53
PKPKM p-ISSN 2088-1592 e-ISSN 2549-6425 JUKEMA Volume 5 | Nomor 1 | Februari 2019: 355 - 396 Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh Aceh Public Health Journal

e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

PKPKM

p-ISSN 2088-1592 e-ISSN 2549-6425

JUKEMA Volume 5 | Nomor 1 | Februari 2019: 355 - 396

Jurnal Kesehatan

Masyarakat Aceh

Aceh Public Health Journal

Page 2: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

Editor-in-chief | Kepala Editor

Prof. Asnawi Abdullah, MHSM., MSc.HPPF., DLSHTM., PhD.

Deputy Editor-in-chief | Deputi Kepala Editor

Dr. Radhiah Zakaria, M.Sc.

International Board of Advisors | Mitra Bestari

Nizam Ismail, MPH., PhD. | Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, Indonesia

Dr. Adang Bachtiar, MPH., DSc. | Universitas Indonesia, Indonesia

Dr. Hermansyah, MPH. | Poltekkes Kemenkes NAD, Indonesia

Dr. Ede Surya Darmawan, MDM. | Universitas Indonesia, Indonesia

Fachmi Ichwansyah, MPH., HR.Dp. PhD. | Loka Litbang. Biomedis Aceh, Indonesia

Prof. Dr. Ridwan, MKes., MSc.PH. | Universitas Hasanuddin, Indonesia Hanifa M. Denny, MPH., PhD. | Universitas Diponegoro, Indonesia

Defriman Djafri, MPH, PhD. | Universitas Andalas, Indonesia

Prof. Dr. Irnawati Marsaulina, MS. | Universitas Sumatera Utara, Indonesia

Prof. Budi Utomo, MPH., PhD. | Universitas Indonesia, Indonesia

Dr. Lal B. Rawal, Med., MA., MPH., PhD. | BRAC University, Bangladesh

Assoc. Prof. Dr. Victor Hoe Chee Wai | UKM, Malaysia Prof. Johannes U. Just Stoelwinder | Monash University, Australia

Dr. Krishna Hort, MMBS., DTCH., DRCOG., MCH., FAFPHM. | University of Melbourne, Australia

Editorial Board | Dewan Penyunting

Fauzi Ali Amin, MKes.

Farida Hanum, MSi.

Vera Nazhira Arifin, MPH.

Editorial Administrator | Administrasi Editor

Agustina, SST., M.Kes dan Surna Lastri, MSi.

Layout | Tata Letak

Phossy Vionica Ramadhana, SKM., MKM.

JUKEMA Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh Aceh Public Health Journal

p-ISSN: 2088-1592 | e-ISSN: 2549-6425

Volume 5, Nomor 1, Februari 2019: 355 - 396

Penerbit:

Pusat Kajian dan Penelitian Kesehatan Masyarakat (PKPKM) Gedung Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Lantai II, Universitas Muhammadiyah Aceh (UNMUHA)

Jl. Muhammadiyah No.93, Bathoh, Lueng Bata, Banda Aceh, Aceh

Telp. (0651) 31054, Fax. (0651) 31053

Email: [email protected] atau [email protected]

Website: http://pps-unmuha.ac.id/pusat-kajian-dan-penelitian-kesehatan-masyarakat/

Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh (Aceh Public Health Journal) atau disingkat dengan JUKEMA merupakan kumpulan

jurnal ilmiah yang memuat artikel hasil penelitian atau yang setara dengan hasil penelitian di bidang ilmu kesehatan

masyarakat, ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan. Jurnal ini diterbitkan 2 x dalam setahun (Februari dan Oktober) oleh

PKPKM UNMUHA.

Page 3: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

p-ISSN: 2088-1592 | e-ISSN: 2549-6425

Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh Aceh Public Health Journal Volume 5, Nomor 1, Februari 2019: 355 – 396

Editorial: Jangan Stress Saat Hamil, Juga Jangan Stress Jika Anak Mengalami Autism Dr. rer. Med. Ns. Marthoenis, M.Sc., MPH 355-356

Hubungan Antara Diet Anak Autisme Dengan Perkembangan Anak Autisme Di Pusat

Layanan Autis Provinsi Bangka Belitung Hamdani Syah Putra Ginting dan Fitrah 357-365

Gambaran Tingkat Stres Pada Orang Tua Dengan Anak Berkebutuhan Khusus

(Tunagrahita) Di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya

Wawan Rismawan, Meyriana Ulfah, dan Anih Kurnia 366-371

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Di Pesantren Darul

Munawwarah Pidie Jaya Tahun 2018

Hafni Zahara, Linda T.Maas, dan Rahayu Lubis 372-380

Perbedaan Status Gizi Pada Bayi Yang Diberi ASI Eksklusif Dan MP-ASI Dini Di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar Tahun 2017 Phossy Vionica Ramadhana, Asnawi Abdullah, dan Basri Aramico 381-391

Penetuan Angka Lempeng Total (ALT) Pada Ikan Kayu Yang Dijual Di Pasar Peunayong

Kota Banda Aceh

Elfariyanti, Nina Ismayanti 392-396

Template JUKEMA

Formulir

Berlangganan

Page 4: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 355-356

355

Editorial:

JANGAN STRESS SAAT HAMIL, JUGA JANGAN STRESS JIKA

ANAK MENGALAMI AUTISM

Do not Stress during Pregnancy, also do not Stress if the Child has Autism

Dr. rer. Med. Ns. Marthoenis, M.Sc., MPH1

Department of Psychiatry and Mental Health Nursing Syiah Kuala University 1 [email protected]

Sepasang suami istri yang tinggal disebuah kota di Indonesia begitu bahagia dengan lahirnya

anak pertama mereka. Setelah lebih dari lima tahun menikah, sang istri akhirnya bisa hamil.

Kehamillanya juga berlangsung normal, meski kadang si Istri merasa stress karena kesibukan

di tempat kerja, dan juga cemas dengan kehamilan pertamanya tersebut. Meski begitu, hingga

hari kelahiran si buah hati, tak ada masalah yang berarti yang harus dihadapi pasangan muda

ini. Setelah si bayi lahir, si ibu memilih untuk resign dari pekerjaan, demi bisa memberikan

perhatian yang lebih ke anak semata wayangnya. Sedangkan suaminya tetap bekerja

sebagaimana biasanya.

Tubuh atau fisik si anak tumbuh normal seperti anak-anak lainnya. Kecemasan mulai muncul

sejak si anak berusia dua tahun. Berbeda dengan anak seusia yang sangat ineraktif dengan

orang disekitar, anak mereka sepertinya kurang respon saat diajak berkomunikasi. Si anak

tampak seperti memiliki dunia sendiri dan kurang interaktif ketika namanya dipanggilkan.

Orang tua yang kebetulan berpendidikan tinggi kemudian berkonsultasi tentang keadaan

anaknya ke dokter. Setelah mendapatkan penjelasan mengenai masalah yang dialami

anaknya, pasangan ini bertambah bingung dan stress dengan diagnosa yang diberikan,

Autism.

Autism merupakan suatu gangguan perkembangan yang ditandai dengan kesusahan untuk

berkomunikasi dan interaksi sosial. Secara global ada sekitar 35 juta anak yang menderita

Autism pada tahun 2011. Di Indonesia sendiri, Kemenkes RI mengestimasi sekitar 112.000

anak dengan gangguan ini. Meski penelitian sudah lama dilakukan, penyebab pasti Autism

belum diketahui. Beberapa teori mengaitkan dengan masalah biologis, termasuk kedalamnya

masalah genetik dan perinatal, dan teori psikososial. Riset juga menunjukkan bahwa paparan

terhadap polusi udara selama kehamilan juga meningkatkan resiko terjadinya autism pada

anak yang dilahirkan. Stress yang dialami oleh ibu saat hamil juga berhubungan dengan

Autism. Sedangkan vaksin MMR yang dianggap sebagai penyebab autism pada anak sama

sekali tidak terbukti secara klinis.

Sama seperti anak yang mengalami gangguan perkembangan lainnya, anak-anak dengan

autism memiliki tingkat perawatan kesehatan yang tidak terpenuhi (unmet healthcare need)

yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat umum. Karena itu, ada beberapa strategi

yang direkomendasikan untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam memperoleh pelayanan,

termasuk diantaranya adalah: menyediakan materi pendidikan kesehatan yang mudah

dijangkau oleh orang tua, memberdayakan orang tua dan anak-anak yang mengalami masalah

perkembangan, dan meningkatkan pengetahuan serta mengubah sikap pemberi pelayanan

kesehatan.

Page 5: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 355-356

356

Penelitian berkaitan dengan Autism dan gangguan perkembangan lainnya harus berfokus

pada atau mampu memberikan bukti yang lebih baik tentang paket perawatan yang efektif

dan sesuai bagi penderita dan keluarga, bisa menemukan model pelayanan anak-anak autism

dengan sumber daya yang terbatas, bisa melibatkan masyarakat luas untuk peduli tentang

austim dan yang paling penting, bisa mengubah kebijakan sebuah negara untuk lebih

memperhatikan penderita Autism dan gangguan perkembangan lainnya.

Terakhir, penatalaksanaan anak dengan Autism difokuskan pada penanganan stress yang

dialami keluarga khususnya orang tua, meningkatkan kualitas hidup anak, dan mengurangi

ketergantungan. Secara umum, anak yang IQ tinggi cenderung memiliki prognosa yang lebih baik atau memiliki hasil penatalakanaan yang baik pula. Tidak ada satu pendekatan

treatment yang paling baik untuk menangai anak dengan Autism. Tetapi, edukasi terhadap keluarga merupakan salah satu kunci untuk mencapai tujuan dari penatalaksanaan anak

dengan autism. Sekian - Marthoenis.

Page 6: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 357-365

357

HUBUNGAN ANTARA DIET ANAK AUTISME DENGAN

PERKEMBANGAN ANAK AUTISME DI PUSAT LAYANAN AUTIS

PROVINSI BANGKA BELITUNG

Relationship between Children's Autism Diet with the Development of Autism

Children in Bangka Belitung Private Autis Service Center

Hamdani Syah Putra Ginting1, dan Fitrah2

1,2 Jurusan Gizi, Poltekkes Pangkalpinang, Bangka Belitung, Indonesia [email protected] , [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Gangguan kesehatan padagangguan perkembangan anak, yang dikenal dengan istilah autisme.

Data UNESCO pada tahun 2011 jumlah anak penyandang autisme di dunia sekitar 35 juta anak. Berdasarkan

data dari Kemenkes RI (2013), bahwa jumlah anak Penyandang Autisme sampai berjumlah 112.000 anak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara diet anak autisme dengan perkembangan anak

autisme di Pusat Layanan Autis Provinsi Bangka Belitung. Metode: Metode dalam penelitian ini adalah survey

analitik dengan rancangan cross sectionalstudy.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak autis dan

orang tua berjumlah 26 orang. Hasil: Hasil menunjukkan ada hubungan diet bahan makanan sumber gluten

dengan perkembangan anak autismnilai p=0.005 dan terdapat hubungan antara diet bahan makanan casein

dengan perkembangan anak autisme diperoleh nilai p=0.023. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara diet

bahan makanan sumber gluten dan casein terhadap perkembangan anak autis. Saran perludilakukan sosialisasi

pentingnya pengaturan makan pada anak autis yaitu dengan melakukan pembatasan konsumsi sumber gluten

dan kasein dan meningkatkan motivasi ibu serta membiasakan membaca label informasi gizi pada produk

makanan sebelum dibeli apakah mengandung banyak gluten dan casein.

Kata kunci : Diet Anak Autisme, Perkembagan Anak Autisme

ABSTRACT

Background: Health problems occurred in child development disorder or commonly known as autism. Data

from UNESCO in 2011 described that there are about 35 million children with autism around the world. Based

on data of the Indonesian Ministry of Health (2013), there are around 112,000 children with autism. This study

aimed to determine the relationship between autistic children's diet and the development of autistic children in

the Autism Service Center of Bangka Belitung Province. Methods: The method used in this study was analytic

survey with a cross sectional study design. The populations in this study were autistic children and parents with

26 people in total. Results: Showed that there was a relationship between dietary sources of gluten-based food

and the development of autism children (p=0.005). There was also a relationship between dietary food casein

and the development of autism children (p= 0.023). Conclusion: It can be concluded that there is a relationship

between dietary food sources of gluten and casein to the development of autistic children. Suggestions are

needed to be introduced about the importance of shaping eating habits in autistic children by limiting the

consumption of gluten and casein rich foods. It is also important to increase maternal motivation and

familiarize them to refer to nutritional information labels on food products before buying whether they contain

lots of gluten and casein.

Keywords: Children’s Autism Diet, Development of Autism Children

Page 7: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 357-365

358

PENDAHULUAN

Autis adalah gangguan perkemba-ngan

yang mencakup bidang komunikasi,

interaksi, serta perilaku yang luas dan

berat. Gejala autis mulai tampak pada anak

usia 18-36 bulan1. Autisme adalah

gangguan perkembangan otak pada anak

yang berakibat tidak dapat berkomuni-kasi

dan tidak dapat mengekspresikan perasaan

dankeinginannya, sehingga perilaku

hubungan dengan orang lain terganggu2.

Saat ini prevalensi anak dengan

kelainan hambatan perkembangan perilaku

telah mengalami peningkatan yang sangat

mengejutkan. Di Pensylvania, Amerika

Serikat, jumlah anak autisma saja dalam

lima tahun terakhir meningkat sebesar

500%, menjadi 40 dari 10.000 kelahiran.

Belum terhitung anak–anak dengan

perilaku lainnya. Data UNESCO

menunjukan bahwa pada tahun 2011

jumlah anak penyandang autisme di dunia

sekitar 35 juta anak, dengan perbandingan

6/1.000 anak, kondisi di USA 11/1.000

anak, dan untuk di Indonesia 8/1.000 anak.

Berasarkan data dari Kemenkes RI, bahwa

jumlah anak Penyandang Autisme sampai

berjumlah 112.000 anak3.

Terdapat berbagai macam teori tentang

penyebab autisme, antara lain teori

psikososial, teori biologis dan teori

imunologi. Teori biologis meliputi faktor

genetik, faktor perinatal, modweel neuro

anatomi, dan hipotesis neurokemistri.Salah

satu kelainan yang terjadi pada anak

autisme adalah kelainan otak, diduga ada

beberapa daerah diotak yang mengalami

disfungsi. Kelainan inilah yang diduga

dapat mendorong timbulnya gangguan

perilaku pada anak autisme4.

Intoleransi terhadap bahan kimia dan

makanan diduga sebagai penyebab

autisme. Makanan pantangan utama

meliputi gandum, susu sapi dan obat

golongan salisilat. Reaksi alergi yang

timbul dapat berupa utikari, asma dan

perilaku yang memburuk. Penelitian

membuktikan bahwa diet mempunyai

kontribusi terhadap kelainan perilaku

walaupun mekanismenya masih tidak jelas

apakah mekanisme alergi, toksik atau

farmakologikal5.

Beberapa jenis makanan seperti

makanan yang mengandung gluten dan

casein merupakan salah satu faktor yang

dapat memperburuk kondisi anak.

Pengaturan makanan yang sesuai dengan

kondisi dan kecukupan zat gizi anak

autisme dapat memperbaiki gangguan

yang diderita anak6. Sejalan dengan

penelitian bahwa diet yang dapat dijalani

oleh penderita autisme adalah diet bebas

zat aditif, bebas jamur, bebas gula murni,

diet eliminasi dan rotasi7.

Pusat layanan autis Provinsi Bangka

Belitung merupakan panti terapi satu–

satunya yang berada di provinsi Bangka

Belitung dan belum pernah dilakukan

penelitian yang berhubungan dengan diet /

konsumsi makanan.Hal itulah yang

mendorong penulis untuk melakukan

penelitian tentang hubungan diet dengan

perkembangan anak autisme.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dengan rancangan

crosssectional study yaitu untuk

mengetahui hubungan diet bebas gluten,

casein, gula murni, zat aditif dan jamur

dengan perkembangan anak autisme.

Lokasi penelitian ini adalah di Pusat

Layanan Autis Provinsi Bangka- Belitung.

Pengumpulan data dilaksanakan pada

bulan Juli–Agustus 2017. Dengan populasi

seluruh anak dan orang tua anak autis

yang tercatat pada data Pusat Layanan

Autis. Teknik sampling yang digunakan

adalah Total Sampling yaitu cara

pengambilan sampel dimana jumlah

sampel sama dengan jumlah populasi,

dengan jumlah 26 orang tua dan anak di

Pusat Layanan Autis Provinsi Bangka

Belitung.

Alat penelitian ini adalah: Kuesioner

sumber bahan makanan berupa food

frequency Questionaire (FFQ) untuk

memperoleh data tentang frekuensi

konsumsi sejumlah bahan makanan dan

Page 8: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 357-365

359

kuesioner perkembangan autisme berupa

daftar check-list deteksi perkembangan

anak autisme berdasarkan WHO (ICD-10).

HASIL

Jenis Kelamin Anak Autis

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Jenis

Kelamin Anak Autis umur 0-18 tahun

di Pusat Layanan Autis Provinsi

Bangka Belitung

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 20 76.9 %

Perempuan 6 23.1 %

Total 26 100 %

Sumber: Data Primer, 2017

Berdasarkan Tabel 1 terdapat 20 orang

anak yang memiliki jenis kelamin laki-laki

dan 6 orang anak dengan jenis kelamin

perempuan dengan masing-masing

presentase sebesar 76.9 % dan 23.1 %.

Asupan Gluten

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Asupan

Makanan Mengandung Gluten Pada

Anak Autis Umur 0-18 Tahun di Pusat

Layanan Autis Provinsi Bangka

Belitung

Asupan Gluten n %

Sering Sekali 8 30.7 %

Jarang 18 69.3 %

Total 26 100

Sumber: Data Primer, 2017

Berdasarkan Tabel 2 menunjukan

bahwa dari 26 orang jumlah responden

yang dapat diwawancarai terdapat 8 orang

anak dengan presentase 30.7 % yang

masuk dalam kategori biasa

mengkonsumsi makanan mengandung

Gluten yaitu setiap kali makan atau setiap

hari, sedangkan sisanya atau sebanyak 18

orang dengan presentase 69.3% jarang

mengkonsumsi makanan mengandung

Gluten.

Asupan Kasein

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Asupan

Makanan Mengandung Kasein Pada

Anak Autis Umur 0-18 Tahun di

Pusat Layanan Autis Provinsi Bangka

Belitung

Asupan Kasein n %

Sering Sekali 2 7.7

Jarang Dikonsumsi 19 73.1

Tidak Pernah

Dikonsumsi

5 19.2

Total 26 100

Sumber: Data Primer, 2017

Berdasarkan Tabel. 3 menunjukan

bahwa dari 26 orang jumlah responden

yang dapat diwawancarai terdapat 2 orang

anak dengan presentase 7.7% yang masuk

dalam kategori sering sekali

mengkonsumsi makanan mengandung

Kasein yaitu setiap kali makan atau setiap

hari. sedangkan sebanyak 19 orang

dengan presentase 73.1% jarang

mengkonsumsi makanan mengandung

Kasein, dan terdapat 5 orang anak yang

tidak pernah mengkonsumsi makanan

mengandung Kasein dengan prentase

sebesar 19.2%.

Asupan Recall 1x24 jam

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Asupan

Recall 1x24 Jam pada Anak Autis Umur

0-18 Tahun di Pusat Layanan Autis di

Pusat Layanan Autis Provinsi Bangka

Belitung

Kategori Recall n %

Lebih 20 76.9

Baik 6 23.1

Total 26 100

Sumber: Data Primer, 2017

Berdasarkan Tabel 4 didapatkan hasil

20 orang anak yang masuk dalam kategori

asupan makan lebih dengan presentase

76.9%, dan terdapat 6 orang anak dengan

kategori asupan makan baik dengan

presentase sebesar 23.1%.

