98
i PENGARUH BIAYA PRODUKSI LANGSUNG TERHADAP HASIL PRODUKSI PENGRAJIN TENUN DI SENTRA INDUSTRI TENUN ATBM MEDONO KECAMATAN PEKALONGAN BARAT KOTA PEKALONGAN SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang Oleh Trima Nur Shiam 3352402089 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2007

doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: doc

i

PENGARUH BIAYA PRODUKSI LANGSUNG

TERHADAP HASIL PRODUKSI PENGRAJIN TENUN

DI SENTRA INDUSTRI TENUN ATBM MEDONO

KECAMATAN PEKALONGAN BARAT

KOTA PEKALONGAN

SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Trima Nur Shiam

3352402089

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2007

Page 2: doc

ii

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang

panitia ujian skripsi pada :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Margunani, MP Dra. Palupuningdyah, M.Si NIP. 131570076 NIP.130812917

Ketua Jurusan Manajemen

Drs. Sugiharto, Msi NIP. 131286682

Page 3: doc

iii

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi

Fakultas Ekonomi Universitas negeri Semarang pada :

Hari :

Tanggal :

Penguji Skripsi

Drs. Sugiharto, Msi NIP. 131286682.

Anggota I Anggota II

Dra. Margunani, MP Dra. Palupuningdyah, M.Si NIP. 131570076 NIP.130812917

Mengetahui :

Dekan,

Drs. Agus Wahyudin, Msi NIP. 131658236

Page 4: doc

iv

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau

seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini

dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Maret 2007

Trima Nur Shiam NIM.3352402089

Page 5: doc

v

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Setiap tulang manusia ada sedekah atasnya

pada setiap kali matahari terbit. Berlaku adil

antara dua orang adalah sedekah, membantu seseorang

menunggang kendaraannya atau mengangkatkan barangnya

kekendaraannya adalah sedekah, kalimat yang indah

adalah sedekah, setiap langkah menuju salat adalah

sedekah, menyingkirkan yang mengganggu di jalan

adalah sedekah.

” HR. Bukhari dan Muslim melalui Abu Hurairah ”

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk :

Bapak, Ibu, dan adik tercinta yang

selalu memberikan kasih

sayang, doa, dan semangat dalam

kehidupanku.

Keluarga Ibnu Hajar, Fatimah, Fitri,

Sulis, Abangku sayang,

dan Anak-anak Permata Cost Yang

telah memberikan

banyak warna,, support dan semangat.

Almamaterku

Page 6: doc

vi

vi

PRAKATA

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul ”Pengaruh Biaya Produksi Langsung terhadap Hasil

Produksi Pengrajin Tenun di Sentra Industri Tenun ATBM Medono Kecamatan

Pekalongan Barat Kota Pekalongan”.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri

Semarang.

2. Drs. Agus Wahyudin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Negeri Semarang.

3. Drs. Sugiharto, M. Si selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Semarang sekaligus sebagai penguji yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi dengan tulus dan penuh

kesabaran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Dra. Margunani, MP selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan, dan motivasi dengan tulus dan penuh kesabaran

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Dra. Palupiningdyah, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi dengan tulus dan penuh

kesabaran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Page 7: doc

vii

vii

6. Seluruh dosen dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Semarang.

7. Bapak, ibu, dan adik yang telah memberikan doa, nasihat, dan motivasi dalam

kuliah, serta keluarga Ibnu Hajar yang telah memberikan banyak dukungan

hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Fatimah, Fitri N, Sulistyaningsih, Abangku, anak-anak Permata Cost yang

telah banyak membantu dan memberikan supportnya, semoga persahabatan

dan persaudaraan kita dapat tetap terjalin.

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan demi terselesaikannya skripsi

ini.

Saran dan kritik yang bersifat membangun penulis terima dengan senang

hati dan penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada

khususnya dan pembaca pada umumnya.

Semarang, Februari 2007

Penyusun

Page 8: doc

viii

viii

SARI Shiam, Trima Nur. 2007. Pengaruh Biaya Produksi Langsung terhadap Hasil Produksi Pengrajin Tenun di Sentra Industri Tenun ATBM Medono Kecamatan Pekalongan Barat Kota Pekalongan. Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. 106 h. Kata Kunci : Biaya Produksi Langsung, Hasil Produksi Pengrajin Tenun, Industri Tenun ATBM Medono Pekalongan.

Krisis ekonomi sejak tahun 1997 lalu secara nyata telah menyebabkan jatuhnya ekonomi nasional. Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada kenyataannya mampu menunjukkan kinerja yang lebih tangguh dalam menghadapi masa krisis. Usaha peningkatan produksi tidak bisa terlepas dari biaya produksi. Produksi optimal dicapai saat ada pengorganisasian penggunaan input sebaik mungkin. Jika tambahan input mengakibatkan pengurangan produksi maka tidak diperlukan karena pada saat tersebut penambahan input tidak lagi efisien. Sementara itu, penambahan input yang mengakibatkan penambahan output yang jauh lebih besar juga kurang baik karena ongkos produksi per unit telah mengalami peningkatan. Berdasarkan hal tersebut dalam penelitian ini diambil judul "Pengaruh Biaya Produksi Langsung terhadap Hasil Produksi Pengrajin Tenun di Sentra Industri Tenun ATBM Medono Kecamatan Pekalongan Barat Kota Pekalongan”, dengan tujuan mengetahui bagaimana pengaruh biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung terhadap hasil produksi, mengetahui bagaimana pengaruh biaya bahan baku terhadap hasil produksi, dan mengetahui bagaimana pengaruh biaya tenaga kerja langsung terhadap hasil produksi. Penelitian ini merupakan penelitian populasi sehingga sampel yang digunakan meliputi populasi yang ada yaitu 27 pengrajin tenun di Sentra Industri Tenun ATBM Medono Kecamatan Pekalongan Barat Kota Pekalongan. Variabel terikat (Y) adalah hasil produksi sedangkan variabel bebas (X) yaitu biaya bahan baku sebagai X1 dan biaya tenaga kerja langsung sebagai X2. Metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan metode dokumentasi. Untuk menganalisis data digunakan analisis regresi linier berganda. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung berpengaruh terhadap hasil produksi artinya jika biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung naik secara simultan maka hasil produksi akan naik. Biaya bahan baku berpengaruh terhadap hasil produksi artinya bahwa jika biaya bahan baku naik maka hasil produksi juga akan naik. Sedangkan biaya tenaga kerja langsung kurang berpengaruh terhadap hasil produksi artinya bahwa peningkatan atau penurunan biaya tenaga kerja langsung tidak dapat meningkatkan atau menurunkan hasil produksinya. Saran yang penulis berikan yaitu pengrajin dapat lebih memperhatikan ketersediaan bahan baku dalam berproduksi, dan pemerintah menganjurkan pemakaian produk tenun ATBM yang berupa barang-barang assesoris bagi instansi-instansi pemerintahan, agar dapat meningkatkan permintaan produk tenun tersebut sehingga berdampak pada peningkatan produksinya.

Page 9: doc

ix

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................................................ii

PENGESAHAN KELULUSAN.............................................................................iii

PERNYATAAN..................................................................................................... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...........................................................................v

PRAKATA..............................................................................................................vi

SARI......................................................................................................................vii

DAFTAR ISI......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL..................................................................................................xi

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah................................................................. 5

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................... 8

2.1. Hasil Produksi ............................................................................................. 8

2.1.1 Pengertian Produksi .......................................................................... 8

2.1.2 Faktor Produksi ................................................................................. 9

2.1.3 Bidang Produksi ........................................................................... 10

2.1.4 Fungsi Produksi ............................................................................ 13

Page 10: doc

x

x

2.1.5 Hasil Produksi .............................................................................. 16

2.1.6 Perluasan Produksi .......................................................................19

2.2. Biaya Produksi Langsung ......................................................................... .21

2.2.1 Pengertian Biaya Produksi ........................................................... 21

2.2.2 Komponen Biaya Produksi .......................................................... 23

2.2.3 Macam-macam Biaya Produksi ................................................... 23

2.2.4 Biaya produksi Langsung ............................................................. 25

2.3. Industri Kecil .............................................................................................. 29

2.4. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 33

2.5. Hipotesis ..................................................................................................... 35

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 36

3.1. Populasi dan Sampel .................................................................................. 36

3.2. Variabel Penelitian ..................................................................................... 36

3.3. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 37

3.4. Metode Analisis Data ................................................................................. 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………………. 43

4.1 Hasil Penelitian ………………………………………………………….. 43

4.1.1. Kondisi Umum Daerah Penelitian ……………………………... 43

4.1.2. Analisis Deskriptif ……………………………………………... 48

4.1.3. Hasil Analisis Regresi ………………………………………….. 56

4.1.4. Pengujian Hipotesis ……………………………………………. 58

4.1.4.1. Uji Simultan (Uji F) ..................................................... 58

4.1.4.2. Uji Parsial (Uji t) .......................................................... 59

Page 11: doc

xi

xi

4.1.5. Koefisien Determinasi .................................................................. 61

4.2 Pembahasan ................................................................................................ 62

4.2.1 Pengaruh Biaya Bahan Baku

terhadap Hasil Produksi ............................................................... 62

4.2.2 Pengaruh Biaya Tenaga Kerja Langsung

terhadap Hasil Produksi ............................................................... 65

4.2.3 Pengaruh Biaya Produksi Langsung

terhadap Hasil Produksi ............................................................... 70

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 76

5.1. Simpulan ..................................................................................................... 76

5.2. Saran ........................................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 78

LAMPIRAN ......................................................................................................... 80

Page 12: doc

xii

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Data Pengrajin Tenun Sentra Tenun ATBM Medono ........................44

Tabel 2 : Jumlah Tenaga Kerja.......................................................................... 45

Tabel 3 : Jenis Kelamin Pengrajin .................................................................... 46

Tabel 4 : Usia Pemilik Usaha ............................................................................ 46

Tabel 5 : Tingkat pendidikan Pengrajin ............................................................ 47

Tabel 6 : Lama Usaha Pengrajin ...................................................................... 48

Tabel 7 : Rata-rata Penggunaan Bahan Baku ................................................... 49

Tabel 8 : Rata-rata penggunaan Biaya Tenaga Kerja langsung ........................ 51

Tabel 9 : Rata-rata Hasil Produksi Kain Tenun ................................................ 55

Tabel 10 : Coefficients ………………………………………………………… 56

Tabel 11 : Anova ………………………………………………………………. 59

Tabel 12 : Coefficients ………………………………………………………… 60

Tabel 13 : Model Summary ................................................................................. 61

Page 13: doc

xiii

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Konsep Kerangka Berpikir ...............................................................34

Page 14: doc

xiv

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara ................................................................. 80

Lampiran 2 : Data Sentra Tenun ATBM Medono ............................................ 83

Lampiran 3 : Variabel Biaya Bahan Baku (X1) ................................................ 84

Lampiran 4 : Variabel Biaya Tenaga Kerja Langsung (X2) ............................. 85

Lampiran 5 : Variabel Hasil Produksi (Y) ........................................................ 86

Lampiran 6 : Output SPSS ................................................................................ 87

Lampiran 7 : Surat Ijin Penelitian ..................................................................... 90

Lampiran 8 : Surat Rekomendasi Penelitian ..................................................... 91

Lampiran 9 : Surat Keterangan Penelitian ........................................................ 92

Page 15: doc

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi diarahkan kepada terwujudnya perekonomian

nasional yang mandiri dan handal berdasarkan demokrasi ekonomi untuk

meningkatkan kemakmuran ekonomi secara selaras, adil dan merata.

Pembangunan ekonomi merupakan salah satu pembangunan guna meningkatkan

taraf hidup kesejahteraan rakyat. Sasarannya adalah untuk mencapai

keseimbangan antara bidang pertanian dan bidang industri serta terpenuhinya

kebutuhan pokok rakyat.

Krisis ekonomi sejak tahun 1997 yang lalu secara nyata telah

menyebabkan jatuhnya ekonomi nasional khususnya usaha-usaha skala besar pada

semua sektor termasuk industri, jasa dan perdagangan. Akhirnya tidak sedikit

perusahaan yang menutup usahanya. Bagi perusahaan yang masih dapat bertahan,

pemilik atau manajemen harus melakukan berbagai langkah efisiensi antara lain

dengan tidak menaikkan gaji karyawan, meniadakan jam lembur, mengurangi pos-

pos pengeluaran yang dipandang tidak perlu, bahkan sampai pada pemutusan

hubungan kerja (Tjiptoherijanto, 2003:3).

Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada kenyataannya mampu

menunjukkan kinerja yang lebih tangguh dalam menghadapi masa krisis. Pada

masa-masa krisis perekonomian yang telah terjadi beberapa tahun yang lalu,

Indonesia jusru terselamatkan oleh masih stabilnya kegiatan usaha mikro, kecil,

Page 16: doc

2

dan menengah. Ini berarti segmen usaha tersebut telah teruji sangat kenyal dan

adaptif terhadap berbagai perubahan bahkan saat krisis ekonomi sekalipun.

Usaha mikro dan kecil ini merupakan bagian dari perekonomian

kerakyatan karena jumlah sektor primernya yang cukup dominan. Sehingga bisa

dikatakan bahwa usaha mikro, dan kecil mempunyai andil besar dalam

perekonomian nasional. Sejak Pelita III hingga saat ini telah banyak program-

program pengembangan dan fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh pemerintah

untuk mendukung Industri Skala Kecil di tanah air. Diantaranya yang penting

adalah pengembangan sentra-sentra di 33 propinsi, program kemitraan dengan

sistem Bapak Angkat, dan berbagai macam skema kredit (Tambunan, 1999 : 213).

Pemilik-pemilik perusahaan menjalankan kegiatannya untuk mencari

keuntungan yang maksimum, dan keuntungan yang maksimum hanya akan

didapat apabila pemilik atau pemimpin perusahaan membuat pilihan yang tepat

terhadap jenis barang atau jasa yang akan dijualnya, dan jenis-jenis serta jumlah

faktor-faktor produksi yang akan digunakannya. Dalam penjualan barang, para

pengusaha akan menentukan tingkat produksi yang akan memberi keuntungan

paling banyak kepada kegiatannya. Sedangkan dalam penggunaan faktor-faktor

produksi yang perlu dipikirkan adalah menentukan kombinasi faktor produksi

yang akan meminimumkan biaya produksi (Sukirno, 2002:9).

Usaha peningkatan produksi tidak bisa terlepas dari biaya produksi, karena

untuk mencapai hasil produksi yang maksimal, maka dibutuhkan ketersediaan

input atau faktor-faktor produksi yang cukup. Biaya produksi akan selalu muncul

dalam setiap kegiatan ekonomi, dimana usahanya selalu berkaitan dengan

Page 17: doc

3

produksi. Kemunculannya sangat berkaitan dengan diperlukannya input (faktor

produksi) ataupun korbanan-korbanan lainnya yang digunakan dalam setiap

kegiatan produksi tersebut (Kartasapoetra, 1988:41).

Optimalitas merupakan salah satu usaha yang ingin dicapai oleh setiap unit

bisnis. Optimalitas ini dapat dilihat dari dua segi yaitu pertama, maksimisasi

keuntungan, dan kedua, minimisasi pengeluaran. Produksi maksimum tidak

menjamin keuntungan maksimum. Untuk itu, produksi optimal lebih baik

daripada produksi maksimal karena produksi optimal menjamin keuntungan

maksimal (Aliasuddin, 2002:1).

Menurut R. W Shepherd (1970) dalam Aliasuddin (2002:1) produksi

optimal dapat dicapai apabila ada pengorganisasian penggunaan input sebaik

mungkin. Alokasi input yang baik ini dapat dilihat dari berapa besar sumbangan

seluruh input terhadap produksi. Jika tambahan input mengakibatkan pengurangan

produksi maka penambahan tersebut tidak diperlukan karena pada saat tersebut

penambahan input tidak lagi efisien. Sementara itu, penambahan input yang

mengakibatkan penambahan output yang jauh lebih besar juga kurang baik karena

pada saat tersebut ongkos produksi per unit telah mengalami peningkatan.

Kontribusi input yang optimal dicapai apabila tambahan input proporsional

dengan tambahan output. Konsep inilah yang dikenal dengan istilah Return to

Scale (RTS).

Sementara itu, Teori produksi Cobb-Douglas menyebutkan bahwa tingkat

produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja,

jumlah kekayaan alam dan tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno, 2002:192).

Page 18: doc

4

Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Aliasuddin (2002)

mengenai produksi optimal dan Return to Scale (RTS) pada industri besar dan

kecil di Indonesia, yang menyatakan bahwa setiap ada kenaikan input (modal,

kekayaan alam, tenaga kerja, dan teknologi) maka output (produksi) akan

mengalami peningkatan. Akan tetapi keadaan ini tidak berlaku untuk tenaga kerja.

