Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF
DI PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA
SALATIGA TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Islam
Oleh
MISRANTO
NIM : 21107011
JURUSAN SYARI’AH
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2013
DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp (0298) 323706 Fax 323433 Kode Pos 50721
Salatiga http://www.stainsalatiga.ac.id e-mail: [email protected]
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Misranto
NIM : 21107011
Jurusan : Syari’ah
Program studi : Ahwal Al-Syakhshiyyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi inidikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Salatiga, 1 Apri 2013
Yang menyatakan.
Misranto Nim. 21107011
MOTTO
ا ر س ري س ع ع ال إن م
“Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan”
(Q.S. Al-Insyirah (94): 6)
Musibah terbesar adalah keputusasaan
Rekreasi terbaik adalah bekerja
Keberanian terbesar adalah kesabaran
Guru terbaik adalah pengalaman
Misteri terbesar adalah kematian
Kehormatan terbesar adalah kesetiaan
Karunia terbesar adalah anak saleh
Sumbangan terbesar adalah berpartisipasi
Modal terbesar adalah kemandirian
(Ali Ibn Abi Talib)
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk…….
Orang-orang terkasih:
Bapak dan ibu tercinta, yang telah menanamkan keislaman, keimanan,
keikhsanan, dalam diri ananda, serta telah berkorban siang dan malam, tanpa
mengharapkan imbalan. Terimalah persembahan karya ananda sebagai
perwujudan pengabdian ananda, jasa bapak dan ibu tak terukir kata, budi bapak
dan ibu tak terbatas masa, kasihmu sepanjang masa dan do’a-do’amu senada
nafas, hanya dengan cara ini ananda bisa sedikit membalasnya.
Adik-adikku yang aku banggakan, Fifi Indrayani, Hani Tri Wahyuningsih dan
Choirul Musthofa dengan adanya karya ini dapat menjadi motivasi bagi mereka
agar selalu semangat dalam menimba ilmu seluas-luasnya.
Untuk adik Ria Sunaevita yang senantiasa memberiku semangat serta
menghiburku di kala susah maupun senang, tetap setia menemaniku dalam
menggapai sebuah impian.
Bapak dan Ibu Laksono beserta keluarga yang selalu mendukung dan
mendoakanku.
Untuk Mas Marno, Mas Fauzi, Mas Wahyu, Mas Lutfi, Mas Obet, Mas Torik dan
Mas Bebeng yang selalu memberikan dukungan dan tiada henti-hentinya
memberi motivasi serta tanpa ragu untuk menelurkan ilmunya kepadaku.
Sahabat-sahabatku seperjuangan di HMI yang telah bersama-sama berjuang
dalam mencari ridho Allah.
Pembaca yang budiman.
Almamaterku.
KATA PENGANTAR
Bissmillaahirrahmaanirraahim
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga bagi penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul “Prospek Wakaf Sebagai Potensi Pengambangan Ekonomi Umat Setelah
Ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,
(Strategi Pengembangan Tanah Wakaf di Muhammadiyah Kota Salatiga)” yang penulis
susun dalam rangka memenuhi tugas untuk menempuh gelar kesarjanaan dalam ilmu
Hukum Islam pada Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan kita nabi
Muhammad S.A.W., yang telah memberikan penerangan kehidupan melalui ajaran
agama Islam yang bersumber dari Al-Quran.
Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak,
ucapan terimakasih yang tidak terhingga penulis sampaikan sebagai balasan yang
terhormat:
1. Ketua STAIN Salatiga Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku penaggung jawab penuh
terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar di lingkungan STAIN Salatiga.
2. Bapak Ilyya Muhsin, S.H.I., M.Si selaku Ketua Jurusan Syari’ah Program Studi
Ahwal Al-Syakhshiyyah, yang telah berkenan menerima judul skripsi yang
penulis ajukan sekaligus memberi izin untuk penulisan skripsi ini.
3. Bapak Munajat, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan
sehingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.
4. Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Dr. Imam Sutomo, M. Ag
beserta stafnya yang telah memberikan izin penelitian dalam penyusunan skripsi
ini.
5. Para dosen pengajar di lingkungan STAIN Salatiga, yang telah membekali
berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
6. Kepada seluruh kanda-kanda alumni HMI Cabang Salatiga yang senantiasa
memberikan pendampingan dan bimbingannya hingga terselesainya
penyusunan skripsi ini.
7. Semua teman-teman yang selalu penulis sayangi, kawan-kawan HMI yang ada di
Cabang Salatiga, Komisariat Walisongo, Ganesha dan Komisariat Karnoto Zarkazi
yang selalu bersama-sama berjuang dalam pencarian suatu kebenaran.
8. Berbagai pihak yang secara tidak langsung telah membantu, baik moral maupun
materi dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat disebut namanya satu
persatu.
Kepada mereka, penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga dan
permohonan maaf. Semoga Allah SWT menerima dan meridhoi segala macam
perbuatan dan selalu memperoleh rahmat, Taufik serta hidayah-Nya.
Setelah melalui proses yang sangat panjang, penulis yakin bahwa semua yang
terjadi dalam kehidupan penuh dengan hikmah. Alhamdulillah, dengan segala daya dan
upaya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang tentunya masih banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Walau demikian penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya, serta
penulis berharap, kajian tentang persoalan yang ada dalam pembahasan skripsi ini dapat
dilanjutkan dan ditumbuhkembangkan.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis dapat berserah diri dengan harapan
mudah-mudahan mendapatkan taufiq, hidayah serta ridho-Nya.
Salatiga, 01 April 2013
Penyusun
Misranto
NIM. 21107011
ABSTRAK
Misranto. 2013. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Tahun 2013. Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Munajat, Ph.D.
Kata kunci: wakaf, pengelolaan wakaf, dan tradisional
Penelitian ini mencoba mengeksplorasi tentang pelaksanaan wakaf untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, Apakah proses pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sudah sesuai dengan fiqh dan UU No. 41 Tahun 2004, serta bagaimana strategi pengelolaan yang dilakukan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga.
Metode penelitian ini menggunakan metode field research, interview, serta dokumentasi dengan obyek penelitin Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga tahun 2013. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga selama ini hanya terfokus pada pengelolaan tanah wakaf yang digunakan untuk tempat pendidikan, ibadah, dan sosial.
Berdasarkan dengan adanya temuan fakta di lapangan tersebut, hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengelolaan wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga masih bersifat sosial tradisional yang konsumtif, sehingga harapannya untuk Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dapat menambah bidang ekonomi agar dapat lebih berperan dalam perwakafan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan, meningkatkan kompetensi keilmuan khususnya dibidang perwakafan, serta dapat memberikan pengetahuan mengenai besarnya manfaat wakaf.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
ABSTRAK .................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
TRANSLITERASI ....................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................ 6
D. Telaah Pustaka .................................................................... 6
E. Metode Penelitian ............................................................... 10
1. Jenis Penelitian ............................................................ 10
2. Sumber Data ................................................................ 10
3. Metode Pengumpulan Data .......................................... 11
F. Sistematika Penulisan Skripsi .............................................. 13
BAB II KONSEP DASAR TENTANG WAKAF
A. Konsep Wakaf dalam Fiqh ................................................... 16
1. Pengertian Wakaf ............................................................ 16
2. Dasar Hukum Wakaf ....................................................... 17
3. Penggunaan Wakaf ......................................................... 18
4. Rukun dan Syarat Wakaf ................................................ 20
5. Macam - Macam Wakaf .................................................. 25
6. Tujuan Wakaf ................................................................. 27
B. Konsep Wakaf dalam Perundang-Undangan ........................ 29
1. Pengertian Wakaf Menurut UU No. 41 Tahun 2004 ........ 29
2. Dasar Hukum Wakaf dalam Undang-Undang No. 41
Tahun 2004 ...................................................................... 32
3. Macam-Macam Benda Wakaf dalam UU No. 41 Tahun
2004 ................................................................................ 36
BAB III PROSES PERWAKAFAN DAN STRATEGI
PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI PIMPINAN
DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA
A. Sekilas Tentang Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga ............................................................................... 39
1. Tokoh Pendiri Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Salatiga ................................................................ 39
2. Proses Berdirinya Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Salatiga ........................................................................ 39
3. Perkembangan Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Salatiga ................................................................ 40
4. Organisasi Otonom (ORTOM) dan Amal Usaha
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga .......... 42
5. Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga ..... 46
B. Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga ............................................................................... 47
1. Penyebaran tanah wakaf Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga ..................................... 47
2. Jumlah Aset Tanah Wakaf Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga ..................................... 56
3. Peruntukan tanah wakaf Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga ..................................... 58
C. Proses Perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Salatiga ...................................................................... 61
D. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga ............................................ 66
1. Bidang Pendidikan ....................................................... 66
2. Bidang Sosial/Penyantunan Anak Yatim ...................... 68
3. Bidang Ibadah .............................................................. 70
BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI
PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA
SALATIGA
A. Proses Perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Salatiga ....................................................................... 72
B. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga ............................................ 78
C. Fungsi dan Manfaat Pengelolaan Tanah Wakaf di
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Dalam
Kehidupan Masyarakat ....................................................... 81
1. Fungsi Wakaf ............................................................... 82
2. Manfaat Wakaf ............................................................ 86
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................... 87
B. Saran - Saran ....................................................................... 88
C. Penutup ............................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Lembaga Pendidikan Muhammadiyah Salatiga ................................. 44
2. Lembaga Amal Sosial Muhammadiyah Salatiga ............................... 45
3. Tempat Ibadah Muhammadiyah Salatiga .......................................... 45
4. Penyebaran Tanah Wakaf Pimpinan Daerah
Muhammadiyah dI Tiap Kecamatan Salatiga .................................... 58
5. Peruntukan Tanah Wakaf Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Salatiga .................................................................. 60
6. Wakif Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Salatiga ............................................................................................ 63
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
periode 2010-2015 ........................................................................... 46
2. Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 624 ......... 49
3. Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 565 ......... 49
4. Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 2191 ........ 50
5. Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 3302 ........ 52
6. Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 00003 ....... 53
7. Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 1980 ........ 54
8. diagram Prosentase Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga .............................................. 71
DAFTAR LAMPIRAN
1. Foto-foto Lokasi Tanah Wakaf dan Penggunaannya dalam Bidang
Sosial.
2. Foto-foto Lokasi Tanah Wakaf dan Penggunaannya dalam Bidang
Pendidikan.
3. Foto-foto Lokasi Tanah Wakaf dan Penggunaannya dalam Bidang
Ibadah.
4. Data Sertifikat Tanah Wakaf Milik Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga.
5. Surat Ijin Penelitian di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga.
6. Daftar Riwayat Hidup.
TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata bahasa Arab yang dipakai dalam penulisan skripsi
ini berpedoman pada “Pedoman Transliterasi Arab-Latin” yang dikeluarkan
berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan RI tahun 1987. Pedoman tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kata Konsonan
Huruf
Arab
Nama Huruf Latin Nama
Alif tidak ا
dilambangkan
tidak dilambangkan
Ba b Be ب
Ta t Te ت
Sa ṡ es (dengan titik di ث
atas)
jim j Je ج
ha ḥ ha (dengan titik di ح
bawah)
kha kh ka dan ha خ
dal d De د
zal ż zet (dengan titik di ذ
atas)
ra r Er ر
zai z Zet ز
sin s Es س
syin sy es dan ye ش
sad ṣ es (dengan titik di ص
bawah)
dad ḍ de (dengan titik di ض
bawah)
ta ṭ te (dengan titik di ط
bawah)
za ẓ zet (dengan titik di ظ
bawah)
ain …‘ koma terbalik di atas‘ ع
gain g Ge غ
fa f Ef ف
qaf q Ki ق
kaf k Ka ك
lam l El ل
mim m Em م
nun n En ن
wau w We و
ha h Ha ه
hamzah …’ Apostrof ء
ya y Ye ي
b. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia terdiri dari vokal
tunggal dan vokal rangkap.
1. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab lambangnya berupa tanda atau
harakat, transliterasinya sebagai berikut:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
Fathah a a ـ
Kasrah i i ـ
Dhammah u u ـ
2. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa
gabunganantara hharakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan
huruf, yaitu:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ـ ي....◌ Fathah dan ya ai a dan i
ـ....و Fathah dan
wau
au a dan u
c. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan
huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ـ... ا...ـ...ى Fathah dan alif
atau ya
ā a dan garis di
atas
ـ.... ي Kasrah dan ya ī i dan garis di atas
ـ.... و Dhammah dan
wau
ū u dan garis di
atas
Contoh: قال : qāla
qīla : قیل
ل و ق yaqūlu : ی
d. Ta Marbutah
Transliterasinya menggunakan:
1. Ta Marbutah hidup, transliterasinya adaah /t/
Contohnya: ة ض و rauḍatu : ر
2. Ta Marbutah mati, transliterasinya adalah /h/
Contohnya: ة ض و rauḍah : ر
3. Ta marbutah yang diikuti kata sandang al
Contohnya: فال ط اال ة ض و rauḍah al-aṭfāl : ر
e. Syaddah (tasydid)
Syaddah atau tasydid dalam transliterasi dilambangkan dengan huruf
yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah.
Contohnya: بنا rabbanā : ر
f. Kata Sandang
Transliterasi kata sandang dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Kata sandang syamsiyah, yaitu kata sandang yang ditransliterasikan
sesuai dengan huruf bunyinya
Contohnya: الشفاء : asy-syifā’
2. Kata sandang qamariyah, yaitu kata sandang yang ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya huruf /l/.
Contohnya: القلم : al-qalamu
g. Penulisan kata
Pada dasarnya setiap kata, baik itu fi’il, isim maupun hurf, ditulis
terpisah, hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab
sudah lazimnya dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat
yang dihilangkan maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut
dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.
Contohnya:
قین از یر الر خ ھو ل هللا ن ا wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn : و
wa innallāha lahuwa khairurrāziqīn
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ajaran Islam tidak hanya mengandung nilai ibadah saja, namun juga
mengandung nilai sosial, dan ada pula yang mengandung keduanya. Dari salah
satu ajaran Islam yang mengandung keduanya adalah tentang wakaf. Ditinjau
dari nilai sosial, wakaf mempunyai tugas yang mempunyai peran penting
dalam sebagian masyarakat dalam beberapa kondisi. Kebijaksanaan Allah
SWT telah menciptakan manusia dengan sifat dan kemampuan yang berbeda-
beda menimbulkan adanya kaya dan miskin serta kuat dan lemah dalam
masyarakat. Oleh sebab itu Allah SWT memerintahkan supaya yang kaya
memperhatikan yang miskin serta yang kuat membantu yang lemah.
Menurut cendekiawan muslim Sayyid Ameer Ali, hukum wakaf
merupakan cabang yang terpenting dalam hukum Islam, karena ia terjalin ke
dalam seluruh kehidupan ibadah dan perekonomian sosial kaum muslim
(Usman, 2009: 119). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa wakaf
merupakan sumber daya ekonomi yang dapat dikembangkan untuk
meningkatkan kegiatan-kegiatan ekonomi. Artinya, pemanfaatan wakaf tidak
hanya sebatas untuk kegiatan keagamaan dan sosial belaka, namun juga dapat
digunakan untuk menopang perekonomian masyarakat.
Harta tidaklah hanya untuk dinikmati sendiri, melainkan harus
dinikmati bersama. Hal ini tidak berarti bahwa ajaran Islam itu melarang
orang untuk menjadi kaya raya, melainkan suatu peringatan kepada umat
manusia bahwa Islam mengajarkan fungsi sosial tentang harta benda, yaitu
dapat juga digunakan sebagai alat untuk menuju kemakmuran masyarakat.
Untuk mengembangkan kesejahteraan umat, Al-Quran telah
meletakkan dasar terutama agar harta yang dimiliki oleh individu-individu
tidak beredar diantara orang-orang kaya saja, yaitu dalam (Q.S. Al-Hasyr (59):
7) berbunyi:
Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah SWT kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah SWT, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT amat keras hukumannya (Q.S. Al-Hasyr (59): 7).
Dari ayat di atas telah dijelaskan bahwa Islam melarang konsentrasi
kekayaan pada individu tertentu. Prinsip ajaran Islam ada pada sistem zakat,
shadaqah, hibah dan wakaf yaitu untuk mengeluarkan sebagian rejekinya
untuk menyantuni orang-orang fakir, miskin serta orang-orang lemah dalam
masyarakat. Dengan demikian diharapkan wakaf sebagai salah satu instrumen
untuk membangun kesejahteraan umat dapat berperan aktif sehingga dapat
mengentaskan kemiskinan yang melanda selama ini.
Wakaf termasuk salah satu di antara sekian banyak penyerahan harta
atau hak milik secara ikhlas dari seorang kepada orang lain atau kepada suatu
kelompok misalnya yayasan untuk dimanfaatkan sebagai sarana ubudiyah
dalam rangka jihad fi sabillilah. Oleh karena itu, manfaatnya sangat besar
untuk perkembangan umat Islam. Di antara ayat-ayat Al-Quran yang
mendasari ibadah wakaf adalah Q.S. Ali Imron (03): 92, yang berbunyi:
Artinya: Kamu sekalian tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah SWT mengetahuinya (Q.S. Ali Imran (03): 92).
Berbeda dengan zakat, wakaf menurut Jumhur Ulama hukumnya
sunnah, akan tetapi ulama mazhab Hanafi mengatakan bahwa wakaf
hukumnya mubah karena wakaf orang kafir pun hukumnya sah. Namun
demikian, mereka juga menetapkan bahwa suatu ketika hukum wakaf dapat
menjadi wajib, manakala wakaf itu menjadi objek nazar seseorang (Wadjdy,
2007: 36).
Ibadah wakaf tidak akan terputus pahalanya sepanjang manfaat harta
yang diwakafkan itu masih dapat diambil, meskipun Wakif sudah meninggal
dunia. Oleh karena itu, wakaf tergolong kepada kelompok Amal Jariyah (yang
mengalir), sebagaimana Rasulullah SAW. dalam sabdanya di hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah.
ن ع أيب ة ر ـي ر ه ي ض ه اهللا ر ي ل ع لم س و : قال أن لى النيب ه اهللا ص ي ل لم ع س و قالا: ذ ات إ م ن اب م آد ع ط ق نـ إ ه ل م ال ع إ ن م قة : ثالث د ارية ص ج أو ل م ع يـ ف تـ ن به ع د أو ل و ح ال ول ص ع د ي ) مسلم و خبارى رواه( ه
Artinya: Dari Abu Hurairoh bahwa Rosulullah SAW barsabda : “Bahwa manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak yang saleh yang mendoakan kedua orangnya (Al-Bukhari: 196).
