Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
PERSPEKTIF PERMA NO.1 TAHUN 2008
TENTANG PROSEDUR MEDIASI
(Analisa Pasca Pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008
Di Pengadilan Agama Jakarta Timur)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Siti Umu Kulsum NIM.106044101441
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1431 H / 2010 M
EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
PERSFEKTIF PERMA NO.1 TAHUN 2008
TENTANG PROSEDUR MEDIASI
(Analisa Pasca Pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008
Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan Agama Jakarta Timur)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Siti Umu Kulsum
NIM.106044101441
Di Bawah Bimbingan:
Drs. H. A Basiq Djalil, SH, MA
1950 0306 1976 031001
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1431 H / 2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya ,
maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Agustus 2010
Siti Umu Kulsum
KATA PENGANTAR
ÉΟó¡ Î0 «! $# Ç≈uΗ÷q §�9$# ÉΟŠÏm§�9 $#
Subhanallah. Sungguh hanya Allah, Dzat yang Maha Suci dan Maha
Mengetahui, yang telah mengajarkan ilmu kepada umat manusia dan mengangkat
derajat orang-orang yang beriman kepada-Nya dan mencari ilmu-Nya. Alhamdulillahi
rabbil ‘alamin. Luapan puji serta rasa syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke
hadirat ilahi rabbi Allah SWT, Rabb semesta alam, atas ridho serta rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat teriring salam semoga Allah limpah curahkan kepada habibana
wanabiyana Rasulullah Muhammad SAW, yang menjadi tauladan dan panutan bagi
umat manusia. Yang telah mengajarkan manusia untuk menjadi pribadi muslim
kaffah. Beserta seluruh sahabat dan umatnya yang istiqomah hingga akhir zaman.
Skripsi ini dipersembahkan terkhusus untuk motivator terbesar sepanjang
perjalan hidup penulis, Almarhum Ayahanda KH. Sholehuddin dan Almarhumah
Ibunda Hj. Siti Rukoyah untuk segala dorongan, bimbingan, kasih sayang dan doa
tulusnya. Semua kasih dan sayang yang diberikan takkan kunjung terbalas. Semoga
Allah melimpahkan keduanya ampunan dan ditempatkan disisinya.
Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. Dr. Drs. H. Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil. SH, MA., ketua jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah.dan
Bapak Kamarusdiana S.Ag, MH., sekertaris jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah.
3. Drs. H. A. Basiq Djalil. SH, MA., Dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan pengarahan, petunjuk, serta bimbingan dalam meyelesaikan
penulisan ini dengan penuh kesabaran dan perhatiannya sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
4. Dr. Euis Amalia, M.Ag, Dosen penguji yang telah mengarahkan dan menunjukan
dan memberikan solusinya, dan Bapak Dr.H. A. Juaini Syukri, Lc, M. Ag yang
telah menguji skripsi saya dan memberikan arahan ke arah yang lebih baik lagi
5. Seluruh staf dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan
membimbing penulis dalam menuntut ilmu selama menjadi mahasiswi dikampus
tercinta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Pimpinan dan staf Peradilan Agama Jakarta Timur yang telah membantu dan
memberikan fasilitas kepada penulis untuk mencari sumber data dalam penulisan
ini.
7. Pimpinan serta staf perpustakaan FSH dan perpustakaan utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pasilitas untuk mengadakan studi
kepustakaan.
8. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih banyak sama ayahanda tercinta KH.
Solehuddin juga ibunda tercinta Hj.Siti rukoyah yang selalu merjuang untuk anak-
anaknya dan selalu memberikan motifasi.
9. Erik Hasnur Pradana seorang yang sangat berarti dalam hidup penulis, terima
kasih telah memberikan cinta dan kasih sayangnya yang begitu tulus. Serta terima
kasih atas motivasi dan bantuannya selama ini, yang tak pernah bosan untuk
selalu mengingatkan dan memberi motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Seluruh keluarga besar kelas PA-B angkatan 2006 senasib dan seperjuangan yang
tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, tetap semangat menyongsong
masa depan. Seluruh teman-teman KKN 2009 yang selalu memberi semangat dan
canda tawanya dikala penyusunan skripsi ini, semoga kalian tetap semangat.
Dan kiranya masih banyak pihak yang tak mungkin disebutkan yang turut
andil membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Berkat bantuan dan
bimbingan, arahan dan do’a dari berbagai pihak di atas, halangan, hambatan dan
kesulitan dapat diatasi dengan baik.
Akhirnya kepada Allah jualah penulis serahkan, semoga amal baik mereka
semua dibalas oleh Allah dengan balasan yang berlipat ganda.
Amin Ya Robbal’alamin.
Jakarta, Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................. 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 10
D. Studi Review .................................................................... 10
E. Metode penelitian ............................................................. 13
F. Sistematika Penulisan ....................................................... 18
BAB II PERATURAN MAHKAMAH AGUNG N0.1 TAHUN 2008
TENTANG PROSEDUR MEDIASI ...................................... 20
A. Sejarah Singkat Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Mediasi 20
B. Pengertian Mediasi ........................................................... 26
C. Dasar Hukum Mediasi ...................................................... 30
D. Prinsip-prinsip Hukum Mediasi ....................................... 39
BAB III PROSEDUR MEDIASI .......................................................... 45
A. Tahap Pramediasi ............................................................. 45
B. Tahap-tahap proses Mediasi ............................................. 51
C. Putusan Mediasi ............................................................... 63
D. Tujuan dan Manfaat Mediasi ............................................ 68
BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN ............ 73
A. Jenis Perkara yang di Tangani Mediasi ............................ 73
1. Data Laporan Perkara Perdata yang Diterima dan
Diputus di Pengadilan Agama Jakarta Timur ............ 75
2. Data Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur
Tahun 2008-2009 ....................................................... 82
B. Pengaruh Mediasi Dalam Perceraian Sesudah
Pemberlakuan PERMA No.1 tahun 2008 ........................ 87
C. Hambatan Dan Tantangan Dalam Melaksanakan Mediasi 92
D. Analisis Penulis ................................................................ 100
BAB V PENUTUP ............................................................................... 107
A. Kesimpulan ....................................................................... 107
B. Saran-saran ....................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 111
LAMPIRAN ........................................................................................... 116
1. Pedoman Data Wawancara ............................................... 116
2. Data Hasil Wawancara ..................................................... 118
3. Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta
Timur .................................................................................. 131
4. Laporan Perkara Tahunan 2009 Pengadilan Agama Jakarta
Timur................................................................................... 135
5. Contoh-contoh Laporan Mediasi ........................................ 139
6. Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi 143
7. Surat Permohonan Data/Wawancara .................................. 144
8. Surat Keterangan Penelitian dan Wawancara .................... 145
9. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 01
Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan ....... 146
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan hukum sebagai suatu hal yang mutlak yang harus dikaji
dan diperhatikan sekaligus diawasi oleh seluruh Negara. Demi kelangsungan
ketertiban dan system penataan seluruh aspek kehidupan dengan berpedoman
pada peraturan yang berlaku. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya hukum
bersifat memaksa dan mengatur seluruh aspek kehidupan di dalam wilayah yang
dicakupnya, guna menciptakan ketertiban dan keteraturan hidup tanpa
menimbulkan banyak kekacauan serta mampu menjamin rasa aman bagi setiap
manusia. Selain itu, dapat juga sebagai upaya untuk melindungi kepentingan-
kepentingan bagi subyek hukum yang merasa hak-haknya dirugikan.
Kemajuan zaman merupakan barometer utama guna mendorong proses
dan cara menerapkan hukum-hukum baru yang dipandang lebih sesuai dengan
permasalahan sekarang. Dilain pihak munculnya ide, gagasan membangun
peradaban yang maju dan sejahtera demi kepentingan rakyat lebih merupakan
keharusan yang benar-benar harus diwujudkan.
Begitu pula di Indonesia, pada perkembangannya telah memperlihatkan
kemajuan yamg cukup signifikan di bidang hukum. Kendatipun masih kurang
komprehensif dan terasa lambat, namun telah mengalami modifikasi serta revisi
dibeberapa peraturan hukum yang mendasar.
Dari apa yang diamanatkan oleh para founding father tentang pelaksanaan
seluruh peradilan sebagai estafet dari masa kemerdrekaan sampai sekarang
menunjukan bahwa aturan dasar serta pedoman hukumnya mewajibkan untuk
ditaati oleh seluruh rakyat Indonesia. Namun,dalam perkembangannya banyak
terjadi ketidaksesuaian antara dasar hukum yang dipakai dengan permasalahan
yang dihadapi. Dengan demikian, mendorong para pembuat peraturan untuk
berpikir lebih keras, mendalam serta mampu mengkaji problema yang dihadapi
bangsa Indonesia. Guna menyesuaikan antara permasalahan dengan
penanggulangannya agar lebih efektif dan efisien.
Masyarakat atau justiciabel sangat berkepentingan akan penyelesaian
sengketa yang sederhana dan efesien, baik dari segi waktu maupun biaya.
Pemantapan dan pengetahuan akan pentingnya proses hukum menganjurkan bagi
para pencari keadilan untuk dapat bertindak demi memperoleh kebenaran sejati
tanpa mengalami kerugian baik materiil maupun non materiil. Kesadaran hukum
masyarakat dalam konteks ini dapat dilihat dari makin meningkatnya perkara
khususnya perkara perdata perceraian yang diterima oleh pengadilan tingkat
pertama (Pengadilan Agama) dari tahun ketahun.
Dengan semakin banyaknya perkara perdata yang diajukan para pihak
untuk diperiksa dan diadili oleh pengadilan. Akibat dari perkara yang menumpuk
di Pengadilan, maka perkara yang diajukan oleh para pihak harus memakan waktu
yang lama untuk dapat diperiksa dan diadili oleh hakim. Hal inilah yang
mendorong pelaksanaan hukum acara perdata (formeel recht) agar sesuai dengan
asa sederhana, cepat dan biaya ringan.
Pranata perdamaian oleh hakim bukan sesuatu yang baru, tetapi
diharapkan tidak sekedar formalitas yang semata-mata diserahkan kepada pihak-
pihak. Hakim harus lebih aktif dalam mengusahakan perdamaian sebelum
memasuki pokok perkara. Hal ini sesuai dengan trend umum yang berlaku dalam
beracara. Di samping itu, aktualisasi pranata perdamaian ini akan lebih
merangsang berkembangnya cara-cara menyelesaikan sengketa diluar pengadilan.
Perkembangan pranata-pranata ini secra tidak langsung akan mengurangi
jumlah perkara ke Pengadilan. Hakim dapat melaksanakan tugas secara wajar
tanpa buru-buru yang akan lebih meningkatkan mutu putusan dan menghindari
pula berbagai bentuk kolusi untuk mempercepat atau memenangkan perkara.1
Hal ini diatur dalam pasal 230 HIR/154RBg. Di dalam pasal 130 (1) HIR
(Herziene Indonesich Reglement) disebutkan bahwa: “Jika pada hari yang
ditentukan itu, kedua belah pihak dating, Maka Pengadilan Negeri dengan
pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka.”2
Angka perceraian dari waktu ke waktu semakin meningkat perceraian
terjadi apabila kedua belah pihak baik suami maupun istri sudah sama-sama
merasakan ketidak cocokan dalam menjalani rumah tangga. Undang-Undang
1 Bagir Manan, Memulihkan Peradilan Yang Berwibawa Dan Dihormati-Pokok-Pokok
Pikiran Bagir Manan Dalam Rakernas, Jakarta Pusat: Ikatan Hakim Indonesia, 2008, hal.5. 2 Rapoun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hal. 245.
Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan (selanjutnya disebut Undang-Undang
perkawinan) tidak memberika definisi mengenai perceraian secara khusus. Pasal
39 (2) Undang-Undang perkawinan serta penjelasan secara jelas menyatakan
bahwa perceraian dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasa-alasan yang telah
ditentukan. Secara umum mengenai putusnya hubungan perkawinan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan membagi sebab-sebab
putusnya perkawinan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu sepert yang tercantum
dalam Pasal 38 yakni sebagai berikut :
a. karena kematian salah satu pihak;
b. perceraian; dan
c. atas putusan pengadilan.
Meskipun Islam tidak melarang perceraian, tetapi bukan berarti agama
Islam menyukai terjadinya perceraian dalam suatu perkawinan. Dan perceraian-
pun tidak boleh dilaksanakan setiap saat sebagaimana dikehendaki. Perceraian
walaupun diperbolehkan, tetapi agama Islam tetap memandang bahwa perceraian
adalah sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas hukum Islam. Hal tersebut
bisa dilihat dalam hadist Nabi yang artinya sebagai berikut:
Rasulullah SAW, bersabda : yang artinya “Yang halal yang paling dibenci Allah
adalah Perceraian”. (HR. Abu Daud dan dinyatakan Shohih oleh Al-Hakim)
Bagi orang yang melakukan perceraian tanpa alasan, Rasulullah SAW
bersabda: yang artinya : “Apakah yang menyebabkan salah seorang kamu
mempermainkan hukum Allah, ia mengatakan : Aku sesungguhnya telah
mentalak (istriku) dan sungguh aku telah merujuknya” (HR. An-Nasai dan Ibnu
Majah).
Menurut Hukum Islam, suatu perceraian dapat terjadi bilamana ikatan
perkawinan tidak dapat dipertahankan lagi, hal ini berdasarkan kepada sabda Nabi
SAW: Yang artinya “Dari Ibnu Umar. Ia berkata bahwa rasulullah SAW. Telah
bersabda, “Sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak.” (Riwayat
Abu Dawud dan Ibnu Majah).3
Sedangkan hukum perkawinan di Indonesia sesuai dengan Undang-
Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 39, dan KHI pasal 115.
Dijelaskan bahwa perceraian itu harus didasarkan atas alas an yang dibenarkan
hukum.4
Adapun pemberatan dalam perceraian ini juga diatur dalam Undang-
Undang No.7. tahun1989 tentang Peradilan Agama yang sudah diamandemen
oleh Undang-undang RI No.3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang
No.7 tahun 1987 tentang Peradilan Agama, pada pasal 65 ayat (1) yang
disebutkan bahwa:
“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan
yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.”
3 Al-Hafidz Abu Daud, Sunan Abu Daud, Beirut: Dar al-fikr, 1994, Jilid 2, h. 500. 4 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, cet.
Ke-3, h. 369.
Dalam hukum islam, hak cerai terletak pada suami. Oleh karena itu di
Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri ada istilah cerai talaq. Sedangkan
putusan Pengadilan sendiri ada yang disebut cerai gugat. Disinilah letak
perbedaannya bahkan ada perkawinan yang putus karena li’an, khuluk, pasakh
dan sebagainya. Putusan pengadilan ini akan ada berbagai produknya.
Salah satu alasan atau sebab dimungkinkannya perceraian adalah syiqaq
(terjadinya perselisihan/persengketaan yang berlarut-larut antara suami isteri).
Namun jauh sebelumnya dalam Al-Qur’an surah an-Nisaa ayat 35, Allah swt.,
telah memerintahkan bahwa jika dikhawatirkan ada persengketaan antara
keduanya (suami isteri), maka kirimlah seorang hakam (mediator) dari keluarga
laki-laki dan seorang hakam (mediator) dari keluarga perempuan. Dari ayat
tersebut, dapat dipahami bahwa salah satu cara menyelesaikan
perselisihan/persengketaan antara suami isteri, yaitu dengan jalan mengirim
seorang hakam selaku “mediator” dari kedua belah pihak untuk membantu
menyelesaikan perselisihan tersebut.
Mediasi adalah salah satu cara penyelesaian sengketa “non litigasi”, yaitu
penyelesaian yang dilakukan di luar jalur pengadilan. Namun tidak selamanya
proses penyelesaian sengketa secara mediasi, murni ditempuh di luar jalur
pengadilan. Salah satu contohnya, yaitu pada sengketa perceraian dengan alasan,
atau atas dasar syiqaq, dimana cara mediasi dalam masalah ini tidak lagi
dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, tetapi ia juga
merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa di pengadilan.
Dengan dikeluarkannya PERMA RI Nomor 1 tahun 2008 yang menyatakan
bahwa semua perkara perdata yang diajukan kepengadilan tingkat pertama wajib
lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan
mediator, maka pada hari siding pertama kasus perdata yang di hadiri oleh kedua
belah pihak, hakim mewajibkan menempuh mediasi.
Dalam buku laporan mahkamah agung RI di sebutkan mediasi pada tingkat
pengadilan tingkat pertama tersbut dalam rangka mengembangkan akses
masyarakat pada keadilan, yang pada akhirnya juga dapat membantu mengurangi
perkara kasasi yang masuk ke mahkamah agung.5
Dengan jajaran pengadilanempat lingkukngan peradilan seluruh Indonesia
sarana dan prasarana yang baik, memadai dan moderen di perlukan untuk
memberikan dukungan palaksanaan tugas. Kepada 4 ( empat) lingkungan
peradilan yang di bawah MA, yaitu peradilan umum, peradilan tata usaha Negara,
peradilan agama dan peradilan militer. Keempat lingkungan peradilan tersebut
mempunyai sifat dan cirri kekhususan masing-masing sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 13 ayat (3) Undang-undang No 4 tahun 2004 yang berbunyi “
Ketentuan mengenai organisasi administrasi dan financial badan peradilan
sebagaimana di maksud pada ayat (1) untuk masing-masing lingkungan peradilan
di atur dalam Undang.-undang sesuai dengan kekhususan lingkungan.”6
5 Laporan Tahunan 2007 MA RI (Jakarta: MA-RI, 2008), h. 66. 6 Soejatno, Rapat Kerja Nasioanal MA RI (Jakarta: MA RI, 2004), h. 4
Berdasarkan ketentuan Undang-undang No.3 tahun 2006 tentang perubahan
atas Undang-undang No.7 tahun 1987 tentang Peradilan Agama khususnya pasal
1, 2, 49, dan penjelasan umum angka 2 serta peraturan perundang-undangan lain
yang berlaku, antara lain Undang-undang No.1 tahun 1974, PP No.2 tahun 1977,
permeneg No.2 tahun 1987 tentang wali hakim, maka pengadilan agama bertugas
dan berwenang untuk memberikan pelayan hukum dan keadilan dalam bidang
hukum keluarga dan harta perkawinan bagi mereka yang beragama islam. Seperti
halnya masalah perkawinan, perceraian, waris, hibah, pemeliharaan, harta benda
dalam perkawinan termasuk masalah perbankkan syariah.7
Memperhatikan keadaan tersebut, mahkamah agung terpanggil untuk lebih
memberdayakan para hakim penyelesaikan perkara dengan perdamain yang di
gariskan pasal 130 HIR, melalui mekanisme dalam peradilan.8
Namun disamping dampak positif dari perturan baru ini, tentu masih ada
hambatan yang dihadapi oleh hakim dalam menerapkan ini. Seperti, lamanya
putusan yang ditetapkan dalam suatu perkara karena harus menempuh proses
mediasi terlebih dahulu.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas penulis terdorong ingin mengetahui
bagaimanakah pengaruh dari penerapan PERMA No.1 tahun 2008 tentang
mediasi yang sebagai penengah atau juru damai dalam pelaksaan kasus perdata
7 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,1995), h.2 8 M. Yahya harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 241
khususnya perkara perceraian di Pengadilan Agama (khususnya di Pengadilan
Agama untuk wilayah Jakarta Timur). Dengan mengangkat suatu tema yang akan
ditulis sebagai bahan skripsi, yaitu membahas tentang “Efektivitas Mediasi
Dalam Perceraian Perspektif Perma No.1 Tahun 2008 Di Pengadilan Agama
Jakarta Timur (Analisis Pasca Pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008)”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, penulis hanya membatasi masalah yang
berkisar pada mediasi dan pengaruhnya Di Pengadilan Agama Jakarta Timur
terhadap perceraian.
2. Rumusan Masalah
Dalam buku laporan tahunan Mahkamah Agung disebutkan bahwa dengan
adanya PERMA No.1 tahu 2008 tentang prosedur mediasi diharapkan dapat
menjadi salah satu instrument efektif untuk menekan angka perceraian di
pengadilan. Akan tetapi pada kenyataan di lapangan dengan adanya PERMA
No.1 tahun 2008 tentang mediasi tersebut angka perceraian tidak menurun
sebagaimana yang diharapkan.
Rumusan tersebut diatas penulis rinci dengan bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh mediasi terhadap angka perceraian Di Pengadilan
Agama Jakarta Timur setelah PERMA No. 1 tahun 2008 tentang mediasi
diberlakukan?
2. Bagaimana prosedur dan pelaksaan mediasi?
3. Apa tantangan dan hambatan yang dihadapi hakim dalam pelaksanaan
mediasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk metealisasikan beberapa tujuan antara lain :
1. Untuk menganalisa pelaksanaan prosedur mediasi yang dilaksanakan di
Pengadilan Agama Jakarta Timur
2. Untuk menganalisa prosedur mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung
No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi terkait perakteknya di
Pengadilan Agama
3. Untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara teori dan praktek di
pengadilan dalam pelaksanaan prosedur mediasi
Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis penelitian ini akan memperluas wawasan intelektualitas di
bidang hukum terutama tentang mediasi.
2. Dari segi praktis diharapkan berguna untuk memberikan informasi kepada
segenap pihak yang berkompeten untuk meningkatkan efektivitas peranan
mediasi dalam memutuskan perkara perdata sehingga dapat mengendalikan
jumlah kasus dalam ligitasi.
D. Studi Review
Dalam skripsi yang telah lalu terdapat hasil penelitian yang ditulis oleh:
1. Judul : Aplikasi PERMA No. 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi dalam
Putusan Perkara Perdata di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Penulis : Nusra Arini/PF/PMH/2009
Skripsi ini membahas bagaimana penerapan PERMA No. 1 tahun 2008
terkait putusan perdata yang mencakup putusan perkara perdata di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan, terdiri dari pengertian putusan, macam-macam
putusan hakim, susunan dan isi perkara perdata, dan pelaksaan putusan.
Perbedaan skripsi ini dengan judul yang penulis angkat adalah skripsi ini
membahas secara umum tentang penerapan PERMA No. 1 tahun 2008 terkait
putusan perkara perdata. Sedangkan skripsi yang penulis angkat adalah lerbih
kepada bagaimana pengaruh atau efektivitas mediasi yang telah diberlakukan
terhadap perceraian, sesudah dibelakukannya PERMA No. 1 tahun 2008.
2. Judul : Hakam Menurut Imam Mazhab dan Undang-Undang No.7/1989
Tentang Peradilan Agama, Serta Peranannya Dalam Menyelesaikan Sengketa
Perceraian (Studi Kasus Pada Pengadilan Jakarta Utara).