Peningkatan tenaga kerja boleh jadi menyebabkan peningkatan produksi tetapi

dapat juga mengakibatkan berkurangnya produksi.

Salah satu industri yang ada di Pekalongan adalah industri tenun ATBM

(Alat Tenun Bukan Mesin) yang terletak di desa Medono kecamatan Pekalongan

Barat. Kawasan ini merupakan Industri Sentra karena merupakan kumpulan

industri kecil dan rumah tangga yang menghasilkan barang-barang sejenis yaitu

kain tenun. Pemerintah Kota Pekalongan sejak tahun 2000 telah mengubah sentra

tersebut dengan mendorong pengrajin yang rumahnya terletak di tepi jalan desa

untuk mendirikan semacam workshop di rumahnya. Bagi pengrajin yang

kebetulan letak rumahnya tidak di tepi jalan bisa menitipkan produknya kepada

pengrajin lainnya. Dengan ditatanya desa sentra kerajinan ini, diharapkan banyak

wisatawan yang tertarik untuk mengunjungi sentra kerajinan tenun tradisional ini.

Dalam proses produksi kain tenun ini, para pengrajin tenun membutuhkan

beberapa faktor produksi seperti bahan baku berupa benang Lusi, benang Pakan,

dan obat pewarna, serta adanya tenaga kerja yang terdiri dari tenaga penenun,

tenaga palet, tenaga cucuk, dan tenaga pewarna. Untuk dapat memperoleh faktor-

faktor produksi tersebut maka para pengrajin memerlukan biaya–biaya yang

terdiri dari biaya bahan baku untuk pembelian bahan baku dan biaya tenaga kerja

Page 19: doc

5

langsung untuk membayar upah tenaga kerja langsung. Biaya bahan baku dan

biaya tenaga kerja langsung ini sering disebut sebagai biaya produksi langsung.

Dalam menjalankan produksinya, para pengrajin sering menghadapi

berbagai kendala diantaranya adanya kenaikan harga tarif dasar listrik (TDL) dan

bahan bakar minyak (BBM) menyebabkan kenaikan harga bahan baku yang

berdampak pada meningkatnya biaya produksi dan penurunan permintaan

masyarakat terhadap produk tekstil ATBM tersebut. Kondisi ini berdampak pada

rendahnya harga jual kain tenun yang diperoleh pengrajin. Hal inilah yang

semakin membuat produksi mereka menurun dan menyebabkan banyak diantara

pengrajin yang menutup usahanya.

Melihat berbagai kondisi di atas maka diharapkan para pengrajin tenun

ATBM ini dapat mengelola biaya produksinya dengan baik agar produksinya

dapat terus berlangsung dan meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya

sehingga mereka dapat memperoleh pendapatan untuk menopang dan menjamin

keberlangsungan usahanya. Atas dasar pemikiran tersebut maka peneliti tertarik

untuk mengadakan penelitian dengan judul ”PENGARUH BIAYA PRODUKSI

LANGSUNG TERHADAP HASIL PRODUKSI PENGRAJIN TENUN DI

SENTRA INDUSTRI TENUN ATBM MEDONO KECAMATAN

PEKALONGAN BARAT KOTA PEKALONGAN”

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah

Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan bahan bakar minyak (BBM)

membawa berbagai dampak bagi perkembangan industri kecil tenun di

Page 20: doc

6

Pekalongan seperti menurunnya permintaan masyarakat terhadap produk tenun

ATBM, dan meningkatnya biaya produksi terutama biaya bahan baku. Kenaikan

biaya produksi yang disertai dengan rendahnya harga jual kain tenun yang

diperoleh pengrajin ini akhirnya berdampak pada penurunan produksi tenun

ATBM tersebut.

Bertitik tolak pada identifikasi masalah tersebut di atas, maka

permasalahan yang timbul dalam penelitian ini yaitu :

1. Sejauhmana tingkat pengaruh biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja

langsung terhadap hasil produksi pengrajin tenun di Sentra Industri Tenun

ATBM Medono Kecamatan Pekalongan Barat Kota Pekalongan.

2. Sejauhmana tingkat pengaruh biaya bahan baku terhadap hasil produksi

pengrajin tenun di Sentra Industri Tenun ATBM Medono Kecamatan

Pekalongan Barat Kota Pekalongan.

3. Sejauhmana tingkat pengaruh biaya tenaga kerja langsung terhadap hasil

produksi pengrajin tenun di Sentra Industri Tenun ATBM Medono Kecamatan

Pekalongan Barat Kota Pekalongan.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sejauhmana tingkat pengaruh biaya bahan baku dan biaya tenaga

kerja langsung terhadap hasil produksi pengrajin tenun di Sentra Industri

Tenun ATBM Medono Kecamatan Pekalongan Barat Kota Pekalongan.

Page 21: doc

7

2. Mengetahui sejauhmana tingkat pengaruh biaya bahan baku terhadap hasil

produksi pengrajin tenun di Sentra Industri Tenun ATBM Medono Kecamatan

Pekalongan Barat Kota Pekalongan.

3. Mengetahui sejauhmana tingkat pengaruh biaya tenaga kerja langsung

terhadap hasil produksi pengrajin tenun di Sentra Industri Tenun ATBM

Medono Kecamatan Pekalongan Barat Kota Pekalongan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Dengan adanya penelitian di bidang usaha kecil terutama industri kecil

Tenun ini, kegunaan (manfaat) yang diharapkan oleh penulis yaitu :

1. Secara teoritik, penelitian ini berguna untuk memberikan sumbangan

konseptual atau menambah pengetahuan tentang pengaruh biaya bahan baku

dan biaya tenaga kerja langsung terhadap hasil produksi tenun, sehingga dapat

memberikan rangsangan dalam melakukan penelitian lebih lanjut mengenai

variabel yang memberikan kontribusi terhadap produksi, dan juga sebagai

bahan pembanding untuk penelitian yang lain.

2. Secara empiris, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

instansi terkait atau bagi pelaku industri tenun ATBM itu sendiri khususnya

mengenai hasil produksi yang dipengaruhi oleh biaya produksi langsung,

sehingga dapat menjadi perhatian bagi para pengrajin tenun dalam

mengupayakan kemajuan dan perkembangan industri tenun di Sentra Industri

Tenun ATBM Medono Kecamatan Pekalongan Barat Kota Pekalongan.

Page 22: doc

8

BAB II LANDASAN TEORI

3.1 Hasil Produksi

3.1.1 Pengertian Produksi

Menurut Ahman (2004:116), pengertian produksi mengalami perkembangan

yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Menurut aliran Fisiokrat, produksi adalah kegiatan untuk menghasilkan

barang baru (product nett).

2. Menurut aliran Klasik, produksi adalah kegiatan menghasilkan barang. Barang

yang dihasilkan tidak harus barang baru, tetapi bisa juga barang yang hanya

diubah bentuknya.

3. Pengertian produksi terus berkembang. Pada akhirnya para ekonom

memberikan pengertian produksi sebagai kegiatan menghasilkan barang

maupun jasa, atau kegiatan menambah manfaat suatu barang.

Produksi sering digunakan dalam istilah membuat sesuatu, dalam istilah

yang lebih luas dan lebih fundamental, produksi diarahkan sebagai pengubahan

bahan-bahan dari sumber-sumber menjadi hasil yang diinginkan konsumen yang

berupa barang dan jasa (Swastha dan Sukotjo, 1997:280).

Produksi menurut Bruce R. Beattie (1994:3) merupakan proses kombinasi

dan koordinasi material-material dan kekuatan, seperti kekuatan input, faktor

sumberdaya, atau jasa-jasa produksi dalam pembuatan suatu barang atau jasa.

Page 23: doc

9

Produksi dalam arti ekonomi mempunyai pengertian semua kegiatan yang

meningkatkan nilai kegunaan atau faedah (utility) suatu benda. Ini dapat berupa

kegiatan yang meningkatkan kegunaan dengan mengubah bentuk atau

menghasilkan barang baru (utility of form). Dapat pula meningkatnya kegunaan

suatu benda itu karena adanya kegiatan yang mengakibatkan dapat berpindahnya

suatu benda dari tangan seseorang ke tangan orang lain (Sriyadi, 1991:6).

Sedangkan menurut Joseph M. Putti (1987:7) produksi adalah suatu kegiatan

yang berhubungan dengan hasil keluaran dan umumnya dinyatakan sebagai

volume produksi dan dalam satuan unit-unit.

Berdasarkan berbagai pengertian di atas maka yang dimaksud dengan

produksi dalam penelitian ini adalah suatu proses memberdayakan sumber-sumber

yang tersedia dengan cara meningkatkan nilai kegunaan atau faedah suatu benda

untuk menghasilkan barang yang lebih bernilai, yang dalam hal ini berupa kain

tenun.

3.1.2 Faktor Produksi

Menurut Ahman (2004:118-120), faktor produksi merupakan unsur-unsur

yang dapat digunakan atau dikorbankan dalam proses produksi. Faktor produksi

yang biasa digunakan di dalam proses produksi yaitu :

1. Sumber Daya Alam.

Segala sesuatu yang disediakan alam dapat dimanfaatkan manusia untuk

memenuhi kebutuhan disebut sumber daya alam. Sumber daya alam meliputi

segala sesuatu yang ada di dalam Bumi (tanah, laut, hutan, dan termasuk juga

sinar matahari, udara, serta air).

Page 24: doc

10

2. Tenaga Kerja.

Tenaga kerja adalah segala kemampuan manusia yang diwujudkan dalam

kegiatan, baik jasmani maupun rohani, yang dicurahkan dalam proses

produksi untuk menghasilkan barang, jasa maupun meningkatkan faedah suatu

barang.

3. Modal.

Hasil faktor produksi atau hasil produksi yang digunakan untuk

menghasilkan produk lebih lanjut disebut modal. Dalam proses produksi,

modal dapat berupa peralatan-peralatan dan bahan-bahan. Oleh karena

peralatan dan bahan-bahan itu dapat diperoleh dengan uang, modal dapat juga

berupa uang.

4. Kewirausahaan.

Dalam proses produksi pengusaha berusaha mengkombinasikan berbagai

faktor produksi untuk menghasilkan suatu produk dengan harapan

memperoleh keuntungan (laba). Keuntungan ini dapat dicapai jika mereka

berhasil menyelenggarakan usaha produksinya. Akan tetapi, jika gagal mereka

akan menanggung resiko rugi. Keberanian orang untuk bertanggungjawab dan

menanggung resiko usaha produksi ini disebut kewirausahaan.

3.1.3 Bidang Produksi

Menurut Ahman (2004:116), kegiatan produksi dapat dikelompokkan

berdasarkan bidang garapannya sebagai berikut :

Page 25: doc

11

1. Bidang produksi ekstraktif

Produksi yang bergerak dalam bidang pengambilan (penggalian)

kekayaan alam yang telah tersedia, tanpa mengubah sifat atau bentuk

barangnya disebut bidang produksi ekstraktif. Misalnya, pertambangan,

pengambilan pasir dan batu di sungai, penebangan hutan alami, perburuan

binatang hutan alami, dan penangkapan ikan di laut.

2. Bidang produksi agraris

Produksi yang bergerak dalam bidang pengolahan alam (tumbuhan dan

hewan) untuk menghasilkan barang baru disebut bidang produksi agraris.

Contohnya, pertanian dalam arti luas yang meliputi persawahan, perkebunan,

peternakan, dan perikanan.

3. Bidang industri dan kerajinan

Produksi yang bergerak dalam bidang pengolahan suatu bahan menjadi

bentuk bahan atau barang lain disebut bidang industri dan kerajinan.

Contohnya pabrik-pabrik yang mengolah bahan baku menjadi barang setengah

jadi maupun barang jadi.

4. Bidang perdagangan

Produksi yang bergerak dibidang jual beli barang hingga terjadi

perpindahan hak milik barang tersebut disebut bidang perdagangan.

Contohnya pedagang keliling, toko, swalayan, agen, dan grosir (perdagangan

partai besar), serta ekspor dan impor.

Page 26: doc

12

5. Bidang jasa

Produksi yang bergerak dibidang pelayanan jasa disebut bidang jasa.

Contohnya, usaha angkutan, perhotelan, perbankan, asuransi, perbengkelan,

salon, layanan kesehatan, dan usaha hiburan.

Dari berbagai uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengrajin

tenun di Sentra tenun ATBM Medono ini merupakan kumpulan unit-unit usaha

yang bergerak di bidang industri dan kerajinan yang mengolah bahan baku benang

menjadi barang jadi berupa kain tenun tradisional.

Menurut Mulyadi (1999:18), cara memproduksi produk secara garis besar

dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

1. Produksi atas dasar pesanan

Perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan melaksanakan

pengolahan produknya atas dasar pesanan yang diterima dari pihak luar.

Misalnya, perusahaan percetakan, mebel, dan dok kapal.

2. Produksi massa

Perusahaan yang berproduksi berdasarkan produksi massa melaksanakan

pengolahan produknya untuk memenuhi persediaan di gudang. Umumnya

produknya berupa produk standar. Misalnya, perusahaan semen, pupuk,

makanan ternak, bumbu masak, dan tekstil.

Berdasarkan uraian di atas, para pengrajin tenun di Sentra Tenun ATBM

Medono ini sebagian besar berproduksi atas dasar pesanan dengan menerima

pesanan dari pengusaha konveksi. Sedangkan beberapa diantaranya berproduksi

Page 27: doc

13

untuk memenuhi persediaan untuk kemudian ditawarkan (dijual) kepada

konsumen karena mereka tidak memiliki langganan.

3.1.4 Fungsi Produksi

Fungsi produksi menurut Sadono Sukirno (2002:190) adalah hubungan

diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya. Faktor-

faktor produksi tersebut dibedakan menjadi empat golongan yaitu tenaga kerja,

tanah, modal dan keahlian keusahawanan.

Dalam menentukan komposisi faktor produksi yang akan meminimumkan

biaya produksi, produsen perlu memperhatikan (i) besarnya pembayaran kepada

faktor produksi tambahan yang akan digunakan, dan (ii) besarnya pertambahan

hasil penjualan yang diwujudkan oleh faktor produksi yang ditambah tersebut.

Untuk meminimumkan biaya (atau memaksimumkan hasil penjualan), prinsip

yang harus dipegang produsen adalah mengambil unit tambahan faktor produksi

yang akan menghasilkan tambahan nilai penjualan yang paling maksimum.

Faktor produksi dikenal dengan istilah input dan jumlah produksi disebut

sebagai output. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus (fungsi

Cobb-Douglas) seperti berikut :

),,,( TRLKfQ =

dimana :

K = Jumlah stok modal

L = Jumlah tenaga kerja, meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian

keusahawanan.

R = Kekayaan alam

Page 28: doc

14

T = Tingkat teknologi yang digunakan

Q = Jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor

produksi, yaitu secara bersama digunakan untuk memproduksi barang

yang sedang dianalisis sifat produksinya.

(Sadono Sukirno, 2002:192)

Persamaan tersebut merupakan suatu pernyataan matematik yang pada

dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang bergantung kepada jumlah

modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat teknologi yang

digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan

memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeda-beda

pula. Disamping itu, untuk satu tingkat produksi tertentu dapat pula digunakan

gabungan faktor produksi yang berbeda-beda.

Produk sebagai output (keluaran) dari proses produksi sangat bergantung

pada faktor produksi sebagai input (masukan). Semakin besar jumlah faktor

produksi (input) yang masuk dalam proses produksi, semakin besar pula jumlah

produk (output) yang dihasilkan (Ahman, 2004:120).

Teori ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Aliasuddin

(2002) mengenai produksi optimal dan RTS pada industri besar dan kecil di

Indonesia, yang menyatakan bahwa setiap ada kenaikan input (modal, kekayaan

alam, tenaga kerja, dan teknologi) maka output (produksi) akan mengalami

peningkatan. Akan tetapi keadaan ini tidak berlaku untuk tenaga kerja.

Peningkatan tenaga kerja boleh jadi menyebabkan peningkatan produksi tetapi

dapat juga mengakibatkan berkurangnya produksi.

Page 29: doc

15

Selain teori fungsi Cobb Douglas di atas, beberapa ahli lain juga

mengemukakan konsep-konsep produksi yang lainnya. Salah satunya adalah

konsep Return to Scale (RTS). Konsep Return to Scale yang dikemukakan R. W

Shephred (1970) menerangkan bahwa produksi optimal dapat dicapai apabila ada

pengorganisasian penggunaan input sebaik mungkin. Jika tambahan input

mengakibatkan pengurangan produksi maka penambahan tersebut tidak

diperlukan karena pada saat tersebut penambahan input tidak lagi efisien.

Sementara itu, penambahan input yang mengakibatkan penambahan output yang

jauh lebih besar juga kurang baik karena pada saat tersebut ongkos produksi per

unit telah mengalami peningkatan. Kontribusi input yang optimal dicapai apabila

tambahan input proporsional dengan tambahan output.

