Upload
brew81sbg5054
View
45
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Gender
Citation preview
iii
KATA PENGANTAR
Dalam upaya peningkatan mutu sumberdaya manusia Indonesia agar mampu bersaing
dalam era Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008
tentang Wajib Belajar, Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan
Pemberantasan Buta Aksara merupakan indikasi yang sangat nyata upaya Pemerintah
Indonesia dalam peningkatan mutu sumberdaya manusia agar mampu bersaing dalam era
keterbukaan dan globalisasi.
Di lingkungan Direktorat Pembinaan SMP Ditjen Mandikdasmen, Kementerian
Pendidikan Nasional, diantara dampak realisasi dari peraturan-peraturan perundangan
tersebut dapat diukur dari Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs/Sederajat pada akhir
tahun 2009 mencapai 98,11%. Angka ini melebihi target yang diharapkan dapat dicapai
akhir tahun 2008, yaitu 95.0%. Dengan telah tercapainya target APK di atas, maka
orientasi pembinaan pendidikan pada jenjang SMP lebih ditekankan pada peningkatan
mutu pendidikan.
Dalam rangka peningkatan mutu tersebut, Direktorat Pembinaan SMP telah menyusun
berbagai kebijakan dan strategi yang kemudian dijabarkan dalam bentuk program dan
kegiatan yang dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi. Dengan kebijakan dan
program tersebut, diharapkan misi 5 K Kementerian Pendidikan Nasional terkait dengan
Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas, Kesetaraan dan Kepastian juga diharapkan dapat
terpenuhi.
Agar program dan/atau kegiatan tersebut dapat mencapai target yang telah ditetapkan,
sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada, Direktorat Pembinaan SMP menerbitkan
berbagai Buku Panduan Pelaksanaan untuk masing-masing program dan/atau kegiatan,
baik yang pengelolaannya di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun yang
dilaksanakan langsung oleh sekolah.
Dengan buku panduan ini diharapkan pihak-pihak terkait dengan penyelenggaraan
program di semua tingkatan dapat memahami dan melaksanakan dengan amanah, efektif
dan efisien seluruh proses kegiatan mulai dari penyiapan rencana, pelaksanaan, sampai
dengan monitoring, evaluasi dan pelaporannya.
Akhirnya, kami mengharapkan agar semua pihak terkait mempelajari dengan seksama
dan menjadikannya sebagai pedoman serta acuan dalam pelaksanaan seluruh program
atau kegiatan pembangunan pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama tahun
anggaran 2010.
Jakarta, Januari 2010
Direktur Pembinaan
Sekolah Menengah Pertama,
Didik Suhardi, SH., M.Si
NIP. 196312031983031004
v
DAFTAR ISI
kata Pengantar......................................................................................................iii
Daftar Isi ............................................................................................................... v
Bab I Pendahuluan................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1 B. Tujuan.......................................................................................................2 C. Ruang Lingkup .........................................................................................2 D. Pentingnya Integrasi Gender Pada Satuan Pendidikan Sekolah Menengah
Pertama .....................................................................................................3
Bab Ii Mengenai Panduan.....................................................................................5
A. Pengertian .................................................................................................5 B. Prinsip-Prinsip ..........................................................................................5 C. Pengguna Panduan....................................................................................6 D. Kegunaan Panduan ...................................................................................6
Bab Iii Pengelolaan Pendidikan Responsif Gender ..............................................9
A. Pengertian .................................................................................................9 B. Unsur-Unsur Pengelolaan Pendidikan Responsif Gender.......................10 C. Isu Gender Dalam Pengelolaan Pendidikan Responsif Gender ..............10 D. Strategi Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Pengelolaan
Pendidikan ..............................................................................................12 E. Proses Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Pengelolaan
Pendidikan ..............................................................................................15 F. Hasil Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Pengelolaan
Pendidikan ..............................................................................................16
Bab Iv Pembelajaran Di Sekolah Menengah Pertama Yang Responsif Gender21
A. Pengertian ...............................................................................................21 B. Unsur-Unsur Pembelajaran Responsif Gender .......................................23 C. Isu Gender Dalam Pembelajaran Responsif Gender ...............................23 D. Strategi Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Proses
Pembelajaran...........................................................................................24 E. Proses Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Pembelajaran30 F. Hasil Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Pengelolaan
Pendidikan ..............................................................................................31
vi
Bab V Komite Sekolah Dalam Pendidikan Sekolah Menengah Pertama
Responsif Gender ........................................................................................35
A. Pengertian ...............................................................................................35 B. Unsur-Unsur Komite Sekolah Responsif Gender ...................................36 C. Isu Gender Dalam Komite Sekolah Responsif Gender ..........................36 D. Strategi Meujudkan Komite Sekolah Responsif Gender.........................36 E. Proses Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Komite
Sekolah ...................................................................................................37 F. Hasil Integrasi Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Komite Sekolah38
Bab Vi Penutup...................................................................................................41
Lampiran:............................................................................................................43
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem Pendidikan Indonesia harus menjamin pemerataan dan
perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan daya
saing, serta kepemerintahan yang baik, akuntabilitas, dan pencitraan
publik. Dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Sistim Pendidikan
Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, dan pasal 5 ayat
(1) menetapkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Berdasarkan landasan
hukum formal tersebut, setiap orang mempunyai kesempatan yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu pada semua jenis,
jenjang maupun jalur pendidikan tanpa membedakan jenis kelamin,
status sosial ekonomi, agama maupun latar belakang budaya.
Dalam upaya mempersempit atau meniadakan kesenjangan gender
dalam berbagai bidang kehidupan, pemerintah Indonesia telah
menetapkan Inpres nomor 9 tahun 2000 tentang ”Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Nasional”, yang kemudian ditindak lanjuti
dengan keluarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun
2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender
Dalam Pembangunan di Daerah dan Permendiknas Nomor 84 Tahun
2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di
Bidang Pendidikan.
Di bidang pendidikan, pengarusutamaan gender telah dilaksanakan
pada jajaran birokrasi pendidikan melalui peningkatan kapasitas
pengambil kebijakan dan perencana pendidikan, sedangkan pada satuan
pendidikan dilakukan melalui pengembangan satuan pendidikan yang
berwawasan gender baik pada jalur formal maupun nonformal.
Pengarusutamaan gender pada satuan pendidikan sekolah menengah
pertama (SMP) merupakan strategi yang sangat penting dalam rangka
meningkatkan efisiensi pembangunan dalam berbagai bidang, termasuk
di dalamnya peningkatan penghormatan terhadap hak-hak asasi
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 2
manusia. Pengarusutamaan gender di SMP akan berdampak besar
terhadap cara
pandang dan tindak anak-anak di masa yang akan datang karena
mereka telah mengikuti proses pembelajaran yang mampu
mengembangkan multi intelegensi peserta didik tanpa terkendala oleh
jenis kelaminnya. Oleh karena itu melalui acuan ini diharapkan
sekolah-sekolah melakukan pengembangan pendidikan secara bermutu
dengan mengintegrasikan dimensi keadilan dan kesetaraan gender
melalui; 1) manajemen pendidikan sekolah yang responsif gender; 2)
proses pembelajaran yang responsif gender; dan 3) peran serta
masyarakat dalam pendidikan yang responsif gender.
Pengarusutamaan gender di SMP tidak berarti mengajarkan materi/
konsep gender pada mata pelajaran akan tetapi menerapkan dimensi
keadilan dan kesetaraan gender dalam setiap praktek-praktek pedidikan
yang dilaksanakan oleh kepala sekolah, tenaga pendidik, tenaga
kependidikan, pengawas sekolah, peserta didik dan komite sekolah.
B. TUJUAN
Tujuan dari penyusunan panduan ini adalah memandu Kepala Sekolah,
tenaga pendidik, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, peserta didik
dan komite sekolah,. pada Sekolah Menengah Pertama dalam:
1. Mengembangkan manajemen pendidikan yang responsif gender di
Sekolah Menengah Pertama, mencakup budaya sekolah,
pengelolaan sarana dan prasarana, pengelolaan SDM,
pembiayaan/pendanaan pendidikan yang responsif gender.
2. Merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang responsif
gender, mencakup bahan ajar, silabus, RPP, standar kompetensi
dan indikator serta media pembelajaran yang responsif gender.
3. Memandu para anggota komite sekolah dalam merancang,
mengembangkan, dan mengelola program komite sekolah yang
responsif gender.
C. RUANG LINGKUP
Panduan ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar
mengintegrasikan keadilan dan kesetaraan gender pada satuan
pendidikan SMP, terutama oleh:
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 3
1. Pengelola Pendidikan pada Sekolah Menegah Pertama, mencakup:
Kepala Sekolah dan pengawas sekolah dalam merancang
pengembangan manajemen pendidikan SMP responsif gender.
2. Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam merancang dan mendukung proses pembelajaran responsif gender.
3. Peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran responsif gender.
4. Komite sekolah dalam mengembangkan program komite sekolah responsif gender.
D. PENTINGNYA INTEGRASI GENDER PADA SATUAN
PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
Beberapa pertimbangan pentingnya integrasi gender dalam pendidikan
di SMP, di antaranya:
1. Praktek ketidakadilan gender secara sadar atau tidak masih terjadi
pada proses pendidikan, baik yang dilakukan oleh keluarga
maupun oleh lembaga pendidikan SMP. Beberapa contoh
ketidakadilan gender pada SMP antara lain berupa proses
pembelajaran yang bersifat stereotipe, dimana anak laki-laki
cenderung diberi motivasi untuk menjadi kuat, agresif, pemberani,
melakukan kegiatan-kegiatan yang menantang, dan didorong untuk
menjadi pemimpin, beraktivitas di luar rumah. Di sisi lain,
perempuan cenderung diberi motivasi untuk menjadi penurut,
tergantung, mengerjakan pekerjaan yang monoton dan berulang-
ulang serta didorong untuk melakukan aktivitas sosial
kemasyarakatan dan aktivitas kerumahtanggaan (domestik).
Praktek ketidakadilan gender dalam bentuk pembakuan peran
gender yang kaku ini terjadi karena adanya keyakinan dan
pembenaran tentang peran gender yang kaku sehingga ditanamkan
sepanjang hidup manusia yang pada akhirnya dianggap sebagai hal
yang wajar. Padahal, pembagian peran yang kaku akan memberi
dampak kurang menguntungkan bagi peserta didik karena mereka
tidak bisa tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang utuh
dalam merespon dinamika kehidupan yang semakin kompleks.
2. Dalam rangka merubah semua ketimpangan gender dan stereotipe
pada kehidupan masyarakat, maka perlu dilakukan pendidikan di
Sekolah yang responsif gender.
