122
STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA TAHUN 2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Oleh MISRANTO NIM : 21107011 JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2013

e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id › 3018 › 1 › STRATEGI... STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAFSTRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF

DI PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA

SALATIGA TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam

Oleh

MISRANTO

NIM : 21107011

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2013

DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp (0298) 323706 Fax 323433 Kode Pos 50721

Salatiga http://www.stainsalatiga.ac.id e-mail: [email protected]

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Misranto

NIM : 21107011

Jurusan : Syari’ah

Program studi : Ahwal Al-Syakhshiyyah

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan

orang lain yang terdapat dalam skripsi inidikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah.

Salatiga, 1 Apri 2013

Yang menyatakan.

Misranto Nim. 21107011

MOTTO

ا ر س ري س ع ع ال إن م

“Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan”

(Q.S. Al-Insyirah (94): 6)

Musibah terbesar adalah keputusasaan

Rekreasi terbaik adalah bekerja

Keberanian terbesar adalah kesabaran

Guru terbaik adalah pengalaman

Misteri terbesar adalah kematian

Kehormatan terbesar adalah kesetiaan

Karunia terbesar adalah anak saleh

Sumbangan terbesar adalah berpartisipasi

Modal terbesar adalah kemandirian

(Ali Ibn Abi Talib)

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk…….

Orang-orang terkasih:

Bapak dan ibu tercinta, yang telah menanamkan keislaman, keimanan,

keikhsanan, dalam diri ananda, serta telah berkorban siang dan malam, tanpa

mengharapkan imbalan. Terimalah persembahan karya ananda sebagai

perwujudan pengabdian ananda, jasa bapak dan ibu tak terukir kata, budi bapak

dan ibu tak terbatas masa, kasihmu sepanjang masa dan do’a-do’amu senada

nafas, hanya dengan cara ini ananda bisa sedikit membalasnya.

Adik-adikku yang aku banggakan, Fifi Indrayani, Hani Tri Wahyuningsih dan

Choirul Musthofa dengan adanya karya ini dapat menjadi motivasi bagi mereka

agar selalu semangat dalam menimba ilmu seluas-luasnya.

Untuk adik Ria Sunaevita yang senantiasa memberiku semangat serta

menghiburku di kala susah maupun senang, tetap setia menemaniku dalam

menggapai sebuah impian.

Bapak dan Ibu Laksono beserta keluarga yang selalu mendukung dan

mendoakanku.

Untuk Mas Marno, Mas Fauzi, Mas Wahyu, Mas Lutfi, Mas Obet, Mas Torik dan

Mas Bebeng yang selalu memberikan dukungan dan tiada henti-hentinya

memberi motivasi serta tanpa ragu untuk menelurkan ilmunya kepadaku.

Sahabat-sahabatku seperjuangan di HMI yang telah bersama-sama berjuang

dalam mencari ridho Allah.

Pembaca yang budiman.

Almamaterku.

KATA PENGANTAR

Bissmillaahirrahmaanirraahim

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan

rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga bagi penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini

yang berjudul “Prospek Wakaf Sebagai Potensi Pengambangan Ekonomi Umat Setelah

Ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,

(Strategi Pengembangan Tanah Wakaf di Muhammadiyah Kota Salatiga)” yang penulis

susun dalam rangka memenuhi tugas untuk menempuh gelar kesarjanaan dalam ilmu

Hukum Islam pada Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan kita nabi

Muhammad S.A.W., yang telah memberikan penerangan kehidupan melalui ajaran

agama Islam yang bersumber dari Al-Quran.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak,

ucapan terimakasih yang tidak terhingga penulis sampaikan sebagai balasan yang

terhormat:

1. Ketua STAIN Salatiga Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku penaggung jawab penuh

terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar di lingkungan STAIN Salatiga.

2. Bapak Ilyya Muhsin, S.H.I., M.Si selaku Ketua Jurusan Syari’ah Program Studi

Ahwal Al-Syakhshiyyah, yang telah berkenan menerima judul skripsi yang

penulis ajukan sekaligus memberi izin untuk penulisan skripsi ini.

3. Bapak Munajat, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan

waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan

sehingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

4. Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Dr. Imam Sutomo, M. Ag

beserta stafnya yang telah memberikan izin penelitian dalam penyusunan skripsi

ini.

5. Para dosen pengajar di lingkungan STAIN Salatiga, yang telah membekali

berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi

ini.

6. Kepada seluruh kanda-kanda alumni HMI Cabang Salatiga yang senantiasa

memberikan pendampingan dan bimbingannya hingga terselesainya

penyusunan skripsi ini.

7. Semua teman-teman yang selalu penulis sayangi, kawan-kawan HMI yang ada di

Cabang Salatiga, Komisariat Walisongo, Ganesha dan Komisariat Karnoto Zarkazi

yang selalu bersama-sama berjuang dalam pencarian suatu kebenaran.

8. Berbagai pihak yang secara tidak langsung telah membantu, baik moral maupun

materi dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat disebut namanya satu

persatu.

Kepada mereka, penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga dan

permohonan maaf. Semoga Allah SWT menerima dan meridhoi segala macam

perbuatan dan selalu memperoleh rahmat, Taufik serta hidayah-Nya.

Setelah melalui proses yang sangat panjang, penulis yakin bahwa semua yang

terjadi dalam kehidupan penuh dengan hikmah. Alhamdulillah, dengan segala daya dan

upaya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang tentunya masih banyak kekurangan

dan jauh dari kesempurnaan. Walau demikian penulis berharap skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya, serta

penulis berharap, kajian tentang persoalan yang ada dalam pembahasan skripsi ini dapat

dilanjutkan dan ditumbuhkembangkan.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis dapat berserah diri dengan harapan

mudah-mudahan mendapatkan taufiq, hidayah serta ridho-Nya.

Salatiga, 01 April 2013

Penyusun

Misranto

NIM. 21107011

ABSTRAK

Misranto. 2013. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Tahun 2013. Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Munajat, Ph.D.

Kata kunci: wakaf, pengelolaan wakaf, dan tradisional

Penelitian ini mencoba mengeksplorasi tentang pelaksanaan wakaf untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, Apakah proses pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sudah sesuai dengan fiqh dan UU No. 41 Tahun 2004, serta bagaimana strategi pengelolaan yang dilakukan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga.

Metode penelitian ini menggunakan metode field research, interview, serta dokumentasi dengan obyek penelitin Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga tahun 2013. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga selama ini hanya terfokus pada pengelolaan tanah wakaf yang digunakan untuk tempat pendidikan, ibadah, dan sosial.

Berdasarkan dengan adanya temuan fakta di lapangan tersebut, hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengelolaan wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga masih bersifat sosial tradisional yang konsumtif, sehingga harapannya untuk Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dapat menambah bidang ekonomi agar dapat lebih berperan dalam perwakafan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan, meningkatkan kompetensi keilmuan khususnya dibidang perwakafan, serta dapat memberikan pengetahuan mengenai besarnya manfaat wakaf.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii

HALAMAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... iv

HALAMAN MOTTO .................................................................................. v

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................. vii

ABSTRAK .................................................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv

TRANSLITERASI ....................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ................................................................ 6

D. Telaah Pustaka .................................................................... 6

E. Metode Penelitian ............................................................... 10

1. Jenis Penelitian ............................................................ 10

2. Sumber Data ................................................................ 10

3. Metode Pengumpulan Data .......................................... 11

F. Sistematika Penulisan Skripsi .............................................. 13

BAB II KONSEP DASAR TENTANG WAKAF

A. Konsep Wakaf dalam Fiqh ................................................... 16

1. Pengertian Wakaf ............................................................ 16

2. Dasar Hukum Wakaf ....................................................... 17

3. Penggunaan Wakaf ......................................................... 18

4. Rukun dan Syarat Wakaf ................................................ 20

5. Macam - Macam Wakaf .................................................. 25

6. Tujuan Wakaf ................................................................. 27

B. Konsep Wakaf dalam Perundang-Undangan ........................ 29

1. Pengertian Wakaf Menurut UU No. 41 Tahun 2004 ........ 29

2. Dasar Hukum Wakaf dalam Undang-Undang No. 41

Tahun 2004 ...................................................................... 32

3. Macam-Macam Benda Wakaf dalam UU No. 41 Tahun

2004 ................................................................................ 36

BAB III PROSES PERWAKAFAN DAN STRATEGI

PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI PIMPINAN

DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA

A. Sekilas Tentang Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga ............................................................................... 39

1. Tokoh Pendiri Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kota Salatiga ................................................................ 39

2. Proses Berdirinya Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Salatiga ........................................................................ 39

3. Perkembangan Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kota Salatiga ................................................................ 40

4. Organisasi Otonom (ORTOM) dan Amal Usaha

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga .......... 42

5. Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga ..... 46

B. Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga ............................................................................... 47

1. Penyebaran tanah wakaf Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga ..................................... 47

2. Jumlah Aset Tanah Wakaf Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga ..................................... 56

3. Peruntukan tanah wakaf Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga ..................................... 58

C. Proses Perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kota Salatiga ...................................................................... 61

D. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga ............................................ 66

1. Bidang Pendidikan ....................................................... 66

2. Bidang Sosial/Penyantunan Anak Yatim ...................... 68

3. Bidang Ibadah .............................................................. 70

BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI

PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA

SALATIGA

A. Proses Perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kota Salatiga ....................................................................... 72

B. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga ............................................ 78

C. Fungsi dan Manfaat Pengelolaan Tanah Wakaf di

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Dalam

Kehidupan Masyarakat ....................................................... 81

1. Fungsi Wakaf ............................................................... 82

2. Manfaat Wakaf ............................................................ 86

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................... 87

B. Saran - Saran ....................................................................... 88

C. Penutup ............................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Lembaga Pendidikan Muhammadiyah Salatiga ................................. 44

2. Lembaga Amal Sosial Muhammadiyah Salatiga ............................... 45

3. Tempat Ibadah Muhammadiyah Salatiga .......................................... 45

4. Penyebaran Tanah Wakaf Pimpinan Daerah

Muhammadiyah dI Tiap Kecamatan Salatiga .................................... 58

5. Peruntukan Tanah Wakaf Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Salatiga .................................................................. 60

6. Wakif Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Salatiga ............................................................................................ 63

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

periode 2010-2015 ........................................................................... 46

2. Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 624 ......... 49

3. Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 565 ......... 49

4. Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 2191 ........ 50

5. Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 3302 ........ 52

6. Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 00003 ....... 53

7. Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 1980 ........ 54

8. diagram Prosentase Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga .............................................. 71

DAFTAR LAMPIRAN

1. Foto-foto Lokasi Tanah Wakaf dan Penggunaannya dalam Bidang

Sosial.

2. Foto-foto Lokasi Tanah Wakaf dan Penggunaannya dalam Bidang

Pendidikan.

3. Foto-foto Lokasi Tanah Wakaf dan Penggunaannya dalam Bidang

Ibadah.

4. Data Sertifikat Tanah Wakaf Milik Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga.

5. Surat Ijin Penelitian di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga.

6. Daftar Riwayat Hidup.

TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata bahasa Arab yang dipakai dalam penulisan skripsi

ini berpedoman pada “Pedoman Transliterasi Arab-Latin” yang dikeluarkan

berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Pendidikan Dan

Kebudayaan RI tahun 1987. Pedoman tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kata Konsonan

Huruf

Arab

Nama Huruf Latin Nama

Alif tidak ا

dilambangkan

tidak dilambangkan

Ba b Be ب

Ta t Te ت

Sa ṡ es (dengan titik di ث

atas)

jim j Je ج

ha ḥ ha (dengan titik di ح

bawah)

kha kh ka dan ha خ

dal d De د

zal ż zet (dengan titik di ذ

atas)

ra r Er ر

zai z Zet ز

sin s Es س

syin sy es dan ye ش

sad ṣ es (dengan titik di ص

bawah)

dad ḍ de (dengan titik di ض

bawah)

ta ṭ te (dengan titik di ط

bawah)

za ẓ zet (dengan titik di ظ

bawah)

ain …‘ koma terbalik di atas‘ ع

gain g Ge غ

fa f Ef ف

qaf q Ki ق

kaf k Ka ك

lam l El ل

mim m Em م

nun n En ن

wau w We و

ha h Ha ه

hamzah …’ Apostrof ء

ya y Ye ي

b. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia terdiri dari vokal

tunggal dan vokal rangkap.

1. Vokal Tunggal

Vokal tunggal bahasa Arab lambangnya berupa tanda atau

harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

Fathah a a ـ

Kasrah i i ـ

Dhammah u u ـ

2. Vokal Rangkap

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa

gabunganantara hharakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan

huruf, yaitu:

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

ـ ي....◌ Fathah dan ya ai a dan i

ـ....و Fathah dan

wau

au a dan u

c. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan

huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

ـ... ا...ـ...ى Fathah dan alif

atau ya

ā a dan garis di

atas

ـ.... ي Kasrah dan ya ī i dan garis di atas

ـ.... و Dhammah dan

wau

ū u dan garis di

atas

Contoh: قال : qāla

qīla : قیل

ل و ق yaqūlu : ی

d. Ta Marbutah

Transliterasinya menggunakan:

1. Ta Marbutah hidup, transliterasinya adaah /t/

Contohnya: ة ض و rauḍatu : ر

2. Ta Marbutah mati, transliterasinya adalah /h/

Contohnya: ة ض و rauḍah : ر

3. Ta marbutah yang diikuti kata sandang al

Contohnya: فال ط اال ة ض و rauḍah al-aṭfāl : ر

e. Syaddah (tasydid)

Syaddah atau tasydid dalam transliterasi dilambangkan dengan huruf

yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah.

Contohnya: بنا rabbanā : ر

f. Kata Sandang

Transliterasi kata sandang dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Kata sandang syamsiyah, yaitu kata sandang yang ditransliterasikan

sesuai dengan huruf bunyinya

Contohnya: الشفاء : asy-syifā’

2. Kata sandang qamariyah, yaitu kata sandang yang ditransliterasikan

sesuai dengan bunyinya huruf /l/.

Contohnya: القلم : al-qalamu

g. Penulisan kata

Pada dasarnya setiap kata, baik itu fi’il, isim maupun hurf, ditulis

terpisah, hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab

sudah lazimnya dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat

yang dihilangkan maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut

dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.

Contohnya:

قین از یر الر خ ھو ل هللا ن ا wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn : و

wa innallāha lahuwa khairurrāziqīn

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ajaran Islam tidak hanya mengandung nilai ibadah saja, namun juga

mengandung nilai sosial, dan ada pula yang mengandung keduanya. Dari salah

satu ajaran Islam yang mengandung keduanya adalah tentang wakaf. Ditinjau

dari nilai sosial, wakaf mempunyai tugas yang mempunyai peran penting

dalam sebagian masyarakat dalam beberapa kondisi. Kebijaksanaan Allah

SWT telah menciptakan manusia dengan sifat dan kemampuan yang berbeda-

beda menimbulkan adanya kaya dan miskin serta kuat dan lemah dalam

masyarakat. Oleh sebab itu Allah SWT memerintahkan supaya yang kaya

memperhatikan yang miskin serta yang kuat membantu yang lemah.

Menurut cendekiawan muslim Sayyid Ameer Ali, hukum wakaf

merupakan cabang yang terpenting dalam hukum Islam, karena ia terjalin ke

dalam seluruh kehidupan ibadah dan perekonomian sosial kaum muslim

(Usman, 2009: 119). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa wakaf

merupakan sumber daya ekonomi yang dapat dikembangkan untuk

meningkatkan kegiatan-kegiatan ekonomi. Artinya, pemanfaatan wakaf tidak

hanya sebatas untuk kegiatan keagamaan dan sosial belaka, namun juga dapat

digunakan untuk menopang perekonomian masyarakat.

Harta tidaklah hanya untuk dinikmati sendiri, melainkan harus

dinikmati bersama. Hal ini tidak berarti bahwa ajaran Islam itu melarang

orang untuk menjadi kaya raya, melainkan suatu peringatan kepada umat

manusia bahwa Islam mengajarkan fungsi sosial tentang harta benda, yaitu

dapat juga digunakan sebagai alat untuk menuju kemakmuran masyarakat.

Untuk mengembangkan kesejahteraan umat, Al-Quran telah

meletakkan dasar terutama agar harta yang dimiliki oleh individu-individu

tidak beredar diantara orang-orang kaya saja, yaitu dalam (Q.S. Al-Hasyr (59):

7) berbunyi:

Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah SWT kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah SWT, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT amat keras hukumannya (Q.S. Al-Hasyr (59): 7).

Dari ayat di atas telah dijelaskan bahwa Islam melarang konsentrasi

kekayaan pada individu tertentu. Prinsip ajaran Islam ada pada sistem zakat,

shadaqah, hibah dan wakaf yaitu untuk mengeluarkan sebagian rejekinya

untuk menyantuni orang-orang fakir, miskin serta orang-orang lemah dalam

masyarakat. Dengan demikian diharapkan wakaf sebagai salah satu instrumen

untuk membangun kesejahteraan umat dapat berperan aktif sehingga dapat

mengentaskan kemiskinan yang melanda selama ini.

Wakaf termasuk salah satu di antara sekian banyak penyerahan harta

atau hak milik secara ikhlas dari seorang kepada orang lain atau kepada suatu

kelompok misalnya yayasan untuk dimanfaatkan sebagai sarana ubudiyah

dalam rangka jihad fi sabillilah. Oleh karena itu, manfaatnya sangat besar

untuk perkembangan umat Islam. Di antara ayat-ayat Al-Quran yang

mendasari ibadah wakaf adalah Q.S. Ali Imron (03): 92, yang berbunyi:

Artinya: Kamu sekalian tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah SWT mengetahuinya (Q.S. Ali Imran (03): 92).

Berbeda dengan zakat, wakaf menurut Jumhur Ulama hukumnya

sunnah, akan tetapi ulama mazhab Hanafi mengatakan bahwa wakaf

hukumnya mubah karena wakaf orang kafir pun hukumnya sah. Namun

demikian, mereka juga menetapkan bahwa suatu ketika hukum wakaf dapat

menjadi wajib, manakala wakaf itu menjadi objek nazar seseorang (Wadjdy,

2007: 36).

Ibadah wakaf tidak akan terputus pahalanya sepanjang manfaat harta

yang diwakafkan itu masih dapat diambil, meskipun Wakif sudah meninggal

dunia. Oleh karena itu, wakaf tergolong kepada kelompok Amal Jariyah (yang

mengalir), sebagaimana Rasulullah SAW. dalam sabdanya di hadits yang

diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah.