Dalam hal ini R. W Shephred (1970) mengemukakan model dasar fungsi

produksi Homothetic, dimana model ini mempunyai RTS yang berubah sesuai

dengan gabungan input yang digunakan. RTS ini menggambarkan efisiensi

pengunaan input. Sedangkan menurut Nicholson (1998), Chaves dan Cox (1999),

efisiensi ini hanya dicapai pada saat RTS yang konstan (constan RTS_CRTS).

Konsep fungsi produksi Homothetic ini kemudian dimodifikasi oleh Fare

dan Yoon (1985) menjadi fungsi produksi Ray-Homothetic Cobb-Douglas seperti

berikut :

}log{ )]([)]/([ LKLLKK LKQe ++= βαθ θ

Dengan Return to Scale (RTS) sebagai berikut :

/)/()[( LKLKRTS ++= βα Q]

Page 30: doc

16

Sedangkan produksi optimal dihitung dengan rumus :

=OQ Q . RTS

Keterangan :

βαθ ,, = parameter

Q = produksi (output)

K = modal

L = tenaga kerja

Persamaan tersebut di atas menggambarkan RTS yang tergantung pada

tingkat produksi dan gabungan input. Selain itu, produksi optimal juga ditentukan

oleh gabungan input (Aliasuddin, 2002:3).

3.1.5 Hasil Produksi

Menurut Haryanto (2002:15), hasil produksi atau output adalah total

barang atau jasa yang dihasilkan oleh unit usaha atau perusahaan.

Hasil produksi merupakan keluaran (output) yang diperoleh dari

pengelolaan input produksi (sarana produksi atau biasa disebut masukan) dari

suatu usaha (Daniel, 2002:121).

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan hasil produksi adalah semua

keluaran yang diperoleh atau sejumlah hasil yang diperoleh pengrajin berupa kain

tenun setelah dilakukan pengolahan input produksi (biaya bahan baku dan biaya

tenaga kerja langsung) yang diukur dengan rupiah. Jadi hasil yang diperoleh

pengrajin tenun dalam satu kali proses produksi dikalikan dengan harga jual dari

kain tenun tersebut.

Page 31: doc

17

Satu kali proses produksi disini diartikan sebagai waktu yang diperlukan

dalam berproduksi yang diukur sejak bahan baku benang diolah, diwarnai, dipalet,

dicucuk, hingga selesai ditenun dan menjadi produk akhir berupa kain tenun.

Proses ini secara keseluruhan menghabiskan waktu rata-rata satu bulan.

Sentra tenun ATBM Medono ini merupakan kumpulan unit usaha yang

menghasilkan produk tekstil berupa kain tenun. Jadi hasil produksi yang diperoleh

di Sentra tenun ATBM Medono ini adalah kain tenun yang terdiri dari dua jenis

yaitu kain tenun polos dan kain tenun bermotif. Dalam proses produksinya

industri tenun ATBM ini menggunakan peralatan produksi berupa mesin ATBM

(Alat Tenun Bukan Mesin).

Menurut Tarmudji (1991:36-37), hasil produksi dapat dibedakan menjadi

dua jenis yaitu :

1. Barang Konsumsi

Barang konsumsi adalah barang-barang yang dibeli untuk dikonsumsikan.

Pembelinya didasarkan atas kebiasaan membeli dari konsumen. Jadi pembeli

barang konsumsi ini adalah pembeli atau konsumen akhir, karena barang-

barang tersebut banyak dipakai sendiri (termasuk diberikan orang lain).

Barang konsumsi dibedakan menjadi tiga yaitu :

a. Barang konsumen, yaitu barang yang mudah dipakai, dapat dibeli

disembarang tempat dan waktu.

b. Barang shopping, yaitu barang yang membelinya dengan mencari dulu dan

harus dipertimbangkan masak-masak.

Page 32: doc

18

c. Barang spesial, yaitu barang yang mempunyai ciri khas dapat dibeli

ditempat tertentu saja dan membelinya harus memerlukan pengorbanan.

2. Barang Industri

Barang industri adalah barang-barang yang dibeli untuk diproses lagi

untuk kepentingan industri. Barang industri dibedakan menjadi lima golongan

yaitu :

a. Bahan baku

b. Komponen dan barang setengah jadi, yang diperlukan untuk melengkapi

produk akhir.

c. Perlengkapan operasi, adalah barang yang dapat digunakan untuk

membantu lancarnya proses produksi maupun kegiatan-kegiatan lain.

d. Instalasi, adalah produk utama dalam perusahaan yang dapat dipakai untuk

jangka waktu lama.

e. Peralatan ekstra, adalah alat yang siap dipakai untuk membantu instalasi.

Berdasarkan uraian di atas maka hasil produksi di Sentra tenun ATBM

Medono ini termasuk dalam kategori barang industri karena kain tenun yang

dihasilkan disini merupakan bahan baku yang akan dibeli untuk diproses kembali

untuk kepentingan dalam industri konveksi.

Setiap kali proses produksi berakhir pengrajin tenun biasanya menghitung

berapa hasil bruto yang diperolehnya. Hasil tersebut kemudian dinilaikan dengan

sejumlah uang dan tidak semuanya diterima oleh pengrajin. Hasil yang diperoleh

kemudian akan dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkannya untuk

Page 33: doc

19

membeli bahan baku dan membayar upah tenaga kerja langsung. Setelah itu baru

dapat diketahui berapa keuntungan ataupun kerugian yang diperoleh pengrajin.

3.1.6 Perluasan Produksi

Dalam berproduksi biasanya pengusaha selalu berusaha meningkatkan

hasil produksinya dengan berbagai cara diantaranya dengan usaha perluasan

produksi. Menurut Ahman (2004:121), perluasan produksi mengandung arti

memperluas dan meningkatkan produksi dengan maksud meningkatkan produk,

baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Perluasan produksi dapat dilakukan

dengan cara :

1. Intensifikasi, merupakan usaha untuk meningkatkan hasil produksi dengan

cara memperbaiki atau mengganti alat produksi yang digunakan baik dengan

meningkatkan produktivitas faktor-faktor produksi maupun memperbaiki

metode kerja.

2. Ekstensifikasi, merupakan usaha untuk meningkatkan hasil produksi dengan

cara memperluas atau menambah faktor produksi.

3. Diversifikasi, merupakan cara untuk meningkatkan produksi memperluas

usaha dengan menambah jenis produksi atau hasil. Misalnya mula-mula

memproduksi benang, kain, kemudian pakaian jadi.

4. Rasionalisasi, merupakan usaha untuk meningkatkan produksi dengan

meningkatkan manajemen keilmuwan melalui jalur pendidikan dan teknologi,

serta mempertinggi efisiensi kerja dan modal.

(Rasjidin, 1996:38).

Page 34: doc

20

Perluasan produksi yang dilakukan dalam suatu bidang produksi dibatasi

dengan berlakunya Hukum Pertambahan Hasil yang Semakin Menurun (The Law

of Deminishing Marginal Returns) yang dikemukakan oleh David Ricardo (1772-

1823). Menurut David Ricardo, jika kita manambah terus-menerus tambahan

salah satu unit input dalam jumlah yang sama, sedangkan input yang lain tetap

sama, maka kita akan memperoleh semakin sedikit tambahan ”output” (Rasjidin,

1996:42).

Setelah diadakan penelitian oleh pakar-pakar ekonomi lainnya, ternyata

hukum ini berlaku di semua perusahaan tidak hanya dalam pertanian, karena

disetiap perusahaan ada faktor produksi yang kemampuannya terbatas.

Misalnya suatu perusahaan tekstil mempunyai satu unit mesin dengan

kapasitas produksi 10.000 meter kain putih sehari (16 jam kerja). Pada waktu awal

berproduksi pabrik tersebut dapat menghasilkan 1000 meter kain putih sehari per

8 jam kerja. Selanjutnya, secara bertahap diadakan penambahan satuan tenaga dan

modal. Mula-mula diperoleh hasil lebih yang semakin naik, tetapi mulai tingkat

produksi tertentu hasil lebihnya makin menurun, sampai akhirnya mencapai

tingkat produksi maksimum.

Dengan demikian hukum hasil lebih yang makin menurun disempurnakan

menjadi sebagai berikut ”Apabila pada suatu bidang usaha terus-menerus

ditambah satuan tenaga dan modal, mulai tingkat produksi tertentu akan

memperoleh lebih yang makin menurun” (Rasjidin, 1996:44).

Page 35: doc

21

3.2 Biaya Produksi Langsung

3.2.1 Pengertian Biaya Produksi

Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk barang

atau jasa yang diharapkan membawa keuntungan masa ini dan masa datang untuk

organisasi (Hansen dan Mowen, 2000:38).

Menurut Sriyadi (1995:221), biaya adalah pengorbanan yang rasional,

yang seharusnya dapat diduga lebih dahulu dan tidak dapat dihindarkan, yang

dapat dihitung dengan nilai uang dan yang berhubungan dengan produksi barang

dan jasa.

Biaya produksi diartikan sebagai keseluruhan faktor produksi yang

dikorbankan dalam proses produksi. Sebagian ahli ekonomi kemudian

mengatakan bahwa biaya produksi adalah keseluruhan biaya yang dikorbankan

untuk menghasilkan produk hingga produk itu sampai di pasar, atau sampai ke

tangan konsumen. Dengan demikian biaya angkut, biaya penyimpanan di gudang,

dan biaya iklan yang menunjang proses produksi hingga produk itu sampai ke

tangan konsumen, dapat dikategorikan biaya produksi (Ahman, 2004:162).

Biaya produksi merupakan kompensasi yang diterima oleh para pemilik

faktor-faktor produksi, baik secara tunai maupun tidak tunai (Daniel, 2002:121).

Menurut Sadono Sukirno (2002:205), biaya produksi dedefinisikan

sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh

faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk

menciptakan barang-barang yang diproduksikan perusahaan tersebut.

Page 36: doc

22

Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan

baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual (Mulyadi, 1993:4).

Adolph Matz (1990:24) berpendapat bahwa biaya produksi (factory cost)

adalah jumlah dari tiga unsur biaya yaitu biaya langsung, pekerja langsung, dan

overhead pabrik.

Menurut Kartasapoetra (1988:41-42), Biaya produksi adalah semua

pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh produsen untuk memperoleh faktor-

faktor produksi dan bahan-bahan penunjang lainnya yang akan didayagunakan

agar produk-produk tertentu yang telah direncanakan dapat terwujud dengan baik.

Biaya produksi akan selalu muncul dalam setiap kegiatan ekonomi dimana

usahanya selalu berkaitan dengan diperlukannya input (faktor-faktor produksi),

ataupun pengorbanan lainnya yang digunakan dalam kegiatan produksi.

Menurut Sriyadi (1995:222), biaya dapat dibedakan menjadi biaya

langsung (direct cost) dan biaya tak langsung (indirect cost). Biaya langsung

adalah biaya yang langsung dapat dihitung atau dapat langsung dibebankan pada

produk (barang atau jasa). Sedangkan biaya tak langsung adalah biaya yang

pembebanannya pada produk harus lebih dahulu melalui perhitungan-perhitungan

sehingga ada beberapa cara pembebanan biaya tak langsung. Dalam hubungannya

dengan produk, biaya langsung ini disebut dengan biaya produksi langsung,

sedangkan biaya tak langsung disebut dengan biaya produksi tidak langsung atau

biaya overhead pabrik.

Berdasarkan uraian di atas, maka biaya produksi langsung yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah keseluruhan biaya yang secara langsung dikorbankan

Page 37: doc

23

(dikeluarkan) pengrajin tenun untuk memperoleh faktor-faktor produksi seperti

modal dalam bentuk bahan baku, dan tenaga kerja dalam bentuk tenaga kerja

langsung yang akan digunakan untuk menciptakan (memproduksi) kain tenun

tradisional.

3.2.2 Komponen Biaya Produksi

Menurut Ahman (2004:162), biaya produksi dapat meliputi unsur-unsur

sebagai berikut :

1. bahan baku atau bahan dasar, termasuk bahan setengah jadi

2. bahan-bahan pembantu atau bahan penolong

3. upah tenaga kerja, dari tenaga kerja kuli hingga top manajer

4. penyusutan peralatan produksi

5. bunga modal

6. sewa (gedung atau peralatan yang lain)

7. biaya penunjang, seperti biaya transportasi atau angkutan, biaya admisnitrasi,

biaya listrik dan telepon, pemeliharaan peralatan produksi, pemeliharaan

lingkungan perusahaan, biaya penelitian (laboratorium), biaya keamanan, dan

asuransi

8. biaya pemasaran, seperti biaya penelitian dan analisis pasar produk, biaya

angkutan dan pengiriman, dan biaya reklame atau iklan

9. pajak perusahaan.

3.2.3 Macam-macam Biaya Produksi

Menurut Haryanto (2002:22), biaya produksi secara lebih luas dalam suatu

perusahaan dapat dibedakan menjadi :

Page 38: doc

24

1. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap merupakan biaya yang dalam kurun waktu tertentu jumlahnya

tetap dan tidak berubah. Biaya ini tidak tergantung dari banyak sedikitnya

barang atau output yang dihasilkan. Misalnya biaya gaji pegawai tetap,

manajer, sewa tanah, penyusutan mesin, bunga pinjaman bank. Biaya tetap ini

dibedakan menjadi dua macam yaitu :

a. Biaya tetap total (total fixed cost), merupakan jumlah keseluruhan biaya

yang dikeluarkan dalam jumlah tetap dalam jangka waktu tertentu.

b. Biaya tetap rata-rata (average fixed cost), merupakan biaya tetap yang

dibebankan pada setiap satuan output yang dihasilkan.

2. Biaya Variabel (Variabel Cost)

Biaya variabel merupakan pengeluaran yang jumlahnya tidak tetap atau

berubah-ubah sesuai dengan jumlah output yang dihasilkan. Dalam hal ini,

semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan, semakin besar pula biaya

variabelnya. Misalnya biaya bahan baku, bahan pembantu, bahan bakar, dan

upah tenaga kerja langsung. Biaya variabel ini dibedakan menjadi dua macam

yaitu :

a. Biaya variabel total (total variabel cost), merupakan seluruh biaya yang

harus dikeluarkan selama masa produksi output dalam jumlah tertentu.

b. Biaya variabel rata-rata (average variabel cost), merupakan biaya variabel

yang dikeluarkan untuk setiap unit output.

Page 39: doc

25

3. Biaya Total (Total Cost)

Biaya total merupakan jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk

memproduksi semua output, baik barang maupun jasa. Biaya ini dapat

dihitung dengan menjumlahkan biaya tetap total dengan biaya variabel total.

4. Biaya Rata-rata (Average Cost)

Biaya rata-rata merupakan biaya total yang dikeluarkan untuk setiap unit

output.

5. Biaya Marginal (Marginal Cost)

Biaya marginal merupakan kenaikan dari biaya total yang diakibatkan oleh

diproduksinya tambahan satu unit output.

3.2.4 Biaya Produksi Langsung

Menurut Mulyadi (1999:15), dalam hubungannya dengan produk, biaya

produksi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan sebagai berikut :

1. Biaya Produksi langsung

Biaya langsung adalah biaya yang terjadi dimana penyebab satu-satunya

adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Jika sesuatu yang dibiayai

tersebut tidak ada maka biaya langsung ini tidak akan terjadi. Dengan

demikian biaya langsung akan mudah diidentifikasikan dengan sesuatu yang

dibiayai. Biaya langsung dalam hubungannya dengan produk disebut biaya

produksi langsung. Biaya produksi langsung ini terdiri dari biaya bahan baku

dan biaya tenaga kerja langsung.

Page 40: doc

26

a. Biaya Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh

produk jadi (Mulyadi, 1999:295). Biaya bahan baku adalah harga

perolehan dari bahan baku yang dipakai di dalam pengolahan produk

(Supriyono, 1987:21).

Pada industri tenun ATBM ini, biaya bahan baku yang dikeluarkan

meliputi :

1) Biaya pembelian benang Lusi

Biaya pembelian benang Lusi adalah keseluruhan biaya yang

dikeluarkan untuk membeli benang Lusi dalam satu kali proses

produksi. Benang Lusi merupakan bahan baku utama dalam proses

pembuatan kain tenun yang digunakan sebagai panjang kain.

2) Biaya pembelian benang Pakan

Biaya pembelian benang Pakan adalah keseluruhan biaya yang

dikeluarkan untuk membeli benang Pakan dalam satu kali proses

produksi. Benang Pakan juga merupakan bahan baku utama dalam

proses pembuatan kain tenun yang digunakan sebagai lebar kain.