Page 9: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 357-365

360

Perkembangan Anak Autism

Gambaran perkembangan anak autisme

diperoleh dari pengisian formulir

kuesioner perkembangan anak berupa

daftar check- list berdasarkan WHO (ICD–

10). Pengisian formulir dilakukan oleh

orang tua atau pengasuh terdekat sampel

secara langsung, penjelasan cara pengisian

oleh peneliti dan guru. Pengkategorian

sampel menjadi gejala yang baik dan tidak

baik didasarkan atas gejala awal yang

didapat dengan gejala saat ini. Setelah

dilakukan pengolahan dari hasil pengisian

formulir perkembangan anak autisme

diperoleh distribusi perkemba-ngan sampel

sebagaimana disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan pada Anak

Autis Umur 0-18 Tahun di Pusat

Layanan Autis di Pusat Layanan Autis

Provinsi Bangka Belitung

Kategori

Perkembangan n %

Baik 21 80.7

Tidak Baik 5 19.3

Total 26 100

Sumber: Data Primer, 2017

Berdasarkan Tabel 5 diperoleh hasil

bahwa sebagian besar sampel, sebanyak 21

anak (80.7%) mengalami perkembangan

baik dan 5 anak (19.3%) perkembangan

yang tidak baik.

Hubungan Diet Bahan Makanan

Sumber Gluten Dengan Perkembangan

Anak Autisme

Hubungan antara variabel diet bahan

makanan sumber gluten dengan

perkembangan anak autisme dapat dilihat

pada Tabel 6. Hubungan dua variabel

tersebut dilakukan pengujian dengan

menggunakan uji statistik chi–square.

Tabel 6. Hubungan Diet Bahan Makanan

Sumber Gluten dengan Perkembangan

Anak Autisme.

Diet bahan

makanan

sumber

gluten

Perkembangan

Total

P

Baik Tidak

Baik

0.005 Baik 21 0 21

Tidak Baik 2 3 5

Total 23 3 26

Sumber: Data Primer, 2017

Pada Tabel 6 dapat dilihat sebanyak 21

anak memiliki diet bahan makanan sumber

gluten baik dan perubahan perkembangan

dalam kategori baik, 2 anak memiliki diet

bahan makanan sumber gluten tidak baik

dan perkembangan tidak baik.3 anak yang

memiliki diet tidak baik dengan kategori

perubahan perkembangan tidak baik.

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p

0.005 (p<0.05) Uji dilakukan dengan

menggunakan Fisher's Exact Test karena

dalam tabel silang terdapat tiga sel yang

memiliki nilai kurang dari 5. Berdasarkan

uji yang telah dilakukan ada hubungan

antara diet bahan makanan sumber gluten

dengan perkembangan anak autisme.

Hubungan Diet Bahan Makanan

Sumber Kasein Dengan Perkembangan

Anak Autisme

Hubungan antara variabel diet bahan

makanan sumber kasein dengan

perkembangan anak autisme dapat dilihat

pada Tabel 7. Hubungan dua variabel

tersebut dilakukan pengujian dengan

menggunakan uji statistik chi–square.

Page 10: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 357-365

361

Tabel 7. Hubungan Diet Bahan

Makanan Sumber Kasein dengan

Perkembangan Anak Autisme.

Sumber: Data Primer, 2017

Pada Tabel 7, dari 18 anak

melaksanakan diet bahan makanan sumber

kasein baik dan memiliki perkembangan

baik, 4 anak melaksanakan diet bahan

makanan sumber kasein tidak baik dan

memiliki perkembangan tidak baik, dari

perkembangan 4 anak yang tidak baik, 4

anak melaksanakan diet bahan makanan

sumber kasein tidak baik.

Hasil pengujian secara statistik

hubungan antara diet bahan makanan

kasein dengan perkembangan anak

autisme diperoleh nilai p=0.023 (p<0.05)

hal ini menunjukan ada hubungan antara

diet dengan perkembangan anak autisme.

PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan dari

total 26 responden, 20 responden adalah

laki-laki dan 6 perempuan. Penelitian ini

sejalan dengan penelitian sebelumnya

yang menyatakan bahwa prevalensi

penderita autis lebih banyak ditemukan

pada laki-laki dibandingkan perempuan

4:1.8

Hal ini berkaitan dengan produksi

hormon. Laki-laki lebih banyak

memproduksi hormon testosteron

sedangkan perempuan lebih banyak

memproduksi hormon estrogen. Kedua

hormon tersebut memiliki efek

bertolakbelakang terhadap suatu gen

pengatur fungsi otak yang disebut retinoic

acid related orphan receptor alpha atau

RORA. Hormon testosteron menghambat

kerja RORA sedangkan hormon estrogen

mampu meningkatkan kinerjanya. Apabila

kinerja RORA terhambat maka akan

terjadi berbagai masalah koordinasi tubuh,

misalnya saja gen tersebut seharusnya

melindungi sel saraf dari dampak stress

dan inflamasi namun karena kinerjanya

terhambat maka sel tersebut tidak mampu

bekerja secara baik9.

Urutan kelahiran anak berpengaruh

terhadap pola asuh pada anak autis,

mayoritas responden pada penelitian ini

merupakan anak bungsu dalam

keluarganya. Hal ini tentunya juga

berdampak pada status gizinya, secara

keseluruhan sebagian besar responden

memiliki status gizi normal (96.15%)

namun juga ditemukan pula responden

dengan masalah gizi kurang. Beberapa

permasalahan makan pada anak autis

diantaranya picky eaters (memilih-milih

makanan), kesulitan menerima makanan

baru, dan tantrum atau mengamuk.10

Penderita autis hanya makan

berdasarkan jadwal makan atau makan jika

sudah tiba waktu makan, bukan karena

lapar. Mereka tidak bisa menakar seberapa

banyak makanan yang harus

dikonsumsinya, sehingga baru akan

berhenti jika makanan tersebut habis atau

dihentikan oleh orang lain11. Oleh karena

itu, dukungan dari orangtua dan anggota

keluarga lainnya sangat dibutuhkan untuk

kemajuan perkembangan penderita autis12.

Frekuensi Konsumsi Makanan

Mengandung Gluten dan Kasein.

Penerapan diet pada penderita autis harus

dilakukan secara tetap, teratur dan

berkesinambungan untuk melihat manfaat

dari diet tersebut, hal ini tentunya

membutuhkan pengawasan yang ketat baik

dari orangtua maupun keluarga13. Seluruh

responden (100%) pada penelitian ini

masih mengonsumsi makanan yang

mengandung gluten maupun kasein,

walaupun dalam kadar yang sangat sedikit

dan dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan

pada ibu subjek ada beberapa alasan yang

Diet bahan

makanan

sumber

kasein

Perkembangan

Total P n %

Baik 18 0 18

Tidak Baik 4 4 8

Total 22 4 26

Page 11: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 357-365

362

melatarbelakangi sulitnya menerapkan diet

tersebut diantaranya, faktor psikologis

anak, lingkungan keluarga, keterbatasan

bahan makanan sebagai alternatif

pengganti dan umumnya makanan yang

mengandung gluten maupun kasein

tersebut merupakan makanan kesukaan si

anak, sehingga orangtua merasa tidak tega

jika tidak memberikannya. Implementasi

orangtua dalam menerapkan diet bebas

gluten bebas kasein, saat ini hanya baru

bisa pada tahap mengurangi atau mengatur

frekuensi pemberiannya. Pengaturan

frekuensi makanan tersebut pun bervariasi

disesuaikan dengan kemampuan orangtua

dan kondisi anak.

Berikut beberapa contoh bahan

makanan yang bisa menjadi alternatif

pilihan bagi penderita autis diantaranya

tepung beras, tepung beras merah, tepung

maizena, tepung kedelai, tepung tapioka,

tepung kentang, tepung kanji, tepung

singkong, tepung umbi-umbian, bihun,

soun, sebagai pengganti terigu (gluten),

sedangkan susu kedelai, sari almond, sari

kacang hijau sebagai pengganti susu

(kasein).11

Berdasarkan hasil wawancara,

umumnya ibu responden pada penelitian

ini sudah mengetahui mengenai diet bebas

gluten bebas kasein bagi penderita autis.

Namun, ada beberapa alasan yang

mempengaruhi sulitnya menerapkan diet

tersebut diantaranya keterbatasan alternatif

bahan makanan pengganti dan anak mudah

sakit sehingga apabila makanan tersebut

dibatasi maka orangtua khawatir anak

tersebut akan kekurangan gizi. Penelitian

yang dilakukan di Bandung dan

Yogyakarta menyatakan bahwa diet bebas

gluten bebas casein selain membuat

perilaku autis berkurang juga memiliki

manfaat lainnya, penderita autis yang

orangtuanya konsisten dalam menjalankan

diet tersebut membuat anak mereka

menjadi tidak mudah sakit dibandingkan

saat belum melakukan diet bebas gluten

bebas kasein14.

Frekuensi konsumsi gluten kasein

berada pada skor terendah yaitu 0,

pengaplikasian dietnya pun berbeda

dengan subjek yang memiliki skor

tertinggi yaitu 483. Responden dengan

skor konsumsi terendah memiliki

kebiasaan mengonsumsi makanan yang

mengandung gluten maupun kasein yang

dibatasi maksimal dalam 1 kali/minggu

atau bahkan 1 kali/bulan subjek hanya

boleh mengonsumsi makanan tersebut,

sedangkan subjek dengan skor konsumsi

yang tertinggi memiliki kebiasaan

mengonsumsi makanan yang mengandung

gluten maupun kasein hampir setiap hari

dalam menu makanannya. Sejalan dengan

penelitian tentang makanan yang menjadi

favorit subjek pada penelitian ini antara

lain aneka gorengan yang digoreng

menggunakan tepung terigu, roti, mie,

pasta, cokelat dan susu11.

Perkembangan Anak Autism

Dari pengisian kuesioner yang

dilakukan orang tua atau orang yang

terdekat dengan sampel diperoleh hasil

sebanyak 80.7% sampel mengalami

perbaikan perkembangan lebih baik dari

sebelumnya. Berbagai terapi dilakukan

sehingga perbaikan perkembangan kearah

yang lebih baik mengalami kemajuan.

Panti terapi tempat penelitian ini

menggunakan metode ABA (Applied

Behaviour Analysis).

Penelitian di Ameriks Serikat

membuktikan metode ABA bisa

memperbaiki ketidaknormalan anak

autisme dengan tingkat keberhasilan

mencapai 89%. Penelitian tersebut

menunjukkan keterpaduan metode ABA

dengan intervensi biomedis dengan

keberhasilan secara terperinci 47%

berhasil dengan baik, 42% berhasil dengan

berbagai tingkatan dan 11% lainnya tidak

mengalami kemajuan yang signifikan15.

Pada penelitian ini 19.3% sampel yang

termasuk kategori perkembangan tidak

baik kemungkinkan disebabkan oleh umur

anak autisme pada awal mulai terapi >5

tahun, sebagaimana pernyataan yang

menekankan bahwa perlu dipahami orang

Page 12: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 357-365

363

tua, bahwa terapi harus dimulai sedini

mungkin sebelum usia 5 tahun.

Perkembangan paling pesat dari otak

manusia terjadi pada usia sebelum 5 tahun,

pucaknya terjadi pada usia 2–3 tahun16.

Oleh karena itu penatalaksanaan terapi

setelah usia 5 tahun hasilnya berjalan lebih

lambat. Pada usia 5–7 tahun

perkembangan otak melambat menjadi

25% dari usia sebelum 5 tahun. Sekalipun

demikian, karena tidak ada pilihan lain,

anak usia lebih dari 5 tahun tetap perlu

diterapi prilakunya.

Hubungan Antara Diet Bahan Makanan

Sumber Gluten Dengan Perkembangan

Anak Autisme

Gluten dan kasein berbeda dalam

keluarga protein. Gluten protein berasal

dari gandum–ganduman, misalnya terigu,

oat, dan barli, sedangkan casein protein

berasal dari susu sapi, keduanya sulit

dicerna. Anak autis harus menghindari

olahan berbahan dasar kedua protein

tersebut. Semua yang berasal dari tepung

terigu merupakan hasil olahan yang

mengandung gluten, seperti roti, makaroni,

spageti, mie, sereal, crackers, tepung

panir, ragi dan bahan pengembang kue.

Produk olahan yang mengandung kasein

adalah susu sapi segar, susu bubuk,

mentega, keju, cokelat, yoghurt, dan es

krim. Mengonsumsi gluten dan kasein

akan membuat anak autis yang mengalami

gangguan pencernaan lebih menderita17.

Hasil penelitian menunjukkan

ditemukannya hubungan antara diet bahan

makanan sumber gluten dengan

perkembangan anak autisme.

Hubungan Antara Diet Bahan Makanan

Sumber Kasein Dengan Perkembangan

Anak Autisme

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ada hubungan antara diet bahan makanan

sumber kasein dengan perkembangan anak

autisme. Kadar opiod yang tinggi dalam

otak berhubungan dengan perilaku

stereotip. Atas dasar teori kelebihan opioid

pada penyandang autisme maka tahap

pertama dalam terapi adalah

menghilangkan sumber peptida, yaitu

kasein dan gluten18.

Reaksi opioid pada anak autisme

menimbulkan reaksi mencandu serupa

pemakai narkoba. Oleh karena itu, bila

reaksi opioid ini tidak dihentikan, maka

akan mengganggu perkembangan saraf

otak bahkan secara lebih spesifik akan

mempengaruhi bagian temporal lobes otak

yang berfungsi menjaga kesinambungan

kemampuan bicara dan pendengaran.

Sensitivitas anak yang tinggi terhadap

gluten dan kasein sangat berbahaya bagi

perkembangan anak autisme itu sendiri

karena hanya dengan takaran 1 mg saja,

gluten dan kasein dapat berefek sangat

dahsyat sehingga semakin memperburuk

simpton autisme bagi anak yang

menyandangnya.19.

Para ahli sepakat bahwa sebaiknya

anak autis melakukan diet gluten dan

kasein atau diet bebas gluten bebas kasein,

selain diyakini memperbaiki gangguan

pencernaan, diet ini juga bisa mengurangi

gejala atau tingkah laku autistik20.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penderita autis lebih banyak ditemukan

pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Kelompok usia terdiagnosis autis paling

dominan antara 3-5 tahun dan sebagian

besar anak autis merupakan anak bungsu

dalam keluarganya. Seluruh responden

(100%) pada penelitian ini masih

mengonsumsi makanan yang mengandung

gluten bebas kasein namun penerapannya

hanya sebatas mengurangi atau mengatur

frekuensi pemberiannya saja.

Sebanyak 77 % responden penelitian

masih mengkonsumsi makanan sumber

kasein dan hanya 5% saja yang tidak

pernah mengkonsumsi sumber casein

dalam makanan sehari-hari. Berdasarkan

perubahan gejala awal yang didapat

Page 13: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 357-365

364

responden, diperoleh hasil bahwa sebagian

besar sampel, sebanyak 21 anak (80.7%)

mengalami perkembangan baik dan 5

anak (19.3%) perkembangan yang tidak

baik. Terdapat hubungan antara diet bahan

makanan sumber gluten dan kasein

terhadap perkembangan anak autis.

Saran

Bagi Pusat Layanan Autis dan

Orangtua: Pembaharuan informasi perlu

dilakukan secara rutin oleh terapis untuk

meningkatkan pengetahuan, perilaku, dan

pola makan yang tepat sehingga

diharapkan dapat memperbaiki dan

mendukung perkembangan anak autis

secara optimal. Sosialisasi perlu dilakukan

seperti penyuluhan, pembuatan poster

publikasi mengenai pentingnya pengaturan

makan pada anak autis yaitu dengan

melakukan pembatasan konsumsi sumber

gluten dan kasein dan meningkatkan

motivasi ibu untuk menyiapkan makanan

khusus bagi anak autis serta membiasakan

membaca label informasi gizi pada produk

makanan sebelum dibeli apakah

mengandung banyak gluten dan kasein.

Dianjurkan kepada peneliti lain untuk

terus menggali dan meneliti permasalahan

perilaku makan yang terjadi pada anak

autis khususnya diwilayah Kepulauan

Bangka Belitung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Indiarti M.T., Ma, Aku Sakit Lagi:

Panduan Lengkap Kesehatan Anak

dari A Sampai Z, Yogyakarta: ANDI

Yogyakarta; 2007.

2. Sastra, G., Neuorlinguistik Suatu

Pengantar, Bandung: Alfabeta; 2011.

3. Citydirectory.http://vivirizkiamelia.bl

ogspot.com/ 2012/05/angka-

kejadian-autis-2011.html

4. Widyawati, I., Autisme Masa Kanak,

Prosiding Simposium Temu Ilmiah

Akbar; 2002.

5. Waring, R.H., Dalam Penelitian

Patofisiologi Autisme oleh Emy.

Darto Suharso, Monque Norvitri.

Surabaya; 1999.

6. Prawiningdyah, Y., Penatalaksanaan

Gizi Pada Anak Autis. Temu Ilmiah

Dietitik VI Asosiasi Dietisien

Indonesia DIY; 2003.

7. Sjambali, R., Intervensi Nutrisi Pada

Autisme Dalam Peñatalaksanaan

Holistik Autisme. Jakarta: Konggres

Nasional Autisme Indonesia; 2003.

8. Eko, S., Hubungan Karakteristik

Ibu Dengan Konsumsi Makanan

Yang Mengandung Gluten Dan

Casein Pada Anak Autis. Semarang:

Universitas Diponegoro; 2007.

9. Alter, M.D., Autism And Increased

Paternal Age Related Changes In

Global Levels Of Gene Expression

Regulation. Public Library of Science

ONE Journal: Februari; 2013.

10. Bandini, L.G., Food Selectivity In

Children With Autism Spectrum

Disorders And Typically Developing

Children. Journal Pediactric; August;

2010.

11. Nugraheni, S.A., Efektivitas Diet

Bebas Gluten Bebas Casein

Terhadap Perubahan Perilaku

Anak Autis. Semarang: Pustaka Rizki

Putra; 2008.

12. Rahmawati, S., Julia M., Hubungan

Antar Pola Konsumsi Gluten Dan

Kasein Dengan Skor CARS

(Childhood Autism Rating Scale)

Pada Anak ASD (Autistic Spectrum

Disorder). Jurnal Gizi Klinik

Indonesia; 2006.

13. Elder, J.H., Shankar, M., Shuster, J.,

The Gluten Free Casein Free Diet

In Autism: Results Of A

Preliminary Double Blind Clinical

Trial. 2006. At

http//web.ebscohost.com diakses pada

tanggal 1 November 2018.

14. Latifah, R.E., Studi Konsumsi Dan

Status Gizi Pada Anak Penyandang

Gangguan Spektrum Autisme Di

Kota Bogor. Bogor: Fakultas

Pertanian: Institut Pertanian Bogor;

2004.

Page 14: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 357-365

365

15. Siswono, Ragam Diet Sehat.

http://www.gizi.net/cgibin/berita/fulln

ews; 2003.

16. Handojo, Y., Autisme. Petunjuk

Praktis Dan Pedoman Materi

Untuk Mengajar Anak Normal,

Autis Dan Prilaku Lain. PT Bhuana

Ilmu Populer Kelompok Gramedia:

Jakarta; 2006.

17. Danuatmaja, B., Menu Autis.

Pustaka Pembangunan Swadaya

Nusantara: Jakarta; 2004.

18. Budhiman, Melly, Shattock, P.,

Endang, A., Langkah Awal

Menanggulangi Autisme Dengan

Memperbaiki Metabolisme Tubuh.

Penerbit Majalah Nirmala: Jakarta;

2002.

19. Hembing, M., Autisma. Tips Dan

Kiat Mengatasi Anak Autisma.

Jakarta; 2003.

20. Danuatmaja, B., Terapi Anak Autis

Di Rumah, Pustaka Pembangunan

Swadaya Nusantara: Jakarta; 2003.

