Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EFIKASI DIRI KELOMPOK DIGITAL IMMIGRANT VERSUS DIGITALNATIVE APARATUR PEMERINTAH DAERAH YANG SENJANG
SECARA DIGITAL
(Studi pada Pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Timur danPesawaran)
(Skripsi)
Oleh
RATNA DWI FITRIANA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
EFIKASI DIRI KELOMPOK DIGITAL IMMIGRANT VERSUS DIGITAL NATIVEAPARATUR PEMERINTAH DAERAH YANG SENJANG SECARA DIGITAL
(Studi pada Pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Timur dan Pesawaran)
SELF-EFFICACY OF DIGITAL IMMIGRANT VERSUS DIGITAL NATIVEREGIONAL GOVERNMENT APPARATUS THAT DIGITALLY DIVIDED
(Research on East Lampung and Pesawaran Regional Government Apparatus)
OlehRatna Dwi Fitriana/ 1216031089
Jurusan Ilmu KomunikasiEmail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini mengkaji efikasi diri komputer aparatur pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan e-government, sedangkan efikasi diri adalah keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk suksesmelakukan sesuatu. Diduga ada perbedaan efikasi diri komputer antara aparatur pemerintah daerah kelompokDigital Immigrant, yaitu orang yang lahir sebelum tahun 1980 pada saat teknologi digital belum ditemukandengan aparatur pemerintah daerah kelompok Digital Native, yaitu mereka yang lahir setelah tahun 1980dimana teknologi digital sudah mulai tersebar. Penelitian ini dilakukan di dua kabupaten yang senjang secaradigital dinilai dari representasi website pemerintahan. Kabupaten Lampung Timur pada kategori Baik danwebsite Kabupaten Pesawaran pada kategori Cukup. Teknik analisis penelitian ini adalah statistik deskriptif.Responden berasal dari sekretariat daerah kedua kabupaten dengan populasi berjumlah 259 orang dengansampel sebanyak 72 orang yang terdiri dari 11 orang kelompok Digital Native dan 25 orang kelompok DigitalImmigrant di Kabupaten Lampung Timur, 15 orang kelompok Digital Native dan 21 orang kelompok DigitalImmigrant di Kabupaten Pesawaran. Analisa dilakukan dengan Uji Mann Whitney U dengan hasil penelitianmenunjukkan signifikansi sebesar 0.022 < 0.05 pada Kabupaten Lampung Timur dengan mean rank DigitalImmigrant sebesar 30.88, Digital Native sebesar 42,13, signifikansi 0.029 < 0.05 pada Kabupaten Pesawarandengan mean rank Digital Immigrant sebesar 31.13, Digital Native sebesar 41.88, yang artinya ada perbedaanefikasi diri antara aparatur pemerintah daerah yang mana kelompok Digital Native memiliki efikasi diri yanglebih tinggi dibandingkan dengan kelompok Digital Immigrant di kedua kabupaten.
Kata kunci: Efikasi Diri, Digital Immigrant, Digital Native, E-government
Abstract
This research reviewing computer self-efficacy of regional government apparatus in order to implementinge-government, while self-efficacy is someone’s beliefs about their capabilities to succeed in doingsomething. It was suspected that there were differences in computer self-efficacy between regionalgovernment apparatus who classified as Digital Immigrant group, those who was born before 1980 whendigital technology was not found yet, and regional government apparatus who classified as Digital Nativegroup, those who was born after 1980 when digital technology has begun to spread. This research wasconducted in two districts that were digitally assessed from the website representation of the government.East Lampung Districts in the Good category and Pesawaran Districts website in the Enough category.The analysis technique of this study is descriptive statistics. Respondents came from the regionalsecretariat of the two districts with a population of 259 people with a sample of 72 people consisting of 11people of Digital Natives group and 25 people of Digital Immigrants group in East Lampung Districts, 15people of Digital Natives group and 21 people of Digital Immigrants group in Pesawaran Districts. Theanalysis was performed by the Mann Whitney U Test with the results of the study showing a significance of0.022 <0.05 in East Lampung District with a mean rank of Digital Immigrant at 30.88, Digital Native at42.13, significance 0.029 <0.05 in Pesawaran District with a mean rank Digital Immigrant at 31.13,Digital Native at 41.88, which means there is a difference in self-efficacy between local governmentapparatuses where the Digital Native group has higher self-efficacy compared to the Digital Immigrantgroup in the two districts.
Keywords: Self Efficacy, Digital Immigrant, Digital Native, E-government
EFIKASI DIRI KELOMPOK DIGITAL IMMIGRANT VERSUS DIGITALNATIVE APARATUR PEMERINTAH DAERAH YANG SENJANG
SECARA DIGITAL
(Studi pada Pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Timur danPesawaran)
Oleh
RATNA DWI FITRIANA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSarjana Ilmu Komunikasi
Pada
Jurusan Ilmu KomunikasiFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Ratna Dwi Fitriana. Penulis
dilahirkan di Raman Aji pada tanggal 13 Maret 1994.
Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, buah
hati dari pasangan Wahyu Hidayat dan Sari Wahyuningsih.
Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-Kanak
Satya Dharma Sudjana, Gunung Madu, Lampung Tengah pada tahun 2000, SDN
1 Gunung Madu, Lampung Tengah, pada tahun 2006, SMP Satya Dharma
Sudjana, Gunung Madu, Lampung Tengah, pada tahun 2009, SMAN 1 Terbanggi
Besar, Lampung Tengah, pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis terdaftar
sebagai mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Lampung.
Semasa menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota HMJ Ilmu Komunikasi
sebagai anggota bidang Advertising periode kepengurusan 2013-2014. Penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Toto Mulyo, Kecamatan
Gunung Terang, Kabupaten Tulang Bawang Barat pada Juli - Agustus 2015 dan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Lampung Post sebagai Jurnalis pada bulan
Februari - Maret 2015.
Motto Hidup
“The only thing we have to fear is fear itself”-Franklin D. Roosevelt
“I do not agree with what you have to say, but I’ll defend tothe death your right to say it”-Voltaire
“The Truth is still the truth, even if no one believes it. A lie isstill a lie, even if everyone believes it.”-Anonymous
Persembahan
Puji syukur saya persembahkan kepada Tuhan yang Mahakuasa,karena berkat dan rahmat-Nya, saya bisa berjuang menyelesaikanskripsi untuk saya persembahkan kepada orang – orang yang sayasayangi:
Untuk Ayahanda Wahyu Hidayat dan Ibunda Sri Wahyuningsihtercinta yang tidak pernah lelah dalam mendidik dan memberi saya
dukungan moral hingga materi.
Untuk kakak saya, Guntur Yoga Pratama Rosadi dan kakak ipar sayaWidi Setio Rini tersayang yang telah memberikan saran dan masukan
hingga dukungan materi dalam menyelesaikan skripsi.
Untuk teman-teman seperjuangan saya yang telah berkontribusi dalammemberikan saya semangat dan motivasi dalam menyelesaikan
skripsi.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena bantuan, berkat,
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Efikasi Diri Kelompok Digital Imigrant versus Digital Native Aparatur
Pemerintah Daerah yang Senjang Secara Digital” sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Tanpa
adanya bantuan, dukungan, motivasi, dan semangat dari berbagai pihak yang
terlibat dalam penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa hormat dan ucapan
terimakasih kepada :
1. Allah SWT, atas segala berkat, rahmat, hidayah-Nya serta kesehatan dan
pentunjuk yang selalu Engkau berikan kepada kami.
2. Kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung, Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si.
3. Ibu Dhanik Sulistyarini, S.Sos., Mcomn&MediaSt. Selaku Ketua Jurusan
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung, Terimakasih untuk segala keramahan, kesabaran serta
keikhlasannya mendidik dan membantu mahasiswa selama ini.
4. Ibu Wulan Suciska, S.I.Kom, M.Si Selaku Seketaris Jurusan Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung,
untuk segala kesabaran, keramahan serta membantu mahasiswa selama ini.
5. Ibu Dra. Ida Nurhaida, M.Si., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
telah meluangkan banyak waktu untuk sabar membimbing dan
memberikan penulis banyak ilmu dan pengetahuan baru yang bermanfaat.
6. Ibu Dhanik Sulistyarini, S.Sos., Mcomn&MediaSt., selaku Dosen Penguji
yang telah bersedia membantu serta memberikan saran dan masukan
dalam penulisan skripsi penulis serta keramahannya dalam memberikan
ide-idenya.
7. Seluruh dosen, staff, administrasi dan karyawan FISIP Universitas
Lampung, khususnya Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah membantu
penulis demi kelancaran skripsi ini.
8. Bapak dan ibu saya Wahyu Hidayat dan Sri Wahyuningsih yang telah
sangat berjasa melahirkan, membesarkan, mendidik dan memberikan saya
pengalaman hidup yang tak tergantikan.
9. Kakak saya Guntur Yoga Pratama Rosadi dan Widi Setio Rini yang telah
memberikan berbagai saran dan dukungan dalam menyelesaikan studi.
10. Untuk teman seperjuangan kampus yang tergabung dalam Grup Line
“Bodo Amat”; Muntia Hartati, Rahma, Pujiati dan Rika yang senantiasa
mengirimkan meme lucu yang sangat menghibur di kala saya lelah
mengerjakan skripsi.
11. Untuk para Bidadari Lampunk; Eno, Besti, Elsa, Restu Rinjani, Rika, Dian
Pe, Epoy, Romilda Kokom, Nanda Puspita, Pujay, Pranatalia yang
senantiasa menghibur saya ketika penat melanda.
12. Untuk Keluarga Kecing; Nandot, Rika dan Endah Prihastuti yang selama
ini telah saling mendukung dan berbagi cerita yang tidak terlalu penting
tetapi cukup menghibur.
13. Untuk teman-teman berharga saya yang tidak tergabung dalam genk
manapun; Vivi, Andini, Edo, Keke, Shyntia, Ika Novianna, Flaga Dindy,
Afif Rosadi, Meilin, Fajar yang sangat membantu saya dalam proses
pengerjaan skripsi.
14. Untuk teman-teman semasa SMA yang sampai saat ini masih bersedia
berteman dengan saya; Meriana S., Maria Asih T., Fiona Salfadilla H., dan
Rizky Amalia L., yang dengan senang hati memberikan saya semangat dan
memotivasi saya untuk menyelesaikan studi.
15. Serta untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
terimakasih atas dukungannya.
Bandar Lampung, 18 Oktober 2018Penulis,
Ratna Dwi Fitriana
i
DAFTAR ISI
halamanDAFTAR ISI .................................................................................................. iDAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ivDAFTAR TABEL ......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 11.1 Latar Belakang ..................................................................................... 11.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 101.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 101.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 122.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 122.2 Tinjauan tentang Efikasi Diri .............................................................. 14
2.2.1 Pengertian Efikasi Diri ............................................................... 142.2.2 Penelitian pada Efikasi Diri ....................................................... 162.2.3 Dimensi Efikasi Diri .................................................................. 182.2.4 Sumber Pembentukkan Efikasi Diri ........................................... 192.2.5 Ciri – ciri Individu yang Memiliki Efikasi Diri Tinggi ............. 232.2.6 Penyesuaian Psikologis dan Kepuasan Hidup ............................ 242.2.7 Persuasi verbal ........................................................................... 272.2.8 Keadaan Fisiologis dan Suasana Hati ........................................ 282.2.9 Peran Efikasi Diri ....................................................................... 292.2.10 Efikasi Diri dalam Self Regulated Learning ............................ 31
2.3 Efikasi Diri Komputer ......................................................................... 332.4 Tinjauan tentang Aparatur Pemerintah Daerah ................................... 342.5 Macam-macam Generasi Berdasarkan Perkembangan Digital ........... 34
2.5.1 Digital Immigrant dan Digital Native ........................................ 342.5.2 Dampak Teknologi pada Generasi Digital Natives ................... 372.5.3 Theory of Generation ................................................................. 412.5.4 Proses Pengelompokkan Generasi ............................................. 472.5.5 Perkembangan Teori Perbedaan Generasi ................................. 492.5.6 Bangkitnya Generasi Z .............................................................. 51
2.6 Tinjauan tentang Digital Divide (Kesenjangan Digital) ……………. 542.7 Tinjauan Teoritis ................................................................................. 582.8 Kerangka Pikir ..................................................................................... 602.9 Hipotesis .............................................................................................. 62
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 633.1 Metodologi Penelitian ......................................................................... 63
ii
3.1.1 Tipe Penelitian ......................................................................... 633.1.2 Metode Penelitian .................................................................... 63
3.2 Definisi Konsep ................................................................................... 643.3 Definisi Operasional ............................................................................ 643.4 Populasi dan Sampel ........................................................................... 65
3.4.1 Populasi ................................................................................... 653.4.2 Sampel ..................................................................................... 68
3.5 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 693.6 Teknik Pengolahan Data ..................................................................... 703.7 Teknik Pemberian Skor ....................................................................... 703.8 Teknik Pengujian Instrumen Penelitian .............................................. 713.9 Teknik Analisis Data ........................................................................... 723.10Uji Hipotesis ........................................................................................ 73
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ........................... 744.1 Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Timur ...................................... 744.2 Sekretariat Daerah Kabupaten Pesawaran ................................................ 77
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 805.1 Uji Validitas ........................................................................................ 805.2 Uji Reliabilitas ..................................................................................... 815.3 Karakteristik Responden ..................................................................... 82
5.3.1 Identitas Responden Berdasarkan Usia ........................................ 825.3.2 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ......................... 835.3.3 Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ............... 835.3.4 Identitas Responden Berdasarkan Masa Kerja ............................. 85
5.4 Penggunaan Komputer dan Internet Responden .................................. 865.4.1 Komputer yang Biasa Digunakan Responden .............................. 865.4.2 Durasi Akses ke Internet Responden ............................................ 875.4.3 Cara Koneksi ke Internet Responden ........................................... 885.4.4 Lama Menggunakan Komputer Responden .................................. 89
5.5 Aktifitas Responden dengan Komputer dan Internet .......................... 905.6 Efikasi Diri Responden ........................................................................ 95
5.6.1 Dimensi Magnitude (Tingkat Kesulitan Tugas) ........................... 965.6.2 Dimensi Generality........................................................................ 995.6.3 Dimensi Strength (Kekuatan Keyakinan) ..................................... 102
5.7 Analisis Deskriptif Efikasi Diri ........................................................... 1035.7.1 Magnitude (Tingkat Kesulitan Tugas)........................................... 1035.7.2 Generality (Generalitas) ............................................................... 1055.7.3 Strength (Kekuatan Keyakinan) .................................................... 106
5.8 Pengujian Uji Mann Whitney U........................................................... 1075.8.1 Uji Mann Whitney U Efikasi Diri Kedua Kabupaten Aparatur
Pemerintah Daerah Provinsi Lampung pada Kelompok DigitalImigrant dengan Digital Native yang senjang secara digital ………. .. 107
5.9 Pembahasan Penelitian ........................................................................ 113
iii
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 1186.1 Kesimpulan ................................................................................................... 1186.2 Saran ….. ….................................................................................................. 119
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
iv
DAFTAR GAMBAR
halamanGambar 1. PeGI Tingkat Provinsi Tahun 2015 ............................................... 5Gambar 2. Bagan Efikasi Diri Albert Bandura ............................................... 26Gambar 3. Bagan Kerangka Pikir ................................................................... 61Gambar 4. Struktural Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Timur .......... 76Gambar 5. Struktural Sekretariat Daerah Kabupaten Pesawaran .................... 79
v
DAFTAR TABEL
halamanTabel 1. Data Website Berdasarkan Kategori Baik, Cukup, dan Buruk .................... 8Tabel 2. Penelitian Terdahulu .................................................................................... 12Tabel 3. Pengelompokkan Generasi ........................................................................... 44Tabel 4. Perbedaan Generasi (Lancaster & Stillman) .............................................. 49Tabel 5. Perbedaan Generasi ...................................................................................... 51Tabel 6. Karakteristik Generasi ................................................................................. 53Tabel 7. Definisi Operasional .................................................................................... 65Tabel 8. Jumlah Aparatur Pemda Kabupaten Lampung Timur ................................. 66Tabel 9. Jumlah Aparatur Pemda Kabupaten Pesawaran ........................................... 67Tabel 10. Uji Validitas Kuesioner ……………………….. ...................................... 80Tabel 11. Uji Reliabilitas Kuesioner .......................................................................... 81Tabel 12. Identitas responden berdasarkan usia ......................................................... 82Tabel 13. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...................................... 83Tabel 14. Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ............................ 83Tabel 15. Identitas Responden Berdasarkan Masa Kerja ........................................... 85Tabel 16. Komputer yang Biasa Digunakan Responden ........................................... 86Tabel 17. Durasi Akses ke Internet Responden ......................................................... 87Tabel 18. Cara Koneksi ke Internet Responden ......................................................... 88Tabel 19. Lama Menggunakan Komputer Responden ............................................... 89Tabel 20. Data Aktifitas Responden dengan Komputer dan Internet ........................ 90Tabel 21. Saya mampu mengoperasikan komputer dengan benar ............................. 96Tabel 22. Saya menggunakan komputer untuk menyelesaikan tugas-tugas .............. 96Tabel 23. Mengetik dengan Ms. Word (Software) adalah hal yang mudah ............... 97Tabel 24. Saya mampu mengolah data menggunakan Ms. Excel (Software) ............ 97Tabel 25. Saya sanggup mengerjakan tugas apapun yang berkaitan dengan
penggunaan software asalkan diajarkan penggunaannya terlebih dahulu 98Tabel 26. Saya mampu memasang LCD Proyektor sendiri ....................................... 98Tabel 27. Saya menggunakan internet sebagai solusi pemecahan masalah
yang tidak saya pahami ............................................................................. 99Tabel 28. Saya mampu menerima semua tugas yang diberikan asal bukan
olah data matematis .................................................................................. 99Tabel 29. Saya mampu mengerjakan tugas bidang desain grafis ............................... 100Tabel 30. Saya mampu membuat karya video grafis ................................................. 100Tabel 31. Saya merasa dapat melakukan tugas di banyak bidang ............................. 101Tabel 32. Saya dapat membuat slide presentasi dengan menarik
menggunakan Ms. Power Point .............................................................. 101Tabel 33. Saya mampu mempresentasikan slide dengan percaya diri ....................... 102Tabel 34. Saya yakin akan menyelesaikan semua laporan
sebelum deadline ..................................................................................... 102Tabel 35. Saya memiliki strategi untuk meningkatkan produktifitas
pekerjaan yang berhubungan dengan teknlogi informasi ......................... 103Tabel 36. Dimensi Magnitude Responden ................................................................. 104Tabel 37. Dimensi Generality Responden ................................................................. 105
vi
Tabel 38. Dimensi Strenght Responden...................................................................... 106Tabel 39. Rank (Kabupaten Lampung Timur) ........................................................... 107Tabel 40. Test Statistics (Kabupaten Lampung Timur) ............................................. 108Tabel 41. Rank (Kabupaten Pesawaran) .................................................................... 109Tabel 42. Test Statistics (Kabupaten Pesawaran) ...................................................... 110Tabel 43. Rank (Kabupaten Lampung Timur dan Pesawaran) .................................. 111Tabel 44. Test Statistics (Kabupaten Lampung Timur dan Pesawaran) .................... 112
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah sumber daya manusia menjadi sorotan maupun tumpuan bagi suatu
organisasi untuk tetap dapat bertahan. Sumber daya manusia memegang peranan
utama dalam setiap kegiatan organisasi. Walaupun banyaknya sarana dan
prasarana serta sumber daya, tanpa dukungan sumber daya manusia kegiatan
dalam organisasi tidak akan berjalan dengan baik. Sumber daya manusia
merupakan kunci pokok yang harus diperhatikan kebutuhannya, karena mereka
akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan organisasi.
