32
BAB I PENDAHULUAN 2.1 Latar Belakang Infark miokard akut merupakan penyebab kematian utama di dunia. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia mencatat 17.3 juta kematian terjadi akibat penyakit kardiovaskuler dan 7,3 juta diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Lebih jauh WHO memprediksi pada tahun 2030 jumlah tersebut akan meningkat hingga 25 juta kematian akibat penyakit kardiovaskuler dengan tetap menempatkan penyakit jantung koroner sebagai kontributor utama. Di Indonesia angka kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung koroner memiliki tren yang cenderung meningkat dalam dua dekade terakhir. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2002 menunjukan penyakit infark miokard akut dengan mortalitas 220.000 (14%). Penelitian Yanmedik tahun 2007 menggambarkan sebanyak orang dengan case fatality rate sebesar. Besar angkat tersebut berhasil menempatkan infark miokard infark sebagai penyebab kematian pertama di Indonesia. 1

Draft Proposal Penelitian.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Draft Proposal Penelitian.docx

BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Infark miokard akut merupakan penyebab kematian utama di dunia.

Laporan Organisasi Kesehatan Dunia mencatat 17.3 juta kematian terjadi akibat

penyakit kardiovaskuler dan 7,3 juta diantaranya disebabkan oleh penyakit

jantung koroner. Lebih jauh WHO memprediksi pada tahun 2030 jumlah tersebut

akan meningkat hingga 25 juta kematian akibat penyakit kardiovaskuler dengan

tetap menempatkan penyakit jantung koroner sebagai kontributor utama. Di

Indonesia angka kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung koroner memiliki

tren yang cenderung meningkat dalam dua dekade terakhir. Survei Kesehatan

Rumah Tangga tahun 2002 menunjukan penyakit infark miokard akut dengan

mortalitas 220.000 (14%). Penelitian Yanmedik tahun 2007 menggambarkan

sebanyak orang dengan case fatality rate sebesar. Besar angkat tersebut berhasil

menempatkan infark miokard infark sebagai penyebab kematian pertama di

Indonesia.

Pada kondisi iskemia akibat oklusi arteri koroner, sistem kolateral koroner

memegang peran penting untuk menjaga dampak lebih jauh dari iskemia miokard

dengan menyediakan pasokan darah ketika pembuluh darah utama mengalami

oklusi. Hal ini menjadikan kolateralisasi sebagai faktor prognostik yang penting

bagi penyakit jantung iskemik baik selama serangan akut iskemik miokard

maupun pada iskemik kronis. Serangkaian penelitian yang dilakukan menunjukan

bahwa kolateralisasi koroner yang baik mampu memperkecil luas daerah infark,

1

Page 2: Draft Proposal Penelitian.docx

mengurangi pembentukan aneurisma ventrikel, memperbaiki fungsi ventrikel

yang berujung pada meningkatnya tingkat kesintasan pasien infark miokard.

Penelitian sepakat menyatakan bahwa faktor yang paling berpengaruh

pada perkembangan kolateral ialah luas infark dan keberadaan keluhan iskemia

sebelum terjadinya infark miokard akut. Namun pengetahuan saat ini menyisakan

kontroversi yang masih diperdebatkan mengenai peran iskemia dalam

perkembangan infark miokard. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa iskemia

berperan dalam kolateralisasi arteri koroner. Hipotesis lain yang semakin diakui

iskemia berperan dalam preconditioning infark miokard.

Oleh karena itu penting untuk mengetahui hubungan antara kolateralisasi

arteri koroner dengan lama berlangsungnya keluhan iskemik pada infark miokard

akut.

2

Page 3: Draft Proposal Penelitian.docx

3

2.2 Rumusan Masalah

Prevalensi penyakit jantung koroner dan mortalitas akibat infark miokard

akut terus meningkat. Serangkaian penelitian menunjukan bahwa kolateralisasi

koroner berperan dalam proteksi dari dampak iskemia akibat oklusi koroner dan

keluhan iskemia sebelum infark berpengaruh terhadap kolateralisasi koroner.

Namun masih terdapat kontroversi karena belum tersedia data yang komprehensif.

Dengan demikian masalah penelitian ini apakah terdapat hubungan antara

kolateralisasi arteri koroner dengan lama berlangsungnya keluhan iskemia pada

infark miokard akut.

