Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
369
Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah untuk Pertanian di Bangka Belitung
1Djadja Subardja, 2Antonius Kasno dan 1Erna Suryani 1Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara
Pelajar No. 12, Bogor 16114. E-mail: [email protected]
2Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor
16114
Abstrak. Lahan terdegradasi dan terlantar berupa lahan bekas tambang timah di Bangka
Belitung diperkirakan lebih dari 200.000 ha dan terus bertambah. Saat ini kondisinya
sudah sangat mengkhawatirkan dan mengancam ketahanan pangan. Usaha penambangan
timah legal dan atau ilegal yang dilakukan oleh masyarakat bila tidak dikendalikan secara
ketat akan mempercepat kerusakan lahan dan lingkungan, secara luas akan mengancam
keberlangsungan pembangunan pertanian di daerah tersebut. Rehabilitasi lahan pada lahan
bekas tambang timah yang dikelola oleh perusahaan besar (PT. Timah, PT. Koba Tin)
pada awalnya telah dilakukan dengan baik, namun saat ini sebagian besar lahan tersebut
telah dirusak dan ditambang kembali secara ilegal oleh masyarakat setempat karena alasan
ekonomi, tidak memperoleh manfaat langsung, serta kurangnyda pengawasan dan
ketegasan hukum. Perubahan paradigma dalam merehabilitasi lahan terdegradasi adalah
pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk tujuan pertanian yang produktif.
Pencetakan dan pengelolaan sawah pada lahan bekas tambang timah di Bangka Tengah
dan Belitung dapat dijadikan contoh yang perlu di kembangkan sebagai model inovasi
teknologi pemulihan lahan bekas tambang timah untuk tujuan pertanian yang memberikan
dampak nyata terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dan kesejahteraan masyarakat
secara berkelanjutan.
Kata kunci: Teknologi, pemulihan lahan, lahan bekas tambang timah, pertanian
Abstract. Degraded and abandoned land as ex tin mining in Bangka Belitung Islands is
estimated more than 200,000 ha, and will continue to increase. Currently, condition of ex
tin mining is very worrying and threatening food security. The legal tin mining or illegal
tin mining gradually accelerate destruction of land and surrounding environment if not
strictly controlled, widely would threaten the sustainability of agricultural development in
the area. Rehabilitation land on ex tin mining that managed by big companies (PT Timah,
PT. Koba Tin) initially has well done , but in the present most of land has been destroyed
and illegally mined again by local communities for economic reasons, , as well as the lack
of oversight and rigor of law. The changing paradigm on rehabilitation degraded land is
using formerly tin mining land to develop productive agriculture. The creating of new
paddy field and its management on formerly tin mining in Central Bangka and Belitung
can be an example as model of technological innovation restoration of formerly tin
mining land for sustainable agriculture.
Keyword:Technology, land restoration, ex tin mining land, agriculture
33
mailto:[email protected]
Djadja Subardja et al.
370
PENDAHULUAN
Lahan-lahan terlantar dan terdegradasi berat bekas tambang timah di Kepulauan Bangka
Belitung cukup luas. Menurut Pemerintah Daerah Kepulauan Bangka Belitung (2010) luas
total kuasa penambangan timah di Pulau Bangka mencapai 374 ribu ha atau 35% dari total
luasan daratan Pulau Bangka yang sebagian besar dimiliki oleh PT Timah dan PT
Kobatin, sisanya merupakan milik perusahaan swasta dan rakyat. Lahan-lahan bekas
tambang timah juga terdapat di P. Belitung dan pulau-pulau kecil lainnya. Menurut Ai
Dariah et al. (2010), luas areal penambangan yang telah diberi izin eksploitasi secara
nasional sampai tahun 2009 mencapai 2,2 juta ha. Lahan-lahan bekas tambang tersebut
sebagian besar belum atau tidak direklamasi dan dibiarkan terlantar, atau pernah
direklamasi namun ditambang kembali secara ilegal oleh masyarakat setempat. Kegiatan
reklamasi dan revegetasi mampu memulihkan dan merubah lahan-lahan tersebut menjadi
lahan pertanian produktif melalui perbaikan kualitas lahan.
Aktivitas penambangan timah menyebabkan hilangnya biodiversiti flora dan fauna
alami, terhentinya kegiatan mikrobiologi tanah dan menurunnya kualitas dan
produktivitas tanah (Adewole dan Adesina, 2011). Akibat lain yang ditinggalkan pasca
kegiatan penambangan adalah terjadinya perubahan drastis pada sifat fisik dan kimia
tanah. Tailing timah bersifat sangat porous, tekstur kasar (pasir) dengan kapasitas
memegang air rendah serta kapasitas tukar kation tergolong sangat rendah (Sujitno, 2007).