Mangkunegara (2005:9) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja juga
dapat diartikan sebagai suatu hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan
adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Karakteristik individu,
karakteristik organisasi dan karakteristik pekerjaan merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja organisasi. Karakteristik individu seperti kepribadian,
jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, suku bangsa, dan keadaan sosial
ekonomi akan menentukan perilaku dan produktivitas masing-masing individu.
Perbedaan karakteristik individu harus diperhatikan semaksimal mungkin oleh
2
organisasi dalam pencapaian tujuan karena perbedaan-perbedaan karakteristik
individu menerangkan mengapa kinerja individu yang satu berbeda dengan yang
lain.
Wade dan Tavris (2007:194) berpendapat bahwa kepribadian (personality) adalah
pola-pola perilaku, tata krama, pemikiran, motif, dan emosi yang khas, yang
memberikan karakter kepada individu sepanjang waktu dan pada berbagai situasi
yang berbeda. Kepribadian dalam penelitian ini dilihat berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh McCrae dan John (1992), yaitu The Big Five Personality.
Kelima faktor kepribadian tersebut yaitu extraversion, agreeableness,
consciousness, neuroticism dan openness to experience. Setiap orang cenderung
memiliki salah satu faktor kepribadian sebagai faktor yang dominan.
Sedangkan teknologi informasi merupakan teknologi masa kini yang dapat
menyatukan atau menggabungkan berbagai informasi, data dan sumber untuk
dimanfaatkan sebagai ilmu bagi kegunaan seluruh umat manusia melalui
penggunaan berbagai media dan peralatan telekomunikasi modern. Dengan
menggunakan berbagai media, peralatan telekomunikasi dan komputer canggih,
Teknologi Informasi akan terus berkembang dan mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan dan peradaban umat manusia di seluruh dunia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kembali mempublikasikan peringkat EGDI
(E-Government Development Index) berdasarkan survei tahun 2016. Pada tahun
ini Indonesia mendapat peringkat ke 116 EGDI, turun 10 peringkat dibandingkan
tahun 2014 yang menduduki peringkat ke 106. Kondisi ini masih jauh berada di
bawah negara-negara di Asia Tenggara seperti Malaysia (peringkat ke-60),
3
Filipina (peringkat ke-71), dan Brunei Darussalam (peringkat ke-83). Posisi
pertama hingga kelima, berturut-turut diraih oleh Inggris, Australia, Republik
Korea, Singapura, dan Finlandia. Hal ini tentunya menjadikan suatu tantangan
tersendiri bagi kita untuk dapat meningkatkan peringkat EGDI di tahun-tahun
yang akan datang, di mana angka yang diperoleh merupakan cermin dari kondisi
penerapan E-Goverment untuk memastikan bahwa lembaga-lembaga publik
apakah sudah lebih inklusif, efektif, akuntabel dan transparan.
(http://bpptik.kominfo.go.id/2016/09/09/2190/inilah-peringkat-e-government-
indonesia-berdasarkan-survei-pbb-2016/ diakses pada 21 November 2016)
Penggunaan Teknologi Komunikasi dan Informasi diyakini memberikan
sumbangan yang berarti pada kesejahteraan masyarakat. Kenyataan terbesar
yang dihadapi oleh negara-negara di dunia antara negara maju dan negara
berkembang, dan diantara negara berkembang, dan di dalam negara sendiri
adalah adanya gap atau kesenjangan dalam ketersediaan infrastruktur TIK ini
yaitu keadaan punya dan tidak punya “teknologi” yang akan berdampak pada
mendapatkan manfaat dan tidak.
Dalam kerangka meningkatkan layanan publik, transparasi, demokrasi dan
partisipasi sejak tahun 2003 pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden No 3
tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan e-government.
Usaha-usaha implementasi e-government telah diupayakan oleh berbagai
pemangku kepentingan seperti Pemeringkatan e-government Indonesia (PeGi)
dari Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Indikator TIK 2008 dari
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Telkon Smart Campus
4
Award (TeSCA) dari PT Telkom Tbk dan Asosasi Pendidikan Tinggi
Informatika dan Komputer (APTIKOM), Indonesia ICT Blueprint, Indonesia
ICT Award dan Asia Pasific ICT Award, Media Award dari Swa, Warta e-Gov,
dan Indeks Keamanan Informasi (KAMI) dan terakhir ICT Pura dari Kominfo
yang mulai dilaksanakan tahun 2011 yang lalu.
Usaha-usaha yang telah dilakukan hampir 10 tahun tersebut menampakkan hasil
terbukti survey United Nations E-government Survey 2012: E-government for
the People yang diprakarsai oleh United Nations of Economics and Sosial
Affairs (UNDESA), e-government Indonesia pada tahun 2012 menduduki
peringkat 97, naik dari peringkat 109 tahun 2010. Namun jika dibanding negara-
negara ASEAN posisi Indonesia juga masih tertinggal jauh (lihat Singapura
menduduki peringkat 10, Malaysia 40, Brunnei 54, Vietnam 83, Filiphina 88,
Indonesia hanya unggul dari Thailand dengan peringkat 160. Artinya usaha-
usaha yang telah dilakukan sangat lambat menyetarakan Indonesia dengan
negara lain, pun hanya lingkup ASEAN.
Dalam Laporan Pembangunan Millenium Indonesia (Laporan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Millenium, MDGs 2007), Propinsi Lampung menduduki posisi
jauh di bawah rata-rata nasional baik dalam hal penetrasi TIK, baik itu untuk
penyediaan telephon fix, genggam maupun internet. Disamping itu Propinsi
Lampung inipun tidak pernah tercatat mendapatkan award dalam hal yang
berkaitan dengan implementasi TIK baik dalam berbagai bidang seperti
diserenaikan di atas. Berikut adalah hasil pemeringkatan yang dilakukan oleh
Pegi tahun 2015:
5
Gambar 1. PeGI Tingkat Provinsi Tahun 2015
Sumber : http://pegi.layanan.go.id/download/tabel_pegi_2015/ di akses pada tanggal 27
November 2016 pukul 10.00 wib.
Sementara Studi Budi Hermana dkk (2010) terhadap Website propinsi, kabupaten
dan kota di Indonesia menempatkan Propinsi Lampung masuk pada urutan 18,
Kabupaten Lampung Utara pada urutan 3 dan kota Bandar Lampung urutan 44
dari 57 kota dalam kriteria kekayaan informasi, dokumen dan popularitas web
(EGWI). Merujuk pada studi Budi Hermana ini mengindikasikan terdapat sumber
daya manusia (SDM) yang mampu mengelola TIK. Artinya Propinsi Lampung
dan pemerintah daerah di bawahnya mempunyai potensi untuk meningkatkan
layanan publik dan mendapatkan manfaat pertumbuhan ekonomi dari
implementasi teknologi dalam pemerintahannya. Namun masalahnya adalah
apakah Aparatur pemerintah daerah Propinsi Lampung mempunyai keyakinan diri
atau disebut efikasi diri bahwa mereka mampu melaksanakan tugas-tugas e-
government yang berbasis keterampilan komputer?
6
Menurut Bandura (1997: 3) menjelaskan
“Perceived self efficacy refers to beliefs in one’s capabilities to organize andexecute the course of action required to produce given attainments”.
Self efficacy atau efikasi diri merupakan persepsi individu akan keyakinan
kemampuannya melakukan tindakan yang diharapkan. Keyakinan efikasi diri
mempengaruhi pilhan tindakan yang akan dilakukan, besarnya usaha dan
ketahanan ketika berhadapan dengan hambatan atau kesulitan. Individu dengan
efikasi diri tinggi memilih melakukan usaha lebih besar dan pantang menyerah.
Bandura (1997: 122) menjelaskan bahwa
“efficacy beliefs play a central role in the cognitive regulation of motivation”.
Efikasi mempunyai peran penting pada pengaturan motivasi seseorang. Bandura
(1997: 129) “Perceived self efficacy contributes to motivation’’. Efikasi diri
seseorang memiliki efek utama terhadap perilaku individu tersebut salah satunya
adalah motivasi. Individu dengan efikasi diri yang tinggi mengerahkan usaha yang
lebih besar.
Efikasi diri dalam penelitian ini diungkap berdasarkan ketiga dimensi yang
diuraikan oleh Bandura. 3 dimensi dari efikasi yaitu magnitude, generality dan .
Magnitude suatu tingkat ketika seseorang meyakini usaha atau tindakan yang
dapat ia lakukan. suatu kepercayaan diri yang ada dalam diri seseorang yang
dapat ia wujudkan dalam meraih performa tertentu. Generality sebagai
keleluasaan dari bentuk efikasi diri yang dimiliki seseorang untuk digunakan
dalam situasi lain yang berbeda. Semakin tinggi efikasi diri individu maka
semakin tinggi tingkat penyesuaian diri individu pada situasi yang dihadapi.
7
Efikasi diri aparatur pemerintah terhadap komputer penting diketahui dalam
implementasi e-government karena efikasi diri berbeda dengan kemampuan.
Efikasi diri seseorang boleh saja tinggi tetapi kemampuannya rendah, maka
seseorang tersebut akan sangat mudah menerima pembelajaran baik pengetahuan
maupun keterampilan-keterampilan baru. Dapat juga seseorang mempunyai
keterampilan tinggi tapi efikasi dirinya rendah, maka dia enggan menggunakan
keterampilannya untuk menyesuaikan dengan sesuatu yang baru. Dengan
demikian, penting diketahui efikasi diri para aparatur pemerintahan daerah
propinsi lampung dan pengaruhnya pada implementasi e-government.
Jika dicermati lebih lanjut bahwa aparatur pemerintah daerah Provinsi Lampung
sekarang ini didominasi generasi kelahiran tahun 80-an, yang generasi ini dalam
sudut pandang teknologi digital sering disebut digital native. Digital Native
merupakan gambaran seseorang (terutama anak hingga remaja) yang sejak
kelahirannya telah terpapar gencarnya teknologi, seperti perkembangan komputer,
internet, animasi dan sebagainya yang terkait dengan teknologi. Sedang yang lahir
sebelum tahuin itu disebut digital immigrant. Digital immigrant merupakan
gambaran seseorang (terutama yang telah berumur) yang selama masa kehidupan
anak hingga remaja berlangsung sebelum berkembangnya komputer. Pada
artikelnya, Prensky lebih menitikberatkan Digital Native sebagai siswa yang
masih belajar di bangku sekolah (dari TK hingga perguruan tinggi), sedangkan
Digital Immigrant merupakan guru/dosen/tutor yang memberikan pelajaran di
sekolah/perguruan tinggi.
8
Artinya secara keseluruhan asumsi Budi Hermana merujuk ke generasi ini.
Karena itu perlu diketahui bagaimanakah efikasi diri dua kelompok generasi ini di
pemerintahan daerah provinsi lampung? Adakah perbedaan efikasi diri kedua
kelompok ini?
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah website daerah atau kabupaten yang
senjang secara digital. Kesenjagan digital menurut Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD) dalam Nasution (2007) diartikan sebagai
adanya celah atau jurang pemisah antara individu, kelompok, bisnis, serta wilayah
geografis pada tingkat sosial-ekonomi yang berbeda yang sangat membutuhkan
akses teknologi informasi dan komunikasi serta penggunaan internet dalam setiap
kegiatan kehidupan sehari-hari. Dikutip dari penelitian oleh S. Djauharie1,
didapatkan data website Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Provinsi
Lampung berdasarkan kategori baik, cukup dan buruk sebagai berikut:
Tabel 1. Data Website Berdasarkan KategoriBaik, Cukup, dan Buruk
No.Kategori Baik(Nilai 74-93)
Kategori Cukup(Nilai 64-73)
Kategori Buruk(Nilai 44-63)
1http://www.lampungtimurkab.go.id/
http://www.bkpd.lampungprov.go.id/
http://disnakertrans.lampungprov.go.id/
2http://tulangbawangkab.go.id/
http://www.bpmpd.lampungprov.go.id/
http://www.dkp.lampungprov.go.id/
3http://www.investasi.lampungprov.go.id/
http://lampung.litbang.pertanian.go.id/ind/
http://www.lpse.lampungprov.go.id/eproc/
4http://www.bappeda.lampungprov.go.id/
http://dishub.lampungprov.go.id/
http://www.regsikd.lampungprov.go.id/
1 Nurhaida, Ida., Kurnia Muludi, Noverman Duadji, S. Djauharie, Arlyandi. Evaluasi WebsiteSatuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Provinsi Lampung Dalam Rangka e-government.Prosiding Akselerasi Pembangunan Masyarakat Lokal Melalui Komunikasi dan TeknologiInformasi. Seminar Nasional Komunikasi. Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lampung,2018
9
No. Kategori Baik(Nilai 74-93)
Kategori Cukup(Nilai 64-73)
Kategori Buruk(Nilai 44-63)
5http://www.dinkes.lampungprov.go.id/
http://www.diklat.lampungprov.go.id/
6http://www.diskominfo.lampungprov.go.id/
7http://disnakkeswan.lampungprov.go.id/
8http://www.dprd-lampungprov.go.id/dprd/
9http://www.kpud-lampungprov.go.id/
10http://lampungbaratkab.go.id
11http://www.lampungselatankab.go.id/
12http://www.lampungtengahkab.go.id/
13http://www.lampungutarakab.go.id/web1/
14http://www.lampungprov.go.id/
15http://metrokota.go.id/
16http://pesawarankab.go.id/
17http://tanggamus.go.id/
18http://www.waykanankab.go.id/
Sumber: Penelitian Nurhaida, Ida., Kurnia Muludi, Noverman Duadji, S. Djauharie, Arlyandi.Evaluasi Website Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Provinsi Lampung Dalam Rangka e-government. Prosiding Akselerasi Pembangunan Masyarakat Lokal Melalui Komunikasi danTeknologi Informasi. Seminar Nasional Komunikasi. Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UniversitasLampung, 2018
Dari tabel di atas didapatkan website daerah kabupaten yang mewakili dua
kategori, yaitu website Kabupaten Lampung Timur untuk kategori baik dan
website Kabupaten Pesawaran untuk kategori cukup. Pemilihan website kabupaten
berdasarkan kategori dimaksudkan untuk melihat apakah terdapat perbedaan
efikasi diri komputer aparatur di masing-masing kabupaten terpilih.
10
Dengan melihat latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengambil judul penelitian “Efikasi Diri Kelompok Digital Immigrant versus
Digital Native Aparatur Pemeritah Daerah yang Senjang secara Digital”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah efikasi diri aparatur Pemerintah Daerah Provinsi Lampung ?
2. Apakah ada perbedaan efikasi diri Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi
Lampung pada Kelompok Digital Imigrant dengan Digital Native antara
Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur dan Pesawaran yang
senjang secara digital?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengungkapkan efikasi diri Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi
Lampung.
2. Mengetahui perbedaan efikasi diri Aparatur Pemerintah Daerah Provinsi
Lampung pada Kelompok Digital Imigrant dengan Digital Native antara
Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur dan Pesawaran yang
senjang secara digital.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis penemuan penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan
ilmu komunikasi di bidang Komunikasi Pembangunan, khususnya
Komunikasi Inovasi di bidang TIK.