2.3 Kerangka Konsep

Variabel perancu Variabel terikat

2.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Lama berlangsungnya keluhan iskemia

Kolateralisasi arteri koroner

Tingkat keparahan infark

Jangka waktu mulai terasa keluhan angina

hingga dilakukan angiografi

Derajat kolateralisasi berdasarkan klasifikasi

Rentrop

Page 4: Draft Proposal Penelitian.docx

4

Terdapat hubungan antara kolateralisasi arteri koroner dengan lama

berlangsungnya keluhan iskemik infark miokard akut.

2.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya hubungan antara

kolateralisasi arteri koroner dengan lama berlangsungnya keluhan iskemia pada

infark miokard akut.

2.6 Manfaat Peneltian

2.5.1.1 Manfaat Akademis

Bagi civitas akademika, khususnya mahasiswa kedokteran dan dokter,

hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai hubungan

antara kolateralisasi arteri koroner dengan lama berlangsungnya keluhan iskemia

pada infark miokard akut di Instalasi Penyakit Jantung Rumah Sakit Umum Pusat

Hasan Sadikin. Hasil penelitian ini pun diharapkan dapat dijadikan bahan

penelaahan lebih lanjut dan melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya dalam

memahami peran iskemia dalam kolateralisasi.

2.5.1.2 Manfaat Praktis

Bagi klinisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan

penatalaksanaan, prognosis dan follow-up pasien infark miokard akut yang

mengalami keluhan iskemia.

Page 5: Draft Proposal Penelitian.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infark Miokard Akut

Infark miokard merupakan perkembangan cepat dari nekrosis otot

jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen. Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri

koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri

koroner kiri kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri

sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus

interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada

sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri

koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah.

Diagnosis infark miokard akut berdasarkan Third Universal definition of

myocardial infarction tahun 2012, ditegakan jika terdapat bukti nekrosis miokard

secara klinis konsisten menunjukan iskemia miokard akut. Dalam kondisi ini jika

kriteria dibawah ini ditemukan, diagnosis infark miokard ditegakan(1):

Kriteria untuk infark miokard akut

The infark miokard akut Istilah (MI) harus digunakan bila ada bukti dari nekrosis

miokard secara klinis yang konsisten dengan iskemia miokard akut. Dalam

kondisi tersebut salah satu dari kriteria berikut memenuhi diagnosis untuk MI:

● Deteksi kenaikan dan / atau jatuhnya nilai biomarker jantung [sebaiknya jantung troponin 5

Page 6: Draft Proposal Penelitian.docx

(CTN)] dengan setidaknya satu nilai di atas persentil ke-99 referensi yang tinggi membatasi (URL)

dan dengan setidaknya salah satu dari berikut:

ySymptoms iskemia.

yNew atau dugaan baru yang signifikan ST-segmen-T gelombang (ST-T) perubahan atau blok

cabang berkas kiri baru (LBBB).

yDevelopment gelombang Q patologis pada EKG.

yImaging bukti kerugian baru miokardium layak atau regional baru dinding gerak kelainan.

yIdentification dari trombus intracoronary dengan angiografi atau otopsi.

● kematian jantung dengan gejala sugestif dari iskemia miokard dan diduga baru iskemik

perubahan EKG atau baru LBBB, tapi kematian terjadi sebelum jantung biomarker diperoleh, atau

nilai-nilai biomarker sebelum jantung akan meningkat.

● intervensi koroner perkutan (PCI) MI terkait sewenang-wenang didefinisikan oleh peningkatan

nilai Ctn (? 5 URL persentil ke-99?) Pada pasien dengan awal normal nilai (99 persentil URL?)

atau kenaikan nilai ctn? 20% jika nilai awal yang tinggi dan stabil atau jatuh. Selain itu, baik (i)

gejala sugestif dari iskemia miokard atau (ii) baru iskemik EKG perubahan atau (iii) temuan

angiografik konsisten dengan komplikasi prosedural atau (iv) pencitraan demonstrasi hilangnya

baru miokardium layak atau regional baru dinding gerak kelainan diperlukan.