Page 15: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 366-371

366

GAMBARAN TINGKAT STRES PADA ORANG TUA DENGAN

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (TUNAGRAHITA)

DI SLB YAYASAN BAHAGIA KOTA TASIKMALAYA

Description Level of Parents Stress Who Have the Children with Tunagrahita in

SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya

Wawan Rismawan1, Meyriana Ulfah2, Anih Kurnia3 1,2,3,Program Studi D Iii Keperawatan, Stikes Bth Tasikmalaya, Jl.Cilolohan No.36 Tasikmalaya Kp.46115

[email protected] , [email protected] , [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Orang tua berharap memiliki anak yang sehat, baik fisik maupun mental, namun keberadaan

anak berkebutuhan khusus dalam keluarga akan menjadi stressor tersendiri bagi setiap anggota keluarga karena

dapat menjadi beban bagi keluarga baik secara mental maupun materil. Stres yang dialami oleh orang tua

dengan anak berkebutuhan khusus berpengaruh pada perkembangan anak. Tujuan penelitian untuk mengetahui

tingkat stres orang tua dengan anak berkebutuhan khusus (tunagrahita) dan klasifikasi anak tunagrahita di SLB

Yayasan Bahagia Tasikmalaya. Metode: Rancangan penelitian deskriftif kuantitatif dengan teknik sampling

accidental. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 orang tua siswa/siswi tunagrahita di SLB Yayasan Bahagia

Tasikmalaya. Teknik pengumpulan data menggunakan alat ukur observasi dan kuesioner dass 42. Hasil:

Peneliti mendapatkan hasil bahwa anak tunagrahita sedang 20 orang (66.7%) sedangkan anak tunagrahita ringan

10 orang (33.3%) dan tidak ada anak tunagrahita berat (0%). Tingkat stres orang tua yang peneliti dapatkan,

yaitu stres ringan 29 orang (96.7%), stres sedang 1 orang (3.3%) dan tidak ada stres berat (0%). Kesimpulan:

Peneliti dapat memberikan kesimpulan bahwa anak tunagrahita sedang lebih banyak dari anak tunagrahita

ringan dan tingkat stres yang dialami orang tua lebih banyak tingkat stres ringan dari tingkat stres sedang atau

berat. Saran: adanya penelitian lanjutan tentang teknik menurunkan stress pada orang tua dengan anak

tunagrahita.

Kata Kunci: Orang Tua, Tunagrahita, Tingkat Stres

ABSTRACT

Background: each parentmight expect to have a healthy child, both physically and mentally. For those parents

who have the children with special needs, they will have a different feeling, like a stressor. It can be a burden

for the family both mentally and materially. The parents who experienced stressed of the children with special

needs will affect to the development of children. Aims: to know the classification of (tunagrahita) children in

SLB Yayasan Bahagia Tasikmalaya, and to know the level of stress parents who have the children with special

needs (tunagrahita) in SLB Yayasan Bahagia Tasikmalaya Methods: this research design is a quantitative

descriptive type with accidental sampling technique. The sample in this research are 30 parents of

students/teachers tunagrahita in SLB Yayasan Bahagia Tasikmalaya. Data collection techniques used were

observation tools and questionnaires dass 42. Result: the researcher found the result that the children were

slightly tunagrahita 20 people (66.7%), while the middle tunagrahita children 10 people (33.3%)and there is no

high tunagrahita children (0%). The parent’s stress level that recoded by researchers; mild stress 29 people

(96.7%), moderate stress 1 person (3.3%) and there is no serious stress (0%). Conclusions: researcher can

conclude that the tunagrahita children in the middle position more than in mild tunagrahita children, and the

parents stress level are milder than moderate stress levels. Recommendations: advanced research on techniques

to reduce stress in parents with children tunagrahita.

Keywords: Parents, Tunagrahita, Stress Level.

Page 16: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 366-371

367

PENDAHULUAN

Keluarga merupakan lembaga paling

utama yang bertanggung jawab dalam

menjamin kesejahteraan sosial dan

kelestarian biologis anak, karena di tengah

keluarga, anak dilahirkan dan dididik

hingga dewasa (Kartono, 1992 dalam

Devina & Penny, 2016). Orang tua

berharap memiliki anak yang sehat, baik

fisik maupun mental, akan tetapi pada

kenyataannya tidak semua pasangan

dikaruniai anak sehat dan justru

mendapatkan anak dengan berkebutuhan

khusus (Mawardah dkk 2012).

Keberadaan anak berkebutuhan khusus

dalam keluarga akan menjadi stressor

tersendiri bagi setiap anggota keluarga

karena dapat menjadi beban bagi keluarga

baik secara mental maupun materil

(Napolion, 2010). Orang tua memerlukan

waktu untuk beradaptasi sehingga

akhirnya dapat menerima anak

berkebutuhan khusus meskipun masih ada

orang tua yang menolak anaknya (Kyle &

Carman, 2015). Stres yang dialami oleh

orang tua dengan anak berkebutuhan

khusus berpengaruh pada perkembangan

anak. Seseorang baru bisa mengatasi stres

ketika ia telah berhasil menyesuaikan diri

dengan keadaan yang dihadapi

(Susanandari, 2009). Penyesuaian diri

yang dimaksudkan yaitu, salah satunya

orang tua mampu menampilkan anaknya

ke masyarakat luas (Wardhani dkk, 2012 ).

Berdasarkan sensus penduduk tahun

2010 terdapat 17.374 orang di Indonesia

yang mengalami berkebutuhan khusus

berusia ≥ 10 tahun (Primadi, 2014). Di

Jawa Barat menurut sensus penduduk

tahun 2010 terdapat 358.557 orang yang

mengalami berkebutuhan khusus sedang

dan terdapat 1.952.225 orang yang

mengalami berkebutuhan khusus parah

(Sensus Penduduk, 2014).

Terdapat 6 Sekolah Luar Biasa (SLB)

yang ada di Kota Tasikmalaya. SLB

Tamansari dengan jumlah murid tahun

2017/2018 sebanyak 130 orang, SLB

Yayasan Pendidikan Patriot dengan jumlah

murid tahun 2017/2018 sebanyak 87

orang, SLB Aisyiyah Kawalu dengan

jumlah murid tahun 2017/2018 sebanyak

131 orang, SLB Yayasan Bahagia dengan

jumlah murid tahun 2017/2018 sebanyak

179 orang, SLB ABC Yayasan Insan

Sejahtera dengan jumlah murid tahun

2017/2018 sebanyak 76 orang dan SLB

ABC Argasari Lestari dengan jumlah

murid tahun 2017/2018 sebanyak 65 orang

(Dapodikbud, 2018).

Tujuan penelitian ini adalah

mengetahui klasifikasi anak berkebutuhan

khusus (tunagrahita) di SLB Yayasan

Bahagia Tasikmalaya dan mengetahui

tingkat stres orang tua yang memiliki anak

berkebutuhan khusus (tunagrahita) di SLB

Yayasan Bahagia Tasikmalaya.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang telah dilakukan

adalah penelitian yang berjenis kuantitatif

deskriptif, dimana peneliti telah

mengetahui tentang Gambaran Tingkat

Stres Pada Orang Tua Dengan Anak

Berkebutuhan Khusus (Tunagrahita) di

SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya.

Populasi yang diteliti adalah orang tua

baik ayah atau ibu dari 120 orang

siswa/siswi SLB Yayasan Bahagia Kota

Tasikmalaya. Sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah orang tua

dengan anak berkebutuhan khusus

(tunagrahita) di SLB Yayasan Bahagia

Kota Tasikmalaya yang ada pada saat

dilakukan penelitian di SLB Yayasan

Bahagia Kota Tasikmalaya dalam kurun

waktu. Sampel yang sesuai kriteria inklusi

dan kriteria eksklusi adalah 30 orang tua

dari anak berkebutuhan khusus

(tunagrahita).

Pada penelitian ini metode

pengumpulan datanya menggunakan

observasi dan kuesioner Depression

Anxiety and Stress Scale (DASS 42),

terdiri dari 42 pertanyaan yang mencakup

3 skala untuk mengukur keadaan

emosional negatif seperti depresi, ansietas,

dan stres.

Page 17: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 366-371

368

Cara pengumpulan data dengan

metode observasi yaitu peneliti

menentukan klasifikasi anak tunagrahita

dengan menggunakan data sekunder dari

satuan kelas atau satuan pendidikan yang

mana sudah diklasifikasikan oleh sekolah

saat anak mendaftar kesekolah tersebut,

sedangkan metode kuesioner responden

dikumpulkan diruangan, instrumen DASS

42 dibagikan kepada responden, instrumen

diambil kembali setelah diisi oleh

responden, namun hanya 26 responden

yang mengisi kuesioner di SLB Yayasan

Bahagia dikarenakan ketidak hadiran

responden pada saat peneliti sedang

melakukan penelitian sedangkan 4

responden mengisi kuesioner dirumah

ditunggu oleh peneliti.

HASIL

Penelitian ini dilakukan di SLB

Yayasan Bahagia Tasikmalaya. SLB

Yayasan Bahagia Tasikmalaya merupakan

sekolah yang dikhususkan untuk anak

berkebutuhan khusus. SLB Yayasan

Bahagia berlokasi Jln. Taman Pahlawan

No. 20, Cikalang, Kec. Tawang, Kota

Tasikmalaya. Penelitian dilakukan pada

bulan Mei tanggal 02,03,21,22,28,30,31

tahun 2018.

Total responden dalam penelitian ini

berjumlah 30 responden yang didapatkan

dengan menggunakan teknik accidental

sampling dari tanggal 02-31 Mei 2018,

dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1 Distribusi Sampel Berdasarkan

Klasifikasi Tunagrahita di SLB

Yayasan Bahagia Tasikmalaya Tahun

2018

No Klasifikasi Frekuensi Presentase

1. Tunagrahita Ringan 10 33.3

2. Tunagrahita Sedang 20 66.7

3. Tunagrahita Berat 0 0

Total 30 100.0

Sumber: Data Sekunder, Juni 2018

Berdasarkan Tabel 1 di atas bahwa

klasifikasi tunagrahita sedang lebih banyak

20 (66.7%) dari pada tunagrahita lainnya,

bahkan tunagrahita berat tidak ditemukan

(0%).

Tabel 2 Distribusi Sampel Berdasarkan

Tingkat Stres Orang Tua Dengan Anak

Tunagrahita di SLB Yayasan Bahagia

Tasikmalaya Tahun 2018

No Tingkat Stres Frekuensi Presentase

1. Stres Ringan 29 96.7

2. Stres Sedang 1 3.3

3. Stres Berat 0 0

Total 30 100.0

Sumber: Data Primer, Juni 2018

Berdasarkan Tabel 2 di atas bahwa

tingkat stres yang paling banyak dialami

responden, yaitu stres ringan 29 responden

(96.7%), sedangkan yang berat tidak ada

(0%).

PEMBAHASAN

Responden penelitian ini adalah orang

tua dengan anak tunagrahita yang ada pada

saat peneliti melakukan penelitian di SLB

Yayasan Bahagia Tasikmalaya. Responden

yang berhasil peneliti peroleh yaitu 30

orang dengan responden yang ada pada

saat peneliti melakukan penelitian

sebanyak 24 orang tua dan responden yang

peneliti kunjungi kerumah sebanyak 6

orang tua.

Berdasarkan hasil penelitian peneliti

telah mengetahui klasifikasi anak

tunagrahita di SLB Yayasan Bahagia

Tasikmlaya bahwa anak tunagrahita ringan

10 orang (33.3%), anak tunagrahita sedang

20 orang (66.7%) dan anak tunagrahita

berat tidak ada (0%). Ramawati, (2012)

terdapat 33 anak (50.8%) yang berada di

kelas C1 atau kategori tunagrahita sedang

dan sebanyak 32 anak berada pada kelas C

atau kategori tunagrahita ringan (49.2%)

hasil ini sama dengan yang peneliti

peroleh.

Berdasarkan hasil penelitian Peneliti

telah mengetahui tingkat stres orang tua

dengan anak berkebutuhan khusus

(tunagrahita) di SLB Yayasan Bahagia

Page 18: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 366-371

369

Tasikmalaya bahwa responden dengan

tingkat stres ringan 29 (3.3%) dan stres

berat tidak ada (0%). Menurut Napolion

(2010) bahwa dukungan kepada partisipan

dalam merawat anak dengan tunagrahita

mutlak ada, karena apabila dukungan

tersebut tidak didapatkan maka akan

menimbulkan konsekuensi emosional

seperti marah, depresi dan perilaku

menyimpang. Sedangkan menurut

Purwandari (2013) menunjukkan bahwa

stres sedang paling banyak dialami

responden yang memiliki anak tipe

tunagrahita, yaitu 55 orang stres sedang

dan stres ringan 43 orang, namun

penelitian ini tidak sependapat dengan

hasil yang peneliti dapatkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang

peneliti lakukan di SLB Yayasan Bahagia

Tasikmalaya pada bulan Mei 2018 yang

mengacu pada tujuan khusus serta telah

dijabarkan sebelumnya dipembahasan,

dapat disimpulkan bahwa: Peneliti telah

mengetahui klasifikasi anak tunagrahita di

SLB Yayasan Bahagia Tasikmlaya bahwa

anak tuna grahita ringan 10 orang (33.3%),

anak tuna grahita sedang 20 orang (66.7%)

dan anak tuna grahita berat tidak ada (0%).

Peneliti telah mengetahui tingkat stres

orang tua dengan anak berkebutuhan

khusus (tuna grahita) di SLB Yayasan

Bahagia Tasikmalaya bahwa responden

dengan tingkat stres ringan 29 orang tua

(96.7%), stres sedang 1 orang tua (3.3%)

dan stres berat tidak ada (0%).

Saran

Diharapkan orang tua dapat

memfasilitasi anak tunagrahita untuk hadir

dalam proses belajar mengajar di sekolah

luar biasa, seperti: meluangkan waktu

untuk mengantar anak ke sekolah.

Diharapkan SLB Yayasan Bahagia dapat

meningkatkan pembaruan data (seperti:

alamat) terkait siswa/siswinya.

Diharapkan lembaga pendidikan dapat

memberikan waktu satu semester untuk

fokus melakukan penelitian dan

menambahkan satu mata kuliah dalam

keperawatan terkait anak berkebutuhan

khusus. Bagi peneliti lain dapat

direncanakan penelitian lanjutan tentang

teknik menurunkan stress pada orang tua

dengan anak tunagrahita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Apriliyanti, D., Hubungan

Kemampuan Manajemen Stres

Dengan Tingkat Stres Pada

Orangtua Anak Tunagrahita Di

Slbn 1 Palangkaraya, 2017, 43–46

tersedia dalam https://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/ANN/article/download/ 1164/1 079, diakses pda 28

Juli 2018.

2. Darmono, Peran Orang Tua Dalam

Pendidikan Anak Berkebutuhan

Khusus, 2017, tersedia dalam

http://ejournal.iaingawi.ac.id/

index.php/almabsut/%09

article/view/21/14, diakses pada 31

Januari 2018.

3. Desiningrum, Psiokologi Anak

Berkebutuhan Khusus, 2016,

tersedia dalam

http://eprints.undip.ac.id/51629/1/Dini

e_Ratri__

Buku_Psikologi_ABK_2016.pdf,

diakses pada 13 April 2018.

4. Devina & Penny, Gambaran Proses

Penerimaan Diri Ibu Yang

Memiliki Anak Dileksia, Vol 3. Hal

44–52; 2016.

5. Donsun, Metodologi Penelitian

Keperawatan, Yogyakarta:

Pustakabaru press; 2016.

6. Fauzi, Hubungan Pola Asuh Orang

Tua Dengan Motivasi Anak

Berolahraga Di Akademi Futsal Maestro Bandung Universitas

Pendidikan Indonesia; 2015. tersedia

dalam

Page 19: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 366-371

370

http://repository.upi.edu/20820/5/S_P

KR_110302 2_Chapter2.pdf, diakses

pada 18 April 2018

7. Kyle & Carman, S., Buku Ajar

Keperawatan Pediatri Ed. 2, Vol. 2,

Jakarta: EGC; 2015.

8. Lubis., Penyesuaian Diri Orang Tua

Yang Memiliki Anak Autis, 2009.

tersedia dalam

https://s3.amazonaws.com/acade

mia.edu.documents/40850329/09E012

32_donlod.pdf?AWSAccessKeyId=KI

AIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires

=1517221868&Signature=skVc5nn7v

DbHOXQOsG8zcIImww%3D&respo

nsecontentdisposition=inline%3Bfilen

ame%3D09E01232_donlod.pdf,

diakses pada 29 Januari 2018.

9. Mawardah, dkk., Relationship

Between Active Coping With

Parenting Stress In Mother Of

Mentally Retarded Child, 2012,

tersedia dalam

https://media.neliti.com/media/publica

tions/61891-ID-

relationship%0A%09between-active-

coping-with.pd%0A, diakses pada 15

Februari 2018

10. Napolion, K., Pengalaman Keluarga

Dalam Merawat Anak Tuna

Grahita, 2010, tersedia dalam

http://lib.ui.ac.id/file?file

=digital/20282858T%20Kens%20Na

polion.pdf, diakses pada 31 Januari

2018

11. Nasir & Muhith, Dasar-dasar

Keperawatan Jiwa: Pengantar dan

Teori, Jakarta: Salemba Medika;

2011.

12. Ningsih, Inilah Perkembangan Data

Kependudukan Kota Tasikmalaya,

2017, tersedia dalam

www.cakrawalamedia.co.id/inilah-

perkembangan-data-%09ke

pendudukan-kota-tasikmalaya, diakses

pada 16 Februari 2018.

13. Notoatmodjo, Metodologi Penelitian

Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta;

2014.

14. Pozo, dkk., Psychological

Adaptation in Parents of Children,

2011, tersedia dalam

https://cdn.intechopen.com/pdfs-

wm/20034.pdf, diakses pada 15

Februari 2018.

15. Primadi, Situasi Penyandang

Disabilitas, 2014, tersedia dalam

https://doi.org/ 10.1007/s13398-014-

0173-7.2, diakses pada 20 Februari

2018.

16. Purwandari, Gambaran Tingkat

Stres Orang Tua Dengan Anak

Tuna Grahita Dan Tuna Daksa Di

Yayasan Pembinaan Anak Cacat

(YPAC) Medan Tahun 2013,

tersedia dalam

https://slavestore.123dok.com/cdn/dis

k1_slv191_id_pdf/2016/11_09/147

868015414927, diakses pada 27 Juli

2018

17. Ramadhany, dkk., Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan

Tingkat Stres Pengasuhan Pada Ibu

Yang Memiliki Anak Tunagrahita

Di SLB Dharma Bhakti Dharma

Pertiwi, 2017, tersedia dalam

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/inde

x.php/agro/article/

download/1802/pdf, diakses pada 27

Juli 2018

18. Ramanda, Dinamika Penerimaan

Ibu Terhadap Anak Tuna Grahita,

2008, tersedia dalam

http://repository.uinjkt.ac.id/

dspace/bitstream/123456789/244 91/

%09 1/AJENG NIDAR RAMANDA-

PSI.pdf, diakses pada 3 Maret 2018.

19. Ramawati, D., Kemampuan

Perawatan Diri Anak Tuna Grahita

Berdasarkan Faktor Eksternal Dan

Internal Anak, Jurnal Keperawatan

Indonesia; 2012, tersedia dalam

http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/32/32, diakses pada 27 Juli

2018.

20. Saryono, Kumpulan Instrumen

Penelitian Kesehatan, Yogyakarta:

Nuha Medika; 2011.

Page 20: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 366-371

371

21. Sensus Penduduk, Penyandang

Disabilitas Pada Anak, 2014,

tersedia dalam

https://mailattachment.googleusercont

ent.com/

attachment/u/0/?ui=2&ik=8%09f0df4

9bd5%09&vie, diakses pada 20

Februari 2018.

22. Sinungan, Gambaran Penerimaan

Orang Tua yang Memiliki Anak

Adhd (Attention Deficit

Hyperactivity Disorder ) Di Jakarta

Barat, 2012, tersedia dalam

http://eprints.binus.ac.id/14435/1/201

2-1-00567-PS abstrak.pdf, diakses

pada 07 Februari 2018.

23. Siregar, Persepsi Orang Tua

Terhadap Pentingnya Pendidikan

Bagi Anak, 2017, tersedia dalam

http://ojs.uma.ac.id/index.php/

jppuma/article/view/548, diakses pada

18 April 2018

24. Sunaryo, Psikologi Untuk

Keperawatan, Ed.2, Jakarta: EGC;

2014.

