Upload
dwi-rahma-ramadani-aulia
View
48
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
public private partnership
Citation preview
EFEKTIFITAS PENERAPAN PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DI INDONESIA
Implementation Effectivity of Public Private Partnership in Indonesia
Dwi Rahma Ramadani Aulia (144060006130)1
1Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan 15222, Indonesia
Makalah Diserahkan 23 Februari 2015
Abstrak
Public Private Partnership (PPP) belakangan ini menjadi isu penting dalam
pengembangan infrastruktur di Indonesia. Namun masih adanya kendala menyebabkan
kurang maksimalnya penerapan PPP ini di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui apakah penerapan PPP di Indonesia sudah efektif juga mengetahui kendala apa
saja yang ada sehingga dapat dicari solusinya. Metodologi yang dipakai penulis adalah
studi literatur dari berbagai sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan PPP
masih kurang efektif dilihat dari peringkat Global Competitiveness Report 2014-2015 dalam
pilar infrastruktur dimana Indonesia menduduki peringkat ke-56 dari 144 negara yang ada.
Hal ini berarti bahwa daya saing infrastruktur di Indonesia masih jauh dari
memuaskan.Kendala utama dalam penerapan PPP di Indonesia yaitu: kurang matangnya
persiapan proyek sehingga penawaran tidak dapat direspon dengan baik oleh pasar,faktor
pembebasan lahan yang berlarut-larut, ketidakmampuan investor untuk menggalang
pendanaan sehingga tidak tercapai financial closure, dan risiko proyek yang dianggap
terlalu tinggi untuk dipikul swasta. Rekomendasi yang diberikan adalah pemebentukan PPP
unit yang dapat berkontribusi terhadap keberhasilan Public Private Partnership jika mereka
mampu memenuhi fungsi spesifik yang dirancang untuk memperbaiki kegagalan pemerintah.
Kata Kunci : Kerjasama, Pemerintah, Swasta, Infrastruktur, Pengembangan
1
Abstract
Public Private Partnership (PPP) has recently become an important issue in the
infrastructure development in Indonesia. The purpose of this study was to determine whether
the application of PPP in Indonesia has been effective also knowing what obstacles exist that
can be addressed. The methodology used is the study of literature from various sources. The
results showed that the application of PPP is still less effective which can be seen from the
Global Competitiveness Report 2014-2015 where in the infrastructure pillar Indonesia was
ranked 56th out of 144 countries that exist. This means that the competitiveness of
infrastructure in Indonesia is still far from satisfying. Some of the of PPP Implementation in
Indonesia, are: lack of project preparation so that offers can not be responded well by the
market, land acquisition factor, the inability of investors to raise funding thus not achieved
financial closure and project risks are considered too high to bear by private agency.
Recommendation is to establish PPP units that can contribute to the success of the Public
Private Partnership if they are able to fulfill specific functions that are designed to improve
the government's failure.
Keywords : public, private, partnership, infrastructure, development
JEL Classification : L32, L33
2
Pendahuluan
Pembangunan infrastruktur
memainkan peranan yang amat penting
bagi kemajuan suatu bangsa. Semakin
majunya perekonomian suatu negara,
kebutuhan akan pemenuhan pembangunan
infrastuktur akan semakin mendesak.
Begitupun halnya dengan Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup
konsisten telah menyebabkan tingkat
kebutuhan infrastruktur meningkat.
Menurut data yang didapat penulis dari
berbagai sumber, kebutuhan investasi
senilai Rp1.430 triliun yang diperkirakan
dibutuhkan antara tahun 2010-2014 telah
tumbuh menjadi Rp5.452 triliun dalam
draf Rancana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Jumlah yang cukup fantastis mengingat
nilai belanja APBNP 2015 hanya sebesar
Rp.1.984,1 triliun. Secara kasat mata dapat
kita lihat bahwa alokasi pendanaan
infrastruktur tidak mungkin dapat
tercukupi kalau pemerintah hanya
mengandalkan APBN atau APBD.
Disinilah kebutuhan akan adanya kerja
sama pemerintah swasta atau Public
Private Partnership (PPP) bisa dibilang
cukup mendesak untuk terus digalakkan.
Penerapan PPP di Indonesia
sebenarnya bukanlah hal baru. Sejak tahun
2005 pemerintah Indonesia telah
mendeklarasikan komitmen untuk
mendorong pembangunan infrastruktur
dengan menggunakan skema PPP.
