14
Sindrom Croup BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN 2010 BAB I PENDAHULUAN Radang akut saluran pernapasan atas jauh lebih penting pada bayi dan anak kecil dibandingkan pada anak yang lebih tua, karena jalan napas yang lebih kecil cenderung manghadapkan anak kecil pada suatu keadaan penyempitan yang relatif lebih berat daripada yang ditimbulkan oleh tingkat radang yang sama pada anak yang lebih tua (Orenstein, 2000). Sebelum abad ke-20, semua penyakit yang serupa croup diperkirakan merupakan penyakit difteria (Cherry, 2008). Croup adalah istilah umum yang meliputi kelompok heterogen keadaan yang ralatif akut (kebanyakan infeksi) yang ditandai dengan batuk keras dan kasar yang khas atau “croupy”, yang tidak atau dapat disertai dengan stridor inspiratoir, suara parau, dan tanda-tanda kegawatan pernapasan yang disebabkan oleh berbagai tingkat obstruksi laring (Orenstein, 2000). Infeksi tersebut pada bayi dan anak kecil jarang terbatas pada suatu daerah saluran pernapasan; biasanya mengenai sampai beberapa tingkat laring, takea, dan bronkus. Bila ada keterlibatan laring yang cukup dapat menimbulkan gejala, gambaran klinis dari bagian laring mungkin mengaburkan tanda-tanda dari trakea dan bronkus (Orenstein, 2000). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sindrom croup adalah berbagai penyakit respiratorik yang ditandai dengan gejala akibat obstruksi laring yang bervariasi dari ringan sampai berat berupa stridor inspirasi, batuk menggonggong, suara parau, sampai gejala distres pernapasan (Oma dkk, 2005). 2.2 Epidemiologi Croup umumnya terjadi pada anak yang berusia diantara 6 bulan sampai 3 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada anak berusia 3 bulan dan sampai 15 tahun. Dilaporkan, sindrom ini jarang terjadi pada orang dewasa (Alberta Medical Association, 2008). Insidensinya lebih tinggi 1,5 kali pada anak laki-laki daripada anak perempuan (Cherry, 2008). Dalam penelitian Alberta Medical Association, lebih dari 60% anak yang didiagnosis menderita croup dengan gejala ringan, sekitar 4% dirawat di rumah sakit, dan kira-kira 1 dari 4.500 anak yang diintubasi (sekitar 1 dari 170 anak yang dirawat di rumah sakit) (Alberta Medical Association, 2008). 2.3 Klasifikasi 2.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Beratnya Gejala Anak-anak yang menderita sindrom croup, secara luas dapat dikategorikan berdasarkan 4 derajat beratnya gejala: 1). Ringan Gejala batuk menggonggong yang kadang-kadang, tidak terdengar suara stridor saat istirahat, dan tidak adanya retraksi sampai adanya retraksi ringan suprastrenal dan/atau interkostal. 2). Sedang Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, suara stidor saat istirahat yang dapat dengan mudah didengar, dan retraksi suprasternal dan dinding sternal saat istirahat, tetapi tidak ada atau sedikit gejala distres pernapasan atau agitasi. 3). Berat Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, stridor inspirasi yang menonjol dan –kadang-kadang – stidor ekspirasi, retraksi dinding sternal yang jelas, dan adanya gejala distres pernapasan dan agitasi yang signifikan. 4). Kegagalan pernapasan terjadi segera Batuk menggonggong (sering tidak menonjol), terdengar stridor saat istirahat (kadang-kadang sulit di dengar), retraksi dinding sternal (dapat tidak jelas), letargi atau penurunan kesadaran, dan jika tanpa tambahan oksigen, kulit tampak kegelapan. (Alberta Medical Association, 2008) 2.3.2 Klasifikasi Berdasarkan Definisi dan Klinis Sindrom seluran pernapasan ini terdiri dari spasmodic croup, acute laryngotracheitis, laryngotracheobronchitis (LTB), laryngotracheobroncho-pneumonitis (LTBP), dan laryngeal diptheria. 1). Spasmodic Croup Penyakit yang ditandai dengan terbangunnya anak tiba-tiba pada malam hari menunjukkan stridor inspirasi; Cirinya, yaitu saat anak mau tidur tampak sehat atau menderita pilek ringan, tetapi terbangun dengan batuk croup dan stridor. Berhubungan dengan