3) Biaya pembelian obat pewarna

Biaya pembelian obat pewarna adalah keseluruhan biaya yang

dikeluarkan untuk membeli obat pewarna dalam satu kali proses

produksi. Obat pewarna merupakan bahan baku pendukung dalam

proses pembuatan kain tenun bermotif.

Page 41: doc

27

b. Biaya Tenaga Kerja Langsung

Tenaga kerja langsung adalah semua karyawan yang secara

langsung ikut serta memproduksi produk jadi yang jasanya dapat diusut

secara langsung pada produk dan yang upahnya merupakan bagian yang

besar dalam memproduksi produk (Mulyadi, 1999:345). Biaya tenaga

kerja langsung merupakan biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang

langsung menangani pembuatan (proses) dari bahan dasar sampai menjadi

barang jadi (Machfoedz, 1990:111).

Pada industri tenun ATBM ini, biaya tenaga kerja yang

dikeluarkan meliputi :

1) Upah tenaga penenun

Upah tenaga penenun adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan

untuk membayar upah tenaga penenun dalam satu kali proses produksi.

Tenaga penenun adalah tenaga kerja yang bertugas untuk menenun

benang Lusi dan benang Pakan pada mesin tenun ATBM hingga

menjadi kain tenun.

2) Upah tenaga cucuk

Upah tenaga cucuk adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan

untuk membayar upah tenaga cucuk dalam satu kali proses produksi.

Tenaga cucuk adalah tenaga kerja yang bertugas untuk memasukkan

ujung-ujung benang Lusi yang telah digulung pada Bom ke dalam

mesin ATBM.

Page 42: doc

28

3) Upah tenaga palet

Upah tenaga palet adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan

untuk membayar upah tenaga palet dalam satu kali proses produksi.

Tenaga palet adalah tenaga kerja yang bertugas menggulung (ngikal)

benang Lusi dan benang Pakan pada Bom untuk kemudian dimasukkan

ke mesin ATBM.

4) Upah tenaga pewarna

Upah tenaga pewarna adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan

untuk membayar upah tenaga pewarna dalam satu kali proses produksi.

Tenaga pewarna adalah tenaga kerja yang bertugas untuk mewarnai

benang Lusi maupun benang Pakan yang akan ditenun dalam mesin

ATBM.

2. Biaya produksi tidak langsung

Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya

disebabkan oleh produksi sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam

hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya produksi tidak

langsung atau biaya overhead pabrik. Biaya ini tidak mudah diidentifikasikan

dengan produksi tertentu.

Biaya produksi yang termasuk dalam biaya overhead pabrik

dikelompokkan menjadi beberapa golongan berikut ini :

a. Biaya bahan Penolong, yaitu bahan yang ikut dalam proses produksi tetapi

tidak secara nyata menjadi produk.

Page 43: doc

29

b. Biaya tenaga kerja tidak langsung, yaitu tenaga kerja pabrik yang upahnya

tidak dapat diperhitungkan secara langsung kepada produk atau pesanan

tertentu.

c. Biaya reparasi dan pemeliharaan

d. Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian aktiva tetap

e. Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu

f. Biaya yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai.

Berdasarkan pengelompokan biaya-biaya di atas, maka yang dimaksud

dengan biaya produksi langsung dalam penelitian ini adalah keseluruhan biaya

yang secara langsung dikorbankan (dikeluarkan) oleh pengrajin tenun untuk

menghasilkan produk berupa kain tenun. Biaya produksi langsung ini meliputi

pembelian benang Lusi; benang Pakan; obat pewarna, dan upah tenaga penenun;

tenaga cucuk; tenaga palet; dan tenaga pewarna.

3.3 Industri Kecil

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS:2006), sektor industri dapat dibedakan

menjadi :

1. Industri besar, adalah perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 100 orang

atau lebih.

2. Industri sedang, adalah perusahaan dengan tenaga kerja 20 sampai dengan 99

orang.

3. Industri kecil dan rumah tangga, adalah perusahaan dengan tenaga kerja lima

sampai dengan 19 orang.

Page 44: doc

30

4. Industri rumah tangga, adalah perusahaan dengan tenaga kerja satu sampai

dengan empat orang.

Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka industri tenun di Sentra tenun

ATBM Medono ini termasuk dalam kategori industri kecil dan rumah tangga

dengan tenaga kerja 5 sampai 19 orang.

Menurut Subanar (1995:3), pada hakekatnya usaha kecil yang ada secara

umum dikelompokkan ke dalam tiga golongan khusus yang meliputi :

1. Industri kecil; misalnya industri kerajinan rakyat, industri cor logam,

konveksi, dan berbagai industri lainnya.

2. Perusahaan berskala kecil; misalnya penyalur, toko kerajinan, koperasi,

waserba, restoran, toko bunga, jasa profesi, dan lainnya.

3. Sektor informal; misalnya agen barang bekas, kios kaki lima, dan lainnya.

Berdasarkan pengelompokan di atas, maka industri tenun di Sentra tenun

ATBM Medono ini termasuk industri kecil karena merupakan industri kerajinan

rakyat yang mengolah bahan baku benang menjadi kain tenun tradisional.

Sedangkan Undang Undang Usaha Kecil mendefinisikan usaha kecil

sebagai usaha yang dimiliki dan dioperasikan secara bebas, dan yang tidak

dominan dalam bidang operasinya (Benge, 1983:205).

Menurut Asyari Saleh (1986:50-51), berdasarkan eksistensi dinamisnya

industri kecil (dan rumah tangga) di Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga

kelompok kategori yaitu :

Page 45: doc

31

1. Industri lokal, yaitu kelompok jenis industri yang menggantungkan

kelangsungan hidupnya kepada pasar setempat yang terbatas, serta relatif

tersebar dari segi lokasinya.

2. Industri sentra, yaitu kelompok jenis industri yang dari segi satuan usaha

mempunyai skala kecil, tetapi membentuk suatu pengelompokan atau kawasan

produksi yang terdiri dari kumpulan unit usaha yang menghasilkan barang

sejenis.

3. Industri mandiri, yaitu kelompok jenis industri yang masih mempunyai sifat-

sifat industri kecil, namun telah berkemampuan mengadakan teknologi

produksi yang cukup canggih.

Berdasarkan definisi tersebut maka industri tenun ABTM yang dimaksud

dalam penelitian ini termasuk kategori industri sentra karena industri-indutri kecil

ini mengelompok di suatu daerah yaitu desa Medono membentuk kumpulan unit

usaha yang menghasilkan barang sejenis berupa kain tenun.

Karakteristik industri kecil menurut Tambunan (1999:20) antara lain :

1. Proses produksi lebih mechanized dan kegiatannya dilakukan di tempat

khusus (pabrik) yang biasanya berlokasi disamping rumah si pengusaha atau

pemilik usaha.

2. Sebagian besar tenaga kerja yang bekerja di industri kecil adalah pekerja

bayaran (wage labour).

3. Produk-produk yang dibuat termasuk golongan barang-barang yang cukup

sophisticated.

Page 46: doc

32

Menurut Cahyono (1983 : 13), perusahaan kecil memiliki beberapa

keunggulan khusus diantaranya :

1. hubungan yang lebih pribadi dengan langganan, pensuplai, dan karyawan

2. hubungan interpersonal yang lebih erat

3. lebih efisien dalam berbagai hal

4. sumber inovasi, termasuk fleksibilitas dalam berbagai tindakan

5. faktor pengontrol bagi perusahaan besar yang cenderung mengembangkan

monopoli

6. kehidupan bermsyarakat yang lebih luas

7. produksi/ pengembangan pemimpin-pemimpin.

Selain beberapa keunggulan di atas, menurut Cahyono (1983:14)

perusahaan kecil juga memiliki kelemahan-kelemahan khusus diantaranya :

1. kurangnya kemampuan mengelola akibat kurangnya latihan dan

pengembangan

2. lemahnya daya finansial, termasuk pajak yang ”tidak wajar”

3. posisi bersaing yang kurang kuat

4. kurang terkoordinasinya produksi dengan penjualan

5. sistem pencatatan yang kurang sempurna

6. teknik pemasaran yang kurang efektif

7. meningkatnya kompleksitas operasi.

Persoalan pokok yang dihadapi oleh usaha menengah dan kecil di

Indonesia menurut Drs. Prayoga Mirhad (dalam Cahyono, 1983:86) yaitu :

1. rendahnya tingkat produktivitas usaha dibandingkan dengan usaha besar

Page 47: doc

33

2. sangat peka terhadap keadaan perekonomian, sehingga adanya perubahan

yang kecil saja di pasaran (misalnya) sudah sangat mempengaruhi usaha kecil

Indonesia

3. Kelemahan dalam struktur keuangan perusahaan

4. kesulitan untuk memperoleh tenaga ”manajer” yang cakap dan dapat diserahi

tugas yang penting dan dapat dipercaya.

3.4 Kerangka Berpikir

Proses produksi akan berjalan lancar apabila faktor-faktor produksinya

dapat terpenuhi dengan baik. Untuk mendapatkan berbagai faktor-faktor produksi

seperti modal, tenaga kerja, sumberdaya, dan teknologi maka diperlukan biaya-

biaya. Biaya-biaya ini dikeluarkan untuk menghasilkan produk yang dapat

mendatangkan manfaat dimasa datang yang biasanya berupa laba maupun sisa

hasil usaha. Produksi suatu produk akan selalu memerlukan bahan mentah atau

bahan baku, tenaga kerja langsung, dan hal-hal lainnya yang secara tidak langsung

mendukung produksi tersebut.

Demikian pula yang terjadi di Sentra Tenun ATBM Medono, para

pengrajin tenun memerlukan biaya produksi langsung yang berupa biaya bahan

baku untuk pembelian benang Lusi, benang Pakan, dan obat pewarna, serta biaya

tenaga kerja langsung meliputi upah tenaga penenun, tenaga cucuk, tenaga palet,

dan tenaga pewarna, untuk dapat menjalankan usahanya (berproduksi) hingga

akhirnya mereka dapat menikmati keuntungan dari memproduksi kain tenun

tersebut. Agar hasil produksi dapat optimal maka diperlukan biaya produksi yang

Page 48: doc

34

cukup pula. Penggunaan input (faktor-faktor produksi) harus proporsional dengan

output yang dihasilkannya (hasil produksi) sehingga keuntungan yang mereka

peroleh dapat maksimal. Akan tetapi dalam menghadapi berbagai persoalan yang

muncul seperti kenaikan tarif dasar listrik dan bahan bakar minyak yang

menyebabkan kenaikan biaya produksi, penurunan permintaan masyarakat, dan

turunnya harga jual kain tenun, maka para pengrajin harus pandai-pandai

mengelola dan mencari kombinasi yang tepat dalam menggunakan faktor-faktor

produksi sehingga dapat memperoleh hasil produksi yang optimal dengan biaya

yang minimal.

Keterkaitan antara biaya produksi langsung dengan hasil produksi

pengrajin tenun ATBM seperti uraian di atas dapat ditunjukkan dalam bagan

seperti di bawah ini.

Gambar 1. Konsep kerangka Berpikir

Biaya Bahan Baku :

Jumlah bahan baku yang digunakan meliputi benang Lusi, benang Pakan, dan obat pewarna setelah dikalikan dengan harga pembeliannya.

Hasil Produksi :

Jumlah kain tenun yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual per meter.

Biaya Tenaga Kerja langsung:

Jumlah tenaga kerja langsung yang digunakan meliputi tenaga penenun, tenaga cucuk, tenaga palet, dan tenaga pewarna, setelah dikalikan dengan upah per hari.

Page 49: doc

35

3.5 Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara

terhadap suatu permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang

terkumpul (Arikunto, 2002:64).

Berdasarkan kerangka pemikiran dalam penelitian ini, maka penulis

mengajukan hipotesis :

H1 = Ada pengaruh yang signifikan biaya bahan baku dan biaya tenaga

kerja langsung terhadap hasil produksi.

H2 = Ada pengaruh yang signifikan biaya bahan baku terhadap hasil

produksi.

H3 = Ada pengaruh yang signifikan biaya tenaga kerja langsung terhadap

hasil produksi.

Page 50: doc

36

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subyek dalam penelitian (Arikunto, 2002:108).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua industri kecil Tenun ATBM yang ada

di Sentra Industri Tenun ATBM Medono Kecamatan Pekalongan Barat Kota

Pekalongan.

Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Pekalongan tercatat

ada 27 pengrajin tenun ATBM sehingga yang menjadi populasi dalam penelitian

ini berjumlah 27 Industri Kecil Tenun sekaligus sebagai sampel penelitian karena

jumlahnya kurang dari 100. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (1997:177)

bahwa jika penelitian kurang dari 100 maka diambil semua. Dalam hal ini peneliti

mengambil keseluruhan populasi sebagai sampel sehingga penelitian ini

merupakan penelitian populasi.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang dimaksud disini adalah obyek penelitian atau apa

yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002:96). Adapun yang

menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel independen atau variabel bebas )(X , yaitu Biaya Produksi Langsung

Variabel biaya produksi langsung ini terdiri dari dua jenis yaitu :

Page 51: doc

37

a. Biaya bahan baku (X1), dengan indikator :

- Harga benang Lusi, benang Pakan, dan obat pewarna per kg.

- Jumlah benang Lusi, benang Pakan, dan obat pewarna yang digunakan.

b. Biaya tenaga kerja langsung (X2), dengan indikator :

- Jumlah tenaga kerja yang digunakan meliputi tenaga penenun, tenaga

palet, tenaga cucuk, dan tenaga pewarna.

- Upah tenaga kerja per hari yang meliputi tenaga penenun, tenaga palet,

tenaga cucuk, dan tenaga pewarna.

2. Variabel dependen atau variabel terikat (Y), yaitu Hasil Produksi

Indikator hasil produksi yaitu jumlah kain tenun yang dihasilkan pada proses

produksi dikalikan dengan harga jual per meter.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah :

1. Metode wawancara

Metode wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan

pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada

responden dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat

perekam (Soehartono, 1995:68). Metode ini digunakan untuk mengetahui

jumlah masing-masing dari biaya produksi langsung dan hasil produksi yang

diperoleh setiap kali proses produksi.

Page 52: doc

38

2. Metode dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel

yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen

rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2002:206). Metode ini

digunakan untuk memperoleh data tambahan tentang biaya produksi langsung

dan hasil produksi di Sentra Industri Tenun ATBM Medono sebagai data

pendukung dari metode wawancara.

3.4 Metode Analisis Data

Di dalam menganalisa data-data dalam penelitian ini digunakan :

1. Metode Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif ini digunakan untuk mengkaji variabel-variabel

pada penelitian yang terdiri dari biaya produksi langsung (variabel X) dan

hasil produksi (variabel Y), yang dicari dengan rumus :

Rata-rata biaya bahan baku : nX

X 11

Σ=

Rata-rata biaya tenaga kerja langsung : nXX 2

=

Rata-rata hasil produksi : nYY Σ

=

Keterangan :

1X = Biaya bahan baku rata-rata

2X = Biaya tenaga kerja langsung rata-rata

Y = Hasil produksi rata-rata

Page 53: doc

39

n = Jumlah sampel atau populasi

(Sudjana, 2002:67)

2. Metode Analisis Regresi Linier Berganda

Mengacu pada tujuan dan hipotesis, maka model analisis yang digunakan

adalah analisis regresi linier berganda. Analisis ini bertujuan untuk

mengetahui seberapa besar biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang

merupakan variabel independen berpengaruh terhadap hasil produksi.

Persamaan regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

Y = b0 + b1X1 + b2X2

Keterangan :

Y = Hasil produksi pengrajin tenun

X1 = Biaya bahan baku

X2 = Biaya tenaga kerja langsung

b0 = Konstanta

b1 = Koefisien regresi X1

b2 = Koefisien regresi X2

(Algifari, 2000:83).

Pembuktian hipotesis dilakukan dengan :

a. Uji Simultan (Uji F)

Uji simultan dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel-

variabel independen berupa biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja

langsung secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan

Page 54: doc

40

terhadap variabel dependen yaitu hasil produksi. Langkah-langkah dalam

uji F sebagai berikut :

1) Menentukan hipotesis.

H0 : b1 = b2 = 0, artinya variabel biaya bahan baku dan biaya tenaga

kerja langsung secara simultan tidak berpengaruh terhadap hasil

produksi.

Ha : b1 = b2 = 0, artinya variabel biaya bahan baku dan biaya tenaga

kerja langsung secara simultan berpengaruh terhadap hasil produksi.

2) Menentukan tingkat signifikan.

Tingkat signifikan pada penelitian ini adalah 5 %, artinya resiko

kesalahan pengambil keputusan adalah 5 %.

3) Pengambilan keputusan

Jika probabilitas (Sig F) > α (0,05) maka H0 diterima, artinya tidak ada

pengaruh signifikan dari variabel independen terhadap variabel

dependen.