● stent trombosis terkait dengan MI ketika dideteksi dengan angiografi koroner atau otopsi dalam

pengaturan iskemia miokard dan dengan kenaikan dan / atau fallof jantung biomarker nilai dengan

setidaknya satu nilai di atas persentil ke-99 URL.

● bypass arteri koroner grafting (CABG) MI terkait sewenang-wenang didefinisikan oleh

peningkatan nilai biomarker jantung (10?? URL persentil ke-99) pada pasien dengan yang normal

ctn nilai awal (99 URL? persentil). Selain itu, baik (i) baru patologis Q gelombang atau baru

LBBB, atau (ii) korupsi baru angiografik didokumentasikan atau baru asli oklusi arteri koroner,

atau (iii) bukti pencitraan kerugian baru miokardium layak atau regional baru dinding gerak

kelainan.

2.2 Patologi Infark Miokard

6

Page 7: Draft Proposal Penelitian.docx

Infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang

kemudian ruptur dan menyumbat arteri koroner. Aterosklerosis ditandai dengan

formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri, plak ini terus tumbuh ke

dalam lumen menyebabkan penyempitan diameter lumen. Penyempitan lumen

mengganggu aliran darah bagian distal dari tempat penyumbatan terjadi. (2)

Faktor usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi,

reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi

endotelial. Saat terjadi disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi

molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator,

anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru

meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang

berperan dalam migrasi dan proliferasi sel.

Monosit dalam sirkulasi dapat dengan mudah menempel pada sel endotel

yang teraktivasi, kemudian bermigrasi ke lapisan subendotel dan berubah menjadi

makrofag. Makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi

LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan LDL teroksidasi disebut sel busa (foam

cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari

tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah

bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur,

membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian

ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur

mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma

menyebabkan oklusi arteri.

7

Page 8: Draft Proposal Penelitian.docx

Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi

plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,

menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark

miokard. Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan

miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis,

biokimia dan kelistrikan miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung

menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang

disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan

kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi. Selama kejadian iskemia,

terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard

normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air.

Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa

diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu

stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran

kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.

Keparahan dan durasi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20

menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark

miokard. Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri

koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).

Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena

dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan

kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat. Non STEMI

merupakan tipe infark miokard yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat 8

Page 9: Draft Proposal Penelitian.docx

erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus

yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri

koroner.

Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial. Infark

miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu

dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat

mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial

terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah

terjadi pada waktu berbeda-beda.

2.3 Klasifikasi Klinis Infark Miokard

Demi kepentingan penanganan yang segera seperti terapi reperfusi,

dalam praktek sehari-hari, pasien infark miokard dengan gejala nyeri dada atau

gejala iskemik lain yang ditandai dengan elevasi ST pada dua lead berdekatan

disebut sebagai “ST elevation MI” (STEMI). Sebaliknya, pasien tanpa

menunjukan elevasi ST dikenal sebagai pasien dengan “non-ST elevation MI”

(NSTEMI). Gambaran EKG beberapa pasien dengan infark miokard membentuk

gelombang Q sehingga disebut (Q wave MI), sementara yang lain tidak

membentuk gelombang Q sehingga disebut (non-Q MI). Sebagai tambahan pada

sistem kategori tersebut, infark miokard diklasifikasikan menjadi berbagai tipe

9

Page 10: Draft Proposal Penelitian.docx

berdasarkan gambaran patologi, perbedaan klinis dan prognosis, serta perbedaan

strategi pengobatan, antara lain:

2.3.1 Spontaneous myocardial infarction (Infark miokard tipe 1)

Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau

diseksi plak aterosklerosis yang menyebabkan trombus intralumen pada satu atau

lebih arteri koroner. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen

dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut

merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.

2.3.2 Myocardial infarction secondary to an ischemic imbalance (Infark

miokard tipe 2)

Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri

menurunkan aliran darah miokard.

2.3.3 Myocardial infarction resulting in death when biomarker value are

unavailable (Infark miokard tipe 3)

Pada keadaan ini, peningkatan penanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal

ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal

sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.

2.2.4.1 Myocardial infarction related to percunaneus coronary intervention

(PCI) (Infark miokard tipe 4a)

10

Page 11: Draft Proposal Penelitian.docx

Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya

troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous

coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.