ن ع أيب ة ر ـي ر ه ي ض ه اهللا ر ي ل ع لم س و : قال أن لى النيب ه اهللا ص ي ل لم ع س و قالا: ذ ات إ م ن اب م آد ع ط ق نـ إ ه ل م ال ع إ ن م قة : ثالث د ارية ص ج أو ل م ع يـ ف تـ ن به ع د أو ل و ح ال ول ص ع د ي ) مسلم و خبارى رواه( ه

Artinya: Dari Abu Hurairoh bahwa Rosulullah SAW barsabda : “Bahwa manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak yang saleh yang mendoakan kedua orangnya (Al-Bukhari: 196).

Wakaf adakalanya untuk anak cucu atau kerabat dan kemudian sesudah

mereka itu untuk orang-orang lain. Wakaf yang demikian ini dinamakan wakaf

ahli atau wakaf dzuri. Terkandung pula wakaf itu diperuntukan bagi kebajikan

semata-mata. Wakaf yang demikian dinamakan wakaf khairi (kebajikan)

(Sabiq, 1997: 389), salah satu bentuk wakaf khairi itu adalah wakaf untuk

ibadah yaitu panti asuhan.

Orang yang mewakafkan hartanya dalam istilah hukum Islam disebut

wakif. Pernyataan wakif yang merupakan tanda penyerahan barang atau benda

yang diwakafkan dapat dilakukan dengan lisan yang merupakan ijab.

Sedangkan qabul dari orang yang menerima wakaf tidak diperlukan, karena

tindakan mewakafkan sesuatu itu dipandang sebagai perbuatan hukum

sepihak, maka dengan pernyataan wakif yang merupakan ijab, perwakafan

telah terjadi. Dalam wakaf, hanya ada ijab tanpa qabul (Ali, 1988: 87).

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan (buku III bab I pasal

215):

“Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau kepentingan umum lain sesuai dengan ajaran Islam” (Usman, 2009: 259).

Sehubungan dengan ini, di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga ada beberapa orang yang mewakafkan tanahnya untuk dikelola oleh

mereka. Pimpinan Daerah Muhammadiyah termasuk salah satu organisasi

Islam yang besar di Kota ini, pastinya kontribusi yang telah diberikan kepada

masyarakat untuk membantu mewujudkan kemakmuran umat yang ada di

Kota ini sudah dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui

amal usaha yang dilakukannya.

Begitu pula dengan tanah wakaf yang dipercayakan kepada Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga diharapkan dapat dikelola dengan baik

sehingga dapat menjaga kelestarian harta wakaf (tanah wakaf) untuk diserap

aspek manfaatnya secara terus menerus bagi masyarakat sekitar. Kesemuanya

itu tergantung bagaimana Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

menjalankan tugasnya dengan melakukan pengelolaan yang baik terhadap

tanah wakaf yang dipercayakan kepadanya.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis bermaksud

menganalisis strategi Pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kota Salatiga. Penelitian dalam sebuah skripsi ini penulis beri judul: Strategi

Pengelolaan Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

Tahun 2013.

B. Perumusan Masalah

Untuk lebih mengetahui permasalahan tersebut di atas maka penulis

merumuskan permasalahan yang akan menjadi inti pembahasan dalam skripsi

ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga?

2. Apakah proses pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kota Salatiga sudah sesuai dengan fiqh dan UU No. 41 Tahun 2004?

3. Bagaimana strategi pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui proses wakaf yang ada di Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga.

2. Untuk mengetahuai proses perwakafan di Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga menurut fiqh dan UU No. 41 Tahun 2004.

3. Untuk mengetahui strategi pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga untuk.

D. Telaah Pustaka

Telaah pustaka ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana

kontribusi keilmuwan dalam penulisan skripsi ini dan seberapa banyak orang

lain yang sudah membahas permasalahan yang telah dikaji dalam skripsi ini.

Dalam hal ini, penulis sedikit membuat garis besar tentang karya-karya lain

yang berkaitan erat tentang wakaf.

Dalam artikel yang ditulis oleh Muhyar Fanani, yang berjudul

Kelanggengan wujud fisik versus kelanggengan manfaat: kunci sukses

manajemen wakaf produktif pondok modern Darussalam Gontor membahas

tentang pengelolaan tanah wakaf secara produktif. Wakaf bagi lembaga ini,

tidak hanya dipahami sebagai aset yang harus dijaga kelanggengan wujut

fisiknya, namun yang penting juga kelanggengan manfaatnya.

Kunci sukses dari perwakafan di Gontor adalah manejemen, yaitu

pembiayaan dalam bingkai proyek, kesejahteraan nazhir, dan transparansi serta

akuntabilitas publik. Sehingga dalam jangka waktu 82 tahun, aset wakaf

Gontor tumbuh berlipat-lipat, yang manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh

peserta didik dan juga masyarakat sekitar, serta berkembang pada bangsa

Inonesia (Fanani, 2008: 22).

Dalam artikel yang ditulis oleh Mubasirun, yang berjudul Wakaf

Indonesia: Pemberdayaan dengan Paradigma Baru membahas tentang

perubahan pemahaman dalam penerapan tanah wakaf sehingga dapat

digunakan secara maksimal. Pengelolaan tanah wakaf sangat potensial dan

strategis dalam pemberdayaan ekonomi umat. Akibat tradisi pemahaman

wakaf yang masih tradisional, perwakafan di Indonesia kurang dapat

berkembang, sebab kebanyakan harta wakaf berupa tanah digunakan untuk

bangunan madrasah, pesantren, masjid, makam, dan sangat sedikit bersifat

produktif yang secara langsung dapat mensejahterakan ekonomi umat.

Berangkat dari realita yang terjadi di lapangan secara langsung tersebut,

maka perlu dilakukan reinterpretasi dan pemahaman baru tentang wakaf. Hal

ini perlu dilakukan agar ajaran, konsep dan praktek wakaf dapat mengiringi

perkembangan persoalan yang semakin komleks. Agar reinterpretasi tentang

wakaf tersebut ada relevensinya dengan persoalan yang sedang berkembang,

maka teori wakaf harus dilatarbelakangi oleh teori perubahan sosial dan teori

pembangunan (Mubasirun, 2008: 200).

Dalam skripsi Farid Rahmat Setyawan dengan judul Penggunaan

Tanah Wakaf oleh Pihak Ketiga tanpa Ijin Menteri Agama ditinjau dari UU

41 Tahun 2004 (Studi Kasus Tanah Wakaf Badan Kesejahteraan Masjid

Kabupaten Demak), yang focus pembahasan tentang penggunaan tanah wakaf

oleh pihak ketiga tanpa ijin menteri agama yang telah digunakan selama

bertahun-tahun hingga sekarang.

Menurut hukum Islam, penggunaan tanah wakaf tanpa ijin adalah tidak

sah. Serta menurut golongan Syafi’iyah, Malikiyah, dan juga sebagian

Hanafiyah, bahwa penyewaan barang wakaf tanpa batasan waktu mutlak tidak

sah. Sedangkan dalam UU No 41 tahun 2004 pasal 49, dalam penyewaan

kepada pihak ketiga adalah salah satu tugas BWI yaitu pengelolaan dan

pengembangan harta benda wakaf, sehingga setiap pihak ketiga yang ingin

menggunakan/menyewakan harta nadzir atas persetujuan Badan Wakaf

Indonesia (BWI) (Setyawan, 2009: 71).

Skripsi Siti Hanifah tentang pelaksanaan perwakafan tanah milik di

Desa Sruwen Kecamatan Tengaran tahun 2003 (analisa terhadap PP No 28

tahun 1977 dan hukum Islam), penelitian ini meneliti pelaksanaan perwakafan

tanah milik yang belum bersertifikat. Fakor yang melatarbelakangi hal tersebut

dikarenakan asas keikhlasan dalam pelaksanaan wakaf tanpa diimbangi

administrasi yang baik. Di Desa Sruwen bila terjadi proses perwakafan tanah

dilakukan ikrar wakaf tanpa diikuatkan dengan bukti tertulis.

Secara umum, pelaksanaan perwakafan tanah milik di Desa Sruwen

telah sesuai dengan pandangan hukum Islam, karena rukun dan syarat wakaf

yang ditetapkan telah terpenuhi. Namun bila ditinjau dari PP No 28 tahun

1977, pelaksanaan perwakafan tanak milik belum berjalan dengan baik, sesuai

dengan peraturan yang berlaku, yaitu tertib administrasi (Hanifah, 2004: 79).

Dari beberapa kajian yang telah disebutkan di atas, penulis belum

menjumpai penelitian yang berjudul: Prospek Wakaf Sebagai Potensi

Pengambangan Ekonomi Umat Setelah Ditetapkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Strategi Pengembangan

Tanah Wakaf di Muhammadiyah Kota Salatiga).

Dalam penelitian ini akan dibahas setrategi pengembangan wakaf tanah

yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejak

terjadinya krisis multi-dimensi dalam kehidupan bangsa kita yang dipicu oleh

krisis ekonomi, peran wakaf menjadi semakin penting sebagai salah satu

instrument untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pengelolaan wakaf tidak statis, namun selalu berkembang sejalan

dengan dinamika dan perubahan dalam masyarakat. Apalagi undang-undang

no 41 tahun 2004 tentang wakaf telah mengakomodasi pelaksanaan wakaf

benda bergerak seperti uang, saham dan lain-lain dalam pengembangan

ekonomi. Sehingga fokus penelitian ini adalah wakaf tanah milik

Muhammadiyah yang diterapkan untuk membantu mensejahterakan

masyarakat yang berada di Kota Salatiga.

E. Metode Penelitian

Adapun metode penulisan skripsi yang digunakan penulis dalam skripsi

ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field reseach).

Field research adalah penelitian lapangan, field research ini untuk

memperoleh data yang diperlukan obyek yang sebenarnya untuk

mempelajari secara intensif latar belakang, pengelolaan yang digunakan

lembaga atau komunitas (Azhar, 1998: 8).

2. Sumber Data

Obyek penelitian ini adalah strategi pengembangan tanah wakaf

milik Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga terutama yang

dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat, baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Sedangkan sumber data yang digunakan yaitu:

a. Sumber primer: yaitu dengan menggunakan informasi yang didapat

dari pengurus Muhammadiyah Kota Salatiga yang meliputi ketua atau

pengurus Muhammadiyah Kota Salatiga, Pembina Majlis Wakaf dan

Kehartabendaan Muhammadiyah Kota Salatiga, dan Pembina Majlis

Pelayanan Sosial Muhammadiyah Kota Salatiga, pengurus lembaga

diatas tanah wakaf yang menjelaskan masalah berkaitan dengan strategi

pengembangan tanah wakaf yang ada di Kota Salatiga. Maupun sumber

lain seperti, notaries, nadzir, dan wakif yang memperkuat data terkait

dengan perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga.

b. Sumber sekunder: yaitu data yang diambil dari sumber kedua yang

berupa buku panduan tentang Muhammadiyah Kota Salatiga dan buku-

buku lain yang sesuai/berkaitan dengan pembahasan penelitian tentang

strategi pengembangan tanah wakaf di Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

a. Metode observasi

Metode observasi adalah metode dengan pengamatan atas suatu

variable yang dilakukan secara sistematis dan objektif dalam kondisi

yang didefinisikan secara tepat dan hasil dicatat secara hati-hati

(Aritonang, 2007: 147).

Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan pengamatan

langsung, dimana peran peneliti sebagai pengamat di lapangan. Metode

ini digunakan untuk mengetahui pelaksanaan program dan strategi

pengembangan tanah wakaf yang dimiliki Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga dan mencari data secara jelas terkait

pelaksanaan dan pengelolaan tanah wakaf yang digunakan untuk

pemberdayaan umat.

b. Metode wawancara (Interview)

Metode wawancara adalah metode pengumpulan data dengan

jalan tanya jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan

berlandaskan kepada tujuan penelitian. Tanya jawab sepihak berarti

pengumpul data aktif bertanya, sementara pihak yang ditanya aktif

memberi jawaban (Aritonang, 2007: 163).

Dalam hal ini wawancara dilakukan kepada beberapa nara

sumber untuk mendapatkan data yang dibutuhkna, yaitu ketua dan

Sekretaris Muhammadiyah Kota Salatiga, Pembina Majlis Wakaf dan

Kehartabendaan Muhammadiyah Kota Salatiga, Pembina Majlis

Pelayanan Sosial Muhammadiyah Kota Salatiga, pengurus lembaga di

atas tanah wakaf, notaris, nadzir, dan wakif. Wawancara yang

dilakukan secara bebas tetapi dalam batas-batas tertentu atau tidak

menyimpang dari panduan.

c. Metode Analisis Data

Sebagai pegangan pengelolaan data penelitian serta keakuratan

sebuah data, maka penulis menggunakan analisis deskriptif yaitu

prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan

atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang,

lembaga masyarakat, dan lain-lain). Pada saat sekarang berdasarkan

fakta yang tampak sebagaimana adanya (Nawawi, 1998: 61).

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Skripsi ini, seperti tertera pada judulnya yang membahas seputar

Prospek Wakaf Sebagai Potensi Pengambangan Ekonomi Umat Setelah

Ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004

tentang Wakaf yang titik fokus penulisan ini adalah Strategi Pengembangan

Tanah Wakaf di Muhammadiyah Kota Salatiga untuk digunakan sebagai

pengembangan ekonomi masyarakat.

Memang dari pemerintah Kota Salatiga juga selalu mengupayakan

perbaikan ekonomi masyarakat melalui program pengentasan kemiskinan

yaitu seperti visi yang diemban dari Walikota Salatiga melalui program

Salatiga Sejahtera, Mandiri dan Bermartabat (SMART). Namun hal ini

tidaklah cukup untuk dapat mewujudkan citi-cita mulia tersebut tanpa peran

serta dari lembaga-lembaga masyarakat, maupun organisasi-organisai yang

hidup ditengah masyarakat untuk membantu kelangsungan program tersebut.

Muhammadiyah termasuk salah satu organisasi Islam yang besar di

Kota Salatiga, pastinya peran serta yang telah diberikan kepada masyarakat

untuk membantu dalam membenahi perekonomian yang ada di Kota ini sudah

dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam skripsi ini, penulis akan membahas panjang lebar terkait dengan

strategi pengembangan tanah wakaf yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga yang dikelola secara sistematis unuk

meningkatkan kemaslahatan umat.

Dalam hukum Islam, wakaf merupakan cabang yang terpenting, karena

terjalin kedalam seluruh kehidupan ibadah dan perekonomian sosial, oleh

sebab itu dengan pengelolaan yang baik, maka tanah wakaf dapat membantu

dalam mengurangi grafik angka kemiskinan yang semakin meningkat.

Namun sebelum kita membahas panjang lebar tentang strategi

pengelolaan tanah wakaf, perlu kiranya penulis tekankan untuk mengetahui

landasan teori secara hukum Islam maupun hukum Negara yang membahas

masalah wakaf. Oleh sebab itu pada bab II diuraikan secara jelas teori tentang

wakaf yang diberlakukan agar dapat berjalan sesuai jalur yang telah

ditentukan.

Dalam bab III, dibahas tentang strategi yang dilakukan oleh Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam mengelola tanah wakaf yang

dimiliki. Dalam hal ini, saya sebagai penulis akan menuturkan hasil penelitian

yang dilakukan secara langsung terhadap Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kota Salatiga, apakah dalam pengelolaan tanah wakaf mempengaruhi tingkat

perekonomian masyarakat Salatiga sehingga mereka dapat memperbaiki taraf

kehidupan yang lebih layak.

Selanjutnya pada bab IV merupakan analisis saya setelah melakukan

penelitian secara langsung terhadap pengelolaan tanah wakaf Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga. Dalam hal ini dapat dilihat atas peran serta

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam membantu

mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan tanah wakaf yang telah

dimilikinya.

Dan yang terakhir pada bab V adalah kesimpulan yang berhubungan

dengan tulisan pada bab-bab sebelumnya sehingga penulis dapat memberikan

saran yang membangun yang dibutuhkan Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kota Salatiga dalam pengembangan tanah wakaf untuk kemaslahatan

masyarakat.

BAB II

KONSEP DASAR TENTANG WAKAF

G. Konsep Wakaf dalam Fiqh

1. Pengertian Wakaf

Wakaf berasal dari bahasa Arab waqf, bentuk masdar dari kata وقف

mempunyai arti yang وقف yang berarti berhenti atau berdiri. Kata وقاف قفی

sama dengan kata حبس yang berasal dari kata kerja حبس یحبس حبسا yang

berarti menahan (Sabiq, 1977: 382).

Pengertian menurut istilah, Imam Takiyudin Abi Bakr lebih

menekankan dari segi tujuannya, yaitu menahan atau menghentikan harta

yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk

mendekatkan diri kepada Allah SWT ( Rofiq, 1995: 490).

Secara harfiah wakaf bermakna “pembatasan”, sehingga kata waqf

digunakan dalam Islam untuk maksud “pemilikan dan pemeliharaan” harta

benda tertentu untuk kemanfaatan sosial tertentu yang ditetapkan dengan

maksud mencegah penggunaan wakaf tersebut diluar tujuan khusus yang

telah ditetapkan tersebut (Wadjdy, 2007: 30).

Sebenarnya masih banyak ulama yang memberikan definisi tentang

wakaf secara istilah, baik ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, Malikiyah,

Hanabillah ataupun ulama-ulama dari madzhab-madzhab lain. Mereka

mendefinisikan wakaf dengan arti yang beragam, sesuai dengan perbedaan

mazhab yang dianut baik dari segi kelaziman dan ketidaklazimannya.

Dari beberapa definisi tersebut di atas terdapat dua pengertian

pokok yang menjadi esensi wakaf yaitu:

a. Menahan dan menghentikan harta dan hak kepemilikan.

b. Menyerahkan manfaat untuk tujuan-tujuan yang baik menurut ajaran

Islam.

2. Dasar Hukum Wakaf

Sebagaimana halnya dengan ajaran-ajaran Islam yang lain seperti

sholat, zakat, puasa, haji, hibah serta wasiat yang didasari oleh Al-Quran

dan Sunnah, wakaf pun demikian halnya, hanya saja dalam wakaf ini Al-

Quran sebagai sumber pokok hukum Islam tidak menyebutkan ajaran

wakaf secara jelas dan tegas. Al-Quran hanya memerintahkan manusia

berbuat baik untuk kebaikan masyarakat yang masih berupa ayat-ayat

umum. Dari ayat-ayat umum seperti inilah para fuqoha menyandarkan

hukum wakaf. Di antara ayat-ayat yang berbuat kebaikan itu antara lain:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku`lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan (Q.S. Al-Hajj (22): 77).

…..

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu… (Q.S. Al-Baqarah (02): 267).

Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya (Q.S. Ali Imran (03): 92).