Jika probabilitas (Sig F) < α (0,05) maka H0 ditolak, artinya ada

pengaruh signifikan dari variabel independen terhadap variabel

dependen.

b. Uji Parsial (Uji t)

Uji parsial digunakan untuk menguji variabel-variabel independen

secara individu berpengaruh dominan pada variabel dependen. Langkah-

langkah dalam uji t sebagai berikut :

Page 55: doc

41

1) Menentukan hipotesis.

H0 : b1/b2 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh signifikan secara parsial

antara variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y).

Variabel biaya bahan baku tidak berpengaruh terhadap hasil produksi,

atau variabel biaya tenaga kerja langsung tidak berpengaruh terhadap

hasil produksi.

Ha : b1/b2 = 0, artinya terdapat pengaruh signifikan secara parsial antara

variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Variabel

biaya bahan baku berpengaruh terhadap hasil produksi, atau variabel

biaya tenaga kerja langsung berpengaruh terhadap hasil produksi.

2) Menentukan tingkat signifikan (α).

Tingkat signifikan pada penelitian ini adalah 5 %, artinya resiko

kesalahan pengambil keputusan adalah 5 %.

3) Pengambilan keputusan

Jika probabilitas (Sig t) > α (0,05) maka H0 diterima, artinya tidak ada

pengaruh signifikan secara parsial dari variabel independen terhadap

variabel dependen.

Jika probabilitas (Sig t) < α (0,05) maka H0 ditolak, artinya ada

pengaruh signifikan secara parsial dari variabel independen terhadap

variabel dependen.

(Santoso, 2002:97).

Page 56: doc

42

3. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) keseluruhan digunakan untuk mengetahui

besarnya persentase pengaruh semua variabel independen terhadap nilai

variabel dependen. Besarnya koefisien determinasi adalah 0 sampai dengan 1.

Jika R2 semakin mendekati nol maka semakin kecil pengaruh semua variabel

independen terhadap nilai variabel dependen. Sebaliknya jika R2 semakin

mendekati satu maka semakin besar pula pengaruh semua variabel independen

terhadap variabel dependen.

Selain itu perlu juga dicari besarnya koefisien determinasi (r2) parsial

untuk masing-masing variabel bebas. r2 digunakan untuk mengukur derajat

hubungan antara tiap variabel X terhadap Y secara parsial. Semakin besar nilai

r2 maka semakin besar variasi sumbangan variabel bebas terhadap variabel

terikat (Algifari, 2000:68).

Page 57: doc

43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian

Sentra Tenun ATBM Medono terletak di kelurahan Medono kecamatan

Pekalongan Barat kota Pekalongan. Sentra Tenun ATBM Medono ini merupakan

kumpulan industri kecil penghasil kain tenun tradisional (ATBM) yang memiliki

pengrajin sejumlah 27 orang.

Adapun batas-batas wilayah kelurahan Medono adalah :

Sebelah Utara : Kelurahan Podosugih

Sebelah Timur : Desa Jenggot

Sebelah Selatan : Kelurahan Landungsari

Sebelah Barat : Desa Tegal Rejo

Adapun kondisi sosial dari para pengrajin tenun tradisional di Sentra

Tenun ATBM Medono ini dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Pengrajin tenun ATBM

Di Sentra Tenun ATBM Medono ini terdapat 27 pengrajin tenun

tradisional yang masih beroperasi hingga sekarang sebagai berikut :

Page 58: doc

44

Tabel 1 : Data Pengrajin Tenun ATBM

No Nama Perusahaan Pemilik Alamat

1 Pert. H Ilman Kandung H. Ilman Kandung Jl. Jaya Bakti 1/9

2 Pert. Mitra usaha M. Anas Jl. Jaya Bakti 3/196A

3 Kartika Busana Fatonah Jl. Karya Bakti 3/196

4 Pert. Asritex H. Abdullah S Jl. Karya Bakti 5/24

5 Ana Collection Achmad Chadlirin Jl. Karya Bakti 121

6 Mukhlis Mukhlis Jl. Karya Bakti Gg 2/13

7 Pert. AR Collection Nuryam Jl. Karya Bakti 130

8 Pert. Hasanudin Hasanudin Jl. Karya Bakti Gg 3

9 Pert. DR Daudi Jl. Karya Bakti 169

10 Liana Collection H. Murip Jl. Karya Bakti

11 Zenetta Collection Abu Chasan Medono

12 Pert. ATBM Zaenudin Zaenudin Medono Gg 7/51

13 Tenun Ratika Murip Sodikin Medono Gg 9/161

14 Pert. ATBM Slamet Bejo Slamet Bejo Medono Gg 7/55

15 Pert. H. Umar Ambari H. Umar Ambari Medono Gg 3/185

16 Pert. ATBM Nurochman Nurochman Medono Gg 6/140

17 UD Uspana H. Slamet Imron, SH Jl. Karya Bakti 119

18 Pert. Katrio Sabar Katrio Sabar Jl. Karya Bakti Gg 3

19 Mulyo Hadi Drs. M Adnan Jl. Karya Bakti 5/15

20 Pert. Saran Samadi Medono Gg 7

21 Pert. ATBM Sachur Sachur Medono Gg 6/9

22 Tenun Furqon Furqon Jl. Karya Bakti 128

23 Risnatex Banjari Medono

24 Pert. Amat Bibit Amat Bibit Medono Gg 3

25 Tenun Karya Indah H. M. Sugiharto Jl. Dharma Bakti 86

26 ATBM Sodikin Sodikin Medono Rt 3 Rw 3 /37

27 Tenun ATBM Mila Mundakir Jl. Sunan Ampel 50

Sumber : Data penelitian diolah

Page 59: doc

45

Dari tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa penyebaran pengrajin tenun

tradisional ini mayoritas berada di Jl. Karya Bakti yaitu sejumlah 12 orang

dan kemudian di Medono sejumlah 11 orang, sisanya berlokasi di Jl. Karya

Bakti sejumlah 2 orang, di Jl. Dharma Bakti dan Jl. Sunan Ampel masing-

masing satu orang.

b. Jumlah Tenaga Kerja

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usaha tenun di Sentra Tenun

ATBM Medono ini bervariasi mulai dari 3 sampai 15 tahun.

Tabel 2 : Jumlah Tenaga Kerja

No Jumlah Tenaga Kerja Jumlah Usaha

1 1 sampai 5 orang 13

2 6 sampai 10 orang 12

3 11 sampai 15 orang 2

4 Lebih dari 15 orang -

Sumber : Data penelitian diolah

Tabel 2 menunjukkan bahwa usaha tenun tradisional di Sentra Tenun

ATBM Medono ini sebagian besar memiliki tenaga kerja kurang dari 5 orang

yaitu sebanyak 13 industri tenun. Banyak sedikitnya jumlah tenaga kerja ini

menunjukkan besar kecilnya usaha yang dimiliki pengrajin tenun. Semakin

banyak tenaga kerja yang dimiliki maka semakin besar pula usahanya.

Sebaliknya semakin sedikit tenaga kerja yang dimiliki maka semakin kecil

pula usahanya yang dikelolanya.

Page 60: doc

46

c. Jenis Kelamin Pengrajin

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usaha tenun di Sentra Tenun

ATBM Medono ini dikelola baik oleh laki-laki maupun wanita.

Tabel 3 : Jenis Kelamin Pengrajin

No Jenis Kelamin Jumlah Pengrajin 1 Laki-laki 25 orang 2 Wanita 2 orang

Sumber : Data penelitian diolah

Tabel 3 menunjukkan bahwa usaha tenun tradisional di Sentra Tenun

ATBM Medono ini sebagian besar dikelola oleh laki-laki sebesar 25 orang

sedangkan pengelola wanita hanya berjumlah 2 orang. Ini menunjukkan

masih adanya dominansi laki-laki sebagai pengelola dan pemilik usaha. Hal

tersebut berkaitan dengan peran laki-laki sebagai kepala keluarga yang

seharusnya membiayai kehidupan keluarga, sedangkan wanita masih sedikit

yang dapat membuktikan perannya dalam suatu usaha.

d. Usia Pengrajin

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usia para pengrajin tenun

ATBM di Sentra Tenun ATBM Medono bervariasi dan berada pada rentang

usia 33 sampai 60 tahun.

Tabel 4 : Usia Pemilik Usaha

No Usia Pemilik Usaha Jumlah Pengrajin 1 21 sampai 31 tahun - 2 32 sampai 41 tahun 13 orang 3 42 sampai 51 tahun 9 orang 4 52 tahun ke atas 5 orang

Sumber : Data penelitian diolah

Page 61: doc

47

Tabel 4 menunjukkan bahwa di Sentra Tenun ATBM Medono ini

mayoritas pengrajinnya berada pada usia produktif yaitu 32 sampai 41 tahun

sejumlah 13 orang. Sedangkan sejumlah 5 orang berada pada usia yang sudah

tidak produktif lagi yaitu pada usia 52 tahun ke atas. Usia sangat menentukan

tingkat produktivitas seseorang dalam bekerja. Semakin produktif tingkat

usia pengusaha maka akan semakin baik pula kinerja mereka dalam

mengelola usahanya.

e. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat pendidikan pengrajin

bervariasi dari mulai SD hingga perguruan tinggi sebagai berikut :

Tabel 5 : Tingkat Pendidikan Pengrajin

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Pengrajin 1 SD 5 orang 2 SMP 12 orang 3 SMA 7 orang 4 PT 3 orang

Sumber : Data penelitian diolah

Tabel 5 menunjukkan bahwa di Sentra tenun ATBM Medono ini

mayoritas pengrajinnya berpendidikan SMP yaitu sebanyak 12 orang.

Tingkat pendidikan ini tentunya akan mempengaruhi pola berfikir pengrajin

dalam mengelola usahanya. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang mereka

miliki diharapkan semakin baik pula manajemen usahanya karena wawasan

yang dimiliki pun akan semakin luas.

Page 62: doc

48

f. Lama Usaha Pengrajin

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lama usaha para pengrajin

tenun ini bervariasi mulai dari 6 sampai 15 tahun.

Tabel 6 : Lama Usaha Pengrajin

No Lama Usaha Jumlah Pengrajin

1 Kurang dari 5 tahun -

2 5 sampai 10 tahun 22 orang

3 11 sampai 15 tahun 4 orang

4 Lebih dari 15 tahun 1 orang

Sumber : Data penelitian diolah

Tabel 6 menunjukkan bahwa di Sentra tenun ATBM Medono ini

mayoritas pengrajinnya beroperasi sekitar 8 tahun yaitu sebanyak 7 orang.

Lama usaha ini tentunya menentukan pengalaman pengrajin dalam mengelola

dan mempertahankan keberlangsungan usahanya. Semakin tinggi tingkat

pengalaman yang dimiliki maka semakin adaptif pula dalam menghadapi

berbagai perubahan kondisi ekonomi yang berkaitan dengan usahanya.

4.1.2 Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif ini digunakan untuk mengkaji variabel-variabel

pada penelitian yaitu variabel biaya produksi langsung (X) yang terdiri dari biaya

bahan baku (variabel X1), dan biaya tenaga kerja langsung (variabel X2 ), serta

variabel hasil produksi (Y).

Page 63: doc

49

1. Variabel Biaya Bahan Baku (X1)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa untuk memproduksi kain

tenun tradisional ini diperlukan bahan baku meliputi benang Lusi, benang

Pakan, dan obat pewarna. Berikut memperlihatkan rata-rata penggunaan bahan

baku tersebut.

Tabel 7 : Rata-rata Penggunaan Bahan Baku

No Bahan

Baku

Total Biaya

Bahan Baku

Rata-rata

penggunaan (kg)

Rata-rata

penggunaan (Rp)

1 Benang Lusi Rp 33.311.000 58,37 kg Rp 1.233.750

2 Benang Pakan Rp 41.871.000 134,77 kg Rp 1.550.800

3 Obat Pewarna Rp 85.150 1,33 kg Rp 3.150

Jumlah Rp 75.267.150

Sumber : data penelitian diolah

Tabel 7 menunjukkan bahwa penggunaan biaya bahan baku total sebesar

Rp. 75.267.150. Dengan rincian biaya untuk pembelian benang Lusi total

sebesar Rp. 33.311.000 dan rata-rata pemakaian benang Lusi tiap pengrajin

dalam satu kali proses produksi sebesar 58,37 kg atau Rp. 1.233.750. Biaya

untuk pembelian benang Lusi total sebesar Rp. 41.871.000 dengan rata-rata

pemakaian benang Pakan tiap pengrajin dalam satu kali proses produksi

sebesar 134,77 kg atau Rp. 1.550.800. Biaya untuk pembelian obat pewarna

total sebesar Rp. 85.150 dengan rata-rata pemakaian obat pewarna tiap

pengrajin dalam satu kali proses produksi sebesar 1,33 kg atau Rp. 3.150.

Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi kain tenun tradisional ini

ada tiga jenis yaitu benang Lusi, benang Pakan, dan obat pewarna. Benang

Page 64: doc

50

Lusi digunakan sebagai panjang kain. Benang Lusi ini terdiri dari dua jenis

yaitu 40/2 TR (Tetron Rayon) dan 30 S (Single). Jenis 40/2 TR adalah benang

kelas satu dan merupakan benang rangkap. Untuk 1 pak (4,5 kg) benang Lusi

40/2 TR ini jika diolah (ditenun) akan menghasilkan 35 sampai 40 meter kain

tenun. Sedangkan jenis 30 S adalah benang kelas dua dan lebih tipis karena

single. Untuk 1 pak (4,5 kg) benang Lusi 30 S ini jika diolah akan

menghasilkan 55 sampai 60 meter kain tenun. Benang Lusi 40/2 TR ini dibeli

pengrajin dengan harga Rp 22.000 per kg, sedangkan untuk jenis 30 S dibeli

dengan harga Rp 21.000 atau Rp 20.000 per kg.

Bahan baku lainnya adalah benang Pakan yang digunakan sebagai lebar

kain. Benang Pakan ini berjenis 10 S (Single) TC (Tetron Caton). Benang

Pakan ini dibeli oleh pengrajin dengan harga Rp 11.000, Rp12.000, atau Rp

15.000 per kg.

Obat pewarna merupakan bahan baku pendukung dalam memproduksi

kain tenun tradisional ini. Warna yang digunakanpun bervariasi dan

disesuaikan dengan keinginan pemesan. Obat pewarna ini hanya digunakan

pada proses produksi kain tenun bermotif sedangkan untuk kain tenun polos

tidak diperlukan obat pewarna. Motif yang dibuatpun bermacam-macam dan

disesuaikan dengan keinginan pemesan. Dalam satu kali proses produksi kain

tenun bermotif ini menggunakan obat pewarna sebanyak 1 sampai 3 kg

tergantung dari banyaknya benang yang akan diwarnai. Pengrajin biasanya

membeli obat pewarna ini dengan harga antara Rp 2000 sampai Rp 2700 per

kg tergantung dari kualitasnya.

Page 65: doc

51

Para pengrajin tenun di Sentra Tenun ATBM Medono ini sebagian besar

berproduksi atas dasar pesanan. Jadi benang Lusi, benang Pakan, dan obat

pewarna yang digunakan tergantung dari keinginan pemesan. Jenis kain tenun

yang dihasilkanpun disesuaikan dengan tujuannya yaitu untuk diolah menjadi

produk apa kain tenun tersebut. Kain tenun ini oleh pemesan (pengusaha

konveksi) akan diolah lagi menjadi beragam produk assesoris seperti place-

mate, gorden, sarung bantal kursi, jok kursi dsb. Beragam produk assesoris ini

tentunya memerlukan jenis kain tenun yang berbeda-beda sehingga jenis

bahan baku yang digunakanpun berbeda-beda sesuai dengan kepentingannya.

2. Variabel Biaya Tenaga Kerja Langsung (X2)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa untuk memproduksi kain

tenun tradisional ini diperlukan beberapa tenaga kerja yang meliputi tenaga

penenun, tenaga cucuk, tenaga palet, dan tenaga pewarna. Di bawah ini

menunjukkan rata-rata pengeluaran untuk upah tenaga kerja langsung sebagai

berikut.

Tabel 8 : Rata-rata Pengeluaran Biaya Tenaga Kerja Langsung

N

o

Tenaga kerja

Langsung

Total Biaya

Tenaga Kerja

Langsung

Rata-rata Jumlah

Tenaga Kerja

yang digunakan

Rata-rata biaya

Tenaga Kerja

Langsung

1 Tenaga penenun Rp. 21.733.000 3 orang Rp. 804.950

2 Tenaga cucuk Rp. 1.259.000 2 orang Rp. 46.650

3 Tenaga palet Rp. 4.168.000 2 orang Rp. 154.400

4 Tenaga pewarna Rp. 2.311.500 1 orang Rp. 85.600

Jumlah Rp. 29.471.500 8 orang

Sumber : data penelitian diolah

Page 66: doc

52

Tabel 8 menunjukkan bahwa penggunaan biaya tenaga kerja langsung total

sebesar Rp. 29.471.500 seperti terlampir. Dengan rincian biaya untuk upah

tenaga penenun total sebesar Rp. 21.733.000 dengan rata-rata upah tenaga

penenun tiap pengrajin dalam satu kali proses produksi sebesar Rp. 804.950.

