banyaknya produk shampo yang ada di pasaran dengan berbagai merek dan
jenis/variannya saat ini membuat konsumen berpindah-pindah dalam memilih
dan membeli produk shampo. Semakin beragamnya produk shampo dan
semakin banyaknya penawaran melalui iklan di televisi juga membuat
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 3
motivasi pembelian konsumen berubah-ubah. Produk shampo yang semakin
beragam di pasaran membuat konsumen semakin lebih selektif dalam
memilih produk shampo. Dengan pengenalan yang baik akan kebutuhan dan
keinginan konsumen maka perusahaan akan dapat menawarkan produk yang
sesuai dengan yang dibutuhkan dan yang diinginkan konsumen sehingga
produk perusahaan tersebut dapat laku terjual dan dapat bersaing di pasaran.
Produk shampo Dove kini menghadapi persaingan yang sangat ketat dengan
produk-produk shampo lain terutama dalam hal kualitas produk. Dove
menawarkan beragam jenis dalam produk shamponya diantaranya Dove
Moisture Cream Shampoo Moisturetherapy (Dove Moisturetherapy), Dove
Moisture Cream Shampoo Essential Care (Dove Essential Care), Dove
Moisture Cream Shampoo Delicate Care (Dove Delicate Care), dan Shampo
Dove Anti-Dandruff. Produk shampo lain yang merupakan pesaing Dove
yaitu shampo Rejoice mempunyai bermacam-macam varian diantaranya
Rejoice Long, untuk konsumen yang berambut panjang, Rejoice Rich untuk
rambut kering, dan Rejoice Anti Ketombe. Shampo Pantene mempunyai
bermacam varian pada produk shamponya diantaranya Pantene Pro-v Amino
Pro-v complex lebih halus dan selembut sutera, Pantene Pro-v Anti Ketombe;
shampo Head & Shoulders shampo anti ketombe selembut sutera; shampo
Zinc perawatan rambut rontok; dan lain sebagainya. Kualitas shampo
merupakan salah satu hal yang menentukan besarnya motivasi pembelian
yang dilakukan oleh konsumen. Kualitas produk merupakan hal yang penting
untuk diperhatikan oleh perusahaan agar perusahaan dapat bersaing dengan
perusahaan lain maupun agar dapat memenangkan persaingan. Kualitas
produk juga merupakan hal yang penting untuk diperhatikan agar perusahaan
mampu menawarkan kualitas yang dapat memotivasi konsumen dalam
melakukan pembelian suatu produk. Dengan adanya beberapa pokok
permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Pengaruh Iklan Di Televisi dan Kualitas Produk Terhadap
Motivasi Pembelian Pelanggan Shampo Dove di Yogyakarta.”
Pembatasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada: “Iklan di Televisi, Kualitas
Produk dan Motivasi Pembelian Pelanggan Shampo Dove di Yogyakarta.”
Perumusan Masalah
Permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah iklan di televisi berpengaruh terhadap motivasi pembelian
pelanggan shampo Dove di Yogyakarta?
2. Apakah kualitas produk berpengaruh terhadap motivasi pembelian
pelanggan shampo Dove di Yogyakarta?
3. Apakah iklan di televise dan kualitas produk berpengaruh terhadap
motivasi pembelian pelanggan shampo Dove di Yogyakarta?
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 4
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh iklan di televisi dan
kualitas produk terhadap motivasi pembelian pelanggan shampo Dove.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Motivasi
Menurut Minor dan Mowen (2002: 205) motivasi adalah keadaan yang
diaktivasi atau digerakkan di mana seseorang mengarahkan perilaku
berdasarkan tujuan. Buton, seperti yang dikutip Pasaribu (1983: 53),
berpendapat bahwa motivasi dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu
motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik adalah daya
penggerak atau kekuatan yang berasal dari dalam individu sendiri,
sedangkan motivasi ekstrinsik adalah daya penggerak yang berasal dari luar
diri seseorang. Sedangkan menurut Suryadibrata (1984: 74): “Secara
tradisional motivasi dibedakan menjadi dua yaitu motivasi yang timbul dari
dalam diri seseorang (motivasi intrinsik) dan motivasi yang muncul melalui
rangsangan atau dorongan dari luar (motivasi ekstrinsik)”. Iklan di televisi
dan kualitas produk shampo Dove merupakan bagian dari motivasi
ekstrinsik.
Periklanan
Pengertian iklan
Menurut Kotler dan Armstrong (2008: 150) “periklanan adalah semua bentuk
terbayar dari presentasi nonpribadi dan promosi ide, barang, atau jasa oleh
sponsor tertentu.” Sedangkan menurut Tjiptono (2002: 226) “Iklan adalah
bentuk komunikasi tak langsung, yang didasari pada informasi tentang
keunggulan atau keuntungan suatu produk, yang disusun sedemikian rupa
sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran
seseorang untuk melakukan pembelian. Media periklanan contohnya yaitu
televisi, majalah, surat kabar, dan sebagainya. Iklan melalui media televisi
saat ini merupakan media yang sangat efektif karena dapat menjangkau
konsumen secara luas.
Kualitas Produk
“Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan
yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
diyatakan atau yang tersirat.”(Kotler 1997 : 49).
Faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan terhadap suatu
produk manufaktur dalam bukunya Tjiptono (2002: 25-26) mencakup:
1) Kinerja (performance), karakteristik operasi pokok dari produk inti
(core product) yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar,
jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan
dalam mengemudi, dan sebagainya.
2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik
sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 5
seperti dash board, AC, sound system, door lock system, power
streering, dan sebagainya.
3) Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami
kerusakan atau gagal dipakai, misalnya mobil tidak sering dipakai
ngadat/macet/rewel/rusak.
4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu
sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-
standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan
dan emisi terpenuhi, seperti ukuran as roda untuk truk tentu harus lebih
besar dari pada mobil sedan.
5) Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut
dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun
umur ekonomis penggunaan mobil. Umumnya daya tahan mobil
buatan Amerika atau Eropa lebih baik daripada mobil buatan Jepang.
6) Serviceability, meliputi kecepatan kompetensi, kenyamanan, mudah
direparasi; serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan
yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga
selama proses penjualan hingga purna jual, yang mencakup pelayanan
reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan.
7) Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya
bentuk fisik mobil yang menarik, model/desain yang artistik, warna
dan sebagainya.
8) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan
reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut/ciri-ciri
produk yang akan dibeli, maka pembeli menpersepsikan kualitasnya
dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun
negara pembuatnya. Umumnya orang akan menganggap merek
Mercedez, Roll Royce, Porche, dan BMW sebagai jaminan mutu.
Pengaruh iklan di televisi dan kualitas produk terhadap motivasi
pembelian
Melalui iklan konsumen akan mengenal, mengetahui, tertarik, dan sadar atas
suatu produk. Iklan televisi digunakan oleh pemasar tidak hanya untuk
menginformasikan produk akan tetapi juga digunakan untuk membujuk
konsumen untuk membeli produk. Melalui iklan tersebut, konsumen akan
termotivasi untuk melakukan pembelian produk jika konsumen mempercayai
bahwa produk yang diiklankan tersebut dapat memecahkan masalah yang
dimiliki konsumen. Dengan demikian, iklan di televisi memiliki kemampuan
untuk memengaruhi atau memotivasi konsumen untuk membeli produk yang
ditawarkan.
Seorang konsumen memperhatikan kualitas produk ketika membeli suatu
produk. Konsumen akan cenderung memilih produk yang berkualitas baik
untuk memenuhi kepuasan mereka. Kualitas produk yang sesuai dengan
harapan mereka cenderung akan mendorong atau memotivasi konsumen untuk
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 6
Motivasi
Pembelian
membeli produk tersebut. Pencapaian tingkat kualitas yang tepat merupakan
faktor yang penting dalam keberhasilan dan keberlangsungan hidup bisnis.
Paradigma Penelitian
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah motivasi pembelian (Y),
sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah iklan di televisi
(X1) dan kualitas produk (X2).
Dalam penelitian ini disusunlah paradigma hubungan antar variabel yang dapat
dilihat sebagai berikut:
H1
Gambar 1. Paradigma Penelitian
Hipotesis Penelitian:
H1: iklan di televisi berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo
Dove.
H2: kualitas produk berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo
Dove.
H3: iklan di televisi dan kualitas produk berpengaruh positif terhadap
motivasi pembelian shampo Dove.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey. Menurut tingkat
eksplanasinya penelitian ini bersifat penelitian asosiatif/hubungan. “Penelitian
asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara dua variabel atau lebih.” (Sugiyono, 2004). Penelitian ini
menggunakan jenis data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang
berbentuk angka, atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2004: 14).
Pengukuran
Variabel penelitian diukur menggunakan skala Likert 5 poin, sangat tidak
setuju, tidak setuju, netral, setuju, dan sangat setuju.
Iklan TV diukur menggunakan: Pesan iklan, Naskah iklan, Desain iklan, dan
Model Iklan.
H3
Kualitas
Produk
Iklan di
Televisi
H2
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 7
Kualitas Produk diukur menggunakan: Kinerja (performance), Ciri-ciri atau
keistimewaan tambahan (features), Keandalan (reliability), Kesesuaian
dengan spesifikasi (conformance to specification), Daya tahan (durability),
Serviceability, Estetika dan Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality).
Motivasi Pembelian diukur menggunakan: Kebutuhan, Perhatian dan
Kepercayaan.
Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah konsumen shampo yang yang berdomisili
di Yogyakarta. Responden dipilih menggunakan teknik purposive sampling
dengan kriteria pernah membeli dan menggunakan shampo Dove serta pernah
melihat iklan shampo Dove, masing-masing minimal 1 X. Ukuran sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 100 orang berdasarkan
rumus berikut ini:
N = Z2P(1-P)
E2
Keterangan:
N = jumlah sampel minimal
P = proporsi populasi
Z = Nilai pada tabel
E = Error
Berhubung jumlah populasi yang hendak diteliti tidak diketahui, maka harga
P(1-P) maksimal adalah 0,25. Pada confidence level 95% dengan tingkat
kesalahan tidak lebih dari 10% maka ukuran sampel adalah:
N = 1,962 x 0,25 = 96,04
0,12
Guna memudahkan dalam pengambilan sampel maka angka tersebut
dibulatkan menjadi 100.
Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah shampo Dove dengan varian yang diteliti adalah
Dove Moisture Cream Shampoo Delicate Care (shampo Dove Delicate Care).
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menyebarkan kuesioner. Kuesioner disebarkan secara langsung oleh peneliti
kepada responden yang berada di Yogyakarta dan dikembalikan secara
langsung kepada peneliti.
Pengujian Instrumen
Validitas instrumen diuji menggunakan korelasi bivariat product moment. Item
instrumen dianggap valid jika koefisien korelasi terhadap total skornya
signifikan. Reliabilitas instrumen diuji dengan menggunakan Cronbach Alpha.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 8
Instrumen dianggap reliabel jika koefisien Cronbach Alpha lebih besar sama
dengan 0,6.
Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (uji
K-S). Kaidah yang digunakan adalah suatu variabel dikatakan berdistribusi
normal apabila nilai Asym. Sig. (2-tailed) > tingkat alpha sebesar 5%.
Uji Multikolinieritas
Model penelitian tidak mengalami masalah multikolinieritas jika korelasi antar
variabel independen lebih kecil dari 0,8.
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan regresi dengan bantuan software SPSS untuk
menguji hipotesis. Hipotesis terdukung jika nilai signifikansi dari t hitung lebih
kecil dari 0,05, atau signifikansi dari F hitung lebih kecil dari 0,05. Pengujian
hipotesis menggunakan uji satu sisi karena arah pengaruhnya diketahui, yaitu
arahnya positif.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Normalitas dan Multikolinieritas
Hasil pengujian normalitas, ketiga variabel memiliki koefisien Kolmogorof
Smirnov yang tidak signifikan. Hal ini menunjukan distribusi data ketiga
variabel tersebut normal. Sedangkan hasil estimasi korelasi antar variabel
independen memberikan nilai sebesar 0,06 berada dibawah 0,8 yang
menunjukan tidak terjadi multikolinieritas antar variabel independen.
Uji Validitas
Hasil uji validitas iklan di televisi menunjukkan bahwa dari 13 butir
pertanyaan, terdapat 2 butir pertanyaan yang gugur karena nilai r hitung
kurang dari 0,361. Sehingga 2 butir pertanyaan tersebut tidak diikutsertakan
dalam pengambilan data untuk penelitian sesuangguhnya. hal ini berarti 11
butir pertanyaan (dari iklan di televisi) dapat digunakan untuk mengukur
variabel dan pengumpulan data. Sedangkan pada uji validitas kualitas produk
dan pada uji validitas motivasi pembelian, terlihat bahwa seluruh item
pernyataan adalah valid. Hal ini berarti bahwa 23 pertanyaan dari kualitas
produk dan motivasi pembelian dapat dipergunakan untuk mengukur
variabel dan pengumpulan data.
Uji Reliabilitas
Ketiga variabel memiliki koefisien Cronbach Alpha lebih besar dari 0,6,
yaitu iklan di televisi dengan koefisien alpha sebesar 0,828, kualitas produk
dengan koefisien alpha sebesar 0,899, dan motivasi pembelian dengan
koefisien alpha sebesar 0,901. Dengan demikian ketiga instrumen telah
reliabel.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 9
Coefficientsa
,467 2,786 ,168 ,867
,175 ,075 ,158 2,346 ,021
,588 ,055 ,714 10,612 ,000
(Constant)
ITV
KP
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: MPa.
Pengujian Hipotesis
Pengujian Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah iklan di televisi berpengaruh
positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. Hasil yang diperoleh dari
estimasi regresi X1 terhadap Y dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Hasil Estimasi Regresi
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai thitung sebesar 2,346, dengan
koefisien signifikansi sebesar 0,021. Nilai signifikansi sebesar 0,021 tersebut
lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan hipotesis pertama dalam
penelitian ini diterima, atau dengan kata lain, terbukti iklan di televisi
berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. Sedangkan
besar pengaruhnya adalah 0,158.
Pengujian Hipotesis Kedua
Hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah kualitas produk berpengaruh
positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. Hasil yang diperoleh dari
estimasi regresi X2 terhadap Y dapat dilihat pada Tabel 1 di atas:
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai thitung sebesar 10,612, dengan
koefisien signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi sebesar 0,000 tersebut
lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan hipotesis kedua dalam
penelitian ini diterima. Dengan demikian, terbukti kualitas produk
berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. Sedangkan
besar pengaruhnya adalah 0,714.
Pengujian Hipotesis Ketiga
Hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah iklan di televisi dan kualitas
produk berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove.
Pembuktian hipotesis ini berdasarkan pada signifikansi F yang diperoleh
dalam penelitian ini. Apabila signifikansi F hitung < 0,05 maka hipotesis
tersebut diterima. Hasil yang diperoleh dari analisis regresi X1 dan X2
terhadap Y dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Rangkuman Hasil Analisis Regresi X1 dan X2 terhadap Y
Hipotesis R R2 Fhitung Signifikansi
3 0,759 0,576 65,972 0,000
(Sumber: Data primer yang telah diolah)
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 10
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai Fhitung sebesar 65,972,
signifikansi F sebesar 0,000, nilai R sebesar 0,759 dan R2
sebesar 0,576. Nilai
signifikansi sebesar 0,000 tersebut kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan
hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima. Dengan demikian, iklan di
televisi dan kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap
motivasi pembelian shampo Dove. Sedangkan nilai R2
sebesar 0,576
menunjukkan bahwa variasi pada iklan di televisi dan kualitas produk
menjelaskan variasi yang terjadi pada motivasi pembelian sebesar 57,6%
sedangkan sisanya 42,4% dijelaskan oleh variabel lain selain iklan di televisi
dan kualitas produk.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah iklan di televisi
berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian shampo Dove. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini
diterima, yaitu iklan di televisi berpengaruh positif terhadap motivasi
pembelian pelanggan shampo Dove di Yogyakarta.
2. Hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah kualitas produk
berpengaruh positif terhadap terhadap motivasi pembelian shampo
Dove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis kedua dalam
penelitian ini diterima, yaitu kualitas produk berpengaruh positif
terhadap motivasi pembelian pelanggan shampo Dove di Yogyakarta.
3. Hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah iklan di televisi dan
kualitas produk berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian
shampo Dove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis ketiga
dalam penelitian ini diterima, yaitu iklan di televisi dan kualitas produk
berpengaruh positif terhadap motivasi pembelian pelanggan shampo
Dove di Yogyakarta.
4. Pengaruh kualitas produk terhadap motivasi pembelian lebih besar
daripada iklan di televisi.
DAFTAR PUSTAKA
Kotler, Philip. (1997). Manajemen Pemasaran jilid 1 & 2 (Hendra Teguh, SE, Ak
dan Ronny A. Rusli, SE, Ak. Terjemahan). Jakarta: Prenhallindo.
Kotler, P. dan Armstrong, G. (2008). Prinsip-prinsip Pemasaran. Jilid 1. Edisi 12.
Terjemahan Bob Sabran. Jakarta: Erlangga.
Minor, M. & Mowen, J. C. (2002). Perilaku Konsumen Jilid I. Edisi lima. Jakarta:
Erlangga.
Pasaribu, LL. (1983). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tasito.
Suryadibrata, S. (1984). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT. Rajawali.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 11
Tjiptono, Fandy. (2002). Strategi Pemasaran. Yogyakarta: ANDI.
Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta.
http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=4801&pageNum=
1. (25 Februari 2007)
http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=4801&pageNum=
2. (25 Februari 2007)
http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=4801&pageNum=
3. (25 Februari 2007)
http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=4801&pageNum=
4. (25 Februari 2007)
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 12
KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN RISIKO SISTEMATIK PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Orryn Hendiono2
Chorry Sulistyowati
Universitas Airlangga
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji karakteristik risiko sistematik perusahaan.
Variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah risiko sitematik (beta)
sebagai variabel dependen dan degree of operating leverage (DOL), degree of
financial leverage (DFL), return on asset (ROA) dan size sebagai variabel
independen. Sampel yang dipilih adalah 18 perusahaan manufaktur yang sudah
listing di Bursa Efek Indonesia dengan total observasi sebanyak 54 perusahaan
selama periode 2010-2012. Teknik analisis yang diaplikasikan adalah regresi
linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DOL dan size berpengaruh
posistif signifikan terhadap risiko sistematik (beta).Sedangkan ROA memiliki
pengaruh negatif terhadap beta.
Keyword : Firm Characteristic (karakteristik perusahaan) , Systematic Risk,
Degree of operating leverage, Degree of financial leverage, return on
asset, size.
A. PENDAHULUAN
Pada pertengahan tahun 2007, Amerika Serikat dilanda krisis subprime
mortgage dan memuncak pada september 2008, yang ditandai dengan
pengumuman kebangkrutan beberapa lembaga keuangan. Untuk mengatasi
hal tersebut maka The Fed (Bank Sentral Amerika) menurunkan suku bunga.
Suku bunga yang rendah dimanfaatkan oleh para developer dan perusahaan
pembiayaan rumah. Mereka membangun rumah-rumah murah dan dijual
kepada kalangan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki jaminan
keuangan yang memadai. Paket Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang
berisiko tinggi ini disebut subprime mortgage. Pemberi kredit juga
mengeluarkan produk derivatif berupa Efek Beragun Aset (EBA) untuk
mendapatkan keuntungan margin penjualan. EBA dijual kepada bank dan
investor di Bursa Amerika Serikat. Ketika tingkat inflasi meningkat maka
suku bunga menjadi naik sehingga menambah risiko gagal bayar para debitur
subprime mortgage. Kredit macet ini mengakibatkan para penerbit EBA tidak
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 13
mampu membayar return yang dijanjikan pada para investor dan bank yang
telah membeli EBA. Hal ini menyebabkan para investor menarik investasinya
di bursa dengan tujuan memindahkannya pada produk keuangan lain yang
lebih aman. Namun ternyata tidak sedikit kreditur subprime mortgage dan
lembaga investasi derivatif lainnya yang tidak mampu mengembalikan modal
para investornya. Keadaan ini membuat bursa di Amerika Serikat jatuh dan
kemudian menjalar ke berbagai belahan dunia. Hampir semua negara terkena
dampaknya, tidak terkecuali Indonesia. Krisis keuangan global tersebut
berdampak pada pasar saham Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) di Bursa Efek Indonesia terkoreksi sangat tajam ke level 1.400-1.500
pada oktober 2008. Krisis tersebut juga membuat nilai tukar rupiah melemah
terhadap USD. Nilai tukar rupiah menembus angka Rp12.000 per US$1.
Depresiasi membuat nilai ekspor menurun karena menurunnya daya beli
negara tujuan ekspor Indonesia, termasuk Amerika.
Kondisi perekonomian, politik, sosial dan budaya pada suatu negara akan
memengaruhi kegiatan ekonomi dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi
di negara tersebut. Risiko yang terkait dengan kondisi pasar secara
keseluruhan merupakan risiko yang tidak dapat dihindari karena risiko
tersebut sifatnya tidak dapat diprediksi. Risiko jenis ini disebut risiko
sistematik. Risiko sistematik tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi.
Risiko sistematik dapat diukur menggunakan koefisien beta. Risiko yang
bersifat unik karena terkait dengan karakteristik perusahaan itu sendiri dan
merupakan risiko yang dapat didiversifikasi disebut risiko tidak sistematik.
Beberapa studi terdahulu mengungkapkan bahwa besar kecilnya dampak
risiko sistematik dapat dipengaruhi oleh variabel akuntansi yang pada
dasarnya merupakan faktor yang bersumber dari dalam perusahaan. Beaver,
Kettler dan Scholes (1970) menyajikan perhitungan beta menggunakan
beberapa variabel fundamental. Beaver, Kettler dan Scholes menggunakan
tujuh macam variabel yang merupakan variabel-variabel fundamental.
Ketujuh variabel yang digunakan yaitu dividend payout, asset growth,
leverage, liquidity, asset size, earning variability dan accounting beta. Dari
ketujuh variabel, tiga diantaranya berkorelasi cukup kuat terhadap beta pasar.
Ketiga variabel tersebut yaitu dividend payout, earning variability dan
accounting beta.
Adanya fakta bahwa variabel-variabel keuangan dapat menjadi prediktor
yang baik terhadap risiko sistematik tentu berguna bagi perusahaan dalam
upayanya agar tetap bertahan ketika terjadi ketidakstabilitasan pada
perekonomian suatu negara. Risiko sistematik memang tidak bisa dihindari
akan tetapi dampaknya terhadap masing-masing perusahaan akan tergantung
dari kondisi spesifik perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan harus
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 14
dapat menyesuaikan kinerja keuangannya sebagai antisipasi terhadap risiko
pasar.
