8
Efektivitas Perlakuan Priming dan Pendugaan Mutu Fisiologis (M. Zanzibar) 91 EFEKTIVITAS PERLAKUAN PRIMING DAN METODE PENDUGAAN MUTU FISIOLOGIS SECARA CEPAT PADA BENIH TUSAM (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Effectiveness of Priming Treatment and Rapid Estimation Method of Physiological Quality of Tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Seed Muhammad Zanzibar Balai Penelitian Teknologi Perbenihan, Bogor. Jl. Pakuan Ciheuleut PO Box 105, Bogor – 16001 e-mail: [email protected] Diajukan: 21 Maret 2011, Dinilaikan: 29 Maret 2011, Diterima: 4 Juli 2011 Abstrak Prinsip priming adalah mengaktifkan sumber daya internal dan sumber daya eksternal dalam memaksimumkan pertumbuhan kecambah melalui laju pengaturan penyerapan air oleh embrio. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efektivitas perlakuan priming dalam meningkatkan mutu fisiologis dan metode pendugaan mutu fisiologis benih tusam secara cepat berdasarkan konduktivitas elektrik. Rancangan percobaan menggunakan acak lengkap faktorial 3 x 7 dengan empat ulangan. Perlakuan terdiri dari dua faktor, yaitu periode simpan (3 taraf) dan priming (7 taraf). Benih segar dan yang telah disimpan selama 3 dan 6 bulan, diberi perlakuan priming, yaitu hidrasi – dehidrasi dengan H2O, PEG (Ψ = -0.5 dan - 1.0 Mpa), KNO3 (Ψ = – 0.5 dan – 1.0 Mpa) dan abu gosok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih tusam cepat mengalami kemunduran bila disimpan pada suhu kamar. Secara umum, penerapan priming yang tepat dapat menghasilkan perkecambahan yang optimal pada semua tingkat mutu benih. Priming yang paling efektif ditunjukkan oleh perlakuan hidrasi-dehidrasi yang dapat meningkatkan daya berkecambah dan laju perkecambahan hampir dua kali lipat daripada kontrol, yaitu masing- masing 24% dan 2,49%/etmal. Perlakuan hidrasi-dehidrasi dapat diusulkan untuk divalidasi lebih jauh dengan metode yang telah umum diterima sebelum ditetapkan sebagai perlakuan standar penanganan benih sebelum dikecambahkan. Nilai konduktivitas berkorelasi tinggi terhadap daya berkecambah dan kecepatan tumbuh sehingga berpotensi digunakan untuk pendugaan mutu fisiologis benih secara cepat. Persamaan dugaan daya berkecambah, adalah (DB) = -114.7x + 89.87, R2 = 0.95, sedangkan kecepatan tumbuh (Kct) = -9.644x + 7.404, R2 = 0.829, x = nilai konduktivitas elektrik. Kata kunci: benih, konduktivitas, mutu, priming, tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Abstract The principle of priming is to activate the internal and external resources for maximizing seedling growth by regulating water absortion of embryo. The study was conducted to evaluate effectiveness of priming treatment increasing physiological quality and rapid method for estimating tusam seed quality based on electrical conductivity. The experimental use a 3 x 7 x 4 factorial completely randomized design. Two factors were three levels of storage periods and seven levels of priming treatments. Fresh seeds (0 month), 3, and 6 months stored seed were treated by corresponding priming treatments, namely hydration - dehydration with H2O, PEG (Ψ = -0.5 and -1.0 MPa), KNO3 (Ψ = - 0.5 and - 1.0 MPa) and ash. The results revealed that rapid seed deterioration took place in the seeds stored at ambient room. In general, the application of appropriate priming increased seed germination percentage at any level of seed quality. The most effective priming was shown by hydration - dehydration treatment which increased germination percentage and growth rate by almost twice higher than those of control, i.e. 24% and 2.49%/etmal, respectively. Hydration - dehydration treatment can be proposed to be validated further in accordance to acceptable method before it is recommended as a standard seed treatment before planting. Conductivity values highly correlated to the germination and growth rates that could potentially be used for rapid estimation of physiological tusam seed quality. The equation of germination capacity was (GP) = - 114.7 x + 89.87, R2 = 0.95 while the germination rate was (GR) = -9.644 x + 7.404, R2 = 0829, x = electrical conductivity. Keywords: seed, conductivity, quality, priming, tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) 1. PENDAHULUAN Penyimpanan benih tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) pada suhu rendah (– 32 o C hingga 0 o C) selama tujuh (7) tahun menampilkan tingkat kehilangan viabilitas sangat kecil yaitu berkisar antara 0% – 2% (Justice dan Bass, 2002), namun jika disimpan pada suhu kamar (25 o C 27 o C) selama 3 minggu kehilangan viabilitas berlangsung sangat cepat, yaitu sekitar 10% (Kartiko, 1986). Daya simpan relatif benih sangat dipengaruhi oleh karakter, penyimpanan sementara, genetik dan kondisi atmosfir penyimpanan (Bonner et al., 1994). Permasalahan pengadaan bibit tusam adalah rendahnya mutu fisiologis benih yang digunakan. Mulai dari unit pengolahan benih (UPB) hingga