Doc1.docx

  • Upload
    ramli-s

  • View
    220

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Sindrom Croup BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN 2010 BAB I PENDAHULUAN Radang akut saluran pernapasan atas jauh lebih penting pada bayi dan anak kecil dibandingkan pada anak yang lebih tua, karena jalan napas yang lebih kecil cenderung manghadapkan anak kecil pada suatu keadaan penyempitan yang relatif lebih berat daripada yang ditimbulkan oleh tingkat radang yang sama pada anak yang lebih tua (Orenstein, 2000). Sebelum abad ke-20, semua penyakit yang serupa croup diperkirakan merupakan penyakit difteria (Cherry, 2008). Croup adalah istilah umum yang meliputi kelompok heterogen keadaan yang ralatif akut (kebanyakan infeksi) yang ditandai dengan batuk keras dan kasar yang khas atau croupy, yang tidak atau dapat disertai dengan stridor inspiratoir, suara parau, dan tanda-tanda kegawatan pernapasan yang disebabkan oleh berbagai tingkat obstruksi laring (Orenstein, 2000). Infeksi tersebut pada bayi dan anak kecil jarang terbatas pada suatu daerah saluran pernapasan; biasanya mengenai sampai beberapa tingkat laring, takea, dan bronkus. Bila ada keterlibatan laring yang cukup dapat menimbulkan gejala, gambaran klinis dari bagian laring mungkin mengaburkan tanda-tanda dari trakea dan bronkus (Orenstein, 2000). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sindrom croup adalah berbagai penyakit respiratorik yang ditandai dengan gejala akibat obstruksi laring yang bervariasi dari ringan sampai berat berupa stridor inspirasi, batuk menggonggong, suara parau, sampai gejala distres pernapasan (Oma dkk, 2005). 2.2 Epidemiologi Croup umumnya terjadi pada anak yang berusia diantara 6 bulan sampai 3 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada anak berusia 3 bulan dan sampai 15 tahun. Dilaporkan, sindrom ini jarang terjadi pada orang dewasa (Alberta Medical Association, 2008). Insidensinya lebih tinggi 1,5 kali pada anak laki-laki daripada anak perempuan (Cherry, 2008). Dalam penelitian Alberta Medical Association, lebih dari 60% anak yang didiagnosis menderita croup dengan gejala ringan, sekitar 4% dirawat di rumah sakit, dan kira-kira 1 dari 4.500 anak yang diintubasi (sekitar 1 dari 170 anak yang dirawat di rumah sakit) (Alberta Medical Association, 2008). 2.3 Klasifikasi 2.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Beratnya Gejala Anak-anak yang menderita sindrom croup, secara luas dapat dikategorikan berdasarkan 4 derajat beratnya gejala: 1). Ringan Gejala batuk menggonggong yang kadang-kadang, tidak terdengar suara stridor saat istirahat, dan tidak adanya retraksi sampai adanya retraksi ringan suprastrenal dan/atau interkostal. 2). Sedang Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, suara stidor saat istirahat yang dapat dengan mudah didengar, dan retraksi suprasternal dan dinding sternal saat istirahat, tetapi tidak ada atau sedikit gejala distres pernapasan atau agitasi. 3). Berat Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, stridor inspirasi yang menonjol dan kadang-kadang stidor ekspirasi, retraksi dinding sternal yang jelas, dan adanya gejala distres pernapasan dan agitasi yang signifikan. 