Upload
karman-harajuku
View
13
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bbvvvvvvvvvvvvvvvvvvv hhjj hhhhhhhhhhghkhhhhhhh uuuuuuuuuuu jhlllllll
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknologi Informasi pada dasarnya dipergunakan untuk
mempermudahdan mengefektifkan segala jenis pekerjaan manusia. Di era
globalisasi ini pengembangan sarana dan prasarana begitu pesatnya,
meliputi hardware dansoftware sehingga dengan begitu manusia dapat
dengan mudah memperolehinformasi kapanpun dan dimanapun dia berada.
Konsep globalisasi erat kaitannyadengan perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi seperti yang dikatakan Thomas L. Friedman, globalisasi
memiliki dimensi ideologi dan teknologi dimana pasar bebas dan kapitalisme
merupakan bagian dari dimensi ideologi sedangkan teknologi informasi
yangmenyatukan dunia sebagai dimensi teknologi. Dengan perkembangan
teknologiinformasi yang begitu pesat khususnya di Indonesia membuat
semua aspek kehidupan bergeser menjadi era elektronik atau biasa disebut
e-Global. Sepertiyang kita ketahui pada dekade ini kita sering mendengar
istilah e-education, e- government, e-banking hingga e-bussiness yang
menunjukkan bahwa semua aspek kehidupan telah bergeser ke era
elektronik atau cyber.
Pada mulanya perkembangan teknologi informasi tersebut
memberidampak positif dan signifikan bagi perkembangan bangsa, namun di
sisi lain jugamenimbulkan berbagai permasalahan social. Salah satunya
seperti yang dikatakan Albert Einstein, “Tak bisa lagi dipungkiri bahwa salah
satu dampak negatif yang muncul dari globalisasi adalah
cultural homogenization”,
misalnya saja mewabahnya tarian Gangnam Style dari Korea Selatan yang
secara spontan menenggelamkan kearifan budaya lokal. Bagaimanatidak,
Tari Jathilan (Kuda Lumping) yang memiliki ciri gerakan yang samadengan
Gangnam Style tenggelam dan kalah pamor.
Oleh karena itu dipandang perlu untuk menumbuhkan lagi nilai-nilai
budaya lokal Indonesia sehingga budaya masyarakat yang anti-sosial karena
pengaruh teknologi informasi dapatdiminimalisir. Dalam makalah ini penulis
mencoba memaparkan dampak perubahan kehidupan global yang telah
bergeser menuju ke era elektronik terhadap kearifan lokal, serta bagaimana
2
kita menambah daya tahan kearifan lokal terhadap gempuran perubahan tata
kehidupan global yang terus dinamis dari masa ke masa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh pergeseran kehidupan era globalisasi terhadap
kearifan local, khususnya budaya gotong royong?
2. Bagaimana cara menangkal pengaruh negative globalisasi dalam rangka
mempertahankan kearifan lokal?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengaruh pergeseran kehidupan era globalisasi
terhadap kearifan local , khususnya budaya gotong royong.
2. Untuk mengetahui cara cara menangkal pengaruh negative globalisasi
dalam rangka mempertahankan kearifan local .
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Globalisasi
1. Defenisi Globalisasi
a. John Hunckle (1996)
Suatu proses dengan mana kejadian, keputuan, dan kegiatan di
salah satu bagian dunia menjadi satu konsekuensi yang signifikan
bagi individu dan masyarakat di daerah yang jauh.
b. Abrow (Yaya, 1998)
Keseluruhan proses dimana manusia di bumi ini di
inkorporasikan (dimasukan) ke dalam masyarakat dunia tunggal,
masyarakat global. Karena proses ini bersifat majemuk, maka kitapun
memandang globalisasi di dalam kemajemukan.
c. Barker (2004)
Globalisasi merupakan koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan
politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru
dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita.
Globalisasi artinya proses mendunia. Proses perkembangan
globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi
dan komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak globalisasi. Dari
kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain dalam
kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain.