3. Pendidikan di sekolah yang responsif gender diharapkan dapat
menurunkan secara signifikan tingkat kesenjangan gender (gender
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 4
gap) di berbagai aspek pengembangan potensi peserta didik
sehingga dalam jangka panjang akan mengurangi masalah sosial,
seperti kemiskinan, kekerasan dalam rumah tangga, trafficking,
pelacuran dan lain sebagainya.
Strategi integrasi perspektif gender dapat dilakukan antara lain melalui:
1. Mendesain dan mengimplementasikan manajemen pendidikan
yang menegaskan pentingnya keterlibatan perempuan dan laki-
laki secara seimbang dalam proses perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi maupun monitoring kebijakan/program/kegiatan
pendidikan.
2. Mendesain dan mengimplementasikan proses pembelajaran yang
responsif gender, baik dalam penyusunan bahan ajar, silabus,
RPP, standar kompetensi dan indikator serta media pembelajaran
yang responsif gender.
3. Mendesain kegiatan komite sekolah yang responsif gender, baik
dalam kepengurusan komite sekolah maupun kegiatan-kegiatan
komite sekolah.
Metode yang dipakai dalam penyusunan panduan ini adalah metode
participatory, dengan melibatkan seluruh stakeholders pendidikan, baik
di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 5
BAB II
PENGERTIAN DAN KEGUNAAN PANDUAN
A. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan panduan adalah: suatu aturan atau prinsip-
prinsip yang disesuaikan untuk menghasilkan tujuan yang ingin dicapai
(A rule or principle by which a judgment or detremine a course of
action).
Yang dimaksud dengan panduan mencakup suatu perencanaan atau
penjelasan terperinci yang memberikan serangkaian petunjuk atau
menghasilkan suatu aksi (A detailed plan or explanation to privide
direction in setting or determineing a course of action).
Yang dimaksud dengan panduan adalah serangkaian langkah-langkah
yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan (A series of
steps to be carried out or goals to be accomplished).
Berdasarkan pendapat tersebut maka panduan pendidikan sekolah
menengah responsif gender adalah suatu aturan atau prinsip-prinsip
terperinci sebagai petunjuk bagi kepala sekolah/ tenaga pendidik/
tenaga kependidikan/pengawas sekolah/peserta didik/komite sekolah
agar mampu menghasilkan suatu aksi yang berkaitan dengan
manajemen pendidikan/proses pembelajaran yang responsif gender
serta mampu mewujudkan partisipasi masyarakat yang
mengedepankan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender di SMP.
B. PRINSIP-PRINSIP
Prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam penulisan panduan ini
adalah:
1. Mudah dipahami oleh pengguna, yaitu kepala sekolah, tenaga
pendidik, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, peserta didik
serta komite sekolah.
2. Fokus pada unsur manajemen pendidikan, proses pembelajaran
dan partisipasi pendidikan.
3. Jelas tujuannya, yaitu sebagai panduan bagi kepala sekolah, tenaga
pendidik, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, peserta didik
serta komite sekolah dalam mewujudkan sekolah responsif gender
4. Jelas apa yang mau dihasilkan, yaitu dirumuskan dan
dilaksanakannya suatu aksi dari kepala sekolah, tenaga pendidik,
tenaga kependidikan, pengawas sekolah, peserta didik serta komite
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 6
sekolah yang berkaitan dengan manajemen pendidikan, proses
pembelajaran yang responsif gender serta mewujudkan partisipasi
masyarakat yang mengedepankan nilai-niali keadilan dan
kesetaraan gender di SMP.
5. Teridentifikasi user (penggunanya), yaitu kepala sekolah, tenaga
pendidik, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, peserta didik
serta komite sekolah pada satuan pendidikan SMP.
6. Menggunakan metode yang mudah dan relevan sesuai dengan
konteks satuan pendidikan SMP serta dapat diaplikasikan dengan
mudah, karena panduan ini diujicobakan ke satuan pendidikan
SMP untuk mendapatkan masukan sebagai dasar perbaikan.
7. Bersifat formatif, dimana subyek yang sudah dirumuskan
diujicobakan dan dinilai oleh stakeholders pendidikan pada satuan
pendidikan SMP. Selanjutnya bahan masukan tersebut digunakan
sebagai dasar perbaikan.
C. PENGGUNA PANDUAN
Panduan ini dirancang untuk digunakan oleh:
1. Kepala sekolah dalam mengembangkan manajemen pendidikan
yang responsif gender di sekolah Menengah Pertama, mencakup
budaya sekolah, pengelolaan sarana dan prasarana, pengelolaan
SDM, pembiayaan/pendanaan pendidikan yang responsif gender.
2. Tenaga pendidik dalam merancang dan melaksanakan proses
pembelajaran yang responsif gender, mencakup bahan ajar,
silabus, RPP, standar kompetensi dan indikator serta media
pembelajaran yang responsif gender.
3. Komite sekolah dalam merancang, mengembangkan, dan
mengelola program komite sekolah yang responsif gender.
4. Peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran yang
mengedepankan nilai keadilan dan kesetaraan gender.
5. Tenaga kependidikan dalam mendukung pelaksanaan pendidikan
responsif gender.
6. Pengawas sekolah dalam memonitor pelaksanaan pendidikan
responsif gender.
D. KEGUNAAN PANDUAN
Panduan ini berguna bagi Kepala Sekolah, tenaga pendidik, tenaga
kependidikan, pengawas sekolah, peserta didik dan komite sekolah.
pada Sekolah Menengah Pertama untuk menyusun langkah-langkah
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 7
terinci dalam upaya mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu
mewujudkan sekolah responsif gender, baik dalam pengelolaan
sekolah, proses pembelajaran maupun penggerak partisipasi
masyarakat.
Panduan ini dapat digunakan oleh siapapun yang berkeinginan untuk
mewujudkan sekolah responsif gender, baik mereka yang sudah pernah
maupun yang belum pernah mengikuti capacity building sensitivitas
gender.
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 9
BAB III
PENGELOLAAN PENDIDIKAN RESPONSIF GENDER
A. PENGERTIAN
Manajemen/pengelolaan pendidikan untuk sekolah mengacu pada
konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dalam konsep MBS,
terdapat tiga hal pokok yang dibahas, yaitu; manajemen sekolah, model
pembelajaran, dan peran serta masyarakat dalam pendidikan. Di lain
pihak, pendidikan sekolah responsif gender akan memberikan
penguatan terhadap MBS dengan memasukkan pertimbangan gender
dalam setiap komponen MBS. Dengan demikian model sekolah
responsif gender dapat diartikan sebagai program sekolah yang
menerapkan pendekatan MBS berbasis kesetaraan gender.
Pengarusutamaan gender dalam konteks MBS dapat diintegrasikan
melalui tugas dan fungsi (tupoksi) sekolah dalam menerapkan MBS
yang meliputi komponen-komponen; pengelolaan proses belajar
mengajar; perencanaan, evaluasi, dan supervisi; pengelolaan kurikulum
dan pembelajaran; pengelolaan ketenagaan; pengelolaan fasilitas;
pengelolaan keuangan; pelayanan peserta didik; peran serta
masyarakat; dan pengelolaan budaya sekolah.
Penerapan MBS responsif gender diharapkan dapat mewujudkan
sekolah yang berprestasi bagi peserta didik perempuan dan laki-laki.
Sekolah berprestasi dapat dikategorikan menjadi dua; yaitu prestasi
akademik dan non akademik. Pertama, Prestasi akademik; peserta
didik laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai prestasi
akademik berbentuk nilai UN yang tinggi, juara karya ilmiah, juara
lomba-lomba akademik (seperti: Bahasa Inggris, Matematika, Fisika,
Kimia, dan sebagainya). Kedua, Prestasi non akademik; peserta didik
laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai prestasi non akademik
berupa semangat/kemauan belajar seumur hidup, mencintai ilmu,
toleransi, disiplin, taat beragama, kerajinan, memiliki cita rasa seni
yang tinggi. Ketiga, tahapan mewujudkan MBS responsif gender;
beberapa tahapan pokok menjadi penting artinya untuk dilalui dalam
rangka mewujudkan MBS yang responsif gender.
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 10
B. UNSUR-UNSUR PENGELOLAAN PENDIDIKAN RESPONSIF
GENDER
Unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam pengelolaan
pendidikan responsif gender pada SMP antara lain: Budaya sekolah,
sarana prasarana, pengelolaan SDM (Tenaga Pendidik dan Tenaga
Kependidikan), Pembiayaan/pendanaan pendidikan.
C. ISU GENDER DALAM PENGELOLAAN PENDIDIKAN
RESPONSIF GENDER
1. Isu Gender pada Budaya Sekolah
Budaya sekolah memberikan pencitraan terhadap sekolah itu
sendiri, sehingga tidak jarang pandangan terhadap sekolah
didasarkan atas budaya sekolah yang dibangun oleh warga sekolah
di sekolah tersebut. Beberapa fokus pengkajian budaya sekolah
dalam kaitan dengan perwujudan keadilan dan kesetaraan gender di
antaranya:
a. Budaya sekolah seringkali lebih banyak menguntungkan anak laki-laki, sehingga laki-laki mendapatkan perlakuan yang lebih
baik dibandingkan dengan perempuan. Misal : anak laki-laki
diprioritaskan untuk menjadi ketua OSIS, pemimpin upacara,
dll. Hal ini sebagai salah satu bentuk pembakuan peran-peran
gender yang ada di masyarakat, dimana pemimpin dianggap
lebih cocok dilakukan oleh laki-laki.
b. Kesenjangan gender dalam kaitan dengan partisipasi peserta didik yang dapat ditunjukkan dengan proporsi jumlah peserta
didik di sekolah yang menyebabkan jenis kelamin laki-laki
menjadi kelompok yang mendominasi dibandingkan dengan
peserta didik perempuan.
c. Stereotipe atau pembakuan citra dari peran-peran laki-laki maupun perempuan yang merugikan jenis gender lainnya.
d. Diskriminasi terhadap jenis kelamin tertentu sehingga
menghalangi jenis kelamin tersebut untuk mendapatkan hak-
haknya serta melaksanakan peran-perannya di lingkungan
sekolah.
e. Kekerasan berbasis gender, baik fisik, psikis maupun seksual, seperti memandang lebih rendah dan meminggirkan, pelecehan
seksual, dan yang sejenisnya.
f. Jumlah tenaga pendidik pada jenjang sekolah menengah pertama lebih banyak didominasi oleh perempuan dari pada laki-laki (60-
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 11
70% tenaga pendidik SMP adalah perempuan), termasuk jumlah
peserta didik maupun tenaga pendukungnya/Tata Usaha
g. Normatif tenaga pendidik yang mengajar olah raga di SMP adalah laki-laki.
h. Seharusnya peran dan fungsi tenaga pendidik BK sangat strategis untuk memberikan pemahaman pendidikan yang
responsif gender kepada semua peserta didik melalui kegiatan
pengembangan diri dan kegiatan ekstra kurikuler yang masih
netral. Ketidaktahuan tenaga pendidik BK bahwa antara peserta
didik laki-laki dan perempuan punya potensi yang sama terhadap
mata pelajaran tata boga, tata busana dan mata pelajaran lainnya.