Penulis : Budi Setiawan/PF/PMH/2006
Skripsi ini membahas seputar tentang pengertian hakam, Syarat-Syarat
menjadi Hakam, kemudian membahas perdamaian dimasa Sahabat dan
perdamaian pada sengketa perceraian dimasa sekarang. Selain itu, dalam
skripsi ini memuat juga mengenai pandangan Imam Mazdhab dan Undang-
Undang Peradilan Agama tentang Hakam, serta bentuk dan upaya Hakam
dalam mendamaikan.
Perbedaan skripsi yang kedua ini ialah pada skripsi ini lebih menekankan
pada pembahasan hakam ditinjau dari pendapat Imam Mazdhab dan Undang-
Undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sedangkan judul yang
penulis angkat membahas tentang pengaruh dan efektivitas mediasi pada
perceraian berdsarkan PERMA No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di
Pengadilan.
3. Judul : Peran Hakim Dalam Mendamaikan Perkara Perceraian di Pengadilan
Agama Bekasi.
Penulis : Sueb/PH/PMH/2006
Skripsi ini menjelaskan tentang perceraian yang terdiri dari Pengertian
perceraian, macam-macam perceraian, sebab perceraian dan akibat yang
ditimbulkan. Juga membahas tentang upaya perdamaian dalam perkara cerai
di Pengadilan Agama, Pengertian perdamaian, maksud perdamaian dalam
perceraian serta teknik dan tata cara hakim dalam mendamaikan para pihak.
Selain itu, penulis membahas tentang alas an-alasan yang mendasari
terjadinya perceraian dan peran hakim dalam mendamaikan para pihak pada
kasus perceraian.
Perbedaan dengan skripsi yang ketiga ini ialah menjelaskan tentang hakim
majlis dalam mendamaikan para pihak. Sedangkan judul yang penulis angkat
menjelaskan tentang Hakim mediator dalam mendamaikan para pihak.
4. Judul : Upaya Hakim dalam Mendamaikan Pihak-Pihak Terhadap Perkara
Perceraian (Studi kasus di Pengadilan Agama Depok)
Penulis : Musliman/PA/AAS/2007
Skripsi ini menjelaskan tentang perceraian yang terdiri dari pengertian
perceraian, landasan hukum perceraian, macam, bentuk-bentuk perceraian dan
alas an-alasan dilakukannya perceraian, Juga membahas tentang pengertian
perdamaian,, dasar hukumnya dan tata cara mengajukan perceraian. Selain itu
penulis membahas upaya hakim dalam mendamaikan pihak-pihak terhadap
perkara perceraian di Pengadilan Agama Depok.
Perbedaan skripsi yang terakhir ini dengan judul yang penulis angkat ialah
lebih menjelaskan upaya hakim majlis dalam melakukan perdamaian di ruang
siding. Sedangkan judul yang penulis angkat menjelaskan tentang hakim
mediator dalam mendamaikan para pihak di luar sidang.
E. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan
dengan memakai pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian yuridis sosiologis
adalah: suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan
fenomena atau kejadian yang terjadi dilapangan.9 Dalam penelitian ini yang
akan dicari perihal pelaksanaan dan pengaruh mediasi dalam perkara perdata
dengan berpedoman pada aturan hukum yang berlaku, serta terkait pada pola-
9 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Sustu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja
Grafindo, 2001, hal. 26.
pola perilaku sosial masyarakat (pelaku sosial), sehingga dapat diperoleh
kejelasannya dipersidangan pengadilan.
Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan yang
diangkat maka dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
atau prilaku orang.10
Penelitian kualitatif dilakukan terhadap banyaknya studi dokumen-
dokumen yang ada, sehingga penulis mengedepankan penelitian ini terhadap
kualitas isi dari segi jenis data.
2. Jenis Penelitian
Pada prinsipnya penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, yang
kajiannya dilaksanakan dengan menelaah dan menelusuri berbagai literatur.
Kualitatif bersipat deskriptif yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata
bukan angka.11
Dari segi tujuan dalam penelitian ini termasuk dalam penelitian yang
bersipat deskriptif analisis yakni penelitian lapangan yang menggambarkan
10 Lexy J. moleong, metodologi penelitian kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2004, cet. Ke-18, h. 3. 11 Sudarwan Danim, Menjadi peneliti Kualitatif , Bandung: Pustaka Setia, 2002, h. 51
data dan informasi di lapangan berdasarkan fakta yang diperoleh secara
mendalam.12
Metode deskriptif, yaitu suatu metode yang diarahkan untuk memecahkan
masalah factual dengan cara memaparkan atau menggambarkan apa adanya
hasil penelitian.13
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa dan
menguraikan mengenai efektivitas mediasi yang diterapkan oleh hakim Di
Pengadilan Agama Jakarta Timur dan tanggapan hakim terhadap efektivitas
mediasi yang diberlakukan.
3. Data Penelitian
Jenis data dalam penulisan skripsi ini ialah:
a. Data primer
Data primer diperoleh lansung dari sumber pertama yaitu, yang
diperoleh melalui penelitian lapangan melalui wawancara langsung
terhadap pihak-pihak yang terkait dan berkaitan dengan penelitian
terutama hakim mediasi Di Pengadilan Agama Jakarta Timur dan data
perkara serta putusan hakim sebelum dan sesudah diberlakukan PERMA
No.1 tahun 2008.
12 Suharsimi Arikunto, manajemen penelitian, Jakarta: PT. Rineka Bakti, 1993, cet. Ke-2,
h.309. 13 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1996, cet. Ke-10, h.144
b. Data sekunder
Data sekunder mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-
hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, peraturan perundang-
undangan data resmi dari instansi pemerintah, dari peradilan, buku-buku
literature, karangan ilmiah, makalah umum dan bacaan lain yang berkaitan
dengan judul penelitian.14
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangka mengumpulkan, mengolah dan menyajikan bahan-bahan
yang diperlukan, maka dilakukan pengumpulan data dengan cara sebagai
berikut:
a. Studi pustaka (Library Research) melalui pustaka ini dikumpulkan data
yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini yaitu literature-literatur,
buku-buku perpustakaan, tulisan-tulisan sebagai dasar teori dalam
pembahasan yang relevan dengan pokok masalah yang dijadikan sumber
dalam karya ilmiah ini.
b. Penelitian Lapangan (Fieled Research) melalui penelitian ini, didapatkan
data-data mengenai pelaksaan putusan yang ditetapkan hakim. Serta
melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang mengerti dan menguasai
tentang mediasi yaitu para hakim mediasi yang berada Di Pengadilan
Agama Jakarta Timur.
14 Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-press, 1986, cet. Ke-3, h. 12.
c. Pengolahan Data
Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan cara
membandingkan hasil studi pustaka dengan penelitian lapangan, kemudian
dilakukan analisis yang dituangkan dalam pembahasan masalah,
selanjutnya dapat ditarik kesimpulan dan diberikan saran-saran untuk
perbaikan.
5. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis wacana yaitu,
mengidentifikasi konsep tertentu melalui rangkaian kata yang ada pada suatu
teks, pakta-pakta pengamatan dilapangan, wawancara dan dokumen yang
tersedia.
6. Teknik Peulisan
Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah
berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi,Tesis, dan
Disertasi” yang dikeluarkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2007
dengan beberapa pengecualian:
a. Ayat Al-Qur’an yang dikutip tidak diberi Footnote, tapi langsung ditulis
nama surat dan ayat diakhir kutipan.
b. Dalam daftar pustaka Al-Qur’an ditulis pada urutan pertama, kemudian
barulah sumber-sumber selanjutnya ditulis secara Alfabet, berdasrkan
nama pengarang.
c. Terjemahan Al-Qur’an dan sumber-sumber lainnya yang memakai bahasa
arab ditulis satu spasi dengan number tanda kutip diawal dan diakhir
kalimat.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub
bab bahasan. Ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam pembahasan dan
penulisan skripsi ini, agar lebih terarah dan sistematis maka penulis
mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa bab dengan sistematika
penulisan sebagai berikut:
Bab pertama, berisi pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Perumusan Dan Pembatasan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Studi
Riview, Metode Penelitian Dan Teknik Penulisan dilanjutkan dengan Sistematika
Penulisan.
Bab kedua, memuat pembahasan yang berkaitan dengan teori sejarah singkat
terbentuknya Peraturan Mahkamah Agung yang menjadi landasan teori dalam
penelitian. Meliputi sejarah Perma No.1 Tahun 2008, pengertian mediasi, dasar
hukum mediasi, frinsip-frinsip hukum mediasi.
Bab ketiga, penulis membahas tentang prosedur mediasi dalam perceraian.
Meliputi tahap pramediasi, tahap-tahap mediasi dan putusan mediasi, tujuan dan
manfaat mediasi.
Bab keempat, merupakan isi skripsi yang berisi tentang jenis perkara yang
ditangani yang meliputi data perkara yang diterima dan diputus, serta data
perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur, pengaruh mediasi sesudah
pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008, tantangan dan hambatan dalam
melaksanakan mediasi, pandangan hakim mediasi terhadap efektivitas mediasi
serta analisis penulis mengenai pengaruh mediasi.
Bab kelima, sebagai penutup yang membahas dua hal yaitu kesimpulan dari hasil
penelitian dan saran-saran
BAB II
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO.1 TAHUN 2008 TENTANG
PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN
A. Sejarah Singkat Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Mediasi
Penggunaan mediasi pada lembaga pengadilan ini bermula dengan
dikeluarkannya :
1. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.1 Tahun 2002
Pada tanggal 24 sampai dengan 27 September 2001, rakernas
Mahkamah agung yang diadakan di Yogyakarta telah menghasilkan beberapa
rekomendasi, salah satu keputusan rakernas tersebut merekomendasikan
pemberdayaan pengadilan tingkat pertama dalam menerapkan upaya
perdamaian sebagaimana yang diatur dalam pasal 130 HIR dan pasal 145
Rbg.15
Penggunaan mediasi pada lembaga damai ini bermula dengan
dikeluarkannya SEMA No.1 tahun 2002 (Eks pasal 130 HIR/Rbg) tentang
pemberdayaan pengadilan tinggkat pertama menerapkan lembaga damai
SEMA tersebut dikeluarkan menyikapi salah satu problema yang dihadapi
oleh lembaga peradilan di Indonesia dalam tunggakan perkara di tingkat
kasasi (MA) dan rasa ketidakpuasan para pencari keadilan terhadap putusan
lembaga peradilan yang dianggap tidak menyelesaiakan masalah. SEMA ini
15 Yasardin, ” Mediasi di Pengadilan Agama; Upaya Pelaksanaan SE Ketua MA No.1 Tahun
2002”, Suara Uldilag, Edisi 2 (1 juli 2003): hal.52.
merupakan langkah nyata dalam mengoftimalkan upaya perdamaian sehingga
pelaksanaannya tidak hanya sekedar formalitas.16 Namun karena beberapa hal
pokok belum secara ekplisit diatur dalam SEMA tersebut maka Mahkamah
Agung mengeluarkan Perma No.2 tahun 2003 yang terdiri dari 6 Bab dan 18
Pasal yaitu pasal 1-2 tentang ketentuan umum, pasal 3-7 tentang tahap
pramediasi, pasal 8-14 tentang tahap mediasi, pasal 15 tentang tempat dan
biaya mediasi, pasal 16 lain-lain dan pasal 17-18 penutup dipengadilan.17
PERMA No.2 tahun 2003 Pasal 17 ini mengatur:
Dengan berlakunya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) ini, Sayrat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.1 Tahun 2002 Tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Merupakan Tempat Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/154 Rbg) dinyatakan tidak berlaku.18 Dalam konsideran dikemukakan beberapa alasan yang
melatarbelakangi penerbitan PERMA menggantikan SEMA No.1 tahun 2002,
antara lain:
a. Mengatasi Penumpukan Perkara
Pada huruf a konsideran dikemukakan bahwa perlu diciptakan satu
instrumen efektif yang mampu mengatasi kemungkinan penumpukan
perkara di Pengadilan, tentunya terutama di tingkat kasasi. Instrumen yang
16 Mimbar Hukum N0.63 Thn XV, Jakarta: Al-Hikmah & DITBINPERA, 2004, h.4
17 Buku Komentar Peraturan Mahkamah agung RI No.1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan
Mediasi di Pengadilan, h.7
18 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 242
dianggap efektif adalah sistem mediasi. Caranya dengana jalan
pengintegrasian mediasi ke dalam sistem peradilan.19
b. SEMA No.1 Tahun 2002, Belum Lengkap
Pada huruf e konsideran dikatakan, salah satu alasan Perma diterbitkan
karena SEMA No.1 Tahun 2002 belum lengkap atas alasan Sema tersebut
belum sepenuhnya mengintegrasikan mediasi ke dalam sistem peradilan
secara memaksa (compulsory) tetapi masih bersipat sukarela (voluntary).
Akibatnya, Sema itu tidak mampu mendorong para pihak cecara intensif
memaksakan penyelesaian perkara lebih dahulu melalui perdamaian.20
c. Pasal 130 HIR dan 154 Rbg, dianggap tidak memadai
Pada huruf f konsideran tersurat pendapat, cara penyelesaian
perdamaian yang digariskan pasal 130 HIR dan pasal 154 Rbg masih
belum cukup mengatur tata cara proses mendamaikan yang pasti, tertib
dan lancar. Oleh karena itu, sambil menunggu pembaharuan hukum acara,
Mahkamah Agung menganggap perlu menetapkan Perma yang dapat
dijadikan landasan formil yang komprehensif sebagai pedoman tata tertib
bagi para hakim di Pengadilan tingkat pertama mendamaikan para pihak
yang berperkara.21
19 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 243
20 Ibid” 21 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 243
2. Disempurnakan lagi dalam PERMA No.1 Tahun 2008
Mahkamah Agung menyadari bahwa mediasi merupakan salah satu
proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah. Selain itu, mediasi
dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan
penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Menurut hakim
agung Susanti Adi Nugroho, mediasi yang terintegrasi ke pengadilan
diharapkan efektif mengurangi tumpukan perkara, termasuk di Mahkamah
Agung (MA).22
Sejak tahun 2006 MA sudah membentuk tim yang bekerja
mengevaluasi kelemahan-kelemahan pada PERMA No.2 Tahun 2003 tentang
prosedur mediasi beranggotakan dari hakim dan advokat. Pusat Mediasi
Nasional dan organisasi selama ini conceren pada masalah-masalah mediasi,
Indonesian Institute for Conflict Transformation (IICT). Hasil kerja tim
menyepakati peraturan baru, yakni PERMA No.1 Tahun 2008 tentang
prosedur mediasi. ditetapkan oleh ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan,
pada tanggal 31 juli 2008. perma ini lahir karena dirasakan Perma No.2 Tahun
2003 tentang prosedur mediasi mengandung kelemahan yang beberapa hal
harus disempurnakan.23
22 Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni 2010
dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baru-untuk-sang mediator. 23 Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni 2010
dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baru-untuk-sang mediator.
Penerbitan PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi
membawa perubahan secara mendasar prosedur mediasi di Pengadilan. MA
belajar dari kegagalan selam lima tahun terakhir. Bab VIII pasal 26 PERMA
ini menyatakan:
Dengan berlakunya Peraturan ini, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dinyatakan tidak berlaku.
Dari jumlah klausul, Perma 2008 tentang prosedur mediasi jauh lebih
padat karena memuat 27 Pasal, sementara Perma 2003 hanya 17 pasal.
Perbedaan jumlah pasal ini setidaknya menunjukan ada perbedaan keduanya.
Perma No.1 Tahun 2008 mencoba memberikan pengaturan yang lebih
komprehensif, lebih lengkap dan lebih detail sehubungan dengan mediasi di
pengadilan.
Perma 2008 tentang prosedur mediasi memang membawa perubahan
mendasar dalam beberapa hal, misalnya rumusan perdamaian pada tingkat
banding, kasasi dan peninjauan kembali. Syaratnya, sepanjang perkara belum
diputus majelis pada masing-masing tingkatan tadi.24
Tabel 2.1
Sistematika PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan Bab I : Ketentuan Umum � Ruang Lingkup dan Kekuatan
Berlakunya Perma � Biaya pemanggilan para pihak � Jenis perkara yang dimediasi � Sertifikat mediator
Pasal 1-6
24 Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni 2010
dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baru-untuk-sang mediator.
� Sifat proses mediasi Bab II : Tahap Pra Mediasi
� Kewajiban hakim memeriksa dan kuasa hukum
� Hak para pihak memilih mediator � Daftar mediator � Honorarium mediator � Batas waktu pemilihan mediator � Menempuh mediasi
dengan Itikad baik
Pasal 7-12
Bab III : Tahap-Tahap Proses Mediasi
� Penyerahan resume perkara dan lama waktu proses mediasi
� Kewenangan mediator menyatakan mediasi gagal
� Tugas-Tugas mediator � Keterlibatan ahli � Mencapai kesepakatan � Tidak mencapai kesepakatan � Keterpisahan mediasi dan ligitasi
Pasal 20
Bab IV : Tempat Penyelenggaraan Mediasi
Pasal 20
Bab V : Perdamaian di Tingkat Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali
Pasal 21-22
Bab VI : Kesepakatan di Luar Pengadilan
Pasal 23
Bab VII : Pedoman Perilaku Mediator dan Insentif
Pasal 24-25
Bab VIII : Penutup Pasal 26-27
Selain kemungkinan damai pada tingkat banding, kasasi dan peninjauan
kembali, Perma No.1 Tahun 2008 memuat rumusan baru tentang konsekuensi
hukum jika proses mediasi tak ditempuh. Pasal 2 ayat (3) tegas menyebutkan:
”Tidak menempuh proses mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan atau pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”.25
25 Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni
2010 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baru-untuk-sang mediator.
B. Pengertian Mediasi
Secara etimologi, Istilah mediasi berasal dari bahasa Latin, mediare yang
berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak
ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan
menyelesaikan sengketa antara para pihak.26
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses
pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai
penasehat.27
Mediasi dalam bahasa Inggris disebut “meditian” yang berarti penyelesaian
sengketa dengan menengahi permasalahan untuk didamaikan, dan mediator
adalah orang penengah.28
Garry Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses negosiasi
pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak bekerja sama dengan
pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan
perjanjian yang memuaskan.29
26 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 1-2
27 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, hal..569.
28 John Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet. XXV, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2003, h. 377.
29 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 5.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik menjadi beberapa Pengertian
mediasi adalah sebagai berikut :
a. Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh pihak
ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak yang
berselisih dalam upaya mencapai kesepakatan secara sukarela dalam
penyelesaian permasalahan yang disengketakan.
b. Mediasi adalah suatu proses dimana para pihak dengan bantuan seseorang
atau beberapa orang, secara sistematis menyelesaikan permasalahan yang
disengketakan untuk mencari alternatif dan mencapai penyelesaian yang dapat
mengakomodasi kebutuhan mereka.
Pengertian mediasi dalam pengintegrasiannya dalam sistem peradilan
sebagaimana yang digariskan dalam pasal 1 butir 7 adalah:
a. Proses penyelesaian sengketa di pengadilan melalui perundingan antara pihak
yang beperkara.
b. Perundingan yang dilakukan para pihak, dibantu oleh mediator yang
berkedudukan dan berfungsi :
1) Sebagai pihak ketiga yang netral dan tidak memihak (imparsial), dan
2) Berfungsi sebagai pembantu atau penolong (helper) mencari berbagai
kemungkinan atau alternatif penyelesaian sengketa yang terbaik dan saling
menguntungkan kepada para pihak.30
Mediasi dalam literatur hukum islam bisa disamakan dengan konsep
”Tahkim” . Kata Tahkim berasal dari bahasa Arab yang artinya ialah
menyerahkan putusan pada seseorang dan menerima putusan itu, yang secara
etimologis berarti menjadikan seseorang atau pihak ketiga atau yang disebut
”hakam” sebagai penengah suatu sengketa.31
` Tahkim digunakan sebagai istilah bagi orang atau kelompok yang
ditunjuk untuk mendamaikan sengketa yang terjadi diantara kedua belah
pihak. Tahkim dimaksudkan sebagai upaya untuk menyelesaikan sengketa
dimana para pihak yang terlibat dalam sengketa diberi kebebasan untuk
memilih seorang Hakam (mediator) sebagai penengah atau orang yang
dianggap netral yang mampu mendamaikan kedua belah pihak yang
bersengketa.32
` Tahkim sebagaimana dimaksud telah dipraktekan sejak masa awal
Islam ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, ketika itu Nabi Muhammad
SAW juga telah menerima putusan Sa’ad Ibnu Mu’adz mengenai Bani
30 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hal. 244. 31 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: Pesantren
L-Munawwir Krapyak, 1984, h.286.
32 Siti juwariyyah, “Potret mediasi dalam Islam”, Artikel diakses pada 21 juni 2010 dari http://badilag.net/2010/02/potret-mediasi-dalam-islam.html
Quraidhah. Demikian juga pertengkaran antara Umar bin Khattab ra dengan
Ubay bin Tsabit, semua sahabat sepakat menerima putusan Hakam dan
membenarkannya.33
Menurut Rachmadi Usman, menyimpulkan bahwa mediasi adalah cara
penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui perundingan yang
melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral (Non-intervensi) dan tidak
berpihak (imparsial) kepada pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga
tersebut disebut ”mediator” atau ”penengah” yang tugasnya hanya membantu
pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak
mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Dengan perkataan lain,
mediator disini hanya bertindak sebagai fasilitator saja. Dengan mediasi
diharapkan menemukan titik temu penyelesaian masalah atau sengketa yang
dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan
bersama. Pengambilan keputusan tidak berada ditangan mediator, tetapi
ditangan para pihak yang bersengketa.34 Mediasi dan negosiasi bukanlah dua
proses yang terpisah namun lebih mengarah kepada negosiasi yang difasilitasi
oleh pihak ketiga yang netral. Meskipun secara substansi negosiasi berbeda
dengan mediasi, namun sering kali dikatakan bila tidak ada negosiasi tidak
ada mediasi. Oleh karena negosiasi merupakan nilai penting dalam mediasi,
33 Siti juwariyyah, “Potret mediasi dalam Islam”, Artikel diakses pada 21 juni 2010 dari
http://badilag.net/2010/02/potret-mediasi-dalam-islam.html 34 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT
Aditya Bakti, 2003, h. 82.
maka tawaran pihak pertama dan harga konsesi akan sangat menentukan pada
hasil akhir negosiasi (mediasi).35
C. Dasar Hukum Mediasi
Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia yang
umumnya diakui di semua tempat di dunia ini. Apabila keadilan itu kemudian
dikukuhkan ke dalam sebuah institusi yang bernama hukum, maka hukum itu
harus mampu menjadi saluran agar keadilan itu dapat diselenggarakan secara
seksama dalam masyarakat.36
Yang menjadi dasar hukum pemberlakuan mediasi dalam sistem peradilan di
Indonesia dalam proses ligitasi didasarkan pada:
a. Pancasila.