Wakaf adakalanya untuk anak cucu atau kerabat dan kemudian sesudah
mereka itu untuk orang-orang lain. Wakaf yang demikian ini dinamakan wakaf
ahli atau wakaf dzuri. Terkandung pula wakaf itu diperuntukan bagi kebajikan
semata-mata. Wakaf yang demikian dinamakan wakaf khairi (kebajikan)
(Sabiq, 1997: 389), salah satu bentuk wakaf khairi itu adalah wakaf untuk
ibadah yaitu panti asuhan.
Orang yang mewakafkan hartanya dalam istilah hukum Islam disebut
wakif. Pernyataan wakif yang merupakan tanda penyerahan barang atau benda
yang diwakafkan dapat dilakukan dengan lisan yang merupakan ijab.
Sedangkan qabul dari orang yang menerima wakaf tidak diperlukan, karena
tindakan mewakafkan sesuatu itu dipandang sebagai perbuatan hukum
sepihak, maka dengan pernyataan wakif yang merupakan ijab, perwakafan
telah terjadi. Dalam wakaf, hanya ada ijab tanpa qabul (Ali, 1988: 87).
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan (buku III bab I pasal
215):
“Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau kepentingan umum lain sesuai dengan ajaran Islam” (Usman, 2009: 259).
Sehubungan dengan ini, di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga ada beberapa orang yang mewakafkan tanahnya untuk dikelola oleh
mereka. Pimpinan Daerah Muhammadiyah termasuk salah satu organisasi
Islam yang besar di Kota ini, pastinya kontribusi yang telah diberikan kepada
masyarakat untuk membantu mewujudkan kemakmuran umat yang ada di
Kota ini sudah dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
amal usaha yang dilakukannya.
Begitu pula dengan tanah wakaf yang dipercayakan kepada Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga diharapkan dapat dikelola dengan baik
sehingga dapat menjaga kelestarian harta wakaf (tanah wakaf) untuk diserap
aspek manfaatnya secara terus menerus bagi masyarakat sekitar. Kesemuanya
itu tergantung bagaimana Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
menjalankan tugasnya dengan melakukan pengelolaan yang baik terhadap
tanah wakaf yang dipercayakan kepadanya.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis bermaksud
menganalisis strategi Pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Salatiga. Penelitian dalam sebuah skripsi ini penulis beri judul: Strategi
Pengelolaan Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
Tahun 2013.
B. Perumusan Masalah
Untuk lebih mengetahui permasalahan tersebut di atas maka penulis
merumuskan permasalahan yang akan menjadi inti pembahasan dalam skripsi
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga?
2. Apakah proses pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Salatiga sudah sesuai dengan fiqh dan UU No. 41 Tahun 2004?
3. Bagaimana strategi pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui proses wakaf yang ada di Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga.
2. Untuk mengetahuai proses perwakafan di Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga menurut fiqh dan UU No. 41 Tahun 2004.
3. Untuk mengetahui strategi pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga untuk.
D. Telaah Pustaka
Telaah pustaka ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
kontribusi keilmuwan dalam penulisan skripsi ini dan seberapa banyak orang
lain yang sudah membahas permasalahan yang telah dikaji dalam skripsi ini.
Dalam hal ini, penulis sedikit membuat garis besar tentang karya-karya lain
yang berkaitan erat tentang wakaf.
Dalam artikel yang ditulis oleh Muhyar Fanani, yang berjudul
Kelanggengan wujud fisik versus kelanggengan manfaat: kunci sukses
manajemen wakaf produktif pondok modern Darussalam Gontor membahas
tentang pengelolaan tanah wakaf secara produktif. Wakaf bagi lembaga ini,
tidak hanya dipahami sebagai aset yang harus dijaga kelanggengan wujut
fisiknya, namun yang penting juga kelanggengan manfaatnya.
Kunci sukses dari perwakafan di Gontor adalah manejemen, yaitu
pembiayaan dalam bingkai proyek, kesejahteraan nazhir, dan transparansi serta
akuntabilitas publik. Sehingga dalam jangka waktu 82 tahun, aset wakaf
Gontor tumbuh berlipat-lipat, yang manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh
peserta didik dan juga masyarakat sekitar, serta berkembang pada bangsa
Inonesia (Fanani, 2008: 22).
Dalam artikel yang ditulis oleh Mubasirun, yang berjudul Wakaf
Indonesia: Pemberdayaan dengan Paradigma Baru membahas tentang
perubahan pemahaman dalam penerapan tanah wakaf sehingga dapat
digunakan secara maksimal. Pengelolaan tanah wakaf sangat potensial dan
strategis dalam pemberdayaan ekonomi umat. Akibat tradisi pemahaman
wakaf yang masih tradisional, perwakafan di Indonesia kurang dapat
berkembang, sebab kebanyakan harta wakaf berupa tanah digunakan untuk
bangunan madrasah, pesantren, masjid, makam, dan sangat sedikit bersifat
produktif yang secara langsung dapat mensejahterakan ekonomi umat.
Berangkat dari realita yang terjadi di lapangan secara langsung tersebut,
maka perlu dilakukan reinterpretasi dan pemahaman baru tentang wakaf. Hal
ini perlu dilakukan agar ajaran, konsep dan praktek wakaf dapat mengiringi
perkembangan persoalan yang semakin komleks. Agar reinterpretasi tentang
wakaf tersebut ada relevensinya dengan persoalan yang sedang berkembang,
maka teori wakaf harus dilatarbelakangi oleh teori perubahan sosial dan teori
pembangunan (Mubasirun, 2008: 200).
Dalam skripsi Farid Rahmat Setyawan dengan judul Penggunaan
Tanah Wakaf oleh Pihak Ketiga tanpa Ijin Menteri Agama ditinjau dari UU
41 Tahun 2004 (Studi Kasus Tanah Wakaf Badan Kesejahteraan Masjid
Kabupaten Demak), yang focus pembahasan tentang penggunaan tanah wakaf
oleh pihak ketiga tanpa ijin menteri agama yang telah digunakan selama
bertahun-tahun hingga sekarang.
Menurut hukum Islam, penggunaan tanah wakaf tanpa ijin adalah tidak
sah. Serta menurut golongan Syafi’iyah, Malikiyah, dan juga sebagian
Hanafiyah, bahwa penyewaan barang wakaf tanpa batasan waktu mutlak tidak
sah. Sedangkan dalam UU No 41 tahun 2004 pasal 49, dalam penyewaan
kepada pihak ketiga adalah salah satu tugas BWI yaitu pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf, sehingga setiap pihak ketiga yang ingin
menggunakan/menyewakan harta nadzir atas persetujuan Badan Wakaf
Indonesia (BWI) (Setyawan, 2009: 71).
Skripsi Siti Hanifah tentang pelaksanaan perwakafan tanah milik di
Desa Sruwen Kecamatan Tengaran tahun 2003 (analisa terhadap PP No 28
tahun 1977 dan hukum Islam), penelitian ini meneliti pelaksanaan perwakafan
tanah milik yang belum bersertifikat. Fakor yang melatarbelakangi hal tersebut
dikarenakan asas keikhlasan dalam pelaksanaan wakaf tanpa diimbangi
administrasi yang baik. Di Desa Sruwen bila terjadi proses perwakafan tanah
dilakukan ikrar wakaf tanpa diikuatkan dengan bukti tertulis.
Secara umum, pelaksanaan perwakafan tanah milik di Desa Sruwen
telah sesuai dengan pandangan hukum Islam, karena rukun dan syarat wakaf
yang ditetapkan telah terpenuhi. Namun bila ditinjau dari PP No 28 tahun
1977, pelaksanaan perwakafan tanak milik belum berjalan dengan baik, sesuai
dengan peraturan yang berlaku, yaitu tertib administrasi (Hanifah, 2004: 79).
Dari beberapa kajian yang telah disebutkan di atas, penulis belum
menjumpai penelitian yang berjudul: Prospek Wakaf Sebagai Potensi
Pengambangan Ekonomi Umat Setelah Ditetapkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Strategi Pengembangan
Tanah Wakaf di Muhammadiyah Kota Salatiga).
Dalam penelitian ini akan dibahas setrategi pengembangan wakaf tanah
yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejak
terjadinya krisis multi-dimensi dalam kehidupan bangsa kita yang dipicu oleh
krisis ekonomi, peran wakaf menjadi semakin penting sebagai salah satu
instrument untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan wakaf tidak statis, namun selalu berkembang sejalan
dengan dinamika dan perubahan dalam masyarakat. Apalagi undang-undang
no 41 tahun 2004 tentang wakaf telah mengakomodasi pelaksanaan wakaf
benda bergerak seperti uang, saham dan lain-lain dalam pengembangan
ekonomi. Sehingga fokus penelitian ini adalah wakaf tanah milik
Muhammadiyah yang diterapkan untuk membantu mensejahterakan
masyarakat yang berada di Kota Salatiga.
E. Metode Penelitian
Adapun metode penulisan skripsi yang digunakan penulis dalam skripsi
ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field reseach).
Field research adalah penelitian lapangan, field research ini untuk
memperoleh data yang diperlukan obyek yang sebenarnya untuk
mempelajari secara intensif latar belakang, pengelolaan yang digunakan
lembaga atau komunitas (Azhar, 1998: 8).
2. Sumber Data
Obyek penelitian ini adalah strategi pengembangan tanah wakaf
milik Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga terutama yang
dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Sedangkan sumber data yang digunakan yaitu:
a. Sumber primer: yaitu dengan menggunakan informasi yang didapat
dari pengurus Muhammadiyah Kota Salatiga yang meliputi ketua atau
pengurus Muhammadiyah Kota Salatiga, Pembina Majlis Wakaf dan
Kehartabendaan Muhammadiyah Kota Salatiga, dan Pembina Majlis
Pelayanan Sosial Muhammadiyah Kota Salatiga, pengurus lembaga
diatas tanah wakaf yang menjelaskan masalah berkaitan dengan strategi
pengembangan tanah wakaf yang ada di Kota Salatiga. Maupun sumber
lain seperti, notaries, nadzir, dan wakif yang memperkuat data terkait
dengan perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga.
b. Sumber sekunder: yaitu data yang diambil dari sumber kedua yang
berupa buku panduan tentang Muhammadiyah Kota Salatiga dan buku-
buku lain yang sesuai/berkaitan dengan pembahasan penelitian tentang
strategi pengembangan tanah wakaf di Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Metode observasi
Metode observasi adalah metode dengan pengamatan atas suatu
variable yang dilakukan secara sistematis dan objektif dalam kondisi
yang didefinisikan secara tepat dan hasil dicatat secara hati-hati
(Aritonang, 2007: 147).
Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan pengamatan
langsung, dimana peran peneliti sebagai pengamat di lapangan. Metode
ini digunakan untuk mengetahui pelaksanaan program dan strategi
pengembangan tanah wakaf yang dimiliki Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga dan mencari data secara jelas terkait
pelaksanaan dan pengelolaan tanah wakaf yang digunakan untuk
pemberdayaan umat.
b. Metode wawancara (Interview)
Metode wawancara adalah metode pengumpulan data dengan
jalan tanya jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan
berlandaskan kepada tujuan penelitian. Tanya jawab sepihak berarti
pengumpul data aktif bertanya, sementara pihak yang ditanya aktif
memberi jawaban (Aritonang, 2007: 163).
Dalam hal ini wawancara dilakukan kepada beberapa nara
sumber untuk mendapatkan data yang dibutuhkna, yaitu ketua dan
Sekretaris Muhammadiyah Kota Salatiga, Pembina Majlis Wakaf dan
Kehartabendaan Muhammadiyah Kota Salatiga, Pembina Majlis
Pelayanan Sosial Muhammadiyah Kota Salatiga, pengurus lembaga di
atas tanah wakaf, notaris, nadzir, dan wakif. Wawancara yang
dilakukan secara bebas tetapi dalam batas-batas tertentu atau tidak
menyimpang dari panduan.
c. Metode Analisis Data
Sebagai pegangan pengelolaan data penelitian serta keakuratan
sebuah data, maka penulis menggunakan analisis deskriptif yaitu
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan
atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang,
lembaga masyarakat, dan lain-lain). Pada saat sekarang berdasarkan
fakta yang tampak sebagaimana adanya (Nawawi, 1998: 61).
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini, seperti tertera pada judulnya yang membahas seputar
Prospek Wakaf Sebagai Potensi Pengambangan Ekonomi Umat Setelah
Ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf yang titik fokus penulisan ini adalah Strategi Pengembangan
Tanah Wakaf di Muhammadiyah Kota Salatiga untuk digunakan sebagai
pengembangan ekonomi masyarakat.
Memang dari pemerintah Kota Salatiga juga selalu mengupayakan
perbaikan ekonomi masyarakat melalui program pengentasan kemiskinan
yaitu seperti visi yang diemban dari Walikota Salatiga melalui program
Salatiga Sejahtera, Mandiri dan Bermartabat (SMART). Namun hal ini
tidaklah cukup untuk dapat mewujudkan citi-cita mulia tersebut tanpa peran
serta dari lembaga-lembaga masyarakat, maupun organisasi-organisai yang
hidup ditengah masyarakat untuk membantu kelangsungan program tersebut.
Muhammadiyah termasuk salah satu organisasi Islam yang besar di
Kota Salatiga, pastinya peran serta yang telah diberikan kepada masyarakat
untuk membantu dalam membenahi perekonomian yang ada di Kota ini sudah
dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam skripsi ini, penulis akan membahas panjang lebar terkait dengan
strategi pengembangan tanah wakaf yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga yang dikelola secara sistematis unuk
meningkatkan kemaslahatan umat.
Dalam hukum Islam, wakaf merupakan cabang yang terpenting, karena
terjalin kedalam seluruh kehidupan ibadah dan perekonomian sosial, oleh
sebab itu dengan pengelolaan yang baik, maka tanah wakaf dapat membantu
dalam mengurangi grafik angka kemiskinan yang semakin meningkat.
Namun sebelum kita membahas panjang lebar tentang strategi
pengelolaan tanah wakaf, perlu kiranya penulis tekankan untuk mengetahui
landasan teori secara hukum Islam maupun hukum Negara yang membahas
masalah wakaf. Oleh sebab itu pada bab II diuraikan secara jelas teori tentang
wakaf yang diberlakukan agar dapat berjalan sesuai jalur yang telah
ditentukan.
Dalam bab III, dibahas tentang strategi yang dilakukan oleh Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam mengelola tanah wakaf yang
dimiliki. Dalam hal ini, saya sebagai penulis akan menuturkan hasil penelitian
yang dilakukan secara langsung terhadap Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Salatiga, apakah dalam pengelolaan tanah wakaf mempengaruhi tingkat
perekonomian masyarakat Salatiga sehingga mereka dapat memperbaiki taraf
kehidupan yang lebih layak.
Selanjutnya pada bab IV merupakan analisis saya setelah melakukan
penelitian secara langsung terhadap pengelolaan tanah wakaf Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga. Dalam hal ini dapat dilihat atas peran serta
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam membantu
mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan tanah wakaf yang telah
dimilikinya.
Dan yang terakhir pada bab V adalah kesimpulan yang berhubungan
dengan tulisan pada bab-bab sebelumnya sehingga penulis dapat memberikan
saran yang membangun yang dibutuhkan Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Salatiga dalam pengembangan tanah wakaf untuk kemaslahatan
masyarakat.
BAB II
KONSEP DASAR TENTANG WAKAF
G. Konsep Wakaf dalam Fiqh
1. Pengertian Wakaf
Wakaf berasal dari bahasa Arab waqf, bentuk masdar dari kata وقف
mempunyai arti yang وقف yang berarti berhenti atau berdiri. Kata وقاف قفی
sama dengan kata حبس yang berasal dari kata kerja حبس یحبس حبسا yang
berarti menahan (Sabiq, 1977: 382).
Pengertian menurut istilah, Imam Takiyudin Abi Bakr lebih
menekankan dari segi tujuannya, yaitu menahan atau menghentikan harta
yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT ( Rofiq, 1995: 490).
Secara harfiah wakaf bermakna “pembatasan”, sehingga kata waqf
digunakan dalam Islam untuk maksud “pemilikan dan pemeliharaan” harta
benda tertentu untuk kemanfaatan sosial tertentu yang ditetapkan dengan
maksud mencegah penggunaan wakaf tersebut diluar tujuan khusus yang
telah ditetapkan tersebut (Wadjdy, 2007: 30).
Sebenarnya masih banyak ulama yang memberikan definisi tentang
wakaf secara istilah, baik ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, Malikiyah,
Hanabillah ataupun ulama-ulama dari madzhab-madzhab lain. Mereka
mendefinisikan wakaf dengan arti yang beragam, sesuai dengan perbedaan
mazhab yang dianut baik dari segi kelaziman dan ketidaklazimannya.
Dari beberapa definisi tersebut di atas terdapat dua pengertian
pokok yang menjadi esensi wakaf yaitu:
a. Menahan dan menghentikan harta dan hak kepemilikan.
b. Menyerahkan manfaat untuk tujuan-tujuan yang baik menurut ajaran
Islam.
2. Dasar Hukum Wakaf
Sebagaimana halnya dengan ajaran-ajaran Islam yang lain seperti
sholat, zakat, puasa, haji, hibah serta wasiat yang didasari oleh Al-Quran
dan Sunnah, wakaf pun demikian halnya, hanya saja dalam wakaf ini Al-
Quran sebagai sumber pokok hukum Islam tidak menyebutkan ajaran
wakaf secara jelas dan tegas. Al-Quran hanya memerintahkan manusia
berbuat baik untuk kebaikan masyarakat yang masih berupa ayat-ayat
umum. Dari ayat-ayat umum seperti inilah para fuqoha menyandarkan
hukum wakaf. Di antara ayat-ayat yang berbuat kebaikan itu antara lain:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku`lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan (Q.S. Al-Hajj (22): 77).
…..
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu… (Q.S. Al-Baqarah (02): 267).
Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya (Q.S. Ali Imran (03): 92).
ن ع ة أيب ر يـ ر ه ي ض ه اهللا ر ي ل ع لم س و : قال أن لى النيب ه اهللا ص ي ل لم ع س و ا: قال ذ ات إ م ن اب م آد ع ط نـق إ ه ل م ال ع إ ن م قة : ثالث د ارية ص ج أو
ل م ع يـ ف تـ ن به ع د أو ل ح و ال ص ه ول ع د ) مسلم و خبارى رواه( يArtinya: Dari Abu Hurairah ra berkata, sesungguhnya Nabi SAW,
bersabda: apabila manusia meninggal maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; shodaqah jariyah, ilmu bermanfaat, dan anak sholeh yang mendo’akan untuk orang tuanya (Al-Bukhori: 196).