EFEKTIVITAS PERLAKUAN PRIMING DAN METODE …

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EFEKTIVITAS PERLAKUAN PRIMING DAN METODE …

Efektivitas Perlakuan Priming dan Pendugaan Mutu Fisiologis (M. Zanzibar)

91

EFEKTIVITAS PERLAKUAN PRIMING DAN METODE PENDUGAAN MUTU FISIOLOGISSECARA CEPAT PADA BENIH TUSAM (Pinus merkusii Jungh et de Vriese)

Effectiveness of Priming Treatment and Rapid Estimation Method of PhysiologicalQuality of Tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Seed

Muhammad ZanzibarBalai Penelitian Teknologi Perbenihan, Bogor. Jl. Pakuan Ciheuleut PO Box 105, Bogor – 16001

e-mail: [email protected]

Diajukan: 21 Maret 2011, Dinilaikan: 29 Maret 2011, Diterima: 4 Juli 2011

Abstrak

Prinsip priming adalah mengaktifkan sumber daya internal dan sumber daya eksternal dalam memaksimumkanpertumbuhan kecambah melalui laju pengaturan penyerapan air oleh embrio. Penelitian ini bertujuanmengevaluasi efektivitas perlakuan priming dalam meningkatkan mutu fisiologis dan metode pendugaan mutufisiologis benih tusam secara cepat berdasarkan konduktivitas elektrik. Rancangan percobaan menggunakanacak lengkap faktorial 3 x 7 dengan empat ulangan. Perlakuan terdiri dari dua faktor, yaitu periode simpan (3taraf) dan priming (7 taraf). Benih segar dan yang telah disimpan selama 3 dan 6 bulan, diberi perlakuan priming,yaitu hidrasi – dehidrasi dengan H2O, PEG (Ψ = -0.5 dan - 1.0 Mpa), KNO3 (Ψ = – 0.5 dan – 1.0 Mpa) dan abugosok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih tusam cepat mengalami kemunduran bila disimpan pada suhukamar. Secara umum, penerapan priming yang tepat dapat menghasilkan perkecambahan yang optimal padasemua tingkat mutu benih. Priming yang paling efektif ditunjukkan oleh perlakuan hidrasi-dehidrasi yang dapatmeningkatkan daya berkecambah dan laju perkecambahan hampir dua kali lipat daripada kontrol, yaitu masing-masing 24% dan 2,49%/etmal. Perlakuan hidrasi-dehidrasi dapat diusulkan untuk divalidasi lebih jauh denganmetode yang telah umum diterima sebelum ditetapkan sebagai perlakuan standar penanganan benih sebelumdikecambahkan. Nilai konduktivitas berkorelasi tinggi terhadap daya berkecambah dan kecepatan tumbuhsehingga berpotensi digunakan untuk pendugaan mutu fisiologis benih secara cepat. Persamaan dugaan dayaberkecambah, adalah (DB) = -114.7x + 89.87, R2 = 0.95, sedangkan kecepatan tumbuh (Kct) = -9.644x + 7.404,R2 = 0.829, x = nilai konduktivitas elektrik.Kata kunci: benih, konduktivitas, mutu, priming, tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese)

Abstract

The principle of priming is to activate the internal and external resources for maximizing seedling growth byregulating water absortion of embryo. The study was conducted to evaluate effectiveness of priming treatmentincreasing physiological quality and rapid method for estimating tusam seed quality based on electricalconductivity. The experimental use a 3 x 7 x 4 factorial completely randomized design. Two factors were threelevels of storage periods and seven levels of priming treatments. Fresh seeds (0 month), 3, and 6 months storedseed were treated by corresponding priming treatments, namely hydration - dehydration with H2O, PEG (Ψ = -0.5and -1.0 MPa), KNO3 (Ψ = - 0.5 and - 1.0 MPa) and ash. The results revealed that rapid seed deterioration tookplace in the seeds stored at ambient room. In general, the application of appropriate priming increased seedgermination percentage at any level of seed quality. The most effective priming was shown by hydration -dehydration treatment which increased germination percentage and growth rate by almost twice higher than thoseof control, i.e. 24% and 2.49%/etmal, respectively. Hydration - dehydration treatment can be proposed to bevalidated further in accordance to acceptable method before it is recommended as a standard seed treatmentbefore planting. Conductivity values highly correlated to the germination and growth rates that could potentially beused for rapid estimation of physiological tusam seed quality. The equation of germination capacity was (GP) = -114.7 x + 89.87, R2 = 0.95 while the germination rate was (GR) = -9.644 x + 7.404, R2 = 0829, x = electricalconductivity.Keywords: seed, conductivity, quality, priming, tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese)