Dua keputusan penting yang harus diambil oleh pihak manajemen perusahaan
yaitu keputusan investasi dan keputusan pendanaan. Pihak manajemen
perusahaan akan selalu menyeimbangkan antara dua keputusan tersebut
karena baik keputusan investasi maupun keputusan pendanaan dapat
menimbulkan beban tetap. Penggunaan aktiva yang menimbulkan biaya tetap
disebut dengan operating leverage, sedangkan penggunaan hutang dengan
beban tetap disebut financial leverage. Masing-masing keputusan akan
memberikan kontribusi terhadap risk dan return perusahaan. Berhubungan
dengan risiko, keputusan investasi akan berpengaruh pada besarnya risiko
bisnis suatu perusahaan dan keputusan pendanaan akan berpengaruh pada
besarnya risiko keuangan perusahaan. Terkait dengan return, kedua
keputusan tersebut tentu diharapkan akan memberikan keuntungan yang lebih
besar pada perusahaan. Return on asset menggambarkan sejauh mana
kemampuan perusahaan dalam mengelola seluruh aset yang dimiliki
perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba bersih perusahaan. Ukuran
perusahaan juga akan berbeda-beda maka penelitian ini juga memakai
variabel asset size sebagai variabel independen untuk mengukur besarnya
dampak risiko sistematik terhadap masing-masing perusahaan.
B. LANDASAN TEORI
Tingkat pengembalian suatu sekuritas hanya bergantung dari risiko sistematik
sekuritas tersebut karena risiko sistematik tidak dapat terdiversifikasi
sehingga berapapun sekuritas yang tergabung dalam suatu portofolio, risiko
sistematik tidak dapat hilang. Beta sekuritas ke-i mengukur volatilitas return
sekuritas ke-i dengan return pasar. Dengan demikian beta merupakan
pengukur risiko sistematik dari suatu sekuritas terhadap risiko pasar. Semakin
besar beta yang dimiliki suatu saham maka semakin besar pula return saham
yang terpengaruh.
Gitman (2006:542) menyatakan operating leverage adalah penggunaan
leverage yang menimbulkan biaya operasi tetap sehingga berpotensi untuk
memperbesar pengaruh perubahan penjualan terhadap laba sebelum beban
bunga dan pajak (EBIT). Penggunaan biaya tetap akan memengaruhi
perubahan dalam volume penjualan yang menghasilkan perubahan laba
sebelum bunga dan pajak (EBIT). Perusahaan yang menggunakan biaya
operasi tetap yang lebih tinggi daripada biaya operasi variabel akan memiliki
tingkat operating leverage yang lebih besar sehingga perubahan kecil yang
terjadi pada penjualan akan memiliki efek yang signifikan terhadap laba yang
dihasilkan.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 15
Sudana (2011:157) menyatakan bahwa financial leverage timbul karena
perusahaan dibelanjai dengan dana yang menimbulkan beban tetap yaitu
beban bunga. Pada kondisi ekonomi buruk, pada umumnya suku bunga
pinjaman sangat tinggi sementara penjualan dan laba perusahaan menurun.
Hal ini mengakibatkan pendapatan yang dihasilkan perusahaan lebih kecil
daripada beban bunga yang harus dibayar dari penggunaan hutang tersebut
sehingga penggunaan hutang akan merugikan karena akan menurunkan EPS,
ROE dan meningkatkan risiko gagal bayar. Peningkatan risiko keuangan
mengindikasikan variabilitas keuntungan perusahaan menjadi besar yang
menyebabkan harga saham semakin berfluktuasi.
Mandelker dan Rhee (1984) melakukan penelitian mengenai pengaruh
operating leverage dan financial leverage terhadap risiko sistematik.
Pengamatan dilakukan pada perusahaan manufaktur di Amerika yang
melaporkan laporan keuangannya secara lengkap pada periode 1957-1976.
Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa tingkat operating leverage dan
tingkat financial leverage berpengaruh signifikan positif terhadap risiko
sistematik. Mereka juga menunjukkan adanya korelasi negatif antara
operating leverage dan financial leverage.
Stephen P. Huffman (1987) melakukan penelitian yang sama dengan
penelitian Mandelker dan Rhee pada perusahaan manufaktur di Amerika yang
melaporkan laporan keuangannya secara lengkap pada periode 1966-1985.
Perusahaan dengan nilai beta, DOL dan DFL yang negatif dikeluarkan dari
sampel. Selain itu, Huffman membuat dua kondisi dimana perusahaan utilitas
disertakan sebagai sampel dan tidak disertakan sebagai sampel dengan alasan
manajer perusahaan utilitas tidak leluasa mengubah DOL atau DFL
perusahaan tanpa peraturan tertentu. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa
terdapat pengaruh signifikan positif antara tingkat financial leverage dan
risiko sistematik sedangkan tingkat operating leverage berpengaruh negatif
terhadap risiko sistematik. Tingkat operating leverage berpengaruh signifikan
positif terhadap risiko sistematik ketika perusahaan utilitas tidak disertakan
sebagai sampel. Penelitian Huffman juga menunjukkan terdapat korelasi
positif antara DOL dan DFL untuk perusahaan dengan tingkat DFL, DOL dan
beta saham yang tinggi namun korelasi akan negatif pada perusahaan dengan
DOL dan DFL yang rendah.
Berdasarkan bagan Du Pont, return on asset perusahaan bergantung pada
kinerja perusahaan. Sudana (2011) menjelaskan bahwa dengan menggunakan
bagan DuPont, pihak manajemen dapat meneliti lebih jauh penyebab
turunnya ROA, apakah karena profit margin yang turun atau karena
perputaran aktiva yang turun.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 16
Ketika perusahaan dapat mengelola seluruh aset yang dimiliki perusahaan
secara optimal maka akan dapat menghasilkan penjualan yang tinggi sehingga
laba perusahaan juga akan meningkat sebagai akibat dari peningkatan
penjualan. Lee dan Jang (2007) melakukan penelitian pada industri
penerbangan di Amerika untuk mengetahui determinan risiko sistematik pada
industri penerbangan. Penelitian dilakukan pada 16 perusahaan penerbangan
pada periode 1997-2002. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah
quick ratio, debt ratio, asset turnover ratio, return on asset ratio, firm size,
EBIT growth dan safety ratio. Hasil penelitian menunjukkan tiga rasio
signifikan terhadap beta pada tingkat alpha 10% yaitu debt ratio, EBIT
growth dan safety ratio. Variabel firm size berpengaruh signifikan positif
pada tingkat alpha 5% dan variabel return on asset berpengaruh signifikan
negatif pada tingkat alpha 1%.
Brimble dan Hodgson (2007) melakukan penelitian tentang variabel
akuntansi yang diprediksi dapat digunakan untuk mengukur risiko sistematik.
Variabel yang digunakan dibagi dalam 3 kategori yaitu operating risk,
financing Risk dan growth Risk. Jumlah variabel independen yang digunakan
adalah 12 variabel. Accounting beta, earning variance, earning sign, cash
flow, dividend payout, operating leverage dan liquidity sebagai indikator dari
operating risk. Interest coverage dan financial leverage sebagai indikator dari
financing risk. Growth, size dan market to book sebagai indikator dari growth
risk. Penelitian dilakukan pada 129 perusahaan yang terdaftar di Australia
pada tahun 1991-2000. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh
signifikan pada 6 variabel operating risk, 2 variabel growth risk dan interest
coverage terhadap beta OLS.
Adapun penelitian yang dilakukan di Indonesia yaitu Yenny (2007)
melakukan penelitian tentang pengaruh price book value, dividend yield,
return on assets, return on asset dan beta akuntansi terhadap beta saham
perusahaan consumer goods di Bursa Efek Surabaya. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa price book value, dividend payout ratio, return on assets
dan accounting beta berpengaruh signifikan terhadap beta saham. \
Dickie (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh operating Risk,
financing Risk dan Growth Risk terhadap beta Saham perusahaan manufaktur
di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan 11 variabel independen
sebagai indikator dari operating Risk, financing Risk dan Growth Risk dan
beta saham sebagai variabel dependen. Penelitian ini sama dengan penelitian
Brimble dan Hodgson (2007) tetapi tidak menyertakan beta akuntansi sebagai
variabel independennya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebelas
variabel independen yang digunakan tidak berpengaruh terhadap beta saham.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 17
Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya dapat disusun hipotesis
penelitian sebagai berikut :
H1 : Degree of operating leverage memiliki pengaruh positif terhadap
risiko sistematik.
H2 : Degree of financial leverage memiliki pengaruh positif terhadap
risiko sistematik.
H3 : Return on Asset memiliki pengaruh negatif terhadap risiko sistematik.
H4 : Asset size memiliki pengaruh negatif terhadap risiko sistematik.
C. METODE PENELITIAN
Metode Seleksi dan Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur
periode 2009-2012 di BEI, dimana seluruhnya berjumlah 131 perusahaan.
Namun dalam penelitian ini, hanya 18 perusahaan yang diambil sebagai
sampel penelitian. Sampel penelitian ini menggunakan purposive sampling.
Metode tersebut digunakan untuk memperoleh batasan-batasan dan
kesesuaian dengan tujuan penelitian ini. Adapun kriteria penentuan sampel
data yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2009 hingga tahun 2012 dan tidak mengalami delisted
pada periode tersebut.
2. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan tahunan selama
periode 2009-2012.
3. Perusahaan yang tidak mengalami kerugian bersih selama periode
penelitian.
4. DOL dan DFL yang negatif dikeluarkan dari sampel dengan alasan
perusahaan tersebut tidak efisien dalam kinerjanya.
Pengukuran dan Definisi Operasional Variabel
Variabel-variabel dalam penelitian ini perlu dibahas untuk menghindari
ketidakjelasan makna. Definisi operasional dari variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Risiko sistematik merupakan risiko yang tidak dapat didiversifikasi. Risiko
sistematik dapat dihitung menggunakan beta saham dengan rumus sebagai
berikut :
Ri = αi + βi . Rm + εi……………………………………………...(1)
2. Degree of operating leverage merupakan penggunaan leverage yang
menimbulkan biaya operasi tetap sehingga berpotensi untuk memperbesar
pengaruh perubahan penjualan terhadap laba sebelum beban bunga dan
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 18
pajak (EBIT). Degree of operating leverage dapat dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut :
DOL = ……………………………………..(2)
3. Degree of financial leverage merupakan penggunaan leverage yang
menimbulkan beban tetap berupa beban bunga sehingga berpotensi untuk
memperbesar sensitivitas perubahan laba sebelum beban bunga dan pajak
terhadap laba bersih perusahaan. Degree of financial leverage dapat
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
DFL = ……………………....………………….(3)
4. Return on asset merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam mengelola asset yang dimiliki untuk
menghasilkan keuntungan. Return on asset dapat dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut :
ROA = ……………………………………………(4)
5. Asset size merupakan variabel sebagai indikator dari ukuran perusahaan.
Asset size dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Asset size = Ln (Total Aktiva)………………………………………...(5)
Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode regresi linier berganda. Metode regresi
linier berganda merupakan metode yang digunakan untuk menjelaskan dan
mengevaluasi hubungan antara satu variabel dependen dengan lebih dari satu
variabel independen. Berdasarkan model regresi linier berganda dan hipotesis
yang digunakan dalam penelitian ini maka model persamaan yang digunakan
untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut:
βit = a0 + b1DOLit + b2DFLit + b3ROAit+ b4 Sizeit + εit
Dimana :
a0 = intercept
b1, b4 = koefisien regresi
βit = variabel dependen beta saham perusahaan i pada tahun t
DOLit= variabel independen degree of operating leverage perusahaan i pada
tahun t
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 19
DFLit = variabel independen degree of financial leverage perusahaan i
pada tahun t
ROAit= variabel independen return on asset perusahaan i pada tahun t
Sizeit = variabel independen asset size perusahaan i pada tahun t
εit = error
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data pada Bursa Efek Indonesia, total perusahaan manufaktur
yang terdaftar sampai dengan 31 Desember 2012 adalah 131 perusahaan,
namun berdasarkan kriteria pemilihan sampel yang mengacu pada batasan –
batasan yang telah dijelaskan pada bab III, diperoleh sampel sebanyak 18
perusahaan.
Berdasarkan data dari variabel – variabel yang telah diukur dan sudah
dilakukan uji asumsi klasik, maka perlu dilakukan analisis untuk mengetahui
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Berikut adalah
hasil uji regresi linier berganda yang menguji pengaruh variabel independen
yang terdiri dari degree of operating leverage, degree of financial leverage,
return on asset dan asset size terhadap variabel dependenrisiko sistematik
atau beta saham, sehingga mendapatkan hasil regresi linier berganda sebagai
berikut :
Tabel 1. Hasil Analisis Pengaruh DOL, DFL, ROA, SizeTerhadap Risiko
Sistematik (Beta)
Variabel
Dependen
Variabel
Independen
Koefisien
Regresi td. Error t -hitung Sig. Kesimpulan
Risiko
Sistematik
(Beta
Saham)
(Constant) -2,767 1,154 -2,399 .020
DOL 0,033 0,010 3,341 .002 H0 ditolak
DFL 0,092 0,112 0,822 .415 H0 diterima
ROA -0,026 0,008 -3,420 .001 H0 ditolak
Size 0,132 0,041 3,192 .002 H0 ditolak
Std. Error of Estimation 0,41763
R Square (R2) 0,302
Adjusted R Square 0,245
F Hitung 5,298
Sig. F 0,001
Durbin Watson 1,972
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 20
Ringkasan hasil analisis regresi linier berganda pada tabel 1 dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Degree of operating leverage memiliki pengaruh positif terhadap risiko
sistematik. Nilai uji t variabel degree of operating leverage adalah sebesar
0,033dengan tingkat signifikansi 0,010. Nilai signifikansi uji t ini lebih
kecil dari 0,05. Oleh karena signifikansi dibawah 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa degree of operating leverage berpengaruh positif
signifikan terhadap risiko sistematik, sehingga Ho ditolak. Dapat diartikan
jika semakin tinggi tingkat operating leverage perusahaan maka cenderung
akan meningkatkan biaya tetap perusahaan sehingga meningkatkan risiko
sistematik perusahaan.
2. Degree of financial leverage memiliki pengaruh positif terhadap risiko
sistematik. Nilai uji t variabel degree of financial leverage adalah sebesar
0,092dengan tingkat signifikansi 0,415. Nilai signifikansi uji t ini lebih
besar dari 0,05. Oleh karena signifikansi diatas 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa degree of financial leverage tidak berpengaruh
terhadap risiko sistematik, sehingga Ho diterima.Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa beban tetap berupa bunga pinjaman tidak menjadi
pengaruh terhadap risiko sistematik perusahaan. Hal ini dikarenakan suku
bunga pinjaman di Indonesia pada periode 2009-2012 cenderung stabil
sehingga beban bunga yang ditanggung perusahaan tidak mengalami
fluktuasi yang tajam.
3. Return on asset memiliki pengaruh negatif terhadap risiko sistematik.
Nilai uji t variabel return on asset adalah sebesar -0,026dengan tingkat
signifikansi 0,001. Nilai signifikansi uji t ini lebih kecil dari 0,05. Oleh
karena signifikansi dibawah 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa return on
asset berpengaruh negatif signifikan terhadap risiko sistematik, sehingga
Ho ditolak. Dapat diartikan jika semakin tinggi tingkat return on asset
perusahaan maka cenderung akan meningkatkan laba bersih perusahaan
sehingga menurunkan risiko sistematik perusahaan.
4. Asset size memiliki pengaruh positif terhadap risiko sistematik. Nilai uji t
variabel asset size adalah sebesar 0,132dengan tingkat signifikansi 0,002.
Nilai signifikansi uji t ini lebih kecil dari 0,05. Oleh karena signifikansi
dibawah 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa asset size berpengaruh
positif signifikan terhadap risiko sistematik, sehingga Ho ditolak. Dapat
diartikan jika semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar pula
risiko sistematik perusahaan. Seperti yang dijelaskan dalam hipotesis
bahwa perusahaan dengan aset yang besar akan lebih mempunyai akses ke
pasar modal untuk mendapatkan dana. Perusahaan juga dapat menjual
asetnya untuk mendapatkan dana. Akan tetapi yang terjadi justru
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 21
sebaliknya dimana ketika terjadi krisis moneter, nilai aset perusahaan akan
mengalami penurunan besar-besaran padahal beban tetap atas hutang akan
tetap atau meningkat sesuai inflasi dan biaya tetap atas aktiva tetap juga
akan tetap. Hal ini membuat perusahaan yang besar akan menghadapi
risiko sistematik yang besar pula.
Untuk melakukan pengujian pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen secara bersama- sama dapat menggunakan teknik
statistik uji-F. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai uji F adalah
sebesar 5,298 dengan tingkat signifikansi 0,001. Nilai signifikansi ini lebih
kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel degree of
operating leverage atau DOL(X1), degree of financial leverage atau DFL
(X2), return on asset atau ROA (X3), asset size atau size (X4) secara
bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap risiko sistematik.
Uji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara
bersama- sama melalui uji-F berarti menerima H1 dan menolak Ho.
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai R2 atau koefisien determinasi
adalah sebesar 0,302, hal ini berarti bahwa perubahan variabel risiko
sistematik(Y) yang disebabkan oleh adanya degree of operating leverage
atau DOL(X1), degree of financial leverage atau DFL (X2), return on
asset atau ROA (X3), asset size atau size (X4) adalah sebesar 0,302 atau
30,2 % sedangkan sisanya sebesar 0,698 atau 69,8% dipengaruhi oleh
variabel lain diluar variabel independen yang digunakan dalam penelitian.
Disamping diketahui nilai koefisien determinasi juga diperoleh nilai
koefisien korelasi. Pada tabel menunjukkan nilai R atau koefisien korelasi
adalah sebesar 0.502, hal ini berarti bahwa degree of operating leverage
atau DOL(X1), degree of financial leverage atau DFL (X2), return on
asset atau ROA (X3), asset size atau size (X4) secara bersama-sama
berhubungan cukup kuat dengan Risiko Sistematik (Y) dengan nilai
koefisien sebesar 0.549. Korelasi yang kuat karena nilai koefisien
korelasinya antara 0,4 sampai dengan 0,6.
E. KESIMPULAN
Degree of operating leverage dan asset size berpengaruh positif signifikan
terhadap risiko sistematik perusahaan sampel, sedangkan return on asset
berpengaruh negatif signifikan terhadap risiko sistematik perusahaan sampel.
Nilai R square sebesar 0,302 , menunjukkan sebesar 30,2% variabilitas risiko
sistematik dapat dijelaskan oleh variabel DOL, DFL, ROA dan Asset size.
Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain. Hasil penelitian ini
dapat menjadi bahan pertimbangan bagi investor dan manajemen perusahaan
dalam pengambilan keputusan. Investor dapat menganalisis berdasarkan
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 22
risiko sistematik dan pengaruh karakteristik perusahaan terhadap risiko
tersebut sebelum melakukan keputusan investasi. Manajer perusahaan juga
dapat mempertimbangkan serta menyesuaikan berbagai alternatif keputusan
baik dalam keputusan investasi maupun keputusan pendanaan. Sementara itu,
pengaruh dari variabel penelitian ini cukup rendah, yaitu sebesar 30,2%. Oleh
karena itu penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan variabel lainnya
diluar penelitian ini agar memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap
risiko sistematik.
DAFTAR PUSTAKA
Aprilyanto, Dickie Sulistya. 2008. Pengaruh Operating Risk, Financing Risk dan
Growth Risk terhadap Beta Saham Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek
Indonesia. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Airlangga.
Beaver, W. et al. 1970. The Association Between Market-Determined and
Accounting-Determined Risk Measures, The Accounting Review, vol.45,
654-682.
Brimble, Mark and Allan Hodgson. 2007. Assessing The Risk Relevance of
Accounting Variables in Diverse Economic Conditions, Managerial
Finance, vol.33, 553-573.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gitman, Lawrence J, 2006. Principle of Managerial Finance. Eleventh Edition.
San Diego State University : Pearson Addison Wesley.
Hartono, Jogiyanto. 2013. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta :
BPFE.
Lee, Jin Soo & SooCheong (Shawn) Jang. 2007. The Systematic-Risk
Determinants of the US Airline Industry : Tourism Management 28 (2007),
434-442
Huffman, P. Stephen. 1989. The Impact of Degrees of Operating and Financial
Leverage on The Systematic Risk of Common Stock : Another Look,
Quarterly Journal of Business & Economics (Winter 1989), 83-100.
Septania, Yenny. 2007. Pengaruh Price Book Value, Dividend Yield, ROE, ROA,
dan Beta Akuntansi terhadap Beta Saham Perusahaan Consumer Goods di
Bursa Efek Surabaya. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Airlangga.
Sudana, I Made. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori & Praktik.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 23
Fathorrosi. 2008. Analisis Variabel-Variabel Keuangan yang Mempengaruhi
Risiko Sistematis pada Saham Perusahaan Go Public dan Tergabung dalam
Indeks LQ45 di Bursa Efek Jakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga.
Aprillia, Ranggi Chintia. 2009. Firm Specific Factor dan Risiko Sistematis dari
Saham Biasa pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI 2004-2007.
Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Airlangga.
Sharpe, William F. dkk. Tanpa Tahun. Investasi. Terjemahan oleh Henry
Njooliangtik, Agustiono. 1997. Singapore : Prentice Hall.
Van Horne dan Wachowicz. 1995. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Edisi
Kesembilan. Terjemahan oleh Heru Sutono. 1997. Jakarta : Salemba Empat.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 24
PENGARUH E-WOM TERHADAP NIAT BELI PADA BISNIS
PERHOTELAN
Nadia Nila Sari3
Maria T. Puspitarini 1Universitas Atma Jaya Yogyakarta
2Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
ABSTRAK
Dengan berkembangnya teknologi internet, dunia bisnis memasuki era di mana
pemasaran menjadi lebih murah dan mudah di akses. Terutama pada pemasaran
perhotelan, salah satu yang banyak di gunakan oleh website penyedia layanan
reservasi hotel, ulasan (reviewer) menjadi acuan yang di gunakan calon konsumen
sebagai tambahan informasi untuk memperkuat pengambilan keputusan hotel
yang akan di pilih. Penelitian ini berguna untuk membantu bisnis hotel yang di
kelola oleh keluarga dengan modal yang terbatas, terutama yang menggunakan
jasa website penyedia layanan reservasi hotel untuk melakukan promosi dan
penyebaran informasi. Di dalam website fitur ulasan dari konsumen sebelumnya
seringkali ikut mempengaruhi konsumen dalam melakukan pengambilan
keputusan. Ulasan konsumen elektronik atau electronic word-of-mouth atau
eWOM pada mulanya di kenal sebagai pemasaran dari mulut ke mulut (traditional
word of mouth). Cara pemasaran ini oleh banyak penelitian dipercaya merupakan
cara pemasaran yang paling efektif karena melibatkan rekomendasi dari orang
yang dekat dengan konsumen. Oleh karena itu dalam penelitian ini penelitian
ingin mengangkat dampak Ulasan konsumen elektronik terhadap niat beli pada
website penyedia layanan reservasi hotel. Berdasarkan penelitian sebelumnya di
temukan kulitas informasi (information quality), kredibilitas sumber (source
credibility) dan jumlah ulasan merupakan konstruk yang di pakai sebagai variable
independen ewom yang memiliki dampak terhadap niat beli konsumen. Test di
lakukan dengan mengunakan Regresi berganda dan sederhanauntuk menemukan
adanya pengaruh yang signifikan antar variable. Hasil penelitian ini menyatakan
bahwa variabel kepercayaan kepada sumber dan jumlah ulasan yang memiliki
pengaruh terhadap niat beli pada website penyedia informasi hotel.