Komitmen ini dideklarasikan dalam
pelaksanaan Infrastructure Summit 2005.
Namun, meskipun telah cukup lama
dijalankan, ternyata masih adanya celah
yang perlu dibenahi dalam penerapannya
di Indonesia. Kesenjangan kepentingan
merupakan salah satu masalah utama
dalam penerapan skema PPP. Pada saat
yang bersamaan, pemerintah dan swasta
dituntut untuk mampu bahu-membahu
mengatasi tantangan yang muncul akibat
adanya perbedaan kepentingan ini. Disaat
pemerintah/sektor publik berusaha
meminimalisasi keseluruhan biaya dan
memastikan pelayanannya bermutu tinggi,
sektor swasta, dengan sifat alaminya tentu
berupaya untuk memaksimalkan
keuntungan.
Berdasarkan latar belakang yang
telah dipaparkan diatas maka rumusan
masalah dari penelitian ini adalah :
1. Sudah efektifkah penerapan skema
Public Private Partnership (PPP)
di Indonesia?
2. Apa saja kendala penerapan PPP di
Indonesia?
Tujuan dari penelitian yang
dituangkan dalam makalah ini adalah
menemukan solusi dari kendala-kendala
yang masih terdapat dalam penerapan PPP
di negara kita. Solusi demi tercapainya
3
efisiensi dan efektifitas penerapan PPP,
sehingga tujuan pemerintah dalam rangka
pembangunan infrastruktur yang nantinya
akan ikut meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di Indonesia dapat terwujud.
Tinjauan Pustaka
Definisi Public Private Partnership
Pada dasarnya, Public Private
Partnership memiliki pengertian yang
beragam sesuai dengan konteks yang
digunakan pada setiap negara. William J.
Parente dari USAID Environmental
Services Program, mendefinisikan Public
Private Partnership sebagai ”an
agreement or contract, between a public
entity and a private party, under which :
(a) private party undertakes government
function for specified period of time, (b)
the private party receives compensation
for performing the function, directly or
indirectly, (c) the private party is liable for
the risks arising from performing the
function and, (d) the public facilities, land
or other resources may be transferred or
made available to the private party.”
Sementara berdasarkan Reference
Guide yang diterbitkan oleh World Bank,
Public Private Partnership didefinisikan
sebagai “long-term contracts between a
private party and a government agency,
for providing a public asset or service, in
which the private party bears significant
risk and management responsibility”.
Namun pada dokumen yang berbeda
World Bank mendefinisikan Public Private
Partnership sebagai “an agreement
between a government and a private firm
under which the private firm delivers an
asset, a service, or both, in return for
payments. These payments are
contingent to some extent on the long-
term quality or other characteristics of
outputs delivered.”
Secara umum dapat dikatakan
bahwa Public Private Partnership (PPP)
merupakan suatu bentuk perjanjian
kerjasama antara pemerintah dengan badan
usaha swasta dalam rangka penyediaan
aset, pelayanan, ataupun keduanya dengan
mendapatkan pembayaran sebagai
imbalannya.
Prinsip Pelaksanaan PPP
Dalam pelaksanaannya Public
Private Partnership dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. adil, berarti seluruh Badan
Usaha yang ikut serta dalam
proses pengadaan harus
memperoleh perlakuan yang
sama;
2. terbuka, berarti seluruh proses
pengadaan bersifat terbuka bagi
Badan Usaha yang memenuhi
4
kualifikasi yang
dipersyaratkan;
3. transparan, berarti semua
ketentuan dan informasi yang
berkaitan dengan Penyediaan
Infrastruktur termasuk syarat
teknis administrasi pemilihan,
tata cara evaluasi, dan
penetapan Badan Usaha
bersifat terbuka bagi seluruh
Badan Usaha serta masyarakat
umumnya;
4. bersaing, berarti pemilihan
Badan Usaha melalui proses
pelelangan;
5. bertanggung-gugat, berarti hasil
pemilihan Badan Usaha harus
dapat dipertanggungjawabkan;
6. saling menguntungkan, berarti
kemitraan dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur
dilakukan berdasarkan
ketentuan dan persyaratan yang
seimbangsehingga memberi
keuntungan bagi kedua belah
pihak dan masyarakat dengan
memperhitungkan kebutuhan
dasar masyarakat
7. saling membutuhkan, berarti
kemitraan dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur
dilakukan berdasarkan
ketentuan dan persyaratan yang
mempertimbangkan kebutuhan
kedua belah pihak;
8. saling mendukung, berarti
kemitraan dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur
dilakukan dengan semangat
saling mengisi dari kedua belah
pihak.
