90
PLANT AGRONOMY GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /1 EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN EKSTRAK TEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica juncea L.) Palupi Puspitorini* dan Fery Jatmiko** *Dosen Fakultas Pertanian Universitas islam Balitar **Mahasiswa Fakultas Universitas islam Balitar Abstract Green cabbage ( Brassica juncea L.) is a vegetable plant with sub-tropical climate, but able to adapt well in tropical climates. Public demand for more and more increasing mustard. With the ever increasing demand for mustard greens, one of the efforts to increase production that can be done is through good land management, adequate irrigation, fertilization and pest prevention. This study aims to determine the effect of fertilizer use kascing and tea extracts on the growth and yield of green mustard plant ( Brassica juncea L.). Location of the study was conducted in a research block of SMKN Kademangan Blitar district in May-June 2012. The study was conducted using a factorial design divided plot is the first factor with four dosage of fertilizer kascing extent that K0 (control), K1 (kascing dose of 10 g/tan), K2 (kascing dose of 20 g/tan), K3 (kascing dose of 30 g/tan ) and the second factor with four tea extract concentration level is P0 (control), P1 (tea extract concentration of 20 g/l), P2 (tea extract concentration of 30 g/l), P3 (tea extract concentration of 40 g/l), how no fertilizer kascing tea extracts on the green mustard plants spread and watered with a distance of 5 cm from the mustard plant with an adjusted dose of each treatment. Data obtained from this study were analyzed by analysis of variance (ANOVA), followed by the Smallest Real Differences test (LSD) 5%. The results of this study indicate that there are interactions on plant growth and yield of mustard greens on the use of kascing and tea extracts. Treatment with the use of kascing and tea extract at a dose of 30 g/tan and a concentration of 40 g/l (K3P3) gives the best results for plant height, leaf number and dosage of 20 g/tan and a concentration of 40 g/l (K2P3) for fresh weight green cabbage plants. Key words: Plant Green cabbage (Brassica juncea L), Tea Extract, Fertilizer , kascing

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /1

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN EKSTRAK TEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica juncea L.)

Palupi Puspitorini* dan Fery Jatmiko**

*Dosen Fakultas Pertanian Universitas islam Balitar

**Mahasiswa Fakultas Universitas islam Balitar

Abstract

Green cabbage (Brassica juncea L.) is a vegetable plant with sub-tropical climate, but able to adapt well in tropical climates. Public demand for more and more increasing

mustard. With the ever increasing demand for mustard greens, one of the efforts to increase production that can be done is through good land management, adequate irrigation,

fertilization and pest prevention. This study aims to determine the effect of fertilizer use kascing and tea extracts

on the growth and yield of green mustard plant (Brassica juncea L.). Location of the study was conducted in a research block of SMKN Kademangan Blitar district in May-June 2012.

The study was conducted using a factorial design divided plot is the first factor with four dosage of fertilizer kascing extent that K0 (control), K1 (kascing dose of 10 g/tan), K2

(kascing dose of 20 g/tan), K3 (kascing dose of 30 g/tan ) and the second factor with four tea extract concentration level is P0 (control), P1 (tea extract concentration of 20 g/l), P2 (tea

extract concentration of 30 g/l), P3 (tea extract concentration of 40 g/l), how no fertilizer kascing tea extracts on the green mustard plants spread and watered with a distance of 5 cm

from the mustard plant with an adjusted dose of each treatment. Data obtained from this study were analyzed by analysis of variance

(ANOVA), followed by the Smallest Real Differences test (LSD) 5%. The results of this study indicate that there are interactions on plant growth and yield of mustard greens on the

use of kascing and tea extracts. Treatment with the use of kascing and tea extract at a dose of 30 g/tan and a concentration of 40 g/l (K3P3) gives the best results for plant height, leaf

number and dosage of 20 g/tan and a concentration of 40 g/l (K2P3) for fresh weight green cabbage plants.

Key words: Plant Green cabbage (Brassica juncea L), Tea Extract, Fertilizer , kascing

Page 2: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /2

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sawi (Brassica juncea L.) merupakan tanaman sayuran dengan iklim sub-tropis,

namun mampu beradaptasi dengan baik pada iklim tropis. Sawi pada umumnya banyak

ditanam dataran rendah, namun dapat pula didataran tinggi. Sawi tergolong tanaman yang

toleran terhadap suhu tinggi (panas). Saat ini, kebutuhan akan sawi semakin lama semakin

meningkat seiring dengan peningkatan populasi manusia dan manfaat mengkonsumsi

bagi kesehatan. (Haryanto, 2001) menyatakan sawi mempunyai nilai ekonomi tinggi setelah

kubis crop, kubis bunga dan brokoli. Sebagai sayuran, sawi hijau atau dikenal dengan caisim

mengandung berbagai khasiat bagi kesehatan. Kandungan yang terdapat pada sawi hijau

adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C.

Manfaat sawi hijau atau sawi bakso sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di

tenggorokan pada penderita batuk, penyembuh sakit kepala, bahan pembersih darah,

memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan. Daun Brassica

juncea berkhasiat untuk peluruh air seni, akarnya berkhasiat sebagai obat batuk, obat

nyeri pada tenggorokan dan peluruh air susu, bijinya berkhasiat sebagai obat sakit kepala

(Anonim, 2008a). Permintaan masyarakat terhadap

caisim semakin lama semakin meningkat. Dengan permintaan sawi hijau yang semakin

meningkat, maka untuk memenuhi kebutuhan konsumen, baik dalam segi kualitas maupun

kuantitas, perlu dilakukan peningkatan produksi. Salah satu upaya peningkatan hasil

yang dapat dilakukan adalah melalu mekanisme pengolahan lahan yang baik,

pengairan yang cukup, penanggulangan hama penyakit serta pemupukan. Dewasa ini

pemupukan yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan melalui sistem organik sangat

dianjurkan. Bahan pemupukan yang dapat digunakan salah satunya adalah berupa limbah

teh dan kascing (kotoran bekas pemeliharaan cacing). Air sisa teh yang dibuang dapat

menjadi limbah rumah tangga. Padahal berdasarkan pengalaman di lapangan air sisa

teh dapat menyuburkan tanaman ketika dibuang disamping tanaman. Menurut

pengalaman Isroi (2008) tanaman yang disiram dengan air teh pertumbuhannya lebih

baik dibandingkan dengan yang tidak diberi air teh. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai

limbah rumah tangga, air teh dapat dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman.

Menurut Kustamiyati (2000) kandungan hara atau mineral air teh cukup

beragam, baik unsur makro maupun mikro, namun, secara ilmiah perlu dibuktikan

kebenarannya. Selain air teh, pupuk yang baik untuk tanaman adalah pupuk kascing. Pupuk

kascing merupakan pupuk organik dari perombakan bahan-bahan organik dengan

bantuan mikroorganisme dan cacing. Kascing mengandung berbagai unsur hara dan kaya

akan zat pengatur tumbuh yang mendukung pertumbuhan tanaman. Kascing mengandung

zat pengatur tumbuh seperti giberellin, sitokinin dan auxin, serta unsur hara N, P, K,

Mg dan Ca dan Azotobacter sp yang merupakan bakteri penambat N nonsimbiotik

yang akan membantu memperkaya unsur N yang dibutuhkan oleh tanaman. Kascing juga

mengandung berbagai unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman seperti Fe, Mn, Cu, Zn,

Bo dan Mo (Kartini, 2005). Penggunaan air/ekstrak teh dan pupuk

kascing diharapkan dapat memberikan pengaruh yang positif karena keduanya

merupakan penerapan pupuk organik yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.

Ekstrak teh dan pupuk kascing perlu dikaji lebih jauh dengan melakukan penelitian untuk

mengetahui pengaruhnya terhadap tanaman sawi hijau.

Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh penggunaan pupuk

kascing dan ekstrak teh terhadap

Page 3: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /3

pertumbuhan dan hasil tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.).

2. Mengetahui penggunaan dosis pupuk kascing dan konsentrasi ekstrak teh yang

efektif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi hijau(Brassica juncea L).

3. Mengetahui pengaruh interaksi penggunaan pupuk kascing dan ekstrak teh terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada

tanggal 10 Mei sampai tanggal 21 Juni 2012 di lahan pertanian SMKN Kademangan Blitar.

Provinsi Jawa Timur.

Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian :

Gelas Air Mineral, Pengaduk, Alat Tulis, Penggaris, Timbangan Digital, Ember,

Alat Hitung, Gelas Ukur, Baki.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah :

Tanah, Benih Sawi, Pupuk kascing, Ekstrak teh (teh 999), Air , Label.

Metode Penelitian

1. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan

Petak Terbagi (RPT) yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor yaitu :

A. Dosis pupuk kascing (Petak utama), dengan 4 taraf yaitu :

1. K0 : Pupuk kascing dosis 0 g/tan 2. K1 : Pupuk kascing dosis 10 g/tan

3. K2 : Pupuk kascing dosis 20 g/tan 4. K3 : Pupuk kascing dosis 30 g/tan

B. Konsentrasi ekstrak teh (Anak petak), dengan 4 taraf yaitu:

1. P0 : Ekstrak teh konsentrasi 0 g/l. 2. P1 : Ekstrak teh konsentrasi 20 g/l

3. P2 : Ekstrak teh konsentrasi 30 g/l 4. P3 : Ekstrak teh konsentrasi 40 g/l

Didapatkan variasi kombinasi 16 perlakuan sebagai berikut :

dan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali. Dalam setiap ulangan ada 15 unit sampel,

sehingga total 720 unit tanaman. Denah penelitian dengan Rancangan

Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau disajikan dalam Lampiran 5.

2. Pelaksanaan Penelitian

a. Persemaian benih Persemaian benih dilakukan dengan

menggunakan media tanah pasir. Benih

yang ditanam kemudian ditutup dengan arang sekam tipis.

b. Pengolahan lahan

Pengolahan tanah pada lahan dilakukan pada saat sebelum dilakukan

pemindahan tanaman sawi ke lahan penelitian, pengolahan lahan dilakukan

dengan cara tanah dibajak menggunakan traktor kemudian tanah hasil bajakan

diberi pupuk dasar berupa kotoron ternak.

c. Penanaman bibit

Bibit yang telah berumur 2 minggu (berdaun 4 helai) dipindahkan ke lahan.

Bibit yang dipilih adalah bibit yang sehat, baik dan seragam.

K0P0 K1P0 K2P0 K3P0

K0P1 K1P1 K2P1 K3P1

K0P2 K1P2 K2P2 K3P2

K0P3 K1P3 K2P3 K3P3

Page 4: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /4

d. Membuat ekstrak teh Teh direndam dalam air dengan

konsentrasi sesuai perlakuan dan dibiarkan selama semalam. Kemudian

larutan disaring untuk memisahkan antara ampas dan ekstrak teh. Ekstrak

teh siap untuk diaplikasikan pada tanaman.

e. Pemeliharaan tanaman

Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari.

Penyulaman dilakukan untuk mengganti bibit yang mati 3 -7 Hari

Setelah Tanam. Penyiangan dilakukan dengan cara

mencabut gulma secara hati-hati agar tidak merusak tanaman.

Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit

dilakukan secara mekanik dan secara hayati menggunakan ekstrak daun

mimba. Pemanenan. Pemanenan dilakukan

setelah sawi berumur 42 HST. Kriteria panen sawi ketika daun

paling bawah menunjukkan warna kuning dan belum berbunga.

f. Aplikasi ekstrak teh Ekstrak teh yang telah siap disiramkan ke

tanaman dengan menggunakan gelas air mineral. Aplikasi larutan teh dilakukan

seminggu sekali pada waktu pagi hari. Setiap tanaman mendapatkan 100 ml

ekstrak teh tiap aplikasi. Aplikasi dilakukan mulai 1 MST, 2 MST, 3MST,

4, MST.

g. Aplikasi kascing

Kascing yang sudah melalui proses pengeringan dan pengayakan di timbang

sesuai dengan takaran yang akan diberikan pada masing-masing perlakuan,

kascing diberikan pada tanaman dengan cara disebar sekitar tanaman. Aplikasi

dilakukan mulai 1 MST, 2 MST, 3MST, 4, MST.

3. Variabel Penelitian

a. Tinggi tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur mulai dari

pangkal batang sampai bagian tertinggi tanaman. Pengukuran dilakukan setiap

seminggu sekali. Pengamatan dilakukan mulai 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST.

b. Jumlah daun Jumlah daun dihitung secara manual

dengan menghitung jumlah daun tanaman. Daun yang dihitung yaitu daun

yang sudah terbentuk sempurna. Penghitungan dilakukan setiap seminggu

sekali. Pengamatan dilakukan mulai 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST.

c. Luas daun(cm²) Luas daun dihitung dengan rumus pnjang

x lebar x konstanta daun sawi (0,6), sedangkan pengukurannya menggunakan

penggaris untuk mendapatkan jumlah panjang dan lebar daun. Pengamatan luas

daun dilakukan mulai 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST.

d.Berat segar tanaman tanpa akar (Kg) Berat segar tanaman tanpa akar diperoleh

setelah tanaman di panen, dipotong pada pangkal batang dan di bersihkan

kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital pada 6

MST

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Pengamatan Tinggi Tanaman (cm)

Berdasarkan hasil Analisis Ragam (Anova) 5% menunjukkan perlakuan utama

pemberian pupuk kascing dan ekstrak teh pada pengamatan minggu ke 3, 4, 5, 6 MST

(Minggu Setelah Tanam) menunjukkan interaksi yang tidak nyata terhadap peubah

tinggi tanaman sawi hijau (Lampiran 1).

Page 5: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /5

Tetapi masing-masing faktor yaitu dosis pupuk kascing (K) dan konsentrasi

ekstrak teh (P) memberikan perbedaan nyata. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5% dari

masing – masing faktor K dan P disajikan pada (Tabel 1).

Tabel 1. Rata-rata Tinggi Tanaman (cm)

pada semua perlakuan 3,5,6 mst.

Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf yang tidak sama berbeda nyata pada

uji BNT 5%.MST =minggu setelah tanam.

Pengamatan ke 3, 5, 6 MST pada perlakuan K3 menunjukkan hasil paling baik

dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Demikian juga pada perlakuan P3

menunjukkan hasil yang paling baik, dan hasil terendah pada peubah tinggi tanaman yaitu K0

dan P0.

Pengamatan Jumlah Daun (helai) Berdasarkan hasil Analisis Ragam

(Anova) 5% menunjukkan perlakuan utama pemberian pupuk kascing dan ekstrak teh pada

pengamatan minggu ke 3, 4, 5 MST (Minggu Setelah Tanam) menunjukkan interaksi yang

tidak nyata terhadap peubah jumlah daun tanaman sawi hijau.

Tetapi pada pengamatan 3 MST untuk

faktor K yaitu dosis pupuk kascing memberikan perbedaan nyata, maka

dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5% dari faktor K disajikan pada Tabel

2.

Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Daun ( helai) Tanaman Sawi hijau pada 3 mst.

Perlakuan 3 mst

K0 24.9 A

K1 27.6 B

K2 26.8 B

K3 28.7 C

BNT 5% 0.80

Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf yang tidak sama berbeda nyata pada uji BNT 5%. MST= minggu setelah tanam

Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%

dengan masing- masing faktor menunjukkan hasil pengamatan ke 3 MST terdapat

perbedaan yang nyata. Pada pengamatan ke 3 MST menunjukkan hasil terbaik pada perlakuan K3 Tabel 2.

Interaksi yang terjadi pada peubah

jumlah daun terjadi pada pengamatan 6 MST, jumlah daun terbaik terdapat pada perlakuan

K3P3 data selengkapnya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-Rata Jumlah Daun ( helai) Tanaman Sawi hijau pada 6 mst.

Perlakuan 3 mst 5 mst 6 mst

K0 85.4 a 98.4 a 100.3 a

K1 92.6 b 99.7 b 100.4 a

K2 90.8 b 100.4 c 101.6 b

K3 101.6 c 103.4 d 103.8 c

BNT 5% 2.36

0.55

0.34 P0 85.6 a 98.9 a 99.6 a

P1 94.6 b 100.0 b 101.2 b

P2 92.3 b 100.7 c 102.1 c

P3 97.8 c 102.4 d 103.3 d

BNT 5% 2.36

0.55

0.34

Page 6: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /6

perlakuan Rerata notasi

K0P0 12.3 a

K0P1 12.4 a

K0P2 13.1 a

K0P3 12.7 a

K1P0 12.5 a

K1P1 12.9 a

K1P2 13.2 a

K1P3 14.0 b

K2P0 12.9 a

K2P1 13.0 a

K2P2 13.8 b

K2P3 13.7 b

K3P0 13.2 a

K3P1 13.7 b

K3P2 14.0 b

K3P3 14.3 b

BNT 5 % 0.5

Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf yang tidak sama berbeda nyata

pada uji BNT 5%. MST= minggu setelah tanam

Berdasarkan Uji Beda Nyata Terkecil

(BNT) 5% pada pengamatan ke 6 MST menunjukkan perbedaan hasil yang nyata.

Pada hasil rata-rata jumlah daun sawi hijau terendah terdapat pada perlakuan K0A0 yaitu

12,2 helai dan rata-rata jumlah daun sawi hijau tertinggi pada perlakuan K3P3 yaitu perlakuan

kombinasi pupuk kascing dosis 30 g/tan dan

ekstrak teh 40g/l dengan rata-rata 14,3 helai dan hasil selengkap nya tersaji dalam Tabel 3.

Gambar 1. Grafik Jumlah Daun Dengan

Macam Perlakuan

Dari grafik yang tersaji diatas, jumlah daun perlakuan K3P3 pada pengamatan ke 6

MST menunjukkan grafik yang terbaik dibanding hasil perlakuan lainnya (Gambar 1).

Pengamatan Luas Daun (cm²)

Berdasarkan hasil Analisis Ragam (Anova) 5% menunjukkan perlakuan utama

pemberian pupuk kascing dan ekstrak teh pada pengamatan minggu ke 3, 4, 5, 6 MST

(Minggu Setelah Tanam) menunjukkan interaksi yang tidak nyata terhadap peubah

luas daun tanaman sawi hijau. Tetapi pada pengamatan 5 MST

masing-masing faktor yaitu dosis pupuk kascing (K) dan konsentrasi ekstrak teh (P)

memberikan perbedaan nyata. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5% dari masing – masing

faktor K dan P disajikan pada (Tabel 4).

Page 7: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /7

Tabel 4. Rata-Rata luas daun (cm²) pada semua perlakuan.

Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf yang tidak sama berbeda nyata pada

uji BNT 5%. MST= minggu setelah tanam

Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5% dengan masing- masing faktor pengamatan ke

5 MST terdapat perbedaan yang nyata. Pada pengamatan ke 5 MST menunjukkan hasil

terbaik pada perlakuan K3 dan P3 Tabel 4.

Pengamatan Berat Segar (kg) Berdasarkan hasil Anova 5%

menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang berbeda nyata pada peubah berat segar pada

pengamatan ke 6 MST . Untuk mengetahui perbedaan interaksi

pupuk kascing dan ekstrak teh terhadap peubah berat segar tanaman maka dilanjutkan

dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%, data selengkapnya disajikan pada

Tabel 5.

Tabel 5. Rata-Rata Berat Segar (kg) pada semua perlakuan.

Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf yang tidak sama berbeda nyata pada

uji BNT 5%. MST= minggu setelah tanam

Berdasarkan Uji Beda Nyata Terkecil

(BNT) 5% pada pengamatan ke 6 MST menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

nyata. Pada hasil rata-rata berat segar tanaman sawi hijau terendah terdapat pada perlakuan

K0A0 yaitu 0.160 gram dan rata-rata berat segar tanaman sawi hijau tertinggi pada

perlakuan K2P3 yaitu perlakuan kombinasi pupuk kascing dosis 20 g/tan dan ekstrak teh

40 g/l dengan rata-rata 0.373 gram dan hasil selengkapnya tersaji dalam Tabel 5.

Pada pengamatan berat segar tanaman sawi hijau, hasil yang terbaik terjadi

pada perlakuan K2P3 pengamatan minggu ke 6MST, sebagaimana yang tersaji dalam

Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Grafik berat segar tanaman tanpa

akar dengan macam perlakuan.

perlakuan rerata

K0P0 0.160 a

K0P1 0.210 c

K0P2 0.223 c

K0P3 0.237 c

K1P0 0.193 b

K1P1 0.207 c

K1P2 0.227 c

K1P3 0.227 c

K2P0 0.213 c

K2P1 0.260 d

K2P2 0.250 d

K2P3 0.373 f

K3P0 0.190 b

K3P1 0.237 c

K3P2 0.250 d

K3P3 0.277 e

bnt 5% 0.010

Perlakuan 5 mst Notasi

K0 308.4 A

K1 366.7 C

K2 331.2 B

K3 460.3 D

BNT 5% 14.78

P0 321.6 A

P1 357.0 B

P2 379.9 C

P3 408.1 D

BNT 5% 14.78

Page 8: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /8

Dari grafik yang tersaji diatas, hasil berat segar tanaman sawi hijau terdapat

perbedaan yang nyata dengan hasil rata-rata yang berbeda.Pada perlakuan kombinasi

K0A0 terdapat hasil lebih rendah dibanding perlakuan lainnya dan pada perlakuan

kombinasi K2P3 menunjukkan hasil yang terbaik dari perlakuan lainnya (Grafik 2).

Pembahasan

Tinggi Tanaman Sawi Hijau Berdasarkan hasil Analisis Ragam

(Anova) 5% menunjukkan perlakuan utama pemberian pupuk kascing dan ekstrak teh pada

pengamatan minggu ke 3, 4, 5,6 MST (Minggu Setelah Tanam) menunjukkan

interaksi yang tidak nyata terhadap peubah tinggi tanaman sawi hijau sehingga tidak

dilanjutkan ke BNT 5 %. Data selengkapnya disajikan pada (Lampiran 1).

Pada pengamatan minggu ke 3, 5, 6 MST masing – masing faktor menunjukkan

perbedaan yang nyata. Sehingga pengamatan ke 3, 5, 6 MST pada perlakuan K3 tetap

menunjukkan hasil paling baik atau berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Demikian

juga pada perlakuan P3 menunjukkan hasil yang paling baik, dan hasil terendah pada

peubah tinggi tanaman yaitu K0 dan P0. Hasil selengkapnya disajikan dalam Tabel1. Hal ini

disebabkan pada minggu ke 3,5 dan 6 terjadi adanya faktor lingkungan, serta pupuk kascing

dan pemberian ekstrak teh dengan waktu dan dosis yang tepat dalam pemberian sehingga

tanaman sawi hijau mampu menyerap hara dengan baik dan dapat dimanfaatkan secara

optimal terhadap tinggi tanaman. Sedangkan pada minggu ke 4 tidak terdapat hasil yang

nyata disebabkan juga adanya factor iklim dan lingkungan yang kurang mendukung, pada

minggu ke 4 suhu yang terjadi terlalu tinggi atau panas dan kurang ketersediaan air

sehingga unsur makro maupun mikro pada saat pemberian pupuk kascing dan ektrak teh

tidak terserap optimal terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Padahal meskipun dibutuhkan

dalam jumlah yang lebih sedikit, unsur mikro ini tidak kalah pentingnya dengan unsur hara

makro sebagai komponen struktural sel yang terlibat langsung dalam metabolisme sel dan

aktivitas enzim (Haryanto. 2001). tetapi pada minggu berikutnya faktor iklim dan

lingkungan mulai mendukung sehingga pada minggu ke 5 dan 6 terdapat hasil yang nyata

pada masing – masing faktor. Tanaman setiap waktu terus tumbuh yang menunjukkan telah

terjadi pembelahan dan pembesaran sel. Pertumbuhan tanaman sawi hijau sangat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan, fisiologi dan genetik tanaman.

Berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil pada pengamatan ke 4 MST dari beberapa

perlakuan terdapat perbedaan hasil yang tidak nyata. Hal ini disebabkan pemberian pupuk

kascing dan ektrak teh dengan dosis yang kurang tepat. Sehingga pada proses

penyerapan hara ke tanaman sawi dalam kebutuhan nutrisinya tergantung dari jumlah

dosis yang ditentukan. Upaya peningkatan efisiensi penggunaan pupuk dapat ditempuh

melalui prinsip tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, tepat waktu aplikasi, dan berimbang

sesuai kebutuhan tanaman (Jamin. 2002). Pengamatan minggu ke 3,5 dan 6

setelah tanam pada perlakuan adalah (K3) pemberian pupuk kascing dosis 30 g/tan dan

(P3) ektrak teh konsentrasi 40 g/l menunjukkan hasil rata-rata yang terbaik dan

terjadi peningkatan tinggi tanaman yang signifikan. Haryanto (2001) mengemukakan

bahwa peningkatan jumlah hara dapat meningkatkan hasil pada takaran tertentu.

Sehingga efektivitas pertumbuhan tinggi tanaman sawi hijau mencapai rata-rata 35.5

cm terhadap pemberian pupuk kascing dosis 30 g/tan dan ektrak teh 40 g/l.

Jumlah Daun Tanaman Sawi Hijau

Berdasarkan hasil Analisis Ragam (Anova) 5% menunjukkan bahwa perlakuan

Page 9: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /9

pemberian pupuk kascing dan ekstrak teh pada pengamatan minggu ke 6 MST menunjukkan

interaksi yang nyata pada jumlah daun sawi. Sehingga dilanjutkan dengan uji beda nyata

terkecil 5 %. Hal ini disebabkan karena dosis atau konsentrasi yang berbeda pada tanaman

sawi hijau dari beberapa perlakuan kombinasi, daya penyerapan hara yang diserap oleh

tanaman sawi terjadi perbedaan, sehingga jika daya penyerapannya optimal dan cepat maka

hasil dari jumlah daun akan meningkat baik, tetapi jika lambat dan kurang optimal maka

jumlah daun pun belum bisa mencapai hasil yang terbaik, sehingga perlu adanya

penambahan unsur hara. Seperti yang dijelaskan oleh Kariada (2000) penambahan

hara dan zat pengatur tumbuh dari kascing berperan penting dalam pembentukan daun.

Pada pengamatan minggu ke 3 MST tidak terdapat interaksi nyata terhadap

pemberian pupuk kascing (Lampiran 2). Sehingga dilanjutkan dengan uji perbandingan

perlakuan yang terbaik menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5% dengan

menghitung masing faktor K. disajikan pada Tabel 2. Pertumbuhan optimal tanaman sawi

hijau akan tercapai jika kondisi lingkungan seperti cahaya, kelembaban, suhu dan jenis

tanah mendukung. Pada pengamatan tinggi tanaman sebelumnya juga berkaitan dengan

hasil jumlah daun (Arief, A. 1990). Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%

dengan masing- masing faktor menunjukkan hasil pengamatan ke 3 MST terdapat

perbedaan yang nyata. Pada pengamatan ke 3 MST menunjukkan hasil terbaik pada

perlakuan K3 Tabel 2. Berdasarkan hasil rata-rata yang tersaji

dalam Tabel 2 pada pengamatan ke 3 MST dan 6 MST pada beberapa perlakuan tedapat

perbedaaan yang nyata hal ini. Tetapi pada minggu ke 4 dan 5 tidak terjadi perbedaan

hasil yang nyata pada semua perlakuan hal ini disebabkan juga adanya cara daya penyerapan

hara dan belum terdekomposisikan merata ke seluruh organ tanaman sawi. Sehingga pada

minggu ke 6 pupuk kascing dan ekstrak teh sudah terdekomposisi merata semua terhadap

pertumbuhan jumlah daun. Sehingga efektivitas pertumbuhan jumlah daun tanaman

sawi hijau mencapai rata-rata 10 - 14.3 cm² terhadap pemberian pupuk kascing dosis 30

g/tan dan ektrak teh 40 g/l.

Luas Daun Tanaman Sawi Hijau Berdasarkan hasiluji analisa Anova 5%

pengamatan ke 3,4,5,6 MST terhadap semua perlakuan menunjukkan bahwa tidak terdapat

interaksi yang nyata terhadap luas daun yang dihasilkan. Sehingga tidak dilanjutkan dengan

uji beda nyata terkecil BNT 5 % (Lampiran 3) tetapi pada pengamatan ke 5 MST masih

terdapat faktor yang nyata pada perlakuan K maupun P sehingga dilanjut dengan uji BNT

5% (Tabel4). Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%

dengan masing-masing faktor pengamatan ke 5 MST terdapat perbedaan yang nyata. Pada

pengamatan ke 5 MST menunjukkan hasil terbaik pada perlakuan K3 dan P3 Tabel 2.

Pada pengamatan luas daun, luas daun yang terbaik terjadi pada perlakuan K3 dan P3

pengamatan ke 5 MST, sebagaimana yang tersaji dalam Gambar 3.

Cahaya merupakan sumber energi yang digunakan untuk melakukan pembentukan

fotosintat. Dengan luas daun yang tinggi, maka cahaya akan dapat lebih mudah diterima

oleh daun dengan baik. Pada penelitian ini yang menunjukkan luas daun tidak terdapat

hasil yang nyata namun terdapat rata-rata luas terbaik pada perlakuan K3 dan P3 pengamatan

minggu ke 3-5 setelah tanam, tetapi pada pengamatan minggu ke 6 setelah tanam terjadi

penurunan hasil luas daun. Hal tersebut disebabkan adanya unsur hara yang

terkandung dalam pupuk kascing dan ektrak teh yang diberikan ke tanah sehingga tingkat

kandungan hara pada tanah menjadi meningkat yang pada akhirnya diserap oleh

tanaman sawi dan kandungan klorofil menjadi meningkat maka proses fotosintesis berjalan

Page 10: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /10

lancar dengan adanya juga cahaya matahari yang mendukung. Luas daun dan jumlah

klorofil yang tinggi akan menyebabkan proses fotosintesis berjalan dengan baik. Semakin

besar luas daun tanaman maka penerimaan cahaya matahari juga akan lebih besar

(Kariada. 2000).

Berat Segar Tanaman Sawi Hijau Bedasarkan penelitian berat segar

tanaman sawi hijau tedapat interaksi yang nyata pada perlakuan pupuk kascing dosis 20

g/tan yang dikombinasikan dengan ektrak teh konsentrasi 40 g/l pada perlakuan K2P3 yaitu

dengan rata-rata 0.373 Kg dibandingkan hasil yang didapat pada perlakuan K3P3

penggunaan pupuk kascing dosis 30 g/tan dan ektrak teh konsentrasi 40 g/l. Hal tersebut

disebabkan karena kemampuan organ-organ tanaman seperti akar, untuk menyerap dan

menembus kedalam tanah guna menyerap unsur-unsur hara, air dan oksigen dalam tanah.

Kemampuan organ batang untuk mensuplai unsur hara dan air kebagian daun serta

melakukan proses fotosintesis dan respirasi sehingga fotosintat meningkat akibatnya

karbohidrat yang terbentuk semakin banyak yang pada akhirnya memacu pertumbuhan dan

perkembangan tanaman sawi hijau. Seperti yang dijelaskan dalam penelitian Jamin (2002)

bahwa perkembangan fase generatif sangat berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif,

apabila vegetatif baik akan menunjang fase generatif. Disamping hal tersebut juga

dipengaruhi adanya kapasitas tukar kation yaitu kemampuan tanah untuk memberikan

atau menerima kation, hara atau nutrisi tanaman.

Kascing mengandung zat pengatur tumbuh dan juga asam humid yang fungsinya

menghasilkan bunga dan buah dngan jumlah yang signifikan, seperti halnya pada perlakuan

K2P3 terdapat hasil rata-rata yang jauh lebih baik dibanding perlakuan lainnya (Tabel 4),

hal ini disebabkan karena pada pupuk kascing menyediakan hara N, P, K, Ca, Mg dalam

jumlah yang seimbang dan tersedia, meningkatkan kandungan bahan organik,

meningkatkan kemampuan tanah mengikat legas, menyediakan hormon pertumbuhan

tanaman, dan apabila dikombinasikan dengan ekstrak teh dapat mempermudah dalam proses

dekomposisi (Kariada, I.K dan I.M Sukadana. 2000)

Berat segar tanaman dipengaruhi oleh kadar air yang ada di dalam jaringan tanaman.

Berat segar tanaman mencerminkan komposisi hara dari jaringan tanaman dengan mengikut

sertakan air lebih dari 70% dari berat total tanaman adalah air, bahan organik seperti

protein dan karbohidrat diserap oleh akar tanaman diangkut bersama dengan air yang

nantinya akan mempengaruhi berat segar tanaman sawi hijau. Sehingga efektivitas berat

segar tanaman sawi terhadap perlakuan kombinasi antara pupuk kascing dan ekstrak

teh mencapai rata- rata terbaik yaitu 0.277 – 0.373 Kg.

KESIMPULAN

Kesimpulan Dari hasil penelitian dan telah dilakukan uji

BNT 5% untuk perlakuan yang berpengaruh nyata, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Tidak terjadi interaksi antara perlakuan pupuk kascing dan ekstrak teh terhadap

semua peubah tumbuh yang diamati, kecuali jumlah daun pada 6 MST dan

berat segar pada 6 MST . 2. Penggunaan interaksi K2P3 yaitu pupuk

kascing dosis 20 g/tan dan ekstrak teh dengan konsentrasi 40 g/l dalam

pertumbuhan tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) dengan unsur-unsur

makro dan mikro yang terkandung didalamnya merupakan salah satu solusi

untuk mempercepat peningkatan pertumbuhan dan hasil, karena pupuk

kascing dan ekstrak teh Terdapat interaksi pada perlakuan K2P3 sehingga

menunjukkan hasil terbaik pada peubah berat segar dengan rata-rata 0,373 Kg.

