Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Mahasiswa Pendidikan Fisika STKIP PGRI Lubuklinggau 1
Dosen Pendidikan Fisika STKIP PGRI Lubuklinggau 2 3
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E PADA
PEMBELAJARAN FISIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI TUGUMULYO TAHUN
PELAJARAN 2018/2019
Resita Emilia1 Tri Ariani, M.Pd.Si
2 Ovilia Putri Utami Gumay, M.Pd.Si
3
Program Studi Pendidikan Fisika STKIP PGRI LUBUKLINGGAU
JL. Mayor Toha Kel. Air Kuti Telp. (0733) 451432 Lubuklinggau
e-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle 7E Pada Pembelajaran
Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri Tugumulyo Tahun Pelajaran 2018/2019”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar dan aktivitas serta respon siswa setelah
menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E di kelas X MIPA 1 SMA Negeri
Tugumulyo. Desain eksperimen yang digunakan yaitu one-group pre-test – post-test design.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri Tugumulyo yang
berjumlah 181 siswa. Dan yang menjadi sampelnya adalah siswa kelas X MIPA 1 dengan jumlah 36
orang siswa sebagai kelas eksperimen. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes,
observasi dan angket respon. Data nilai tes siswa dianalisis dengan menggunakan uji-t. Berdarkan
hasil analisis data post-test diuji menggunakan uji-t dengan taraf kepercayaan α = 0,05 didapat
dan karena , dan berdasarkan data observasi
dapat dilihat presentase rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 63,91% kategori baik, sedangkan
untuk respon presentase rata-rata sebesar 85,00% kategori sangat baik. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar siswa setelah diterapkan model Learning Cycle 7E signifikan tuntas, aktivitas
siswa baik dan angket respon siswa sangat baik di Kelas X MIPA 1 SMA Negeri Tugumulyo.
Kata kunci: Pembelajaran berbasis siklus (Learning Cycle 7E), hasil belajar, aktivitas belajar, dan
Respon siswa.
Abstract
This study is entitled Efectivitas Learning Cycle7E Learning in Class X Physics Learning Of
Tugumulyo State Senior High School Student Year 2018/2019. This study aims to determine the
completeness of learning outcomes and activities and responses of students after using the 7E
Learning Cycle learning model in class X MIPA 1 Tugumulyo State High School.The experimental
design used was one-group pre-test - post-test design. The population in this study were all students
of class X Tugumulyo State High School totaling 181 students. And the sample is students of class X
MIPA 1 with 36 students as the experimental class. Data collection techniques using test,
observation and response questionnaire techniques. Data on student test scores were analyzed
using the t-test. Based on the results of data analysis post-test was tested using the t-test with a
confidence level α = 0.05 obtained = 6.0739 and = 1.697 because and
based on observational data can be seen the percentage of average learning activity students were
63.91% good category, while for the average percentage response 85.00% very good category. So
it can be concluded that student learning outcomes after the implementation of the Learning
Cycle7E model is significantly complete, student activity is good and the student response
questionnaire is very good in Class X MIPA 1 Tugumulyo State High School.
Keywords: Cycle-based learning (Learning Cycle 7E), learning outcomes, learning activities, and
student responses.
2
I. PENDAHULUAN
Undang-undang N0. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif menggembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan
merupakan kebutuhan manusia selama
manusia hidup. Tanpa adanya pendidikan,
maka dalam menjalani kehidupan ini manusia
tidak akan dapat berkembang dan bahkan
akan terbelakang. Dengan demikian
pendidikan itu harus betul-betul diarahkan
untuk menghasilkan manusia yang berkualitas
yang mampu bersaing, memiliki budi pekerti
yang luhur dan moral yang baik. Pendidikan
yang terencana, terarah dan
berkesinambungan dapat membantu peserta
didik untuk menggembangkan
kemampuannya secara optimal, baik aspek
kognitif, aspek afektif, maupun aspek
psikomotorik. Dalam mencapai tujuan
pendidikan perlu diupayakan suatu sistem
pendidikan yang mampu membentuk
kepribadian dan keterampilan peserta didik
yang unggul, yakni manusia yang kreatif,
cakap terampil, jujur, dapat dipercaya,
bertanggung jawab dan memiliki solidaritas
yang tinggi (Triyono dkk, 2012:226-227).
Peserta didik yang mampu
meningkatkan kualitas sumber daya manusia
(SDM) melalui pendidikan yang telah dijalani
merupakan harapan terbesar dari berbagai
jenjang pendidikan. Mulai dari pendidikan
dasar hingga ke perguruan tinggi. Langkah
untuk mencapai ke jenjang perguruan tinggi
akan melewati tahap pendidikan menengah.
Pendidikan menengah atau SMA merupakan
lanjutan dari SMP (Sekolah Menengah
Pertama) setelah Sekolah Dasar (SD) yang
dilalui oleh peserta didik.
Di era globalisasi ini untuk
meningkatkan mutu pendidikan merupakan
suatu tuntutan untuk semua kalangan yang
berada dalam ruang lingkup pendidikan.
Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi menjadikan
semakin kuatnya tantangan dan persaingan
dibidang pendidikan. Hal tersebut dapat
terlihat dari perubahan lingkungan dan
masyarakat yang semakin waktu mengalami
penurunan respon positif terhadap
permasalahan bangsa yang sedang dialami
khususnya permasalahan dalam dunia
pendidikan.
Masalah utama dalam pembelajaran
pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini
adalah masih rendahnya daya serap peserta
didik. Hal ini tampak dari rata-rata hasil
belajar peserta didik yang senantiasa masih
sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya
merupakan hasil kondisi pembelajaran yang
masih bersifat konvesional dan tidak
menyentuh ranah dimensi peserta didik itu
sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar
itu (belajar untuk belajar). Arti yang lebih
substansial, bahwa proses pembelajaran
hingga dewasa ini masih memberikan
dominasi guru dan tidak memberikan akses
bagi anak didik untuk berkembang secara
mandiri melalui penemuan dalam proses
berpikirnya (Trianto, 2011:5).
Fisika sebagai mata pelajaran di jenjang
pendidikan menengah masih memiliki
reputasi yang sangat buruk yaitu sulit untuk
dipelajari dan tidak diminati sebagian besar
siswa. Oleh karena itu guru fisika memiliki
masalah besar dalam upaya menyajikan
pembelajaran fisika lebih bermakna dan
membuat siswa terpesona dan tertarik untuk
mempelajarinya. Dalam proses pembelajaran
atau penyampaian materi guru dapat
menggunakan berbagai macam cara, metode
pembelajaran, atau model pembelajaran.
Model pembelajaran yang efektif memiliki
keterkaitan dengan tingkat pemahaman guru
terhadap perkembangan dan kondisi siswa-
siswa di kelas. Demikian juga pentingnya
pemahaman guru terhadap sarana dan fasilitas
sekolah yang tersedia, kondisi kelas dan
beberapa faktor lain yang terkait dengan
pembelajaran. Tanpa pemahaman terhadap
berbagai kondisi ini, maka model yang
dikembangkan guru cenderung tidak dapat
3
meningkatkan peran serta siswa secara
optimal dalam pembelajaran, dan pada
akhirnya tidak dapat memberi sumbangan
yang optimal terhadap pencapaian hasil
belajar siswa.
Berdasarkan observasi yang dilakukan
peneliti di SMA Negeri Tugumulyo pada
bulan Januari 2018 diperoleh informasi dari
beberapa siswa bahwa siswa kurang berminat
untuk belajar fisika karena mata pelajaran
fisika merupakan pelajaran yang cukup sulit.
Sementara itu pembelajaran di kelas
berlangsung dengan cara mencatat dan
mengerjakan soal, padahal pada umumnya
siswa mengiginkan pembelajaran dengan
menggunakan metode demonstrasi atau
praktikum karena rasa ingin tahu siswa besar
dan juga ingin melakukan pembuktian konsep
dan fakta materi fisika.