PPP di Indonesia
Sejatinya, awal mula konsep PPP
mulai dipandang sebagai alternatif oleh
pemerintah di Indonesia adalah sejak
proses pembangunan infrastruktur agak
tersendat karena datangnya krisis moneter
pada tahun 1998. Saat itu, Presiden
Soeharto mengeluarkan Keputusan
Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
Swasta dalam Pembangunan dan/atau
Pengelolaan Infrastruktur. Namun
akhirnya, ternyata upaya ini tidak
membuahkan hasil. Terlebih lagi, kondisi
moneter dalam negeri saat itu belum stabil
sehingga terjadi capital flight yang cukup
besar.
Penerapan PPP di Indonesia
secara serius diawali dengan
dideklarasikannya komitmen untuk
mendorong pembangunan infrastruktur
melalui skema PPP dalam pelaksanaan
Infrastructure Summit 2005. Dapat
dikatakan bahwa pada tahun inilah
5
pemerintah Indonesia secara resmi
mengusung skema PPP dalam mendorong
pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Selain karena tak hanya saat itu
dideklarasikan secara formal, pemerintah
juga menindaklanjutinya dengan
pembenahan regulasi baik dalam kerangka
umum maupun reformasi sektoral
pembenahan institusi dan proses bisnisnya
dalam rangka mendukung pelaksanaan
PPP. Selain itu, pemerintah juga
menginisiasi penyediaan fasilitas
pengembangan (Project Development
Facility), dana pembebasan lahan (Land
Acquisition Fund, dan dana penjaminan
infrastruktur (Infrastructure Guarantee
Fund) bagi investor swasta yang terlibat
dalam pembangunan infrastruktur yang
ditawarkan. Pada tahun 2005 ini juga
diterbitkan Perpres 67 Tahun 2005 yang
mengatur skema PPP secara komprehensif
yang kemudian direvisi menjadi Perpres
13 Tahun 2010, lalu menjadi Perpres 56
Tahun 2011 dan revisi terakhir adalah
Perpres 66 tahun 2013.
Pada dasarnya, metode PPP adalah
kesepakatan kontrak jangka panjang antara
pemerintah dengan swasta untuk
pengadaan infrastruktur kepada
masyarakat. Karena konsep dasarnya
adalah kerjasama, maka masing-masing
pihak menanggung bersama atas potensi
risiko yang dapat terjadi dalam proses
pengadaan infrastruktur tersebut. Potensi
risiko yang dihadapi dapat berupa risiko
keuangan dan tanggung jawab serta
jaminan kualitas dari infrastruktur yang
dibangun. Satu hal yang harus
digarisbawahi disini adalah PPP tidak
sama dengan privatisasi. Karena dalam
PPP, institusi pemerintah yang terlibat
dalam kesepakatan kerjasama menguasai
pengaturan dan kepemilikan proyek
infrastruktur yang dibangun. Sedangkan
dalam privatisasi justru sebaliknya, pihak
swasta menguasai dan mengontrol secara
penuh atas proyek yang dijalankan.
Di Indonesia sendiri, terdapat
beberapa jenis proyek infrastruktur yang
akan dan dapat dikerjasamakan dengan
mekanisme Public Private Partnership
meliputi:
a) transportasi (pelabuhan laut, sungai
atau danau, pelabuhan udara,
jaringan rel dan stasiun kereta api)
b) jalan ( jalan tol dan jembatan tol)
c) pengairan (saluran pembawa air
baku)
d) air minum (bangunan pengambilan
air baku, jaringan transmisi,
jaringan distribusi, instalasi
pengolahan air minum)
e) air limbah (instalasi pengolah air
limbah, jaringan pengumpul dan
jaringan utama) serta sarana
6
persampahan (pengangkut dan
tempat pembuangan)
f) telekomunikasi (jaringan
telekomunikasi)
g) ketenagalistrikan (pembangkit,
transmisi, dan distribusi tenaga
listrik)
h) minyak dan gas bumi (pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan,
transmisi atau distribusi migas)
Bentuk Kerjasama PPP
Dalam prakteknya di Asia, terdapat
beberapa bentuk Public Private
Partnership yang dapat dipertimbangkan
untuk diterapkan. Masing-masing bentuk
memiliki karakteristik yang berbeda sesuai
dengan sektor dimana Public Private
Partnership ini akan diterapkan. Bentuk-
bentuk tersebut antara lain adalah:
1. service contracts;
2. management contracts;
3. affermage or lease contracts;
4. build–operate–transfer (BOT) and
similar arrangements;
5. concessions; and
6. joint ventures.