Page 11: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /11

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Brassica juncea (L.)

Chern.http://free.vlsm.org/v12/artikel. Arief, A. 1990.Hortikultura. Penebar

Swadaya. Jakarta. Fath. 1995. Anatomi Tumbuhan Edisi 3.

Penerjemah Ahmad Sudirto, Trenggono

Fuad Fahrudin, 2009. budidya caisim dengan ekstrak teh dan kascing.

Koesoemaningrat, M. Natasaputra. Budidaya Sawi. Hilda Akmal. UGM

Press.Yogyakarta. Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. 1998. Fisiologi

Lingkungan Tanaman. Penerjemah Sri Andani dan E.D. Purbayanti.UGM

Press.Yogyakarta. Gardner, F. P., R. B. Pearce, R. L. Mitchell.

1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah Herawati Susilo. UI Press.

Jakarta. Haryanto, E., T. Suhartini, dan E. Rahayu.

2001. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta.

Isroi. 2008. Pupuk Organik. http://isroi.file.wordpress.

Jamin, H.B. 2002.Agroekologi, Suatu Pendekatan Fisiologi. Rajagrafindo

Persada. Jakarta. Kariada, I.K dan I.M Sukadana. 2000.

Sayuran Organik.

http://www.pustaka_deptan.go.id/agritek/bali0208.pdf.

Kartini, N.L. 2005. Pupuk Kascing Kurangi Pencemaran Lingkungan.

http://kascing.com/news/2005/5/pupuk-kascing-kurangi-

pencemaranlingkungan. Krisnawati. 2003. Pengaruh Pemberian Pupuk

Kascing Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kentang. KAPPA

(2003) Vol. 4, No.1, 9-12. Kustamiyati, B. 2000.Prospek Teh Indonesia

Sebagai Minuman Fungsional.Prosiding Seminar Sehari

Teh Untuk Kesehatan.Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung.Bandung 17

Oktober 2000. Margiyanto, E. 2008. Budidaya Tanaman

Sawi. http://zuldesains.wordpress.com.

Page 12: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /12

Pengaruh Jarak Tanam Rasio 2 : 1 (Solid Female) dan Rasio 4 : 1Terhadap Ketepatan Waktu Penyerbukan Pada Jagung (Zea Mays L) var .8001

Oleh : Tri Kurniastuti* dan Wahyono**

*Dosen Fakultas Pertanian Universitas islam Balitar

**Mahasiswa Fakultas Universitas islam Balitar

ABSTRACT

This research proposed to to know difference and or compare influence 2 (two) method plant ratio 2:1 and ratio 4:1 to process of synchronization maize flower ( Zea Mays L) seeding of

varietas 8001. This research doing Countryside of Jatikerto District Of Unlucky Kromengan Sub-

Province, which in strarting in April 2012 and end in May 2012. This research doing by using system calculation of T Count ( Paired Samples Test) comparing 2 (two) variable. Intake of crop

sampel in to becoming 3 shares, that is each female and masculine crop in taking 5 sampel at every restating to measure length of tassel, later;then 25 crop of sampel for the altimetry of

flower phase age and crop, and last 50 crop of sample to get synchronization graph and data. From result of gathered datas and research, hence earning in concluding that

synchronization maize crop ( Zea Mays L) earn in seeing early on before flower process happened ( 40 DAP), second that distance plant also have an effect on to process growth of

flower synchronization and crop which in because competition between very high crop and storey;level of stres different between masculine crop and female crop, last from result of

perception earn in concluding that synchronization result or process at ratio 4:1 nicer in comparing with result of synchronization of ratio 4:1.

Keyword: Ratio 2:1 and Ratio 4:1, Synchronization, Maize ( Zea Mays L)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L. adalah salah

satu tanamn biji – bijian dari keluarga rumput – rumputan ( Graminaceae ) yang sudah

terkenal di dunia. Luas areal tanaman dan produksi jagung cenderung terus meningkat

meskipun berfluktuasi. Dari data Kementrian Pertanian, angka produksi nasional tahun 2000

tercatat 9.676.899 ton. Adapun angka impor tahun 1999 sebesar 541.056ton. Dari kedua

angka tersebut konsumsi aktul jagung nasional diperkirakan tidak kurang dari 10 juta ton/

tahun. Jika produksi rata – rata 5 ton/ tahun, maka luas pertanaman yang diperlukan sekitar

2 juta hektar. Jika kebutuhan benih

diperkirakan 30 Kg/ Ha maka kebutuhan benih per tahun adalah 60 ribu ton. Sedangkan

produksi benih jagung di Jawa Timur tahun 2005 adalah 22.181,207 ton ( BPSB, 2005 ).

Jagung sampai saat ini masih merupakan komoditi strategis kedua setelah

padi karena di beberapa daerah, jagung masih merupakan bahan makanan pokok kedua

setelah beras. Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri di

Indonesia karena merupakan bahan baku untuk industri pangan maupun industri pakan

ternak khusus pakan ayam. Dengan semakin berkembangnya industri pengolahan pangan di

Page 13: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /13

Indonesia maka kebutuhan akan jagung akan semakin meningkat pula.

Salah satu ciri organisme hidup seperti tumbuhan adalah berkembang biak menjadi

lebih banyak atau memperbanyak diri. Ada dua cara tumbuhan dalam memperbanyak diri,

yaitu dengan cara aseksual dan seksual. Cara perkembangbiakan secara aseksual adalah

suatu cara perkembangbiakan dengan menggunakan organ vegetatif. Cara ini

banyak dilakukan oleh tanaman yang tidak mempunyai bunga atau tidak mampu

melakukan penyerbukan karena bunga tidak lengkap atau karena faktor lain yang

menghalangi terjadinya penyerbukan. Bagian tanaman yang dipakai untuk berkembang biak

adalah batang, umbi, atau mata tunas. Sedangkan cara perkembangbiakan secara

seksual adalah perkembang biakan dengan menggunakan biji. Biji berasal dari bakal biji,

yang dapat disamakan dengan makrosporangium dan terdapat di dalam

bunga. Ciri yang amat penting dalam

reproduksi seksual adalah pembuahan, yaitu penyatuan sel betina dan sel jantan, atau gamet

untuk membentuk zigot. Zigot tumbuh menjadi embrio (janin) di dalam biji. Bila

berkecambah akan menjadi tumbuhan dewasa (Tjitrosomo dkk, 1985).

Bunga merupakan salah satu alat reproduksi secara seksual pada tumbuhan.

Pada bunga yang sempurna terdapat benang sari yang merupakan alat reproduksi jantan

dan putik yang merupakan alat reproduksi betina. Dari peleburan antara benang sari dan

putik inilah nantinya akan muncul buah yang di dalamnya terdapat biji, dan biji inilah yang

nantinya dijadikan alat perkembangbiakan pada suatu tumbuhan.

Dari segi biologi bunga merupakan alat perkembangbiakan tanaman. Sebab, bunga

dapat tumbuh menjadi buah yang berisi biji,

dan dari biji dapat tumbuh menjadi tanaman yang baru. Pembungaan, penyerbukan,

pembuahan dan pembentukan buah merupakan faktor yang sangat menentukan

produktivitas tanaman. Dari keempat faktor tersebut yang terpenting adalah pembungaan,

karena tanpa pembungaan maka tidak akan terjadi penyerbukan bunga atau pembentukan

buah dan tidak akan diperoleh biji dari suatu tanaman (Darjanto dan Satifah, 1984). Bunga

juga dapat dipandang sebagai suatu batang atau cabang pendek yang berdaun dan telah

mengalami perubahan bentuk (metamorfosis) sebelum suatu tumbuhan mati. Karena

pentingnya keberadaan bunga bagi tanaman, maka perlu dipelajari lebih lanjut mengenai

karakteristik berbagai macam bunga. Sebab setiap bunga memiliki karakteristik yang

berbeda-beda pada setiap jenis tanaman yang akan menentukan tipe persilangan tanaman

tersebut. Setiap bunga terbentuk pada tangkai

khusus, yaitu tangkai bunga (pedicellus). Bagian bunga yang paling menyolok ialah

daun mahkota (petal) atau biasa disebut mahkota bunga. Kelopak dan mahkota bunga,

keduanya merupakan perhiasan bunga. Sedangakan. Putik dibentuk oleh satuan daun

buah atau carpellum, yang secara kolektif dinamai gynaecium (Tjitrosoma, 1984).

Tujuan

Penelitian ini di lakukan adalah dengan tujuan agar kita dapat mengetahui seberapa

besar perbedaan ketepatan fase penyerbukan (sinkronisasi) antara penerapan metode tanam

2:1 (Solid Female) dengan Ratsio 4:1.

Rumusan Masalah Permasalahan pada penulisan tugas

akhhir ini adalah, antara lain: 1. Bagaimana cara kita agar dapat mendeteksi

proses sebuah sinkronisasi penyerbukan pada pembenihan jagung (Zea Mays L)

Page 14: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /14

2. varietas 8001 sejak awal sebelum proses penyerbukan benar-benar terjadi /

berlangsung. 3. Adanya perbedaan sinkronisasi

penyerbukan pada pembenihan jagung (Zea Mays L) varietas 8001 antara metode tanam

rasio 2:1 (Solid Female) dengan metode tanam rasio 4:1.

Kegunaan Penelitian

Untuk mendapatkan data dan informasi mengenai ketepatan penyerbukan

(sinkronisasi) pada jagung (Zea Mays L) varietas 8001 yang di terapkan dengan

menggunakan metode tanam 2:1 (Solid Female) dan metode 4:1, agar pada saat

penanaman dengan metode yang sama di kemudian harinya di dapatkan sebuah proses

sinkronisasi penyerbukan yang lebih baik atau lebih tepat untuk mendapatkan hasil yang

maksimal.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian ini di laksanakan di areal

pembenihan jagung PIONEER (PT. Du Pont Indonesia) varietas 8001 Desa Jatikerto,

Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Pelaksanaan penelitian di mulai pada

bulan April 2012 dan berakhrir pada bulan Mei 2012.

Alat, Bahan dan Fungsi Alat :

- Gunting : Untuk memotong tali rafia. - Tali rafia: Untuk penanda tanaman yang

akan di amati. - Kertas : Untuk media mencatat hasil

selama pengamatan. - Bolpion : Untuk menulis dan atau

mencatat hasil perhitungan pengamatan. - Meteran : Untuk mengukur tinggi

tanaman.

Bahan : 1. Lahan pembenihan dengan sistem rasio 2:1

(Solid Female)

Tassel di tanaman jantan :

Tetua Jantan vaietas 8001

Tongkol (Silk) di tanaman betina : Tetua Betina varietas 8001

2. Lahan pembenihan dengan sistem rasio 4:1

Tassel di tanaman jantan :

Tetua Jantan vaietas 8001

Tongkol (Silk) di tanaman betina :

Tetua Betina varietas 8001

Metode Penelitian

Penelitian akan di lakukan dengan menggunakan dua metode penanaman, antara

lain: 1. Metode Rasio 2:1 (Solid Female)

2. Metode Rasio 4:1 Jumlah tanaman yang akan di amati dari

tiap metode, antara lain:

Tabel.1 (Jumlah Tanaman Sampel)

Metode Jantan

(Male)

Betina

(Female)

Rasio 2:1 (SF) 25 25

Rasio 4:1

(RS)

25 25

Metode Tanaman Item Panjang (Cm)

Rata2

Rasio 2:1 (SF) Jantan Panjang bunga (Tassel) ...

Betina Panjang bunga (Tassel) ...

Rasio 2:1 (SF) Jantan Panjang bunga (Tassel) ...

Betina Panjang bunga (Tassel) ...

Page 15: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /15

Jumlah tanaman yang akan di amati dari tiap metode disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Tanaman Sampel

Metode Jantan (Male) Betina (Female)

Rasio 2:1 (SF) 25 25

Rasio 4:1 (RS) 25 25

Penelitian ini akan menggunakan sitem T Hitung dengan terdiri dari 3 (tiga) faktor yang

mempengaruhi, antara lain:

Faktor I : Panjang (cm) bunga jantan dan bunga betina pada umur 40 HST.

Tabel.3 (Rata-rata panjang tassel 40 HST)

Faktor II : Tinggi (cm) Tanaman Jantan dan Betina pada Umur 45 HS

Tabel.3 (Rata-rata tinggi tanaman 45 HST)

Faktor III : Umur tanaman ketika bunga (tassel) jantan pecah dan ketika tongkol keluar rambut (silking).

Tabel.4 (Rata-rata umur fase pembungaan dan reseptif)

Faktor Pendukung: Grafik Nicking Observasi (Umur dan Persentase tanaman jantan dan betina

pada saat bunga tanaman jantan pecah dan rambut (silking) tongkol betina keluar).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Lahan Dalam persiapan lahan, yang pertama di lakukan adalah:

Metode HST Tinggi Tanaman Rata2

Jantan (Male) Betina (Female)

Rasio 2:1 (SF) 45 ... cm ...cm

Rasio 4:1 (RS) 45 ...cm ...cm

Metode Tanaman Item HST Rata2

Rasio 2:1 (SF) Jantan Tassel pecah ...

Betina Rambut (silking) tongkol ...

Rasio 2:1 (SF) Jantan Tassel pecah ...

Betina Rambut (silking) tongkol ...

Page 16: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /16

a. Pembajakan (penggemburan tanah), yang mana kegiatan ini dapat kita lakukan dengan cara manual menggunakan bajak sapi ataupun dengan menggunakan traktor.

b. Pembuatan bedengan sebagai media tanam dengan ukuran sebagai berikut: Rasio 2:1

Gambar.3 (Bedengan Rasio 2:1)

Rasio 4:1

Gambar.4 (Bedengan Rasio 4:1)

Pemasangan Ajir

Pemasangan ajir adalah suatu cara untuk memberikan tanda pada tiap barisan tanaman dalam bedengan, agar dapat di bedakan mana barisan tanaman jantan (male) dan mana berisan tanaman

betina (female).

Rasio 2:1

Gambar.5 (Pemasangan Ajir Rasio 2:1)

Keterangan: Ajir II (Dua) : Barisan Jantan (Male) Ajir I (Satu) : Barisan Betina (Female)

Rasio 4:1

Gambar.6 (Pemasangan Ajir Rasio 4:1)

Keterangan: Ajir II (Dua) : Barisan Jantan (Male) Ajir I (Satu) : Barisan Betina (Female)

Page 17: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /17

Tanam Dalam proses penanaman ini di lakukan

dengan cara menugal dengan kedalaman rata-rata 5 cm dengan memperhatikan tanda (ajir)

yang sudah ada, agar tidak sampai terjadi salah baris. Hal ke-2 yang harus di perhatikan

adalah penanaman harus 1 (satu) lubang 1 benih tanaman. Dan yang terakhir memastikan

benih yang tertanam sudah tertutupi dengan rapat sebelum di lakukan pengairan.

Perawatan Tanaman Pengairan

Dalam hal pengairan pada tanaman jagung, yang perlu di perhatikan adalah

metode / cara pengairan itu di lakukan. Di sini kita melakukan pengairan dengan cara resapan

(bukan lep), yang artinya pengairan tidak di lakuakan sampai dengan air benar-benar

menggenangi seluruh permukaan bedengan (media tumbuh) tanaman, melainkan cukup

mengalir lewat got jantan dan segera buang airnya jika semua got jantan sudah terisi penuh

oleh air sebelum air bergerak ke atas permukaan bedengan.

Penyiangan Gulma

Penyiangan bertujuan untuk membersih kan lahan dari tanaman pengganggu (gulma).

Penyiangan di lakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih

muda biasanya di lakukan dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dan lain sebagainya.

Yang penting dalam penyiangan ini tidak mengganggu perakaran tanaman yang pada

umur tersebut belum cukup kuat untuk mencengkeram tanah. Hal ini biasanya di

lakukan setelah tanaman berumur 15 HST. Sumber : www.gerbangpertanian.com

Pemupukan

Apabila tanah yang akan di tanami tidak menjamin ketersediaan hara yang cukup, maka

harus di lakukan pemupukan. Dosis pupuk yang di butuhkan tanaman sangat bergantung

pada kesuburan tanah dan di berikan secara bertahap. Adapun dosis rata-rata adalah :

Urea 200 kg/Ha dan NPK 300 kg/Ha. Adapun dosis dan cara pemupukan untuk setiap hektar:

Pemupukan dasar: 1/3 bagian pupuk Urea dan ½ bagian pupuk NPK di berikan saat tanam, di

tugal kiri dan kanan lubang tanam sedalam 5 cm lalu di tutup tanah.

Susula I : 1/3 bagian pupuk Urea dan ½ bagian pupuk NPK di berikan setelah tanaman

berumur 30 HST, di tugal kiri dan kanan lubang tanam sedalam 10 cm lalu di tutup

tanah. Susulan II : 1/3 bagian pupuk Urea di berikan

saat tanaman berumur 45 HST. Sumber : www.gerbangpertanian.com

Pengendalian Organisme Pengganggu Penggunaan pestisida hanya di

perkenankan setelah terlihat adanya hama yang dapat membahayakan proses produksi

jagung. Adapun pestisida yang di gunakan yaitu pestisida yang di pakai untuk

mengendalikan ulat. Pelaksanaan penyemprotan hendaknya memperlihatkan

kelestarian musuh alami dan tingkat populasi hama yang menyerang, sehingga perlakuan ini

akan lebih efisien. Sumber : www.gerbangpertanian.com

Panen

Hasil panen jagung tidak semua berupa jagung tua / matang fisiologis, tergantung dari

tujuan panen. Seperti pada tanaman padi, tingkat kemasakan buah jagung juga dapat di

bedakan dalam 4 tingkat, masak susu, masak lunak, masak tua dan masak kering/masak

mati. Ciri dan umur panen: a. Umur panen adalah 110-120 HST

(tergantung kondisi lingkungan) b. Jagung siap di panen dengan tongkol atau

kelobot mulai mengering yang di tandai dengan adanya lapisan hitam pada biji

bagian lembaga.

Page 18: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /18

c. Biji kering, keras dan mengkilat, apabila di tekan tidak meninggalkan bekas.

Sumber : www.gerbangpertanian.com

Pengamatan Parameter yang di amati adalah:

a. Panjang (cm) bunga (Tassel) jantan dan bunga (Tassel) betina pada umur 40 HST di

masing-masing metode tanam. b. Tinggi (cm) tanaman jantan (male) dan

betina (female) pada fase sebelum berbunga (50 HST) di masing-masing

metode tanam. c. Umur (HST) tanaman jantan (male) dan

betina (female) pada fase bunga (tassel) jantan pecah dan bakal tongkol betina

keluar rambut (silking) di masing-masing metode tanam.

d. Umur (HST) dan Persentase (%) tanaman jantan (male) dan betina (female) pada fase

bunga (tassel) jantan pecah dan bakal tongkol betina keluar rambut (silking) di

masing-masing metode tanam.

Gambar.7 (Barisan Tanam Rasio 2:1 Solid Female)

Keterangan: o = Tanaman sampel (Betina) x = Tanaman sampel (Jantan)

Page 19: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /19

Gambar.8 (Barisan Tanam Rasio 4:1)

Keterangan: o = Tanaman sampel (Betina) x = Tanaman sampel (Jantan)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Panjang bunga (Tassel) tanaman jantan

dan tanaman betina pada umur 40 HST Dari hasil pengamatan di lapangan dapat

di lihat bahwa dengan cara mendeteksi dari awal dengan cara mengukur panjang tassel

pada tanaman jantan dan betina pada umur 40 HST dapat di simpulkan bahwa akan

terdeteksi antara tanaman jantan dan betina akan sinkron atau tidak. Hal ini hampir sama

pengertiannya dengan pendapat dari (Sujiprihati dkk., 2008) yang menerangkan

bahwa pada tetua betina waktu emaskulasi harus diperhatikan. Juga waktu penyerbukan

harus tepat ketika stigma reseptif.

Berikut adalah hasil pengukuran panjang (cm) tassel tanaman jantan dan tanaman betina di

lapangan dari 5 (lima) tanaman sampel yang di ambil pada masing-masing metode:

Tabel. 5 (Hasil pengamatan panajang tassel)

Page 20: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /20

Tinggi (cm) tanaman jantan dan tanaman betina pada umur 45 HST

Dari hasil pengamatan yang ada ternyata ada pebedaan tinggi tanaman antara tanaman

jantan betina di rasio 2:1 dengan tanaman jantan betina di rasio 4:1. Langkah ini dapat

kita lakukan langsung dengan cara mengukur tinggi tanaman dari pangkal / batang tanaman

hingga daun teratas / yang termuda dengan menggunakan meteran kecil 5 Meter.

Hal ini jelas di sebabkan oleh faktor kerapatan jarak tanam pada rasio 2:1, yang mana hampir

sama dengan yang di jelaskan (Barri, 2003), bahwa sistem jarak tanam mempengaruhi

cahaya, CO₂, angin dan unsur hara yang

diperoleh tanaman sehingga akan berpengaruh pada proses fotosintesa yang pada akhirnya

memberikan pengaruh yang berbeda pada parameter pertumbuhan dan produksi jagung.

Dan indikasi jika terjadi perbedaan tinggi postur tanaman, maka kemungkinan besar

akan mempengaruhi sinkronisasi antara tanaman jantan dan betina.

Dari hasil pengukuran 25 tanaman sampel yang kita ukur tingginya antara tanaman

jantan dan tanaman betina pada masing-masing metode di lapangan, di dapatkan data

ukur sebagai berikut:

Tabel. 6 (Hasil pengamatan tinggi tanaman)

Page 21: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /21

Umur (HST) tanaman jantan dan tanaman

betina pada saat bunga tanaman jantan pecah dan rambut (silking) tongkol tanaman betina

keluar. Ketepatan waktu (umur) tanaman pada

fase penyerbukan adalah salah satu faktor paling penting dalam keberhasilan hibridisasi.

Hal ini di pertegas menurut Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (2006) pada

bunga jantan (malai) masa anthesisnya pada hari ke-65 setelah tanam, sedangkan pada

bunga betina (tongkol) masa reseptifnya pada hari ke-71 setelah tanam. Masa anthesis malai

ditandai dengan munculnya bulir-bulir yang

berwarna merah keunguan yang mengandung antosianin pada tangkai malai, dan pada bulir

terdapat serbuk sari (pollen) yang berwarna kuning. Masa reseptif tongkol ditandai dengan

tumbuhnya bulu-bulu rambut pada ujung tongkol yang berwarna kuning bening

kehijauan. Dari pengamatan umur pecah tassel pada

tanaman jantan dan keluarnya silking pada tanaman betina di lapangan, di dapatkan hasil /

data sebagai berikut:

Tabel. 7 (Hasil pengamatan umur tanaman saat antesis dan reseptif)

Page 22: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /22

Grafik Nicking Observasi (Umur dan Persentase tanaman jantan dan tanaman betina pada saat bunga tanaman jantan pecah dan rambut (silking) tongkol tanaman betina keluar).

Berikut adalah grafik dari hasil pengamatan sinkronisasi varietas 8001 yang di peroleh di

lapangan:

Gambar.9 (Grafik pengamatan sinkronisasi rasio 2:1)

Gambar.10 (Grafik pengamatan sinkronisasi rasio 4:1)

Page 23: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /23

Pembahasan Panjang bunga (Tassel) tanaman jantan dan

tanaman betina pada umur 40 HST

Jika antara waktu anthesis bunga

jantan dan waktu reseptif bunga betina tidak bersamaan, maka perlu dilakukan

singkronisasi. Caranya dengan membedakan waktu penanaman antara kedua tetua,

sehingga nantinya kedua tetua akan siap dalam waktu yang bersamamaan. Dari data hasil

pengamatan di lapangan dapat kita lihat bahwa panjang tassel antara tanaman jantan dan

tanaman betina pada rasio 4:1 lebih imbang panjangnya (cm) di banding dengan rasio 2:1

yang condong tassel tanaman jantan lebih pendek di bandingkan tassel tanaman betina.

Dari sini sudah dapat kita prediksi bahwa pada rasio 4:1 potensi sinkronisasi / ketepatan

penyerbukan akan lebih bagus di bandingkan dengan rasio 2:1.

Tinggi (cm) tanaman jantan dan tanaman betina pada umur 45 HST

Dari data ukur yang di peroleh di lapangan dapat di lihat bahwa, keseragaman

tanaman jantan dengan tanaman betina pada rasio 4:1 lebih baik / bagus di bandingkan

dengan keseragaman tanaman pada rasio 2:1 yang mana tanaman jantan performanya masih

berada di bawah tanaman betina. Hal ini di sebabkan oleh:

1. Kerapatan jarak tanam yang berbeda antara rasio 2:1 rata-rata 51,7 cm dan rasio

4:1 rata-rata 70 cm. 2. Tingkat stress yang tinggi pada tanaman

jantan di rasio 2:1, di karenakan posisi tanaman jantan yang berada di tengah

bedengan dan di apit oleh kedua tanaman betina. Di tambah dengan persentase

resapan air yang kurang pada tanaman jantan di bandingkan dengan tanaman

betina yang posisinya berada di tepi got jantan.

3. Kurangnya resapan cahaya / sinar matahari pada tanaman jantan di rasio 2:1.

4. Tingginya kompetisi unsur hara antara tanaman jantan dan betina (dalam 1

bedengan ada 3 baris tanaman). Umur (HST) tanaman jantan dan tanaman

betina pada saat bunga tanaman jantan pecah dan rambut (silking) tongkol tanaman betina

keluar. Dari data yang kita dapatkan dari lapangan

dapat kita lihat bahwa, pada rasio 4:1 secara kebersamaan umur saat pecah tassel tanaman

jantan dengan keluar silking pada tanaman betina jauh lebih bagus / seragam di

bandingkan dengan data yang ada pada rasio 2:1. Jika kita rata-rata umur tanaman jantan

dan betina pada tiap-tiap metode, adalah:

1. Rasio 2:1 = Tanaman jantan 60,4 HST Tanaman betina 57,2 HST

2. Rasio 4:1 = Tanaman jantan 58,2 HST Tanaman betina 59,9 HST

Dari sini sudah dapat kita lihat bahwa sinkronisasi penyerbukan pada rasio 4:1 akan

lebih bagus / tepat waktunya di bandingkan dengan rasio 2:1.

Umur dan Persentase tanaman jantan dan

tanaman betina pada saat bunga tanaman jantan pecah dan rambut (silking) tongkol

tanaman betina keluar Dari grafik hasil pengamatan

sinkronisasi (Nicking Observasi) di lapangan dapat di lihat dengan jelas, bahwa pada rasio

2:1 bunga (tassel) jantan tampak tertinggal oleh silking betina. Artinya, sinkronisasi pada

rasio 2:1 masih di katakan belum berhasil atau kurang bagus (tidak nick). Hal ini berbanding

terbalik pada rasio 4:1 yang mana antara tassel jantan pecah dan silking betina keluar bisa /

hampir bersamaan. Di sini sudah bisa di katakan bahwa sinkronisasi pada rasio 4:1

lebih pas / bagus di banding dengan sinkronisasi di rasio 2:1.

Page 24: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /24

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Dari hasil percobaan ini dapat di tarik

kesimpulan, bahwa: a. Dalam mendeteksi sinkronisasi jagung (Zea

Mays L) terutama dalam proses hibridisasi (pembenihan) dapat kita lakukan sejak dini,

sebelum fase pembungaan benar-benar terjadi. Hal ini dapat kita manfaatkan untuk

melakukan langkah-langkah berikutnya jika ada indikasi tanaman kita akan tidak

sinkron, agar dapat mencapai hasil yang di harapkan. Dan di simpulkan dari awal

penelitian bahwa, kemungkinan sinkronisasi pada rasio 4:1 akan lebih bagus

di bandingkan dengan rasio 2:1. b. Jarak tanam yang kurang ideal ternyata

dapat menghambat pertumbuhan tanaman, hal ini di karenakan oleh kompetisi yang

berlebihan dan kurangnya penyerapan sinar matahari oleh tanaman itu sendiri. Dan

tentunya hal berdampak buruk kepada proses sinkronisasi pada jagung (Zea Mays

L) khususnya. Di sini dapat di simpulkan bahwa, pada rasio 4:1 keseragaman

tanaman jantan dengan tanaman betina jauh lebih bagus di banding dengan rasio 2:1.

c. Pada rasio 4:1 jelas lebih bagus / tepat sinkronisasinya di banding dengan rasio

2:1, yang mana salah satu faktor utamanya adalah perbedaan metode tanam. Di mana

pada rasio 2:1 sama dengan penerapan triple row (3 baris) dalam satu (1) bedengan

dan pada rasio 4:1 sama dengan penerapan double row (2 baris) dalam satu (1)

bedengan. Dan hal ini juga sangat mempengaruhi petumbuhan (performance)

tanaman antara tanaman jantan dan tanaman betina menjadi tidak seragam

(pada rasio 2:1).

Saran 1. Pada penelitian lebih lanjut perlu di lakukan

dengan lebih mendalam, bagaimana pengaruh sinkronisasi terhadap kwalitas dan kwantitas hasil panen. Karena pada penelitian ini hanya sebatas proses sinkronisasi saja, tanpa mengetahui seberapa besar dan seberapa bagus perbedaan hasil panennya.

2. Dalam mengantisipasi kegagalan dalam

proses sinkronisasi juga perlu di lakukan penelitian lebih lanjut dengan

menggunakan tambahan hormon perangsang pembungaan ataupun

perangsang pembuahan, dengan harapan untuk mencapai hasil semaksimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Fergason, V. 1994. High amylose and waxy

corn. In: A. R. Halleuer (Ed.) Specialty Corns. CRC Press Inc.

USA.

Hardman and Gunsolus. 1998. Corn growth

and development. Extension Service. University of Minesota.

p.5.

Lambert, R.J. 1994. High oil corn hybrids. In:

Arnel R. Halleuer (Ed.). Specialty corns. CRC Press Inc. USA.

Lee, C. 2007. Corn growth and development.

www.uky.edu/ag/grain crops.

McWilliams, D.A., D.R. Berglund, and G.J.

Endres. 1999. Corn growth andmanagement quick guide.

www.ag.ndsu.edu.

Paliwal.R.L. 2000. Tropical maize

morphology.In:tropical aize : improvement and production. Food

and Agriculture Organization ofthe United Nations. Rome. p 13-20.

Smith, M.E., C.A. Miles, and J. van Beem. 1995. Genetic improvement of

Page 25: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /25

maizefor nitrogen use efficiency. In Maize research for stress

environment.p. 39-43.

Syafruddin. 2002. Tolok ukur dan konsentrasi

Al untuk penapisan tanamanjagung terhadap kete nggangan Al. Berita

Puslitbangtan 24: 3-4.

Tracy, W. F. 1994. Sweet corn. In: A. R.

Halleuer (Ed.) Specialty corns. CRC Press Inc. USA.

Vasal, S.K. 1994. High quality protein corn. In: A. R. Halleuer (Ed.).

Specialtycorns. CRC Press Inc. USA.

White, P.J. 1994. Properties of corn strach. In: A. R. Halleuer (Ed.).

Specialtycorns. CRC Press Inc. USA.

Nuning Argo Subekti, Syafruddin, Roy

Efendi, dan Sri Sunarti. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan

Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros

Pima Nasution Diana, 2009. Pengaruh Sistem Jarak Tanam dan Metode

Pengendalian Gulma Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung

(Zea Mays L) Varietas DK. Skripsi Program Studi Agronomi Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. 111 hal.

Putu Budi Adnyana, Ida Bagus Putu Arnyana. 2000. Morfologi Tumbuhan. Sekolah

Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Singaraja

Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. 2006. Panduan Pengujian Individual

Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Jagung.

Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Allard, R.W. 1988. Pemuliaan Tanaman. Jakarta: Bina Aksara. 336 halaman

Page 26: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /26

Pengaruh Perbedaan Varietas dan Perlakuan Stratifikasi Terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Tebu (Saccharum officinarum L.)

Oleh : Palupi Puspitorini*

*Dosen Fakultas Pertanian Universitas islam Balitar

ABSTRACT

This study aims to determine the interaction between the different varieties and treatment stratification, the effect of different varieties and the effect of treatment stratification on early

seedling growth of sugarcane (Saccharum officinarum L.). The research was carried out in the garden in the village mothers Istiqomah Kauman Blitar City in May to July 2012.

The design used was a randomized block design (RBD) with two factors namely Factor A, Variety (V) there are two levels: V1: BL sugarcane varieties and V2: sugarcane varieties Ps

864, while Factor B, Treatment Stratification (P) there are four levels: P0: without soaking, P1: Soaked with water at a temperature of 51ºC for 10 min, P2: Soaked with water at a temperature

of 51ºC for 20 min and P3: Soaked with water at a temperature of 51°C for 30 min. Parameter study: percentage grow seedlings, plant height, stem diameter, leaf number and root length.

Results: a). The existence of a real interaction that BL varieties are soaked with water at a temperature of 51ºC for 20 minutes (V1P2) on plant height at umur 20 dap and 40 dap, b).

Varieties of BL (V1) significantly affect plant height age 20 HST, but no significant effect on all parameters of observations and c). Without treatment immersion (PO) significantly affect the

percentage grow seedlings age 20 HST and immersion treatments at temperatures 51°C for 20 min (P2) significantly affect plant height age 20 dap, 30 dap and 40 dap and effect on root length

age 40 HST.