Dasar hukum dari mediasi yang merupakan salah satu sistem ADR di
Indonesia adalah dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila, dimana dalam
filosofinya tersiratkan bahwa penyelesaian sengketa adalah musyawarah
mufakat, hal tersebut juga tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Hukum tertulis lainnya yang mengatur mediasi adalah Undang-Undang
No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 3 ayat (2)
menyatakan ”Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila”. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) menyatakan :
35 Said Faisal, Pengantar Mediasi, Jakarta : Mahkamah Agung RI,2004, h.65. 36 Lailatul Arofah, Perdamaian dan Bentuk Lembaga Damai di Pengadilan Agama Sebuah
Tawaran Alternatif, Mimbar hukum, No.63, h.43.
ketentuan ini tidak menutup kemungkinan untuk usaha penyelesaian perkara
dilakukan di luar pengadilan negara melalui perdamaian atau arbitrase.37
Kini telah jelas dan diakui secara hukum tentang adanya suatu lembaga
alternatif di dalam pengadilan yang dapat membantu para pihak yang
bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya. Karena selama ini yang
dikenal dan diatur dengan peraturan perundang-undangan adalah arbitrase
saja. Yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.38
b. Pasal 130 HIR/154 Rbg
Sebenarnya sejak semula pasal 130 HIR maupun pasal 154 Rbg mengenal
dan menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai.
Pasal 130 ayat (1) HIR berbunyi :
Jika pada hari sidang yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan mereka.39 Selanjutnya ayat (2) menyatakan :
Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat suatu surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan mentaati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalanlkan sebagai putusan yang biasa.40
37 Susanti Adi Nugroho, Naskah Akademis : MEDIASI, Jakarta, Peslitbang Hukum dan
Peradilan MA-RI, 2007, hal.36. 38 Susanti Adi Nugroho, Naskah Akademis : MEDIASI, Jakarta, Peslitbang Hukum dan
Peradilan MA-RI, 2007, hal.36.
39 R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, Bogor : Pollteria, 1985, hal. 88. 40R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, Bogor : Pollteria, 1985, hal. 187.
Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum acara yang berlaku baik pasal 130
Herziene Indonesia Reglement (HIR) maupun pasal 154 Rechtsreglement
Buitengewesten (Rbg), mendorong para pihak untuk menempuh proses
perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses
ini.41
c. Pasal 82 UU No.7 Tahun 1989 jo UU No.3 Tahun 2006 Tentang Peradilan
Agama.
Pasal 82 berbunyi :
(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian. Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara pribadi kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat menghadap secara pribadi dapat diwakilkan oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
(3) Apabila kedua belah pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut menghadap secara pribadi.
(4) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
d. Penjelasan Pasal 31 ayat (2) PP No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
41 Penggabungan dua konsep penyelesaian dua sengketa ini diharapkan mampu saling
menutupi kekurangan yang dimiliki masing-masing konsep dengan kelebihan dalam ketetapan hukumnya yang mengikat, akan tetapi berbelit-belitnya proses acara yang harus dilalui sehingga akan memakan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit yang harus ditanggung oleh para pihak. Dan dalam penentuan proses penyelesaian mediasi mempunyai kelebihan dalam keterlibatan para pihak dalam penentuan proses penyelesain sehingga prosesnya lebih sederhana, murah dan cepat dan sesuai dengan keinginan. Akan tetapi kesepakatan yang dicapai tidak memiliki ketetapan hukum yang kuat sehingga bila dikemudian hari salah satu dari pihak menyalahi kesepakatan yang telah dicapai maka pihak yang lainnya akan mengalami kesulitan bila ingin mengambil tindakan hukum. Lihat Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase Proses Pelembagaan Aspek Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2000, hal. 23-33
Pasal 31 ayat (2) PP No.9 Tahun 1975 berbunyi:
(2) Selama perkara belum diputuskan, upaya mendamaikan dapat dilakukan pada setiap pemeriksaan. Yang mana penjelasan pasal tersebut adalah :
”Usaha Untuk mendamaikan suami-istri yang sedang dalam pemeriksaan perkara gugatan untuk mengadakan perceraian tidak terbatas pada sidang pertama sebagaimana lazimnya dalam perkara perdata, melainkan pada setiap saat sepanjang perkara itu belum diputus oleh hakim. Dalam mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada orang atau badan lain yang dianggap perlu.42
Pasal tersebut jelas menunjukan bahwa mediasi wajib dilakukan oleh
para pihak yang berperkara (dalam pasal ini suami-istri) dengan bantuan
seorang mediator (hakim).
e. PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam pasal 4 PERMA No.1
Tahun 2008 yang menyatakan bahwa semua perkara perdata yang
diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan
penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator.
Maka, pada sidang pertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak,
sebelum pembacaan gugatan dari penggugat. Hakim wajib memerintahkan
para pihak untuk lebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan
penundaan pemeriksaan perkara.
f. AlQur’an: Surah An-Nisa’ (4) ayat: 128 dan Surah Al-Hujarat (49) ayat: 9
42 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta, Depag RI, 2001, hal. 178.
Kewajiban hakim dalam mendamaikan pihak-pihak yang brperkara
adalah sejalan dengan tuntunan ajaran Islam. Ajaran Islam
memerintahkan agar menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi
diantara manusia sebaiknya diselesaikan dengan jalan perdamaian
(islah).43
Dalam hukum Islam secara terminologis perdamaian disebut dengan
istilah Islah yang menurut bahasa adalah memutuskan suatu
persengketaan. Dan menurut syara’ adalah suatu akad dengan maksud
untuk mengakhiri suatu persengketaan antara dua pihak yang saling
bersengketa.44 Jadi sulh adalah suatu proses penyelesaian sengketa dimana
para pihak bersepakat untuk mengakhiri perkara mereka secara damai.
Dasar hukum dalam Al-Qur’an, termaktub dalam Surah An-Nisa’ ayat
128 :
Èβ Î)uρ îοr& z÷ö∆$# ôM sù%s{ . ÏΒ $ yγ Î=÷è t/ #�—θà± çΡ ÷ρr& $ZÊ# {�ôãÎ) Ÿξ sù yy$oΨã_ !$ yϑÍκö� n=tæ β r& $ys Î=óÁ ãƒ
$ yϑæηuΖ÷�t/ $ [sù=ß¹ 4 ßx ù=÷Á9$#uρ ×�ö� yz 3 ÏNu�ÅØ ôm é&uρ Ú[ à"ΡF{ $# £x’±9 $# 4 βÎ)uρ (#θ ãΖÅ¡ ósè?
(#θ à)−Gs?uρ �χÎ* sù ©! $# šχ%x. $ yϑÎ/ šχθè=yϑ÷è s? #Z��Î6 yz )128:ا����ء(
Artinya : ”Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya. Maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi
43 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta
: Kencana, 2008, hal. 151. 44 As-Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Juz III, Beirut : Dar Al-Fikr, 1977, hal. 305
mereka) walaupu manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyud dan sikap tak acuh). Maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. An-Nisa’: 4 ayat 128).
Makna ” wal shulhu khair” yakni ” dan perdamain itu lebih baik”. Ali
bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ’Abbas ra, ia berkata : ” yaitu
memberikan pilihan”. Maksudnya apabila suami memberikan pilihan
kepada istri antara bertahan atau bercerai, itu lebih baik daripada si suami
terus menerus mengutamakan istri yang lain daripada dirinya.45
Dzahir ayat ini bahwa perdamaian di antara keduanya dengan cara istri
merelakan sebagian haknya bagi suami dan suami menerima hal tersebut,
lebih baik daripada terjadi perceraian secara total.46
Sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, beliau tetap
mempertahankan Saudah binti Zam’ah dengan memberikan malam
gilirannya kepada ’Aisyah RA. Beliau tidak menceraikannya dan tetap
menjadikannya sebagai istri.47
Beliau melakukan itu agar diteladani oleh umatnya, bahwasannya hal
tersebut disyari’atkan dan dibolehkan. Hal itu lebih utama pada hak Nabi
Muhammad SAW. Kesepakatan itu lebih dicintai oleh Allah daripada
perceraian. Firman Allah ”wal shulhu khair” ’dan perdamaian itu lebih
45 Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, cet.2, Bogor: Pustaka
Ibnu Katsir, 2008, hal.683-684
46 Ibid, h. 683.
47 Ibid, h. 684.
baik’, bahkan perceraian sangat dibenci Allah SWT.48 Ayat ini berkaitan
dengan masalah perkawinan.
Selain ayat tersebut ketentuan berdamai sejalan dengan Firman
Allah SWT. Dalam QS. Al-Hujarat (49) ayat 9 :
β Î)uρ Èβ$tGx"Í←!$ sÛ zÏΒ t ÏΖÏΒ ÷σßϑø9 $# (#θ è=tGtGø%$# (#θßs Î=ô¹r' sù $ yϑåκs]÷�t/ ( .β Î* sù ôMtó t/
$ yϑßγ1 y‰÷n Î) ’ n? tã 3“ t�÷z W{ $# (#θè=ÏG≈ s)sù ÉL ©9 $# Èöö7 s? 4®L ym u þ’Å∀s? #’ n<Î) Ì�øΒ r& «! $# 4 β Î* sù
ôNu !$ sù (#θßs Î=ô¹r' sù $ yϑåκs]÷�t/ ÉΑô‰yè ø9 $$ Î/ (#þθ äÜÅ¡ ø%r& uρ ( ¨β Î) ©!$# �=Ïtä† š ÏÜÅ¡ ø)ßϑø9 $#
)9:ا����اة(
Artinya : ”Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara kedunya, tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil ; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”.(QS. Al-Hujarat (49) ayat 9).
Allah SWT berfirmann seraya memerintahkan untuk mendamaikan
dua kubu kaum mukmin yang saling bertikai. Mereka tetap disebut
sebagai orang-orang beriman meski saling menyerang satu sama lain.49
Dimana dikemukakan dalam ayat itu bahwa jika dua golongan orang
beriman bertengkar maka damaikanlah mereka, perdamaian itu hendaklah
48 Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, cet.2, Bogor: Pustaka
Ibnu Katsir, 2008, hal.683-684. 49 Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, cet.2, Bogor: Pustaka
Ibnu Katsir, 2008, hal.470.
dilakukan dengan adil dan benar sebab Allah SWT sangat mencintai orang
yang berlaku adil.50
Jika Al-qur’an membolehkan perdamaian dalam masalah-masalah
seperti di atas, maka perdamaian dalam masalah keperdataan yang
menyangkut harta bendapun sudah barang tentu dibolehkan juga. Bahkan
dalam kitab-kitab fiqih tradisional banyak juga anjuran dari pakar hukum
Islam agar menyelesaikan sengketa antara umat Islam supaya
dilaksanakan dengan cara islah atau perdamaian. Yang apabila ditelaah
dengan seksama kajian sulh dalam kitab-kitab fiqih klasik, objek
kajiannya tertuju pada bidang perjanjian atau perikatan yang menyangkut
harta benda.
g. Al-Sunnah
Anjuran Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW. Memilih sulh sebagai
sarana penyelesaian sengketa yang didasarkan pada pertimbangan
bahwa, sulh dapat memuaskan para pihak, dan tidak ada pihak yang
merasa menang dan kalah dalam penyelesaian sengketa mereka.
Dalam penyelesaian sengketa, langkah pertama yang ditempuh
Rasulullah SAW adalah jalan damai. Sebagaimana sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Daud :
50Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta
: Kencana, 2008, hal. 151.
� أ�� ه���ة�ا�."- . �ل رس*ل ا' (") ا' �"&% وس"!: �ل,
روا= (ج�;: �&� ا�8�"8&� إ0 ("�6 أ52 2�ا�4 أو 2�م 012
51)أ�� داود
Artinya : Dari Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda; ”perdamaian antara orang-orang muslim itu dibolehkan, kecuali perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal” (HR. Abu Daud).
At-Tirmizi menambahkan :
��?@2 �� ا��6� �"� 2@?�� ا�CD@ي ���4 أ�* 2@?�� ا�1Aل
�&Eآ �� @G���8و �� ا' �� ا�8:ن� �*ف ��� أ�&% �
ج�;: ا�."- �ل س"! و �"&% ا' (") ا' رس*ل أن : ج@=
�&� � �2ا�4 أ52 أو 012 �2م ("�6 إ0 ا�8"�8&
�") وا��8"8*ن !�Kو�L 0إ �K�L 52 أو 012 �2م
�2ا�4
52 (6&- �2� N�@2 هMا �&�) أ�* �ل Artinya : ”Dan orang-orang Islam itu menurut perjanjian mereka,
kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.(Tirmizi berkata, hadis ini Hasan Shahih).
51 Abu Daud, Sunan Abu Daud, Beirut : Karoban Hazam, 1974, hal.553. Dapat juga dilihat
Li’Ala Addin Samarqondi, Tuhfah al-fuqoha Juz 3, Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995, hal. 249
52 Muhammmad bin Isa Abu Isa al-Turmudzi, Sunan Turmudzi, Juz 3, Beirut : Dar al-Turats al ‘Arabiy, h. 634.
Perdamaian yang dikandung oleh sabda ini bersifat umum, baik
mengenai hubungan suami itri, transaksi maupun politik. Selama tidak
melanggar hak-hak Allah dan Rasul-Nya, perdamaian hukumnya boleh.53
h. Doktrin Umar ibn Khattab
Umar Ibn Khatab dalam suatu peristiwa pernah berkata :
”Tolaklah permusuhan hingga mereka berdamai, karena pemutusan
perkara melalui pengadilan akan mengembangkan kedengkian diantara
mereka”.54
D. Prinsip-Prinsip Hukum Mediasi
Dalam berbagai literatur ditemukan beberapa prinsip mediasi, baik untuk
menerapkan mediasi dalam proses persidangan ditingkat pertama, tingkat
banding, maupun kasasi. Mediasi memiliki prinsip-prinsip hukum dalam
menangani kasus melelui pengadilan (ligitasi). Yang dapat dirumuskan sebagai
berikut :
a. Pelaksanan Mediasi bersifat kerahasiaan (confidentiality)
Kerahasiaan yang dimaksud adalah bahwa segala sesuatu yang terjadi
dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh mediator dan pihak-pihak yang
bersengketa tidak boleh disiarkan kepada publik oleh masing-masing pihak.55
53 “sulh”, Dalam Abdul Azis Dahlan, dkk, ed,Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 5, Jakarta :
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000, hal.1653. 54 Sayyid Sabiq, Terjemahan Fikh Sunnah, Jilid 13, Bandung : Al-Ma’arif, 2000, hal. 212. 55 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 28.
Karena proses mediasi ini bersifat rahasia maka, sang mediator harus
menjaga kerahasiaan dari isi mediasi tersebut, juga mediator tidak dapat
dipanggil sebagai saksi di pengadilan dalam kasus yang ia tangani
penyelesaiannya melalui mediasi. Begitu juga masing-masing pihak yang
bersengketa diharapkan saling menghormati kerahasiaan tiap-tiap isu dan
kepentingan masing-masing pihak.56
b. Upaya damai lewat mediasi bersifat imperatif
Imperatif artinya bersifat memerintah atau memberi komando, bersifat
mengharuskan.57 Hal ini dapat ditarik dari ketentuan pasal 131 ayat (1) HIR,
yang menyatakan :
”Jika, hakim tidak dapat mendamaikan para pihak, maka hal itu mesti disebutkan dalam berita acara sidang. Kelalaian menyebutkan hal itu dalam berita acara mengakibatkan pemeriksaan perkara. Mengandung cacat formal dan berakibat pemeriksaan batal demi hukum, oleh karena itu upaya perdamain ini tidak boleh diabaikan dan dilalaikan”.58
Karena proses mediasi dalam penyelesaian perkara yang disengketakan
bersifat memaksa (compulsory), maka para pihak yang berperkara tidak
56Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 29.
57 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Indonesia, Edisi Ketga, Jakarta : Balai
Pustaka, 2001, hal. 427. 58 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hal. 239.
mempunyai pilihan selain mesti dan wajib mentaati (comply) aturan. Sebagai
acuan bahwa setiap penyelesaian perkara yang diajukan ke pengadilan, wajib
lebih dahulu ditempuh proses mediasi atau harus lebih dahulu diselesaikan
melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Oleh sebab itu, penyelesaian
melalui proses legitasi tidak boleh di pengadilan, sebelum ada pernyataan
tertulis dari mediator yang menyatakan proses mediasi gagal mencapai
kesepakatan perdamaian.59
Hal ini ditegaskan dalam pasal 18 ayat (2) PERMA. Pengadilan baru
dibolehkan memeriksa perkara melalui proses hukum acara perdata biasa,
apabila proses mediasi gagal menghasilkan kesepakatan.
c. Proses mediasi bersifat teknis
Artinya mediasi merupakan prosedur yang wajib ditempuh oleh para pihak
yang bersengketa. Dimana mediasi adalah prosedur awal dalam penyelesaian
sengketa di pengadilan. Dilakukan secara sistematis oleh pihak-pihak yang
berperkara dengan dibantu mediator.60
d. Proses mediasi bersifat pemberdayaan
Berdasarkan pada asumsi bahwa setiap orang yang mau datang ke mediasi
sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menegosiasikan masalah mereka
sendiri dan dapat mencapai kesepakatan yang mereka inginkan. Penyelesaian
59 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 29. 60 Ibid, h.30.
sengketa harus muncul dari pemberdayaan masing-masing pihak, karena hal
itu akan lebih memungkinkan para pihak akan lebih menerima solusinya.61
e. Proses mediasi bersifat sukarela atas dasar iktikad baik para pihak.
Pada prinsipnya inisiatif pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi
tunduk pada kesepakatan para pihak. Hal ini dapat dilihat dari sifat kekuatan
mengikat dari kesepakatan hasil mediasi didasarkan pada kekuatan
kesepakatan berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata. Dengan demikian, pada
prinsipnya pilihan mediasi tunduk pada kehendak atau pilihan bebas para
pihak yang bersengketa. Mediasi tidak bisa dilaksanakan apabila salah satu
pihak saja yang menginginkannya.62
Pengertian sukarela dalam proses mediasi juga ditujukan pada
kesepakatan penyelesaian. Meskipun para pihak telah memilih mediasi
sebagai cara penyelesaian sengketa mereka, namun tidak ada kewajiban bagi
mereka untuk menghasilkan kesepakatan dalam proses mediasi tersebut. Sifat
sukarela yang demikian didukung fakta bahwa mediator yang menengahi
sengketa para pihak hanya memiliki peran untuk membantu para pihak
menemukan solusi yang terbaik atas sengketa yang dihadapi para pihak.
61 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 30. 62 Ibid, h.31.
Mediator tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan sengketa yang
bersangkutan seperti layaknya seorang hakim atau arbiter.63
f. Dalam proses mediasi bersifat netralitas
Artinya di dalam mediasi, peran seorang mediator hanya memfasilitasi
prosesnya saja, dan isinya tetap menjadi milik para pihak yang bersengketa.
Mediator hanyalah berwenang mengontrol proses berjalan atau tidaknya
mediasi. Dan juga seorang mediator dalam mediasi, tidak bertindak layaknya
seorang hakim atau juri yang memutuskan salah satu benarnya salah satu
pihak atau mendukung pendapat dari salah satunya, atau memaksakan
pendapat dan penyelesaiannya kepada kedua belah pihak.64
g. Hasil mediasi belum bersifat yuridis kecuali telah menjadi putusan hakim.65
Yuridis artinya berdasarkan hukum, setelah proses mediasi ditempuh, para
pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah
ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan para pihak.66
Jika dicapai kesepakatam perdamaian, para pihak dapat mengajukan pada
hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Ditinjau dari segi
63 Susanti Adi Nugraha, Naskah Akademis : MEDIASI, Jakarta : Peslitbang Hukum dan
Peradilan MA-RI, 2007, hal. 18. 64 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 30.
65 Rumusan hasil diskusi Hukum Hakim Peradilan Agama se-DKI Jakarta pada tanggal 23 januari tahun 2009.
66 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, hal..569.
ketentuan pasal 130 ayat (1) HIR pilihan ini yang paling efektif, karena akta
perdamaian itu langsung mengikat kepada para pihak sekaligus pada akta itu
melekat kekuatan eksekutorial, karena berdasarkan pasal 130 HIR, akta
perdamaian disamakan kualitasnya sebagai putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap dan tertutup upaya banding.
Oleh karena itu, untuk menghindari hambatan atas pelaksanaan
kesepakatan di belakang hari, sebaiknya dituangkan dalam sebuah bentuk akta
perdamaian. Para pihak menyampaikan hasil kesepakatan yang telah mereka
tandatangani kepada hakim, seraya meminta agar diterbitkan penetapan dalam
akta perdamaian.
BAB III
PROSEDUR MEDIASI
A. Tahap Pramediasi
Ruang lingkup mediasi diatur dalam Bab II yang terdiri dari pasal 7-12. tahap
ini merupakan tahap kearah proses tahap mediasi. Sebelum pertemuan dan
perundingan membicarakan penyelesaian materi pokok sengketa dimulai, lebih
dahulu dipersiapkan prasarana yang dapat menunjang penyelesaian sengketa
melalui perdamaian.67
a. Hakim Memerintahkan Menempuh Mediasi
Langkah pertama yang mesti dilakukan hakim pada tahap pramediasi
berdasrkan pasal 7 ayat (1) PERMA adalah sebagai berikut :
1) Memerintahkan Lebih Dahulu Menempuh Mediasi
PERMA memberi fungsi dan kewenangan kepada hakim untuk
memerintahkan para pihak yang berperkara wajib lebih dahulu
menempuh penyelesaian melalui proses mediasi. Kewajiban
menempuh lebih dahulu penyelesaian melelui proses mediasi bersifat
imperative bukan regulative, oleh karena itu mesti ditaati para pihak.68
2) Saat Menyampaikan Perintah
67 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 251
68 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 251
Adapun saat menyampaikan perintah menurut pasal 7 ayat (1)
PERMA, dilakukan hakim pada sidang pertama.69 Berarti keberadaan
dan fungsi sidang pertama hanya acara tunggal, yaitu memerintahkan
para pihak mesti lebih dahulu menempu mediasi diatur dalam pasal 3
(1) itu juga, yaitu sidang dihadiri kedua belah pihak. Karena , jika
yang hadir pada sidang hanya salah satu pihak, secara formil hakim
tidak dapat menyampaikan perintah dimaksud.70
b. Hakim Wajib Menunda Persidangan
Tindakan selanjutnya yang mesti dilakukan hakim diatur dalam pasal 7
ayat (5) PERMA yaitu :
1) Hakim Wajib Menunda Persidangan
Berbarengan dengan perintah yang mewajibkan para pihak
harus lebih dahulu menempuh proses mediasi, hakim wajib menunda
proses persidangan perkara. Secara mutlak hakim dilarang melakukan
pemeriksaan perkara, tetapi mesti menundanya.