Dalam rangka pemulihan lahan bekas tambang timah tersebut, Badan Litbang
Pertanian telah melakukan penelitian dan pengembangan teknologi pencetakan lahan
sawah pada lahan bekas tambang timah di Kabupaten Bangka Tengah dan Belitung,
Kepulauan Bangka Belitung. Menurut Subardja et al. (2010) teknologi pencetakan sawah
spesifik lokasi harus disesuaikan dengan kondisi lapang, sebagai contoh kasus di Perlang,
Bangka Tengah, lahan sawah dirancang berteras-teras dengan ukuran petak sawah
bervariasi mengikuti kelerengan lahan. Tingkat kesuburan tanah bekas tambang umumnya
sangat rendah, ditunjukkan oleh pH tanah sangat masam sampai masam, kadar C-organik,
hara N, P, K, KTK dan kejenuhan basa sangat rendah. Kadar besi bekas dan kejenuhan Al
cukup tinggi yang berpotensi meracuni tanaman. Oleh karena itu pada pencetakan lahan
sawah diperlukan input tinggi untuk memulihkan dan memperbaiki kualitas lahan menjadi
lahan-lahan pertanian produktif.
Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari karakteristik lahan dan menetapkan
teknologi pemulihan lahan bekas tambang timah menjadi lahan pertanian produktif dan
berkelanjutan di Bangka Belitung.
Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah
371
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan-bahan penelitian diperoleh dari hasil kegiatan survei identifikasi dan karakterisasi
lahan pada areal-areal kuasa penambangan PT. Timah dan PT. Koba Tin di Bangka
Belitung (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2009), penelitian dan
pengembangan teknologi pencetakan sawah di lahan bekas tambang timah di Perlang,
Bangka Tengah (Subardja et al. 2010) serta penelitian keragaan beberapa varietas padi
dan pengelolaan lahan, hara dan air untuk tanaman padi dan jagung pada lahan sawah
bekas tambang (Asmarhansyah et al. 2010).
Beberapa profil tanah asli dan profil tanah bekas tambang dideskripsi, diambil
contoh tanah dan dianalisis sifat fisik, kimia dan mineraloginya. Deskripsi profil tanah
mengacu pada Guidelines for Soil Profile Description (FAO, 1990). Analisis tanah
dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah. Data dari kedua kondisi tanah
dibandingkan dan dipelajari tentang kerusakan tanah akibat penambangan berdasarkan
penurunan sifat-sifat tanahnya, terutama tekstur, bahan organik, status hara tanah,
kemasaman tanah, KB dan KTK tanah. Upaya pemulihan lahan lebih didekati dari inovasi
teknologi yang diterapkan kepada lahan bekas tambang (terdegradasi) tersebut agar
kembali kepada kondisi aslinya, minimal sama atau lebih baik untuk peningkatan
produktivitas lahan secara berkelanjutan. Inovasi teknologi pemulihan lahan diterapkan
pada pencetakan sawah bekas tambang di Perlang, Bangka Tengah dan Cerucuk, Belitung.
Keberhasilan teknologi pemulihan lahan dapat ditunjukkan oleh adanya perbaikan kualitas
lahan dan produktivitas tanaman (Asmarhansyah et al. 2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik iklim
Kepulauan Bangka Belitung didominasi oleh tipe iklim basah dengan pola hujan ganda
IIIC, tipe iklim ini memiliki curah hujan tahunan 2000-3000 mm, lamanya bulan kering
(curah hujan 75%. Kondisi iklim seperti ini
sangat mendukung pengembangan pertanian, baik untuk komoditas pangan maupun
perkebunan (Subardja dan Subandiono, 2011).
Djadja Subardja et al.
372
Karakteristik Tanah
Karakteristik tanah asli
Tanah asli (bukan bekas tambang) yang dominan di Bangka Belitung terbentuk dari
batuan volkan dan sedimen masam berumur tua (tersier) yang tersusun terutama atas
batuan granit, batupasir dan batuliat pada dataran tektonik datar sampai bergelombang,
menghasilkan tanah-tanah masam yang terlapuk lanjut. Menurut Taksonomi Tanah (Soil
Survey Staff, 2010) tanah diklasifikasikan sebagai Hapludox dan atau Kandiudox.
Soepraptohardjo (1961) mengklasifikasikannya sebagai Podsolik Merah Kuning.
Beberapa karakteristik fisika, kimia dan mineral pasir dari Hapludox disajikan pada
(Tabel 1 dan 2).