Sehubungan dengan permasalahan di
atas, maka usaha perbaikan proses
pembelajaran melalui upaya pemilihan model
pembelajaran yang tepat dan inovatif dalam
pembelajaran Fisika di SMA Negeri
Tugumulyo merupakan suatu kebutuhan yang
sangat penting untuk dilaksanakan. Selain itu,
sangat diperlukan model dan media
pembelajaran yang bervariasi yang sesuai
dengan materi pembelajaran sehingga
menimbulkan minat dan ketertarikan siswa
untuk belajar fisika. Ini merupakan tantangan
terbesar bagi seorang tenaga pendidik. Tenaga
pendidik (khususnya guru) berperan penting
dalam membangun negeri melalui dunia
pendidikan khususnya sekolah formal.
Model yang berpusat kepada peserta
didik dibutuhkan demi mengurangi terjadinya
kebosanan belajar fisika pada peserta didik.
Aktifnya siswa dalam proses pembelajaran,
hal ini akan menjadikan pembelajaran
semakin bermakna karena peserta didik
berperan penting dalam mengkontruksi
pengetahunannya. Salah satu model
pembelajaran yang dapat digunakan yaitu
model pembelajaran siklus belajar (Learning
Cycle 7E). Model pembelajaran Learning
Cycle 7E adalah pembelajaran siklus yang
merupakan salah satu model pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivis.
Implementasi Learning Cycle dalam
pembelajaran menempatkan guru sebagai
fasilitator yang mengola kelangsungan proses
belajar mengajar dengan menggunakan fase-
fase tersebut mulai dari perencanaan
(terutama perangkat pembelajaran),
pelaksanaan (terutama pemberian pertanyaan-
pertanyaan arahan serta proses
pembimbingan), dan evaluasi, Fajaroh
(dalam Partini dkk, 2017 : 267).
Dengan model baru ini, guru
seharusnya tidak melewatkan tata syarat yang
penting untuk proses pembelajaran. Learning
cycle 7E mempunyai 7 fase yaitu: (1) elicit
(menetapkan pengetahuan awal siswa), (2)
engage (mengajak dan menarik perhatian
siswa), (3) explore (mengeksplorasi), (4)
explain (menjelaskan), (5) elaborate
(menerapkan), (6) evaluate (menilai), dan (7)
extend (memperluas).
Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan peneliti dengan guru mata pelajaran
fisika yang ada di SMA Negeri Tugumulyo
yaitu ibu Nur Wheni Haris, S.Pd,
menunjukkan bahwa hasil belajar fisika di
sekolah ini belum maksimal yakni dapat
dilihat dari hasil ulangan harian yang mereka
peroleh, bisa dikatakan masih jauh dari kata
baik atau kurang dari KKM. Hasil
pengumpulan data berupa dokumentasi nilai
ulangan kelas X SMA Negeri Tugumulyo
diketahui hanya 15 atau 30% siswa yang
tuntas dan 21 atau 70% siswa tidak tuntas
dari 36 siswa. Hasil belajar yang demikian
disebabkan oleh guru yang menggunakan
pembelajaran konvensional dengan
menggunakan metode yang dominan ceramah
dan pemberian tugas. Media pembelajaran
yang digunakan kurang bervariasi, media
yang mendominasi saat pembelajaran
berlangsung adalah papan tulis. Proses
pembelajaran dominan menyajikan materi di
papan tulis dan kemudian memberikan tugas
salah satu penyebab kurangnya pemahaman
siswa terhadap pelajaran fisika.
Materi pokok Pengkuran merupakan
salah satu materi pada kelas X semester satu.
Siswa dapat memahami konsep pengukuran
dengan baik apabila pada siswa telah paham
tentang konsep-konsep yang telah dipelajari
sebelumnya dan berhubungan dengan materi
4
tersebut, seperti pengukuran panjang, massa
dan waktu. Dengan dilatarbelakangi oleh berbagai
permasalahan dalam pembelajaran fisika di
atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “ Efektivitas
Model Pembelajaran Learning Cycle 7E pada
Pembelajaran Fisika Siswa Kelas X di SMA
Negeri Tugumulyo Tahun Pelajaran
2018/2019”.
II. DASAR TEORI
Tinjauan Tentang Efektivitas
Pembelajaran
Efektivitas dalam pandangan, siswa
secara pasif “menyerap” struktur pengetahuan
yang diberikan guru atau yang terdapat dalam
buku pelajaran.Pembelajaran hanya sekedar
penyampaian fakta, konsep, prinsip, dan
keterampilan kepada siswa. Pandangan
konstruktivisme memberikan perbedaan yang
tajam kontras terhadap pandangan tersebut.
Agoes (dalam Makmur, 2015:03),
menyatakan bahwa efektivitas adalah produk
akhir kegiatan operasi telah mencapai
tujuannya baik ditinjau dari segi kualitas
hasil, kualitas kerja, maupun batas waktu
yang ditargetkan. Sedangkan Sutikno (dalam
Makmur, 2015:03), menyatakan bahwa
pembelajaran efektif merupakan suatu
pembelajaran yang memungkinkan siswa
untuk dapat belajar dengan mudah,
menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan
sesuai dengan yang diharapkan. Dengan
demikian, pembelajaran dikatakan efektif
apabila tujuannya tercapai.
Keefektifan pembelajaran adalah hasil
guna yang diperoleh setelah pelaksanaan
proses belajar mengajar. Suatu pembelajaran
dikatakan efektif apabila memenuhi
persyaratan utama keefektifan pengajaran,
yaitu:
1) Presentasi waktu belajar siswa yang
tinggi dicurahkan terhadap KBM.
2) Rata-rata perilaku melaksanakan tugas
yang tinggi di antara siswa.
3) Ketatapan antara kandungan materi
ajaran dengan kemampuan siswa
(orientasi keberhasilan belajar)
diutamakan.
4) Mengembangkan suasana belajar yang
akrab dan positif, menggembangkan
struktur kelas yang mendukung.
Tinjauan tentang Model Pembelajaran
Learning Cycle 7E
Dasna (dalam Ngalimun, 2014:149),
menyatakan bahwa model pembelajaran
Learning Cycle pada dasarnya lahir dari
paradigma konstruktivisme belajar yang lain
termasuk teori konstruktivisme sosial
Vygotsky dan teori belajar bermakna
Ausubel. Sedangkan Piaget (dalam Ngalimun,
2016:173), model pembelajaran Learning
Cycle harus dikedepankan karena sesuai
dengan teori belajar. Teori belajar yang
berbasis konstruktivisme. Piaget (dalam
Ngalimun, 2014:147), menyatakan bahwa
belajar merupakan pengembangan aspek
kognitif yang meliputi: struktur, isi, dan
fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-
organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki
individu untuk memecahkan masalah-
masalah. Isi adalah perilaku khas individu
dalam merespon masalah yang dihadapi.
Sedangkan fungsi merupakan proses
perkembangan intelektual yang mencakup
adaptasi dan organisasi Arifin (dalam
Ngalimun, 2014:147).
Model pembelajaran Learning Cycle pada
awalnya terdiri dari 3 fase, kemudian
berkembang menjadi 5 fase, sehingga pada
saat ini telah dikembangkan dan
disempurnakan menjadi 7 fase. Model
pembelajaran Learning Cycle 7E di
kembangkan oleh Eisenkraft (dalam Kasmadi
dkk, 2016:107) yaitu: (a) Pemerolehan
(Elicit),(b) Pelibatan (Engage),(c) Eksplorasi
(Explore), (d) Penjelasan (Explain), (e)
Elaborasi (Elaborate), (f) Evaluasi
(Evaluate), (g) Perluasan (Extend).