4). Kegagalan pernapasan terjadi segera Batuk menggonggong (sering tidak menonjol), terdengar stridor saat istirahat (kadang-kadang sulit di dengar), retraksi dinding sternal (dapat tidak jelas), letargi atau penurunan kesadaran, dan jika tanpa tambahan oksigen, kulit tampak kegelapan. (Alberta Medical Association, 2008) 2.3.2 Klasifikasi Berdasarkan Definisi dan Klinis Sindrom seluran pernapasan ini terdiri dari spasmodic croup, acute laryngotracheitis, laryngotracheobronchitis (LTB), laryngotracheobroncho-pneumonitis (LTBP), dan laryngeal diptheria. 1). Spasmodic Croup Penyakit yang ditandai dengan terbangunnya anak tiba-tiba pada malam hari menunjukkan stridor inspirasi; Cirinya, yaitu saat anak mau tidur tampak sehat atau menderita pilek ringan, tetapi terbangun dengan batuk croup dan stridor. Berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas yang ringan, adanya edema subglotis yang non-inflamasi. Biasanya terjadi pada anak yang memiliki riwayat keluarga dengan croup atau sebelumnya pernah menderita croup. Manifestasi klinisnya berupa suara parau dan batuk menggonggong, tanpa disfagia, stridor inspirasi derajat minimal-sedang. Pemeriksaan fisik diperoleh: tanpa demam, tanpa faringitis, dengan epiglotis yang normal. Gambaran radiologi berupa penyempitan dari subglotis pada foto anterior-posterior (AP). Pada laboratorium darah diperoleh nilai hitung jenis leukosit dalam batas normal. Etiologinya sama dengan etiologi dari laryngotracheitis. (Cherry, 2008) 2). Acute Laryngotracheitis Keadaan dimana terjadi proses inflamasi pada laring dan trakea. Dimana terdapat eritema dan pembengkakan dinding lateral trakea, tepat dibawah pita suara. Biasanya terjadi pada anak yang memiliki riwayat keluarga dengan croup. Pada awalnya berupa gejala pilek, seperti hidung tersumbat, batuk dan coryza; demam muncul pada 24 jam pertama; dan dalam 12-48 jam dapat muncul tanda dan gejala obstruksi saluran pernapasan atas. Manifestasi klinis berupa suara parau dan batuk menggonggong, tanpa disfagia, stridor inspirasi derajat minimal-berat; presentasi toksik yang minimal. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam sekitar 37,8 40,50C, dengan faringitis minimal serta epiglotis yang normal. Gambaran radiologi berupa penyempitan dari subglotis pada foto anterior-posterior (AP). Pada laboratorium darah diperoleh leukositosis ringan, dengan sel polimorfonuklear sebanyak lebih dari 70%. Umumnya disebabkan oleh virus Parainfluenza 1, Parainfluenza 3, virus Influenza A, Respiratory syncytial virus, Measles, Adenovirus dan Rhinovirus. (Cherry, 2008) 3). LTB (Laryngotracheobronchitis) dan LTBP (Laryngotracheobroncho-pneumonitis) [termasuk bacterial tracheitis] Peradangan pada laring, trakea, dan bronkus atau paru-paru; Berupa infiltrasi sel-sel radang pada dinding trakea, ditambah timbulnya ulserasi, pseudomembran, dan mikroabses. Onsetnya serupa dengan laryngotracheitis, tetapi gejalanya lebih berat. Progresifitasnya terjadi dalam 12 jam 7 hari. Manifestasi klinis berupa suara serak dan batuk menggonggong, tanpa disfagia, stridor inspirasi derajat berat; presentasi toksik yang tipikal. Pada pemeriksaan fisik diperoleh hal yang sama seperti pada acute laryngotracheitis, yaitu adanya demam sekitar 37,8 40,50C, dengan faringitis minimal serta epiglotis yang normal. Gambaran radiologi berupa penyempitan dari subglotis (seperti menara / steeple sign) pada foto anterior-posterior (AP), densitas jaringan lunak yang ireguler pada trakea foto lateral, serta peumonia bilateral. Secara laboratorium didapatkan kenaikan atau penurunan yang abnormal dari leukosit, dengan jumlah