2) Memberi Kesempatan Menempuh Proses Mediasi
Penundaan pemeriksaan bertujuan untuk memberi kesempatan
yang layak kepada para pihak lebih dahulu menyelesaikan sengketa
69 Yang disebut sidang pertama adalah sebelum hakim membuka proses replik-duplik atau
bahkan sebelum gugatan dibacakan. Pada saat sidang dibuka, langsung diikuti perintah untuk menempuh proses mediasi.
70 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.252
melalui proses mediasi. Berarti pada saat hakim menyampaikan
perintah agar para pihak lebih dahulu menempuh mediasi yang
dibarengi dengan menunda pemeriksaan perkara, hakim harus
menjelaskan, maksud penundaan itu dalam rangka memberi
kesempatam kepada para pihak menempuh penyelesaian melalui
proses mediasi.71
c. Hakim Wajib Memberi Penjelasan Tentang Prosedur dan Biaya Mediasi
Tindakan berikutnya yang mesti dilakukan hakim, diatur dalam pasal 7
ayat (6) PERMA adalah:
1) Wajib Memberi Penjelasan Prosedur
Pada sidang pertama tersebut, selain wajib memerintahkan
terlebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan penundaan
pemeriksaan perkara hakim wajib memberi penjelasan tata cara dan
prosedur mediasi. Prosedur yang harus dijelaskan meliputi tata cara
pemilihan mediator, cara proses mediasi, perundingan, jadwal
pertemuan, penandatanganan kesepakatan.72
2) Menjelaskan Biaya Mediasi
Hakim wajib menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan
biaya mediasi, terutama biaya yang disebut dalam pasal ayat 10 (2)
71 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.254 72 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.255.
dan pasal 20 ayat (4) PERMA yakni, bila mengajukan jaksa bukan
hakim, maka biaya honorium mediator ditanggung bersama oleh para
pihak sesuai kesepakatan. Jika mediasi dilakukan ditempat lain, biaya
ditanggung pihak sesuai kesepakatan.73
d. Wajib Memilih Mediator
Mengenai tata cara pemilihan mediator diatur dalam pasal 11 PERMA
sesuai dengan mekanisme berikut :
1) Para Pihak Wajib Memilih Mediator
Para pihak yang berperkara atau kuasa hukum mereka wajib
memilih mediator. Kewenangan memilih mediator sepenuhnya
menjadi hak para pihak sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang
digariskan pasal 1338 KUHPerdata. Memilih harus berdasarkan
kesepakatan para pihak sesuai ketentuan pasal 1320 KUHPerdata.74
Dalam peraturan Mahkah Agung ini dijelaskan :
a ) Cara pemilihan mediator
Menurut pasal 11 ayat (1) PERMA, cara pemilihan mediator
diwajibkan dengan cara berunding. Oleh karena itu harus benar-benar
73 Ibid” 74 Ibid”
tercapai kesepakatan berdasarkan persetujuan dari kedua belah pihak
(mutual assent).75
b ) Jangka waktu pemilihan mediator
Menurut pasal 11 ayat (1) PERMA, jangka waktunya paling
lama dua hari kerja, terhitung dari tanggal sidang pertama, berarti
terhitung lusa harinya setelah sidang pertama, para pihak wajib
berunding dan memilih mediator karena batas waktunya hanya dua
hari.76
c ) Bebas memilih dari daftar mediator atau dari luar
Pada prisipnya para pihak bebas memilih mediator yang
mereka kehendaki, boleh dipilih panel yang tercantum dalam daftar
mediator yang ditetapkan ketua pengadilan atau dapat juga mediator di
luar pengadilan.77
2) Tidak Tercapai Kesepakatan
Apabila para pihak atau kuasa hukum mereka tidak dapat
bersepakat memilih mediator dalam batas jangka waktu dua hari kerja
dari tanggal sidang pertama. Para pihak wajib memilih mediator dari
75 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.255. 76 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.256. 77 Ibid”
daftar pengadilan yang telah tersedia, sehingga tertutup hak para pihak
untuk memilih mediator dari luar daftar tersebut.78
Ketentuan ini bersifat memaksa (imperatif), PERMA tidak
menghendaki terjadi kegagalan dalam memilih mediator. Oleh karena
itu, apabila dalam jangka waktu yang ditentukan para pihak tidak
berhasil menyepakati mediator, satu-satunya cara ialah wajib memilih
mediator yang disediakan prngadilan.79
3) Ketua Majelis Berwenang Menujuk Mediator
Pada prinsipnya yang berwenang menunjuk dan memilih
mediator adalah para pihak berdasarkan kesepakatan. Oleh karena itu,
dalam keadaan normal, hakim tidak berwenang menunjuk mediator
secara ex-officio. Namun prinsip tersebut dikesampingkan pasal 11
ayat (4) PERMA. Secara eksepsional diberikan kewenangan kepada
ketua majlis untuk menunjuk mediator dari daftar yang ditetapkan
pengadilan. Kewenangan itu baru berfungsi dengan syarat, apabila
para pihak tidak mencapai kesepakatan memilih mediator dari daftar
mediator yang tersedia di pengadilan dalam jangka waktu dua hari
kerja. Penunjukan mediator oleh ketua majelis dituangkan dalam
bentuk penetapan.
78 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.256. 79 Ibid”
4) Majelis Yang Memeriksa Perkara Wajib Menjalankan Fungsi
Mediator.
Pasal 11 ayat (6) menjelaskan bahwa jika tidak terdapat hakim
bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang
sama maka hakim pemeriksa pokok perkara wajib menjalankan
sebagai mediator.80
B. Tahap-Tahap Proses Mediasi
Tahap mediasi diatur dalam Bab III yang terdiri dari pasal 13-19 dan
substansinya meliputu penyerahan resume perkara, kewenangan mediator,
keterlibatan ahli dan sebagainya. Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut :81
a. Para Pihak Dapat Menyerahkan Resume Perkara
Berdasarkan Pasal 13 PERMA, tahap mediasi dimulai dari tanggal
terpilihnya mediator oleh para pihak atau dari tanggal ditunjuknya
mediator oleh ketua majelis. Terhitung dari tanggal itu timbullah
kewajiban hukum kepada para pihak melaksakan kewajiban berikut :
1) Wajib Menyerahkan Resume Perkara
Resume perkara terdiri dari dokumen dan surat yang memuat
duduk perkara, penafsiran atas duduk perkara yang digariskan dalam
80 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.257. 81 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 259.
pasal dimaksud.82 Dapat berupa standar permohonan mediasi yang
memuat secara ringkas minimal masalah sengketa, penyelesaian yang
diinginkan dan ganti rugi atau rehabilitasi yang diminta atau boleh
juga berupa gugatan secara utuh yang memuat dalil atau posita
gugatan dengan potitum.83
2) Tenggang Waktu Penyerahan
Sesuai dengan pasal 13 PERMA, penyerahan resume paling
lambat dalam waktu lima hari kerja. Terhitung dari tanggal para pihak
memilih mediator atau majelis menunjuk mediator.84
3) Diserahkan Pada Mediator dan Pihak Lain
Penyerahan dokumen dan surat-surat menurut pasal 13
PERMA disampaikan kepada mediator dan kepada pihak lain. Berarti
para pihak secara timbal balik saling menyerahkan dokumen dan surat-
surat dimaksud kepada masing-masing pihak.85
b. Proses Mediasi Empat Puluh Hari Kerja
82 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 260. 83 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 259 84 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 261 85 Ibid”
Sejak penunjukan mediator oleh majelis hakim atau penetapan
mediator sesuai dengan pilihan para pihak maka proses mediasi
berlangsung paling lama empat puluh hari kerja terhitung dari tanggal
pemilihan mediator oleh para pihak. 40 hari kerja dapat diperpanjang
paling lama 14 hari kerja.86
c. Kewenangan Mediator Menentukan Mediasi Gagal
Pasal 14 PERMA No.1 Tahun 2008, menyatakan jika salah satu pihak
telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri mediasi yang telah
disepakati tanpa alasan yang jelas, setelah dipanggil secara patut. Maka
mediator berkewajiban menyatakan mediasi gagal. Kemudian mediator
yanng berkewajiban menyatakan bahwa perkara tidak layak untuk
dimediasi. Jika sengketa yang sedang dimediasi melibatka aset atau harta
kekayaan yang berkaitan dengan pihak lain dan tidak disebutkan dalam
gugatan. Sehingga pihak lain tersebut tidak menjadi salah satu pihak
dalam proses mediasi.87
d. Kewajiban dan Peran Mediator
Mediator memiliki kewajiban seperti yang tercantum dalam peraturan,
yaitu :
1) Mediator Wajib Menentukan Jadwal Pertemuan
86 Bagir Manan, Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi pasal 13 Jakarta,2008, h.8-9
87 Bagir Manan, Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi pasal 13 Jakarta,2008, h. 9
Kewajiban ini ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (1) PERMA
adalah menentukan jadwal pertemuan dengan para pihak. Jadwal
tersebut harus benar-benar realitas agar dapat dicapai hasil
penyelesaian dalam jangka waktu yang relatif singkat.88
2) Proses Mediasi Mesti Dihadiri Para Pihak
Dalam proses mediasi terdapat hal-hal yang wajib
diperhatiakan mediator, yaitu setiap pertemuan yang diadakan, mesti
dihadiri para pihak. Dan mereka dapat didampingi oleh kuasa
hukum.89
3) Berwenang Melakukan Kaukus
Kebolehan dan kewenangan mediator melekukan kaukus90
sebagaimana yang dimaksud Pasal 1 butir 4, diatur dalam Pasal 15
ayat (3) PERMA, yang menegaskan bahwa mediator dapat melakukan
kaukus, apabila dianggap perlu oleh mediator.91
4) Mediator Berfungsi dan Berperan Sebagai Pembantu
88 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 261 89 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 262 90 Pengertian kaukus digariskan dalam pasal 1 butir 4 PERMA yang bermakna, pertemuan
antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri pihak lainnya. Dengan demikian, kaukus merupakan pengecualian dari prisip umum yang mengharuskan setiap pertemuan mesti dihadiri para pihak.
91 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 262
Mediator tidak berperan sebagai hakim yang bertindak
menentukan pilihan mana yang salah dan benar, bukan pula bertindak
dan berperan pemberi nasihat hukum (to give legal advice), juga tidak
mengambil peran sebagai penasehat hukum (counsellor) atau
mengobati (the rapits), melainkan mediator hanya berperan sebagai
penolong (helper flore).92
Mengenai fungsi dan mediator sebagai pembantu (helper)
ditegaskan dalam Pasal 1 butir 5, yakni mediator sebagai pihak yang
bersifat netral dan tidak memihak yang berfungsi membantu para
pihak mencari berbagai kemungkiana penyelesaian. Sehubungan
dengan fungsi tersebut, Pasal 15 ayat (4) PERMA memikulkan pada
mediator :
a ) Wajib mendorong para pihak mencari alternatif terbaik dengan
mendorong untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka. Serta
mencari berbagai pilihan sebagai alternatif penyelesaian yang terbaik
bagi para pihak.
b ) Wajib berperan sebagai pembantu yang cakap yaitu mampu
mengontrol proses dan menegakan aturan dasar mediasi,93 mampu
berperan meluruskan persamaan persepsi, mampu berperan
92 Mahyudin Igo, ”Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
Perkara Perdata”, Varia Peradilan, tahun ke XXI No.253, (Desember 2006): h.49. 93 Abdul Manan, Penerapan Alternatif Depute Resolution (ADR) Dalam Proses Penyelesaian
Perkara, Suara Uldilag, Vol II No.6, (April 2005): h.8.
membangun jalinan komunikasi yang harmonis dan bersahabat
diantara para pihak, juga dapat memberi dan mengemukakan analisis
yang cermat atas masalah yang kompleks. Serta membantu para pihak
mengumpulkan informasi penting dan menciptakan pilihan-pilihan
untuk memudahkan penyelesaian problem.94
5) Dapat Mengundang Ahli
Menurut Pasal 16 ayat (1) PERMA, mediator dapat
mengundang seorang atau beberapa ahli, dengan syarat :
a ) Harus berdasarkan persetujuan para pihak
Mediator dapat mengusulkan untuk mengundang ahli, tetapi
untuk itu harus meminta dan mendapat persetujuan para pihak dan
apabila tidak disetujui para pihak, mediator tidak dapat melaksakannya
oleh karena hak yang dimilikinya tidak bersifat ex-officio, tapi
digantungkan pada syarat adanya persetujuan para pihak.95
b ) Ahli kompeten dalam bidang tertentu
Hal ini ditegaskan dalam pasal 16 ayat (1) PERMA, bahwa ahli
yang dapat diundang, memiliki keahlian yang kompeten dalam bidang
94 Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 2006, h. 36. 95 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 264.
tertentu yang berkaitan langsung dengan masalah yang
disengketakan.96
Dalam tulisannya Bagir Manan disebutkan bahwa mediasi
bukanlah pekerjaan dibidang hukum, walaupun pekerjaan paling
utama menyelesaikan sengketa hukum. Karena itu mediator tidak
harus ahli hukum. Seorang ahli lingkungan (bukan ahli hukum
lingkungan), seperti seorang ahli biologi, ahli kethutanan, dapat
menjadi mediator yang sangat baik menyelesaikan sengketa
lingkungan. Syarat utama mediator adalah kemampuan mengajak dan
meyakinkan pihak yang bersengketa untuk mencari jalan terbaik untuk
menyelesaikan sengketa mereka (keahlian dalam teknik mediasi).
Seorang ahli ekonomi dapat menjadi mediator yang baik
menyelesaikan sengketa bisnis dengan berbagai perhitungan resiko
ekonomi kalau beperkara di pengadilan. Jadi, yang harus disentuh
dalam mediasi ada rasa keadilan dan kepatutan.97
c ) Dapat membantu para pihak menyelesaikan perbedaan
Pada saat perundingan yang telah berlangsung, masih terdapat
perbedaan penndapat mengenai penyelesaian sengketa dan mediator
kesulitan menjembatani atu menyamakan persepsi atau masalah
96 Ibid” 97 Bagir Manan, “Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa”, Varia Peradilan,
Tahun XXI No.248 (Juli 2006), h.15.
tersebut. Diperkirakan hanya ahli yang dapat memberikan penjelasan
atas perbedaan itu. Jika terjadi demikian, maka mengundang ahli
dianggap memiliki urgensi dan relevansi.98
d ) Biaya ahli ditanggung para pihak
Syarat selanjutnya diatur pada Pasal 16 ayat (3), yaitu
mengenai biaya jasa ahli ditanggung para pihak. Dan hal itu,
didasarkan atas kesepakatan mereka.99
Adapun tahapan dalam pelaksanaan mediasi pada dasarnya sama halnya
dengan proses penyelesaian konflik yang lain mediasi juga mempunyai beberapa
tahapan yang harus dilalui agar dapat menempuh tujuan yang dituju dapat
tercapai. Secara global tahapan mediasi bisa dibagi kedalam tiga tahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Dalam sebuah proses mediasi dibutuhkan bagi seorang mediator terlebih
dahulu mendalami terhadap apa yang menjadi pokok sengketa para pihak yang
akan dibicarakan dalam mediasi tersebut. Dan pada tahap ini juga mediator
biasanya mengkonsultasikan dengan para pihak tentang tempat dan waktu
mediasi, identitas pihak yang akan hadir, durasi waktu dan sebagainya.100
2. Tahap Pelaksanaan
98 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 264. 99 Ibid” 100 Yasardin, ”Mediasi Di Pengadilan Agama Upaya Pelaksaan SEMA No.1 Tahun 2002”,
Mimbar Hukum, No.63, h.20-21.
Dalam tahap pelaksanaan yang pertama dilakukan adalah pembentukan forum
yaitu dimana sebelum dimulai antara mediator dan para pihak menciptakan atau
membentuk forum. Setelah forum terbentuk diadakan rapat bersama dan mediator
mengeluarkan pernyataan pendahuluan.101 Yang harus dilakukan mediator pada
tahap ini adalah:
a. Melakukan perkenalan diri dan dilanjutkan perkenalan para pihak.
b. Menjelaskan kedudukan peran dan wewenangnya sebagai mediator.
c. Menjelaskan aturan dasar tentang proses aturan kerahasiaan
(confidentyality) dan ketentuan rapat.
d. Menjawab pertanyaan-pertanyan para pihak.
e. Bila para pihak sepakat untuk melanjutkan mediator harus meminta
komitmen para pihak untuk mengikuti semua aturan yang berlaku.102
Setelah itu tahap kedua dilanjutkan dengan pengumpulan dan pembagian
informasi, dimana mediator memberikan kesempatan kepada para pihak untuk
berbicara tentang fakta dan posisi menurut versinya masing-masing. Mediator
bertindak sebagai pendengar yang aktif dan dapat mengemukakan pertanyaan-
pertanyaan dan harus juga menerapkan aturan keputusandan sebaliknya
mengontrol interaksi para pihak. Dalam tahapan ini mediator harus
memperhatikan semua informasi yang disampaikan masing-masing pihak,
101 Yasardin, ” Mediasi Di Pengadilan Agama Upaya Pelaksaan SEMA No.1 Tahun 2002”, Mimbar Hukum, No.63, h. 21.
102 Abdul Halim, Konstektualisasi Mediasi Dalam Perdamain, hal. 20 Artikel ini diakses pada
tanggal 21 Juni 2010 dari www.badilag.net/.2010../Kontektualisasi %20Mediasi%20 Dalam%20 Perdamain.pdf
karena masing-masing informasi tentulah merupakan kepentingan-
kepentingan yang selalu dipertahankan oleh masing-masing pihak agar pihak
lain menyetujuinya.103 Dalam menyampaikan fakta para pihak juga
mempunyai gaya yang berbeda-beda, hal-hal seperti itulah yang harus
diperhatikan oleh mediator. Setelah pengumpulan dan pembagian data maka
langkah ketiga dilanjutkan dengan negosiasi pemecahan masalah. Yaitu
diskusi dan tanggapan terhadap informasi yang disampaikan oleh masing-
masing pihak. Para pihak mengadakan tawar menawar (negosiasi diantara
mereka).
Terdapat 12 faktor yang menyebabkan proses mediasi menjadi efektip, yaitu :
1. Para pihak memiliki sejarah pernah bekerja sama dan berhasil dalam
menyelesaikan masalah mengenai beberapa hal.
2. Para pihak yang bersengketa (terlibat dalam proses mediasi) tidak
memiliki sejarah panjang saling menggugat di pengadilan sebelum
melakukan proses mediasi.
3. Jumlah pihak yang terlibat dalam sengketa tidak meluas sampai pada
pihak yang berada diluar masalah.
4. Pihak-pihak yang bersengketa telah sepakat untuk membatasi
permasalahan yang akan dibahas.
103 Ahmad Syarhuddin, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah
Agung RI No.1 Tahun 2008, h.5.
5. para pihak mempunyai keinginan besar untuk menyelesaikan masalah
mereka.
6. Para pihak telah mempunyai atau akan mempunyai hubungan lebih
lanjut dimana yang akan datang.
7. Tingkat kemarahan dari para pihak masih dalam batas normal.
8. Para pihak bersedia menerima bantuan pihak ketiga.
9. Terdapat alasan-alasan yang kuat untuk menyelesaikan sengketa.
10. Para pihak tidak memiliki persoalan psikologis yang benar-benar
mengganggu hubungan mereka.
11. Terdapat sumber daya untuk tercapainya sebuah kompromi.
12. Para pihak memiliki kemauan untuk saling menghargai.104
Alokasi yang terbesar dalam mediasi biasanya terjadi pada tahap
negosiasi, karena dalam negosiasi ini membicarakan masalah krusial
yang diperselisihkan.105 Pada tahap ini terbuka kemungkinan terjadi
perbedaan bahkan dapat terjadi keributan para pihak yang bersengketa.
Seorang mediator harus bisa menjalin kerja sama dengan para pihak
secara bersama-sama dan terpisah untuk mengidentifikasi isu-isu,
memberikan pengarahan para pihak tentang tawar menawar
104 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT
Aditya Bakti, 2003, h. 102-103 105 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT
Aditya Bakti, 2003, h. 104.
pemecahan masalah serta mengubah pendirian para pihak dan posisi
masing-masing menjadi kepentingan bersama.106 Yang bisa dilakukan
mediator pada tahap ini, ialah :
1) Membantu para pihak menaksir, menilai dan memprioritaskan
kepentingan masing-masing.
2) Memperluas atau mempersempit sengketa bilamana perlu.
3) Membuat agenda negosiasi.
4) Memberikan penyelesaian alternatif.
3. Tahap Pengambilan Keputusan
Pada tahap ini para pihak saling bekerja sama dengan bantuan mediator
untuk mengevaluasi pilihan, mendapatkan trade off dan menawarkan paket,
memperkecil perbedaan-perbedaan dan mencari basis yang adil bagi alokasi
bersama. Dan akhirnya para pihak yang sepakat berhasil membuat keputusan
bersama. Dalam tahap penentuan keputusan mediator dapat juga menekan
para pihak, mencarikan rumusan-rumusan untuk menghindari rasa malu
membantu para pihak dalam menghadapi para pemberi kuasa (kalau
dikuasakan).107
106 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT
Aditya Bakti, 2003, h. 105. 107 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT
Aditya Bakti, 2003, h. 106.
C. Putusan Mediasi
Setelah proses mediasi dilaksanakan, maka putusan yang dihasilkan dapat
berupa putusan mencapai kesepakatan dan dapat pula berupa putusan yang berupa
tidak mencapai kesepakatan.
a. Mencapai kesepakatan
Pasal 17 PERMA mengatur tindakan apa yang harus dilakukan apabila
mediasi menghasilkan kesepakatan.