Tanah umumnya memiliki kedalaman efektif dalam (solum tebal >100 cm),
berwarna coklat kekuningan sampai merah kekuningan, struktur gumpal halus, gembur,
tekstur lempung liat berpasir sampai liat berpasir, drainase baik, pori aerasi sedang sampai
tinggi, permeabilitas cepat. Air mudah hilang meresap ke lapisan bawah sehingga tanah
dan tanaman, terutama tanaman pangan mudah kekeringan bila tidak turun hujan dalam
beberapa hari. Komposisi mineral pasir didominasi oleh kuarsa (>95%) yang resisten
terhadap pelapukan dan sangat sedikit sekali atau tidak ada lagi mineral mudah lapuk
sebagai sumber cadangan hara. Kesuburan tanah sangat rendah, reaksi tanah masam
sampai sangat masam, kandungan bahan organik rendah sampai sedang, kadar hara (N, P,
K) dan kation-kation basa Ca, Mg serta KTK dan KB sangat rendah. Sedangkan
kejenuhan aluminium tergolong tinggi (>60%) yang dapat meracuni tanaman tertentu.
Kondisi tanah tersebut mengindikasikan bahwa tingkat produktivitas tanah sangat
ditentukan oleh input produksi (pupuk) yang akan diberikan, tanpa pemberian input maka
produktivitas tanah dan produksi pertanian akan rendah. Perbaikan kesuburan tanah
melalui pemupukan (organik dan anorganik) mutlak diperlukan untuk memperoleh
produktivitas yang optimal.
Tabel 1. Sifat fisik dan komposisi mineral pasir Hapludox (Podsolik Merah Kuning) di
Bangka Belitung
Profil Kedalaman
(cm)
BD
(g.cc-1)
Pori
aerasi
(%)
Air
tersedia
(%)
Permeabilitas
(cm.jam-1)
Kuarsa
(%)
DS3/I 0-19 0,89 30,41 15,14 27,14 99
DS3/II 19-51 1,05 16,64 9,33 17,38 97
DS3/III 51-103 - - - - 98
Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah
373
Tabel 2. Sifat kimia Hapludox (Podsolik Merah Kuning) di Bangka Belitung
Profil Kedalm
(cm)
Liat
(%)
pH C
(%)
N
(%)
P-tot
(mg)
K-tot
(mg)
KTK
(cmol.kg-1)
KTKliat
(cmol.kg-1)
KB
(%)
K-Al
(%)
DS3/I 0-19 30 4,7 2,79 0,19 7 2 6,34 21 17 64
DS3/II 19-51 32 4,7 0,69 0,05 2 1 2,81 9 16 54
DS3/III 51-103 40 4,6 0,35 0,03 2 2 1,78 4 19 58
DS3/IV 103-140 38 4,5 0,25 0,02 3 2 1,81 5 24 53
KARAKTERISTIK TANAH BEKAS TAMBANG TIMAH
Sifat fisik tanah
Lahan bekas tambang timah mempunyai permukaan yang tidak teratur, berlubang-lubang
besar dan seringkali diisi oleh air hujan atau air dalam tanah (kolong). Lahan bekas
tambang timah, meski sudah direklamasi sering menyisakan berbagai kendala untuk
pertanian. Hasil penelitian Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1996)
menunjukkan bahwa kerusakan lahan yang paling parah adalah berubahnya tekstur dan
bahan organik tanah, sehingga tekstur tanah ditetapkan sebagai indikator penilai tingkat
kerusakan lahan. Tanah dinyatakan rusak apabila tekstur berubah menjadi pasir (sand),
yaitu tersusun dari fraksi pasir ≥ 80%, fraksi liat ≤ 10% dan kandungan bahan organik <
1%. Perubahan tekstur merupakan kerusakan yang bersifat permanen sehingga diperlukan
rehabilitasi tanah. Untuk memperbaiki tekstur tidak cukup hanya dengan penambahan
bahan organik, tetapi harus ditambahkan bahan tanah mineral berkadar liat > 30%.
Tabel 3 menyajikan sifat fisik tanah calon lokasi sawah. Terlihat bahwa lokasi
Perlang mempunyai tekstur kasar rata-rata mengandung > 75% fraksi pasir, 15% debu dan
60% pasir,
21% debu dan
Djadja Subardja et al.