Contoh sederhana dengan teknologi internet, parabola dan TV, orang di
belahan bumi manapun akan dapat mengakses berita dari belahan dunia
yang lain secara cepat. Hal ini akan terjadi interaksi antarmasyarakat
dunia secara luas, yang akhirnya akan saling mempengaruhi satu sama
lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti kebudayaan gotong
royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain.
Globalisasi juga berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan
seharihari, seperti budaya berpakaian, gaya rambut dan sebagainya. Saat
sekarang kita hidup pada masa millennium ketiga, sekaligus awal abad
21. Era yang lebih populer dengan sebutan globalisasi, era ini ditandai
adanya perkembangan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
4
yang amat pesat serta dahsyat, sehingga arus informasi dapat menyebar
cepat keseluruh belahan dunia. Pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi tersebut menyebabkan terjadinya kompetisi dalam berbagai
bidang kehidupan baik kompetisi bidang ilmu pengetahuaan teknologi,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan maupun
sumberdaya manusia.
2. Ciri-ciri globalisasi (Hamijojo)
a. Globalisasi perlu didukung oleh kecepatan informasi, kecanggihan
teknologi, transportasi dan komunikasi yang diperkuat oleh tatanan
organisasi dan managemen yang tangguh.
b. Globalisasi telah melampaui batas tradisional geopolitik. Batas
tersebut saat ini harus tunduk pada kekuatan teknologi, ekonomi,
sosial politik, dan sekaligus mempertemukan tatanan sebelum sulit
dipertemukan.
c. Adanya saling ketergantungan antar Negara.
d. Pendidikan merupakan bagian dari globalisasi. Penyebaran dalam
hal gagasan, pembaharuan dan inovasi dalam struktur, isi dan
metode pendidikan dan pengajaran sudah lama terjadi yang
menunjukan globalisasi. Ini telah lama terjadi melalui literatur, atau
kontak antar pakar dan mahasiswa.
3. Awal mula globalisasi
Globalisasi terjadi ketika ditetapkannya formasi social global baru
dengan ditandai oleh diberlakukannya secara global suatu mekanisme
perdagangan melalui penciptaan kebijakan free-trade, yakni berhasil
ditanda tanganinya kesepakatan internasional tentang pedagangan pada
bulan April tahun 1994 di Maroko. Kesepakatan ini merupakan suatu
perjanjian internasional, perdagangan yang dikenal dengan General
Agreement On Tarif and Trade (GATT).
GAAT merupakan suatu kumpulan aturan internasional yang
mengatur perilaku perdagangan antar pemerintah. GAAT juga
merupakan forum negoisasi perdagangan antar pemerintah, serta juga
merupakan pengadilan untuk menyelesaikan jika terjadi
perselisihandagang antar bangsa. Kesepakatan ini dibangun diatas
asumi bahwa system dagang yang terbuka lebih evisien dari pada
5
system proteksionis, dan dibangun diatas keyakinan bahwa persaingan
bebas akan menguntungkan bagi Negara-negara yang menganut
prinsip-prinsip efektifitas dan efisiensi.
Pada tahun 1995, suatu organisasi pengawasan perdagangan dan
kontrol perdagangan. Kontrol dunia yang dikenal sebagai World Trade
Organization (WTO) didirikan. Organisasi global ini sejak didirikan
mengambil alih GATT. WTO dirancang bukan sebagai organisasi
monitoring bagi Negara-negara yang tidak mematuhi GATT, melainkan
akan bertindak berdasar komplin yang diajukan oleh anggotanya.
Dengan demikian WTO merupakan salah satu actor dan forum
perundingan antar perdagangan dari mekanisme globalisasi yang
terpenting.
B. Kearifan Lokal (Local Wisdom)
1. Pengertian Kearifan Lokal (Local Wisdom)
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari
dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris
Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat,
sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara
umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai
gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya.