1. PENDAHULUAN

Penyimpanan benih tusam (Pinus merkusiiJungh et de Vriese) pada suhu rendah (– 32 oChingga 0 oC) selama tujuh (7) tahunmenampilkan tingkat kehilangan viabilitas sangatkecil yaitu berkisar antara 0% – 2% (Justice danBass, 2002), namun jika disimpan pada suhu

kamar (25 oC – 27 oC) selama 3 minggukehilangan viabilitas berlangsung sangat cepat,yaitu sekitar 10% (Kartiko, 1986). Daya simpanrelatif benih sangat dipengaruhi oleh karakter,penyimpanan sementara, genetik dan kondisiatmosfir penyimpanan (Bonner et al., 1994).Permasalahan pengadaan bibit tusam adalahrendahnya mutu fisiologis benih yang digunakan.Mulai dari unit pengolahan benih (UPB) hingga

Page 2: EFEKTIVITAS PERLAKUAN PRIMING DAN METODE …

Jurnal Standardisasi Vol. 13, No. 2 Tahun 2011: 90 - 97

92

diterima oleh petugas persemaian dibutuhkanwaktu antara 14 hari - 24 hari. Selamatransportasi, benih mendapatkan cekaman suhudan kelembaban sehingga memacumetabolisme. Selain itu, benih yang diterimatidak segera ditangani, namun dibiarkanbeberapa lama dalam kemasan padahalseharusnya segera dilakukan pengkondisian pratanam, seperti penyesuaian kadar air,pemeriksaan kondisi fisik dan perlakuan lainnya(Sagala, 1990; Schmidt, 2002).

Benih bermutu fisiologis unggul adalahbenih yang memiliki viabilitas potensial dan vigoryang tinggi, berkadar air yang tepat, misalnyabenih berkarakter ortodoks dan rekalsitran,masing-masing diantara 4% – 8% dan 20% –50% (tergantung jenis) serta tidak terkontaminasihama dan penyakit, baik selama disimpanmaupun sesudah ditanam (Balai TeknologiPerbenihan, 1998). Salah satu carameningkatkan mutu fisiologis benih adalahpenerapan priming, utamanya pada benihbervigoritas rendah hingga sedang. Prinsippriming adalah mengaktifkan sumber daya yangdimiliki benih (internal) dan sumber daya dariluar (eksternal). Sumber daya internal dapatberupa tingkat viabilitas, vigor kekuatan tumbuh,vigor daya simpan serta bahan-bahanpembentuk benih lainnya, sedangkan sumberdaya eksternal berupa kondisi perkecambahanoptimum (air, oksigen, media, cahaya) yangsecara bersama-sama berfungsimemaksimumkan pertumbuhan. Perlakuanpriming yang tepat akan mengendalikan lajukebutuhan air benih selama perkecambahanserta memacu laju metabolisme. Keadaan inimemungkinkan fase aktivitas berlangsung lama(Bailly et al., 1998). Tekanan cairan padapenerapan priming dikurangi oleh larutan darisenyawa berbobot molekul tinggi (gula, garam,polyethileneglicol, potasium nitrate, mannitol)atau medium padat (serbuk gergaji, abu dapur)yang memiliki potensi osmotik rendah dan ataupotensi matrik yang dapat diabaikan (Parera danCantliffe, 1994). Beberapa hasil penelitianpriming pada benih tanaman hutanmengindikasikan bahwa perlakuan priming yangtepat akan memacu pertumbuhan kecambah danbibit, mematahkan dormansi, serta mengurangikematian kecambah muda (Risdianto, et al,-,1997; Zanzibar dan Mokodompit, 2007; Zanzibaret al.-, 2009; Zanzibar, 2010).

Mutu fisiologis benih dapat diketahuimelalui serangkaian pengujian. Pengujian mutubenih secara cepat, praktis serta obyektif saat inisangat dibutuhkan pengguna. Jika informasitersebut diperoleh melalui prosesperkecambahan (metode langsung) maka

membutuhkan waktu yang relatif lama. Metodeuji cepat merupakan uji tidak langsungdidasarkan pada proses metabolisme benihpada sel/jaringan serta kondisi fisik. Secaraumum uji cepat memiliki dua tujuan (Willan,1985), yaitu (a) menentukan secara cepat mutubenih khususnya benih yang berkecambahlambat atau menunjukkan dormansi di bawahperkecambahan normal, (b) menentukanviabilitas potensial dari suatu kelompok benih.Menurut Zanzibar (2010), beberapa metode ujicepat yang dapat diaplikasikan pada beberapabenih tanaman hutan adalah uji tetrazolium,hidrogen peroksida, eksisi embrio, belah, dankonduktivitas elektrik.

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasiefektivitas perlakuan priming dalammeningkatkan mutu fisiologis dan metodependugaan mutu fisiologis benih tusam secaracepat berdasarkan konduktivitas elektrik.