Keywords: sugarcane varieties, treatment stratifkasi.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan

paling tua dikenal oleh manusia dan memiliki peranan penting sebagai komoditas komersial,

dimana 65% kebutuhan gula dunia berasal dari tanaman tebu. Tebu dapat digunakan sebagai

bahan komponen utama industri farmasi, produk dari industri gula digunakan untuk

pakan ternak, pabrik kertas dan sumber bahan bakar.

Guna mendukung swasembada gula pada tahun 2014 salah satu faktor penting

adalah perluasan areal baik milik Perusahaan Perkebunan Nasional

(PTPN) maupun perkebunan rakyat dan penggunaan varietas tebu unggul yang

dianjurkan. Peningkatan produksi tanaman tebu dipengaruhi oleh penyediaan bibit unggul

yang bermutu antara lain memiliki rendemen gula yang tinggi, kualitas gilingan yang tinggi,

tipe kemasakan, tahan terhadap penyakit, serta dapat beradaptasi pada perubahan iklim global

(antara lain drainase yang buruk). Persoalan yang masih dihadapi industri

gula nasional khususnya yang berbasis tebu rakyat selama ini adalah persediaan bibit yang

berkualitas masih belum mencukupi, untuk

Page 27: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /27

memperoleh bibit tebu berkualitas baik dan sehat dapat melalui sortasi bibit dan perlakuan

stratifikasi pada bibit yang sudah dipanen, yang berguna untuk mendapatkan

pertumbuhan awal yang baik juga berguna mencegah terbawanya penyakit pada bibit tebu

sehingga pertumbuhan tebu menjadi sehat (Dewi R.,2008).

Ketersediaan bibit tebu merupakan faktor terpenting dalam pengusahaan tebu

giling. Kualitas bibit tebu salah satu faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan

pengusahaan tanaman tebu. pemakaian bibit yang bermutu dapat meningkatkan rendemen

tebu, varietas unggul manapun tidak akan terlihat potensi yang sebenarnya apabila bibit

yang digunakan bermutu rendah. Bibit tebu yang baik adalah bibit yang berumur 5 sampai

6 bulan, murni atau tidak tercampur dengan varietas lain, bebas dari hama dan penyakit

serta tidak mengalami kerusakan fisik (Ahmad S. 1992).

Perbaikan produktifitas tanaman baru, baik yang berasal dari komponen berat tebu

maupun rendemen, sebagian besar ditentukan oleh mutu bibit, mka diperlukan bibit yang

seragam tumbuhnya dan sehat sehingga perlu adanya suatu usaha untuk menyiapkan bibit

tebu, baik dari segi mutu, jumlah, kuantitas maupun kualitas.

Rumusan Masalah

Percepatan dan keseragaman pertumbuhan bibit selama ini sangat lambat, untuk itu perlu

suatu usaha yang dikembangkan untuk mengejar ketertinggalan percepatan pengadaan

bibit yang berkualitas. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut : 1. Apakah ada interaksi antara perbedaan

varietas dan perlakuan stratifikasi terhadap pertumbuhan awal bibit tebu?

2. Apakah varietas berpengaruh terhadap pertumbuhan awal bibit tebu?

3. Apakah perlakuan stratifikasi berpengaruh terhadap pertumbuhan awal bibit tebu?

Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara perbedaan varietas dan perlakuan

stratikasi terhadap pertumbuhan awal bibit tebu.

2. Untuk mengetahui apakah perbedaan varietas berpengaruh terhadap

pertumbuhan awal bibit tebu. 3. Untuk mengetahui apakah perlakuan

stratifikasi berpengaruh terhadap pertumbuhan awal bibit tebu.

Manfaat Penelitian

1. Menambah keilmuan tentang pengaruh perbedaan varietas dan perlakuan

stratifikasi terhadap pertumbuhan awal bibit tebu.

2. Memberikan sumbangan pengetahuan kepada petani tentang pengaruh varietas

dan perlakuan stratifikasi terhadap pertunbuhan awal bibit tebu.

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain dalam pokok bahasan yang sama.

Hipotesis

1. Diduga ada interaksi antara perbedaan varietas dan perlakuan stratifikasi

terhadap pertumbuhan awal bibit tebu. 2. Diduga varietas berpengaruh terhadap

pertumbuhan awal bibit tebu. 3. Diduga perlakuan stratifikasi berpengaruh

terhadap pertumbuhan awal bibit tebu.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian di laksanakan pada Bulan Mei sampai Juni 2012, bertempat di kebun Ibu

Istiqomah di Desa Kauman Kecamatan Kepanjenkidul Kota Blitar.

Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan adalah

: bibit tebu, diperoleh dari kebun bibit PTPN X, cangkul, alat tulis, alat hitung, alat ukur,

Page 28: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /28

thermometer, karung, gembor, pisau tajam, timba, panci, air.

Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan dua faktor

antara lain : Faktor A, Varietas Tanaman Tebu (V) ada

dua level antara lain : V1 : Varietas Tebu BL

V2 : Varietas Tebu Ps 864

Faktor B, Perlakuan Stratifikasi (P) ada empat level antara lain :

P0 : Tanpa perlakuan P1 : Direndam dengan air pada suhu 51ºC

selama 10 menit P2 : Direndam dengan air pada suhu 51ºC

selama 20 menit P3 : Direndam dengan air pada suhu 51°C

selama 30 menit

Percobaan faktorial ini untuk mengetahui Pengaruh perbedaan varietas dan perlakuan

stratifikasi terhadap pertumbuhan awal bibit tebu. Penelitian ini menggunakan Rancangan

Acak Kelompok, penelitian ini terdiri atas delapan kombinasi perlakuan yang diulang

sebanyak tiga kali sehingga terdapat 24 satuan penelitian, setiap satuan penelitian terdiri atas

16 tanaman dengan jarak 10 cm x 10 cm dan setiap satuan penelitian terdiri dari tiga

tanaman contoh yang diamati. V1P0 : Varietas tebu BL tanpa perlakuan

V2P0 : Varietas tebu Ps 864 tanpa perlakuan V1P1 : Varietas tebu BL direndam dengan air

pada suhu 51ºC selama 10 menit V2P1 : Varietas tebu Ps 864 direndam dengan

air pada suhu 51ºC selama 10 menit V1P2 : Varietas tebu BL direndam dengan air

pada suhu 51ºC selama 20 menit V2P2 : Varietas tebu Ps 864 direndam dengan

air pada suhu 51ºC selama 20 menit V1P3 : Varietas tebu BL direndam dengan air

pada suhu 51°C selama 30 menit V2P3 : Varietas tebu Ps 864 direndam dengan

air pada suhu 51°C selama 30 menit

Gambar denah penelitian dan satuan penelitian ditunjukkan pada lampiran.

Pelaksanaan Penelitian

Teknis pelaksanaan penelitian meliputi : a. Pengolahan lahan.

Pengolahan lahan dengan menggunakan cangkul untuk membersihkan lahan dari

segala macamgulma dan akar-akar pertanaman sebelumnya, serta untuk

memudahkan perakaran tanaman berkembang dan menghilangkan tumbuhan

inang bagi hama dan penyakit, kemudian membuat petak, dengan ukuran panjang 50

cm lebar 50 cm jarak antar petak 30 cm merupakan sebagai parit.

b. Persiapan tanam 1. Melakukan penyortiran atau seleksi

bibit, pelepah daun pada batang tebu dikelupas untuk memudahkan

mengambil mata tunasnya. perkecambahan yang paling baik

ditemukan pada bagian tiga ruas dari pucuk, dimana mata tunas yang

terletak pada ruas batang bagian pucuk (± 3 ruas dari pucuk)

berkecambah lebih cepat dan lebih baik. Makin ke atas atau makin ke

bawah akan makin lama perkecambahannya, karena makin ke

atas tebu terlalu muda dan lembek sedangkan makin ke bawah makin tua

yang kemungkinannya sudah rusak. 2. Memotong batang tebu untuk

mengambil mata bibit, setelah itu dikumpulkan sesuai varietas dan

dimasukkan ke karung untuk direndam air dengan suhu dan lama

perendaman yang telah ditentukan.

c. Penanaman. Bibit di tanam dengan posisi sejajar karena

merupakan bibit bagal pada petak dengan jarak 10 cm × 10 cm, penanaman bibit

diusahakan agar mata bibit menghadap keatas, karena tunas akan muncul lebih

Page 29: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /29

dulu pada permukaan tanah dari pada mata bibit yang menghadap ke bawah.

d. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman tebu dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

1. Penyiraman, untuk menjaga kelembaban lahan yaitu dilakukan dengan

menggunakan menggunakan alat kocor atau gembor, dilakukan 1 kali sebelum

dan sesudah tanam kemudian dilanjutkan setiap 2 hari sekali atau lihat

kondisi. 2. Penyiangan gulma, penyiangan

bertujuan untuk menanggulangi kompetisi bibit dengan gulma yang

dilakukan dengan manual. 3. Pemupukan bertujuan untuk menambah

kandungan unsur hara dalam tanah yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman

tebu, pemupukan diberikan secara bertahap.

4. Pembumbunan : menaruh sedikit tanah yang diambil dari gundukan ke sekitar

pangkal tebu. Pembumbunan bertujuan untuk menutupi pupuk dan mendorong

pertumbuhan tunas dan akar. 5. Pengendalian OPT. Salah satu faktor

penghambat pertumbuhan awal tanaman tebu adalah adanya serangan hama,

penyakit dan gulma. Hama yang menyerang pada awal pertumbuhan

adalah rayap yang memakan batang tebu sehingga tanaman layu dan mati.

Peubah Penelitian

Persentase tumbuh bibit Prosentase tumbuh bibit diamati pada

umur 15 hari setelah tanam, dihitung berdasarkan jumlah bibit yang dapat

berkecambah. Penentuan jumlah perkecambahan dihitung menggunakan rumus:

Prosentase tumbuh = Jumlah bibit yang tumbuh di bagi Jumlah total bibit dikalikan

seratus persen, dengan satuan prosentase (Putra 2005).

Tinggi tanaman Tinggi tanaman diukur pada umur 20,

30, 40 hari setelah tanam, diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh teratas

menggunakan alat meteran dengan satuan cm.

Diameter batang Diameter batang diukur pada umur 20,

30, 40 hari setelah tanam, dengan cara mengukur batang paling tengah dengan

menggunakan alat jangka sorong dengan satuan cm.

Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung pada umur 20, 30, 40 hari setelah tanam, dengan cara

menghitung semua daun yang telah membuka sempurna dan belum kering pada tiap tanaman

tebu.

Panjang akar Panjang akar diukur pada umur 40 hari

setelah tanam, dengan cara destruktif yaitu mencabut tanaman sampel diukur mulai

pangkal batang sampai titik ujung akar paling bawah dengan satuan cm.

Analisis Data

Analisis penelitian ini menggunakan sidik ragam RAK faktorial dimana jika F

hitung lebih besar dari F tabel 5% maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur dan

jika F hitung lebih kecil dari F tabel 5%, maka tidak dilanjutkan dengan uji Beda Nyata

Jujur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Prosentase Tumbuh Bibit Berdasarkan analisis ragam 5% pada

pengamatan umur 15 Hst menunjukkan interaksi tidak nyata antara perlakuan varietas

dan perlakuan stratifikasi pada parameter prosentase tumbuh bibit (lampiran 1).

Page 30: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /30

Pada perlakuan varietas (V) menunjukkan hasil yang tidak nyata pada

parameter prosentase tumbuh bibit umur 15 hst (lampiran 1).

Pada perlakuan stratifikasi (P) menunjukkan hasil yang sangat nyata pada

parameter prosentase tumbuh bibit umur 15 hst, data rata-rata prosentase tumbuh bibit

pada perlakuan stratifikasi umur 15 hst (lampiran 1).

Tabel 1. Hasil pengamatan prosentase tumbuh

bibit (%).

Perlakuan 15 hst

P0 87,50 d

P1 76,39 c

P2 66,66 b

P3 44,44 a

BNJ 5% 9,65

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf

yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Beda Nyata Jujur 5%

Dari hasil uji BNJ 5% pada perlakuan stratifikasi memberikan perbedaan sangat

nyata. Prosentase tumbuh bibit tertinggi terdapat pada tanpa perlakuan perendaman

(Po) yaitu 87,50%, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan perendaman air

dengan suhu 51°C selama 30 menit (P3) yaitu 44,44%. tabel 1.

4.1.2. Tinggi Tanaman

Berdasarkan analisis ragam 5% pada pengamatan umur 20 hst dan 40 hst perlakuan

interaksi antara perlakuan varietas dan perlakuan stratifikasi menunjukkan pengaruh

nyata terhadap tinggi tanaman (lampiran 2 dan 4), namun menunjukkan hasil tidak nyata

umur 30 hst terhadap tinggi tanaman (lampiran 3).

Pada pengamatan umur 20 hst perlakuan varietas (V) menunjukkan hasil yang nyata

terhadap tinggi tanaman (lampiran 2), namun menunjukkan hasil tidak nyata umur 30 hst

dan 40 hst terhadap tinggi tanaman (lampiran 3 dan 4).

Pada perlakuan stratifikasi (P) menunjukkan hasil sangat nyata terhadap

tinggi tanaman umur 20 hst dan 40 hst (lampiran2 dan 4), namun pada umur 30 hst

menunjukkan hasil nyata terhadap tinggi tanaman (lampiran 3) .

Tabel 2. Hasil interaksi kombinasi perlakuan terhadap tinggi tanaman (cm)

Perlakuan 20 hst 40 hst

V1P0 3,87 d 13,60 a

V1P2 3,93 d 15,33 bc

V1P2 3,50 bc 15,58 c

V1P3 3,10 a 13,27 a

V2P0 3,73 cd 14,13 a

V2P1 3,93 d 13,83 a

V2P2 3,60 cd 14,57 ab

V2P3 3,57 cd 14,03 a

BNJ 5% 0,33 1,03

Page 31: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /31

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Beda nyata jujur 5%.

Dari hasil uji BNJ 5% pada

pengamatan umur 20 hst menunjukkan interaksi antara perlakuan stratifikasi dan

perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, parameter tinggi

tanaman tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan V1P1 dan V2P1 yaitu 3,93 cm

sedangkan terendah pada kombinasi perlakuan V1P3 yaitu 3,10 cm (tabel 2).

Pada pengamatan umur 40 hst menunjukkan interaksi antara perlakuan

stratifikasi dan perlakuan varietas berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, peubah tinggi

tanaman tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan V1P2 yaitu 15,58 cm sedangkan

terendah pada kombinasi perlakuan V1P3 yaitu 13,27 cm, (Tabel 2).

4.1.3. Diameter Batang Berdasarkan analisis ragam 5% pada

pengamatan umur 20 hst, 30 hst dan 40 hst menunjukkan interaksi antara perlakuan

stratifikasi dan perlakuan varietas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

diameter batang (lampiran5-7). Pada perlakuan varietas (V)

menunjukkan hasil tidak nyata terhadap diameter batang pada umur 20 hst,30 hst dan

40 hst (lampiran5-7). Pada perlakuan stratifikasi (P)

menunjukkan hasil tidak nyata terhadap diameter batang pada umur 20 hst, 30 hst dan

40 hst (lampiran 5-7).

Tabel 3. Hasil pengamatan diameter batang (cm).

Keterangan : t.n = tidak nyata

4.1.4. Jumlah Daun Berdasarkan analisis ragam 5%pada pengmatan umur 20 hst, 30 hst dan 40 hst

menunjukkan interaksi tidak nyata antara perlakuan stratikasi dan perlakuan varietas terhadap jumlah daun. Pada perlakuan varietas (V) menunjukkan hasil tidak nyata terhadap jumlah daun

umur 20 hst, 30 hst dan 40 hst . Pada perlakuan stratifikasi (P) menunjukkan hasil tidak nyata terhadap jumlah daun umur 20 hst, 30 hst dan 40 hst.

Perlakuan umur 20 hst umur 30 hst umur 40 hst

V1P0 0,37 0,43 0,47

V1P1 0,39 0,42 0,48

V1P2 0,38 0,43 0,5

V1P3 0,3 0,39 0,49

V2P0 0,33 0,37 0,49

V2P1 0,35 0,4 0,51

V2P2 0,41 0,44 0,52

V2P3 0,35 0,39 0,52

BNJ 5% t.n t.n t.n

Page 32: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /32

Tabel 4. Hasil pengamatan jumlah daun

Perlakuan 20 hst 30 hst 40 hst

V1P0 1,33 2,33 4,33

V1P1 1,33 2,67 5,00

V1P2 2,00 2,33 5,33

V1P3 1,67 2,67 4,33

V2P0 1,67 2,67 5,00

V2P1 2,00 3,00 5,00

V2P2 1,33 2,67 5,67

V2P3 1,67 2,67 4,67

BNJ 5% t.n t.n t.n

Keterangan : t.n = tidak nyata

4.1.5. Panjang Akar Berdasarkan analisis ragam 5% pada pengamatan umur 40 hst menunjukkan interaksi

tidak berbeda nyata antara perlakuan stratifikasi dan perlakuan varietas terhadap panjang akar. Pada perlakuan varietas (V) menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap panjang

akar umur 40 hst (lampiran 11). Pada perlakuan stratifikasi (P) menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap panjang akar

umur 40 hst, data-data panjang akar pada perlakuan stratifikasi umur 40 hst, (lampiran 11).

Tabel 5. Hasil pengamatan panjang akar umur 40 Hst (cm)

Perlakuan Umur 40 hst

P0 20,24 a

P1 21,74 a

P2 22,70 ab

P3 20,13 a

BNJ 5% 2,47

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji Beda nyata jujur 5%.

Dari hasil uji BNJ 5% pada perlakuan stratifikasi menunjukkan hasil nyata pada umur 40 hst (table 5), hasil pengamatan panjang akar tertinggi terdapat pada perlakuan perendaman pada

suhu 51°C selama 20 menit (P2) yaitu 22,70 cm dan terendah terdapat pada perlakuan perendaman pada suhu 51°C selama 30 menit (P3) yaitu 20,13 cm (tabel 5).

4.2. Pembahasan

4.2.1. Persentase Tumbuh Bibit

Berdasarkan analisis ragam 5% pada

pengamatan umur 15 Hst menunjukkan interaksi tidak berbeda nyata antara perbedaan

Page 33: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /33

varietas dan perlakuan stratifikasi pada parameter prosentase tumbuh bibit (lampiran

1). Perlakuan air panas pada suhu 50 derajat Celcius selama 1 jam dapat berpengaruh

terhadap penurunan prosentase perkecambahan bibit tebu, penurunan daya

tumbuh bibit tebu ini 10%-40%, tetapi dapat meminimalisir terserangnya penyakit pada

bibit dan bibit tebu diberi perlakuan perendaman dengan air selama 12-24 jam

dapat meningkatkan daya tumbuh bibit sampai 50% (Putra 2005).

Berdasarkan hasil uji BNJ 5% pada perlakuan stratifikasi menunjukkan hasil

berbeda nyata. Prosentase tumbuh bibit tertinggi terdapat pada tanpa perlakuan (P0)

yaitu 87,50%, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan perendaman air

dengan suhu 51°C selama 30 menit (P3) yaitu 44,44%. tabel 1.

Hal ini diduga selama perlakuan stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam bibit yang

berakibat menghilangnya bahan-bahan penghambat pertumbuhan atau terjadi

pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan (Lita S.,2010).

Pada perlakuan varietas (V) menunjukkan hasil yang tidak nyata pada parameter

prosentase tumbuh bibit umur 15 hst (lampiran 1), dikarenakan varietas hanya nampak pada

hasil produksi, setiap varietas memiliki karakter dan cadangan nutrisi yang berbeda-

beda didalam batangnya (Eka S.,2008).

4.2.2. Tinggi Tanaman Berdasarkan analisis ragam 5% pada

pengamatan umur 20 hst dan 40 hst perlakuan interaksi antara perbedaan varietas dan

perlakuan stratifikasi menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap tinggi tanaman

(lampiran 2 dan 4), namun menunjukkan hasil tidak berbeda nyata umur 30 hst terhadap

tinggi tanaman (lampiran 3). Dari hasil uji BNJ 5% pada pengamatan umur 20 hst

parameter tinggi tanaman tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan V1P1 dan V2P1

yaitu 3,93 cm sedangkan terendah pada kombinasi perlakuan V1P3 yaitu 3,10 cm

(tabel 2), pada pengamatan umur 40 hst parameter tinggi tanaman tertinggi terdapat

pada kombinasi perlakuan V1P2 yaitu 15,58 cm sedangkan terendah pada kombinasi

perlakuan V1P3 yaitu 13,27 cm, (tabel 2). Hal ini diduga selama perlakuan stratifikasi terjadi

sejumlah perubahan dalam bibit yang berakibat menghilangnya bahan-bahan

penghambat pertumbuhan sehingga dapat merangsang pertumbuhan selanjutnya (Lita

S.,2010). Perlakuan varietas (V) menunjukkan hasil

nyata umur 20 hst, dikarenakan setiap varietas memiliki respon yang berbeda-beda sehingga

mempengaruhi terhadap tinggi tanaman namun varietas BL memerlukan lahan yang

cukup air dan drainase yang baik, lahan ringan sampai geluhan atau liat berpasir disukai oleh

varietas ini dari pada lahan berat (Sugiyarta, 2007).

4.2.3. Diameter Batang

Berdasarkan analisis ragam 5% pada pengamatan umur 20 hst, 30 hst dan 40 hst

menunjukkan interaksi antara perlakuan stratifikasi dan perbedaan varietas

menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap diameter batang (lampiran 5-7).

karena setiap varietas mempunyai karakter yang sama dalam pertumbuhannya, tebu

merupakan tanaman berbiji tunggal tanaman tebu memilki batang dalam pertumbuhannya

hampir tidak bertambah besar, namun hanya bertambah tinggi dan merupakan tanman

perkebunan semusim sehingga untunk perkembangan pada batang memerlukan

waktu yang lama (Hasan BJ. 2002), Berdasrkan analisis ragam 5% pada

pengamatan umur 20 hst,30 hst dan 40 hst menunjukkan perbedaan varietas tidak

berpengaruh nyata karena setiap varietas mempunyai karakter yang berbeda–beda

dalam pertumbuhannya tergantung dari

Page 34: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /34

kerjasama antara varietas dan lingkungannya (Dewi R.,2008).

4.2.4. Jumlah Daun

Berdasarkan analisis ragam 5%pada pengmatan umur 20 hst, 30 hst dan 40 hst

menunjukkan interaksi tidak berbeda nyata antara perlakuan stratikasi dan perbedaan

varietas terhadap jumlah daun (lampiran 8-10).

Berhubungan dengan parameter tinggi tanaman yang menunjukkan hasil berbeda

nyata maka pada masa pertumbuhan dengan bertambah panjang batang akan dikuti oleh

jumlah daun, namun dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata

terhadap jumlah daun, hal ini diduga pada waktu penghitungan jumlah daun terdapat

daun yang telah mengering atau belum terbuka sempurna sehingga tidak termasuk hitungan

pengamatan (Edi S. 2002). Ciri-ciri yang khas pada jenis suatu tanaman

yang sedang tumbuh tampak pada perubahan tinggi, membesarnya batang, tumbuhnya daun

dan meningkatnya jumlah daun, namun proses ini berlangsung mulai tebu umur 5 minggu

(Hasan B.J. 2002).

4.2.5. Panjang Akar Berdasarkan analisis ragam 5% pada

pengamatan umur 40 hst menunjukkan interaksi tidak berbeda nyata antara perlakuan

stratifikasi dan perbedaan varietas terhadap panjang akar (lampiran 11). Hal ini diduga

dipengaruhi oleh faktor genetik, karena tanaman tebu merupakan tanaman jenis

rumput-rumputan yang memiliki sistem perakaran serabut yang peredarannya

menyebar dangkal dipermukaan tanah.

Dari hasil uji BNJ 5% pada perlakuan stratifikasi menunjukkan hasil berbeda nyata

pada umur 40 hst (tabel 5), hasil pengamatan panjang akar tertinggi terdapat pada perlakuan

perendaman pada suhu 51°C selama 20 menit (P2) yaitu 22,70 cm dan terendah terdapat

pada perlakuan perendaman pada suhu 51°C selama 30 menit (P3) yaitu 20,13 cm (tabel 5),

karena didalam bibit sudah tercukupinya air yang berfungsi untuk membantu proses

metabolisme didalam bibit yang dapat mempengaruhi perkembangan akar (Lita

S,2010)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan maka disimpulkan: 1. Adanya interaksi yang nyata (V1P2)

terhadap tinggi tanaman pada umur 20 hst dan 40 hst.

2. Varietas BL (V1) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 20 hst,

namun tidak berpengaruh nyata terhadap semua pengamatan.

3. Tanpa perlakuan perendaman (PO) berpengaruh nyata terhadap prosentase

tumbuh bibit umur 20 hst dan perlakuan perendaman pada suhu 51°C selama 20

menit (P2) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 20 hst, 30 hst dan 40

hst dan terhadap panjang akar umur 40 hst.

5.2. Saran Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan maka disarankan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari

kombinasi perlakuan, sehingga diharapkan bisa mendapatkan kombinasi perlakuan yang

dapat menghasilkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan awal bibit tebu.

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1985.” Dasar-dasar Bercocok Tanam “. Penerbit Kanisius.

Adisewojo.R.S,1971.” Bercocok Taanam Tebu“. Sumur Bandung, Bandung.

Page 35: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /35

Anonim, 2008.“Statistik Produksi Gula Indonesia“ Tahun Giling 2006, P3GI,

Pasuruan.

Anonymous,1975.”Budidaya tanaman tebu”.

PTPN XXI-XXII Persero, Dinas Perkebunan Daerah Pasuruan.

Ahmad S., 1992. “Rendemen dan Liku-liku Permasalahannya”. Penerbit Kanisius

Yogyakarta.

Dewi R,2008.”Teknik memperoleh bibit tebu

berkualitas”. http: //pengawas benih tanaman.

Blogspot.com /2008/05/ penyediaan-bibit-tebu-berkualitas.html.

Edi S., 2002.“Budidaya Tanaman Tebu”.

Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Eka S. 2008.”Peranan Varietas dalam

Peningkatan Produksi dan Produktifitas Gula”. P3GI Pasuruan.

Foth H.D.1988.”Dasar-dasar Ilmu Tanah” edisi ketujuh, UGM Press. Yogyakarta.

Harjowigeno,2003”Ilmu Tanah”. Akademika pressindo, Jakarta 286 hal.

Hasan B.J.2002.“Agronomi “.PT. Rajawali Grafindo Persada. Jakarta.

Indriani,1992.”Pembudidayaan tebu di lahan sawah dan tegalan”. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Leiwakabessy dan Sutadi, 1998.”Pupuk dan

Pemupukan”. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB Bogor.

Lita S.,2010. ”Teknologi Benih” PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Maharlika P, 2009. “Pengaruh perlakuan air panas untuk mengurangi intensitas

SCMV pada bibit tebu”. Skripsi Faperta Unibraw, Malang.

Novizan, 2003.”Petunjuk Penggunaan Pupuk yang Efektif”. Agromedia Pustaka

Jakarta.114 hal.

Putra, 2005.“Penyehatan bibit tebu denga

perlakuan air panas“. Makalah training of trainers P3GI tanggal 13-

15, Pasuruan. 7 Hal.

Salisbury dan Ross,1995.”Fisiologi

Tumbuhaan “ jilid I, II dan III. Terjemahan dari Plant Physiology,

Penerjemah: D.R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB Bandumg.

Soepardi, 1983. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Ilmu Tanah.

Fakultas Pertanian. IPB Bogor.

Rahmad A. 2000. “Usaha tani tebu antara

system bongkar ratoon dengan system rawat ratoon di wilayah Kecamatan

Prambon“. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional

Surabaya, 2011

Soepardiman,1996.“ Bercocok Tanam Tebu“.

LPP Yogyakarta.

Sugiyarta .E 2007.“Perilaku beberapa tebu

varietas unggul dan varietas harapan”. IKAGI, Pasuruan 30 (3).

Tarsius S., 2011.“Pacu Produksi, PTPN X InovasiPembibitan”. Kutipan dari

Direktur Produksi PTPN X, Surabaya.

Toni S., 2005. “ Biologi “. Penerbit dan

percetakan Mediatama.

Page 36: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /36

Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi Putih (Brassica juncea L)

Terhadap Konsentrasi dan Waktu Pemberian Pupuk AnOrganik Nitrogen terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi Putih (Brassica juncea L)

Oleh : Tri Kurniastuti

*Dosen Fakultas Pertanian Universitas islam Balitar

Abstracs :

Public demand for chicory progressively increased, the optimal cultivation of Chinese cabbage in the highlands, requires soil texture and nutrient content of the maximum.

Therefore, in the cultivation of Chinese cabbage in the highlands of sustainable farming systems applied.

The research was conducted on Pebruari, 2012 until April, 2012 in the Green House of Agriculture Faculty Universitas Islam Balitar Blitar, East Java Province. The study design

used was Randomized Complete factorial design is the first factor with four urea concentration level that is N0 (control), N1 (urea 15 g / L), N2 (urea 30 g / L), N3 (urea 45 g / L) and the second

factor with four times the level of fertilizer application is W0 (control/0 week), W1 (week 1), W2 (week 2), W3 (week 3)

Data obtained from this study were analyzed by analysis of variance (ANOVA), followed by the Smallest Real Differences test (LSD) 5%. Theresults of this study indicate that

there is a significant effect of time of fertilizer urea fertilizer. Treatment with urea at week 3 with a dose of 30 g / l at week-3 gives the optimum results on the growth and yield of white mustard

plant (Brassica juncea L). The study is expected to give useful advice about the possibility of cultivation in

order chicory chicory plant expansion.

Key words: white mustard (Brassica juncea L), urea fertilizer, week-3

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sawi putih (Brassica juncea L)

merupakan komoditas sayuran yang penting

dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas

dan berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral yang bernilai ekonomi tinggi.

Tanaman sawi putih merupakan sayuran daun yang sering dibudidayakan oleh

petani Indonesia karena banyak permintaan selain karena harganya terjangkau oleh

masyarakat di Indonesia, sawi putih mudah di budidayakan di pot atau di poli bag sebagai

upaya untuk menyiasati lahan-lahan sempit secara efisien. Mengingat usahatani sayuran

sawi putih makin meningkat sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk dan

kesadaran masyarakat terhadap mutu gizi sayuran, mendorong peningkatan produksi.

Teknologi produksi yang tepat pada budidaya tanaman sawi diperlukan untuk meningkatkan

kuantitas dan kualitas hasil, sehingga dapat

Page 37: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /37

memenuhi kebutuhan konsumsi dan permintaan pasar.

Sawi putih dikonsumsi daunnya sehingga lebih banyak membutuhkan unsure N

Umumnya jenis pupuk yang diberikan mengandung unsur N yang tinggi seperti

pupuk urea. Pupuk urea merupakan pupuk tunggal yang sering diaplikasikan lewat daun.

Pemupukan lewat daun ini dilakukan dengan cara melarutkan pupuk tersebut kedalam air

lalu disemprotkan ke permukaan daun. Hal ini karena pupuk urea bersifat higroskopis, mudah

larut dalam air, bereaksi cepat dan mudah menguap dalam bentuk amoniak. N

merupakan unsur penyusun klorofil yang berpengaruh terhadap mutu sayuran daun.

Pemberian N pada tanaman akan mendorong pertumbuhan organ – organ yang berkaitan

dengan fotosintesis yaitu daun. Tanaman yang cukup mendapat suplai N akan membentuk

daun yang memiliki helaian lebih luas dengan kandungan klorofil yang lebih tinggi, sehingga

tanaman mampu menghasilkan karbohidrat dalam jumlah yang cukup untuk menopang

pertumbuhan vegetatif (Wijaya.K.A, 2008).

Unsur N mempengaruhi pertumbuhan

tanaman, penampilan, warna dan hasil tanaman. N merupakan komponen penyusun

banyak senyawa organik penting di dalam tanaman ( protein, enzim, vitamin B complex,

hormon, klorofil ). Pemberian N pada tanaman akan mendorong pertumbuhan organ – organ yang berkaitan dengan fotosintesis yaitu daun.

Tanaman yang cukup mendapat suplai N akan membentuk daun yang memiliki

helaian yang lebih luas dengan kandungan klorofil yang lebih tinggi, sehingga tanaman

mampu membentuk karbohidrat/asimilat dalam jumlah yang cukup untuk menopang

pertumbuhan vegetatif. Pupuk urea sebagai sumber hara N dapat memperbaiki

pertumbuhan vegetatif tanaman, dimana tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup

N, berwarna lebih hijau (Hardjowigeno, 1987).

Pupuk urea merupakan pupuk tunggal yang mengandung unsur N 46%. Pemupukan

dengan urea dilakukan dengan cara melarutkan 30 gr pupuk tersebut ke dalam air

lalu larutan pupuk disemprotkan ke permukaan daun pada minggu ke-3. Hal ini

karena urea bersifat higrokopis yaitu mudah menarik uap air, mudah larut dalam air dan mudah diserap tanaman.

Perumusan Masalah

1. Apakah terjadi interaksi antar konsentrasi

pupuk urea (N) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi putih.

2. Bagaimana pengaruh konsentrasi pupuk Urea (N) pada pertumbuhan dan hasil

tanaman sawi putih. 3. Kapan pemberian pupuk Urea (N) yang

tepat pada pertumbuhan dan hasil tanaman sawi putih.