25. Susanandari., Gambaran

Penyesuaian Diri, 2009, tersedia

dalam http://lib.ui

.ac.id/file?file=digital/124601-

649.1DWIgGambaran

penyesuaianpendahulu an.pdf diakses

pada 15 Februari 2018.

26. Rahayu, Hubungan Antara

Perhatian Orang Tua Dan Konsep

Diri Dengan Kemandirian Belajar

Siswa Kelas X SMA Negeri 1

Gamping Tahun 2015/2016, 2016,

tersedia dalam

http://repository.upy.ac.id/1157/1/Arti

kel.pdf, diakses pada 18 April 2018

27. Tim Dapodikbud., Sekolah Kita,

terdapat dalam

http://sekolah.data.kemdik bud.go.id/,

diakses pada 16 April 2018.

28. Wardhani, dkk., Hubungan Antara

“Personal Adjustment” dengan

Penerimaan Terhadap Anak

Berkebutuhan Khusus Pada Ibu

Yang Memiliki Anak Berkebutuhan

Khusus Di RSUD X, 2012, tersedia

dalam http://proceeding.u

nisba.ac.id/index.php/sosial/article/do

wnload/204/pdf, diakses pada 15

Februari 2018.

Page 21: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 372-380

372

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

DERMATITIS DI PESANTREN DARUL MUNAWWARAH

PIDIE JAYA TAHUN 2018

The Factors Correlated with the Incidence of Dermatitis at Pesantren Darul

Munawwarah, Pidie Jaya, in 2018

Hafni Zahara1, Linda T.Maas2, Rahayu Lubis3 1, 2 Department of Health Promotion and Behavioral Sciences, University of Sumatera Utara, Medan,

Indonesia 3Department of Health Epidemiology, University of Sumatera Utara, Medan, Indonesia

[email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Dermatitis merupakan peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap

pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa eflorensasi polimorfik (eritama,

edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Menurut badan kesehatan dunia World Health

Organization (WHO) pada survei American Academy of Allergy, Asthma and Immunology (AAAAI) Tahun

2013, dermatitis merupakan masalah kulit yang umum dimana terdapat 5.7 juta kunjungan dokter pertahun

akibat penyakit dermatitis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan personal hygiene

santri dan peran pimpinan santri terhadap kejadian dermatitis di Pesantren Darul Munawwarah Pidie Jaya Tahun

2018. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik menggunakan desain cross sectional dengan sampel

sebanyak 90 responden dari total populasi 1480 orang. Teknik pengambilan sampel adalah random sampling.

Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuisioner dan observasi langsung. Analisis data dilakukan

dengan uji Chi-Square dan uji Regresi Logistik Berganda menggunakan Software SPSS 22. Hasil penelitian

menunjukkan responden yang menderita dermatitis sebanyak 52.2% dan sebanyak 47.8% tidak dermatitis. Hasil

uji chi-square menunjukkan variabel yang berhubungan secara signifikan terhadap kejadian dermatitis adalah

sikap (p=0.027) dan personal hygiene (p=0.003), sedangkan variabel pengetahuan (p=0.184) dan peran

pimpinan (p=0.333) tidak memiliki hubungan yang signifikan. Kesimpulan: Semakin baik sikap dan perilaku

personal hygiene santri maka semakin sedikit kejadian dermatitis pada santri. Selanjutnya, diharapkan kepada

santri untuk lebih memperhatikan personal hygiene (kebersihan diri) baik dari hal yang terkecil dan terbesar.

Kata Kunci: Dermatitis, Pengetahuan, Sikap, Personal Hygiene, Peran Pimpinan Santri

ABSTRACT Background: Dermatitis is skin inflammation (epidermis and dermis) as a response to exogenous and

endogenous factors which causes clinical disorders such as polymorphic efflorescence (eritama, edema,

papules, vesicles, squama, olichenification) and itchiness. According to the World Health Organization (WHO)

in the American Academy of Allergy, Asthma, and Immunology (AAAAI) survey, in 2013, dermatitis was skin

problems with 5.7 million patients each year. The objective of the research was to analyze the correlation of

personal hygiene and the role of the management of the Pesantren with the incidence of dermatitis at the

Pesantren (Islamic Boarding School) Darul Munawwarah, Pidie Jaya, in 2018. Methods: The research used

cross sectional design. The population was 1.480 students, and 90 of them were used as the samples, taken by

using simple random sampling technique. The data were gathered by conducting interviews with questionnaires

and direct observation and analyzed by using Chi Square test and multiple logistic regression analysis with

SPSS 22 Software. Results: The result of the research showed that 52.2% of the respondents suffered from

dermatitis and 47.8% of the respondents did not. The result of chi square test showed that the variables which

had significant correlation with the incidence of dermatitis were attitude (p=0.027) and personal hygiene

(p=0.0-03), while the variables of knowledge (p=0.184) and the role of management (p=0.333) did not have

significant correlation. Conclusion: The conclusion was that the better the students’ attitude and personal

hygiene, the fewer of them suffered from dermatitis. It is recommended that the students pay more attention to

personal hygiene.

Keywords: Dermatitis, Knowledge, Attitude, Personal Hygiene, Role of the Pesantren Management

Page 22: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 372-380

373

PENDAHULUAN

Penyakit kulit merupakan suatu

penyakit yang menyerang pada permukaan

tubuh, dan disebabkan oleh berbagai

macam penyebab. Penyakit kulit adalah

penyakit infeksi yang paling umum terjadi

pada orang-orang dari segala usia.

Sebagian besar pengobatan infeksi kulit

membutuhkan waktu yang lama untuk

menunjukkan efek. Masalahnya menjadi

lebih mencemaskan jika penyakit tidak

merespon terhadap pengobatan. Tidak

banyak statistik yang membuktikan bahwa

frekuensi yang tepat dari penyakit kulit,

namun kesan umum sekitar 10-20 persen

pasien mencari nasehat medis jika

menderita penyakit pada kulit15.

Personal hygiene merupakan perilaku

perawatan diri individu mempertahankan

kesehatannya. Oleh karena itu, personal

hygiene merupakan salah satu pencegahan

primer yang spesifik. Personal hygiene

menjadi aspek yang penting dalam

menjaga kesehatan individu karena

personal hygiene dapat meminimalkan

masuknya mikroorganisme, terjadi

penyakit, baik penyakit kulit, penyakit

infeksi, penyakit mulut dan penyakit

saluran cerna atau bahkan dapat

menghilangkan fungsi bagian tubuh

tertentu8. Pemeliharaan personal hygiene

sangat menentukan status kesehatan, di

mana individu secara sadar dan atas

inisiatif pribadi menjaga kesehatan dan

mencegah terjadinya penyakit. Upaya

kebersihan diri ini mencakup tentang

kebersihan rambut, mata, telinga, gigi,

mulut, kulit, kuku, serta kebersihan dalam

berpakaian. Salah satu upaya personal

hygiene adalah merawat kebersihan kulit

karena kulit berfungsi untuk melindungi

permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh

dan mengeluarkan kotoran-kotoran

tertentu. Mengingat kulit penting sebagai

pelindung organ-organ tubuh, maka kulit

perlu dijaga kesehatannya. Penyakit kulit

dapat disebabkan oleh jamur, virus,

kuman, parasit2.

Dermatitis adalah peradangan kulit

(epidermis dan dermis) sebagai respon

terhadap pengaruh faktor eksogen dan

endogen, menimbulkan kelainan klinis

berupa eflorensasi polimorfik (eritama,

edema, papul, vesikel, skuama,

likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda

polimorfik tidak timbul bersamaan, bahkan

mungkin hanya beberapa (oligomorfik).

Dermatitis cendrung residif dan menjadi

kronis14. Dampak yang ditimbulkan dari

penyakit dermatitis tergantung dari daya

imunitas penderita. Bisa jadi dampak dari

reaksi satu orang berbeda dengan orang

lainnya meskipun penyebabnya sama.

Tetapi apabila seseorang yang menderita

penyakit dermatitis yang sudah parah,

maka pada kulit akan terjadi kelepuhan

dan sangat berbahaya bagi kulit13.

Menurut badan kesehatan dunia World

Health Organization (WHO) pada survei

American Academy of Allergy, Asthma and

Immunology (AAAAI) Tahun 2013,

dermatitis merupakan masalah kulit yang

umum dimana terdapat 5.7 juta kunjungan

dokter pertahun akibat penyakit dermatitis.

Pada umumnya penyakit dermatitis sering

terjadi pada remaja atau dewasa yang

berlangsung lama, kemudian cenderung

menurun dan membaik (sembuh) setelah

usia 30 tahun, jarang sampai usia

pertengahan, hanya sebagian kecil terus

berlangsung sampai tua13.

Berdasarkan Data Ditjen Pelayanan

Medik Departemen Kesehatan RI Tahun

2014, ditemukan jumlah kasus penyakit

kulit dan jaringan subkutan lainnya

terdapat 15.6%, di mana penyakit

dermatitis mencapai 66.3%7.

Pondok Pesantren adalah sekolah

Islam berasrama (Islamic boarding school)

dan pendidikan umum yang kebanyakan

ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu

pendidikan agama Islam daripada ilmu

umum. Para pelajar pesantren disebut

sebagai santri belajar pada sekolah ini,

sekaligus tinggal pada asrama yang

disediakan oleh pesantren9. Asrama

merupakan tempat tinggal bersama para

santri selama menimba ilmu di Pesantren.

Page 23: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 372-380

374

Tinggal bersama dengan sejumlah santri

dalam satu asrama akan beresiko tertular

berbagai penyakit, penularan terjadi bila

kebersihan pribadi dan lingkungan tidak

terjaga dengan baik. Perilaku hidup bersih

dan sehat terutama kebersihan

perseorangan di pondok Pesantren pada

umumnya kurang mendapatkan perhatian

dari santri itu sendiri5.

Dukungan atau bimbingan dari ustadz

atau pengasuh sangat berpengaruh

terhadap perilaku pencegahan penyakit

kulit. Pondok pesantren merupakan tempat

pendidikan santri di bawah bimbingan

seorang Ustadz atau Kyai. Santri yang ada

di pondok pesantren pada dasarnya sama

saja dengan anak didik di sekolah umum

yang harus berkembang, yang perlu

mendapat perhatian khusus terutama

kesehatan dan pertumbuhannya16.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan

Pidie Jaya pada Tahun 2016 terdapat 2222

kasus dermatitis, data di Puskesmas Kuta

Krueng menunjukkan penyakit dermatitis

meningkat dari 530 kasus dermatitis di

Tahun 2015 menjadi 1193 kasus kasus di

Tahun 2016, serta dari bulan Januari-Mei

2017 terdapat 604 kasus dermatitis di

wilayah kerja Puskesmas Kuta Krueng,

385 kasus dermatitis atau 63.7% dari total

604 kasus dermatitis terdapat pada santri

Darul Munawwarah10.

Setelah dilakukan studi pendahuluan

yang dilakukan oleh peneliti pada bulan

Juni 2017 di Pesantren Darul

Munawwarah Pidie Jaya. Peneliti

mendapatkan informasi bahwa pondok

pesantren terbagi 2 bagian yaitu pondok

putri dan pondok putra dan diperoleh data

terdapat 3980 santri dengan rincian jumlah

santri putra 2500 orang dan jumlah santri

putri 1480 orang. Pondok Pesantren Darul

Munawarah merupakan pendidikan santri

untuk mempelajari atau mendalami

pengetahuan agama Islam tanpa

pendidikan formal lainnya. Hasil

wawancara dengan pengurus Pondok

Pesantren Darul Munawwarah didapatkan

bahwa santri perempuan berumur 19-27

tahun, santri memperoleh izin pulang

dalam setahun 2x, izin pulang hanya

berlaku 3 hari pada bulan selain

Ramadhan, pada bulan Ramadhan santri

diperbolehkan untuk pulang kerumah atau

tetap menetap di pesantren. Dan dari hasil

observasi didapati pada bilik (kamar),

terdapat lebih dari 60% kamar dihuni tidak

sesuai dengan kapasitasnya, per kamar

dihuni antara 20-35 santri dengan ukuran

kamar 8x6 meter, fasilitas tempat tidur

santri menggunakan kasur lantai yang

biasanya ditempati oleh 1 atau 2 santri dan

tidak menggunakan seprei, dan tak jarang

pula ditemui bergantian fasilitas tempat

tidur antar santri, serta ada yang menjemur

baju didalam kamar tidak terkena sinar

matahari, hal tersebut berdampak pada

terjadinya kontak langsung antara kulit

dengan kulit antara penderita dermatitis

dengan yang bukan penderita dermatitis

yang berujung pada penularan terjadinya

penyakit dermatitis.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian ini merupakan

penelitian analitik dengan menggunakan

desain cross sectional. Populasi dalam

penelitian ini adalah santri putri kelas 1, 2

dan 3 yang berada di Pondok Pesantren

Darul Munawarah yang berjumlah 1480

santri. Sampel dalam penelitian ini

berjumlah 90 santri. Tehnik pengambilan

sampel menggunakan Stratificied Random

Sampling. Instrument penelitian ini

menggunakan kuesioner dan data masalah

kesehatan santri di Puskesmas Kuta

Krueng.

Page 24: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 372-380

375

HASIL

Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik di Pondok

Pesantren Darul Munawwarah Pidie Jaya

Karakteristik n %

Kelompok Umur

15-17 Tahun 34 37.8

18-20 Tahun 56 62.2

Kelas

1 31 34.4

2 29 32.2

3 30 33.3

Lama Menetap di Pesantren

≥ 1 Tahun 64 71.1

< 1 Tahun 26 28.9

Berapa Kali Pulang Dalam 6 Bulan

1 kali 38 42.2

2 kali 38 42.2

3 kali 12 13.3

> 3 kali 2 2.2

Jumlah 90 100

Responden sebanyak 34 responden

(37.8%) berumur 18-20 tahun dan

sebanyak 56 responden (62.2%) berumur

15-17 tahun, responden kelas 1 sebanyak

31 orang atau 34.4%, reponden kelas 2

sebanyak 29 orang atau 32.2 %, responden

kelas 3 sebanyak 30 orang atau 33.3 % dan

sebanyak 71.1% atau 64 responden

menetap lebih atau sama dengan 1 tahun.

Selanjutnya responden pulang kerumah

dalam waktu 6 bulan sebanyak 42.2% 1

dan 2 kali dalam 6 bulan, 13.3% responden

pulang 3 kali pulang dalam 1 bulan dan

yang pulang > 3 kali sebanyak 2.2%.

Pengetahuan

Tabel 2. Hubungan Pengetahuan terhadap Kejadian Dermatitis

di Pesantren Darul Munawwarah Pidie jaya

Variabel

Kejadian Dermatitis

Jumlah p Dermatitis

Tidak

Dermatitis

Pengetahuan N % N % n %

Baik 38 49.4 39 50.6 77 100 0.184

Kurang 9 69.2 4 30.8 13 100

Page 25: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 372-380

376

Berdasarkan tabel di atas dapat

diketahui bahwa dari 77 responden dengan

pengetahuan baik, sebanyak 38 responden

(49.4%) mengalami kejadian dermatitis,

sedangkan dari 13 responden dengan

pengetahuan kurang sebanyak 69.2%

mengalami kejadian dermatitis.

Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh

nilai p= 0.184 hal ini berarti nilai p> 0.05

sehingga Ho diterima. Hal ini berarti tidak

ada hubungan signifikan antara

pengetahuan dengan kejadian dermatitis.

Sikap

Tabel 3. Hubungan Sikap terhadap Kejadian Dermatitis

di Pesantren Darul Munawwarah Pidie Jaya

Variabel

Kejadian Dermatitis

Jumlah

P Dermatitis

Tidak

Dermatitis

Sikap N % n % N %

Baik 31 45.6 37 54.4 68 100 0.027

Kurang 16 72.7 6 27.3 22 100

Berdasarkan tabel di atas dapat

diketahui bahwa dari 68 responden dengan

sikap baik, sebanyak 31 responden

(45.6%) mengalami kejadian

dermatitis, sedangkan dari 22 responden

memiliki sikap kurang sebanyak 16

responden (72.7%) mengalami kejadian

dermatitis. Berdasarkan hasil uji Chi

square diperoleh nilai p= 0.027 hal ini

berarti nilai nilai p < 0.05 sehingga Ho

ditolak. Hal ini berarti ada hubungan

signifikan antara sikap dengan kejadian

dermatiti

Personal Hygiene

Tabel 4. Hubungan Personal Hygiene terhadap Kejadian Dermatitis

di Pesantren Darul Munawwarah Pidie Jaya

Variabel Kejadian Dermatitis

Jumlah

p Dermatitis Tidak

Dermatitis

Personal Hygiene n % n % n %

Baik 18 37.5 30 62.5 48 100 0.003

Kurang 29 69.0 13 31 42 100

Berdasarkan tabel di atas dapat

diketahui bahwa dari 48 responden dengan

personal hygiene baik sebanyak 18

responden (37.5%) mengalami kejadian

dermatitis, sedangkan dari 42 responden

dengan personal hygiene kurang sebanyak

29 responden (69%) mengalami kejadian

dermatitis. Berdasarkan hasil uji Chi

square diperoleh nilai p=0.003 hal ini

berarti nilai p<0.05 sehingga Ho ditolak.

Hal ini berarti ada hubungan personal

hygiene dengan kejadian dermatitis

Page 26: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 372-380

377

Air Bersih

Tabel 5. Hasil Observasi Air Bersih di Pesantren Darul Munawwarah Pidie Jaya

No. Observasi Penyediaan Air Bersih Hasil ukur

1. Apakah tersedia sarana air bersih ? Ya

2. Sarana air bersih yang digunakan ? (artesis) Ya

3.

Bagaimana kualitas fisiknya ?

1. Keruh

2. Berasa

3. Berbau

Keruh

4. Apakah kuantitasnya mencukupi ? Ya

5. Apakah tersedia air yang mengalir untuk

berwudhu ?

Ya

Hasil observasi pada penyediaan air

bersih di Pesantren Darul Munawwarah

Pidie Jaya sudah baik. Sarana air bersih

yang digunakan sumur artetis, secara

kualitas fisik air yang digunakan tidak

berasa dan tidak berbau namun berkeruh

bila musim hujan tiba. Secara kuantitas air

tercukupi, kemudian air yang mengalir

(kran) digunakan untuk berwudhu tidak

mencukupi dengan jumlah santri yang ada

di pesantren, sebagian santri berwudhu

didalam satu bak terbuka secara bersama-

sama menggunakan gayung.

Karakteristik Ruangan

Tabel 6. Hasil Observasi Karakteristik Ruangan

di Pesantren Darul Munawwarah Pidie Jaya

No. Observasi Karakteristik Ruangan Hasil ukur

1. Kepadatan penghuni Ya

2. Ventilasi Ya

3. Pencahayaan Tidak Sesuai

4. Kelembaban ruangan Tidak Sesuai

5. Suhu ruangan Tidak Sesuai

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat

karakteristik ruangan yang digunakan oleh

santri di Pesantren Darul Munawwarah

Pidie Jaya. Hasil observasi menunjukkan

bahwa terjadi kepadatan penghuni di

dalam setiap ruangan yang digunakan di

pesantren tersebut. Ventilasi ruangan yang

digunakan hanya sebagian kamar yang

mencukupi untuk siklus keluar masuk

udara ke dalam ruangan santri. Selain itu,

kelembaban ruangan santri juga tidak

sesuai. Selanjutnya pencahayaan dan suhu

ruangan santri ditemukan tidak sesuai.

Oleh karena itu, karakteristik ruangan

santri harus disesuaikan dengan kebutuhan

santri, agar santri dapat terhindari dari

segala penyakit kulit, khususnya

dermatitis.

.

Page 27: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 372-380

Magister Kesehatan Masyarakat 378

Peran Pimpinan Santri

Tabel 7. Hubungan Peran Pimpinan terhadap Kejadian Dermatitis

di Pesantren Darul Munawwarah Pidie Jaya

Variabel

Kejadian Dermatitis

Jumlah

p Dermatitis Tidak

Dermatitis

Peran Pimpinan Santri n % n % N %

Baik 11 44.0 14 56.0 25 100 0.333

Kurang 36 55.4 29 44.6 65 100

Berdasarkan tabel di atas dapat

diketahui bahwa dari 25 responden dengan

peran pimpinan santri baik, sebanyak 11

responden (44%) mengalami kejadian

dermatitis, sedangkan dari 65 responden

dengan peran pimpinan santri kurang

sebanyak 36 responden (55.4%)

mengalami kejadian dermatitis.