11
2. Kegunaan Praktis
a. Penelitian ini diharapakan menjadi sumber bahan masukan bagi
mahasiswa mengenai perkembangan teknologi dalam komunikasi
pembangunan. Dan menambah wawasan tentang efikasi diri dan
kesenjangan digital di Pemerintah Daerah Provinsi Lampung yang
senjang secara digital.
b. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk melengkapi dan
memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana Ilmu
Komunikasi pada program studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas
Lampung.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian sebelumnya dipakai sebagai acuan dan referensi penulis dan
memudahkan penulis dalam membuat penelitian ini. Penulis telah menganalisis
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan bahasan di dalam penelitian ini,
mencakup tentang analisis efikasi diri dan kesenjangan digital.
Tabel 2. Penelitian Terdahulu
No. Keterangan1.
PenulisHesty Prihastuti (2014/ Skripsi/ Ilmu Komunikasi UniversitasLampung)
Judul
Pengaruh Kesenjangan Digital Akses Internet Terhadap PersepsiGuru Madrasah Aliyah Swasta di Kota Bandarlampung (Studi padaGuru Madrasah Aliyah Swasta Yang Senjang Secara Digital diKota Bandarlampung). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Lampung.
MetodeAnalisis
Penelitian kuantitatif menggunakan Teori Technology acceptanceModel (TAM) dengan dua konstruk yaitu: Kemudahan (PerceivedEase of Use/PEOU), dan Kebermanfaatan (PerceivedUsefulness/PU).
HasilKesenjangan digital mempengaruhi persepsi guru mengenaiinternet di 3 MAS yang senjang secara digital.
Kontribusiterhadappenelitianini
Terdapat tinjauan tentang kesenjangan digital.
Perbedaanpenelitian
Perbedaan penelitian terletak pada objek penelitian.
13
No. Keterangan2.
PenulisDWI FERONICA SUARDI (2016/ Skripsi/ ManajemenUniversitas Lampung
Judul
Pengaruh Kepribadian Dan Self-Efficacy Terhadap KinerjaPegawai Pada Kantor Dinas Pertanian Tanaman Pangan DanHortikultura Provinsi Lampung. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis,Universitas Lampung Bandar Lampung.
MetodeAnalisis
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Teknikpengambilan sampel menggunakan nonprobability sampling karenapengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpamemperhatikan strata yang ada di dalam populasi tersebut.
HasilKepribadian dan self-efficacy secara bersama-sama berpengaruhpositif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Kantor DinasPertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung
Kontribusiterhadappenelitianini
Terdapat tinjauan tentang efkasi diri dan memberikan pemahamankepada peneliti tentang hubungan efikasi diri dengan kinerjapegawai
Perbedaanpenelitian
Perbedaan penelitian terletak pada objek penelitian.
3Penulis
Dwi Hardoyo (2014/ Skripsi/ Ilmu Komunikasi UniversitasGadjah Mada
JudulAdopsi Internet Di Kalangan Guru Smk Swasta Yang SenjangSecara Digital Di Kota Bandar Lampung
MetodeAnalisis
Penelitian survey dengan tipe penelitian deskriptif kuantitatif.
HasilAda perbedaan adopsi internet di kalangan guru SMK swasta yangsenjang secara digital.
Kontribusiterhadappenelitianini
Terdapat tinjauan tentang Kesenjangan Digital.
Perbedaanpenelitian
Penelitian terdahulu tentang pengelolaan internet, penelitian saatini tentang efikasi diri computer
4.Penulis
Dewi Alifia Febrianti (2014/ Skripsi/ Ilmu KomunikasiUniversitas Lampung)
JudulPengaruh Kesenjangan Digital Terhadap Literasi Internet GuruSmk Swasta Di Kota Bandarlampung(Studi Pada Guru Smk Swasta Di Kota Bandarlampung)
14
No. Keterangan
MetodeAnalisis
Penelitian ini menggunakan model Assesment Elena E Perniadengan 3 variabel pengamatan yaitu Pengetahuan, Keterampilandan Sikap.
HasilTerdapat pengaruh kesenjangan digital terhadap literasi internetguru. Terbukti terdapat uji beda pada 3 variabel literasi internetyaitu Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap.
Kontribusiterhadappenelitianini
Memberikan pemahaman lebih tentang kesenjangan digital
Perbedaanpenelitian
Perbedaan terhadap objek penelitian
2.2 Tinjauan Tentang Efikasi Diri
2.2.1 Pengertian Efikasi Diri
Bandura (1977) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan yang dipegang
seseorang tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan ia peroleh dari kerja
kerasnya mempengaruhi cara mereka berperilaku (Bandura, 1977). Friedman dan
Schustack (2006: 283) menyatakan bahwa self-efficacy adalah ekspektasi-
keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh seseorang mampu melakukan satu
perilaku dalam situasi tertentu. Sedangkan Baron dan Byrne dalam Yolandari
(2011: 40) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan penilaian individu
terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas,
mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Selain itu bandura (dalam
Feist, 2011: 212) juga mendefenisikan self efficacy sebagai “keyakinan seseorang
dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap
keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungannya, akan lebih
15
mungkin bertindak atau lebih mungkin untuk menjadi sukses daripada manusia
yang mempunyai self-efficacy yang rendah (Feist, 2011; 2012).
Menurut Bandura (dalam Ormrod, 2008:20) efikasi diri (self efficacy) adalah
penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku
tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Efikasi diri adalah keyakinan seseorang
bahwa ia mampu melakukan tugas tertentu dengan baik. Efikasi diri memiliki
keefektifan yaitu individu mampu menilai dirinya memiliki kekuatan untuk
menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Tingginya efikasi diri yang dipersepsikan
akan memotivasi individu secara kognitif untuk bertindak secara tepat dan terarah,
terutama apabila tujuan yang hendak dicapai merupakan tujuan yang jelas. Tanpa
efikasi diri, orang bahkan enggan melakukan suatu perilaku. Jadi efikasi diri
keyakinan individu atas kemampuan yang dimilikinya untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
Pikiran individu terhadap efikasi diri menentukan seberapa besar usaha yang
dicurahkan dan seberapa lama individu akan bertahan dalam menghadapi
hambatan dan pengalaman yang tidak menyenangkan. Efikasi diri selalu
berhubungan dan berdampak pada pemilihan perilaku, motivasi dan keteguhan
individu yaitu kepercayaan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan
menghasilkan akhir yang baik. Bandura mengatakan bahwa self-efficacy dapat
memainkan peran yang lebih besar karena menghadapi sesuatu sangat bergantung
dari penilaian individu itu sendiri tentang keyakinan untuk menguasai situasi
(Zimmerman, 2008:83).
Self-efficacy dijelaskan dalam kerangka teori kognitif sosial oleh Bandura (dalam
Mahyuddin, dkk, 2006 : 62) yang menyatakan bahwa pencapaian manusia
16
tergantung pada interaksi antara seorang perilaku, faktor personal dan lingkungan
kondisi. Perilaku individu tergantung pada awal pengalaman dirumah.
Lingkungan rumah yang merangsang rasa ingin tahu akan membantu membangun
self efficacy seperti ingin menampilkan rasa ingin tahu dan menjelajahi kegiatan
yang dapat mengundang timbal balik yang bersifat aktif dan positif. Stimulasi
mampu mempertinggi struktur kognitif dan afektif dari individu yang meliputi
kemampuannya untuk berempati, belajar dari orang lain, merencanakan strategi
alternatif dan mengatur sendiri perilaku dan terlibat dalam refleksi diri (self-
efficacy).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah
kemampuan atau keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya
bahwa ia mampu menyelesaikan tugas-tugasnya.
2.2.2 Penelitian pada Efikasi Diri
Efikasi memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari - hari,
seseorang akan mampu menggunakan potensi dirinya secara optimal apabila
efikasi diri mendukungnya. Salah satu aspek kehidupan yang dipengaruhi oleh
efikasi diri adalah prestasi. Bandura (1997) mengemukakan efikasi diri
mempunyai peran yang sangat besar terhadap prestasi matematika dan
kemampuan menulis. Beberapa hasil penelitian menunjukkan hasil sebagai
berikut:
a. Penelitian Chemers et al. (2001) menemukan bahwa efikasi diri akademik
berhubungan dengan prestasi dan penyesuaian diri, (secara langsung
17
memengaruhi prestasi akademis, sedangkan secara tidak langsung
memengaruhinya melalui harapan dan persepsi terhadap koping).
b. Pada tahun 1994 Pajares dan Miller menguji pendapat Bandura yang
menyatakan bahwa efikasi diri merupakan variabel yang paling berperan
untuk memprediksi prestasi mahasiswa. Hasil penelitiannya mendukung
pendapat Bandura bahwa efikasi diri merupakan variabel yang paling
tinggi perannya dalam menentukan prestasi mahasiswa (Pajares &
Miller, 1994)
c. Pietsch, Walkeer, dan Chapman (2003) juga menemukan hasil yang sama,
yaitu ada hubungan antara efikasi diri matematika dengan prestasi
matematika.
d. Penelitian Lane et al. (2003) terhadap mahasiswa Pascasarjana mendukung
hasil penelitian sebelumnya bahwa ada hubungan yang signifikan antara
efikasi diri dengan prestasi belajar.
e. Efikasi diri dan goal level berhubungan positif dengan prestasi apabila role
overload rendah, tapi hubungannya tidak signifikan kalau role overload-
nya tinggi (Brown et al., 2005).
f. Dalam kaitannya dengan kemampuan berbahasa, efikasi diri berhubungan
dengan kemampuan mendengarkan (Rahimi & Abedini, 2009)
g. Apabila dikaitkan dengan tingkat kerumitan tugas, hasil penelitian Judge
dan kawan-kawan menunjukkan bahwa efikasi diri hanya dapat
memprediksi prestasi pada tugas yang sederhana, efikasi diri tidak dapat
memprediksi prestasi pada tugas yang kompleks (Judge et al., 2007).
18
h. Efikasi diri berwirausaha mempunyai peran yang sangat meyakinkan
terhadap dorongan berwira usaha (Zhao et al., 2005).
i. Dalam pengasuhan anak, efikasi diri orang tua merupakan variabel yang
dapat dipergunakan untuk memprediksi gaya pengasuhan apa yang akan
diterapkan orang tua, apakah gaya pengasuhan yang bereaksi berlebihan
(disiplin yang keras) atau gaya pengasuhan yang kurang perhatian (disiplin
yang kurang konsisten dan terlalu memberi kebebasan) (Sanders &
Woolley, 2005).
Penelitian yang dilakukan terhadap perilaku orang tua yang mempunyai pekerjaan
beresiko atau tidak aman, ditemukan adanya korelasi positif antara pekerjaan
beresiko atau tidak aman ayah dengan penerapan pola asuh otoriter, sebaliknya
ditemukan korelasi negatif antara pekerjaan beresiko atau tidak aman ibu dengan
penerapan pola asuh otoriter (Lim & Loo, 2003).
2.2.3 Dimensi Efikasi Diri
Menurut Bandura (1977), ada tiga dimensi dari self-efficacy, yaitu :
a. Magnitude
Dimensi ini mengacu pada tingkat kesulitan tugas yang dipersepsikan
berbeda oleh masing-masing individu. Sebagian menganggap masalah itu
sulit, namun sebagian yang lain menganggap masalah itu mudah untuk
dilakukan. Jika individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut
tingkat kesulitannya, maka keyakinan individu akan terbatas pada tugas-
tugas yang mudah, kemudian sedang hingga tugas-tugas yang paling sulit.
b. Generality
19
Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau
tugas pekerjaan. Beberapa pengalaman berangsur-angsur menimbulkan
penguasaan terhadap pengharapan pada bidang tugas atau tingkah laku yang
khusus sedangkan pengalaman lain membangkitkan keyakinan yang
meliputi berbagai tugas.
c. Strength
Aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan seseorang
terhadap keyakinannya. Tingkat efikasi diri yang lebih rendah mudah
digoyangkan oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya,
sedangkan seseorang yang memiliki efikasi diri yang kuat tekun dalam
meningkatkan usahanya meskipun dijumpai pengalaman yang
memperlemahnya.
2.2.4 Sumber Pembentukkan Efikasi Diri
Efikasi diri menurut Alwisol, (2005) dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau
diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman
menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment), pengalaman vikarius
(vicarious experiences), persuasi sosial (social persuation) dan pembangkitan
emosi (emotional/ physiological states). Pengalaman performansi adalah prestasi
yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Pengalaman vikarius diperoleh
melalui model sosial. Persuasi sosial adalah rasa percaya kepada pemberi
persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.
Adapun sumber pembentukan self-efficacy yang dikemukakan oleh Bandura
(1994) yaitu:
20
a. Pengalaman menguasai sesuatu.
Cara yang paling efektif untuk menciptakan rasa efikasi yang kuat adalah
melalui pengalaman menguasai sesuatu. Keberhasilan membangun
kepercayaan yang kuat dalam efikasi pribadi seseorang, sedangkan kegagalan
akan merusaknya.
Jika orang hanya mengalami keberhasilan yang mudah mereka akan datang
untuk mengharapkan hasil yang cepat dan mudah putus asa oleh kegagalan.
Rasa tangguh terhadap keberhasilan membutuhkan pengalaman dalam
mengatasi hambatan melalui usaha yang gigih. Beberapa kemunduran dan
kesulitan dalam kegiatan manusia memiliki tujuan yang berguna dalam
melatih keberhasilan yang biasanya membutuhkan usaha berkelanjutan.
Setelah orang menjadi yakin bahwa mereka memiliki apa yang diperlukan
untuk berhasil, mereka akan bertekun dalam menghadapi kesulitan dan cepat
pulih dari kemunduran, keluar dari masa-masa sulit, dan muncul lebih kuat
dari keterpurukan.
b. Pengalaman perwakilan melalui model sosial.
Cara kedua untuk menciptakan dan memperkuat keyakinan diri terhadap
efikasi adalah melalui pengalaman yang diberikan oleh perwakilan model
sosial. Melihat orang yang mirip dengan diri sendiri berhasil dengan upaya
berkelanjutan menimbulkan keyakinan bahwa mereka juga memiliki
kemampuan menguasai kegiatan sebanding dengan sukses. Ketika melihat
21
orang lain gagal meskipun telah mengerahkan upaya yang tinggi menurunkan
penilaian keberhasilan mereka sendiri dan melemahkan usaha mereka.
Dampak dari pemodelan terhadap self-efficacy sangat dipengaruhi oleh
kesamaan seseorang yang dianggap sebagai model. Jika orang melihat model
sebagai sangat berbeda dari diri mereka sendiri maka sel-efficacy yang
mereka rasakan tidak banyak dipengaruhi oleh perilaku model dan hasilnya
menghasilkan.
Pengaruh modeling lebih dari sekedar memberikan standar sosial untuk
menilai kemampuan sendiri. Seseorang akan mencari model ahli yang
memiliki kompetensi yang mereka cita-citakan. Melalui perilaku mereka dan
cara mengekspresikan pemikiran, model yang kompeten mengirimkan
pengetahuan dan mengajarkan mereka keterampilan yang efektif dan strategis
untuk mengelola tuntutan lingkungan.
c. Persuasi Sosial
Persuasi sosial adalah cara ketiga dalam memperkuat keyakinan individu bahwa
mereka memiliki apa yang diperlukan untuk berhasil. Orang yang dibujuk secara
lisan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan utama
yang diberikan cenderung mengerahkan upaya yang lebih besar dan
mempertahankannya daripada jika mereka bersandar pada keraguan dan
memikirkan kekurangan pribadi ketika masalah timbul. Sejauh ini dalam
meningkatkan persuasif yang dirasakan dalam dirasakan dalam memimpin
self-efficacy seseorang untuk mencoba cukup keras agar dapat berhasil,
mereka mempromosikan pengembangan keterampilan dan rasa keberhasilan
pribadi.
22
Hal ini lebih sulit untuk menanamkan keyakinan yang tinggi terhadap efikasi
pribadi dengan persuasi sosial saja dibanding merusaknya. Orang-orang yang
telah diyakinkan bahwa mereka kurang memiliki kemampuan cenderung
menghindari kegiatan menantang yang mengolah potensi dan cepat menyerah
dalam menghadapi kesulitan.
Pembangun efikasi yang sukses dilakukan lebih dari menyampaikan
penilaian positif. Selain meningkatkan kepercayaan individu terhadap
kemampuan mereka, mereka menyusun situasi bagi diri mereka dengan cara
membawa keberhasilan dan menghindari menempatkan orang dalam situasi
yang tidak tepat di mana mereka cenderung sering gagal. Mereka mengukur
keberhasilan dalam hal perbaikan diri bukan oleh kemenangan atas orang
lain.
d. Keadaan Fisik dan Gairah Emosional
Sebagian besar orang mengandalkan keadaan fisik dan emosional dalam
menilai kemampuan mereka. Mereka menafsirkan reaksi stres dan
ketegangan sebagai tanda-tanda kerentanan terhadap kinerja yang buruk.
Dalam kegiatan yang melibatkan kekuatan dan stamina, seseorang dapat
menilai kelelahan mereka, sakit dan nyeri sebagai tanda-tanda kelemahan
fisik. Suasana hati juga mempengaruhi penilaian seseorang terhadap
keberhasilan pribadi mereka. Suasana hati yang positif meningkatkan self-
efficacy, sedangkan suasana hati yang sedih menguranginya. Cara keempat
keyakinan diri terhadap efikasi adalah untuk mengurangi reaksi stres dan
mengubah kecenderungan emosional yang negatif dan penilaian yang salah
dari keadaan fisik mereka.