I Ketut Gobyah dalam “Berpijak pada Kearifan Lokal”, mengatakan
bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah
mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan
perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang
ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat
setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan local
merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus
dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang
terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.
S. Swarsi Geriya dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali”
dalam mengatakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal dan
6
keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar
pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga
secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan
benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan
melembaga.
Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya
bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang
berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu
tindakan tidak dianggap baik oleh masyarakat maka ia tidak akan
mengalami penguatan secara terus-menerus. Pergerakan secara alamiah
terjadi secara sukarela karena dianggap baik atau mengandung kebaikan.
Adat yang tidak baik akan hanya terjadi apabila terjadi pemaksaan oleh
penguasa. Bila demikian maka ia tidak tumbuh secara alamiah tetapi
dipaksakan.
Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat
setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal
merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus
dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang
terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.
2. Fungsi Kearifan Lokal
Menurut Sartini fungsi kearifan lokal adalah sebagai berikut:
a. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.
b. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia.
c. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
d. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
e. Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat.
f. Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian.
g. Bermakna etika dan moral.
h. Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan
patron kearifan lokal client
3. Gotong-royong sebagai salah satu kearifan lokal
Secara terminologi, gotong-royong menurut kamus bahasa Indonesia
diartikan sebagai bekerja bersama-sama (tolong-menolong, bantu-
membantu). merupakan manifestasi konkret dari semangat kebersamaan
7
antar-masyarakat dalam bantu-membantu dan tolong-menolong. Gotong
royong berasal dari kosa kata Jawa, istilah gotong dapat disepadankan
dengan kata pikul atau angkat. Sementara, royong dapat disepadankan
dengan bareng-bareng. Jadi kata gotong royong secara sederhana berarti
mengangkat sesuatu secara bersama-sama, mengerjakan sesuatu
secara bersama-sama. Kebiasaan ini misalnya dilakukan masyarakat
dalam membangun rumah, membersihkan selokan, membuat jembatan
desa, membangun sekolah, dan sarana umum lainnya. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa gotong royong memiliki pengertian sebagai bentuk
partisipasi aktif setiap individu untuk terlibat dalam memberi nilai tambah
atau positif kepada setiap obyek, permasalahan atau kebutuhan orang
banyak di sekelilingnya.
Allah SWT. Berfirman dalam Q.S. Al-Maidah (5:2),
Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”
Partisipasi aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi,
keuangan, tenaga fisik, mental spiritual, ketrampilan, sumbangan pikiran
atau nasihat yang konstruktif, sampai hanya berdoa kepada Tuhan.
Praktek gotong royong hampir pernah ditemui disemua lapisan
masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia yang majemuk dengan
beragam geografi, bahasa, adat istiadat hampir semuanya telah
8
mempraktekkan sistem gotong royong dalam kehidupan kesehariannya,
meskipun istilahnya bermacam-macam.
Sikap gotong royong yang dipraktekkan pada masyarakat sederhana
di Indonesia dan sekarang hampir punah sesungguhnya didasari oleh
kesadaran tanpa pamrih (ikhlas) untuk terlibat, berpartisipasi,
kebersamaan dan saling bantu antar sesama. Pada tahap inilah secara
tidak langsung gotong royong mengajarkan pada kita tentang nilai
kesetaraan, keadilan, dan kebersamaan dalam memecahkan masalah.
Jika kita refleksikan lebih mendalam gotong royong merupakan modal
sosial yang telah dimiliki bangsa ini sejak jaman dulu karena hampir
disemua masyarakat adat memiliki makna yang sama dengan gotong
royong. Modal sosial ini jugalah yang menjadi inspirasi para funding father
kita untuk bersama- sama mengusir penjajah dari Negeri ini. Tidak
berlebihan jika kemudian Soekarno menyebut gotong royong merupakan
perasaan dari dasar Negara Pancasila karena semangat dan institusi
gotong royong telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari pada
hampir seluruh suku bangsa atau masyarakat adat di Negeri ini.
