Upload
ayu-trisna-putri
View
10
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Intervensi Awal Pemuda Berisiko Tinggi untuk Gangguan Bipolar: Pendekatan Perkembangan
Xavier Benarous, Angèle Consoli, Vanessa Milhiet, David Cohen
Abstrak. Dalam beberapa dekade terakhir, program penelitian tentang
pencegahan primer sedang dilakukan dan penelitian tentang identifikasi awal
gangguan bipolar (BD, bipolar disorder) telah dikembangkan. Tujuan artikel ini
adalah untuk meninjau bentuk bukti utama yang mendukung intervensi preventif
BD pada anak-anak dan remaja dan tantangan utama yang berhubungan dengan
program ini. Kami melakukan tinjauan literatur dari database utama
terkomputerisasi (MEDLINE, PubMed) dan pencarian manual literatur yang
relevan untuk studi prospektif dan retrospektif tentang gejala prodromal, tahap
premorbid, faktor risiko, dan program intervensi awal untuk BD. Faktor risiko
genetik dan lingkungan BD diidentifikasi. Sebagian besar algoritma yang
digunakan untuk mengukur risiko pengembangan BD dan program intervensi
awal difokuskan pada risiko keluarga. Tanda-tanda prodromal bervariasi dan
tergantung pada usia. Selama masa remaja, episode depresi berhubungan dengan
faktor risiko genetik atau lingkungan dalam meramalkan timbulnya keadaan
hipomanik/manik selama tahun-tahun berikutnya. Pada anak-anak prapubertas,
kurangnya spesifisitas penanda klinis dan kesulitan dalam penilaian suasana
dipandang menghambat intervensi pencegahan pada usia ini. Meskipun hasil
menggembirakan, biomarker (penanda bio) belum cukup divalidasi dalam sampel
pemuda yang berfungsi sebagai alat skrining untuk pencegahan. Studi longitudinal
tambahan pada pemuda yang berisiko tinggi mengembangkan BD mencakup
pengukuran berulang dugaan biomarker. Model staging (pementasan) telah
dikembangkan sebagai pendekatan integratif untuk menentukan tingkat risiko
pada individu berdasarkan data klinis (misalnya gejala prodromal dan riwayat
keluarga BD) dan data non-klinis (misalnya biomarker dan neuro-imaging).
Tetapi kurangnya studi yang divalidasi secara empiris dalam mengukur manfaat
dengan menggunakan model ini dalam merancang program intervensi
pencegahan.
Kata kunci. Gangguan bipolar onset awal, Studi berisiko tinggi, Pencegahan, Intervensi dini, Anak-anak, Model staging
Pendahuluan
Selama beberapa dekade terakhir, intervensi pencegahan telah diusulkan dalam
mencegah atau membatasi konsekuensi gangguan bipolar (BD, bipolar disorders)
pada orang dewasa. Karena lebih dari separuh pasien dewasa dengan BD memiliki
episode pertama mereka sebelum usia 18 tahun, program ini difokuskan pada
anak-anak dan remaja. Kekhawatiran ini sangat penting berhubungan dengan
tingginya tingkat gangguan fungsional pada anak-anak dan remaja yang terkena
dampak. BD adalah penyebab kecacatan utama keempat di antara pemuda berusia
10-24 tahun di seluruh dunia dan berhubungan dengan peningkatan risiko bunuh
diri. Dalam tulisan ini, bukti yang mendukung pengembangan intervensi tersebut
berdasarkan usia dibahas. Pertama, untuk memahami minat terhadap
pengembangan pendekatan preventif, perjalanan alami BD dibahas. Kedua, kita
memeriksa apakah mengikuti kriteria untuk pengembangan pencegahan efektif
untuk BD dalam sampel pediatrik telah dipenuhi: (1) faktor genetik dan faktor
risiko lingkungan BD harus diidentifikasi dalam pandangan yang mendefinisikan
populasi sasaran; (2) penanda klinis yang memprediksi onset dan/atau perjalanan
penyakit harus ditentukan; (3) endofenotipes atau biomarker yang mencerminkan
proses patologis awal dapat membantu untuk mengidentifikasi individu yang
memerlukan perhatian khusus, dan (4) efektifitas intervensi pencegahan harus
dievaluasi. Akhirnya, penggunaan model staging (pementasan) yang sebelumnya
dikembangkan untuk psikosis telah diusulkan untuk BD. Model ini diciptakan
sebagai alat berdasarkan parameter klinis (misalnya gejala dan riwayat keluarga
BD) dan non-klinis (misalnya neuroimaging dan penanda biologis) untuk
mengukur risiko pengembangan selama perjalanan penyakit. Hal ini dilihat
sebagai pendekatan rasional untuk mengadaptasikan perawatan dengan potensi
efek samping pada situasi tertentu sesuai dengan tingkat risiko individu.
Meskipun kerangka teoritis mendukung penggunaan model pementasan dalam
BD, beberapa studi telah memeriksa bukti-bukti empiris. Ulasan ini akan
memeriksa validitas internal dan eksternal model staging (pementasan) ini, fokus
pada transisi non-gejala pada status risiko untuk episode manik pertama.