374
Tabel 3. Berat isi tanah dan laju permeabilitas tanah di lokasi calon sawah
Kedalaman Perlang Bangka Tengah Cerucuk Belitung
Berat isi Permeabilitas Berat isi Permeabilitas
(cm) (g.cc-1) (cm.jam-1) (g.cc-1) (cm.jam-1)
0-10 1,49 20,28 0,91 18,02
10-40 1,37 8,82 1,44 11,64
40-70 0,93 0,18 1,60 20,33
>70 1,67 4,22
Sifat kimia dan kesuburan tanah
Tanah di lokasi Cerucuk Belitung sudah ditambang cukup lama dan sebagian
sudah direklamasi, namun sebagian sudah ditambang kembali dan belum diratakan. Di
Cerucuk terdapat dua kolong yang besar dan letaknya berada di tengah sungai, kolong
tersebut dapat digunakan sebagai cadangan air. pH air dalam kolong besar yang relatif
baru
Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah
375
Karakteristik kimia tanah lahan bekas tambang timah Perlang, Bangka Tengah
disajikan pada (Tabel 5). Berdasarkan tabel tersebut tekstur lahan bekas tambang timah
didominasi oleh pasir dengan fraksi pasir mencapai 89%. Kandungan pasir yang tinggi
tersebut mengakibatkan kemampuan tanah memegang air dan unsur hara sangat rendah.
RendaHnya kemampuan memegang hara dapat dilihat dari KTK tanah yang rendah dan
kandungan hara seperti N, P, K dan basa-basa dapat tukar rendah serta pH tanah masam.
Nilai pH yang rendah tidak memadai untuk pertumbuhan vegetasi alami.
Tabel 5. Rata-rata sifat fisik dan kimia tanah dari lahan bekas tambang timah di
Perlang, Bangka Tengah
No. Parameter Nilai rerata Kriteria
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
pH H2O
C-organik (%)
N Total (%)
P2O5 (mg.100 g-1)
K2O (mg.100 g-1)
Ca-dd (cmol(+).kg-1)
Mg-dd (cmol(+).kg-1)
K-dd (cmol(+).kg-1)
Na-dd (cmol(+).kg-1)
KTK (cmol(+).kg-1)
Tekstur
- Pasir (%)
- Debu (%)
- Liat (%)
4,5
0,23
0,02
2
3
0,19
0,05
0,06
0,07
1,77
89
9
2
Masam
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Pasir
Sumber : Subardja et al.(2009)
Rendahnya kandungan fraksi liat dan hara tanah pada lahan bekas tambang
tersebut merupakan akibat hilangnya partikel liat dan unsur hara pada proses pencucian
saat penambangan timah. Penurunan tingkat kesuburan tanah dapat terjadi akibat
pencucian, erosi dan terangkut saat panen (Donova and Casey, 1998). Selain itu,
rendahnya kandungan unsur hara juga disebabkan oleh rendahnya kandungan bahan
organik (0,23%), sehingga kemampuan tanah memegang hara juga menjadi rendah.
Kapasitas tukar kation (KTK) tanah yang rendah juga merupakan refleksi dari rendahnya
kandungan liat pada lahan-lahan bekas tambang timah. Oleh karena itu, dalam upaya
mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, maka upaya pemulihan lahan bekas
tambang timah harus mendapatkan input berupa tanah mineral berliat dan pupuk organik.
Hadi dan Sudiharto (2004) menyatakan bahwa langkah awal yang dilakukan untuk
meningkatkan kualitas dan kesehatan lahan bekas tambang timah adalah melalui
peningkatan kadar bahan organik tanah.
Djadja Subardja et al.
376
PEMULIHAN LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH
Tanah bekas tambang umumnya bertekstur pasir, kemampuan tanah memegang hara
rendah dan mudah mengalami kekeringan. Penambahan bahan organik dapat
meningkatkan kemampuan tanah memegang hara dan air serta kemampuan tanah
mendukung pertumbuhan tanaman.
Tanah topsoil sebagai urugan untuk pemulihan lahan bekas tambang memiliki sifat
yang sama dengan tanah asli, terutama tekstur, pH, bahan organik, hara P dan K. Tanah
calon timbunan harus memiliki kadar liat, hara P dan K lebih tinggi, namun kadar Al dan
Fe lebih rendah. Pada Tabel 6 disajikan bahan tanah urugan yang diperoleh dari daerah
sekitarnya.