Kondisi di atas merupakan sebagian dari kondisi yang dapat
mempengaruhi pemikiran, sikap, dan perilaku anak-anak, baik di
lingkungan sekolah maupun di masyarakat, baik pada saat ini
maupun pada masa yang akan datang.
2. Isu Gender pada Sarana dan Prasarana Sekolah
Sarana dan prasarana sekolah seringkali dirancang tidak
memperhatikan perbedaan kebutuhan antara peserta didik
perempuan dan laki-laki. Misalnya :
a. Meja sekolah didesain terbuka sehingga tidak nyaman bagi
perempuan karena memakai rok,
b. Tidak tersedia ruang ganti berpakaian yang aman dari
kemungkinan terjadinya pelecehan seksual,
c. Tidak tersedianya perlengkapan yang dibutuhkan pada saat
perempuan menstruasi seperti pembalut perempuan, obat
pereda nyeri haid, air dalam jumlah yang cukup, dll. Padahal
kebutuhan tersebut mutlak diperlukan oleh perempuan dan
tidak diperlukan oleh laki-laki.
3. Isu Gender pada Pengelolaan SDM
Pengelolaan SDM di sekolah seringkali belum responsif gender,
misalnya kesempatan untuk mendapatkan beasiswa belajar selama
ini lebih banyak dimanfaatkan oleh tenaga pendidik laki-laki, dan
sekolah tidak sensitif untuk memberikan tindakan affirmative action
sebagai mekanisme pemaksa agar tenaga pendidik perempuan juga
memanfaatkan tawaran beasiswa. Hal ini berakibat pada lebih
rendahnya prosentase tenaga pendidik perempuan yang terakreditasi
dibandingkan laki-laki karena kendala tingkat pendidikan di bawah
S1.
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 12
4. Isu Gender pada Anggaran dan Pembiayaan Sekolah
Rencana Anggaran dan Pembiayaan Sekolah masih netral gender,
artinya belum ada analisis tentang kebermanfaatan secara adil bagi
laki-laki dan perempuan terhadap anggaran yang ada di sekolah.
Disisi lain penganggaran pendidikan di sekolah belum
mempertimbangkan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi
baik oleh guru dan siswa laki-laki maupun perempuan.
Isu lain dalam penganggaran dan pembiayaan pendidikan di SMP
yaitu keterlibatan guru, dan orang tua siswa baik laki-laki maupun
perempuan dalam penyusunan RAPBS sekolah.
D. STRATEGI INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN
GENDER DALAM PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Strategi integrasi keadilan dan kesetaraan gender dalam pengelolaan
pendidikan akan diklasifikasikan ke dalam 4 bahasan pokok, yaitu; 1)
penciptaan budaya sekolah yang responsif gender; 2) penataan sarana
dan prasarana yang responsif gender; 3) pengelolaan SDM yang
responsif gender; dan 4) pengelolaan pendanaan yang responsif gender
di sekolah dasar.
1. Penciptaan dan Penanaman Budaya Sekolah dan Cinta
Lingkungan yang Responsif Gender
Upaya untuk menciptakan dan menanamkan budaya sekolah dan
cinta lingkungan yang Responsif Gender tersebut dapat dilakukan
dengan beberapa langkah sebagai berikut.
a. Memberikan contoh keteladanan dan pengalaman (nilai-nilai,
norma, dan perilaku) dari semua pengelola sekolah (kepsek,
tenaga pendidik, tenaga kependidikan lainnya) kepada semua
peserta didik dalam melaksanakan budaya cinta lingkungan
di sekolah.
b. Menciptakan rasa aman dan nyaman tanpa ada kekerasan fisik,
psikis, seksual berbasis perbedaan jenis kelamin
c. Menciptakan dan melaksanakan budaya cinta lingkungan
sekolah yang bersih, asri, hijau, indah, dan nyaman yang
resposif gender agar anak memiliki kepekaan terhadap
lingkungan sekitar (sekolah, keluarga, masyarakat, dan
negara).
d. Memberikan penghargaan dan penghormatan sesuai dengan
posisi dan perannya masing-masing.
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 13
e. Menghindari terjadinya diskriminasi gender baik terhadap
laki-laki maupun terhadap perempuan.
f. Menghilangkan stereotip gender baik mengenai fungsi dan
peran laki-laki maupun perempuan.
g. Tidak menggunakan simbol-simbol, gambar, poster, lukisan
dan bahasa verbal maupun non-verbal yang dapat
menimbulkan pelecehan laki-laki maupun perempuan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka setiap komponen sekolah
memiliki peran masing-masing.
a. Kepala Sekolah
1) Memberi keteladanan setara dan adil gender 2) Melakukan kebijakan yang setara dan adil gender 3) Menegakkan peraturan tanpa diskriminasi gender 4) Mengembangkan relasi warga sekolah yang setara dan
adil gender.
b. Tenaga Pendidik
1) Memberikan keteladanan yang setara gender; 2) Menerapkan pembelajaran adil gender; 3) Memberikan penilaian yang tidak diskriminatif; 4) Membangun relasi gender yang tidak diskriminatif.
c. Peserta didik
1) Berperilaku tidak melecehkan gender tertentu 2) Mematuhi kebijakan sekolah yang responsif gender 3) Menerapkan kesetaraan gender dengan menempatkan diri
sesuai dengan posisinya
4) Hubungan sosial setara sesama teman tanpa diskriminasi gender.
d. Tenaga Kependidikan
1) Memberi keteladanan yang setara dan adil gender 2) Memberikan pelayanan tanpa diskriminasi gender 3) Melaksanakan pekerjaan tanpa stereotipi gender dan tidak
memihak
4) Menjalankan peraturan tanpa diskriminasi gender 5) Menerapkan kesetaraan gender di lingkungan kerjanya 6) Mendukung kebijakan sekolah yang berorientasi
kesetaraan dan keadilan gender
e. Komite Sekolah
1) Komite sekolah memberi keteladanan dalam kesetaraan dan keadilan gender
2) Melakukan kebijakan responsif gender
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 14
3) Membiasakan pemberian akses, peran pengambilan keputusan atau kontrol yang sama antar laki-laki dan
perempuan
4) Mendorong terwujudnya partisipasi semua jenis kelamin dalam kegiatan sekolah
2. Penciptaan Sarana dan Prasarana Pendidikan di Sekolah
Menengah Pertama Responsif Gender
Beberapa persyaratan yang diperlukan dalam mewujudkan sarana
dan prasarana yang responsif gender di sekolah dasar, di
antaranya:
a. Menyediakan sarana-prasarana yang ramah lingkungan
dengan mempertimbangkan kebutuhan berbeda (spesifik)
antara laki-laki dan perempuan.
b. Memanfaatkan sarana-prasarana yang tidak mendukung
terjadinya dominasi jenis kelamin tertentu.
c. Meninjau kembali sarana-prasarana yang penggunaannya
tidak ramah (kesulitan) pada jenis kelamin tertentu.
d. Menyediakan sarana-prasarana untuk menunjang fungsi
reproduksi dan kultural, misalnya: tempat penitipan anak bagi
tenaga pendidik yang memiliki anak usia dini, kamar mandi
terpisah, dan transportasi yang aman, dll.
3. Pengelolaan SDM yang Responsif Gender
Agar SDM (tenaga pendidik dan kependidikan) yang ada di
sekolah memiliki kemampuan untuk mentransformasikan dan
berperilaku adil dan setara gender dapat dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Mendorong semua tenaga pendidik (laki-laki dan perempuan)
untuk dapat mengikuti pelatihan-pelatihan.
b. Mendorong semua tenaga pendidik untuk berpartisipasi
secara aktif dalam setiap kegiatan di sekolah dengan
menghilangkan peran-peran stereotip gender.
c. Memberikan kesempatan yang sama kepada semua tenaga
pendidik dan kependidikan untuk menjadi panitia atau
kegiatan-kegiatan lainnya.
d. Menghilangkan peran-peran stereotip gender yang ada di
sekolah, misalnya; tenaga pendidik pramuka selalu laki-laki,
tenaga pendidik olah raga selalu laki-laki, tenaga pendidik
keterampilan (tata boga dan busana) selalu perempuan, dan
sebagainya.
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 15
4. Pembiayaan Sekolah yang Responsif Gender
Untuk mewujudkan pembiayaan pendidikan sekolah yang
responsif gender memang tidak mudah. Sebagian besar selalu
beranggapan bahwa biaya pendidikan bertujuan untuk
meningkatkan mutu dan akses yang sama bagi laki-laki dan
perempuan. Untuk mendorong perwujudan anggaran yang
responsif gender di sekolah perlu dilakukan beberapa strategi
sebagai berikut:
a. Memastikan bahwa anggaran disusun melibatkan dan
memperhatikan aspirasi perempuan dan laki-laki (tenaga
pendidik dan anggota komite sekolah) secara setara.
b. Memastikan bahwa anggaran yang disusun memiliki manfaat
untuk kedua jenis kelamin secara adil dan setara gender.
c. Memastikan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kontrol
yang sama terhadap pemanfaatan dana yang dikelola oleh
sekolah.
E. PROSES INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN
GENDER DALAM PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Proses integrasi keadilan dan kesetaraan gender dalam pengelolaan
pendidikan, dilakukan melalui :
1) Memastikan bahwa kepala sekolah, guru serta tenaga kependidikan lainnya memahami tentang keadilan dan kesetaraan gender di
sekolah;
2) Mengetahui isu-isu gender di sekolah yang berkaitan dengan pengelolaan SMP, terutama yang berkaitan dengan budaya
sekolah, sarana dan prasarana sekolah serta pengelolaan SDM dan
pembiayan pendidikan responsif gender;
3) Memasukkan isu-isu tersebut dalam perencanaan pengelolaan SMP responsif gender, seperti dalam penyusunan Rencana Anggaran
dan Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS), penyusunan da
pelaksanaan kegiatan-kegiatan budaya sekolah serta pelatihan-
pelatihan yang diberikan kepada guru serta tenaga kependidikan
lainnya;
4) Melaksanakan budaya sekolah, sarana dan prasarana sekolah serta pengelolaan SDM dan pembiayaan pendidikan di SMP sudah
memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender;
5) Melakukan monitoring dan evaluasi pengelolaan SMP responsif gender.
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 16
F. HASIL INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN
GENDER DALAM PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Hasil integrasi keadilan dan kesetaraan gender dapat diamati melalui
pencapaian indikator keadilan dan kesetaraan gender pada budaya
sekolah, sarana dan prasarana sekolah, pengelolaan SDM dan
pendanaan responsif gender.