Berdasarkan hasil uji Chi square diperoleh

nilai p= 0.333 hal ini berarti nilai p< 0.05

sehingga Ho diterima. Hal ini berarti tidak

ada hubungan antara peran pimpinan santri

dengan kejadian dermatitis.

Kejadian Dermatitis

Tabel 8.Distribusi Kejadian Dermatitis di Pesantren Darul Munawwarah

Pidie Jaya

Kejadian Dermatitis Jumlah %

Ya 47 52.2

Tidak 43 47.8

Jumlah 90 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa

sebanyak 52.2 % atau 47 santri menderita

dermatitis dan sebanyak 47.8% atau 43

santri tidak menderita dermatitis.

PEMBAHASAN

Hubungan Pengetahuan Terhadap

Kejadian Dermatitis

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa

tidak terdapat hubungan antara

pengetahuan dengan kejadian dermatitis di

Pesantren Darul Munawwarah (p=0.184).

Menurut asumsi peneliti, sebagian

responden sudah tahu apa yang dimaksud

dengan kebersihan diri, sebanyak 94.4%

responden mengetahui tujuan dari menjaga

kebersihan diri, dan 76.7% responden

mengetahui faktor-faktor yang bisa

menyebabkan terjadinya dermatitis. Rata-

rata responden memiliki pengetahuan yang

baik, namun seseorang yang memiliki

pengetahuan yang baik tidak menjamin

seseorang tersebut terhindar dari penyakit

dermatitis, karena mengetahui belum tentu

memiliki kesadaran untuk berperilaku.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Rahmayani11 yang

menyatakan bahwa p-value=1.00 > α 0.05

yang menunjukkan tidak ada hubungan

antara pengetahuan dengan frekuensi

kejadian penyakit kulit.

Hubungan Sikap Terhadap Kejadian

Dermatitis

Hasil Penelitian menunjukkan adanya

hubungan antara sikap dengan kejadian

dermatitis di Pesantren Darul

Munawwarah (p=0.027). Hasil Penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang

Page 28: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 372-380

379

dilakukan oleh Aswin2 yang

menyimpulkan bahwa ada pengaruh sikap

terhadap kejadian iritasi kulit. Penelitian

yang sama juga dilakukan oleh Fauziah,

dkk6 yang menyatakan bahwa sikap

mempunyai hubungan signifikan dengan

kejadian dermatitis pada petani rumput

laut di Dusun PuntondoTakalar.

Hubungan Personal Hygiene Terhadap

Kejadian Dermatitis

Hasil Penelitian menunjukkan adanya

hubungan antara personal hygiene dengan

kejadian dermatitis di Pesantren Darul

Munawwarah (p= 0.003). Penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Safriyanti, dkk12 yang menyatakan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara variabel personal hygiene (p=0.045)

dengan kejadian dermatitis. Personal

hygiene yang buruk sangat berdampak

bagi kesehatan, karena menetap dalam

jangka waktu yang lama di pesantren

memungkinkan seseorang terjangkit oleh

penyakit tertentu, terutama dermatitis.

Oleh karena itu pemeliharaan personal

hygiene diperlukan untuk mencegah dari

segala penyakit.

Hubungan Peran Pimpinan Santri

Terhadap Kejadian Dermatitis

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa

tidak terdapat hubungan antara peran

pimpinan santri dengan kejadian dermatitis

di Pesantren Darul Munawwarah

(p=0.333). Meskipun tidak terdapat

hubungan peran pimpinan santri dengan

kejadian dermatitis, pihak pesantren tetap

harus meningkatkan pengawasan terhadap

santriwati untuk selalu menjaga kebersihan

kamar dan lingkungan sekitar agar

terhindar dari berbagai penyakit termasuk

dermatitis.

Asumsi peneliti berdasarkan

pengamatan dan data yang diperoleh dari

wawancara singkat dengan responden,

peran pimpinan santri memiliki peran yang

sangat penting dalam mengayomi,

mengarahkan dan mendidik santri dalam

hal kebersihan. Dukungan dan bimbingan

dari ustadz maupun ustadzah akan sangat

berpengaruh terhadap pencegahan

penyakit dermatitis. Hal ini bisa dilakukan

salah satu dengan cara untuk menciptakan

suasana atau lingkungan yang dapat

mendorong santri dalam menjaga

kebersihan diri dan meningkatkan

pengawasan kepada santri untu kselalu

menjaga kebersihan kamar dan lingkungan

sekitar agar terhindar dari berbagai

penyakit terutama dermatitis.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil Penelitian yang telah dilakukan

di Pesantren Darul Munawwarah, tidak

ada hubungan yang signifikan antara

variabel pengetahuan dengan kejadian

dermatitis (p=0.184). Secara keseluruhan

pengetahuan santri terhadap kejadian

dermatitis sudah baik dan merata. Adanya

hubungan sikap dengan kejadian

dermatitis (p=0.027) . Artinya, penentuan

sikap santri terhadap kejadian dermatitis

masih belum baik. Adanya hubungan yang

signifikan antara variabel personal hygiene

dengan kejadian dermatitis (p=0.003).

Rata-rata Personal hygiene santri masih

kurang baik, Seperti saling bertukar-tukar

mukennah dan pakaian sesama temannya.

Tidak ada hubungan yang signifikan antara

variabel peran pimpinan dengan kejadian

dermatitis. Artinya, peran pimpinan

terhadap kejadian dermatitis sudah baik

dan merata, sehingga variabel peran

pimpinan tidak mempengaruhi kejadian

dermatitis santri di Pondok Pesantren

Darul Munawwarah.

Saran

Diharapkan bagi pihak pesantren untuk

membuat program berbasis preventif dan

promotif dibawah naungan

POSKESTREN (pos kesehatan pesantren)

misalnya membuat program kamar sehat,

Page 29: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 372-380

380

dan menciptakan suasana atau lingkungan

yang dapat mendorong santri dalam

menjaga personal hygiene (kebersihan

diri) yaitu dengan menempelkan poster

tentang personal hygiene (kebersihan diri)

di lingkungan pesantren, sehingga

terciptanya suasana yang bernuansakan

kesehatan dengan tujuan meningkatkan

kesehatan dan wawasan santri tentang

kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Akmal, S., Semiarty, R., dan Gayatri,

Hubungan Personal Hygiene

Dengan Kejadian Skabies Di

Pondok Pendidikan Islam Darul

Ulum Paralik Air Pacah Kecamatan

Koto Tangah, FK Universitas

Andalas; 2013.

2. Aswin, B., Pengaruh Pengetahuan,

Sikap Dan Upaya Pencegahan

Terhadap Kejadian Iritasi Kulit

Pada Pekerja Pengemasan Ikan Di

Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara, FKM USU;

2012.

3. Chandra, B., Pengantar Kesehatan

Lingkungan, Jakarta: EGC; 2012.

4. Dinkes Pidie Jaya., Profil Kesehatan

Pidie Jaya, Aceh; 2017.

5. Depkes., Pendidikan Agama Dan

Pendidikan Keagamaan, Jakarta:

Depkes; 2007.

6. Fauziah, dkk., Hubungan Lama

Kontak Dan Perilaku Kerja

Terhadap Kejadian Dermatitis

Petani Rumput Laut Dusun

Puntondo Takalar, Universitas

Hasanuddin: Makassar; 2015.

7. Kemenkes RI., Profil Kesehatan

Indonesia Tahun 2014, Jakarta;

2014.

8. Laily, S., Pentingnya Hygiene

Untuk Kesehatan, Jakarta: CV

Segung Seto; 2012.

9. Nanda, M., Faktor Yang

Mempengaruhi Kejadian

Dermatitis Pada Santri Di

Pesantren Modern Al Mukhlisin

Tanjung Morawa Kabupaten Deli

Serdang. Universitas Islam Negeri

Sumatera Utara; 2014.

10. Puskesmas Kuta Krueng., Profil

Puskesmas, Aceh; 2017.

11. Rahmayani, S., Rahamlia, S., Dewi

Y.I., Hubungan Pengetahuan Dan

Perilaku Dengan Frekuensi

Kejadian Penyakit Kulit Pada

Masyarakat Pengguna Air

Kuantan, Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Riau; 2014.

12. Safriyanti, Lestari, H., Ibrahim, K.,

Hubungan Personal Hygiene, Lama

Kontak Dan Riwayat Penyakit

Kulit Dengan Kejadian Dermatitis

Kontak Pada Petani Rumput Laut

Di Desa Akuni Kecamatan

Tinanggea Kabupaten Konawe

Selatan, Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Halu Oleo;

2016.

13. Sartiwi, W., Pengaruh Pendidikan

Kesehatan Terhadap Pengetahuan

Santri Tentang Pencegahan

Penyakit Dermatitis Di Pondok

Pesantren Darussalam Auduri

Sumani Kecamatan X Koto

Singkarak, Stikes Syedza Saintika

Padang; 2016.

14. Sri, A.., Surja. D., Ilmu Penyakit

Kulit Dan Kelamin, Jakarta: FKUI;

2010.

15. Susanto, R.C., Ari, M.G.A., Made.,

Penyakit Kulit Dan Kelamin,

Yogyakarta: Nuha Medika; 2013.

16. Wahyuningsih, B.D., Hubungan

Dukungan Pengasuh Tentang

Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat

Santri Dengan Pencegahan Skabies

Di Pondok Pesantren Darul

Dakwah, Stikes Bina Sehat PPNI

Mojokerto; 2016.

Page 30: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No. 1, Februari 2019: 381-391

381

PERBEDAAN STATUS GIZI PADA BAYI YANG DIBERI ASI

EKSKLUSIF DAN MP-ASI DINI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA

JANTHO KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2017

The Difference in Nutrition Status in Infants Who are Given Exclusive and Early

MP-ASI in the Working Area of Puskesmas Jantho City Regency at Aceh Besar

Year 2017

Asnawi Abdullah1, Basri Aramico2, Phossy Vionica Ramadhana3 1,2,3Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah AcehBanda Aceh, Aceh 23245

[email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Gizi masyarakat mempengaruhi kecerdasan dan kesejahteraan, akan tetapi banyak bayi yang

mengalami rawan gizi karena pemberian MPASI (makanan pendamping ASI) yang terlalu dini. Tujuan

penelitian ini untuk mengetahui perbedaan status gizi pada bayi yang diberi ASI eksklusif dan MP-ASI dini di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar tahun 2017. Metode: Penelitian ini dilakukan

dngan metode deskriptif analitik dengan desain case control. Populasi dalam penelitian ini adalah adalah semua

bayi usia 7-12 bulan berstatus gizi baik dan kurang di wilayah kerja Puskesmas Jantho. Pengambilan sampel

menggunakan rumus studi kasus kontrol sehingga diperoleh sebanyak 58 bayi dengan status gizi baik dan 58

bayi dengan status gizi kurang. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi bayi kurang yang

diberikan MP-ASI sebesar 75.9% lebih besar dibandingkan dengan status gizi bayi baik sebesar 41.4%.

Sedangkan pada status gizi bayi kurang yang diberikan ASI eksklusif hanya sebesar 24.1% namun pada bayi

dengan status gizi bayi baik diperoleh 58.6%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa, ada perbedaan status

gizi bayi yang diberi ASI eksklusif dan MP-ASI dini, ada hubungan antara status gizi dengan pemberian ASI

eksklusif ibu, pemberian MP-ASI dini, tingkat pendidikan, pendapatan orang tua, paritas, jarak kelahiran,

pelayanan kesehatan, sanitasi lingkungan, personal hygiene, perawatan payudara, produksi ASI, lingkungan

sosial dan Inisiasi Menyusu Dini. Ketika dilakukan analisis lebih lanjut berdasarkan analisis multivariat paritas

merupakan faktor yang paling dominan terhadap status gizi bayi. Kesimpulan: Peneliti dapat memberikan

kesimpulan bahwa bayi yang mengalami gizi kurang lebih banyak pada bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif.

Dimana faktor yang paling dominan disebabkan oleh paritas.

Kata Kunci: Status Gizi, Pemberian ASI, MP-ASI

ABSTRACT

Background: Community nutrition affects intelligence and welfare, but many babies are prone to nutrition due

to the introduction of MP-ASI (escort food) that is too early. The purpose of this research is to determine the

difference in nutrition status in infants who are given exclusive and early MP-ASI in the work area of Jantho

City District Aceh Besar Regency in 2017. Method: This research is done by the analytical descriptive method

with case control design. The population in this study is all infants aged 7-12 months of good nutrition and less

in the working area of Jantho Puskesmas. Sampling using case control study formula so obtained as much as 58

infants with good nutritional status and 58 infants with less nutritional status. Results: The results showed that

the nutritional status of infants less than the MP-ASI was 75.9% larger than the infant's nutritional status of

either 41.4%. While in the nutritional status of infants given exclusive breast milk is only 24.1% but in infants

with a nutritional status of infants is either obtained by 58.6%. The results of bivariate analysis showed that

there is a difference in infant nutrition status that is given exclusive ASI and MP-ASI early, there is a

relationship between the nutritional status with mother's exclusive BREAST feeding, early MP-ASI

administration, education level, parental income, parity, Birth distance, health services, environmental

sanitation, personal hygiene, breast care, breast production, social environment and initiation of breastfeeding.

When done further analysis based on a multivariate analysis of parity is the most dominant factor against the

status of infant nutrition. Conclusion: Researchers can conclude that infants who are experiencing less

nutrition in infants who are not given exclusive breast milk. Where the most dominant factor is caused by parity.

Keywords: Nutritional Status, Breast Feeding, MP-ASI

Page 31: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 381-391

382

PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran, kemauan

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan

yang optimal, yang pada akhirnya

meningkatkan kualitas sumber daya

manusia. Arah kebijaksanaan

pembangunan bidang kesehatan adalah

untuk meningkatkan derajat kesehatan,

termasuk di dalamnya keadaan gizi

masyarakat dalam rangka meningkatkan

kualitas hidup serta kecerdasan dan

kesejahteraan pada umumnya (Suhardjo,

2007).

Gizi masyarakat mempengaruhi

kecerdasan dan kesejahteraan, akan tetapi

banyak bayi yang mengalami rawan gizi

karena ASI (Air Susu Ibu) banyak diganti

oleh susu formula dengan jumlah dan cara

yang tidak sesuai kebutuhan. Diperkirakan

80% dari jumlah ibu yang melahirkan

mampu untuk menghasilkan air susu ibu

dalam jumlah yang cukup untuk keperluan

bayinya secara penuh tanpa makanan

tambahan bahkan ibu yang gizinya kurang

baikpun dapat menghasilkan ASI cukup

tanpa makanan tambahan selama tiga

bulan pertama (Endang, 2007).

Selama ini persepsi masyarakat, anak

yang tidak diberikan ASI eksklusif

memiliki anak yang lebih sehat dengan

berat badan yang lebih baik dibandingkan

dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif.

Hal ini tidak berarti bahwa berat badan

yang lebih besar pada bayi yang mendapat

susu formula lebih baik dibanding bayi

yang mendapat ASI. Berat badan berlebih

pada bayi yang mendapat susu formula

justru menandakan terjadinya kegemukan

(obesitas) (Kemenkes RI, 2011).

Laporan tahunan puskesmas Kota

Jantho tahun 2015, persentase bayi yang

mendapat ASI eksklusif 36,7%. Data

tersebut menunjukan bahwa pemberian

ASI eksklusif masih rendah hanya 36,7%

dari keseluruhan bayi. Lebih dari setengah

bayi yang berusia antara 0-6 bulan tidak

mendapatkan ASI eksklusif dengan kata

lain lebih dari separuh bayi tersebut

mendapatkan makanan pendamping ASI

sebagai penunjang nutrisinya. Selain itu

juga terdapat kasus gizi kurang 3,8%

(Puskesmas Kota Jantho, 2015).

Berdasarkan permasalahan tersebut,

maka diperlukan study untuk mengetahui

perbedaan status gizi pada bayi yang diberi

ASI eksklusif dan MP-ASI dini di wilayah

kerja puskesmas Kota Jantho Kabupaten

Aceh Besar tahun 2017.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah

dengan metode deskriptif analitik dengan

desain case control (1:1). Penelitian ini

dilakukan di wilayah kerja puskesmas

Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar

dengan jumlah 13 desa, yang kemudian

diambil 20% dari 13 desa yang ada di

wilayah kerja puskesmas, sehingga

didapatkan 3 desa sebagai sampel.

Populasi dalam penelitian ini adalah

semua bayi usia 7-12 bulan dengan status

gizi baik dan kurang di wilayah kerja

Puskesmas Kota Jantho Kabupaten Aceh

Besar tahun 2017. Dimana populasi kasus

adalah bayi usia 7-12 bulan dengan status

gizi kurang, sedangkan yang menjadi

populasi kontrol adalah bayi usia 7-12

bulan dengan status gizi baik.

Adapun tehnik pengambilan sampel

menggunakan metode cluster sampling

dengan penentuan besar sampel

menggunakan rumus case control yaitu 58

bayi dengan status gizi kurang (kasus)

serta 58 bayi dengan status gizi baik

(kontrol).

Penelitian ini metode pengumpulam

data menggunakan kuesioner, dimana

peneliti menanyakan langsung kepada

responden. Kemudian data yang dilakukan

analisis univariat, bivariat, dan multivariat

menggunakan STATA 12.

HASIL

Berdasarkan karakteristik responden

pada penelitian menunjukkan bahwa dari

Page 32: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 381-391

383

116 responden yang status gizinya pada

kategori kurang normal sebanyak 50%,

dimana jika dilihat berdasarkan prevalensi

tersebut pada pemberian ASI secara

eksklusif, pendidikan, personal hygiene,

perawatan payudara, produksi ASI dan

pelaksaan IMD masih menunjukkan lebih

dari setengah responden dengan prevalensi

yang kurang baik. Sehingga bisa

berdampak pada status gizi bayi di wilayah

kerja Puskesmas Kota Jantho. Sedangkan

pada karakteristik lainnya menunjukkan

prevalensi yang cukup baik.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Di Wilayah Kerja Puskesmas

Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar Tahun 2017

No. Karakteristik Subjek Frekuensi

(n = 116)

Persentase

(%)

1 Status Gizi

- Gizi Baik

- Gizi Kurang

58

58

50

50

2 Pemberian ASI

- ASI Eksklusif

- Non eksklusif

48

68

41.38

58.62

3 MP - ASI

- Ya

- Tidak

68

48

58.62

41.38

4 Pendidikan

- Tinggi

- Sedang

22

94

18.97

81.03

5 Pendapatan

- Tinggi

- Rendah

76

40

65.52

34.48

6 Paritas

- Berisiko

- Tidak Berisiko

38

78

32.76

67.24

7 Jarak Kelahiran

- Berisiko

- Tidak Berisiko

53

64

44.83

55.17

8 Pelayanan Kesehatan

- Memanfaatkan

- Tidak Memanfaatkan

86

30

74.14

25.86

9 Sanitasi Lingkungan

- Baik

- Kurang

56

60

48.28

51.72

10 Personal Hygiene

- Baik

- Kurang

41

75

35.34

64.66

11 Perawatan Payudara

- Ya

- Tidak

27

89

23.28

76.72

12 Produksi ASI

- Cukup

- Tidak Cukup

44

72

37.93

62.07

Page 33: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 381-391

384

No. Karakteristik Subjek Frekuensi

(n = 116)

Persentase

(%)

13 Lingkungan Sosial

- Baik

- Kurang

65

51

56.03

43.97

14 Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

- Ya

- Tidak

53

63

45.69

54.31

Perbedaan Status Gizi Bayi antara Bayi yang Mendapatkan ASI eksklusif dan MP-ASI

Tabel 2. Analisa T-Test Status Gizi Bayi Yang Mendapatkan ASI Eksklusif Dan Mp-

ASI Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar Tahun 2017

No. Status Gizi Bayi N Rank Sum Expected P Value

1. ASI Eksklusif 48 2228 2808 0.002

2. MP-ASI 68 4558 3978

Kelompok ASI Eksklusif bila dilihat

dari rank sum (2228) dibawah nilai

expected (2808) maka bayi pada kelompok

ASI Eksklusif lebih baik dibandingkan

dengan bayi pada kelompok MP-ASI yang

dapat dilihat dari rank sum (4558)

melebihi nilai expected (3978). Hasil uji

statistik diperoleh nilai p-value = 0,002

pada taraf signifikan α=0,05. Maka

keputusan hipotesis menolak Ho.