2.2.4.2 Myocardial infarction related to stent thrombosis (Infark miokard tipe

4b)

Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.

2.5.1.3 Myocardial infarction related to coronary artery bypass grafting

(Infark miokard tipe 5)

Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian

infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypasskoroner.

2.3 Kolateralisasi Koroner

Sistem kolateral koroner, atau “bypass alami” merupakan anastomosis

yang menghubungkan arteri koroner yang sama maupun arteri yang berlainan.

Sirkulasi kolateral berperan penting dalam menyediakan pasokan darah ketika

pembuluh darah utama gagal memenuhi kebutuhan metabolisme miokard. Sistem

kolateral koroner telah ada semenjak lahir dan mungkin berkembang selama hidup

manusia. Saat lahir, kolateral koroner berbentuk pembuka tutup botol dengan

diameter lumen 20 – 350 μm dan panjang berkisar dari 1 atau 2 cm hingga 4 atau

5 cm. Pemeriksaan autopsi pada pasien dengan penyakit jantung koroner

menunjukan semakin lama keluhan angina berhubungan dengan peningkatan

jumlah kaliber besar kolateral koroner. Hal ini penting, karena jika pengukuran

diameter lumen dihubungkan dengan kapasitas aliran darah, fungsi pembuluh

11

Page 12: Draft Proposal Penelitian.docx

berukuran besar dalam jumlah sedikit akan lebih bermakna dibandingkan dengan

pembuluh berukuran kecil dalam jumlah yang banyak.

Pemahaman mengenai mekanisme kolateralisasi saat ini, menunjukan

bahwa proses tersebut melibatkan proses vaskulogenesis, angiogenesis dan

arteriogenesis. Vaskulogenesis merupakan fase awal dalam pembentukan vaskuler

yang ditandai dengan migrasi prekursor sel endotel (angioblas) ke lokasi tertentu,

berdiferensiasi secara in situ dan berkembang menjadi korda endotel membentuk

pleksus dengan tuba endokard. Istilah angiogenesis mengacu pada pertumbuhan

bertahap, ekspansi dan remodeling dari pembuluh darah primitif menjadi jaringan

vaskuler yang kompleks dan matang. Arteriogenesis memiliki arti transformasi

dari arteriol kolateral menjadi arteri kolateral yang fungsional melalui

penambahan lapisan muskular yang tebal seiring dengan penambahan viskoelastis

dan vasomotor.

2.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi Kolateralisasi Koroner

2.4.4 Iskemia Miokard

Iskemia miokard yang parah dan berulang dianggap sebagai pemacu

perkembangan kolateral koroner melalui sinyal biokimia termasuk angiogenic

growth factor. Dalam penelitian secara in vitro maupun in vivo menunjukan

rendahnya level oksigen menginduksi akulmulasi mRNA VEGF. Beberapa gen

lain yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam angiogenesis

meningkat pula sebagai respon terhadap hipoksia. Namun perkembangan kolateral

12

Page 13: Draft Proposal Penelitian.docx

melalui arteriogenesis tidak dipengaruhi oleh iskemia, arteri kolateral tetap

terbentuk pada jaringan non-hipoksik.

2.4.5 Gradien Tekanan dan Shear Stresses

Proses arteriogenesis diperantarai secara mekanik oleh peningkatan shear

stresses. Pada saat stenosis arteri utama, kondisi hemodinamis yang terjadi adalah

peningkatan gradien tekanan akibat penurunan tekanan arteri bagian distal.

Sehingga terjadi redistribusi aliran darah melewati arteriol yang menghubungkan

daerah bertekanan tinggi dan daerah bertekanan rendah. Hal ini mengakibatkan

peningkatan kecepatan kecepatan aliran yang sejalan dengan peningkatan shear

stresses pada arteriol kolateral. Keadaan ini berimplikasi pada aktivasi endotel

arteriol kolateral, peningkatan molekul adhesi sel, dan peningkatan transformasi

monosit menjadi makrofag. Serangkaian proses ini berujung pada perubahan

morfologi dan remodeling vaskuler.