1. Indikator Manajemen Pendidikan SMP Responsif Gender
a. Budaya Sekolah
Seluruh interaksi yang terjadi di lingkungan sekolah merupakan
cerminan dari budaya yang berlaku di sekolah tersebut. Budaya
sekolah diciptakan oleh seluruh komponen sekolah melalui
interaksi di antara komponen sekolah.
Untuk meningkatkan perwujudan keadilan dan kesetaraan
gender di sekolah maka perlu diciptakan budaya sekolah yang
responsif gender, yaitu budaya yang mendorong terwujudnya
keadilan dan kesetaraan gender yang diwujudkan dalam bentuk
sikap, norma dan relasi warga sekolah, sehingga laki-laki dan
perempuan memperoleh keuntungan yang sama. Keuntungan-
keuntungan tersebut dilihat dari beberapa aspek, di antaranya:
1). Semua jenis kelamin memperoleh akses yang sama terhadap hak-hak dasar dalam pelayanan pendidikan di
sekolah;
2). Semua jenis kelamin memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pencapaian hak-hak dasar dan
sumber daya, termasuk dalam proses pengambilan
keputusan;
3). Semua jenis kelamin memiliki akses yang sama dalam memberikan kontrol terhadap sumberdaya pendidikan di
sekolah;
4). Semua jenis kelamin memperoleh manfaat yang sama dan seimbang atas seluruh kegiatan dalam lingkungan sekolah;
5). Semua jenis kelamin memiliki semangat yang sama untuk saling menghormati, menghargai, saling membantu,
merasa aman, nyaman dan menyenangkan.
b. Sarana Prasarana
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan di
sekolah adalah tersedianya dan pendayagunaan sarana dan
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 17
prasarana belajar yang memadai. Dalam mewujudkan
mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan yang
responsif gender perlu dilakukan secara cermat sehingga semua
komponen sekolah yang terlibat di dalamnya memiliki akses
yang sama untuk mendayagunakannya dengan tanpa
membedakan jenis kelamin. Sebenarnya persyaratan sarana dan
prasarana di Sekolah Dasar sampai dengan SMA telah diatur
oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar
Sarana dan Prasarana Pendidikan, akan tetapi untuk
mengoptimalkan Sarana dan prasarana pendidikan agar
responsif gender, perlu memperhatikan dari sarana dan
prasarana yang responsif gender, yaitu:
1). Mempertimbangkan kebutuhan spesifik yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, khususnya yang terkait
pemeliharaan fungsi reproduksi dan pemeliharaan nilai-
nilai budaya.
2). Memberikan fasilitas yang seimbang kepada laki-laki dan perempuan dalam mencapai tujuan pendidikan dan
perkembangan peserta didik. Pemanfaatan sarana dan
prasarana tidak didominasi oleh salah satu jenis kelamin.
3). Mendorong untuk tumbuhnya partisipasi aktif semua anak laki-laki dan perempuan untuk melakukan percobaan dan
mencapai prestasi yang lebih baik dan menyalurkan minat
dan bakat peserta didik.
c. Pengelolaan SDM (Tenaga Pendidik dan Kependidikan)
Di sekolah tenaga pendidik dan kependidikan pada umumnya
adalah; Kepala Sekolah, tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan. Tenaga pendidik memiliki peranan yang sangat
strategis dalam membentuk karakter peserta didik. Perlu
disadari bahwa anak pada usia SMP telah memasuki masa
perkembangan yang memungkinkan mereka melakukan hal-hal
yang kompleks yang menuntut kecakapan kognitif dan
psikomotorik yang tinggi. Kegiatan yang bersifat kanak-kanak
berangsur-angsur dikurangi dan diganti dengan tugas-tugas
yang biasanya dikerjakan oleh remaja dan orang dewasa. Selain
itu, karena usia anak-anak SMP telah memasuki masa remaja,
maka substansi dan strategi rinci dari ketiga pendekatan
pelaksanaan pendidikan yang resposif gender baik melalui
pengelolaan sekolah, proses pembelajaran, maupun peran orang
tua/masyarakat perlu disesuaikan, dengan memberikan
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 18
penekanan kepada kegiatan-kegiatan, tugas-tugas atau proses
pembelajaran untuk penguatan peran kesetaraan yang
sebelumnya telah diperkenalkan/diinternalisasikan melalui
jenjang sekolah dasar. Pada masa ini anak SMP cenderung
memiliki keinginan untuk mencoba dalam mempelajari sesuatu.
Oleh karena itu karakteristik anak usia SMP hendaknya
menjadi perhatian para tenaga pendidik dan kependidikan di
sekolah. Sebagian sudah mulai menunjukkan pertumbuhan dan
perkembangan alat-alat genital, sehingga tenaga pendidik dan
kependidikan di sekolah perlu memiliki pemahaman tentang
hal tersebut.
Meskipun persyaratan akademik tenaga pendidik dan
kependidikan di sekolah telah ditetapkan melalui Standar
Nasional Pendidikan, akan tetapi diperlukan peningkatan
kemampuan dan pemahaman tenaga pendidik tentang
perlakuan yang adil dan setara gender di lingkungan sekolah.
Hal ini untuk meningkatkan sensitivitas gender pada anak-anak
di sekolah. Tenaga pendidik tidak harus mengajarkan materi
gender di kelas atau mengintegrasikannya dengan mata
pelajaran yang lain, akan tetapi tenaga pendidik harus
memberikan perlakuan yang menunjukkan keadilan dan
kesetaraan gender di dalam kelas, di lingkungan sekolah,
maupun di luar sekolah.
d. Pembiayaan/pendanaan pendidikan
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 mengenai
Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa setiap aspek
pengelolaan sekolah harus mempunyai perencanaan, baik
perencanaan jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka
panjang dalam bentuk rencana strategis sekolah maupun jangka
pendek dalam bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Sekolah (RAPBS).
Penyusunan RAPBS tidak terlepas dari peruntukan anggaran
yang ditetapkan untuk pelaksananaan sekolah dalam waktu satu
tahun. Dalam penyusunan anggaran sekolah diperlukan APBS
yang disusun berdasarkan keseimbangan gender, yaitu APBS
yang berorientasi terhadap pemenuhan kebutuhan untuk laki-
laki dan perempuan secara setara, adil, dan seimbang.
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 19
Secara sederhana, pembiayaan pendidikan yang responsif
gender diklasifikasikan ke dalam tiga klasifikasi, yaitu:
1). Pembelanjaan yang spesifik gender. Merupakan
pembelanjaan yang dikhususkan untuk memenuhi
kebutuhan spesifik dari salah satu jenis kelamin. Misalnya
pembelanjaan untuk menjawab kebutuhan perempuan
terkait dengan peran-peran biologis yang tidak dapat
dipertukarkan dengan laki-laki.
2). Pembelanjaan untuk mendorong kesetaraan gender. Adalah anggaran untuk mengatasi kesenjangan dan ketimpangan
gender akibat konstruksi sosial di masyarakat. Hal ini
diperlukan untuk mendorong kesetaraan gender baik
ketertinggalan tersebut dialami oleh perempuan ataupun
laki-laki.
3). Pembelanjaan umum responsif gender, yaitu anggaran yang dipergunakan untuk mendorong optimalisasi
Pengarusutamaan Gender di sekolah.
Beberapa ciri yang penting dari pembiayaan pendidikan yang
responsif gender adalah:
1). Anggaran disusun dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan yang adil antara laki-laki dan perempuan.
2). Anggaran yang disusun meminimalisir dampak
marjinalisasi/ peminggiran salah satu jenis kelamin.
3). Anggaran yang disusun mampu mendorong akses, partisipasi, kontrol dan manfaatnya untuk laki-laki dan
perempuan secara setara dan adil gender.
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 21
BAB IV
PEMBELAJARAN DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA YANG
RESPONSIF GENDER
A. PENGERTIAN
John Dewey (1916) seorang ahli pendidikan yakin bahwa “kurikulum
dan metodologi pembelajaran harus dikaitkan langsung dengan minat
dan pengalaman peserta didik”. Keyakinan ini masih sangat konsisten
dengan perkembangan pemikiran mutakhir, seperti yang terkenal
dengan laporan Jack de Loor, yang telah direkomendasikan oleh
UNESCO (1998) dengan menegaskan empat pilar pembelajaran yang
berhasil dan sekarang tengah dalam berbagai prinsip belajar
berkelanjutan, sebagai berikut,
1. Prinsip learning to know; dilaporkan oleh de Loor (1998) bahwa tujuan belajar yang paling rendah adalah yang dinamakan ‘belajar
untuk mengetahui’. Prinsip ‘belajar untuk mengetahui’ ini terkenal
dengan istilah ‘rote learning’ atau belajar hanya menyebutkan dan
menghafalkan dengan tanpa memahami secara mendasar dan
terinternalisasikan. Tujuan belajar paling rendah ini telah
berkembang selama ini, khususnya di negara-negara berkembang
yang kualitas pendidikannya rata-rata lebih rendah dibandingkan
dengan di negara-negara maju. Proses belajar seperti ini
dimungkinkan terjadi di negara-negara berkembang di mana
tenaga pendidik-tenaga pendidiknya berkualitas rendah, sarana
belajarnya terbatas, dan jumlah peserta didiknya massal. Menurut
Jack de Loor, proses belajar kualitas pendidikan yang rendah, dan
lulusannya tidak cakap sehingga lulusan sekolah tidak produktif
dan hanya akan menjadi beban bagi negara.
2. Prinsip learning to do; tujuan belajar yang lebih maju adalah apa yang disebut “belajar untuk dapat melakukan sesuatu”. Belajar
yang berkualitas bukan hanya untuk tujuan ‘mengetahui’ tetapi
juga adalah untuk menjadi cakap dan terampil sehingga diharapkan
bahwa dengan kecakapan dan keterampilan yang dimilikinya
lulusan pendidikan mampu melakukan kegiatan produktif dalam
mewujudkan kehidupan mereka yang lebih baik. Pembelajaran
yang memuat keterampilan dan kecakapan itu dikembangkan oleh
UNESCO misalnya melalui pendidikan ‘life skill education’ atau
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 22
pendidikan berkelanjutan sebagai salah satu bentuk terobosan
untuk merubah berkembangnya ‘rote learning’ di sekolah-sekolah
yang terlalu menekankan pada pengembangan pembelajaran
akademik.
3. Prinsip learning to be; pendidikan bukan hanya bertujuan untuk mengetahui dan menjadi cakap dan terampil bagi lulusannya, tetapi
juga mendidik agar menjadikan lulusan menjadi manusia-manusia
yang mengetahui dan memahami jati dirinya sendiri sebagai
manusia dan sebagai dirinya sendiri, sebagai anggota keluarga,
sebagai warga negara, sebagai warga dunia, dan bahkan sebagai
bagian dari kemanusiaan. Memahami jati diri ini penting agar
setiap manusia terdidik mampu menempatkan dirinya secara
fungsional di hadapan manusia lainnya sehingga tercipta kesadaran
akan fungsi dirinya masing-masing relatif terhadap manusia lain
baik secara pribadi maupun secara kelompok.