1) Wajib Merumuskan Secara Tertulis Kesepakatan
Disebutkan dalam Pasal 17 ayat (1), apabila mediasi
menghasilkan kesepakatan. Maka para pihak wajib merumuskan
kesepakatan tersebut secara tertulis. Hasil kesepakatan dirumuskan
dalam kompormis (compromise solution), kedua belah pihak tidak ada
yang kalah dan tidak ada yang menang, tetapi sama-sama menang
(win-win).108
Pelaksanaan perumusan dibantu oleh mediator dan kesepakatan
yang telah dirumuskan ditandatangani para pihak dan mediator.
Syarat ini ditegaskan juga dalam Pasal 1815 KUH Perdata,
bahwa persetujuan perdamaian harus tertulis dalam bentuk akta
108 Muhammad Yahya Harap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan
Penyelesaian Sengketa, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997, h. 201.
dibawah tangan (onderhandse acte) atau dapat juga berbentuk akta
otentik.109
Tidak dibenarkan secara lisan, karena Pasal itu menegaskan
persetujuan tidak sah melainkan jika dibuat secara tertulis.
2) Diwakili Kuasa Hukum
Jika para piahak diwakili oleh kuasa hukum, maka para pihak
wajib menyatakan secara tertulis kesepakatan yang dicapai.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 17 ayat (2) PERMA.110
3) Mediator Memeriksa Materi Kesepakatan
Pasal 17 ayat (3), membebani kewajiban kepada mediator
untuk memeriksa materi kesepakatan. Hal itu dilakukan sebelum para
pihak menandatangani kesepakatan. Tujuan kewajiban memeriksa
kesepakatan yang bertentangan dengan hukum.111
4) Menghadap Kembali Pada Hakim
Pada hari sidang yang telah ditentukan sebelumnya para pihak
wajib menghadap kembali pada majelis hakim. Didepan sidang
109 Mariana sutadi, “Notulen: Ceramah Penjelasan PERMA No.2 Tahun 2003 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan”, Suara Uldilag, Vol I No.3 (6 Oktober 2003), h.22. 110 Ibid” 111Ibid “
tersebut para pihak memberitahukan bahwa mediasi telah mencapai
kesepakatan.112
5) Mengajukan Kesepakatan Perdamaian
Jika perdamain terjadi, maka tentang hal itu pada waktu
dipersidangkan akan diperbuat sebuah akta, maka kedua belah pihak
diwajibkan untuk mencukupi perjanjian yang dibuat itu, sehingga akta
tersebut akan berkekuatan hukum tetap dan akan diperlakukan
sebagaimana putusan.113
6) Wajib Mencantumkan Klausula Pencabutan Perkara
Menurut Pasal 17 ayat (6), jika para pihak tidak menghendaki
kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian,
maka kesepakatan tertulis yang dirumuskan tersebut harus memuat
atau mencantumkan klausula pencabutan perkara atau pernyataan
perkara telah selesai.114
b. Tidak mencapai kesepakatan
Ada dua kondisi yang dapat digunakan oleh mediator untuk
menyatakan mediasi telah gagal atau tidak layak untuk dilanjutkan
meskipun batas waktu maksimal proses mediasi yaitu 40 hari belum
112 Ibid” 113 Mariana sutadi, “Notulen: Ceramah Penjelasan PERMA No.2 Tahun 2003 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan”, Suara Uldilag, Vol I No.3 (6 Oktober 2003), h.22. 114 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis
Peradilan Umum dan Pearadilan Khusus, Buku II, Jakarta : Mahkama Agung Republik Indonesia, 2008, h. 68.
dilampaui. Pertama, jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa
hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan
mediasi sesuai jadwal pertemuan yang telah disepakati atau telah dua kali
berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah
dipanggil secara patut. Kedua, setelah proses mediasi berjalan, mediator
memahami bahwa sengketa yang sedang dimediasi ternyata melibatkan
aset, harta kekayaan atau kepentingan pihak lain yang tidak menjadi
peserta mediasi.115
Menghadapi peristiwa gagalnya proses mediasi, Pasal 18 PERMA
telah menggariskan tindak lanjut yang harus dilakukan mediator dan
hakim.
1) Mediator wajib memberitahu kegagalan kepada hakim
Digariskan dalam Pasal 18 ayat (1) bahwa mediator wajib
memberitahu kegagalan mediasi kepada hakim. Pemberitahuan
dilakukan secara tertulis yang berisi pernyataan bahwa proses mediasi
telah gagal mencapai kesepakatan.116
2) Saat Pemberitahuan
115 Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama Dengan Japan International
Cooperation Agency dan Indonesia Institute For Conflict Transformation, Buku Tanya Jawab PERMA RI No.01 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan , Jakarta : MA RI, JICA dan IICT, 2008, h.6.
116 Ibid”
Pemberitahuan segera disampaikan mediator yaitu keesokan
hari kerja dari tanggal berakhirnya jangka waktu proses mediasi yang
disebut Pasal 13 ayat (3).117
3) Majelis segera melanjutkan pemeriksaan perkara
Menurut Pasal 18 ayat (2), apabila mediator telah memberitahukan
kegagalan mediasi mencapai kesepakatankepada hakim harus segera
melanjutkan pemeriksaan perkara. Tata cara penyelesaian yang harus
diterapkan tunduk pada ketentuan hukum acara yang berlaku.118
4) Pemeriksaan perkara, hakim mengusahakan perdamaian
Dalam Pasal 18 ayat (3), menyetakan pada saat pemeriksaan perkara,
hakim berwenang mengusahakan atau mendorong perdamaian kepada
kedua belah pihak. Perdamaian harus tetap dilakukan sebelum
pengucapan putusan.119
5) Perdamaian berlangsung 14 hari
Menurut Pasal 18 ayat (4), hakim dapat melakukan upaya perdamaian
pada saat proses pemeriksaan perkara dalam jangaka waktu 14 hari
117 Ibid” 118 Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama Dengan Japan International
Cooperation Agency dan Indonesia Institute For Conflict Transformation, Buku Tanya Jawab PERMA RI No.01 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan , Jakarta : MA RI, JICA dan IICT, 2008, h.6.
119 Ibid”
kerja sejak para pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada
hakim.120
Demikianlah tahapan-tahapan yang dilalui dalam proses mediasi pada
penyelesaian masalah dipengadilan (ligitasi). Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada halaman lampiran.
D. Tujuan dan Manfaat Mediasi
Mediasi merupakan salah satu bentuk proses penyelesaian sengketa yang
melibatkan pihak ketiga, dan wajib ditempuh oleh para pihak oleh para pihak
dalam menyelesaikan masalahnya di pengadilan. Dalam ligitasi mediasi
memberikan beberapapa tujuan antara lain:
a. Untuk menyelesaikan sengketa secara damai dan sukarela sebelum proses
ligitasi dilaksanakan, sehingga proses ligitasi tidak perlu dilanjutkan.
Dangan demikian mediasi dapat mengatasi penumpukan perkara dilembaga
peradilan. Secara umum ada beberapa sebab yang dapat dianggap sebagai
penyebab penumpukan perkara kasasi di Mahkamah Agung yaitu:
1) Tidak ada ketentuan yang membatasi perkara-perkara yang dapat
dimohonkan kasasi.
2) Kurangnya kepercayaan percari keadilan terhadap putusan badan
peradilan tingkat lebih rendah baik karena anggapan mutu putusan
rendah atau karena putusan dibuat dengan cara-cara yang tidak sehat
seperti akibat suap atau cara-cara tidak terpuji lainnya.
120 Ibid”
3) Mekanisme perdamaian tidak dijalankan secara maksimum, sehingga
mengurangi jumlah perkara yang perlu disidangkan.121
Pentingnya mediasi dimaknai bukan sekedar upaya untuk meminimalisir
perkara-perkara yang masuk ke Pengadilan baik itu pada pengadilan tingkat
pertama maupun pada tingkat banding sehingga badan Peradilan dimaksud
terhindar dari adanya timbunan perkara, namu lebih dari itu mediasi dipahami dan
diterjemahkan dalam proses penyelesaian sengketa
secara menyeluruh dengan penuh kesungguhan untuk mengakhiri suatu sengketa
yang tengah berlangsung.122
b. Menyelesaikan sengketa merupakan hakikat (inti) menyelesaikan perkara
secara efektif dan efesien.
Penyelesaian melalui pengadilan tidak selalu memberikan kepuasan. Selain
ongkos, waktu, reputasi dan lain-lain, tidak jarang dijumpai begitu banyak
rintangan yang dihadapi menyelesaikan sengketa melalui pengadilan. Bukan saja
kemungkina keputusan tidak saja memuaskan. Suatu kemenangan yang telah
ditetapkan itupun belum tentu secara cepat dapat dinikmati karena berbagai
hambatan seperti hambatan eksekusi. Bahkan kemungkina ada perkara baru, baik
dari pihak yang kalah atau dari pihak ’berkepentingan’ lainnya.123
121 Susanti Adi Nugroho. Naskah Akademis: MEDIASI, h. 39-41. 122 Mahyudin Igo, “Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
Perkara Perdata”, Varia Peradilan, Tahun keXXI No.253 (Desember 2006), h.51. 123 Ibid”
Dalam keadaan seperti itu, putusan pengadilan, sekedar sebagian putusan,
tetapi tidak berhasil menyelesaikan sengketa. Bebeda dengan penyelesaian
sengketa diluar proses peradilan seperti mediasi, bukan semata-mata mencapai
putusan, tetapi putusan yang menyelesaikan sengketa.124
” Menang jadi arang kalah jadi abu” begitulah pribahasa yang
menggambarkan jika suatu sengketa diselesaikan dengan menggunakan jalur
ligitasi. Sinyalmen tersebut mencerminkan Putusan Pengadilan terkadang tidak
serta merta menyelesaikan persoalan.125 Maka dikembangkan wacana untuk
sebisa mungkin menyelesaikan persoalan sengketa melalui jalur perundingan,
karena dengan melakukan hal itu akan mencegah kerugian yang lebih besar, baik
kerugian yang berupa moril maupun materil. Sehingga tercipta penyelesaian
perkara secara efektif dan efisien.
c. Penyelesaian secara damai lebih baik dari pada putusan yang dipaksakan.
Karena mediasi jika berhasil akan menghasilkan kesepakatan yang sesuai
dengan keinginan para pihak sehingga dalam perumusan kesepakatan tidak ada
paksaan dari pihak manapun. Berbeda dengan putusan yang bersifat memaksa,
karena penyelesaian perkara melalui pengadilan pada hakikatnya hanyalah
penyelesaian yang bersifat formalitas belaka. Pihak-pihak yang bersengketa
124 Bagir Manan, “Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa”, Varia Peradilan
Tahun XXI No.248 (Juli 2006), h.14-15. 125 Mahyudin Igo, “Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
Perkara Perdata”, Varia Peradilan, Tahun keXXI No.253 (Desember 2006), h.47.
dipaksakan untuk menerima putusan tersebut walau terkadang putusan badan
peradilan itu tidak memenuhu rasa keadilan.126
d. Perdamaian yang dikukuhkan dalam ligitasi akan berkekuatan hukum dan
mengikat baik secara yuridis maupun psikologis.
Menurut M. Yahya Harahap tidak ada putusan pengadilan yang mengantar
para pihak yang bersengketa kearah penyelesaian masalah, putusan pengadilan
bersifat problem solving diantara para pihak yang bersengketa melainkan putusan
pengadilan cenderung menempatkan kedua belah pihak pada dua sisi ujung yang
saling berhadapan, karena menempatkan salah satu pihak pada posisi pemenang
(the winner) dan menyudutkan pihak yang lain sebagai pihak yang kalah (the
losser), selanjutnya dalam posisi ada pihak yang menang dan kalah, bukan
kedamain dan ketentraman yang timbul, tetapi pihak yang kalah timbul dendam
dan kebencian.127
Oleh sebab itu hasil kesepakatan mediasi yang telah dikukuhkan dalam akta
perdamaian diharapkan menimbulkan kedamian antar para pihak dan bersifat
mengikat. Karena mediasi dapat mengantarkan para pihak pada perwujudan
kesepakatan damai yang permanen dan lestari, mengingat penyelesaian sengketa
126 Tim Peneliti, Laporan Penelitian: Prinsip-prinsip Hukum Islam (Fiqih) Dalam Transaksi
Ekonomi Pada Perbankan Syariah (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Bekerjasama dengan Direktorat Hukum BI, 2003), h.136.
127 Muhammad Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan Dan
Penyelesaian Sengketa, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997, h. 158
melalui mediasi menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama, tidak
ada pihak yang dimenangkan atau pihak yang dikalahkan (win-win solution).128
Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan
pihak ketiga. Mediasi dapat memberikan sejumlah manfaat sebgai berikut:
a. Mediasi dapat mengurangi masalah penumpukan perkara.
b. Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka
secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau fsikologis mereka, sehingga
mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya.
c. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara
langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.
d. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol
terhadap proses dan hasilnya.
e. .Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan
saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa
karena mereka sendiri yang memutuskannya.
g. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu
mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan oleh hakim
di pengadilan atau arbiter pada lembaga arbitrase.129
128 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, h. 24. 129 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, Jakarta: Kencana, 2009, h. 25-26.
BAB IV
EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PERCERAIAN
A. Jenis Perkara Yang di Tangani Mediasi
Berdasarkan pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008
menyebutkan bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan tingkat
pertama wajib terlebih dahulu diselesaikan melalui proses mediasi, kecuali untuk
beberapa perkara. Pengecualian tersebut adalah perkara yang diselesaikan melalui
Pengadilan Niaga, Pengadilan Industrial, keberatan atas putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan keberatan atas putusan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).130
Pemeriksaan perkara niaga, hubungan industrial, perlindungan konsumen dan
persaingan usaha telah diatur dalam prosedur tersendiri, sehingga meskipun
perkara itu termasuk dalam kategori sengketa perdata, tetapi dikecualikan dari
kewajiban untuk menempuh proses mediasi sebagaimana diatur dalam Perma
ini.131
Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga
tidak dapat dimedisi karena substansi persoalan adalan murni hukum yaitu
130 Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama JICA dan IICT, Buku Komentar
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, Jakarta : MA:RI, JICA & IICT, 2008, h.23.
131 Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama JICA dan IICT, Buku Komentar
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, Jakarta : MA:RI, JICA & IICT, 2008, h.23.
berkatan dengan validitas atau keabsahan putusan KPPU. Persoalan hukum
seperti itu tidak memberi peluang bagi para pihak untuk mengadakan tawar
menawar dalam sebuah persidangan.132
Di Pengadilan Agama Jakarta Timur setiap perkara yang diterima wajib
terlebih dahulu dimediasikan sesuai dalam PERMA, tetapi untuk Pengadilan
Agama dapat dikelompokan lagi yaitu yang dimediasikan hanya dalam perkara
kontentius.133
“Kontentius yaitu perkara gugatan atau permohonan yang didalamnya
mengandung sengketa antara pihak-pihak. Dengan ketentuan bahwa kedua belah
pihak hadir pada sidang pertama. Karena pada sidang pertama inilah para pihak
diperintahkan untuk menempuh proses mediasi oleh hakim yang menangani
perkara tersebut”134
Sedangkan perkara “voluntair” adalah perkara yang sipatnya permohonan dan
didalamnya tidak terdapat sengketa sehingga tidak ada pihak lawan. Karena hanya
satu pihak yang mengajukan permohonan tentu saja tidak dapat menempuh
mediasi seperti perkara penetapan ahli waris, dispensasai nikah dan isbat nikah135.
132 Mahkamah Agung Republik Indonesia Bekerjasama JICA dan IICT, Buku Komentar
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, Jakarta : MA:RI, JICA & IICT, 2008, h.23
133 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim
Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.
134 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur
135 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim
Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.
Jadi kalau dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 menyebutkan
semua perkara perdata wajib menempuh proses mediasi, akan tetapi di Pengadilan
Agama Jakarta Timur dibatasi pada perkara kontentius.
1. Data Laporan Perkara Perdata Yang Diterima Dan Diputus di
Pengadilan Agama Jakatra Timur
Pada tahun 2008 perkara yang diterima Pengadilan Agama Jakarta Timur
adalah sebagai berikut:136
Tabel 4.1 Perkara yang diterima pada tahun 2008
No. Bulan
Izin
Po
lig
am
i
Pe
mb
ata
lan
Pe
rka
win
an
Ce
rai
Th
ala
k
Ce
rai
Gu
ga
t
Ha
rta
Be
rsa
ma
Pe
ng
ua
saa
n A
na
k/P
erw
ali
an
An
ak
Itsb
at
Nik
ah
Dis
pe
nsa
si K
aw
in
Wa
li A
dh
ol
Ke
wa
risa
n
Hib
ah
Lain
-la
in/P
3H
P
JUM
LAH
1 Jan 1 51 116 1 4 1 7 2 183
2 Feb 3 47 93 2 1 3 3 152
3 Mar 52 99 1 1 1 2 9 5 170
4 Apr 3 1 50 112 2 1 3 1 1 13 187
5 Mei 1 1 46 102 2 4 6 162
6 Juni 55 111 1 1 2 4 4 178
7 Juli 1 65 132 2 5 2 2 5 214
8 Agus 1 1 58 106 3 2 4 3 178
136 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.
Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
9 Sep 2 28 58 2 2 1 4 4 101
10 Okt 1 68 140 1 1 5 6 222
11 Nov 60 124 1 5 5 195
12 Des 1 60 110 1 3 1 1 5 1 1 184
JUMLAH 13 4 640 1303 13 23 9 2 8 53 1 57 2126
Dalam tabel ini keseluruhan perkara yang diterima Pengadilan Agama
Jakrta Timur mulai dari bulan januari hingga bulan desesember tahun 2008
tercatat 2.126 perkara yang masuk ke dalam daftar persidangan. Dari sekian
banyaknya perkara yang diterima Pengadilan agama Jakarta Timur perkara
perceraian masih mendominasi ini terlihat dari jumlah perkara cerai gugat
maupun cerai talak diatas.
Sedangkan perkara yang diputus Pengadilan Agama Jakarta Timur Pada
Tahun 2008 adalah sebagai berikut:137
Tabel 4.2 Perkara yang diputus pada tahun 2008
No. Bulan
Izin
Po
lig
am
i
Pe
nce
ga
ha
n K
aw
in
Pe
mb
ata
lan
Pe
rka
win
an
Ce
rai
Th
ala
k
Ce
rai
Gu
ga
t
Ha
rta
Be
rsa
ma
Pe
ng
ua
saa
n A
na
k/P
erw
ali
an
An
ak
Itsb
at
Nik
ah
Wa
li A
dh
ol
Ke
wa
risa
n
P3
HP
*)
Dit
ola
k/T
ida
k d
ite
rim
a
Gu
gu
r/d
ico
ret
da
ri r
eg
iste
r
Dic
ab
ut
JUM
LAH
1 Jan 47 84 1 2 1 2 3 7 18 147
2 Feb 1 52 97 1 4 1 2 4 9 13 15 184
137 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.
Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
3 Mar 1 1 38 99 2 4 3 5 8 25 161
4 Apr 1 52 81 1 2 5 10 9 6 28 167
5 Mei 2 1 41 71 1 1 1 3 6 3 17 11 147
6 Juni 42 93 1 1 6 3 6 3 16 155
7 Juli 1 34 100 1 1 1 1 6 2 15 16 162
8 Agus 35 93 3 2 1 2 2 14 20 152
9 Sep 44 91 1 1 3 4 0 8 11 152
10 Okt 39 60 1 1 8 2 7 15 118
11 Nov 32 92 1 2 4 5 4 13 11 153
12 Des 1 42 74 1 1 1 4 2 12 13 137
JUMLAH 7 1 1 498 1035 10 15 4 6 32 57 47 123 199 1835
Dilihat dari tabel ini jumlah keseluruhan perkara yang berhasil diputus
oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur terhitung dari bulan januari hingga
bulan desember tahun 2008 tercatat 1.835 perkara. Dari keseluruhan perkara
yang diputus perkara perceraian lebih mendominasi ini menandakan bahwa
mediasi banyak yang gagal. Dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik Data Perkara Tahun 2008.
100%
86.31%
9.36%4.32%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Perkara Diterima Perkara Diputus Perkara Dicabut Perkara Lain-lain
Dari tabel dan grafik di atas dapat diketahui bahwa perkara yang diterima
oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008 berjumlah 2126
perkara atau mencapai 100 %. Sedangkan perkara perdata yang diputuskan
oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008 adalah 1835 perkara
atau sekitar 86,31 %. Dari berbagai macam alasan pengajuan gugatan diatas
yang lebih dominan adalah perkara perceraian. Dimana jumlah perkara
perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat yang diterima di Pengadilan
Agama Jakarta Timur pada tahun 2008 berjumlah 1943 perkara. Sedangkan
perkara yang diputus dengan alasan perceraian oleh Pengadilan Agama
Jakarta Timur berjumlah 1533 perkara, dan perkara yang dicabut berjumlah
199 perkara atau sekitar 9,36 % dan sisa perkara sekitar 4,32 % ini dari
keseluruhan perkara.
Dan pada Tahun 2009 data perkara yang diterima Pengadilan Jakarta
Timur adalah sebagai berikut:138
Tabel 4.3 Perkara yang diterima pada tahun 2009
138 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.
Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
No. Bulan Iz
in P
oli
ga
mi
Pe
mb
ata
lan
Pe
rka
win
an
Ce
rai
Th
ala
k
Ce
rai
Gu
ga
t
Ha
rta
Be
rsa
ma
Pe
ng
ua
saa
n A
na
k/P
erw
ali
an
An
ak
Na
fka
h A
na
k o
leh
Ib
u
Itsb
at
Nik
ah
Wa
li A
dh
ol
Ke
wa
risa
n
Lain
-la
in/P
3H
P
JUM
LAH
1 Jan 139 52 1 2 11 1 206
2 Feb 59 149 2 3 13 1 227
3 Mar 1 64 147 4 2 10 228
4 Apr 60 122 5 6 1 3 197
5 Mei 1 71 135 3 3 12 225
6 Juni 76 134 2 3 3 218
7 Juli 66 122 2 3 1 1 12 207
8 Agus 57 121 1 2 2 1 9 191
9 Sep 27 57 1 1 2 6 94
10 Okt 3 2 89 219 4 1 4 322
11 Nov 1 64 144 2 2 9 222
12 Des 83 144 1 3 2 7 240
JUMLAH 6 2 855 1546 18 28 1 14 8 99 2 2577
Dalam tabel ini keseluruhan perkara yang diterima Pengadilan Agama
Jakrta Timur mulai dari bulan januari hingga bulan desesember tahun 2009
tercatat 2.577 perkara yang masuk ke dalam daftar persidangan. Dari sekian
banyaknya perkara yang diterima Pengadilan agama Jakarta Timur perkara
perceraian masih mendominasi ini terlihat dari jumlah perkara cerai gugat
maupun cerai talak diatas.