Dari hasil di atas maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

yang bermakna antara status gizi bayi yang

mendapatkan ASI eksklusif dan yang

mendapatkan MP-ASI di wilayah kerja

Puskesmas Kota Jantho.

Faktor Risiko Status Gizi Bayi

Tabel 3. Hubungan Faktor Risiko Status Gizi Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Jantho Kabupaten Aceh Besar Tahun 2017

No. Faktor Risiko

Status Gizi Bayi Total OR

(95% CI)

P

Value Baik Kurang

n % n % n %

1. Pemberian ASI

ASI Eksklusif 34 58.6 14 24.1 48 41.4

Non ASI

Eksklusif 24 41.4 44 75.9 68 58.6 4.5 (2.0-9.9) 0.002

2. MP-ASI

Tidak 34 58.6 14 24.1 48 41.4

Ya 24 41.4 44 75.9 68 58.6 4.5 (2.0-9.9) 0.002

3. Pendidikan

Tinggi 19 32.8 3 5.2 22 18.9

Menengah 39 67.2 55 94.8 94 81.1 8.9 (2.5-32.3) 0.001

Page 34: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 381-391

385

No. Faktor Risiko

Status Gizi Bayi Total OR

(95% CI)

P

Value Baik Kurang

n % n % n %

4. Pendapatan Tinggi 53 91.4 23 39.7 76 65.5

Rendah 5 8.6 35 60.3 40 34.5 16.1 (5.6-46.4) 0.004

5. Paritas Tidak Berisiko 57 98.3 21 36.2 78 67.2

Berisiko 1 1.7 37 63.8 38 32.8 100.4 (12.9-778.8) 0.001

6. Jarak

Kelahiran

Tidak Berisiko 49 84.5 15 25.9 64 55.2

Berisiko 9 15.5 43 74.1 52 44.8 15.6 (6.2-39.3) 0.002

7. Pelayanan Kesehatan Memanfaatkan 57 98.3 29 50 86 74.1

Tidak

Memanfaatkan 1 1.7 29 50 30 25.9 57 (7.4-439.7) 0.003

8. Sanitasi Lingkungan

Baik 39 67.2 17 29.3 56 48.3

Kurang 19 32.7 41 70.7 60 51.7 4.9 (2.3-10.9) 0.004

9. Personal Hygiene

Baik 33 56.9 8 13.8 41 35.3

Kurang 25 43.1 50 86.2 75 64.7 8.3 (3.3-20.5) 0.006

10. Perawatan Payudara

Ya 21 36.2 6 10.3 27 23.3

Tidak 37 63.8 52 89.7 89 76.7 4.9 (1.8-13.4) 0.002

11. Produksi ASI

Cukup 33 56.9 11 18.9 44 37.9

Tidak Cukup 25 43.1 47 81.1 72 62.1 5.6 (2.4-13.0) 0.002

12. Lingkungan Sosial

Baik 54 93.1 11 18.9 65 56.1

Kurang 4 6.9 47 81.1 51 43.9 57.7 (17.2-193.3) 0.008

13. IMD

Ya 37 63.8 16 27.6 53 45.7

Tidak 21 36.2 42 72.4 63 54.3 4.6 (2.1-10.2) 0.009

Berdasarkan tabel diatas, faktor risiko

tersebut memiliki hubungan dengan status

gizi bayi. Dimana pemenuhan kebutuhan

anak harus diperhatikan bukan hanya dari

asupan gizi saja melainkan juga pada

kesehatannya. Jika dilihat berdasarkan

nilai odd ratio, paritas memiliki faktor

risiko paling besar. Hal tersebut

disebabkan oleh jumlah anak yang terlalu

banyak membuat kebutuhannya tidak

terpenuhi secara maksimal.

Page 35: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 381-391

386

Faktor Risiko Yang Paling Dominan Terhadap Status Gizi Bayi

Faktor Risiko Dominan Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Bayi Di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar Tahun 2017

No. Faktor Risiko Odds Ratio CI 95%

P-value Lower Upper

1 Pemberian ASI 19.698 1.772 219.034 0,015

2 Produksi ASI 4.959 0.735 33.468 0,100

3 Lingkungan Sosial 7.316 1.011 52.923 0,049

4 Paritas 227.264 5.052 10223.600 0,005

5 Jarak Kelahiran 6.102 1.105 33.699 0,038

6 Pelayanan Kesehatan 19.911 0.910 435.603 0,057

7 Sanitasi Lingkungan 3.463 0.557 21.517 0,183

Hasil analisis multivariat

menggunakan model regresi logistik

menunjukkan bahwa ibu yang memberikan

MP-ASI memiliki risiko 20 kali lebih

besar memiliki bayi status gizi kurang

dibandingkan dengan ibu yang

memberikan ASI eksklusif (OR=19.698,

CI95%=1.772-219.034, p-value=0.015),

ibu yang produksi ASInya tidak cukup

memiliki risiko 5 kali lebih besar memiliki

bayi status gizi kurang dibandingkan

dengan ibu yang produksi ASInya cukup

(OR=4.959, CI95%=0.735-33.468, p-

value=0.100), ibu yang lingkungan

sosialnya kurang memiliki risiko 7 kali

lebih besar memiliki bayi status gizi

kurang dibandingkan dengan ibu yang

lingkungan sosialnya baik (OR=7.316,

CI95%=1.011-52.923, p-value=0.49), ibu

dengan paritas berisiko memiliki risiko

227 lebih besar memiliki bayi status gizi

kurang dibandingkan dengan ibu dengan

parisitas tidak berisiko (OR=227.264,

CI95%=5.052-10223.600, p-value=0.005),

ibu dengan jarak kelahiran berisiko

memiliki risiko 6 kali lebih besar memiliki

bayi status gizi kurang dibandingkan

dengan ibu yang jarak kelahirannya tidak

berisiko (OR=6.102, CI95%=1.105-

33.699, p-value=0.038), ibu yang tidak

memanfaatkan pelayanan kesehatan

memiliki risiko 20 kali lebih besar

memiliki bayi status gizi kurang

dibandingkan dengan ibu yang

memanfaatkan pelayanan kesehatan

(OR=19.911, CI95%=0.910-435.603, p-

value=0.057), ibu dengan sanitasi

lingkungan kurang memiliki risiko 3 kali

lebih besar memiliki bayi dengan status

gizi kurang dibandingan dengan ibu yang

sanitasi lingkungannya baik (OR=3.463,

CI95%=0.557-21.517, p-value=0.183).

PEMBAHASAN

Perbedaan Status Gizi Bayi yang

Diberikan ASI Eksklusif dan MP-ASI

Hasil penelitian yang telah dilakukan,

menunjukkan bahwa kelompok ASI

Eksklusif bila dilihat dari rank sum (2228)

dibawah nilai expected (2808) maka bayi

pada kelompok ASI Eksklusif lebih baik

dibandingkan dengan bayi pada kelompok

MP-ASI yang dapat dilihat dari rank sum

(4558) melebihi nilai expected (3978).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p-

value=0.002 pada taraf signifikan α=0.05.

Maka keputusan hipotesis menolak Ho,

artinya bahwa terdapat perbedaan yang

bermakna antara status gizi bayi yang

mendapatkan ASI eksklusif dan yang

mendapatkan MP-ASI di wilayah kerja

Puskesmas Kota Jantho.

Status gizi tidak hanya dipengaruhi

oleh pola makan, tetapi juga dipengaruhi

oleh kesehatan. Menurut Siswanto (2010)

yang mempengaruhi masalah gizi terdiri

dari pola makan, penyakit infeksi, tingkat

pengetahuan, tingkat pendidikan, dan

Page 36: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 381-391

387

ekonomi. Pola makan yang diberikan juga

bergantung dari tingkat ekonomi keluarga

dan pengetahuan mengenai makanan sehat

dan bergizi.

Hal ini sesuai dengan temuan

Khasanah (2011) yang menyimpulkan

pada bayi usia 0-6 bulan zat gizi yang

dibutuhkan oleh bayi dapat dipenuhi

dengan pemberian ASI secara eksklusif.

Asumsi peneliti, terdapat perbedaan

pemberian ASI ekslusif dan ASI non

ekslusif terhadap perubahan berat badan

pada bayi. Walaupun perbedaan berat

badan tidak terlalu jauh, namun ASI

ekslusif sangat unggul dalam memenuhi

kebutuhan bayi untuk pertumbuhan bayi

selama enam bulan pertama. Berat badan

bayi yang mendapat ASI ekslusif lebih

ringan dibandingkan dengan berat badan

bayi yang mendapatkan ASI non ekslusif,

namun jika dilihat pada Kartu Menuju

Sehat, bayi yang mendapat ASI ekslusif

memiliki berat badan dalam rentang

normal, sedangkan bayi yang mendapat

ASI non ekslusif memiliki berat badan

pada rentang obesitas.

Hubungan Faktor Risiko Status Gizi

Bayi

Hasil penelitian yang telah dilakukan

oleh peneliti menunjukkan bahwa ada

hubungan antara pemberian ASI dengan

status gizi, dimana hasil uji statistik

menunjukkan bahwa nilai p-value 0.002

lebih kecil dari nilai < 0.05. Peneliti

menemukan bahwa di wilayah kerja

puskesmas Kota Jantho pada tahun 2017,

dari 116 bayi usia 7-12 bulan diantaranya

berstatus gizi kurang akan tetapi diberikan

ASI eksklusif. Hal ini disebabkan karena

kebanyakan ibu memberikan ASI akan

tetapi tidak sampai mengosongkan isi

payudara. Ibu rata-rata hanya memberikan

ASI selama 5-10 menit.

Hal tersebut sejalan dengan hasil

penelitian oleh Kurnia, dkk (2013), bahwa

ada hubungan antara pemberian ASI

eksklusif dengan status gizi bayi. Dimana

ibu yang memberikan ASI eksklusif

cenderung memiliki bayi dengan status

gizi lebih baik dari pada ibu yang tidak

memberikan ASI eksklusif.

Berdasarkan hasil penelitian

menujukkan bahwa ada hubungan

pemberian MP-ASI terlalu dini dengan

status gizi bayi. Dimana hasil uji statistik

menunjukkan nilai p-value=0.002 lebih

kecil dari nilai < 0.05. Kenyataanya

dilapangan, ada ibu yang memberikan MP-

ASI terlalu dini akan tetapi memiliki bayi

dengan status gizi baik. Hal ini disebabkan

karena sebagian besar ibu memberikan

makanan yang memiliki karbohidrat yang

tinggi.

Penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Risa

(2013), bahwa ada hubungan antara

pemberian MP-ASI terhadap status gizi

bayi. Dimana anak yang diberikan MP-

ASI pada usia ≥ 6 bulan memiliki status

gizi lebih baik dibandingankan dengan

anak yang diberikan MP-ASI terlalu dini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ada hubungan antara pendidikan dengan

status gizi, dimana hasil uji statistik

menunjukkan bahwa nilai p-value 0.001

lebih kecil dari nilai < 0.05.

Hasil dilapangan masih ada ibu

berpendidikan tinggi, akan tetapi memiliki

bayi dengan status gizi kurang. Hal ini

disebabkan karena berbagai faktor yaitu

faktor pemberian ASI eksklusif, pemberian

MP-ASI dini, pendapatan orang tua,

paritas, jarak kelahiran, pelayanan

kesehatan, sanitasi lingkungan, personal

hygiene, perawatan payudara, produksi

ASI, lingkungan sosial, IMD.

Penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian Parindifaraj (2014),

menunjukkan bahwa faktor pendidikan ibu

yang kurang dari SMA memiliki

kemungkinan 1.3 kali lebih banyak

terjadinya status gizi kurang pada anak

batita dibandingkan ibu yang

berpendidikan lebih dari SMA. Terdapat

hubungan bermakna antara tingkat

pendidikan ibu dengan status gizi anak,

dimana ibu berlatar pendidikan rendah

kemungkinan anaknya berstatus gizi

Page 37: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 381-391

388

kurang 13% lebih tinggi dibandingkan ibu

yang berpendidikan lebih tinggi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa

ada hubungan antara pendapatan dengan

status gizi, dimana hasil uji statistik

menunjukkan bahwa nilai p-value 0.004

lebih kecil dari nilai < 0.05.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh

bahwa terdapat ibu yang pendapatannya

tinggi akan tetapi memiliki bayi dengan

status gizi kurang. Hal ini disebabkan

karena kebanyak ibu tidak cukup produksi

ASI nya dan merasa mampu membeli susu

formula. Akan tetapi terdapat bayi yang

gizinya baik hal ini dikarenakan jarak

kelahiran antara 1 anak dengan anak yang

lain terlalu dekat, sehingga asupan gizi

pada bayi tidak terpenuhi. Sedangkan ibu

yang pendapatannya rendah tetapi status

gizinya baik, hal ini dikarenakan ibu

secara rutin menkonsumsi makanan dan

sayuran yang bergizi terutama yang ada di

sekelilingnya seperti daun katuk dan susu

kedelai yang dapat meningkatkan produksi

ASI.

Penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian Parindifaraj (2014), yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara

pendapatan orang tua dengan status gizi

bayi. Dimana keluarga dengan pendapatan

kurang UMR, cenderung memiliki bayi

dengan status gizi kurang dibandingkan

dengan pendapatan orang tua lebih dari

UMR.

Hasil analisis menunjukkan bahwa

ada hubungan antara paritas dengan status

gizi, dimana hasil uji statistik

menunjukkan bahwa nilai p-value 0.001

lebih kecil dari nilai < 0.05.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh

bahwa terdapat ibu yang kategori

paritasnya tidak berisiko tetapi terdapat

bayi yang gizinya kurang, hal ini

dikarenakan ibu kurang memanfaatkan

pelayanan kesehatan sehingga informasi

yang dimiliki oleh ibu dalam

meningkatkan status gizi bayi kurang

maksimal. Sedangkan ibu yang kategori

paritasnya berisiko tetapi status gizinya

baik, hal ini dikarenakan ibu secara rutin

melakukan pemeriksaan ke tempat

pelayanan kesehatan sehingga ibu dapat

mengontrol dan memberikan makanan

yang baik kepada bayinya, sebab ibu telah

diberikan pemahaman oleh petugas

kesehatan tentang peningkatan asupan

gizinya.

Hal tersebut sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Agesti, dkk

(2016) yang menyebutkan bahwa ada

hubungan peritas dengan status gizi bayi.

Dimana ibu dengan jumlah anak >2

berisiko 16 kali lebih besar mempunyai

balita dengan status gizi yang tidak

normal, dibandingkan dengan ibu dengan

jumlah anak ≤2.

Hasil analisis menunjukkan bahwa

ada hubungan antara jarak kelahiran

dengan status gizi, dimana hasil uji

statistik menunjukkan bahwa nilai p-value

0.002 lebih kecil dari nilai < 0.05.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh

bahwa terdapat ibu yang jarak

kehamilannya tidak berisiko tetapi terdapat

bayi yang gizinya kurang, hal ini

dikarenakan ibu tidak memberikan ASI

secara eksklusif kepada bayi. Sedangkan

ibu yang jarak kehamilannya berisiko

tetapi status gizinya baik, hal ini

dikarenakan ibu memberikan ASI

eksklusif kepada bayi walaupun ibu tidak

memberikan ASI kepada bayi sampai bayi

berumur 2 tahun, tetapi setelah bayi

mendapatkan ASI eksklusif, ibu

memberikan makanan pendamping ASI

yang cukup kepada bayi sehingga asupan

gizinya semakin maksimal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ada hubungan antara pelayanan kesehatan

dengan status gizi, dimana hasil uji

statistik menunjukkan bahwa nilai p-value

0.003 lebih kecil dari nilai < 0.05.

Berdasarkan hasil lapangan

didapatkan bahwa ada ibu yang

memanfaatkan pelayanan kesehatan akan

tetapi memiliki bayi dengan status gizi

kurang. Hal ini disebabkan karena, ada ibu

yang menerima penyuluhan akan tetapi

tidak menerapkan pada kesehariannya.

Selain itu kebanyakan ibu menerima

Page 38: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 381-391

389

kapsul vitamin A tetapi membuang kapsul

tersebut.

Penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian Ratu (2010), bahwa ada

hubungan antara pelayanan kesehatan

dengan status gizi bayi. Dimana ibu yang

tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan

lebih berisiko terjadinya malnutrisi pada

bayi dibandingkan dengan keluarga yang

memanfaatkan pelayanan kesehatan

dengan baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ada hubungan antara sanitasi lingkungan

dengan status gizi, dimana hasil uji

statistik menunjukkan bahwa nilai p-value

0.004 lebih kecil dari nilai < 0.05.

Aspek sanitasi lingkungan sangat

menentukan kondisi kesehatan bayi.

Kurangnya perhatian keluarga terutama

ibu, dalam hal sanitasi lingkungan dapat

meningkatkan kerentanan bayi terhadap

penyakit infeksi dan mengurangi

kesempatan anak untuk mengeksplorasi

lingkungan. Penyakit infeksi mempunyai

kontribusi terhadap kekurangan energi,

protein, dan zat gizi lain karena

menurunnya nafsu makan sehingga tingkat

kecukupan gizi menjadi berkurang (Erna

dan Setiyowati, 2012).

Penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian Tjeptjep (2011), bahwa ada

hubungan antara sanitasi lingkungan

dengan status gizi. Dimana bayi yang

tumbuh di lingkungan tidak sehat

berpeluang satu kali lebih besar akan

mengalami status gizi buruk dibandingkan

dengan bayi yang berstatus gizi baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ada hubungan antara personal hygiene

dengan status gizi, dimana hasil uji

statistik menunjukkan bahwa nilai p-value

0.006 lebih kecil dari nilai < 0.05.

Masih ada ibu yang berada di wilayah

kerja puskesmas Kota Jantho yang kurang

menyadari kebersihan diri. Mereka tidak

mengetahui bahwa salah satu faktor

terpenting dari kesehatan anak adalah dari

seorang ibu. Si ibu bahkan sebelum

menyusui anaknya tidak mencuci tangan,

karena merasa hal tersebut tidak perlu

dilakukan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ada hubungan antara perawatan payudara

dengan status gizi, dimana hasil uji

statistik menunjukkan bahwa nilai p-value

0.002 lebih kecil dari nilai < 0.05.

Sebagian besar ibu di wilayah kerja

puskesmas Kota Jantho melakukan

perawatan payudara hanya dengan

pemijatan peyudara sekali setelah

melahirkan dengan tukang pijat. Setelah

itu tidak ada lagi melakukan perawatan

payudara, walaupun ibu merasa payudara

terasa sakit, tegang, dan tidak cukup ASI.

Penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Yayuk

(2013), bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara perawatan payudara

dengan produksi ASI, sehingga berisiko

terhadap status gizi bayi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ada hubungan antara produksi ASI dengan

status gizi, dimana hasil uji statistik

menunjukkan bahwa nilai p-value 0.02

lebih kecil dari nilai < 0.05.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh

bahwa terdapat ibu yang produksi ASInya

cukup tetapi terdapat bayi yang gizinya

kurang, hal ini dikarenakan ibu tidak

mengkonsumsi makanan-makanan yang

mengandung gizi tinggi, serta jarak

kelahiran yang telalu dekat menyebabkan

bayi tidak mendapatkan gizi yang cukup.

