8
Diagnosis angina pectoris Angina pectoris dapat di diagnosis dengan beberapa cara yaitu: 1. Radiografi dada: pada pemeriksaan ini didapatkan gambaran kardiomegali dengan pasien yang memiliki riwayat infark miokard, ischemic cardiomyopathy, pericardial effusion, atau acute pulmonary edema 2. Graded exercise stress testing: ini digunakan paling sering untuk mengevaluasi dari nyeri dada dan dapat dilakukan sendiri yang dibantu dengan Echocardiography atau Myocardial Perfusion Scintigraphy. 3. Coronary artery calcium (CAC) scoring: aplikasi dari metode ini adalah Electron-beam CT (EBCT) dan Multidetector CD (MDCT). Sumber: Didapat dari: http://emedicine.medscape.com/article/150215- overview#showall. Diakses pada 29 April 2015 Patofisiologi Aterosklerosis Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam

dk p2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

llhohl;ksthv;

Citation preview

Diagnosis angina pectorisAngina pectoris dapat di diagnosis dengan beberapa cara yaitu:1. Radiografi dada: pada pemeriksaan ini didapatkan gambaran kardiomegali dengan pasien yang memiliki riwayat infark miokard, ischemic cardiomyopathy, pericardial effusion, atau acute pulmonary edema2. Graded exercise stress testing: ini digunakan paling sering untuk mengevaluasi dari nyeri dada dan dapat dilakukan sendiri yang dibantu dengan Echocardiography atau Myocardial Perfusion Scintigraphy.3. Coronary artery calcium (CAC) scoring: aplikasi dari metode ini adalah Electron-beam CT (EBCT) dan Multidetector CD (MDCT).Sumber: Didapat dari: http://emedicine.medscape.com/article/150215-overview#showall. Diakses pada 29 April 2015Patofisiologi AterosklerosisAterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi pembentukan bekuan darah. Halini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi tersering aterosklerosis. Berbagai teori mengenai bagaimana lesi aterosklerosis terjadi telah diajukan,tetapi tidak satu pun yang terbukti secara meyakinkan. Mekanisme yang mungkin, adalah pembentukan thrombus pada permukaan plak; danpenimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka febris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Struktur anatomi arteri koroner membuatnya rentan terhadap mekanisme aterosklerosis. Arteri tersebut terpilin dan berkelok-kelok saat memasuki jantung, menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya ateroma.Lesi aterosklerosis diklasifikaiskan alas 3 tahap secara morfologik: bercak perlemakan, plak fibrosa, dan lesi terkomplikasi. Sebelum terjadinya bercak perlemakan sudah ada gel-gel busa. Bercak perlemakan sudah bisa ditemukan pada usia 10 tahun dan meningkat kekerapannya pada usia 30 tahun. Flak fibrosa adalah bentuk lesi yang khas untuk aterosklerosis yang sudah berkembang. Lesi terkomplikasi adalah plak fibrosa yang sudah mengalami perubahan oleh peningkatan nekrosis sel, perdarahan, deposit kalsium atau diquamasi permukaan endotel diatasnya dan pembentukan trombus. Lesi terkomplikasi dapat mengakibatkan gangguan aliran di lumen pembuluh darah. Faktor yang bertanggung jawab atas penumpukan lipid pada dinding pembuluh darah dan beberapa tiorial : 1. Adanya defek pada fungsi reseptor LDL di membran gel 2. Gangguan transpor lipoprotein transeluler (endositotoktik) 3. Gangguan degrasi oleh lisosom lipoprotein 4. Perubahan permeabilitas endotel Tahap awal yang penting pada aterogenesis adalah adanya partikel LDL yang ada dalam sirkulasi terjebak di dalam intima. LDL ini mengalami oksidasi atau perubahan lain dan kemudian dipindahkan oleh reseptor "Scavenger" khusus pada makrofag dan gel - gel mural yang lain. Tidak ada pengendalian umpan balik atas pembentukan reseptor - reseptor ini, dan ester-ester kolesterol kemudian berakumulasi didalam gel sehingga membentuk gel busa. Set gel busa membentuk bercak perlemakan yang bisa menyebabkan disrubsi pada endotelium. Akhirnya faktor pertumbuhan mengakibatkan proliferasi gel dan akhirnya lesi aterosklerosis.Sumber:1. T. Bahri Anwar . 2004. Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner . Repository USU.2. Supriyono, Mamat. 2008. FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA KELOMPOK USIA < 45 TAHUN (STUDI KASUS DI RSUP Dr. KARIADI DAN RS TELOGOREJO SEMARANG). TesisPerbedaan nyeri kardiovaskular dengan bukan1. Kardiala. Iskemik miokardPada iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal. Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama iekemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02 miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur akhir sisttolik dan mid sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat membantu menegakan diagnosa. c. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat menimbulkan nyeri dada iskemik. 2. Perikardikal Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak. Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina. Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis. 3. Aortal Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya pendesakan. 4. Gastrointestinal Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri esofageal. Neri esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke punggung, bahu dan kadang kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut distensi gaster kadang kadang dapat menyebabkan nyeri substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama sama dengan disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa. 5. Mulkuloskletal Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berputar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak demikian. 6. Fungsional Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard. 7. pulmonal Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai dengan infarkparu sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada. Sumber: Abdurrahman, N,Anamnesa dan pemeriksaan Jasmani Sistem Kardiovaskuler dalam IPD Jilid I, Jakarta: FKUI, 1999.