Kata kunci : ewom, hotel, ulasan konsumen, kualitas informasi, kredibilitas
sumber, kuantitas ulasan, niat beli.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 25
A. PENDAHULUAN
Perkembangan yang terjadi di bidang teknologi informasi (IT) dan teknologi
komunikasi dan informasi (ICT) mempengaruhi seluruh aspek kehidupan.
Salah satu dampaknya adalah munculnya dunia baru yang disebut sebagai
dunia maya, di mana kita terhubung satu sama lain melalui World Wide Web,
terkadang yang di sebut juga sebagai internet. Corigliano and Baggio (2006)
mengungkapkan bahwa Internet hadir dengan tujuan untuk menyebarluaskan
informasi kepada publik. Dalam kaitan dengan menyebarluaskan informasi
kepada publik, internet telah beperan penting dalam merubah tatanan industri
dunia, terutama industri pariwisata. Gursoy and McCleary (2004) dalam salah
satu tulisannya menyatakan bahwa ICT digunakan secara luas dalam industri
seperti industri penerbangan dan travel, hospitaliti, operator perjalanan wisata,
agen perjalanan, komputer reservasi dan sistem manajemen untuk destinasi dan
pariwisata. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh World Economic
Forum (WEF) pada tahun 2012, ada empat belas pilar yang dapat menunjang
pencapaian keunggulan kompetitif sebuah Negara dalam industri perjalanan
dan pariwisata (Travel and Tourism-T&T), satu diantaranya adalah ICT.
ICT (ex. internet, mobile technology, and wireless computing) menyediakan
akses yang cepat untuk memperoleh informasi yang relevan dengan dan
terbarukan mengenai destinasi diseluruh dunia. Informasi yang diperoleh
melalui internet, sebagai salah satu bagian dari ICT tidak melulu berisi
informasi formal yang dikeluarkan oleh organisasi bisnis penyedia produk.
Konsumen, melalui internet dapat dengan mudah memperoleh informasi
informal yang berasal dari konsumen lainnya mengenai satu produk.
Komunikasi informal tersebut sering disebut juga dengan word-of-mouth atau
getok tular.
Sejak tahun 1960-an, penelitian terkait dengan pemasaran dan perilaku
konsumen untuk mempelajari teknik getok tular, yang kemudian
dikembangkan untuk menyelidiki dampaknya terhadap keputusan pembelian
konsumen sudah sering dilakukan. Salah satu prinsip penting dalam perilaku
konsumen adalah bahwa setiap konsumen memiliki kemampuan yang kuat
untuk saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini memperlihatkan kepada
kita, bahwa penggunaan sistem getok tular sudah sejak lama diakui sebagai
salah satu alat pemasaran yang jika dikelola dengan baik akan memberikan
dampak yang positif dan signifikan terhadap keberhasilan pemasaran suatu
produk. Melalui internet, interaksi yang terjalin diantara mereka menjadi
semakin kuat. Contoh sarana bagi konsumen untuk berbagi pengalaman dan
opini mereka dalam industri pariwisata dan hospitaliti adalah tripadvisor.com.
Melalui situs ini, setiap orang memiliki kebebasan untuk berbagi pengalaman
dan mengungkapkan opini mereka terkait dengan produk pariwisata yang
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 26
sudah, akan, atau pun sedang mereka konsumsi. Karena informasi yang ada
merupakan informasi yang berasal dari konsumen, sehingga bebas dari bias.
Atau seperti yang diungkapkan dalam situs mereka, sebagaimana dikutip oleh
Litvin et.al. (2007): „„the largest site for unbiased travel reviews (which) gives
you the real story about hotels, attractions, and restaurants around the world.”
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel apa saja yang
mempengaruhi eWom terhadap niat beli perhotelan. Dengan mengetahui
variabel yang mempengaruhi ulasan, maka perusahaan jasa website serta bisnis
hotel keluarga dapat mengetahui variabel apa saja yang harus di tingkatkan
dalam penggunaan fitur ulasan konsumen sehingga dapat membantu promosi
perhotelan.
B. KAJIAN PUSTAKA
Perkembangan hotel/website perhotelan
Industri perhotelan merupakan salah satu industri pertama yang menerapkan
penggunaan ICT dalam operasional bisnis mereka selain industri penerbangan,
melalui penerapan Computerized Reservation System (CRS) (Meladze and
Jerenashvilli, 2012). Sebagai salah satu dampak dari meningkatnya
penggunaan e-business dalam hotel, diawali dengan peningkatan jumlah
website yang dibuat dengan menawarkan fungsi pencarian informasi konsumen
dan pengalaman pembelian. Hal ini meningkatkan jumlah konsumen yang
melakukan pemesanan langsung dengan hotel atau penginapan yang dituju
tanpa melalui perantara agen perjalanan. Yang menarik disini adalah bahwa
tidak hanya hotel berbintang saja yang memanfaatkan keberadaan internet,
banyak penginapan (lodging), maupun hostel yang merupakan usaha kecil
(SME - Small and Medium Enterprise) tidak ketinggalan memanfaatkan
internet sebagai salah satu alat promosi mereka.
Organisation for Economic Co-operation and Develepment (OECD) dalam
laporannya mengenai ICT, e-business and SMEs pada tahun 2004,
mengungkapkan bahwa SMEs menggunakan internet untuk melakukan
komunikasi eksternal yang lebih intens dengan tujuan mengumpulkan
informasi yang berkaitan dengan usaha mereka. Internet juga digunakan untuk
berkomunikasi lewat e-mail, menyediakan informasi mengenai produk dan
pelayanan melalui website perusahaan, sarana untuk berkomunikasi dengan
konsumen dan memperoleh umpan balik dari mereka. Kegunaan lainnya untuk
memperoleh informasi mengenai kompetitor, konsumen dan supplier.
Berdasarkan data yang di dapat dari www.bps.go.id , menyatakan bawah
Jumlah Tamu Indonesia pada Hotel Non Bintang Tahun 2006-2010 mengalami
kenaikan yang signifikan dari tahun ke tahun. Jika di bandingkan dengan data
jumlah Tamu Indonesia pada Hotel Bintang Tahun 2006-2010, menunjukan
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 27
perbedaan yang sangat jauh terhadap minat tamu Indonesia untuk tinggal di
hotel non-bintang daripada hotel bintang. Hal ini menunjukan bahwa minta
wisatawan lokal terhadap hotel kecil sangat besar. Data di lihat dari tabel di
bahwa ini.
Tabel 1. Jumlah Tamu Indonesia pada Hotel Non Bintang & Bintang
Menurut Provinsi Tahun 2006-2010
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah Tamu Indonesia pada Hotel Bintang
Indonesia 11,659.30 13,113.20 14,358.50 17,212.70 18,560.20
Jumlah Tamu Indonesia pada Hotel Non Bintang
Indonesia 21,148,728 24,558,552 24,185,762 25,767,342 28,025,457
Sumber: www.bps.go.id
eWOM dan online review
Word-of-mouth dapat dipandang sebagai sebuah bentuk komunikasi antara
konsumen dan calon konsumen potensial mengenai produk barang atau jasa
yang sifatnya independen dari segala bias. Dapat diartikan juga sebagai sebuah
aktivitas pasca pembelian yang memerlukan baik keinginan maupun motivasi
(Tag-Eldeen).
Definisi Westbrook (1987) mengenai electronic Word-of-mouth (eWOM)
sebagaimana dikutip oleh Litvin et.al (2007) mengungkapkan bahwa eWOM
dapat dipandang sebagai satu bentuk komunikasi informal yang ditujukan
kepada konsumen dan disampaikan melalui teknologi berbasis internet,
berkaitan dengan penggunaan atau karakteristik tertentu mengenai produk
barang dan jasa, atau penjual dari produk tersebut. Ini mencakup komunikasi
yang terjadi antara produsen dan konsumen, juga komunikasi diantara
konsumen, dimana keduanya merupakan satu kesatuan dalam arus komunikasi
WOM yang terpisah dari bentuk komunikasi melalui media masa semisal
advertising.
Model Elaborasi Kemungkinan ( Elaborative Likelihood Model)
Dalam penelitian ini penulis mengunakan teori model elaborasi kemungkinan
yang merupakan temuan dari Richard Petty and John Cacioppo (1986) dalam
Cheung et al (2008). Dalam teori ini Petty and Cacioppo menjelaskan tentang
dua jalan mempengaruhi seseorang, yaitu rute sentral dan rute pinggir. Rute
sentral memandang perubahan sikap sebagai hasil dari ketekunan seseorang
mempertimbangkan suatu informasi yang mereka anggap fokusnya pada tujuan
asli sikap tertentu (Petty et al 1983, copyright 2001). Rute sentral berasumsi
bahwa orang akan tertarik dengan pesan yang di sampaikan, mempunya waktu
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 28
untuk mendengarkan dan dapat mengevaluasi bukti yang di sampaikan dengan
pikiran yang terbuka.
Rute pinggir ( peripheral route) adalah perubahan sikap yang terjadi melalui
rute pinggir, tidak mempertimbangkan secara personal pro dan kontra sebuah
permasalahan, tetap karena sikap permasalahan berkaitan dengan permasalahan
pro dan kontralah sikap atau objek yang berkaitan dengan isyrat positif dan
negatif atau karena seseorang membuat keseimpulan yang sederhana mengenai
tujuan posisi advokat, berdasarkan isyarat sederhana dalam konteks persuasif.
Di dalam penelitian ini, aplikasi dari model kemungkinan elaborasi di ambil
dari kualitas argumen yang di nilai sebagai cara konsumen memproses
informasi secara rute central. Sedangkan konsumen akan memproses informasi
dengan cara rute pinggir akan berfokus pada kredibilitas sumber yang
menyampaikan pesan dan jumlah dari ulasan pada werbsite penyedia informasi
hotel.
Kualitas Informasi / Kualitas Argumen (Relevan, Aktualitas, Ketepatan,
Kelengkapan)
Berdasarkan studi yang di lakukan oleh Bhattacherjee and Sanford (2006),
kualitas argumen adalah kekuatan persuasif dari sebuah argument yang
tertanam dalam pesan informasi. Definisi menurut literatur Sistem informasi,
kualitas informasi merupakan istilah dari kredibilitas, objektifitas, ketepatan
waktu, kemudahan untuk di mengerti serta kecukupan informasi (Bailey and
Pearson 1983, Mahmood and Medewitz, 1985, Negash et al 2003 dalam Lee et
al 2007). Menentukan persepsi kualitas informasi bagi konsumen pada suatu
web merupakan elemen penting untuk menilai potensi tingkah laku pembelian
(Cheung et al, 2008). Dalam lingkungan mediasi komputer, keputusan
pembelian konsumen terhadap produk dan jasa dapat di tentukan oleh persepi
konsumen terhadap kualitas informasi yang mereka terima.
Pesan yang kuat yang mudah dimengerti dan objektif dipertimbangkan lebih
efektif untuk merubah sikap daripada pesan yang lemah yang menujukan
emosional dan subjektif (Petty and Cacioppo, 1983; Petty et al., 1983 dalam
Lee 2009). Ulasan online yang mudah di mengerti dengan argument fakta yang
mendukung, lebihpersuasif daripada ulasan yang mengunakan perasan
subjektif dan komentar yang emosional. Studi yang di lakukan oleh Lee (2009)
membuktikan bahwa kualitas argumen memiliki efek yang positif terhadap niat
beli. DeLone and McLean (2003) dalam Cheung et al (2008) menekankan
bahwa keakuratan, relevansi, pemahaman, kelengkapan, berlakunya informasi,
dinamisme, personalisasi, dan berbagai ukuran kualitas informasi adalah tiga
dimensi utama yang berkaitan dengan kualitas informasi.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 29
Di dalam studi ini, penulis mengadopsi penelitian yang di lakukan oleh Cheung
et al (2008) yang mengunakan empat empat dimensi kualitas informasi yaitu :
relevansi, ketepatan waktu, akuritas dan kelengkapan informasi.
Relevansi
Studi yang di lakukan oleh Lee et al (2007) mendefenisikan relevan sebagai
tingkat kesesuaian antara informasi yang di inginkan atau di syaratkan oleh
konsumen untuk mengevaluasi produk dan informasi yang tersedia pada ulasan
konsumen online. Selain keinginan konsumen dalam memperoleh informasi
yang sesuai, konsumen juga menginginkan informasi yang update dalam waktu
cepat. Menurut Cheung et al (2008), konsumen membutuhkan informasi yang
relevan mengenai suatu produk dalam waktu yang singkat karena konsumen
masa kini memiliki kesadaran yang lebih akan pengunaan waktu. Penguna
internet jarang membaca halaman web secara detail, mereka biasanya
melakukan scan untuk menemukan informasi yang mereka butuhkan, dengan
cepat dan usaha yang sedikit(Madu and Madu, 2002 Nah and Davis, 2002
dalam Cheung et al 2008). Oleh karena itu variabel relevan penting dalam
menentukan pentingnya suatu informasi bagi konsumen. Hasil studi yang di
lakukan oleh Cheung et al menunjukan bahwa relevan terbukti memiliki
dampak yang signifikan terhadap persepsi kegunaan informasi. Dengan
demikian hipotesis ke-dua dari penelitian ini adalah:
H1 : Ulasan konsumen yang relevan memiliki pengaruh positif yang signifikan
terhadap niat beli terhadap hotel pada website penyedia informasi perghotelan.
Aktualitas (Timeliness)
Aktualitas menurut studi yang dilakukan oleh Cheung et al (2008) berfokus
pada apakah pesan tersebut masih berlaku, tepat waktu dan selalu di perbaharui
(up-to-date). Di dalam penelitian yang di lakukan oleh Lin (2009) terdapat tiga
manfaat dari internet, yaitu kenyamanan, harga yang rendah dan informasi
yang luas. Website merupakan media yang efektif dalam penyebaran informasi
oleh karena sangat penting agar informasi disampaikan dengan cepat serta
selalu di perbaharui. Ketika sebuah website tidak dapat memperbaharui
informasi secara konsisten, website tersebut tidak dapat memberikan kinerja
seperti yang di inginkan oleh konsumen, sehingga tidak mampu menyediakan
nilai tambah bagi penguna (Madu and Madu, 2002 dalam Cheung et al 2008).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka di dapatkan hipotesis seperti di
bawah ini:
H2 : Ulasan konsumen yang aktual memiliki pengaruh positif yang signifikan
terhadap niat beli terhadap hotel pada website penyedia informasi hotel.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 30
Ketepatan (Accuracy)
Ketepatan dari suatu pesan berfokus kepada reliabilitasnya (Cheung et al,
2008). Berdasarkan studi yang di lakukan oleh Lee et al (2007), reliabilitas
adalah ketergantungan dari informasi. Ketepatan suatu pesan mewakilkan
persepsi penguna bahwa informasi tersebut benar (Wixom and Todd, 2005).
Teori kekayaan media menyatakan bahwa pertukaran kualitas, ketepatan dan
reliabilitas pertukaran informasi antara media adalah penting (Daft and Lengel,
1986 dalam Cheung et al 2008). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka
terbentuk hipotesis dibawah ini:
H3 : Ulasan konsumen yang akurat memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap niat belihotel pada website penyedia informasi hotel.
Kelengkapan (comprehensiveness)
Studi Cheung et al (2008) menyatakan bawah kelengkapan dari suatu informasi
di pandang sebagai lengkapnya suatu informasi. Keunggulan internet adalah
menyediakan informasi yang lengkap. Dalam studi yang di lakukan oleh
Sullivan (1999) menuliskan bahwa semakin detil sebuah informasi, semakin
luas jangkauan kategori penguna dan orientasi penguna dari suatu website. Hal
ini akan menyebabkan besarnya kemungkinan perolehan dan penyimpanan
penguna.
H4 : Ulasan konsumen yang lengkap mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap niat beli hotel pada website penyedia informasi hotel.
Source Credibility
Kredibilitas komunikator, daya tarik, penampilan fisik, familiaritas dan
kekuasaan dari sumber merupakan atribut yang memiliki dampak terhadap
kredebilitas sumber (Hovland and Weiss, 1951 dalam Cheung et at, 2009).
Atribut yang positif menurut Eagley and Chaiken (1993) lebih persuasif
daripada atribut yang kurang positif. Meskipun demikian, studi yang di lakukan
oleh Cheung et al ( 2009) dalam computer-mediated communication (CMC) di
mana ada pertukaran pesan dalam bentuk text, daya tarik dan penampilan fisik
dari sumber sulit untuk di nilai karena diskusi virtual tidak mengijinkan adanya
penyampaian yang demikian. Di dalam ewom, isyarat yang menonjol
mengenai sumber di dapat dari kredebilitas reputasi dari reviewer yang di nilai
oleh penguna eWom. Penguna internet dapat mempercayai anggota lainnya
berdasarkan sejarah postingan mereka, tingkat rating reviewer yang akan
menjadi kredibilitas reviewer (Zhang and Wats, 2008). Pembaca berpersepsi
kredibilitas sumber mempengaruhi persepsi terhadap rekomendasi yang
kredibel. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa manusia cenderung
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 31
mempercayai informasi dengan sumber yang credible daripada sumber yang
rendah kredebilitasnya dalam menerima informasi (Cheung et al, 2009).
Di dalam studi yang di lakukan oleh Cheung et al (2008), Berdasarkan uraian
di atas, di dapatin bahwa keahlian sumber dan sumber yang dapat di percaya
adalah dua dimensi kunci dari investigasi lebih dalam mengenai kredibilitas
sumber. Kebebasan melakukan plunlikasi dan mengekspresikan apa yang di
rasakan mengenai suatu produk maupun layanan oleh penguna dalam
lingkungan internet seringkali tanpa menyatakan identutas sesungguhnya dari
penguna. Oleh karena itu penguna harus dapat mempertimbangkan kontribusi
kontribusi dari reviewer agar dapat menentukan untyk mengadopsi maupun
menolak informasi yang di tampilkan. Jika konsumen berpikir bahwa komentar
yang di publikasikan memiliki kredibilitas yang tinggi (keahlian dan
kepercayaan sumber) maka konsumen akan cenderung mengadopsi informasi
tersebut :
H5: Sumber yang ahli dari ulasan konsumen memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap niat beli hotel pada website penyedia informasi hotel.
H6: Sumber yang dapat di percaya dari ulasan konsumen memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap niat beli pada website penyedia informasi hotel.
Quantity of Reviewer
Jumlah ulasan merupakan jumlah ulasan yang di publikasikan oleh konsumen
(Cheung and Thadani 2010). Menurut studi yang di lakukan oleh Park et al
(2008), jumlah ulasan berkaitan dengan jumlah konsumen yang pernah
mengunakan produk atau jasa sebelumnya sehingga menunjukan popularitas
dari suatu produk. Popularitas dari produk di tentukan oleh jumlah ulasan
online karena dapat mewakilkan kinerja sebuah produk dalam suatu pasar
(Chevalier and Mayzlin, 2003). Jumlah ulasan mempengaruhi proses pencarian
informasi oleh konsumen, hal tersebut juga mempengaruhi jumlah ulasan
informasi (Park et al, 2008). Dalam melakukan pembelian, konsumen
membutuhkan referensi yang menguatkan kepercayaan diri mereka dalam
mengurangi ketakutan membuat kesalahan atau resiko ketika berbelanja.
Jumlah ulasan konsumen mewakilkan popularitas dan pentinya suatu produk
(Lee, 2009). Jika jumlah ulasan yang positif meningkat, jumlah orang yang
merekomendasikan suatu produk akan meningkat karena pembeli sebelumnya
akan melakukan ulasan. Peningkatan jumlah usalan sering kali memimpin
konsumen untuk membeli karena konsumen berpikir bahwa produk dengan
ulasan yang banyak merupakan produk yang popular dan memiliki penjualan
yang tinggi. (Park and Lee, 2009). Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis nya
adalah :
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 32
H7 : Sumber yang dapat di percaya dari ulasan konsumen memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap niat beli pada website penyedia informasi hotel.
Gambar 1. Model Penelitian
C. METODE PENELITIAN
Untuk mendapatkan hasil penelitian, di sebarkan kuesioner berbasis kertas
dengan metode sampling convenience. Pertanyaan berisi 25 item yang
meminta pendapat /atau opini responden terkait dengan variable relevan,
aktualitas, ketepatan, kelengkapan, keahlian sumber, kepercayaan terhadap
sumber, jumlah ulasan dan niat beli. Skala 7 Likert di gunakan untuk
menjawab pertanyaan. Pertama-tama responden di beri contoh ulasan
konsumen yang di copy dari salah satu website penyedia informasi
perhotelan. Pada gambar tersebut di jelaskan apa yang di maksud 8 variable
yang akan di ujikan, kemudian responden di minta memberikan pendapatnya
berdasarkan pertanyaan yang tersedia, termasuk demografi responden.
Kuesioner di sebarkan kepada 207 mahasiswa Universitas Atma Jaya
Yogyakarta dan Unika Atma Jaya Jakarta yang di pakai peneliti sebagai
responden dalam penelitian ini. Berdasarkan Grail Research (2011),
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 33
mahasiswa sebagai generasi Z yang merupakan generasi yang lahir antara
pertengahan 1990 dan 2010 dikenal sebagai “Digital Natives”. Ciri dari
tingkah laku generasi Z adalah rasa nyaman dan ketergantungan terhadap
teknologi serta tumbuh dalam dunia digital. Banyak perusahaan yang
menarget generasi Z karena mereka mengadopsi cara pemasaran berbasis
teknologi dan saluran-saluran penjualan seperti, SMS, internet mobil, portal
jejaring sosial dan lain-lain. Selain itu, peneliti memilih mahasiswa karena
keterbatasan uang saku yang di miliki dalam mencari atau melakukan
pemesanan hotel. Usaha hotel yang di kelola oleh keluarga sering
menghadapi permasalahan keterbatasan dana, keterbatasan dana
menyebabkan keterbatasan fasilitas, dan sering kali menyasar kelas menengah
ke bawah atau konsumen yang berpendapatan rendah, dalam hal ini
mahasiswa peneliti nilai sesuai untuk menjadi target penelitian.
Untuk melakukan pengujian instrument validitas dan reliabilitas digunakan
Faktor Analisis dan Cronbach Alpha. Untuk menguji pengaruh antar variabel
independen dan dependen di gunakan Regresi berganda dan Regresi
sederhana. Demorgrafi konsumen mengunakan statistik deskriptif. Aplikasi
yang di gunakan untuk mengolah ialah SPSS 16.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Demografis Responden
Data responden diambil dari dua perguruan tinggi di dua kota besar yaitu
Atma Jaya Yogyakarta dan Unika Atma Jaya Jakarta. Pengambilan data
dilakukan dengan menggunakan kuota 110 kuesioner untuk masing-masing
perguruan tinggi untuk kemudian dibagi berdasarkan pada proporsi
mahasiswa di masing-masing fakultas. Hal ini dilakukan dengan tujuan
memperoleh gambaran responden yang mendekati populasi penelitian.
Dari total 220 kuesioner yang disebar dalam kurun waktu minggu I dan II
bulan Oktober 2012, peneliti memperoleh 207 kuesioner yang memenuhi
syarat untuk dilakukan pengolahan data lebih lanjut dengan menggunakan
bantuan SPSS (Statistical Package for Social Science). Berdasarkan hasil
pengolahan data diketahui bahwa 43 % responden adalah laki laki dan 57 %
responden perempuan. Untuk usia, dari 207 responden, 202 responden atau
sekitar 97.6 % berusia dibawah 25 tahun, 1.9% berusia antara 25 – 30 tahun
dan hanya 1 responden yang berusia diantara 36 – 40 tahun. Hasil yang
kurang lebih sama diperoleh dari variable demografis status pernikahan.