Langkah-langkah Model Pembelajaran
Learning Cycle 7E
Model siklus belajar ini mempunyai salah
satu tujuan yaitu peserta didik dilibatkan
secara aktif dalam proses pembelajaran serta
mampu mengembangkan potensi individu
yang berhasil dan berguna, kreatif,
bertanggung jawab, mengaktualisasikan dan
5
mengoptimalkan dirinya terhadap perubahan
yang terjadi, sehingga pembelajaran lebih
bermakna. Siswa juga dapat menemukan
arahan yang tersruktur untuk memahami
materi yang diberikan, sehingga proses
pembelajaran bersifat student centered. Setiap
fase dalam model ini juga memiliki fungsi
khusus yang dimaksudkan untuk
menyumbang proses belajar. Dikaitkan
dengan asumsi tentang aktifitas mental dan
fisik siswa serta strategi yang digunakan guru.
Adilah, dkk (2015:214-215), terdapat
beberapa tahap pada metode pembelajaran
Learning Cycle 7E.
1) Elicit (Mendatangkan Pengetahuan Awal
Siswa)
Pada fase ini, guru berusaha
menimbulkan atau mendatangkan
pengtahuan awal siswa. Pada fase ini guru
dapat mengetahui sampai dimana
pengetahuan awal siswa terhadap pelajaran
yang akan dipelajari dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang merangsang
pengetahuan awal siswa agar timbul respon
dari pemikiran siswa serta menimbulkan
kepenasaran tentang jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
guru. Fase ini dimulai dengan mendasar
yang berhubungan dengan pelajaran
yang akan dipelajari dengan mengambil
contoh yang mudah yang diketahui siswa
seperti kejadian dalam kehidupan sehari-
hari. Pada tahap ini tujuan utama adalah
untuk muncul pengalaman masa lalu
tentang belajar dan menciptakan latar
belakang yang kuat untuk tahapan lain.
Trianto (dalam Febriana, dkk.
2013:243), fase elicit adalah fase untuk
mengetahui pengetahuan awal siswa
terhadap materi yangakan dipelajari
dengan cara memberikan pertanyaan-
pertanyaan yang dapat merangsang respon
dan minat siswa.
2) Engagement ( Mengajak dan Menarik
Perhatian Siswa)
Pada fase ini digunakan untuk
memfokuskan perhatian siswa merangsang
kemampuan berpikir serta membangkitkan
minat dan motivasi siswa terhadap konsep
yang akan diajarkan. Fase ini dapat
dilakukan dengan demonstrasi, diskusi,
mmbaca atau aktivitas lain yang digunakan
untuk membuka pengetahuan siswa dan
mngembangkan rasa keingintahuan siswa.
Trianto (dalam Febriana, dkk. 2013:243),
fase egagement adalah fase pertukaran
informasi antara guru dan murid mengenai
pertanyaan-paertanyaan awal yang
diberikan. Pada fase ini guru juga
memberitahukan tujuan pembelajaran
sekaligus memberikan memotivasi pada
siswa.
3) Exploration (Mengeksplorasi)
Pada fase ini siswa memperoleh
pengetahuan dengan pengalaman langsung
yang berhubungan dengan konsep yang
akan dipelajari. Siswa diberi kesempatan
untuk bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil tanpa pengajaran langsung dari guru.
Pada fase ini siswa diberi kesempatan
untuk mengamati data, merekam data,
mengisolasi variabel, merancang dan
merencanakan eksprimen, membuat grafik,
menafsirkan hasil, mengembangkan
hipotesis serta mengatur temuan mereka.
Guru merangkai pertanyaan, memberi
masukan, dan menilai pemahaman.
Trianto (dalam Febriana, dkk
2013:243), fase exploration merupakan
fase dimana siswa belajar memperoleh
pengalaman langsung mengenai konsep-
konsep yang akan dipelajari. Pada fase ini,
siswa dapat bertanya, mendiskusikan, dan
menyelidiki konsep dari berbagai bahan
ajar.
4) Explaination (Menjelaskan)
Pada fase ini siswa diperkenalkan pada
konsep, hukum dan teori baru.Siswa
menyimpulkan dan mengemukakan hasil
dari temuannya pada fase explore. Guru
mengenalkan siswa pada beberapa kosa
kata ilmiah, dan memberikan pertanyaan
untuk merangsang siswa agar
menggunakan istilah ilmiah untuk
menjelaskan hasil eksplorasi. Fase explain
juga dilakukan dalam kegiatan
mengamati. Siswa diperkenalkan pada
konsep dalam kegiatan eksplorasi.
5) Elaborate (Menerapkan)
Fase Elaborate merupakan fase yang
6
bertujuan untuk membuat siswa mampu
menerapkan konsep-konsep yang sudah
siswa temukan untuk menyelesaikan
berbagai masalah. Fase yang bertujuan
untuk membawa siswa menerapkan
simbol, definisi, konsep, dan keterampilan
pada permasalahan yang berkaitan dengan
contoh dari pelajaran yang dipelajari.
Trianto (dalam Febriana, dkk. 2013:243),
fase elaborate merupakan fase yang
betujuan untuk membuat siswa mampu
menerapkan konsep-konsep yang sudah
siswa temukan untuk menyelesaikan
permasalahan.
6) Evaluation (Menilai)
Fase evaluasi model pembelajaran
Learning Cycle 7E terdiri dari evaluasi
formatif dan sumatif. Evaluasi formatif
tidak boleh dibatasi pada siklus-siklus
tertentu saja, sebaiknya guru selalu menilai
semua kegiatan siswa. Pada fase elicit,
dapat dilakukan evaluasi formatif, begitu
pula pada fase engage, explore, explain,
elaborate, dan extend. Pada fase explore
dan explain dapat disertai evaluasi dengan
cara guru mengecek pemahaman siswa.
Siswa berpikir lebih mendalam tentang hal
yang mereka pelajari dan menerapkan pada
kasus yang berbeda. Mereka menguji
gagasan dengan rincian danmengeksplorasi
bahkan menambahkankoneksi, dan
menerapkan pemahaman konsepnya
melalui kegiatan seperti problem solving.
Trianto (dalam Febriana, dkk
2013:243), fase evaluasi merupakan fase
evaluasi dari pembelajaran yang dilakukan.
Guru diharapkan secara terus menerus
mengamati kemampuan dan keterampilan
siswa selama pembelajaran.
7) Extend (Memperluas)
Pada tahap ini bertujuan untuk
berpikir, mencari menemukan dan
menjelaskan contoh penerapan konsep
yang telah dipelajari bahkan kegiatan ini
dapat merangsang siswa untuk mencari
hubungan konsep lain yang sudah atau
belum mereka pelajari. Perluasan
merupakan tahap akhir dari siklus belajar.
Trianto (dalam Febriana, dkk. 2013:243),
fase perluasan merupakan fase yang
bertujuan untuk membuat siswa mampu
menghubungkan konsep yang telah
dipelajari dengan konsep lain dan
permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan konsep tersebut.
Kelebihan dari model Learning Cycle
7E menurut Ngalimun (2017:254) antara lain:
1) Meningkatkan motivasi belajar karena
pelajar dilibatkan secara aktif dalam proses
pembelajaran.
2) Membantu menggembangkan sikap ilmiah
pelajar.
3) Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Adapun kelemahan model Learning
Cycle 7E menurut Ngalimun (2017:254-255)
antara lain:
1) Efektivitas pembelajaran rendah jika guru
kurang menguasai materi dan langkah-
langkah pembelajaran.
2) Menuntut kesungguhan dan kreativitas
guru dalam merancang dan melaksanakan
proses pembelajaran.
3) Memerlukan pengolahan kelas yang lebih
terencana dan terorganisasi.
4) Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih
banyak dalam menyusunrencana dan
melaksanakan pembelajaran.
Tinjauan tentang Belajar
Belajar hakikatnya adalah suatu proses
yang ditandai dengan adanya perubahan pada
diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari
proses belajar dapat diindikasikan dalam
berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan,
pemahaman, sikap dan tingkah laku,
kecakapan, keterampilan dan kemampuan,
serta perubahan aspek-aspek yang lain yang
ada pada individu yang belajar.