Pendapat yang lebih kritis dikemukakan oleh Soedjito seraya
mengingatkan bahwa salah satu prinsip yang sering dilupakan
kebanyakan orang dalam membicarakan gotong royong ialah prinsip
keseimbangan antara kewajiban dan hak. Dikira bahwa didalam gotong
royong tidak ada pamrih, dapat saja satu pihak hanya memberikan jasa,
tanpa menerima imbalan jasa yang seimbang. Meskipun asas
kekeluargaan diterapkan, keseimbangan antara kewajiban dan hak terasa
sebagai suatu hal yang asasi.
Istilah gotong royong karenanya menempati posisi terhormat
sekaligus membumi. Terhormat karena istilah tersebut sering dijadikan
sebagai kata kunci oleh para tokoh bangsa untuk menggalang dukungan
terhadap suatu gagasan. Presiden Sukarno misalnya menggunakan term
gotong royong sebagi kata lain dari ekasila yang merupakan perasan
lanjutan dari trisila setelah sebelumnya merupakan hasil peras dari
Pancasila. Pada era orde baru, kata gotong royong juga sering dijadikan
kata kunci dalam rangka mensukseskan program-progra pembangunan.
Betapapun besar anggaran yang disediakan negara melalui APBN bila
9
tanpa didukung semangat kebersamaan bernama gotong royong dalam
membangun dan memelihara hasil pembangunan, tentulah program itu
tidak akan berjalan secara sangkil dan mangkus. Pada era pemerintahan
Megawati Sukarnoputri, gotong royong bahkan digunakan sebagai nama
kabinet, yaitu kabinet gotong royong. Pemberian nama Kabinet Gotong
royong merupakan gambaran bahwa pemerintahan saat itu dijalankan
secara kolektif dengan merangkul berbagai kekuatan modal sosial dan
modal politik untuk bekerjasama dengan semangat kebersamaan.
Secara konseptual, gotong royong dapat diartikan sebagai suatu
model kerjasama yang disepakati bersama. Koentjaraningrat membagi
dua jenis gotong royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia; gotong
royong tolong menolong dan gotong royong kerja bakti. Kegiatan gotong
royong tolong menolong terjadi pada aktivitas pertanian, kegiatan sekitar
rumah tangga, kegiatan pesta, kegiatan perayaan, dan pada peristiwa
bencana atau kematian. Sedangkan kegiatan gotong royong kerja bakti
biasanya dilakukan untuk mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya untuk
kepentingan umum, yang dibedakan antara gotong royong atas inisiatif
warga dengan gotong royong yang dipaksakan. Misalnya gotong royong
membangun jalan, jembatan, membangun gedung balai pertemuan
warga, dan lain sebagainya.
Gotong royong juga dapat dimaknai sebagai praktek pemberdayaan
masyarakat, karena sebagaimana disinggung di atas, ia merupakan
modal sosial untuk membentuk kekuatan kelembagaan di tingkat
komunitas, masyarakat, negara, dan masyarakat lintas Bangsa dan
Negara Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan. Selain juga
dikarenakan konsep gotong royong mengandung makna collective action
to struggle, self governing, common goal, dan sovereignty. Dalam
perspektif sosio budaya, nilai gotong royong adalah semangat yang
diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan
tanpa pamrih (mengharap balasan) untuk melakukan sesuatu secara
bersama-sama demi kepentingan bersama atau individu tertentu.
Mengacu pada pendapat Koentjaraningrat di atas, secara historis
praktek gotong royong di Indonesia sudah dilakukan sejak era Kerajaan.
Ketika membangun sebuah komunitas kerajaan masyarakat dikerahkan
10
untuk gotong royong membuat bangunan untuk kepentingan kerajaan,
mereka bekerja secara sukarela atau terpaksa membangun jalan, gedung
kerajaan, pasar, dan bahkan hasil panenan mereka sebagian disetorkan
dalam bentuk pajak untuk kepentingan kelangsungan kerajaan. Begitu
juga ketika jaman penjajahan, masyarakat dimobilisir kerja paksa, kerja
rodi untuk membangun jembatan, jalan, rel kereta api, pabrik-pabrik gula
untuk industri kolonial, istana, dermaga dan sebagainya.