97.6% responden berstatus lajang, 1.4% responden berstatus menikah dan 1%
reponden mengaku pernah menikah. Variabel selanjutnya adalah tingkat
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 34
pendapatan. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat pendapatan responden
cukup bervariasi. Sebanyak 66.7% responden memiliki tingkat pendapatan
dibawah Rp. 1,500,000,-, 26.1% responden memiliki tingkat pendapatan Rp.
1,500,000 – 4,500,000; 5.8% memiliki pendapatan Rp. 4,500,000 – Rp.
7,000,000,- dan hanya 1.4% responden yang memiliki tingkat pendapatan
diatas Rp. 10,000,000.- Mengenai jumlah kunjungan responden ke website
penyedia informasi reservasi hotel selama 6 bulan terakhir, sebanyak 65.2%
responden mengaku mengunjungi website tersebut antara 2-10 kali,
sementara 8.2% responden mengaku mengunjungi website lebih dari 10 kali
dan ada 26.1% responden yang menyatakan belum pernah mengunjungi
website penyedia informasi perhotelan sama sekali dalam 6 bulan terakhir.
Uji Validitas dan Reliabilitas
Hasil Tabel 1 untuk nilai Bartlett's Test of Sphericity adalah 0.000.
Berdasarkan Hair et al (2010:104) statistik signifikan Barlett’s test of
sphericity (sig. < 0.05) mengindikasikan bahwa ada korelasi yang cukup
antara variabel untuk diproses, nilai Barlett’s test of sphericity adalah 0.000
sehingga dapat variabel dapat dip roses lebih lanjut. Hasil uji validitas dengan
mengunakan Faktor Analisis, di dapatkan bahwa semua variabel memiliki
validitas yang bagus dengan faktor loading lebih dari 0.05. Hair et al
(2010:118) menyatakan bahwa nilai yang lebih dari 0.05 secara umum data di
pertimbangkan practically significant. Kecuali untuk item pertanyaan A2 dan
SE1 harus di hilangkan dari pertanyaan karena memiliki faktor loading
kurang dari 0.5 dan tidak berada di faktor yang sama. Di bawah ini adalah
hasil uji validitas yang di lakukan dengan Fator Analisis.
Tabel 1. Hasil Uji Validitas
Bartlett's Test of Sphericity 654.801
Signifikan .000
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 35
Rotated Component Matrix
Component
1 2 3 4 5
R1 ,736
R2 ,817
R3 ,797
T1 ,752
T2 ,701
T3 ,795
A1 ,662
A3 ,663
C1 ,862
C2 ,850
C3 ,699
C4 ,696
SE2 ,783
SE3 ,693
ST1 ,820
ST2 ,848
ST3 ,670
Q1 ,645
Q2 ,793
Q3 ,848
PI1 ,705
PI2 ,843
PI3 ,861
Reliabilitas
Untuk mengukur reliabilitas, di gunakan internal consistency yang mengukur
konsistensi antara variabel dalam summated scale (Hair et al 2010:127).
Reliabilitas koefisien di ukur dengan Cronbach Alpha. Di dalam buku Hair et
al, Cronbach Alpha harus lebih besar daripada 0.7 Hasil uji Reliabilitas
menunjukan bahwa semua variable adalah di atas 0,7 sehingga butir
pertanyaan di nyatakan reliable. Hasil uji reliabilitas.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 36
Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas
Variable Cronbach
Alpha
Item
Pertanyaan
Relevan (R) 0.850 3
Ketepatan waktu (T) 0.898 3
Ketepatan (A) 0.779 2
Kelengkapan (C) 0.851 3
Keahlian Sumber (SE) 0.719 2
Kepercayaan thd Sumber (ST) 0.836 3
Jumlah Ulasan (Q) 0.893 3
Niat Beli (PI) 0.881 3
Hasil Uji Regresi
Berdasarkan hasil yang dapat di lihat pada tabel, regresi berganda digunakan
untuk menemukan hubungan dari kualitas informasi dan kredibilitas sumber
terhadap niat beli. Regresi sederhana di gunakan untuk menemukan hubungan
antara jumlah ulasan konsumen terhadap niat beli, karena tidak hanya
memiliki satu variable independen.
Hasil pengujian hipotesis variabel kualitas informasi yaitu H1, H2, H3, H4 di
temukan bahwa relevan, aktualitas, ketepatan, kelengkapan ulasan konsumen
pada website penyedia informasi perhotelan tidak memiliki hubungan yang
signifikan terhadap niat beli hotel. Hal tersebut dapat di lihat dari hasil p-
value relevan (0.094), aktualitas (0.091), ketepatan (0.716) dan kelengkapan
(0.498) yang lebih besar dari 0.05. Menurut Hair, Black, agar hasil menjadi
signifikan, nilai p-value dari variabel harus < 0.05 nilai probabilitas. Nilai R
Square menunjukan bahwa 9.6% dari variance niat beli dapat dijelaskan oleh
perubahan dalam variable relevan, aktualitas, ketepatan dan kelengkapan
pesan.
Hasil pengujian kredebilitas sumber dengan dua variable keahlian sumber dan
kepercayaan terhadap sumber menujukan bahwa H5 yaitu keahlian sumber
ulasan konsumen pada pada website penyedia informasi perhotelan tidak
memiliki hubungan yang signifikan terhadap niat beli hotel. Di tujukan
dengan nilai p-value variable keahlian sumber (0.815) yang lebih besar dari
0.05. Akan tetapi untuk H6 yaitu kepercayaan terhadap sumber hasil
pengujian menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara kepercayaan
pada sumber dalam ulasan konsumen pada website penyedia informasi
perhotelan terhadap niat beli hotel, yang di tunjukan dengan p-value yang
lebih kecil daripada 0.05 yaitu 0.000. Menurut responden variabel ini
merupakan variabel yang penting dalam menentukan keinginan membeli
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 37
konsumen. Nilai R Square menunjukan bahwa 25.5% dari variance niat beli
dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variable keahlian sumber dan
kepercayaan kepada sumber.
Hasil pengujian terhadap variabel jumlah ulasan menunjukan bahwa H6
terbukti memiliki hubungan yang signifikan antara jumlah ulasan pada
website penyedia informasi perhotelan terhadap niat beli hotel. Yang di
tunjukan melalui nilai p-value yang lebih rendah (0.000) daripada 0.05 nilai
probabilitas. Nilai R Square menunjukan bahwa 13,7% dari variance niat beli
dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variable jumlah ulasan.
Tabel 3. Hasil Pengujian Hipotesis dengan Regresi
Kualitas Informasi
R Square : 0.096
Adjusted R Square : 0.078
Model Standardized β Sig.
Relevan (R) 0.133 0.094
Aktualitas (T) 0.035 0.716
Ketepatan (A) 0.161 0.091
Kelengkapan (C) 0.056 0.498
Kredibilitas Sumber
R Square : 0.255
Adjusted R Square : 0.247
Model Standardized β Sig.
Keahlian Sumber
(SE)
0.017 0.815
Kepercayaan
terhadap Sumber
(ST)
0.494 0.000
Jumlah Ulasan Konsumen
R Square : 0.137
Adjusted R Square : 0.133
Model Standardized β Sig.
Jumlah Ulasan
Konsumen
0.370 0.000
Pembahasan
Berdasarkan hasil yang di dapatkan melalui pengujian hipotesis. Ditemukan
bahwa hanya variable kepercayaan terhadap sumber dan jumlah ulasan
konsumen yang memiliki pengaruh terhadap niat beli hotel. Kualitas
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 38
informasi yang terdiri dari variabel relevan, aktualitas, ketepatan, dan
klengkapan terbukti tidak memiliki pengaruh terhadap niat beli hotel di
bandingkan kepercayaan terhadap sumber dan jumlah ulasan. Hal ini
kemungkinan terjadi karena melihat mahasiswa lebih cenderung memproses
informasi dengan cara rute pinggir dari model teori kemungkinan elaborasi.
Mereka tidak melihat dari isi pesan tersebut tetapi melalui sumber yang
memberikan pesan tersebut dan jumlah konsumen sebelumnya yang
memberikan ulasan, hal tersebut menarik karena menujukan kepopuleran dari
hotel tertentu.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis keahlian sumber terhadap niat beli, di
temukan bahwa kepercayaan terhadap sumber memiliki pengaruh terhadap
niat beli daripada keahlian sumber. Di dalam website penyedia informasi
perhotelan konsumen tidak dapat mengetahui apakah orang yang memberikan
ulasan adalah orang cukup berkompetensi dalam memberikan ulasan
mengenai hotel tersebut. Akan tetapi seseorang yang memberikan ulasan
harus melakukan registrasi yang akan memberikan otoritas kepada website
tersebut informasi yang valid mengenai anggota dalam website tersebut
karena akan di gunakan untuk informasi reservasi hotel. Informasi
yang di tampilkan di dalam ulasan konsumen biasanya informasi yang
berhubungan dengan nama, kebangsaan dan jenis traveler, adanya keharusan
bagi konsumen untuk menginput informasi yang benar di website tersebut
ikut membangun kepercayaan konsumen terhadap sumber yang memberikan
ulasan. Jenis respondent yang adalah mahasiswa, juga mempengaruhi,
berdasarkan data demografi di temukan bahwa uang saku yang di peroleh
mahasiswa berkira 1.500.000 ke bawah, sehingga mereka lebih memusatkan
pada hotel yang murah daripada isi pesan daripada ulasan.
Implikasi dalam dunia riset, studi ini memberi kontribusi terhaap penelitian
electronic word of mouth. Praktikal implikasi terhadap bisnis keluarga adalah
penelitian ini membantu bisnis hotel untuk dapat mengunakan website
penyedia informasi perhotelan yang sering kali tidak di tuntut biaya dalam
mempromosikan hotel mereka. Serta mengunakan electronic word of mouth
yaitu ulasan konsumen.
E. PENUTUP
Tujuh konstruk yang di gunakan dalam penelitian ini hanya menjelaskan
sedikit variance terhadap niat beli hotel melalui ulasan konsumen pada
website penyedia informasi perhotelan, mengindikasikan bahwa ada predictor
yang penting yang belum di masukan di dalam model ini. Untuk penelitian
selanjutnya peneliti akan melakukan penelitian dengan menambah variable
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 39
lain antara lain keterikatan sosial, panjang ulasan, tipe pembeli ulasan, detil
ulasan, helpfulness dan persuasiveness (Cheung dan Thadani, 2010). Studi
responden dari penelitian ini mengunakan mahasiswa yang mewakilkan
pendapatan yang rendah. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti akan
mengembangkan studi responden yang lebih luas yaitu backpacker,
konsumen hotel bisnis, maupun keluarga. Peneliti akan mengekplorasi untuk
menemukan tipe traveler maupun mengunakan komunitas traveler lainnya
sehingga dapat membantu hotel-hotel kecil untuk mengembangkan bisnisnya
dan mendapatkan manfaat dari penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2012. Jumlah Tamu Indonesia pada Hotel Bintang Menurut
Provinsi Tahun 2003-2010 (Ribuan).
http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_suby
ek=16¬ab=5. Diakses tanggal 12 Oktober 2012.
Badan Pusat Statistik. 2012. Jumlah Tamu Indonesia pada Hotel Non Bintang
Menurut Provinsi Tahun 2003-2010.
http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_suby
ek=16¬ab=7. Diakses tanggal 12 Oktober 2012.
Bulhalis, D. Tourism: Information Tecnologies for Strategic Tourism
Management. 2003.
Cheung, C.M.K dan Thadani, D. R. 2010. The Effectiveness of Electronic Word-
Of-Mouth Communication: A Literature Analysis. 23rd Bled
eConference e-Trust: Implication for theIndividual, Enterprises and
Society. June 20 – 23, 2010; Bled, Slovenia.
Cheung, C.M.K., Lee, M.K.O, Rabjohn, N. 2008. The impact of electronic word-
of-mouth: The of online opinions in online customer communities.
Internet Research. 18(3), pp.229-247.
Cheung, M., Luo, C., Sia, C., & Chen, H. 2009. Credibility of Electronic Word-
of-Mouth:Informational and Normative Determinants of Online
Consumer Recommendations. International Journal of Electronic
Commerce, 13(4),9.
Chevalier, J.A. and Mayzlin, D. 2003. The Effect of Word of Mouth on Sales:
Online Book Reviews. NBER Working Paper No. 10148.
Eagley, J.E. and Chaiken, S.1993. The Psychology of Attitude, Harcourt Brace
Jovanvich,FortWorth, TX.
Grail Research.2011. Consumers of Tomorrow Insights and Observations About
Generation
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 40
Z.http://www.grailresearch.com/pdf/ContenPodsPdf/Consumers_of_T
omorrow_Insights_and_Observations_About_Generation_Z.pdf. Di
akses tanggal 12 Oktober 2012.
Gursoy, D., and K.W. MCClearly. An Integrative Model of Tourists’ Information
Search Behavior, Annals of Tourism Research. 2004.
Hair, J.F.Jr., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E. 2010. Multivariate Data
Analysis, AGlobal Perspective. 7th Ed. Pearson Education, Inc, Upper
Saddle River.
Lee, J., Park, D.H., Han, I. 2007. The effect of negative online consumer reviews
on product attitude: An information processing view. Electronic
Commerce Research andApplication. Vol. 7, pp. 341-352.
Lee, S. H., 2009. How do online reviews affect purchasing intention?. African
Journal fBusiness Management. Vol.3(10), pp. 576-581.
Lin, P.J., 2009. Factors Influencing Purchase Intention for Online Travel
Products- Case Study of Taiwanese Consumers. Thesis submitted to
the Cardiff School of Management.
Litvin, Stephen W., Goldsmith Ronald E., and Pan, Bing. 2008. Electronic word-
of-mouth in Hospitality and Tourism Management. Tourism
Management. Vol 29. 458 – 468.
Meladze, Maria and Jerenashvili, Nino. 2012. Demand for Modern Information
and Communication Systems in Tourism. Europe Scientific Journal.
Vol. 8, No. 2. P. 1857 – 7881
OECD (Organisation for Economic Co-Operation and Development) Report.
2004. ICT, e-business and SMEs. FranceBhattacherjee, A., Sanford,
C. 2006. Influence process for information technology
acceptance:anelaboration likelihood model. MIS Quarterly, Vol. 30
No. 4, pp. 805 – 25.
Park, C. and Lee, T. 2009. Information direction, website reputation and eWOM
effect: Amoderating role of product type. Journal of Business
Research, 62(1), 61.
Park, Do-Hyung, Kim, Sara, Han, Ingoo, 2008. The effects of Consumer
Knowledge on Message Processing of Electronic Word of Mouth Via
Online Consumer Reviews. ElectronicCommerce Research and
Applications. Volume 7, Issue 4, Winter 2008, Pp 399–410.
Petty, E. R., Cacioppo, J. T., Shumann, D., 1983, Copyright 2001. Central and
Peripheral Routesto Advertising Effectiveness: The Moderating Role
of Involvement. Journal of Consumer Research. Vol. 10. pp.135-136.
Sullivan, C.1999. Marketing the web in other media. Editor & Publisher.
Vol.132(9), p. 30.Wixom, B.H., and Todd, P.A. 2005. A theoretical
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 41
integration of user satisfaction and technology acceptance.
Information System Research.Vol. 16(1), pp. 85-102.
Tag-Eldeen, Asraf A. Assesment of Electronic word-of-mouth on Customers’
Purchasing Decisions of Hospitality Services in Egypt. 2nd
Advances
in Hospitality & Tourism Marketing and Management Conference.
ISBN: 978-960-287-139-3.
World Economic Forum. 2012. Insight Report: The ASEAN Travel and Tourism
Competitiveness Report 2012, Fostering Prosperity and Regional
Integration through Travel and Tourism. Geneva.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 42
PENGARUH KOMPETENSI OPERASIONAL, KEARIFAN
OPERASIONAL, DAN ORIENTASI PEMECAHAN MASALAH
KARYAWAN LINI DEPAN TERHADAP KEPERCAYAAN DALAM
MEMBENTUK LOYALITAS KONSUMEN
Hermansyah Andi Wibowo4
Universitas Serang Raya
ABSTRAK
Dalam literatur pemasaran hubungan (relationship marketing), peran sentral
kepercayaan (trust) dalam kaitannya dengan upaya pembentukan dan
pemeliharaan hubungan antara perusahaan dan stakeholders-nya, menjadi diskusi
yang hangat di antara para ilmuwan pemasaran hubungan. Sejumlah penelitian
konseptual dan uji empiris yang dilakukan menghasilkan banyak model yang
membahas faktor-faktor yang menjadi antaseden-anteseden kepercayaan serta
pengaruh kepercayaan terhadap loyalitas.
Kendatipun demikian, masih belum didapati model yang mampu menjelaskan
praktik-praktik apa saja yang dapat menumbuhkan kepercayaan yang pada
gilirannya memengaruhi loyalitas. Untuk mengisi kekosongan ini, serta dengan
membatasi permasalahan kepercayaan menjadi kepercayaan konsumen,
Sirdesmukh, et al (2002) melakukan penelitian yang bertujuan menjelaskan
perilaku-perilaku apa saja yang dapat memengaruhi kepercayaan konsumen.
Hasil penelitian Sirdesmukh, et al (2002) menunjukkan bahwa kompetensi
operasional, kearifan operasional, dan orientasi pemecahan masalah merupakan
prediktor-prediktor yang signifikan memengaruhi kepercayaan konsumen secara
positif. Temuan yang lain berupa diperolehnya bukti empiris bahwa secara
signifikan kepercayaan konsumen berpengaruh positif terhadap loyalitas
konsumen. Dengan sejumlah adaptasi dari model yang dikembangkan
Sirdesmukh, et al (2002), penelitian ini menguji ulang hipotesis-hipotesis yang
terkait dengan anteseden-anteseden kepercayaan konsumen kepada KLD, dan
dampaknya bagi loyalitas konsumen kepada perusahaan.
Kata kunci: relationship marketing, kompetensi operasional, kearifan operasional,
orientasi pemecahan masalah, kepercayaan konsumen, loyalitas konsumen.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 43
A. PENDAHULUAN
Bertumbuhnya arti penting pemasaran hubungan (relationship marketing),
telah meningkatkan perhatian terhadap peran kepercayaan (trust) dalam
mengembangkan hubungan yang kuat (Sirdesmukh, et.al., 2002). Sehubungan
dengan hal tersebut, perhatian para peneliti terhadap peranan variabel
kepercayaan dalam memengaruhi hubungan dapat dilihat dari banyaknya
penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dari pelbagai bidang ilmu
seperti psikologi, psikologi sosial, sosiologi, ilmu ekonomi, dan pemasaran
(Papadopoulou, et.al. 2002). Senada dengan hal ini, Spekman dalam
Sirdesmukh et.al.(2002), menyatakan bahwa kepercayaan adalah batu
loncatan bagi hubungan jangka panjang.
Dalam konteks elektronik bisnis (e-business), kurangnya kehadiran produk
secara fisik, dan adanya jarak fisik antara pembeli dan penjual, membuat
situasi ini menjadi unik dimana kepercayaan pelanggan merupakan hal
terpenting (Warrington et.al., 2000). Beberapa peneliti seperti Jarvenpaa dan
Tractinsky (1999) serta Reichheld dan Schefter (2000), berpendapat bahwa
pelanggan online pada umumnya menghindar dari vendor elektronik (e-
vendor)yang tidak mereka percaya (Luarn dan Lin, 2003). Selain dari
banyaknya alternatif pilihan vendor elektronik yang lain, para pelanggan juga
mempertimbangkan faktor resiko dari aktivitas bisnis yang mereka lakukan.
Selain kepercayaan konsumen, dalam konteks pemasaran hubungan, realitas
bahwa kos dalam menarik pelanggan baru lebih besar daripada kos untuk
mempertahankan pelanggan yang sudah ada, semakin membuat loyalitas
pelanggan menjadi isu yang menarik untuk dikaji. Dalam Luarn dan Lin
(2003), secara spesifik Aaker menyatakan bahwa loyalitas merek membawa
kepada keunggulan-keunggulan pemasaran tertentu seperti mengurangi kos-
kos pemasaran, bertambahnya pelanggan baru, dan bertambah kuatnya
pengungkit perdagangan (trade leverage). Dalam pasar yang semakin
kompetitif, menjadi mampu untuk membangun loyalitas pada pelanggan
merupakan faktor kunci dalam memenangkan pangsa pasar (Jarvis dan Mayo,
1986) dan mengembangkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan
(Kotler dan Singh, 1981).
Oleh karena itu, maka tidak mengherankan jika sejumlah penelitian
konseptual maupun pengujian empiris untuk menentukan anteseden loyalitas
pelanggan dalam konteks pemasaran hubungan dilakukan oleh para peneliti.
Sejumlah pengujian empiris yang pernah dilakukan adalah penelitian Too
et.al (2000) dengan unit analisis dyads (antara manajer toko dengan
pelanggan toko) tentang dampak pemasaran hubungan terhadap loyalitas
pelanggan, dimana penelitian tersebut mengajukan hipotesis utama bahwa
upaya-upaya pemasaran hubungan yang dilakukan oleh manajerial toko akan
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 44
memengaruhi loyalitas pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hipotesis ini tidak terbukti dan justru variabel lain seperti persepsi pelanggan
terhadap upaya pemasaran hubungan yang dilakukan manajerial toko
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepercayaan pelanggan dan
komitmen mereka untuk mempertahankan hubungan dengan toko, dimana
pada akhirnya kedua variabel ini memengaruhi loyalitas pelanggan.
Pada penelitian empiris lain, Luarn dan Lin (2003) menggunakan
kepercayaan pelanggan, kepuasan pelanggan, nilai yang dirasakan (perceived
value), dan komitmen sebagai variabel-variabel yang dianggap memengaruhi
loyalitas pelanggan. Pada tahap selanjutnya, Luarn dan Lin (2003) menguji
apakah kepercayaan, kepuasan, dan nilai yang dirasakan memengaruhi
komitmen untuk berhubungan yang pada akhirnya memengaruhi loyalitas
pelanggan. Hasilnya, kepercayaan terbukti secara langsung memengaruhi
loyalitas, akan tetapi hipotesis yang menyatakan komitmen untuk
berhubungan mengintervensi hubungan antara kepercayaan dan loyalitas
justru tertolak. Meskipun signifikansi untuk membangun kepercayaan dalam
kaitannya dengan hubungan perusahaan-konsumen telah banyak diketahui,
sedikit studi yang menguji perilaku-perilaku dan praktik-praktik perusahaan
yang dapat menambah atau mengurangi kepercayaan konsumen (Sirdesmukh,
et.al., 2002). Penelitian-penelitian tentang pembangunan kepercayaan dan
pemeliharaan hubungan (Papadopoulou, et.al., 2002), ataupun tentang
konsekuensi kepercayaan yang berupa komitmen (Morgan dan Hunt, 1994;
Too, et.al., 2000), loyalitas (Too et.al., 2000), hubungan jangka panjang
(Papadopoulou, et.al., 2002; Warrington, et.al., 2000), kerja sama (Morgan
dan Hunt, 1994), hanya menunjukkan bahwa kepercayaan amat diperlukan –
dalam kaitannya dengan konteks pemasaran hubungan- untuk menjamin
terbentuknya hubungan yang baik antara konsumen dan perusahaan.