ن ع ة أيب ر يـ ر ه ي ض ه اهللا ر ي ل ع لم س و : قال أن لى النيب ه اهللا ص ي ل لم ع س و ا: قال ذ ات إ م ن اب م آد ع ط نـق إ ه ل م ال ع إ ن م قة : ثالث د ارية ص ج أو

ل م ع يـ ف تـ ن به ع د أو ل ح و ال ص ه ول ع د ) مسلم و خبارى رواه( يArtinya: Dari Abu Hurairah ra berkata, sesungguhnya Nabi SAW,

bersabda: apabila manusia meninggal maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; shodaqah jariyah, ilmu bermanfaat, dan anak sholeh yang mendo’akan untuk orang tuanya (Al-Bukhori: 196).

Nash-nash di atas sebenarnya tidak menyebutkan secara khusus

istilah wakaf, tetapi para ulama menjadikannya sebagai sandaran bagi

pewakafan.

3. Penggunaan Wakaf

Dalam fiqh, tujuan penggunaan wakaf harus jelas, misalnya untuk

kepentingan umum, seperti mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, dan

amal-amal sosial yang lainnya, untuk menolong fakir miskin, orang-orang

terlantar, tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah

dan tujuan wakaf itu harus dapat dimasukkan ke dalam kategori ibadah.

Yang lebih baik adalah kalau tujuan wakaf itu jelas diperuntukkan bagi

kepentingan umum, dan kemaslahatan masyarakat (Ali, 1988: 86).

Wakaf hukumnya sunah dan harta yang diwakafkan terlepas dari

pemiliknya, lalu menjadi hak Allah semata, tidak boleh dijual, dihibahkan,

diwariskan untuk perseorangan dan sebagainya, manfaat wakaf harus

digunakan menurut ketentuan akad wakaf pada waktu mewakafkan.

Apabila pewakaf mensyaratkan bahwa wakafnya itu tidak akan diberikan

kecuali kepada orang yang kaya, para ulama berselisih pendapat, yang

membolehkan beralasan karena tidak bertentangan dengan syari’at,

sedangkan yang tidak membolehkan karena syaratnya batal sebab

diberikan kepada yang tidak bermanfaat bagi pewakaf baik urusan dunia

maupun agamanya.

Dalam hal penggunaan wakaf perlu diperhatikan bahwa amalan

wakaf sangat tergantung pada dapat atau tidaknya harta wakaf itu

dipergunakan sesuai dengan tujuannya, oleh karena itu tidak ada halangan

untuk menjual, asalkan hasil penjualan dipakai kembali untuk pembelian

harta yang akan dijadikan wakaf seperti semula, sebab yang menjadi pokok

utama dalam wakaf adalah kemanfaatannya (Nasution, 1997: 68).

Salah seorang ulama madzhab Hambali yang dikenal dengan nama

Ibn Qudamah berpendapat bahwa apabila harta wakaf mengalami rusak

hingga tidak dapat membawa manfaat sesuai tujuan wakif dan benda-benda

yang dibeli itu berkedudukan sebagai harta wakaf seperti semula (Suhendi,

2010: 246).

4. Rukun dan Syarat Wakaf

a. Rukun Wakaf

Wakaf mempunyai lima rukun, yaitu:

1) Waqif (orang yang memberikan wakaf).

2) Mauquf (barang atau benda yang diwakafkan).

3) Mauquf’alaih (penerima / tujuan / sasaran wakaf).

4) Sighat (pernyataan wakaf).

5) Nadzir (pengelola wakaf).

Untuk lebih jelasnya, kelima rukun wakaf tersebut akan penulis

jelaskan sebagai berikut:

1) Waqif (orang yang memberikan wakaf)

Menurut pasal 215 ayat (2) KHI, Pasal 1 ayat (2) PP. No. 28

tahun 1977, disebutkan bahwa wakif adalah orang atau orang-orang

atau badan hukum yang mewakafkan benda miliknya (Usman,

2009: 259).

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi wakif adalah

sebagai berikut:

a) Cakap bertabarru’ (mendermakan harta benda)

Yang dapat dijadikan tolak ukur apakah seseorang dapat

dipandang cakap bertabarru’ atau tidak adalah pertimbangan

akal sempurna dan baligh dalam pelaksanaan akad wakaf

sehingga wakafnya sah (Al-Kabisi, 2004: 219).

Dalam fiqh Islam, ukuran baligh adalah wanita yang

sudah haid dan laki-laki yang pernah ihtilam (mimpi keluar

mani). Atau kalau patokannya umur adalah 9 tahun bagi wanita

dan 15 tahun bagi laki-laki. Hal ini tidak mutlak karena ada

anak berumur 16 tahun yang dikarenakan perkembangan akal

yang lemah maka belum dapat berfikir jauh ke depan. Oleh

karena itu akan lebih tepat kiranya, apabila dalam menentukan

kecakapan tabarru’ itu adalah kematangan pertimbangan akal.

Berangkat dari ketentuan demikian, tidaklah sah jika

wakaf diberikan oleh orang gila dan anak kecil serta orang yang

kurang akalnya, sebab dia tidak layak untuk melakukan

kesepakatan (akad) dan aturan (Al-Kabisi, 2004: 219).

b) Tidak dalam keadaan terpaksa atau dipaksa

Orang yang mewakafkan hartanya itu dituntut supaya

perbuatannya dilakukan bukan secara terpaksa, tetapi haruslah

dengan kerelaan berdasarkan tabarru’ (melepaskan hak milik

tanpa mengharapkan imbalan). Dalam hal ini, unsur kerelaan

atas kemauan sendiri merupakan salah satu syarat penting yang

harus dipunyai oleh pihak yang berwakaf. Bila ia melakukan

perbuatannya itu karena terancam, maupun keterpaksaan maka

wakafnya dinilai tidak sah (Halim, 2005: 17).

c) Merupakan pemilik sah dari harta yang diwakafkannya

Dalam hal ini maka tidak boleh mewakafkan harta yang

bukan miliknya atau yang belum menjadi miliknya, contoh:

tidak boleh mewakafkan tanah hak guna usaha (HGU),

meskipun HGU tersebut jangka waktunya 25 tahun dan dapat

diperpanjang 25 tahun lagi, dan juga tidak boleh mewakafkan

harta warisan yang belum dibagi.

2) Mauquf (harta atau benda yang diwakafkan)

Pasal 215 ayat (4) KHI menyebutkan bahwa benda wakaf

adalah segala benda baik benda bergerak atau benda tidak bergerak

yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan

bernilai menurut ajaran Islam (Usman, 2009: 259).

Lebih lanjut, syarat-syarat dari harta yang diwakafkan adalah

sebagai berikut:

a) Benda itu mestilah milik sah dari pihak yang berwakaf.

b) Benda yang diwakafkan itu mestilah tahan lama dan bisa

diambil manfaatnya. Tidak ada artinya mewakafkan sesuatu

yang tidak tahan lama atau tidak ada manfaatnya.

c) Benda yang diwakafkan itu mestilah sesuatu yang boleh dimiliki

dan dimanfaatkan. Karena itu tidak boleh mewakafkan seekor

babi atau benda-benda haram lainnya kepada umat Islam.

d) Bisa benda bergerak atau benda tidak bergerak seperti buku,

saham dan surat-surat berharga (Halim, 2005: 19).

Melihat syarat-syarat harta wakaf sebagaimana disebutkan di

atas, maka harta yang diwakafkan dapat juga berupa uang yang

dimodalkan, berupa saham pada perusahaan dan berupa apa saja

yang lainnya, yang penting harta yang berupa modal dikelola

dengan sedemikian rupa (semaksimal mungkin) sehingga

mendatangkan kemaslahatan dan keuntungan (Suhendi, 2010: 243).

Dalam menjalankan modal yang merupakan harta wakaf itu

harus diperhatikan pula ketentuan hukum Islam agar jangan sampai

modal itu diperkembangkan dengan jalan yang bertentangan dengan

hukum Islam.

3) Mauquf’alaih (penerima wakaf/tujuan/sasaran wakaf)

Tujuan wakaf dipahamkan dari hadits Ibnu Umar: “….Ia menyedekahkan hasil hartanya itu kepada orang fakir, kepada kerabat, untuk memerdekakan budak, pada jalan Allah, orang terlantar dan tamu….” (Depak RI, 1986: 216).

Berkaitan dengan tujuan wakaf sesuai dengan sifat amalan

wakaf sebagai salah satu macam ibadah, yaitu salah satu amalan

shodaqah, maka tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan

nilai-nilai ibadah, seperti maksiat. Tujuan wakaf harus merupakan

hal-hal yang termasuk dalam kategori ibadah pada umumnya,

sekurang-kurangnya merupakan hal-hal yang mubah menurut ajaran

Islam yang dapat menjadi sarana ibadah dalam arti lusa, misalnya

mewakafkan tanah untuk lapangan olahraga, untuk pasar, dan lain-

lain.

Lebih lanjut lagi, mauquf’alaih dipahami sebagai sasaran

wakaf, maka harta yang diwakafkan harus jelas sasarannya. Dalam

hal ini ada dua sasaran wakaf yaitu:

a) Wakaf untuk mencari keridhoan Allah SWT. Wakaf jenis ini

tujuannya adalah untuk memajukan agama Islam atau karena

motivasi agama. Contohnya adalah berwakaf untuk kepentingan

rumah ibadah kaum muslimin.

b) Wakaf untuk meringankan atau untuk membantu seseorang atau

orang-orang tertentu atau masyarakat. Contohnya adalah

berwakaf untuk orang fakir miskin, atau berwakaf untuk

keluarga. Dalam sasaran wakaf ini yang perlu digaris bawahi

adalah bahwa wakaf tidak boleh untuk hal-hal yang

bertentangan dengan kepentingan agama Islam (Karim, 1993:

110).

4) Sighat (pernyataan wakaf)

Menurut Abdul Halim, sighat wakaf adalah pernyataan dari

wakif sebagai tanda penyerahan barang atas benda yang

diwakafkan, baik secara lesan maupun tertulis (Halim, 2005: 20).

Lebih jelasnya, sighat adalah ucapan yang memungkinkan

adanya wakaf. Sighat yang dipakai adalah kata-kata yang

menunjukkan adanya wakaf meskipun tidak harus dengan redaksi

“wakaf”. Tentu saja yang paling utama adalah kata “wakaf”,

sehingga dengan mudah bisa ditangkap makna dari ikrar wakaf itu

(Karim, 1993: 110), jadi intinya sighat atau pernyataan wakaf harus

dinyatakan dengan baik secara lisan maupun tulisan, menggunakan

kata “aku wakafkan” atau aku menahan” atau kalimat semakna

lainnya (Rofiq, 1995: 497).

Wakaf dipandang telah terjadi apabila ada pernyataan wakif.

Oleh karena itu, Qobul (penerimaan) tidak diperlukan. Hal ini

sesuai dengan pendapat golongan Hanafiyah dan Hanabillah

sebagaimana disebutkan oleh Abu Ya’la yang menyatakan bahwa

Qobul (penerimaan) dari Mauquf’alaih merupakan rukun wakaf dan

juga bukan syarat sahnya wakaf, baik itu Mauquf’alaihnya tertentu

atau tidak tertentu. Ini dikarenakan ikrar wakaf adalah tindakan

yang bersifat deklaratif (sepihak) (Rofiq, 1995: 498).

b. Syarat Wakaf

Menurut hukum, untuk sahnya amalan wakaf diperlukan syarat-

syarat sebagaimana berikut:

1) Wakaf bersifat pribadi.

2) Tujuan harus jelas.

3) Wakaf tidak boleh digantungkan.

4) Wakaf yang sah harus dilaksanakan.

5. Macam-macam Wakaf

Untuk macam-macam wakaf harta wakaf bisa ditinjau dari dua segi

yang ditinjau dari tujuan wakaf dari ditinjau dari harta wakaf. Bila ditinjau

dari tujuan wakaf, wakaf dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Wakaf Ahli

Wakaf ahli atau wakaf keluarga atau dapat dinamakan wakaf

khusus ialah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu,

seseorang atau lebih, baik keluarga maupun bukan. Misalnya

seseorang menyatakan mewakafkan buku-bukunya untuk anak-

anaknya yang mampu mempergunakan, kemudian cucu-cucunya dan

seterusnya (Depag RI, 1986: 220).

Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati

harta wakaf itu adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.

Dan bila terjadi munqothi’ intiha’ (habisnya mauquf’alaih), maka

wakaf dikembalikan kepada adanya syarat bahwa wakaf tidak boleh

dibatasi dengan waktu tertentu. Dengan demikian meskipun anak

keturunan wakif yang menjadi tujuan wakif itu tidak ada lagi yang

mampu mempergunakan atau menjadi punah, maka harta wakaf tetap

berkedudukan sebagai harta wakaf yang dipergunakan keluarga wakif

yang lebih jauh atau dipergunakan untuk umum (Suhendi, 2010: 244).

b. Wakaf Khoiri

Adalah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan

umum dan tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu.

Wakaf khoiri inilah yang sejalan dengan amalan wakaf yang

sangat digembirakan dalam ajaran Islam, yang dinyatakan bahwa

pahalanya akan terus mengalir hingga wakif meninggal. Selama harta

wakaf masih dapat diambil manfaatnya. Wakaf khoiri inilah yang

benar-benar dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat luas dan

merupakan salah satu sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan

masyarakat, baik dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan,

kebudayaan maupun keagamaan (Suhendi, 2002: 245).

1) Harta atau benda tak bergerak, seperti: tanah, sawah dan bangunan.

Benda macam inilah yang sangat dianjurkan untuk diwakafkan,

karena mempunyai nilai jariyah yang lebih lama. Ini sejalan dengan

praktek wakaf yang dilakukan oleh sahabat Umar Ibn Khattab atas

tanah Khaibar atas perintah Rasul SAW. demikian juga yang

dilakukan oleh Bani al-Naijir yang mewakafkan bangunan dinding

bangunannya untuk kepentingan masjid.

2) Benda bergerak, seperti: mobil, sepeda motor, binatang, ternak,

atau benda-benda lainnya. Yang terakhir ini juga dapat diwakafkan.

Namun demikian, nilai jariyahnya terbatas hingga nilai benda-

benda itu tidak dapat dipertahankan keberadaannya. Maka

selesailah wakaf tersebut, kecuali apabila masih memungkinkan

diupayakan ditukar atau diganti dengan benda baru yang lain

(Rofiq, 1995: 205).

6. Tujuan Wakaf

Imam Abu Hanifah, sebagaimana dikutip oleh Juhaya S. Praja

menerangkan benda yang diwakafkan itu tetap menjadi milik wakif

sepenuhnya, hanya manfaatnya saja yang disodaqohkan.

Abu Hanifah mendasarkan argumennya atas al-ro’yu yang

didasarkan atas konsep wakaf yaitu habs al-‘ain ‘ala milk al-waaqif. Hal

ini berkaitan dengan pengertian milik dalam teori Hanfiah. Menurut Abu

Hanifah, milik adalah milik sepenuhnya. Oleh karena si wakif sebagai

pemilik benda wakaf mempunyai hak “menggunakan” (tashorruf)

sepenuh-penuhnya (Praja, 1997: 16).

Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam Malik menyatakan bahwa

wakaf itu mengikat dalam arti lazim, tidak meski dilembagakan secara

abadi dalam arti mu’abbad dan boleh saja diwakafkan untuk tenggang

waktu tertentu yang disebut mu’aqqod. Beliau juga berpendapat bahwa

harta atau benda yang diwakafkan adalah benda yang mempunyai nilai

ekonomis dan tahan lama. Harta itu berstatus milik si wakif, akan tetapi si

wakif tidak mempunyai hak untuk menggunakan harta tersebut (tashorruf)

selama masa wakafnya belum habis. Jika dalam sighat atau ikrar wakaf itu

si wakif tidak menyatakan dengan tegas tenggang waktu perwakafan yang

ia kehendaki, maka dapat diartikan bahwa ia bermaksud mewakafkan

hartanya itu untuk selamanya (mu’abbad).

Alasan yang dikemukakan Imam Malik mengapa wakaf itu

berstatus milik si wakif berdasarkan kasus Ibnu Umar sebagai pemilih

benda yang diwakafkan yang diperintahkan Rasulallah untuk

mengeluarkan miliknya itu. Sementara itu alasan keabsahan wakaf untuk

sementara waktu ialah berdasarkan kontekstual apabila wakaf yang

diikrarkan itu dalam bentuk mu’abbad sementara manfaat benda itu hanya

untuk waktu sementara saja, maka wakaf itu boleh dijual dengan

pertimbangan al-maslahat al-mursalah. Jadi, teknik pengekalan harta

wakaf itu ialah dengan menjual harta wakaf yang tidak atau kurang

mempunyai nilai manfaat (Praja, 1997: 18). Sedangkan jumhur ulama

Syafi’iyah dan Hambaliyah berpendapat bahwa telah mengeluarkan harta

dari kepemilikan wakif dan harta itu akan menjadi milik Allah SWT.

Oleh sebab itu si wakif tercegah untuk menggunakannya

(tashorruf), hal ini didasarkan pada hadits yang menceritakan wakaf Ibnu

Khattab yang menyebutkan bahwa tanah wakaf yang diberikan tidak boleh

dijual, dihibahkan dan diwariskan (Wadjdy, 2007: 34).

Perbedaan pendapat di atas, ternyata masih dapat diambil satu

persamaan persepsi bahwa wakaf adalah penahanan suatu harta milik pihak

yang berwakaf dan menyedekahkan segala manfaat dan hasil yang bisa

diambil dari harta tersebut untuk kebijakan dalam rangka mencari

keridhoan Allah SWT.

H. Konsep Wakaf dalam Perundang-Undangan

1. Pengertian Wakaf Menurut UU No. 41 Tahun 2004

Dalam undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Pasal 1

ayat (1) menyatakan bahwa:

“Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum menurut syari'ah” (Depag RI, 2007: 347).

Di dalam konsideran UU No. 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa

lembaga wakaf mempunyai peran sebagai pranata keagamaan yang

memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan

efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan

umum.

Sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan umum UU No. 41 Tahun

2004 angka 1 yakni sebagai berikut: Tujuan Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD Negara RI

Tahun 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk

mencapai tujuan tersebut, perlu menggali dan mengembangkan potensi

yang terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis.

Wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan

dilaksanakan dalam masyarakat yang pengaturannya belum lengkap serta

masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Kehadiran Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

merupakan saat dinanti-nantikan. Karena itu, hadirnya Undang-Undang

tentang Wakaf mendapat sambutan yang hangat, tidak hanya oleh mereka

yang terkait langsung dengan pengelolaan wakaf, tetapi juga kalangan

lainnya termasuk DPR. Hal ini nampak pada saat RUU tentang wakaf ini

dibahas di DPR dengan pemerintah pada tanggal 6 September 2004 yang

lalu. Secara kuantitas jumlah tanah wakaf di Indonesia cukup banyak,

tetapi saat ini keberadaan wakaf belum berdampak positif bagi

kesejahteraan sosial dan ekonomi umat (Halim, 2005: 118).