netrofil > 70% dan adanya kenaikan dari persentase netrofil batang. Dapat disebabkan oleh virus (Parainfluenza 1, 2, 3, Influenza A atau B), pada sebagian besar kasus merupakan infeksi sekunder bakteri, terutama Staphylococcus aureus; bakteri lain termasuk streptococcus grup A, Streptococcus pneumoninae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. (Cherry, 2008) 4). Laryngeal Diphtheria Infeksi pada laring dan area lain dari saluran pernafasan berhubungan dengan Corynebacterium diphtheriae, mengakibatkan timbulnya progresifitas dari obstruksi saluran nafas. Biasanya terjadi pada individu dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap atau tidak adekuat. Onsetnya lebih lambat, dengan jangka waktu 2 3 hari. Manifestasi klinis berupa suara serak dan batuk menggonggong, biasanya ada disfagia, stridor inspirasi derajat minimal-berat; dengan presentasi nontoksik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya demam, 37,8 38,50C, faringitis membranosa, epiglotis biasanya normal tetapi dapat pula terselubungi membran. Gambaran radiologi tidak berguna. Secara laboratorium, ditemukan leukositosis, dengan peningkatan persentasi dari netrofil batang. (Cherry, 2008) 2.4 Riwayat Penyakit Gejala-gejala croup dapat muncul dengan atau tanpa didahului gejala-gejala saluran napas atas seperti batuk, pilek dan demam. Gejala croup seringnya timbul menjelang malam dan pada malam hari dengan onset yang mendadak. Gejala-gejalanya termasuk: batuk seperti suara anjing laut (menggonggong) stridor inspirasi suara parau tanpa demam sampai demam yang sedang Gejala croup ini mengakibatkan anak sering dibawa ke tempat pelayanan kesehatan dan secara signifikan gejalanya berfluktuasi tergantung dari apakah anak dalam keadaan tenang atau gelisah (agitasi). Pada sebagian besar anak, gejala cruop akan menghilang dalam 48 jam, tetapi sebagian kecil anak, gejala dapat menetap sampai satu minggu. (Alberta Medical Association, 2008) 2.5 Pemeriksaan Fisik Para dokter harus selalu waspada pada kemungkinan timbulnya gejala serupa croup, oleh karena itu, mengetahui riwayat penyakit dan temuan dari pemeriksaan fisik adalah penting. Kunci utama fokus pemeriksaan yaitu: Terdengarnya suara batuk seperti anjing lautSuara sering kali parauVariasi derajat dari stridor, terutama saat inspirasiVariasi derajat retraksi dinding dadaAnak sering menjadi gelisah (agitasi)Tidak adanya air liurGambaran non-toksik Temuan lain yang diperoleh dari pemeriksaan fisik berupa: Demam (sampai 400C)Takikardia (dengan gejala obstruksi yang lebih berat)Takipnea yang sedang (biasanya Jika daerah supraglotis dapat dilihat, tampak gambaran yang normal (Alberta Medical Association, 2008) 2.6 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dan radiologi tidak dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis croup. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan presentasi klinis dan kombinasi dengan pemeriksaan riwayat penyakit yang teliti serta pemeriksaan fisik. Jika ingin dilakukan pemeriksaan laboratorium, hal ini dapat dibenarkan dan harus ditunda saat pasien dalam distres pernapasan (Alberta Medical Association, 2008). Pemeriksaan imaging tidak diperlukan untuk pasien dengan riwayat penyakit yang tipikal yang berespon terhadap pengobatan, tetapi bagaimanapun juga, foto lateral dan anteroposterior (AP) dari jaringan lunak leher dapat membantu dalam mengklarifikasi diagnosis pada anak dengan gejala serupa croup (Alberta Medical Association, 2008). Pada foto leher lateral, secara diagnostik dapat membantu, menunjukkan daerah subglotis yang menyempit serta daerah epiglotis yang normal (Kerby, 2003). Pemeriksaan saturasi dengan pulse oxymetre diindikasikan untuk anak-anak dengan croup derajat sedang sampai berat. Terkadang, anak dengan gejala croup bukan derajat beratpun memiliki saturasi oksigen yang rendah, berhubungan dengan keterlibatan intrapulmoner. Kultur virus atau pemeriksaan antigen tidak termasuk pemeriksaan rutin, khususnya selama periode epidemik (Alberta Medical Association, 2008). 