Dalam merebut kemerdekaan, semua rakyat dengan berbagai atribut
kelompoknya bersatu gotong royong melakukan gerilya untuk mengusir
Belanda atau Jepang. Hasilnya dengan cara bergotong-royong tersebut
kemerdekaan dapat diwujudkan oleh bangsa Indonesia. Karena
ampuhnya konsep gotong royong tersebut sampai era mutakhir juga
digunakan untuk meuwujudkan program-program pemerintah yang
membutuhkan dukungan dari masyarakat luas. Dengan demikian gotong
royong menjadi kalimat sakral yang dapat mewujudkan program yang
sebelumnya dianggap tidak memungkinkan untuk direalisasikan.
C. Kearifan Lokal (Gotong-Royong) di Era Globalisasi
Sifat dan budaya kegotongroyongan akhir-akhir ini hampir menjadi cerita
romantic bagi generasi muda. Banyak faktor yang mempengaruhi
tereduksinya budaya gotong royong di masyarakat, diantaranya adanya
benturan dengan budaya individualis dari negara-negara Barat, model
pembangunan yang mengedepankan trickle down effect, dan pemimpin yang
tidak memberi tauladan keikhlasan dan pengorbanan dengan
mempertontonkan sikap tidak sederhana dalam kehidupan keseharian.
Faktor-faktor ini yang kemudian melahirkan sikap acuh pada anggota
masyarakat yang bermuara pada sikap lebih mementingkan kepentingan
pribadi atau golongan, dan berkembangnya pikiran bahwa pembangunan
merupakan urusan penguasa. Hal ini tidak bisa dibiarkan, karena hanya akan
melahirkan tereduksinya modal sosial kegotongroyongan yang sudah
berkembang di masyarakat.
D. Pengaruh Globalisasi terhadap Kearifan Lokal
11
1. Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme
a. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka
dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara,
jika pemerintahan dijalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya
akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif
tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
Kemajuan dunia informasi, membuat adanya informasi dua arah.
Masyarakat juga menjadi lebih tahu tentang politik di negara lain dan
bisa membandingkannya. Dampaknya adalah masyarakat menjadi lebih
kritis.
b. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional,
meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara.
Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi
bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
c. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik
seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain
yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada
akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme
kita terhadap bangsa.
d. Dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi, adanya kesempatan bagi
generasi muda di Indonesia untuk memperoleh pendidikan dari negara
lain. Dengan adanya globalisasi, Indonesia bisa belajar banyak tentang
kemajuan pengetahuan dan teknologi, sehingga bias berusaha untuk
lebih maju dan tidak tertinggal dari negara yang lain.
2. Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme
a. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa
liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Jika hal
tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
b. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk
dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald,
Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya
rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala
berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa
12
Indonesia. adanya pemasaran global dan masuknya produk-produk dari
luar.
c. Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas
diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung
meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai
kiblat. Adat ketimuran Indonesia mulai memudar dan tergantikan
dengan adat barat. Generasi muda lebih menyukai gaya hidup barat
yang bebas dan liberal. Kebebasan dan liberal membuat nilai-nilai
religiusitas di Indonesia mulai memudar.
d. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang
kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi
ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang
kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
e. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian
antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka
orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
f. Kemajuan teknologi dan modernisasi membuat perubahan dalam
tatanan hidup orang Indonesia. Di masa lalu nilai gotong-royong
menjadi hal yang penting karena masyarakat bias hidup bersama dan
saling tolong-menolong. Di masa sekarang dimana teknologi mesin
sudah semakin maju, tenaga manusia sudah tergantikan dengan
tenaga mesin maka nilai kerja sama untuk menyelesaikan pekerjaan
juga berubah. Modernisasi juga mengubah gaya hidup bangsa. Uang
yang dulunya hanya merupakan alat tukar-menukar, sekarang menjadi
alat utama atau bahkan jadi kebutuhan utama manusia. Persaingan
menjadi orang yang kaya membuat orang menjadi tidak peduli dengan
orang lain dan hanya mementingkan kepentingannya sendiri dan
bagaimana caranya untuk menjadi kaya secara materi. Oleh karena itu,
tingkat kejahatan menjadi semakin meningkat.