Namun demikian, tetap saja permasalahan utamanya adalah bagaimana
perusahaan dapat mengetahui perilaku-perilaku dan praktik-praktik yang
menambah atau mengurangi kepercayaan konsumen kepada mereka. Untuk
mengisi kekosongan ini Sirdesmukh et.al. (2002) melakukan penelitian yang
mengambil dua objek penelitian (bisnis penerbangan dan bisnis retail
pakaian) dengan membedakan antara perilaku-perilaku terpercaya dan
kepercayaan. Unsur pertama diperoleh dari perilaku penyedia jasa yang
terbagi lagi menjadi aspek manajerial dan aspek karyawan, sedangkan
kepercayaan diperoleh dari persepsi pelanggan terhadap perilaku penyedia
jasa.
Dari penelitian Sirdesmukh et.al. (2002) terungkap bahwa kompetensi
operasional, kearifan operasional, dan orientasi pemecahan masalah dari
Karyawan Lini Depan (KLD) memiliki pengaruh langsung yang signifikan
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 45
terhadap pembentukan kepercayaan pelanggan, baik dalam konteks bisnis
penerbangan maupun bisnis retail pakaian. Pada konstruk model yang utuh
dan dalam konteks bisnis retail pakaian, hipotesis yang menyatakan bahwa
nilai pelanggan mengintervensi pengaruh kepercayaan terhadap loyalitas. Di
sisi lain, pengaruh kepercayaaan secara langsung dan signifikan berpengaruh
positif terhadap loyalitas. Berdasarkan hasil penelitian Sirdesmukh et.al.
(2002), penulis tertarik untuk menguji ulang hipotesis-hipotesis yang terkait
dengan pembentukan kepercayaan konsumen terhadap KLD, sekaligus
mencari bukti empiris atas pengaruh kepercayaan pelanggan terhadap
loyalitas pelanggan kepada perusahaan.
Rumusan Masalah
Dari uraian sebelumnya dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.Apakah kompetensi operasional KLD memengaruhi kepercayaan
konsumen?
2. Apakah kearifan operasional KLD memengaruhi kepercayaan konsumen?
3. Apakah orientasi pemecahan masalah KLD memengaruhi kepercayaan
konsumen?
4. Apakah kepercayaan konsumen kepada KLD memengaruhi loyalitas
mereka terhadap perusahaan?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji dan mendapatkan bukti empiris, bahwa:
1. Kompetensi operasional KLD memengaruhi kepercayaan konsumen.
2. Kearifan operasional KLD memengaruhi kepercayaan konsumen.
3. Orientasi pemecahan masalah KLD memengaruhi kepercayaan
konsumen.
4. Kepercayaan konsumen terhadap KLD memengaruhi loyalitas mereka
terhadap perusahaan.
B. LANDASAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Paradigma Pemasaran Hubungan
Pemasaran hubungan adalah seluruh aktivitas pemasaran yang diarahkan
untuk membangun, mengembangkan, dan memelihara pertukaran relasional
yang sukses (Morgant dan Hunt, 1994). Dengan kata lain, perusahaan
berusaha membentuk dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para
stakeholder di lingkungannya. Kerjasama bisnis yang dilakukan dalam
kerangka pemasaran hubungan disebut pertukaran relasional. Secara eksplisit,
Morgant dan Hunt (1994) menyebutkan sepuluh stakeholder yang perusahaan
melakukan pertukaran relasional terhadapnya, antara lain: para pemasok
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 46
barang, para penyedia jasa, para pesaing, organisasi-organisasi nonprofit,
pemerintah, pelanggan inti, pelanggan intermediasi, departemen-departemen
fungsional, karyawan, dan unit-unit bisnis. Tidak sebagaimana yang
dinyatakan oleh Morgant dan Hunt (1994) mengenai definisi mereka tentang
pemasaran hubungan yang mencakup seluruh format pertukaran relasional
antara perusahaan dengan semua stakeholder-nya, penelitian ini membatasi
cakupan pemasaran hubungan kepada hubungan perusahaan dengan
pelanggan intinya saja. Terkait dengan tujuannya, Gronroos (1994)
menyatakan bahwa para ilmuwan pemasaran hubungan menekankan tujuan
pemasaran hubungan adalah pembangunan dan pemeliharaan hubungan
dengan pelanggan. Sedangkan Sheth dan Sisodia (1995) dalam Sheth dan
Parvatiyar (1995), menyatakan bahwa tujuan pemasaran hubungan adalah
meningkatkan produktivitas pemasaran dengan mencapai efisiensi dan
efektivitas. Kedua pernyataan ini berkaitan karena hubungan yang baik
dengan pelanggan akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemasaran,
dimana hubungan jangka panjang merupakan tujuan inti dari praktik-praktik
pemasaran hubungan. Senada dengan hal ini, Fruchter dan Sigue (2004)
menyatakan bahwa gagasan fundamental dari pemasaran hubungan adalah
melampaui tindakan-tindakan pemasaran transaksional jangka pendek, serta
membangun loyalitas terhadap merek dan penjual.
Dari sisi pandang historis, Sheth dan Parvatiyar (1995) mengamati bahwa
pergeseran orientasi dalam pemasaran dari fokus transaksional kepada fokus
hubungan merupakan suatu siklus balik. Oleh karena itu, mereka berpendapat
bahwa bertumbuhnya orientasi hubungan pada periode paska-industri,
merupakan kelahiran ulang dari pemasaran langsung (direct marketing).
Faktor-faktor penyebabnya, antara lain: (i)pesatnya kemajuan teknologi
terutama teknologi informasi, (ii)adopsi program-program kualitas total oleh
perusahaan, (iii)bertumbuhnya perekonomian jasa, (iv)proses pengembangan
organisasional mendorong kepada pemberdayaan individu dan kelompok, dan
(v) bertambahnya intensitas persaingan mendorong perhatian kepada retensi
pelanggan.
Sebelumnya, pada periode industri fokus transaksional sangat dominan
karena adanya keterpisahan peran antara produsen dan konsumen yang
dimediasi oleh retailer. Besarnya orientasi transaksional pada periode industri
dapat dilihat dari standar pengukur yang digunakan untuk mengevaluasi
kinerja pemasaran, seperti: pangsa pasar, pendapatan penjualan, dan
keuntungan permerek, wilayah, dan segmen. Standar-standar ukuran ini
merefleksikan perhatian terhadap kompetisi dan dampak-dampak
konsekuensinya terhadap laba (Sheth dan Parvatiyar, 1995).
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 47
Paradigma pemasaran hubungan muncul sebagai hasil dari tingginya
frekuensi persaingan yang menyebabkan banyak industri mengalami
mortalitas. Di satu sisi, situasi ini menyadarkan para ilmuwan pemasaran
bahwa paradigma transaksional dalam pemasaran semakin tidak relevan lagi
untuk dipraktikkan, di sisi yang lain, kebutuhan akan terbentuk dan
terpeliharanya hubungan yang baik khususnya dengan pelanggan semakin
menguat.
Kepercayaan Konsumen
Perbedaan konseptualisasi kepercayaan sebagai tema penting pemasaran
hubungan, telah muncul seiring dengan perkembangan konsep pemasaran
hubungan itu sendiri. Sejumlah penulis seperti Ganesan (1994)
mengonseptualisasi kepercayaan sebagai unsur konatif atau keperilakuan.
Sedangkan peneliti lainnya mengonseptualisasi kepercayaan sebagai unsur
kognitif atau evaluatif. Menggunakan pendekatan ini, Morgan dan Hunt
(1994) menyatakan bahwa kepercayaan (trust) ada ketika satu pihak memiliki
kepercayaan (confidence) terhadap reliabilitas dan integritas rekan
pertukarannya. Oleh karena itu, sebagaimana yang dipegang oleh
Sirdeshmukh et.al. (2002), peneliti mendefinisi kepercayaan konsumen
sebagai ekspektasi-ekspektasi yang dimiliki konsumen tentang penyedia jasa
yang dapat diandalkan dan amanah dalam menepati janji-janjinya. Dalam
kaitannya dengan konteks pemasaran hubungan, kepercayaan diperlukan
dalam setiap pertukaran relasional perusahaan dengan para stakeholdernya.
Senada dengan hal ini, Spekman (1988) berpendapat bahwa kepercayaan
merupakan batu loncatan bagi tercapainya hubungan jangka panjang. Secara
lebih khusus, Berry dan Parasuraman (1991) dalam Morgant dan Hunt (1994)
menyatakan bahwa hubungan pelanggan-perusahaan memerlukan
kepercayaan. Sesuai dengan definisi yang digunakan dalam penelitian ini,
maka kepercayaan juga merupakan persepsi konsumen terhadap perusahaan
penyedia jasa, dimana dalam penelitian ini diwakili oleh KLD. Dengan kata
lain, KLD merupakan representasi perusahaan penyedia jasa dalam
interaksinya melayani konsumen.
Konseptualisasi Model
Model dalam penelitian ini dilukiskan seperti pada gambar 1 di bawah ini.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 48
Gambar 1. Model Penelitian
Kompetensi Operasional
Harapan atas kompetensi kinerja yang konsisten dari rekan pertukaran
merupakan awal dari pembangunan kepercayaan dalam pelbagai konteks
hubungan bisnis. Dalam Sirdesmukh et.al. (2002), Smith dan Barclay (1997)
mendefinisi kompetensi sebagai tingkat dimana para rekan, satu sama lain,
memiliki memiliki keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan yang
diperlukan bagi terlaksananya tugas yang efektiv. Lebih jauh lagi, Sako
(1992: 43) mengatakan bahwa kepercayaan kompetensi adalah prasyarat bagi
keberlangsungan transaksi yang berulang.
Secara empiris, telah diketahui bahwa dimensi-dimensi yang terkait dengan
kompetensi memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepercayaan di berbagai
konteks. Donney dan Cannon (1991) menemukan bahwa keahlian tenaga
penjual adalah prediktor signifikan terhadap kepercayaan pembeli terhadap
tenaga penjual tersebut. Sirdesmukh et.al. (2002) menemukan bahwa secara
langsung kompetensi operasional KLD berpengaruh positif terhadap
kepercayaan konsumen. Hasil temuan Sirdesmukh et.al.(2002) ini tidak
berbeda di dua konteks bisnis yang yang menjadi objek penelitian yaitu
bisnis retail pakaian dan bisnis penerbangan.
Penelitian ini memfokuskan diskusi kepada penjelasan tentang kompetensi
operasional dalam konteks jasa. Kompetensi operasional yang dimaksud di
sini adalah kompetensi karyawan yang dapat dinilai oleh konsumen secara
visual. Dalam konteks pertukaran antara konsumen dan penyedia jasa, fokus
seperti ini amat sesuai karena secara khusus penilaian konsumen terhadap
kompetensi karyawan yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman
mereka berinteraksi dengan KLD. Dengan evaluasi terhadap pengalamannya,
H3 (+)
Kompetensi
Operasional
KearifanOpe
rasional
Loyalitas
Orientasi
Pemecahan
Masalah
H1 (+)
H2 (+) H4 (+) Kepercayaan
Konsumen
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 49
ekspektasi konsumen terhadap KLD akan muncul. Oleh karenanya, hipotesis
yang dirumuskan dalam penelitian ini:
H1. Kompetensi operasional KLD secara positif memengaruhi kepercayaan
konsumen.
Kearifan Operasional
Kearifan operasional adalah perilaku-perilaku yang merefleksikan dasar
motivasi dalam menempatkan keinginan konsumen di atas keinginan diri
sendiri (Sirdesmukh, et.al., 2002). McKnight et.al. (1996), menyatakan bahwa
kearifan adalah seseorang peduli terhadap kesejahteraan orang lain dan
karenanya termotivasi untuk bertindak sesuai dengan selera orang tersebut.
Sako (1992) menyebutkan bahwa tidak sebagaimana kepercayaan
kompetensi, rekan yang arif “dapat dipercaya untuk mengambil inisiatif
(sesuai dengan selera pelanggan) sedang pada saat yang sama ia menahan diri
untuk mengambil keuntungan secara tidak adil (oportunistik)”. Oleh karena
itu, dari sudut pandang yang lain kearifan operasional dianggap sebagai peran
ekstra yang pelaksanaannya membutuhkan biaya, baik dengan atau tanpa
keselarasan dari manfaat yang diharapkan.
Penemuan-penemuan empiris secara umum mendukung bahwa kearifan
operasional berpengaruh positif terhadap kepercayaan. Pada studi
kepercayaan konsumen terhadap merek, Hess (1995) menunjukkan bahwa
prinsip mengutamakan orang lain, atau dengan kata lain di hati konsumen
sebuah merek memiliki kepedulian paling besar, mampu menjelaskan varian
kepercayaan dengan proporsi yang besar (40%). Dalam konteks e-service
Papadopoulou et.al. (2002) menyatakan bahwa kearifan vendor akan
mendorong kepercayaan konsumen terhadap vendor elektronik. Senada
dengan hal ini, McAllister (1995) menemukan bahwa kepercayaan afeksi
manajer terhadap rekan bisnis secara positif dipengaruhi oleh peran perilaku
ekstra (kearifan).
Kembali dalam konteks pertukaran antara konsumen dengan penyedia jasa
yang dalam penelitian ini direpresentasikan oleh KLD, maka dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H2. Kearifan operasional KLD secara positif memengaruhi kepercayaan
konsumen.
Orientasi Pemecahan Masalah
Orientasi pemecahan masalah adalah evaluasi konsumen terhadap motivasi
penyedia jasa dalam mengantisipasi dan secara memuaskan menyelesaikan
masalah yang mungkin muncul selama dan setelah pertukaran jasa terjadi
(Sirdesmukh, et.al. 2002). Hal ini berarti bahwa cara yang digunakan
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 50
penyedia jasa dalam menyelesaikan masalah konsumen, merupakan kejadian
penting yang memberikan pemahaman tentang seperti apa karakter dari
penyedia jasa tersebut dan masalah sering terjadi pada saat proses pelayanan
berlangsung dan/atau pada fase paska pertukaran, disebabkan oleh
heterogenitas (besarnya varian dalam penyampaian jasa) dan intangibility
(kualitas hanya bisa dirasakan setelah adanya pengalaman) dari jasa tersebut.
Dalam literatur jasa, konsep dan bukti empiris mengenai variabel orientasi
penyelesaian masalah dapat dilihat dari beberapa tulisan dan hasil penelitian,
diantaranya: Calantone, Graham, dan Mintu (1998) dalam Sirdesmukh et.al.
(2002) menekankan aspek unik dari pemecahan masalah dikarakteristikan
oleh perilaku-perilaku seperti kooperatif, integratif, fokus terhadap
kebutuhan, dan orientasi pertukaran informasi. Lebih jauh lagi, Levesque dan
McDougall (2000) menyatakan bahwa penyelesaian masalah melibatkan
pertukaran yang unik yang terjadi dalam konteks hubungan perusahaan-
konsumen yang lebih besar. Hasil studi oleh Tax et.al. (1998) juga
membuktikan bahwa pemecahan masalah sangat penting bagi kepercayaan
konsumen. Senada dengan penelitian dan hasil temuan tersebut di atas juga
disesuaikan dengan konteks penelitian ini, maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H3. Orientasi pemecahan masalah KLD secara positif memengaruhi
kepercayaan konsumen.
Loyalitas Pelanggan
Loyalitas pelanggan adalah bentuk terkuat hubungan antara pelanggan dan
perusahaan (Costabile, 2000). Loyalitas diindikasikan dengan intensi untuk
melakukan sejumlah perilaku yang menjadi sinyal adanya motivasi untuk
memelihara hubungan dengan perusahaan (Sirdesmukh, et.al.,2002),
termasuk didalamnya adalah mengatakan hal-hal positif tentang perusahaan
kepada orang lain; merekomendasikan perusahaan tersebut kepada orang
yang meminta pendapatnya; mendorong teman-teman dan kerabat untuk
melakukan hubungan bisnis dengan perusahaan tersebut; menjadikan
perusahaan tersebut sebagai pilihan pertama ketika membeli; dan melakukan
banyak pembelian di masa yang akan datang pada perusahaan tersebut.
Dalam konteks pemasaran hubungan, terciptanya hubungan yang baik dengan
pelanggan merupakan tujuan dari aktifitas pemasaran hubungan yang
dilakukan oleh perusahaan. Hubungan ini bersifat jangka panjang dan
kerekanan. Secara implisit tampak bahwa loyalitas pelanggan adalah tujuan
yang ingin dicapai melalui praktek-praktek pemasaran hubungan. Peneliti lain
menyatakan bahwa tujuan pemasaran hubungan adalah meningkatkan
produktivitas pemasaran dengan mencapai efisiensi dan efektivitas. Untuk
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 51
dapat mencapai hal ini diperlukan hubungan yang baik dengan konsumen,
agar mereka memberikan informasi positif tentang perusahaan kepada pihak
lain, mempromosikan perusahaan kepada teman dan kerabatnya, mengadukan
keluhan (memberi informasi kekurangan perusahaan) kepada perusahaan,
dengan kata lain konsumen menjadi “agen” pemasaran perusahaan baik sadar
ataupun tidak. Semua perilaku konsumen tersebut mengindikasikan adanya
loyalitas pada dirinya.
Secara eksplisit, Fruchter dan Sigue (2004) menyatakan bahwa gagasan
fundamental dari pemasaran hubungan adalah melampaui tindakan-tindakan
pemasaran transaksional jangka pendek, serta membangun loyalitas terhadap
merek dan penjual. Dengan demikian menjadi jelas bahwa loyalitas adalah
tema penting dalam pemasaran hubungan.
Hubungan Kepercayaan dengan Loyalitas
Kepercayaan dianggap sebagai salah satu antaseden yang paling relevan bagi
hubungan yang kolaboratif dan tetap (Costabile, 2000). Dwyer et.al. (1987)
menyatakan bahwa kepercayaan adalah faktor penting dalam perubahan jenis
pertukaran dari transaksi diskret menuju pertukaran relasional yang
berkelanjutan. Mereka juga menyatakan bahwa “adalah tidak mungkin untuk
mengatasi semua ketidakpastian dalam sebuah kontrak formal suatu kerja
sama, akan tetapi jika pihak-pihak yang ada memiliki kepercayaan, maka bisa
jadi tidak perlu untuk mengatasi semua ketidakpastian itu”. Singkatnya,
kepercayaan diperlukan bagi terjalinnya hubungan yang baik antara
perusahaan dan konsumen.
Sebagai salah satu bentuk hubungan, maka loyalitas juga dipengaruhi oleh
kepercayaan. Hasil penelitian Too et.al. (2000) yang mengambil unit analisis
dyad antara manajer toko pakaian dengan konsumennya, mengungkapkan
bahwa loyalitas konsumen toko dipengaruhi oleh kepercayaan terhadap
manajemen toko. Morgan and Hunt (1994) mengusulkan bahwa kepercayaan
kepada merek memengaruhi loyalitas kepada merek. Dalam konteks e-
business, Luarn dan Lin (2003) menemukan bahwa loyalitas dipengaruhi
secara langsung oleh kepercayaan konsumen virtual kepada vendor
elektronik. Sedangkan Sirdesmukh, et.al. (2002) menemukan bahwa pada
model parsial yang tidak menyertakan variabel nilai, secara langsung dan
signifikan kepercayaan konsumen berpengaruh positif terhadap loyalitas
mereka kepada perusahaan.
Konsisten dengan literatur dan temuan penelitian-penelitian sebelumnya yang
membuktikan peran sentral kepercayaan dan pengaruhnya terhadap loyalitas,
dengan argumen ini dan disesuaikan dengan konteks dalam penelitian ini,
maka hipotesis terkait yang diuji dalam penelitian ini adalah:
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 52
H4. Kepercayaan konsumen kepada KLD secara positif memengaruhi
loyalitas mereka terhadap perusahaan.
C. METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah semua konsumen produk pakaian islami
di tiga toko, yaitu: Karita Gaya Muslim Muda, Al Fath, dan Annisa. Ketiga
toko ini berlokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta.Penelitian ini mengambil
sampel tidak secara acak (nonprobability sampling). Pemilihan elemen
sampel dilakukan menurut metode purposive sampling, dimana sampel
digunakan bila memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan populasi dan
konteks masalah yang diteliti. Pada penelitian ini, kriteria yang mendasari
pemilihan sampel adalah konsumen ketiga toko tersebut di atas yang
melakukan aktivitas belanja dalam kurun waktu enam bulan ke belakang pada
salah satu dari ketiga toko tersebut. Selain itu, konsumen yang bersangkutan
pernah membeli produk pakaian islami dengan intensitas lebih dari satu kali.
Data primer dikumpulkan dengan membagi kuisioner kepada responden baik
secara langsung maupun tidak langsung. Data sekunder mengenai
kepercayaan konsumen dan antesedennya, hubungan kepercayaan dengan
loyalitas, diperoleh dari Journal of Marketing, Journal of Service Research,
Journal of the Academy of Marketing Science, Journal of Electronic
Commerce Research, dan jurnal-jurnal yang di-download melalui internet.
Studi pustaka dilakukan guna menyusun berbagai teori dan pendapat yang
berkembang seputar kepercayaan konsumen dan loyalitas pelanggan dalam
konteks pemasaran hubungan.
Untuk mengukur variabel kompetensi operasional, kearifan operasional,
orientasi pemecahan masalah, dan kepercayaan konsumen, digunakan
instrumen yang diambil dari penelitian Sirdesmukh et.al. (2002) dimana
modelnya diadaptasi dalam penelitian ini. Adapun untuk variabel loyalitas,
instrumen penelitian diambil dari Parasuraman et.al.(1994). Variabel
kompetensi operasional diukur dengan tiga pernyataan: 1) Karyawan toko
tersebut bekerja secara cepat dan efisien, 2) Karyawan toko tersebut dapat
menangani berbagai permintaan pelanggan secara kompeten, 3) Karyawan
toko tersebut dapat diandalkan atas apa yang sedang mereka lakukan.
Variabel kearifan operasional diukur dengan tiga pernyataan: 1) Karyawan
toko tersebut bertindak dengan menghargai saya sebagai pelanggan, 2)
Karyawan toko tersebut dapat dipercaya untuk memberi saran yang jujur
meskipun pada akhirnya mereka tidak dapat membuat penjualan, 3)
Karyawan toko tersebut memperlakukan saya dengan hormat. Variabel
orientasi pemecahan masalah diukur dengan tiga pernyataan: 1) Karyawan
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 53
toko tersebut tidak ragu untuk menyelesaikan masalah apapun yang mungkin
saya dapati dari pakaian yang saya beli di toko tersebut, 2) Karyawan toko
tersebut akan mencari cara untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah
pelanggan, 3) Karyawan toko tersebut bersedia menyiasati kebijakan
perusahaan untuk membantu memenuhi kebutuhan pelanggan.
Variabel kepercayaan konsumen diukur dengan empat pernyataan: 1) Saya
merasa karyawan toko tersebut dapat diandalkan, 2) Saya merasa karyawan
toko tersebut berkompetensi tinggi, 3) Saya merasa karyawan toko tersebut
berintegritas tinggi, 4) Saya merasa karyawan toko tersebut cukup responsif
terhadap pelanggan.