Mouly (dalam Trianto, 2011:9),
menyatakan bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku seseorang berkat
adanya pengalaman. Pendapat senada
disampaikan oleh Kimble dan Garmezi
(dalam Trianto, 2011:9), belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relatif
permanen, terjadi sebagai hasil dari
pengalaman. Sedangkan Garry dan Kingsley
(dalam Trianto, 2011:9), menyatakan bahwa
belajar merupakan proses perubahan tingkah
7
laku yang orisinal melalui pengalaman dan
latihan-latihan.
Tinjauan tentang Hasil Belajar
Hasil belajar memiliki peranan penting
dalam proses belajar mengajar. Penilaian
terhadap hasil belajar dapat memberikan
informasi sampai sejauh mana keberhasilan
seorang siswa dalam belajar. Selanjutnya, dari
informasi tersebut guru dapat memperbaiki
dan menyusun kembali kegiatan belajar
pembelajaran lebih lanjut, baik untuk
keseluruhan kelas maupun individu.
Syaodih (dalam Febriana dkk,
2013:243), menyatakan bahwa hasil belajar
didefinisikan sebagai bentuk nyata dari
kecakapan dan potensi yang dimiliki oleh
setiap orang. Hasil belajar siswa dapat dilihat
dari penguasaan siswa terhadap materi yang
dipelajari. Hasil belajar siswa dilambangkan
dengan angka-angka atau huruf.Supraktinya
(dalam Widodo dkk, 2013:34),
mengemukakan bahwa hasil belajar yang
menjadi objek penilaian kelas berupa
kemampuan-kemampuan baru yang diperoleh
siswa setelah mereka mengikuti proses belajar
mengajar tentang mata pelajaran tertentu.
Tinjauan tentang Aktivitas Belajar
Kegiatan dalam proses belajar mengajar,
guru perlu menimbulkan aktivitas siswa
dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan
pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri,
kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi
dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi
dalam bentuk yang berbeda atau siswa akan
bertanya, mengajukan pendapat,
menimbulkan diskusi dengan guru.
Kenan (2014:69), menyatakan bahwa
aktivitas merupakan prinsip atau asas yang
sangat penting dalam interaksi belajar
mengajar. Aktivitas belajar adalah suatu
aktivitas yang sadar akan tujuan, yaitu
terjadinya perubahan dalam individu
seutuhnya. Sedangkan Sampurna (dalam
Tarigan 2014:58), menyatakan bahwa
kegiatan, keaktifan, dan kesibukan. Aktivitas
siswa selama proses belajar mengajar
merupakan salah satu indikator adanya
keinginan siswa untuk belajar.
Diendrich (dalam Kenan, 2014:69)
mengelompokkan jenis-jenis aktivitas belajar
sebagai berikut:
a. Visual activities. Misalnya : Membaca,
memperhatikan gambar
,demonstrasi, percobaan dan pekerjaan
orang lain.
b. Oral activities. Misalnya : Menyatakan,
merumuskan, bertanya, meberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan
wawancara, diskusi dan intruksi.
c. Listening activities. Misalnya :
Mendengarkan, uraianpercakapan,
diskusi, musik dan pidato.
d. Writing activities. Misalnya : Menulis
cerita, karangan, laporan, angket dan
menyalin.
e. Drawing activities.Misalnya:
Menggambar, membuat grafik.
f. Motora activities. Misalnya :
Melakukan percobaan, membuat
konstruksi, model mereperasi, bermain,
berkebun dan beternak.
g. Mental activities. Misalnya :
Menggangap, mengingat, memecahkan
soal, menganalisis, melihat hubungan.
h. Emotional activities. Misalnya :
Menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, berani, tenang dan gugup.
Tinjauan tentang Respon Belajar
Respon berasal dari kata response yang
berarti jawaban, balasan atau tanggapan
(reaction). Dalam istilah psikologi, respon
dikenal dengan proses memunculkan dan
membayangkan kembali gambaran hasil
pengamatan. Kartono (dalam Yanti, 2015:28),
mengatakan bahwa respon didefinisikan
sebagai gambaran ingatan dari pengamatan.
Sedangkan Sarlito (dalam Harumi 2013:23),
mengatakan bahwa respon merupakan reaksi
akibat penerimaan stimulus, dimana stimulus
adalah berita, pengetahuan, informasi sebelum
dproses atau diterima oleh indranya.
Ahmadi (dalam Yanti, 2015:28),
menyatakan bahwa respon merupakan
gambaran ingatan dan pengamatan yang mana
objek yang telah diamati tidak lagi berada
dalam ruang dan waktu pengamatan.
Sedangkan Setiawan, (2017:5), mengatakan
bahwa respon pada prosesnya didahului sikap
8
seseoarang, karena sikap merupakan
kecendrungan atau kesediaan seseorang untuk
bertingkah laku kalau menghadapi suatu
rangsangan tertentu.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu (Sugiyono, 2015:01).
Arikunto (2010:191), metode penelitian
ilmiah cara kerja yang digunakan dalam
melakukan suatu penelitian. Jenis penelitian
yang digunakan adalah kuantitatif dengan
metode penelitian eksprimen (Eksperimen
Research). Pada penelitian ini menggunakan
desain bentuk one-group pre-test – post-test
design.Dalam desain ini tes dilakukan
sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah
perlakuan. Arikunto (2010:124), desain
penelitian dapat dilihat pada tabel Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Desain Penelitian
One-group pre-test – post-test design
Pre-Test Treatment Post-Test
X
Sumber: (Sugiyono, 2012:76)
Dengan, O1 adalah Tes Awal (Pre-test),
O2 adalah Tes Akhir (Post-test) dan X adalah
perlakuan model pembelajaran Learning
Cycle 7E (treatment).
Arikunto (2010:159), menyatakan
bahwa variabel adalah gejala yang
bervariasi, yang menjadi objek penelitian.
Sedangkan Arikunto, (2010:159), menyatakan
bahwa variabel adalah sebuah karakteristik
yang terdapat pada individu atau benda yang
menunjukkan adanya perbedaan (variasi) nilai
atau kondisi yang dimiliki. Penelitian ini
terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan
variabel terikat.
1. Variabel bebas (independent), adalah
variabel atau faktor yang menjadi
penyebab timbulnya atau berubahnya
nilai variabel yang lain (Triyono,
2012:73). Variabel bebas dalam
penelitian ini yaitu model pembelajaran
Learning Cycle 7E.
2. Variabel terikat (dependent), adalah
variabel atau faktor yang perubahan
nilainya disebabkan atau dipengaruhi
oleh berubahnya nilai variabel bebas
sehingga variabel terikat munculnya
setelah variabel bebas. Variabel terikat
dalam penelitian ini yaitu hasil belajar
fisika, aktivitas belajar dan respon
siswa.
Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Sugiyono (2012:90),
mengatakan bahwa populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Sedangkan Arikunto (2010:173),
mengemukakan bahwa populasi ialah
keseluruhan unit elementer yang
parameternya akan diduga melalui
statistika hasil analisis yang dilakukan
terhadap sampel penelitian.
Tabel 3.2
Populasi Penelitian
No
Kelas
Jenis Kelamin
Jumlah Laki
-laki
Perempu-
an
1 MIPA
1
12 24 36
2 MIPA
2
15 19 36
3 MIPA
3
13 20 36
4 MIPA
4
11 23 36
5 MIPA
5
11 22 37
Jumlah 181
Sumber. TU SMA Negeri Tugumulyo
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang akan diteliti
(Arikunto,2010:171). Sedangkan
Sugiyono ( 2012:91), mengatakan bahwa
sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Sampel penelitian yang
9
digunakan adalah kelas yang diambil
secara acak dengan teknik Simple
Random Sampling. Pengambilan sampel
dilakukan dengan mengacak lima kelas
yang menjadi populasi penelitian,
sehingga terpilih satu kelas untuk
menjadi sampel tanpa mengacak
siswanya.