Nash-nash di atas sebenarnya tidak menyebutkan secara khusus
istilah wakaf, tetapi para ulama menjadikannya sebagai sandaran bagi
pewakafan.
3. Penggunaan Wakaf
Dalam fiqh, tujuan penggunaan wakaf harus jelas, misalnya untuk
kepentingan umum, seperti mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, dan
amal-amal sosial yang lainnya, untuk menolong fakir miskin, orang-orang
terlantar, tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah
dan tujuan wakaf itu harus dapat dimasukkan ke dalam kategori ibadah.
Yang lebih baik adalah kalau tujuan wakaf itu jelas diperuntukkan bagi
kepentingan umum, dan kemaslahatan masyarakat (Ali, 1988: 86).
Wakaf hukumnya sunah dan harta yang diwakafkan terlepas dari
pemiliknya, lalu menjadi hak Allah semata, tidak boleh dijual, dihibahkan,
diwariskan untuk perseorangan dan sebagainya, manfaat wakaf harus
digunakan menurut ketentuan akad wakaf pada waktu mewakafkan.
Apabila pewakaf mensyaratkan bahwa wakafnya itu tidak akan diberikan
kecuali kepada orang yang kaya, para ulama berselisih pendapat, yang
membolehkan beralasan karena tidak bertentangan dengan syari’at,
sedangkan yang tidak membolehkan karena syaratnya batal sebab
diberikan kepada yang tidak bermanfaat bagi pewakaf baik urusan dunia
maupun agamanya.
Dalam hal penggunaan wakaf perlu diperhatikan bahwa amalan
wakaf sangat tergantung pada dapat atau tidaknya harta wakaf itu
dipergunakan sesuai dengan tujuannya, oleh karena itu tidak ada halangan
untuk menjual, asalkan hasil penjualan dipakai kembali untuk pembelian
harta yang akan dijadikan wakaf seperti semula, sebab yang menjadi pokok
utama dalam wakaf adalah kemanfaatannya (Nasution, 1997: 68).
Salah seorang ulama madzhab Hambali yang dikenal dengan nama
Ibn Qudamah berpendapat bahwa apabila harta wakaf mengalami rusak
hingga tidak dapat membawa manfaat sesuai tujuan wakif dan benda-benda
yang dibeli itu berkedudukan sebagai harta wakaf seperti semula (Suhendi,
2010: 246).
4. Rukun dan Syarat Wakaf
a. Rukun Wakaf
Wakaf mempunyai lima rukun, yaitu:
1) Waqif (orang yang memberikan wakaf).
2) Mauquf (barang atau benda yang diwakafkan).
3) Mauquf’alaih (penerima / tujuan / sasaran wakaf).
4) Sighat (pernyataan wakaf).
5) Nadzir (pengelola wakaf).
Untuk lebih jelasnya, kelima rukun wakaf tersebut akan penulis
jelaskan sebagai berikut:
1) Waqif (orang yang memberikan wakaf)
Menurut pasal 215 ayat (2) KHI, Pasal 1 ayat (2) PP. No. 28
tahun 1977, disebutkan bahwa wakif adalah orang atau orang-orang
atau badan hukum yang mewakafkan benda miliknya (Usman,
2009: 259).
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi wakif adalah
sebagai berikut:
a) Cakap bertabarru’ (mendermakan harta benda)
Yang dapat dijadikan tolak ukur apakah seseorang dapat
dipandang cakap bertabarru’ atau tidak adalah pertimbangan
akal sempurna dan baligh dalam pelaksanaan akad wakaf
sehingga wakafnya sah (Al-Kabisi, 2004: 219).
Dalam fiqh Islam, ukuran baligh adalah wanita yang
sudah haid dan laki-laki yang pernah ihtilam (mimpi keluar
mani). Atau kalau patokannya umur adalah 9 tahun bagi wanita
dan 15 tahun bagi laki-laki. Hal ini tidak mutlak karena ada
anak berumur 16 tahun yang dikarenakan perkembangan akal
yang lemah maka belum dapat berfikir jauh ke depan. Oleh
karena itu akan lebih tepat kiranya, apabila dalam menentukan
kecakapan tabarru’ itu adalah kematangan pertimbangan akal.
Berangkat dari ketentuan demikian, tidaklah sah jika
wakaf diberikan oleh orang gila dan anak kecil serta orang yang
kurang akalnya, sebab dia tidak layak untuk melakukan
kesepakatan (akad) dan aturan (Al-Kabisi, 2004: 219).
b) Tidak dalam keadaan terpaksa atau dipaksa
Orang yang mewakafkan hartanya itu dituntut supaya
perbuatannya dilakukan bukan secara terpaksa, tetapi haruslah
dengan kerelaan berdasarkan tabarru’ (melepaskan hak milik
tanpa mengharapkan imbalan). Dalam hal ini, unsur kerelaan
atas kemauan sendiri merupakan salah satu syarat penting yang
harus dipunyai oleh pihak yang berwakaf. Bila ia melakukan
perbuatannya itu karena terancam, maupun keterpaksaan maka
wakafnya dinilai tidak sah (Halim, 2005: 17).
c) Merupakan pemilik sah dari harta yang diwakafkannya
Dalam hal ini maka tidak boleh mewakafkan harta yang
bukan miliknya atau yang belum menjadi miliknya, contoh:
tidak boleh mewakafkan tanah hak guna usaha (HGU),
meskipun HGU tersebut jangka waktunya 25 tahun dan dapat
diperpanjang 25 tahun lagi, dan juga tidak boleh mewakafkan
harta warisan yang belum dibagi.
2) Mauquf (harta atau benda yang diwakafkan)
Pasal 215 ayat (4) KHI menyebutkan bahwa benda wakaf
adalah segala benda baik benda bergerak atau benda tidak bergerak
yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan
bernilai menurut ajaran Islam (Usman, 2009: 259).
Lebih lanjut, syarat-syarat dari harta yang diwakafkan adalah
sebagai berikut:
a) Benda itu mestilah milik sah dari pihak yang berwakaf.
b) Benda yang diwakafkan itu mestilah tahan lama dan bisa
diambil manfaatnya. Tidak ada artinya mewakafkan sesuatu
yang tidak tahan lama atau tidak ada manfaatnya.
c) Benda yang diwakafkan itu mestilah sesuatu yang boleh dimiliki
dan dimanfaatkan. Karena itu tidak boleh mewakafkan seekor
babi atau benda-benda haram lainnya kepada umat Islam.
d) Bisa benda bergerak atau benda tidak bergerak seperti buku,
saham dan surat-surat berharga (Halim, 2005: 19).
Melihat syarat-syarat harta wakaf sebagaimana disebutkan di
atas, maka harta yang diwakafkan dapat juga berupa uang yang
dimodalkan, berupa saham pada perusahaan dan berupa apa saja
yang lainnya, yang penting harta yang berupa modal dikelola
dengan sedemikian rupa (semaksimal mungkin) sehingga
mendatangkan kemaslahatan dan keuntungan (Suhendi, 2010: 243).
Dalam menjalankan modal yang merupakan harta wakaf itu
harus diperhatikan pula ketentuan hukum Islam agar jangan sampai
modal itu diperkembangkan dengan jalan yang bertentangan dengan
hukum Islam.
3) Mauquf’alaih (penerima wakaf/tujuan/sasaran wakaf)
Tujuan wakaf dipahamkan dari hadits Ibnu Umar: “….Ia menyedekahkan hasil hartanya itu kepada orang fakir, kepada kerabat, untuk memerdekakan budak, pada jalan Allah, orang terlantar dan tamu….” (Depak RI, 1986: 216).
Berkaitan dengan tujuan wakaf sesuai dengan sifat amalan
wakaf sebagai salah satu macam ibadah, yaitu salah satu amalan
shodaqah, maka tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai ibadah, seperti maksiat. Tujuan wakaf harus merupakan
hal-hal yang termasuk dalam kategori ibadah pada umumnya,
sekurang-kurangnya merupakan hal-hal yang mubah menurut ajaran
Islam yang dapat menjadi sarana ibadah dalam arti lusa, misalnya
mewakafkan tanah untuk lapangan olahraga, untuk pasar, dan lain-
lain.
Lebih lanjut lagi, mauquf’alaih dipahami sebagai sasaran
wakaf, maka harta yang diwakafkan harus jelas sasarannya. Dalam
hal ini ada dua sasaran wakaf yaitu:
a) Wakaf untuk mencari keridhoan Allah SWT. Wakaf jenis ini
tujuannya adalah untuk memajukan agama Islam atau karena
motivasi agama. Contohnya adalah berwakaf untuk kepentingan
rumah ibadah kaum muslimin.
b) Wakaf untuk meringankan atau untuk membantu seseorang atau
orang-orang tertentu atau masyarakat. Contohnya adalah
berwakaf untuk orang fakir miskin, atau berwakaf untuk
keluarga. Dalam sasaran wakaf ini yang perlu digaris bawahi
adalah bahwa wakaf tidak boleh untuk hal-hal yang
bertentangan dengan kepentingan agama Islam (Karim, 1993:
110).
4) Sighat (pernyataan wakaf)
Menurut Abdul Halim, sighat wakaf adalah pernyataan dari
wakif sebagai tanda penyerahan barang atas benda yang
diwakafkan, baik secara lesan maupun tertulis (Halim, 2005: 20).
Lebih jelasnya, sighat adalah ucapan yang memungkinkan
adanya wakaf. Sighat yang dipakai adalah kata-kata yang
menunjukkan adanya wakaf meskipun tidak harus dengan redaksi
“wakaf”. Tentu saja yang paling utama adalah kata “wakaf”,
sehingga dengan mudah bisa ditangkap makna dari ikrar wakaf itu
(Karim, 1993: 110), jadi intinya sighat atau pernyataan wakaf harus
dinyatakan dengan baik secara lisan maupun tulisan, menggunakan
kata “aku wakafkan” atau aku menahan” atau kalimat semakna
lainnya (Rofiq, 1995: 497).
Wakaf dipandang telah terjadi apabila ada pernyataan wakif.
Oleh karena itu, Qobul (penerimaan) tidak diperlukan. Hal ini
sesuai dengan pendapat golongan Hanafiyah dan Hanabillah
sebagaimana disebutkan oleh Abu Ya’la yang menyatakan bahwa
Qobul (penerimaan) dari Mauquf’alaih merupakan rukun wakaf dan
juga bukan syarat sahnya wakaf, baik itu Mauquf’alaihnya tertentu
atau tidak tertentu. Ini dikarenakan ikrar wakaf adalah tindakan
yang bersifat deklaratif (sepihak) (Rofiq, 1995: 498).
b. Syarat Wakaf
Menurut hukum, untuk sahnya amalan wakaf diperlukan syarat-
syarat sebagaimana berikut:
1) Wakaf bersifat pribadi.
2) Tujuan harus jelas.
3) Wakaf tidak boleh digantungkan.
4) Wakaf yang sah harus dilaksanakan.
5. Macam-macam Wakaf
Untuk macam-macam wakaf harta wakaf bisa ditinjau dari dua segi
yang ditinjau dari tujuan wakaf dari ditinjau dari harta wakaf. Bila ditinjau
dari tujuan wakaf, wakaf dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Wakaf Ahli
Wakaf ahli atau wakaf keluarga atau dapat dinamakan wakaf
khusus ialah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu,
seseorang atau lebih, baik keluarga maupun bukan. Misalnya
seseorang menyatakan mewakafkan buku-bukunya untuk anak-
anaknya yang mampu mempergunakan, kemudian cucu-cucunya dan
seterusnya (Depag RI, 1986: 220).
Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati
harta wakaf itu adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.
Dan bila terjadi munqothi’ intiha’ (habisnya mauquf’alaih), maka
wakaf dikembalikan kepada adanya syarat bahwa wakaf tidak boleh
dibatasi dengan waktu tertentu. Dengan demikian meskipun anak
keturunan wakif yang menjadi tujuan wakif itu tidak ada lagi yang
mampu mempergunakan atau menjadi punah, maka harta wakaf tetap
berkedudukan sebagai harta wakaf yang dipergunakan keluarga wakif
yang lebih jauh atau dipergunakan untuk umum (Suhendi, 2010: 244).
b. Wakaf Khoiri
Adalah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan
umum dan tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu.
Wakaf khoiri inilah yang sejalan dengan amalan wakaf yang
sangat digembirakan dalam ajaran Islam, yang dinyatakan bahwa
pahalanya akan terus mengalir hingga wakif meninggal. Selama harta
wakaf masih dapat diambil manfaatnya. Wakaf khoiri inilah yang
benar-benar dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat luas dan
merupakan salah satu sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan
masyarakat, baik dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan,
kebudayaan maupun keagamaan (Suhendi, 2002: 245).
1) Harta atau benda tak bergerak, seperti: tanah, sawah dan bangunan.
Benda macam inilah yang sangat dianjurkan untuk diwakafkan,
karena mempunyai nilai jariyah yang lebih lama. Ini sejalan dengan
praktek wakaf yang dilakukan oleh sahabat Umar Ibn Khattab atas
tanah Khaibar atas perintah Rasul SAW. demikian juga yang
dilakukan oleh Bani al-Naijir yang mewakafkan bangunan dinding
bangunannya untuk kepentingan masjid.
2) Benda bergerak, seperti: mobil, sepeda motor, binatang, ternak,
atau benda-benda lainnya. Yang terakhir ini juga dapat diwakafkan.
Namun demikian, nilai jariyahnya terbatas hingga nilai benda-
benda itu tidak dapat dipertahankan keberadaannya. Maka
selesailah wakaf tersebut, kecuali apabila masih memungkinkan
diupayakan ditukar atau diganti dengan benda baru yang lain
(Rofiq, 1995: 205).
6. Tujuan Wakaf
Imam Abu Hanifah, sebagaimana dikutip oleh Juhaya S. Praja
menerangkan benda yang diwakafkan itu tetap menjadi milik wakif
sepenuhnya, hanya manfaatnya saja yang disodaqohkan.
Abu Hanifah mendasarkan argumennya atas al-ro’yu yang
didasarkan atas konsep wakaf yaitu habs al-‘ain ‘ala milk al-waaqif. Hal
ini berkaitan dengan pengertian milik dalam teori Hanfiah. Menurut Abu
Hanifah, milik adalah milik sepenuhnya. Oleh karena si wakif sebagai
pemilik benda wakaf mempunyai hak “menggunakan” (tashorruf)
sepenuh-penuhnya (Praja, 1997: 16).
Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam Malik menyatakan bahwa
wakaf itu mengikat dalam arti lazim, tidak meski dilembagakan secara
abadi dalam arti mu’abbad dan boleh saja diwakafkan untuk tenggang
waktu tertentu yang disebut mu’aqqod. Beliau juga berpendapat bahwa
harta atau benda yang diwakafkan adalah benda yang mempunyai nilai
ekonomis dan tahan lama. Harta itu berstatus milik si wakif, akan tetapi si
wakif tidak mempunyai hak untuk menggunakan harta tersebut (tashorruf)
selama masa wakafnya belum habis. Jika dalam sighat atau ikrar wakaf itu
si wakif tidak menyatakan dengan tegas tenggang waktu perwakafan yang
ia kehendaki, maka dapat diartikan bahwa ia bermaksud mewakafkan
hartanya itu untuk selamanya (mu’abbad).
Alasan yang dikemukakan Imam Malik mengapa wakaf itu
berstatus milik si wakif berdasarkan kasus Ibnu Umar sebagai pemilih
benda yang diwakafkan yang diperintahkan Rasulallah untuk
mengeluarkan miliknya itu. Sementara itu alasan keabsahan wakaf untuk
sementara waktu ialah berdasarkan kontekstual apabila wakaf yang
diikrarkan itu dalam bentuk mu’abbad sementara manfaat benda itu hanya
untuk waktu sementara saja, maka wakaf itu boleh dijual dengan
pertimbangan al-maslahat al-mursalah. Jadi, teknik pengekalan harta
wakaf itu ialah dengan menjual harta wakaf yang tidak atau kurang
mempunyai nilai manfaat (Praja, 1997: 18). Sedangkan jumhur ulama
Syafi’iyah dan Hambaliyah berpendapat bahwa telah mengeluarkan harta
dari kepemilikan wakif dan harta itu akan menjadi milik Allah SWT.
Oleh sebab itu si wakif tercegah untuk menggunakannya
(tashorruf), hal ini didasarkan pada hadits yang menceritakan wakaf Ibnu
Khattab yang menyebutkan bahwa tanah wakaf yang diberikan tidak boleh
dijual, dihibahkan dan diwariskan (Wadjdy, 2007: 34).
Perbedaan pendapat di atas, ternyata masih dapat diambil satu
persamaan persepsi bahwa wakaf adalah penahanan suatu harta milik pihak
yang berwakaf dan menyedekahkan segala manfaat dan hasil yang bisa
diambil dari harta tersebut untuk kebijakan dalam rangka mencari
keridhoan Allah SWT.
H. Konsep Wakaf dalam Perundang-Undangan
1. Pengertian Wakaf Menurut UU No. 41 Tahun 2004
Dalam undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Pasal 1
ayat (1) menyatakan bahwa:
“Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum menurut syari'ah” (Depag RI, 2007: 347).
Di dalam konsideran UU No. 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa
lembaga wakaf mempunyai peran sebagai pranata keagamaan yang
memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan
efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan
umum.
Sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan umum UU No. 41 Tahun
2004 angka 1 yakni sebagai berikut: Tujuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD Negara RI
Tahun 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk
mencapai tujuan tersebut, perlu menggali dan mengembangkan potensi
yang terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis.
Wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan
dilaksanakan dalam masyarakat yang pengaturannya belum lengkap serta
masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Kehadiran Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
merupakan saat dinanti-nantikan. Karena itu, hadirnya Undang-Undang
tentang Wakaf mendapat sambutan yang hangat, tidak hanya oleh mereka
yang terkait langsung dengan pengelolaan wakaf, tetapi juga kalangan
lainnya termasuk DPR. Hal ini nampak pada saat RUU tentang wakaf ini
dibahas di DPR dengan pemerintah pada tanggal 6 September 2004 yang
lalu. Secara kuantitas jumlah tanah wakaf di Indonesia cukup banyak,
tetapi saat ini keberadaan wakaf belum berdampak positif bagi
kesejahteraan sosial dan ekonomi umat (Halim, 2005: 118).