Biaya untuk upah tenaga cucuk total sebesar Rp. 1.259.000 dengan rata-rata

upah tenaga cucuk tiap pengrajin dalam satu kali proses produksi sebesar

Rp. 46.650. Biaya untuk upah tenaga palet total sebesar Rp. 4.168.000 dengan

rata-rata upah tenaga palet tiap pengrajin dalam satu kali proses produksi

sebesar Rp. 154.400. Biaya untuk upah tenaga pewarna total sebesar Rp.

2.311.500 dengan rata-rata upah tenaga pewarna tiap pengrajin dalam satu kali

proses produksi sebesar Rp. 85.600.

Dalam memproduksi kain tenun tradisional ini diperlukan empat jenis

tenaga kerja yang secara langsung menangani proses pembuatan kain tenun

dari bahan dasar sampai menjadi barang jadi. Tenaga kerja ini meliputi tenaga

pewarna, tenaga palet, tenga cucuk, dan tenaga penenun.

Tenaga pewarna bertugas untuk mewarnai benang Lusi dan benang Pakan

yang akan ditenun menjadi kain tenun. Pewarnaan ini bertujuan untuk

memperindah kain tenun dengan memberikan motif dan untuk mempertinggi

harga jualnya. Pewarnaan ini hanya terdapat pada proses produksi jenis kain

tenun bermotif, sedangkan untuk memproduksi kain tenun polos maka tidak

diperlukan adanya tenaga pewarna. Upah tenaga pewarna ini berkisar antara

Rp 10.000 sampai Rp 15.000 per hari. Proses pewarnaan ini memerlukan

waktu dari 3 sampai 9 hari tergantung dari kondisi cuaca dan banyaknya

Page 67: doc

53

benang yang akan diwarnai. Proses pewarnaan ini sangat tergantung dengan

cuaca, karena setelah benang direndam dengan obat pewarna selanjutnya akan

dijemur di bawah panas matahari agar kering. Jika kondisi cuaca tidak

mendukung atau panasnya kurang maka proses penjemuran akan memakan

waktu yang lebih lama. Oleh karena pengrajin tenun di Sentra Tenun ATBM

Medono ini mayoritas bekerja atas dasar pesanan, maka motif dan warna yang

digunakan dalam kain tenun sepenuhnya ditentukan oleh pemesan.

Tenaga palet bertugas untuk menggulung benang Lusi dan benang Pakan

yang akan ditenun menjadi kain tenun. Proses menggulung (ngikal) benang ini

dimulai dengan mengurai benang Lusi dan benang Pakan pada gelok (alat

untuk menggulung benang dan berukuran kecil) kemudian di gulung pada

kleting (alat untuk menggulung benang pada mesin palet) untuk kemudian

dimasukkan pada bom (alat untuk menggulung benang dan berukuran besar).

Proses palet ini biasanya memerlukan waktu antara 6 sampai 14 hari

tergantung dari banyaknya benang yang akan ditenun. Untuk pekerjaannya ini,

tenaga palet akan menerima upah sebesar Rp 10.000 atau Rp 12.000 per hari.

Akan tetapi, sebagian besar pengrajin menetapkan upah tenaga palet sebesar

Rp 10.000 per hari.

Benang Lusi yang telah digulung pada bom kemudian akan dicucuk pada

kawat gun (ujung-ujung benang dimasukkan pada kawat gun) pada mesin

ATBM. Inilah pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga cucuk. Proses cucuk ini

biasanya memerlukan waktu yang lebih singkat yaitu 0,5 sampai 3 hari

tergantung dari banyaknya mesin tenun yang digunakan. Upah yang diterima

Page 68: doc

54

tenaga cucuk ini antara Rp 12.000 sampai Rp. 17.500 per hari. Akan tetapi

sebagian besar pengrajin membayar upah tenaga cucuk sebesar Rp 15.000 per

hari.

Setelah benang Lusi dan benang Pakan selesai mengalami proses

pewarnaan, penggulungan (palet), dan cucuk, maka proses akhir dari benang

ini adalah penenunan. Tenaga penenun bertugas menenun benang-benang

yang telah siap dipasang pada mesin ATBM tersebut menjadi kain tenun.

Proses menenun ini memerlukan waktu 8 sampai 17 hari tergantung dari

banyaknya benang dan mesin ATBM yang digunakan. Upah tenaga penenun

ini biasanya antara Rp 22.000 sampai Rp 30.000 tergantung dari keahlian

tenaga penenun tersebut. Semakin terampil seorang penenun maka akan

semakin tinggi upahnya dan semakin cepat pula dalam menyelesaikan

tenunannya.

Tenaga kerja di Sentra tenun ATBM Medono ini mayoritas adalah

borongan. Sistem borongan ini lebih menguntungkan para pemilik usaha

karena mereka mayoritas bekerja atas dasar pesanan. Dengan sistem borongan,

pemilik usaha tidak perlu membayar gaji karyawan ketika tidak ada pekerjaan.

Para tenaga kerja inipun hanya bekerja jika pemilik usaha menerima pesanan

pembuatan kain tenun.

3. Variabel Hasil Produksi (Y)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa rata-

rata kain tenun yang dihasilkan (diproduksi) para pengrajin tenun di Sentra

tenun ATBM Medono sebagai berikut.

Page 69: doc

55

Tabel 9 : Rata-rata Hasil Produksi kain Tenun

Total Hasil Produksi Rata-rata Hasil Produksi Hasil

Produksi Rupiah Meter Rupiah Meter

Kain Tenun Rp. 140.278.750 13.850 m Rp. 5.195.500 512,96 m

Sumber : data penelitian diolah

Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa hasil produksi total sebesar

13.850 meter atau Rp. 140.278.750. Dengan rata-rata hasil produksi kain tenun

tiap pengrajin dalam satu kali proses produksi adalah 512,96 meter atau Rp.

5.195.500. Hasil ini kemudian dijual kepada pemesan dengan harga Rp. 6500

sampai Rp. 15.000 permeter. Jadi rata-rata penghasilan para pengrajin tenun

dalam satu kali proses produksi adalah Rp. 5.195.500.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa di Sentra tenun ATBM

Medono ini dalam satu kali proses produksi dapat dihasilkan antara 200 sampai

1200 meter kain tenun. Hasil ini termasuk cukup rendah bila dibandingkan dengan

hasil yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan tingginya

biaya produksi langsung terutama harga bahan baku yang berakibat dengan

minimnya dana, pengrajin tidak bisa mendapatkan bahan baku dalam jumlah besar

untuk diproduksi. Sementara itu pesananpun jauh berkurang dibandingkan tahun-

tahun sebelumnya. Akhirnya kondisi ini berdampak pada penurunan produksi kain

tenun tersebut.

Mayoritas pengrajin tenun di Sentra tenun ATBM Medono ini bekerja

berdasarkan pesanan. Langganan ataupun daerah pemasaran mereka biasanya

berasal dari Jakarta, Yogyakarta, Solo, Bali, dan beberapa kota besar di Jawa.

Jenis kain tenun yang dihasilkan secara umum ada dua jenis yaitu kain tenun

Page 70: doc

56

bermotif dan kain tenun polos. Kain tenun ini dijual dengan harga Rp. 6500

sampai Rp. 15.000 permeter nya tergantung dari kualitas kain tenun itu sendiri.

Dengan harga jual tersebut pengrajin tenun hanya dapat menikmati keuntungan

antara Rp. 1000 sampai Rp. 3000 per meternya. Dari penjualan tersebut pengrajin

akan mendapatkan penghasilan sebesar Rp 2.700.000 sampai Rp 14.400.000

dalam satu kali proses produksi.

4.1.3 Hasil Analisis Regresi

Uji regresi berganda digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh

antara variabel bebas (biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung) dengan

variabel terikat (hasil produksi). Perhitungan persamaan regresi dilakukan dengan

menggunakan program SPSS 10.0 for windows.

Tabel 10 : Coeffisients

Coefficientsa

373835 4454,6 -1,594 ,1241,777 ,235 ,859 7,559 ,000 ,986 ,839 ,249 ,084 11,921

,563 ,484 ,132 1,165 ,256 ,955 ,231 ,038 ,084 11,921

(ConstaBBBBTK

Mode1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

tandardizedCoefficients

t Sig. Zero-orde Partial PartCorrelations

Tolerance VIFollinearity Statistic

Dependent Variable: HSLPRODa.

Berdasarkan tabel 10 tersebut maka diperoleh persamaan regresi sebagai

berikut :

Y = -373835 + 1,777 X1 + 0,563 X2

Dari persamaan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa :

Page 71: doc

57

1. Koefisien konstanta (a) sebesar -373835

Koefisien konstanta (a) sebesar -373835 artinya bahwa jika X1 dan X2

sama dengan nol maka Y sebesar -373835 atau jika biaya bahan baku dan

biaya tenaga kerja langsung nol maka hasil produksi sebesar -373835.

Hal ini tidak mungkin terjadi karena jika pengusaha tidak memiliki

dana untuk membeli bahan baku dan membayar upah tenaga kerja ataupun

pengusaha tidak memiliki bahan baku dan tenaga kerja maka pengrajin tidak

bisa menjalankan usahanya (berproduksi) dan tidak bisa menghasilkan produk

berupa kain tenun.

2. Koefisien regresi biaya bahan baku (X1 ) sebesar 1,777

Besarnya koefisien regresi biaya bahan baku (X1) sebesar 1,777

mengindikasikan jika X1 (biaya bahan baku) naik sebesar Rp. 1000 sementara

X2 (biaya tenaga kerja langsung) diasumsikan tetap, maka besarnya Y (hasil

produksi) akan naik sebesar Rp. 1.777.

Hal ini terjadi karena pengrajin mampu memperbanyak bahan baku

yang dimiliki atau dapat dikatakan pengrajin mampu meningkatkan biaya

bahan bakunya. Dengan adanya peningkatan biaya bahan baku ini maka akan

meningkatkan hasil produksi tenun. Semakin banyak bahan baku yang tersedia

berarti akan banyak pula bahan baku yang dapat diolah sehingga kain tenun

yang dihasilkanpun akan semakin banyak.

3. Koefisien regresi biaya tenaga kerja langsung (X2 ) sebesar 0,563

Besarnya koefisien regresi biaya tenaga kerja langsung (X2 ) sebesar

0,563 mengindikasikan jika X2 (biaya tenaga kerja langsung) naik sebesar

Page 72: doc

58

Rp. 1000 sementara X1 (biaya bahan baku) diasumsikan tetap, maka besarnya

Y (hasil produksi) akan naik sebesar Rp. 563.

Hal tersebut terjadi jika pengrajin dapat meningkatkan upah tenaga

kerjanya. Dengan kebijakan peningkatan upah tersebut diharapkan dapat

meningkatkan motivasi pekerja yang akan meningkatkan hasil produksi.

4.1.4 Pengujian Hipotesis

4.1.4.1 Uji Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk mengetahui sejauh mana variabel biaya bahan baku

(X1) dan biaya tenaga kerja langsung (X2) secara bersama-sama mampu

menjelaskan atau berpengaruh terhadap hasil produksi kain tenun (Y).

Dalam pengujian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Perumusan hipotesis.

H0 : H1 = 0, artinya X1 (biaya bahan baku) dan X2 (biaya tenaga kerja

langsung) secara simultan tidak berpengaruh terhadap Y (hasil

produksi).

Ha : H1 = 0, artinya X1 (biaya bahan baku) dan X2 (biaya tenaga kerja

langsung) secara simultan berpengaruh terhadap Y (hasil produksi).

2. Menentukan tingkat signifikan yaitu sebesar 0,05 atau 5 %.

3. Pengambilan keputusan

Jika probabilitas (sig F) > α (0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak.

Jika probabilitas (sig F) < α (0,05) maka H0 ditolak dan Ha diterima.

Page 73: doc

59

Tabel 11 : Anova ANOVAb

2,19E+14 2 1,095E+14 449,100 ,000a

5,85E+12 24 2,437E+112,25E+14 26

RegressionResidualTotal

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), BTK, BBBa.

Dependent Variable: HSLPRODb.

Berdasarkan tabel 11 dengan perhitungan SPSS 10.0 for windows

diperoleh nilai taraf signifikansi F sebesar 0,000. Oleh karena 0,000 < 0,05 maka

dapat diambil kesimpulan H0 ditolak dan Ha diterima, artinya bahwa X1 (biaya

bahan baku) dan X2 (biaya tenaga kerja langsung) secara simultan berpengaruh

terhadap Y (hasil produksi).

4.1.4.2 Uji Parsial (Uji t)

Uji t ini digunakan untuk mengetahui pengaruh X1 (biaya bahan baku) dan

X2 (biaya tenaga kerja langsung) secara parsial terhadap Y (hasil produksi). Dalam

pengujian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Perumusan hipotesis.

H0 : H2 = 0, artinya X1 (biaya bahan baku) secara parsial tidak berpengaruh

terhadap Y (hasil produksi).

H3 = 0, artinya X2 (biaya tenaga kerja langsung) secara parsial tidak

berpengaruh terhadap Y (hasil produksi).

Ha : H2 = 0, artinya X1 (biaya bahan baku) secara parsial berpengaruh

terhadap Y (hasil produksi).

Page 74: doc

60

H3 = 0, artinya X2 (biaya tenaga kerja langsung) secara parsial

berpengaruh terhadap Y (hasil produksi).

2. Menentukan tingkat signifikan yaitu sebesar 0,05 atau 5 %.

3. Pengambilan keputusan

Jika probabilitas (sig t) > α (0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak.

Jika probabilitas (sig t) < α (0,05) maka H0 ditolak dan Ha diterima.

Tabel 12 : Coefficients

Coefficientsa

373835 4454,6 -1,594 ,1241,777 ,235 ,859 7,559 ,000 ,986 ,839 ,249 ,084 11,921

,563 ,484 ,132 1,165 ,256 ,955 ,231 ,038 ,084 11,921

(ConstaBBBBTK

Mode1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

tandardizedCoefficients

t Sig. Zero-orde Partial PartCorrelations

Tolerance VIFollinearity Statistic

Dependent Variable: HSLPRODa.

Pada tabel 12 dengan perhitungan SPSS 10.0 for windows diperoleh nilai

taraf signifikansi t untuk X1 (biaya bahan baku) sebesar 0,000. Oleh karena 0,000

< 0,05 maka dapat diambil kesimpulan H0 ditolak dan Ha diterima, artinya bahwa

X1 (biaya bahan baku) secara parsial berpengaruh terhadap Y (hasil produksi).

Sedangkan nilai taraf signifikansi t untuk X2 (biaya tenaga kerja langsung) sebesar

0,256. Oleh karena 0,256 > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan H0 diterima dan

Ha ditolak, artinya bahwa X2 (biaya tenaga kerja langsung) secara parsial tidak

berpengaruh terhadap Y (hasil produksi).

Page 75: doc

61

4.1.5 Koefisien Determinasi

Untuk mengetahui besarnya persentase variasi dalam variabel terikat yang

dapat dijelaskan oleh variasi dalam variabel bebas, maka dapat dicari nilai

(koefisien determinasi secara simultan) dan r2 (koefisien determinasi secara

parsial).

Tabel 13 : Model Summary

Model Summaryb

,987a ,974 ,972 3689,417 ,974 49,100 2 24 ,000 1,473Mode1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ohe Estimat

R SquareChangeF Change df1 df2 g. F Chang

Change StatisticsDurbin-W

atson

Predictors: (Constant), BTK, BBBa.

Dependent Variable: HSLPRODb.

Berdasarkan tabel 13 diperoleh nilai R2 sebesar 0,974. Koefisien ini

menunjukkan bahwa besarnya variabel Y (hasil produksi) dipengaruhi oleh X1

(biaya bahan baku) dan X2 (biaya tenaga kerja langsung) sebesar 97,4 % dan

sisanya sebesar 2,6 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam

penelitian ini misalnya modal, tingkat teknologi, keahlian pengusaha, kondisi

ekonomi, dll.

Selain itu juga perlu dicari koefisien determinasi parsialnya (r2 ) untuk

mengetahui besarnya sumbangan masing-masing variabel bebas terhadap variabel

terikat. Dengan mengkuadratkan koefisien korelasi parsial, maka koefisien

determinasi parsial (r2 ) dapat diketahui. Berdasarkan pada tabel 12, maka

diperoleh nilai r2 untuk biaya bahan baku sebesar 0,7039 dan biaya tenaga kerja

Page 76: doc

62

langsung sebesar 0,0533. Artinya bahwa biaya bahan baku dapat mempengaruhi

hasil produksi sebesar 0,7039 atau 70,39 % sedangkan untuk biaya tenaga kerja

langsung hanya dapat mempengaruhi hasil produksi sebesar 0,0533 atau 5,33 %.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan analisis statistik dengan regresi berganda

menunjukkan persamaan garis regresi Y = -373835 + 1,777 X1 + 0,563 X2.