Tabel 6. Hasil analisis sifat kimia tanah bahan urugan
Kode Tekstur (pipet) pH (1:5) Bahan organik HCl 25% Bray 1
Pasir Debu Liat H2O KCl C N C/N P2O5 K2O P2O5
.........%.......... ......%...... Mg.100 g-1 ppm
UG 07 56 10 34 4,6 4,1 0,22 0,02 11 2 3 2,5
UG 24 38 25 25 4,5 4,1 0,96 0,07 14 2 2 3,5
KS 15 15 47 38 4,6 4,2 1,23 0,11 11 3 4 8,2
Berdasarkan perangkat uji tanah kering (PUTK), jika bahan urugan digunakan
untuk tanah sawah, maka dosis pupuk yang diperlukan adalah 200 kg Superphos, 100 kg
KCl, 500 kg dolomit ha-1
dan pupuk kandang 5 t ha-1
setiap musim tanam. Pupuk
Superphos dan dolomit diberikan sehari sebelum tanam dan bahan organik seminggu
sebelum tanam. Pupuk KCl diberikan 3 kali, pertama bersamaan pemupukan urea pertama
(
Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah
377
Berdasarkan hal tersebut perlu upaya penanggulangan dan pemulihan lahan bekas
tambang secara lebih cepat, produktif dan berkelanjutan. Salah satunya dengan merubah
lahan bekas tambang menjadi lahan pertanian yang produktif, yaitu pencetakan lahan
sawah baru pada lahan bekas tambang timah sebagaimana telah dilakukan oleh Badan
Litbang Pertanian di Perlang, Bangka Tengah.
PENCETAKAN DAN PENGELOLAAN LAHAN SAWAH BARU
Pada tahun I (2009), lahan bekas tambang timah di Perlang dicetak menjadi lahan sawah
dengan input yang diaplikasikan berupa tanah mineral 1.000 ton ha-1
dan pupuk organik
10 ton ha-1
. Kegiatan yang dilakukan dalam proses pencetakan sawah adalah penyiapan
lapisan kedap air, penambahan bahan tanah mineral dan bahan organik, pelumpuran dan
perbaikan kondisi kimia tanah dan atau pencucian Fe dan Al (Subardja et al. 2010).
Pada tahun II (2010) Musim Tanam I (MT I) dilakukan penanaman padi sawah
varietas Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 dengan input produksi 10 ton pupuk
organik ha-1
, 2,2 ton kapur ha-1
, 300 kg Urea ha-1
, 200 kg SP-36 ha-1
dan 350 kg KCl ha-1
.
Sedangkan pada MT II dilakukan penanaman padi sawah varietas Cibogo, Inpari 1 dan
Inpari 2 dengan input produksi 7,5 ton pupuk organik ha-1
, 2,5 ton kapur ha-1
, 300 kg Urea
ha-1
, 200 kg SP-36 ha-1
dan 350 kg KCl ha-1
. Ukuran petak yang digunakan untuk masing-
masing varietas adalah 25 m x 50 m.
Sifat fisik dan kimia tanah lahan bekas tambang timah di Desa Perlang, Kabupaten
Bangka Tengah setelah ditanami padi Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 pada MK I,
serta Cibogo, Inpari 1 dan Inpari 2 pada MK II disajikan pada (Tabel 7).
Berdasarkan Tabel 7, pemberian tanah mineral dan pupuk organik secara nyata
memberikan pengaruh terhadap sifat fisik tanah (kandungan liat meningkat, tekstur tanah
menjadi lebih halus) setelah dua kali penanaman padi. Terjadinya perbaikan tekstur tanah
tersebut merupakan implikasi dari aplikasi tanah mineral dan pupuk organik. Menurut
Tisdall dan Oades (1982) bahwa pemberian bahan organik sangat berperan sebagai
pembenah tanah mengingat senyawa organik mampu mengikat partikel utama pada
agregat tanah, sehingga terjadi peningkatan stabilitas agregat. Hasil penelitian Van Veen
and Kuikman (1990) dan Giardina et al. (2001) menyatakan bahwa tekstur tanah terkait
erat dengan beberapa karakteristik tanah lainnya. Tanah-tanah dengan tekstur lebih halus
cenderung memiliki kapasitas memegang air yang lebih tinggi dan memberikan
produktivitas tanaman lebih baik.
Djadja Subardja et al.
378
Tabel 7. Sifat fisik dan kimia tanah dari lahan bekas tambang timah Desa Perlang,
Kecamatan Lubuk Besar, Bangka Tengah setelah dicetak sawah dan ditanami
padi Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 pada pertanaman I serta Cibogo,
Inpari 1 dan Inpari 2.
No.