Mengenai pengertian wakaf, undang-undang No. 41 Tahun 2004,

ini membuat suatu pengertian yaitu:

a. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau

menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan

selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan

kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum

menurut syar’iah.

b. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.

c. Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara

lisan dan/ atau tulisan kepada nadzir untuk mewakafkan harta benda

miliknya.

d. Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif

untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya.

e. Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama

dan/ atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi

menurut syari'ah yang diwakafkan oleh wakif.

f. Pejabat pembuat akta ikrar wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW, adalah

pejabat berwenang yang ditetapkan oleh menteri untuk membuat akta

ikrar wakaf.

g. Badan wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk

mengembangkan perwakafan di Indonesia.

h. Pemerintah adalah perangkat Negara kesatuan Republik Indonesia yang

terdiri atas Presiden beserta para menteri.

i. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama

(Depag. 2007: 3).

Dalam penjelasan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang

Wakaf dijelaskan praktek wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat

belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai

kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar

atau beralih ketangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan

demikian itu tidak hanya karena kelalaian ataupun ketidakmampuan nadzir

dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, tetapi juga

sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status harta

benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum

sesuai dengan tujuan atau fungsi dan peruntukkan wakaf (Anshori, 2005:

176).

Oleh karena itu, undang-undang wakaf ini patut didukung oleh

semua pihak, baik ulama', kaum profesional, cendekiawan, pengusaha,

lembaga perbankan, serta masyarakat umum, khususnya umat Islam

diseluruh Indonesia.

2. Dasar Hukum Wakaf dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004

Menurut undang-undang No. 41 Tahun 2004 dasar-dasar wakaf ada

dua bagian: menurut pasal (2) wakaf sah apabila dilaksanakan menurut

syari'ah, sedangkan pasal (3) wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat

dibatalkan. Serta mengingat Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 29

dan pasal 33 undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

(Halim, 2005: 127).

Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna

melindungi harta benda wakaf, pemerintah dengan persetujuan DPR pada

tanggal 27 Oktober 2004, mengeluarkan sebuah peraturan baru yaitu

Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Undang-undang ini

merupakan undang-undang pertama yang secara khusus mengatur wakaf.

Dengan berlakunya undang-undang ini, semua peraturan mengenai

perwakafan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/ atau belum

diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan undang-undang ini.

Undang-Undang No. 41/ 2004 ini memuat substansi hukum tentang

perwakafan yang terdiri dari II bab dan 71 pasal sebagai berikut:

Bab I Berisi ketentuan umum (pasal 1).

Bab II Memuat dasar-dasar wakaf (pasal 2 sampai dengan 31).

Bab III Memuat tentang tata cara pendaftaran dan pengumuman harta

benda wakaf (pasal 32 sampai dengan 39).

Bab IV Memuat tentang perubahan status harta benda wakaf (pasal 40

sampai dengan 41).

Bab V Memuat tentang pengelolaan dan pengembangan harta benda

wakaf (pasal 42 sampai dengan 46).

Baba VI Memuat tentang badan wakaf Indonesia (pasal 47 sampai

dengan 61).

Bab VII Memuat tentang penyelesaian sengketa (pasal 62).

Bab VIII Memuat tentang pembinaan dan pengawasan (pasal 63 sampai

dengan 66).

Bab IX Memuat tentang ketentuan pidana dan sanksi administratif

(pasal 67 sampai dengan 68).

Bab X Memuat tentang ketentuan peralihan (pasal 69 sampai dengan

70).

Bab XI Memuat tentang ketentuan penutup (pasal 71).

Secara umum banyak hal baru dan berbeda yang terdapat dalam UU

No. 41 Tahun 2004 ini bila dibandingkan dengan PP. No. 28/ 1977

maupun KHI, walaupun banyak pula kesamaannya. Dapat dikatakan

bahwa UU No. 41/ 2004 mengatur substansi yang lebih luas dan luwes bila

dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang ada sebelumnya

(Anshori, 2005: 52).

Dalam Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf yang

telah disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 7

Oktober 2004, sudah diatur berbagai hal penting dalam pengembangan

wakaf berdasarkan pertimbangan dan untuk memenuhi kebutuhan hukum

dalam rangka pembangunan hukum nasional(Halim, 2005: 118).

Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syari'ah

dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam UU ini,

namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru antara lain

sebagai berikut:

a. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna

melindungi harta benda wakaf, UU ini menegaskan bahwa untuk

sahnya perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan didaftarkan dalam

akta ikrar wakaf serta diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan

sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan.

Undang-Undang ini tidak memisahkan antara wakaf ahli yang pada

umumnya pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas

untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf khairi yang

dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan

tujuan dan fungsi wakaf.

b. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum

cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan

bangunan, menurut UU ini wakif dapat pula mewakafkan sebagian

kekayaannya berupa harta benda wakaf bergerak, baik berwujud atau

tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak

sewa, dan benda bergerak lainnya.

c. Peruntukkan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan

sarana ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan

kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat

ekonomi harta benda wakaf.

d. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak

ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan

kemampuan profesional nadzir.

e. Undang-undang ini juga mengatur pembentukan badan wakaf

Indonesia yang dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan

kebutuhan (Halim, 2005: 99-101).

3. Macam-Macam Benda Wakaf dalam UU No. 41 Tahun 2004

Pasal 16 dalam UU No. 41 Tahun 2004 menjelaskan secara

enumeratif bahwa harta benda wakaf terdiri dari:

a. Benda tidak bergerak.

b. Benda bergerak.

Untuk lebih jelasnya, kedua benda wakaf tersebut akan penulis

jelaskan sebagai berikut:

a. Yang dimaksud dengan benda tidak bergerak disini meliputi:

1) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum

terdaftar.

2) Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri atas tanah

sebagaimana dimaksud pada huruf a.

3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.

4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan syariah

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Benda gerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta

benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:

1) Uang.

2) Logam mulia.

3) Surat berharga.

4) Kendaraan.

5) Hak atas kekayaan inteletual.

6) Hak sewa.

7) Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku (Anshori, 2005: 154).

Menurut pasal (21) dalam PP. No. 42 Tahun 2006 tentang

pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, benda bergerak selain

uang karena peraturan prundang-undangan yang dapat diwakafkan

sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syari'ah sebagai berikut:

a. Surat berharga yang berupa

1) Saham.

2) Surat utang Negara.

3) Obligasi pada umumnya.

4) Surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang.

b. Hak atas kekayaan intelekual yang berupa:

1) Hak cipta.

2) Hak merk.

3) Hak paten.

4) Hak desain industry.

5) Hak rahasia dagang.

6) Hak sirkuit terpadu.

7) Hak perlindungan varietas tanaman.

8) Hak lainnya.

c. Hak atas benda bergerak lainnya yang berupa:

1) Hak sewa, hak pakai dan hak pakai hasil atas benda bergerak.

2) Perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas benda

bergerak (Depag, 2007: 77).

BAB III

PROSES PERWAKAFAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF DI

PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA

I. Sekilas Tentang Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

1. Tokoh Pendiri Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

Kelahiran sebuah organisasi tidak bisa terlepas dari tiga pilar yakni

adanya kelompok manusia, kerja sama, dan tujuan. Muhammadiyah

sebagai organisasi kemasyarakatan dilahirkan atas dasar tiga pilar tersebut

baik dari tingkat pusat maupun ranting. Dalam setiap tingkatan organisasi

Muhammadiyah baik ranting, cabang, daerah proses awal berdirinya selalu

diikuti oleh tokoh-tokoh pendiri sebagai founding father-nya dari latar

belakang sosial ekonomi dan pendidikan yang beragam dengan komitmen

untuk bekerja sama dan mempunyai tujuan yang sama.

Proses kelahiran Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

juga tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berkiprah saat itu. Dari

merekalah sejarah Muhammadiyah Salatiga terukir dan berkibar hingga

saat ini, mereka adalah Tirto Husodo (Pekalongan), H. Asnawi, H. Nur, H.

Abdul Mu’in, Kyai Irsyam, Kyai Hasyim, KH. Dachlan (Suruh), KH.

Mansyur (Ambarawa), H. Qulyubi, H. Syamsul hadi (Suruh), H. Suwiryo,

dan Suryani (Buku Saku PDM Salatiga, 2010: 1).

2. Proses Berdirinya Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

Kurang lebih pada tahun 1930-an para tokoh tersebut berkumpul

dan bekerja sama untuk membentuk sebuah organisasi yakni

Muhammadiyah untuk wilayah Kab. Semarang dan Kota Salatiga yang

ditandai dengan adanya sekolah HIS Muhammadiyah, kini berubah

menjadi SD Muhammadiyah Plus Salatiga.

Para tokoh pendiri Muhammadiyah kala itu tidak hanya sebatas

berkumpul dan bersepakat mendirikan Muhammadiyah, namun sebagai

bentuk kongretnya mereka bersegera melakukan gerakan dakwah amal

makruf nahi munkar dengan mendirikan amal usaha sebagai bukti

aktifitasnya. Amal usaha pertama didirikan adalah pendidikan formal HIS

Muhammadiyah pada tahun 1932 yang merupakan cikal bakal

perkembangan lembaga pendidikan sampai saat ini.

Keberadaan HIS Muhammadiyah yang bangunannya didirikan di

atas tanah wakaf almarhum bapak Tirto Husodo (sekarang di Jl. Adisucipto

13 Salatiga dan digunakan sebagai TK Aisyiyah Bustanul Atfal Pembina)

kala itu sangat strategis dalam rangka kaderisasi dan dakwah

Muhammadiyah karena ia berada ditengah-tengah masyarakat Salatiga

yang kental dengan nuansa Kristen. Hal tersebut nampak jelas dari tata

kota yang tidak ada masjid disekitar alun-alun dan banyak lembaga-

lembaga Kristen ditempat-tempat strategis, sehingga dengan alasan

tersebut didirikan pendidikan HIS Muhammadiyah (Buku Saku PDM

Salatiga, 2010: 2).

3. Perkembangan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

Sejarah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga tidak bisa

dilepaskan dari sejarah perkembangan wilayah administrasi Kota Salatiga

itu sendiri yang kala itu hanya memiliki 1 kecamatan, sedangkan syarat

berdirinya Pimpinan Daerah Muhammadiyah minimal harus mempunyai

tiga pimpinan cabang. Sedangkan Cabang Muhammadiyah saat itu

kebanyakan dari Kabupaten Semarang, meliputi Cabang Muhammadiyah

Suruh, Cabang Muhammadiyah Susukan, Cabang Muhammadiyah

Tuntang, Cabang Muhammadiyah Ambarawa Dan Cabang

Muhammadiyah Salatiga Sebagai Pusatnya, Maka Muhammadiyah

Salatiga digabung dengan Kab. Semarang dengan nama Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kab. Semarang dan Kota Salatiga. Periode kepemimpinan

ini dimulai dari pasca kemerdekaan sampai dengan orde baru.

Setelah memasuki orde baru, tepatnya mulai tahun 1971

berdatangan tokoh-tokoh muda Muhammadiyah berpendidikan. Sejalan

dengan semangat pembangunan dan pembaharuan era tersebut, Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga mulai menggeliat untuk

mengembangkan amal usahanya. Semangat yang dibangun saat itu dimulai

dengan konsolidasi kepemimpinan Muhammadiyah.

Tokoh-tokoh muda Muhammadiyah yang datang dari luar Salatiga

antara lain: Achmadi (Yogyakarta), Hadits (Batam), Sucipto DS (Klaten),

Masykuri (Klaten), M. Syatibi (Solo), Ahmad Muhdi (Klaten), H.M. Bilal

(Klaten), H. Sardjito (Boyolali), dll. Mereka bersinergi dengan tokoh-tokoh

tua dan muda dari Salatiga seperti Djumadi, Machrus Anwar, Imam

Sumarno, M. Bilal, HM. Tohari, Muhadi, Muinun, Suhadi, dan M. Syafi’I

bersama-sama mengembangkan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga. Diantara mereka yang pernah menjabat menjadi PDM adalah H.

Djumadi, BA dan H. Achmadi.

Setelah tahun 1995 Muhammadiyah Salatiga menjadi Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dengan empat cabang yaitu PCM

Sidorejo, PCM Sidomukti, PCM Argomulyo, dan PCM Tingkir.

Berkat sinergitas seluruh tokoh Muhammadiyah, mulai tahun 70-an

Muhammadiyah Salatiga menunjukkan perkembangan yang signifikan

ditinjau upaya mengembangkan sarana dan prasarana amal usaha serta

pengembangan amal usahanya.

Setelah itu disusul generasi muda berikutnya, meliputi H.M. Zulfa,

Ali Muhson, H.M. Zuhri, Badwan, H. Usman Haryono, M. Thoha, Imam

Sutomo, Sutjipto, dll.

Diantara tokoh-tokoh tersebut yang menjadi ketua PDM Salatiga

selama orde baru sampai era reformasi yaitu, Achmadi periode 1981-1995

(tiga periode), M. Zulfa periode 1995-2001, Drs. Badwan, M, Ag periode

2001-2010 (dua periode), sedangkan untuk kepengurusan PDM Salatiga

periode 2010-2015 adalah Dr. Imam Sutomo,M. Ag (Buku Saku PDM

Salatiga, 2010: 11).

4. Organisasi Otonom (ORTOM) dan Amal Usaha Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga

a. ORTOM di Lingkup Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

Organisasi otonom Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga yang telah ada antara lain:

1) Nasyiyatul ‘Aisyiyah (NA).

2) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

3) Pemuda Muhammadiyah (PM).

4) Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM).

5) Perguruan Seni Beladiri Tapak Suci Putera Muhammadiyah

(TSPM).

Dilihat aktifitasnya sebagian besar ORTOM yang ada masih

belum berkembang sebagaimana yang diharapkan. Yang agak menonjol

baru beladiri tapak suci yang telah mempunyai anggota lebih kurang

600 orang.

Pimpinan daerah tapak suci putera Muhammadiyah 99 Salatiga

masih menjadi satu dengan Kab. Semarang dan mempunyai berbagai

cabang latihan yakni cabang latihan SMU Muhammadiyah Plus

Salatiga, SMP Muhammadiyah Salatiga, SD Muhammadiyah Plus

Salatiga, SMP Negeri 1 Ungaran, SMK Muhammadiyah Ungaran, SMP

Muhammadiyah Jambu, Panti Asuhan Amanah Ambarawa, Panti

Asuhan Keluarga Sakinah Banyubiru, MTS Sudirman Truko, SMP

Muhammadiyah Suruh, SMK Muhammadiyah Suruh, SMP Negeri 1

Suruh, SMP Negeri 2 Suruh, SD Nergeri Plumbon 1 dan 2, SMK

Muhammadiyah Susukan, dll (Buku Saku PDM Salatiga, 2010: 35).

b. Amal Usaha Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sebagai salah

satu alat perjuangan umat Islam Indonesia yang berbentuk organisasi

atau sering disebut dengan Persyarikatan Muhammadiyah mempunyai

maksud dan tujuan yakni ‘‘Menegakkan dan Menjunjung Tinggi Agama

Islam sehingga Terwujud Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya’’.

Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah sebagai

bentuk organisasi menggunakan cara dan usaha sebagai berikut:

1) Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melakukan

dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid yang diwujudkan

dalam usaha disegala bidang.

2) Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha,

program, dan kegiatan yang macam dan penyelenggaraannnya

diatur dalam anggaran rumah tangga.

3) Penentu kebijakan dan tanggung jawab amal usaha, program dan

kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah (Buku Saku PDM

Salatiga, 2010: 38).

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sebagai salah

satu Struktur pimpinan Muhammadiyah di tingkat Kota telah

mewujudkan amal usaha diberbagai bidang guna mencapai tujuan

Muhammadiyah. Amal usaha tersebut adalah:

1) Lembaga Pendidikan

Tabel 3.1 Lembaga Pendidikan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga

No SEKOLAH TEMPAT

1 TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) Pembina Kalicacing 2 TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) 3 Nanggulan 3 TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) 4 Tegalrejo

2) Panti Asuhan

Tabel 3.2 Lembaga Amal Sosial Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga

No PANTI ASUHAN TEMPAT 1 PA Putera Abu Hurairah Muhammadiyah Kauman 2 PA Puteri ‘Aisyaiyah Sinoman

3) Masjid

Tabel 3.3 Tempat Ibadah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga

No TEMPAT IBADAH TEMPAT 1 Masjid Ar Rohman Mangunsari

4) LAZIM (Lembaga Amal Zakat Infak dan Sodaqoh

Muhammadiyah).

LAZIM adalah lembaga nirlaba tingkat daerah yang

berkidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan

secara produktif dana zakat, infaq, wakaf dan dana kedermawanan

lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi

lainnya.

Amal usaha penyaluran LAZIM Kota Salatiga selama ini

meliputi, pemberian Bea Siswa untuk prmbayaran SPP siswa tidak

mampu, Usaha ekonomi produktif berupa pinjaman tanpa bunga

kepada UKM, Program usaha peternakan kambing, Bantuan bea

hidup dhuafa, Bantuan kepada panti asuhan, TPA binaan, dan

Pesantren liburan sekolah.

5) Koperasi Surya Utama

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga pada tahun

2006 dalam rangka pengembangan usaha dibidang ekonomi

membentuk koperasi serba usaha yang bernama “Koperasi Surya

Utama”. Anggotanya terdiri dari pimpinan dan simpatisan

Muhammadiyah Kota Salatiga.

Bidang usaha yang saat ini dikembangkan adalah simpan

pinjam, antar jemput anak sekolah, pelayanan catering dan juga

menyediakan seragam dan alat tulis anak sekolah.

5. Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

Gambar 3.1 Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga periode

2010-2015 sesuai dengan papan struktur organisasi di kantornya.

Organisasi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga telah

memiliki struktur kepengurusan yang diharapkan secara kompak bersama-

sama untuk membangun masyarakat sekitar dalam mengembangkan

kehidupan warga Kota Salatiga baik untuk kesejahteraan umat maupun

untuk internal di dalam kepengurusan.