Perjalanan Life-Time Gangguan Bipolar
Meskipun BD secara tradisional digambarkan sebagai gangguan siklus dengan
periode euthymic, dalam beberapa dekade terakhir, pentingnya gejala antar-
episode secara klinis terus diperhatikan. Telah dicatat bahwa periode bebas gejala
sebenarnya jarang terjadi pada pasien bipolar yang terus melaporkan gejala afektif
subsyndromal antara episode. Gangguan penyakit dengan gejala yang lebih berat
dan periode yang lebih singkat antara kekambuhan diamati sepanjang perjalanan
BD dalam proporsi pasien yang cukup besar. Konsep kindling dan
neurosensitisation diciptakan untuk menggambarkan fenomena peningkatan
progresif frekuensi episode sebagai episode suasana hati berulang. Meskipun
konsep ini sebagian besar telah dikutip dalam mendukung promosi intervensi awal
BD, asumsi ini telah dibantah berdasarkan bukti-bukti empiris. Dalam sebuah
studi tindak lanjut antara pasien rawat jalan dengan BD (N = 220) pada usia 30
tahun, Angst dan Selloro menemukan bahwa lama siklus yang singkat hanya
terjadi pada episode pertama, tapi bukan pada episode selanjutnya. Selain gejala
subthreshold (sub ambang batas), beberapa tingkat gangguan kognitif juga
berlanjut selama periode euthymic pada pasien dengan BD. Peningkatan kesulitan
kognitif telah dilaporkan selama gangguan dan berhubungan dengan jumlah
episode manik. Studi longitudinal pada orang dewasa telah mendukung asumsi
bahwa fungsi antar-episode menurun saat penyakit sedang berlangsung pada
sebagian besar individu dengan BD. Perkembangan ini sebagai faktor kunci dalam
menjelaskan hasil fungsional yang lebih buruk pada pasien BD dengan
pengobatan tertunda dibandingkan dengan orang lain. Pasien dengan fase laporan
penyakit yang tidak diobati secara terus menerus, rata-rata memiliki tingkat kerja
yang lebih rendah, rawat inap yang lebih lama, komplikasi lebih forensik, dan
tingkat gangguan fungsional yang lebih tinggi. Pandangan BD sebagai penyakit
progresif dan siklis juga didukung oleh respon berbeda terhadap pengobatan yang
diamati sesuai dengan tahapan penyakit. Jumlah episode manik bahwa
pengalaman pasien berhubungan dengan resistensi yang lebih besar untuk
pengobatan farmakologis. Tetapi temuan ini tidak dapat ditiru ketika respon
lithium diperiksa dalam studi tindak lanjut 20 tahun di antara orang dewasa
dengan BD. Studi ini menunjukkan bahwa untuk intervensi psikologis, terapi
perilaku kognitif (CBT, cognitive-behavioural therapy) dan terapi
psikoedukasional lebih efektif pada tahap awal penyakit ini dibandingkan dengan
tahap-tahap selanjutnya. Tetapi studi meta-analisis menemukan bahwa jumlah
episode thymus sebelumnya tidak berdampak pada efektivitas psikoterapi. Hasil
ini bertentangan dari heterogenitas BD dalam hal perjalanan penyakit dan respon
pengobatan. Intervensi pencegahan bertujuan untuk membalikkan atau
memperlambat perjalanan life-time (waktu hidup) BD, khususnya pada mereka
memiliki perkembangan penyakit parah. Pada bagian berikutnya, kriteria yang
diperlukan untuk pengembangan program tersebut untuk BD pada anak-anak dan
remaja akan diperiksa.
Kriteria pengembangan intervensi pencegahan yang efektif pada populasi pediatrik
Kriteria a: Faktor Genetik dan Lingkungan
Jika strategi preventif akan dikembangkan, faktor risiko genetik dan non-genetik
harus ditentukan untuk mengidentifikasi sub kelompok yang beresiko tinggi
mengalami transisi BD. Tabel 1 menyajikan faktor risiko utama yang telah
diidentifikasi untuk onset dan perkembangan BD.
Faktor Genetik
Riwayat keluarga positif BD merupakan faktor risiko independen terkuat terhadap
pengembangan yang berhubungan dengan gangguan mood. Studi twin (ganda) dan
studi keluarga telah melaporkan heritabilitas BD 59-87%, dan tingkat kesesuaian
antara kembar identik berkisar 40-97%. Berdasarkan kriteria DSM-IV untuk BD-I
dan BD-II, keluarga tingkat pertama memiliki kesempatan 23% terhadap
pengembangan gangguan mood; dalam hal ini 23%, kesempatan mengembangkan
bentuk BD adalah sekitar 9%. Mengingat tingkat heritabilitas tinggi, keturunan
BD pada orang tua tampaknya menjadi kandidat yang baik untuk menentukan
kemanjuran strategi intervensi awal. Tetapi harus disebutkan bahwa pendekatan akan
menghilangkan subjek yang tidak memiliki kerabat tingkat pertama dengan BD.
Faktor Lingkungan
Selain predisposisi genetik, beberapa faktor risiko lingkungan dapat
mempengaruhi jalannya life-time BD. Kira-kira 50% pasien BD memiliki riwayat
trauma berat atau penyalahgunaan masa kanak-kanak. Dalam studi retrospektif
dan studi rawat jalan prospektif, pelecehan seksual awal berhubungan dengan usia
lebih awal untuk onset BD, frekuensi komorbiditas yang lebih besar, peningkatan
keparahan gejala dan keinginan bunuh diri, peningkatan jumlah episode suasana
hati, dan resistensi pengobatan yang lebih besar. Geller et al., menemukan bahwa
tingkat kehangatan ibu yang rendah dan konflik orangtua-anak yang lebih besar
berhubungan dengan kekambuhan sebelumnya lebih dari 4 tahun di antara anak-
anak dan pasien bipolar pra-remaja. Kurangnya perjalanan penyakit ini pada
pemuda bipolar yang terkena penyalahgunaan masa kanak-kanak/penelantaran
juga telah didukung oleh studi epidemiologi. Data dari Replikasi Survei
Komorbiditas Nasional (National Comorbidity Survey Replication) menunjukkan
bahwa riwayat penganiayaan diprediksi menyebabkan onset awal dan durasi
episode kekambuhan BP. Hubungan dosis-efek yang diamati antara penganiayaan
anak dan keparahan BD menunjukkan bahwa peristiwa kehidupan yang
merugikan berpengaruh pada berbagai tahap penyakit ini. Telah dikemukakan
bahwa kesulitan awal yang memediasi hubungan antara kerentanan genetik dan
onset awal penyakit, pada gilirannya memprediksi prognosis yang kurang
menguntungkan. Dua pembahasan umum layak dijelaskan berhubungan dengan
temuan ini. Di satu sisi, hubungan antara pelecehan/pengabaian dan timbulnya BD
tidak diteliti dalam penelitian prospektif berisiko tinggi yang dilakukan pada
keturunan dari orang tua dengan BD. Dengan demikian, penganiayaan sebagai
faktor prognosis kuat tidak berarti bahwa ini harus dianggap sebagai faktor risiko
independen untuk timbulnya BD. Selain itu, fakta bahwa tingkat berubah BD
tinggi yang diamati pada sampel anak berhubungan dengan prevalensi rendah
kekerasan dan penelantaran menunjukkan bahwa peristiwa kehidupan yang penuh
dengan tekanan, tidak perlu dan tidak cukup untuk mengembangkan BD.
Hubungan antara BD dan penganiayaan ditemukan dalam studi cross-sectional
dari keturunan orang tua dengan BD dan sebagian dapat mencerminkan kesulitan
umum dalam praktik pengasuhan orang dewasa dengan BD. Di sisi lain, penting
untuk menentukan apakah hasil yang ditemukan dalam studi rawat jalan adalah
sebuah artefak inklusi pemuda dengan suasana hati tidak teratur yang salah
didiagnosis sebagai memiliki BD (seperti pemuda dengan Disruptive Mood
Dysregulation Disorder).
Penggunaan zat juga memiliki dampak terhadap perjalanan BD. Kira-kira, 60%
dari individu dengan BD akan mengembangkan penyalahgunaan atau
ketergantungan zat. Sebaliknya, penyalahgunaan zat dilaporkan menjadi faktor
risiko untuk mengembangkan BD dalam studi retrospektif dan studi prospektif di
antara keturunan dari orang tua dengan BD.