Sedangkan ibu yang produksi ASInya

kurang tetapi status gizinya baik, hal ini

dikarenakan ibu memberikan MP-ASI

kepada bayi secara lengkap sehingga

asupan gizi bayi terpenuhi serta menjaga

agar sanitasi lingkungan tetap dalam

keadaan bersih, agar bayi tidak mudah

terkena sakit.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh

bahwa terdapat ibu yang lingkungan

sosialnya baik tetapi terdapat bayi yang

gizinya kurang, hal ini dikarenakan ibu

jarang memberikan ASI kepada bayi, bayi

sering menangis saat sedang menyusui,

serta ibu jarang melakukan pemijatan

payudara sehingga menyebabkan ASInya

kurang. Sedangkan ibu yang lingkungan

Page 39: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 381-391

390

sosialnya kurang baik tetapi status gizinya

baik, hal ini dikarenakan ibu memberikan

bayi ASI eksklusif, ibu melakukan

perawatan payudara, dan ibu hanya

melakukan pantangan terhadap hal-hal

yang betul-betul berbahaya bagi bayi dan

ibu dan dapat dijelaskan secara medis.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ada

hubungan antara lingkungan sosial dengan

status gizi, dimana hasil uji statistik

menunjukkan bahwa nilai p-value 0.008

lebih kecil dari nilai < 0.05.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh

bahwa kenyataannya masih ada ibu di

wilayah kerja puskesmas Kota Jantho tidak

melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini

(IMD) setelah melahirkan. Hal ini

disebabkan karena masih banyak ibu tidak

mengetahui apa itu IMD dan IMD itu perlu

dilakukan. Ibu berpendapat bahwa petugas

kesehatan tidak memberitahu mereka,

walaupun hampir semua ibu di wilayah

kerja puskesmas Kota Jantho

persalinannya di tolong oleh tenaga

kesehatan. Diperoleh nilai p-value = 0.009

lebih kecil dari nilai < 0.05. Maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan antara

IMD dengan status gizi bayi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan ditemukan bahwa ada perbedaan

antara bayi yang diberikan ASI eksklusif

dan MP-ASI dengan status gizi bayi.

Dimana jika dilihat dari faktor risiko yang

berhubungan dengan status gizi bayi ada

pada pemberian ASI, pemberian MP-ASI,

tingkat pendidikan ibu, tingkat pendapatan

ibu, paritas, jarak kelahiran, pelayanan

kesehatan, sanitasi lingkungan, personal

hygiene, perawatan payudara, produksi

ASI, lingkungan sosial, dan IMD. Dan

faktor paling dominan ada pada paritas.

SARAN

Diharapkan kepada kader posyandu

agar dapat meningkatkan kualitas

kesehatan dan pengoptimalan

perkembangan anak. Perlunya dilakukan

penyuluhan dan pembinaan kepada ibu-ibu

di wilayah kerja Puskesmas Kota Jantho

Kabupaten Aceh Besar, mengenai

manfaat memberikan ASI eksklusif, cara

memberikan ASI yang membantu produksi

kelancaran ASI sejak lahir terutama bagi

ibu-ibu yang akan melahirkan anak

pertama kali untuk meningkatkan

pengetahuan ibu tentang pentingnya

memberikan ASI eksklusif. Dan bagi ibu

yang menyusui bayi tidak hanya ketika

bayi menagis tetapi hendaknya ibu

menyusui bayinya 2 jam sekali, karena

ASI dalam lambung bayi akan kosong

dalam waktu 2 jam sehingga bayi akan

mudah merasa lapar dan nutrisi bayi tidak

terpenuhi, serta merubah kebiasaan dalam

memberikan MP-ASI seperti pisang, air

putih, susu botol, bubur dan lainnya

sebelum bayi mencapai 6 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Agesti L., Amatus Y. I., Rina K.,

Hubungan Karakteristik Ibu

Dengan Status Gizi Balita Yang

Berkunjung Di Puskesmas Bahu

Mandi, 2016, vol. 4, no. 1.

2. Endang L. A., Gizi Dan Kesehatan

Masyarakat, Departemen Gizi Dan

Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat, Universitas

Indonesia, Edisi I, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2007.

3. Erna, K., Setiyowati R., Pengaruh

Pelayanan Kesehatan Terhadap

Gizi Buruk Anak Usia 6-24 Bulan, 2012, vol. 6, no. 4, Halaman 158-162.

4. Kemenkes, Standar Antropometri

Penilaian Status Gizi Anak, Jakarta:

Direktorat Bina Gizi, 2011.

5. Khasanah, N., Asi Atau Susu

Formula Ya?, Jogjakarta: Flashbook,

2011.

6. Kurnia, W. G., Muliarti., Dewi S. W.,

Hubungan Pemberian ASI

Eksklusifdengan Status GiziBalita

6-24 Bulan di

Page 40: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 381-391

391

KampungKajarianBuleleng, 2013,

vol. 2, no. 1, p.p. 184-192, ISSN:

2303-3142.

7. Parindifaraj, S., Gambaran

Karakteristik Ibu Dan Anak

Terhadap Kejadian Gizi Kurang

Pada Anak Balita Di Desa Sukawati

Gianyar Tahun 2014, 2014, vol. 4,

no. 1, p.p. 102-112, ISSN: 2089-9084.

8. Puskesmas Kota Jantho Kabupaten

Aceh Besar, Laporan Tahunan

Pueskesmas Kota Jantho, Aceh

Besar 2015.

9. Ratu, A.D.S., Analisis Pemanfaatan

Program Pelayanan Kesehatan

Status Gizi Balita, 2010, vol. 5, no. 2,

p.p. 76-83.

10. Risa, W., Hubungan Pemberian

MP-ASI Dini Dengan Status Gizi

Bayi Umur 0-6 Bulan Di Wilayah

Kerja Puskesmas Rowo Tengah

Kabupaten Jember, 2013, vol. 1, no.

1, p.p. 47-53.

11. Suhardjo, Perencanaan Pangan Dan

Gizi, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007.

12. Tjetjep, S., H., Hubungan Sanitasi

Lingkungan, Morbiditas, Dan

Status Gizi Balita Di Indonesia, 2011, PGM 34 (2), p.p. 104-113.

13. Yayuk, N., Luluk, H., Faktor Yang

Mempengaruhi Perawatan

Payudara Dengan Gangguan

Produksi ASI, 2013, vol. 4, no. 2,

p.p. 11-16, ISSN: 1907-1396.

Page 41: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 392-396

392

PENENTUAN ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT) PADA IKAN KAYU

YANG DIJUAL DI PASAR PEUNAYONG KOTA BANDA ACEH

Determination of Total Plate Count (TPC) in Wooden Fish Sold in

Peunayong Market Banda Aceh

Elfariyanti1, Nina Ismayanti2

1,2 Akademi Analis Farmasi dan Makanan, Banda Aceh, 23241, Indonesia

[email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Ikan kayu merupakan salah satu jenis produk olahan ikan yang telah mengalami rangkaian

proses seperti perebusan dan pengasapan bertingkat hingga teksturnya menjadi sekeras kayu dan berwarna

coklat tua kehitaman. Ikan kayu merupakan bahan pangan yang sangat mudah rusak akibat cemaran mikroba

yang disebabkan salah satunya karena kondisi lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan mikroba.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai Angka Lempeng Total (ALT) pada ikan kayu yang dijual di

pasar Peunayong kota Banda Aceh apakah sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh SNI 2691-3:2017 yaitu

sebesar 1,0 x 106 kol/g. Metode: Analisis yang digunakan dalam penelitian ini secara kuantitatif menggunakan

prinsip Angka lempeng Total (ALT). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ikan kayu yang dijual di pasar

Peunayong kota Banda Aceh, sedangkan sampel yang digunakan adalah ikan kayu dengan variasi waktu

produksi yaitu 1 minggu, 2 minggu dan 1 bulan. Hasil penelitian didapatkan bahwa sampel dengan waktu

produksi 1 minggu nilai ALT nya sebesar 8,06 x 103 kol/g, waktu produksi 2 minggu sebesar 5,04 x 104 kol/g

dan waktu produksi 1 bulan sebesar 2,80 x 106 kol/g. Dapat disimpulkan bahwa sampel dengan waktu produksi

1 minggu dan 2 minggu memenuhi syarat yang ditetapkan SNI, sedangkan sampel dengan waktu produksi 1

bulan tidak memenuhi syarat SNI.

Kata kunci: Ikan kayu, ALT, mikroba, pasar Peunayong

ABSTRACT

Background: Wooden fish is one type of processed fish product that has undergone a series of processes such

as boiling and smoking stage until the texture becomes wood-hard and dark-brown in color. Wooden fish is very

easily damaged due to microbial contamination caused by environmental conditions that allow microbial to

growth. The aim of this study is to determine the Total Plate Count (TPC) in wooden fish sold in the Peunayong

market Banda Aceh. The result was referred to the requirements set by SNI 2691-3: 2017, which is equal to 1,0

x 106 col/g. Method: The principle of TPC was used as quantitative analysis in this study. The population were

all wooden fish sold in the Peunayong market Banda Aceh. The samples used were wooden fish with variations

in production time, namely 1 week, 2 weeks and 1 month. The results showed that samples with 1 week

production time had TPC value of 8,06 x 103 col/g, 2 weeks production time 5,04 x 104 col/g and 1 month

production time 2.80 x 106 col/g. It can be concluded that samples with 1 week and 2 weeks production time

meet the requirements set by SNI, while samples with 1 month production time do not meet SNI requirements.

Key words: Wooden fish, TPC, microbial, Peunayong market

Page 42: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 392-396

393

PENDAHULUAN

Perairan Aceh merupakan salah satu

perairan di Indonesia yang banyak

menghasilkan ikan tongkol (Muklis, 2008

dan Syamsunnisak 2016). Oleh karena itu,

ikan tongkol ini merupakan ikan yang

banyak dikonsumsi oleh masyarakat Aceh

tidak hanya dalam keadaan segar tetapi

juga dalam keadaan diawetkan yang

dikenal dengan nama ikan kayu,

masyarakat Aceh mengenalnya dengan

istilah keumamah (Zulfikar, 2018).

Pengolahan ikan tongkol atau ikan tuna

segar menjadi ikan kayu merupakan proses

pengolahan ikan yang sudah dilakukan

secara turun temurun oleh masyarakat

Aceh (Sulaiman, 2014). Pengolahannya

sangat sederhana namun dapat disimpan

dalam jangka waktu yang lama apabila

dilakukan dengan proses yang higienis.

Proses pengolahannya diawali dengan

perebusan, pengasapan dan pengeringan.

Prinsip pengeringan ini dilakukan karena

mikroorganisme membutuhkan air untuk

pertumbuhan dan perkembangbiakannya,

apabila kadar air dalam bahan rendah,

maka mikroorganisme tidak dapat tumbuh

dan reaksi-reaksi kimia tidak dapat

berlangsung di dalamnya (Sulaiman,

2014). Walaupun pengolahan ikan kayu

melalui proses pengeringan , tidak

menutup kemungkinan produk ikan kayu

tersebut tercemar bakteri dikarenakan

terkontaminasi dengan udara, kondisi

tempat penyimpanan dan lama waktu

penyimpanan ( Sulistiani, dkk., 2017).

Terdapat beberapa parameter

mikrobiologi untuk menentukan kualitas

produk olahan ikan. Angka Lempeng Total

(ALT) merupakan salah satu metode

kuantitatif yang digunakan untuk

mengetahui jumlah mikroba pada suatu

sampel atau produk dengan menggunakan

media padat dengan hasil akhir berupa

koloni yang dapat diamati secara visual

dan dihitung, interpretasi hasil berupa

angka dalam koloni per mL/g. Cara yang

digunakan antara lain dengan cara tuang,

cara tetes dan cara sebar (Fardiaz dalam

Susanti, dkk., 2016).

Badan Standar Nasional Indonesia

(SNI) nomor 2691-3:2017 menetapkan

nilai Angka Lempeng Total terhadap

produk ikan kayu tidak boleh melebihi 1,0

x 106 kol/g. Apabila jumlahnya melebihi

syarat yang ditetapkan, maka produk

tersebut sudah tidak layak dikomsumsi

karena dapat menimbulkan penyakit bagi

konsumen seperti kemerah-merahan pada

kulit, alergi, , mual, muntah, sakit perut

dan diare (Etika, 2017).

Penelitian sebelumnya melaporkan

bahwa nilai ALT ikan kayu yang

diproduksi di kota Kendari melebihi syarat

yang ditetapkan SNI yaitu 5,0 x 105 CFU/

mL, dimana produk ikan kayu tongkol

nilai ALT nya sebesar 7,5 x 105 CFU/ mL

dan produk ikan kayu cakalang sebesar 6,0

x 105 CFU/ mL ( Nabila, 2017). Hal ini

tidak menutup kemungkinan terjadi di kota

Banda Aceh, dimana produk ikan kayu

yang dijual di pasar Peunayong kota

Banda Aceh nilai ALT nya melebihi dari

syarat yang ditetapkan.

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh ikan kayu yang dijual di pasar

Peunayong kota Banda Aceh, sedangkan

sampel yang digunakan adalah ikan kayu

dengan kriteria waktu produksi 1 minggu,

2 minggu dan 1 bulan.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah inkubator, autoklaf,

timbangan analitik, tabung reaksi, gelas

kimia, Erlenmeyer, pipet tetes cawan petri,

botol pengencer gelas ukur dan kapas

steril.

Bahan-bahan yang digunakan adalah

ikan kayu, Mueller Hinton Agar (MHA),

aquades dan alkohol 96%.

Page 43: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 392-396

394

Gambar 1. Ikan kayu (keumamah) Aceh

Prosedur Kerja

Sterilisasi

Sterilisasi alat-alat dan media yang

digunakan dalam autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit.

Persiapan Media MHA

Ditimbang 14 gram MHA dan

dimasukkan ke dalam Erlenmeyer,

kemudian ditambahkan aquades sebanyak

400 mL, dipanaskan sampai larutan

mendidih.

Persiapan Sampel

Sebanyak 1 gram ikan kayu

dimasukkan ke dalam wadah yang berisi 9

mL aquades, kemudian dihomogenkan

dengan mixer. Homogenat ini merupakan

larutan pengenceran 10-1. Dengan

menggunakan pipet steril ambil 1 mL

homogenat di atas kemudian dimasukkan

ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL

aquades untuk mendapatkan pengenceran

10-2. Siapkan pengenceran selanjutnya 10-3

dengan mengambil 1 mL homogenat dari

pengenceran 10-2 ke dalam 9 mL aquades.

Lakukan hal yang sama untuk pengenceran

10-4 dan 10-5 (Nabila, dkk., 2017).

Tahap Analisis

Pipet I mL larutan dari setiap

pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5

kemudian dimasukkan masing-masing ke

dalam cawan petri steril. Lakukan secara

duplo untuk setiap pengenceran.

Selanjutnya tambahkan 10 mL media

MHA yang sudah didinginkan ke dalam

masing-masing cawan petri yang sudah

berisi sampel. Agar sampel dan media

dapat tercampur sempurna, maka

dilakukan pemutaran cawan ke depan ke

belakang dan ke kiri ke kanan. Inkubasi

cawan-cawan tersebut dalam inkubator

selama 48 jam pada suhu 35 oC. lakukan

kontrol tanpa sampel dengan

mencampurkan larutan pengencer aqudes

dengan media MHA. Selanjutnya hitung

cawan-cawan yang mempunyai jumlah

koloni 30-300 kol/g (Nabila, dkk., 2017).

Angka Lempeng Total (ALT) dihitung

menggunakan persamaaan:

N =

……(Pers. 1)

Dimana:

N = Jumlah koloni sampel (kol/g)

Σc = Jumlah koloni pada semua cawan

yang dihitung

n1 = Jumlah cawan pada pengenceran

pertama yang dihitung

n2 = Jumlah cawan pada pengenceran

kedua yang dihitung

d = Pengenceran pertama yang dihitung

HASIL

Penelitian ini menguji banyaknya

cemaran mikroba (Angka Lempeng Total)

pada produk ikan kayu yang dijual di pasar

Peunayong kota Banda Aceh dengan

variasi waktu produksi. Prinsip pengujian

ini menggunakan metode cawan agar

tuang atau pour plate yaitu dengan

menanam contoh ke dalam cawan petri

terlebih dahulu kemudian ditambahkan

media agar yang dilakukan secara duplo.

ALT merupakan salah satu cara untuk

mempermudah dalam pengujian

mikroorganisme dari suatu produk, adanya

mikroorganisme dapat dilakukan dengan

pengamatan secara visual atau dengan

kaca pembesar pada media penanaman,

Page 44: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 392-396

395

kemudian dihitung untuk standar terhadap

mikroorganisme (SNI-2691:2017).

Sampel ikan kayu yang dipakai untuk

analisis sebanyak 1 gram, larutan aquades

sebagai pengencer dan MHA sebagai

media. Hasil pengujian dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Nilai ALT Ikan kayu

Berdasarkan Waktu Produksi

No Sampel Nilai ALT

(kol/g)

1 1 minggu 8,06 x 103

2 2 minggu 5,04 x 104

3 1 bulan 2,80 x 106

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat

dilihat bahwa nilai ALT sampel ikan kayu

berbeda tergantung dari masa produksi.

Nilai ALT untuk masa produksi 1 minggu

sebesar 8,06 x 103 kol/g, 2 minggu sebesar

5,04 x 103 kol/g dan 1 bulan sebesar 2,80 x

106 kol/g. Dari data tersebut dapat

disimpulkan bahwa ikan kayu dengan

masa produksi 1 minggu dan 2 minggu

memenuhi syarat yang ditetapkan SNI-

2691-3:2017, sedangkan ikan kayu dengan

masa produksi 1 bulan melebihi ketentuan

SNI.

Ikan kayu merupakan bahan pangan

yang sangat mudah rusak akibat mikroba.

Amir (2018) mengatakan bahwa penyebab

ikan kayu mudah rusak karena kondisi

lingkungan yang memungkinkan sebagai

tempat pertumbuhan mikroba, proses

pengolahan yang tidak higienis dan

kondisi penyimpanan produk. Berdasarkan

pengamatan yang dilakukan di pasar

Peunayong, pedagang membiarkan saja

ikan kayu tersebut di udara terbuka tidak

dikemas dengan kemasan yang baik,

akibatnya kualitas pangan tersebut cepat

rusak karena terkontaminasi dengan air

dan udara di sekitarnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ikan kayu dengan masa produksi 1

minggu dan 2 minggu nilai ALT nya

masih dalam batas yang disyaratkan oleh

SNI-2691-3:2017 yaitu tidak melebihi dari

1,0 x 106 kol/g, sedangkan ikan kayu

dengan masa produksi 1 bulan tidak

memenuhi syarat yang ditetapkan SNI.

Saran

Adapun saran dari penelitian ini

adalah:

1) Hendaknya peneliti selanjutnya dapat

melanjutkan uji mikrobiologi untuk

menentukan jenis mikroba yang

terdapat pada ikan kayu yang dijual di

pasar Peunayong kota Banda Aceh,

baik dari jenis bakteri gram positif,

negatif dan jamur.

2) Informasi ini diharapkan dapat

memberi pengetahuan kepada

masyarakat agar mengkonsumsi ikan

kayu yang tidak melebihi 1 bulan dari

masa produksi. Selain itu, kualitas

penyimpanan bahan juga diperhatikan

agar terhindar dari serangan penyakit

akibat terinfeksi bakteri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Etika, N.M., 2017., 5 Jenis Bakteri

yang Paling Sering Menyebabkan

Keracunan Makanan ( https://hellosehat.com/hidup-

sehat/tips-sehat/bakteri-penyebab-

keracunan-makanan/amp/) Diakses 10

Februari 2019.

2. Muklis., Pemetaan Daerah

Penangkapan Ikan Cakalang

(katsuwonus pelamis) dan Tongkol

(euthynnus affinis) di Perairan

Utara Nanggroe Aceh Darussalam.

Thesis Pascasarjana. Institut Pertanian

Bogor, 2008.