Tabel 3.3
Sampel Penelitian
No
Kelom
pok
Kelas
Jenis
Kelamin
Jumlah
Laki
-laki
Pere
mpu
an
1 Eksp
erime
n
MIPA
1
12 24 36
Jumlah 36
Teknik Pengumpulan Data
1. Jenis Instrumen Penelitian
a. Tes
Tes adalah serentetan
pertanyaan atau latihan serta alat lain
yang digunakan untuk mengukur
kterampilan, pengetahuan,
intelegensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki oleh individu atau
kelompok (Arikunto, 2010:193). Tes
yang digunakan dalam penelitian ini
berbentuk uraian yang berfungsi
untuk menilai kemampuan kognitif
siswa. Tes dalam penelitian ini
dilakukan sebanyak dua kali yaitu tes
sebelum (Pre-test) pengajaran atau
tes awal diberikan untuk menilai
kemampuan awal siswa-siswa pada
materi Pengukuran sesudah (Post-
test) pengajaran atau tes akhir
diberikan perlakuan dengan model
pmbelajaran Learning Cycle
7E.Kedua tes ini dilakukan pada
kelas sampel dengan bentuk soal
essay sebanyak 8 soal.
b. Non Tes
Teknik pengumpulan data non
tes yang digunakan dalam penelitian
ini adalah menggunakan dua
instrumen yaitu:
1) Lembar Observasi Aktivitas
Siswa
Arikunto (2010:199),
mengatakan bahwa observasi
adalah pengamatan yang meliputi
kegiatan pemusatan perhatian
terhadap suatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indera.
Sedangkan Triyono (2012:157),
menyatakan bahwa observasi
adalah cara pengumpulan data
yang dikerjakan dengan
melakukan pengamatan dan
pencatatan secara sistematik
terhadap objek yang diteliti, baik
dalam situasi khusus di dalam
laboratorium maupun dalam
situasi alamiah. Bentuk instrumen
pada pengumpulan data observasi
menggunakan lembar observasi
(lembar pengamatan). Dimana
observasi dilakukan di kelas
eksperimen dan untuk peneliti.
2) Angket Respon Siswa
Arikunto (2010:194),
menyatakan bahwa angket adalah
sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam
arti laporan tentang pribadinya,
atau hal-hal yang ia ketahui.
Angket disini digunakan untuk
mengetahui respon siswa setelah
mengikuti pembelajaran.
Angket digunakan dalam
penelitian untuk mengetahui
kebiasaan siswa dalam belajar
serta tingkat hasil belajar siswa
selama mengikuti proses
pembelajaran. Angket yang
digunakan adalah model Skala
Likert yang terdiri dari dua jenis
pernyataan, yaitu: pernyataan
postif dan negatif disediakan lima
jawaban yaitu: 1) Sangat Setuju
(SS), 2) Setuju (S), 3) Netral (N),
4) Sangat Tidak Setuju (STS).
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Penelitian
10
a. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
dan kesahihan suatu instrumen. Suatu
instrumen yang valid atau sahih
mempunyai validitas yang tinggi.
Sebaliknya instrumen yang kurang valid
berarti memiliki validitas validitas yang
rendah (Arikunto,2010:211). Untuk
mengetahui butir soal, maka rumus yang
digunakan adalah korelasi product
moment:
∑ (∑ )(∑ )
√*( ∑ ) (∑ ) +*( ∑ ) (∑ ) +
(Arikunto,2010:213)
Keterangan:
= Koefisien korelasi antara variavel
X dan Y
= Skor total dari keseluruhan butir
masing-masing responden
= Skor butir soal masing-masing
responden
= Banyaknya sampel
Samniah (2016:8), interpretasi
terhadap nilai koefisien korelasi
digunakan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.6 Kriteria Validitas
Kriteria Validitas Kategori
0,80 Sangat tinggi
0,60 Tinggi
0,40 Cukup
0,20 Rendah
Sangat rendah
(Sumber. Samniah, 2016:8)
Untuk mendapatkan kesignifikanan
validitas instrumen, diperlukan uji statistik
uji t dengan persamaan:
√
( )
(Sugiyono, 2012:230)
Keterangan:
Jumlah responden
Koefisien korelasi product
moment
t = Nilai
Distribusi (Tabel 1) untuk satu pihak dan derajat kebebasan (dk
= n - 1). Kaidah keputusannya adalah jika
maka dikatakan terdapat
hubungan yang signifikan, berarti valid
sebaliknya berarti tidak
valid.
b. Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada satu
pengertian bahwa instrumen cukup dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah baik (Arikunto, 2010:221).
Realibilitas soal merupakan ukuran yang
menyatakan tingkat kekonsistenan suatu
soal tes. Untuk mengukur tingkat
kekonsistenan soal ini digunakan
perhitungan Alpha Cronbach
(Triyono,2012:191).
{
} {
∑
}
Keterangan :
koefisien reliabilitas
banyaknya butir kuesioner
varians skor butir ke-i
varians skor total
Dimana besarnya varians skor total
ditentukan dengan rumus:
∑
∑ (∑ )
Keterangan:
∑ Jumlah varians butir
n = Banyak sampel
X Skor butir soal masing-masing
Interpresentasi nilai mengacu pada
pendapat Samniah(dalam Jihad dan Haris,
2016:9) dapat kita lihat dengan rinci pada
tabel 3.8.
Tabel 3.8 Kriteria Reliabilitas
Kriteria Reliabilitas Kategori
Reliabilitas
Sangat rendah
0,20 0,40 Rendah
0,40 0,70 Sedang
0,70 0,90 Tinggi
0,90 1,00 Sangat tinggi
11
c. Daya Pembeda
Daya pembeda soal, adalah
kemampuan sesuatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai
dengan siswa yang kurang pandai
(Arikunto, 2013:226). Daya pembeda
ditentukan dengan rumus berikut:
(Samniah, 2016:10)
Keterangan:
Daya pembeda
Jumlah skor kelompok atas pada
butir soal yang diolah
Jumlah skor kelompok bawah pada
butir soal yang diolah
Jumlah skor ideal salah satu
kelompok pada butir soal
yangdiolah
Tabel 3.10
Klafikasi Daya Pembeda
Nilai Daya Pembeda Kategori
0,40 atau lebih Sangat Baik
0,30 – 0,39 Baik
0,20 – 0,29 Cukup
0,19 ke bawah Jelek
(Sumber: Samniah,2016:9)
d. Tingkat Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang
tidak terlalu mudah atau tidak terlalu
sukar (Arikunto, 2010:222). Suherman
dan Sukjaya(dalam Lovisia, 2017:17),
rumus yang digunakan adalah:
Keteranagan:
: Indeks Kesukaran
𝐵 : Jumlah skor kelompok atas
𝐵 : Jumlah skor kelompok bawah
: Jumlah skor ideal kelompok atas
: Jumlah skor ideal kelompok bawah
Klasifikasi untuk
menginterprestasikan tingkat kesukaran
menurut Suherman dan Sukjaya (dalam
Lovisia, 2017:17) pada tabel 3.13.
Tabel 3.13.
Interpretasi Tingkat Kesukaran
Interpretasi Tingkat
Kesukaran
Kategori
IK = 0,00
0,00 < IK ≤ 0,30
0,31< IK ≤ 0,70
0,71< IK < 1,00
IK = 1,00
Soal terlalu
sukar
Soal sukar
Soal sedang
Soal mudah
Soal terlalu
mudah
Teknik Analisis Data
1. Analisis Data Tes
Analisis data dilakukan untuk
mengetahui hipotesis hasil penelitian
diterima
atau ditolak, maka data uji dengan
menggunakan t-tes. Sebelum
menggunakan t-tes, maka data diuji
dahulu dengan:
a. Mencari nilai rata-rata dan
varians dari masing-masing
kelompok data dengan
menggunkan rumus:
∑
(Sugiyono, 2012:49)
Keterangan:
x = Nilai rata-rata hasil belajar
siswa
N = Banyak Data
xi = Nilai siswa keseluruhan
√∑( )
( )
(Sugiyono, 2012:57)
Keterangan:
s = Simpangan baku sampel
xi = Nilai siswa keseluruhan
= Nilai rata-rata hasil belajar siswa
n = Banyaknya data
b. Uji normalitas untuk masing-
masing kelompok data
menggunakan uji Chi Kuadrat
( ) Uji normalitas ini digunakan
untuk mengetahui kenormalan data.