Variabel loyalitas pelanggan diukur dengan lima pernyataan: 1) Mengatakan
hal-hal positif mengenai toko tersebut kepada orang lain, 2)
Merekomendasikan toko tersebut kepada seseorang yang meminta pendapat
saya, 3) Mendorong teman-teman dan kerabat untuk membeli pakaian di toko
tersebut, 4) Menjadikan toko tersebut sebagai pilihan pertama saya dalam
membeli pakaian, 5) Akan melakukan banyak pembelian di toko tersebut
pada masa yang akan datang.
Dalam penelitian ini dilakukan dua pengujian terhadap instrumen, yaitu
pengujian validitas dan pengujian reliabilitas. Pengujian validitas dilakukan
dengan menggunakan confirmatory factor analysis. Pengujian ini bertujuan
menguji apakah suatu konstruk mempunyai unidimensionalitas atau apakah
indikator-indikator yang digunakan dapat mengkonfirmasikan sebuah
konstruk atau variabel (Ghozali, 2001. hal.47). Jika masing-masing indikator
merupakan pengukur konstruk atau variabel, maka indikator-indikator
tersebut akan memiliki nilai loading factor yang tinggi. Angka cut point bagi
loading factor sebuah indikator terhadap konstruknya adalah di atas 0,55.
(Rahayu, 2005, hal.224).
Reliabilitas instrumen diukur dengan koefisien Cronbach Alpha. Cronbach
Alpha mengukur konsistensi internal konstruk, artinya dalam satu konstruk
semua item adalah homogen dan merefleksikan konstruk yang dimaksud.
Instrumen dianggap andal bila mempunyai koefisien Cronbach Alpha diatas
0,7. Analisis data untuk menguji hipotesis dilakukan dengan alat statistik
regresi linear. Derajat asosiasi atau hubungan antarvariabel diukur dengan
korelasi, sedangkan bentuk hubungannya dinyatakan dalam persamaan yang
akan diteliti menggunakan regresi linear. Model regresi linear kuadrat
terkecil akan menghasilkan estimator yang baik bila beberapa asumsi
mengenai model regresi terpenuhi. Berikut dijelaskan pengujian beberapa
asumsi yang disebut asumsi klasik
Multikolinearitas adalah adanya hubungan yang sempurna/mendekati
sempurna (nilai korelasi >0,9, Ghozali, 2005, hal.91) antara beberapa atau
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 54
semua vaiabel independen. Konsekuensi dari adanya multikolinearitas adalah
kesalahan standar menjadi cenderung meningkat, oleh karena itu interval
keyakinan juga meningkat sehingga probabilitas menerima hipotesa yang
salah meningkat. Untuk mendeteksi ada tidaknya masalah multikolinearitas
pada penelitian ini, maka dilihat nilai koefisien korelasi antarvariabel
independent pada model. Jika terdapat nilai yang signifikan Selain itu juga
dilihat nilai tolerance dan VIF setiap variabel independen. Apabila nilai
tolerance kurang dari 0,1 atau nilai VIF lebih dari 10 maka terdapat masalah
multikolinearitas pada model. Hasil perhitungan berdasarkan semua
parameter di atas menunjukkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas
pada model penelitian. Persamaan regresi linear yang baik mengasumsikan
varian residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, keadaan ini
disebut homokedastisitas. Dengan kata lain, penyebaran populasi variabel
dependen untuk setiap nilai variabel independen mempunya varian yang sama
atau konstan. Jika yang terjadi sebaliknya, yaitu varian residual dari satu
pengamatan ke pengamatan lain berbeda, maka ada indikasi bahwa
heterokedastisitas terjadi. Heterokedastisitas berarti, variasi u akan meningkat
secara teratur (korelasi positif u terhadap variabel independen) atau turun
secara teratur (korelasi negative u terhadap variabel independen).
Konsekuensi dari heterokedastisitas adalah penaksir menjadi tidak efisien
baik pada sampel kecil maupun sampel besar meskipun model persamaan
tetap tidak bias dan konsisten (Gujarati 1978). Pengujian heterokedastisitas
pada penelitian ini akan menggunakan uji Glesjer, yaitu meregresi nilai
residual absolute sebagai variabel dependen dengan semua variabel
independen model. Bila hasil pengujian dengan uji Glesjer signifikan berarti
terdapat masalah heterokedastisitas. Metode lain yang digunakan dalam
penelitian ini untuk mendeteksi ada tidaknya masalah heterokedastisitas
adalah dengan diagram scatterplot. Jika tidak didapati pola tertentu atau
menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0
sumbu y, maka heterokedasitas tidak terjadi. Normalitas kesalahan
pengganggu (u) didasarkan pada asumsi bahwa u adalah pengaruh gabungan
dari sejumlah variabel independen yang tidak disertakan dalam model regresi.
Pengaruh variabel-variabel tersebut diharapkan kecil dan bersifat acak.
Dengan meningkatnya observasi kasus, nilai variabel-variabel tersebut
diprediksi mengikuti distribusi normal (Gujarati 1978). Oleh karena kedua
penaksir α dan β merupakan fungsi linear dari u, maka berdasarkan sifat
distribusi normal bahwa setiap fungsi linear dari variabel-variabel yang
didistribusikan secara normal dengan sendirinya juga mempunyai distribusi
normal. Normalitas residual berarti juga normalitas persamaan regresi. Pada
penelitian ini, untuk mengetahui normalitas kesalahan pengganggu/ residual
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 55
dengan melihat diagram scatterplots. Jika data menyebar di sekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi
asumsi normalitas. Metode pengujian normalitas yang lain adalah dengan uji
One Sample Kolmogorov-Smirnov (1-Sample K-S). Apabila nilai uji
Kolmogorov-Smirnov signifikan berarti data residual terdistribusi secara tidak
normal.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Tabel 1. Statistik Deskriptif Sampel
Minimum Maksimum S.D. Rata-rata
Umur 17 29 2.14 22
Jenis
Kelamin
Laki-laki 21 orang
Perempuan 80 orang
Jenjang
Pendidikan
SMP/sederajat 0 orang
SMU/sederajat 2 orang
S1/Diploma 93 orang
S2/S3 6 orang
Catatan: Usia responden dalam satuan tahun
Rentang umur responden adalah 12 tahun dengan umur maskimum 29 tahun
dan minimum 17 tahun. Rata-rata umur responden adalah 22 tahun dengan
perincian sebagai berikut: satu orang untuk masing-masing umur 17, 18, 27,
28, dan 29 tahun, dua orang berumur 26 tahun, tiga orang berumur 25,
sisanya sebanyak 91 orang berada pada range umur 19 s.d. 24 tahun, dimana
pada rentang umur ini jenjang pendidikan yang sedang ditempuh -dengan
asumsi masuk kuliah pada umur 19 tahun dan kuliah selama 5 tahun- adalah
Sarjana Strata 1 atau program Diploma. Fakta ini sesuai dengan hasil
kesimpulan yang ditarik dari rata-rata umur responden yaitu 22 tahun yang
berarti mayoritas responden adalah mahasiswa Strata 1 atau Diploma.
Komposisi jenjang pendidikan sampel terdiri dari 2 orang pelajar SMU (2%),
93 orang berpendidikan Sarjana atau Diploma (92%), dan 6 orang S2/S3
(6%). Adapun demografi sampel dari sisi jenis kelamin menunjukkan
sebanyak 21 orang laki-laki (20%) dan 80 orang perempuan (80%). Pada
umumnya responden yang menjadi sampel penelitian adalah mereka yang
tinggal tidak bersama orang tuanya (mayoritas pengambilan data dari tempat-
tempat kos mahasiswa). Kondisi seperti ini memungkinkan mereka untuk
membeli di toko pakaian yang diinginkannya dan menentukan sendiri jenis
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 56
pakaian sesuai seleranya. Dengan kata lain, penilaian mereka terhadap KLD
dari toko-toko yang dijadikan sampel penelitian, dapat diterima sebagai
penilaian berdasarkan pengalaman mereka berbelanja langsung. Selain itu,
untuk menjamin bahwa informasi yang mereka berikan adalah relevan, maka
ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu: intensitas belanja yang lebih dari
satu kali dan waktu belanja mereka di toko yang dimaksud masih dalam
kurun waktu enam bulan ke belakang. Oleh karenanya, karakteristik
responden yang menjadi sampel penelitian ini sesuai dengan data yang
diperlukan dalam penelitian.
Pengujian Validitas
Hasil penghitungan dengan confirmatory factor analysis menunjukkan bahwa
ketiga item pengukur konstruk kompetensi operasional memiliki loading
factor di atas 0,55. Ketiga item pernyataan pengukur kearifan operasional
juga memiliki tingkat loading factor yang tinggi terhadap konstruk/variabel
kearifan operasional, namun ketika dilakukan pengujian validitas
menggunakan Pearson Product Moment Correlation didapati satu item tidak
valid, yaitu item kar2. Ketiga item pengukur konstruk orientasi pemecahan
masalah juga memberikan tingkat loading factor di atas 0,55. Untuk konstruk
kepercayaan konsumen, keempat item pernyataan yang mengukur konstruk
kepercayaan juga memiliki tingkat loading factor di atas 0,55. Terakhir,
kelima item pengukur konstruk loyalitas mempunyai tingkat loading factor di
atas 0,55.
Dari hasil yang diperoleh, secara umum dapat disimpulkan bahwa item-item
pengukur pada tiap konstruk memiliki tingkat loading factor yang tinggi dan
dengan demikian semua item pengukur tersebut valid.
Pengujian Reliabilitas
Tabel 2. Realibilitas Variabel
Konstruk Cronbach Alpha
Kompetensi Operasional 0,708
Kearifan Operasional 0,806
Orientasi Pemecahan Masalah 0,757
Kepercayaan Konsumen 0,851
Loyalitas 0,838
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 57
Dalam penelitian ini, reliabel atau tidaknya sebuah item pengukur konstruk,
ditentukan dengan nilai corrected item total correlation dan cronbach alphaif
item deleted dari item tersebut. Jika sebuah item memiliki corrected item total
correlation lebih dari 0,5 dan/atau cronbach alphaif item deleted nilainya di
bawah nilai cronbach alpha konstruk, maka item tersebut dikategorikan
sebagai item pengukur yang reliabel dan digunakan dalam penelitian.
Dari semua item pengukur yang ada, hanya item kar2 (kearifan operasional 2)
yang tidak reliabel berdasarkan parameter di atas. Oleh karena itu, item kar2
tersebut dikeluarkan dari konstruk variabel kearifan operasional. Hasil
perhitungan cronbach alpha setelah dikeluarkannya item kar2 menunjukkan
kenaikan nilai cronbach alpha variabel kearifan operasional dari 0,762
menjadi 0,806 sebagaimana disajikan dalam tabel 2 di atas. Hasil pengujian
reliabilitas seluruh item konstruk dapat dilihat di lampiran 2a, 2b, 2c, 2d, 2e.
Pengujian Hipotesis 1, 2, dan 3
Untuk menguji pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel
dependen, terlebih dahulu dilakukan uji korelasi untuk menentukan ada
tidaknya hubungan antara setiap variabel independen terhadap variabel
dependen. Di bawah ini adalah tabel korelasi antara variabel kompetensi
operasional (kom), kearifan operasional (kar), dan orientasi pemecahan
masalah (opm) terhadap kepercayaan konsumen (kep).
Tabel 3. Koefisien Korelasi
Kom Kar opm
Kep Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
0,712**
0,000
101
0,486**
0,000
101
0,541**
0,000
101
**. Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed)
Hasil uji korelasi yang disajikan pada Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa
variabel kompetensi operasional, kearifan operasional, dan orientasi
pemecahan masalah berkorelasi secara signifikan pada tingkat 0,01 terhadap
variabel kepercayaan konsumen. Nilai korelasi masing-masing variabel
tersebut secara berurutan adalah 0,712, 0,486, 0,541. Hasil-hasil ini konsisten
dengan temuan penelitian-penelitian sebelumnya.
Selanjutnya akan dibahas analisis data untuk menguji hipotesis pertama,
kedua dan ketiga. Pembahasan akan dilakukan secara komprehensif namun
berurutan. Hipotesis-hipotesis yang diuji dirumuskan sebagai berikut:
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 58
H1. Kompetensi operasional KLD secara positif memengaruhi
kepercayaan konsumen.
H2. Kearifan operasional KLD secara positif memengaruhi
kepercayaan konsumen.
H3. Orientasi pemecahan masalah KLD secara positif memengaruhi
kepercayaan konsumen.
Bentuk hubungan variabel kompetensi operasional, kearifan operasional,
orientasi pemecahan masalah, dan kepercayaan konsumen, dianalisis dengan
menggunakan model persamaan regresi berganda. Di bawah ini disajikan
rangkuman dari analisis model.
Tabel 4. Rangkuman Model
Model Summaryb
.742a .550 .536 .46078 1.634
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
Predictors: (Constant), opm, kar, koma.
Dependent Variable: kepb.
Nilai adjusted R square model adalah sebesar 0,536 yang berarti bahwa
variabel-variabel independen dalam model mampu menjelaskan 53,6%
variasi yang terjadi pada variabel dependen. Selanjutnya akan dijelaskan
mengenai konstanta, koefisien korelasi, dan tingkat signifikansi persamaan.
Tabel 5. Koefisien Regresi
Coefficientsa
.245 .321 .762 .448
.611 .101 .539 6.049 .000 .585 1.710
.161 .081 .157 1.983 .050 .743 1.347
.160 .081 .167 1.974 .051 .648 1.542
(Constant)
kom
kar
opm
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: kepa.
Koefisien konstanta persamaan adalah sebesar 0,245 namun tidak signifikan
secara statistik karena berada jauh di atas tingkat signifikan 0,05, yaitu
sebesar 0,448.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 59
Untuk variabel kompetensi operasional (pengujian hipotesis 1), nilai koefisien
korelasi sebesar +0,611 dengan nilai t sama dengan 6,049 pada α=0,01.
Artinya, peningkatan 1% kompetensi operasional KLD akan meningkatkan
0,611% kepercayaan konsumen kepada KLD. Adapun nilai t yang signifikan
pada tingkat α=0,01 menunjukkan bahwa variabel kompetensi operasional
signifikan secara individual memengaruhi kepercayaan konsumen. Dengan
demikian, hipotesis satu (H1) yang menyatakan bahwa kompetensi
operasional KLD secara positif memengaruhi kepercayaan konsumen tidak
dapat ditolak.
Untuk variabel kearifan operasional (pengujian hipotesis 2), nilai koefisien
korelasinya sebesar +0,161 dengan nilai t sebesar 1,983 pada α=0,05. Artinya,
jika terjadi peningkatan kearifan operasional KLD sebesar 1%, maka
kepercayaan konsumen akan meningkat sebesar 0,161%. Nilai t sebesar 1,983
pada α=0,05 yang lebih besar dari nilai t tabel (1,980) pada α yang sama
menunjukkan bahwa variabel kearifan operasional KLD signifikan secara
individual memengaruhi kepercayaan konsumen. Dengan demikian, hipotesis
dua (H2) yang menyatakan bahwa kearifan operasional KLD secara positif
memengaruhi kepercayaan konsumen juga tidak dapat ditolak. Untuk variabel
orientasi pemecahan masalah (pengujian hipotesis 3), nilai koefisien
korelasinya sebesar 0,16 dengan nilai t sebesar 1,97 pada tingkat signifikan
0,051. Nilai α yang lebih besar dari 0,05 menjadikan variabel ini tidak
signifikan terkait dengan pengaruhnya terhadap variabel dependen. Dengan
demikian, hipotesis tiga (H3) yang menyatakan bahwa orientasi pemecahan
masalah KLD secara positif memengaruhi kepercayaan konsumen kepada
mereka ditolak.
Tabel 6 di bawah ini berisi rangkuman kesimpulan yang diambil terhadap
hipotesis-hipotesis yang telah diuji dalam penelitian ini.
Tabel 6. Keputusan Pengujian Hipotesis
Hipotesis Keputusan
Hipotesis 1
Hipotesis 2
Hipotesis 3
Diterima
Diterima
Ditolak
Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian pertama adalah menguji tingkat multikolinearitas variabel-variabel
independen. Hasil estimasi menunjukan tidak terdapat korelasi yang serius
antarvariabel independen. Tingkat korelasi tertinggi yang ada yaitu antara
variabel kompetensi operasional dan orientasi pemecahan masalah berada
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 60
pada angka 0,482 (dalam nilai mutlak). Nilai ini masih jauh di bawah 0,90
yang menjadi parameter tingkat korelasi yang tinggi. Dengan demikian
korelasi-korelasi yang ada tersebut dapat diabaikan.
Pengujian kedua adalah uji normalitas distribusi persamaan yang akan
dibahas berikut ini. Tampak pada diagram scaterplots, sebaran nilai residual
standar mendekati garis lurus diagonal, artinya probabilitas kumulatif yang
diharapkan sama dengan probabilitas kumulatif aktual. Distribusi nilai
residual adalah normal, begitu pula distribusi persamaan regresi. Pengujian
normalitas yang lain menggunakan uji Kolmogorov Smirnov yang
menghasilkan nilai p sebesar 0,086 dan nilai ini melebihi batas diterimanya
hipotesis alternatif 0,05. Artinya, hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa
nilai residual tidak terdistribusi normal ditolak. Dengan demikian, distribusi
persamaan juga normal.
Pengujian ketiga adalah menguji ada tidaknya heterokedastisitas pada model.
Dari hasil analisis diagram scatterplots dideteksi tidak terjadi pola tertentu
atau dengan kata lain menyebar secara acak dan juga tersebar baik di atas
maupun di bawah angka 0 sumbu y, maka disimpulkan tidak terjadi
heterokedasitas pada model regresi. Dari hasil analisa dengan melihat
scatterplots masing-masing korelasi dan regresi, tampak bahwa semua
variabel bebas dari nilai heterokedasitas.
Berdasarkan berbagai pengujian kelayakan model dan analisis regresi yang
telah dilakukan, H1 dan H2 diterima karena diperoleh bukti yang mendukung
hipotesis. Adapun H3 dinyatakan tidak diterima karena bukti yang ada tidak
mendukung hipotesis 3. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa
kompetensi operasional dan kearifan operasional KLD secara signifikan
berpengaruh posistif terhadap kepercayaan konsumen terhadap KLD.
Pengujian Hipotesis 4
Di bawah ini adalah pembahasan hipotesis empat yang dirumuskan sebagai
berikut:
H4. Kepercayaan konsumen kepada KLD secara positif memengaruhi
loyalitas mereka terhadap perusahaan.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 61
Tabel 7. Korelasi Kepercayaan dan Loyalitas
Correlations
1 .482**
.000
101 101
.482** 1
.000
101 101
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
kep
loy
kep loy
Correlation is significant at the 0.01 level
(2-tailed).
**.
Sebagaimana ditunjukkan oleh hasil analisis korelasi antara variabel
kepercayaan konsumen dengan loyalitas mereka. Maka dapat disimpulkan
bahwa variabel kepercayaan secara signifikan berkorelasi dengan variabel
loyalitas. Hal ini terlihat dari koefisien korelasi antara kedua variabel tersebut
signifikan pada tingkat α=0,01.
Selanjutnya akan dianalisis bentuk hubungan antara variabel kepercayaan
konsumen dengan variabel loyalitas menggunakan model regresi tunggal.
Dibawah ini disajikan rangkuman analisis model.
Tabel 8. Ringkasan Model
Model Summaryb
.482a .232 .225 .56641
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Predictors: (Constant), kepa.
Dependent Variable: loyb.
Koefisien determinasi yang disesuaikan bernilai 0,225. Ini berarti sebesar
22,5% variasi pada variabel loyalitas dapat dijelaskan oleh variabel
kepercayaan konsumen. Selanjutnya akan dijelaskan besar koefisien korelasi,
konstanta, dan tingkat signifikan persamaan.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 62
Tabel 9. Koefisien Regresi
Coefficientsa
1.787 .304 5.877 .000
.459 .084 .482 5.476 .000
(Constant)
kep
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: loya.
Pada tabel analisis model regresi tunggal di atas, konstanta dalam model
sebesar 1,787 dengan nilai t sama dengan 5,87 dan signifikan pada α = 0,01.
Besar nilai koefisien korelasi variabel kepercayaan adalah 0,46 dengan nilai t
sama dengan 5,476 dan signifikan pada α = 0,01. Artinya, peningkatan 1%
kepercayaan konsumen kepada KLD akan menyebabkan peningkatan
loyalitas mereka kepada perusahaan sebesar 0,46%. Dengan demikian, H4
yang menyatakan bahwa kepercayaan konsumen kepada KLD secara positif
memengaruhi loyalitas mereka terhadap perusahaan, tidak dapat ditolak.
Pengujian normalitas distribusi persamaan dibahas berikut ini. Tampak pada
scatterplots, sebaran nilai residual standar mengikuti garis lurus dimana
kumulatif yang diharapkan sama dengan probabilitas kumulatif aktual.
Distribusi nilai residual adalah normal, begitu pula distribusi persamaan
regresi. Pengujian normalitas distribusi nilai residual dengan uji Kolmogorov
Smirnov menghasilkan nilai p sebesar 0,674 melebihi batas penerimaan
sebesar 0,05. Artinya, hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa nilai
residual tidak terdistribusi normal ditolak. Dengan demikian, distribusi
persamaan juga normal.
Pengujian heterokedastisitas dengan uji Glesjer menunjukkan bahwa variabel
independen kepercayaan konsumen tidak signifikan memengaruhi residual
absolut, hal ini dilihat dari nilai p variabel kepercayaan konsumen terhadap
residual absolut sebesar 0,825 yang jauh di atas alpha 0,05. Dengan kata lain
tidak terjadi heterokedastisitas karena nilai residual tidak berubah secara
sistematis mengikuti perubahan variabel independent. Scatterplost
menggambarkan nilai residual tersebar secara acak baik di atas maupun di
bawah angka nol pada sumbu Y.
Berdasarkan berbagai pengujian yang telah dilakukan, maka H4 diterima
karena dihasilkan bukti yang mendukung hipotesis. Kesimpulan dari
pengujian tersebut adalah kepercayaan konsumen terhadap KLD secara
positif memengaruhi loyalitas mereka terhadap penyedia jasa.
Berikut ini disajikan rangkuman dua persamaan dalam penelitian ini.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 63
Tabel 10. Persamaan Regresi antar Variabel
Persamaan Adj. R Square Beta p
1. Kep = Kom + Kar+ Opm 0,536
Kom 0,611 0,000
Kar 0,161 0,050
Opm 0,160 0,051
2. Loy = Kep 0,225 0,459 0,000
Di bawah ini ditampilkan skema model yang dihasilkan dari penelitian.
Keterangan: angka pada tanda panah adalah koefisien beta
Gambar 2. Hasil Pengujian Model
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dalam literatur pemasaran hubungan, kepercayaan merupakan variabel
sentral yang konsep dan pengujian secara empirisnya telah banyak dilakukan
oleh para ilmuwan pemasaran hubungan. Sejumlah model penelitian mencoba
menjelaskan anteseden dan konsekuensi dari kepercayaan. Model yang
dikembangkan oleh Sirdesmukh et.al. (2002) merupakan salah satu model
yang pendalilannya diakui karena didasarkan atas konsep-konsep yang sudah
diuji oleh para peneliti sebelumnya. Dalam penelitian ini, model tersebut diuji
lagi dengan melakukan sejumlah adaptasi untuk lebih memfokuskan
pembahasan.