4. Prinsip learning to live together; tujuan tertinggi dari pendidikan adalah belajar agar setiap manusia terdidik dapat hidup dengan
manusia lainnya secara damai. Prinsip ini didasarkan pada asumsi
bahwa kedamaian antar-manusia dan antar-negara di dunia akan
terwujud jika setiap manusia memiliki pemahaman dan kecakapan
untuk dapat hidup bersama dengan manusia lainnya yang berbeda
dari dirinya, berbeda dari keluarganya, berbeda dari
masyarakatnya, berbeda dari negaranya, dan berbeda dari
bangsanya. Oleh karena itu dalam laporan de Loor (1998)
ditegaskan bahwa setiap lembaga pendidikan harus mampu
mengembangkan nilai, sikap, dan kecakapan lulusan untuk dapat
hidup bersama secara adil, damai, dan sejahtera.
Dalam implementasinya, seluruh pilar tersebut dapat tercapai
manakala mengintegrasikan dimensi keadilan dan kesetaraan gender
bidang pendidikan ke dalam proses pembelajaran, termasuk di SMP.
Implementasi proses belajar mengajar yang responsif gender adalah
upaya-upaya penerapan perilaku responsif gender dalam kegiatan
belajar mengajar , baik dalam tatanan nilai yang dikembangkan,
norma yang ditaati, perilaku yang diharapkan dan kondisi-kondisi
yang dikembangkan guru agar tercipta suasana kesetaraan,
kesederajatan dan saling menghormati di dalam kelas.
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 23
B. UNSUR-UNSUR PEMBELAJARAN RESPONSIF GENDER
Unsur-unsur pembelajaran responsif gender mencakup sekurang-
kurangnya:
1. Tersedianya bahan ajar responsif gender, contoh : Dalam illustrasi bahan ajar harus ada keseimbangan antara perempuan dan laki-
laki;
2. Proses komunikasi/interaksi antara tenaga pendidik dan peserta didik responsif gender;
3. Tersedianya sarana dan prasarana responsif gender, contoh : toilet wanita lebih banyak untuk wanita
4. Tersedianya partisipasi orang tua (komite sekolah) dalam proses pembelajaran responsif gender;
5. Keterlibatannya pemangku kebijakan dan lintas sektor yang terkait. 6. Tersedianya komunikasi dan informasi untuk SMP yang responsif
gender.
C. ISU GENDER DALAM PEMBELAJARAN RESPONSIF
GENDER
1. Laki-laki cenderung menguasai fasilitas sekolah bagian luar (lapangan dan alat-alat olah raga), sementara perempuan
menguasai fasilitas yang ada dalam ruangan, misalnya
perpustakaan.
2. Pemberian tugas yang berbeda di kelas, di mana perempuan lebih diarahkan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik
seperti menyapu, mengepel lantai, sementara laki-laki mengerjakan
pekerjaan yang dianggap lebih berat, seperti mengambil air,
memindahkan kursi, dan menghapus papan tulis.
3. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh tenaga pendidik yang masih netral gender dan cenderung bias gender. Beberapa
perlakukan tersebut dapat dilihat dari perlakuan yang sama
terhadap semua jenis kelamin padahal kedua jenis kelamin tersebut
memiliki kebutuhan dan masalah yang berbeda, atau sebaliknya,
seringkali tenaga pendidik memberikan perlakukan, penugasan,
dan hukuman yang berbeda kepada anak laki-laki dan perempuan
untuk jenis kesalahan yang sama.
4. Kurikulum, utamanya Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) masih netral bahkan cenderung bias gender,
yang disebabkan ketidaktahuan tenaga pendidik dalam
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 24
memasukkan dimensi kesetaraan dan keadilan gender dalam
kurikulum.
5. Masih ditemukan adanya bahan ajar yang bias gender, antara lain ilustrasi perempuan sebagai pekerja informal dan domestik,
sementara laki-laki sebagai pekerja formal dan publik.
6. Potensi kemampuan siswa dalam olahraga harus memperhatikan kesetaraan gender
D. STRATEGI INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN
GENDER DALAM PROSES PEMBELAJARAN
1. Proses Pembelajaran Responsif Gender
Proses pembelajaran yang dilakukan di jenjang sekolah bersifat
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi
peserta didik perempuan dan laki-laki untuk berpartisipasi aktif
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreatifitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik usia SMP.
a. Perencanaan Proses Pembelajaran
Perencanaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh tenaga
pendidik yaitu menyusun silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Dalam penyusunan silabus responsif
gender tenaga pendidik memasukan isu-isu gender dalam
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi, dan penilaian. Isu-isu gender
didasarkan pada pengalaman, aspirasi, masalah, serta
tantangan yang dihadapi peserta didik SMP laki-laki dan
perempuan.
Berdasarkan silabus yang telah disusun kemudian tenaga
pendidik menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD) yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran
tersebut.
b. Pelaksanaan Proses Pembelajaran
Persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran yang responsif
gender mencakup antara lain:
a) Rombongan belajar maksimal peserta didik SMP dalam
satu kelas adalah 32 peserta didik dengan
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 25
mempertimbangkan proporsi peserta didik laki-laki dan
Perempuan.
b) Buku teks/bahan ajar yang digunakan sebaiknya sudah
responsif gender baik substansi, ilustrasi, dan kegiatan
pembelajaran dalam buku/bahan ajar tersebut agar tidak
bias gender.
c) Pengelolaan kelas dilakukan dengan mengatur tempat
duduk peserta didik perempuan dan laki-laki sehingga
bisa berinteraksi dengan baik, penyesuaian materi
pembelajaran dengan kecepatan dan kemampuan belajar
peserta didik laki-laki dan perempuan serta memberikan
penguatan dan menghargai pendapat yang disampaikan
peserta didik laki-laki dan Perempuan.
Pengembangan Model Pembelajaran
Rekayasa Pembelajaran
Pembelajaran di
kelas
Siswa
Mengalami
Proses Belajar
yang peka
gender
Siswa belajar di
kelas
Guru
Kurikulum
yang berlaku
Siswa
Desain
Responsif
gender Dampak
pengajaran
Hasil belajar
Dampak
pengiring
Perkembangan siswa yang peka terhadap
keadilan kesetaraan gender
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 26
Mengacu pada bagan diatas, maka dapat dirumuskan
mekanisme pembelajaran sebagai berikut :
1. Tahap persiapan; persiapan proses pembelajaran yang
menyangkut penyusunan desain (rancangan) kegiatan
pembelajaran yang akan diselenggarakan didalamnya
meliputi tujuan, metode, media, sumber, evaluasi dan
kegiatan belajar siswa harus memperhatikan kesetaraan
gender;
2. Tahap pelaksanaan; pelaksanaan proses pembelajaran
yang menyangkut proses pembelajaran menggambarkan
dinamika kegiatan belajar siswa yang dipandu dan dibuat
dinamis oleh guru dengan memperhatikan kesetaraan
gender;
3. Tahap evaluasi; evaluasi merupakan laporan dari proses
pembelajaran, khususnya laporan tentang kemajuan dan
prestasi belajar siswa tanpa membedakan gender;
4. Tahap refleksi; sebagai tindak lanjut dalam proses
pembelajaran dapat dipilah menjadi dua hal, yaitu:
promosi dan rehabilitasi. Promosi adalah penetapan untuk
melangkah dan peningkatan lebih lanjut atas keberhasilan
siswa laki-laki dan perempuan. Rehabilitasi adalah
perbaikan atas kekurangan yang telah terjadi dalam proses
pembelajaran.
Model pembelajaran yang diperkirakan dapat dimodifikasi
menjadi responsif gender :
a) Model classroom meeting: - Ada kehangatan hubungan
antar individu
- pemahaman diri sendiri
- rasa tanggung jawab pada diri sendiri dan
kelompok.
b) Model cooperative learning (dengan membagi siswa dalam kelompok).
Model integrated learning: integrasi antar mata pelajaran
atau antar SK-KD. Pembelajaran terpadu ini juga
memungkinkan guru untuk mengintegrasikan antara
materi pelajaran dalam pembelajaran dengan lingkungan
kehidupan siswa.
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 27
2. Pelaksanaan pembelajaran yang responsif gender merupakan implementasi dari RPP yang sudah disusun.
Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan,
penghayatan inti dan kegiatan penutup. Dalam kegiatan
pendahuluan tenaga pendidik harus memotivasi peserta didik
perempuan dan laki-laki sehingga tertarik untuk mengikuti
pembelajaran dengan baik. Sedangkan pada kegiatan ini tenaga
pendidik menggunakan berbagai metode/pendekatan sehingga
peserta didik perempuan dan laki-laki dapat berpartisipasi secara
aktif dan bisa mencapai kompetensi dasar secara maksimal.
Beberapa contoh pendekatan/metode pembelajaran yang dapat
digunakan oleh tenaga pendidik misalnya dengan pendekatan
PAKEM (SD) dan pendekatan KONTEKSTUAL (contextual
teaching and learning/ CTL) untuk SMP, antara PAKEM dan CTL
hampir sama esensinya
Pembelajaran Peserta didik Tenaga pendidik
A
Aktif • Membangun konsep
• Bertanya
• Bekerja, terlibat dan
berpartisipasi
• Menemukan dan
memecahkan masalah
• Mengemukakan gagasan
• Mempertanyakan gagasan
• Memantau kegiatan belajar
peserta didik laki-laki dan
perempuan
• Memberi umpan balik
• Mengajukan pertanyaan
yang menantang
• Mempertanyakan gagasan
peserta didik laki-laki dan
perempuan
• Merumuskan kesimpulan
K
Kreatif • Merancang/membuat
sesuatu
• Menulis/mengarang
• Melaporkan hasil karangan
• Membacakan hasil karangan
• Mengembangkan kegiatan
pembelajaran yang menarik
dan beragam bagi peserta
didik laki-laki dan
perempuan
• Membuat alat bantu
mengajar
• Memanfaatkan lingkungan
sekitar
• Mengelola kelas dan
sumber belajar
• Merencanakan proses dan
hasil belajar
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 28
• Membuat remedial
E
Efektif
Peserta didik laki-laki dan
perempuan mencapai
kompetensi yang diharapkan
Mencapai tujuan pembelajaran
M
Menyenangkan
Peserta didik perempuan dan
laki-laki harus:
• Berani mencoba/ berbuat
• Berani bertanya
• Berani mengemukakan pendapat/gagasan
• Berani mempertanyakan gagasan orang lain
• Berani menjawab pertanyaan
• Kegiatan menarik,
menantang dan
meningkatkan motivasi
peserta didik laki-laki dan
perempuan
• Mendapatkan pengalaman
secara langsung
• Meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan cepat
dalam memecahkan
masalah
• Tidak membuat peserta
didik takut
• Tidak membosankan
peserta didik
• Tidak membuat beban bagi
peserta didik
Beberapa hal praktis yang dapat dilakukan dalam mewujudkan
pembelajaran yang responsif gender adalah:
a) Peserta didik laki-laki dan perempuan terlibat dalam berbagai
kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan
mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
b) Tenaga pendidik menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan
lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran
menarik, menyenangkan, dan cocok bagi peserta didik laki-laki
dan perempuan.