23
Situasi stres dan berat pada umumnya menimbulkan gairah emosional,
tergantung pada keadaan yang memberikan penilaian terhadap kemampuan
dirinya. Oleh karena itu, gairah emosional merupakan sumber lain yang dapat
mempengaruhi self-efficacy dalam menghadapi situasi yang mengancam.
Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam
kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan (Bandura, 1977).
2.2.5 Ciri-ciri Individu yang Memiliki Efikasi Diri Tinggi
Menurut Bandura (1997:211) karakteristik individu yang memiliki efikasi diri
yang tinggi adalah ketika individu tersebut merasa yakin bahwa mereka mampu
menangani secara efektif peristiwa dan situasi yang mereka hadapi, tekun dalam
menyelesaikan tugas-tugas, percaya pada kemampuan diri yang mereka miliki,
memandang kesulitan sebagai tantangan bukan ancaman dan suka mencari situasi
baru, menetapkan sendiri tujuan yang menantang dan meningkatkan komitmen
yang kuat terhadap dirinya, menanamkan usaha yang kuat dalam apa yang
dilakukanya dan meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan, berfokus pada
tugas dan memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan, cepat memulihkan
rasa mampu setelah mengalami kegagalan, dan menghadapi stressor atau ancaman
dengan keyakinan bahwa mereka mampu mengontrolnya.
Dewi (2012), menyimpulkan pendapat-pendapat diatas, bahwa orang yang
mempunyai efikasi diri tinggi memiliki ciri-ciri yang selanjutnya dapat dijadikan
indikator efikasi diri sebagai berikut:
a. Memiliki kemampuan diri.
b. Memiliki keyakinan diri (kepercayaan diri).
c. Memiliki kemampuan diri dalam situasi yang berbeda.
24
2.2.6 Penyesuaian Psikologis dan Kepuasan Hidup
Dalam teori sosial kognitif, rendahnya efikasi diri akan menyebabkan
meningkatnya kecemasan dan perilaku menghindar. Individu akan menghindari
aktivitas-aktivitas yang dapat memperburuk keadaan, hal ini bukan disebabkan
oleh ancaman tapi karena merasa tidak mempunyai kemampuan untuk mengelola
aspek-aspek yang berisiko (Bandura, 1997).
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan penyesuaian psikologis menunjukkan
hasil sebagai berikut:
a. Penelitian Jex et al. (2001) terhadap orang-orang yang menghadapi beban
kerja berlebihan menunjukkan adanya hubungan negatif antara efikasi diri
dengan tingkat stres. Orang yang tinggi efikasi dirinya tingkat stresnya
rendah. Pendapat ini juga didukung oleh penelitian McDougall dan Kang
(2003) yaitu ada korelasi negatif antara efikasi diri dengan kecemasan.
Dalam kaitannya dengan emosi orang tua pada waktu menghadapi
perilaku anak yang bermasalah, ada korelasi negatif antara efikasi diri
dengan tingkat kecemasan. Korelasinya signifikan hanya pada ayah, tidak
pada ibu (Hastings & Brown, 2002).
b. Penelitian tentang kondisi fisik penderita kanker yang dilakukan oleh
Hirai et al. (2002) menunjukkan hasil ada korelasi yang tinggi antara
kondisi fisik, efikasi diri dan stres. Pasien yang baik kondisi fisiknya akan
tinggi efikasi dirinya, pasien yang tinggi efikasi dirinya akan rendah
tingkat stresnya.
c. Dalam kaitannya dengan burnout, efikasi diri dapat dipergunakan untuk
memprediksi terjadinya burnout pada para guru (Brouwers et al., 2001).
25
d. Dalam penelitiannya terhadap guru-guru di Italia, Caprara et al. (2003)
menemukan hasil ada hubungan antara efikasi diri dengan kepuasan kerja.
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Sahu dan Rath (2003) yaitu ada
korelasi antara efikasi diri dengan kesejahteraan.
e. Penelitian yang dilakukan oleh Cubukcu (2008) terhadap peserta pelatihan
guru bahasa Inggris di Turki menunjukkan hasil yang tidak sejalan dengan
penelitian-peneltian sebelumnya, yaitu tidak ada korelasi antara efikasi
diri dengan kecemasan
Bandura (1997) menyatakan bahwa belajar observasional ditentukan oleh empat
sub-proses, yaitu:
a) Proses attentional, proses ini menentukan apa yang diseleksi untuk
diamati.
b) Proses retention, proses ini berhubungan dengan proses representasi
kognitif
c) Proses Production, dalam proses ini konsep diterjemahkan ke dalam
tindakan yang sesuai
d) Proses motivational, beberapa hal yang menentukan proses ini: external
incentives, vicarious incentives, self-incentives, obseerver attributes.
26
Gambar 2. Bagan Efikasi Diri Albert Bandura
Gambar 2. Empat sub proses dalam belajar observasional (Bandura, 1997)
Menurut Bandura (1997) beberapa faktor yang menjadi pertimbangan pengamat
dalam memilih model adalah:
a. Dalam memilih model, orang cenderung memilih model yang ada
kemiripannya dengan diri, perilaku model akan meningkatkan efikasi diri
apabila model sukses, dan menurunkan efikasi apabila model gagal.
b. Dalam hal ras dan gender orang cenderung memandang orang yang ada
persamaan ras dan gender lebih dapat dipercaya, sehingga perilakunya
lebih menguatkan keyakinan efikasi. Untuk meningkatkan keyakinan
27
efikasi untuk belajar dan meningkatkan kompetensi orang cenderung lebih
memilih model yang memiliki keterampilan banyak daripada model yang
memiliki keterampilan tunggal.
c. Orang cenderung lebih memilih model yang mampu mengatasi
kesulitannya dengan gigih daripada model yang mengatasi
permasalahannya dengan tanpa perjuangan.
d. Pengamat lebih memilih model yang mampu menunjukkan strategi untuk
mengelola situasi sulit dan mampu mengutarakan instruksi dalam bentuk
strategi koping daripada model yang emosional,
e. Petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh model yang kompeten akan lebih
diperhatikan daripada petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh model yang
tidak kompeten.
Penelitian Martino et al. (2005) tentang pengaruh tayangan adegan seks di televisi
terhadap perilaku seksual remaja menunjukkan bahwa model di televisi tersebut
memengaruhi perilaku remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah. Hasil
penelitian ini mendukung pendapat Bandura tentang peran model dalam
mengarahkan perilaku manusia.
2.2.7 Persuasi verbal
Persuasi verbal merupakan informasi yang sengaja diberikan kepada orang yang
ingin diubah efikasi dirinya, dengan cara memberikan dorongan semangat bahwa
permasalahan yang dihadapi bisa diselesaikan. Dorongan semangat yang
diberikan kepada orang yang mempunyai potensi dan terbuka menerima informasi
akan menggugah semangat orang bersangkutan untuk berusaha lebih gigih
meningkatkan efikasi dirinya. Semakin percaya orang kepada kemampuan
28
pemberi informasi maka akan semakin kuat keyakinan untuk dapat merubah
efikasi diri. Apabila penilaian diri lebih dipercaya daripada penilaian orang lain
maka keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki sulit digoyahkan. Informasi
yang diberikan akan lebih efektif apabila langsung menunjukkan keterampilan-
keterampilan yang perlu dipelajari untuk meningkatkan efikasi diri. Persuasi
verbal akan berhasil dengan baik apabila orang yang memberikan informasi
mampu mendiagnosis kekuatan dan kelemahan orang yang akan ditingkatkan
efikasi dirinya, serta mengetahui pengetahuan atau keterampilan yang dapat
mengaktualisasikan potensi orang tersebut (Bandura, 1997).
2.2.8 Keadaan Fisiologis dan Suasana Hati
Dalam suatu aktivitas yang melibatkan kekuatan dan stamina, orang akan
mengartikan kelelahan dan rasa sakit yang dirasakan sebagai petunjuk tentang
efikasi dirinya. Demikian juga dengan suasana hati, perubahan suasana hati dapat
memengaruhi keyakinan seseorang tentang efikasi dirinya. Dalam kaitannya
dengan keadaan fisiologis dan suasana hati, ada empat cara untuk merubah
keyakinan efikasi, yaitu: (1) meningkatkan kondisi tubuh, (2) Menurunkan stres
(3) merubah emosi negatif, dan (4) mengkoreksi kesalahan interpretasi terhadap
keadaan tubuh (Bandura, 1997). Pada waktu seseorang merasa sedih, maka
penilaian terhadap diri cenderung rendah (tidak berarti). Orang cenderung
membuat evaluasi diri positif pada waktu suasana hati positif, dan evaluasi negatif
pada waktu suasana hati negatif. Mengalami keberhasilan pada waktu suasana hati
positif akan menimbulkan efikasi diri tinggi, sedangkan mengalami kegagalan
pada waktu suasana hati negatif akan menimbulkan efikasi diri rendah. Orang
yang gagal dalam suasan hati gembira cenderung overestimate terhadap
29
kemampuannya, sedangkan orang yang sukses dalam suasana hati sedih
cenderung underestimate terhadap kemampuannya (Bandura, 1997). Ada korelasi
positif antara kecerdasan emosional dengan efikasi kepemimpinan (Villanueva &
Sanchez 2007). Dalam kaitannya dengan komitmen untuk berhenti minum
minuman keras, pada waktu suasana hati sedang sedih efikasi untuk tidak
meminum minuman keras rendah (Dill et al., 2007).
2.2.9 Peran Efikasi Diri
Dalam kehidupan sehari – hari, efikasi diri banyak memberikan kontribusi yang
cukup berarti, selama kita menerapkan rencana yang telah kita buat untuk meraih
tujuan. Karena efikasi diri tidak hanya merupakan perkiraan terhadap suatu
perilaku yang akan dilakukan, tetapi juga merupakan keyakinan individu untuk
berperilaku dengan melihat kemampuan yang dimiliki mencakup kemampuan
kognitif, sosial dan kecakapan-kecakapan perilaku. Apabila individu bisa melihat
kemampuannya sebagai suatu kumpulan informasi pola perilaku, pola pikir dalam
menentukan strategi penuntasan tugas dan reaksi-reaksi emosional yang dialami
dalam menghadapi tugas dan situasi tertentu, maka akan sangat membantu dalam
pencapaian tujuannya. Bandura mengemukakan bahwa penilaian terhadap
kemampuan yang dimiliki akan mempengaruhi bebrapa faktor perilaku yang
muncul, antara lain:
a. Pilihan Perilaku
Dalam kehidupan sehari-hari, individu harus memilih perilaku yang akan
dimunculkan. Mereka juga harus mempertimbangkan berapa lama bertahan
melakukan perilaku yang telah diambil tersebut. Dalam pengambilan
keputusan tersebut, penilaian terhadap efikasi diri memegang peranan
30
penting. Individu cenderung menghindari tugas dan situasi yang mereka
perkirakan melebihi kemampuan yang ada dalam dirinya, sebaliknya mereka
berusaha dengan baik apabila mereka yakin memiliki kemampuan yang
memadai untuk menghadapi situasi tersebut.
Individu yang memiliki efikasi diri tinggi senantiasa mantap dan teguh dalam
mencoba perilaku yang telah terpilih dan strategi yang mereka butuhkan.
Sedangkan individu yang efikasi dirinya rendah seringkali ragu-ragu dan
merasa tidak mampu. Perasaan ini seringkali menimbulkan kesulitan dan
kegagalan karena mereka sudah terlebih dahulu merasa tidak mampu untuk
menghadapi situasi tersebut.
b. Usaha dan Ketekunan
Efikasi diri individu menentukanseberapa besar usaha dan ketekunan individu
serta berapa lama mereka bertahan dalam menghadapi hambatan atau
pengalaman yang tidak mengenakkan dalam setiap situasi yang dihadapi.
Individu dengan efikasi diri yang tinggi cenderung akan tetap fokus dan
berusaha mencari jalan terbaik untuk mengatasi setiap rintangan yang
menghambat tercapainya tujuan mereka. Mereka akan terus mencoba
berbagai alternatif perilaku dan strategi yang dibutuhkan. Mereka selalu
melihat kesulitan sebagai sebuah tantangan.
Sementara individu yang memiliki efikasi diri rendah, akan terganggu dengan
perasaan ragu-ragu terhadap kemampuannya ketika menghadapi kesulitan,
sehingga mengurangi usahanya dalam mencapai tujuan dan lebih mudah
menyerah. Bahkan mungkin akan menghentikan usahanya kalau pada tahap
awal usaha mereka sudah gagal.
31
c. Pola pikir dan reaksi emosional
Keyakinan individu terhadap kemampuannya juga mempengaruhi pola pikir
dan reaksi emosi individu ketika menghadapi tantangan dari lingkungannya.
Individu dengan efikasi diri yang tinggi cenderung melihat kegagalan yang
mereka alami sebagai akibat dari usaha mereka yang kurang dan bukan
karena kemampuan merea yang kurang. Sementara bagi yang memiliki
efikasi diri yang rendah cenderung memandang kegagalan sebagai kurangnya
kemampuan dan bakat yang mereka miliki.
Ketiga hal yang telah dijelaskan di atas merupakan suatu yang saling terkait satu
sama lain pada rangkaian perilaku individu dalm kehidupan sehari-hari. Setiap
aktivitas yang dilakukan selalu melibatkan pilihan perilaku, pola pikir dan reaksi
emosi serta usaha dan ketekunan dari individu yang bersangkutan. Berdasarkan
hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa efikasi diri memiliki peranan yang
cukup besar bagi individu dalam mencapai suatu tujuan dengan mempergunakan
kemampuannya.
2.2.10 Efikasi Diri dalam Self Regulated Learning
Efikasi diri diduga akan mempengaruhi self regulated learning. Menurut Winne
(Santrock, 2007) self regulated learning adalah kemampuan untuk memunculkan
dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu
tujuan. Tujuan ini bisa jadi berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman
dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar perkalian, mengajukan
pertanyaan yang relevan), atau tujuan sosioemosional (mengontrol kemarahan,
belajar akrab dengan teman sebaya). Orang yang memiliki efikasi diri yang tinggi
akan memiliki keyakinan mengenai kemampuannya dalam mengorganisasi dan
32
menyelesaikan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu dalam
berbagai bentuk dan tingkat kesulitan. Hal ini berdampak self regulated learning
juga akan tinggi. Ia akan mampu mengelola mengelola secara efektif pengalaman
belajarnya sendiri di dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang
optimal. Efikasi diri yang rendah akan sangat mempengaruhi seseorang dalam
menyelesaikan tugasnya untuk mencapai hasil tertentu. Hal ini dapat dikaitkan
dengan kurangnya informasi tentang kemampuan para siswa untuk yakin pada
dirinya sendiri dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepada mereka.
Selain efikasi diri, faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi self regulated
learning adalah dukungan sosial. Dukungan sosial termasuk sebagai faktor
lingkungan. Baron dan Byrne (2005) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah
kenyamanan secara fisik & psikologis yang diberikan oleh teman/anggota
keluarga. Dukungan sosial juga dapat dilihat dari banyaknya kontak sosial yang
terjadi atau yang dilakukan individu dalam menjalin hubungan dengan sumber-
sumber yang ada di lingkungan. Penelitian ini lebih menekankan pada dukungan
sosial yang bersumber dari keluarga.
House (Smet, 1994) menyatakan empat aspek dukungan sosial yaitu, dukungan
emosional, penghargaan, instrumental, dan informatif. Menurut Johnson &
Johnson (1991) dukungan sosial berasal dari orang-orang penting yang dekat
(significant others) bagi individu yang membutuhkan bantuan misalnya di sekolah
seperti guru dan teman-temannya. Menurut Johnson & Johnson (1991) ada empat
manfaat dukungan sosial, yaitu dukungan sosial dihubungkan dengan pekerjaan
akan meningkatkan produktivitas, meningkatkan Nobelina Adicondro & Alfi
Purnamasari 21 kesejahteraan psikologis dan penyesuaian diri dengan
33
memberikan rasa memiliki, memperjelas identitas diri, menambah harga diri serta
mengurangi stres, meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik serta
pengelolaan terhadap stress & tekanan.
Dukungan sosial menjadi hal yang diduga dapat mempengaruhi self regulated
learning. Dukungan sosial dari keluarganya tinggi diduga akan meningkatkan self
regulated learning. Orang yang mendapatkan dukungan sosial keluarga yang
tinggi maka akan banyak mendapatkan dukungan emosional, penghargaan,
instrumental, dan informatif dari keluarga. Apabila dukungan emosional tinggi,
individu akan merasa mendapatkan dorongan yang tinggi dari anggota keluarga.
Apabila penghargaan untuk individu tersebut besar, maka akan meningkatkan
kepercayaan diri. Apabila individu memperoleh dukungan instrumental, akan
merasa dirinya mendapat fasilitas yang memadai dari keluarga. Apabila individu
memperoleh dukungan informatif yang banyak, akan inidvidu itu merasa
memperoleh perhatian dan pngetahuan. Hal tersebut berdampak pada self
regulated learning individu tersebut menjadi tinggi karena individu mampu
mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri di dalam berbagai cara
sehingga mencapai hasil belajar yang optimal.
2.3 Efikasi Diri Komputer
Teknologi informasi dan Komputer berkembang sangat pesat. Penggunaan
komputer dalam pengerjaan suatu tugas adalah hal yang biasa kita temui saat ini.