Artinya setiap perubahan positif satuan hasil produksi kain tenun pada pengrajin

tenun di Sentra tenun ATBM Medono Pekalongan dipengaruhi oleh biaya bahan

baku sebesar 1,777 dan biaya tenaga kerja langsung sebesar 0,563. Semua

koefisien bertanda positif yang berarti setiap ada kenaikan input (biaya bahan

baku dan biaya tenaga kerja langsung) maka output (hasil produksi) akan

mengalami peningkatan.

4.2.1 Pengaruh Biaya Produksi Langsung terhadap Hasil Produksi

Berdasarkan uji simultannya, variabel biaya produksi langsung (X) secara

simultan mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap hasil produksi (Y)

pada taraf signifikansi 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi biaya

produksi langsung yang dikeluarkan maka semakin tinggi pula hasil produksi

yang diperoleh. Sebaliknya semakin rendah biaya produksi langsung yang

dikeluarkan maka akan semakin rendah pula hasil produksi yang diperoleh.

Pembayaran kepada faktor-faktor produksi merupakan pengeluaran yang

sangat besar dalam menentukan biaya produksi. Tanpa adanya kenaikan

Page 77: doc

63

produktivitas dan efisiensi, kenaikan harga faktor-faktor produksi akan

menyebabkan biaya produksi melebihi hasil penjualan sehingga mengalami

kerugian. Ini dapat menimbulkan penutupan usaha tersebut (Sukirno, 2002:89).

Kenaikan BBM dan TDL sejak beberapa waktu yang lalu membawa

dampak yang cukup besar bagi kondisi usaha tenun. Dari sisi masyarakat, hal

tersebut menyebabkan meningkatnya harga barang-barang kebutuhan pokok yang

tidak diimbangi dengan peningkatan penghasilan mereka akibatnya daya beli

masyarakat pun melemah.

Dari sisi pengusaha konveksi (pemesan), penurunan daya beli masyarakat

ini berakibat pada penurunan permintaan konsumen terhadap produk-produk yang

dihasilkan terutama pada produk yang hanya merupakan kebutuhan sekunder

termasuk barang-barang assesoris (taplak meja, sarung bantal kursi, gorden, jok

kursi,dll) hasil olahan kain tenun yang dibuat oleh pengusaha konveksi (pemesan).

Penurunan permintaan ini diatasi dengan menurunkan harga jual barang-barang

assesoris tersebut. Ini berarti pengusaha konveksi juga akan mencari bahan baku

yang harganya lebih murah untuk memproduksi barang-barang assesoris tersebut,

atau dengan kata lain pengusaha konveksi akan menawarkan harga yang lebih

rendah kepada pengrajin tenun dengan alasan produknya sudah jarang dicari

pembeli (konsumen).

Dari sisi pengrajin tenun, kenaikan BBM dan TDL berdampak pada

meningkatnya biaya produksi langsung terutama harga bahan baku yang semakin

tinggi. Disamping itu harga jual kain tenun ini semakin rendah karena penawaran

harga yang rendah dari pemesan (pengusaha konveksi). Kondisi ini akhirnya

Page 78: doc

64

berdampak pada penurunan produksi dan rendahnya tingkat keuntungan yang

mereka peroleh. Dengan tingginya biaya produksi langsung dan rendahnya harga

jual dari kain tenun tersebut, pengrajin harus tetap dapat mengoperasikan

usahanya yang merupakan satu-satunya penopang kehidupan mereka.

Dengan demikian penetapan harga yang digunakan di Sentra Industri

Tenun ATBM medono ini merupakan penetapan harga yang berorientasi pada

permintaan. Penetapan harga yang berorientasi pada permintaan didasarkan atas

perkiraan apakah yang akan terjadi terhadap hasil penjualan dengan harga yang

berbeda. Ditetapkan harga tinggi apabila jumlah permintaan tinggi dan ditetapkan

harga yang rendah apabila permintaan sedikit (Sriyadi, 1991:181).

Menurut Munawir (1986:184), untuk dapat mencapai laba yang besar

maka dapat dilakukan upaya seperti menekan biaya produksi serendah mungkin

dengan mempertahankan tingkat harga jual dan volume penjualan yang ada,

menentukan harga jual sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki, dan

meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin. Ketiga langkah tersebut tidak

dapat dilakukan secara terpisah-pisah karena biaya, harga jual, dan volume

produksi saling berkaitan. Biaya akan menentukan harga jual. Harga jual akan

mempengaruhi volume penjualan. Volume penjualan akan mempengaruhi volume

produksi, dan volume produksi ini akan langsung mempengaruhi biaya.

Besar kecilnya hasil produksi sebenarnya relatif bagi tiap pengrajin tenun

(pemilik usaha), karena bisa jadi secara kuantitas hasil produksinya besar tetapi

secara rupiah hasil produksi tersebut menjadi kecil karena harga jual yang rendah.

Ataupun secara kuantitas hasil produksinya kecil tetapi secara rupiah menjadi

Page 79: doc

65

besar karena mereka dapat memperoleh harga jual yang tinggi. Demikian pula bila

dikaitkan dengan keuntungan dan kerugian yang diperoleh. Hasil produksi yang

besar secara kuantitas akan tidak ada artinya apabila mereka mengalami kerugian

karena harga jual keseluruhan kain tenunnya tidak bisa menutup biaya produksi

langsung yang telah mereka keluarkan. Hasil produksi yang kecil secara kuantitas

akan lebih berarti bila mereka dapat tetap memperoleh keuntungan karena

mendapat harga jual keseluruhan kain tenun yang lebih besar dari biaya produksi

langsung yang telah mereka keluarkan.

Perusahaan yang menggunakan bahan, tenaga kerja, dan mesin, atau

sumber daya produksi lainnya secara lebih sedikit (lebih efisien dan efektif)

daripada pesaingnya. Maka dalam memproduksi produk yang sama dengan

kualitas yang sama atau lebih tinggi, perusahaan yang efisien dalam berproduki

tersebut akan menikmati keunggulan kompetitif (keunggulan bersaing) dari

pesaingnya. Perusahaan tersebut akan lebih unggul dalam menghadapi persaingan

di pasaran. Perusahaan ini biasanya memperoleh hasil ataupun keuntungan di atas

rata-rata dan memiliki keberhasilan jangka panjang. Perusahaan yang bersaing

dengan strategi keunggulan biaya harus dapat melakukan semua pekerjaan dengan

sumber daya yang lebih sedikit dibandingkan pesaingnya supaya dapat sukses

(Usry, 1990: 846).

Seorang pengusaha akan selalu berfikir bagaimana mengaloksikan input

seefisien mungkin untuk memperoleh hasil yang maksimum. Tetapi penambahan

input tidak selamanya akan menyebabkan pertambahan output. Apabila sudah

jenuh (melewati titik maksimum) maka penambahan hasil tersebut akan semakin

berkurang. Para pengrajin tenun pun harus pandai - pandai mengalokasikan

Page 80: doc

66

dananya untuk dapat membiayai produksinya (membeli bahan baku dan

membayar upah tenaga kerja langsung) agar produksinya dapat tetap berjalan

lancar sekaligus mampu mendatangkan keuntungan sehingga keberlangsungan

usahanya dapat terjaga.

Menurut teori fungsi Cobb-Douglas, tingkat produksi suatu barang

bergantung kepada jumlah modal, tenaga kerja, kekayaan, dan tingkat teknologi.

Di Sentra tenun ATBM medono ini tingkat produksi kain tenun bergantung secara

bersama-sama pada jumlah bahan baku (modal) dan ketersediaan tenaga kerja.

Tanpa bahan baku proses produksi tidak akan dapat berjalan walaupun ada tenaga

kerja karena tidak ada bahan yang dapat diolah. Sebaliknya tanpa tenaga kerja,

proses produksi juga tidak dapat berjalan walaupun bahan baku tersedia untuk

diolah. Oleh karena itu, bahan baku (modal) dan tenaga kerja bekerja bersama-

sama dalam menghasilkan suatu produk dalam proses produksi.

Dengan demikian hasil penelitian ini dapat memperkuat hasil penelitian

yang telah dilakukan oleh Aliasuddin (2002) mengenai Produksi Optimal dan

Return to Scale (RTS) pada Iindustri Besar dan Kecil di Indonesia, yang

menyatakan bahwa tenaga kerja, bahan baku, dan energi secara simultan relatif

berpengaruh terhadap produksi. Setiap ada kenaikan input (tenaga kerja, bahan

baku, dan energi) maka output (produksi) akan mengalami peningkatan. Akan

tetapi keadaan ini tidak berlaku untuk tenaga kerja. Peningkatan tenaga kerja

boleh jadi menyebabkan peningkatan produksi tetapi dapat juga mengakibatkan

berkurangnya produksi.

Page 81: doc

67

Berdasarkan hasil perhitungan SPSS 10.0 for windows diperoleh nilai

koefisien determinasi secara simultan (R2) sebesar 0,974 atau 97,4 %. Hal ini

berarti biaya produksi langsung (biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja

langsung) secara simultan berpengaruh terhadap hasil produksi kain tenun sebesar

97,4 %, sedangkan sisanya sebesar 2,6 % dipengaruhi oleh variabel lain yang

tidak diteliti misalnya modal, harga jual, permintaan konsumen, pemasaran, dll.

4.2.2 Pengaruh Biaya Bahan Baku terhadap Hasil Produksi

Berdasarkan uji parsialnya variabel biaya bahan baku (X1 ) mempunyai

pengaruh yang sangat nyata terhadap hasil produksi kain tenun (Y) pada taraf

signifikansi 0,000 dan koefisien regresinya bertanda positif. Hal ini menunjukkan

bahwa dengan semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan

baku maka akan semakin meningkat pula hasil produksi kain tenun. Selain itu

menunjukkan pula diterimanya hipotesis kerja yang meyatakan bahwa biaya

bahan baku berpengaruh terhadap hasil produksi kain tenun.

Biaya bahan baku berpengaruh positif terhadap hasil produksi. Semakin

banyak bahan baku yang tersedia untuk diolah atau semakin besar biaya bahan

baku maka akan semakin banyak pula kain tenun yang dapat dihasilkan.

Sebaliknya semakin sedikit bahan baku yang tersedia untuk diolah atau semakin

rendah biaya bahan baku maka akan semakin sedikit pula kain tenun yang dapat

dihasilkan.

Seiring dengan adanya kenaikan BBM dan TDL belakangan ini maka

harga bahan baku pun ikut mengalami kenaikan. Harga bahan baku yang

Page 82: doc

68

meningkat ini berdampak pada semakin besarnya ongkos produksi kain tenun.

Kondisi ini diperparah dengan menurunnya permintaan terhadap produk tenun

ATBM karena daya beli masyarakat yang semakin rendah. Sedangkan produk

akhir kain tenun ini hanyalah berupa barang assesoris yang umumnya hanya

diminati oleh kalangan menengah ke atas. Terlebih barang assesoris ini sifatnya

hanyalah sebagai barang kebutuhan sekunder.

Pemesan (pengusaha konveksi) memesan dengan mempertimbangkan

tingkat permintaan konsumen akan produk assesorisnya. Dengan semakin

rendahnya permintaan konsumen akan produk assesoris tersebut, mendorong

mereka untuk menurunkan harga jual dari produknya. Dari kondisi ini, maka

pengusaha konveksi akan mencari bahan baku (kain tenun) yang harganya lebih

murah atau dengan kata lain pemesan memberikan penawaran harga yang lebih

rendah pada pengrajin tenun. Para pengrajin tenun pun terpaksa menerimanya

karena berbagai alasan kondisi ekonomi tersebut dan di sisi lain agar mereka

dapat tetap mempertahankan keberlangsungan usaha yang merupakan satu-

satunya penopang kehidupan mereka.

Dengan harga jual kain tenun yang rendah tersebut mengakibatkan rendah

pula hasil produksi bila dinilaikan dengan rupiah. Walaupun demikian, pengrajin

harus tetap dapat membiayai produksinya dengan harga bahan baku atau biaya

bahan baku yang tinggi. Kondisi ini berdampak pada semakin kecilnya margin

keuntungan yang dapat diperoleh pengrajin. Padahal pendapatan usaha ataupun

keuntungan yang diperoleh akan dipergunakan kembali untuk membiayai

Page 83: doc

69

produksi mereka. Banyak pengrajin yang tidak sanggup mengatasi kondisi

tersebut dan akhirnya usahanya hancur satu persatu.

Teori fungsi Cobb-Douglas menyatakan bahwa tingkat produksi suatu

barang bergantung pada jumlah modal, tenaga kerja, kekayaan alam, dan tingkat

teknologi yang digunakan. Dalam penelitian ini, tingkat produksi kain tenun

bergantung pada jumlah modal dalam arti bahan baku. Untuk memperoleh bahan

baku diperlukan sejumlah dana (biaya). Ini berarti tingkat produksi suatu barang

juga bergantung pada biaya bahan bakunya.

Di Sentra Tenun ATBM Medono ini, kenaikan biaya bahan baku dapat

meningkatkan hasil produksi kain tenun secara kuantitas tetapi bila dinilaikan

dengan rupiah, hasil produksinya justru mengalami penurunan dibandingkan

dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan harga jual kain tenun

tersebut yang semakin rendah.

Menurut Ahman (2004:120), semakin besar jumlah faktor produksi (input)

yang masuk dalam proses produksi, maka semakin besar pula jumlah produk

(output) yang dihasilkan. Ini berarti semakin besar jumlah bahan baku yang

masuk dalam proses produksi maka akan semakin besar pula jumlah produk

(output) yang dihasilkan.

Makin tinggi produksi, makin banyak bahan-bahan mentah dan peralatan

produksi yang digunakan (Sukirno, 2002:219). Dalam hal ini, terkadang pengrajin

kurang memperhatikan ketersediaan bahan bakunya ketika berproduksi terlebih

ketika pesanannya meningkat, sehingga proses produksi menjadi terhambat.

Page 84: doc

70

Dengan demikian hasil penelitian ini dapat memperkuat penelitian yang

dilakukan oleh Aliasuddin (2002) yang menyatakan bahwa bahan baku

berpengaruh terhadap produksi. Berdasarkan hasil perhitungan SPSS 10.0 for

windows diperoleh nilai koefisien determinasi parsial (r2 ) untuk biaya bahan baku

sebesar 0,7039 atau 70,39 %. Ini menunjukkan bahwa sumbangan biaya bahan

baku sangat besar dalam menentukan hasil produksi. Semakin besar biaya bahan

baku maka akan semakin besar pula hasil produksinya, dan sebaliknya. Tanpa

bahan baku maka proses produksi tidak berjalan dan tidak ada produk dihasilkan.

4.2.3 Pengaruh Biaya Tenaga Kerja Langsung terhadap Hasil Produksi

Berdasarkan uji parsialnya variabel biaya tenaga kerja langsung (X2)

secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap hasil produksi kain tenun (Y)

pada taraf signifikansi 0,256. Hal ini menunjukkan diterimanya hipotesis nol yang

menyatakan bahwa biaya tenaga kerja langsung (X2) tidak berpengaruh terhadap

hasil produksi kain tenun (Y).

Sentra industri tenun ATBM Medono Pekalongan ini termasuk dalam

kategori usaha kecil dan menengah dengan tenaga kerja sejumlah 3 sampai 15

orang. Banyak sedikitnya tenaga kerja yang dimiliki mencerminkan

perkembangan usahanya. Semakin banyak tenaga kerja yang dimiliki maka

semakin besar pula usaha yang dikelolanya dan berarti semakin besar pula hasil

produksinya. Sebaliknya Semakin sedikit tenaga kerja yang dimiliki maka

semakin kecil pula usaha yang dikelolanya dan berarti semakin kecil pula hasil

produksinya.

Usia pemilik usaha juga turut menentukan perkembangan usaha yang

dimilikinya. Seseorang yang berada pada usia produktif akan memiliki kinerja

lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang berada pada usia yang kurang

Page 85: doc

71

produktif. Semakin produktif usia seseorang maka akan semakin tinggi kinerjanya

dalam mengupayakan perkembangan usahanya menuju peningkatan produksi.

Tingkat pendidikan dan pengalaman dalam bidang usahanya juga turut

menentukan kemampuan pemilik usaha dalam memajukan dan mengembangkan

usahanya. Dengan pendidikan yang semakin tinggi diharapkan dapat memberikan

kontribusi terhadap pengelolaan manajemen usaha yang lebih baik. Tingkat

pengalaman pengusaha juga akan menentukan perkembangan usahanya. Semakin

banyak pengalaman usahanya yang ditunjukkan dengan lamanya usaha, maka

pengusaha tersebut akan semakin mudah menghadapi setiap perubahan ekonomi

yang berkaitan dengan usahanya.