Tujuan

1. Untuk mengetahui interaksi konsentrasi

pupuk anorganik Nitrogen (Urea) yang tertinggi untuk pertumbuhan dan hasil

tanaman sawi putih. 2. Untuk mengetahui konsentrasi pupuk

anorganik Nitrogen ( Urea) yang terbaik l untuk pertumbuhan dan hasil tanaman

sawi putih. 3. Untuk mengetahui waktu pemberian

pupuk anorganik Nitrogen (Urea) yang terbaikl untuk pertumbuhan dan hasil

tanaman sawi putih.

Manfaat :

1. Sebagai masukan bagi petani untuk menerapkan dosis pupuk Anorganik

Nitrogen dan waktu aplikasi yang tepat agarhasil tanaman sawi meningkat.

2. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya

Page 38: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /38

Hipotesis

1. Diduga terjadi interaksi konsentrasi dan

waktu pemberian pupuk anorganik Nitrogen (Urea) terhadap pertumbuhan

dan hasil tanaman sawi putih. 2. Diduga pemberian konsentrasi pupuk

anorganik Nitrogen (Urea) yang berbeda dapat menhasilkan tanaman sawi putih

yang berbeda. 3. Diduga pemberian pupuk anorganik

Nitrogen (Urea) pada waktu yang berbeda dapat menghasilkam tanaman

sawi putih yang berbeda.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada

Pebruari 2012 sampai Bulan April 2012 di Green Houe Fakultas Pertanian Unisba Blitar.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian

ini adalah polybag, botol 1,5 l, pengaduk, alat tulis, penggaris, timbangan, ember, alat,

hitung, gelas ukur, baki. Bahan yang digunakan dalam penelitian

adalah tanah, pasir, benih sawi putih, pupuk an-organik urea, air, label dan polibag.

Metode Penelitian

1. Rancangan Penelitinan Penelitian ini dilakukan dengan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun dengan 2 faktor yaitu :

Faktor 1 : Konsentrasi pupuk urea, dengan 4 taraf

yaitu 0 g/L (N0), 15 g/L (N1), 30 g/L (N2), dan 45 g/L (N3) ,( Firlana,2010 ).

Faktor 2 : Waktu pemberian pupuk urea (W) pada

saat umur tanaman sawi putih 0 MST, 1 MST, 2 MST ,3 MST

2. Pelaksanaan Penelitian

a. Persemaian benih

Persemaian benih dilakukan dengan menggunakan media tanah dan pasir.

Jarak tanam benih 1 cm x 3 cm. Benih yang ditanam kemudian ditutup dengan

arang sekam tipis. b. Membuat media tanam

Media yang digunakan tanah topsoil, pasir halus, pupuk kandang, kompos

dengan perbandingan 2 : 1 : 1 : 1. Media tanam tersebut dicampur hingga merata,

kemudian dimasukkan dalam polibag dengan ukuran 30 x 35 cm.

c. Penanaman bibit Bibit yang telah berumur 2 minggu

(berdaun 4 helai) dipindahkan ke media tanam dalam polibag dengan ukuran 30

cm x 35 cm. Bibit yang dipilih adalah bibit yang sehat, baik dan seragam.

d. Pemberian pupuk urea Pupuk urea dicairkan dalam air dengan

konsentrasi sesuai perlakuan. Pupuk urea siap untuk diaplikasikan pada

tanaman. e. Pemeliharaan tanaman

Penyiraman dilakukan setiap hari sekali yaitu pada pagi hari atau sore hari jika

tanaman menunjukkan tanda-tanda kekurangan air.

f. Penyulaman dilakukan untuk mengganti bibit yang mati 3 -7 hari setelah tanam.

Penyulaman tidak dilakukan karena tanaman sawi tumbuh semua.

g. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma secara hati-hati agar

tidak merusak tanaman. h. Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara mekanik dan secara

hayati menggunakan ekstrak daun mimba.

i. Pemanenan Pemanenan dilakukan setelah sawi putih

berumur 42 HST. Kriteria panen sawi putih ketika daun paling bawah

menunjukkan warna kuning dan belum berbunga.

Page 39: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /39

j. Aplikasi pupuk urea Pupuk urea yang telah siap disiramkan

ke tanaman dengan menggunakan gelas air mineral. Aplikasi pemupukan urea

dilakukan b. Pemberian pupuk Nitrogen sesuai dengan perlakuan yaitu

konsentrasi : 0 g/l, 15 g/l, g/l, 30 g/l , 45 g/l . Sedangkan waktu pemberian

yaitu: 0 MST, 1 MST, 2 MST dan 3 MST.

3. Peubah Penelitian

a. Tinggi tanaman Tinggi tanaman diukur mulai dari

permukaan tanah pangkal batang sampai titik tumbuh. Tinggi tanaman

diamati pada umur 7 HST 14 HST, HST, 21 HST, 28 HST, 35 HST.

b. Jumlah daun Jumlah daun dihitung dengan

menghitung jumlah daun tanaman. Daun yang dihitung yaitu daun yang sudah

terbentuk sempurna.

c. Luas daun (

Dilakukan dengan faktor koreksi, yaitu : mengukur panjang dan lebar daun

sampel, sampel setelah itu dilihat dengan menggunakan rumus.

LD = p x l x fk x jumlah daun

fk = x l

Dimana : LD = Luas Daun

p = panjang daun l = lebar daun

A = bobot kertas yang dipotong B = bobot kertas

C = luas kertas keseluruhan Fk = faktor koreksi, dilakukan

pada saat panen. d. Bobot segar sawi putih

Bobot sawi putih diperoleh dengan cara menimbang dengan menggunakan

timbangan analitik dengan kapasitas 5 kg. Sawi putih dicuci bersih sebelum

ditimbang setelah panen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam (ANOVA) 5%

menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk urea (N) dan waktu pemberian

pupuk (W) pada pengamatan ke 7 HST ke14, dan 21 HST (Hari Setelah Tanam)

tidak memberikan pengaruh interaksi yang nyata pada peubah tinggi tanaman. Namun

pengaruh pemberian N pada umur 14 dan 21 HST memberikan pengaruh yang nyata

dimana perlakuan pemberian N dengan konsentrasi 30 g/tanaman (N2) dan 45

g/tanaman (N3) adalah yang terbaik. Pada pengamatan ke 28 dan 35 dan HST (hari

setelah tanam) menunjukkan interaksi yang nyata pada peubah tinggi tanaman,

Perlakuan yang terbaik terdapat pada kombinasi perlakuan N2W2 ( N 30 g/l dan

pemberian pupuk pada (W1) 2 MST) dan (N2W3) pemberian pupuk N 30 g/ltd an

pemberian pupuk pada (W2) 3 MST adalah yang terbaik dan berbeda nyata.

Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5% untuk mengetahui pengaruh perlakuan

pupuk urea (N) dan perlakuan waktu pemberian pupuk (W) untuk peubah tinggi

tanaman pada umur 7 HST, 14 dan 21 HST dan 28 HST disajikan pada Tabel 1 dan

Tabel 2.

Tabel 1. Rerata tinggi tanaman sawi putih pada perlakuan pemberian pupuk anorganik

Nitrogen (Urea) dan waktu pemberian pupuk anorganik Nitrogen (Urea )pada umur 7 , 14

dan 21 hst

Page 40: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /40

Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf yang tidak sama

berbeda nyata pada uji BNT 5 %. HST = hari setelah tanam

Tinggi tanaman pada pengamatan

ke 28 HST dan ke 35 HST terdapat perbedaan yang nyata pada perlakuan N

2W3 dengan rata-rata 75,21 cm pada umur 28 HST dan . Perlakuan

N 2W3 menunjukkan hasil yang terbaik dibanding perlakuan lainnya rata-rata tinggi

tanaman 89,91 cm pada pengamatan ke 35 HSTT (Tabel 2).

Perlakuan N2W3 menunjukkan hasil yang terbaik dibanding perlakuan lainnya .

Tabel 1 menunjukkan bahwa pengamatan ke 7 HST, 14 HST dan 21 HST

menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada perlakuan waktu pemberian N.

Tabel 2 : Rerata tinggi tanaman sawi putih pada perlakuan pemberian pupuk anorganik

Nitrogen (Urea) dan waktu pemberian pupuk anorganik N (Urea )pada umur 28

dan 35 HST

Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf yang tidak sama

berbeda nyata pada uji BNT 5 %. HST = hari setelah tanam

Jumlah Daun

Hasil analisis ragam (ANOVA) 5% menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi

yang nyata pada perlakuan pemberian pupuk urea (N) dan waktu pemberian pupuk (W)

pada pengamatan ke 14, 28 sampai ke 35 HST pada peubah jumlah daun . Namun pada

pengamatan ke 21 menunjukkan interaksi yang nyata

Pad tabel 3. menunjukkan pelakuan kombinasi N2W2 merupakan kombinasi yang

paling baik untuk peubah jumlah daun dimana didapatkan rerata jumlah daun sebesar 9..32..

.

PERLA

KUAN 7 HST 14 HST 21 HST

N0 23.97 a 36.06 a 45.10 a

N1 25.12 a 35.04 a 45.92 a

N2 24.50 b 39.606 b 51.12 b

N3 25.23 b 40.79 b 51.02 b

W0 24.02 a 31.37 a 46.39 a

W1 25.12 a 33.09 a 48.61 a

W2 25.90 a 34.12 a 48.27 a

W3 26.88 a 35.45 a 49.54 a

NO PERLA

KUAN 28 HST 35 HST

1 N0W0 69.21 a 73.04 A

2 N0W1 60.32 a 73.55 A

3 N0W2 66.53 a 74.29 A

4 N0W3 61.55 a 76.72 A

5 N1W0 64.34 a 79.14 A

6 N1W1 66.09 a 81.14 A

7 N1W2 65.74 a 81.48 A

8 N1W3 66.43 a 82.38 A

9 N2W0 68.32 a 83.31 a

10 N2W1 67.36 a 74.19 a

11 N2W2 75.21 ab 87.32 ab

12 N2W3 78.67 b 89.91 b

13 N3W0 61.43 a 75.47 a

14 N3W1 61.35 a 75.26 a

15 N3W2 61.39 a 75.98 A

16 N3W3 62.27 a 76.83 a

Page 41: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /41

Tabel 3. Rerata jumlah daun tanaman sawi putih pada perlakuan pemberian pupuk N

(urea) dan waktu pemberian pupuk N (Urea) pada umur 21 hst

NO PERLAKUAN 21 HST

1 N0W0 6.32 a

2 N0W1 7.08 a

3 N0W2 7.67 a

4 N0W3 7.45 a

5 N1W0 7.56 a

6 N1W1 7.81 a

7 N1W2 7.90 a

8 N1W3 7.21 a

9 N2W0 7.32 a

10 N2W1 8.50 ab

11 N2W2 9.32 b

12 N2W3 8.30 ab

13 N3W0 7.16b a

14 N3W1 8.78 ab

15 N3W2 8.24 ab

16 N3W3 8,56 ab

Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf yang tidak sama

berbeda nyata pada uji BNT 5 %. HST = hari setelah tanam

Berdasarkan analisis ragam

pengamatan jumlah daun pada pengamatan ke 14 HST, 28 HST, 35 HST dan 42 HST

menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata pada perlakuan pemberian

konsentrasi pupuk dan waktu pemberian pupuk N (Urea) .

Pada table 4 ditunjukkan bahwa jumlah daun pada pengamatan pada saat

panen diperoleh bahwa pemberian pupuk anorganik Nitrogen (urea) a

berbeda nyata pada pemberian konsentrasi 30 g/lt (N 2 (table 4) dan didapatkan jumlah

daun tertinggi yaitu 2.56 helai. Sedangkan waktu pemberian pupuk anorganik

Nitrogen (urea) yang terbaik adalah pada 2 MST.

Tabel 4.: Rerata jumlah daun tanaman sawi putih pada perlakuan pemberian pupuk Anorganik Nitrogen (Urea) dan waktu pemberian pupuk Organik Nitrogen (Urea) pada

umur 7 HST, 1 HST, 28 HST dan 35 HST

PERLAKUAN

14 HST

28 HST

35 HST

42 HST

N0 4.32 a 9.13 a 10.23 a 20.34 a

N1 5.303 b 9.08 a 12.67 a 20.21 a

N2 7.77 b 9.21 b 12.21 a 24.56 b

N3 5.22 b 8.22 a 13.53 ab 21.87 a

W0 7.73 a 9.56 a 12.57 a 21.32 a

W1 7.93 a 12.07 b 12.37 a 2340 ab

W2 8.67 a 10.33 a 13.90 b 24.56 b

W3 7.46 a 11.53 b 12.17 a 23.30 ab

Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf yang tidak sama berbeda nyata pada uji BNT 5 %.

HST = hari setelah tanam

Page 42: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /42

Dari hasil analisis statistic didapatkan hasil bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata

antara perlakuan pemberian pupuk Anorganik Nitrogen (Urea) dan waktu

pemberian pupuk Organik Nitrogen (Urea) pada umur 14 HST, 28 HST, 35

HST dan 42 HST.

Pada tabel 4 ditunjukkan bahwa pada pengamatan ke 14 HST, 28dan 35

terdapat hasil yang berbeda nyata pada perlakuan pemberian pupuk anorganik

Nitrogen (urea) dengan konsentrasi 30 g/l (N2) dibandingkan dengan perlakuan yang

lain yaitu pada N0 dan N1 , dan pada perlakuan N3. Pada perlakuan konsentrasi

pemberian N (Urea) ( N2) rerata jumlah daun sebesar 9,21 pada pengamatan ke 28

HST, dan 24.56 pada pengamatan ke 42 HST lebih tinggi dibandingkan dengan

perlakuan yang lainnya. Demikian juga pada perlakuan waktu pemberian pupuk N

(Urea). Pada perlakuan waktu pemberian pupuk anorganik Nitrogen (Urea) diperoleh

hasil bahwa perlakuan W2 (pemberian pupuk anorganik Nitrogen pada minggu ke

2 ) berbeda nyata dibandingkan perlakuan yang lainnya.

Pada perlakuan W 2 diperoleh jumlah daun terbanyak pada pengamatan ke

42 HST yaitu sebesar 24.56 . Pada perlakuam W1 tidak berbeda nyata dengan

perlakuan W 0 artinya bahwa waktu pemberian pada minggu ke 1 sama hasilnya

dengan perlakuan pemberian pupuk anorganik Nitrogen (Urea) pada minggu ke

3. Namun kedua perlakuan tersebut mendapatkan jumlah daun yang lebih

rendah dibandinagn dengan perlakuan W2

(Tabel 4).

Luas Daun

Hasil analisis ragam (ANOVA) 5% menunjukkan bahwa perlakuan pemberian

pupuk anorganik Nitrogen (Urea) dan waktu pemberian pupuk (W) pada

pengamatan ke 42 HST memberikan pengaruh interaksi yang nyata pada peubah

luas daun. Pada pengamatan ke 42 HST

perlakuan N 3W2 dengan rerata 220,25 cm² menunjukkan hasil yang terbaik dibanding

perlakuan lainnya (Tabel 5). Tabel 5. Rerata Luas Daun Pengaruh

Pemberian Pupuk anorganik Nitrogen (Urea) Dan Waktu

Pemberian pupuk anorganik Nitrogen (urea) pada 42 (HST)

N

O

PERLAKUA

N 42 HST

NOTAS

I

1 N0W0 103.32 a

2 N0W1 111.23 a

3 N0W2 121.32 a

4 N0W3 126.21 a

5 N1W0 125.27 a

6 N1W1 133.98 ab

7 N1W2 141.53 b

8 N1W3 146.06 b

9 N2W0 132.29 ab

10 N2W1 140.72 b

11 N2W2 151.94 bc

12 N2W3 220.25 d

13 N3W0 196.30 cd

14 N3W1 201.31 cd

15 N3W2 170.34 c

16 N3W3 177.30 cd

Keterangan: Angka-angka yang

didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 %. HST =

hari setelah tanam

Hasil analisis ragam (ANOVA) 5% menunjukkan bahwa perlakuan pemberian

pupuk urea (N) dan waktu pemberian pupuk N ( urea) tidak memberikan

pengaruh interaksi yang nyata pada peubah luas daun pada pemnagamatan ke 7 HST,

Page 43: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /43

14 HST, 21 HST, 28 HST dan 35 HST demikian juga pada masing-masing

perlakuan baik pada perlakuan pemberian konsentrasi pupuk N (Urea)maupun waktu

pemberian pupuk N (Urea) . Pada table 5 ditunjukkan bahwa

perlakuan N2W3 berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya

dan menunjukkan hasil luas daun yang

terbaik dibanding perlakuan lainnya yaitu sebesar 220.25 .

Tabel 6. Rerata Berat Segar Tanaman sawi

putih Pengaruh Pemberian Pupuk anorganikitrogen N (Urea) Dan

Waktu Pemberian Terhadap Berat Segar Tanaman Sawi Putih

(g) panen

NO PERLA

KUAN RERATA NOTASI

1 N0W0 530 a

2 N0W1 581 a

3 N0W2 672 a

4 N0W3 680 a

5 N1W0 632 a

6 N1W1 671 a

7 N1W2 681 a

8 N1W3 656 a

9 N2W0 690 a

10 N2W1 702 ab

11 N2W2 865 ab

12 N2W3 1089 b

13 N3W0 821 ab

14 N3W1 706 ab

15 N3W2 720 ab

16 N3W3 885 B

Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf yang sama tidak

berbeda nyata pada uji BNT 5 %. HST = hari setelah tanam

Berat kering tanaman

Pada table 7 tersebut ditunjukkan bahwa Berat segar tanaman pada pengamatan

panen pada perlakuan N2W3 berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada

perlakuan N 2W3 menunjukkan hasil yang terbaik dibanding perlakuan lainnya..

Tabel 7. Rerata Pengaruh Pemberian

Pupuk anorganik Nitrogen (Urea) Dan Waktu Pemberian Terhadap

berat segar Tanaman Sawi Putih (panen)

N

O

PERLAKUA

N

RERAT

A

NOTAS

I

1 N0W0 402.32 a

2 N0W1 419.27 a

3 N0W2 433.25 a

4 N0W3 470.40 a

5 N1W0 393.60 a

6 N1W1 395.74 a

7 N1W2 395.20 a

8 N1W3 650.79 b

9 N2W0 668.54 b

10 N2W1 673.19 b

11 N2W2 873.91 bc

12 N2W3 980.85 d

13 N3W0 856.52 bc

14 N3W1 883.72 bc

15 N3W2 784.90 b

16 N3W3 900.76 cd

Keterangan: Angka-angka yang didampingi huruf yang sama tidak

berbeda nyata pada uji BNT 5 %. HST = hari setelah tanam

Pada table 7 didapatkan hasil bahwa Rerata nilai terendah berat segar tanaman

pada pemberian pupuk N (urea) dengan konsentrasi 0 g/L dan waktu pemberian 0

MST sebesar 40.23 g sedangkan tertinggi

Page 44: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /44

pada perlakuan pupuk urea 30 g pada 3 MST ((N2W3) sebesar 980.85 gr

PEMBAHASAN

Hasil analisis ragam (ANOVA) 5%

menunjukkan bahwa pengaruh pemberian N (Urea) pada umur 7 HST 14 HST dan 21 HST

memberikan pengaruh yang tidak nyata dimana pada perlakuan pemberian N dengan

konsentrasi 30 g/tanaman (N2) dan 45 g/tanaman (N3) adalah yang terbaik

Perlakuan yang terbaik terdapat pada perlakuan N2 tetapi tidak berbeda nyata

dengan perlakuan N3 Pada perlakuan pemberian pupuk N

(urea) tidak memberikan perbedaan yang nyata, hal ini menunjukkan bahwa pemberian

konsentrasi 30 g/l merupakan konsentrasi yang tepat Pada prinsipnya tanaman sawi akan

tumbuh dengan baik jika kebutuhan semua unsurnya terpenuhi hal ini ditandai dengan

tanaman yang tumbuh dengan normal. Jika konsentrasi pupuk yang diberikan tepat maka

kebutuhan N oleh tanaman semakin terpenuhi, nitrogen sangat penting bagi pertumbuhan

tanaman yaitu untuk pembentukan dan pembelahan sel baik dalam daun, batang dan

akar. Fotosintesis meningkat dengan tersedianya unsur hara dan kandungan unsur N

yang tinggi akan membuat C/N menjadi rendah sehingga dapat merangsang

pertumbuhan vegetatif secara normal. Pengamatan ke, 28 dan 35 HST

menunjukkan interaksi yang nyata antar konsentrasi pupuk urea (N) dengan waktu

pemberian pupuk urea (W). Kombinasi perlakuan yang paling baik adalah perlakuan

pemberian konsentrasi 30 g/l dan diberikan pada umur 3 MST. Hal ini diduga karena

pemberian konsentrasi 30 g/l dan diberikan pada saat tanaman berumur 3 minggu setelah

tanaman merupakan konsentrasi dan waktu yang tepat dimana pada saat tersebut tanaman

sedang membutuhkan unsure nitrogen untuk menambah tinggi ukuran tanamannya Hal ini

sesuai dengan pendapat Fahrudin F (2009)

menyatakan semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka kebutuhan N oleh tanaman

semakin terpenuhi. Nitrogen sangat penting bagi pertumbuhan tanaman yaitu untuk

pembentukan dan pembelahan sel baik dalam daun, batang dan akar.

Upaya peningkatan efisiensi penggunaan pupuk dapat ditempuh melalui prinsip tepat

jenis, tepat dosis, tepat cara, tepat waktu aplikasi, dan berimbang sesuai kebutuhan

tanaman (Sutojo Mul Mulyani, 2002). Analisis ragam menunjukkan bahwa

pada peubah jumlah daun terdapat interaksi yang nyata perlakuan pemberian pupuk N

(urea) pengamatan ke 21 HST . Rerata jumlah daun tertinggi terendah adalah pada perlakuan

pupuk urea 0 g/L( N0W0) yaitu rerata sebesar 16,11 helai daun, sedangkan rerata jumlah

daun tertinggi pada perlakuan 30g/L (N2W2) yaitu 13.32 helai daun. Hal ini diduga bahwa

konsentrasi pupuk N (Urea) dan waktu yang diberikan sudah tepat untuk menyokong

pertumbuhan jumlah daun. Selain itu kondisi di Green House dengan sinar matahari yang

cukup , air yang cukup dan udara yang sejuk turut membantu proses pertumbuhan tanaman.

Hal ini sesuai dengan pendapat Haryanto dkk (1994) dalam Fahrudin (2009) yang

mengemukakan bahwa tanaman sawi memerlukan udara yang sejuk, maka tanaman

sawi akan lebih cepat berkembang jika ditanam pada daerah yang kelembabannya

tinggi, tetapi tanaman sawi juga tidak menyukai air yang menggenang, sehingga

tanaman sawi cocok ditanam pada akhir musim penghujan.

Urea berpengaruh meningkatkan jumlah daun. Hal ini menunjukkan bahwa dengan

tinggi tanaman yang hampir sama terdapat jumlah daun yang berbeda karena terdapat

perbedaan ruas pada batang sawi putih. Ruas yang pendek memungkinkan jumlah daun

yang lebih banyak. Jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan N3 (pupuk urea 30

g/L).

Page 45: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /45

Daun memiliki klorofil yang berperan dalam melakukan fotosintesis. Semakin

banyak jumlah daun, maka tempat untuk melakukan proses fotosisntesis lebih banyak

sehingga hasilnya lebih banyak. Hal ini juga dipengaruhi tersedianya unsur yang ada dalam

tanah. Nitrogen adalah unsur makro primer

yang merupakan komponen utama berbagai senyawa dalam tubuh tanaman. Tanaman yang

tumbuh harus mengandung N dalam membentuk sel-sel baru. Fotosintesis

menghasilkan karbohidrat, O2, dan H2O; namun proses tersebut tidak dapat berlangsung

untuk menghasilkan protein dan asam nukleat bilamana N tidak tersedia. Nitrogen yang

tersedia bagi tanaman dapat mempengaruhi pembentukan protein, dan disamping itu juga

merupakan bagian integral dari khlorofil (Nyakpa et al., 1988). Dengan adanya

pemupukan, yaitu semakin meningkatnya dosis urea pada perlakuan N2 dan N3 juga

semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Howard dan Tiller (1989)

yang menyatakan bahwa takaran nitrogen tinggi nyata meningkatkan hasil biji jagung.

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara peubah

penelitian dengan berbagai kondisi yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman sawi .

Jumlah daun tanaman sawi berhubungan atau dipengaruhi dengan tinggi tanaman sawi. Hal

ini karena daun merupakan organ yang terletak pada buku batang sawi . Semakin

tinggi tanaman maka jumlah daun yang terbentuk juga semakin banyak.

Data analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pupuk urea

terhadap sawi putih berpengaruh nyata terhadap luas daun sawi putih pada

pengamatan ke- 42 HST. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi pemberian pupuk sesuai

dengan kebutuhan tanaman, sehingga dapat mempengaruhi luas daun sawi putih.

Luas daun tersebut berperan dalam meningkatkan proses fotosintesis tanaman.

Semakin luas daun pada sawi dan semakin banyak jumlah klorofil maka fotosisntesis

akan berjalan lancar dengan adanya cahaya matahari yang mendukung. Kualitas hidup

tanaman juga sangat bergantung dari ketercukupan hara dari lingkungannya, selain

ditentukan oleh kemampuan tanaman dalam menyerap, perolehan hara juga tergantung dari

tingkat ketersediaan hara di tanah. Pemberian urea mampu menambah

unsur hara dalam tanah, sehingga pertumbuhan tanaman meningkat karena

fotosintesis meningkat dengan tersedianya unsur hara. Jumlah dan ukuran luas daun

dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Urea mampu meningkatkan ketersediaan hara

N tanah disekitarnya. Daun merupakan organ penting tanaman yang berperan dalam proses

fotosintesis karena terdapat klorofil. Luas daun dan jumlah klorofil yang tinggi akan

menyebabkan proses fotosintesis berjalan dengan baik. Semakin besar luas daun

tanaman maka penerimaan cahaya matahari akan juga lebih besar. Cahaya merupakan

sumber energi yang digunakan untuk melakukan pembentukan fotosintat. Luas daun

yang tinggi, maka cahaya akan dapat lebih mudah diterima oleh daun dengan baik

(Fahrudin, 2009) Hasil analisis ragam (ANOVA) 5%

menunjukkan bahwa perlakuan pupuk urea (N) dan waktu pemberian pupuk (W) pada

pengamatan ke-42 HST memberikan pengaruh interaksi yang nyata pada peubah

berat segar tanaman. Pengaruh perlakuan pupuk urea (N)

pada saat panen memberikan pengaruh nyata pada peubah berat segar tanaman, demikian

juga perlakuan waktu pemberian pupuk (W) juga memberikan pengaruh nyata. Anova

tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%

untuk mengetahui pengaruh perlakuan pupuk urea (N) dan perlakuan waktu pemberian

pupuk (W) untuk peubah berat segar tanaman pada umur 42 HST disajikan pada Tabel 8.

Page 46: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /46

Perlakuan konsentrasi urea 30 g/L, memberikan berat segar tanaman tertinggi

yaitu 900.76 g. Meningkatnya berat segar tanaman selain tinggi dan jumlah daun, juga

karena luas daun. Luas daun tersebut berperan dalam meningkatkan proses fotosintesis

tanaman. Semakin luas daun sawi putih dan semakin banyak jumlah klorofil maka

fotosintesis akan berjalan lancar dengan adanya cahaya matahari yang mendukung.

Luas daun menunjukkan berbeda nyata, berat segar tanaman ini dipengaruhi oleh keadaan

hara yang tersedia dalam media. Tinggi tanaman dan jumlah daun

berpengaruh pada berat segar tanaman. Semakin besar tinggi tanaman dan semakin

banyak jumlah daun, maka berat segar tanaman akan meningkat.

Berat segar tanaman dapat dipengaruhi oleh besar tinggi tanaman dan

semakin banyak jumlah daun, maka berat kering tanaman akan meningkat. Penelitian ini

menunjukkan bahwa berat segar tanaman meningkat dengan penggunaan pupuk urea.

Meningkatnya berat segar tanaman selain tinggi dan jumlah daun, juga karena luas daun

yang mempengaruhi berat segar tanaman sawi putih. Luas daun tersebut berperan dalam

meningkatkan proses fotosintesis tanaman. Jumlah daun tanaman sawi

dipengaruhi dengan tinggi tanaman sawi. Hal ini karena daun merupakan organ yang

terletak pada buku batang sawi. Diduga semakin tinggi tanaman maka jumlah daun

yang terbentuk juga semakin banyak, selain itu tinggi tanaman. Jumlah daun dan luas daun

diduga berpengaruh terhadap hasil panen yaitu berat segar tanaman dan berat kering tanaman.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Adapun kesimpulan penelitian ini adalah

sebagai berikut : Agar tanaman mempunyai pertumbuhan

dan hasil yang tebaik maka pemberian pupuk anorganik Nitrogen ( urea ) sebesar 30 g/l dan

waktu aplikasi pemberian pupuk anorganik Nitrogen (urea) yang tepat pada 3 MST yaitu

pada perlakuan N 2W3.

2. Saran 1) Pemberian pupuk anorganik harus hati-

hati jangan mengenai daun tanaman karena dapat memberikan efek terbakar

pada daun tanaman sawi. 2) Konsentrasi 30 g/l dan waktu 3 MST

adalah tepat agar budidaya tanaman sawi putih .

3) Perlu adanya penelitian lanjutan terhadap pemberian pupuk urea

terhadap waktu aplikasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Cholil, M. 2008. Pengaruh dosis pupuk bokasi dan urea terhadap pertumbuhan dan

hasil tanaman sawi. Blitar : Skripsi Agronomi Universitas Islam Balitar

Fahrudin F. 2009. Budidaya Caisim (Brassica juncea L.) Menggunakan Ekstrak Teh

Dan Pupuk Kascing. Surakarta. Skripsi Universitas Sebelas Maret.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. PT. Medyatama sarana Perkasa. Jakarta.

Hlm. : 73-76.

Hardjowigeno. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta :

Akademika Presindo. Hal 54 -123

Haryanto, E., T. Suhartini, E. Rahayu, dan

H.H. Sunarjono. 2006. Sawi dan Selada. Jakarta: Penebar Swadaya.

Http://free.vlsm.org/v12/artikel. Brassica juncea (L.) 9 November 2011

Http://zuldesains.wordpress.com. Budidaya Tanaman Sawi.10 November 2011

Jumin Hasan Basri. 2002. Agronomi. Jakarta :

PT Raja Grafindo Persada. Hal 98 – 124

Page 47: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /47

Kasno. A. 2009. Jenis dan Sifat Pupuk Anorganik. Jakarta: Balai Penelitian Tanah

Lingga Pinus & Marsono. 2007. Petunjuk Pengunaan Pupuk. Jakarta Penebar

Swadaya.

Niviza. 2007. Petunjuk Pemupukan Yang

Efektif. Jakarta : PT Agromedia Puataka.

Nyakpa, Y.M., A.A. Lubis, M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar, Go Ban

Hong dan N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Unila, Lampung.

Pradani Aida dan Hariastuti Evi Muftiviani. 2009. Pemanfaatan Fraksi Cair Isolat

Pati Ketela Pohon Sebagai Media Fermentasi Pengganti Air Tajin Pada

Pembuatan Sayur Asin. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.

Prasetyo B. 2009. Pengaruh dosis dan frekuensi pupuk cair terhadap serapan

n dan pertumbuhan sawi (brassica juncea l.) Pada entisol. Malang. Jurnal

Ilmu Tanah Universitas Brawijaya

Prihmantoro Heru. 2005. Memupuk Tanaman

Sayur. Jakarta : Penebar Swadaya.

Rukmana, R. 2002. Bertanam Petsai dan

Sawi. Yogyakarta: Kanisius

Sunarjono, H. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur.

Jakarta: Penebar Swadaya

Sunarjono, H. 2006. Bertanam 30 Jenis Sayur.

Jakarta: Penebar Swadaya

Sanchez, A.P. 1976. Sifat dan Pengelolaan

Tanah Tropika. Jilid I. Diterjemahkan oleh J.T. Jayadinata. Bandung:

Penerbit ITB

Sutejo Mul Mulyani.2002. Pupuk Dan Cara

Pemupukan. Jakarta : Rineka Cita. Hal 14- 169.

Suwandi dan A. Azirin. 1986. Penelitian Pemupukan Berimbang dalam

Meningkatkan Produksi dan Mutu Hasil Hortikultura (Sayuran).

Prosiding lokakarya Efisiensi Penggunaan Pupuk. Cipayung, 6-7

Agustus 1986. PPT, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Departemen Pertanian, pp.