c) Tenaga pendidik mengatur kelas dengan memfasilitasi tempat
duduk dimana murid laki-laki dan perempuan duduk
berdampingan.
d) Tenaga pendidik menyediakan ruang membaca yang nyaman dan berisi buku-buku yang menarik untuk siswa laki-laki dan
perempuan.
e) Tenaga pendidik menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif
dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok dengan proporsi
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 29
yang seimbang antara anak laki-laki dan perempuan (di kelas
campur).
f) Tenaga pendidik mendorong peserta didik laki-laki dan perempuan
untuk menemukan caranya sendiri dalam memecahkan suatu
masalah, untuk mengungkapkan gagasan, dan melibatkan peserta
didik dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
3. Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Diri
Pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di sekolah dilakukan
melalui kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler
oleh tenaga pendidik pendidik, instruktur, dan alumni dibawah
koordinasi tenaga pendidik BK/BP. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk memberi kesempatan kepada peserta didik perempuan dan
laki-laki untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai
dengan kebutuhan (pribadi, sosial, agama) potensi, bakat, minat,
kondisi, dan perkembangan peserta didik sesuai kemampuan
dengan kondisi sekolah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan pengembangan diri yang responsive gender
adalah:
1. Hindari pelaksanaan kegiatan pengembangan diri yang
mengarah kepada bias gender.
2. Kembangkan sejumlah kegiatan pengembangan diri yang
secara naluriah dapat diikuti oleh baik peserta didik laki-laki
maupun perempuan misalnya Pramuka, OSIS, PMR, seni,
debat, dan Science Club.
3. Upayakan kepengurusan dalam kegiatan pengembangan diri
dipegang oleh baik peserta didik laki-laki dan perempuan yang
dipilih berdasarkan kemampuan secara demokratis.
4. Upayakan pembina kegiatan pengembangan diri selalu
kombinasi antara pembina pria dan wanita.
4. Pelaksanaan Kegiatan Muatan Lokal
Penyelenggaraan pendidikan yang responsif gender melalui
muatan lokal sebenarnya bagian dari pelaksanaan pembelajaran
yang responsive gender. Namun, karena muatan local
dikembangkan oleh sekolah sendiri, muatan local yang responsive
gender perlu pembahasan khusus.
Muatan lokal berdasarkan statusnya dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu wajib dan pilihan. Muatan local wajib biasanya ditetapkan
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 30
oleh Dinas Pendidikan Provinsi sementara muatan local pilihan
dikembangkan oleh sekolah dengan mempertimbangkan sumber
daya pendidikan yang ada di sekolah maupun kebutuhan peserta
didik. Berikut adalah beberapa prinsip yang perlu diperhatikan
dalam mengembangkan pembelajaran muatan local yang
responsive gender.
1) SK dan KD yang disusun harus responsif gender. Demikian pula silabus yang merupakan operasionalisasi dari SK dan KD
dan RPP rang merupakan jabaran dari silabus harus
mencerminkan perencanaan yang sesuai dengan pembelajaran
yang responsive gender.
2) Bahan ajar yang dikembangkan – tema/topik, teks, dan pengalaman belajar – harus bias gender.
3) Muatan local biasanya menyangkut pengenalan dan
internalisasi nilai-nilai local. Bila nilai-nilai local tersebut
dipandang bias gender, mungkin perlu penyesuaian.
5. Penilaian Hasil Pembelajaran
Penilaian pembelajaran dilakukan oleh tenaga pendidik untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik
perempuan dan laki-laki serta digunakan sebagai bahan
penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki
proses pembelajaran. Penilaian hasil pembelajaran ini kemudian
dianalisis, apakah terjadi perbedaan pencapaian kompetensi antara
peserta didik laki-laki dan perempuan dalam setiap mata pelajaran
atau pada mata pelajaran tertentu. Jika terjadi maka harus dicari
penyebab dari kesenjangan pencapaian kompetensi tersebut. Hasil
dari analisis penyebab ini kemudian menjadi point penting dalam
mengubah pendekatan yang dilakukan oleh tenaga pendidik
sehingga peserta didik laki-laki dan perempuan dapat mencapai
kompetensi secara setara dan adil.
E. PROSES INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN
GENDER DALAM PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran dapat menjadi responsif gender, maka perlu
ada upaya untuk memastikan bahwa:
1. tenaga pendidik sudah memahami konsep gender dan gender
dalam bidang pendidikan terutama mengenai pembelajaran yang
responsif gender baik melalui pelatihan, workshop atau melalui
media sosialisasi lainnya;
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 31
2. Kurikulum yang disusun dalam bentuk silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) sudah responsife gender, melalui
berbagai pendekatan dan isu-isu gender yang ada di jenjang
sekolah dasar;
3. Bahan ajar yang akan digunakan tidak bias gender baik dari aspek
kalimat-kalimat yang digunakan maupun dari aspek ilustrasinya;
4. Penataan ruang kelas sudah memperhatikan kebutuhan dan kondisi
peserta didik laki-laki dan perempuan, sehingga semua peserta
didik bisa mengikuti pembelajaran dengan nyaman dan
menyenangkan;
5. Interaksi yang dibangun oleh tenaga pendidik tidak merendahkan
salah satu jenis kelamin, sehingga peserta didik perempuan dan
laki-laki termotivasi untuk mengikuti pembelajaran secara
maksimal dan menyenangkan;
6. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan tidak menyulitkan salah
satu jenis kelamin, seperti dalam pemberian contoh soal harus bisa
dipahami oleh peserta didik laki-laki dan peserta didik perempuan.
F. HASIL INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN GENDER
DALAM PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Untuk mengetahui responsivitas gender pembelajaran di SMP, maka
disusun indikator kunci dari pembelajaran yang responsif gender
seperti yang dituangkan pada tabel di bawah ini.
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 32
Tabel …..: Indikator kunci pembelajaran responsif gender
No. Komponen Indikator
1 Perencanaan
pembelajaran
– Pendidik menyusun rencana
pembelajaran dengan
mempertimbangkan kebutuhan
spesifik peserta didik laki-laki dan
perempuan.
(Rencana pembelajaran yang
mempertimbangkan kebutuhan
spesifik laki-laki dan perempuan)
2 Materi bahan ajar – Bahan ajar yang digunakan dalam
pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan peserta didik laki-laki dan
perempuan.
– Gambaran peran perempuan dan laki-
laki disajikan dalam materi bahan ajar
secara seimbang dan dalam frekuensi
yang seimbang pula
(Prosentase contoh/ilustrasi peran
laki-laki dan perempuan dalam bahan
ajar yang digunakan seimbang)
– Penggunaan media pembelajaran yang
seimbang antara peserta didik laki-
laki dan perempuan
(Frekuensi penggunaan media
pembelajaran oleh peserta didik laki-
laki dan perempuan)
3 Metoda
Pembelajaran
– Pendidik memberikan peran dan
tanggungjawab yang seimbang antara
peserta didik laki-laki dan perempuan
dalam pembelajaran agar semua
peserta didik dapat berpartisipasi aktif
dalam proses pembelajaran
(prosentase peran dan
tanggungjawab yg diberikan kepada
laki-laki dan perempuan)
– Pendidik melakukan pendekatan
kepada peserta didik untuk
mendorong potensi mereka secara
optimal
(Posentase konseling utk memberi
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 33
motivasi kepada laki-laki dan
perempuan)
4 Lingkungan
pembelajaran
– Sarana dan prasarana pendidikan
dapat memenuhi kebutuhan peserta
didik laki-laki dan perempuan
– Satuan pendidikan mendorong
perilaku sensitif gender, seperti
bahasa dan ungkapan-ungkapan yang
digunakan, untuk menghindari
terjadinya berbagai bentuk pelecehan
dan diskriminasi gender;
– Waktu penyelenggaraan pendidikan
disesuaikan dengan kebutuhan peserta
didik (ini sangat penting untuk
pendidikan non formal)
5 Pendidik – Pendidik memiliki pemahaman
mengenai kesetaraan dan keadilan
gender
– Setiap satuan pendidikan memberikan
kesempatan yang adil bagi pendidik
laki-laki dan perempuan untuk
meningkatkan kualitas dan
kompetensinya
(Frekuensi pendidik laki-laki dan
perempuan mengikuti pendidikan)
– Tidak terdapat dikriminasi dalam
penetapan kesejahteraan pendidik di
tingkat satuan pendidikan
(Rasio gaji (termasuk insentif) bagi
pendidik perempuan dan laki-laki)
6 Penilaian hasil
belajar
– Terlaksananya penilaian pembelajaran
yang bisa diikuti dengan baik oleh
peserta didik laki-laki dan perempuan
– Adanya penilaian hasil pembelajaran
yang tidak diskriminatif bagi peserta
didik laki-laki dan perempuan
– Terjadi keseimbangan hasil belajar
antara peserta laki-laki dan
perempuan
(Rasio nilai ujian peserta didik laki-
laki dan perempuan)
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 35
BAB V
KOMITE SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA RESPONSIF GENDER
A. PENGERTIAN
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pihak
pemerintah, sekolah, tenaga pendidik dan orangtua peserta didik serta
masyarakat luas. Peran serta masyarakat merupakan salah satu pilar
dalam mewujudkan sekolah efektif. Peran sinergi tersebut dapat
menjadi kekuatan dalam menyamakan langkah untuk mengantarkan
anak menuju masa depan penuh tantangan.
Kenyataan dalam masyarakat menunjukkan bahwa peran serta
masyarakat tidak serta merta menjadikan laki-laki dan perempuan dapat
dan siap berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah secara seimbang
sebagaimana dilihat dalam kepengurusan komite sekolah. Partisipasi
perempuan masih sangat rendah disebabkan masih terdapat peran-peran
stereotipi laki-laki dan perempuan dalam tugas dan tanggung jawabnya
dalam mendukung kegiatan di sekolah.
Partisipasi masyarakat yang responsif gender adalah keterlibatan
masyarakat secara seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam hal
akses, peran dan tanggung jawabnya; partisipasinya dalam fungsi
kontrol dan pengambilan keputusan serta menerima manfaat secara
adil. Masyarakat yang dimaksud terdiri dari orangtua peserta didik,
tokoh agama, tokoh masyarakat, masyarakat sekitar sekolah, dunia
usaha dan dunia industri.