Kompetensi operasional, kearifan operasional, dan orientasi pemecahan
masalah, adalah variabel-variabel yang dihipotesiskan berpengaruh positif
terhadap kepercayaan. Ketiganya berhasil dibuktikan berbeda secara
konseptual satu sama lain. Selain berperan sebagai variabel dependen,
kepercayaan juga berperan sebagai variabel independen terhadap variabel
0,45
0,161
0,611
Kearifan Operasional
(kar)
Kepercayaan
Konsumen (kep)
Kompetensi
Operasional (kom) Loyalitas (loy)
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 64
loyalitas pelanggan. Bentuk hubungan antara kepercayaan dan loyalitas di
satu sisi merupakan hipotesis tersendiri yang diuji dalam penelitian ini.
Berikut ini akan dijelaskan hasil uji hipotesis-hipotesis yang dimaksud beserta
impikasinya bagi manajemen.
Hipotesis pertama dan kedua diterima, artinya kompetensi operasional dan
kearifan operasional KLD toko Karita, Al Fath, dan An Nisa yang tampak
dan dialami oleh konsumen ketika berinteraksi dengan KLD, berpengaruh
positif terhadap kepercayan konsumen kepada KLD. Hasil ini konsisten
dengan hasil penelitian Sirdesmukh et.el. (2002). Hipotesis tiga ditolak,
artinya kepercayaan konsumen produk pakaian islami di toko Karita, Al Fath,
dan An Nisa tidak terbukti dipengaruhi oleh persepsi konsumen terhadap
orientasi pemecahan masalah KLD ketiga toko yang bersangkutan. Hasil ini
bertolak belakang dengan hasil penelitian Sirdesmukh et.el. (2002) yang
mendapati orientasi pemecahan masalah KLD secara langsung berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kepercayaan konsumen. Sebenarnya nilai p
variabel orientasi pemecahaan masalah hanya terpaut 0,001 dengan nilai p
batas diterimnya hipotesis tiga. Oleh karena itu, peneliti berpendapat bahwa
jika jumlah sampel diperbesar, maka probabilitas diperolehnya hasil yang
sama dengan penelitian sebelumnya juga semakin besar. Nilai Adjusted R
Square persamaan 1 sebesar 0,536, artinya model persamaan mampu
menjelaskan 53,6% variasi yang terjadi pada kepercayaan konsumen. Hal ini
dapat dimaklumi mengingat ada variabel independen yang oleh karena
pengadaptasian dari model aslinya, dieliminasi pada model penelitian ini.
Hipotesis empat diterima berdasarkan hasil pengujian regresi tunggal
persamaan 2. Nilai Adj R Square persamaan 2 sebesar 0,225 tergolong kecil,
artinya model persamaan 2 memiliki daya prediktif terhadap variasi loyalitas
pelanggan sebesar 22,5%. Sebesar 77,5% sisanya diprediksi oleh variabel-
variabel yang tidak dimasukkan dalam model persamaan 2. Hal ini masuk
akal karena pengadaptasian dari model aslinya membuat variabel nilai
pelanggan dan kepuasan pelanggan tidak dimasukan dalam model persamaan
2. Jika kedua variabel ini dimasukkan, nilai Adj R Square diprediksi akan
betambah karena dalam penelitian-penelitian lainnya kedua variabel ini sering
terbukti berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Sampai saat
dilaksanakannya penelitian ini, tidak ditemui adanya peneliti atau ilmuwan
pemasaran hubungan yang menyanggah model yang dikembangkan oleh
Sirdesmukh et.al. (2002). Ada sebuah penelitian yang dilakukan
Chandrasekaran et.al. (2004) yang bersifat lebih memperdalam apa yang
sudah dilakukan oleh Sirdesmukh et.al. (2002) -dalam kaitannya dengan
variabel kepercayaan konsumen- dan tidak berperan sebagai oposisi atas hasil
temuan Sirdesmukh et.al. (2002). Jadi secara global dapat disimpulkan bahwa
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 65
hasil penelitian Sirdesmukh et.al. (2002) berhasil memetakan sejumlah
variabel yang masih belum jelas kedudukannya dalam penelitian-penelitian
sebelumnya.
Sehubungan dengan itu, meskipun dengan pengadaptasian yang
menyebabkan dieliminasinya sejumlah variabel, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa hipotesis-hipotesis yang disusun oleh Sirdesmukh et.al.
(2002) mampu mewakili teori dan konsep pemasaran hubungan yang masih
berkembang sampai saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bryant, A., and Barbara Colledge (2002), “Trust in Electronic Commerce
Business Relationships” Journal of Electronic Commerce Research, Vol. 3
No.2.
Chandrasekaran, M., Kristin Rotte, Rajdeep Grewal, Stephen S. Tax (2004),
Defection-Despite-Trust: Customer Vulnerability and Loyalty Following
Service Failures.
<http://www.business.uq.edu.au/events/speakers/mchandrashekaran_paper
.pdf>
Fruchter, G.E., and Simon Pierre Sigué (2004), “Managing Relational
Exchanges.” Journal of Service Research, Vol. 7 No. 2 (November), pp.
142-154.
<http://www.biu.ac.il/soc/sb/papers/fruchter/jsrsimon.pdf>
Ganesan, S. (1994), “Determinants of Long-Term Orientation in Buyer-Seller
Relationships.” Journal of Marketing Vol. 58 (April), pp.1-19.
Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hair, J. F., 1998. Multivariate Data Analysis with Readings. Ed. 5. NJ: Upper
Sadle River.
Indrianti, N. 2005. “Analisis Pengaruh Afeksi, Kualitas Jasa, dan Diskonfirmasi
Positif terhadap Kepuasan Konsumen.” Skripsi. Yogyakarta: Fakultas
Ekonomi. Universitas Gadjah Mada.
Kotler, P. 2003. Marketing Management. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Kuncoro, M. 2001. Metode Kuantitatif : Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan
Ekonomi. Ed.1. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Lambe, C.J., Robert E. S., and Shelby D Hunt (2000), “Interimistic Relational
Exchange: Conceptualization and Propositional Development.” Journal of
the Academy of Marketing Science Vol. 28 No.2 (Spring), pp. 212.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 66
<http://www.marketing.cob.vt.edu/ozanne/aweb2004fall/docdoc.files/lam
bespekman.pdf>
Luarn, P., and Hsin-Hui Lin (2003) “a Costumer Loyalty Model for E-Service
Context.” Journal of Electronic Commerce Research, Vol. 4, No. 4.
Moorman, C., Deshpande, R., and Zaltman, G. (1993). “Factors Affecting Trust in
Market Research Relationships.” Journal of Marketing Vol. 57 No. 1
(January), pp. 81-101.
Morgant, R. M., and Shelby D. Hunt (1994), “The Commitment-Trust Theory of
Relationship Marketing.”Journal of Marketing Vol. 58 (July), pp. 20-38.
Mukherjee, A. and Prithwiraj Nath [2003] “A Model of Trust in Online
Relationship Banking” International Journal of Bank Marketing Vol. 21
No.1, pp. 5-15.
Papadopoulou, P., Panagiotis Kanellis, Drakoulis Martakos (2002), “Trust
Formation and Relationship Building in Electronic Servicescapes.”
Electronic Commerce Information System (June), pp.6–8.
<http://mis.uoa.gr/Portals/57ad7180-c5e7-49f5-b282-c6475cdb7ee7
/Temp /Papadopoulou%20ECIS%202002.pdf>
Prasetyo, T. 2004.”Pengaruh Karakteristik Inovasi Teknologi terhadap
Penerimaan Teknologi Informasi: Hubungan Persepsi Kemudahan,
Persepsi Kegunaan, dan Persepsi Kompatibilitas serta Pengaruhnya
terhadap Penerimaan Teknologi Informasi.” Skripsi. Yogyakarta: Fakultas
Ekonomi. Universitas Gadjah Mada.
Rahayu, S. 2005. Aplikasi SPSS Versi 12.00 dalam Riset Pemasaran. Bandung:
CV. ALFABETA.
Sekaran, U. 2003. Research Methods For Business:A Skill-Building Approach.
3rd
. New York: John Wiley.
Sheth, J.N. and Atul Parvatiyar (1995), “The Evolution of Relationship
Marketing.” International Business Review, Vol. 4 No. 4, pp. 397-418.
<http://www.instituteforpr.com/pdf/2004_EPO_Chain.pdf>
Sirdesmukh, D., Jagdip Singh, and Barry Sabol (2002), “Consumer Trust, Value,
and Loyalty in Relational Exchanges,” Journal of Marketing,Vol. 66
(January), pp. 15-37.
Too, L.H.Y., Anne L. Souchon, and Peter C. Thirkel (2000) “Relationship
Marketing and Costumer Loyalty in Retail Seting: a Dyadic Exploration.”
<http://research.abs.aston.ac.uk/working_papers/0015.PDF>
Warrington, T.B., Nadia J. Abgrab, and Helen M. Caldwel (2000), “Building
Trust to Develop Competitive Advantage in E-Business Relationships.”
Journal of Consumer Research, Vol. 10 No. 2.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 67
Zeithaml, V.A., Leonard L. Berry, and A. Parasuraman (1996), “The Behavioral
Consequences of Service Quality” Journal of Marketing, Vol. 60 (April),
pp.31-46.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 68
MEMBANGUN MEREK MELALUI MARKETING PUBLIC RELATIONS
Muhammad Johan Widikusyanto5
Restu Wahyuni
Universitas Serang Raya
ABSTRAK
Pasar yang dipenuhi berbagai produk dari berbagai jenis yang jumlahnya sudah
tak terhitung lagi mendorong setiap produk untuk semakin unik atau berbeda
sehingga memudahkan konsumen untuk mengenalinya. Hal ini menjadi bukti
bahwa produk memerlukan tanda pengenal untuk diidentifikasi dan sebagai
pembeda dari pesaingnya. Pembeda itu disebut merek.
Merek kini menjadi sesuatu yang penting didunia pemasaran. Karena merek-lah
yang dibeli konsumen. Perusahaan harus membangun merek yang mereka miliki
jika ingin merek tersebut tetap bertahan dipasaran dan memberikan keuntungan
jangka panjang.
Merek dapat dibangun melalui komunikasi pemasaran. Salah satu komponen
komunikasi pemasaran yang telah banyak digunakan perusahaan yang sukses
untuk membangun merek mereka adalah Public Relations atau Marketing Public
Relations (MPR).
Marketing public relations memiliki banyak keunggulan dibanding kan
advertising dalam membangun merek walaupun masih banyak perusahaan yang
membangun merek barunya menggunakan advertising. Namun dari berbagai bukti
praktis dan dukungan dari banyak ahli pemasaran, MPR menjadi sarana yang
tepat bagi setiap perusahaan yang ingin membangun merek-nya.
Kata Kunci: Merek, Advertisisng, Public Relations, Marketing Public Relations.
A. PENDAHULUAN
Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 240 juta jiwa (Republika
Online, 2014). Tentunya ini adalah pasar yang sangat besar, terutama untuk
industri dengan kategori consumer goods/services yang targetnya adalah
semua kelas sosial ekonomi. Sementara itu dari berbagai indikasi menunjukan
bahwa buying power konsumen Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
berarti. Hal ini terlihat dari, antara lain: penetrasi telephone cellular yang
semakin tinggi, tingkat penggunaan bank yang semakin meningkat,
kepemilikan transportasi yang semakin meluas, dan berbagai faktor lainnya.
Jumlah penduduk Indonesia yang diperkirakan terus meningkat bahkan bisa
jadi melampaui jumlah penduduk Amerika menjadikan Indonesia pasar yang
cukup menarik. Pasar Indonesia kini dimsuki berbagai produk dengan
berbagai merek yang tak terhitung lagi jumlahnya. Hal ini membuat
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 69
konsumen dihadapkan dengan banyak pilihan sedangkan merekatidak punya
cukup waktu dan pengetahuan yang baik untuk membuat pilihan produk yang
terbaik bagi mereka.
Semakin banyaknya produk dipasaran membuat para produsen bersaing ketat
untuk memperebutkan konsumen. Misalnya persaingan di pasar minuman teh
berkemasan botol maupun gelas (cup) di Indonesia telah kian meningkat
dengan masuknya produsen makanan baru maupun lama yang meluncurkan
produk minuman kemasan dengan berbagai variannya. Pasar minuman teh
dan sari buah mengalami pertumbuhan pasar yang luar biasa, hal ini terjadi di
semua kota di Indonesia. Perusahaan multinasional ikut pula bermain`di pasar
minuman botol. Semua produsen tidak tinggal diam, sebagian besar
melakukan promosi besar-besaran didukung kegiatan pemasaran dan
kampanye komunikasi terpadu di TV hingga program sampling di masyarakat
(News.id.finroll, 2009).
Bukan hanya persaingan dipasar teh kemasan, namun tidak ketinggalan pula
ketatnya persaingan di pasar ponsel. Pasar Indonesia telah disesaki hadirnya
berbagai model dan merek telepon seluler (ponsel) impor. Tidak saja
modelnya yang semakin memikat, fitur dan fasilitas yang ditawarkan juga
bertambah. Teknologi yang diusung pun semakin canggih. Jika dahulu tren-
nya adalah lebih ke suara (voice) dan SMS (Short Messaging System), kini
yang berkembang adalah teknologi MMS (multimedia messaging system),
GSM (Global System for Mobile Communications), General Packet Radio
Service atau GPRS, hingga CDMA (Sinar Harapan, 2009).
Salah satu pemimpin pasar, Nokia, tiap tahun meluncurkan puluhan model
baru. Sementara itu produsen asal Korea Selatan, Samsung, juga tidak kalah
agresif mengeluarkan ponsel baru. Dari volume pasar nasional yang
diperkirakan berjumlah tiga juta unit ponsel, Samsung menargetkan meraup
pangsa pasar 20 persen (Sinar Harapan, 2009).
Berbagai pertempuran produk dipasar sasaran tentunya tidak lepas dari
aktivitas pemasaran masing-masing produsen. Salah satu fokus pemasaran
dalam persaingan ini adalah pertarungan antar merek yang ada. Tanpa adanya
merek tentu saja produk akan menjadi sulit dikenali konsumen dan akan
kehilangan keunikannya. Oleh karena itu merek menjadi sarat mutlak bagi
suatu produk dalam memasuki pasar yang penuh persaingan. Merek yang telah
dipelihara dan dibangun dengan baik akan memiliki awarenes yang tinggi
dibenak konsumen dan dapat menimbulkan loyalitas konsumen merek
tersebut.
Sebuah lembaga branding yaitu Interbrand melakukan penilaian terhadap 100
merek internasional. Dari 100 merek tersebut, terpilih sepuluh merek global
terbaik atau yang menyandang "The Best Global Brand. "Sepuluh merek
global tersebut adalah (Interbrand, 2014):
1) Apple
2) Google
3) Coca-Cola
4) IBM
5) Microsoft
6) General Electric
7) McDonald's
8) Samsung
9) Intel
10) Toyota
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 70
Menjadi merek terbaik tentunya adalah impian setiap merek dan perusahaan
yang melahirkan merek tersebut. Merek yang kuat akan memberikan
keuntungan bagi pemiliknya serta menjadi penghalang bagi pesaing untuk
merebut pelanggan merek tersebut.
Pada level nasional, beberapa merek yang memperoleh top brand award 2014
berdasarkan survei yang dilakukan oleh Frontier Consulting Group
diantaranya di kategori sepeda motor bebek adalah Honda supra dengan index
31,3%, berada di posisi pertama mengungguli Yamaha Jupiter dan Honda
Absolute di posisi kedua dan ketiga (Top Brand Award, 2014). Top Brand
berbagai merek lainnya dari berbagai kategori dapat dilihat dalam tabel
berikut.
Tabel 1. Top Brand Award 2014
SEPEDA MOTOR BEBEK
Merek TBI TOP
Honda Supra 31,3% TOP
Yamaha Jupiter 22,4% TOP
Honda Absolute Revo 14,3% TOP
Yamaha Vega 11,8%
Honda Blade 9,7%
Suzuki New Shogun 2,5%
SABUN PENCUCI PAKAIAN BUBUK
Merek TBI TOP
Rinso 47,3% TOP
Daia 19,9% TOP
Attack 16,2% TOP
So Klin 9,5%
Surf 2,6%
Boom 2,4%
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 71
Tabel 1. Top Brand Award 2014 (Lanjutan)
PESAWAT TELEVISI
Merek TBI TOP
Sharp 18,3% TOP
Samsung 15,8% TOP
LG 14,7% TOP
Polytron 10,9%
Toshiba 7,2%
Sony 5,2%
MINYAK GORENG
Merek TBI TOP
Bimoli 46,1% TOP
Tropical 12,2% TOP
Filma 11,5% TOP
Sania 9,8%
Sunco 5,9%
Avena 3,6%
Fortune 2,7%
Kunci Mas 2,5%
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 72
Tabel 1. Top Brand Award 2014 (Lanjutan)
SIMCARD GSM PRABAYAR
Merek TBI TOP
Simpati 30,2% TOP
IM3 16,9% TOP
XL Prabayar 16,7% TOP
Kartu AS 13,9%
3 (Three) 8,9%
Axis 8,1%
Mentari 5,0%
PROVIDER LAYANAN INTERNET
Merek TBI TOP
Telkomsel 35,9% TOP
Indosat 12,6% TOP
Smartfren 10,8% TOP
XL 9,2%
3 (Three) 7,6%
Axis 7,5%
Sumber: Top Brand Award (2014)
Dari uraian diatas, terlihat jelas produk yang bersaing dipasar yang ketat mau
tidak mau sangat membutuhkan merek bukan saja untuk bersaing
mengalahkan lawan namun juga untuk hanya sekedar bertahan dalam
persaingan tersebut.
B. MEREK
Banyak produk yang beredar dipasaran memiliki kemiripan antara satu dengan
lainnya yang secara keseluruhan tidak memiliki perbedaan ketika konsumen
akan membeli. Sebagai contoh produk yang cenderung tidak memiliki
perbedaan adalah bensin, entah itu dijual oleh Pertamina atau Shell. Produk
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 73
seperti itu disebut komoditi karena mereka homogen atau tidak memiliki
perbedaan produk dari segi manfaat antara satu dengan lainya.
Seperti halnya air, sekilas tampak sebagai produk komoditi. Akan tetapi
banyak supermarket menjual berbagai produk air dalam kemasan, misalnya
Aqua, Ades, Mizon, dan O2, dimana setiap produk memiliki berbagai
campuran bahan dan mereka juga memiliki nama merek dengan konsumen
loyalnya masing-masing. Dalam kasus ini produk komoditi seperti air telah
dirubah menjadi merek. Produk-produk tersebut telah mengalami branding
atau pemberian merek. Branding adalah suatu proses penambahan nilai
kepada produk yang dapat dilakukan melalui penggunaan kemasan, nama
merek, promosi dan positioning. (Blythe, 2005).
Gambar 1. Hubungan Produk Komoditi dengan Produk Bermerek.
Sumber: Blythe (2005)
Gambar diatas menunjukan hubungan antara produk komoditi dengan produk
bermerek dari sisi citra dan harga. Produk komoditi cenderung untuk tidak
berbeda dalam harga. Bensin dengan berbagai distributor yang berbeda
didalam wilayah geografis yang sama cenderung akan menjual dengan harga
yang sama atau hampir sama. Selain itu, bensin juga cenderung memiliki
tingkat perbedaan yang rendah dalam segi karakteristik dan citra produk.
Produk bermerek memiliki keunggulan dibanding produk yang tidak ber-
merek atau komoditi. Oleh karena itu merek memiliki peranan yang sangat
penting dalam pemasaran produk.
Merek sebagai sesuatu yang krusial bagi suatu produk memiliki banyak
definisi. Secara sederhana, Kotler (2003) dalam Marketing Insights from Ato
Z mengatakan bahwa:
Everything is a brand: Coca-Cola, FedEx, Porsche, New York City, the
United States, Madonna, and you—yes, you! A brand is any label that
carries meaning and associations.
Tinggi
Perbedaan Harga
Rendah
Perbedaan Harga
Tinggi Perbedaan
Produk / Citra
Rendah
Perbedaan Produk
/ Citra
Produk Bermerek
Produk Komoditas
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 74
Merek bukan saja produk yang sudah akrab kita kenal seperti coca-cola dan
sebagainya, namun bahkan diri anda atau nama anda adalah juga sebuah
merek yang memiliki makna dan asosiasi.
Ikatan Pemasaran Amerika mendefinisikan merek sebagai:
Name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them, intended to
identify the goods or sevice of one seller or group of seller and to
differentiate them from those of competitors ( Kotler & Keller, 2009).
Jika mengacu pada Ikatan Pemasaran Amerika, merek bisa diartikan sebagai
nama, istilah, simbol, atau desain, atau kombinasi diantara semua itu yang
dimaksudkan untuk mengenali barang atau jasa dari seorang atau kelompok
penjual untuk membedakan mereka dari pesaingnya. Pengertian ini masih
bersifat umum dan belum melihat merek sebagai sesuatu yang berharga bagi
perusahaan atau sarana yang penting bagi perusahaan untuk bersaing dan
mendatangkan keuntungan.
Definisi lainnya yang lebih spesifik bagi perusahaan diberikan
brandchanel.com (2009), merek didefinisikan sebagai: “a mixture of
attributes, tangible and intangible, symbolised in a trademark, which, if
managed properly, creates value and influence.” Merek diartikan sebagai
campuran atribut baik berwujud dan tidak berwujud yang digunakan untuk
menciptakan nilai bagi pelanggan dan juga untuk mempengaruhi mereka.
dalam pengertian ini merek menjadi sesuatu yang penting untuk
mempengaruhi perilaku konsumen.
Dari berbagai definisi diatas, definisi yang cukup singkat dan menarik adalah
definisi dari JN Kapferer yang berbunyi “a brand is a name that influences
buyers” (Kapferer, 2008).
Secara singkat Kapferer mengatakan bawa merek adalah sebuah nama yang
memiliki kekuatan memengaruhi pembeli. Lebih lanjut Kapferer menjelaskan
bahwa sumber pengaruh merek berasal dari “A set of mental associations and
relationships built up over time among customers or distributors” (Kapferer:
2008). Kapferer berpendapat bahwa sumber kekuatan merek adalah berasal
dari asosiasi mental konsumen dan hubungan antara konsumen dengan
distributor atau produsen yang dibangun sepanjang waktu dan bersifat jangka
panjang. Jadi merek tidaklah dapat dibangun dalam waktu singkat dan
bertujuan jangka pendek. Merek harus dibangun dengan terlebih dahulu
membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen.