Sedangkan data perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama Jakarta
Timur pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:139
Tabel 4.4 Perkara yang diputus pada tahun 2009
No. Bulan
Izin
Po
lig
am
i
Dis
pe
nsa
si K
aw
in
Pe
mb
ata
lan
Pe
rka
win
an
Ce
rai
Th
ala
k
Ce
rai
Gu
ga
t
Ha
rta
Be
rsa
ma
Pe
ng
ua
saa
n A
na
k/P
erw
ali
an
An
ak
Itsb
at
Nik
ah
Wa
li A
dh
ol
Ke
wa
risa
n
Hib
ah
Lain
-la
in
Dit
ola
k/T
ida
k d
ite
rim
a
Gu
gu
r/d
ico
ret
da
ri r
eg
iste
r
Dic
ab
ut
Jum
lah
1 Jan 1 1 109 38 1 1 1 4 3 17 14 176
2 Feb 1 61 121 3 1 1 8 1 7 15 17 219
3 Mar 33 106 3 1 11 1 3 8 14 166
4 Apr 61 133 2 2 2 12 6 14 19 232
5 Mei 44 111 1 5 6 2 9 19 178
6 Jun 1 49 112 2 2 1 9 3 9 23 188
7 Jul 1 64 116 2 5 2 4 9 194
8 Agu 58 100 1 1 11 1 3 16 175
9 Sept 30 78 3 1 3 1 22 21 138
10 Okt 1 44 96 2 2 2 1 6 5 16 159
11 Nov 1 48 119 3 1 9 1 2 18 184
12 Des 1 64 149 4 1 1 5 4 51 21 280
JUMLAH 5 1 2 665 1279 14 22 11 7 89 1 1 33 159 207 2289
Dilihat dari tabel ini jumlah keseluruhan perkara yang berhasil diputus
oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur terhitung sejak bulan januari hingga
139 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.
Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
bulan desember tahun 2008 tercatat 1.835 perkara. Dari keseluruhan perkara
yang diputus perkara perceraian lebih mendominasi ini menandakan bahwa
mediasi banyak yang gagal karena dilihat dari jumlah perkara yang diputus
cukup signifikan. Dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik Data Perkara Tahun 2009.
100%
88.82%
8.03%3.14%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Perkara Diterima Perkara Diputus Perkara Dicabut Perkara Lain-lain
Dari tabel dan grafik di atas dapat diketahui bahwa perkara yang diterima
oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2009 berjumlah 2577
perkara atau berkisar 100%. Sedangkan perkara perdata yang diputuskan oleh
Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2009 adalah 2289 perkara atau
berkisar 88,82 %. Dari berbagai macam alasan pengajuan gugatan diatas yang
lebih dominan adalah perkara perceraian. Dimana jumlah perkara perceraian
baik cerai talak maupun cerai gugat yang diterima di Pengadilan Agama
Jakarta Timur pada tahun 2009 berjumlah 2401 perkara. Sedangkan perkara
yang diputus dengan alasan perceraian oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur
berjumlah 1934 perkara atau berkisar, dan perkara yang dicabut berjumlah
207 perkara atau berkisar 8,03 % dan sisa perkara 3,14 %.
2. Data Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur tahun 2008-2009
Yang menjadi faktor penyebab putusnya perkawian dalam perceraian
tidak hanya oleh satu faktor saja, seringkali kita lihat permasalahan dalam
keluarga timbul karena beberapa faktor. Maka untuk mendapatka gambaran
yang lebih jelas, dari jumlah 2126 perkara perceraian yang diputus oleh
Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2008 dapat kita lihat faktor-faktor
dominan terjadinya perceraian secara urut sebagai berikut:
Data Tentang Faktor Penyebab terjadinya Perceraian
Di Pengadilan Jakarta Timur Tahun 2008140
Tabel 4.5 Paktor penyebab perceraian tahun 2008
Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian
No.
Bul
an
Cem
buru
ekon
omi
Tid
ak A
da
tang
gung
Ja
wab
Kek
ejam
an
Jasm
ani
Gan
ggua
n P
ihak
Ket
iga
Tid
ak A
da
Keh
arm
onis
an
Jum
lah
1 Jan 16 20 22 15 24 34 131
140 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.
Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
2 Feb 18 23 24 19 27 38 149 3 Mar 16 22 21 17 24 36 137 4 Apr 14 23 21 20 22 33 133 5 Mei 9 20 19 17 19 28 112 6 Jun 12 25 23 21 24 30 135 7 Jul 11 23 21 22 25 32 134 8 Agus 11 20 18 21 28 30 128 9 Sept 10 22 20 23 27 33 135 10 Okt 8 17 15 18 20 21 99 11 Nov 12 22 18 20 25 27 124 12 Des 10 21 18 19 23 25 116
Jumlah 147 258 241 232 288 367 1533
Beberapa fakror dalam tabel ini yang menyebabkan putusnya
perkawianan yaitu, cemburu, ekonomi, tidak ada tanggung jawab, gangguan
pihak ketiga dan tidak ada keharmonisan. Dari keseluruhan jumlah perkara
yang putus perkawinan oleh beberapa factor tersebut tercatat 1533 perkara
pada tahun 2008 dan ini didominasi oleh faktor ketidak ada keharmonisan
dalam rumah tangga yaitu tercatat 367 perkara yang putus disebabkan oleh
factor ketidak ada keharmonisan dari 1533 perkara yang putus pada tahun
2008.
Data Tentang Perkara Perceraian Yang Diterima Dan Diputus
Di Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2008141
141 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.
Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
Tabel 4.6 Perkara perceraian diterima dan diputus tahun 2008
No.
Bul
an
Dite
rima
Dic
abut
Dito
lak/
Tid
ak
Dite
rima
Gug
ur/D
icor
et
Dar
i Reg
iste
r
Dip
utus
Lain
-lain
Jum
lah
1 Jan 183 18 3 7 147 - 2 Feb 152 15 9 13 184 - 3 Mar 170 25 5 8 161 - 4 Apr 187 28 9 6 167 - 5 Mei 162 11 3 17 147 - 6 Jun 178 16 6 3 155 - 7 Jul 214 16 2 15 162 - 8 Agus 178 20 2 14 152 - 9 Sept 101 11 0 8 152 - 10 Okt 222 15 2 7 118 - 11 Nov 195 11 4 13 153 - 12 Des 184 13 2 12 137 -
Jumlah 2126 199 47 123 1835 -
Jika dilihat dari tabel ini jumlah perkara perceraian yang diterima Pengadilan
Agama Jakarta Timur mulai bulan januari hingga bulan desember tahun 2008
berjumlah 2126 perkara, jumlah yang cukup banyak dan yang diputus berjumlah
1835 perkara, sedangkan yang berhasil dicabut karena mediasi hanya berjumlah
199 perkara saja. Ini jumlah yang tidak seimbang dengan jumlah perkara yang
masuk, jadi terlihat jelas bahwa mediasi belum berpengaruh signifikan terhadap
perceraian.
Dan data tentang faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian di
Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:
Data Tentang Faktor Penyebab terjadinya Perceraian
Di Pengadilan Jakarta Timur Tahun 2009142
Tabel 4.7 Faktor Penyebab Perceraian tahun 2009
Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian
No.
Bul
an
Cem
buru
ekon
omi
Tid
ak A
da
tang
gung
Ja
wab
Kek
ejam
an
Jasm
ani
Gan
ggua
n P
ihak
Ket
iga
Tid
ak A
da
Keh
arm
onis
an
Jum
lah
1 Jan 15 28 24 25 27 28 147 2 Feb 19 36 29 30 33 35 182 3 Mar 14 27 22 24 25 27 139 4 Apr 22 37 30 32 34 39 194 5 Mei 72 24 22 28 34 30 155 6 Jun 16 26 24 30 35 30 161 7 Jul 20 29 28 33 37 33 180 8 Agus 16 24 26 29 35 28 158 9 Sept 9 18 18 21 22 20 108 10 Okt 15 24 22 26 25 28 140 11 Nov 19 28 25 30 31 34 167 12 Des 25 36 31 37 40 44 213
Jumlah 207 337 301 345 378 376 1944
Beberapa faktor dalam tabel ini yang menyebabkan putusnya
perkawinan yaitu, cemburu, ekonomi, tidak ada tanggung jawab, gangguan
142 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H. Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
pihak ketiga dan tidak ada keharmonisan. Dari keseluruhan jumlah perkara
yang putus perkawinan oleh beberapa factor tersebut tercatat 1944 perkara
pada tahun 2009 dan ini didominasi oleh faktor ketidak ada keharmonisan
dalam rumah tangga yaitu tercatat 376 perkara yang putus disebabkan oleh
factor ketidak ada keharmonisan dari 1944 perkara yang putus pada tahun
2009.
Data Tentang Perkara Perceraian Yang Diterima Dan Diputus
Di Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009143
Tabel 4.8 Perkara perceraian diterima dan diputus
No.
Bul
an
Dite
rima
Dic
abut
Dito
lak/
Tid
ak
Dite
rima
Gug
ur/D
icor
et
Dar
i Reg
iste
r
Dip
utus
Lain
-lain
Jum
lah
1 Jan 206 14 3 17 176 2 Feb 227 17 7 15 219 3 Mar 228 14 3 8 166 4 Apr 197 19 6 14 232 5 Mei 225 19 2 9 178 6 Jun 218 23 3 9 188 7 Jul 207 9 2 4 194 8 Agus 191 16 1 3 175 9 Sept 94 21 1 22 130 10 Okt 322 16 0 5 159 11 Nov 222 18 1 2 184 12 Des 240 21 4 51 280
Jumlah 2577 207 33 159 2289
143 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.
Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur.
Jika dilihat dari tabel ini jumlah perkara perceraian yang diterima
Pengadilan Agama Jakarta Timur mulai bulan januari hingga bulan desember
tahun 2009 berjumlah 2577 perkara, jumlah yang cukup banyak dan yang
diputus berjumlah 2289 perkara, sedangkan yang berhasil dicabut karena
mediasi hanya berjumlah 207 perkara saja. Ini jumlah yang tidak seimbang
dengan jumlah perkara yang masuk, jadi terlihat jelas bahwa mediasi belum
berpengaruh signifikan terhadap perceraian
Dilihat dari keseluruhan tabel diatas jumlah keseluruhan perkara
perceraian yang diterima Pengadilan Agama Jakarta Timur mulai dari bulan
januari tahun 2008 sampai bulan desember tahun 2009 berjumlah 4703
perkara yang tercatat dalam daftar persidangan. Dan berjumlah 4124 Yang
berhasil diputus oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur sedangkan yang
dicabut berjumlah 406 perkara dari jumlah keseluruhan perkara yang diterima.
B. Pengaruh Mediasi Dalam Perceraian Sesudah Pemberlakuan PERMA No.1
tahun 2008
Dalam perkara perceraian, sebelum sidang dimulai hakim tetap berusaha
untuk mendamaikan para pihak. Pelaksanaan perdamaian dilakukan majelis
hakim setiap persidangan. Bahkan sebelum pembacaan putusan pun majelis
hakim tetap berusaha untuk mendamaikan para pihak agar tidak terjadi
perceraian.144
144 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddi. Hakim
Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur
Setelah diterbitkannya PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi
pada persidangan pertama sebelum pembacaan gugatan hakim memerintahkan
kepada para pihak untuk menempuh mediasi terlebih dahulu. Hakim juga
menjelaskan tentang prosedur pelaksanaan mediasi. Setelah keluar dari ruang
sidang, para pihak langsung menuju ruang mediasi. Di ruang mediasi telah hadir
seorang mediator yaitu salah seorang hakim Pendadilan Agama Jakarta Timur
yang telah ditunjuk oleh majelis hakim selain dari hakim yang menanganin
perkara tersebut.145
Proses mediasi biasanya berlansung 40-60 menit. Kemudian mediator
membuat blanko apakah mediasi berhasil atau tidak. Blanko tersebut diserahkan
oleh mediator kepada panitera pengganti sebagai laporan telah dilaksanakannya
mediasi pada kasus tersebut146. Kalo menurut mediator perkara tersebut masih ada
peluang untuk berdamai maka dilakukan mediasi pada hari sidang kedua, jika
mediasi berhasil maka gugatannya dicabut kalo perkara perceraian, sedangkan
perkara harta benda dibuat kesepakatan perdamaian147. Yang dituangkan dalam
akta perdamaian yaitu akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan
145 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddi. Hakim
Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur. 146 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddi. Hakim
Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur. 147 Kesepakatan Perdamaian yaitu dokumen yang memuat syarat-syarat yang disepakati oleh
para pihak guna mengakhiri sengketa yang merupakan hasil dari upaya perdamaian dengan bantuan seorang mediator atau lebih berdasarkan Perma No.1 Tahun 2008.
hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada
upaya hukum biasa maupun luar biasa jika dikehendaki para pihak.
Jika mediasi gagal mencapai kesepakatan pemeriksaan tetap dilakukan seperti
acara perdata biasa yang diawali dengan pembacaan gugatan penggugat pada
tahap pertama setelah sebelumnya majelis hakim berusaha untuk mendamaikan.
Kemudian tahap berikutnya adalah jawaban tergugat, lalu replik, duplik,
pembuktian dari pihak penggugat, pembuktian dari pihak tergugat, kesimpulan
penggugat dan tergugat dan tahap akhir adalah putusan pengadilan148.
Dari hal tersebut berarti ada perbedaan yang signifikan antara prosedur
persidangan sebelum dan sesudah diterapkannya PERMA No.1 Tahun 2008
tentang prosedur mediasi. Dimana sebelum adanya Perma, pelaksanaan mediasi
tetap diruang sidang, sedangkan setelah pemberlakuan Perma adanya proses
mediasi yang dilakukan diluar sidang. Setelah adanya Perma, putusan jika
berhasil dibuat akta perdamaian atas kesepakatan para pihak yang berkekuatan
hukumnya sederajat dengan putusan biasa.
Perkara yang dimediasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah perkara
kontentius, maka penulis membahas pada perkara perceraian baik cerai talak
maupun cerai gugat.
Pada masa awal pemberlakuan Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008
tentang prosedur mediasi jumlah perkara cerai yang diterima Pengadilan Agama
148 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim
Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.
Jakarta Timur pada tahun 2008 berjumlah 1943 perkara, sedangkan perkara yang
diputus dengan alasan perceraian oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur
berjumlah 1533 perkara. Sedangkan perkara yang berhasil didamaikan dapat
dilihat dari jumlah perkara yang dicabut yaitu 199 perkara.149
Dicabutnya perkara disebabkan karena tiga factor. Pertama, majelis hakim
yang selalu aktif dipersidangan untuk selalu berusaha mendamaikan para pihak
agar tidak bercerai jika kasusnya masih ringan. Kedua, para pihak yang
bersengketa (pada perkara perceraian) dengan bantuan pihak keluarga kedua
belah pihak mampu menyelesaikan masalahnya melalui upaya damai setelah
hakim memberikan waktu kepada kedua belah pihak untuk memikirkan akibatnya
atas putusan mereka yang ingin bercerai. Ketiga, adanya proses mediasi yang
terintegrasi dalam sistem peradilan.150
Setelah satu setengah tahun kurang lebih Pemberlakuan Peraturan Mahkamah
Agung No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi jumlah perkara cerai yang
diterima oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahu 2009 berjumlah 2401
perkara, sedangkan perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur
berjumlah 1934 perkara. Perkara yang dimediasi dapat dilihat dari perkara yang
dicabut yaitu berjumlah 207 perkara.151
149 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H.
Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur. 150 Ibid” 151 Ibid”
Dicabutnya perkara pada tahun 2009 karena tiga faktor pula yaitu sama seperti
faktor dicabutnya perkara pada tahun 2008 diantaranya faktor ketiga adalah
karena adanya proses mediasi yang terintegrasi dalam sistem peradilan. Dengan
adanya PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi memberikan
keberhasilan yaitu adanya perkara yang dicabut walau tidak signifikan karena
disamping majelis hakim yang mendamaikan juga ada peran mediator yang
berusaha mendamaikan para pihak dalam menyampaikan keinginan mereka agar
tercapai perdamaian.152
Menurut analisa penulis bahwa Perma ini sudah diterapkan secara efektif di
Pengadilan Agama Jakarta Timur sesuai dengan prosedur yang termuat dalam
Perma No.1 tahun 2008, akan tetapi dalam tingkat keberhasilannya belum terlihat
signifikan karena dilihat dari jumlah perkara yang dicabut ditahun 2008
berjumlah 199 perkara, sedangkan pada tahun 2009 perkara yang dicabut
berjumlah 207 perkara jumlah yang tidak berbeda jauh.
Seperti pernyataan salah seorang hakim di Pengadilan Agama Jakarta Timur
bahwa setelah Perma ini dijalankan yang berhasil didamaikan bias dihitung jari,
tingkat keberhasilannya hanya berkisar 5% saja153. Padahal menurut tuada Uldilag
mengatakan bahwa mediasi telah menjadi trend global yang menjadi media
alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Sebagai perbandingan bahwa
152 Data Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur, Panitera Drs. H. Syaiful Anwar. Kepaniteraan Jakarta Timur
153 Wawancara Pribadi dengan Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.
tingkat keberhasilan mediasi di Singapura mencapai 95%, di Australia sebanyak
80%. Sedangkan di Indonesia khususnya dalam lingkungan Peradilan Agama
berkisar 20%154.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mediasi sudah diterapkan
sesuai dengan prosedur yang termuat dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1
Tahun 2008, namun dalam tingkat keberhasilannya belum ada pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat volume perceraian.
C. Hambatan Dan Tantangan Dalam Melaksanakan Mediasi
Dalam segala sesuatu yang kita lakukan baik pelaksanaan peraturan atau yang
lainnya pasti akan ditemukan beberapa hambatan dan tantangan. Begitu pula
dalam pelaksanaan mediasi ini terdapat beberapa hambatan yaitu sebagai berikut:
1. Dalam Perkara Perceraian
Karena perceraian adalah masalah hati, maka dalam hal ini tidak sedikit
para pihak yang tidak mau melaksanakan mediasi. Dengan alasan
permasalahan yang mereka hadapi sudah mencapai klimaks. Karena dalam
persidanganpun majelis hakim telah berusaha untuk mendamaikan dengan
memberi nasihat, sehingga menurut para pihak tidak mau membuang-buang
waktu untuk proses mediasi. Dan terkadang salah satu pihak yang berperkara
tidak hadir pada sidang pertama, akan tetapi pada saat sidang selanjutnya
154 Andi Syamsu Alam, “Orientasi Mediasi, Artikel di akses pada tanggal 23 Juni 2010 dari
http://www.pta-babel.net/Orientasi-Mediasi-di-begol.ptabb.
bahkan terkadang agenda persidangan sudah tahap pembuktian baru yang
bersangkutan hadir, sehinnga harus ada proses mediasi dan itu dapat
menghambat proses persidangan.155
2. Biaya Perkara Bertambah
Karena ada biaya untuk pemanggilan para pihak apalagi jika proses
mediasi dilakukan diluar pengadilan atau dengan kata lain dengan bantuan
mediator dari luar pengadilan. Tetu saja membutuhkan biaya untuk tempat
pelaksanaan mediasi. Oleh karena itu Pengadilan Agama Jakarta Timur belum
menerapkan biaya mediasi karena dengan pertimbangan bahwa:
1) PERMA ini masih baru.
2) Belum ada petunjuk secara langsung.
3) Menambah beban bagi para pihak yang bersengketa.156
3. Waktu Yang Sangat Dimaksimalkan
Karena kalau di Pengadilan Agama Jakarta Timur pelaksanaan mediasi
dilaksanakan sesuai hari sidang, misalnya sidang ditunda satu minggu maka
pelaksanaan mediasi akan dilakukan pada satu minggu berikutnya, sebelum
persidangan kedua dimulai. Namun jika dilakukan diluar pengadilan
mediatornya tidak memikirkan hal demikian yang penting menurut mereka
155 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim
Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.
156 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.
waktu digunakan semaksimal mungkin untuk melaksanakan proses mediasi.
Akibatnya terkadang dapat menghambat pemeriksaan pokok perkara di
Peradilan.157
Dari segi waktu kendala yang dihadapi oleh hakim Pengadilan Agama
Jakarta Timur selama Perma No.1 Tahun 2008 ini diberlakukan dapat dirinci
sebagai berikut:
a) Para pihak yang meminta waktu mediasi diperpanjang
Dengan adanya jadwal mediasi, pemeriksaan pokok perkara ditunda.
Apalagi jika para pihak meminta kepada majelis hakim untuk
memperpanjang mediasi. Menurut salah satu hakim Pengadilan Agama
Jakarta Timur biasanya perkara selesai dalam kurun waktu 1-3 bulan
namun dengan adanya perpanjangan waktu mediasi bisa menjadi 6
bulan.158
Sebelum adanya peraturan ini, sidang yang kedua biasanya pembacaan
gugatan. Namun sekarang bias mencapai kurun waktu satu bulan setengah
baru dibacakan gugatan karena dilakukan mediasi terlebih dahulu. Dengan
demikian para hakim memerlukan waktu yang lebih untuk memeriksa satu
perkara.
b) Tidak Hadir Pada Saat Mediasi
157 Ibid” 158 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim
Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur
Pada sidang pertama majelis hakim Pengadilan Agama
mengagendakan untuk memerintahkan para pihak yang berperkara untuk
melakukan mediasi diruang khusus mediasi yang terletak dilantai 2
Pengadilan Agama Jakarta Timur. Namun terkadang ada salah satu pihak
yang tidak mematuhi peraturan tersebut. Misalnya perkara cerai gugat,
pihak tergugat setelah keluar dari ruang sidang tidak langsung menuju
ruang mediasi tetapi langsung pulang mungkin dengan alasan karena tidak
ingin bercerai. Akibatnya, yang hadir pada ruang mediasi hanya salah satu
pihak, yaitu pihak penggugat tentu saja proses mediasi tidak dapat
dilaksanakan.159
Maka pada sidang berikutnya ketika majelis hakim menanyakan
tentang mediasi yang diperintahkan pada sidang sebelumnya. Mereka
menjawab bahwa mereka belum menempuh proses mediasi. Majelis
hakimpun memerintahkan kembali untuk menempuh proses mediasi.