Mengenai pengertian wakaf, undang-undang No. 41 Tahun 2004,
ini membuat suatu pengertian yaitu:
a. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum
menurut syar’iah.
b. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
c. Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara
lisan dan/ atau tulisan kepada nadzir untuk mewakafkan harta benda
miliknya.
d. Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif
untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya.
e. Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama
dan/ atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi
menurut syari'ah yang diwakafkan oleh wakif.
f. Pejabat pembuat akta ikrar wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW, adalah
pejabat berwenang yang ditetapkan oleh menteri untuk membuat akta
ikrar wakaf.
g. Badan wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk
mengembangkan perwakafan di Indonesia.
h. Pemerintah adalah perangkat Negara kesatuan Republik Indonesia yang
terdiri atas Presiden beserta para menteri.
i. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama
(Depag. 2007: 3).
Dalam penjelasan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf dijelaskan praktek wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai
kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar
atau beralih ketangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan
demikian itu tidak hanya karena kelalaian ataupun ketidakmampuan nadzir
dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, tetapi juga
sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status harta
benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum
sesuai dengan tujuan atau fungsi dan peruntukkan wakaf (Anshori, 2005:
176).
Oleh karena itu, undang-undang wakaf ini patut didukung oleh
semua pihak, baik ulama', kaum profesional, cendekiawan, pengusaha,
lembaga perbankan, serta masyarakat umum, khususnya umat Islam
diseluruh Indonesia.
2. Dasar Hukum Wakaf dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004
Menurut undang-undang No. 41 Tahun 2004 dasar-dasar wakaf ada
dua bagian: menurut pasal (2) wakaf sah apabila dilaksanakan menurut
syari'ah, sedangkan pasal (3) wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat
dibatalkan. Serta mengingat Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 29
dan pasal 33 undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
(Halim, 2005: 127).
Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna
melindungi harta benda wakaf, pemerintah dengan persetujuan DPR pada
tanggal 27 Oktober 2004, mengeluarkan sebuah peraturan baru yaitu
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Undang-undang ini
merupakan undang-undang pertama yang secara khusus mengatur wakaf.
Dengan berlakunya undang-undang ini, semua peraturan mengenai
perwakafan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/ atau belum
diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
Undang-Undang No. 41/ 2004 ini memuat substansi hukum tentang
perwakafan yang terdiri dari II bab dan 71 pasal sebagai berikut:
Bab I Berisi ketentuan umum (pasal 1).
Bab II Memuat dasar-dasar wakaf (pasal 2 sampai dengan 31).
Bab III Memuat tentang tata cara pendaftaran dan pengumuman harta
benda wakaf (pasal 32 sampai dengan 39).
Bab IV Memuat tentang perubahan status harta benda wakaf (pasal 40
sampai dengan 41).
Bab V Memuat tentang pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf (pasal 42 sampai dengan 46).
Baba VI Memuat tentang badan wakaf Indonesia (pasal 47 sampai
dengan 61).
Bab VII Memuat tentang penyelesaian sengketa (pasal 62).
Bab VIII Memuat tentang pembinaan dan pengawasan (pasal 63 sampai
dengan 66).
Bab IX Memuat tentang ketentuan pidana dan sanksi administratif
(pasal 67 sampai dengan 68).
Bab X Memuat tentang ketentuan peralihan (pasal 69 sampai dengan
70).
Bab XI Memuat tentang ketentuan penutup (pasal 71).
Secara umum banyak hal baru dan berbeda yang terdapat dalam UU
No. 41 Tahun 2004 ini bila dibandingkan dengan PP. No. 28/ 1977
maupun KHI, walaupun banyak pula kesamaannya. Dapat dikatakan
bahwa UU No. 41/ 2004 mengatur substansi yang lebih luas dan luwes bila
dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang ada sebelumnya
(Anshori, 2005: 52).
Dalam Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf yang
telah disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 7
Oktober 2004, sudah diatur berbagai hal penting dalam pengembangan
wakaf berdasarkan pertimbangan dan untuk memenuhi kebutuhan hukum
dalam rangka pembangunan hukum nasional(Halim, 2005: 118).
Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syari'ah
dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam UU ini,
namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru antara lain
sebagai berikut:
a. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna
melindungi harta benda wakaf, UU ini menegaskan bahwa untuk
sahnya perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan didaftarkan dalam
akta ikrar wakaf serta diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan
sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan.
Undang-Undang ini tidak memisahkan antara wakaf ahli yang pada
umumnya pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas
untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf khairi yang
dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan
tujuan dan fungsi wakaf.
b. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum
cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan
bangunan, menurut UU ini wakif dapat pula mewakafkan sebagian
kekayaannya berupa harta benda wakaf bergerak, baik berwujud atau
tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak
sewa, dan benda bergerak lainnya.
c. Peruntukkan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan
sarana ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan
kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat
ekonomi harta benda wakaf.
d. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak
ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan
kemampuan profesional nadzir.
e. Undang-undang ini juga mengatur pembentukan badan wakaf
Indonesia yang dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan
kebutuhan (Halim, 2005: 99-101).
3. Macam-Macam Benda Wakaf dalam UU No. 41 Tahun 2004
Pasal 16 dalam UU No. 41 Tahun 2004 menjelaskan secara
enumeratif bahwa harta benda wakaf terdiri dari:
a. Benda tidak bergerak.
b. Benda bergerak.
Untuk lebih jelasnya, kedua benda wakaf tersebut akan penulis
jelaskan sebagai berikut:
a. Yang dimaksud dengan benda tidak bergerak disini meliputi:
1) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar.
2) Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri atas tanah
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan syariah
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Benda gerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta
benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
1) Uang.
2) Logam mulia.
3) Surat berharga.
4) Kendaraan.
5) Hak atas kekayaan inteletual.
6) Hak sewa.
7) Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Anshori, 2005: 154).
Menurut pasal (21) dalam PP. No. 42 Tahun 2006 tentang
pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, benda bergerak selain
uang karena peraturan prundang-undangan yang dapat diwakafkan
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syari'ah sebagai berikut:
a. Surat berharga yang berupa
1) Saham.
2) Surat utang Negara.
3) Obligasi pada umumnya.
4) Surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
b. Hak atas kekayaan intelekual yang berupa:
1) Hak cipta.
2) Hak merk.
3) Hak paten.
4) Hak desain industry.
5) Hak rahasia dagang.
6) Hak sirkuit terpadu.
7) Hak perlindungan varietas tanaman.
8) Hak lainnya.
c. Hak atas benda bergerak lainnya yang berupa:
1) Hak sewa, hak pakai dan hak pakai hasil atas benda bergerak.
2) Perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas benda
bergerak (Depag, 2007: 77).
BAB III
PROSES PERWAKAFAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF DI
PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA
I. Sekilas Tentang Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
1. Tokoh Pendiri Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
Kelahiran sebuah organisasi tidak bisa terlepas dari tiga pilar yakni
adanya kelompok manusia, kerja sama, dan tujuan. Muhammadiyah
sebagai organisasi kemasyarakatan dilahirkan atas dasar tiga pilar tersebut
baik dari tingkat pusat maupun ranting. Dalam setiap tingkatan organisasi
Muhammadiyah baik ranting, cabang, daerah proses awal berdirinya selalu
diikuti oleh tokoh-tokoh pendiri sebagai founding father-nya dari latar
belakang sosial ekonomi dan pendidikan yang beragam dengan komitmen
untuk bekerja sama dan mempunyai tujuan yang sama.
Proses kelahiran Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
juga tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berkiprah saat itu. Dari
merekalah sejarah Muhammadiyah Salatiga terukir dan berkibar hingga
saat ini, mereka adalah Tirto Husodo (Pekalongan), H. Asnawi, H. Nur, H.
Abdul Mu’in, Kyai Irsyam, Kyai Hasyim, KH. Dachlan (Suruh), KH.
Mansyur (Ambarawa), H. Qulyubi, H. Syamsul hadi (Suruh), H. Suwiryo,
dan Suryani (Buku Saku PDM Salatiga, 2010: 1).
2. Proses Berdirinya Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
Kurang lebih pada tahun 1930-an para tokoh tersebut berkumpul
dan bekerja sama untuk membentuk sebuah organisasi yakni
Muhammadiyah untuk wilayah Kab. Semarang dan Kota Salatiga yang
ditandai dengan adanya sekolah HIS Muhammadiyah, kini berubah
menjadi SD Muhammadiyah Plus Salatiga.
Para tokoh pendiri Muhammadiyah kala itu tidak hanya sebatas
berkumpul dan bersepakat mendirikan Muhammadiyah, namun sebagai
bentuk kongretnya mereka bersegera melakukan gerakan dakwah amal
makruf nahi munkar dengan mendirikan amal usaha sebagai bukti
aktifitasnya. Amal usaha pertama didirikan adalah pendidikan formal HIS
Muhammadiyah pada tahun 1932 yang merupakan cikal bakal
perkembangan lembaga pendidikan sampai saat ini.
Keberadaan HIS Muhammadiyah yang bangunannya didirikan di
atas tanah wakaf almarhum bapak Tirto Husodo (sekarang di Jl. Adisucipto
13 Salatiga dan digunakan sebagai TK Aisyiyah Bustanul Atfal Pembina)
kala itu sangat strategis dalam rangka kaderisasi dan dakwah
Muhammadiyah karena ia berada ditengah-tengah masyarakat Salatiga
yang kental dengan nuansa Kristen. Hal tersebut nampak jelas dari tata
kota yang tidak ada masjid disekitar alun-alun dan banyak lembaga-
lembaga Kristen ditempat-tempat strategis, sehingga dengan alasan
tersebut didirikan pendidikan HIS Muhammadiyah (Buku Saku PDM
Salatiga, 2010: 2).
3. Perkembangan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
Sejarah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga tidak bisa
dilepaskan dari sejarah perkembangan wilayah administrasi Kota Salatiga
itu sendiri yang kala itu hanya memiliki 1 kecamatan, sedangkan syarat
berdirinya Pimpinan Daerah Muhammadiyah minimal harus mempunyai
tiga pimpinan cabang. Sedangkan Cabang Muhammadiyah saat itu
kebanyakan dari Kabupaten Semarang, meliputi Cabang Muhammadiyah
Suruh, Cabang Muhammadiyah Susukan, Cabang Muhammadiyah
Tuntang, Cabang Muhammadiyah Ambarawa Dan Cabang
Muhammadiyah Salatiga Sebagai Pusatnya, Maka Muhammadiyah
Salatiga digabung dengan Kab. Semarang dengan nama Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kab. Semarang dan Kota Salatiga. Periode kepemimpinan
ini dimulai dari pasca kemerdekaan sampai dengan orde baru.
Setelah memasuki orde baru, tepatnya mulai tahun 1971
berdatangan tokoh-tokoh muda Muhammadiyah berpendidikan. Sejalan
dengan semangat pembangunan dan pembaharuan era tersebut, Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga mulai menggeliat untuk
mengembangkan amal usahanya. Semangat yang dibangun saat itu dimulai
dengan konsolidasi kepemimpinan Muhammadiyah.
Tokoh-tokoh muda Muhammadiyah yang datang dari luar Salatiga
antara lain: Achmadi (Yogyakarta), Hadits (Batam), Sucipto DS (Klaten),
Masykuri (Klaten), M. Syatibi (Solo), Ahmad Muhdi (Klaten), H.M. Bilal
(Klaten), H. Sardjito (Boyolali), dll. Mereka bersinergi dengan tokoh-tokoh
tua dan muda dari Salatiga seperti Djumadi, Machrus Anwar, Imam
Sumarno, M. Bilal, HM. Tohari, Muhadi, Muinun, Suhadi, dan M. Syafi’I
bersama-sama mengembangkan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga. Diantara mereka yang pernah menjabat menjadi PDM adalah H.
Djumadi, BA dan H. Achmadi.
Setelah tahun 1995 Muhammadiyah Salatiga menjadi Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dengan empat cabang yaitu PCM
Sidorejo, PCM Sidomukti, PCM Argomulyo, dan PCM Tingkir.
Berkat sinergitas seluruh tokoh Muhammadiyah, mulai tahun 70-an
Muhammadiyah Salatiga menunjukkan perkembangan yang signifikan
ditinjau upaya mengembangkan sarana dan prasarana amal usaha serta
pengembangan amal usahanya.
Setelah itu disusul generasi muda berikutnya, meliputi H.M. Zulfa,
Ali Muhson, H.M. Zuhri, Badwan, H. Usman Haryono, M. Thoha, Imam
Sutomo, Sutjipto, dll.
Diantara tokoh-tokoh tersebut yang menjadi ketua PDM Salatiga
selama orde baru sampai era reformasi yaitu, Achmadi periode 1981-1995
(tiga periode), M. Zulfa periode 1995-2001, Drs. Badwan, M, Ag periode
2001-2010 (dua periode), sedangkan untuk kepengurusan PDM Salatiga
periode 2010-2015 adalah Dr. Imam Sutomo,M. Ag (Buku Saku PDM
Salatiga, 2010: 11).
4. Organisasi Otonom (ORTOM) dan Amal Usaha Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga
a. ORTOM di Lingkup Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
Organisasi otonom Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga yang telah ada antara lain:
1) Nasyiyatul ‘Aisyiyah (NA).
2) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
3) Pemuda Muhammadiyah (PM).
4) Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM).
5) Perguruan Seni Beladiri Tapak Suci Putera Muhammadiyah
(TSPM).
Dilihat aktifitasnya sebagian besar ORTOM yang ada masih
belum berkembang sebagaimana yang diharapkan. Yang agak menonjol
baru beladiri tapak suci yang telah mempunyai anggota lebih kurang
600 orang.
Pimpinan daerah tapak suci putera Muhammadiyah 99 Salatiga
masih menjadi satu dengan Kab. Semarang dan mempunyai berbagai
cabang latihan yakni cabang latihan SMU Muhammadiyah Plus
Salatiga, SMP Muhammadiyah Salatiga, SD Muhammadiyah Plus
Salatiga, SMP Negeri 1 Ungaran, SMK Muhammadiyah Ungaran, SMP
Muhammadiyah Jambu, Panti Asuhan Amanah Ambarawa, Panti
Asuhan Keluarga Sakinah Banyubiru, MTS Sudirman Truko, SMP
Muhammadiyah Suruh, SMK Muhammadiyah Suruh, SMP Negeri 1
Suruh, SMP Negeri 2 Suruh, SD Nergeri Plumbon 1 dan 2, SMK
Muhammadiyah Susukan, dll (Buku Saku PDM Salatiga, 2010: 35).
b. Amal Usaha Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sebagai salah
satu alat perjuangan umat Islam Indonesia yang berbentuk organisasi
atau sering disebut dengan Persyarikatan Muhammadiyah mempunyai
maksud dan tujuan yakni ‘‘Menegakkan dan Menjunjung Tinggi Agama
Islam sehingga Terwujud Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya’’.
Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah sebagai
bentuk organisasi menggunakan cara dan usaha sebagai berikut:
1) Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melakukan
dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid yang diwujudkan
dalam usaha disegala bidang.
2) Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha,
program, dan kegiatan yang macam dan penyelenggaraannnya
diatur dalam anggaran rumah tangga.
3) Penentu kebijakan dan tanggung jawab amal usaha, program dan
kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah (Buku Saku PDM
Salatiga, 2010: 38).
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sebagai salah
satu Struktur pimpinan Muhammadiyah di tingkat Kota telah
mewujudkan amal usaha diberbagai bidang guna mencapai tujuan
Muhammadiyah. Amal usaha tersebut adalah:
1) Lembaga Pendidikan
Tabel 3.1 Lembaga Pendidikan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga
No SEKOLAH TEMPAT
1 TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) Pembina Kalicacing 2 TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) 3 Nanggulan 3 TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) 4 Tegalrejo
2) Panti Asuhan
Tabel 3.2 Lembaga Amal Sosial Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga
No PANTI ASUHAN TEMPAT 1 PA Putera Abu Hurairah Muhammadiyah Kauman 2 PA Puteri ‘Aisyaiyah Sinoman
3) Masjid
Tabel 3.3 Tempat Ibadah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga
No TEMPAT IBADAH TEMPAT 1 Masjid Ar Rohman Mangunsari
4) LAZIM (Lembaga Amal Zakat Infak dan Sodaqoh
Muhammadiyah).
LAZIM adalah lembaga nirlaba tingkat daerah yang
berkidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan
secara produktif dana zakat, infaq, wakaf dan dana kedermawanan
lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi
lainnya.
Amal usaha penyaluran LAZIM Kota Salatiga selama ini
meliputi, pemberian Bea Siswa untuk prmbayaran SPP siswa tidak
mampu, Usaha ekonomi produktif berupa pinjaman tanpa bunga
kepada UKM, Program usaha peternakan kambing, Bantuan bea
hidup dhuafa, Bantuan kepada panti asuhan, TPA binaan, dan
Pesantren liburan sekolah.
5) Koperasi Surya Utama
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga pada tahun
2006 dalam rangka pengembangan usaha dibidang ekonomi
membentuk koperasi serba usaha yang bernama “Koperasi Surya
Utama”. Anggotanya terdiri dari pimpinan dan simpatisan
Muhammadiyah Kota Salatiga.
Bidang usaha yang saat ini dikembangkan adalah simpan
pinjam, antar jemput anak sekolah, pelayanan catering dan juga
menyediakan seragam dan alat tulis anak sekolah.
5. Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
Gambar 3.1 Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga periode
2010-2015 sesuai dengan papan struktur organisasi di kantornya.
Organisasi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga telah
memiliki struktur kepengurusan yang diharapkan secara kompak bersama-
sama untuk membangun masyarakat sekitar dalam mengembangkan
kehidupan warga Kota Salatiga baik untuk kesejahteraan umat maupun
untuk internal di dalam kepengurusan.
Ketua
Dr. Imam Sutomo, M. Ag
Drs.H. Ali Muchson, M.H
Pembina Majlis Tabligh dan Pembina Majlis Wakaf dan
Kehartabendaan
Drs. Juz’ann, M.Hum
Pembina Majlis Pemberdayaan Masyarakat dan Pembina Majlis
Pustaka dan Informasi
Ust. Yahya, S.Ag
Pembina Majlis Tarjih dan Tajdid
Drs. Badwan,M.Ag
Pembina Majlis Pelayanan Sosial dan Pembina Lembaga Pengembangan Cabang dan
Ranting
Drs. H. Usman Haryono
Pembina Majlis Pelayanan Kesehatan Umum dan Pembina
Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan
Drs. Sir Samsuri, M.Hum
Pembina Majlis Dikdasmen
Sekretaris I
Dr. Adang Kuswaya, M. Ag
Kekretaris II
Hammam, M. Pd
Bendahara I
H. Makachin Pembina Lembaga Zakat
dan Kewirausahaan
Bendahara II
Amar Ma’ruf Fakhrudin, S.Pd,M.M
Pembina Majlis Ekonomi dan Kewirausahaan
Penasehat
Drs. H. Hadits
Penasehat
Dr. H. M. Zulfa,M. Ag
Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga terdiri
dari seorang ketua, dan dibantu oleh bendahara, sekretaris, serta bidang-
bidang yang lain guna untuk kelancaran kegiatan dalam mewujudkan
tujuan organisasi ini yaitu:
”Menegakkan dan Menjunjung Tinggi Agama Islam sehingga
Terwujud Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya”, terang Imam
Sutomo selaku ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
menjelaskan visi dari Muhammadiyah yang dipimpinnya saat ini periode
2010-2015 saat diwawancarai di kantornya.
J. Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
1. Penyebaran tanah wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga
a. Tanah Wakaf di Sidorejo
Hasil wawancara dengan Bapak Surono selaku petugas TU
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, bahwa aset tanah
wakaf yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga yang berada di daerah Sidorejo, tepatnya beramalat di Jl.
Kauman No 32 desa Sidorejo Lor Kota Salatiga adalah salah satu tanah
yang diwakafkan oleh Ibu Soelasmi binti Paiman dengan luas tanah ±
450 M². Tanah tersebut bersertifikat tanah wakaf dengan nomor hak
milik 624 menurut akta Ikrar Wakaf tanggal 15 Juli 1992 No.
W.2/95/K.Tahun 1992 yang dibuat oleh Drs. Fu’ad F selaku PPAIW
Kec Kota Salatiga yang dipergunakan untuk tempat sosial permintaan
dari si wakif.
Selain itu, tanah wakaf yang lokasinya sama tepat didepannya
dengan sertifikat hak milik no 565 dari keluarga Hj. Rahmah Sanyoto
selaku wakif dengan luas tanah ± 720 M², diwakafkan untuk asrama
yatim piatu berdasarkan akta ikrar wakaf tanggal 3 Juli 1995 No.
BA.03.2/5/VIII/1995 yang dibuat oleh Nuhdin kepala Kantor Urusan
Agama/PPAIW Kec. Sidorejo.
Sedangkan pihak Muhammadiyah selaku penerima wakaf
menunjuk beberapa orang dari pengurus untuk menjadi nadzir dalam
proses penerimaan tanah wakaf, yaitu M. Bilal, H. Tohari, Surono,
Mulyoto dan Rahman untuk menjadi nadzir menerima wakaf dari Ibu
Sulasmi, serta tanah wakaf dari keluarga Hj. Rahmah Sanyoto diterima
dengan nadzir yang ditunjuk meliputi, M. Bilal, H. Tohari,
Surono,Imam Sumarno dan Mahrus LA. Letak tanah wakaf di Kauman
ini terbilang sangat strategis sebab berada disamping jalan alternative
untuk pengguna jalan menuju jantung Kota Salatiga, sehingga bagi
orang yang melintas jalan tersebut akan langsung dapat mengetahui
kondisi sekitar.
Dengan melihat kondisi yang telah sedikit digambarkan diatas,
maka prospek tanah wakaf ini sangat bagus untuk dikelola kedepannya,
karena memang tata letak tanah yang strategis berada di Salatiga kota
dan banyak orang yang dapat memperhatikan kondisi pengelolaan
tanah wakaf tersebut yang tentunya kedepannya dapat terus
dikembangkan.
Penjelasan : Batas tanah ini
Gampar 3.2 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 624
Penjelasan : Batas tanah ini
Gampar 3.3 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 565
b. Tanah Wakaf di Nanggulan
Wawancara dengan Hj Haiyinah Djaelani (sebagai istri/pewaris
Djaelani alm) selaku wakif tentang Sebidang tanah seluas ± 207 m²
yang beralamat di Nanggulan No 29 Kelurahan Kutowinangun
Kecamatan Tingkir Salatiga adalah salah satu aset tanah yang dimiliki
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga.
Tanah yang telah berdiri sebuah bangunan permanen dengan
status sertifikat tanah wakaf dengan nomor hak milik 2191 menurut
Sudarwo
Sudarwo
Jl.Kauman
Marfu’ah Karsodihardjo
Abdul Jalil
Djadjuli
Sudarwo
Slamet Rahardjo
Sudarwo
Mardjono
akta Ikrar Wakaf tanggal 20 September 1986 yang dibuat oleh PPAIW
Kec Kota Tingkir yang dipergunakan untuk tempat pendidikan TK.
Berdasarkan pengamatan langsung dilapangan bahwa lembaga
pendidikan TK ini sangat berpotensi untuk rekrutmen anak-anak kecil
untuk belajar dikarenakan memang posisinya sangat strategis ditengah-
tengah perkotaan yang belum berdiri lembaga pendidikan TK di daerah
yang berada disamping jalan utama tersebut. Sehingga untuk
kedepannya dapat selalu mencerdaskan anak-anak didik sehingga dapat
menjadi anak yang berguna.
Penjelasan : Batas tanah ini
Gampar 3.4 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 2191
c. Tanah Wakaf di Sinoman
Aset tanah wakaf yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga yang berada di daerah Sidorejo lainnya,
yaitu tepatnya berada diamalat Jl. Imam Bonjol No No. 45 A kelurahan
Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga adalah salah satu tanah
yang diwakafkan oleh Bapak H. Moh. Ramly Hanafie dan istrinya Ibu
Hj. Siti Rohana dengan luas tanah ± 175 M². Tanah yang bersertifikat
tanah wakaf dengan nomor hak milik 3302 menurut akta Ikrar Wakaf
Jln. Tanggulayu Wiryo taruno
B.Karto dimedjo
Parto
tanggal 6 Oktober 1227 No. BA 032/20/X.Tahun 1992 yang dibuat
oleh Nuhdin PPAIW Kantor Urusan Agama Kec Sedorejo Kota
Salatiga yang dipergunakan untuk tempat Lembaga Pendidikan TK
Aisyiah.
Namun berdasarkan rapat dari pengurus Muhammadiyah yang
mempertimbangkan bahwa saat itu belum ada asrama panti asuhan
puteri, maka penggunaan tanah wakaf ini dialih fungsikan sebagai
asrama panti asuhan puteri ‘Aisyiah. Sesuai dengan kesepakatan dari si
wakif, maka tanah wakaf yang diterima oleh Pengurus Muhammadiyah
dengan nadzir yang ditunjuk adalah Bapak Imam Sumarno, H. Moh
Toehari, dan Drs. Mu’inun akhirnya pengelolaan tanah wakaf tersebut
digunakan sebagai asrama panti asuhan puteri ‘Aisyiah hingga saat ini,
hasil wawancara dengan Bapak Sulaiman Ghofar S selaku pengasuh
panti asuhan puteri Aisyiah.
Dilihat dari letak geografisnya, tanah wakaf yang berada
disamping jalan utama, sangat berpotensial untuk digunakan amal
sosial dalam menyantuni anak yatim, fakir miskin dan anak yang
terlantar. Terbukti dengan adanya setiap tahun jumlah anak yang
tinggal diasrama selalu bertambah.
Hm. 74 Sah
Jalan
Tanah Yason
Hm
. 71 Sah Tana
h Y
ason
Penjelasan : Batas tanah ini
Gampar 3.5 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 3302
d. Tanah Wakaf di Bugel
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga memiliki aset
tanah wakaf yang berada di daerah Kecamatan Sidorejo, tepatnya
beramalat di Dukuh Krajan, Kelurahan Bugel 01/02 Kecamatan
Sidorejo Kota Salatiga yakni tanah yang diwakafkan oleh Nusaernie
Irsyam dengan sebidang tanah seluas ± 263 M². Tanah yang
bersertifikat tanah wakaf dengan nomor hak milik 00003 menurut akta
Ikrar Wakaf tanggal 19 Desember 2002 No. K.01/BA.00/079/2003
yang dibuat oleh PPAIW Kec Kota Salatiga yang dipergunakan untuk
pendidikan agama Islam dari wakif.
Sedangkan pihak Muhammadiyah selaku penerima wakaf
menunjuk beberapa orang dari pengurus untuk menjadi nadzir dalam
proses penerimaan tanah wakaf, yaitu Kamali, BA, Sardi, SPd, M.
Thoha. Drs. Mu’inun, dan Mansuri.
Namun hingga saat ini satus tanah wakaf di Bugel masih
tergolong lahan kosong, sebab dari pihak Muhammadiyah selaku
pengelola belum dapat memanfaatkan tanah wakaf tersebut sesuai
dengan niatan si wakif dikarenakan kondisi tanah tidak strategis untuk
dibangun untuk tempat pendidikan. Sesuai dengan wawancara dengan
pengurus Muhammadiyah terkait dengan status tanah wakaf di Bugel
akan dikelola jikalau kondisi sudah memungkinkan untuk didirikan
tempat pendidikan. Data diperoleh dari Bapak Badwan dulu menjabat
sebagai ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dua
periode 2001-2010 sekarang sebagai Pembina Majlis Pelayanan Sosial
dan Pembina Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting.
Penjelasan : Batas tanah ini
Gampar 3.6 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 00003
e. Tanah Wakaf di Mangunsari
Yang selanjutnya Aset tanah wakaf lainnya yang dimiliki oleh
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga adalah tanah wakaf
yang berada di daerah Jl. Dk. Cabean, Mangunsari Kota Salatiga.
Tanah ini merupakan tanah wakaf dari Much Suryani Ma’ruf.
Tanah dengan nomor sertifikat 1980 dengan luas tanah ± 104 M²
yang telah didaftarkan sebagai tanah wakaf pada tanggal 19 Februari
1991 berdasarkan akta Ikrar wakaf No. W.2/25/K/1991 Tgl. 20-2-1991
yang dibuat oleh PPAIW Kec. Kota Salatiga diwakafkan untuk
pembangunan Mushola dari si wakif, dengan nadzir bapak Muh. Tasrif,
Abdul Rohman, dan M. Fatkhurohman.
Bambang Jala
n
Jalan
Achmad
Tanah yang telah berdiri bangunan tegak sebuah masjid sangat
bermanfaat bagi masyarakat sekitar, terbukti dengan adanya berbagai
kegiatan yang telah dilangsungkan dimasjid tersebut, seperi tempat
ibadah serta digunakan sebagai tempat pendidikan keagamaan TPQ
untuk anak-anak. Selin itu juga digunakan sebagai tempat dakwah
dengan dilangsungkannya pengajian yang dilakukan setiap minggu di
masjid tersebut.
Penjelasan : Batas tanah ini
Gampar 3.7 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 1980
f. Tanah Wakaf di Tegalrejo
Selanjutnya Sebidang tanah seluas ± 400 m² dengan status
sertifikat tanah wakaf dengan nomor hak milik 238 yang beralamat di
Jl. Kentengraya RT 04/ RW 05 kelurahan Tegalrejo Kecamatan
Argomulyo Salatiga adalah salah satu aset tanah yang dimiliki
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang dipergunakan
untuk tempat pendidikan TK.
Posisi lembaga pendidikan TK ini letaknya sangat strategis
sebab berada di samping jalan Kentengraya serta satu-satunya lembaga
pendidikan TK yang berada dilokasi tersebut, sehingga setiap tahun
Tanah Yasan
Ja
lan
Jalan
Tanah Yasan
ajaran baru pendaftaran sisiwa baru selalu dibanjiri oleh anak-anak
yang akan belajar.
Sehingga dengan adanya lembaga pendidikan TK yang berdiri
di daerah tersebut sangat membantu bagi masyarakat untuk
mencerdaskan anak-anak generasi bangsa mereka.
g. Tanah Wakaf di Kalicacing
Hasil wawancara dengan bapak Surono selaku petugas TU
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang memegang
sertifikat tentang aset tanah wakaf lainnya yang dimiliki oleh Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga adalah tanah wakaf yang berada
di daerah jl. Adi Sucipto No 13 Kalicacing Kota Salatiga. Tanah ini
merupakan tanah wakaf dari bapak Tirto Husodo (alm) yang letaknya
sangat strategis untuk kaderisasi dan dakwah Muhammadiah karena
berada ditengah-tengah masyarakat Salatiga yang kental dengan nuansa
Kristen.
Tanah dengan nomor sertifikat 982 dengan luas tanah ± 661 M²
yang telah didaftarkan sebagai tanah wakaf pada tanggal 8 Februari
1993 berdasarkan akta Ikrar wakaf No. W.2/93/K/1992 Tgl. 22-6-1992
yang dibuat oleh Drs. Fu’ad F. PPAIW di Salatiga diwakafkan untuk
sekolahan dari si wakif, dengan nadzir bapak M. Bilal, Mahrus BA,
dan Drs. Hadis.
Dengan melihat posisi tanah yang keberadaannya dekat dengan
alun-alun kota Salatiga, hal ini menunjukkan bahwa tanah tersebut
berada dijantung kota, sehingga dengan pengelolaan secara maksimal,
maka usaha dakwah dari Muhammadiyah akan dapat berjalan optimal
untuk mencetak regenerasi yang berkualitas.
2. Jumlah Aset Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga
Dari sepanjang fakta yang ditemui di lapangan secara langsung
terkait dengan aset tanah wakaf yang dipunyai oleh Pengurus
Muhammadiah Kota Salatiga selama ini telah mencapai 8 (delapan) tanah
yang tersebar disejumlah wilayah daerah di Kota Salatiga dengan jumlah
keseluruhan 2980 m², data diperoleh melalui H. Sutjipto selaku ketua
Majelis Wakaf dan Kehartabendaan.
Disetiap kecamatan kota Salatiga terdapat tanah wakaf yang
dimiliki oleh Pimpinan Daerah Muhammadiah Kota Salatiga yang
meliputi, Pertama, Kecamatan Sidorejo terdapat 3 (tiga) aset tanah wakaf
yang terletak di Kelurahan Sidorejo Lor dengan luas 450 m² dengan nomor
sertifikat hak milik 624 dan tanah luas 720 m² dengan nomor sertifikat hak
milik 565, di Kelurahan Bugel dengan luas 263 m² Nomor sertifikat hak
milik 00003, serta di Sinoman dengan luas 175 m² dengan nomor sertifikat
hak milik 3302.
Kedua, Kecamatan Tingkir hanya ada satu tanah wakaf yang
terdapat dikecamatan ini, yaitu di kelurahan Nanggulan dengan luas 207
m² Nomor sertifikat hak milik 2191. Ketiga Kecamata Argomulyo juga
terdapat satu aset tanah wakaf Muhammadiyah yang terletak di Kelurahan
Tegalrejo dengan luas 400 m² Nomor sertifikat hak milik 238, serta yang
terakhir keempat, Kecamatan Sidomukti tersebar dua tanah wakaf yang
berdomisili di Kelurahan Kalicacing dengan luas 661 m² Nomor sertifikat
hak milik 988, dan Mangunsari dengan luas 104 m² Nomor sertifikat hak
milik 1980.
Sampai dengan dewasa ini, proses wakaf yang ada di Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga bersifat pasif, dalam arti bahwa
Pengurus Muhammadiyah hanya menunggu dan akan menerima bagi orang
yang akan mewakafkan tanahnya untuk digunakan dan dikelola untuk
kepentingan kemaslahatan bagi masyarakat. Seperti halnya dengan kasus
yang sudah-sudah, bahwa semua aset wakaf yang dimiliki Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga atas kesadaran pewakif yang
mempercayakan tanahnya kepada Muhammadiyah untuk dikelola dengan
baik.
Dari uraian diatas dapat digambarkan dengan tabel sebagai berikut.
Tabel 3.4 Penyebaran Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah di Tiap
Kecamatan Salatiga
No Letak Tanah No. Hak Milik Luas
1. Kec.Sidorejo Sidorejo 624 dan 565 450 m² dan 720 m²
Sinoman 3302 175 m²
Bugel 00003 263 m²
2. Kec. Tingkir Nanggulan 2191 207 m²
3. Kec. Argomulyo Tegalrejo 238 400 m²
4. Kec. Sidomukti Kalicacing 988 661 m²
5. Mangunsari 1980 104 m²
3. Peruntukan tanah wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga
Wakaf adalah salah satu konsep pemberian harta yang terdapat di
dalam Islam. Konsep ini juga adalah berlandaskan konsep sedekah.Wakaf
juga merupakan salah satu sarana untuk membangun ekonomi masyarakat,
wakaf sangat dibutuhkan untuk membantu saudara-saudara kita yang
berada digaris kemiskinan. Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran
Islam yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah
ijtima’iyah (ibadah sosial).
Sebagaimana institusi keagamaan Islam lainnya, wakaf tidak kalah
pentingnya dalam mengentaskan kemiskinan dan membangun ekonomi
umat. Betapa besar potensi wakaf di Indonesia, namun sampai dewasa ini
belum maksimal dikelola. Dalam kaitan dengan keterpurukan ekonomi
nasional dewasa ini, mencari solusi dengan memberdayakan potensi wakaf,
merupakan sebuah tuntunan zaman. Untuk itu, membangun kesamaan
persepsi dan selanjutnya dengan payung hukum yang sama pula perlu aksi
untuk menjadikan potensi wakaf sebagai sebuah kekuatan ekonomi baru
Indonesia kedepan.
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam hal ini
merupakan salah satu organisasi keagamaan yang berada di Kota Salatiga,
sedikit banyaknya telah menerapkan wakaf sebagai amal usaha untuk
kemaslahatan masyarakat. Sejauh ini, amal usaha yang dilakukan melalui
pengelolaan tanah wakaf dari beberapa masyarakat yang mempercayakan
tanahnya untuk dikelola oleh Muhammadiyah sudah diterapkan untuk
kepentingan pendidikan, bidang sosial dengan penyantunan anak yatim
dengan mendirikan panti asuhan, serta tempat ibadah berupa masjid.
Pertama, tanah wakaf yang dimiliki Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga dialokasikan dalam bidang pendidikan. Dari
adanya tempat pendidikan yang dikelola oleh Muhammadiyah, organisasi
ini telah ikut andil dalam mencerdaskan generasi-generasi muda penerus
bangsa yang berkualitas, dengan harapan kedepannya belenggu kemiskinan
dapat terentaskan.
Kedua, pengelolaan tanah wakaf yang diperuntukan bidang sosial
dalam bingkai mendirikan panti asuhan, dengan harapan bahwa tidak akan
ada lagi anak yatim, anak miskin yang terlantar dan tidak ada yang putus
sekolah, sehingga kesejahteraan umat dapat terbina.
Ketiga, tanah wakaf yang dimiliki Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga dialokasikan dalam bidang ibadah.