2. BAHAN DAN METODE

Benih tusam diperoleh dari kebun benih semai(KBS) Cijambu – Kabupaten Sumedang. Benihberkadar air 8% – 10% diseleksi dengan caramemilih benih bernas dan tidak keriput agardiperoleh vigor awal yang seragam. Penelitian inidilakukan pada bulan Maret – Oktober 2007 dilaboratorium Balai Penelitian TeknologiPerbenihan Kehutanan, Bogor. Benih hasilseleksi direndam dalam fungisida (bahan aktif:benomil 40%) sebanyak 0,1 gram/1000 liter H2O,selama 10 menit kemudian dijemur selama 2(dua) hari hingga kadar air awal dicapai kembali.Benih kemudian dikemas dalam wadah plastikuntuk disimpan selama 3 bulan dan 6 bulan padakondisi lingkungan (t = 25 oC - 27 oC, RH = 80% -90%). Benih segar dan yang telah disimpankemudian di priming melalui 3 (tiga) cara, yaitu(a) satu perlakuan dengan alterasi hidrasidengan H2O selama 12 jam diikuti dengandehidrasi atau dikeringkan selama 24 jam,perlakuan yang sama diulang 2 kali, (b) duaperlakuan dengan merendam benih dalamlarutan PEG 6000 pada potensi osmotik larutan

= - 0.5 dan -1.0 Mpa (1 bar = 10-1 Mpa).Formula PEG 6000 dihitung berdasarkan rumusMichel (1988). Perbandingan antara jumlahbenih dan larutan adalah 1 : 3 (v/v), direndamselama 3 hari, (c) dua perlakuan perendamandalam larutan KNO3; potensi osmotik,perbandingan antara jumlah benih dan larutanserta lama perendaman sama dengan perlakuan(c). Formula KNO3 dihitung berdasarkan rumusVant Holff dalam Wilkins (1990), (d) satuperlakuan dengan mencampur benih dengan

Page 3: EFEKTIVITAS PERLAKUAN PRIMING DAN METODE …

Efektivitas Perlakuan Priming dan Pendugaan Mutu Fisiologis (M. Zanzibar)

93

matriks abu gosok dengan perbandingan antaraabu gosok, benih dan air sebesar 0,4 : 1 : 1 (v/v)selama 3 hari (Zanzibar, 2010).

Setiap 4 jam benih diaduk rata selama 3menit. Benih kemudian dicuci bersih dengan airmengalir selama 3 menit - 4 menit lalu dijemurkembali selama 2 hari – 3 hari (Kadar air = 10%– 12%). Sebelum dikecambahkan, dilakukanpengukuran konduktivitas elektrik menggunakanalat pengukur konduktivitas type HANNA - 01Adengan terlebih dahulu merendam benih yangakan diukur konduktivitas elektriknya dalam 40ml akuabides dan diinkubasi selama 24 jam (27oC - 30 oC, RH > 90%). Metode pengukurankonduktivitas berdasarkan Zanzibar (1997).Perkecambahan dilakukan di atas kertas merangdalam germinator tipe IPB 73-1. Pengamatanperkecambahan dimulai pada hari ke 9 dandiakhiri hari ke 21. Kriteria kecambah normaladalah bila kecambah telah mencapai minimal 2kali panjang benih serta tidak terseranghama/penyakit (Ditjen RLPS, 2007).

Percobaan ini disusun mengikutirancangan acak lengkap (RAL) dengan duafaktor. Faktor pertama adalah lamapenyimpanan, yang terdiri dari 3 taraf, yaitu (a1)= 0 bulan, (a2) = 3 bulan, dan (a3) = 6 bulan, danfaktor kedua adalah perlakuan priming, terdiridari 7 taraf, yaitu: (b1) = tanpa perlakuan, (b2) =hidrasi dehidrasi, (b3) = PEG - 0.5 Mpa, (b4) =PEG – 1.0 Mpa, (b5) = KNO3 - 0.5 Mpa, (b6)= KNO3 - 1.0 Mpa dan (b7) = abu gosok.Dalam percobaan ini terdapat 21 kombinasiperlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang 4kali, dengan ukuran unit percobaan masing-masing terdiri dari 50 butir benih tusam. Peubahyang diamati adalah mutu fisiologis, terdiri daridaya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh(Kct) dan konduktivitas elektrik (Nkond.). Rumusumum masing-masing peubah sebagai berikut:

keterangan:DB = daya berkecambahKN = kecambah normalJB = jumlah benih yang dikecambahkan

keterangan:KCt = kecepatan tumbuh

N1, 2, ..a = pertambahan persenkecambah normal pada waktu W1, 2,…..aW1,2,……... a = jumlah waktu dari saat tanamsampai dengan saat pengamatan ke 1, 2…..a

Keterangan:Nkond = nilai konduktivitas aktualNcb = nilai konduktivitas cairan benih ujiNct = nilai konduktivitas cairan tanpa benihB = berat benih (gram)µ Sg-1 = mikrosiemens per gram (satuan)

Keeratan hubungan antara nilaikonduktivitas dengan masing-masing peubahmutu (daya berkecambah dan kecepatantumbuh) dievaluasi dengan menggunakananalisis regresi dengan persamaan matematissebagai berikut:

Keterangan:Yi = daya berkecambah (%)/kecepatantumbuh aktual (%/etmal)ß0 = konstantaß1 = koefisien regresi

= galatX = konduktivitas elektrik (m Sg -1)Kenormalan distribusi frekuensi data diujidengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov(2003) dalam Stanislus (2006). Analisis datamenggunakan program SAS (1985).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data terlebih dahulu ditransformasi dengan Ln (x+ 100). Hasil uji kenormalan data transformasiterhadap DB, Kct dan Nkond mempunyai nilai phit,masing-masing 0.219, 0.367 dan 0.919 (p>0.01).Hal ini berarti data semua peubah memilikidistribusi frekuensi yang normal. Hasil analisiskeragaman pengaruh periode simpan danperlakuan priming menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan dan interaksinya berbedasangat nyata pada semua peubah yang diamati.Hasil uji beda Duncan dari pengaruh interaksimasing-masing peubah disajikan pada Tabel 1.