Kebutuhan komputer pada saat ini sudah menjadi suatu kewajiban. Karena
banyaknya pekerjaan yang membutuhhkan alat canggih dan multifungsi ini.
Namun tidak semua orang baik siswa maupun pekerja mampu untuk
mengoperasikan komputer dengan optimal. Jika mereka memiliki kemampuan
34
pengggunaan komputer dengan baik tentunya ini akan sangat mempermudah
urusan dan pekerjaan.
Masalahnya adalah Efikasi Diri Komputer ada bukan karena seseorang tidak
memiliki kecakapan dalam hal tersebut melainkan kepercayaan diri yang rendah
jika mereka mampu menggunakannya karena dia percaya bahwa dia tidak
memiliki nilai pokok pada hal yang dikuasai. Bandura (1997) mengatakan bahwa
efikasi diri pada dasarnya adalah hasil proses kognitif berupa keputusan,
keyakinan, atau penghargaan tentang sejauh mana individu memperkirakan
kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Menurut dia, efikasi diri tidak
berkaitan dengan kecakapan yang dimiliki, tapi berkaitan dengan keyakinan
individu mengenai hal apa yang dapat dilakukan dengan kecakapan yang ia miliki
seberapa pun besarnya.
2.4 Tinjauan Tentang Aparatur Pemerintah Daerah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) aparatur pemerintah daerah
didefinisikan sebagai perangkat, alat atau pegawai pada suatu lingkungan
pemerintahan yang meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan dan
kepegawaian yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan
sehari-hari.
2.5 Macam-macam Generasi Berdasarkan Perkembangan Digital
2.5.1 Digital Immigrant dan Digital Native (Mac Prensky)
Marc Prensky, seorang pemerhati dunia pendidikan, dalam tulisan ilmiahnya pada
tahun 2001 yang berjudul “Digital Natives, Digital Immigrants” membagi umat
35
manusia menjadi dua, yakni generasi Digital Immigrant dan Digital Native.
Digital Native adalah kelompok yang saat mulai belajar menulis sudah mengenal
internet atau yang saat ini berada di bawah 24 tahun. Sedangkan Digital
Immigrant adalah yang mengenal dunia internet setelah mereka dewasa.
Digital Native adalah net generation yaitu generasi yang lahir setelah tahun 1980-
an, dimana mereka selalu dikelilingi dan menggunakan komputer, video game,
pemutar musik digital, kamera video, telepon selular dan mainan digital lain.
Sedangkan Digital Immigrant adalah orang-orang yang lahir sebelum tahun 1980
dan tidak tumbuh di era budaya digital. Mereka memerlukan kemampuan
beradaptasi dengan teknologi dalam kehidupan sehari-hari (Hill, 2010: 22).
Menurut Marc Prensky, pelajar siswa sekolah di era sekarang adalah penduduk
asli dunia digital sedangkan guru pengajarnya keteteran karena mereka baru saja
pindah ke dunia digital. Tidak hanya di dunia pendidikan, di dunia pemasaran
juga terjadi gejala yang sama. Konsumen yang baru, terutama mereka yang
berasal dari generasi millenium, lahir dan beranjak dewasa dengan macam
kecanggihan teknologi digital.
Mengingat Digital Native adalah seseorang yang lahir selama atau setelah digital
itu dikenalkan dengan lebih luas dan mereka mulai terbiasa berinteraksi dengan
digital sejak usia dini sehingga mereka sudah mulai memahami dari sejak dini
tentang hal-hal yang berhubungan dengan digital. Digital Native ini mempunyai
karakter yaitu lahir setelah tahun 1980, namun dengan catatan mereka hidup di
tempat yang dikelilingi oleh teknologi. Mengerjakan banyak tugas dalam satu
36
waktu, contoh: mengerjakan paper di komputer sambil mendengarkan musik dan
lain-lain. Lebih menyukai membaca dari screen atau layar.
Untuk hal ini, menurut penelitian yang dilakukan oleh Gary Small (2008) dalam
bukunya yang bejudul IBrain, ia mengatakan bahwa informasi yang dibaca
melalui screen akan memperbanyak proses penyambungan neuron-neuron di
otak. Lebih menyukai multimedia daripada hanya sekedar teks, lebih cepat
memahami konsep, pengguna teknologi. Bagi mereka tidak ada perbedaan antara
dunia offline dan online. Otak mereka dibentuk oleh dunia digital, dan mengenai
hal ini berbagai riset mengenai neurobiology pun sudah mengkonfirmasiikan
bahwa secara fisik otak mereka berbeda dengan orang yang non-digital karena
digital input yang mereka terima ketika beranjak dewasa, ketika bermain games,
nonton TV digital, berkomunikasi lewat handphone.
Perbedaan yang mencolok antara generasi Digital Immigrant dengan generasi
Digital Native adalah multi-tasking dengan tidak multi-tasking. Kaum muda di
zaman sekarang ini bersifat multi-tasking, misalnya dengan menelpon saat
mengendarai kendaraan, meng-update status media sosial saat rapat dikantor, dan
membaca pesan WhatsApp saat berbicara atau berbincang. Digital Native
dicirikan dengan ciri sebagai berikut, antara lain :
1. Freedom : menyukai kebebasan dalam berekspresi seperti bebas
mengutarakan opini dalam halaman akun media sosial.
2. Customize dan Personalize : memutuskan sesuatu dengan melakukan
pemilihan karena dengan adanya kemudahan teknologi digital sekarang ini
membuat kita dapat bebas memilih apa saja, misalnya menentukan
tontonan yang kita suka dengan adanya Youtube dan Netflix.
37
3. The relationship generation : senang berinteraksi atau berhubungan
dengan menggunakan media sosial.
4. Need for speed : sangat membutuhkan kecepatan dan mobilitas dalam
melakukan aktivitasnya.
5. The innovators : selalu mengeksplorasi sesuatu yang baru.
Ada tiga macam Digital Native, yaitu :
1. Avoiders : orang yang beradaptasi dengan teknologi secara lambat,
misalnya memiliki smartphone dengan paket kuota internet tapi, lebih
memilih membaca koran atau dosen yang memilih untuk membaca tugas
mahasiswa langsung hardcopy dan menolak email.
2. Reluctant Adopters :pengadopsi yang masi enggan menggunakan
secara full atau religius kecanggihan teknologi digital lebih update
dari avoiders, sudah bisa beradaptasi dengan teknologi, tetapi tidak terlalu
cepat.
3. Eager : orang-orang yang antusias terhadap perkembangan teknologi,
mudah dan cepat dalam beradaptasi dengan teknologi terbatas.
2.5.2 Dampak Teknologi pada Generasi Digital Natives
Impak teknologi informasi tidak hanya memunculkan pada kepemilikan perangkat
komunikasi tetapi berdampak pada kebiasaan seseorang dalam mengakses
informasi. Perpustakaan perguruan tinggi memiliki peran penting dalam
memberdayakan koleksi dan pengguna seperti yang dikemukakan Hawisher yang
dikutip Avarez (2009) bahwa
“Today, if students cannot write to the screen – if they cannot design, author,analyze, and interpret material on the Web and in other digital environments –
38
they may be incapable of functioning effectively as literate citizens in a growingnumber of social spheres”.
Mahasiswa sebagai pengguna perpustakaan muncul dalam pembagian generasi
berbeda dan ini berdampak pula dengan penyediaan dan layanan perpustakaan.
Pew Research Center (2010) membagi generasi manusia dalam lima kategori
berdasarkan kurun waktu tahun kelahiran yaitu: (a) The Greatest Generation
(sebelum 1928); (b) The Silent Generation (1928-1945); (c) The Baby Boomer
(1946-1964); (d) Generation X (1965-1980); (e) Millennial Generation (1981-
1993). Sedangkan Oblinger & Oblinger (2005) membagi generasi manusia dalam
4 kategori: (a) Matures (1900-1946); (b) The Baby Boomer (1946-1964), (c)
Generation X (1965-1982); (d) Net Generation (1982-1991). Generasi manusia
yang dikemukakan Jim Marteney (2010) yang dikutip Hasugian (2011) dibagi
dalam 6 kategori yaitu: (a) The Greatest Generation (World War II, 1901-1924),
(b) The Silent Generation (1925-1942); (c) The Baby Boomers (1943-1960); (d)
Generasi X (1961-1981); (e) Millennial (1982-2002); (f) Digital Natives
(Generasi Z atau Internet Generation), mulai tahun 1994 sampai akhir tahun
sekarang. Generasi Digital Natives kadang disebut the native gadget yang lahir
pada abad digital (Avarez, 2009; Brynko, 2009; Prensky, 2001).
Pembagian generasi manusia dari ketiga versi di atas mengacu konteks generasi
manusia di Amerika Serikat dan menunjukkan adanya kemiripan dari beberapa
pembagian tahun kelahiran. Sebagai contoh, generasi Baby Boomer menurut Pew
Research Center dan Oblinger & Oblinger berkisar tahun 1946-1964, sedangkan
menurut Jim Marteney berkisar pada tahun 1954-1960. Pada prinsipnya dengan
39
melihat pembagian generasi manusia di atas, kita dapat melihat cara seseorang
mengadopsi dan menggunakan teknologi dan pengaruh pada kehidupan terutam
interaksi sosialnya.
Generasi Digital Natives mengganggap perangkat komunikasi sebagai bagian
integral dari kehidupannya. Sedangkan orang-orang yang tidak lahir pada abad
digital tetapi mengadopsi teknologi baru dianggap sebagai Digital Immigrants,
karena ada proses adaptasi pada lingkungan dengan mengadopsi teknologi.
Seorang individu yang lahir pada abad digital, tumbuh dan memperoleh
pendidikan pada tingkat sekolah dasar dengan perangkat komputer, individu
tersebut dianggap sebagai generasi Digital Natives. Mulai dari pendidikan dasar
sudah dihadapkan dengan penggunaan komputer, seperti, kuis interaktif online,
video games, handphone, internet, e-mail dan sebagainya. Sedangkan guru
dianggap sebagai generasi Digital Immigrants yang bisa saja keterampilan literasi
komputer didapatkan pada masa kuliah atau memasuki dunia kerja.
Bila dicari perbandingan, seseorang yang lahir tahun 1970, diprediksi mulai
menggunakan komputer pada saat kuliah (setelah usia 17 tahun). Bandingkan
dengan seseorang yang lahir pada tahun 1994 dan sesudahnya. Dari ilustrasi
tersebut bisa terlihat bagaimana perbedaan individu dari generasi berbeda
memperlihatkan perbedaan keterampilan komputer.
Ku & Soulier, 2009; Wilson (2004) yang dikutip Li et al., (2007) menyebutkan
karakteristik Digital Natives sebagai orang yang ‘opportunistic’ dan ‘omnivorous’
yang menikmati sesuatu dalam lingkungan yang serba online (ingin mendapatkan
informasi dengan cepat); menyukai kolaborasi dari satu orang ke orang lain
40
(secara berjejaring); multitasking; menyukai proses kerja secara pararel; menyukai
sesuatu yang berbentuk gambar interaktif dibanding dengan teks; menyukai
bekerja sebagai suatu ‘games’; mengharapkan suatu penghargaan, puas dengan
sesuatu yang serba instan; akses secara random (hypertext). Lingkungan hypertext
muncul seiring perkembangan internet sehingga berdampak pada cara yang
berbeda dalam menggunakan informasi. Internet memfasilitasi perbedaan
mengakses informasi bagi seorang individu dengan informasi sama tetapi dengan
proses berbeda.
Braston (2006); Prensky (2001) menyebutkan kesenangan bermain games dari
generasi Digital Natives memunculkan konsep ‘gaming is learning tool’ dan bisa
digabungkan dengan pengetahuan dan informasi dan menarik bagi pendidik.
Konsep ini sudah banyak diadopsi oleh perusahaan yang mengeluarkan permainan
pendidikan interaktif (edutainment). Pendek kata generasi Digital Natives selalu
berinteraksi dan terhubung dengan internet sepanjang waktu.
Selain kebiasaan baru yang muncul dari generasi Digital Natives, Gaith (2010)
mengemukakan bahwa gaya belajar juga bisa terpengaruh, sehingga muncul
anggapan bahwa cara belajar mereka sudah terbiasa dengan serba cepat,
menciptakan koneksi secara acak, memproses informasi visual secara dinamis dan
bisa saja informasi yang diperoleh bisa akurat atau bermanfaat.
Robinson (2007) mengatakan tentang penelitian yang pernah dimuat dari The
OCLC Report College Student’s Perceptions of Libraries and Information
Resources, ternyata 89 persen lebih menyukai akses format elektronik serta 53
41
persen lebih mempercayai informasi yang diperoleh melalui mesin pencari
dibanding mencari informasi ke perpustakaan.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disarikan bahwa generasi digital natives
sebagai seseorang yang melakukan sesuatu dengan cara multitasking, bekerja
secara pararel (berjejaring), menyukai suatu permainan yang interaktif, akses
secara random, ingin segera mendapatkan informasi dalam waktu cepat, serta
preferensi informasi pada sumber-sumber online lebih besar dibanding sumber
informasi di perpustakaan. Karakteristik generasi Digital Natives seperti ini,
menjadi peluang bagi pustakawan perguruan tinggi di Indonesia untuk
mengembangkan penyampaian literasi informasi dengan cara lain, yaitu
multimedia dan digital.
2.5.3 Theory of Generation (Karl Mannheim)
Perbedaan generasi dalam lingkungan kerja menjadi salah subyek yang selalu
muncul dalam perkembangan manajemen sumber daya manusia, dan konsep
perbedaan generasi terus berkembang dari waktu ke waktu. Penelitian yang
pertama tentang perkembangan nilai – nilai generasi dilakukan oleh Manheim
pada tahun 1952, penelitian tersebut didasarkan pada tulisan – tulisan dalam
bidang sosiologi tentang generasi pada kisaran tahun 1920 sampai dengan tahun
1930. Mannheim (1952) mengungkapkan bahwa generasi yang lebih muda tidak
dapat bersosialisasi dengan sempurna karena adanya gap antara nilai – nilai ideal
yang diajarkan oleh generasi yang lebih tua dengan realitas yang dihadapi oleh
generasi muda tersebut, lebih lanjut dikatakan bahwa lokasi sosial memiliki efek
yang besar terhadap terbentuknya kesadaran individu.
42
Teori Generasi (Theory of Generation or Sociology of Generation) pertama
diutarakan oleh seorang sosiologis asal Hungaria bernama Karl
Mannheim dalam sebuah essai berjudul “The Problem of Generations” pada
tahun 1923. Essai ini dianggap sebagai “the most systematic and fully
developed” dan juga “the seminal theoretical treatment of generations as
a sociological phenomenon”.
Mannheim mendefinisikan sebuah generasi adalah sebuah kelompok yang terdiri
dari individu yang memiliki kesamaan dalam rentang usia, dan berpengalaman
mengikuti peristiwa sejarah penting dalam suatu periode waktu yang sama. Dan
dalam banyak essai berikutnya dia juga mengatakan bahwa perspektif, kesadaran
sosial dan pencapaian kedewasaan dari kaum muda akan berjalan seiring dengan
waktu dan tempat (dimana kejadian sejarah dalam era tersebut akan berpengaruh
secara signifikan).
Menurut Manheim (1952) generasi adalah suatu konstruksi sosial dimana
didalamnya terdapat sekelompok orang yang memiliki kesamaan umur dan
pengalaman historis yang sama. Lebih lanjut Manheim (1952) menjelaskan bahwa
individu yang menjadi bagian dari satu generasi, adalah mereka yang memiliki
kesamaan tahun lahir dalam rentang waktu 20 tahun dan berada dalam dimensi
sosial dan dimensi sejarah yang sama. Definisi tersebut secara spesifik juga
dikembangkan oleh Ryder (1965) yang mengatakan bahwa generasi adalah
agregat dari sekelompok individu yang mengalami peristiwa – peristiwa yang
sama dalam kurun waktu yang sama pula.
43
Dalam beberapa tahun terakhir definisi generasi telah berkembang, salah satunya
adalah definisi menurut Kupperschmidt’s (2000) yang mengatakan bahwa
generasi adalah sekelompok individu yang mengidentifikasi kelompoknya
berdasarkan kesamaan tahun kelahiran, umur, lokasi, dan kejadian – kejadian
dalam kehidupan kelompok individu tersebut yang memiliki pengaruh signifikan
dalam fase pertumbuhan mereka. Dari beberapa definisi tersebut teori tetang
perbedaan generasi dipopulerkan oleh Neil Howe dan William Strauss pada tahun
1991. Howe & Strauss (1991, 2000) membagi generasi berdasarkan kesamaan
rentang waktu kelahiran dan kesamaan kejadian – kejadian historis. Pembagian
generasi tersebut juga banyak dikemukakan oleh peneliti – peneliti lain dengan
label yang berbeda – beda, tetapi secara umum memiliki makna yang sama.
Sebagai contoh menurut Martin & Tulgan (2002) Generasi Y adalah generasi
yang lahir pada kisaran tahun 1978, sementara menurut Howe & Strauss (2000)
generasi Y adalah generasi yang lahir pada tahun 1982, hal tersebut terjadi karena
adanya perbedaan skema yang digunakan untuk mengelompokkan generasi
tersebut, karena peneliti – peneliti tersebut berasal dari Negara yang berbeda.