Tenaga kerja yang terampil dan berpengetahuan merupakan sumber daya

yang penting untuk menyamai tingkat perubahan yang semakin cepat dalam dunia

bisnis pada masa kini. Para pemilik perusahaan membutuhkan pekerja yang dapat

diandalkan untuk mengembangkan hubungan yang kuat dengan pelanggan dan

mitra kerja (Boone, 2002:26).

Dengan kondisi ekonomi yang tidak pasti, adanya kenaikan BBM dan

TDL yang berdampak pada kenaikan harga bahan baku, dan semakin menurunnya

harga jual dari kain tenun yang berimbas pada penurunan hasil produksi secara

rupiah (pendapatan) mereka, mendorong pengrajin untuk lebih berhati-hati dalam

dalam mengkombinasikan sumber daya yang ada (bahan baku dan tenaga kerja)

agar produksinya tetap terjaga. Berbagai permasalahan tersebut membuat

pengrajin berusaha melakukan langkah-langkah efisiensi dalam usahanya

diantaranya dengan menekan ongkos produksi seminimal mungkin dengan cara

Page 86: doc

72

tidak menaikkan upah tenaga kerja atau paling tidak upah mereka tetap tidak

mengalami perubahan walaupun biaya hidup terus meningkat. Sedangkan untuk

bahan baku mereka tetap membeli dengan harga yang telah ditawarkan oleh

penjual. Mereka tidak bisa menurunkan biaya bahan baku karena penurunan biaya

bahan baku berarti lebih sedikit bahan baku yang dapat diolah dan lebih sedikit

pula kain tenun yang dihasilkan.

Pengurangan produksi pada kegiatan menghasilkan barang industri diikuti

dengan memberhentikan pekerja. Dalam kegiatan industri perubahan permintaan

lebih mempengaruhi kesempatan kerja sedangkan pendapatan (terutama

pendapatan tiap pekerja) tidak mengalami perubahan (Sukirno, 2002:132).

Sejumlah bahan baku (benang) memiliki standar kapasitas tertentu dalam

menghasilkan kain tenun seperti telah dijelaskan dimuka. Berapapun jumlah

benang yang digunakan maka akan diperoleh kain tenun dengan ukuran tersebut.

Jadi semakin banyak benang (bahan baku) yang digunakan maka semakin besar

pula jumlah kain tenun yang dihasilkan. Sebaliknya, semakin sedikit benang

(bahan baku) yang diolah maka semakin sedikit pula kain tenun yang akan

diperoleh.

Hal inilah yang membedakannya dengan biaya tenaga kerja langsung. Jika

biaya bahan baku memiliki pengaruh positif terhadap hasil produksi maka biaya

tenaga kerja langsung tidak berpengaruh terhadap hasil produksi (kain tenun yang

dihasilkan). Produksi sepenuhnya bergantung pada ketersediaan bahan baku,

tetapi tanpa tenaga kerja pun produksi tidak akan dapat berjalan. Berapapun upah

(biaya tenaga kerja langsung) yang dikeluarkan, produksi tetap akan berjalan

Page 87: doc

73

selama ada bahan baku yang dapat diolah. Artinya dengan menaikkan ataupun

menurunkan upah tenaga kerja tidak dapat menaikkan ataupun menurunkan hasil

produksi secara kuantitas. Kenaikan atau penurunan upah tenaga kerja hanya akan

berimbas pada kenaikan atau penurunan biaya produksi langsung.

Keuntungan atau kerugian merupakan perbedaan antara hasil penjualan

dan biaya produksi. Keuntungan diperoleh apabila hasil penjualan melebihi dari

biaya produksi, dan kerugian akan dialami apabila hasil penjualan kurang dari

biaya produksi (Sukirno, 2002:109). Orang tidak mendapatkan laba jika hanya

dapat menjual barangnya dengan harga yang sama dengan biaya pokok (Sriyadi,

1999:179).

Tinggi rendahnya biaya produksi langsung inilah yang menentukan

pengrajin untuk menetapkan harga jual dari kain tenunnya. Paling tidak harga jual

kain tenun secara keseluruhan harus dapat menutup biaya produksi langsung yang

telah mereka keluarkan untuk memproduksi kain tenun agar mereka tidak

menderita kerugian.

Kenaikan biaya tenaga kerja langsung hanya akan menaikkan pula biaya

produksi langsungnya. Apabila pengrajin tidak bisa mendapatkan harga jual kain

tenun yang bisa lebih besar atau paling tidak sama dengan biaya produksi

langsungnya maka mereka hanya dapat memperoleh tingkat keuntungan yang

kecil atau bahkan mengalami kerugian.

Penurunan biaya tenaga kerja langsung akan menurunkan biaya produksi

langsung. Dengan biaya produksi langsung yang lebih rendah maka pengrajin

dapat berkesempatan untuk tetap memperoleh keuntungan walaupun dengan harga

Page 88: doc

74

jual yang rendah. Hal inilah yang dilakukan oleh pengrajin di Sentra tenun ATBM

Medono ini. Kenaikan biaya produksi langsung diatasi dengan tidak menaikkan

upah tenaga kerja langsung sehingga biaya produksi langsung yang mereka

keluarkan tidak terlalu tinggi, agar mereka dapat tetap memperoleh keuntungan

dan menjaga keberlangsungan usahanya.

Dengan demikian hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh Aliasuddin (2002) yang menyatakan bahwa tenaga kerja tidak

berpengaruh terhadap produksi, peningkatan tenaga kerja boleh jadi menyebabkan

peningkatan produksi tetapi dapat juga mengakibatkan berkurangnya produksi.

Berdasarkan hasil perhitungan SPSS 10.0 for windows diperoleh nilai

koefisien determinasi parsial (r2 ) untuk biaya tenaga kerja langsung sebesar

0,0533 atau 5,33 %. Hal ini berarti biaya tenaga kerja langsung hanya dapat

memepengaruhi hasil produksi sebesar 5,33 %. Ini menunjukkan kecilnya

sumbangan biaya tenaga kerja langsung terhadap hasil produksi. Tenaga kerja

tetap dibutuhkan untuk menjalankan proses produksi. Tanpa adanya tenaga kerja

maka tidak akan ada yang menjalankan proses produksi walaupun bahan baku

telah tersedia dan tidak akan ada pula produk yang dapat dihasilkan. Di Sentra

tenun ATBM Medono ini, kenaikan atau penurunan upah tenaga kerja tidak dapat

memperbesar atau memperkecil jumlah kain tenun (hasil produksi) yang

diperoleh. Akan tetapi biaya tenaga kerja harus tetap ada untuk dapat berproduksi

dan menghasilkan produk. Oleh karena itu, sumbangan biaya tenaga kerja

langsung ini terhadap hasil produksi cukup kecil dan berdasarkan uji parsialnya

biaya tenaga kerja langsung tidak berpengaruh terhadap hasil produksi.

Page 89: doc

75

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pengaruh Biaya Produksi

Langsung terhadap Hasil Produksi Pengrajin Tenun di Sentra Industri Tenun

ATBM Medono Kecamatan Pekalongan Barat Kota Pekalongan dapat diambil

simpulan sebagai berikut :

1. Ada pengaruh yang signifikan antara biaya produksi langsung terhadap hasil

produksi. Disimpulkan jika biaya produksi langsung tinggi maka

mengakibatkan hasil produksi semakin tinggi, begitu juga sebaliknya jika

biaya produksi langsung semakin rendah maka mengakibatkan hasil produksi

juga rendah.

2. Ada pengaruh yang signifikan antara biaya bahan baku terhadap hasil

produksi. Disimpulkan jika biaya bahan baku tinggi maka mengakibatkan

hasil produksi semakin tinggi, begitu juga sebaliknya jika biaya bahan baku

semakin rendah maka mengakibatkan hasil produksi juga rendah.

3. Terdapat pengaruh yang cukup kecil (tidak signifikan) antara biaya tenaga

kerja langsung terhadap hasil produksi. Disimpulkan jika biaya tenaga kerja

langsung semakin tinggi maka tidak mengakibatkan hasil produksi semakin

tinggi, begitu juga sebaliknya jika biaya tenaga kerja langsung rendah maka

tidak mengakibatkan hasil produksi juga rendah.

Page 90: doc

76

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan sebagai berikut :

1. Pengrajin sebaiknya dapat memperhatikan ketersediaan bahan baku ketika

berproduksi, diantaranya dengan menambah persediaan bahan baku ketika

menghadapi permintaan (pesanan) yang meningkat.

2. Pemerintah dapat turut serta mengembangkan Sentra Industri Tenun ATBM

Medono ini dengan menganjurkan pemakaian produk tenun ATBM yang

berupa barang-barang assesoris bagi instansi-instansi pemerintahan, agar

dapat meningkatkan permintaan produk tenun tersebut sehingga berdampak

pada peningkatan produksinya.

Page 91: doc

77

DAFTAR PUSTAKA

Ahman, Eeng. 2004. Ekonomi. Bandung : Grafindo Media Pratama Algifari. 2000. Analisis Regresi. Yogyakarta : BPFE Aliasuddin. 2002. ’Produksi Optimal dan RTS : Industri Besar dan Sedang di

Provinsi NAD’. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen, 2(2), 1-7. Anton, M. Moeliono. 1989. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta : APTIK Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek.

Jakarta : PT Rineka Cipta. - - - - - 2002 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta : PT

Rineka Cipta. Beattie, Bruce R, dkk.1994. Ekonomi Produksi. Yogyakarta : Gajahmada

University Press. Benge. Eugene J. 1988. Pokok-pokok Manajemen Moderen. Jakarta : PT Pustaka

Binaman Pressindo. Cahyono, Bambang Tri. 1983. Manajemen Industri Kecil. Yogyakarta : Liberty. Hansen dan Mowen. 2000. Manajemen Biaya Akuntansi dan Pengendalian.

Jakarta : Salemba Empat. Kartasapoetra. 1988. Pengantar Ekonomi Produksi Pertanian. Jakarta : PT Bina

Aksara. Matz-Usry dan Hammer, Lawrence. 1990. Akuntansi Biaya Perencanaan dan

Pengendalian. Jakarta : Erlangga. Moehar, Daniel J.P. 1990. Pengantar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi.

Jakarta : Bumi Aksara. Mulyadi. 1992. Akuntansi Biaya. Yogyakarta : STIE YKPN Putti, Joseph M. 1987. Memahami Produktivitas. Federal Publication : Binarupa

Aksara. Rasjidin, Rusjdi, dkk.1996. Pelajaran Ekonomi 1. Jakarta : Yudhistira.

Page 92: doc

78

Santoso, Singgih. 2002. Statistik Parametrik. Jakarta : PT Gramedia. Saleh, Irsan Azhari. 1986. Indusri Kecil Sebuah Tinjauan dan Perbandingan.

Jakarta : LP3ES. Sriyadi.1995. Pengantar Ilmu Perusahaan Modern. Jakarta : Dirjen Dikti. Subanar, Harimurti. 1995. Manajemen. Usaha Kecil. Yogyakarta : BPFE. Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta : PT Grafindo

Persada. Supriyono, R.A. 1987. Akuntansi Biaya Pengumpulan Biaya dan Penentuan

Harga Pokok. Yogyakarta : BPFE. Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung : Tarsito Swastha, Basu dan Sukotjo, Ibnu. 1997. Pengantar Bisnis Modern. Yogyakarta :

BPFE. Tambunan, Tulus. 1999. Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia. Jakarta

: Mutiara Sumber Widya. Tjiptoherijanto, Prijono. 2003. ’Kebijakan Upah : Tantangan di Tengah Suasana

Krisis Ekonomi’. Populasi, 14(1),3-21. Wijaya, Krisna. 2006. ’Kredit Mikro dalam Sistem Perekonomian Nasional’.

Bank dan Wirausaha. No 037. Tahun IV. April. Hal 8.

Page 93: doc

79

Lampiran 1

PEDOMAN WAWANCARA

I. Identitas Responden

1. Nomor responden :

2. Nama usaha / pemilik :

3. Jenis kelamin :

4. Usia :

5. Pendidikan :

6. Lama usaha :

II. Variabel Biaya Bahan Baku

1. Benang Lusi

a. Jumlah benang Lusi yang digunakan dalam

satu kali proses produksi = ............................kg

b. Harga benang Lusi per kg = Rp.........................

2. Benang Pakan

a. Jumlah benang Pakan yang digunakan dalam

satu kali proses produksi =..............................kg

b. Harga benang Pakan per kg = Rp..........................

3. Obat Pewarna

a. Jumlah obat pewarna yang digunakan dalam

satu kali proses produksi =..............................kg

b. Harga obat pewarna per kg = Rp..........................

Page 94: doc

80

III. Variabel Biaya Tenaga Kerja Langsung

1. Tenaga Penenun

a. Jumlah tenaga Penenun yang diperlukan dalam

satu kali proses produksi = ...................... orang

b. Waktu yang diperlukan tenaga Penenun = .......................hari

c. Upah tenaga Penenun per hari = Rp. ........................

2. Tenaga Palet

a. Jumlah tenaga Palet yang diperlukan dalam

satu kali proses produksi = ...................... orang

b. Waktu yang diperlukan tenaga Palet = .......................hari

c. Upah tenaga Palet per hari = Rp. ........................

3. Tenaga Cucuk

a. Jumlah tenaga Cucuk yang diperlukan dalam

satu kali proses produksi = ...................... orang

b. Waktu yang diperlukan tenaga Cucuk = .......................hari

c. Upah tenaga Cucuk per hari = Rp. ........................

4. Tenaga Pewarna

a. Jumlah tenaga Pewarna yang diperlukan dalam

satu kali proses produksi = ...................... orang

b. Waktu yang diperlukan tenaga Pewarna = .......................hari

c. Upah tenaga pewarna per hari = Rp. .......................

Page 95: doc

81

IV. Variabel Hasil Produksi

1. Kain tenun yang dihasilkan dalam satu kali

proses produksi = .......................meter

2. Harga jual kain tenun yang dihasilkan per meter = Rp. ........................

Page 96: doc

82

Lampiran 6 Regression

Descriptive Statistics

5195509 2940217,570 272787672 1421733,674 271091537 691268,996 27

HSLPRODBBBBTK

Mean Std. Deviation N

Correlations

1,000 ,986 ,955,986 1,000 ,957,955 ,957 1,000

, ,000 ,000,000 , ,000,000 ,000 ,

27 27 2727 27 2727 27 27

HSLPRODBBBBTKHSLPRODBBBBTKHSLPRODBBBBTK

Pearson Correlation

Sig. (1-tailed)

N

HSLPROD BBB BTK

Variables Entered/Removedb

BTK, BBBa , EnterModel1

VariablesEntered

VariablesRemoved Method

All requested variables entered.a.

Dependent Variable: HSLPRODb.

ANOVAb

2,19E+14 2 1,095E+14 449,100 ,000a

5,85E+12 24 2,437E+112,25E+14 26

RegressionResidualTotal

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), BTK, BBBa.

Dependent Variable: HSLPRODb.

Page 97: doc

83

Model Summaryb

,987a ,974 ,972 689,417 ,974 49,100 2 24 ,000 1,473Mode1

R R SquareAdjustedR Square

td. Error oe Estimat

R SquareChange Change df1 df2 g. F Chang

Change StatisticsDurbin-W

atson

Predictors: (Constant), BTK, BBBa.

Dependent Variable: HSLPRODb.

Chart

Regression Standardized Residual

2,502,00

1,501,00

,500,00

-,50-1,00

-1,50-2,00

Histogram

Dependent Variable: HSLPROD

Freq

uenc

y

10

8

6

4

2

0

Std. Dev = ,96 Mean = 0,00

N = 27,00

Coefficientsa

373835 4454,6 -1,594 ,1241,777 ,235 ,859 7,559 ,000 ,986 ,839 ,249 ,084 11,921,563 ,484 ,132 1,165 ,256 ,955 ,231 ,038 ,084 11,921

(ConstaBBBBTK

Mode1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

tandardizedCoefficients

t Sig. Zero-orde Partial PartCorrelations

Tolerance VIFollinearity Statistic

Dependent Variable: HSLPRODa.

Page 98: doc

84

Normal P-P Plot of Regression S

Dependent Variable: HSLPROD

Observed Cum Prob

1,0,8,5,30,0

Exp

ecte

d C

um P

rob

1,0

,8

,5

,3

0,0

Scatterplot

Dependent Variable: HSLPROD

Regression Standardized Predicted Value

43210-1-2

Reg

ress

ion

Stu

dent

ized

Del

eted

(Pre

ss) R

esid

ual

3

2

1

0

-1

-2

-3