Ketua

Dr. Imam Sutomo, M. Ag

Drs.H. Ali Muchson, M.H

Pembina Majlis Tabligh dan Pembina Majlis Wakaf dan

Kehartabendaan

Drs. Juz’ann, M.Hum

Pembina Majlis Pemberdayaan Masyarakat dan Pembina Majlis

Pustaka dan Informasi

Ust. Yahya, S.Ag

Pembina Majlis Tarjih dan Tajdid

Drs. Badwan,M.Ag

Pembina Majlis Pelayanan Sosial dan Pembina Lembaga Pengembangan Cabang dan

Ranting

Drs. H. Usman Haryono

Pembina Majlis Pelayanan Kesehatan Umum dan Pembina

Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan

Drs. Sir Samsuri, M.Hum

Pembina Majlis Dikdasmen

Sekretaris I

Dr. Adang Kuswaya, M. Ag

Kekretaris II

Hammam, M. Pd

Bendahara I

H. Makachin Pembina Lembaga Zakat

dan Kewirausahaan

Bendahara II

Amar Ma’ruf Fakhrudin, S.Pd,M.M

Pembina Majlis Ekonomi dan Kewirausahaan

Penasehat

Drs. H. Hadits

Penasehat

Dr. H. M. Zulfa,M. Ag

Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga terdiri

dari seorang ketua, dan dibantu oleh bendahara, sekretaris, serta bidang-

bidang yang lain guna untuk kelancaran kegiatan dalam mewujudkan

tujuan organisasi ini yaitu:

”Menegakkan dan Menjunjung Tinggi Agama Islam sehingga

Terwujud Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya”, terang Imam

Sutomo selaku ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

menjelaskan visi dari Muhammadiyah yang dipimpinnya saat ini periode

2010-2015 saat diwawancarai di kantornya.

J. Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

1. Penyebaran tanah wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga

a. Tanah Wakaf di Sidorejo

Hasil wawancara dengan Bapak Surono selaku petugas TU

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, bahwa aset tanah

wakaf yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga yang berada di daerah Sidorejo, tepatnya beramalat di Jl.

Kauman No 32 desa Sidorejo Lor Kota Salatiga adalah salah satu tanah

yang diwakafkan oleh Ibu Soelasmi binti Paiman dengan luas tanah ±

450 M². Tanah tersebut bersertifikat tanah wakaf dengan nomor hak

milik 624 menurut akta Ikrar Wakaf tanggal 15 Juli 1992 No.

W.2/95/K.Tahun 1992 yang dibuat oleh Drs. Fu’ad F selaku PPAIW

Kec Kota Salatiga yang dipergunakan untuk tempat sosial permintaan

dari si wakif.

Selain itu, tanah wakaf yang lokasinya sama tepat didepannya

dengan sertifikat hak milik no 565 dari keluarga Hj. Rahmah Sanyoto

selaku wakif dengan luas tanah ± 720 M², diwakafkan untuk asrama

yatim piatu berdasarkan akta ikrar wakaf tanggal 3 Juli 1995 No.

BA.03.2/5/VIII/1995 yang dibuat oleh Nuhdin kepala Kantor Urusan

Agama/PPAIW Kec. Sidorejo.

Sedangkan pihak Muhammadiyah selaku penerima wakaf

menunjuk beberapa orang dari pengurus untuk menjadi nadzir dalam

proses penerimaan tanah wakaf, yaitu M. Bilal, H. Tohari, Surono,

Mulyoto dan Rahman untuk menjadi nadzir menerima wakaf dari Ibu

Sulasmi, serta tanah wakaf dari keluarga Hj. Rahmah Sanyoto diterima

dengan nadzir yang ditunjuk meliputi, M. Bilal, H. Tohari,

Surono,Imam Sumarno dan Mahrus LA. Letak tanah wakaf di Kauman

ini terbilang sangat strategis sebab berada disamping jalan alternative

untuk pengguna jalan menuju jantung Kota Salatiga, sehingga bagi

orang yang melintas jalan tersebut akan langsung dapat mengetahui

kondisi sekitar.

Dengan melihat kondisi yang telah sedikit digambarkan diatas,

maka prospek tanah wakaf ini sangat bagus untuk dikelola kedepannya,

karena memang tata letak tanah yang strategis berada di Salatiga kota

dan banyak orang yang dapat memperhatikan kondisi pengelolaan

tanah wakaf tersebut yang tentunya kedepannya dapat terus

dikembangkan.

Penjelasan : Batas tanah ini

Gampar 3.2 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 624

Penjelasan : Batas tanah ini

Gampar 3.3 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 565

b. Tanah Wakaf di Nanggulan

Wawancara dengan Hj Haiyinah Djaelani (sebagai istri/pewaris

Djaelani alm) selaku wakif tentang Sebidang tanah seluas ± 207 m²

yang beralamat di Nanggulan No 29 Kelurahan Kutowinangun

Kecamatan Tingkir Salatiga adalah salah satu aset tanah yang dimiliki

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga.

Tanah yang telah berdiri sebuah bangunan permanen dengan

status sertifikat tanah wakaf dengan nomor hak milik 2191 menurut

Sudarwo

Sudarwo

Jl.Kauman

Marfu’ah Karsodihardjo

Abdul Jalil

Djadjuli

Sudarwo

Slamet Rahardjo

Sudarwo

Mardjono

akta Ikrar Wakaf tanggal 20 September 1986 yang dibuat oleh PPAIW

Kec Kota Tingkir yang dipergunakan untuk tempat pendidikan TK.

Berdasarkan pengamatan langsung dilapangan bahwa lembaga

pendidikan TK ini sangat berpotensi untuk rekrutmen anak-anak kecil

untuk belajar dikarenakan memang posisinya sangat strategis ditengah-

tengah perkotaan yang belum berdiri lembaga pendidikan TK di daerah

yang berada disamping jalan utama tersebut. Sehingga untuk

kedepannya dapat selalu mencerdaskan anak-anak didik sehingga dapat

menjadi anak yang berguna.

Penjelasan : Batas tanah ini

Gampar 3.4 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 2191

c. Tanah Wakaf di Sinoman

Aset tanah wakaf yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga yang berada di daerah Sidorejo lainnya,

yaitu tepatnya berada diamalat Jl. Imam Bonjol No No. 45 A kelurahan

Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga adalah salah satu tanah

yang diwakafkan oleh Bapak H. Moh. Ramly Hanafie dan istrinya Ibu

Hj. Siti Rohana dengan luas tanah ± 175 M². Tanah yang bersertifikat

tanah wakaf dengan nomor hak milik 3302 menurut akta Ikrar Wakaf

Jln. Tanggulayu Wiryo taruno

B.Karto dimedjo

Parto

tanggal 6 Oktober 1227 No. BA 032/20/X.Tahun 1992 yang dibuat

oleh Nuhdin PPAIW Kantor Urusan Agama Kec Sedorejo Kota

Salatiga yang dipergunakan untuk tempat Lembaga Pendidikan TK

Aisyiah.

Namun berdasarkan rapat dari pengurus Muhammadiyah yang

mempertimbangkan bahwa saat itu belum ada asrama panti asuhan

puteri, maka penggunaan tanah wakaf ini dialih fungsikan sebagai

asrama panti asuhan puteri ‘Aisyiah. Sesuai dengan kesepakatan dari si

wakif, maka tanah wakaf yang diterima oleh Pengurus Muhammadiyah

dengan nadzir yang ditunjuk adalah Bapak Imam Sumarno, H. Moh

Toehari, dan Drs. Mu’inun akhirnya pengelolaan tanah wakaf tersebut

digunakan sebagai asrama panti asuhan puteri ‘Aisyiah hingga saat ini,

hasil wawancara dengan Bapak Sulaiman Ghofar S selaku pengasuh

panti asuhan puteri Aisyiah.

Dilihat dari letak geografisnya, tanah wakaf yang berada

disamping jalan utama, sangat berpotensial untuk digunakan amal

sosial dalam menyantuni anak yatim, fakir miskin dan anak yang

terlantar. Terbukti dengan adanya setiap tahun jumlah anak yang

tinggal diasrama selalu bertambah.

Hm. 74 Sah

Jalan

Tanah Yason

Hm

. 71 Sah Tana

h Y

ason

Penjelasan : Batas tanah ini

Gampar 3.5 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 3302

d. Tanah Wakaf di Bugel

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga memiliki aset

tanah wakaf yang berada di daerah Kecamatan Sidorejo, tepatnya

beramalat di Dukuh Krajan, Kelurahan Bugel 01/02 Kecamatan

Sidorejo Kota Salatiga yakni tanah yang diwakafkan oleh Nusaernie

Irsyam dengan sebidang tanah seluas ± 263 M². Tanah yang

bersertifikat tanah wakaf dengan nomor hak milik 00003 menurut akta

Ikrar Wakaf tanggal 19 Desember 2002 No. K.01/BA.00/079/2003

yang dibuat oleh PPAIW Kec Kota Salatiga yang dipergunakan untuk

pendidikan agama Islam dari wakif.

Sedangkan pihak Muhammadiyah selaku penerima wakaf

menunjuk beberapa orang dari pengurus untuk menjadi nadzir dalam

proses penerimaan tanah wakaf, yaitu Kamali, BA, Sardi, SPd, M.

Thoha. Drs. Mu’inun, dan Mansuri.

Namun hingga saat ini satus tanah wakaf di Bugel masih

tergolong lahan kosong, sebab dari pihak Muhammadiyah selaku

pengelola belum dapat memanfaatkan tanah wakaf tersebut sesuai

dengan niatan si wakif dikarenakan kondisi tanah tidak strategis untuk

dibangun untuk tempat pendidikan. Sesuai dengan wawancara dengan

pengurus Muhammadiyah terkait dengan status tanah wakaf di Bugel

akan dikelola jikalau kondisi sudah memungkinkan untuk didirikan

tempat pendidikan. Data diperoleh dari Bapak Badwan dulu menjabat

sebagai ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dua

periode 2001-2010 sekarang sebagai Pembina Majlis Pelayanan Sosial

dan Pembina Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting.

Penjelasan : Batas tanah ini

Gampar 3.6 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 00003

e. Tanah Wakaf di Mangunsari

Yang selanjutnya Aset tanah wakaf lainnya yang dimiliki oleh

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga adalah tanah wakaf

yang berada di daerah Jl. Dk. Cabean, Mangunsari Kota Salatiga.

Tanah ini merupakan tanah wakaf dari Much Suryani Ma’ruf.

Tanah dengan nomor sertifikat 1980 dengan luas tanah ± 104 M²

yang telah didaftarkan sebagai tanah wakaf pada tanggal 19 Februari

1991 berdasarkan akta Ikrar wakaf No. W.2/25/K/1991 Tgl. 20-2-1991

yang dibuat oleh PPAIW Kec. Kota Salatiga diwakafkan untuk

pembangunan Mushola dari si wakif, dengan nadzir bapak Muh. Tasrif,

Abdul Rohman, dan M. Fatkhurohman.

Bambang Jala

n

Jalan

Achmad

Tanah yang telah berdiri bangunan tegak sebuah masjid sangat

bermanfaat bagi masyarakat sekitar, terbukti dengan adanya berbagai

kegiatan yang telah dilangsungkan dimasjid tersebut, seperi tempat

ibadah serta digunakan sebagai tempat pendidikan keagamaan TPQ

untuk anak-anak. Selin itu juga digunakan sebagai tempat dakwah

dengan dilangsungkannya pengajian yang dilakukan setiap minggu di

masjid tersebut.

Penjelasan : Batas tanah ini

Gampar 3.7 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 1980

f. Tanah Wakaf di Tegalrejo

Selanjutnya Sebidang tanah seluas ± 400 m² dengan status

sertifikat tanah wakaf dengan nomor hak milik 238 yang beralamat di

Jl. Kentengraya RT 04/ RW 05 kelurahan Tegalrejo Kecamatan

Argomulyo Salatiga adalah salah satu aset tanah yang dimiliki

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang dipergunakan

untuk tempat pendidikan TK.

Posisi lembaga pendidikan TK ini letaknya sangat strategis

sebab berada di samping jalan Kentengraya serta satu-satunya lembaga

pendidikan TK yang berada dilokasi tersebut, sehingga setiap tahun

Tanah Yasan

Ja

lan

Jalan

Tanah Yasan

ajaran baru pendaftaran sisiwa baru selalu dibanjiri oleh anak-anak

yang akan belajar.

Sehingga dengan adanya lembaga pendidikan TK yang berdiri

di daerah tersebut sangat membantu bagi masyarakat untuk

mencerdaskan anak-anak generasi bangsa mereka.

g. Tanah Wakaf di Kalicacing

Hasil wawancara dengan bapak Surono selaku petugas TU

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang memegang

sertifikat tentang aset tanah wakaf lainnya yang dimiliki oleh Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga adalah tanah wakaf yang berada

di daerah jl. Adi Sucipto No 13 Kalicacing Kota Salatiga. Tanah ini

merupakan tanah wakaf dari bapak Tirto Husodo (alm) yang letaknya

sangat strategis untuk kaderisasi dan dakwah Muhammadiah karena

berada ditengah-tengah masyarakat Salatiga yang kental dengan nuansa

Kristen.

Tanah dengan nomor sertifikat 982 dengan luas tanah ± 661 M²

yang telah didaftarkan sebagai tanah wakaf pada tanggal 8 Februari

1993 berdasarkan akta Ikrar wakaf No. W.2/93/K/1992 Tgl. 22-6-1992

yang dibuat oleh Drs. Fu’ad F. PPAIW di Salatiga diwakafkan untuk

sekolahan dari si wakif, dengan nadzir bapak M. Bilal, Mahrus BA,

dan Drs. Hadis.

Dengan melihat posisi tanah yang keberadaannya dekat dengan

alun-alun kota Salatiga, hal ini menunjukkan bahwa tanah tersebut

berada dijantung kota, sehingga dengan pengelolaan secara maksimal,

maka usaha dakwah dari Muhammadiyah akan dapat berjalan optimal

untuk mencetak regenerasi yang berkualitas.

2. Jumlah Aset Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga

Dari sepanjang fakta yang ditemui di lapangan secara langsung

terkait dengan aset tanah wakaf yang dipunyai oleh Pengurus

Muhammadiah Kota Salatiga selama ini telah mencapai 8 (delapan) tanah

yang tersebar disejumlah wilayah daerah di Kota Salatiga dengan jumlah

keseluruhan 2980 m², data diperoleh melalui H. Sutjipto selaku ketua

Majelis Wakaf dan Kehartabendaan.

Disetiap kecamatan kota Salatiga terdapat tanah wakaf yang

dimiliki oleh Pimpinan Daerah Muhammadiah Kota Salatiga yang

meliputi, Pertama, Kecamatan Sidorejo terdapat 3 (tiga) aset tanah wakaf

yang terletak di Kelurahan Sidorejo Lor dengan luas 450 m² dengan nomor

sertifikat hak milik 624 dan tanah luas 720 m² dengan nomor sertifikat hak

milik 565, di Kelurahan Bugel dengan luas 263 m² Nomor sertifikat hak

milik 00003, serta di Sinoman dengan luas 175 m² dengan nomor sertifikat

hak milik 3302.

Kedua, Kecamatan Tingkir hanya ada satu tanah wakaf yang

terdapat dikecamatan ini, yaitu di kelurahan Nanggulan dengan luas 207

m² Nomor sertifikat hak milik 2191. Ketiga Kecamata Argomulyo juga

terdapat satu aset tanah wakaf Muhammadiyah yang terletak di Kelurahan

Tegalrejo dengan luas 400 m² Nomor sertifikat hak milik 238, serta yang

terakhir keempat, Kecamatan Sidomukti tersebar dua tanah wakaf yang

berdomisili di Kelurahan Kalicacing dengan luas 661 m² Nomor sertifikat

hak milik 988, dan Mangunsari dengan luas 104 m² Nomor sertifikat hak

milik 1980.

Sampai dengan dewasa ini, proses wakaf yang ada di Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga bersifat pasif, dalam arti bahwa

Pengurus Muhammadiyah hanya menunggu dan akan menerima bagi orang

yang akan mewakafkan tanahnya untuk digunakan dan dikelola untuk

kepentingan kemaslahatan bagi masyarakat. Seperti halnya dengan kasus

yang sudah-sudah, bahwa semua aset wakaf yang dimiliki Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga atas kesadaran pewakif yang

mempercayakan tanahnya kepada Muhammadiyah untuk dikelola dengan

baik.

Dari uraian diatas dapat digambarkan dengan tabel sebagai berikut.

Tabel 3.4 Penyebaran Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah di Tiap

Kecamatan Salatiga

No Letak Tanah No. Hak Milik Luas

1. Kec.Sidorejo Sidorejo 624 dan 565 450 m² dan 720 m²

Sinoman 3302 175 m²

Bugel 00003 263 m²

2. Kec. Tingkir Nanggulan 2191 207 m²

3. Kec. Argomulyo Tegalrejo 238 400 m²

4. Kec. Sidomukti Kalicacing 988 661 m²

5. Mangunsari 1980 104 m²

3. Peruntukan tanah wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga

Wakaf adalah salah satu konsep pemberian harta yang terdapat di

dalam Islam. Konsep ini juga adalah berlandaskan konsep sedekah.Wakaf

juga merupakan salah satu sarana untuk membangun ekonomi masyarakat,

wakaf sangat dibutuhkan untuk membantu saudara-saudara kita yang

berada digaris kemiskinan. Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran

Islam yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah

ijtima’iyah (ibadah sosial).

Sebagaimana institusi keagamaan Islam lainnya, wakaf tidak kalah

pentingnya dalam mengentaskan kemiskinan dan membangun ekonomi

umat. Betapa besar potensi wakaf di Indonesia, namun sampai dewasa ini

belum maksimal dikelola. Dalam kaitan dengan keterpurukan ekonomi

nasional dewasa ini, mencari solusi dengan memberdayakan potensi wakaf,

merupakan sebuah tuntunan zaman. Untuk itu, membangun kesamaan

persepsi dan selanjutnya dengan payung hukum yang sama pula perlu aksi

untuk menjadikan potensi wakaf sebagai sebuah kekuatan ekonomi baru

Indonesia kedepan.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam hal ini

merupakan salah satu organisasi keagamaan yang berada di Kota Salatiga,

sedikit banyaknya telah menerapkan wakaf sebagai amal usaha untuk

kemaslahatan masyarakat. Sejauh ini, amal usaha yang dilakukan melalui

pengelolaan tanah wakaf dari beberapa masyarakat yang mempercayakan

tanahnya untuk dikelola oleh Muhammadiyah sudah diterapkan untuk

kepentingan pendidikan, bidang sosial dengan penyantunan anak yatim

dengan mendirikan panti asuhan, serta tempat ibadah berupa masjid.

Pertama, tanah wakaf yang dimiliki Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga dialokasikan dalam bidang pendidikan. Dari

adanya tempat pendidikan yang dikelola oleh Muhammadiyah, organisasi

ini telah ikut andil dalam mencerdaskan generasi-generasi muda penerus

bangsa yang berkualitas, dengan harapan kedepannya belenggu kemiskinan

dapat terentaskan.

Kedua, pengelolaan tanah wakaf yang diperuntukan bidang sosial

dalam bingkai mendirikan panti asuhan, dengan harapan bahwa tidak akan

ada lagi anak yatim, anak miskin yang terlantar dan tidak ada yang putus

sekolah, sehingga kesejahteraan umat dapat terbina.