Perhitungan uji normalitas
x
12
menggunakan rumus Chi Kuadrat
( )
∑( )
(Sugiyono,2012:107)
Keterangan:
= Nilai rata-rata hasil belajar
siswa
= Frekuensi yang diobservasi
= Frekuensi yang diharapkan
Membandingkan dan
, dengan dk = k-1 dan taraf
kesalahan 5%. Jika <
,
maka distribusi data dinyatakan
normal, dan jika >
,
maka distribusi data dinyatakan tidak
normal (Sugiyono, 2012:110).
c. Uji Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan
sebagai suatu jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui
data yang terkumpul (Arikunto,
2010:110). Pengujian hipotesis
mengarahkan kepada suatu
kesimpulan menerima atau menolak
hipotesistersebut. Untuk menguji
hipotesis deskriptif (satu sampel)
penelitian digunakan uji t satu pihak,
sebagai berikut:
√
(Sugiyono,2012:96)
Keterangan:
t = Nilai t yang dihitung
= Rata-rata = Nilai yang dihipotesiskan
= Simpangan baku
= Jumlah anggota sampel
Kriteria pengujiannya, bila harga
< , maka diterima
dan ditolak dan bila harga
> , maka ditolak dan
diterima dengan taraf kesalahan
5% dan dk = n-1.
Dimana:
= Rata–rata hasil belajar siswa
setelah mengikuti
pembelajaran fisika dengan
Model Pembelajaran
Learning Cycle 7E lebih
besar atau sama dengan 68
( ). = Rata-rata hasil siswa setelah
mengikuti pembelajaran
fisika dengan Model
Pembelajaran Learning Cycle
7E kurang dari 68 ( ).
2. Analisis Data Non Tes
a. Analisis Data Observasi Aktivitas
Siswa
Data aktivitas siswa dicatat
dalam lembar observasi. Untuk setiap
rencana pengajaran dibuat kategori
aktivitas yang dilakukan oleh seluruh
siswa selam kegiatan berlangsung.
Data yang diperoleh dari lembar diberi
skor menurut skala Guttman.
Keberhasilan belajar diukur apabila
setiap siswa telah mencapai 68 maka
dikatan berhasil atau tuntas.
Penguasaan Fisika siswa dilihat dari
nilai tes hasil belajar siswa.
Data yang diperoleh dari lembar
observasi kemudian dianalisis lanjut
dengan cara:
a. Memberikan tanda check-list
(√). Check-list yaitu daftar
variabel yang akan dikumpulkan
datanya (Arikunto, 2010:202).
Tanda ceklis kemudian
dimasukkan kedalam setiap
uraian aktivitas yang dinilai.
b. Menjumlahkan banyaknya ceklis
pada setiap kolom pada lembar
observasi pada setiap siswa.
c. Kemudian dicari prsentase data
observasi aktivitas siswa dengan
menggunakan rumus sebagai
berikut
Keterangan:
P = Nilai presenase yang
diharapkan
F= Jumlah skor siswa
N = Jumlah siswa
13
Tabel 3.15
Kategori Observasi Aktivitas
Belajar Siswa
Rentang
Skor
Presentse Kategori
58-76 76,32%≤
p < 100%
Sangat
Aktif
39-57 51,32% ≤
p < 75%
Aktif
20-38 26,32% ≤
p < 50%
Cukup
Aktif
0-19 0%≤ p <
25%
Tidak
Aktif
Analisis Data Angket Respon Siswa
Angket respon siswa digunakan untuk
mengukur pendapat siswa terhadap
ketertarikan, perasaan senang, serta kemudian
memahami komponen-komponen. Angket
respon siswa diberikan kepada siswa setelah
seluruh KBM selesai dilaksanakan dengan
menggunakan angket presentasi respon.
Untuk menentukan respon siswa dalam proses
pembelajaran diperoleh dengan rumus:
∑
Keterangan :
R = Presentase respon siswa
N = Jumlah siswa
Klasifikasi untuk menginterprestasi
besarnya koofesien respon siswa yaitu
sebagai berikut:
Tabel 3.16
Kategori Respon Siswa
Rentang
Skor
Presentase Kategori
75 – 100 76% ≤ p <
100%
Sangat
Baik
51 – 75 51% ≤ p <
75%
Baik
26 – 50 26% ≤ p <
50%
Cukup
Baik
0 – 25 0% ≤ p <
25%
Kurang
Baik
IV. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X SMA
Negeri Tugumulyo Tahun Pelajaran
2018/2019, dimulai dari tanggal 23 Juli
sampai 23 Agustus 2018. Jumlah seluruh
siswa kelas X yaitu sebanyak 181 siswa dari 5
kelas yang ada. Sebelum memulai
pembelajaran peneliti terlebih dahulu
menginformasikan pelaksanaan model
pembelajaran Learning Cycle 7E, dan materi
yang akan diajarkan yaitu Pengukuran
(Panjang, Massa dan Waktu). Jumlah
pertemuan tatap muka yang dilakukan adalah
enam kali pertemuan dengan rincian satu kali
pemberian pre-test, empat kali proses
pembelajaran dengan model pembelajaran
Learning Cycle 7Edan satu kali pemberian
post-test.
Pemberian pre-test digunakan untuk
mengetahui kemampuan awal siswa sebelum
mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Learning
Cycle 7E. Setelah kemampuan awal siswa
diketahui, dilakukan kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran
Learning Cycle 7E. Kegiatan pembelajaran
dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan.
Pada akhir penelitian dilakukan post-test
untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Data Hasil Kemampuan Awal Siswa (pre-
test).
Pemberian tes awal digunakan untuk
mengetahui kemampuan awal siswa pada
materi kuat arus. Kemampuan awal siswa
adalah kemampuan yang dimiliki siswa
sebelum mengikuti pembelajaran yang
diberikan. Kemampuan awal tersebut
menggambarkan kesiapan siswa dalam
menerima pembelajaran yang akan
disampaikan oleh guru.
Pemberian tes awal dilakukan pada tanggal 26
April 2018 yang diikuti 35 siswa.
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui
bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa
sebesar 42,88dengan ketuntasan siswa sebesar
0%. Jadi dapat disimpulkan bahwa secara
deskriptif kemampuan awal siswa sebelum
penerapan model pembelajaran Learning
Cycle 7E termasuk kategori belum tuntas.
14
Data Kemampuan Akhir Siswa (post-test).
Setelah kemampuan awal siswa
diketahui, dilanjutkan kegiatan pembelajaran
dengan model pembelajaran Learning Cycle
7E. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan
sebanyak empat kali pertemuan. Pada akhir
penelitian dilakukan tes akhir untuk
mengetahui kemampuan akhir siswa.
Kemampuan akhir siswa adalah kemampuan
siswa dalam penguasaan materi muatan arus
listrik yang merupakan hasil belajar siswa
setelah proses pembelajaran. Berdasarkan
hasil perhitungan rekapitulasi data tes akhir
dapat diketahui bahwa rata-rata ( ) nilai
secara keseluruhan sebesar 81,97. Jadi secara
deskriptif dapat dikatakan bahwa kemampuan
akhir siswa setelah penerapan model
pembelajaran Learning Cycle 7E termasuk
dalam kategori tuntas.
Dari hasil analisis diperoleh bahwa
rata-rata nilai tes awal adalah 42,88 dan untuk
rata-rata nilai tes akhir adalah 81,97. Ini dapat
dilihat bahwa terjadi peningkatan rata-rata
nilai dari pre-test ke post-test sebesar 50%.