Pengobatan jangka panjang dilakukan dengan pengobatan antidepresan secara
cepat atau memperburuk gejala manik dan mengurangi usia onset mania. Risiko
potensial untuk episode mania disebabkan oleh obat stimulan yang didukung oleh
bukti-bukti awal; tetapi tidak dikonfirmasi oleh studi prospektif yang lebih baru.
Keterbatasan dan Penelitian Lebih Lanjut
Melampaui penetapan faktor risiko lingkungan dan genetik untuk BD pada anak-
anak dan remaja, masih banyak yang harus dilakukan untuk memahami interaksi
antara faktor-faktor ini. Beberapa faktor yang diidentifikasi dapat inter korelasi
(misalnya penyalahgunaan zat dan penganiayaan), beberapa faktor diperlukan
untuk pengembangan lain, dan beberapa faktor bisa terjadi bersamaan.
Pemahaman yang lebih baik dari jalur patofisiologi umum yang memediasi
pengaruh faktor risiko berbeda dapat membantu untuk mengembangkan intervensi
yang efektif. Meyer et al., menemukan bahwa efek negatif ibu pada onset awal
BD antara keturunan ibu dengan BD dimediasi oleh kesulitan dalam kemampuan
kognitif eksekutif. Akhirnya, efek moderasi faktor pelindung, seperti temperamen
dan lingkungan sosial dan keluarga, harus dipahami dengan lebih baik.
Kriteria b: Gejala Khusus pada Tahap Prodromal
Sebelum menjelaskan tentang gejala prodromal, beberapa poin tentang masalah
metodelogi layak dicatat. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menentukan
gejala yang mendahului timbulnya BD. Studi retrospektif adalah survei di mana
peserta dewasa menggambarkan gejala yang mendahului timbulnya BD. Studi-
studi retrospektif telah mendukung pandangan bahwa fase prodromal terjadi pada
BD selama masa kanak-kanak. Tetapi bias metodologis (seperti bias recall atau
kurangnya presisi dalam mengestimasi usia onset) memberikan pemodelan untuk
gejala prodromal sulit dilakukan. Sebaliknya, studi prospektif dapat memberikan
data yang dapat dipercaya dan menjelaskan data ini terhadap perjalanan gejala
prodromal bipolar karena gejala klinis diperkirakan melalui penilaian berulang
pada pemuda sebelum timbulnya BD. Ulasan baru-baru ini memberikan
penjelasan gejala prodromal BD. Pada artikel ini, kami hanya menyajikan hasil
utama dari studi prospektif.
Studi Pasien Rawat Jalan Anak dan Remaja
Studi tindak lanjut untuk memonitor tingkat berubah diagnostik BD pada pasien
rawat jalan pemuda dengan masalah perilaku/emosional telah dilakukan.
Biasanya, subjek dimasukkan bila gejala cukup berat bagi mereka atau keluarga
mereka dalam mencari penilaian dan pengobatan. Akibatnya, studi ini cenderung
mengalami bias Berkson dan tingkat komorbiditas tinggi dilaporkan. Studi Course
and Outcome of Bipolar Youth (COBY) adalah studi prospektif besar untuk
pasien rawat jalan di AS termasuk pemuda dengan gejala manik yang tidak
memenuhi kriteria untuk diagnosis maniak/episode campuran (yaitu gangguan
bipolar tidak ditentukan, BD-NOS). Tim COBY menemukan bahwa 25% dari 92
anak-anak dan remaja dengan BD-NOS telah berubah ke BD-I atau BD-II pada 2
tahun follow-up. Pada 4-tahun tindak lanjut, 38% dari 141 subyek BD-NOS telah
berubah ke BD-I atau BD-II.
Geller et al., memeriksa transisi ke BD pada kalangan orang dewasa muda
yang telah berpartisipasi dalam studi pengobatan farmakologis terhadap depresi
anak. Pada 10 tahun tindak lanjut, 49% dari 72 subyek dengan depresi berat
sebelum pubertas telah berubah ke beberapa bentuk BD.
Kochman et al., melakukan studi tindak lanjut 2 tahun pada anak-anak dan
remaja dengan gangguan depresi mayor dan probands dengan gangguan bipolar.
Mereka menemukan bahwa mereka yang menunjukkan kombinasi suasana hati
tinggi dengan mudah marah dan mood yang turun naik secara cepat (diber nama
cyclotaxia) lebih mungkin untuk mengembangkan episode manik.
Akiskal et al. menemukan bahwa “suasana hati labil”, “energi-aktivitas” dan
“melamun” faktor sifat sangat diprediksi berubah ke BD-II di pemuda dengan
depresi unipolar.
Studi dalam Sampel Berdasarkan Komunitas
Studi longitudinal yang dilakukan dalam sampel berbasis masyarakat yang tidak
dipilih dapat memfasilitasi generalisasi temuan. Dalam studi kohort kelahiran
Dunedin (New-Zealand) (N = 922 anak), Kim-Cohen et al., menemukan bahwa
74% orang dewasa dengan BD menunjukkan tanda-tanda awal sebelum 18 tahun
dan 50% sebelum 15 tahun. Semua orang dewasa yang mengembangkan BD
menunjukkan gangguan pediatrik kejiwaan: gangguan kecemasan, dan/atau
gangguan depresi, dan/atau gangguan disruptif. Dalam studi The Great Smoky
Mountains (N = 717 anak), pemuda yang mengembangkan BD lebih mungkin
untuk menyajikan gangguan kejiwaan pada masa remaja seperti kecemasan (OR
20), gangguan depresi (OR 5,4), gangguan disruptif atau mengganggu (OR 6,3)
dan gangguan kepribadian (OR 6,8). Dalam studi tindak lanjut berbasis komunitas
Swedia usia 15 tahun (N = 2300), Paaren et al., melaporkan bahwa di antara
remaja dengan gangguan depresi utama, orang-orang dengan gangguan
mengganggu awal atau beberapa gejala somatik pada anak lebih mungkin untuk
mengembangkan BD di masa dewasa (OR 3,6 dan OR 6,6). Dalam penelitian ini,
dari 64 remaja dengan episode spektrum hypomania selama masa kanak-kanak,
hanya 6 mengembangkan hypomanik/episode manik sebagai orang dewasa.
Gangguan kecemasan (serangan panik dan gangguan kecemasan umum) secara
substansial meningkatkan risiko ini (OR 12.0).