Dengan kejadian ini berarti membutuhkan waktu lagi untuk menunggu
hasil mediasi.
c) Sidang Pertama Tidak Hadir Namun Sidang Berikutnya Hadir
Ketika sidang pertama salah satu pihak tidak hadir, tapi pada saat
sidang berikutnya pihak tersebut hadir. Bahkan ada juga pihak yang hadir
pada saat sidang sudah sampai pada tahap pembuktian. Maka majelis
159 Ibid”
hakim tetap harus memerintahkan lagi kepada para pihak untuk
menempuh proses mediasi. Dan majelis hakim membutuhkan waktu lagi
untuk menunggu sampai adanya laporan dari hakim mediator160.
Sedangkan tantangan dalam melaksanakan mediasi bagi hakim adalah sebagai
berikut:
1. Ketika Menjadi Hakim Mediator Yang Baik
Menurut salah satu hakim di Pengadilan Agama Jakarta Timur menjadi
mediator yang baik sangatlah sulit. Seperti mengontrol emosi, artinya tidak
terbawa dengan suasana karena kedua belah pihak biasanya mereka merasa
sama-sama benar sebagai mediator harus sabar, tenang dan pintar mengolah
kata-kata agar suasana menjadi damai kembali.161
2. Mengetahui Karakter Masing-masing Pihak
Mengetahui karakter masing-masing pihak merupakan tantangan juga bagi
mediator karena paling tidak harus mengetahui ilmu psikologi atau kejiwaan.
Bagaimana memadukan dua karakter para pihak bersengketa yang berbeda itu
agar terjadi perdamaian.162
3. Mampu Memahami Penyebab Terjadinya Sengketa
160 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim
Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur. 161Ibid” 162 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim
Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur.
Menjadi mediator yang baik harus memahami penyebab terjadinya konflik
antar para pihak. Mungkin karena factor budaya, social atau atau ekonomi,
serta mampu memberikan solusi yang terbaik terhadap penyelesaian sengketa
yang dihadapi para pihak163.
4. Memberikan Sarana yang Mendukung
Artinya bagaimana seorang mediator memberikan suasana yang
mendukung kepada para pihak.agar para pihak merasa nyaman dan tentram
ketika memasuki ruang mediasi juga posisi duduknya yang tidak memberikan
suatu posisi yang memisahkan para pihak untuk menjadi lawan, tetapi
memposisikan bagaimana menjaga hubungan baik antar para pihak.164
Tantangan berikutnya adalah penyediaan fasilitas, ruang pertemuan yang
memadai untuk proses mediasi. Kalau tempatnya tidak memadai justru akan
menyulitkan para pihak. PERMA No.1 Tahun 2008 memungkinkan mediasi
berlangsung di luar, kalau mediasinya di Pengadilan apakah fasilitas
pengadilan sudah memadai. Bagaimana kalau kondisi ruangan sangat panas,
ramai hiruk pikuk dimana sulit mendapatkan privacy dan keamana itu malah
membuat orang stress, mediasi jadi menegangkan. Begitu para pihak masuk
pengadilan, auranya sudah tidak enak.
5. Ketika Masalah Perkawinan
163 Ibid” 164 Ibid”
Mediator merasa tertantang ketika menangani masalah perkawinan
khususnya maslah perceraian yang menyangkut maslah hati. Karena kalau
pernikahan yang kedua dan diharapkan tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan seperti pernikahan yang pertama165.
Mengutip pernyataan Bapak tuada Uldilag (Drs. Andi Syamsu Alam,
SH.,MH) dan Bapak Dirjen Badan Peradilan Agama (Drs. Wahyu Widiana, MA)
menyatakan bahwa mediasi ini merupakan prodak Islami dalam rangka
penyelesaian sengketa di Pengadilan. Oleh sebab itu, mediasi melalui mediator
harus dilaksankan secaraa oftimal sebagai bagian dari proses aktivitas ijtihad
demi mendapatkan keputsan yang dapat memenuhi rasa keadilan bagi kedua
belah pihak.166
Tujuan utama dari mediasi adalah tercapainya perdamaian, sementara
perdamaian itu merupakan hukum yang tertinggi seuai dengan adanya hukum
yang berbunyi “Ash-Shulh Sayyid al-hukm”. Perdamain menjadi sangat penting
dilaksanakan apalagi dalam menyelesaikan sengketa keluarga. Keluarga berarti
umat, baiknya suatu keluarga, sangat berpengaruh dan berdampak kepada
perbaikan umat secara keseluruhan.
Meskipun perceraian tidak dapat terelakan, bukan berarti mediasi gagal secara
total, minimal dalam mediasi kedua belah pihak telah dilakukan pencerahan
165 Wawancara pribadi dengan Bapak Achmad Harun Shofa, Hakim Pengadilan Agama
Jakarta Timur. 166 Andi Syamsu Alam, “Orientasi Mediasi, Artikel di akses pada tanggal 23 Juni 2010 dari
http://www.pta-babel.net/Orientasi-Mediasi-di-begol.ptabb
internalisasi nilai-nilai keagamaan dalam persoalan rumah tangga, supaya kelak
apabila menikah lagi, mereka telah memiliki pemahaman yang cukup baik tentang
arti sebuah rumah tangga, maupun arti suami atau istri. Namun demikian melalui
mediasi yang dilaksanakan secara maksimal, mudah-mudahan tercapai
perdamaian tanpa perceraian.167 Dan keuntungan bagi hakim adalah akan
mendapatkan reaward (penghargaan/pointer). Karena dalam Perma tersebut
menyatakan bahwa setiap mediator harus dicantumkan dalam putusan. Sebagai
bentuk pertanggung jawaban dalam pelaksanaan mediasi.
Keuntungan lainnya adalah dengan keterbatasan waktu, tenaga dan dana
untuk penyuluhan hukum sebenarnya dapat teratasi melalui proses mediasi
sebagaimana yang diatur dalam Perma ini. Mediator yang diambil dari hakim,
dapat lebih leluasa dan memiliki waktu yang cukup luas untuk memberikan
pemahaman tentang hukum Islam yang berlaku di Indonesia, penyuluhan secara
face to face seperti tersebut pasti lebih terarah dan mencapai sasaran ketimbang
penyuluhan secara umum meskipun bingkainya adalah mediasi namun isinya
penyuluhan hukum. Apabila mediasi secara oftimal tersebut telah terlaksana
secara kontinu mudah-mudahan akan terdapat perubahan paradigma dikalangan
masyarakat dalam memandang pengadilan selama ini hanya dianggap sebagai
167 Admin, “Oftimalisasi Pelaksanaan Mediasi, Artikel diakses pada tanggal 23 juni 2010 dari
http:www.pasimalungun.net/kiri/optimalisasi-pelaksanaan-mediasi.htm.
pemutus perkara, berubah menjadi lembaga yang memberikan keadilan dengan
kepuasan kedua belah pihak.168
D. Analisis Penulis
PERMA No.1 Tahun 2008 tentang
prosedur Mediasi
Realitas pada prakteknya di
Pengadilan
• Dalam pasal 2 (2) mediator dan
dan para pihak wajib mengikuti
prosedur penyelesaian sengketa
melalui mediasi.
• Namun pada prakteknya masih
ada para pihak yang tidak
mengikuti jalannya prosedur
mediasi dengan alasan mereka
sudah melakukan mediasi dengan
keluarga
• Pada pasal 5 (1) setiap orang
yang menjalankan fungsi
mediator wajib memiliki
sertifikat mediator
• Namun pada kenyataannya masih
banyak mediator yang belum
memiliki sertifikat mediator
• Pada pasal 7 (2) ketidak hadiran
para pihak tidak menghalangi
pelaksanaan mediasi
• Pada Prakteknya jika salah satu
tidak hadir mediasi tidak
dilaksanakan
• Dalam pasal 8 (1) para pihak • Dalam praktek hakim mediator
168 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Achmad Harun Shofa, & Bapak Mahmuddin. Hakim
Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur
berhak memilih sendir mediator
yang akan menjadi mediator
langsung dipilih atau ditunjuk
oleh hakim majelis
• Pada pasal 13 (3) lamanya
proses mediasi berlansung 40
hari kerja
• Kenyataanya sangat minim sekali
hanya berkisar 30-60 menit saja
waktu yang sangat singkat
• Dalam hal masalah biaya dalam perma tidak diatur secara jelas
• Namun ketika praktek terkadang biaya sangat tinggi jika menghadirkan hakim dari luar
Dengan demikian penulis dapat menganalisa bahwa pelaksanaan mediasi pada
prakteknya belum sepenuhnya dijalankan sesuai dengan aturan yang ada dalam
Perma, salah satunya dapat terlihat dari mediator yang harus bersertifikat, namun
pada kenyataannya masih banyak mediator yang belum bersertifikat. Kemudian
dari waktu yang sangat singkat untuk melakukan mediasi dengan para pihak ,
kemudian ketidak hadiran para pihak menghambat jalannya mediasi, lalu
banyaknya yang tidak mengikuti jalannya mediasi dengan alasan sudah mediasi.
Dan dalam pemilihan mediatorpun belum terlaksana dengan baik, karena banyak
pengadilan yang belum memasang daftar mediator, begitu juga Perma yang belum
secara rinci atau lugas dalam mengatur biaya mediasi sehingga menyebabkan
biaya yang sangat tinggi pada prakteknya ketika memakai mediator dari luar.
Pada dasarnya sebuah ikatan perkawinan harus selalu didasari dengan
kekuatan cinta. Namun dalam perjalanan kehidupan rumah tangga sering sekali
dibumbui dengan adanya pertengkaran atau percekcokan, karena itu ada banyak
permasalahan yang sudah tidak bisa diselesaikan lagi dengan cara perdamaian
secara kekeluargaan yang akhirnya berujung pada perceraian di Pengadilan.
Menyikapi problema yang dihadapi, Mahkamah Agung sebagai lembaga
tertinggi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman selalu berusaha mencari solusi
yang terbaik demi tegaknya aturan hukum dan keadilan. Produk-produk hukum
baru berikut perangkat tehnisnya pun diformulasikan sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan dimensi hukum.
Dalam hal tertunggaknya perkara dan ketidakpuasan para percari keadilan
terhadap putusan pengadilan. Mahkamah Agung mencoba mengintegrasikan
proses penyelesaian sengketa alternative (non ligitasi) dalam hal ini mediasi ke
dalam proses pengadilan (ligitasi). Yaitu dengan menggunakan proses mediasi
untuk mencapai perdamaian pada tahap upaya damai di persidangan dan hal inilah
yang biasa disebut dengan lembaga damai dengan bentuk mediasi atau lembaga
mediasi.
Model lembaga mediasi yang diterapkan di Indonesia sangat mirip dengan
mediasi yang diterapkan di Australia, yaitu sistim mediasi yang berkoneksitas
dengan pengadilan. Pada umumnya yang bertindak sebagai mediator adalah
pejabat pengadilan. Dengan demikian, compromise solution yang diambil bersipat
paksaan (compulsory) kepada kedua belah pihak. Namun agar resoluinya
memiliki potensi memaksa, harus lebih dulu diminta persetujuan para pihak dan
jika mereka setuju, resolusi mengikat dan tidak ada upaya apapun yang dapat
mengurangi kekuatannya.
Ketentuan mediasi di pengadilan mengacu kepada Peraturan Mahkamah
Agung (Perma) No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.
Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi
salah satu instrument efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di
pengadilan. Selain itu institusionalisasi proses mediasi ke dalam system peradilan
dapat memperkuat dan memaksimalkan pungsi lembaga pengadilan dalam
menyelesaikan sengketa disamping proses pengadilan yang bersipat memutus.
Hukum acara yang berlaku baik pasal 130 Herzien Indonesis Reglement
(HIR) maupun pasal 154 Rechstegrelement Buitengewesten (Rbg), mendorong
para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan
cara mengintegrasikan proses ini.
Penggunaan mediasi pada lembaga damai ini bermula dengan dikeluarkannya
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.1 Tahun 2002 (Eks pasal 130
HIR/154 Rbg) tentang pemberdayaan pengadilan tingkat pertama menerapkan
lembaga damai. SEMA tersebut dikeluarkan menyikapi salah satu problema yang
dihadapi oleh lembaga peradilan Indonesia dalam penunggakan perkara ditingkat
kasasi dan rasa ketidakpuasan para pencari keadilan terhadap putusan lembaga
peradilan yang dianggap tidak menyelesaikan masalah. SEMA ini merupakan
langkah nyata dalam mengoptimalkan upaya perdamaian sehingga
pelaksanaannya tidak hanya sekedar formalitas.
Namun karena beberapa hal yang pokok belum secara ekplisit diatur dalam
SEMA tersebut maka MA mengeluarkan Perma No.2 tahun 2003 yang berisi
tentang ketentuan umum, tahapan tempat dan biaya mediasi di pengadilan
kemudian terakhir disempurnakan dengan keluarnya Perma No.1 Tahun 2008
tentang prosedur mediasi di Pengadilan.
Dalam ajaran Islam pun memerintahkan agar penyelesaian perselisihan yang
terjadi pada manusia sebaiknya diselesaikan dengan jalan perdamaian. Keadilan
merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia yang umumnya diakui
disemua tempat di Dunia ini. Apabila keadilan itu kemudian dikukuhkan ke
dalam sebuah institusi yang bernama hukum, maka hukum itu harus mampu
menjadi saluran agar keadilan itu dapat diselenggarakan secara seksama dalam
masyarakat. Dalam konteks ini tugas hakim yang paling berat adalah menjawab
kebutuhan manusia akan kebutuhan tersebut selain melakukan pendekatan kedua
belah pihak untuk merumuskan sendiri apa yang mereka kehendaki dan upaya ini
dapat dilakukan pada tahap perdamaian.
Pengadilan Agama Jakarta Timur dari tahun ke tahun tidak pernah sepi dari
perkara perceraian, dalam prosesnya Pengadilanpun selalu mengupayakan
perdamaian yang biasa disebut dengan mediasi berdasarkan PERMA No.1 Tahun
2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. Mediasi ini bertujuan untuk
mengurangi jumlah penumpukan perkara yang masuk kepengadilan. Adanya
mediasi ini berpengaruh terhadap proses perceraian tersebut.
Dari penelitian yang dilakukan, hakim Pengadilan Agama Jakarta Tmur
melakukan mediasi terhadap para pihak agar terhindar dari perceraian, mediasi
dilakukan diluar proses pemeriksaan perkara sehingga membutuhkan waktu dan
tempat tersendiri untuk mediasi tersebut.
Sejak pemberlakuan Perma No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi maka
proses persidangan perkara perdata diwajibkan kepada para pihak yang
berperkara untuk menempuh proses mediasi dilaksanakan dalam beberapa tahap.
Yaitu tahap pramediasi dan tahap proses mediasi. Tahap pramediasi diawali
ketika pada persidanganpertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak, hakim
menjelaskan tujuan mediasi dan memerintahkan untuk menempuh proses mediasi.
Setelah para pihak menentukan mediator, baik dari daptar pengadilan yang
tersedia maupun dari luar. Mediator menentukan jadwal pertemuan mediasi dan
mewajibkan para pihak menyerahkan resume perkara. Selanjutnya hari pertemuan
para pihak dengan mediator disebut sebagai tahap proses mediasi, proses mediasi
berlangsung selama 40 hari. Jika mediasi berhasil dibuat akta perdamaian jika
masalah harta benda dan jika masalah perceraian dicabut perkaranya. Namun jika
mediasi gagal persidangan dilanjutkan sesuai hukum acara yang berlaku.
Pengadilan Agama Jakarta Timur sudah menerapkan Perma No.1 Tahun 2008
namun masih fleksibel.
Mediasi adalah satu bentuk penyelesaian sengketa alternative yang bersipat
consensus (kooperatif/kerjasama). Pilihan penyelesaian sengketa dalam bentuk
mediasi merupakan teknik atau mekanisme penyelesaian sengketa yang mendapat
perhatian serta diminati dengan beberapa alasan yang melatarbelakangi yaitu,
perlunya mekanismne penyelesaian sengketa yang lebih fleksibel dan responsive
bagi kebutuhan para pihak yang bersengketa. Untuk memerkuat keterlibatan
masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa, serta memperluas akses
mencapai atau mewujudkan keadilan sehingga setiap sengketa yang memiliki
cirri-ciri tersendiri terkadang tidak sesuai dengan bentuk penyelesain yang satu
akan cocok dengan bentuk penyelesaian yang lain dan para pihak dapat memilih
mekanisme penyelesaian sengketa yang terbaik dan sesuai dengan sengketa yang
dipersengketakan.
Demgan demikian, tindakan Mahkamah Agung yang mengatur masalah
mediasi yang dituangkan dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008
Tentang prosedur mediasi ini sejalan dengan konsep tahkim dalam literatur islam
yang secara etimologi berarti menjadikan seseorang atau pihak ketiga atau disebut
hakam sebagai penengah suatu sengketa.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis efektivitas mediasi dalam perkara perceraian
berdasarkan Perma No.1 Tahun 2008, maka penulis dapat simpulkan sebagai
berikut:
1. Di Pengadilan Agama Jakarta Timur pengaruh mediasi untuk
membatalkan perceraian atau menekan tingkat volume perceraian tidak
begitu signifikan cuma 5-10% saja, menurut salah seorang hakim
Pengadilan Jakarta Timur ini sedikit banyak memang dipengaruhi oleh
ruang mediasi yang kurang memadai.
Bahwa mediasi cukup berpengaruh pada lamanya waktu proses perceraian
yaitu adanya penambahan waktu untuk mediasi sehingga proses
pemeriksaan perkara menjadi sedikit terhambat dan putusan hakim
menjadi lama. Selain itu mediasi ini perpengaruh pada biaya yang
dikeluarkan oleh para pihak ketika ada pemanggilan kembali sehingga
timbul adanya ketidak hadiran para pihak dalam mengikuti jalannya
mediasi.
2. Pelaksaan mediasi di Pengadilan Jakarta Timur sudah berjalan efektif
sesuai dengan isi dan tujuan Perma No.1 Tahun 2008 tentang prosedur
mediasi. Adapun prosedur mediasi di Pengadilan Agama yaitu:
- Mediasi dalam ligitasi didasarkan pada niat dan kemauan para pihak
- Para pihak memilih mediator dari daftar mediator
- Penunjukan mediator oleh ketua majelis
- Para pihak melakukan mediasi dengan mediator yang ditunjuk
- Laporan hasil mediasi dari mediator
- Jika mediasi gagal perkara diperiksa lebih lanjut, jika berhasil, perkara
dicabut.
3. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan Perma No.1 tahun 2008
tentang prosedur mediasi ini adalah sebagai berikut:
a. Sarana dan prasarana yang kurang memadai seperti, ukuran ruangan
mediasi yang kecil dan terlalu berdekatan satu sama lainnya, sehingga
membuat kenyamanan jadi terganggu.
b. Biaya yang sangat tinggi bila memerlukan tenaga ahli mediator dari
luar pengadilan karena merupakan salah satu faktor keberhasilan dari
mediasi.
c. Mediator tidak diambil dari kalangan profesional yang memang secara
akademis menangani kondisi fsikologis sehingga keberhasilannya
dsalam mediasi akan lebih oftimal.
B. Saran-Saran
Dalam bagian akhur sekripsi ini, penulis mencoba memberikan saran-saran
sehubungan dengan kehadiran Perma No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi
di pengadilan. Saran-saran ini penulis tujukan kepada berbagai pihak yang terkait
yaitu:
1. Kepada pemerintah, penulis berharap proses mediasi tidak hanya sekedar
Perma namun dibuat peraturan yang kuat, melalui pembentukan/perumusan
Undang-Undang. Sehingga menjadi perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya agar kekuatan hukumnya lebih kuat dan dapat terwujud
tujuannya.
2. Kepada Mahkamah Agung, penulis berharap untuk membuka dan memperluas
pelatihan hakim mediator baik melaui diskusi bulanan atau khusus diadakan
lembaga pelatihan mediator yang selama ini belum ada atau pelatihan-
pelatihan lainnya secara bekala untuk meningkatkan kualitas hakim, yang
pada umumnya para hakim belum mempunyai bekal ilmu untuk mediasi
sehingga para hakim dapat segera bersertifikat sebagai mediator. Juga
sosialisasi tentang aturan mediasi perlu ditingkatakan baik melaui diskusi atau
seminar-seminar atau dengan memasukan kurikulu ditingkat pendidikan baik
SMP, SMA atau perguruan tinggi agar masyarakat mengetahui akan
manfaatnya.
3. Kepada Pengadilan Agama, pelaksaan mediasi hendaknya dioftimalkan dan
dijalankan dengan sungguh-sungguh bukan sekedar formalitas dan dilakukan
dengan ikhlas insya Allah akan membawa kebaikan. Dengan melaui Segala
sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mediasi harus dibenahi mulai dari
daftar hakim mediator, mediator, sampai dengan rungan mediasinya agar
tercipta tujuan mediasi. Mengoftimalkan mediasi bisa melalui pembenhan
ruang mediasi, mengadakan diskusi tentang mediasi di pengadilan bagi para
hakim.
4. Perlu adanya penyuluhan-penyuluhan hukum sebagai sosialisasi baik melalui
media-media cetak, seminar-seminar mengenai muatan-muatan mediasi dalam
pengadilan guna menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat sehingga
masyarakat mengenal mediasi.
DAFTAR PUSTAKA
Al-qur’an Al-karim
Abbas, Syahril. Mediasi Dalam Prsfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2009
. Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1995. Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Bakti, 1993. ----------.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1996. Al-Syaukani, Muhammad ibn ‘Ali ibn Muhammad. Nailu al-authar Juz 5. Kairo: Al-
Babi al-holbi, t. th. Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurahman. Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, cet. 2. Bogor:
Pustaka Ibnu Katsir, 2008. Abdullah, Abdul Ghoni. Himpunan Perundang-Undangan dan Peraturan Peradilan
Agama, Jakarta: Intermasa, 1991. Ali, Maulana Muhammad. Islamology. Jakarta: PT. Ikhtiar, 1990 Direktorat jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Tanya Jawab Kompilasi
Hukum Islam. Jakarta: Depag RI, 2001. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketriga
Jakarta: Balai Pustaka, 2001. Dahlan, Abdul Azis dkk,ed., Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 5. Jakarta: Ikhtiar Baru
Van Hoeve. 2000 Danim, Sudarwan. Menjadi peneliti kualitatif, Cet.1. Bandung: Pustaka Setia, 2002. Daud, Abu. Kitab Sunan Abu Daud, Beirut: Karoban Hazam,1974. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam. Himpunan Peraturan
Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Depag RI, 2001.