Ketiga, tanah wakaf yang dimiliki Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga dialokasikan dalam bidang ibadah.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga mendirikan masjid di atas

tanah wakaf yang diperuntukkan tempat ibadah bagi masyarakat sekitar,

serta pemanfaatan untuk kegiatan keagamaan, dengan harapan bahwa

dengan adanya sarana tempat ibadah dapat membantu untuk melakukan

dakwah melalui sarana tersebut.

Dari uraian di atas, tergambar bahwa pengelolaan tanah wakaf

secara produktif mempunyai arti yang sangat penting bagi kesejahteraan

umat Islam dalam bidang pendidikan maupun di bidang sosial, dan ibadah,

sehingga dapat mencetak ulama intelek, “intelek ulama”, sebuah cita-cita

luhur dan mulia yang ingin dihasilkan oleh KH. Ahmad Dahlan selaku

pendiri organisasi Muhammadiyah melalui berbagai macam amal usaha

yang dilakukan, khususnya dalam bidang pendidikan dan sosial.

Dalam tabel:

Tabel 3.5 Peruntukan Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga

No LETAK TANAH LUAS PERUNTUKAN

1. Sidorejo 450 m² dan 720

Panti Asuhan Putera Abu Hurairah dan Kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

2. Nanggulan 207 m² TK ABA 3

3. Tegalrejo 400 m² TK ABA 4

4. Sinoman 175 m² Panti Asuhan Puteri Aisyiyah

5. Kalicacing 661 m² TK ABA Pembina

6. Bugel 263 m² Lahan kosong

7. Mangunsari 104 m² Masjid

K. Proses Perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

Hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Fauzan, selaku sekretaris

Majelis Wakaf dan Kehartabendaan dan bapak Badwan, selaku Pembina

Majlis Pelayanan Sosial dan Pembina Lembaga Pengembangan Cabang dan

Ranting menjelaskan mekanisme terjadinya proses wakaf tanah di Pengurus

Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang tersebar di beberapa wilayah

dengan memaparkan tata cara sebagai berikut:

Wakif ketika hendak mewakafkan hartanya, ia mendatangi kantor

Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga terlebih dahulu kemudian

menyampaikan niatnya untuk mewakafkan hartanya kepada pengurus, yang

selanjutnya diterima oleh nadzir yang ditunjuk dari beberapa pengurus

Muhammadiyah sendiri yaitu pengurus harian Muhammadiyah yang terdiri

dari ketua, sekretaris, bendahara serta ditambah pula dengan bidang wakaf

untuk menjadi nadzir.

“Dengan adanya orang yang ingin mewakafkan tanahnya kepada

Muhammadiyah kita terima niat dari si wakif tersebut, begitu pula kami dari

pengurus Muhammadiyah akan mengelola tanah wakaf sesuai dengan

permintaan si wakif, maupun dipercayakan sepenuhnya kepada

muhammadiyah untuk dikembangkan buat dakwah, memang saat ini masih

ada tanah wakaf yang belum kami kelola sebab melihat kondisi tanah wakaf

yang berada di daerah Bugel dipandang tidak strategis yang masih diarea

perkebunan, sedangkan niat si wakif ingin didirikan sebuah pendidikan agama

Islam, tetapi jika kondisi sudah memungkinkan untuk dapat dikelola akan kita

laksanakan amanah tersebut”, ungkap Bapak Badwan menjelaskan saat

diwawancarai di kantornya.

Selanjutnya, dalam pengelolaan tanah wakaf tersebut tidak dibebankan

kepada nadzir, namun dibentuk badan otonom tersendiri yang fokus untuk

mengurus secara serius disetiap bidang agar pengelolaan dapat berjalan secara

maksimal, baik pendidikan, panti asuhan, maupun tempat ibadah.

Akhirnya setelah proses diatas sudah berjalan, maka si wakif dan

nadzir mendatangi Kantor Urusan Agama (KUA) untuk mengurusi surat-

menyurat tanah wakaf dengan mengajak beberapa saksi serta membawa surat-

surat bukti kepemilikan tanah, kemudian Kepala KUA selaku Pejabat Pembuat

Ikrar Wakaf (PPAIW) memberikan Salinan Ikrar Wakaf (AIW) nya yang telah

dibumbuhi tanda tangan PPAIW, wakif, nadzir, dan para saksi untuk

selanjutnya Kepala KUA tersebut meneruskan kepada Walikota c.q

Departeman Pertanahan untuk mendapatkan sertifikat (legalitas).

Proses wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga penulis paparkan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Orang yang berwakaf (Wakif)

Dari beberapa orang pewakif untuk mewakafkan tanahnya rata-rata

mereka mengharapkan tanah wakafnya bisa digunakan (dikelola) oleh

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sebagai amal usaha yang

digunakan untuk berbagi untuk kemaslahatan umat.

Ambillah contoh tanah yang diwakafkan oleh Bapak Tirto Husodo

bermaksud mewakafkan tanahnya untuk kepentingan pendidikan di Kota

Salatiga. Begitu pula dengan Bapak Mayor Hanafi, Soelasmi, Siti

Rochiyah, Rochadiono, Dr. Wibowo Hariyanto dan Tutik Safarini, yang

mana mereka mewakafkan tanahnya untuk kepentingan sosial dengan

dipergunakan sebagai panti asuhan bagi anak yatim piatu, fakir miskin,

maupun anak-anak yang terlantar. Serta wakaf dari bapak Much. Suryani

Ma’ruf yang diperhunakan sebagai tempat ibadah.

2. Harta yang diwakafkan (benda wakaf)

Adapun benda wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kota Salatiga setelah diadakan penelitian, ternyata hanya ada 8 benda

wakaf tetap yang berupa tanah. Kemudian dalam hasil penelitian

keseluruhan itu ada 3093 m² dengan data tabel yaitu:

Tabel 3.6 Wakif Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

sesuai dengan sertifikat tanah wakaf

No WAKIF LETAK TANAH LUAS

1. Soelasmi dan Hj. Rahmah Sanyoto Sidorejo 450 m²

2. Hj Haiyinah Djaelani (sebagai istri/pewaris

Djaelani alm) Nanggulan 207 m²

3. Data tidak ditemukan Tegalrejo 400 m²

4. Mayor Hanafi Sinoman 175 m²

5. Tirto Husodo Kalicacing 661 m²

6. Nusaernie Irsyam Bugel 263 m²

7. Much. Suryani Ma’ruf Mangunsari 104 m²

3. Mauquf ‘alaih (Tujuan Wakaf )

Pihak penerima wakaf (Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga) yang kantornya beralamat di Jln Kauman No 32 Salatiga dapat

dilaporkan disini tidak ada tanah wakaf untuk usaha produktif. Dari semua

tanah wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

ini seluas 2980 m², yang keseluruhan tempatnya berjauhan. Seperti yang

ada di Sidorejo, Nanggulan, Tegalrejo, Sinoman, Kalicacing dan

Mangunsari. Untuk tempat pendidikan yaitu di Nanggulan, Tegalrejo, dan

Kalicacing, sedangkan tempat ibadah di Mangunsari, serta yang lain

diperuntukkan guna amal sosial dengan didirikan panti asuhan yaitu di

Sinoman, dan Sidorejo.

Menentukan tujuan mewakafkan harta bendanya harus jelas,

sehingga tujuan wakaf tidak dapat digunakan untuk kepentingan maksiat.

Dalam hal ini pemanfaatan tanah wakaf yang ada di Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga dipergunakan untuk kegiatan pendidikan,

ibadah dan penyantunan anak yatim.

4. Sighot atau ikrar/pernyataan wakaf

Ikrar wakaf adalah bukan hukum yang bersifat deklaratis (sepihak)

oleh karena itu tidak dipakai qabul (penerimaan) dari orang yang

menerima wakaf tersebut, seperti itulah proses serah terima tanah wakaf

yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga juga terjadi

ikrar yang dilakukan pewakaf sebagaimana “Saya Serahkan Tanah Ini

Kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga untuk

dimanfaatkan kegunaannya sesuai dengan syari’at Islam”, oleh pewakif

dan disaksikan oleh saksi dan diterima oleh nadzir/penerima wakaf.

Adapun tata cara wakaf yang ada di Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga sebagai berikut:

Semua pengurus dapat menerima wakaf, akan tetapi pada umumnya

pernyataan wakaf itu dilaksanakan di kantor Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga, dilanjutkan penyerahan secara resmi yaitu

pernyataan wakaf, kemudian pihak penerima menyatakan menerimanya,

dengan penyerahan surat-surat dari wakif kepada nadzir dan disaksikan

oleh pengurus inti. Cara ini tetap berjalan, namun juga mengikuti tata cara

yang berlaku sesuai dengan perundang-undangan di Indonesia dengan

dilakukan Pedaftaran tanah wakaf di Kantor Pertanahan setempat. Hal ini

dijelaskan pada Pasal 32 UU No 41 Tahun 2004 jo Pasal 10 PP No 28

Tahun 1977 jo Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6 Tahun 1977 tentang

Pendaftaran Dan Pengumuman Harta Benda Wakaf.

5. Nadzir

Dengan adanya orang yang mewakafkan tanahnya di Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, maka sebagai rukun sahnya proses

wakaf, harus ada nadzir untuk menerima tanah wakaf tersebut. Sedangkan

sistem yang berjalan ditubuh organisasi Muhammadiyah Salatiga untuk

menunjuk sebagai nadzir mereka adalah orang yang menjabat sebagai

pengurus di Muhammadiyah. Serta yang dapat menjadi nadzir dalam

organisasi tersebut adalah pengurus harian Muhammadiyah yang terdiri

dari ketua, sekretaris, dan bendahara serta jika dibutuhkan ditambah

dengan bidang wakaf dan petugas kesekretariatan.

Sehingga dari uraian di atas dapat ditarik garis besarnya, bahwa

nadzir di Muhammadiyah adalah pengurus Muhammadiyah, jadi selama

masih menjabat menjadi pengurus Muhammadiyah masih dapat menjadi

nadzir dalam menerima wakaf dari orang yang akan mewakafkan tanahnya

kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga.

L. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kota Salatiga

Macam-macam Usaha Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

dalam pengelolaan tanah wakaf untuk pemberdayaan umat meliputi:

1. Bidang Pendidikan

a. TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) Pembina

Wawancara yang dilakukan dengan Ibu Murtini selaku Kepala

sekolah menjelaskan bahwa TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA)

Pembina didirikan sejak tanggal 16 Agustus 1956 yang beralamat di Jl

Adi Sucipto No. 13, Kalicacing, Sidomukti Salatiga dengan agreditasi

A dan pada tahun ajaran 2012/2013 ada 70 anak didik yang belajar di

TK tersebut yang terdiri dari kelas A 12 Laki-laki, 18 perempuan dan

kelas B 21 Laki-laki, 19 perempuan.

Model pembelajaran di TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA)

Pembina yang digunakan sekarang adalah Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) dengan ditambah kegiatan ekstra kurikuler

meliputi, melukis, bahasa inggris, seni tari, iqro’, seni baca Al-Qur’an,

persholatan, seni music dan juga drum band. Selain itu juga ada

kegiatan sosial kemasyarakatan yang diikuti yaitu, manasik haji, pawai

ta’aruf, kunjungan kepanti asuhan, pesantren ramadhan dan pengajian

wali murid.

b. TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 03

TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 03 didirikan sejak tanggal

17 Agustus 2005 yang beralamat di Jl Tanggulayu 03/03 Nanggulan

kecamatan Tingkir Salatiga dengan status taman pendidikan swasta

agreditasi A Tahun 2006.

Menurut Ibu Mistinah yang menjabat sebagai kepala sekolah

saat ini, dengan adanya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ini, TK

‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 03 mempunyai tujuan bahwa anak

yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat

perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal didalam

memasuki pendidikan dasar serta mengurangi kehidupan dimasa

dewasa. Yaitu melalui program sekolah yang selalu dilakukan dan

ditingkatkan bagi anak-anak didik meliputi, manasik haji, penimbangan

BB dan TB, pemeriksaan kesehatan, Halal bihala, kunjungan kepanti

asuhan, penghijauan, out bond, Drum Band, wisata buku, festifal seni

dan pentas seni.

c. TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 04

TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 04 didirikan sejak tanggal

15 Juli 1985 yang beralamat di Jl. Kentengraya RT 04/ RW 05

kelurahan Tegalrejo Kecamatan Argomulyo Salatiga dengan status

taman pendidikan swasta agreditasi B tahun 2007 dan pada tahun

ajaran 2012/2013 ada 40 anak didik yang belajar di TK tersebut yang

terdiri dari kelas A 12 Laki-laki, 10 perempuan dan kelas B 12 Laki-

laki, 6 anak perempuan, yang diampu oleh 3 tenaga pengajar meliputi

ibu Taryati, Ibu Novita Astuti Jadi Kusumo, dan Nur Ida Royani.

Dibawah kepemimpinan Ibu Taryati sebagai kepala TK

‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 04, Ia mempunyai tujuan agar dapat

menjadikan anak-anak yang mandiri, berkarakter, dan berakhlak mulia

sesuai nilai-nilai Islami.

2. Bidang Sosial/Penyantunan Anak Yatim

a. Panti Asuhan Puteri Aisyiyah

Panti Asuhan Puteri Aisyiyah Kota Salatiga didirikan sejak 6

Januari 2002. Panti ini didirikan di bawah naungan Organisasi Aisyiyah

(yaitu Organisasi Otonom Muhammadiyah) bagian pembinaan

kesejahteraan sosial dengan nama “Panti Asuhan Puteri Aisyiyah”

Kota Salatiga dengan pengasuh Ibu Pursini ditemani dengan suaminya

Bapak Sulaiman G.S.

Panti Asuhan Puteri Aisyiyah tersebut beralamat di Jl. Imam

Bonjol No. 45 A Salatiga dengan gedung Lantai II untuk Asrama

tempat tinggal, dan hingga Sampai sekarang telah mempunyai 21 orang

anak asuh.

Kegiatan yang diberikan kepada anak-anak panti tidak hanya

pendidikan formal saja, namun mereka juga dibekali dengan kegiatan

penunjang ketrampilan ataupun keagamaan, seperti kultum, qiraah,

hafalan juz ‘ama, les bahasa inggris, dan ketrampilan menjahit dengan

harapan nantinya setelah pulang kerumahnya masing-masing dapat

menjadi anak yang mandiri dan mensejahterakan keluarganya.

Sesuai dengan wawancara yang dilakukan di asrama panti

bersama Ibu Pursini dan bapak Sulaiman G.S mengungkapkan bahwa

keinginan mereka adalah:

1) Memberikan pelayanan yang optimal pada anak-anak yatim, fakir

miskin, serta anak-anak terlantar, agar ke depan dapat hidup dengan

layak.

2) Menanamkan nilai-nilai keislaman antar sesama, menjunjung tinggi

harkat dan martabat manusia, sehingga anak memiliki rasa syukur

dan budi perkerti yang luhur.

3) Menumbuhkembangkan rasa percaya diri anak supaya terpacu

berprestasi, baik di bidang akademis, seni, olah raga dan

ketrampilan.

b. Panti Asuhan Putera Abu Hurairah

Panti Asuhan Putera Abu Hurairah adalah panti asuhan yang

langsung dibawah naungan Muhammadiyah kota Salatiga yang

beralamat di Jl. Kauman No. 32, Sidorejo Lor Salatiga dengan

Pengasuh Bapak Buhtari dan istrinya Ibu Ike.

Panti Asuhan Putera Abu Hurairah berdiri sejak tahun 1988

telah bergerak dalam pelayanan sosial berupa menyantuni, mendidik,

dan menyekolahkan anak-anak yatim piatu, miskin dan terlantar dari

SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi. Kemudian didalamnya mereka

dibekali dengan ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang dapat

menunjang kemandirian mereka kelak bila sudah dewasa.

Sesuai dengan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Ike selaku

pengasuh panti putera Abu Hurairah, sampai saat sekarang ini telah

mempunyai 16 orang anak asuh yang ditempatkan di dua kamar dari

enam kamar asrama yang telah dibangun, namun tidak menuntut

kemungkinan dapat selalu bertambah seiring dengan adanya anak asuh

yang ingin tinggal di asrama panti.

Dengan didirikannya amal usaha dalam bidang sosial dengan

menyantuni anak yatim, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga mempunyai tujuan untuk menciptakan generasi intelek ulama

sehingga keterbelakangan dan kebodohan umat Islam dapat hilang dan

juga membebaskan umat dari kesengsaraan yang menimpanya.

3. Bidang Ibadah

Amal usaha Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

melalui pengelolaan tanah wakaf dalam bidang ibadah yaitu dengan

menyediakan sarana peribadatan berupa masjid yang berdiri di daerah

Mangunsari. Diatas tanah yang hanya seluas 104 m² berdiri sebuah Masjid

yang bernama masjid Ar Rohman yang dipergunakan untuk beribadah dan

kegiatan keagamaan bagi masyarakat yang berdomisili disekitar.

Dibawah kepemimpinan ketua ta’mir masjid Bapak Samadi,

kegiatan yang dilakukan di masjid Ar Rohman meliputi TPA setiap sore,

kegiatan pengajian setiap satu minggu sekali untuk memberikan siraman

rohani bagi warga sekitar, serta even – even tertentu sesuai dengan kondisi

dalam kegiatan keagamaan yang lainnya seperti halnya kegiatan dalam

mendekati hari raya idhul fitri dengan mengadakan takbir keliling. Hal ini

dilakukan untuk usaha dakwah agar masyarakat Mangunsari dapat

menjalankan kehidupannya dengan jalan Islam.

Dari semua penjelasan yang telah diuraikan di atas, strategi

pengelolaan tanah wakaf yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga baik yang dikelola dalam bidang

pendidikan, amal sosial, dan bidang ibadah, dapat penulis gambarkan

pengelolaan ini melalui diagram sebagai berikut:

Gambar 3.8 diagram Prosentase Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga

Pendidikan57%

Sosial29%

Ibadah14%

BAB IV

ANALISIS PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI PIMPINAN DAERAH

MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA

Dalam bab ini penulis mencoba membuat suatu analisa data berdasarkan

kenyataan yang telah penulis temui di lapangan dan telah dipaparkan pada bab-

bab sebelumnya. Yakni tentang pengelolaan tanah wakaf yang dimiliki oleh

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang diperbandingan antara

landasan teori dengan kenyataan-kenyataan saat ini, apakah sudah sesuai atau

belum dengan undang-undang maupun dengan syari’at Islam yang diperuntukkan

guna membantu mensejahterakan masyarakat yang berada di Kota Salatiga.

M. Proses Perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

Wakaf adalah menahan harta baik secara abadi maupun sementara

untuk dapat dimanfaatkan langsung atau tidak langsung dan diambil manfaat

hasilnya secara berulang-ulang di jalan kebaikan, umum atau khusus (Qohaf,

2000: 45). Prosedur Perwakafan Tanah Menurut UU No. 41 Tahun 2004

sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 1 UU No, 41 Tahun 2004 Tentang

Perwakafan:

“Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’at”.