Beberapa pendapat tentang pebedaan generasi dapat dilihat pada tabel berikut :
44
Tabel 3. Pengelompokan Generasi
Sumber: http://www.bukukerja.com/2018/08/teori-perbedaan-generasi.html
1. Generasi “Matures (Pra Baby Boom)” (lahir sebelum 1946)
Generasi “matures (Pra Baby Boom)” untuk orang yang lahir sebelum 1946,
dimana mereka mengalami peristiwa sejarah penting dalam sejarah umat
manusia yaitu mengalami Perang Dunia I dan II.
2. Generasi “Baby Boomers” (lahir 1946-1964)
Generasi “Baby Boomers” yaitu untuk orang yang lahir setelah PD II atau
pada kisaran tahun 1946-1964 dimana manusia pada era itu memiliki angka
kelahiran yang terbanyak pada sejarah umat manusia sehingga disebut era
“Baby boom”, dan orang-orang yang lahir pada generasi ini disebut “Baby
Boomers”.
Pada era ini perilaku manusia sedang berjuang untuk mencapai pemulihan
pasca PD II, negara jajahan banyak berusaha memerdekakan
diri, pembangunan sedang digalakan baik di negara yang baru merdeka
45
maupun yang memulihkan diri pasca PD, berusaha memenuhi kebutuhan
pokok warganya merupakan program prioritas kebanyakan negara.
3. Generasi “X” (lahir 1965-1980)
Istilah “Generasi X” diciptakan oleh seorang fotografer Hungaria bernama
Robert Capa di awal 1950-an. Dia menggunakan istilah ini sebagai judul
untuk foto-esai tentang pria dan wanita muda yang tumbuh cepat setelah
Perang Dunia Kedua. Proyek ini pertama kali muncul di “Picture
Post” (Inggris) dan “Holiday” (AS) pada tahun 1953. Menggambarkan
niatnya, Capa berkata “Kami bernama generasi yang tidak diketahui,
Generasi X, dan bahkan dalam antusiasme pertama kami menyadari bahwa
kami memiliki sesuatu yang jauh lebih besar dari bakat dan kita bisa
mengatasinya”.
Akan tetapi penggunaan istilah generasi X populer setelah nama itu
digunakan menjadi sebuah judul novel ”Generation X: Tales for an
Accelerated Culture” oleh novelis Douglas Coupland yang rilis di tahun
1991. Coupland menamainya “X” karena adanya ketidakpastian pada
generasi mereka. Pada masa ini kelahiran bayi menurun drastis disebabkan
munculnya era anti-anak di negara adidaya seperti Amerika Serikat.
4. Generasi “Y” (lahir 1981-1994)
Ungkapan Generasi Y itu mulai dipakai pada editorial koran besar di
Amerika Serikat bulan Agustus tahun 1993. Pada saat itu editor koran
tersebut sedang membahas para remaja yang pada saat itu baru berumur 12–
13 tahun, namun memiliki perilaku yang berbeda dengan Generasi X.
46
Kemudian perusahaan-perusahaan pada saat itu mulai mengelompokan
anak-anak yang lahir setelah tahun 1980-an sebagai anak-anak Generasi Y.
Lain pendapat dari William Strauss dan Neil Howe, pada tahun 2000
berdasarkan suatu penelitian demografis yang sangat luas mereka menulis
buku yang didekasikan kepada Generasi Y dengan diberi judul “Millennials
Rising: The Next Great Generation”.
Di dalam buku ini mereka memakai 1982 dan 2001 sebagai masa di mana
Generasi Y mulai dan berakhir. Mereka sangat percaya bahwa semua orang
yang lulus SMA sampai tahun 2000 nanti akan sangat berbeda dengan
mereka yang lulus SMA sebelum dan sesudah masa itu, karena orang-orang
pada masa itu menerima banyak perhatian dari media dan perkembangan
politik yang mereka terima. Bahkan William Strauss dan Neil Howe
berpendapat bahwa generasi ini akan menjadi generasi yang peduli akan
masalah-masalah kemasyarakatan.
5. Generasi “Z” (1995-2010)
Generasi ini lahir dan dibesarkan di era serba digital dan teknologi canggih.
Tentunya hal ini berpengaruh terhadap perkembangan perilaku dan
kepribadian mereka. Kiblat mereka adalah internet, sehingga mempermudah
mereka mendapatkan akses informasi terkini. Sisi positif dari karakteristik
generasi Z adalah mereka fasih dengan teknologi digital. Bill Gates
menyebut generasi ini sebagai Generasi I atau Generasi Informasi.
47
Hingga saat ini, apabila kita membaca berbagai literatur yang
mendiskusikan tentang batasan pasti “Cut Off” setiap Generasi, tidak
pernah ada suatu kesepakatan dari seluruh peneliti kapan setiap generasi ini
dimulai dan berakhir. Bahkan kebanyakan menganggap Generation Y dan
Generation Z merupakan generasi yang sama.
2.5.4 Proses Pengelompokan Generasi
Pemahaman dasar mengenai pengelompokan generasi adalah adanya premis
bahwa generasi adalah sekelompok individu yang dipengaruhi oleh kejadian –
kejadian bersejarah dan fenomena budaya yang terjadi dan dialami pada fase
kehidupan mereka (Nobel & Schewe, 2003; Twenge, 2000), dan kejadian serta
fenomena tersebut menyebabkan terbentuknya ingatan secara kolektif yang
berdampak dalam kehidupan mereka (Dencker et al. 2008). Jadi kejadian historis,
sosial, dan efek budaya bersama dengan faktor-faktor lain ini akan berpengaruh
terhadap terbentuknya perilaku individu, nilai, dan kepribadian (Caspi & Roberts,
2001; Caspi et.al, 2005).
Dari penjelasan tersebut ada 2 hal utama yang mendasari pengelompokan
generasi, yaitu faktor demografi khususnya kesamaan tahun kelahiran dan yang
kedua adalah faktor sosiologis khususnya adalah kejdian – kejadian yang historis,
menurut Parry & Urwin (2011) faktor kedua lebih banyak dipakai sebagai dasar
dalam studi maupun penelitian tentang perbedaan generasi. Para ahli berpendapat
bahwa generasi terbentuk lebih disebabkan karena kejadian atau event yang
bersejarah dibanding dengan tahun kelahiran, sebagai contoh dalam tabel 1 dapat
dilihat bahwa generasi Baby Boom dimulai pada rentang waktu dari tahun 1943
48
sampai dengan 1946 dan berakhir pada rentang waktu 1960 sampai dengan 1969.
Generasi X dimulai dari rentang waktu yang bervariasi, yaitu dari tahun 1961
sampai dengan tahun 1965 dan berakhir pada tahun 1975 sampai dengan 1981.
Menurut Howe & Strauss (2000), ada tiga atribut yang lebih jelas
mengidentifikasi generasi dibanding dengan tahun kelahiran, atribut tersebut
antara lain :
1. Percieved membership : persepsi individu terhadap sebuah kelompok dimana
mereka tergabung didalamnya, khususya pada masa – masa remaja sampai dengan
masa dewasa muda.
2. Common belief and behaviors : sikap terhadap keluarga, karir, kehidupan
personal, politik, agama dan pilihan – pilihan yang diambil terkait dengan
pekerjaan, pernikahan, anak, kesehatan, kejahatan.
3. Common location in history : perubahan pandangan politik, kejadian yang
bersejarah, contohnya seperti : perang, bencana alam, yang terjadi pada masa –
masa remaja sampai dengan dewasa muda.
Adanya perbedaan lokasi dan perbedaan kejadian yang bersejarah karena
perbedaan letak geografis juga menjadi salah hal yang menjadi perdebatan dalam
pengelompokan generasi, menurut Parry & Uwin, (2010) karena konseptualisasi
pengelompokan generasi seringkali berbasis event bersejarah di Amerika Serikat,
perlu adanya generalisasi basis pengelompokan generasi yang dapat diterima di
semua tempat. Dalam perkembangannya para peneliti telah mengadopsi label
yang sama dalam pengelompokan generasi, walaupun masih ada beberapa
49
perbedaan terkait dengan kapan dimulainya sebuah kelompok generasi dan kapan
berakhirnya.
2.5.5 Perkembangan Teori Perbedaan Generasi
Dalam literatur tentang perbedaan generasi digunakan kriteria yang umum dan
bisa diterima secara luas diberbagai wilayah, dalam hal ini kriteria yang dipakai
adalah tahun kelahiran dan peristiwa – peristiwa yang terjadi secara global
(Twenge, 2006). Beberapa hasil penelitian secara konsisten membandingkan
perbedaan generasi, dengan sampel mulai dari tahun 1950an sampai dengan awal
tahun 2000, menunjukkan perbedaan karakteristik dari 3 kelompok generasi, yaitu
generasi baby boomers, generasi X dan generasi Y (Millennial), salah satunya
adalah penelitian dari Lancaster & Stillman (2002), yang memberikan hasil
sebagai berikut :
Tabel 4. Perbedaan Generasi
Sumber: Lancaster & Stillman, 2002
50
Hasil penelitian lain menunjukkan hasil yang secara umum memiliki kesamaan.
Veteran generation atau sering juga disebut sebagai silent generation adalah
generasi yang konservatif dan disiplin (Howe & Strauss, 1991), Baby boom
generation adalah generasi yang materialistis dan berorientasi waktu (Howe &
Strauss, 1991).
Generasi X adalah generasi yang lahir pada tahun – tahun awal dari
perkembangan teknologi dan informasi seperti penggunaan PC (personal
computer), video games, tv kabel, dan internet. Ciri – ciri dari generasi ini adalah:
mampu beradaptasi, mampu menerima perubahan dengan baik dan disebut
sebagai generasi yang tangguh, memiliki karakter mandiri dan loyal, sangat
mengutamakan citra, ketenaran, dan uang, tipe pekerja keras, menghitung
kontribusi yang telah diberikan perusahaan terhadap hasil kerjanya (Jurkiewicz,
2000).
Generasi Y dikenal dengan sebutan generasi millenial atau milenium. Ungkapan
generasi Y mulai dipakai pada editorial koran besar Amerika Serikat pada
Agustus 1993. Generasi ini banyak menggunakan teknologi komunikasi instan
seperti email, SMS, instant messaging dan media sosial seperti facebook dan
twitter, dengan kata lain generasi Y adalah generasi yang tumbuh pada era
internet booming (Lyons, 2004). Lebih lanjut (Lyons, 2004) mengungkapkan ciri
– ciri dari generasi Y adalah: karakteristik masing-masing individu berbeda,
tergantung dimana ia dibesarkan, strata ekonomi, dan sosial keluarganya, pola
komunikasinya sangat terbuka dibanding generasi-generasi sebelumnya, pemakai
media sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan
perkembangan teknologi, lebih terbuka dengan pandangan politik dan ekonomi,
51
sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang
terjadi di sekelilingnya, memiliki perhatian yang lebih terhadap kekayaan.
2.5.6 Bangkitnya Generasi Z
Kemajuan jaman juga menyebabkan komposisi penduduk tiap generasi akan
berubah, komposisi kelompok baby boomers mulai menurun, jika terkait dengan
usia produktif dan komposisi angkatan kerja maka jumlah kelompok generasi X
dan Y yang terbanyak. Selain itu mulai bangkit generasi yang mulai memasuki
angkatan kerja yang disebut dengan generasi Z. Penelitian Bencsik, Csikos, dan
Juhez (2016) menunjukkan masuknya Generasi Z didalam kelompok generasi,
yang dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 5. Perbedaan Generasi
Sumber: Penelitian Bencsik, Csikos, dan Juhez (2006)
Enam kelompok generasi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda – beda.
Generasi paling muda yang baru memasuki angkatan kerja adalah generasi Z,
disebut juga iGeneration atau generasi internet. Generasi Z memiliki kesamaan
dengan generasi Y, tapi generasi Z mampu mengaplikasikan semua kegiatan
dalam satu waktu (multi tasking) seperti: menjalankan sosial media menggunakan
ponsel, browsing menggunakan PC, dan mendengarkan musik menggunakan
headset. Apapun yang dilakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya.
52
Sejak kecil generasi ini sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget
canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian.
Forbes Magazine membuat survei tentang generasi Z di Amerika Utara dan
Selatan, di Afrika, di Eropa, di Asia dan di Timur Tengah. 49 ribu anak-anak
ditanya (Dill,2015). Atas dasar hasil itu dapat dikatakan bahwa generasi Z adalah
generasi global pertama yang nyata. Teknologi tinggi dalam darah mereka,
mereka telah tumbuh di lingkungan yang tidak pasti dan kompleks yang
menentukan pandangan mereka tentang pekerjaan, belajar dan dunia. Mereka
memiliki harapan yang berbeda di tempat kerja mereka, berorientasi karir,
generasi profesional yang ambisius, memiliki kemampuan teknis-dan pengetahuan
bahasa pada tingkat tinggi. Oleh karena itu, mereka tenaga kerja yang sangat baik.
Pengusaha harus mempersiapkan untuk terlibat generasi Z karena mereka adalah
karyawan yang efektif di era digital (Elmore, 2014).
Hasil penelitian dari Bencsik & Machova (2016) menunjukkan perbedaan
karakteristik generasi Z dengan generasi – generasi sebelumnya, hasil tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut:
53
Tabel 6. Karakteristik Generasi
Sumber: Generational behavioural characteristics od different age-groups, Bencsik & Machova,2016
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan karakteristik yang
signifikan antar generasi Z dengan generasi lain, salah satu faktor utama yang
membedakan adalah penguasaan informasi dan teknologi. Bagi generasi Z
informasi dan teknologi adalah hal yang sudah menjadi bagian dari kehidupan
mereka, karena mereka lahir dimana akses terhadap informasi, khususnya internet
sudah menjadi budaya global, sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap nilai –
nilai, pandangan dan tujuan hidup mereka. Bangkitnya generasi Z juga akan
54
menimbulkan tantangan baru bagi praktek manajemen dalam organisasi,
khususnya bagi praktek manajemen sumber daya manusia.
Pada kedua macam pengelompokan generasi berdasarkan perkembangan digital
tersebut, Theory of Generation milik Karl Mannheim mengelompokkan generasi
berdasarkan perkembangan digital ke dalam lima istilah yang generasinya lahir
mulai dari sebelum tahun 1946 sampai tahun 2010. Sedangkan Digital Natives,
Digital Immigrants milik Marc Prensky mengelompokkan generasi menjadi dua
istilah yaitu digital immigrant yang lahir sebelum 1980-an dan digital native yang
lahir setelah 1980-an.
Pada penelitian ini, peneliti memilih menggunakan Digital Natives, Digital
Immigrants milik Marc Prensky karena aparatur pemerintah daerah yang menjadi
objek penelitian ini terbagi menjadi dua generasi, yaitu orang-orang yang lahir
sebelum 1980-an (Digital Immigrant) dan setelah 1980-an (Digital Native).
Sedangkan Theory of Generation milik Karl Mannheim tidak sesuai dalam
pengelompokkan objek penelitian ini, karena tidak ada aparatur pemeritah daerah
yang lahir sebelum tahun 1946 dan setelah tahun 2000-an.
2.6 Tinjauan Tentang Digital Divide (Kesenjangan Digital)
Kesenjangan digital secara sederhana dijelaskan sebagai ketidaksamaan dalam hal
akses pada computer dan internet antara kelompok yang didasarkan pada satu atau
lebih identifikasi sosial dan kultural. Sebagai contoh kesenjangan digital adalah
perbedaan akses pada komputer dan internet antara kelompok wanita dan pria,
usia tua dan muda. Gap antara kelompok masyarakat yang bisa menikmati
teknologi digital - sebagai alat untuk bekerja, berkreasi, berkreativitas, dan lain
55
sebagainya- dan menikmati keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh
teknologi digital, dan kelompok masyarakat yang sama sekali tidak mencicipi itu.
Itulah yang disebut kesenjangan digital.
Berdasarkan OECD tahun 2001, kesenjangan digital didefinisikan sebagai berikut:
"....the gap between individuals, households, businesses and geographic areas atdifferent socio-economic levels with regard both to their opportunities to accessinformation and communication technologies (ITs) and to their use of the Internetfor a wide variety of activities ".
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesenjangan terjadi
antara tingkat individu, rumah tangga,bisnis, dan area geografi yang tingkat sosial
ekonominya berbeda, berdasarkan kesempatan mereka untuk mengakses teknologi
informasi dan komunikasi. Kesenjangan digital membahas mengenai kesenjangan
antara individu yang memiliki aksesdan yang mampu menggunakan teknologi
komunikasi dan komputer secara efektif dengan individu yang tidak mampu serta
tidak memiliki akses. Mengurangi kesenjangan digital berarti membahas
mengenai pengaksesan internet dan sumber dayanya, penggunaan teknologi
telekomunikasi dan komputer untuk bekerja, berkomunikasi, mencari informasi,
membuat dan membentuk pengetahuan yang berfungsi efektif, dan pada akhirnya
menciptakan sebuah komunitas yang lebih baik dan meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat.
1. Perkembangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), senjang berarti dalam keadaan
yang tidak simetris atau tidak sama bagian atau berlainan sekali. Sedangkan
kesenjangan adalah perihal senjang atau ketidakseimbangan atau
ketidaksimetrisan. Sedangkan menurut Kamus Komputer dan Teknologi
Informasi digital divide yaitu istilah yang digunakan untuk menerangkan jurang
56
perbedaan antara mereka yang mempunyai kemampuan dalam hal akses, dan
pengetahuan dalam penggunaan teknologi modern, dengan mereka yang tidak
berpeluang menikmati teknologi tersebut.