Parameter
Banyuasin IR-64 Inpara 1 Inpara 2
Cibogo Inpari 1 Inpari 2
Nilai Nilai Nilai Nilai
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
pH H2O
C Organik (%)
N Total (%)
P2O5 (HCl25% mg.100 g-1)
K2O (HCl 25% mg.100 g-1)
Ca-dd (cmol(+).kg-1)
Mg-dd (cmol(+).kg-1)
K-dd (cmol(+).kg-1)
Na-dd (cmol(+).kg-1)
KTK (cmol(+).kg-1)
Tekstur
-Pasir (%)
-Debu (%)
-Liat (%)
6,6
0,62
0,05
11
10
2,21
1,39
0,19
0,10
3,24
58
9
33
6,4
0,72
0,05
12
10
2,19
1,29
0,19
0,05
2,85
65
8
27
6,0
0,91
0,08
15
6
2,43
1,19
0,11
0,04
3,06
63
9
28
7,1
0,61
0,05
21
6
2,70
1,63
0,10
0,09
4,27
59
8
33
Pemberian tanah mineral, pupuk organik dan anorganik, serta kapur (dolomit)
secara nyata juga memberikan pengaruh terhadap sifat kimia tanah, yaitu pH tanah,
kandungan N, P2O5, K2O, basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K, Na) dan KTK tanah.
Perbaikan kualitas lahan tersebut dapat dimengerti mengingat input yang diberikan berupa
tanah mineral, pupuk organik dan anorganik, serta kapur mampu memperbaiki kualitas
tanah. Menurut Benfeldt et al. (2001), aplikasi bahan organik akan sangat berperan dalam
peningkatan KTK, peningkatan kapasitas memegang air dan mensuplai unsur hara.
Terkait dengan rendahnya pH tanah dan kandungan unsur hara makro dan mikro pada
lahan bekas tambang timah, maka pemberian kapur (dolomit) untuk menetralkan pH tanah
dan meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah menjadi penting dilakukan.
Peningkatan kandungan C-organik tanah dapat dilakukan melalui pemberian bahan
organik. Menurut Stevenson (1994), bahan organik berperan sebagai penyedia unsur hara,
sumber makanan dan energi bagi mikroorganisme tanah dan mampu untuk
mempertahankan kelembaban tanah. Selain peranan pupuk organik, peranan pupuk
anorganik juga cukup penting terhadap perbaikan sifat kimia tanah. Pupuk anorganik
dapat menyediakan hara secara cepat untuk tanaman. Kombinasi nutrisi asal pupuk
organik dan pupuk anorganik memberikan sinergi dan memperbaiki pelepasan dan
penyerapan hara oleh tanaman dan meningkatkan hasil (Mugendi et al. 1999). Hal yang
sama disampaikan oleh Antill et al. (2001) bahwa pemberian pupuk organik berupa
kotoran ternak akan mensuplai hara esensial bagi tanaman, baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui penurunan keracunan Al atau melalui produksi asam organik dan
mengikat Al dan akhirnya akan meningkatkan ketersediaan hara.
Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah
379
Hasil penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa bahan organik sangat
berperan penting di dalam perbaikan kualitas lahan (sifat fisik dan kimia tanah). Inonu et
al. (2010) melaporkan bahwa pemberian amelioran bahan organik berpengaruh nyata
terhadap sifat kimia “sand tailing” pasca penambangan timah pada peubah K-dd, Ca-dd,
Mg-dd dan kapasitas tukar kation. Hal ini juga didukung oleh penelitian Bakayoko et al.
(2009) yang menyebutkan bahwa amelioran pupuk organik asal kotoran ternak secara
nyata meningkatkan kandungan C, N dan KTK tanah. Menurut Stevenson (1994) bahwa
penggunaan bahan organik mampu memperbaiki kualitas lahan yaitu meningktakan pH
tanah, mampu meningkatkan kapasitas tukar kation dan sebagai pemasok unsur hara bagi
tanaman.
Produksi Padi Varietas Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 pada MT I dan
Cibogo, Inpari 1, dan Inpari 2 pada MT II di lahan sawah bekas tambang timah Bangka
Tengah disajikan pada (Tabel 8).
Tabel 8. Produksi padi varietas Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 pada MT I serta
Cibogo, Inpari 1 dan Inpari 2 pada MT II di lahan sawah bekas tambang timah
Bangka Tengah
No. Varietas Produksi (t ha-1)
Ditanam pada MT I (April-Juli 2010) (Asmarhansyah et al. 2011a)
1. Banyuasin 3,71
2. IR-64 3,13
3. Inpara 1 2,47
4. Inpara 2 2,48
Ditanam pada MT II (Nopember 2010-Februari 2011) (Asmarhansyah et al. (2011b)
1. Cibogo 3,54
2. Inpari 1 3,62
3. Inpari 2 3,87
Pengaruh pemberian tanah mineral, kapur, pupuk organik dan pupuk anorganik
terhadap produksi padi selama dua kali musim tanam perdana sudah menunjukkan hasil
padi yang cukup menggembirakan walaupun belum mencapai produksi optimal bila
dibandingkan dengan potensi genetik produksi yang dimiliki oleh masing-masing varietas
padi tersebut. Namun tampak jelas dari aspek kualitas tanahnya telah ada perbaikan yang
tercermin dari peningkatan pH tanah, kandungan bahan organik, unsur hara N, P, K, basa-
basa dapat tukar dan KTK tanah. Produksi padi yang belum mencapai optimal bisa terjadi
karena pemberian input yang belum optimal atau faktor luar lainnya. Hasil penelitian
Kasno et al. (2009) bahwa aplikasi 10 t.ha-1 pupuk kandang belum dapat meningkatkan
produksi padi sawah, tetapi neraca unsur hara P dan K menjadi positif.