Sedangkan persentase jumlah siswa yang
tuntas pada pre-test sebesar 0% dan pada
post-test sebesar 70%. Untuk ketuntasan
belajar mengalami peningkatan sebesar 70%.
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk
mengetahui apakah data hasil tes siswa
berdistribusi normal atau tidak. Untuk
mengetahui kenormalan data, digunakan uji
normalitas data dengan uji kecocokan (chi-
kuadrat). Berdasarkan ketentuan perhitungan
statistik mengenai uji normalitas data dengan
taraf kepercayaanα = 0,05, jika
<
, maka data berdistribusi
normaldan jika >
, maka
distribusi data dinyatakan tidak normal.
Dari hasil perhitungan menunjukan
bahwa nilai x2
hitung data tes akhir (post-test)
lebih kecil x2
tabel (10,66 11,070).
Berdasarkan ketentuan pengujian normalitas
dengan menggunakan uji kecocokan X (Chi-
kuadrat) dapat disimpulkan bahwa data Post-
test berdistribusi normal pada taraf signifikan
α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = (k-1) =
(6-1) = 5.
Uji Hipotesis
Hasil uji hipotesis untuk data post-test
yang menggunakan uji-t mengenai
kemampuan akhir (post-test) siswa
menunjukkan thitung dibandingkan
dengan ttabel dengan derajat kebebasan (dk) =
n-1 = 36 -1 = 35, = 5% diperoleh ttabel 2,042.
Jika thitung ttabel berarti Ha diterima dan Ho
ditolak. Dengan demikian berdasarkan
perhitungan hasil belajar siswa, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
dapat diterima kebenarannya, sehingga dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar fisika siswa
kelas X SMA Negeri Tugunulyo tahun
pelajaran 2018/2019 setelah menerapkan
model pembelajaran Learning Cycle 7E
secara signifikan tuntas.
Hasil Aktivitas Belajar Siswa
Observasi dalam penelitian ini
digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa
dalam kelompok saat mengikuti pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran
Learning Cycle 7E. Dalam mengikuti
pembelajaran siswa terdiri dari 35 orang yang
dibagi menjadi 6 kelompok. Pada pertemuan
ketiga kelompok satu mendapatkan nilai 78
kategori sangat aktif. Kelompok dua
mendapatkan nilai 75 kategori aktif.
Kelompok tiga mendapatkan nilai 78 kategori
sangat aktif. Kelompok empat mendapatkan
nilai keaktifan 79 kategori kurang aktif,
kelompok lima mendapatkan nilai 65
kategori sangat aktif, dan kelompok enam
mendapatkan nilai 78 kategori sangat aktif.
Jadi dari ke enam kelompok tersebut pada
pertemuan ketiga rata-ratakeaktifan siswa
kategori aktif. Dan pada pertemuan keempat
kelompok satu mendapatkan nilai 84 kategori
sangat aktif. Kelompok dua mendapatkannilai
82kategori sangat aktif. Kelompok tiga
mendapatkannilai 85 kategori sangat aktif.
Kelompok empat mendapatkan nilai 88
kategori sangat aktif, kelompok lima
mendapatkan nilai 80 kategori sangat aktif.
Dan mendapatkan nilai 87 kategori sangat
aktif. Jadi dari keenam kelompok tersebut
15
pada pertemuan keempat rata-rata keaktifan
siswa kategori sangat aktif. Dengan demikian
kegiatan siswa pada pertemuan keempat
bertambah baik.
Tabel 4.5
Rekapitulasi Hasil Analisis Data Observasi
Pertemuan I Pertemuan II Interp
retasi Ketera
ngan
% Ketera
ngan
%
Cukup
aktif
61,7
8%
Sanga
t
Aktif
63,9
1%
Menin
gkat
Hasil Respon Belajar Siswa
Berdasarkan hasil analisis data angket
respon siswa terhadap pelajaran fisika
menunjukkan minat yang baik, begitupun
respon siswa terhadap cara guru mengajar
mereka sangat antusias dan menghargai serta
memberikan sikap yang begitu positif
terhadap pembelajaran fisika menggunakan
model Learning Cycle 7E .
Setelah seluruh indikator penilaian
dijumlahkan maka rata-rata presentase respon
siswa terhadap pembelajaran fisika dengan
model Learning Cycle 7E sebesar 85,00%,
sehingga dapat disimpulkan bahwa secara
umum tanggapan atau respon siswa dapat
dikategorikan baik terhadap pembelajaran
fisika dengan menggunakan model Learning
Cycle 7E .
Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah
yang dikemukakan dalam penelitian ini yaitu
apakah hasil belajar fisika siswa kelas X SMA
Negeri Tugumulyo setelah menggunakan
model pembelajaran Learning Cycle 7Esecara
signifikan tuntas.
Setelah dilakukan perbandingan hasil
tes awal dan tes akhir maka dapat diketahui
bahwa terdapat peningkatan hasil belajar.
Pada tes awal nilai rata-rata siswa ( ) sebesar
42,88dan setelah penerapan model
pembelajaran Learning Cycle 7Erata-rata
hasil belajar siswa ( ) meningkat menjadi
79,11. Peningkatan yang terjadi sebesar
81,97. Jika dibandingkan dengan data tes
awal, terdapat pula peningkatan jumlah siswa
yang tuntas. Jika pada tes awal ketuntasan
siswa 0% setelah menggunakan siswa yang
tuntas mencapai 7o%. Jadi terdapat
peningkatan persentase jumlah siswa yang
tuntas belajar sebesar 70%.
Berdasarkan hasil analisis pengujian
hipotesis diperoleh thitung>ttabel dengan
demikian hipotesis yang diajukan dapat
diterima kebenarannya, artinya hasil belajar
siswa setelah menggunakan model
pembelajaran Learning Cycle 7Esecara
signifikan tuntas.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Izzah
Imaniyah,dkk (2015) dalam jurnal
pendidikan, Fakultas MIPA, Universitas
Negeri Jakarta, melakukan penelitian tentang
“Pengaruh Model Pembelajaran Learning
Cycle 7E terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa
SMA” memberikan hasil bahwa berdasarkan
hasil analisis menunjukkan bahwa hasil
belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan
dengan model pembelajaran Learning Cycle
7E tinggi daripada hasil belajar fisika siswa
yang diberi perlakuan dengan siklus 5E.
Kemudian setelah dilakukan pembelajaran
diberikan posttest untuk mengetahui hasil
belajar siswa. Berdasarkan hasil uji hipotesis
menggunakan uji-t, dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh positif model pembelajaran
Learning Cycle 7E.
Hasil penelitian ini didukung oleh temuan
peneliti di lapangan selama proses belajar
mengajar menggunakan model pembelajaran
Learning Cycle 7E, siswa terlihat lebih aktif,
siswa cenderung siap mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan mempelajari terlebih
dahulu materi yang akan dibahas di kelas.
Dengan model pembelajaran Learning Cycle
7eini kecenderungan guru menjelaskan materi
hanya dengan ceramah dapat dikurangi,
sehingga siswa lebih bisa mengembangkan
pengetahuannya sendiri sedangkan guru lebih
banyak berfungsi sebagai fasilitator daripada
mengajar.
Pertemuan ketiga, dilaksanakan pada
tanggal 4 Agustus 2018 di kelas X MIPA 1,
pada pertemuan ketiga siswa disusun ke
dalam kelompok yang telah disiapkan dan
diberikan lembar kerja siswa (LKS) sebagai
bahan pembelajaran yang akan diselesaikan
16
dengan melakukan eksperimen oleh setiap
kelompok. Sebelum melakukan eksperimen
peneliti menjelaskan kembali langkah-
langkah dari model pembelajaran Learning
Cycle 7E yang digunakan agar siswa bisa
mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
Siswa diminta untuk membaca permasalahan
yang ada dan memperoleh informasi yang lain
dari buku atau sumber lain sehingga
memudahkan siswa memeproleh informasi
jawaban yang tepat. Dalam pertemuan ini
diharapkan siswa untuk aktif dan bisa
bekerjasama dengan anggotanya. Model
siklus belajar bila diterapkan dalam
pembelajaran akan meningkatkan prestasi dan
pemahaman sains. Hal ini berdasarkan
penelitian Brenda dan Andrea (dalam
Imaniyah, 2015:18), mengatakan bahwa
siklus belajar bila diterapkan akan
meningkatkan prestasi sains dan
meningkatkan sikap dan proses saintifik serta
berpengaruh positif terhadap pemahaman
sains. Adapun nilai kelompok (LKS) yang
diperoleh dapat dilihat pada tabel.