Page 4: EFEKTIVITAS PERLAKUAN PRIMING DAN METODE …

Jurnal Standardisasi Vol. 13, No. 2 Tahun 2011: 90 - 97

94

Tabel 1 Uji Beda Duncan Nilai Daya Berkecambah, Kecepatan Tumbuh dan Konduktivitas Elektrikpada Berbagai Perlakuan Priming dan Periode Simpan Benih Tusam

PerlakuanDaya berkecambah (%) Kecepatan tumbuh

(%/etmal)Konduktivitas elektrik

(m Sg -1)Periode simpan (bulan) Periode simpan (bulan) Periode simpan (bulan)

0 3 6 0 3 6 0 3 6Tanpa perlakuan 90.00 58.00 39.00 9.05 4.93 2.60 0.056 0.221 0.337

ab e h c f ij jk gh efHidrasi-dehidrasi 95.00 79.50 63.00 11.90 6.80 5.09 0.020 0.175 0.192

a c de a e f k ij hiPEG - 0.5 Mpa 93.00 33.00 23.00 8.83 2.30 1.45 0.048 0.439 0.565

a h i d j k k d cPEG – 1.0 Mpa 85.00 46.50 23.50 8.28 3.02 1.39 0.088 0.326 0.552

bc fg i d ij k jk ef cKNO3 - 0.5Mpa

36.5 0.0 0.00 3.35 0.00 0.00 0.370 0.858 0.788h j j hi e ab b

KNO3 – 1.0Mpa

45.00 0.0 0.00 4.81 0.00 0.00 0.331 0.892 0.789g j j fg ef a b

Matriks abu gosok 94.5 67.50 51.50 10.47 5.12 4.12 0.041 0.209 0.267a d f b f gh k gh fg

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing peubah tidak berbeda nyata padaselang kepercayaan 99 %. a > b> c > d > dstnya

Penyimpanan benih tusam pada suhu kamarsangat mempercepat laju kemunduran. Hinggaakhir periode simpan (bulan ke-6), nilai DB danKct, masing-masing menurun sebesar 51% dan7.05%/etmal, atau kehilangan lebih dari separuhmutu benih awal (segar). Berdasarkankarakternya, benih ortodoks dapatdikelompokkan menjadi ortodoks (ortodox) danortodoks tinggi (true ortodox). Benih berwatakortodoks hanya dapat disimpan lama pada suhudan kelembaban rendah (4 oC – 8 oC, RH.<60%), sedangkan ortodoks tinggi, selain kondisipenyimpanan yang ideal tersebut dapat puladisimpan pada kondisi atmosfer yang kurangmenguntungkan, misalnya pada suhu kamar(Bonner et al., 1996; Justice dan Bass, 2002).Berdasarkan klasifikasi ini maka benih tusamtermasuk kategori ortodoks.

Komposisi kimiawi benih Pinus sppdidominasi oleh protein, yaitu lebih kurang 40%(Durzan dan Chalupa, 1968). Laju kemunduran

benih yang cepat disebabkan oleh tingginyakadar lemak (oily seed) terutama bila kandunganasam lemak tak jenuhnya tinggi. Proses oksidasiyang terjadi selama penyimpanan dapatmemutuskan ikatan rangkap dari asam lemak takjenuh sehingga menghasilkan radikel-radikelbebas yang dapat bereaksi dengan lipida lainnyamenyebabkan rusaknya struktur membran sel.Percepatan kemunduran kemudian pada benihberprotein (protein seed) dan benihberkarbohidrat (starchy seed)( Justice dan Bass,2002). Selain komposisi bahan kimia, vigor dayasimpan relatif antar benih ortodoks juga sangatdipengaruhi oleh struktur kulit (testa); kulit benihtusam sangat tipis dan mudah rusak. Pada kulitbenih yang berkhitin, liat dan keras akan bersifatimpermeabel terhadap air dan udara, misalnyabenih Famili Leguminosae dapat disimpan lama(lebih 30 tahun) pada suhu kamar (Schmidt,2002 ; Zanzibar, 2003).

Page 5: EFEKTIVITAS PERLAKUAN PRIMING DAN METODE …

Efektivitas Perlakuan Priming dan Pendugaan Mutu Fisiologis (M. Zanzibar)

95

Gambar 1 Penampilan Kecambah Tusam pada Hari ke 12 di atas Kerang Merang Setelah BenihDisimpan 6 Bulan pada Suhu Kamar.