Djadja Subardja et al.
380
Masih rendahnya produksi padi tersebut juga dapat disebabkan oleh beberapa hal,
antara lain pada fase pertumbuhan vegetatif, tanaman padi perdana mendapatkan
keracunan Fe. Asmarhansyah et al. (2010) melaporkan bahwa pada persemaian beberapa
varietas tanaman padi di lahan sawah bekas tambang timah pada pertumbuhan persemaian
padi saat berumur 20 hari setelah tanam menunjukkan warna daun kuning kecoklatan dan
warna perakaran coklat kemerahan yang merupakan gejala keracunan Fe.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Lahan terdegradasi bekas tambang timah di Bangka Belitung cukup
mengkhawatirkan perluasannya dan dapat mengancam ketahanan pangan.
Pencegahan dan pemulihan lahan bekas tambang perlu diupayakan secara serius dan
terkoordinasi baik antar instansi terkait di Pusat dan Daerah. Pemulihan lahan bekas
tambang lebih kepada upaya fisik perbaikan lahan melalui pemberian input yang
dapat mengembalikan tanah kepada kondisi semula.
2. Rehabilitasi dan reklamasi lahan bekas tambang timah dengan tanaman kehutanan
antara lain Acasia, tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat
sekitarnya sehingga banyak lahan yang telah direklamasi di rusak dan ditambang
kembali sehingga menimbulkan kerusakan lahan dan lingkungan yang sulit
dikendalikan.
3. Pencetakan lahan sawah baru pada lahan bekas tambang di Perlang, Bangka Tengah
merupakan suatu percontohan yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat
sekitar serta sebagai upaya pengendalian dan pemulihan lahan terdegradasi.
4. Pemberian tanah mineral, pupuk organik, kapur dan pupuk anorganik pada lahan
bekas tambang timah, mampu memperbaiki sifat fisik (tekstur) dan sifat kimia tanah
(pH, kandungan C-organik, N, P, K, basa-basa dapat tukar dan KTK) serta mampu
memberikan hasil panen padi perdana mencapai 3,71 t.ha-1
GKP (Banyuasin) pada
MT I dan 3,87 t.ha-1
GKP (Inpari 2) pada MT II.
5. Untuk mendapatkan pengaruh jangka panjang penggunaan tanah mineral dan pupuk
organik terhadap sifat fisika dan kimia tanah, hasil padi optimum dan kandungan
logam berat pada gabah, maka disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan
dengan menggunakan perlakuan input pupuk organik dan pupuk anorganik dengan
berbagai tingkat dosis pada varietas harapan pengembangan (IR-64, Banyuasin,
Cibogo, Inpari 1 dan Inpari 2).
Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah
381
DAFTAR PUSTAKA
Adewole, M.B., and M.A. Adesina, 2011. Impact of marble mining on soil properties in a part of Guinea Savanna zone of Southerwestern Nigeria. Ethiopian Journal Environ. Studies Manage. 4:1-8.
Ai Dariah, A. Abdurachman dan D. Subardja. 2010. Reklamasi lahan eks-penambangan untuk perluasan areal pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan, Vol. 4 No.1. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.
Antill, R.S., R.D. Lovel, D.J. Hatec, and S.C. Jarvis. 2001. Mineralization of nutrient in permanent pastures amended with fertilizer or dung. Biol. Fertile Soils, 33:132-138.
Asmarhansyah, Issukindarsyah dan Atekan. 2010. Keragaan Pertumbuhan Beberapa Varietas Padi Pada Persemaian di Sawah Lahan Bekas Galian Timah Desa Perlang, Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Kemandirian Pangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua. Jayapura.
Asmarhansyah, M.D. Pertiwi, Issukindarsyah, D. Rusmawan, Muzammil. 2011a. Keragaan beberapa varietas padi di lahan sawah bekas tambang timah, Kepulauan Bangka Belitung. Prossiding Seminar Nasional Strategi Reduksi dan Adaptasi Perubahan Iklim di Bidang Pertanian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Asmarhansyah, D. Subardja, D. Rusmawan dan Muzammil. 2011b. Pengelolaan lahan, hara dan air untuk tanaman padi dan jagung di lahan eks tambang timah. Laporan Akhir Pengkajian BPTP Kepulauan Bangka Belitung.