Djalil, Basiq. Peradilan Agama Di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.
Daud, Al-hafidz Abu. Sunan Abu Daud. Beirut: Dar al-fikr,1994. Emirzon, Joni. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Negosiasi,
Mediasi Konsiliasi dan Arbitrase. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2001. Fauzan, M. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah
Syar’iyah di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007. Hamidy, Muammal, dkk, Terjemahan. Nailul Author: Himpunan Hadits-hadits
Hukum, Jilid 4. Surabaya: Bina Ilmu, 1993. Harahap, Muhammad Yahya. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. ----------. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Jakarta: Pustaka
Kartini, 1990. ---------Beberapa tijauan mengenai system peradilan dan penyelesaian sengketa.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997. Ibrahim, Johny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Edisi Revisi, Cet.
4. Malang: Bayumedia Publishing, 2008. Kesewo, Bambang. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Peradilan Agama, 2002. Laporan Tahunan 2007 Mahkamagh Agung RI, Jakarta: MA-RI, 2008 Mahkamah Agung RI. Pedoman Teknis Administrasi Dan Teknis Peradilan Perdata
Umum Dan Peradilan Khusus, Jakarta: MA-RI, 2008 Mahkamah Agung RI Bekerjasama JICA & IICT. Buku Komentar Peraturan MA-RI
No.1 Tahun 2008 tentang pelaksanaan mediasi di pengadilan. Jakarta: MA-RI, JICA & IICT, 2008..
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004. Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2005.
Merto Kusumo, Sudipno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 1998.
Mustofa. Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta: Prenada Media, 2005. Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta:
Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984. Muhammmad bin Isa Abu Isa al-Turmudzi, Sunan Turmudzi, Juz 3, Beirut : Dar al-
Turats al ‘Arabiy, h. 634. Mimbar Hukum No.63 tahun XV, Jakarta: Al-Hikmah & DITBINPERA, 2004 Nugroho, Susanti Adi. Naskah Akademis Mediai, Jakarta: Peslitbang Hukum dan
Peradilan MA-RI, 2007. Nugroho, Suyud. ADR (Alternatif Desfute Resolution) dan Artbitrase Proses
Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000. Purwodanito, W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996. Soemartono, Gatot. Arbitrase dan Mediasi Di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pusataka
Utama, 2006. Soesilo, R. RIB/HIR Dengan Penjelasan. Bogor: Politeia, 1985. Soejatno, Rapat Kerja Nasional MA RI Dengan Jajaran Penggadilan Empat
Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2008. Sabiq, As Sayyid. Terjemahan Fiqih Sunnah, Jilid 13. Bandung: Al-Ma’arif, 2000. Sabiq, As Sayyid. Fiqih As Sunnah Juz III. Beirut : Dar Al Fikr, 1977. Subekti, R Dan Tjitrosoedibio. Kamus Hukum . Jakarta: Pradnya Paramita, 2000. Soekanto,Soerjono. Pengantar penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press, 1986. Suma, Muhammad Amin. Himpunan Undang-undang Perdata Islam dan peraturan
Pelaksanaan Lainnya Di Negara Hukum Indonesia, Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Tim Peneliti, Laporan Penelitian: Prinsif-prinsif Hukum Islam (fiqh) Dalam Transaksi Ekonomi Pada Perbankan Syariah, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Bekerjasama Dengan Direktorat Hukum BI, 2003
Yunus, Anwar. Tema-Tema Pokok Al-quran. Jakarta: Biro Bina Mental, 1994. Artikel Dalam Jurnal Igo, Mahyudin. Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perkara Perdata, “ varia Peradilan, tahun ke XXI No.253 (Desember 2006). Manan, Abdul. “ Penerapan Alternatif Depute Resolution (ADR) Dalam Proses Penyelesaian Perkara, Suara Uldilag, vol 11 No.6 (April 2005). Mnan, Bagir. Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa, Varia Peradilan, Tahun XXI No.248 (Juli 2006). Sutadi, Mariana. “Notulen: Veramah Penjelasan Perma No.2 tahun 2007 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,” Suara Uldilag, Vol 1 No.3 (Oktober 2003). Yasardin, Mediasi di Pengadilan Agama: Upaya Pelaksanaan SE Ketua MA No.1 (Juli 2003). Perundang-undangan PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Undang-Undang No.3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. PP No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Unadan-Undang No.4 Tahun 2004 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Media Elektronik Internet
1. http://masalahperceraian.blogspot.com/2009/01/mediasi-di-pengadilan-agama.html, tanggal 05 Juni 2010 pukul 11.55 wib
2. http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=3554
&Itemid=54
3. www.mahkamahagung.go.id/images/.../IMPLEMENTASI_MEDIASI .ppt
4. www.mahkamahagung.go.id/images/.../prosedur_ttg_mediasi0001.pdf 5. www.djkn.depkeu.go.id/djkn/filedownload/PerMA2008-1.pdf
6. pn-tangerang.info/data_data/perma2008-1.pdf
7. etd.eprints.ums.ac.id/5135/2/C100050114.pdf
8. www.badilag.net/.../Pelaksanaan%20Mediasi%20di%20Pengadilan(rio%20s
atria%2015sep Abdul Halim,” Konstektualisasi Mediasi Dalam Perdamain”, Di akses Dari http//www.Badilag.net. Admin, “ Opgtimalisasi Pelaksanaan Mediasi” Artikel Di akses Dari http//www.pasimalingun.net/kiri/opyimalisasi pelaksanaan mediasi.htm. Andi Syamsu Alam, “ Orientasi Mediasi” Artikael di akses dari http://www.pta-babel-net/orientasi-mediasi-di-bogor.ptabb Tony Budijaja, Beleid Baru Untuk Sang Mediator, Artikel diakses pada tanggal 5 Juni 2010 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20214/beleid-baru-untuk-sang mediator.
Pedoman data Wawancara
1. Menurut bapak apakah yang dimaksud dengan mediasi? Dan apakah fungsi dari
mediator itu sendiri?
2. Apakah alasan dikeluarkannya Mahkamah Agung No.2 tahun 2003 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan yang kemudian direvisi dengan Peraturan
Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 oleh Mahkamah Agung?
3. Apakah prosedur mediasi diberlakukan untuk semua perkara perdata yang
diajukan ke pengadilan (terutama pengadilan agama)? Dan jenis perkara apa saja
yang dimediasikan?
4. Apakah mediasi selalu bersifat tertutup? Dan berapa lamakah proses mediasi itu
berlangsung?
5. Apakah mediasi sebenarnya diperlukan?bukankah selain proses ligitasi di
pengadilan sebenarnya telah ada alternatif penyelesaian sengketa lain seperti
arbitrase?
6. Apakah dengan diberlakukannya perma no.1 tahun 2008 berfengaruh signifikan
terhadap perceraian di pengadilan agama jakarta Timur ?dan bagaimana proses
mediasi dilaksakan?
7. Apakah mediasi berfengaruh signifikan dalam mengatasi masalah penumpukan
perkara yang masuk ke pengadilan (terutama perkara perceraian) di pengadila
agama jakarta selatan?
8. Dari perma no.1 thn 2008 tentang pelaksanaan mediasi di pengadilan sudah
berapa persen mediasi dijalankan?
9. Apa saja hambatan dan tantangan yang ditemukan dalam melaksanakan proses
mediasi?
10. Faktor apa saja yang menyebabkan perma No.1 tahun 2008 tentang pelaksaan
mediasi di pengadilan, kurang berjalan efektif?
11. Tindakan apa yang harus diambil untuk menanggapi kemungkinan terjadinya
jalan buntu(deadlock)dalam proses mediasi?
12. Menurut pandangan bapak apakah pelaksanaan mediasi sudah efektif dalam
mengatasi masalah perkara perceraian?
13. Bagaimana pandangan bapak tentang keefektifan mediasi dalam mengatasi
penumpukan perkara yang masuk di pengadilan?
14. Bagaimana kesimpulan bapak tentang efektifitas mediasi dalam perkara
perdata(terutama perceraian)?
Data Hasil Wawancara
Nama : Mahmuddin SH., MH.
NIP :
Jabatan : Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur
Tanggal Wawancara : 06 Juli 2010
Tempat Wawancara : Ruang Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Menurut bapak apakah yang dimaksud dengan mediasi? Dan apakah
fungsi dari mediator itu sendiri?
Jawaban:
- Mediasi adalah suatu proses penyelesaian perkara sengketa yang dibantu
oleh seorang mediator.
- Fungsi mediator adalah untuk melaksanakan mediasi terhadap perkara
yang diajukan kepadanya. Dan hanya sebagai penengah dari para pihak
untuk mencarikan solusi dalam menyelesaikan perkaranya.
2. Apakah alasan dikeluarkannya Mahkamah Agung No.2 tahun 2003
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang kemudian direvisi dengan
Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 oleh Mahkamah Agung?
Jawaban:
Alasannya adalah sesuai dengan tujuan PERMA No.1 tahun 2008 yaitu untuk
mempercepat proses penyelesaian sengketa, sehingga dapat mengurangi
penumpukan perkara di tingkat kasasi.
3. Apakah prosedur mediasi diberlakukan untuk semua perkara perdata
yang diajukan ke pengadilan (terutama pengadilan agama)? Dan jenis
perkara apa saja yang dimediasikan?
Jawaban:
Setiap perkara perdata yang masuk ke Pengadilan harus dimediasikan tapi ada
pengecualian seperti penetapan hukum itu tidak perlu dimediasikan. Yang
dimediasikan adalah perkara cerai gugat, cerai talaq dan hadonah.
4. Apakah mediasi selalu bersifat tertutup? Dan berapa lamakah proses
mediasi itu berlangsung?
Jawaban:
- Prosedur mediasi dilakukan dalam terbuka untuk umum kecuali ada
permintaan dari kedua belah pihak harus ditutup, maka proses mediasi
dilaksanakan secara tertutup. Tetapi kalau dalam perkara perceraian
diutamakan kepada para pihak saja karena masalah hati lain lagi dengan
perkara harta bersama atau hadonah.
- Lamanya proses mediasi adalah 40 hari kerja dan ditambah 14 hari.
5. Apakah mediasi sebenarnya diperlukan? bukankah selain proses ligitasi
di pengadilan sebenarnya telah ada alternatif penyelesaian sengketa lain
seperti arbitrase?
Jawaban:
Mediasi ini memang sangat diperlukan kaloupun ada lembaga lain, karena jika
tidak dimediasikan putusan pengadilan itu bisa batal demi huklum ketika para
pihak mengajukan banding.
6. Apakah dengan diberlakukannya perma no.1 tahun 2008 berfengaruh
signifikan terhadap perceraian di pengadilan agama jakarta Timur ?dan
bagaimana proses mediasi dilaksakan?
Jawaban:
- Sebenarnya ada pengaruh hanya tidak begitu signifikan karena perceraian
ini masalah hati, dan setiap orang yang datang kepengadilan yang memang
kedua belah pihak berniat untuk bercerai. Tingkat keberhasilannya hanya
5-10 % saja.
- Proses mediasi dilaksanakan pada sidang pertama sebelum ada
pemeriksaan pokok perkara.
7. Apakah mediasi berfengaruh signifikan dalam mengatasi masalah
penumpukan perkara yang masuk ke pengadilan (terutama perkara
perceraian) di pengadila agama jakarta selatan?
Jawaban:
Tidak berpengaruh signifikan, karena perkara tetap ada, namun ada pengaruh
dalam akibat hukum dari perceraian saja, setelah dimediasi biasanya mereka
berdamai dalam hadonah atau napkah idah dll.
8. Dari perma no.1 thn 2008 tentang pelaksanaan mediasi di pengadilan
sudah berapa persen mediasi dijalankan?
Jawaban:
Pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur sudah dijalankan
dengan semaksimal mungkin sesuai dengan isi dan tujuan Perma, hanya
tingkat keberhasilannya kurang signifikan. Yang berhasil dimediasikan Cuma
5-10 saja.
9. Apa saja hambatan dan tantangan yang ditemukan dalam melaksanakan
proses mediasi?
Jawaban:
Hambatannya adalah:
- Terbatasnya hakim mediator yang bersertifikat jadi tidak seimbang
dengan jumlah perkara yang masuk.
- Hakim dari dalam tidak diberikan honor.
- Bukan tugas pokok hakim, jadi malah bertambahnya tugas bagi hakim.
Adapun Tantangannya Saya rasa tidak ada karena hakim itu hanya sebagai
penengah bagi para pihak adapun keputusannya para pihak yang
menentukan,hakim hanya sebagai penjembatani saja.
10. Faktor apa saja yang menyebabkan perma No.1 tahun 2008 tentang
pelaksaan mediasi di pengadilan, kurang berjalan efektif?
Jawaban:
- Karena aturan ini baru Peraturah saja bukan merupakan Undang-Undang.
- Sarana dan prasarana kurang memadai.
- Kemudian kesadaran dari para pencari keadilan itu sendiri.
11. Tindakan apa yang harus diambil untuk menanggapi kemungkinan
terjadinya jalan buntu(deadlock)dalam proses mediasi?
Jawaban:
Diadakan kaukus yaitu dilakukan pertemuan secara terpisah dengan para
pihak. Guna untuk mendorong para pihak untuk menyelesaikan perkaranya
dengan cara berdamai.
12. Menurut pandangan bapak apakah pelaksanaan mediasi sudah efektif
dalam mengatasi masalah perkara perceraian?
Jawaban:
Belum ada penelitian tentang itu tapi menurut saya pribadi pelaksaannnya
mediasi ini sudah cukup efektif, tetapi tingkat keberhasilannya kurang karena
masalah perceraian kan masalah hati jadi agak sulit untuk mencapai
keberhasilan.
13. Bagaimana pandangan bapak tentang keefektifan mediasi dalam
mengatasi penumpukan perkara yang masuk di pengadilan?
Jawaban:
Ini memang terjadi silah pendapat ada yang mengatakan dengan adanya
mediasi malah semakin menghambat peroses penyelesaian perkara, karena
dengan adanya penundaan sidang malah memperlambat proses penyelesaian,
tapi menurut saya tidak ada pengaruhnya karena kita tidak mengambil waktu
lain.
14. Bagaimana kesimpulan bapak tentang efektifitas mediasi dalam perkara
perdata(terutama perceraian)?
Jawaban:
Para hakim sudah menjalankan mediasi ini cukup efektif sesuai dengan
Peraturan Mahkamah Agung, namun adapun tingkat keberhasilannya tidak
signifikan karena masalah perceraian adalah masalah hati. Kita disini hanya
sebagai fasilitas saja bagi para pihak dalam mencari solusi penyelesaian
sengketa adapun keputusan itu mutlak kembali pada mereka.
Jakarta Timur, 06 Juli 2010
Pewawancara Nara Sumber
Siti Umu Kulsum Drs. Mahmuddin, SH, MH.
NIM.106044101441 NIP.
Data Hasil Wawancara
Nama : Drs. Achmad Harun Shofa, SH.
NIP :
Jabatan : Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur
Tanggal Wawancara : 06 Juli 2010
Tempat Wawancara : Ruang Mediasi Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Menurut bapak apakah yang dimaksud dengan mediasi? Dan apakah
fungsi dari mediator itu sendiri?
Jawaban:
- Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa antara kedua belah pihak
atau beberapa pihak dengan dibantu seorang mediator atau pihak ketiga
dalam menyelaesaikan sengketanya untuk mencapai kesepakatan.
- Fungsi mediator adalah mencarikan solusi-solusi yang terbaik bagi kedua
belah pihak untuk mencapai kesepakatan diantara para pihak dengan
saling menguntungkan tidak dengan saling merugikan para pihak dalam
penyelesaian sengketanya.
2. Apakah alasan dikeluarkannya Mahkamah Agung No.2 tahun 2003
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang kemudian direvisi dengan
Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 oleh Mahkamah Agung?
Jawaban:
Tujuannya adalah untuk memberikan kepuasan bagi para pihak sebagai
pencari keadilan, dengan cara yang seadil-adilnya. Serta mengurangi
permusuhan diantara para pihak.
3. Apakah prosedur mediasi diberlakukan untuk semua perkara perdata
yang diajukan ke pengadilan (terutama pengadilan agama)? Dan jenis
perkara apa saja yang dimediasikan?
Jawaban:
Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahu 2008 pasal 4 bahwa
semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama wajib
terlebih dahulu diselesaikan melalui mediasi kecuali perkara pengecualian.
Namun untuk di Pengadilan agama dikelompokan lagi ada hal –hal yang ga
perlu mediasi seperti isbat nikah, ghaib. Beberapa perkara yang dimediasi
adalah cerai gugat, cera talak, harta bersama dan hadonah.
4. Apakah mediasi selalu bersifat tertutup? Dan berapa lamakah proses
mediasi itu berlangsung?
Jawaban:
Pada prinsipnya pelaksanaan proses mediasi dilakukan dengan tertutup untuk
menjaga keberhasilannya.
Dalam aturannya yaitu 40hari kerja ditambah14 hari kerja manakala diminta.
Atau ada kemungkinan diperlukan untuk ditambah.
5. Apakah mediasi sebenarnya diperlukan?bukankah selain proses ligitasi
di pengadilan sebenarnya telah ada alternatif penyelesaian sengketa lain
seperti arbitrase?
Jawaban:
Jelas sangat diperlukan karena penyelesaian melalui arbitrase terbatas pada
sengketa-sengketa tertentu seperti sengketa dibidang syariah, yang apabila
dalam klausula perjanjian telah diperjanjikan untuk menyelesaikan sengketa
diarbitrase, dalam proses penyelesaian sengketa proses mediasi sangat penting
agar kedua belah pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan perkaranya
dengan damai.
6. Apakah dengan diberlakukannya perma no.1 tahun 2008 berfengaruh
signifikan terhadap perceraian di pengadilan agama jakarta Timur ?dan
bagaimana proses mediasi dilaksakan?
Jawaban:
- Tidak ada pengaruh yang signifikan dalam tingkat volume perceraian di
pengadilan Agama Jakarta Tmur, tetapi hakim tetap berupaya untuk
menjalankan mediasi sesuai aturan Perma No.1 tahun 2008.
- Proses mediasi dilaksanakan pada persidangan pertama dengan
penunjukan hakim mediator oleh hakim ketua majelis, para pihak
melakukan mediasi dengan mediator yang telah ditunjuk, laporan hasil
mediasi dari mediator, dan jika gagal perkara diperiksa lebih lanjut,jika
berhasil perkara dicabut untuk perkara perceraian dan dibuatkan akta
perdamaian untuk perkara perdata lain.
7. Apakah mediasi berfengaruh signifikan dalam mengatasi masalah
penumpukan perkara yang masuk ke pengadilan (terutama perkara
perceraian)?
Jawaban:
Saya rasa untuk penumpukan perkara tidak ada kaitannya dengan mediasi,
adapun banyak penumpukan perkara di kasasi karena kurangnya tenaga hakim
di lingkungan Mahkamah Agung, sehingga menyebabkan menumpuknya
perkara karena tidak simbang dengan jumlah perkara yang masuk.
8. Dari perma no.1 thn 2008 tentang pelaksanaan mediasi di pengadilan
sudah berapa persen mediasi dijalankan?
Jawaban:
Untuk pelaksanaan mediasi sudah berjalan efektif, namun hasilnya sangat
relatif disebabkan di Pengadilan Agama Jakarta Timur lebih banyak perkara
yang mana para pihak memang pada umumnya kondisi rumah tangganya
sudah tidak mungkin dipaksakan lagi.
9. Apa saja hambatan dan tantangan yang ditemukan dalam melaksanakan
proses mediasi?
Jawaban:
Hambatannya yaitu:
- Sarana dan Prasana kurang memadai
- Ruang mediasi kurang memadia karena terlalu berdekatan sehingga
terganggu.
- Kurangnya hakim yang bersertifikat
Adapun tantangannya:
- Ketika menjadi seorang hakim mediator yang baik
- Dapat mengetahui karakter masing-masing
- Mampu memahami penyebab terjadinya sengketa
- Memberikan sarana yang mendukung
- Ketika menghadapi masalah perceraian karena ini masalah hati.
10. Faktor apa saja yang menyebabkan perma No.1 tahun 2008 tentang
pelaksaan mediasi di pengadilan, kurang berjalan efektif?
Jawaban:
Pada dasarnya pelaksanaan mediasi sudah berjalan efektif, hanya lebih efektif
lagi manakala pasilitasnya sudah memadai seperti ruangan mediasi yang
terlalu berdekatan sehinnga agak terganggu ketika sedang mediasi, kemudian
kurangnya hakim mediator sehingga tidak seimbang dengan jumlah perkara
yang masuk.
11. Tindakan apa yang harus diambil untuk menanggapi kemungkinan
terjadinya jalan buntu(deadlock)dalam proses mediasi?
Jawaban:
- Dilakukan pertemuan secara terpisah dengan para pihak yaitu disebut
dengan (kaukus).
- Memberikan alternatif-alternatif penyelesaian untuk diusulkan kepada
para pihak untuk menentukan pilihan dari alternatif tersebut.
- Jika pun tetap tidak ada kesepakatan, maka mediator mengatakan gagal.
12. Menurut pandangan bapak apakah pelaksanaan mediasi sudah efektif
dalam mengatasi masalah perkara perceraian?
Jawaban:
Menurut saya cukup efektif dalam pelaksanaannya walau tidak berpengaruh
terhadap tingak volume perceraian, namun setidaknya dapat memberikan
pencerahan rohani bagi para pihak, sehingga para pihak dapat menyadarinya
betapa pentingnya sebuah perdamaian walaupun perkawinannya sudah tidak
dapat dipertahankan tetapi mereka dapat berpisah dengan cara baik-baik.
13. Bagaimana pandangan bapak tentang keefektifan mediasi dalam
mengatasi penumpukan perkara yang masuk di pengadilan?
Jawaban:
Seperti saya bilang menumpuknya perkara di Pengadilan karena kurangnya
tenaga hakim yang tidak seimbang dengan jumlah perkara, dan walaupun
mediasi berhasil tetap aja perkara tercatat sebagai perkara.
14. Bagaimana kesimpulan bapak tentang efektifitas mediasi dalam perkara
perdata(terutama perceraian)?
Jawaban:
Dalam hal ini mediasi memang sudah semaksimal mungkin kita jalankan
sesuai isi dan tujuan Perma No.1 tahun 2008 dan sudah berjalan cukup efektif,
hanya untuk tingkat keberhasilannya masih kurang maksimal.
Jakarta, 06 Juli 2010.
Pewawancara Nara Sumber
Siti Umu Kulsum Drs. Achmad Harun Shofa,SH NIM.106044101441 NIP.