Suyitno Al dan Sudarsono. 2004. Pengaruh

Jenis dan Dosis Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Kangkung

Darat (Ipomoea sp) dan Caisim (Brassica juncea) pada Tanah Pasir

Kawasan Pantai Samas, Bantul. Yogyakarta

Syukur. 2005. Pengaruh Pemberian Bahan Organik Terhadap Sifat-Sifat Tanah

dan Pertumbuhan Caisim di Tanah Pasir Pantai. Karanganyar: Jurnal

Ilmu Tanah Dan Lingkungan

Wijaya K.A. 2008. Nutrisi tanaman. Jakarta :

Prestasi Pustaka. Hal 17-33

Page 48: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /48

Pengaruh Penggunaan Pupuk Petroganik Dan Seed Treatment Fungisida Berbahan Aktif Metalaksil Terhadap Pertumbuhan Vegetatif

Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Oleh : Jeka Widiatmanta

*Dosen Fakultas Pertanian Universitas islam Balitar

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of fertilizer use and determine Made Active Petroganik and fungicides metalaxyl proper plant growth corn (Zea mays L.). research was

conducted in the village Karanganom, District Nglegok, Blitar, with height 90 meters above sea level, in May to July 2012. The study was conducted using a randomized block design (RBD)

Contrast Orthogonal factorial with two factors. The first factor is Petroganik fertilizer dose of 100 grams/plant (P1), 200 grams/plant (P2), 300 grams/plant (P3) and the second factor is the

dose of fungicide Metalaxyl 10 grams/kg seed (M1), 15 grams/kg seed (M2), 20grams/kg seed (M3).

Based on the analysis of diversity and BNT 5% Petroganik fertilizer effect on plant growth (plant height and leaf area). Petroganik 300 grams of fertilizer planting showed the best

growth. Interaction between fertilizer Petroganik with fungicide Metalaxyl on the parameters of

plant height, P3M3 combination gives relatively better results compared with other treatments. Overall Metalaxyl fungicide dose did not significantly affect all plant vegetative growth

parameters corn (Zea mays L.)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) sampai saat ini

masih merupakan komoditi strategis kedua setelah padi karena di beberapa daerah, jagung

masih merupakan bahan makanan pokok kedua setelah beras. Di beberpa daerah di

Indonesia jagung merupakan makanan pokok dan juga sebagai bahan baku untuk pakan

ternak dan bahan baku industri. Dari tahun ketahun kebutuhan akan jagung terus

mengalami peningkatan, memacu para petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Dengan

semakain berkembangnya industri pengolahan pangan dan taraf hidup ekonomi masyarakat,

maka kebutuhan akan jagung juga semakain

menigkat pula. Penyakit adalah salah satu penghabat

keberhasilan petani jagung karena kerugian yang diakibatkan sangat besar. Salah satu

factor pembatas produksi dan kualitas hasil jaganung di Indonesia adalah penyakit, di

samping tingkat kesuburan tanah yang rendah dan kekeringan (R. Neny Iriani et al. 2003).

Penyakit-penyakit tersebut diantaranya adalah penyakit bulai (donwny mildew), penyakit

bercak daun ( Leaf bligh), penyakit karat daun (Rust), penyakit tongkol bengkak (corn

smut/boil smut), penyakit busuk biji dan busuk tongkol tahun.

Pengendalian yang selama ini dilakukan masih mengalami berbagai

Page 49: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /49

kesulitan terutama mengenai teknologi yang digunakan. Dengan teknik pengendalian yang

benar dan tepat, makan penurunann produksi jagung akibat penyakit bulai tersebut dapat

dikendalikan. Pengendalian yang efektif untuk menekan penyakit tanaman jagung pada saat

ini masih menggunakan fungisida. Hal ini mengakibatkan kecenderungan petani

menggunakan fungisida semakin meningkat. Cara pengendalian penyakit bulai pada

tanaman jagung, dilakukan dengan cara mencampur fungisida sistemik pada biji

jagung (seed treatment). Fungisida sistemik dengah bahan aktif

Metalaksil diharapkan dapat menekan intensitas serangan penyakit bulai pada

khususnya dan penyakit-penyakit lainya pada tanaman jagung. Pengujian tersebut dilakukan

untuk mengetahui level dosis efektif yang dapat mengendalikan penyakit bulai.

1.2 Perumusan Masalah

Kebutuhan jagung di Indonesia saat ini semakain meningkat, namun saat ini budidaya

tanaman jagung mengalami kendala dengan mewabahnya penyakit bulai (donwny mildew)

Untuk itu perlu adanya upaya untuk melalakukan antisipasi atau pengendalian

yang efektif. 1. Bagaimanakah penggaruh interaksi

penggunaan kombinasi pupuk Petroganik dengan Metalaksil terhadap tingkat

serangan penyakit Bulai dan pertumbuhan vegetatif tanaman jagung hibrida.

2. Bagaimanakah pengaruh pupuk petroganik terhadap pertumbuhan

vegetatif tanaman jagung hibrida. 3. Bagaimanakah penggaruh fungisida

berbahan aktif Metalaksil terhadap tingkat serangan penyakit Bulai pada tanaman

jagung hibrida.

1.3 Tujuan Tujuan dari pada penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk Petroganik dan fungisida berbahan

aktif Metalaksil terhadap serangan Bulai (donwny mildew) dan terhadap

pertumbuhan vegetatif tanaman jagung hibrida.

2. Untuk mengetahui pengaruh pupuk Petroganik terhadap pertubuhan vegetatif

tanaman jagung hibrida. 3. Untuk mengetahui pengaruh seed

treatment Metalaksil terhadap pengendalian penyakit bulai.

1.3 Hipotesis

1. Diduga ada interaksi antara pemberianpupuk Petroganik dan fungisida

Metalaksil terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman jagung hibrida.

2. Diduga dosis pupuk Petroganik tertentu memberikan pertubuhan vegetatif

tanaman jagung yang baik dan seragam. 3. Diduga dosis fungisida berbahan aktif

Metalaksil mampu mengendalikan serangan penyakit bulai (Downy mildew)

pada tanaman jagung hibrida.

BAB III METODOLOGI

3.1 Tempat dan waktu Penelitian ini dilakukan di desa

Karanganom, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar dengan ketinggian tempat 90 m dpl.

Pelaksanaan sekripsi pada bulan Mei sampai Juli 2012.

1.2 Alat dan Bahan

1.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah timbangan analitik, meteran, tali rapia, cangkul, ajir, sabit, sarung

tangan dan alat tulis.

1.2.2 Bahan Sedangkan bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung varietas Hibrida, fungisida sistemik

berbahan aktif metalaksil 35% (Redomil 35 SD) dan pupuk Petroganik dan air.

Page 50: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /50

1.3 Metode Penelitian Metode penelitian ini merupakan

percobaan Faktorial yang di susun dalam Rancangan Acak Kelompok ( RAK ) yang

terdiri dari dua faktor dan di ulang tiga kali adapun faktor kedua tersebut adalah :

Faktor I : Dosis pupuk Petroganik yang terdiri dari empat taraf yaitu :

P0 : Tanpa pupuk Petroganik. P1 : Dosis pupuk Petroganik 100 gr

per tanaman. P2 : Dosis pupuk Petroganik 200 gr per

tanaman. P3 : Dosis pupuk Petroganik 300 gr per

tanaman. Faktor II : Dosis fungisida Metalaksil yang

terdiri dari empat taraf yaitu : Mo : Dosis fungisida Metalaksil 5 gr

per 1 kg benih M1 : Dosis fungisida Metalaksil 10 gr

per 1 kg benih M2 : Dosis fungisida Metalaksil 15 gr

per 1 kg benih M3 : Dosis fungisida Metalaksil 20 gr

per 1 kg benih Dengan demikian akan di peroleh 14

kombinasi yaitu : P0 M0 I ; P0 M1 II ; P0 M2 III

P1 M0 I ; P1 M1 II ; P1 M2 III P2 M0 I ; P2 M1 II ; P2 M2 III

P3 M0 I ; P3 M1 II ; P3 M2 III Kombinasi antara perlakuan di atas sebanyak

tiga kali sehingga di peroleh 48 petak perlakuan. Penempatan 12 kombinasi

perlakuan pada masing-masing ulangan di lakukan secara acak.

1.4 Pelaksanaan Penelitian

1.4.1 Tahap Persiapan a. Benih

Benih jagung yang dipersiapkan yaitu jagung varietas Hibrida.

b. Pengolahan tanah

Tanah diolah/dibajak dengan kedalaman 30 cm. Sebelum dilakukan

pemgemburan lahan, gulma terlebih dahulu dibersihkan dengan cara disemprot herbisida

Gramogson 1 minggu sebelumnya.

1.4.2 Tahap Pelaksanaan 1.4.2.1 Cara Aplikasi

Sebelum ditanam benih jagung dicampur dengan fungisida berbahan aktif

metalaksil 35%, sesuai perlakuan sedangkan tanaman kontrol tanpa perlakuan fungisida.

Setelah didiamkan selama satu malam sesuai perlakua.

1.4.2.2 Penanaman dan pemeliharaan

Benih jagung ditanam dengan cara di tugal sedalam 5 cm, 1 biji perlubang tanam

dengan jarak tanam 70 x 20 cm, kemudian diuruk pupuk petroganik sesuai perlakuan dan

ditutup tanah. Pemeliharaan dilakukan dengan pengairan sesuai kebutuhan dan pemberiaan

pupuk sesuai kebiasaan petani setempat.

1.5 Parameter Pengamatan Pengamatan dilakukan sampai tanaman

jagung berumur 35 hari, yaitu dimulai pada saat tanaman berumur 15 hst sampai 35 hst

dengan interval 5 hari. Pengamatan tersebut meliputi:

1. Tinggi tanaman di ukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh

2. Jumlah daun di hitung dari jumlah daun yang telah membuka sempurna dan masih

hijau dari pangkal batang. 3. Luas daun (cm) dengan menggunakan

metode factor koreksi dengan rumus: LD = P x L x FK ( Dimana LD : Luas

Daun, P : Panjang daun maksimum, L : Lebar Daun maksimum, FK : 0,67

(Maftuchan dan Idiyah, 1994) 4. Prosentase tingkat serangan penyakit

bulai

1.6 Analisa Data Data yang di peroleh dianalisis

keragamannya dengan uji F, untuk mengetahui

Page 51: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /51

perbedaan diantara perlakuan digunakan uji BNT 5%.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Tinggi Tanaman

Secara terpisah perlakuan dosis pupuk Petroganik memberikan pengaruh yang nyata

terhadap tinggi tanaman pada umur 20 hari setelah tanam dan berpengaruh sangat nyata

pada umur 30 hari setelah tanam. Sedangkan fungisida Metalaksil tidak menunjukan

pengaruh yang nyata. Hasil uji rata-rata tinggi tanaman dari berbagai umur pengamatan

menyangkut perlakuan pupuk Petroganik dan fungisida Metalaksil yang diberikan secara

terpisah disajikan pada Tabel 3:

Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman ( cm ) pada berbagai umur pengamatan

Perlakuan

Rata-rata Tinggi Tanaman (cm)

15 hst 20 hst 25 hst 30 hst 35 hst

P0 26.79 a 31.42 a 42.33 a 53.21 a 129.50 a

P1 26.92 a 31.79 a 42.54 a 53.58 b 130.25 a

P2 27.13 a 32.21 b 42.71 a 53.75 bc 130.92 a

P3 27.17 a 32.25 b 43.96 a 53.67 c 131.71 a

BNT 5% tn n tn n tn

M0 26.63 a 31.67 a 42.54 a 53.42 a 129.58 a

M1 27.08 a 31.79 a 43.38 a 53.58 a 130.46 a

M2 27.21 a 32.04 a 42.54 a 53.58 a 131.21 a

M3 27.08 a 32.17 a 43.08 a 53.63 a 131.13 a

BNT 5% tn tn tn tn tn

Keterangan : angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%. tn = tidak nyata, n = nyata

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa tidak

terjadi interaksi yang nyata antara dosis pupuk Petroganik dengan fungisida Metalaksil

terhadap tinggi tanaman pada umur 15 hari setelah tanam sampai umur 30 hari setelah

tanam. Namun terjadi interaksi yang nyata pupuk Petroganik dan fungisida Metalaksi

terhadap tinggi tanaman pada umur 35 hari

setelah tanam (lampiran 15). Hasil uji rata-rata tinggi tanaman pada berbagai umur

pengamatan menyangkut interaksi pupuk Petroganik dengan fungisida Metalaksil dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata tinggi tanaman (cm) pada berbagai umur pengamatan

Perlakuan

Rata-rata Tinggi Tanaman (cm)

15 hst 20 hst 25 hst 30 hst 35 hst

P0M0 26.67 a 31.17 a 42.83 a 53 a 129.33 a

P0M1 26.83 a 31.33 a 42.5 a 53.33 a 130 a

P0M2 26.67 a 31.67 a 42.33 a 53.17 a 129.33 a

Page 52: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /52

P0M3 27 a 31.5 a 41.67 a 53.33 a 129.33 a

P1M0 26.5 a 31 a 41.67 a 53.33 a 129 a

P1M1 26.67 a 31.67 a 42.5 a 53.5 a 129.17 a

P1M2 27.33 a 32 a 42.67 a 53.83 a 131.5 b

P1M3 27.17 a 32.5 a 43.33 a 53.67 a 131.33 b

P2M0 27 a 32.17 a 42.83 a 53.83 a 130.33 a

P2M1 27.5 a 32 a 42.83 a 53.83 a 130.33 a

P2M2 27.17 a 32.33 a 42.17 a 53.5 a 131.33 b

P2M3 26.83 a 32.33 a 43 a 53.83 a 131.67 b

P3M0 26.33 a 32.33 a 42.83 a 53.5 a 129.67 a

P3M1 27.33 a 32.17 a 45.67 a 53.67 a 132.33 c

P3M2 27.67 a 32.17 a 43 a 53.83 a 132.67 c

P3M3 27.33 a 32.33 a 44.33 a 53.67 a 132.17 c

BNT 5% tn tn tn tn n

Keterangan : angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%. tn = tidak nyata, n =

nyata

Tabel 4 menunjukan bahwa perberian

perlakuan berbeda nyata dengan kontrol hanya pada umur 35 hari setelah tanam. Sedangkan

pada tabel 4 menunjukan pemberian pupuk Petroganik 300 gram pertanaman

menghasilkan rata-rata tinggi tanaman relatif lebih tinggi pada berbagai umur pengamatan

meskipun berbeda nyata hanya pada umur 20 hari setelah tanam dan pada umur 30 hari

setelah tanam. Dari hasil pengamatan terlihat perlakuan P3 menunjukkan tinggi tanaman

yang relative lebih baik dan menunjukkan beda nyata terhadap tinnggi tanaman.

Sedangkan fungisida Metalaksil tidak berbada

nyata terhadap tinggi tanaman.

4.1.2. Jumlah Daun

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa tidak terjadi perbedaan yang nyata antara

pemberian dosis pupuk Petroganik dan fungisida Metalaksil terhadap jumlah daun

pada berbagai umur pengamatan (lampiran 18, 21, 24 27 dan 30). Hasil uji rata-rata jumlah

daun akibat pengaruh pupuk Petroganik dan fungisida Metalaksil disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata jumlah daun tanaman pada berbagai umur pengamatan

Perlakuan

Rata-rata Jumlah Daun

15 hst 20 hst 25 hst 30 hst 35 hst

P0 7.00 a 8.83 a 11.25 a 13.33 a 15.25 a

P1 7.08 a 8.75 a 11.42 a 13.67 a 15.25 a

P2 7.25 a 9.08 a 11.08 a 13.42 a 15.25 a

P3 7.33 a 9.08 a 11.58 a 13.50 a 14.42 a

BNT 5% tn tn tn tn tn

M0 7.00 a 8.83 a 11.17 a 13.17 a 15.00 a

Page 53: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /53

M1 7.17 a 8.83 a 11.08 a 13.33 a 15.00 a

M2 7.17 a 8.92 a 11.58 b 13.42 a 14.50 a

M3 7.33 a 9.17 b 11.50 b 14.00 a 15.67 a

BNT 5% tn tn tn tn tn

Keterangan : angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%. tn = tidak nyata, n = nyata

Dari hasil analisis ragam menujukkan

bahwa tidak terjadi interaksi yang nyata antara pupuk Petroganik dengan fungisida

Metalaksil terhadap jumlah daun pada berbagai pengamatan (lampiran 18,21,24 27

dan 30). Kombinasi P1M3 dan P3M3

menunjukkan nilai rata-rata tertinggi, namun

tidakt terlihat berbeda nyata dengan perlakuan yang berbeda. Rata-rata jumlah daun tanaman

pada berbagai umur pengamata disajikan pada tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata jumlah daun tanaman pada berbagai umur pengamatan

Perlakuan

Rata-rata Jumlah Daun

15 hst 20 hst 25 hst 30 hst 35 hst

P0M0 7 a 8.67 a 11 a 13 a 15 a

P0M1 7 a 8.67 a 11 a 13 a 15 a

P0M2 7 a 9 a 11.33 a 13.33 a 15.33 a

P0M3 7 a 9 a 11.67 a 14 a 15.67 a

P1M0 7 a 8.67 a 11 a 13 a 15 a

P1M1 7 a 8.67 a 11.33 a 13.67 a 15 a

P1M2 7 a 8.67 a 11.67 a 13.67 a 15.33 a

P1M3 7.33 a 9 a 11.67 a 14.33 a 15.67 a

P2M0 7 a 9 a 11 a 13.33 a 15 a

P2M1 7.33 a 9 a 11 a 13.67 a 15 a

P2M2 7.33 a 9 a 11.33 a 13.33 a 15.33 a

P2M3 7.33 a 9.33 a 11 a 13.33 a 15.67 a

P3M0 7 a 9 a 11.67 a 13.33 a 15 a

P3M1 7.33 a 9 a 11 a 13 a 15 a

P3M2 7.33 a 9 a 12 a 13.33 a 12 a

P3M3 7.67 a 9.33 a 11.67 a 14.33 a 15.67 a

BNT 5% tn tn tn tn tn

Keterangan : angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%. tn = tidak nyata, n = nyata

Page 54: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /54

4.1.3. Luas Daun Tabel 7. Rata-rata luas daun pada berbagai umur pengamatan

Perlakuan

Rata-rata luas daun (cm)

15 hst 20 hst 25 hst 30 hst 35 hst

P0M0 9.62 43.49 122.83 207.70 339.60

P0M1 11.40 45.72 128.42 221.07 328.55

P0M2 12.34 134.00 134.00 214.37 328.75

P0M3 11.56 44.67 145.17 227.73 366.27

P1M0 11.56 47.95 145.17 227.37 335.89

P1M1 10.95 48.02 150.75 240.73 330.50

P1M2 13.45 49.13 150.75 226.08 330.50

P1M3 10.73 50.19 145.17 227.77 328.35

P2M0 12.80 50.25 150.75 220.67 335.89

P2M1 11.95 47.95 139.58 230.98 366.27

P2M2 13.31 51.37 161.92 242.83 355.55

P2M3 13.79 50.80 145.17 236.53 373.41

P3M0 12.59 53.47 139.58 243.23 346.41

P3M1 13.00 46.90 161.92 240.33 346.41

P3M2 14.39 50.80 150.75 240.87 375.20

P3M3 15.39 58.07 150.75 262.50 382.35

BNT 5% tn tn tn tn tn

Keterangan : angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%. tn = tidak nyata, n =

nyata

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi yang nyata antara dosis

pupuk Petroganik dengan fungisida Metalaksil terhadap luas daun pada semua umur

pengamatan (lampiran 33, 36, 39, 42 dan 45). Dari kombinasi pupuk Ptroganik dengan

fungisida Metalaksil pada Tabel 7 : terlihat, P3M3 menunjukkan rata-rata luas daun yang

relative lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi yang lain.

Secara terpisah pemberian pupuk Petroganik berpengaruh nyata terhadap luas

daun pada umur 15 hari setelah tanaman sampai pengamatan umur 35 hari setelah

tanam. Sedangkan pemberian pemberian sfungisida Metalaksil tidak berpengaruh nyata

terhadap luas daun (lampiran 33, 36, 39, 42 dan 45).

Tabel 8. Rata-rata luas daun pada berbagai umur pengamatan

Perlakuan

Rata-rata luas daun (cm)

15 hst 20 hst 25 hst 30 hst 35 hst

P0 11.10 a 11.64 a 44.64 a 139.58 a 340.79 b

Page 55: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /55

P1 11.68 b 11.82 b 48.82 b 143.77b 332.66 a

P2 12.96 ab 13.37 ab 50.76 c 149.35 b 360.46 ab

P3 13.84 c 12.74 b 51.78 c 146.56 ab 362.59 c

BNT 5% N n n n n

M0 11.64 a 47.15 a 132.60 a 224.74a a 342.1 3 a

M1 11.82 a 48.26 a 146.56 a 233.28 a 342.93 a

M2 13.37 a 48.99 a 149.35 a 231.04 a 346.96 ba

M3 12.74 a 51.60 a 150.75 a 238.63 ba 364.48 a

BNT 5% tn tn tn tn tn

Keterangan : angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%. tn = tidak nyata, n =

nyata

4.1.4. Serangan Penyakit Bulai (downy

mildew L.)

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi yang nyata antara

dosis pupuk Petroganik dengan fungisida Metalaksil terhadap serangan penyakit bulai

(downy mildew L.) pada semua umur pengamatan lampiran 48, 52, 55, 58 dan 61.

Perlakuan P3M3 menunjukkan prosentase

serangan penyakit bulai yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan pemberian

pelakuan yng lainnya. Ini dapat dilihat dari hasil rata-rata prosentase serangan penyakit

bulai pada berbagai umur pengamatan pada Tabel 9:

Tabel 9. Rata-rata prosentase tingkat serangan penyakit Bulai (%)

Perlakuan

Rata-rata Serangan Penyakit Bulai (%)

15 hst 20 hst 25 hst 30 hst 35 hst

P0M0 1 1 3 3 1

P0M1 1 1 2 2 1

P0M2 1 1 2 2 0

P0M3 0 0 0 0 1

P1M0 2 2 3 3 0

P1M1 1 1 2 2 1

P1M2 1 1 2 2 0

P1M3 0 0 0 0 0

P2M0 1 1 2 2 1

P2M1 1 1 2 2 0

P2M2 2 2 2 2 0

P2M3 1 1 1 1 0

P3M0 1 1 1 1 0

Page 56: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /56

P3M1 1 1 1 1 0

P3M2 0 0 0 0 0

P3M3 0 0 0 0 0

BNT 5% tn tn tn tn tn

Keterangan : angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%. tn = tidak nyata, n = nyata

Secara terpisah pula pemberian

fungisida Metalaksil juga tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan penyakit

bulai (downy mildew L.) pada setiap pengamatan, demikian juga pemberian

pupuk Petroganik. Dari perlakuan P3 dan M3

menunjukkan tingkat serangan penyakit Bulai

yang relatif lebih kecil di bandingkan dengan perlakuan yang lain. Rata-rata prosentase

serangan penyakit bulai disajikan pada Tabel 10 :

Keterangan : angka-angka yang didampingi oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%. tn = tidak nyata, n = nyata

4.2. Pembahasan 4.2.1. Pengaruh penggunaan pupuk petroganik

dan Seed Treatment fungisida berbahan aktif metalaksil terhadap

pertumbuhan Vegetatif tanaman jagung (Zea mays L.)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi yang nyata antara dosis

pupuk Petroganik dengan fungisida Metelaksil terhdap tinggi tanaman, jumlah daun dan

panjang daun serta tingkat serangan penyakit bulai. namun telihat berbeda nyata terhadap

tinggi tanaman pada umur 35 hari setelah

Perlakuan

Prosentase Tingkat Serangan Penyakit Bulai (%)

15 hst 20 hst 25 hst 30 hst 35 hst

P0 0.75 a 0.75 a 1.75 a 1.50 a 0.75 a

P1 1.00 a 1.00 a 1.50 a 1.50 a 0.25 a

P2 1.25 1.25 a 1.75 a 1.75 a 0.25 a

P3 0.50 a 0.50 a 0.50 a 0.50 a 0.00 a

BNT 5% tn tn tn tn tn

M0 1.25 a 1.25 a 1.75 a 1.75 a 0.5 a

M1 1 a 1 a 1.75 a 1.75 a 0.5 a

M2 0.75 a 1 a 1.50 a 1.5 a 0 a

M3 0.25 a 0.25 a 0.50 a 0.25 a 0.25 a

BNT 5% tn tn tn tn tn

Page 57: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /57

tanam. Hal ini diduga unsur-unsur Nitrogen pada pupuk Petroganik baru bisa diserap oleh

tanaman pada umur 35 hari setelah tanam. Perlakuan pupuk Petroganik P3M3

Menunjukkan interaksi yang bebeda nyata dengan perlakuan yang lain hal ini diduga

pada umur 35 hari setelah tanam, unsur Metalaksil yang tersimpan masih banyak

sehingga perkembangan jamur bulai terhambat. Demikian juga dengan dosis pupuk

petroganik 300 gram pertanaman diduga lebih banyak menyediakan unsure C organik dan

Nitrogen yang cukup. karena tidak ada perbedaan panjang batang atau tinggi

tanaman, jumlah daun dan luas daun pada jagung yang diberi pupuk Petroganik dengan

perlakuan berbeda dengan fungisida Metalaksil dengan perlakuan berbeda pula.

Syarief (1988) menyatakan bahwa perlakuan pupuk kandang akan mengakibatkan

persenyawaan Nitrogen yang terdapat dalam bahan dalam keadaan aerop. Ammonium yang

terbentuk akan dioksidasi oleh jasad renik (Nitrosomonas dan Nitrosococcus) menjadi

Nitrit dan akan diubah menjadi Nitrat oleh Nitrobacter yang kemudian dimanfaatkan

oleha tanaman. Pemberian pupuk organik juga mampu meningkatkan kehidupan jasat renik,

terutama dalam perombakan Phospat an organik, selanjutnya jasad renik akan

melepaskan asam sehingga dapat melarutkan persenyawaan Phospat yang mudah diserap

oleh tanaman. Selain itu, perlapukan dan perombakan bahan organik mempunyai

peranan yang penting dalam pembentukan tanah remah.

Secara terpisah pemberian dosis pupuk Petroganik dengan dosis 300 gram pertanaman

menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuan tanaman tinggi tanaman dan luas

daun . Diduga terjadi perbaikan setruktur tanah yang berakibat perakaran tanaman

jagung berkembang dengan baik sehingga dapat menyerap unsur hara tanah secara

optimal. Sesuai pendapat Syarief (1988) bahwa pelapukan pupuk kandang akan

mengakibatkan persenyawaan Nitrogen yang terdapat dalam bahan dalan keadaan aerop,

Ammonium yang terbentuk akan dioksidasi oleh jasad renik (Nitrosomonas dan

Nitrosococcus) menjadi Nitrit dan akan diubah menjadi Nitrat oleh Nitrobacter yang

kemudian dimanfaatkan oleh tanaman. Pemberian pupuk organik juga mampu

meningkatkan kehidupan jasad renik, terutama dalam perombakan Phospat an organik,

selanjutnya jasad renik akan melepaskan asam sehingga dapat melarutkan spersenyawaan

Phospat yang mudah diserap oleh tanaman. Selain itu, pelapukan dan perombakan bahan

organik mempunyai peran penting dalam pembentukan tanah remah.

Dari hasil penelitan ini terlihat bahwa perlakuan pupuk Petroganik dan fungisida

Metalaksil dengan dosis 300 gram per tanaman dan 20 gram 1 kg benih menunjukan

tingkat luas daun atau tinggi tanaman yang relatif lebih baik dibandingkan dengan

perlakuaan kombinasi pupuk Petroganik dan fungisida Metalaksi yang lain.

Hasil analisa data rata-rata luas daun telihat bahwa penggunaan pupuk Petroganik

dengan dosis 300 gram pertanaman menunjukkan tingkat perbedaan yang nyata.

Hal ini diduga kandungan Nitrogen, Photspor dan C/N organik pada Petroganik mencukupi

kebutuhan tanaman. Disamping itu diduga juga dengan pupuk organik yang melimpah

setruktur tanah menjadi lebih remah dan gembur, sehingga daya serap akar tanaman

lebih leluasa dan efektif dalam menyerap unsur-unsur hara pada tanah. Bahan organik

tanah merupakan bagian dari tanah dan mempunyai fungsi yaitu : meningkatkan

kesuburan tanah dan menyediakan mikro hara dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang

biasanya tidak disediakan oleh pupuk kimia (anorganik). Tanah dengan bahan organik

yang rendah, mempunyai daya sangga hara yang rendah, sehingga pemupukan kurang

efisien. Tanah yang subur mengandung bahan organik sekitar 3-5%. Dengan penggunaan

Page 58: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /58

pupuk organik atau pengembalian bahan organik kedalam tanah akan berpengaruh pada

kesuburan tanah, sehingga terjadi peningkatan produksi hasil pertanian, efisiensi penggunaan

pupuk dan menjaga kelestarian lingkungan hidup.(Rizqi, 20012)

Hasil penelitian Hendayani (2005) menunjukan bahwa Perlakuan pupuk organik

kotoran yam memberikan hasil terbaik pada tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah dan

kering tanaman, bobot basah dan kering akar. Dosis pupuk organik kotoran ayam 4kg/petak

memberikan hasil terbaik pada jumlah cabang, jumlah polong total, jumlah biji total dan

jumlah bintil akar pada tanaman kacang hijau. Pupuk kandang jenis kotoran ayam yang

kering mengandung kadar air kurang dari 15 persen, hal ini akan mengurangi kekurangan

ammonia dan akan menghasilkan pupuk kandang yang baik dan tidak terlalu bau,

sehingga mudah ditangani dalam pendistribusiannya. Berat pupuk kotoran ayam

ini lebih ringan dari pupuk kandang lainnya, tapi kandungan

haranya lebih tinggi yakni 24 kg N/ton, 20 kg P2O5/ton dan 15 kg K2O/ton (Simpson,

1986). Setiap jenis hewan khususnya kotoran unggas misalnya ayam, termasuk pupuk

kandang yang bernilai tinggi, karena pada umumnya unggas pemakan tanaman atau

bagian-bagian tanaman utama. Kandungan unsur hara pada pupuk kandang ayam adalah

N, P, K dan Ca berturut-turut adalah 1,63% Urea; 1,84% P2O5; 0,85% K2O dan 1,07%

CaO dalam bahan kering 44,00 % (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1988).

Hasil penelitian Mustari (2004) menunjukan bahwa pupuk bokashi dapat

diguanakan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman jagung. Hal ini berarti

bahwa pupuk bokashi dapat digunakan dalam pengembangan usaha tani ramah lingkungan,

karena selain tidak menyebabkan pencemaran, bahan tanaman juga dapat dimanfaatkan

sebagai pupuk. Hasil penelitian terhadap tanaman jagung manis varietas Hawaii Super-

sweet dengan menggunakan bokashi kayambang pada takaran 11,82 t h-1

memberikan hasil jagung tanpa kelobot sebesar 11,03 t h-1, sedangkan pemberian

pupuk anorganik sesuai anjuran hanya memberikan hasil jagung manis sebesar 7,90 t

h-1. Hasil penelitian Mustari (2004)

menunjukan bahwa pupuk bokashi dapat diguanakan untuk meningkatkan produksi dan

produktivitas tanaman jagung. Hal ini berarti bahwa pupuk bokashi dapat digunakan dalam

pengembangan usaha tani ramah lingkungan, karena selain tidak menyebabkan pencemaran,

bahan tanaman juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Hasil penelitian terhadap

tanaman jagung manis varietas Hawaii Super-sweet dengan menggunakan bokashi

kayambang pada takaran 11,82 t h-1 memberikan hasil jagung tanpa kelobot

sebesar 11,03 t h-1, sedangkan pemberian pupuk anorganik sesuai anjuran hanya

memberikan hasil jagung manis sebesar 7,90 t h-1.

Menurut Fisher dan Goldsworthy (1985), Pemberian pupuk dari bahan organik

yang diberikan memacu perkembangan luas daun. Meningkatnya luas daun berarti

kemampuan daun untuk menerima dan menyerap cahaya matahari akan lebih tinggi

sehingga fotosintat dan akumulasi bahan kering akan lebih tinggi pula. Ratna (2002),

mengemukakan bahwa apabila unsur hara tersedia dalam keadaan seimbang dapat

meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan bobot kering tanaman, akan tetapi apabila

keadaan unsur hara dalam kondisi yang kurang atau tinggi akan menghasilkan bobot

kering yang rendah. Hasil penelitian juga menunjukan

bahwa tidak ada perbedaan tingkat serangan penyakit bulai antara yang diberi pupuk

Petroganik dan fungisida Metalaksil. Hal ini diduga karena telah mewabahnya penyakit

pada musim panen yang menyeluruh pada tananam, Dan wilayah tersebut merupakan

Page 59: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /59

lahan endemik penyakit bulai,sehingga perlu ditingkatkan intensitas pemberian pupuk

organik dan dosis fungisida, selain itu

diperlukan kajian-kajian terhadap faktor lain selain pupuk organik dan fungsida.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Dengan penggunaan pupuk Petroganik dan fungisida Metalaksil terjadi interaksi yang

nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 35 hari setelah tanam. Sedangkan

parameter jumlah daun, luas daun dan sengangan penyakit bulai tidak terjadi

interaksi. Perlakuan dosis pupuk petroganik 300 gram per tanaman dan

fungisida 20 grm/kg memberikan hasil paling baik pada parameter jumlah daun,

luas daun dan tingkat serangan penyakit bulai.

2. Perlakuan dosis pupuk Petroganik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman

dan berpengaruh sangat nyatat terhadap luas daun dan tidak berpengaru nyata

terhadap jumlah daun dan tingkat serangan penyakit bulai. Perlakuan pupuk

Petroganik 300 gram pertanaman memberikan hasil paling baik pada

berbagai parameter. 3. Perlakuan fungisida Metalaksil tidak

berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tenaman jagung dan tidak berpengaruh

nyata terhadap tingkat serangan penyakit bulai pada tanaman jagung.