Bakayoko, S., D. Soro, C. Nindjin, D. Dao, A. Tschannen, O. Girardin and A. Assa. 2009. Effects of cattle and poultry manures on organic matter content and adsorption complex of a sandy soil under cassava cultivation (Manihot esculenta Crantz.), African Journal of Environmental Science and Technology Vol. 3 (8), pp. 190-197, August, 2009.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2009. Karakterisasi dan Evaluasi Potensi Lahan Pada Calon-Calon Lokasi Tambang Timah di Bangka Belitung. Laporan Penelitian (Tidak dipublikasikan). Dok. BBSDLP, Bogor.
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. 2003. Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia Skala 1:1.000.000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian, Depertemen Pertanian.
Bendfeldt, ES, Burger, J A dan Daniels, WL. 2001. Quality of Amenden Mine Soil After Sixteen Years. Soil sci. Sco. Am : J65.
Donova, G. And C. Casey. 1998. Soil fertility management in Sub-Sahara Africa. 2002, Phosphorus and nitrogen based manure and compost application. Agron J., 94:128-135.
FAO. 1990. Guidelines for Soil Profile Description. FAO Soil Bulletin No. 6, Rome Italy.
Giardina CP, Ryan MG, Hubbard RM, Binkley D, 2001. Tree species and soil textural controls on carbon and nitrogen mineralization rates. Soil Sci Soc Am J 65:1272–1279.
Djadja Subardja et al.
382
Hadi, H. Dan Sudiharto.2004. Pengembangan perkebunan karet di daerah sekitar tambang batubara: Kasus di Kabupaten Tabalong, kalimantan Selatan. Warta Perkaretan 23(3):28-36.
Inonu, I., D.Budianta, M. U. Harun, Yakup dan A.Y.A. Wiralaga. 2010. Penggunaan Bahan Organik Lokal Untuk Memperbaiki Sifat Fisik Dan Kimia Tailing Pasir Pascatambang Timah Di Pulau Bangka. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia di Jambi tanggal 24-25 November 2010.
Kasno, A., Nurjaya dan D.A. Suriadikarta. 2009. Neraca hara N, P, K pada pengelolaan hara terpadu lahan sawah bermineral liat campuran dan 1:1. Dalam: Prosiding Semiloka Nasional Inovasi Sumberdaya Lahan, Bogor 24-25 November 2009. Hal. 205-219.
Mugendi, D.N., P.K.R. Nair, J.N. Mugwe, M.K. O’Neill, and P.L. Woomer. 1999. Calliandra and Leucaena alley cropped with maize. Part 1 Soil fertility change and maize roduction in the sub-humid highlands of Kenya. Agrof. Sustems. 46: 39-50.
Pemerintah Daerah Kepulauan Bangka Belitung. 2010. Profil bidang pertambangan di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. www.babelprop.go.id Dikunjungi pada 16 Juni 2012.
Soepraptohardjo,M. 1961. Sistem Klasifikasi Tanah di Balai Penyelidikan Tanah. Kongres Nasional Ilmu Tanah I. Bogor.
Soil Survey Staff, 2010. Keys to Soil Taxonomy. 11 th Edition. NRCS-USDA. Washington, D.C.
Stevenson F.J. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reaction. (John Wiley & Sons. New York).
Subardja, D., A. Kasno, Sutono dan H. Sosiawan. 2010. Laporan Penelitian pengembangan teknologi pencetakan dan pengelolaan sawah pada lahan bekas tambang timah di Bangka Tengah dan Belitung. Dok. BBSDLP, Bogor.
Subardja, D. dan RE Subandiono. 2011. Karakteristik tanah pada pada lahan potensial tersedia di Sumatera dan arahan penggunaannya untuk pertanian. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Buku I. Balai Besar Litbang Sumberdaya lahan Pertanian. Bogor.
Sujitno, S. 2007. Sejarah Timah di Pulau Bangka. PT Tambang Timah Tbk. Pangkalpinang.
Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1996. Studi Upaya Rehabilitasi Lingkungan Penambangan Timah. Laporan Akhir Penelitian, 66 hal. Kerjasama antara Proyek Pengembangan Penataan Lingkungan Hidup dengan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Tisdall, J.M. dan J.M. Oades. 1982. Organic matter and water stable aggregates in soils. J. Soil Sci. 33:41-63.
Van Veen JA and Kuikman PJ, 1990. Soil structural aspects of decomposition of organic matter by micro-organisms. Biogeochemistry 13:213-233.
http://www.babelprop.go.id/