Sedangkan yang menjadi tujuannya menurut Pasal 4 UU No, 41 Tahun

2004 Tentang Perwakafan:

“Wakaf adalah memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya”.

Dan fungsinya menurut Pasal 5 UU No, 41 Tahun 2004 Tentang

Perwakafan:

“Mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum”.

Sebelum wakaf dilaksanakan maka harus memenuhi beberapa

persyaratan dimana hak atas tanah yang diwakafkan wajib dimiliki atau

dikuasai oleh wakif secara sah serta bebas dari segala sitaan, bebas dari

perkara, bebas dari sengketa, dan tidak dijaminkan.

Dari pengertian tentang wakaf baik yang diutarakan dalam kitab-kitab

fiqh, UU No. 41 Tahun 2004, maupun dalam pasal 218 Kompilasi Hukum

Islam (KHI) jo. Pasal 1 (1) PP No. 28/1977, maka dapat ditarik cakupan wakaf

meliputi:

1. Harta bendanya milik seseorang atau sekelompok orang.

2. Harta benda tersebut bersifat kekal dzatnya, tidak habis pakai.

3. Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemiliknya.

4. Harta yang dilepas kepemilikannya tersebut tidak dapat diperjual-belikan,

dihibahkan atau diwariskan.

5. Harta benda tersebut dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat.

Wakif atau orang yang mewakafkan harta bendanya pada praktek

perwakafan yang terjadi di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga,

mereka adalah orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta oleh

hukum mereka tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas

kehendak sendiri dan tidak ada paksaan dari orang lain. Ketentuan mengenai

wakif dalam praktek perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga sejalan dengan ketentuan pasal 215 KHI jo. Pasal 1 PP No.28/1977.

Maukuf atau benda yang diwakafkan pada praktek perwakafan di

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga semuanya berupa benda-

benda yang dapat diambil manfaatnya dalam waktu yang lama dan tidak habis

sekali pakai. Tercatat dalam Daftar Akta Ikrar Wakaf, bahwa hampir semua

benda wakaf yang berada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

ini berupa tanah pekarangan yang diperuntukkan manfaatnya untuk

kepentingan peribadatan, pendidikan dan sosial seperti masjid, musholla, panti

asuhan, dan kepentingan umum lainnya untuk kepentingan pendidikan seperti

TK Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) Pembina, TK Aisyiyah Bustanul Atfal

(ABA) 03, dan TK Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 04. Dengan demikian

maukuf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga berupa

a’yaan (benda-benda) bukan hanya manfaatnya saja tanpa melepaskan unsur

kepemilikannya. Ketentuan ini sejalan dengan pasal 22 bab II bagian keenam

tentang tujuan dan fungsi wakaf Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

41 tahun 2004.

Maukuf Alaih atau tujuan daripada diwakafkannya benda-benda wakaf

yang berada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga adalah

semata-mata hanya untuk mencari pahala jariyah dan ridho Allah SWT, untuk

membangun kesejahteraan umat dengan melakukan berbagai amal usaha dan

tidak ada unsur kemaksiatan di dalamnya. Jadi jelaslah maukuf ‘alaih dalam

praktek perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sesuai

dengan peraturan perundang-undangan tentang perwakafan yang berlaku,

secara kenyataan proses wakaf tanah di Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kota Salatiga ini pada prinsipnya telah baik dan sesuai dengan mestinya,

begitu pula jika ditinjau dari segi rukun wakaf yaitu dengan adanya wakif,

wakaf, muakkaf ilai, dan sighot wakaf.

Adapun persyaratan bagi wakif yaitu haruslah mempunyai kecakapan

melakukan Tabbaru yaitu melepaskan hak milik tanpa adanya imbalan

material, oleh sebab itu perbuatan wakif ini hanya dapat dilaksanakan oleh

mereka yang telah dewasa (baligh), memiliki akal sehat, serta tidak adanya

unsur paksaan dalam berbuat. Kecakapan bertabbaru ini didasarkan oleh

pertimbangan akal yang sempurna pada orang yang telah mencapai umur

baligh.

Syarat-syarat harta wakaf atau maukuf adalah milik penuh si wakif,

oleh sebab itu wakif yang mewakafkan benda yang bukan miliknya wakaf itu

menjadi batal. Sedang milik dalam pengertian secara istilah dapat diartikan

sebagai berikut “memberikan bagi yang dibolehkan oleh syara yang

membolehkan pemiliknya untuk mentasyarufkan kecuali ada penghalang”.

Wakaf sebagai perbuatan tabbaru yang tidak mengharap imbalan

materi, maka benda wakaf harus milik sah pewakaf sebab bila barang tersebut

masih berkaitan dengan sesuatu yang bukan miliknya, maka akan

menyebabkan kerugian bagi orang lain. Dalam Impres No 1 Tahun1991

Kompilasi Hukum Islam pasal 215 (4) menyebutkan:

“Benda wakaf adalah segala benda, baik benda bergerak atau tidak bergerak yang tidak hanya sekali pakai yang bernilai menurut ajaran Islam” (Anshori, 2005: 129).

Begitu pula dalam Pasal 15 Bab II bagian keenam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2004 tentang harta benda yang berbunyi:

“Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sah”.

Mengenai syarat maukuf alaih adalah orang yang mampu memenuhi

ketentuan dari wakif dengan demikian badan hukum yang tidak mampu

memenuhi ketentuan dari wakif, dengan sendirinya menerima wakaf tersebut

dianggap batal. Sedangkan penerima wakaf (Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga) bentuknya adalah badan hukum, namun boleh

dikatakan badan hukum ini sudah cukup baik, terbukti di tanah wakaf tersebut

sudah diperuntukan untuk kemaslahatan umat, sebab peruntukannya

digunakan demi kepentingan umat, seperti untuk kepentingan pendidikan,

peribadatan dan panti asuhan, maka Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga telah menggunakan tanah wakaf tersebut sesuai dengan nilai-nilai

ibadah. Namun di sisi lain juga ternyata tanah wakaf di Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga ini ada yang belum di melestarikan tanah wakaf

secara maksimal untuk memenuhi ketentuan dari wakif. Terbukti dengan

adanya tanah yang tidak didayagunakan untuk sebagaimana mestinya baik itu

ibadah, pendidikan, ataupun sarana sosial lainnya masih dibiarkan tanpa

memberi manfaat. Padahal tanah tersebut bisa dijadikan lahan produktif

misalnya untuk koperasi maupun lembaga lain yang membantu untuk

mensejahterakan masyarakat kota Salatiga.

Adapun pernyataan wakaf atau sighot wakaf pada dasarnya adalah

suatu pernyataan yang menunjukkan kepada pelepasan suatu hak dengan

tujuan mewakafkan suatu harta benda. Dari kenyataan yang ada, dapatlah

penulis menarik suatu kesimpulan bahwa sighot wakaf yang dilaksanakan oleh

para wakif pada waktu mewakafkan tanahnya di Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga pada dasarnya telah sesuai dengan hukum

Islam dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dalam artian

pernyataan menunjukkan kepada pelepasan suatu hak dengan tujuan

mewakafkan suatu harta benda.

Tata cara wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga dapat penulis simpulkan sudah sesuai dengan kitab fiqh maupun

perundang-undangan di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 41 tahun

2004 tentang wakaf, dalam arti bahwa, dikatakan sudah sesuai dengan kitab

fiqh karena si wakif yang mewakafkan tanahnya sudah memberikan kata

sighot kepada maukuf Muhammadiah (sebagai nadzir) dan disertai penyerahan

barang yang akan di wakafkan (dalam bentuk blanko surat-surat pernyataan),

dan barang tersebut bisa diambil manfaatnya secara terus menerus, dan

menetapkan penggunaannya pada jalan yang benar.

Dari fenomena di atas dapat penulis simpulkan bahwa proses

perwakafan yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

sudah sesuai dengan undang-undang perwakafan yaitu telah memenuhi unsur-

unsur wakaf yaitu (Tunggal, 2005: 4):

a. Wakif.

b. Nadzir.

c. Benda wakaf.

d. Ikrar wakaf.

e. Peruntukan harta wakaf.

Kelima unsur tersebut nampak kita dapatkan dalam proses perwakafan

yang terjadi di Pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga.

Dengan demikian proses perwakafan yang terjadi telah memenuhi unsur-unsur

cakupan wakaf tersebut baik secara syari’at agama Islam maupun Perundang-

Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2004.

N. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kota Salatiga

Dalam ilmu fiqh tidak disebutkan secara intrinsik/secara detail tentang

pengelolaan tanah wakaf, namun sebagaimana telah dilaksanakan oleh

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, yaitu mendayagunakan tanah

wakaf untuk amal usaha tempat pendidikan, peribadatan dan panti asuhan.

Sehingga didalamnya terdapat pengelolaan yang sudah dilakukan sebagaimana

telah diuraikan dalam sub bab terdahulu, dari sinilah penulis akan mengkaji

pengelolaan tanah wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga.

Dalam prakteknya Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

menggunakan sistem pengelolaan, yang diberi tanggung jawab sepenuhnya

kepada pengurus harian yang mengelola langsung baik itu sekolah, masjid

maupun panti asuhan. Sedang yang dimaksud nadzir selaku pengelola,

mempunyai tanggung jawab hanya menerima tanah wakaf yang diberikan

wakif kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, sebab nadzir

yang ditunjuk juga salah satu pengurus Muhammadiyah, sehingga setelah

tidak menjadi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga tidak dapat

menjadi nadzir. Dari situlah praktek pengelolaan tanah wakaf yang ada di

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang nantinya dikelola oleh

pengurus harian lembaga yang berdiri diatas tanah wakaf tersebut.

Berdasarkan telaah diatas, karena makin besarnya harapan umat Islam

agar pengelolaan tanah wakaf dapat dilakukan sebaik-baiknya dan dikelola

semaksimal mungkin. Hal ini agar tanah wakaf yang sudah terkumpul dapat

dimanfaatkan secara maksimal sebagaimana keinginan pewakif, dan ini adalah

tanggung jawab yang mengelola baik itu perorangan maupun berbadan hukum

biasa di Indonesia. Setiap tanah wakaf hendaklah diusahakan hasil dan

pemanfaatannya secara maksimal sehingga disini diperlukan adanya

pengawasan, pemeliharaan, penjagaan, serta pengelolaan tanah wakaf yang

baik (Depag RI, 1986). Hal tersebut menurut penulis telah dilakukan oleh

Pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam mengelola

tanah wakaf yakni dibentuk penanggung jawab dalam wujud organisasi

otonom dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang diberikan

kewenangan secara penuh untuk mengelola sesuai dengan dapur rumah tangga

lembaga masing-masing, baik pengurus sekolah, panti asuhan maupun

pengurus yang mengelola masjid.

Sehingga tugas nadzir yang ada di organisasi Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga hanya mempunyai tugas serah terima dan

pembuatan akta tanah wakaf di PPAIW, sedangkan dalam pengelolan

diserahkan kepada lembaga yang menaungi sesuai dengan peruntukan tanah

wakaf yang dikelola. Hal ini dimaksudkan agar dalam proses pengelolaan

tanah wakaf tersebut dapat berjalan secara maksimal karena tugas lembaga

otonom Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga tersebut nantinya

dapat serius untuk mengembangkan lembaga yang dikelola.

Agar pengelolaan wakaf dapat lebih bisa dipertanggungjawabkan oleh

lembaga yang ada kepada pemerintah dan masyarakat umum, diperlukan

upaya perwujudan sebuah kondisi sebagai berikut:

Pertama, gerakan untuk mempelopori transparansi dalam semua aspek

kelembagaan, baik dalam lingkup internal maupun eksternal. Adanya

transparansi kelembagaan ini merupakan jihad yang bersifat sistemik untuk

menutup tindakan ketidak-jujuran, korupsi, manipulasi dan sebagainya yang

hanya mempunyai prinsip melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar.

Kedua, lembaga yang menaungi harus mempelopori system

akuntabilitas publik (public accountability) yaitu mendorong terjadinya iklim

akuntabilitas publik dalam pengelolaan harta wakaf.

Ketiga, setiap lembaga mempelopori gerakan yang aspiratif. Orang

yang terlibat dalam kelembagaan harus mendorong terjadinya system sosial

yang melibatkan partisipasi seluruh masyarakat.

Melihat fenomena di lapangan dan sistem yang digunakan di Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sebagaimana telah penulis laporkan

disub bab awal ternyata pendayagunaannya baik yang berbentuk tempat

pendidikan, peribadatan serta tempat penampungan anak yatim piatu itu sudah

baik dan sesuai dengan kemestian, dalam artian telah sesuai dengan prinsip

hukum Islam serta Undang-undang yang ada di Indonesia.

Pada dasarnya pemeliharaan dan pengurusan tanah wakaf adalah hak

nadzir akan tetapi nadhir dapat menyerahkan kepercayaan pemeliharaan dan

pengurusan tanah wakaf itu pada orang lain, baik berseorangan maupun

merupakan suatu badan hukum, karena tanah wakaf memerlukan pengawasan,

pemeliharaan, pengurusan, khususnya dalam hal pengelolaan agar hasil dari

tanah wakaf tersebut dapat bermanfaat sesuai dengan tujuan sebagaimana

disebutkan oleh Muhammad Daud Ali yang memberikan pengertian nadzir

atau mutawalli wakaf adalah orang ataupun badan hukum yang memegang

amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya sesuai

dengan hukum Islam.

O. Fungsi dan Manfaat Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga Dalam Kehidupan Masyarakat

Wakaf adalah salah satu konsep pemberian harta yang terdapat di

dalam Islam. Konsep ini juga adalah berlandaskan konsep sedekah. Wakaf

juga merupakan salah satu sarana untuk membangun ekonomi masyarakat.

Wakaf sangat dibutuhkan untuk membantu saudara-saudara kita yang berada

digaris kemiskinan.

Dari berbagai amal usaha yang dilakukan oleh Pengurus Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam mengelola tanah wakaf yang

dimiliki mempunyai fungsi dan manfaat yang strategis bagi keberlangsungan

kehidupan masyarakat Salatiga saat ini maupun untuk keberlangsungan hidup

dimasa mendatang. Dari penulis dapat memberikan gambaran bahwa maksud

yang ingin dicapai dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dari

pengelolaan tanah wakaf bagi kesejahteraan umat bersifat jangka panjang dan

dapat dipertahankan keberlangsungannya dengan waktu yang relative lama

melalui amal usaha yang telah dilakukan terutama melalui jalur pendidikan.

a. Fungsi Wakaf

1. Fungsi Sosial

Dari segi sosial wakaf mempunyai fungsi yang penting sekali.

Apabila wakaf diurus dan dilaksanakan dengan baik, berbagai

kekurangan akan fasilitas dalam masyarakat akan lebih mudah teratasi.

Setiap orang miskin dan melarat, akan mendapatkan jaminan dan

pelayanan yang cukup. Fungsi sosial dari wakaf jauh lebih kuat dan

pasti dari jaminan yang diberikan oleh sistem-sistem buatan manusia

yang sepenuhnya bergantung pada situasi dan kondisi temporer dan

kebijaksanaan-kebijaksanaan lainnya.

Hal ini telah dilakukan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kota Salatiga dengan mendirikan panti asuhan diatas tanah wakaf

untuk mengelola anak-anak kurang mampu, maupun anak terlantar

sehingga dapat diasuh dan dibekali dengan pendidikan yang layak

untuk bekal masa depannya.

2. Fungsi Ibadah

Pertama-tama melangkah wakaf itu satu bagian ibadah dalam

pelaksanaan perintah Allah SWT, serta dalam memperkokoh hubungan

dengan-Nya. Demikian tinggi fungsi ibadahnya ini, sehingga ia

dijadikan salah satu rukun Islam. Dengan demikian pengakuan

terhadapnya, turut menentukan terhitung tidaknya seseorang sebagai

seorang muslim. Apabila shalat adalah satu manifestasi ibadah

badaniyah yang paling utama, maka wakaf sebagaimana zakat adalah

suatu ibadah maliyah, ibadah dengan pengorbanan harta benda.

Apabila dalam pelaksanaan ibadah shalat terasa lebih tertonjol

hablum minallah (hubungan antara manusia dengan Tuhan), maka

dalam pelaksanaan wakaf terasa lebih tertonjol hablum minannas

(hubungan sesama manusia). Dengan adanya masjid yang berada di

Mangunsari meningkatkan jamaah yang meramaikan rumah Allah

SWT dengan berbagai kegiatan TPA dan Kelompok Pengajian warga

sekitarnya.

3. Fungsi Pendidikan

Pendidikan adalah sarana terpenting untuk dapat mengubah

manset seseorang untuk dapat mengembangkan sel neuron yang ada

didalam otak setiap manusia. Dengan semakin banyaknya sel neuron

yang selalu dikembangkan melalui sarana pendidikan sehingga

banyaknya cabang yang berkembang dalam otak manusia, maka

semakin berkembang pula pemikiran seseorang tersebut. Kita semua

pasti telah mengenal sosok Enstain orang yang paling cerdas ternyata

baru menggunakan otaknya 10% dari yang telah digunaknannya, berarti

masih banyak lagi yang belum digunakakan namun dapat menemukan

penemuan-penemuan yang sangat berguna bagi umat manusia dan

masih berguna sampai saat ini.

Fakta menjelaskan bahwa presentase status kemakmuran tingkat

kehidupan seseorang yang menduduki rengking pertama didominasi

oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi, pasalnya dengan

pendidikan yang telah ditempuh selama beberapa tahun dalam

pendidikan formal, pola fikirnya telah mengalami tronformasi dari

pemikiran yang tradisional menjadi pemikiran yang lebih maju. Mereka

– orang yang telah mengembangkan pemikirannya – selalu memikirkan

sesuatu hal yang besar sehingga menjadi orang yang besar pula, namun

berbeda dengan orang yang selalu berfikiran sempit maka tidak akan

bisa untuk menjadi orang yang besar.

Dengan adanya pendidikan yang dilakukan oleh Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga baik mulai dari bangku

pendidikan TK, SD, maupun SMA dapat mencetak generasi bangsa

yang bermanfaat bagi bangsa, masyarakat, keluarga dan diri sendiri.

4. Fungsi Akhlak

Fungsi lain dari perwakafan juga dapat terarah kepada

pembangunan sifat manusia yang seutuhnya, yaitu terbinanya sikap

mental dan akhlak yang mulia, dimana setiap orang rela mengorbankan

apa yang paling dicintainya untuk suatu tujuan yang lebih tinggi dari

pada kepentingan pribadinya.

Dalam hal ini wakaf merupakan salah satu contoh yang terbaik,

kearah pendidikan akhlak semacam itu. Karena wakaf secara kongkret

merupakan tindakan mengorbankan sebagian harta kekayaan untuk

kepentingan umum. Padahal kekayaan adalah satu dari yang paling

dicintai oleh setiap manusia.