Setiap opsi jenis PPP yang tertera diatas menyiratkan berbagai tingkat tanggung jawab
dan risiko yang harus diperhatikan oleh pihak swasta, bersamaan dengan perbedaan dalam
struktur dan bentuk kontrak seperti yang akan dibahas berikut ini.
7
TABEL 1 : Perbedaan Bentuk-bentuk Kerjasama PPP
Service Contract Management Contract
Lease Contract
Concessions BOT
Ruang Lingkup
Multi kontrak untuk berbagai macam layanan dukungan seperti meter reading, billing, dll.
Manajemen dari keseluruhan operasi atau komponen besar dari suatu operasi.
Tanggung jawab manajemen, operasional dan beberapa pembaruan yang spesifik.
Tanggung jawab untuk semua operasi dan untuk pembiayaan dan pelaksanaan investasi tertentu
Investasi dan pengoperasian komponen utama tertentu, seperti pabrik pengolahan.
Kepemilikan Public Public Public Public/Private Public/Private
Jangka Waktu 1-3 tahun 2–5 tahun 10–15 tahun 25–30 tahun Bervariasi.
Tanggung Jawab Pemeliharaan dan Operasi
Public Private Private Private Private
Penanaman Modal
Public Public Public Private Private
Risiko Komersial
Public Public Shared Private Private
Keseluruhan Tingkat Asumsi Resiko Oleh Swasta
Minimal Minimal/moderate
Moderate High High
Ketentuan kompensasi
Harga unit Fixed fees, biasanya dengan bonus/insentif performa.
Bagian dari pendapatan/ tarif
Semua atau sebagian dari Pendapatan/ tarif
Sebagian besar fixed fees, dengan bagian lain yang bervariasi dilihat dari produksi.
Persaingan Intens dan berkelanjutan
Hanya sekali; kontrak biasanya tidak diperbarui.
Kontrak awal saja; kontrak berikutnya biasanya dinegosiasikan
Kontrak awal saja; kontrak berikutnya biasanya dinegosiasikan
Hanya sekali; kadang negosiasi terjadi tanpa ada kompetisi langsung
Fitur Khusus Berguna sebagai bagian dari strategi untuk meningkatkan efisiensi perusahaan publik; Mempromosikan pengembangan sektor swasta lokal.
Solusi sementara selama persiapan untuk partisipasi swasta lebih intens di masa yang akan datang
Meningkatkan efisiensi operasional dan komersial; Mengembangkan staf lokal
Meningkatkan efisiensi operasional dan komersial; Mengembangkan staf lokal; Memobilisasi pembiayaan investasi;
Mengembangkan staf lokal; Memobilisasi pembiayaan investasi;
8
Masalah dan Tantangan
Membutuhkan kemampuan untuk mengelola beberapa kontrak dan penegakan hukum kontrak yang kuat
Manajemen mungkin tidak memiliki kontrol yang memadai atas elemen kunci, seperti sumber daya anggaran, kebijakan staf, dll
Potensi konflik antara badan publik yang bertanggung jawab untuk investasi dan operator swasta
Bagaimana untuk mengimbangi investasi dan menjamin pemeliharaan yang baik selama 5-10 tahun terakhir kontrak
Tidak serta merta meningkatkan efisiensi operasi yang sedang berlangsung; Mungkin memerlukan jaminan
Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif yang dilakukan dengan
pendekatan studi literatur dan dikaitkan
dengan data-data sekunder yang diambil
dari internet.
Hasil Analisis dan Pembahasan
Peran pemerintah dalam rangka
mendukung penyediaan infrastruktur
melalui skema PPP tak lepas dari
pendekatan proaktif dan evaluasi terus
menerus serta memperkuat kebijakan yang
mendukung kegiatan ini.