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga mendirikan masjid di atas
tanah wakaf yang diperuntukkan tempat ibadah bagi masyarakat sekitar,
serta pemanfaatan untuk kegiatan keagamaan, dengan harapan bahwa
dengan adanya sarana tempat ibadah dapat membantu untuk melakukan
dakwah melalui sarana tersebut.
Dari uraian di atas, tergambar bahwa pengelolaan tanah wakaf
secara produktif mempunyai arti yang sangat penting bagi kesejahteraan
umat Islam dalam bidang pendidikan maupun di bidang sosial, dan ibadah,
sehingga dapat mencetak ulama intelek, “intelek ulama”, sebuah cita-cita
luhur dan mulia yang ingin dihasilkan oleh KH. Ahmad Dahlan selaku
pendiri organisasi Muhammadiyah melalui berbagai macam amal usaha
yang dilakukan, khususnya dalam bidang pendidikan dan sosial.
Dalam tabel:
Tabel 3.5 Peruntukan Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga
No LETAK TANAH LUAS PERUNTUKAN
1. Sidorejo 450 m² dan 720
Panti Asuhan Putera Abu Hurairah dan Kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
2. Nanggulan 207 m² TK ABA 3
3. Tegalrejo 400 m² TK ABA 4
4. Sinoman 175 m² Panti Asuhan Puteri Aisyiyah
5. Kalicacing 661 m² TK ABA Pembina
6. Bugel 263 m² Lahan kosong
7. Mangunsari 104 m² Masjid
K. Proses Perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
Hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Fauzan, selaku sekretaris
Majelis Wakaf dan Kehartabendaan dan bapak Badwan, selaku Pembina
Majlis Pelayanan Sosial dan Pembina Lembaga Pengembangan Cabang dan
Ranting menjelaskan mekanisme terjadinya proses wakaf tanah di Pengurus
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang tersebar di beberapa wilayah
dengan memaparkan tata cara sebagai berikut:
Wakif ketika hendak mewakafkan hartanya, ia mendatangi kantor
Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga terlebih dahulu kemudian
menyampaikan niatnya untuk mewakafkan hartanya kepada pengurus, yang
selanjutnya diterima oleh nadzir yang ditunjuk dari beberapa pengurus
Muhammadiyah sendiri yaitu pengurus harian Muhammadiyah yang terdiri
dari ketua, sekretaris, bendahara serta ditambah pula dengan bidang wakaf
untuk menjadi nadzir.
“Dengan adanya orang yang ingin mewakafkan tanahnya kepada
Muhammadiyah kita terima niat dari si wakif tersebut, begitu pula kami dari
pengurus Muhammadiyah akan mengelola tanah wakaf sesuai dengan
permintaan si wakif, maupun dipercayakan sepenuhnya kepada
muhammadiyah untuk dikembangkan buat dakwah, memang saat ini masih
ada tanah wakaf yang belum kami kelola sebab melihat kondisi tanah wakaf
yang berada di daerah Bugel dipandang tidak strategis yang masih diarea
perkebunan, sedangkan niat si wakif ingin didirikan sebuah pendidikan agama
Islam, tetapi jika kondisi sudah memungkinkan untuk dapat dikelola akan kita
laksanakan amanah tersebut”, ungkap Bapak Badwan menjelaskan saat
diwawancarai di kantornya.
Selanjutnya, dalam pengelolaan tanah wakaf tersebut tidak dibebankan
kepada nadzir, namun dibentuk badan otonom tersendiri yang fokus untuk
mengurus secara serius disetiap bidang agar pengelolaan dapat berjalan secara
maksimal, baik pendidikan, panti asuhan, maupun tempat ibadah.
Akhirnya setelah proses diatas sudah berjalan, maka si wakif dan
nadzir mendatangi Kantor Urusan Agama (KUA) untuk mengurusi surat-
menyurat tanah wakaf dengan mengajak beberapa saksi serta membawa surat-
surat bukti kepemilikan tanah, kemudian Kepala KUA selaku Pejabat Pembuat
Ikrar Wakaf (PPAIW) memberikan Salinan Ikrar Wakaf (AIW) nya yang telah
dibumbuhi tanda tangan PPAIW, wakif, nadzir, dan para saksi untuk
selanjutnya Kepala KUA tersebut meneruskan kepada Walikota c.q
Departeman Pertanahan untuk mendapatkan sertifikat (legalitas).
Proses wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga penulis paparkan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Orang yang berwakaf (Wakif)
Dari beberapa orang pewakif untuk mewakafkan tanahnya rata-rata
mereka mengharapkan tanah wakafnya bisa digunakan (dikelola) oleh
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sebagai amal usaha yang
digunakan untuk berbagi untuk kemaslahatan umat.
Ambillah contoh tanah yang diwakafkan oleh Bapak Tirto Husodo
bermaksud mewakafkan tanahnya untuk kepentingan pendidikan di Kota
Salatiga. Begitu pula dengan Bapak Mayor Hanafi, Soelasmi, Siti
Rochiyah, Rochadiono, Dr. Wibowo Hariyanto dan Tutik Safarini, yang
mana mereka mewakafkan tanahnya untuk kepentingan sosial dengan
dipergunakan sebagai panti asuhan bagi anak yatim piatu, fakir miskin,
maupun anak-anak yang terlantar. Serta wakaf dari bapak Much. Suryani
Ma’ruf yang diperhunakan sebagai tempat ibadah.
2. Harta yang diwakafkan (benda wakaf)
Adapun benda wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Salatiga setelah diadakan penelitian, ternyata hanya ada 8 benda
wakaf tetap yang berupa tanah. Kemudian dalam hasil penelitian
keseluruhan itu ada 3093 m² dengan data tabel yaitu:
Tabel 3.6 Wakif Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
sesuai dengan sertifikat tanah wakaf
No WAKIF LETAK TANAH LUAS
1. Soelasmi dan Hj. Rahmah Sanyoto Sidorejo 450 m²
2. Hj Haiyinah Djaelani (sebagai istri/pewaris
Djaelani alm) Nanggulan 207 m²
3. Data tidak ditemukan Tegalrejo 400 m²
4. Mayor Hanafi Sinoman 175 m²
5. Tirto Husodo Kalicacing 661 m²
6. Nusaernie Irsyam Bugel 263 m²
7. Much. Suryani Ma’ruf Mangunsari 104 m²
3. Mauquf ‘alaih (Tujuan Wakaf )
Pihak penerima wakaf (Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga) yang kantornya beralamat di Jln Kauman No 32 Salatiga dapat
dilaporkan disini tidak ada tanah wakaf untuk usaha produktif. Dari semua
tanah wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
ini seluas 2980 m², yang keseluruhan tempatnya berjauhan. Seperti yang
ada di Sidorejo, Nanggulan, Tegalrejo, Sinoman, Kalicacing dan
Mangunsari. Untuk tempat pendidikan yaitu di Nanggulan, Tegalrejo, dan
Kalicacing, sedangkan tempat ibadah di Mangunsari, serta yang lain
diperuntukkan guna amal sosial dengan didirikan panti asuhan yaitu di
Sinoman, dan Sidorejo.
Menentukan tujuan mewakafkan harta bendanya harus jelas,
sehingga tujuan wakaf tidak dapat digunakan untuk kepentingan maksiat.
Dalam hal ini pemanfaatan tanah wakaf yang ada di Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga dipergunakan untuk kegiatan pendidikan,
ibadah dan penyantunan anak yatim.
4. Sighot atau ikrar/pernyataan wakaf
Ikrar wakaf adalah bukan hukum yang bersifat deklaratis (sepihak)
oleh karena itu tidak dipakai qabul (penerimaan) dari orang yang
menerima wakaf tersebut, seperti itulah proses serah terima tanah wakaf
yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga juga terjadi
ikrar yang dilakukan pewakaf sebagaimana “Saya Serahkan Tanah Ini
Kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga untuk
dimanfaatkan kegunaannya sesuai dengan syari’at Islam”, oleh pewakif
dan disaksikan oleh saksi dan diterima oleh nadzir/penerima wakaf.
Adapun tata cara wakaf yang ada di Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga sebagai berikut:
Semua pengurus dapat menerima wakaf, akan tetapi pada umumnya
pernyataan wakaf itu dilaksanakan di kantor Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga, dilanjutkan penyerahan secara resmi yaitu
pernyataan wakaf, kemudian pihak penerima menyatakan menerimanya,
dengan penyerahan surat-surat dari wakif kepada nadzir dan disaksikan
oleh pengurus inti. Cara ini tetap berjalan, namun juga mengikuti tata cara
yang berlaku sesuai dengan perundang-undangan di Indonesia dengan
dilakukan Pedaftaran tanah wakaf di Kantor Pertanahan setempat. Hal ini
dijelaskan pada Pasal 32 UU No 41 Tahun 2004 jo Pasal 10 PP No 28
Tahun 1977 jo Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6 Tahun 1977 tentang
Pendaftaran Dan Pengumuman Harta Benda Wakaf.
5. Nadzir
Dengan adanya orang yang mewakafkan tanahnya di Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, maka sebagai rukun sahnya proses
wakaf, harus ada nadzir untuk menerima tanah wakaf tersebut. Sedangkan
sistem yang berjalan ditubuh organisasi Muhammadiyah Salatiga untuk
menunjuk sebagai nadzir mereka adalah orang yang menjabat sebagai
pengurus di Muhammadiyah. Serta yang dapat menjadi nadzir dalam
organisasi tersebut adalah pengurus harian Muhammadiyah yang terdiri
dari ketua, sekretaris, dan bendahara serta jika dibutuhkan ditambah
dengan bidang wakaf dan petugas kesekretariatan.
Sehingga dari uraian di atas dapat ditarik garis besarnya, bahwa
nadzir di Muhammadiyah adalah pengurus Muhammadiyah, jadi selama
masih menjabat menjadi pengurus Muhammadiyah masih dapat menjadi
nadzir dalam menerima wakaf dari orang yang akan mewakafkan tanahnya
kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga.
L. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Salatiga
Macam-macam Usaha Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
dalam pengelolaan tanah wakaf untuk pemberdayaan umat meliputi:
1. Bidang Pendidikan
a. TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) Pembina
Wawancara yang dilakukan dengan Ibu Murtini selaku Kepala
sekolah menjelaskan bahwa TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA)
Pembina didirikan sejak tanggal 16 Agustus 1956 yang beralamat di Jl
Adi Sucipto No. 13, Kalicacing, Sidomukti Salatiga dengan agreditasi
A dan pada tahun ajaran 2012/2013 ada 70 anak didik yang belajar di
TK tersebut yang terdiri dari kelas A 12 Laki-laki, 18 perempuan dan
kelas B 21 Laki-laki, 19 perempuan.
Model pembelajaran di TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA)
Pembina yang digunakan sekarang adalah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dengan ditambah kegiatan ekstra kurikuler
meliputi, melukis, bahasa inggris, seni tari, iqro’, seni baca Al-Qur’an,
persholatan, seni music dan juga drum band. Selain itu juga ada
kegiatan sosial kemasyarakatan yang diikuti yaitu, manasik haji, pawai
ta’aruf, kunjungan kepanti asuhan, pesantren ramadhan dan pengajian
wali murid.
b. TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 03
TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 03 didirikan sejak tanggal
17 Agustus 2005 yang beralamat di Jl Tanggulayu 03/03 Nanggulan
kecamatan Tingkir Salatiga dengan status taman pendidikan swasta
agreditasi A Tahun 2006.
Menurut Ibu Mistinah yang menjabat sebagai kepala sekolah
saat ini, dengan adanya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ini, TK
‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 03 mempunyai tujuan bahwa anak
yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat
perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal didalam
memasuki pendidikan dasar serta mengurangi kehidupan dimasa
dewasa. Yaitu melalui program sekolah yang selalu dilakukan dan
ditingkatkan bagi anak-anak didik meliputi, manasik haji, penimbangan
BB dan TB, pemeriksaan kesehatan, Halal bihala, kunjungan kepanti
asuhan, penghijauan, out bond, Drum Band, wisata buku, festifal seni
dan pentas seni.
c. TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 04
TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 04 didirikan sejak tanggal
15 Juli 1985 yang beralamat di Jl. Kentengraya RT 04/ RW 05
kelurahan Tegalrejo Kecamatan Argomulyo Salatiga dengan status
taman pendidikan swasta agreditasi B tahun 2007 dan pada tahun
ajaran 2012/2013 ada 40 anak didik yang belajar di TK tersebut yang
terdiri dari kelas A 12 Laki-laki, 10 perempuan dan kelas B 12 Laki-
laki, 6 anak perempuan, yang diampu oleh 3 tenaga pengajar meliputi
ibu Taryati, Ibu Novita Astuti Jadi Kusumo, dan Nur Ida Royani.
Dibawah kepemimpinan Ibu Taryati sebagai kepala TK
‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 04, Ia mempunyai tujuan agar dapat
menjadikan anak-anak yang mandiri, berkarakter, dan berakhlak mulia
sesuai nilai-nilai Islami.
2. Bidang Sosial/Penyantunan Anak Yatim
a. Panti Asuhan Puteri Aisyiyah
Panti Asuhan Puteri Aisyiyah Kota Salatiga didirikan sejak 6
Januari 2002. Panti ini didirikan di bawah naungan Organisasi Aisyiyah
(yaitu Organisasi Otonom Muhammadiyah) bagian pembinaan
kesejahteraan sosial dengan nama “Panti Asuhan Puteri Aisyiyah”
Kota Salatiga dengan pengasuh Ibu Pursini ditemani dengan suaminya
Bapak Sulaiman G.S.
Panti Asuhan Puteri Aisyiyah tersebut beralamat di Jl. Imam
Bonjol No. 45 A Salatiga dengan gedung Lantai II untuk Asrama
tempat tinggal, dan hingga Sampai sekarang telah mempunyai 21 orang
anak asuh.
Kegiatan yang diberikan kepada anak-anak panti tidak hanya
pendidikan formal saja, namun mereka juga dibekali dengan kegiatan
penunjang ketrampilan ataupun keagamaan, seperti kultum, qiraah,
hafalan juz ‘ama, les bahasa inggris, dan ketrampilan menjahit dengan
harapan nantinya setelah pulang kerumahnya masing-masing dapat
menjadi anak yang mandiri dan mensejahterakan keluarganya.
Sesuai dengan wawancara yang dilakukan di asrama panti
bersama Ibu Pursini dan bapak Sulaiman G.S mengungkapkan bahwa
keinginan mereka adalah:
1) Memberikan pelayanan yang optimal pada anak-anak yatim, fakir
miskin, serta anak-anak terlantar, agar ke depan dapat hidup dengan
layak.
2) Menanamkan nilai-nilai keislaman antar sesama, menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia, sehingga anak memiliki rasa syukur
dan budi perkerti yang luhur.
3) Menumbuhkembangkan rasa percaya diri anak supaya terpacu
berprestasi, baik di bidang akademis, seni, olah raga dan
ketrampilan.
b. Panti Asuhan Putera Abu Hurairah
Panti Asuhan Putera Abu Hurairah adalah panti asuhan yang
langsung dibawah naungan Muhammadiyah kota Salatiga yang
beralamat di Jl. Kauman No. 32, Sidorejo Lor Salatiga dengan
Pengasuh Bapak Buhtari dan istrinya Ibu Ike.
Panti Asuhan Putera Abu Hurairah berdiri sejak tahun 1988
telah bergerak dalam pelayanan sosial berupa menyantuni, mendidik,
dan menyekolahkan anak-anak yatim piatu, miskin dan terlantar dari
SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi. Kemudian didalamnya mereka
dibekali dengan ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang dapat
menunjang kemandirian mereka kelak bila sudah dewasa.
Sesuai dengan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Ike selaku
pengasuh panti putera Abu Hurairah, sampai saat sekarang ini telah
mempunyai 16 orang anak asuh yang ditempatkan di dua kamar dari
enam kamar asrama yang telah dibangun, namun tidak menuntut
kemungkinan dapat selalu bertambah seiring dengan adanya anak asuh
yang ingin tinggal di asrama panti.
Dengan didirikannya amal usaha dalam bidang sosial dengan
menyantuni anak yatim, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga mempunyai tujuan untuk menciptakan generasi intelek ulama
sehingga keterbelakangan dan kebodohan umat Islam dapat hilang dan
juga membebaskan umat dari kesengsaraan yang menimpanya.
3. Bidang Ibadah
Amal usaha Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
melalui pengelolaan tanah wakaf dalam bidang ibadah yaitu dengan
menyediakan sarana peribadatan berupa masjid yang berdiri di daerah
Mangunsari. Diatas tanah yang hanya seluas 104 m² berdiri sebuah Masjid
yang bernama masjid Ar Rohman yang dipergunakan untuk beribadah dan
kegiatan keagamaan bagi masyarakat yang berdomisili disekitar.
Dibawah kepemimpinan ketua ta’mir masjid Bapak Samadi,
kegiatan yang dilakukan di masjid Ar Rohman meliputi TPA setiap sore,
kegiatan pengajian setiap satu minggu sekali untuk memberikan siraman
rohani bagi warga sekitar, serta even – even tertentu sesuai dengan kondisi
dalam kegiatan keagamaan yang lainnya seperti halnya kegiatan dalam
mendekati hari raya idhul fitri dengan mengadakan takbir keliling. Hal ini
dilakukan untuk usaha dakwah agar masyarakat Mangunsari dapat
menjalankan kehidupannya dengan jalan Islam.
Dari semua penjelasan yang telah diuraikan di atas, strategi
pengelolaan tanah wakaf yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga baik yang dikelola dalam bidang
pendidikan, amal sosial, dan bidang ibadah, dapat penulis gambarkan
pengelolaan ini melalui diagram sebagai berikut:
Gambar 3.8 diagram Prosentase Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga
Pendidikan57%
Sosial29%
Ibadah14%
BAB IV
ANALISIS PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI PIMPINAN DAERAH
MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA
Dalam bab ini penulis mencoba membuat suatu analisa data berdasarkan
kenyataan yang telah penulis temui di lapangan dan telah dipaparkan pada bab-
bab sebelumnya. Yakni tentang pengelolaan tanah wakaf yang dimiliki oleh
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang diperbandingan antara
landasan teori dengan kenyataan-kenyataan saat ini, apakah sudah sesuai atau
belum dengan undang-undang maupun dengan syari’at Islam yang diperuntukkan
guna membantu mensejahterakan masyarakat yang berada di Kota Salatiga.
M. Proses Perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
Wakaf adalah menahan harta baik secara abadi maupun sementara
untuk dapat dimanfaatkan langsung atau tidak langsung dan diambil manfaat
hasilnya secara berulang-ulang di jalan kebaikan, umum atau khusus (Qohaf,
2000: 45). Prosedur Perwakafan Tanah Menurut UU No. 41 Tahun 2004
sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 1 UU No, 41 Tahun 2004 Tentang
Perwakafan:
“Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’at”.