3. Nabila, L., Tamrin dan Isamu T. K.,.

Karakteristik, Kimia dan Mikroba

Ikan Kayu Cakalang (katsuwonus

Page 45: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 5, No.1, Februari 2019: 392-396

396

pelamis) dan Ikan Tongkol

(euthynnus affinis) yang

Diproduksi di Kota Kendari. Jurnal

Sains dan Teknologi Pangan, Vol

2(3): 530-541, 2017

4. Sulaiman, I., Perbandingan Metode

pengeringan dan Jenis Ikan pada

Pengujian Organoleptik Ikan Kayu

Khas Aceh (Keumamah). Jurnal

Agroindustri, Vol 4(1): 40-47, 2014.

5. Sulistiani, N., Tamrin dan Isamu T.

K., Identifikasi Kapang Ikan Kayu

Jenis Cakalang (katsuwonus

pelamis) dan Ikan Tongkol

(euthynnus affinis) yang

Diproduksi di Kota Kendari. Jurnal

Sains dan Teknologi Pangan, Vol

2(2): 425-434, 2017.

6. Standar Nasional Indonesia (SNI-

2691)., Ikan Kayu. Jakarta: Badan

Standar Nasional, 2017.

7. Syamsunisak, Rahmah, A. dan

Musman, M., Penentuan Daerah

Penangkapan Ikan Tongkol

(euthynnus affinis) Berdasarkan

Sebaran Suhu Permukaan Laut di

Perairan Idi Rayeuk Kabupaten

Aceh Timur. Jurnal Ilmiah

Mahasiswa Kelautan dan Perikanan

Unsyiah, Vol 1(3): 419-424, 2016.

8. Susanti, D., Darmanto, Y. S. dan

Agustini, T. W., Kualitas Pengolahan

Ikan Kayu Di Kabupaten Sikka.

Prosiding Seminar Nasional Kelautan,

Universitas Trunojoyo Madura, 2016.

9. Zulfikar., Keumamah, si Ikan Kayu

Warisan Para Pejuang Aceh. (https://merahputih.com./post/read/ke

umamah-si-ikan-kayu-warisan-para-

pejuang-aceh) Diakses pada Tanggal

10 Februari 2019.

10. Amir, N., Mutusalach dan Fahrul.,.

Mutu dan Keamanan Pangan

Produk Ikan Asap di

KabupatenBulukumba Provinsi

Sulawesi Selatan. Jurnal Agribisnis

Perikanan, Vol 11(2) :15-21, 2018.

Page 46: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 0, No. 0, Februari 2000: 0 - 0

Halaman Template JUKEMA

JUDUL DALAM BAHASA INDONESIA (ALL CAPS, 14 POINT FONT,

BOLD, CENTERED)

(kosong satu spasi tunggal,14 pt)

Judul dalam Bahasa Inggris, Title Case, (13 pt, Italic, Centered) (kosong satu spasi tunggal, 12 pt)

Penulis Pertama1, Penulis Kedua

2 dan Penulis Ketiga

3(12 pt, Centered, Bold)

1Nama Jurusan/Fakultas, Nama Universitas/Lembaga, Alamat, Kota, Kode Pos, Negara (Title Case,

10 pt, centered) 2Nama Jurusan/Fakultas, Nama Universitas/Lembaga, Alamat, Kota, Kode Pos, Negara (Title Case,

10 pt, centered) 3Nama Jurusan/Fakultas, Nama Universitas/Lembaga, Alamat, Kota, Kode Pos, Negara (Title Case,

10 pt, centered) 1alamat@email, 2alamat@email, 3alamat@email

(kosong satu spasi tunggal, 12 pt)

ABSTRAK (12 pt, BOLD, CAPITAL)

(kosong satu spasi tunggal, 12 pt) Untuk naskah dalam bahasa Indonesia, abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan

jenis huruf Times New Roman, ukuran 10 pt, spasi tunggal. Untuk naskah dalam bahasa Inggris, abstraknya

tidak perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Abstrak sebaiknya menyatakan Masalah Penelitian,

Tujuan Penelitian, Metode, Hasil, Saran dan jumlah kata tidak melebihi 250 kata.

(kosong satu spasi tunggal, 12 pt) Kata kunci: Maksimum 5 Kata Kunci, 10 pt, Title Case

(kosong satu spasi tunggal, 12 pt)

ABSTRACT (12 pt, BOLD, CAPITAL)

(kosong satu spasi tunggal, 12 pt) For manuscript in Indonesian, abstract should be written in Indonesian and English using Times New

Roman font, size 10 pt, and single spacing, completed with English title written in bold at the beginning of

the English abstract. No need to translate the abstract of manuscript written in English into Indonesian. The

abstract should state Research Problem, Research Objectives, Methods, Results, Recommendation. The

abstract should be no more than 250 words.

(kosong satu spasi tunggal, 12 pt) Keywords: Maksimum 5 Kata Kunci, Dalam Bahasa Inggris, 10 pt, Italic,Title Case

(kosong dan lanjut ke lembar berikutnya)

Page 47: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 0, No. 0, Februari 2000: 0 - 0

Halaman Template JUKEMA

PENDAHULUAN (12 pt, BOLD,

CAPITAL) (kosong satu spasi,12 pt)

Petunjuk penulisan ini dibuat untuk

keseragaman format penulisan dan

kemudahan untuk penulis dalam proses

penerbitan naskah di jurnal ini. Naskah

ditulis dengan Times New Roman ukuran

12 pt, spasi tunggal, justified dan tidak

ditulis bolak-balik pada satu halaman.

Naskah ditulis dalam bentuk dua

kolom dengan jarak antara kolom 1 cm

pada kertas berukuran A4 (210 mm x 297

mm) dengan margin atas 2.54 cm, bawah

2.54 cm, kiri dan kanan masing-masing

2.54 cm. Panjang naskah hendaknya tidak

melebihi 10 halaman termasuk gambar,

tabel dan referensi, apabila jauh melebihi

jumlah tersebut maka dianjurkan untuk

dibuat dalam seri.

Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia

atau bahasa Inggris. Apabila ditulis dalam

bahasa Inggris sebaiknya telah memenuhi

standar data bahasa Inggris baku.

Judul naskah hendaknya singkat dan

informatif serta diusahakan tidak melebihi

4 baris. Jika naskah bukan dalam bahasa

Inggris maka naskah dilengkapi dengan

abstrak dalam bahasa Inggris yang diawali

dengan judul dalam bahasa Inggris seperti

contoh di atas.

Keyword dalam bahasa Inggris

dituliskan di bawah abstrak untuk

mendeskripsikan isi dari naskah.

Dianjurkan untuk menggunakan daftar

keyword yang biasa digunakan di jurnal

atau jika sesuai dapat mengikuti klasifikasi

berikut: metode teoritis, metode

eksperimen, fenomena, obyek penelitian

dan aplikasinya.

Naskah disusun dalam 5 subjudul

PENDAHULUAN, METODE

PENELITIAN, HASIL,

PEMBAHASAN, KESIMPULAN DAN

SARAN. Subjudul ditulis dengan huruf

kapital. UCAPAN TERIMA KASIH

(apabila ada) diletakkan setelah subjudul

KESIMPULAN DAN SARAN.

Sebaiknya penggunaan subsubjudul

dihindari, apabila diperlukan maka ditulis

dengan Title Case (huruf depan saja yang

Kapital kecuali kata sambung). Jarak

antara paragraf adalah satu spasi

tunggal. Penggunaan catatan kaki/footnote

sebisa mungkin dihindari.

Notasi sebaiknya ringkas dan jelas

serta konsisten dengan cara penulisan yang

baku. Simbol/lambang ditulis dengan jelas

dan dapat dibedakan seperti penggunaan

angka 1 dan huruf l (juga angka 0 dan

huruf O) perlu dibedakan dengan jelas.

Singkatan sebaiknya tidak digunakan dan

harus dituliskan secara lengkap. Istilah

asing ditulis dengan huruf Italic. Angka

perlu dituliskan dalam bentuk kata jika

digunakan pada awal kalimat.

Tabel ditulis dengan Times New

Roman berukuran 10-11 pt dan diletakkan

berjarak satu spasi tunggal di bawah judul

tabel. Judul tabel ditulis dengan huruf

berukuran 12 pt, Bold dan ditempatkan di

atas tabel dengan format seperti terlihat

pada contoh. Penomoran tabel

menggunakan angka Arab. Jarak tabel

dengan paragraf adalah satu spasi tunggal

(12 pt).

Tabel diletakkan segera setelah

penunjukkannya dalam naskah. Kerangka

tabel menggunakan garis setebal 1 pt

(garis horizontal saja). Apabila tabel

memiliki lajur yang cukup banyak, dapat

digunakan format satu kolom pada

setengah atau satu halaman penuh. Jika

judul pada setiap lajur tabel cukup panjang

dan rumit maka lajur diberi nomor dan

keterangannya diberikan di bagian bawah

tabel. Tabel diletakkan pada posisi paling

atas atau paling bawah dari setiap halaman

dan jangan diapit oleh kalimat.

(satu spasi tunggal, 12 pt)

Tabel 1. Jumlah Pengujian WFF

Triple NA=15 atau NA=8 (satu spasi tunggal, 12pt)

NP

NC 3 4 8 10

3 1200 2000 2500 3000

5 2000 2200 2700 3400

8 2500 2700 16000 22000

Page 48: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 0, No. 0, Februari 2000: 0 - 0

Halaman Template JUKEMA

10 3000 3400 22000 28000

(satu spasi tunggal, 10 pt)

Gambar ditempatkan simetris dalam

kolom berjarak satu spasi tunggal dari

paragraf. Gambar diletakkan pada posisi

paling atas atau paling bawah dari setiap

naskah. Gambar diberi nomor dan diurut

dengan angka Arab. Keterangan gambar

diletakkan di bawah gambar dan berjarak

satu spasi tunggal dari gambar. Penulisan

keterangan gambar menggunakan huruf

berukuran 9 pt, bold dan diletakkan seperti

pada contoh. Jarak keterangan gambar

dengan paragraf adalah dua spasi tunggal.

Gambar yang telah dipublikasikan oleh

penulis lain harus mendapat izin tertulis

penulisnya dan penerbitnya.

Gambar akan dicetak hitam-putih,

kecuali jika memang perlu ditampilkan

berwarna. Penulis dikenakan biaya

tambahan untuk cetak warna lebih dari

satu halaman. Font yang digunakan dalam

pembuatan gambar atau grafik sebaiknya

yang umum dimiliki setiap pengolah kata

dan sistem operasi seperti Symbol, Times

New Romans dan Arial dengan ukuran

tidak kurang dari 9 pt. (kosong satu spasi,12 pt)

(kosong satu spasi tunggal, 10pt)

Gambar 1. Pelabelan Pohon

T Sesuai dengan Urutan Tampilan (kosong satu spasi,12 pt)

Penurunan persamaan matematis atau

formula tidak perlu dituliskan

keseluruhannya secara detil, cukup

diberikan bagian yang terpenting, metode

yang digunakan dan hasil akhirnya. Cara

penulisan acuan dalam naskah

menggunakan angka Arab dan diurut

sesuai dengan penunjukkannya dalam

naskah.

Persamaan reaksi atau matematis

diletakkan simetris pada kolom, diberi

nomor secara berurutan yang diletakkan di

ujung kanan dalam tanda kurung. Apabila

penulisan persamaan lebih dari satu baris

maka penulisan nomor diletakkan pada

baris terakhir. Penggunaan huruf sebagai

simbol matematis dalam naskah ditulis

dengan huruf miring (italic) seperti x (kosong satu spasi,12 pt)

∞ ∑1 (di < t, N (di ) = n) (1)

µ(n, t ) = i =1

∫σ =01 (N(σ ) = n) dσ

(kosong satu spasi,12 pt) Persamaan (1) di atas diperoleh

dengan format Style sebagai berikut:

Variabel: Times New Romans Italic dan

LC Greek: Symbol Italic. Format ukuran:

Full 10 pt, Subscript/Superscript 8 pt, Sub-

subscript/Sub-superscript 6 pt, Symbol 11

pt dan Sub-symbol 9 pt.

Referensi angka ditulis dengan format

superscript tanpa tanda kurung seperti

“… Zhang et. al. ….” (kosong satu spasi tunggal,12 pt)

KESIMPULAN DAN SARAN (kosong satu spasi tunggal,12 pt)

Kesimpulan. Tidak boleh ada referensi

pada sesi kesimpulan. Saran. Tidak boleh

ada referensi pada sesi saran. (kosong satu spasi tunggal,12 pt) DAFTAR PUSTAKA (kosong satu spasi tunggal, 12pt)

Penulisan daftar acuan diurut sesuai

dengan urutan penunjukkannya dalam

naskah dengan menggunakan angka Arab

seperti terlihat pada contoh. Acuan harus

memuat inisial dan nama penulis, nama

jurnal atau judul buku, volume, editor (jika

ada), penerbit dan kotanya, tahun

penerbitan dan halaman. Nama penulis

hanya disebutkan sampai penulis ke enam

kemudian diikuti dengan et. al. atau dkk.

Penulisan nama diawali dengan nama

keluarga diikuti inisial tanpa tanda titik (.)

maupun koma (,). Antara penulis satu

dengan yang lainnya dipisahkan dengan

tanda koma (,). Nama jurnal ditulis

dengan singkatan yang lazim digunakan.

Hindari penggunaan abstrak sebagai bahan

Page 49: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 0, No. 0, Februari 2000: 0 - 0

Halaman Template JUKEMA

acuan. Artikel yang belum diterbitkan

tetapi dalam proses cetak dapat digunakan

sebagai bahan acuan dengan

mencantumkan keterangan “in press”.

Hindari mengacu pada personal

communication. (kosong satu spasi tunggal,12 pt) Artikel dalam Jurnal

1. Zhang Z., Wu F., Zandvliet H.J.W.,

Poelsema B., Metiu H., Lagally

M.G., et. al., ‘Radical Styloid

Impingement after Triscaphe

Arthrodesis’, Journal Hand

Surgery; 1989. vol. 14, no. 2, p.p.

297-301.

2. The Cardiac Society, ‘Exercise

Training’, Journal Hand Surgery;

1988. vol. 13, no. 5, p.p. 50-53.

Tersedia dari: ProQuest. [23 Juni

2016].

3. Bustamante, C., ‘Health in Society’,

Journal of Health; 2015. vol. 19, no.

1, p.p. 455-463. Tersedia dari:

<http://lj,libraryjournal.com/2015/09/

health/>. [2 Juli 2016]

Buku dan Buku Elektronik

4. Olsen J.A., Principles in Health

Economics and Policy, Oxford:

Oxford University Press; 2009.

5. Pauly M.V., McGuire T.G. and

Barros P.P., Handbook of Health

Economics, Amsterdam: London:

North Holland; 2012.

6. Jones, M.D. (ed.), Management in

Australia, London: Academic Press;

1998.

7. World Bank., World Development

Report 2015. Mind, Society, and

Behavior, Washington, D.C.: World

Bank Group; 2015.

8. Olsen J.r., Greene N., Saracci R. dan

Trichopoulos D., Teaching

Epidemiology: A Guide for

Teachers in Epidemiology, Public

Health and Clinical Medicine.

Oxford: Oxford University Press;

2015. Tersedia dari:

<http://ezproxy.lib.monash.edu.au/lo

gin?url=http://dx.doi.org/10.1093/acp

rof:oso/9780199685004.001.0001.>

Internet/website

9. Improve Indigenous Housing Now,

Government Told; 2007. Tersedia

dari:

<http://www.architecture.com.au/i-

cms?page=10220>. [8 Februari

2009].

10. Jones, MD n.d., Commentary on

Indigenous Housing Initiatives.

Tersedia dari:

<http://www.architecture.com.au>.

[6 Juni 2009].

11. National Gallery, Episode seventy

one (September 2012), The National

Gallery Monthly Podcast,

(podcast); September 2012. Tersedia

dari:

<http://www.nationalgallery.org.uk/p

odcast>. [26 Oktober 2012].

Konfrensi dan Proseding

12. Riley, D., 'Industrial Relations in

Australian Education', in Contemporary Australasian

industrial relations: proceedings of

the sixth AIRAANZ conference, ed.

D. Blackmur, AIRAANZ, Sydney;

1992.

13. Fan, W., Gordon, M.D. dan Pathak,

R.,'Personalization of Search

Engine Services for Effective

Retrieval and Knowledge

Management'. Proceedings of the

twenty-first international conference

on information systems; 2000.

Tersedia dari: ACM Portal: ACM

Digital Library. [24 Juni 2004].

14. Brown, S. dan Caste, V. 'Integrated

Obstacle Detection Framework'.

Artikel dipresentasikan di IEEE

Intelligent Vehicles Symposium,

IEEE, Detroit, MI; 2004.

Koran

15. Meryment, E., 'Distaff Winemakers

Raise A Glass of Their Own to

Their Own', The Australian; 7

Oktober 2006. Tersedia dari: Factiva.

[2 February 2007].

16. Hilts, P.J., 'In Forcasting Their

Emotions, Most People Flunk

Out', The New York Times; 16

Page 50: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 0, No. 0, Februari 2000: 0 - 0

Halaman Template JUKEMA

Februari 1999. Tersedia dari:

<http://www.nytimes.com>. [19

Februari 2000].

Paten

17. Cookson, A.H., Particle Trap for

Compressed Gas Insulated

Transmission Systems, U.S. Patent

4554399; 1985.

Page 51: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

JUKEMA

Vol. 0, No. 0, Februari 2000: 0 - 0

Formulir Berlangganan Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh

Aceh Public Health Journal ISSN: 2008- 1592

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ..........................................................

Alamat : ..........................................................

..........................................................

Telepon : ..........................................................

E-mail : ..........................................................

Bersedia untuk menjadi pelanggan JUKEMA dengan biaya

Rp. 100.000,-/tahun/2 edisi (sudah termasuk ongkos kirim).

.........................., ..............

(........................................)

Pembayaran ditransfer ke:

FKM-UNMUHA

Bank Syariah Mandiri

No Rekening: 0 100 260 484

Bukti transfer berikut formulir ini dikembalikan ke:

Redaksi JUKEMA

PKPKM. Gedung Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Lantai II

Universitas Muhammadiyah Aceh (UNMUHA)

Jl. Muhammadiyah No. 93. Bathoh, Lueng Bata, Banda Aceh,

Indonesia, 23245

Telp: 0651-28422 e-mail: [email protected]

Page 52: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

p-ISSN: 2088-1592 | e-ISSN: 2549-6425

Jurnal Kesehatan

Masyarakat Aceh

Aceh Public Health Journal Volume 5, Nomor 1, Februari 2019: 355-396

Editorial: Jangan Stress Saat Hamil, Juga Jangan Stress Jika Anak Mengalami Autism Dr. rer. Med. Ns. Marthoenis, M.Sc., MPH

Hubungan Antara Diet Anak Autisme Dengan Perkembangan Anak Autisme Di Pusat Layanan Autis Provinsi Bangka Belitung Hamdani Syah Putra Ginting dan Fitrah Gambaran Tingkat Stres Pada Orang Tua Dengan Anak Berkebutuhan Khusus (Tunagrahita) Di SLB Yayasan Bahagia Kota Tasikmalaya Wawan Rismawan, Meyriana Ulfah, dan Anih Kurnia Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Di Pesantren Darul Munawwarah Pidie Jaya Tahun 2018 Hafni Zahara, Linda T.Maas, dan Rahayu Lubis Perbedaan Status Gizi Pada Bayi Yang Diberi ASI Eksklusif Dan MP-ASI Dini Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar Tahun 2017 Phossy Vionica Ramadhana, Asnawi Abdullah, dan Basri Aramico Penetuan Angka Lempeng Total (ALT) Pada Ikan Kayu Yang Dijual Di Pasar Peunayong Kota Banda Aceh Elfariyanti, Nina Ismayanti

Alamat PKPKM: Gedung Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh Lantai II Jln. Muhammadiyah No.93 Bathoh-lueng Bata Banda Aceh, Indonesia (23245) Telpon : 0651 - 28422 Fax : 0651 - 31053 Email : [email protected] Website: http://pps-unmuha.ac.id/pusat-kajian-dan-penelitian-kesehatan-masyarakat/

Page 53: e-ISSN 2549-6425 JUKEMA

Volume 5 | Nomor 1 | Februari 2019 : 355 – 396 Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh | Aceh Public Health Journal PKPKM