Kebijakan yang diberikan
pemerintah diantaranya adalah penyediaan
fasilitas fiskal, seperti:
a) Dana Tanah (The Land Funds)
b) Pembiayaan Infrastruktur (The
Infrastucture Fund)
c) Dana Penjaminan (The Guarantee
Fund)
Pemerintah juga memberikan
dukungan dan jaminan untuk proyek PPP
sebagaimana dituangkan dalam Perpres
Nomor 13 Tahun 2010. Selain itu, melalui
Perpres Nomor 56 Tahun 2011, menteri
keuangan dapat menyetujui pemberian
dukungan pemerintah dalam bentuk
insentif perpajakan dan/atau kontribusi
fiskal dalam bentuk finansial berdasarkan
usulan menteri/kepala lembaga/kepala
daerah.
Namun pada prakteknya, walaupun
berbagai macam fasilitas dan dukungan
telah diberikan pemerintah, proyek-proyek
infrastruktur yang dikerjasamakan dengan
swasta masih banyak yang mengalami
kendala dan efektifitas pelaksanaanya
masih dirasa kurang maksimal.
Menurut hasil pemeringkatan daya
saing antar negara-negara di dunia yang
disajikan dalam Global Competitiveness
Report 2014-2015, Indonesia menduduki
peringkat ke-56 dari 144 negara dalam
pilar infrastruktur. Di antara negara-negara
anggota ASEAN, peringkat Indonesia
masih jauh di bawah Singapura (peringkat
ke-2), Malaysia (peringkat ke-25) dan
9
Thailand (peringkat ke-48), tetapi masih
diatas Vietnam (peringkat ke-81) serta
Filipina dan Kamboja (masing-masing
peringkat ke-91 dan 107).
Dari data peringkat diatas dapat
disimpulkan bahwa kualitas infrastruktur
di Indonesia masih tertinggal di bawah
negara-negara terdekatnya. Walaupun
sejatinya, peringkat daya saing Indonesia
terus meningkat sejak 2011-2012 dimana
Indonesia menduduki peringkat 46 dari
142 negara dan menjadi peringkat 34 dari
144 negara menurut Global
Competitiveness Index 2014-2015 secara
keseluruhan.
Dalam Kajian Good Governance Proyek-
Proyek Infrastruktur yang terdapat dalam
situs
http://www.kemenkeu.go.id/Kajian/kajian-
good-governance-proyek-proyek-
infrastruktur (diakses 22 Februari 2015),
Beberapa contoh proyek infrastruktur dan
permasalahan yang dihadapi dapat dilihat
dalam tabel di bawah ini
TABEL 2: Contoh Proyek Infrastruktur dan Permasalahannya
No. Proyek Permasalahan
1 Jalan Tol Jakarta outer ring
road west 2 (JORR W-2)
Warga mengancam tidak memberikan lahannya untuk
proyek pemerintah, karena proses penetapan harga
dilakukan secara sepihak oleh panitia pengadaan tanah
(P2T) Jakarta Selatan
2 Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi Hambatan pembebasan lahan
3 Water Treatment Plant and
Distribution of Cimahi
Municipal Water Supply
Pembuatan feasibility study terburu-buru, sehingga
proyek dinyatakan gagal dan tidak layak, karena debit air
terlalu kecil
4 Proyek Maros Regency Water
Supply (Sulawesi Selatan)
Tidak diterbitkannya Surat Ijin Pemanfaatan air. Fasilitas
intake dan pipa transmisi yang sudah dibangun dengan
nilai sebesar Rp12 milliar jadi tidak dapat dimanfaatkan
5 Proyek Terminal Terpadu
Karya Jaya Palembang
Proyek masuk dalam daftar negative investasi
10
6 Fast Track Program (FTP)
Tahap I
• Adanya keterlambatan status pendanaan, baik dari
PHLN, APBN maupun APLN sindikasi perbankan
sehingga pembukaan Letter of Credit dan proses
pembayaran terkendala
• Kendala pembebasan lahan baik untuk pembangkit
maupun transmisi sebagai akibat kepemilikan ganda
atas tanah, sehingga lokasi pembangkit terpaksa
digeser dan harus dilakukan penyesuaian desain
kembali
• Panjangnya jalur proses perizinan yang tidak
mempunyai standar waktu yang baku
7 Tol Menuju Bandara
Internasional Kualanamu
• Proyek dianggap tidak feasible, sehingga pada waktu
ditender sepi peminat.