Ket: (a) Tanpa Perlakuan; (b) priming dengan hidrasi-dehidrasi

Gambar 2 Kecenderungan Perbedaan Pengaruh Perlakuan Priming pada Berbagai Periode Simpanterhadap Perkecambahan Benih Tusam

Priming pada benih segar juga dapatditingkatkan mutunya dengan perlakuan hidrasi-dehidrasi maupun matriks abu gosok, sedangkanpenggunaan KNO3 atau PEG berpengaruhburuk. Kemungkinan PEG dan KNO3 bersifattoksik, meskipun tekanan yang diberikan ( p = -0.5 Mpa – 1.0 Mpa) masih dalam kisarantekanan osmotik ideal ( 0.0 Mpa – 2.0 Mpa),yaitu tekanan osmotik perkecambahan benihyang tidak mengalami gejala dormansi. Benihdorman, tekanan osmotiknya (Ψd) berkisarantara -350 Mpa - 50 Mpa (Bradford, 1995;Leubner, 2006). Demikian halnya, benih bermutufisiologis rendah (benih yang disimpan selama 6bulan), perlakuan hidrasi-dehidrasi efektifmemperbaiki mutu dengan pertambahan palingbesar; meningkatan nilai DB dan Kct, masing-masing sebesar 24% dan 2,49%/etmal, bahkannilai tersebut setara dibandingkan denganpenyimpanan bulan ke-3 pada benih tanpaperlakuan. Penampilan kecambah dankecenderungan pengaruh perlakuan primingdapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

Tanggap benih tusam terhadapperlakuan hidrasi-dehidrasi sangat baik serta

dapat diterapkan pada benih bermutu rendahhingga tinggi. Hasil penelitian ini perlumendapatkan penekanan bahwa perlakuanpriming mutlak dilakukan sebelum benihdikecambahkan. Perendaman dalam H2O(hydration) hingga benih menjadi jenuhkemudian dikeringkan (dehydration) beberapasaat secara berulang merupakan mekanismepenyembuhan diri akibat kemunduran secaraalami atau kerusakan fisik selama penanganan(Zanzibar, 2010). Perlakuan dapat memperbaikikerusakan struktur membran sel sehinggamenghambat kebocoran elektrolit-elektrolit(Halder dan Gupta, 1980) yang dalam penelitianini ditunjukkan oleh rendahnya nilaikonduktivitas. Selanjutnya, benih priming dapatditingkatkan lagi mutunya dengan cara seleksiberdasarkan laju penyerapan dan pelepasan air(Zanzibar, 2008; Vozzo, 1996). Kelompok mutuyang sama, relatif menghasilkan perkecambahanseragam sehingga memudahkan danmeningkatkan keberhasilan pengadaan bibitserta mengatasi keluhan petugas persemaianterhadap rendahnya mutu benih edar yangdigunakan. Menurut Nascimento dan de Aragao(1994) bahwa hasil maksimal dari penerapan

Page 6: EFEKTIVITAS PERLAKUAN PRIMING DAN METODE …

Jurnal Standardisasi Vol. 13, No. 2 Tahun 2011: 90 - 97

96

priming dapat diperoleh bila keragaman kondisiawal benih dapat diatasi, benih responsif danmemiliki toleransi luas terhadap perlakuan yangditerapkan. Berdasarkan nilai konduktivitasdiperoleh model pendugaan peubah mutu,masing-masing sebagai berikut:DB = -114.7 x + 89.87, R2 = 0.950 dan Kct = -9.644 x + 7.404, R2 = 0.829x = nilai konduktivitas elektrik (Gambar 3).

Hasil penelitian Zanzibar (2008) padajenis yang sama diperoleh koefisien determinasiyang rendah (R2 = 0.553). Tingginya koefisiendeterminasi pada penelitian ini didugadisebabkan oleh penyempurnaan prosespengujian, melalui pemberian fungisida untuksterilisasi jamur terbawa benih, pencucian yangberulang-ulang (6 kali) untuk mengurangikandungan bahan organik mati sertapenyeragaman kadar air benih uji (10% - 12%)melalui pengeringan bertahap pada suhu kamar;keragaman relatif antar satuan percobaanmampu dikurangi pada tingkat yang minimum.Korelasi tinggi berimplikasi bahwa modelberpotensi digunakan untuk menduga mutubenih tusam secara cepat dan akurat. Namun,sebelum diaplikasikan secara luas, pembuatan

model perlu mempertimbangkan keterwakilankelompok benih uji, yaitu diperoleh dari beberapasumber serta keragaman mutu yang tinggi (muturendah hingga tinggi) sehingga memilikiketerandalan yang signifikansi. Hasil penelitianuji cepat berdasarkan konduktivitas elektrik padabeberapa jenis tanaman kehutanan jugamenunjukkan hasil serupa, misalnya pada jenissengon (R2 = 0.67), sengon buto (R2 = 0.84),balsa (R2 = 0.83) (Nugroho, 1998; Sitepu, 1998).Hasil uji mutu benih tusam berdasarkan metodeini dapat diperoleh kurang dari 48 jam (2 hari),sedangkan uji perkecambahan langsung yangmerupakan uji resmi membutuhkan waktu relatiflama (21 hari) (Ditjen RLPS, 2007). Selain itu, ujikonduktivitas memiliki beberapa keuntungan,antara lain tidak merusak, benih dapat langsungdikecambahkan atau dikeringkan untukkemudian disimpan kembali (Zanzibar, 1996).Sel-sel atau fungsi jaringan yang baik (kompak)mengindikasikan bahwa benih tersebut bervigortinggi, namun pada benih bervigor rendah hinggasedang telah terjadi kerusakan membran,konduktivitas elektrik akan keluar atau bocorselama perendaman (Bonner dan Vozzo, 1982).