Menurut Direktorat Pemberdayaan Telematika Departemen Komunikasi dan
Informatika, digital divide mempunyai arti sebagai kesenjangan (gap) antara
individu, rumah tangga, bisnis, (atau kelompok masyarakat) dan area geografis
pada tingkat sosial ekonomi yang berbeda dalam hal kesempatan atas akses
teknologi informasi dan komunikasi/TIK (information and communication
technologies/ ICT) atau telematika dan penggunaan internet untuk beragam
aktivitas. Dengan kata lain, digital divide atau “kesenjangan digital” sebenarnya
mencerminkan beragam kesenjangan dalam pemanfaatan telematika dan akibat
perbedaan pemanfaatannya dalam suatu negara dan/atau antar Negara.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa digital divide atau kesenjangan
digital adalah kesenjangan teknologi, seperti perbedaan kesempatan dalam
mengakses internet, tidak mampu memanfaatkan informasi, memiliki dan tidak
memiliki sarana untuk mengakses internet. Penyebab terjadinya digital divide :
a. Infrastruktur
Masalah kesenjangan digital (digital divide) di Indonesia sebenarnya banyak
dipengaruhi oleh tidak meratanya pembangunan infrastruktur jaringan
komunikasi dan regulasi di berbagai daerah. Adanya perbedaan pola hidup
antara masyarakat perkotaan dan pedesaan di daerah-daerah yang sudah
maju. Masyarakat perkotaan di daerah yang sudah maju mempunyai
kemampuan dan wawasan yang lebih tinggi akan teknologi informasi
57
dibandingkan masyarakat perkotaan yang hidup di daerah kurang maju.
Demikian pula, masyarakat pedesaan di daerah yang sudah maju, mereka
akan mempunyai pengetahuan yang sedikit lebih tinggi untuk mengenal
teknologi informasi dibanding masyarakat pedesaan di daerah yang kurang
maju (bahkan tidak terjangkau jaringan komunikasi sama sekali).
Contoh mudah mengenai kesenjangan infrastruktur ini yaitu orang yang
memiliki akses ke komputer bisa bekerja dengan cepat. Ia bisa menulis lebih
cepat dibandingkan mereka yang masih menggunakan mesin ketik manual.
Contoh yang lain, orang yang mempunyai akses ke komputer internet,
otomatis mempunyai wawasan yang lebih luas di bandingkan mereka yang
sama sekali tidak punya akses ke informasi di Internet yang serba luas.
b. Kurangnya kemampuan (Skill)
Kekurangnya skill disini bisa dikatakan sebagai minat dan kemampuan dari
seseorang untuk menggunakan sarana digital. Masih banyak masyarakat
yang merasa gugup, takut sehingga enggan menggunakan sarana digital
seperti komputer atau laptop. Merasa teknologi adalah alat yang asing dan
harga yang mahal membuat masyarakat merasa takut jika salah
mengoperasikan maka akan terjadi error, maka mereka lebih memilih untuk
meminta tolong kepada orang yang dianggap lebih tahu untuk menghindari
resiko tersebut dan mindset inilah yang tertanam hingga saat ini.
c. Keterbatasan bahasa
Manusia dapat bertukar informasi melalui bahasa, jadi ruang untuk
mendapatkan informasi tergantung dari pengetahuan bahasa yang dimiliki.
58
Di internet saja konten materi yang ada menggunakan bahasa Indonesia
yang terkadang menggunakan kata serapan yang kurang bisa dipahami oleh
orang – orang yang di pedesaan yang masih menggunakan bahasa daerah.
Muatan materi di internet juga tidak sedikit yang menggunakan bahasa
inggris sehingga membatasi masyarakat yang kemampuan bahasanya rendah
untuk mendapatkan informasi.
d. Hal yang tidak produktif di internet
Berbicara mengenai kesenjangan digital, bukanlah semata-mata persoalan
infrastuktur. Banyak orang memiliki komputer, bahkan setiap hari, setiap
jam- bisa mengakses Internet tetapi "tidak menghasilkan apapun". Misal,
ada seorang remaja punya akses ke komputer dan Internet. Tapi yang dia
lakukan hanya Chatting yang biasa-biasa saja. Tentu saja, ia tidak bisa
menikmati keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh teknologi digital.
Itu artinya, kesenjangan digital tidak hanya bisa dijawab dengan penyediaan
infrastruktur saja. Infrastruktur tentu dibutuhkan tetapi persoalannya adalah
ketika orang punya komputer dan bisa mengakses Internet, pertanyaan
berikutnya adalah, "apa yang mau diakses? Apa yang mau dia kerjakan
dengan peralatan itu, dengan keunggulan-keunggulan teknologi itu.
2.7 Tinjauan Teoritis
1. Teori Efikasi Diri Bandura
Bandura (1997) mengatakan bahwa Efikasi Diri pada dasarnya adalah hasil dari
proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau pengharapan tentang sejauh
mana individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas
atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
59
Menurt bandura, efikasi diri tidak berkaitan dengan kecakapan yang dimiliki,
tetapi berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal yang dapat dilakukan
dengan kecakapan yang dia miliki seberapapun besarnya. Efikasi diri
menekankan pada komponen keyakinan diri yang dimiliki seseorang dalam
menghadapai situasi yang akan datang yang mengandung kekaburan, tidak dapat
diramalkan, dan sering penuh dengan tekanan. Meskipun efikasi diri memiliki
pengaruh sebab-musabab yang besar pada tindakan kita, efikasi diri bukan
merupakan satu-satunya penentu tindakan. Efikasi diri berkombinasi dengan
lingkungan, perilaku sebelumnya, dan variabel-variabel personal lain, terutama
harapan terhadap hasil untuk menghasilkan perilaku seseorang. Seseorang
dengan efikasi diri tinggi percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatau
untuk mengubah kejadian-kejadian disekitarnya, sedangkan seseorang dengan
efikasi diri rendah menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu
mengerjakan segala sesuatu yang ada disekitarnya. Dalam situasi yang sulit,
orang dengan efikasi diri yang rendah cenderung akan mudah menyerah.
Sementara orang dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras untuk
mengatasi tantangan yang ada.
Ada aspek-aspek efikasi diri berdasarkan tiga dimensi yang digunakan dalam
penelitian ini, berikut ini adalah tiga dimensi tersebut magnitude, strength, dan
generality.
1. Magnitude
Magnitude (tingkat kesulitan tugas), yaitu masalah yang berkaitan dengan
derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan
perilaku yang akan dicoba individu berdasar ekspektasi efikasi pada tingkat
60
kesulitan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang ia
persepsikan dapat dilaksanakannya dan ia akan menghindari situasi dan
perilaku yang ia persepsikan diluar batas kemampuan.
2. Strength
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau
pengharapan inndividu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah
dan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak
mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu
tetap bertahan dengan usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman
yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan
dimensi level, yaitu makin tinggi taraf kesulitan tugas, makin lemah
keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.
3. Generality
Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu
merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap
kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi
tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi.
2.8 Kerangka Pikir
Menurut Riduwan (2004: 25) kerangka pikir adalah dasar pemikiran dari
penelitian yang disintesiskan dari fakta-fakta, observasi dan telaah penelitian.
Kerangka pikir memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar
dalam penelitian.
Dalam penelitian ini, yang ingin diungkapkan adalah Efikasi Diri Kelompok
Digital Immigrant versus Digital Native aparatur pemeritah daerah yang Senjang
61
secara Digital. Bagaimanakah efikasi diri aparatur pemerintah daerah pada kedua
kelompok tersebut? Mengingat besarnya perbedaan latar belakang digital dari
kedua kelompok tersebut . Kemudian adakah perbedaan efikasi diri pada kedua
kelompok tersebut pada dimensi magnitude, generality, dan strength? Dan
bagaimanakah perbedaan efikasi diri kedua kelompok tersebut di Kabupaten
Pesawaran dan Lampung Timur? Apakah ada perbedaan di kedua kabupaten ini?
Adapun yang menjadi gambaran dari kerangka pikir dalam penelitian ini dapat
dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3. Bagan Kerangka Pikir
Sumber: Modifikasi Peneliti (Oktober 2017)
Efikasi Diri1. Generality2. Magnitude3. Strength
AparaturPemerintah Daerah
Digital Native1. Lahir setelah tahun 19802. Mengenal internet sejak kecil
atau remaja3. Tumbuh di era budaya digital
Digital Immigrant1. Lahir sebelum tahun 19802. Mengenal internet setelah
dewasa3. Tidak tumbuh di era budaya
digital
PesawaranLampung Timur
62
2.9 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan (Sugiyono, 2006 : 5). Berdasarkan kerangka pikir tersebut, maka
diambil kesimpulan yang merupakan jawaban sementara penelitian adalah sebagai
berikut:
H0 : Tidak ada Perbedaan Efikasi Diri Komputer Aparatur Pemerintah
Daerah pada kelompok Digital Immigrant dan Digital Native
Provinsi Lampung
H1 : Ada perbedaan Efikasi Diri Komputer Aparatur Pemerintah Derah
pada kelompok Digital Immigrant dan Digital Native Provinsi
Lampung
63
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
3.1.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini merupakan tipe penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang bersifat menggambarkan objek penelitian pada
saat penelitian dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada kemudian dianalisis
dan diinterpretasikan (dalam Siregar, 2013: 8) dengan pendekatan kuantitatif
yaitu penelitian yang yang dari proses pengumpulan data, penafsiran data hingga
hasilnya lebih banyak menampilkan angka yang dapat disertai dengan tabel,
grafik, bagan, gambar atau tampilan lain (dalam Arikunto, 2013: 27).
3.1.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey. Metode survei adalah
penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang
ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual. Menurut Singarimbun
(1989:3), penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok.
64
3.2 Definisi Konsep
Definisi konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Self Eficacy (Efikasi Diri)
Bandura (dalam Feist, 2011: 212) mendefenisikan self efficacy sebagai
“keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk
kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam
lingkungannya, akan lebih mungkin bertindak atau lebih mungkin untuk menjadi
sukses daripada manusia yang mempunyai self-efficacy yang rendah (Feist, 2011;
2012).
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional variabel merupakan suatu definisi yang diberikan kepada
suatu variabel dengan memberi arti atau menspesifikasikan kegiatan atau
membenarkan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel
tersebut (Sugiyono, 2008). Indikator dari definisi operasional dalam penelitian ini
adalah dimensi efikasi diri yaitu Magnitude, Generality, dan Strength:
65
Tabel 7. Definisi Operasional
No. Variabel (x) Dimensi Indikator Skala
1.
Efikasi DiriKomputer AparaturPemerintah DaerahLampung
Magnitude(TingkatKesulitan Tugas)
Generality(Generalitas)
Strength(KekuatanKeyakinan)
Menghindari situasi danperilaku yang iapersepsikan diluar bataskemampuan
Pengharapan yang kuatdan mantap padaindividu akanmendorong untuk gigihdalam mencapai tujuan
Individu merasa yakindengan kemampuannya
SkalaNominal
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi ialah sekumpulan objek yang menjadi sasaran penelitian (dalam Siregar,
2013: 30). Populasi dalam penelitian ini adalah aparatur pemerintah daerah di dua
kabupaten di Provinsi Lampung yang mempunyai kategori website baik dan
cukup. Jumlah populasi dapat dilihat pada tabel berikut.
66
Tabel 8. Jumlah Aparatur Daerah
Kabupaten Lampung Timur 2015
No. Dinas/ Instansi PemerintahanJenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Sekretariat Daerah 87 46 133
2Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD)
39 16 55
3 Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah 24 13 37
4Badan Kesatuan Bangsa, Politik danPerlindungan Masyarakat
16 13 29
5 Badan Ketahanan Pangan 19 7 26
6 Badan Lingkungan Hidup 20 10 30
7Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian,Perikanan dan Kehutanan
39 39
8Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu danPenanaman Modal
20 19 39
9Badan Pemberdayaan Masyarakat danPemerintahan Desa
28 18 46
10Badan Pemberdayaan Perempuan dan KeluargaBerencana
34 59 93
11 Badan Penaggulangan Bencana Daerah 9 - 9
Jumlah 536
67
Tabel 9. Jumlah Aparatur Daerah
Kabupaten Pesawaran 2015
No. Dinas/ Instansi PemerintahanJenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Jumlah
1Sekretariat Daerah KabupatenPesawaran
7 2 9
2Bagian Tata Pemerintahan SekretarisDaerah
4 2 6
3 Bagian Hukum Sekretariat Daerah 5 3 8
4Bagian Kesejahteraan Sosal danKemasyarakatan Sekretarian Daerah
3 2 5
5Bagian Perekonomian SekretariatDaerah
2 4 6
6Bagian Pembangunan SekretariatDaerah
5 2 7
7 Bagian Protokol Sekretariat Daerah 7 6 13
8 Bagian Umum Sekretariat Daerah 12 6 18
9 Bagian Organisasi Sekretariat Daerah 4 3 7
10Bagian Perlengkapan SekretariatDaerah
5 5 10
11Bagian Otonomi Daerah SekretariatDaerah
5 2 7
12Bagian Bina Mental SpiritualSekretariat Daerah
4 - 4
13Sekretariat DPRD KabupatenPesawaran
15 7 22
14 Staf Ahli Bupati Pesawaran 4 - 4
Jumlah 126
Populasi dalam penelitian ini hanya dibatasi pada bagian sekretariat daerah karena
bagian sekretariat daerah merupakan bagian yang mengelola website daerah.
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui jumlah populasi penelitian ini dari tiga
kabupaten terpilih adalah 259 aparatur pemerintah daerah.
68
3.4.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari sekumpulan objek penelitian yang dipilih untuk
dipelajari (dalam Sarwono, 2006: 111). Sampel dalam penelitian ini adalah
aparatur pemerintah di tiap kabupaten yang terpilih. Dalam menentukan sampel,
terdapat empat tahap yang dilalui, yaitu:
a. Tahap pertama adalah membagi kabupaten dengan klasifikasi yang memiliki
website daerah dengan penilaian baik dan cukup.
b. Tahap kedua adalah menetapkan dua kabupaten yang mewakili tiap kategori
pada tahap pertama, sehingga didapatkan:
1) Kabupaten Lampung Timur yang memiliki website daerah dengan
kategori baik.
2) Kabupaten Pesawaran yang memiliki website daerah dengan kategori
cukup.
c. Tahap ketiga adalah menentukan jumlah sampel aparatur daerah dari tiga
kabupaten terpilih. Dalam menentukan jumlah sampel digunakan rumus
Slovin (dalam Siregar, 2013: 34), sebagai berikut:
= = .( ) =72,14 = 72
Keterangan:
n = sampel
N = populasi
e = perkiraan tingkat kesalahan
69
Dengan menggunakan tingkat kesalahan pengambilan sampel sebesar 10%,
maka didapatkan jumlah sampel 72 orang.
d. Tahap keempat adalah menentukan responden dengan menggunakan teknik
cluster sampling di mana populasi dibagi berdasarkan area yang diambil
beberapa untuk diteliti. Jumlah sampel masing-masing area tidak harus sama
(dalam Siregar, 2012: 32).
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Tenik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kuesioner
Kuesioner adalah sekumpulan pertanyaan tertulis yang diberikan kepada
responden untuk kemudian dijawab (Sugiyono, 2012: 142).
2. Observasi
Observasi merupakan kegiatan pengamatan langsung terhadap situasi dan kondisi
di lingkungan penelitian sehingga didapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi
objek penelitian (Siregar, 2013: 19)
3. Studi pustaka
Studi kepustakaan dalam penelitian ini dilakukan dengan membaca dan memaknai
buku-buku litelatur untuk mengetahui teori dan konsep yang berhubungan dengan
penelitian yang dilakukan.
70
3.6 Teknik Pengolahan Data
Tahap selanjutnya yang dilakukan setelah data dari lapangan terkumpul yakni
mengolah data yang ada. Teknik pengolahan data dalam penelitian ini adalah:
1. Editing
Editing merupakan proses klarifikasi, keterbacaan, konsistensi serta kelengkapan
data yang telah dikumpulkan karena terdapat kemungkinan data yang
dikumpulkan tidak memenuhi syarat atu tidak dibutuhkan.
2. Koding
Koding merupakan proses pemberian kode pada data yang telah dikumpulkan.
Kode-kode yang digunakan biasanya berupa angka untuk kemudian dihitung dan
didapatkan hasilnya.
3. Tabulasi
Tabulasi proses penempatan data ke dalam bentuk tabel yang telah diberi kode
sesuai dengan kebutuhan analisis.
3.7 Teknik Pemberian Skor
Setiap butir pertanyaan dalam kuesioner akan diberi lima alternatif jawaban yaitu
Sangat Setuju (SS), Setuju(S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Pemberian skor dari setiap butir jawaban adalah sebagai berikut:
1. Skor 4 merupakan nilai yang sangat diharapkan yang menunjukan kontinum
yang sangat tinggi
2. Skor 3 merupakan nilai yang diharapkan yang menunjukan kontinum yang
tinggi.
3. Skor 2 merupakan nilai yang diharapkan menunjukkan kontinum yang sedang.
71
4. Skor 1 merupakan merupakan nilai yang diharapkan menunjukkan kontinum
yang rendah.