Sedangkan yang menjadi tujuannya menurut Pasal 4 UU No, 41 Tahun
2004 Tentang Perwakafan:
“Wakaf adalah memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya”.
Dan fungsinya menurut Pasal 5 UU No, 41 Tahun 2004 Tentang
Perwakafan:
“Mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum”.
Sebelum wakaf dilaksanakan maka harus memenuhi beberapa
persyaratan dimana hak atas tanah yang diwakafkan wajib dimiliki atau
dikuasai oleh wakif secara sah serta bebas dari segala sitaan, bebas dari
perkara, bebas dari sengketa, dan tidak dijaminkan.
Dari pengertian tentang wakaf baik yang diutarakan dalam kitab-kitab
fiqh, UU No. 41 Tahun 2004, maupun dalam pasal 218 Kompilasi Hukum
Islam (KHI) jo. Pasal 1 (1) PP No. 28/1977, maka dapat ditarik cakupan wakaf
meliputi:
1. Harta bendanya milik seseorang atau sekelompok orang.
2. Harta benda tersebut bersifat kekal dzatnya, tidak habis pakai.
3. Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemiliknya.
4. Harta yang dilepas kepemilikannya tersebut tidak dapat diperjual-belikan,
dihibahkan atau diwariskan.
5. Harta benda tersebut dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat.
Wakif atau orang yang mewakafkan harta bendanya pada praktek
perwakafan yang terjadi di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga,
mereka adalah orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta oleh
hukum mereka tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas
kehendak sendiri dan tidak ada paksaan dari orang lain. Ketentuan mengenai
wakif dalam praktek perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga sejalan dengan ketentuan pasal 215 KHI jo. Pasal 1 PP No.28/1977.
Maukuf atau benda yang diwakafkan pada praktek perwakafan di
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga semuanya berupa benda-
benda yang dapat diambil manfaatnya dalam waktu yang lama dan tidak habis
sekali pakai. Tercatat dalam Daftar Akta Ikrar Wakaf, bahwa hampir semua
benda wakaf yang berada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
ini berupa tanah pekarangan yang diperuntukkan manfaatnya untuk
kepentingan peribadatan, pendidikan dan sosial seperti masjid, musholla, panti
asuhan, dan kepentingan umum lainnya untuk kepentingan pendidikan seperti
TK Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) Pembina, TK Aisyiyah Bustanul Atfal
(ABA) 03, dan TK Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 04. Dengan demikian
maukuf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga berupa
a’yaan (benda-benda) bukan hanya manfaatnya saja tanpa melepaskan unsur
kepemilikannya. Ketentuan ini sejalan dengan pasal 22 bab II bagian keenam
tentang tujuan dan fungsi wakaf Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
41 tahun 2004.
Maukuf Alaih atau tujuan daripada diwakafkannya benda-benda wakaf
yang berada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga adalah
semata-mata hanya untuk mencari pahala jariyah dan ridho Allah SWT, untuk
membangun kesejahteraan umat dengan melakukan berbagai amal usaha dan
tidak ada unsur kemaksiatan di dalamnya. Jadi jelaslah maukuf ‘alaih dalam
praktek perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sesuai
dengan peraturan perundang-undangan tentang perwakafan yang berlaku,
secara kenyataan proses wakaf tanah di Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Salatiga ini pada prinsipnya telah baik dan sesuai dengan mestinya,
begitu pula jika ditinjau dari segi rukun wakaf yaitu dengan adanya wakif,
wakaf, muakkaf ilai, dan sighot wakaf.
Adapun persyaratan bagi wakif yaitu haruslah mempunyai kecakapan
melakukan Tabbaru yaitu melepaskan hak milik tanpa adanya imbalan
material, oleh sebab itu perbuatan wakif ini hanya dapat dilaksanakan oleh
mereka yang telah dewasa (baligh), memiliki akal sehat, serta tidak adanya
unsur paksaan dalam berbuat. Kecakapan bertabbaru ini didasarkan oleh
pertimbangan akal yang sempurna pada orang yang telah mencapai umur
baligh.
Syarat-syarat harta wakaf atau maukuf adalah milik penuh si wakif,
oleh sebab itu wakif yang mewakafkan benda yang bukan miliknya wakaf itu
menjadi batal. Sedang milik dalam pengertian secara istilah dapat diartikan
sebagai berikut “memberikan bagi yang dibolehkan oleh syara yang
membolehkan pemiliknya untuk mentasyarufkan kecuali ada penghalang”.
Wakaf sebagai perbuatan tabbaru yang tidak mengharap imbalan
materi, maka benda wakaf harus milik sah pewakaf sebab bila barang tersebut
masih berkaitan dengan sesuatu yang bukan miliknya, maka akan
menyebabkan kerugian bagi orang lain. Dalam Impres No 1 Tahun1991
Kompilasi Hukum Islam pasal 215 (4) menyebutkan:
“Benda wakaf adalah segala benda, baik benda bergerak atau tidak bergerak yang tidak hanya sekali pakai yang bernilai menurut ajaran Islam” (Anshori, 2005: 129).
Begitu pula dalam Pasal 15 Bab II bagian keenam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2004 tentang harta benda yang berbunyi:
“Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sah”.
Mengenai syarat maukuf alaih adalah orang yang mampu memenuhi
ketentuan dari wakif dengan demikian badan hukum yang tidak mampu
memenuhi ketentuan dari wakif, dengan sendirinya menerima wakaf tersebut
dianggap batal. Sedangkan penerima wakaf (Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga) bentuknya adalah badan hukum, namun boleh
dikatakan badan hukum ini sudah cukup baik, terbukti di tanah wakaf tersebut
sudah diperuntukan untuk kemaslahatan umat, sebab peruntukannya
digunakan demi kepentingan umat, seperti untuk kepentingan pendidikan,
peribadatan dan panti asuhan, maka Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga telah menggunakan tanah wakaf tersebut sesuai dengan nilai-nilai
ibadah. Namun di sisi lain juga ternyata tanah wakaf di Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga ini ada yang belum di melestarikan tanah wakaf
secara maksimal untuk memenuhi ketentuan dari wakif. Terbukti dengan
adanya tanah yang tidak didayagunakan untuk sebagaimana mestinya baik itu
ibadah, pendidikan, ataupun sarana sosial lainnya masih dibiarkan tanpa
memberi manfaat. Padahal tanah tersebut bisa dijadikan lahan produktif
misalnya untuk koperasi maupun lembaga lain yang membantu untuk
mensejahterakan masyarakat kota Salatiga.
Adapun pernyataan wakaf atau sighot wakaf pada dasarnya adalah
suatu pernyataan yang menunjukkan kepada pelepasan suatu hak dengan
tujuan mewakafkan suatu harta benda. Dari kenyataan yang ada, dapatlah
penulis menarik suatu kesimpulan bahwa sighot wakaf yang dilaksanakan oleh
para wakif pada waktu mewakafkan tanahnya di Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga pada dasarnya telah sesuai dengan hukum
Islam dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dalam artian
pernyataan menunjukkan kepada pelepasan suatu hak dengan tujuan
mewakafkan suatu harta benda.
Tata cara wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga dapat penulis simpulkan sudah sesuai dengan kitab fiqh maupun
perundang-undangan di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 41 tahun
2004 tentang wakaf, dalam arti bahwa, dikatakan sudah sesuai dengan kitab
fiqh karena si wakif yang mewakafkan tanahnya sudah memberikan kata
sighot kepada maukuf Muhammadiah (sebagai nadzir) dan disertai penyerahan
barang yang akan di wakafkan (dalam bentuk blanko surat-surat pernyataan),
dan barang tersebut bisa diambil manfaatnya secara terus menerus, dan
menetapkan penggunaannya pada jalan yang benar.
Dari fenomena di atas dapat penulis simpulkan bahwa proses
perwakafan yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
sudah sesuai dengan undang-undang perwakafan yaitu telah memenuhi unsur-
unsur wakaf yaitu (Tunggal, 2005: 4):
a. Wakif.
b. Nadzir.
c. Benda wakaf.
d. Ikrar wakaf.
e. Peruntukan harta wakaf.
Kelima unsur tersebut nampak kita dapatkan dalam proses perwakafan
yang terjadi di Pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga.
Dengan demikian proses perwakafan yang terjadi telah memenuhi unsur-unsur
cakupan wakaf tersebut baik secara syari’at agama Islam maupun Perundang-
Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2004.
N. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Salatiga
Dalam ilmu fiqh tidak disebutkan secara intrinsik/secara detail tentang
pengelolaan tanah wakaf, namun sebagaimana telah dilaksanakan oleh
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, yaitu mendayagunakan tanah
wakaf untuk amal usaha tempat pendidikan, peribadatan dan panti asuhan.
Sehingga didalamnya terdapat pengelolaan yang sudah dilakukan sebagaimana
telah diuraikan dalam sub bab terdahulu, dari sinilah penulis akan mengkaji
pengelolaan tanah wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga.
Dalam prakteknya Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
menggunakan sistem pengelolaan, yang diberi tanggung jawab sepenuhnya
kepada pengurus harian yang mengelola langsung baik itu sekolah, masjid
maupun panti asuhan. Sedang yang dimaksud nadzir selaku pengelola,
mempunyai tanggung jawab hanya menerima tanah wakaf yang diberikan
wakif kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, sebab nadzir
yang ditunjuk juga salah satu pengurus Muhammadiyah, sehingga setelah
tidak menjadi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga tidak dapat
menjadi nadzir. Dari situlah praktek pengelolaan tanah wakaf yang ada di
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang nantinya dikelola oleh
pengurus harian lembaga yang berdiri diatas tanah wakaf tersebut.
Berdasarkan telaah diatas, karena makin besarnya harapan umat Islam
agar pengelolaan tanah wakaf dapat dilakukan sebaik-baiknya dan dikelola
semaksimal mungkin. Hal ini agar tanah wakaf yang sudah terkumpul dapat
dimanfaatkan secara maksimal sebagaimana keinginan pewakif, dan ini adalah
tanggung jawab yang mengelola baik itu perorangan maupun berbadan hukum
biasa di Indonesia. Setiap tanah wakaf hendaklah diusahakan hasil dan
pemanfaatannya secara maksimal sehingga disini diperlukan adanya
pengawasan, pemeliharaan, penjagaan, serta pengelolaan tanah wakaf yang
baik (Depag RI, 1986). Hal tersebut menurut penulis telah dilakukan oleh
Pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam mengelola
tanah wakaf yakni dibentuk penanggung jawab dalam wujud organisasi
otonom dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang diberikan
kewenangan secara penuh untuk mengelola sesuai dengan dapur rumah tangga
lembaga masing-masing, baik pengurus sekolah, panti asuhan maupun
pengurus yang mengelola masjid.
Sehingga tugas nadzir yang ada di organisasi Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga hanya mempunyai tugas serah terima dan
pembuatan akta tanah wakaf di PPAIW, sedangkan dalam pengelolan
diserahkan kepada lembaga yang menaungi sesuai dengan peruntukan tanah
wakaf yang dikelola. Hal ini dimaksudkan agar dalam proses pengelolaan
tanah wakaf tersebut dapat berjalan secara maksimal karena tugas lembaga
otonom Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga tersebut nantinya
dapat serius untuk mengembangkan lembaga yang dikelola.
Agar pengelolaan wakaf dapat lebih bisa dipertanggungjawabkan oleh
lembaga yang ada kepada pemerintah dan masyarakat umum, diperlukan
upaya perwujudan sebuah kondisi sebagai berikut:
Pertama, gerakan untuk mempelopori transparansi dalam semua aspek
kelembagaan, baik dalam lingkup internal maupun eksternal. Adanya
transparansi kelembagaan ini merupakan jihad yang bersifat sistemik untuk
menutup tindakan ketidak-jujuran, korupsi, manipulasi dan sebagainya yang
hanya mempunyai prinsip melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
Kedua, lembaga yang menaungi harus mempelopori system
akuntabilitas publik (public accountability) yaitu mendorong terjadinya iklim
akuntabilitas publik dalam pengelolaan harta wakaf.
Ketiga, setiap lembaga mempelopori gerakan yang aspiratif. Orang
yang terlibat dalam kelembagaan harus mendorong terjadinya system sosial
yang melibatkan partisipasi seluruh masyarakat.
Melihat fenomena di lapangan dan sistem yang digunakan di Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sebagaimana telah penulis laporkan
disub bab awal ternyata pendayagunaannya baik yang berbentuk tempat
pendidikan, peribadatan serta tempat penampungan anak yatim piatu itu sudah
baik dan sesuai dengan kemestian, dalam artian telah sesuai dengan prinsip
hukum Islam serta Undang-undang yang ada di Indonesia.
Pada dasarnya pemeliharaan dan pengurusan tanah wakaf adalah hak
nadzir akan tetapi nadhir dapat menyerahkan kepercayaan pemeliharaan dan
pengurusan tanah wakaf itu pada orang lain, baik berseorangan maupun
merupakan suatu badan hukum, karena tanah wakaf memerlukan pengawasan,
pemeliharaan, pengurusan, khususnya dalam hal pengelolaan agar hasil dari
tanah wakaf tersebut dapat bermanfaat sesuai dengan tujuan sebagaimana
disebutkan oleh Muhammad Daud Ali yang memberikan pengertian nadzir
atau mutawalli wakaf adalah orang ataupun badan hukum yang memegang
amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya sesuai
dengan hukum Islam.
O. Fungsi dan Manfaat Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga Dalam Kehidupan Masyarakat
Wakaf adalah salah satu konsep pemberian harta yang terdapat di
dalam Islam. Konsep ini juga adalah berlandaskan konsep sedekah. Wakaf
juga merupakan salah satu sarana untuk membangun ekonomi masyarakat.
Wakaf sangat dibutuhkan untuk membantu saudara-saudara kita yang berada
digaris kemiskinan.
Dari berbagai amal usaha yang dilakukan oleh Pengurus Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam mengelola tanah wakaf yang
dimiliki mempunyai fungsi dan manfaat yang strategis bagi keberlangsungan
kehidupan masyarakat Salatiga saat ini maupun untuk keberlangsungan hidup
dimasa mendatang. Dari penulis dapat memberikan gambaran bahwa maksud
yang ingin dicapai dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dari
pengelolaan tanah wakaf bagi kesejahteraan umat bersifat jangka panjang dan
dapat dipertahankan keberlangsungannya dengan waktu yang relative lama
melalui amal usaha yang telah dilakukan terutama melalui jalur pendidikan.
a. Fungsi Wakaf
1. Fungsi Sosial
Dari segi sosial wakaf mempunyai fungsi yang penting sekali.
Apabila wakaf diurus dan dilaksanakan dengan baik, berbagai
kekurangan akan fasilitas dalam masyarakat akan lebih mudah teratasi.
Setiap orang miskin dan melarat, akan mendapatkan jaminan dan
pelayanan yang cukup. Fungsi sosial dari wakaf jauh lebih kuat dan
pasti dari jaminan yang diberikan oleh sistem-sistem buatan manusia
yang sepenuhnya bergantung pada situasi dan kondisi temporer dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan lainnya.
Hal ini telah dilakukan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Salatiga dengan mendirikan panti asuhan diatas tanah wakaf
untuk mengelola anak-anak kurang mampu, maupun anak terlantar
sehingga dapat diasuh dan dibekali dengan pendidikan yang layak
untuk bekal masa depannya.
2. Fungsi Ibadah
Pertama-tama melangkah wakaf itu satu bagian ibadah dalam
pelaksanaan perintah Allah SWT, serta dalam memperkokoh hubungan
dengan-Nya. Demikian tinggi fungsi ibadahnya ini, sehingga ia
dijadikan salah satu rukun Islam. Dengan demikian pengakuan
terhadapnya, turut menentukan terhitung tidaknya seseorang sebagai
seorang muslim. Apabila shalat adalah satu manifestasi ibadah
badaniyah yang paling utama, maka wakaf sebagaimana zakat adalah
suatu ibadah maliyah, ibadah dengan pengorbanan harta benda.
Apabila dalam pelaksanaan ibadah shalat terasa lebih tertonjol
hablum minallah (hubungan antara manusia dengan Tuhan), maka
dalam pelaksanaan wakaf terasa lebih tertonjol hablum minannas
(hubungan sesama manusia). Dengan adanya masjid yang berada di
Mangunsari meningkatkan jamaah yang meramaikan rumah Allah
SWT dengan berbagai kegiatan TPA dan Kelompok Pengajian warga
sekitarnya.
3. Fungsi Pendidikan
Pendidikan adalah sarana terpenting untuk dapat mengubah
manset seseorang untuk dapat mengembangkan sel neuron yang ada
didalam otak setiap manusia. Dengan semakin banyaknya sel neuron
yang selalu dikembangkan melalui sarana pendidikan sehingga
banyaknya cabang yang berkembang dalam otak manusia, maka
semakin berkembang pula pemikiran seseorang tersebut. Kita semua
pasti telah mengenal sosok Enstain orang yang paling cerdas ternyata
baru menggunakan otaknya 10% dari yang telah digunaknannya, berarti
masih banyak lagi yang belum digunakakan namun dapat menemukan
penemuan-penemuan yang sangat berguna bagi umat manusia dan
masih berguna sampai saat ini.
Fakta menjelaskan bahwa presentase status kemakmuran tingkat
kehidupan seseorang yang menduduki rengking pertama didominasi
oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi, pasalnya dengan
pendidikan yang telah ditempuh selama beberapa tahun dalam
pendidikan formal, pola fikirnya telah mengalami tronformasi dari
pemikiran yang tradisional menjadi pemikiran yang lebih maju. Mereka
– orang yang telah mengembangkan pemikirannya – selalu memikirkan
sesuatu hal yang besar sehingga menjadi orang yang besar pula, namun
berbeda dengan orang yang selalu berfikiran sempit maka tidak akan
bisa untuk menjadi orang yang besar.
Dengan adanya pendidikan yang dilakukan oleh Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga baik mulai dari bangku
pendidikan TK, SD, maupun SMA dapat mencetak generasi bangsa
yang bermanfaat bagi bangsa, masyarakat, keluarga dan diri sendiri.
4. Fungsi Akhlak
Fungsi lain dari perwakafan juga dapat terarah kepada
pembangunan sifat manusia yang seutuhnya, yaitu terbinanya sikap
mental dan akhlak yang mulia, dimana setiap orang rela mengorbankan
apa yang paling dicintainya untuk suatu tujuan yang lebih tinggi dari
pada kepentingan pribadinya.