Gambar 3 Hubungan Nilai Konduktivitas Terhadap Daya Berkecambah (A) dan Kecepatan Tumbuh(B) Benih Tusam

Selang konduktivitas yang sempit pada Pinus spdi daerah temperate diperoleh pada Pinuspalustri Mill (5 – 11 µ Sg-1), sedangkan selangyang lebar pada Pinus strobulus L (6 – 40 µ Sg-

1)(Bonner dan Vozzo, 1986). Berdasarkanperbandingan ini, maka benih tusam memilikiselang yang sangat sempit (0.020 – 0.892 µSg1);peningkatan nilai konduktivitas elektrik,

meskipun dalam jumlah yang sangat kecilberimplikasi terhadap penurunan mutu fisiologiskelompok benih secara signifikansi. Fenomenaini mengindikasikan bahwa klasifikasi mutu perludibuat secara teliti, misalnya pada benih tusamterdiri dari 4 (empat) kelompok mutu, yaitusangat rendah, rendah, sedang dan tinggi (Tabel3).

Page 7: EFEKTIVITAS PERLAKUAN PRIMING DAN METODE …

Efektivitas Perlakuan Priming dan Pendugaan Mutu Fisiologis (M. Zanzibar)

97

Tabel 3 Klasifikasi Mutu Benih Tusam Berdasarkan Nilai Konduktivitas ElektrikKlasifikasi Mutu Daya Berkecambah (%) Nilai Konduktivitas (µsg-1)*

Tinggi 86 - 100 0.080 - 0.042Sedang 65 - 85 0.210 hingga > 0.080Rendah 40 - 64 0.43 hingga > 0.210

Sangat rendah < 40 > 0.43Keterangan: * = terhadap 50 butir benih dalam 40 ml akuabides.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KesimpulanPenelitian ini menyimpulkan hal-hal sebagaiberikut:a. Kemunduran benih tusam berlangsung

cepat bila disimpan pada suhu kamar.b. Perlakuan priming dapat diterapkan pada

semua tingkat mutu (rendah - tinggi).Priming dengan hidrasi-dehidrasimerupakan perlakuan paling efektif untukmeningkatkan mutu fisiologis.

c. Nilai konduktivitas berkorelasi tinggiterhadap peubah daya berkecambah dankecepatan tumbuh sehingga berpotensidigunakan untuk menduga mutu fisiologisbenih tusam secara cepat. Klasifikasi mutubenih tusam berdasarkan nilaikonduktivitas, terdiri dari sangat rendah,rendah, sedang dan tinggi.

4.2 SaranSaran yang diberikan berdasarkan hasilpenelitian ini antara lain:a. Selama masa konservasi (transportasi dan

penyimpanan), benih tusam harus selaludisimpan pada suhu dan kelembabanrendah.

b. Priming dengan cara hidrasi-dehidrasidapat diusulkan untuk divalidasi lebihlanjut dengan metode yang sesuaisebelum direkomendasikan menjadiperlakuan standar penanganan benihtusam sebelum dikecambahkan.

c. Sebelum uji konduktivitas diaplikasikansecara luas, dalam pembuatan modelpendugaan perlu mempertimbangkankeragaman kelompok benih uji (provenansidan tingkat mutu).

DAFTAR PUSTAKA

Bailly, C. A, B.F. Corbineau and D. Come,.(1998). Free Radical Scavenging asAffected by Accelerated Ageing andSubsequent Priming in Sunflower Seed.Plant Physiol 104, 46 – 652.

Balai Teknologi Perbenihan. (1998). ProgramNasional Sistem Perbenihan Kehutanan.Badan Penelitian dan PengembanganKehutanan dan Perkebunan. Bogor

Bonner, F.T, M.W, Elam and S.B. Land Jr,.(1994). Tree Seed Technology TrainingCourse: Instructors Manual. United StateDepartmen of Agriculture, Forest Service,Southern Forest Experiment Station. NewOrleans.

Bonner F.T and J.A, Vozzo,. (1986). EstimatingSeed Quality of Southern Pines byLeachate Conductivity. United StatesDepartmen of Agriculture. Forest Service -Southern Forest Experiment Station,Starkville, MS.

Bradford, K.J. (1995). Water Relations in SeedGermination. Chapter 13. In “Seeddevelopment and germination”. Ed. ByJaime Kigel and Gad Galili. Marcel Dekker,Inc, New York: 351 – 396.