Studi Keturunan dari Orang Tua dengan BD
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, heritabilitas adalah faktor risiko paling kuat
untuk BD. Oleh karena itu, data tentang prodrome bipolar dengan mempelajari
keturunan probands dengan BD adalah strategi utama. Selain biaya studi ini,
keterbatasan utama menyangkut generalisasi temuan dengan pemuda yang tidak
memiliki riwayat keluarga BD.
Akiskal et al., melakukan studi tindak lanjut 3 tahun pada pemuda yang
diberikan layanan dan yang orang tuanya menunjukkan BD. Mereka dengan
pengembangan BD lebih mungkin untuk menunjukkan kecemasan, gejala suasana
hati turun dan gangguan penyesuaian sebelum timbulnya BD. Gangguan suasana
hati pertama adalah depresi dalam polaritas dan terjadi sebelum masa remaja,
sedangkan episode campuran dan psikotik terjadi setelah pubertas.
Hillegers et al., mempelajari risiko pengembangan BD dalam sampel dari 129
berisiko tinggi pada remaja Belanda. Setelah 5 tahun masa tindak lanjut, 12 dari
13 remaja mengembangkan BD pertama kali dengan menunjukkan episode
depresi di masa remaja. Rata-rata, episode hypomanik muncul 4,9 tahun setelah
episode depresi pertama.
Shaw et al., membandingkan 110 anak-anak yang memiliki risiko orang tua
BD-I dengan anak-anak yang memiliki orang tua yang sehat pada populasi Amish.
Mereka menemukan frekuensi spektrum gejala episodik luas lebih tinggi dalam
keturunan dari orang tua bipolar: kecemasan, kurangnya perhatian di sekolah,
perilaku mudah bersemangat, hyperalertness, suasana hati labil, dan keluhan
somatik. Selanjutnya 5 tahun tindak lanjut dilakukan untuk menentukan lima
gejala tambahan pada remaja: variasi dalam tidur dan energi, masalah dengan
pemikiran/konsentrasi, bicara berlebihan, dan berbicara keras. Egeland et al.,
menyarankan bahwa gejala prodromal BD mencakup tanda-tanda episodik
sebelum berusia 6 tahun (seperti menangis, kecemasan, sensitivitas lebih, keluhan
somatik) dan gejala pada yang lebih dewasa seperti dari 7 sampai 12 gejala
(seperti kecemasan dan variasi dalam tidur dan energi, emosi labil, rasa malu,
gangguan fungsional).
Duffy et al., menilai status diagnostik dan perubahan ke BD setelah 4 tahun
tindak lanjut dari 127 anak berisiko tinggi. Prevalensi life-time BD meningkat dari
6 sampai 20% dibandingkan dengan anak dari keluarga kontrol. Dari 40 keturunan
dengan gangguan tidur dan/atau kecemasan, 12 mengembangkan BD, dan 12
gangguan depresi berkembang. Indeks episode mood pada mereka yang
mengembangkan BD hampir selalu terjadi depresi. Riwayat kecemasan ditemukan
meningkatkan risiko untuk pengembangan setiap gangguan mood 40-85%, sekitar
8 tahun setelah awal gejala kecemasan. Gangguan tidur yang mendahului BD
terjadi beberapa tahun sebelum timbulnya episode mood pertama. Tim yang sama
memberikan hipotesis bahwa mayoritas keturunan orang dewasa bipolar
selanjutnya mengembangkan BD yang diamati berdasarkan urutan kronologis
khusus gejala prodromal. Di antara 207 anak, sekitar 71% anak-anak yang
mengembangkan BD mengikuti urutan ini: gejala non-mood (yaitu gangguan tidur
dan gangguan kecemasan) pertama kali muncul pada anak prapubertas; kemudian,
gejala mood minor non-spesifik muncul sekitar masa pubertas; timbulnya episode
depresi utama berulang terjadi selanjutnya pada pertengahan masa remaja; dan
akhirnya, episode hipo-manik/manik pertama terjadi tahun selanjutnya.
Axelson et al., meneliti risiko mengembangkan BD pada 391 anak berisiko
tinggi berusia 6-18 tahun. Setelah 6,8 tahun tindak lanjut, subthreshold (sub
ambang batas) episode manik atau hypomanik (OR 2,3), episode depresi utama
(OR 2.0), dan gangguan perilaku yang mengganggu (OR 2,1) berhubungan
dengan risiko lebih tinggi terkena BD.
Keterbatasan dan Penelitian Lebih Lanjut
Berdasarkan temuan sebelumnya, model telah diusulkan (Gambar 1) untuk
menggambarkan jalannya gejala prodromal dari waktu ke waktu pada anak dan
remaja sebelum timbulnya BD pada orang dewasa muda. Model ini menyoroti
kekhususan meningkatnya gejala prodromal yang diamati dari waktu ke waktu
dan nilai-nilai prediksi berbeda tergantung pada tahap perkembangan. Dua
periode berbeda harus dibedakan. Dalam prapubertas anak-anak berisiko, gejala
non-mood (misalnya kecemasan) dan mood minor (misalnya gangguan tidur)
berhubungan dengan transisi yang lebih tinggi ke BD. Mengidentifikasi kandidat
untuk intervensi pencegahan bipolar berdasarkan gejala-gejala ini menimbulkan
dua kesulitan. Pertama pada tingkat praktis, kekhawatiran telah dikemukakan
mengenai kesulitan dalam membedakan gejala mood minor dari variasi mood
dalam kisaran normal pada anak-anak bungsu. Kedua, masih belum jelas sampai
sejauh mana gejala ini memprediksi BD, atau gangguan kejiwaan lainnya
(misalnya depresi unipolar atau psikosis). Seperti yang disarankan oleh Kim-
Cohen et al., gejala prodromal bipolar sulit dibedakan dari gejala yang
mendahului depresi unipolar atau psikosis. Selain itu, masuknya anak
subthreshold gejala manik - seperti dalam spektrum bipolar dewasa menimbulkan
banyak kontroversi. Berhubungan dengan masalah ini, sejumlah besar literatur
yang dikhususkan disebut sebagai presentasi pediatrik mengklarifikasi beberapa
masalah. Bukti yang mendukung bahwa gejala mood episodik dan persisten harus
dibedakan karena hanya bentuk ini yang memprediksi BD. Stringaris et al.,
mencatat bahwa di antara 84 pemuda dengan iritabilitas non-episodik, hanya satu
yang mengembangkan episode hypomanik/manik atau episode campuran selama 2
tahun tindak lanjut. Demikian pula, sejumlah besar data longitudinal mendukung
bahwa gejala suasana hati persisten dan kronik memprediksi depresi unipolar dan
kecemasan, tapi bukan BD pada orang dewasa. Perbedaan tersebut telah didukung
oleh masuknya Disruptive Mood Dysregulation baru-baru ini dalam bab gangguan
depresi dalam sistem klasifikasi DSM-5.