Dalam hal ini wakaf merupakan salah satu contoh yang terbaik,
kearah pendidikan akhlak semacam itu. Karena wakaf secara kongkret
merupakan tindakan mengorbankan sebagian harta kekayaan untuk
kepentingan umum. Padahal kekayaan adalah satu dari yang paling
dicintai oleh setiap manusia.
Apabila banyak orang telah lupa daratan dan diperhamba oleh
harta benda, ajaran Islam sejak lama memperingatkan dan melarang hal
itu dengan berbagai cara. Sistem wakaf misalnya justru berusaha
meningkatkan harkat dan martabat manusia agar benar-benar dapat
menjadi tuan atas hartanya itu, dan bukan sebagai budak yang malahan
dikendalikan oleh harta.
Dengan demikian jiwa mereka sedikit demi sedikit akan
tertempat kearah sikap mental yang kuat dan kepribadian yang matang,
tidak mudah dipengaruhi oleh hawa nafsu. Bila ini telah tercapai,
lapanglah jalan menuju masyarakat yang adil dan makmur di bawah
lindungan Allah SWT.
b. Manfaat Wakaf
Dari yang telah dikemukakan diatas bahwa pemanfaatan tanah
wakaf tidak lagi bertujuan satu target saja tetapi juga dapat multi target
atau sekurang-kurangnya tiga target yang dilakukan Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga, yaitu (1) amal sosial (2) amal ibadah, dan
(3) pendidikan.
Dari tiga aspek diatas Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga mempunyai tujuan dan cita-cita yang mulia untuk membangun
kesejahteraan umat dengan melakukan berbagai amal usaha yaitu:
1. Menciptakan intelek ulama sehingga keterbelakangan dan kebodohan
umat islam disegala bidang dapat terentaskan.
2. Memperbaiki sumber daya manusia sehingga membebaskan dan
meringankan umat dari kesengsaraan yang menimpanya.
3. Keseimbangan hidup yang dilakukan antara iman, ilmu dan dilanjutkan
dengan amal.
BAB V
PENUTUP
P. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan peneliti terhadap
strategi pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
tahun 2013, maka secara umum penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sudah
dikelola dengan baik.
Namun secara khusus masih ada beberapa koreksi dari penulis yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Mengenai pelaksanaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga sudah berjalan dengan baik sebab hingga saat ini manfaatnya
dapat dinikmati secara terus menerus oleh umat, terbukti dengan adanya
pengelolaan tanah wakaf yang digunkan sebagai tempat pendidikan, tempat
peribadatan dan panti asuhan yang selama ini telah dikelola oleh Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga.
2. Proses pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga, pada prinsipnya telah sesuai dengan fiqh dan UU No 41 Tahun
2004 jika ditinjau dari segi adanya rukun-rukun wakaf, akan tetapi jika
ditinjau dari segi adanya persyaratan wakaf, dapat dinyatakan belum
sesuai, dikarenakan masih terdapat persyaratan yang belum dipenuhi.
3. Kemudian tentang strategi pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sudah berjalan cukup
baik, namun sayangnya masih bersifat tradisional sebab hingga saat ini
pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
masih dilakukan berupa tanah yang digunakan untuk bangunan sekolah,
masjid, dan panti asuhan yang terfokus pada aspek pendidikan, ibadah dan
sosial saja, sedangkan yang bersifat produktif dalam bidang ekonomi untuk
menyentuh secara langsung kepada masyarakat belum dilakukan.
Q. Saran-saran
Adapun saran-saran penulis untuk kemajuan dalam mengelola harta
wakaf yang ada agar berdaya guna dan efektif, adalah sebagai berikut:
1. Kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, melihat belum
adanya unit khusus yang menangani wakaf selayaknya LAZIM (Lembaga
Amil Zakat Infak dan Sodaqoh Muhammadiyah), maka penulis sarankan
untuk diberikan unit khusus yang menangani perwakafan secara khusus
sehingga dapat lebih fokus dalam mengurus masalah wakaf baik wakaf
bergerak maupun wakaf tidak bergerak.
2. Kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga melihat
kenyataan yang semakin berkembang di era modern ini, perwakafan di
Indonesia kurang dapat berkembang sebab kebanyakan wakaf berupa tanah
yang digunakan untuk bangunan madrasah, pesantren, masjid, makam dan
sangat sedikit yang bersifat produktif secara langsung dapat
mensejahterakan ekonomi umat. Sedangkan proses perwakafan yang
terjadi di Pimpinan Daerah Muhammadiya Salatiga seperti yang telah
dijelaskan diatas bahwa muatan nilainya pada aspek pendidikan, ibadah
dan sosial saja, sehingga dapat pula ditambah satu aspek lagi yang belum
disentuh yaitu dalam bidang ekonomi.
Menurut hemat penulis bahwa salah satu tanah wakaf yang dimiliki oleh
Pimpinan Daerah Muhammadiya Kota Salatiga yang saat ini masih kosong
sambil menunggu untuk dipergunakan sebagai tempat pendidikan nantinya,
maka untuk saat ini dipergunakan sebagai tanah produktif sehingga dapat
membantu mensejahterakan masyarakat dalam aspek ekonomi, seperti
contoh untuk pengelolaan lahan pertanian maupun penyewaan lahan yang
nanti hasilnya dapat digunakan untuk mensejahterakan umat,
3. Berdasarkan dilayangkannya Undang-Undang Republik Indonesia nomor
41 tahun 2004 tentang wakaf pada bagian keenam pasal 16 yang mengupas
masalah benda bergerak dan benda tidak bergerak, yang mana fokus dari
undang-undang tersebut adalah pemanfaatan wakaf benda bergerak.
Sedangkan selama ini, pengelolaan wakaf yang berada di Pimpinan Daerah
Muhammadiya Kota Salatiga hanya mengelola benda yang tidak bergerak,
sehingga untuk lebih dapat berperan secara maksimal dalam perwakafan,
dapat pula dilakukan pengelolaan wakaf produktif yang berupa benda
bergerak seperti uang, logam mulia maupun surat berharga.
R. Penutup
Kepada Tuhan, Allah yang merajai semesta alam dimana telah
memberikan segala kenikmatan kepada kita semua, baik saat ingkar maupun
diwaktu kita ingat kepada Dia, namun dengan keadilan-Nya tidak pernah
memilih-milih, seyugyanya kita patut sekiranya mesti merundukkan diri
serendah-rendahnya hanya kepada-Nya.
Kepada Nabi Muhammad SAW, ucapan terima kasih kepada beliau
yang telah menyelamatan umat manusia dari masa kebodohan, sehingga
sekarang kita dapat melihat titik cahaya kebenaran untuk menaungi luas
samudera kehidupan. Trima kasih ya pemimpinku…
Dengan selesainya bab V sebagai penutup, selesai sudah kiranya proses
penulisan skripsi ini. Penulis menyadari akan kekurangan dan
ketidaksempurnaan dari penyusunan skripsi ini, maka saya sebagai penulis
kiranya dimaklumi. Oleh karena itu koreksi, saran dan kritik yang konstruktif
dari pembaca, penulis terima dengan hati terbuka demi kesempurnaan
penulisan skripsi ini.
Semoga penulis dapat mengambil hikmah dari ini semua, sehingga
harapan kedepannya dapat lebih ditingkatkan demi mencapai sebuah
kebenaran dan mendapat ridho-Nya. Penulis berharap semoga skripsi ini
menjadi sumber inspirasi dan bermanfaat khususnya pada diri penulis sendiri
dan umumnya pada agama, nusa dan bangsa.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis dapat berserah diri dengan
harapan mudah-mudahan mendapatkan taufiq, hidayah serta ridho-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Abddullah, Abdul Ghani. 1994. Pengantar Kompilasi HUkum Islam dalam Tata Hukum Insonesia. Jakarta : Gema Insani Press.
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 3, (Beirut : Dar al-Fikr, tt).
Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf.
Jakarta: UI-Press. Al-Kabisi, Muhammad Abid Abdullah. 2004. Hukum Wakaf, kajian
Kontemporer Pertama dan terlengkap Tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaiaan atas Sengketa Wakaf. Depok: IIMaN Press.
Anshori, Abdhul Ghofur. 2005. Hukum dan Pratek Perwakafan di Indonesia.
Yogyakarta : Pilar Media. Aritonang R, Lerbin R. 2007. Riset Pemasaran, Teori dan Praktek. Bogor :
Ghalia Indonesia. Azhar, Saifudin. 1998. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset. Buku saku PDM Salatiga periode 2005-2010. Sejarah Dan Perkembangan
Muhammadiyah Kota Salatiga. Departemen Agama RI. 2004. Undang-undang Wakaf no 41 tahun 2004,
Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. ----------------------------. 2006. StrategiPengembangan Wakaf Tunai di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf , Dirjen Bimas Islam.
----------------------------. 1986. Ilmu Fiqh 3. Jakarta: Ditjen Binbaga Islam. ----------------------------. 2006 . Perkembangan Pengelolaan Wakaf di
Indonesia, dalam Rahmad Djatnika. Tanah Wakaf 1977. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimas Islam,.
----------------------------. 2006. Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimas Islam.
----------------------------. 2007. Undang-undang No 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf, Direktorat Jenderal Bimas Islam. Depag Kantor Wilayah Provinsi Jawa Timur. 2007. UU No. 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf dan PP. No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya.
Dirjer Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag. 1986. Ilmu Fiqh Jilid 3.
Jakarta. Fanani, Muhyar. 2001. “Kelanggengan Wujud Fisik versus Kelanggengan
Manfaat: Kunci Sukses Manajemen Wakaf Produktif PMDG”, STAIN Salatiga : Jurnal Ijtihad vol. 8, no. 1, Juni 2008 (1-24).
Halim, Abdul. 2005. Hukum Perwakafan di Indonesia. Ciputat: Ciputat Press.
Karim, Helmi. 1993. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Khummaini, Yusuf, dkk., Potensi Wakaf Produktif di Salatiga, Laporan
Penelitian Kelompok STAIN Salatiga tahun 2009. Mubasirun. 2001. “Wakaf Indonesia: Pemberdayaan Wakaf dengan
Paradigma Baru”. STAIN Salatiga : Jurnal Ijtihad vol. 8, no. 2, Desember 2008 (191-206).
Nasution, Bahder Johan. 1997. Hukum Perdata IslamKompetensi Peradilan
Agama Tentang Perkawinan. Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf dan Shodakoh. Bandung: Mandar Maju.
Nawawi, Hamdani. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta :
Gajah Mada University Press. Praja, Juhaya S. 1997. Perwakafan di Indonesia, Sejarah, Pemikiran, Hukum
dan Perkembanannya. Bandung: Yayasan Piara. Qohaf, Mudzir. 2000. Manajemen Wakaf Produktif. Jakarta: Khalifah
Rofiq, Ahmad. 1995. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sabiq, As. Syadi. 1997. Fiqih Sunah Jilid III. Beirut: Darul Fikr.
Suhadi, Imam. 2002. Wakaf untuk Kesejahteraan Umat. Yogyakarta: PT.
Dana Bhakti Prima Yasa. Suhendi, Hendi. 2010. Fikih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tunggal, Hadi Setia. 2005. Undang- Undang Wakaf. Jakarta: Harvarindo.
Usman, Rachmadi. 2009. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta: sinar
grafika. Wadjdy, Farid dan Mursyid. 2007. Wakaf dan Kesejahteraan Umat.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Foto-foto Lokasi Tanah Wakaf dan Penggunaannya
A. Bidang Sosial
Panti Asuhan Putera Abu Hurairah dan kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga yang berada di Jl. Kauman No 32 Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
Panti Asuhan Puteri ‘Aisyiyah beralamat di Jl. Imam Bonjol No 45 A kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
B. Bidang Pendidikan
TK ‘aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) Pembina yang berada dialamat Jl. Adi Sucipto No 13 Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.
TK ‘aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 3 yang berada di Jl. Tanggulayu 03/03 Nanggulan Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.
TK ‘aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 4 yang berada di Jl. Kentengraya 04/05 Tegalrejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga.
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Misranto
NIM : 21107011
Jurusan : Syari’ah
Program Studi : Ahwal Al-Syahshiyyah
0
No Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan nilai
1.
OPSPEK 2007 STAIN Salatiga
28-31 Agustus 2007 Peserta 3
2.
Diskusi Ramadhan yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha Periode 2006-2007 di Masjid Polres Salatiga.
21 September 2007 peserta 2
3.
Basic Training 1 (LK1) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha periode 2007-2008, di Tuntang.
28 Syawal 1428 H Peserta 3
4.
Basic Training 1 (LK1) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2007-2008 di Candirejo Salatiga
09-12 November 2007 Peserta 3
5.
Seminar Regional yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2007-2008, di Ruang Sidang II Pemkot Salatiga.
15 Maret 2008 Peserta 4
6. Pelatihan Advokasi yang diselenggarakan oleh BEM STAIN Salatiga
7-8 April 2008 Peserta 3
7. Pelatihan Legal drafting yang diselenggarakan oleh DPM STAIN Salatiga
9-10 April 2008 Peserta 3
8.
Pelatihan Jurnalistik dan Temu Insan Pers Se-Nusantara yang diselenggarakan oleh BAKORNAS LAPMI PB HMI di Depok.
25-30 Mei 2008 Peserta 6
9. Bedah buku pendidikan multikultural yang diadakan HMJ Tarbiah STAIN Salatiga
Senin, 30 Juni 2008 Peserta 2
10.
Acara Bimbingan Masuk STAIN yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha periode 208-2009 di Gedung YDIC Blotongan.
14-15 Juli 2008 Panitia 2
11. Seresehan Jurnalistik Ramadhan 2008 oleh Suara Merdeka di Ponpes Suara Hati.
12 September 2008 Panitia 2
12.
Kegiatan Ramadhan 1429 acara Buka yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walishongo dan Ganesha periode 2008-2009, di Masjid Polres Salatiga
13 September 2008 Panitia 2
13. Tutor pesantren ramadhan 1429/2008 di SMP Islam Sudirman Sumowono
18-20 September 2008 Tutor 3
14.
Basic Training 1 (LK1) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha periode 2008-2009, di Tingkir Salatiga
6-9 November 2008 Panitia 3
15.
Workshop Leadership yang diselenggarakan oleh SEMA, DEMA, HMJ Syari’ah STAIN Salatiga
10-12 November 2008 Panitia 3
16. Surat Keputusan Pengurus Komisariat HMI Cabang Salatiga Periode 2009-2010 Sekretaris Umum 5
17.
Intermediate Training II (LK 2) tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Semarang di Gelanggang Manunggalsati Semarang,
01-07 Maret 2009 Peserta 6
18.
Seminar kemahasiswaan Basic yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo periode 2008-2009,
Rabu, 15 April 2009 Panitia 3
19.
Nonton Film pendidikan “Taare Zameen Par (Every Child Is Special)” yang diselenggarakan oleh Forum Cendikia Muda (FCM)
Sabtu, 9 Mei 2009 Peserta 2
20.
Pelatihan Jurnalistik yang diselenggarakan oleh LAPMI HMI Cabang Salatiga periode 2010-2011, di Dinas Perkebunan Salatiga.
Senin, 25 Mei 2009 panitia 3
21. Diskusi dan kajian kepemudaan yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga.
Rabu, 28 Oktober 2009 Panitia 3
22. Surat Keputusan Pengurus LAPMI (Lembaga Pers Mahasiswa Islam) HMI Cabang Salatiga
Periode 2010-2011 Direktur Utama 5
23.
Seminar Nasional Bakornas LAPMI PB HMI di Pontianak Kalimantan Barat.
22 Maret 2010 Peserta 6
24.
Seminar Nasional dengan tema “Reformasi Peran Mahasiswa dalam Pembangunan Bangsa” yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga
Kamis, 25 Maret 2010 Panitia 6
25. Pelatihan Partisipasi Opini Surat Kabar yang diselenggarakan oleh LAPMI HMI Cabang Salatiga
Jum’at, 16 April 2010 Ketua 3
periode 2010-2011.
26. Bedah film “Freedom Writers” yang diselenggarakan oleh Forum Cendikia Muda (FCM)
Senin, 3 Mei 2010 Peserta 2
27. Seminar Regional kemahasiswaan yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2009-2010.
Selasa, 18 Mei 2010 Panitia 4
28.
Seminar Imam Khomaini dan Palestina yang diselenggarakan oleh VOP Semarang di IAIN Walisongo Semarang
Jum’at, 4 Juni 2010 Peserta 3
29. Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2010-2011.
Senin, 14 Juni 2010 Panitia 6
30.
Basic Training 1 (LK1) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha periode 2008-2009, di desa Manggis Bawen.
Jum’at-minggu, 22-24 Oktober 2010 Panitia 3
31. Seminar Jurnalistik pena walisongo center yang diselenggarakan oleh IAIN Walisongo Semarang
28 Desember 2010 Peserta 3
32. Surat Keputusan Pengurus Cabang HMI Cabang Salatiga Periode 2011-2012 Sekretaris Umum 5
33.
Debat Kandidat Calon Walikota Dan Wakil Walikota Salatiga yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Periode 2011-2012 di Auditorium Korpri Salatiga
26 Februari 2011 Panitia 3
34.
Seminar Regional yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2010-2011 di Ruang Sidang 2 Pemkot Salatiga.
Kamis, 26 Mei 2011 Panitia 4
35. Worksop Karikatur Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh LAPMI HMI Cabang Salatiga periode 2010-
Rabu, 21 September 2011 Panitia 6
2011.
36.
Training Senior Course (SC) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2011-2012 di gedung Diklat Salatiga.
Rabu-senin, 15-20 Februari 2012 peserta 3
37.
Acara Seminar Nasional dalam rangka Pelantikan Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam
Cabang Salatiga Periode 2013 – 2014 di Ruang Sidang 2 Pemkot Salatiga.
23 Februari 2013 Peserta 6
38. JUMLAH 134
Salatiga, 3 April 2013
Mengetahui Pembantu Ketua
Bidang Kemahasiswaan
H. Agus Waluyo, M.Ag
NIP. 1975211 200003 1 001
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Misranto
Tempat Tanggal Lahir: Kab. Semarang, 18 Desember 1986
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Pringsari kec. Pringapus kab.Semarang
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Riwayat Pendidikan :
a. Pendidikan Formal:
1) S1 : STAIN Salatiga
2) SMA : MA Pondok Pesantren Pabelan Muntilan-Magelang
3) SMP : SLTP Pondok Pesantren Kalibeber Wonosobo.
4) SD : SDN Pringsari 02
5) TK : Bakti Putra Pringsari
b. Pendidikan Informal:
1) Pondok Pesantren Pabelan Muntilan-Magelang th 2003-2007