Bila dilihat dari uraian di atas, sudah banyak dampak yang
diakibatkan oleh adanya globalisasi. Kearifan lokal Indonesia seperti nilai-
nilai kemanusiaan, kebersamaan, persaudaraan dan sikap ketauladanan
lain mulai terkikis. Nilai spiritualitas dan kearifan bangsa mulai tergantikan
13
dengan lebih banyak mengedepankan pertumbuhan ekonomi,
pembangunan fisik, dan pembangunan hal-hal lain, untuk mendapat lebih
banyak keuntungan secara materi. Keberhasilan tokoh masyarakat tidak
lagi dilihat dari pengabdiannya pada masyarakat tapi lebih banyak diukur
dari kekayaannya.
Kita tidak dapat mengabaikan globalisasi (ancamannya dan
kesempatannya). Belum ada model kebijakan yang tepat dan dapat
bekerja di seluruh tempat: kesatuan bentuk kebijakan global belum ada
(bentuk kearifan yang paling cocok untuk semua budaya belum ada).
Memikirkan apa yang lebih baik, mengikuti globalisasi atau
mempertahankan budaya lokal hanya akan menimbulkan kebingungan
bagi generasi berikutnya. Yang paling penting untuk dipahami negara
adalah walaupun ada globalisasi, kita masih punya banyak kekayaan
budaya lokal atau kearifan lokal budaya yang bisa
Dikembangkan.
E. Menangkal Pengaruh Negatif Globalisasi
Soedjatmoko menggambarkan sifat-sifat dan kemampuan yang
harus dimiliki manusia Indonesia dimasa mendatang sebagai berikut:
1. Orang harus serba tahu atau well Informe, serta harus selalu menyadari
bahwa proses belajar tidak akan pernah selesai untuk menjawab dunia
yang secara terus menerus mengalami perubahan secara cepat.
2. Harus kreatif dalam memberikan jawaban terhadap tantangan baru, serta
punya kemampuan mengantisipasi setiap perkembangan.
3. Mempunyai kepekaan terhadap keadilan sosial dan solidaritas sosial.
4. Memiliki harga diri dan kepercayaan pada diri sendiri berdasarkan iman
yang kuat.
5. Sanggup mengidentifikasi dimensi-dimensi moral dan etis dalam
perubahan sosial satau pilihan teknologi serta sanggup menalar secara
moral, agama untuk masalah perkembangan perkembangan baru.
Menurut Ulrich Teicher, manusia masa depan harus mempunyai
persyaratan kualitas dan kemampuan sebagai berikut;
14
1. Fleksibel
2. Mampu dan bersedia untuk berpartisipasi dalam inovasi serta menjadi
kreatif
3. Mampu menguasai hal-hal yang tidak menentu atau seringkali berubah-
ubah
4. Mampu bekerja dalam tim
5. Tertarik dan siap belajar seumur hidup
6. Mampu mengambil tanggung jawab yang diserahkan kepadanya
7. Mampu menyiapkan diri untuk melakukan internasionalisai pasar kerja
melalui pengertiannya tentang budaya.
8. Cakap dan terampil dalam berbagai hal yang berupa keterampilan dasar
dan umum sebagai pendukung profesinya.