Pada remaja, studi berisiko tinggi menunjukkan bahwa dalam kebanyakan
kasus, gangguan afektif dimulai selama masa remaja dan depresi dalam polaritas.
Beberapa episode manik atau campuran dilaporkan sebelum pubertas, sementara
lebih dari 90% pasien BD menunjukkan gejala depresi pada pertengahan masa
remaja. Karakteristik tertentu episode depresi berhubungan dengan peningkatan
risiko mengembangkan BD: onset akut, kenaikan berat badan, praokupasi
somatik, konsentrasi berkurang, suasana hati yang didominasi mudah marah,
gambarna psikotik, retardasi psikomotor berat (misalnya sindrom Cotard), dan
gejala hypomanik karena obat-obatan.
Penelitian pada anak-anak yang memiliki risiko BD menyoroti dua prinsip
dasar psikopatologi perkembangan: equifinality dan multifinality. Equifinality
berarti bahwa beberapa jalur perkembangan dapat mengumpulkan hasil klinis
yang sama. Sejumlah besar bukti pada orang dewasa mendukung bahwa subtipe
BD berbeda dengan faktor risiko berbeda dan kursus klinis yang ada.
Heterogenitas tersebut dapat mewakili kesulitan tambahan dalam menentukan
pola khusus gejala prodromal bipolar untuk semua presentasi. Gagasan
multifinality mencerminkan berbagai lintasan yang dapat timbul dari satu
konstelasi spesifik gejala prodromal. Di satu sisi, kurangnya spesifisitas gejala
bipolar prodromal membuat identifikasi kelompok berisiko jelas berdasarkan
sulitnya pendekatan klinis dilakukan, terutama karena subthreshold gejala manik
dan depresi jauh lebih umum dalam populasi umum dibandingkan psikosis. Di sisi
lain, perubahan besar antara gejala prodromal untuk psikosis dan untuk BD telah
diamati. Pada saat ini, program pencegahan fokus pada identifikasi episode
depresi pada pemuda yang memiliki faktor risiko genetik dan/atau lingkungan.
Program-program tersebut harus dianggap sebagai pencegahan sekunder karena
gejala-gejala ini mencerminkan episode thymus awal seperti yang diilustrasikan
pada Gambar 1.
Kriteria c: Endofenotipes dan Penanda Bio
Mengingat kekhususan pembatasan gejala yang dijelaskan pada tahap prodromal,
indikator non-klinis terbukti dapat menjadi berharga pada pemuda dalam
membedakan risiko tinggi pengembangan BD dibandingkan yang lain.
Endofenotipe adalah sifat biologis yang diwariskan berfungsi sebagai penanda
risiko untuk gangguan yang terjadi selanjutnya. Endofenotipes dapat membantu
mengidentifikasi individu yang mungkin dapat mewujudkan keadaan prodromal
BD. Biomarker telah diusulkan untuk mencerminkan mekanisme neurobiologis
disfungsional yang memfasilitasi onset dan perkembangan BD. Selain itu,
identifikasi penanda tersebut dapat membantu untuk menentukan target yang
mungkin untuk pendekatan preventif.
Sifat Temperamental
Studi telah meneliti apakah ciri-ciri temperamental tertentu dapat memberi risiko
tambahan mengembangkan BD pada individu yang rentan. Sebagian besar
penelitian telah membandingkan fitur temperamental antara keturunan dari orang
tua yang tidak terpengaruh, keturunan dari orang tua bipolar dengan dan tanpa
psikopatologi. Misalnya emosionalitas (didefinisikan sebagai kecenderungan
mudah menangis dan bereaksi secara intensif ketika marah) berhubungan secara
positif dengan risiko memiliki gangguan mood dalam kelompok keturunan dari
orang tua dengan BD. Doucette et al., memeriksa profil temperamen antara
keturunan orangtua dengan BD (N = 221) menemukan bahwa mereka yang
menunjukkan tingkat emosionalitas tinggi lebih mungkin untuk mengembangkan
gangguan mood (OR 1,24) dibandingkan dengan anak dari keluarga dengan orang
tua tidak terpengaruh.
Temperamen cyclothymic (yaitu suasana hati sangat labil dan emosional
berlebihan) ditemukan menjadi prediktor beralih ke BD pada populasi anak-anak
dan remaja dengan gangguan depresi utama (N = 80) dalam studi tindak lanjut 2
tahun. Evans et al., menegaskan bahwa sifat temperamental cyclothymic ada pada
tingkat yang lebih tinggi pada orang dewasa BD dibandingkan pada kerabat
pasien yang terpengaruh dengan BD.
Sebagaimana dicatat oleh Duffy et al., studi longitudinal lanjutan untuk fitur
temperamen yang mempengaruhi BD dapat membantu lebih memahami interaksi
antara faktor genetik, psikopatologi dan peristiwa kehidupan yang tidak
diinginkan pada pemuda yang selanjutnya mengembangkan BD. Penelitian lebih
lanjut juga diperlukan untuk menentukan bagaimana sifat-sifat temperamen ini
cosegregate dengan BD dalam keluarga dan ini adalah khusus untuk BD.
Endokrin dan Penanda Inflamasi
Studi awal dalam bidang ini telah meneliti peran kortisol dan peningkatan
aktivitas sendi hipotalamus hipofisis-adrenal (HPA) dalam gangguan mood.
Kelainan halus dalam sistem HPA ditemukan untuk memprediksi perkembangan
gangguan afektif. Misalnya anak risiko tinggi dari orang tua dengan BD
cenderung menunjukkan tingkat kortisol yang lebih tinggi saat sore hari
dibandingkan dengan anak risiko rendah. Tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk memahami apakah kortisol dapat dianggap sebagai penanda kerentanan
terhadap BD, faktor etiopatologi, atau respon biologis terhadap stres kronis pada
pemuda yang memiliki gejala emosional/perilaku non-spesifik. Fokus utama
ditempatkan pada penanda neuroinflamasi, faktor neurotropik dan tekanan
oksidatif, mengingat dugaan peran mereka dalam patofisiologi BD. Peningkatan
tingkat penanda pro-inflamasi perifer (seperti TNF-α dan interleukin-6) dan
penurunan tingkat sirkulasi faktor neurotropik yang diturunkan dari otak (BDNF,
brain-derived neurothropic factor) dilaporkan awalnya terjadi selama episode
thymus dan selanjutnya selama periode euthymic. Meskipun minat terhadao
pengembangan penanda inflamasi untuk BD, ini diperlukan secara hati-hati
karena asumsi utama yang diekstrapolasi dari studi yang dilakukan pada orang
dewasa dengan BD yang ada. Misalnya tidak ada penelitian penanda bio pada BD
yang ditinjau dalam studi meta-analisis terbaru termasuk subjek di bawah usia 18
tahun. Hanya dua penelitian telah dilakukan dengan sampel anak. Padmos et al.,
menemukan bahwa aktivasi monosit gen inflamasi meramalkan perkembangan
gangguan mood pada keturunan bipolar remaja (n = 54). Mesman et al.,
melakukan studi prospektif untuk meneliti evolusi biomarker inflamasi pada 140
anak dari orang tua dengan BD. Mereka menemukan peningkatan ekspresi gen
yang terlibat dalam proses inflamasi selama masa remaja (misalnya sitokin
pentraxin 3), dan penurunan ekspresi BDNF.