2.4.6 Growth Factor

Berbagai growth factor dan kemokin yang bebeda terlibat dalam proses

angiogenesis dan arteriogenesis. Vascular endothelial growth factor (VEGF),

transforming growth factor-α (TGF-α), dan acidic fibroblast growh factor (a-FGR)

berperan dalam angiogenesis. Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor

(GN-CSF), Monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1), dan transforming

growth factor-β (TGF-β) berperan dalam arteriogenesis. Namun beberapa growth

factor juga berperan dalam kedua proses angiogenesis dan arteriogenesis, antara

lain basic fibroblast groth factor (b-FGF) dan platelet derived growth factor

13

Page 14: Draft Proposal Penelitian.docx

(PDGF). Pada jaringan iskemik, terjadi peningkatan ekspresi beberapa growth

factor beserta reseptornya. Sebaliknya gangguan sistem kolateral koroner pada

pasien diabetes, hiperlipidemia, dan proses penuaan berasosiasi dengan penurunan

ekspresi growth factor.

14

Page 15: Draft Proposal Penelitian.docx

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian

3.1.1 Populasi dan Sampel

Target populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien akut miokard

infark di Instalasi Penyakit Jantung Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin.

Sedangkan populasi terjangkau adalah pasien akut miokard infark di Instalasi

Penyakit Jantung Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin yang menjalani

angiografi...

3.1.2 Kriteria Pemilihan Sampel

Pasien dipilih dari rekam medis yang memiliki kriteria inklusi yaitu

rekam medis pasien infark miokard akut yang mendapatkan pengobatan steroid di

Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo periode Januari 2009 -

Desember 2011 dan rekam medis yang mencantumkan data karakteristik dan data

faktor risiko yang ingin diteliti. Data karakteristik yang dimaksud adalah usia,

jenis kelamin, tempat tinggal, kelompok pasien (umum/JAMKESMAS), tajam

penglihatan, tekanan intraokular, rasio cup-disc, penyakit mata yang mendasari,

Humphrey Visual Field (HVF) dan penatalaksanaan. Sementara data faktor risiko

yang dimaksud adalah usia, jenis steroid, cara pemberian steroid dan durasi

pemakaian steroid. Kriteria eksklusinya adalah rekam medis dengan data

karakteristik dan data faktor risiko yang tidak dicantumkan atau tidak lengkap.

15

Page 16: Draft Proposal Penelitian.docx

3.1.3 Jenis Penarikan Sampel

Pada penelitian ini, jenis penarikan sampel yang digunakan adalah total

sampling, data pasien akut miokard infark di Instalasi Penyakit Jantung Rumah

Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin periode bulan Januari 2009 - Desember 2011

diambil secara keseluruhan.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Jenis Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan metode

cross sectional. Penelitian analitik merupakan suatu penelitian yang dilakukan

untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara dua atau lebih aspek atau

situasi.(3) Metode cross-sectional adalah metode penelitian dimana pengambilan

data dan pengukuran variabelnya dilakukan oleh peneliti pada satu saat tertentu

saja atau subjek penelitiannya hanya dikenai satu kali pengukuran tanpa ada

tindak lanjut di kemudian hari.(4)

3.2.2 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat, yaitu nilai

rentroop angiografi arteri koroner dan variabel bebas, yaitu lama berlangsungnya

keluhan iskemik.

3.2.3 Definisi Operasional Variabel

16

Page 17: Draft Proposal Penelitian.docx

Definisi operasional adalah definisi yang dibuat untuk membatasi ruang

lingkup variabel sehingga dapat menghindari perbedaan interpretasi data dan

dapat memudahkan pengumpulan data.(4) Definisi operasional pada penelitian ini

terangkum dalam tabel berikut.

Tabel 3.1 Definisi Operasional VariabelNo. Variabel Definisi Operasional Indikator Skala

1. Usia Usia pasien saat pertama kali didiagnosis steroid-induced glaucoma. Usia dinyatakan dalam tahun.

Nominal

2. Jenis steroid Jenis steroid yang diberikan untuk mengobati penyakit yang diderita pasien.

1. Poten2. Non-poten

Nominal

3. Cara pemberian steroid

Cara pemberian steroid yang dilakukan oleh pasien dalam mengobati penyakit yang dideritanya.

1. Topikal2. Non-topikal

Nominal

4. Durasi pemberian steroid

Lamanya waktu penggunaan steroid yang dilakukan pasien untuk mengobati penyakit yang dideritanya.