2.7 Penatalaksanaan 2.7.1 Terapi suportif Oleh karena gejala croup sering timbul pada malam hari, banyak orang tua yang merasa khawatir dengan penyakit ini, sehingga meningkatkan kunjungan ke unit gawat darurat. Sehingga penting untuk memberikan edukasi kepada orang tua tentang penyakit yang secara alami dapat sembuh sendiri ini. Melembabkan Udara (Pengabutan) Pada abad ke-20 terapi dengan melembabkan udara (terapi uap) merupakan dasar dari manajemen croup, tetapi sekarang ini efektivitasnya masih dipertanyakan. Rumah sakit saat ini menggunakan peralatan penguapan untuk tujuan ini. Cara yang sederhana termasuk memaparkan anak pada udara malam yang basah, atau memaparkan anak pada uap air yang panas (Wikipedia, 2008). Oksigen Tatalaksana pemberian oksigen dapat dipakai untuk anak dengan hipoksia (dimana saturasi Oksigen dalam ruangan biasa < style="">Alberta Medical Association, 2008). Gabungan Oksigen-Helium Pemberian gas Helium pada anak dengan croup diusulkan karena potensinya sebagai gas dengan densitas rendah (dibanding nitrogen) dalam menurunkan turbulensi udara pada penyempitan saluran pernapasan (Alberta Medical Association, 2008). 2.7.2 Farmakoterapi Analgesik/Antipiretik Walaupun belum ada penelitian khusus tentang manfaat analgesik atau antipiretik pada anak dengan croup, sangat beralasan memberikan obat ini karena membuat anak lebih nyaman dengan menurunkan demam dan nyeri (Alberta Medical Association, 2008). Antitusif dan Dekongestan Tidak ada penelitian yang bersifat eksperimental yang potensial dalam menunjukkan keuntungan pemberian antitusif atau dekongestan pada anak dengan croup. Lagipula, tidak ada dasar yang rasional dalam penggunaannya, dan karena itu tidak diberikan pada anak yang menderita croup (Alberta Medical Association, 2008). Antibiotik Tidak ada penelitian yang potensial tentang manfaat antibiotik pada anak dengan croup. Croup sebenarnya selalu berhubungan dengan infeksi virus, sehingga secara empiris terapi antibiotik tidak rasional. Lagipula, jika terjadi super infeksi paling sering bacterial tracheitis dan pneumonia- merupakan kejadian yang jarang (kurang dari 1:1.000) sehingga pemakaian antibiotik untuk profilaksis juga tidak rasional (Alberta Medical Association, 2008). Epinephrine Berdasarkan data terdahulu, penggunaan epinephrine pada anak dengan croup berat, dapat mengurangi kebutuhan alat bantu pernapasan. Epinephrine dapat mengurangi distres pernapasan dalam waktu 10 menit dan bertahan dalam waktu 2 jam setelah penggunaan. Beberapa penelitian retrospektif dan prospektif menyarankan pasien yang mendapat terapi epinephrine dapat dipulangkan selama gejalanya tidak timbul kembali setidaknya dalam 2-3 jam setelah terapi (Alberta Medical Association, 2008). Bentuk epinephrine tartar yang umum digunakan untuk pasien croup; epinephrin 1:1.000 memiliki efek yang sebanding dan sama amannya dengan bentuk tartar. Dosis tunggal (0,5 ml epinephrine tartar 2,25% dan 5,0 ml epinephrine 1:1.000) digunakan untuk semua anak tanpa menghiraukan berat badan (Alberta Medical Association, 2008; Kerby, 2003). Anak yang hampir mengalami gagal napas, dapat diberikan epinephrine secara berulang. Pemberian epinephrine yang kontinyu dilaporkan telah digunakan dibeberapa unit perawatan intensif anak (Alberta Medical Association, 2008). Glucocorticoids Steroid adalah terapi utama pada croup. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan kortikosteroid dapat menurunkan jumlah dan durasi pemakaian intubasi, reintubasi, angka dan durasi dirawat di rumah sakit, dan angka kunjungan berulang ke pelayanan kesehatan, serta menurunkan durasi gejala pada anak yang menderita gejala derajat ringan, sedang dan berat (Alberta Medical Association, 2008). Dexamethasone sama efektifnya jika diberikan per oral atau parenteral. Dexamethasone dosis 0,6 mg/kg BB merupakan dosis yang umumnya digunakan. Pemberiannya dapat diulang dalam 6 sampai 24 jam. Terdapat beberapa bukti juga yang mengatakan dexamethasone dosis rendah 0,15 mg/kg BB juga sama efektifnya. Di sisi lain, penelitian meta-analisis dengan kontrol, yang memberikan kortikosteroid dosis lebih tinggi, memberikan respon klinis yang baik pada sebagian besar pasien (Alberta Medical Association, 2008; Kerby, 2003). Inhalasi budesonide juga menunjukkan efektivitas yang sama dengan dexamethasone oral, tetapi cara pemakaiannya lebih traumatik dan lebih mahal sehingga tidak secara rutin digunakan. Pada pasien dengan gejala gagal napas yang berat, pemberian budesonide dan epinephrine secara bersamaan adalah logis dan dapat lebih efektiv daripada pemberian epinephrine saja. Pada pasien dengan gejala muntah-muntah juga merupakan alasan untuk memberikan inhalasi steroid (Alberta Medical Association, 2008). Penatalaksanaan simdrom croup berdasarkan beratnya gejala terdapat pada lampiran 1. 2.8 Komplikasi Komplikasi yang dapat timbul adalah: Perlunya pemasangan intubasi pada sejumlah kecil pasien (100x/mnt), nyeri leher (neck tenderness), dan pembesaran kelenjar limfe leher (cervical lymphadenopathy). Pada pemeriksaan laringoskopi tampak epiglottis bengkak dan berwarna merah terang (cherry-red epiglottis). Pemeriksaan radiologi foto polos soft tissue leher dengan posisi lateral biasanya menunjukkan pembengkakan epiglottis (Krilov, 2001).2. Benda asing larings Aspirasi benda asing biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan - 2 tahun. Jika terdapat riwayat tersedak, batuk paroksismal dan tidak ada tanda infeksi kemungkinan benda asing di laring perlu dipikirkan. Pemeriksaan rontgen serta endoskopi akan memperjelas diagnosis.

TreatmentPengobatan croup tergantung dari stadiumnya; bertujuan untuk mengurangi udem, melunakkan sekret, dan melancarkan jalan nafas. Prinsip utama pengobatan croup adalah manajemen jalan nafas. Saat ini standar pengobatan croup meliputi: (1) humidifikasi, meskipun sedikit bukti bahwa pengobatan ini efektif, (2) epinefrin rasemik, dan (3) steroid (Rosekrans, 1998).Terapi Nonfarmakologi : HumidifikasiHumidifikasi mempunyai efek melunakkan sekret atau mengurangi viskositas sekret sehingga lebih mudah dikeluarkan, selain itu juga mempunyai efek mengurangi inflamasi.Terdapat beberapa jenis terapi humidifikasi yaitu hot mist dan cool mist. Pada hot mist therapy dulu digunakan ketel croup (croup kettles) atau tenda croup (croup tents). Tetapi karena efek pemanasan tersebut dapat membakar wajah, anak menjadi gelisah sehingga mengakibatkan hiperventilasi dan pada akhirnya memperburuk sumbatan jalan nafas maka saat ini hot mist ditinggalkan dan beralih ke cool mist therapy (Neto, et.al., 2002)Terapi Farmakologis : Epinefrin rasemikEpinefrin rasemik merupakan campuran 1:1 d-isomer dan l-isomer epinefrin. Mekanisme aksi epinefrin adalah