• Kendala pembebabasan lahan baik disebabkan
adanya kepemilikan ganda atas tanah maupun harga
tanah yang diminta masyarakat jauh di atas Nilai Jual
Obyek Pajak (NJOP)
8 Bandara Internasional
Kualanamu
• Operasional Bandara Internasional Kualanamu
terhambat oleh rumitnya pemberian izin IMB City
Check-in Kereta Api.
• Adanya tarik ulur Tirtanadi dan Tirtauli berkenaan
dengan kewenangan dalam menyuplai air.
• Kendala pembebasan lahan jalan utama
(non-tol/arteri) menuju bandara.
9 Tol Trans Sumatera • Tahun 2005 ditenderkan, namun tidak ada yang
berminat karena tidak feasible.
• Tahun 2008 pemerintah menunjuk PT Hutama Karya
untuk menggarap Tol Trans Sumatera
• Pemerintah akan memberikan dukungan agar IRR
proyek meningkat.
10 Tol Semarang-Solo • Proyek ini dikerjakan oleh PT Trans Marga Jawa
11
Tengah.
• Proyek dibagi menjadi 2 tahap yakni tahap pertama
Semarang Bawen (sudah beroperasi) dan tahap kedua
Bawen-Solo (baru dalam tahap pembebasan lahan).
Berdasarkan hasil penelitian studi literatur
yang dilakukan penulis dapat ditarik secara
garis besar bahwa kendala utama dari
kurangnya efektivitas penerapan PPP di
Indonesia umumnya terjadi pada tahap
penyiapan proyek, yang antara lain
disebabkan oleh :
• Penyusunan feasibility study yang
cenderung terburu-buru
• Kurangnya konsultasi publik
• Lemahnya koordinasi antar instansi
• Adanya kepentingan politik
pemimpin daerah
• Lambatnya penerbitan ijin prinsip
dan adanya hambatan regulasi
Contoh-contoh kasus yang
dipaparkan di tabel 2 memiliki potensi
untuk membebani keuangan negara dalam
jangka panjang. Hal ini dapat terjadi
karena beberapa proyek yang gagal
tersebut berhenti di tengah jalan atau
dengan kata lain telah dimulai namun tidak
dapat terselesaikan.
Adapun secara keseluruhan,
permasalahan utama yang dihadapi dalam
penerapan Public Private Partnership di
Indonesia yaitu:
a) Kurang matangnya persiapan proyek
sehingga penawaran tidak dapat
direspon dengan baik oleh pasar
b) Faktor pembebasan lahan yang
berlarut-larut
c) Ketidakmampuan investor untuk
menggalang pendanaan sehingga tidak
tercapai financial closure,
d) Risiko proyek yang dianggap terlalu
tinggi untuk dipikul swasta
Isu lain terkait dengan PPP ini
adalah regulatory environment,
coordination project selection dan project
preparation. Dalam konteks regulatory
environment, investor melihat perlunya
peraturan yang jelas terkait dengan proyek.
Tidak hanya peraturan terkait investasi,
namun juga sektor, khususnya yang
berkaitan dengan hak atas tanah dan
kepemilikan. Dalam konteks coordination,
adanya desentralisasi dalam pengambilan
keputusan dan kurangnya kapasitas dari
pemerintah daerah serta tak jarang adanya
kepentingan politik pemerintah daerah
menciptakan hambatan lain dalam
investasi infrastruktur. Untuk itulah
diperlukan adanya pembagian kewenangan
yang jelas atas berbagai jenis investasi
12
infrastruktur. Selain itu, ada kebutuhan
terkait persiapan fisik lokal, termasuk bank
tanah dan peraturan yang jelas dalam
mengakuisisi lahan.
Dalam hal project selection atau
pemilihan proyek tergantung pada prioritas
pemerintah dan pada tingkat apa dapat
mendukung pasar. Untuk itu pemerintah
dan swasta juga perlu menyadari isu sektor
yang spesifik. Sektor yang berbeda
memiliki dinamika yang berbeda pula dan
struktur proyek mungkin berbeda, dan
yang paling penting apakah kebutuhan
sektor yang spesifik tersebut dapat
menarik investor swasta untuk melakukan
investasi.