Globalisasi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia
yang dimiliki. Semua menyadari bahwa pendidikan tinggi memegang
peran yang sangat menentukan, oleh karena itu sangat perlu bagi
mahasiswa diberi wawasan global, sehingga mata kuliah perspektif global
penting untuk mendukung pembetukan pribadi mahasiswa yang
berkualitas.Strategi pembelajaran di perguruan tinggi Indonesia, menyerap
dan menyepakati filosofi konsep pendidikan internasional yang cenderung
semakin manusiawi, realitis, egaliter, demokratis, dan religius.
Menurut Hamdan Mansoer, untuk membentuk pribadi mahasiswa
dikutipkan prinsip learning to live together sebagai berikut;
1. membangun solidaritas sosial,
2. memperkuat ketahanan masyarakat,
3. membangun sistem nilai,
4. upaya pembentukan identitas,
5. membangun pra kondisi untuk budaya perdamaian.
Pembentukan kepribadian lebih diarahkan pada pemantapan dan
pemahaman serta pengembangan filisofis untuk kepentingan
pembentukan dan pengembangan kepribadian warga Negara yang
cendekia, cerdas, dan menguasai kompetensi profesinya. Kebijakan yang
ditempuh antara lain dengan diberlakukan kurikulum baru yaitu kurikulum
15
berbasis kompetensi (KBK). Kurikulum ini menekankan kejelasan hasil
didik sebagai orang yang berkompeten dalam hal;
1. menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan tertentu
2. menguasai penerapan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam
bentuk kekaryaan
3. menguasai sikap berkarya
4. menguasai hakekat dan kemampuan dalam kehidupan bermasyarakat
dengan pilihan kekaryaan.
Berbekal kompetensi yang dimiliki lulusan pendidikan tinggi diharapkan
mampu menjadikan bekal pendidikan yang diperolehnya sebagai pencerah
masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan tinggi di Indonesia mempunyai fungsi untuk membentuk
sosok lulusan yang berkualitas yang utuh dan lengkap ditinjau dari segi
kemampuandan mempunyai ketrampilan dan kematangan atau kesiapan
pribadi. Oleh karena itu pendidikan tinggi harus mampu menghasilkan :
1. manusia unggul secara intelektual dan anggun secara moral
2. kompeten menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
3. memiliki komitmen tinggi untuk berbagai peran sosial.
Pemerintah harus Mengutamakan pencapaian hakekat pendidikan
(deklarasi UNESCO, 1998), yang berwujud empat pilar pendidikan
sebagai berikut :
1. Learning to Know termasuk prinsip learning to lern, learning to think dan
life long education
2. Learning to Do,
3. Learning to Be dan,
4. Learning to Live Together.
Pembentukan kepribadian lebih diarahkan pada pemantapan dan
pemahaman serta pengembangan filisofis untuk kepentingan
pembentukan dan pengembangan kepribadian warga Negara yang
cendekia, cerdas, dan menguasai kompetensi profesinya. Hal-hal yang
16
bisa kita lakukan untuk tetap bisa bisa bertindak sesuai dengan nilai-nilai
bangsa tapi bisa berpikir secara global adalah:
1. Tetap lanjutkan melihat ke dunia luar. Ada banyak hal dari dunia luar
yang perlu kita pelajari. Bila kita hanya berada dan berpikir secara lokal
tidak akan membantu kita untuk maju dan bersaing dengan budaya
luar. Hanya berpikir lokal hanya membuat bangsa Indonesia terkucil
dari negara lain. Kita bisa menjadi “katak di dalam tempurung” yaitu
tidak mengalami perkembangan, bila kita hanya melihat belajar apa
yang ada di dalam Indonesia tanpa melihat budaya lain.
2. Seleksi budaya. Kita bisa belajar untuk menyeleksi hal-hal baik dari
negara luar atau sisi baik dari globalisasi. Hal-hal yang baik, bisa
menjadi pemicu kita untuk belajar lebih baik lagi dan mengambil sisi
positif dari budaya luar. Hal-hal negatif dari negara luar bisa kita ganti
dengan hal-hal positif dari budaya kita sendiri.