5.2. Saran

Hasil penelitian juga menunjukan bahwa tidak ada perbedaan tingkat serangan

penyakit bulai antara yang diberi pupuk dan fungisida. Hal ini terjadi dikarenakan

mewabahnya hama pada musim panen yang menyeluruh pada tananam di wilayah tersebut,

sehingga perlu ditingkatkan intensitas pemberian pupuk organik dan dosis fungisida,

selain itu diperlukan kajian-kajian terhadap faktor lain selain pupuk organik dan fungsida.

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius. Yogyakarta.

Anonim. 1996. Pesticed Information Profiles; Metalaxyl.

http://extoxnet.orst.edu/pips/reflist10.htm. diferifikasit tanggal 16 september

2008.

Anonim. 1999. Jagung (zea mays L.).

http://warintek,bantul.go.id./web.php?mod=basisdata=kat=1&sub2.

Diferifikasi taggal 15 maret 2007.

Anonim. 2000. Jagung (zea mays L.)

http://warintek,progressiol.or.id/-web.php?mod=basisdata=kat=1

&sub2. Diferifikasi taggal 15 maret 2007.

Anonim. 2007a. Phalloidin. http://en.wikipe dia.org/wiki/Phalloidin. diferifikasi

taggal 19 September 2008.

Anonim. 2007c. syarat dan tata cara

pendaftaran pestisida. Peraturan menteri Pertanian Nomor :

07/Permentan/Sr.140/2/2007.

Anonim. 2009. Berbisnis Pupuk Organik.

Dalan artikel Maju Jaya Tani.

Albouri Jean-Marc, Jeanne Tourvieille, and

Dennis Tourvieille de Labrouhe. 1996. Resistance to metalaxyl in isolates of

the sunflower pathogen Plasmapora halstedii. European Journal of Plant

Patology Vol.104, No. 3. pp.235-240.

Bahri S. Nurnina Nonci, dan Amran Muis.

2008. Juknis: Tehnologi Pendukung Pengembangan Agribisnis di Desa

36

Page 60: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /60

P4MI. Badan Litbang Pertanian. Sulawesi Tengah. 120 hal.

Budiarti, S.G., Sutoro, Hadiatmi, dan H. Purwnti.2001. Pembentukan Ibrida

Jagung Than Penyakit Bulai. Laporan Penelitian Balitbio TA. 2000.

7hlm.http//.www.indobiogen.or.id/terbitan/prosiding/fullext-pdf/prosidin

g2002-193-198-srigajatri.pdf -. Diferifikasi tanggal 15 Maret 2007.

Darmono. (2000). Toksisitas Pestisida. http://www.geocities.com/kuliah-

farm/farmasi-forensik/Pestisida.com. diferifikasi tanggal 16 September

2008.

Fisher, N.M. dan Goldsworthy. 1985.

Fisiologi Budidaya Tanaman tropic. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta

Guswara, Agus S. 1994. Budidaya Tanaman

Jagung Muda Dalam : Buletin sinar Tani. 1 Oktober 1994.

Hendayani, Yayan. 2005. Pengaruh Dosis Pupuk Organik Kotoran Ayam

Inokulasi Rhizobium Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Hijau

(Vigna Radiata L) Varietas Perkutut .

Irawan, Ujang S. 2006. Pertumbuhan miselia

Cenococcum geophyllum pada beberpa konsentrasi pada semai Eucalyptus

urophylla ST Blake. http://library.biotrop.org/go.php?node=

25. Diferifikasi tanggal 16 September 2008.

Indra, 2009. Proses Pembuatan Pupuk Organik (petroganik)

http://www.petroganik-gresik.com./deptan.go.id. Diferifikasi

tanggal 4 Juni 2009.

Purwono dan Rudi Hartono. 2008. Bertanam

Jagung Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta 67 hal.

Mustari, Kahar. 2004. Penggunaan Pupuk Bokashi pada Tanaman Jagung dalam

Rangka Mengembangkan Usaha Tani Ramah Lingkungan. J. Agrivigor 4(1)

:74-81. Jurusn Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian dan Kehutanan

Universitas Hasanudin.

R. Neni Iriany M., Andi Takdir M.,

Muzdalifah, Marsum M, Dahlia dan Subandi. 2003. Evaluasi Daya Gabung

Karakter Ketahanan Tanaman Jagung Terhadap Penyakit Bulai melalui

Persilangan Diallel. Penelitian pertanian tanaman pangan vol. 22 no.3

2003. http//.www.pempropsu.go.id/download

.php?filename=pathogen%Bulai.pdf&id. Diferifikasi tanggal 15 Maret 2007.

Ratna, D.I. 2002. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Pupuk Hayati dengan

Pupuk Organik Cair terhadap Kualitas dan Kuantias Hasil Tanaman The

(Camellia Sinensis (L.) O.Kuntze) Klon Gambung 4. Ilmu Pertanian

10(2): 17-25.

Sastrahidayat, I.R. 2003. Fitopatologi (Ilmu

Penyakit Tumbuhan). Usaha Nasional Surabaya.

Sarief, E. S. 1988. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Penerbit Pustaka

Buana. Bandung.

Simpson, K. 1986. Fertilizers and Manures.

New York : Longman Inc.

Soetikno S. 1992. Pestisida. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Sutedjo, M.M dan A. G. Kartasapoetra. 1988.

Pupuk dan Cara Pemupukan. PT Bina Aksara. Jakarta .

Wakman dan Burhanudin. 2001. Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung. Balai

Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

Page 61: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /61

Wakman, W., A. H. Talanca, Surtikanti, dan Azri. 2008. Pengendalian penyakit

bulai pada tanaman jagung di Bengkayang, Kalimantan Barat.

Seminar mingguan Balitsereal, Jumat, 14 Juli 2008. (belum dipublikasi).

Warisno. 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Yuanyang. 2000. http:/www.kingtaichem.com/pro-f-

metalaxyl.htm. Diferifikasi tanggal 16 September 2008.

Analisa Usaha Tani Mina Padi Pertanian Organik ( Studi Kusus di Desa Jabung Kecamatan

Talun Kabupaten Blitar)

Oleh : Luhur Aditya Prayudhi

*Dosen Fakultas Pertanian Universitas islam Balitar

Ringkasan Mina padi merupakan sistem pola pemeliharaan yang di lakukan secara bersamaan dengan

tanaman padi di lahan pertanian. Budidaya ikan dan padi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan petani.

Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang mendorong kesehatan tanah dan tanaman melalui praktek, seperti mendaur ulang unsur hara dari bahan-bahan organik (seperti kompos dan

sampah tanaman), rotasi tanaman, pengolahan yang tepat dan menghindari pupuk pestisida secara bertahap.

Berdasarkan uraian diatas di rumuskan beberapa permasalahan yaitu : Berapa besar tingkat biaya produksi, penerimaan, pendapatan dan efisiensi usaha tani mina padi

pertanian organik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa tingkat biaya produksi, penerimaan, pendapatan

dan tingkat efisiensi pada usaha tani mina padi pertanian organik. Hipotesis yang di ajukan pada penelitian ini adalah diduga usaha tani mina padi pertanian

organik dapat memberikan keuntungan bagi petani dan telah mencapai tingkat efisiensi. Lokasi penelitian di tentukan secara purposive. Responden petani mina padi di tentukan

secara Proportionate Stratifred Random Sampling. Dari jumlah populasi jumlah 77, yang terdiri 51 petani yang mengusahakan Pola I (padi- ikan-padi) dan 26 petani yang mengusahakan Pola II

(padi-ikan). Metode data yang di pergunakan adalah kuantitatif yang meliputi (a) perhitungan biaya,

penerimaan, pendapatan dan efisiensi. (b) analisa rata-rata biaya penerimaan, pendapatan dan efisiensi. (c) perhitungan B/C Ratio.

Hasil dari penelitian ini adalah : rata-rata total biaya produksi yang di keluarkan pada pola I Rp 11.346.982, sedang pola II Rp 9.313.160, rata-rata penerimaan pada pola I Rp 32.440.000,

dan pola II Rp 27.700.000, dan pendapatan pada pola I Rp 20.233.018, dan pola II Rp 17.526.840

Page 62: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /62

Dari Analisa hubungan antara hasil yang diterima dengan pemilihan pengusahaan usaha tani mina padi untuk Chi kuadrat diperoleh X² hit (3,89) > X² 0,05(1) (3,84), yang berarti ada

hubungan hasil yang diterima dengan pemilihan pengusahaan usaha tani mina padi. Hasil analisa koefisiensi kontigensi di peroleh C= 0,219 secara signifikan berbeda dengan 0 ,

maka yang di observasikan bukan hasil kebetulan, melainkan mewakili hubungan yang sungguh-sungguh terdapat di dalam populasinya.

Dari hasil B/C Ratio di peroleh nilai (2,33) > 1 Sedangkan dari hasil tingkat efisien R/C Ratio pada pola I (2,96) pola II (2,97) > 1

Saran yang perlu di perhatikan adalah (1) Dalam usaha untuk meningkatkan pendapatan pada usaha tani mina padi di Desa Jabung, perlu kiranya tidak ada perubahan di antara ke dua pola

tersebut. (2) Perlu kiranya perluasan usaha untuk mengembangkan usaha tani mina padi, mengingat usaha tani mina padi belum banyak di kembangkan.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Untuk meningkatkan produksi

pertanian, khususnya tanaman bahan pangan, menurut Mubrianto, (1997) dan Teken (1974)

antara lain dapat ditempuh dengan jalan diversivikasi salah satu pertimbangan utama

dari usaha diversivikasi adalah stabilitasi dalam pendapatan pertanian dan

menghindarkan ketergantungan pada salah satu jenis komoditi. Dimana salah satu bentuk

dari diversivikasi, yaitu dengan cara mengusahakan perpaduan antara usaha tani

bahan pangan dengan cabang usaha tani yang lainnya.

Penggunaan pestisida yang berlebihan dan terus-menerus dalam jangka yang panjang

akan berakibat rusak ekosistem dalam air serta polutan dalam air tanah, hal tersebut seperti

yang dikemukakan oleh Herawati, (1997). Hal tersebut sangatlah beralasan karena secara

otomatis binatang-binatang kecil baik itu hama maupun agen hayati akan mati karena

pemberian pestisida yang terlebih. Secara tidak langsung hal tersebut akan merugikan

petani itu sendiri dan generasi yang akan dating.

Dengan terbentuknya usaha tani mina padi tersebut, maka daerah Talun dapat

memanfaatkan ketersediaan air secara

maksimal dan lebih hemat dalam penggunaan

pupuk dan pestisida. Diharapkan pelaksanaan usaha tani

mina padi yang bebas residu pestisida ini akan mampu memberikan nilai tambah nilai jual

terhadap produksi padi yang bebas pestisida. Sementasi penjualan padi mengarah kepada

kalangan konsumen menengah keatas, yang mana jenis padi yang diusahakan pada usaha

tani yang bebas pestisida lebih aman untuk dikonsumsi.

Dengan demikian, pelaksanaan usaha tani mina padi akan mampu menerapkan

kesinambungan pertanian yang berkelanjutan. Sistem perikanan terpadu, ini

adalah suatu metode budidaya ikan yang dipadukan dengan usaha pertanian didalam

lahan yang sama yang harus mengarah kepada peningkatan efisiensi penggunaan lahan,

karena berbagai jenis usaha diterapkan. Budidaya ikan mendatangkan hasil

atau panen setelah pemeliharaan selama kurang lebih 2-3 bulan. Selama itu petani

kurang mendapatkan pemasukan sehingga berakibat terjerat hutang. Peristiwa semacam

ini dapat dihindarkan dengan pelaksanaan metode budidaya secara terpadu, karena

sumber masukan tidak hanya berasal dari perikanan atau padi saja tetapi dari sumber-

sumber lain yang mempunyai masa pemeliharaan yang lebih singkat, sehingga

mengurangi tanah yang kosong. Usaha mina padi ini juga dapat memperkecil resiko

Page 63: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /63

kehilangan sumber-sumber penghasilan, karena tidak hanya mengandalkan salah satu

jenis usaha yang dapat digantikan (subtitusi) dengan usaha jenis lain.

Faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pemilihan tentang pola-pola

pengusahaan usaha yang akan dilakukan antara lain: tingkat pendidikan petani, luas

lahan yang dimiliki petani dan umur petani. Petani memilih pola pengusahaan

tertentu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga untuk

memperoleh pendapatan tunai, meratakan penyebaran tenaga kerja, mengurangi resiko

kegagalan, serta penghematan terhadap biaya produksi.

Tidak itu saja, menjalani berbagai aktivitas usaha tani yang dilakukan harus

dapat mengalokasikan sumber daya yang sama dengan tujuan yang hendak dicapai. Banyak

keinginan untuk mencapai tujuan yang bermacam-macam, hal ini terlihat pada pola-

pola pengusahaan yang beragam. 1.2. Perumusan Masalah

Usaha tani mina padi pertanian organik yang bertujuan untuk meningkatkan

pendapatan petani, diperlukan suatu analisis yang akurat sehingga usaha yang dijalankan

menjadi ekonomis dan efisien. Beras organik merupakan komoditi pangan yang berkualitas

tinggi dan residu pestisida yang membahayakan kesehatan manusia

memerlukan teknis budidaya yang cukup besar resikonya, namun dengan imbalan harga yang

cukup tinggi nilainya. Mengusakan pertanian organik khususnya padi dan ikan berarti ikut

menyelamatkan lingkungan dari pencemaran pupuk dan pestisida buatan. Dengan

mengidentifikasi permasalahan dari beberapa aspek usaha tani mina padi dan hubungan

dengan faktor-faktor sosial ekonomi yang ada hubungan dengan pemilihan pola yang

diusahakan dalam kegiatan usaha tani mina padi pertanian organik.

Penjelasan tentang pertanian organik diatas menimbulkan permasalahan pertanian

yang dapat di rumuskan menjadi sebagai pertanyaan peneliti berikut:

Berapa besarnya tingkat biaya produksi, penerimaan, pendapatan dan efisiensi

usaha tani mina padi pertanian organik pada dua pola usaha.

1.3. Tujuan dan Kegunaan

1.3.1. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisa tingkat biaya produksi,

dan pendapatan pada usaha mina padi pertanian organik.

2. Mengetahui hubungan antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan

pemilihan pola pengusahaan usaha tani mina padi.

1.3.2. Kegunaan dari penelitian adalah : 1. Sebagai media informasi dalam usaha

pengembangan usaha tani mina padi. 2. Rekomendasi untuk pengembangan

usaha tani mina padi organik bagi petani organik.

1.4. Kerangka Pemikiran

Usaha tani yang dimaksudkan adalah kombinasi dalam penggunaan dari perpaduan

faktor-faktor, tenaga kerja, modal dan mempelajari cara-cara dari pada penelitian

dari pada jenis dan jumlah cabang-cabang usaha tani baik cabang pertenakan, perikanan

ataupn pertanian yang akan memberikan masukan pendapatan yang relative tinggi dan

kontinyu. Usaha tani mina padi adalah suatu tipe

usaha tani campuran (mixed farming) dengan sistem tumpang sari. Menurut Toher (1975),

adfalah sistem bercocok tanam selama satu tahun, pada sebidang tanah yang terdiri dari

beberapa jenis komoditi secara bergilir, bersisip, atau bertumpang sari untuk

meningkatkan produksi tanaman pangan dan pendapatan petani per satuan serta per satuan

waktu. Hasil tambah yang beupa ikan,

produksi padi juga akan meningkatkan bila di

Page 64: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /64

bandingkan produksi di sawah atau tidak sekali ditebari ikan, hal ini karena :

1. Ikan memakan tumbuh-tumbuhan kecil (gulma) dan plankton yang sering bersaing

dengan tanaman padi dalam mendapatkan makanan. Jadi hal ini akan berakibat pada

pertumbuhan padi yang menjadi lebih baik. 2. Ikan akan menghasilkan kotoran dari sisa-

sisa metabolisme yang berfungsi sebagai pupuk untuk mempercepat pertumbuhan

padi, sehingga akan meningkatkan jumlah produksi padi.

3. Ikan juga memakan jentik-jentik, serangga’ dan binatang air yang sering menjadi hama

bagi tanaman padi. Hal ini akan menguntungkan petani karena dapat

menekan penggunaan pestisida dalam pemberantasan hama tanaman padi.

4. Dalam mencari makan ikan (terutama ikan mas dan ikan majalaya) akan membolak-

balikkan lumpur sawah, sehingga berdampak yang baik bagi tanah yaitu

memperbaiki struktur tanah. Pada prinsipnya dalam usaha tani

bermotivasi untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh keluarga, yaitu dengan

memenuhi kewajiban sosialnya untuk mempertahankan dan meningkatkan statusnya

serta berproduksi untuk mencapai efisiensi ekonomi setinggi-tingginya dari penggunaan

sumber-sumber produktif yang dimiliki. Untuk menghitung efisiensi dalam unit

ekonomi yaitu perbandingan antara penerimaan yang diperoleh dengan modal

yang tanaman dalam suatu usaha. Bagi suatu usaha masalah efisiensi adalah lebih penting

dibandingkan dari pada pendapatan, karena pendapatan yang besar belum bisa dipakai

suatu ukuran bahwa suatu unit usaha tersebut telah berjalan secara efisiensi. Sedangkan

efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan penerimaan yang diperoleh

dengan modal yang menghasilkan penerimaan tersebut (Anonymoun, 1982).

Sehubungan dengan masalah efisiensi, Soekarjo (1976) berpendapat, bahwa efisiensi

adalah hubungan rata-rata input dan output baik dalam satuan fisik maupun kombinasi

dari keduanya adalah kekhususan dalam memperhitungkan keuntungan maksimal

tentang pertambahan input yang dihubungkan dengan harga masing-masing dalam usaha

mencapai keuntungan. Dengan diketahuinya secara jelas dan

nyata maka nilai efisiensi usaha taninya, dengan begitu maka diharapkan dapat

merupakan salah satu factor yang menjadi bahan pertimbangan untuk mengambil

keputusan bagi petani dalam menjalankan usaha taninya.

Petani dalam mengambil keputusan dan kebiksanaan mengenai usaha taninya

selalu mempertimbangkan resiko yang akan diterimanya. Kemampuan petani dalam

menerima resiko berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

Petani sebagai pengusaha sudah barang tantu akan mempertimbangkan agar

mendapatkan manfaat usaha taninya sehingga keuntungan dari usaha taninya selalu

diharapkan oleh petani, dimana perbandingan nilai hasil produksi dalam usaha tani selalu

dipertimbangkan. Dalam suatu kegiatan usaha tani adalah

mengadakan perhitungan biaya produksi dan pendapatan usaha tani. Sedangkan pendapatan

usaha tani yang diterima petani dipengaruhi oleh tingkat hasil, harga biaya usaha tani itu

sendiri. Dengan demikian pendapatan petani selalu dipengaruhi oleh besar kecilnya dari

usaha taninya. Walaupun produksi yang diperoleh

tinggi penting artinya bagi petani, tetapi ditinjau dari segi ekonominya petani lebih

tertarik kepada hubungan-hubungan antara biaya produksi dan penerimaan produksinya.

Dimana hubungan biaya produksi tersebut pada dasarnya untuk mengetahui tingkat

pendapatan usaha tani yang bersangkutan. Seharusnya petani dalam melaksanakan usaha

taninya lebih memperhatikan dan memperhitungkan nilai ekonominya.

Page 65: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /65

Adanya berbagi tingkat pendidikan dapat mempengaruhi usaha tani dalam

mengelola usaha tanimya, terutama dalam pemilihan pola-pola pengusahaan yang akan

diusahakan serta dalam mengadopsi teknologi yang inovatif. Makin tinggi tingkat pendidikan

semakin dinamis sikapnya terhadap hal-hal yang sifat baru dan pola pemikirannya pun

semakin rasional. Sehingga dalam mengambil keputusan tentang pola-pola pengusahaannya

akan tepat dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai serta dapat memberikan

efisiensi yang lebih menguntungkan. Luas lahan garapan juga mempunyai

pengaruh terhadap pengambilan keputusa terhadap pola-pola pengusahaannya serta

dalam penggunaan inovasi-inovasi baru. Dengan lahan yang luas maka mempunyai

pola pengusahaannya lebih beraneka ragam dan lebih bebas dalam menilai jenis komoditi

yang dapat memberikan keuntungan secara maksimal.

Selain itu juga umur petani mempunyai pengaruh terhadap kemampuan fisik petani

dalam mengelola usaha taninya. Hal ini juga pengaruh terhadap pengambilan kepuasan

terhadap pola-pola pengusahaan dan penggunaan inovasi

Komponen kedua yang diperlukan dalam analisa pendapatan dan efisiensi usaha

tani adalah alokasi dan besarnya biaya produksi. Biaya produksi di dalam usaha tani.

Pola-pola pengusahaan yang beragam akan memberikan biaya, penerimaan dan tingkat

efisiensi yang berbeda-beda pula. Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut, maka

dapat dibandingkan dan ditentukan pola yang lebih menguntungkan untuk di usahakan. Pola

pengusahaan dengan pendapatan dan tingkat efisiensi yang tinggi adalah pola yang menjadi

idaman petani.

1.5. Hipotesis Hipotesis dapat diajukan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

a. Diduga usaha tani mina padi organik dapat memberikan keuntungan bagi

petani. b. Diduga usaha tani mina padi organik

telah mencapai tingkat efisiensinya.

1.6. Pembatasan masalah dan pengukuran Variabel

1. Usaha Tani: adalah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja, modal yang ditujukan

pada produksi di lapangan pertanian atau ketatalaksanaan organisasi itu sendiri di

usahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang. Dalam penelitian ini usaha yang

diteliti adalah usaha tani mina padi. 2. Mina Padi: adalah suatu sistem

pemeliharaan ikan yang dilaksanakan bersama padi di sawah. Dalam pelitian ini

usaha tani mina padi dilakukan di sawah yang telah dimodifikasikan menjadi

kolam. 3. Pendapatan Petani mina padi: adalah nilai

bersih dari penerimaan usaha tani mina padi yang merupakan selisih antara total

penerimaan total biaya produksi yang di nyatakan dengan uang. Pendapatan atau

hasil diluar dari usaha mina padi tidak dianalisis dan usaha tani tersebut

diperhitungkan secara perumusan. 4. Pertanian Organik: Sistem pertanian yang

memperdayakan dan mempertahankan ekosistem secara berkelanjutan. Sistem ini

hanya sedikit mengandalkan unsur kimia dalam meningkatkan produksi.

Untuk kegiatan usaha taninya dilaksanakan pada musim tanam tahun 2010/2011 sampai

musim tanam 2011, dengan pengusahaan sebagai berikut:

Pola I : Padi-ikan-padi Pola II : Padi-ikan

1.6.2. Pengukuran Variabel

1. Biaya Produksi: adalah semua pengeluaran yang di nyatakan dengan uang yang

diperlukan untuk menghasilkan suatu produk.

Page 66: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /66

2. Biaya Tenaga Kerja: adalah suatu biaya yang dikeluarkan untuk sejumlah tenaga

kerja yang digunakan dalam suatu usaha tani. Tenaga kerja yang diperlukan dalam

usaha tani mina padi meliputi; tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar

keluarga yang terdiri dari tenaga kerja pria dan wanita. Tenaga kerja diukur dari

Satuan Harian Kerja Setara Pria (HKSP) dan berdasarkan upah yang berlaku pada

waktu itu. Tenaga kerja wanita disamakan dalam satuan HKSP berdasarkan tingkat

upah yang berlaku di daerah itu. Sedangkan tenaga kerja anggota keluarga petani

didasarkan upah yang berlaku untuk jenis pekerjaan yang sama. Biaya tenaga kerja

merupakan perkalian antara jumlah penggunaan tenega kerja (HKSP) dengan

nilai satuan HKSP. 3. Biaya Sarana Produksi; adalah biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh sarana produksi yang digunakan dalam suatu

usaha tani. Biaya saprodi yang di gunakan dalam usaha tani mina padi adalah biya

pembelian bibit padi, pupuk dan bibit ikan. Semua sarana produksi di pergunakan yang

dihitung sebagai biaya. Sarana produksi yang dimiliki sendiri dinilai berdasarkan

harga yang berlaku saat penggunaan Besarnya biaya saprodi di hitung dari

jumlah fisik penggunaan dan harga pembelian per satuan berat fisik.

4. Biaya sewa lahan: merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menyewa lahan yang

dipergunakan untuk proses produksi. Ditinjau dari segi perusahaan maka dalam

usaha tani tidaklah berbeda antara lahan milik sendiri dan lahan sewa. Karena lahan

milik sendiri dianggap sewa. Petani hendaklah memberikan balas jasa terhadap

penyediaan dan penggunaan lahan milik sendiri yang besarnya sama dengan

penerimaan petani seandai kata lahan tersebut disewakan.

5. Bunga modal: dalam perhitungan usaha tani rente atau bunga modal diperhitungkan

juga sebagai pengeluaran. Besarnya bunga modal usaha tani ditentukan besar kecilnya

bunga uang yang di pinjam, yang dipergunakan dalam usaha taninya.

Besarnya modal di tentukan oleh besarnya modal yang dipergunakan, jumlah waktu

proses produksi dantingkat bunga yang dikeluarkan dalam usaha taninya. Dalam

penelitian ini bunga modal dihitung dengan mengalikan jumlah penggunaan uang

selama satu tahun dengan presentase bunga bank yaitu sebesar 1,5% setahun.

6. Produksi usaha tani: total pengeluaran dari usaha tani tersebut. Dalam penelitian ini

produksi usaha taninya adalah padi dan ikan. Besarnya produksi tiap hektar di

nyatakandengan satuan kwintal (kw) yang di perhitungkan dengan jalan membagi

produksi fisik dan area usaha taninya. 7. Penerimaan usaha tani; adalah nilai

produksi yang merupakan hasil kali produk yang diperoleh dengan tingkat harga yang

berlaku, pada saat penelitian dinilai dengan uang.

8. Pendapatan usaha tani; adalah nilai bersih dari penerimaan usaha tani mina padi, yaitu

merupakan selisih antara total penerimaan usaha tani dengan total biaya produksi,

yang di nyatakan dengan uang dalam waktu satu tahun.

9. Koefisien Kontigensi: suatu ukuran keadaan asosiasi atau relasi antara dua himpunan

artibur yang digunakan untuk memberikan petunjuk tentang tingkat hubungan antara

dua himpunan atribut.

BAB III METODE PENELITIAN

Metode ini dilakukan dengan metode

survei, karena dasar yang dipergunakan dalam penelitian ini akan diambil dari sebagaian

populasi yang representative yang mewakili anggota populasi.

Pengambilan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja berdasarkan studi

Page 67: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /67

lapang yang dilakukan untuk melihat kesesuaian daerah penelitian dengan tujuan

yang ingin dicapai dengan mempertimbangkan pada keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan penelitian yang dilakukan dengan sengaja. Dalam hal ini ditetapkan di

desa Jabung kecamatan Talun kabupaten Blitar. Penetuan di desa Jabung sebagai daerah

penelitian atas dasar pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang

berpotensi dalam usaha mina padi, yang mempunyai pola pengusahaan sebagai berikut:

1) Pola I : padi-ikan-padi 2) Pola II: padi-ikan

Disamping itu desa Jabung juga mempunyai areal yang cukup luas yang

dipergunakan untuk usaha mina padi, dan produksi yang dihasilkan per ha relative

tinggi. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan

pada awal musim penghujan tahun 2010 sampai musim kemarau tahun 2011.

3.2. Metode Penelitian Petani Contoh

Petani contoh adalah petani yang mengusahakan usaha tani mina padi pada

lahan yang diusahakan. Penentuan petani contoh dilakukan dengan menggunakan

metode “Pengambilan Sampel Acak terstrata” secara berimbang (Proportionate Stratifred

Random Sampling). Pengambilan ini didasarkan pada pertimbangan keadaan

populasi yang tidak homogen. Dengan demikian populasi petani didaerah penelitian

akan terwakili dan tidak menumpuk pada salah satu strata tertentu. Sedangkan strata

yang dipergunakan adalah berdasarkan pola pengusahaan, yaitu :

1. Strata I : Pola I (padi-ikan-padi) 2. strata II : Pola II (padi-ikan)

Berdasarkan tujuan dilapang diperoleh besarnya populasi petani dengan jumlah 77,

yang terdiri 51 petani yang mengusahakan pola I dan 26 petani yang mengusakan pola II.

Dari besarnya populasi di atas baik petani yang mengusahakan pola I atau pola II, maka

penentuan jumlah sampel ditentukan sejumlah 40 % dari masing-masing populasi. Adapun

respondan dari masing-masing strata adalah sebagai berikut :

Untuk pola I : 25 responden dari 51 petani. Untuk pola II : 20 responden dari 26 petani.

Tidak ada aturan tegas tentang jumlah sampel yang dipersyaratkan untuk suatu

penelitian dari populasi yang tersedia. Namun mengenai jumlah sampel yang disebut adalah

aturan sepersepuluh,dengan arti minimal pengmbilan sampel lebih dari sepuluh persen

dari jumlah populasi. Dengan mengacu pada hal tersebut, maka jumlah sampel pada kedua

pola yang diusahakan sudah memenuhi syarat.

3.3. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer

yang diperoleh langsung dari petani. Wawancara juga dilakukan kepada pihak-

pihak yang mengetahui permasalahan usaha mina padi, PPL dan Aparat desa.

Untuk mendukung kelengkapan data dari petani , dikumpulkan juga data sekunder yaitu

data yang diambil dari laporan laporan baik dari instansi-instansi pemerintahan yang

terkait dengan penelitian ini maupun hasil-hasil penelitian yang terdahulu yang dianggap

cukup relevan.

3.4. Metode Analisa Data 3.4.1.Perhitungan biaya penerimaan,

pendapatan dan efisiensi. 1. Perhitungan Biaya

Perhitungan yang dilakukan secara perusahaan yaitu meliputi; biaya sewa lahan, bunga

modal, biaya saprodi, biaya tenaga kerja. Besarnya biaya produksi dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut : TC=TFC+TVC

Dimana : TC : Total Biaya (Rp)

TFC : Total Biaya Tetap (Rp) TVC : Total Biaya Variabel (Rp)

Page 68: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /68

2. Perhitungan Penerimaan Untuk menghitung besarnya pendapatan

kotor atau penerimaan dapat digunakan rumus sebagai berikut :

TR=PxQ Dimana :

TR : Total Penerimaan (Rp) P : Harga Persatuan Produksi (Rp/kw)

Q : Jumlah Produksi (kw)

3. Perhitungan pendapatan Pendapatan/keuntungan usaha tani

merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya, maka di rumuskan :

π = TR-TC Dimana :

R : Pendapatan/keuntungan (Rp) TR : Total Penerimaan (Rp)

TC : Total Biaya (Rp)

4. Perhitungan Efisiensi Efisiensi merupakan perbandingan antara

total penerimaan dan total biaya, yang di rumuskan :

TR R/C Ratio =

TC Dimana :

R/C Ratio : Tingkat Efisiensi TR : Total Penerimaan

TC : Total Biaya Kreteria suatu usaha tani efisiensi, impas

atau tidak efisien adalah sebagai berikut :

1. Bila R/C Ratio < 1, maka usaha tani dapat dikatakan tidak efisien/merugi.

2. Bila R/C Ratio = 0, maka usaha tani dapat dikatakan impas.

3. Bila R/C Ratio > 1, maka usaha tani dapat dikatakan efisien

(menguntungkan). Perhitungan Keuntungan Cost Ratio (B/C

Ratio) B/C Ratio perupakan perbandingan antara

nilai tambah penerimaan dengan nilai tambah biaya, yang dirumuskan sebagai berikut :

Selisih penerimaan usaha tani

B/C Ratio= Selisih usaha tani

Dengan kreteria sebagai berikut :

1. Bila B/C Ratio < 1, maka ada penerununan pendapatan

2. Bila B/C Ratio ≠ 0, maka tidak ada peningkatan pendapatan

3. Bila B/C Ratio > 1, maka ada peningkatan

Untuk mengetahui terhadap pemilihan pola pengusahaan usaha tani mina padi di

gunakan uji statistic chi kuadrat dan tabulasi.

Cara pengujian untuk analisis chi kuadrat

adalah dengan terlebih dahulu membuat tabel-tabel arah, sehingga akan diperoleh tabel

sebagai berikut

Tabel 1. Tabel dua arah dalam analisis chi kuadrat ( χ2 ).

Variabel Bebas

Variabel tidak bebas

Pola pengusahaan Jumlah

< 20 Juta >20 Juta

Pola I 9 (11,7) 45 (58,4) 54(70,1)

Pola II 6 (7,8) 17(22,1) 23(29,9)

Total 15(19,5) 62(80,5) 77(100)

Page 69: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /69

Selanjutnya chi kuadrat dari tabel 2X2 diatas dirumuskan sebagai berikut:

N{|(ad – bc ) | - N / 2}2

X2 : (a + b)(c + d)(a + c)(b + d)

Dimana;

A,B,C,D : jumlah frekuensi kejadian

N=a+b+c+d : jumlah frekuensi keseluruhan kejadian

(a+b), (c+d) : jumlah frekuensi kejadian dalam baris

(a+c), (b+d) : jumlah frekuensi kejadian dalam kolom

Hipotesis yang di ajukan;

H0 : Tidak ada hubungan antara pemilihan

pola pengusahaan usaha tani mina padi.

Hi : Ada hubungan antara pemilihan pola

pengusahaan usaha tani mina padi.