Untuk mewujudkan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam
mendukung kegiatan di sekolah, maka salah satu bentuk dukungan
tersebut diwujudkan dalam sebuah badan yang disebut dengan Komite
Sekolah (Komsek). Berdasarkan Kepmen Diknas No. 044 Tahun 2002
bahwa Komite Sekolah merupakan badan mandiri yang mewadahi
peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan,
pemerataan pendidikan, efisiensi pengelolaan pendidikan, dan
demokratisasi pendidikan.
Komite sekolah responsif gender adalah badan mandiri yang mewadahi
peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan,
pemerataan pendidikan, efisiensi pengelolaan pendidikan, dan
demokratisasi pendidikan dengan mempertimbangkan pengalaman,
aspirasi, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan pada satuan pendidikan.
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 36
B. UNSUR-UNSUR KOMITE SEKOLAH RESPONSIF GENDER
Komite sekolah yang responsif gender dapat mendorong terwujudnya
keadilan dan kesetaraan gender di sekolah dasar. Adapun tujuan
pembentukan komite sekolah dasar yang responsif gender adalah:
1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat
dengan memperhatikan perbedaan gender dalam melahirkan
kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan.
2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat yang
seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan.
3. Laki-laki dan perempuan bersama-sama berupaya menciptakan
suasana dan kondisi transparansi, akuntabel, dan demokratis dalam
penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di
satuan pendidikan.
C. ISU GENDER DALAM KOMITE SEKOLAH RESPONSIF
GENDER
Isu gender yang terjadi di Komite Sekolah salah satunya adalah
rendahnya representasi perempuan sebagai pengurus komite sekolah
dan sebagian besar diduduki oleh laki-laki, sehingga pengambilan
keputusan di sekolah sebagian besar oleh laki-laki. Hal ini
dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap keputusan yang kurang
mampu menyerap aspirasi, maupun kebutuhan perempuan di sekolah
yang berbeda dengan laki-laki. Namun demikian, hal ini tidak menjadi
masalah sepanjang anggota komite sudah respsonsif gender dan
mempunyai kemampuan menyerap aspirasi dan kebutuhan spesifik
perempuan dan laki-laki, kebutuhan praktis maupun kebutuhan
strategis gender.
D. STRATEGI MEUJUDKAN KOMITE SEKOLAH RESPONSIF
GENDER
Komite sekolah akan memiliki kemampuan untuk menyerap perbedaan
aspirasi maupun kebutuhan antara laki-laki dan perempuan apabila
mereka memiliki sensitivitas gender. Oleh karena itu, persoalan komite
sekolah adalah sejauhmana komite sekolah yang ada di sekolah
menengah pertama telah mewakili aspirasi laki-laki dan perempuan
secara adil dan setara. Namun demikian, agar komite sekolah dapat
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 37
melaksanakan peran secara optimal perlu dikembangkan strategi untuk
mewujudkan komite sekolah yang responsif gender. Strategi tersebut
adalah:
1. Pihak sekolah pada rapat awal pendahuluan sekolah melakukan
sosialisasi tentang keadilan dan kesetaraan gender dalam
pendidikan di sekolah, serta pentingnya pendidikan responsif
gender pada komite sekolah, dan orang tua peserta didik.
2. Pihak sekolah mendorong laki-laki/perempuan untuk berperan
aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
kegiatan komite sekolah.
3. Pihak sekolah terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran
kepada perempuan (wali peserta didik) untuk terlibat dalam
kegiatan komite sekolah terutama pada tingkat pengambilan
keputusan.
4. Komite sekolah yang terbentuk menentukan kuota keterlibatan
laki-laki dan perempuan secara proporsional pada kepengurusan
komite sekolah.
5. Komite sekolah yang terbentuk menentukan kuota keterlibatan
laki-laki dan perempuan secara proporsional dalam
mengemukakan pendapat pada rapat komite sekolah dan forum-
forum tim sekolah.
E. PROSES INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN
GENDER DALAM KOMITE SEKOLAH
Proses Integrasi Komite Sekolah Responsif Gender
Proses Integrasi Komite Sekolah Responsif Gender yang dilakukan di
jenjang sekolah menengah pertama bersifat interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang dan memotivasi orang tua peserta didik
perempuan dan laki-laki untuk berpartisipasi aktif serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa kreatifitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik usia SMP.
a. Perencanaan Proses Integrasi Gender ke dalam Komite Sekolah
Perencanaan proses Integrasi gender kedalam Komite Sekolah yang
memasukkan kosep gender kedalam kelembagaan komite sekolah
yang terdiri dari orang tua murid dimaksudkan agar pemahaman
gender berkelanjutan sampai di dalam keluarga murid laki-laki dan
perempuan. Komite sekolah akan dapat mengidentifikasi isu-isu
gender di dalam kehidupan sehari-hari dan di implementasikan
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 38
kedalam, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator
pencapaian kompetensi, dan penilaian. Isu-isu gender didasarkan
pada pengalaman, aspirasi, masalah, serta tantangan yang dihadapi
peserta didik SMP laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan isu-isu gender yang digali dalam proses peningkatan
kapasitas komite sekolah yang disusun kemudian komite sekolah
menyusun rencana pelaksanaan dalam mensosialisasikan kepada
anak-anak laki-laki dan perempuan di SMP.
b. Pelaksanaan Proses Integrasi Gender kedalam Komite Sekolah
Pelaksanaan proses integrasi gender kedalam komite sekolah yang
responsive gender mencakup antara lain:
1. Memberikan pemahaman konsep gender kepada komite
sekolah melalui pendidikan keluarga berwawasan gender
yang diharapkan akan diimplementasikan kedalam keluarga
anak didik baik laki-laki maupun perempuan setelah pulang
dari sekolah;
2. Memberikan ilustrasi, dan kegiatan pemahaman melalui
kecakapan hidup pada keluarga agar dana keluarga terjadi
pembagian peran yg adil dan setara baik laki-laki maupun
perempuan;
F. HASIL INTEGRASI KEADILAN DAN KESETARAAN GENDER
DALAM KOMITE SEKOLAH
Komite sekolah memiliki peran yang sangat stratgeis dalam mendorong
terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender di sekolah. Terdapat
beberapa indikator yang dapat mengukur intensitas komite sekolah
yang responsif gender, yaitu:
1. Komite sekolah memberikan peluang yang sama kepada
perempuan sebagaimana laki-laki dalam kepengurusan secara
proporsional.
2. Tidak terdapat kelompok marjinal (terutama perempuan) untuk
terlibat dalam mendukung pemikiran, finansial, dan tenaga dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Tersedianya akses informasi kepada anggota masyarakat laki-laki
dan perempuan secara seimbang mengenai hak dan tanggung
jawab mereka sebagai bagian dari satuan pendidikan.
4. Tidak terdapat peran-peran stereotype perempuan dalam
kepengurusan dan kegiatan komite sekolah.
Belajar Untuk Masa Depanku
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 39
5. Terdapat pembagian peran tupoksi (tugas pokok dan fungsi) secara
seimbang antara laki-laki dan perempuan.
6. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan secara setara.
7. Terdapat peluang yang sama (laki-laki dan perempuan) untuk
mengemukakan ide-ide yang ramah terhadap perbedaan.
8. Melakukan fungsi kontrol yang seimbang (laki-laki dan
perempuan) dalam penyusunan RPS dan RAPBS.
9. Melakukan pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis
tanpa diskriminasi gender.
10. Melakukan fungsi kontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pendidikan pada satuan
pendidikan dengan melibatkan laki-laki dan perempuan secara
proporsional.
11. Menyusun alat evaluasi perkembangan sekolah yang menghindari bias gender.
12. Mengumpulkan informasi tentang kegiatan sekolah dan hal-hal yang penting untuk diketahui olah orang tua.
13. Mendapatkan hak-hak yang seimbang dari hasil kegiatan di sekolah untuk fungsi pembimbingan belajar anak di rumah dan
mendukung kegiatan di sekolah
“Belajar Untuk Masa Depanku”
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 41
BAB VI
PENUTUP
Sekolah menengah pertama berwawasan gender akan terwujud apabila
komponen-komponen strategis Pengarusutamaan Gender Pendidikan sudah
terwujud. Komponen-komponen strategis tersebut mencakup: (i) political
will (komitmen politik) untuk menerapkan sekolah responsif gender; (ii)
adanya kelembagaan pendidikan responsif gender; (iii) tersedianya SDM
responsif gender; (iv) adanya dukungan sumberdaya responsif gender; (v)
ketersediaan data terpilah menurut jenis kelamin, (vi) ketersediaan anggaran
responsif gender.
Political will (komitmen politik) dari stakeholders pendidikan menjadi pra
kondisi yang harus ada untuk digunakan sebagai landasan
diimplementasikannya sekolah menengah pertama responsif gender. Untuk
itu Permendiknas 84 Tahun 2008 Tentang pedoman Pengarusutamaan
Gender Bidang Pendidikan dapat digunakan sebagai acuan dalam
melahirkan kebijakan-kebijakan sekolah yang responsif gender.
Para pengambil kebijakan di lingkungan sekolah mulai dari perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi harus mengakomodir
kepentingan sumber daya manusia laki-laki dan perempuan. Untuk itu perlu
dibentuk kelembagaan di sekolah sebagai media untuk mendinamisasi,
mengadvokasi maupun memfasilitasi pendidikan responsif gender. Bentuk
kelembagaan tersebut antara lain kelompok kerja gender pada satuan
pendidikan SMP serta gender focal point pada satuan pendidikan SMP.
Sumber daya manusia di sekolah (seperti kepala sekolah, tenaga pendidik,
tenaga kependidikan, pengawas sekolah, komite sekolah) harus memiliki
sensitivitas gender sehingga mereka mampu melahirkan kebijakan, program
maupun kegiatan di sekolah maupun kegiatan ekstra kurikuler yang adil dan
setara.
Ketersediaan sumberdaya untuk mendukung terimplementasikan keadilan
dan keasetaraan gender, baik sarana prasarana sekolah maupun komponen-
komponen pembelajaran (kurikulum, bahan ajar, rencana pembelajaran,
silabus dan media pembelajaran).
Ketersediaan data pilah menurut jenis kelamin di bidang pendidikan
merupakan syarat mutlak untuk dapat digunakan sebagai dasar analisis
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 42
situasi pendidikan responsif gender. Data pilah tersebut mencakup keadaan
peserta didik, tenaga pendidik, pengambil kebijakan, bahan ajar, kondisi
komite sekolah, dll). Dengan data pilah tersebut dapat digunakan sebagai
dasar penyusunan perencanaan, pelaksanaan, monitoring maupun evaluasi
kebijakan/program/ kegiatan pendidikan yang diarahkan untuk memperkecil
kesenjangan gender.