Merek adalah aset tak berwujud yang sangat berharga bahkan dapat memiliki
nilai yang sangat mahal. Merek sebagai nama, istilah, simbol, atau desain, atau
kombinasi diantara semua itu yang dimaksudkan bukan hanya sebagi pembeda
dari pesaingnya namun juga untuk menciptakan nilai dan juga untuk
memengaruhi pembeli. Untuk membangun merek yang memiliki pengaruh
dimata buyer, seperti yang disarankan Kapferer, maka perusahaan harus
membangun asosiasi metal posistif terhadap merek dan membangun hubungan
yang kuat antara mereka dengan pelanggannya.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 75
Peran Merek
Merek memiliki peran dalam pemasaran (Kotler & Keller, 2009), yaitu:
1. Merek dapat menunjukkan siapa pembuat produknya dan memungkinkan
konsumen untuk menghubungkan kinerja produk tersebut dengan
produsen atau distributornya.
2. Merek dapat memiliki fungsi yang penting bagi perusahaan seperti
memudahkan penanganan dan pelacakan produk. Merek membantu
perusahaan untuk mengatur persediaan dan juga laporan keuangan. Merek
juga membantu perusahaan melindungi keunikan atau aspek produk secara
hukum.
3. Merek bisa menjadi tanda tingkat kualitas tertentu yang membuat
konsumen yang puas dapat dengan mudah memilih kembali produk
tersebut.
4. Membeli produk dengan merek yang sama menimbulkan loyalitas pada
merek. Loyalitas terhadap merek membantu untuk memprediksi dan
menjaga permintaan atas produk, selain itu dapat pula menjadi rintangan
masuk bagi kompetitor kedalam pasar yang sama. Loyalitas berarti pula
kesediaan pelanggan utuk membeli produk dengan harga yang lebih tinggi
dari pada produk pesaing
Merek tidaklah hanya berisi informasi saja, akan tetapi merek juga memiliki
beberapa fungsi yang bermanfaat bagi konsumen. Berikut ini disajikan tabel
delapan fungsi merek menurut Kapferer (2008) yang bukan saja bermanfaat
bagi konsumen namun juga dapat menciptakan nilai dimata konsumen.
Tabel 2. Fungsi Merek bagi Konsumen
Function Consumer benefit
Identification
Practicality
Guarantee
Optimisation
Badge
Continuity
Hedonistic
Ethical
To be clearly seen, to quickly identify the sought-after products, to
structure the shelf perception.
To allow savings of time and energy through identical
repurchasing and loyalty.
To be sure of finding the same quality no matter where or when you
buy the product or service.
To be sure of buying the best product in its category, the best
performer for a particular purpose.
To have confirmation of your self-image or the image that you
present to others.
Satisfaction created by a relationship of familiarity and intimacy
with the brand that you have been consuming for years.
Enchantment linked to the attractiveness of the brand, to its logo, to
its communication and its experiential rewards.
Satisfaction linked to the responsible behaviour of the brand in its
relationship with society (ecology, employment, citizenship,
advertising which doesn‟t shock).
Sumber: Kapferer (2008)
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 76
Lingkup Pemberian Merek (Branding)
Pemasar dapat memberikan merek pada barang, jasa, toko, orang, tempat,
organisasi, dan ide (Kotler dan Keller, 2009). Berbagai lingkup pemberian
merek dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3. Lingkup Pemberian Merek
Lingkup Pemberian Merek
1. Barang
2. Jasa
3. Toko
4. Orang
5. Tempat
6. Organisasi
7. Ide
Sampo Clear, Mobil BMW, Indomie, Ponsel Sony
Ericsson.
Maskapai Penerbangan Garuda, BNI, UGM, Rumah Sakit
Sarjito.
Alfamart, Matahari, Carrefour, Giant, Indomart,
Dewi Persik, Chris John, Mbah Surip, Mbah Marijan, Ade
Rai.
Pantai Parangtritis, Malioboro, Kota Jogja.
Granat, YLKI, Gerakan Anti Rokok, ICW.
Reformasi, Kebebasan Berbicara, Anti Korupsi,
Pembelaan Hak-Hak Sipil, Keadilan, Persamaan Hak.
Ekuitas Merek
Merek yang sudah menjadi simbol, berasosiasi pada sesuatu yang positif, dan
menjadi top of mind merupakan merek yang sukses. Merek tersebut
mengandung banyak value dan kekuatan, atau dianggap memiliki ekuitas
merek (Brand equity) yang tak ternilai.
Kotler dan Keller (2009) mengartikan Brand equity sebagai:
The added value endowed on products and services. It may be reflected in
the way consumers think, feel, and act with respect to the brand, as well as
in the prices, market share, and profitability the brand commands for the
firm.
Menurut Kotler dan Keller (2009), ekuitas merek tergantung bagai mana
konsumen berpikir, merasa, bertindak yang terkait dengan merek. Dengan kata
lain kekuatan suatu merek terletak dibenak pelanggan yang ada atau potensial
dan pengalaman pelangan tentang merek baik langsung maupun tidak
langsung.
Brandchannel.com (2009) mendefinisikan Ekuitas Merek sebagai:
The sum of all distinguishing qualities of a brand, drawn from all relevant
stakeholders, that results in personal commitment to and demand for the
brand; these differentiating thoughts and feelings make the brand valued
and valuable.
Definisi dari brandchannel.com (2009) berasumsi bahwa ekuitas merek adalah
semua perbedaan kualitas merek yang dapat menimbulkan perbedaan pikiran
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 77
dan perasaan dibenak konsumen dimana perbedaan inilah yang membuat
merek dihargai dan berharga yang pada akhirnya akan menimbulkan komitmen
pribadi dan permintaan atas merek dari pelanggan merek tersebut.
Baik definisi dari Kotler dan Keller (2009) serta brandchannel.com (2009)
memiliki persamaan bahwa ekuitas merek adalah nilai tambah yang terletak di
benak konsumen sebagai hasil dari pikiran dan perasaan konsumen terhadap
merek. Kotler dan Keller menambahkan bahwa perbedaan yang terjadi adalah
disebabkan respon konsumen terhadap pengetahuan tentang merek yang
mereka miliki. Oleh karena itu pengetahuan konsumen tentang merek memiliki
peran penting dalam membentuk ekuitas merek.
Secara berbeda, Kapferer (2008) menyebut ekuitas merek sebagai brand value
(nilai merek) dan mendefinisikan nilai merek sebagai “the profit potential of
the brand assets, mediated by brand market strength.”
Menurut Kapferer, nilai merek berasal dari aset merek yang di mediasi oleh
kekuatan merek. Intinya nilai merek berasal dari aset merek dimana aset merek
ini merupakan merupakan potensial keuntungan bagi perusahaan.
Gambar berikut memperlihatkan hubungan antara aset merek (brand assets)
dan kekuatan merek (brand strenght) yang menghasilkan nilai merek (brand
value).
Gambar 2. Hubungan Aset Merek, Kekuatan Merek, dan Nilai Merek
Sumber: Kapferer (2008)
C. KOMUNIKASI PEMASARAN
Produk membutuhkan lebih dari sekedar kualitas dan merek. Untuk
menciptakan penjualan, diperlukan komunikasi untuk menyampaikan nilai
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 78
kepada konsumen. Tanpa komunikasi yang baik, sulit suatu produk mencapai
pasar sasaran dengan tepat. Kotler dan Keller (2009) mengartikan komunikasi
pemasaran (Marketing communications) sebagai “the means by which firms
attempt to inform, persuade, and remind consumers-directly or indirectly-
about the products and brands they sell.”
Komunikasi pemasaran sebagai alat diperlukan bagi pemasar untuk
menyampaikan informasi tentang produk dan merek, membujuk dan
mengingatkan konsumen akan produk dan merek yang dipasarkan. Semua itu
dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh pemasar.
Komunikasi pemasaran penting bagi pemasar dan konsumen itu sendiri.
Melalui komunikasi pemasaran konsumen dapat belajar mengenai produk dan
merek.
Gambar berikut menjelaskan sarana komunikasi pemasaran yang menjadi
perantara antara perusahaan, produk, dan merek dengan penerima pesan.
Gambar 3.The Promotional Mix (Blythe, 2005)
Pada Gambar 3, promotional mix (bauran promosi) memiliki peran untuk
menyampaikan pesan, membujuk dan mengingatkan penerima pesan dimana
penerima pesan dapat terdiri dari konsumen, karyawan, pressure group dan
kelompok publik lainnya. Komunikasi pemasaran juga memiliki peran atau
berkontribusi pada ekuitas merek dengan membangun merek dalam ingatan
dan menciptakan citra merek (Kotler & Keller, 2009).
Information about
products and brands
Messages Transmitters Receivers
Information about the
company
Advertising
Sales promotions
Personal selling
Public relations
Consumers
Pressure groups
Employess
Other publics
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 79
Gambar 4. Komunikasi Pemasaran Terintegrasi untuk Membangun Ekuitas Merek
Sumber: Kotler dan Keller (2009)
Hubungan antara komunikasi pemasaran dan ekuitas merek disajikan dalam
gambar berikut ini.
Kotler dan Keller (2009) membagi sarana atau program komunikasi
pemasaran menjadi delapan komponen yaitu:
1. Advertising
2. Sales promotion
3. Events and experiences
4. Public relations and publicity
5. Direct marketing
6. Interactive marketing
7. Word-of-mouth marketing
8. Personal selling
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 80
Melalui delapan progaram komunikasi pemasaran diatas, pemasar dapat
membangun ekuitas merek dengan banyak cara diantaranya dengan
menciptakan kesadaran akan merek, menghubungkan asosiasi yang tepat
dengan citra merek dalam memori konsumen, mendorong penilaian dan
perasaan merek yang positif, dan atau memfasilitasi satu tautan yang kuat
antara konsumen dan merek (Kotler dan Keller, 2009).
D. MARKETING PUBLIC RELATIONS
Jalan atau sarana dasar yang digunakan Public Relations (PR) adalah
mengoperasikan word-of-mout, media cetak, berita TV, dan rekomendasi
pribadi. Tujuannya adalah untuk menempatkan perusahaan dan produknya ke
dalam pikiran dan percakapan orang dengan cara yang positif. Karena
informasi muncul sebagai berita, ia cenderung dapat mempengaruhi lebih kuat.
PR bukan iklan, karena tidak dibayar untuk secara langsung (meskipun
biasanya ada beberapa biaya yang melekat dalam hal membayar seseorang
untuk menulis press release, dan juga dalam menciptakan sebuah berita
(Blythe, 2005 ).
Banyak orang yang berfikir bahwa merek dibangun menggunakan periklanan
(advertising). Kotler (2003) mengatakan bahwa advertising hanya
menimbulkan perhatian terhadap merek. Lebih lanjut Kotler (2003)
mengatakan bahwa merek dibangun secara holistik, melalui kombinasi
berbagai alat meliputi advertising, public relations, sponsorships, events,
social causes, clubs, spokespersons dan sebagainya.
Salah satu hal yang menjadi topik menarik disini adalah bagaimana public
relations atau marketing public relation berperan dalam membangun suatu
merek. Banyak perusahaan mengalokasikan dana yang terlalu besar untuk
periklanan dan sedikit untuk public relation (Kotler, 2003). Padahal untuk
membangun merek, lebih tepat menggunakan public relations dibandingkan
menggunakan PR. Seperti apa yang Kotler (2003) katakan:
I expect companies to start shifting more money from advertising to public
relations. Advertising is losing some of its former effectiveness. It is hard
to reach a mass audience because of increasing audience fragmentation.
TV commercials are getting shorter; they are bunched together; they are
increasingly undistinguished; and consumers are zapping them.
Sebaiknya perusahaan mulai berani untuk mengalokasikan dana perusahaan
lebih besar pada public relations dibandingkan untuk periklanan. Kotler
(2003) berpendapat bahwa advertising telah kehilangan banyak efektivitasnya
yang dulu. Ini membuat advertising sulit mencapai audiens yang besar karena
meningkatnya fragmentasi audiens.
Kotler (2003) menambahkan:
The biggest problem is that advertising lacks credibility. The public knows
that advertising exaggerates and is biased. At its best, advertising is
playful and entertaining; at its worst, it is intrusive and dishonest.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 81
Masalah terbesar periklanan adalah tidak memiliki kredibilitas. Disamping itu,
publik kini tahu bahwa apa yang periklanan promosikan adalah dilebih-
lebihkan dan bias. Hal tersebut diperburuk lagi dengan anggapan publik bahwa
periklanan adalah ganguan dan tidak jujur.
Lebih lanjut Kotler (2003) mengatakan bahwa membangun merek baru melalui
PR lebih baik dari pada menggunakan advertising meskipun membutuhkan
kreativitas dan waktu yang lebih lama. Perusahaan yang berencana
membangun merek baru perlu menciptakan buzz, dan buzz diciptakan melalui
alat PR. Menggunakan kampaye PR akan membuat biaya jauh lebih sedikit dan
memungkinkan membuat cerita yang lebih kekal (Kotler: 2003).
Menurut Blythe (2005), PR yang baik akan lebih efektif dibandingkan
periklanan karena alasan-alasan berikut:
1. The press coverage is free, so there is better use of the promotional budget.
2. The message carries greater credibility because it is in the editorial part of
the paper.
3. The message is more likely to be read, because while readers tend to skip
past
4. the advertisements, their purpose in buying the paper is to read the news
stories.
Apa yang diusulkan Kotler (2003) diatas sejalan dengan Al and Ries (2005).
Dalam buku mereka yang berjudul The Fall of Advertising and the Rise of PR,
Al and Ries (2005) berargumen secara persuasif bahwa dalam meluncurkan
produk baru lebih baik memulai dengan public relation, bukan dengan
periklanan. Kebanyakan perusahaan bertentangan dengan usulan Al and Ries
ini ketika perusahaan-perusahaan tersebut berpikir untuk meluncurkan produk
baru (Kotler, 2003).
Buku Al dan Ries yang berjudul The Fall of Advertising and the Rise of PR,
pertama kali diterbitkan di Indonesia pada tahun 2003 dengan membawa
paradigma baru. Al dan Ries adalah salah satu tokoh pemasaran paling
terkenal di dunia. Beliau bersama partnernya, Jack Trout pernah
memperkenalkan istilah "positioning" yang sampai sekarang masih digunakan
di dunia pemasaran. Al dan Ries (2005) mengungkapkan bahwa periklanan
nyaris tidak punya bargaining power di era sekarang ini karena periklanan
tidak punya kredibilitas dalam memasukkan pesan ke benak prospek. Al dan
Ries (2005) menganggap zaman telah berubah. Beliau melihat Public Relations
(PR) sebagai media yang lebih tepat. Periklanan hanya dipandang perlu untuk
mempertahankan pesan merek di benak prospek saat PR berhasil menanamkan
pesan tersebut.
Banyak bukti menunjukan bahwa public relations lebih baik dalam
membangun merek. Perusahaan seperti Palm, Amazon, eBay, The Body Shop,
Blackberry, Beanie Babies, Viagra, and Nokia, mereka membangun merek
tidak melalui periklanan tetapi melalui berita di media cetak dan di udara.
mereka menggunakan PR, bukan periklanan (Kotler, 2003). Begitu pula
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 82
Microsoft, perusahaan yang memiliki nilai merek tinggi itu menggunakan
Public Relations ketika meluncurkan sistem operasi barunya Windows 95.
Tim Microsoft di seluruh dunia, untuk melakukan publikasi yang menarik
perhatian, Mengibarkan spanduk Windows 95 sebesar 600 kaki dari menara
CN Toronto. Menaburi warna merah, kuning dan hijau dari logo Windows 95
pada The Empire State Building di New York. Membayar The London Time’s
untuk mendistribusikan secara gratis seluruh terbitan harian itu sebanyak 1,5
juta eksemplar kepada masyarakat. Anita Roddick membangun The Body Shop
menjadi merek dunia tanpa melakukan periklanan melainkan dengan public
relations keseluruh dunia tanpa kenal lelah untuk memperkenalkan produknya.
Demikian juga Intel, Dell, Compaq, Gateway, Oracle, Cisco, SAP, Sun
microsystem pertama kali diciptakan di halaman-halaman Wall Street Journal,
Business Week, Forbes, dan Fortune, yaitu dengan publisitas, bukan dengan
iklan.
Lalu apakah tugas atau peran public relation bagi perusahaan dan produk serta
merek-nya. Kotler dan Keller (2009) mengajukan enam tugas atau peran PR
yang juga disebut marketing public relation (MPR), karena penggunaan PR
pada bidang marketing. Tugas atau peran tersebut adalah:
1. Launching new products.
2. Repositioning a mature product
3. Building interest in a product category
4. Influencing specific target groups
5. Defending products that have encountered public problems
6. Building the corporate image in a way that reflects favorable on its
products.
MPR atau PR dalam menjalankan perannya perlu seperangkat alat untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumya dalam hal ini adalah upaya
membangun merek terutama merek baru. Kotler dan Keller (2009)
menyebutkan tujuh peralatan utama dalam MPR, yaitu:
1. Publications.
2. Events
3. Sponsorships
4. News
5. Speeches
6. Public service activities
7. Identity media.
Dalam bukunya yang lain, Kotler (2003) memberikan tujuh peralatan MPR
yang dia sebut sebagai “the Pencils of Public Relations” dimana peralatan ini
dapat digunakan untuk merebut perhatian dan menciptakan “talk value.” The
pencils of public relations tersebut adalah:
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 83
1. Publications.
2. Events.
3. News.
4. Community affairs.
5. Identity media.
6. Lobbying.
7. Social investments.
Peralatan MPR lainnya diusulkan oleh Burnett (2003), berisi sepuluh teknik
public relations, yaitu News release (press release), Press conference,
Delivering bad news, Publicity photographs, Company publications, Open
house/tours, Meeting, Organized social activities, Participation, dan Motion
pictures/slides. Kesepuluh teknik public relations beserta penjelasannya dapat
dilihat dalam Tabel 4.
Tabel 4. Teknik Public Relations
TECHNIQUE DESCRIPTION
1. News release (press release)
2. Press conference
3. Delivering bad news
4. Publicity photographs
5. Company publications
6. Open house/tours
7. Meeting
8. Organized social activities
9. Participation
10. Motion pictures/slides
A prepared statement sent to various media.
Meeting attended by media representatives for the
purpose of making announcements or answering
questions.
System that anticipates and handles negative events.
A prepared photo sent to various media.
Magazines, newspapers, and newsletter produced by the
company, depicting specific stories.
Providing various publics’ acces to plant facilities.
Planned meeting provided for various publics,
especially employees and stockholders.
Company-sponsored social activities directed at
employees, e.g., teams and picnics.
Company-encouraged involvement in community
activities, e.g., clubs, charities.
Professionally produced films and slides about some
aspect of the company, provided to various publics.
Sumber: Burnett (2003)
Semua peralatan MPR baik dari Kotler dan Keller (2009), Kotler (2003),
maupun Burnett (2003) yang telah disebutkan sebelumnya, tidaklah jauh
berbeda, adapun perbedaan yang ada akan saling melengkapi sehingga
memperkaya peralatan MPR yang ada. Selanjutnya kembali kepada pemasar
untuk meramu dan menggunakan berbagai peralatan MPR yang ada untuk
mencapai tujuan pemasaran ataupun membangun merek suatu produk.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 84
E. KESIMPULAN
Setiap produk membutuhkan merek, karena merek lah yang dibeli konsumen.
Merek digunakan untuk mengenali atribut produk dan juga untuk
membedakannya dengan pesaing. Selain itu sifat merek yang termasuk penting
adalah “pengaruh,” dengan kekuatan pengaruhnya, merek memengaruhi
pembeli untuk menjadi pelanggan yang loyal sepanjang masa. Seperti pendapat
Kapferer (2009) dalam The New Strategic Brand Management, untuk membuat
merek yang memiliki pengaruh dibutuhkan aktivitas pemasaran untuk
membentuk asosiasi mental dibenak konsumen dan hubungan antara merek
dengan konsumen yang dibangun sepanjang masa.
Merek yang memiliki nilai psikologi dan finansial disebut ekuitas merek
dimana merek tersebut akan membangun loyalitas pelanggannya. Merek dan
kualitas saja tidak cukup. Diperlukan komunikasi pemasaran untuk
menyampaikan pesan yang tepat pada pelanggan yang tepat. Tanpa komunikasi
maka produk akan tenggelam diantara lautan produk lainnya, sehingga telah
menjadi kebutuhan mutlak bagi pemasar untuk menggunakan komunikasi
pemasaran untuk memperkenalkan produknya serta memengaruhi konsumen.
Salah satu komponen komunikasi pemasaran yang memiliki peran besar dalam
membangun merek adalah public relations atau marketing public relation.
Marketing public relations memiliki keunggulan dibanding periklanan dalam
membangun merek dan telah banyak tokoh pemasaran yang menyarankan
untuk membangun merek terutama merek baru dengan menggunakan MPR
bukan dengan periklanan. Keunggulan MPR dibandingkan periklanan selain
berbiaya lebih murah adalah lebih dapat dipercaya sehingga akan memudahkan
membangun citra positif dibenak konsumen.
Banyak perusahaan legenda yang sukses membangun merek melalui MPR
seperti Palm, Amazon, eBay, The BodyShop, Blackberry, Beanie Babies,
Viagra, Google, Microsoft, dan Nokia. Jadi, argumen bahwa MPR dapat
membangun merek lebih baik dari periklanan bukanlah hanya teori diatas
kertas yang berada didalam lipatan buku-buku dan jurnal pemasaran namun
sudah menjadi bukti praktis dilapangan. Oleh karena itu perusahaan yang ingin
membangun merek nya menjadi merek yang bernilai, berpengaruh, dan sukses,
perlu menjadikan MPR sebagai sarananya untuk setiap kali peluncuran produk
baru atau untuk membangun citra positif perusahaan dan merek yang sudah
ada.
Jurnal Manajemen, Vol. 3, No. 2, Januari 2014
Diterbitkan oleh Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya 85
DAFTAR PUSTAKA
Blythe, Jim. 2005. Essentials Of Marketing. 3th edition. Edinburgh Gate: Pearson
Education Limited.
Brand Channel. 2009, Desember.Definisi Merek (Online). Tersedia:
http://www.brandchannel.com/education_glossary.asp.
Burnett, John. 2003. Core Concept Of Marketing, 2th edition, New York: John
Wiley.
Interbrand. 2014, April. Best Global Brands 2013 (Online). Tersedia:
http://www.interbrand.com/en/best-global-brands/2013/Best-Global-
Brands-2013-Brand-View.aspx
Kapferer, J. N. 2008. The New Strategic Brand Management. 4thedition. Great
Britain: Kogan Page Limited.
News Id Finroll. 2009, Desember. Persaingan Pasar Minuman Botol (Online).
Tersedia:http://news.id.finroll.com/news/14-berita-terkini/105477-
persaingan-pasar-minuman-botol-makin-ketat.html.
Philip Kotler & Kevin L. Keller, Marketing Management, 13th edition, 2009,
Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey.
Philip Kotler, Marketing Insights From A To Z, 10th edition, 2003, John Wiley &
Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.
Republika Online. 2014, Maret. Menkeu: Indonesia Kekurangan Pegawai Pajak
(Online). Tersedia: http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum
/14/03/17/n2kt3m-menkeu-indonesia-kekurangan-pegawai-pajak.
Ries, Al dan Laura Ries. 2005. The Fall of Advertising and The Rise of PR.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sinar Harapan. 2009, Desember. Persaingan Pasar Ponsel (Online).
Tersedia:http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/promarketing/2003/05
13/pro1html.
Top Brand Award. 2014, April. Top Brand Index 2014 (Online). Tersedia:
http://www.topbrand-award.com/top-brand-survey/survey-
result/top_brand_index_2014.