Kreteria uji; Jika X2 hit ≤ X2 α (1), terima H0 dengan taraf

kepercayaan α = 0,05

Jika X2 hit > X2 α(1), terima Hi dengan taraf

kepercayaan α = 0,05. Untuk mengetahui tingkat korelasi, dilanjutkan dengan uji

koefisien kontigaensi dengan menggunakan rumus sebagai berikut;

√X2

C:

N+X2 Dimana :

C : Koefisien kontigensi X2 : chi kuadrat

N : Jumlah responden Kreteria uji;

1. Jika ada asosiasi tidak terdapat nol sama sekali, koefisien harus sama dengan nol.

2. Jika korelasi sempurna, koefisien itu harus sama dengan nol.

4.2. Pembahasan

4.2.1.Analisa Biaya Produksi, Penerimaan, Pendapatan dan Efisiensi Usaha Tani

Mina Padi. Dalam melaksanakan usaha tani maka

tidak terlepas dari masalah biaya dan pendapatan. Angka dimaksut dengan biaya

dalam hal ini adalah semua nilai korbanan dari berbagai input produksi selama proses

berlangsung, selisih anrata hasil yang diterima dengan biaya yang di keluarkan di sebut

pendapatan usaha tani.

4.2.2. Biaya Produksi Dalam setiap kegiatan usaha di bidang

pertanian pada akhirnya akan dinilai hasil yang akan diperoleh dari biaya yang di

keluarkan selama proses produksi berlangsung.

Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dalm bentuk uang selama

selama proses produksi berlangsung untuk menghasilkan sesuatu produk. Dalam analisis

ini biaya produksi ditinjau dari sudut perusahaan, yaitu pengeluaran haruslah

diperhitungkan sebagai biaya. Menurut sifatnya biaya usaha tani di

golongkan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap(variabel). Yang termasuk biaya variabel

adalah bibit padi, bibit ikan dan biaya tenaga kerja. Dalam penelitian ini tidak ada biaya

untuk membeli obat-obatan. Sedangkan biaya tetapnya meliputi biaya sewa tanah, bunga

modal dan biaya lain-lain. 4.2.2.1. Biaya variabel.

Biaya variabel adalah biaya yang dapat mempengaruhi maupun menentukan besar

kecilnya nilai produksi, yang meliputi biaya:

Page 70: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /70

A. Biaya Sarana Produksi. Biaya sarana produksi adalah biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh sarana produksi yang digunakan dalam suatu usaha

tani. Biaya sarana produksi yang di gunakan untuk

usaha mina padi meliputi biaya pembelian bibit padi, pupuk dan bibit ikan. Rata-rata

penggunaan tambahan biaya sarana produksi usaha mina padi per hektare yang di keluarkan

oleh petani dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 6. Rata-rata penggunaan dan tambahan

biaya srana produksi per hektare pada masing-masing pola pengusahaan usaha mina

padi.

Jenis Biaya Sarana

Produksi

Pola Pengusahaan Mina Padi

Pola I Pola II

Fisik

(kg)

Nilai (Rp) Fisik (kg) Nilai (Rp)

Bibit Padi (kg) 60 300.000 30 150.000

Pupuk Kandang (kw) 9 ton 1.902.700 6,5 ton 1.287.000

Bibit Ikan (rean)

Koi

Majalaya

3 2

1.500.000 200.000

2 2

1.000.000 200.000

Jumlah 3.902.700 2.637.000

Harga untuk bibit padi Rp 5000,-/kg, harga

pupuk kandang Rp 21.000,-/kw dan harga masing-masing untuk bibit ikan koi Rp

500.000,-/rean, bibit ikan majalaya Rp 100.000,-/rean.

Dari tabel 6. terlihat bahwa adanya perbedaan dalam penggunaan bibit padi antara

pola I dan pola II tersebut. Pada pola I rata-arta penggunaan bibit padi

sebesar 60 kg/ha dan pola II sebesar 40 kg/ha. Penggunaan bibit padi pada pola I lebih besar.

Hal ini disebabkan karena dalam pola II penanaman padi tidak terlalu banyak.

Pada pola I rata-rata penggunaan pupuk kandang masing-masing sebesar 9 ton/ha.

Sedangkan pada pola II rata-rata penggunaan pupuk kandang 6.5 ton/ha. Penggunaan pupuk

pada kedua pola tersebut juga menunjukkan perbedaan. Hal ini di samping karena

penggunaan bibit yang berbeda juga disebabkan karena dosis pemupukan yang

berbeda. Dalam penggunaan bibit ikan ini sangat

bervariasi, sesuai dengan keinginan petani

sendiri. Yang dianggap paling menguntungkan

bagi usaha taninya, sehingga penggunaan bibit ikan menunjukkan adanya pebedaan antara

kedua pola tersebut. Rata-rata penggunaan bibit ikan pada pola I masing-masing untuk

koi dan majalaya adalah sebesar 3 rean/ha dan 2 rean/ha.

Sedangkan pada pola II masing-masing ikan koi dan majalaya adalah sebesar 2 rean/ha dan

2 rean/ha. Dengan adanya perbedaan dalam penggunaan saran produksi, maka biaya

sarana produksinya akan menunjukkan perbedaan juga antara pola I dan pola II.

B. Biaya Tenaga Kerja. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang di

keluarkan untuk sejumlah tenaga kerja yang digunakan dalam usaha tani. Tenaga kerja

yang digunakan dalm usaha tani meliputi tenaga dalam keluarga dan tenaga luar

keluarga yang terdiri dari pria dan wanita. Tenaga kerja dalam keluarga juga

diperhitungkan sebagai tenaga kerja. Di daerah penelitian sekripsi upah untuk tenaga

Page 71: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /71

kerja pria Rp 30.000,- dan tenaga kerja wanita sebesar Rp 17.000,-

Untuk tenaga kerja wanita di sesuaikan menurut tingkat upah dengan Satuan Hari

Kerja Pria (SHKP). Suatu SHKP sama dengan

lama jam kerja mulai pukul 07.00-11.00 dan 12.30-16.30 dengan nilai Rp 30.000,- Rata-

rata penggunaan dan biaya tenaga keja yang di keluarkan petani dapat dilihat dalam table

berikut. Tabel 7. Rata-rata biaya tenaga kerja per hektar pada masing-masing pola pengusahaan

Usaha mina padi.

Jenis pekerjaaan Biaya Pola Pengusahaan Mina Padi

Pola I Pola II

Kegiatan Fisik

(HKPS) Nilai (Rp)

Fisik (HKPS)

Nilai (Rp)

Pengolahan Tanah 15 450.000 12 360.000

Persemaian 2 60.000 1 30.000

Penanaman Padi 36 612.000 17 289.000

Penebaran bibit ikan 1 20.000 1 20.000

Pemupukan 2 60.000 2 60.000

Panen 20 600.000 13 390.000

Jumlah 76 1.802.000 46 1.149.000

Dalam kegiatan usaha tani memerlukan tenaga

kerja meliputi hamper seluruh proses produksinya. Keperluan akan tenaga kerja

sekaligus akan mendorong timbul biaya untuk mengupah tenaga kerja yang digunakan, jika

tenaga kerja kurang mencukupi. Dalam table 7. menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan, baik pada penggunaan maupun biaya tenaga kerjanya. Rata-rata penggunaan

tenaga kerja pada pola I lebih besar yaitu 76 HKSP per hektare. Sedang pola II sebesar 46

HKSP per hectare. Hal ini disebabkan karena

pola I terdapat tambahan aktivitas kerja yaitu

penanaman padi sebanyak dua kali, maka tenaga kerja antara kedua pola tersebut akan

berbeda. C. Biaya Total Variabel

Biaya total variabel adalah usaha mina padi adalah jumlah biaya variable yang

digunakan dalam usaha mina padi. Biaya total variabel merupakan jumlah biaya tenaga kerja,

rata-rata total variabel yang di keluarkan oleh petani di sajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 8. Rata-rata total biaya variabel per hektare pada masing-masing pengusahaan

Usaha mina padi.

Jenis Biaya Biaya Pola Pengusahaan Mina Padi

Pola I (Rp) Pola II (Rp)

Sarana Produksi 3.902.700 2.637.000

Tenaga Kerja 1.802.000 1.149.000

Jumlah 5.704.700 3.786.000

Page 72: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /72

Dari tabel 8. menunjukkan bahwa rata-rata total biaya variabel pada pola I lebih besar

yaitu Rp 5.704.700,- perhektar. Karena berbagai biaya variabel yang dikeluarkan oleh

pola I selama proses produksi juga lebih besar. Sedangkan pada pola II sebesar Rp

3.786.000,- per ha, karena adanya perbedaan antara kedua pola tersebut, maka total biaya

variabelnya juga akan menunjukkan perbedaan ini.

4.2.2.2. Biaya Tetap Biaya tatap adalah jenis biaya yang tidak

mempengaruhi atau menentukan besar kecilnya nilai produksi yang dimaksud dengan

biaya tetap pada usaha mina padi ini adalah biaya sewa lahan, bunga modal dan lain-lain.

a) Biaya sewa lahan Di lokasi penelitian pada umumnya petani

memiliki lahan sendiri karena petaniu contoh status pengusahaan lahanya adalah milik,

maka penentuan nilai sewa lahan bervariasi tergantung dari letak dan kondisi lahan

tersebut, yaitu dalam kurun waktu satu tahun sebesar Rp 14.000.000 : 3 = 4.700.000,- per

ha. b) Bunga Modal (biaya atas modal)

Bunga modal pada usaha tani mina padi adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani

baik uang milik orang lain maupun milik sendiri yang digunakan dalam usaha mina

padi. Biaya bunga modal dihitung berdasarkan jumlah uang yang di keluarkan selama

berlangsungnya usaha mina padi tersebut. Dalam penelitian ini dinilai bunga modal di

hitung dengan mengalikan jumlah penggunaan uang selama empat bulan dengan persentase

yaitu 1,5 %. Dari hasil perhitungan di peroleh rata-rata

nilai bunga modal untuk pola I sebesar Rp 342.282,- per ha dan pola II sebesar Rp

227.160,- per ha. Nilai bunga modal menunjukkan perbedaan, karena biaya yang di

keluarkan oleh masing-masing pola tersebut juga berbeda.

c) Biaya lain-lain. Selain biaya sarana produksi, biaya tenaga

kerja, sewa lahan dan bunga modal masih ada biaya lain-lain yang dikeluarkan oleh petani

dalam kegiatan usaha taninya, yang termasuk biaya lain-lain diantaranya sewa diesel dan

lain-lain. Biaya lain-lain antara pola I dan pola II sama ,sebesar Rp 600.000,- per ha untuk

sewa diesel. d) Total Biaya Tetap

Total biaya tetap usaha mina padi adlah jumlah biaya tetap yang digynakan dalam

usaha mina padi. Total biaya tetap merupakan jumlah biaya sewa lahan, dikeluarkan perani

di sajikan pada table berikut.

Tabel 9. Rata-rata total biaya tetap per ha pada masing-masing pola pengusahaan usaha mina padi.

Jenis Biaya Biaya pola pengolahan mina padi

Pola I (Rp) Pola II (Rp)

Sewa lahan 4.700.000 4.700.000

Bunga modal 342.282 227.160

Biaya lain-lain 600.000 600.000

Jumlah 5.642.282 5.527.160

Karena pada berbagai biaya tetap yang dikeluarkan selama proses produksi antara

kedua pola tersebut sudah berbeda, maka total biaya tetap juga akan menunjukkan perbedaan.

Pada pola I rata-rata sebesar Rp 5.642.282,- per ha, nilainya lebih besar bila dibandingkan

pada pola II yaitu rata-rata sebesar Rp 5.527.160,- per ha.

4.2.2.3. Total Biaya Produksi Total biaya produksi pada usaha mina padi

merupakan biaya total yang dikeluarkan untuk usaha mina padi yaitu penjumlahan dari biaya

Page 73: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /73

sarana produksi, tenaga kerja, sewa lahan, biaya modal dan lain-lain.

Rata-rata total biaya produksi yang dikeluarkan petani di sajikan pada tabel

berikut ini. Tabel 10. Rata-rata total biaya produksi per hektare pada masing-masing pola pengusahaa

usaha mina padi.

Jenis Biaya Biaya pola Pengusahaan Mina Padi

Pola I (Rp) Pola II (Rp)

Saprodi 3.902.700 2.637.000

Tenaga kerja 1.802.000 1.149.000

Sewa lahan 4.700.000 4.700.000

Bunga modal 342.282 227.160

Biaya lain-lain 600.000 600.000

Jumlah 11.346.982 9.313.160

Dari tabel 10, diatas tampak bahwa rata-rata

total biaya produksi menunjukkan perbedaan nyata antara pola I dan pola II.

Perbedaan pada nilai rata-rata total biaya produksi ini, karena di sebabkan oleh alokasi

serta besar biaya variabel dan biaya tetap yang berbeda antara pola I dan pola II.

4.2.3. Penerimaan

Penerimaan adalah besarnya uang yang

diterima petani dari hasil penjualan produksi yang diperoleh. Jadi penerimaan merupakan

hasil kali total produksi dengan harga satuannya. Produksi adalah total hasil dari

usaha tani yang di nyatakan dalam bentuk fisik. Rata-rata produksi dan total penerimaan

yang diterima petani di sajikan pada table berikut ini.

Tabel 11. Rata-rata produksi dan total penerimaan per hectare pada masing-masing pola

pengusahaan usaha mina padi.

Produksi Pola Pengusahaan Mina Padi

Pola I Pola II

Nilai (kw)

Nilai (Rp)

Nilai (kw)

Nilai (Rp)

Majalaya 2 2.800.000 1,5 2.100.000

Koi A B

C

200 550

450

3.000.000 4.950.000

2.250,000

350 170

380

5.250.000 1.530.000

1.900.000

Padi 54 19.440.000 47 16.920.000

Jumlah 32.440.000 27.700.000

Harga komoditi majalaya Rp 1.400.000 per

kwintal, ikan koi A Rp 15.000, B Rp 9.000 dan C Rp 5.000 per biji dan komoditi padi Rp

360.000 per kwintal.

Dari table 11 tersebut tampak bahwa rata-rata

total penerimaan menunjukkan perbedaan nyata antara pola I dan pola II.

Perbedaan pada nilai rata-rata total penerimaan ini, disebabkan karena adanya

perbedaan produksi yang dihasilkan, dan

Page 74: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /74

produksi ini di pengaruhi oleh sarana produksi yang digunakan yaitu perbedaan antara pola I

dan pola II (pada tabel II).

4.2.4. Pendapatan

Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya produksi yang

telah dikeluarkan selama berlangsungnya proses produksi dari usaha mina padi tersebut.

Tabel 12. Rata-rata pendapatan yang diterima petani disajikan pada tabel berikut.

Pola pengusahaan mina padi Rata-rata pendapatan (Rp)

Pola I 20.233.018

Pola II 17.526.840

Dari tabel tesebut menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan menunjukkan perbedaan nyata

antara pola I dan pola II. Efisiensi antara kedua pola tersebut, karena belum adanya pedoman yang tepat dan efisien dalam

kombinasi penggunaan bibit ikan dan pupuk yang optimal bagi komoditi ikan. Meskipun tidak ter dapat perbedaan pada nilai rata-rata efisiensi antara kedua pola tersebut. Namun dari analisis

B/C Ratio (2,33)> 1. Sedangkan dari hasil R/C Ratio pada pola I (2,96)> 1 pada pola II (2,97)>1.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Dari hasil-hasil kesimpulan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Rata-rata total biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani yang mengusahakan pola I adalah sebesar Rp 11.346.982 per ha, sedangkan pola II adalah sebesar Rp 9.313.160 per ha.

2. Rata-rata total penerimaan yang diterima oleh petani yang mengusahakan pola I adalah sebesar Rp 32.440.000 per ha, sedangkan pola II sebesar Rp 27.700.000 per ha.

3. Rata-rata pedapatan yang diterima oleh petani yang mengusahakan pola I adalah sebesar Rp 20.233.018 per ha,sedang pola II sebesar Rp 17.526.840 per ha.Dari hasil R/C Ratio

diperoleh nilai pada pola I (2.96)>1, sedangkan pola II (2.97)>1. Maka usaha tani mina padi pertanian organik dapat dikatakan efisiensi antara kedua pola tersebut.

Dari hasil B/C Ratio di peroleh nilai (2,33)>1, maka ada peningkatan dalam pengusahaan usaha tani mina padi pertanian organik.

4. Dari hasil uji chi kuadrat diperoleh X2 hit (3,89)>X20.05(1)(3.84),yang berarti ada hubungan

antara hubungan antara hasil yang diterima dengan pemilihan pengusahaan usaha tani mina

padi. Korelasi di nyatakan oleh suatu koefisien kontigensi antara hasil yang diterima dengan pemilihan kedua pola adalah C = 0,22.

5.2.Saran-saran

1. Dalam usaha untuk meningkatkan pendapatan pada usaha tani mina padi di Desa Jabung, perlu kiranya untuk memilih di antara pola I atau pola II.

2. Untuk memperoleh tingkat efisiensi yang tinggi, perlu kiranya di laksanakan penelitian lebih lanjut.

3. Perlu kiranya usaha untuk mengembangkan usaha mina padi, mengingat usaha tani mina padi belum banyak berkembang. Hal ini perlu di lakukan karena dalam usaha tani mina padi dapat

meningkatkan pendapatan, memperluas atau dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak, pemanfaatan limbah lebih optimal serta dapat meningkatkan frekuensi pengawasan atau

Page 75: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /75

pengembangan lahan oleh petani. Sehubungan dengan usaha pengembangan usaha tani mina padi di atas maka di harapkan pihak-pihak terkait dalam usaha pengembangan tersebut, dapat

mempertimbangkan faktor-faktor sosial ekonomi dimana usaha tersebut akan dikembangkan.

Pengaruh Konsentrasi Pupuk Daun dan Jenis Media Tanam Pada Pertumbuhan dan Hasil Jamur

Kuping (Auricularia politricha)

Oleh : Agung Setya W*

*Dosen Fakultas Pertanian Universitas islam Balitar

Ringkasan

Perkembangan budidaya jamur kuping di Indonesia semakin pesat. Besarnya permintaan

pasar dan manfaat jamur kuping, maka perlu adanya peningkatan dalam produktivitas jamur kuping. Usaha peningkatan hasil budidaya jamur kuping ini salah satunya adalah dengan

pemberian pupuk daun sebagai upaya untuk mencukupi kebutuhan hara pada pertumbuhan jamur kuping. Media tanam juga berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur kuping karena unsur dan

teskstur yang berbeda sehingga pertumbuhan jamur kuping juga berbeda. Kandungan hara yang cukup dan tekstur yang tidak terlalu keras dan tidak terlalu lunak mendukung pertumbuhan dan

hasil jamur kuping. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun

secara faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama 2 level perlakuan faktor kedua 5 level, ulangan 3 kali sehingga kombinasi perlakuan dalam penelitian ini ada 30 kombinasi.

Terdapat interaksi pada pemberian pupuk daun Bayfolan 40 ml/liter dengan media tanam pada pertumbuhan misilium umur 7, 14, 21, dan 28 (HSI). Hasil penelitian menunjukn adanya

interaksi pada pemberian pupuk daun Bayfolan 40 ml / liter dengan media tanam pada waktu muncul jamur pertama kali (HSI) jumlah jamur pada saat mucul pertama waktu panen pertama

(HSI) berat basah jamur (gram). Berdasarkan hasil analisis ragam parameter yang ada interaksi yang berbeda nyata dimana data F hitung lebih besar dari data F tabel 5 % meliputi panjang

misilium , panjang misilium (cm), waktu muncul jamur pertama kali (HSI), jumlah jamur pada saat mucul pertama, waktu panen pertama (HSI) berat basah jamur (gram). Hipotesis atau

dugaan sementara yang terbukti dalam penelitian ini adalah H1 atau antara media tanam dengan konsentrasi pupuk daun Bayfolan terdapat interaksi yang nyata.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan M1B4 atau media cocopeat dengan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 40 ml/liter air merupakan kombinasi terbaik untuk

peubah panjang misilium 7 hari mencapai 5,95 cm, panjang misilium 14 hari mencapai 8,98 cm, panjang misilium 21 hari mencapai 15,83 cm, panjang misilium 28 hari mencapai 30,64 cm.

Waktu muncul jamur pertama kali mencapai 33 hari setelah inokulasi, jumlah jamur pada saat mucul pertama mencapai 8, waktu panen pertama mencapai 36 hari setelah inokulasi, bobot

basah jamur 56,2 gram.

kata kunci : jamur kuping, pupuk daun, bayfolan

Page 76: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /76

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang. Perkembangan budidaya jamur kuping

di Indonesia semakin pesat, sehingga saat ini budidaya jamur kuping sangat merebak di

berbagai daerah. Permintaan pasar yang tinggi dan besarnya manfaat jamur kuping maka

perlu adanya peningkatan dalam produktivitas jamur kuping. Jamur kuping merupakan

tanaman yang dapat hidup dimana saja, mulai dari kawasan hutan, pantai sampai dengan

pegunungan tinggi dengan persyaratan tempat yang cukup lembab.

Untuk meningkatkan hasil produksi jamur kuping ini adalah dengan pemberian

unsur-unsur hara seperti pemberian konsentrasi pupuk daun merk Bayfolan.

Kandungan pupuk daun Bayfolan dapat mempengaruhi membran sel yang dapat

merangsang pertumbuhan sel dan sintesis protein sampai terjadinya proses pembelahan

dan pemanjangan sel terutama pada bagian tanaman yang sedang berkembang seperti

jaringan meristem. Jamur kuping digolongkan pada

kelompok cendawan sejati. Menurut Darnetty (2006), jamur merupakan organisme yang

tidak mempunyai klorofil, sehingga dia tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi

makanan sendiri atau dengan kata lain jamur tidak bisa memanfaatkan karbondioksida

sebagai sumber karbonnya. Jamur kuping hidup dan memperoleh makanan dari bahan

organic mati seperti sisa- sisa hewan dan tumbuhan, sehingga dinamakan jamur

saprofit. Sumber makanan jamur berupa unsur-unsur hara diantaranya C, N, P, K dan

Ca, yang dapat diperoleh pupuk dan bekatul. Jamur mencerna dan menyerap makanan di

luar tubuh. Budidaya jamur ini pada umumnya

menggunakan media serbuk gergaji kayu. Jamur kuping dapat menyerap dan

memanfaatkan kandungan hara yang terdapat pada serbuk gergaji untuk tumbuh dan

berkenbabg. Cocopeat merupakan bahan organik alternatif yang dapat digunakan

sebagai media tanam. Cocopeat digunakan sebagai media tanam karena karakteristiknya

yang mampu mengikat dan menyimpan air dengan kuat, sesuai untuk daerah panas.

1.2 Tujuan.

Tujuan penelitian ini antara lain: 1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian

konsentrasi pupuk daun Bayfolan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jamur

kuping. 2. Untuk mengetahui pengaruh jenis media

tanam yang tepat terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jamur kuping.

3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk daun Bayfolan dan jenis media

tanam yang tepat terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jamur kuping.

II. Tinjauan Pustaka

2.1 Botani Jamur kuping (Auricularia politricha)

merupakan salah satu kelompok jelly fungi yang masuk ke dalam kelas Basidiomycota

dan mempunyai tekstur jelly yang unik. Fungi yang masuk ke dalam kelas ini umumnya

mudah dilihat dengan mata telanjang. Misiliumnya bersekat dan dapat dibedakan

menjadi dua macam yaitu misilium primer yang sel-selnya berinti satu, umumnya berasal

dari perkembangan basidiospora dan misilium sekunder yang sel penyusunnya berinti dua,

misilium ini merupakan hasil konjugasi dua misilium primer atau persatuan dua

basidiospora. Jamur ini disebut jamur kuping karena bentuk tubuh buahnya melebar seperti

daun telinga manusia atau kuping. Karakteristik dari jamur kuping ini adalah

memiliki tubuh buah yang kenyal jika dalam keadaan segar (Agus, 2002).

Ada tiga jenis jamur kuping yang sering di jumpai yaitu jamur kuping putih

yaitu tubuh buahnya seperti rumbai-rumbai tidak beraturan, berwarna putih dan sangat

Page 77: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /77

bening seperti agar-agar. Jamur kuping hitam yaitu tubuh buahnya berwarna coklat tua

setengah bening, berbentuk mangkuk menyerupai daun telinga manusia. Tubuh buah

menempel di atas batang kayu yang sudah membusuk di tempat basah dan lembab. Jamur

yang sudah di masak mempunyai tekstur garing sewaktu memakan tulang muda dan

tidak memilki rasa. Jamur kuping merah yaitu tubuh buah berwarna coklat tua kemerahan

dan berbentuk mirip sekali dengan daun telinga manusia. Tubuh buah bertekstur kenyal

dan dialam bebas tumbuh di batang pohon mati yang basah dan lembab.

Siklus hidup pada jamur kuping hampir serupa dengan siklus hidup pada jamur

tiram dan shitake yaitu tubuh buah yang sudah tua akan menghasilkan spora yang berbentuk

kecil, ringan dan jumlahnya banyak. Pada kondisi dan tempat yang sesuai dengan

persyaratan hidup spora seperti di kayu mati atau bahan yang mengandung selulosa dan

dalam kondisi yang lembap maka spora tersebut akan berkecambah dan membentuk

misilium melalui beberapa fase. Pada fase pertama, misilium primer yang tumbuh akan

terus menjadi banyak dan berkembang menjadi misilium sekunder yang membentuk

primordial atau penebalan misilium pada bagian permukaan misilium sekunder dengan

diameter sekitar 0.1 cm. Primordial akan tumbuh dan terbentuk kuncup tubuh buah

yang semakin lama akan semakin membesar kurang lebih 3-5 hari (Roger, 2006).

2.2 Reproduksi Jamur Kuping.

Jamur sebagai tanaman memiliki inti, berspora dan merupakan sel- sel lepas atau

bersambungan membentuk benang yang bersekat atau tidak bersekat yang disebut hifa

atau helai benang. Hifa jamur terdiri atas sel- sel yang berinti satu. Misilium jamur

bercabang- cabang dan pada titik pertemuannya membentuk bintik kecil yang

disebut sporangium yang akan tumbuh menjadi pinhead atau tunas jamur dan ahirnya

berkembang menjadi jamur. Pada awal perkembangan misilium, jamur melakukan

penetrasi dengan melubangi dinding sel kayu. Proses penetrasi atau pemboran dinding sel

kayu dibantu oleh enzim pemecah selulosa, hemisellulosa dan lignin yang disekresi oleh

jamur melalui ujung benang- benang misilium. Enzim mencerna senyawa kayu yang

dilubangi sekaligus memanfaatkannya sebagai sumber makanan jamur (Phillips, 2006).

Ciri-ciri misilium dibagi menjadi 3 macam, yaitu (1) misilium primer, yang

dihasilkan oleh basidiospora yang jatuh ditempat yang sesuai dan berhasil

berkecambah menjadi misilium (2) Misilium sekunder, terjadi sebagai hasil plasmogami

antara dua hifa. Misilium sekunder berkembang biak dimana tiap inti membelah

diri, dan belahan tersebut berkumpul lagi dalam sel baru, sehingga misilium skunder

selalu berinti dua (3) Misilium tersier, terdiri dari misilium sekunder yang terhimpun

menjadi jaringan teratur yang kemudian membentu basidiokarp (Dwijoseputro, 1988).

Jamur kuping dapat berkembang biak secara vegatatif yaitu dengan menghasilkan

spora. Jamur berbeda-beda ukurannya dan biasanya satu sel, tetapi adapula yang

multiseluler, adapun kondisi habitat jamur memperbanyak diri dengan memproduksi

dalam jumlah yang besar. Spora dapat terbawa oleh air atau angin bila mendapatkan

tempat yang cocok maka spora akan berkembang dan tumbuh menjadi dewasa.

Generatif yaitu dengan melalui sel struktur organ yang membentuk gamet di dalamnya

(Agus, 2002). Nukleus jamur mempunyai selubung

nukleus dan memiliki anak inti. Pada hifa yang telah tua terdapat fakuola yang

bermembran. Sel jamur terdapat mitokondria, ribosom plasmalema, lomasoma, diktiosoma,

dan retikulum endoplasma. Siregar (2001) menyatakan berdasarkan fase

perkembangannya, dikenal tiga macam misilium, yaitu misilium primer, skunder, dan

Page 78: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /78

tersier. Basidiospora yang jatuh pada media yang menguntungkan akan segera

berkecambah dan tumbuh membentuk misilium primer. Pada awalnya, misilium ini

berinti banyak kemudian berbentuk bersekat sehingga menghasilkan misilium berinti satu

yang haploid. Fase ini merupakan pertunasan dan fragmentasi hifa yang disebut pembiakan

vegetatif. Fase fegetatif berahir saat misilium primer mengadakan plasmogami antara dua

hifa yang dan membentuk misilium skunder berinti dua.

Gambar 1. Struktur Sel Hifa Jamur (Gunawan,

2000). Miselium sekunder berkembang secara

khusus. Setiap inti membelah diri dan masing- masing belahan berkumpul lagi tanpa

melakukan penyatuan inti atau karyogami dalam sel baru sehingga misilium skunder

selalu berinti dua. Fase berkembangan selanjutnya, misilium sekunder akan

terhimpun menjadi jaringan teratur dan membentuk tubuh buah (basidiokarp) yang

menghasilkan basidiospora. Fase ini disebut pembiakan generatif atau fase reproduktif.

Gambar 2. Pembetukan Misilium Dikariotik (Kurniawati. 1995).

Kandungan Protein dan Pertumbuhan Jamur Tiram Putih [Pleurotus ostreatus (Jacq. ex. Fr)

Kummer]. Pada Medium dengan Pemberian Pupuk Urea. [Skripsi].Yogyakarta: Fak.

Biologi UGM.

Gambar 3. Fase Perkembangan Misilium

Jamur (Marlina dan Siregar,2001).

2.3 Pengaruh Media Tanam Terhadap

Pertumbuhan Jamur Kuping. Kehidupan dan perkembangannya

jamur kuping memerlukan sumber nutrisi dalam bentuk unsur hara, seperti nitrogen,

fosfor, belerang, kalium, karbon serta beberapa unsur lainnya. Pada jaringan kayu

unsur-unsur ini sudah tersedia walaupun tidak sebanyak yang dibutuhkan. Penambahan

unsur-unsur tersebut dari luar diperlukan dalam bentuk pupuk yang dicampurkan pada

substrat penanaman (Maryati, 2009). Bahan baku untuk pembuatan media

tumbuh jamur harus mengandung cukup karbohidrat sebagai sumber karbon. Telah

dibuktikan bahwa limbah yang mengandung selulosa dan lignin dapat digunakan juga

sebagai media tumbuh jamur seperti jerami, daun pisang, ampas tebu, tongkol jagung,

sekam padi, bekatul, kapas, kulit kacang tanah dan serbuk gergaji (Regina, 1992).

Serbuk gergaji merupakan limbah yang berasal dari penggergajian kayu dan tersedia

cukup melimpah dengan kandungan selulosa tinggi dan serbuk gergaji dapat digunakan

sebagai medium tumbuh jamur.

Page 79: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /79

Tabel 1. Komposisi Kimia Kayu Sengon

Komponen kimia unsur

penyusun

%

Selulosa Pentosa

Lignin Abu

48,3

16,3 27,3

3,4

Sumber: Adiyuwono, (2001).

Cocopeat juga dapat dijadikan media

tanam jamur kuping. Cocopeat adalah sabut kelapa yang diolah menjadi butiran-butiran

gabus sabut kelapa dan bersifat menahan kandungan air dan unsur kimia pupuk serta

dapat menetralkan keasaman tanah. Cocopeat dapat digunakan sebagai media yang baik

untuk pertumbuhan tanaman hortikultura dan media tanaman rumah kaca

(http://www.thefreedictionary.com). Cocopeat merupakan bahan organik

alternatif yang dapat digunakan sebagai media tanam. Cocopeat digunakan sebagai media

tanam karena karakteristiknya yang mampu mengikat dan menyimpan air dengan kuat,

sesuai untuk daerah panas. Kandungan hara cocopeat rendah maka dalam penggunaannya

perlu ditambahi pupuk, selain itu terdapat kandungan tanin dan fenol yang mungkin akan

menghambat pertumbuhan. Kandungan zat tersebut dapat dihilangkan dengan perlakuan

suhu yaitu disteam, digongseng atau direbus. Cocopeat mempunyai daya menyimpan air

sangat baik serta mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.

Cocopeat merupakan sumber kalium yang diperlukan tanaman, selain juga merupakan

sumber unsur N, P, Ca dan Mg meskipun dalam jumlah yang sangat kecil

(http://blog.ub.ac.id). Media berkembangnya misilium jamur,

bekatul mengandung vitamin B kompleks dan bahan organik yang dapat merangsang

pertumbuhan tubuh buah. Selain itu bekatul juga mengandung beberapa makro elemen

penting seperti besi dan Magnesium. Penggunaan bekatul dalam jumlah yang terlalu

banyak dapat menimbulkan kegagalan pertumbuhan misilium, karena media menjadi

mudah terkontaminasi oleh mikroba.

Tabel 2. Komposisi Yang Tedapat Dalam Bekatul.