Berdasarkan evaluasi dari pertemuan
ketiga, peneliti menemukan beberapa kendala
selama mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Learning
Cycle 7E yaitu terdapat kelompok yang
anggotanya cenderung pasif, hal tersebut
kemungkinan karena kurangnya kerjasama
anggota kelompok yang mengakibatkan
anggota kelompok yang pasif tersebut tidak
mampu menyesuaikan diri dengan anggota
kelompok lainnya. Dan penyelesaian
pertanyaan-pertanyaan pada LKS kurang
optimal, nilainya lebih kecil dari kelompok
lainnya.
Pertemuan keempat, dilaksanakan pada
tanggal 9 Agustus 2018 di kelas X MIPA 1,
pada pertemuan keempatsebelum kegiatan
pembelajaran dimulai peneliti menjelaskan
kembali langkah-langkah pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran
Learning Cycle 7E. Hal tersebut bertujuan
memberikan pemahaman kepada siswa
tentang apa-apa yang harus mereka kerjakan
saat mengikuti proses pembelajaran. Sehingga
pada setiap pokok permasalahan yang mereka
temui di LKS dapat terselesaikan dengan baik
dan tepat. Berdasarkan hasil penelitian,
kegiatan pembelajaran menggunakan model
Learning Cycle 7E dapat meningkatkan hasil
belajar kognitif, afektif dan psikomotorik
siswa. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Kanli & Yagbasan (dalam Aziz, 2013:38),
yang menyimpulkan bahwa terjadi
peningkatan keterampilan proses dan
pengguasaan konsep siswa, serta senang
terhadap pengelolaan laboraturium dengan
model Learning Cycle 7E.
Keterbatasan penelitian adalah
kelemahan-kelemahan yang dialami peneliti
dalam melaksanakan penelitian ini. Adapun
keterbatasan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini hanya dilakukan pada
materi Pengukuran (panjang, massa dan
waktu), dalam waktu yang relatif singkat,
maka diharapkan pada penelitian
selanjutnya untuk dapat melaksanakan
penelitian pada materi lainnya dan dalam
ruang lingkup yang lebih luas serta waktu
yang lebih lama.
2. Tidak semua kegiatan siswa teramati
dengan baik. Hal ini dikarenakan jumlah
siswa yang banyak dalam kelas dan
kegiatan siswa tidak dapat diamati dalam
waktu yang singkat.
3. Terbatasnya waktu peneliti dalam
membagi waktu untuk memberikan
bimbingan kepada kelompok-kelompok
yang mengalami kesulitan dalam mencari
solusi mengerjakan LKS.
4. Keterbatasan waktu, karena siswa belum
terbiasa dalam pembelajaran
menggunakan model pembelajaran
Learning Cycle 7E dan jumlah pertemuan
lebih singkat. Diharapkan pada penelitian
selanjutnya untuk dapat menambah
jumlah pertemuan yang lebih banyak lagi.
5. Ruang lingkup penelitian, karena peneliti
membatasi penelitian pada model
pembelajaran Learning Cycle 7E dalam
materi besaran dan
pengukuran.Diharapkan pada peneliti
selanjutnya untuk dapat melaksanakan
17
penelitian pada materi lain dan dengan
ruang lingkup yang lebih luas.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis uji-t diperoleh
dan
karena tabelhitung tt dengan demikian
Ha diterima dan H0 ditolak. Nilai rata-rata
hasil belajar yaitu 81,97maka dapat
disimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran Learning Cycle 7E tuntas
terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X
SMA Negeri Tugumulyo Tahun Pelajaran
2018/2019.
2. Berdasarkan analisis hasil observasi pada
pertemuan ketiga dengan nilai persentase
rata-rata 61,78% kategori aktif dan pada
pertemuan keempat dengan nilai
persentase rata-rata 63,91% kategori aktif.
Maka dapat disimpulkan bahwa aktifitas
belajar siswa pada proses pembelajaran
fisika selama diterapkan menggunakan
model pembelajaran Learning Cycle 7E di
kelas X SMA Negeri Tugumulyo Tahun
Pelajaran 2018/2019 meningkat.
3. Hasil analisis data angket yang diisi oleh
35 orang siswa menunjukkan bahwa nilai
persentase rata-rata angketnya yaitu
76,28% dengan kategori sangat baik.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan
bahwa tanggapan siswa pada saat proses
pembelajaran fisika dengan menggunakan
model pembelajaran Learning Cycle 7E di
kelas X SMA Negeri Tugumulyo Tahun
Pelajaran 2018/2019 sangat baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adilah, dkk. 2015. Model Learning Cycle 7E
Dalam Pembelajaran Ipa Terpadu.
Prosiding Seminar Nasional Fisika dan
Pendidikan Fisika (SNFPF), 6 (1).
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Febriana, Arief. 2013. Efektivitas Penerapan
Model Pembelajaran Learning Cycle
(Siklus Belajar) 7e Terhadap Hasil
Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan
Listrik Dinamis Kelas X Semester 2
MAN BANGKALAN. Jurnal Inovasi
Pendidikan Fisika, 2 (3).
Imaniyah, dkk. 2015. Pengaruh Model
Pembelajaran Learning Cycle 7e
terhadapHasil Belajar Fisika Siswa
SMA. Jurnal penelitian &
Pengembangan
Pendidikan Fisika,1(1).
Kasmadi, dkk. 2016. Model Pembelajaran
Learning Cycle 7e Berbantu ICT
Untuk Meningkatkan Penguasaan
Konsep Dan Keterampilan Berpikir
Kritis Siswa Pada Materi Larutan
Penyangga. Jurnal Pendidikan Sains
Indonesia, 4 (2).
Kenan . 2014. Upaya Peningkatan Aktivitas
Belajar Siswa Melalui Penerapan
Metode Penugasan Pada Materi
Pokok Menulis Di Kelas IV SD Negeri
050649 Simpangan Pulau Rambung.
Jurnal SainTech, 6(2).
Lovisia E. 2017. Penerapan Model Make A
Match Pada Pembelajaran Fisika
Kelas X Sma Negeri 2 Lubuklinggau.
Science and Physics Education Journal
1 (1).
Makmur A. 2015. Efektivitas Penggunaan
Metode Base Method Dalam
Meningkatkan Kreativitas Dan
Motivasi Belajar Matematika Siswa
SMP N 10 Padang Sidimpuan. Jurnal
EduTech, 1(1).
Ngalimun. 2014. Strategi Dan Model
Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.
Ngalimun, dkk. 2016. Strategi dan Model
Pembelajaran.Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.
Ngalimun. 2017. Strategi Pendidikan.
Yogyakarta: Paranama Ilmu.
Rohmawati . 2015. Efektivitas Pembelajaran.
Jurnal Pendidikan Usia Dini, 9(1).
Setiawan, Ikhsan Budi. 2017. Respon
Masyarakat Terhadap Pembangunan
Jalan Kereta Api Di Desa Bagan
18
Sinembah Kota Kecamatan Bagan
Sinembah Kabupaten Rokan Hilir.
Jurnal JOM FISIP 4(2).
Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta.
Trianto. 2011. Mendesain Model – Model
Pembelajaran Inovatif-Progresif.
Jakarta: Kencana
Triyono. 2012. Metodologi Penelitian
Pendidikan. Yogyakarta: Ombak.