Para perencana di lingkungan sekolah menengah atas perlu menyusun
anggaran belanja yang memperhatikan kebutuhan laki-laki kepada
kepentingan laki-laki dan perempuan atau yang dikenal dengan istilah
gender budgeting. Penganggaran yang responsif gender perlu dilakukan
untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender di lingkungan sekolah.
Pada akhirnya, ketersediaan media KIE responsif gender menjadi bagian
utama sebagai alat bantu dalam mensosialisasikan pentingnya keadilan dan
kesetaraan gender bidang pendidikan. Media KIE dapat dibuat dalam
bentuk leaflet, pamlet, spnaduk, majalah dinding dan lain-lain.
“Belajar Untuk Masa Depanku”
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 43
LAMPIRAN:
ANEX 1: PENGERTIAN GENDER
Sebagai makhluk Tuhan, setiap mahluk hidup termasuk manusia memang
diciptakan berbeda-beda, diantaranya, ada laki-laki dan ada pula
perempuan. Perbedaan biologis ini dalam kenyataannya tidak pernah
menjadi permasalahan atau persoalan yang rumit dalam kehidupan manusia
sehari-hari, karena jenis kelamin adalah salah satu dari ’takdir’ (kodrat
Illahi) dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun demikian, apabila berkaitan
dengan peran-peran sosial yang dilakukan oleh setiap individu manusia, di
sinilah mulai muncul perbedaan pendapat dalam pelaksanaan fungsi dan
peran manusia tersebut; yaitu pertentangan antara konsep ’kondrat’ (natural
endowment) dan ’bukan kodrat’ (socially constructed) dalam kehidupan.
Untuk membedakan antara ’kodrat’ dan ’bukan kodrat’ dalam fungsi dan
peran manusia, digunakan pula istilah ’konsep sex’ dan ’konsep gender’.
’Sex’ adalah jenis kelamin biologis manusia dengan peran-peran biologis
(biological roles) yang diberikan baik untuk laki-laki maupun untuk
perempuan. Peran-peran biologis tersebut tidak dapat dirubah atau
dipertukarkan oleh atau antar laki-laki dan perempuan. Sebaliknya, konsep
’gender’ adalah fungsi dan peran manusia yang bukan kodrat tetapi
merupakan buatan manusia baik secara sosial (social roles), budaya
(cultural roles), ekonomi (economic roles), maupun secara politik (political
roles). Peran-peran bukan kondrat ini adalah perwujudan dari sistem nilai
budaya yang dapat dirubah dan dipertukarkan antara laki-laki dan
perempuan.
Konsep fungsi dan peran gender yang ’bukan kodrat’ ini sering disebut
peran-peran manusia yang”socially constructed”. Konsep ini terus
dipertahankan secara statusquo oleh manusia atau kelompok manusia
tertentu yang mempunyai kepentingan sehingga timbul yang istilah yang
disebut pengukuhan kembali (socially reconstructed) atau bahkan berbentuk
penolakan terhadap peran-peran baru atau perubahan terhadap fungsi dan
peran lama untuk tujuan-tujuan sosial-politik tertentu. Kedua konsep
tersebut sering dimaksudkan bahwa”sex” sebagai jenis kelamin biologis
sedangkan ’gender’ sebagai jenis kelamin sosial.
Karena pengaruh dari nilai budaya yang sudah lama dianut dan diyakini
kebenarannya, masyarakat sering mempertukarkan antara ’konsep sex’ dan
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 44
’konsep gender’. Masyarakat menganggap bahwa peran-peran sosial yang
dilakukan oleh masing-masing jenis kelamin itu adalah kodrat sehingga
tidak boleh dirubah atau dipertukarkan, misalnya perempuan hanya bekerja
di di rumah seperti memasak, mencuci, mengasuh anak, dan sejenisnya.
Sedangkan laki-laki harus bekerja di kantor atau di luar rumah seperti
mencari nafkah, menandatangani kontrak, memimpin pemerintahan, dan
sejenisnya.
Contoh lain, banyak juga keyakinan akan kebenaran yang masih
dipertahankan, misalnya, dengan ungkapan bahwa ’laki-laki itu kuat
sedangkan perempuan itu lemah’, ’laki-laki itu pencari nafkah sedangkan
perempuan mengurus rumah tangga’, ’laki-laki itu kepala keluarga dan
perempuan adalah kepala rumah tangga’. Keyakinan itu terus dipertahankan
dan disosialisasikan, --misalnya melalui pendidikan, pekerjaan, dan
pergaulan sehari-hari,-- sehingga berkembang keyakinan yang ’salah
kaprah’ atau ”mithology’. Dalam kenyataannya, peran-peran sosial itu
bukanlah kodrat tetapi lebih bersifat ’socially constructed’ sehingga bisa
dirubah dan dipertukarkan.
Berdasarkan pengertian jenis kelamin biologis (konsep sex) dan jenis
kelamin sosial (gender), selanjutnya dapat dibedakan secara lebih rinci
menyangkut identitas jenis kelamin masing-masing. Dalam kaitan dengan
kedua pengertian jenis kelamin tersebut, setiap manusia akan mampu
membedakan mana yang dapat dirubah atau dipertukarkan (socially
constructed) dan mana yang benar-benar menjadi sifat dan karakter yang
melekat pada kondratnya masing-masing (natural endowment). Kedua
konsep dan perbedaannya dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut.
Perbedaan di atas sering sekali dipersoalkan dalam masyarakat, apalagi
terkait dengan isu gender sebagai jenis kelamin sosial. Pemahaman kita
akan perbedaan ciri manusia bersifat kodrati (naturrally endowed) dan
pencirian yang bersifat sosial budaya (Socially and culturally constructed)
yang diciptakan manusia dapat membantu kita untuk menggambarkan
realitas serta ciri-ciri yang diperkenalkan manusia berikut relasi atau
hubungan yang ada antara perempuan dan laki-laki. Cara membedakan
seperti ini membantu kita melihat relasi perempuan dan laki-laki (gender
relation) secara lebih tegas dan lebih sesuai dengan kenyataan serta
dinamika yang menyertainya.
Dalam perkembangan pemikiran tentang gender yang telah berkembang
secara internasional, diperoleh keyakinan bahwa perbedaan antara laki-laki
dan perempuan semakin sempit. Banyak sekali identitas dan peran laki-laki
“Belajar Untuk Masa Depanku”
QEC24711 - Panduan Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Gender Untuk SMP 45
yang sudah dimainkan oleh perempuan, dan sebaliknya. Dalam literatur
terakhir, dikatakan bahwa yang benar-benar dapat membedakan antara
laki-laki dan perempuan hanya pada konsep sex atau peran biologis tertentu
saja, seperti dalam empat peran biologis perempuan yang tidak mungkin
dipertukarkan dengan laki-laki, yaitu: mengandung, melahirkan, menyusui,
menstruasi, selebihnya adalah sama antara laki-laki dan perempuan.
Gender dan Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu jenis hak asasi manusia yang sangat
penting dan menjadi alat yang sangat vital untuk mencapai kesetaraan,
pertumbuhan, perkembangan, dan kedamaian dunia. Pendidikan yang tidak
diskriminatif akan bermanfaat bagi perempuan maupun laki-laki, terutama
untuk upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan di antara keduanya
sehingga dapat mendorong terwujudnya pertumbuhan, perkembangan dan
kedamaian yang abadi dalam kehidupan manusia.
Sebagai agen perbahan (the agent of change), perempuan dan laki-laki harus
memiliki akses yang sama, setara dan adil terhadap akses dan fasilitas
pendidikan. Melek huruf bagi manusia merupakan kunci untuk
meningkatkan kesehatan, gizi, status soaial, serta kesejahteraan keluarga
dan masyarakat, karena dimungkinkan untuk dapat memberdayakan kedua
jenis gender termasuk perempuan agar keduanya dapat berpartisipasi penuh
dalam pembuatan keputusan dalam masyarakat.
Pendidikan, baik formal dan informal serta pelatihan-pelatihan untuk semua
anak perempuan maupun perempuan dewasa serta anak laki-laki maupun
laki-laki dewasa, tanpa membedakan kemampuan ekonomi, agama dan
penggolongan lain telah terbukti menjadi salah satu sarana terbaik untuk
mencapai pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat secara berkelanjutan. Oleh karena itu, setiap orang, tak
terkecuali, perempuan dan laki-laki, harus memiliki akses ke pendidikan
serta hak-hak dasar lain yang diwujudkan dalam pelayanan sosial dasar bagi
manusia. Tanpa akses semacam itu, para perempuan, terutama perempuan
miskin dan anak-anaknya, memiliki peluang yang terbatas untuk
meningkatkan kemampuan dan status sosial-ekonomi, partisipasinya dalam
masyarakat, dan kualitas hidupnya.
Konstruksi sosial gender yang ada di dalam masyarakat dapat menjadi
masalah di bidang pendidikan apabila terdapat persoalan kesenjangan antara
perempuan dan laki-laki baik dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan
manfaat pendidikan. Pelibatan kaum perempuan dalam akses dan partisipasi
Belajar Untuk Masa Depanku
Direktorat PSMP - QEC24711 46
pendidikan merupakan kondisi awal yang harus dipenuhi agar perempuan
secara seimbang dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan, bahkan
lebih jauh lagi dalam menikmati manfaat dari pelayanan pendidikan melalui
akses yang sama terhadap kesempatan memperoleh keterampilan dan
kecakapan. Termasuk dalam kategori ketidakadilan di bidang pendidikan ini
adalah ketika seseorang tidak dapat mengoptimalkan potensi intelektual,
seseorang dengan kebutuhan khusus tidak mendapat pelayanan pendidikan
yang memadai serta dengan pengelolaan pendidikan yang bersifat eksklusif
dan tidak transparan. Peserta didik, tenaga pendidik, kepala sekolah, dewan
pendidikan dan komite sekolah serta orang tua memiliki hak untuk
mendapatkan perlakuan yang adil dalam memperoleh manfaat dari
pelayanan pendidikan.
Disparitas atau kesenjangan yang terjadi dalam dunia pendidikan, baik pada
persoalan akses dan kualitas pendidikan pada berbagai tingkatan maupun
persoalan relevansi pendidikan masih banyak ditemui. Pada jabatan-jabatan
struktural di lembaga pendidikan seperti kepala sekolah, wakil kepala
sekolah, dan jabatan-jabatan struktural ataupun jabatan non-struktural
lainnya seperti komite sekolah, sampai saat ini angka-angka indikator
menunjukkan masih adanya kesenjangan antara laki-laki dan perempuan.
(akan lebih bagus bila ada data pendukung dan sumbernya)