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan danPerhutanan Sosial, (2007). PetunjukTeknis Pengujian Mutu Fisik dan FisiologisBenih Tanaman Hutan. Jakarta.

Durzan, D.J and V. Chalupa. (1968). FreeSugars, Amino Acids, and Soluble Proteinsin the Embryo and Female Gametophyteof Jack Pine as Related to Climate at theSeed Source. Can. J. Bot. 46:417-428.

Halder, S and K. Gupta. (1980). Effect of Storageof Sunflower Seed in High and LowRelative Humidity on Solute leaching andInternal Biochemical Changes. Seed Sci.Tech 8(3) : 317 – 321.

Page 8: EFEKTIVITAS PERLAKUAN PRIMING DAN METODE …

Jurnal Standardisasi Vol. 13, No. 2 Tahun 2011: 90 - 97

98

Justice, Oren L., dan Louis N. Bass. (2002).Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih(Terjemahan). Jakarta:PT. Raja GrafindoPersada.

Kartiko H.P. (1986). Pengaruh Perlakuan PreConditioning Terhadap Viabilitas BenihPinus merkusii Jungh et de Vriese.Laporan Ujicoba. Direktorat JenderalReboisasi dan Rehabilitasi Lahan, BalaiTeknologi Perbenihan. DepartemenKehutanan. 13 pp

Michel, B. E. (1988). Evaluation of WaterPotentials of Polyethylene Glycol 8000both in the Absence and Presence of otherSolutes. Plant Physiol 72: 66-70.

Leubner G. (2006). Hydrotime: Population BasedThreshold Germination Model. The SeedBiology Place.

Nascimento W.M and F.A.S de Aragao. (1994).Muskmelon Seed Priming in Relation toSeed Vigor. Sci. Agric. (Piracicaba, Braz.),61 : 114 – 117

Nugroho, A.A. (1998). Pendugaan Kualitas BenihAcacia mangium willd dan Ochromabicolor Berdasarkan Uji Daya HantarListrik. Jurusan Manajemen Hutan,Fakultas Kehutanan IPB. Skripsi.

Parera,C.A dan D.J Cantliffe. (1994). PresowingSeed Priming. Horticultural Reviews 16 :109-139.

Sagala, S. (1990). Metode Transportasi BenihTusam (Pinus merkusii Jungh et deVriese). Laporan Ujicoba. DirektoratJenderal Reboisasi dan RehabilitasiLahan, Balai Teknologi Perbenihan.Departemen Kehutanan. 13 pp

SAS Institute Inc. (1985). SAS user’s guide:Statistcs, Version 5 edition. SAS InstituteInc., Cary. North Carolina.

Schmidt, L. (2002). Pedoman Penanganan BenihTanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis.Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan danPerhutanan Sosial. DepartemenKehutanan. Jakarta.

Sitepu, S.M. (1998). Pendugaan Kualitas BenihEnterolobium cyclocarpum danParaserianthes falcataria Berdasarkan UjiDaya Hantar Listrik. Jurusan Manajemen

Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Skripsi.Bogor

Stanislus S. (2006). Analisis Data dengan SPSS.Edisi Kedua, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Vozzo, J.A. (1996). Incubation, drying andSaparation of Pinus roxburghii Seed.Departmen of Agriculture, Forest Service,Southern Forest Experiment Station.

Willan, R.L. (1985). A Guide to Forest SeedHandling. DANIDA Forest Seed CentreHunleabaek Denmark – FAO.

Wilkins, M.B. (1990). Advanced PlantPhysiology. Longman Scientific andTechnical. New York.

Zanzibar, M. (1997). Pendugaan Kualitas BenihBerdasarkan Konduktivitas Elektrik. BalaiTeknologi Perbenihan, Badan Penelitiandan Pengembangan Kehutanan. TeknoBenih 1(2).

-------. (2003). Kemunduran Viabilitas BeberapaBenih Pohon Hutan Akibat PengaruhPerlakuan Pengusangan. BuletinTeknologi Perbenihan : 10 (1).

-------. (2008). Metode Sortasi denganPerendaman dalam H2O dan Hubunganantara Daya Berkecambah dan NilaiKonduktivitas pada Benih Tusam (Pinusmerkusii Jungh et de Vriese). JurnalStandardisasi 10 (2): 88 -92.

-------. (2009). Kajian Metode Uji Cepat sebagaiMetode Resmi Pengujian Kualitas BenihTanaman Hutan di Indonesia. JurnalStandardisasi (11)1 : 38 - 45

-------. (2010). Peningkatan Mutu Fisiologis BenihSuren dengan Cara Priming. JurnalStandardisasi 12 (1): 1 – 6.

Zanzibar, M dan Safrudin M. (2007). PengaruhPerlakuan Hidrasi-Dehidrasi TerhadapBerbagai Tingkat KemunduranPerkecambahan Benih Damar danMahoni. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman4 (1) : 1 – 12

Zanzibar , M, Y. Bramasto dan S. Mokodompit.(2009). Pengaruh Periode Konservasi danPerlakuan Priming terhadapPerkecambahan Benih Kesambi (Sleicheraoleosa). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman6 (5) : 281-288.