Mengenai project preparation atau
persiapan proyek, salah satu hal yang
harus diperhatikan adalah lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan
transaksi. Sebelum ditenderkan,
hendaknya suatu proyek harus dilengkapi
dengan dukungan fasilitas yang terdiri dari
berbagai layanan infrastruktur seperti:
pengacara, pemodal dan lain sebagainya
dalam rangka memperlancar transaksi.
Karena semakin lengkap fasilitas yang
diperlukan tersedia sebelum investor
masuk, maka periode proyek dapat
diperpendek.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Skema Public Private Partnership
tampaknya masih akan menjadi alternatif
utama dalam rangka mengisi gap yang ada
di antara target dan proyeksi pemenuhan
anggaran penyediaan infrastruktur di
Indonesia.
Berdasarkan Rencana Jangka
Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) yang diterbitkan lewat Perpres
Nomor 2 Tahun 2015, kebutuhan investasi
prioritas di sektor infrastruktur mencapai
Rp5.452 triliun dengan proyeksi alokasi
pendanaan yang berdasar dari APBN dan
APBD hanya sekitar 22%. Investasi
tersebut diharapkan menjadi penggerak
pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan
sekitar 6%-8%.
Dengan kendala yang masih ada,
pencapaian target tersebut sepertinya
masih membutuhkan usaha yang lebih
keras dari pemerintah Indonesia.
Dibutuhkan komitmen total dalam
perbaikan efektivitas penerapan PPP ini.
Dalam rangka meningkatkan
efektivitas pengelolaan proyek-proyek
infrastruktur dalam skema kerjasama PPP,
diperlukan adanya PPP unit yang didesain
sesuai permasalahan yang ada. Hal ini
bertujuan untuk mengatasi berbagai
kendala yang ada dalam proyek PPP. Unit
ini nantinya akan menyediakan layanan
yang dibutuhkan pemerintah , melakukan
13
analisis keuangan proyek PPP dan harus
memenuhi standar umum maupun
kebijakan khusus dari pemerintahan. PPP
unit dapat berkontribusi terhadap
keberhasilan Public Private Partnership
jika mereka mampu memenuhi fungsi
spesifik yang dirancang untuk
memperbaiki kegagalan pemerintah. Satu
hal yang juga tak kalah penting adalah
peletakan sumber daya manusia yang
kompeten dan berintegritas dalam setiap
bagian yang berhubungan dengan proyek
kerjasama pemerintah dengan swasta ini.
Sumber daya manusia yang kompeten
akan membawa kelancaran dalam sebuah
proyek, dan SDM yang berintegritas akan
memastikan proyek berjalan sebagaimana
mestinya tanpa adanya penyimpangan-
penyimpangan yang dapat menyebabkan
kerugian negara.
Daftar Pustaka
Asian Development Bank. Public-Private Partnership Handbook. Manila: Asian
Development Bank
Bappenas. (2013). Public-Private Partnerships (Infrastructure Projects Plan in Indonesia)
2013. Jakarta: Bappenas
Kajian Good Governance Proyek-Proyek Infrastruktur. (2014) Diakses pada 22 Februari
2015, dari http://www.kemenkeu.go.id/Kajian/kajian-good-governance-proyek-
proyek-infrastruktur
Kebutuhan Investasi Infrastruktur Prioritas 2015-2019 Capai Rp5.452 Triliun. Diakses pada
21 Februari 2015 dari http://www.bakrieglobal.com/news/read/3677/Kebutuhan-
Investasi-Infrastruktur-Prioritas-2015-2019-Capai-Rp-5.452-Triliun
Putra, Arif Kelana. (2013) Sejarah dan Perkembangan Public Private Partnership (PPP) di
Indonesia. Diakses pada 20 Februari 2015 dari
http://arifkelana.blogspot.com/2013/05/sejarah-dan-perkembangan-public-
private.html
Schwab, Klaus. (2014). The Global Competitiveness Report 2014-2015. Geneva: World
Economic Forum
14
The World Bank. (2007). Public-Private Partnership Units. Washington: The World Bank
Utama, Dwinanta. (2010). Prinsip dan Strategi Penerapan Public Private Partnership dalam
Penyediaan Infrastruktur Transportasi, Working Paper di Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian
15
16