Pelemahan Neurokognitif
Ketika ini terjadi, pelemahan neurokognitif ditemukan dalam BD biasanya
muncul pada tahap akhir penyakit. Tidak seperti gangguan psikosis, defisit tidak
sistematis dilaporkan setelah episode akut pertama. Tetapi ini adalah defisit minor
dalam fungsi eksekutif, memori verbal, dan perhatian telah dijelaskan pada anak-
anak tidak terpengaruh yang memiliki resiko terserang penyakit. Defisit dalam
pelabelan ekspresi emosional wajah telah ditemukan dalam kerabat yang
terpengaruh dibandingkan dengan subyek kontrol sehat. Schenkel et al.,
menemukan bahwa pemuda bipolar memiliki lebih banyak kesulitan dalam
melakukan tugas-tugas kognitif sosial yang mengukur teori pikiran (yaitu
kesimpulan pikiran atau niat orang lain) dibandingkan dengan kontrol, terutama
dalam konteks emosional. Whitney et al., mencatat gangguan signifikan dalam
timbal balik sosial pemuda yang memiliki orangtua dengan BD dan menunjukkan
gejala disregulasi suasana hati tanpa BD. Tetapi dalam penelitian ini, tidak ada
perbedaan dalam kinerja berhubungan dengan teori pikiran atau mempengaruhi
pengakuan yang ditemukan. Sebuah studi kecil pada keturunan orang tua BD
melaporkan hubungan antara hasil dari Wisconsin Card Sorting Test dan risiko
selanjutnya terhadap pengembangan BD.
Gambaran Neuroanatomical
Atrofi kortikal, pembesaran ventrikel dan penurunan volume materi abu-abu,
tercatat selama BD. Tetapi dibandingkan dengan gangguan psikosis, gangguan
struktural lebih sedikit ditemukan pada tahap awal dan sangat awal (misalnya
sebelum timbulnya episode thymus pertama). Hilangnya progresif otak materi
abu-abu dalam lobus frontal dilaporkan dalam periode tindak lanjut 2 tahun
setelah psikotik episode pertama relatif terhadap kontrol. Data dari studi
neuroimaging mulai menjelaskan kelainan dalam pengembangan kortikal
berhubungan dengan risiko lebih tinggi terkena BD. Misalnya, pengurangan
tingkat N-acety-laspartate, penanda integritas neuron, ditemukan dalam korteks
prefrontal dorsolateral dan hippocampi dari anak-anak yang berisiko
mengembangkan BD. Singh et al., melaporkan pola atipikal prefrontal dan
konektivitas intrinsik subkortikal dalam keturunan sehat dari orang tua dengan
BD. Kelainan dalam pengembangan amigdala dan pada daerah lain dari sistem
limbik (misalnya inti hipotalamus) dalam BD juga ditemukan dalam studi
neuroimaging struktural dan fungsional. Ia mengemukakan bahwa perubahan
neuroanatomical seperti yang terjadi pada tahap BD sangat awal sebagian dapat
menjelaskan peningkatan kerentanan terhadap tekanan lingkungan yang diamati
dalam pemuda yang memiliki risiko.
Keterbatasan dan Penelitian Lebih Lanjut
Dalam beberapa dekade terakhir, studi tentang biomarker biologi dan
neuroimaging menyebabkan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme
fisiopatologis yang terlibat dalam BD. Selain itu, kurangnya spesifisitas faktor
risiko saat ini dan gejala klinis prodromal sangat mendukung pengembangan
biomarker untuk mengidentifikasi pemuda yang memiliki risiko lebih tinggi
terkena BD. Idealnya, biomarker akan membantu untuk mengukur risiko secara
akurat dalam mengembangkan BD dan sebagai panduan pengobatan pada pemuda
dengan gejala non-spesifik (misalnya untuk remaja yang dirujuk untuk episode
depresi pertama). Temuan menggembirakan berhubungan dengan biomarker
inflamasi pada tahap BD berikutnya telah diperiksa pada orang dewasa, tetapi
beberapa penelitian telah dilakukan pada pemuda. Studi awal harus direplikasi
dalam sampel yang lebih besar dan harus menggunakan desain longitudinal untuk
menguji validitas prediktif biomarker tersebut. Karena banyak fokus diletakkan
pada dugaan kepekaan biomarker, terlalu sedikit perhatian diberikan untuk
kekhususan mereka. Mesman et al., melaporkan bahwa ekspresi abnormal gen
yang terlibat dalam inflamasi tidak berbeda antara pemuda yang telah
mengembangkan gangguan mood, orang-orang yang telah mengembangkan
gangguan non-mood, dan mereka yang belum mengembangkan gangguan
kejiwaan apapun. Sebaliknya, Padmos et al., mencatat bahwa aktivasi gen
monosit, yang ditemukan dalam keturunan bipolar remaja, berpotensi
memprediksi perkembangan gangguan mood. Selain itu, identifikasi satu
biomarker sebagai prediktor untuk BD dan gangguan kejiwaan lainnya, seperti
gangguan psikosis, juga dapat mencerminkan perubahan antara penyakit ini.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai sejauh mana biomarker khusus
untuk BD atau mencerminkan kerentanan umum untuk gangguan kejiwaan.
Kriteria d: Kemanjuran Intervensi Pencegahan
Tujuan intervensi pencegahan adalah mengurangi gejala awal, meningkatkan
kemampuan dalam mengatasi stressors dependen dan independen, dan mencegah
atau menunda timbulnya gangguan. Perawatan psikososial dan farmakologis telah
diusulkan sebagai intervensi preventif pada pemuda yang beresiko BD.