pada reseptor a adrenergik; terbukti menyebabkan vasokonstriksi dan mengurangi udem. Pengurangan udem mukosa larings akan meningkatkan diameter jalan nafas sehingga stridor inspirasi dan retraksi akan berkurang. Mula kerja epinefrin dalam 10-30 menit, dan durasi maksimal aksi kurang lebih 2 jam. Dosis 0,5 ml larutan epinefrin rasemik 2,25% dilarutkan dalam 4,5 ml larutan salin (Rosekrans, 1998).Pendapat lain menganjurkan dosis 0,25-0,75 ml larutan 2,25% epinefrin rasemik dalam 2,5 ml larutan salin yang diberikan secara nebuliser selama kurang lebih 20 menit. Jika larutan epinefrin rasemik tidak tersedia dapat digunakan campuran 5 ml l-isomer epinefrin dan larutan salin (1:100). Epinefrin rasemik baik untuk mengobati croup derajat sedang dan berat. Penderita yang telah diterapi dengan epinefrin rasemik aman untuk dipulangkan jika dalam 3 jam, tidak terdapat stridor saat istirahat, udara yang masuk normal, kesadaran baik atau jika skor croup 2, penderita harus dirawat (Rosekrans, 1998). KortikostreroidSebelum steroid digunakan secara luas untuk pengobatan croup, lebih dari 15% penderita croup harus dirawat di rumah sakit. Sejak adanya penelitian meta analisis tentang penggunaan steroid pada penanganan croup, saat ini penggunaan steroid merupakan terapi standar. Steroid mempunyai efektifitas yang baik untuk pengobatan croup derajat ringan, sedang maupun berat. Mekanisme aksi kortikosteroid masih belum jelas; diduga sebagai antiinflamasi, sehingga menurunkan udem subglotis dan memperbaiki gejala klinik.Penelitian meta-analisis Ausejo dkk. menyebutkan bahwa steroid efektif memperbaiki gejala croup dalam 6 - 12 jam setelah pengobatan. Dari penelitian tersebut juga didapatkan perbaikan skor croup secara bermakna, penurunan penggunaan adrenalin sebagai terapi tambahan, dan penurunan angka perawatan di rumah sakit. Preparat yang sering dipakai untuk pengobatan croup yaitu deksametason dan budesonid. Deksametason merupakan steroid dengan efek antiinflamasi yang poten dan efek terapi jangka panjang karena mempunyai waktu paruh 36 sampai 54 jam. Budesonid diberikan secara nebuliser, mempunyai efek yang lebih cepat daripada deksametason peroral yaitu kurang lebih 2 sampai 4 jam. Keuntungan lain nebuliser budesonid yaitu efek sistemik minimal, penderita lebih cepat keluar dari unit rawat darurat, dan mengurangi lamanya perawatan di rumah sakit (Godden, et.al., 1997).Kombinasi budesonid nebuliser dengan deksametason peroral mempunyai efek yang lebih cepat daripada budesonid saja. HelioxMerupakan campuran helium dan oksigen. Helium merupakan gas dengan densitas dan viskositas rendah; dapat menurunkan tahanan aliran udara, meningkatkan aliran udara dan menurunkan kerja otot pernafasan. Kombinasi helium dengan oksigen akan meningkatkan oksigenasi darah. Pasien croup berat yang menghirup campuran gas helium dan oksigen akan menjadi nyaman dan tidak memerlukan intubasi (Krilov, 2001).

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, A.B, 2008, Croup (Laringotrakeobronkitis), 185, Cermin Dunia Kedokteran vol.35, JakartaKnutson. D, Aring. A, 2004, Viral Croup. Am Fam Physician, 535, 541Krilov L.R, 2001, Viral Croup. 5-12. Pediatric Rev Neto, et.al., 2002, A Randomized controlled trial of mist in the acute treatment of moderate croup. 873, Acad Emerg MedGodden, et.al., 1997, Double blind placebo controlled trial of nebulized budesonide for croup, 157, Arch Dis ChildGreenwood et.al, 2007, Antimicrobial Chemotherapy, 5th Edition, 269, Oxford University PressRosekrans, J.A., 1998, Viral Croup: Current Diagnosis and Treatment, 1102-1107, Mayo Clin