Apabila banyak orang telah lupa daratan dan diperhamba oleh

harta benda, ajaran Islam sejak lama memperingatkan dan melarang hal

itu dengan berbagai cara. Sistem wakaf misalnya justru berusaha

meningkatkan harkat dan martabat manusia agar benar-benar dapat

menjadi tuan atas hartanya itu, dan bukan sebagai budak yang malahan

dikendalikan oleh harta.

Dengan demikian jiwa mereka sedikit demi sedikit akan

tertempat kearah sikap mental yang kuat dan kepribadian yang matang,

tidak mudah dipengaruhi oleh hawa nafsu. Bila ini telah tercapai,

lapanglah jalan menuju masyarakat yang adil dan makmur di bawah

lindungan Allah SWT.

b. Manfaat Wakaf

Dari yang telah dikemukakan diatas bahwa pemanfaatan tanah

wakaf tidak lagi bertujuan satu target saja tetapi juga dapat multi target

atau sekurang-kurangnya tiga target yang dilakukan Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Kota Salatiga, yaitu (1) amal sosial (2) amal ibadah, dan

(3) pendidikan.

Dari tiga aspek diatas Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga mempunyai tujuan dan cita-cita yang mulia untuk membangun

kesejahteraan umat dengan melakukan berbagai amal usaha yaitu:

1. Menciptakan intelek ulama sehingga keterbelakangan dan kebodohan

umat islam disegala bidang dapat terentaskan.

2. Memperbaiki sumber daya manusia sehingga membebaskan dan

meringankan umat dari kesengsaraan yang menimpanya.

3. Keseimbangan hidup yang dilakukan antara iman, ilmu dan dilanjutkan

dengan amal.

BAB V

PENUTUP

P. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan peneliti terhadap

strategi pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

tahun 2013, maka secara umum penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sudah

dikelola dengan baik.

Namun secara khusus masih ada beberapa koreksi dari penulis yang

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengenai pelaksanaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga sudah berjalan dengan baik sebab hingga saat ini manfaatnya

dapat dinikmati secara terus menerus oleh umat, terbukti dengan adanya

pengelolaan tanah wakaf yang digunkan sebagai tempat pendidikan, tempat

peribadatan dan panti asuhan yang selama ini telah dikelola oleh Pimpinan

Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga.

2. Proses pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Salatiga, pada prinsipnya telah sesuai dengan fiqh dan UU No 41 Tahun

2004 jika ditinjau dari segi adanya rukun-rukun wakaf, akan tetapi jika

ditinjau dari segi adanya persyaratan wakaf, dapat dinyatakan belum

sesuai, dikarenakan masih terdapat persyaratan yang belum dipenuhi.

3. Kemudian tentang strategi pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sudah berjalan cukup

baik, namun sayangnya masih bersifat tradisional sebab hingga saat ini

pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga

masih dilakukan berupa tanah yang digunakan untuk bangunan sekolah,

masjid, dan panti asuhan yang terfokus pada aspek pendidikan, ibadah dan

sosial saja, sedangkan yang bersifat produktif dalam bidang ekonomi untuk

menyentuh secara langsung kepada masyarakat belum dilakukan.

Q. Saran-saran

Adapun saran-saran penulis untuk kemajuan dalam mengelola harta

wakaf yang ada agar berdaya guna dan efektif, adalah sebagai berikut:

1. Kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, melihat belum

adanya unit khusus yang menangani wakaf selayaknya LAZIM (Lembaga

Amil Zakat Infak dan Sodaqoh Muhammadiyah), maka penulis sarankan

untuk diberikan unit khusus yang menangani perwakafan secara khusus

sehingga dapat lebih fokus dalam mengurus masalah wakaf baik wakaf

bergerak maupun wakaf tidak bergerak.

2. Kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga melihat

kenyataan yang semakin berkembang di era modern ini, perwakafan di

Indonesia kurang dapat berkembang sebab kebanyakan wakaf berupa tanah

yang digunakan untuk bangunan madrasah, pesantren, masjid, makam dan

sangat sedikit yang bersifat produktif secara langsung dapat

mensejahterakan ekonomi umat. Sedangkan proses perwakafan yang

terjadi di Pimpinan Daerah Muhammadiya Salatiga seperti yang telah

dijelaskan diatas bahwa muatan nilainya pada aspek pendidikan, ibadah

dan sosial saja, sehingga dapat pula ditambah satu aspek lagi yang belum

disentuh yaitu dalam bidang ekonomi.

Menurut hemat penulis bahwa salah satu tanah wakaf yang dimiliki oleh

Pimpinan Daerah Muhammadiya Kota Salatiga yang saat ini masih kosong

sambil menunggu untuk dipergunakan sebagai tempat pendidikan nantinya,

maka untuk saat ini dipergunakan sebagai tanah produktif sehingga dapat

membantu mensejahterakan masyarakat dalam aspek ekonomi, seperti

contoh untuk pengelolaan lahan pertanian maupun penyewaan lahan yang

nanti hasilnya dapat digunakan untuk mensejahterakan umat,

3. Berdasarkan dilayangkannya Undang-Undang Republik Indonesia nomor

41 tahun 2004 tentang wakaf pada bagian keenam pasal 16 yang mengupas

masalah benda bergerak dan benda tidak bergerak, yang mana fokus dari

undang-undang tersebut adalah pemanfaatan wakaf benda bergerak.

Sedangkan selama ini, pengelolaan wakaf yang berada di Pimpinan Daerah

Muhammadiya Kota Salatiga hanya mengelola benda yang tidak bergerak,

sehingga untuk lebih dapat berperan secara maksimal dalam perwakafan,

dapat pula dilakukan pengelolaan wakaf produktif yang berupa benda

bergerak seperti uang, logam mulia maupun surat berharga.

R. Penutup

Kepada Tuhan, Allah yang merajai semesta alam dimana telah

memberikan segala kenikmatan kepada kita semua, baik saat ingkar maupun

diwaktu kita ingat kepada Dia, namun dengan keadilan-Nya tidak pernah

memilih-milih, seyugyanya kita patut sekiranya mesti merundukkan diri

serendah-rendahnya hanya kepada-Nya.

Kepada Nabi Muhammad SAW, ucapan terima kasih kepada beliau

yang telah menyelamatan umat manusia dari masa kebodohan, sehingga

sekarang kita dapat melihat titik cahaya kebenaran untuk menaungi luas

samudera kehidupan. Trima kasih ya pemimpinku…

Dengan selesainya bab V sebagai penutup, selesai sudah kiranya proses

penulisan skripsi ini. Penulis menyadari akan kekurangan dan

ketidaksempurnaan dari penyusunan skripsi ini, maka saya sebagai penulis

kiranya dimaklumi. Oleh karena itu koreksi, saran dan kritik yang konstruktif

dari pembaca, penulis terima dengan hati terbuka demi kesempurnaan

penulisan skripsi ini.

Semoga penulis dapat mengambil hikmah dari ini semua, sehingga

harapan kedepannya dapat lebih ditingkatkan demi mencapai sebuah

kebenaran dan mendapat ridho-Nya. Penulis berharap semoga skripsi ini

menjadi sumber inspirasi dan bermanfaat khususnya pada diri penulis sendiri

dan umumnya pada agama, nusa dan bangsa.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis dapat berserah diri dengan

harapan mudah-mudahan mendapatkan taufiq, hidayah serta ridho-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Abddullah, Abdul Ghani. 1994. Pengantar Kompilasi HUkum Islam dalam Tata Hukum Insonesia. Jakarta : Gema Insani Press.

Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 3, (Beirut : Dar al-Fikr, tt).

Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf.

Jakarta: UI-Press. Al-Kabisi, Muhammad Abid Abdullah. 2004. Hukum Wakaf, kajian

Kontemporer Pertama dan terlengkap Tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaiaan atas Sengketa Wakaf. Depok: IIMaN Press.

Anshori, Abdhul Ghofur. 2005. Hukum dan Pratek Perwakafan di Indonesia.

Yogyakarta : Pilar Media. Aritonang R, Lerbin R. 2007. Riset Pemasaran, Teori dan Praktek. Bogor :

Ghalia Indonesia. Azhar, Saifudin. 1998. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Offset. Buku saku PDM Salatiga periode 2005-2010. Sejarah Dan Perkembangan

Muhammadiyah Kota Salatiga. Departemen Agama RI. 2004. Undang-undang Wakaf no 41 tahun 2004,

Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. ----------------------------. 2006. StrategiPengembangan Wakaf Tunai di

Indonesia. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf , Dirjen Bimas Islam.

----------------------------. 1986. Ilmu Fiqh 3. Jakarta: Ditjen Binbaga Islam. ----------------------------. 2006 . Perkembangan Pengelolaan Wakaf di

Indonesia, dalam Rahmad Djatnika. Tanah Wakaf 1977. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimas Islam,.

----------------------------. 2006. Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimas Islam.

----------------------------. 2007. Undang-undang No 41 Tahun 2004 tentang

Wakaf, Direktorat Jenderal Bimas Islam. Depag Kantor Wilayah Provinsi Jawa Timur. 2007. UU No. 41 Tahun 2004

Tentang Wakaf dan PP. No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya.

Dirjer Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag. 1986. Ilmu Fiqh Jilid 3.

Jakarta. Fanani, Muhyar. 2001. “Kelanggengan Wujud Fisik versus Kelanggengan

Manfaat: Kunci Sukses Manajemen Wakaf Produktif PMDG”, STAIN Salatiga : Jurnal Ijtihad vol. 8, no. 1, Juni 2008 (1-24).

Halim, Abdul. 2005. Hukum Perwakafan di Indonesia. Ciputat: Ciputat Press.

Karim, Helmi. 1993. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Khummaini, Yusuf, dkk., Potensi Wakaf Produktif di Salatiga, Laporan

Penelitian Kelompok STAIN Salatiga tahun 2009. Mubasirun. 2001. “Wakaf Indonesia: Pemberdayaan Wakaf dengan

Paradigma Baru”. STAIN Salatiga : Jurnal Ijtihad vol. 8, no. 2, Desember 2008 (191-206).

Nasution, Bahder Johan. 1997. Hukum Perdata IslamKompetensi Peradilan

Agama Tentang Perkawinan. Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf dan Shodakoh. Bandung: Mandar Maju.

Nawawi, Hamdani. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta :

Gajah Mada University Press. Praja, Juhaya S. 1997. Perwakafan di Indonesia, Sejarah, Pemikiran, Hukum

dan Perkembanannya. Bandung: Yayasan Piara. Qohaf, Mudzir. 2000. Manajemen Wakaf Produktif. Jakarta: Khalifah

Rofiq, Ahmad. 1995. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sabiq, As. Syadi. 1997. Fiqih Sunah Jilid III. Beirut: Darul Fikr.

Suhadi, Imam. 2002. Wakaf untuk Kesejahteraan Umat. Yogyakarta: PT.

Dana Bhakti Prima Yasa. Suhendi, Hendi. 2010. Fikih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tunggal, Hadi Setia. 2005. Undang- Undang Wakaf. Jakarta: Harvarindo.

Usman, Rachmadi. 2009. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta: sinar

grafika. Wadjdy, Farid dan Mursyid. 2007. Wakaf dan Kesejahteraan Umat.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Foto-foto Lokasi Tanah Wakaf dan Penggunaannya

A. Bidang Sosial

Panti Asuhan Putera Abu Hurairah dan kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga yang berada di Jl. Kauman No 32 Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga

Panti Asuhan Puteri ‘Aisyiyah beralamat di Jl. Imam Bonjol No 45 A kecamatan Sidorejo Kota Salatiga

B. Bidang Pendidikan

TK ‘aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) Pembina yang berada dialamat Jl. Adi Sucipto No 13 Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.

TK ‘aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 3 yang berada di Jl. Tanggulayu 03/03 Nanggulan Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.

TK ‘aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 4 yang berada di Jl. Kentengraya 04/05 Tegalrejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga.

C. Bidang Ibadah

Masjid Ar Rohman yang berada di Mangunsari Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.

DAFTAR NILAI SKK

Nama : Misranto

NIM : 21107011

Jurusan : Syari’ah

Program Studi : Ahwal Al-Syahshiyyah

0

No Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan nilai

1.

OPSPEK 2007 STAIN Salatiga

28-31 Agustus 2007 Peserta 3

2.

Diskusi Ramadhan yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha Periode 2006-2007 di Masjid Polres Salatiga.

21 September 2007 peserta 2

3.

Basic Training 1 (LK1) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha periode 2007-2008, di Tuntang.

28 Syawal 1428 H Peserta 3

4.

Basic Training 1 (LK1) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2007-2008 di Candirejo Salatiga

09-12 November 2007 Peserta 3

5.

Seminar Regional yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2007-2008, di Ruang Sidang II Pemkot Salatiga.

15 Maret 2008 Peserta 4

6. Pelatihan Advokasi yang diselenggarakan oleh BEM STAIN Salatiga

7-8 April 2008 Peserta 3

7. Pelatihan Legal drafting yang diselenggarakan oleh DPM STAIN Salatiga

9-10 April 2008 Peserta 3

8.

Pelatihan Jurnalistik dan Temu Insan Pers Se-Nusantara yang diselenggarakan oleh BAKORNAS LAPMI PB HMI di Depok.

25-30 Mei 2008 Peserta 6

9. Bedah buku pendidikan multikultural yang diadakan HMJ Tarbiah STAIN Salatiga

Senin, 30 Juni 2008 Peserta 2

10.

Acara Bimbingan Masuk STAIN yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha periode 208-2009 di Gedung YDIC Blotongan.

14-15 Juli 2008 Panitia 2

11. Seresehan Jurnalistik Ramadhan 2008 oleh Suara Merdeka di Ponpes Suara Hati.

12 September 2008 Panitia 2

12.

Kegiatan Ramadhan 1429 acara Buka yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walishongo dan Ganesha periode 2008-2009, di Masjid Polres Salatiga

13 September 2008 Panitia 2

13. Tutor pesantren ramadhan 1429/2008 di SMP Islam Sudirman Sumowono

18-20 September 2008 Tutor 3

14.

Basic Training 1 (LK1) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha periode 2008-2009, di Tingkir Salatiga

6-9 November 2008 Panitia 3

15.

Workshop Leadership yang diselenggarakan oleh SEMA, DEMA, HMJ Syari’ah STAIN Salatiga

10-12 November 2008 Panitia 3

16. Surat Keputusan Pengurus Komisariat HMI Cabang Salatiga Periode 2009-2010 Sekretaris Umum 5

17.

Intermediate Training II (LK 2) tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Semarang di Gelanggang Manunggalsati Semarang,

01-07 Maret 2009 Peserta 6

18.

Seminar kemahasiswaan Basic yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo periode 2008-2009,

Rabu, 15 April 2009 Panitia 3

19.

Nonton Film pendidikan “Taare Zameen Par (Every Child Is Special)” yang diselenggarakan oleh Forum Cendikia Muda (FCM)

Sabtu, 9 Mei 2009 Peserta 2

20.

Pelatihan Jurnalistik yang diselenggarakan oleh LAPMI HMI Cabang Salatiga periode 2010-2011, di Dinas Perkebunan Salatiga.

Senin, 25 Mei 2009 panitia 3

21. Diskusi dan kajian kepemudaan yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga.

Rabu, 28 Oktober 2009 Panitia 3

22. Surat Keputusan Pengurus LAPMI (Lembaga Pers Mahasiswa Islam) HMI Cabang Salatiga

Periode 2010-2011 Direktur Utama 5

23.

Seminar Nasional Bakornas LAPMI PB HMI di Pontianak Kalimantan Barat.

22 Maret 2010 Peserta 6

24.

Seminar Nasional dengan tema “Reformasi Peran Mahasiswa dalam Pembangunan Bangsa” yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga

Kamis, 25 Maret 2010 Panitia 6

25. Pelatihan Partisipasi Opini Surat Kabar yang diselenggarakan oleh LAPMI HMI Cabang Salatiga

Jum’at, 16 April 2010 Ketua 3

periode 2010-2011.

26. Bedah film “Freedom Writers” yang diselenggarakan oleh Forum Cendikia Muda (FCM)

Senin, 3 Mei 2010 Peserta 2

27. Seminar Regional kemahasiswaan yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2009-2010.

Selasa, 18 Mei 2010 Panitia 4

28.

Seminar Imam Khomaini dan Palestina yang diselenggarakan oleh VOP Semarang di IAIN Walisongo Semarang

Jum’at, 4 Juni 2010 Peserta 3

29. Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2010-2011.

Senin, 14 Juni 2010 Panitia 6

30.

Basic Training 1 (LK1) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha periode 2008-2009, di desa Manggis Bawen.

Jum’at-minggu, 22-24 Oktober 2010 Panitia 3

31. Seminar Jurnalistik pena walisongo center yang diselenggarakan oleh IAIN Walisongo Semarang

28 Desember 2010 Peserta 3

32. Surat Keputusan Pengurus Cabang HMI Cabang Salatiga Periode 2011-2012 Sekretaris Umum 5

33.

Debat Kandidat Calon Walikota Dan Wakil Walikota Salatiga yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Periode 2011-2012 di Auditorium Korpri Salatiga

26 Februari 2011 Panitia 3

34.

Seminar Regional yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2010-2011 di Ruang Sidang 2 Pemkot Salatiga.

Kamis, 26 Mei 2011 Panitia 4

35. Worksop Karikatur Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh LAPMI HMI Cabang Salatiga periode 2010-

Rabu, 21 September 2011 Panitia 6

2011.

36.

Training Senior Course (SC) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2011-2012 di gedung Diklat Salatiga.

Rabu-senin, 15-20 Februari 2012 peserta 3

37.

Acara Seminar Nasional dalam rangka Pelantikan Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam

Cabang Salatiga Periode 2013 – 2014 di Ruang Sidang 2 Pemkot Salatiga.

23 Februari 2013 Peserta 6

38. JUMLAH 134

Salatiga, 3 April 2013

Mengetahui Pembantu Ketua

Bidang Kemahasiswaan

H. Agus Waluyo, M.Ag

NIP. 1975211 200003 1 001

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Misranto

Tempat Tanggal Lahir: Kab. Semarang, 18 Desember 1986

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Desa Pringsari kec. Pringapus kab.Semarang

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Riwayat Pendidikan :

a. Pendidikan Formal:

1) S1 : STAIN Salatiga

2) SMA : MA Pondok Pesantren Pabelan Muntilan-Magelang

3) SMP : SLTP Pondok Pesantren Kalibeber Wonosobo.

4) SD : SDN Pringsari 02

5) TK : Bakti Putra Pringsari

b. Pendidikan Informal:

1) Pondok Pesantren Pabelan Muntilan-Magelang th 2003-2007