Intervensi Psikososial
Penggunaan intervensi psikoedukasional atau psikoterapi sebagai langkah pertama
untuk mencegah BD telah diusulkan, mengingat rasio manfaat/risiko yang
menguntungkan dan tingkat kepuasan yang lebih besar di antara pasien muda dan
keluarga mereka bila dibandingkan dengan pengobatan farmakologis. Empat studi
telah dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas intervensi psikososial pada anak
beresiko BD. Nadkarni dan Fristad meneliti efek psikoterapi psikoedukasional
multi-keluarga selama 8 minggu pada 17 subyek dengan gejala depresi. Tingkat
perubahan yang lebih rendah untuk gangguan spektrum BD diamati pada
kelompok perlakuan setelah 1 tahun tindak lanjut. Dalam sebuah studi terbuka,
yang dilakukan pada 13 anak-anak dari orang dewasa dengan BD dengan gejala
suasana hati subthreshold, peningkatan simtomatologi dan tingkat fungsi setelah 1
tahun tindak lanjut ditemukan pada pemuda yang menerima Terapi yan
Difokuskan pada Keluarga untuk Anak-Anak Berisiko Tinggi (FFT-HR, Family
Focused Therapy for High-Risk Children), di samping pengobatan biasa mereka.
FFT-HR berhubungan dengan pemulihan yang lebih cepat dalam uji coba secara
acak terkontrol yang dilakukan pada 40 subjek selama 12 bulan. Terapi Ritme
Sosial dan Interpersonal (IPSRT, Interpersonal and Social Rhytm Therapy), yang
menargetkan mengubah pola sosial dan tidur, menunjukkan mendorong temuan
dalam studi percontohan yang dilakukan pada 13 pemuda. Uji klinis multi senter
terkontrol acak sedang dilakukan untuk mengevaluasi efikasi dan keamanan
psikoterapi perilaku kognitif (CBT, cognitive behavior therapy) tertentu pada
orang-orang muda yang beresiko BD.
Intervensi Farmakoterapi
Meskipun stabilisator suasana hati dan obat antipsikotik atipikal menunjukkan
manfaat terhadap pengobatan kuratif episode manik pada remaja, khasiat dalam
pengobatan gejala suasana hati prodromal sebagian besar tidak diketahui. Sejauh
ini, hanya empat penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan
konteks ini. Sebuah studi pada 30 pemuda yang menderita gangguan depresi
mayor prapubertas, dengan prediktor BD diduga di masa depan, dilakukan untuk
mengevaluasi efektivitas lithium. Dalam 6 minggu, studi double-blind, terkontrol
plasebo, lithium tidak ditemukan lebih mujarab dibandingkan plasebo. Tetapi efek
lithium tentang pencegahan timbulnya BD tidak diperiksa. Pengaruh valproate
natrium dievaluasi dalam uji terbuka 12 minggu termasuk pada 24 anak-anak
dengan keluarga tingkat pertama BD dan gangguan depresi mayor, cyclothymic,
dysthymic, gangguan hiperaktivitas/kekurangan minat atau gejala afektif lainnya.
Dari 23 subyek yang menyelesaikan uji coba, 18 (78%) dianggap “sangat jauh
lebih baik” atau “lebih ditingkatkan”. Sebuah studi terkontrol plasebo acak
dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas valproate natrium pada 56 pemuda yang
memiliki setidaknya satu orang tua kandung yang menderita BD, BD-NOS, atau
cyclothymia. Setelah 5 tahun masa tindak lanjut, kelompok perlakuan tidak
berbeda dari kelompok plasebo berhubungan dengan waktu kelangsungan hidup
dengan penghentian obat (studi variabel hasil primer) atau penghentian karena
kejadian suasana hati. Pengaruh quetiapine telah dievaluasi dalam uji terbuka 12-
minggu pada 20 remaja dengan keluarga tingkat pertama BD-NOS, BD-II,
dysthymia atau gangguan depresi mayor, dengan tingkat respon sekitar 87%.
Penulis secara berbeda telah menyarankan bahwa dalam fase awal, intervensi
harus fokus pada strategi saraf non-spesifik dan intervensi psikososial, dan
mempertimbangkan beberapa potensi efek samping yang dibandingkan dengan
lithium atau antipsikotik. McNamara et al., merekomendasikan bahwa pasien
dengan gejala prodromal harus diperlakukan dengan menggunakan asam lemak
omega-3 dan vitamin. Penelitian praklinis dan klinis yang mendukung dampak
positif suplementasi lemak omega-3 dalam mengurangi keparahan gejala depresi
pada anak dan remaja dengan gangguan mood. Efek menguntungkan terhadap
suplementasi lemak omega-3 diamati dalam kasus depresi bipolar, dan episode
manik, menurut sebuah studi meta-analisis dari lima uji klinis yang dilakukan
pada pasien BD. Pasien yang memenuhi kriteria BD harus diperlakukan sesuai
dengan rekomendasi saat ini untuk episode manik atau hypomanik.
Keterbatasan dan Penelitian Lebih Lanjut
Bukti-bukti ilmiah yang tersedia berhubungan dengan efek intervensi psikoterapi
tidak cukup memenuhi kebutuhan dokter. Pengaruh intervensi yang menargetkan
faktor risiko lingkungan (misalnya penggunaan narkoba) belum dievaluasi dengan
benar pada risiko pengembangan BD di masa depan. Efek agen anti-inflamasi
neuroprotektif harus dievaluasi pada pemuda yang beresiko BD.
Model Staging (Pementasan) dalam Menentukan Subthresholds Individu untuk Intervensi
Model Pementasan Berbeda
Konsekuensi intervensi yang tertunda dan pentingnya toleransi jangka panjang,
telah diusulkan model yang didasarkan pada ukuran risiko individu dalam
pengembangan BD. Model stadium klinis diusulkan sebagai metode rasional
untuk mengklasifikasikan pasien sesuai dengan tingkat risiko pengembangan BD.
Mereka menyediakan kerangka kerja yang dapat membantu untuk menerapkan
pendekatan secara bertahap untuk intervensi. Misalnya intervensi yang aman dan
ditoleransi dengan baik dapat diusulkan pada tahap awal, meskipun perawatan
yang lebih mungkin berhubungan dengan efek samping dan harus disediakan bagi
mereka yang memiliki risiko lebih tinggi untuk transisi. Tabel 2 menunjukkan
model pementasan yang diusulkan untuk BD dan definisi tahapan untuk masing-
masing model. Perlu dicatat bahwa model pementasan tertentu, seperti yang
dikembangkan oleh Berk atau Kapczinski, tidak secara khusus fokus pada transisi
ke BD dan tidak mencakup semua perjalanan alami penyakit, dari tahap awal
tanpa gejala spesifik (misalnya stadium 0 dalam model Berk) sampai bentuk parah
(misalnya stadium 4 dalam model Berk ini).