1. ≤ 6 minggu

2. > 6 minggu

Nominal

5. Glaukoma Diagnosis glaukoma akibat penggunaan steroid pada pasien setelah dilakukan pemeriksaan.

1. Ya2. Tidak

Nominal

3.2.3 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer, dimana data

diperoleh dari hasil pengumpulan melalui rekam medik (medical record).

3.2.4 Prosedur Penelitian

Setelah mendapatkan izin pengambilan data rekam medis dari bagian IT

Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo, penelitian dimulai dengan cara

17

Page 18: Draft Proposal Penelitian.docx

mengumpulkan rekam medis. Kemudian dilakukan pemilihan rekam medis yang

sesuai dengan kriteria inklusi dan dilakukan pencatatan jumlah pasien beserta data

karakteristik dan faktor risiko yang telah ditentukan, yaitu usia, jenis kelamin,

penatalaksanaan, jenis steroid yang digunakan, cara pemberian steroid dan durasi

penggunaan steroid. Dari pencatatan tersebut dilakukan pengelompokan data

berdasarkan masing-masing variabel yang dicari. Data dikumpulkan dan dianalisis

untuk mendapatkan jumlah penderita steroid-induced glaucoma dengan

karakteristik berdasarkan variabel yang telah ditentukan. Hasil penelitian disajikan

dalam bentuk tabel. Prosedur penelitian tersebut tergambar dalam bagan di bawah

ini.

18

Page 19: Draft Proposal Penelitian.docx

Bagan 3.1 Prosedur Penelitian

3.2.5 Rancangan Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

Data yang terkumpul kemudian akan diolah dengan menggunakan

program SPSS 20.0 for Windows. Terdapat empat tahap dalam pengolahan data

penelitian ini, yaitu editing, coding, entry dan tabulating. Proses editing

merupakan proses pemeriksaan kelengkapan data yang telah dikumpulkan. Proses

coding adalah proses memberikan kode-kode tertentu pada variabel untuk

memudahkan analisis data. Proses entry adalah proses memasukkan data untuk

diolah ke dalam komputer. Proses tabulating adalah proses pengelompokan data

sesuai variabel yang akan diteliti agar mudah dijumlah, disusun, dan ditata untuk

disajikan dan dianalisis. Analisis hubungan antara kolateralisasi arteri koroner

dengan lama berlangsungnya keluhan iskemik dilakukan dengan uji Chi-square.

Data penelitian ini akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan

grafik.

19

Page 20: Draft Proposal Penelitian.docx

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Penyakit Jantung Rumah Sakit

Umum Pusat Hasan Sadikin, Bandung, dalam rentang waktu bulan Maret-

Desember 2013, dengan rincian sebagai berikut.

No

Kegiatan

Bulan

Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Jan

1 Identifikasi Masalah

2 Studi Pustaka

3 Konsultasi Pembimbing

4 Penyusunan Proposal

5 Sidang Usulan Proposal

6 Perbaikan Proposal

8 Pengambilan dan Analisis Data

9 Penyusunan Laporan

20

Page 21: Draft Proposal Penelitian.docx

10 Sidang Minor Thesis

3.4 Dummy Table Hubungan Kolateralisasi Arteri Koroner dengan Lamanya

keluhan iskemik

Lamanya keluhan iskemik

Kolateralisasi arteri koroner

Total

Buruk Baik

< 3 bulan

≥ 3 bulan

Total

21

Page 22: Draft Proposal Penelitian.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Thygesen K, Alpert JS, White HD, Jaffe AS, Katus HA, Apple FS, et al. Expert Consensus Document: Third Universal Definition of Myocardial Infarction. Journal of the American College of Cardiology. 2012;60(X).2. Meier P, Indermuehle A, Pitt B, Traupe T, Marchi SFd, Crake T, et al. Coronary collaterals and risk for restenosis after percutaneous coronary interventions: a meta-analysis. BioMed Central. 2012.3. Kumar R. Research Methodology: A Step-by-Step Guide for Beginners. London: Sage Publication Ltd; 1999.4. Saryono. Metodologi Penelitian Kesehatan: Penuntun Praktis Bagi Pemula. 1 ed. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press; 2008.

22