3.8 Teknik Pengujian Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrument. Pengujian validitas instrument penelitian
dilakukan untuk mencari nilai indeks validitasnya dengan menggunakan rumus
korelasi product moment:
r = N ΣXY − (ΣX)(ΣY){(ΣX) − (ΣX) } − {(ΣY) − (ΣY) }Keterangan:
n = jumlah responden
x = skor variabel (jawaban responden)
Y = skor total dari variabel (jawaban responden)
Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk mengetahui kuesioner yang
digunakan sudah tepat untuk mengukur objek, yaitu jika koefisien relasi product
moment melebihi 0,3 (Azwar, 1992) dalam (Siregar, 2013). Kemudian, apabila
koefisien product moment > rtabel (α ; n-2) = jumlah sampel dan nilai signifikan ≤
α.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah ketepatan alat ukur untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur
dapat dipercaya atau diandalkan. Pengujian reliabilitas dapat dilakukan secara
eksternal maupun internal. Secara internal reliabilitas instrument dapat diuji
72
dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan
teknik tertentu (Sugiyanto, 2014: 130).
Mengukur tingkat reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan alfa
cronbach, dengan rumus sebagai berikut:
= − 1 1 − ΣKeterangan:
= Nilai Reliabilitas instrumen
K = Jumlah item pertanyaan
Σ = Jumlah varian item atau butir pertanyaan
=Nilai total varian
Pengukuran reliabilitas instrument dalam penelitian ini menggunakan uji statistika
Koefisien Alpha Cronbach (α). Suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel jika
koefisien reliabelitas ( ) > 0,6.
3.9 Teknik Analisis Data
1. Statistik Deskriptif
Statistik deslriptif adalah statistik yang digunakan dalam analisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah dikumpulkan tanpa
membuat kesimpulan atau generalisasi. Apabila penelitian dilakukan pada
populasi (tanpa mengambil sampel), maka teknik analisis data menggunakan
statistik deskriptif.
73
2. Statistik Inferensial
Statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis
data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Statistik inferensial disebut
juga statistik induktif atau statistik probabilitas. Statistik inferensial tepat
digunakan apabila sampel yang diambil dari populasi yang jelas serta teknik
pengambilan sampel dilakukan secara random.
3.10 Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis, maka terlebih dahulu dicari terlebih dahulu t hitung
dengan rumus statistik t adalah (Sugiyono, 2012: 184):
= √ − 21 −Keterangan:
t = Nilai uji t n= Besarannya sampel
r = Nilai korelasi
Pengujian hipotesis ini dengan T hitung dengan T tabel pada taraf signifikan 10%.
Ketentuan yang dipakai dalam perbandingan ini adalah:
1. Jika T hitung > T tabel pada taraf signifikan 10%, maka H0 ditolak dan H1
diterima. Berarti ada perbedaan efikasi diri komputer aparatur pemerintah
daerah pada kelompok digital immigrant dan digital native Provinsi
Lampung
2. Jika T hitung < T tabel pada taraf signifikan, maka H0 diterima dan H1
ditolak. Berarti tidak ada perbedaan efikasi diri komputer aparatur
pemerintah daerah pada kelompok digital immigrant dan digital native
Provinsi Lampung.
74
BAB IV
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
4.1 Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Timur
1. Profil Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Timur
Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1999, diresmikan pada tanggal 27 April 1999 dengan
pusat Pemerintahan di Kota Sukadana.
a. Alamat : Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Lampung
Timur, Jl. Buay Nuban No.1, Sukadana Ilir
b. Telp : (0725) 42100
c. Fax : (0725) 625053
d. Website : lampungtimurkab.go.id
Visi :
Lampung Timur Sejahtera, Berdaya Saing, Relegius, dan Berkelanjutan
Misi :
a. Mewujudkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lampung Timur
b. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) secara mantap
dan harmonis berlandaskan tata peraturan pemerintahan yang berlaku.
c. Mewujudkan kualitas infrastruktur wilayah yang mendukung pembangunan
daerah dan nasional.
75
d. Membangun pendidikan, penguasaan IPTEKS, dan kesehatan.
e. Mewujudkan ketentraman dan Ketertiban Masyarakat serta mendukung
penegakan supremasi hukum.
f. Membangun masyarakat relegius, berbudi luhur, dan berbudaya, serta
melestarikan dan mengembangkan budaya daerah.
g. Mengoptimalkan sumberdaya alam daerah berbasiskan pada keberlanjutan dan
kelestarian lingkungan hidup.
47
Gambar 4. Bagan Struktural Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Timur
Struktural Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Timur
(Sumber : Dokumentasi Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Timur)
Sekretaris Daerah
(H. Syahrudin Putra, S.Sos., MM.)
Asisten I Bidang Pemerintahandan Kesejahteraan Rakyat
(Drs. Tarmizi)
Kepala Bagian
Pemerintahan Umum
(Muhammad RidwanS.H.)
Kepala Bagian
Hukum
(Sudarli S.H.)
Kepala Bagian
Kesejahteraan Rakyat
(M. Ali NurfiahS.Sos.)
Asisten II Bidang Perekonomian danPembangunan
(Junaidi SE., MM.)
Kepala Bagian
Perekonomian
(Mujianto, S.IP.)
Kepala Bagian
AdministrasiPembangunan
(Drs. Marwansyah)
Asisten III Bidang AdministrasiUmum
(Wan Ruslan Abdul Ghani)
Kepala Bagian
Umum dan RumahTangga
(Mart Aziz S.P, MM.)
Kepala Bagian
Organisasi dan TataLaksana
(Joko Priono, SA.)
Kepala Bagian
Protokol danKehumasan
(Tri Wibowo, S.STP,MM)
48
4.2 Sekretariat Daerah Kabupaten Pesawaran
1. Profil Sekretariat Daerah Kabupaten Pesawaran
Penetapan Undang - Undang Nomor : 33 Tahun 2007 Menteri dalam Negeri
menerbitkan Pedoman Pelaksanaan Undang-Undang tentang Pembentukan
Kabupaten/Kota melalui Surat Menteri dalam Negeri Nomor: 135/2051/SJ tanggal
31 Aagustus 2007 dan pada tanggal 2 November 2007 Menteri dalam Negeri atas
nama Presiden Republik Indonesia, melaksanakan peresmian pembentukan
Kabupaten Pesawaran.
a. Alamat : Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Pesawaran
Jl. Raya Kedondong, Way Lalap, Kec. Gedong Tataan
b. Telp : (0721) 8032018
c. Email : [email protected]
d. Website : pesawarankab.go.id
Visi :
Bersama Masyarakat Pesawaran Mewujudkan Cita-Cita Luhur, Mewujudkan
Kabupaten Pesawaran Yang Maju, Makmur Dan Sejahtera.
Misi :
a. Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih, Terpercaya Dan Melayani.
b. Mewujudkan Infrastruktur Mantap Dan Berkualitas.
c. Mewujudkan Terciptanya Masyarakat Yang Sehat Jasmani dan Rohani.
d. Mewujudkan Pendidikan Yang Terjangkau, Berkualitas dan Bermartabat.
e. Mewujudkan Petani Yang Makmur dan Sejahtera Berbasis Agribisnis.
f. Mewujudkan Sumber Daya Manusia Yang Unggul dan Kreatif Serta
Memperkuat Perekonomian Daerah.
49
g. Optimalisasi Sumber Daya Alam Untuk Kesejahteraan Masyarakat.
h. Mewujudkan Desa Tangguh dan Mandiri.
50
Gambar 5. Bagan Struktural Sekretariat Daerah Kabupaten Pesawaran
Struktural Sekretariat Daerah Kabupaten Pesawaran
(Sumber : Dokumentasi Sekretariat Daerah Kabupaten Pesawaran)
Sekretaris Daerah
(Ir. Kesuma Dewangsa,M.M.)
Asisten I BidangPemerintahan dan
Kesejahteraan Rakyat
(Drs. Syukur)
KepalaBagian Tata
Pemerintahan
(Drs.Vierdaizy)
Kepala BagianAdministrasi
Desa
(Drs. IhsanBasri)
Kepala BagianKesejahteraan
Sosial
(Razak, S.Sos.)
Kepala BagianHukum
(SusiPatminingtyas,
S.H.)
Asisten II BidangPerekonomian dan
Pembangunan
(Munzir Zen, S.H.)
Kepala BagianBina Potensi
(AgungSindelaras,SE., M.IP.)
Kepala BagianPengembanganPerekonomian
(Halimah BinZakaria, SE.)
Kepala BagianAdministrasi
Pembangunan
(SlametRiadi, S.Sos.)
KepalaBagian
PengadaanBarang & Jasa
(Drs.Marwansyah)
Asisten III BidangAdministrasi Umum
(Drs. Silahuddin, M.M.)
KepalaBagian
Protokol
(Sunyoto,S.E., M.M.)
KepalaBagianUmum
(FannySetiawan,
S.Sos., M.M.)
KepalaBagian
Perlengkapan
(EvansSaggitaR.
S.E., M.M.)
KepalaBagian
Organisasi
(Aliaman,S.E., M.M.)
118
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan mengenai Efikasi Diri
kelompok Digital Immigrant dan Digital Native Aparatur Pemerintah Daerah
yang Senjang Secara Digital, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini terlihat bahwa signifikansi sebesar 0.022 < 0.05, maka
Ho ditolak dan Ha diterima, artinya hipotesis menyatakan bahwa pada
Kabupaten Lampung Timur terdapat perbedaan efikasi diri antara aparatur
kelompok Digital Immigrant dan Digital Native. Kemudian jika dilihat
dari mean rank data efikasi diripada kelompok Digital Imigrant sebesar
30,88 lebih kecil dari mean rank efikasi diri pada kelompok Digital Native
sebesar 42,13. Hasil ini menunjukkan bahwa efikasi diri kelompok Digital
Native lebih besar dari efikasi diri kelompok Digital Immigrant.
2. Pada penelitian ini terlihat bahwa signifikansi sebesar 0.029 < 0.05, maka
Ho ditolak dan Ha diterima, artinya hipotesis yang menyatakan bahwa
pada Kabupaten Pesawaran terdapat perbedaan efikasi diri antara aparatur
kelompok Digital Immigrant dan Digital Native. Kemudian jika dilihat
dari mean rank data efikasi diripada kelompok Digital Imigrant sebesar
31,13 lebih kecil dari mean rank efikasi diri pada kelompok Digital Native
119
sebesar 41,88. Hasil ini menunjukkan bahwa efikasi diri kelompok Digital
Native lebih besar dari efikasi diri kelompok Digital Immigrant.
3. Sedangkan pada kedua kabupaten terlihat bahwa signifikansi sebesar
0.002 < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya hipotesis yang
menyatakan bahwa ada perbedaan antara Efikasi Diri Aparatur Pemerintah
Daerah Provinsi Lampung pada Kelompok Digital Imigrant dengan
Digital Native yang senjang secara digital. Kemudian jika dilihat dari
mean rank data efikasi diripada kelompok Digital Imigrant sebesar 61,50
lebih kecil dari mean rank efikasi diri pada kelompok Digital Native
sebesar 83,50. Hasil ini menunjukkan bahwa efikasi diri kelompok Digital
Native lebih besar dari efikasi diri kelompok Digital Immigrant.
6.2 Saran
Setelah menganalisa dan melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian, maka
penulis mengajukan saran yaitu perlu ada pelatihan khusus terhadap pegawai
untuk mempelajari dan mengaplikasikan TIK khususnya pada kelompok Digital
Immigrant untuk menghindari adanya kesenjangan digital, tidak hanya mengenai
literasi internet atau kecerdasan dalam menggunakan tetapi juga memanfaatkan
teknologi komputer dan internet dalam kegiatan pemerintahan dan pelayanan
publik agar tercapainya good governanace. Namun bukan berarti kelompok
Digital Immigrant saja yang mendapat perhatian khusus dalam pelatihan tersebut.
Pegawai dari kelompok manapun berhak mendapatkan perhatian, karena tidak
semua Digital Native memiliki efikasi diri komputer yang menonjol, dan
sebaliknya pula pada kelompok Digital Immigrant. Dalam pelatihan tersebut perlu
120
adanya pembelajaran untuk tidak melabeli diri sendiri, orang atau kelompok
tertentu sebagai orang yang tidak melek teknologi. Karena hal itu dapat menjadi
sugesti bagi diri sendiri maupun orang lain untuk tidak yakin pada kemampuan
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Pustaka Bukan dari Internet:
Bandura, A. 1994. Self-Efficacy in Ramachaudran, V. S. Ensiclopedia of Human
Behavior, 4, 71-78.
Bandura, A. 1997. Self Efficacy The Exercise of Control.New York: W.
Hfreemand Company.
Davis, F. D 1989. Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User
Acceptance of Information Tecnology, New York; MIS Quarterly.
Hills, Michael K. (2010). Digital Natives And Immigrants: The Role Of Student
Attitudes Towards Technology On Attrition And Persistence In
Professional Military Education Online Distance Learning Environments,
A Dissertation in Information Sciences and Technology, Proquest LLC :
Ann Arbor.
Jonathan, Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta
:Graha Ilmu
Nurhaida, Ida., Kurnia Muludi, Noverman Duadji, S. Djauharie, Arlyandi. 2018.
Evaluasi Website Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Provinsi
Lampung Dalam Rangka e-government. Prosiding Akselerasi
Pembangunan Masyarakat Lokal Melalui Komunikasi dan Teknologi
Informasi. Seminar Nasional Komunikasi. Jurusan Ilmu Komunikasi
FISIP Universitas Lampung.
Riduwan. 2004. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Cetakan Pertama. Bandung :
Alfabeta.
Santrock, John W. 2011. Psikologi Pendidikan Edisi Ketiga Buku Kesatu.
Salemba Humanika. Jakarta.
Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Prenada Media
Group.
Singarimbun, Masri. 2006. Metodologi Penelitian. Jakarta: LP3ES.
Sugiyono. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung
Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
CV. Alfabeta
Sumber Penelitian/Skripsi/ Jurnal
Adicondro, Nobelina & Purnamasari, Alfi. 2011. Efikasi Diri, Dukungan Sosial
Keluarga Dan Self Regulated Learning Pada Siswa Kelas VIII.
Humanitas, Vol. VIII No.1
(https://media.neliti.com/.../24635-ID-efikasi-diri-dukungan-sosial-k...
diakses pada 28 Desember 2017)
Bandura, Albert. 1999. Self-Efficacy Pathways Child-hood Depression ( Journal
of Per-sonality and Social Psy-chology, Vol 76, No. 2, 258-269).
(www.uky. Edu, diakses pada 11 oktober 2016, 13:28 WIB)
Dewi. (2012). Efikasi Diri, Penyesuaian Diri dan Kecemasan Berbicara didepan
Umum. Program Studi Mpsi, UNTAG Surabaya. H: 27-49.
Fitriah, Lutfiyanti. 2015. Digital Native dan Digital Immigrant (Studi tentang
Penggunaan Teknologi Informasi oleh Guru Madrasah di Kalimantan
Selatan). Laporan Penelitian. LP2M IAIN Antasari Banjarmasin.
(http://idr.uin-antasari.ac.id/id/eprint/5285)
Mahmudi, Moh Hamdi. 2014. Efikasi Diri, Dukungan Sosial Dan Penyesuaian
Diri Dalam Belajar. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia Mei 2014,
Vol. 3, No. 02
(jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/persona/article/viewFile/.../340
diakses pada 28 Desember 2017)
Mahyudidin,dkk. 2006. The Relationship Between Student’s Self Efficacy And
Their English language achievement (online)
Mardina, Riana. 2011. Potensi Digital Natives Dalam Representasi Literasi
Informasi Multimedia Berbasis Web Di Perguruan Tinggi. Jurnal
Pustakawan Indonesia Volume 11 No. 1
(journal.ipb.ac.id/index.php/jpi/article/download/5264/3681 diakses
pada 28 Desember 2017)
Maulida Arumdhani. 2014. “Pengaruh Penerapan Electronic Government
terhadap Kualitas Pelayanan Publik.”
(text.123.dok.com/document/6993-pengaruh-penerapan-electronic-
government-terhadap-kualitas-pelayanan-publik.htm, diakses 11
Oktober 2016)
Muhammad Farid Al Habib. 2015 “Pengaruh Efikasi Diri dan Kebutuhan akan
prestasi Terhadap niat berwirausaha dengan keberanian mengambil
resiko sebagai variabel Intervening”.
Prensky, Marc. October 2001. Digital Natives, Digital Immigrants. On The
Horizon. MCB University Press, Vol.9 No 5.
(www.marcprensky.com/.../Prensky%20-
%20Digital%20Natives,%20Digital%20Immi... diakses 30 November
2016)
Putra, Yanuar Surya. 2016. Theoritical Review : Teori Perbedaan Generasi.
Among Makarti Vol.9 No.18.
(jurnal.stieama.ac.id/index.php/ama/article/download/142/133 diakses
28 Desember 2017)
Rustika, I Made. 2012. Efikasi Diri: Tinjauan Teori Albert Bandura. Buletin
Psikologi Buletin Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah
Mada Volume 20, NO. 1-2, 2012: 18 – 25
(https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/download/.../8799diakses 28 Desember 2017)
S. Djauharie, Arlyandi. 2016. Evaluasi Website Satuan Kerja Pemerintah Daerah
(SKPD) Propinsi Lampung Dalam Rangka Implemetasi e-Government.
Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Lampung.
(http://digilib.unila.ac.id/24821/, diakses pada 11 Oktober 2016)
Zimmerman, Barry J. 2000. Self Efficacy: An Essential Motive to Learn (online).
(itari.in), diakses pada 16 Oktober 2016, 19:18 WIB. Vol 25. 10 Hlm