Tiga model pementasan secara khusus dikembangkan untuk fokus pada transisi
dari tahap yang memiliki risiko terjadinya episode manik atau hypomanik
pertama. Model ini didasarkan pada skala tertentu untuk mengukur faktor-faktor
risiko berbeda (seperti yang digambarkan pada Tabel 1) dan untuk mendeteksi
gangguan psiko-patologis dan fungsional yang mendahului timbulnya BD. Corell
et al., mengembangkan “Prospektif Skala Gejala Prodrom Bipolar” (BPSS-P,
Bipolar Prodrome Symptom Scale Prospektif) dengan pertanyaan retrospektif
pada pasien anak dan remaja yang mengalami episode manik pertama mereka.
Bechdolf et al., menggunakan kategori “Risiko Bipolar” (BAR, Bipolar At Risk)
dengan analogi kriteria Ultra-High-Risk untuk psikosis. Leopold et al.,
menetapkan “Persediaan Tahap Awal untuk Gangguan Bipolar” (EPIbipolar,
Early Phase Inventory for Bipolar Disorders) didasarkan pada tinjauan sistematis
literatur yang menyangkut dugaan faktor risiko dalam mengembangkan BD pada
orang dewasa muda. Pengertian tentang “gejala afektif subthreshold” “dilemahkan
secara subklinis”, “subthreshold gejala manik” dan berdasarkan temuan studi
prospektif yang dilakukan pada populasi umum, dalam keturunan pasien dengan
BD, pada orang dengan depresi unipolar dan dalam penelitian retrospektif pada
pasien BD. Berk et al., mengusulkan sebuah model pementasan yang mencakup
semua riwayat alami BD, dari status awal, pra-risiko terhadap penyakit persisten
berat. Model ini lebih terfokus secara khusus pada hubungan neurobiologis
berbeda dari tahapan gangguan. Deskripsi dari setiap tahap disebut bukan hanya
gejala klinis tetapi juga gangguan fungsional dan kesulitan kognitif. Model awal
ini dikembangkan lebih lanjut oleh Kapczinski; studi mereka menekankan
penilaian pasien pada periode antar-episodik dan termasuk fase laten dan empat
tahap.
Validitas Model Pementasan
Model pementasan harus dapat mengklasifikasikan pasien sesuai dengan tingkat
keparahan dan untuk memprediksi transisi ke tahap berikutnya. Tabel 3
menunjukkan studi yang dilakukan untuk mengukur validitas model pementasan,
khususnya nilai prediktif (yaitu kemungkinan membedakan antara berbagai
tingkat BD) dan keandalan (yaitu kecukupan pementasan antara dan di dalam
penilai).
Corell et al., menemukan validitas internal dan keandalan antar-penilai BPSS-P
yang dapat diterapkan pada 205 pemuda. Tetapi tidak ada informasi yang tersedia
pada nilai prediksi skor BPSS-P. Leopold et al., menemukan 16% dari pemuda
berisiko BD dalam sampel. Ukuran konsistensi internal dari EPIBipolar tidak
dilaporkan dalam penelitian ini. Mengingat studi menggunakan desain cross-
sectional, tingkat transisi kelompok ini tidak diketahui. Bechdolf et al.,
menggunakan BAR individu layar-positif (n = 35) dan kontrol yang sesuai (n =
35) selama periode 12 bulan. Dokter membuat diagnosis blind untuk alokasi
kelompok berisiko. Lima kasus dari 35 kasus membuat transisi ke episode
hypomanik/manik pertama selama tindak lanjut. Perbedaan antara sub-sub
kelompok tidak signifikan. Penelitian sebelumnya melaporkan reliabilitas antar
penilai yang baik berhubungan dengan skala Penilaian Komprehensif pada Risiko
Status Mental (Comprehensive Assessment of At Risk Mental States) yang
digunakan untuk mengidentifikasi para pemuda berisiko. Perbedaan antara
kelompok berbeda dalam model pementasan yang diusulkan oleh Berk didukung
oleh studi longitudinal, menekankan peningkatan progresif gejala thymus residual,
kesulitan kognitif dan gangguan fungsional selama gangguan tersebut. Reinares et
al., mengugnakan analisis kelas laten untuk menentukan subtipe pasien dengan
BD. Dua kelompok diidentifikasi; ini berbeda dengan kepadatan episode (jumlah
total episode dibagi dengan durasi penyakit), tingkat gejala depresi residual,
perkiraan kecerdasan verbal dan kontrol penghambatan. Temuan tersebut
mendukung penggunaan kesulitan kognitif dan gejala persisten dalam menetapkan
setiap pasien ke dalam kelas prognostik dalam model pementasan. Rosa et al.,
membandingkan gangguan fungsional dan gangguan kognitif yang disajikan oleh
87 pasien sesuai dengan tingkat model pementasan. Mereka menemukan
hubungan linear antara keparahan gangguan fungsional dan tahap klinis. Selain
itu, pasien dalam kelompok 3 dan kelompok 4 menunjukkan pengukuran kognitif
lebih buruk dibandingkan kontrol sehat. Studi lebih lanjut diperlukan untuk
mengukur tingkat transisi dari satu tahap ke tahap lain menggunakan data
longitudinal.
Keterbatasan dan Penelitian Lebih Lanjut
Model pementasan harus lebih baik digunakan dan divalidasi oleh penelitian
longitudinal empiris. Hanya satu studi meneliti nilai prediksi dari model
pementasan pada data longitudinal. Karena fokus lebih ditempatkan pada
sensitivitas, beberapa studi membahas masalah kekhususan model pementasan.
Studi lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki kemungkinan model pluripoten
untuk penyakit mental serius; Fusar-Poli menyarankan bahwa fokus harus
ditempatkan pada presentasi yang umumnya berisiko (“Ultra-High-Risk”) untuk
mencegah gangguan psikosis dan gangguan non-psikosis. Selanjutnya, peran
biomarker dalam meningkatkan nilai prediksi model pementasan, terutama pada
tahap awal, layak dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
Kesimpulan
Pertimbangan gejala minor sebagai faktor risiko untuk pengembangan gangguan
mental lengkap dan sebagai target untuk intervensi pencegahan merupakan
pergeseran paradigma besar dalam psikiatri. Beban sosial BD dan prognosis yang
lebih buruk dalam hal penundaan pengobatan membuat pengembangan intervensi
pencegahan penting untuk dilakukan. Dalam tulisan ini, keterbatasan utama
pendekatan preventif untuk BD pada anak-anak dan remaja berhubungan dengan
kurangnya kekhususan penanda klinis dan non-klinis. Secara khusus, tersedia
bukti menjanjikan berhubungan dengan perkembangan biomarker, tetapi harus
dianggap sebagai awal. Meskipun hasil menggembirakan mendukung manfaat
model pementasan pada BD, algoritma yang telah dikembangkan masih perlu
dilakukan secara lebih empiris dan divalidasi pada anak-anak dan remaja.