3. Kenali kelemahan budaya kita sendiri. Kita bisa membandingkan
budaya kita dengan budaya lain sehingga kita bisa melihat kelemahan
dari budaya kita. Mengenali kelemahan bangsa bisa menjadi pemicu
untuk menjadi lebih baik dan belajar untuk tidak ‘sombong’ dengan
budaya kita sendiri. Kesombongan akan menghambat kita untuk
belajar.
4. Investasikan dasar-dasar dari pengetahuan lokal atau kearifan lokal.
Penanaman nilai-nilai budaya dan kearifan bangsa sejak dini akan
membantu generasi muda untuk belajar tentang hal-hal positif dari
budayanya dan belajar untuk mencintai budaya negaranya sendiri.
Selain itu, tonjolkan kelebihan-kelebihan dari budaya yang dimiliki
Indonesia sehingga negara lain bisa melihat nilai-nilai positif dari
bangsa Indonesia.
Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung mengandung makna kita
harus tetap menjaga dan melakukan nilai-nilai budaya dimana kita tinggal.
Namun, kita tidak boleh hanya terus melihat ke dalam (atau hanya belajar
tentang budaya kita sendiri) karena akan menghambat kita untuk bias
maju. Globalisasi bisa membantu kita untuk bisa tetap belajar dari negara-
negara lain.
17
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengaruh globalisasi disatu sisi ternyata menimbulkan pengaruh yang
negatif bagi kebudayaan bangsa Indonesia . Norma-norma yang terkandung
dalam kebudayaan bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai pudar.
Gencarnya serbuan teknologi disertai nilai-nilai interinsik yang diberlakukan di
dalamnya, telah menimbulkan isu mengenai globalisasi dan pada akhirnya
menimbulkan nilai baru tentang kesatuan dunia.
Radhakrishnan dalam bukunya Eastern Religion and Western Though
(1924) menyatakan “untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia,
kesadaran akan kesatuan dunia telah menghentakkan kita, entah suka atau
tidak, Timur dan Barat telah menyatu dan tidak pernah lagi terpisah. Artinya
adalah bahwa antara barat dan timur tidak ada lagi perbedaan. Atau dengan
kata lain kebudayaan kita dilebur dengan kebudayaan asing. Apabila timur
dan barat bersatu, masihkah ada ciri khas kebudayaan kita? Ataukah kita
larut dalam budaya bangsa lain tanpa meninggalkan sedikitpun sistem nilai
kita? Oleh karena itu perlu dipertahanan aspek sosial budaya Indonesia
sebagai identitas bangsa. Caranya adalah dengan penyaringan budaya yang
masuk ke Indonesia dan pelestarian budaya bangsa. Bagi masyarakat yang
mencoba mengembangkan seni tradisional menjadi bagian dari kehidupan
modern, tentu akan terus berupaya memodifikasi bentuk-bentuk seni yang
masih berpolakan masa lalu untuk dijadikan komoditi yang dapat dikonsumsi
masyarakat modern. Karena sebenarnya seni itu indah dan mahal. Kesenian
dalam kearifan lokal adalah kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai
harganya dan tidak dimiliki bangsa-bangsa asing. Oleh sebab itu, sebagai
generasi muda, yang merupakan pewaris budaya bangsa, hendaknya
menjaga dan memelihara kearifan lokal kita miliki demi masa depan anak
cucu.
B. Saran
Dari hasil pembahasan diatas, dapat dilakukan beberapa tindakan untuk
mencegah terjadinya pergeseran kebudayaan yaitu:
19
1. Pemerintah perlu mengkaji ulang perturan-peraturan yang dapat
menyebabkan pergeseran budaya bangsa
2. Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah
masing-masing khususnya dan budaya bangsa pada umumnya
3. Para pelaku usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap
berbagai berita, hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak
menimbulkan pergeseran budaya
4. Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru,
sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative.
5. Masyarakat harus berati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan
baru, sehingga pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu
berpengaruh pada kebudayaan yang merupakan jati diri bangsa kita.