Jumlah Komposisi

7,7-20,6 % Abu

9,8-15,4% Protein

5-12,3% Selulosa

5,7-20,9 % Serat Kasar

34,2-46,1 % Nitrogen

8,7-11,14% Pentosa

7,7-11,4% Lemak

8,4-14,7% Kadar air

2,72-4,87 % P2O3

Sumber : Regina. 1992. Budidaya Jamur Kayu. Jakarta: Trubus no. 271. Juni

TH.XX111

Kapur berguna sebagai sumber makro elemen Kalsium dan juga sebagai pengendali

keasaman (pH) media. Kisaran pH optimum untuk jamur adalah 6-7 (Agus, 2002).

Tabel 3. Komposisi Bahan Media Tanam

Jamur Kuping Secara Umum.

Bahan Komposisi

Serbuk Gergaji 100 kg Bekatul 10 kg

Kalsium ( CaCO3) Air bersih

0,5 kg 45-50 L

Sumber : Agus et al,( 2004)

2.4 Peranan Pupuk Daun Terhadap

Pertumbuhan Dan Hasil Jamur Kuping. Nitrogen adalah komponen utama dari

berbagai substansi penting didalam tanaman. Sekitar 40-50% kandungan protoplasma yang

merupakan substansi hidup dari sel tumbuhan terdiri dari senyawa nitrogen. Senyawa

Page 80: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /80

nitrogen digunakan oleh tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah

menjadi protein. Nitrogen juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti

klorofil, asam nukleat dan enzim. Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar

pada setiap tahap pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif,

seperti pembentukan tunas atau perkembangan batang dan daun. Memasuki tahap

pertumbuhan generatif, kebutuhan nitrogen mulai berkurang. Nitrogen yang berasal dari

bahan organik dapat dimanfaatkan tanaman melalui tiga tahap reaksi yang melibatkan

aktivitas mikroorganisme tanah. Tahap reaksi tersebut sebagai berikut

Penguraian protein yang terdapat pada bahan organik menjadi asam amino. Tahap ini

disebut aminisasi. Perubahan asam amino menjadi senyawa-senyawa amonia (NH3) dan

amonium (NH4+). Tahap ini disebut reaksi amonifikasi. Perubahan senyawa-senyawa

amonia menjadi nitrat yang disebabkan oleh bakteri Nitrosomonas dan Nitrosococcus.

Tahap ini disebut nitrifikasi (Novizan, 2005). Unsur fosfor berperan menjaga keseimbangan

dari efek pemberian nitrogen yang berlebihan, merangsang pembentukan jaringan, dan

memperkuat dinding sel sehingga diyakini dapat membuat tanaman menjadi resisten

fosfor dan kalium berfungsi untuk merangsang pembuahan (Parnata, 2004).

Pupuk daun Bayfolan adalah mengandung unsur makro N 11 %, P2O5 8%,

K2O 6% dan unsur-unsur mikro besi, boron, kobalt, mangan, molibdenum, seng dan

tembaga. Bayfolan berbentuk cairan dengan berat bersih 250 ml. Penggunaan konsentrasi

Bayfolan 20-30 ml/liter air dapat memacu pertumbuhan tanaman. Fungsi unsur hara

Nitrogen untuk memacu pertumbuhan jamur kuping, fungsi unsur hara Posfor untuk

memperbanyak akar, daun, dan memperbanyak batang. Fungsi unsur hara

Kalium untuk ketahanan kekeringan dan daya

tahan terhadap hama penyakit (Anonymus, 2012)

3 Metode Penelitian.

Metode ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) yang disusun secara faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama 2 level

perlakuan faktor kedua 5 level, ulangan 3 kali sehingga kombinasi perlakuan dalam

penelitian ini ada 30 kombinasi.

Faktor perlakuan pertama dan kedua dalam penelitian ini adalah :

Faktor 1 : Media tanam (M) ada tiga level

meliputi M1 : media cocopeat

M2 : media serbuk gergaji kayu sengon Faktor 2 : Konsentrasi pemberian Bayfolan

(B) ada empat level meliputi B0 : tanpa perlakuan Bayfolan

B1 : konsentrasi pemberian Bayfolan 10 ml/liter air

B2 : konsentrasi pemberian Bayfolan 20 ml/liter air

B3 : konsentrasi pemberian Bayfolan 30 ml/liter air

B4 : konsentrasi pemberian Bayfolan 40 ml/liter air

3.1. Peubah Penelitian.

3.1.1. Panjang Misilium (cm). Peubah panjang misilium diukur mulai

dari titik tumbuh sampai ujung media tanam. Pengukuran dilakukan dengan alat pengaris

setiap tujuh hari sekali. Dimulai dari satu hari setelah inokulasi sampai misilium mencapai

penuh pada media tanam satuan panjang misilium adalah centimeter (Cahyana, 2004).

3.1.2. Waktu Muncul Jamur Pertama Kali

(HSI). Peubah waktu muncul jamur pertama

kali dilakukan dengan mencatat hari pertama saat munculnya badan buah jamur. Satuan

Page 81: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /81

parameter ini adalah hari setelah inokulasi (Cahyana, 2004).

3.1.3. Jumlah Jamur Pada Saat Mucul

Pertama. Peubah jumlah jamur pada saat muncul

pertama di hitung dari masing-masing perlakuan (Cahyana, 2004).

3.1.4. Waktu Panen Pertama (HSI).

Peubah waktu panen pertama dihitung sejak proses inokulasi hingga jamur siap di

panen. Jamur yang telah siap dipanen memiliki ciri badan buah yang bagian tepi

telah menipis dan memiliki ukuran yang optimal, pada umumnya panen dilakukan dua

sampai tiga hari setelah munculnya jamur (Cahyana, 2004).

3.1.5. Bobot Basah Jamur (gram).

Peubah berat basah jamur dilakukan dengan cara menimbang jamur yang didapat

dari pemanenan, ditimbang dari masing-masing perlakuan. Dilakukan 1 x periode

tanam. Jamur yang telah dipanen dibersihkan dari kotoran yang masih menempel kemudian

ditimbang untuk mengetahui berat segar total (Cahyana, 2004).

3.1.6. Analisis Data.

Analisis data rata-rata dengan menggunakan analisa sidik ragam dengan taraf

5 %. F hitung nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil 5%.

4. Hasil Penelitian.

4.1. Panjang Misilium (cm). Berdasarkan data analisis ragam maka

faktor media tanam terdapat interaksi yang nyata dengan faktor konsentrasi pupuk daun

Bayfolan yang ditandai dengan F hitung interaksi lebih besar dari F table (Lampiran 1).

Hasil analisa uji beda nyata terkecil kombinasi perlakuan antara media tanam dengan

konsentrasi pupuk daun Bayfolan pada pengamatan parameter panjang misilium (cm)

umur tujuh hari setelah tanam (HSI) yang terbaik untuk umur tujuh hari setelah tanam

adalah M1B4 merupakan kombinasi antara faktor media cocopeat dan konsentrasi pupuk

daun Bayfolan 40 ml/liter air (Tabel 4). Berdasarkan data analisis ragam maka

faktor media tanam terdapat interaksi yang nyata dengan faktor konsentrasi pupuk daun

Bayfolan yang ditandai dengan F hitung interaksi lebih besar dari F table (Lampiran 2).

Parameter panjang misilium (cm) yang terbaik untuk umur empat belas hari setelah tanam

adalah M1B4 merupakan kombinasi antara faktor media cocopeat dan konsentrasi pupuk

daun Bayfolan 40 ml/liter air (Tabel 4). Berdasarkan data analisis ragam maka

faktor media tanam terdapat interaksi yang nyata dengan faktor konsentrasi pupuk daun

Bayfolan yang ditandai dengan F hitung interaksi lebih besar dari F table (Lampiran 3).

Parameter panjang misilium (cm) yang terbaik untuk umur dua puluh satu hari setelah tanam

adalah M1B4 merupakan kombinasi antara faktor media cocopeat dan konsentrasi pupuk

daun Bayfolan 40 ml/liter air (Tabel 4). Berdasarkan data analisis ragam maka

faktor media tanam terdapat interaksi yang nyata dengan faktor konsentrasi pupuk daun

Bayfolan yang ditandai dengan F hitung interaksi lebih besar dari F table (Lampiran 4).

Parameter panjang misilium (cm) yang terbaik untuk umur dua puluh delapan hari setelah

tanam adalah M1B4 merupakan kombinasi antara faktor media cocopeat dan konsentrasi

pupuk daun Bayfolan 40 ml/liter air (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh Pemberian Konsentrasi

Pupuk Daun Bayfolan Dan Jenis Media Tanam Terhadap Panjang

Misilium Umur 7, 14, 21, Dan 28 (HSI).

Perlakuan 7 HIS

14 HIS

21 HIS

28 HIS

M1B0 2,68 a

4,99 a

10,84 a

21,61 a

Page 82: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /82

M1B1 2,45

a

5,97

b

11,27

a

22,68

a

M1B2 3,82

a

6,94

b

12,83

a

25,73

a

M1B3 3,62 a

7,95 b

13,76 a

23,62 a

M1B4 5,95 b

8,98 c

15,83 d

30,64 c

M2B0 3,96

a

4,95

a

10,66

a

21,53

a

M2B1 3,73

a

4,81

a

11,73

a

21,67

a

M2B2 3,72 a

5,90 b

11,90 a

24,79 a

M2B3 4,68 a

6,87 b

12,18 a

23,76 a

M2B4 4,76

a

7,73

b

14,41

c

27,77

b

BNT 5 % 1,11 0,33 0,42 1,22

Keterangan : Angka-angka yang didampingi

huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 % Hari

Setelah Inokulasi (HSI).

4.2. Waktu Muncul Jamur Pertama (HSI).

Berdasarkan data analisis ragam maka faktor media tanam terdapat interaksi

yang nyata dengan faktor konsentrasi pupuk daun Bayfolan yang ditandai dengan F hitung

interaksi lebih besar dari F tabel (Lampiran 5). Hasil analisa uji beda nyata terkecil kombinasi

perlakuan antara media tanam dengan konsentrasi pupuk daun Bayfolan pada

pengamatan parameter waktu muncul jamur pertama yang terbaik adalah M1B4 merupakan

kombinasi antara faktor media cocopeat dan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 40 ml/liter

air (Tabel 5).

Tabel 5. Pengaruh Pemberian Konsentrasi

Pupuk Daun Bayfolan Dan Jenis Media Tanam Terhadap Waktu Muncul Jamur

Pertama (HSI).

Perlakuan Hari Notasi

M1B0 34 a

M1B1 36 a

M1B2 36 a

M1B3 36 a

M1B4 33 b

M2B0 34 a

M2B1 40 a

M2B2 35 a

M2B3 36 a

M2B4 37 a

BNT 5% 2,31

Keterangan: Angka-angka yang

didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 % Hari

Setelah Inokulasi (HSI).

4.3. Jumlah Jamur Pada Saat Mucul Pertama. Berdasarkan data analisis ragam maka

faktor media tanam terdapat interaksi yang nyata dengan faktor konsentrasi pupuk daun

Bayfolan yang ditandai dengan F hitung interaksi lebih besar dari F tabel (Lampiran 6).

Hasil analisa uji beda nyata terkecil kombinasi perlakuan antara media tanam dengan

konsentrasi pupuk daun Bayfolan pada pengamatan parameter jumlah jamur pada saat

muncul pertama yang terbaik adalah M1B4 merupakan kombinasi antara faktor media

cocopeat dan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 40 ml/liter air (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh Pemberian Konsentrasi Pupuk Daun Bayfolan Dan Jenis Media

Tanam Terhadap Jumlah Jamur Pada Saat Mucul Pertama.

Perlakuan Rerata Notasi

M1B0 4,0 a

M1B1 6,0 a

M1B2 6,0 a

M1B3 5,7 a

M1B4 8,0 b

Page 83: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /83

M2B0 4,0 a

M2B1 6,0 a

M2B2 6,0 a

M2B3 5,0 a

M2B4 5,0 a

BNT 5% 1,3

Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 % Hari Setelah Inokulasi (HSI).

4.4. Waktu Panen Pertama (HSI).

Berdasarkan data analisis ragam maka faktor media tanam terdapat interaksi yang

nyata dengan faktor konsentrasi pupuk daun Bayfolan yang ditandai dengan F hitung

interaksi lebih besar dari F tabel (Lampiran 7). Hasil analisa uji beda nyata terkecil kombinasi

perlakuan antara media tanam dengan konsentrasi pupuk daun Bayfolan pada

pengamatan parameter waktu panen pertama yang terbaik adalah M1B4 merupakan

kombinasi antara faktor media cocopeat dan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 40 ml / liter

air (Tabel 7).

Tabel 7. Pengaruh Pemberian Konsentrasi Pupuk Daun Bayfolan Dan Jenis Media

Tanam Terhadap Waktu Panen Pertama (HIS)

Perlakuan Hari Notasi

M1B0 37,0 B

M1B1 37,0 B

M1B2 37,0 B

M1B3 38,0 B

M1B4 36,0 A

M2B0 38,0 B

M2B1 37,0 B

M2B2 38,0 B

M2B3 38,0 b

M2B4 37,0 b

BNT 5% 0,5

Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama tidakberbeda nyata pada uji

BNT 5 % Hari Setelah Inokulasi (HSI).

4.5. Berat Basah Jamur (gram). Berdasarkan data analisis ragam

maka faktor media tanam terdapat interaksi yang nyata dengan faktor konsentrasi pupuk

daun Bayfolan yang ditandai dengan F hitung interaksi lebih besar dari F tabel (Lampiran 6).

Hasil analisa uji beda nyata terkecil kombinasi perlakuan antara media tanam dengan

konsentrasi pupuk daun Bayfolan pada pengamatan parameter berat basah jamur yang

terbaik adalah M1B4 merupakan kombinasi antara faktor media cocopeat dan konsentrasi

pupuk daun Bayfolan 40 ml/liter air (Tabel 8) .

Tabel 8.Pengaruh Pemberian Konsentrasi Pupuk Daun Bayfolan Dan Jenis

Media Tanam Terhadap Berat Basah Jamur (gram).

Perlakuan Rerata Notasi

M1B0 45,7 A

M1B1 49,9 A

M1B2 46,7 A

M1B3 49,6 A

M1B4 56,2 B

M2B0 45,8 A

M2B1 46,9 A

M2B2 48,9 a

M2B3 45,9 a

M2B4 46,7 a

BNT 5% 4,7

Keterangan: Angka-angka yang didampingi

huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5

% Hari Setelah Inokulasi (HSI).

5. Pembahasan.

5.1. Panjang Misilium (cm). Berdasarkan hasil penelitian dimana

parameter panjang misilium pada tanaman

Page 84: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /84

jamur kuping, kombinasi perlakuan yang terbaik untuk parameter panjang misilium

umur tujuh hari setelah inokulasi (centimeter) adalah M1B4 merupakan kombinasi perlakuan

antara media cocopeat dan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 40 ml / liter air, mencapai

panjang misilium 5,95 cm sedangkan kombinasi perlakuan yang terendah adalah

M1B1 merupakan kombinasi perlakuan antara media cocopeat dan konsentrasi pupuk daun

Bayfolan 10 ml / liter air (Gambar 7).

Gambar 7. Grafik parameter panjang misilium

7 HSI pada berbagai kombinasi perlakuan.

Berdasarkan hasil penelitian dimana parameter panjang misilium pada tanaman

jamur kuping, kombinasi perlakuan yang terbaik untuk parameter panjang misilium

umur empat belas hari setelah inokulasi (centimeter) adalah M1B4 merupakan

kombinasi perlakuan antara media cocopeat dan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 40

ml/liter air, mencapai panjang misilium 5,95 cm sedangkan kombinasi perlakuan yang

terendah adalah M2B0 merupakan kombinasi perlakuan antara media serbuk gergaji kayu

sengon dan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 0 ml/liter air (Gambar 8).

Gambar 8. Grafik parameter panjang misilium 14 (HSI) pada berbagai kombinasi

perlakuan.

Berdasarkan hasil penelitian dimana parameter panjang misilium pada tanaman

jamur kuping, kombinasi perlakuan yang terbaik untuk parameter panjang misilium

umur dua puluh satu hari setelah inokulasi (centimeter) adalah M1B4 merupakan

kombinasi perlakuan antara media cocopeat dan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 40

ml/liter air, mencapai panjang misilium 5,95 cm sedangkan kombinasi perlakuan yang

terendah adalah M1B0 merupakan kombinasi perlakuan antara media cocopeat dan

konsentrasi pupuk daun Bayfolan 0 ml / liter air (Gambar 9).

Gambar 9. Grafik parameter panjang misilium

21 HSI pada berbagai kombinasi perlakuan.

Berdasarkan hasil penelitian dimana parameter panjang misilium pada tanaman

Page 85: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /85

jamur kuping, kombinasi perlakuan yang terbaik untuk parameter panjang misilium

umur dua puluh delapan hari setelah inokulasi (centimeter) adalah M1B4 merupakan

kombinasi perlakuan antara media cocopeat dan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 40

ml/liter air, mencapai panjang misilium 5,95 cm sedangkan kombinasi perlakuan yang

terendah adalah M2B0 merupakan kombinasi perlakuan antara media cocopeat dan

konsentrasi pupuk daun Bayfolan 0 ml / liter air (Gambar 10).

Gambar 10. Grafik parameter panjang

misilium 28 (HSI) pada berbagai kombinasi perlakuan.

Media tanam yang terbaik untuk

parameter panjang misilium untuk umur 7, 14, 21, dan 28 hari setelah inokulasi adalah

cocopeat (M1) karena tektur cocopeat lebih mudah busuk sehingga lebih mudah untuk di

fermentasi oleh bakteri didalam serabut cocopeat. Hasil daripada proses fermentasi

atau dekomposer akan menghasilkan bahan-bahan organik yang di produksi secara

alamiah sangat membantu pertumbuhan misilium jamur kuping (Regina, 1992).

Konsentrasi pupuk daun Bayfolan yang terbaik untuk parameter panjang misilium

pada umur 7, 14, 21, dan 28 hari setelah inokulasi adalah (B4) atau konsentrasi pupuk

daun Bayfolan 40 ml/liter air. Karena kandungan unsur hara nitrogen (N) dalam

pupuk daun Bayfolan sangat tinggi mencapai 11 %. Peranan unsur hara makro nitrogen (N)

di dalam panjang misilium sangat berpengaruh sekali karena nitrogen merupakan unsur utama

atau pokok dalam pembentukan sel-sel baru sehingga meningkatkan pertumbuhan awal

misilium (Albertus, 2009). Ervina (2004) mejelaskan bahwa adanya nitrogen dalam

kadar yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan misilium yang lebih tebal dan

kompak.

5.2. Waktu Muncul Jamur Pertama Kali (HSI).

Berdasarkan hasil penelitian dimana parameter waktu muncul jamur pertama kali

pada tanaman jamur kuping, kombinasi perlakuan yang terbaik untuk parameter waktu

muncul jamur pertama kali hari setelah inokulasi adalah M1B4 merupakan kombinasi

perlakuan antara media cocopeat dan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 40 ml/liter

air, mencapai panjang misilium 5,95 cm sedangkan kombinasi perlakuan yang terendah

adalah M2B1 merupakan kombinasi perlakuan antara media serbuk gargaji kayu sengon dan

konsentrasi pupuk daun Bayfolan 10 ml/liter air (Gambar 11).

Gambar 11. Grafik parameter waktu muncul jamur pertama kali (HSI) pada berbagai

kombinasi perlakuan.

Page 86: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /86

Media tanam yang terbaik untuk parameter waktu muncul jamur pertama kali

(HSI) adalah cocopeat (M1) karena cocopeat mengandung serat-serat yang sangat halus

sehingga mudah dan banyak menyerap air. Air yang ada di dalam media cocopeat dapat

membantu proses pembentukan sel-sel baru sehingga mempercepat munculnya jamur

(Winarni, 1995). Konsentrasi pupuk daun Bayfolan yang

terbaik untuk parameter waktu muncul jamur pertama kali (HSI) adalah (B4) atau

konsentrasi pupuk daun Bayfolan 40 ml/liter air. Karena kandungan unsur hara Phospor

dalam pupuk daun Bayfolan sangat tinggi mencapai 8 %. Peranan unsur hara makro

Phospor di dalam parameter waktu muncul jamur pertama kali (HSI) sangat berpengaruh

karena Pospor merupakan unsur utama dalam pembentukan protein yang akan mengalami

proses pembongkaran sehingga menghasilkan energi metabolisme. Energi metabolisme ini

sangat beperan sekali dalam munculnya jamur (Kurniawati, 1995). Dwijoseputro (1988)

menambahkan bahwa penambahan phospor pada awal pertumbuhan misilium akan

menjamin pembentukan primordial jamur.

5.3. Jumlah Jamur Pada Saat Mucul Pertama.

Berdasarkan hasil penelitian dimana parameter jumlah jamur pada saat muncul

pertama pada tanaman jamur kuping, kombinasi perlakuan yang terbaik untuk

parameter jumlah jamur pada saat muncul pertama (hari setelah inokulasi) adalah M1B4

merupakan kombinasi perlakuan antara media cocopeat dan konsentrasi pupuk daun

Bayfolan 40 ml/liter air, mencapai panjang misilium 5,95 cm sedangkan kombinasi

perlakuan yang terendah adalah M2B0 merupakan kombinasi perlakuan antara media

serbuk gergaji kayu sengon dan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 0 ml/liter air (Gambar

12).

Gambar 12. Grafik parameter jumlah jamur

pada saat muncul pertama (HSI) pada berbagai kombinasi perlakuan.

Media tanam yang terbaik untuk parameter waktu muncul jamur pertama kali

(HSI) adalah cocopeat M1 karena cocopeat terbuat dari bahan organik yang mudah untuk

pertumbuhan bakteri yang berfungsi untuk mempercepat pergantian sel-sel yang sudah

rusak menjadi sel-sel baru yang lebih baik dan lebih cepat untuk membantu pertumbuhan

jamur partama kali (Cahyana, 2004). Konsentrasi pupuk daun Bayfolan

yang terbaik untuk parameter waktu muncul jamur pertama kali (HSI) adalah B4 atau

konsentrasi pupuk daun Bayfolan 40 ml/liter air. Kandungan unsur hara Kalium dalam

pupuk daun Bayfolan sangat tinggi mencapai 6 %. Peranan unsur hara makro kalium di

dalam parameter waktu muncul jamur pertama kali (HSI) sangat berpengaruh karena Kalium

merupakan unsur utama dalam ketahanan metabolisme jamur terhadap serangan hama

dan penyakit sehingga jamur yang tumbuh aman dari serangan hama dan penyakit

sehngga pertumbuhan jamur lebih cepat dan jamur yang dihasilkan lebih sempurna

(Winarni, 1995). Salisbury (1995) menjelasakan bahwa bila tanaman kekurangan

kalium maka banyak proses yang tidak berjalan dengan baik, misalnya terjadinya

kumulasi karbohidrat, menurunnya kadar pati dan akumulasi kadar nitrogen dalam tanaman.

5.4. Waktu Panen Pertama (HSI).

Berdasarkan hasil penelitian dimana parameter waktu panen pertama pada tanaman

Page 87: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /87

jamur kuping, kombinasi perlakuan yang terbaik untuk parameter waktu panen pertama

(hari setelah inokulasi) adalah M1B4 merupakan kombinasi perlakuan antara media

cocopeat dan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 40 ml /liter air, mencapai panjang

misilium 36 (HSI) sedangkan kombinasi perlakuan yang terendah adalah M1B3

merupakan kombinasi perlakuan antara media cocopeat dan konsentrasi pupuk daun

Bayfolan 30 ml/liter air, M2B0 merupakan kombinasi perlakuan antara media serbuk

gergaji kayu sengon dan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 0 ml/liter air, M2B2 merupakan

kombinasi perlakuan antara media serbuk gergaji kayu sengon dan konsentrasi pupuk

daun Bayfolan 20 ml/liter air, dan M2B3 merupakan kombinasi perlakuan antara media

serbuk gergaji kayu sengon dan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 30 ml/liter air (Gambar

13).

Gambar 13. Grafik parameter waktu panen pertama (HSI) pada berbagai kombinasi

perlakuan. Media tanam yang terbaik untuk

parameter waktu muncul jamur pertama kali (HSI) adalah cocopeat M1 karena cocopeat

adalah media yang sangat bagus dan sangat lunak sehingga pertumbuhan misilium sangat

kondusif, karena kandungan air dan bahan-bahan organik sangat mencukupi untuk

menunjang pertumbuhan awal jamur. Peranan bahan organik di dalam media cocopeat tidak

sebatas pada itu saja tetapi juga berperan aktif dalam mempercepat waktu panen pertama

karena pertumbuhan jamur sangat sempurna (Abidin, 1993).

Konsentrasi pupuk daun Bayfolan yang terbaik untuk parameter waktu muncul jamur

pertama kali (HSI) adalah B4 atau konsentrasi pupuk daun Bayfolan 40 ml/liter air.

Kandungan unsur hara Besi dalam pupuk daun Bayfolan sangat tinggi mencapai 1 %.

Peranan unsur hara mikro Besi di dalam parameter waktu muncul jamur pertama kali

(HSI) sangat berpengaruh karena Besi berperan aktif dalam pembentukan sel-sel baru

didalam dan menggantikan sel-sel lama didalam tubuh jamur. Peranan unsur hara

mikro fosfor juga berfungsi dalam pembentukan jaringan-jaringan baru serta

organ-organ baru yang mampu menghasilkan jamur yang lebih sempurna dan baik

kualitasnya (Darma, 2002).

5.5. Berat Basah Jamur (gram). Berdasarkan hasil penelitian dimana

parameter berat basah jamur pada tanaman jamur kuping, kombinasi perlakuan yang

terbaik untuk parameter waktu panen pertama (hari setelah inokulasi) adalah M1B4

merupakan kombinasi perlakuan antara media cocopeat dan konsentrasi pupuk daun

Bayfolan 40 ml/liter air, mencapai panjang 56,2 gram sedangkan kombinasi perlakuan

yang terendah adalah M1B0 merupakan kombinasi perlakuan antara media cocopeat

dan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 0 ml/liter air (Gambar 14).

Page 88: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /88

Gambar 14. Grafik parameter berat basah jamur (gram) pada berbagai kombinasi

perlakuan.

Media tanam yang terbaik untuk parameter berat basah jamur (gram) adalah

cocopeat M1 karena cocopeat adalah bahan alami yang bisa menyimpan mikroba-mikroba

sekaligus tempat perkembang biakan yang sangat baik, akirnya proses penguraian bahan-

bahan organik dapat berjalan secara optimal dan energi metabilisme yang di hasilkan

sangat besar sekali dan dapat membantu meningkatkan berat basah jamur kuping

(Rudiyati, 1991). Selain itu diduga bahwa jamur mempunyai cadangan energi yang

cukup untuk menghasilkan berat segar yang optimal karena unsur yang terdapat dalam

media dapat terdekomposisi secara merata pada waktu pembentukan badan buahsehingga

dapat dimanfaatkan oleh jamur. Pada awalnya misillium menyerap nutrisi yang ada

kemudian merombak nutrisi lain untuk produksinya. Suriawiria (2002) menambahkan

bahwa nutrisi yang tersedia dalam media tanam yang mampu diserap oleh jamur akan

mampu meningkatkan berat basah dari jamur. Konsentrasi pupuk daun Bayfolan yang

terbaik untuk parameter berat basah jamur (gram) adalah B4 atau konsentrasi pupuk daun

Bayfolan 40 ml/liter air. Karena kandungan unsur hara Kalsium dalam pupuk daun

Bayfolan sangat tinggi mencapai 1 %. Peranan

unsur hara mikro Kalsium sangat berpengaruh karena Kalsium berperan aktif dalam

metabolisme dan enzimatis. Sehingga ATP yang di hasilkan cukup besar untuk

peningkatan hasil (Suriawiria, 2000)

6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan.

Penelitian ini dapat di ambil kesimpulan antara lain

1. Berdasarkan hasil analisis ragam parameter yang ada interaksi yang berbeda nyata

dimana data F hitung lebih besar dari data F tabel 5 % meliputi panjang misilium ,

panjang misilium (cm), waktu muncul jamur pertama kali (HSI), jumlah jamur

pada saat mucul pertama, waktu panen pertama (HSI) berat basah jamur (gram).

2. Hipotesa atau dugaan sementara yang terbukti dalam penelitian ini adalah H1 atau

antara media tanam dengan konsentrasi pupuk daun Bayfolan terdapat interaksi

yang nyata. 3. Kombinasi perlakuan M1B4 atau media

kokopiet dengan konsentrasi pupuk daun Bayfolan 40 ml/liter air merupakan

kombinasi terbaik untuk parameter yang terbaik panjang misilium 7 hari mencapai

5,95 cm, panjang misilium 14 hari mencapai 8,98 cm, panjang misilium 21

hari mencapai 15,83 cm, panjang misilium 28 hari mencapai 30,64 cm. Waktu muncul

jamur pertama kali mencapai 33 hari setelah inokulasi, Jumlah Jamur pada saat

mucul pertama mencapai 8, waktu panen pertama mencapai 36 hari setelah inokulasi,

berat basah jamur 56,2 gram.

6.2. Saran. Saya sebagai penulis dalam penelitian

ini menyarankan untuk para pembaca untuk penelitian lebih lanjut antara lain

1. Media tanam yang bisa di lakukan penelitian lebih lanjut adalah media

sekam padi, media jerami dan media sekam padi dan jerami.

Page 89: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /89

2. Disarankan untuk mengadakan penelitian lanjutan untuk konsentrasi

DAFTAR PUSTAKA

Abidin , Z. 1993. Dasar-dasar Pengetahuan

Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung : Angkasa. 37-54.

Adiyuwono. 2001. Mengenal kayu untuk Media Jamur. Trubus XXXI (362).

Agus. 2002. Budidaya Jamur Konsumsi. Jakarta : Agromedia Pustaka. Hal :

74

Agus, G.T.K., Agus, K.A., Dianawati, A.,

Dipi, U.T., Irawan, E.S., Miharja, K., Gusyadi, L., Luluk, A.M., Maman,

N., Karno, P.S., Dachlan, P., Udin, S., Ujang, J.M., Yana, T., dan Sastro,

Y. 2004. Budidaya Jamur Konsumsi. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Albertus. 2009. Cara Aplikasi Pupuk Daun Pada Tanaman Cabal Merah

(Capsicum Annum L.) Teknisi Litkayasa Nonkelas pada Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku, Jalan Laksdya Leo

Wattimena-Waiheru Kotak Pos 204 Passo, Ambon

Anonymus, 2012. Brosur Pupuk Daun Bayfolan. Bayer Indonesia. Jakarta.`

Cahyana. 2004. Jamur Tiram. Jakarta: Penebar Swadaya

Darma. 2002. Diktat: Budidaya Jamur Pangan. Laboratorium Pathology

Darnetty. 2006. Pengantar Mikologi. Padang: Andalas Universitas Press

Dwijoseputro. 1988. Pengantar Mikologi II. Bandung : Alumni

Ervina, DW. 2000. Pengaruh Bekatul Dan Ampas Tahu Pada Media serbuk

Gergaji Kayu Jati Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Merah.

Fakultas Pertanian UMM Gunawan. 2000. Usaha Pembibitan Jamur.

Penebar Swadaya. Bandung

Kurniawati. 1995. Kandungan Protein dan Pertumbuhan JamurTiram Putih

[Pleurotus ostreatus (Jacq. ex. Fr) Kummer] Pada Medium dengan

Pemberian Pupuk Urea. [Skripsi].Yogyakarta: Fak. Biologi

UGM.

Novizan, 2005. Petunjuk Pemupukan yang

Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Maryati. 2009. Budidaya Jamur Kuping di

Unit Pelaksana TeknisDaerah (UPTD) Balai Pengembangan dan

Promosi Tanaman Pangan Hortikultura (BP2TPH) Ngipiksari,

Sleman, Yogyakarta. Hal 53.

Parnata. 2004. Pupuk Organik Cair:

Aplikasi dan Manfaatnya. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Phillips. 2006. Mushrooms. Pub. McMilan. Hal. 317.

Regina. 1992. Budidaya Jamur Kayu. Jakarta: Trubus no. 271. Juni

TH.XX111

Rudiyati. 1991. Kandungan Mineral dan

Protein JamurKuping (Auricularia auricularia Judae) Pada serbuk

Gergaji Kayu Sengon (Albizia falfata Backer), Mahoni

(Swieteniamacrophylla King) dan Jati (Tectona grandis L.f ). [Skripsi].

Yogyakarta: Fak. Biologi UGM.

Roger. 2006. Mushrooms. Pub. McMilan.

Hal. 317.

Salisbury. 1995. Fisiologi Tumbuhan:

Bandung. ITB

Suriawiria. 2000. Sukses beragrobisnis

jamur kayu shiitake, kuping dan tiram, Penerbit Penebar Swadaya,

Jakarta, hal 15-50.

Suriawiria. 2002. Budidaya Jamur Tiram.

Yogyakarta: Kanisius

Page 90: EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PUPUK KASCING DAN …jurnal.unisbablitar.ac.id/images/jurnal/69/Grafting_2013.pdf · Denah penelitian dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) Tanaman Sawi Hijau

PLANT AGRONOMY

GRAFTING JOURNAL 2013 EDITION /90

Winarni. 1995. Optimasi Medium Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia

falfata L) Untuk Pertumbuhan Jamur

Tiram Putih (Pleurotus ostreatus Jack. Ex Fr. Krummer). Skripsi.

Yogyakarta: Fak. Biologi UGM.